Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MENCARI ILMU, MENYAMPAIKAN ILMU DAN AMAR MA’RUF NAHYI MUNKAR

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM MENCARI ILMU, MENYAMPAIKAN ILMU DAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

 A. HUKUM MENCARI ILMU:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” 

(HR. Ibnu Majah, no. 224. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if jiddan, tapi Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224))

Allah SWT menyatakannya dalam Al-Quran bahwa « طلب العلم » itu bagian dari pada Jihad Fi Sabilillah, Allah berfirman:

{ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلّ فِرْقَةٍ مّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لّيَتَفَقّهُواْ فِي الدّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوَاْ إِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُونَ } [سورة: التوبة - الأية: 122]. قوله تعالى: { ليتفقهوا } يعني بذلك الطائفة القائمة.

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)

Dan Allah SWT berfirman:

{ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}

"Dan janganlah kamu melakukan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) tentang hal itu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban." ( QS. Al-Israa: 36 ).

Dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ َيتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke syurga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Allah) untuk membaca Al Qur'an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barang siapa yang ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.” ( HR. Muslim: 4867)

Dan Hadits Mu’awiyah, Rosulullah SAW bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Artinya: “Barangsiapa dikehendaki Allah (mendapat) kebaikan, maka akan dipahamkan ia dalam (masalah) agama.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

Maka jika Allah SWT menganugerahi anda « الفقه » terhadap agamanya, yang dimaksud Fiqh di sini adalah « العلم الشرعي » yang mana masuk dalam kategori nya « علم العقائد والتوحيد وغير ذلك » maka jika anda merasa di anugerahi yg demikian, bergembira lah, karena dengan demikian Allah SWT menghendaki diri anda dalam kebaikan.

Imam Ahmad رحمه الله berkata:

العلم لا يَعدِله شيءٌ لمن صحت نيته. قالوا: وكيف تصح النية يا أبا عبد الله ؟ قال: ينوي رفع الجهل عن نفسه وعن غيره.

“Ilmu itu tidak dapat ditandingi oleh amalan apapun bagi orang yang niatnya benar (dalam menuntut ilmu).” Mereka bertanya, “Bagaimana benarnya niat wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab, “Seorang yang menuntut ilmu itu meniatkan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.” [Kitabul ‘Ilmi libnil ‘Utsaimin rahimahullah, hal. 22]

B. HUKUM MENYAMPAIKAN ILMU:

Dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa ( tidak berdosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka".

HR. Bukhari (hadis nomor 3202), Abu Dawud, Hadis Nomor 3177; al-Tirmidzi, Hadis Nomor 2593; dan Imam Ahmad, Hadis Nomor 6198.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah: 159-160].

Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:

أخبر الله تعالى أن الذي يكتم ما أنزل من البينات والهدى ملعون. واختلفوا من المراد بذلك، فقيل: أحبار اليهود ورهبان النصارى الذين كتموا أمر محمد صلى الله عليه وسلم، وقد كتم اليهود أمر الرجم. وقيل: المراد كل من كتم الحق، فهي عامة في كل من كتم علما من دين الله يحتاج إلى بثه،.......

“Allah ta’ala telah mengkhabarkan orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk yang diturunkan Allah termasuk orang yang terlaknat. Para ulama berselisih pendapat maksud orang yang terlaknat tersebut.

Dikatakan: Mereka adalah para rahib Yahudi dan pendeta Nashara yang menyembunyikan perkara Muhammad SAW. Orang-orang Yahudi juga telah menyembunyikan ayat rajam.

Dikatakan juga bahwa yang dimaksud orang yang terlaknat tersebut adalah orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan hal itu berlaku umum bagi setiap orang yang menyembunyikan ilmu agama Allah yang seharusnya disebarluaskan…..

[Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 2/479-483 tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy; Muassasah Ar-Risalah, Cet. 1/1427 – dengan peringkasan].

Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata:

هذا وعيد شديد لمن كتم ما جاءت به الرسل من الدلالات البينة على المقاصد الصحيحة والهدى النافع للقلوب، من بعد ما بينه الله تعالى لعباده في كتبه التي أنزلها على رسله.

“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang yang menyembunyikan apa saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa ajaran dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya. [‘Umdatut-Tafsiir, 1/279-280].

Abu Hurairah RA berkata:

إن الناس يقولون أكثر أبو هريرة، ولولا آيتان في كتاب الله ما حدثت حديثا، ثم يتلو: {إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات - إلى قوله - الرحيم}.......

“Orang-orang berkata: ‘Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”.

Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah:

‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah: 159-160)…..” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 118].

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah saat mengomentari hadits di atas berkata:

ومعناه: لولا أن الله ذم الكاتمين للعلم ما حدث أصلا، لكن لما كان الكتمان حراما وجب الإظهار، فلهذا حصلت الكثرة لكثرة ما عنده.

“Dan makna dari perkataan ‘jika saja bukan karena dua ayat’ adalah: Jikalau bukan karena Allah mencela orang-orang yang menyembunyikan ilmu, aku tidak akan meriwayatkan hadits sama sekali. Namun karena menyembunyikan ilmu itu adalah diharamkan dan harus disampaikan, maka ia pun banyak meriwayatkan karena banyak hadits yang ia miliki” [Fathul-Baariy, 1/214].

Dari Abu Hurairah: Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

مثل الذي يتعلم العلم ثم لا يحدث به كمثل الذي يكنز الكنز فلا ينفق منه

“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menyampaikannya adalah seperti orang yang menyimpan harta namun tidak menafkahkannya darinya (membayarkan zakatnya)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath no. 689; shahih – lihat Ash-Shahiihah no. 3479].

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr: Bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من كتم علما ألجمه الله يوم القيامة بلجام من نار

“Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 96, Al-Haakim 1/102, dan Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 5/38-39; hasan].

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW:

"من سئل عن علمٍ فكتمه ألجمه اللّه بلجام من نارٍ يوم القيامة".

“Barangsiapa yang ditanya tentang satu ilmu lalu menyembunyikannya, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak”

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3658, At-Tirmidziy no. 2649, Ath-Thayalisiy no. 2534, Ibnu Abi Syaibah 9/55, Ahmad 2/263 & 305 & 344 & 353 & 499 & 508, Ibnu Maajah no. 261, Ibnu Hibbaan no. 95, Al-Haakim 1/101, Al-Baghawiy no. 140, dan yang lainnya; shahih].

Al-Munawiy rahimahullah berkata:

فالحديث خرج على مشاكلة العقوبة للدنب وذلك لأنه سبحانه أخذ الميثاق على الذين أوتوا الكتاب ليبيننه للناس ولا يكتمونه. وفيه حث على تعليم العلم لأن تعلم العلم إنما هو لنشره ودعوة الخلق إلى الحق والكاتم يزاول إبطال هذه الحكمة وهو بعيد عن الحكيم المتقن ولهذا كان جزاؤه أن يلجم تشبيهاً له بالحيوان الذي سخر ومنع من قصد ما يريده فإن العالم شأنه دعاء الناس إلى الحق وإرشادهم إلى الصراط المستقيم

“Hadits tersebut berisi sanksi hukum atas sebuah dosa, karena Allah SWT telah mengambil perjanjian terhadap kaum yang diberikan Al-Kitab (Ahli Kitab) agar menerangkannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.

Padanya juga terdapat anjuran untuk mengajarkan ilmu, sebab menuntut ilmu bertujuan untuk menyebarkannya dan mengajak manusia kepada kebenaran.
Adapun orang yang menyembunyikan ilmu pada hakekatnya telah membatalkan hikmah ini. Ia sangat jauh dari sifat bijaksana dan mutqin (kokoh dalam ilmu).

Oleh karena itu, balasan baginya adalah dikekang sebagaimana hewan kekangan yang dipaksa dan dicegah dari apa yang dikehendakinya. Sesungguhnya kedudukan seorang ‘aalim (ulama) adalah mengajak manusia kepada kebenaran dan membimbing mereka kepada jalan yang lurus” [Faidlul-Qadiir, no. 8732].

Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata:

هذا في العلم الذي يلزمه تعليمهُ إياه، ويتعين فرضه عليه، كمن رأى كافراً يريد الإسلام يقول: علمني، ما الإسلام ؟ وكمن يرى رجلاً حديث عهد بالإسلام، لا يُحسن الصلاة، وقد حضر وقتها، يقول: علمني كيف أصلي، وكمن جاء مستقياً في حلال و حرام يقول: أفتوني، وأرشدوني، فإنه يلزم في هذه الأمور أن لا يمنعوا الجواب، فمن فعل كان آثماً مُستحقاً للوعيد، وليس كذلك الأمر في نوافل العلم التي لا ضرورة بالناس إلى معرفتها، والله أعلم.

“Ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan kepada orang lain yang hukumnya fardlu ‘ain.

Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang ingin masuk Islam dan berkata: ‘Ajarkanlah aku, apa itu Islam ?’.

Juga seperti orang yang baru saja masuk Islam yang tidak bagus shalatnya. Saat waktu shalat tiba, ia berkata: ‘Ajarkanlah aku, bagaimana aku melakukan shalat’.

Juga seperti seseorang yang datang meminta fatwa dalam perkara halal dan haram. Ia berkata: ‘Berikanlah aku fatwa dan bimbinglah aku’.

Barangsiapa yang menemui perkara-perkara seperti ini, hendaklah ia tidak menahan jawaban.

Barangsiapa yang menahan jawaban, maka ia berdosa dan layak mendapatkan ancaman. Namun tidak demikian halnya dalam perkara ilmu yang disunnahkan dimana manusia tidak wajib mengetahuinya (yaitu tidak wajib memberi jawaban). Wallaahu a’lam

[Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy, 1/302, tahqiq Syu’aib Al-Arna’uth & Muhammad Zuhair Syaawisy; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403].

Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata:

تبليغُ العلم واجبٌُ، لا يجوزُ كتمانه، ولكنهم خصصوا ذلك بأهله، وأجازوا كتمانه عمن يكون مستعمداً لأخذه، وعمن يصر على الخطأ بعد إخباره بالصواب.

سُئل بعضُ العلماء عن شيء [من] العلم ؟ فلم يُجبْ، فقال السائل: أما سَمعتَ حديث: ((من علم العلماً فكتمه ألجم يوم القيامة بلجامٍ من نار)) ؟ فقال: اترك اللجام واذهب ! فإن جاء من يفقه وكتمتُه فَلْيُلْجمنيْ به.

“Menyampaikan ilmu adalah wajib, tidak diperbolehkan untuk menyembunyikannya. Akan tetapi hal itu dikhususkan bagi ahlinya (benar-benar menguasainya), dan diperbolehkan orang yang belum menguasai atau sering keliru untuk menyembunyikannya.

Sebagian ulama pernah ditanya tentang satu perkara ilmu, namun ia tidak menjawabnya.
Maka orang yang bertanya itu berkata: ‘Bukankah engkau telah mendengar hadits: ‘Barangsiapa yang mengetahui satu ilmu namun menyembunyikannya, niscaya ia akan diikat dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak’ ?’.

Maka ulama tersebut menjawab: ‘Tinggalkanlah tali kekang dan pergilah !. Apabila ada orang yang mengetahui ilmu ini dan kemudian aku menyembunyikannya, maka ikatlah aku dengan tali kekang ini!”

[Al-Ba’iitsul-Hatsiits, hal. 440, ta’liq: Al-Albaaniy; Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1417].

Memang benar yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah. Walaupun menyampaikan ilmu itu wajib, maka itu hanya dibebankan pada mereka mampu, berilmu, dan benar-benar menguasai pokok persoalan yang hendak disampaikan/ditanyakan. Jangan sampai seseorang berfatwa dan berbicara mengenai agama Allah tanpa landasan ilmu, padahal Allah ta’ala telah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui" [QS. Al-A’raaf: 33].


Bersambung..

Di bawah bimbingan Abu Haitsam Fakhry.

Posting Komentar

0 Komentar