Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MEMBISNISKAN ILMU AGAMA ???

MEMBISNISKAN ILMU AGAMA

>> DOWNLOAD PDF<<

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

GRUP KAJIAN NIDA AL-ISLAM

Agustus 2020

----

****

بسم الله الرحمن الرحيم

*****

PENDAHULUAN

[[NOTE : SEBELUM ANDA MEMBACA ARTIKEL, PERLU DIKETAHUI BAHWA PENULIS di sini SAMA SEKALI TIDAK MENENTUKAN HUKUM TERTENTU. YAKNI, PENULIS TIDAK MEMVONIS HUKUM HALAL DAN HARAM DI SINI. 

PENULIS HANYA SEBATAS MENYEBUTKAN AYAT-AYAT AL-QURA’N, HADITS-HADITS, ATSAR PARA SAHABAT, TABIIN, TABIIT TABIIN DAN LAINNYA YANG BERKENAAN DENGAN MEMBISNISKAN ILMU AGAMA

Yang pasti penulis juga masih belajar, yang tentunya memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan. Namun demikian sebelum menentukan sebuah hukum, ingat lah dengan hadits-hadits berikut ini :

Pertama : Rasulullah  bersabda : 

دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ

”Tinggalkanlah sesuatu yang membuatmu ragu, dan kerjakanlah sesuatu yang tidak membuatmu ragu.” 

(HR. At Tirmidzi no. 2518, an-Nasa’i no. 5711 dan Ahmad no. 1723. At Tirmidzi berkata: Bahwa hadits ini derajatnya hasan shahih)

Dishahihkan sanadnya oleh al-Albaani dalam al-Irwaa 1/44.

Kedua : Rasulullah  bersabda: 

(إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ)

”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia.

Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya.

Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti  seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke dalamnya.

Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai hima (tanah larangan), ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan.

Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Imam al Bukhari no. 52, 2051 dan Muslim no. 1599]

Ketiga : Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah  bersabda :

« لَا يدْخُلُ الْجنَّة لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ وكلُّ لحَمْ نبَتَ مِنْ سُحْتٍ فالنَّارُ أوْلى بِه »

Artinya : " Tidak masuk surga daging yang tumbuh dari yang haram . Dan setiap daging yang tumbuh dari yang haram , maka api neraka lebih berhak dengannya ".

(HR. Tabrany 19/135 , Darimi 2/318 , Ibnu Hibban ( no. 1569 dan 1570 ) , Hakim 4/127, Baihaqi di Sya'bul Iman 2/172/2 dan Imam Ahmad 3/321 dan 399 ) .

Di Shahihkan Al-Albaany dlm Shahih Tirmidzi no. 614 . Dan beliau mengatakan di Silsilah Shahihah 6/108 : Sanadnya Jayyid / bagus sesuai syarat Muslim .

Semoga kita bisa saling memberi manfaat, dunia dan akhirat !!! Amiin

*****

KAIDAH UMUM DALAM MASALAH INI

الأَصْلُ فِي أَعْمَالِ القُرْبِ كَتَعْلِيمِ العِلْمِ وَنَحْوِهِ أَنْ يَقُومَ بِهَا الإِنسَانُ مُحْتَسِبًا مُخْلِصًا لِوَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا يُرِيدُ بِذَلِكَ عَرْضًا مِنَ الدُّنْيَا، وَهَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ بِلَا شَكٍّ، وَهُوَ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ.

"Pada asalnya hukum semua amalan yang diperuntukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti mengajarkan ilmu agama dan sejenisnya, adalah seseorang melakukannya harus betul-betul ikhlas semata-mata karena Allah dan dengan tujuan agar mendapatkan pahala dari-Nya. Tidak bertujuan untuk memperoleh dunia, dan Ini adalah yang paling afdlol tidak diragukan lagi, dan itulah yang diamalkan oleh para Sahabat dan Taabi'in"

Ringkasnya: Belajar dan mengajar ilmu agama serta berdakwah itu masuk dalam katagori IBADAH.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

وَالصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُم مِنَ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ عِنْدَ الْأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إِنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِم مَنْ يُعَلِّمُ بِأُجْرَةٍ أَصْلًا. أ.هـ.

Para Sahabat, Tabi’iin, Tabi’it Tabi’iin, dan ulama lainnya yang masyhur akan keilmuannya di kalangan Umat dalam bidang ilmu Al-Qur'an, Hadits dan Fikih, sesungguhnya mereka itu mengajar tanpa upah, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengenal tentang upah dalam berdakwah sama sekali. (Baca: مختصر الفتاوى المصرية hal. 481 dan مجموع الفتاوى jilid 30 hal. 204).

Namun Mayoritas Para Fuqohaa telah sepakat akan bolehnya menerima tunjangan dari Baitul Maal (Kas Negara) atas pengajaran al-Qur’an dan ilmu-ilmu syar’i yang membawa manfaat dan yang semisalnya .

Akan tetapi : ada sebagian para sahabat dan para tabi’in yang menolak menerima tunjangan mengajar al-Quran dan ilmu agama dari pemerintah, mereka membencinya, diantara mereka adalah : sahabat Abdullah bin Syaqiiq al-Anshari (ra), Sahabat ‘Amr bin Nu’man (ra) dan ulama Tabi’i Abdurrahman bin Ma’qil (rahimahullah)  

Abdullah bin Syaqiiq al-Anshori (ra) berkata :

 "يُكْرَهُ أرْشُ المُعَلِّمِ، فَإِنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ ﷺ كَانُوا يَكْرَهُونَهُ وَيَرَوْنَهُ شَدِيدًا"

“ Upah mengajar itu di benci , maka sesungguhnya para sahabat Rosulullah  sangat membencinya , dan sangat keras melarangnya “.

(Di riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 6/223 no. 884. Lihat juga al-Muhalla 7/20).

Dan di riwayatkan pula dari sahabat lainnya seperti Ubadah dan lain-lainnya. Bahkan Ibnu Hazem dlm kitabnya al-Muhalla 7/20 no. 1307 telah menyebutkan atsar yang banyak dari para sahabat (ra) .

Dan dari Abi Iyyaas , dia berkata :

كُنْتُ نَازِلاً عَلَى عَمْرِو بْنِ النُّعْمَانِ فَأَتَاهُ رَسُولُ مُصْعَبِ ابْنِ الزُّبَيْرِ حِينَ حَضَرَهُ رَمَضَانُ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ فَقَالَ : إِنَّ الأَمِيرَ يُقْرِئُكَ السَّلامَ وَقَالَ إِنَّا لَمْ نَدَعْ قَارِئًا شَرِيفًا إِلا وَقَدْ وَصَلَ إِلَيْهِ مِنَّا مَعْرُوفٌ فَاسْتَعِنْ بِهَذَيْنِ عَلَى نَفَقَةِ شَهْرِكَ هَذَا .فَقَالَ : ( أَقْرِئِ الأمِيرَ السَّلامَ وَقُلْ لَهُ إِنَّا وَاللَّهِ مَا قَرَأْنَا الْقُرْآنَ نُرِيدُ بِهِ الدُّنْيَا وَدِرْهَمَهَا )

Dulu aku pernah singgah di rumah ‘Amr bin Nu’maan (ra). Lalu datanglah kepadanya utusan Mush’ab bin Zubair ketika Bulan Ramadhan tiba sambil membawa uang 2000 dirham , maka dia berkata :

“ Sesungguhnya gubernur kirim salam pada anda , dan dia berkata : Sesungguhnya kami tidak akan membiarkan seorang qoori’ [guru al-Qur’an] yang terhormat kecuali aku mengirim untuknya bantuan kebaikan , maka dengan uang 2000 dirhan ini semoga bisa membantu mu untuk nafkah satu bulan ini “.

Maka beliau menjawab : Sampaikan salamku kepada Gubernur , dan tolong sampaikan pula padanya : Demi Allah sesungguhnya kami  membaca al-Qur’an bukan karena dunia dan dirhamnya .

HR, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya 7/164 ).

Dan Ubeid bin al-Hasan , berkata :

قَسَمَ مُصْعَبُ بْنُ الزُّبَيْرِ مَالاً فِي قُرَّاءِ أَهْلِ الْكُوفَةِ حِينَ دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فَبَعَثَ إِلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْقِلٍ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ فَقَالَ لَهُ اسْتَعِنْ بِهَا فِي شَهْرِكَ هَذَا ، فَرَدَّهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَعْقِلٍ وَقَالَ :{لَمْ نَقْرَأِ الْقُرْآنَ لِهَذَا}

Mush’ab bin az-Zubeir bagi-bagi uang untuk para Qoori’ [guru al-Qur’an] Ahli Kuufah ketika masuk bulan Romadhan , lalu dia mengirim untuk Abdurrahman bin Mi’qool 2000 dirham , dan berkata kepadanya : “ Semoga dengan 2000 dirham ini bisa membantumu untuk satu bulan ini “. Maka Abdurrahman bin Mi’qool menolaknya dan mengambalikannya , sambil berkata : “ Kami membaca al-Qur’an bukan untuk ini “.

(HR. Ad-Daarimii dalam Sunan nya , di Muqoddimah , bab Shiyanatul ilmi 1/152 no. 574 )

====*****====

LALU BAGAIMANAKAH : HUKUM MEMBACA DAN BELAJAR MENGAJAR AL-QURAN DAN ILMU AGAMA SERTA BERDAKWAH DENGAN TUJUAN SBB?

A. BELAJAR ILMU AGAMA DEMI POPULARITAS atau AGAR ORANG-ORANG MENJADI PENGIKUTNYA atau AGAR MENGUASAI BANYAK MAJLIS-MAJLIS ILMU atau BANJIR UNDANGAN CERAMAH ??

B. MEMBACA ALQURAN UNTUK MENDAPATKAN UANG TIP, AMPLOP, UPAH DAN YANG SEMISALNYA.

C. MENGAJAR ILMU AGAMA, CERAMAH AGAMA DAN BERDAKWAH UNTUK MENDAPATKAN UPAH, HARTA, JABATAN DAN PEKERJAAN ???

RINGKASNYA:
BAGAIMANA HUKUM MEMBISNISKAN IBADAH BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA ?.

Hukum masalah ini berbeda dengan hukum "beribadah sambil berbisnis" atau "Berbisnis sambil Ibadah". Maka kalau yang ini jelas para ulama sepakat membolehkannya, bahkan menganjurkan nya.

Akan tetapi yang dibahas di sini adalah tentang hukum: “MEMBISNISKAN IBADAH”.

Mari kita bertabayyun, kita telusuri dalil-dalilnya dan kita fahami !!! :

====*****====

PERTAMA:
HUKUM MEMBACA ALQURAN UNTUK MENDAPATKAN HARTA BERUPA UANG TIPS, UPAH, BAYARAN DAN YANG SEMISALNYA.

JAWABANNYA:

Silahkan baca hadits-hadits Nabi  Berikut ini !:

HADITS KE 1 hadits orang durhaka adalah orang yang makan dan minumnya dari hasil al-Qur'an :

Dari  Abu Sa’id Al-Khudri , dia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah  bersabda: 

"يكون خَلْفٌ من بعد السِّتِّينَ سنةً أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ثم يكون خَلْفٌ يقرؤونَ القرآنَ لا يعْدو تراقيهم ويقرأ القرآنَ ثلاثٌ مؤمنٌ ومنافقٌ وفاجرٌ ".

قال بَشِيْر  : قُلْتُ للوَلِيْد : مَا هَؤلَاء الثَّلاثةُ؟ قَالَ : المُؤْمِن مُؤْمِنٌ بِه، والمُنافِقُ كَافِرٌ به، والفَاجِرُ يَأكُلُ بِهِ

Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun, mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.

Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Quran , tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka.

Saat itu yang membaca Al-Quran ada tiga macam orang, yaitu orang Mukmin , orang munafiq, dan orang durhaka.

Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut : "Siapa sajakah mereka itu?"

Maka Al-Walid menjawab : "Orang Mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Quran , orang Munafiq  adalah orang yang ingkar terhadap Al-Quran , sedangkan orang yang DURHAKA adalah orang yang mencari makan (nafkah) dengan Al-Quran."

[HR. Ahmad no. 11340]. 

Derajat Hadits :

Ibnu Katsir dalam kitab البداية والنهاية  6/233 berkata :

إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ قَوِيٌّ عَلَى شَرْطِ السُّنَنِ

"Sanad nya bagus dan kuat sesuai syarat kitab-kitab as-Sunan".

Dan Syeikh al-Albaani dalam السلسلة الصحيحة 1/520 berkata :

"رِجَالُهُ ثِقَاتٌ غَيْرُ الوَلِيدِ، فَحَدِيثُهُ يَحْتَمِلُ التَّحْسِينِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ حَالٍ شَاهِدٌ صَالِحٌ".

"Para perawinya tsiqoot [ dipercaya] selain al-Wallid , maka haditsnya bisa dibawa ke derajat Hasan , dan haditst tsb bagaimana pun juga layak dan baik sebagai syahid ".

HADITS KE 2 :

Hadits riwayat Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuia berkata: aku mendengar Rasulullah  bersabda:

« مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيْ أَقْوَامٌ يَقْرَءُوْنَ القرآنَ وَيَسْأَلُوْنَ بِهِ النَّاسَ ».

Artinya: " Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan Al Quran itu".

(HR. Ahmad, Turmudzi, Ibnu Abi Syaibah, Thabrani, Baihaqi dalam Syuabul Iman. Lihat: Al Jami' Al Kabir). Hadits ini di sahihkan oleh Al-Bany dalam kitab-kitabnya: Islahus Saajid hal. 106, silsilah sahihan 1/461, sahih Targhib no. 1433, dan lainnya).

Ibnu al-Malak al-Hanafi rahimahullah berkata: 

قَوْلُهُ: «مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ» أَيْ: فَلْيَطْلُبْ مِنَ اللَّهِ بِالْقُرْآنِ مَا شَاءَ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، لَا مِنَ النَّاسِ.

“Sabda Nabi : *“Barang siapa membaca Al-Qur’an, hendaklah ia meminta kepada Allah dengannya”*, maksudnya adalah hendaklah ia meminta kepada Allah dengan Al-Qur’an apa saja yang ia kehendaki dari urusan dunia dan akhirat, bukan meminta kepada manusia”. [Lihat : Syarah al-Mashoobih karya Ibnu al-Malak 3/64].

Mulla Ali al-Qari rahimahullah berkata: 

«مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ» أَيْ: فَلْيَطْلُبْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى بِالْقُرْآنِ مَا شَاءَ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، لَا مِنَ النَّاسِ. 

أَوِ الْمُرَادُ: أَنَّهُ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ فَلْيَسْأَلْهَا مِنَ اللَّهِ تَعَالَى، أَوْ بِآيَةِ عُقُوْبَةٍ فَيَتَعَوَّذْ إِلَيْهِ بِهَا مِنْهَا. 

وَإِمَّا بِأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَقِيبَ الْقِرَاءَةِ بِالْأَدْعِيَةِ الْمَأْثُوْرَةِ، وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ الدُّعَاءُ فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ، وَإِصْلَاحِ الْمُسْلِمِيْنَ فِي مَعَاشِهِمْ وَمَعَادِهِمْ.

Sabda Nabi : *“Barang siapa membaca Al-Qur’an, hendaklah ia meminta kepada Allah dengannya”*, maksudnya adalah hendaklah ia meminta kepada Allah Ta’ala dengan Al-Qur’an apa saja yang ia kehendaki dari urusan dunia dan akhirat, bukan meminta kepada manusia.  

Atau maksudnya: apabila ia melewati ayat rahmat, maka hendaklah ia memohonnya kepada Allah Ta’ala, atau jika melewati ayat siksaan, maka hendaklah ia berlindung kepada-Nya darinya. 

Atau bisa juga maksudnya adalah berdoa kepada Allah setelah membaca Al-Qur’an dengan doa-doa yang diajarkan dalam syariat. Hendaknya doa itu berkaitan dengan urusan akhirat serta kebaikan kaum muslimin dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka. ( Baca : *Marqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih*, 4/1513)

HADITS KE 3 :

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu:

‏ ‏" أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَارِئٍ ‏ ‏يَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثُمَّ يَسَأَلَ النَّاسَ بِهِ فَاسْتَرْجَعَ عِمرانُ ، ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ‏ﷺ‏ ‏يَقُولُ: " ‏مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ ".

“Suatu ketika ia melewati seorang qori sedang membaca Al-Qur'an, kemudian setelah membacanya meminta (upah) kepada orang-orang, maka Imran ber istirja’ (Yakni berkata: Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun dan menyuruhnya untuk mengembalikan), dan berkata: Aku mendengar Rosulullah  bersabda:

" Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan (bacaan) Al Quran itu ".

(HR. Turmudzi no. 2917 dan beliau berkata: " Hadits Hasan ". Dan Syeikh Al-Bany dalam sahih Targhib 2/80 no. 1433 mengatakan: " Sahih karena ada yang lainnya ". Dan dalam Sahih wa Dloif al-Jami' no. 11413 serta Shahih wa Dloif Sunan Turmudzi 6/417 no. 2917 beliau mengatakan: " Hasan ".

Syarah Hadits : 

Al-Mubaarokfuury dalam syarah Sunan Tirmidzi berkata : 

"قَوْلُهُ (يَقْرَأُ) أَي: يَقْرَأُ القُرْآنَ.

وَقَوْلُهُ: (ثُمَّ سَأَلَ) أَي: طَلَبَ القَارِئُ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا مِنَ الرِّزْقِ لِقِرَاءَتِهِ القُرْآنَ.

وَقَوْلُهُ: (فَاسْتَرْجَعَ) أَي: قَالَ عِمْرَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: ﴿إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾ [البقرة: 156]؛ لِابْتِلَاءِ القَارِئِ بِهَذِهِ المُصِيبَةِ، وَهِيَ سُؤَالُ النَّاسِ بِالقُرْآنِ، أَوْ لِابْتِلَاءِ عِمْرَانَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - بِمُشَاهَدَةِ هَذِهِ الحَالَةِ الشَّنِيعَةِ، وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ المَصَائِبِ".

Sabdanya : (Membaca) Yakni membaca al-Qur'an

Dan Sabdanya : ( Kemudian meminta ) yakni : si Qori tersebut meminta sesuatu dari rizki pada manusia atas bacaan al-Qur'annya..  

Dan sabdanya: (Maka dia meminta untuk mengembalikannya ) . Yakni Amran berkata : "Innaa lillaahi wa Innaa Ilaihi Roji'un" . Dia berkata demikian karena perbuatan itu adalah bala [bencana] yang menimpa Qoori.

Atau karena Imran (ra) merasa menderita ketika menyaksikan situasi sangat keji ini, yang mana perbuatan tsb merupakan salah satu bencana dan musibah terdahsyat. [Baca : Tuhfatul Ahwadzi 8/235] .

HADITS KE 4 :

Dari Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi , berkata :

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ – ﷺ – يَوْمًا وَنَحْنُ نُقْرِئُ فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ، كِتَابُ اللهِ وَاحِدٌ، وَفِيكُمُ الأَحْمَرُ وَفِيكُمُ الأَبْيَضُ وَفِيكُمُ الأسْوَد اقْرَؤوهُ قَبْل أنْ يَقْرَأَهُ أقْوامٌ يُقيمُونَهُ كما يُقَوَّمُ السَّهْمُ يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ ولا يتَأجَّلُهُ ".

“ Pada suatu hari Rosulullah ﷺ keluar menemui kami , dan saat itu kami sedang membaca al-Qur’an , maka beliau ﷺ bersabda : 

“ Al-Hamdulillah , Kitab Allah satu , sementara di dalam kalian ada yang berkulit merah , berkulit putih dan berkulit hitam ( Yakni ada etnis Arab dan Non Arab ) , bacalah kalian al-Quran sebelum adanya kaum-kaum membaca al-Qur’an , mereka menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan ( yakni mereka memperbagus bacaannya ) ,  namun dia mempercepat upahnya ( di dunia ) dan tidak menundanya ( untuk akhirat ) . 

(HR. Abu Daud 1/220 No. 831 . Di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shohih Abu Daud 1/157 No. 741, beliau berkata : Hasan Shahih).

Syarah Hadits : 

قَوْلُهُ: «يُقِيمُونَهُ كَمَا يُقَوَّمُ السَّهْمُ» أَي: يُحَسِّنُونَ النُّطْقَ بِهِ. وَقَوْلُهُ: «يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ» أَي: يَطْلُبُ بِذَلِكَ أَجْرَ الدُّنْيَا مِنْ مَالٍ وَجَاهٍ وَمَنْصِبٍ، وَلَا يَطْلُبُ بِهِ أَجْرَ الْآخِرَةِ.

Sabda beliau ﷺ : "Mereka menegakkan bacaannya seperti halnya anak panah diluruskan " Yakni : mereka memperbagus dalam pengucapannya . 

Dan sabdanya : “dia mempercepat upahnya ( di dunia ) dan tidak menundanya ( untuk akhirat )”. Artinya : dia dengan bacaanya itu untuk mencari upah duniawi , berupa harta , kehormatan dan kedudukan. Dia tidak bertujuannya dengannya itu untuk mencarai pahala akhirat . [ Baca : جامع الأصول karya Ibnu al-Atsiir 2/450 – 451 ]

====

ATSAR PARA SAHABAT DAN PARA TABI’II :

Ada banyak atsar dari para Sahabat Nabi  bahwa mereka menolak untuk menerima upah mengajar ilmu agama , mereka membencinya atau melarangnya , diantara nya :

------

ATSAR SAHABT KE 1 : ABDULLAH BIN SYAQIIQ AL-ANSHORI

Dari Abdullah bin Syaqiiq al-Anshori , berkata :

يُكْرَهُ أَرْشُ المُعَلِّمِ، فَإِنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ كَانُوا يُكْرِهُونَهُ وَيَرَوْنَهُ شَدِيدًا

“ Upah mengajar itu di benci , maka sesungguhnya para sahabat Rosulullah  sangat membencinya , dan sangat keras melarangnya “.

( Di riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 6/223 no. 884 dari kitab “البيوع والأقضية” , bab “من كره أجر المعلم” . Lihat juga “المحلى” 7/20 .

Dan di riwayatkan pula dari sahabat lainnya seperti Ubadah dan lain-lainnya. Bahkan Ibnu Hazem dlm kitabnya “المحلى” 7/20 no. 1307 telah menyebutkan atsar yang banyak dari para sahabat رضي الله عنهم .

-----

ATSAR SAHABAT KE 2 : ‘AMR BIN AN-NU’MAAN - رضي الله عنه - :

Dari Abi Iyyaas , dia berkata :

كُنْتُ نَازِلاً عَلَى عَمْرِو بْنِ النُّعْمَانِ فَأَتَاهُ رَسُولُ مُصْعَبِ ابْنِ الزُّبَيْرِ حِينَ حَضَرَهُ رَمَضَانُ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ فَقَالَ : إِنَّ الأَمِيرَ يُقْرِئُكَ السَّلامَ وَقَالَ إِنَّا لَمْ نَدَعْ قَارِئًا شَرِيفًا إِلا وَقَدْ وَصَلَ إِلَيْهِ مِنَّا مَعْرُوفٌ فَاسْتَعِنْ بِهَذَيْنِ عَلَى نَفَقَةِ شَهْرِكَ هَذَا .فَقَالَ : ( أَقْرِئِ الأمِيرَ السَّلامَ وَقُلْ لَهُ إِنَّا وَاللَّهِ مَا قَرَأْنَا الْقُرْآنَ نُرِيدُ بِهِ الدُّنْيَا وَدِرْهَمَهَا )

Dulu aku pernah singgah di rumah ‘Amr bin Nu’maan . Lalu datanglah kepadanya utusan Mush’ab bin Zubair ketika Bulan Ramadhan tiba sambil membawa uang 2000 dirham , maka dia berkata :

“ Sesungguhnya gubernur kirim salam pada anda , dan dia berkata : Sesungguhnya kami tidak akan membiarkan seorang qoori’ yang terhormat kecuali aku mengirim untuknya bantuan kebaikan , maka dengan uang 2000 dirhan ini semoga bisa membantu mu untuk nafkah satu bulan ini “.

Maka beliau menjawab : Sampaikan salamku kepada Gubernur , dan tolong sampaikan pula padanya : Demi Allah sesungguhnya kami  membaca al-Qur’an bukan karena dunia dan dirhamnya .

( HR, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya , كتاب فضائل القرآن , من كره أن يتآكل بالقرآن 7/164).

-----

ATSAR TABI’II : ABDURRAHMAN BIN MA’QIL ( عبد الرحمن بن مَعْقِل بن مُقَرّن المُزَني )

Dari Ubeid bin al-Hasan , berkata :

قَسَمَ مُصْعَبُ بْنُ الزُّبَيْرِ مَالاً فِي قُرَّاءِ أَهْلِ الْكُوفَةِ حِينَ دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فَبَعَثَ إِلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْقِلٍ بِأَلْفَيْ دِرْهَمٍ فَقَالَ لَهُ اسْتَعِنْ بِهَا فِي شَهْرِكَ هَذَا ، فَرَدَّهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَعْقِلٍ وَقَالَ :{لَمْ نَقْرَأِ الْقُرْآنَ لِهَذَا}

Mush’ab bin az-Zubeir bagi-bagi uang untuk para Qoori’ Ahli Kuufah ketika masuk bulan Romadhan , lalu dia mengirim untuk Abdurrahman bin Mi’qool 2000 dirham , dan berkata kepadanya : “ Semoga dengan 2000 dirham ini bisa membantumu untuk satu bulan ini “.

Maka Abdurrahman bin Mi’qool menolaknya dan mengambalikannya , sambil berkata : “ Kami membaca al-Qur’an bukan untuk ini “. ( HR. Ad-Daarimii dalam Sunan nya , di Muqoddimah , bab Shiyanatul ilmi 1/152 no. 574 )

=====

SYAIR IBNU AL-MUBARAK TENTANG JUALAN AGAMA

Nasihat Al-Imam Ibnu al-Mubarok rahimahullah kepada Ibnu ‘Ulayyah rahimahullah:

يَا جَاعِلَ الْعِلْمِ لَهُ بَازِيًا *

يَصْطَادُ أَمْوَالَ الْمَسَاكِينِ احْتَلَّتْ لِلدُّنْيَا وَلَذَاتِهَا *

بِحِيْلَةٍ تَذْهَبُ بِالدِّيْنِ فَصِرْتَ مَجْنُوْنًا بِهَا بَعْدَمَا *

كُنْتَ دَوَاءً لِلْمَجَانِيْنَ أَيْنَ رِوَايَاتُكَ فِيْمَا مَضَى *

عَنْ ابْنِ عَوُنَ وَابْنِ سِيْرِيْنَ وَدَرْسِكَ الْعِلْمِ بِآثَارِهِ *

فِي تَرْكِ أَبْوَابِ السُّلاَطِيْنَ تَقُوْلُ: أُكْرِهْتُ، فَمَاذَا كَذَا *

زَلَّ حِمَارُ الْعِلْمِ فِي الطِّيْنِ لَا تَبْعَ الدِّيْنَ بِالدُّنْيَا كَمَا *

يَفْعَلُ ضَلَالُ الرُّهَابِيْنَ

“Wahai orang yang menjadikan ilmu sebagai barang dagangan untuk menjaring harta orang-orang miskin,

diambil demi dunia dan kesenangannya.

Dengan tipu daya engkau menghilangkan agama,

lalu engkau menjadi orang yang gila setelah dulunya engkau adalah obat bagi orang-orang gila.

Di manakah riwayat-riwayatmu yang lampau dari Ibnu ‘Aun dan Ibnu Sirin.

Dan manakah ilmu yang kamu pelajari dengan atsar-atsarnya yang berisi anjuran untuk meninggalkan pintu-pintu penguasa? Kamu berkata: “Aku terpaksa.” Lalu apa?

Demikianlah keledai ilmu tergelincir di tanah liat yang basah.

Janganlah kamu jual agama dengan dunia sebagaimana perbuatan para rahib yang sesat.” (“Siyar A’lamin Nubala”/9/110).

*****

KEDUA:
JIKA DENGAN ILMU AGAMA BERTUJUAN UNTUK POPULARITAS atau AGAR ORANG-ORANG MENJADI PENGIKUTNYA atau AGAR MENGUASAI BANYAK MAJLIS ILMU atau BANJIR UNDANGAN CERAMAH ??

JAWABAN NYA:

Silahkan simpulkan sendiri hukumnya setelah membaca hadits-hadits Nabi  berikut ini !!!

HADITS KE 1:

Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah  bersabda,

" مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ"

“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang dengannya bertujuan untuk menunjukkan kepada para ulama bahwa dirinya lah yang paling berilmu atau bertujuan untuk mendebat orang-orang bodoh (yakni: sehingga membuat bingung orang awam pen.) atau agar dengan ilmunya tersebut wajah-wajah para manusia tertuju pada dirinya (yakni: supaya semua orang jadi pengikutnya, pen.), maka Allah akan memasukannya ke dalam api neraka.”

(HR. Tirmidzi no. 2654, AL-‘Uaqaily dlm adh-Dhu'afaa al-Kabiir 1/103 dan Ibnu Hibban dalam “المجروحين”. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Shahih at-Turmudzi no. 2654 bahwa hadits ini hasan. Lihat penjelasan hadits ini dalam Tuhfah Al-Ahwadzi 7: 456)

HADITS KE 2:

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi  bersabda,

" لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلاَ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ ".

“Janganlah kalian belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh, dan jangan pula bertujuan dengan ilmunya itu agar orang-orang memilih dia untuk mengisi di majelis-majlis. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya, neraka lebih pantas baginya.”

(HR. Ibnu Majah no. 254. Al-Mundziri dalam kitabnya at-Targhiib 1/92:

“إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ أَوْ حَسَنٌ أَوْ مَا قَارَبَهُمَا”

Artinya: “ Sanadnya Shahih atau Hasan atau yang mendekati keduanya “.

Dan Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

HADITS KE 3:

Dari Hudzaifah bin al-Yamaan, bahwa Nabi  bersabda:

لَا تَعَلَّمُوا العِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ العُلَمَاءَ أَوْ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِتَصْرِفُوا وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْكُمْ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَهُوَ فِي النَّارِ

“Janganlah kalian belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh, dan jangan pula bertujuan agar wajah-wajah manusia tertuju pada diri kalian. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ibnu Majah dan di hasankan oleh syeikh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Maajah no. 210)

HADITS KE 4:

Adanya hadits-hadits yang melarang mencari Popularitas dan hobby pamer, diantaranya:

Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi  bersabda:

(مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)

“Barang siapa memakai pakaian syuhroh (pakaian yang bisa membuatnya terkenal) di dunia, maka Allah akan memakaikannya pakaian yang menghinakan di hari Kiamat “.

(HR. Abu Daud No. 4029), an-Nasaa’i dlm “السنن الكبرى” 5/460, Ibnu Majah No. 3606, Imam Ahmad dalam al-Musnad 2/92 dan lainnya. Hadits ini di Hasankan oleh Syeikh al-Albaani dan al-Arna’uth).

Al-Imam as-Sarkhosi al-Hanafi dalam kitabnya “المبسوط” 30/268 berkata:

"وَالْمُرَادُ أَنْ لَا يَلْبَسَ نِهَايَةَ مَا يَكُونُ مِنَ الْحُسْنِ وَالْجَوْدَةِ فِي الثِّيَابِ عَلَى وَجْهٍ يُشَارُ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ، أَوْ يَلْبَسَ نِهَايَةَ مَا يَكُونُ مِنَ الثِّيَابِ الْخَلِقِ – الْقَدِيمِ الْبَالِي - عَلَى وَجْهٍ يُشَارُ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ، فَإِنَّ أَحَدَهُمَا يَرْجِعُ إِلَى الْإِسْرَافِ وَالْآخَرَ يَرْجِعُ إِلَى التَّقْتِيرِ، وَخَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَطُهَا" انتهى

“ Dan yang di maksud adalah jangan memakai pakaian yang paling bagus dan paling berkwalitas dengan tujuan agar jari-jari manusia menunjukkan padanya. Atau memakai pakaian yang paling jelek lapuk dengan tujuan agar jari-jari manusia menunjukkan padanya. Maka sesungguhnya salah satunya itu disebabkan berlebihan, sementara yang kedua karena terlalu pelit, dan sebaik-baiknya semua perkara adalah tengah-tengahnya “. (Selesai)

HADITS KE 5:

Hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Nabi  bersabda:

(كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ)

“ Makan lah kalian, bersedekahlah kalian dan berpakainlah kalian dalam keadaan tidak berlebihan dan tidak ada kesombongan ingin menonjolkan dirinya (alias pamer) “. (HR. An-Nasaa’i No. 2559. Dan di hasankan oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa’i).

HADITS KE 6 :

Dari Abu Dzar - رضي الله عنه -, dari Nabi  bersabda:

"مَا مِنْ عَبْدٍ لَبِسَ ثَوْبَ شَهْرَةٍ إِلَّا أَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ حَتَّى يَنْزَعَهُ، وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ حَبِيبًا."

“Tidaklah seorang hamba yang memakai pakaian syuhrah ( ketenaran ) kecuali Allah akan berpaling dari manusia tersebut hingga ia melepaskannya , meskipun dia itu kekasih di sisi-Nya“.

(HR Ibnu Majah, Al Hafizh Al Iraqy dalam takhrij hadits al ihya’ berkata: sanad hadits ini Jayyid (baik) , tapi tanpa perkataan : “meskipun dia itu kekasih di sisi-Nya “

HADITS KE 7 :

Dari Mua’adz bin Anas - رضي الله عنه -, bahwasanya Nabi  bersabda:

«مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الْإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا»

Barangsiapa yang meninggalkan (menjauhkan diri dari) suatu pakaian (yang mewah) dalam rangka tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, padahal dia mampu (untuk membelinya / memakainya), maka pada hari kiamat nanti Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluq, lalu dia dipersilahkan untuk memilih perhiasan / pakaian (yang diberikan kepada) orang beriman, yang mana saja yang ingin dia pakai” (HR. At Tirmidzi no. 2405 9/21, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam “Shahih Al-Jaami’ No. 6145 )

===

ATSAR PARA SAHABAT , TABI’IIN DAN TABI’T TABI’IIN :

Ibnu Abbas RA berkata :

" كُلْ ‌مَا ‌شِئْتَ ‌وَالْبَسْ ‌مَا ‌شِئْتَ ‌مَا ‌أَخْطَأَتْكَ ‌خَصْلَتَانِ ‌سَرَفٌ ‌وَمَخِيلَةٌ "

“Makan lah sesuka mu dan berpakaianlah sesukamu , tidak ada yang menyalahkanmu kecuali dua gaya : berlebihan dan ada kesombongan ingin menonjolkan dirinya ( alias pamer ) “ .

[ HR. Bukhori secara mu'allq dalam Shahihnya, Kitab al-Libaas (77) dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 5/171 secara maushul ].

DAN BERIKUT INI KUTIPAN DARI KITAB “صيد الفوائد” :

1. Dari Syahr bin Hausyab , berkata :

" ‌مَنْ ‌رَكِبَ ‌مَشْهُوْراً ‌مِنَ ‌الدَّوَابِّ، ‌وَلَبِسَ ‌مَشْهُوْراً ‌مِنَ ‌الثِّيَابِ، ‌أَعْرَضَ ‌اللهُ ‌عَنْهُ، وَإِنْ كَانَ كَرِيْماً "

“ Barang siapa menunggangi kendaraan masyhur dan pakaian masyhur , maka Allah berpaling darinya meskipun dia seorang yang dermawan “. [ Baca سير أعلام النبلاء 4/375]

Al-Imam al-Baihaqi berkata :

" كُلُّ شَيْءٍ صَارَ صَاحِبَهُ شَهْرَةً، فَحَقُّهُ أَنْ يُجْتَنَبَ".

“ Segala sesuatu yang mengantarkan dirinya pada pada Syuhroh ( pusat perhatian ) , maka hak dia adalah dijauhi “.

2. Dari Sufyan ats-Tsaury , berkata :

" إِيَاكَ وَالشَّهْرَةَ؛ فَمَا أَتَيْتَ أَحَدًا إِلَّا وَقَدْ نَهَى عَنْ الشَّهْرَةِ"

Waspadalah terhadap popularitas , maka tidak sekali-kali aku mendatangi seseorang kecuali dia telah melarang popularitas “.

3. Ibrahim bin Adham berkata :

" مَا صَدَقَ اللَّهَ عَبْدٌ أَحَبَّ الشَّهْرَةَ. "

“Seorang hamba yang cinta popularitas , tidak percaya Allah “.

4. Ayyub as-Sakhtiyani berkata :

" مَا صَدَقَ عَبْدٌ قَطُّ، فَأَحَبَّ الشَّهْرَةَ. "

“ Tidak sekali-kali seorang hamba tidak percaya kepada Allah , maka dia mencintai popularitas“.

5. Bisyer bin al-Haarits berkata :

 " مَا اتَّقَى اللَّهَ مَنْ أَحَبَّ الشَّهْرَةَ"

“Seorang hamba yang cinta popularitas , tidaklah bertaqwa kepada Allah “.  ( Washaya As Salaf wal Fuqaha No. 63)

6. Imam Ibnul Atsir Rahimahullah berkata:

إِنَّ الشَّهْوَةَ الْخَفِيَّةَ: حُبُّ اطْلَاعِ النَّاسِ عَلَى الْعَمَلِ.

Sesungguhnya syahwat tersembunyi itu adalah menampakkan amal di hadapan manusia. (Washaya As Salaf wal Fuqaha No. 62).

*****

KETIGA: 
MENGAJAR ILMU AGAMA DAN BERDAKWAH DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER MATA PENCAHARIAN ???

JAWABANNYA:

Mari kita baca bersama nash-nash ayat al-Quran, hadits Nabi  dan atsar para sahabat berikut ini !!!

=====

NASH PERTAMA:
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG DAKWAH PARA NABI DAN ROSUL AS DAN AYAT-AYAT TENTANG MEMPERJUAL BELIKAN AYAT-AYAT ALLAH SWT:

AYAT KE 1:

Firman Allah Ta’aalaa dalam surat Huud: 29:

وَيَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللّهِ

“Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah. (QS. Huud: 29).

AYAT KE 2 :

Dan Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi kita,  :

{قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ}

Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba: 47).

TAFSIR AL-MUYASSAR:

Yang dimaksud dengan perkataan ini ialah bahwa Rasulullah r sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka. Tetapi yang diminta Rasulullah r sebagai upah ialah agar mereka beriman kepada Allah. Dan iman itu adalah buat kebaikan mereka sendiri.

TAFSIRNYA: Katakanlah (wahai Rasul) kepada orang-orang kafir: Aku tidak meminta atas kebaikan yang aku bawa kepada kalian sebuah upah, sebaliknya ia untuk kalian saja. Upahku yang aku nanti-nantikan telah ditanggung oleh Allah Yang Maha Mengetahui amalku dan amal kalian, tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya. Dia membalas semua orang sesuai dengan apa yang menjadi haqnya.

AYAT KE 3:

Dan Allah swt juga berfirman di akhir Surah Shaad.

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ (86) إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (87) وَلَتَعْلَمُنَّ نَبَأَهُ بَعْدَ حِينٍ (88)

“Katakanlah (hai Muhammad), "Aku tidak meminta upah kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi.”

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:

Allah Swt. berfirman, "Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu, bahwa tidaklah kamu meminta imbalan kepada mereka atas risalah yang kami sampaikan kepada mereka dan nasihat yang kamu berikan kepada mereka suatu upah pun dari harta duniawi ini."

وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ

“.... dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan”. (Shad:86)

Aku tidak mempunyai kehendak sedikit pun, tidak pula kemauan untuk menambah-nambahi apa yang diamanatkan oleh Allah Swt. kepadaku untuk manyampaikannya. Tetapi apa yang aku diperintahkan untuk menyampai¬kannya, maka hal itu kusampaikan dengan utuh tanpa ada penambahan atau pengurangan. Dan sesungguhnya kutunaikan tugasku ini hanyalah semata-mata menginginkan rida Allah dan kebahagiaan di hari kemudian.

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy dan Mansur, dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa kami mendatangi Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Maka ia berkata,

"Hai manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu, hendaklah ia mengutarakannya; dan barang siapa yang tidak mengetahui, hendaklah ia mengatakan, 'Allah lebih mengetahui.' Karena sesungguhnya termasuk ilmu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu mengatakan, 'Allah lebih Mengetahui." Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman kepada nabi kalian:

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ

Katakanlah, "Aku tidak meminta upah kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (Shad: 86)

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan asar ini melalui Al-A'masy dengan sanad yang sama.

AYAT KE 4:

Firman Allah dalam surat ath-Thuur dan al-Qalam:

{أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ}

Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang? (QS. Ath-Thuur: 40 dan Surat al-Qalam: 46)

TAFSIR AL-MUYASSAR: Bahkan apakah kamu, wahai Rasul, meminta kepada orang-orang musyrik upah atas penyampaian risalah, sehingga mereka berada dalam kesulitan akibat terbebani hutang yang kamu minta dari mereka?

AYAT KE 5:

Allah berfirman dalam Surat Al-An'am:

{قُل لاَّ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ}

{ Katakanlah: Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quraan). Al-Quraan itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat. } (QS. Al-Ana’aam: 90).

TAFSIR AL-MUYASSAR: Katakan kepada orang-orang musyrikin: Aku tidak mencari ganjaran dunia dari kalian sebagai imbalan penyampaian Islam kepada kalian, karena ganjaranku di tanggung oleh Allah. Islam hanyalah mengajak manusia ke jalan yang lurus dan peringatan bagi kalian dan orang-orang yang semisal dengan kalian dari orang-orang yang tetap memegang kebatilan, agar kalian mengingat apa yang bermanfaat bagi kalian dengannya.

AYAT KE 6:

Dan Allah berfirman tentang Nabi Hud dalam Surat Hud:

يَا قَوْمِ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Hai Kaumku, aku tidak meminta upah kepada kalian bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku, maka tidak kah kamu memikirkannya ?” (QS 11:51).

Tafsir Ibnu Katsir: Nuh As juga Memberitahukan kepada mereka bahwa dia (Huud as) tidak meminta dari mereka upah atas nasihat dan penyampaian dari Allah ini, akan tetapi dia hanya mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala yang telah menciptakannya. Apakah kamu tidak berfikir; orang yang mengajakmu kepada perbaikan dunia dan akhirat tanpa mengharapkan upah,

AYAT KE 7:

Dan Allah berfirman dalam Surat Asy-Su’aroo tentang Nabi Nuh, Hud, Saleh, Luth, dan Syu’aib عليهم السلام:

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepada kalian atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. (QS. Asy-Syu’aroo: 109, 127, 145, 164 dan 180).

Tafsir Jalalain:

(Dan aku sekali-kali tidak meminta kepada kalian atas ajakan-ajakan itu) imbalan dari menyampaikannya (suatu upah pun, tidak lain) (upahku) pahalaku (hanyalah dari Rabb semesta alam).

Dan Yang Mahakuasa berkata dalam utusan desa yang disebutkan di Yassin: {Wahai manusia, ikuti para utusan * Ikuti mereka yang tidak meminta hadiah kepadamu...},

AYAT KE 8:

Dan dalam Surat Yasin Allah swt berfirman:

وَجَاء مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ ۝ اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ

Artinya, Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegasgegas ia berkata,“Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta upah/balasan kepad kalian ; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Yasin, 20-21

Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Syinqithi dalam kitabnya “ أضواء البيان “ ketika menafsiri surat Hud: 29, berkata:

"قَوْلُهُ تَعَالَى: {وَيَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ} ذَكَرَ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَنْ نَبِيِّهِ نُوحٍ عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ أَخْبَرَ قَوْمَهُ أَنَّهُ لَا يَسْأَلُهُمْ مَالًا فِي مُقَابِلَةِ مَا جَاءَهُمْ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ وَالْهُدَى، بَلْ يُبْذِلُ لَهُمْ ذَلِكَ الْخَيْرَ الْعَظِيمَ مَجَّانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ أُجْرَةٍ فِي مُقَابِلِهِ، وَبَيَّنَ فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ أَنَّ ذَلِكَ هُوَ شَأْنُ الرُّسُلِ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ".

Firman Allah Ta’aalaa: Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah “.

Allah Yang Maha Kuasa menyebutkan dalam ayat mulia ini tentang Nabinya Nuh u, bahwa dia memberi tahu kaumnya bahwa dia tidak meminta harta kepada mereka sebagai imbalan atas apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dari wahyu dan hidayah. Sebaliknya, kebaikan yang agung itu disampaikan kepada mereka secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran sebagai imbalannya. Dan Allah menjelaskan dalam banyak ayat: bahwa Itu adalah berlaku pada semua dakwah para Rasul, عليهم السلام.

Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi kita,  :

{قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ}

Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba: 47).

Kemudian Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Sying qithi menyebutkan ayat-ayat seperti yang di atas, lalu berkata:

وَيُؤْخَذُ مِنْ هَذِهِ الآيَاتِ الْكَرِيمَةِ: أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى أَتْبَاعِ الرُّسُلِ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يُبْذِلُوا مَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ مَجَّانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ عِوَضٍ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَخْذُ الْأُجْرَةِ عَلَى تَعْلِيمِ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى وَلَا عَلَى تَعْلِيمِ الْعَقَائِدِ وَالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ". انتهى

Diambil dari ayat-ayat luhur ini:

Tugas para pengikut Rasul dari kalangan ulama dan lain-lain adalah memberikan ilmunya secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran untuk itu, dan tidak lah layak mengambil upah atas pengajaran Kitab Allah سبحانه وتعالى, begitu juga atas mengajar ilmu tentang aqidah dan hukum tentang halal dan haram “. (Selesai perkataan Asy-Syinqiti).

AYAT KE 9:

Terdapat banyak dalil yang melarang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Diantaranya, firman Allah,

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit, dan bertaqwalah hanya kepada-Ku. (QS. al-Baqarah: 41)

AYAT KE 10:

Allah juga berfirman, menceritakan karakter orang yang baik,

لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا

Mereka tidak menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. (QS. Ali Imran: 199)

AYAT KE 11:

Allah juga berfirman di ayat lain,

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا

“Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sdikit”. (QS. al-Maidah: 44)

Dan ayat yang semakna dengan ini ada banyak dalam al-Quran.

Yang dimaksud dengan “tsamanan qalilaa…” (harga yang sedikit) atau harga yang murah adalah dunia seisinya.

Abdullah bin Mubarak mengatakan,

Dari Harun bin Yazid, bahwa Hasan al-Bashri pernah ditanya tentang makna firman Allah, “tsamanan qalilaa…” (harga yang sedikit). Lalu beliau mengatakan,

الثَّمَنُ الْقَلِيلُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا

“At-Tsaman al-Qalil (harga murah) adalah dunia berikut semua isinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/243).

Sementara makna, ‘Jangan kalian menjual’ adalah jangan menukar (I’tiyadh). Sehingga makna ayat, janganlah kalian menukar ayat Allah untuk mendapatkan bagian dari kehidupan dunia.

Para ahli tafsir mengatakan, ayat ini berbicara tentang pelanggaran yang dilakukan orang yahudi. Mereka menyembunyikan kebenaran yang mereka ketahui agar pengikutnya tetap loyal dan tidak diasingkan dari masyarakat mereka. Mereka mengetahui bahwa Muhammad  adalah nabi terakhir, tapi mereka tidak mau menyampaikan ini agar tetap bisa ditokohkan di tengah Yahudi. Dengan ini, mereka bisa mendapatkan penghasilan. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/244).

AYAT KE12:

Tentang kewajiban menyampaikan ilmu agama dan keharaman menyembunyikannya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah: 159-160].

Al-Qurthubiy rahimahullah berkata:

أَخْبَرَ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ الَّذِي يَكْتُمُ مَا أَنْزَلَ مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مَلْعُونٌ. وَاخْتَلَفُوا مَنِ الْمُرَادِ بِذَلِكَ، فَقِيلَ: أَحْبَارُ الْيَهُودِ وَرُهْبَانُ النَّصَارَى الَّذِينَ كَتَمُوا أَمْرَ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَقَدْ كَتَمَ الْيَهُودُ أَمْرَ الرَّجْمِ. وَقِيلَ: الْمُرَادُ كُلُّ مَنْ كَتَمَ الْحَقَّ، فَهِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ كَتَمَ عِلْمًا مِنْ دِينِ اللَّهِ يَحْتَاجُ إِلَى بَثِّهِ .....

“Allah ta’ala telah mengkhabarkan orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk yang diturunkan Allah termasuk orang yang terlaknat. Para ulama berselisih pendapat maksud orang yang terlaknat tersebut.

Dikatakan: Mereka adalah para rahib Yahudi dan pendeta Nashara yang menyembunyikan perkara Muhammad . Orang-orang Yahudi juga telah menyembunyikan ayat rajam.

Dikatakan juga bahwa yang dimaksud orang yang terlaknat tersebut adalah orang yang menyembunyikan kebenaran. Dan hal itu berlaku umum bagi setiap orang yang menyembunyikan ilmu agama Allah yang seharusnya disebarluaskan…..

[Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 2/479-483 tahqiq: Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy; Muassasah Ar-Risalah, Cet. 1/1427 – dengan peringkasan].

Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata:

هَذَا وَعِيدٌ شَدِيدٌ لِمَنْ كَتَمَ مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ مِنَ الدَّلَائِلِ الْبَيِّنَاتِ عَلَى الْمَقَاصِدِ الصَّحِيحَةِ وَالْهُدَى النَّافِعِ لِلْقُلُوبِ، مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَهُ اللَّهُ تَعَالَى لِعِبَادِهِ فِي كُتُبِهِ التِّي أَنْزَلَهَا عَلَى رُسُلِهِ.

“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang yang menyembunyikan apa saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa ajaran dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya. [‘Umdatut-Tafsiir, 1/279-280].

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata:

إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثَتْ حَدِيثًا، ثُمَّ يَتْلُو: {إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ - إِلَى قَوْلِهِ - الرَّحِيمِ} .....

“Orang-orang berkata: ‘Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”.

Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah:

‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah: 159-160)…..” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 118].

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah saat mengomentari hadits di atas berkata:

وَمَعْنَاهُ: لَوْلَا أَنَّ اللَّهَ ذَمَّ الْكَاتِمِينَ لِلْعِلْمِ مَا حَدَثَ أَصْلًا، لَكِنَّ لَمَّا كَانَ الْكَتْمَانَ حَرَامًا وَجَبَ الْإِظْهَارُ، فَلِهَذَا حَصَلَتِ الْكَثْرَةُ لِكَثْرَةِ مَا عِنْدَهُ.

“Dan makna dari perkataan ‘jika saja bukan karena dua ayat’ adalah: Jikalau bukan karena Allah mencela orang-orang yang menyembunyikan ilmu, aku tidak akan meriwayatkan hadits sama sekali. Namun karena menyembunyikan ilmu itu adalah diharamkan dan harus disampaikan, maka ia pun banyak meriwayatkan karena banyak hadits yang ia miliki” [Fathul-Baariy, 1/214].

=====

NASH KEDUA :
HADITS-HADITS NABIﷺ  HADITS-HADITS NABIﷺ  TENTANG NIAT & TUJUAN BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA:

Mari kita bertabayyun dengan baca hadits-hadits Nabi  tentang hal-hal berikut ini:

  1. PERTAMA: NIAT BELAJAR ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN
  2. KEDUA : ILMU AGAMA DI JADIKAN ALAT UNTUK MENDAPATKAN HARTA DARI PARA PENGUASA / PEMERINTAH YANG DZALIM.
  3. KETIGA: DAKWAH DAN MENGAJAR ILMU AGAMA DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER MATA PENCAHARIAN.
  4. KEEMPAT: BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA ITU KEWAJIBAN AGAMA

setelah membacanya , silahkan berijtihad dan simpulkan hukumnya !  

Bismillah

PERTAMA:
NIAT BELAJAR ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN

BERIKUT INI HADITS- HADITS NABI  :

HADITS KE 1:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  bersabada:

 

(مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا).

“ Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala ; tetapi dia tidak mempelajari ilmu itu kecuali untuk mendapatkan harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat kelak. (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan imam Ahmad no. 8457) Hadits ini di Shahihkan oleh imam an-Nawawi, syeikh bin Baaz dan syeikh al-Albaani. Lihat: “رياض الصالحين” [No. 139 & 1620] dan “صحيح الترغيب” no. 105).

Kalau dalam hadits disebutkan masalah ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Itulah maksud dari pujian dan sanjungan ditujukan pada ilmu syar’i. Sebagaimana pujian ini ditujukan pada ahli ilmu sebagai pewaris para nabi,

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.”

(HR. Abu Daud, no. 3641. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Pewaris nabi tentu saja adalah pewaris ilmu diin atau ilmu agama.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

“Ilmu itu dimaksudkan untuk banyak hal. Namun kalau menurut ulama Islam, yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. Itulah yang dimaksudkan dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah r. Ketika disebut ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 2: 302)

HADITS KE 2:

Dan Turmudzy meriwayatkanya dari Ibnu Umar Nabi  bersabda:

"مَن تعلَّمَ عِلمًا لغَيرِ اللهِ، أو أرادَ به غَيرَ اللهِ، فلْيَتبوَّأْ مَقعَدَه من النَّارِ

“ Barang siapa yang menuntut Ilmu karena selain Allah, maka dia telah menyiapkan tempat duduk untuk dirinya dari api Neraka “.

(HR. At-Tumudzi no. 2655 dan an-Nasaa’i dlm “السنن الكبرى” no. 5910 dalam hadits yang panjang. Al-Mizzy berkata dlam kitabnya “تهذيب الكمال”: “ Di dalam sanadnya terdapat Muhammad din ‘Abbaad al-Hannaa’i, telah berkata Abu Hatim: dia itu shoduuq “. Al-Mubaarokfuuri dlam kitabnya “تحفة الأحوذي” 7/68: Sanadnya terputus “. Hadits ini di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaani dlm “ضعيف الترمذي” no. 2655, “السلسلة الضعيفة” no. 5017, “ضعيف الترغيب” no. 85 dan “ضعيف الجامع” no. 1768 dan 5530.

KEDUA :
ILMU AGAMA DI JADIKAN ALAT UNTUK MENDAPATKAN HARTA DARI PARA PENGUASA / PEMERINTAH.

HADITS KE 3:

Dari Ibnu Abbaas radhiyallahu ‘anhudari Nabi  bersabda:

«إِنَّ أُنَاسًا مِنْ أُمَّتِي سَيَتَفَقَّهُونَ فِي الدِّينِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَقُولُونَ: نَأْتِي الْأُمَرَاءَ فَنُصِيبُ مِنْ دُنْيَاهُمْ وَنَعْتَزِلُهُمْ بِدِينِنَا وَلَا يَكُونُ ذَلِكَ كَمَا لَا يُجْتَنَى مِنْ الْقَتَادِ إِلَّا الشَّوْكُ كَذَلِكَ لَا يُجْتَنَى مِنْ قُرْبِهِمْ إِلَّا قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ كَأَنَّهُ يَعْنِي الْخَطَايَا».

“Sesungguhnya ada manusia-manusia dari kalangan umatku yang mereka mendalami ilmu agama dan membaca al-Quran, dan mereka berkata, “Kami akan mendatangi para pemimpin dari pemerintah, hingga kami mendapatkan sebagian dunia mereka, tapi kami membatasi diri kami dari mereka dengan agama kami (yakni: tidak ikut-ikutan melakukan dosa-dosa kedzaliman). Yang demikian itu tidak mungkin terjadi (yakni: dapat uangnya penguasa sekaligus agamanya terselamatkan). Sebagaimana tidak ada orang yang memetik dari pohon al-Qataad (pohon yang hanya dipenuhi duri), kecuali hanya mendapatkan duri. Demikian pula, tidak ada seseorang yang memetik dari kedekatan dengan penguasa, kecuali dosa-dosa”. [HR. Imam Ibnu Majah No. 255]

Hadits ini di dhoifkan oleh syeikh al-Albaani dlm “تخريج مشكاة المصابيح” No. 253 & 262, “صحيح وضعيف سنن ابن ماجة” 1/327, “الضعيفة” no. 1250 dan “التعليق الرغيب” 1/69. Lihat “الدرر السنية” hadits No. 103321.

HADITS KE 4:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi  bersabda:

" تعوَّذوا باللهِ من جُبِّ الحَزَنِ. قالوا: يا رسولَ اللهِ وما جُبُّ الحزَنِ ؟ قال: وادٍ في جهنَّمَ تتعوَّذُ منه جهنَّمُ كلَّ يومٍ أربعَمائةِ مرَّةٍ. قيل: يا رسولَ اللهِ من يدخلُه ؟ قال: أُعِدَّ للقُرَّاءِ المُرائين بأعمالِهم ، وإنَّ من أبغضِ القُرَّاءِ إلى اللهِ الَّذين يُزورُون الأمراءَ الجَوَرةَ "

“Berlindunglah kalian kepada Allah swt dari jubb al-hazan. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, apa jubb al-hazan? Nabi  menjawab, “Sebuah lembah di Jahannam, yang mana Jahannam berlindung dari jubb al-hazan, 400 kali setiap hari”. Para shahabat bertanya, “Siapa yang memasukinya? Nabi  menjawab: “ [Jub al-hazan] Disediakan bagi para pembaca al-Quran yang riya`(ingin dipuji manusia) sesuai dengan amal perbuatan mereka. Sesungguhnya, para pembaca al-Quran yang paling dibenci Allah adalah mereka yang mengunjungi para penguasa yang lalim tidak adil”.

[HR. Al-Mundziri dlm “الترغيب والترهيب” 4/341, at-Turmudzy No. 2383 dan Ibnu Majah No. 256. Di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaani dlm “ضعيف ابن ماجه” no. 50. Dan al-Mundziri dalam “الترغيب والترهيب” 1/51berkata: “لا يتطرق إليه احتمال التحسين”].

HADITS KE 5 ;

Dari Ali bin Abi Tholib, bahwa Nabi  bersabda:

" تعوَّذوا باللهِ من جُبِّ الحزَنِ أو وادي الحزَنِ ، قيل: يا رسولَ اللهِ وما جُبُّ الحزَنِ أو وادي الحزَنِ ؟ قال: وادٍ في جهنَّمَ تتعوَّذُ منه جهنَّمُ كلَّ يومٍ سبعين مرَّةً أعدَّه اللهُ للقُرَّاءِ المُرائين ".

“Berlindunglah kalian kepada Allah swt dari jubb al-hazan. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, apa jubb al-hazan? Nabi  menjawab, “Sebuah lembah di Jahannam, yang mana Jahannam berlindung dari jubb al-hazan, 70 kali setiap hari”. Allah swt telah menyiapkannya untuk para qori al-Qura’an yang riya (ingin dipuji manusia) “.

(Lihat: “الترغيب والترهيب للمنذري” karya al-Mundziri 4/341. Sanad nya Hasan. Lihat “الدرر السنية” hadits no. 112)

KETIGA :
DAKWAH DAN MENGAJAR ILMU AGAMA DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER MATA PENCAHARIAN.

HADITS KE 6:

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, Rasululullah  bersabda,

بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالرِّفْعَةِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمِ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ.

“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, ketinggian, kemenangan dan kekokohan di muka bumi. Barang siapa di antara mereka melakukan amalan ukhrawi untuk meraih dunia; pada hari akhirat kelak ia tidak akan memperoleh bagian (pahala)”.

(HR. Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Haakim. Dan dinilai sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahaby, adh-Dhiya’ al-Maqdisy juga Syeikh al-Albany dalam “صحيح الترغيب والترهيب” 23-(2) hal.116/1876)

HADITS KE 7:

 Dari Abu ad-Dardaa’ radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah  bersabda :

(مَنْ أَخَذَ عَلَى تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ قَوْسًا قَلَّدَهُ اللَّهُ مَكَانَهَا قَوْسًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)

Barang siapa menerima Busur Panah dari Mengajar al-Qur’an, maka Allah akan mengalungkan sebagai gantinya kelak busur dari api neraka Jahannam pada hari Kiamat “. (HR. Imam al-Baihaqi dlm “السنن الكبرى” 6/126 dan lainnya. Di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam kitab “صحيح الجامع “ no. 5982 dan dalam kitab “السلسلة الصحيحة “ 1/113 no. 256)

HADITS KE 8:

Dari Ubadah bin ash-Shoomit radhiyallahu ‘anhu, berkata:

" عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَلأَسْأَلَنَّهُ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ أَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا مِمَّنْ كُنْتُ أُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ وَلَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قَالَ ﷺ : (إِنْ كُنْتَ تُحِبُّ أَنْ تُطَوَّقَ طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا)

وعند ابن ماجه (إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا)

وعنه في رواية أخرى: فَقُلْتُ مَا تَرَى فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ ﷺ : (جَمْرَةٌ بَيْنَ كَتِفَيْكَ تَقَلَّدْتَهَا أَوْ تَعَلَّقْتَهَا).

Artinya: Aku telah mengajarkan Al Qur’an pada seseorang dari Ahli ash-Shuffah kemudian dia menghadiahiku sebuah busur (panah). Maka aku berkata:

“ Ini bukanlah harta, tetapi ini bisa digunakan untuk berjihad fii sabilillah, namun demikian aku harus menghadap dulu ke Rosulullah , aku mau menanyakannya, lalu aku mendatangi beliau , dan aku berkata pada nya:

“ Wahai Rosulullah, seseorang telah menghadiahi ku Busur panah, orang tsb salah seorang yang aku mengajarkan al-Kitab dan al-Qur’an padanya, dan ini bukan HARTA, dan aku bisa memanfaatkannya untuk berjihad di jalan Allah “.

Rosulullah  menjawab: “ Jika kau suka busur itu kelak akan dikalung kan pada dirimu dari api Neraka, maka silahkan ambil !!! “. Lalu aku pun mengembalikannya.”

Dalam lafadz lain: “ Itu Bara Api diantara dua pundakmu, kamu telah melingkarkannya atau kamu mengalungkannya “.

(HR. Imam Ahmad No. 21632, Abu Daud no. 2964 dan Ibnu Majah No. 2148. Di Shahihkan oleh al-Haakim dan Syeikh al-Albaani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة” 1/115, Shahih Abu Daud no. 3416 dan dalam Shahih Turmudzi “.

HADITS KE 9:

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, berkata:

" عَلَّمْتُ رَجُلاً الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ (إِنْ أَخَذْتَهَا أَخَذْتَ قَوْسًا مِنْ نَارٍ) فَرَدَدْتُهَا ".

“ Aku mengajar al-Qur’an pada seseorang, lalu dia menghadiahkan Busur panah pada ku. Maka aku menceritakannya pada Rosulullah , maka beliau bersabda: “ Jika kamu mengambilnya, maka kamu telah mengambil busur dari api neraka “. Lalu Aku mengembalikannya.

(HR. Ibnu Majah No. 2149 dan di Shahihkan oleh syeikh al-Albaani dalam kitab “ إرواء الغليل “ No. 1493).

HADITS KE 10:

Dari Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi, berkata:

" خرج علينا رسول الله ﷺ يوماً ونحن نقريء فقال: الحمدُ لله، كتابُ الله واحدٌ، وفيكم الأحْمَرُ وفيكم الأبْيَضُ وفيكم الأسْوَد اقْرَؤوهُ قَبْل أنْ يَقْرَأَهُ أقْوامٌ يُقيمُونَهُ كما يُقَوَّمُ السَّهْمُ يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ ولا يتَأجَّلُهُ ".

“ Pada suatu hari Rosulullah  keluar menemui kami, dan saat itu kami sedang membaca al-Qur’an, maka beliau  bersabda: “ Al-Hamdulillah, Kitab Allah satu, sementara di dalam kalian ada yang berkulit merah, berkulit putih dan berkulit hitam (Yakni ada etnis Arab dan Non Arab), bacalah kalian al-Quran sebelum adanya kaum-kaum membaca al-Qur’an, mereka menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni mereka memperbagus bacaannya), namun dia mempercepat upahnya (di dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).

(HR. Abu Daud 1/220 No. 831. Di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shohih Abu Daud 1/157 No. 741, beliau berkata: Hasan Shahih).

SYARAH HADITS :

قَوْلُهُ: «يُقِيمُونَهُ كَمَا يُقَوَّمُ السَّهْمُ» أَي: يُحَسِّنُونَ النُّطْقَ بِهِ. وَقَوْلُهُ: «يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُهُ» أَي: يَطْلُبُ بِذَلِكَ أَجْرَ الدُّنْيَا مِنْ مَالٍ وَجَاهٍ وَمَنْصِبٍ، وَلَا يَطْلُبُ بِهِ أَجْرَ الْآخِرَةِ. 

Sabdanya : ( mereka menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan) yakni : mereka memperbagus makhroj bacaannya. 

Dan sabdanya : ( dia mempercepat upahnya dan tidak menundanya) yakni : dia dengan bacaannya itu bertujuan untuk mendapatkan upah dunia, kehormatan dan jabatan. Dan dia dengaan al-Quran itu tidak bertujuan menacari pahala akhirat . [ Baca : Jami' al-Ushul 2/450-451]   

HADITS KE 11:

Dari Jabir bin Abdullah, berkata:

دَخَلَ النَّبي ﷺ المسجدَ، فإذا فيه قومٌ يَقرَؤُونَ القُرآنَ، قال: " اقْرَؤُوا القُرآنَ، وابْتَغُوا به اللهَ مِن قَبْلِ أن يَأتِيَ قَوْمٌ يُقِيمونَه إِقَامَةَ القِدْحِ، يَتَعَجَّلُونَه ولا يَتَأَجَّلُونَه".

Nabi  masuk masjid, dan ternyata di dalamya terdapat orang-orang yang sedang baca al-Qur’an.

Beliau  bersabda: “ Bacalah kalian al-Qur’an, dan dengannya semata-mata karena mengharapkan Allah, sebelum datangnya kaum yang menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni mereka memperbagus bacaanya), namun dia mempercepat upahnya (di dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).

(HR. Imam Ahmad 3/357 dan Abu Daud 1/220 No. 831. Di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shohih Sunan Abu Daud 1/156 no. 740.

Muhammad Syamsul haq al-Adziim Aabadi dalam kitabnya 'Aunul Ma;bud 3/42 berkata:

فَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ عَنْ مُجِيءِ أُقَوَّامٍ بَعْدَهُ يُصْلِحُونَ أَلْفَاظَ الْقُرْآنِ وَكَلِمَاتِهِ وَيَتَكَلَّفُونَ فِي مَرَاعَاةِ مَخَارِجِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا يُقَامُ الْقِدْحُ - وَهُوَ السَّهْمُ قَبْلَ أَنْ يُعْمَلَ لَهُ رِيشٌ وَلَا نَصْلٌ - وَالْمَعْنَى: أَنَّهُمْ يُبَالِغُونَ فِي عَمَلِ الْقِرَاءَةِ كَمَالَ الْمُبَالَغَةِ؛ لِأَجْلِ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَالْمُبَاهَاةِ وَالشُّهْرَةِ. أَيُّهَا الْإِخْوَةُ الْكِرَامُ.. هَؤُلَاءِ تَعَجَّلُوا ثَوَابَ قِرَاءَتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَأَجَّلُوهُ بِطَلَبِ الْأَجْرِ فِي الْآخِرَةِ، إِنَّهُمْ بِفَعْلِهِمْ يُؤَثِّرُونَ الْعَاجِلَةَ عَلَى الْآجِلَةِ وَيَتَأَكَّلُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ هَجْرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، فَبِئْسَ مَا يَصْنَعُونَ. 

Maka sungguh Nabi  telah mengkabarkan: sesudahnya akan munculnya kaum-kaum yang memperbagus lafadz-lafadz dalam membaca al-Quran dan kalimat-kalimatnya, bahkan berlebihan di dalam memperhatikan makhroj-makhroj dan sifat-sifat dari huruf-huruf al-Quran, seperti halnya orang yang memperbagus atau meluruskan batang panah sebelum di pasangkan bulu-bulu dan besi tajam diujungnya.

 

Maksudnya: Mereka sangat berlebihan di dalam mempercantik dan menyempurnakan bacaan al-Quran dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan dari manusia, popularitas, berbangga-banggaan dan ketenaran.

Wahai para ikhwan yang mulia, mereka adalah orang-orang yang tergesa-gesa untuk mendapatkan upah bacaan al-Qurannya di dunia, mereka tidak sabar menundanya untuk mendapatkan pahala di akhirat.

Sesungguhnya perbutan mereka itu adalah sama dengan mengutamakan dunia dari pada akhirat, dan mereka makan dan minumnya dengan Kitab Allah Ta’la. Dan ini adalah jenis perbuatan meng hajer / MEMBOIKOT al-Quran yang paling dahsyat, maka ini adalah sebusuk-busuknya yang mereka lakukan. (Baca: “عون المعبود شرح سنن أبي داود” 3/42)

HADITS KE 12:

Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah  bersabda:

(تَعَلَّموا القرآنَ، وَسَلُوا اللهَ بِهِ الجنَّةَ، قَبْلَ أنْ يَتعَلَّمَهُ قَوْمٌ، يَسْأَلُونَ به الدُّنْيا، فَإِنَّ القُرآنَ يَتَعَلَّمُهُ ثَلاثَةٌ: رَجُلٌ يُباهِي بِهِ، وَرَجُلٌ يَسْتَأْكِلُ بِهِ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُهُ لله).

“Kalian Belajarlah Al-Quran dan mintalah kepada Allah surga dengannya, sebelum muncul satu kaum yang mempelajari Al-Quran untuk tujuan duniawi.

Sesungguhnya ada tiga kelompok yang mempelajari Al-Quran:

• Seseorang yang mempelajarinya untuk membanggakan diri,

• Seseorang yang mencari makan darinya,

• dan seseorang yang membaca karena Allah Subhanahu Wata’ala.”

(HR. Baihaqi dan Abu ‘Ubeid dalam kitab “فضائل القرآن”, Bab: القارئ يستأكل بالقرآن hal. 206. Hadits di sebutkan oleh Syeikh al-Albaani dalam “السلسلة الصحيحة “ 1/118-119 No. 258, dan beliau berkata:

وَلِلْحَدِيثِ شوَاهِدُ أُخْرَى تُؤَيِّدُ صِحَّتَهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.

“ Hadits ini memiliki syahid-syahid lain yang memperkuat keshahinnya dari jemaah para sahabat “)

====

AMALAN AHLI MADINAH

Mereka berkata :

إِنْ أَخَذَ الْأُجْرَةَ عَلَى تَعْلِيمِ الْعُلُومِ الشَّرْعِيَّةِ لَيْسَ عَلَيْهِ عَمَلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ.

Masyarakat Madinah al-Munawwarah tidak ada yang mengambil upah dalam mengajarkan ilmu-ilmu syar’i.

REFERENSI :

انظر: البيان والتحصيل: (8/ 452 - 454)، حاشية الدسوقي: (4/ 18)، حاشية العدوي على شرح كفاية الطالب الرباني: (2/ 197).

KEEMPAT :
BELAJAR MENGAJAR ILMU AGAMA ITU KEWAJIBAN AGAMA

HADITS KE 13:

Rosulullah  bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, no. 224. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if jiddan, tapi Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224))

Allah SWT menyatakannya dalam Al-Quran bahwa « طلب العلم » itu bagian dari pada Jihad Fi Sabilillah, Allah berfirman:

{ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلّ فِرْقَةٍ مّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لّيَتَفَقّهُواْ فِي الدّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوَاْ إِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُونَ } [سورة: التوبة - الأية: 122]. قوله تعالى: { ليتفقهوا } يعني بذلك الطائفة القائمة.

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)

Dan Allah swt berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

"Dan janganlah kamu melakukan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) tentang hal itu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban." (QS. Al-Israa: 36).

HADITS KE 14:

Tentang kewajiban menyampaikan ilmu agama dan keharaman menyembunyikannya.

Dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi  bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (tidak berdosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka".

HR. Bukhari (hadis nomor 3202), Abu Dawud, Hadis Nomor 3177; al-Tirmidzi, Hadis Nomor 2593; dan Imam Ahmad, Hadis Nomor 6198.

HADITS KE 15:

Dari Abu Hurairah: Bahwasannya Rasulullah  bersabda:

مَثَلُ الَّذِي يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ ثُمَّ لَا يُحَدِّثُ بِهِ كَمَثَلِ الَّذِي يَكْنِزُ الْكَنْزَ فَلَا يُنْفِقُ مِنْهُ.

“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menyampaikannya adalah seperti orang yang menyimpan harta namun tidak menafkahkannya darinya (membayarkan zakatnya)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath no. 689; shahih – lihat Ash-Shahiihah no. 3479].

HADITS KE 16:

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr: Bahwasannya Rasulullah  pernah bersabda:

مَنْ كَتَمَ عِلْمًا أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلَجَامٍ مِنْ نَارٍ

“Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 96, Al-Haakim 1/102, dan Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 5/38-39; hasan].

HADITS KE 17:

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah  :

"مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلَجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

“Barangsiapa yang ditanya tentang satu ilmu lalu menyembunyikannya, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak”

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3658, At-Tirmidziy no. 2649, Ath-Thayalisiy no. 2534, Ibnu Abi Syaibah 9/55, Ahmad 2/263 & 305 & 344 & 353 & 499 & 508, Ibnu Maajah no. 261, Ibnu Hibbaan no. 95, Al-Haakim 1/101, Al-Baghawiy no. 140, dan yang lainnya; shahih].

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, pernah di tanya tentang hukum mengambil upah mengajar ilmu agama, maka beliau menjawab, di antaranya sbb:

فَأَجَابَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَمَّا تَعْلِيمُ الْقُرْآنِ وَالْعِلْمِ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ فَهُوَ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ وَأَحَبُّهَا إلَى اللَّهِ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الإِسْلامِ لَيْسَ هَذَا مِمَّا يَخْفَى عَلَى أَحَدٍ مِمَّنْ نَشَأَ بِدِيَارِ الإِسْلامِ. وَالصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُمْ مِنْ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ عِنْدَ الأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ. وَلَمْ يَكُنْ فِيهِمْ مَنْ يُعَلِّمُ بِأُجْرَةِ أَصْلاً. فَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرٍ. وَالأَنْبِيَاءُ رضوان الله تعالى عليهم أجمعين إنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ الْعِلْمَ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ".

Maka beliau menjawab:

“ Alhamdulillah, Adapun mengajar al-Qur’an dan Ilmu agama tanpa upah, maka itu adalah amalan yang paling afdhol dan paling dicintai oleh Allah. Dan ini adalah perkara yang sangat jelas dan dimaklumi secara darurat dalam agama Islam, ini bukan perkara yang samar dan tersembunyi bagi orang yang hidup dan tumbuh besar di negeri-negeri Islam (Yakni: semua orang pasti tahu banget. pen.). Para sahabat, para tabi’iin, para tabi’it tabi’iin dan lainnya dari para ulama yang masyhur di kalangan para imam akan keilmuannya, baik ilmu al-Quran, Hadits dan Fiqih, sesungguhnya mereka semuanya tidak ada yang mengambil upah dalam mengajar. Dan sama sekali tidak ada satu pun yang mengajar dengan upah. Karena sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dinar, maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan Ilmu, maka barang siapa yang mengambil ilmu tsb, maka dia telah mengambil keberuntungan yang melimpah. Dan para nabi, merka ketika mengajarkan ilmu, tanpa mengambil upah “. (Baca: “مجموع الفتاوى” 30/204)

*****

DALIL-DALIL YANG DI DUGA :
MEMBOLEHKAN UPAH MENGAJAR AL-QURAN DAN ILMU AGAMA

Di antara dalil-dalil yang diduga menunjukkan diperbolehkannya mengambil upah mengajar al-Quran dan Ilmu agama , adalah sbb :

Hadis Abu Sa’id berikut, ia berkata:

انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا، حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ، فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ، فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الحَيِّ، فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ، فَأَتَوْهُمْ، فَقَالُوا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ، وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ، فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي، وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا، فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنَ الغَنَمِ، فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ، وَيَقْرَأُ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ، فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ، قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوا، فَقَالَ الَّذِي رَقَى: لاَ تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ ﷺ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ، فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا، فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَذَكَرُوا لَهُ، فَقَالَ: «وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ» ، ثُمَّ قَالَ: «قَدْ أَصَبْتُمْ، اقْسِمُوا، وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا» فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ.

“Sebagian sahabat Nabi  pergi dalam suatu safar yang mereka lakukan. Mereka singgah di sebuah perkampungan Arab, lalu mereka meminta jamuan kepada mereka (penduduk tersebut), tetapi penduduk tersebut menolaknya, lalu kepala kampung tersebut terkena sengatan, kemudian penduduknya telah bersusah payah mencari sesuatu untuk mengobatinya tetapi belum juga sembuh.

Kemudian sebagian mereka berkata,

“Bagaimana kalau kalian mendatangi orang-orang yang singgah itu (para sahabat). Mungkin saja mereka mempunyai sesuatu (untuk menyembuhkan)?”

Maka mereka pun mendatangi para sahabat lalu berkata,

“Wahai kafilah! Sesungguhnya pemimpin kami terkena sengatan dan kami telah berusaha mencari sesuatu untuk(mengobati)nya, tetapi tidak berhasil. Maka apakah salah seorang di antara kamu punya sesuatu (untuk mengobatinya)?”

Lalu di antara sahabat ada yang berkata,

“Ya. Demi Allah, saya bisa meruqyah. Tetapi, demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kamu namun kamu tidak memberikannya kepada kami. Oleh karena itu, aku tidak akan meruqyah untuk kalian sampai kalian mau memberikan imbalan kepada kami.”

Maka mereka pun sepakat untuk memberikan sekawanan kambing, lalu ia pun pergi (mendatangi kepala kampung tersebut), kemudian meniupnya dan membaca “Al Hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin,” (surat Al Fatihah), maka tiba-tiba ia seperti baru lepas dari ikatan, ia pun dapat berjalan kembali tanpa merasakan sakit.

Kemudian mereka memberikan imbalan yang mereka sepakati itu, kemudian sebagian sahabat berkata, “Bagikanlah.”

Tetapi sahabat yang meruqyah berkata, “Jangan kalian lakukan sampai kita mendatangi Nabi  lalu kita sampaikan kepadanya masalahnya, kemudian kita perhatikan apa yang Beliau perintahkan kepada kita.”

Kemudian mereka pun datang menemui Rasulullah  dan menyebutkan masalah itu.

Kemudian Beliau bersabda, “Dari mana kamu tahu, bahwa Al Fatihah bisa sebagai ruqyah?” Kemudian Beliau bersabda, “Kamu telah bersikap benar! Bagikanlah dan sertakanlah aku bersama kalian dalam bagian itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan Hadits Ibnu ‘Abbaas RA:

أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ: هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إِنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلًا لَدِيغًا فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ [أي: قطيع من الغنم] فَبَرَأَ فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ فَكَرِهُوا ذَلِكَ ، وَقَالُوا: أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا ؟! حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : (إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ) 

“Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma sesungguhnya sekelompok dari shahabat Nabi  turun di suatu lembah dimana diantara mereka ada yang terkena sengatan, seorang penduduk dari lembah menawarkan kepada mereka dengan mengatakan,

‘Apakah ada diantara anda orang ahli meruqyah karena ada orang dari lembah terkena sengatan.

Maka salah seorang diantara mereka pergi maka dibacakan surat Al-Fatihah dengan imbalan seekor kambing. Kemudian sembuh, dan dia membawa kambing ke teman-temannya. Sementara mereka kurang suka.

Dan mereka mengatakan: “Apakah anda mengambil upah dari Kitab Allah?

Sampai mereka datang di Madinah dan mengatakan: “Wahai Rasulullah, (dia) mengambil upah dari Kitab Allah.

Maka Rasulullah  bersabda: “Sesungguhnya yang paling berhak anda ambil upah adalah dari Kitab Allah.” [HR. Bukhori, 5405].

Makna kata ‘Marru bi maain’ adalah kaum yang turun di lembah.

Dari Khorijah ibnush Sholt, dari pamannya –yaitu: ‘Alaqoh bin Shuhar رضي الله عنه-:

أَنَّهُ مَرَّ بِقَوْمٍ فَأَتَوْهُ فَقَالُوا: إِنَّكَ جِئْتَ مِنْ عِنْدِ هَذَا الرَّجُلِ بِخَيْرٍ، فَارِقْ لَنَا هَذَا الرَّجُلَ، فَأَتَوْهُ بِرَجُلٍ مَعْتُوهٍ فِي الْقُيُودِ، فَرَقَّاهُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ غُدُوَّةً وَعَشِيَّةً، وَكُلَّمَا خَتَمَهَا جَمَعَ بِزَاقِهِ ثُمَّ تَفَلَّ، فَكَأَنَّمَا أَنْشَطَ مِنْ عُقَالٍ (أَيْ حُلَّ مِنْ وَثَاقٍ). فَأَعْطَوْهُ شَيْئًا فَأَتَى النَّبِيَّ ﷺ، فَذَكَرَهُ لَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "كُلَّ، فَلَعَمْرِي لَمَنْ أَكَلَ بِرَقِيَّةٍ بَاطِلَ لَقَدْ أَكَلَتْ بِرَقِيَّةً حَقَّ".

“Bahwasanya beliau melewati suatu kaum, lalu mereka mendatangi beliau seraya berkata:

“Engkau datang dengan kebaikan dari sini orang itu (yaitu Nabi ), maka ruqyahlah untuk kami orang ini,”

Lalu mereka mendatangkan orang yang gila yang terbelenggu. Maka beliau meruqyah orang itu dengan Ummul Qur’an selama tiga hari pagi dan sore. Setiap kali beliau menyelesaikan bacaan, beliau mengumpulkan air ludah beliau lalu meludahkannya sedikit ke orang tadi. Maka seakan akan orang gila tadi terbebas dari ikatan.

Maka mereka memberi beliau suatu pemberian. Maka beliau mendatangi Nabi , seraya menceritakan hal itu.

Maka beliau bersabdalah: “Makanlah pemberian itu. Demi umurku, ada orang memakan dengan ruqyah yang batil, dan sungguh engkau memakan dengan ruqyah yang benar.” (HR. Abu Dawud (3420)/shohih)).

Mulla Ali Al Qoriy رحمه الله berkata:

“Dalam sabda beliau: “ada orang memakan dengan ruqyah yang batil” itu sebagai jawaban sumpah. Yaitu: “Di antara manusia ada orang memakan dengan ruqyah yang batil, seperti menyebut bintang-bintang dan minta tolong pada jin. “dan sungguh engkau memakan dengan ruqyah yang benar” yaitu: dengan menyebut nama Alloh ta’ala dan firman-Nya. Dan hanyalah beliau bersumpah dengan umur beliau karena Alloh ta’ala bersumpah dengan itu sebagaimana dalam firman-Nya:

﴿ لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ فِي سُكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ﴾.

“Demi umurmu (wahai Rosululloh), sungguh mereka itu terombang-ambing berada di dalam kemabukan yang sangat.”

Ibnu Hazm رحمه الله berkata: “Maka sudah sahlah bahwasanya memakan dengan hasil dari Al Qur’an adalah termasuk dalam kebenaran. Dan dalam pengajarannya adalah kebenaran juga. Dan bahwasanya yang harom hanyalah jika dia memakan dengan hasil Al Qur’an tadi dalam rangka riya, atau karena selain Alloh ta’ala.” (“Al Muhalla”/8/hal. 815).

BANTAHAN :

Syaikhul Islam رحمه الله dalam bantahan beliau pada orang yang membolehkan mengambil upah dari sekedar bacaan Al Qur’an berkata: “Iya, telah pasti bahwasanya Nabi  bersabda:

" إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ".

“Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upah darinya adalah Kitabulloh.” (HR. Al Bukhoriy (5737)).

Akan tetapi beliau mengucapkan ini dalam hadits ruqyah, karena dulu orang-orang menjadikan untuk para Shohabat tadi upah karena mereka membacakan ruqyah pada saudara mereka yang sakit, sehingga dia sembuh. Maka upah tadi adalah karena kesembuhannya, bukan karena sekedar bacaan. Maka beliau bersabda:

"عَمْرِي لَمَنْ أَكَلَ بِرَقِيَّةٍ بَاطِلَ لَقَدْ أَكَلْتُمْ بِرَقِيَّةً حَقَّ".

“Demi umurku, ada orang memakan dengan ruqyah yang batil, dan sungguh kalian memakan dengan ruqyah yang benar.”

"إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ"

“Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upah darinya adalah Kitabulloh.” (HR. Al Bukhoriy (5737)).

Dengan upah ruqyah ini para ulama menafsirkan hadits, bukan dengan mengambil upah karena semata-mata bacaan, karena semata-mata bacaan itu tidak boleh mengambil upah, dengan ijma’. Adapun tentang upah pengajar, maka ada perselisihan.” (“Ahaditsul Qishosh”/Ibnu Taimiyyah/hal. 114-115).

Al Imam Ibnu Qudamah رحمه الله berkata: “Adapun mengambil upah dari ruqyah, maka sungguh Ahmad memilih bolehnya hal itu, dan beliau berkata: “Tidak apa-apa.” Dan beliau menyebutkan hadits Abu Sa’id. Dan perbedaan antara upah ruqyah dan perkara yang diperselisihkan (seperti upah ta’lim dsb) adalah: bahwasanya ruqyah itu sejenis pengobatan. Harta yang diambil karena ruqyah tadi merupakan “ju’al” (imbalan jasa kesembuhan). Dan memang diperbolehkan mengambil upah dari pengobatan.” (“Al Mughni”/6/hal. 143).

Jika ada yang berkata: “Tiga puluh ekor kambing tadi bukanlah upah ruqyah, tapi pemuliaan untuk tamu.”

Maka jawab kita - dengan taufiq Alloh semata - adalah sbb :

Jawaban pertama : 

Pensyaratan para Shohabat kepada penduduk kampung tadi adalah: “Kalian tidak mau menjamu kami. Dan kami tidak akan mengobati sampai kalian memberikan untuk kami upah.” Mungkin sebagai upah ruqyah, dan mungkin pula sebagai hak tamu. Akan tetapi kemungkinannya sebagai upah ruqyah itu lebih jelas dan lebih kuat karena mereka menamakan tiga puluh ekor kambing tadi sebagai “ju’l” (upah). Andaikata itu sebagai pemuliaan tamu, niscaya mereka menamakannya dengan “nuzul” (hidangan orang yang datang), atau “dhiyafah” (pemuliaan tamu), dan semisalnya.

Jawaban kedua:

“Sesungguhnya tiga puluh ekor kambing itu terlalu besar untuk menjadi nuzul atau dhiyafah, terutama bahwasanya penduduk kampong tadi telah menampakkan kepelitan mereka terhadap para Shohabat Rosululloh . maka posisinya sebagai upah ruqyah itu lebih jelas, dan jumlah kambing yang banyak tadi adalah sebagai benuk kegembiraan mereka karena sembuhnya pemimpin mereka yang tersengat binatang, bukan karena mereka memuliakan para Shohabat Rosululloh  dan mengetahui keagungan posisi mereka dalam agama ini.

Jawaban ketiga:

Sesungguhnya dalil-dalil yang menunjukkan pada kebiasaan Arob saat memuliakan tamu adalah: mereka itu memasak daging, menghidangkan makanan yang sudah siap, dan semisalnya, bukannya memberikan kambing hidup-hidup sehingga tetap saja para tamu mengalami kerepotan.

Maka tiga puluh ekor kambing tadi lebih jelas menjadi upah ruqyah daripada menjadi pemuliaan tamu. Alloh ta’ala a’lam.

SELESAI, ALHAMDULILLAH, SEMOGA BERMANFAAT ! AMIIN

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين. والحمد لله رب العالمين

 

Posting Komentar

0 Komentar