Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hukum Puasa Sejak Pertengahan Akhir Syaban dan Puasa Hari Syakk (صوم يوم شك )

Artikel ini ditulis oleh Abu Haitsam Fakhri, pembina Kajian Nida Al-Islam Cilamaya Karawang.

بسم الله الرحمن الرحيم 
 

HUKUM PUASA SEJAK PERTENGAHAN AKHIR SYABAN

Telah terjadi perbedaan pendapat antara para ulama tentang boleh dan tidaknya puasa sunnah sejak pertengahan bulan Sya’ban.

Perbedaan pendapat ini di sebabkan adanya hadits-hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan puasa di dalamnya yang dzohirnya nampak adanya pertentangan diantara hadits-hadits tsb .

Apakah hadits yang melarang puasa setelah pertengahan Sya’ban itu Shahih ?

Jika kita menganggap itu shahih, lalu bagaimana cara menggabungkannya dengan hadits-hadits yang lain?

Berikut ini hadits yang melarang puasa setelah pertengahan Sya’ban . Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا


“Kalau (telah memasuki) pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”
(HR. Abu Daud, 3237. Tirmizi, 738. Ibnu Majah, 1651.

Hadits ini di SHAHIH kan oleh: at-Turmudzy, Ibnu Hibbaan, ath-Thohaawi, Ibnu Abdil Barr, Ahmad Syaakir dan Al-Albany dalam Shahih Tirmizi)

Akan tetapi hadits ini di DHOIF kan oleh: Abdurrahman bin Mahdy, Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Zur’ah, ad-Daaruquthni, adz-Dzahabi dan Syeikh Muqbil al-Waadi’iy .

Berdasarkan hal tersebut maka hadits ini di perselihkan antara shahih dan dhoif nya di kalangan para ulama ahli hadits:

Jika seandainya hadits itu kita anggap DHOIF:

Maka jawaban kita sudah cukup jelas bahwa hadits yang lemah tidak mampu melawan hadits yang shahih dan maqbuul (dapat diterima). Maka dengan demikian kami lebih cenderung mengamalkan hadits shahih yang isinya secara umum menganjurkan puasa di bulan Sya'ban, seperti hadits yang Diriwayatkan dari `Aisyah RA, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ‏.‏ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Bahwa Rasulullah SAW kadang berpuasa hingga kami mengira bahwa dia tidak akan pernah berhenti berpuasa, dan dia juga kadang meninggalkan puasa sehingga kami mengira bahwa dia tidak akan pernah berpuasa.

Lalu Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa selama sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan tidak melihatnya berpuasa di bulan apapun lebih banyak berpuasa dari pada puasa di bulan Sya'ban.
(HR. Bukhori No. 1969).

Tidak ada perbedaan antara paruh pertama Sya’ban dan paruh kedua, namun tetap diharamkan untuk memajukan puasa Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan tiba, karena adanya hadits-hadits shahih yang jelas melarangnya, diantaranya seperti hadits Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari kecuali bagi seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) dia berpuasa.”
(HR. Bukhari, no. 1914, dan Muslim, 1082)

Jika seandainya hadits itu kita anggap SHAHIH:

Dan adapun jika kita berasumsi keshahihan hadits: إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا artinya: “Kalau (telah memasuki) pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”

Maka perlu dipadukan dengan hadits-hadits lain, dan sebagian dari mereka yang menshahihkan hadits ini telah mengumpulkan jawaban-jawabannya, diantaranya:

Bahwa larangan tersebut dinyatakan hanya MAKRUH TANJIIH (مكروه تنزيه) bukan haram bagi orang yang tidak kuat untuk menyambungnya dengan puasa di bulan Ramadhan, sehingga dia menjadi lemah dan tidak mampu untuk menunaikan puasa wajib .

Al-Qari berkata dalam kitab “المرقاة”:


والنهي للتنزيه رحمة على الأمة أن يضعفوا عن حق القيام بصيام رمضان على وجه النشاط، وأما من صام شعبان كله فيتعود بالصوم ويزول عنه الكلفة، ولذا قيده بالانتصاف، أو نهى عنه لأنه نوع من التقدم والله أعلم.

Dan larangan ini adalah makruh tanziih sebagai rahmat bagi ummat agar tidak melemahkan hak mereka dalam menjalankan puasa Ramadhan atas dasar semangat yang penuh . Adapun orang yang berpuasa seluruh Sya'ban, maka dia akan menjadi terbiasa berpuasa dan telah hilang rasa terbebaninya, dan oleh karena itu Ia membatasi nya dengan bijak dan tengah-tengah, atau melarangnya karena itu semacam memajukan sebuah perintah . Wallahu a’lam .

Al-Qoodli ‘Iyyaadl berkata:

المقصود استجمام من لا يقوى على تتابع الصيام فاستحب الإفطار كما استحب إفطار عرفة ليتقوى على الدعاء ، فأما من قدر فلا نهي له، ولذلك جمع النبي -صلى الله عليه وسلم- بين الشهرين في الصوم. انتهى.

Yang dimaksud adalah me rilex kan dulu orang yang tidak kuat melanjutkan puasa yang terus menerus, maka dianjurkan untuk berbuka puasa, sebagaimana dianjurkannya berbuka puasa di hari Arafah agar lebih kuat dalam berdoa. Adapun orang yang punya kemampuan, maka itu tidak dilarang atasnya, dan itulah sebabnya Nabi SAW menggabungkan dua bulan dalam berpuasa (Yakni Sya’ban dan Romadhan). (selesai).

Al-Khoththoobi berkata:

استحب إجمام الصائم في بقية شعبان ليتقوى بذلك على صيام الفرض في شهر رمضان كما كره للحاج الصوم بعرفة ليتقوى بالإفطار على الدعاء

Dianjurkan bagi orang yang hendak berpuasa (Romadhan) untuk me rilex kan diri dengan tidak berpuasa pada sisa hari-hari bulan Sya'ban, agar dia menjadi lebih kuat dalam melaksankan puasa wajib di bulan Ramadhan, sama seperti seperti halnya dengan seseorang yan berhaji, dimakruhkan untuk berpuasa pada hari Arafah, agar dengan tidak berpuasa itu dia kuat dalam berdoa .
وحمله بعضهم على من يتقصد الصوم بعد انتصاف الشهر خصوصا وهو مفطر من أول الشهر.


Ada sebagian para ulama memahami hadits tsb adalah untuk orang yang berniat untuk berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, sementara dia tidak berpuasa di awal bulannya .

At-Tirmidzi berkata:

ومعنى هذا الحديث عند بعض أهل العلم أن يكون الرجل مفطرا فإذا بقي من شعبان شيء أخذ في الصوم لحال شهر رمضان.

Makna hadits ini menurut sebagian ulama adalah bahwa seorang pria yang tidak berpuasa, namun ketika pada sisa hari akhir bulan Sya'ban, dia menjalankan puasa untuk kondisi bulan Ramadhan.

Dan Syeikh Bin Baz berkata:
المراد به النهي عن ابتداء الصوم بعد النصف أما من صام أكثر الشهر أو كله فقد أصاب السنة.اهـ

Yang dimaksud adalah larangan memulai puasa setelah pertengahan bulan, tetapi siapa yang berpuasa sebagian besar bulan Sya’ban atau semuanya maka dia mendapatkan Sunnah.

KESIMPULAN BAGI YANG MENGANGGAP HADITS LARANGAN ITU SHAHIH:

Larangan ini adalah makruh Tanziih, dan dikecualikan dari;

1. Dikecualikan dari: Orang yang memiliki kebiasaan berpuasa, seperti seseorang yang terbiasa puasa Senin Kamis, maka dia (dibolehkan) berpuasa meskipun setelah pertengahan Sya’ban.

Dalil akan hal ini adalah sabda Nabi SAW:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ


“Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari kecuali bagi seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) dia berpuasa.” (HR. Bukhari, no. 1914, dan Muslim, 1082)

2. Dikecualikan dari: Orang yang sudah mulai berpuasa sebelum pertengahan Sya’ban, lalu dia ingin melanjutkan puasa sebelumnya hingga setelah pertengahan (Sya'ban). Kondisi ini juga termasuk yang tidak dilarang.

Dalil akan hal ini adalah ungkapan Aisyah radhiallahu anha,


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا


“Rasulullah SAW berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya, beliau berpuasa bulan Sya’ban kecuali sedikit saja.” (HR. Bukhari, no. 1970, Muslim, no. 1156. Redaksi hadits dari Muslim)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

قَوْلهَا: (كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه, كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلا) الثَّانِي تَفْسِيرٌ لِلأَوَّلِ, وَبَيَان أَنَّ قَوْلهَا "كُلّه" أَيْ غَالِبُهُ اهـ .

فهذا الحديث يدل على جواز الصيام بعد نصف شعبان ، ولكن لمن وصله بما قبل النصف .

Artinya: ”Ungkapan;
كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه, كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلا

“Rasulullah SAW sering berpuasa pada bulan Sya’ban, beliau berpuasa bulan Sya’ban kecuali sedikit saja.”

Kalimat kedua menjelaskan kalimat pertama. Kata ‘كلَّه’ (seluruhnya), maksudnya adalah ‘sebagian besarnya’. (Baca: “المجموع ” 6/399).

Hadits ini menunjukkan dibolehkannya berpuasa setelah pertengahan Sya’bah, akan tetapi bagi orang yang meneruskan puasa sejak sebelum pertengahan (Sya’ban).

3. Dikecualikan: dari larangan ini juga orang yang mengqadha puasa Ramadhan.

An-Nawawi rahimahullah berkata:

قَالَ أَصْحَابُنَا: لا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلا خِلافٍ . . . فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ ، لأَنَّهُ إذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى . . وَلأَنَّهُ إذَا كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ, فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ ; لأَنَّ وَقْتَ قَضَائِهِ قَدْ ضَاقَ اهـ .

“Sahabat-sahabat kami (semazhab) mengatakan: tidak sah berpuasa pada hari syak (ragu-ragu) menjelang Ramadhan tanpa ada perbedaan pendapat.

Maka, kalau dia berpuasa untuk qadha, nazar atau kaffarat (tebusan) maka puasanya sah. Sebab kalau dibolehkan berpuasa sunnah karena suatu sebab, maka (puasa) wajib lebih utama.

Karena kalau dia mempunyai tanggungan qadha sehari saja dari Ramadhan, maka hal itu merupakan suatu keharusan baginya, karena waktu qadhanya sudah sempit.”
(Baca: “المجموع ” 6/399).

PUASA HARI SYAKK (صوم يوم الشك ) (Hari ragu-ragu antara akhir Sya’ban atau awal Ramadhan)

بسم الله الرحمن الرحيم

Hari Syakk (يَوْمُ الشَكِّ) adalah hari ketiga puluh bulan Sya’ban, jika upaya melihat bulan tsabit (hilal) pada malam tiga puluh (Sya'ban) terhalang mendung, debu atau semisalnya. Dinamakan hari yang meragukan, karena diragukan apakah hari itu, hari terakhir Sya’ban atau hari pertama Ramadhan.

Terdapat hadits dari Nabi SAW tentang larangan berpuasa setelah pertengahan kedua di bulan Sya’ban. Kecuali dalam dua kondisi:

Pertama:

Orang yang sudah terbiasa berpuasa. Contoh orang yang terbiasa, seperti seseorang yang terbiasa puasa senen dan kamis, maka dia boleh berpuasa (senen dan kamis) meskipun telah masuk pertangahan kedua di bulan Sya’ban.

Kedua:

Kalau dia melanjutkan puasa pertengahan kedua dari pertengahan pertama di bulan Sya’ban. Dengan memulai puasa di pertengahan pertama di bulan Sya’ban dan melanjutkan berpuasa sampai memasuki bulan Ramadan. Hal ini dibolehkan.

Diantara dalil-dalil yang melarang puasa di hari Syakk (يوم الشك)adalah sbb:

Dalil Pertama:

Firman Allah SWT

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Artinya: Barang siapa dari kalian menyaksikan bulan (Ramadhan) maka berpuasa lah. (QS. Al-Baqarah: 185)

Dari ayat ini: jika ada orang yang berpuasa sebelum menyaksikan kedatangan bulan Ramadlan, maka dia telah melampaui batas yang telah Allah SWT tentukan.

Dalil Kedua:

Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1914 dan Muslim, no. 1082 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda,

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Jangan mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) berpuasalah.”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

"قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْم وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُل كَانَ يَصُوم صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ), فِيهِ التَّصْرِيح بِالنَّهْيِ عَنْ اِسْتِقْبَال رَمَضَان بِصَوْمِ يَوْم وَيَوْمَيْنِ, لِمَنْ لَمْ يُصَادِف عَادَة لَهُ أَوْ يَصِلهُ بِمَا قَبْله, فَإِنْ لَمْ يَصِلهُ وَلا صَادَفَ عَادَة فَهُوَ حَرَام" اهـ

“Sabda Nabi SAW “Jangan kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidaklah mengapa) berpuasa.”

Di dalamya terdapat larangan yang jelas berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan, bagi orang yang tidak terbiasa berpuasa atau melanjutkan puasa sebelumnya. Jadi kalau bukan karena melanjutkan dan bertepatan dengan kebiasannya, maka hal itu diharamkan.

Dalil ke tiga:

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, (3237). Tirmizi, (738). Ibnu Majah, (1651) dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا

“Ketika telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kamu semua berpuasa.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, no. 590)

Dalil ke empat:

Dari Shilah bin Zufar berkata:

" كنَّا عند عمار بن ياسر، فأُتِيَ بشاةٍ مَصْلِيَّةٍ فقال: كُلُوا، فتنحَّى بعضُ القَومِ، فقال: إنِّي صائِمٌ، فقال عمَّارُ: من صامَ اليومَ الذي يَشُكُّ به النَّاسُ، فقد عصى أبا القاسِمِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم".

"Kami bersama Ammar bin Yasir ketika seekor domba panggang dihidangkan dan dia berkata: 'Makanlah !.' Seseorang di antara orang-orang itu berkata: 'Saya sedang berpuasa.'

Lalu Ammar berkata: 'Barangsiapa berpuasa pada hari yang orang-orang ada keraguan dengannya, maka dia telah bermkasiat kepada Abul-Qasim (yakni: Nabi SAW)."


(HR. Abu Daud (2334), al-Tirmidzi (686), al-Nasa'i (4/153) dan lafadz baginya, Ibn Majah (1645) dan ad-Daarimi no. 1620. Al-Bukhari mengomentari dengan bentuk jazm (عَلَّقَه بصيغة الجزم) sebelum hadits (1906), secara singkat membicarakannya.

Hadits ini dishahihkan oleh Al-Daaraqutni seperti dalam (الدراية) (1/277), Ibn Hajar di (تعليق التعليق) (3/140), dan Al-Albani di (صحيح النسائي) (2187)). Dan lihat: ((تغليق التعليق)) (3/139)

قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ عَمَّارٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ‏.‏ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ كَرِهُوا أَنْ يَصُومَ الرَّجُلُ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ وَرَأَى أَكْثَرُهُمْ إِنْ صَامَهُ فَكَانَ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ أَنْ يَقْضِيَ يَوْمًا مَكَانَهُ


Abu Iisaa at-Turmudzy berkata bahwa hadits Ammar adalah hadits yang hasan Shahih.

Dan ini diamalkan oleh sebagian besar para ahli ilmu dari kalangan para sahabat Nabi SAW dan orang-orang setelah mereka dari para Tabi’iin.

Dan itu juga yang dikatakan oleh Sufyan Al-Tsawri, Imam Malik bin Anas, Abdullah Ibn Al-Mubarak, Imam Asy-Syafi'i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Mereka membenci seorang pria yang berpuasa pada hari yang di ragukan, dan kebanyakan dari mereka melihat bahwa jika dia tetap berpuasa pada hari syakk dan ternyata bahwa hari tsb dari bulan Ramadhanlah, maka dia tetap wajib mengqodlo satu hari sebagai penggantinya “. Selesai perkataan Turmudzi.

Al-Hafid Ibnu Hajar dalam “فتح الباري” berkata:

اسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى تَحْرِيم صَوْم يَوْمِ الشَّكِّ لأَنَّ الصَّحَابِيَّ لا يَقُولُ ذَلِكَ مِنْ قِبَلِ رَأْيِهِ اهـ


“Dapat dijadikan dalil akan pengharaman puasa yang diragukan, karena shahabat tidak mengatakan seperti itu dari pendapatnya.” Selesai

Hari yang diragukan adalah hari ketiga puluh bulan Sya’ban ketika tidak terlihat bulan sabit dikarenakan mendung atau semisalnya. Dinamakan hari yang diragukan karena ada kemungkinan hari ketiga puluh bulan Sya’ban dan ada kemungkinan hari pertama di bulan Ramadan. Diharamkan berpuasa kecuali bagi orang yang sudah terbiasa berpuasa dan bertepatan pada hari tersebut.

Dalil ke lima:

Dari Abdullah bin `Umar bahwa Rosulullah SAW bersabda:

الشَّهرُ تسِعٌ وعِشرونَ ليلة، فلا تصومُوا حتى تَرَوْه، فإنْ غُمَّ عليكم فأكمِلُوا العِدَّةَ ثلاثينَ

"Bulan itu (bisa) 29 malam (yakni hari), dan janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal awal bulan, dan jika langit mendung, maka sempurnkanlah bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari." (HR. Bukhori no. 1907 dan Muslim no. 1080)

An-Nawawi rahimahuallah menyatakan terkait hukum puasa hari yang diragukan (يوم الشك):


وَأَمَّا إذَا صَامَهُ تَطَوُّعًا ، فَإِنْ كَانَ لَهُ سَبَبٌ بِأَنْ كَانَ عَادَتُهُ صَوْمَ الدَّهْرِ ، أَوْ صَوْمَ يَوْمٍ وَفِطْرَ يَوْمٍ ، أَوْ صَوْمَ يَوْمٍ مُعَيَّنٍ كَيَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَصَادَفَهُ جَازَ صَوْمُهُ بِلا خِلافٍ بَيْنَ أَصْحَابِنَا . . . وَدَلِيلُهُ حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ: (لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْم وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُل كَانَ يَصُوم صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ) ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ سَبَبٌ فَصَوْمُهُ حَرَامٌ اهـ بتصرف .



“Adapun kalau dia berpuasa sunah. Kalau ada sebab, seperti biasanya berpuasa dahr atau sehari puasa sehari berbuka atau berpuasa pada hari tertentu seperti hari senen. Dan bertepatan (pada hari yang diragukan), maka dibolehkan berpuasa tanpa ada perbedaan diantara teman-teman kami. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah “Jangan mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) berpuasalah). Kalau tidak ada sebab, maka puasanya haram.” (Baca: “المجموع شرح المهذب” 6/400)

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam penjelasan hadits:

(لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْم وَلا يَوْمَيْنِ .....

“Jangan mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) berpuasalah”.

Beliau mengatakan: “Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat terkait dengan larangan ini, apakah larangan haram atau larangan makruh? Yang kuat adalah larangan haram. terutama hari yang diragukan di dalamnya.” (Baca: شرح رياض الصالحين 3/394.

Dengan demikian, puasa di pertengahan kedua di bulan Sya’ban ada dua macam:
  1. Pertama: Puasa dari hari keenam belas sampai duapuluh delapan. Ini makruh kecuali orang yang bertepatan dengan kebiasaan (berpuasa).
  2. Kedua: Puasa hari yang diragukan, atau sehari atau dua hari sebelum Ramadan. Ini diharamkan kecuali orang yang bertepatan dengan kebiasaannya (berpuasa).
Wallahua’lam

Posting Komentar

0 Komentar