Hukum Sholat dengan Menggunakan Masker (التلثم) / Ber-At Talats-tsum. Makalah ini ditulis Oleh Abu Haitsam Fakhry.
<< DOWNLOAD PDF >>
بسم الله الرحمن الرحيم
At-Talatstsum (التلَثُّم) adalah kebiasaan orang Arab yang menggunakan ujung imamah untuk menutup hidung dan mulut mereka seperti yang dikatakan al-Khaththabi dalam Ma’aalim as-Sunan (1: 433).
![]() |
https://www.elbalad.news/4345164 |
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat.”
(HR. Abu Daud, no. 643 dan Ibnu Majah, no. 966. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan).
HUKUM BER TALATS-TSUM TANPA ADA HAJAT
Mayoritas alim ulama menilai bahwa hukum at-talatstsum (menutup mulut dan hidung) dalam shalat adalah makruh. Ibnu al-Mundzir mengatakan,
كثير من أهل العلم يكره تغطية الفم في الصلاة، وممن روي عنه أنه كره ذلك: ابن عمر، وأبو هريرة، وبه قال عطاء، وابن المسيب والنخعي، وسالم بن عبد الله، والشعبي، وحماد بن أبي سليمان، والأوزاعي، ومالك، وأحمد، وإسحاق
“Banyak alim ulama yang menilai bahwa menutup mulut ketika shalat dimakruhkan. Di antara mereka yang menilai perbuatan itu makruh adalah: Ibnu Umar, Abu Hurairah, Atha’, Ibnu al-Musayyib, an-Nakha-i, Salim bin Abdillah, asy-Sya’bi, Hammad bin Abi Sulaiman, al-Auza’i, Malik, Ahmad, dan Ishaq.” [Al-Ausath 3: 451]
Dan sebagian ulama ada yang mengatakan :
فقد اتفق الفقهاء على كراهة التلثم في الصلاة للرجل والمرأة
“Para fuqaha 'sepakat bahwa MAKRUH hukumnya ( التَّلَثٌّم / at-Talatsu-tsum ) dalam sholat baik bagi pria maupun wanita"
BATASAN AT-TLASTTSUM :
- Pertama : (التَّلَثٌّم / at-Talatsu-tsum) menurut madzhab Syafi'i adalah menutup mulut.
- Kedua : menurut Hanafi dan Hanbali adalah menutup mulut dan hidung,
- Ketiga : menurut Maliki itu yang mencapai ujung bibir bawah
Oleh karena itu, pria atau wanita yang shalatnya ber talats-tsum maka hukumnya makruh .
Ada ulama yang mengatakan :
والقول بأن صلاة المرأة المتلثمة لا تجوز غير صحيح بل هي مكروهة
“Jika ada orang yang mengatakan bahwa sholat wanita yang ber talats-tsum itu tidak diperbolehkan , maka itu adalah perkataan yang salah , akan tetapi yang benar adalah Makruh“.
BERIKUT INI BEBERAPA KUTIPAN PERKATAAN PARA ULAMA tentang bertalatsum :
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Nafi,
عن نافع، عن ابن عمر: "أنه كره أن يتلثم الرجل في الصلاة"
Dari Nafi’ dan Ibnu Umar, bahwa beliau membenci seseorang melakukan talatsum ketika shalat. (al-Mushannaf, no. 7306).
عن سعيد بن المسيب، وعكرمة: "أنهما كرها أن يتلثم الرجل في الصلاة"
Dari Said bin Musayib dan Ikrimah bahwa keduanya membenci seseorang melakukan talatsum ketika shalat. (al-Mushannaf, no. 7307).
عن طاوس: "أنه كره أن يصلي الرجل متلثما"
Juga dari Thawus, bahwa beliau membenci seseorang shalat dengan talatsum. (al-Mushannaf, no. 7308).
عن الحسن: "أنه كره للرجل أن يصلي متلثما"
Kemudian dari Hasan al-Bashri bahwa beliau membenci seseorang shalat dengan talatsum. (al-Mushannaf, no. 7310).
Makruh dan Tidak Membatalkan Shalat
Artinya jika ada orang yang melakukannnya ketika shalat, shalatnya sah dan tidak perlu diulangi, sekalipun dia lakukan secara sengaja.
Al-Kholiil madzhab Maliki dlm “المختصر” :
( وهو يعد مكروهات الصلاة (وانتقاب المرأة )
“Itu termasuk yang di makruhkan dalam sholat , dan termasuk niqob wanita “.
Penulis kitab “التاج والإكليل” dari madzhab maliki :
( يكرهان -أي انتقابها وتلثمها- وتسدل على وجهها إن خشيت رؤية رجل -أي أجنبي )
Dua-duanya makruh ( Niqob dan Talats-tsum ) , bahkan di landaikan ke bawah jika khawatir terlihat oleh seorang pria , yakni pria bukan mahram “.
An-Nawawi madzhab Syafi’i menegaskan,
ويكره أن يصلي الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها… وهذه كراهة تنزيه لا تمنع صحة الصلاة
Makruh seseorang melakukan shalat dengan talatsum, artinya menutupi mulutnya dengan tangannya atau yang lainnya…. Makruh disini adalah makruh tanzih (tidak haram), tidak menghalangi keabsahan shalat. (al-Majmu’, 3/179).
Al-Khothiib Syarbini asy-Syaafi’i dlm kitab “مغني المحتاج” :
وأن يصلي الرجل متلثما والمرأة متنقبة -أي يكره ذلك- ونص النووي في المجموع: أنها كراهة تنزيهيه لا تمنع صحة الصلاة. انتهى.
Dan boleh seorang pria sholat ber talats-tsum dan seorang wanita ber niqob – yakni makruh . dan Imam an-Nawawi dlm “المجموع” menyatakan : bahwa itu mukruh tanziih , tidak menghalangi shahnya sholat “.
HUKUM BER TALATS-TSUM jika karena ADA HAJAT :
Sesuatu yang makruh bisa menjadi MUBAH ketika ada hajat seperti bolehnya bertalatsum saat kena batuk, pilek, baik karena takut menularkan ataukah takut tertular .
Ini berdasarkan kaidah yang ditetapkan para ulama dalam ushul Fiqh, yang berbunyi :
الكَرَاهَةُ تَزُوْلُ بِالحَاجَةِ
“Suatu yang makruh menjadi hilang karena ada hajat.”
Atau dengan lafadz lain:
الكراهة تندفع مع وجود الحاجة
“Hukum makruh menjadi hilang, jika ada kebutuhan.”
Yakni : Makruh Menjadi MUBAH alias Diperbolehkan Jika Ada Hajat (Kebutuhan)
Jadi Makruhnya menutup mulut dalam shalat ini tidak lagi berlaku jika terdapat hajat yang menuntut perbuatan itu dilakukan, semisal seorang yang bersin ketika shalat maka dia dituntut untuk menutup mulut.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ
“Jika kalian menguap, maka tutuplah mulut dengan tangan karena setan akan masuk.”
Dalam redaksi lain tercantum,
إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ
“Jika kalian menguap dalam shalat, maka tahanlah sebisa mungkin.” [HR. Muslim]
Dengan demikian, dalam kondisi ada hajat yang menuntut, maka menutup mulut dalam shalat diperbolehkan, bahkan diperintahkan seperti terlihat dalam redaksi hadits di atas.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
ويكره أن يصلي الرجل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غيرها ويكره أن يضع يده على فمه في الصلاة إلا إذا تثاءب فإن السنة وضع اليد على فيه ففي صحيح مسلم عن أبي سعيد إن النبي صلى الله عليه وسلم … والمرأة والخنثى كالرجل في هذا وهذه كراهة تنزيه لا تمنع صحة الصلاة
“Menutup mulut dan hidung (at-talatstsum) atau menutup mulut saja dengan tangan atau yang lain ketika shalat, dimakruhkan. Dimakruhkan juga, menutup mulut dengan tangan. Kecuali apabila seseorang bersin dalam shalat, maka diperbolehkan menutup mulut karena dalam kondisi ini yang sesuai sunnah adalah menggunakan tangan untuk menutup mulut sebagaimana pengajaran yang terdapat dalam hadits di Shahih Muslim (hadits Abu Sa’id al-Khudri di atas) …
Wanita dan banci memiliki ketentuan yang sama dalam hal ini. Perbuatan ini hukumnya makruh tanziih, sehingga tidak menghalangi keabsahan shalat.” [Al-Majmu’ 3: 179]
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
يكره اللثام على فمه وأنفه بأن يضع «الغترة» أو «العمامة»، أو «الشماغ» على فمه، وكذلك على أنفه؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يغطي الرجل فاه في الصلاة، ولأنه قد يؤدي إلى الغم وإلى عدم بيان الحروف عند القراءة والذكر. ويستثنى منه ما إذا تثاءب وغطى فمه ليكظم التثاؤب فهذا لا بأس به، أما بدون سبب فإنه يكره، فإن كان حوله رائحة كريهة تؤذيه في الصلاة، واحتاج إلى اللثام فهذا جائز؛ لأنه للحاجة، وكذلك لو كان به زكام، وصار معه حساسية إذا لم يتلثم، فهذه أيضاً حاجة تبيح أن يتلثم
“Dimakruhkan melakukan al-litsaam pada mulut dan hidung, yaitu menutup mulut dan hidung menggunakan Sorban ( ghutrah, imaamah, atau syimaagh ) . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang menutup mulut ketika melaksanakan shalat. Hal itu juga terkadang mengganggu dan mengaburkan lafadz ketika membaca ayat al-Quran dan dzikir shalat.
Namun, terdapat pengecualian jika seorang bersin dalam shalat. Dalam hal ini tidak mengapa jika ia menutup mulutnya dengan tangan untuk meredakan bersin.
Adapun jika hal itu dilakukan tanpa alasan, maka dimakruhkan.
Apabila ada bau tidak enak di sekitar sehingga bisa mengganggu shalat yang akan dilaksanakan, maka boleh melakukan al-litsaam karena ada hajat yang menuntut.
Demikian pula jika orang sedang menderita pilek dan apabila ia tidak menutup mulut dan hidung justru akan memperparah, maka kondisi ini adalah hajat yang menuntut diperbolehkannya menutup mulut dan hidung ketika shalat.” [Asy-Syarh al-Mumti’ 3: 179]
Ibnu Abdil Bar mengatakan,
أجمعوا على أن على المرأة أن تكشف وجهها في الصلاة والإحرام، ولأن ستر الوجه يخل بمباشرة المصلي بالجبهة والأنف ويغطي الفم، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم الرجل عنه. فإن كان لحاجة كحضور أجانب فلا كراهة، وكذلك الرجل تزول الكراهة في حقه إذا احتاج إلى ذلك
Para ulama sepakat bahwa wanita harus membuka wajahnya ketika shalat dan ihram, karena menutup wajah akan menghalangi orang yang shalat untuk menempelkan dahi dan hidungnya, dan menutupi mulut. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang lelaki untuk melakukan hal ini. Namun jika ada kebutuhan, misalnya ada banyak lelaki non mahrom, maka hukumnya tidak makruh. Demikian pula lelaki, hukumnya menjadi tidak makruh jika dia butuh untuk menutupi mulutnya. (dinukil dari al-Mughni, Ibnu Qudamah, 1/432).
Selesai .
Al-Hamdulillah . Semoga bermanfaat .
Amiiin
0 Komentar