Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Hukum Memindahkan orang mati dari kuburannya ke kuburan lain jika ada hajat
Boleh hukumnya menggali kuburan dan memindahkan mayit ke kuburan lain, jika ini ada hajat mendesak atau darurat.
Imam Al-Bukhori menulis sebuah Bab dalam Shahihnya , yaitu :
"باب هل يخرج الميت من القبر واللحد لعلّة ؟"
"Bab : Bolehkah mayit itu dikeluarkan dari Kuburan dan Liang Lahad karena adanya Illat ?"
Diriwayatkan dari Jabir semoga Allah meridhoi dia, dia berkata :
لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنْ اللَّيْلِ فَقَالَ مَا أُرَانِي إِلَّا مَقْتُولًا فِي أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَا أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا فَاقْضِ وَاسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْرًا فَأَصْبَحْنَا فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ وَدُفِنَ مَعَهُ آخَرُ فِي قَبْرٍ ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرُكَهُ مَعَ الْآخَرِ فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ فَإِذَا هُوَ كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ هُنَيَّةً غَيْرَ أُذُنِهِ
Ketika terjadi perang Uhud, pada suatu malamnya bapakku memanggilku seraya berkata :
"Tidaklah aku melihat diriku ( yakni : menduga) melainkan aku akan menjadi orang yang pertama-tama gugur diantara para sahabat Nabi SAW (dalam peperangan ini) dan aku tidak meninggalkan sesuatu yang berharga bagimu sepeninggalku melainkan diri Rasulullah SAW. Dan aku mempunyai hutang, maka lunasilah dan berilah nasehat yang baik kepada saudara-saudaramu yang perempuan".
Pada pagi harinya kami dapati bapakku adalah orang yang pertama gugur dan dikuburkan bersama dengan yang lain dalam satu kubur. Setelah itu perasaanku tidak enak dengan membiarkan dia bersama yang lain, maka kemudian aku keluarkan setelah enam bulan lamanya dari hari pemakamannya dan aku dapati jenazah bapakku masih utuh sebagaimana hari dia dikebumikan dan tidak ada yang berubah padanya kecuali sedikit pada ujung bawah telinganya". ( HR. Bukhari no. 1351).
Al-Hafidz Ibn Hajar berkata :
"وفي حديث جابر دلالة على جواز الإخراج لأمر يتعلق بالحي ".
“Dalam hadits Jabir ada indikasi dibolehkan mengeluarkan mayat jika ada perkara yang berhubungan dengan lingkungannya “ . ( Baca : Fath al-Bari (3/215).
Ibnu Al-Mubarak meriwayatkan dalam “Kitab al-Jihad” (98) dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah, yang berkata :
" لَمَّا أَرَادَ مُعَاوِيَةُ أَنْ يُجْرِيَ الكَظَّامَةَ قَالَ: قِيلَ مَن كَانَ لَهُ قَتِيلٌ ، فَلْيَأْتِ قَتِيلَهُ ، يَعْنِي قَتْلَى أُحُدٍ . قَالَ : فَأَخْرَجْنَاهُمْ رِطَابًا يَتَثَنُّونَ ، قَالَ فَأَصَابَتِ الْمِسْحَاةُ أُصْبُعَ رَجُلٍ مِنْهُمْ، فَانْفَطَرَتْ دَمًا ".
“Ketika Mu'awiyah hendak mengalirkan air Irigasi, dia berkata: Diumumkan : Barang siapa baginya ada orang yang terbunuh, maka datangkanlah mayatnya !” , yakni orang-orang yang terbunuh di Uhud .
Dia berkata : Lalu kami mengeluarkan mayat-mayat itu masih dalam keadaan masih lembab, dan jasad mereka membungkuk ( membengkok ) . Dia berkata : Lalu ada alat sekop mengenai pada salah satu jari seseorang dari mayat-mayat tsb , maka darah pun mengucur “.
(الكَظَّامَةَ) هي طريقة للسقاية معروفة قديما عند أهل مكة : وهي آبار تحفر بشكل متباعد ثم يشق فيما بينها بقنوات ، تشبه اليوم أنابيب الماء
(Al-Kadzoomah) adalah metode irigasi yang dikenal di masa lalu oleh orang-orang Mekah . Itu adalah sumur-sumur yang digali dengan lokasi saling berjauhan dan kemudian diantara sumur-sumur tsb dibelah dengan dibikin saluran-saluran, mirip dengan pipa-pipa air saat ini.
Ibnu Arafat berkata :
"إنما فعل معاوية ذلك لمصلحة عامة".
“Hal itu sengaja dilakukan oleh Mu’awiyah untuk kepentingan umum “ ( Baca : “مواهب الجليل” (20/6).
Al-Baaji berkata:
" عبد الله بن عمرو، وعمرو بن الجموح: كانا صهرين ، واستشهدا يوم أحد ، ودفنا في قبر واحد ، فحفر السيل قبرهما ، لما كان مما يليه ، أو قرب منه ، فأرادوا نقلهما عن مكانهما ذلك ، إلى موضع لا يُضر به السيل ، فحفر عنهما لينقلا .
ولا بأس بحفر القبر وإخراج الميت منه، إذا كان ذلك لوجه مصلحة، ولم يكن في ذلك إضرار به، وليس من هذا الباب نبش القبور[ يعني: المنهي عنه]؛ فإن ذلك لوجه الضرر، أو لغير منفعة "
"Abdullah bin Amr dan Amr bin Al-Jamouh: Mereka berdua adalah saudara ipar, dan mereka adalah mati syahid pada waktu perang Uhud, dan mereka dimakamkan dalam satu kuburan. Lalu datang lah banjir nya menjebol kuburan mereka berdua dan membuat mereka bergeser ke sebelahnya atau tidak jauh darinya .
Kemudian orang-orang berkehendak memindahkan dua mayat tsb ke lokasi yang tidak akan terkena bahaya banjir , lalu di gali lah kuburan untuk memindahkan dua mayat tsb .
Dengan demikian tidaklah mengapa menggali kuburan dan mengeluarkan mayit dari dalamnya, jika itu demi kemaslahatan , itu tidak bikin madhorot terhadap mayit dan itu bukan termasuk dalam katagori penggalian kuburan [ Yakni : yang dilarang] ; karena yang di larang itu untuk hal yang madhorot, atau tidak ada manfaatnya . ( Baca : “المنتقى شرح الموطأ” (3/225).
Dikatakan dalam " الموسوعة الفقهية الكويتية /The Kuwaiti Jurisprudence Encyclopedia" (32/252):
"اتفق الفقهاء على منع نبش القبر، إلا لعذر وغرض صحيح " انتهى
“Para fuqaha telah sepakat bahwa penggalian kuburan itu dilarang, kecuali karena ada udzur dan tujuan yang benar”.
Dan ketika mengeluarkan mayit dan memindahkannya wajib menjaga nya, dan tidak merusak jenazahnya, atau menggampangkan sehingga menyebabkan patah tulangnya, dan sebagainya.
Dari Aisyah RA , bahwa Rasulullah SAW bersabda :
" كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا"
“Mematahkan tulang orang mati seperti mematahkannya dalam keadaan hidup”.
( HR . Abu Daud (3207), dan dishahihkan oleh Al-Albani di “إرواء الغليل” 3/133 ) .
Ibnu Abd al-Barr berkata :
" المعنى: ككسره حيا في الإثم ".
Makna : “ Seperti mematahkannya ketika masih hidup ” , yakni dalam hal berdosa “. ( Baca : Al-Tamhiid (13/144).
Adapun mensholatinya lagi sebelum mereka dikuburkan kembali itu tidak perlu ; karena shalat sebelumnya sudah cukup, dan shalat jenazah itu hukumnya fardhu kifayah, dan kewajiban tsb sudah terhapuskan dengan shalat mayit yang pertama.
Ibnu Abd al-Barr berkata :
" واختلف العلماء في تسمية وجوب الصلاة على الجنائز، فقال أكثرهم: هي فرض على الكفاية، يسقط وجوبها بمن حضرها عن من لم يحضرها، وقال بعضهم هي سنة واجبة على الكفاية "
“Para ulama berbeda pendapat dalam menyebutkan kewajiban shalat terhadap jenazah, maka kebanyakan dari mereka mengatakan : Itu adalah Fardlu Kifayah “. ( Baca “الاستذكار” 8/238 )
Dengan demikian ; Tidak disyariatkankan untuk mengulangi sholat Jenazah terhadapnya, dan tidak ada keterangan dari para sahabat RA bahwa mereka mengulangi Sholat untuk mereka yang telah meninggal, ketika mereka memindahkan kuburan nya .
Shalat jenazah itu bukan termasuk dari sholat-sholat Sunnah yang dianjurkan untuk diulang-ulang, dan ini adalah pendapat mayoritas para ulama.
Wallaahu a’lam
0 Komentar