ANALISA HADITS KEUTAMAAN MENJADIKAN SEMUA DOA KITA UNTUK BERSHOLAWAT
Di susun oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
====*****====
RIWAYAT HADITS : “KU JADIKAN SEMUA DO'AKU UNTUK BERSHOLAWAT PADA-MU”.
RIWAYAT PERTAMA :
Dari Ubay bin Ka’ab –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي ؟ فَقَالَ: مَا شِئْتَ. قَالَ قُلْتُ الرُبُعَ ؟ قَالَ: مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قُلْتُ النِّصْفَ ؟ قَالَ: مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ ؟ قَالَ: مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا ؟ قَالَ: إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
“Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah memperbanyak shalat (doa sholawat) kepadamu, lalu seberapa banyak aku jadikan untukmu dari sholatku (yakni: doaku)?.
Beliau ﷺ menjawab: “Sekehendakmu”.
Dia berkata: “seperempat ?”.
Beliau ﷺ menjawab: “Sekehendakmu, dan jika kamu tambahi maka itu lebih baik”.
Aku berkata: “setengahnya ?”.
Beliau ﷺ menjawab: “Sekehendakmu, dan jika kamu tambahi maka itu lebih baik bagimu”.
Aku berkata: “Dua pertiga ?”.
Beliau ﷺ menjawab: “Sekehendakmu, dan jika kamu tambahi maka itu lebih baik”.
Aku berkata: “Akan aku jadikan sholatku (doa ku) untukmu semuanya (yakni : bersholawat untukmu semuanya) ”.
Beliau ﷺ menjawab: “Jika demikian, maka engkau akan dicukupkan dari segala kekhawatiranmu (kesedihan-mu) dan diampuni dosamu.”.
(HR. Tirmidzi no. (2457), Ahmad no. (20736), Ibnu Abi Syaibah di dalam “ٱلْمُصَنَّف” (8706) dan Abdun bin Hamid di dalam “ٱلْمُسْنَد” no. (170), Al Baihaqi di dalam “شُعَبُ ٱلْإِيمَانِ” no. (1579).
Imam Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih”, Dihasankan pula oleh Al Mundziri di dalam “ٱلتَّرْغِيبُ وَٱلتَّرْهِيبُ”. Dan dihasankan juga oleh Al Hafidz di dalam “فَتْحُ ٱلْبَارِي” (11/168).
Al Baihaqi memberikan isyarat di dalam “شُعَبُ ٱلْإِيمَانِ” (2/215) dengan menguatkannya.
Dishahihkan oleh al-Haakim no. 3894 dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dan dishahihkan juga oleh syeikh al-Albani di dalam “صحيح ٱلتَّرْغِيبُ وَٱلتَّرْهِيبُ” (1670) dan yang lainnya.
BERDASARKAN HADITS INI ADA SEBUAH
UNGKAPAN YANG MENYATAKAN :
إِنَّ الْمَرْءَ لَيُزَالُ
هَمُّهُ وَيُرْفَعُ غَمُّهُ بِكَثْرَةِ صَلَاتِهِ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ.
Sesungguhnya seseorang akan terus dihilangkan kesedihannya dan diangkat kesusahannya dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi ﷺ.
RIWAYAT KE-DUA:
Hadits lain dari Hibban bin Munqidz bin Amr Al Anshari:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَجْعَلُ ثُلُثَ صَلَاتِي عَلَيْكَ؟، قَالَ: «نَعَمْ إِنْ شِئْتَ»، قَالَ: الثُّلُثَيْنِ؟، قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَصَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَنْ يَكْفِيكَ اللهُ مَا أَهَمَّكَ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكَ وَآخِرَتِكَ»
“Ada seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, aku menjadikan sepertiga sholatku / doaku (untuk bersholawat) kepada engkau”.
Beliau ﷺ menjawab: “Ya, jika kamu mau”.
Dia berkata: “dua pertiganya ?”.
Beliau ﷺ menjawab: “Ya”.
Dia berkata: “Sholat ku (Doaku) semuanya ?”.
Rasulullah ﷺ menjawab: “Jika demikian, Allah akan mencukupkan segala hal yang membuatmu khawatir dari urusan duniamu dan akhiratmu.".
Hadits ini di nyatakan Hasan Lighoirihi oleh Syeikh al-Albaani dlm “صَحِيحُ ٱلتَّرْغِيبِ” no. 1671.
*****
DIROSAH DUA HADITS DIATAS
PENULIS KATAKAN:
“Ada kemungkinan hadits ke-1 adalah dho’if [lemah] . Dan yang ke-2 dhoif sekali. Tidak bisa di jadikan hujjah. Wallahu a’lam.
====
DIROSAH HADIST KE 1:
Hadits ini di dhaifkan oleh DR. Sa’ad al-Humeid, dan juga di dhaifkan oleh asy-Syeikh Abu Abu Ishaaq al-Huweiny.
Dalam hadits ini ada seorang perawi yang bernama :
“Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqiil”
عَبدُ الله بن مُحَمّد بن عَقِيْل
Kebanyakan pernyataan para imam hadits mendhaifkannya dan tidak berhujjah dengan hadits-haditsnya, sampai-sampai Imam Ahmad –dalam riwayat Hanbal- berkata: “Hadits ini mungkar”.
Sebagian mereka menyatakan:
(وَكَانَ مُنْكَرَ الْحَدِيثِ لَا يَحْتَجُّونُ بِحَدِيثِهِ)
Dan haditsnya itu mungkar, mereka tidak tidak mau berhujjah dengan haditsnya. (Baca: “تَهْذِيبُ ٱلتَّهْذِيبِ” (6/13)
Ya’qub Al Jauzajani bekata: “Mayoritas yang ia riwayatkan adalah gharib”. [Baca: “تَهْذِيبُ ٱلْكَمَالِ” (16/80) dan setelahnya].
Dalam hadits ini Abdullah bin Muhammad bin Aqeel meriwayakannya secara tunggal alias sendirian.
Ibnu Al-Madiini, Ibn Ma'iin, Al-Nasaa'i, Abu Haatim dan Ibn Khuzaymah menyatakan: bahwa dia itu lemah / dhaif.
Ibnu Sa’ad dan Imam Ahmad berkata: “Hadisnya munkar”. Dan Al-Bukhari menjalankannya. (Baca: “تَهْذِيبُ ٱلتَّهْذِيبِ” (6/13)]
Di antara mereka yang mengatakan bahwa haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah adalah:
Ibnu Uyaynah dan Abu Hatim. Ibn Khuzaymah serta Ibn Hibban menganggap haditsnya Layyin. Sementara Imam Malik, Yahya Ibn al-Qattan, mereka meninggalkannya. Dan Ibn al-Madini, an-Nasa'i, dan Ibn Mu 'di anggap lemah / dhaif.
Abu Ahmad al-Haakim berkata:
اِحْتَجَّ بِحَدِيثِهِ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوِيَةَ وَلَيْسَ بِذَٰلِكَ ٱلْمَتْنِ ٱلْمُعْتَمَدِ
Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawiyah berhujjah dengan haditsnya sebagai dalil, tetapi sayangnya tidak dengan matan / teks yang mu’tamad”.
Al-Saaji berkata:
كَانَ مِنْ أَهْلِ ٱلصِّدْقِ وَلَمْ يَكُنْ بِمُتْقِنٍ فِي ٱلْحَدِيثِ
Dia termasuk orang-orang yang benar, tetapi dia tidak meyakinkan dalam hadits
Al-Bukhari mengatakan: “مُقَارِبُ ٱلْحَدِيثِ / haditsnya mirip-mirip / mendekati”.
Dan al-Tirmidzi berkata:
صَدُوقٌ وَقَدْ تُكُلِّمَ فِيهِ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ
“Dia jujur, tetapi para ulama membicarakan tentang dirinya dari sisi hafalannya”.
[Lihat : “ٱلْجَرْحُ وَٱلتَّعْدِيلُ” (2/2/153), “ٱلْمَجْرُوحِينَ” oleh Ibn Hibban (2/3) “ٱلْضُعَفَاءُ وَٱلْمَتْرُوكِيْنَ” oleh Ibn al-Jawzi (140), “ٱلْمُغْنِيُّ فِي ٱلْضُّعَفَاءِ” oleh adz-Dzahabi (1/354), “مِيزَانُ ٱلِاعْتِدَالِ” (2/484), “تَهْذِيبُ ٱلتَّهْذِيبِ (6/13), “تَقْرِيبُ ٱلتَّهْذِيبِ”, “ٱلْتُّحْفَةُ ٱللَّطِيفَةُ” (2/398) dan “التَّكْمِلَةُ مِنْ تَهْذِيبِ ٱلتَّهْذِيبِ” (6/14 )].
Al-Imam Al-Dzahabi berkata:
"قَالَ أبي حَاتِمٍ: لَيِّنُ الحَدِيْثِ. وَقَالَ ابْنُ خُزَيْمَةَ: لاَ أَحْتَجُّ بِهِ لِسُوْءِ حِفْظِهِ... وَقَالَ ابْنُ مَعِيْنٍ: ضَعِيْفٌ. وَقَالَ ابْنُ المَدِيْنِيِّ: لَمْ يُدخِلْه مَالِكٌ فِي كُتُبِه وَكَانَ يَحْيَى بنُ سَعِيْدٍ القَطَّانُ لاَ يُحَدِّثُ عَنْهُ. وَقَالَ آخَرُ: كَانَ مِنَ العُلَمَاءِ العُبَّادِ. وَقَالَ الفَسَوِيُّ: صَدُوْقٌ فِي حَدِيْثِهِ ضَعْفٌ.
قُلْتُ: لاَ يَرتَقِي خبره إلى درحة الصِّحَّةِ وَالاحْتِجَاجِ ".
“Abu Hatim dan beberapa orang lainnya berkata: “Hadisnya layyin”. Dan Ibn Khuzaymah berkata: Aku tidak mau berhujjah denganya karena buruk hafalannya.”
Ibnu Ma'in berkata: Dia lemah. Ibn al-Madini berkata: Imam Malik tidak mau memasukkannya dalam kitab-kitabnya. Dan Yahya bin Said al-Qattan tidak mau meriwayatkan darinya.
Yang lain berkata: “Dia dari kalangan al-Ubbaad”.
Al-Fasawi berkata: Dia Shoduuq, tapi lemah dalam haditsnya.
Saya berkata (yakni adz-Dzahabi): Haditsnya tidak bisa naik ke level shahih dan tidak bisa menjadi hujjah”. [Baca: “سِيرُ أَعْلَامِ ٱلنُّبَلَاءِ (6/205) no. 98].
Jamaluddin Al-Mizzi berkata:
ذَكَرَهُ مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ فِي ٱلطَّبَقَةِ الرَّابِعَةِ مِنْ أَهْلِ ٱلْمَدِينَةِ، وَقَالَ: وَكَانَ مُنكَرَ ٱلْحَدِيثِ، لَا يُحْتَجُّونَ بِحَدِيثِهِ، وَكَانَ كَثِيرَ ٱلْعِلْمِ. قَالَ حَنْبَلُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: ابْنُ عَقِيلٍ مُنكَرُ ٱلْحَدِيثِ.
وَقَالَ عَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ مَعِينٍ: هَـٰؤُلَاءِ ٱلْأَرْبَعَةُ لَيْسَ حَدِيثُهُمْ حُجَّةً: سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ، وَٱلْعَلَاءِ بْنُ عَبْدِ ٱلرَّحْمَنِ، وَعَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ ٱللَّهِ، وَابْنُ عَقِيلٍ.
“Muhammad bin Sa’ad menyebut dia di Thobaqoh keempat dari penduduk Madinah, dan dia berkata: “Hadisnya munkar, mereka tidak mau berhujjah dengan haditsnya, namun dia itu banyak ilmunya”.
Hanbal bin Ishaq berkata: “Dari Ahmad bin Hanbal berkata: Ibnu Aqiel haditsnya munkar”.
Dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, dari Yahya bin Ma'in:
“Mereka berempat ini hadis nya tidak bisa di jadikan hujjah: Suhail bin Abi Shaleh, Al-‘Alaa bin Abdur Rahman, ‘Aashim bin Ubaidillah, dan Ibnu ‘Aqiil”. (Selesai).
(Baca: “تَهْذِيبُ ٱلْكَمَالِ” 16/80 no. 3543 karya Jamaluddin al-Mizzy dan “تَهْذِيبُ ٱلتَّهْذِيبِ” karya ibnu Hajar 6/13)
Maka dengan demikian Hadits tersebut dianggap dhaif oleh sebagian para ulama hadits karena Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqiil meriwayatkannya secara tunggal / sendirian, sementara dia itu lemah menurut para ulama hadits, dan haditsnya tidak bisa di jadikan hujjah.
====
DIROSAH HADITS KE 2:
Hadist yang ke dua ini dijadikan Syaahid / penguat hadits yang ke 1, yaitu:
Al-Imam ath-Thabaraani berkata dalam "ٱلْمُعْجَمُ ٱلْكَبِيرُ" no. (3574):
Telah memberitahu kami Yahya bin Utsman bin Shaaleh, Telah memberitahu kami Amr ibn spring bin Tariq, telah memberitahu kami Rusydin Bin Sa’ad, dari Qurroh bin Abdur Rahman bin Haiwiil, dari Ibnu Syihaab, Muhammad bin Yahya bin Habbaan, dari ayahnya, dari kakeknya Habban Ibnu Munqidz:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَجْعَلُ ثُلُثَ صَلَاتِي عَلَيْكَ؟، قَالَ: «نَعَمْ إِنْ شِئْتَ»، قَالَ: الثُّلُثَيْنِ؟، قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَصَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَنْ يَكْفِيكَ اللهُ مَا أَهَمَّكَ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكَ وَآخِرَتِكَ»
Hadits ini di nyatakan Hasan Lighoirihi oleh Syeikh al-Albaani dlm “صَحِيحُ ٱلتَّرْغِيبِ” no. 1671.
Namun ada sebagian ulama yang mengatakan: bahwa hadits ini lemah sekali, tidak layak untuk di jadikan i’tibaar dengan nya, karena memiliki banyak ilat, yaitu sbb:
وَهَـٰذَا إِسْنَادٌ ضَعِيفٌ جِدًّا لَا يَصْلُحُ لِلِاعْتِبَارِ بِهِ، وَلَهُ أَرْبَعُ عَلَلٍ:
الأُولَى: قُرَّةُ بْنُ عَبْدِ ٱلرَّحْمَنِ. قَالَ الذَّهَبِيُّ: "ضَعَّفَهُ يَحْيَى، وَقَالَ أَحْمَدُ: مُنْكَرُ ٱلْحَدِيثِ جِدًّا". وَقَالَ ٱلْحَافِظُ: "صَدُوقٌ لَهُ مَنَاكِيرُ". قُلْتُ: وَهَـٰذَا مِنْ مَنَاكِيرِهِ، فَأَيْنَ أَصْحَابُ ٱلزُّهْرِيِّ عَنْ هَـٰذَا ٱلْحَدِيثِ!
الثَّانِيَةُ: رُشَيْدِينَ بْنُ سَعِيدٍ. قَالَ فِيهِ النَّسَائِيُّ: مُتْرُوكٌ. قَالَ الذَّهَبِيُّ: "سَيِّءُ ٱلْحِفْظِ، وَكَانَ صَالِحًا عَابِدًا مُحَدِّثًا، قَالَ أَبُو زُرْعَةَ: ضَعِيفٌ". قَالَ ٱلْحَافِظُ: "ضَعِيفٌ، رَجَّحَ أَبُو حَاتِمٍ عَلَيْهِ ابْنُ لَهِيعَةَ، وَقَالَ ابْنُ يُنُسٍ: كَانَ صَالِحًا فِي دِينِهِ فَأَدْرَكَتْهُ غَفْلَةُ ٱلصَّالِحِينَ فَخَلَطَ فِي ٱلْحَدِيثِ".
الثَّالِثَةُ: شَيْخُ ٱلطَّبَرَانِيِّ يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ بْنِ صَالِحٍ. [يَعْنِي: أَبُو زَكَرِيَّا السَّهْمِيُّ ٱلْمِصْرِيُّ (ت 282 هـ)، قَالَ عَنْهُ الذَّهَبِيُّ: قَالَ ابْنُ يُنُسٍ: كَانَ عَالِمًا بِأَخْبَارِ مِصْرَ، وَبِمَوْتِ ٱلْعُلَمَاءِ، حَافِظًا لِلْحَدِيثِ، وَحَدَّثَ بِمَا لَمْ يَكُنْ يُوجَدُ عِندَ غَيْرِهِ. قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: كَتَبْتُ عَنْهُ، وَكَتَبَ عَنْهُ أَبِي وَتَكَلَّمُوا فِيهِ] (سِيرُ أَعْلَامِ ٱلنُّبَلَاءِ 13/355).
الرَّابِعَةُ: أَنَّهُ جَاءَ مُرْسَلًا مِنْ رِوَايَةِ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ: أَخْرَجَهُ يَعْقُوبُ بْنُ سُفْيَانَ 1/389، وَمِنْ طَرِيقِهِ ٱلْبَيْهَقِيُّ فِي "الشُّعَبِ" (1478) : حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ وَابْنُ بُكَيْرٍ عَنِ اللَّيْثِ عن عُقَيْلٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ يحي بْنَ حِبَّانَ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ:" يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَجْعَلَ صَلَاتِي كُلَّهَا لَكَ. قَالَ: إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاكَ وآخرتك".
Artinya: “Hadits ini lemah sekali, tidak layak untuk di jadikan i’tibaar dengan nya, karena memiliki banyak ilat:
Ilat Yang pertama: Qurroh bin Abdur Rahman.
Adz-Dzahabi berkata: “Yahya melemahkannya, dan Ahmad berkata: Hadis nya sangat munkar.”
Al-Hafidz berkata: "Shaduuq memiliki banyak kemungkaran "
Aku berkata: Ini adalah salah satu kemungkaran-kemungkarannya, maka di mana para sahabat al-Zuhri dalam hadits ini!
Ilat Kedua: Rusydin bin Sa’ad.
An-Nasa'i berkata tentang dia: Matruuk / ditinggalkan
Adz-Dzahabi berkata: "Hafalannya yang buruk, namun dia adalah seorang shalih, ahli ibadah dan ahli hadits. Abu Zara'a berkata: dia Lemah."
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Lemah. Abu Hatim lebih memilih Ibnu Lahi'ah daripada dia.
Dan Ibn Yunus berkata: Dia shaleh dalam agamanya, namum dia terjebak dalam kelalaian orang-orang shaleh, maka hadits-hadits nya menjadi campur aduk."
Ketiga: Syeikh Al-Thabarani Yahya bin Usman bin Saleh. Yakni: Abu Zakariya al-Sahmi al-Mashry (w. 282 H), adz-Dzahabi berkata tentang dia:
“Ibnu Yunus berkata: Dia adalah seorang ulama pakar sejarah Mesir dan pakar tentang wafatnya para ulama, penghafal hadits, namun dia meriwayatkan hadits yang tidak ditemukan pada orang lain.
Ibnu Abi Hatim berkata: Saya menulis hadits dari dia, dan begitu juga ayah saya menulis dari dia. Namun mereka para ulama membicarakannya”. (Baca “سِيرُ أَعْلَامِ ٱلنُّبَلَاءِ” 13/355)
Ilat Keempat: Hadits tsb diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa’ad dari Al-Zuhri secara MURSAL:
Hadits tsb dimasukkan oleh Ya'qub bin Sufyan 1/389 dlm kitabnya dan dari jalurnya di masukkan pula oleh Al-Bayhaqi dalam "شُعَبُ ٱلْإِيمَانِ" (1478):
Telah memberitahu kami Abu Shalih dan Ibnu Bukair dari al-Laits dari ‘Aqiil dari Ibnu Shihab bahwa Muhammad bin Yahya bin Hibbaan:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ:" يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَجْعَلَ صَلَاتِي كُلَّهَا لَكَ. قَالَ: إِذًا يَكْفِيكَ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاكَ وآخرتك".
Bahwa seorang laki-laki berkata: "Ya Rasulullah, saya ingin membuat semua doa saya untuk Anda. Dia berkata, "Kalau begitu, akan Allah mencukupkan bagi dirimu perkara duniamu dan akhirat mu."
====
FIQIH HADITS:
Al-Malla Ali Qari berkata:
(أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا) أي أَصْرِفُ بِصَلَاتِي عَلَيْكَ جَمِيعَ الزَّمَنِ الَّذِي كُنْتُ أَدْعُو فِيهِ لِنَفْسِي.
(تَكْفِي هَمَّكَ) قَالَ الأَبْهَرِيُّ: أي إِذَا صَرَفْتُ جَمِيعَ زَمَانِ دُعَائِي فِي الصَّلَاةِ عَلَيَّ كُفِيتُ مَا يَهُمُّكَ.
وَقَالَ التُّورْبِشْتِيُّ: مَعْنَى ٱلْحَدِيثِ كَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ دُعَائِي الَّذِي أَدْعُو بِهِ لِنَفْسِي. فَقَالَ: (إِذًا تَكْفِي هَمَّكَ) أي مَا أَهَمَّكَ مِنْ أَمْرِ دِينِكَ وَدُنْيَاكَ؛ وَذٰلِكَ لِأَنَّ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى ذِكْرِ ٱللَّهِ وَتَعْظِيمِ ٱلرَّسُولِ، وَٱلِاشْتِغَالِ بِأَدَاءِ حَقِّهِ عَنْ أَدَاءِ مَقَاصِدِ نَفْسِهِ". انتهى باختصار.
“(Akan aku tujukan shalawatku kepadamu pada semua waktu) maksudnya adalah aku tujukan shalawat aku kepada anda pada semua waktu yang aku gunakan berdoa untuk diri aku. (Maka akan dicukupkan keinginanmu).
Al Abhari berkata: “Jika kamu menggunakan pada semua waktu berdoamu dengan bershalawat kepadaku, maka anda akan dicukupkan dari keinginan anda”.
At Turbasyti berkata:
“Makna hadits adalah berapa banyak waktu doaku untuk anda dari doa untuk diriku sendiri”.
Lalu beliau ﷺ bersabda: (Kalau begitu, kamu akan dicukupkan keinginanmu).
Yaitu ; apa saja yang engkau inginkan dari urusan agama dan duniamu; hal itu karena bershalawat kepada beliau mencakup dzikir kepada Allah dan mengagungkan Rasul, menyibukkan diri dengan menunaikan hak beliau dari pada menunaikan tujuan dirinya sendiri”. [(Baca: “مِرْقَاةُ ٱلْمَفَاتِيحِ شَرْحُ مُشْكَاةِ ٱلْمَصَابِيحِ (4/16-17)].
Ibnu ‘Alaan Al Bakri –rahimahullah- berkata:
وَوَجْهُ كِفَايَةِ ٱلْمُهِمَّاتِ بِصَرْفِ ذٰلِكَ الزَّمَنِ إِلَى ٱلصَّلَاةِ عَلَيْهِ: أَنَّهَا مُشْتَمِلَةٌ عَلَى ٱمْتِثَالِ أَمْرِ ٱللَّهِ تَعَالَى، وَعَلَى ذِكْرِهِ وَتَعْظِيمِهِ، وَتَعْظِيمِ رَسُولِهِ، فِي ٱلْحَقِيقَةِ لَمْ يَفْتَقِدْ بِذٰلِكَ الصَّرْفِ شَيْئًا عَلَى ٱلْمُصَلِّي، بَلْ حَصَلَ لَهُ بِتَعَرُّضِهِ بِذٰلِكَ ٱلثَّنَاءِ الْأَعْظَمِ أَفْضَلُ مِمَّا كَانَ يَدْعُو بِهِ لِنَفْسِهِ، وَحَصَلَ لَهُ مَعَ ذٰلِكَ صَلَاةُ ٱللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ عَلَيْهِ عَشْرًا، مَعَ مَا انْضَمَّ لِذٰلِكَ مِنَ الثَّوَابِ الَّذِي لَا يُوَازِيهِ ثَوَابٌ، فَأَيُّ فَوَائِدَ أَعْظَمُ مِنْ هَذِهِ ٱلْفَوَائِدِ؟ وَمَتَى يَظْفَرُ ٱلْمُتَعَبِّدُ بِمِثْلِهَا، فَضْلًا عَنْ أَنْفَسِهَا؟ وَأَنَّى يُوَازِي دُعَاؤُهُ لِنَفْسِهِ وَاحِدَةً مِنْ تِلْكَ ٱلْفَضَائِلِ الَّتِي لَيْسَ لَهَا مُمَاثِلٌ؟". انتهى بتصرف.
“Dan sisi pencukupan keinginan dengan menggunakan semua waktu (berdoa) untuk bershalawat kepada beliau adalah: karena shalawat itu meliputi pengamalan dari perintah Allah, berdzikir kepada-Nya mengagungkan-Nya, mengagungkan Rasul-Nya, sebenarnya tidak meninggalkan kembalinya manfaat kepada pembaca shalawat sama sekali, akan tetapi di dalam shalawat itu sudah mengandung pujian yang paling agung lebih utama dari pada ia berdoa untuk dirinya sendiri, dan dengan shalawat itu ia akan mendapatkan shalawat dari Allah dan malaikat-malaikat-Nya sebanyak 10 kali dan disertai dengan pahala yang tidak sama dengan pahala lainnya.
Maka manfaat apakah yang lebih agung dari pada manfaat ini ?.
Kapan seorang hamba akan beruntung dengan manfaat tesebut apalagi dengan yang lebih berharga darinya ?.
Titik mana kesamaan antara doanya untuk dirinya, satu dari semua keutamaan tersebut yang tidak ada yang serupa dengannya ?. (Selesai kutipan dengan sedikit perubahan).
(Baca: “دَلِيلُ ٱلْفَالِحِينَ لِطُرُقِ رِيَاضِ ٱلصَّالِحِينَ (5/6-7).
Asy Syaukani –rahimahullah- berkata:
قَوْلُهُ: (إِذًا تَكْفِي هَمَّكَ وَيُغْفَرُ ذَنْبُكَ) فِي هَاتَيْنِ ٱلْخَصْلَتَيْنِ جَمَاعُ خَيْرِ ٱلدُّنْيَا وَٱلْآخِرَةِ؛ فَإِنَّ مَنْ كَفَاهُ ٱللَّهُ هَمَّهُ سَلِمَ مِنْ مِحَنِ ٱلدُّنْيَا وَعَوَارِضِهَا؛ لِأَنَّ كُلَّ مِحْنَةٍ لَا بُدَّ لَهَا مِنْ تَأْثِيرِ ٱلْهَمِّ وَإِن كَانَتْ يَسِيرَةً. وَمَنْ غَفَرَ ٱللَّهُ ذَنْبَهُ سَلِمَ مِنْ مِحَنِ ٱلْآخِرَةِ؛ لِأَنَّهُ لَا يُوبِقُ ٱلْعَبْدَ فِيهَا إِلَّا ذُنُوبُهُ" انتهى..
“Sabda beliau ﷺ: “Kalau begitu kamu akan dicukupkan keinginganmu dan diampuni dosamu” pada kedua ciri tersebut adalah perpaduan antara dunia dan akhirat; karena bagi siapa saja yang telah dicukupkan oleh Allah keinginannya ia akan selamat dari ujian dunia dan komplikasinya; karena setiap ujian sudah seharusnya ada dampak keinginan meskipun kecil.
Dan barang siapa yang Allah ampuni dosanya maka ia akan selamat dari ujian akhirat; karena tidaklah akan menjadi bencana bagi seorang hamba di akhirat kecuali karena dosa-dosanya”. (Baca: “تُحْفَةُ ٱلذَّاكِرِينَ” hal. 45)
Para Ulama al-Lajnah ad-daaimah pernah ditanya:
Ucapan seorang sahabat di hadapan Rasul ﷺ: “Apakah aku jadikan shalawatku kepadamu pada semua waktu (berdoa) ?”.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Kalau begitu akan dicukupi keinginanmu…”, sampai redaksi akhir dari hadits tersebut.
Apa maksud dari ucapan: “Apakah aku jadikan shalawatku kepadamu pada semua waktu (berdoa) ?”.
Mereka menjawab:
ٱلْمُرَادُ بِالصَّلَاةِ هُنَا: الدُّعَاءُ، وَمَعْنَى ٱلْحَدِيثِ: ٱلْحَثُّ عَلَى ٱلْإِكْثَارِ مِنْ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لِمَا فِي ذٰلِكَ مِنَ ٱلْأَجْرِ ٱلْعَظِيمِ" انتهى.
“Maksud dari shalawat di sini adalah doa, dan makna dari hadits tersebut adalah perintah untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi SAW; karena di dalamnya terkandung pahala yang agung”.
(Baca “فَتَاوَى ٱللَّجْنَةِ ٱلدَّائِمَةِ (24/156-157)
PERHATIAN:
Sebaiknya anda ketahui bahwa hadits tersebut bukan berarti melarang manusia berdoa untuk dirinya sendiri dan hanya bershalawat kepada Nabi ﷺ saja, kalau demikian maka hal itu berlawanan dengan petunjuk aplikatif beliau, dan petunjuk beliau untuk berdoa yang bermacam-macam, pada kondisi yang bermacam-macam, seperti doa-doa shalat, doa pagi dan sore, doa istikharah dan lain sebagainya.
Ulama Lajnah Daimah berkata:
"هَـٰذَا ٱلْحَدِيثُ لَا يُنَافِي أَنْ يَدْعُو ٱلْإِنْسَانُ رَبَّهُ وَيَسْأَلَهُ أُمُورَهُ كُلَّهَا بِٱلدُّعَاءِ ٱلْمَشْرُوعِ، وَأَنْ يُكْثِرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَمْعِهِمَا" انتهى..
“Hadits ini tidak menafikan seseorang untuk berdoa kepada Tuhannya dan meminta kepada-Nya semua urusannya dengan doa-doa yang disyari’atkan dan memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ, maka dengan demikian ia menggabungkan dua hal itu bersamaan”.
(Baca : “فَتَاوَى ٱللَّجْنَةِ ٱلدَّائِمَةِ” (24/159)
Semoga saja maksud dari hadits di atas adalah bahwa Ubay bin Ka’ab telah mempunyai doa tertentu yang ia panjatkan atau doa khusus bagi dirinya, lalu beliau bertanya untuk menggantinya dengan shalawat. Dan semoga saja hadits ini bukan bertujuna untuk menggiring semua kaum muslimin untuk berdoa dengan hanya membaca sholawat saja dalam semua waktu doanya.
Dan inilah pemahaman yang diisyaratkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah:
"هَـٰذَا كَانَ لَهُ دُعَاءٌ يَدْعُو بِهِ، فَإِذَا جَعَلَ مَكَانَ دُعَائِهِ الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَاهُ ٱللَّهُ مَا أَهَمَّهُ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاهُ وَآخِرَتِهِ؛ فَإِنَّهُ كُلَّمَا صَلَّى عَلَيْهِ مَرَّةً صَلَّى عَلَيْهِ عَشْرًا، وَهُوَ لَوْ دَعَا لِآحَادِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لَقَالَتِ ٱلْمَلَائِكَةُ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلِهِ. فَدُعَاؤُهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَىٰ بِذٰلِكَ" انتهى.
“Dalam hal ini, dia telah mempunyai doa TERTENTU, maka jika ia menjadikan tempat doanya sendiri diganti dengan shalawat kepada Nabi ﷺ, maka Allah akan mencukupkan baginya semua keinginannya dari urusan dunia dan akhiratnya.
Karena setiap kali ia bershalawat kepada beliau satu kali saja, maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Jika ia berdoa untuk pribadi orang-orang yang beriman maka malaikat akan berkata: “Amiin dan semoga bagimu juga demikian”.
Maka doanya untuk Nabi ﷺ lebih utama dari pada itu”. (Baca: “مَجْمُوعُ ٱلْفَتَاوَى” (1/193)
Syeikhul Islam juga berkata:
مَقْصُودُ السَّائِلِ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ إِنَّ لِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ، وَأَسْتَجْلِبُ بِهِ ٱلْخَيْرَ، وَأَسْتَدْفِعُ بِهِ الشَّرَّ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنَ الدُّعَاءِ؟ قَالَ: مَا شِئْتَ. فَلَمَّا انْتَهَى إِلَى قَوْلِهِ: (أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا) قَالَ: إِذًا تَكْفِي هَمَّكَ وَيُغْفَرُ ذَنْبُكَ. وَفِي الرِّوَايَةِ ٱلْأُخْرَى: إِذًا يَكْفِيكَ ٱللَّهُ مَا أَهَمَّكَ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكَ وَآخِرَتِكَ. وَهَٰذَا غَايَةُ مَا يَدْعُو بِهِ ٱلْإِنسَانُ لِنَفْسِهِ مِنْ جَلْبِ ٱلْخَيْرَاتِ وَدَفْعِ ٱلْمَضَرَّاتِ" انتهى.
“Maksud dari penanya tersebut adalah “Wahai Rasulullah, aku telah mempunyai doa tertentu yang aku panjatkan dan mengharap kebaikan dan menghindari keburukan, maka berapa banyak aku menjadikan doa untukmu ?,
Beliau ﷺ menjawab: “Sekehendakmu saja”....
Maka setelah sampai pada perkataan-nya : “Aku akan menjadikan doaku (shalawatku) untukmu semuanya”.
Beliau ﷺ menjawab: “Kalau begitu, maka akan dicukupkan keinginanmu dan diampuni dosamu”.
Dan di dalam riwayat yang lain:
إِذًا يَكْفِيكَ ٱللَّهُ مَا أَهَمَّكَ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكَ وَآخِرَتِكَ
“Kalau begitu, maka Allah akan mencukupkan bagimu apa saja keinginanmu dari urusan dunia dan akhiratmu”.
Dan inilah yang menjadi tujuan manusia berdoa untuk dirinya sendiri dari mengharap banyak kebaikan dan menolak segala keburukan”. (Baca: “مَجْمُوعُ ٱلْفَتَاوَى” 1/349-350).
Semua ini berlaku jika hadits tersebut shahih, seperti yang yang dikatakan para ahli hadits yang telah saya sebutkan di atas.
Namun sayang-nya dalam hadits ini ada seorang perawi yang bernama Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqiil, kebanyakan pernyataan para imam hadits, mereka melemahkannya dan tidak berhujjah dengan haditsnya, sampai-sampai Imam Ahmad –dalam riwayat Hanbal- berkata: “Hadits ini mungkar”.
Ya’qub Al Jauzjani bekata: “Mayoritas yang ia riwayatkan adalah gharib [aneh]”.
Silahkan baca: “تَهْذِيبُ ٱلْكَمَالِ” 16/80 dan setelahnya.
*****
PROBLEM SEBAGIAN KANDUNGAN HADITS:
Kalau seandainya hadits tersebut dianggap shahih atau hasan, sebagaimana pendapat sebagian ulama, maka kondisinya tidak nampak kemungkinannya untuk di amalkan secara berkesinambungan, karena dalam redaksinya ada kalimat:
قُلْتُ : "أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا ؟".
Aku berkata: “Aku akan menjadikan doaku (shalatku) untuk Engkau semuanya”.
Kalimat ini secara dzahir bertentangan dengan keinginan syari’at pada mayoritas sumbernya untuk memperbanyak berdoa dengan berbagai macam doa, baik di dalam shalat maupun di luarnya, baik doa pada waktu umum atau doa yang terikat dengan waktu dan kondisi tertentu.
Kemudian –secara dzahir- juga bertentangan dengan petunjuk aktifitas Nabi ﷺ dan para sahabatnya dan generasi salaf setelah mereka, tidak diketahui seorang pun yang meninggalkan doa di dalam shalat ataupun di luarnya untuk kebutuhan dunia dan akhirat dengan hanya mencukupkan diri dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ.
ADA HADITS LAIN:
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
“Sesungguhnya manusia yang paling layak bersamaku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bersholawat kepadaku”
(HR. al-Tirmidzi no. (484) dan Ibnu Hibban dlm Shahihnya).
Imam at-Turmudzi berkata: “Ini adalah hadits hasan gharib”.
Syeikh bin Baaz mengatakan: “Sanad nya Jayyid “ yakni bagus.
Hadits ini dishahihkan oleh Ibn Hibban sebagaimana Al-Hafidz Ibnu Hajar mengutipnya dalam “بُلُوغُ ٱلْمَرَامِ” no. (455).
Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar menghasankannya dalam “نَتَائِجُ ٱلْأَفْكَارِ” (3/295).
Syeikh Al-Albani menyatakan “Hasan lighoirihi” dalam “صَحِيحُ ٱلتَّرْغِيبِ” no. (1668).
Namun demikian ada sebagian para ulama yang mendhaif kannya.
Syeikh Prof. DR. Sa’ad Bin Turki al-Khotslan (Prof. Ilmu Fiqih Univ. Al-Imam) berkata:
وَقَوْلُهُ (غَرِيبٌ) إِشَارَةٌ إِلَى ضَعْفِهِ، وَحَتَّى قَوْلُهُ (حَسَنٌ) يُشِيرُ إِلَى ضَعْفِهِ ضَعْفًا لَيْسَ شَدِيدًا، وَهَـٰذَا ٱلْحَدِيثُ فِي إِسْنَادِهِ عَبْدُ ٱللَّهِ بْنُ كِيسَانٍ وَهُوَ مَجْهُولٌ، وَفِي إِسْنَادِهِ أَيْضًا: مُوسَى بْنُ يَعْقُوبَ ٱلزَّمْعِيُّ، وَهُوَ مُتَكَلَّمٌ فِيهِ، وَفِي سَنَدِهِ أَيْضًا اخْتِلَافٌ، وَهُوَ بِهَـٰذَا ضَعِيفٌ، لَا يَصِحُّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، هَـٰذَا ٱلْحَدِيثُ مَعَ شُهْرَتِهِ ضَعِيفٌ، لَا يَصِحُّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan ucapan Tirmidzy: (ghoriib) merupakan indikasi kelemahannya, dan bahkan ucapannya (hasan) juga menunjukkan kelemahannya yang tidak parah.
Dan hadits ini dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Kiisan, yang mana dia itu tidak diketahui (مَجْهُولٌ).
Dalam dalam sanadnya ada juga: Musa bin Yaqub al-Zama'i, dan dia adalah perawi yang permasalahkan tentang dirinya.
Kemudian hadits ini ada perbedaan dalam sanadnya. Maka dengan kondisi seperti ini membuat hadits ini lemah, tidak shahih dari Nabi ﷺ.
Hadits ini, meskipun telah masyhur dan terkenal, namun ia lemah dan tidak Shahih dari Nabi ﷺ.”
Lalu Syeikh Sa’ad berkata:
وَهَـٰذَا ٱلْحَدِيثُ وَإِن كَانَ ضَعِيفًا، إِلَّا أَنَّ ٱلْمَعْنَى ٱلْعَامَّ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ، وَهُوَ اسْتِحْبَابُ ٱلْإِكْثَارِ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَحِيحٌ، فَقَدْ وَرَدَ فِي فَضْلِهَا عِدَّةُ نُصُوصٍ، مِنْهَا:
أَوَّلًا: قَوْلُ ٱللَّهِ تَعَالَى: {إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا} [الأحزاب: 56].
ثَانِيًا: حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا). رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَلَمْ يُرْوَ فِي فَضْلِ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا هَـٰذَا ٱلْحَدِيثُ لَكِفَى، إِذَا صَلَّيْتَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْكَ بِهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ”.
Meskipun hadits ini lemah, namun makna umum yang menunjukkannya, yaitu keutamaan memperbanyak sholawat kepada Nabi ﷺ adalah shahih dan benar. Karena ada beberapa dalil yang shahih yang menyebutkan keutamaan nya”.
Di antaranya adalah sbb:
Pertama:
Firman Allah SWT:
{إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا }
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS: Al-Ahdzab ayat 56)
Kedua:
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
(مَنْ صَلَّى عَليَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)
“Siapa yang membaca shalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat (memberikan rahmat) untuknya sepuluh kali.” (HR. Muslim).
Dan jika seandainya tidak disebutkan keutamaan sholawat kepada Nabi ﷺ kecuali hadits ini, maka ini saja sudah cukup. Yaitu Jika Anda bersholawai kepada Nabi ﷺ satu kali, maka Allah memberkati Anda dengan nya sepuluh kali”.
===****===
SYARAH DAN PENJELASAN MAKNA HADITS OLEH SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH :
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam
Majmu’ al-Fatawa 1/349-350 berkata:
{قَالَ أبي: قُلْت يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي
أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْك فَكَمْ أَجْعَلُ لَك مِنْ صَلَاتِي؟ قَالَ مَا شِئْت قُلْت؛
الرُّبُعَ؟ قَالَ: مَا شِئْت وَإِنْ زِدْت فَهُوَ خَيْرٌ لَك قُلْت: النِّصْفَ. قَالَ؟
مَا شِئْت وَإِنْ زِدْت فَهُوَ خَيْرٌ لَك قُلْت: الثُّلُثَيْنِ؟ قَالَ مَا شِئْت وَإِنْ
زِدْت فَهُوَ خَيْرٌ لَك قُلْت: أَجْعَلُ لَك صَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ إذًا يَكْفِيك
اللَّهُ مَا أَهَمَّك مِنْ أَمْرِ دُنْيَاك وَآخِرَتِك وَفِي لَفْظٍ إذًا تُكْفَى هَمَّك
وَيُغْفَرُ ذَنْبُك} .
وَقَوْلُ السَّائِلِ:
أَجْعَلُ لَك مِنْ صَلَاتِي؟ يَعْنِي مِنْ دُعَائِي؛ فَإِنَّ الصَّلَاةَ فِي اللُّغَةِ
هِيَ الدُّعَاءُ قَالَ تَعَالَى: {وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ}
. وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ
أَبِي أَوْفَى} {وَقَالَتْ: امْرَأَةٌ: صَلِّ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَعَلَى
زَوْجِي فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكِ وَعَلَى زَوْجِك} . فَيَكُونُ مَقْصُودُ السَّائِلِ
أَيْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّ لِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ أَسْتَجْلِبُ بِهِ الْخَيْرَ
وَأَسْتَدْفِعُ بِهِ الشَّرَّ فَكَمْ أَجْعَلُ لَك مِنْ الدُّعَاءِ قَالَ: " مَا
شِئْت " فَلَمَّا انْتَهَى إلَى قَوْلِهِ: أَجْعَلُ لَك صَلَاتِي كُلَّهَا؟ قَالَ
{إذًا تُكْفَى هَمَّك وَيُغْفَرُ ذَنْبُك} .
وَفِي الرِّوَايَةِ
الْأُخْرَى {إذًا يَكْفِيك اللَّهُ مَا أَهَمَّك مِنْ أَمْرِ دُنْيَاك وَآخِرَتِك}
.
وَهَذَا غَايَةُ
مَا يَدْعُو بِهِ الْإِنْسَانُ مِنْ جَلْبِ الْخَيْرَاتِ وَدَفْعِ الْمَضَرَّاتِ؛ فَإِنَّ
الدُّعَاءَ فِيهِ تَحْصِيلُ الْمَطْلُوبِ وَانْدِفَاعُ الْمَرْهُوبِ كَمَا بُسِطَ ذَلِكَ
فِي مَوَاضِعِهِ
Artinya : “Ubay berkata: Aku bertanya, “Wahai
Rasulullah ﷺ, sesungguhnya aku banyak bershalawat kepadamu. Berapa banyak
bagian dari doaku yang seharusnya kuperuntukkan bagimu?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Terserah
kepadamu.”
Aku berkata, “Seperempat?” Beliau menjawab,
“Terserah kepadamu, dan jika engkau menambahnya, itu lebih baik bagimu.”
Aku berkata, “Setengah?” Beliau menjawab,
“Terserah kepadamu, dan jika engkau menambahnya, itu lebih baik bagimu.”
Aku berkata, “Dua pertiga?” Beliau menjawab,
“Terserah kepadamu, dan jika engkau menambahnya, itu lebih baik bagimu.”
Aku berkata, “Apakah aku harus menjadikan
seluruh doaku untuk bershalawat kepadamu?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika demikian,
maka Allah akan mencukupkan segala hal yang membuatmu cemas dan sedih dari
urusan duniamu dan akhiratmu.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Jika
demikian, Allah akan mencukupkanmu dari segala kecemasan (kesedihan)mu dan mengampuni
dosamu.”
Adapun perkataan penanya, “Apakah aku harus
menjadikan sebagian dari shalatku untukmu?” maksudnya adalah sebagian dari
doanya, karena dalam bahasa Arab, “shalat” berarti doa. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala:
﴿وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ﴾
*"Dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka."* (At-Taubah:
103)
Rasulullah ﷺ juga pernah berdo’a:
{اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى}
*“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada
keluarga Abu Aufa.”*
Lalu ada seorang wanita pernah berkata,
صَلِّ عَلَيَّ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَعَلَى زَوْجِي
*“Wahai Rasulullah, doakanlah aku dan
suamiku.”*
Maka beliau bersdoa,
{صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْكِ وَعَلَى زَوْجِك}
*“Semoga
Allah memberikan shalawat kepadamu dan suamimu.”*
Jadi, maksud dari pertanyaan tersebut adalah:
“Wahai Rasulullah ﷺ, aku memiliki doa yang aku
panjatkan untuk menarik kebaikan dan menolak keburukan. Berapa banyak yang
harus kuperuntukkan untuk bershalawat kepadamu?” Maka Rasulullah ﷺ menjawab, “Terserah kepadamu.” Hingga ketika penanya berkata,
“Apakah aku harus menjadikan seluruh doaku untuk bershalawat kepadamu?”
Rasulullah ﷺ bersabda, *“Jika demikian, maka Allah akan mencukupkan segala
kekhawatiranmu dan mengampuni dosamu.”*
Dalam riwayat lain disebutkan: *“Jika
demikian, Allah akan mencukupkan segala hal yang membuatmu khawatir dari urusan
duniamu dan akhiratmu.”*
Ini adalah doa yang paling sempurna dalam hal menarik kebaikan dan menolak keburukan. Sebab, doa itu mencakup perolehan segala yang diinginkan dan terhindarnya segala yang ditakutkan, sebagaimana telah dijelaskan secara luas dalam pembahasannya”. [Selesai].
Wallahu A’lam
0 Komentar