Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SHAHIHKAH HADITS BERLINDUNG DI MASJID KETIKA ADA WABAH ?

Disusun Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم


HADITS KE 1:


Dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إنَّ اللهَ تعالى إذا أنزلَ عاهةً من السماءِ على أهلِ الأرضِ ، صُرِفَتْ عن عُمَّارِ المساجدِ


“Sesungguhnya ketika Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk bumi maka Allah memalingkan penyakit tsb dari orang-orang yang memakmurkan masjid.” ( HR. Ibnu ‘Aasaakir (17 /11) dan Ibnu ‘Adiy ( 3 /232).

Lafadz lain:

Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda:


إذا أنزل اللهُ عزَّ وجلَّ عاهةً من السَّماءِ على الأرضِ صُرِفت عن عُمّارِ المساجدِ


Jika Allah Azza Wa Jalla menurunkan wabah dari langit ke bumi, itu dipalingkan dari orang-orang yang memakmurkan masjid.

HR. Ibnu Adiy dlm “الكامل في الضعفاء” 3/233 dan ini lafadznya. Dan juga oleh Ibnu ‘Asaakir dlm “تاريخ دمشق” 17/11.

Ibnu Adiy ( w. 365 H ) dlm “الكامل في الضعفاء” 4/203 mengomentarinya:

[فيه] زافر بن سليمان أحاديثه مقلوبة الإسناد مقلوبة المتن وعامة ما يرويه لا يتابع عليه ويكتب حديثه مع ضعفه


“Di dalam sanad nya terdapat perawi yang bernama Zaafir bin Sulaiman, hadits-hadits yang diriwayatkannya terbalik-balik sanadnya dan matannnya. Secara umum, hadits yang diriwayatkannya tidak memiliki mutaabi’ dan haditsnya ditulis walaupun dengan kedaifannya.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar dlm “التقريب ” berkata tentang Zaafir:

صدوق كثير الأوهام


“Shaduuq banyak sekali kekeliruan ( أوهام ) dalam haditsnya,

Dan al-Haafidz menyebutkannya pula dlm kitab “المطالب العالية” dengan sebutan: “Ia Dhaif”

Jika terjadi seperti ini ada dua ungkapan:

  1. Jika banyaknya jalur nya, maka bisa naik derajat menjadi hadits hasan lighairih
  2. Jika tafarrud ( Tunggal ), maka haditsnya Munkar

Dalam hal ini, terdapat Ta’lil dari Ibn ‘Adi bahwa Zaafir Ibn Abi Sulaiman sering meriwayatkan hadits-hadits yang gharib dan seringnya memaqlubkan sanad ( terbalik balik sanadnya ).

Ibn Qaisraani menyatakan dalam kitabnya “ذخيرة الحفاظ” 1/291:

وَلَا يُتَابع عَلَيْهِ زَافِر بن سُلَيْمَان


“Tidak ada muttabi’ bagi haditsnya Zafir ibn Sulaiman ini.”

Dengan demikian hadits nya MUNKAR, sesuai pula dengan apa yang dinyatakan oleh Syeikh al-Albaani dlm “السلسلة الضعيفة” no. 1851 & 7080.

Wallahu A’lam.

HADITS KE 2:


Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذا أرَادَ الله بِقَوْمٍ عاهةً نَظَرَ إِلَى أهْلِ المَساجِدِ فَصَرَفَ عَنْهُمْ


“Apabila Allah menghendaki wabah penyakit pada suatu kaum, maka Allah memandang kepada ahli masjid, lalu memalingkan wabah penyakit itu dari mereka.”

HR. Ibnu Adiy (3 /233); al-Dailami (al-Ghumari, al-Mudaawi 1 / 292 [220]), Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (1 /159); dan al-Daraquthni dalam al-Afrad ( Tafsir Ibn Katsir 2 / 341).

Syeikh Ahmad al-Ghumaari ( w. 1380 H ) dalam “المداوي لعلل الجامع الصغير وشرحي المناوي” 1/293 menjelaskan teantang sanad hadits ini bahwa:

Hukaamah binti Usman bin Dinar berkata: Ayahku memberitahuku dari saudaranya Malik bin Dinar dari Anas bin Malik RA. Hukaamah ini meriwayatkan hadits-hadits yang bathil dari ayahnya.

Kemudian Hadits ini dinilai dhaif Dhaif Gharib (Munkar) oleh Imam Ibnu Katsir. Beliau menyatakan dengan menukil ucapan Imam al-Daraquthni yang menyatakan:

424 - وقد روى الدارقطني في الأفراد … عن أنس مرفوعا: " إذا أراد الله بقوم عاهة، نظر إلى أهل المساجد، فصرف عنهم". ثم قال: "غريب ".


424 - Al-Daraqutni meriwayatkan dalam “الأفراد”... dari Anas, secara marfu’ kepada Nabi SAW: “Apabila Allah menghendaki wabah penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.”

Kemudian dia berkata: “ Ghoriib “.

Baca: “الأحاديث الضعيفة والموضوعة التي حكم عليها الحافظ ابن كثير في تفسيره” hal. 204.

Dengan demikian, kedudukan hadits inipun MUNKAR.

( Baca “صحيح وضعيف الجامع الصغير” karya Syeikh al-Albaani 4/380 no. 1358 ).

HADITS KE 3:


Dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ يقولُ: " إنِّي لَأَهُمُّ بِأَهْلِ الأرضِ عَذَابًا فَإذَا نَظَرْتُ إِلَى عُمَّارِ بُيَوْتي وإلَى المُتَحَابِّينَ فيَّ وَإِلَى المُسْتَغْفِرِينَ بِالأسْحَارِ صَرَفْتُه عَنْهُمْ ".


“ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Sesungguhnya Aku berkehendak menurunkan adzab kepada penduduk bumi, maka apabila Aku melihat orang-orang yang memakmurkan rumah-rumah-Ku, dan melihat orang-orang yang saling mencintai karena Aku, serta melihat orang-orang yang memohon ampunan pada waktu sahur, maka Aku memalingkan adzab itu dari mereka’.” ( HR, al-Baihaqi dalam “شعب الإيمان” no. [2946] ).

Terdapat lima jalur sanad:

Pertama     : “شعب الإيمان” karya al Baihaqi no. 2946


Telah memberitahu kami Abu Taher al-Faqih, telah berbicara padaku Hajib Bin Ahmad, telah berbicara pada kami Abdul Rahim bin Munib, telah berbicara pada kami Mi’adz bin Khaled, dari Shalih al-Murri dari Jafar bin Yazid, dan Abaan, dan Tsabit dari Anas bin Malik RA, aku mendengar Rosulullah SAW bersabda:
 

Kedua        : “شعب الإيمان” karya al Baihaqi no. 9051


Telah memberitahu kami Abu Hassan bin Mohammed Hussein Alawi, berkata: telah berbicara padaku Abu Nasr Ahmed bin Mohammed bin Quraish Marwazi Mallow, dia berkata: telah berbicara padaku Abul Muwajjih Abu Mohammed bin Amr Fazari, Dia berkata: telah berbicara pada kami ‘Abdan, dia berkata: telah berbicara padaku Muadz bin Khalid bin Shaqiq, dia berkata: telah berbicara pada kami Shalih Al-Murri, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, yang berkata: Rosulullah SAW bersabda:

Ketiga         : “الكامل” karya al-Khathib 5/94


Telah berbicara padaku Al-Hasan bin Sufyan, telah berbicara pada kami Saeed bin Ash'ath, telah berbicara pada kami Shalih Al-Murri, dari Jafar bin Zaid, dari Anas bin Malik RA dari Nabi SAW:

Keempat     : “فوائد أبي الحسن” Fawa’id Abil Hasan no.18


Telah berbicara pada kami Ahmad bin Ibrahim, Telah berbicara pada kami Muhammad, Telah berbicara pada kami Muslim bin Ibrahim Al-Azdi, Telah berbicara pada kami Shalih Al-Murri, Telah berbicara pada kami Ja’far bin Zaid dari Anas bin Malik RA dari Nabi SAW:

Kelima     : “ جزء فيه من حديث أبي الحسن” no. 75


Telah berbicara pada kami Muhammad bin Yunus bin Musa al-Basri, berkata: Telah berbicara pada kami Muslim bin Ibrahim, berkata: Telah berbicara pada kami Shalih al-Murriy, dia berkata: Telah berbicara pada kami Jaafar bin Zaid, dari Anas bin Malik dari Nabi SAW

Dari kelima jalur sanad diatas, semuanya selalu melalui Shalih Al-Murri. Menurut para muhaddits, rawi ini munkarul hadits.

Berikut pernyataan para ulama pakar hadits tentang Shalih Al-Murri ini:

قال الإمام أحمد: ليس هو صاحب حديث ولا إسناد ولا يعرف الحديث
قال البخاري: منكر الحديث
قال ابو داود: لا يكتب حديثه
قال النسائي: ضعيف الحديث وله أحاديث مناكير ، ومرة: متروك الحديث
قال ابو حاتم: منكر الحديث يكتب حديثه
قال في التقريب: ضعيف زاهد


KESIMPULAN:


Dengan demikian, derajat hadits ini adalah DHAIF MUNKAR.

( Baca “صحيح وضعيف الجامع الصغير” karya Syeikh al-Albaani 9/121 no. 3674 ).


HADITS KE 4:


Imam asy-Sya’bi, salah seorang ulama salaf dari kalangan para tabi’in, berkata:

“كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِدَ “


“Mereka ( para sahabat Nabi SAW ) apabila merasa ketakutan dari sesuatu, maka mereka mendatangi masjid-masjid”.

Baca: “شعب الإيمان” karya Al-Baihaqi 3/84 no. 2951.

Riwayat ini Maqthu / terputus pada al-Syabi’, berikut lengkapnya.

Di sebutkan dalam “شعب الإيمان” karya Al-Baihaqi 3/381 – 382

No. 2690:

أَخْبَرَنَا أَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَوْ غَيْرِهِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: ” كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِد


Telah memberi tahu kami Abu Taher al-Faqiih, telah memberi tahu kami Abu Bakar al-Qaththan, telah memberi tahu kami Ibrahim bin Harits, telah memberi tahu kami Yahya bin Abu Bakir, telah memberi tahu al-Hasan bin Shalih dari ayahnya atau lainnya, dari asy-Sya’bi, dia berkata:


“كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِدَ “


“Mereka (para sahabat) apabila ketakutan tentang sesuatu, maka mendatangi masjid”.

Atsar ini sanadnya Hasan, namun penulis yang menjadikannya sebagai dalil baginya sudah salah dalam menerjemahkan kalimat Idzaa Faraghuu ( إِذَا فَرَغُوا ), yg dia artikan “Apabila merasa ketakutan”.

Maka yang benar, arti idzaa faraghu ( إِذَا فَرَغُوا ) disana adalah:

“ Ketika para sahabat selesai melakukan sesuatu ( umum, aktivitas apa saja)”.

Jadi para sahabat punya kebiasaan selalu mendatangi masjid setelah menyelesaikan segala macam aktifitas, dimana masjid pada saat itu oleh mereka di jadikan sebagai pusat untuk mengetahui keadaan para sahabat lainnya, tempat untuk meningkatkan semangat, tempat istirahat (dari pekerjaan), berdzikir dan lain sebagainya.

Berikut ini salah satu yang memperkuat atsar diatas:

Imam Baihaqi menyebutkannya dlm “ شعب الإيمان” 4/381 no. 2689:

أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الرُّوذْبَارِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو طَاهِرٍ الْمُحَمَّدْآبَاذِيُّ، حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُؤَدِّبُ، حَدَّثَنَا صَالِحٌ الْمُرِيُّ، عَنْ سَعِيدٍ الْجُرَيْرِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، قَالَ: كَتَبَ سَلْمَانُ إِلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ، يَا أَخِي لِيَكُنْ بَيْتُكَ الْمَسْجِدَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ وَقَدْ ضَمِنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِمَنْ كَانَت الْمَسْاجِدُ بَيْوتَهُم بالرَّوْحِ، وَالرَّاحَةِ، وَالْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ إِلَى رِضْوَانِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ “


Telah memberi tahu kami Abu Ali ar-Rudbari, telah memberi tahu kami Abu Taher Al-Muhammad al-Abadi, telah memberi tahu kami Abbas ad-Daury, telah memberi tahu kami Yunus bin Mohammed al-Muaddib, telah memberi tahu kami Shaleh Al Murri, dari Sa’eed al-Jurairiy, dari Abu Usman an-Nahdi, berkata:

Salman menulis surat kepada Abu ad-Dardaa: “ Wahai saudaraku, biarlah rumahmu menjadi masjid, karena aku mendengar Rasulullah, SAW bersabda:

“ Masjid adalah rumah bagi setiap orang yang bertakwa, dan sungguh Allah Azza wa Jalla telah menjamin orang-orang yang masjid-masjid itu sebagai rumahnya, dipenuhi dengan rasa semangat dan kenyamanan, dan sebagai jalan melintas menuju keridhaan Allah Azza wa Jalla“.

KESIMPULANNYA:


Semua hadits yg menyatakan bahwa masjid itu sebagai tempat berlindung dari wabah dan penyakait, derajatnya Munkar dan tidak bisa dipakai Hujjah.

Yang benar masjid itu seperti yang Allah SWT firman dalam surat at-Taubah Ayat 17-18:

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ


“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka “

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ


“Sesunnguhanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. ( QS. At-Taubah ayat 17 & 18 ).

Dan dalam surat an-Nuur Allah SWT berfirman:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ


“ Di dalam masjid-masjid, Allah telah memerintahakan agar dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, serta bertasbih untuk-Nya, pada waktu pagi dan waktu petang “. ( QS. An-Nuur: 36 ).



Posting Komentar

0 Komentar