Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KEWAJIBAN & KEUTAMAAN RIBATH FI SABILILLAH. ((Mengawasi Pergerakan & Konspirasi Musuh Umat Islam Serta Melindunginya Dari Serangan Tiba-Tiba))

فَضْلُ الرِّبَاطِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

KEUTAMAAN RIBATH FI SABILILLAAH

BERJAGA-JAGA DIPERBATASAN NEGERI MUSUH

((Mengawasi Pergerakan Dan Konspirasi Musuh Umat Islam. 

Juga Melindungi Mereka Dari Serangan Musuh Yang Datang Tiba-Tiba. 

Serta Mewaspadai Para Penyusup Yang Berpura-Pura Islam Dan Mara Bahaya Yang Datang Tak Terduga)).

---

FARDHU KIFAYAH HUKUM-NYA 

*****

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====

====

DAFTAR ISI :

  1. APA ITU RIBATH
  2. ARTI DAN MAKNA ASAL RIBAATH
  3. HUKUM RIBATH FII SABILILLAH. (Fardhu Kifayah)
  4. GAMBARAN SINGKAT TENTANG RIBATH FII SABILILLAH
  5. CAKUPAN MAKNA RIBATH JAUH LEBIH LUASA DARI SEKEDAR BERJAGA-JAGA DIPERBATASAN
  6. TUJUAN UTAMA DARI RAIBATH FII SABILILLAH. 
  7. KEUTAMAAN RIBAATH FII SABILILLAAH
  8. RIBAATH ADALAH AMAL IBADAH YANG PALING AFDHOL
  9. SEORANG MUROBITH TIDAK PUTUS PAHALA AMALNYA MESKI DIA TELAH WAFAT
  10. BAGI MURAABITH, KELAK DIA AKAN AMAN DARI KETAKUTAN YANG MAHA DAHSHAT
  11. TERMASUK DARI DUA MATA YANG TIDAK TERSENTUH API NERAKA
  12. PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG RIBAATH
  13. RIBAATH ITU WAKTUNYA BERAPA LAMA ATAU BERAPA HARI ?
  14. TIDAK DI ANJURKAN SESEORANG MENGHABISKAN USIANYA HANYA UNTUK RIBAAT DAN JIHAAD:
  15. HARUS BERIMBANG! DI SAMPING RIBATH DAN JIHAD, JUGA JANGAN LUPA MEMBANGUN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN EKONOMI
  16. KABAR PARA ULAMA SALAF YANG MELAKUKAN RIBAATH:
  17. AMALAN SEMI RIBATH ATAU MENYERUPAINYA
  18. SEBAGIAN HADITS-HADITS PALSU DAN DHAIF TENTANG RIBAATH
  19. ORANG YANG PALING DICINTAI ALLAH ADALAH ORANG YANG PALING BERMANFAAT BAGI UMAT MANUSIA.

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

 الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ:

*****

APA ITU RIBATH ?

======

MAKNA ASAL DARI RIBAATH

Asal makna RIBAATH ( الرباط ) : 

هُوَ الإِقَامَةُ فِي الثُغُور، وَهِيَ الْأَمَاكِنَ التِي يَخَافُ عَلَى أَهْلِهَا مِنْ أَعْدَاءِ الإِسْلَامِ.

Ribaath adalah Tinggal di ats-Tsughuur (الثُّغُوْرُ), yaitu tempat-tempat yang penduduknya dihantui oleh rasa ketakutan terhadap musuh-musuh Islam.

Dan makna al-Muroobith (المرابط) adalah :

هُوَ الْمُقِيمُ فِيهَا، الْمُعِدُّ نَفْسَهُ لِلْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالدِّفَاعِ عَنْ دِينِهِ وَإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِين.

Orang yang tinggal di dalamnya, mempersiapkan diri untuk jihad di jalan Allah dan membela agamanya dan saudara-saudaranya yang Muslim.

(Baca: “مجموع فتاوى ومقالات متنوعة” karya Syeikh bin Baaz 18/81-82).

Ibnu Qutaybah berkata:

وَأَصْلُ الْمُرَابَطَةِ وَالرِّبَاطِ: أَنْ يَرْبِطَ هَؤُلَاءِ خَيُولَهُمْ، وَيَرْبِطَ هَؤُلَاءِ خَيُولَهُمْ فِي الثَغْر. كُلٌّ يُعِدُّ لِصَاحِبِهِ. وَسُمِّيَ الْمَقَامُ بِالثُّغُورِ رِبَاطًا.

Asal makna al-Muroobatahoh dan ar-Ribaath: yaitu mereka menambatkan kuda perang nya. Dan mereka ini menambatkan kuda-kudanya di perbatasan di sekitar celah masuk nya musuh.

Masing-masing dari kuda tsb dipersiapkan untuk pemiliknya.

Dan tinggal di celah perbatasan tempat masuknya musuh itu disebut ribaath.  (Baca: “غريب القرآن” hal. 117 karya Ibnu Qutaibah, tahqiq Ahmad Shaqr).

Asal Makna Ribaath : Penambatan Kuda Perang Di Perbatasan Musuh

Kalau Sekarang : Semisal Penempatan Pesawat Tempur

Abu Mansur Al-Azhari berkata:

وأَصلُ الرِّباط من مُرابَطَةِ الْخَيْل، أَي: ارْتبَاطُهَا بِإِزَاءِ العَدُوّ فِي بَعْضِ الثُّغُوْر

Asal makna kata Ribaath adalah dari kata penambatan kuda perang, yakni: penambatan itu untuk menghadapi musuh di beberapa perbatasan yang menjadi celah masuknya musuh (الثغور). (Baca: “تهذيب اللغة” 13/230)

Ibnu ‘Athiyyah berkata:

وَالْقَوْلُ الصَّحِيحُ هُوَ أَنَّ الرِّبَاطَ هُوَ الْمُلَازَمَةُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَصْلُهَا مِنْ رَبَطِ الْخَيْلِ، ثُمَّ سُمِّيَ كُلُّ مُلَازِمٍ لِثَغْر مِنْ ثُغُورِ الْإِسْلَامِ مُرَابِطًا، فَارِسًا كَانَ أَوْ رَاجِلًا.

“Pendapat yang shahih adalah bahwa ar-Ribaath adalah mulaazamah [berkesinambungan menempatkan dirinya] berjuang di jalan Allah. Asal makna nya dari penambatan kuda perang".

Kemudian setiap orang yang mulaazamah di salah satu perbatasan negeri Islam disebut muraabith, baik berkuda maupun infantri / jalan kaki. (Baca: “المحرر الوجيز” 1/560)

Al-Haafidz Ibnu Hajar berkata:

الرِّبَاطُ هُوَ: مُلَازَمَةُ الْمَكَانِ الَّذِي بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْكُفَّارِ وَحِرَاسَةُ الْمُسْلِمِينَ مِنْهُم.

Ribaath adalah: Mulaazamah (berjaga-jaga secara konstan) pada suatu tempat di posisi antara kaum muslimin dan kaum kafir, dan menjaga kaum muslimin dari mereka. [Baca : Fathul Baari 6/85]

Berjaga-jaga diperbatasan musuh

Muhammad bin Sa'd berkata dalam Thabaqat, halaman 785 nomor 364:

وَفِي غَيْرِ هَذَا الْحَدِيثِ: «وَكَانَ عُرْوَةُ مُرَابِطًا بِبَرَازِ الرَّوْزِ، ‌وَكَانَ ‌لَهُ ‌فِيهَا ‌أَفْرَاسٌ، ‌مِنْهَا ‌فَرَسٌ ‌أُخِذَ ‌بِعِشْرِينَ ‌أَلْفِ ‌دِرْهَمٍ»

Dan dalam hadits lainnya: 'Urwah ( bin al-Ja’ad al-Baariqy radhiyallahu 'anhu) melakukan ribath [tinggal di perbatasan negeri musuh] di Baraz al-Rawz, dan dia memiliki beberapa kuda perang di sana, salah satu kudanya dia beli seharga dua puluh ribu dirham.

[Yakni : 20.000 : 12 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp. 6.375.000.000. Ini jika harga emas murni pergramnya Rp. 900.000. Pada Zaman Nabi  harga 1 dinar setara dengan 12 dirham. Sementara 1 dinar adalah 4,250 gram emas murni].'"

Ada sebagian orang yang mengatakan:

Makna الرِّبَاطُ atau رِبَاطٌ secara istilah ada dua perbedaan makna, tergantung pada penyandaran kata tsb (مضاف ).

Yaitu berbeda antara kata الرِّبَاطُ atau رِبَاطٌ yang disandarkan kepada sesuatu tanpa qorinah dengan yang di-sertai qarinah yang memastikan pada amalan tertentu.

Sebagai contoh bentuk penyandaran tanpa Qoriinah adalah (رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ)

Adapun contoh bentuk yang disertai dengan qarinah adalah (رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ).

Makna الرِّبَاطُ pada kedua-keduanya memang sama, yaitu:

(مُلاَزَمَةُ ثَغْر مِنَ الثُّغُوْرِ حِمَايَةً لَهُ) 

(Mulazamah / berjaga-jaga secara konstan di gerbang masuk di perbatasan antar negara kaum muslimin dan negara musuh kaum muslimin sebagai bentuk penjagaan bagi kaum muslimin).

Namun ada perbedaan kondisi. Perbedaannya adalah:

Bentuk penyandaran (رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ) dilakukan sepanjang waktu tidak harus dalam dalam kondisi perang.

Sedangkan (رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ) khusus dilakukan dalam kondisi perang (jihad) sebab qarinah فِي سَبِيلِ اللَّهِ hanya menunjukkan satu keadaan yakni kondisi perang. Wallaahu a’lam.

Kedua bentuk tersebut banyak diungkap dalam se-jumlah pernyataan Rasulullah .

=====

HUKUM RIBATH FII SABILILLAH

Hukum ribath fii Sabilillah adalah Fardhu Kifayah.

DR. Hamud bin Muhsin Ad-Da'ajani - Anggota Dewan Pengajar di Universitas Shaqra. Dia berkata dalam artikelnya (ar-Ribaath Fii Sabilillah) :

وَالرِّبَاطُ مِنْ تَوَابِعِ الْجِهَادِ، وَالْجِهَادُ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَقَدْ يَجِبُ فِي حَالَاتٍ وَعَلَيْهِ فَإِنَّ الرِّبَاطَ فَرْضُ كِفَايَةٍ، إِذَا قَامَ بِهِ الْبَعْضُ الْكَافِي سَقَطَ الْإِثْمُ عَنِ الْبَاقِينَ، وَإِلَّا أَثِمَ الْجَمِيعُ،

وَمِنْ فَوَائِدِ الرِّبَاطِ الْحِفَاظُ عَلَى أَرْضِ الْمُسْلِمِينَ وَدِمَائِهِمْ وَحُرُمَاتِهِمْ، وَإِشْعَارُ الْعَدُوِّ بِالِاسْتِعْدَادِ لِكُلِّ طَارِئٍ، وَاسْتِعْرَاضٌ لِلْقُوَّةِ مِمَّا يَكُونُ رَادِعًا لِلْعَدُوِّ، وَتَحْقِيقُ الْأَمْنِ وَالطُّمَأْنِينَةِ لِلْمُسْلِمِينَ، عِنْدَمَا يَشْعُرُونَ بِأَنَّ هُنَاكَ مَنْ يُرَابِطُ لِحِمَايَتِهِمْ وَالذَّوْدِ عَنْهُمْ،

وَلَيْسَ لِلرِّبَاطِ مُدَّةٌ مُحَدَّدَةٌ، فَكُلُّ مُدَّةٍ أَقَامَهَا الشَّخْصُ بِنِيَّةِ الرِّبَاطِ، فَهُوَ فِي رِبَاطٍ، قَلَّتْ، أَوْ كَثُرَتْ، وَذَلِكَ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُحَدِّدْ مُدَّةً لِلرِّبَاطِ".

“Dan ribath termasuk bagian dari jihad. Jihad adalah fardhu kifayah yang bisa menjadi wajib dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, ribath juga merupakan fardhu kifayah; jika sudah dilaksanakan oleh sebagian orang yang mencukupi, maka kewajiban itu gugur dari yang lainnya, jika tidak, maka semuanya berdosa.

Manfaat dari ribath antara lain adalah menjaga tanah kaum muslimin, darah mereka, kehormatan mereka, menunjukkan kesiapan menghadapi segala kejadian tak terduga kepada musuh, dan memperlihatkan kekuatan yang dapat menjadi pencegah bagi musuh. Ini juga memberikan keamanan dan ketenangan bagi kaum muslimin ketika mereka merasa ada yang menjaga dan melindungi mereka.

Dan tidak ada batas waktu tertentu untuk ribath; setiap waktu yang dihabiskan seseorang dengan niat ribath, maka dia berada dalam ribath, baik lama maupun sebentar. Hal ini karena Nabi tidak menetapkan waktu tertentu untuk ribath”.

=====

GAMBARAN SINGKAT TENTANG RIBATH FII SABILILLAH

Allah SWT berfirman :

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصابِرُوا وَرابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (200)}.

 “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah melakukan RIBATH (bersiap siaga di perbatasan antara negeri kalian dan negeri musuh). Dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian beruntung”. [QS. Ali Imran : 200]

Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini berkata :

قَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ: أُمِرُوا أَنْ يَصْبِرُوا عَلَى دِينِهِمُ الَّذِي ارْتَضَاهُ اللَّهُ لَهُمْ، وَهُوَ الْإِسْلَامُ، فَلَا يَدْعُوهُ لِسَرَّاءَ وَلَا لضرّاءَ وَلَا لشِدَّة وَلَا لرِخَاء، حَتَّى يَمُوتُوا مُسْلِمِينَ، وَأَنْ يُصَابِرُوا الْأَعْدَاءَ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ دِينَهُمْ. وَكَذَلِكَ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ عُلَمَاءِ السَّلَفِ

Al-Hasan Al-Basri mengatakan : Mereka diperintahkan untuk senantiasa bersabar dalam menjalankan agama mereka yang diridhai oleh Allah, yaitu agama Islam. Janganlah sekali-kali mereka meninggalkannya, baik dalam keadaan suka maupun duka, dan baik dalam keadaan miskin maupun kaya, hingga mereka mati dalam keadaan memeluk agama Islam.

Hendaklah mereka saling bahu membahu dengan penuh kesabaran, teguh dan waspada dalam mengawasi dan menghadapi musuh-musuh yang menyusup ditengah kaum muslimin dengan cara menyembunyikan agama mereka yang sebenarnya . 

Hal yang sama dikatakan pula bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf saja. [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 2/195].

Rosulullah  bersabda :

"رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ"

"Ribaath (berjaga-jaga di perbatasan negeri musuh) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh. Jika dia meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yang pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya dan dia terbebas dari Penguji [pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir]. ( HR. Muslim No. 3537 )

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah - semoga Allah merahmatinya – berkata :

" Abu Hurairah berkata :

لَأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ

“Sungguh aku melakukan ribaath semalaman fii sabiilillah lebih aku cintai daripada shalat di malam Lailatul Qodar di sisi Hajar Aswad“.

Lalu Ibnu Taimiyah berkata :

“Keutamaan-keutamaan Ribaath dan berjaga-jaga fii sabilillah itu banyak sekali, dan lembaran-lembaran kertas ini tidak akan cukup untuk memuatnya“. (Majmu’ al-Fataawaa 18/160 ).

Ribaath di jalan Allah adalah salah satu amal ketaatan yang paling afdhol , dan amal ibadah yang paling mulia yang dengannya Allah menjaga umat Islam dari banyak kejahatan, dan yang dengannya bisa tercapai mashlahat-mashlat yang besar .

Ribaath adalah salah satu amalan yang sangat diperlukan dalam jihad. Dan syariat Islam mendorong untuk melakukannya.

Syeikh bin Baaz rahimahullah berkata :

"الْمُرَابِطُ يُجْرَىٰ لَهُ عَمَلُهُ - ثَوَابُ عَمَلِهِ - وَيُجْرَىٰ لَهُ رِزْقُهُ، وَيُؤْمَنُ فِتَنَ الْقَبْرِ، هَـٰذَا مِنَ النَّعْمِ الْعَظِيمَةِ وَمِنَ الْجَزَاءِ الْعَظِيمِ. وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ: "رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ يَوْمٍ مِّمَّا سَوَاهُ" هَـٰذَا أَيْضًا فَضْلٌ كَبِيرٌ وَعَظِيمٌ فِي حَدِيثِ عُثْمَانَ، وَفِي هَـٰذَا التَّرْغِيبِ وَالتَّحْرِيضِ عَلَى الْمُرَابَطَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَنَّ لِزَوْمَ الثُّغُورِ الَّتِي يُحَمَّىٰ بِهَا ظَهْرُ الْمُسْلِمِينَ وَتُحَمَّىٰ بِهَا بِلَادُهُمْ فِيهِ هَـٰذَا الْفَضْلُ الْعَظِيمُ لِأَنَّ الْعَدُوَّ قَدْ يَنتَهِزُ الْفَرْصَةَ فَيَلْجَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ مِن بَعْضِ الْأَطْرَافِ الْخَالِيَةِ، وَرُبَّمَا أَخَذَ بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ، وَرُبَّمَا قَتَلَ مِنْهُم مَّن يُقَتَّلُ، فَالرِّبَاطُ فِي الثُّغُورِ حِمَايَةٌ لَّهَا مِنَ الْعَدُوِّ وَإِنذَارُ الْمُسْلِمِينَ، لَوْ هَجَمَ الْعَدُوُّ عَلِمَ بِهِ الْمُسْلِمُونَ وَقَابَلُوهُ وَقَاتَلُوهُ، فَالْمُرَابِطُ يُحَمِّي ظَهْرَ الْمُسْلِمِينَ وَيُنذِرُ لَوْ هَجَمَ الْعَدُوُّ وَيُدَافِعُ حَسْبَ طَاقَتِهِ، فَهُوَ عَلَى خَيْرٍ عَظِيمٍ وَفَضْلٍ كَبِيرٍ".

 "Seorang Muroobih [orang yang berjaga-jaga di perbatasan musuh] itu pahala amalnya akan terus mengalir meski telah dia wafat, rezekinya terus mengalir, dan dia akan terhindar dari fitnah kubur . Ini adalah nikmat yang besar dan balasan yang agung. Dan dalam hadis lain dinyatakan :

"رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ يَوْمٍ مِّمَّا سَوَاهُ"

“Satu hari melakukan ribath di jalan Allah lebih baik dari seribu hari dari selainnya”.

Ini juga merupakan keutamaan besar dan agung dalam hadis Utsman.

Dalam hadits ini terdapat targhib dan motivasi untuk ribath di jalan Allah.

Dan dalam bermulazamah [senantiasa tetap] diperbatasan negeri musuh untuk melindungi punggung umat Islam dan melindungi negara mereka, terdapat keutamaan yang besar ; karena jika tidak ada yang melakukannya , maka musuh dapat memanfaatkan peluang untuk menyerang umat Islam dari arah-arah yang kosong dan sepi. Mereka bahkan bisa merampas sebagian harta kekayaan umat Islam atau bahkan membunuh mereka.

Jadi, ribath [berjaga-jaga diperbatasan musuh] ini adalah untuk memberikan perlindungan bagi umat Islam dari musuh dan juga untuk memberi warning [peringatan adanya bahaya] bagi umat Islam.

Dengan adanya murobith, maka jika musuh menyerang, umat Islam bisa  mengetahuinya lebih dini , mereka bisa segera bersiap siaga menghadapinya, dan mereka siap bertempur melawannya.

Seorang Murobith [Orang yang berjaga-jaga diperbatasan musuh] akan selalu berusaha melindungi punggung umat Islam, memberi peringatan jika musuh menyerang, dan membelanya sebisa mungkin. Oleh karena itu, ini adalah kebaikan yang besar dan keutamaan yang agung."

[Syarah Riyadhus Shalihin pada hadis nomor 409, Ta’liq Syeikh Bin Baaz terhadap hadits yang baca oleh Sheikh Muhammad Ilyas].

Intinya : tujuan utama ribath adalah menjaga dan melindungi kaum muslimin dari para musuhnya, terutama musuh-musuh yang datang secara tiba-tiba, baik dari arah yang terduga maupun dari arah yang tidak terduga . Dan juga para musuh yang menyusup ditengah kaum muslimin, berpura-pura Islam padahal bukan .  

=====

CAKUPAN MAKNA RIBATH JAUH LEBIH LUAS DARI SEKEDAR BERJAGA-JAGA DIPERBATASAN :

Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa tujuan utama ribath adalah menjaga dan melindungi kaum muslimin dari para musuhnya, terutama musuh-musuh yang datang secara tiba-tiba, baik dari arah yang terduga maupun dari arah yang tidak terduga . Dan juga para musuh yang menyusup ditengah kaum muslimin, berpura-pura Islam padahal bukan .  

Penulis perhatikan : bahwa sebagian besar para ulama ahli fiqih cenderung membatasi makna ribath pada makna tinggal di perbatasan negeri musuh , baik di darat maupun di laut atau pantaiserta menyiapkan kuda-kuda perang di sana dan menjaganya.

Di sini penulis ingin mencoba menjelaskan bahwa Ribaath itu tidak terbatas hanya pada berjaga-jaga dengan cara tinggal di perbatasan negeri musuh serta menempatkan kuda-kuda perang di sana.

Menurut penulis : cakupan makna ribaath itu jauh lebih luas dari sekedar makna tersebut . Karena di sana ada perbatasan-perbatasan yang jauh lebih berbahaya dari pada perbatasan darat dan pantai, yang semuanya itu memerlukan pengawasan dan perlindungan yang exra ketat dan sesuai dengan porsinya . Oleh karena itu, makna Ribaathh didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut :

"(مُلازَمَةُ ثَغْر فِيهِ خَطَرٌ عَلَى الْمُسْلِمِينَ؛ لِرَدِّ خَطَرٍ مَتَوَقَّعٍ عَنْهُم)"

 'Berjaga-jaga secara konstan di perbatasan musuh yang berpotensi berbahaya bagi umat Islam untuk menghindari potensi ancaman yang tak terduga dan datang tiba-tiba.'

Penulis berikan contoh beberapa perbatasan yang bisa menjadi ancaman lebih serius dalam konteks saat ini, yaitu seperti: 

  • Perbatasan udara, satelit, media informasi, tehnologi IT dan hacker.
  • Begitu juga perbatasan dalam dunia politik dan kekuasaan. 
  • Penjajahan pemikiran, ideologi dan ekonomi. 
  • Serangan senjata biologi melalui penyebaran virus, wabah penyakit dan sejenisnya.
  • Dan yang paling berbahaya adalah Para Penyusup Yang Masuk Dalam Lingkaran Kekuasaan, Politik, Militer Dan Lainnya, Yang Dengannya Mereka Bisa Leluasa Mengandalikan Dan Meruntuhkan Kekuatan Umat Islam. Lalu Secara Perlahan Mereka Terus Barusaha Menggerus Umat Islam. Contohnya seperti Mustafa Kemal Atatürk di Turki, Salah Satu Penyebab Runtuhnya Khilafah Turkey Utsmani. 
  • Begitu Pula para Penyusup non Muslim yang berkedok Ustadz & berKTP Muslim, Mereka Masuk Ke Tengah-Tengah Kaum Muslimin. Mereka ini terdiri dari beberapa Level, yaitu : C1, C2, C3, C4, C5 dan yang tertinggi adalah C6, Penyusup Yang Nampak Kyai banget . Tujuan utamanya adalah sebagai mata-mata, serta menciptakan perpecahan sekaligus memperuncing permusuhan antara sesama umat Islam. Methode Penyusupan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi , sebagaimana dalam al-Quran surat at-Taubah tentang tragedi masjid Dhiror . Yaitu Mesjid Yang di bangun oleh seorang pastur Nasrani yang bernama Abu 'Amir Ar-Rahib dan orang-orang munafiq, di danai oleh kekaisaran Romawi.

Allah SWT berfirman Tentang Masjid Dhiror ini :

﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴾

“Dan (di antara orang-orang yang berpura-pura masuk Islam) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta memata-matai untuk kepentingan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah para pendusta (dalam sumpahnya)”. [QS. At-Taubah : 107]

Perbatasan-perbatasan seperti ini adalah area yang sangat penting untuk dilakukan ribaathh. 

DR. Hamud bin Muhsin Ad-Da'ajani - Anggota Dewan Pengajar di Universitas Shaqra. Dia berkata dalam artikelnya (ar-Ribaath Fii Sabilillah) :

إنَّ الثُّغُورَ الَّتِي يَجِبُ عَلَى الْأُمَّةِ الْمُسْلِمَةِ الرِّبَاطُ فِيهَا لَا تَقْتَصِرُ عَلَى الْحُدُودِ الْجُغْرَافِيَّةِ بَلْ إِنَّ هُنَاكَ ثُغُورًا أُخْرَى لَا تَقِلُّ خُطُورَةً عَنْ الْحُدُودِ الْجُغْرَافِيَّةِ وَمِنْهَا الثُّغُورُ الْفِكْرِيَّةُ فَهِيَ مِنْ أَخْطَرِ الثُّغُورِ الَّتِي تُهَدِّدُ عَقِيدَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِيمَانَهُمْ، بِوَاسِطَةِ شُبُهَاتِ الْإِلْحَادِ وَالطَّعْنِ فِي الثَّوَابِتِ الْإِسْلَامِيَّةِ، وَهَذَا يَقْتَضِي تَرْسِيخَ الْعَقِيدَةِ الصَّحِيحَةِ فِي نُفُوسِ الْمُسْلِمِينَ لَاسِيَّمَا النَّاشِئَةِ حَتَّى يَكُونَ لَدَى الْمُسْلِمِ مَنَاعَةٌ فِكْرِيَّةٌ تُقَابِلُ مَا يَأْتِي بِهِ أَهْلُ الْبَاطِلِ مِنْ شُبُهَاتٍ.

وَمِنْ هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا الثُّغُورُ الصِّحِّيَّةُ فَفِي هَذَا الْعَصْرِ بَدَأَتْ بَعْضُ الْأَمْرَاضِ تُصْنَعُ جَرَاثِيمُهَا فِي الْمُخْتَبَرَاتِ، وَأَصْبَحَتْ وَسِيلَةً هُجُومِيَّةً تُسْتَخْدَمُ ضِدَّ الْعَدُوِّ، وَأَصْبَحَ بِإِمْكَانِ الْعَدُوِّ، نَشْرُ جَرَاثِيمِ أَمْرَاضٍ مُعْدِيَةٍ فِي مَنْطِقَةٍ مَا، بِوَاسِطَةِ الدِّمَاءِ الْمُلَوَّثَةِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ فَيَحْتَاجُ إِلَى رِبَاطٍ عَلَى الْحُدُودِ وَفِي الْمُخْتَبَرَاتِ لِمَنْعِ دُخُولِ الْمُصَابِينَ وَالْأَدَوَاتِ الْمُلَوَّثَةِ بِتِلْكَ الْجَرَاثِيمِ.

وَمِنْ هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا الثُّغُورُ الْإِعْلَامِيَّةُ فَالْإِعْلَامُ وَالْفَضَائِيَّاتُ ثَغْرٌ خَطِيرٌ يَتَسَلَّلُ مِنْهُ الْفَسَادُ وَالِانْحِرَافُ الْفِكْرِيُّ وَالْعَقَائِدِيُّ وَالسُّلُوكِيُّ، فَلَا بُدَّ مِنَ الرِّبَاطِ لِمُرَاقَبَةِ الْقَنَوَاتِ الْفَضَائِيَّةِ، وَالْمَوَاقِعِ الْإِلِكْتِرُونِيَّةِ، وَوَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الِاجْتِمَاعِيِّ لِمَنْعِ الْفَاسِدِ وَالْمُفْسِدِ مِنْهَا، مِنَ الدُّخُولِ إِلَيْنَا قَدْرَ الِاسْتِطَاعَةِ وَإِيجَادِ الْبَدَائِلِ النَّظِيفَةِ وَالْآمِنَةِ.

وَمِنْ هَذِهِ الثُّغُورِ أَيْضًا ثُغُورُ الْبَحْثِ الْعِلْمِيِّ فِي كُلِّ جَوَانِبِ الْمَعْرِفَةِ سَوَاءٌ الشَّرْعِيَّةِ أَوِ الْعَسْكَرِيَّةِ أَوِ الْمَدَنِيَّةِ، فَالْبَاحِثُ الَّذِي يُفَنِّدُ الشُّبُهَاتِ الَّتِي تُثَارُ حَوْلَ الْإِسْلَامِ وَعَقِيدَتِهِ وَشَرِيعَتِهِ، لَهُوَ حَارِسٌ عَلَى ثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْإِسْلَامِ، وَالْبَاحِثُ فِي الْعُلُومِ الْعَسْكَرِيَّةِ الَّذِي يُطَوِّرُ الْأَسْلِحَةَ وَالْخُطَطَ الْعَسْكَرِيَّةَ، لَهُوَ عَلَى ثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْإِسْلَامِ، وَالْخَبِيرُ فِي الْمُخْتَبَرِ الَّذِي يَكْشِفُ الْفَيْرُوسَاتِ الَّتِي تُهَدِّدُ الْمُواطِنِينَ وَيُعْطَى الْمُضَادَّاتِ الْمُنَاسِبَةَ لَهَا لَهُوَ عَلَى ثَغْرٍ عَظِيمٍ أَيْضًا فَكُلُّ عَمَلٍ فِيهِ جَلْبُ مَصْلَحَةٍ لِلْمُسْلِمِينَ، أَوْ دَفْعُ شَرٍّ عَنْهُمْ فِي دِينِهِمْ أَوْ صِحَّتِهِمْ أَوْ سُمْعَتِهِمْ أَوْ ثَرَوَاتِهِمْ، يُعْتَبَرُ جِهَادًا وَرِبَاطًا فِي سَبِيلِ اللهِ، وَصَاحِبُهُ الْمُحْتَسِبُ عَيْنٌ سَاهِرَةٌ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللهِ.

Adapun tsuguur (perbatasan-perbatasan) yang wajib dijaga oleh umat Islam tidak hanya terbatas pada perbatasan geografis, tetapi ada juga perbatasan lain yang tidak kalah penting dari perbatasan geografis, seperti perbatasan pemikiran.

Perbatasan ini merupakan salah satu yang paling berbahaya karena mengancam akidah dan iman kaum muslimin melalui syubhat ateisme dan serangan terhadap dasar-dasar Islam. Oleh karena itu, perlu untuk menanamkan akidah yang benar dalam jiwa kaum muslimin, terutama generasi muda, sehingga mereka memiliki kekebalan pemikiran untuk menghadapi syubhat yang datang dari para pengikut kebatilan.

Tsuguur (perbatasan) kesehatan dan penyebaran wabah, virus dan penyakit :

Dan di antara tsuguur (perbatasan-perbatasan) yang wajib dijaga, juga terdapat perbatasan kesehatan. Di era ini, beberapa penyakit mulai diciptakan kuman-kumannya di laboratorium dan menjadi alat serangan yang digunakan terhadap musuh. Musuh dapat menyebarkan kuman penyakit menular di suatu wilayah melalui darah yang terkontaminasi atau cara lainnya. Oleh karena itu, diperlukan penjagaan di perbatasan dan di laboratorium untuk mencegah masuknya orang yang terinfeksi dan alat-alat yang terkontaminasi dengan kuman-kuman tersebut.

Tsuguur (perbatasan) berbagai macam Media :

Di antara perbatasan lainnya juga terdapat perbatasan media. Media dan saluran televisi adalah perbatasan yang berbahaya karena melalui mereka bisa merembes kerusakan dan penyimpangan pemikiran, akidah, dan perilaku. Maka dari itu, diperlukan penjagaan untuk memantau saluran televisi, situs web, dan media sosial guna mencegah masuknya konten dan orang-orang yang merusak sejauh mungkin serta menyediakan alternatif yang bersih dan aman.

Tsuguur (perbatasan) Penelitian & riset Ilmiah :

Selain itu, ada juga perbatasan penelitian ilmiah di berbagai bidang pengetahuan, baik syariah, militer, maupun sipil. Peneliti yang mengkaji dan menangkis keraguan yang diajukan terhadap Islam, akidah, dan syariatnya adalah penjaga di salah satu (perbatasan yang harus di jaga) dalam Islam.

Peneliti dalam ilmu militer yang mengembangkan senjata dan strategi militer juga berada di salah satu tsugur (perbatasan yang harus di jaga) dalam Islam. Ahli laboratorium yang mengidentifikasi virus yang mengancam masyarakat dan memberikan penangkal yang sesuai juga berada di perbatasan yang sangat penting.

Setiap pekerjaan yang mendatangkan manfaat bagi kaum muslimin, atau mencegah keburukan dari mereka dalam hal agama, kesehatan, reputasi, atau kekayaan mereka, dianggap sebagai jihad dan penjagaan di jalan Allah. Dan orang yang melakukannya dengan niat yang tulus , maka ia adalah mata yang waspada untuk menjaga di jalan Allah".

=====

TUJUAN UTAMA DARI RIBATH FII SABILILLAH :

Ada tiga tujuan dalam menjaganya , yaitu sbb :

١. الحِفَاظُ عَلَى مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ وَمَكْتَسِبَاتِهِمْ فِي الْحَاضِرِ وَالْمُسْتَقْبَلِ.

٠٢ إِعْطَاءُ دَفْعٍ رُوحِيّ؛ لِتَفْعِيلِ الْعَمَلِ الدُّنْيَوِيّ.

٠٣ جَعَلُ كُلِّ الْمُسْلِمِينَ يَنْهَضُونَ بِمَسْؤُولِيَّةِ الْحِفَاظِ عَلَى مَصَالِحِ الْأُمَّة.

1. Menjaga kemaslahatan dan progres pencapaian tujuan umat Islam di masa sekarang dan masa depan.

2. Memberikan dorongan spiritual untuk mengaktifkan aktivitas duniawi .

3. Mendorong semua umat Islam untuk berpartisipasi dalam menjaga kemaslahatan umat."

POINT-POINT LAIN YANG BERKENAN DENGAN MANFAAT RIBATH ADALAH SBB:   

1. Ribaath adalah jenis jihad dan persiapan terus-menerus untuk mendeteksi dan menghadapi ancaman.

2. Ribaath harus ada di setiap tempat yang membahayakan umat Islam, baik dalam jangka waktu dekat maupun jauh. 

3. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang Muslim dengan niat menjaga kemaslahatan umat Islam adalah dianggap sebagai ribaath.

4. Ketika seorang Muslim memandang pekerjaan sehari-harinya itu dapat memberikan kemaslahatan umum bagi umat Islam, dan ia melakukannya semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah. Dan ternyata apa yang dia lakukan itu benar-benar menciptakan keamanan dan kenyaman bagi umat, sesuai dengan yang diinginkan ; maka dia akan mendapat pahala ribaath.

CONTOH RIBATH TERKINI DI ABAD MODERN:

Salah satu Contoh Ribath [jaga perbatasan] Terkini di Abad Modern adalah ribath perbatasan udara yang dilakukan oleh negara-negara non muslim sekarang . Dan tentunya negara Islam dan umat Islam harus bisa lebih hebat dari mereka yang non Islam .

Tiongkok Kerahkan Jet Tempur Pantau Pesawat Mata-mata Amerika

Oleh: Mandra Editor: Rini Hairani 17 Apr 2024


KBRN, Beijing: Tiongkok mengerahkan jet tempur untuk memantau aktivitas serta memperingatkan pesawat mata-mata Amerika Serikat (AS). Ini yang terbang di Selat Taiwan, Rabu (17/4/2024). 

Pesawat pengintai sekaligus patroli Angkatan Laut (AL), P-8A Poseidon, tersebut melintas di perairan Selat Taiwan. Beberapa jam setelah menteri pertahanan (menhan) dari kedua negara berbicara melalui telepon.

"Dengan beroperasi di Selat Taiwan sesuai dengan hukum internasional. Amerika Serikat menjunjung tinggi hak navigasi dan kebebasan semua negara," tulis pernyataan Angkatan Laut AS seperti dilansir Reuters, Rabu (17/4/2024). 

Disebutkan kehadiran pesawatnya di Selat Taiwan merupakan bentuk komitmen Amerika Serikat. Terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. 

Sementara itu militer Tiongkok menyebut penerbangan pesawat patroli AS itu sebagai bentuk mencari sensasi publik. Pihaknya mengirim jet tempur untuk memantau, memperingatkan, dan menanganinya sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

"Pasukan di teater selalu waspada dan akan dengan tegas membela kedaulatan, keamanan nasional. Serta perdamaian dan stabilitas kawasan," bunyi pernyataan Komando Armada Timur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), dikutip dari Reuters.

Sebelumnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) Taiwan menyatakan pesawat Amerika terbang ke selatan melalui selat. Militer Taiwan terus memantau situasi, namun tidak melihat adanya kondisi khusus.

AS terakhir kali mengerahkan pesawat mata-mata P-8A Poseidon ke Selat Taiwan pada Desember 2023. Saat itu Tiongkok juga merespons dengan mengerahkan jet tempur.

[https://www.rri.co.id/internasional/640183/tiongkok-kerahkan-jet-tempur-pantau-pesawat-mata-mata-amerika]

*****

KEUTAMAAN RIBAATH FII SABILILLAAH

Ada banyak nash dari Al-Qur'an dan Sunnah yang menunjukkan keutamaan ribaath di jalan Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu / muroobathah) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran: 200).

Sebagian Ahli Tafsir mengatakan:

Al-Muraabathoh di sini adalah: Penempatan Mujahidin di hadapan musuh, menjaga perbatasan-perbatasan Islam dan menjaganya dari masuknya musuh ke dalam wilayah negeri-negeri kaum Muslimiin. 

(Baca “المصباح المنير في تهذيب تفسير ابن كثير ” hal. 269)

Al-Imam ath-Thobari berkata:

قَوْلُهُ : {وَرَابِطُوا} مَعْنَاهُ: وَرَابِطُوا أَعْدَاءَكُم وَأَعْدَاءَ دِينِكُم مِنْ أَهْلِ الشِّرْكِ، فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Firmannya { dan muroobathah lah kalin } artinya: dan waspadalah dan bersiap siagalah kalian untuk menghadapi musuh-musuh kalian dan musuh-musuh agama kalian dari kalangan orang-orang musyrik, fii sabiilillaah. 

(Baca: “تفسير الطبري” 7/508 karya ath-Thabari, tahqiq Syakiir.

=====

RIBAATH ADALAH AMAL IBADAH YANG PALING AFDHOL

Dari Sahal bin Sa'ad As-Sa'idiy RA bahwa Rasulullah  bersabda:

رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا وَالرَّوْحَةُ يَرُوحُهَا الْعَبْدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

"Ribath (bersiap siaga di perbatasan negeri musuh ) satu hari di jalan Allah lebih baik dari dunia dan apa saja yang ada diatasnya . 

Dan tempat cambuk seorang dari kalian di surga, lebih baik dari pada dunia dan apa saja yang ada diatasnya .

Dan berangkat pada awal hari (pagi) atau berangkat pada akhir hari (siang) untuk berperang di jalan Allah lebih baik dari pada dunia dan apa saja yang ada diatasnya ". (HR. Bukhori no. 2678 dan Muslim no. 3492)

Imam Muslim meriwayatkan dalam Sahihnya dari Salman al-Faarisi: Nabi  bersabda:

"رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ"

"Ribaath (berjaga-jaga di perbatasan) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh, jika dia meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yang pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya dan terbebas dari penguji [pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir]. (HR. Muslim No. 3537)

Dan dalam kitab-kitab Sunan dari Abu Shalih mantan budak Utsman bin Affaan, ia berkata;

سَمِعْتُ عُثْمَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي كُنْتُ كَتَمْتُكُمْ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَرَاهِيَةَ تَفَرُّقِكُمْ عَنِّي ثُمَّ بَدَا لِي أَنْ أُحَدِّثَكُمُوهُ لِيَخْتَارَ امْرُؤٌ لِنَفْسِهِ مَا بَدَا لَهُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ الْمَنَازِلِ

Aku mendengar Utsman RA berkata di atas mimbar ;

"Sesungguhnya aku pernah menyembunyikan satu hadits dari kalian yang aku dengar dari Rasulullah , sebab aku tidak ingin kalian memisahkan diri dariku. Nampaknya sekarang aku ingin menceritakannya kepada kalian, supaya seseorang memilih untuk dirinya atas sesuatu yang ia inginkan. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah  bersabda:

"Ribaath sehari fii sabilillah lebih baik daripada seribu hari dirumah-rumah.

Lihat: Musnad Imam Ahmad cet. al-Risalah no. (470) dan Sunan al-Tirmidzi no. (1667) dan Sunan al-Nasa'i no. (3169) melalui Abu Shalih Maula Utsman dari Utsman dengan lafadz diatas.

Dan tentang Abu Salih, maka Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan tentang dia di dlm kitab“al-Taqriib “: “مقبول / dapat diterima “. yaitu: ketika ada mutaaba’ah. akan tetapi saya tidak menemukan mutaaba’ah bagi dia dalam hadits ini.

Hadits ini di shahihkan sanadnya oleh Ahmad Syaakir dlm Tahqiq Musnad Ahmad 2/15.

Dalam lafadz lain:

Dari Abu Shalih mantan budak Utsman, bahwa dia bercerita kepadanya, dia berkata; aku mendengar Utsman berkata ketika berada di Mina;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ فَلْيُرَابِطْ امْرُؤٌ كَيْفَ شَاءَ هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ

"Wahai orang-orang, sesungguhnya aku hendak menceritakan kepada kalian suatu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah , bahwa beliau bersabda:

"Ribath sehari di jalan Allah, adalah lebih utama dari seribu hari yang lain, maka hendaknya setiap orang melakukan ribath menurut yang dia kehendaki, apakah saya telah menyampaikan?"

Para sahabat menjawab; "Ya". Beliau berkata: "Ya Allah saksikanlah." (HR. Ahmad no. 415)

Dan masih dari Utsman bin Affaan RA, bahwa Nabi  bersabda:

حَرَسُ ليلةٍ في سبيلِ اللهِ ؛ أفضلُ من ألفِ ليلةٍ ؛ يُقامُ ليلُها ، ويصامُ نهارُها

“ Berjaga (diperbatasan) pada malam hari fii sabilillah; lebih baik dari seribu malam ; sambil sholat di malam harinya dan puasa dia siang harinya “. (HR. Thabrani, al-Hakim dan Baihaqi. Lihat “فيض القدير” karya al-Munaawii 3/379 no. 3697 dan تحفة الأحوذي 5/220).

Syeikh Bin Baaz berkata:

رَوَاهُ الْحَاكِمُ، وَقَالَ: صَحِيحُ الْإِسْنَادِ. وَالْأَحَادِيثُ فِي هَذَا الْمَعْنَى كَثِيرَةٌ

“ Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dan berkata: “ Shahih Sanadnya “. Dan hadits-hadits semakna dengan ini banyak “.

(Baca “مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز” 2/430).

Akan tetapi Syeikh al-Albaani berkata:

"قُلْتُ: وَلَيْسَ كَمَا قَالَ، لِأَنَّ فِيهِ مُصْعَبًا، وَهُوَ ابْنُ ثَابِتِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، وَمُصْعَبُ ضَعَّفَهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ، ثُمَّ هُوَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ جَدِّهِ ابْنِ الزُّبَيْرِ."

Aku berkata: Tidak seperti yang dia katakan, karena ada Mush’ab di dalamnya, dan dia adalah putra Tsabit bin Abdullah bin Al-Zubair, dan Mush’ab ini dilemahkan oleh Ahmad dan yang lainnya, kemudian dia tidak mendengar langsung hadits dari kakeknya Ibnu Al- Zubair. 

(Lihat: “ضعيف الترغيب” no. 778)

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah - semoga Allah merahmatinya – ditanya:

Tentang bertempat tinggal di Makkah, Baitul Maqdis dan Madinah al-Munawwarah dengan niat beribadah dan fokus hanya untuk Allah SWT dan tentang tinggal di daerah Dimyath, Alexandria dan Tripoli dengan niat Ribaath:

Manakah di antara semua itu yang paling Afdhal?

Beliau menjawab:

الْحَمْدُ لِلَّهِ، بَلْ الْمُقَامُ فِي ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ كَالثُّغُورِ الشَّامِيَّةِ وَالْمِصْرِيَّةِ أَفْضَلُ مِنْ الْمُجَاوَرَةِ فِي الْمَسَاجِدِ الثَّلَاثَةِ وَمَا أَعْلَمُ فِي هَذَا نِزَاعًا بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ. وَقَدْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّ الرُّبُطَ مِنْ جِنْسِ الْجِهَادِ وَالْمُجَاوَرَةُ غَايَتُهَا أَنْ تَكُونَ مِنْ جِنْسِ الْحَجِّ؛

كَمَا قَالَ تَعَالَى: {أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ}.

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ {سُئِلَ: أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ: قَالَ: إيمَانٌ بِاَللَّهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ جِهَادٌ فِي سَبِيلِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ حَجٌّ مَبْرُورٌ}.

وَقَدْ رُوِيَ: " {غَزْوَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِينَ حَجَّةً} "

وَقَدْ رَوَى مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: " {رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَمَنْ مَاتَ مُرَابِطًا مَاتَ مُجَاهِدًا وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ}.

وَفِي السُّنَنِ عَنْ عُثْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: " {رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ الْمَنَازِلِ} ": وَهَذَا قَالَهُ عُثْمَانُ عَلَى مِنْبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَذَكَرَ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ ذَلِكَ تَبْلِيغًا لِلسُّنَّةِ.

وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: لَأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ.

وَفَضَائِلُ الرِّبَاطِ وَالْحَرْسِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرَةٌ لَا تَسَعُهَا هَذِهِ الْوَرَقَةُ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.

"Segala puji bagi Allah. Sebaliknya, berdiri di tsuguur ( perbatasan negeri muslim dengan negeri kafir) , seperti perbatasan Suriah dan Mesir, lebih baik daripada timggal dekat tiga masjid (Mesjid al-Haram, Mesjid Nabawi dan Baitul Maqdis).

Dan saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara orang-orang yang berilmu, dan lebih dari satu imam yang menyatakan hal itu.

Karena Ribaath itu termasuk jenis jihad, dan sementara tinggal dekat tiga mesjid itu puncak-puncaknya adalah sejenis dengan ibadah haji. Allah SWT berfirman:

{أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ} .

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan memakmurkan Masjidil haram kalian samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”. (QS. At-Taubah: 19).

Dan dlm ash-Shahihain (Bukhori dan Muslim) dari Abu Hurairah RA:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ: إِيمانٌ بِاللهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ: ثُمَّ ماذا قَالَ: الْجِهادُ في سَبيلِ اللهِ قِيلَ: ثُمَّ ماذا قَالَ: حَجٌّ مَبْرورٌ

Bahwa Rasulullah  pernah ditanya: Apakah amal yang utama?

Jawab Nabi .: Iman kepada Allah dan Rasulullah.

Lalu ditanya: Kemudian apakah?

Jawabnya: Jihad fisabilillah.

Lalu Ditanya: Kemudian apakah?

Jawab Nabi .: Haji yang mabrur. (Bukhari no. 1519 danMuslim no. 83).

Dan diriwayatkan: "Pertempuran di jalan Allah lebih baik dari tujuh puluh haji."

Imam Muslim meriwayatkan dalam Sahihnya dari Salman al-Faarisi: Nabi  bersabda:

"رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ"

"Ribaath (berjaga-jaga di perbatasan) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh, jika dia meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yang pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya dan terbebas dari fitnah. (HR. Muslim No. 3537)

Dan dalam kitab-kitab Sunan dariUtsman bin Affaan RA dari Nabi  bersabda ;

رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ يَوْمٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ الْمَنَازِلِ

"Ribaath sehari di jalan Allah lebih baik daripada seribu hari ditempat lain.

Lalu Ibnu Taimiyah berkata: “ Ini adalah apa yang Utsman katakan di mimbar Rasulullah , dan dia menyebutkan bahwa dia telah mengatakannya kepada mereka sebagai bentuk penyampaian Sunnah.

Dan Abu Hurairah berkata:

لَأَنْ أُرَابِطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ

“Sungguh aku muroobith semalaman fii sabiilillah lebih aku cintai daripada shalat di malam Lailatul Qodar di sisi Hajar Aswad “.

Lalu Ibnu Taimiyah berkata:

“ Keutamaan-keutamaan ribaath dan berjaga-jaga fii sabilillah itu banyak sekali, dan lembaran kertas ini tidak akan cukup untuk memuatnya “.

(SELESAI. Baca Majmu’ al-Fataawaa oleh Ibnu Taimiyah 18/160. Tahqiq dan takhrij ‘Aamir al-Jazzaar & Anwar al-Baaz).

Dan beliau Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya pula:

هَلْ الْأَفْضَلُ الْمُجَاوَرَةُ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ مَكَّةَ أَمْ بِمَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَوْ بِمَسْجِدِ الْأَقْصَى؟ أَوْ بِثَغْر مِنَ الثُّغُورِ لِأَجْلِ الْغَزْوِ؟

Apakah yang terbaik tinggal di dekat di mesjidil haram Mekah atau masjid Nabawi? Atau Masjid Al-Aqsha? Atau tinggal di salah satu perbatasan dalam kondisi siap tempur ?

 

Beliau, semoga Allah merahmatinya, menjawab:

"المُرَابَطَةُ بالثُّغُورِ أَفْضَلُ مِن المُجَاوَرَةِ فِي المَسَاجِدِ الثَّلَاثَةِ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ آئِمَةُ الإِسْلَامِ عَامَّةً، وَقَالَ أَيْضًا: مَا أَعْلَمُ فِي ذَلِكَ خِلَافًا بَيْنَ العُلَمَاءِ (مَجْمُوعُ الفَتَاوَى (24/ 27).)

“Murobathah di perbatasan musuh lebih baik daripada tinggal dekat tiga masjid, seperti yang dinyatakan oleh para imam Islam pada umumnya.”

Beliau juga berkata: Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara para ulama. (Baca: Majmu’ al-Fataawaa 24/27)

Beliau juga berkata:

"وَلَيْسَتْ هَذِهِ المَسْأَلَةُ عِنْدَ مَن يَعْرِفُ دِينَ الإِسْلامِ، وَلَكِن لِكَثْرَةِ ظُهُورِ البِدَعِ فِي العِبَادَاتِ وَفَسَادِ فِي الأَعْمَالِ صَارَ يُخْفَى مِثْلُ هَذِهِ المَسْأَلَةِ عَن كَثِيرٍ مِنَ النَّاسِ، فَالثُّغُورُ هِيَ البِلَادُ الْمُتَاخِمَةُ لِلعَدُوِ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَأَهْلِ الكِتَابِ، الَّتِي يُخِيفُ العَدُوُ أَهْلَهَا، وَيُخِيفُ أَهْلَهَا العَدُوُ ".

Masalah ini bukan masalah yang tidak ketahui oleh mereka yang mengenal agama Islam, akan tetapi karena banyaknya muncul bid'ah dalam ibadah dan kerusakan dalam mu’amalah, maka masalah ribaath ini menjadi tersembunyi dan menghilang dari perhatian banyak orang.

Perbatasan (الثَغْر) itu adalah wilayah-wilayah perbatasan yang bertetanggaan antara kaum muslimin dengan musuhnya, yaitu orang-orang musyrik atau Ahli Kitab, yang mana masing-masing dari mereka saling menakut-nakuti. (Baca: Majmu’ al-Fataawaa 28/418)

Beliau juga berkata:

 وَالمُرَابِطَةُ بِهَا أَفْضَلُ مِن المُجَاوَرَةِ بِالحَرَمَيْنِ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ، كَيْفَ وَالمُرَابِطَةُ بِهَا - أَيْ فِي ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ - فَرْضٌ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، إِمَا عَلَى الْأَعْيَانِ، وَإِمَا عَلَى الْكِفَايَةِ، وَأَمَّا المُجَاوَرَةُ فَلَيْسَتْ وَاجِبَةً عَلَى الْمُسْلِمِين. (مَجْمُوعُ الفَتَاوَى (24/ 27))"

Maka melakukan ribath (tinggal bersama mereka) lebih baik daripada tinggal dekat dua tanah Makkah dan Madinah berdasarkan kesepakatan pendapat umat Islam.

Bagaimana? Karena melakukan ribath di dialamnya - yaitu, tinngal di perbatasan kaum muslimin - adalah fardlu / wajib atas kaum muslimin, baik itu fardlu ‘Ain maupun Fardlu Kifayah, dan adapun tinggal dekat mesjid al-Haram dan Mesjid Nabawi itu tidak wajib atas kaum muslimin. (Baca: Majmu’ al-Fataawaa 24/27)

=====

SEORANG MUROBITH TIDAK PUTUS PAHALA AMALNYA MESKI DIA TELAH WAFAT

Hadits ke 1:

Dari Salman RA, dia berkata, bahwa Rasulullah  bersabda:

"رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ

"Ribath (berjaga-jaga di perbatasan) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh, jika dia meninggal maka amalannya senantiasa mengalir sebagaimana yang pernah dia amalkan, mengalir pula rizkinya dan terbebas dari fitnah. (HR. Muslim No. 3537).

Hadits ke 2:

Dari Fadhalah bin 'Ubaid RA, bahwa Rasulullah  bersabda:

"كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الْمُرَابِطَ، فَإِنَّهُ يَنْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ الْقَبْر"

"Setiap orang yang meninggal ditutup amalannya kecuali Muroobith (orang yang berjaga-jaga di perbatasan untuk melindungi kaum muslimin), sesungguhnya amalannya akan terus berkembang hingga Hari Kiamat, dan diberi keamanan dari para Malaikat yang memberikan ujian di Kubur (Yakni: Munkar & Nakir)." (HR. Abu Daud no. 2139 dan Turmudzi no. 1621. Abu Isa Turmudzi berkata: Hadits Hasan Shahih).

Al-Qurthubi berkata:

"وَفِي هَذَيْنِ الْحَدِيثَيْنِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الرِّبَاطَ أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ الَّتِي يَبْقَى ثَوَابُهَا بَعْدَ الْمَوْتِ كَمَا جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: "إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ". 

"فَإِنَّ الصَّدَقَةَ الْجَارِيَةَ، وَالْعِلْمَ الْمُنْتَفَعِ بِهِ، وَالْوَلَدَ الصَّالِحَ الَّذِي يَدْعُو لِأَبَوَيْهِ؛ يَنْقَطِعُ ذَلِكَ بِنَفَادِ الصَّدَقَاتِ، وَذُهَابِ الْعِلْمِ، وَمَوْتِ الْوَلَدِ، وَالرِّبَاطُ يُضَاعِفُ أَجْرَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؛ لِأَنَّهُ لَا مَعْنَى لِلنَّمَاءِ إِلَّا الْمُضَاعَفَةِ وَهِيَ غَيْرُ مَوْقُوفَةٍ عَلَى سَبَبٍ فَتَنْقَطِعُ بِانْقِطَاعِهِ، بَلْ هِيَ فَضْلٌ دَائِمٌ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَذَا لِأَنَّ أَعْمَالَ الْبِرِّ كُلَّهَا لَا يُتَمَكِّنُ مِنْهَا إِلَّا بِالسَّلَامَةِ مِنَ الْعَدُوِّ وَالتَّحْرُزِ مِنْهُ بِحِرَاسَةِ بَيْضَةِ الدِّينِ، وَإِقَامَةِ شُعَائِرِ الْإِسْلَامِ، وَهَذَا الْعَمَلُ الَّذِي يَجْرِي عَلَيْهِ ثَوَابُهُ هُوَ مَا كَانَ يَعْمَلُهُ مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ."

“Dan di dalam kedua hadits ini terdapat dalil bahwa ribat adalah amalan yang paling afdhol yang pahalanya tetap mengalir setelah kematian, sebagaimana disebutkan dalam Sahih Muslim no. 3084 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi bersabda :

"إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ".

Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya."

Sodaqoh jaariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya; ini semua akan terputus dengan habisnya sedekah, hilangnya ilmu, dan kematian anak.

Kalau ribaath dilipatgandakan pahalanya sampai hari kiamat; karena kata tumbuh berkembang (النمو) tidak ada makna lain selain makna dilipat gandakan. Dan tumbuh berkembang pahalanya itu tidak bergantung pada suatu sebab yang jika sebab itu terputus maka terputus pula pahalanya, tidaklah begitu bahkan itu adalah karunia permanen yang terus mengalir dari Allah Ta’aala sampai Hari Kiamat.

Dan hal ini karena semua amal kebajikan (umat Islam) tidak dapat dicapai kecuali dengan kondisi aman dari musuh dan terjaga darinya dengan penjagaan perisai agama dan tegaknya syiar-syiar Islam.

Dan amalan yang pahalanya mengalir ini adalah amalan yang dia kerjakan dari amal-amal saleh “. (تفسير القرطبي 5/5489).

Hadits ke 3:

Dari Abu Umamah Al-Bahili, dari Rasulullah , bahwa beliau bersabda:

"أَرْبَعَةٌ تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ مُرَابِطٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا أُجْرِيَ لَهُ مِثْلُ مَا عَمِلَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَجْرُهَا لَهُ مَا جَرَتْ وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا فَهُوَ يَدْعُو لَهُ ".

Ada empat orang yang pasti mengalir pahala mereka kepada mereka setelah kematian:

Muraabith fii sabiilillah (Penjaga fi sabiilillahdi perbatasan negara musuh)

Dan siapa saja yang melakukan suatu perbuatan pasti akan diberi pahala sesuai dengan yang telah dia lakukan

Dan seseorang yang berzakat maka pasti diberikan kepadanya pahala zakat itu sesuai dengan yang telah dia lakukan

Dan seseorang yang meninggal-kan anak shalih lalu si anak mendo’akannya

(HR. Ahmad (22247), kata-katanya adalah miliknya, dan Al-Bazzar seperti dalam “Majma' Al-Zawa'id” oleh Al-Haythami (1/172), dan Al-Tabarani (8/243) (7831).

Di Shahihkan oleh al-Albaani dlm Shahih at-Targhib no. 114. Dan Shahih lighorihi oleh Syu’aib al-Arnauth dlm “تخريج المسند” no. 22274.

=====

BAGI MURAABITH, KELAK DIA AKAN AMAN DARI KETAKUTAN YANG MAHA DAHSHAT

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rosulullah  bersabda:

"مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا، وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ، وَأُومِنَ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ، وَغُدِيَ عَلَيْهِ وَرِيحَ بِرِزْقِهِ مِنَ الْجَنَّةِوَكُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُرَابِطِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".

Barang siapa yang mati dalam keadaan murobith, maka dia dihindarkan dari fitnah qubur dan akan diamankan dari ketakutan yang maha dahsyat (di hari kiama)dan dia akan diberi makan serta dialirkan kepadanya rizqinya dari syurga dan dituliskan baginya pahala murobith hingga hari qiyamah“.  (HR. Ahmad 15/137 no. 9244. Hadits Shahih.) Para pen tahqiq nya mengatakan: “حديث صحيح بطرقه وشواهده “.

=====

TERMASUK DARI DUA MATA YANG TIDAK TERSENTUH API NERAKA

Dari Ibnu Abbaas RA bahwa Rosulullah  bersabda:

"عَينانِ لا تمسُّهما النَّارُ: عينٌ بَكَت من خشيةِ اللَّهِ، وعَينٌ باتت تحرُسُ في سبيلِ اللَّهِ".

Dua Mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka:

1. Mata yang menangis karena takut kepada Allah

2. Dan mata yang semalam suntuk berjaga fii sabilillah.

(HR. Turmudzi no. 1639. Di Hasankan oleh Turmudzi dan di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam “صحيح الجامع الصغير” no. 4113).

******

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG RIBAATH

Pertama:

Dari Buhair bin Sa’ad, dia berkata: Saya mendengar Khalid bin Ma'dan berkata:

«كانوا لا يُفَضِّلُونَ على الرباطِ شيئًا»

"Mereka (para sahabat) tidak ada yang lebih mengutamakan apapun selain daripada ribaath." (Baca: “حلية الأولياء” karya Abu Nu’aim 5/214. Sanadnya Hasan hingga Kholid Bin Ma’dan.) 

Dan Kholid Bin Ma’dan itu Tabi’i yang mulia dari Ahli Syaam. Beliau Berkata:

"أَدْرَكَتْ سَبْعِينَ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".

“Aku telah berjumpa (berguru) pada 70 orang dari para sahabat Nabi  “.

Beliau wafat pada tahnu 103 H atau 104 H. (Baca: “تهذيب الكمال” 8/170).

Kedua:

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

"مَوقِفُ ساعةٍ في سَبيلِ اللهِ خَيرٌ من قِيامِ لَيلَةِ القَدْرِ عند الحَجَرِ الأسْوَدِ".

“Berdiri sesaat fii sabilillah lebih baik daripada shalat pada malam Lailatul Qadar di sisi Hajar Aswad”. 

(HR. Ibn Hibban (4603), al-Bayhaqi dalam "Shu`ab al-Iman" (4286). Dan diriwayatkan pula oleh al-Daylami dalam "Musnad Al-Firdaus" (6524) dengan sedikit perbedaan. Di Shahihkan oleh al-Mundziri dalam “الترغيب والترهيب” 2/222 dan al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 6636. Pen.))

Ketiga:

Dan Sa’id bin Manshuur meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Abu Salem Al-Jisyaani bahwa ia mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Aas berkata:

«كُلُّ عَمَلٍ يَنْقَطِعُ عَنْ صَاحِبِهِ إِذَا مَاتَ، إِلَّا الْمُرَابِط فَإِنَّهُ يَجْرِي عَلَيْهِ الرِّبَاطُ حَتَّى يُبْعَثَ مِنْ قَبْرِهِ»

“Setiap amal akan terputus dari pemiliknya ketika dia meninggal, kecuali muraabith, karena pahala ribaath itu akan terus mengalir atasnya sampai dia dibangkitkan dari kubur “.

(Lihat: Sunan Saeed bin Mansour (2413), dan sanadnya لا بأس به lumayan tidak buruk, dan hal itu disaksikan oleh dua hadits, hadits Salman dan Fadalah seperti yang telah di sebutkan.)

Ada hadits lain dalam Sunan Abi Daud no. (37) yang menyebutkan:

"أَنَّ أَبَا سَالِمِ الْجَيْشَانِيّ كَانَ مُرَابِطًا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرُو فِي أَحَدِ الْحُصُونِ بِمِصْرَ".

“ Bahwa Abu Salem al-Jiasyaani pernah ribaath bersama Abdullah bin Amr di salah satu benteng di Mesir “.

Keempat:

Al-Atsram berkata:

قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلَ: الْخُرُوجُ إِلَى عَبَّادَانَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الِاعْتِكَافِ، وَلَيْسَ يُعَدِّلُ الْجِهَادُ وَالرِّبَاطُ شَيْئًا.

Ahmad bin Hanbal berkata: Pergi ke daerah Abbaadaan (nama wilayah perbatasan dengan musuh Islam) lebih aku cintai daripada i'tikaaf, dan tidak ada amalan apapun yang bisa menyamai jihad dan Ribaath. (Baca: “شرح العمدة” oleh Ibnu Taimiyah, di Bab Puasa 2/845)

Dan Abu Daud berkata:

سَمِعْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلَ يَقُولُ: "لَيْسَ يُعَدِّلُ عِنْدَنَا شَيْءٌ مِنَ الْأَعْمَالِ: الْغُزُو ثُمَّ الرِّبَاطُ".

Saya mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: “Menurut kami Tidak ada amal ibadah yang setara dengan: perang kemudian ribaath.” (Baca: “مسائل الإمام أحمد رواية أبي داود السجستاني” no. 1480)

Abu Dawud juga berkata:

سَمِعْتُ أَحْمَدَ، سُئِلَ: "الْمَقَامُ بِمَكَّةَ أَحَبُّ إِلَيْكَ أَم الرِّبَاطُ؟" قَالَ: "الرِّبَاطُ أَحَبُّ إِلَيَّ".

Saya mendengar Ahmad ditanya: Apakah bermukim di Makkah lebih Anda cintai atau ribaath? Dia berkata: Ribath lebih aku cintai. (Baca: “مسائل الإمام أحمد رواية أبي داود السجستاني” no. 1481)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata:

سَمِعْتُ أَبِي سُئِلَ عَنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ؟ قَالَ: "لَيْسَ أَفْضَلَ مِنَ الْغُزْوِ بَعْدَ حَجَّةِ الْإِسْلَامِ، ثُمَّ الرِّبَاطِ فِي الْمَوْضِعِ الْمَخَوِّفِ".

Saya mendengar ayah saya ditanya tentang amal saleh? Dia berkata: Itu tidak ada amalan yang lebih afdhol daripada bertempur setelah amalan haji Islam, dan kemudian amalan Ribaath di tempat yang ditakuti. (Baca: “مسائل الإمام أحمد رواية ابنه عبد الله” no. 914)

Kelima:

Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi (lahir Tahun 118 H – wafat 181 H) Ulama dan Imam Mujahid dan pakar dalam berbagai ilmu agama dan duniawi, beliau bersyair tentang Ribath:

يا عابدَ الحَرَمينِ لوْ أبصرْتَنا *** لَعلمْتَ أنّك في العبادةِ تَلْعبُ

Wahai orang yang beribadah di Dua Tanah Haram, jika Anda melihat kami, Anda akan tahu bahwa anda dalam ibadahnya sambil bermain-main

مَنْ كان يَخْضِبُ خدَّهُ بدموعِهِ *** فَنُحُورُنا بِدِمَائِنا تَتَخَضَّبُ

Barangsiapa mewarnai pipinya dengan air matanya, maka leher-leher kami diwarni dengan lumuran darah kami

أو كَانَ يُتْعِبُ خيلَهُ في باطلٍ *** فخيولُنا يومَ الصَّبِيْحَةِ تَتْعبُ

Atau dia senantiasa melelahkan kudanya dalam kebathilan, maka kuda kami kelelahan di pagi hari

رِيْحُ العَبِيْرِ لكمْ ونحنُ عبيرُنا *** رَهْجُ السَّنابكِ والغبارُ الأطْيبُ

Bagi kalian adalah angin wewangian, sementara bagi kami wewangiannya adalah debu yang diterbangkan oleh ujung kuku-kuku kuda dan debu-debu terbaik.

ولقد أتانا مِنْ مَقالِ نبيِّنا *** قَوْلٌ صحيحٌ صادقٌ لا يُكْذَبُ

Dan sungguh telah sampai kepada kami dari sabda Nabi kami, sabda yang shahih dan benar yang tidak didustakan.

لا يَسْتَوِي وغُبارُ خَيْلِ اللهِ في *** أَنْفِ امرئٍ ودُخَانُ نارٍ تَلْهَبُ

Tidaklah sama debu kuda-kuda Allah pada hidung seseorang, dan asap api yang menyala-nyala.

هذا كتابُ اللهِ ينطِقُ بَيْنَنا *** ليس الشَّهيدُ بميِّتٍ لا يُكْذَبُ

Ini adalah kitab Allah yang berbicara di antara kita, bahwa orang yang syahid itu tidak mati, dia tidak boleh di dustakan.

Lihat: “تاريخ الإسلام” oleh Al-Dhahabi, 12/240. “وَفَيَات الأعيان” oleh Ibnu Khallikan, 3/32. “سِيَر أعلام النبلاء” oleh al-Dhahabi, 7/386. “طبقات الشافعية الكبرى” oleh al-Subki, 1/287. “تفسير ابن كثير”1/488. Dan “تاريخ دمشق” oleh Ibn Asaker 32/449.

Ketujuh:

Muhammad bin Al-Fudhail bin ‘Iyaadh [wafat : 187 H] berkata:

رَأَيْتُ ابْنَ الْمُبَارَكِ فِي النَّوْمِ، فَقُلْتُ: "أَيُّ الْعِلْمِ أَفْضَلُ؟" قَالَ: "الْأَمْرُ الَّذِي كُنْتُ فِيهِ"، قُلْتُ: "الرِّبَاطُ وَالْجِهَادُ"، قَالَ: "نَعَمْ"، قُلْتُ: "فَمَا صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ؟" قَالَ: "غَفَرَ لِي مَغْفِرَةً مَا بَعْدَهَا مَغْفِرَةً"، وَكَانَ رَحِمَهُ اللَّهُ يَحُجُّ عَامًا، وَيُجَاهِدُ عَامًا، وَيَتَاجَرُ عَامًا.

Saya mimpi melihat Ibnu Al-Mubarak dalam tidur, dan saya bertanya: Ilmu mana yang lebih baik? Dia berkata: Perkara yang pernah saya hadapi.

Aku bertanya: Ribaath dan Jihad ?. Dia berkata: Ya.

Aku bertanya: Apa yang telah dilakukan Rabbmu denganmu? Dia berkata: “ Dia telah mengampuni saya dengan pengampunan yang tiada taranya (pengampunan diatas pengampunan)“.

Dan beliau - semoga Allah merahmatinya – semasa hidupnya biasa menunaikan haji setahun, berjihad selama setahun, dan berbisnis selama setahun. (Baca “سير أعلام النبلاء” 8/419).

*******

RIBAATH ITU WAKTUNYA BERAPA LAMA ATAU BERAPA HARI ?

Ada beberapa hadits dan Atsar diriwayatkan dari Rasulullah  dan para sahabatnya RA bahwa disunnahkan ribaath selama tiga hari, dan itu setara dengan ribat satu tahun.

Adapun ribaath yang sempurna dan lengkap adalah empat puluh hari, akan tetapi sama sekali tidak ada hadits yang shahih tentangnya, baik yang marfu’ maupun yang mauquuf. Namun, ada beberapa imam yang menganggap mustahab ribaath dalam masa 40 hari ini.

Ishaq bin Manshuur berkata:

سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ فَقُلْتُ: "هَلْ لِلرِّبَاطِ وَقْتٌ؟" قَالَ: "أَرْبَعِينَ يَوْمًا." وَسَأَلْتُ إِسْحَاقَ بْنَ رَاهُوَيْهِ، فَقَالَ: "أَرْبَعُونَ يَوْمًا هَذَا أَكْثَرُهُ، وَالثَّلَاثُ لِمَنْ لَمْ يُحِبَّ أَنْ يَبْلُغَ ذَلِكَ حَسَنًا."

Saya bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, lalu saya berkata: Apakah ada masa waktu untuk Ribaath ? Dia berkata: Empat puluh hari.

Dan Saya bertanya kepada Ishaq bin Rahwaih ? Dan dia berkata: Empat puluh hari, ini adalah yang paling banyak, dan tiga untuk mereka yang tidak suka mencapai masa itu adalah baik juga.

(Baca: “مسائل الإمام أحمد وإسحاق بن راهويه لإسحاق بن منصور الكوسج” 8/3873 no. 2766).

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

"وَالرِّبَاطُ أَقَلُّهُ سَاعَةٌ، أَيْ: لَوْ ذَهَبَ الْإِنْسَانُ بِالتَّنَاوُبِ مَعَ زُمَلَائِهِ سَاعَةً وَاحِدَةً حَصَلَ لَهُ أَجْرٌ، وَتَمَامُهُ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، هَكَذَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ، وَلَكِن لَوْ زَادَ عَلَى الْأَرْبَعِينَ هَل لَهُ أَجْرٌ؟ الْجَوَابُ: نَعَمْ لَهُ أَجْرٌ، لَا شَكّ."

Ribaath itu sedikitnya satu jam, yaitu: jika seseorang pergi bergantian dengan rekan-rekannya selama satu jam, dia akan diberi pahala, dan yang sempurnanya selama empat puluh hari, begitulah sebagaiman yang ada dalam hadits (Penulis katakan: haditsnya di dha’ifkan oleh al-Albaani dlm “إرواء الغليل” 5/23. Pen).

Tetapi jika dia lebih dari empat puluh, apakah dia mendapat pahala ? Jawab: Ya, baginya mendapat pahala, tidak diragukan lagi”. (Baca: “الشرح الممتع على زاد المستقنع” 11/8).

*****

TIDAK DI ANJURKAN SESEORANG MENGHABISKAN USIANYA HANYA UNTUK RIBAAT DAN JIHAAD:

Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya meriwayatkan dari Sa’ad ibnu Hisyam:

"أنَّه طَلَّقَ امرأتَه، ثم ارتَحَلَ إلى المدينةِ لِيَبيعَ عَقارًا له بها، ويَجعَلَه في السِّلاحِ والكُراعِ، ثم يُجاهِدَ الرُّومَ حتى يموتَ".

فلَقِيَ رَهْطًا من قَومِه، فحَدَّثوه أنَّ رَهْطًا من قَومِه سِتَّةً أرادوا ذلك على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقال: أليس لكم فيَّ أُسْوةٌ حَسَنةٌ؟ فنَهاهم عن ذلك، فأشهَدَهم على رَجْعَتِها. ثم رَجَعَ إلينا، فأخبَرَنا.....

“Bahwa ia (Sa’ad bin Hisyam. Pen) menceraikan istrinya (karena dia ingin fokus dan menghabiskan usianya untuk Ribaath di perbatasan Romawi dan berjihad Pen.), kemudian berangkat ke Madinah untuk menjual propertinya yang ada di Madinah, lalu ia akan menggunakannya untuk keperluan jihad dengan membeli perlengkapan dan senjata untuknya, kemudian ia hendak berjihad melawan orang-orang Romawi hingga akhir hayatnya.

Kemudian dalam perjalanan ia berjumpa dengan sekelompok orang-orang dari kaumnya yang menceritakan kepadanya: bahwa sebelum dia, pernah ada pula enam orang dari kalangan kaumnya mempunyai keinginan yang sama untuk melakukan hal tersebut di masa Rosulullah . Maka Rosulullah  bersabda (kepada enam orang tsb):

“ Bukankah pada diriku terdapat suri teladan yang baik bagi kalian?” Rosulullah  melarang mereka melakukan perceraian itu.

Maka Sa’ad ibnu Hisyam menjadikan mereka (sekelompok dari kaumnya yang ia jumpai) sebagai saksi bahwa dirinya merujuk kembali kepada istrinya.

Setelah itu ia kembali kepada kami dan menceritakan kepada kami......

(HR. Muslim (746), Abu Dawud (1343), an-Nasa'i (1601), dan Ahmad (24269), dan lafadz di atas adalah lafadz Imam Ahmad. Syu’aib al-Arna’uth berkata dlam “تخريج المسند” no. 24269: Sanadnya shahih sesuai standar Bukhori dan Muslim.

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara lengkap, dan Imam Muslimdi dalam kitab sahihnya telah mengetengahkan hadits ini dengan lafaz yang semisal.

*****

HARUS BERIMBANG! 
DI SAMPING RIBATH DAN JIHAD, JUGA JANGAN LUPA MEMBANGUN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA DAN EKONOMI.

Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii RA: Bahwa, pada suatu hari Rasulullah  bersabda di dalam khutbah beliau:

 

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا : ........

قَالَ: وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ

 

"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini....................................

(Diantaranya. Pen) Allah berfirman: " Dan penghuni neraka itu ada lima macam:

  1. Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas]. Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [yakni: hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian ].Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak pula membangun ekonomi.
  2. Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal yang samar.
  3. Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.
  4. Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta.
  5. Dan Orang yang akhlaknya buruk." (HR. Muslim No. 5109)

*****

KABAR PARA ULAMA SALAF YANG MELAKUKAN RIBAATH:

1. Abdullah bin Amr bin al-‘aash (lahir 27 sebelum Hijrah – wafat 65 H).

Dia adalah Sahabat Nabi , dia adalah putra sulung Amr ibn al-‘Aash. Dia banyak menulis pada masa jahiliyah, dan fasih berbahasa as-Suryaniyah. Ia memeluk Islam pada tahun 7 H sebelum ayahnya.

Dia menemani Rasulullah , dan meminta izin kepada beliau  untuk menulis apa yang dia dengar darinya, lalu dia diberi izin. Dia salah satu huffaadz dari kalangan para Sahabat.

Ada sebuah riwayat dalam Sunan Abi Daud no. (37) yang menyebutkan:

أَنَّ أَبَا سَالِمَ الْجَيْشَانِيَّ كَانَ مُرَابِطًا مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْروٍ فِي أَحَدِ الْحُصُونِ بِمِصْرٍ.

“ Bahwa Abu Salem al-Jiasyaani pernah ribaath bersama Abdullah bin Amr di salah satu benteng di Mesir “.

2. Imam besar Tabi'i, Hafidz, Qoori, Abdur-Rahman bin Hurmuz al-Madani al-A’roj, sahabatnya Abu Hurairah RA.

Al-Dhahabi berkata:

سَافَرَ فِي آخِرِ عُمْرِهِ إِلَى مِصْرَ، وَمَاتَ مُرَابِطًا بِالْإِسْكَنْدِرِيَّةِ.

Di akhir hayatnya, dia pergi ke Mesir, dan meninggal saat sedang ribaath di Alexandria. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 5/70).

3. Imam Negeri Syam, Abu Amr Abdur Rahman bin Amr al-Awza'ii

Al-Dhahabi berkata:

كَانَ يَسْكُنُ بِمَحَلَّةِ الْأَوْزَاعِ، بِدِمَشْقَ، ثُمَّ تَحَوَّلَ إِلَى بَيْرُوتَ مُرَابِطًا بِهَا إِلَى أَنْ مَاتَ.

Dia dulu tinggal di Mahallat Al-Awzaa’, di Damaskus, kemudian dia pindah ke Beirut, melakukan ribaath di sana sampai dia meninggal. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 7/107).

4. Imam Sufyan bin Sa’id Al-Tsauri, Amirul Mukminin dalam Hadits.

Al-Firyaabii berkata:

أتى سفيانُ بيتَ المقدسِ، فأقامَ ثلاثةَ أيامٍ، ورابطَ بعسقلانَ أربعينَ يومًا، وصحبتُهُ إلى مكةَ

Sufyan datang ke Bait Al-Maqdis dan tinggal selama tiga hari, kemudian melakukan Ribaath di ‘Asqalaan selama empat puluh hari, dan aku menemaninya ke Mekah. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 7/260).

5. Abu Abdur Rahman Abdullah bin al-Mubarak Al-Marwazii (lahir Tahun 118 H – wafat 181 H).

Al-Dzahabi berkata tentang dia:

الإِمَامُ، شَيْخُ الْإِسْلَامِ، عَالِمُ زَمَانِهِ، وَأَمِيرُ الْأَتْقِيَاءِ فِي وَقْتِهِ، الْحَافِظُ، الْغَازِيُّ، أَحَدُ الْأَعْلَامِ.

Beliau seorang Imam, Syeikhul Islam, ulama yang alim pada masanya, pimpinan orang-orang bertaqwa pada masanya, haafidz, pasukan tempur dan salah satu tokoh terkemuka (Baca: “سير أعلام النبلاء” 8/378).

Ibnu Hajar berkata tentang beliau:

ثِقَةٌ ثَبُتَ فَقِيهٌ عَالِمٌ جَوَادٌ مُجَاهِدٌ جَمَعَتْ فِيهِ خَصَالُ الْخَيْرِ.

Beliau Seorang ahli hadits yang dapat dipercaya dan kokoh hafalannya, ahli fiqih, alim ulama, dermawan, Mujaahid, yang pada dirinya terkumpul sifat-sifat kebaikan. (Baca: “تقريب التهذيب” no. 3570)

Riwayat-riwayat Imam Ibnu Al-Mubaarok ini dalam hal berjihad dan ribaath banyak sekali riwayatnya. Beliau termasuk dari para ulama yang paling terbanyak pergi berjihad dan ribaath. Dia sering pergi ke perbatasan Syam, seperti Tharsus, al-Mashiishah dan lain-lain dalam rangka berjihad dan ribaath.

Bahkan, beliau menulis sebuah kitab yang terkenal dan populer tentang JIHAD, di mana ia menyebutkan keutamaan jihad dan ribaath. Di sebutkan di dalmnya beberapa riwayat dari para ulama salaf yang aktif berjihad dan ribaath.

Ahmad bin Hanbal berkata:

ذَهَبْتُ لأَسْمَعَ مِنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ، فَلَمْ أُدْرِكْهُ، وَكَانَ قَدْ قَدِمَ بَغْدَادَ، فَخَرَجَ إِلَى الثَغْر، وَلَمْ أَرَهُ.

Saya pernah pergi untuk mendengar hadits dari Ibnu Al-Mubarak, tetapi saya tidak bisa menjumpainya, karena dia telah pergi ke Baghdad, lalu dia pergi ke perbatasan musuh (untuk ribaath), maka saya tidak bisa bertemu dengannya. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 8/418).

Muhammad bin Issa berkata:

كان ابن المبارك كثير الاختلاف إلى طَرْسُوْس

Dulu Ibnu al-Mubarak sangat sering pergi ribaath di Tharasuus. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 8/386).

Abdullah bin Sinan berkata:

كُنتُ مَعَ ابْنِ الْمُبَارَكِ، وَمُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بِطَرْسُوْس، فَصَاحَ النَّاسُ: النَّفِيرُ. فَخَرَجَ ابْنُ الْمُبَارَكِ، وَالنَّاسُ، فَلَمَّا اصْطَفَى الْجَمَاعَانِ، خَرَجَ رُوْمِيٌّ، فَطَلَبَ الْبِرَازَ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ رَجُلٌ، فَشَدَّ الْعِلْجُ عَلَيْهِ، فَقَتَلَهُ، حَتَّى قَتَلَ سِتَّةَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ، وَجَعَلَ يَتَبَخْتَرُ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ يَطْلُبُ الْمُبَارَزَةَ، وَلَا يَخْرُجُ إِلَيْهِ أَحَدٌ، فَالتَّفَتَ إِلَيَّ ابْنُ الْمُبَارَكِ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ! إِنْ قُتِلْتُ، فَافْعَلْ كَذَا وَكَذَا. ثُمَّ حَرَكَ دَابَّتَهُ، وَبَرَزَ لِلْعِلْجِ، فَعَالَجَ مَعَهُ سَاعَةً، فَقَتَلَ الْعِلْجَ، وَطَلَبَ الْمُبَارَزَةَ، فَبَرَزَ لَهُ عِلْجٌ آخَرُ، فَقَتَلَهُ، حَتَّى قَتَلَ سِتَّةَ عُلُوجٍ، وَطَلَبَ الْبِرَازَ، فَكَأَنَّهُمْ كَاعُوا عَنْهُ.

Saya pernah bersama Ibnu Al-Mubarak dan Mu`tamar bin Suleiman di Thorosuus. Tiba-tiba orang-orang berteriak: "Musuh datang! Cepat keluar!."

Maka Ibnu Al-Mubarak dan orang-orang pun keluar.

Ketika dua kelompok pasukan itu berhadapan, seorang pasukan Romawi keluar dan meminta perang tanding, duel satu lawan satu, maka seorang pasukan muslim keluar kepadanya, dan si Romawi kafir ini (العِلْجُ) mengencangkan ikat pinggangnya, lalu dia membunuhnya, sampai dia membunuh enam orang pasukan Muslim. Dan si Romawai menjadi congkak sambil berjalan di antara dua baris dan terus menantang duel, dan tidak ada dari pasukan kaum muslimin yang keluar untuknya.

Maka Ibnu Al-Mubarak menoleh padaku: “Wahai Fulan! Jika aku terbunuh, maka lakukanlah ini dan itu”.

Lalu beliau menghentakkan hewan tunggangannya, dan maju kedepan untuk duel melawan si Romawi Kafir (العِلْجُ) itu, maka terjadilah perang tanding selama satu jam, dan beliau berhasil membunuh si Romawi itu. Lalu beliau pun meminta duel dengan yang lainnya, maka keluarlah si Romawi Kafir (العِلْجُ) lainnya, dan beliau pun berhasil membunuhnya lagi, sampai beliau membunuh enam Romawi Kafir (العِلْجُ). Dan beliau masih terus meminta duel lagi, maka seakan-akan mereka merasa ketakutan darinya. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 8/408).

Terminologi:

Terminologi: (الْعِلْجُ) dengan wazan (الْعِجْل): Satu orang dari orang-orang kafir bangsa Ajam. [Mukhtar As-Sahah (hlm. 216)]. (كَاعَ عَنْهُ), artinya: dia menghindarinya dan takut dari dia. [Mukhtar As-Sahah (hlm. 275)].

6. Imam, Al-Hujjah, Al-Hafiz, Hajjaaj bin Muhammad, Abu Muhammad Al-Mishiishi, al-A’war (W. 206 H). Sheikhnya Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in.

Al-Dhahabi berkata:

“ Beliau berasal dari daerah Tirmidzi, tinggal di Baghdad, kemudian beralih ke Al-Mishiishah.Dan beliau melakukan RIBAATH di sana, dan orang-orang pun berdatangan kepadanya “. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 9/467)

Al-Mishiishah (المِصِّيصَة) adalah nama daerah perbatasan dengan musuh Islam dari sekian perbatasan yang ada di Syam. (Baca: “معجم ما استعجم” oleh al-Bakri 4/1235 dan “الأنساب” oleh as-Sam’aani 12/297). Sekarang Al-Mishiishahini masusk waliyah Adhinnah Turki (ولاية أضَنَة التركية).

Ahmad ibn Hanbal menyebutkannya, dan dia berkata:

“ Betapa akuratnya hadits yang beliau riwayatkan, betapa shahihnya hadist-yang beliau sampaikan dan betapa besar nya ketelitian dalam huruf-hurufnya ! Dan kemuliannya melambung tinggi sekali “. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 9/467).

7. Imam Qoori yang sangat terkenal, yaitu Utsman bin Sa’iad Al-Mashri, yang dikenal dengan panggilan “Warsy / وَرْش ”, dan temannya adalah Abu Yaqub Al-Azraq.

Dan beliau juga seorang muraabith di perbatasan dengan negara musuh umat Islam.

Abu Yaqub al-Azraq berkata:

كُنتُ نَازِلًا مَعَ وَرْشٍ فِي الدَّارِ، فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ عِشْرِينَ خَتْمَةً بَيْنَ حَدْرٍ وَتَحْقِيقٍ. فَأَمَّا التَّحْقِيقُ، فَكُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ فِي الدَّارِ الَّتِي كُنَّا نَسْكُنُهَا فِي مَسْجِدِ عَبْدِ اللَّهِ. وَأَمَّا الْحَدْرُ، فَكُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ إِذَا رَابَطْتُ مَعَهُ بِالْإِسْكَنْدَرِيَّةِ.

“ Saya tinggal dengan Warsy di sebuah rumah.

Saya membacakan al-Qur’an dua puluh kali khatam padanya antara Hadr (bacaan cepat) dan Tahqiq (bacaan tartiil).

Adapun Tahqiq (bacaan tartiil), maka saya biasa membacanya di rumah yang dulu kami tinggali di Masjid Abdullah. Adapun al-Hadr (bacaan cepat), saya membacakannya padanya ketika saya melakukan RIBAATH dengannya di Alexandria. (Baca: “تاريخ الإسلام للذهبي” Tahqiiq Basyaar 6/977).

8. Abdullah bin Wahb bin Muslim, Imam Abu Muhammad, AL-Mashry, salah satu tokoh terkemuka, dan ulama asal negeri Mesir. (Lahir 125 H – wafat 197 H).

Sahnuun al-Faqiih (سَحْنُوْنَ الفقيه) berkata:

كَانَ ابْنُ وَهْبٍ قَدْ قَسَّمَ دَهْرَهُ أَثْلَاثًا، ثُلُثَا فِي الرِّبَاطِ، وَثُلُثَا يُعَلِّمُ النَّاسَ بِمِصْرَ، وَثُلُثَا فِي الْحَجِّ، وَذُكِرَ أَنَّهُ حَجَّ سِتًّا وَثَلَاثِينَ حَجَّةً.

Ibnu Wahb telah membagi hidupnya menjadi tiga: dua pertiga untuk Ribaath, dua pertiga untuk mengajar orang-orang di Mesir, dan dua pertiga untuk berhaji. Dan dia menyebutkan bahwa dia melakukan tiga puluh enam kali hajian. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 9/223).

Kitab-kitab karya Ibnu Wahb:

1. أهوال القيامة.

2. الموطأ، وسماه النديم: "الموطأ الصغير"، قال الذهبي: "موطأ ابن وهب كبير لم أره".

3. القدر وما ورد في ذلك من الآثار.

4. الجامع - صدر بتحقيق ميكلوش موراني.

5. البيعة.

6. المناسك.

7. المغازي.

8. الردة.

9. تفسير غريب الموطأ

9. Abd al-Rahman bin al-Qasim, Abu Abdullah al-Masri al-Faqih,(Lahir 132 H – wafat 191 H).

Dia salah satu tokoh terkemuka, dan sahabat terbesar Imam Malik bin Anas.

Dia menemani Imam Malik selama dua puluh tahun dan dia yang menyebarkan madzhabnya. Dan dia pula penulis kitab “المدونة الكبرى في المذهب المالكي”.

Beliau sering melakukan Ribaath di Alexandria.

Ali bin Ma'bad berkata:

رَأَيْتُ ابْنَ الْقَاسِمِ فِي النَّوْمِ، فَقُلْتُ: كَيْفَ وَجَدْتَ الْمَسَائِلَ؟ فَقَالَ: أُفٍ أُفٍ. قُلْتُ: فَمَا أَحْسَنَ مَا وَجَدْتَ؟ قَالَ: الرَّبَاطُ بِالْإِسْكَنْدَرِيَّةِ.

Saya mimpi melihat Ibn al-Qasim dalam tidur, dan saya bertanya: Bagaimana Anda menemukan masalah-masalah fiqih ? Dia berkata: huss, huss !

Saya berkata: Apa hal terbaik yang pernah anda temukan ? Dia berkata: Ribaath di Alexandria

(Baca: “تاريخ الإسلام” 4/115 karya adz-Dzahabi. Tahqiq Basyaar).

10. Imam, ulama, ahli fiqih Maroko, syeikh Maliki, Abu Sa’id Abdus Salam bin Habib, dijuluki Sahnuun (wafat: 240 H / 854 M), hakim Qoirowan.

Dia yang menyusun dan mengklasifikasikan kitab al-Mudawwanah al-Kubra, dan meriwayatkannya dari Abdur Rahman bin al-Qasim al-Ataqi (W.191 H / 806 M) dari Imam Malik ibn Anas.

Dan kadang-kadang kitab al-Mudawwanah ini dinisbatkan kepada Sahnuun, karena dia yang meriwayatkan nya, sehingga dinamakan “Mudawwanah Sahnuun”.

Abu al-Arab berkata:

وَحَدَّثَنِي فُرَاتُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَحْنُونَ، قَالَ: كُنَّا نَرَابِطُ بِالْمُنَسْتِيرِ، فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، وَمَعَنَا جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا.

Furaat bin Muhammad memberitahuku, dia berkata: Sahnuun memberi tahu kami, dia berkata:

Kami biasa melakukan RIBAATH di perbatasan Munastiir, di bulan Ramadhan, dan bersama kami sekelompok dari sahabat kami. (Baca: “طبقات علماء إفريقية” hal. 107)

Munastiir adalah:salah satu perbatasan (ثَغْر) laut terpenting di Afrika Utara, dan masih menjadi salah satu kota terpenting di Tunisia sampai sekarang. Terletak di utara Tunisia, di pantai Laut Mediterania, antara Munastiir dan Qairowan kira-kira 80 km. (Baca: “معجم البلدان” 5/209)

11. Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Abdullah (164 H – 241 H)

Abdullah bin Mahmud bin Al-Faraj berkata: Saya mendengar Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata:

"خَرَجَ أَبِي إِلَى طَرْسُوْس، وَرَابَطَ بِهَا، وَغَزَا. ثُمَّ قَالَ أَبِي: رَأَيْتُ الْعِلْمَ بِهَا يَمُوتُ.

Ayahku pergi ke Thorsuus, untuk melakukan ribaath di sana, dan berperang. Kemudian ayahku berkata: Aku melihat ilmu di sana mati. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 11/311).

THARSUS (طَرْسُوْس): adalah sebuah kota di Turki yang terletak di selatan negara di pantai Mediterania, berafiliasi dengan provinsi Mersin, sekitar 15 km dari kota Mersin dan 40 km dari kota Adana (أضَنَة).

12. Imam Bukhori. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, (194 H – 256 H), penulis kitab Shahih Bukhori.

Muhammad bin Abi Hatim berkata:

كُنَّا بِفِرَبْرَ، وَكَانَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ – يَعْنِي الْبُخَارِيَّ - يَبْنِي رِبَاطًا مِمَّا يَلِي بُخَارَى، فَاجْتَمَعَ بَشَرٌ كَثِيرٌ يُعِينُونَهُ عَلَى ذَلِكَ، وَكَانَ يَنْقُلُ اللَّبَنَ، فَكُنْتُ أَقُولُ لَهُ: إِنَّكَ تُكْفَى يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، فَيَقُولُ: هَذَا الَّذِي يَنْفَعُنَا.

Kami berada di Firober (فِرَبْر), dan Abu Abdullah – yakni Imam al-Bukhari - sedang membangun tempat RIBAATH di sekitar Bukhara, begitu banyak orang berkumpul untuk membantunya. Dan beliau pun ikut sibuk mengangkuti batu bata.

Maka pada saat itu saya berkata kepadanya: Sesungguhnya anda sudah tercukupi, hai Abu Abdullah !.

Dia berkata: Inilah yang memberi manfaat pada kami. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 12/450).

Kota Bukhara: merupakan kota yang terletak di sebelah tengah Uzbekistan. Penduduknya berjumlah 247.000 jiwa (Tahun 2005). Kota ini mengalami masa kejayaannya pada abad ke-9 M sampai abad ke-13 M sebagai pusat peradaban Islam dan perdagangan di Asia Tengah, di samping Samarkand.

Kota ini juga merupakan tempat kelahiran dari Imam Bukhori, periwayat dan ahli hadis.

Pada tahun 1220 M, tentara Mongol, di bawah pimpinan Jengis Khan menaklukkan Bukhara dan membakar kota tersebut, sehingga Bukhara tidak pernah bangkit lagi sebagai pusat peradaban dan perdagangan.

Kota ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

13. Imam Abu Zura'h al-Razi Ubaidullah bin Abdul Karim bin Yazid (210 H – 264 H) 

Syeikh para imam. Beliau pakar Hadits dari Ar-Ray, sanadnya para imam dalam hadits, dan dari kalangan para huffadz yang Tsiqoot.

Termasuk yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Muslim bin Al-Hajjaj (penulis Sahih Muslim), Al-Tirmidzi, Al-Nasa'i dan Ibnu Majah.

Sa’iid bin Amr Al-Bardza'iy berkata: Saya mendengar Abu Zura' Al-Razi berkata:

سَمِعْتُ أَبَا زُرْعَةَ الرَّازِيَّ يَقُولُ: لَمْ أَعْرِفْ لِنَفْسِيَّ رِبَاطًا خَالِصًا فِي ثَغْرٍ: قَصَدْتُ قَزْوِينَ مُرَابِطًا وَمِنْ هِمَّتِي أَنْ أَسْمَعَ الْحَدِيثَ مِنَ الطَّنَافِسِيِّ وَمُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ سَابِقٍ، وَدَخَلْتُ بَيْرُوتَ مُرَابِطًا وَمِنْ هِمَّتِي أَنْ أَسْمَعَ مِنَ الْعَبَّاسِ بْنِ الْوَلِيدِ، وَدَخَلْتُ رُهَا مُرَابِطًا وَمِنْ هِمَّتِي أَنْ أَسْمَعَ مِنْ أَبِي فُرُوةَ الرُّهَاوِيِّ، فَلَا أَعْرِفُ لِنَفْسِيَّ رِبَاطًا خَلَصْتُ نِيَّتِي فِيهِ، ثُمَّ بَكَى.

“ Saya tidak pernah mengetahui bahwa diri saya melakukan RIBATH yang betul-betul murni ikhlas untuk berjaga di perbatasan (ثَغْر).

Karena Aku pernah menuju daerah Qozwiin untuk melakukan Ribaath, namun tujuan utama saya adalah agar saya bisa mendengar hadits dari ath-Thanaafisi (الطَّنَافِسِيِّ) dan dari Muhammad bin Sa’iid bin Saabiq.

Dan Saya pernah memasuki Beirut untuk melakukan Ribath, tapi niat utama saya adalah untuk mendengar dari Al-Abbas bin Al-Walid.

Saya memasuki daerah Ruha, untuk Ribaath, namun niat utama saya adalah untuk mendengar hadits dari Abu Al-Farwah Al-Ruhaawii.

Aku tidak pernah tahu diri ku melakukan Ribaath yang betul-betul niatku ikhlas murni untuknya “.

Lalu dia menangis.

(Baca: “الإرشاد في معرفة علماء الحديث” 2/469 karya Abu Ya’la al-Kholiily)

14. Al-Imam, ar-Rabbaani, al-Muhaddits, Zuhair bin Muhammad bin Qumayr Al-Marwazi, (W. 257 H)

Beliau tinggal di Baghdad dan beliau salah satu dari para syeikhnya Ibnu Majah

Al-Khatib Al-Baghdadi berkata tentang dia:

كَانَ ثِقَةً صَادِقًا وَرَعًا زَاهِدًا، وَانْتَقَلَ فِي آخِرِ عُمُرِهِ عَنْ بَغْدَادَ إِلَى طَرْسُوسَ فَرَابَطَ بِهَا إِلَى أَنْ مَاتَ.

Dia dapat dipercaya, jujur, saleh dan zaahid, dan pada menjelang akhir hayatnya dia pindah dari Baghdad ke Tharsus untuk melakukan Ribaath di sana hingga dia wafat.

Al-Baghawi berkata tentang dia:

ما رأيتُ بعدَ أحمدَ بنِ حنبلٍ أفضلَ منهُ

“Saya lihat tidak ada setelah Ahmad bin Hanbal lebih afdhol dari dia”. (Baca: “تاريخ بغداد” karya adz-Dzahabi 9/511 tahqiq Basyaar dan “سير أعلام النبلاء” 12/360)

15. Abu Bakr Ahmad ibn Harb al-Thaa'i.

Beliau adalah salah satu syekhnya an-Nasa'i. Yazid al-Azdi bekata dalam kitab (Taarikh) nya:

كَانَ وَرَعًا، فَاضِلًا، رَابِطًا بِأَذْنَةَ، وَبِهَا تُوُفِّيَ فِي سَنَةٍ ثَلَاثٍ وَسِتِّينَ وَمِائَتَيْنِ، رَحِمَهُ اللَّهُ.

Dia itu waro’, mulia, dan Beliau melakukan Ribaath di daerah Adzanah (أَذنَةَ). Dan di sana dia meninggal pada tahun 263 H, semoga Allah merahmatinya. (Baca: “سير أعلام النبلاء” 12/254).

16. Abu Bakr Mahmoud bin Al-Faraj Al-Ashbahaani (284 H – 356 H).

Abu Nu'aim berkata:

كَانَ الْجِهَادُ وَالرِّبَاطُ مَيْسَرًا لَهُ، وَكَانَ مِنْ دُعَائِهِ: "اللَّهُمَّ اقْبِضْنِي فِي أَحَبِّ الْمَوَاطِنِ إِلَيْكَ، فَخَرَجَ إِلَى طَرْسُوْس ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَمَاتَ بِهَا سَنَةً أَرْبَعٍ وَثَمَانِينَ وَمِائَتَيْنِ."

Jihad dan RIBAATH itu dimudahkan baginya, dan salah satu doanya adalah:

"اللَّهُمَّ اقْبِضْنِي فِي أَحَبِّ الْمَوَاطِنِ إِلَيْكَ".

Ya Allah, wafatkanlah aku di sebuah negeri yang paling Engkau cintai.

Maka Dia pergi ke Thartus tiga kali untuk melakukan Ribaath. Lalu dia wafat di sana pada tahun (284 H).

Ashbahaani memiliki banyak karya kitab, yang paling terkenal adalah: “الأغاني” dan “مقاتل الطالبيين”.

(Baca: “تاريخ أصبهان” no. 1755, “حلية الأولياء” 10/401 dan “تاريخ بغداد” 15/110, Tahqiiq Basyaar).

*****

AMALAN SEMI RIBATH ATAU MENYERUPAINYA

Yaitu: hadits dari [Abu Hurairah] bahwa Rasulullah  bersabda:

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

"Maukah kalian untuk aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?"

Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah."

Beliau bersabda: "Menyempurnakan wudlu pada sesuatu yang dibenci (seperti keadaan yang sangat dingin pent), banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath."

Lalu Imam Muslim berkata:

وَلَيْسَ فِي حَدِيثِ شُعْبَةَ ذِكْرُ الرِّبَاطِ وَفِي حَدِيثِ مَالِكٍ ثِنْتَيْنِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

Dalam hadits Syu'bah tidak disebutkan, 'ribath'. Sedangkan dalam hadits Malik disebutkan dua kali, 'Itulah ribath, itulah ribath'." (HR. Muslim no. 369).

Ibnu ‘Athiyah berkata:

وَقَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَذَلِكَ الرِّبَاطُ" إِنَّمَا هُوَ تَشْبِيهٌ بِالرِّبَاطِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إذْ انْتِظَارُ الصَّلَاةِ إِنَّمَا هُوَ سَبِيلٌ مِنَ السُّبُلِ الْمُنْجِيَّةِ، وَالرِّبَاطُ اللُّغَوِيّ هُوَ الْأَوَّلُ، وَهَذَا كَقَوْلِهِ: "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ"، وَكَقَوْلِهِ: "لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَافِ" إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأَمْثَلَة.

Dan sabda Nabi : "Itulah ribaath" adalah analogi / penyerupaan dengan ribaath di jalan Allah, karena menunggu shalat adalah salah satu jalan penyelamat.

Sementara makna Ribaath secara bahasa adalah yang pertama (Yakni berjaga diperbatasan negeri musuh), dan ini mirip seperti sabdanya :

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

"Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi yang dapat menguasai diri di kala ia marah" (HR. Bukhori no. 6114 dan Muslim no. 2609)

Dan seperti sabdanya :

لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ قَالُوا فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلَا يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئً

"Orang miskin bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang banyak, lalu peminta itu diberi sesuap dua suap, atau sebutir dua butir kurma."

Para sahabat bertanya, "Kalau begitu, seperti apakah orang yang miskin itu?"

Beliau menjawab: "Orang miskin sesungguhnya ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa untuk menutupi kebutuhannya, namun keadaannya itu tidak diketahui orang supaya orang bersedekah padanya, dan tidak pula meminta-minta ke sana ke mari." (HR. Muslim no. 1722)

Dan contoh lainnya. (Baca: “المحرر الوجيز في تفسير الكتاب العزيز” 1/559 karya Ibnu ‘Athiyah)

Ibnu al-Qayyim berkata:

وَسُمِّيَ الْمُرَابِطُ مُرَابِطًا لِأَنَّ الْمُرَابِطِينَ يَرْبُطُونَ خُيُولَهُم يَنْتَظِرُونَ الْفَزْعَ. ثُمَّ قِيلَ لِكُلِّ مُنْتَظِرٍ قَدْ رَبَطَ نَفْسَهُ لِطَاعَةٍ يَنْتَظِرُهَا: مُرَابِطٌ.

“ Dan orang yang melakukan Ribaath itu di namakan Murobiith ; karena para muroobith ini menambatkan kuda-kuda perangnya dan mereka bersiap siaga menyongsong serangan mendadak dan tiba-tiba.

Kemudian setelah itu maknanya melebar, setiap orang yang menunggu dengan menambatkan dirinya untuk melakukan sebuah ketaatan yang ditunggunya maka ia di namakan Muraabith pula. (Baca: “مدارج السالكين” 2/158)

Berbeda dengan Al-Imam al-Qurthubi, beliau berkata:

فَإِنَّ الْخَلِيلَ بْنَ أَحْمَدَ، أَحَدُ أَئِمَّةِ اللُّغَةِ وَثِقَاتِهَا قَدْ قَالَ: الرِّبَاطُ مُلَازَمَةُ الثُّغُورِ، وَمُوَاظَبَةُ الصَّلَاةِ أَيْضًا، فَقَدْ حَصَلَ أَنَّ انْتِظَارَ الصَّلَاةِ رِبَاطٌ لُغَوِيٌّ حَقِيقَةٌ، كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَأَكْثَرُ مِنْ هَذَا مَا قَالَهُ الشَّيْبَانِيُّ أَنَّهُ يُقَالُ: مَاءٌ مُتَرَابِطٌ أَيْ دَائِمٌ لَا يَنْزَحُ، حَكَاهُ ابْنُ فَارِسٍ، وَهُوَ يُقْتَضِي تَعْدِيَةَ الرِّبَاطِ لُغَةً إِلَى غَيْرِ مَا ذَكَرْنَاهُ.

فَإِنَّ الْمُرَابَطَةَ عِنْدَ الْعَرَبِ: الْعُقْدُ عَلَى الشَّيْءِ حَتَّى لَا يَنْحَلَّ، فَيَعُودُ إِلَى مَا كَانَ صَبَرَ عَنْهُ، فَيَحْبُسُ الْقَلْبَ عَلَى النِّيَّةِ الْحَسَنَةِ وَالْجَسَمَ عَلَى فِعْلِ الطَّاعَةِ. وَمِنْ أَعْظَمِهَا وَأَهْمِهَا ارْتِبَاطُ الْخَيْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.... وَارْتِبَاطُ النَّفْسِ عَلَى الصَّلَوَاتِ...

Al-Khalil bin Ahmad, salah seorang imam dalam ilmu bahasa dan termasuk orang-orang yang dapat dipercaya, mengatakan:

"Ribaath adalah konstan / mulazamah di perbatasan musuh, dan juga ketekunan dalam ibadah sholat."

Maka menunggu sholat adalah termasuk Ribaath yang hakiki secara bahasa, seperti yang beliau  sabdakan.

Bahkan lebih dari itu, apa yang dikatakan Al-Syaibani: bahwa dikatakan: Air muraabith (yang saling berhubungan), yaitu, air diam, yang tidak mengalir, seperti yang dihikayatkan Ibnu Faaris. Dan itu berarti makna Ribaath dalam bahasa bisa mencakup kepada amalan-amalan selain yang telah kami sebutkan.

Adapun makna al-Muraabathah menurut orang Arab adalah:

Ikatan terhadap sesuatu agar tidak terurai, maka maknanya kembali kepada tingkat kesabarannya, yaitu: tertambatnya hati pada niat yang baik dan tertambatnya badan untuk amal ketaatan. Dan yang terbesar dan terpenting adalah penambatan kuda perang di jalan Allah..... dan tertambatnya jiwa pada ibdah sholat.... " (Baca: “تفسير القرطبي” 4/324)

*****

SEBAGIAN HADITS-HADITS PALSU DAN DHAIF TENTANG RIBAATH

HADITS NO 1

Dari Ubay bin Ka'b ia berkata; Rasulullah  bersabda:

لَرِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مِنْ وَرَاءِ عَوْرَةِ الْمُسْلِمِينَ مُحْتَسِبًا مِنْ غَيْرِ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ عِبَادَةِ مِائَةِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا وَرِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مِنْ وَرَاءِ عَوْرَةِ الْمُسْلِمِينَ مُحْتَسِبًا مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَعْظَمُ أَجْرًا أُرَاهُ قَالَ مِنْ عِبَادَةِ أَلْفِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا فَإِنْ رَدَّهُ اللَّهُ إِلَى أَهْلِهِ سَالِمًا لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ سَيِّئَةٌ أَلْفَ سَنَةٍ وَتُكْتَبُ لَهُ الْحَسَنَاتُ وَيُجْرَى لَهُ أَجْرُ الرِّبَاطِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Sungguh ribaath (menjaga perbatasan) satu hari di jalan Allah dari perbatasan kaum muslimin karena semata-mata mengharap ridla dari Allah, bukan pada bulan Ramadlan, maka pahalanya lebih besar ketimbang ibadah selama seratus tahun, baik puasanya maupun qiyamul lailnya.

Dan ribaath sehari di jalan Allah pada perbatasan kaum muslimin karena semata-mata mengharap ridla dari Allah pada bulan Ramadlan itu lebih utama di sisi Allah dan lebih besar pahalanya."

Aku melihat beliau bersabda:

'Dari ibadah selama seribu tahun, baik puasanya maupun shalat malamnya, jika Allah mengembalikannya kepada keluarganya dalam keadaan selamat, tidak akan ditulis kejelekannya selama seribu tahun dan akan ditulis kebaikannya dan dialirkan pahala ribathnya sampai hari kiamat." (HR. Ibnu Majah No. 2758).

Hadits ini: PALSU

Al-Mundziri dalam “الترغيب والترهيب” 2/222: “آثار الوضع ظاهرة عليه / ciri-ciri kepalsuannya nampak jelas padanya “.

HADITS KE 2

Dari Anas bin Malik RA, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ صِيَامِ رَجُلٍ وَقِيَامِهِ فِي أَهْلِهِ أَلْفَ سَنَةٍ السَّنَةُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ يَوْمًا وَالْيَوْمُ كَأَلْفِ سَنَةٍ

"Orang yang berjaga di malam hari di jalan Allah itu lebih utama ketimbang puasa seorang lelaki dan shalat malamnya bersama keluarganya selama seribu tahun. Sedang setahun itu adalah tiga ratus enam puluh hari, sedangkan ia pahalanya sehari seperti seribu tahun." (HR. Ibnu Majah No. 2760)

Hadits ini di nyatakan PALSU oleh Syeikh al-Albaani dlm Dhaif Ibnu Majah no. 554 dan Dha’iif al-Jaami’ no, 2705.

HADITS KE 3

Dari Ustman bin Affan RA, bahwa Nabi  bersabda:

حَرَسُ لَيْلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ لَيْلَةٍ يُقَامُ لَيْلُهَا وَيُصَامُ نَهَارُهَا

Menjaga perbatasan semalam dalam perang adalah lebih utama daripada seribu malam yang di-gunakan untuk shalat pada malamnya dan untuk shaum pada siangnya. (HR. Ahmad no. 406) Di Dhaifkan oleh al-Albaani dlm “ضعيف الترغيب” no. 788 dan “ضعيف الجامع” no. 2704.

HADITS KE 4

Dari Ummu ad-Darda Khairoh binti Abu Hadrad al-Kubra RA, bahwa Nabi  bersabda:

مَنْ رَابَطَ فِي شَيْءٍ مِنْ سَوَاحِلِ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ أَجْزَأَتْ عَنْهُ رِبَاطَ سَنَةٍ

Siapa saja yang melakukan Ribaath (penjagaan dalam suatu bagian dari perbatasan-perbatasan kaum muslim) selama tiga hari maka dia akan memperoleh pahala Ribath selama setahun. (HR. Ahmad no. 25795).

Al-Haitsami dlm “مجمع الزوائد” 5/292 berkata:

مِنْ رِوَايَةِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عِيَاشٍ عَنِ الْمُدَنِّيِّينَ، وَبَقِيَّةِ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ.

Dan Syu’aib al-Arna’uth dlm “تخريج زاد المعاد” 3/74 berkata:

[فِيهِ] إِسْمَاعِيلُ بْنُ عِيَاشَ الشَّامِيُّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ غَيْرِ أَهْلِ بَلَدِهِ، وَهَذَا مِنْهَا.

Hadits ini di Dhaifkan oleh al-Albaani dlm Dho’if at-Targhiib no. 778.

HADITS KE 5

Dari Sahl bin Mu'adz bin Anas al-Juhani dari Bapaknya dari Rasulullah  beliau bersabda:

مَنْ حَرَسَ مِنْ وَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مُتَطَوِّعًا لَا يَأْخُذُهُ سُلْطَانٌ لَمْ يَرَ النَّارَ بِعَيْنَيْهِ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ { وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا}

"Barangsiapa yang menjaga dari belakang kaum muslimin di jalan Allah Tabaraka Wa Ta'ala secara sukarela, bukan karena diperintah oleh penguasa, niscaya matanya tidak akan melihat neraka kecuali Tahillatal Qosam (yaitu sebatas melewati jembatan Jahannam karena sumpah firman Allah SWT dlm QS. Maryam: 71).

Allah Tabaraka Wa Ta'ala, berfirman:

{ وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا}

Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu (QS. Maryam: 71)

HR. Ahmad no. 15159, Abu Ya’la no. 1490 dan ath-Thabraani 20/185 no. 402.

Hadits ini Dhai’f, tapi tidak masalah jika untuk mutaaba’ah. Di dalam terdapat Zabaan bin Faa’id (زبان بن فائد), dia itu Dha’if seperti yang di katakan al-Haafidz Ibnu Hajar dan lainnya. (Baca: ضعيف الترغيب 1/390 no. 786)

Al-Haitsami dlm “مجمع الزوائد” 5/20:

في أحد إسنادي أحمد بن لهيعة وهو أحسن حالا من رشدين

“Dalam salah satu sanad saya terdapat Ahmad bin Lahi'ah, yang lebih baik kondisinya dari pada Rashidiin”

Sementara Syu’aib al-Arna’uth dlm “تخريج زاد المعاد” 3/75 berkata: di dalam Sanadnya terdapat 3 perawi dhaif “.

Hadits ini di Dhaifkan oleh syeikh al-Albaani (Baca: ضعيف الترغيب 1/390 no. 786).

Mufrodat :

(تَحِلَّة القسم) ؛ معناه : تكفير القَسَم، وهو اليمين.

"Tahilah al-Qasam", artinya: Pengguguran sumpah, yaitu sumpah.

HADITS KE 6

Dari Abu Hind ad-Daari RA, bahwa Nabi  bersabda:

 

مَنْ رَابَطَ لَيْلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتْ لَهُ كَأَلْفِ لَيْلَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا. مَنْ رَايَا بِاللَّهِ لِغَيْرِ اللَّهِ، فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللَّهِ.

Barang siapa yang ribaath satu malam di jalan Allah, maka baginya setara dengan puasa dan shalatnya seribu malam. Barang siapa berlaku riya dalam beribadah kepada Allah untuk selain Allah, maka dia telah lepas dari Allah. 

Hadits ini di Dhaifkan oleh al-Albaani dlm “ضعيف الجامع” no. 5594

HADITS KE 7 :

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi  bersabda:

"كُلُّ عَيْنٍ بَاكِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلَّا عَيْنٌ غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ، وَعَيْنٌ سَهَرَتْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَعَيْنٌ خَرَجَ مِنْهَا مِثْلُ رَأْسِ الذُّبَابِ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ".

“Setiap mata akan menangis pada hari kiamat, kecuali mata yang menutup mata terhadap larangan Allah, mata yang tetap terjaga di jalan Allah, dan mata yang keluar seperti kepala lalat karena takut akan Tuhan.” (HR. Al-Ashfahaani. Di Dhaifkan oleh al-Albaani dlm “السلسلة الضعيفة” no. 5147)

HADITS KE 8

Dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah  bersabda:

ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ الْكَفُّ عَمَّنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ

"Tiga perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu:

  1. Menahan diri dari orang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH,
  2. Dan kita tidak mengkafirkannya karena suatu dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman karena sebuah amalan.
  3. Dan perjuangan di jalan Allah (Jihad) tetap berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta keadilan orang yang adil, dan beriman kepada taqdir."

(HR. Abu Daud no. 2170. Syeikh Bin Baaz berkata: “ضعيف جدا”. Lihat Majmu’ Fatawa Syeikh Bin Baaz 3/81) 

*****

ORANG YANG PALING DICINTAI ALLAH ADALAH ORANG YANG PALING BERMANFAAT BAGI UMAT MANUSIA

 Dari Ibnu ‘Umar radhiyalllahu ‘anhuma :

أَنَّ رَجُلا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دِينًا، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلَأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخٍ لِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ، يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ، شَهْرًا، وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ مَشَى مَعَ أَخِيهِ فِي حَاجَةٍ حَتَّى أَثْبَتَهَا لَهُ، أَثْبَتَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدَمَهُ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الأَقْدَامُ ".

Bahwasannya ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah .

Ia berkata : “Wahai Rasulullah, manusia apa yang paling dicintai oleh Allah?. Dan amal apa yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?”.

Rasulullah  menjawab : “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah : ORANG YANG PALING BERMANFAAT BAGI MANUSIA LAINNYA .

Sedangkan amal yang paling dicintai oleh Allah adalah :

Kebahagiaan yang engkau berikan kepada diri seorang muslim

Atau engkau menghilangkan kesulitannya

Atau engkau melunasi hutangnya

Atau membebaskannya dari kelaparan.

Dan sesungguhnya (jika) aku berjalan bersama saudaraku untuk menunaikan satu hajat/keperluan lebih aku sukai daripada aku beri’tikaf di masjid ini, yaitu masjid Madiinah selama sebulan.

Dan barangsiapa yang menahan amarahnya, niscaya Allah akan tutup aurat (kesalahan)-nya.

Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melakukannya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan memenuhi hatinya dengan rasa aman pada hari kiamat.

Barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk menunaikan satu keperluan hingga keperluan itu dapat ditunaikan baginya, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan mengokohkan kakinya di atas shiraath pada hari dimana banyak kaki yang tergelincir padanya”

[Al-Mu’jamul-Kabiir, 12/453 no. 13646, Al-Mu’jamul-Ausath 6/139-140 no. 6026, dan Al-Mu’jamush-Shaghiir (Ar-Raudlud-Daaniy) 2/106 no. 861].

Hadits ini shahih dengan adanya shahid-shahidnya. Tapi Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 2/574-576 no. 906.


AL-HAMDULILLAH. SEMOGA BERMANFAAT. AAMIIN!

 


 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar