Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KUMPULAN FATWA TENTANG MEMBUAT PAPAN SUTRAH UNTUK DI MASJID

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

======================

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

أما بعد:

MEMBUAT PAPAN-PAPAN SUTRAH
UNTUK DI TEMPATKAN DI MASJID-MASJID

Ada dua pendapat:

PENDAPAT PERTAMA:

Jumhur ulama berpendapat bahwa sengaja membuat sutrah dari kayu dan seamacamnya adalah perkara yang tidak dikenal oleh salaf, dan termasuk bentuk takalluf / التَّكَلُّفُ (memaksakan dan memberat-beratkan diri) dan Tanaththu / التَّنَطُّعُ (memperumit dan terlalu mendalam-mendalam), diantara mereka yang mengatakakan demikian adalah: syaikh Bin Baaz, syaikh Ibnu Utsaimin, syaikh Shalih al Fauzan dll.

Bahkan Syaikh Ubaid al Jabiri hafidzahullah ketika ditanya dalam masalah ini beliau mengatakan: “Bahkan itu adalah bid’ah",

(Penulis jelaskan: “makna Tanaththu’: التَّنَطُّعُ فِي الكَلاَمِ: الْمُبَالَغَةُ فِيهِ وَالتَّكَلُّفُ artinya ber tanaththu’ dalam berbicara: melebih-lebihkannya dan meberat-beratkan diri.

Atau: “تَفَصَّحَ فِيهِ، تَعَمَّقَ ” artinya: memfasih-fasihkan diri dalam berbicara dan terlalu mendalam-mendalam / LEBAY.

Nabi SAW bersabda: هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ، قالَهَا ثَلَاثًا. artinya: “Binasalah orang yang bertanththu’ (suka berlebih-lebihan dan mendalam-mendalam)”. Beliau SAW mengatakan tiga kali”. (HR. Muslim no. 2670)

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim (16/220) mengatakan: “Adalah kaum yang melampaui batas dalam ucapan dan perbuatan mereka”. Pen)

PENDAPAT KEDUA:

Sebagian ulama berpendapat bahwa membuat sutrah dari kayu bukanlah bentuk takalluf dan bukan pula sesuatu yang bid’ah, karena sutrah hanyalah sarana, sementara sebagaimana diketahui bahwa shalat menghadap sutrah adalah perkara yang disyari’atkan.

Dalam sebuah Qaidah dikatakan:

الْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

“Sarana-sarana itu tergantung hukum tujuan-tujuannya”

Artinya kalau shalat pakai sutrah itu hukumnya adalah wajib, maka wajib pula membuat sutrah itu. Dan kalau hukumnya sunnah, maka sunnah pula hukum membuat sutrah tsb.

Jadi tergantung pada pendapat tentang hukum sutrah. Bagi yang berpendapat sutrah itu wajib maka membuat sutrah itu wajib. Dan bagi yang berpendapat sutrah itu sunnah, maka sunnah pula membikin nya. Demikianlah seterusnya.

*****

BERIKUT INI FATWA PARA ULAMA YANG MENYATAKAN
BAHWA MENYEDIAKAN SUTRAH-SUTRAH DI DALAM MASJID-MASJID ITU ADALAH TAKALLUF DAN TANATHTHU

=====

FATWA DAR AL-IFTA KERAJAAN YORDANIA:

Dalam Fatwa Departemen Ifta “دائرة الإفتاء” di Yordania, Fatwa No. (805) disebutkan:

PERTANYAAN :

دخلت المسجد ووجدت الإمام قد وضع فيه قطعا خشبية على شكل عامود مسطح له قاعدة، وقد ملأ المسجد بها حتى أصبحت كالنواصب، أو الأعمدة الصغيرة في المسجد، وعند سؤاله عن ذلك، قال: إنه من أجل السترة بين المصلي والسجود، هل فعله هذا صحيح؟

Saya memasuki masjid dan menemukan bahwa imam telah meletakkan potongan-potongan kayu di dalamnya dalam bentuk kolom datar dengan alas (dudukan dibawahnya). Membuat Mesjid tsb dipenuhi dengannya sehingga menjadi seperti pancang-pancang, atau tiang-tiang kecil di dalam mesjid.

Ketika ditanya tentang itu, dia berkata: Ini demi untuk sutrah antara orang sholat dan sujud, apakah yang dia lakukan ini benar?

JAWABAN :

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله، إن تعظيم السنة والحرص عليها من الأمور المحمودة في الدين، ويؤجر عليها المسلم الأجر العظيم، ولكن إذا كان هذا الحرص باسم السنة واتخذ أشكالا من التكلف والتنطع، وصورا من الإحداث في الدين، وسببا لوقوع الفرقة في صفوف المسلمين: صار حرصا مذموما ومنبوذا.

وما بدأنا نشهده في بعض المساجد من انتشار الشواخص والنواصب بدعوى تحقيق سنة السترة في الصلاة واحد من أشكال التكلف والتنطع؛ فسنة السترة تتحقق بالصلاة إلى جدار المسجد أو أعمدته، فإن لم يتيسر ذلك تحققت السترة بالصلاة إلى ظهر أي مصل، فإن لم يتيسر ذلك فليس من المشروع أن يُعمد إلى استصناع شواخص تُملؤ بها المساجد، فقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن إحداث وسائل العبادة التي يكلَّف بها المسلمون، وإنما طُلب منهم أن يأتوا بها على حسب استطاعتهم، فعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: {دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ، فَقَالَ: مَا هَذَا الْحَبْلُ؟ قَالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ، يعني استندت إليه في صلاتها، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لَا، حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ} متفق عليه.

فإذا نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن عقد حبل واحد بين ساريتين لغرض التنشط للعبادة؛ لما في ذلك من تحمل المشقة المتكلفة على النفس، فكيف يكون حال من ملأ المساجد بالشواخص التي لم تأمر بها الشريعة؛ وإنما أمرت باتخاذ السترة في الصلاة بما تيسر، فإن لم يتيسر فلا يكلف الله نفسا إلا وسعها.

ثم إن في استحداث هذه الشواخص العديدَ من المفاسد، كدفع الأموال لغرض استصناعها، والتضييق على مرور المصلين إلى الصفوف، وتشبيه المساجد بالمقابر المملوءة بشواخص القبور، بل وبعض هذه الشواخص التي أحدثت في المساجد شابهت أشكالا مختلفة ممقوتة، وأحدثت كثيرا من الفتن والنزاعات بين المصلين في مشروعيتها، وسبب كل ذلك الجهل والتشدد بما لا يليق في الدين، ومحاولة الإحداث في الدين بما لم يكن على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وعهد الصحابة والتابعين.

فنصيحتنا لجميع المسلمين أن لا يتكلفوا في الدين ما ليس منه، وأن لا ينشغلوا بفروع الشريعة عن تحقيق أصولها المتمثلة بالأركان والثوابت في أمور العلم والعمل والقيم والأخلاق،  والله أعلم.

Segala puji bagi Allah, dan sholawat serta salam atas junjungan kita, Rasul Allah.

Sesungguhnya mengagungkan sunnah dan mengamalkannya termasuk hal-hal yang terpuji dalam agama.

Dan seorang muslim akan diberi pahala dengan pahala yang besar untuk itu, namun jika semangat nya ini hanya sebatas mengatas namakan Sunnah akan tetapi dalam praktek nya banyak hal yang Takalluf (memberat-beratkan diri), Tanaththu’ (memperumit) dan bentuk-bentuk bid'ah dalam agama, yang menyebabkan timbulnya perpecahan di antara umat Islam ; maka itu adalah semangat yang tercela dan harus ditinggalkan.

Dan apa yang mulai banyak kita saksikan di beberapa masjid penyebaran rambu-rambu sutrah dan pancang-pancang dengan dalih memenuhi tuntunan Sunnah bersutrah dalam shalat, itu adalah salah satu bentuk Takalluf (memberat-beratkan diri) dan Tanaththu’ (memperumit) “.

Lanjutan Fatwa:

“Maka sesungguhnya Sunnah sutrah yang benar-benar diperoleh cukup dengan sholat menghadap ke dinding atau pilar-pilar masjid. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka tidak disyariatkan baginya sengaja untuk membuat sutrah-sutrah, yang dengannya akan memenuhi masjid-masjid.  Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penciptaan sarana ibadah yang membebani umat Islam. Sebaliknya, mereka dituntut untuk melakukannya sesuai dengan kemampuan mereka.

Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata:

«دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ، فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ ، فَقَالَ: مَا هَذَا الْحَبْلُ؟ قَالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ ، يعني استندت إليه في صلاتها ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لَا ، حُلُّوهُ ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ »

"Pada suatu hari Nabi SAW masuk (ke masjid), kemudian Beliau mendapati tali yang diikatkan diantara dua tiang. Kemudian Beliau berkata: "Apa ini?"

Orang-orang menjawab: "Tali ini milik Zainab, bila dia shalat (yakni shalat Tahajjud) lalu merasa letih, maka dia berpegangan pada tali itu ". (Yakni: Dia dalam sholatnya sambil bersandaran padanya).

Maka Nabi SAW bersabda: "Jangan ia lakukan sedemikian itu. Lepaskan lah tali itu! Hendaklah seseorang dari kalian melakukan shalatnya (yakni: sholat tahajjud) di saat dia semangat dan apabila dia merasa letih, maka duduklah ". (HR. Bukhori no. 1082 dan Muslim no. 1306)

Jika saja Nabi SAW melarang memegang seutas tali di antara dua tiang untuk tujuan menstabilkan semangat ibadah ; karena dengan itu akan menanggung kesulitan yang memberatkan pada diri sendiri, Lantas bagaimana dengan kondisi orang-orang yang memenuhi masjid dengan barang-barang yang tidak diperintahkan oleh syariat?

Padahal yang benar perintah agar bersutrah dalam sholat itu bisa dengan apa saja yang mudah di dapat, dan jika tidak mungkin, maka Allah SWT tidak membebani hambanya di luar kemampuannya.

Selain itu, dalam penciptaan hal-hal yang baru berupa pengadaan rambu-rambu sutrah ini memiliki banyak mafsadat, seperti pengeluaran biaya untuk tujuan pembuatannya, dan mempersempit jalannya orang-orang yang mau shalat menuju ke shaff-shaff. Dan menyerupakan masjid-masjid dengan kuburan-kuburan yang dipenuhi batu nisan, bahkan, sebagian dari rambu-rambu sutrah yang diciptakan di masjid-masjid ini menyerupai berbagai macam hal yang menimbulkan kebencian yang sangat.  Dan itu menyebabkan banyak fitnah dan perselisihan di antara orang-orang yang sholat mengenai hukum disyariatkannya.

Penyebab semua itu adalah kebodohan dan teralu keras dengan sesuatu yang tidak layak dalam agama, dan upaya untuk mengada-adakan yang baru dalam agama dengan sesuatu yang tidak pernah ada pada zaman Nabi SAW para sahabat dan para tabi’iin.

Saran kami kepada seluruh umat Islam adalah jangan memberat-beratkan diri dalam agama yang bukan bagian darinya, dan jangan disibukkan dengan cabang-cabang syariat, namun mengabaikan dalam mewujudkan pokok-pokoknya yang di sebut dengan istilah “rukun-rukun “dan “ketetapan-ketetapan dasar “dalam hal-hal yang berkaitan dengan keilmuan, amalan, nilai-nilai dan moral. Wallaahu a’lam.

====

FATWA DALAM “مجلة البحوث الإسلامية
Jurnal Penelitian Islam (18/93)
Fatwa No. 3599, tanggal 4/5/1401 H:

----------

PERTANYAAN :

ما حكم وضع السترة أمام المصلي داخل المسجد؟

Apa hukum meletakkan sutrah di depan orang sholat di dalam masjid?

JAWABAN :

الصلاة إلى سترة سنة في الحضر والسفر قي الفريضة والنافلة وفي المسجد وغيره.... وقد كان الصحابة رضي الله عنهم يبتدرون سواري المسجد ليصلوا إليها النافلة، وذلك في الحضر في المسجد لكن لم يعرف عنهم أنهم كانوا ينصبون أمامهم ألواحا من الخشب ليكون سترة في الصلاة بالمسجد بل كانوا يصلون إلى جدارالمسجد وسواريه فينبغي عدم التكلف في ذلك، فالشريعة سمحة ولن يشادّ الدين أحد إلا غلبه ولأن الأمر بالسترة للاستحباب لا للوجوب.

Sholat menghadap sutrah adalah sunnah di waktu hadir maupaun di waktu safar, dalam sholat fardlu dan sholat sunnah, di masjid, dan lainnya....

Para sahabat RA biasa menggunakan tiang-tiang masjid untuk shalat sunnah dengan menghadap ke padanya.

Dan itu di waktu hadir di masjid, tetapi tidak diketahui tentang mereka bahwa mereka biasa memasang papan kayu di depan mereka untuk menjadi sutrah selama shalat di masjid.

Bahkan mereka biasa salat menghadap ke tembok dan tiang masjid, maka janganlah bertakalluf (menyusahkan diri), karena syariat ini senantiasa memberi kemudahan (سمحة). Tidak ada seorangpun yang memberatkan diri dalam agama ini kecuali sikapnya tersebut akan mengalahkan dia. Dan karena perintah memakai Sutrah itu mustahabb, bukan wajib “. (Selesai).

NOTE : SEKILAS TENTANG “مجلة البحوث الإسلامية”.

Jurnal Riset Islam / “مجلة البحوث الإسلامية” ini adalah jurnal ilmiah berkala yang direferensikan yang diterbitkan setiap empat bulan di bawah pengawasan Sekretariat Jenderal Lembaga Kibaar al-Ulama / هيئة كبار العلماء di Arab Saudi. Berdasarkan Surat Keputusan Kerajaan yang Mulia No. 1/137 tanggal 8/7/1391 AH, yang meliputi persetujuan sistem dan peraturan untuk alur kerja Dewan Kibaar al-Ulama / هيئة كبار العلماء Pasal (11) peraturan tersebut menetapkan bahwa:

((تتولى رئاسة إدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد إنشاء مجلة دورية تنشر البحوث العلمية التي توافق الهيئة على نشرها وكذلك البحوث العلمية التي ترد من بعض الباحثين بعد موافقة الأمين العام للهيئة على نشرها)).

((Kepala Departemen Riset Ilmiah, fatwa, dakwah dan bimbingan agar melakukan pendirian majalah berkala, menerbitkan hasil Penelitian ilmiah yang disetujui Komisi untuk diterbitkan, serta penelitian- penelitian ilmiah lainnya yang diterima dari beberapa peneliti dari luar setelah persetujuan Sekretaris Jenderal Manager Lembaga untuk menerbitkannya)).

Edisi pertama majalah ini terbit pada tahun 1395 H dan masih terus terbit, al-Hamdulillah.

====

FATWA AL-LAJNAH AD-DAAIMAH - SAUDI ARABIA
ﻓﺘﻮﻯ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ

------

Di dalamnya di sebutkan tentang KAYU TIANG SUTROH . Fatwa No. 3599, tertanggal 4/5/1401 H

PERTANYAAN :

ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﻭﺿﻊ ﺍﻟﺴﺘﺮﺓ ﺃﻣﺎﻡ ﺍﻟﻤﺼﻠﻲ ﺩﺍﺧﻞ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ؟

Apa hukum meletakkan Sutrah di depan orang shalat di dalam masjid?

JAWAB :

ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺇﻟﻰ ﺳﺘﺮﺓ ﺳﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻀﺮ ﻭﺍﻟﺴﻔﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﻳﻀﺔ ﻭﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻏﻴﺮﻩ ؛ ﻟﻌﻤﻮﻡ ﺣﺪﻳﺚ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﻰ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻠﻴﺼﻞ ﺇﻟﻰ ﺳﺘﺮﺓ ﻭﻟﻴﺪﻥ ﻣﻨﻬﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﺑﺴﻨﺪ ﺟﻴﺪ ﻭﻟﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠم من ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺭﻛﺰﺕ ﻟﻪ ﺍﻟﻌﻨﺰﺓ ﻓﺘﻘﺪﻡ ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻳﻤﺮ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ ﺍﻟﺤﻤﺎﺭ ﻭﺍﻟﻜﻠﺐ ﻻ ﻳﻤﻨﻊ ﻭﺭﻭﻯ ﻣﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻃﻠﺤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺇﺫﺍ ﻭﺿﻊ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ ﻣﺜﻞ ﻣﺆﺧﺮﺓ ﺍﻟﺮﺣﻞ ﻓﻠﻴﺼﻞ ﻭﻻ ﻳﺒﺎﻝ ﻣﻦ ﻣﺮ ﻭﺭﺍﺀ ﺫﻟﻚ.

ﻭﻳﺴﻦ ﻟﻪ ﺩﻧﻮﻩ ﻣﻦ ﺳﺘﺮ ﻟﻪ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﻳﺒﺘﺪﺭﻭﻥ ﺳﻮﺍﺭﻱ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻟﻴﺼﻠﻮﺍ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ. ﻭﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻀﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻟﻜﻦ ﻟﻢ ﻳﻌﺮﻑ ﻋﻨﻬﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻨﺼﺒﻮﻥ ﺃﻣﺎﻣﻬﻢ ﺃﻟﻮﺍﺣﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺸﺐ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺳﺘﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﺎﻟﻤﺴﺠﺪ ﺑﻞ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﺪﺍﺭ- ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﺳﻮﺍﺭﻳﻪ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ عدم التكلف ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺳﻤﺤﺔ ﻭﻟﻦ ﻳﺸﺎﺩ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺣﺪ ﺇﻻ ﻏﻠﺒﻪ ﻭﻷﻥ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺴﺘﺮﺓ ﻟﻼﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﻻ ﻟﻠﻮﺟﻮﺏ ﻟﻤﺎ ﺛﺒﺖ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺻﻠﻰ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺑﻤﻨﻰ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺟﺪﺍﺭ ﻭﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﺗﺨﺎﺫﻩ ﺳﺘﺮﺓ . ﻭﻟﻤﺎﺭﻭﻯ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ: ﺻﻠﻰ رسول الله ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻓﻀﺎﺀ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ ﺷﻲﺀ.

ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ

ﺍﻟﺮﺋﻴﺲ: ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ

ﻧﺎﺋﺐ ﺭﺋﻴﺲ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ: ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻔﻴﻔﻲ

ﻋﻀﻮ: ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎﻥ

ﻋﻀﻮ: ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻗﻌﻮﺩ

(ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺭﻗﻢ: 18 ، ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ﺭﻗﻢ: 94)

Shalat menghadap sutrah adalah sunnah (tidak wajib) baik disaat mukim ataupun safar, baik dalam shalat fardhu ataupun shalat sunnah, baik di masjid ataupun di tempat lainnya karena keumuman hadits:

"إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا

“Apabila salah seorang diantara kalian shalat maka menghadap sutrah dan mendekatlah kepadanya.(HR Abu Dawud dengan sanad yang Jayyid),

Demikian juga yang diriwayatkan oleh Bukahri dan Muslim dari Hadits Abu Hanifah radhiyallahu anhu:

رُكِزَتْ له عَنَزَةٌ، فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ، يَمُرُّ بيْنَ يَدَيْهِ الحِمَارُ والْكَلْبُ، لا يُمْنَعُ

“Bahwasanya telah ditancapkan untuk Nabi SAW tongkat kecil, lalu beliau maju dan shalat dzuhur dua rakaat lalu lewat di hadapan beliau keledai dan anjing, beliau tidak mencegahnya“.

Dan diriwayatkan oleh Muslim dari Hadits Tholhah bin Ubaidullah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

إذا وضَعَ أحَدُكم بين يديه مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فلْيُصَلِّ، ولا يُبالِ مَن مَرَّ وراءَ ذلك

‘Apabila salah seorang sudah meletakan dihadapannya sesutu seukuran pelana sandarannya kendaraannya maka hendaklah shalat dan tidak peelu memperdulikan yang lewat dihadapannya.

Dan disunnahkan untuk mendekat dari sutrahnya sebagaimana dalam hadits dimana para sahabat radhiyallahu anhum bersegera menuju ketiang-tiang masjid untuk shalat sunnah menghadap kepadanya dan yang demikian itu ketika mukim di masjid.

Akan tetapi TIDAKLAH DIKENAL dari mereka bahwa mereka MELETAKKAN KAYU dihadapan mereka SEBAGAI SUTRAH shalat di masjid akan tetapi mereka shalat menghadap tembok, atau tiang masjid, maka hendaklah untuk TIDAK TAKALLUF (memberat-beratkan diri) atas yang demikian, karena AGAMA INI MUDAH. Dan tidaklah sekali-kali seseorang mempersulit diri dalam agama kecuali akan terkalahkan.

Demikian pula urusan SUTRAH INI SUNNAH tidak wajib, sebagaimana dalam hadits dari Nabi SAW:

أَنَّ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُصَلِّي بمِنًى إلى غيرِ جِدارٍ

“Bahwasanya Rosulullah SAW shalat mengimami manusia di Mina tidak menghadap tembok”.

Dan dalam hadits itu tidak disebutkan memakai sutrah, dan juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa:

"صَلَّى فِي فَضَاءٍ ولَيْسَ بَيْنَ يَدَيْهِ شَيْءٌ".

“Beliau shalat tidak ada sesuatupun dihadapannya” (Fatwa Lajnah ad Daaimah 18/94 no 3599)

(Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan fatwa / “اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء 18/94 no 3599):

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz…     Ketua

Abdul Razzaq Afifi…             Wakil Ketua

Abdullah bin Qaoud…         Anggota

Abdullah bin Ghadian…         Anggota

====

FATWA SYEIKH SHOLEH AL-FAUZAAN:

-----

Pertanyaan:

ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺻﺎﻟﺢ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ ﻭﻓﻘﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻘﻮﻝ: ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺴﺆﻭﻟﻴﻦ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﺘﻔﺼﻴﻞ ﺳﺘﺮﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺸﺐ ﺗﻜﻮﻥ ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺄﺗﻲ ﻣﺘﺄﺧﺮﺓ... ؟

Yang Mulia Syekh Saleh Al-Fawzan, semoga Allah memberi taufiq kepada Anda, ada orang yang bertanya:

Tentang Sebagian dari para penanggung jawan masjid-masjid mereka membikinkan sutrah yang terbuat dari kayu untuk jemaah sholat yang kedua yang datang terakhir???.

Jawaban al-‘Allaamah Shaleh al-Fauzan ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ:

ﻫﺬﺍ ﺗﺸﺠﻴﻊ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﺄﺧﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﺎ ﺗﺤﻂ ﻟﻬﻢ ﺷﻲﺀ ﻳﺸﺠﻌﻬﻢ ﻧﻌﻢ ، ﻫﺬﺍ ﺗﻜﻠﻒ ﺃﻳﻀﺎ, ﻧﻌﻢ.

Sutrah Ini adalah penyemangat orang untuk telat sholat, maka jangan anda menyediakan untuk mereka sesuatu yang menyemangati mereka untuk datang terlambat, iya. Ini juga termasuk hal yang memberat-beratkan diri, iya.

(Baca: “ﺍﻟﻤﻨﺘﻘﻰ ﻣﻦ ﺃﺧﺒﺎﺭ ﺳﻴﺪ ﺍﻟﻤﺮﺳﻠﻴﻦ” 27 / 04 / 1434 H.)

=====

FATWA SYEKH 'UBAID BIN ABDULLAH AL-JAABIRI
"عبيد بن عبد الله الجابري"

-------

Ini adalah pertanyaan keenam belas dari negara LIBYA ; Penanya mengatakan:

ما حكم صناعة مربَّعات خشبية على هيئة سُترة توضع داخل المساجد؟ سمعنا فتوى لبعض العلماء يقول إنها تكلُّف وعندنا طُلَّاب العلم يقولون إنَّها بدعة.

Apa hukum membuat kotak kayu dalam bentuk sutrah yang diletakkan di dalam masjid?

Kami mendengar fatwa dari beberapa ulama yang mengatakan bahwa itu adalah Takalluf (memberat-beratkan diri), dan pada kami terdapat para penuntut ilmu yang mengatakan bahwa itu adalah bid'ah?

JAWAB:

بل هِيَ بدعة، ما كان الصحابة يصنعون هذا في عهد رسول الله - صلَّى الله عليه وسلَّم -، وما عُرِفت في العقود السلفية المُفَضَّلة، القرون المُفَضَّلة أبدًا، هذه أُحدثت، فالسُّترة الذي تَرَجَّح لدينا أنَّها سُنَّة وليست واجبة، والمُصَلِّي لهُ مَوْضِع سجوده، فَهِي بدعةٌ وتكلُّف.

Bahkan yang benar, itu adalah Bid’ah, karena para sahabat tidak melakukan ini pada zaman Rasulullah SAW dan tidak dikenal dalam masa-masa Salaf yang diutamakan, tidak sama sekali pada abad-abad yang di utamakan pula.

Ini adalah muhdats (perakara baru). Lagi pula hukum sutrah yang rajih menurut kami adalah Sunnah hukumnya, bukan kewajiban. Dan orang yang sholat baginya adalah tempat sujudnya. Maka, membuat kotak kayu dalam bentuk sutrah adalah bid'ah dan Takalluf (memberat-beratkan diri). (Selesai)

====

FATWA SYEIKH PROF. DR. MUHAMMAD UMAR BAA ZAMUUL
"ﻣﺤﻤﺪ ﻋﻤﺮ ﺑﺎﺯﻣﻮﻝ"

-----

Dalam “تطبيق أصولي” no. 4.

PERTANYAAN KE 1: 

ﻫﻞ ﺗﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻤﺮﺳﻠﺔ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺨﺸﺒﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻧﺠﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ، ﻳﻀﻌﻬﺎ ﺍﻟﻤﻨﻔﺮﺩ ﻟﻠﺴﺘﺮﺓ؟

Kayu yang kita temukan di beberapa mesjid apakah hukumnya termasuk Mashlahat mursalah / ﺍﻟﻤﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻤﺮﺳﻠﺔ, yang digunakan oleh orang sholat munfarid sebagai sutrah?

JAWAB:

ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺨﺸﺒﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻮﺿﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻟﺘﻜﻮﻥ ﺳﺘﺮﺓ ﻟﻠﻤﺼﻠﻲ، ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺪﺍﻋﻲ ﺍﻟﻤﻘﺘﻀﻲ ﻟﻬﺎ ﻣﻮﺟﻮﺩﺍً ﺯﻣﻦ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﺄﻣﺮ ﺑﻬﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻳﺒﺘﺪﺭﻭﻥ ﺍﻟﺴﻮﺍﺭﻱ، ﻭﻟﻢ ﻳﺮﺩ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺼﻨﻌﻮﻥ ﻣﺜﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺨﺸﺐ ﻟﻠﺴﺘﺮﺓ. ﻓﺎﺗﺨﺎﺫﻫﺎ ﺧﻼﻑ ﺍﻟﺴﻨﺔ، ﻭ ﻻ ﺗﺪﺧﻞ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻤﺮﺳﻠﺔ، ﻓﺈﻥ ﺍﺗﺒﺎﻉ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﺘﺮﻙ. ﻭﻓﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﻟﻄﺎﻋﺘﻪ.

Kayu-kayu ini, yang ditempatkan di masjid untuk Sutrah bagi orang shalat, sebenarnya sama-sama dibutuhkan pula pada zaman Rasulullah SAW akan tetapi beliau tidak melakukannya atau memerintahkannya.

Dan yang para Sahabat lakukan dulu hanya bersegera menuju tiang-tiang Masjid, dan tidak ada keterangan bahwa mereka biasa membuat untuk sutrah berupa kayu-kayu seperti itu.

PERTANYAAN KE 2:

ﻭﻣﺎﺫﺍ ﻋﻦ ﺍﺗﺨﺎﺫ ﺍﻟﻜﺮﺍﺳﻲ ﺩﺍﺧﻞ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻟﻠﺴﺘﺮﺓ ؟

Bagaimana dengan mengambil kursi di dalam masjid untuk Sutrah?

JAWAB:

ﺍﺗﺨﺎﺫ ﺍﻟﻜﺮﺍﺳﻲ ﻟﻠﺴﺘﺮﺓ ﻻ ﺑﺄﺱ ﻓﻴﻪ.

Mengambil kursi untuk Sutrah, itu tidak mengapa.

PERTANYAAN KE 3:

ﻣﺎﺫﺍ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺍﻟﻔﺎﺿﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﻨﺰﺓ ، ﻫﻞ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﺤﺪﻳﺜﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺨﺸﺒﺔ ؟ ﺑﺎﺭﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻜﻢ

Apa pendapat Syekh kami yang terhormat tentang sebuah tombak kecil? Dapatkah hadits tombak kecil ini dijadikan dalil untuk bikin kayu sutrah? Semoga Allah memberkahi Anda!

JAWAB:

ﺍﻟﻌﻨﺰﺓ ﻛﺎﻥ ﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻔﺮ ﺃﻭ ﻓﻲ ﺻﻼﺗﻪ ﺧﺎﺭﺝ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ

Tombak kecil itu beliau SAW menggunakan nya saat bepergian / Safar atau dalam sholatnya di luar masjid.

=====

FATWA DARUL IFTA LIBYA
"دار الإفتاء الليبية"

Fatwa no. 1226

-----

PERTANYAAN:

انتشر في بعض المساجد ألواح من خشب، طولها ذراع وعرضها نصف ذراع تقريبا، تستعمل كسترة في الصلاة، وأنكرها بعض من ينتسب إلى العلم، زاعما أنها صلاة إلى أوثان، فما حكم ذلك؟

Telah menyebar di beberapa masjid adanya papan-papan sutrah dari kayu, yang panjangnya kira-kira satu hasta dan lebarnya setengah hasta, yang digunakan sebagai sutrah dalam shalat.

Ada Sebagian orang dari kelompok ahli ilmu yang mengingkarinya, dan mengklaim bahwa itu sama saja dengan shalat menghadap kepada berhala-berhala, lalu yang benar apa hukumnya??

JAWAB:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه.

أما بعد:.......  لا ينبغي إحداث هذه الألواح في المساجد؛ لأنها لم تكن عند السابقين مع الحاجة إليها، وعموم البلوى بالمرور بين يدي المصلين، والله أعلم.

Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam atas Rasulullah, keluarganya, para sahabat dan orang-orang yang setia kepadanya.

Ammaa Ba’du:..... Tidak selayaknya menciptakan perkara baru - papan-papan sutrah - di dalam masjid-masjid ; Karena, itu tidak pernah ada pada masa generasi-generasi yang terdahulu padahal sama-sama dibutuhkan, dan juga karena hal tsb menyebabkan munculnya kesulitan yang menyeluruh, yaitu mempersulit orang untuk bisa lewat di depan orang-orang yang shalat “. Wallahu a’lam

*******

Berikut ini:
FATWA YANG MEMBOLEHKAN YANG MENYEDIAKAN SUTRAH-SUTRAH DI DALAM MASJID-MASJID:

=====

FATWA ISLAM WEB. 

No. fatwa 293617 (23/04/2015 M) dengan judul

" لا حرج في صنع ألواح سترة الصلاة"

“Tidak mengapa membuat papan-papan sutrah untuk sholat ”

فلا حرج في صناعة تلك الألواح لأن اتخاذ السترة في الصلاة سنة... وما دام أن اتخاذ السترة مشروع ومقصود شرعا فإن صناعة ما يتحقق به هذا المقصود الشرعي لا حرج فيه، ولا يعتبر بدعة في الدين.

“Tidak ada salahnya membuat papan-papan sutrah ini, karena memakai sutrah saat sholat adalah sunnah... selama mengambil sutrah itu disyariatkan dan dimaksudkan oleh Syariah. Maka Tidak ada salahnya mewujudkan apa yang menjadi tujuan hukum ini, dan tidak dianggap bid'ah dalam agama “



Posting Komentar

0 Komentar