Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MITOS BULAN BALA (BULAN SAFAR) DAN REBO WEKASAN (Hari Rabu Di Akhir Bulan)

MITOS BULAN BALA (BULAN SAFAR) DAN REBO WEKASAN (Hari Rabu Di Akhir Bulan)

Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

*****

DAFTAR ISI :

  • PENDAHLUAN :
  • MAKNA SHAFAR (صَفَر)
  • TRADISI ARAB JAHILIYAH DALAM BULAN SAFAR (BALA)
  • BEGAIMANA PANDANGAN SEBAGIAN UMAT ISLAM SEKARANG TERHADAP BULAN BALA [SHAFAR] INI?
  • KENAPA MEREKA MEYAKINI BULAN SAFAR ADALAH BULAN SIAL DAN PANAS?
  • AKIBAT SALAH FAHAM:
  • ISI KITAB “QURRATUL ‘UYUN” SARAT DENGAN HARI-HARI DAN BULAN-BULAN SIAL
  • TIDAK ADA HADITS YANG SHAHIH TENTANG REBO WEKASAN:
  • MACAM-MACAM AMALAN YANG MEREKA LAKUKAN DI BULAN SAFAR:
  • DALIL-DALIL YANG MELARANG BERKEYAKINAN ADANYA HARI ATAU BULAN SIAL:

===****===

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ۞ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

*****

PENDAHULUAN

Dalam hadits Abu Hurairah (ra), disebutkan bahwa Rasulullah  bersabda:

((لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ))

“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyaroh (mengkaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak ada kesialan di BULAN SHAFAR [BULAN BALA]”.

(HR. Bukhari no. 5707, Muslim no. 2220 dan Abu Daud no. 3911).

*****

MAKNA SHAFAR (صَفَر):

Menurut bahasa, makna Safar (صَفَر) berarti kosong, ada pula yang mengartikannya kuning.

Sebab dinamakan Safar, karena kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) untuk karena bepergian jauh.

Ada pula yang menyatakan bahwa pada bulan itu mereka keluar untuk memerangi suku-suku lainnya, lalu mereka merampas barang-barang milik setiap orang yang di jumpainya dan meninggalkannya dalam keadaan tidak ada yang tersisa sedikitpun alias kosong (Lihat: Lisanul ‘arab karya ibnu Mandzur 4/462-463).

Ada lagi yang mengatakan: bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Oleh sebab itu mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan.

Pendapat lain menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit. (Lihat: Lisanul ‘arab karya ibnu Mandzur 4/462-463).

*****

TRADISI ARAB JAHILIYAH DALAM BULAN SAFAR (BALA)

ADA DUA TRADISI ORANG-ORANG ARAB JAHILYAH DALAM BULAN SAFAR:

Pertama: mereka mengaggap sial di dalam bulan shafar

Kedua: mereka mempermainkan hukum Allah SWT dengan cara memajukan dan mengakhirkan bulan tertentu.

Dan yang telah mereka maklumi bahwa Allah SWT telah menetapkan 12 bulan dalam satu tahun. Di dalam nya terdapat 4 bulan haram, yaitu: Syawal, Dzul-Qo’dah, Dzul-Hijjah dan Rajab. Yang mana telah diharamkan berperang di dalamnya sebagai bentuk pengagungan atas keistimewaan bulan-bulan tsb. Namun pada kenyataanya mereka sering memajukannya dan mengakhirkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka diantaranya dengan cara menjadikan bulan Shafar sebagai pengganti bulan Muharram. [Lihat Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi 14/12 dan Fataawa al-Lajnah ad-Daaimah 2/354].

Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

{إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37) }

“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu; mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharam­kannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". [QS. at-Taubah: 37].

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:

“Melalui ayat ini Allah mencela orang-orang musyrikin karena perbuatan mereka yang dengan seenaknya mengubah syariat Allah dengan pendapat-pendapat mereka yang rusak. Mereka berani mengubah hukum-hukum Allah dengan hawa nafsu mereka, berani pula menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh-Nya. Karena sesungguhnya mereka dengan kekuatan yang mereka miliki, kefanatikan, keberanian, dan kekerasan hati mereka, mereka berani melanggar kesucian tiga bulan Haram yang mengharam­kan mereka melakukan keperluan mereka, yaitu memerangi musuh-musuh mereka.

Di masa lalu sebelum Islam, mereka pernah menghalal­kan bulan Haram dan menangguhkannya sampai BULAN SAFAR. Karenanya mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan bulan Halal, dengan tujuan agar bersesuaian dengan bilangan bulan yang diharamkan oleh Allah Swt., yaitu empat bulan. [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 4/150].

*****

BEGAIMANA PANDANGAN SEBAGIAN UMAT ISLAM SEKARANG TERHADAP BULAN BALA [SHAFAR] INI?

Ada sebagian mereka berkeyakinan dan meyakini kesialan bulan Safar akan semakin meningkat jika bertemunya dengan Rabu, terutama hari rabu terakhir di bulan yang sama yang biasa disebut dengan ARBI’AA MUSTAMIRR (أَرْبَعَاء مُسْتَمِرّ) dan dalam bahasa Jawa disebut REBO WEKASAN; Karena, berdasarkan riwayat yang tidak dapar dipertanggung jawabkan disebutkan bahwa Allah telah menurunkan 3333 jenis penyakit pada hari Rabu bulan Safar, sehingga jika keduanya bertemu maka tingkat dan efek negative (kesialan) yang menyebar pada waktu itu semakin tinggi pula.

Oleh sebab itu maka sebagian kalangan masyarakat yang mempercayainya semakin meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap hari Rabu bulan Safar. Sehingga dalam rangka menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (kesialan), banyak orang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti antara lain:

1. Shalat sunnat mutlak disertai dengan pembacaan doa tolak bala.

2. Mengadakan selamatan tolak bala di kampung-kampung, biasanya disertai dengan menulis rajah di atas piring kemudian dicampur dengan air, seterusnya dicampurkan dengan air di dalam drum supaya bisa dibagi-bagikan kepada orang banyak untuk diminum

3. Melakukan mandi Safar untuk membuang sial, penyakit, dan hal-hal yang tidak baik. Kebiasaan mandi Safar ini dilakukan oleh mereka yang berdiam di daerah pinggiran sungai.

4. Tidak akan melakukan perjalanan atau bepergian jauh.

5. Membeli jimat-jimat atau wafaq penangkal bala dari para kyai dan ustadz serta meletakkannya di tempat-tempat tertentu, seperti di atas pintu, jendela, gudang, brangkas, kamar dan tempat lainnya.

Di sebagian kalangan suku Jawa, dalam rangka menyambut hari rabu (Arba Wekasan) biasanya mereka melakukan tradisi dengan membuat kue apem dari beras, kue tersebut kemudian dibagi-bagikan dengan tetangga. Ini dimaksudkan sebagai sedekah dan tentu saja untuk menolak bala. Hal ini menurut mereka karena ada hadits Nabi  yang menyatakan bahwa sedekah dapat menolak bala.

Selain itu dikalangan masyarakat Banjar ada anggapan bahwa bayi yang dilahirkan pada hari Rabu bulan Safar, disyaratkan untuk ditimbang dengan bermacam-macam kue-kue tradisional untuk disedekahkan yang sebelumnya dibacakan doa selamat. Apabila bayi yang lahir pada hari rabu bulan Safar tersebut tidak dilakukan upacara penimbangan, maka dikuatirkan kelak setelah besar bayi tersebut akan menjadi anak yang nakal dan sulit diatur.

Di mulai dari sinilah kemudian muncul berbagai keyakinan berkaitan dengan bulan Safar, yang pada intinya adalah sama. Yaitu, Bulan Safar sebagai bulan nahas, bulan sial, bulan panas, bulan diturunkannya bala dan penyakit, dan bulan yang harus diwaspadai keberadaannya. Karena pada bulan ini, segala penyakit, racun, dan hal-hal yang berbau magis memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat dibanding pada bulan lainnya.

Apalagi ketika memasuki hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang dinamakan dengan Arba Mustamir (أَرْبَعَاء مُسْتَمِرّ) atau dalam bahasa Jawa disebut Arba’ Wekasan.

Anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan yang tidak baik, telah diyakini secara umum oleh sebagian kalangan umat Islam di negeri ini sebagaimana keyakinan dari orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu.

*****

KENAPA MEREKA MEYAKINI BULAN SAFAR ADALAH BULAN SIAL DAN PANAS?

Ada sebagian orang berkeyakinan bahwa pada masa atau kurun waktu ketika ilmu-ilmu magic / sihir masih berkembang luas dan sangat ditakuti oleh masyarakat yang berada pada zaman tertsebut. Konon menjadi semacam kebiasaan dalam masyarakat, orang-orang tertentu yang menguasai ilmu sihir (semacam guna-guna, teluh, santet, pelet atau parang maya) melakukan ritual khusus untuk mengirimkan ilmunya kepada orang lain dengan tujuan tertentu pada bulan Safar.

Pada bulan Safar katanya ilmu yang mereka lepas itu akan lebih ampuh dibanding pada bulan yang lain, dan orang yang terkena ilmu itupun akan susah untuk disembuhkan.

Jika tujuan pelepasan ilmu untuk membuat orang yang terkena sakit maka akan sakit. Jika untuk membuat orang terpikat maka akan terpikat, bahkan keampuhan pikatan tersebut bisa membuat orang yang terkena tergelo-gelo, dan seterusnya.

Selain itu konon juga para dukun pada bulan tersebut sengaja melepaskan racun-racun yang mematikan guna mencari mangsanya agar racun tersebut tetap mempunyai keampuhan.

****

AKIBAT SALAH FAHAM:

Bisa jadi anggapan bulan Safar sebagai bulan panas dan sial karena SALAH MEMAHAMI FIRMAN ALLAH SWT di dalam Al-Qur‘an yang berkaitan dengan peristiwa kaum ‘Add.

Allah SWT membinasakan mereka kerana mendustakan Rasul-Nya dengan menurunkan angin ribut yang kencang yang berlanjutan sehingga manusia gugur bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang terbongkar.

Peristiwa ini telah digambarkan oleh Allah SWT dalam firmanNya:

{ كَذَّبَتْ عَادٌ فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ. إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُّسْتَمِرٍّ. تَنزِعُ النَّاسَ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ مُّنقَعِرٍ. فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ }

“Kaum 'Aad pun mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus, yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku”(QS. Al-Qamar: 18-21)

Imam Qurthubi menceritakan:

“bahwa menurut Ibnu Abbas, peristiwa tersebut berlaku pada hari Rabu yang terakhir bagi bulan itu. Yang dimaksudkan hari nahas di dalam ayat tersebut Allah SWT membinasakan kaum ‘Add yang kafir dan orang-orang mendustakan Rasul mereka saja.

Dengan kata lain Allah tidak membinasakan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman dengan Rasul mereka. Maka peristiwa tersebut tidak ada tidak ada kaitannya dengan hari yang membawa bencana, sial dan nahas “. (Tafsir Al-Qurtubi: 17/135)

Dari peristiwa tersebut sebagian orang mempercayai bahwa pada hari Rabu yang terakhir bagi setiap bulan adalah hari bala diturunkan. Maka tidak ada pekerjaan atau kerja-kerja amal pada hari tersebut.

*****

ISI KITAB “QURRATUL 'UYUN” SARAT DENGAN HARI-HARI DAN BULAN-BULAN SIAL

Ada banyak keterangan dalam kitab Qurrotul ‘Uyuun (قُرَّةُ العُيُوْن) yang berkaitan dengan hari-hari dan bulan bulan sial, yang sama sekali tidak bisa dipertanggung jawabkan kesahihannya khususnya dengan hari Rabu.

Nama lengkap kitab itu adalah:

قُرَّةُ الْعُيُوْنِ بِشَرْحِ نَظْمِ بِنِ يَامُوْنَ أَبِي مُحَمَّدٍ قَاسِمِ بِنِ أَحْمَدَ بِنِ مُوسَى بِنِ يَامُوْنَ التُّلَيْدِيِّ الْأَخْمَسِيِّ

"Qurrat al-'Uyuun: Syarah Nadzom Ibnu Yamun Abu Muhammad Qasim ibni Ahmad ibni Musa ibni Yamun at-Tulaydi al-Akhmisi".

Pengarang: Abu Abdullah Muhammad At-Tuhami bin Al-Madani, yang juga dikenal sebagai Al-Idrisi Al-Husaini, wafat pada tahun 1332 – 1915 M."

Diantara isinya (isi KITAB QURRATUL 'UYUN pada Hal. 60 – 64) adalah sbb:

“DELAPAN HARI SETIAP BULAN YANG HARUS DI HINDARI KETIKA MEMASUKI PERNIKAHAN

Sungguh Ibnu Yamun mengisyaratkan hal-hal yang harus di hindari ketika memasuki pernikahan dengan perkataan dalam sya’irnya:

وَدَّعْ مِنَ الْأَيَّامِ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ * إِن كَانَ آخِرَ الشُّهُورِ فَالسَّمْعَى

Tinggalkanlah hari rabu dan jangan di gunakan * jika hari rabu itu jatuh pada akhir bulan.

كَذَاكَ أَبُ جُبٍّ يَجِ يَا فَتَى * يُوَاكَ كَدُكَّهُ فَقَدْ أَتَى

Demikian juga tanggal tiga dan lima dan tiga belas wahai pemuda * dua puluh lima dan dua puluh satu dan dua puluh empat dan enam belas.

Syeikh Yamun rahimahullah telah mengabarkan bahwa untuk memasuki pernikahan hendaklah menghindari delapan hari tertentu:

  • Hari rabu terakhir dari setiap bulan karena ada hadits:

((آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِيْ الشَّهْرِ يَوْمُ نَخْسٍ مُسْتَمِرٍّ))

“Hari rabu di akhir bulan selamanya hari na'as (apes) “.

  • Dan tanggal tiga dari setiap bulan
  • Dan tanggal lima dari setiap bulan
  • Dan tanggal tiga belas dari setiap bulan
  • Dan tanggal enam belas daari setiap bulan
  • Dan tanggal dua puluh satu dari setiap bulan
  • Dan tanggal dua puluh empat dari setiap bulan
  • Dan tanggal dua puluh lima dari setiap bulan

Maka inilah hari-hari yang delapan, yang semestinya di jauhi dalam melakukan hal-hal penting seperti nikah dan bepergian dan menggali sumur dan menanam tanaman keras dan lain-lainnya.

Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah.

Dan al-Haafidz Ibnu Hajar Rahimallah berkata dalam sya'ir bahar thowilnya:

تَوَقّ من الايّام سبعاً كواملاً # فلا تَبْتَدِى فيهِنَّ أمرًا ولا سَفَرْ

Jauhi ketujuh hari dengan sempurna, jangan kamu memulai sesuatu dan jangan pula berpergian

وَلَا تَشْتَرِ ثَوْبًا جَدِيدًا أَوْ حُلَّةً # وَلَا تَنْكِحْ أُنْثَىٰ وَلَا تَغْرُسِ الشَّجَر

Jangan membeli baju baru atau perhiasan, Jangan menikahkan anak putri dan jangan menanam tanaman

ولا تحفرن بئراً ولا دارًا تشترى # ولا تَصْحَبْ السُّلْطَانَ فالحذرِ الحذرِ

Jangan mengali sumur dan membeli rumah. Jangan bersahabat dengan raja dan berhati hatilah

ثلاثاً و خمساً ثم ثلاثَ عشَرَ # يَتْبَعُهَا من بعدُ ذا السادسَ عشَر

Tanggal tiga, Lima, Kemudian Tigabelas, Tanggal tanggal berikutnya yakni taggal enambelas

والحادىُ والعشرون إيَّاكَ شُؤْمُه # و الرابعَ والعشرين والخامسَ والعشرين

Pada tanggal duapuluh satu, takutlah akan kejelekannya begitu pula tanggal duapuluh empat dan duapuluh lima

ويومَ الأربعاء وكلَّ يومٍ # نَهَيْتُك عَنْهُ فهو نَحْسٌ قد استَمَرَّ

Setiap rabu akhir pada setiap bulan dan seluruh hari aku melarangmu darinya karena hari naas selamanya

رَوَيْنَا عَنْ بَحْر العُلوم حقيقةً # عليٍ بن عمٍّ المصطفى سَيِّدِ الْبَشَرِ

Kami meriwayatkan seluruh keterangan ini dari lautan ilmu yakni Ali Bin Ammil Mushthafa pemimpin umat.

Termasuk hari yang juga sebaiknya dihindari adalah hari Sabtu. Telah ditanyakan kepada Nabi  tentang hari tersebut, beliau menjawab:

((يَوْمُ مَكْرٍ وَخَدِيْعَةٌ))

"Hari Sabtu adalah hari tipu daya dan tipu muslihat “.

Karena pada hari Sabtu itulah orang Quraisy berkumpul di balai pertemuan (Darun Nadwah) guna mencari cara yang baik untuk membunuh Nabi Saw."

Begitu pula hari Selasa. Telah ditanyakan kepada Nabi  dan beliau menjawab:

((يَوْمُ دَمٍ))

Hari berdarah “

Karena pada hari itu Sayidah Hawa mengeluarkan darah haid, hari terbunuhnya Ibnu Adam oleh saudaranya, Jirjis, Zakaria dam Yahya as., juru sihir raja Fir'aun, Asiah binti Mazahim (istri Firaun), serta disembelihnya sapi bani Israil.

Karena alasan-alasan tersebut Nabi . dengan tegas mencegah melakukan cantuk pada hari Sabtu.

Nabi  bersabda:

((فِيْهِ سَاعَةٌ لا يَرْقَأُ فِيْهَا الدَّمُ))

"Pada hari Sabtu terdapat saat yang tidak dialirkan darah”.

Dan pada hari Sabtu neraka Jahanam diciptakan, Allah memberikan kuasa pada malaikat Maut untuk mencabut nyawa anak cucu Adam, Nabi Ayub menerima cobaan dari Allah Swt., serta Nabi Musa dan Nabi Harun as. wafat."

Adapun tentang hari Rabu, pernah ditanyakan kepada Nabi  dan beliau SAWmenjawab:

((يومُ نَحْسٍ،أُغْرِقَ فِيْهِ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ، وأُهْلِكَ عَادٌ وَثَمُوْدُ قَوْم صَالِحٍ، وآخرُ أَرْبِعَاءَ فِيْ الشَّهْرِ أشْأمُ))

"Hari Rabu adalah hari naas, dimana pada hari itu Fir'aun ditenggelamkan bersama para pengikutnya serta kaum Tsamud dan kaum Nabi Shaleh dihancurkan. Dan hari Rabu terakhir pada setiap bulan adalah yang paling sial (buruk)”.

Ditambahkan pula ada keterangan:

((يَوْمُ الأرْبِعَاءَ لاَ أَخْذَ وَلاَ عَطَاءَ))

“Hari Rabu adalah tidak ada pengambilan dan tidak ada pemberian “.

Ada beberapa atsar yang melarang pada hari itu memotong kuku, karena hal itu dapat mengakibatkan penyakit belang. Memang ada sebagian ulama yang meragukan keterangan tersebut, namun ternyata mereka terserang penyakit itu

Didalam kitab An-Nashihah (النصيحة) ada keterangan untuk tidak melakukan sesuatu seperti, memotong rambut, memotong kuku, cantuk, bepergian, dan sebagainya, pada hari-hari terlarang guna menghindari bahaya yang akan menimpa orang yang melakukan hal itu pada hari-hari tersebut. [LIHAT KITAB QURROTUL ‘UYUUN HAL. 60-66]

PENULIS KATAKAN :

Namun demikian, pengarang Qurrotul ‘uyuun syeikh Abu Abdillah at-Thihaami sendiri setelah panjang lebar mensyarahi nadzam Ibnu Yamuun diatas beliau langsung memberikan tanggapan dengan mengatakan:

“Akan tetapi, Imam Ibnu Yunus mengatakan berdasarkan keterangan dari Imam Malik: "Tidak ada halangan melakukan pijat dengan menggunakan minyak dan melakukan cantuk pada hari Sabtu.

Begitu pula bepergian dan melakukan akad nikah, karena semua hari itu milik Allah SWT. Saya tidak melihat bahwa dilarangnya bahwa melakukan aktifitas pada hari-hari tertentu sebagai persoalan yang besar."

Bahkan secara tidak langsung beliau mengingkari adanya haditst yang menerangkan hal itu. Ketika ditanya tentang tidak bolehnya melakukan beberapa pekerjan seperti cukur, memotong kuku dan mencuci pakaian pada hari Sabtu dan Rabu, Ibnu Yunus menjawab:

“Kamu jangan memusuhi hari-hari itu, sebab hari-hari itu akan memusushi kamu “.

Artinya, jangan meyakini bahwa hari-hari itu mempunyai pengaruh yang akan membahayakan diri. Kalaupun benar-benar terjadi, hal itu tidak lain karena akibat pekerjaan yang dilakukan pada hari-hari tertentu tersebut kebetulan sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Syekh Khalil didalam Kitab nya jami' dengan nada keras memperingatkan: "Jangan tinggalkan sebagian hari-hari tertentu untuk melakukan suatu amalan, karena semua hari adalah milik Allah SWT, tidak memberi bahaya dan tidak memberi manfaat."

[Sampai di sini kutipan dari KITAB QURROTUL ‘UYUUN lihat HAL. 66]

Ibnu Qoyyim al-Jauzy berkata dalam kitab al-Manaarul Muniif: 64:

“PASAL: haditst-hadits tentang tanggal-tanggal yang akan datang. Diantaranya hadits yang menyatakan: tanggal ini dan itu, seperti perkataan seseorang: Jika tahun itu dan itu maka akan terjadi seperti itu dan seperti itu. Dan jika bulan itu dan itu maka akan terjadi seprti itu dan itu. Dan seperti perkataaan seorang pendusta lagi sombong: jika terjadi gerhana bulan di bulan muharram maka akan terjadi harga-harga barang mahal, peperangan dan kesibukan penguasa. Dan ketika terjadi gerhana bulan di bulan Shafar maka akan terjadi itu dan itu. Dan si pendusta ini akan terus menerus bikin kedustaan pada semua bulan. Dan semua hadits-hadits yang berkaitan dengan bab ini adalah dusta dan dibikin-bikin (PALSU)“.

Imam Nawawi berkata: "Kesimpulannya, menjauhi hari Rabu karena keyakinan akan kejelekan yang merupakan kepercayaan ahli perbintangan hukumnya benar-benar haram. Sebab semua hari adalah milik Allah Swt., tidak ada hari yang berbahaya dan tidak ada hari yang bermanfaat kerena keadaan hari-hari itu sendiri. Menjauhi hari-hari yang lain juga tidak berbahaya dan tidak ada yang perlu ditakuti."

Dalam arti, bahwa melakukan seperti keterangan diatas (menghindari hari-hari tertentu) hanya didasarkan pada hadits dhaif.

*****

TIDAK ADA HADITS YANG SHAHIH TENTANG REBO WEKASAN:

Para ulama mengatakan tidak terdapat satupun hadits yang sahih mengenai turunnya bala pada hari Rabu atau pada hari Rabu yang terakhir bagi setiap bulan. Sebahagian ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan berkaitan dengan perkara tersebut adalah hadits-hadits PALSU (maudhu‘) semata-mata.

Diantara hadits-hadits tersebut ialah sbb dan sebagian sudah di sebutkan diatas:

1. Hadits Jabir bin Abdullah (ra) bahwa Nabi  bersabda:

((يَوْمُ الْأَرْبِعَاءَ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ))

“Hari Rabu itu hari nahas yang terus menerus”

(HR. Thabrani dlm Mu’jam awsaath1/243, Ibnu Adiy dlm al-Kaamil 1/238 dan Ibnu Hibban dlm al-Majruuhiin 1/104). Haidts ini MUNKAR.

Detail takhrijnya sbb:

[قالَ الطَّبرانيُّ: " لم يروِ هَذَا الحديثَ عنْ جعفرِ بنِ محمَّـدٍ إلاَّ إبراهيمُ بنُ أبي حيَّةَ " ، وقال _ أيضاً _: " لم يروِ هَذِهِ اللَّفظةَ في هَذَا الحديثِ أحدٌ ممَّنْ رَوَاهُ عنْ جعفرِ بنِ محمَّدٍ: (أمرني جبريلُ) إلاَّ إبراهيم بن أبي حيَّةَ هذا حديثٌ مُنْكـرٌ ؛ مَدَارُهُ عَلَى إبراهيمَ بنِ أبي حيَّةَ ، وَهُوَ: أبو إسماعيلَ المكِّيُّ ، قالَ فِيهِ البُخاريُّ وأبو حاتمٍ: " مُنْكرُ الحَدِيثِ " ، وقالَ ابنُ المدينيِّ: " ليسَ بشيءٍ " ، وقال النَّسائيُّ: " ضعيفٌ " ، وقالَ ابنُ عَدِيٍّ: " وضَعْفُ إبراهيمَ بنِ أبي حيَّةَ بَيِّنٌ عَلَى أَحَادِيثِهِ وَرِوَايَاتِهِ " ، وقالَ ابنُ حِبَّانَ: " يَرْوِي عنْ جعفرِ بنِ محمَّدٍ وهشامِ بنِ عروةَ مناكيرَ وأَوَابدَ تسبقُ إلى القلبِ أنَّهُ المُتعمِّدُ لها ".قال ابنُ عَدِيٍّ: " وَهَذَا الحديثُ منْ هَذَا الطَّريقِ قَدْ رُوِيَ عنْ جعفرِ بنِ محمَّدٍ مُسنداً ، والأصلُ فيهِ مُرسلاً ، وأمَّا قولُهُ: يومُ الأربعاءِ يومُ نحسٍ مُسْتمرٍّ ؛ لا يَرْوِيهِ غير إبراهيمَ بنِ أبي حيَّةَ " ، وقالَ _ أيضاً _: " وحديثُ جعفرِ بنِ محمَّدٍ قالَ جماعةٌ فيهِ: عنْ جعفرٍ ، عنْ أبيهِ ، عنْ جابرٍ ، واخْتَلَفُوا عَلَى جعفرٍ عَلَى ألوانٍ ، إلاَّ أنَّ المُنْكرَ فيهِ قولُهُ: ويومُ الأربعاءِ يومُ نحسٍ مُسْتمرٍّ].

2. Hadits Ali bin Abi Thalib (ra) dengan lafadz yang sama bahwa Nabi  bersabda:

((يومُ الأربعاءِ يومُ نحسٍ مُستمرٍّ))

“Hari Rabu itu hari nahas yang terus menerus”

(HR. Marduweih (lihat Al-La’aalil Mashnuu’ah karya Imam As-Sayuuthy 1/485). Hadits ini PALSU.

Detail takhrijnya sbb:

[هَذَا حَدِيثٌ موضوعٌ ؛ والمُتَّهمُ بهِ يحيى بنُ العلاءِ ؛ فَقَدْ رُمِيَ بالوضعِ كما مرَّ معنا سابقاً ، والحديثُ وَرَدَ أيضاً موقوفاً عَلَى عليِّ بنِ أبي طالبٍ t: أخرجَهُ ابنُ عَدِيٍّ في " الكاملِ " (5/243) ، وابنُ مَرْدُويَه _ كَمَا في " اللآلىء المصنوعة " (1/485 _ 486) _ من طريقِ عبَّادِ بنِ يعقوبَ ، أخبرنا عِيسَى بنُ عبدِ اللَّهِ ؛ قالَ: حدَّثني أبي ، عنْ أبيهِ ، عنْ جدِّهِ ، عنْ عليٍّ ؛ قال: نَزَلَ جبريلُ _ عليهِ السَّلامُ _ باليمينِ مع الشَّاهدِ ، والحِجَامةِ ، ويومُ الأربعاءِ يومُ نحسٍ مُسْتمرٍّ.

أقولُ: هَذَا أثرٌ منكـرٌ ؛ لأجلِ عِيسَى بنِ عبدِ اللَّهِ ، وَهُوَ: عِيسَى بنُ عبدِ اللَّهِ بنِ محمَّدِ بنِ عمرَ بنِ عليِّ بنِ أبي طالبٍ ، قالَ أبو حاتمٍ: " لم يكن بقويٍّ في الحديثِ " ، وقال ابنُ عَدِيٍّ بعد أنَّ ذَكَرَ هَذَا الحديثَ فِيمَا يُنْكرُ عليهِ: " وعامَّةُ مَا يَرْوِيهِ لاَ يُتابعُ عليهِ " ، وقالَ ابنُ حِبَّانَ في " المجروحينَ ": " يَرْوِي عنْ أبيهِ عنْ آبائِهِ أشياءَ موضوعةً ، لا يحلُّ الاحتجاجُ به ،كأنَّهُ كَانَ يَهِمُ ويُخْطِىءُ ، حتَّى كانَ يجيءُ بالأشياءِ الموضوعةِ عنْ أسلافِهِ ، فبطلَ الاحتجاجُ بما يرويهِ لِمَا وَصَفْتُ " ، وأَعَادَ ذِكْرَهُ في " الثِّقاتِ " وقالَ: " في حَدِيثِهِ بعضُ المناكيرِ " ، وقال أبو نُعيمٍ: " رَوَى عنْ أبيه عنْ آبائِهِ أَحَادِيثَ مناكيرَ ، لا يُكْتبُ حَدِيثُهُ ، لاَ شيء " ، وقالَ الدَّارقطنيُّ: " متروكٌ]

3. Perkataan Ibnu Abbaas (ra):

((آخرُ أربعاءِ الشَّهرِ يوم نحسٍ مُسْتمرٍّ))

“Akhir hari Rabu tiap-tiap bulan itu hari nahas yang terus menerus”.

(Di sebutkan dalam kamus Lisaanul Miizaan karya Ibnu Mandzuur 6/33).

Atsar ini sangat lemah sekali.

Detail takhrijnya sbb:

[هَذَا حديثٌ ضعيفٌ جدّاً ؛ لحالِ مسلمةَ بنِ الصَّلتِ ، فَهُوَ متروكُ الحديثِ. وأخرجَهُ ابنُ الجوزيِّ _ أيضاً _ في "الموضوعاتِ" (2/73) موقوفاً عَلَى ابنِ عبَّاسٍ ، من طريقِ الحسنِ بنِ عُبيدِ اللَّهِ الأبزاريِّ ، حدَّثني إبراهيمُ بنُ سعيدٍ ، حدَّثني المأمونُ ، عنِ الرَّشيدِ ، عنِ المهديِّ ، عنِ المنصورِ ، عنْ أبيهِ ، عنْ أبيهِ عبدِ اللَّهِ بنِ عبَّاسٍ أنَّهُ قال: يومُ الأربعاءِ لا يدور يوم نحسٍ مُسْتمرٍّ. أقولُ: الحسنُ بنُ عُبيدِ اللَّهِ ، وَهُوَ: الحسينُ بنُ عُبيدِ اللَّهِ بنِ الخصيبِ ، أبو عبد اللَّه ، الأبزاريُّ ، البغداديُّ ، يُلقَّبُ منقاراً ، قالَ عنهُ أحمدُ بنُ كاملٍ القَاضِي _ كَمَا في " تاريخ بغداد " (8/56) _: " كان مَاجِناً ، نادراً ، كذَّاباً في تلكَ الأحاديثِ الَّتي حدَّثَ بها منَ الأحاديثِ المُسْندةِ عنِ الخُلفاءِ ، قال: ولم أكتبْ عنه لهذهِ العلَّةِ "]

4. Hadits Abu Hurairah (ra) bahwa Rosulullah  bersabda:

((... ، وَيَوْمُ الأربعاءَ يومُ نَحْسٍ ، قَرِيبِ الخُطَا ، يَشِيبُ فِيهِ الوِلْدَانُ ، وَفِيْهِ أَرْسَلَ اللَّهُ الرِّيْحَ عَلَى قَوْمِ عَادٍ ، وَفِيْهِ وُلِدَ فِرْعَوْنُ ، وَفِيْهِ ادَّعَى الرُّبوبيَّةَ ، وَفِيْهِ أَهْلَكَهُ اللَّهُ "... ، الحديثَ)).

“..... dan hari Rabu adalah hari Nahas, di dalamnya: langkah-langkah menjadi pendek, anak-anak berubah menjadi tua beruban, Allah mengirim angin kepada kaum ‘Aad, Fir’aun di lahirkan, Fir’aun mengikrarakan dirinya sebagai tuhan dan Allah membinasakannya... “.

(HR. Ibnul Jauzy di Al-Maudluu’aat 2/71-72, Ibnu ‘Asaaki dlm Tarikh Damaskus 8/357 dan Khaatib al-Baghdaady dlm Tarikh Baghdaad 12/98)

Hadits ini PALSU dan Penuh Dusta.

Detail takhrijnya sbb:

فيه إسماعيلُ بنُ أحمدَ هُوَ: ابنُ عمرَ السمرقنديُّ ، قالَ عنهُ ابنُ عساكرَ في " تاريخِ دمشقَ " (8/357): " وَكَانَ مُكثراً ثقةً" ، وأبو الحسينِ عليُّ بنُ محمَّدٍ هُوَ: ابنُ عبدِ اللَّهِ بن بِشْرانَ ، قالَ عنهُ الخطيبُ البغداديُّ في " تاريخ بغداد " (12/98): "كَانَ صدوقاً ثقةً " ، وعثمانُ بنُ أحمدَ الدَّقَّاقُ هُوَ: أبو عمرٍو عثمانُ بنُ أحمدَ بنِ عبدِ اللَّهِ الدَّقَّاقُ المعروفُ بابنِ السَّمَّاكِ ، قالَ عنهُ الخطيبُ البغـداديُّ في " تاريخِ بغدادَ " (11/303): " كَانَ ثقةً ثبتاً " ، وأحمدُ بنُ محمَّدِ بنِ المؤملِ هُوَ: أبو بكرٍ الصُّـوريُّ ، ترجمَ لهُ الخطيبُ في " تاريخِ بغدادَ " (5/103) ، وابنُ عساكرَ في" تاريخ دمشق " (5/457) وَلَمْ يَذْكُرَا فِيهِ شيئاً ، وَأَمَّا يحيى بنُ عبدِ اللَّهِ فَقَدْ قالَ فيهِ الذَّهبيُّ في " ميزانِ الاعتدالِ " (4/391): " شيخٌ مجهولٌ ، حدَّثَ عنهُ عبدُ الرَّحمنِ بنُ خالدٍ بحديثٍ كَذِبٍ في الأيَّامِ ".

وقال ابنُ الجوزيِّ - عَقِبَ هذا الحديثِ -: " هَذَا حَدِيثٌ موضوعٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وفيهِ ضعفاءُ ومجهولونَ "

5. Hadits Anas bin Malik (ra), beliau berkata:

((سُئِلَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عنِ الأيَّامِ ، وسُئِلَ عَنْ يَوْمِ الأربعاءِ ؟ ، قالَ: " يَوْمُ نَحْسٍ " ، قَالُوا: وَكَيْفَ ذَاكَ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ ؟ ، قالَ: " أَغْرَقَ اللَّهُ فِرْعَونَ وَقَوْمَهُ ، وأَهْلَكَ عَاداً وثمودَ)).

Nabi  ditanya tentang hari-hari tertentu, dan ditanya pula tentang hari Rabu. Beliau menjawab: Hari Nahas “. Mereka bertanya: Dan Bagaimana itu, wahai Rosulullah ! Beliau menjawab: “ Allah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, dan membinasakan kaum ‘Aad dan Tsamuud “.

(HR. Ibnu Marduwaih dalam at-Tafsiir – lihat al-Laa’aali al-mashnuu’ah karya imam as-Sayuthi 1/486 -).

Hadits ini MUNKAR.

Detail takhrijnya sbb:

“فيه أبو الأَخْيَلِ خالدُ بنُ عمرٍو قالَ فيهِ ابنُ عَدِيٍّ: " رَوَى أَحَادِيثَ منكرةً عنْ ثقاتِ النَّاسِ ، وَكَانَ جعفرٌ الفريابيُّ يقولُ: رأيتُ أبا الأَخْيَلِ هَذَا بحمصَ وَلَمْ أكتبْ عنهُ ؛ لأنَّهُ كَانَ يكذبُ " ، وَذَكَرَهُ ابنُ حِبَّانَ في " الثِّقاتِ " وقالَ: " ربَّمَا أَخْطَأَ " ، وقالَ الدَّارقطنيُّ: " ضَعِيفٌ ".

KESIMPULANNYA:

Tidak ada hadits yang sahih dalam bab ini. Wallaahu a’lam bish-shoowaab.

Referensi:

Lihat: "Kasyf al-Khafa" (3) oleh al-Ajluni, "al-Mawdhu'at" (917) oleh Ibnu al-Jawzi, "al-Jami' al-Kabir" (13) oleh as-Suyuti, "Asnā al-Maṭālib" (2) oleh al-Hūt al-Bairūtī, "Tanzīh al-Sharī'ah" (23) oleh Ibnu 'Irāq, "Mukhtaar al-Mawhū'āt" (368) oleh adz-Dzahabi, "Tārīkh Baghdād" (16/584) oleh al-Khaṭīb al-Baghdādī, "Lisān al-Mīzān" (6/814) oleh Ibn ajar, "al-Fawā'id al-Majmuu'ah" (1259) oleh ash-Syawkānī, "al-Mudāwī" (1/23) oleh al-Ghumārī, "a'īf al-Jāmi' al-aghīr" (3), dan "as-Silsilah adh-Dha'īfah" (1581) oleh al-Albani, "Mu'jam al-Manāhi al-Lafzhiyyah" (halaman 345) oleh Dr. Bakr Abu Zeid, dan "al-Ahadits al-Mawhū'ah al-Laati Tunāfī Tawhīd al-'Ibādah" (2/270) dan lainnya.

*****

MACAM-MACAM AMALAN YANG MEREKA LAKUKAN DI BULAN SAFAR:

Di berbagai daerah di Indonesia banyak diantara kalangan Umat Isalm di dalam bulan Safar ini melakukan berbagai amalan yang berhubungan dengan ritual keagamaan yang dapat dikatagorikan sebagai amalan yang tidak ada dalil syar’inya, dimana amalan tersebut tidak pernah dikerjakan atau diperintahkan oleh Rasullullah , begitu pula oleh para sahabat maupun oleh para tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Amalan sebagian kalangan umat Isalm di bulan Safar karena diyakini sebagai bulan nahas antara lain adalah sbb:

1. Shalat sunnah mutlak disertai dengan pembacaan doa tolak bala

2. Mengadakan selamatan tolak bala kampung, biasanya disertai dengan menulis rajah di atas piring kemudian dibilas dengan air, seterusnya dicampurkan dengan air di dalam drum supaya bisa dibagi-bagikan kepada orang banyak untuk diminum.

3. Melakukan mandi Safar untuk membuang sial, penyakit, dan hal-hal yang tidak baik. Kebiasaan mandi Safar ini dilakukan oleh mereka yang berdiam di daerah pinggiran sungai.

4. Tidak akan melakukan perjalanan atau bepergian jauh

5. Di sebagian kalangan suku Jawa, dalam rangka menyambut hari rabu (Arba Wekasan) biasanya mereka melakukan tradisi dengan membuat kue apem dari beras, kue tersebut kemudian dibagi-bagikan dengan tetangga. Ini dimaksudkan sebagai sedekah dan tentu saja untuk menolak bala. Hal ini menurut mereka karena ada hadits Nabi  yang menyatakan bahwa sedekah dapat menolak bala.

6. Selain itu dikalangan masyarakat Banjar ada anggapan bahwa bayi yang dilahirkan pada hari Rabu bulan Safar, disyaratkan untuk ditimbang dengan bermacam-macam kue-kue tradisional untuk disedekahkan yang sebelumnya dibacakan doa selamat. Apabila bayi yang lahir pada hari rabu bulan Safar tersebut tidak dilakukan upacara penimbangan, maka dikuatirkan kelak setelah besar bayin tersebut akan menjadi anak yang nakal dan sulit diatur.

Sheikh Muhammad Abdul Salam asy-Syuqairi dalam kitabnya "Al-Sunan wal-Mubtada'at" (halaman 111, 112) berkata:

قَدْ اعْتَادَ الْجُهَّلَاء أَنْ يَكْتُبُوا آيَاتِ السَّلَامِ كـ ”سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ” إلَخْ فِي آخِرِ أَرْبَعَاءٍ مِنْ شَهْرِ صَفَرٍ ثُمَّ يَضَعُونَهَا فِي الْأَوَانِي وَيَشْرَبُونَ وَيَتَبَرَّكُونَ بِهَا وَيَتَهَادَوْنَهَا لِاعْتِقَادِهِمْ أَنَّ هَذَا يُذْهِبُ الشَّرُوْرَ، وَهَذَا اعْتِقَادٌ فَاسِدٌ، وَتَشَاؤُمٌ مُذْمَمٌ، وَابْتِدَاعٌ قَبِيْحٌ يَجِبُ أَنْ يُنْكَرَهُ كُلُّ مَنْ يَرَاهُ عَلَى فَاعِلِهِ.

“Orang-orang bodoh telah terbiasa menulis ayat-ayat keselamatan seperti "Salamun 'ala Nuuhin fi al-'alamin," dan sejenisnya, pada Rabu terakhir dari bulan Safar, lalu meletakkannya di wadah-wadah, meminumnya, bertabarruk dengannya dan saling memberi hadiah karena keyakinannya sebagai sarana untuk menghilangkan keburukan. Ini adalah keyakinan yang rusak, tindakan pesimis yang tercela, dan inovasi yang buruk, dan hal ini seharusnya menjadi penolakan oleh siapa pun yang melihatnya pada orang yang melakukannya". [Sls]

Segala bentuk amalan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi datangnya kesialan dalam bulan Safar sebagaimana disebutkan diatas selain sebagai amalan yang tidak berdalil juga termasuk perbuatan yang khurafat.

*****

DALIL-DALIL YANG MELARANG BERKEYAKINAN ADANYA HARI ATAU BULAN SIAL:

Tidak boleh, bahkan hal itu termasuk kebiasaan orang-orang jahiliyyah yang syirik, di mana Islam datang untuk menolak dan membatilkannya. Dalil-dalil yang ada, sangat jelas menyatakan keharaman kebiasaan tersebut. Perbuatan atau anggapan sial seperti itu termasuk kesyirikan. Dan sebenarnya itu tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan atau menolak kemudaratan, karena tidak ada yang memberi, yang menolak, yang memberi manfaat dan memberi mudarat kecuali Allah SWT.

Allah SWTberfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ

“Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (Yunus: 107)

Dalam firmannya yang lain:

{ قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا}

"Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah (QS.Al Ahzab: 17).

Dahulu, kaum Firaun apabila mereka ditimpa paceklik dan kemarau panjang, mereka sangka bahwa musibah dan bala’ itu karena Musa dan kaumnya yang membawa sial. Sebagaimana dalam firman Allah:

وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَى وَمَن مَّعَهُ

“Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.” (QS. Al-A’raf: 131).

Maka Allah bantah mereka dengan firman-Nya:

أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُون

“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 131).

Yakni musibah yang menimpa mereka merupakan qadha dan qadar yang telah Allah tetapkan disebabkan kekufuran, dosa dan pengingkaran mereka terhadap risalah yang dibawa Nabi Musa As. Setelah itu Allah sifati mayoritas mereka sebagai orang-orang yang bodoh.

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas (ra) disebutkan bahwa Nabi  bersabda:

((يَا غُلَامُ إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَإِذَا سَأَلْتَ فَلْتَسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ))

Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu.

Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah !

Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu.

Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

[HR. Imam Tirmidzi di dalam kitab beliau Sunan At Trmidzi no. 2516, Imam Ahmad bin Hambal di dalam kitab Al Musnad: 1/307 no. 2537, dan beberapa ulama lainnyaImam Tirmidzi berkata: Hadits Hasan Shohih].

Diriwayatkan pula sabda Rasullullah  dari Abu Hurairah (ra) mengabarkan bahwa Rasulullah  pernah bersabda:

((لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ)).

فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا بَالُ الْإِبِلِ تَكُونُ فِي الرَّمْلِ كَأَنَّهَا الظِّبَاءُ فَيُخَالِطُهَا الْبَعِيرُ الْأَجْرَبُ فَيُجْرِبُهَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ ؟)).

وَعَنْ أَبِي سَلَمَةَ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ بَعْدُ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ)). وَأَنْكَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ حَدِيثَ الْأَوَّلِ ، قُلْنَا: أَلَمْ تُحَدِّثْ أَنَّهُ لَا عَدْوَى فَرَطَنَ بِالْحَبَشِيَّةِ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ فَمَا رَأَيْتُهُ نَسِيَ حَدِيثًا غَيْرَهُ

"Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit), tidak ada SHAFAR (menganggap bulan shafar sebagai bulan sial) dan tidak pula haamah (keyakinan jahiliyah tentang reingkarnasi)."

Lalu seorang Arab badui berkata; "Wahai Rasulullah, lalu bagimana dengan unta yang ada di padang pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang lalu datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?"

Maka Nabi  bersabda: "Lalu siapakah yang menulari yang pertama?"

Setelah itu Abu Salamah mendengar Abu Hurairah mengatakan: Nabi  bersabda:

"Janganlah (unta) yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat." -sepertinya Abu Hurairah mengingkari hadits yang pertama. [HR. Bukhari 5328 dan Muslim no. 2220]

Dalam hadits ini Rasulullah  menolak thiyarah berikut apa yang disebutkan dalam hadits.

Beliau mengabarkan bahwa thiyarah itu tidak ada wujudnya dan tidak ada pengaruhnya. Thiyarah itu hanyalah anggapan-anggapan keliru dan khayalan-khayalan rusak di dalam hati.

Sabda Nabi : (وَلاَ صَفَرَ) menolak keyakinan orang-orang jahiliyyah yang menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial, mereka mengatakan bulan Shafar adalah bulan bencana. Rasulullah  pun meniadakan kebenaran anggapan tersebut dan membatilkannya.

Beliau kabarkan bahwa bulan Shafar itu sama dengan bulan yang lain, tidak ada pengaruhnya dalam mendatangkan kemanfaatan dan menolak mudarat. Demikian pula hari-hari, malam-malam dan waktu-waktu lain, tidak ada bedanya.

Dulu orang-orang jahiliyyah menganggap sial hari Rabu, menganggap sial untuk melangsungkan pernikahan di bulan Syawwal secara khusus.

Sehingga Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

((تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟))

“Rasulullah  menikahiku di bulan Syawwal, dan membangun rumah tangga denganku di bulan syawal, maka istri-istri Rosulullah  yang manakah yang lebih memiliki keberuntungan daripada diriku?” (HR. Muslim 1423)

Imam Nawawi berkata:

وَقَصَدَتْ عَائِشَةُ بِهَذَا الْكَلَامِ رَدَّ مَا كَانَتِ الْجَاهِلِيَّةُ عَلَيْهِ وَمَا يَتَخَيَّلُهُ بَعْضُ الْعَوَامِّ الْيَوْمَ مِنْ كَرَاهَةِ التَّزَوُّجِ وَالتَّزْوِيجِ وَالدُّخُولِ فِي شَوَّالٍ وَهَذَا بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَهُوَ مِنْ آثَارِ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَتَطَيَّرُونَ بِذَلِكَ لِمَا فِي اسْمِ شَوَّالٍ مِنَ الْإِشَالَةِ والرفع.اهـ

“Dan dengan perkataan ini ‘Aisyah bertujuan untuk menolak tradisi Jahiliyah dan anggapan takhayyul sebagian orang awam hari ini akan ketidak sukaannya menikah dan menikahkan ketika masuk bulan syawal. Dan ini adalah kebatilan yang tidak ada dasarnya. Dan ini adalah bagian dari sisa-sisa Jahiliyah, dulu mereka bertathayyur [berkeyakinan sial] dengan itu, dikarenakan di dalam nama syawal mengandung arti pengangkatan dan kenaikan “. [al-Minhaaj Syarah Muslim 9/209 Syarah hadits no. 1423].

Hal ini seperti anggapan sial orang-orang Syi’ah Rafidhah terhadap angka sepuluh, dan mereka tidak suka dengan angka ini karena kebencian dan permusuhan mereka terhadap Al-’Asyrah Al-Mubasysyarina bil jannah [10 shahabat Rasulullah  yang diberi kabar gembira masuk surga ketika mereka masih hidup]. Yang demikian itu disebabkan kebodohan dan kedunguan akal mereka.

SELESAI

 

Posting Komentar

0 Komentar