Di susun Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN.
- HADITS KISAH AHLI IBADAH DAN AHLI MAKSIAT:
- ETIKA BERDAKWAH KETIKA BELUM BERHASIL:
- HAMBA AR-RAHMAN ITU MULUT NYA MENEBAR KEDAMAIAN WALAU DI CACI:
- ROSULULLAH SAW TIDAK MENGHAJER PEMIMPIN KAUM MUNAFIQ DAN PARA PENGIKUTNYA.
- BENARKAH MANHAJ TAHDZIR DAN HAJER ITU BAGIAN DARI NAHYI MUNKAR???
- Ada dua macam Tahdzir dan Hajer.
- FATWA SYEIKH AL-ALBAANI TENTANG HAJER AHLI BID'AH :
- HATI-HATI! JAGA MULUT KITA DAN SIKAP KITA!
*****
بسم الله الرحمن الرحيم
===***===
PENDAHULUAN :
Allah SWT berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ
اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imran : 104]
Berdakwah dan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar adalah fardu kifayah. Namun, menjadi
kewajiban individu jika tidak ada orang lain yang mampu mengubah kemungkaran
itu.
Kewajiban tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas
nikmat hidayah baginya. Nikmat ini tidak semua orang bisa mendapatkan-nya.
Oleh sebab itu kewajiban berdakwah itu hanya sebatas menyampaikan, adapun
hidayah bagi orang yang di dakwahinya, maka itu hanya Allah SWT yang mampu
memberikan-nya. Namun kita tetap harus sabar dan ulet dalam mendakwahinya dengan penuh hikmah dan nasihat yang sejuk nan indah.
Allah SWT berfirman :
﴿فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا
الْحِسَابُ﴾
“Sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang
menghisab amalan mereka. [QS. Ar-Ra’ad: 40]
﴿إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ﴾
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya,
dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. [QS. Qashash:
56]
Syaikh Syamsuddin as-Safaarini al-Hanbali berkata dalam *Ghidza’ul
Albaab Fii Syarh Manzhumah al-Aadab* 1/214:
هَلْ مِنْ شَرْطِ
وُجُوبِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ رَجَاءُ حُصُولِ الْمَقْصُودِ
أَوْ لَا؟ عَلَى رِوَايَتَيْنِ عَنْ الْإِمَامِ أَحْمَدَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
-. نَقَلَ أَبُو الْحَارِثِ الْوُجُوبَ، وَنَقَلَ حَنْبَلٌ عَكْسَهُ. قَالَ فِي نِهَايَةِ
الْمُبْتَدِئِينَ: وَإِنَّمَا يَلْزَمُ الْإِنْكَارُ إذَا عَلِمَ حُصُولَ الْمَقْصُودِ
وَلَمْ يَقُمْ بِهِ غَيْرُهُ، وَعَنْهُ إذَا رَجَا حُصُولَهُ، وَهُوَ الَّذِي ذَكَرَهُ
ابْنُ الْجَوْزِيِّ، وَقِيلَ يُنْكِرُهُ وَإِنْ أَيِسَ مِنْ زَوَالِهِ وَخَافَ أَذًى
أَوْ فِتْنَةً.
وَقَالَ فِي نِهَايَةِ
الْمُبْتَدِئِينَ: إنَّمَا يَجُوزُ الْإِنْكَارُ فِيمَا لَا يُرْجَى زَوَالُهُ وَإِنْ
خَافَ أَذًى، وَقِيلَ لَا، وَقِيلَ يَجِبُ. وَاَلَّذِي ذَكَرَهُ الْقَاضِي فِي الْمُعْتَمَدِ
أَنَّهُ لَا يَجِبُ وَيُخَيَّرُ فِي رَفْعِهِ إلَى الْإِمَامِ خِلَافًا لِمَنْ قَالَ
يَجِبُ رَفْعُهُ.
قَالَ فِي الْآدَابِ:
وَإِذَا لَمْ يَجِبْ الْإِنْكَارُ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ، جَزَمَ بِهِ ابْنُ
عَقِيلٍ. قَالَ الْقَاضِي خِلَافًا لِأَكْثَرِهِمْ فِي قَوْلِهِمْ ذَلِكَ قَبِيحٌ وَمَكْرُوهٌ
إلَّا فِي مَوْضِعَيْنِ:
(أَحَدُهُمَا) : كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ
جَائِرٍ.
(وَالثَّانِي) : إظْهَارُ الْإِيمَانِ عِنْدَ
ظُهُورِ كَلِمَةِ الْكُفْرِ. انْتَهَى
Apakah termasuk syarat wajibnya amar ma'ruf nahi munkar adalah adanya
harapan tercapainya tujuan, atau tidak? Dalam hal ini terdapat dua riwayat dari
Imam Ahmad rahimahullah. Abu al-Harits meriwayatkan kewajiban (walaupun tanpa
harapan tercapai), sedangkan Hanbal meriwayatkan sebaliknya.
Disebutkan dalam *Nihayat al-Mubtadi’in*: Kewajiban mengingkari itu ada
jika seseorang mengetahui akan tercapainya tujuan dan belum ada orang lain yang
melakukannya. Dalam riwayat lain disebutkan, cukup jika seseorang berharap akan
tercapai tujuannya, dan ini yang disebut oleh Ibnul Jauzi. Ada juga pendapat
bahwa pengingkaran tetap dilakukan meskipun telah putus asa dari hilangnya
kemungkaran dan meskipun khawatir tertimpa gangguan atau fitnah.
Dalam *Nihayat al-Mubtadi’in* juga disebutkan bahwa pengingkaran hanya
dibolehkan jika masih ada harapan hilangnya kemungkaran meskipun ada rasa takut
tertimpa gangguan. Namun ada juga yang berpendapat tidak boleh, bahkan ada yang
mewajibkannya.
Pendapat yang disebutkan oleh al-Qadhi dalam *al-Mu'tamad* adalah bahwa
tidak wajib, dan seseorang boleh memilih apakah ingin melaporkannya kepada imam
(penguasa) atau tidak, berbeda dengan pendapat yang mewajibkan pelaporan
tersebut.
Dalam *al-Adab* disebutkan: Jika pengingkaran itu tidak wajib, maka ia
tetap lebih utama daripada meninggalkannya — hal ini dipastikan oleh Ibn ‘Aqil.
Al-Qadhi berkata, berbeda dengan mayoritas ulama yang mengatakan bahwa hal itu
buruk dan makruh kecuali dalam dua keadaan:
Salah satunya : Mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang
zalim.
Kedua : Menampakkan iman ketika tampaknya kekufuran. (Selesai).
Lihat pula : al-Aadab asy-Syar’iyyah oleh Muhammad bin Muflih
al-Hanbali 1/158 dan al-Hisbah – Jami’atul Madinah hal. 371].
BEBERAPA HUKUM DAN BATASAN TENTANG
AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
[*] Mengingkari kemungkaran dengan hati adalah wajib setiap saat dan
tidak gugur dalam keadaan apa pun. Ini adalah fardhu 'ain. Bukan pada hal itu
letak persoalannya, tetapi persoalannya adalah pada memahami hukum-hukum amar
ma'ruf nahi munkar dalam hal-hal yang lebih dari sekadar mengingkari dengan
hati.
[*] Amar ma'ruf nahi munkar secara umum hukumnya wajib. Namun, jika
dilihat dari individu pelakunya, maka bisa jadi hukumnya wajib, atau sunah,
atau haram, atau makruh.
[*] Amar ma'ruf nahi munkar adalah sesuatu yang dituntut dan
disyariatkan apabila maslahatnya lebih besar daripada mafsadatnya. Jika tidak,
maka tidak disyariatkan.
[*] Amar ma'ruf nahi munkar menjadi fardhu 'ain dalam salah satu dari
empat kondisi berikut, dengan syarat tidak adanya penghalang dan adanya
maslahat yang lebih dominan:
1]. Jika ditunjuk langsung oleh penguasa (pemerintah).
2]. Jika dia Satu-satunya orang yang memiliki ilmu tentang keharusan
melakukan amar ma'ruf nahi munkar.
3]. Jika kemampuannya hanya dimiliki oleh individu tertentu, seperti
seseorang yang berada di tempat kejadian dan hanya dia yang mengetahui atau
mampu menghilangkannya.
4]. Saat kondisi sangat membutuhkan, seperti banyaknya kejahilan dan
menyebarnya kemungkaran, dengan harapan dapat memberi manfaat.
AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR MENJADI WAJIB
DENGAN ENAM SYARAT YANG HARUS TERPENUHI SECARA BERSAMAAN:
1]. Jika perkara yang diperintahkan adalah sesuatu yang wajib, atau
yang dilarang adalah sesuatu yang haram, atau yang diperintahkan adalah sesuatu
yang sunah tetapi masyarakat secara umum telah meninggalkannya, atau perkara
makruh dilakukan secara luas dan menyebar.
2]. Adanya harapan manfaat, yaitu maksudnya maslahat dari amar ma'ruf
nahi munkar lebih besar daripada mafsadatnya.
3]. Tidak ada kekhawatiran akan bahaya terhadap diri sendiri atau orang
lain. Namun, tidak semua bentuk bahaya dapat dijadikan alasan untuk
menggugurkan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar. Seperti celaan ringan terhadap
dirimu, atau menjadi bahan gunjingan, atau dicela di depan orang, atau dianggap
bodoh atau dungu dan semacamnya—hal-hal seperti ini tidak seharusnya
menghalangimu dari melaksanakan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar.
4]. Kemungkaran dilakukan secara terang-terangan dan tampak jelas oleh
orang yang melaksanakan hisbah tanpa perlu memata-matai, atau meskipun
tersembunyi tetapi dampaknya meluas kepada orang lain.
5]. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan hisbah, yaitu orang yang
memerintah dan melarang itu memiliki kemampuan seperti ilmu dan semisalnya.
6]. Tidak ada orang lain yang telah melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar tersebut secara mencukupi. Maka dalam kondisi seperti ini, kewajiban itu tetap berlaku.
===***===
ETIKA BERDAKWAH KETIKA BELUM BERHASIL
Bisa jadi orang yang menentang dakwah kita serta mendustakan Allah dan Rasul-Nya itu di sebabkan oleh cara dakwah kita yang berlebihan dan kurang tepat.
Yang demikian itu adalah hal yang selalu dikhawatirkan oleh para nabi-nabi terdahulu dan para pengikutnya, seperti yang Allah SWT berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Artinya: Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.
وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan TINDAKAN-TINDAKAN KAMI YANG BERLEBIH-LEBIHAN DALAM URUSAN (DAKWAH) KAMI dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Ali Imran: 146-147)
TEGURAN ALLAH SWT TERHADAP NABI SAW KARENA SALAH UCAP :
Allah SWT pernah menegur Nabi SAW ketika beliau dalam perang Uhud menyalahkan kaum musyrikin yang membuat beliau cidera dibeberapa bagian tubuh, seperti gigi geraham patah, bibir bawah sobek, dahi dan kening Rasulullah bercucuran darah. Bahkan, lemparan lembing dari musuh Nabi Muhammad SAW bernama Abu Qanaah menembus pelindung kepala nabi. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya :
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ ظٰلِمُوْنَ
" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim". (QS. Ali Imran: 128)
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
Imam Bukhari mengatakan : Bahwa Humaid ibnu Sabit meriwayatkan dari Anas ibnu Malik :
شُجّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أحُد،
فَقَالَ: "كَيْفَ يُفْلِحُ قُوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ؟ ". فَنَزَلَتْ:
{لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ}
Bahwa Nabi Saw. terluka pada wajahnya dalam Perang Uhud, lalu beliau bersabda: Bagaimana memperoleh keberuntungan suatu kaum yang berani melukai wajah nabi mereka? Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya:
" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)". (QS. Ali Imran: 128)
Hadits ini sanadnya mu’alaq dalam shahih Al Bukhari”.
Kemudian Ibnu Katsir berkata :
Hadits ini disebut secara musannadah lagi muttasilah dalam Musnad Imam Ahmad tadi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas (ra) :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُسرَتْ رَبَاعيتُهُ يومَ أُحدُ، وشُجَّ فِي جَبْهَتِهِ حَتَّى سَالَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِهِ، فَقَالَ: "كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ فَعَلُوا هَذَا بِنَبِيِّهِمْ، وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ، عَزَّ وَجَلَّ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ}
Bahwa gigi seri Nabi Saw. pernah pecah dalam Perang Uhud dan wajahnya terluka, hingga darah membasahi wajah beliau. Maka beliau bersabda:
"Bagaimana mendapai keberuntungan suatu kaum yang berani melakukan perbuatan ini kepada nabi mereka, padahal nabi mereka menyeru mereka untuk menyembah Tuhan mereka".
Maka Allah menurunkan firman-Nya:
"Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim". (QS. Ali Imran: 128)
Riwayat ini hanya diketengahkan oleh Imam Muslim sendiri. Dia meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, lalu ia menuturkan Hadits ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, dari Matar, dari Qatadah yang mengatakan :
" أُصِيبَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ وكُسرت رَبَاعيته، وَفُرِقَ
حَاجِبُهُ، فَوَقَعَ وَعَلَيْهِ دِرْعَانِ وَالدَّمُ يَسِيلُ، فَمَرَّ بِهِ
سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، فَأَجْلَسَهُ وَمَسَحَ عَنْ وَجْهِهِ،
فَأَفَاقَ وَهُوَ يَقُولُ: "كَيْفَ بِقَوْمٍ فَعَلُوا هَذَا بِنَبِيِّهِمْ،
وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللهِ؟ " فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ
الأمْرِ شَيْءٌ}".
Bahwa Nabi Saw. pernah mengalami luka dalam Perang Uhud hingga gigi serinya pecah dan alisnya terluka, lalu beliau terjatuh yang saat itu beliau memakai baju besi dua lapis, sedangkan darah mengalir dari lukanya. Maka Salim maula Abu Huzaifah menghampirinya dan mendudukkannya serta mengusap wajahnya. Lalu Nabi Saw. sadar dan bangkit seraya mengucapkan:
Bagaimana akan memperoleh keberuntungan, suatu kaum yang berani melakukan ini terhadap nabi mereka?
Nabi Saw. mengucapkan demikian seraya mendoakan untuk kebinasaan mereka kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)". (QS.
Ali Imran: 128), hingga akhir ayat". [Kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir
selesai].
*****
KISAH AHLI IBADAH MASUK NERAKA KARENA UCAPANNYA KEPADA AHLI MAKSIAT : “ALLAH TIDAK AKAN MENGAMPUNIMU “:
MUDAH MEMVONIS SESAT & AHLI NERAKA SAMA SAJA DENGAN MEMVONIS ALLAH:
Hadits berikut ini berisi kisah tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak sabar dalam mendakwahi ahli maksiat yang sudah lama dia dakwahi , namun tidak pernah kunjung bertaubat , malah jawaban yang diperoleh dari ahli maksiat ini bikin sakit hati ahli Ibadah yang mendakwahinya . Maka keluar lah dari mulut ahli ibadah itu ucapan : “Allah tidak akan mengampuni”.
Allah SWT murka dengan ungkapan tersebut . Karena ungkapan tersebut sama saja dengan menghakimi Allah SWT, seolah-olah rahmat dan kehendak Allah itu diatur-atur oleh ahli ibadah tadi . Maka semua amalan ahli ibadah ini sia-sia dan dia dimasukkan ke dalam api nereka .
Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:
Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam, di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:
يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.
Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?
Lelaki tua itu menjawab:
Aku adalah Abu Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.
Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan sebegitu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ، وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ، فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، قَالَ: وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ: وَيْحَكَ أَقْصِرْ قَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ: لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا لِلْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ عَالِمًا؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي؟ أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ: اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ
"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang saling bersaudara; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah.
Orang yang giat dalam beribdah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata: "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati suadaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."
Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"
Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"
Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."
Abu Hurairah berkata,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)
Mestinya jika ahli ibadah itu benar-benar seorang hamba Allah Ar-Rahman ; maka seharusnya bisa menjaga lisannya meskipun dicela dan disakiti , dan kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ungkapan yang membawa kedamaian, kesejukkan dan keselamatan .
Dan seharusnya dia banyak bersyukur atas nikmat hidayah yang Allah anugerahkan padanya . Cara bersyukurnya adalah dengan berbagi kepada orag-orang yang belum mendapatkan hidayah seperti dirinya . Tentunya dengan cara-cara yang penuh kasih sayang dan kesabaran . Dia tidak tergesa mengeluarkan ungkapan-umgkapan yang mengandung unsur penghakiman terhadap Allah , seperti ungkapan : Anda Sesat , anda Ahli Neraka , anda Musyrik . Atau dia menghajernya ; karena hajer itu timbul dari jiwa yang merasa dirinya suci , sementara yang dihajernya dianggap kotor, bahkan lebih kotor dari seekor babi ; karena menurut keyakinan tukang hajer : babi itu najisnya jika disentuh, tapi kalau najisnya orang yang dihajer , maka meski baru bertegur sapa saja sudah dianggap perbuatan dosa; karena hukumnya menurut tukang hajer sama saja dengan kerja sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Maka wajib hukumnya tidak boleh dekat-dekat dengan mereka dan tidak boleh pula bertegur sapa . Yang di kenal dikalangan tukang hajer dengan ungkapan : “Laa Salaam walaa Kalaam”; karena menurut mereka hukumnya haram, bahkan lebih haram dari pada makan babi, mencuri, berzina dan membunuh.
Karena menurut tukang hajer haramnya babi, mencuri dan membunuh itu dampaknya hanya pada individu dan tidak ada syubhat . Sementara dampak negatif kesesatan seseorang versi ahli hajer adalah lebih luas pada umat ; karena adanya syubhat di dalamnya.
===***===
HAMBA AR-RAHMAN ITU MULUT NYA MENEBAR KEDAMAIAN WALAU DICACI
Hamba ar-Rahman senatiasa bersikap tawadhu', berlemah lembut baik sikapnya maupun tutur katanya. Tidak ada kesombongan dalam hatinya.
Hamba ar-Rahman senantiasa menebar kedamaian dan kesejujukkan hati walau dicaci dan disakiti. Dia tidak pernah melempar kata-kata busuk atau gelar-gelar buruk terhadap orang yang menyakitinya apalagi kepada orang yang sama sekali tidak pernah menyakitinya . Kadang ada sekelompok orang yang gemar melekatkan gelar busuk, mencela dan mencaci maki terhadap sesama kaum muslimin hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah ijtihadiyyah yang sudah lama terjadi sejak zaman Salaful Ummah.
Hamba ar-Rahman senantiasa melakukan shalat malam, bertahajjud .
Hamba ar-Rahman senantiasa merasa dirinya banyak dosa dan kesalahan, maka dia selalu memohon ampunan dari Allah agar terhindar dari api neraka Jahannam ... dan seterusnya . Dia tidak pernah merasa dirinya paling suci , apalagi mengklaim orang lain sebagai ahli neraka .
Allah SWT dalam surat al-Furqoon berfirman:
وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67).
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) kedamaian / kesejahteraan (63).
Dan orang yang melewati malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (64).
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan yang kekal.” (65)
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (66)
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (67)
[QS. Al-Furqoon: 63 – 67].
TAFSIRNYA:
Pertama: Dari Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah SWT.:
{وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا}
" Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang membawa kedamaian / kesejateraan ". (Al-Furqan: 63)
Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.; semakin orang jahil bersikap keras, maka semakin pemaaf dan penyantun pula sikap beliau.
Dan seperti yang disebutkan oleh firman Allah SWT. dalam ayat yang lain:
{وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ}
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (Al-Qasas: 55)
Dari An-Nu'man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan:
وَسَبَّ رجلٌ رَجُلًا عِنْدَهُ [عِنْدَ َسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] قَالَ: فَجَعَلَ الرَّجُلُ الْمَسْبُوبُ يَقُولُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَمَا إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ هَذَا قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. "
"Bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki mencaci maki lelaki lainnya di hadapan Rasulullah SAW., lalu orang yang dicaci mengatakan, "'Alaikas salam (semoga kesejahteraan atas dirimu)."
Maka Rasulullah SAW. bersabda:
Ingatlah, sesungguhnya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu, malaikat itu berkata, "Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak dicaci.”Dan apabila kamu katakan kepadanya, " 'Alaikas salam," maka malaikat itu berkata, "Tidak, dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah yang berhak mendapatkannya.” [HR. Ahmad].
Lalu Ibnu Katsir berkata:
"Sanad hadis berpredikat hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya".
[Penulis katakan: hadits ini di Dha'ifkan oleh al-Albaani dlm adh-Dha'iiifah no. 2923].
****
HAMBA AR-RAHMAAN TIDAK SUKA MENTAHDZIR DAN MENGHAJER MESKI DI SAKITI.
Ibnu Katsir berkata:
"Jika mereka dinilai sebagai orang yang kurang akalnya, maka mereka bersabar. Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah [yang menghinanya] di siang harinya dan bersabar terhadap apa pun yang mereka dengar. Kemudian disebutkan bahwa pada malam harinya mereka melakukan ibadah". [Selesai]
Biasanya karakter suka menthadzir dan tukang menghajer itu timbul dari pribadi yang merasa paling suci , paling benar dan merasa dirinya sebagai pemegang kunci surga . Dan dia juga yang memegang kunci neraka , sehingga dia bisa memastikan bahwa orang-orang yang ditahdzir olehnya itu pasti sesatnya dan pasti ahli neraka nya . Bahkan sering terlontar dari mulutnya kata-kata yang menyatakan bahwa pelacur, pemabuk, pembunuh dan perampok lebih baik dari pada orang-orang yang dihajer dan ditahdzir olehnya . Dan sebagian mereka mengatakan bahwa Fir'aun , Yahudi dan Kristen lebih lurus aqiadahnya dari pada umat Islam yang dihajer dan ditahdzier olehnya .
Kedua: Dari Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar,
Dan para hamba Allah itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan tenang dan mantab tanpa bersikap angkuh. Dan ketika orang-orang bodoh berbicara kepada mereka tentang sesuatu yang menyakiti mereka (hamba Allah), maka mereka akan berkata: “Semoga keselamatan (atasmu)”..
Ketiga: Dlm Tafsir Prof. DR. Imad Zuhair:
Mereka bersabar atas gangguan yang mereka dapatkan dari orang-orang jahil dan kurang akal, sehingga mereka tidak ikut terjerumus dalam kebodohan orang-orang tersebut; serta mereka mengucapkan salam, namun bukan salam penghormatan, melainkan salam perpisahan yang tidak mengandung doa kebaikan atau keburukan.
******
ROSULULLAH SAW TIDAK MENGHAJER PEMIMPIN KAUM MUNAFIQ DAN PARA PENGIKUTNYA
Abdullah bin Ubay bin Salluul adalah dedengkot kaum munafiq. Dan kemunafikan nya diketahui secara Ijma'. Dan dia banyak terlibat makar terhadap Rosulullah SAW dan kaum Muslimin. Namun demikian Rosulullah SAW tetap berkunjung ke rumahnya bahkan datang menshalati mayatnya ketika wafat.
Dan ketika putra Abdullah bin Ubay bin Sallul minta izin kepada Rosulullah SAW untuk membunuh ayahnya, maka Rosulullah SAW melarangnya.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir di sebutkan:
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas r.a., dia berkata:
Bahwa pernah ada seseorang yang menyarankan kepada Nabi SAW: "Sebaiknya engkau datang berkunjung kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salut (pemimpin kaum munafik, pent.)."
Maka Rasulullah SAW. berangkat menuju ke tempatnya dan menaiki keledainya, sedangkan para sahabatnya berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka tempuh adalah tanah yang terjal.
Setelah Nabi SAW. sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah ibnu Ubay) berkata, "Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu menggangguku."
Maka seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata, "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai Rasulullah SAW. lebih harum ketimbang baumu."
Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka; masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya.
Kemudian terjadilah di antara mereka perkelahian dengan memakai pelepah kurma, pukulan tangan, dan terompah.
Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah SWT:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
Artinya: “ Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat “. [QS. Al-Hujuroot: 9]
Maka berhentilah perkelahian tsb.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab As-Sulh, dari Musaddad; dan Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Al-Magazi, dari Muhammad ibnu Abdul A'la; keduanya dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
Allah SWT. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)
Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya (Bahkan salah satunya adalah nyata-nyata pimpinan orang-orang munafik beserta kaumnya. Akan tetapi Allah SWT mengatakan “dua golongan dari orang-orang mukmin”. Pen).
Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya)
Dan Nabi SAW tidak menghajer orang-orang munafiq yang hendak melempar Nabi SAW dari atas Gunung, yang jumlahnya 12 orang Munafik.
Allah SWT berfirman:
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya: “ Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.
Firman Allah SWT.:
وَهَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا
“ dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)”
Ibnu Katsir berkata:
"Di dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang berniat hendak membunuh Nabi SAW. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam ketika Rasulullah SAW. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka terdiri atas belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka.
Hal ini jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan,
كُنْتُ آخِذًا بِخِطَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقُودُ بِهِ، وَعَمَّارٌ يَسُوقُ النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ يَقُودُهُ -حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ رَاكِبًا قَدِ اعْتَرَضُوهُ فِيهَا، قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ] فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عَرَفْتُمُ الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا مُتَلَثِّمِينَ، وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يَزْحَمُوا رَسُولَ اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ، فَيُلْقُوهُ مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ إِلَى عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟ قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ بِالدُّبَيْلَةِ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟ قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ قَلْبِ أَحَدِهِمْ فَيَهْلِكُ"
"Saya memegang tali kendali unta Rasulullah SAW. seraya menuntunnya, sedangkan Ammar menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya, sedangkan saya yang menggiringnya.
Ketika kami sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua belas lelaki penunggang kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah SAW. ke medan Tabuk.
Maka saya mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu Rasulullah SAW. meneriaki mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.
Rasulullah SAW. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah kaum itu?'
Kami menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar. Tetapi kami mengenali mereka dari pelana-pelananya.'
Rasulullah SAW. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang munafik sampai hari kiamat. Tahukah kalian apakah yang hendak mereka lakukan?'
Kami menjawab, 'Tidak tahu.'
Rasulullah SAW. menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah SAW. di 'Aqabah. Dengan demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah "Aqabah.'
Kami (para sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengirimkan orang kepada keluarga mereka sehingga masing-masing kaum mengirimkan kepadamu KEPALA teman mereka itu?'
Rasulullah SAW. bersabda, 'Jangan, aku tidak suka bila kelak orang-orang Arab mempergunjingkan di antara sesama mereka bahwa Muhammad telah berperang bersama suatu kaum, tetapi setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya bersama mereka, lalu ia berbalik memerangi mereka.'
Kemudian Rasulullah SAW. berdoa, 'Ya Allah, lemparlah mereka dengan Dubailah' Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Dubailah itu?'
Rasul Saw menjawab, 'Bara api yang mengenai bagian dalam hati seseorang di antara mereka, lalu ia binasa. (SELESAI)
Penulis katakan: Berkenaan dengan hadits ini salah seorang ulama mengatakan:
وبالرغم من وضوح هذه الجريمة الغادرة، تجلى موقف النبي - صلى الله عليه وسلم - العظيم تجاه هؤلاء النفر، بالتسامح والعفو عنهم، وذلك حفاظًا على سمعة الفئة المؤمنة ، ومخافة أن يقول الناس: إن محمدًا يقتل أصحابه.
Artinya: “ Meskipun kejahatan pengkhianatan ini sangat jelas, namun demikian telah nampak sikap agung Nabi SAW terhadap orang-orang tsb dalam bentuk tasaamuh dan pemaafan bagi mereka. Yang demikian itu sengaja beliau saw lalukan untuk menjaga reputasi atau nama baik orang-orang beriman, dan untuk menjaga jangan sampai orang-orang berkata: Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya “.
Penulis katakan pula:
Bahkan Dalam riwayat Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah ibnuz Zubair di sebutkan:
Bahwa Rasulullah SAW. memberitahukan kepada Huzaifah dan Ammar tentang nama-nama mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu hendak mencelakakan diri Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW. memerintah¬kan kepada keduanya agar MERAHASIAKAN NAMA-NAMA MEREKA itu.
Ibnu Katsir berkata:
Karena itulah maka Huzaifah dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh diketahui oleh seorang pun, yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri orang-orang munafik yang terlibat dalam peristiwa itu. Rasulullah SAW. telah memberitahukan kepadanya mengenai mereka, tidak kepada selainnya “. (Selesai)
===
KEJAHATAN LAIN DARI KAUM MUNAFIK DAN MAKAR MEREKA PADA ZAMAN NABI MUHAMMAD ﷺ
Diantara kejahatan dan
pengkhiantan mereka adalah sbb :
PERTAMA : Orang Munafik Senantiasa
Melemahkan semangat kaum Muslimin dalam berjihad.
Dantaranya dalam perjalanan menuju perang Uhud, Abdullah bin
Ubay bin Salul bersama para pengikutnya sebanyak 300 orang tiba-tiba
membelot.
Dan juga ketika hendak perang
Tabuk melawan pasukan Romawi, mereka
mengahsut kaum muslimin untuk tidak ikut berperang, sebagaimana yang
Allah SWT firmankan :
{
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ
يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا
تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ ۗ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَوْ كَانُوا
يَفْقَهُونَ}
Orang-orang yang ditinggalkan
(tidak ikut perang Tabuk ) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di
belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat
(pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka
jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.
(QS. At-Taubah : 81)
KEDUA : Memutus Bantuan kepada Para
Shahabat Nabi ﷺ dan berencana mengusir kaum muhajirin .
Orang-orang munafik
menghasung para sahabat Anshar untuk memutus bantuan harta kepada
para shahabat Rasulullah ﷺ
dari kalangan Muhajirin.
Abdullah bin Ubay bin Salul berkata
(kepada orang-orang Anshar) :
‘Janganlah kamu
memberikan nafkah kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi
Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)’. Sungguh jika kita
kembali di sisinya (maksudnya telah tiba di Madinah), pasti orang-orang yang
kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana.’
Dalam surat al-Munafiqun, Allah
SWT berfirman :
{ هُمُ
الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى
يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ (7)}
“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada
orang-orang Ansar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada
orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka
bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah
perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”. [QS. Al-Munafiqun : 7].
KETIGA : Membangkitkan fanatisme kabilah
Kejahatan orang munafik yang
tidak kalah besar adalah membangkitkan fanatisme kabilah sebagaimana terjadi
dalam perang Bani Al Musthaliq di sumber mata air
Muraisi’ dimana omongan orang-orang munafik ini bisa
membangkitkan sentimen golongan dan memecah belah persatuan kaum Muslimin.
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
Jabir ibnu Abdullah mengatakan : "Ketika kami bersama
Rasulullah ﷺ dalam suatu peperangan, maka ada seorang lelaki dari
kalangan Muhajirin mendorong seorang lelaki dari kalangan Ansar (karena
memperebutkan sesuatu).
Maka orang Ansar berseru: 'Hai orang-orang Ansar!'
Sedangkan orang Muhajirin berseru : 'Hai orang-orang
Muhajirin!' Yakni meminta bantuan kepada temannya masing-masing.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا
بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ؟ دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ"
'Mengapa seruan jahiliah itu
muncul lagi? Tinggalkanlah oleh
kalian, karena sesungguhnya seruan jahiliah itu sudah membusuk'."
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul
berkata :
"
-وَقَدْ فَعَلُوهَا-: وَاللَّهُ لَئِن رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيَخْرُجَنَّ
الْأَعْزَ مِنْهَا الْأَذَلَّ ".
"Ternyata merekalah yang melakukan seruan jahiliah
itu. Demi Allah, sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang
yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."
Jabir melanjutkan : “ Saat itu jumlah orang-orang Ansar di
Madinah jauh lebih banyak daripada orang-orang Muhajirin ketika Rasulullah ﷺbaru tiba di Madinah,
kemudian lama-kelamaan sesudah itu jumlah kaum Muhajirin bertambah banyak.
Maka Umar berkata : "Biarkanlah aku memenggal batang
leher si munafik ini."
Tetapi Rasulullah ﷺ bersabda:
"دَعْهُ؛ لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ
أَصْحَابَهُ"
“Biarkanlah dia, agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad
membunuh sahabatnya sendiri”. [HR. Bukhori dalam Dalailun Nubuwwah 4/53].
Dalam riwayat lain dari Zaid bin al-Arqom:
Abdullah bin Ubay bin Sallul :
" قَدْ ثاورُونا فِي بِلَادِنَا. وَاللَّهِ مَا مثلُنا وَجَلَابِيبُ
قُرَيْشٍ هَذِهِ إِلَّا كَمَا قَالَ الْقَائِلُ: "سَمن كَلْبَكَ يَأْكُلْكَ".
وَاللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ".
"Sesungguhnya mereka
telah berani mengadakan pemberontakan di negeri kita.
Demi Allah, perumpamaan kita dan
sempalan orang-orang Quraisy ini (yakni Muhajirin) sama dengan peribahasa yang
mengatakan 'gemukkanlah anjingmu, maka ia akan memakanmu'.
Demi Allah, sungguh jika kita
kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat benar-benar akan mengusir orang-orang
yang lemah daripadanya."
Kemudian dia menghadap kepada
orang-orang yang ada di dekatnya dari kalangan kaumnya, lalu berkata kepada
mereka :
"هَذَا مَا صَنَعْتُمْ بِأَنْفُسِكُمْ، أَحْلَلْتُمُوهُمْ بِلَادَكُمْ،
وَقَاسَمْتُمُوهُمْ أَمْوَالَكُمْ، أَمَا وَاللَّهِ لَوْ كَفَفْتُمْ عَنْهُمْ لَتَحَوَّلُوا
عَنْكُمْ فِي بِلَادِكُمْ إِلَى غَيْرِهَا".
"Inilah akibat dari
perbuatan kalian, kalian telah mengizinkan mereka menempati negeri kalian, dan
kalian telah merelakan harta kalian berbagi dengan mereka. Ingatlah, demi
Allah, sekiranya kalian menghindari mereka, niscaya mereka akan berpindah dari
kalian menuju ke negeri lain."
[Baca : as-Siiroh an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam 2/290-292 dan Tafsir Ibnu
Katsir 8/128].
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
يَقُولُونَ
لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ
ۚ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka [orang-orang munafik] berkata:
"Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang
kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan
itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS. Al-Munafiqun : 8)
KEEMPAT : Mencemarkan nama baik
orang–orang mukmin yang shalih
Kejahatan orang munafik lainnya
adalah Mencemarkan nama baik orang – orang mukmin yang shalih. Hal ini
sebagaimana yang mereka lakukan kepada Ummul Mukminin yang suci -memelihara
kesucian diri dan jujur- ‘Aisyah binti Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anha.
Kekejian orang munafik di bawah
kepemimpinan Abdullah bin Ubay mencapai puncaknya ketika mereka berani
melontarkan tuduhan bohong kepada Istri Rasulullah ﷺ
Mereka menyebarkan berita bohong
bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah berselingkuh dan
berzina dengan sahabat mulia Shafwan bin Al Mu’athal As Sulami.
Allah SWT berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ
ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ
الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kalian juga.
Janganlah kalian kira bahwa
berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab
yang besar”. [QS. An-Nur : 11].
KELIMA : Membuat Makar untuk menimpakan
madhorot
Orang-orang munafik pada zaman Nabi merancang rencana jahat untuk
memberikan madhorat kepada kaum Muslimin dengan kemasan yang sesuai syariat dan
bekerja sama dengan orang Nashrani dalam memerangi Allah dan Rasul-Nya
Hal ini sebagaimana yang mereka
lakukan dengan mendirikan sebuah masjid di dekat Masjid Quba’. Mereka
menyelesaikan pembangunan masjid tersebut tepat sebelum Rasulullah ﷺ
berangkat ke Tabuk.
Masjid tersebut mereka rancang
untuk memberi madharat kepada Masjid Quba’ dan Jamaah kaum Muslimin serta
memecah persatuan mereka.
Selain itu mereka hendak
menjadikan masjid tersebut sebagai markas dari pasukan Romawi yang dijanjikan
datang untuk membantu orang-orang munafik Madinah dalam memerangi Rasulullah ﷺ
dan kaum Muslimin.
Dalam surat at-Taubah Allah SWT
berfirman :
وَالَّذِيْنَ
اتَّخَذُوْا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَّكُفْرًا وَّتَفْرِيْقًاۢ بَيْنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ وَاِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ مِنْ قَبْلُ
ۗوَلَيَحْلِفُنَّ اِنْ اَرَدْنَآ اِلَّا الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ
اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ
Dan (di antara orang-orang
munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada
orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara
orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah,
“Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu
pendusta (dalam sumpahnya). [QS. At-Taubah : 107]
KEENAM : Menghasut kaum Anshar untuk meninggalkan Nabi ﷺ di medan perang saat perang ahzab.
Pada saat terjadinya perang Ahzab atau Khandak , ketika Rasulullah ﷺ dan pasukan kaum dikepung pasukan ahzab
atau pasukan sekutu , orang-orang munafik melakukan pengkhianatan terhadap Nabi
ﷺ
dengan cara menghasut pasukan
anshar agar pulang ke rumah masing-masing dan meninggalkan medan pertempuran .
Allah SWT berfirman :
{هُنَالِكَ
ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا (11) وَإِذْ يَقُولُ
الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ
وَرَسُولُهُ إِلا غُرُورًا (12) وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ
يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ
النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ
يُرِيدُونَ إِلا فِرَارًا (13) }
Di situlah diuji orang-orang
mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat.
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan
kepada kami melainkan tipu daya. Dan (ingatlah) ketika segolongan di
antara mereka berkata, "Hai penduduk Yasrib (Madinah), tidak ada
tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan sebagian dari mereka minta izin
kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya
rumah-rumah kamu terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah
itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. [QS. Al-Ahzaab : 11-13].
Inilah sebagian kejahatan dan pengkhianatan kaum munafik pada zaman Nabi ﷺ Begitu dahsyatnya dan kejinya , namun demikian Nabi ﷺ tetap sabar dan penuh kasih sayang menghadapi mereka dan tidak pernah menghajernya dan mentahdzirnya .
*****
MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH DARINYA KARENA TAKUT KEBUSUKAN MULUTNYA.
Ada sebagian orang takut dekat-dekat dengan si Fulan, karena takut di Tahdzir dan di sebar luaskan keburukannya, padahal itu belum tentu itu keburukan, melainkan perbedaan pendapat.
Dalam sebuah Hadits di sebut kan bahwa: Sebusuk-busuknya manusia adalah orang yg ditinggalkan manusia karena takut akan kebusukan mulutnya demi menghindari kebusukannya.
Dari 'Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya:
أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ
Seorang lelaki minta izin kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda,
"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya."
Setelah orang itu duduk, Nabi SAW bermuka ceria di hadapannya dan menyambut orang itu.
Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau,
"Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?
Rasulullah SAW menjawab:
"Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya."
HR. Bukhari no. 6054 dan Muslim no. 2591
Syarah Hadits:
(اتقاء فحشه) أي لأجل قبيح قوله وفعله.
Makna ; demi menghindari kejahatannya (yakni kejahatan mulutnya dan perbuatannya."
Dalam lafadz Bukhory no 6032:
(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ). قال ابن حجر: «قَوْله: (اِتِّقَاء شَرّه) أَيْ قُبْح كَلَامه».
Ibnu Hajar berkata: Makna perkataan (demi menghindari kebusukannya) yakni keburukan omongannya.
*******
BENARKAH MANHAJ TAHDZIR DAN HAJER ITU BAGIAN DARI NAHYI MUNKAR?
JAWABNYA:
Ada dua macam Tahdzir dan Hajer
MACAM PERTAMA: Manhaj Tahdzir dan Hajer yang Syar'i dan benar-benar dalam rangka Nahyi Munkar.
AHLI BID'AH YANG LAYAK DI HAJER
Al-Nafraawi Al-Maaliki berkata:
"والهجران الجائز المأذون فيه: هجران صاحب البدعة المحرمة كالخوارج وسائر فرق الضلال لأن مخالطتهم تؤدي إلى المشاركة ولذلك لا ينبغي للعاقل أن يصحب إلا أصحاب الفضل؛ وحقيقة البدعة عبارة عما لم يعهد في الصدر الأول؛ وتوقف بعض الشيوخ في حل هجران ذي البدعة المكروهة؛ ويظهر لي عدم حل ذلك؛ لأن الهجران محرم في الأصل؛ ولا يرتكب المحرم لأجل مكروه".
“Hajer yang diperbolehkan dan diidzinkan adalah menghajer pealku bid'ah yang di haramkan, seperti bid'ah KHAWARIJ dan FIRQOH SESAT lainnya, karena campur baur dengan mereka itu akan mengantarkannya ikut berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu, bagi orang yang berakal tidak layak bersahabat kecuali dengan orang-orang yang mulia.
Dan hakikat bid'ah adalah apa yang tidak dikenal pada masa generasi pertama.
Sebagian para syeikh tawaqquf [tidak mau bicara] tentang halal dan tidaknya menghajer pelaku bid'ah yang makruh ; namun yang nampak dalam pandangan saya adalah tidak halal [haram] menghajernya ; Karena hukum asal Hajer itu di haramkan. Dan tidak boleh melakukan yang haram karena sesuatu yang Makruh. [Baca: الفواكه الدواني 2/297]
Dan para ulama Madzhab Hanbali berkata:
"والحاصل أنه يجب هجر من كفر أو فسق ببدعة أو دعا إلى بدعة مضلة أو مفسقة وهم أهل الأهواء والبدع المخالفون فيما لا يسوغ فيه الخلاف، كالقائلين بخلق القرآن، ونفي القدر، ونفي رؤية الباري في الجنة والمشبهة والمجسمة، والمرجئة الذين يعتقدون أن الإيمان قول بلا عمل، والجهمية والإباضية والحرورية والواقفية، واللفظية، والرافضة، والخوارج، وأمثالهم لأنهم لا يخلون من كفر أو فسق. قاله في المستوعب.
“Kesimpulannya adalah wajib menghajer pelaku bid'ah yang menyebabkan kekafiran atau pelaku bid'ah yang menyebabkan pada kefasiqan [maksiat], atau orang yang menyeru kepada bid'ah yang menyesatkan atau kefasiqan.
Dan mereka itu adalah para pengikut hawa nafsu dan bid'ah-bid'ah yang menyelisihi perkara-perkara yang tidak layak untuk diperselisihkan di dalamnya.
Contohnya orang-orang yang mengatakan: al-Quran itu Makhluk, tidak mengakui adanya Taqdir, tidak mengakui bahwa manusia bisa melihat Allah kelak di syurga, menyerupakan Allah dengan makhluknya, berkeyakinan bahwa Allah berjasad sama dengan jasad makhluknya, sekte Murji'ah yang berkeyakian bahwa Iman itu cukup dengan ucapan tidak harus dengan amalan, Jahamiyah, Ibadhiyah [sekte khawarij], Haruriyah [sekte khawarij], Lafdziyah [yang mengatakan bacaan dan lafadz al-Quran itu makhluk], Syi'ah Raafidhah, Khawarij dan yang semisalnya ; karena mereka-mereka ini tidak lepas dari kekufuran dan kefasiqan. Seperti yang di sebutkan dlam kitab al-Mustau'ab.
[Baca: غذاء الألباب 1/259 karya as-Safaariini]
Ibnu Tamim berkata:
وهجران أهل البدع كافرهم وفاسقهم، والمتظاهر بالمعاصي، وترك السلام عليهم فرض كفاية، ومكروه لسائر الناس.
Menhajer ahli bid'ah, baik yang kafirnya dan yang fasiknya, dan menghajer pelaku maksiat yang terang-terangan maksiat, serta tidak memberikan Salam pada mereka, itu hukumnya Fardhu Kifayah, namun itu dimakruhkan bagi semua orang. [Baca: غذاء الألباب 1/259 karya as-Safaariini]
KAPAN SAAT YANG TEPAT DALAM MENGHAJER
Syeikh Bin Baaz dalam Fatwanya berkata:
المؤمن ينظر في هذه المقامات بنظر الإيمان ونظر الشرع ونظر التجرد من الهوى، فإذا كان هجره للمبتدع وبعده عنه لا يترتب عليه شر أعظم فإن هجره حق وأقل أحواله أن يكون سنة، وهكذا هجر من أعلن المعاصي وأظهرها أقل أحواله أنه سنة، فإن كان عدم الهجر أصلح؛ لأنه يرى أن دعوة هؤلاء المبتدعين وإرشادهم إلى السنة وتعليمهم ما أوجب الله عليهم أن ذلك يؤثر فيهم وأنه يفيدهم فلا يعجل في الهجر، ومع ذلك يبغضهم في الله كما يبغض الكافر في الله، يبغض العصاة في الله على قدر معاصيهم وعلى قدر البدعة.
بغض الكافر أشد، وبغض المبتدع على قدر بدعته إذا كانت غير مكفرة على قدرها، وبغض العاصي على قدر معصيته، ويحبه في الله على قدر إسلامه.
Orang beriman [ketika hendak menghajer] harus melihat-lihat kondisi sekitar dengan pandangan penuh keimanan, pandangan syar'i, dan pandangan yang bersih dari hawa nafsu.
Jika dengan menghajer ahli bid'ah itu tidak menimbulkan keburukan yang lebih besar setelahnya ; maka ini adalah Hajer yang haq / benar, dan setidaknya itu adalah Sunnah hukumnya.
Begitu pula dalam menghajer orang yang terang-terangan berbuat maksiat. Dan yang demikian itu hukum yang paling nampak, minimal adalah Sunnah.
Namun yang lebih mashlahat adalah jangan menghajernya ; Karena dia harus melihat bahwa mendakwahi ahli bid'ah, membimbing mereka ke Sunnah, dan mengajari mereka apa yang diperintahkan Allah kepada mereka ; itu bisa mempengaruhi mereka dan itu bermanfaat bagi mereka, maka sebaiknya mereka ini tidak terburu-buru di hajer.
Dan dengan demikin ia tetap membenci mereka karena Allah sebagaimana ia membenci orang-orang kafir karena Allah. Dia membenci orang-orang yang bermaksiat juga karena Allah di sesuaikan dengan kadar kemaksiatan mereka dan kadar bid'ahnya.
Membenci orang kafir itu harus lebih keras, berbeda membenci ahli bid'ah maka disesuaikan dengan kadar bid'ahnya selama bid'ahnya itu tidak membuatnya menjadi kafir.
Membenci pelaku maksiat juga harus disesuaikan dengan kadar kemaksiatannya, dan mencintainya juga karena Allah disesuaikan dengan kadar keislamannya.
Sumber: نور على الدرب / حكم هجر المبتدع 6 جمادى الأولى 1443 ه
Dalam "al-Majmu' ats-Tsamiin " dari fatwa-fatwa Syeikh al'Utsaimiin 1/31-32 di sebutkan:
أن يراعيَ المقاصد الشرعية من المصالح والمفاسد المترتِّبة على الهجر، مع الأخذ بعين الاعتبار تحقيقَ أكمل المصلحتين ودرءَ أعظم المفسدتين، وذلك بمراعاة قواعد الترجيح حالَ التعارض بين المصالح والمفاسد، سواءٌ في الأمكنة التي ظهرت فيها البدعة كثرةً وقلَّةً، وحال الهاجر والمهجور، قوَّةً وضعفًا، فالمكان الذي انتشرت فيه البدعة تكون القوَّة والغلبة فيه لأهل البدع، فلا يرتدع المبتدع بالهجر، ولا يحصل المقصود الشرعيُّ للهجر، بل يُخشى زيادة الشرِّ وتفاقُمُه، فلا يُشرع حينئذٍ الهجرُ لرجحانية المفسدة على مصلحة الهجر، وكان التأليف أنْفَعَ وأليق بمقاصد الشريعة، ما لم يخف استطارةَ شرِّه بما يُفسد عليه دينَه أو دنياه، فحالتئذٍ يقي نفْسَه وغيره من إذايته بالهجر الوقائيِّ المانع.
[Sebelum menghajer. pen] Harus memperhatikan tujuan-tujuan syar'i [المقاصد الشرعية] dari sisi maslahat dan mafsadat yang akan ditimbulkan dari penerapan HAJER.
Yaitu dengan memperhatikan pengalaman konkrit serta mengambil langkah yang lebih sempurna dari dua maslahat dan menangkal yang terbesar dari dua mafsadat.
Hal ini dilakukan dengan memperhatikan Qaidah-Qaidah TARJIIH ketika terjadi adanya pertentangan antara maslahat dan mafsadat, baik yang berkenaan dengan banyaknya bid'ah yang muncul maupun yang sedikit munculnya di tempat-tempat itu, baik yang berkenaan dengan kondisi orang yang menghajernya maupun orang yang di hajer nya, dan juga baik yang berkenaan dengan kekuatan kondisi maupun kelemahan.
Jadi jika tempat yang terdapat penyebaran bid'ah di dalamnya itu berada dalam kekuasaan dan dominasi para ahli bid'ah, maka jangan mencegah ahli bida'h dengan cara menghajernya, karena jika dengan cara itu maka tujuan syar'inya tidak akan bisa tercapai dengan cara menghajer.
Bahkan dikhawatirkan kemunkaran di tempat tsb akan semakin bertambah dan menjadi semakin gawat, maka dengan demikian tidak disyari'atkan methode al-Hajer diterapkan pada saat itu ; karena kondisi kemunkarannya lebih rajih di atas mashlahat menghajer.
Maka mendakwahinya harus dengan cara mengambil hatinya, itu lebih bermanfaat dan lebih sesuai dengan tujuan-tujuan Syariah [المقاصد الشريعة], selama tidak khawatir penyebaran keburukannya itu dapat merusak agamanya atau urusan dunianya.
Dalam hal ini, ia bisa melindungi dirinya sendiri dan orang lain agar tidak tersakiti dengan hajer pencegahan dan perlindungan.
MACAM KEDUA :
GHIBAH dan TAHASSUS yang diganti dengan label TAHDZIR DAN HAJER serta JARH WA TA'DIIL, kemudian di kemas dengan dalih dalam rangka Nahyi Munkar menurut pemahaman versi nya.
Maka dalam model yang kedua ini terdapat dosa-dosa yang sangat banyak, yaitu:
1. Dosa menghina dan merendahkan orang lain
2. Dosa Lamz اللمز [mencela]
3. Dosa Tanaabuz bil Alqoob / التنابز بالالقاب [mengecap adan saling lempar julukan yang tidak baik]
4. Dosa Ghiibah / الغيبة [menggunjing]
5. Dosa Tajassus dan Tahassus التجسس والتحسس [memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain]
6. Dosa berdusta mengatas namakan Allah dan syariat-Nya.
7. Dosa pemecah belah umat dan menimpakan musibah pada kaum muslimin.
DALILNYA:
Dalil ke satu: Firman Allah SWT:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) }
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan)
Dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri
Dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman; dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itu orang-orang yang zalim. (Al-Hujurat: 11)
TAFSIRNYA:
Firman Allah SWT.:
{وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ}
" dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri ". (Al-Hujurat: 11)
Makna LAMZ:
معنى اللمز لغةً: لمز يلمزُ فهو لامِز، ويُقال لمز الشخص؛ أي أشار إليه بشفتيه، أو عينيه، أو يديه؛ ليعيب بتلك الحركة شخصاً آخر، مع التكلّم بكلامٍ خفيّ يعيب الشخص، ويعرّف الهمز واللمز بأنّه الانتقاص من شخص بعينه أو بعرضه تلميحاً دون الصراحة في ذلك
Menurut bahasa arti kata “لمز يلمزُ فهو لامِز ”dan jika dikatakan: “لمز الشخص ”:
Artinya, dia mengisyaratkannya dengan kedua bibirnya, atau kedua matanya atau kedua tangannya, yang tujuannya untuk mencemarkan orang lain dengan gerakan itu, disertai kata-kata yang samar-samar yang mencemarkan nama baik orang tersebut,
Ibnu Katsir berkata:
" Makna yang dimaksud ialah janganlah kalian mencela orang lain. Pengumpat dan pencela dari kalangan kaum lelaki adalah orang-orang yang tercela lagi dilaknat ".
Firman Allah SWT.:
{وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ}
" dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. (Al-Hujurat: 11)
Yakni janganlah kamu memanggil orang lain dengan gelar yang buruk yang tidak enak didengar oleh yang bersangkutan.
Firman Allah SWT.:
{بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ}
" Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman". (Al-Hujurat: 11)
Seburuk-buruk sifat dan nama ialah yang mengandung kefasikan yaitu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seperti yang biasa dilakukan di zaman Jahiliah bila saling memanggil di antara sesamanya. Kemudian sesudah kalian masuk Islam dan berakal, lalu kalian kembali kepada tradisi Jahiliah itu.
{وَمَنْ لَمْ يَتُبْ}
“dan barang siapa yang tidak bertobat “. (Al-Hujurat: 11)
Yakni dari kebiasaan tersebut.
{فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
“ maka mereka itulah orang-orang yang zalim “. (Al-Hujurat: 11)
(SELESAI SAMPAI DI SINI PERKATAAN IBNU KATSIR)
DALIL KE DUA:
Firman Allah SWT:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa
Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain
Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)
TAFSIR NYA:
Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini, beliau menyebutkan banyak sekali hadits dan atsar. Tapi penulis hanya akan mengutip beberapa hadits saja yang simple dan pendek:
Pertama:
Hadits Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ وَيَقُولُ: "مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ يُظَنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرٌ
" Bahwa ia pernah melihat Nabi SAW. sedang tawaf di ka'bah seraya mengucapkan:
" Alangkah harumnya namamu (yakni Ka'bah), dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu.
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah SWT. daripada kesucianmu (yakni Ka'bah) ; harta dan darahnya jangan sampai berprasangka padanya yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka". [HR. Ibnu Majah]
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid {tunggal).
Kedua:
Hadits Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda:
"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".
Janganlah kalian mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta;
Janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan,
Janganlah kalian saling menjatuhkan,
Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci
Dan janganlah kalian saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.
(HR. Bukhori, Muslim dan Abu Daud).
Ketiga:
Hadits Anas r.a. yang mengatakan: bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda:
"لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".
" Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan,
Janganlah kalian saling menjatuhkan, janganlah kalian saling membenci,
Dan janganlah kalian saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Tidak dihalalkan bagi seorang muslim meng HAJER [mendiamkan] saudaranya lebih dari tiga hari. [HR. Muslim dan Turmudzi]
Ke empat:
Hadits Haritsah ibnu an-Nu'man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda:
"ثلاث لازمات لِأُمَّتِي: الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ رَجُلٌ: مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ: "إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ، وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض "
Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka.
Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?"
Rasulullah SAW. menjawab: " Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan [dihentikan dan jangan terus menyelidikinya Pen.] ; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu. [HR. Thabraani].
Kelima: Atsar sahabat Ibnu Mas'ud r.a.:
Beliau pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud:
"Ini adalah si Fulan yang jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)."
Maka Ibnu Mas'ud r.a. menjawab:
"Sesungguhnya kami dilarang memata-matai orang lain. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus menghukumnya."
Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it. [HR. Abu Daud].
Keenam: Atsar 'Uqbah RA:
Dari Dajin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah:
"Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka."
Uqbah menjawab, "Jangan kamu lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka."
Dajin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dajin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya:
"Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka."
Maka Uqbah berkata kepada Dajin, "Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:
"مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا".
'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya'.”
[HR. Imam Ahmad]
Ketujuh:
Hadits Mu'awiyah RA: yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi SAW. bersabda:
"إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ" أَوْ: "كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ"
Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak. [HR. Abu Daud].
Kedelapan:
Hadits Abu Umamah RA bahwa Nabi SAW bersabda:
"إِنَّ الْأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ في الناس، أَفْسَدَهُمْ"
Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak. [HR. Abu Daud]
DALIL KE TIGA:
Firman Allah:وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah [QS. Al-An'aam: 93].
DALIL KE EMPAT:
Firman Allah SWT:وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جاءَهُمُ الْبَيِّناتُ وَأُولئِكَ لَهُمْ عَذابٌ عَظِيمٌ (105)
Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [QS. Ali Imran: 105]
DALIL KE LIMA:
Allah SWT berfirman:فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Maka janganlah kalian mengatakan bahwa diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS. An-Najm: 32)
******
FATWA SYEIKH AL-ALBAANI TENTANG HAJER AHLI BID'AH :
Seorang Penanya menyebutkan apa yang dikatakan oleh beberapa orang tentang kewajiban menghajer ahli bid'ah, berdasarkan apa yang terdapat dalam riwayat dari beberapa orang salaf.
Maka Syeikh al-Albaani menjawab :
"الذي أراه والله أعلم أن كلام السلف يرِد في الجو السلفي يعني الجو العامر بالإيمان القوي والاتباع الصحيح للنبي والصحابة، هو تماما كالمقاطعة ، مقاطعة المسلم لمسلم تربيةً وتأديبا له هذه سنة معروفة ، لكن في اعتقادي وكثيرا ما سئلت فأقول زماننا لا يصلح للمقاطعة، زماننا إذن لا يصلح لمقاطعة المبتدعة لأن معنى ذلك أن تعيش على رأس الجبل، أن تنزوي عن الناس وأن تعتزلهم ذلك أنك حينما تقاطع الناس إما لفسقهم أو لبدعتهم لا يكون ذلك الأثر الذي كان يكون له يوم كان أولئك الذين تكلموا بتلك الكلمات وحضوا الناس على مجانبة أهل البدعة .
Yang saya berpendapat – wallaahu a'lam- bahwa perkataan para Salaf tentang hajer itu hanya berlaku pada suasana di masa Salaf dulub, artinya suasana pada saat itu suasana yang penuh dengan iman yang kuat dan mengikuti apa yang shahih dari Nabi dan para Sahabat dengan sempurna , contohnya seperti pemboikotan [pemutusan hubungan], yakni ; seorang Muslim memboikot seorang Muslim dalam rangka untuk memberi pelajaran dan mendisiplinkannya. Ini adalah sunnah yang ma'ruf .
Akan tetapi menurut keyakinan [i'tiqod] saya – sebagaimana saya sudah sering ditanya tentang itu - maka jawaban saya adalah : Pada zaman kita sekarang ini tidak cocok untuk menerapkan pemboikotan [Hajer] , artinya pada zaman kita ini tidak tepat untuk menerapkan pemboikotan ahli Bid'ah.
Karena resikonya anda akan hidup seperti di puncak gunung, mengasingkan diri dari masyarakat dan anda terisolasi dari mereka, yaitu ketika Anda memboikot orang-orang, baik karena kefasiqkannya atau karena kebid'ahannya, maka dengan pemboikotan itu tidak akan memberikan efek seperti efek pada masa salaf dulu ketika mereka mengatakan kata-kata itu dan mendesak orang-orang untuk menjauhi para ahli bid'ah. [Selesai]
FATWA LAIN-NYA :
Ketika syeikh al-Albaani ditanya tentang memuji orang-orang yang terjerumus ke dalam bid'ah, maka beliau berkata:
" الجواب يختلف باختلاف المقاصد، إذا كان المقصود بالثناء على مسلم نظنه مبتدعا ولا نقول إنه مُبْتَدِع …
فإذا كان المقصود بالثناء عليه هو الدفاع عنه اتجاه الكفار فهذا واجب، وأما إذا كان المقصود بالثناء عليه هو تزيين منهجه ودعوة الناس إليه ففيه تضليل لا يجوز".
“Jawabannya adalah berbeda-beda , disesuaikan dengan maksud dan tujuannya.
Jika yang dimaksud dengan memuji seorang muslim dikarenakan kita mengira dia adalah seorang ahli bid'ah [مُبْتَدِع] , maka kita tidak boleh mengatakan bahwa dia adalah seorang ahli bid'ah [مُبْتَدِع] ...
Jika yang dimaksud dengan memujinya karena untuk membelanya dari orang-orang kafir, maka ini adalah wajib, tetapi jika yang dimaksud dengan memujinya adalah untuk memperindah manhajnya dan mengajak orang-orang kepada bid'ahnya, maka ini adalah menyesatkan dan itu tidak boleh".
[ Sumber : " منهج العلامة الألباني في مسائل التبديع والتعامل مع المخالفي" karya Muhammad Haaj al-Jazaairi dan lihai pula سلسلة الهدى والنور (551) الوجه الثاني ].
FATWA SYEIKH AL-ALBAANI TENTANG HUKUM DOA RAHMAT UNTUK AHLI BID'AH
Syeikh al-Albaani pernah di tanya tentang hukum doa rahmat untuk Ahli Bid'ah ??? . Yaitu doa seperti : rahimahullah atau yarhamuhullaah [ semoga Allah SWT merahmatinya ]
Beliau – rahimahullah - menjawab :
ما هو الأصل في هؤلاء الإسلام أم الكفر؟ الإسلام . إذاً الأصل أن يُترحم عليهم أليس كذلك إذاً انتهت القضية فلا يجوز أن نتبنى اليوم مذهباً فنقول لا يجوز الترحم على فلان وفلان وفلان من عامة المسلمين فضلاً عن خاصتهم فضلاً عن علمائِهم لماذا لسببين اثنين :
السبب الأول : أنهم مسلمون
السبب الثاني :أنهم إن كانوا مبتدعين فلا نعلم أنه أقيمت عليهم الحجة وأصروا على بدعتهم وأصروا على ضلالهم .
لهذا أنا أقول : من الأخطاء الفاحشة اليوم أن الشباب الملتزم والمتمسك بالكتاب والسنة في ما يظن هو يقع في مخالفة الكتاب والسنة من حيث لا يدري ولا يشعر
وبالتالي يحقُ لي على مذهبهم أن أُسمهم مبتدعة لأنهم خالفوا الكتاب والسنة، لكني لا أُخالف مذهبي الأصل في هؤلاء أنهم مسلمون وأنهم لا يتقصدون البدعة ولا يكابرون الحجة ولا يردون البرهان . والدليل لذلك نقول أخطؤا من حيثُ أرادوا الصواب . وإذا عرفنا هذه الحقيقه نجونا من كثير من الأمور الشائكة في هذا الزمان"
Apa hukum asal tentang mereka ? Islam atau Kafir ?
[Jawabannya adalah] Islam. Dengan demikian hukum asalnya adalah boleh berdoa rahmat untuk mereka, bukan? Jadi masalah ini selesai sudah .
Berarti sekarang ini kita tidak boleh menjadikannya sebagai madzhab , dengan mengatakan : Tidak boleh berdoa rahmat untuk si fulan , si fulan dan si fulan dari kaum muslimin pada umumnya, apalagi pada khususnya dan apalagi untuk para ulamanya.
Kenapa ? Karena ada dua sebab :
Sebab pertama: mereka adalah Muslim
Sebab kedua: Jika benar bahwa mereka itu adalah para ahli bid'ah , maka kita tidak tahu apakah hujjah telah sampai pada mereka, lalu mereka bersikeras pada bid'ah mereka dan bersikeras pada kesesatan mereka.
Itulah mengapa saya katakan: Salah satu kesalahan besar yang terjadi sekarang-sekarang ini adalah bahwa ada pemuda yang mengira bahwa dirinya multazim dan berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah, padahal yang benar dia-lah yang melanggar al-Qur'an dan Sunnah dari arah yang tidak dia ketahui atau mereka sadari .
Oleh karena itu, saya berhak, terhadap madzhab mereka, untuk menyebut mereka sebagai ahli bid'ah karena mereka menyelisihi al-Qur'an dan Sunnah.
Akan tetapi saya tidak mau menyelisihi madzhab saya sendiri , yaitu : hukum asal tentang mereka ini adalah Muslim dan bahwa mereka tidak sengaja melakukan amalan bid'ah dan mereka tidak bermaksud sombong menentang dalil dan tidak pula bermaksud menolak burhan [dalil].
Dan dalil untuk itu kita katakan : Mereka melakukan hal yang salah namun niat mereka berkeinginan yang benar .
Jika kita telah mengetahui hakikat kebenaran ini, maka kita akan terselamatkan dari banyak masalah pelik pada saat ini.”
[ SUMBER : " ملتقى طلاب الجامعة الإسلامية
http://www.is un.com/vb/showthread.php?p=19345]
HATI-HATI! JAGA MULUT KITA DAN SIKAP KITA!
Seharusnya seorang mukmin memilah-milah perkataan antara yang baik dan yang buruk, berpikir dulu sebelum berbicara. Jangan sampai hanya karena lisannya, maka dia harus terjerumus ke dalam api neraka.
Kebanyakan manusia menyepelekan perkataannya serta menganggap tidak berdampak apa-apa, padahal di sisi Allah Azza wa Jalla bisa jadi perkara yang luar biasa. Allah Azza wa Jalla berfirman,
{ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ }
" Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur: 15).
Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda,
((إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ))
"Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.”
(HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)
Dan dalam riwayat lain, masih dari Abu Hurairoh radhiyallaahu 'anhu berkata: ” Saya mendengar Rasululloh SAW bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ))
“ Seorang hamba berbicara dengan sesuatu kalimat yang tidak ada kejelasan di dalamnya yang membuat nya terprosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara timur dan barat ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Juga masih dari hadist Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, beliau pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ))
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak memperdulikannya, maka niscya Allah akan mengangkat derajatnya disebabkannya, dan Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, yang ia tidak perdulikan, niscaya akan menceburkannya ke dalam neraka Jahannam.” HR. Bukhari.
Alqamah meriwayatkan dari Bilal bin Al Harits Al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ ، يَكْتُبُ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ- لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ"
فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.
Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya AllahAzza wa Jalla menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat. Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah Azza wa Jalla menuliskan kemurkaannya sampai hari kiamat.” ‘Alqamah sering berkata: “Berapa banyak perkataan, akan tetapi hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku (untuk mengucapkannya).” HR. Ahmad.
Bukan hal yang mustahil jika ada seseorangkarena lisannya bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Dlm hadist Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda:
((أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ))
“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih)
JANGAN SOMBONG:
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
DOSA IBLIS PERTAMA:
Sebagian para ulama salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini,
" Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi. Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah)
Hakekat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi SAW, beliau bersabda,لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)
Al-hamdulillah semoga bermanfaat
https://blog.islamiconlineuniversity.com/dawah-a-duty-upon-every-muslim/
0 Komentar