Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LARANGAN KEBIASAAN MINTA-MINTA DAN MENJADIKANNYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN

LARANGAN KEBIASAAN MINTA MINTA DAN MENJADIKANNYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN

Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===

===

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN
  • DEFINISI MEMINTA-MINTA
  • HUKUM MINTA-MINTA:
  • PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA TENTANG MINTA-MINTA:
  • DALIL-DALIL ANCAMAN TERHADAP TUKANG MINTA-MINTA
  • SESEKALI MEMINTA ITU BOLEH HUKUMNYA
  • NABI  PERNAH MEMINTA
  • SIAPA SAJAKAH ORANG YANG DIPERBOLEHKAN MINTA-MINTA?:
  • SEKILAS TENTANG HAKIM BIN HIZAM BIN KHUWAILD AL-QUREISYI:
  • BAI’AT SEBAGIAN PARA SAHABAT UNTUK TIDAK MINTA-MINTA
  • SIKAP IFFAH [عِفَّة]ADALAH JAMINAN MASUK SURGA
  • MENELADANI SIKAP FAKIR MISKIN PARA SAHABAT NABI SAW
  • BATASAN MISKIN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
  • HADITS-HADITS YANG MEMBOLEHKAN PENGGALANGAN DANA BANTUAN
  • HUKUM MEMBERI SEDEKAH KEPADA PENGEMIS KAYA, PENCURI DAN PELACUR.
  • PENGEMIS BERBALUT DENGAN KEMASAN DONASI DAN INFAQ
  • TIDAK BOLEH BERSEDAKAH JAMUAN MAKAN DENGAN BERHARAP IMBALAN LEBIH BANYAK .
  • HUKUM ASAL MENERIMA HADIAH :
  • DAMPAK NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :

*****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

*****

PENDAHULUAN:

DEFINISI MEMINTA-MINTA

Meminta-minta atau mengemis adalah individu atau sekelompok orang-orang yang meminta uang, dana atau harta kepada orang lain atau lembaga.

Ada beberapa kategori para peminta-minta, ada sebagian yang melakukannya untuk kepentingan pribadi dan ada sebagian lain untuk kepentingan sebuah lembaga dan dari keduanya ada yang menjadikannya sebagai profesi atau kebiasaan, dan ada pula yang melakukannya hanya sewaktu-waktu tidak berkesinambungan.

*****

HUKUM MINTA-MINTA:

Yang dimaksud dengan meminta-minta dalam pembahasan di sini adalah meminta-minta atau mengemis bukan karena darurat atau karena kebutuhan yang sangat mendesak sekali, serta mengandung unsur penghinaan diri di hadapan selain Allah SWT. Maka hukumnya HARAM.

Adapun minta-minta karena darurat atau kerna kebutuhan yang sangat mendesak ; maka itu diperbolehkan. Seperti karena faktor-faktor sbb:

  1. Faktor ketidak berdayaan, kefakiran dan kemiskinan. Seperti anak-anak yatim, orang-orang yang menyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit menahun, janda-janda miskin, orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja dan selainnya.
  2. Faktor kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kebangkrutan. Contohnya, seperti para pengusaha yang tertimpa pailit (bangkrut) atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total.
  3. Faktor musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti kebakaran, banjir, gempa, penyakit menular, dan lainnya sehingga mereka terpaksa harus minta-minta.
  4. Faktor yang datang belakangan tanpa terduga sebelumnya. Contohnya, seperti orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya seperti menanggung anak yatim, menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan yang semisalnya.

Mereka ini juga adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan harta untuk membayar tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara mengemis.

=====

PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA TENTANG MINTA-MINTA:

Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (4/205) berkata:

السُّؤَالُ حَرَامٌ فِي الْأَصْلِ وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ فَإِنْ كَانَ عَنْهَا بُدٌّ فَهُوَ حَرَامٌ، وَإِنَّمَا قُلْنَا إِنَّ الْأَصْلَ فِيهِ التَّحْرِيمُ لِأَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ ثَلَاثَةِ أُمُورٍ مُحَرَّمَةٍ:

 اْلأَوَّلُ: إِظْهَارُ الشَّكْوَى مِنَ اللَّهِ تَعَالَى إِذِ السُّؤَالُ إِظْهَارٌ لِلْفَقْرِ وَذِكْرٌ لِقُصُورِ نِعْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى عَنْهُ وَهُوَ عَيْنُ الشَّكْوَى وَكَمَا أَنَّ الْعَبْدَ الْمَمْلُوكَ لَوْ سَأَلَ لَكَانَ سُؤَالُهُ تَشْنِيعًا عَلَى سَيِّدِهِ فَكَذَلِكَ سُؤَالُ الْعِبَادِ تَشْنِيعٌ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى وَهَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُحَرَّمَ وَلَا يَحِلَّ إِلَّا لِضَرُورَةٍ كَمَا تَحِلُّ الْمَيْتَةُ.

الثَّانِي: أَنَّ فِيهِ إِذْلَالَ السَّائِلِ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِمَوْلَاهُ فَإِنَّ فِيهِ عِزَّهُ، فَأَمَّا سَائِرُ الْخَلْقِ فَإِنَّهُمْ عِبَادٌ أَمْثَالُهُ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُذِلَّ لَهُمْ إِلَّا لِضَرُورَةٍ وَفِي السُّؤَالِ ذُلٌّ لِلسَّائِلِ بِالْإِضَافَةِ إِلَى الْمَسْؤُولِ.

الثَّالِثُ: أَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ إِيذَاءِ الْمَسْؤُولِ غَالِبًا لِأَنَّهُ رُبَّمَا لَا تَسْمَحُ نَفْسُهُ بِالْبَذْلِ عَنْ طِيبِ قَلْبٍ مِنْهُ فَإِنْ بَذَلَ حَيَاءً مِنَ السَّائِلِ أَوْ رِيَاءً فَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الْآخِذِ وَإِنْ مَنَعَ رُبَّمَا اسْتَحْيَا وَتَأَذَّى فِي نَفْسِهِ بِالْمَنْعِ إِذْ يَرَى نَفْسَهُ فِي صُورَةِ الْبُخَلَاءِ فَفِي الْبَذْلِ نُقْصَانُ مَالِهِ وَفِي الْمَنْعِ نُقْصَانُ جَاهِهِ وَكِلَاهُمَا مُؤْذِيَانِ وَالسَّائِلُ هُوَ السَّبَبُ فِي الْإِيذَاءِ وَالْإِيذَاءُ حَرَامٌ إِلَّا بِضَرُورَةٍ. 

“Meminta-minta itu hukum asalnya adalah haram. Adapun dibolehkannya karena darurat atau kebutuhan yang amat mendesak mendekati darurat.

Jika bukan karena kebutuhan mendedsak, maka itu haram. Adapun kenapa kami mengatakan bahwa hukum asalnya adalah haram karena tidak lepas dari tiga hal yang diharamkan:

Pertama:

Karena meminta-minta itu mengandung unsur gugatan kepada Allah SWT serta pengaduan kepada selain-Nya, dan juga mengandung makna demo akan kedangkalan nikmat Allah SWT kepada hambanya.

Yang demikian itu adalah wujud nyata bentuk pengaduan.

Dan seperti halnya seorang hamba yang dimiliki tuannya meminta-minta pada orang lain, maka perbuatan minta-mintanya tsb akan membuat cela kepada tuannya, demikian juga perbuatan minta-minta seorang hamba, itu sama saja dengan mencela Allah SWT. Dan ini harus dilarang dan tidak halal kecuali karena darurat, seperti diperbolehkan memakan bangkai.

Kedua:

Dalam meminta-minta itu sang peminta telah merendahkan dirinya kepada selain Allah SWT.

Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya kepada selain Allah, tetapi ia harus merendahkan dirinya kepada Maulanya [Allah], karena kepada-Nya itu terdapat kehormatan dirinya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya itu adalah para hamba, sama seperti dia. Maka dia tidak boleh menghinakan dirinya kepada mereka kecuali karena darurat.

Dan dalam meminta-minta itu terdapat kehinaan bagi si peminta yang di sandarkan kepada orang yang diminta.

Ketiga:

Yang demikian itu pada umumnya tidak bisa dipisahkan dari penghinaan orang yang dimintanya. Maka kadang dia memberinya itu karena rasa tidak enak (malu) atau karena ingin mendapat pujian (riya), dan ini adalah haram bagi yang mengambilnya.

Dan jika dia tidak memberinya, dia mungkin merasa malu dan menyakiti perasaan dirinya sendiri jika tidak memberinya, karena dia akan menganggap dirinya termasuk orang-orang yang kikir.

Dilamatis, jika dia memberinya maka akan mengurangi hartanya. Dan jika tidak memberinya, maka akan merendahkan martabatnya.

Dan keduanya sama-sama menyakiti, dan orang yang minta-minta adalah penyebab yang menyakiti. Dan menyakiti itu haram hukumnya kecuali karena darurat. [Lihat: Ihya Ulumuddin (4/205)]

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

أَصْلُ السُّؤَالِ مُحَرَّمٌ فِي الْمَسْجِدِ وَخَارِجَ الْمَسْجِدِ إِلَّا لِضَرُورَةٍ، فَإِنْ كَانَتْ ضَرُورَةً وَسَأَلَ فِي الْمَسْجِدِ وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا كَتَخَطِّيهِ رِقَابَ النَّاسِ، وَلَمْ يَكْذِبْ فِيمَا يُرْوِيهِ وَيَذْكُرُ مِنْ حَالِهِ وَلَمْ يَجْهَرْ جَهْرًا يَضُرُّ النَّاسَ مِثْلَ أَنْ يَسْأَلَ وَالْخَطِيبُ يَخْطُبُ، أَوْ وَهُمْ يَسْمَعُونَ عِلْمًا يُشْغِلُهُمْ بِهِ وَنَحْوَ ذَلِكَ جَازَ. [نَقْلًا عَنْ غِذَاءِ الْأَلْبَابِ لِلسَّفَارِينِيِّ 2/ 267]

Hukum asal meminta itu diharamkan, baik di masjid maupun di luar masjid kecuali karena darurat.

Maka jika karena darurat lalu dia meminta-minta di masjid, dan dia tidak menyakiti siapa pun - seperti melangkahi pundak orang-orang-

Tidak berbohong dalam apa yang dia ceritakan dan dalam menyebutkan tentang kondisinya

Dan tidak berbicara dengan suara keras yang mengganggu orang-orang - seperti ketika dia meminta-minta sementara khatib sedang memberikan khutbah, atau mereka sedang mendengar kajian ilmu yang menyibukkan mereka dengannya, dan seterusnya- ; maka itu diperbolehkan. [Di Kutip dari kitab غِذَاءُ الألبَابِ karya as-Safaariinii 2/267]

******

DALIL-DALIL ANCAMAN BAGI TUKANG MINTA-MINTA YANG BUKAN KARENA DARURAT ATAU KARENA KEBUTUHAN MENDESAK

DALIL KE 1:

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahal bin Handzoliyah Al-Anshory radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi  bersabda:

مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ جَمْرِ جَهنَّمَ. قالوا: يا رسولَ اللهِ ! ما يُغنيه ؟ قال: ما يُغدِّيه أو يُعَشِّيه

“Sesungguhnya barangsiapa yang meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah memperbanyak sesuatu dari bara api neraka Jahannam. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apa batasan sesuatu yang mencukupinya itu? Beliau menjawab: “Sesuatu cukup untuk makan siang atau makan malam.”  (HR. Ahmad 4/180, Abu Daud no. 1629, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih at-Targhiib no. 805

Pada riwayat Ibnu Khuzaimah:

«مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ»

“Barangsiapa meminta-minta sementara disisinya ada harta yang mencukupinya dari meminta-minta, maka sesungguhnya dia hanyalah memperbanyak api.”

HR. Abu Dawud (1629), Ibnu Khuzaimah (2391), dishahihkan oleh al-Albaniy dalam al-Misykah (1848)

DALIL KE 2:

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi  bersabda:

((مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِر)) ْ

“Barangsiapa yang kebanyakan meminta-minta harta manusia, maka sesungguhnya dia meminta bara api neraka Jahannam, maka (tinggal pilih) mau mempersedikit atau memperbanyak.” (HR. Muslim no. 1041)

DALIL KE 3:

Al-Mundziri dalam at-Targhib wat Tarhiib no. 1195 menyebutkan:

" Dari Ibnu Mas’ud bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhu [koreksi dari al-Albaani dlm ash-Shahiihah no. 3483: bahwa yang benar adalah dari Abu Hurairah RA. PEN.] dari Nabi :

أَنَّهُ أُتِيَ بِرَجُلٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ فقَالَ: «كَمْ تَرَكَ؟». قَالُوا: دِينَارَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةً. قَالَ: «تَرَكَ كَيَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ كَيَّاتٍ»

"فَلَقِيتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ الْقَاسِمِ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ: "ذَاكَ رَجُلٌ كَانَ يَسْأَلُ النَّاسَ تَكَثُّرًا". رواه البيهقي من رواية يحيى بن عبد الحميد الحِمّاني

Bahwasannya telah didatangkan seorang laki-laki kepada beliau  agar beliau menshalatinya.

Lantas beliau bersabda:“Berapa harta yang dia tinggalkan?’

Mereka berkata: " Dua dinar atau Tiga dinar.”

Maka beliau bersabda: ‘Dia meninggalkan tiga sulutan (besi yang membara).”

Perawi berkata: ‘Maka akupun menemui ‘Abdullah bin al-Qasim, Maula Abu Bakar, lalu aku sebutkan hal itu kepadanya.

Lantas dia berkata kepadanya: ‘Itu adalah laki-laki yang biasa meminta-minta kepada manusia untuk memperbanyak harta.”

(HR. al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (3239) dari Abu Hurairah)

Hadits ini di hukumi Shahih Lighoirihi oleh Syekh al-Albaani. Dan Hadits ini telah di takhrij oleh al-Albaani dlam ash-Shohiihah no. 3483 dan Shahih at-Targhib wat Tarhiib 1/488 no. 801.

DALIL KE 4:

Dari Abdullah bin Masud, semoga Allah meridhoinya, dia berkata:

تُوُفِّيَ رجُلٌ مِن أهْلِ الصُّفَّة، فوجدوا في شَمْلَتِهِ دِينارَين، فذكروا ذلك لِلنبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فقال: «كَيَّتَانِ».

Seorang pria dari Ahlush Shuffah meninggal, dan mereka menemukan dua dinar di dalam baju mantel nya, lalu mereka menuturkannya pada Nabi SAW. Dan beliau  berkata:

"‘Dia meninggalkan dua sulutan (besi yang membara)".

[HR. Ahmad (4367) dan kata-katanya adalah miliknya, al-Thayaalaisi (355), al-Bazzar (1716) dan Ibnu Hibbaan dalam Shahihnya]

Al-Mundziri berkata: "Sanadnya adalah Shahih, Hasan, atau yang mendekati keduanya"

Dan al-Albaani berkata: " Shahih lighoirihi, hasan Shahih ".
[Baca: Shahih at-Targhiib wat Tarhiib 1/555 no. 935 dan 936] 

KENAPA DIA DI ADZAB ???:

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata:

وَإِنَّمَا كَانَ كَذَلِكَ؛ لِأَنَّهُ ادَّخَرَ مَعَ تَلَبُّسِهِ بِالْفَقْرِ ظَاهِرًا، وَمُشَارَكَتِهِ الْفُقَرَاءَ فِيمَا يَأْتِيهِمْ مِنَ الصَّدَقَةِ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

"Dan adapun kenapa dia bisa seperti itu, karena dia itu orang yang punya simpanan uang namun dia menampakan dirinya pura-pura miskin agar dia bisa bergabung dengan para fakir miskin ketika datang pembagian shodaqoh [Zakat]. Wallaahu a'lam ". [Baca: Shahih at-Targhiib wat Tarhiib 1/555]

DALIL KE 5:

Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah  bersabda:

((مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ))

“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040)

DALIL KE 6:

Diriwayatkan pula dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah  bersabda:

((مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ))

“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah ia memakan bara api.”

(HR. Imam Ahmad no. 17508, at-Thabraniy, al-Kabiir (3506) Ibnu Khuzaimah dan Dhiyaa) hadits ini dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan al-Albaniy dalam al-Jaami’ as-Shaghiir (112266) dan Shahih At Targhib no. 802)

DALIL KE 7:

Dan dari Samuroh bin Jundub radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi  bersabda:

((الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ))

“Sesungguhnya meminta itu cakaran, seseorang dengan meminta mencakar mukanya sendiri, kecuali seorang meminta kepada sultan atau untuk sebuah perkara yang tidak boleh tidak (darurat).” (HR. Turmudzi 2/65 no. 681. Dia berkata: Hadits Hasan Shahih).

Al-Shan’any dalam kitabnya Subulussalam (1/632) berkata:

وَأَمَّا سُؤَالُهُ السُّلْطَانَ فَإِنَّهُ لَا مَذَمَّةَ فِيهِ؛ لِأَنَّهُ إِنَّمَا يَسْأَلُ مِمَّا هُوَ حَقٌّ لَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ، وَلَا مَنَّةَ لِلسُّلْطَانِ عَلَى السَّائِلِ؛ لِأَنَّهُ وَكِيلٌ، فَهُوَ كَسُؤَالِ الْإِنْسَانِ وَكِيلَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ مِنْ حَقِّهِ الَّذِي لَدَيْهِ

“Adapun memintanya kepada sultan, maka sesungguhnya tiada celaan, karena pada dasarnya dia hanya meminta haknya di Baitul Mal (kas zakat), dan sama sekali tidak ada pemberian sultan kepada yang meminta, karena sultan itu hanya sebatas wakil, maka dia seperti seseorang yang meminta wakilnya untuk memberikan haknya yang ada pada dia.

Beliau berkata pula (1/636):

"وَالظَّاهِرُ مِنَ الْأَحَادِيثِ: تَحْرِيمُ السُّؤَالِ إِلَّا لِلثَّلَاثَةِ الْمَذْكُورِينَ فِي حَدِيثِ قَبِيصَةَ، أَوْ أَنْ يَكُونَ السُّلْطَانَ"

“Yang Nampak jelas dari hadits-hadits tersebut pengharaman minta-minta kecuali untuk tiga orang tersebut di dalam hadits Qubaishah atau jika yang dimintanya adalah sultan.”

DALIL KE 8:

Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Kabsyah Al-Anmary, bahwasanya Nabi  bersabda:

"ثَلَاثٌ أُقْسِمُ عَلَيْهِنَّ: - فَذَكَرَهَا، مِنْهَا -: وَلَا فَتَحَ رَجُلٌ عَلَى نَفْسِهِ بَابَ مَسْأَلَةٍ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ".

"Ada tiga hal yang aku bersumpah atasnya": - Lalu beliau menyebutkannya, yang ketiga adalah -:

“Tidak sekali-kali seorang hamba membuka pintu meminta-minta, di mana ia meminta-minta kepada manusia, kecuali Allah akan membuka baginya pintu kefakiran.”

[HR. Imam Ahmad no. 1674, al-Bazzaar no. 1032 dan Abu Ya'laa no. 849]Di Shahihkan oleh al-Baani dlm Shahih al-Jaami' no. 3025].

Dari hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Abu Ja’far At-Thobari dalam kitabnya Tahdzibul Atsar dan Al-Busyeiry dalam kitabnya Ittihaful Khiyarotul Maharoh dari sahabat Abdurrahman bin Auf dari Nabi .

Oleh Abu Ja’far At-Thobari dalam kitabnya Tahdzibul Atsar dan Al-Qudlo’i dalam kitabnya Musnad Shihab dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi .

Oleh Tabrani dalam kitabnya Mu’jam Awsath dari istri Nabi  Ummu Salamah dari Nabi .

Oleh Tabrani dalam kitabnya Mu’jam Al-Kabir dan Imam Baihaqi dalam kitabnya Sya’bul Iman dari sahabat Ibnu Abbas dari Nabi 
.

DALIL KE 9:

Dalam Musnad Imam Ahmad dan lainnya, bahwa Nabi  bersabda:

«إِنِّيْ لَأُعِطِيْ الرَّجُلَ الْعَطِيَّةَ فَيَنْطَلِقُ بِهَا تَحْتَ إِبْطِهِ وَمَا هِيَ إِلاَّ النَّارُ». فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: وَلِمَ تُعْطِيْ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا هُوَ نَارٌ؟ فَقَالَ: «أَبىَ اللهُ لِيْ الْبُخْلَ، وَأَبَوا إِلاَّ مَسْأَلَتِيْ»

“Sesungguhnya aku benar-benar akan memberi seseorang suatu pemberian, lalu dia beranjak pergi dengan membawa pemberian itu dibawah ketiaknya, padahal tidaklah pemberian itu melainkan api.”

Maka Umar berkata kepada beliau: ‘Lantas mengapa Anda memberinya wahai Rasulullah, padahal ia adalah api?’

Maka beliau bersabda: ‘Allah tidak menyukai kebakhilan untukku, namun mereka tetap membangkang kecuali meminta kepadaku.”

[HR. Ahmad (11139, 11017), Ibnu Hibban (3414), Abu Ya’la (1328)]. Di Shahihkan Ibnu Hibbaan dan al-Albaani dalam Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (815, 844), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 6/179]

DALIL KE 10

Hadits Abu Hurairah, bahwasanya Nabi  bersabda:

لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ قَالَ: ‏"‏الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُومُ فَيَسْأَلَ النَّاسَ ‏"‏

“Bukanlah yang dimaksud orang miskin itu yang keliling ke orang-orang untuk mendapatkan sesuap dan dua suap, atau satu biji kurma atau dua biji kurma.”

Para sahabat bertanya: Jadi apa yang dimaksud dengan orang miskin itu, wahai Rasulullah?

Beliau menjawab: “Orang yang tidak pernah merasa cukup, tidak cerdik atau mau berfikir, maka dia mengharapkan sedekah atau pemberian, dia tidak mau kerja dan berusaha, maka dia meminta-minta kepada orang-orang.” (HR. Bukhory No. 1479, Muslim No. 1039 dan an-Nasaa'i no. 2572)

DALIL KE 11:

Diriwayatkan dari 'A'idh bin 'Amr:

أنَّ رجلًا أتى النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ فسألَهُ فأعطاهُ فلمَّا وضعَ رجلَهُ على أسْكُفَّةِ البابِ قالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ لو تعلَمونَ ما في المسألَةِ ما مَشى أحدٌ إلى أحَدٍ يسألُهُ شيئًا

Bahwa: seorang pria datang kepada nabi dan memintanya maka beliau  memberikannya.

Lalu ketika pria itu meletakkan kakinya di ambang pintu, Rasulullah berkata:

«لَوْ تَعْلَمُونَ مَا فِي الْمَسْأَلَةِ، مَا مَشَى أَحَدٌ إِلَى أَحَدٍ يَسْأَلُهُ شَيْئًا»

“Seandainya kalian tahu (dosa) yang ada pada (perbuatan) meminta-minta, maka tidak akan ada seorangpun mau berjalan menuju orang yang lain untuk meminta sesuatu darinya.”

HR. An-Nasa'i (5/94) no. (2586), dan kata-katanya miliknya, dan Ibnu Abi 'Aashim dalam ((Al-Aahad wa Al-Matsaani)) (2/328) dengan sedikit perbedaan, dan al-Thabari dalam “Tahdziib al-Atsaar” (1/31) dan kata-katanya juga miliknya.

Derajat hadits :

Sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Jarii ath-Thobari dalam Musnad 'Umar 1/31.

Dan di hasankan oleh al-Albaani dlm shahih an-Nasaa'i no. 2585. Namun didha’ifkan oleh Al-Albaniy dalam ad-Dha’iifah (4355) dan Dha’iif al-Jaami’ (4818)

DALIL KE 12:

Dari Abdullah bin Mas'ud dia berkata, Rasulullah  bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَسْأَلَتُهُ فِي وَجْهِهِ خُمُوشٌ أَوْ خُدُوشٌ أَوْ كُدُوحٌ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيهِ قَالَ خَمْسُونَ دِرْهَمًا أَوْ قِيمَتُهَا مِنْ الذَّهَبِ

"Barang siapa yang meminta-minta kepada manusia sementara dia memiliki persediaan yang cukup, maka ia akan datang pada hari kiamat, dan akibat perbuatan minta-minta nya itu akan nampak di wajahnya dalam bentuk cakaran-cakaran atau koyakan-koyakan atau garukan-garukan."

Lalu ada yang bertanya: wahai Rasulullah, berapakah ukuran persedian yang cukup tersebut?

Beliau menjawab: "Lima puluh dirham atau emas yang seharga lima puluh dirham."

[HR. Abu Daud no. 1626, Tirmidzi no. 588, Ibnu Majah no. 1845, an-Nasaa'i dalam as-Sunan ash-Shughro no. 2576 dan al-Haakim no. 1431]

Derajat hadits :

Abu 'Isa Tirmidzi berkata: hadits Ibnu Mas'ud merupakan hadits hasan

Di Shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij Sunan Abu Daud no. 1626.

DALIL KE 13:

Dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi  bersabda,

«الْمَسَائِلُ كُدُوحٌ يَكْدَحُ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، فَمَنْ شَاءَ أَبْقَى عَلَى وَجْهِهِ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَ»

“Meminta-minta itu adalah cakaran-cakaran, yang dengannya seorang laki-laki mencakar wajahnya. Maka bagi orang yang mau menetapkan cakarannya pada wajahnya, maka dia melakukan minta-minta. Dan bagi yang tidak mau, maka ia meninggalkannya.”

[HR Abu Dawud (1639), an-Nasa`iy (2599), at-Tirmidzi (681), Ahmad (20118)].

Derajat hadits :

Dishahihkan oleh al-Albaniy dalam Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib 792. [Lihat pula al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 6/176 dan Shahih al-Jaami’ (6695)].

Makna Kuduuh (كُدُوحٌ) : adalah bekas-bekas cakaran.

DALIL KE 14:

Dan dari Abu Dzar radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata,

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ: بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ، وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنِّي وَلا أَنْظُرُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِي وَإِنْ جَفَانِي، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وأن لا تَأْخُذَنِي فِي اللهِ لَوْمَةُ لائِمٍ، وَأَنْ لا أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا

“Kekasihku  telah memberikan wasiat kepadaku dengan tujuh perkara:

  1. dengan mencintai orang-orang miskin, dan agar aku mendekat kepada mereka,
  2. agar aku melihat kepada orang yang lebih rendah kondisinya daripadaku, dan tidak melihat kepada orang yang lebih tinggi kondisinya daripadaku,
  3. agar aku menyambung tali rahimku sekalipun mereka bersikap kaku kepadaku,
  4. agar aku memperbanyak ucapan laa haula wa laa quwwata illaa billaah,
  5. dan agar aku berbicara dengan pahitnya kebenaran,
  6. dan agar celaan orang yang mencela tidak menyinggungku,
  7. dan agar aku TIDAK MINTA-MINTA sesuatu apapun kepada manusia.”

[HR. at-Thabraniy, al-Kabiir (1649), Ahmad (21415), al-Baihaqiy (19973)].

Derajat hadits :

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam as-Shahiihah (2166), Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib (811, 2525), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid, 9/467.

*****

SESEKALI MEMINTA PADA ORANG LAIN ITU BOLEH HUKUMNYA

YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN ITU ADALAH KEBIASAAN MEMINTA-MINTA alias MENGEMIS, APALAGI DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER MATA PENCAHARIAN.

NABI  PERNAH MEMINTA KEPADA ORANG LAIN, CONTOHNYA ADALAH SBB :

PERTAMA:

Nabi  pernah meminta hadiyah masakan daging zakat milik Barirah radhiyallaahu ‘anha, dia adalah mantan budak yang dimerdekakan oleh 'Aisyah radhiyallaahu ‘anha.

Dari 'Aisyah istri Nabi 
 bahwa dia berkata;

كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ:.... وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأُتِيَ بِخُبْزٍ وَأُدُمٍ مِنْ أُدُمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ بُرْمَةً عَلَى النَّارِ فِيهَا لَحْمٌ فَقَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ فَقَالَ هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَهُوَ مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ....

Dalam kasus Barirah ada tiga pelajaran yaitu ; [Salah satunya]

Barirah radhiyallaahu ‘anhu pernah diberi daging [zakat], lalu Rasulullah  masuk ke rumahku, ketika itu ada periuk [berisi daging] yang sedang dipanasi di atas api.

Kemudian beliau meminta dihidangkan makanan, lalu beliau diberi roti dan lauk pauk [cuka]yang ada di rumah.

Lalu beliau bertanya: Tidakkah tadi saya melihat periuk di atas api yang berisi daging?

Mereka menjawab ; Ya, wahai Rasulullah, itu adalah daging [zakat]yang tadi disedekahkan kepada Barirah, sehingga kami tidak suka untuk memberikannya kepada Anda [karena mereka tahu bahwa Nabi  dan keluarganya tidak boleh menerima dan memakan harta zakat].

Beliau  bersabda : " Daging tersebut bagi Barirah adalah zakat, sedangkan bagi kita adalah hadiah dari Barirah".[HR. Bukhori no. 4871 dan Muslim no. 2768, 3859]

Dalam lafadz riwayat lain:

وَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ تَفُورُ بِلَحْمٍ فَقُرِّبَ إِلَيْهِ خُبْزٌ وَأُدْمٌ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ الْبُرْمَةَ فِيهَا لَحْمٌ قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ وَأَنْتَ لَا تَأْكُلُ الصَّدَقَةَ قَالَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ

Suatu ketika Rasulullah  masuk, sementara periuk sedang mendidih masak daging.

Namun yang disuguhkan kepada beliau saat itu adalah roti dan lauk [cuka]dari rumah. Maka beliau pun bertanya: "Bukankah tadi aku melihat periuk yang berisikan daging."

Maka mereka menjawab: "Ya, benar, akan tetapi daging itu adalah daging [zakat]yang disedekahkan kepada Barirah, sementara Anda tidak makan harta sedekah."

Akhirnya beliau pun bersabda: "Bagi Barirah adalah sedekah, namum untukku (dari Barirah) adalah hadiah." (HR. Bukhori no. 4871).

Lauk Pauk (الإِدَام) kesukaan Rosulullah  adalah CUKA, sebagaimana sabda beliau:

نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ

Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka (HR. Muslim no. 2051)

KEDUA:

Nabi  pernah minta dari seorang sahabat bagian dari kambing-kambing hasil imbalan ruqyah:

Diriwayatkan dari Sahabat Abi Said Al-Khudri Radliyallahu ‘Anhu:

" أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ، فَقَالُوا: هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ؟ فَقَالُوا: إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا، وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ، وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ، فَقَالُوا: لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ: " وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ، خُذُوهَا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ ".

“ Bahwa sekelompok sahabat mendatangi suatu kabilah dari beberapa kabilah Arab, namun mereka tidak mempersilakan masuk terhadap para sahabat. Hal itu terus berlangsung, sampai suatu ketika pemuka kabilah tersebut disengat binatang berbisa, lalu mereka berkata:

‘Apakah kalian membawa obat atau adakah orang yang bisa meruqyah?’

Para sahabat pun menjawab:

‘Kalian tidak mempersilakan masuk pada kami, kami tidak akan meruqyahnya (mengobatinya) sampai kalian menjanjikan Ju’al (imbalan) pada kami.’

Lalu mereka pun menjanjikan untuk mereka sekawanan kambing sebagai JU’AL (imbalan), lalu seorang sahabat membaca Surat Al-Fatihah, dan mengumpulkan air liurnya lalu mengeluarkannya (baca: melepeh) hingga sembuhlah pemuka kabilah tsb, dan mereka memberikan kambing.

Para sahabat berkata: ‘Kami tidak akan mengambilnya, hingga kami bertanya terlebih dahulu hukumnya kepada Rasulullah.’

Mereka pun menanyakan perihal kejadian tersebut pada Rasulullah, maka Beliau  tertawa dan berkata:

‘Tahu kah kamu bahwa itu adalah Ruqyah ? Ambillah, dan berilah bagian untukku’.” (HR Bukhari no. 5295, 5736).

*****

SIAPA SAJAKAH ORANG YANG DIPERBOLEHKAN MINTA-MINTA ? :

Berikut ini hadits-hadits yang mengizinkan seseorang untuk minta-minta :

HADITS KE 1:

Dari Abu Bisyer Qubaishoh bin Al-Mukhoriq radhiyallaahu ‘anhu berkata:

تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَسْأَلُهُ فِيهَا ، فَقَالَ ‏"‏ أَقِمْ يَا قَبِيصَةُ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ ‏"‏ ‏.‏

قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏: "‏ يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ فَاجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكَ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَشْهَدَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ قَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَى هَذَا مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتٌ يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا ‏"‏

“Aku menanggung sebuah tanggungan (tanggungan orang lain), maka aku mendatangi Rasulullah  meminta kepadanya untuk tanggungan tersebut, maka Rasulullah  berkata:

“Diamlah disini hingga datang kepada kami shodaqoh, nanti kami suruh memberikannya padamu".

Kemudian beliau berkata: “Wahai Qubaishoh sesungguhnya meminta itu tidak halal kecuali bagi tiga orang.

Pertama, seseorang yang menanggung tanggungan orang lain (hutang atau diyat) hingga dia mendapatkan (untuk membayarnya), kemudian setelah itu dia menahan diri (maksudnya setelah itu tidak boleh meminta lagi).

Kedua, seseorang yang kena hama yang menghancurkan semua hartanya, maka dia boleh meminta sehingga dia mendapat pegangan untuk kehidupannya atau bisa menutupi kehidupannya.

Ketiga, seseorang yang jatuh miskin/bangkrut, dengan kesaksian tiga orang yang betul-betul berakal sehat dari kaumnya (penduduk desa tersebut), seraya mereka menyatakan: Sungguh si Fulan itu telah tertimpa kebangkrutan, maka halal baginya meminta, sehingga dia mendapatkan pegangan hidup atau bisa menutupi kebutuhannya.

Adapun meminta selain dari tiga hal tersebut, wahai Qubaishoh, haram orang yang memakannya juga makanan yang haram.” (HR.Muslim no. 1044)

Maknaتَحَمَّلَ حَمَالَةً / seseorang yang menanggung tanggungan orang lain, yakni:

وَهِيَ الْمَالُ الَّذِي يَتَحَمَّلُهُ الْإِنْسَانُ أَي يَسْتَدِينُهُ وَيَدْفَعُهُ فِي إِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ، كَالإِصْلَاحِ بَيْنَ قَبِيلَتَيْنِ وَنَحْوَ ذَلِكَ، وَإِنَّمَا تَحِلُّ لَهُ الْمَسْأَلَةُ، وَيُعْطَى مِنَ الزَّكَاةِ بِشَرْطِ أَنْ يَسْتَدِينَ لِغَيْرِ مَعْصِيَةٍ.

"Adalah harta yang ditanggung seseorang, yaitu ia menanggung hutang untuk membiayai perdamaian suatu hubungan, seperti mendamaikan antara dua kabilah dan sebagainya.

Adapun diperbolehkan baginya untuk minta-minta dan boleh diberi zakat, itu dengan syarat dia menanggung hutangnya itu bukan untuk kemaksiatan ". [Baca: Syarah Shahih Muslim Karya Imam an-Nawawi 7/109].

HADITS KE 2:

Dari Urwah bin Zubair dan Said bin Musayyib, dari Hakim bin Hizam RA, dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى قَالَ حَكِيمٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَرْزَأُ أَحَدًا بَعْدَكَ شَيْئًا حَتَّى أُفَارِقَ الدُّنْيَا فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدْعُو حَكِيمًا إِلَى الْعَطَاءِ فَيَأْبَى أَنْ يَقْبَلَهُ مِنْهُ ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَاهُ لِيُعْطِيَهُ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَ مِنْهُ شَيْئًا فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أُشْهِدُكُمْ يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى حَكِيمٍ أَنِّي أَعْرِضُ عَلَيْهِ حَقَّهُ مِنْ هَذَا الْفَيْءِ فَيَأْبَى أَنْ يَأْخُذَهُ فَلَمْ يَرْزَأْ حَكِيمٌ أَحَدًا مِنْ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تُوُفِّيَ

“Aku meminta kepada Rasulullah , maka beliau pun memberiku, kemudian aku memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi, kemudian aku pun memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi.

Kemudian beliau berkata: “Ya Hakim, sesungguhnya harta ini hijau lagi manis, barangsiapa yang mengambilnya dengan murah hati (penuh qona’ah), maka baginya keberkahan di dalamnya.

Dan barangsiapa yang mengambilnya penuh dengan ketamakan, maka dia tidak mendapat keberkahan di dalamnya, seperti orang makan yang tidak pernah kenyang, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Hakim pun berkata: " Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa yang haq, aku tidak akan menerima pemberian seseorang dalam bentuk apapun setelah dari engkau ini hingga aku meninggalkan dunia".

Maka saat Abu Bakar menjadi kholifah dan memanggil Hakim untuk mengambil bagian (dari baitul mal), dia menolak untuk menerimanya.

Kemudian pada masa Umar, beliau memanggilnya untuk memberikan bagiannya, maka dia pun menolaknya.

Maka Umar berkata: " Wahai para kaum muslimin sungguh aku sudah menawarkan padanya (hakim) haknya dari harta Fei’ ini (harta dari Negara orang kafir yang ditaklukkan tanpa peperangan), maka dia menolak untuk menerimanya, dan Hakim tidak akan menerima apapun dari manusia setelah Rasulullah  wafat. (HR. Bukhori no. 1379 dan Muslim no. 1717)

Nabi  berbicara demikian kepada Hakim Bin Hizam, karena dia adalah orang yang sangat mampu. Dan Nabi  sudah tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan lagi padanya.

Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhori dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya [Urwah bin az-Zubair]:

أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَعْتَقَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِائَةَ رَقَبَةٍ وَحَمَلَ عَلَى مِائَةِ بَعِيرٍ فَلَمَّا أَسْلَمَ حَمَلَ عَلَى مِائَةِ بَعِيرٍ وَأَعْتَقَ مِائَةَ رَقَبَةٍ قَالَ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَصْنَعُهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا يَعْنِي أَتَبَرَّرُ بِهَا قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ

"Bahwa Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu pada zaman jahiliyah membebaskan 100 budak dan membawa harta tebusannya diangkut dengan 100 unta.

Setelah dia masuk Islam dia membawa harta tebusan yang diangkut dengan 100 unta untuk membebaskan seratus budak.

Dia berkata ; aku bertanya kepada Rasulullah , aku katakan:

'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang sesuatu perbuatan yang aku pernah mengerjakannya di zaman jahiliyah, aku pernah bertahannuts (mengasingkan diri) untuk mencari kebaikan".

Dia berkata; Maka Rasulullah  bersabda: "Kalau kamu masuk Islam, kamu akan mendapat dari kebaikan yang kamu lakukan dahulu". [HR. Bukhori no. 2353].

SEKILAS TENTANG HAKIM BIN HIZAM BIN KHUWAILD AL-QUREISYI:

Dia lahir di dalam Ka'bah, dan itu karena ibunya masuk Ka'bah dengan para wanita dari Quraisy saat dia hamil. Maka ketika dia berada di dalam Ka'bah, tiba-tiba terjadi kontraksi kelahiran, dan dia melahirkan Hakim.

Hakim bin Hizam ini termasuk pengusaha Elaf Quraisy yang sukses semenjak masa Jahiliyah. Dan sejak masa itu pula dia adalah sosok yang sangat dermawan. Harta nya banyak dihabiskan untuk didermakan, diantaranya untuk memerdekakan para budak.

Dia termasuk dari para sahabat yang masuk Islam saat penaklukan kota Makkah, dan dia adalah salah satu bangsawan Quraisy dan para pemimpinnya di sebelum Islam datang dan sesudah nya. Dan dia adalah salah satu dari mereka yang hatinya dilunakkan / muallaf, yaitu Rasulullah  memberinya 100 unta pada perang Hunayn, kemudian keislamannya semakin bagus.

Dia hidup 120 tahun, 60 tahun dalam kejahiliyahan, dan 60 tahun dalam Islam. Dan dia meninggal pada tahun 54 H pada masa Muawiyah, dan ada yang mengatakan: tahun 58 H.

Dan dia ikut serta Badar dengan pasukan orang-orang kafir dan selamat dalam kekalahan perang.

Maka setelah masuk Islam dia bersumpah dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan sumpahnya. Dia mengatakan:

وَالَّذِي نَجَانِي يَوْمَ بَدْرٍ

" Demi Dzat yang telah menyelamatkanku pada pada perang Badar ".

Maka dia tidak melakukan sesuatu kebaikan di masa Jahiliyah kecuali dia akan melakukan hal yang sama setelah masuk Islam.

Dan dia adalah pemilik Dar an-Nadwah di Makkah [sejenis gedung parlemen], lalu dia menjualnya kepada Muawiyah seharga 100.000 dirham [± 32 milyar rupiah].

Ibnu al-Zubair berkata kepadanya:

بِعْتَ مَكْرَمَةَ قُرَيْشٍ؟

Kau telah menjual gedung simbol kehormatan Quraisy ???

Hakim berkata:

ذَهَبَتْ الْمَكَارِمُ إِلَّا التَّقْوَى

"Kehormatan-kehormatan itu telah pergi kecuali ketakwaan".

Dan uang tsb disedekahkan semuanya.

Lalu dia datang kepada Rosulullah dan bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَصْنَعُهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا يَعْنِي أَتَبَرَّرُ بِهَا

'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang sesuatu perbuatan yang aku pernah mengerjakannya di zaman jahiliyah, aku pernah bertahannuts (mengasingkan diri) untuk mencari kebaikan".

Maka Rasulullah  bersabda:

أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ

"Kalau kamu masuk Islam, kamu akan mendapat dari kebaikan yang kamu lakukan dahulu". [HR. Bukhori no. 2353].

Dan Hakim bin Hizam melakukan ibadah haji dalam Islam, dan bersamanya ada 100 unta yang telah dia olesi dengan tinta sebagai tanda untuk hadyu [berkurban di Makkah].

Dan dia wuquf di Arafat bersama 100 pemuda, di leher mereka terdapat lingkaran [kerah]terbuat dari perak yang terukir di dalamnya:

عُتَقَاءُ اللَّهِ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حُزَامٍ

Artinya: “budak-budak yang di merdekakan karena Allah dari Hakim bin Hizam”.

Dan dia mensedekahkan 1000 kambing.

Dan dia adalah orang yang sangat dermawan ".

[Diterjemahkan penulis dari تراجم عبر التاريخ biografi حكيم بن حزام بن خويلد القرشي]

Lihat pula:

·         Kitab مشاهير علماء الأمصار وأعلام فقهاء الأقطار karya Ibnu Hibban (W. 354 H)

·         Kitab: بغية الطلب في تاريخ حلب karya Kamaluddin Ibnu al-'Adiim (660 H).

HADITS KE 3:

Dari Abu Said al-Khudry radhiyallaahu ‘anhu , dia berkata:

أَنَّ نَاسًا مِنْ الْأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا عِنْدَهُ قَالَ مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ وَمَنْ يَسْتَعِفَّ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً هُوَ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْرِ

"Bahwasanya orang-orang dari al-Anhaar telah datang meminta kepada Rasulullah , maka beliau memberi mereka, kemudian datang lagi meminta kepadanya, maka beliau pun memberinya, kemudian datang lagi meminta kepadanya, maka beliau pun memberinya lagi, sehingga semua yang ada di sisinya tidak ada yang tersisa.

Maka beliau berkata: “Apa yang aku miliki dari sesuatu yang baik, tidak aku sembunyikan dari kalian. Dan barangsiapa yang menahan diri dari segala sesuatu yang tidak terpuji, maka Allah senantiasa memalingkannya dari segala sesuatu yang tidak terpuji pula. Dan barangsiapa yang merasa cukup dan tidak meminta-minta, maka Allah akan mencukupkannya. Barangsiapa yang berusaha sabar, maka Allah akan memberinya kesabaran. Dan tidaklah seseorang yang menerima pemberian itu lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (HR. Bukhori no. 1469 dan Muslim no. 1053)

SYARAH HADITS:

Makna sabda beliau :

وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ

Dan barangsiapa yang menahan diri dari segala sesuatu yang tidak terpuji, maka Allah senantiasa memalingkannya dari segala sesuatu yang tidak terpuji pula.

Imam al-Qurthubi berkata:

" (مَنْ يَسْتَعِفّ) أَيْ يَمْتَنِع عَنْ السُّؤَال, (يُعِفَّهُ اللَّه) أَيْ إِنَّهُ يُجَازِيه عَلَى اِسْتِعْفَافه بِصِيَانَةِ وَجْهِهِ وَدَفْع فَاقَته ".

“Barangsiapa menahan diri ” yakni: menahan diri dari minta-minta ". (maka Allah senantiasa memalingkannya) yaitu, dia akan membalas kesedihannya dengan menjaga kehormatan wajahnya dan memenuhi kebutuhannya ". [Di kutip oleh Ibnu Hajar dalam al-Fath 11/304-305]

Dan sabda beliau :

وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

Dan barangsiapa yang merasa cukup dan tidak meminta-minta, maka Allah akan mencukupkannya.

Al-Qoori dalam al-Mirqooh 4/1311 berkata:

" أَيْ يُظْهِرْ الْغِنَى بِالِاسْتِغْنَاءِ عَنْ أَمْوَالِ النَّاسِ ، وَالتَّعَفُّفِ عَنِ السُّؤَالِ ، حَتَّى يَحْسَبَهُ الْجَاهِلُ غَنِيًّا مِنَ التَّعَفُّفِ. (يُغْنِهِ اللَّهُ) أَيْ يَجْعَلْهُ غَنِيًّا ، أَيْ بِالْقَلْبِ " انتهى.

Yakni menampakkan berkecukupan dengan tidak mengharapkan harta dari manusia dan menjaga kehormatan dirinya dengan tidak minta-minta, sehingga orang yang tidak tahu mengiranya dia itu orang kaya ; karena dia ber ta'affuf [menahan kehormatan diri dengan tidak minta-minta]. (maka Allah meng kaya kannya) yakni: menjadikannya kaya, yaitu kaya hati".

Dan Syeikh Ibnu 'Utsaimiin berkata:

أَيّ: مَنْ يَسْتَغْنِ بِمَا عِنْدَ اللَّهِ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ؛ يُغْنِهِ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَمَّا مَنْ يَسْأَلُ النَّاسَ وَيَحْتَاجُ لِمَا عِنْدَهُمْ؛ فَإِنَّهُ سَيَبْقَى قَلْبُهُ فَقِيرًا - وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ - وَلَا يَسْتَغْنِي.

وَالْغَنِيُّ غَنِيُّ الْقَلْبِ، فَإِذَا اسْتَغْنَى الْإِنْسَانُ بِمَا عِنْدَ اللَّهِ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ؛ أَغْنَاهُ اللَّهُ عَنِ النَّاسِ، وَجَعَلَهُ عَزِيزَ النَّفْسِ بَعِيدًا عَنِ السُّؤَالِ".

Yaitu, orang yang merasa cukup dan merasa kaya dengan apa yang ada di sisi Allah dari apa yang ada di tangan-tangan manusia; maka Allah Azza wa Jalla akan memperkayanya atau mencukupkannya.

Adapun orang-orang yang meminta-minta kepada manusia dan membutuhkan apa yang ada pada mereka; maka itu akan membuat hatinya tetap miskin – na'udzu billah - dan dia tidak akan pernah merasa kaya dan cukup.

Dan kaya itu adalah kaya hati, maka jika seseorang merasa kaya dan cukup dengan apa yang ada di sisi Allah dari apa yang ada di tangan-tangan manusia, maka Allah membuatnya merasa cukup dari manusia, dan membuat dirinya menjadi mulia dan terhormat, jauh dari perbuatan minta-minta.” [Baca: شرح رياض الصالحين 1/195]

*****

BAI’AT SEBAGIAN PARA SAHABAT UNTUK TIDAK MINTA-MINTA

Dikarenakan sangat hina dan tidak terhormatnya pekerjaan minta-minta kepada sesama manusia dan pentingnya mempertahankan harga diri dan kemuliaan, sehingga Rasulullah  membaiat sebagian sahabat-sahabatnya agar mereka tidak meminta-minta sesuatu kepada selain Allah SWT.

Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata:

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةً أَوْ ثَمَانِيَةً أَوْ سَبْعَةً فَقَالَ: "أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ". وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ.

ثُمَّ قَالَ: " أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ؟". فَقُلْنَا: " قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".

ثُمَّ قَالَ: "أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ؟" قَالَ: " فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا ". وَقُلْنَا: " قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ ؟".

قَالَ: ((عَلَى أنْ تَعبُدوا اللهَ ولا تُشرِكوا به شَيئًا، وتُصَلُّوا الصَّلَواتِ الخَمسَ، وتَسمَعوا وتُطيعوا)) وأسرَّ كَلمَةً خَفِيَّةً: ((ولا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيئًا)).

فلقد كان بعضُ أولئكَ النَّفَرِ يَسقُطُ سَوطُ أحَدِهم فلا يَسأَلُ أحَدًا يُناوِلُه إيَّاه.

 “Saat itu kami Sembilan atau delapan atau bertujuh di sisi Rasulullah , maka beliau berkata: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”.

Sementara kami belum lama telah membaiatnya, maka kami pun menjawab: Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah .

Kemudian beliau berkata lagi: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”.

Maka kami pun menjawab lagi: Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah.

Kemudian beliau berkata lagi: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”

Maka kami pun mengembangkan tangan-tangan kami untuk membaiat, dan kami berkata: “Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah, kemudian kami disuruh membaiat engkau untuk hal apa lagi?”

Beliau bersabda: “Untuk supaya kalian menyembah Allah saja, tanpa menyekutukannya dengan apapun, supaya kalian sholat lima waktu dan supaya kalian taat".

Kemudian membisikkan sebuah kalimat samar-samar: “Janganlah kalian meminta kepada manusia sesuatu apapun.”

Perawi hadits ini berkata: “Maka sungguh aku melihat sebagian dari mereka ketika berada di atas tunggangannya dan cambuk binatangnya terjatuh, dia tidak meminta bantuan kepada siapapun untuk mengambilkannya.” (HR. Muslim no. 1043)

******

SIKAP IFFAH [عِفَّة] ADALAH JAMINAN MASUK SURGA

Iffah [عِفَّة] adalah sikap menahan diri untuk tidak minta-minta pada manusia demi untuk menjaga kehormatan dan harga diri dihadapan mereka. Serta agar tidak mengadukan Allah swt kepada selain-Nya.

Dari sahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu maula Rosulullah , bahwa Rasulullah  berkata:

((مَنْ يَتَقَبَّلُ لِي بِوَاحِدَةٍ, وَأَتَقَبَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ ؟)). قَالَ ثَوْبَانُ: أ نا يا رسول الله. قال: ((لا تَسْأَلِ النَّاسَ شَيْئًا)). قال: فلَرُبَّما سَقَطَ سَوطُ ثَوبانَ وهو على البَعيرِ فما يَسأَلُ أحدًا أنْ يُناوِلَه حَتَّى يَنْزِلَ فَيَأْخُذَهُ.

“Siapakah yang menjamin untukku satu amalan, maka aku menjamin untuknya surga?.

Tsauban berkata: Aku menjawab: Aku, wahai Rasulullah, beliau berkata: “Janganlah kamu meminta kepada manusia sesuatu apapun.”

Abdurrahman perawi hadits ini menceritakan:

“Maka kadang-kadang terjatuh cambuk Tsauban, sementara dia berada di atas punggung untanya, tapi beliau tidak meminta kepada seseorang untuk mengambilkannya, sehingga dia turun sendiri untuk mengambilnya.”

(HR. Ahmad no. 21794, 22423, Abu Daud no. 1435, Nasa’i dlm as-Sunan ash-Shughro no. 2574, Ibnu Majah no. 1827, 1842, 1910, al-Haakim no. 1450 dan Baihaqi no. 7417).

Derajat hadits :

Hadits ini dishahihkan Syeikh Al-Bani dalam kitabnya Shahih Ibnu Majah no. 1499, Ta’liq at-Targhib, Shahih Sunan Abu Daud dan Ta’liq al-Misykat.

Di shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arnauth dlm Takhriij al-Musnad no. 22423

Redaksi riwayat lain nya:

"مَنْ يَتَكَفَّلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ؟". فَقَالَ ثَوْبَانُ: أَنَا. فَكَانَ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

“Barangsiapa mau menjamin untukku untuk tidak meminta sesuatupun (kepada manusia), maka kujaminkan sorga untuknya.” Maka Tsauban berkata, ‘Aku.’ Maka jadilah ia tidak pernah meminta sesuatupun kepada seseorang.’

[HR. Ahmad (22366, 22374) dengan lafadz ini. Dan Abu Dawud (1643) dengan sedikit perbedaan, Al-Nasa'i dalam “Al-Sunan Al-Kubra” (2371), Ibnu Majah (1837) serupa, at-Thabraniy, al-Kabir (1433)]dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1500)]

Derajat hadits :

  • Al-Hakim berkata: "Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim"

·         Al-Arnauth berkata dalam Takhriij al-Musnad no. 22366: "Sanadnya shahih".

·         Dan di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud no. 1643

*****

MENELADANI SIKAP FAKIR MISKIN PARA SAHABAT NABI  :

Allah SWT telah menceritakan dalam Al-Qur’an tentang akhlak para mujahidin yang fakir dan miskin dari kalangan para sahabat Nabi .

Kemiskinan dan kefakiran mereka itu dikarenakan tidak adanya kesempatan untuk berbisnis, waktunya tersita habis untuk berjihad, akan tetapi mereka tetap menjaga Iffah dengan tidak pernah meminta-minta pada manusia, padahal di dalam kondisi darurat atau hajat yang mendesak yang seperti itu, mereka diperbolehkan untuk minta-minta. Apalagi mereka itu para mujahidin yang disibukkan dengan jihad fi sabilillah.

Akan tetapi mereka tetap bersabar dengan tidak melakukan hal-hal yang menghinakan dirinya dan kehormatan nya. Malah sebaliknya, mereka menampakkan dirinya seakan-akan mereka itu orang-orang kaya dan berkecukupan.

Hanya Allah yang tahu tentang kondisi mereka yang sebenarnya. Allah SWT berfirman:

{لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ}

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi.

Orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang-orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.

Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.

Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/324) menafsirkan:

“Maksud dari kata-kata (mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak) mereka tidak membebani orang lain dengan meminta sesuatu yang tidak mereka butuhkan. Maka barangsiapa yang meminta sesuatu, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya dari minta-minta, maka dia telah melakukan perbuatan minta-minta dengan cara mendesak.”

*****

BATASAN MISKIN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

Dari Abdullah bin Mas'ud dia berkata, Rasulullah  bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَسْأَلَتُهُ فِي وَجْهِهِ خُمُوشٌ أَوْ خُدُوشٌ أَوْ كُدُوحٌ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيهِ قَالَ خَمْسُونَ دِرْهَمًا أَوْ قِيمَتُهَا مِنْ الذَّهَبِ

"Barang siapa yang meminta-minta kepada manusia sementara dia memiliki persediaan yang cukup, maka ia akan datang pada hari kiamat, dan akibat perbuatan minta-minta nya itu akan nampak di wajahnya dalam bentuk cakaran-cakaran atau koyakan-koyakan atau garukan-garukan."

Lalu ada yang bertanya: wahai Rasulullah, berapakah ukuran persedian yang cukup tersebut?

Beliau  menjawab: " 50 dirham atau emas yang seharga 50 dirham."

[HR. Abu Daud no. 1626, Tirmidzi no. 588, Ibnu Majah no. 1845, an-Nasaa'i dalam as-Sunan ash-Shughro no. 2576 dan al-Haakim no. 1431.

Derajat hadits :

Abu 'Isa Tirmidzi berkata: " Hadits Ibnu Mas'ud merupakan hadits hasan ".

Di Shahihkan oleh al-Albaani dlam silsilah ash-Shaiihah no. 499 dan Shahih al-Jaami' no. 6155.

Dan di Shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij Sunan Abu Daud no. 1626.

BATASAN MISKIN MENURUT PARA ULAMA BERDASARKAN HADITS DIATAS:

Abu Isa Tirmidzi berkata:

قَالَ سُفْيَانُ سَمِعْتُ زُبَيْدًا يُحَدِّثُ بِهَذَا عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَصْحَابِنَا وَبِهِ يَقُولُ الثَّوْرِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ قَالُوا إِذَا كَانَ عِنْدَ الرَّجُلِ خَمْسُونَ دِرْهَمًا لَمْ تَحِلَّ لَهُ الصَّدَقَةُ قَالَ وَلَمْ يَذْهَبْ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى حَدِيثِ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ وَوَسَّعُوا فِي هَذَا وَقَالُوا إِذَا كَانَ عِنْدَهُ خَمْسُونَ دِرْهَمًا أَوْ أَكْثَرُ وَهُوَ مُحْتَاجٌ فَلَهُ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ الزَّكَاةِ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ الْفِقْهِ وَالْعِلْمِ

Sufyan berkata: saya mendengar Zubaid meriwayatkan ini dari Muhammad bin Abdurrahman bin Yazid:

Dan hadits ini diamalkan oleh sebagian sahabat kami juga sebagai pijakan dari pendapat Ats-Tsauri, Abdullah bin Al Mubarak, Ahmad dan Ishaq, mereka berkata:

Jika seseorang memiliki 50 dirham, maka dia tidak berhak mendapatkan bagian zakat.

Sebagian ulama dan ahli Fikih seperti IMAM SYAFI'I dan yang lainnya tidak beramal dengan hadits al-Hakim, pendapat mereka lebih longgar, yaitu:

Siapa saja yang memiliki 50 dirham dan dia masih membutuhkan tambahan, maka dia berhak menerima bagian zakat".

Penulis katakan:

  • Nilai dirham pada masa Nabi  adalah sbb: 12 dirham setara dengan 1 Dinar. Satu Dinar setara dengan 4,25 gram emas murni 24 karat.

·         Berarti nilai 50 dirham: 12 = 4,167 Dinar.

·         Dan nilai 4,167 dinar x 4,25 gram = 17,7 gram emas murni

·         Harga 1 gram emas murni = Rp. 900.000.

·         Berarti standar orang miskin yang berhak menerima zakat adalah: orang yang tidak memiliki harta lebih dari  [17,7 gram emas murni x Rp. 900.000 = Rp. 15.930.000].

*****

HADITS-HADITS YANG MEMBOLEHKAN PENGGALANGAN DANA BANTUAN

Diantara minta-minta yang di syariatkan dalam Islam adalah minta-minta atau penggalangan dana dalam rangka untuk kepentingan umum, seperti untuk kemanusian karena kelaparan, kemiskinan dan bencana. Atau pembangunan masjid. Atau pengeboran air minum untuk umum. Atau pengadaan persenjataan dan kendaraan militer utk persiapan perang fii sabilillah. Dan lain-lain.

PERTAMA : menggalang dana kemanusiaan untuk suatu kaum yang ditimpa kelaparan dan kemiskinan:

Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, 

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَدْرِ النَّهَارِ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوْ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنْ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ قَالَ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

"Kami pernah bersama Rasulullah  di pagi hari. Lalu datanglah satu kaum yang bertelanjang kaki, bertelanjang dada, berpakaian kulit domba yang sobek-sobek atau hanya mengenakan pakaian luar dengan menyandang pedang. Umumnya mereka dari kabilah Mudhar atau seluruhnya dari Mudhar.

Lalu wajah Rasulullah  berubah ketika melihat kefakiran mereka. Beliau masuk rumah kemudian keluar dan memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan. Lalu Bilal mengumandangkan adzan dan iqamah.

Kemudian beliau shalat. Setelah shalat beliau berkhutbah seraya membaca ayat: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1) 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

" Bersedekahlah seseorang dengan dinarnya, dirhamnya, pakaiannya, satu sho’ kurmanya", sampai beliau berkata: " walaupun separuh kurma ! ".

Jarir berkata:

“Lalu seorang dari Anshar datang membawa sebanyak shurroh, hampir-hampir telapak tangannya tidak mampu memegangnya, bahkan tidak mampu.”

Jarir berkata:

“Kemudian berturut-turut orang memberi sampai aku melihat makanan dan pakaian seperti dua bukit, sampai aku melihat wajah Rasulullah  bersinar seperti emas (karena kegembiraan).

Lalu Rasulullah  bersabda: 

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang memulai suatu amalan yang baik, lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka baginya pahala semisal pahala orang-orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi pahala yang mereka peroleh.

Sebaliknya, barangsiapa yang memulai suatu amalan yang jelek, lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka baginya dosa semisal dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim, no. 1017)

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan tentang hadits di atas: 

فِيهِ: الْحَثّ عَلَى الِابْتِدَاء بِالْخَيْرَاتِ وَسَنّ السُّنَن الْحَسَنَات ، وَالتَّحْذِير مِنْ اِخْتِرَاع الْأَبَاطِيل وَالْمُسْتَقْبَحَات

“Di dalamnya jadi dalil untuk menjadi pendahulu dan pelopor amalan baik. Hadits ini juga jadi peringatan akan bahayanya membuat suatu kebatilan dan perbuatan jelek yang tidak ada contoh sebelumnya.” [Syarah Shahih Muslim 7/84]

KEDUA : menggalang dana untuk pembangunan dan perluasan Masjid:

Dari Tsumamah bin Hazn Al Qusyairi dia berkata ; Bahwa Utsman bin Affaan berkata:

أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ وَالْإِسْلَامِ هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ الْمَسْجِدَ ضَاقَ بِأَهْلِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَشْتَرِي بُقْعَةَ آلِ فُلَانٍ فَيَزِيدَهَا فِي الْمَسْجِدِ بِخَيْرٍ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي

" Saya bertanya kepada kalian dan bersumpah dengan nama Allah dan Islam: apakah kalian mengetahui bahwa dulu masjid telah sesak dengan penghuninya kemudian Rasulullah  bersabda:

مَنْ يَشْتَرِي بُقْعَةَ آلِ فُلَانٍ فَيَزِيدَهَا فِي الْمَسْجِدِ بِخَيْرٍ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ

"Siapakah yang membeli lahan keluarga Fulan kemudian menambahkannya di masjid, dengan kebaikannya itu maka ia masuk Syurga?."

Lalu saya membelinya dari hartaku secara murni

[HR. Turmudzi no. 3636, an-Nasaa'i dlm as-Sunan ash-Shughroo no. 6137, Ibnu Majah no. 314, Ahmad no. 416, Ibnu Khuzaimah no. 2290, Ibnu Hibbaan no. 7042 dan al-Haakim no. 1476].

Derajat hadits :

Di Shahihkan oleh al-Hakim, Khuzaimah, Ibnu Hibbaan dan al-Albaani dalam Irwaa' al-Gholiil 6/39 dan Shahih Sunan Tirmidzi no. 2921.

KETIGA : menggalang dana untuk pengeboran air minum.

Dari Tsumamah bin Hazn Al Qusyairi dia berkata ; Bahwa Utsman bin Affaan berkata:

أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ وَالْإِسْلَامِ هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَلَيْسَ بِهَا مَاءٌ يُسْتَعْذَبُ غَيْرَ بِئْرِ رُومَةَ فَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي

"Saya bertanya kepada kalian dan bersumpah dengan nama Allah dan Islam, apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah  datang ke Madinah dan tidak ada padanya air segar selain sumur Raumah (nama sumur di Madinah).

Kemudian beliau  bersabda:

مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ

"Barang siapa yang membeli sumur Raumah kemudian menjadikan embernya sama dengan ember orang-orang muslim, oleh kebaikannya itu maka ia akan berada dalam Surga."

Lalu saya membelinya dari hartaku secara murni.

[HR. Turmudzi no. 3636, an-Nasaa'i dlm as-Sunan ash-Shughroo no. 6137, Ibnu Majah no. 314, Ahmad no. 416, Ibnu Khuzaimah no. 2290, Ibnu Hibbaan no. 7042 dan al-Haakim no. 1476].

Derajat hadits :

Di Shahihkan oleh al-Hakim, Khuzaimah, Ibnu Hibbaan dan al-Albaani dalam Irwaa' al-Gholiil 6/39 dan Shahih Sunan Tirmidzi no. 2921.

Dan Ibnu Abdil Barr berkata:

واشترى عُثْمَان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بئر رومة، وكانت ركية ليهودي يبيع المسلمين ماءها، فَقَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: من يشترى رومة فيجعلها للمسلمين يضرب بدلوه فِي دلائهم، وله بها مشرب فِي الجنة، فأتى عُثْمَان اليهودي فساومه بها، فأبى أن يبيعها كلها، فاشترى نصفها باثني عشر ألف درهم. فجعله للمسلمين، فَقَالَ لَهُ عُثْمَان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إن شئت جعلت على نصيبي قريتين ، وإن شئت فلي يَوْم ولك يَوْم. قَالَ: بل لك يَوْم ولي يَوْم. فكان إذا كَانَ يَوْم عُثْمَان استقى المسلمون مَا يكفيهم يومين: فلما رأى ذَلِكَ اليهودي قَالَ: أفسدت علي ركيتي، فاشتر النصف الآخر، فاشتراه بثمانية آلاف درهم.

" Utsman, semoga Allah meridhoinya, membeli sumur Roumah. Dan Itu adalah Rokiyyah [sumur yang ada airnya]milik seorang Yahudi yang menjual airnya kepada kaum Muslimiin.

Maka Rasulullah  bersabda:

مَنْ يَشْترِى رَوْمَةَ فيَجْعَلُهَا للمُسْلِمِينَ يَضْرِبُ بدَلْوِه فِي دِلاَئِهِم، وَلَهُ بِهَا مَشْرَبٌ فِي الجَنَّةِ

Barangsiapa membeli sumur Raumah dan menajdikannya untuk kaum muslimin, dia menjadikan embernya sama dengan ember kaum muslimin, maka baginya mendapatkan tempat air minum di surga.

Kemudian Utsman mendatangi si Yahudi dan menawarkan untuk membelinya, tetapi Yahudi itu menolak untuk menjual semuanya, maka dia membeli setengahnya dengan harga dua belas ribu dirham, lalu menjadikannya untuk kaum muslimiin.

Utsman r.a. berkata kepadanya: Jika Anda mau, Anda memberi saya untuk dua desa sebagai bagian saya. Dan jika Anda mau, satu hari untuk saya dan satu hari untuk Anda.

Yahudi itu berkata: Saya setuju dengan cara: untuk anda satu hari dan untuk ku satu hari. Maka apa yang terjadi setelah itu ? Jika datang giliran hari Utsman, maka kaum Muslimin mengambil air yang cukup untuk mereka selama dua hari.

Ketika orang Yahudi melihat keadaan seperti itu, maka dia berkata: " Anda telah merusak hak sumur saya",

Maka Utsman membeli setengahnya lagi. Dan beliau membelinya seharga delapan ribu dirham.

[Baca: الاستيعاب في معرفة الأصحاب (3/1039 -1040) karya al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr].

Sedekah sumur dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu :

Dari Musa bin Thalhah :

أَنَّ طَلْحَةَ نَحَرَ جُزُورًا وَحَفَرَ بِئْرًا يَوْمَ ذِي قَرَدٍ فَأَطْعَمَهُمْ وَسَقَاهُمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا طَلْحَةَ الْفَيَّاضِ". فُسِمَ: طَلْحَةَ الْفَيَّاضِ.

Bahwa Thalhah menyembelih unta dan menggali sumur pada waktu perang Dzu Qird, lalu dia memberi mereka makan dan memberi mereka minum, maka Nabi  berkata: “Wahai Thalhah al -Fayaadh.”

Maka dia beri nama: Thalhah al-Fayyaadh.

[HR. Al-Hakim no. 5671 dan Abu Na'im al-Ashbahani dalam Ma'rifah ash-Shohaabah 1/113 no. 374].

Derajat hadits :

Al-Hakim berkata: " Hadits Shahih Sanadnya, namun Bukhori dan Muslim tidak mengeluarkannya ".

Sementara Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaa'id [al-Mausu'ah asy-Syaamilah 9/52 no. 14805]:

رواهُ الطبراني وَفِيهِ إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ وَقَدْ وَثَّقَ عَلَى ضَعْفِهِ.

Diriwayatkan oleh al-Tabarani, dan di dalamnya ada Ishaq bin Yahya bin Talha, dan dia dipercaya atas kelemahannya.

Dan diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa', berkata:

ابْتَاعَ طَلْحَةُ بِئْراً بِنَاحِيَةِ الجَبَلِ وَنَحَرَ جزُوْراً فَأَطْعَمَ النَّاسَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتَ طَلْحَةُ الفَيَّاضُ

Thalhah رضي الله عنه pernah membeli sebuah sumur di arah gunung dan menyembelih sembelihan, lalu dengannya memberi makan orang-orang.

Maka nabi Muhammad berkata kepadanya:

«أَنْتَ طَلْحَةُ الْفَيَّاضُ»

"Kamu adalah TalhaH al-Fayyaadh [yang melimpah ruah hartanya]".

HR. At-Thabrani dlm al-Mu'jam al-Kabiir 7/6224.

Hadits ini Hasan lighairihi ; karena didukung oleh hadits Musa bin Thalah diatas.

Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaa'id [al-Mausu'ah asy-Syaamilah 9/52 no. 14806:

رواهُ الطبراني وَفِيهِ مُوسَى بنُ مُحَمَّدِ بنِ إِبْرَاهِيمَ وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَى ضَعْفِهِ.

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dan di dalam sanad terdapat Musa bin Muhammad bin Ibrahim, dan dia itu telah disepakati (Ijma') bahwa dia lemah.

[Lihat: سير أعلام النبلاء karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah 1/31]

KEEMPAT : menggalang dana untuk peralatan dan kendaraan perang fii sabilillah.

Al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya 
الاستيعاب في معرفة الأصحاب (3/1040) berkata:

وَجَهَّزَ عُثْمَانُ جَيْشَ الْعُسْرَةِ، وَذَلِكَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، بِتِسْعِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ بَعِيرًا، وَأَتَمَّ الْأَلْفَ بِخَمْسِينَ فَرَسًا.

وذكر أَسَد بْن مُوسَى، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو هِلال الراسبي، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَة، قَالَ: حَمَلَ عُثْمَانُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ عَلَى أَلْفِ بَعِيرٍ وَسَبْعِينَ فَرَسًا.

Utsman menyumbang untuk pasukan tentara Al-'Usrah, dalam perang Tabuk, dengan sembilan ratus lima puluh unta (950 unta), dan menggenapkannya menjadi seribu dengan lima puluh kuda (50 Kuda Perang).

Dan Asad bin Musa menyebutkan, dia berkata: Abu Hilal al-Raasibi telah memberi tahu saya, dia berkata: Qatadah telah memberi tahu kami, dia berkata:

" Utsman mengangkut pasukan al-Usrah dengan seribu unta (1000 unta) dan tujuh puluh kuda (70 kuda) ".

Dalam riwayat lain:

" Serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas". [Lihat: فتح الباري 5/478 dan عمدة القارئ 14/72]

Dari 'Abdur-Rahman bin Samurah:

جَاءَ عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِأَلْفِ دِينَارٍ - قَالَ الْحَسَنُ بْنُ وَاقِعٍ وَكَانَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ مِنْ كِتَابِي فِي كُمِّهِ حِينَ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَنَثَرَهَا فِي حِجْرِهِ ‏.‏ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يُقَلِّبُهَا فِي حِجْرِهِ وَيَقُولُ ‏ "‏ مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ ‏"‏ ‏.‏ مَرَّتَيْنِ ‏.‏

Bahwa 'Utsman pergi menemui Nabi () dengan membawa seribu Dinar" –

Al-Hasan bin Waqi (salah satu perawi) berkata: "Dan di tempat lain dalam kitab saya:

'Dalam lengan bajunya ketika mempersiapkan 'Pasukan al-'Usrah'.

Maka Nabi  menebarkankannya di kamar beliau. Lalu aku melihat Nabi  menciumnya di kamar beliau seraya berkata: “ Tidak akan memudhorotkan Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini”.

Derajat hadits :

Abu Iisa Turmudzi berkata:

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

Ini adalah hadits HASAN GHARIIB dari jalur ini.

[HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan selainnya dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani –rohimahullah- dalam “Al-Misykah”: 3/1713 no: 6073].

Abu Nu'aim al-Ashfahaani (W. 430 H) dalam Hilyatul awaliyaa 1/99 cet. Dar al-kutub al-ilmiyyah meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Zuhri, dia berkata:

تَصَدَّقَ عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَطْرِ مَالِهِ أَرْبَعَةِ آلافٍ، ثُمَّ تَصَدَّقَ بِأَلْفِ دِينَارٍ، ثُمَّ حَمَلَ عَلَى خَمْسِمِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ حَمَلَ عَلَى أَلْفِ وَخَمْسِمِائَةِ رَاحِلَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَكَانَ عَامَّةُ مَالِهِ مِنَ التِّجَارَةِ.

Abdur Rahman bin Auf memberi sedekah pada masa Rasulullah  dengan setengah hartanya, yaitu empat ribu [dinar]. Kemudian dia bersedekah 1000 dinar, lalu dia menyiapkan 500 kuda perang untuk jihad fi sabilillah, lalu dia menyiapkan 1.500 kendaraan fi sabilillah.

Dan sebagian besar hartanya di hasilkan dari perdagangan.

[Lihat pula الرياض النضرة في مناقب العشرة 3/264 no. 1888 karya Muhibbuddin ath-Thobari Cet. Dar al-Ma'rifah]

*****

HUKUM MEMBERI SEDEKAH KEPADA PENGEMIS KAYA, PENCURI DAN PELACUR.

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berkata,:

قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ

"Ada seorang laki-laki berkata: Aku pasti akan bershadaqah.

Lalu dia keluar dengan membawa shadaqahnya dan ternyata jatuh ke tangan seorang pencuri. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan shadaqahnya kepada seorang pencuri.

Mendengar hal itu orang itu berkata,: "Ya Allah segala puji bagiMu, aku pasti akan bershadaqah lagi".

Kemudian dia keluar dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan shadaqahnya kepada seorang pezina.

Maka orang itu berkata, lagi: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pezina, aku pasti akan bershadaqah lagi.

Kemudian dia keluar lagi dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan shadaqahnya kepada seorang yang kaya.

Maka orang itu berkata,: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.

Setelah itu orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya: "Adapun shadaqah kamu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya.

Sedangkan shadaqah kamu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali .

Dan shadaqah kamu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan pelajaran baginya agar menginfaqkan harta yang diberikan Allah kepadanya". [HR. Bukhori no. 1332]

******

PENGEMIS BERBALUT DENGAN KEMASAN DONASI DAN INFAQ

Di abad sekarang ini ada sekelompok kaum muslimin - untuk kepentingan pribadinya , keluarganya dan golongannya dengan mengatas namakan agama dan umat Islam – mereka membangun ekonominya dengan cara berbisnis minta-minta atau mengemis . Bahkan ada salah satu desa yang hampir semua penduduknya bermata pencaharian minta-minta dengan membikin proposal sumbangan dan stampel .  

=====

TRIK-TRIK PENGEMIS BERBALUT DONASI DAN INFAQ :

Mereka melakukan berbagai macam trik-trik , tipu daya dan pengelabuan agar bisa meyakinkan orang-orang yang akan dimintainya serta nampak terhormat , berwibawa dan Syar'i , maka mereka kemas dengan cara-cara sebagai berikut , diantara :

PERTAMA : PROPOSAL :

    Mereka mengemas perbuatan minta-minta dengan membuat proposal atas nama Yayasan Umat dengan disertai dalil ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabawi yang berkenaan keutamaan Infaq dan sedekah . Padahal itu semua mereka lakukan, murni untuk kepentingan pribadi mereka bukan untuk umat .

    KEDUA : DENGAN NAMA INFAQ ATAU DONASI .

      Mereka kemas pula dengan istilah-istilah yang Syar'i dan Islami , seperti : Infaq , Donasi , Peduli Umat dan lain-lain .

      Padahal yang mereka lakukan sebenarnya adalah menjadikan minta-minta sebagai bisnis dan sumber mata pencaharian untuk kepentingan mereka sendiri , bahkan kadang untuk menumpuk kekayaan, memborong aset dan membangun berbagai macam  fasilitas yang megah.

      Dampak negatifnya adalah pada orang-orang yang benar dan jujur berjuang mengumpulkan donasi untuk kepentingan umat , sehingga mereka pun tidak lolos dari kesan  jelek dan hina dimata sebagian orang , terutama dimata para non muslim . 

      KETIGA : ATAS NAMA PEMBANGUNAN DAN YANG SEMISALNYA .

        Berdusta mengatas namakan pembangunan Masjid , Majlis Taklim , Yayasan Pendidikan Islam, Pesantren , Dar al-Aytaam dan lainnya .

        Kadang benar mengatas namakan itu semua , namun hanya sebagian kecil saja hasilnya yang disetorkan.

        Dan juga kadang benar untuk sebuah Yayayan Pendidikan Islam dan semua hasilnya untuk yayasan, namun Yayasan tersebut dijadikan sebagai sumber mata pencaharian dirinya , keluarganya dan anak keturunannya secara turun temurun . Kesimpulannya bukan milik umat , melainkan pribadi dan keluarga , padahal proposalnya benar-benar mengatas namakan agama dan umat .     

        KEEMPAT : PENYEBARAN BROSUR DAN KOTAK AMAL.

          Mereka mempertontonkan kepada publik dengan menyebarkan brosur dan kotak amal ditempat-tempat setrategis , seperti : di Masjid-Masjid , Rumah-Rumah Makan , Mall-Mall bahkan di tengah jalan raya , agar dunia semua tahu bahwa seperti inilah kondisi moral , kehormatan dan kemampuan umat Islam sekarang .  

          KELIMA : UNDANGAN .

            Ada pula cara mengemis dan minta-minta di balut dengan menyalah gunakan istilah dan tujuan "Undangan Sukuran Walimah Nikah, Walimah Khitan, Walimah Safar , Aqiqahan dan lain-lain .

            Yang mestinya tujuan nya itu sebagai sarana utk sedekah, syukuran , silaturrahmi dan doa restu , namun oleh sebagian orang disalah gunakan dengan dijadikan sebagai sarana untuk menarik sumbangan alias minta-minta .

            Diantara mereka ada yang tidak bisa membedakan antara :

            WALIMAH & AQIQAH dengan MINTA-MINTA atau MEMBERI SEDIKIT HIDANGAN DAN CINDERA MATA AGAR MENDAPATKAN PEMBERIAN LEBIH BANYAK .

            ====

            TIDAK BOLEH BERSEDEKAH JAMUAN MAKAN DENGAN BERHARAP IMBALAN LEBIH BANYAK .

            Adapun hukum memberi jamuan sedikit agar mendapatkan imbalan yang lebih banyak dari orang yang dijamunya , maka dalam hal ini Allah SWT berfirman :

            وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ

             " Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. [QS. Al-Muddatstsir : 6]

            Dalam Tafsir as-Sa'di karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di di jelaskan maknanya :

            " Yaitu janganlah engkau berharap pada manusia atas nikmat-nikmat dunia dan akhirat yang kau berikan sehingga kau meminta lebih atas pemberian itu dan kau melihat adanya keutamaan dirimu atas mereka. Tapi berbuat baiklah kepada manusia selagi kau mampu, lupakanlah kebaikanmu kepada mereka dan harapkan pahalamu dari Allah dan sikapilah orang yang kau perlakukan baik dan yang lain secara sama".

            Referensi : https://tafsirweb.com/11542-surat-al-muddatstsir-ayat-6.html

            ------

            MAKNA WALIMAH DAN TUJUANNYA :

            Makna walimah itu sendiri adalah jamuan makanan pernikahan atau semua makanan yang dihidangkan secara sukarela untuk disantap oleh para undangan .

            Walimah Nikah adalah wujud syukur dari dua mempelai dan keluarga karena telah menyempurnakan separuh agamanya.

            Berarti walimahan itu adalah acara syukuran dengan bersedekah jamuan makanan dengan mengundang kerabat dekat dan para tetangga untuk makan-makan bersama , sekaligus menjadi saksi secara berjemaah atas pernikahan kedua mempelai agar terhindar dari fitnah dan tuduhan yang negatif . Jadi Walimahan itu bukan acara menerima pungutan dari para undangan .

            Dari Anas bin Malik :

            أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْن عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: « مَا هَذَا؟ » قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ إِنِّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، قَالَ : « بَارَكَ اللّٰهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ » .

            “Nabi  melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf. Lalu beliau bertanya : “Apa ini?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”

            (Muttafaq Alaih . Shohih Bukhori no. 5148 dan Shahih Muslim no. 2556 )

            Dari Tsabit radhiyallahu 'anhu , ia berkata : Suatu ketika, pernah disebutkan mengenai perkawinan Zainab binti Jahsyi di hadapan Anas radhiyallahu 'anhu , maka ia pun berkata:

            مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَمَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَيْهَا أَوْلَمَ بِشَاةٍ

            "Aku belum pernah melihat Rasulullah   mengadakan walimah terhadap seorang pun dari para isteri-isterinya sebagaimana walimah yang beliau adakan terhadapnya [Zainab binti Jahsyi]. Saat itu, beliau mengadakan walimah dengan [menyembelih] seekor kambing."

            Berikut ini prosesi walimahan Nabi   dengan Zainab radhiyallahu 'anha . Dari Anas radliallahu 'anhu dia berkata ;

            بُنِيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ فَأُرْسِلْتُ عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا فَيَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ فَدَعَوْتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُو فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ قَالَ ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ عَائِشَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَقَالَتْ وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ كَيْفَ وَجَدْتَ أَهْلَكَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فَتَقَرَّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلِّهِنَّ يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ ثُمَّ رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا ثَلَاثَةٌ مِنْ رَهْطٍ فِي الْبَيْتِ يَتَحَدَّثُونَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا نَحْوَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ فَمَا أَدْرِي آخْبَرْتُهُ أَوْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ خَرَجُوا فَرَجَعَ حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفَّةِ الْبَابِ دَاخِلَةً وَأُخْرَى خَارِجَةً أَرْخَى السِّتْرَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَأُنْزِلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ

            "Ketika Nabi   menikah dengan Zaenab binti Jahsy, beliau membuat makanan yang terbuat dari roti dan daging. Lalu aku mengutus penyeru untuk mengundang makan-makan. Kemudian datanglah suatu kaum, mereka makan lalu keluar lagi. Setelah itu datang lagi satu kaum, setelah mereka makan, mereka pulang.

            Aku terus menyeru hingga tidak ada lagi yang dapat aku undang.

            Aku berkata ; Ya Nabiyullah, aku sudah tidak mendapatkan orang yang dapat aku undang.

            Beliau bersabda: 'Angkatlah makanan kalian.'

            Namun disana ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Nabi   keluar ke kamar Aisyah seraya berkata; Assalamu'alaikum wahai ahlu bait warahmatullah.

            Aisyah menjawab; Wa 'Alaikassalaam warahmatullah, bagaimana engkau mendapati istrimu? Semoga Allah memberkahi anda.

            Beliau berkeliling ke kamar seluruh istri-istri beliau dan mengucapkan kepada mereka sebagaimana yang beliau ucapkan kepada Aisyah, demikian juga mereka menjawab sebagaimana Aisyah menjawab.

            Kemudian Nabi   kembali, namun tiga orang itu masih tetap berbincang-bincang di rumah beliau. Padahal Nabi   sangat pemalu. Lalu beliau pergi lagi ke kamar Aisyah, aku tidak tahu apakah aku sudah mengabarkan kepada beliau atau belum bahwa kaum tersebut sudah pulang semua.

            Lalu beliau kembali hingga tatkala beliau melangkahkan kakinya di pintu kamar, beliau menutupkan tabir antara aku dengan beliau, dan pada waktu itu turun AYAT HIJAB.

            [Bukhari no. 4419 ]

            ------

            MAKNA AQIQAH DAN TUJUANNYA :

            Makna Aqiqah menurut terminologi syariah (fiqih), aqîqah adalah hewan yang disembelih sebagai wujud rasa syukur kepada Allâh atas lahirnya seorang anak laki-laki atau perempuan. Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah mendefinisikan dengan: Sembelihan yang disembelih atas nama anak yang baru lahir. [ al-Mughni , 13/393].

            Dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi   bersabda:

            « كلُّ غلامٍ مرتَهَنٌ بعقيقتِهِ تذبحُ عنْهُ يومَ السَّابعِ ويُحلَقُ رأسُهُ ويُسمَّى »

            “Setiap bayi tergadai dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu Dawud, no. 2838 dan Ibnu Majah no. 2580 . Di shahihkan oleh al-Albaani )

            Dari Ummu Kurz :

            « أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ وَعَنِ الأُنْثَى وَاحِدَةٌ وَلاَ يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا ».

            " Bahwa ia pernah bertanya Rasul saw. tentang aqiqah. Rasul saw. lalu menjawab: “Dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Dan tidak ada masalah bagi kalian apakah kambing tersebut jantan atau betina.”

            [ HR. at-Tirmizi. No. 1435]. Abu Isa berkata : “Hadis ini derajatnya hasan shahih.”

            Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha , berkata :

            « يَعِقُّ عَنِ الغَلاَمِ شَاتاَنِ مُكَافَئَتَانِ وَعَن الْجَارية شَاةٌ » . قَالَتْ عَائِشَة : فَعَقَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اْلحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ اْلأَذَى وَقَالَ : « اِذْبَحُوْا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا : بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ فُلاَنٍ » .

            Menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk anak perempuan satu ekor kambing . Maka Rasulullah   menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing dua ekor kibasy pada hari ke tujuh . Dan beliau   menyuruh membersihkan kepalanya dari kotoran ( yakni : mencukur rambutnya) .

            Dan beliau   bersabda : sembelihlah atas namanya dan ucapkanlah:

            " بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ فُلاَنٍ ".

            Dengan nama Allah, Allah Maha besar, ya Allah, dari Engkau dan untuk Engkau, inilah aqiqah si Fulan.

            [ HR. Abu Ya’la dalam al-Musnad no. 4521 . Di hukumi Shahih Sanadnya oleh Syeikh Husein Salim Asad dalam Tahqiq Musnad Abi Ya'la 8/17 no. 4521 ]

            Berarti yang benar aqiqah itu adalah kegiatan syukuran dengan bersedekah menyembelih kambing bukan acara menerima pungutan dari para undangan .

            *****

            HUKUM ASAL MENERIMA HADIAH :

            Tidak ada keraguan dalam Syariat Islam akan halalnya menerima hadiah , bahkan dianjurkan untuk saling memberi hadiah , selama tidak ada pelanggaran syar'i , seperti adanya indikasi minta-minta , adanya rasa tamak dengan berharap mendapat pemberian dari orang lain , atau menciptakan rasa malu pada seseorang jika dia tidak memberi nya .

            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda,

            تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ

            “Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” 

            (HR. HR. Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod no. 594 dan Imam Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16.

            Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan).

            Dan Syeikh Bin Baaz berkata :

            رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي "الأَدَبِ الْمُفْرَدِ"، وأَبُو يَعْلَى بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ.

            "Al-Bukhari meriwayatkannya dalam "Al-Adab Al-Mufrad", dan Abu Ya'la dengan sanad yang HASAN". [ Syarah Bulughul Maraam / kitab al-Buyuu' , no. 942 ]

            Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma :

             أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُعْطِي عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه العَطَاءَ، فيَقولُ له عُمَرُ: أَعْطِهِ، يا رَسولَ اللهِ، أَفْقَرَ إلَيْهِ مِنِّي، فَقالَ له رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ، أَوْ تَصَدَّقْ به، وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قالَ سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلكَ كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئًا وَلَا يَرُدُّ شيئًا أُعْطِيَهُ.

            Bahwa Rasulullah   pernah memberikan suatu pemberian kepada Umar bin Al Khaththab, maka Umar pun berkata : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih fakir dariku."

            Maka Rasulullah   pun bersabda kepadanya : "Ambil dan pergunakanlah untuk keperluanmu, atau sedekahkan! Apabila kamu diberi orang sesuatu pemberian tanpa kamu idam-idamkan [mengharap-harapkan pemberian] dan tanpa meminta-minta, terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan meminta-minta ."

            Salim berkata : "Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak pernah meminta apa saja kepada seseorang, dan tidak pula menolak apa yang diberikan orang kepadanya." [ HR. Muslim no. 1045 ]

            Dan ada sebuah pernyataan para ulama tentang menerima hadiah dari orang yang terpaksa memberinya karena malu dan tidak enak jika tidak memberi , mereka mengatakan :

            " مَا أُخِذَ بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "

            Apa yang diambil dengan pedang rasa malu [ membuat orang merasa malu jika tidak memberi], itu adalah haram .

            *****

            DAMPAK NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :

            Dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya akibat perbuatan mereka yang suka minta-minta dan mengemis itu sangat luar biasa kejinya , diantara nya adalah :

            Pertama : dimata non muslim , khususnya di Eropa , mereka beranggapan bahwa umat Islam adalah umat yang miskin , bodoh dan tertinggal.

            Kedua : Umat Islam dikenal sebagai umat pengemis dan tukang minta-minta . Sehingga banyak para non muslim ketika mereka hendak melakukan perbuatan minta-minta dan mengemis , maka mereka pun berbusana muslim , padahal mereka non muslim . 

            Ketiga : Ketika Tentara Israel mengebom Rakyat Palestina dan kejadian itu benar adanya serta benar-benar banyak korban yang berjatuhan . Akan tetapi masyarakat dunia yang non muslim, khususnya di Eropa, mereka tidak mau mempercayainya bahkan mereka melontarkan tuduhan bahwa berita itu dusta, fitnah dan rekayasa yang sengaja dibuat-buat oleh umat Islam Palestina dengan tujuan untuk menggalang DANA dari seluruh umat Islam dunia . Padahal pengeboman itu benar adanya ,  begitu pula korban yang berjatuhan.

            Ini adalah sebagian dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya yang disebabkan oleh para oknum yang membangun bisnisnya dengan cara mengemis dan minta-minta dengan berdusta mengatas namakan agama dan umat .

            Islam mengajarkan umat nya untuk menjunjung tinggi, harkat, martabat, wibawa dan kehormatan, diantaranya dengan cara mandiri dalam berekonomi . Dan Islam mengharamkan hal-hal yang merendahkan harkat martabat agama dan umat, yang diantaranya adalah perbuatan mengemis dan meminta-minta kecuali jika dalam keadan darurat atau karena hajat yang sangat mendesak .


            Posting Komentar

            0 Komentar