Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HADITS TENTANG NIAT BELAJAR ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN

(Ini Baru Sebatas Niatnya, Belum Prakteknya)

Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM ASAL NIAT IBADAH:


Menuntut Ilmu agama dan mengajarkannya adalah Ibadah. Dan hukum asal dalam ibadah, dengan demikian seorang muslim ketika hendak beribadah maka harus diniatkan untuk Allah SWT semata.

Siapa yang berniat dan berkeinginan ketaatannya untuk (mendapatkan) dunia ; maka dia tidak mendapatkan pahala di sisi Allah sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

(مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).

BERIKUT INI HADITS- HADITS NABI SAW TENTANG NIAT MENUNTUT ILMU AGAMA UNTUK MATA PENCAHARIAN ATAU HARTA:


HADITS KE 1:


Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada:

(مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا)

“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala ; tetapi dia tidak mempelajari ilmu itu kecuali untuk mendapatkan harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat kelak.

(HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan imam Ahmad no. 8457).

Hadits ini di Shahihkan oleh imam an-Nawawi, syeikh bin Baaz dan syeikh al-Baani. Lihat: “رياض الصالحين” (No. 139 & 1620) dan “صحيح الترغيب” no. 105).

Jika dalam hadits disebutkan masalah ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Dan itulah maksud dari pujian dan sanjungan yang ditujukan pada ilmu, yaitu pujian terhadap ilmu syar’i. Sebagaimana pujian ini ditujukan pada ahli ilmu sebagai pewaris para nabi "

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.”
(HR. Abu Daud, no. 3641. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Pewaris nabi tentu saja adalah pewaris ilmu diin atau ilmu agama.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

“Ilmu itu dimaksudkan untuk banyak hal. Namun kalau menurut ulama Islam, yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i. Itulah yang dimaksudkan dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم. Ketika disebut ilmu, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i.”

(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 2: 302)

HADITS KE 2:


Dan Turmudzy meriwayatkanya dari Ibnu Umar Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم bersabda:

"مَن تعلَّمَ عِلمًا لغَيرِ اللهِ، أو أرادَ به غَيرَ اللهِ، فلْيَتبوَّأْ مَقعَدَه من النَّارِ

“Barang siapa yang menuntut Ilmu karena selain Allah, maka dia telah menyiapkan tempat duduk untuk dirinya dari api Neraka “.

(HR. At-Tumudzi no. 2655 dan an-Nasaa’i dlm “السنن الكبرى” no. 5910 dalam hadits yang panjang).

Al-Mizzy berkata dlam kitabnya “تهذيب الكمال”: “Di dalam sanadnya terdapat Muhammad din ‘Abbaad al-Hannaa’i, telah berkata Abu Hatim: dia itu shoduuq “.
Al-Mubaarokfuuri dlam kitabnya “تحفة الأحوذي” 7/68: Sanadnya terputus “.

Hadits ini di dhoifkan oleh Syeikh al-Baani dlm “ضعيف الترمذي” no. 2655, “السلسلة الضعيفة” no. 5017, “ضعيف الترغيب” no. 85 dan “ضعيف الجامع” no. 1768 dan 5530.

FATWA SYEIKH AL-'UTSAIMIIN KE 1:


هل طلب العلم لأجل الدنيا شرك أصغر؟
Apakah mencari ilmu syar'I demi dunia termasuk syirik yang kecil?

السؤال:
الآن يقال عن بعض أهل العلم: إذا أراد إنسان بعلمه ابتغاء الدنيا فقط لا يريد الآخرة فهذا شرك, فهل المقصود بالشرك الشرك الأصغر أم الشرك الأكبر؟

Pertanyaan:


Sekarang ini dikatakan oleh sebagian para ulama: Jika seseorang dengan ilmu (agama) nya berkeinginan untuk mencari dunia saja dan tidak menginginkan akhirat, maka ini adalah syirik.

Namun apakah yang dimaksud dengan syirik di sini syirik kecil atau syirik besar?

الجواب:
شرك أصغر ، ولهذا جعلوا على من طلب علماً مما يبتغى به وجه الله لا يريد إلا أن ينال عرضاً من الدنيا لم يرح رائحة الجنة. أما علوم الدنيا فلا بأس كالهندسة والصناعة وما أشبه ذلك ، لكن علم الشريعة لا تنوِ به إلا حفظ الشريعة.

Jawab:


Itu adalah Syirik kecil. Oleh karena itu mereka (para ulama) telah menetapkan terhadap orang yang mencari ilmu agama yang fungsinya untuk menghadap wajah Allah, lalu dia mencarinya tidak bertujuan kecuali untuk mendapatkan materi dari dunia ; maka dia tidak akan pernah mencium aroma surga.

Adapun ilmu-ilmu duniawi, maka tidak ada masalah dengannya (yakni ; tidak mengapa bertujuan mencari dunia) seperti ilmu teknik, industri, dan sejenisnya.

Berbeda dengan ilmu syariat, maka tidak boleh punya maksud dan tujuan kecuali untuk memelihara dan menjaga syariat.

المصدر:
الشيخ ابن عثيمين من لقاءات الباب المفتوح، لقاء رقم(213)
Sumber:

Syekh Ibnu Utsaimin dari Pertemuan Pintu Terbuka, pertemuan No. (213)

حكم دراسة العلم الشرعي مع إرادة الشهادة والوظيفة
Hukum mempelajari ilmu Syar'i dengan tujuan untuk mendapatkan Ijazah, pekerjaan atau jabatan.

وقد سئلت اللجنة الدائمة للإفتاء: هل يجوز الدراسة الدينية من أجل الشهادة ؟
Al-Lajnah ad-Daaimah lil Iftaa pernah ditanya: Apakah diperbolehkan belajar ilmu agama demi Ijazah ?

فأجابت: لا بأس أن يدرس لأخذ الشهادة ، وعليه أن يجاهد نفسه في إصلاح النية حتى تكون الدراسة لله وحده ، وأن يكون أخذ الشهادة ليستعين بها على طاعة الله ورسوله ، وخدمة المسلمين "
انتهى من "فتاوى اللجنة الدائمة" (12/103).

Dia menjawab:

Tidak apa-apa dia menuntut ilmu agama untuk mendapatkan ijazah, akan tetapi dia harus berjuang pada dirinya untuk memperbaiki niat agar belajarnya betul-betul hanya untuk Allah. Dan agar niat mengambil Ijazahnya itu untuk digunakan dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan untuk melayani umat Islam.” (Selesai)

(Fataawaa Al-Lajnah ad-Daaimah 12/103).

FATWA SYEIKH AL-'UTSAIMIIN KE 2:


وسئل الشيخ ابن عثيمين رحمه الله: يتحرج بعض طلبة العلم الشرعي عند قصدهم العلم والشهادة ، فكيف يتخلص طالب العلم من هذا الحرج ؟

Syekh Ibnu Utsaimin radhiyallahu 'anhu, pernah ditanya:

Sebagian para pelajar ilmu syar'i merasa berat hati ketika mereka mencari ilmu syar'i bertujuan untuk Ijazah, lalu bagaimana caranya agar seorang pelajar ilmu syar'i bisa lepas dari perasaan berat hati ini?

فأجاب: " يجاب على ذلك بأمور:

Beliau menjawab: “Itu bisa dijawab dengan beberapa hal:

أحدها: أن لا يقصدوا بذلك الشهادة لذاتها ، بل يتخذون هذه الشهادات وسيلة للعمل في الحقول النافعة للخلق ؛ لأن الأعمال في الوقت الحاضر مبنية على الشهادات ، والناس غالبا لا يستطيعون الوصول إلى منفعة الخلق إلا بهذه الوسيلة وبذلك تكون النية سليمة.

Salah satunya: mereka ketika hendak mencari ilmu Syar'i ; maka jangan bertujuan murni untuk ijazah itu sendiri, melainkan mereka mengambil Ijazah itu sebagai sarana untuk beramal di bidang-bidang yang bermanfaat bagi makhluk ; karena segala pekerjaan atau kegiatan di masa sekarang ini dibangun di atas Ijazah.

Dan orang-orang sekarang ini pada umunya tidak bisa mencapai pada kegiatan untuk memberikan manfaat kepada makhluk kecuali dengan wasilah Ijazah ini. Jika demikian ; maka niatnya adalah lurus dan selamat.

الثاني: أن من أراد العلم، قد لا يجده إلا في هذه الكليات، فيدخل فيها بنية طلب العلم ، ولا يؤثر عليه ما يحصل له من الشهادة فيما بعد.

Kedua: bahwa orang yang menginginkan ilmu syar'i, terkadang dia tidak bisa mendapatkannya kecuali di perguruan-perguruan tinggi ini, maka dia memasuki perguruan tinggi tsb dengan niat mencari ilmu. Dan Ijazah yang dia peroleh di kemudian hari maka tidak mempengaruhi niat lurusnya.

الثالث: أن الإنسان إذا أراد بعمله الحسنيين، حسنى الدنيا ، وحسنى الآخرة: فلا شيء عليه في ذلك ؛ لأن الله يقول: (وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً) الطلاق/2 -3 ، وهذا ترغيب في التقوي بأمر دنيوي.

Ketiga: bahwa seseorang jika menginginkan dengan amalnya itu untuk mendapatkan dua kebaikan, yaitu kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, maka itu tidak mengapa baginya untuk itu ; Karena Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Thalaaq: 2-3)

Ayat-ayat ini adalah dorongan untuk memperkuat dengan kekuatan ekonomi.

JIKA ADA YANG BERTANYA:


فإن قيل: من أراد بعمله الدنيا كيف يقال بأنه مخلص ؟
Jika ada yang mengatakan:

Orang yang menginginkan dunia dengan amalannya, bagaimana bisa dikatakan bahwa dia itu ikhlas karena Allah ?

JAWAB:

فالجواب: أنه أخلص العبادة ولم يرد بها الخلق إطلاقا ، فلم يقصد مراءاة الناس ومدحهم على عبادته ، بل قصد أمرا ماديا من ثمرات العبادة.
فليس كالمرائي الذي يتقرب إلى الناس بما يتقرب به إلى الله ، ويريد أن يمدحوه به.
لكنه بإرادة هذا الأمر المادي نقص إخلاصه ، فصار معه نوع من الشرك ، وصارت منزلته دون منزلة من أراد الآخرة إرادة محضة.
وبهذه المناسبة أود أن أنبه على أن بعض الناس عندما يتكلمون على فوائد العبادات يحولونها إلى فوائد دنيوية ؛ فمثلا يقولون في الصلاة رياضة وإفادة للأعصاب ، وفي الصيام فائدة لإزالة الفضلات وترتيب الوجبات ، والمفروض ألا تجعل الفوائد الدنيوية هي الأصل ؛ لأن ذلك يؤدي إلى إضعاف الإخلاص والغفلة عن إرادة الآخرة ، ولذلك بين الله تعالى في كتابه حكمة الصوم - مثلا أنه سبب للتقوى ، فالفوائد الدينية هي الأصل ، والدنيوية ثانوية.
وعندما نتكلم عند عامة الناس فإننا نخاطبهم بالنواحي الدينية ، وعندما نتكلم عند ممن لا يقتنع إلا بشيء مادي ، فإننا نخاطبه بالنواحي الدينية والدنيوية ولكل مقام مقال " انتهى من كتاب "العلم" للشيخ ابن عثيمين رحمه الله، ص76

Jawabannya adalah:

Dia adalah orang tsb telah mengikhlaskan ibadahnya dan dia sama sekali tidak berniat karena makhluk, maka dia tidak bermaksud untuk pamer pada manusia dan tidak untuk mendapatkan pujian mereka atas ibadahnya, melainkan dia menginginkan sesuatu yang sifatnya materi dari buah ibadahnya (yang ikhlas karna Allah).

Dia tidak seperti orang riya/pamer yang mendekatkan diri pada manusia yang dengannya dia juga mendekatkan diri kepada Allah, dan ingin agar mereka memujinya karenanya.

Akan tetapi dengan diringi keinginannya terhadap materi ini, maka nilai keikhlasannya jadi berkurang, sehingga bersamanya ia menjadi semacam ada unsur kemusyrikan, dan statusnya menjadi kurang dari seseorang yang menginginkan akhirat secara murni.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengingatkan bahwa ada sebagian manusia, ketika mereka berbicara tentang manfaat-manfaat ibadah, mereka mengarahkannya kepada manfaat-manfaat duniawi. Misalnya, mereka mengatakan bahwa manfaat shalat adalah olahraga dan juga bermanfaat bagi saraf, dan ibadah puasa memiliki manfaat membuang kotoran dan mengatur pola makan. Mestinya anda tidak seharusnya menjadikan manfaat duniawi sebagai prinsip dasar dalam ibadah. Karena hal itu menyebabkan melemahnya keikhlasan dan melalaikan tujuan akhirat.

Itulah sebabnya Allah SWT menjelaskan dalam Kitab-Nya hikmah puasa - misalnya, bahwa puasa itu adalah sarana untuk meningkatkan ketakwaan, maka manfat-manfaat agama adalah yang paling utama, dan manfaat duniawi adalah yang kedua.

Dan ketika kita berbicara dengan orang-orang pada umumnya, maka kita berbicara kepada mereka cukup dengan aspek-aspek agama saja.

Dan ketika kita berbicara dengan mereka yang tidak mau menerrimanya kecuali jika dikaitkan dengan aspek materi, maka kita berbicara kepada mereka dengan menggabungkan antara aspek agama dan aspek duniawi. (Selesai)

((Di kutip dari kitab al-Ilmu hal. 76 karya Syeikh Ibnu Utsaimiin)).

NASIHAT SEBAGIAN PARA ULAMA UNTUK PARA PENUNTUT ILMU SYAR'I

Pertama: Ada Seorang ulama yang berkata:

فالنصيحة لك: أن تطلب العلم الشرعي، وتخلص فيه النية، بأن يكون لله تعالى وليس مراءاة للناس، وأن تستحضر ما رتب الله على العلم من الفضل الثواب، ولا حرج مع ذلك أن تطمح إلى الحصول على الشهادة وما يعقبها من الوظيفة والراتب، فتكون قد جمعت بين حسنيي الدنيا والآخرة.

وليس هذا من الشرك، ولا يدخل فيمن (اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا) التوبة/9 ، فإن المراد بذلك: من اعتاض عن اتباع آيات الله بما التهى به من أمور الدنيا الخسيسة، كما قال ابن كثير رحمه الله في تفسيره (4/ 116).
والله أعلم

Maka nasehat kami kepada anda:

Belajarlah ilmu-ilmu agama Islam, dan ikhlaskanlah niat anda di dalamnya, yaitu: bahwa belajar ilmu Syar'i itu niatnya untuk Allah Azza wa Jalla dan tidak untuk pamer atau riya kepada manusia. Dan fokuskan niatnya untuk mendapatkan janji Allah SWT berupa keutamaan pahala di sisinya.

Dan tidak ada salahnya jika Anda bercita-cita untuk mendapatkan ijazah dan setelah itu dengannya bisa mendapat pekerjaan serta gaji, sehingga Anda telah menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat.

Ini bukan dari kemusyrikan, dan tidak termasuk dalam ayat:

اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِ ۚ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan itu. (QS. At-Taubah: 9)

Karena yang dimaksud dengan ayat ini adalah: orang yang ingin menggantikan ayat-ayat Allah dengan sesuatu yang menyenangkan dari hal-hal duniawi yang hina, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Katsir, semoga Allah merahmatinya, dalam tafsirnya (4/11).

(Di kutip dari blog الإسلام سؤال وجواب di bawah bimbingan Muhammad Shaleh al-Munajjid)

Kedua: Nashihat Syekh Khalid bin Abdul Mun'im ar-Rifaa'ii:

إنَّ إخلاص النية في طلب العلم الشرعي وفي كلِّ ما هو مشروع مِن الواجبات المحتمات، فتنوي به أولًا رَفْعَ الجهل عن نفسك ثم عن غيرك، وحتى إن كان مِن جملة النيات الصالحة للحصول على المؤهل العلمي الشرعي الترشيح لوظيفة مناسبة، فهذا لا حرَجَ فيه، كما لا حرَجَ مِن السعي للالتحاق بكليةٍ شرعيةٍ، فتخلص النية لله، وتقصد أيضًا تحسين وضعك المادي والاجتماعي، وتستعين بتلك الوظيفة على طاعة الله تعالى وخدمة المسلمين.

وإنما المحظورُ هو أن تكونَ نيتك محصورةً في متاع الدنيا وحسبُ؛ أي: الحصول على المؤهل مِن أجل الوظيفة والراتب أو المنصب ونحوها مِن أمور الدنيا، دون أن يخطرَ بخاطرك النيات الصالحة التي أشرنا لبعضها، فهذا هو الذي يخشى على صاحبه من الدخول في الوعيد الشديد الوارد في الحديث الشريف أن رسول صلى الله عليه وسلم قال: ((مَنْ تعلَّم علمًا مما يبتغى به وجه الله عز وجل، لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضًا من الدنيا، لم يجدْ عَرفَ الجنة يوم القيامة))؛ يعني: ريحها؛ رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح أبي داود.

Keikhlasan niat dalam mencari ilmu agama Islam dan dalam segala hal yang disyariatkan adalah salah satu kewajiban yang tak terelakkan, maka dengan itu pertama-tama niatkan untuk menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan kemudian dari orang lain.

Meskipun jika sebagian niat baik untuk mendapatkan keahlian dalam ilmu syar'i nya itu bertujuan agar bisa mendaftarkan dirinya untuk sebuah pekerjaan atau jabatan yang sesuai, maka yang demikian itu tidak ada yang salah.

Seperti halnya tidak ada salahnya mencoba masuk fakultas Syari'ah, lalu niatkan dengan ikhlas karena Allah, dan juga niat untuk memperbaiki keadaan keuangan dan sosial, dan hasil pekerjaannya itu di gunakan untuk mentaati Allah SWT dan melayani umat Islam.

Adapun yang dilarang hanyalah jika niat Anda terbatas pada tujuan kesenangan duniawi semata, yaitu hanya agar memperoleh keahlian untuk mendapatkan pekerjaan, gaji atau jabatan, dan hal-hal duniawi lainnya, tanpa terlintas di benak Anda niat baik seperti yang sebagiannya telah kami sebutkan.

Dan inilah yang dikhawatirkan pelakunya kelak akan masuk ke dalam ancaman berat yang terkandung dalam hadits mulia bahwa Rasulullah saw bersabda:

(مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا)

“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala ; tetapi dia tidak mempelajari ilmu itu kecuali untuk mendapatkan harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat kelak. (HR. Abu Daud dan di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani)
http://www.islam.com.kw/


Posting Komentar

0 Komentar