Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
----
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
====*****====
BOLEHKAH SETELAH SHALAT FARDHU BERDOA SAMBIL MENGANGKAT KEDUA TANGAN ?
Para ulama hadits berbeda pendapat tentang hukum mengangkat tangan ketika berdoa setelah menyelesaikan shalat Fardhu .
Ada dua pendapat :
Pertama : boleh [ di syariatkan ].
Kedua : dilarang [ BID'AH ] .
===****===
PENDAPAT PERTAMA :
BOLEH MENGANGKAT KEDUA TANGAN SAAT BERDOA SETELAH SHALAT FARDHU
Ini adalah pendapat Jumhur Ulama . Abdul Fattaah bin Shaleh Quddaisy al-Yaafi'i berkata :
وَقَدْ ذَهَبَ جُمْهُورُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى مَشْرُوعِيَّةِ الرَّفْعِ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ لِأَنَّهُمْ يَقُولُونَ: الدُّعَاءُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَاتِ مَشْرُوعٌ وَرَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ مَشْرُوعٌ فَالنَّتِيجَةُ: أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ عَقِبَ الصَّلَاةِ مَشْرُوعٌ, وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ صَرَّحُوا بِمَشْرُوعِيَّةِ ذَلِكَ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ بِالْخُصُوصِ.
Mayoritas para ulama berpendapat : disyariatkan mengangkat kedua tangan di tempat ini [yakni setelah shalat], karena mereka mengatakan : doa setelah shalat fardhu itu disyariatkan, dan mengangkat tangan dalam doa juga disyariatkan ; maka hasilnya: bahwa mengangkat tangan dalam doa setelah shalat adalah disyariatkan, namun demikian mereka juga menyatakan dengan jelas dan terang-terangan akan disyariatkannya hal tsb setelah shalat secara khusus .
[ Baca : Risalah رَفْعُ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالدُّعَاءُ الْجَمَاعِيُّ karya Abdul Fattaah bin Shaleh Quddaisy al-Yaafi'i dan Tuhfatul Ahwadzi karya al-Mubaarakfury 2/172].
Berikut ini sebagian dari mayoritas para ulama yang membolehkannya :
[1] Al-Qasthalaani dalam "Irsyad As-Saari Syarh Shahih Al-Bukhari" [ hlm. 73 - dari kitab : " نُزُلُ الأَبْرَارِ بِالْعِلْمِ بِالْمَأْثُورِ مِنَ الْأَدْعِيَةِ وَالْأَذْكَارِ"].
[2] Al-Halwaani Al-Hanafi seperti dalam “مَرَاقِي الْفَلَاحِ شَرْحُ مَتْنِ نُورِ الْإِيضَاحِ” (hal. 119-120)
[3] Abdullah bin Abdur Rahman bin Abi Bakr, Baa Fadhel al-Hadrami Al-Sa'di Al-Syafi'i dalam “al-Muqoddimah al-Hadhramiyyah” (hal. 73)
[4] Abu Al-'Alaa Al-Mubarakfuri dalam kitabnya “Tuhfatul Ahwadhi Syarah Jami’ Al-Tirmidzi” (2/170-174 Hadits No.: 299)
[5] Muhammad Hasyim at-Tutawi as-Sindi dalam risalahnya: التُّحْفَةُ الْمَرْغُوبَةُ فِي أَفْضَلِيَّةِ الدُّعَاءِ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ
[6] Dan Muhammad bin Abdur-Rahman al-Ahdal al-Zubaidi dalam Risalahnya : سُنِّيَّةُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَةِ
[7] Muhammad Siddiq Hassan Khan Al-Qanuji Al-Bukhari dalam Risalah-nya :
الفَاكِهَةُ الْعَرِيضَةُ فِي جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ عِنْدَ الدُّعَاءِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ
Di cetak dengan kitabnya : دَلِيلُ الطَّالِبِ عَلَى أَرْجَحِ الْمَطَالِبِ hal. 521-527 .
Dan dalam kitabnya : نُزُلُ الأَبْرَارِ بِالْعِلْمِ بِالْمَأْثُورِ مِنَ الْأَدْعِيَةِ وَالْأَذْكَارِ hal. 73 .
******
PERNYATAAN PARA ULAMA DAN PARA AHLI HADITS YANG MEMBOLEHKAN
====
PERTAMA : AHLI HADITS, AL-MUBAROKFURY (W. 1353 H)
[Pakar Hadits Dan Penulis Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Turmudzi].
Al-Mubarakpuri telah berbicara panjang lebar dalam Tuhfatul al-Ahwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi 2/173 tentang mengangkat tangan dalam doa setelah shalat. Beliau - setelah membahas dalil-dalil untuk masalah ini - berkesimpulan :
الْقَوْلُ الرَّاجِحُ عِنْدِي أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ جَائِزٌ لَوْ فَعَلَهُ أَحَدٌ لَا بَأْسَ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى. وَاللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ. انْتَهَى.
Pendapat yang paling Rajih menurut saya adalah bahwa mengangkat tangan dalam doa setelah shalat itu diperbolehkan. Jika ada orang yang melakukannya, maka tidak ada yang salah dengannya, insya Allah . Wallahu a'lam .
Lalu al-Mubaarakfuuri berkata :
تَنْبِيهٌ: اعْلَمْ أَنَّ الْحَنَفِيَّةَ فِي هَذَا الزَّمَانِ يُوَاظِبُونَ عَلَى رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ كُلِّ مَكْتُوبَةٍ مُوَاظَبَةَ الْوَاجِبِ، فَكَأَنَّهُمْ يَرُونَهُ وَاجِبًا، وَلِذَلِكَ يُنْكِرُونَ عَلَى مَنْ سَلَّمَ مِنَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ وَقَالَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ، ثُمَّ قَامَ وَلَمْ يَدْعُ يَرْفَعْ يَدَيْهِ. وَصِنَاعُهُمْ هَـٰذَا مُخَالِفٌ لِقَوْلِ إِمَامِهِمْ الإِمَامِ أَبِي حَنِيفَةَ، وَأَيْضًا مُخَالِفٌ لِمَا فِي كُتُبِهِمْ الْمُعْتَبَرَةِ.
Perhatian: Ketahuilah bahwa para pengikut madzhab Hanafi di zaman ini , mereka telah terbiasa dan terus menerus mengangkat kedua tangan dalam doa setiap selesai shalat fardhu, seolah-olah mereka menganggap WAJIB . Itulah sebabnya mereka mengingkari orang yang mengucapkan salam dari shalat fardhu dan membaca doa :
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
Kemudian dia berdiri dan tidak berdoa dengan mengangkat kedua tangannya.
Dan perbuatan mereka ini bertentangan dengan pendapat imam mereka, yaitu Imam Abu Hanifah, dan juga bertentangan dengan kitab-kitab mereka yang mu'tabar".
[ Tuhfatul al-Ahwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi 2/173 ]
====
KEDUA : SYEIKH ROBII' AL-MADKHOLI, IMAM MANHAJ SALAF ABAD INI :
Syeikh Robii' bin Haadi 'Umair Al-Madkholi - semoga Allah SWT merahmatinya - (w. 1440 H).
Beliau pernah ditanya, seperti yang disebutkan dalam “مَجْمُوعُ كُتُبِهِ وَرِسَالِهِ وَفَتَاوَاهُ” (15/486) pertanyaan berikut ini:
هَلْ مِنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ بَعْدَ الصَّلَاةِ يُحْكَمُ عَلَيْهِ بِالْبِدْعَةِ؟.
Apakah orang yang mengangkat kedua tangannya setelah shalat dihukumi bid'ah?
Maka Syeikh Rabi’ menjawab :
لَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَعُدَّ ذَلِكَ مِنَ الْبِدَعِ، رَفْعُ الْيَدَيْنِ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ بِالدُّعَاءِ لَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَحْكُمَ عَلَى صَاحِبِهِ بِالْبِدْعَةِ، لِأَنَّهُ عِنْدَهُ عُمُومَاتٌ، بَلْ عِنْدَهُ بَعْضُ الأَحَادِيثِ، وَالْغَالِبُ فِي الدُّعَاءِ رَفْعُ الْيَدَيْنِ، رَفْعُ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ ثَابِتٌ بِالتَّوَاتُرِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ..
Kami tidak dapat menganggap itu sebagai bid'ah. Mengangkat tangan setelah selesai shalat Fardhu dengan berdo'a, kami tidak dapat menilai pelakunya sebagai bid'ah.
Karena ia [ yakni : mengangkat tangan saat berdoa setelah shalat ] memiliki keumuman [ dalil yang mensyariatkannya], bahkan baginya terdapat beberapa hadits.
Dan pada umumnya berdoa itu dibarengi dengan mengangkat kedua tangan.
Mengangkat kedua tangan dalam doa itu telah ada ketetapan hadits-hadits shahih mutawatir dari Nabi ﷺ ". [ Selesai ].
====
KETIGA : FATWA SHIDDIIQ KHAN AL-QANUJI AL-BUKHORI (W. 1307 H)
Al-'Allaamah asy-Syariif Shiddiiq Hasan Khan Al-Qanouji Al-Bukhari Al-Hindi berkata dalam Risalahnya : "الفَاكِهَةُ الْعَرِيضَةُ فِي جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ عِنْدَ الدُّعَاءِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ" :
رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ ثَابِتٌ بِكُلِّ مِنْ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِعْلِهِ مُطْلَقًا، لَا مُقَيَّدًا بِالْفَرِيضَةِ لَا نَفْيًا وَلَا إِثْبَاتًا، فَعُمُومُ الأَدِلَّةِ وَمُطْلَقَاتُهَا تَشْمَلُ الْفَرِيضَةَ حَتَّى يَقُومَ دَلِيلٌ عَلَى تَخْصِيصِهَا. اهـ
“Mengangkat kedua tangan dalam doa itu telah ada ketetapan dari ucapan Nabi ﷺ dan perbuatan-nya secara mutlak, tidak dibatasi dengan setelah shalat Fardhu , baik peniadaan maupun penetapan . Dengan adanya keumuman dalil dan kemutlakannya itu berarti mencakup ula berdoa setelah shalat Fardhu sampai ada dalil khusus yang melarangnya ". [Kitab tsb dicetak bersama kitabnya " دَلِيلُ الطَّالِبِ عَلَى أَرْجَحِ الْمَطَالِبِ " hal. 525-526 ]
Dan Al-Qanouji dalam نُزُلُ الأَبْرَارِ بِالْعِلْمِ بِالْمَأْثُورِ مِنَ الْأَدْعِيَةِ وَالْأَذْكَارِ hal. 73 berkata pula :
وَالْحَاصِلُ أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ، أَيّ دُعَاءِ كَانَ، وَفِي أَيِّ وَقْتٍ كَانَ، بَعْدَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ أَوْ غَيْرِهَا، أَدَبٌ مِنْ أَحْسَنِ الآدَابِ، دَلَّتْ عَلَيْهِ الأَحَادِيثُ عُمُومًا وَخُصُوصًا، وَلَا يَضُرُّ ثُبُوتُ هَذَا الأَدَبِ عَدَمُ رِوَايَةِ الرَّفْعِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، لِأَنَّهُ كَانَ مَعْلُومًا لِجَمِيعِهِمْ، فَلَمْ يُعْتَنُوا بِذِكْرِهِ فِي هَـٰذَا الْحِينِ. اهــ
“Intinya adalah bahwa mengangkat kedua tangan dalam berdoa, doa apa pun, dan kapan saja, baik setelah shalat lima waktu maupun lainnya, adalah salah satu adab dari adab-adab bedoa yang terbaik.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan secara umum dan yang secara khusus, dan tidak masalah jika adab berdoa dengan mengangkat tangan setelah shalat ini tidak ada riwayat yang shahih ; karena hal itu telah menjadi maklum dan diketahui oleh mereka semua; oleh karena itu mereka tidak repot-repot memperhatiakan riwayat haditsnya dalam hal tsb sejak dulu hingga sekarang ".
===
KEEMPAT : FATWA ABUL WALIID IBNU RUSYD AL-MALIKI (WAFAT 502 H.)
Dalam kitab : الْبَيَانُ وَالتَّحْصِيلُ وَالشَّرْحُ وَالتَّوْجِيهُ وَالتَّعْلِيلُ لِمَسَائِلِ الْمُسْتَخْرَجَةِ 17/132 karya Abu al-Waliid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthubi al-Maliki di sebutkan :
فِي رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ قَالَ مَالِكٌ: "رَأَيْتُ عَامِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ يَرْفَعُ يَدَيْهِ وَهُوَ جَالِسٌ بَعْدَ الصَّلَاةِ يَدْعُو". فَقِيلَ لَهُ: "أَتَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا؟" قَالَ: لَا أَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا.
قَالَ الإِمَامُ الْقَاضِي: إِجَازَةُ مَالِكٍ فِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ لِرَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ عِندَ خَاتِمَةِ الصَّلَاةِ نَحْوُ قَوْلِهِ فِي "الْمَدُونَةِ"، لِأَنَّهُ أَجَازَ فِيهَا رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ، فِي مَوَاضِعِ الدُّعَاءِ، كَالِاسْتِسْقَاءِ، وَعَرَفَةَ، وَالْمُشْعَرِ الْحَرَامِ، لِأَنَّ خَاتِمَةَ الصَّلَاةِ مَوْضِعٌ لِلْدُّعَاءِ.
Tentang mengangkat kedua tangan saat berdoa, Imam Malik berkata:
“Saya melihat Aamir bin Abdullah bin Al-Zubair mengangkat tangannya ketika dia sedang duduk sambil bedo'a setelah shalat.”
Lalu ditanyakan padanya : Apakah Anda melihat ada yang salah dengan itu? Dia menjawab : Saya tidak melihat ada yang salah dengan itu".
Al-Imam Al-Qoodhi berkata:
Dalam riwayat ini Imam Malik membolehkan untuk mengangkat kedua tangan dalam berdoa setelah shalat , serupa dengan apa yang dia katakan dalam "Al-Mudawwanah" karena ia membolehkankan mengangkat kedua tangan dalam berdoa pada tempat-tempat doa, seperti saat beristisqo, di Arafah, dan Al-Masy'aril-Haram, karena setelah sholat adalah tempat tempat berdoa".
[ Baca pula : "حَاشِيَةُ الرَّهُونِيِّ عَلَى الزُّرْقَانِيِّ " 4/224 dan الروض الأنف karya As-Suhaily 4/224]
=====
KELIMA : FATWA MUSHTAFA AL-BAGHOO
Dalam kitab al-Muqoddimah al-Hadhromiyyah yang disyarahi oleh Syaikh Mushtafa al-Baghoo hal. 206 di sebutkan :
"وَنُدِبَ الذِّكْرُ عَقِبَ الصَّلَاةِ ... وَيُنْدَبُ فِيهِ وَفِي كُلِّ دُعَاءٍ رَفْعُ الْيَدَيْنِ ثُمَّ مَسْحُ الْوَجْهِ بِهِمَا وَالدَّعَوَاتُ الْمَأْثُورَةُ ..." ـ
“Dan di sunnahkan berdzikir setelah shalat .... dan di sunnahkan dalam setiap doa mengangkat kedua tangan , kemudian mengusap wajah dengannya, dan doa-doa yang ma'tsur …”
====
KEENAM : FATWA IBNU MUFLIH AL-HANBALI (WAFAT 763 H.)
Dan dalam kitab "al-Furuu'" karya Ibnu Muflih 1/401, setelah menyebutkan akan mustahabnya doa setelah sholat, dia mengatakan :
"وَمِنْ أَدَبِ الدُّعَاءِ بَسْطُ يَدَيْهِ وَرَفْعُهُمَا إِلَى صَدْرِهِ وَمُرَادُهُمْ وَكَشْفُهُمَا أَوْلَى وَمِثْلُهُ رَفْعُهُمَا فِي التَّكْبِيرِ. رَوَى أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ بَشَارٍ مَرْفُوعًا: "إِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلَا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا"، وَرَوَاهُ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَهُوَ ضَعِيفٌ وَفِيهِ الأَمْرُ بِمَسْحِ الْوَجْهِ وَفِيهِ الْمَسْئِلَةُ أَنْ تَرْفَعَ يَدَيْكَ حَذْوَ مَنْكِبَيْكَ أَوْ نَحْوِهُمَا." اهـ
“Dan sebagian dari adab berdoa adalah membentangkan kedua tangannya dan mengangkatnya hingga dadanya dan apa yang mereka inginkan, dan membuka kedua tangannya itu terlebih utama. Dan begitu juga dia mengangkat kedua tangan nya dalam takbir shalat .”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Malik bin Basyaar dari Nabi ﷺ :
إذَا سَألتُمْ اللهِ فَاسْألُوْهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلا تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
" Jika kalian meminta kepada Allah , maka kalian mintalah kepada-Nya dengan perut telapak tangan kalian , dan jangan meminta kepada-Nya dengan punggung telapak tangan kalian ".
Dan dia [ Abu Daud ] juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas yang dha'if, dan di dalamnya ada perintah untuk mengusap wajah, dan di dalamnya terdapat anjuran bahwa dalam berdoa itu mengangkat tangan Anda sejajar dengan bahu Anda atau semisalnya". [SELESAI]
Apa yang disebutkan Ibnu Muflih di atas , disebutkan pula yang semisalnya dalam kitab Kasysyaaf al-Qinaa' 1/367 dan kuga dalam kitab دَقَائِقُ أُولِي النَّهْىِ 1/206 .
====
KETUJUH : FATWA ABDUL FATTAAH AL-YAFI’I
Abdul Fattaah bin Shaleh Quddaisy al-Yaafi'i :
بِمَا أَنَّ الدُّعَاءِ بَعْدَ السَّلَامِ مَشْرُوعٌ فَإِنَّ مِنَ الشَّرْعِيِّ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِيهِ لِأَنَّ شَرْعِيَّةَ رَفْعِ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ وَرَدَ فِيهَا مِنَ الأَحَادِيثِ مَا بَلَغَ حَدَّ التَّوَاتُرِ. وَقَدْ صُنِّفَتْ فِي ذَلِكَ المُصَنَّفَاتُ مِنْهَا رِسَالَةُ السِّيُوطِيِّ "فَضُّ الْوِعَاءِ" ذُكِرَ فِيهَا نَحْوُ مِائَةِ حَدِيثٍ فِي ذَلِكَ.
Karena doa setelah salam itu disyariatkan , maka disyariatkan pula mengangkat tangan di dalam [ berdoa setelah salam ], karena pensyariatan mengangkat tangan dalam doa disebutkan di dalamnya hadits-hadits yang banyak sampai pada tingkat mutawatir.
Dan dalam masalah ini telah di tulis kitab-kitab khusus , diantaranya adalah risalah yang ditulis al-Hafidz As-Suyuti "فَضُّ الْوِعَاءِ", di mana ia menyebutkan sekitar seratus hadits tentang hal itu".
[ Baca : Risalah رَفْعُ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالدُّعَاءُ الْجَمَاعِيُّ karya Abdul Fattaah bin Shaleh Quddaisy al-Yaafi'i ]
====
KEDELAPAN : FATWA IMAM AL-HAFIDZ AS-SAYUTHI (WAFAT 911 H.)
Dan al-Hafidz as-Sayuuthi dalam تَدْرِيبُ الرَّاوِي (2/280) berkata :
"وَمِنْهُ مَا تَوَاتَرَ مَعْنَاهُ كَأَحَادِيثِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ، فَقَدْ وَرَدَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوُ مِائَةِ حَدِيثٍ فِيهِ رَفْعُ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، وَقَدْ جَمَعْتُهَا فِي جُزْءٍ لَكِنَّهَا فِي قَضَايَا مُخْتَلِفَةٍ فَكُلُّ قَضِيَّةٍ مِنْهَا لَمْ تَتَوَاتَرْ وَالْقَدْرُ الشَّارِكُ فِيهَا وَهُوَ الرَّفْعُ عِنْدَ الدُّعَاءِ تَوَاتَرَ بِاعْتِبَارِ الْمَجْمُوعِ." اهـ
Dan darinya [yakni : hadits-hadits mutawaatir] ada yang mutawatir maknanya, seperti hadits-hadits mengangkat tangan dalam berdo'a. Maka telah ada sekitar seratus hadits diriwayatkan dari Nabi ﷺ, di mana beliau mengangkat kedua tangannya dalam berdoa.
Dan aku telah mengumpulkannya dalam satu Juz kitab, akan tetapi hadits-hadits tsb dalam kasus yang berbeda-beda, dan dari masing-masing kasus itu tidak ada yang mutawatir riwayatnya, namun pada masing-masing kasus tsb terdapat standar masalah yang sama di dalamnya, yaitu mengangkat kedua tangan dalam berdoa, dan jika digabungkan secara total ; maka hadits mengangkat kedua tangan dalam berdoa itu menjadi mutawatir riwayatnya ".
KESIMPULAN :
وَالْحَاصِلُ بَعْدَ هَـٰذَا كُلِّهِ أَنَّ الدُّعَاءَ دُبُرَ الصَّلَوَاتِ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنَ الذِّكْرِ الْمَشْرُوعِ مَشْرُوعٌ ثَابِتٌ، وَأَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ أَيْضًا مَشْرُوعٌ ثَابِتٌ، وَعَلَيْهِ فَمَنْ دَعَا بَعْدَ كُلِّ صَلَاةٍ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَالَ الدُّعَاءِ لَا يُنْكَرُ عَلَيْهِ فِعْلُهُ، وَلَوْ دَاوَمَ عَلَى ذَلِكَ، وَمَا رُوِيَ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ كَرَاهَةِ ذَلِكَ مَرْجُوحٌ بِمَا تَقَدَّمَ مِنَ الأَدِلَّةِ وَأَقْوَالِ أَهْلِ الْعِلْمِ.
"Dan hasil dari semua ini adalah : bahwa doa setelah shalat, setelah selesai dari dzikir yang dianjurkan, adalah sah dan ada ketetapan yang kuat. Demikian pula, mengangkat kedua tangan dalam doa juga sah dan ada ketetapan yang kuat.
Oleh karena itu, jika seseorang berdoa setelah setiap shalat dan mengangkat kedua tangannya saat berdoa, maka perbuatannya tidak bisa disalahkan, meskipun ia terus-menerus melakukannya.
Adapun apa yang diriwayatkan dari sebagian ulama yang memakruhkan hal tersebut, maka itu dianggap lemah dibandingkan dengan dalil-dali dan pendapat para ulama yang telah disebutkan diatas."
*****
DALIL-DALIL DISYARIA’TKAN-NYA MENGANGKAT KEDUA TANGAN SAAT BERDOA SETELAH SHALAT:
===
DALIL PERTAMA :
Dalil ringkas yang disebutkan oleh seorang Pakar Hadits, yang bernama al-Mubaarakfuri dalam تُحْفَةُ الأَحْوَذِيّ Syarah Sunan Tirmidzi 2/172 :
Al-Mubaarakfuri berkata :
"وَاسْتَدَلُّوا [أَيُّ الْجُمْهُورِ عَلَى الرَّفْعِ] أَيْضًا:
- بِعُمُومِ أَحَادِيثِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ قَالُوا إِنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ مُسْتَحَبٌّ مُرَغَّبٌ فِيهِ.
- وَأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّعَاءُ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ.
- وَأَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ مِنْ آدَابِ الدُّعَاءِ.
- وَأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي كَثِيرٍ مِنَ الدُّعَاءِ.
- وَأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتِ الْمَنْعُ عَنْ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ بَلْ جَاءَ فِي ثُبُتِهِ الأَحَادِيثُ الضُّعَافُ.
- قَالُوا فَبَعْدَ ثُبُوتِ هَـٰذِهِ الأُمُورِ الأَرْبَعَةِ وَعَدَمِ ثُبُوتِ الْمَنْعِ لَا يَكُونُ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ بِدْعَةً سَيِّئَةً بَلْ هُوَ جَائِزٌ لَا بَأْسَ عَلَى مَنْ يَفْعَلُهُ."
Artinya : Mereka [yakni : Jumhur ulama yang mensyari’atkan mengangangkat kedua tangan] juga berdalil untuknya dengan dalil-dalil sbb :
[1] Dengan makna umum dari hadits-hadits mengangkat tangan dalam doa, mereka mengatakan bahwa doa setelah sholat wajib itu mustahab dan dianjurkan
[2] Dan telah ada ketetapan yang shahih bahwa Rasulullah ﷺ berdoa setelah shalat-shalat wajib
[3] Dan mengangkat tangan adalah salah satu etika dan adab dalam berdoa
[4] Dan telah ada ketetapan yang shahih bahwa Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya dalam kebanyakan do'a-do'anya .
[5] Dan bahwa larangan mengangkat tangan dalam doa setelah shalat wajib itu tidak ada hadits yang shahih , bahkan yang ada adalah hadits-hadits yang dha'if .
[6] Mereka berkata: Setelah keempat hal diats ini terbukti keshahihannya sementara larangannya tidak terbukti keshahihnyanya , maka mengangkat tangan dalam doa setelah shalat wajib bukanlah bid'ah yang buruk, melainkan diperbolehkan dan tidak ada yang salah dengan orang yang melakukannya".
Adapun DALIL untuk POINT KE [1] dan KE [2] , al-Mubarakfuri berkata :
- فَقَدْ أَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرِ وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ. قَالَ: هَـٰذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.
- وَأَخْرَجَ النَّسَائِيُّ فِي سُنَنِهِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ مَرْوَانَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ بِاللَّهِ الَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى: إِنَّا لَنَجِدُ فِي التَّورَاةِ أَنَّ دَاوُودَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ: اللَّهُمَّ صَلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةً وَصَلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِيَ ... الْحَدِيثُ. وَفِي آخِرِهِ قَالَ: وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ أَنَّ صُهَيْبًا حَدَّثَهُ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ انصِرَافِهِ مِنْ صَلَاتِهِ. وَالْحَدِيثُ صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانٍ كَمَا فِي فَتْحِ الْبَارِي.
- وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي كَلاَمِ ابْنِ الْقَيِّمِ حَدِيثُ أَبِي أَيُوبَ وَحَدِيثُ الْحَارِثِ بْنِ مُسْلِمٍ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ.
Artinya : At-Tirmidzi meriwayatkan dari Hadits Abu Umaamah radhiyallaahu anhu , ia berkata :
قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ : أيُّ الدُّعَاءِ أَسْمعُ ؟ قَالَ : ((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلواتِ الْمَكْتُوبَاتِ))
Dikatakan : ‘Wahai Rasulullah, waktu berdoa yang manakah yang paling mustajab ?’. Beliau menjawab : ‘Pada sepertiga akhir malam dan pada dubur shalat-shalat yang diwajibkan”.
[[ HR. At-Tirmidziy no. 3499 , An-Nasaa’iy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 108 dan ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf 2/424 no. 3948. Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi dan Al-Albaniy dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy 3/441-442. Bahkan Al-Albaniy dalam Shahiih At-Targhiib wat-Tarhiib no. 1648, beliau berkata : “Shahiih lighairihi” PEN]]
Dan An-Nasaa'i dalam Sunan-nya meriwayatkan dari Athoo bin Abi Marwan dari ayahnya:
أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ بِالَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى أَنَّا نَجِدُ فِي الْكِتَابِ أَنَّ دَاوُدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ: " اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةَ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ"
Bahwa Ka'ab bersumpah untuknya dengan menyebut Dzat yang membelah laut untuk Musa : Bahwa Kami menemukan dalam al-Kitab : bahwa dulu Nabi Daud ﷺ senantiasa jika selesai dari sholat, dia mengucapkan doa :
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu.
Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.”
Dan di akhir hadits , an-Nasaa'i berkata :
وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ أَنَّ صُهَيْبًا حَدَّثَهُ أَنَّ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنْ صَلاَتِهِ
Dan telah menceritakan kepadaku Ka'ab bahwa Shuhaib telah menceritakannya bahwa Muhammad ﷺ juga membacanya ketika selesai mengerjakan shalat ".
Dan hadits tersebut dishahihkan oleh Ibnu Hibban sebagaimana dalam Fath al-Bari
[[ HR. An-Nasaai no. 1329 dan Ibnu Hibban 5/373 no. 2026 . Hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (745), dan dinilai hasan oleh Ibnu Hajar dalam Nataaij Al-Afkaar (136) PEN.]].
Dan seperti yang telah lewat dalam kata-kata Ibnu al-Qayyim : tentang hadits Abu Ayyub dan hadits al-Harits bin Muslim yang berisi doa setelah shalat wajib".
Dan adapun DALIL untuk POINT KE [3] dan KE [4] ; maka al-Mubarokfury berkata :
- فَقَدْ أَخْرَجَ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ مِنْ حَدِيثِ سَلْمَانَ رَفَعَهُ: "إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا". بِكَسْرِ الْمَهْمَلَةِ وَسُكُونِ الْفَاءِ أَيْ خَالِيَةٍ. قَالَ الْحَافِظُ: سَنَدُهُ جَيِّدٌ.
- وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا". الْحَدِيثُ وَفِيهِ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: "يَا رَبُّ، يَا رَبُّ"، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغَذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.
- قُلْتُ: وَفِي رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ رِسَالَةٌ لِلْسِّيُوطِيِّ سَمَّاهَا "فَضُّ الْوِعَاءِ" فِي أَحَادِيثِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ.
Artinya :
Abu Dawud dan Al-Tirmidzi telah meriwayatkan dan menilainya HASAN dari hadits Salman [Al-Farisi rodhiyallahu ‘anhu ] dari Nabi ﷺ :
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa”.
Al-Hafizh berkata : SANAD-NYA JAYYID ".
[[Penulis katakan : HR. At-Tirmidzi, hadist no. 3556 dan Ibnu Maajah no. 3131). Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul-Maram no. 1580 berkata :
أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ إلَّا النَّسَائِيّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ
Empat Imam meriwayatkannya, kecuali an-Nasa`i. Al-Hakim menilainya SHAHIH.
Dan dalam Fathul-Bari 11/142 , al-Haafidz Ibnu Hajar menjelaskan:
وَقَدْ أَخْرَجَ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيّ وَحَسَّنَهُ وَغَيْرهمَا مِنْ حَدِيث سَلْمَان رَفَعَهُ ” إِنَّ رَبّكُمْ حَيِيّ كَرِيم يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْده إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدّهُمَا صِفْرًا ” بِكَسْرِ الْمُهْمَلَة وَسُكُون الْفَاء أَيْ خَالِيَة وَسَنَده جَيِّد
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan yang lainnya meriwayatkan, dan at-Tirmidzi menilainya hasan, dari hadits Salman yang ia marfu’kan: “Sesungguhnya Rabb kalian Maha Pemalu dan Mulia. Ia merasa malu dari hamba-Nya jika ia (berdo’a) mengangkat tangan kepada-Nya dengan mengembalikannya dalam keadaan kosong” –dengan mengkasrah yang tidak bertitik (shad) dan mensukun fa (yakni shifr) maknanya kosong – dan SANADNYA BAIK ".
Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Tirmidzi no. 3556 dan Shahih Ibnu Majah no. 3131. PEN]].
Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul.
Maka Allah berfirman : “Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah (QS. Al Mukminun : 41).
"Dan Allah juga berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian (QS. Al-Baqarah : 172).”
Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya, kemudian MENGULURKAN KEDUA TANGAN-NYA dan mengatakan :
“Wahai Rabb-ku, Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana mungkin baginya dikabulkan do'anya”? (HR. Muslim no. 1686).
- Saya [ yakni Al-Mubarakfuri ] berkata: Dan dalam mengangkat kedua tangan dalam doa adalah ada satu Risalah karya As-Suyuti yang dia namakan :
فَضُّ الْوِعَاءِ فِيْ أَحَادِيْثِ رَفْعِ اليَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ
Pecahnya bejana dalam menampung hadits-hadits mengangkat kedua tangan saat berdoa".
Lalu Al-Mubarakfuri berkata :
- وَاسْتَدَلُّوا أَيْضًا بِحَدِيثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الْمَاشِيَةُ، هَلَكَ الْعِيَالُ، هَلَكَ النَّاسُ. فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو، وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُونَ. الْحَدِيثُ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
- قَالُوا: هَٰذَا الرَّفْعُ هَكَذَا وَإِن كَانَ فِي دُعَاءِ الاسْتِسْقَاءِ لَكِنَّهُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِهِ، وَلِذَلِكَ اسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدُّعَواتِ بِهَـٰذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ.
Artinya :
Dan mereka [ jumhur ulama] berdalil pula dengan hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘Anhu , dia berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang seorang laki-laki Arab Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah ﷺ pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No. 983)
- Mereka mengatakan : Ini adalah jelas hadits mengangkat tangan , seperti itu , meskipun dalam doa istisqo, tetapi tidak khusus untuk itu . Oleh karena itu Al-Bukhari dalam " Kitab ad-Da'aawaat" mengutip hadits ini sebagai dalil bahwa boleh mengangkat tangan dalam semua do'a ".
KESIMPULAN dari Al-Mubarakfuri . Dia berkata :
- قُلْتُ: القَوْلُ الرَّاجِحُ عِنْدِي أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ جَائِزٌ، لَوْ فَعَلَهُ أَحَدٌ لَا بَأْسَ عَلَيْهِ إِن شَاءَ اللَّهُ تَعَالَىٰ وَاللَّهُ تَعَالَىٰ أَعْلَمُ" اهـ
Saya katakan : Pendapat yang PALING RAJIH menurut saya adalah bahwa mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat itu diperbolehkan. Jika ada orang yang melakukannya, maka tidak ada yang salah dengannya, insya Allah . Wallahu a'lam ".
====
DALIL KE DUA :
[A] - DALIL UMUM DISYARI’ATKAN NYA BERDOA SETELAH SALAM :
Al-'Allaamah Muhammad Ali Adam al-Ityubi mengatakan dalam kitabnya "Syarah Sunan al-Nasa'i" (15/385 No.: 1347):
قَدْ تَلَخَّصَ مِمَّا ذُكِرَ مِنَ الأَدِلَّةِ أَنَّ الدُّعَاءَ عَقِبَ الصَّلَاةِ ثَابِتٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا وَفِعْلًا، فَلَا يَسَعُ أَحَدًا إِنْكَارُهُ ....
وَالْحَاصِلُ أَنَّ الذِّكْرَ وَالدُّعَاءَ بَعْدَ السَّلَامِ مِنَ الصَّلَاةِ مَشْرُوعٌ، كَمَا هُوَ مَذْهَبُ الْبُخَارِيِّ وَالنَّسَائِيِّ، وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي كَلَامِ الْحَافِظِ ابْنِ رَجَبٍ: أَنَّهُ مَذْهَبُ الإِمَامِ أَحْمَدَ، بَلْ نَقَلَ أَنَّ أَصْحَابَ أَحْمَدَ وَأَصْحَابَ الشَّافِعِيِّ اسْتَحَبُّوا الدُّعَاءَ عَقِبَ الصَّلَوَاتِ، وَذَكَرَهُ بَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ اتِّفَاقًا. انتهى.
Dapat diringkas dari dalil-dalil yang telah disebutkan bahwa doa setelah shalat itu telah ada ketetapan yang shahih datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, baik ucapan maupun perbuatan, dan tidak ada celah bagi seorang pun untuk bisa mengingkarinya.
Intinya adalah bahwa dzikir dan doa setelah salam itu disyariatkan, sebagaimana dalam madzhab Imam Al-Bukhari dan madzhab Imam An-Nasa'i.
Dan seperti yang telah disebutkan dalam perkataan Al-Hafidz Ibnu Rajab bahwa berdoa setelah salam itu adalah madzhab Imam Ahmad.
Bahkan, diriwayatkan bahwa para sahabat imam Ahmad dan para sahabat Imam asy-Syafi'i menganggap Mustahabb berdoa setelah shalat, dan sebagian para ulama madzhab Syafi'i menyebutkan bahwa itu telah menjadi kesepakatan " . [ SELESAI ]
[B] DALIL UMUM DISYARI'ATKAN-NYA MENGANGKAT TANGAN SAAT BERDOA .
Mereka
berdalil dengan keumuman hadits-hadits Nabi ﷺ mengangkat tangan saat berdoa dan kemutlakannya, yang berarti termasuk di
dalamnya adalah berdoa setelah shalat wajib, kecuali jika ada dalil yang
melarang nya atau mengharamkannya .
Hadits-hadits
yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ mengangkat kedua tangannya dalam berdo'a, sangat
banyak, ada sekitar seratus hadits, oleh sebab itu banyak para ulama yang
mengatakan:
"Bahwa hadits mengangkat kedua tangan
dalam berdo'a sampai pada tingkat mutawatir ".
Sampai-sampai
para imam menetapkan bab khusus tentang hal itu dalam karya-karya mereka. Diantaaranya
adalah sbb :
Imam
al-Bukhari membuat bab dalam "Shahih"-nya:
(بَابُ رَفْعِ الأَيْدِي فِي الدُّعَاءِ)
(Bab
Mengangkat Tangan dalam Doa).
Imam
at-Tirmidzi membuat bab dalam "Jami'"-nya:
(بَاب مَا جَاءَ فِي رَفْعِ الأَيْدِي عِنْدَ
الدُّعَاءِ)
(Bab Tentang
Apa yang Diriwayatkan Mengenai Mengangkat Tangan Saat Berdoa).
Dan Ibnu
Majah dalam "Sunan"-nya:
(بَابُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ)
(Bab
Mengangkat Kedua Tangan dalam Doa).
Dalam masalah
ini telah di tulis kitab-kitab khusus tentang hadits-hadits tsb , diantaranya :
adalah risalah yang ditulis ak-Haafidz As-Suyuti "فَضُّ
الْوِعَاءِ"
, di mana ia menyebutkan sekitar seratus hadits tentang hal itu".
[ Baca :
Risalah رَفْعُ الْيَدَيْنِ بِالدُّعَاءِ
دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالدُّعَاءُ الْجَمَاعِيُّ karya Abdul Fattaah bin Shaleh Quddaisy al-Yaafi'i ]
Para imam
juga menyatakan bahwa hadis-hadis tentang mengangkat tangan ketika berdoa
adalah mutawatir secara maknawi; sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh
as-Suyuthi dalam "Tadrib ar-Rawi" (2/631, cet. Dar Thayyibah):
"وَمِنْهُ مَا تَوَاتَرَ مَعْنَاهُ كَأَحَادِيثِ
رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ، فَقَدْ وَرَدَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَحْوُ مِائَةِ حَدِيثٍ فِيهِ رَفْعُ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، وَقَدْ جَمَعْتُهَا
فِي جُزْءٍ، لَكِنَّهَا فِي قَضَايَا مُخْتَلِفَةٍ، فَكُلُّ قَضِيَّةٍ مِنْهَا لَمْ
تَتَوَاتَرْ، وَالْقَدْرُ الشَّارِكُ فِيهَا وَهُوَ الرَّفْعُ عِنْدَ الدُّعَاءِ تَوَاتَرَ
بِاعتِبَارِ الْمَجْمُوعِ" اهـ
Dan darinya
[yakni : hadits-hadits mutawaatir] ada yang mutawatir maknanya, seperti
hadits-hadits mengangkat tangan dalam berdo'a. Maka telah ada sekitar seratus
hadits diriwayatkan dari Nabi ﷺ, di mana beliau mengangkat
kedua tangannya dalam berdoa.
Dan aku
telah mengumpulkannya dalam satu Juz kitab, akan tetapi hadits-hadits tsb dalam
kasus yang berbeda-beda, dan dari masing-masing kasus itu tidak ada yang
mutawatir riwayatnya, namun pada masing-masing kasus tsb terdapat standar
masalah yang sama di dalamnya, yaitu mengangkat kedua tangan dalam berdoa, dan
jika digabungkan secara total; maka hadits mengangkat kedua tangan dalam berdoa
itu menjadi mutawatir riwayatnya".
Hal ini juga
dikatakan oleh Imam al-Manawi dalam "Al-Yawaqiit wa ad-Durar (ٱلْيَوَاقِيتُ وَٱلدُّرَرُ)" (1/246, cet. Maktabah
ar-Rusyd).
Syaikhul
Islam Zakariya al-Anshari asy-Syafi'i berkata dalam "Asna
al-Mathalib" (1/160, cet. Dar al-Kitab al-Islami):
[(وَيُسْتَحَبُّ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِيهِ)، وَفِي
سَائِرِ الْأَدْعِيَةِ لِلاتِّبَاعِ] اهـ.
“(Dan disunnahkan mengangkat kedua tangan di dalamnya), dan dalam semua doa lainnya karena mengikuti sunnah..” (Selesai).
=====
DALIL KETIGA :
DALIL KHUSUS BAHWA NABI ﷺ SETELAH SHALAT MENGANGKAT KEDUA TANGAN-NYA SAAT BERDO'A
Berikut ini hadits-hadits yang dengan jelas bahwa Nabi ﷺ berdoa setelah sholat dengan mengangkat kedua tangannya :
HADITS PERTAMA :
Dari Muhammad bin Yahya , dia berkata :
رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ ، وَرَأَى رَجُلًا رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو قَبْلَ أَنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهَا، قَالَ : " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ لَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ .
‘Aku melihat Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Zubair melihat seorang laki-laki yang mengangkat kedua tangannya sebelum dia selesai dari shalat-nya .
Ketika laki-laki itu selesai melaksanakan shalat, maka Abdullah bin Zubair berkata :
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ tidak mengangkat kedua tangannya sehingga beliau telah selesai dari shalat-nya .’”
(HR. Imam Thabrani dlm al-Mu'jam al-Kabiir 11/22 no. 90 cet. Darul Kutub al-Ilmiyyah)
Di SHAHIHKAN oleh al-Hafidz al-Haitsami dan Imam as-Suyuthi
Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaaid 10/266 :
"رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ، وَتَرْجَمَ لَهُ فَقَالَ: مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَحْيَى الْأَسْلَمِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ"
Ath-Thabarani meriwayatkan dan menuliskan biografi untuknya, lalu dia berkata: Muhammad bin Abi Yahya Al-Aslami, dari Abdullah bin Al-Zubair, dan orang-orangnya dapat dipercaya.”
Dan Syaikh al-Mubarakfuri juga mengatakan dalam Tuhfat Al-Ahwadzi 2/171:
"قال السُّيُوطِي في رِسَالَتِه فَضُّ الْوِعَاءِ : ورِجَالُه ثِقَاتٌ" اهـ.
“As-Suyuti berkata dalam risalahnya فَضُّ الْوِعَاءِ : Para perawinya adalah tsiqah [ dapat dipercaya].”
Di dha’ifkan oleh al-Albaani dan Bakr Abu Zaid .
Syeikh Bakr Abu Zaid, semoga Allah merahmatinya, berkata:
فِي سَنَدِهِ انْقِطَاعٌ بَيْنَ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَحْيَى الْأَسْلَمِيِّ وَبَيْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ "انْتَهَى"
"Dalam sanadnya ada keterputusan antara Muhammad ibn Abi Yahya al-Aslami dan Abdullah ibnu al-Zubair". [ Baca : تَصْحِيحُ الدُّعَاءِ (hal. 440) ].
Hadits ini di Dha’ifkan oleh Syeikh al-Albaani dalam "as-Silsilah adh-Dha'iifah" no. 2544 .
BERBEDA dengan murid utama Syeikh al-Albaani , yaitu Syeikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari as-Salafi, beliau berkata dalam Blog. [[ مُنْتَدَيَاتُ كُلِّ السَّلَفِيِّينَ (مَا صِحَّةُ هَـٰذَا الْحَدِيثِ : ....)]].
"الحُكْمُ عَلَى الْحَدِيثِ: إِسْنَادُهُ قَابِلٌ لِلْتَحْسِينِ، وَاللَّهُ تَعَالَىٰ أَعْلَمُ."
"Hukum atas hadits ini : Sanad nya bisa menjadi HASAN , wallaahu a'lam "
HADITS KE DUA :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
أَن ّرَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَهُ بَعْدَ مَا سَلَّمَ وَهُوَ مُسْتَقْبِلٌ الْقِبْلَةَ فَقَالَ : " اللهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً، وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا "
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengangkat tangannya setelah salam (dalam riwayat lain setelah salat Zuhur) dan beliau menghadap kiblat. Lalu Rasulullah berdoa, “Ya Allah, seleamatkanlah al-Walid bin al-Walid ….”
[ Diriwayatkan oleh al-Bazzaar ( no. 3172) dan Ibnu Abi Hatim dalam “At-Tafsir” (3/1048 no. 5873) , mereka berkata : Telah bercerita pada kami Ayahku : Telah bercerita pada kami Abu Muammar al-Munqari, Telah bercerita pada kami Abdul-Warits, Telah bercerita pada kami Ali bin Zaid, dari Sa'id bin al-Musayyib, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu : ....
Dan disebutkan pula oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir nya 2/390 .
Dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi Ali bin Zaid bin Jad'aan, ada kelemahan di dalamnya, akan tetapi Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya 1/172:
"وَلِهَـٰذَا الْحَدِيثِ شَاهِدٌ فِي الصَّحِيحِ مِنْ غَيْرِ هَـٰذَا الْوَجْهِ" اهـ
“Dan untuk hadits ini ada kesaksian dalam kitab ash-Shahih dari selain jalur ini.”
Syekh Habib al-Rahman al-Faydhi mendhaifkan nya dalam artikelnya yang diterbitkan dalam edisi ke 4 tahun ke 4 majalah “Suara al-Jami'ah as-Salafiyyah ” (hal. 67 - 69) , akan tetapi beliau berkata :
إِنَّهُ لَيْسَ شَدِيْد الضَّعْفِ، ولِذَلِكَ فَهُوَ يُعْتَبَرُ بِهِ
" Hadits ini tidak terlalu lemah, dan oleh karena itu dengannya bisa dijadikan i'tibar ".
Namun hadits ini tetap saja di dha'ifkan oleh al-Albaani dalam as-Silsilah adh-Dha'ifah 6/57 .
Akan tetapi Musa bin Rasyid al-'Aazimi dlam kitab اللُّؤْلُؤُ المَكْنُوْن 2/25 berkata :
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya (no. 9285) dengan SANAD YANG SHAHIH dari Abu Hurairah - semoga Allah merihoi-nya - yang mengatakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- كَانَ يَدْعُوا : " اللَّهُمَّ خَلِّصِ الوَليدَ بنَ الوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَضَعَفَةَ المُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي المُشْرِكِينَ الذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ".
Bahwa dahulu Rasulullah ﷺ pernah membaca doa :
" Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid, Salamah ibnu Hisyam, Ayyasy ibnu Abu Rabi’ah, dan orang-orang muslim yang tertindas dari tangan kekuasaan orang-orang musyrik. Mereka yang tertindas itu tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah ".
HADITS KE TIGA :
Dari Fadhel bin Abbas, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
" الصَّلاَةُ مَثْنَى مَثْنَى تَشَهَّدُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَخَشَّعُ وَتَضَرَّعُ وَتَمَسْكَنُ وَتَذَرَّعُ وَتُقْنِعُ يَدَيْكَ يَقُولُ تَرْفَعُهُمَا إِلَى رَبِّكَ مُسْتَقْبِلاً بِبُطُونِهِمَا وَجْهَكَ وَتَقُولُ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَهُوَ كَذَا وَكَذَا " .
قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَالَ غَيْرُ ابْنِ الْمُبَارَكِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ : " مَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَهِيَ خِدَاجٌ "
“Shalat itu dua rakaat dua rakaat, tasyahud tiap dua rakaat. Berlaku khusyuk, rendah diri, tenang dan kamu angkat kedua tanganmu , kamu angkat keduanya kepada Tuhan-mu , dengan menghadapkan bagian dalam kedua tangan-mu ke wajahmu, dan kau katakan : “Ya Tuhanku , Ta Tuhanku” .
Abu Iisa Tirmidzi berkata : " Dan selain Ibnu al-Mubarak berkata dalam hadits ini : " Jika tidak melakukan demikian maka terasa kurang [tidak sempurna]".
HR. At-Tirmidzi no. 385 dari Jalur Al-Layts bin Sa'ad dan dari Jalur Syu'bah ....
Dan diriwayatkan pula oleh Ahmad 1/211, Abu Dawud 29/2, al-Nasa'i dalam al-Kubra 1/112 no. 615 , Ibnu Majah 1/419 dan Ibnu Khuzaymah 2/220 .
Abu Isa Tirmidzi berkata :
قَالَ مُحَمَّدٌ: حَدِيثُ اللَّيْثِ بْنِ سَعِيدٍ هُوَ حَدِيثٌ صَحِيحٌ، يَعْنِي أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ شُعْبَةَ.
Muhammad berkata: Hadits Al-Layts bin Saad ini adalah HADITS SHAHIH, artinya lebih Shahih daripada hadits Syu’bah.
Al-Haafidz Ibnu Hajar berkata : SANAD-NYA HASAN [ Sebagaimana dikutip oleh al-Malaa Ali al-Qoorii dalam Mirqoot al-Mafaatiih 2/667 diakhir syarah hadits no. 805]
Namun hadits ini di Dha’ifkan oleh al-Albaani dalam Dha'if Tirmidzi hal. 43 no. 279 , Dha'if Ibnu Majah 1325 (277), Dha'if al-Jami' al-Saghiir 3512, Dha'if Sunan Abi Dawud 1296/282 .
Note : Dan hadits ini tidak menyebutkan shalat wajib, melainkan maknanya yang tampak dalam shalat tahajud, dan telah disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa itu adalah shalat malam.
Namun demikian, al-Mubarakfuri berdalil dengan-nya dalam at-Tuhfah akan diperbolehkannya berdoa sambil mengangkat kedua tangannya setelah shalat wajib. Dan mungkin dari aspek apa yang dibolehkan dalam shalat Sunnah ; maka diperbolehkan pula dalam shalat wajib dan sebaliknya, kecuali apa yang telah ada dalil-nya .
HADITS KE EMPAT :
Ibnu as-Sinni dalam عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ hal. 121 berkata :
Telah bercerita padaku Ahmad bin Al-Hasan Adiibawaih : telah bercerita pada kami Abu Yaqoub Ishaq bin Khalid bin Yazid Al-Balsi, dari Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Qurashi, dari Khasiif :
Dari Anas bin Malik dari Nabi ﷺ , beliau bersabda :
« ما مِنْ عَبْدٍ يَبْسُطُ كَفَّيْهِ في دُبُرِ صَلاتِهِ، ثُمَّ يَقولُ :
" اللَّهُمَّ إِلَهي وَإِلَهَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ويوسُفَ، وَإِلَهَ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَسْتَجيبَ لي دَعْوَتي فَإِنّي مُضْطَرٌّ، وَتَعْصِمَني في ديني فَإِنّي مُبْتَلًى، وَتَنالَني بِرَحْمَتِكَ فَإِنّي مُذْنِبٌ، وَتَنْفِيَ عَنّيَ الفَقْرَ فَإِنّي مِسْكينٌ" ،
إِلّا كانَ حَقّاً عَلى اللهِ أَلّا يَرُدَّ يَدَيْهِ خائِبَتَيْنِ».
Tidak ada seorang hamba yang merentangkan kedua telapak tangannya setiap selesai shalat, kemudian ia mengucapkan:
“Ya Allah, Tuhanku, dan Tuhan Ibrahim, Ishak, dan Yakub, dan Tuhan Jibril, Mikhael dan Israfil , alahimus salaam , Aku memohon kepada-Mu untuk mengabulkan doaku, karena aku terpaksa, dan Engkau menjagaku dalam agamaku, karena sesungguhnya aku ini sedang di uji , dan Engkau memberikan padaku rahmat-Mu, karena aku berdosa , dan Engkau menghilangkan dariku kemiskinan, karena sesungguhnya aku ini miskiin ”
Kecuali itu adalah hak atas Allah Azza wa Jalla untuk tidak membalikkan kedua tangannya dengan kecewa dan kegagalan ".
Hadits ini Dha'if karena didalam sanadnya, terdapat Abdul-Aziz bin Abdur-Rahman al-Qurashi , dia lemah sekali ".
Imam Ahmad berkata tentang Abdul-Aziz bin Abdur-Rahman al-Qurashi :
"اضْرِبْ عَلَى أَحَادِيثِهِ، هِيَ كَذِبٌ، أَوْ قَالَ: مَوْضُوعَةٌ."
Pukullah hadits-haditsnya, itu adalah bohong semua , atau dia berkata: itu dipalsukan.
Ibnu Hibbaan berkata :
"لَا يَحِلُّ الاِحْتِجَاجُ بِهِ بِحَالٍ."
Tidak halal berhujjah dengan nya dalam apapun kondisinya .
[ Baca : al-Ilal no. 5419. Dan Baca pula Lisaan al-Miizaan no. 5267 ].
*****
PENDAPAT KEDUA :
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DALAM BERDOA SETELAH SHALAT
ADALAH BID'AH DAN DILARANG
Ini adalah pendapat para ulama sbb :
[1] Ibnu Taymiyyah al-Harraani (w. 728 H) [ seperti dalam “Jami’ al-Masa’il” (edisi (4/316: Dar Alam Al-Fawa’id, didanai oleh Yayasan Al-Rajhi)]
[2] Ibnu Qayyim al-Jawziyyah ( w. 751 H) seperti dalam kitab: “ Nuzulul Abraar Bil 'Ilmi wal Ma'tsuur ” (hal.: 73).
PARA ULAMA MU'AASHIRIIN [ KONTEMPORER] :
[-] Muhammad Nasiruddin al-Albaani dalam “as-Silsilah ad-Da’ifah” (6/60 di Hadis No.: 2544).
[-] Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, seperti dalam “Fataawaa Nur ‘ala ad-Darb” (9/179-178, 196 dan 207).
[-] Muhammad bin Shaleh bin Utsaimin, seperti dalam “Majmu’ Fataawaa wa Rosaailihi” (13/281)
[-] Shaleh bin Fawzan Al-Fawzan dalam kitabnya “Al Mulakhos Al Fiqhi” (1/ 159)
[-] Bakr bin Abdullah Abu Zaid dalam kitabnya “Tashhiih ad-Du'aa’” (hal. 437 dan 438)
[-] Abdu-Rahman Bin Hasan Bin Muhammad Bin Abd al-Wahhab dan putranya Abd al-Latif, Suleiman ibn Sahman seperti dalam “Al-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah al-Najdiyyah ” (4/315-317).
[-] Shaleh ibn Muhammad al-Syatsri, seperti dalam “Al-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah al-Najdiyyah ” (4/315-317).
====
DALIL PENDAPAT INI :
Mereka berhujjah dengan mengatakan :
"أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُنْقَلْ عَنْهُ أَنَّهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي هَـٰذَا الْمَوْضِعِ، وَلَوْ رَفَعَ لُنُقِلَ، وَلَا اشْتَهَرَ الْعَمَلُ بِهِ فِي الْقُرُونِ الْمُفَضَّلَةِ، وَتَنَاقَلَهُ النَّاسُ عَنْ أَهْلِهِ، لِأَنَّهُ مِمَّا تَتَدَاعَى الْهِمَمُ لِنَقْلِهِ، حَيْثُ يُفْعَلُ أَمَامَ الْمُصَلِّينَ كُلَّ يَوْمٍ عِدَّةَ مَرَّاتٍ، وَالْمُصَلُّونَ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ أَصْحَابِهِ كُثُرٌ جِدًّا."
Bahwa Nabi ﷺ tidak diriwayatkan darinya bahwa beliau ﷺ mengangkat kedua tangannya di saat berdoa setelah shalat , dan jika seandainya beliau ﷺ mengangkatnya, maka tentunya akan ada yang meriwayatkannya , dan amalan tersebut tidak masyhur di abad-abad pertama , kedua dan ketiga .
Dan orang-orang pada masa itu mengambil agamanya dari sumber aslinya, dikarenakan , itu adalah bagian dari hal yang sangat penting untuk di nukil dan disampaikan pada generasi sesudahnya , contohnya seperti amalan yang dilakukan di depan para makmum pada setiap hari dan berkali-kali . Sementara para makmum yang shalat di belakang Nabi ﷺ dan di belakang para sahabatnya sangat banyak.
===
PERNYATAAN PARA ULAMA DARI KELOMPOK INI :
PERTAMA : SYEIKH BIN BAAZ :
Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz - semoga Allah merahmatinya - berkata seperti dalam "Fatawaa Nuurun 'ala al-Darb" (9/180 ):
لَمْ يَثْبُتْ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ رَفَعَ يَدَيْهِ بَعْدَ السَّلَامِ مِنَ الْفَرِضَةِ، وَلَا أَنَّهُ دَعَا وَأَمَّنَ مَعَهُ الْمَأْمُومُونَ، وَالْخَيْرُ فِي اتِّبَاعِهِ ـ عَلَيْهِ الصَّلَوَاتُ وَالسَّلَامُ ـ.
وَهَذِهِ أُمُورٌ ظَاهِرَةٌ يَعْلَمُهَا النَّاسُ، وَيَرَاهَا النَّاسُ، فَلَوْ فَعَلَ شَيْئًا مِنْ هَـٰذَا لَنَقَلَهُ الصَّحَابَةُ وَعَرَفُوهُ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَأَرْضَاهُمْ ـ.
فَالْوَاجِبُ تَرْكُ ذَلِكَ، لِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ الرَّسُولِ ـ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ وَلَا عَنْ أَصْحَابِهِ، وَالْخَيْرُ فِي اتِّبَاعِهِمْ وَسُلُوكِ سَبِيلِهِمْ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ـ. اهـ
Tidak ada ketetapan yang shahih dari beliau ﷺ : bahwa beliau mengangkat kedua tangannya setelah salam shalat Fardhu, atau bahwa beliau ﷺ berdoa lalu para makmumnya mengamininya . Dan sumber kebaikan itu adanya dalam mengikuti beliau ﷺ.
Ini adalah hal-hal yang jelas diketahui oleh orang- orang dan dilihat oleh mereka . Jika beliau ﷺ benar melakukan salah satu dari itu, maka para sahabat – radhiyallaahu 'anhum - pasti akan menyampaikannya dan mereka pasti mengetahui nya.
Dengan demikian, maka WAJIB MENINGGALKAN-NYA meninggalkannya, karena tidak datang dari Rasulullah ﷺ, atau para sahabatnya, dan semua kebaikan itu ada dalam mengikuti dan menapaki jalan mereka radhiyallaahu 'anhum.
Dan Syeikh Bin Baaz rahimahullah berkata Majmu' Fatawa nya 9/239 :
هَكَذَا الدُّعَاءُ بَعْدَ الْفَرَائِضِ الْخَمْسِ: الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالْفَجْرِ، مَا كَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ بَعْدَ شَيْءٍ مِنْهَا، فَالسُّنَّةُ فِي مِثْلِ هَـٰذَا أَلَّا تُرْفَعَ الأَيْدِي، بَلْ الرَّفْعُ فِي هَـٰذَا بِدْعَةٌ، لِأَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ عَنْهُ ـ عَلَيْهِ الصَّلَوَاتُ وَالسَّلَامُ ـ وَلَا عَنْ أَصْحَابِهِ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ـ، وَمَعْلُومٌ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا خَيْرَ إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلَا شَرٌّ إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ. اهـ
Begitulah , doa setelah shalat lima waktu , Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh , Nabi ﷺ tidak pernah mengangkat tangannya setelah nya sama sekali .
Maka yang Sunnah dalam hal seperti ini adalah jangan mengangkat tangan, bahkan mengangkat tangan dalam hal ini adalah BID'AH, karena tidak ada ketetapan yang shahih dari beliau ﷺ dan dari para sahabatnya radhiyallahu 'anhum .
Dan yang sudah dimaklumi dari beliau ﷺ : bahwa tidak ada suatu kebaikan apapun kecuali beliau ﷺ membimbing umatnya kepadanya, dan tidak ada keburukan apapun kecuali beliau ﷺ memperingatkannya terhadapnya. [ Baca : Majmu' Fatawa Bin Baaz 9/239 ]
KEDUA : SYEIKH AL-ALBAANI :
Imam Muhammad Nasiruddin al-Albaani -rahimahullah- dalam as-Silsilah ad-Dha'iifah ” (6/60 No.: 2544):
وَجُمَلَةُ الْقَوْلِ: إِنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ بَعْدَ الصَّلَاةِ - إِذَا دَعَا، وَأَمَّا دُعَاءُ الإِمَامِ وَتَأْمِينُ الْمُصَلِّينَ عَلَيْهِ بَعْدَ الصَّلَاةِ - كَمَا هُوَ المُعْتَادُ الْيَوْمَ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْبِلَادِ الإِسْلَامِيَّةِ، فَبِدْعَةٌ لَا أَصْلَ لَهَا. اهـ
" Ringkasnya: Tidak ada ketetapan yang shahih dari Nabi ﷺ mengangkat tangan setelah shalat ketika berdoa. Adapun doa imam dan diamini oleh para makmum - seperti yang biasa dilakukan saat ini di banyak negara-negara Islam, maka itu adalah BID'AH yang tidak memiliki dasar ".
KETIGA : ABUDULLAH AL-BABTHIIN AN-NAJDI
Al-Allaamah Abdullah bin Abdur-Rahman al-Babthiin An-Najdi al-Hanbali - semoga Allah merahmatinya - berkata, seperti dalam "Al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibah al-Najdiyyah" (4/315):
الدُّعَاءُ بَعْدَ الْفَرَائِضِ، إِنْ فَعَلَهُ إِنْسَانٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ فَحَسَنٌ، وَأَمَّا رَفْعُ الأَيْدِي فِي هَذِهِ الْحَالِ فَلَمْ يُرَدْ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَمِثْلُ هَـٰذَا مَا أَرَى الْإِنْكَارَ عَلَى فَاعِلِهِ، وَلَوْ رَفَعَ يَدَيْهِ. اهـ
Berdoa setelah shalat fardhu , jika seseorang melakukannya antara dirinya dan Allah, maka itu adalah baik. Adapun mengangkat tangan dalam hal ini, maka tidak ada riwayat dari Nabi ﷺ . Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau ﷺ .
Dan amalan yang semisal ini , saya berpendapat : tidak perlu diingkari terhadap yang melakukannya meskipun dia mengangkat kedua tangannya.
*****
HUKUM MENGAMALKAN HADITS DHA'IF
Ada tiga
pendapat :
===
PENDAPAT PERTAMA :
Pendapat ini
adalah pendapat Imam Abu Daud , Imam Ahmad , Abdullah bin Al-Mubarak, Abdul
Rahman bin Mahdi, dan Sufyan Al-Thawri, Ibnu Abdil Barr, semoga Allah
merahmatinya .
Hadits
Dha’if Boleh Diamalkan secara mutlak , baik hadits itu berhubungan dengan
aqidah, hukum syari’maupun Fadloilul a’maal [فَضَائِلُ
الْأَعْمَالِ] akan
tapi dengan Syarat –syarat tertentu:
Mereka
membolehkan secara mutlak, Yakni tidak ada batasan pada hadits dha’if yang
boleh diamalkan, baik hadits itu berhubungan dengan aqidah, hukum syari’,
Fadloilul a’maal (فَضَائِلُ
الْأَعْمَالِ) dan
lain sebagainya.
Semuanya
boleh, tapi DENGAN SYARAT :
1. Tidak ada
satupun dalil shahih mengenai suatu bab kecuali hadits dha’if tersebut
2. dan tidak
ditemukan dalil yang menyelisihinya / bertentangan .
[Baca : ٱلْفُتُوحَاتُ ٱلرَّبَّانِيَّةُ (1/182) dan حُكْمُ قَبُولِ ٱلْحَدِيثِ ٱلضَّعِيفِ
فِي فَضَائِلِ ٱلْأَعْمَالِ
karya Abdul Khaliq hal 3].
Imam Ahmad berkata :
إِنَّ الْحَدِيثَ الضَّعِيفَ خَيْرٌ مِنَ الرَّأْيِ.
“Sesungguhnya
hadits dho’if lebih baik daripada pendapat (akal manusia)”. [lihat : Minhaj
as-Sunnah oleh Ibnu Taimiyah 4/341].
Abdul Karim Khudhair dalam Syarah al-Muwaththa 42/7
setelah mengutip perkataan Imam Ahmad diatas, dia berkata :
وَهَذَا مَأْثُورٌ أَيْضًا عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ
-رَحِمَهُ ٱللّٰهُ-، أَلَّا يُعْتَقَدَ عِنْدَ ٱلْعَمَلِ بِهِ ثُبُوتُهُ، وَإِنَّمَا
يُعْتَقَدَ ٱلِٱحْتِيَاطُ.
Ungkapan ini
juga dinukil dari Abu Hanifah rahimahullah, namun dengan syarat tidak diyakini
keshahihan hadits tersebut saat mengamalkannya, melainkan hanya meyakininya
sebagai bentuk kehati-hatian.
As-Sam'uuni al-Jazaairy
ad-Dimasyqi berkata dalam pembahasannya tentang hadits dha'if:
وَقَدْ نُقِلَ فِي حُكْمِ الْحَدِيثِ الضَّعِيفِ
قَوْلٌ ثَالِثٌ، وَهُوَ أَنَّهُ يُؤْخَذُ بِهِ فِي الْأَحْكَامِ أَيْضًا إِذَا لَمْ
يُوجَدْ فِي الْبَابِ غَيْرُهُ، وَقَدْ نُسِبَ ذَٰلِكَ إِلَى أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ،
وَاشْتُهِرَ عَنْهُ غَايَةَ الْاشْتِهَارِ.
"Telah
dinukil dalam masalah hukum hadits dha'if pendapat ketiga, yaitu bahwa hadits
dha'if juga dapat dijadikan pegangan dalam hukum apabila tidak ditemukan hadits
lain dalam bab tersebut. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ahmad bin Hanbal dan
sangat masyhur dinukil darinya." [Baca : Tawjiih an-Nadzor Ilaa Ushuulil
Atsar 2/658 karya as-Sam’uuni]
====
PENDAPAT KEDUA :
Hadits
Dha’if Hanya BOLEH Diamalkan dalam Fadhoil A'maal [فَضَائِلُ
الْأَعْمَالِ] dengan
Syarat-Syarat Tertentu
Imam An-Nawawi,
Syaikh Ali Al-Qori, dan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menukil : kesepakatan JUMHUR
ULAMA dan FUQOHA atas pendapat yang membolehkan pengamalan hadits dha’if
dalam fadhoil a'maal.
Imam
Al-Zarkashi Al-Syafi'i mengutip : “Ijma’ para ulama boleh mengamalkan hadits
dho’if dalam faho’ilul a’mal”.
Pendapat ini
dijadikan pedoman oleh banyak para imam, diantaranya : Imam Ibnu Hajar Al
Asqolani, Imam Al Luknawi, Imam Ahmad, Abu Zakariya, dan Ibnu Mahdi.
[ Baca : (حُكْمُ قَبُولِ ٱلْحَدِيثِ ٱلضَّعِيفِ
فِي فَضَائِلِ ٱلْأَعْمَالِ)
karya Abdul Khaliq, hlm 3]
Imam Ahmad
menuturkan pendapat beliau sebagi berikut:
اِذَا رَاوَيْنَا فِى الحَلاَلِ
وَالحَرَامِ شَدَّدْنَا وَ إِذَا رَوَيْنَا فِى الفَضَائِلِ وَنَحْوِهَا
تَسَاهَلْنَا
Artinya :
“Apabila kami meriwayatkan (hadits) dalam masalah halal dan harom kami bersikap
tegas, dan jika kami meriwayatkan (hadits) dalam fadhoil dan semisalnya kami
bermudah-mudah “ .
[ Baca : حُكْمُ قَبُولِ ٱلْحَدِيثِ ٱلضَّعِيفِ
فِي فَضَائِلِ ٱلْأَعْمَالِ,
karya Abdul Khaliq, hlm 3].
Imam Az-Zarkasyi
Al-Syafi'i mengatakan dalam bukunya “ٱلنُّكْتُ
عَلَىٰ مُقَدِّمَةِ ٱبْنِ ٱلصَّلَاحِ”
:
أَجْمَعَ أَهْلُ الْحَدِيثِ وَغَيْرُهُمْ
عَلَى الْعَمَلِ فِي الْفَضَائِلِ وَنَحْوِهَا مِمَّا لَيْسَ فِيهِ حُكْمٌ وَلَا شَيْءٌ
مِنَ الْعَقَائِدِ وَصِفَاتِ اللَّهِ تَعَالَى بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ
الْأَعْمَالِ، إِذَا عَلِمْتَ هَذَا فَقَدْ نَازَعَ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ وَقَالَ
جَوَازُهُ مُشْكِلٌ، فَإِنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ، فَإِسْنَادُ الْعَمَلِ
إِلَيْهِ يُوْهِمُ ثُبُوتَهُ وَيُؤَدِّي إِلَى ظَنِّ مَنْ لَا مَعْرِفَةَ لَهُ بِالْحَدِيثِ
الصِّحَّةِ فَيَنقُلُونَهُ وَيَحْتَجُّونَ بِهِ، وَفِي ذَٰلِكَ تَلْبِيسٌ، قَالَ: وَقَدْ
نَقَلَ بَعْضُ الْأَثْبَاتِ عَنْ بَعْضِ تَصَانِيفِ الْحَافِظِ أَبِي بَكْرٍ بْنِ الْعَرَبِيِّ
الْمَالِكِيِّ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ الْحَدِيثَ الضَّعِيفَ لَا يُعْمَلُ بِهِ مُطْلَقًا.اهـ
Para ulama
ahli hadits dan yang lainnya dulu telah ber Ijma’ [bersuara bulat] akan
bolehnya mengamalkan hadits-hadits Dhoif dalam Fadloilul a’maal (فَضَائِلُ الْأَعْمَالِ) dan yang semisalnya, selama
mengamalkan hadits dhoif tersebut tidak berkaitan dengan hukum syar’i dan juga
bukan hal-hal yang berkaitan dengan Aqidah serta sifat-siafat Allah Ta’aala
Jika
mengetahui hal ini, maka sungguh setelah masa itu ada sebagian ulama dari
generasi akhir yang memprotesnya dan mengatakan bahwa jika hal tersebut
diperbolehkan , maka itu bermasalah, dengan alasan bahwa yang namanya hadits
dhoif itu hadits yang tidak valid datang dari Nabi ﷺ.
Maka
menyandarkan dalil sebuah amalan kepadanya akan memberi kesan kevalidan hadits tersebut.
Dan
dampaknya adalah terhadap orang-orang yang tidak faham ilmu hadits, mereka
mengira bahwa hadits tersebut Shahih , lalu mereka menyebarkannya dan berhujjah
dengannya . Dan yang demikian itu adalah bentuk pengelabuan .
Dia berkata
: “ Ada beberapa orang-orang yang kokoh lagi di percaya menukil dari sebagian
karya-karya Hafidz Abu Bakr bin Al-Arabi Al-Maliki bahwa dia mengatakan: Hadis
yang lemah itu tidak boleh diamalkan sama sekali “. (SELESAI)
Abdul Karim
Khudhoir dalam Syarah al-Muwaththo 42/4 berkata :
وَنَقَلَ ٱلنَّوَوِيُّ فِي مُقَدِّمَةِ
ٱلْأَرْبَعِينَ ٱلِٱتِّفَاقَ عَلَىٰ هَذَا ٱلْقَوْلِ، وَمِثْلُهُ مَا قَالَهُ مُلَّا
عَلِيٌّ قَارِي نَقَلَ ٱلِٱتِّفَاقَ عَلَى ٱلْعَمَلِ بِٱلْحَدِيثِ ٱلضَّعِيفِ فِي ٱلْفَضَائِلِ.
“An-Nawawi dalam mukadimah *Al-Arba'in* telah menukil adanya kesepakatan ulama atas pendapat ini, dan serupa dengan itu adalah apa yang dikatakan oleh Mulla 'Ali Al-Qari, yaitu ia menukil adanya kesepakatan atas bolehnya beramal dengan hadits dha'if dalam keutamaan-keutamaan amal (Fadhoilul A’maal)”.
===
PENDAPAT KE TIGA :
Hadits Dha’if Tidak Boleh Diamalkan Secara Mutlak
Yakni : pendapat ke tiga ini tidak membolehkan pengamalan hadits dha’if secara mutlak, baik dalam masalah hukum syari’, aqidah, fadhoil amal, atau pun hanya sekedar untuk berhati-hati.
Ini adalah pendapat : Imam Bukhari, Imam Muslim, Yahya bin Ma’in, Abu Bakr ibnu al-Arabi al-Maaliki , Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnu Hazm –rahimahullahu- dan lain-lain.
Baca : [Al Qosimi, Qowaidut Tahdits, hlm 113 dan Abdul Khaliq, حُكْمُ قَبُولِ الْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلُ الأَعْمَالِ, hlm 3]
IMAM BUKHORI : Benarkah beliau melarang pengamalan hadits dho'if ???
Ada yang mengatakan :
" Bahwa dalam pembahasan ini, tidak ada satupun yang mencantumkan penjelasan Imam Bukhori dan Imam Muslim yang melarang pengamalan hadits dha’if.
Para ulama hanya menyimpulkan kecenderungan Imam Bukhori dan imam Muslim kepada pendapat ini setelah melihat kitab shahih mereka berdua yang seluruh haditsnya shahih.
0 Komentar