Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
PERTAMA: HUKUM ASAL MENERIMA HADIAH DARI ORANG KAFIR
Hukum asal adalah boleh menerima hadiah dari orang kafir untuk melunakkan hati mereka atau menarik minat mereka masuk Islam, sebagaimana Rasulullah SAW menerima hadiah dari orang kafir, seperti hadiah dari Raja Muqauqis dan yang lainnya.
Imam Bukhari menulis judul pada salah satu bab dalam kitab Shahihnya:
بَابُ قَبُولِ الهَدِيَّة مِن المُشْركِيْن
'Bab Menerima Hadiah Dari Orang-orang Musyrik'.
Beliau, rahimahullah, berkata:
Beliau, rahimahullah, berkata:
" وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام بِسَارَةَ فَدَخَلَ قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ أَوْ جَبَّارٌ فَقَالَ أَعْطُوهَا آجَرَ ، وَأُهْدِيَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ.
وَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ: أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
'Abu Hurairah berkata:
Dari Nabi SAW: “bahwa Nabi Ibrahim hijrah bersama Sarah, lalu dia masuk ke sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat raja lalim, lalu sang raja berkata: 'Berikan dia (Sarah) hadiah.
Begitu pula Nabi SAW diberi hadiah berupa [masakan daging] kambing yang di dalamnya terdapat racun.
Abu Humaid berkata:
'Raja Ailah (Palestina) memberi hadiah kepada Nabi SAW berupa keledai baglah (anak dari perkawinan kuda dan keledai) berwarna putih, lalu beliau menyelimutinya dengan kain burdah...."
Kemudian Imam Bukhori mengisahkan seorang wanita Yahudi yang memberi hadiah kepada Rasulullah SAW berupa kambing yang telah diberi racun.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَلَا يَأْكُلُ الصَّدَقَةَ زَادَ فَأَهْدَتْ لَهُ يَهُودِيَّةٌ بِخَيْبَرَ شَاةً مَصْلِيَّةً سَمَّتْهَا فَأَكَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا وَأَكَلَ الْقَوْمُ فَقَالَ ارْفَعُوا أَيْدِيَكُمْ فَإِنَّهَا أَخْبَرَتْنِي أَنَّهَا مَسْمُومَةٌ فَمَاتَ بِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُورٍ الْأَنْصَارِيُّ فَأَرْسَلَ إِلَى الْيَهُودِيَّةِ مَا حَمَلَكِ عَلَى الَّذِي صَنَعْتِ قَالَتْ إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا لَمْ يَضُرَّكَ الَّذِي صَنَعْتُ وَإِنْ كُنْتَ مَلِكًا أَرَحْتُ النَّاسَ مِنْكَ فَأَمَرَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُتِلَتْ ثُمَّ قَالَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ مَازِلْتُ أَجِدُ مِنْ الْأَكْلَةِ الَّتِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ قَطَعَتْ أَبْهَرِي
"Rasulullah SAW menerima hadiah namun tidak makan zakat."
Ia menambahkan: "Maka ada seorang wanita Yahudi Khaibar yang memberi hadiah daging guling yang telah dilumuri racun kepada beliau. Rasulullah SAW dan para sahabatnya lalu makan daging kambing tersebut.
Namun kemudian, beliau berkata:
"Angkatlah tangan kalian (berhenti makan), karena sesungguhnya daging kambing ini telah memberiku kabar bahwa ia telah dibubuhi racun."
Bisyr Ibnul Al Bara bin Ma'rur Al Anshari akhirnya meninggal dunia.
Rasulullah kemudian mengutus utusan kepada wanita Yahudi tersebut. Beliau bertanya: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?"
Wanita itu menjawab: "Jika engkau seorang Nabi, maka apa yang aku lakukan tidak akan membahayakanmu. Namun jika engkau hanya seorang raja, maka dengan begitu aku telah mengistirahatkan manusia darimu."
Rasulullah SAW lantas memerintahkan agar wanita itu dibunuh, maka ia pun dibunuh.
Kemudian beliau berkata pada saat sakit yang membawanya kepada kematian:
"Aku masih merasakan apa yang pernah aku makan di Khaibar, dan sekarang adalah waktu terputusnya punggungku (kematianku)."
[HR. Abu Daud no. 4512 dan al-Bazzaar dalam البحر الزخار 13/206. Dan Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud]
KEDUA: MENERIMA HADIAH DARI ORANG KAFIR PADA HARI RAYA MEREKA
Hukum Menerima hadiah dari orang kafir pada hari raya mereka adalah BOLEH / MUBAH, dan tidak dianggap berpartisipasi atau mengakui perayaan tersebut.
Hadiah tersebut boleh diambil dengan tujuan melunakkan hati mereka dan medakwahkan mereka kepada Islam.
Dalam Fatwa Islamweb pernah di tanyakan tentang hukum memakan kue manisan, hadiah dari acara Ualng Tahun Kelahiran seseorang.
Jawabnya:
وما دام السائل الكريم لن يشارك في الاحتفال، وسيقتصر الأمر على تناول بعض الحلوى التي يمكن أن تقدم له، فلا حرج في ذلك إن شاء الله؛ فإن هذه الأطعمة ليست محرمة في ذاتها، وإنما الكلام في الاحتفال نفسه.....
وإذا كان قبول هدية المشركين من طعامهم المصنوع لأجل أعيادهم الكفرية والشركية جائزا ما دام مباحا في ذاته، فما سأل عنه السائل أولى
Selama si penanya yang terhormat tidak ikut dalam acara ULTAH tsb, dan masalahnya hanya sebatas makan kue manis ULTAH yang diberikan kepadanya, maka tidaklah mengapa, insya Allah. Karena makanan-makanan jenis ini tidak diharamkan pada dzatnya, dan pembahasan di sini hanya lah tentang hukum perayaan ULTAH itu sendiri....
Jika saja menerima hadiah dari orang-orang musyrik dari makanan mereka yang dibuat khushus untuk hari raya mereka yang mengandung kekafiran dan kemusyrikan saja dibolehkan ; apalagi hukum menerima dan memakan kue ULTAH seperti yang ditanyakan sipenanya ; maka hukum dihalalkannya lebih utama.
[Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/134098/]
DALILNYA:
Allah SWT telah memerintahkan perbuatan baik dan sikap adil kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin.
Allah SWT berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berbagi rizqi terhadap orang-orang yang tidak memerangi dan mengusir kalian dari daerah dimana kalian tinggal. Sungguh allah mencintai orang-orang yang mau berbagi. (al-mumtahanah: 8)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, rahimahullah dlm kitabnya “اقتضاء الصراط المستقيم” 1/251 berkata:
وأما قبول الهدية منهم يوم عيدهم فقد قدمنا عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه أنه أتي بهدية النيروز فقبلها
"Adapun menerima hadiah dari mereka pada hari raya mereka, terdapat riwayat yang sampai kepada kami bahwa Ali bin Abi Thalib, mendapat hadiah pada hari Nairuz, lalu beliau menerimanya ".
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata, semoga Allah merahmatinya:
فهذا كله يدل على أنه لا تأثير للعيد في المنع من قبول هديتهم بل حكمها في العيد وغيره سواء لأنه ليس في ذلك إعانة لهم على شعائر كفرهم. انتهى.
Semua ini menunjukkan bahwa perayaan mereka [orang-orang musyrik] tidak berpengaruh pada larangan untuk menerima hadiah dari mereka, melainkan hukumnya di hari raya mereka dan di hari lainnya adalah sama ; karena dengan menerima hadiah tsb tidak berarti membantu mereka dalam mensyiarkan ritual-ritual kekafiran mereka". (Lihat “اقتضاء الصراط المستقيم”, 1/251)
Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf no. 24361 meriwayatkan:
أن امرأة سألت عائشة قالت إن لنا أظآرا [جمع ظئر ، وهي المرضع] من المجوس ، وإنه يكون لهم العيد فيهدون لنا فقالت: أما ما ذبح لذلك اليوم فلا تأكلوا ، ولكن كلوا من أشجارهم.
Bahwa seorang wanita bertanya kepada Aisyah, dia berkata: 'Sesungguhnya pada kami terdapat wanita-wanita yang menyusui dari kalangan Majusi. Pada hari raya mereka, mereka memberi hadiah kepada kami?'
Dia (Aisyah) berkata: “Adapun sembelihannya yang disembelih untuk hari raya mereka ; maka janganlah kalian memakannya, akan tetapi makanlah makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan pepohonan mereka".'
Sanadnya dho'if sebagaimana dinyatakan dalam رأس السنة هل نحتفل hal. 64 karya Syahhaatah Muhammad Shaqr.
Dan dari Abi Barzah:
أَنَّهُ كَانَ لَهُ سُكَّانٌ مَجُوسٌ، فَكَانُوا يُهْدُونَ لَهُ فِي النَّيْرُوزِ، وَالْمِهْرَجَانِ، فَكَانَ يَقُولُ لِأَهْلِهِ: «مَا كَانَ مِنْ فَاكِهَةٍ فَكُلُوهُ، وَمَا كَانَ مِنْ غَيْرِ ذَلِكَ فَرُدُّوهُ»
Bahwa di tengah masyarakatnya terdapat para penduduk Majusi, mereka suka memberi hadiah pada hari Nairuz dan hari festival mereka. Maka beliau berkata kepada keluarganya:
'Jika berbentuk buah-buahan, maka makanlah, adapun selain itu [yakni hewan sembelihan], maka tolaklah.' [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 5/126 no. 24372].
Dari Hisyam bin Urwa, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata:
"كَانَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، وَيُثِيبُ عَلَيْهَا"
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menerima hadiah, dan beliau membalas orang yang memberi hadiah dengan lebih baik."
[HR. Bukhori no. 2585 dan Abu Daud no. 3069, 3536]
Dan hadits ini adalah umum untuk setiap hadiah.
Syeikul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
Ini semua menunjukkan bahwa hari raya itu tidak menyebabkan dilarangnya menerima hadiah dari mereka, akan tetapi hukumnya (menerima hadiah) sama, baik pada hari raya mereka atau tidak. Karena hal itu bukan termasuk membantu mereka atas syiar kekufuran mereka.
Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, rahimahullah, mengingatkan bahwa sembelihan Ahli Kitab pada hari raya mereka, meskipun halal, namun jika disembelih karena hari raya, maka tidak boleh dimakan. (Lihat “اقتضاء الصراط المستقيم”, 1/251)
Beliau berkata:
" وإنما يجوز أن يؤكل من طعام أهل الكتاب في عيدهم ، بابتياعٍ أو هديةٍ أو غير ذلك مما لم يذبحوه للعيد. فأما ذبائح المجوس فالحكم فيها معلوم فإنها حرام عند العامة ، وأما ما ذبحه أهل الكتاب لأعيادهم وما يتقربون بذبحه إلى غير الله نظير ما يذبح المسلمون هداياهم وضحاياهم متقربين بها إلى الله تعالى ، وذلك مثل ما يذبحون للمسيح والزهرة ، فعن أحمد فيها روايتان أشهرهما في نصوصه أنه لا يباح أكله وإن لم يسم عليه غير الله تعالى ، ونقل النهي عن ذلك عن عائشة وعبد الله بن عمر..." انتهى
'Memakan makanan Ahli Kitab dibolehkan pada hari raya mereka, apakah dengan membelinya atau berasal dari hadiah atau semacamnya, asalkan bukan hewan sembelihan yang disembelih karena hari raya mereka.
Adapun SEMBELIHAN ORANG MAJUSI hukumnya telah diketahui yaitu haram menurut para ulama pada umumnya.
Adapun SEMBELIHAN AHLI KITAB [Yahudi dan Kristen] untuk hari raya mereka dan untuk mereka persembahkan kepada selain Allah, adalah sebanding dengan sembelihan kaum muslimin dan kurbannya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala.
Misalnya mereka menyembelih untuk dipersembahkan kepada Al-Masih atau Az-Zahrah.
Imam Ahmad dalam hal ini terdapat dua riwayat, yang paling terkenal dalam keterangannya adalah bahwa hal itu tidak dibolehkan memakannya meskipun tidak menyebut nama selain Allah Ta'ala.
Diriwayatkan pula bahwa pelarangan tersebut juga bersumber dari riwayat Aisyah, Abdullah bin Umar…'
(Lihat “اقتضاء الصراط المستقيم”, 1/251)
Adapun Hukum Memakan sembelihan untuk acara peringatan Maulid Nabi saw atau acara ulang tahun ; maka dalam fatwa islamweb no. 25245 [20-12-2002 M] di nyatakan:
" أما إذا كان الذابح يقصد بذبحها مجرد الاحتفال، لكنه يذبحها لله تعالى ويسمي الله عليها ويقصد بذلك توزيعها على الفقراء والمحتاجين أو غيرهم، فذلك بدعة كما ذكرنا، لكن لا مانع من أن يأكل المرء منها، لأنها لم تذبح لغير الله، وليست من أنواع المحرمات، فتبقى على أصل الإباحة ".
Adapun jika si penyembelih itu bermaksud menyembelihnya hanya sekedar untuk hajatan [bukan untuk dipersembahkan kepada Nabi SAW atau lainnya], melainkan dia menyembelihnya itu murni karena Allah SWT dan dengan menyebut atas nama Allah, dengan tujuan membagikannya kepada fakir miskin atau orang lain yang membutuhkan ; maka itu hukumnya adalah hanya sebatas Bid'ah - sebagaimana yang telah kami sebutkan -, akan tetapi TIDAK ADA LARANGAN bagi seseorang untuk memakannya, karena hewan tsb tidak disembelih untuk selain Allah, dan itu bukan termasuk makanan-makanan yang diharamkan, maka dengan demikian tetap pada hukum asalnya yaitu mubah [boleh dan halal].
NAMUN DEMIKIAN, TIDAK BOLEH MENCINTAI MEREKA DAN BERKASIH SAYANG:
Berbuat baik dan bersikap adil terhadap orang kafir, tidak berarti mencintai dan berkasih sayang, karena mencintai dan berkasih sayang kepada orang kafir tidak dibolehkan, begitu pula hendaknya tidak menjadikannya sebagai kawan dekat dan akrab, berdasarkan firman Allah Ta'ala,
(لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ)
"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah: 22)
Begitu juga firman Allah Ta'ala,
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقّ)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; Padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, (QS. Al-Mumtahanah: 1)
Dan firman Allah Ta'ala,
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (QS. Ali Imran: 118)
Allah Ta'ala berfirman,
(وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ)
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. Huud: 113)
Allah Ta'ala berfirman,
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Maidah: 51)
Dan dalil-dalil lainnya yang mengharamkan berteman akrab dengan orang kafir serta berkasih sayang kepada mereka.
KESIMPULAN:
Kesimpulannya adalah, dibolehkan bagi anda menerima hadiah dari tetangga anda yang Nashrani pada hari Id mereka, dengan syarat;
- Hadiah tersebut bukan berupa sembelihan yang disembelih karena hari raya mereka.
- Hadiah tersebut tidak untuk perkara yang menyerupai mereka pada hari raya mereka, seperti lilin, telor, pelepah dan semacamnya.
- Hendaknya hal tersebut diiringi dengan penjelasan tentang aqidah Al-Wala' wal Bara' (cinta dan taat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang beriman serta memutuskan hubungan kepada orang kafir) kepada anak-anak anda, agar tidak tertanam dalam hati mereka cinta terhadap hari raya mereka atau hatinya terpaut dengan orang yang memberi.
- Tujuan menerima hadiah adalah untuk melunakkan hatinya dan mengajaknya masuk Islam, bukan sekedar basa basi, apalagi mencintai dan berkasih sayang kepadanya.
Apabila hadiahnya berupa perkara yang tidak boleh diterima, maka selayaknya penolakannya diiringi dengan penjelasan dan sebab penolakan. Misalnya dengan mengatakan:
'Kami menolak pemberian anda karena ini merupakan sembelihan yang disembelih untuk hari raya, dan hal itu tidak halal bagi kami untuk memakannya.'
Atau: 'Pemberian ini hanya untuk mereka yang ikut serta dalam perayaan, sedangkan kami tidak ikut merayakan hari raya ini, karena tidak disyariatkan dalam agama kami dan mengandung keyakinan yang dibenarkan dalam ajaran kami.'
Atau redaksi semacamnya yang menjadi pintu masuk untuk mendakwahi mereka kepada Islam serta menjelaskan bahaya kekufuran yang ada pada mereka.
Seorang muslim wajib memiliki harga diri dengan agama mereka dan menerapkan hukum-hukumnya. Tidak mengorbankan prinsip karena malu atau basa basi kepada seseorang, sesungguhnya lebih berhak untuk dia malu kepada-Nya.
SELESAI, ALAHMDULILLAH...
SEMOGA BERMANFAAT
0 Komentar