Di susun Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
****
بسم الله الرحمن الرحيم
PERTANYAAN:
Bolehkah memberikan kulit hewan kurban kepada tukang jagal? Dan apakah boleh menjual sesuatu dari kurban?
Jika ada panitia pada sebuah masjid yang mengumpulkan kulit hewan kurban kemudian mereka menjualnya, lalu uang tersebut digunakan untuk pembangunan masjid ?
Mereka berargumenasi: bahwa kebanyakan orang sekarang tidak membutuhkan kulit dan mereka membuangnya, apakah hal tersebut dibolehkan?
Lalu apakah boleh seseorang memberikan kulit kurban kepada orang yang diketahui sebelumnya bahwa dia akan menjualnya?
JAWABNYA:
PERTAMA:
Tidak boleh memberikan kepada tukang jagal apa pun dari kurban - termasuk kulitnya - sebagai IMBALAN atas UPAH-nya, sebagaimana tidak boleh menjual apa pun dari kurban.
Akan tetapi itu boleh diberikan kepada tukang jagal sebagai pemberian, hadiah atau sedekah, bukan sebagai upah.
Tidak boleh bagi seseorang yang berkurban untuk menjual kulit hewan kurban, karena dengan dikurbankan hewan tersebut, maka semua bagiannya adalah milik Allah.
DALILNYA:
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu:
«أَمَرَني رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِي الْجَزَّارَ مِنْهَا، قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا».
“Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin).
Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal.
Beliau bersabda: “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri.”
[ HR. Bukhori no. 1716 dan Muslim no. 1317]
Dalam hadis tersebut dapat kita ambil hikmahnya bahwa upah penyembelih hewan bukan diambil dari hasil sembelihan qurban. Namun shohibul qurban hendaknya menyediakan upah khusus dari kantongnya sendiri untuk penyembelih hewan tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:
«مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ»
“Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.”
[ HR. Al-Hakim (2/422), Al-Bayhaqi (19708), Al-Daylami di ( (Al-Firdaus)) (5509)
Di shahihkan al-Hakim dan di Hasankan oleh al-Albaani dlam Shahih at-Targhiib no. 1088.
FIQIH HADITS:
Hadits-hadits diatas memberikan faidah:
Bahwa Tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk memberi tukang jagal apa pun dari hewan kurban sebagai UPAH, namun itu boleh diberikan kepadanya sebagai pemberian, hadiah atau sedekah.
Adapun sebagai UPAH untuk tukang jagal, maka itu haram. Karena berdasarkan hadits diatas, dan karena memberinya ke tukang jagal sesuatu dari kurban sebagai upah sama dengan menjual sesuatu dari hewan kurban, dan itu tidak boleh, Karena semua yang ada pada hewan kurban itu untuk Allah, maka tidak halal untuk menjualnya dan tidak pula untuk membayar upah.
As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar 5/153 berkata:
" اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا: ويصرف ثمنه مصرف الأضحية " انتهى.
“Para ulama bersepakat, bahwa tidak boleh menjual daging dan juga kulit hewan kurban, akan tetapi Auza’i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur demikian juga salah satu pendapat madzhab Syafi’i membolehkan hal tersebut, mereka berkata: “dan uangnya dibagikan kepada yang menerima daging kurban”
Penulis kitab Zadul Mustaqni berkata:
" ولا يبيع جلدها ولا شيئا منها ، بل ينتفع به ".
“Kulitnya tidak boleh dijual, tapi boleh dimanfaatkan.”[ Baca: Syarah al-Mumti' 7/473]
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarah al-Mumti' (7/514):
" وقوله: "ولا يبيع جلدها" بعد الذبح؛ لأنها تعينت لله بجميع أجزائها ، وما تعين لله فإنه لا يجوز أخذ العوض عليه ، ودليل ذلك حديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه: أنه حمل على فرس له في سبيل الله ، يعني أعطى شخصاً فرساً يجاهد عليه ، ولكن الرجل الذي أخذه أضاع الفرس ولم يهتم به ، فجاء عمر يستأذن النبي صلّى الله عليه وسلّم في شرائه حيث ظن أن صاحبه يبيعه برخص ، فقال له النبي صلّى الله عليه وسلّم: (لا تشتره ولو أعطاكه بدرهم) ، والعلة في ذلك أنه أخرجه لله ، وما أخرجه الإنسان لله فلا يجوز أن يرجع فيه ، ولهذا لا يجوز لمن هاجر من بلد الشرك أن يرجع إليه ليسكن فيه ؛ لأنه خرج لله من بلد يحبها فلا يرجع إلى ما يحب إذا كان تركه لله عزّ وجل ، ولأن الجلد جزء من البهيمة تدخله الحياة كاللحم.[يعني لا يجوز بيعه كما لا يجوز بيع اللحم]
وقوله: "ولا شيئاً منها" ، أي لا يبيع شيئاً من أجزائها ، ككبد ، أو رجل ، أو رأس ، أو كرش ، أو ما أشبه ذلك ، والعلة ما سبق " انتهى
“Ucapannya ‘tidak boleh dijual kulitnya’ setelah disembelih, karena hewan tersebut semua bagiannya telah ditetapkan untuk Allah. Apa yang sudah ditetapkan untuk Allah, maka tidak boleh diambil imbalan darinya.
Dalilnya:
Adalah hadits Umar bin Khatab radhiallahu anhu: bahwa dia pernah memberikan seseorang seekor kuda untuk digunakan berjihad. Akan tetapi orang yang mengambilnya menyia-nyiakan kuda tersebut dan tidak merawatnya.
Maka Umar minta izin kepada Nabi SAW untuk membelinya karen dia kira bahwa orang itu akan menjualnya dengan murah.
Maka Nabi SAW bersabda: “Jangan dibeli walau dia menjual dengan harga satu dirham.”
Sebabnya adalah bahwa dia telah mengeluarkannya karena Allah dan sesuatu yang telah dikeluarkan seseorang karena Allah, maka tidak boleh ditarik kembali. Karena itu, tidak boleh bagi orang yang sudah meninggalkan negeri syirik untuk kembali lagi dan tinggal di sana.
Karena dia telah keluar karena Allah dari negeri yang dia cintai, maka hendaknya dia tidak kembali kepada yang dia cintai jika meninggalkannya karena Allah Ta’ala. Juga karena kulit merupakan bagian dari binatang yang hidup seperti daging (maksudnya tidak boleh dijual sebagaimana dagingnya tidak boleh dijual).”
Adapun perkataan: “Tidak ada sesuatupun darinya.” Maksudnya adalah tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari hewan kurban, seperti jantung, kaki, kepala, isi perut atau semacamnya. Alasannya adalah sebagaiman telah disebutkan.”[ Selesai Kutipan dari Syeikh Ibnu Utsaimin]
Hadits Umar yang di maksud Ibnu Utsaimin adalah sbb:
Dari Zaid bin Aslam dari bapaknya berkata; aku mendengar Umar bin Khatab berkata:
حَمَلْتُ علَى فَرَسٍ في سَبيلِ اللَّهِ، فأضَاعَهُ الذي كانَ عِنْدَهُ، فأرَدْتُ أنْ أشْتَرِيَهُ، وظَنَنْتُ أنَّه يَبِيعُهُ برُخْصٍ، فَسَأَلْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ: لا تَشْتَرِ، ولَا تَعُدْ في صَدَقَتِكَ وإنْ أعْطَاكَهُ بدِرْهَمٍ؛ فإنَّ العَائِدَ في صَدَقَتهِ كَالعَائِدِ في قَيْئِهِ.
Aku memberi seseorang kuda yang biasa aku gunakan dijalan Allah, lalu orang itu tidak memanfaatkan sebagaimana mestinya. Kemudian aku berniat membelinya kembali karena aku menganggap membelinya lagi adalah suatu hal yang dibolehkan.
Lalu aku tanyakan hal ini kepada Rasulullah saw, maka beliau bersabda ;
" Jangan kamu membeli dan jangan kamu mengambil kembali shadaqahmu sekalipun orang itu menjualnya dengan seharga satu dirham. Karena orang yang mengambil kembali shadaqahnya seperti orang yang memakan kembali muntahnya”.
(HR. Bukhari no. 1490 dan Muslim no. 1620)
KEDUA:
Diperbolehkan hukumnya bagi selain orang yang berkurban seperti Fakir Miskin atau lainnya yang menerima kulit atau daging hewan kurban untuk menjualnya ; karena sudah menjadi hak milik mereka.
Syekh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi hafizahullah berkata:
" أما إذا كان هناك شركة تشتري الجلد في نفس المسلخ ، وأعطيته الفقير ، ثم ذهب الفقير وباعه لهذه الشركة أو لهذه المؤسسة ، فلا بأس " انتهى
“Adapun jika ada perusahaan yang membeli kulit tersebut di tempat penyembelihan, lalu kulitnya diberikan kepada fakir, lalu sang fakir menjualnya ke perusahan tersebut, maka hal itu dibolehkan.” (Syarah Zadul Mustqni 13/131)
Dengan demikian diketahui bahwa yang disyariatkan adalah memanfaatkan kulit atau mensedekahkannya kepada yang berhak dari kalangan fakir dan miskin.
Namun jika kulit tersebut telah disedekahkan kepada orang fakir dan prang miskin, lalu orang fakir dan orang miskin itu menjualnya, maka hal itu tidaklah mengapa bagi mereka berdua[Fakir dan Miskin].
KETIGA:
Adapun hukum orang yang berkurban menjual kulit hewan kurbannya lalu uangnya disedekahkan, maka para ulama berbeda pendapat:
Di antara mereka ada yang membolehkan, dan ini merupakan mazhab Hanafi serta salah satu riwayat dalam mazhab Ahmad.
Sementara jumhur ulama melarangnya.
Dikatakan dalam kitab “Tabyinul Haqaiq” (6/9):
" ولو باعهما بالدراهم ليتصدق بها جاز ; لأنه قربة كالتصدق بالجلد واللحم"
“Seandainya dijual dengan beberapa dirham lalu disedekahkan, maka hal itu dibolehkan, karena hal itu juga termasuk ibadah seperti sedekah dengan kulit atau daging.”
Ibnu Qayim rahimahullah berkata dalam Tuhfatul Maududu Bi Ahkamil Maulud, hal. 89:
" وقال أبو عبد الله بن حمدان في رعايته: ويجوز بيع جلودها وسواقطها ورأسها والصدقة بثمن ذلك ، نص عليه[أي الإمام أحمد]...
قال الخلال: وأخبرني عبد الملك بن عبد الحميد أن أبا عبد الله[يعني الإمام أحمد] قال: إن ابن عمر باع جلد بقرةٍ وتصدق بثمنه.
وقال إسحاق بن منصور: قلت لأبي عبد الله: جلود الأضاحي ما يصنع بها ؟ قال: ينتفع بها ويتصدق بثمنها. قلت: تباع ويتصدق بثمنها ؟ قال: نعم ، حديث ابن عمر " انتهى.
“Abu Abdillah bin Hamdan berkata, ‘Dibolehkan menjual kulitnya, isi perutnya, kepalanya lalu uangnya disedekahkan. Hal ini dinyatakan secara jelas oleh Imam Ahmad.
Al-Khallal berkata: “Telah dikabarkan kepadaku Malik bin Abdul Hamid, bahwa Abu Abdullah (Imam Ahmad) berkata:
‘Sesungguhnya Ibnu Umar menjual kulit sapi.”
Ishaq bin Manshur berkata: aku bertanya kepada Abu Abdillah, ‘Apa yang kita lakukan terhadap kulit hewan kurban?’
Dia berkata: ‘Manfaatkan dan uangnya disedekahkan?’
Aku bertanya: ‘Dijual dan disedekahkan?’ Dia berkata, ‘Ya, sebagaimana hadits Ibnu Umar.”
(Lihat Al-Inshaf, 4/93)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam ‘Nailul Authar’ (5/153):
" اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا: ويصرف ثمنه مصرف الأضحية " انتهى
“Mereka sepakat bahwa dagingnya tidak boleh dijual, demikian pula dengan kulitnya. Sementara Al-Auzai, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan salah satu pandangan dalam mazhab Syafii membolehkannya. Mereka berkata, ‘Hendaknya uangnya disalurkan sebagaimana penyaluran hewan kurban.”[ Selesai kutipan]
KESIMPULAN:
Dilarang menjual bagian apa pun dari hewan kurban. Dan ini hanya berlaku bagi orang yang berkurban dan hasil penjualannya digunakan untuk kemaslahatan pribadi.
Akan tetapi jika yang menjual itu adalah fakir miskin atau yayasan yang menerima kulit atau daging kurban, maka hal tersebut tidak masalah, karena sudah menjadi hak milik mereka.
Adapun jika orang yang berkurban menjual kulit hewan kurban kemudian bersedekah dengan hasil penjualannya kepada fakir miskin, maka ada sebagian ulama yang membolehkan hal tersebut terutama madzhab abu Hanifah dengan alasan kemaslahatan dan agar hasilnya bisa dimanfaatkan oleh para penerimanya. Namun menurut jumhur ulama bahwa hal tersebut dilarang.
Dengan demikian: tidak mengapa memberikan kulit hewan kurban ke lembaga sosial yang akan menjualnya dan uangnya akan disedekahkan.
Ini termasuk proyek yang bermanfaat. Karena kebanyakan orang tidak memanfaatkan kulit hewan kurban. Maka menjualnya dan uangnya disedekahkan akan mewujudkan manfaat yang dituju dalam syariat kurban, yaitu memberikan manfaat bagi kaum fakir. Yang penting terhindar dari larangan, yaitu orang yang berkurban mendapatkan ganti dari sesuatu yang telah dia kurbankan.
PERHATIAN:
Hewan kurban boleh diberikan kepada orang kaya sebagai hadiah. Maka Jika seseorang yang berkurban memberikan kulit kurban kepada orang kaya atau lembaga sosial yang mengumpulkannya sebagai hadiah, maka hal itu tidak mengapa. Kemudian lembaga itu menjualnya dan mensedekahkan uangnya untuk proyek-proyek sosial yang mereka kehendaki.
Wallahua’lam.
![]() |
http://web.tradekorea.com |
0 Komentar