HARAMNYA UANG SEDEKAH DAN SUMBANGAN YANG DIPEROLEH DENGAN SAIFUL HAYA’
(SAIFUL HAYAA' adalah HAL-HAL YANG MEMBUAT SESEORANG MERASA MALU DAN RISIH JIKA TIDAK MEMBERI)
===
Di tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
******
DAFTAR ISI:
- MAKNA DAN DEFINISI SAIFUL HAYAA’:
- HAL-HAL YANG MEMBUAT SESEORANG MERASA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :
- HUKUM MENERIMA SEDEKAH, HADIAH ATAU PEMBERIAN DENGAN SAIFUL HAYAA’
- FATWA PARA ULAMA AKAN HARAMNYA SEDEKAH DAN SUMBANGAN KARENA MALU
- TANPA IZIN, ISTRI BERSEDEKAH DENGAN HARTA SUAMI KARENA TERTEKAN RASA MALU
- BERPENAMPILAN PURA-PURA MISKIN AGAR DIBERI SEDEKAH:
- CARA NABI ﷺ MENGGALANG DANA SEDEKAH DAN
SUMBANGAN
- CONTOH DAN MACAM-MACAM PENGGALANGAN DANA YANG DILAKUKAN NABI ﷺ.
- ANCAMAN ATAS ORANG-ORANG YANG TIDAK MAU MENCARI RIZQI HALAL DAN HIDUPNYA MENJADI BEBAN ORANG LAIN ATAU BERGANTUNG PADA SEDEKAH.
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
===****===
MAKNA DAN DEFINISI "SAIFUL HAYAA’":
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam atas Rasul
Allah beserta keluarga dan para sahabatnya. Ammaa Ba'du:
Makna Istilah سَيْفُ الْحَيَاءِ = pedang bikin rasa malu :
قُوَّةُ الْإِحْرَاجِ
وَالضَّغْطِ الَّذِي قَدْ يَتَسَبَّبُ فِيهِ الْخَجَلُ فِي الضَّغْطِ عَلَى الْغَيْرِ،
فِيمَا يَعْنِي قَدْ يَتَشَابَهُ الْأَخْذُ بِالْحَيَاءِ بِفِعْلِ السَّيْفِ
Yang berarti : bahwa menerima pemberian
dari seseorang karena tertekan rasa malu itu dapat menyerupai : tekanan dengan
pedang ".
Jadi kadang-kadang ada seseorang berharap mendapatkan
pemberian dari orang lain sesuatu yang tidak berhak dia dapatkan, dengan
sengaja dia langsung melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kehormatan dan
rasa malu seseorang.
*****
HAL-HAL YANG MEMBUAT SESEORANG MERASA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :
Berikut ini hal-hal yang dengan سَيْفُ الْحَيَاءِ
[pedang bikin rasa malu], seseorang menjadi malu jika tidak memberi sedekah
atau sumbangan:
Pertama:
أَنْ يَكُونَ الشَّخْصُ
مَثَلًا ذُو سُلْطَةٍ أَوْ قُوَّةٍ يَسْتَحْيِي مِنْهَا الطَّرَفُ الآخَرُ فِي أَنْ
يَرْفُضَ طَلَبَهُ مِثْلَ مُدِيرِ الْعَمَلِ.
Bahwa orang tersebut – misalnya - memiliki wewenang atau
kekuasaan yang membuat pihak lain merasa malu untuk menolak permintaannya,
seperti Kepala Yayasan (atau Kyai).
Kedua:
أَنْ يَكُونَ الشَّخْصُ
ذُو قَرَابَةٍ أَوْ صَدَاقَةٍ أَوْ صِلَةٍ مِثْلَ أَخْذِ شَيْءٍ مِنْ قَرِيبٍ أَوْ
صَدِيقٍ اِعْتِمَادًا عَلَى خَجَلِ قَرِيبِهِ.
Bahwa orang tersebut memiliki hubungan kekerabatan,
persahabatan, atau koneksi. Lalu dia meminta sesuatu kepada kerabat atau teman,
yang dipastikan akan merasa malu jika tidak memberi karena dia masih
kerabatnya.
Ketiga:
الِاعْتِمَادُ عَلَى
حَيَاءِ وَخَجَلِ الطَّرَفِ الْآخَرِ فِي أَخْذِ شَيْءٍ غَيْرِ مُسْتَحَقٍّ.
Dengan mengandalkan penciptaan rasa malu pada pihak lain agar
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
===***===
HUKUM MENERIMA SEDEKAH, HADIAH ATAU PEMBERIAN DENGAN SAIFUL HAYAA’
Adapun Hukum menerima sedekah atau sumbangan dengan
menggunakan cara yang dikenal dengan istilah Saiful Hayaa' [ سَيْفُ الْحَيَاءِ = pedang malu ],
maka dalam hal ini ada sebuah hadits yang menyatakan :
" مَا أُخِذَ
بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ
"
"Apa yang diambil dengan Saiful Hayaa’ / pedang rasa malu
[membuat seseorang orang merasa malu jika tidak memberi], itu adalah haram
".
Syeikh al-Albaani berkata tentang predikat hadits diatas :
( مَا أُخِذَ بِسَيْفِ
الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ ) لَيْسَ حَدِيثًا نَبَوِيًّا، إِنَّمَا هُوَ قَوْلُ بَعْضِهِمْ،
مَعْنَاهُ صَحِيحٌ، وَهُنَاكَ فِي الْحَدِيثِ مَا يُغْنِي عَنْهُ.
وَهَذَا فِي الْوَاقِعِ
مِنْ قِلَّةِ اهْتِمَامِ الْمُسْلِمِينَ وَضَعْفِ عِنَايَتِهِمْ بِأَحَادِيثِ نَبِيِّهِمْ
عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، يُعْرِضُونَ عَنْ حِفْظِ السُّنَّةِ وَيَحْفَظُونَ
مَا لَمْ يَتَكَلَّمْ بِهِ نَبِيُّ السُّنَّةِ، مَاذَا هُنَاكَ؟ مَا يُغْنِي عَنْ ذَاكَ
الْكَلَامِ، أَلَا وَهُوَ قَوْلُهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (لَا يَحِلُّ
مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ).
وَلِذَلِكَ، فَأَنْتَ
أَيُّهَا الْمُسْلِمُ، لَا يَجُوزُ لَكَ أَنْ تَأْخُذَ مَالًا مِنْ أَخِيكَ الْمُسْلِمِ
عَلَى اسْتِحْيَاءٍ مِنْهُ، تَعْرِفُ أَنَّ نَفْسَهُ مَا طَابَتْ لَكَ بِهَذَا الْمَالِ،
فَإِنْ أَنْتَ أَخَذْتَهُ وَتَمَلَّكْتَهُ، فَقَدْ تَمَلَّكْتَ سُحْتًا حَرَامًا.
هَذَا الْحَدِيثُ يُغْنِينَا
عَنْ ذَاكَ الْحَدِيثِ: (لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ).
نَعَمْ۔
(Apa yang diambil dengan pedang rasa malu, itu adalah haram ).
Itu bukan hadits Nabi, melainkan perkataan sebagian dari mereka, namun
maknanya shahih dan benar. Karena di sana ada hadits lain [yang shahih] yang di
dalamnya terdapat makna yang mencukupinya.
Hal ini sebenarnya disebabkan oleh kurangnya perhatian umat Islam dan
lemahnya pemeliharaan mereka terhadap hadits-hadits Nabi mereka ﷺ dan mereka berpaling dari menjaga Sunnah dan melindunginya dari apa yang
tidak pernah di katakan Nabi ﷺ .
Disana ada sebuah hadits yang mencukupi untuk membicarakan hal itu,
yaitu sabda beliau ﷺ:
لاَ يَحِلُّ مَالُ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan
dirinya.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami' no. 7662)
Oleh karena itu, hai orang Islam , tidak halal bagimu mengambil uang
dari saudaramu yang muslim karena malu , sementara anda mengetahui bahwa
jiwanya tidak ikhlas dengan pemberian hartanya itu untukmu .
Jika kamu mengambilnya dan memilikinya, maka kamu memiliki sesuatu yang
haram.
Hadits ini mencukupi kita dari hadits pertama di atas . Kita cukupkan
dengan hadits ini : “Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan
kerelaan dirinya.” YA .
[ Sumber : Silsilah al-Hudaa wan-Nuur , Kaset 950 . Waktu pengindeksan
00:41:35]
Tidak diragukan lagi bahwa Saiful Hayaa' ini termasuk hal-hal yang dilarang sebagaimana dalam hadits shahih yang di sabdakan Nabi ﷺ ketika berkhutbah saat Haji Wada' pada hari-hari Tasyriq.
Dari Abu Hurrah Ar Raqasyi dari Pamannya dia berkata;
كُنْتُ آخِذًا بِزِمَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي أَوْسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَذُودُ عَنْهُ النَّاسَ فَقَالَ:" يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَتَدْرُونَ فِي أَيِّ شَهْرٍ أَنْتُمْ وَفِي أَيِّ يَوْمٍ أَنْتُمْ وَفِي أَيِّ بَلَدٍ أَنْتُمْ ".
قَالُوا: " فِي يَوْمٍ حَرَامٍ وَشَهْرٍ حَرَامٍ وَبَلَدٍ حَرَامٍ ".
قَالَ: " فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَهُ ".
ثُمَّ قَالَ: " اسْمَعُوا مِنِّي تَعِيشُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا أَلَا لَا تَظْلِمُوا إِنَّهُ لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ ".
"Aku memegang tali kekang unta Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam pada pertengahan hari Tasyrik (yaitu tanggal sebelas, dua belas dan tiga belas Dzulhijjah), aku mendesak orang-orang dari beliau.
Beliau bertanya: "Wahai manusia, tahukah kalian di bulan apa kalian sekarang, di hari dan negeri mana kalian sekarang?."
Para sahabat menjawab: "Di hari haram, bulan haram dan negeri haram, "
Beliau bersabda: "Sungguh darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana sucinya hari, bulan dan negeri kalian ini sampai datangnya hari kalian bertemu Allah."
Beliau melanjutkan: "Dengarkanlah aku, hiduplah kalian dan janganlah berbuat kezhaliman, ingatlah jangan berbuat dzalim, Sungguh tidak halal harta seseorang kecuali dengan kerelaan hati darinya......
[HR. Ahmad no. 19774. Di Hasankan oleh al-Albaani].
Dan Rosulullah ﷺ menjelaskan tentang kondisi orang-orang yang layak untuk mencari sedekah dan sumbangan.
Dari Abu Bisyer Qubaishoh bin Al-Mukhoriq RA berkata:
تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَسْأَلُهُ فِيهَا ، فَقَالَ " أَقِمْ يَا قَبِيصَةُ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ " .
قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ: رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ فَاجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكَ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَشْهَدَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ قَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ. فَمَا سِوَى هَذَا مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتٌ يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا "
“Aku menanggung sebuah tanggungan (tanggungan orang lain), maka aku mendatangi Rasulullah ﷺ minta bantuan dana kepadanya untuk tanggungan tersebut, maka Rasulullah ﷺ berkata:
“Diamlah disini hingga datang kepada kami harta shodaqoh [zakat], nanti kami suruh memberikannya padamu".
Kemudian beliau berkata: “Wahai Qubaishoh sesungguhnya meminta bantuan dana itu tidak halal kecuali bagi tiga orang.
Pertama: seseorang yang menanggung tanggungan orang lain (hutang atau diyat) hingga dia mendapatkan dana (untuk membayarnya), kemudian setelah itu dia menahan diri (maksudnya setelah itu tidak boleh meminta lagi).
Kedua: seseorang yang kena hama yang menghancurkan semua hartanya, maka dia boleh meminta dana bantuan sehingga dia mendapat pegangan untuk kehidupannya atau bisa menutupi kehidupannya.
Ketiga: seseorang yang jatuh miskin/bangkrut, dengan kesaksian tiga orang yang betul-betul berakal sehat dari kaumnya (penduduk desa tersebut), seraya mereka menyatakan: Sungguh si Fulan itu telah tertimpa kebangkrutan, maka halal baginya meminta dana bantuan, sehingga dia mendapatkan pegangan hidup atau bisa menutupi kebutuhannya.
Adapun meminta dana bantuan selain dari tiga hal tersebut, wahai Qubaishoh, haram orang yang memakannya juga makanan yang haram.” (HR.Muslim no. 1044)
Makna: تَحَمَّلَ حَمَالَةً / seseorang yang menanggung tanggungan orang lain, yakni:
وَهُوَ الْمَالُ الَّذِي يَتَحَمَّلُهُ الْإِنْسَانُ أَيْ يَسْتَدِينُهُ وَيَدْفَعُهُ فِي إِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ، كَالإِصْلَاحِ بَيْنَ قَبِيلَتَيْنِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَإِنَّمَا تَحِلُّ لَهُ الْمَسْأَلَةُ، وَيُعْطَى مِنَ الزَّكَاةِ بِشَرْطِ أَنْ يَسْتَدِينَ لِغَيْرِ مَعْصِيَةٍ.
"Adalah harta yang ditanggung seseorang, yaitu ia menanggung hutang untuk membiayai perdamaian suatu hubungan, seperti mendamaikan antara dua kabilah dan sebagainya.
Adapun diperbolehkan baginya untuk minta-minta dan boleh diberi zakat, itu dengan syarat dia menanggung hutangnya itu bukan untuk kemaksiatan ". [Baca: Syarah Shahih Muslim Karya Imam an-Nawawi 7/109].
===***===
FATWA PARA ULAMA AKAN HARAMNYA SEDEKAH DAN SUMBANGAN KARENA MALU
****
FATWA PARA ULAMA ANDALUSIA DAN MAROKO:
Dan dalam kitab “ٱلْمِعْيَارُ ٱلْمُعَرَّبُ لِفَتَاوَى عُلَمَاءِ ٱلْأَنْدَلُسِ وَٱلْمَغْرِبِ” (2/230) [standar
ekspresif untuk fatwa para ulama Andalusia dan Maroko] karya Abu Isa
al-Waazini, disebutkan bahwa Para fuqaha berkata:
فِي الصَّدَقَةِ
إِذَا طُلِبَتْ مِنَ الْمُتَصَدِّقِ وَفُهِمَ مِنْ حَالِهِ أَنَّهُ أَعْطَاهَا حَيَاءً
وَخَجَلًا أَوْ غَيْرَ طَيِّبِ النَّفْسِ، أَنَّهَا لَا تَحِلُّ لِلْمُتَصَدَّقِ عَلَيْهِ.
اهـ.
“dalam sedekah, jika itu diminta dari pemberi sedekah dan dia
memahami dari kondisinya bahwa dia memberikan sedekah itu karena rasa malu, gelisah
atau perasan tidak enak, maka itu tidak halal bagi penerima sedekah. [Selesai].
Dan ini di kutip pula oleh Ibnu 'Ulaisy dalam kitab:
فَتْحُ ٱلْعَلِيِّ
ٱلْمَالِكِ فِي ٱلْفَتْوَى عَلَىٰ مَذْهَبِ ٱلْإِمَامِ مَالِكٍ عَنْ ٱبْنِ لُبِّ ٱلْأَنْدَلُسِيِّ
Fath Al-Ali Al-Malik dalam Fatwa
tentang Madzhab Imam Malik dari Ibnu Lubb Al -Andalusi.
****
FATWA ABU BAKAR UTSMAN AL-BAKRI:
Abu Bakar Utsman bin Syatho al-Bakri dalam (إِعَانَةُ ٱلطَّالِبِينَ)
3/162-163 berkata :
لَوْ أَخَذَ مَالَ غَيْرِهِ
بِالْحَيَاءِ، كَانَ لَهُ حُكْمُ الْغَصْبِ، فَقَدْ قَالَ الْغَزَالِيُّ: مَنْ طَلَبَ
مِنْ غَيْرِهِ مَالًا فِي الْمَلَإِ، أَيِ الْجَمَاعَةِ مِنَ النَّاسِ، فَدَفَعَهُ
إِلَيْهِ لِبَاعِثِ الْحَيَاءِ، لَمْ يَمْلِكْهُ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ
فِيهِ. وَهُوَ مِنْ بَابِ أَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ۔
"Jika dia mengambil harta orang lain karena malu, maka baginya sama
dengan hukum ghashab [perampasan], karena Imam Al-Ghazali berkata:
" Siapa pun yang meminta harta kepada orang lain di depan khalayak
manusia , yaitu sekelompok orang, lalu dia memberikannya kepadanya karena
dorongan rasa malu , maka dia tidak berhak memilikinya dan tidak halal baginya
untuk mengelola harta tsb . Dan itu masuk dalam katagori memakan harta manusia
dengan cara yang bathil [ tidak sah]".
****
FATWA IBNU HAJAR AL-HAITAMI ulama madzhab ASY-SYAFI'I :
Ibnu Hajar al-Haytami mengatakan dalam ("ٱلْفَتَاوَى ٱلْفِقْهِيَّةُ ٱلْكُبْرَى ") 2/364:
أَلَا تَرَىٰ إِلَىٰ
حِكَايةِ ٱلْإِجْمَاعِ عَلَىٰ أَنَّ مَنۡ أَخَذَ مِنْهُ شَيۡءٖا عَلَىٰ سَبِيلِ ٱلْحَيَاءِ
مِنْ غَيْرِ رِضَاٰ مِّنْهُ بِذَٰلِكَ لَا يَمْلِكُهُ ٱلۡءَاخِذُ، وَعَلَّلُوهُ بِأَنَّ
فِيهِ إِكْرَاهًا بِسَيْفِ ٱلْحَيَاءِ، فَهُوَ كَالإِكْرَاهِ بِالسَّيْفِ ٱلْحَسِّيِّ۔اهـ.
Apakah Anda tidak melihat riwayat Ijma': bahwa siapa pun yang
mengambil sesuatu darinya karena rasa malu tanpa kerelaan hatinya dengan
sedekah itu, maka si pengambil tsb tidak berhak memilikinya. Mereka mencela
perbuatan tsb karena di dalamnya terdapat unsur pemaksaan dengan Saiful Hayaa'
[pedang rasa malu] ; maka dia mirip seperti dipaksa dengan pedang sungguhan
[Selesai]
Di Halaman Lain 3/377 Ibnu Hajar al-Haitsami berkata:
قَدْ صَرَّحَ ٱلْأَئِمَّةُ
فِي ٱلْمَهْدِيِّ حَيَاءً، وَلَوْلَا ٱلْحَيَاءِ لَمَا أَهْدَىٰ، أَوْ خَوْفَ ٱلْمَذَمَّةِ،
وَلَوْلَا خَوْفَهَا لَمَا أَهْدَىٰ، بِأَنَّهُ يُحَرَّمُ أَكْلُ هَدِيَّتِهِ؛ لِأَنَّهُ
لَمْ يُسْمَحْ بِهَا فِي ٱلْحَقِيقَةِ، وَكُلُّ مَا قَامَتِ ٱلْقَرِينَةُ ٱلظَّاهِرَةُ
عَلَىٰ أَنَّ مَالِكَهُ لَا يُسْمِحُ بِهِ لَا يَحِلُّ تَنَاوُلُهُ. اهْـ.
Para imam telah menyatakan dengan tegas tentang: Pemberi
Hadiah yang memberinya itu karena rasa malu, dan jika bukan karena rasa malu maka
dia tidak akan memberi hadiah. Atau karena takut dicela, dan jika bukan karena
takut di cela, maka dia tidak akan memberi hadiah.
Maka hukum hadiah seperti ini adalah HARAM untuk dimakan ;
Karena sesungguhnya dia itu pada hakikatnya tidak mengizinkannya, dan segala
sesuatu yang terdapat qorinah [tanda-tanda] yang menunjukkan bahwa pemiliknya
itu tidak mengizinkannya, maka tidak halal untuk memakannya [Selesai].
****
FATWA AL-QOLYUBI:
Asy-Syihab Al-Qalyubi dalam "حَاشِيَةُ ٱلْقَلِيبِيُّ (3/448) menyatakan:
أَنَّ ٱلْهَدَايَا
لِخَوْفٍ أَوْ حَيَاءِ لَهَا حُكْمُ ٱلْغَصْبِ. اهْـ.
Bahwa hadiah-hadiah yang diberikan karena rasa khawatir atau
rasa malu ; maka ini hukum nya sama dengan perampasan ".
FATWA IBNU AL-JAUZI:
Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furuu' 3/452:
قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ
فِي الْمِنْهَاجِ: وَإِنْ أَخَذَ مِمَّنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ إِنَّمَا أَعْطَاهُ حَيَاءً
لَمْ يَجُزْ أَخْذُهُ، وَيَجِبُ رَدُّهُ إِلَىٰ صَاحِبِهِ. اهـ.
Ibnu al-Jawzi berkata dalam al-Minhaj: Jika dia mengambil
sesuatu dari seseorang yang diketahui bahwa dia memberinya hanya karena malu ;
maka tidak boleh mengambilnya, dan wajib dikembalikan kepada pemiliknya
[Selesai]
***
FATWA IBNU AL-QOYYIM:
Ibnu al-Qayyim dalam مَدَارِجُ ٱلسَّٰلِكِينَ (1/456) membagi makanan-makanan yang DIHARAMKAN menjadi dua
macam:
مُحَرَّمَاتٌ
لِحَقِّ اللَّهِ، كَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ، وَلَحْمِ الْخِنْزِيرِ، وَذِي النَّابِ
مِنَ السِّبَاعِ وَالْمِخْلَبِ مِنَ الطَّيْرِ وَمُحَرَّمَاتٌ لِحَقِّ الْعِبَادِ،
كَالْمَسْرُوقِ وَالْمَغْصُوبِ وَالْمَنْهُوبِ، وَمَا أُخِذَ بِغَيْرِ رِضَا
صَاحِبِهِ، إِمَّا قَهْرًا وَإِمَّا حَيَاءً وَتَذَمُّمًا. اهـ.
Pertama: yang diharamkan karena adanya hak Allah, seperti
bangkai, darah, babi, binatang bertaring yang buas, dan burung bercakar tajam.
Kedua: yang diharamkan karena adanya hak-hak manusia, seperti
makanan yang dicuri, dirampas, dijarah, dan apa diambil tanpa keridhoan pemiliknya,
baik dengan pemaksaan, atau dengan RASA MALU dan TAKUT DICELA [Selesai].
****
FATWA MAR'AA BIN YUSUF AL-HANBALI DAN LAINNYA:
Mar'aa bin Yusuf al -Hanbali mengatakan dalam " دَلِيلُ ٱلطَّٰلِبِ " hal. 193:
إِنْ عَلِمَ أَنَّهُ
أُهْدِيَ حَيَاءً وَجَبَ ٱلرَّدُّ. اهـ.
Jika seseorang mengetahu bahwa dia diberi hadiah karena rasa
malu, maka dia wajib mengembalikannya ". [Baca pula: نَيْلُ ٱلْمَآرِبِ بِشَرْحِ دَلِيلُ
ٱلطَّٰلِبِ
hal. 237]
Begitu pula sama dengan yang dikatakan oleh Al-Ba'lii [البعلي] dalam "كشف المخدرات", Al-Bahuuti
dalam " شرح منتهى الإرادات " dan
Al-Rahibani dalam " مطالب أولي
النهى
". Dan juga Ibnu Dhowyaan dalam Manar As-Sabil.
Dan mereka mengutip dari Ibnu Al-Jawzi yang menyetujui itu dan
dia mengatakan:
لِأَنَّ ٱلْمَقَاصِدَ
فِي ٱلْعُقُودِ عِندَنَا مُعْتَبَرَةٌ. اهـ
“Karena niat dan tujuan dalam semua akad itu menurut kami
adalah yang mu'tabar [yang dianggap]".
***
FATWA SYEIKH AS-SA'DI
Dalam kitab :
ٱلْقَوَاعِدُ وَٱلْأُصُولُ
ٱلْجَامِعَةُ وَٱلْفُرُوقُ وَٱلتَّقَاسِيمُ ٱلْبَدِيعَةُ ٱلنَّافِعَةُ
Syekh As- Sa'di [guru
Syeikh Ibnu al-'Utsaimin] mengatakan:
ٱلْقَاعِدَةُ ٱلثَّانِيَةُ:
ٱلْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ ٱلْمَقَاصِدِ، فَمَا لَا يَتِمُّ ٱلْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ
فَهُوَ وَاجِبٌ. وَمَا لَا يَتِمُّ ٱلْمَسْنُونُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ مَسْنُونٌ. وَطُرُقُ
ٱلْحَرَامِ وَٱلْمَكْرُوهَاتِ تَابِعَةٌ لَهَا وَوَسِيلَةُ ٱلْمُبَاحِ مُبَاحٌ. وَيَتَفَرَّعُ
عَلَيْهَا أَنْ تَوَابِعَ ٱلْأَعْمَالِ وَمُكَمِّلَاتِهَا تَابِعَةٌ لَهَا. اهـ.
Kaidah kedua:
Hukum Masing-masing wasilah itu berdasarkan maksud dan tujuan,
Jadi apa saja yang tidak bisa dipenuhi tanpa hal tertentu ; maka hal itu
menjadi kewajiban.
Dan apa saja dari amalan Sunnah jika tidak bisa dilaksanakan
kecuali hal tertentu, maka hal tertentu itu adalah Sunnah.
Dan jalan-jalan yang menuju kepada yang haram dan yang makruh
maka akan mengikutinya hukumnya, dan begitu pula jalan-jalan yang menuju kepada
yang halal ; maka itu halal.
Dan bercabang darinya: bahwa segala sesuatu yang berfungsi
sebagai pelengkap sebuah amalan ; maka hukumnya ikut padanya". [Selesai]
[Baca: كِتَابُ شَرْحِ
ٱلْقَوَاعِدِ ٱلسَّعْدِيَّةِ
karya Abdul Muhsin az-Zaamil 1/39]
Lalu Syekh As- Sa'di melanjutkan perkataannya:
وَمِنْ فُرُوعِهَا
أَنَّ مَنۡ أَهْدَىٰ حَيَاءً أَوْ خَوْفًا وَجَبَ عَلَىٰ ٱلْمُهْدَىٰ إِلَيْهِ ٱلرَّدُّ
أَوْ يُعَوِّضُهُ عَنْهَا. اهـ.
Dan salah satu dari cabang-cabangnya adalah: barang siapa
memberikan hadiah karena malu atau takut, maka wajib bagi orang yang diberi
hadiah untuk mengembalikannya atau menggantinya [Selesai]
****
FATWA DALAM ENSIKLOPEDIA FIQIH KUWAIT:
Dalam ("ٱلْمُوسُوعَةُ ٱلْفِقْهِیَّةُ") (24/258) disebutkan:
8 - مِنْ أَنْوَاعِ
السُّحْتِ مَا أُخِذَ بِالْحَيَاءِ وَلَيْسَ عَنْ طِيبِ نَفْسٍ كَمَنْ يَطْلُبُ
مِنْ غَيْرِهِ مَالاً بِحَضْرَةِ النَّاسِ فَيَدْفَعُ إِلَيْهِ الشَّخْصُ
بِبَاعِثِ الْحَيَاءِ وَالْقَهْرِ. اهـ.
Salah satu jenis yang HARAM adalah sesuatu yang diambil dengan
cara membuat seseorang merasa malu jika tidak memberinya dan bukan muncul dari
hati yang ridho, seperti seseorang yang meminta harta kepada orang lain di
hadapan orang-orang, lalu orang itu memberikan kepadanya karena malu dan
terpaksa.
Dan pada halaman lain dari ٱلْمُوسُوعَةُ ٱلْفِقْهِیَّةُ (18/263) disebutkan:
صَرَّحَ
الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ أَنَّهُ: إِذَا أَخَذَ مَال غَيْرِهِ بِالْحَيَاءِ
كَأَنْ يَسْأَل غَيْرَهُ مَالاً فِي مَلأٍ فَدَفَعَهُ إِلَيْهِ بِبَاعِثِ
الْحَيَاءِ فَقَطْ، أَوْ أُهْدِيَ إِلَيْهِ حَيَاءً هَدِيَّةً يَعْلَمُ
الْمُهْدَى لَهُ أَنَّ الْمُهْدِي أَهْدَى إِلَيْهِ حَيَاءً لَمْ يَمْلِكْهُ،
وَلَا يَحِل لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ، وَإِنْ لَمْ يَحْصُل طَلَبٌ مِنَ الآْخِذِ،
فَالْمَدَارُ مُجَرَّدُ الْعِلْمِ بِأَنَّ صَاحِبَ الْمَال دَفَعَهُ إِلَيْهِ
حَيَاءً، وَلَا مُرُوءَةً، وَلَا لِرَغْبَةٍ فِي خَيْرٍ.
وَمِنْ هَذَا:
لَوْ جَلَسَ عِنْدَ قَوْمٍ يَأْكُلُونَ طَعَامًا، وَسَأَلُوهُ أَنْ يَأْكُل
مَعَهُمْ، وَعَلِمَ أَنَّ ذَلِكَ لِمُجَرَّدِ حَيَائِهِمْ، لَا يَجُوزُ لَهُ
أَكْلُهُ مِنْ طَعَامِهِمْ، كَمَا يَحْرُمُ عَلَى الضَّيْفِ أَنْ يُقِيمَ فِي
بَيْتِ مُضِيفِهِ مُدَّةً تَزِيدُ عَلَى مُدَّةِ الضِّيَافَةِ الشَّرْعِيَّةِ
وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَيُطْعِمُهُ حَيَاءً
Madzhab Syafi'i dan Hanbali menyatakan dengan tegas:
Bahwa jika seseorang mengambil harta orang lain dengan cara
membuat orang tsb malu jika tidak memberinya, seperti sesorang meminta harta
pada orang lain dihadapan khalayak ramai lalu dia memberikannya kepadanya hanya
karena malu.
Atau dia memberi hadiah pada seseorang karena malu jika tidak
memberi, dan orang yang menerima hadiah tsb mengetahui bahwa hadiah yang
diberikan kepadanya itu dengan rasa malu, maka dia tidak boleh memilikinya dan
tidak boleh baginya menggunakannya, meskipun tidak ada permintaan dari si
penerima sama sekali.
Karena kisaran ilat pengharamannya adalah dia mengetahui bahwa
pemilik harta tsb memberikannya karena malu, bukan timbul dari etikanya dan
bukan terdorong oleh rasa keinginan untuk berbuat baik.
Dan dari sini: Jika seseorang duduk dengan orang-orang yang
sedang makan-makan, dan mereka berbasa basi mengajaknya agar dia makan bersama
mereka, sementara dia tahu bahwa itu hanyalah berbasa basi karena malu jika
tidak menawarinya ; maka tidak boleh baginya ikut memakan makanan mereka.
Sama halnya dilarang pula bagi seorang tamu untuk tinggal di
rumah tuan rumahnya untuk jangka waktu yang melebihi jangka waktu yang di
syariatkan bermalamnya tamu yaitu tiga hari, lalu tuan rumah memberikan
hidangan karena malu dan tidak enak hati ".
===*****===
TANPA IZIN, ISTRI BERSEDEKAH DENGAN HARTA SUAMI KARENA TERTEKAN RASA MALU
Akan semakin parah hukumnya jika hal itu terjadi dari harta
suami tanpa persetujuannya, maka tidak halal bagi seorang wanita memberikan
harta suaminya kepada siapapun tanpa izinnya, sekalipun berupa sedekah, kecuali
jika tidak menimbulkan kerusakan dalam keluarganya seperti bersedekah dengan
nilai dan jumlah yang sederhana yang biasanya suaminya merasa ridho dengannya.
Dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
إِذَا
أَنْفَقَتْ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا
أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ
مِثْلُ ذَلِكَ لَا يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا
"Jika seorang wanita bershadaqah dari makanan yang ada di
rumah (suami) nya tanpa menimbulkan kerusakan ; maka baginya pahala atas apa
yang diinfaqkan dan bagi suaminya pahala atas apa yang diusahakannya.
Demikian juga bagi seorang penjaga harta [zakat] (akan
mendapatkan pahala) dengan tidak dikurangi sedikitpun pahala masing-masing dari
mereka".
[HR. Bukhori no. 1336 dan Muslim no. 1700]
Imam Nawawi berkata dalam syarah Shahih Muslim 7/113:
وَمَعْلُومٌ أَنَّهَا
إِذَا أَنْفَقَتْ مِنْ غَيْرِ إِذْنٍ صَرِيحٍ وَلَا مَعْرُوفٍ مِنَ الْعُرْفِ
فَلَا أَجْرَ لَهَا بَلْ عَلَيْهَا وِزْرٌ فَتَعَيَّنَ تَأْوِيلُهُ.
وَاعْلَمْ أَنَّ هَذَا كُلَّهُ مَفْرُوضٌ فِي قَدْرٍ يَسِيرٍ يُعْلَمُ رِضَا
الْمَالِكِ بِهِ فِي الْعَادَةِ فَإِنْ زَادَ عَلَى الْمُتَعَارَفِ لَمْ يَجُزْ
Dan hal yang maklum bahwa seorang istri jika menginfaq-kan
[harta suami] tanpa idzin yang jelas, dan menginfaq-kannya berlebihan tidak
sesuai kebiasaan yang sudah menjadi tradisi dalam bersedekah ; maka baginya
tidak mendapatkan pahala, bahkan dosa atas dirinya. Dan bisa dipastikan
pentakwilannya seperti ini.
Dan ketahuilah bahwa semuanya itu diperintahkan untuk
bersedekah [tanpa izin suami] dalam jumlah yang sedikit, yang biasanya dengan
jumlah tersebut pemilik nya merasa ridho untuk di sedekahkan. Namun jika jumlah
yang di sedekakannya itu melebihi kebiasaan ; maka hukumnya tidak boleh ".
[Selesai kutipan dari Imam Nawawi]
Dan Imam Nawawi berkata:
وَاعْلَمْ
أَنَّ الْمُرَادَ بِنَفَقَةِ الْمَرْأَةِ وَالْعَبْدِ وَالْخَازِنِ النَّفَقَةُ
عَلَى عِيَالِ صَاحِبِ الْمَالِ وَغِلْمَانِهِ وَمَصَالِحِهِ وقَاصِدِيْه مِنْ
ضَيْفٍ وَابْنِ سَبِيلٍ وَنَحْوِهِمَا وَكَذَلِكَ صَدَقَتُهُمُ الْمَأْذُونُ
فِيهَا بِالصَّرِيحِ أَوِ الْعُرْفِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Dan ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan nafkah yang dikeluarkan
oleh seorang istri, budak, dan penjaga gudang harta [bendahara] adalah nafkah
untuk keluarga pemilik harta tersebut, anak-anaknya, untuk kemaslahatan
pemiliknya, untuk orang yang datang padanya seperti tamu, pengemis dan yang
semisalnya.
Dan begitu pula Sedekah Yang di idzinkan pemiliknya dengan
jelas atau berdasarkan tradisi dan kebiasaan. Wallahu A'lam ".
Yang benar Saling tolong menolong dalam bersedekah dan segala
macam kebajikan itu adalah dengan cara memberikan motivasi harapan pahala dan surga,
bukan dengan cara membuat seseorang merasa tidak enak hati, gelisah dan merasa
malu jika tidak memberi, karena tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang
buruk.
Dan ada Qaidah yang mengatakan:
ٱلْوَسَائِلُ لَهَا
أَحْكَامُ ٱلْمَقَاصِدِ
"Wasilah atau Sarana itu Bergantung pada Hukum Yang di
Maksud dan di Tuju"
Dengan kaidah ini kita ketahui bahwa:
Sarana untuk perbuatan wajib maka hukumnya adalah wajib.
Sarana untuk perbuatan sunnah adalah sunnah.
Sarana terwujudnya suatu keharaman adalah haram.
Sarana untuk perbuatan makruh adalah makruh.
Al-Wasaail [ٱلْوَسَائِلُ] adalah jamak dari وَسِيلَةٌ. Yakni sesuatu yang mengantarkan kepada sesuatu lainnya
(tujuannya).
Al-Maqooshid [ٱلْمَقَاصِدِ]
adalah jamak dari مَقْصَدٌ yakni tujuan. Dan
yang dimaksud di sini: sesuatu yang dituntut.
Makna kaidah tersebut:
Hukum dari suatu hal yang menjadi tujuan tersebut berlaku pula
kepada sarana yang mengantarkan pada tujuan tersebut.
Allah SWT berfirman:
{وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. [QS.
Al-Maidah: 2]
===***===
BERPENAMPILAN PURA-PURA MISKIN AGAR DIBERI SEDEKAH:
Dari Abdullah bin Masud, semoga Allah meridhoinya, dia
berkata:
تُوُفِّيَ رَجُلٌ
مِنْ أَهْلِ ٱلصُّفَّةِ، فَوَجَدُوا فِي شَمْلَتِهِ دِينَارَيْنِ، فَذَكَرُوا ذَٰلِكَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «كَيَّتَانِ».
Seorang pria dari Ahlush Shuffah meninggal, dan mereka
menemukan dua dinar di dalam baju mantel nya, lalu mereka menuturkannya pada
Nabi ﷺ.
Maka beliau ﷺ berkata: " Dia meninggalkan
dua sulutan (besi yang membara)".
[HR. Ahmad (4367) dan kata-katanya adalah miliknya,
al-Thayaalaisi (355), al-Bazzar (1716) dan Ibnu Hibbaan dalam Shahihnya]
Al-Mundziri berkata: "Sanadnya adalah Shahih, Hasan, atau
yang mendekati keduanya"
Dan al-Albaani berkata: " Shahih lighoirihi, hasan Shahih
". [Baca: Shahih at-Targhiib wat Tarhiib 1/555 no. 935 dan 936]
Siapakah Ahlush Shuffah itu ?
هُمۡ فُقَرَاءُ
ٱلْمُهَاجِرِينَ ٱلَّذِينَ جَاءُوا ٱلْمَدِينَةَ وَلَا مَأْوَىٰ لَهُمْ بَعْدَ أَنْ
أَجْبَرَهُمُ ٱلْمُشْرِكُونَ عَلَىٰ تَرْكِ أَمْوَالِهِمْ وَثَرْوَاتِهِمْ فِي مَكَّةَ،
حِينَمَا أَرَادُوا ٱلْفِرَارَ بِدِينِهِمْ مِنْ طُغْيَانِ ٱلْمُشْرِكِينَ.
Mereka adalah Para sahabat yang faqir dari kalangan muhajirin
yang hijrah ke Madinah dan tidak memiliki tempat tinggal setelah kaum musyrikin
memaksa mereka untuk meninggalkan harta dan kekayaan mereka di Mekah, ketika
mereka hendak hijrah untuk menyelamatkan agamanya dari kekejaman kaum
musyrikin.
Al-Mundziri dalam at-Targhib wat Tarhiib no. 1195 menyebutkan:
“Dari Ibnu Mas’ud bin ‘Amr RA [koreksi dari al-Albaani dlm
ash-Shahiihah no. 3483: bahwa yang benar adalah dari Abu Hurairah RA. PEN.]
dari Nabi ﷺ:
أَنَّهُ أُتِيَ
بِرَجُلٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ فقَالَ: «كَمْ تَرَكَ؟». قَالُوا: دِينَارَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةً.
قَالَ: «تَرَكَ كَيَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَ كَيَّاتٍ»
"فَلَقِيتُ
عَبْدَ اللهِ بْنَ الْقَاسِمِ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ
فَقَالَ: "ذَاكَ رَجُلٌ كَانَ يَسْأَلُ النَّاسَ تَكَثُّرًا".
Bahwasannya telah didatangkan seorang laki-laki kepada beliau ﷺ agar beliau menshalatinya.
Lantas beliau bersabda:“Berapa harta yang dia tinggalkan?’
Mereka berkata: " Dua dinar atau Tiga dinar.”
Maka beliau bersabda: ‘Dia meninggalkan tiga sulutan (besi
yang membara).”
Perawi berkata: ‘Maka akupun menemui ‘Abdullah bin al-Qasim,
Maula Abu Bakar, lalu aku sebutkan hal itu kepadanya.
Lantas dia berkata kepadanya: ‘Itu adalah laki-laki yang biasa
meminta-minta kepada manusia untuk memperbanyak harta.”
(HR. al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iimaan (3239) dari Abu
Hurairah)
Hadits ini di hukumi Shahih Lighoirihi oleh Syekh al-Albaani.
Dan Hadits ini telah di takhrij oleh al-Albaani dlam ash-Shohiihah no. 3483 dan
Shahih at-Targhib wat Tarhiib 1/488 no. 801.
KENAPA DIA DI ADZAB ???:
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata:
"وَإِنَّمَا كَانَ
كَذَٰلِكَ؛ لِأَنَّهُ ٱدَّخَرَ مَعَ تَلَبُّسِهِ بِٱلْفَقْرِ ظَاهِرًا، وَمُشَارَكَتِهِ
ٱلْفُقَرَاءَ فِيمَا يَأْتِيهِمْ مِنَ ٱلصَّدَقَةِ. وَٱللَّهُ أَعْلَمُ".
“Dan adapun kenapa dia bisa seperti itu, karena dia itu memiliki
simpanan harta namun dia menampakan dirinya pura-pura miskin agar dia bisa
bergabung dengan para fakir miskin ketika datang pembagian shodaqoh [Zakat].
Wallaahu a’lam “. [Baca: Shahih at-Targhiib wat Tarhiib 1/555]
===*****===
CARA NABI ﷺ
MENGGALANG DANA
SEDEKAH DAN SUMBANGAN
Ada beberapa kriteria yang Nabi ﷺ
lakukan ketika
menggalang dana sedekah dan sumbangan, diantaranya adalah sbb:
Pertama: Untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan
pribadi, keluarga dan kelompoknya.
Kedua: Di tujukan kepada khalayak umum, bukan pada individu
dan kelompok tertentu.
Ketiga: Untuk hal-hal yang darurat, seperti kelaparan,
kehausan, sarana Ibadah dan jihad fi sabillah.
Keempat: Memberikan motivasi sedekah dengan pahala akhirat,
surga dan ridho Allah.
Kelima: Tidak menekan perasaan seseorang dengan cara apapun,
termasuk tidak membuat seseorang merasa malu jika tidak memberi.
Penggalangan dana yang Rosulullah ﷺ
lakukan adalah
dalam rangka untuk kepentingan umum, seperti untuk kemanusian karena kelaparan,
kemiskinan dan bencana. Atau pembangunan masjid. Atau pengeboran air minum
untuk umum. Atau pengadaan persenjataan dan kendaraan militer utk persiapan
perang fii sabilillah. Dan lain-lain.
*****
CONTOH DAN MACAM-MACAM PENGGALANGAN
DANA YANG DILAKUKAN NABI ﷺ.
Pertama: menggalang dana kemanusiaan untuk suatu kaum yang ditimpa
kelaparan dan kemiskinan:
Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
كُنَّا عِنْدَ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي صَدْرِ النَّهَارِ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ
مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوْ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ
مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لِمَا
رَأَى بِهِمْ مِنْ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ
وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
تَصَدَّقَ رَجُلٌ
مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ
تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ
الْأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ
قَالَ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ
وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ
مُذْهَبَةٌ
مَنْ سَنَّ
سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ
أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ
سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ
أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ
di pagi hari.
Lalu datanglah satu kaum yang bertelanjang kaki, bertelanjang dada, berpakaian
kulit domba yang sobek-sobek atau hanya mengenakan pakaian luar dengan
menyandang pedang. Umumnya mereka dari kabilah Mudhar atau seluruhnya dari
Mudhar.
Lalu wajah Rasulullah ﷺ
berubah ketika
melihat kefakiran mereka. Beliau masuk rumah kemudian keluar dan memerintahkan
Bilal untuk mengumandangkan adzan. Lalu Bilal mengumandangkan adzan dan iqamah.
Kemudian beliau shalat. Setelah shalat beliau berkhutbah
seraya membaca ayat:
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb kalian yang
telah menciptakan kalian dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak.
Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (QS.
An-Nisa: 1)
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
“Bersedekahlah seseorang dengan dinarnya, dirhamnya,
pakaiannya, satu sho’ kurmanya", sampai beliau berkata: " walaupun
separuh kurma ! ".
Jarir berkata:
“Lalu seorang dari Anshar datang membawa sebanyak shurroh,
hampir-hampir telapak tangannya tidak mampu memegangnya, bahkan tidak mampu.”
Jarir berkata:
“Kemudian berturut-turut orang memberi sampai aku melihat
makanan dan pakaian seperti dua bukit, sampai aku melihat wajah Rasulullah ﷺ bersinar seperti emas (karena kegembiraan).
Lalu Rasulullah ﷺ
bersabda:
مَنْ سَنَّ
سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ
أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ
سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ
أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memulai suatu amalan yang baik, lalu
diamalkan oleh orang sesudahnya, maka baginya pahala semisal pahala orang-orang
yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi pahala yang mereka
peroleh.
Sebaliknya, barangsiapa yang memulai suatu amalan yang jelek,
lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka baginya dosa semisal dosa
orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR.
Muslim, no. 1017)
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan tentang
hadits di atas:
فِيهِ: الْحَثّ
عَلَى الِابْتِدَاء بِالْخَيْرَاتِ وَسَنّ السُّنَن الْحَسَنَات ، وَالتَّحْذِير
مِنْ اِخْتِرَاع الْأَبَاطِيل وَالْمُسْتَقْبَحَات
“Di dalamnya jadi dalil untuk menjadi pendahulu dan pelopor
amalan baik. Hadits ini juga jadi peringatan akan bahayanya membuat suatu
kebatilan dan perbuatan jelek yang tidak ada contoh sebelumnya.” [Syarah Shahih
Muslim 7/84]
Kedua: menggalang dana untuk pembangunan dan perluasan Masjid:
Dari Tsumamah bin Hazn Al Qusyairi dia berkata ; Bahwa Utsman
bin Affaan berkata:
أَنْشُدُكُمْ
بِاللَّهِ وَالْإِسْلَامِ هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ الْمَسْجِدَ ضَاقَ بِأَهْلِهِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ يَشْتَرِي بُقْعَةَ آلِ فُلَانٍ فَيَزِيدَهَا فِي
الْمَسْجِدِ بِخَيْرٍ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي
“Saya bertanya kepada kalian dan bersumpah dengan nama Allah
dan Islam: apakah kalian mengetahui bahwa dulu masjid telah sesak dengan
penghuninya kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ يَشْتَرِي
بُقْعَةَ آلِ فُلَانٍ فَيَزِيدَهَا فِي الْمَسْجِدِ بِخَيْرٍ مِنْهَا فِي
الْجَنَّةِ
"Siapakah yang membeli lahan keluarga Fulan kemudian
menambahkannya di masjid, dengan kebaikannya itu maka ia masuk Syurga?."
Lalu saya membelinya dari hartaku secara murni
[HR. Turmudzi no. 3636, an-Nasaa'i dlm as-Sunan ash-Shughroo
no. 6137, Ibnu Majah no. 314, Ahmad no. 416, Ibnu Khuzaimah no. 2290, Ibnu
Hibbaan no. 7042 dan al-Haakim no. 1476].
Di Shahihkan oleh al-Hakim, Khuzaimah, Ibnu Hibbaan dan
al-Albaani dalam Irwaa' al-Gholiil 6/39 dan Shahih Sunan Tirmidzi no. 2921.
Ketiga: menggalang dana untuk pengadaan sumur sebagai sumber air
minum.
Dari Tsumamah bin Hazn Al Qusyairi dia berkata ; Bahwa Utsman
bin Affaan berkata:
أَنْشُدُكُمْ
بِاللَّهِ وَالْإِسْلَامِ هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَدِمَ
الْمَدِينَةَ وَلَيْسَ بِهَا مَاءٌ يُسْتَعْذَبُ غَيْرَ بِئْرِ رُومَةَ فَقَالَ
مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ
بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي
"Saya bertanya kepada kalian dan bersumpah dengan nama
Allah dan Islam, apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam datang ke Madinah dan tidak ada padanya air segar selain sumur Raumah
(nama sumur di Madinah).
Kemudian beliau ﷺ
bersabda:
مَنْ يَشْتَرِي
بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ
مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ
"Barang siapa yang membeli sumur Raumah kemudian
menjadikan embernya sama dengan ember orang-orang muslim, oleh kebaikannya itu
maka ia akan berada dalam Surga."
Lalu saya membelinya dari hartaku secara murni.
[HR. Turmudzi no. 3636, an-Nasaa'i dlm as-Sunan ash-Shughroo
no. 6137, Ibnu Majah no. 314, Ahmad no. 416, Ibnu Khuzaimah no. 2290, Ibnu
Hibbaan no. 7042 dan al-Haakim no. 1476].
Di Shahihkan oleh al-Hakim, Khuzaimah, Ibnu Hibbaan dan
al-Albaani dalam Irwaa' al-Gholiil 6/39 dan Shahih Sunan Tirmidzi no. 2921.
Dan Ibnu Abdil Barr berkata:
وَاشْتَرَىٰ عُثْمَانُ
رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ بِئْرَ رُومَةَ، وَكَانَتْ رَكِيَّةً لِيَهُودِيٍّ يَبِيعُ ٱلْمُسْلِمِينَ
مَاءَهَا، فَقَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ يَشْتَرِي
رُومَةَ فَيَجْعَلَهَا لِلْمُسْلِمِينَ يَضْرِبُ بِدَلْوِهِ فِي دِلَائِهِمْ، وَلَهُ
بِهَا مَشْرَبٌ فِي ٱلْجَنَّةِ؟ فَأَتَىٰ عُثْمَانُ ٱلْيَهُودِيَّ فَسَاوَمَهُ بِهَا،
فَأَبَىٰ أَنْ يَبِيعَهَا كُلَّهَا، فَاشْتَرَىٰ نِصْفَهَا بِٱثْنَيْ عَشَرَ أَلْفَ
دِرْهَمٍ، فَجَعَلَهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُ:
إِنْ شِئْتَ جَعَلْتُ عَلَىٰ نَصِيبِي قَرِيَتَيْنِ، وَإِنْ شِئْتَ فَلِي يَوْمٌ وَلَكَ
يَوْمٌ. قَالَ: بَلْ لَكَ يَوْمٌ وَلِي يَوْمٌ. فَكَانَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عُثْمَانَ
ٱسْتَقَى ٱلْمُسْلِمُونَ مَا يَكْفِيهِمْ يَوْمَيْنِ، فَلَمَّا رَأَىٰ ذَٰلِكَ ٱلْيَهُودِيُّ
قَالَ: أَفْسَدْتَ عَلَيَّ رَكِيَّتِي، فَٱشْتَرِ ٱلنِّصْفَ ٱلْآخَرَ، فَٱشْتَرَاهُ
بِثَمَانِيَةِ آلَافِ دِرْهَمٍ.
“Utsman, semoga Allah meridhoinya, membeli sumur Roumah. Dan
Itu adalah Rokiyyah [sumur yang ada airnya] milik seorang Yahudi yang menjual
airnya kepada kaum Muslimiin.
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَشْترِى رَوْمَةَ فيَجْعَلُهَا للمُسْلِمِينَ يَضْرِبُ
بدَلْوِه فِي دِلاَئِهِم، وَلَهُ بِهَا مَشْرَبٌ فِي الجَنَّةِ
Barangsiapa membeli sumur Raumah dan menajdikannya untuk kaum
muslimin, dia menjadikan embernya sama dengan ember kaum muslimin, maka baginya
mendapatkan tempat air minum di surga.
Kemudian Utsman mendatangi si Yahudi dan menawarkan untuk
membelinya, tetapi Yahudi itu menolak untuk menjual semuanya, maka dia membeli
setengahnya dengan harga dua belas ribu dirham, lalu menjadikannya untuk kaum
muslimiin.
Utsman r.a. berkata kepadanya: Jika Anda mau, Anda memberi
saya untuk dua desa sebagai bagian saya. Dan jika Anda mau, satu hari untuk
saya dan satu hari untuk Anda.
Yahudi itu berkata: Saya setuju dengan cara: untuk anda satu
hari dan untuk ku satu hari. Maka apa yang terjadi setelah itu ? Jika datang
giliran hari Utsman, maka kaum Muslimin mengambil air yang cukup untuk mereka
selama dua hari.
Ketika orang Yahudi melihat keadaan seperti itu, maka dia
berkata: " Anda telah merusak hak sumur saya",
Maka Utsman membeli setengahnya lagi. Dan beliau membelinya
seharga delapan ribu dirham.
[Baca: ٱلِٱسْتِيعَابُ
فِي مَعْرِفَةِ ٱلْأَصْحَابِ
(3/1039 -1040) karya al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr].
Dari Musa bin Thalhah:
أَنَّ طَلْحَةَ
نَحَرَ جَزُورًا وَحَفَرَ بِئْرًا يَوْمَ ذِي قَرَدٍ، فَأَطْعَمَهُمْ وَسَقَاهُمْ،
فَقَالَ ٱلنَّبِيُّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا طَلْحَةُ ٱلْفَيَّاضُ".
فَسُمِّيَ: طَلْحَةَ ٱلْفَيَّاضُ.
Bahwa Thalhah menyembelih unta dan menggali sumur pada waktu
perang Dzu Qird, lalu dia memberi mereka makan dan memberi mereka minum, maka
Nabi, sallallahu alaihi wa sallam, berkata: “Wahai Thalhah al -Fayaadh.”
Maka dia beri nama: Thalhah al-Fayyaadh.
[HR. Al-Hakim no. 5671 dan Abu Na'im al-Ashbahani dalam
Ma'rifah ash-Shohaabah 1/113 no. 374. Al-Hakim berkata: " Hadits Shahih
Sanadnya, namun Bukhori dan Muslim tidak mengeluarkannya ".
Sementara Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaa'id
[al-Mausu'ah asy-Syaamilah 9/52 no. 14805]:
رَوَاهُ ٱلطَّبَرَانِيُّ،
وَفِيهِ إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَىٰ بْنِ طَلْحَةَ، وَقَدْ وُثِّقَ عَلَىٰ ضَعْفِهِ.
Diriwayatkan oleh al-Tabarani, dan di dalamnya ada Ishaq bin
Yahya bin Talha, dan dia dipercaya atas kelemahannya.
Dan diriwayatkan dari Salamah bin al-Akwa', berkata:
ابْتَاعَ
طَلْحَةُ بِئْراً بِنَاحِيَةِ الجَبَلِ وَنَحَرَ جزُوْراً فَأَطْعَمَ النَّاسَ
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ -ﷺ: "أَنْتَ طَلْحَةُ الفَيَّاضُ
Thalhah radhiyallahu ‘anhu pernah membeli sebuah sumur di arah
gunung dan menyembelih sembelihan, lalu dengannya memberi makan orang-orang.
Maka Nabi ﷺ berkata kepadanya:
«أَنْتَ طَلْحَةُ الْفَيَّاضُ»
"Kamu adalah Talha al-Fayyaadh [yang melimpah ruah
hartanya] ".
HR. At-Thabrani dlm al-Mu'jam al-Kabiir 7/6224.
Hadits ini Hasan lighairihi ; karena didukung oleh hadits Musa
bin Thalah diatas.
Al-Haitsami berkata dalam Majma' az-Zawaa'id [al-Mausu'ah
asy-Syaamilah 9/52 no. 14806:
رَوَاهُ ٱلطَّبَرَانِيُّ،
وَفِيهِ مُوسَىٰ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، وَهُوَ مُجْمَعٌ عَلَىٰ ضَعْفِهِ.
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dan di dalam sanad terdapat
Musa bin Muhammad bin Ibrahim, dan dia itu telah disepakati (Ijma') bahwa dia
lemah.
[Lihat: سير أعلام
النبلاء
karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah 1/31]
Keempat: menggalang dana untuk peralatan dan kendaraan perang fii
sabilillah.
Al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya ٱلِٱسْتِيعَابُ فِي مَعْرِفَةِ
ٱلْأَصْحَابِ
(3/1040) berkata:
وَجَّهَّزَ عُثْمَانُ
جَيْشَ ٱلْعُسْرَةِ، وَذَٰلِكَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، بِتِسْعِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ
بَعِيرًا، وَأَتَمَّ ٱلْأَلْفَ بِخَمْسِينَ فَرَسًا.
وَذَكَرَ أَسَدُ
بْنُ مُوسَىٰ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو هِلالٍ ٱلرَّاسِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَةُ،
قَالَ: حَمَلَ عُثْمَانُ فِي جَيْشِ ٱلْعُسْرَةِ عَلَىٰ أَلْفِ بَعِيرٍ وَسَبْعِينَ
فَرَسًا.
Utsman menyumbang untuk pasukan tentara Al-'Usrah, dalam
perang Tabuk, dengan sembilan ratus lima puluh unta (950 unta), dan
menggenapkannya menjadi seribu dengan lima puluh kuda (50 Kuda Perang).
Dan Asad bin Musa menyebutkan, dia berkata: Abu Hilal
al-Raasibi telah memberi tahu saya, dia berkata: Qatadah telah memberi tahu
kami, dia berkata:
“Utsman mengangkut pasukan al-Usrah dengan seribu unta (1000
unta) dan tujuh puluh kuda (70 kuda)".
Dalam riwayat lain:
“Serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas". [Lihat: Fath
al-Bari 5/478 dan Umdat al-Qari 14/72]
Dari 'Abdur-Rahman bin Samurah:
جَاءَ
عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ بِأَلْفِ دِينَارٍ - قَالَ الْحَسَنُ بْنُ وَاقِعٍ
وَكَانَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ مِنْ كِتَابِي فِي كُمِّهِ حِينَ جَهَّزَ جَيْشَ
الْعُسْرَةِ فَنَثَرَهَا فِي حِجْرِهِ . قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَرَأَيْتُ
النَّبِيَّ ﷺ يُقَلِّبُهَا فِي حِجْرِهِ وَيَقُولُ " مَا ضَرَّ عُثْمَانَ
مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ " . مَرَّتَيْنِ .
Bahwa 'Utsman pergi menemui Nabi (ﷺ)
dengan membawa seribu Dinar" –
Al-Hasan bin Waqi (salah satu perawi) berkata: "Dan di
tempat lain dalam kitab saya:
'Dalam lengan bajunya ketika mempersiapkan 'Pasukan
al-'Usrah'.
Maka Nabi ﷺ menebarkankannya di kamar beliau.
Lalu aku melihat NabiSAW menciumnya di kamar beliau seraya berkata: “ Tidak
akan memudhorotkan Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini”.
Abu Iisa Turmudzi berkata:
هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Ini adalah hadits HASAN GHARIIB dari jalur ini.
[HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan selainnya dan dihasankan oleh
syaikh Al-Albani –rohimahullah- dalam “Al-Misykah”: 3/1713 no: 6073].
Abu Nu'aim al-Ashfahaani (W. 430 H) dalam Hilyatul awaliyaa
1/99 cet. Dar al-kutub al-ilmiyyah meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Zuhri,
dia berkata:
تَصَدَّقَ عَبْدُ
ٱلرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ عَلَىٰ عَهْدِ رَسُولِ ٱللَّهِ ﷺ بِشَطْرِ مَالِهِ أَرْبَعَةَ
آلاَفٍ، ثُمَّ تَصَدَّقَ بِأَلْفِ دِينَارٍ، ثُمَّ حَمَلَ عَلَىٰ خَمْسِمِائَةِ فَرَسٍ
فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ حَمَلَ عَلَىٰ أَلْفٍ وَخَمْسِمِائَةِ رَاحِلَةٍ
فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ، وَكَانَ عَامَّةُ مَالِهِ مِنَ ٱلتِّجَارَةِ.
Abd al-Rahman bin Auf memberi sedekah pada masa Rasulullah ﷺ dengan setengah hartanya, yaitu empat ribu [dinar]. Kemudian
dia bersedekah 1000 dinar, lalu dia menyiapkan 500 kuda perang untuk jihad fi
sabilillah, lalu dia menyiapkan 1.500 kendaraan fi sabilillah.
Dan sebagian besar hartanya di hasilkan dari perdagangan.
[Lihat pula Ar-Riyadh an-Nadhrah fi Manaqib al-‘Asyarah 3/264
no. 1888 karya Muhibbuddin ath-Thobari Cet. Dar al-Ma'rifah]
Kelima: Rosulullah ﷺ menggalang dana untuk membayar
diyat pembunuhan yang dilakukan oleh salah seorang sahabat Nabi ﷺ:
Rasulullah ﷺ pernah bersama sejumlah sahabat-nya
datang ke kaum Yahudi Bani Nadhir untuk meminta sumbangan dan bantuan materi
dalam urusan diyat (tebusan) dua orang musyrik dari Bani Kilab yang dibunuh
oleh ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari radhiyallahu ‘anhu.
Amr bin Umayyah (radhiyallahu ‘anhu) tidak tahu kalau orang
yang dibunuhnya itu sudah ada perjanjian damai dengan Rasûlullâh ﷺ.
Pembunuhan 'Amr terhadap dua orang ini terjadi dalam
perjalanan pulang setelah tragedi Bi'r Ma'unah, yaitu tragedi pembantaian
terhadap 70 delegasi para sahabat pengajar al-Quran yang ditugaskan oleh
Rousullah ﷺ untuk mengajar al-Quran di Najd demi memenuhi permintaan Abu
Barra’ dan beberapa utusan Bani Sulaim dari Najd.
Dan ketika Nabi ﷺ
berangkat menuju
ke kaum Yahudi Bani Nadhiir untuk meminta sumbangan, mereka telah menyiapkan
perangkap pembunuhan terhadap Rosulullah ﷺ,
yang kemudian berakhir dengan perang dan pengepungan terhadap Yahudi Bani
Nadhir karena mereka telah berkhianat hendak membunuh Nabi ﷺ.
===
KISAH TRAGEDI BI'R MA'UUNAH [pembantaian 70 para qoori]:
Pada tahun ke empat Hijriyah telah terjadi 13 tragedi yang
menimpa kaum Muslimin.
Diantaranya dua tragedi pembantaian terhadap dua delegasi para
sahabat guru ngaji.
Dua tragedi itu adalah:
Pertama: TRAGEDI SARIYYATUR ROJII' [سَرِيَّةُ الرَّجِيْعِ], terjadi di bulan Muharram.
Rasûlullâh mengirim para shahabat guru ngaji yang berjumlah 10
orang dibawah pimpinan ‘Ashim bin Tsabit al-Aqlah. Mereka diutus oleh
Rasûlullâh ﷺ sebagai respon terhadap permintaan utusan kabilah Bani Udhal
dan al-Qarrah yang meminta bantuan tenaga untuk mengajari mereka tentang agama
Islam. Namun itu hanya tipu muslihat mereka saja. Para shahabat ini kemudian
dibantai didekat mata air Bani Hudzail, didaerah Raji’, kecuali Khubaib dan
Zaid (radhiyallahu ‘anhu). Oleh karenanya rombongan ini disebut SARIYYATUR
ROJII'.
Kedua: TRAGEDI SARIYYAH BI’R MAUNAH [سَرِيَّةُ بِئْرِ مَعُوْنَة] terjadi pada bulan Shofar.
Pada bulan Shafar Rasûlullâh ﷺ
juga mengirim
para shahabat pilihan beliau ﷺ ke Najd. Rombongan ini berjumlah 70
orang. Mereka dikenal sebagai para shahabat yang ahli baca al-Qur’an, rajin
shalat tahajjud serta suka bekerja keras lalu hasilnya diinfakkan untuk para
shahabat Rasûlullâh ﷺ yang bertempat tinggal di shuffah
(serambi masjid nabawi).
LATAR BELAKANG PENGIRIMIAN PARA SHAHABAT PENGAJAR AL-QURAN KE
NAJD
Rasûlullâh ﷺ mengirim para shahabat pilihan
beliau ﷺ ke Najd. Rombongan ini berjumlah 70 orang dari Anshar. Mereka
dikenal sebagai para shahabat yang ahli baca al-Qur’an, rajin shalat tahajjud
serta suka bekerja keras di siang hari lalu hasilnya diinfakkan untuk para
shahabat Rasûlullâh ﷺ yang bertempat tinggal di shuffah
(serambi masjid nabawi).
Imam Muslim rahimahullah menerangkan penyebab mereka diutus
adalah permintaan dari beberapa orang agar Rasûlullâh ﷺ
berkenan mengirim
para shahabat beliau ﷺ yang bisa mengajari mereka membaca
al-Qur’an.
Dari Anas radhiyallahu anhu pula, katanya:
جاءَ ناسٌ إلى النبي
ﷺ أنِ ابْعث معنَا رجالاً يُعَلِّمونَا القُرآنَ والسُّنَّةَ، فَبعثَ إلَيْهِم سبعِينَ
رجلا مِنَ الأنْصارِ يُقَالُ لهُمُ: القُرَّاءُ ، فيهِم خَالي حرَامٌ ، يقرؤُون القُرآنَ
، ويتَدَارسُونَهُ باللَّيْلِ يتعلَّمُونَ ، وكانُوا بالنَّهار يجيئُونَ بالماءِ ،
فَيَضعونهُ في المسجِدِ ، ويحْتَطِبُون فَيبيعُونه ، ويَشْتَرُونَ بِهِ الطَّعام لأهلِ
الصُّفَّةِ ولِلفُقراءِ ، فبعثَهم النبي ﷺ ، فعرضوا لهم فقتلُوهُم قبل أنْ يبلُغُوا
المكانَ ، فقَالُوا: اللَّهُمَّ بلِّغ عنَّا نَبيَّنَا أَنَّا قَد لَقِينَاكَ فَرضِينَا
عنْكَ ورضيت عَنا ، وأَتى رجُلٌ حراماً خالَ أنس مِنْ خَلْفِهِ ، فَطعنَهُ بِرُمحٍ
حتى أنْفَذهُ ، فَقَال حرامٌ: فُزْتُ وربِّ الكَعْبةِ ، فقال رسولُ اللَّه ﷺ: « إنَّ
إخْوانَكم قَد قُتِلُوا وإنهم قالُوا: اللَّهُمَّ بلِّغ عنَّا نبينا أَنَّا قَد لَقِيناكَ
فَرضِينَا عنكَ ورضِيتَ عَنَّا ».
“Ada beberapa orang -dari Najd- datang kepada Nabi ﷺ dan mereka berkata: “Kirimkanlah kepada kami semua beberapa
orang lelaki yang dapat mengajarkan al-Quran dan as-Sunnah kepada kami itu.”
Nabi ﷺ lalu mengirimkan kepada mereka
sebanyak tujuh puluh orang dari golongan kaum Anshar yang dinamakan al-Qurra’
-yakni para ahli baca al-Quran-.
Di dalam kalangan mereka itu termasuk pulalah paman saya
-yakni saudara lelaki dari ibu Anas- yang bernama Haram.
Mereka rajin membaca Al-Qur`ān, mengulang-ulanginya pada malam hari dan mempelajari isinya,
dan pada siang hari mereka mengambil air dan menaruhnya di masjid, selain itu
mereka juga mencari kayu bakar lalu menjualnya dan dengan uang hasil
penjualannya itu mereka membeli makanan untuk para ahlus shuffah -yakni kaum
fakir miskin dari muhajirin yang tidak berkeluarga yang bertempat di belakang
masjid- dan juga untuk kaum fakir yang lain-lain.
Mereka semuanya -tujuh puluh orang tadi- dikirimkan oleh Nabi ﷺ. Tiba-tiba mereka dihadang oleh kaum musyrikin -yakni musuh
kaum Muslimin, kemudian musuh-musuh itu membunuh mereka sebelum mereka sampai
di tempat yang dituju. Mereka -kaum Muslimin- itu berkata:
“Ya Allah, sampaikanlah berita kita ini kepada Nabi kita,
yaitu bahwa kita semua telah menemui Engkau -Allah-, lalu kita merasa ridha
denganMu dan Engkau ridha dengan amalan kita ini.”
Ada seorang lelaki -musuh- datang kepada Haram dari arah
belakangnya, lalu orang itu menusuknya dengan tombak sehingga ia dapat
menewaskannya.
Haram berkata: “Saya berbahagia -karena dapat menemui mati
syahid, demi Zat yang menguasai Ka’bah.”
Rasulullah ﷺ lalu bersabda: “Sesungguhnya
saudara-saudara kalian telah dibunuh dan sesungguhnya mereka berkata: “Ya
Allah, sampaikanlah berita kami ini kepada Nabi kami yaitu bahwa kami semua
telah menemui Engkau, lalu kami semua merasa ridha dengan-Mu dan Engkau ridha
dengan amalan kami ini.”
(Muttafaq ‘alaih. Bukhori no. 4090 dan Muslim no. 677) Dan ini
adalah lafaznya Imam Muslim.
Sementara Imam Bukhâri rahimahullah menyebutkan penyebab lain,
namun substansinya tidak berbeda. Beliau rahimahullah menyebut kan bahwa
penyebab pengiriman ini adalah permintaan bantuan dari beberapa utusan Bani
Sulaim untuk menghadapi musuh mereka. Permintaan ini dikabulkan oleh Rasûlullâh
ﷺ dengan mengirimkan 70 shahabat pilihan beliau ﷺ. [Al Fath, 15/267, no. 4090]
Lafadz Bukhori: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ رِعْلًا
وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لَحْيَانَ اسْتَمَدُّوا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَلَى
عَدُوٍّ فَأَمَدَّهُمْ بِسَبْعِينَ مِنْ الْأَنْصَارِ كُنَّا نُسَمِّيهِمْ
الْقُرَّاءَ فِي زَمَانِهِمْ
Bahwa Ri'l, Dzakwan, ‘Ushayyah dan bani Lahyan meminta bantuan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menghadapi musuh, lalu
beliau mengirim bala bantuan tujuh puluh sahabat Anshar, kami menyebut mereka
sebagai al Qurra’ di zaman mereka. [HR. Bukhori no.4090]
Penjelasan Imam Bukhâri tentang penyebab pengiriman ini
sejalan dengan keterangan Ibnu Sa’d. [At-Thabaqât, 2/53 dengan sanad shahih]
Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa Abu Barra’ ‘Amir bin
Mâlik menemui Rasûlullâh ﷺ di Madinah kemudian Rasûlullâh ﷺ mengajaknya masuk Islam. Orang ini tidak merespon ajakan
Rasûlullâh ﷺ, tidak menunjukkan sikap menerima ataupun sikap penolakan.
Kemudian dia berujar: “Wahai Rasûlullâh ! Sekiranya engkau
berkenan mengutus shahabat-shahabatmu kepada penduduk Najd untuk mendakwahkan
agamamu kepada mereka, aku sangat berharap mereka menyambutnya.”
Rasûlullâh ﷺ bersabda: “Aku mengkhawatirkan
perlakuan penduduk Najd atas mereka.”
Abu Barra` mengucapkan kalimat untuk meyakinkan Rasûlullâh:
“Aku yang menjamin mereka.”
[Ibnu Hisyâm, 2/260 dengan sanad mursal, Ibnu Sa’d, 2/51 tanpa
sanad dan al Wâqidi, 1/246 namun sanadnya lemah.]
Riwayat-riwayat tentang latar belakang ini bisa dipertemukan
dengan menganggap peristiwa itu benar adanya. Artinya, Rasûlullâh ﷺ mengirimkan para shahabatnya demi memenuhi permintaan Abu
Barra’ dan Bani Sulaim.
===
TRAGEDI SUMUR MA’UNAH DAN TERJADINYA PEMBUNUHAN BALASAN YANG DI LAKUKAN 'AMR BIN UMAYYAH
Pada waktu yang telah ditentukan oleh Rasûlullâh ﷺ, para shahabat ini bertolak menuju Najd meninggalkan Madinah.
Ketika tiba di Bi`r Ma’unah sebuah daerah yang terletak antara wilayah Bani
‘Amir dan wilayah Bani Sulaim, para shahabat Rasûlullâh ﷺ ini mengutus Haram bin Milhan (radhiyallahu ‘anhu) saudara
Ummu Sulaim bintu Milhan untuk mengantarkan surat Rasûlullâh ﷺ kepada ‘Amir bin Thufail, sepupu Abu Bara’ ‘Amir bin Malik.
[Fiqhus Sirah min Zâdil Ma’âd, hlm. 216].
Namun ‘Amir bin Thufail tidak menghiraukan surat itu bahkan ia
memberi isyarat kepada seseorang pengikutnya untuk menikam Haram (radhiyallahu ‘anhu)
dengan tombak dari belakang.
Orang itu melaksanakan apa yang diisyaratkan ‘Amir. Haram (radhiyallahu
‘anhu) ditikam.
Sesaat setelah ditikam dan Haram (radhiyallahu ‘anhu) melihat
darah segar mengalir dari lukanya, beliau (radhiyallahu ‘anhu) mengatakan:
“Allahu Akbar, Demi Rabb Ka’bah, aku telah beruntung.”
[Dalam masalah ini, riwayat-riwayat yang dibawakan para ahli
sejarah sama dengan riwayat-riwayat yang dibawakan oleh Bukhâri dan Muslim
dalam kitab shahih mereka.]
Kemudian ‘Amir bin Thufail memprovokasi orang-orang Bani ‘Amir
agar memerangi rombongan shahabat Rasûlullâh ﷺ
ini. Bani ‘Amir
menolak ajakan ‘Amir bin Thufail karena para shahabat Rasûlullâh ﷺ berada dalam jaminan Abu Barra`.
Meski ‘Amir bin Thufail gagal memprovokasi Bani ‘Amir, namun
tekadnya untuk memerangi rombongan ini tidak luntur, maka setelah itu dia
arahkan hasutannya ke Bani Sulaim. Ajakan ini disambut oleh kabilah ‘Ushaiyyah,
Ri’l, Dzakwan dan Bani Lihyaan.
Mereka mulai bergerak dan mengepung para shahabat Rasûlullâh ﷺ. Pertempuran sengit tak terhindarkan. Satu persatu shahabat Rasûlullâh
ﷺ gugur sebagai syahid, sampai akhirnya tidak ada yang tersisa
kecuali Ka’b bib Zaid bin Najjar (radhiyallahu ‘anhu) yang dibiarkan sekarat
dengan harapan agar meninggal pelan-pelan. Namun Allâh Azza wa Jalla
menakdirkan lain, Ka’b ternyata bisa bertahan hidup sampai perang Khandaq.
Sementara itu ada dua shahabat Rasûlullâh ﷺ yang tertinggal dan datang terlambat yaitu Amr bin Umayyah dan
al-Mundzir Uqbah bin ‘Amir. Maka ketika mereka berdua melihat para shahabat
mereka telah menjadi korban, tanpa rasa gentar, mereka maju dan menyerang kaum
kuffar. Al Mundzir terbunuh. Sementara Amr ditawan namun akhirnya dilepas
dengan tebusan.
===
TERJADINYA PEMBUNUHAN 'AMR BIN UMAYYAH TERHADAP DUA ORANG MUSYRIK DARI BANI KILAB:
Sebagaimana di sebutkan di atas bahwa Amr bin Umayyah (radhiyallahu
‘anhu) akhirnya dilepas sebagai tawanan dengan membayar tebusan. Setelah
statusnya sebagai tawanan hilang dari dirinya, maka Amr bin Umayyah (radhiyallahu
‘anhu) bergegas pergi ke Madinah dan hendak melaporkan peristiwa memilukan ini.
Namun dalam perjalanannya ke Madinah, beliau (radhiyallahu ‘anhu)
berjumpa dengan dua orang musyrik dari Bani Kilâb. Dia mengira bahwa mereka
berdua adalah bagian dari musuh. Maka tanpa berpikir panjang, beliau (radhiyallahu
‘anhu) menyerang kedua orang itu sampai akhirnya keduanya terbunuh. Setelah
berhasil membunuh mereka, beliau (radhiyallahu ‘anhu) merasa puas dan merasa
telah membalas kematian para shahabat beliau (radhiyallahu ‘anhu).
Amr bin Umayyah (radhiyallahu ‘anhu) tidak tahu kalau orang
yang dibunuh itu sudah ada perjanjian damai dengan Rasûlullâh ﷺ. Oleh karena itu, setelah mendengar berita pembunuhan ini,
Rasûlullâh ﷺ mewajibkan pembayaran DIYAT (denda) atas pembunuhan.
DIYAT ini dibebankan kepada seluruh kaum Muslimin dan kaum
Yahudi yang terikat perjanjian. Saat Amr bin Umayyah pergi ke wilayah Yahudi
untuk keperluan diyat inilah, orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh beliau
(radhiyallahu ‘anhu).
Peristiwa inilah diantara yang menyulut pertempuran antara
kaum Muslimin dengan Bani Nadhir.
Pembantaian yang dialami oleh para shahabat ini telah
menorehkan luka teramat dalam di hati Rasûlullâh ﷺ.
Al-Imam Al-Bukhari menceritakan dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu:
قَنَتَ
رَسُوْلُ اللهِ ﷺ شَهْرًا حِيْنَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ ﷺ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ
“Rasulullah ﷺ qunut selama satu bulan ketika para
qurra` itu terbunuh. Dan aku belum pernah melihat Rasulullah ﷺ begitu berduka dibandingkan ketika kejadian tersebut.” [HR.
Bukhâri no. 1217]
Pasca dua peristiwa memilukan yang menimpa para shahabat
pilihan itu, Rasûlullâh ﷺ melakukan qunut nazilah selama satu
bulan atau lebih. Beliau ﷺ mendo’akan keburukan buat
orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan terhadap para shahabat beliau ﷺ.
Ibnu Abas mengatakan:
قَنَتَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ
مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ
خَلْفَهُ
Rasulullah ﷺ. pernah berqunut
selama sebulan berturu-turut diwaktu dluhur, ashar, maghrib, isya dan shubuh
diakhir tiap-tiap salat sesudah beliau membaca " samiallahu liman
hamidah" dari rakaat yang terakhir.
Beliau mendoakan kecelakaan atas mereka kabilah-kabilah Bani
Sulaim, yaitu bani Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah, dan makmum yang ada di belakang
mengaminkan beliau.
[H.R. Abu Daud 2/68; Ahmad I/301, Ibnu Jaarud dalam al-Muntaqa
no. 198, Ibnu Khuzaimah I/313; Al Hakim I/ 348 dan Al -Baihaqi 2/200].
Derajat Hadits:
Di Shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, Ibnu Jarir dalam
Tafsirnya 1/316 dan Ahmada Syaakir dalam Tahqiiq al-Musnad 4/263.
Imam Nawawi dalam al-Majmu' 3/502 berkata: " Isnadnya
Hasan atau Shahih ".
Di Hasankan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar sebagaimana di sebutkan
dalam الفتوحات الربانية (2/288).
Asy-Syaukani berkata dalam نيل الأوطار (2/400):
لَيْسَ فِي إِسْنَادِهِ
مَطْعَنٌ إِلَّا هِلاَلُ بْنُ خَبَّابٍ فَإِنَّ فِيهِ مَقَالًا وَقَدْ وَثَّقَهُ أَحْمَدُ
وَابْنُ مَعِينَ وَغَيْرُهُمَا.
Tidak ada perawi yang cacat dalam sanadnya kecuali Hilal bin
Khabab, karena dia ini ada pembicaraan tentang dirinya, namun Ahmad, Ibn Mu'in
dan yang lainnya menganggapnya tsiqot [dipercaya].
Hadits ini di hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud
no. 1443.
Dan Anas bin Malik (radhiyallahu ‘anhu) mengatakan:
قَنَتَ شَهْرًا
فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ عَلَى
رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لِحْيَانَ
“Beliau qunut sebulan lamanya pada salat subuh mendoakan
kecelakaan atas kabilah-kabilah Arab, yaitu Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan Banu
Lihyan.” [HR. Al-Bukhari no. 3781]
*****
NABI ﷺ
MENEMUI YAHUDI
BANI NADHIR UNTUK MINTA SUMBANGAN DIYAT DAN PERANGKAP BANI NADHIR UNTUK
MEMBUNUH NABI ﷺ.
Sebagaimana yang telah di sebutkan diatas bahwa Amr bin
Umayyah Adh-Dhamari dalam perjalanan pulang lokasi tragedi pembantaian terhadap
para sahabat guru ngaji di BI'R MA'UNAH menuju Madinah, beliau (radhiyallahu ‘anhu)
berjumpa dengan dua orang musyrik dari Bani Kilâb. Dia mengira bahwa mereka
berdua adalah bagian dari musuh. Maka tanpa berpikir panjang, beliau (radhiyallahu
‘anhu) menyerang kedua orang itu sampai akhirnya keduanya terbunuh.
Amr bin Umayyah (radhiyallahu ‘anhu) tidak tahu jika dua orang
yang dibunuh itu sudah ada perjanjian damai dengan Rasûlullâh ﷺ. Oleh karena itu, setelah mendengar berita pembunuhan ini,
Rasûlullâh ﷺ mewajibkan pembayaran DIYAT (denda) atas pembunuhan.
DIYAT ini dibebankan kepada seluruh kaum Muslimin dan kaum
Yahudi yang terikat perjanjian piagam Madinah [صَحِيفَةُ ٱلْمَدِينَةِ].
Untuk mengumpulkan dana untuk bayar diat ini, Rasulullah ﷺ bersama sejumlah sahabat berangkat menemui kaum Yahudi Bani
Nadhir agar mereka membantu Beliau dalam urusan diyat (tebusan) orang-orang
Bani Kilab yang dibunuh oleh ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari radhiyallahu ‘anhu.
Bani Nadhir pun berkata:
“Kami akan bantu, wahai Abul Qasim (maksudnya Rasulullah ﷺ). Duduklah di sini sampai kami selesaikan keperluanmu!”
Rasulullah ﷺ duduk di dekat tembok rumah mereka
bersama Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat
lainnya radhiyallahu ‘anhum.
Kemudian sebagian orang Yahudi memencilkan diri dari yang
lain. Mereka yang memisahkan diri, ternyata mereka sedang merencanakan dan
mengatur strategi untuk membunuh Nabi ﷺ.
Pembunuhan terhadap para Nabi dan Rasul itu merupakan karakter
orang-orang Yahudi. Kaum Yahudi di masa lalu sudah masyhur di dalam Al-Kitab
bahwa mereka berani membunuh para nabi dan rasul.
Salah seorang dari mereka [orang Yahudi] berkata:
"
أَيُكُمْ يَأْخُذُ هَٰذِهِ ٱلرَّحَىٰ
فِيصْعَدُ بِهَا فَيُلْقِيهَا عَلَىٰ رَأْسِ مُحَمَّدٍ فَيَشْدَخُ بِهَا رَأْسَهُ؟
“Siapa di antara kalian yang mau menjatuhkan batu ini ke
kepala Muhammad sampai pecah?”
Orang yang paling celaka di antara mereka bernama Amru bin
Jihasy mengatakan: ”Saya.”
Mendengar rencana itu, Salam bin Misykam berusaha mencegah
mereka:
لَا تَفْعَلُوا،
فَوَٱللَّهِ لَيُخْبَرَنَّ بِمَا هَمَّمْتُمْ بِهِ، وَإِنَّهُ لَنَقْضُ ٱلْعَهْدِ ٱلَّذِي
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ
“Jangan kalian lakukan! Demi Allah, pasti Allah akan
memberitahukan rencana kalian ini kepadanya. Sungguh, ini artinya melanggar
perjanjian antara kita dengannya.”
Namun, peringatan Salam bin Misykan ini tidak diindahkan.
Mereka tetap berencana meneruskan niat jahatnya.
Lalu datanglah Jibril menceritakan persekongkolan busuk
mereka. Rasulullah ﷺ pun bangkit dengan cepat dan segera
kembali ke Madinah. Para sahabat segera menyusul Rasulullah dan mereka berkata:
نَهَضْتُ وَلَمْ
نَشْعُرْ بِكَ
“Anda bangkit tanpa kami sadari?”
Rasulullah ﷺ pun menceritakan rencana keji
orang-orang Yahudi itu.
Setelahnya, Rasulullah ﷺ
mengirim utusan
kepada Yahudi Bani Nadhir untuk memerintahkan:
اُخْرُجُوا مِنَ
ٱلْمَدِينَةِ وَلَا تُسَٰكِنُونِي بِهَا، وَقَدْ أَجَّلْتُكُمْ عَشْرًا، فَمَن وَجَدتُّهُ
بَعْدَ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ ضَرَبْتُ عُنُقَهُ.
“Keluarlah kalian dari Madinah dan jangan bertetangga denganku
di sini. Aku beri waktu sepuluh hari. Siapa yang masih kedapatan di Madinah
setelah hari itu, tentu aku tebas lehernya.”
Ancaman itu membuat Bani Nadhir mempersiapkan diri selama
beberapa hari. Namun kemudian, datanglah kepada mereka gembong munafik Abdullah
bin Ubay bin Salul.
Abdullah bin Ubay mengatakan:
ٱثْبِتُوا وَتَمَنَّعُوا
وَلَا تَخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ؛ فَإِنَّ مَعِيٓ أَلْفَيْ رَجُلٍ يَدْخُلُونَ مَعَكُمْ
حُصُونَكُمْ، يُدَافِعُونَ عَنكُمْ وَيَمُوتُونَ دُونَكُمْ.
“Bertahanlah kalian dan Janganlah kalian keluar dari
rumah-rumah kalian. Karena saat ini aku memiliki sekitar 2.000 pasukan yang
siap bertahan bersama di benteng kalian ini. Mereka siap mati membela kalian.
Bahkan Bani Quraizhah serta para sekutu kalian dari Ghathafan tentu akan
membela kalian.”
Ternyata Bani Nadhir Dikhianati oleh Abdullah bin Ubay. Dan Bani
Nadhir Diusir.
Dalam hal ini Allah SWT menurunkan wahyu:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ
أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ
إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ
قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ
ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ }
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang
berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab:
"Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan
keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun
untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu
kamu".
Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar
pendusta.
Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak
akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya
mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya
mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat
pertolongan". [QS. Al-Hasyer: 11-12]
Pemimpin Bani Nadhir, Huyai bin Akhthab tergiur dengan bujukan
Abdullah bin Ubay. Maka Ia kemudian mengutus seseorang kepada Rasulullah ﷺ, dan menantang:
إِنَّا لَن نَخْرُجُ
مِن دِيَارِنَا، فَصْنَعْ مَا بَدَا لَكَ.
“Kami tidak akan keluar dari kampung (rumah-rumah) kami.
Silahkan Berbuatlah sesukamu !” kata utusan itu kepada Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ dan para sahabat bertakbir, lalu
mereka berangkat menuju perkampungan Bani Nadhir. Saat itu, Ali bin Abi Thalib
yang membawa bendera Rasulullah.
Pasukan Muslimin mengepung benteng Yahudi lalu melemparinya
dengan panah dan batu.
Dalam perang itu, ternyata Yahudi Bani Quraizhah meninggalkan
Yahudi Bani Nadhir tidak membantunya. Bahkan sekutu mereka, Abdullah bin Ubay
dan Bani Ghathafan juga mengkhianati mereka.
Oleh sebab itu, Allah SWT mengumpamakan orang-orang munafik
dengan Setan:
"كَمَثَلِ
الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي
بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ".
(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan)
shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka
tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku
berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb
semesta Alam". [QS. Al-Hasyr: 16]
Rasulullah ﷺ mengepung Bani Nadhir selama enam
hari. Pasukan Muslimin menebang pohon-pohon kurma milik Yahudi dan membakarnya.
Dan di dalam kejadian ini Allah SWT menurunkan wahyu:
{مَا قَطَعْتُمْ مِنْ
لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ
وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ}
(Apa saja yang kalian tebang dari pohon kurma (milik
orang-orang kafir) atau yang kalian biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya,
maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan Karena dia [Allah] hendak
memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik) ' (Qs. Al Hasyr: 5).
Pada akhirnya, Bani Nadhir mengutus seseorang untuk menyatakan
menyerah dan memohon kepada Rasulullah ﷺ.
نَحْنُ نَخْرُجُ
عَنْ ٱلْمَدِينَةِ.
“Kami akan keluar dari Madinah,” kata utusan tersebut.
Akhirnya Rasulullah ﷺ
mengusir Yahudi
Bani Nadhir, termasuk pembesar mereka, Huyai bin Akhthab, ke wilayah Khaibar.
Rasulullah ﷺ memperkenankan mereka keluar dari
kota itu dengan hanya membawa anak-cucu mereka serta barang-barang yang dapat
diangkut seekor unta, kecuali senjata.
Dan karena kebencian dan kecemburuan Yahudi Bani Nadhir
terhadap kaum muslimin, maka mereka merusak rumah mereka dengan tangan mereka
sendiri, membawa serta pintu, jendela, dan kayu; Agar kaum muslimin tidak
mengambilnya.
Mereka membawa perempuan dan anak laki-laki dengan enam ratus
unta, dan hanya dua laki-laki dari mereka yang memeluk Islam, dan sekelompok
dari mereka pergi ke Syam.
Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِيْٓ
اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ
الْحَشْرِ ۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ
مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ
يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ
بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَ ۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى
الْاَبْصَارِ ﴿الحشر: ۲﴾
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli
Kitab dari kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama. Kalian tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng
mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah
mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka.
Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka; sehingga
menghancurkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang mukmin.
Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai
orang-orang yang mempunyai pandangan!
(QS. Al-Hasyr: 2)
Dari sinilah kemudian Rasulullah ﷺ
dan para shahabat
memperoleh harta dan senjata. Rasulullah menguasai tanah dan rumah-rumah
berikut senjata. Saat itu diperoleh sekitar 50 perisai, 50 buah topi baja, dan
340 bilah pedang.
Perang Yahudi Bani Nadhir ini berawal dari rencana mereka
hendak membunuh Nabi ﷺ dan dalam perang ini tidak ada
pertempuran sama sekali dan pasukan kaum muslimin tidak sampai menghunuskan
pedangnya, tidak mengerahkan kuda dan unta untuk memperoleh harta rampasan
perang.
Al-Mubaarakfuuri berkata dalam الرَّحِيقُ ٱلْمَخْتُومُ hal. 237:
وَكَانَتْ أَمْوَالُ
بَنِي النَّضِيرِ وَأَرْضُهُمْ وَدِيَارُهُمْ خَالِصَةً لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ؛ يَضَعُهَا
حَيْثُ يَشَاءُ، وَلَمْ يُخَمِّسْهَا لِأَنَّ اللَّهَ أَفَاءَهَا عَلَيْهِ، وَلَمْ
يُوجِفِ ٱلْمُسْلِمُونَ عَلَيْهَا بِخَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ، فَقَسَّمَهَا بَيْنَ ٱلْمُهَاجِرِينَ
ٱلْأَوَّلِينَ خَاصَّةً، إِلَّا أَنَّهُ أُعْطِيَ أَبَا دُجَانَةَ وَسَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ
ٱلْأَنْصَارِيَّيْنِ لِفَقْرِهِمَا. وَكَانَ يُنْفِقُ مِنْهَا عَلَىٰ أَهْلِهِ نَفَقَةَ
سَنَةٍ، ثُمَّ يَجْعَلُ مَا بَقِيَ فِي ٱلسَّلَاحِ وَٱلْكُرَاعِ عِدَّةً فِي سَبِيلِ
اللَّهِ.
Harta, tanah, dan rumah Banu al-Nadhir semuanya untuk
Rasulullah ﷺ. Beliau berhak meletakkannya di mana saja yang beliau mau, dan
tidak dibagi lima saham sebagaimana pembagian harta ghonimah, karena Allah
telah menganugerahkannya padanya sebagai harta FAI'. Itu karena kaum muslimin
tidak terbebani dengan mengerahkan kudanya atau untanya.
Maka beliau membaginya di antara Muhajirin Pendahulu secara
khusus, namun beliau juga memberikan kepada Abu Dujanah dan Sahl bin Hanif
al-Ansari karena kemiskinan mereka berdua.
Dan dari harta tsb beliau ﷺ
menafkahi
keluarganya untuk nafkah setahun, lalu sisanya beliau gunakan untuk pengadaan
senjata dan kendaraan [kuda] untuk persiapan jihad di jalan Allah.
Umar bib Khaththab radhiyallahu ‘anhu dalam sebuah hadits
mengatakan:
“Harta Bani Nadhir merupakan harta fai’ yang Allah berikan
kepada Rasul-Nya ﷺ, tanpa kaum
muslimin mengerahkan kuda dan unta untuk memperolehnya. Harta itu milik
Rasulullah ﷺ secara khusus. Beliau menginfakkannya untuk keluarganya
sebagai nafkah selama setahun, kemudian sisanya berupa senjata dan tanah
sebagai persiapan bekal (jihad) di jalan Allah.”
Allah SWT berfirman:
{وَمَا أَفَاءَ
اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا
رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ }
“Dan apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, karena untuk mendapatkan itu kalian tidak
mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang
memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". [QS. Al-Hasyr: 6].
Perang Banu an-Nadhir terjadi di bulan Rabi’ al-Awwal pada
tahun 4 Hijrah, Agustus 625 M, dan dalam perang ini, Allah SWT menurunkan
seluruh SURAT AL-HASYR [سُوْرَة
الحَشْرِ].
===***===
ANCAMAN ATAS ORANG-ORANG YANG TIDAK MAU MENCARI RIZQI HALAL DAN HIDUPNYA MENJADI BEBAN ORANG LAIN ATAU BERGANTUNG PADA SEDEKAH.
Hadits ke 1:
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii RA: Bahwa, pada suatu
hari Rasulullah ﷺ bersabda di dalam khutbah beliau:
أَلَا إِنَّ
رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي
هَذَا:........
قَالَ:
وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ
فِيكُمْ تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا
يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا
يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ
أَوْ الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk
mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang
diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari
ini....................................
(Diantaranya. Pen) Allah berfirman: " Dan penghuni neraka
itu ada lima macam:
Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang
bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas].Mereka itu
adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [yakni: hidupnya
bisanya hanya numpang dan menjadi beban kalian].Mereka tidak berkeinginan untuk
membangun kehidupan berkeluarga dan tidak pula membangun ekonomi.
Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun
dalam hal yang samar.
Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (licik
dan selalu melakukan tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.
Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta.
Dan Orang yang akhlaknya buruk." (HR. Muslim No. 5109)
Hadits ke 2:
Dari Habashi bin Junadah As-Salluuli bahwa Nabi ﷺ bersabda:
« إِنِّيْ لَأُعِطِيْ الرَّجُلَ الْعَطِيَّةَ فَيَنْطَلِقُ بِهَا تَحْتَ
إِبْطِهِ وَمَا هِيَ إِلاَّ النَّارُ». فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: وَلِمَ تُعْطِيْ يَا رَسُوْلَ
اللهِ مَا هُوَ نَارٌ؟ فَقَالَ: «أَبىَ اللهُ لِيْ الْبُخْلَ، وَأَبَوا إِلاَّ مَسْأَلَتِيْ»
“Sesungguhnya aku benar-benar akan memberi seseorang suatu
pemberian, lalu dia beranjak pergi dengan membawa pemberian itu dibawah
ketiaknya, padahal tidaklah pemberian itu melainkan api.”
Maka Umar berkata kepada beliau: ‘Lantas mengapa Anda
memberinya wahai Rasulullah, padahal ia adalah api?’
Maka beliau bersabda: ‘Allah tidak menyukai kebakhilan
untukku, namun mereka tetap membangkang kecuali meminta kepadaku.”
[HR. Ahmad (11139, 11017), Ibnu Hibban (3414), Abu Ya’la
(1328)]. Di Shahihkan Ibnu Hibbaan dan al-Albaani dalam Shahiih at-Targhiib wa
at-Tarhiib (815, 844), lihat al-Jaami’ as-Shahiih li as-Sunan wa al-Masaanid,
6/179]
Hadits ke 3:
Hadits Abu Hurairah, bahwasanya Nabi ﷺ
bersabda:
لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى
النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ
" . قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ قَالَ: "الَّذِي لاَ يَجِدُ
غِنًى يُغْنِيهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُومُ
فَيَسْأَلَ النَّاسَ "
“Bukanlah yang dimaksud orang miskin itu yang keliling ke
orang-orang untuk mendapatkan sesuap dan dua suap, atau satu biji kurma atau
dua biji kurma.”
Para sahabat bertanya: Jadi apa yang dimaksud dengan orang
miskin itu, wahai Rasulullah?
Beliau menjawab: “Orang yang tidak pernah merasa cukup, tidak
cerdik atau mau berfikir, maka dia mengharapkan dan sedekah atau sumbangan, dia
tidak mau kerja dan berusaha, maka dia meminta-minta kepada orang-orang.” (HR.
Bukhory No. 1479, Muslim No. 1039 dan an-Nasaa'i no. 2572)
FIQIH HADITS:
Semua keterangan yang tersebut diatas sangat jelas sekali
berlawanan dengan karakter dan perbuatan minta-minta sedekah dan sumbangan yang
dampaknya menghinakan diri sendiri, umat Islam dan agamanya serta mengadukan
Allah kepada manusia.
Pada zaman sekarang ini bisnis proposal dianggap suatu hal
yang biasa dan bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian.
Fenomena ini terus berkembang dan memiliki beragam pola serta
perangkat-perangkat yang mampu menunjang perkembangannya.
0 Komentar