Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

AMALAN PARA SAHABAT TANPA CONTOH DARI NABI ﷺ YANG DIBIARKAN OLEHNYA ATAU DITETAPKAN, BAHKAN DIPUJI

Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAIJIAN NIDA AL-ISLAM


بسم الله الرحمن الرحيم

DAFTAR ISI:

  • AMALAN PARA SAHABAT SEMASA NABI SAW:
  • KATAGORI AMALAN PARA SAHABAT YANG DIIZINKAN ATAU DIBIARKAN OLEH NABI SAW:
  • APAKAH SUNNAH TAQRIRIYYAH ITU BID'AH HASANAH?
  • KATAGORI PERTAMA: HADITS LARANGAN BID'AH SECARA UMUM DAN MUTLAK:
  • KATAGORI KEDUA: LARANGAN BID'AH YANG AKAN MUNCUL SETELAH NABI WAFAT.
  • DEFINISI BID'AH:
  • KAPAN? KEPADA SIAPA DAN UNTUK SIAPA SABDA NABI SAW TENTANG LARANGAN BID'AH DI TUJUKAN?
  • KLASIFIKASI AMALAN PARA SAHABAT SEMASA NABI SAW MASIH HIDUP?
  • KASIFIKASI PERTAMA: AMALAN-AMALAN PARA SAHABAT YANG RINGAN DAN TIDAK MEMBERATKAN:

======

بسم الله الرحمن الرحيم

AMALAN PARA SAHABAT SEMASA NABI :

Amalan para sahabat semasa Nabi masih hidup dan beliau mengetahuinya lalu beliau menetapkannya atau mendiamkannya adalah Sunnah Taqririyyah.

Definisi Sunnah Taqririyah:

ما فعل بحضرة النبي صلى الله عليه وسلم فأقره، أو علم به فسكت عليه، لأنه لا يسكت على باطل، ولا يقر إلا حقا.

Apa yang dia amalkan di hadapan Nabi lalu baliau menyetujuinya, atau baliau mengetahuinya, namun baliau tetap diam tentang hal itu, karena baliau tidak akan tinggal diam terhadap kebatilan, dan juga baliau tidak akan mengakui apa pun kecuali kebenaran.

Kesimpulannya:

Sunnah Taqririyyah adalah Persetujuan Rasulullah dan sikap diamnya saat beliau mengetahui amalan yang dilakukan oleh para sahabat. Baik berupa ucapan maupun perbuatan. Baik kejadian tersebut disaksikan Rasulullah secara langsung maupun didengarnya.

MACAM-MACAM AMALAN PARA SAHABAT YANG DIIZINKAN ATAU DIBIARKAN OLEH NABI :

Ada lima macam amalan para sahabat:

1.     Pertama: amalan sahabat yang ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi , lalu beliau mengizinkannya.

2.     Kedua: amalan sahabat yang tidak ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi , lalu beliau melihatnya atau mendengarnya. Setelah Nabi melihatnya atau mendengarnya, lalu beliau memujinya atau mendiamkannya.

3.     Ketiga: amalan sahabat yang tidak ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi . Lalu ada sebagian para sahabat yang mengadukannya kepada Nabi . Setelah itu beliau mengizinkannya.

4.     Keempat: Amalan sahabat yang tidak ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi . Ketika Nabi mengetahuinya, maka Nabi melaranganya, akan tetapi sahabat tersebut tetap bersikeras ingin mengamalkannya. Pada akhirnya Nabi mengizinkannya atau mendiamkannya.  

5.     Kelima: Amalan sahabat yang berkemungkinan tidak diketahui oleh Nabi hingga beliau wafat.

*****

KATAGORI DALIL AMALAN SAHABAT YANG DIIZINKAN ATAU DIBIARKAN OLEH NABI :

----------

APAKAH SUNNAH TAQRIRIYYAH ITU BID'AH HASANAH?

Jawabannya: Silahkan baca hadits-hadits tentang larangan Bid'ah di bawah ini!.

Ada dua katagori subtansi hadits larangan bid'ah.

1.     Katagori Pertama:  hadits yang melarang bid'ah secara umum, baik bid'ah yang muncul di masa Nabi  masih hidup serta wahyu masih turun, maupan bid'ah yang muncul setelah Nabi  wafat dan masa tasyri' telah berakhir.

2.     Katagori Kedua: hadits yang melarang bid'ah setelah Nabi  wafat dan masa tasyri' telah berakhir.

-----------

KATEGORI PERTAMA:
HADITS LARANGAN BID'AH SECARA UMUM DAN MUTLAK:

Yaitu hadits yang melarang bid'ah secara mutlak dan umum, baik bid'ah yang muncul di masa Nabi masih hidup serta wahyu masih turun, maupan bid'ah yang muncul setelah Nabi wafat dan masa tasyri' telah berakhir.

HADITS KE 1:

Hadits Jabir bin Abdullah ia berkata, bahwasanya;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ

Apabila Rasulullah menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya.

Beliau bersabda:

"Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)."

Kemudian beliau melanjutkan sabdanya:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad . Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat."

Kemudian beliau bersabda:

"Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada dirinya sendiri. Karena itu, siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah miliki keluarganya. Sedangkan siapa yang mati dengan meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar, maka hal itu adalah tanggungjawabku." (HR. Muslim no. 1435).

FIQIH HADITS:

Perkataan Nabi SAW:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad . Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat."

Perkataan ini senantiasa Nabi
sampaikan dalam khuthbahnya. Dan di tujukan kepada para jemaah yang hadir. Mereka adalah para sahabat. Dan tentunya berlaku pula untuk kaum muslimin yang datang sesudahnya.

HADITS KE 2:

Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ: أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi bertanya tentang ibadahnya Nabi . Ketika mereka telah dikabari, seolah-olah mereka menggangap sedikit ibadahnya Nabi .

Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi SAW? Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.

Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam terus.

Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan berbuka.

Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.

Rasul
pun mendatangi mereka seraya bersabda:

أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.

(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim)

HADITS KE 3:

Dari Aisyah RA, Rosulullah bersabda:

« مَنْ أحْدَثَ في أمرنا هذا ما لَيْسَ منهُ فهو رَدٌّ»

" Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan perkara agama kami ini yang bukan darinya maka ia di tolak ". [HR. Bukhori no. 2697 dan Muslim no. 1718]

Dalam riwayat lain bunyinya:

« منْ عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا ، فَهو ردٌّ »

" Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan yang tidak diatas perkara agama kami, maka ia di tolak ". (HR. Muslim no. 1718).

HADITS KE 4:

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ: أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi bertanya tentang ibadahnya Nabi . Ketika mereka telah dikabari, seolah-olah mereka menggangap sedikit ibadahnya Nabi .

Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi SAW? Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.

Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam terus. Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan berbuka. Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.

Rasul
pun mendatangi mereka seraya bersabda:

" Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan.

Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku ".

(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim 4/129)

KATEGORI KEDUA: 
LARANGAN BID'AH YANG AKAN MUNCUL SETELAH NABI WAFAT.

Ada Hadits yang lebih spesifik melarang bid'ah setelah Nabi wafat dan masa tasyri' telah berakhir.

Pertama : hadits yang melarang bid'ah yang tidak di ridhoi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya .

Dari Katsir bin Abdullah -dia adalah putra 'Amru bin Auf Al Muzani- dari Ayahnya dari kakeknya, menyatakan : “Bahwa Nabi  bersabda kepada Bilal bin Al Harits:

"أَنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِى فَإِنَّ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلاَلَةٍ لاَ يَرْضَاهَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا". 

“Barang siapa yang menghidupkan satu sunah daripada sunahku yang telah mati setelahku maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengamalkanya tanpa dikurangi sedikitpun, Barang siapa yang membuat bid`ah dengan bid`ah yang dholalah yang tidak diridhai Allah dan Rasulnya maka baginya dosa orang-orang yang mengamalkanya dengan tanpa dikurangi sedikitpun”

[HR. Tirmidzi no. 2601 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 110 .

Abu Isa berkata; “Hadits ini hasan”. Dan di hasankan pula oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Hidayatur ruwaah 1/132]

Kedua : hadits yang mengisyaratkan pada larangan jenis bid'ah yang berdampak pada perpecahan dan pertumpahan darah , yang diantara sebabnya adalah munculnya bid'ah-bid'ah yang menyebabkan perpecahan, permusuhan dan pertumpahan darah seperti bid'ah faham Khawarij , oleh sebab itu Rasulullah  melarang hal-hal tersebut dan memerintahkan umatnya agar taat kepada pemimpin meskipun pemimpinnya itu seorang hamba habasyah [negro] yang cacat dan buntung.

Dari Khalid bin Ma'dan menceritakan kepadaku: Abdurrahman bin Amru As-Sulami dan Hujr bin Hujr Al Kala'i menceritakan kepadaku, keduanya berkata:

أَتَيْنَا الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ، وَهُوَ مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ‏:‏ ‏{‏وَلاَ عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لاَ أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ‏}‏، فَسَلَّمْنَا وَقُلْنَا‏:‏ أَتَيْنَاكَ زَائِرَيْنَ وَمُقْتَبِسَيْنِ، فَقَالَ الْعِرْبَاضُ‏:‏ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا‏؟‏ قَالَ‏:‏ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ‏.

Kami mendatangi 'Irbadh bin Sariyah, dan dia adalah salah seorang yang diturunkan karenanya ayat:

{‏وَلاَ عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لاَ أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ‏}

{Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan [agar bisa ikut berjihad bersama Nabi . PEN], lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa kalian."} (Qs. At Taubah [9]: 92).

Kami mengucapkan salam dan berkata: "Kami mendatangimu sebagai orang yang berkunjung dan penuntut ilmu."

Maka 'Irbadh berkata:

" Rasulullah
shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati bergetar takut (wajilat minha al quluub).

Lalu seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?"

Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau mendengarkan, patuh dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi yang buntung (mujadda').

Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham.

Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat." [3: 6].

(HR. Abu Dawud (4607), At Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126), Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir (263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi dalam Al Kubra (10/114).

Dishahihkan oleh Tirmidzi, Al Hakim, Ibnu Hibban dan juga Al Albani di dalam Irwa Al Ghalil (no. 2455).

FIQIH HADITS:

Tidak ada keraguan bahwa hadits tsb shahih dari Nabi . Akan tetapi kita juga harus tahu kapan dan pada saat apa Rosulullah menyampaikan nya, kemudian dalam prakteknya bagaimana Beliau menjalankannya ????

Bid'ah pertama yang menimpa pada umat Islam dalam sejarah adalah bid'ah khawari , yaitu bid’ah pembelotan alias keluar memisahkan diri dari pemerintahan yang sah atau keluar memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin .

Badruddiin Al-'Ayni berkata :

" ‌أول ‌بِدعَة ‌وَقعت ‌فِي ‌الْإِسْلَام ‌بِدعَة ‌الْخَوَارِج، ‌ثمَّ ‌كَانَ ‌ظُهُورهمْ ‌فِي ‌أَيَّام ‌عَليّ ‌بن ‌أبي ‌طَالب، رَضِي الله تَعَالَى عَنهُ، ثمَّ تشعبت مِنْهُم شعوب وقبائل وآراء وَأَهْوَاء وَنحل كَثِيرَة منتشرة".

Bid'ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah bid'ah kaum Khawarij, kemudian kemunculan mereka pada zaman Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Kemudian cabang dari mereka ini muncul pula bangsa-bangsa , suku-suku ,  ideologi-ideologi , ambisi-ambisi , sekte-sekte yang banyak yang menyebar ". ['Umdatul Qoori' 18/139].

Ibnu Taimiyyah berkata:

" وَأَوَّلُ ‌بِدْعَةٍ ‌حَدَثَتْ ‌فِي ‌الْإِسْلَامِ ‌بِدْعَةُ ‌الْخَوَارِجِ ‌وَالشِّيعَةِ ‌حَدَثَتَا ‌فِي ‌أَثْنَاءِ ‌خِلَافَةِ ‌أَمِيرِ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ فَعَاقَبَ الطَّائِفَتَيْنِ. أَمَّا الْخَوَارِجُ فَقَاتَلُوهُ فَقَتَلَهُمْ وَأَمَّا الشِّيعَةُ فَحَرَّقَ غَالِيَتَهُمْ بِالنَّارِ وَطَلَبَ قَتْلَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ فَهَرَبَ مِنْهُ وَأَمَرَ بِجَلْدِ مَنْ يُفَضِّلُهُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ. وَرُوِيَ عَنْهُ مِنْ وُجُوهٍ كَثِيرَةٍ أَنَّهُ قَالَ: خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ، وَرَوَاهُ عَنْهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ".

" Bid'ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah bid'ah Khawarij dan Syi'ah, yang terjadi pada masa kekhalifahan Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, sehingga dia menghukum kedua kelompok tersebut.

Adapun Khawarij, mereka memeranginya, maka beliau membunuh mereka. Dan adapun terhadap Syiah, maka beliau membakar mereka yang mengkultuskan Ali dengan api, dan memerintahkan untuk membunuh Abdullah bin Saba, namun dia telah melarikan diri.

Dan dia memerintahkan untuk mencambuk siapa pun yang menganggap Ali lebih afdhol daripada Abu Bakar dan Umar. Dan ini telah diriwayatkan darinya dalam banyak jalur bahwa dia berkata : Yang terbaik dari umat ini setelah Nabi-Nya adalah Abu Bakar, kemudian Umar, dan al-Bukhari meriwayatkan dari Ali , dalam Shahihnya". [Majmu' al-Fatawa 3/279].

DEFINISI BID'AH:

Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:

عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ

Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.

Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).

Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah

طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ الشَّرْعِيَّةِ

Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah).

(Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)

Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:

وَالْبِدْعَةُ: مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ وَالْعِبَادَاتِ

“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)

(Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)

Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah.

Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi SAW), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi.

Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah
baik yang terpuji dan tercela.

Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir. Pendapat yang lebih kuat dari dua kubu ini adalah pendapat pertama karena itulah yang mendekati kebenaran berdasarkan keumuman dalil yang melarang bid’ah.

(Lihat argumen masing-masing pihak dalam Al Bida’ Al Hawliyah, Abdullah At Tuwaijiri)

KAPAN? DI TUJUKAN KEPADA SIAPAKAH SABDA NABI TENTANG LARANGAN BID'AH ?

Yang pasti Rosulullah menyampaikannya dihadapan para sahabatnya dengan tujuan untuk menasihati mereka dan agar mereka menyampaikannya pula kepada yang lain. Baik kepada kaum muslimin yang hidup semasanya maupun yang sesudahnya.

Akan tetapi:
Ada sebagian para ulama yang mengatakan bahwa hadits larangan bid’ah ini tidak berlaku terhadap para sahabat semasa Nabi masih hidup mereka, dengan alasan karena saat itu adalah dalam masa-masa tasyri’ dan wahyu masih turun. Dengan demikian, maka para sahabat diperbolehkan untuk mengada-adakan amalan tanpa contoh dari Nabi ,  yang di kenal dengan amalan para sahabat, bukan bid’ah para sahabat.

Namun ada pula sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa hadits larangan bid'ah itu berlaku pada para sahabat semasa Nabi masih hidup ; karena khithob sabda Nabi SAw tersebut dihadapkan langsung kepada para sahabat yang hadir saat itu , bukan kepada umat Islam yang belum lahir di dunia . Dan 
kandungan sabdanya itu mutlak tidak dibatasi dengan waktu. Oleh sebab itu mereka juga mengatakan bahwa Sunnah Taqririyyah adalah Bid'ah Hasanah

Pendapat ini diperkuat dengan apa yang tersirat dalam perkataan sahabat Abu Umamah al-Baahily radhiyallahu anhu. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Nasher al-Marwazi ( w. 294 H ) dari Abu Umamah radhiyallaahu 'anhu , bahwa beliau berkata :

" ‌إِنَّ ‌اللَّهَ ‌كَتَبَ ‌عَلَيْكُمْ ‌صِيَامَ ‌رَمَضَانَ ‌وَلَمْ ‌يَكْتُبْ ‌قِيَامَهُ ، ‌وَإِنَّمَا ‌الْقِيَامُ ‌شَيْءٌ ‌أَحْدَثْتُمُوهُ ‌فَدُومُوا ‌عَلَيْهِ ‌وَلَا ‌تَتْرُكُوهُ ‌فَإِنَّ ‌نَاسًا ‌مِنْ ‌بَنِي ‌إِسْرَائِيلَ ابْتَدَعُوا بِدْعَةً لَمْ يَكْتُبْهَا اللَّهُ عَلَيْهِمُ ابْتَغَوْا بِهَا رِضْوَانَ اللَّهِ فَلَمْ يَرْعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا فَعَابَهُمُ اللَّهُ بِتَرْكِهَا ، فَقَالَ: {وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا} [الحديد: 27]".

“Allah mewajibkan puasa Ramadhan pada kalian , dan Dia tidak mewajibkan shalat qiyamullail nya [Tarawihnya]. Dan adapun shalat qiyamullail adalah sesuatu yang baru yang kalian ada-adakan , maka kalian harus mendawamkannya [ memeliharanya] dan janganlah kalian meninggalkannya; karena dulu ada segolongan manusia dari Bani Israil mengada-adakan amalan bid'ah yang tidak pernah diperintahkan Allah atas mereka, yang mana mereka melakukan semua itu dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah dengannya.

Namun ternyata mereka itu tidak memeliharanya sebagaimana mestinya, maka Allah SWT mencela mereka karena meninggalkannya, dan Allah SWT berfirman :

وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا

Dan mereka mengada-adakan bid'ah rahbaniyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. [ QS. Al-Hadiid : 27]

[ Lihat مختصر قيام الليل وقيام رمضان وكتاب الوتر 1/23 karya Muhammad bin Nasher al-Marwazi ]

Dan Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya ketika menafsiri ayat di atas berkata :

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Hamzah alias Abu Ya’qub Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Abdi Rabbihi, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Ma’ruf, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Mas’ud, dari ayahnya dari kakeknya (yaitu IBNU MAS'UD) yang telah mengatakan :

Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya :

"يَا ابْنَ مَسْعُودٍ". قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "هَلْ عَلِمْتَ أَنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً؟ لَمْ يَنْجُ مِنْهَا إِلَّا ثَلَاثُ فِرَقٍ، ‌قَامَتْ ‌بَيْنَ ‌الْمُلُوكِ ‌وَالْجَبَابِرَةِ ‌بَعْدَ ‌عِيسَى ‌ابْنِ ‌مَرْيَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ‌فَدَعَتْ ‌إِلَى ‌دِينِ ‌اللَّهِ ‌وَدِينِ ‌عِيسَى ‌ابْنِ ‌مَرْيَمَ، ‌فَقَاتَلَتِ ‌الْجَبَابِرَةَ فقُتلت فَصَبَرَتْ وَنَجَتْ، ثُمَّ قَامَتْ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يَكُنْ لَهَا قُوَّةٌ بِالْقِتَالِ، فَقَامَتْ بَيْنَ الْمُلُوكِ وَالْجَبَابِرَةِ فَدَعَوْا إِلَى دِينِ اللَّهِ ‌وَدِينِ ‌عِيسَى ‌ابْنِ ‌مَرْيَمَ، فَقُتِّلَتْ وَقُطِّعَتْ بِالْمَنَاشِيرِ وَحُرِّقَتْ بِالنِّيرَانِ، فَصَبَرَتْ وَنَجَتْ. ثُمَّ قَامَتْ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يَكُنْ لَهَا قُوَّةٌ بِالْقِتَالِ وَلَمْ تُطِقِ الْقِيَامَ بِالْقِسْطِ، فَلَحِقَتْ بِالْجِبَالِ فَتَعَبَّدَتْ وَتَرَهَّبَتْ، وَهُمُ الَّذِينَ ذَكَرَهُمُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ}

“Hai Ibnu Mas’ud!” Aku menjawab, “Labbaika, ya Rasulullah.”

Rasulullah Saw. bersabda: Tahukah kamu bahwa orang-orang Bani Israil telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan? Tiada suatu golongan pun yang selamat kecuali tiga golongan, yang hidup di antara para raja dan orang-orang yang melampaui batas sesudah Isa putra Maryam a.s.

Mereka menyeru kepada agama Allah dan agama Isa putra Maryam, lalu mereka memerangi orang-orang yang melampaui batas, tetapi akhirnya mereka terbunuh , mereka tetap bersabar dan akhirnya mereka selamat [ yakni mati syahid dan khusnul khotimah . PEN].

Kemudian bangkit lagi golongan lainnya yang tidak mempunyai kekuatan untuk berperang, mereka bangkit di antara para raja dan orang-orang yang lalim dan menyeru mereka kepada agama Allah dan agama Isa putra Maryam. Tetapi akhirnya mereka sendirilah yang dibunuh dan dipotong dengan memakai gergaji serta dibakar, mereka sabar dan akhirnya mereka selamat [ yakni mati syahid dan khusnul khotimah PEN ].

Kemudian bangkit lagi golongan lainnya yang juga tidak mempunyai kekuatan untuk berperang. Dan mereka tidak mampu untuk menegakkan keadilan .

Akhirnya mereka mengasingkan diri ke gunung-gunung (daerah pedalaman), lalu mereka menyembah Allah dan mengada-adakan bid'ah rahbaniyah .

Mereka adalah orang-orang yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya :

“Dan mereka mengada-adakan bid'ah rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka.” (Al-Hadid: 27)

Penulis katakan : Al-Thabarani meriwayatkannya dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (10/211) melalui Hisyam bin Ammar, dari Al-Walid bin Muslim, dari Bukair bin Ma'ruuf, serupa dengannya. Dan Bukair bin Ma'ruuf seorang perawi yang diperbincangkan ].

Dan dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata;

خَرَجْتُ مع عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه لَيْلَةً في رَمَضَانَ إلى المَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ؛ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، ويُصَلِّي الرَّجُلُ فيُصَلِّي بصَلَاتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: إنِّي أرَى لو جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ علَى قَارِئٍ واحِدٍ، لَكانَ أمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ، فَجَمعهُمْ علَى أُبَيِّ بنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ معهُ لَيْلَةً أُخْرَى والنَّاسُ يُصَلُّونَ بصَلَاةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: نِعْمَ البِدْعَةُ هذِه، والَّتي يَنَامُونَ عَنْهَا أفْضَلُ مِنَ الَّتي يَقُومُونَ. يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ، وكانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أوَّلَهُ.

"Aku keluar bersama ['Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu] pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang.

Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik".

Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam.

Lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam”, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang pada umumnya melakukan shalat pada awal malam. [HR. Bukhori no. 2010]

Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan sesudahnya :

وَكانوا يَلعنونَ الكفرةَ في النِّصفِ : اللَّهمَّ قاتِلِ الكفَرةَ الَّذينَ يصدُّونَ عن سبيلِكَ ، ويُكَذِّبونَ رسُلَكَ ، ولا يؤمِنونَ بوعدِكَ، وخالِف بينَ كلمتِهِم ، وألقِ في قلوبِهِمُ الرُّعبَ ، وألقِ عليهم رِجزَكَ وعذابَكَ ، إلَهَ الحقِّ ، ثمَّ يصلِّي علَى النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ويَدعو للمسلمينَ بما استطاعَ من خَيرٍ ثمَّ يستغفرُ للمؤمنينَ ، قال : وَكانَ يقولُ إذا فرغَ من لَعنةِ الكفرةِ وصلاتِهِ علَى النَّبيِّ ، واستغفارِهِ للمؤمنينَ والمُؤْمِناتِ ومسألتِهِ : اللَّهمَّ إيَّاكَ نعبُدُ ، ولَكَ نصلِّي ونسجُدُ وإليكَ نسعى ونحفِدُ ، ونرجو رحمتَكَ ربَّنا ، ونخافُ عذابَكَ الجِدَّ ، إنَّ عذابَكَ لمن عاديتَ مُلحِقٌ ، ثمَّ يُكَبِّرُ ويَهْوي ساجدًا .

Dulu mereka [dalam qunutnya] berdo’a dengan do’a laknat bagi orang kafir pada separuh bulan Ramadhan, yaitu doa:

'Ya Allah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi (manusia) dari jalan-Mu, mendustakan para rasul-Mu dan tidak beriman dengan janji-Mu. Cerai-beraikan persatuan mereka dan timpakanlah rasa takut di hati-hati mereka, serta timpakan siksaan dan adzab-Mu atas mereka, wahai sesembahan yang haq,' kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berdoa untuk kebaikan kaum muslimin semampunya, kemudian memohon ampunan untuk kaum mukminin". 

[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1100. Di shahihkan Ibnu Khuzaimah dan al-Albaani ].

Imam asy-Suyuthi dalam kitabnya al-Haawi lil Fatawa 1/276-277 berkata : 

وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ بِإِسْنَادِهِ فِي مَنَاقِبِ الشَّافِعِيِّ عَنِ الشَّافِعِيِّ قَالَ الْمُحَدِّثَاتُ مِنَ الْأُمُورِ ضَرْبَانِ : أَحَدُهُمَا - مَا أَحْدَثَ مِمَّا يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ الْبِدْعَةُ الضَّلَالَةُ. وَالثَّانِي - مَا أَحْدَثَ مِنَ الْخَيْرِ ، لَا خِلَافَ فِيهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هَذَا، وَهَذِهِ مُحَدَّثَةٌ غَيْرُ مَذْمُومَةٌ، وَقَدْ قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي قِيَامِ شَهْرِ رَمَضَانَ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ يَعْنِي أَنَّهَا مُحَدَّثَةٌ لَمْ تَكُنْ وَإِذَا كَانَتْ فَلَيْسَ فِيهَا رَدٌّ لِمَا مَضَى.

 

“Hal baru terbagi menjadi dua, pertama apa yang bertentangan dengan Al Quran, Sunah, atsar, dan ijma, maka inilah bid`ah dholalah. Yang kedua adalah hal baru dari kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari yang telah disebut, maka tidak ada khilaf bagi seorangpun mengenainya bahwa hal baru ini tidak tercela..  dan Umar telah berkata dalam berkaitan dengan qiyamullail di bulan Ramadlan : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini “, yakni ia adalah perkara baru yang belum pernah ada , kalau seandainya iya pernah ada , kenapa tidak mengatakan : kembalikan kepada asalnya !  

 

Dan Imam as-Subki dalam Fatawa-nya 3/240 berkata :

 

وَمَا أَحْسَنَ وَأَصْوَبَ كَلَامَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَيْثُ قَالَ : الْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ مِمَّا يُخَالِفُ كِتَابًا ، أَوْ سُنَّةً ، أَوْ أَثَرًا ، أَوْ إجْمَاعًا فَهَذِهِ الْبِدْعَةُ ضَلَالَةٌ .وَالثَّانِي : مَا أُحْدِثَ مِنْ الْخَيْرِ لَا خِلَافَ فِيهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هَذَا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُومَةٍ وَقَدْ قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ نِعْمَتْ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، تَعَيَّنَ أَنَّهَا مُحْدَثَةٌ لَمْ تَكُنْ ، وَإِذَا كَانَتْ لَيْسَ فِيهَا رَدٌّ لِمَا مَضَى.

“Lihatlah bagaimana Imam Syafii menyatakan bahwa tidak ada khilaf sedikitpun mengenai kebolehan hal baru yang baik, ini menunjukkan bahwa para ulama di zaman Imam Syafii hampir seluruhnya telah memilah bid`ah kepada yang baik dan yang buruk.

Masih banyak lagi ulama Ahlu sunnah yang membagi bid`ah (baik dalam agama atau selainnya), menjadi bid`ah yang bisa diterima dan bid`ah yang ditolak. Diantaranya Imam Izudin bin Abdussalam, Imam Ghozali, Imam Nawawi, Imam Subki, Imam Suyuthi, Imam Ibn Hajar, Imam Asy Syaukhani dalam Nailul Author, Al Qostholani dalam Irsyadus saari, Az Zarqani dalam Syarah Muwatha, Al Halabi, dan masih banyak ulama lain yang tidak mungkin disebut satu per satu”.

KLASIFIKASI AMALAN PARA SAHABAT SEMASA NABI MASIH HIDUP?

Dalam hal ini ada empat macam amalan:

1.     Pertama: Amalan-amalan ringan yang tidak terlalu memberatkan.

2.     Kedua: Amalan yang menyelisihi Sunnah.

3.     Ketiga: Amalan-amalan yang sangat memberatkan dan membahayakan kesehatan atau membahayakan nyawanya.

4.     Keempat: Amalan-amalan yang mengganggu hak dan kepentingan orang lain.

------

KLASIFIKASI PERTAMA:
AMALAN-AMALAN PARA SAHABAT YANG RINGAN DAN TIDAK MEMBERATKAN:

*****

Amalan-amalan para sahabat yang ringan dan tidak memberatkan , maka oleh Rosulullah SAW dibiarkan, kadang ditetapkan sebagai sunnah , bahkan kadang beliau memujinya . Contohnya adalah sbb :

AMALAN SAHABAT KE 1:

Bacaan sahabat dalam shalat yang di benarkan bahkan dipuji oleh Nabi padahal bacaan tersebut bukan dari Nabi .

Dari Anas bin Malik (RA):

أنَّ رجلًا كانَ يلزَمُ قراءةَ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ في الصَّلاةِ في كلِّ سورةٍ وَهوَ يؤمُّ أصحابَهُ ، فَقالَ لَهُ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّه عليهِ وعلَى آلِهِ وسلَّمَ: ما يُلزِمُكَ هذِهِ السُّورةَ ؟ قالَ: إنِّي أحبُّها. قالَ: حبُّها أدخلَكَ الجنَّةَ.

Bahwa seorang pria bermulazamah membaca: " Qul Hualloohu Ahad" dalam sholat pada setiap selesai baca surat, dan dia menjadi imam shalat para sahabatnya.

Maka Rosulullah
bertanya kepada nya: " Apa yang mendorongmu untuk bermulazamah membaca surat ini? ".

Dia menjawab: " Sesungguhnya aku mencintainya ".

Lalu Beliau
bersabda: " Kecintaan-mu pada nya akan memasukanmu ke dalam syurga".

[Hadits ini di hasankan oleh al-Waadi'i dalam ash-Shahih al-Musnad no. 87].

Riwayat lain dari Anas bin Malik (RA):

كَانَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ فَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ فَقَرَأَ بِهَا افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ بِسُورَةٍ أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَقْرَأُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لَا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى قَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِهَا فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَهُ أَفْضَلَهُمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ مِمَّا يَأْمُرُ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ أَنْ تَقْرَأَ هَذِهِ السُّورَةَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ

Dari [Anas bin Malik] ia berkata; "

Seorang sahabat Anshar mengimami mereka di Masjid Quba`, setiap kali mengawali untuk membaca surat (setelah al fatihah -pent) dalam shalat, ia selalu memulainya dengan membaca QUL HUWALLAHU AHAD hingga selesai, lalu ia melanjutkan dengan surat yang lain, dan ia selalu melakukannya di setiap rakaat.

Lantas para sahabatnya berbicara padanya, kata mereka; "Kamu membaca surat itu lalu menurutmu itu tidak mencukupimu, hingga kamu melanjutkannya dengan surat yang lain, bacalah surat tersebut atau tinggalkan lalu bacalah surat yang lain!."

Sahabat Anshar itu berkata; "Aku tidak akan meninggalkannya, bila kalian ingin aku menjadi imam kalian dengan membacanya, maka aku akan melakukannya dan bila kalian tidak suka, aku akan meninggalkan kalian."

Sementara mereka menilainya sebagai orang yang paling mulia di antara mereka, maka mereka tidak ingin diimami oleh orang lain. Saat Nabi
mendatangi mereka, mereka memberitahukan masalah itu.

Lalu beliau bertanya: "Hai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan yang diperintahkan teman-temanmu dan apa yang mendorongmu membaca surat itu disetiap rakaat?"

Ia menjawab ; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyukainya."

Rasulullah
bersabda: "Sesungguhnya mencintainya akan memasukkanmu ke dalam surga."

[Al-Bukhari meriwayakannya dalam Shahihnya secara mu'allaq dengan shighat Jazm (774), Dan diriwayatkan secara maushul oleh Tirmidzi no. (2826, 2901), Ahmad (hadis no. 11982 dan 12054) dan al-Darimi (hadis no. 3300).

Abu Isa at-Tirmidzy berkata ;

Hadits ini hasan gharib, shahih dari jalur ini dari hadits 'Ubaidullah bin Umar dari Tsabit. [Mubarak bin Fadlalah] meriwayatkan dari [Tsabit] dari [Anas] bahwa seseorang berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyukai surat ini, yaitu QUL HUWALLAAHU AHAD." Beliau bersabda: "Sesungguhnya mencintainya akan memasukkanmu ke dalam surga."

AMALAN SAHABAT KE 2:

Sama seperti di atas, yaitu Taqrir Nabi terhadap seorang imam shalat yang selalu mengakhiri bacaan suratnya dengan "Qul Huwallahu Ahad."

Dari Aisyah RA:

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا علَى سَرِيَّةٍ، وكانَ يَقْرَأُ لأصْحَابِهِ في صَلَاتِهِمْ فَيَخْتِمُ بقُلْ هو اللَّهُ أحَدٌ، فَلَمَّا رَجَعُوا ذَكَرُوا ذلكَ للنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ: سَلُوهُ لأيِّ شيءٍ يَصْنَعُ ذلكَ؟، فَسَأَلُوهُ، فَقالَ: لأنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ، وأَنَا أُحِبُّ أنْ أقْرَأَ بهَا، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أخْبِرُوهُ أنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ.

"Bahwa Rasulullah mengutus seorang lelaki dalam suatu sariyyah (pasukan khusus yang ditugaskan untuk operasi tertentu). Laki-laki tersebut ketika menjadi imam shalat bagi para sahabatnya selalu mengakhiri bacaan suratnya dengan "Qul Huwallahu Ahad."

Ketika mereka pulang, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah
,  maka beliau bersabda: "Tanyakanlah kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?"

Lalu merekapun menanyakan kepadanya. Ia menjawab, "Karena didalamnya terdapat sifat Ar Rahman, dan aku senang untuk selalu membacanya."

Mendengar itu Rasulullah
bersabda: "Beritahukanlah kepadanya bahwa Allah Ta'ala juga mencintainya." (HR. Bukhori no. 7375 dan Muslim no. 813).

AMALAN SAHABAT KE 3:

Do’a al-Istiftaah amalan Sahabat dalam shalat yang dipuji oleh Nabi SAW:
 
Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma dia berkata;

بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ الْقَائِلُ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah ,  tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum mengucapkan;

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

(Maha Besar Allah, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, dan Maha suci Allah di pagi dan sore hari)

Lantas Rasulullah
bertanya:

"Siapa yang mengatakan demikian dan demikian?

Lelaki tersebut menjawab; "Saya ya Rasulullah."

Maka Rasululah
bersabda: "Aku merasa kagum terhadapnya, karena dengannya pintu-pintu langit telah di buka."

Ibu Umar berkata; "Oleh karena itu, aku tidak pernah meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah
."

(HR. Muslim No. 601, Ahmad 8/79 no. 4399 dan Turmudzi No. 3516)

Abu Isa at-Turmudzi berkata;

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ هُوَ حَجَّاجُ بْنُ مَيْسَرَةَ الصَّوَّافُ وَيُكْنَى أَبَا الصَّلْتِ وَهُوَ ثِقَةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْحَدِيثِ

"Hadits ini derajatnya hasan gharib melalui jalur ini, Dan Hajjaj bin Abu Utsman adalah Hajjaj bin Maisarah Ash Shawwaf yang di juluki dengan Abu Shalt menurut ahli hadits, ia adalah seorang yang tsiqah (dapat dipercaya)."

AMALAN SAHABAT KE 4:

Do’a al-Istiftaah amalan Sahabat dalam shalat yang dipuji oleh Nabi SAW:

Dari Anas RA:

" أَنَّ رَجُلًا جَاءَ ، فَدَخَلَ الصَّفَّ وَقَدْ حَفَزَهُ النَّفَسُ ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ ، قَالَ: (أَيُّكُمُ الْمُتَكَلِّمُ بِالْكَلِمَاتِ ؟) ، فَأَرَمَّ الْقَوْمُ – يعني: سكتوا - ، فَقَالَ: (أَيُّكُمُ الْمُتَكَلِّمُ بِهَا ؟ فَإِنَّهُ لَمْ يَقُلْ بَأْسًا) ، فَقَالَ رَجُلٌ: جِئْتُ وَقَدْ حَفَزَنِي النَّفَسُ فَقُلْتُهَا ، فَقَالَ: (لَقَدْ رَأَيْتُ اثْنَيْ عَشَرَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَرْفَعُهَا)


“ Bahwa seorang laki-laki datang dan masuk shaff (barisan) sementara nafasnya masih terengah-engah, lalu mengucapkan:

" الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ "

Artinya: (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, lagi penuh berkah di dalamnya).”

Seusai shalat, Rasulullah
bertanya: “Siapakah diantara kalian yang mengucapkan kalimat tadi?” Para sahabat terdiam.

Beliau mengulangi pertanyaannya; “Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi, karena hal itu tidak masalah baginya.”

Lantas seorang sahabat berkata ; “Aku tadi datang, sementara napasku masih terengah-engah, maka kuucapkan kalimat itu.”

Beliau bersabda: “TADI AKU MELIHAT DUA BELAS MALAIKAT BEREBUT MENGANGKAT UCAPAN ITU”.

(HR. Muslim no. 600 dan an-Nasaa’i no. 901)

AMALAN SAHABAT KE 5:

Doa I'tidal amalan Sahabat yang di puji oleh Nabi SAW:

Dari Rifa'ah bin Rafi' Az Zuraqi radhiyallahu ‘anhu berkata:

" كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ، قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ، قَالَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ؟ قَالَ: أَنَا، قَالَ: رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ "

"Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi . Ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengucapkan:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

(Semoga Allah mendengar punjian orang yang memuji-Nya) '. Kemudian ada seorang laki-laki yang berada di belakang beliau membaca;

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

(Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah) '."

Selesai shalat beliau bertanya: "Siapa orang yang membaca kalimat tadi?"

Orang itu menjawab, "Saya."

Beliau bersabda: "Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu untuk menuliskan kalimat tersebut."

(HR. Bukhori no. 757 dan Muslim no. 617)

CATATAN:

Kami mendengar dari banyak jamaah, ketika bangun dari rukuk, mengatakan:

(رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ والشُّكْرُ)

(Tuhan kami bagi-Mu, pujian dan syukur)

Dan setelah pencarian yang panjang, kami menemukan bahwa riwayat bangun dari rukuk terkait dengan zikir ini adalah sebagai berikut:

(رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ)

(Ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu)

(رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ)

(Ya Tuhan kami, dan bagi-Mu segala puji)

(اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ)

(Ya Allah). Ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu)

(اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ)

(Ya Allah, Tuhan kami, dan bagi-Mu segala puji)

Penulis katakan:

Yang lebih afdlol dan lebih baik adalah tanpa mengucapkan kata “
وَالشُّكْرُ” setelah mengatakan: “رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ”; Karena kata (“وَالشُّكْرُ”dan terima kasih) setelah mengatakan: “رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ” adalah tambahan yang tidak disebutkan dalam Sunnah, dan yang utama adalah meninggalkannya.

Syeikh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmatinya, berkata:

" لا شك أن التقيّد بالأذكار الواردة هو الأفضل، فإذا رفع الإنسان من الركوع فليقل: "ربنا ولك الحمد"، ولا يزد والشكر لعدم ورودها ".

“Tidak ada keraguan bahwa berpegang dengan mengamalkan dzikir-dzikir yang terdapat dalam hadits-hadits adalah yang terbaik, Jadi jika seseorang bangun dari ruku’, maka dia ucapkanlah: “رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ”. Tanpa menambahi kata “وَالشُّكْرُ” karena tidak ada dalilnya.”

CATATAN:

Bahwa siapa pun yang memabacanya dengan tambahan (“
وَالشُّكْرُ”dan terima kasih) “, kami tidak mengatakan tentang orang tsb bahwa dia melakukan amalan yang diharamkan atau bid’ah mungkaroh atau melakukan sesuatu yang membatalkan sholatnya, tetapi lebih afdhol membatasi dirinya pada apa yang disebutkan dalam Sunnah.

Syeikh Bin Baaz, semoga Allah merahmatinya, berkata:

"الأفضل أن يقول ربنا ولك الحمد، ويكفي ولا يزيد "والشكر"، وإن زاد كلمة (والشكر) لا يضره، ويُعلّم أنه غير مشروع".


"Lebih baik baginya untuk mengatakan: “
رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ / Tuhan kami, segala puji bagi-Mu”, dan itu cukup dan tidak menambah (“وَالشُّكْرُ”dan terima kasih).

Dan jika kata “
وَالشُّكْرُ” ditambahkan itu tidak membahayakannya, dan dikasih tahu bahwa itu tidak disyariatkan”.

AMALAN SAHABAT KE 6:

Doa dalam Tasyahhud dari amalan Sahabat yang di taqrir oleh Nabi SAW:

Dari Abu Shalih dari sebagian para sahabat Nabi
,  mereka berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ كَيْفَ تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ أَمَا إِنِّي لَا أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلَا دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ

Nabi pernah bertanya kepada seorang laki-laki: "Bagaimana kamu berdo'a dalam shalat?"

Laki-laki tersebut menjawab ; "Aku membaca tasyahhud dan mengucapkan;

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ

" Ya Allah, aku memohon kepada Engkau surga dan berlindung kepada Engkau dari api neraka.

Kami tidak bisa memperbagus senandung doa (merangkai kata-kata yang bagus dalam berdo'a) seperti senandung Engkau dan senandung Mu’adz ".

Lalu Rosulullah
bersabda:  "Seputar itulah kami bersenandung (dalam berdo’a)".

(HR. Ahmad No. 15333 dan Abu Daud No. 672 dan di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani).

Lalu Abu Daud menyebutkan riwayat lain dengan sanadnya: dari Jabir RA -dia menyebutkan kisahnya Mu'adz- dengan mengatakan ;

وَقَالَ يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْفَتَى كَيْفَ تَصْنَعُ يَا ابْنَ أَخِي إِذَا صَلَّيْتَ قَالَ أَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَأَسْأَلُ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِهِ مِنْ النَّارِ وَإِنِّي لَا أَدْرِي مَا دَنْدَنَتُكَ وَلَا دَنْدَنَةُ مُعَاذٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي وَمُعَاذًا حَوْلَ هَاتَيْنِ أَوْ نَحْوَ هَذَا

" Nabi bertanya kepada seorang pemuda: "Wahai anak saudaraku, apa yang kamu perbuat (baca) ketika mengerjakan shalat?"

Pemuda itu menjawab; "Aku membaca surat Al Fatihah dan memohon surga-Nya Allah dan berlindung dari api nerakanya Allah, sesungguhnya aku tidak bisa memperbagus senandung doa (merangkai kata-kata yang bagus dalam berdo'a) seperti senandung Engkau dan senandung Mu’adz.

Lalu Rosulullah
bersabda: "Sesungguhnya aku dan Mu'adz (juga berdo'a) sekitar dua hal itu “. Atau kata-kata yang semisalnya. (HR. Abu Daud no. 792).

Dalam riwayat Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata:

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ مَا تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ أَتَشَهَّدُ ثُمَّ أَسْأَلُ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِهِ مِنَ النَّارِ أَمَا وَاللَّهِ مَا أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلَا دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ فَقَالَ حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ

Rasulullah bertanya kepada seorang laki-laki: " Apa yang engkau baca dalam sholat?

Laki-laki itu menjawab:

Aku bertasyahhud kemudian memohon kepada Allah Surga dan berlindung kepada-Nya dari Api Neraka.

Aku tidak bisa merangkai untaian kata-kata dalam doa dengan baik seperti untaian doa anda dan untaian doa Muadz.

Maka Nabi
bersabda: Berkisar pada itulah tujuan kami merangkai untaian kata-kata dalam doa (yakni: permohonan Surga dan berlindung dari Neraka)

(H.R Abu Dawud no. 792 dan Ibnu Majah no. 898)

Di Shahihkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar sebagaimana dalam
الفتوحات الربانية 3/17 dan dishahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 792.

AMALAN SAHABAT KE 7:

Taqrir Nabi terhadap Adzan waktu shalat 5 waktu dari mimpi Sahabat:

Dari Mu’az ibnu Jabal r.a. yang menceritakan tentang Adzan pertama kali di kumandangkan:

‌وَكَانُوا ‌يَجْتَمِعُونَ ‌لِلصَّلَاةِ ‌وَيُؤْذِنُ ‌بِهَا ‌بَعْضُهُمْ ‌بَعْضًا ‌حَتَّى ‌نَقَسُوا ‌أَوْ ‌كَادُوا ‌يَنْقُسُونَ. قَالَ ‌ثُمَّ ‌إِنَّ ‌رَجُلًا ‌مِنَ ‌الْأَنْصَارِ ‌يُقَالُ ‌لَهُ ‌عَبْدُ ‌اللهِ ‌بْنُ ‌زَيْدٍ أَتَى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي رَأَيْتُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ وَلَوْ قُلْتُ إِنِّي لَمْ أَكُنْ نَائِمًا لَصَدَقْتُ، إِنِّي بَيْنَا أَنَا بَيْنَ النَّائِمِ وَالْيَقْظَانِ إِذْ رَأَيْتُ شَخْصًا عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ، فَقَالَ: اللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، مَثْنَى مَثْنَى حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْأَذَانِ، ثُمَّ أَمْهَلَ سَاعَةً. قَالَ: ثُمَّ قَالَ مِثْلَ الَّذِي قَالَ غَيْرَ أَنَّهُ يَزِيدُ فِي ذَلِكَ قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " عَلِّمْهَا بِلَالًا فَلْيُؤَذِّنْ بِهَا ". فَكَانَ بِلَالٌ أَوَّلَ مَنْ أَذَّنَ بِهَا. قَالَ: وَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ قَدْ طَافَ بِي مِثْلُ الَّذِي أَطَافَ بِهِ غَيْرَ أَنَّهُ سَبَقَنِي

Bahwa pada mulanya mereka berkumpul untuk menunaikan shalat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong untuk tujuan tersebut.

Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Anshar - yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih - datang kepada Rasulullah
. Lelaki itu berkata:

"Wahai Rasulallah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu.

Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau.
Lelaki itu menghadap ke arah Kiblat, lalu mengucapkan:

‘Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar), asyhadu allaa ilaha illallah (aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah).’ Ia membacanya dua kali-dua kali hingga selesai adzannya.

Kemudian berhenti sesaat. Setelah itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia menambahkan kalimat " qod qoomatish sholaah " (sesungguhnya shalat akan didirikan) sebanyak 2 kali."

Maka Rasulullah
bersabda: " Ajarkanlah itu kepada Bilal! ".

Maka Bilal menyerukan Adzan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah orang yang mula-mula menyerukan Adzan dengan kalimat ini.

Mu’az ibnu Jabal r.a. melanjutkan kisahnya:

Bahwa lalu datanglah Umar bin Khattab r.a. dan mengatakan: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat seperti apa yang dilihatnya, hanya saja dia lebih dahulu dariku."

[HR. Ahmad 36/438, Abu Daud 1/140 no. 507, al-Hakim 2/274 dan ath-Thohaawi dalam Syarah al-Musykil 1/417 no. 478]

Di Shahihkan oleh al-Hakim dengan mengatakan: " Shahih sesuai syarat Shahih bukhori dan Muslim ". Dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 478 dan dalam al-Irwaa 4/20.

Namun hadits ini di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arnauth dalam Takhriij Musnad Imam Ahmad..

AMALAN SAHABAT KE 8:

Lafadz: " اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ [ASH SHALAATU KHAIRUM MINANNAUM] Tambahan Bilal pada Adzan Shubuh.

Bilal bin Abi Robaah (RA) menambahi " Ash-Sholaatu Khairum Minan Naum " dalam Adzan Shubuh, lalu Nabi
mentaqrir nya.

Ada beberapa riwayat, diantaranya:

Riwayat Ke 1: HADITS IBNU UMAR Radhiyallaahu anhuma

Dari Salim dari Ayahnya [Abdullah bin Umar], dia menceritakan:

أَنَّ ‌النَّبِيَّ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌اسْتَشَارَ ‌النَّاسَ ‌لِمَا ‌يُهِمُّهُمْ ‌إِلَى ‌الصَّلَاةِ، ‌فَذَكَرُوا ‌الْبُوقَ، ‌فَكَرِهَهُ ‌مِنْ ‌أَجْلِ ‌الْيَهُودِ، ‌ثُمَّ ‌ذَكَرُوا ‌النَّاقُوسَ، فَكَرِهَهُ مِنْ أَجْلِ النَّصَارَى، فَأُرِيَ النِّدَاءَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ، وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَطَرَقَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلًا، فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «بِلَالًا بِهِ، فَأَذَّنَ» قَالَ: الزُّهْرِيُّ، وَزَادَ بِلَالٌ فِي نِدَاءِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ: الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ، فَأَقَرَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ رَأَيْتُ مِثْلَ الَّذِي رَأَى، وَلَكِنَّهُ سَبَقَنِي

Nabi meminta pendapat para sahabat terhadap sesuatu yang membuat mereka berangkat menuju shalat. Maka mereka menyebutkan terompet, tetapi beliau tidak menyukainya karena menyerupai orang-orang Yahudi, kemudian mereka menyebutkan lonceng, tetapi beliau tidak menyukai pula karena menyerupai orang-orang Nasrani.

Maka pada malam itu seorang sahabat Anshar bermimpi tentang (lafadz) adzan, sahabat itu dikenal dengan nama Abdullah bin Zaid, dan begitu juga Umar bin Al Khatthab telah memimpikannya. Maka pada saat malam seorang sahabat Anshar mendatangi Rasulullah
,  lalu Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan."

Az Zuhri berkata Bilal menambah dalam adzan SHUBUH ;

ASH SHALAATU KHAIRUM MINANNAUM (Shalat itu lebih baik dari pada tidur).

Maka Rasulullah
pun menetapkannya.

Lantas Umar berkata ; "Ya Rasulullah, aku juga bermimpi seperti apa yang dia mimpikan, tetapi dia telah mendahuluiku."

[HR. Ibnu Majah no. 699 dengan lafadz diatas, Abu Ya'la (5503, 5504) secara terpencar, dan al-Tabarani (12/288) (13140) dengan sedikit perbedaan]

Dihasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 132.

Riwayat Ke 2: HADITS ABDULLAH BIN ZAID (RA):


Dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Abdu robbihi berkata:

لَمَّا أَجْمَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ أَنْ يَضْرِبَ بِالنَّاقُوْسِ يَجْمَعُ لِلصَّلاَةِ النَّاسَ وَهُوَ لَهُ كَارِهٌ لِمُوَافَقَتِهِ النَّصَارَى طَافَ بِيْ مِنَ اللَّيْلِ طَائِفٌ وَ أَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ وَ فِي يَدِهِ نَاقُوْسٌ يَحْمِلُهُ

قَالَ فَقُلْتُ لَهُ: يَا عَبْدَ اللهِ أَتَبِيْعُ النَّاقُوْسَ. قَالَ: وَ مَا تَصْنَعُ بِهِ.

قُلْتُ: نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلاَةِ. قاَلَ: أَفَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذلِكَ. قَالَ فَقُلْتُ: بَلى. قَالَ: تَقُوْلُ:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

حَيَ عَلَى اْلفَلاَحِ حَيَّ عَلَى اْلفَلاَحِ

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ

قَالَ: ثُمَّ اسْتَأْخَرْتُ غَيْرَ بَعِيْدٍ. قَالَ: ثُمَّ تَقُوْلُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلاَةَ:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى اْلفَلاَحِ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ

قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ.

قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ هذِهِ لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللهُ ثُمَّ أَمَرَ بِالتَّأْذِيْنِ فَكَانَ بِلاَلٌ مَوْلىَ أَبِى بَكْرٍ يُؤَذِّنُ بِذلِكَ وَيَدْعُو رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ.

قَالَ: فَجَاءَهُ فَدَعَاهُ ذَاتَ غَداَةٍ إِلَى الْفَجْرِ فَقِيْلَ لَهُ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمٌ.

قَالَ فَصَرَخَ بِلاَلٌ بِأَعْلَى صَوْتِهِ: " اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ".

قَالَ سَعِيْدُ بْنُ اْلمُسَيَّبِ: " فَأُدْخِلَتْ هذِهِ اْلكَلِمَةُ فِى التَّأْذِيْنِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ ".

Tatkala Rasulullah memutuskan agar memukul lonceng untuk mengumpulkan orang-orang agar melakukan shalat, yang sebenarnya beliau benci karena menyamai orang-orang nasrani, saya bermimpi ada seorang lelaki lewat di hadapanku dengan memakai dua kain hijau dan membawa lonceng di tangannya.

Berkata (‘Abdullah): Aku bertanya padanya: “Wahai hamba Allah! Apakah engkau akan menjual lonceng itu?”

Dia berkata: Apa yang hendak engkau perbuat dengannya?

Maka saya pun berkata: Kami akan memanggil orang-orang dengannya untuk shalat.

Dia berkata: Maukah engkau aku tunjuki yang lebih baik dari itu?

Berkata (‘Abdullah): Maka saya pun berkata, ”Ya”.

Dia berkata: Engkau ucapkan:

Allahu Akbar-Allahu Akbar, Allahu Akbar-Allahu Akbar (Allah Maha Besar),
Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu alla ilaha illallah (Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah),

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah),
Hayya ‘alash shalah, Hayya ‘alash shalah (Marilah shalat),
Hayya ‘alal falah, Hayya ‘alal falah (Marilah menuju kebahagiaan)
Allahu Akbar-Allahu Akbar,
La ilaha illallah (Tiada sesembahan selain Allah).

Kemudian aku mundur tidak begitu jauh, lalu dia berkata: Apabila engkau mengiqamahi shalat engkau mengucapkan:

Allahu Akbar-Allahu Akbar,
Asyhadu alla ilaha illallah,
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah,
Hayya ‘alash shalah,
Hayya ‘alal falah,
Qad qamatish shalah-Qad qamatish shalah,
Allahu Akbar-Allahu Akbar,
La ilaha illallah

Berkata (‘Abdullah): Maka keesokan harinya saya mendatangi Rasulullah
lalu menceritakan kepadanya apa yang telah saya lihat (dalam mimpi).

Berkata (‘Abdullah): Maka Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya ini merupakan mimpi yang benar, insya-Allah”.

Kemudian beliau memerintahkan agar (dikumandangkan) adzan, maka Bilal -seorang budak yang dimerdekakan Abu Bakar- senantiasa mengumandangkan adzan dan memanggil Rasulullah
untuk shalat.

Berkata (‘Abdullah): Lalu pada suatu pagi, dia [Bilal] datang memanggil beliau untuk shalat fajar, lalu ada yang mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya Rasulullah
masih tidur”.

Berkata (‘Abdullah): Maka Bilal pun meneriakkan:

ASH-SHALAATU KHAIRUM MINAN-NAUM
(Shalat itu lebih baik dari pada tidur).

Dengan sekeras suaranya.

Sa’id bin Al-Musayyab berkata: Lalu kata tersebut: (“Ash-Shalatu khairum minan naum”) dimasukkan dalam adzan untuk shalat fajar.

HR. Ahmad bin Hanbal dalam Al-Musnad 4/42-43, Musnad Madaniyyin
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/129 no. 499, Al-Baihaqi 1/414 dan 1/422-423 dan ‘Abdurrazaq dalam Mushannafnya 1/455-456 no. 1774]

Sanadnya HASAN.

Riwayat Ke 3: HADITS BILAL RADHIYALLAHU ANHU:


Dari Az Zuhri dari Sa'id bin Al Musayyab dari Bilal (RA):

أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْذِنُهُ بِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَقِيلَ هُوَ نَائِمٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ فَأُقِرَّتْ فِي تَأْذِينِ الْفَجْرِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

bahwa ia mendatangi Nabi untuk adzan shalat subuh, lalu dikatakan kepadanya: "Beliau sedang tidur."

Maka bilal pun berkata ;

"ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM. ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM
(Shalat itu lebih baik daripada tidur. Shalat itu lebih baik daripada tidur)."

Hingga lafadz itu ditetapkan untuk dikumandangkan pada adzan subuh dan perkaranya menjadi tetap seperti itu."

[HR. Ibn Majah (716), al-Tabarani (1/354) (1081), dan al-Bayhaqi (2063) dengan sedikit perbedaan.]

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 592. Dan Di Hasankan oleh Ibnu Hajar dalam Nataa'ij al-Afkaar 1/324.

AMALAN SAHABAT KE 9:

Taqrir Nabi terhadap tata cara shalat makmum yang masbuk. Di ambil dari amalan salah seorang sahabat.

Dari Mu’az ibnu Jabal r.a.:

وَكَانُوا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ، وَقَدْ سَبَقَهُمْ بِبَعْضِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَكَانَ الرَّجُلُ يُشِيرُ إِلَى الرَّجُلِ إِذَا جَاءَ كَمْ صَلَّى؟ فَيَقُولُ: وَاحِدَةً أَوْ اثْنَتَيْنِ فَيُصَلِّيهَا، ثُمَّ يَدْخُلُ مَعَ الْقَوْمِ فِي صَلَاتِهِمْ قَالَ: فَجَاءَ مُعَاذٌ فَقَالَ: لَا أَجِدُهُ عَلَى حَالٍ أَبَدًا إِلَّا كُنْتُ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَضَيْتُ مَا سَبَقَنِي. قَالَ: فَجَاءَ وَقَدْ سَبَقَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِهَا قَالَ: فَثَبَتَ مَعَهُ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَامَ فَقَضَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّهُ قَدْ سَنَّ لَكُمْ مُعَاذٌ فَهَكَذَا فَاصْنَعُوا

Bahwa pada mulanya para sahabat sering datang terlambat di tempat shalat, mereka datang ketika Nabi telah menyelesaikan sebagian dari salatnya.

Maka seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang sedang shalat melalui isyarat yang maksudnya ialah: " berapa rakaat shalat yang telah dikerjakan?".

Lelaki yang ditanya menjawabnya dengan isyarat: " satu atau dua rakaat ".

Lalu dia mengerjakan shalat yang tertinggal itu sendirian. Setelah itu ia baru masuk ke dalam sholat berjamaah, menggabungkan diri dengan bermakmum kepada Nabi
.

Perawi mengatakan: Lalu datanglah Mu’az.

Muadzd berkata: "Tidak sekali-kali ada suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabi
melainkan aku terlibat di dalamnya."

Pada suatu hari Muadz datang, sedangkan Nabi
telah mendahuluinya dengan sebagian salatnya. Maka Mu’az langsung ikut bermakmum kepada Nabi .

Setelah Nabi
menyelesaikan salatnya, lalu bangkitlah Mu’az untuk melanjutkan shalatnya yang ketinggalan.

Maka Rasulullah
bersabda:

" Sesungguhnya Mu’az telah membuat suatu peraturan bagi kalian [yakni: tata cara sholat makmum masbuq. PEN]; maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu"

(yakni: langsung masuk ke dalam sholat berjamaah. Dan apabila imam selesai dari salatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal, dengan shalat sendirian).

[HR. Ahmad 36/438, Abu Daud 1/140 no. 507, al-Hakim 2/274 dan ath-Thohaawi dalam Syarah al-Musykil 1/417 no. 478]

Di Shahihkan oleh al-Hakim dengan mengatakan: " Shahih sesuai syarat Shahih bukhori dan Muslim ". Dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 478 dan dalam al-Irwaa 4/20.

Namun hadits ini di Dhaifkan oleh Syu'aib al-Arnauth dalam Takhriij Musnad Imam Ahmad..

AMALAN SAHABAT KE 10:

Taqrir Nabi terhadap sahabat yang ketika shalat, dia berjalan menuju shaff:

Dari Al-Hasan al-Bashry 

أَنَّ أَبَا بَكْرَةَ جَاءَ وَرَسُولُ اللَّهِ رَاكِعٌ فَرَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ أَيُّكُمْ الَّذِي رَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ أَنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ

“Bahwasanya Abu Bakrah datang, sedangkan Rasulullah dalam keadaan ruku', lalu dia ruku' di luar shaf, kemudian berjalan menuju shaf.

Tatkala Nabi
selesai shalat, beliau bersabda: "Siapakah di antara kalian yang ruku di luar shaf kemudian berjalan masuk ke shaf?"

Abu Bakrah menjawab: " Saya".

Maka Nabi
bersabda: "Semoga Allah menambahkan semangat untukmu melakukan kebaikan, dan tidak usah kamu mengulanginya."

(HR. Bukhori No. 741, Abu Daud no. 586, Nasaa’i no. 861 dan Imam Ahmad no. 19510).

AMALAN SAHABAT KE 11:

Taqrir Nabi terhadap amalan sahabat Bilal dalam menjaga wudhu-nya dan shalat dua rokaat setelah wudhu dan dua rokaat setelah adzan.

Dari Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami meriwayatkan:

أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي إِنِّي دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ فَأَتَيْتُ عَلَى قَصْرٍ مِنْ ذَهَبٍ مُرْتَفِعٍ مُشْرِفٍ فَقُلْتُ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْعَرَبِ قُلْتُ أَنَا عَرَبِيٌّ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ قُلْتُ فَأَنَا مُحَمَّدٌ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا غَيْرَتُكَ يَا عُمَرُ لَدَخَلْتُ الْقَصْرَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كُنْتُ لِأَغَارَ عَلَيْكَ قَالَ وَقَالَ لِبِلَالٍ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ قَالَ مَا أَحْدَثْتُ إِلَّا تَوَضَّأْتُ وَصَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا

“Rasulullah bangun di pagi hari dan beliau memanggil Bilal dan berkata:

" Wahai Bilal! Dengan amalan apa engkau mendahuluiku ke Surga? Aku sama sekali tidak masuk Surga kecuali aku mendengar suara terompahmu di depanku. Sungguh tadi malam aku masuk ke dalam syurga, lalu aku mendengar suara terompahmu.

Lalu aku mendatangi istana Emas yang tinggi dan menjulang, dan aku bertanya: Untuk siapa ini?

Mereka menjawab: Untuk seorang dari umatmu.

Lalu aku berkata: “ Aku lah Muhammad, untuk siapa Istana Ini?

Mereka menjawab: Untuk Umar Bin al-Khaththaab “.

Lalu Rosulullah
bersabda: " Jika bukan karena kecemburuanmu, Umar, aku akan memasuki istana itu ".

Dan Umar berkata: “ Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak akan cemburu pada mu “.

Bilal menjawab: " Wahai Rasulullah! saya tidak sekali-kali ditimpa hadats kecuali saya berwudhu dan shalat dua rokaat ".

Maka Rosulullah
bersabda: " Dengan ini ".

Dalam lafadz lain:

فقالَ بلالٌ: يا رسولَ اللَّهِ ، ما أذَّنتُ قطُّ إلَّا صلَّيتُ رَكْعتينِ ، وما أصابَني حدثٌ إلَّا توضَّأتُ عندَها ،ورأيتُ أنَّ للهِ عليَّ رَكْعتَينِ، فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ بِهِما


Maka Bilal (RA) berkata: " Wahai Rasulullah! Saya tidak sekali-kali mengumandangkan adzan kecuali setelah itu saya sholat dua rokaat.

Dan saya tidak sekali-kali ditimpa hadats kecuali saya berwudhu di sisi-Nya dan saya melihat bahwa Allah memiliki hak dua rakaat atas diri saya".

Maka Nabi
bersabda: “Dengan keduanya!”-
 
(HR. At-Tirmizi no. 3689 dan Ahmad no. 21918, 23046).

Dishahihkan oleh Abdul Haq al-Isybiili dalam al-Ahkaam ash-Shugra no. 110, oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Turmudzi no. 3689 dan al-Waadi’i dlam “
الصحيح المسند” no. 166.

AMALAN SAHABAT KE 12:


Rosulullah
mentaqrir shalat makmum yang memisahkan diri dari sholat berjemaah karena bacaan imam terlalu panjang. Dan Rosulullah mencela imam yang bacaannya dalam shalat fardhu terlalu panjang.

Jabir bin Abdullah berkata:

كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ، فَيَأُمُّهُمْ، فَأَخَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ الْعِشَاءَ، ثُمَّ يَرْجِعُ مُعَاذٌ يَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، فَتَنَحَّى رَجُلٌ وَصَلَّى نَاحِيَةً، ثُمَّ خَرَجَ فَقَالُوا: مَا لَكَ يَا فُلَانُ؟ نَافَقْتَ؟ قَالَ: مَا نَافَقْتُ، وَلَآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَأُخْبِرَنَّهُ

قَالَ: فَذَهَبَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ مُعَاذًا يُصَلِّي مَعَكَ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَؤُمُّنَا، وَإِنَّكَ أَخَّرْتَ الْعِشَاءَ الْبَارِحَةَ، ثُمَّ جَاءَ يَؤُمُّنَا فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَإِنَّمَا نَحْنُ أَصْحَابُ نَوَاضِحَ، وَإِنَّمَا نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا،

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذُ؟ اقْرَأْ بِسُورَةِ كَذَا، وَسُورَةِ كَذَا» ،

فَقُلْنَا لِعَمْرٍو: إِنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ يَقُولُ: سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ؟ فَقَالَ: هُوَ نَحْوُ هَذَا

"Mu'adz adalah salah seorang sahabat yang senantiasa melaksanakan shalat berjama'ah bersama Rasulullah . Setelah memahami tata cara shalat berjama'ah, maka Mu'adz dipercaya untuk menjadi imam bagi sahabat yang lain. Pada suatu hari, Rasulullah terlambat datang ke masjid untuk shalat berjama'ah.

Lalu Mu'adz didaulat untuk menjadi imam bagi para sahabat yang lain. Akhirnya Mu'adz menjadi imam dan memulai rakaat pertama dengan membaca surah Al Baqarah.

Ternyata ada seorang sahabat yang memisahkan diri dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendiri di sisi samping.

Usai melaksanakan shalat, para sahabat yang lain bertanya kepada sahabat yang memisahkan diri dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendirian itu:

'Hai fulan, seru para sahabat, 'Apakah kamu telah menjadi orang munafik?'

Sahabat itu menjawab: "Tidak. Aku tidak menjadi orang munafik. Akan tetapi, aku akan menemui Rasulullah untuk menceritakan (apa yang aku alami).'

Esok harinya laki-laki itu pergi menemui Rasulullah dan berkata kepadanya: 'Wahai Rasulullah, Mu'adz sering ikut shalat berjama'ah bersama anda. Lalu ia dipercaya untuk menjadi imam bagi para sahabat yang lain. Kemarin anda datang terlambat untuk shalat isya bersama para sahabat yang lain, maka Mu'adz lah yang ditunjuk untuk menjadi imam shalat kami. Hanya saja pada rakaat pertama, Mu'adz membaca surah yang panjang, yaitu Al Baqarah. Ketahuilah hai Rasulullah, kami ini adalah kaum pekerja yang sibuk dengan tugas kami."

Akhirnya Rasulullah
memanggil Mu'adz seraya berseru kepadanya:

"Hai Mu 'adz, apakah kamu orang yang suka menebar bencana? (apabila kamu menjadi imam Shalat) maka bacalah surah ini dan surah itu"

Kemudian kami berkata kepada Amr: " Abu Zubair telah berkata: 'ayat yang dimaksud itu adalah 'Sabbihisma rabbika' dan 'Was samaai waththooriq'."

Amr berkata, "Hadits itu sama seperti hadits ini."

[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1609]

RIWAYAT LAIN:

Dari Jabir bin Abdullah (RA) dia berkata:

كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ يَؤُمُّهُمْ فَأَخَّرَ ذَاتَ لَيْلَةٍ الصَّلَاةَ وَصَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ يَؤُمُّهُمْ فَقَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَلَمَّا سَمِعَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ تَأَخَّرَ فَصَلَّى ثُمَّ خَرَجَ فَقَالُوا نَافَقْتَ يَا فُلَانُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا نَافَقْتُ وَلَآتِيَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُخْبِرُهُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ مُعَاذًا يُصَلِّي مَعَكَ ثُمَّ يَأْتِينَا فَيَؤُمُّنَا وَإِنَّكَ أَخَّرْتَ الصَّلَاةَ الْبَارِحَةَ فَصَلَّى مَعَكَ ثُمَّ رَجَعَ فَأَمَّنَا فَاسْتَفْتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فَلَمَّا سَمِعْتُ ذَلِكَ تَأَخَّرْتُ فَصَلَّيْتُ وَإِنَّمَا نَحْنُ أَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ اقْرَأْ بِسُورَةِ كَذَا وَسُورَةِ كَذَا 

قال أبو الزُّبَيرِ بـ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} {وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى}.

وفي روايةٍ: يا مُعاذُ، لا تكُنْ فتَّانًا؛ فإنَّه يصَلِّي وراءك الكبيرُ والضَّعيفُ وذو الحاجةِ والمسافِرُ!

"Mua'dz shalat bersama Nabi ,  kemudian ia kembali kepada kaumnya dan mengimami shalat mereka di malam hari dan ia (Mua'dz) memanjangkan shalatnya.

Kemudian Muadz shalat bersama Rasulullah, lalu ia kembali kepada kaumnya dan mengimami shalat mereka, dan ia membaca surat Al Baqarah.

Ketika salah seorang kaumnya mendengar Muadz lama bacaannya dalam shalat, maka ia mundur kebelakang dan menyelesaikan shalatnya lalu pergi keluar.

Maka kaumnya berkata kepadanya: 'Kamu munafik wahai fulan'.

Orang itu menjawab: 'Demi Allah, aku tidak munafik. Aku akan mendatangi dan menceritakan hal ini pada Nabi SAW'.

Lalu orang itu mendatangi Nabi
dan berkata:

"Wahai Rasulullah, Muadz shalat bersama Anda. kemudian ia kembali dan mengimami shalat kami. Anda shalat kemarin malam agak terlambat, lalu Muadz shalat dengan Anda, kemudian dia kembali dan mengimami kami, dan ia memulai shalat dengan membaca surat Albaqarah. Ketika aku mendengarnya membaca surat Albaqarah. maka aku mundur dan shalat sendiri, karena kami pekerja keras yang bekerja dengan tangan kami".

Rasulullah
lalu bersabda: 'Wahai Muadz, apakah kamu ingin menimbulkan fitnah? Bacalah surat ini dan surat ini (maksudnya surat yang pendek) '."

Abu Az-Zubair berkata: “
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى” dan " وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى "

Dan dalam sebuah riwayat:

" Wahai Muadz, janganlah kamu memjadi penebar fitnah ; karena yang shalat di belakang mu ada yang tua, yang lemah, yang punya hajat, dan yang musafir".

[HR. Al-Bukhari (701), Muslim (465), Abu Daud (790), Al-Nasa'i (835), Ibn Majah (986), dan Ahmad (14307).

Dan ini adalah lafadz Abu Daud.

DALAM RIWAYAT LAIN:

Dari Jabir bin Abdullah (RA) dia berkata:

 أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كانَ يُصَلِّي مع النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ثُمَّ يَأْتي قَوْمَهُ فيُصَلِّي بهِمُ الصَّلَاةَ، فَقَرَأَ بهِمُ البَقَرَةَ، قالَ: فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً، فَبَلَغَ ذلكَ مُعَاذًا، فَقالَ: إنَّه مُنَافِقٌ، فَبَلَغَ ذلكَ الرَّجُلَ، فأتَى النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، إنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بأَيْدِينَا، ونَسْقِي بنَوَاضِحِنَا، وإنَّ مُعَاذًا صَلَّى بنَا البَارِحَةَ، فَقَرَأَ البَقَرَةَ، فَتَجَوَّزْتُ، فَزَعَمَ أنِّي مُنَافِقٌ، فَقالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا مُعَاذُ، أفَتَّانٌ أنْتَ؟! -ثَلَاثًا- اقْرَأْ: والشَّمْسِ وضُحَاهَا، وسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعْلَى، ونَحْوَهَا.

Sesungguhnya Muadz bin Jabal pernah shalat (di belakang) Rasulullah ,  kemudian dia kembali ke kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surah Al-Baqarah.

Jabir melanjutkan kisahnya ; ‘Maka ada seorang laki-laki yang memisahkan diri dan ia shalat dengan shalat yang ringan. Lalu hal itu sampai beritanya kepada Muadz, maka dia berkata:

‘Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.’

Ketika ucapan Muadz sampai pada laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi
lalu berkata ;

‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Muadz shalat mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, hingga saya memisahakan diri dan mempersingkat shalat, lalu dia mengiraku seorang munafik.’

Nabi
bersabda ; ‘Wahai Muadz, apakah kamu pembuat fitnah?’ - Beliau mengucapkannya tiga kali - ‘Bacalah surah ‘Was syamsi wa dhuhaha dan sabbihisma rabbikal a’la atau yang serupa dengannya.’

FIQIH HADITS:

Dari hadits ini, para ulama beritinbath bahwa di antara udzur yang memperbolehkan seorang makmum memisahkan diri dari sholat imam adalah ketika imam terlalu lama dan sangat panjang melaksanakan shalat, dinataranya karena membaca surah Al-Quran yang panjang.

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya
فتح الباري شرح صحيح البخاري 6/212 berkata:

فيستدل بهذا: عَلَى أن الإمام إذا طول عَلَى المأموم وشق عَلِيهِ إتمام الصلاة مَعَهُ ؛ لتعبه أو غلبه النعاس عَلِيهِ أن لَهُ أن يقطع صلاته مَعَهُ ، ويكون ذَلِكَ عذراً فِي قطع الصلاة المفروضة ، وفي سقوط الجماعة فِي هذه الحال ، وأنه يجوز أن يصلي لنفسه منفرداً فِي المسجد ثُمَّ يذهب ، وإن كان الإمام يصلي فِيهِ بالناس

Dengan hadits ini bisa dijadikan dalil bahwa jika seorang imam memperpanjang bacaannya, dan memberatkan makmum untuk menyelesikan shalat dengan imam tersebut, disebabkan karena makmum tersebut dalam kondisi lelah atau tidak bisa menahan rasa ngantuk, maka makmum tersebut boleh memutus shalatnya bersama imam.

Dan hal itu adalah udzur untuk memutus shalat fardhu dan menggugurkan kewajiban shalat berjamaah pada kondisi tersebut.

Diperbolehkan bagi makmum tersebut untuk melakukan shalat sendirian (munfarid) di dalam masjid tersebut kemudian pulang, walau pun imam masih melakukan shalat jamaah bersama makmum-makmum yang lain ".

AMALAN SAHABAT KE 13:

Taqrir Nabi terhadap amalan sahabat shalat qobliyah shubuh di qodho setelah selesai sholat shubuh.

Dari Qais bin Amr bin shal al-Anshari radhiallahu anhu dia berkata;

رأى رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ رجُلًا يصلِّي بعدَ صلاةِ الصُّبحِ رَكْعَتَيْن فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ صلاةُ الصُّبحِ ركعتان فقالَ الرَّجلُ إنِّي لم أَكن صلَّيتُ الرَّكعتينِ اللَّتينِ قبلَهما فصلَّيتُهما الآنَ فسَكتَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ

“Suatu ketika Rasulullah pernah melihat seorang laki-laki yang mengerjakan shalat dua rakaat lagi setelah shalat subuh. Maka Rasulullah bersabda, “Shalat subuh itu hanya dua raka’at.” Laki-laki itu menjawab, “Sesungguhnya aku belum mengerjakan shalat (sunnah) dua raka’at yang diseharusnya dikerjakan sebelumnya, karena itu aku mengerjakannya sekarang ini.” Maka Rasulullah diam.”

(HR. Abu Daud no. 1267 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 1267 dan Al-Misykah: 1/329)

Dan diamnya Nabi shallallahu alaihi wasallam menunjukkan persetujuan beliau terhadapnya.

AMALAN SAHABAT KE 14:

Taqrir Nabi terhadap amalan seorang anak sahabat yang mengambil kembali harta ayahnya yang hendak di sedekahkan:

Dari Abu Yazid, yaitu: Ma’an bin Yazid bin Akhnas RA (Ia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk golongan para sahabat Rosulullah SAW). Dia berkata:

" كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصمْتُهُ إِلَى رسولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: “لَكَ مَا نويْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ“

“Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk sedekah, dinar-dinar tersebut ia letakkan di sisi seorang pria di masjid.

Lalu aku -Ma’an anak Yazid- datang dan mengambilnya, kemudian aku menemui ayahku dengan menunjukkan dinar-dinar tadi.

Ayahku berkata: “Demi Alloh, bukan engkau yang kuhendaki (tapi untuk sedekah) ”.

Lalu aku adukan pada Rosulullah
,  Beliaupun bersabda:

" Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid, sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an ”. [HR Bukhori no. 1422]

Maksudnya:

Perkataan: “Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid: yaitu bahwa engkau wahai Yazid, telah memperoleh pahala sesuai dengan niatmu untuk bersedekah -

Perkataan: “ Sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an”: yaitu bahwa engkau wahai Ma’an boleh memiliki dinar-dinar tersebut, karena engkau putranya lebih berhak dari pada orang lain”.

SUBHANALLAH, DUA-DUANYA DIBENARKAN oleh Rosulullah
,  sejuk sekali mendengarnya

AMALAN SAHABAT KE 15:

Taqrir Nabi terhadap seorang suami yang miskin mengambil zakat harta istrinya dan seorang anak yang miskin mengambil zakat harta ibunya:

Dari Abu Sa'id Al Khurdri RA ;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَوَعَظَ النَّاسَ وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوا فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

Rasulullah keluar menuju lapangan tempat shalat untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adhha atau 'Iedul Fithri. Setelah selesai Beliau memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka untuk bersedekah (berzakat) seraya bersabda:

"Wahai manusia, bershadaqahlah (berzakatlah)! ".

Kemudian Beliau mendatangi jama'ah wanita lalu bersabda:

"Wahai kaum wanita, bershadaqahlah. Sungguh aku melihat kalian adalah yang paling banyak akan menjadi penghuni neraka".

Mereka bertanya: "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?".

Beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan mengingkari pemberian (suami). Tidaklah aku melihat orang yang lebih kurang akal dan agamanya melebihi seorang dari kalian, wahai para wanita".

Kemudian Beliau mengakhiri khuthbahnya lalu pergi.

Sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin kepada Beliau, lalu dikatakan kepada Beliau ; "Wahai Rasulullah
,  ini adalah Zainab".

Beliau bertanya: "Zainab siapa?".

Dikatakan: "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud".

Beliau berkata,: "Oh ya, persilakanlah dia".

Maka dia diizinkan kemudian berkata: "Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan untuk bershadaqah (berzakat), sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak untuk bersedekah [membayar zakat] dengannya, namun Ibnu Mas'ud mengatakan:

" Bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan [zakatkan] ini dibandingkan mereka (mustahiq)”.

Maka Nabi
bersabda: "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah [zakat] dari pada mereka". (HR. Bukhori No. 1369)

Dalam riwayat lain di sebutkan: Dari Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah:

عَنْ رَائِطَةَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، وَأُمِّ وَلَدِهِ، وَكَانَتْ امْرَأَةً صَنَاعَ الْيَدِ، قَالَ: فَكَانَتْ تُنْفِقُ عَلَيْهِ وَعَلَى وَلَدِهِ مِنْ صَنْعَتِهَا،

قَالَتْ: فَقُلْتُ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ: لَقَدْ شَغَلْتَنِي أَنْتَ وَوَلَدُكَ عَنِ الصَّدَقَةِ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَتَصَدَّقَ مَعَكُمْ بِشَيْءٍ.

فَقَالَ لَهَا عَبْدُ اللهِ: وَاللهِ مَا أُحِبُّ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ أَجْرٌ أَنْ تَفْعَلِي،

فَأَتَتْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ ذَاتُ صَنْعَةٍ أَبِيعُ مِنْهَا، وَلَيْسَ لِي وَلَا لِوَلَدِي وَلَا لِزَوْجِي نَفَقَةٌ غَيْرَهَا، وَقَدْ شَغَلُونِي عَنِ الصَّدَقَةِ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ، فَهَلْ لِي مِنْ أَجْرٍ فِيمَا أَنْفَقْتُ؟

قَالَ: فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَنْفِقِي عَلَيْهِمْ فَإِنَّ لَكِ فِي ذَلِكَ أَجْرَ مَا أَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ

Dari Rooithoh, istri Abdullah bin Mas’ud dan ummu waladnya (budak wanita yang melahirkan dari tuannya), dan dia seorang wanita yang bekerja membuat barang-barang dengan tangannya. Dengan hasil pekerjaannya dia berinfaq kepada suaminya dan anaknya.

Dia [istrinya] berkata: Aku berkata kepada Abdullah bin Mas’ud (suaminya): “Engkau dan anakmu telah menyibukkan aku dari bersedekah. Aku tidak mampu bersedekah dengan sesuatupun bersama kalian.

Maka Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya (istrinya): “Demi Alloh, aku tidak suka engkau melakukannya jika hal itu tidak ada pahalanya”.

Maka Rooithoh mendatangi Rosulullah
,  lalu berkata:

“Wahai Rosulullah, aku adalah seorang wanita yang bekerja membuat barang-barang, aku menjualnya. Aku tidak memiliki nafkah untukku, untuk anakku, dan untuk suamiku, selainnya. Mereka telah menyibukkanku dari bersedekah. Aku tidak mampu bersedekah dengan sesuatupun. Apakah aku mendapatkan pahala dari apa yang telah aku infaqkan (kepada suamiku dan anakku)?”

Maka Rosulullah
berkata kepadanya:

“Infaqlah kepada mereka, sesungguhnya engkau mendapatkan pahala dari apa yang telah engkau infaqkan kepada mereka.”

(HR. Ahmad, no. 16086, Ath-Thohawi (1/308), Abu Ubaid (1877), Ibnu Hibban (831) dari beberapa jalur dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah dari-nya

Dishahihkan oleh Badruddin al-'Aini dalam Umdatul Qori Syarah Shahih al-Bukhori 9/32, oleh Syeikh al-Albaani dalam al-Irwaa' 3/390 dan Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam takhrij Musnad Ahmad)

FIQIH HADITS:

PERTAMA:
B
adruddin al-'Aini berkata:

احتج بهذا الحديث الشافعي وأحمد في رواية ، وأبو ثور وأبو عبيد وأشهب من المالكية ، وابن المنذر وأبو يوسف ومحمد وأهل الظاهر ، وقالوا: يجوز للمرأة أن تعطي زكاتها إلى زوجها الفقير

Hadits ini dijadikan dalil oleh al-Syafi'i dan Ahmad dalam sebuah riwayat, dan Abu Tsur, Abu Ubayd dan Asyhab dari mazhab Maliki, Ibnu al-Mundzir, Abu Yusuf, Muhammad dan orang-orang ahli adz-Dzahir, mereka berkata: " Dibolehkan bagi seorang wanita untuk memberikan zakatnya kepada suaminya yang miskin". [Umdatul Qori Syarah Shahih al-Bukhori 9/32]

KEDUA:
Hadits di atas menunjukkan pula bahwa Agama Islam membolehkan wanita bekerja

Walaupun tugas utama wanita adalah mengurusi rumah tangganya, namun wanita boleh bekerja untuk menghasilkan uang, dengan tidak melalaikan kewajiban utamanya. Terutama ketika dilakukan di dalam rumahnya, seperti menjahit atau membuat barang-barang yang bisa dijual, atau lainnya. Sebagaimana sebagian wanita di zaman Nabi
berbuat demikian.

Wallaahu alam

AMALAN SAHABAT KE 16:

Taqrir Nabi terhadap amalan sahabat dalam meruqyah orang sakit dengan cara membaca al-Fatihah dan meludah ke telapak tangannya lalu mengusapkannya pada bagian yang sakit:

Hadis Abu Sa’id berikut, ia berkata:

انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا، حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ، فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ، فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الحَيِّ، فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ، فَأَتَوْهُمْ، فَقَالُوا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ، وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ، فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي، وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدِ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا، فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنَ الغَنَمِ، فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ، وَيَقْرَأُ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ، فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ، قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوا، فَقَالَ الَّذِي رَقَى: لاَ تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ، فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا، فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَذَكَرُوا لَهُ، فَقَالَ: «وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ» ، ثُمَّ قَالَ: «قَدْ أَصَبْتُمْ، اقْسِمُوا، وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا» فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -

“Sebagian sahabat Nabi pergi dalam suatu safar yang mereka lakukan. Mereka singgah di sebuah perkampungan Arab, lalu mereka meminta jamuan kepada mereka (penduduk tersebut), tetapi penduduk tersebut menolaknya.

Lalu kepala kampung tersebut terkena sengatan, kemudian penduduknya telah bersusah payah mencari sesuatu untuk mengobatinya tetapi belum juga sembuh.

Kemudian sebagian mereka berkata:

“Bagaimana kalau kalian mendatangi orang-orang yang singgah itu (para sahabat). Mungkin saja mereka mempunyai sesuatu (untuk menyembuhkan)?”

Maka mereka pun mendatangi para sahabat lalu berkata:

“Wahai kafilah! Sesungguhnya pemimpin kami terkena sengatan dan kami telah berusaha mencari sesuatu untuk(mengobati)nya, tetapi tidak berhasil. Maka apakah salah seorang di antara kamu punya sesuatu (untuk mengobatinya)?”

Lalu di antara sahabat ada yang berkata:

“Ya. Demi Allah, saya bisa meruqyah. Tetapi, demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kamu namun kamu tidak memberikannya kepada kami. Oleh karena itu, aku tidak akan meruqyah untuk kalian sampai kalian mau mejadikan untuk kami JU’AL (
جعلا).”

Maka mereka pun sepakat untuk memberikan sekawanan kambing, lalu ia pun pergi (mendatangi kepala kampung tersebut), kemudian meniupnya dan membaca “Al Hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin,” (surat Al Fatihah), maka tiba-tiba ia seperti baru lepas dari ikatan, ia pun dapat berjalan kembali tanpa merasakan sakit.

Kemudian mereka memberikan imbalan yang mereka sepakati itu, kemudian sebagian sahabat berkata: “Bagikanlah.”

Tetapi sahabat yang meruqyah berkata:

“Jangan kalian lakukan sampai kita mendatangi Nabi
lalu kita sampaikan kepadanya masalahnya, kemudian kita perhatikan apa yang Beliau perintahkan kepada kita.”

Kemudian mereka pun datang menemui Rasulullah
dan menyebutkan masalah itu.

Kemudian Beliau
bersabda: “Dari mana kamu tahu, bahwa Al Fatihah bisa sebagai ruqyah?”

Kemudian Beliau bersabda: “Kamu telah bersikap benar! Bagikanlah dan sertakanlah aku bersama kalian dalam bagian itu.”

(HR. Bukhari no. 2276 dan Muslim no. 2201)

NOTE: bahwa orang yang diruqyah dan dimintai JU’AL itu orang Kafir.

Dalam lafadz lain:

Diriwayatkan dari Sahabat Abi Said Al-Khudri Radliyallahu ‘Anhu:

أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ، فَقَالُوا: هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ؟ فَقَالُوا: إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا، وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ، وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ، فَقَالُوا: لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ: «وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ، خُذُوهَا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ

Bahwa sekelompok sahabat mendatangi suatu kabilah dari beberapa kabilah Arab, namun mereka tidak mempersilakan masuk terhadap para sahabat. Hal itu terus berlangsung, sampai suatu ketika pemuka kabilah tersebut digigit (ular).

Lalu mereka berkata: ‘Apakah kalian membawa obat atau adakah orang yang bisa meruqyah?’

Para sahabat pun menjawab:

‘Kalian tidak mempersilakan masuk pada kami, kami tidak akan meruqyahnya (mengobatinya) sampai kalian memberikan upah pada kami.’

Lalu mereka pun memberikan beberapa potongan kambing sebagai upah, lalu seorang sahabat membaca Surat Al-Fatihah, dan mengumpulkan air liurnya lalu mengeluarkannya (baca: melepeh) hingga sembuhlah pemuka kabilah yang tergigit ular, dan mereka memberikan kambing.

Para sahabat berkata: ‘Kami tidak akan mengambilnya, sampai kami bertanya pada Rasulullah.’

Mereka pun menanyakan perihal kejadian tersebut pada Rasulullah, beliau lalu tertawa dan berkata:

" Dari mana kamu tahu bahwa itu Ruqyah? Ambillah, dan berilah bagian untukku’.” (HR Bukhari no. 5736)

AMALAN SAHABAT KE 17:

Taqrir Nabi terhadap amalan sahabat yang di dapat dari syeithan.

Rosulullah membenarkan sebuah amalan yang diajarkan dari si pendusta jika kandungan amalan itu benar. Dan beliau membolehkan untuk mengamalkannya. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits shahih berikut ini:

Hadits Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ.

وَقُلْتُ وَاللَّهِ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –.

قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ.

قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –:« يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ ». قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ.

قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ «.

فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّهُ سَيَعُودُ. فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –.

قَالَ: دَعْنِى فَإِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ.

فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ «.

فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ.

قَالَ: دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ: مَا هُوَ ؟

قَالَ: " إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ (اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ".

فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ ».

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ « مَا هِىَ ؟ ».

قُلْتُ: قَالَ لِى: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ (اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ.

فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ؟».

قَالَ لاَ. قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ»


Artinya: Rasulullah
pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah). Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya.

Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah
.”

Lalu ia berkata: “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.”

Abu Hurairah berkata: “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi
berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?”

Aku pun menjawab: “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.”

Nabi
bersabda: “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“

Aku pun tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah
katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia pun datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya.

Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah
.”

Lalu ia berkata: “Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak akan kembali setelah ini.”

Abu Hurairah berkata: “Aku pun menaruh kasihan padanya, aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi
berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu?”

Aku pun menjawab: “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya pergi.”

Nabi
bersabda: “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“

Pada hari ketiga: aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya.

Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah
. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali namun ternyata masih kembali.

Ia pun berkata: “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.”

Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?”

Ia pun menjawab: “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi: ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut. Maka Allah akan senantiasa menjagamu dan Syaithon tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”

Abu Hurairah berkata: “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah
bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?”

Abu Hurairah menjawab: “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.”

Nabi
bertanya, “Apa kalimat tersebut?”

Abu Hurairah menjawab: “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan: ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’........

Lalu ia mengatakan padaku: bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan Syaithon pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.

Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.”

Nabi
pun bersabda: “Adapun dia, untuk kali ini sungguh telah berkata benar pada mu, padahal aslinya dia itu pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?”

Dia menjawab: “Tidak”.

Lalu Nabi
berkata: “Dia adalah Syaithon.” (HR. Bukhari no. 2311).

AMALAN SAHABAT KE 18:

Taqrir Nabi terhadap Sahabat yang sujud diatas bajunya dalam sholat ketika lantai Masjid panas kena terik matahari:

Dari [Anas bin Malik] berkata:

"كُنَّا نُصَلِّي مع النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَيَضَعُ أحَدُنَا طَرَفَ الثَّوْبِ مِن شِدَّةِ الحَرِّ في مَكَانِ السُّجُودِ"

"Kami shalat bersama Nabi ,  lalu salah seorang dari kami meletakkan salah satu dari ujung bajunya di tempat sujudnya karena panasnya tempat sujud."

[HR. Bukhori no. 372 dan Muslim no. 620]

AMALAN SAHABAT KE 19:


Taqrir Nabi
terhadap sahabat yang junub, lalu mengimami shalat dengan bertayammum tanpa mandi junub terlebih dahulu karena takut kedinginan:

Dari Abdirrahman ibn Jubair, dari Amr ibn Ash, ia berkata:

" احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا "

Aku mimpi basah (junub) di suatu malam yang dingin di Perang Dzatu as-Salaasil. Aku khawatir jika aku mandi (janabah) aku akan binasa (mati/sakit), maka aku pun bertayammum. Lalu aku memimpin sholat Shubuh para sahabatku. Kemudian mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah .

Maka beliau
bertanya: " Wahai Amr, apakah engkau memimpin sholat para sahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub? ".

Maka aku ceritakan alasan yang menghalangiku untuk mandi (janabah). Aku pun berkata: Sesungguhnya aku mendengar Allah SWT berfirman:

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Janganlah kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian (QS An-Nisa: 29).

Maka Rasulullah
pun tertawa dan beliau tidak mengatakan apa-apa.

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (334). Dan Al-Bukhari meriwayatkan nya dengan cara mu'allaq].

Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih Abi Dawud (323)

AMALAN SAHABAT KE 20:

Taqrir Nabi dan izinnya terhadap para sahabat yang berpuasa dalam safar dan yang tidak berpuasa.

Ada beberapa hadist, diantaranya sbb:

Pertama: hadits Abu Sa’id Al-Khudri dan Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, keduanya mengatakan:

سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَيَصُومُ الصَّائِمُ وَيُفْطِرُ الْمُفْطِرُ فَلَا يَعِيبُ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Kami pernah bepergian bersama Rasulullah. Ada orang-orang yang berpuasa dan ada orang-orang yang tidak berpuasa. Sebagian mereka tidak mencela sebagian yang lain.

[HR. Muslim no. 1117]

Kedua: hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَلَمْ يَعِبْ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ، وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ

“Kami pernah bersafar bersama Rasulullah, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka juga tidak mencela yang berpuasa.”

(HR. Al-Bukhari No. 1947; HR. Muslim No. 1121)

Ketiga: Dari Anas bin Malik dari Hamzah bin 'Amru:

أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّوْمِ فِي السَّفَرِ قَالَ إِنْ شِئْتَ أَنْ تَصُومَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ أَنْ تُفْطِرَ فَأَفْطِرْ

Bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang puasa dalam perjalanan? Beliau bersabda: "Jika engkau ingin berpuasa, berpuasalah dan jika engkau ingin berbuka, maka berbukalah."

[HR. Nasaa'i no. 2260] Hadits ini Shahih sebagaiamana di sebutkan oleh DR. Hamzah Ahmad az-Zain dalam
صحاح الأحاديث فيما اتفق عليه أهل الحديث 9/221 no. 17866]

Keempat: Dari Hamzah bin 'Amru al-Aslami, dia berkata;

 كُنْتُ أَسْرُدُ الصِّيَامَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْرُدُ الصِّيَامَ فِي السَّفَرِ فَقَالَ إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ

"Di masa Rasulullah aku berpuasa terus-menerus. Lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah ,  aku puasa terus-menerus dalam perjalanan?

Maka beliau bersabda: "Jika engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah dan jika engkau ingin berbuka, maka berbukalah."

[HR. Nasaa'i no. 2261] Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 2299.

Kelima: Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata:

أَنَّ حَمْزَةَ بْنَ عَمْرٍو الْأَسْلَمِيَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ ﷺ: أَأَصُومُ فِي السَّفَرِ؟ وَكَانَ كَثِيرَ الصِّيَامِ، فَقَالَ: إنَّ شِئْتَ فَصُمْ، وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ

Bahwasanya Hamzah bertanya kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah ,  aku berpuasa dalam perjalanan safar? [ia orang yang banyak berpuasa]? Rasulullah bersabda: "Jika engkau ingin berpuasa, berpuasalah dan jika engkau ingin berbuka, berbukalah."

[HR. Bukhori no. 1943 dan Nasaa'i no. 2267]

Keenam: Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata:

أَنَّ حَمْزَةَ الْأَسْلَمِيَّ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّوْمِ فِي السَّفَرِ وَكَانَ رَجُلًا يَسْرُدُ الصِّيَامَ فَقَالَ إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ

Bahwasannya Hamzah Al Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah tentang berpuasa dalam perjalanan -ia adalah orang yang sering berpuasa-. Maka beliau bersabda: "Jika engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah dan jika engkau ingin berbuka, maka berbukalah."

[HR. Bukhori no. 1943, Muslim no. 1121 dan Nasaa'i no. 2269]

Ketujuh: Dari Abu Darda radhiyallahu anhu, dia berkata:

«خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ، حَتَّى إنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إلَّا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَعبداللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ ».

"Kami pernah bepergian bersama Rosululloh pada bulan Ramadhan ketika musim panas sekali, sampai salah seorang diantara kami meletakan tangannya di atas kepalanya karena panas yang sangat menyengat. Tidak ada yang berpuasa diantara kami kecuali Rosululloh dan Abdulloh bin Abi Rawahah”.

[HR. Bukhori no. 1945 dan Muslim no. 1122]

NAMUN: ketika Nabi
melihat kondisi berpuasa dalam safar itu membahayakan kesehatan dan nyawa atau ketika pergi berperang dan melihat lokasi keberadaan musuh dalam peperangan sudah dekat, maka Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk segera berbuka puasa, sebagaimana dalam hadits-hadits berikut ini:

KE 1: dari Jabir bin 'Abdullah:

كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في سَفَرٍ، فَرَأَى زِحَامًا ورَجُلًا قدْ ظُلِّلَ عليه، فَقالَ: ما هذا؟ فَقالوا: صَائِمٌ، فَقالَ: ليسَ مِنَ البِرِّ الصَّوْمُ في السَّفَرِ.

Bahwa Rasulullah melihat seseorang yang menaungi dirinya dengan sesuatu -karena panas dan dahaga- dalam perjalanan, lalu beliau bertanya: Apa ini? Mereka menjawab: Dia berpuasa ".

Maka beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan."

[HR. Bukhori no. 1946 dan Muslim no. 1115]

KE 2: dari Jabir bin 'Abdullah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نَاسًا مُجْتَمِعِينَ عَلَى رَجُلٍ فَسَأَلَ فَقَالُوا رَجُلٌ أَجْهَدَهُ الصَّوْمُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ


bahwa Rasulullah
pernah melihat sekelompok orang yang sedang berkumpul mengerumuni seseorang, lalu beliau bertanya? mereka menjawab; "Ia adalah orang yang sangat menderita -karena- puasa." Rasulullah bersabda: "Bukan termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan." [HR. Nasaa'i no. 2225]

KE 3: Dari Jabir bin 'Abdullah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ قَالَ مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَائِمٌ قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ

Bahwa Rasulullah melewati seseorang yang berada di bawah naungan pohon, dirinya disiram air, beliau bertanya: "Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!" mereka menjawab; "Wahai Rasulullah ,  ia sedang berpuasa." Beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan."

[HR. Bukhori no. 1942, 1943 dan Muslim no. 1121]

Dan diriwayatkan Nasaa'i no. 2226 dengan tambahan lafadz akhir:

وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا

" Dan hendaklah kalian mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringanan tersebut"

 Di Shahihkan oleh al-'Aini dalam
نخب الأفكار 8/234. Ibnu al-Qoththon berkata: Isnadnya hasan muttashil sebagaimana yang disebutkan al-Hafidz Ibnu Hajar dlm at-Talkhish 2/393

Ke 4: Dari Jabir, dia berkata;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ فَصَامَ النَّاسُ فَبَلَغَهُ أَنَّ النَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمْ الصِّيَامُ فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ الْمَاءِ بَعْدَ الْعَصْرِ فَشَرِبَ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ فَأَفْطَرَ بَعْضُ النَّاسِ وَصَامَ بَعْضٌ فَبَلَغَهُ أَنَّ نَاسًا صَامُوا فَقَالَ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ

Rasulullah berangkat ke Mekkah pada tahun kemenangan kota Mekkah di bulan Ramadlan, lalu beliau berpuasa hingga sampai di Kura' Al Ghamim dan orang-orang ikut berpuasa, kemudian berita sampai kepada beliau, bahwa orang-orang merasa berat untuk berpuasa.

Lalu setelah Ashar beliau meminta segelas air, kemudian minum dan orang-orang melihatnya, maka sebagian orang berbuka dan sebagian lainnya berpuasa, setelah sampai berita kepada beliau bahwa -ada sebagian- orang yang berpuasa.

Beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang durhaka."

[HR. Muslim no. 1140, Nasaa'i no. 2230]

KE 5: Dari Ibnu Abbas ia berkata:

«خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَامَ الْفَتْحِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى مَرَّ بِغَدِيرٍ فِي الطَّرِيقِ، وَذَلِكَ فِي نَحْرِ الظَّهِيرَةِ، قَالَ: فَعَطِشَ النَّاسُ، فَجَعَلُوا يَمُدُّونَ أَعْنَاقَهُمْ وَتَتُوقُ أَنْفُسُهُمْ إلَيْهِ، قَالَ: فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ، فَأَمْسَكَهُ عَلَى يَدِهِ حَتَّى رَآهُ النَّاسُ، ثُمَّ شَرِبَ فَشَرِبَ النَّاسُ»

Rasulullah keluar ke Makkah pada tahun penaklukan Makkah di bulan Ramadlan, lalu beliau berpuasa hingga melewati sungai di perjalanan, dan itu ketika telah terik matahari. Ia berkata; Maka orang-orang merasa haus hingga mereka mendongakkan leher-leher mereka dan jiwa mereka sangat menginginkannya. Ia berkata lagi; Lalu Rasulullah meminta wadah yang berisi air kemudian beliau memegang dengan tangannya hingga orang-orang melihatnya. Kemudian beliau minum, maka orang-orang pun ikut minum.

[HR. Ahmad 1/366 dan Imam Bukhori dlam Shahih nya secara Mu'allaq 3/8]

KE 6: Dari Abu Sa'id al Khudriy radhiallahu anhu berkata:

سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ -يعني في فتح مكة- وَنَحْنُ صِيَامٌ ، فَنَزَلْنَا مَنْزِلا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّكُمْ قَدْ دَنَوْتُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ. فَكَانَتْ رُخْصَةً ، فَمِنَّا مَنْ صَامَ ، وَمِنَّا مَنْ أَفْطَرَ ، ثُمَّ نَزَلْنَا مَنْزِلا آخَرَ ، فَقَالَ: إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ ، فَأَفْطِرُوا. وَكَانَتْ عَزْمَةً فَأَفْطَرْنَا. ثُمَّ لَقَدْ رَأَيْتَنَا نَصُومُ بَعْدَ ذَلِكَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي السَّفَرِ

'Kami pernah mengadakan perjalanan bersama Nabi ke Mekkah, yakni fathu Mekkah, ketika itu kami dalam keadaan berpuasa.

Lalu kami singgah di sebuah tempat, maka Rasulullah
bersabda:

"Sesungguhnya kalian telah mendekati musuh, maka berbuka lebih menguatkan kalian."

Dan itu merupakan rukhsah (dispensasi) bagi kami. Di antara kami ada yang tetap berpuasa. Dan sebagian kami berbuka.

Lalu kami singgah di tempat lain, beliau bersabda:

"Sesungguhnya kalian sudah berada di depan musuh, dan berbuka lebih menguatkan kalian, maka berbukalah."

Abu Said berkata: ini adalah sebuah azimah/keharusan. Sehingga kami pun berbuka.”

Kemudian Anda telah melihat kami berpuasa setelah itu dengan Rasulullah
saat bepergian.

[HR. Muslim no. 1120]

AMALAN SAHABAT KE 21:

Taqrir Nabi terhadap wanita muslimah yang berpisah dari suaminya yang masih musyrik, lalu kumpul kembali dengan suaminya setelah suaminya masuk Islam, tanpa memeperbaharui akad nikah.

Dari Ikrimah bin Khalid radhiyallahu 'anhu:

أنَّ عِكرمةَ بنَ أبي جهلٍ فرَّ يومَ الفتحِ فكتبتْ إليه امرأتُه فردَّته فأسلمَ وكانت قد أسلمَت قبل ذلك فأقرَّهما النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ على نكاحِهما

“Bahwa Ikrimah bin Abi Jahal melarikan diri pada hari penaklukan Makkah. Lalu istrinya menulis surat kepadanya, maka dengan surat itu istrinya bisa mengembalikanya ke Makkah, lalu Ikrimah pun memeluk Islam. Sementara istrinya telah masuk Islam sebelum itu. Lalu Nabi mentaqrir [menyetujui] mereka untuk pernikahan mereka

[Yakni: pernikahan mereka berdua sebelum Islam, padahal ketika istrinya masuk Islam, suaminya masih tetap musyrik. Kemudian ketika suaminya menyusul masuk Islam, Nabi
tidak menyuruh mereka berdua untuk mengulang akada nikahnya].

[HR. Abdurrozzaaq dalam al-Muhonnaf no. 12647]

Syeikh al-Albaani berkata dalam Irwaa al-Ghaliil 6/340:

مرسل صحيح الإسناد

Mursal Shahih Sanadnya

AMALAN SAHABAT KE 22:

Taqrir Nabi terhadap hiburan para sahabat, bersenang-senang dan bermain-main di Masjid, di Rumah atau lainnya.

KE 1:

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyaalu 'anha, dia berkata:

"دخلتِ الحبشةُ المسجدَ يلعبون في المسجدِ، فقال: يا حُمَيْراءُ ، أُتُحِبِّين أن تنظري إليهم ؟ فقلتُ: نعم.

فقام بالبابِ، وجئته فوضَعَتُ ذَقَنِي على عاتَقِه، وأَسْنَدْتُ وجهي إلى خَدِّه. قالت: ومِن قولِهم يومئذٍ: أباَ القاسم طيِّبًا.

فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: حَسْبُكِ. فقُلْتُ: لا تَعْجَلِ يا رسولَ اللهِ.

فقامَ لي ، ثم قال:حَسْبُكِ. قلتُ: لا تَعْجَلْ يا رسولَ اللهِ.

قالت: وما لي حبُّ النظرِ إليهم ؛ ولكني أَحْبَبْتُ أن يَبْلَغَ النساءَ مقامُه لي ومكاني منه"

Bahwa suatu ketika orang-orang Habasyah masuk masjid dan menunjukkan atraksi permainan.

Lalu Rasulullah
berkata kepadaku:

يَا حُمَيْرَاءُ أَتُحِبِّيْنَ أَنْ تَنْظُرِي إِلَيْهِمْ

“Wahai Humaira, apakah engkau mau melihat mereka?”

Lalu aku menjawab: “Iya.” Maka Nabi
berdiri di depan pintu, lalu aku datang dan aku letakkan daguku pada pundak Rasulullah dan aku tempelkan wajahku pada pipi beliau.”

Lalu ia mengatakan: “Di antara perkataan mereka tatkala itu adalah:

أباَ القاسم طيِّبًا

‘Abul Qasim adalah seorang yang baik’.”

Maka Rasulullah mengatakan, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Ia menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah.”

Maka beliau pun tetap berdiri. Lalu Nabi mengulangi lagi pertanyaannya, “Apakah sudah cukup wahai Aisyah?” Namun, Aisyah tetap menjawab: “Jangan terburu-buru wahai Rasulullah,

Lalu pada akhir hadits, Aisyah mengatakan:

وَمَالِيَ حُبُّ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ وَلَكِنِّي أَحْبَبْتُ أَنْ يَبْلُغَ النِّسَاءَ مَقَامُهُ لِيْ وَمَكاَنِي مِنْهُ

“Sebenarnya bukan karena aku senang melihat permainan mereka, tetapi aku hanya ingin memperlihatkan kepada para wanita bagaimana kedudukan Nabi terhadapku dan kedudukanku terhadapnya.”

[HR. An-Nasa'i dalam "Al-Sunan Al-Kubra" (8951), dan Ath-Thahawi dalam "Sharh Mushkil Al-Atsaar" (292) dengan sedikit perbedaan.]

Di Shahihkan oleh Ibnu al-Qoth-thon dalam "
أحكام النظر " no. 360.

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: Sanad hadits (yang diriwayatkan oleh AN-Nasa’i) ini shahih dan tidak ada satupun hadits shahih yang menyebutkan ‘humaira’ kecuali dalam hadits ini.” [Fathul Bari]

KE 2:

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha:

دَخَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ، فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ ـ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ـ فَقَالَ ‏"‏ دَعْهُمَا ‏"‏ فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا‏.‏

وَكَانَ يَوْمَ عِيدٍ يَلْعَبُ السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالْحِرَابِ، فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَإِمَّا قَالَ ‏"‏ تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ ‏"‏‏.‏ فَقُلْتُ نَعَمْ‏.‏ فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ خَدِّي عَلَى خَدِّهِ، وَهُوَ يَقُولُ ‏"‏ دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ ‏"‏‏.‏ حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ قَالَ ‏"‏ حَسْبُكِ ‏"‏‏.‏ قُلْتُ نَعَمْ‏.‏ قَالَ ‏"‏ فَاذْهَبِي ‏"‏‏.

" (Pada Hari Raya) Rasulullah masuk menemuiku, ketika itu di sisiku ada dua budak perempuan yang sedang bernyanyi, menyanyikan lagu-lagu (tentang perang) Bu'ats (Yakni peperangan terakhir antara dua suku Ansar, Khazraj dan Aus, sebelum Islam Pen.).

Lalu beliau
berbaring di atas Tikar sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Kemudian masuklah Abu Bakar sambil membentakku, dengan mengatakan:

"Seruling-seruling syeitan (kalian perdengarkan) di hadapan Nabi SAW!"

Rasulullah
lantas menghadapkan pandangannya kepada Abu Bakar seraya berkata:

"Biarkanlah keduanya (bernyanyi)."

Dan ketika beliau sudah tidak menghiraukan lagi, maka aku segera memberi isyarat kepada kedua budak tersebut agar lekas pergi, lalu keduanya pun pergi.

Saat itu adalah Hari Raya ('Ied). Dan ada budak-budak hitam yang mempertontonkan kebolehannya dalam mempermainkan tombak dan perisai.

Maka terkadang aku sendiri yang meminta kepada Nabi
dan terkadang beliau yang menawarkan kepadaku:

"Apakah kamu mau melihatnya (menonton nya)?"

Maka akupun jawab, "Ya, mau."

Lalu beliau menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata: "Teruskan, hai Bani Arfadah!"

Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan, lalu beliau berkata: "Apakah kamu merasa sudah cukup?" Aku jawab, "Ya, sudah." Beliau lalu berkata: "Kalau begitu pergilah."

(HR. Bukhori no. 949 & 950)

Al-Haafidz Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fathul Baari 2/442:

" قوله " وَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ ": وفي رواية هشام بن عروة " دَخَلَ عَلَىَّ أَبُو بَكْرٍ " وكأنه جاء زائراً لها بعد أن دخل النبي صلى الله عليه وسلم بيته ". انتهى.

Perkataan: “ Dan Abu Bakar datang “ lafadz dalam riwayat Hisham bin Urwah: " Abu Bakar masuk menemuiku " seolah-olah dia datang sebagai PENGUNJUNG bersilaturrahmi kepada Aisyah setelah Nabi datang dan masuk ke rumah ‘Aisyah. (selesai perkataan Ibnu Hajar).

Saya katakan: Hadits tsb mengisyaratkan bolehnya berkumpul dan bersilaturrahmi dengan keluarga dan lainnya. Bahkan bolehnya nonton hiburan bareng-bareng.

AMALAN SAHABAT KE 23:

Taqrir Nabi terhadap hiburan dalam walimah nikah para sahabatnya:
Ada beberapa hadits, di antaranya adalah sbb:

Pertama: Hadits Rabi’ binti Mu’awwadz bin ‘Afra’ radhiyallahu ‘anha, dia menceritakan:

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم غَدَاةَ بُنِيَ عَلَيَّ، فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، وَجُوَيْرِيَاتٌ يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ، يَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِهِنَّ يَوْمَ بَدْرٍ، حَتَّى قَالَتْ جَارِيَةٌ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم: لاَ تَقُولِي هَكَذَا وَقُولِي مَا كُنْتِ تَقُولِينَ

”Nabi datang menemuiku pada pagi hari ketika aku menikah, lalu beliau duduk di atas tempat tidurku seperti kamu duduk di dekatku.

Lalu gadis-gadis kecil kami memukul rebana dan mengenang kebaikan bapak-bapak kami yang gugur dalam perang Badar.

Ketika salah seorang dari mereka melantunkan kata:

وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ

’Dan di tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok’

Maka beliau
berkata: ’Tinggalkan (perkataan) itu, dan katakanlah apa yang telah engkau ucapkan sebelumnya.’”

(HR. Bukhari no. 4001, Abu Dawud no. 4922, dan Tirmidzi no. 1090)

Hadits ini menunjukkan bahwa nyanyian (sebagai perbuatan tersendiri) menjadi haram jika mengandung perkataan yang bertentangan dengan agama.

Asy Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar berkata:

“Hadits tersebut mengandung dalil bolehnya ditabuh rebana dalam pesta pernikahan. Boleh juga didendangkan kalimat-kalimat semisal (syair), seperti: kami datang kami datang dst. Asalkan bukan lagu yang membangkitkan kekejian dan kejahatan.”

Kedua: Hadits Aisyah radhiallahu anha:

أنَّها زَفَّتِ امْرَأَةً إلى رَجُلٍ مِنَ الأنْصارِ، فقالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا عائِشَةُ، ما كانَ معكُمْ لَهْوٌ؟ فإنَّ الأنْصارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ

Dia ikut menghadiri pernikahan seorang wanita dengan laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabiyullah bersabda:

يَا عَائِشَة مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ ؟ فَإِنَّ الْأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمْ اللَّهْوُ

“Wahai Aisyah, apakah kalian tidak memiliki hiburan [menabuh rebana dan nyayi-nyayi]? Sesungguhnya orang-orang Anshar menyenangi hiburan.” (HR. Bukhari, no. 4765).

Dalam al-Mausu'ah al-Haditsiyah di jelaskan:

والمرادُ باللَّهْوِ: ضَربُ الدُّفِّ والتَّغنِّي بشِعرٍ ليس فيه إثمٌ، وليس بالأغانِي المُهيِّجةِ للشُّرورِ المُشتملةِ على وَصْفِ الجَمالِ والفُجورِ، والمُصاحبةِ لأنواع المعازِفِ المُختلِفةِ؛ فإنَّ ذلك مَنْهيٌّ عنه في النِّكاحِ كما في غيرِه، وقوله: «فإنَّ الأنصارَ يُعجبُهمُ اللَّهوُ» أي: يُحبُّون مِثلَ هذا النَّوعَ مِن اللَّهْوِ؛ لِمَا فيهم مِن الرِّقَّةِ وحُبِّ الفَرَحِ.

وفي الحَديثِ: مُراعاةُ أعرافِ المُجتمَعِ بما لا يُخالِفُ شَرْعَ اللهِ عزَّ وجلَّ.

وفيه: مَشروعيَّةُ خُروجِ المرأةِ مِن بَيْتِها لأمرٍ مُباحٍ.

وفيه: مشاركةُ المرأةِ غَيْرَها من النِّساءِ في الأفراحِ والمناسَباتِ.


Yang dimaksud dengan al-Lahwu dalam hadits adalah:

Memukul rebana dan menyanyikan lagu-lagu dengan puisi yang tidak ada kata-kata mengandung dosa di dalamnya, dan bukan dengan lagu-lagu yang membangkitkan keburukan, seperti yang mengandung deskripsi tentang kecantikan dan kekejian serta diiringi dengan berbagai macam jenis alat musik, yang mana hal ini adalah diharamkan dalam pernikahan dan yang lainnya.

Dan perkataan beliau SAW: “Orang Anshar menyukai hiburan” artinya: mereka menyukai hiburan semacam ini ; Karena pada diri mereka terdapat kelembutan dan karena kecintaan mereka akan hal-hal yang menggembirakan.

Dan dalam hadits terdapat faidah-faidah sbb:

1. Melestarikan adat istiadat masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum Allah SWT.

2. Di syariatkannya bagi seorang wanita meninggalkan rumahnya untuk hal yang diperbolehkan.

3. Partisipasi wanita dengan wanita lain dalam acara-acara bersuka ria dan acara-acara lainnya yang berhubungan dengan sesuatu ".

AMALAN SAHABAT KE 24:

Taqrir Nabi terhadap budak wanita hitam yang memainkan musik Duff dan bernyanyi di hadapan beliau dalam rangka menunaikan nadzarnya.

Dari Abdullah bin Bardah dari bapaknya,:

أن أمة سوداء أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم -ورجع من بعض مغازيه- فقالت إني كنت نذرت إن ردك الله صالحاً (وفي رواية سالماً) أن أضرب عندك بالدف [وأتغنى]؟

قال: "إن كنت فعلت (وفي الرواية الأخرى: نذرت)، فافعلي، وإن كنت لم تفعلي فلا تفعلي".

فضربت، فدخل أبو بكر وهي تضرب، ودخل غيره وهي تضرب.

ثم دخل عمر، قال: فجعلت دفها خلفها، (وفي الرواية الأخرى: تحت استها ثم قعدت عليه)، وهي مقنَّعة.

فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إن الشيطان ليفرق (وفي رواية: ليخاف) منك يا عمر! أنا جالس ههنا [وهي تضرب]، ودخل هؤلاء [وهي تضرب]، فلما أن دخلت [أنت يا عمر] فعلت ما فعلت، (وفي الرواية: ألقت الدف).

“Sesungguhnya budak perempuan hitam menghampiri Rasulullah - sepulang salah satu dari perang-nya -.

Lalu dia berkata: " sesungguhnya saya bernadzar jika Allah memulangkan engkau dalam keadaan selamat, saya akan menabuh rebana dan bernyanyi.

Rasulullah menjawab: " Kalau kamu bernazar, maka lakukanlah. Tapi kalau kalau kamu tidak nazar, maka jangan kamu lakukan!".

Maka ia menabuh rebana.

Lalu Abu Bakar masuk, namun ia tetap menabuh rebana dan menyanyi. Dan yang lain juga masuk, dan ia pun tetap menabuh rebana dan menyanyi.

Lalu Umar masuk, maka ia segera menaruh rebana itu di belakangnya.

Sebagian riwayat menyebutkan: ditaruh di bawah bokongnya dan didudukinya. Ia diam.

Maka Rasulullah
bersabda:

" Sesungguhnya setan benar-benar takut padamu wahai Umar. Aku duduk di sini, lalu orang-orang ini masuk dan ia tetap memainkan Rebana.

Namun begitu kamu masuk, wahai Umar, dia langsung berhenti seperti itu.

Sebagian riwayat: " melempar rebananya”.

(HR. Turmudzi 2/293-294, Ibnu Hibbaan no. 1193 dan 2186, Baihaqi 10/77 dan Imam Ahmad 5/353 dan 356].

Turmudzi berkata: Hadits Hasan Shahih Ghoriib “.

Hadits ini di shahihkan oleh Ibnu Hibbaan dan Ibnu al-Qath-than sebagaimana yang disebutkan oleh al-Albaani dlm ash-Shahihah no. 1609 dan 2261.

Dan Syeikh al-Baani dalam (
إرواء الغليل 8/214) berkata: Sanadnya Shahih sesuai syarat Muslim

SUBHANALLAH! seorang budak perempuan hitam tidak takut kepada Rosulullah
,  akan tetapi takut kepada Umar. Ini menunjukkan kelemah lembutan karakater Nabi .

AMALAN SAHABAT KE 25:

Taqrir Nabi terhadap Nadzar wanita bermain alat musik Duff di hadapan Nabi . Dan Nadzar menyembelih kurban di sebuah tempat diluar hari Raya Idul Adlha.
 
Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash:

أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى رَأْسِكَ بِالدُّفِّ قَالَ أَوْفِي بِنَذْرِكِ قَالَتْ إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَذْبَحَ بِمَكَانِ كَذَا وَكَذَا مَكَانٌ كَانَ يَذْبَحُ فِيهِ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ قَالَ لِصَنَمٍ قَالَتْ لَا قَالَ لِوَثَنٍ قَالَتْ لَا قَالَ أَوْفِي بِنَذْرِكِ

Bahwasanya seorang perempuan datang kepada Rasulullah lalu berkata:

"Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku bernadzar untuk memukul rebana di hadapanmu."

Rasulullah
berkata: "Laksanakanlah nadzarmu itu!

Perempuan tersebut berkata: "Sesungguhnya aku bernadzar menyembelih di tempat ini dan itu - tempat yang biasa digunakan menyembelih orang-orang Jahiliyah -.

Rasulullah
bertanya: "Apakah untuk berhala?"

Perempuan itu menjawab: "Tidak."

Rasulullah
bertanya lagi: "Untuk patung?"

Perempuan itu menjawab: "Tidak."

Rasulullah
bersabda: "Tepatilah nadzarmu itu!"

[HR. Abu Daud No. 3312 dan Baihaqi no. 20596]

Di Hasankan oleh al-Albaani dalam Al-Irwa' no. (4587), Takhriij al-Misykaat no. 3371. Sementara dalam Shahih Abu Daud No. 3312, beliau mengatakan: Hasan Shahih.

AMALAN SAHABAT KE 26:

Taqriir Nabi terhadap amalan sahabat yang bernadzar menyembelih kurban di sebuah tempat diluar Hari Raya Idul Adlha.

Ada beberapa riwayat:

Ke 1: Dari Tsabit bin Adh-Dhahak Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يَنْحَرَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ, فَأَتَى رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَسَأَلَهُ: فَقَالَ: هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ يُعْبَدُ? قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ? فَقَالَ: لَا. فَقَالَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ; فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اَللَّهِ, وَلَا فِي قَطِيعَةِ رَحِمٍ, وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ اِبْنُ آدَمَ

Pada zaman Rasulullah ada seorang laki-laki yang bernadzar bahwa dia akan berqurban Unta di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah .

Lalu nabi pun bertanya kepadanya: “Apakah di sana ada berhala yang disembah?” Beliau menjawab: ” Tidak.”

Nabi bertanya lagi: “Apakah di sana dirayakah salah satu hari raya mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.”

Lalu nabi bersabda: “Penuhilah nadzarmu, sesungguhnya tidak boleh memenuhi nadzar yang mengandung maksiat kepada Allah, nadzar untuk memutuskan silaturahim, dan tidak pula nadzar pada harta yang tidak dimiliki manusia.”

(HR. Abu Daud no. 3313 dan ini adalah lafadznya.Di riwayatkan pula oleh Ath-Thabarani no. 2/76 no. 1341 dan al-Baihaqi no. 20634.

Di Shahihkan isnadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Buluughul Maram dan oleh al-Jawroqooni dalam al-Abaathiil wal Manaakiir 2/202 dan al-Albaani dalam al-Misykaah no. 3437)

Ke 2: Dalam Sunan Abu Daud No. 3314. Dari Maimunah binti Kardam, ia berkata:

خَرَجْتُ مَعَ أَبِي فِي حِجَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلْتُ أُبِدُّهُ بَصَرِي فَدَنَا إِلَيْهِ أَبِي وَهُوَ عَلَى نَاقَةٍ لَهُ مَعَهُ دِرَّةٌ كَدِرَّةِ الْكُتَّابِ فَسَمِعْتُ الْأَعْرَابَ وَالنَّاسَ يَقُولُونَ الطَّبْطَبِيَّةَ الطَّبْطَبِيَّةَ فَدَنَا إِلَيْهِ أَبِي فَأَخَذَ بِقَدَمِهِ قَالَتْ فَأَقَرَّ لَهُ وَوَقَفَ فَاسْتَمَعَ مِنْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ إِنْ وُلِدَ لِي وَلَدٌ ذَكَرٌ أَنْ أَنْحَرَ عَلَى رَأْسِ بُوَانَةَ فِي عَقَبَةٍ مِنْ الثَّنَايَا عِدَّةً مِنْ الْغَنَمِ قَالَ لَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهَا قَالَتْ خَمْسِينَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ بِهَا مِنْ الْأَوْثَانِ شَيْءٌ قَالَ لَا قَالَ فَأَوْفِ بِمَا نَذَرْتَ بِهِ لِلَّهِ قَالَتْ فَجَمَعَهَا فَجَعَلَ يَذْبَحُهَا فَانْفَلَتَتْ مِنْهَا شَاةٌ فَطَلَبَهَا وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ أَوْفِ عَنِّي نَذْرِي فَظَفِرَهَا فَذَبَحَهَا

Aku keluar bersama ayahku dalam haji yang dilakukan oleh Rasulullah ,  lalu aku melihat Rasulullah dan aku mendengar orang-orang berkata: "Rasulullah."

Pandanganku terus mengikuti Rasulullah, lalu ayahku mendekatinya dalam keadaan berkendaraan onta dan membawa cambuk seperti cambuk para juru tulis.

Aku mendengar orang-orang badui dan yang lain berkata: "Pembawa cambuk! Pembawa cambuk!".

Ayahku mendekati Rasulullah lalu memegang kakinya.

Maimunah melanjutkann kisahnya:

Kemudian ayahku mengakui (risalah Rasulullah SAW) dan berdiri mendengarkannya. Setelah itu ayahku berkata:

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bernadzar, jika mempunyai anak laki-laki, aku akan menyembelih beberapa kambing di atas Gunung Buwanah, yaitu di jalan tanjakan gunung."

-Perawi hadits berkata: Aku tidak tahu kecuali perempuan (Maimunah) itu mengucapkan lima puluh (50) ekor kambing -

Rasulullah
bertanya: "Apakah di sana ada berhalanya?" Ayahku menjawab, "Tidak."

Rasulullah
bersabda, "Tepatilah apa yang kamu nadzarkan itu karena Allah.'"

Maimunah melanjutkan kisahnya:

Kemudian ayahku mengumpulkan kambing-kambing itu dan menyembelihnya. Akan tetapi ada satu kambing yang terlepas, lalu ayahku mengejarnya dan berdoa:

"Ya Allah, tepatilah dariku nadzarku."

Maka kambing yang terlepas itu tertangkap lalu disembelih ayahku.

(Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 3314 dan Ibnu Majah no. 2131).

Ke 3: Dalam Sunan Abu Daud No. 3315. Dari Maimunah binti Kardam bin Sufyan dari ayahnya... seperti hadits di atas.

قَالَ هَلْ بِهَا وَثَنٌ أَوْ عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِ الْجَاهِلِيَّةِ قَالَ لَا قُلْتُ إِنَّ أُمِّي هَذِهِ عَلَيْهَا نَذْرٌ وَمَشْيٌ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا وَرُبَّمَا قَالَ ابْنُ بَشَّارٍ أَنَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ

Rasulullah bertanya, "Apakah di sana ada berhalanya atau ada hari raya Jahiliyah?" Ayahku menjawab, 'Tidak."

Aku berkata: "Sesungguhnya ibuku mempunyai nadzar BERJALAN, apakah aku menunaikan nadzar ibuku itu?"

-terkadang Ibnu Basyar (perawi) meriwayatkan: Apakah kami yang menunaikan nadzar ibuku itu?—

Rasulullah
bersabda, "Ya."

(Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 2131).

AMALAN SAHABAT KE 27:

Taqrir Nabi terhadap sahabat yang memainkan alat musik sejenis kecapi:

Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas (ra):

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم خَرَجَ وقَدْ رَشَّ حَسَّانُ فِنَاءَ أَطِمِهِ وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم سِمَاطَينِ وَبَيْنَهُمْ جَارِيةٌ لِحسَّانَ يُقَالُ لَـهَا سِيرِينُ، وَمَعَهَا مِزْهَرٌ لَهَا تُغَنِّيهِمْ وَهِيَ تَقُولُ فِي غِنَائِهَا:

هَلْ عَلَيَّ وَيْحَكُمْ * إنْ لَهَوْتُ مِنْ حَرَجٍ.

فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم ، وَقَالَ: لَا حَرَجَ

Bahwasanya Rasulullah keluar ketika Hassan (ra) telah menyirami halaman tempat tinggalnya, sementara para sahabat (ra) duduk dua shaf, di tengah-tengah mereka budak perempuan milik Hassan (ra) bernama Sirin membawa mizhar-nya (sejenis alat musik berdawai seperti kecapi) berdendang untuk para sahabat. Dalam nyanyiannya dia mengatakan:

“Celaka! Apakah ada dosa atas diriku jika aku berdendang?”

Maka Rasulullah
tersenyum seraya bersabda: “Tidak mengapa (tidak ada dosa atas dirimu).”

DERAJAT KESHAHIHAN HADITS:

Ibnu ‘Asaakir menyebutkan hadits Abdullah bin ‘Abbas (ra) di atas dalam kitab beliau Tarikh Dimasyq (12/415) dari jalan Abu Uwais, dari Al-Husain bin Abdillah, dari ‘Ikrimah, dari Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib (ra).

Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah
,  bahkan tergolong hadits yang maudhu’ (palsu).

Abul Faraj Ibnul Jauzi memasukkannya dalam kitab beliau Al-Maudhu’aat (3/115-116) pada bab Fi Ibahatil Ghina (Bab Tentang Bolehnya Nyanyian).

Asy-Syaikh Al-Albani
رحمه الله dalam takhrij risalah "أداء ما وجب من بيان وضع الوضاعين في رجب" karya Abu Khoth-thob (hal. 150) mengatakan bahwa hadits ini bathil.

AMALAN SAHABAT KE 28:

Amalan para sahabat saling mengucapkan " تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنْكُم " pada hari Raya terhadap sesama sahabat yang lain.

Dari Jubair bin Nufair, dia berkata:

" كان أصحابُ رسولِ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا الْتَقَوْا يومَ العيدِ يقولُ بعضُهم لبعضٍ: تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنْكُم"

'Para shahabat Rasulullah apabila berjumpa pada hari Ied, mereka satu sama lain saling mengucapkan, taqabbalallahu minna wa minkum.'

Diriwayatkan oleh Zahir bin Thahir dalam “Tuhfat Idul Fitri” sebagaimana Al-Suyuti mengaitkannya dalam “Al-Hawi fi Al-Fatawa” (1/94).

Al-Hafidz Ibnu Hajar menghasankan sanadnya dalam “Fathul-Bari” (2/446), dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Albani dalam ((
تَمَامُ المِنَّةِ) (354).

AMALAN SAHABAT KE 29:

Taqrir Nabi terhadap bacaan para sahabat ketika berangkat dari Mina menuju Arafah pada waktu menunaikan ibadah Haji.

Dari Muhammad bin Abu Bakar Ats-Tsaqafiy:

أَنَّهُ سَأَلَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ وَهُمَا غَادِيَانِ مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَةَ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ فِي هَذَا الْيَوْمِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ يُهِلُّ مِنَّا الْمُهِلُّ فَلَا يُنْكِرُ عَلَيْهِ وَيُكَبِّرُ مِنَّا الْمُكَبِّرُ فَلَا يُنْكِرُ عَلَيْهِ

Bahwa dia bertanya kepada Anas bin Malik saat keduanya berangkat dari Mina menuju 'Arafah: "Apa yang kalian kerjakan pada hari ini bersama Rasulullah SAW?"

Dia menjawab: "Diantara kami ada orang yang membaca talbiyyah, Beliau tidak mengingkarinya. Dan juga ada orang yang bertakbir namun Beliau juga tidak mengingkarinya".

[HR. Bukhori no. 1549]

AMALAN SAHABAT KE 30:

Taqrir Nabi membiarkan seorang penunggang keledai lewat di depannya ketika beliau mengimami shalat.

Dan Taqrir beliau
dengan membiarkan penunggang keledai lewat depan shaff para makmum.

Dari Ibnu Abbas RA:

أَنَّهُ كَانَ عَلَى حِمَارٍ هُوَ وَغُلَامٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَمَرَّ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَمْ يَنْصَرِفْ وَجَاءَتْ جَارِيَتَانِ مِنْ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَأَخَذَتَا بِرُكْبَتَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَّعَ بَيْنَهُمَا أَوْ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا وَلَمْ يَنْصَرِفْ

Bahwa ia menunggang keledai bersama seorang anak dari bani Hasyim lewat di depan Nabi yang sedang shalat, namun beliau tidak bergeming (dari shalatnya). Lalu datang dua anak perempuan dari bani Abdul Muththalib, keduanya memegangi kedua lutut Nabi ,  lalu beliau memisahkan keduanya dan beliau juga tidak bergeming (dari shalatnya).

(HR. Ahmad no. 2295, 3001, an-Nasaa’i no. 746, Abu Daud no. 716) Dishahihkan sanadnya oleh Syu’aib al-Arna’uth dlm “
تخريج المسند” no. 2295.

Dari Ibnu “Abbaas:

كان الفضل أكبرَ مني، فكان يردفني، فأكون بين يديه، فارتدفتُ أنا وأخي على حِمارة، فانتهينا إلى النبي صلى الله عليه وسلم وهو يصلي بالناس بعرفة، فنزلنا بين يَديه، فصلَّينا، وتركناه يرعى بين يديه، فلم يقطع صلاتَه"،


Al-Fadhel lebih besar dari saya, jadi dia selalu memboncengkan saya, maka saya pun duduk di depannya, lalu saya dan saudara saya mengayuh keledai, hingga kami sampai kepada Nabi,
dan Beliau sedang shalat dengan orang-orang di Arafah, maka kami turun di hadapannya, lalu kami pun ikut shalat, dan kami meninggalkan keledai merumput didepannya, dan beliau tidak menghentikan shalatnya.” (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir no. 2639)

Imam Thabrani berkata:

لم يَروه عن الحَكم، عن مجاهد، إلاَّ إسماعيلُ بن مسلم

Tidak ada yang meriwayatkan dari al-Hakam, dari Mujahid, kecuali Isma’il bin Muslim “.

Dan masih dari Ibnu ‘Abbaas:

"ربما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يصلِّي، والحُمُر تعترك بين يَديه".

“ Terkadang aku melihat Nabi sedang sholat, dan keledai bertarung di hadapannya” (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsaath no. 2699)

Dan Thabrani berkata:

لا نعلمه يروى إلاَّ عن ابن عباس، وروي عنه من غير وَجهٍ بألفاظ مختلفة

Kami tidak tahu hadits ini diriwayatkan kecuali dari Ibnu Abbas. Dan hadits ini diriwayatkan pula dari dia lewat jalur lain dengan kata-kata yang berbeda-beda.

Dari Ibnu Abbas RA:

أَنَّهُ كَانَ عَلَى حِمَارٍ هُوَ وَغُلَامٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَمَرَّ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَمْ يَنْصَرِفْ وَجَاءَتْ جَارِيَتَانِ مِنْ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَأَخَذَتَا بِرُكْبَتَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَّعَ بَيْنَهُمَا أَوْ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا وَلَمْ يَنْصَرِفْ

Bahwa ia menunggang keledai bersama seorang anak dari bani Hasyim lewat di depan Nabi yang sedang shalat, namun beliau tidak bergeming (dari shalatnya). Lalu datang dua anak perempuan dari bani Abdul Muththalib, keduanya memegangi kedua lutut Nabi ,  lalu beliau memisahkan keduanya dan beliau juga tidak bergeming (dari shalatnya).

(HR. Ahmad no. 2295, 3001, an-Nasaa’i no. 746, Abu Daud no. 716) Dishahihkan sanadnya oleh Syu’aib al-Arna’uth dlm “
تخريج المسند” no. 2295.

AMALAN SAHABAT KE 31:

Taqrir Nabi terhadap Sahabat yang ketika sholat hanya memakai satu sarung saja, sementara pundak dan dadanya terbuka.

Dari Abu Nadlrah dia berkata, Ubai bin Ka'b berkata:

الصَّلَاةُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ سُنَّةٌ كُنَّا نَفْعَلُهُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يُعَابُ عَلَيْنَا.

فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: إِنَّمَا كَانَ ذَاكَ إِذْ كَانَ فِي الثِّيَابِ قِلَّةٌ فَأَمَّا إِذْ وَسَّعَ اللَّهُ فَالصَّلَاةُ فِي الثَّوْبَيْنِ أَزْكَى

"Shalat dengan menggunakan satu pakaian adalah sunnah yang pernah kami lakukan bersama Rasulullah ,  dan beliau tidak mencela kami.

Kemudian Ibnu Mas'ud berkata:

"Hanyasannya yang demikian itu dilakukan ketika pakaian hanya sedikit, adapun ketika Allah memberikan kelapangan maka shalat dengan menggunakan dua pakaian adalah lebih baik."

[HR. Ahmad no. 20316 dan Abdullah Bin Ahmad dalam Zawaid al-Musnad no. 21276] Di Shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 21276.

Hadits ini jadi dalil bolehnya shalat dengan kain terbatas hanya satu pakaian saja. Yakni: satu helai kain sebagai izaar atau sarung yaitu seperti kain ihram penutup bagian bawah, tanpa memakai ridaa' yaitu seperti kain ihram penutup bagian atas.

Ibnu Rusyd mengatakan: “Para ulama sepakat bahwa seorang laki-laki sah memakai pakaian dalam shalat dengan satu pakaian saja.” (Baca: Bidayah Al-Mujtahid, 1/286. Dan lihat pula Minhah Al-‘Allam, 2:331).

AMALAN SAHABAT KE 32:

Amalan sahabat yang tidak ditanyakan terlebih dahulu kepada Nabi sebelum mengamalkan. Ketika Nabi mengetahuinya, maka Nabi melaranganya, akan tetapi sahabat tersebut tetap bersikeras ingin mengamalkannya. Pada akhirnya Nabi mengizinkannya atau mendiamkannya.

Diantaranya: amalan sahabat yang berpuasa setiap hari dan mengkhatamkan al-Quran setiap malam.

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu anhu, ia berkata;

أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا فَتَقُولُ: نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ.

فَلَمَّا طَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "الْقَنِي بِهِ". فَلَقِيتُهُ بَعْدُ. فَقَالَ: كَيْفَ تَصُومُ. قَالَ: كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: وَكَيْفَ تَخْتِمُ. قَالَ: كُلَّ لَيْلَةٍ.

قَالَ: صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةً وَاقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ. قَالَ: قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْجُمُعَةِ. قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: أَفْطِرْ يَوْمَيْنِ وَصُمْ يَوْمًا. قَالَ: قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: صُمْ أَفْضَلَ الصَّوْمِ صَوْمَ دَاوُدَ صِيَامَ يَوْمٍ وَإِفْطَارَ يَوْمٍ وَاقْرَأْ فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً ".

فَلَيْتَنِي قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَاكَ أَنِّي كَبِرْتُ وَضَعُفْتُ.

فَكَانَ يَقْرَأُ عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ السُّبْعَ مِنْ الْقُرْآنِ بِالنَّهَارِ. وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ يَعْرِضُهُ مِنْ النَّهَارِ لِيَكُونَ أَخَفَّ عَلَيْهِ بِاللَّيْلِ.

وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَتَقَوَّى أَفْطَرَ أَيَّامًا وَأَحْصَى وَصَامَ مِثْلَهُنَّ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتْرُكَ شَيْئًا فَارَقَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ.

قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ بَعْضُهُمْ: فِي ثَلَاثٍ وَفِي خَمْسٍ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى سَبْعٍ

Bapakku menikahkanku dengan seorang wanita yang memiliki kemuliaan leluhur. Lalu bapakku bertanya pada sang menantunya mengenai suaminya.

Maka sang menantu pun berkata: "Dia adalah laki-laki terbaik, ia belum pernah meniduriku dan tidak juga memelukku mesra semenjak aku menemuinya."

Maka setelah selang beberapa lama, bapakku pun mengadukan hal itu pada Nabi
.

Akhirnya beliau bersabda: "Bawalah ia kemari." Maka setelah itu, aku pun datang menemui beliau.

Dan belaiau bersabda: "Bagaimanakah ibadah puasamu?" aku menjawab, "Yaitu setiap hari."

Beliau bertanya lagi, "Lalu bagaimana dengan Khataman Al Qur`anmu?" aku menjawab, "Yaitu setiap malam."

Akhirnya beliau bersabda: "Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya. Dan bacalah (Khatamkanlah) Al Qur`an sekali pada setiap bulannya." Aku katakan, "Aku mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah tiga hari dalam satu pekan." Aku berkata, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berbukalah sehari dan berpuasalah sehari." Aku katakan, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Berpuasalah dengan puasa yang paling utama, yakni puasa Dawud, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan khatamkanlah Al Qur`an sekali dalam tujuh hari."

Maka sekiranya aku menerima keringanan yang diberikan Nabi
ketika aku masih kuat, sementara sekarang aku telah menjadi lemah.

Mujahid berkata ; Lalu ia membacakan sepertujuh dari Al Qur`an kepada keluarganya pada siang hari.

Dan ayat yang ia baca, ia perlihatkan pada siang harinya agar pada malam harinya ia bisa lebih mudah membacanya.

Dan apabila dia ingin memperoleh kekuatan, maka ia akan berbuka beberapa hari dan menghitungnya, lalu ia berpuasa sebanyak itu pula. Itu semua ia lakukan disebabkan karena ia tak suka meninggalkan sesuatu, setelah Nabi
wafat.

Abu Abdullah berkata ; Dan sebagian mereka berkata; Tiga [hari], atau lima, dan yang terbanyak adalah tujuh. [HR. Bukhori no. 4664]

AMALAN SAHABAT KE 33:


Amalan Nabi
yang tidak boleh di amalkan oleh para sahabatnya, namun sebagian mereka ada yang bersikeras mengamalkannya. Diantaranya: LARANGAN PUASA WISHAL.

Pertama: Hadits Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan;

نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَنِ الوِصَالِ، فَقالَ له رِجَالٌ مِنَ المُسْلِمِينَ: فإنَّكَ -يا رَسولَ اللَّهِ- تُوَاصِلُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّكُمْ مِثْلِي؟! إنِّي أبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي ويَسْقِينِ. فَلَمَّا أبَوْا أنْ يَنْتَهُوا عَنِ الوِصَالِ واصَلَ بهِمْ يَوْمًا، ثُمَّ يَوْمًا، ثُمَّ رَأَوُا الهِلَالَ، فَقالَ: لو تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ. كَالْمُنَكِّلِ بهِمْ حِينَ أبَوْا.

Rasulullah melarang puasa wishool.

Maka beberapa orang kaum muslimin bertanya; 'engkau sendiri ya Rasulullah melakukan puasa wishool.'

Rasulullah
menjawab: "Mana mungkin kalian sanggup melakukannya seperti aku, sebab kalau aku pada malamnya Rabb-ku memberiku makan dan minum."

Tatkala mereka masih enggan menghentikan puasa wishool, maka Nabi pun melakukan puasa wishool bersama mereka hari demi hari.

Kemudian ketika mereka melihat bulan sabit muncul ; maka Nabi bersabda: "Kalaulah bulan sabit itu terlambat, niscaya kutambah untuk kalian!"

Seolah-olah beliau hendak menghukum mereka tatkala mereka menolak nya.

[HR. Bukhori no. 6851 dan Muslim no. 1103]

Definisi Puasa wishool adalah: menyambungkan puasa ke hari berikutnya tanpa berbuka di malam hari.

Kadua: hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah
bersabda:

« لاَ تُوَاصِلُوا ، فَأَيُّكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ ». قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِنِّى لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ، إِنِّى أَبِيتُ لِى مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِى وَسَاقٍ يَسْقِينِ »

“Janganlah kalian melakukan puasa wishool. Jika salah seorang di antara kalian ingin melakukan wishool, maka lakukanlah hingga sahur (menjelang Shubuh).”

Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sendiri melakukan wishool.”

Rasul
bersabda, “Aku tidak seperti kalian. Di malam hari, aku diberi makan dan diberi minum.” (HR. Bukhari no. 1963).

AMALAN SAHABAT KE 34:

Diantara Amalan para sahabat pada masa Nabi yang tidak ada contoh dari beliau adalah: 'AZL [عَزْلٌ] artinya dikeluarkan diluar.

Definisi ‘AZL (coitus interuptus) adalah:

Dikeluarkannya air mani laki-laki diluar vagina saat mencapai puncak kenikmatan dalam berhubungan badan, dalam usaha mencegah kehamilan, dan inilah metode kontrasepsi tertua.

Hadits-hadits tentang 'AZL cukup banyak, diantaranya adalah sbb:

Ke 1: Dari [Jabir] dia berkata ;

 كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ زَادَ إِسْحَقُ قَالَ سُفْيَانُ لَوْ كَانَ شَيْئًا يُنْهَى عَنْهُ لَنَهَانَا عَنْهُ الْقُرْآنُ

“Kami biasa melakukan 'AZL di saat Al Qur`an masih turun.”

[Ishaq] menambahkan; [Sufyan] berkata; Sekiranya 'AZL dilarang, tentu Al Qur`an akan melarang perbuatan kami.

[HR. Muslim Nomor 1440]

Ke 2: Dari [Jabir] dia berkata ;

 كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَنْهَنَا

“Kami melakukan 'AZL di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian hal itu disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau tidak melarang kami.”

[HR. Muslim Nomor 1440, 2610]

Ke 3: Dari ‘Amir bin Sa’d bin Abu Waqqash dari bapaknya Saad bin Abu Waqqosh]

أَنَّهُ كَانَ يَعْزِلُ

Bahwa dia pernah melakukan ‘'AZL.”

[HR. Malik Nomor 1091, 1263]

Ke 4: Dari Ummu Walad milik Abu Ayyub Al Anshari:

أَنَّهُ كَانَ يَعْزِلُ

Bahwa dia pernah melakukan ‘'AZL.

[HR. Malik Nomor 1092, 1264]

Ke 5: Dari [Al Hajjaj bin ‘Amru bin Ghaziyyah]

أَنَّهُ كَانَ جَالِسًا عِنْدَ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ فَجَاءَهُ ابْنُ قَهْدٍ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ يَا أَبَا سَعِيدٍ إِنَّ عِنْدِي جَوَارِيَ لِي لَيْسَ نِسَائِي اللَّاتِي أُكِنُّ بِأَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْهُنَّ وَلَيْسَ كُلُّهُنَّ يُعْجِبُنِي أَنْ تَحْمِلَ مِنِّي أَفَأَعْزِلُ فَقَالَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ أَفْتِهِ يَا حَجَّاجُ قَالَ فَقُلْتُ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ إِنَّمَا نَجْلِسُ عِنْدَكَ لِنَتَعَلَّمَ مِنْكَ قَالَ أَفْتِهِ قَالَ فَقُلْتُ هُوَ حَرْثُكَ إِنْ شِئْتَ سَقَيْتَهُ وَإِنْ شِئْتَ أَعْطَشْتَهُ قَالَ وَكُنْتُ أَسْمَعُ ذَلِكَ مِنْ زَيْدٍ فَقَالَ زَيْدٌ صَدَقَ

Bahwasanya ia pernah duduk-duduk di sisi [Zaid bin Tsabit]. Lalu Ibnu Qahd, seorang laki-laki dari Yaman, datang menemuinya dan berkata:

“Wahai Abu Sa’id, aku mempunyai beberapa budak wanita. Dan isteri-isteriku tidak lebih menarik cantik dari mereka, tetapi tidak semua dari mereka yang aku inginkan hamil dariku. Maka apakah aku boleh melakukan ‘'AZL?”

Zaid bin Tsabit lalu berkata ; “Wahai Hajjaj, berilah fatwa kepadanya! ”

Al Hajjaj bin ‘Amru berkata; “Aku lalu berkata, “Semoga Allah mengampunimu. Padahal tidaklah kami duduk di sini kecuali untuk belajar darimu.”

Zaid bin Tsabit kembali berkata; “Berilah fatwa kepadanya! ”

Al Hajjaj bin ‘Amru berkata; “Maka aku pun berkata, ‘Itu adalah ladangmu. Jika mau, kamu bisa menyiraminya dan jika mau kamu boleh membiarkannya tandus.”

Al hajjaj meneruskan, “Aku dengar hal itu dari Zaid.”

Zaid menyahut, “Dia benar.”

[HR. Malik Nomor 1094, 1266]

Ke 7: Dari Humaid bin Qois al-Makkii dari seseorang yang bernama [Dzafiif] berkata ;

أَنَّهُ قَالَ سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ الْعَزْلِ فَدَعَا جَارِيَةً لَهُ فَقَالَ أَخْبِرِيهِمْ فَكَأَنَّهَا اسْتَحْيَتْ فَقَالَ هُوَ ذَلِكَ أَمَّا أَنَا فَأَفْعَلُهُ يَعْنِي أَنَّهُ يَعْزِلُ

” [Ibnu Abbas] pernah ditanya perihal ‘'AZL, lalu ia memanggil salah seorang budak wanitanya, seraya berkata; ‘Kabarkan pada mereka.” -budak wanita itu terlihat malu-

Ibnu Abbas lalu berkata; “Itu boleh, aku juga melakukannya.” Yakni, Ibnu Abbas juga melakukan ‘'AZL.

[HR. Malik Nomor 1095, 1267]

Ke 8: Dari Abu Sa’id Al Khudri:

أَنَّهُ أَخْبَرَهُ قَالَ أَصَبْنَا سَبَايَا فَكُنَّا نَعْزِلُ ثُمَّ سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ لَنَا وَإِنَّكُمْ لَتَفْعَلُونَ وَإِنَّكُمْ لَتَفْعَلُونَ وَإِنَّكُمْ لَتَفْعَلُونَ مَا مِنْ نَسَمَةٍ كَائِنَةٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلَّا هِيَ كَائِنَةٌ

Bahwa dia telah mengabarkan kepadanya, dia berkata ;

Kami mendapatkan tawanan wanita, dan kami hendak menyetubuhinya dengan cara ‘'AZL, lalu kami tanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun bersabda kepada kami:

“Apakah kalian benar-benar melakukannya? Apakah kalian benar-benar melakukannya? Apakah kalian benar-benar melakukannya? Tidaklah ruh yang tercipta sampai Hari Kiamat, melainkan ia akan tetap tercipta.”

[HR. Muslim Nomor 1438, 2600]

AMALAN SAHABAT KE 35:


Taqrir dan diamnya Rosulullah
terhadap sahabat yang mengambil keringat dan rambut beliau untuk bertabarruk atau ngalap berkah:
 
Dari Anas bin Malik dia berkata;

دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِنْدَنَا فَعَرِقَ وَجَاءَتْ أُمِّي بِقَارُورَةٍ فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيهَا فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ قَالَتْ هَذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي طِيبِنَا وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيبِ

Nabi pernah berkunjung ke rumah kami. kemudian beliau tidur siang sebentar (Qailulah) di rumah kami hingga berkeringat. Lalu Ibu saya mengambil sebuah botol dan berupaya memasukkan KERINGAT Rasulullah itu ke dalam botol tersebut.

Tiba-tiba Rasulullah terjaga sambil berkata kepada ibu saya;

'Hai Ummu Sulaim, apa yang kamu lakukan terhadap diriku?

Ibu saya menjawab; 'Ini keringat engkau, kami ingin menjadikannya dalam minyak wangi kami.'

Keringat beliau merupakan salah satu wewangian yang paling harum wanginya.

(HR. Muslim No. 4300 & 4302 dan Imam Ahmad No. 11947)

Dalam sebagian riwayat:

فَقالَ: ما تَصْنَعِينَ؟ يا أُمَّ سُلَيْمٍ فَقالَتْ: يا رَسولَ اللهِ، نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا، قالَ: أَصَبْتِ.

Lalu Rasulullah bertanya, “Apa yang sedang engkau perbuat?”

Ummu Sulaim menjawab, “ Wahai Rosulullah, Kami mengharapkan barokah keringat engkau ini untuk anak-anak kami.”

Rasulullah
pun berkata, “Engkau benar.” (HR. Muslim No. 2331).

Dalam Riwayat Imam Bukhori dari Tsumamah dari Anas:

أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ كَانَتْ تَبْسُطُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِطَعًا فَيَقِيلُ عِنْدَهَا عَلَى ذَلِكَ النِّطَعِ ، فَإِذَا نَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَتْ مِنْ عَرَقِهِ وَشَعَرِهِ فَجَمَعَتْهُ فِي قَارُورَةٍ ثُمَّ جَمَعَتْهُ فِي سُكٍّ. قَالَ [القائل هو ثمامة بن عبد الله بن أنس]: فَلَمَّا حَضَرَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ الْوَفَاةُ أَوْصَى إِلَيَّ أَنْ يُجْعَلَ فِي حَنُوطِهِ مِنْ ذَلِكَ السُّكِّ قَالَ فَجُعِلَ فِي حَنُوطِهِ.

" Bahwa Ummu Sulaim, bahwa dia biasa membentangkan tikar dari kulit untuk Nabi ,  lalu beliau istirahat siang di atas tikar tersebut,

Anas melanjutkan;

"Apabila Nabi
telah tidur, maka Ummu Sulaim mengambil KERINGAT dan RAMBUTNYA yang terjatuh dan meletakkannya di wadah kaca, setelah itu ia mengumpulkannya di sukk (ramuan minyak wangi),

Tsumamah berkata;

'Ketika Anas bin Malik hendak meninggal dunia, maka dia berwasiat supaya ramuan tersebut dicampurkan ke dalam hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit), akhirnya ramuan tersebut diletakkan di hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit)."

(HR. Bukhori No. 5809 & 628)

AMALAN SAHABAT KE 36:


Taqrir dan diamnya Nabi
terhadap para sahabat yang bertabarruk dengan dahak Nabi dan air bekas wudlunya

Dari Al Miswar bin Makhramah dan Marwan dimana setiap perawi saling membenarkan perkataan perawi lainnya, keduanya menyebutkan kisah yang panjang tentang Rasulullah
dan para sahabatnya keluar pada waktu perjanjian Hudaibiyah.

Salah seorang perawi berkata:

فَوَاللَّهِ مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ

فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ أَيْ قَوْمِ وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوكِ وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ وَكِسْرَى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ وَإِنَّهُ قَدْ عَرَضَ عَلَيْكُمْ خُطَّةَ رُشْدٍ فَاقْبَلُوهَا

"Demi Allah, tidaklah Rasulullah apabila membuang dahak lalu DAHAK Beliau tepat jatuh di telapak tangan salah seorang dari sahabat melainkan orang itu menggosokkannya pada wajah dan kulitnya.

Dan bila Beliau menyuruh mereka, merekapun segera begegas melaksanakan perintah Beliau.
Dan apabila Beliau hendak BERWUDLU', selalu mereka hampir berkelahi karena berebut untuk menyiapkan air untuk wudhu' Beliau.

Bila Beliau berbicara, mereka merendahkan suara mereka di hadapan Beliau

Dan mereka tidaklah menajamkan pandangan kepada Beliau sebagai pengagungan mereka terhadap Beliau.

Maka 'Urwah (utusan dari kaum musyrikin Makkah) pun kembali kepada kaumnya lalu berkata:

"Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahadap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja an-Najasiy.

Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad
mengagungkan Muhammad.

Sungguh tidaklah dia berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan dahak itu ke wajah dan kulitnya.

Dan jika dia memerintahkan mereka maka mereka segera berebut melaksnakannya

Dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka berkelahi karena memperebutkan sisa air wudhu'nya itu

Dan jika dia berbicara maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama)

Dan tidaklah mereka mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya.
Sungguh dia telah menawarkan kepada kalian satu tawaran yang membawa kepada kebaikan, maka terimalah". (HR. Bukhori No. 2529)

AMALAN SAHABAT KE 37:

Taqrir Nabi terhadap Sahabat yang meminta baju mantelnya untuk di jadikan sebagai kafan jasadnya kelak ketika dia mati.   

Dari Sahl bin Sa'd dia berkata;

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبُرْدَةٍ.

فَقَالَ سَهْلٌ لِلْقَوْمِ: " أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ ؟ ". فَقَالَ الْقَوْمُ: هِيَ الشَّمْلَةُ. فَقَالَ سَهْلٌ: هِيَ شَمْلَةٌ مَنْسُوجَةٌ فِيهَا حَاشِيَتُهَا. فَقَالَتْ: " يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَكْسُوكَ هَذِهِ! "

فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ، فَلَبِسَهَا ، فَرَآهَا عَلَيْهِ رَجُلٌ مِنْ الصَّحَابَةِ فَقَالَ: " يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَحْسَنَ هَذِهِ فَاكْسُنِيهَا! ".

فَقَالَ: " نَعَمْ ".

فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَامَهُ أَصْحَابُهُ ، قَالُوا: " مَا أَحْسَنْتَ حِينَ رَأَيْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَهَا مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ثُمَّ سَأَلْتَهُ إِيَّاهَا وَقَدْ عَرَفْتَ أَنَّهُ لَا يُسْأَلُ شَيْئًا فَيَمْنَعَهُ ".

فَقَالَ: " رَجَوْتُ بَرَكَتَهَا حِينَ لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَلِّي أُكَفَّنُ فِيهَا ".

"Seorang wanita datang kepada Nabi dengan membawa kain Burdah [Kain bergaris untuk diperselimutkan pada badan] ".

Sahal bertanya: Apa kalian tahu Burdah apakah itu?

Mereka menjawab; "Ya, ia adalah Syamlah [sejenis jubah toga atau mantel]."

Sahal berkata ; Ia adalah mantel bersulam yang ada rendanya. Lalu wanita itu berkata;

"Wahai Rasulullah! aku membawanya untuk mengenakannya pada anda."

Lalu Nabi
mengambilnya karena beliau sangat memerlukannya. Kemudian beliau mengenakan mantel tersebut ternyata salah seorang dari sahabat melihat beliau mengenakan mantel itu lalu berkata;

"Alangkah bagusnya mantel ini, kenakanlah untukku wahai Rasulullah!"

Rasulullah
bersabda: "Ya."

Ketika Nabi
beranjak pergi, orang-orang pun mencela sahabat tersebut sambil berkata;

"Demi Allah, betapa kurang ajarnya kamu ini. Kamu tahu, Rasulullah
diberi mantel itu saat beliau memerlukannya, malahan kau memintanya, padahal kau tahu beliau tidak pernah menolak seorang peminta pun."

Sahabat itu berkata; "Aku hanya mengharap keberkahannya ketika Nabi
mengenakannya semoga kain itu menjadi kafanku pada saat aku meninggal." (HR. Bukhori No. 5576)

AMALAN SAHABAT KE 38:

Taqrir dan diamnya Nabi terhadap Sahabat yang mencium dan mengecup tangan dan kaki beliau SAW:

Dari Ummu Aban bintil Wazi’ bin Zari’ dari kakeknya Zari’ saat itu ia sedang bersama rombongan utusan Abdu Qais, ia berkata,

لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ.

قَالَ: وَانْتَظَرَ الْمُنْذِرُ الْأَشَجُّ حَتَّى أَتَى عَيْبَتَهُ فَلَبِسَ ثَوْبَيْهِ ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " لَهُ إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ ".

قَالَ: " يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمْ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا ؟ "

قَالَ: " بَلْ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا ".

قَالَ: " الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ ".


“Ketika kami tiba di Madinah, kami saling berlomba memacu kendaraan kami, lalu kami mencium dan mengecup tangan Nabi
dan kaki beliau.”

Ia (perawi) berkata: “Al Mundzir Al Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia kenakan pakaiannya tersebut. Setelah itu ia datang menemui Nabi
.

Beliau lantas bersabda kepada Al Mundzir: “Sesungguhnya engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya; santun dan sabar.”

Al Mundir bertanya, “Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”

Beliau menjawab: “Allah yang memberikan itu kepadamu.”
Al Mundzir berkata, “Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya.”

(HR. Abu Daud No. 5227. Di anggap bagus sanadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab “
فتح الباري” 11/57, dan di Hasankan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Sunan Abi Daud, dan beliau berkata: “ Hasan, tanpa menyebutkan dua kaki “.

Abu Daud membuatkan Bab untuk hadits ini, dengan mengatakan:

بَاب فِي قُبْلَةِ الرِّجْلِ

“Bab tentang mencium kaki ”

HADITS-HADITS LAIN TENTANG MENCIUM TANGAN DAN KAKI NABI 
:

Ibnu Qaani’ dalam Mu’jamush-Shahaabah no. 2206 meriwayatkan dari Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu dengan redaksi:

قَبَّلْتُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ "


“Aku mencium tangan Nabi
,  dan ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”

[Sanadnya shahih].

Di kutip dari kitab kumpulan hadits “
جامع السنة وشروحها “:

HADITS KE 1: Hadits Usamah bin Syariik:

وَمِنْ حَدِيثِ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ قُمْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَسَنَدُهُ قَوِيٌّ

“ Dan dari hadits Usamah bin Shraik, dia berkata, Kami bangkit menghadap Nabi ,  dan kami mencium tangannya, dan SANADNYA KUAT. (Lihat: “جامع السنة وشروحها “ No. 6265)

HADITS KE 2: hadits Jabir:

وَمِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ أَنَّ عُمَرَ قَامَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلَ يَدَهُ

Dan dari Hadits Jabir bahwa Umar berdiri menyambut Nabi lalu mencium tangannya. (Lihat: “جامع السنة وشروحها “ No. 6265)

HADITS KE 3: hadits Buraidah:

وَمِنْ حَدِيثِ بُرَيْدَةَ فِي قِصَّةِ الْأَعْرَابِيِّ وَالشَّجَرَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي أَنْ أُقَبِّلَ رَأَسَكَ وَرِجْلَيْكَ فَأَذِنَ لَهُ

Dan dari hadits Buraidah dalam Kisah al-A’raabi dan kisah pohon. Dia berkata, ‘Ya Rasulullah, beri saya izin untuk mencium kepala engkau dan kedua kaki engkau, lalu beliau mengizinkannya. (Lihat: “جامع السنة وشروحها “ No. 6265)

HADITS KE 4:

Imam Bukhori berkata: telah bercerita kepada kami Aththaf bin Khalid berkata, telah bercerita padaku Abdul Rahman bin Raziin berkata:

مَرَرْنَا بِالرَّبَذَةِ فَقِيلَ لَنَا ‏:‏ " هَا هُنَا سَلَمَةُ بْنُ الأَكْوَعِ "، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ، فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ فَقَالَ ‏:‏ " بَايَعْتُ بِهَاتَيْنِ نَبِيَّ اللهِ صلى الله عليه وسلم ". فَأَخْرَجَ كَفًّا لَهُ ضَخْمَةً كَأَنَّهَا كَفُّ بَعِيرٍ ، فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا.

Kami melewati Rabdzah, dan diberitahu kepada kami: “ Di sini lah Salamah ibn al-Akwa“. Lalu kami mendatanginya dan kami mengucapkan salam padanya.
Lalu dia mengulurkan kedua tangannya dan berkata: “Dengan kedua tangan ini aku membaiat Rasulullah
“.

Dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan-akan telapak kaki unta, lalu kami bangkit dan kami menciumnya. “

(HR. Bukhori dlm “
الأدب المفرد” dan Dihasankan oleh syeikh al-Albaani dalam “صحيح الأدب المفرد” 747/973 hal. 372).

AMALAN SAHABAT KE 39:

Taqrir Nabi dan diamnya beliau terhadap orang-orang yang Yahudi yang mencium dan mengecup tangan dan kaki beliau :

Dari Abdullah bin Salamah dari Shafwan bin ‘Assal ia berkata;

قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: " اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ! ". فَقَالَ صَاحِبُهُ: " لَا تَقُلْ نَبِيٌّ إِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ كَانَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ".

فَأَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَاهُ عَنْ تِسْعِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ. فَقَالَ لَهُمْ: " لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَلَا تَسْرِقُوا ، وَلَا تَزْنُوا ، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ ، وَلَا تَسْحَرُوا ، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا ، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً ، وَلَا تُوَلُّوا الْفِرَارَ يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَعَلَيْكُمْ خَاصَّةً الْيَهُودَ أَنْ لَا تَعْتَدُوا فِي السَّبْتِ ".

قَالَ: فَقَبَّلُوا يَدَهُ وَرِجْلَهُ ، فَقَالَا: " نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ ". قَالَ: " فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَتَّبِعُونِي ". قَالُوا: " إِنَّ دَاوُدَ دَعَا رَبَّهُ أَنْ لَا يَزَالَ فِي ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ وَإِنَّا نَخَافُ إِنْ تَبِعْنَاكَ أَنْ تَقْتُلَنَا الْيَهُودُ ".

وَفِي الْبَاب عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ وَابْنِ عُمَرَ وَكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ


“Seorang Yahudi berkata kepada sahabatnya; “Marilah kita berangkat bersama menemui Nabi ini!” Sahabatnya menjawab: “Jangan katakan Nabi, sungguh apabila dia mendengar perkataanmu, maka dia akan memiliki empat mata (bahasa kiasan dari senang), “

Lalu keduanya mendatangi Rasulullah
dan bertanya kepada beliau tentang sembilan ayat bayyinat, beliau bersabda kepada mereka:

“Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan benar, jangan menjelek-jelekkan orang yang tidak bersalah kepada penguasa agar penguasa membunuhnya, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba, jangan menuduh (berbuat zina) wanita-wanita suci, jangan berpaling lari dari medan pertempuran, dan kepada kalian khususnya wahai orang-orang Yahudi, janganlah kalian melampaui batas pada hari sabtu.”

Shafwan berkata; Mereka langsung mencium kedua tangan dan kaki beliau, lalu keduanya mengatakan; “Kami bersaksi bahwa engkau adalah Nabi.”

Beliau bertanya: “Lalu apa yang menghalangi kalian tidak mengikutiku?”

Shafwan berkata; Mereka mengatakan: “Sesungguhnya Nabi Daud berdo’a kepada Rabbnya agar senantiasa ada dari keturunannya seorang nabi, sesungguhnya kami takut jika mengikutimu orang-orang Yahudi akan membunuh kami.”

Dan dalam bab ini, ada hadits lain dari Yazid bin Al Aswad, Ibnu Umar dan Ka’ab bin Malik.

(HR. Turmudzi No. 2733, Nasa’i No. 4078 dan Ibnu Majah No. 3705).

Abu Isa Turmudzi berkata; “ Hadits ini HASAN SHAHIH “. Dan Al-Turmudzi telah menjadikan bab untuk hadits ini dengan judul:

" باب ما جاء في قبلة اليد والرِّجل "

"Bab tentang apa yang datang keterangan tentang mencium tangan dan Kaki."

Dan Hadits Ini Di SHAHIH-kan oleh banyak para ulama, diantaranya: al-Hafidz Ibnu Hajar dlm “
التلخيص الحبير” 5/240, Ibnu al-Mulaqqin dlm “البدر المنير” 9/48 dan Imam an-Nawawi dlm “المجموع” 4/640 dan “رياض الصالحين” hadits no. 889.

Namun di Dhaifkan oleh al-Albaani dalam “
ضعيف الترمذي

AMALAN SAHABAT KE 40:

Taqrir dan diamnya Nabi terhadap para sahabat yang berebut kedua tangan beliau lalu mengusapkannya ke wajah masing-masing setelah mereka shalat berjemaah dalam perjalanan safar.

Dari Abu Juhaifah as-Sawaa'i berkata:

" خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ".

قَالَ شُعْبَةُ: وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ، عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي، فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ "

“Rasulullah keluar pada siang hari yang sangat panas menuju Bathhaa’. Beliau berwudlu, lalu shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at.
Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”.

Syu’bah berkata: ‘Aun menambahkan dalam hadits itu: Dari ayahnya Abu Juhaifah, ia berkata:

“Waktu itu, seorang wanita berjalan lewat di belakang ‘anazah itu dan orang-orang berebutan memegang kedua tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka”.

Abu Juhaifah berkata: “Lalu aku pun memegang tangan beliau dan aku letakkan ke wajahku. Ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”

[HR. Al-Bukhori no. 3553 dan Muslim no. 503].

Makna al-Bath-haa:

" المكان المتَّسِعُ يَمُرّ به السَّيْل، فيترك فيه الرَّمْلَ والحصى الصِّغَار ".


“Tempat luas di mana [ketika hujan turun] arus deras mengalir, meninggalkan pasir dan kerikil kecil di dalamnya.”

AMALAN SAHABAT KE 41:

Taqrir Nabi membiarkan para sahabat yang bertabarruk dengan mengusapkan bekas air wudhu Nabi ke badan mereka.
 
Dari Abu Juhaifah as-Sawaa'i berkata:

رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِن أدَمٍ، ورَأَيْتُ بلَالًا أخَذَ وضُوءَ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ورَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُونَ ذَاكَ الوَضُوءَ، فمَن أصَابَ منه شيئًا تَمَسَّحَ به، ومَن لَمْ يُصِبْ منه شيئًا أخَذَ مِن بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ، ثُمَّ رَأَيْتُ بلَالًا أخَذَ عَنَزَةً، فَرَكَزَهَا وخَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في حُلَّةٍ حَمْرَاءَ، مُشَمِّرًا صَلَّى إلى العَنَزَةِ بالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ، ورَأَيْتُ النَّاسَ والدَّوَابَّ يَمُرُّونَ مِن بَيْنِ يَدَيِ العَنَزَةِ

"Aku melihat Rasulullah berada dalam kemah merah yang terbuat dari kulit yang disamak.

Dan aku lihat Bilal mengambilkan air wudlu untuk Rasulullah
.

Dan aku lihat orang-orang saling berebut air tersebut. Orang yang mendapatkanya ; maka ia langsung mengusapkannya.

Dan bagi yang tidak ; maka ia mengambilnya dari tangan temannya yang basah.

Kemudian aku lihat Bilal mengambil tombak kecil dan menancapkannya di tanah, lalu Nabi
keluar dengan mengenakan pakaian merah menghadap ke arah tombak kecil dan memimpin orang orang shalat sebanyak dua raka'at.

Dan aku lihat orang-orang dan hewan berlalu lalang melewati depan tombak tersebut."

[HR. Al-Bukhori no. 376 dan Muslim no. 503].

AMALAN SAHABAT KE 42:

Taqrir Nabi terhadap para pembantu sahabat yang bertabarruk dengan mencelupkan tangan Nabi ke dalam air dibejana.

Dari Anas bin Malik, ia berkata:

" كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ، جَاءَ خَدَمُ الْمَدِينَةِ بِآنِيَتِهِمْ فِيهَا الْمَاءُ، فَمَا يُؤْتَى بِإِنَاءٍ إِلَّا غَمَسَ يَدَهُ فِيهَا، فَرُبَّمَا جَاءُوهُ فِي الْغَدَاةِ الْبَارِدَةِ، فَيَغْمِسُ يَدَهُ فِيهَا "

“Dulu Rasulullah ketika melaksanakan shalat Shubuh, para pembantu di Madiinah berdatangan sambil membawa bejana-bejana mereka yang berisi air.

Tidak ada satu pun dari bejana-bejana tersebut, kecuali beliau
mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut.

Bahkan kadang-kadang mereka mendatangi beliau
di waktu Shubuh yang dingin, namun beliau tetap mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut”

[HR. Muslim no. 2324].

AMALAN SAHABAT KE 44 :

Dari Qais bin Sa'd radliyallahu'ahu berkata; 

« زَارَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَنْزِلِنَا فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَرَدَّ سَعْدٌ رَدًّا خَفِيًّا قَالَ قَيْسٌ فَقُلْتُ أَلَا تَأْذَنُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ذَرْهُ يُكْثِرُ عَلَيْنَا مِنَ السَّلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَرَدَّ سَعْدُ رَدًّا خَفِيًّا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ثُمَّ رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاتَّبَعَهُ سَعْدٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَسْمَعُ تَسْلِيمَكَ وَأَرُدُّ عَلَيْكَ رَدًّا خَفِيًّا لِتُكْثِرَ عَلَيْنَا مِنَ السَّلَامِ قَالَ فَانْصَرَفَ مَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ لَهُ سَعْدٌ بِغُسْلٍ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ نَاوَلَهُ مِلْحَفَةً مَصْبُوغَةً بِزَعْفَرَانٍ أَوْ وَرْسٍ فَاشْتَمَلَ بِهَا ثُمَّ رَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ عَلَى آلِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ قَالَ ثُمَّ أَصَابَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الطَّعَامِ فَلَمَّا أَرَادَ الِانْصِرَافَ قَرَّبَ لَهُ سَعْدٌ حِمَارًا قَدْ وَطَّأَ عَلَيْهِ بِقَطِيفَةٍ فَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ سَعْدٌ يَا قَيْسُ اصْحَبْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَيْسٌ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْكَبْ فَأَبَيْتُ ثُمَّ قَالَ إِمَّا أَنْ تَرْكَبَ وَإِمَّا أَنْ تَنْصَرِفَ قَالَ فَانْصَرَفْتُ »

Rasulullah pernah mengunjungi kami di rumah kami, dan beliau mengucapkan salam : "Assalaamu 'alaikum warohmatullah"

(Qais radliyallahu'ahu) berkata; maka Sa'd menjawabnya dengan suara pelan, lalu Rasulullah mengulangi salamnya dan Sa'd juga menjawabnya dengan suara pelan.

Lalu dia berkata; Wahai Rasulullah, saya mendengar salam anda, saya menjawabnya dengan pelan supaya anda memperbanyak salam atas kami.

(Qais radliyallahu'ahu) berkata; lalu dia pergi bersama Rasulullah dan menyuruh orang untuk menyiapkan pemandian (Rasulullah hingga beliau mandi.

Lalu (Saad radliyallahu'anhu) memberikan atau (Qais radliyallahu'ahu) berkata; lalu mereka memberikan kepada beliau selembar selimut yang telah dilumuri dengan minyak wangi za'faron dan waros, lalu (Rasulullah memakainya.

Lalu (Rasulullah mengangkat kedua tangannya dengan membaca: "Ya Allah, jadikan kesejahteraan dan rahmat Mu atas keluarga Sa'd bin 'Ubadah"

(Qais radliyallahu'ahu) berkata; lalu (Rasulullah ) menyantap makanan, tatkala beliau hendak pergi, Sa'd memberikan keledai kepadanya yang telah dilapisi pelana di atasnya, lalu Rasulullah naik.

Sa'd berkata; Wahai Qais, temani Rasulullah .

Qais berkata; Rasulullah bersabda: "Naiklah", namun saya menolaknya.

Lalu beliau bersabda: "Kamu naik atau kamu meninggalkan saya saja",

(Qais radliyallahu'ahu) berkata; lalu saya meninggalkannya.

[ HR. Ahmad no. 14928 dan Abu Daud no. 5185 . Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Abdul Wahid dan Ibnu Sammaa’ah dari al-Awza’i dengan sanad mursal].

PENULIS CUKUPKAN SEKIAN SAJA PENYEBUTAN AMALAN PARA SAHABAT YANG DI TAQRIR OLEH NABI . DAN SEBETULNYA MASIH BANYAK SEKALI. 

Posting Komentar

0 Komentar