Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KEUTAMAAN PUASA BULAN MUHARRAM & HUKUM PENGGABUNGAN PUASA HARI ASYURA DENGAN 11 MUHARAM

KEUTAMAAN PUASA BULAN MUHARRAM
&
HUKUM PENGGABUNGAN PUASA ASYURA DENGAN 11 MUHARAM

Di susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====

====

DAFTAR ISI :

  • KEUTAMAAN PUASA BULAN MUHARRAM
  • KEUTAMAAN PUASA HARI 'ASYURO [10 MUHARAM ]
  • HUKUM PUASA TANGGAL 10 MUHARAM ['ASYURA] DIGABUNG DENGAN 11 MUHARAM
  • HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN MASALAH PUASA ASYURA :

****

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

*****

KEUTAMAAN PUASA BULAN MUHARRAM

Dari Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمِ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling afdhal setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram - . Sementara shalat yang paling afdhal setelah shalat wajib adalah shalat malam.”

(HR. Muslim no. 1163)

****

KEUTAMAAN PUASA HARI 'ASYURO [10 MUHARAM ]

Abu Qotadah Al-Anshoriy berkata :

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ» وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ»

“Nabi  ditanya tentang keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab : ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”

Beliau juga ditanya tentang keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Dalam lafadz lain :

« صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ»

“Puasa hari Arafah aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan (dosa) tahun sebelum dan tahun sesudahnya.

Dan puasa hari Asyura aku berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no. 1162)

*****

HUKUM PUASA TANGGAL 10 MUHARAM ['ASYURA] DENGAN 11 MUHARAM

Yang di maksud dalam pembahasan di sini adalah : menggabungkan puasa tanggal 10 Muharram [ hari 'Asyura ] dengan tanggal 11 Muharram.

Para ulama memustahabkan [ mensunnahkan ] untuk menggabungkan puasa pada tanggal 10 Muharram [ hari 'Asyura ] dengan 11 Muharram .

Diantaranya adalah : al-Imam asy-Syafi'i , al-Imam Ahmad , al-Hafidz Ibnu Hajar , Ibnu al-Qoyyim , Syeikh Bin Baaz , Syeikh Ibnu al-'Utsaimin , Syeikh Abdul Muhsin al-Badr dan lainnya.

====

BERIKUT INI KUTIPAN TEKS PERNYATAAN FATWA MEREKA:

PERTAMA : FATWA SYEIKH ZAKARIYA AL-ANSHARI ASY-SYAFI'I :

Imam Zakariyya Al-Anshari Asy-Syafi’i (w.926) rahimahullah dalam kitab "Asnaa al-Mathaalib" menyatakan:

يُسْتَحَبُّ (صَوْمُ عَاشُورَاءَ) وَهُوَ عَاشِرُ الْمُحَرَّمِ (مَعَ تَاسُوعَاءَ) وَهُوَ تَاسِعُهُ…

وَحِكْمَةُ صَوْمِ تَاسُوعَاءَ مَعَهُ الِاحْتِيَاطُ لَهُ وَالْمُخَالَفَةُ لِلْيَهُودِ وَالِاحْتِرَازُ مِنْ إفْرَادِهِ بِالصَّوْمِ كَمَا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ…(وَإِلَّا) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَصُمْ مَعَهُ تَاسُوعَاءَ (فَصَوْمُ الْحَادِيَ عَشَرَ) مَعَهُ مُسْتَحَبٌّ لِذَلِكَ عَلَى أَنَّ الشَّافِعِيَّ نَصَّ فِي الْأُمِّ وَالْإِمْلَاءِ عَلَى اسْتِحْبَابِ صَوْمِ الثَّلَاثَةِ وَنَقَلَهُ عَنْهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَغَيْرُهُ وَيَدُلُّ لَهُ خَبَرُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ «صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا» وَلَوْ قِيلَ بِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ صَوْمُ الثَّامِنِ احْتِيَاطًا كَنَظِيرِهِ فِيمَا مَرَّ لَكَانَ حَسَنًا

“Dimustahabkan [ di sunnahkan ]  untuk puasa di hari Asyura’ yaitu tanggal sepuluh Muharram bersama puasa tasu’a yaitu tanggal sembilannya…

Hikmah puasa tasu’a [hari ke 9] bersama puasara Asyura [hari ke 10] untuk berjaga-jaga untuknya (jika terjadi kesalahan dalam penetapan awal bulan Muharram. Pent ), dan juga untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, serta untuk berjaga-jaga agar tidak menyendirikan hari itu untuk puasa , sebagaimana (larangan menyendirikan puasa ) pada hari Jumat ….

Dan jika tidak puasa Tasu’a [hari ke 9] bersamanya, maka di sunnahkan pula untuk puasa pada tanggal sebelas bersamanya demi tujuan tersebut (menyelisihi Yahudi).

Imam Asy-Syafi’i telah menentukan akan mustahabnya puasa di tiga hari ini di dalam kitab Al-Umm dan Al-Imla.

Syaikh Abu Hamid dan selain beliau telah menukil hal ini dari beliau.

Pendapat beliau ini telah ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ;

“Puasalah kalian di hari Asyura, dan selisihilah orang Yahudi ! Puasalah sehari sebelumnya dan sesudahnya.”

Andai ada yang menyatakan : “Dimustahabkan untuk puasa pada tanggal delapannya dalam rangka untuk berjaga-jaga seperti apa yang telah lalu, maka ini perkara yang baik.”

[Baca : Asnaa al-Mathaalib fi Syarhi Raudh Ath-Thalib : 1/431].

KEDUA : FATWA SYEIKH NASHIRUDDIN AL-ALBAANI :

Pertanyaan :

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ مِنْ مُحَرَّمٍ إِذَا صَامَ الشَّخْصُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنْ مُحَرَّمٍ فَقَطْ وَلَمْ يَصُمْ يَوْمًا قَبْلَهُ وَلَا يَوْمًا بَعْدَهُ، هَلْ يُجْزِئُهُ ذَلِكَ؟

Puasa Asyura [kesepuluh] dari bulan Muharram . Jika seseorang berpuasa hanya hari Asyura dari bulan Muharram saja dan dia tidak berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya, apakah itu cukup baginya?

Jawaban :

نَعَمْ يُجْزِئُهُ، لَكِنْ تَرَكَ الْأَفْضَلَ، الْأَفْضَلُ أَنْ يَصُومَ قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا، هَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ، يَعْنِي يَصُومُ يَوْمَيْنِ، التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ أَوِ الْعَاشِرَ وَالْحَادِيَ عَشَرَ أَوْ يَصُومُ الثَّلَاثَةَ، التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَالْحَادِيَ عَشَرَ، هَذَا أَفْضَلُ، خِلَافًا لِلْيَهُودِ.

Ya, cukup, tetapi meninggalkan yang paling utama .

Adapun yang lebih utama adalah berpuasa sehari sebelum atau satu hari setelahnya. Ini yang paling afdhal, yakni : dia berpuasa dua hari, kesembilan dan kesepuluh. Atau puasa kesepuluh dan kesebelas, atau puasa tiga hari , puasa kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas, ini lebih afdhal, berbeda dengan orang-orang Yahudi.

[ Sumber : صِيَامُ عَاشُورَاءَ وَمَتَى يُنْهَى عَنْ صِيَامِهِ لِلشَّيْخِ الْعَلَّامَةِ مُحَمَّدٍ نَاصِرِ الدِّينِ الأَلْبَانِيِّ ]

KETIGA : FATWA SYEIKH BIN BAAZ :

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ سُنَّةٌ؛ لِمَا ثَبَتَ فِي الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنَ الدَّلَالَةِ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ كَانَ يَوْمًا تَصُومُهُ الْيَهُودُ؛ لِأَنَّ اللهَ نَجَّى فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَأَهْلَكَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ ﷺ شُكْرًا لِلهِ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ وَشَرَعَ لَنَا أَنْ نَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ، وَصَوْمُ التَّاسِعِ مَعَ الْعَاشِرِ أَفْضَلُ، وَإِنْ صَامَ الْعَاشِرَ مَعَ الْحَادِيَ عَشَرَ كَفَى ذَلِكَ، لِمُخَالَفَةِ الْيَهُودِ، وَإِنْ صَامَهُمَا جَمِيعًا مَعَ الْعَاشِرِ فَلَا بَأْسَ؛ لِمَا جَاءَ فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ: صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَيَوْمًا بَعْدَهُ.

أَمَّا صَوْمُهُ وَحْدَهُ فَيُكْرَهُ، وَاللهُ وَلِيُّ التَّوْفِيقِ.

Puasa pada hari Asyura adalah Sunnah . Sebagaimana yang terbuktikan dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah, saw, bahwa itu adalah hari di mana orang-orang Yahudi senantiasa berpuasa; Karena Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya di dalamnya dan membinasakan Fir'aun dan kaumnya, maka Nabi kita Muhammad  berpuasa itu karena sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, dan memerintahkan para sahabat nya untuk berpuasa pada haru tsb dan mensyariatkan bagi kita untuk berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.

Puasa pada hari yang kesembilan bersama dengan yang kesepuluh adalah lebih baik, dan jika dia berpuasa hari yang kesepuluh dan yang kesebelas maka itu juga cukup ; karena untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, dan jika dia berpuasa keduanya [hari ke 9 dan ke 11] bersamaan dengan yang kesepuluh, maka itu juga tidak mengapa.

Ini karena adanya beberapa riwayat yang memerintahkan untuk beruasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya [ Lihat : عمدة القاري karya al-'Aini 11/116 dan الفتح الكبير no. 7293].

 Adapun puasa pada tanggal 10 Asyura saja, maka itu makruh . Wallahu waliyittauffiq]

[ Itu diterbitkan dalam kitab (فتاوى إسلامية), disusun dan diatur oleh Syekh Muhammad Al-Musnid, 2/170, (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 15/403).

KEEMPAT : FATWA SYEIKH ABDUL MUSHSIN BIN HAMD AL-'ABBAAD AL-BADR :

الأُولَى لِلْإِنسَانِ أَنْ يَأْتِيَ بِالتَّاسِعِ مَعَ الْعَاشِرِ، وَإِذَا لَمْ يَأْتِ بِالتَّاسِعِ فَإِنَّهُ يَأْتِي بِالْحَادِيَ عَشَرَ مَعَ الْعَاشِرِ؛ لِأَنَّهُ تَحْصُلُ بِهِ الْمُخَالَفَةُ.

Yang lebih afdhol bagi seseorang untuk berpuasa hari yang kesembilan dengan yang kesepuluh [ hari 'Asyura ] . Dan jika dia tidak berpuasa dengan yang kesembilan, maka dia berpuasa hari yang kesebelas dengan yang kesepuluh; karena dengan demikian Anda telah menyelisihi orang-orang Yahudi .

[[ Tautan artikel: http://iswy.co/e41k6]].

KELIMA : FATWA IBNU QOYYIM AL-JAUZI DAN AL-HAFIDZ IBNU HAJAR :

Ibnu al-Qayyim dalam “Az-Zaad” (2/76), dan Ibnu Hajar dalam “Al-Fath” (4/246) menyebutkan :

أَنْ صِيَامَ عَاشُورَاءَ عَلَى ثَلَاثِ مَرَاتِبَ: أَنْ يُصَامَ قَبْلَهُ يَوْمٌ وَبَعْدَهُ يَوْمٌ، وَيَلِيْهَا: أَنْ يُصَامَ التَّاسِعُ وَالْعَاشِرُ، وَيَلِيْهَا: إِفْرَادُ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ بِالصَّوْمِ.

Bahwa puasa Asyura ada dalam tiga tingkatan :

[1] Yang paling sempurna : adalah puasa sehari sebelum dan sehari sesudahnya.

[2] Yang setelahnya adalah : puasa kesembilan dan kesepuluh.

[3] Dan yang setelahnya adalah : hanya puasa hari yang kesepuluh aja secara tunggal . [Selesai]

Dan ini adalah Madzhab Imam Ahmad [ Baca : الموسوعة العقدية – Ad-Duror As-Saniiyah 1/369]

KEENAM : FATWA SYEIKH MUHAMMAD ALI FARKOUS [أَبُو عَبْدِ الْمَعْزِ مُحَمَّدُ عَلِيُّ فَرْكُوسَ]

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَقَدَّمَهُ بِصَوْمِ يَوْمٍ قَبْلَهُ وَهُوَ التَّاسِعُ مِنْ المُحَرَّمِ، كَمَا يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَصُومَ يَوْمًا بَعْدَهُ وَهُوَ الْيَوْمُ الْحَادِيَ عَشَرَ، لِمَا رُوِيَ مَوْقُوفًا صَحِيحًا عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَوْلِهِ: «صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاء، وَخَالِفُوا اليَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا».

Di sunnahkan didahului dengan puasa sehari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram ........ .

Begitu pula disunnahkan baginya untuk berpuasa sehari setelahnya, yaitu hari kesebelas, berdasarkan apa yang diriwayatkan dalam HADITS MAUQUF SHAHIH dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang mengatakan:

«صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاء، وَخَالِفُوا اليَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا» .

“Puasalah kalian pada hari Asyura, dan kalian selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelum atau sehari sesudahnya.”

[Sumber: Fatwa No. 817/ فِي حُكْمِ صِيَامِ شَهْرِ اللَّهِ المُحَرَّمِ / الْمَوْقِعِ الرَّسْمِيِّ لِلشَّيْخِ أَبِي عَبْدِ الْمَعْزِ فَرْكُوسَ]

KE TUJUH : FATWA SYEIKH IBNU AL-'UTSAIMIIN :

Dalam artikel yang di Tulis oleh Iman Dauhaan [ إيمان دوحان ] yang berjudul :

حُكْمُ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ ابْنُ عُثَيْمِينَ

HUKUM PUASA HARI 'ASYURA , IBNU 'UTSAIMIIN

Di sebutkan :

وَقَدْ وَرِدَ عَنْ ابْنِ عُثَيْمِينَ -رَحِمَهُ اللَّهُ- فِي صِيَامِ عَاشُورَاءَ أَرْبَعَ مَرَاتِبَ وَهِيَ:

الْمَرْتَبَةُ الْأُولَى:

صِيَامُ الْيَوْمِ التَّاسِعِ وَالْعَاشِرِ وَالْحَادِيَ عَشَرَ، وَهَذِهِ أَعْلَى مَرَاتِبَ لِمَا رُوِيَ فِي مُسْنَدِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: "صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ، وَيَوْمًا بَعْدَهُ، وَخَالِفُوا الْيَهُودَ".

الْمَرْتَبَةُ الثَّانِيَةُ:

صِيَامُ التَّاسِعِ وَالْعَاشِرِ، لِقَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ : "لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ لِمُخَالَفَةِ الْيَهُودِ".

الْمَرْتَبَةُ الثَّالِثَةُ:

صِيَامُ الْيَوْمِ الْعَاشِرِ، وَالْحَادِيَ عَشَرِ مِنْ مُحَرَّمٍ.

الْمَرْتَبَةُ الرَّابِعَةُ:

صِيَامُ يَوْمِ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ.

فَمِنَ الْعُلَمَاءِ مَنْ قَالَ أَنَّهُ مُبَاحٌ، وَاِسْتَدَلُّوا بِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ  حِينَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ عَاشُورَاءَ بِقَوْلِهِ: "أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ".

وَلَمْ يُذْكَرِ التَّاسِعُ، وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِأَنَّهُ مُكْرَهٌ، وَاِسْتَدَلُّوا عَلَى ذَلِكَ بِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ خَالِفُوا الْيَهُودَ بِصِيَامٍ يَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ يَوْمٍ بَعْدَهُ، وَهَذَا يَقْتَضِي وُجُوبَ إِضَافَةِ يَوْمٍ إِلَيْهِ مِنْ أَجْلِ الْمُخَالَفَةِ.

Telah ada keterangan dari Ibnu Utsaimin - semoga Allah merahmatinya – bahwa dalam puasa Asyura terdapat empat tingkatan , yaitu: :

PERINGKAT PERTAMA :

Puasa hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, dan ini adalah tingkat tertinggi berdasarkan apa yang diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad :

Puasa kalian sehari sebelumnya, dan sehari sesudahnya, dan kalian bedakanlah  dari orang-orang Yahudi.” [Ref: al-maktaba.org , أرشيف ملتقى أهل الحديث - 1 , 04/08/2022]

Dan barang siapa berpuasa tiga hari, maka ia mendapatkan keutamaan puasa tiga hari dalam sebulan.

PERINGKAT KE DUA :

Puasa hari yang kesembilan dan kesepuluh, karena Nabi  bersabda:

“Jika aku masih hidup hingga tahun depan , sunggguh aku berpuasa hari kesembilan dan kesepuluh " ; agar berbeda dengan orang-orang Yahudi . [ Ref: Sahih Ibn Majah, Al-Albani, Abdullah bin Abbas, 83/2, Sahih]

PERINGKAT KETIGA :

Puasa pada hari kesepuluh dan kesebelas Muharram.

PERINGKAT KE EMPAT :

Puasa pada hari kesepuluh saja.

Di antara para ulama ada yang mengatakan bahwa itu boleh, dan mereka berdalil dengan sabda Rasulullah  ketika ditanya tentang puasa Asyura , dengan mengatakan :

Saya berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa tahun sebelumnya" [ Ref: Al-Jami Al-Saghiir, Al-Suyuti, Abu Qatadah, 5101, Shahih]

Beliau  tidak menyebutkan yang kesembilan, maka sebagian dari para ulama mengatakan bahwa itu wajib, dan mereka berdalil dengan sabda Rasulullah :

Berbedalah kalian dari orang-orang Yahudi , dengan berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.

Ini menuntut wajibnya menambahkan hari padanya dalam rangka untuk membedakan diri dari orang-orang Yahudi .

[ Referensi : ajurry.com , مراتب صوم عاشوراء - الشيخ ابن عثيمين رحمه الله , 04/08/2022]

LANJUTAN :

Kemudian Iman Dauhaan melanjutkan kutipan-nya dari Syeikh al-Utsaimiin dengan menyatakan :

حُكْمُ إِفْرَادِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ بِالصَّوْمِ:

أَجَازَ الشَّيْخُ ابْنُ عُثَيْمِينَ -رَحِمَهُ اللَّهُ- صِيَامَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَحْدَهُ، وَيُثَابُ صَائِمُهُ عَلَى ذَلِكَ، وَمَا دَلَّ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ  قَالَ فِي صَوْمِ عَاشُورَاءَ: “أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ”.

وَلَكِنْ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ كَرِهَ إِفْرَادَهُ، أَيْ صِيَامَ يَوْمِ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ، وَلَا يَصُومُ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ.

وَقَالَ: لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ  قَالَ: “خَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ» وَقَالَ: «لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ”، وَعَلَى ذَلِكَ فَالْأَوْجَبُ صِيَامُ يَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ.

Hukum Mekhususkan Hanya Hari Asyura Saja Dengan Puasa :

Syekh Ibnu Utsaimin - semoga Allah merahmatinya - membolehkan puasa pada hari Asyura saja, dan orang yang berpuasa Asyura meski hanya pada hari Asyura saja tetap dia akan mendapatkan pahala untuk itu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi  dalam puasa Asyura:

Saya berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa tahun sebelumnya"

Akan tetapi sebagian ulama memakruhkan puasa Asyura secara tunggal - yaitu puasa pada hari kesepuluh saja - tanpa berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya. Dan dia bedalil : Karena Rasulullah   bersabda:

"Kalian selisihilah orang-orang Yahudi, dengan berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya."

Dan beliau  bersabda : "Jika saya masih hidup tahun depan , sungguh aku akan berpuasa pada tanggal sembilan."

Dengan demikian , maka yang lebih ditekankan adalah berpuasa sehari sebelum atau sehari setelahnya.

[[ Referensi : binothaimeen.net , حكم إفراد يوم عاشوراء بالصوم , 04/08/2022 ]]

TAMBAHAN :

Lalu Iman Dauhaan melanjutkan kutipannya dari syeikh Ibnu Utsaimin dengan mengatakan :

هَلْ يَجُوزُ صِيَامُ عَاشُورَاءَ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءٌ مِنْ رَمَضَانَ؟

يَجُوزُ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءٌ مِنْ رَمَضَانَ، لَكِنَّ مِنَ الْأَفْضَلِ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَبْدَأَ بِالْوَاجِبِ عَلَيْهِ وَهُوَ الْقَضَاءُ، لِمَا وَرَدَ عَنِ الشَّيْخِ ابْنِ عُثَيْمِينَ -رَحِمَهُ اللَّهُ- كُونَهُ حَقًّا لِلَّهِ وَفَرِيضَةً يَجِبُ تَأَدِّيتُهَا، وَلَوْ نَوَى الشَّخْصُ صِيَامَ يَوْمِ عَاشُورَاءَ عَنْ قَضَاءِ رَمَضَانَ حَصَلَ لَهُ الْأَجْرَانِ أَجْرُ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، وَأَجْرُ الْقَضَاءِ.

Bolehkah Puasa Asyura bagi Orang yang Punya Kewajiban Qodho Puasa Ramadhan?

Dibolehkan puasa Asyura bagi yang punya kewajiban mengqadha Ramadhan, akan tetapi lebih baik bagi seorang muslim untuk memulainya dengan yang wajib atas dirinya , yaitu qadha.

Karena berdasarkan keterangan dari Syeikh Ibnu Utsaimin - semoga Allah merahmatinya - bahwa yang demikian itu adalah hak Allah dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Dan jika seandainya ada orang yang berniat puasa Asyura dan juga untuk qodho puasa Ramadhan, maka baginya mendapatkan pahala puasa Asyura dan pahala qodho.

[ Referensi : alukah.net ,حكم صيام عاشوراء لمن عليه قضاء من رمضان, 04/08/2022 ]

******

HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN MASALAH PUASA ASYURA:

PERTAMA : HADITS IBNU ABBAS :

Puasa Muharam tanggal [9 dan 10] atau tanggal [10 dan 11].

Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- meriwayatkan : bahwa Nabi   bersabda-:

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Berpuasalah kalian pada hari ke-10, dan kalian selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah kalian sebelumnya atau sesudahnya”.

[ HR. Ahmad (1/241 no. 2155 ), Ibn Khuzaymah (2095), al-Bayhaqi (4/287), dan Ibn 'Adiy dalam “Al-Kamil” (3/956), dari jalur Hasyim bin Basyir.

Di riwayatkan pula oleh Al-Bazzar (1052 - Kashf Al-Astar) dari jalur Isa bin Al-Mukhtar, dan Ath-Thahawi dalam “Sharh Maani Al-Athar” (2/78), dari jalur Imran bin Abi Laila.

Al-Humaidi (1/227) (H 485), dan darinya Al-Bayhaqi (4/287) melalui jalur Sufyan bin Uyaynah.

Keempatnya : dari Muhammad bin Abdul Rahman bin Abi Laila, dari Dawud bin Ali, dari ayahnya Ali bin Abdullah bin Abbas, dari kakeknya, semoga Allah meridhoinya.

Dan lafadz riwayat Isa bin Al-Mukhtar:

"صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا"

“Puasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.”

Dan lafadz Sufyan bin Uyaynah:

"لَئِنْ بَقِيتُ لَآمُرَنَّ بِصِيَامِ يَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ يَوْمٍ بَعْدَهُ - يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ ".

“Jika aku masih hidup [hingga tahun depan] , aku akan diperintahkan untuk berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya – yakni hari Asyura.”

Dan Ibnu 'Adiy meriwayatkannya (3/956) melalui jalur Ibnu Hayy, dari Daud bin Ali dengannya, dengan lafadz :

"لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ يَوْمًا قَبْلَهُ، وَيَوْمًا بَعْدَهُ - يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ".

“Jika aku masih hidup hingga tahun depan , maka aku akan diperintahkan untuk berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya – yakni hari Asyura.”

Al-Bazzar berkata:

"قَدْ رُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مِنْ غَيْرِ هَذَا الْوَجْهِ، وَلَا نَعْلَمُ رَوَى صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ، إِلَّا دَاوُدَ بْنَ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ تَفَرَّدَ بِهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ." اهـ.

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari selain arah ini, dan kami tidak tahu siapa yang meriwayatkan : " berpuasalah kalian sehari sebelum dan sesudahnya", kecuali Daud bin Ali, dari ayahnya dari Ibnu Abbas secara sendirian [tafarrud] dari Nabi  . [ Selesai]

Para ulama telah berbeda pendapat akan keshahihan hadits tersebut :

Ibnu Khuzaimah mamasukkan hadits ini dalam kitab Shahihnya no. (2095) dengan redaksi yang sama.

Syeikh Ahmad Syakir telah mengkategorikannya sebagai hadits HASAN, namun para peneliti Al Musnad lainnya telah mendha’ifkannya.

Al-Haytsami berkata dalam Majma' Az-Zawa'id (3/188):

"رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبَزَّارُ، وَفِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي لَيْلَى، وَفِيهِ كَلَامٌ."

"Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al-Bazzar, dan di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abi Layla, dan tentang dirinya terdapat perbincangan para ulama ."

Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan hadits tsb dalam At-Talkhiis (2/213) dan dia diam tentang hadits ini .

Syeikh Al-Albani berkata dalam Ta'liiq Shahih Ibnu Khuzaimah 3/290 :

"إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ، لِسُوءِ حِفْظِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، وَخَالَفَهُ عَطَاءٌ وَغَيْرُهُ فَرَوَوْا عَنْ ابْنِ عَبَّاسَ مَوْقُوفًا، وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ، عِنْدَ الطَّحَاوِيِّ وَالْبَيْهَقِيِّ." انتهى .

“Sanadnya lemah; karena buruknya hafalan Ibnu Abi Laila. Sementara Atha’ dan yang lainnya telah menyelisihinya, karena mereka berdua meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad mauquf , dan SANADNYA SHAHIH . [Riwayat mauquf ini] terdapat pada ath-Thahawi dan al-Baihaqi”. [Selesai]

Jika ternyata hadits tersebut hasan maka tentu baik (tidak masalah), namun jika hadits tersebut dha’if, maka hadits dha’if dalam masalah seperti ini para ulama memaafkannya (bisa menerimanya); karena tingkat kedha’ifannya tergolong ringan, tidak termasuk maudhu’ (dusta), dan termasuk bab fadhail amal, apalagi telah diriwayatkan dari Nabi   anjuran untuk berpuasa pada bulan Muharram, sampai Nabi   bersabda:

" أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ "

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram”. (HR. Muslim: 1163)

Al Baihaqi telah meriwayatkan hadits ini di dalam Sunan Kubro dengan redaksi di atas, dan dalam riwayat lain dengan redaksi:

"صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا." 

“Berpuasalah sehari sebelum dan sesudahnya”.

Dengan menggunakan huruf “wawu” (dan) bukan dengan “aw” (atau).

Al Hafidz Ibnu Hajar telah menyebutkan dalam Ithaf al Maharah no. (2225) dengan redaksi:

 "صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا"

“Berpuasalah kalian sehari sebelum dan sesudahnya”.

Dan beliau berkata:

"رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ، لِضُعْفِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، لَكِنَّهُ لَمْ يَنْفَرِدْ بِهِ، فَقَدْ تَابَعَهُ عَلِيُّ بْنُ أَبِي صَالِحٍ بْنُ حَيٍّ." انتهى

“Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dengan sanad yang lemah, karena lemahnya Muhammad bin Abi Laila, namun tidak hanya dia, diikuti juga oleh Sholeh bin Abi Shalih bin Hay”. [ Selesai kutipan dari Ibnu Hajar ]

Syeikh Abdurrahman bin Muhmmad bin Qosim al-Qohthoni al-Hanbali an-Najdi berkata dalam الإحْكَامُ شَرْحُ أَصُولِ الأَحْكَامِ 2/278 :

وَفِي رِوَايَةٍ "صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا" وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ وَرُوِيَ نَحْوَهُ، وَسَكَتَ عَنْهُ فِي التَّلْخِيصِ.

Dan dalam satu riwayat : “Puasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya” . Namun sanadnya lemah, dan diriwayatkan pula riwayat lain dengan lafadz serupa. Sementara al-Hafidz Ibnu Hajar diam tentang hal ini dalam kitabnya at-Talkhish ". [ Selesai ].

Pelajaran yang bisa diambil dari riwayat ini adalah disunnahkannya berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11.

Sebagian ulama telah menyebutkan sebab lain untuk disunnahkannya berpuasa pada tanggal 11, sebagai bentuk jaga-jaga dari tanggal 10, karena bisa saja seseorang salah dalam menentukan hilal bulan Muharram, sehingga tidak diketahui kapan tanggal 10 yang sebenarnya, jika seorang muslim berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 maka dia telah melaksanakan puasa ‘Asyura’.

Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dalam Al Mushannif (2/313) dari Thawus –rahimahullah- :

أَنَّهُ كَانَ يَصُومُ قَبْلَهُ وَبَعْدَهُ يَوْمًا مَخَافَةً أَنْ يَفُوتَهُ.

“Bahwa beliau telah berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya karena khawatir tidak mendapatkan keutamaan puasa hari 'Asyura [10 Muharam]” .

Imam Ahmad berkata :

"مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ عَاشُورَاءَ صَامَ التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ إِلَّا أَنْ تُشْكِلَ الشُّهُورُ فَيَصُومُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، ابْنُ سِيرِينَ يَقُولُ ذَلِكَ." انتهى.

“Barang siapa yang ingin berpuasa ‘Asyura, maka dia hendaknya berpuasa pada tanggal 9 dan 10, kecuali jika penentuan bulan bermasalah maka hendaknya berpuasa 3 hari, Ibnu Sirin mengatakan demikian”. (Al Mughni: 4/441)

Maka menjadi jelas bahwa tidak benar mengatakan berpuasa selama 3 hari termasuk bid’ah.

Adapun bagi yang ketinggalan untuk berpuasa pada tanggal 9, jika dia hanya berpuasa pada tanggal 10 nya saja, tidak apa-apa, hal itu tidak makruh, namun jika diikuti dengan berpuasa pada tanggal 11 nya maka akan lebih utama.

Al Mawardi berkata dalam Al Inshaf (3/346):

"لا يُكْرَهُ إِفْرَادُ الْعَاشِرِ بِالصِّيَامِ عَلَى الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ، وَوَافَقَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ [ابْنُ تَيْمِيَّةَ] أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ."

“Berpuasa hanya pada tanggal 10 saja tidak dibenci menurut pendapat yang benar dalam madzhab kami, hal itu disetujui oleh Syeikh Taqiyyud Diin (Ibnu Taimiyah)”. [ Selesai]

KEDUA : HADITS IBNU ABBAS :

Puasa tanggal 9 dan 10 Muharram :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah  bersabda:

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ أَبُو عَلِيٍّ رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ زَادَ فِيهِ مَخَافَةَ أَنْ يَفُوتَهُ عَاشُورَاءُ

"Jika umurku masih sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa di hari yang kesembilan".

Abu Ali berkata, "Ahmad bin Yunus telah meriwayatkannya dari Ibnu Abu Dzi`b, ia menambahkan di dalamnya : "Karena belaiu khawatir hari yang kesepuluh Asyura luput darinya". [ HR. Muslim no. 1134 dan Ibnu Majah no. 1736 ]

Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia menerangkan:

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ

Ketika Rasulullah  berpuasa pada hari Asyura’ dan menyuruh para sahabat juga berpuasa, maka mereka berkata: Wahai Rasulullah, hari Asyura’ itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah  bersabda: Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa [juga] pada hari yang kesembilan. Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya: Tetapi sebelum datang tahun depan yang dimaksud, Rasulullah  telah wafat.

[HR Muslim no. 1134 dan Abu Daud no. 2445]. 

KETIGA : HADITS MAUQUF  DARI IBNU 'ABBAS :

Puasa Muharam tanggal 9 dan 10

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad mawquuf :

Diriwayatkan oleh Abd al-Razzaq (7839) dan dari jalurnya: al-Bayhaqi (4/287), dan ath-Thahawi dalam “Sharh Ma'ani al-Atsar” (2/78), melalui Ibnu Juraij, dari Athoo, dari Ibnu Abbas tentang puasa Asyura dengan lafadz :

"صُومُوا التَّاسِعَ والعَاشِرَ، خَالِفُوا اليَهُوْدَ"

“Puasalah kalian pada tanggal sembilan dan sepuluh, selisihilah oleh kalian orang-orang Yahudi.”

Sanadnya adalah Shahih .

Dan Ibnu Rajab menshahihkannya dalam “Al-Lathooif” hal.108.

Syeikh Al-Albani berkata dalam Ta'liiq Shahih Ibnu Khuzaimah 3/290 :

" "رَوَاهُ [يَعْنِي عَطَاءَ وَغَيْرَهُ] عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوفًا، وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ، عِنْدَ الطَّحَاوِيِّ وَالْبَيْهَقِيِّ". انتهى .

“Mereka berdua [ yakni Atho dan lainnya ] meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad mauquf , dan SANADNYA SHAHIH . [Riwayat mauquf ini] terdapat pada ath-Thahawi dan al-Baihaqi”. [Selesai]

Syeikh Muhammad Ali Farkous berkata :

"رُوِيَ مَوْقُوفًا صَحِيحًا عَنْ ابْنِ عَبَّاسَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَوْلُهُ : «صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاء، وَخَالِفُوا اليَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا»".

Telah diriwayatkan dalam HADITS MAUQUF SHAHIH dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang mengatakan:

«صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاء، وَخَالِفُوا اليَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا» .

“Puasalah kalian pada hari Asyura, dan kalian selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelum atau sehari sesudahnya.”

[ Sumber : Fatwa No. 817 / في حُكْمِ صِيَامِ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ / الْمَوْقِعِ الرَّسْمِيُّ لِلشَّيْخِ أَبِي عَبْدِ الْمَعِيْزِ فَرْكُوْس]

Ibnu Quddamah berkata dalam Al-Mughni (4/441):

" إذا ثَبَتَ هَذَا فَإِنَّهُ يَسْتَحَبُّ صَوْمُ التَّاسِعِ وَالْعَاشِرِ لِذَلِكَ - يَعْنِي عَدَمَ التَّشَبُّهَ بِالْيَهُودِ - نَصٌّ عَلَيْهِ أَحْمَدَ، وَهُوَ قَوْلُ إِسْحَاقَ. "اهـ.

Jika ini telah terbukti shahih , maka di sunnahkan berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh , karena disebabkan hal itu - yakni tidak menyerupai orang Yahudi - , ini telah ditetapkan oleh Ahmad, dan itu adalah pendapatnya Ishaq.

Ahmad berkata dalam riwayat Al-Atsram:

" أَنَا أَذْهَبُ فِي عَاشُورَاءِ: أن يُصَامَ يَوْمَ التَّاسِعِ وَالْعَاشِرِ، لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ". .

“Aku berpendapat dalam bulan Asyura : berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh, berdasrkan hadits Ibnu Abbas.”

[ Diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dalam “As-Sunan Al-Kubra” (4/287).]

KEEMPAT : HADITS PUASA YANG HANYA PADA TANGGAL 10 MUHARAM :

Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha-, beliau berkata :

كانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ في الجَاهِلِيَّةِ، وكانَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ  يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ صَامَهُ، وأَمَرَ بصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَومَ عَاشُورَاءَ، فمَن شَاءَ صَامَهُ، ومَن شَاءَ تَرَكَهُ

”Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah  juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura.

(Lalu beliau mengatakan ) : " Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).” 

(HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ  قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ  « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ  « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ  وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah  mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura.

Kemudian Rasulullah  bertanya : ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?”

Orang-orang Yahudi tersebut menjawab : ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”.

Rasulullah  lantas berkata : ”Kita semestinya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”.

Lalu setelah itu Rasulullah  memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130)

Apakah ini berarti Nabi  meniru-niru dan menyerupai (tasyabbuh dengan) Yahudi?

An Nawawi –rahimahullah- menjelaskan :

”Nabi  biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi  tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau  pun ikut melakukannya.

Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a’lam.” (Al Minhaj Syarh Muslim, 8/11)

Ibnu ’Umar -radhiyallahu ’anhuma- mengatakan :

أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ  صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ  « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

“Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ’Asyura. Rasulullah  pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu.

Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah  mengatakan:

" Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.” (HR. Muslim no. 1126)

Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan :

“Setiap hadits yang serupa dengan ini menunjukkan bahwa Nabi  tidak memerintahkan lagi untuk melakukan puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Akan tetapi, beliau meninggalkan hal ini tanpa melarang jika ada yang masih tetap melaksanakannya.

Jika puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab (disunnahkan)? Hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama.

Begitu pula jika hukum puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad (ditekankan).

Oleh karenanya, Qois bin Sa’ad mengatakan : “Kami masih tetap melakukannya.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 96)

Posting Komentar

0 Komentar