Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM WANITA HAMIL DAN WANITA MENYUSUI JIKA TIDAK BERPUASA RAMADHAN

DI SUSUN OLEH ABU HAITSAM FAKHRI

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

=====


*****

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله . أما بعد:

HUKUM WANITA HAMIL DAN WANITA MENYUSUI JIKA TIDAK BERPUASA RAMADHAN

Telah terjadi perbedaan pendapat antar para ulama tentang hukum wanita hamil dan wanita yang menyusui jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat:

PENDAPAT PERTAMA:

Wanita hamil dan wanita menyusui hanya wajib mengqadha. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah. Yang berpendapat seperti ini dari kalangan shahabat adalah Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu.

PENDAPAT KE DUA:

Jika wanita tsb khawatir terhadap dirinya, maka dia hanya wajib mengqadhanya. Dan jika dia khawatir terhadap anaknya maka dia harus mengqadha dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari dia tidak berpuasa.

Ini adalah pendapat Imam syafi’i dan Imam Ahmad. Al-Jashshoos mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Umar radhiallahu’anhuma

PENDAPAT KE TIGA:

Wanita hamil dan wanita menyusui hanya berkewajiban memberi makan fakir miskin saja tanpa wajib mengqadha puasa .

Pendapat ini berasal dari pendapat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma.

Ibnu Qudamah menyebutkan dalam kitab “
المغني” (3/37) bahwa pendapat ini juga bersumber dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya no. 2318:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا قَالَ أَبُو دَاوُد يَعْنِي عَلَى أَوْلادِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkaitan dengan ayat:

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَة طَعَامُ مِسْكِيْن

Artinya: “ Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin “. (QS. Al-Baqarah: 184)

Ibnu Abbas berkata RA: “ Ayat ini memberikan keringanan kepada orang tua renta, baik laki maupun perempuan, apabila merasa berat berpuasa dia boleh berbuka dan memberi makan satu orang miskin untuk sehari yang ditinggalkan.

Wanita mengandung dan menyusui kalau keduanya khawatir - Abu Dawud berkata: Maksudnya kalau khawatir kepada anak-anaknya - juga boleh berbuka dan (sebagai gantinya) memberi makan (orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan).”

Imam Nawawi berkata: “
إسناده حسن / Sanadnya hasan “.

Al-Bazzar juga meriwayatkan darinya, dan beliau menambahkan diakhirnya: 

وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ لأُمِّ وَلَدٍ لَهُ حُبْلَى: أَنْتَ بِمَنْزِلَةِ الَّتِي لا تُطِيقُهُ فَعَلَيْك الْفِدَاءُ , وَلا قَضَاءَ عَلَيْك

" Ibnu Abbas berkata kepada seorang ibu yang sedang mengandung: Engkau sama seperti orang yang tidak mampu berpuasa, maka kamu harus membayar fidyah dan tidak perlu mengqadhanya.”

Sanadnya di shahihkan oleh Ad-Daruquthni sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafidz dalam kitab “
التلخيص الحبير”.

Al-Jashshosh dalam kitabnya “
أحكام القرآن” menjelaskan bahwa para shahabat dalam masalah ini berbeda pendapat. Beliau berkata:

" اخْتَلَفَ السَّلَفُ فِي ذَلِكَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَوْجُهٍ ; فَقَالَ عَلِيٌّ:: عَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ إذَا أَفْطَرَتَا وَلا فِدْيَةَ عَلَيْهِمَا . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: عَلَيْهِمَا الْفِدْيَةُ بِلا قَضَاءٍ . وَقَالَ ابْنُ عُمَرُ: عَلَيْهِمَا الْفِدْيَةُ وَالْقَضَاءُ " اهـ.

“Para ulama’ salaf berbeda pendapat dalam hal ini menjadi tiga pendapat:

Ali bin Abi Thalib RA berkata: Keduanya (wanita hamil dan menyusui) harus mengqadha jika berbuka dan tidak membayar fidyah.

Ibnu Abbas RA berkata: Keduanya membayar fidyah tanpa harus mengqadha’.

Ibnu Umar RA berpendapat: Keduanya harus membayar fidyah dan mengqadha’nya.”

DALIL PENDAPAT YANG MENGATAKAN HANYA WAJIB QODLO SAJA:

Yaitu sbb:

Dalil ke 1:

Hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i (2274) dari Anas RA dari Nabi  bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلاةِ ، وَالصَّوْمَ ، وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِع )

 
“Sesungguhnya Allah menggugurkan bagi musafir separuh shalat dan puasa. Begitu pula bagi orang hamil dan menyusui “.

Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Nasa’i.

Dalam hadits ini Rasulullah 
 menjadikan hukum wanita hamil dan menyusui sama seperti musafir. Maka, jika musafir membatalkan puasanya, kemudian wajib baginya mengqadha, begitu pula wanita hamil dan menyusui. Lihat kitab Ahkamul Qur’an, karangan Al-Jashshos.

Dalil ke 2:

Wanita hamil dan menyusui diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang sakit. Maka, jika orang sakit berbuka dan mengqadha’, begitu juga wanita hamil dan menyusui. (lihat Al-Mughni, 3/37, dan Al-Majmu’, 6/273).

Pendapat ini dipilih oleh sebagian para ulama. Diantaranya adalah sbb :

-----

SYEIKH BIN BAAZ berkata dalam “مجموع فتاوى” (15/225):

“ Wanita hamil dan menyusui hukumnya seperti orang sakit. Kalau dia merasa kepayahan maka dia dibolehkan berbuka dan harus mengqadhanya ketika mampu, seperti halnya orang sakit.

Sebagian ulama berpendapat, cukup memberikan makan saja, pengganti dari setiap hari yang ditinggalkan, satu orang miskin.

Akan tetapi pendapat ini lemah dan marjuh (tidak kuat). Yang benar adalah keduanya, yaitu harus mengqadha seperti halnya musafir dan orang sakit. Berdasarkan firman Allah:

( فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ )

“Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain “. (QS. Al-Baqarah: 184)”.

Beliau Syeikh bin Baaz juga berkata dalam “
مجموع فتاوى” (15/227):

“Yang benar bahwa orang hamil dan menyusui harus mengqadha’nya. Sementara yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiallahu’anhum bahwa orang hamil dan menyusui cukup memberi makan (orang miskin) adalah pendapat yang lemah dan bertentangan dengan dalil agama. Allah berfirman:

( وَمَنْ كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ )

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Jadi, orang hamil dan menyusui dianalogikan dengan orang sakit, bukan dianalogikan dengan orang tua renta yang lemah. Maka, dihukumi seperti orang sakit yang harus mengqadhanya ketika mampu meskipun terlambat melaksanakannya.”

------

FATAWA LAJNAH DAIMAH “ فتاوى اللجنة الدائمة” (10/220):

Dan telah ditetapkan dalam Fatwa Lajnah Daimah sebagai berikut :  

“Jika wanita hamil khawatir terhadap jiwa dan janinnya apabila dia berpuasa, maka dia boleh berbuka dan harus mengqadha’nya. Masalah ini seperti permasalahan orang sakit yang tidak kuat berpuasa atau takut membahayakan dirinya ketika berpuasa.
Allah berfirman:

( وَمَنْ كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ )

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Begitu pula dengan wanita menyusui, kalau dia khawatir kepada dirinya atau kepada anaknya apabila berpuasa, maka dia dibolehkan berbuka dan harus mengqadha saja.”

Dan FATAWA LAJNAH DAIMAH (10/226) telah menetapkan pula:

“Adapun orang hamil, dia tetap wajib berpuasa. Kecuali kalau dia khawatir terhadap diri dan janinnya apabila berpuasa, maka dia diberi keringanan untuk berbuka dan mengqadhanya setelah melahirkan dan suci dari nifas. Tidak diterima jika memberikan makan (orang miskin) sebagai pengganti puasa. Dia dia harus berpuasa (sebagai penggantinya), tidak perlu memberi makan “. Selesai

------

FATWA SYEIKH IBNU UTSAIMIN

Syekh IBNU UTSAIMIN rahimahullah berkata dalam kitab “شرح الممتع” setelah beliau menyebutkan perbedaan pendapat para ulama’ dalam masalah ini, sampai terakhir beliau memilih pendapat bahwa keduanya wajib mengqada saja.

Beliau berkata:

" وهذا القول أرجح الأقوال عندي ، لأن غاية ما يكون أنهما كالمريض والمسافر فيلزمهما القضاء فقط " اهـ

“Pendapat ini, menurutku, adalah yang paling kuat . Karena kondisi yang paling dekat dengan keduanya adalah seperti orang sakit dan musafir, maka harus mengqadhanya saja.

Wallahu’alam. Semoga bermanfaat .

 


 

 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar