Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BOLEHKAH KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SURGA ATAU AHLI NERAKA ?

BOLEHKAH KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SURGA ATAU AHLI NERAKA 

[Begitu pula mengklaim seseorang sebagai Wali Allah, Mati Syahid atau sebaliknya]

=== 

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NADI AL-ISLAM

-----


==== 

DAFTAR ISI :

  • SETIAP ORANG BERIMAN PASTI AKAN MASUK SYURGA, NAMUN ADA YANG LANGSUNG DAN ADA YANG TIDAK.
  • APAKAH BOLEH KITA MEMASTIKAN BAHWA SI FULAN MASUK SYURGA TANPA HISAB ATAU MASUK SYURGA TANPA MASUK NERAKA TERLEBIH DAHULU ?
  • CONTOH: ORANG-ORANG YANG DIPASTIKAN MASUK SYURGA BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG SHAHIH.
  • LALU BAGAIMANA HUKUMNYA: JIKA KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SYURGA ATAU DIA WALIYULLAH ATAU DIA SYAHID TANPA DALIL YANG SHAHIH?
  • CONTOH : DALIL YANG MENETAPKAN SESEORANG AHLI NERAKA
  • PENGKLAIMAN AHLI SYURGA ATAU AHLI NERAKA ADALAH MASUK DALAM RANAH PERKARA GHAIB.
  • AMAL PERBUATAN YANG NAMPAK ITU BUKAN JAMINAN AKAN TAPI HANYA SEBATAS SEBAB DAN WASILAH YANG MENGANTARKAN KE SURGA.
  • Kisah seseorang yang DI KIRA MUJAHID DAN MATI SYAHID, ternyata dia mati bunuh diri.
  • HANYA ALLAH SWT YANG MENGETAHUI NIAT DAN ISI HATI SESEORANG, MESKIPUN NAMPAKNYA ORANG ITU SEORANG MUJAHID, DA'I, QORI AL-QUR'AN DAN AHLI INFAQ:
  • PECANDU MINUMAN KERAS YANG TERNYATA DIA ADALAH ORANG YANG MENCINTAI ALLAH DAN ROSUL-NYA.
  • MARI KITA JAGA, MULUT & HATI KITA!!!.
  • KISAH AHLI IBADAH YANG MASUK NERAKA, AKIBAT UCAPAN-NYA PADA AHLI MAKSIAT : “Allah tidak akan mengampuni-mu, Allah tidak akan memasukkan-mu ke dalam syurga selamanya”.
  • LARANGAN BERPRILAKU SOMBONG, MERASA SUCI DAN MENGKLAIM SUCI SESEORANG.
  • WALI ALLAH ADALAH ORANG YANG BERSIKAP BIJAK DAN TAWADHU'
  • JANGAN IKUT-IKUTAN HANYA KARENA KEBANYAKAN MANUSIA MELAKUKANNYA!
  • TERMASUK PERBUATAN SYIRIK, MENGKLAIM DIRINYA AHLI SYURGA

****

 ﴿بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾

===***===

SETIAP ORANG BERIMAN PASTI AKAN MASUK SYURGA, NAMUN ADA YANG LANGSUNG DAN ADA YANG TIDAK.

Nash-nash Al Qur’an dan Sunnah dan ijma’ generasi salaf dari ummat ini telah menunjukkan bahwa orang yang masih ada iman di dalam dadanya meskipun seberat dzarrah pun, tidak akan kekal di dalam neraka. Jika dia masuk neraka karena dosanya, dia akan tinggal di sana sesuai dengan kehendak Allah, kemudian akan dikeluarkan dan menuju surga.

Imam Bukhori (44) dan Muslim (193) telah meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi  bersabda:

 يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ .

وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ.

وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ

“Akan keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat gandum kebaikan.

Akan keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat gandum kebaikan.

Dan akan keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat jagung kebaikan”.

Syeikh Bin Baaz –- berkata:

“Barang siapa yang meninggal dunia dengan bertauhid dan tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia termasuk penghuni surga, meskipun ia telah melakukan zina atau mencuri, demikian juga jika ia telah melakukan maksiat lainnya, seperti durhaka, riba, persaksian palsu, atau yang lainnya.

Karena pelaku maksiat itu (kedudukannya) berada di bawah kehendak Allah.

Jika Dia berkehendak, Dia akan mengampuninya. Jika Dia berkehendak Dia akan mengadzabnya sesuai dengan kadar kemaksiatannya jika ia meninggal dunia belum bertaubat.

Jika dia masuk neraka dan diadzab, dia tidak kekal di dalamnya, akan tetapi ia akan dikeluarkan dari neraka untuk menuju surga setelah disucikan dan dibersihkan”. (Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb: 6/51)

===****===

APAKAH BOLEH KITA MEMASTIKAN BAHWA SI FULAN MASUK SYURGA TANPA HISAB ATAU MASUK SYURGA TANPA MASUK NERAKA TERLEBIH DAHULU ?

Jawabannya: Tergantung.

Jika ada dalilnya bahwa orang tsb dijamin masuk surga maka kita wajib mempercayainya, jika tidak ada dalilnya maka kita tidak boleh mengklaimnya; karena itu adalah perkara ghaib yang hanya Allah yang mengetahuinya.

Mari kita baca dalil-dalilnya!.

*****

CONTOH: ORANG-ORANG YANG DIPASTIKAN MASUK SYURGA BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG SHAHIH.

Yaitu diantaranya seperti berikut ini:

PERTAMA: Istri Fir’aun, Asiyah binti Muzahim. Allah SWT berfirman:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Dan Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim. (QS. At-Tahrim: 11)

KE DUA: 10 sahabat yang di jamin masuk syurga.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi ada 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.

Dari Abdurrahman bin Auf bahwa Rasulullah . Bersabda:

أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ

“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Usman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga, Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.”

(HR. At-Tirmidzi No. 3747 dan Ahmad 1/193 No. 1675.

Dihasankan oleh al-Haafidz Ibnu Hajar dalam kitab “هداية الرواة” 5/436 seperti yang beliau sebutkan dlam Muqoddimahnya. Ahmad Syaakir dlm Musnad Imam Ahmad 3/136: “ Isnadnya Shahih “. Dan di shahihkan pula oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Sunan at-Turmudzy.

KE TIGA: Pasukan Badar:

Dari Ali bin Abi Thaalib, bahwa Rosulullah  berkata kepada Umar bin Khoththob tentang Hathib bin Abi Balta’ah salah satu pasukan badar:

إِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

“Sesungguhnya ia turut dalam peperangan Badar. Apa alasanmu, bukankah Allah telah memberikan kekhususan terhadap Ahlu Badar seraya berfirman: ‘Beramallah kalian, sesuka kalian. Sesungguhnya, Aku telah mengampuni kalian.’” (HR. Bukhory No. 4511)

KE EMPAT: Para syuhada Uhud di jamin masuk syurga:

Allah swt berfirman tentang para syuhada Uhud:

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah: 154)

Dan Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS. Ali Imran: 169)

KE LIMA: para sahabat Ahli Bai’at Ridlwan:

Para sahabat yang ikut serta dalam baiat Ridlwan menjelang perjanjian Hudaibiyah. Mereka dijamin masuk masuk surga.

Allah swt berfirman:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath: 18)

HADITS JABIR BIN ABDULLAH

HADITS KE 1:

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rosulullah  bersabda:

لا يَدْخُلُ النارَ أحدٌ ممَن بايعَ تحتَ الشجرةِ.

Tidak ada yang masuk neraka satupun dari orang-orang yang berbai’at di bawah asy-Syajarah [Pohon di Hudaibiyah].

[HR. Abu Daud no. 4653. Dan Dishahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4653].

HADITS KE 2:

Dari Jabir bin ‘Abdullah dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ummu Mubasysyir, bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah  bersabda di rumah Hafshah:

((لا يَدْخُلُ النَّارَ، إنْ شاءَ اللَّهُ، مِن أصْحابِ الشَّجَرَةِ أحَدٌ، الَّذِينَ بايَعُوا تَحْتَها)).

قالَتْ: بَلَى، يا رَسولَ اللهِ، فانْتَهَرَها، فقالَتْ حَفْصَةُ: {وَإنْ مِنكُم إلَّا وارِدُها}

فقالَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ((قدْ قالَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ: {ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا ونَذَرُ الظّالِمِينَ فيها جِثِيًّا})).

“Insya Allah tidak akan masuk ke dalam neraka seorang pun dari orang-orang yang turut serta berbai’at di bawah pohon.”

Hafshah berkata; ‘Memangnya benar seperti itu ya Rasulullah? ‘ Rasulullah  menegur Hafshah yang berkata seperti itu.

Lalu Hafshah membacakan ayat yang ang berbunyi;

{وَإنْ مِنكُم إلَّا وارِدُها}

‘Tak seorang pun darimu melainkan akan mendatangi neraka itu.’ (Maryam (19): 71).

Kemudian Rasulullah  bersabda: ‘Bukankah Allah Suhhanahu wa Ta’ala telah berfirman: 

{ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا ونَذَرُ الظّالِمِينَ فيها جِثِيًّا}

‘Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut?.’ (Maryam (19): 72). [HR. Muslim no. 4552]

HADITS KE 3:

Dari Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhu, dia berkata;

قالَ لَنَا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ الحُدَيْبِيَةِ: ((أنتُمْ خَيْرُ أهْلِ الأرْضِ)). وكُنَّا ألْفًا وأَرْبَعَ مِئَةٍ، ولو كُنْتُ أُبْصِرُ اليومَ لَأَرَيْتُكُمْ مَكانَ الشَّجَرَةِ

Rasulullah  bersabda kepada kami pada peristiwa Hudaibiyyah:

“Kalian adalah sebaik-baiknya penduduk bumi.”

Saat itu kami berjumlah seribu empat ratus orang. Seandainya hari ini aku dapat melihat, pasti aku akan tunjukkan kepada kalian posisi pohon tersebut.”

[HR. Al-Bukhari (4154) dan kata-katanya adalah miliknya, dan Muslim (1856), dengan sedikit perbedaan].

KE ENAM: Ummu Haram radhiyallau ‘anha

Wafatnya Ummu Haram di laut Cyprus adalah salah satu Kabar Mukjizat Nabi . Dan Ummu Haram dijanjikan sebagai ahli syurga. Berikut ini hadits nya:  

Hadits ke 1:

Dari ‘Umair bin Al Aswad Al ‘Ansiy bercerita: bahwa dia menjumpai ‘Ubadah bin ash-Shomit ketika dia sedang singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya dan bersama dengan Ummu Haram.

[‘Umair] berkata; “Maka [Ummu Haram] bercerita kepada kami bahwa dia mendengar Nabi  bersabda:

أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا

“Pasukan dari ummatku yang pertama kali akan berperang dengan mengarungi lautan pasti akan diberi pahala dan surga”.

Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai Rasulullah, aku termasuk diantara mereka?” Beliau berkata; “Ya, kamu termasuk dari mereka”.

Nabi  bersabda lagi: “Pasukan dari ummatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) pasti mereka akan diampuni”.

Aku katakan: “Aku termasuk diantara mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ‘Tidak”. [HR. Bukhori no. 2707]

Hadits ke 2:

Dari [Anas bin Malik radliallahu ‘anhu] bahwa dia mendengarnya berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَطْعَمَتْهُ وَجَعَلَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ وَمَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ شَكَّ إِسْحَاقُ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهمْ فَدَعَا لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقُلْتُ وَمَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي الْأَوَّلِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ الْبَحْرَ فِي زَمَانِ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ

“Rasulullah  pernah datang kepada Ummu Haram binti Milhan lalu dia memberi makan Beliau. Dimana saat itu Ummu Haram berada pada tangung jawab (istri) ‘Ubadah bin ash-Shomit lalu Rasulullah  mendatanginya kemudian dia memberi makan Baliau dan Ummu Haram kemudian menyisir rambut kepala Beliau hingga Rasulullah  tertidur.

Kemudian Beliau terbangun sambil tertawa.

Ummu Haram berkata; Aku tanyakan: “Apa yang membuat Tuan tertawa wahai Rasulullah”.

Beliau menjawab: “Ada orang-orang dari ummatku yang diperlihatkan kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah dimana mereka mengarungi lautan sebagai raja-raja di atas singgasana atau seperti bagaikan raja-raja di atas singgasana”.

[Ishaq (perawi hadits) ragu dalam kalimat ini].

Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai Rasulullah, do’akanlah agar Allah menjadikan aku salah seorang dari mereka”.

Maka Rasulullah  berdo’a untuknya. Kemudian Beliau meletakkan kepalanya (tertidur) lalu terbangun sambil tertawa.

Ummu Haram berkata; Aku tanyakan: “Apa yang membuat Tuan tertawa wahai Rasulullah”.

Beliau menjawab: “Ada orang-orang dari ummatku yang diperlihatkan kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah”. Sebagaimana ucapan Beliau yang pertama tadi.

Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai Rasulullah, do’akanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku salah seorang dari mereka”.

Beliau berkata: “Kamu akan menjadi diantara orang-orang yang pertama kali”.

Maka Ummu Haram mengarungi lautan pada zaman Mu’awiyah bin Abi Sufan. Setelah keluar dari (mengarungi) lautan dia dilempar oleh hewan tunggangannya hingga menewaskannya.

[HR. Bukhori no. 7001, 7002 dan Muslim no. 1912]

===

LALU BAGAIMANA HUKUMNYA: 
JIKA KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SYURGA ATAU DIA WALIYULLAH ATAU DIA SYAHID TANPA DALIL YANG SHAHIH?

Jawabannya:

Imam at-Thahawi mengatakan,

وَلَا نُنْزِلُ أَحَدًا مِنْهُمْ جَنَّة وَلَا نَارًا

“ Kami tidak boleh menetapakan seorangpun dari mereka ahli surga atau ahli neraka”.

Lalu Ibnu Abil Izz menjelaskan tentang perkataan Imam at-Thahawi ini:

يُرِيدُ: أَنَّا لَا نَقُولُ عَنْ أَحَدٍ مُعَيَّنٍ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَة إنه مِنْ أَهْلِ الْجَنَّة أَوْ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، إِلَّا مَنْ أَخْبَرَ الصَّادِقُ صلى الله عليه وَسَلَّمَ أنه مِنْ أَهْلِ الْجَنَّة، كَالْعَشَرَة رضي الله عَنْهُمْ

“ Yang beliau maksud, kita tidak boleh meenetapkan seseorang tertentu dari kalangan ahli kiblat (kaum muslimin) bahwa dia ahli surga atau ahli neraka. Kecuali orang yang dikabarkan oleh Nabi  bahwa mereka termasuk ahli surga, seperti sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga “. (Syarh Aqidah Thahawiyah, hlm. 248).

Tidak boleh siapapun selain Allah dan Rosul-Nya mengklaim atau memastikan seseorang adalah penghuni syurga atau sebaliknya yaitu penghuni neraka tanpa ada keterangan dari Allah dan Rosul-Nya. Sebab yang demikian itu adalah perkara ghaib, yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Namun demikian kita di wajibkan berharapan baik dan berprasangka baik kepada Allah swt.

Allah swt berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda:

((وَيُعْجِبُنِىْ الْفَأْلُ، قَالُوْا: وَمَا الْفَأْلُ ؟ قَالَ: كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ)) وفي لفظ: ((الفَأْلُ الصَّالِحُ الكَلِمَةُ الحَسَنَةُ)).

“Dan saya mengagumi al-fa`l (pernyataan optimis).” Para sahabat bertanya, “ Dan Apakah al-fa`l itu?” Beliau menjawab, “Kalimat yang baik.” Dan dlm salah satu lafadz: “Harapan baik yang saleh adalah kalimat yang bagus “.

(HR. Bukhory no. 5440, Muslim no. 2224 dan Abu Daud no. 3916).

Dari [Abu Hurairah] dia berkata; Nabi  bersabda:

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Aku dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya maka Aku akan menyebutnya dalam diri-Ku, jika ia menyebut-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan menyebutnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Muslim No. 4851)

Dan dalam hadits lain dikatakan:

إنّ حُسْنَ الظَّنِّ بِالله مِنْ حُسْنِ عِبادَةِ الله

“Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah “.

(HR. Imam Ahmad no. 8694, Abu Daud, Turmudzi 5/479 no. 3605. Ibnu Hibbaan no. 2395 dan al-Hakim 4/241, 256.

At-Turmudzi berkata:

"هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الوَجْه "

“ Ini Hadits Ghoriiib dari sisi ini “

Al-Hakim berkata:

" صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ"!

“ Shahih sesuai Syarat Shahih Muslim “. Dan di setujui oleh adz-Dzahabi.

Namun hadits di dhoifkan oleh Syeikh al-Albaani dlm “سلسلة الأحاديث الضعيفة” no. 3150 dan “ضعيف الجامع الصغير” no. 1851, beliau menyebutkan:

“فِي إِسْنَادِهِ سَمِيرُ بْنُ نَهَارٍ وَهُوَ نَكِرَةٌ “

Di dalam sanadnya terdapat Samiir bin Nahaar, dia itu munkar.

Namun demikian makna hadits ini shahih, meskipun secara sanad mungkin lemah.

***** 

CONTOH : DALIL YANG MENETAPKAN SESEORANG AHLI NERAKA

Jika ada dalil yang menetapkan bahwa individu tertentu itu masuk neraka, maka kita harus meyakini bahwa individu tersebut masuk neraka. Misalnya, Abu Lahab dan istrinya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ * مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ * سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ * وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ * فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدِۭ

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Masad: 1-5)

PENGKLAIMAN AHLI SYURGA ATAU AHLI NERAKA ADALAH MASUK DALAM RANAH PERKARA GHAIB.

Lalu bagaimana hukum mengklaim seseorang ahli surga atau ahli neraka tanpa adanya dalil?

Jawabannya:

Jika ada seseorang mengklaim atau memastikan seseorang Ahli Surga atau sebaliknya mengklaim ahli Nereka tanpa adanya keterangan dari Allah dan Rosulnya, maka orang tsb telah melakukan kesalahan-kesalahan sbb:

[1] Melangkahi Allah dan Rosulnya.

[2] Dia telah mengada-adakan kebohongan terhadap Allah SWT.

[3] Dan dia juga termasuk orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib.

DALIL:

[1] Larangan melangkahi Allah dan Rosulnya. Allah swt berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “. (QS. Al-Hujuroot: 01)

Sebab-Sebab Diturunkannya Surah Al Hujurat Ayat (1):

Ayat ini (al-Hujurat: 1) turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dll, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, yang bersumber dari Abdullah bin Zubair bahwa Kafilah Bani Tamiim datang kepada Rosulullah . Pada waktu itu Abu Bakr berbeda pendapat dengan ‘Umar tentang siapa yang seharusnya mengurus kafilah itu.

Abu Bakr menghendaki agar al-Qa’qa’ bin Ma’bad yang mengurusnya sedangkan ‘Umar menghendaki al-Aqra’ bin Habis.

Abu Bakr menegur ‘Umar: “Engkau hanya ingin selalu berbeda pendapat denganku.” Dan ‘Umarpun membantahnya.

Perbedaan pendapat itu berlangsung hingga suara keduanya terdengar keras.
Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 1-5) sebagai petunjuk agar meminta ketetapan Allah dan Rasul-Nya, dan jangan mendahului ketetapan-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari al-Hasan bahwa orang-orang menyembelih kurban sebelum waktu yang ditetapkan oleh Rasulullah  Maka Rasulullah memerintahkan berkurban lagi.

Menurut riwayat Ibnu Kitab al-Adlaahi, lafal riwayatnya sebagai berikut: seorang laki-laki menyembelih (kurbannya) sebelum shalat (Idul Adha) “.

[2] Orang yang paling dzalim di sisi Allah adalah orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah dan juga orang yang mendustakan ayat-ayat Allah atau agama.

Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖ ۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ ﴿الأنعام: ۲۱

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung. (QS. Al-An'am: 21)

Allah SWT berfiraman:

﴿فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu [pengetahuan]?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [QS. Al-An'aam: 144]

Dosa dan Adzab bagi orang yang berdusta terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat-Nya:

Allah SWT berfirman: 

﴿ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ ﴾

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? [QS. Az-Zumar: 32]

Dan Allah SWT berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ اَبْوَابُ السَّمَاۤءِ وَلَا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتّٰى يَلِجَ الْجَمَلُ فِيْ سَمِّ الْخِيَاطِ ۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُجْرِمِيْنَ. لَهُمْ مِّنْ جَهَنَّمَ مِهَادٌ وَّمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الظّٰلِمِيْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, hingga ada unta yang bisa masuk ke dalam lubang jarum.

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.

Bagi mereka tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.

[QS. Al-'Araaf: 40-41]

[3] Perkara ghaib hanya Allah SWT yang Tahu:

Allah SWT berfirman:

۞ وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَ ۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

" Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut.

Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS. Al-An'am: 59)

Dan Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ

" Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". [QS. Luqman: 34]

Dan Rosulullah  di larang menyatakan bahwa dirinya mengetahui perkara ghaib. Allah SWT berfirman:

وَلَآ اَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِيْ خَزَاۤىِٕنُ اللّٰهِ وَلَآ اَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَآ اَقُوْلُ اِنِّيْ مَلَكٌ وَّلَآ اَقُوْلُ لِلَّذِيْنَ تَزْدَرِيْٓ اَعْيُنُكُمْ لَنْ يُّؤْتِيَهُمُ اللّٰهُ خَيْرًا ۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ ۚاِنِّيْٓ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِيْنَ

“ Dan aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat, dan aku tidak (juga) mengatakan kepada orang yang dipandang hina oleh penglihatan kalian: “Bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka. Sungguh, jika demikian aku benar-benar termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Hud: 31)

Dan Allah swt berfirman:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku telah memperbanyak dari kebaikan dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. Al-Araf: 188)

===***===

AMAL PERBUATAN YANG NAMPAK ITU BUKAN JAMINAN AKAN TAPI HANYA SEBATAS SEBAB DAN WASHILAH YANG MENGANTARKAN KE SURGA.

Amal perbuatan seseorang bukan jaminan tapi hanya sebatas sebab dan washilah, yang pada umumnya manusia masuk surga karena amal kebajikan nya yang diterima oleh Allah SWT:

Dalam hadits Sahal bin Saad As-Saaidy diriwayatkan bahwa Rosulullah  bersabda:

« إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فيما يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ».

" Sesungguhnya ada seseorang yang nampak pada manusia dia beramal amalan ahli syurga, dan sebenarnya dia adalah penghuni neraka. Dan sesungguhnya ada seseorang yang nampak pada manusia dia beramal amalan ahli neraka, dan dia adalah penghuni syurga ". (HR. Bukhori no. 2898 dan 4202 dan Muslim no. 2651 1-112).

Dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah  bersabda:

« إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ».

" Sesungguhnya ada seseorang yang beramal amalan penghuni syurga dalam waktu yang lama, kemudian (menjelang ajalnya) dia mengakhiri amalannya dengan amalan penghuni neraka. Dan ada seseorang yang beramal amalan penghuni neraka dalam waktu yang lama, kemudian dia mengakhiri amalannya dengan amalan penghuni syurga ". (HR. Imam Muslim no. 2651).

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosulullah  bersbda:

إنَّ الرجلَ ليَعْمَلُ أو قال يعملُ بعملِ أهلِ النارِ سبعينَ سنَةً ثم يُخْتَمُ له بعملِ أهلِ الجنةِ ويعملُ العاملُ سبعينَ سنةً بعملِ أهلِ الجنةِ ثم يُخْتَمُ له بعملِ أهلِ النارِ

Sesungguhnya ada seseorang yang beramal amalan, atau dia berkata, dia mengamalkan amalan penghuni neraka selama tujuh puluh tahun, kemudian diakhiri baginya dengan amalan penghuni surga. Dan ada pula seseorang mengamalkan amalan penghuni syurga selama tujuh puluh tahun, kemudian diakhiri baginya dengan amalan penghuni Neraka.

(Di sebutkan dlm “مجمع الزوائد” 7/215. Ibnu Hajar al-Haitsami berkata: “رجاله رجال الصحيح‏‏” / para perawinya para perawi kitab hadist Shahih).  

****

Kisah seseorang yang DI KIRA MUJAHID DAN MATI SYAHID, ternyata dia mati bunuh diri.

Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad As-Saidi radhiyallahu ‘anhu.

أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ التَقَى هو والمُشْرِكُونَ، فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا مَالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إلى عَسْكَرِهِ، ومَالَ الآخَرُونَ إلى عَسْكَرِهِمْ، وفي أَصْحَابِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رَجُلٌ لا يَدَعُ لهمْ شَاذَّةً ولَا فَاذَّةً، إلَّا اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بسَيْفِهِ، فَقالَ: ما أَجْزَأَ مِنَّا اليومَ أَحَدٌ كما أَجْزَأَ فُلَانٌ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أَمَا إنَّه مِن أَهْلِ النَّارِ. فَقالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ، قالَ: فَخَرَجَ معهُ؛ كُلَّما وقَفَ وقَفَ معهُ، وإذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ معهُ، قالَ: فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بالأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ علَى سَيْفِهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ: أَشْهَدُ أنَّكَ رَسولُ اللَّهِ. قالَ: وما ذَاكَ؟ قالَ: الرَّجُلُ الذي ذَكَرْتَ آنِفًا أنَّهُ مِن أَهْلِ النَّارِ، فأعْظَمَ النَّاسُ ذلكَ، فَقُلتُ: أَنَا لَكُمْ به، فَخَرَجْتُ في طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ في الأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عليه فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عِنْدَ ذلكَ: إنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الجَنَّةِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ النَّارِ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ الجَنَّةِ.

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah  bertemu dengan orang-orang musyrik, lalu mereka pun berperang.

Maka ketika beliau kembali ke pasukannya dan mereka juga orang-orang musyrik kembali ke pasukannya, ada diantara pasukan Rasulullah  seorang laki-laki yang saat bertempur dia tidak membiarkan musuh, baik yang bergerombol maupun yang sendirian, kecuali ia mengejarnya untuk ditebas dengan pedangnya, maka mereka para sahabat berkata:

“ Tidak ada seorang pun dari kita yang sehebat si fulan pada hari ini “.

Rasulullah  berkata, “Adapun ia termasuk ahli neraka.”

Lalu seseorang berkata: ‘Aku akan selalu menemaninya.’ (Yakni mengawasi orang tsb. Pen)

Kemudian orang tersebut pun keluar bersama si fulan itu, setiap kali si fulan berhenti ia pun berhenti bersamanya. Apabila si fulan bergerak cepat, ia pun bergerak cepat bersamanya. Kemudian si fulan terluka dengan luka yang sangat parah. Ia pun ingin segera mati, maka ia meletakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya, kemudian ia menekannya ke dirinya sehingga ia membunuh dirinya sendiri.

Lalu orang yang menemaninya tersebut pergi menemui Rasulullah , ia kemudian berkata: “ Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah “.

‘Beliau bersabda, ‘Ada apa denganmu?’

Orang tersebut menjawab: ‘Laki-laki yang engkau sebutkan bahwasanya ia dari ahli neraka “.

Lalu orang-orang menganggap berita ini masalah yang besar.

‘Aku (Sahal bin Sa’ad) berkata: “ aku menjadi jaminannya untuk kalian untuk membuktikannya “.

Aku pun kemudian pergi untuk mencari si fulan tersebut. Ternyata benar si fulan itu terluka parah, lalu ia ingin segera mati, maka ia letakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya. Lalu ia tekankan ke dirinya sehingga ia membunuh dirinya sendiri “.

Kemudian Rasulullah bersabda ketika itu: “Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan perbuatan ahli surga yang tampak pada pandangan manusia, padahal ia sebenarnya adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan perbuatan ahli neraka yang tampak di pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli surga". (HR. Bukhory No. 2898).

Didalam hadis ini telah dijelaskan perbuatan yang menurut pandangan manusia adalah perbuatan ahli surga, seperti perbuatan si fulan dengan gigihnya berperang melawan orang-orang musyrik. Namun, sebenarnya dia adalah ahli neraka, karena kegigihannya itu merupakan suatu bentuk kemarahannya pada suatu kaum. Bukan berperang karena Allah.

Dari Abu Musa, Abdullah bin Qais al-Asy’ary rodhiallohu ‘anhu berkata,

سُئِلَ رسولُ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَنِ الرَّجُلِ يُقاتِلُ شَجَاعَةً، ويُقاتِلُ حَمِيَّةً ويقاتِلُ رِياءً، أَيُّ ذلِك في سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: “مَنْ قاتَلَ لِتَكُون كلِمةُ اللَّهِ هِي الْعُلْيَا فهُوَ في سَبِيلِ اللَّهِ”

“Rosululloh  pernah ditanya oleh sebagian sahabatnya tentang seseorang yang berperang karena berani (sifatnya pemberani), seseorang yang berperang karena fanatisme kebangsaan, dan seseorang yang berperang karena riya’ (agar dipuji orang lain). Manakah di antara niat tersebut yang termasuk jihad di jalan Allah?”

Rosululloh  menjawab: ”Barangsiapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah sebagai kalimat yang palinng tinggi, maka dia berada (berjihad) di jalan Allah.” [Hadits Muttafaq ‘alaih, Bukhori dan Muslim]

===***===

HANYA ALLAH SWT YANG MENGETAHUI NIAT DAN ISI HATI SESEORANG, MESKIPUN NAMPAKNYA ORANG ITU SEORANG MUJAHID, DA'I, QORI AL-QUR'AN DAN AHLI INFAQ:

Kita diperintahkan untuk senantiasa berprasangka baik dan kita dilarang berprasangka buruk; karena berprasangka buruk itu dosa. Namun demikian kita tetap harus waspada dan kita tidak boleh melangkahi Allah SWT dengan mengklaim perkara-perkara yang hanya Allah SWT saja yang tahu, seperti perkara ghaib dan hal-hal yang ada dalam hati manusia.

Berikut ini hadits-hadits yang menunjukan adanya sebagian amalan seseorang yang nampak di mata manusia adalah baik dan shaleh, akan tetapi dalam penglihatan Allah SWT justru sebaliknya.

HADITS KE 1: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosulullah  bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا

قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا

قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ

قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ

"Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas,

Lantas Dia (Allah SWT) bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku?

Dia menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.'

Allah berfirman: “Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut“.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.

Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.

Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? '

Dia menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.'

Allah berfirman: 'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.

Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.'

Allah SWT bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat dengannya? '

Dia menjawab: 'Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai."

Allah berfirman: 'Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim No. 3572).

HADITS KE 2: Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْقِتَالُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّ أَحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً فَرَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ قَالَ وَمَا رَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ قَائِمًا فَقَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Bahwa ada seseorang datang kepada Nabi  dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apa perang di jalan Allah? Sebab ada diantara kami yang berperang karena marah dan semangat fanatik golongan ".

Nabi  menjawab: "Orang yang berperang untuk menjadikan agama Allah yang paling tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah." (HR Bukhari No. 120)

HADITS KE 3: Dari Abu Musa radliallahu 'anhu, dia berkata;

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata: "Seseorang berperang untuk mendapatkan ghanimah, seseorang yang lain agar menjadi terkenal dan seseorang yang lain lagi untuk dilihat kedudukannya, manakah yang disebut fii sabilillah?" Maka Beliau bersabda: "Siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah dialah yang disebut fii sabilillah". (HR. Bukhori No. 2599 dan Muslim No. 3635).

HADITS KE 4: Dari Abu 'Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ أَرَأَيْتَ رَجُلاً غَزَا يَلْتَمِسُ الأَجْرَ وَالذِّكْرَ مَا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ شَىْءَ لَهُ ‏"‏ ‏.‏ فَأَعَادَهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ يَقُولُ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ شَىْءَ لَهُ ‏"‏ ‏.‏ ثُمَّ قَالَ ‏"‏ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ ‏"‏ ‏.

"Seorang pria datang kepada Nabi () dan berkata:' Apa pendapatmu tentang orang yang berjuang mencari pahala dan ketenaran - apa yang akan dia miliki? '

Rasulullah (
) berkata: 'Dia tidak akan memiliki apa-apa.'

Dia mengulanginya tiga kali, dan Nabi () berkata kepadanya: 'Dia tidak akan memiliki apa-apa.'

Kemudian dia berkata: 'Allah tidak menerima perbuatan apapun, kecuali yang murni untuk-Nya, dan mencari Wajah-Nya.' "

(HR. Abu Daud dan Nasa’i no. 3140.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dlm kitabnya Fathul Bari berkata: “ Sanadnya Jayyid / bagus “.
Al-Mundziri dlm “
الترغيب والترهيب” 2/264: “Sanadnya shahih atau Hasan atau yang mendekati dua-duanya “.

Dan Syeikh al-Albaani dalam “Shahih An-Nasaai” No. 3140 berkata: “ Hasan Shahih“).

HADITS KE 1: Dari Umar bin Al-Khattab RA:

أَنَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللَّهِ ، وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا ، وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ ، فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا ، فَأَمَرَ بِهِ فَجُلِدَ ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: اللَّهُمَّ العَنْهُ ، مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Bahwa ada seseorang di zaman nabi  yang bernama Abdullah dan dia digelari dengan himaar (keledai). Orang itu suka membuat tertawa Rasulullah . Dan nabi  dahulu pernah mencambuknya karena minuman keras.

Suatu saat pernah dia diperintahkan untuk dicambuk, namun ada seseorang yang mengatakan: " Ya Allah laknatlah dia, karena betapa seringnya dia dihadapkan kepada Rosulullah dan dicambuk karena habis minum minuman keras".

Nabi  pun berkata: “ Jangan kalian melaknatnya, demi Allah tidaklah aku melihatnya kecuali dia mencintai Allah dan Rasul-Nya “. (HR. Imam Bukhari No. 6780)

HADITS KE 2: Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

" أَنَّ رَجُلًا كَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا ، وَكَانَ يُهْدِي لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعُكَّةَ مِنَ السَّمْنِ ، وَالْعُكَّةَ مِنَ الْعَسَلِ، فَإِذَا جَاءَ صَاحِبُهَا يَتَقَاضَاهُ جَاءَ بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعْطِ هَذَا ثَمَنَ مَتَاعِهِ ، فَمَا يَزِيدُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَنْ يَبْتَسِمَ وَيَأْمُرَ بِهِ فَيُعْطَى ، فَجِيءَ بِهِ يَوْمًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَقَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ ، فَقَالَ رَجُلٌ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ ، مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لَا تَلْعَنُوهُ ؛ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ)

“Bahwa seorang pria yang nama panggilannya keledai, dan dia pernah memberi hadiah kepada Rasulullah satu 'Ukkah dari minyak Samin, dan satu Ukkah madu. Lalu datanglah pemilik barang tsb kepada pria itu untuk menagih pembayaran, maka pria itu membawanya menghadap ke Rasulullah saw, dan dia berkata:

“ Wahai Rasulullah, bayarlah harga barang tadi!!! “.

Maka Rasulullah  hanya tersenyum dan tidak lebih dari itu. Lalu beliau membayarnya.

Pada suatu hari dia dihadapkan kepada Rosulullah  karena dia habis minum minuman keras.

Lalu ada seorang pria berkata: “ Semoga Allah melaknatinya, karena betapa seringnya dia dihadapkan kepada Rosulullah  dan dicambuk karena habis minum minuman keras “.

Maka Rosulullah  bersabda: “ Jangan kalian laknati dia, karena sesungguhnya dia itu mencintai Allah dan Rosul-Nya “.

[HR. Abu Ya'la dalam Musnad (176), Abu Nu'aim dalam “Al-Hilya” (3/228), dan Ad-Dhiya dalam “Al-Mukhtara” (92)]

(Note: makna العُكَّة / Ukkah: ghirbah atau kantong dari kulit kambing)

Abu Nu'aim mengatakan: "Sahih Tsaabit."

Al-Bushiri berkata dalam "اتحاف الخيرة" (3/398): “ Ini adalah Isnad yang shahih”.

Al-Haitsami berkata dalam al-Majma` (4/148):

رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ

"Itu diriwayatkan oleh Abu Ali, dan para perawinya adalah standar al-Shahih."

==****==

MARI KITA JAGA, MULUT & HATI KITA!!!.

Hati-hati dalam berbicara, terutama yang berkaitan dengan perkara ghaib yang hanya Allah SWT yang tahu kecuali jika ada wahyu dari Allah SWT kepada Nabi-Nya :

Banyak manusia yang menyepelekan perkataannya serta menganggap tidak berdampak apa-apa, padahal di sisi Allah SWT bisa jadi perkara yang luar biasa. Allah SWT berfirman,

{ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ }

Artinya:“Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur: 15).

Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  bersabda,

((إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ))

“ Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.”

(HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)

Dan dalam riwayat lain, masih dari Abu Hurairoh RA berkata: ” Saya mendengar Rasululloh  bersabda:

((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ))

“ Seorang hamba berbicara dengan sesuatu kalimat yang tidak ada kejelasan di dalamnya yang membuat nya terprosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara timur dan barat ” (HR. Al-Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 7406, 7407)

Juga masih dari hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendengar Rasulullah  bersabda:

((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ))

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak memperdulikannya, maka niscya Allah akan mengangkat derajatnya disebabkannya, dan Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, yang ia tidak perdulikan, niscaya akan menceburkannya ke dalam neraka Jahannam.”

[HR. Bukhari no. 6478]

Alqamah meriwayatkan dari Bilal bin Al-Harits Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah  bersabda:

"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ ، يَكْتُبُ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ- لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ" فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah SWT menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat. Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah SWT menuliskan kemurkaannya sampai hari kiamat.”

‘Alqamah sering berkata: “Berapa banyak perkataan, akan tetapi hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku (untuk mengucapkannya).”

[HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 3220] Di Shahihkan al-Albaani dlam Shahih Ibnu Majah no. 3220.

Bukan hal yang mustahil jika ada seseorangkarena lisannya bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan.

Dalam hadist Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,, Rasulullah  bersabda:

((أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ))

“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”

Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.”

Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”.

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?”

Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?”

(HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih. Dan di hasankan oleh al-Albaani dalam تخريج مشكاة المصابيح no. 28.

****

AHLI IBADAH YANG MASUK NERAKA, AKIBAT UCAPAN-NYA PADA AHLI MAKSIAT : “Allah tidak akan mengampuni-mu, Allah tidak akan memasukkan-mu ke dalam syurga selamanya”.

Allah SWT melarang seseorang mengklaim orang lain "ahli neraka", meskipun yang nampak darinya sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga berdasarkan yang nampak di mata.  

Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

“ Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah , di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Lelaki tua itu menjawab: Aku adalah Abu Hurairah.

Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah  bersabda:

"كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "

قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari mereka adalah orang yang tekun beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya orang yang hobbi berbuat dosa (pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu mengawasi pendosa itu berbuat dosa lalu ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati pendosa itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah SWT lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah berkata,

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)

===****===

LARANGAN BERPRILAKU SOMBONG, MERASA SUCI DAN MENGKLAIM SUCI SESEORANG:

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ

Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah   bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

“Maukah kalian aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).

Allah Ta’ala berfirman :

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Dan Allah SWT berfirman :

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

“Maka janganlah kalian mengatakan bahwa diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. ( QS. An-Najm : 32 )

Oleh karena itu makruh hukumnnya memberi nama yang menunjukkan kesucian dirinya. Apalagi memberi gelar-gelar yang mengandung mengklaiman dan memastikan sebagai ahli syurga dan kekasih Allah SWT, seperti waliyullah, ahli makrifat, ahli hakikat ... dan seterusnya .   

Dari Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha dia berkata, “Aku menamai anak perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik). Maka Zainab binti Abu Salamah berkata kepadaku, ‘Rasulullah   telah melarang memberi nama anak dengan nama ini. Dahulu namaku pun Barrah, lalu Rasulullah   bersabda,

"لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ ".

“Janganlah kamu menganggap dirimu telah suci, Allah Ta’ala-lah yang lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang baik atau suci di antara kamu.”

Para sahabat bertanya, “Lalu nama apakah yang harus kami berikan kepadanya? “ Beliau menjawab, “Namai dia Zainab.” (HR. Muslim no. 2142)

Imam Ath Thobari  mengatakan :

"Tidak sepantasnya seseorang memakai nama dengan nama yang jelek maknanya atau menggunakan nama yang mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian dirinya), dan tidak boleh pula dengan nama yang mengandung celaan. Seharusnya nama yang tepat adalah nama yang menunjukkan tanda bagi seseorang saja dan bukan dimaksudkan sebagai hakikat sifat.

Akan tetapi, dihukumi makruh jika seseorang bernama dengan nama yang langsung menunjukkan sifat dari orang yang diberi nama. Oleh karena itu, Nabi   pernah mengganti beberapa nama ke nama yang benar-benar menunjukkan sifat orang tersebut. Beliau melakukan semacam itu bukan maksud melarangnya, akan tetapi untuk maksud ikhtiyar (menunjukkan pilihan yang lebih baik)."

[ Dinukil dari Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 10/577, Darul Marifah, 1379.]

Termasuk yang dimakruhkan adalah nama yang disandarkan pada lafazh “ad diin” dan “al islam”.

Seperti : Muhyiddin (yang menghidupkan agama), Nuruddin (cahaya agama), Dhiyauddin (cahaya agama), Syamsuddin (cahaya agama), Qomaruddin (cahaya agama), Saiful Islam (pedang Islam), Nurul Islam (cahaya Islam).

Penamaan seperti di atas terlarang karena kebesaran kedua lafazh Islam dan Diin. Oleh karena itu mengaitkan nama tersebut pada Islam dan Diin adalah suatu kebohongan. Ambil misal orang yang namanya Muhyiddin, artinya orang yang menghidupkan agama. Pertanyaannya, kapan orang tersebut menghidupkan agama?

Imam An Nawawi rahimahullah beliau tidak suka dipanggil dengan Muhyiddin.

Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak suka dipanggil Taqiyuddin (penjaga agama). Beliau berkata, “Keluargaku sudah sering memanggilku seperti itu dan akhirnya panggilan seperti itu tersebar luas.”[ Lihat Tasmiyatul Mawlud, hal. 54-55]

ROSULULLAH SENDIRI TIDAK SUKA DI PUJI DAN DI SANJUNG-SANJUNG

Rosulullah pribadi yang tidak suka sanjungan dan pujian, bahkan beliau melarang umatnya memuji-memuji dan mengagung-agungkan dirinya .

Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallau ‘anhu :

" أنَّ نَاسًا قَالُوْا : يَارَسُولُ اللَّه يَاخَيْرَنَا وَابْن َخَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّه ﷺ : « ياأيّها النّاسُ قُولُوا بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُم ْالشّيْطَانُ ، أنا محمدٌ عَبْد الله وَرَسُولُه ، ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني الله عَزّ وَجَلّ » .

Bahwa orang-orang berkata kepada Nabi : Ya Rosulullah , wahai pilihan kami dan putra seorang pilihan kami , wahai sayyiduna ( tuan kami ) dan putra sayyiduna ( putra tuan kami ) ! .

Maka Rosulullah bersabda : " Wahai para manusia, jagalah perkataan kalian itu, jangan sampai syeitan menggelincirkan kalian, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak suka kalian mengangkatku diatas kedudukanku yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan untukku ".

( HR. Ahmad no. 12573 , 13621 , 13596 , Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Laylah no. 248 , 249 dan Ibnu Hibban no. 6240 . Hadits ini di sahihkan oleh Ibnu Hibban , Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 5L179 , Syu'eib Al-Arnauth dll ).

RASULULLAH MELARANG MEMUJI SESEORANG DENGAN REDAKSI YANG MEMASTIKAN.

Dalam hadits Abu Bakroh di ceritakan : ada seseorang memuji-muji seseorang lainnya di sisi Rosulullah , maka beliau berkata padanya :

«وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ» مِرَارًا ، ثُمَّ قَالَ : «مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ ، لاَمَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلاَنًا وَاللهُ حَسِيبُهُ وَلاَ أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذلِكَ مِنْه».

“Celakalah kamu, kamu telah memotong leher sahabatmu , kamu telah memotong leher sahabatmu !”. (beliau mengatakannya berulang-berulang)

Kemudian beliau berkata : " Jika ada di antara kalian mau memuji saudaranya yang tidak boleh tidak , maka katakanlah : Aku kira si Fulan , dan hanya Allah lah yang membuat perkiraan atau perhitungan terhadap segala sesuatu , dan kepada Allah aku tidak berhak menyatakan bahwa seseorang itu bersih dan terpuji , (akan tetapi) aku kira seseorang itu begitu dan begitu , meskipun dia tahu persis orang itu seperti yang dia kira ". ( HR. Bukhory no. 2662, 6061 dan Muslim no. 3000 ).

RESIKO BAGI SEORANG YANG SUKA DIPUJI DAN MEMUJI ORANG LAIN DENGAN REDAKSI YANG MEMASTIKAN

Mencintai ketenaran dan kemuliaan merupakan penyakit yang tersembunyi di dalam jiwa, menghancurkan hati yang hampir saja tidak menyadarinya kecuali setelah masuk begitu mendalam, sulit dideteksi dan kerusakannya pun sulit diperbaiki.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

كَثِيرًا مَا يُخَالِطُ النُّفُوسَ مِنْ الشَّهَوَاتِ الْخَفِيَّةِ مَا يُفْسِدُ عَلَيْهَا تَحْقِيقَ مَحَبَّتِهَا لِلَّهِ وَعُبُودِيَّتِهَا لَهُ وَإِخْلَاصِ دِينِهَا لَهُ كَمَا قَالَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ : يَا بَقَايَا الْعَرَبِ إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرِّيَاءُ وَالشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ، قِيلَ لِأَبِي دَاوُد السجستاني : وَمَا الشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ؟ قَالَ : حُبُّ الرِّئَاسَةِ "

“Banyak syahwat tersembunyi yang bercampur dengan jiwa, akan tetapi dengan merealisasikan cinta kepada Alloh, beribadah kepada-Nya, ikhlas dalam beragama tidak akan mampu merusaknya, seperti halnya perkataan Syaddad bin Aus:

“Wahai sisa-sisa orang Arab, sesungguhnya yang paling aku takutkan kepada kalian adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi”.

Ditanyakan kepada Abu Daud As Sajastani: “Apa yang dimaksud dengan syahwat yang tersembunyi ?”. Dia berkata: “Cinta jadi pemimpin”. (Majmu’ Fatawa: 10/214-215)

Di antara bencana terbesar adalah mencintai ketenaran dan kemuliaan dan berusaha mengejarnya, jiwanya ingin agar semua orang memujinya baik dalam kebenaran maupun kebatilan.

Imam Ahmad (16460) telah meriwayatkan dari Mu’awiyah –radhiyallahu ‘anhu- bahwa dia berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah bersabda:

" إِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ "

“Jauhilah oleh kalian saling memuji karena hal itu akan menyembelihmu”. (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 2674)

Al Manawi –rahimahullah- berkata:

المدحُ يورِثُ العَجَبَ وَالكِبْرَ وَهُوَ مَهْلِكٌ كَالذَّبْحِ فَلِذَلِكَ شُبِّهَ بِهِ، قَالَ الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: فَمَنْ صَنَعَ بِكَ مَعْرُوفًا فَإِنْ كَانَ مِمَّنْ يُحِبُّ الشُّكْرَ وَالثَّنَاءَ فَلَا تُمَدِّحْهُ؛ لِأَنَّ قَضَاءَ حَقِّهِ أَنْ لَا تُقَرِّهِ عَلَى الظُّلْمِ وَطَلَبَهُ لِلشُّكْرِ ظُلْمٌ، وَإِلَّا فَأَظْهَرْ شُكْرَهُ لِيَزْدَادَ رَغْبَةً فِي الْخَيْرِ.

“Pujian itu mewarisi takjub dan sombong dan akan membinasakan seperti sembelihan, oleh karenanya diserupakan dengannya.

Al Ghozali –rahimahullah- berkata: “Barang siapa yang telah berbuat baik kepadamu, jika dia termasuk yang menyukai ucapan terima kasih dan pujian maka janganlah kamu memujinya; karena yang menjadi haknya janganlah menyetujui kedzaliman, dia meminta ucapan terima kasih dan pujian adalah kedzaliman, atau kalau tidak maka berilah ucapan terima kasih untuk menambahnya mencintai kebaikan”. (Faidhul Qadir: 3/167)

Oleh karenanya Ibrohim bin Adham berkata:

" مَا صَدَقَ اللَّهُ عَبْدًا أَحَبَّ الشَّهْرَةَ ".

“Alloh tidak mempercayai seorang hamba yang mencintai ketenaran”. (Al ‘Uzlah wal Infiraad: 126)

Ibrohim An Nakho’i dan Hasan Al Bashri berkata:

" كَفَى فِتْنَةً لِلْمَرْءِ أَنْ يُشَارَ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ فِي الدِّينِ أَوِ الدُّنْيَا إِلَّا مَنْ عَصَمَهُ اللَّهُ".

Cukuplah fitnah bagi seseorang ketika ia ditunjuk dengan jari-jari [terkenal] dalam urusan agama atau dunia, kecuali bagi orang yang dilindungi oleh Allah."(Az Zuhd / karya Ibnu Sirriy: 2/442)

Demikian juga perkataan Muhairiz dalam Tarikh Damaskus (33/18).

Bisyer bin al-Haarits berkata :

«مَا ‌اتَّقَى ‌اللَّهُ ‌مَنْ ‌أَحَبَّ ‌الشُّهْرَةَ»

“Seorang hamba yang cinta popularitas , tidaklah bertaqwa kepada Allah “. [Hilyatul Awliyaa 8/346]

Mencari ketenaran adalah tercela dalam kondisi apapun, seorang mukmin itu sebagai orang tunduk patuh dan tawadhu’ tidak menyukai ditunjuk dengan jemari.

Di antara sarana terbesar yang akan merusak seseorang untuk sampai kepada Rabbnya adalah: menyukai ketenaran, merasa mulia di hadapan manusia dan kekuasaan.

Imam Tirmidzi (2376) telah meriwayatkan dan telah menshahihkannya dari Ka’ab bin Malik berkata: “Rasulullah bersabda:

"مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ".

‘Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas kepada kawanan kambing, tidak lebih besar kerusakan yang dibuatnya dibandingkan dengan kerusakan pada agama seseorang akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan ’.

(Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 5620)

Syeikh Islam –rahimahullah- berkata:

"فَبَيَّنَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ الْحِرْصَ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ فِي فَسَادِ الدِّينِ لَا يَنْقُصُ عَنْ فَسَادِ الذِّئْبَيْنِ الْجَائِعَيْنِ لِزَرِيبَةِ الْغَنَمِ وَذَلِكَ بَيِّنٌ ؛ فَإِنَّ الدِّينَ السَّلِيمَ لَا يَكُونُ فِيهِ هَذَا الْحِرْصُ وَذَلِكَ أَنَّ الْقَلْبَ إذَا ذَاقَ حَلَاوَةَ عُبُودِيَّتِهِ لِلَّهِ وَمَحَبَّتِهِ لَهُ لَمْ يَكُنْ شَيْءٌ أَحَبَّ إلَيْهِ مِنْ ذَلِكَ حَتَّى يُقَدِّمَهُ عَلَيْهِ وَبِذَلِكَ يُصْرَفُ عَنْ أَهْلِ الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ السُّوءُ وَالْفَحْشَاءُ ".

“Maka Rasulullah telah menjelaskan bahwa kegigihan mengejar harta dan kemuliaan namun disertai dengan merusak agamanya , tidak lebih kurang dengan rusaknya dua srigala yang sedang lapar masuk ke kandang kambing, hal itu begitu nyata; sungguh selamatnya agama tidak memerlukan kegigihan duniawi tersebut; karena jika hati sudah merasakan manisnya beribadah dan cinta kepada Alloh tidak ada lagi sesuatu yang lebih ia cintai hingga mengalahkan ibadahnya, oleh karena itu bagi mereka yang ikhlas akan dipalingkan dari keburukan dan kekejian”. (Majmu’ Fatawa: 10/215)

****

WALI ALLAH ADALAH ORANG YANG BERSIKAP BIJAK DAN TAWADHU'

Wali Allah itu ibadahnya dan kehidupannya betul-betul ikhlash untuk Allah SWT semasa . Dia tidak pernah menyadari jika dirinya seorang wali . Bahkan dia merasa ketakutan jika dirinya di klaim oleh masyarakat sebagai wali Allah .

Namun demikian dia juga senantiasa berusaha menjaga kehormatan dirinya dan agamanya . Dia tidak ingin jika dirinya dikenal sebagai orang fasiq dan ahli maksiat, apalagi berkeinginan terlihat sebagai orang gila, kotor dan dekil ; karena menjaga kehormatan dan nama baik itu termasuk darurat yang wajib di jaga, terutama kehormatan agama , lalu kehormatan dirinya dan keluarganya, bahkan kehormatan seluruh umat Islam.

Seorang wali Allah tidak akan pernah merasa dirinya suci, apalagi mengklaim sebagai kekasih Allah. Yang benar adalah sebaliknya dia selalu merasa dirinya penuh dosa. Oleh sebab itu dia senantiasa beristighfar dan minta ampunan kepada Allah SWT. Dan dengan sebab itu , maka dia semakin bersemangat beribadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Dan ini  semua adalh ciri dari pada kekasih Allah atau hamba Ar-Rahman, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya dalam surat al-Furqoon :

وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67).

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) kedamaian / kesejahteraan (63).

Dan orang yang melewati malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (64).

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan yang kekal.” (65)

Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (66)

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (67). [ QS. Al-Furqoon : 63 – 67 ].

Contoh : Kisah DUA HAMBA AR-RAHMAN atau DUA WALI ALLAH Yang Benar :

Mari kita perhatikan kisah DUA orang saleh dari kalangan salaf yang dinyatakan do'anya mustajab, bagaimana usaha mereka untuk menyembunyikan amal salehnya dan bagaimana sikap mereka terhadap popularitas ? Dan Kenapa mereka tidak buka praktek Klenik “ DOA MUSTAJAB “ ?.

Kemudian kita bandingkan dengan diri kita masing-masing serta orang-orang zaman sekarang yang sengaja mencari popularitas dengan ibadahnya atau keahliannya dalam kemustajaban Do’anya, yang pada ujungnya mereka membisniskan keshalihan dan kemustajaban doanya kepada Allah SWT.

A. Yazid bin Al-Aswad al-Jurosyi.

Beliau adalah seorang tabii mukhodlrom, hidup sezaman dengan Nabi  namun belum pernah bertemu. Beliau sempat menyaksikan masa-masa jahiliyah, beliau tinggal di negeri Syam, perkampungan Zabdiin, beliau wafat pada tahun 58 H, pada masa khilafah Mu'awiyah bin Abi Sufyan.

Telah berkata Abu Zur’ah Yahya bin Abi ‘Amr:

خَرَجَ الضَّحَّاكُ بْنُ قَيْسٍ فَاسْتَسْقَى بِالنَّاسِ وَلَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَرَوْا سَحَابًا، فَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ؟ (وَفِي رِوَايَةِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي جُمْلَةَ: فَقَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟ عَزَمْتُ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ يَسْمَعُ كَلَامِي). فَقَالَ: هَذَا أَنَا. قَالَ: قُمْ فَاسْتَشْفِعْ لَنَا إِلَى اللَّهِ أَنْ يَسْقِيَنَا. (وَفِي رِوَايَةٍ: قُمْ يَا بَكَّاءُ!). فَقَامَ فَعَطَفَ بُرْنُسَهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَحَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ، إِنَّ عَبِيدَكَ هَؤُلَاءِ اسْتَشْفَعُوا بِي إِلَيْكَ. فَمَا دَعَا إِلَّا ثَلَاثًا حَتَّى أُمْطِرُوا مَطَرًا كَادُوا يُغْرَقُونَ مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ، إِنَّ هَذَا شَهَّرَنِي فَأَرِحْنِي مِنْهُ. فَمَا أَتَتْ بَعْدَ ذَلِكَ جُمُعَةٌ حَتَّى مَاتَ. (وَفِي رِوَايَةٍ: قُتِلَ).

" Ad-Dlohhak bin Qois keluar bersama orang-orang untuk sholat istisqo (sholat untuk minta hujan), namun hujan tak kunjung datang, dan mereka tidak melihat adanya awan.

Maka beliau bertanya: " Dimana Yazid bin Al-Aswad ? "

(Dalam riwayat yang lain: Maka tidak seorangpun yang menjawabnya, kemudian dia berkata: " Dimana Yazid bin Al-Aswad ?, Aku tegaskan padanya jika dia mendengar perkataanku ini hendaknya dia berdiri! ").

Maka berkata Yazid:”Saya di sini!”,

Berkata Ad-Dlohhak: ”Berdirilah!, mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami!”

(Dalam riwayat yang lain: Berdirilah, wahai tukang nangis!).

Maka Yazid pun berdiri dan menundukan kepalanya diantara dua bahunya, dan menyingsingkan lengan banju burnus nya lalu berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya para hambaMu memintaku untuk berdoa kepadaMu”.

Lalu tidaklah dia berdoa kecuali tiga kali kecuali langsung turunlah hujan yang deras sekali, hingga hampir saja mereka tenggelam karenanya.

Kemudian dia berkata: ”Ya Allah, sesungguhnya hal ini telah membuatku menjadi tersohor, maka istirahatkanlah aku dari ketenaran ini ”, dan tidak berselang lama yaitu seminggu kemudian diapun meninggal.”

Kisah ini diriwayatkan Ibnu Asakir di Tarikh Damaskus 65/112, Dzahabi di Siyar A'lam Nubala 4/137 dan Ibnul Jauzy di Sofwatus Shofwah 4/202. Kisah ini di sahihkan sanadnya oleh Al-Bany dalam kitab Tawassul hal. 42.

B. Uwais bin 'Amir Al-Qorni.

Beliau adalah penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, beliau seorang Tabii mukhodlrom, hidup sezaman dengan Nabi  tapi belum pernah ketemu.

Disebutkan bahwasanya ia meninggal bersama Ali bin Abi Tholib dalam perang siffin (Baca: Al-Minhaj 16/94, Faidhul Qodir 3/451), sebagaimana perkataan Yahya bin Ma’in, “Uwais terbunuh dihadapan Amirul mukminin Ali bin Abi Tholib tatkala perang Siffin” (Al-Mustadrok 3/455 no 5716).

Nabi  menyebutkan tentang keutamaan Uwais, padahal beliau  belum pernah bertemu dengannya, sebagaimana sabda Nabi  yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1968 no 2542) dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:

» إنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَة.. »

"Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang ibu…".

Berkata An-Nawawi:

“Ini jelas menunjukan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”, maka jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir, hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdolan di sisi Allah” (Al-Minhaj 16/95)

Imam Muslim dalam Sahihnya no. 2542 meriwayatkan dari Usair bin Jabir, dia berkata:

كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ: أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: لَكَ وَالِدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، وَكَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَاسْتَغْفِرْ لِي، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: الْكُوفَةَ، قَالَ: أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا؟ قَالَ: أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ. 

فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ، فَوَافَقَ عُمَرَ، فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ، قَالَ: تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ، قَلِيلَ الْمَتَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ. 

فَأَتَى أُوَيْسًا، فَقَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ لِي! قَالَ: لَقِيتَ عُمَرَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ، فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ. قَالَ أُسَيْرٌ: وَكَسَوْتُهُ بُرْدَةً، فَكَانَ كُلَّمَا رَآهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: مِنْ أَيْنَ لِأُوَيْسٍ هَذِهِ الْبُرْدَةُ؟

“ Telah ada Umar bin Al-Khotthob jika datang kepadanya amdad (pasukan perang penolong yang datang untuk membantu pasukan kaum muslilimin dalam peperangan) dari negeri Yaman maka Umar bertanya kepada mereka: “Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”.

Hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”.

Dia menjawab: “Iya”.

Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod, kemudian dari Qoron ?”. Ia menjawab: “Benar”.

Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”. Ia menjawab: “Benar”.

Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”. Ia menjawab, “Iya”.

Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah  bersabda,

((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)) ".

Lalu Umar berkata: " oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku!".
Maka Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar. Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”.

Ia menjawab: “Ke Kufah (Irak)”.

Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”.

Ia menjawab: “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.

Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka (pemuka penduduk Yaman) dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais.

Orang itu berkata: “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit harta”.

Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah  bersabda:

((Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia meohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)).

Maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya: “ Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”.

Uwais berkata: “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,

Orang itu berkata: “ Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”.

Uwais berkata: “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”.

Orang itu berkata, “Engkau bertemu dengan Umar?”.

Uwais menjawab: “Iya”.

Orang itu berkata: “Mohon ampunlah kepada Allah untuk Umar”.
Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi dengan Uweis. Lalu Uweis pun pergi (menyembunyikan diri).

Usair berkata: " Aku memberinya kain Burdah untuk menutupi tubuhnya. Maka setiap ada orang yang melihatnya ia berkata: Dari manakah Uwais memperoleh burdah itu?".

Dalam riwayat Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/456 no 5720) :

قَالَ: مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا. قَالَ: وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: لَا تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ، وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ، وَنَسِيَ الثَّالِثَةَ.

Uwais berkata: “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara”. Ia berkata, “Apa itu?”.
Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini, janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu”.
Dan Usair (perowi) lupa yang ketiga.

Dalam Musnad Ibnul Mubarok 1/19 no. 34:

"فَلَمَّا فَشَا الْحَدِيثُ هَرَبَ فَذَهَبَ".

“Tatkala tersebar berita (perkataan Umar tentang Uwais) maka iapun lari dan pergi sembunyi ”, yaitu karena orang-orang pada berdatangan memintanya untuk beristigfar kepada Allah bagi mereka sebagaimana dalam musnad Abu Ya’la Al-Maushili (1/188)

Dalam Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443:

« لَمَّا لَقِيَهُ وَظَهَرَ عَلَيْهِ هَرَبَ فَمَا رُئِيَ حَتَّى مَاتَ ». قَالَ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ صَاعِدٍ: أَسَانِيدُ أَحَادِيثِ أُوَيْسٍ صِحَاحٌ، رَوَاهَا الثِّقَاتُ عَنِ الثِّقَاتِ، وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْهَا.

" Setelah Umar menemuinya, dan beritanya muncul dipermukaan, iapun kabur dan tidak pernah kelihatan lagi hingga ia wafat ".

Abu Muhammad bin Shaid berkata: " semua sanad hadits Uwais adalah sahih, para perawin tsiqoot telah meriwayatkannya dari para perawi tsiqoot juga ". (Lihat: Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443).

Kesimpulan:

1.     Rosulullah  menyatakan bahwa Uwais adalah sebaik-baiknya Tabiin, artinya beliau mengakui akan kesalihannya.

2.     Rosulullah  mengkabarkan bahwa doa Uwais mustajab, sabda beliau ini umum artinya doa apa saja, akan tetapi beliau menyuruh Umar RA jika bertemu dengannya hanya dianjurkan agar ia memintakan ampunan kepada Allah untuknya.

3.     Dan Umar pun melakukannnya sesuai pesan Nabi SAW, yaitu hanya memintakan ampunan. Begitu pula yang dilakukan oleh selain Umar setelah mendengar informasi darinya.

4.     Tidak ada riwayat yang menyebutkan ada seseorang yang minta didoakan selain ampunan.

5.     Keikhlasan Uwais dalam beribadah kepada Allah  tidak ada manusia yang mengetahuinya kecuali Rosulullah  setelah Allah SWT mewahyukan padanya.

6.     Uwais kabur dan menyembunyikan diri ketika dirinya mulai di kenal dan orang-orang mulai berdatangan karena ingin didoakan ampunan kepada Allah.

7.     Uwais tidak suka popularitas karena itu akan merusak keikhlasannya dalam beribadah kepadaNya. Maka orang yang betul-betul ikhlas membenci popularitas.

Dengan kisah dua orang saleh di atas semoga bisa di jadikan teladan bagi kita semua di dalam mengikhlaskan amal saleh kita, dan semoga kita semua di beri oleh Allah Ta'ala kekuatan dan kemampuan dalam menapak tilasinya. Amiiin!

===***====

JANGAN IKUT-IKUTAN HANYA KARENA KEBANYAKAN MANUSIA MELAKUKANNYA!

Kita hanya boleh bertafaul (harapan baik) dengan melihat tanda-tanda yang nampak, kemudian berharap kepada Allah Azza wa Jallaa semoga saja orang itu adalah penguni syurga. Meskipun banyak orang yang mengklaim bahwa dia adalah seorang wali yang dipastikan sebagai penghuni syurga, maka tetap saja kita tidak boleh meyakininya dan mempercayainya jika tidak ada keterangan dari Allah dan Rasul-Nya.

Dalam perkara ghaib kita harus berpegang teguh kapada keterangan dari Allah dan Rosul-Nya, jangan mengikiuti kebanyakan keyakinan manusia yang tidak ada dasarnya yang sahih dan benar. Allah Azza wa Jallaa berfirman:

{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ}

" Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (kepada Allah)". (QS. Al-An'am: 116).

====****====

TERMASUK PERBUATAN SYIRIK, MENGKLAIM DIRINYA AHLI SYURGA

Berikut ini kisah dalam surat al-Kahfi, tentang seseorang yang merasa dirinya hebat dan penuh kesuksesan hingga dia mengklaim bahwa usahanya tidak akan pernah bangkrut dan dia memastikan jika dirinya mati, maka bisa dipastikan akan mendapatkan tempat di syurga yang lebih baik.

Berikut ini kisahnya dalam surat al-Kahfi :

﴿۞ وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا﴾

Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. [Kahf: 32]

﴿كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا﴾

Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, [Kahf: 33]

﴿وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا﴾

dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat" [Kahf: 34]

﴿وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا

 Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, [Kahf: 35]

﴿وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا﴾

dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu". [Kahf: 36]

﴿قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا﴾

Kawannya berkata kepadanya -- sedang dia bercakap-cakap dengannya -- : "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? [Kahf: 37]

﴿لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. [Kahf: 38]

﴿وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا﴾

Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, [Kahf: 39]

﴿فَعَسَىٰ رَبِّي أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا﴾

maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; [Kahf: 40]

﴿أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا﴾

atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi". [Kahf: 41]

﴿وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا

Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku". [Kahf: 42]

﴿وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا﴾

Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. [Kahf: 43]

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar