BOLEHKAH KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SURGA ATAU AHLI NERAKA
[Begitu
pula mengklaim seseorang sebagai Wali Allah, Mati Syahid atau sebaliknya]
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NADI
AL-ISLAM
-----
====
DAFTAR ISI :
- SETIAP ORANG BERIMAN PASTI AKAN MASUK SYURGA, NAMUN ADA YANG LANGSUNG DAN ADA YANG TIDAK.
- APAKAH BOLEH KITA MEMASTIKAN BAHWA SI FULAN MASUK SYURGA TANPA HISAB ATAU MASUK SYURGA TANPA MASUK NERAKA TERLEBIH DAHULU ?
- CONTOH: ORANG-ORANG YANG DIPASTIKAN MASUK SYURGA BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG SHAHIH.
- LALU BAGAIMANA HUKUMNYA: JIKA KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SYURGA ATAU DIA WALIYULLAH ATAU DIA SYAHID TANPA DALIL YANG SHAHIH?
- CONTOH : DALIL YANG MENETAPKAN SESEORANG AHLI NERAKA
- PENGKLAIMAN AHLI SYURGA ATAU AHLI NERAKA ADALAH MASUK DALAM RANAH PERKARA GHAIB.
- AMAL PERBUATAN YANG NAMPAK ITU BUKAN JAMINAN AKAN TAPI HANYA SEBATAS SEBAB DAN WASILAH YANG MENGANTARKAN KE SURGA.
- Kisah seseorang yang DI KIRA MUJAHID DAN MATI SYAHID, ternyata dia mati bunuh diri.
- HANYA ALLAH SWT YANG MENGETAHUI NIAT DAN ISI HATI SESEORANG, MESKIPUN NAMPAKNYA ORANG ITU SEORANG MUJAHID, DA'I, QORI AL-QUR'AN DAN AHLI INFAQ:
- PECANDU MINUMAN KERAS YANG TERNYATA DIA ADALAH ORANG YANG MENCINTAI ALLAH DAN ROSUL-NYA.
- MARI KITA JAGA, MULUT & HATI KITA!!!.
- KISAH AHLI IBADAH YANG MASUK NERAKA, AKIBAT UCAPAN-NYA PADA AHLI MAKSIAT : “Allah tidak akan mengampuni-mu, Allah tidak akan memasukkan-mu ke dalam syurga selamanya”.
- LARANGAN BERPRILAKU SOMBONG, MERASA SUCI DAN MENGKLAIM SUCI SESEORANG.
- WALI ALLAH ADALAH ORANG YANG BERSIKAP BIJAK DAN TAWADHU'
- JANGAN IKUT-IKUTAN HANYA KARENA KEBANYAKAN MANUSIA MELAKUKANNYA!
- TERMASUK PERBUATAN SYIRIK, MENGKLAIM DIRINYA AHLI SYURGA
===***===
SETIAP ORANG BERIMAN PASTI AKAN MASUK SYURGA, NAMUN ADA YANG LANGSUNG DAN ADA YANG TIDAK.
Nash-nash
Al Qur’an dan Sunnah dan ijma’ generasi salaf dari ummat ini telah menunjukkan
bahwa orang yang masih ada iman di dalam dadanya meskipun seberat dzarrah pun,
tidak akan kekal di dalam neraka. Jika dia masuk neraka karena dosanya, dia
akan tinggal di sana sesuai dengan kehendak Allah, kemudian akan dikeluarkan
dan menuju surga.
Imam Bukhori (44) dan Muslim
(193) telah meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
يَخْرُجُ مِنْ
النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ
مِنْ خَيْرٍ .
وَيَخْرُجُ
مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ
بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ.
وَيَخْرُجُ
مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ
ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
“Akan
keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat gandum kebaikan.
Akan
keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat gandum kebaikan.
Dan akan
keluar dari neraka orang yang mengatakan: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah sedang di dalam hatinya ada seberat jagung kebaikan”.
Syeikh
Bin Baaz –- berkata:
“Barang
siapa yang meninggal dunia dengan bertauhid dan tidak mensekutukan Allah dengan
sesuatu, maka ia termasuk penghuni surga, meskipun ia telah melakukan zina atau
mencuri, demikian juga jika ia telah melakukan maksiat lainnya, seperti
durhaka, riba, persaksian palsu, atau yang lainnya.
Karena pelaku maksiat itu
(kedudukannya) berada di bawah kehendak Allah.
Jika Dia berkehendak, Dia akan
mengampuninya. Jika Dia berkehendak Dia akan mengadzabnya sesuai dengan kadar
kemaksiatannya jika ia meninggal dunia belum bertaubat.
Jika dia masuk neraka dan
diadzab, dia tidak kekal di dalamnya, akan tetapi ia akan dikeluarkan dari
neraka untuk menuju surga setelah disucikan dan dibersihkan”. (Fatawa Nur ‘Ala
ad-Darb: 6/51)
===****===
APAKAH BOLEH KITA MEMASTIKAN BAHWA SI FULAN MASUK SYURGA TANPA HISAB ATAU MASUK SYURGA TANPA MASUK NERAKA TERLEBIH DAHULU ?
Jawabannya: Tergantung.
Jika ada
dalilnya bahwa orang tsb dijamin masuk surga maka kita wajib mempercayainya,
jika tidak ada dalilnya maka kita tidak boleh mengklaimnya; karena itu adalah
perkara ghaib yang hanya Allah yang mengetahuinya.
Mari kita baca dalil-dalilnya!.
*****
CONTOH: ORANG-ORANG YANG DIPASTIKAN MASUK SYURGA BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG SHAHIH.
Yaitu diantaranya seperti berikut
ini:
PERTAMA: Istri Fir’aun, Asiyah
binti Muzahim. Allah SWT berfirman:
وَضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي
عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي
مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan
Allah membuat isteri Fir´aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika
ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam
firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah
aku dari kaum yang zhalim. (QS. At-Tahrim: 11)
KE DUA: 10 sahabat yang di jamin
masuk syurga.
Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan At-Tirmidzi ada 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.
Dari Abdurrahman bin Auf bahwa
Rasulullah ﷺ. Bersabda:
أَبُو
بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ
وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ
وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ
وَسَعِيدٌ فِي الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
“Abu
Bakar di surga, Umar di surga, Usman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga,
Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga,
Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.”
(HR. At-Tirmidzi No. 3747 dan
Ahmad 1/193 No. 1675.
Dihasankan oleh al-Haafidz Ibnu
Hajar dalam kitab “هداية الرواة” 5/436 seperti
yang beliau sebutkan dlam Muqoddimahnya. Ahmad Syaakir dlm Musnad Imam Ahmad
3/136: “ Isnadnya Shahih “. Dan di shahihkan pula oleh Syeikh al-Albaani dlm
Shahih Sunan at-Turmudzy.
KE TIGA: Pasukan Badar:
Dari Ali bin Abi Thaalib, bahwa
Rosulullah ﷺ berkata
kepada Umar bin Khoththob tentang Hathib bin Abi Balta’ah salah satu pasukan
badar:
إِنَّهُ
شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ اطَّلَعَ عَلَى
أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
“Sesungguhnya
ia turut dalam peperangan Badar. Apa alasanmu, bukankah Allah telah memberikan
kekhususan terhadap Ahlu Badar seraya berfirman: ‘Beramallah kalian, sesuka
kalian. Sesungguhnya, Aku telah mengampuni kalian.’” (HR. Bukhory No. 4511)
KE EMPAT: Para syuhada Uhud di
jamin masuk syurga:
Allah swt berfirman tentang para
syuhada Uhud:
وَلَا
تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ
وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu
tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah: 154)
Dan Allah SWT berfirman:
وَلَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS. Ali Imran: 169)
KE LIMA: para sahabat Ahli Bai’at
Ridlwan:
Para sahabat yang ikut serta
dalam baiat Ridlwan menjelang perjanjian Hudaibiyah. Mereka dijamin masuk masuk
surga.
Allah swt berfirman:
لَقَدْ
رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ
فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath: 18)
HADITS JABIR BIN
ABDULLAH
HADITS
KE 1:
Dari
Jabir bin Abdullah, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
لا
يَدْخُلُ النارَ أحدٌ ممَن بايعَ تحتَ الشجرةِ.
Tidak
ada yang masuk neraka satupun dari orang-orang yang berbai’at di bawah
asy-Syajarah [Pohon di Hudaibiyah].
[HR. Abu Daud no. 4653. Dan
Dishahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4653].
HADITS KE 2:
Dari Jabir bin ‘Abdullah dia
berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ummu Mubasysyir, bahwasanya ia pernah
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda
di rumah Hafshah:
((لا يَدْخُلُ النَّارَ،
إنْ شاءَ اللَّهُ، مِن أصْحابِ الشَّجَرَةِ أحَدٌ، الَّذِينَ بايَعُوا تَحْتَها)).
قالَتْ:
بَلَى، يا رَسولَ اللهِ، فانْتَهَرَها، فقالَتْ حَفْصَةُ: {وَإنْ مِنكُم إلَّا
وارِدُها}
فقالَ
النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ((قدْ قالَ اللَّهُ عزَّ وجلَّ: {ثُمَّ
نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا ونَذَرُ الظّالِمِينَ فيها جِثِيًّا})).
“Insya
Allah tidak akan masuk ke dalam neraka seorang pun dari orang-orang yang turut
serta berbai’at di bawah pohon.”
Hafshah berkata; ‘Memangnya benar seperti itu ya Rasulullah? ‘ Rasulullah ﷺ menegur Hafshah yang berkata seperti itu.
Lalu Hafshah membacakan ayat yang ang berbunyi;
{وَإنْ مِنكُم إلَّا
وارِدُها}
‘Tak
seorang pun darimu melainkan akan mendatangi neraka itu.’ (Maryam (19): 71).
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Bukankah Allah
Suhhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
{ثُمَّ
نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا ونَذَرُ الظّالِمِينَ فيها جِثِيًّا}
‘Kemudian
Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang
yang zhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut?.’ (Maryam (19): 72). [HR.
Muslim no. 4552]
HADITS KE 3:
Dari Jabir bin Abdullah
radliallahu ‘anhu, dia berkata;
قالَ
لَنَا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ الحُدَيْبِيَةِ: ((أنتُمْ
خَيْرُ أهْلِ الأرْضِ)). وكُنَّا ألْفًا وأَرْبَعَ مِئَةٍ، ولو كُنْتُ أُبْصِرُ
اليومَ لَأَرَيْتُكُمْ مَكانَ الشَّجَرَةِ
Rasulullah ﷺ bersabda kepada
kami pada peristiwa Hudaibiyyah:
“Kalian adalah sebaik-baiknya
penduduk bumi.”
Saat itu kami berjumlah seribu
empat ratus orang. Seandainya hari ini aku dapat melihat, pasti aku akan
tunjukkan kepada kalian posisi pohon tersebut.”
[HR. Al-Bukhari (4154) dan
kata-katanya adalah miliknya, dan Muslim (1856), dengan sedikit perbedaan].
KE ENAM: Ummu Haram radhiyallau ‘anha
Wafatnya Ummu Haram di laut
Cyprus adalah salah satu Kabar Mukjizat Nabi ﷺ. Dan Ummu Haram dijanjikan sebagai ahli syurga. Berikut ini
hadits nya:
Hadits ke 1:
Dari ‘Umair bin Al Aswad Al ‘Ansiy
bercerita: bahwa dia menjumpai ‘Ubadah bin ash-Shomit ketika dia sedang singgah
dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya dan bersama
dengan Ummu Haram.
[‘Umair] berkata; “Maka [Ummu
Haram] bercerita kepada kami bahwa dia mendengar Nabi ﷺ bersabda:
أَوَّلُ
جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي
يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
“Pasukan
dari ummatku yang pertama kali akan berperang dengan mengarungi lautan pasti
akan diberi pahala dan surga”.
Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai
Rasulullah, aku termasuk diantara mereka?” Beliau berkata; “Ya, kamu termasuk
dari mereka”.
Nabi ﷺ bersabda
lagi: “Pasukan dari ummatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar
(Romawi) pasti mereka akan diampuni”.
Aku katakan: “Aku termasuk
diantara mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ‘Tidak”. [HR. Bukhori no.
2707]
Hadits ke 2:
Dari [Anas bin Malik radliallahu ‘anhu]
bahwa dia mendengarnya berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ
بِنْتِ مِلْحَانَ فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَطْعَمَتْهُ وَجَعَلَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ
وَمَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ
غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى
الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ شَكَّ إِسْحَاقُ قَالَتْ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهمْ فَدَعَا
لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ
ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقُلْتُ وَمَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا
قَالَ فِي الْأَوَّلِ قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ
يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ الْبَحْرَ فِي
زَمَانِ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ فَصُرِعَتْ عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ
خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
“Rasulullah ﷺ pernah datang kepada Ummu Haram
binti Milhan lalu dia memberi makan Beliau. Dimana saat itu Ummu Haram berada
pada tangung jawab (istri) ‘Ubadah bin ash-Shomit lalu Rasulullah ﷺ mendatanginya kemudian dia
memberi makan Baliau dan Ummu Haram kemudian menyisir rambut kepala Beliau
hingga Rasulullah ﷺ tertidur.
Kemudian Beliau terbangun sambil
tertawa.
Ummu Haram berkata; Aku tanyakan:
“Apa yang membuat Tuan tertawa wahai Rasulullah”.
Beliau menjawab: “Ada orang-orang
dari ummatku yang diperlihatkan kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah
dimana mereka mengarungi lautan sebagai raja-raja di atas singgasana atau
seperti bagaikan raja-raja di atas singgasana”.
[Ishaq (perawi hadits) ragu dalam
kalimat ini].
Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai
Rasulullah, do’akanlah agar Allah menjadikan aku salah seorang dari mereka”.
Maka Rasulullah ﷺ berdo’a untuknya. Kemudian Beliau
meletakkan kepalanya (tertidur) lalu terbangun sambil tertawa.
Ummu Haram berkata; Aku tanyakan:
“Apa yang membuat Tuan tertawa wahai Rasulullah”.
Beliau menjawab: “Ada orang-orang
dari ummatku yang diperlihatkan kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah”.
Sebagaimana ucapan Beliau yang pertama tadi.
Ummu Haram berkata; Aku katakan: “Wahai
Rasulullah, do’akanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku salah seorang dari
mereka”.
Beliau berkata: “Kamu akan
menjadi diantara orang-orang yang pertama kali”.
Maka Ummu Haram mengarungi lautan
pada zaman Mu’awiyah bin Abi Sufan. Setelah keluar dari (mengarungi) lautan dia
dilempar oleh hewan tunggangannya hingga menewaskannya.
[HR. Bukhori no. 7001, 7002 dan
Muslim no. 1912]
===
LALU
BAGAIMANA HUKUMNYA:
JIKA
KITA MENGKLAIM SESEORANG AHLI SYURGA ATAU DIA WALIYULLAH ATAU DIA SYAHID TANPA
DALIL YANG SHAHIH?
Jawabannya:
Imam at-Thahawi mengatakan,
وَلَا
نُنْزِلُ أَحَدًا مِنْهُمْ جَنَّة وَلَا نَارًا
“ Kami
tidak boleh menetapakan seorangpun dari mereka ahli surga atau ahli neraka”.
Lalu Ibnu Abil Izz menjelaskan
tentang perkataan Imam at-Thahawi ini:
يُرِيدُ:
أَنَّا لَا نَقُولُ عَنْ أَحَدٍ مُعَيَّنٍ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَة إنه مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّة أَوْ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، إِلَّا مَنْ أَخْبَرَ الصَّادِقُ صلى الله
عليه وَسَلَّمَ أنه مِنْ أَهْلِ الْجَنَّة، كَالْعَشَرَة رضي الله عَنْهُمْ
“ Yang
beliau maksud, kita tidak boleh meenetapkan seseorang tertentu dari kalangan
ahli kiblat (kaum muslimin) bahwa dia ahli surga atau ahli neraka. Kecuali
orang yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ bahwa
mereka termasuk ahli surga, seperti sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga “.
(Syarh Aqidah Thahawiyah, hlm. 248).
Tidak boleh siapapun selain Allah
dan Rosul-Nya mengklaim atau memastikan seseorang adalah penghuni syurga atau
sebaliknya yaitu penghuni neraka tanpa ada keterangan dari Allah dan Rosul-Nya.
Sebab yang demikian itu adalah perkara ghaib, yang hanya Allah saja yang
mengetahuinya.
Namun demikian kita di wajibkan
berharapan baik dan berprasangka baik kepada Allah swt.
Allah swt berfirman:
قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ
رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik
bahwa Nabi ﷺ bersabda:
((وَيُعْجِبُنِىْ
الْفَأْلُ، قَالُوْا: وَمَا الْفَأْلُ ؟ قَالَ: كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ)) وفي لفظ:
((الفَأْلُ الصَّالِحُ الكَلِمَةُ الحَسَنَةُ)).
“Dan
saya mengagumi al-fa`l (pernyataan optimis).” Para sahabat bertanya, “ Dan
Apakah al-fa`l itu?” Beliau menjawab, “Kalimat yang baik.” Dan dlm salah satu
lafadz: “Harapan baik yang saleh adalah kalimat yang bagus “.
(HR. Bukhory no. 5440, Muslim no.
2224 dan Abu Daud no. 3916).
Dari [Abu Hurairah] dia berkata;
Nabi ﷺ bersabda:
يَقُولُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ
يَذْكُرُنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ
ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإِنْ اقْتَرَبَ
إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ اقْتَرَبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا
اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Allah ‘azza
wajalla berfirman; ‘Aku dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku akan bersamanya
selama ia mengingat-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya maka Aku akan
menyebutnya dalam diri-Ku, jika ia menyebut-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku
akan menyebutnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika
ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu
hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya
satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan
mendatanginya dengan berlari.” (HR. Muslim No. 4851)
Dan dalam hadits lain dikatakan:
إنّ
حُسْنَ الظَّنِّ بِالله مِنْ حُسْنِ عِبادَةِ الله
“Sesungguhnya
berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah “.
(HR. Imam Ahmad no. 8694, Abu
Daud, Turmudzi 5/479 no. 3605. Ibnu Hibbaan no. 2395 dan al-Hakim 4/241, 256.
At-Turmudzi berkata:
"هَذَا
حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الوَجْه "
“ Ini
Hadits Ghoriiib dari sisi ini “
Al-Hakim berkata:
" صَحِيحٌ
عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ"!
“ Shahih
sesuai Syarat Shahih Muslim “. Dan di setujui oleh adz-Dzahabi.
Namun hadits di dhoifkan oleh
Syeikh al-Albaani dlm “سلسلة الأحاديث الضعيفة”
no. 3150 dan “ضعيف الجامع الصغير”
no. 1851, beliau menyebutkan:
“فِي
إِسْنَادِهِ سَمِيرُ بْنُ نَهَارٍ وَهُوَ نَكِرَةٌ “
Di dalam
sanadnya terdapat Samiir bin Nahaar, dia itu munkar.
Namun demikian makna hadits ini
shahih, meskipun secara sanad mungkin lemah.
CONTOH : DALIL YANG MENETAPKAN SESEORANG AHLI NERAKA
Jika ada dalil yang menetapkan
bahwa individu tertentu itu masuk neraka, maka kita harus meyakini bahwa
individu tersebut masuk neraka. Misalnya, Abu Lahab dan istrinya. Allah subhanahu
wata’ala berfirman,
تَبَّتْ
يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ * مَآ أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ *
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ * وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ * فِى
جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدِۭ
“Binasalah kedua tangan Abu
Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta
bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada
tali dari sabut.” (QS. Al-Masad: 1-5)
PENGKLAIMAN AHLI SYURGA ATAU AHLI NERAKA ADALAH MASUK DALAM RANAH PERKARA GHAIB.
Lalu
bagaimana hukum mengklaim seseorang ahli surga atau ahli neraka tanpa adanya
dalil?
Jawabannya:
Jika ada seseorang mengklaim atau memastikan seseorang Ahli Surga atau
sebaliknya mengklaim ahli Nereka tanpa adanya keterangan dari Allah dan
Rosulnya, maka orang tsb telah melakukan kesalahan-kesalahan sbb:
[1] Melangkahi Allah dan
Rosulnya.
[2] Dia telah mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah SWT.
[3] Dan dia juga termasuk orang
yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib.
DALIL:
[1] Larangan melangkahi Allah dan
Rosulnya. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui “. (QS. Al-Hujuroot: 01)
Sebab-Sebab Diturunkannya Surah
Al Hujurat Ayat (1):
Ayat ini (al-Hujurat: 1) turun
sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk mendahului ketetapan Allah dan
Rasul-Nya.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dll,
dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, yang bersumber dari Abdullah bin
Zubair bahwa Kafilah Bani Tamiim datang kepada Rosulullah ﷺ. Pada waktu itu Abu
Bakr berbeda pendapat dengan ‘Umar tentang siapa yang seharusnya mengurus kafilah
itu.
Abu Bakr menghendaki agar
al-Qa’qa’ bin Ma’bad yang mengurusnya sedangkan ‘Umar menghendaki al-Aqra’ bin
Habis.
Abu Bakr menegur ‘Umar: “Engkau
hanya ingin selalu berbeda pendapat denganku.” Dan ‘Umarpun membantahnya.
Perbedaan pendapat itu
berlangsung hingga suara keduanya terdengar keras.
Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 1-5) sebagai petunjuk agar meminta
ketetapan Allah dan Rasul-Nya, dan jangan mendahului ketetapan-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir
yang bersumber dari al-Hasan bahwa orang-orang menyembelih kurban sebelum waktu
yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ Maka
Rasulullah memerintahkan berkurban lagi.
Menurut riwayat Ibnu Kitab
al-Adlaahi, lafal riwayatnya sebagai berikut: seorang laki-laki menyembelih
(kurbannya) sebelum shalat (Idul Adha) “.
[2] Orang yang paling dzalim di
sisi Allah adalah orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah dan juga orang
yang mendustakan ayat-ayat Allah atau agama.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَنْ
اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖ ۗ
اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ ﴿الأنعام: ۲۱﴾
Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan
terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu tidak beruntung. (QS. Al-An'am: 21)
Allah SWT berfiraman:
﴿فَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ
عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu [pengetahuan]?" Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [QS. Al-An'aam:
144]
Dosa dan Adzab bagi orang yang
berdusta terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat-Nya:
Allah SWT berfirman:
﴿
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ
أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ ﴾
Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah
dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam
tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? [QS. Az-Zumar: 32]
Dan Allah SWT berfirman:
اِنَّ
الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ
اَبْوَابُ السَّمَاۤءِ وَلَا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتّٰى يَلِجَ الْجَمَلُ فِيْ
سَمِّ الْخِيَاطِ ۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُجْرِمِيْنَ. لَهُمْ مِّنْ جَهَنَّمَ
مِهَادٌ وَّمِنْ فَوْقِهِمْ غَوَاشٍۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الظّٰلِمِيْنَ
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan
masuk surga, hingga ada unta yang bisa masuk ke dalam lubang jarum.
Demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat jahat.
Bagi mereka tikar tidur dari api
neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang zalim.
[QS. Al-'Araaf: 40-41]
[3] Perkara ghaib hanya Allah SWT
yang Tahu:
Allah SWT berfirman:
۞
وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَ ۗ وَيَعْلَمُ مَا
فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا
وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ
كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"
Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain
Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut.
Tidak ada sehelai daun pun yang
gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi
dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS. Al-An'am: 59)
Dan Allah SWT berfirman:
إِنَّ
ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِى
ٱلْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِى
نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ
"
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari
Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
[QS. Luqman: 34]
Dan Rosulullah ﷺ di larang menyatakan bahwa
dirinya mengetahui perkara ghaib. Allah SWT berfirman:
وَلَآ
اَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِيْ خَزَاۤىِٕنُ اللّٰهِ وَلَآ اَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَآ
اَقُوْلُ اِنِّيْ مَلَكٌ وَّلَآ اَقُوْلُ لِلَّذِيْنَ تَزْدَرِيْٓ اَعْيُنُكُمْ
لَنْ يُّؤْتِيَهُمُ اللّٰهُ خَيْرًا ۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ
ۚاِنِّيْٓ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِيْنَ
“ Dan
aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki
dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui yang gaib, dan tidak (pula)
mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat, dan aku tidak (juga)
mengatakan kepada orang yang dipandang hina oleh penglihatan kalian: “Bahwa
Allah tidak akan memberikan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa
yang ada pada diri mereka. Sungguh, jika demikian aku benar-benar termasuk
orang-orang yang zalim.” (QS. Hud: 31)
Dan Allah swt berfirman:
قُلْ
لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ
كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ
السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah:
"Aku tidak berkuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku telah memperbanyak dari kebaikan dan aku
tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah seorang pemberi
peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
(QS. Al-Araf: 188)
===***===
AMAL PERBUATAN YANG NAMPAK ITU BUKAN JAMINAN AKAN TAPI HANYA SEBATAS SEBAB DAN WASHILAH YANG MENGANTARKAN KE SURGA.
Amal perbuatan seseorang bukan
jaminan tapi hanya sebatas sebab dan washilah, yang pada umumnya manusia masuk
surga karena amal kebajikan nya yang diterima oleh Allah SWT:
Dalam hadits Sahal bin Saad
As-Saaidy diriwayatkan bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
« إِنَّ الرَّجُلَ
لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فيما يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيما يَبْدُو
لِلنَّاسِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ».
"
Sesungguhnya ada seseorang yang nampak pada manusia dia beramal amalan ahli
syurga, dan sebenarnya dia adalah penghuni neraka. Dan sesungguhnya ada
seseorang yang nampak pada manusia dia beramal amalan ahli neraka, dan dia
adalah penghuni syurga ". (HR. Bukhori no. 2898 dan 4202 dan Muslim no.
2651 1-112).
Dalam hadist Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah ﷺ
bersabda:
«
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ
الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ
بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ».
"
Sesungguhnya ada seseorang yang beramal amalan penghuni syurga dalam waktu yang
lama, kemudian (menjelang ajalnya) dia mengakhiri amalannya dengan amalan
penghuni neraka. Dan ada seseorang yang beramal amalan penghuni neraka dalam
waktu yang lama, kemudian dia mengakhiri amalannya dengan amalan penghuni
syurga ". (HR. Imam Muslim no. 2651).
Dan dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosulullah ﷺ
bersbda:
إنَّ
الرجلَ ليَعْمَلُ أو قال يعملُ بعملِ أهلِ النارِ سبعينَ سنَةً ثم يُخْتَمُ له
بعملِ أهلِ الجنةِ ويعملُ العاملُ سبعينَ سنةً بعملِ أهلِ الجنةِ ثم يُخْتَمُ له
بعملِ أهلِ النارِ
Sesungguhnya
ada seseorang yang beramal amalan, atau dia berkata, dia mengamalkan amalan
penghuni neraka selama tujuh puluh tahun, kemudian diakhiri baginya dengan
amalan penghuni surga. Dan ada pula seseorang mengamalkan amalan penghuni
syurga selama tujuh puluh tahun, kemudian diakhiri baginya dengan amalan
penghuni Neraka.
(Di sebutkan dlm “مجمع الزوائد” 7/215. Ibnu Hajar al-Haitsami berkata: “رجاله رجال الصحيح” / para perawinya para perawi kitab hadist
Shahih).
****
Kisah seseorang yang DI KIRA MUJAHID DAN MATI SYAHID, ternyata dia mati bunuh diri.
Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad
As-Saidi radhiyallahu ‘anhu.
أنَّ
رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ التَقَى هو والمُشْرِكُونَ،
فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا مَالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إلى
عَسْكَرِهِ، ومَالَ الآخَرُونَ إلى عَسْكَرِهِمْ، وفي أَصْحَابِ رَسولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رَجُلٌ لا يَدَعُ لهمْ شَاذَّةً ولَا فَاذَّةً، إلَّا
اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بسَيْفِهِ، فَقالَ: ما أَجْزَأَ مِنَّا اليومَ أَحَدٌ كما
أَجْزَأَ فُلَانٌ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أَمَا إنَّه
مِن أَهْلِ النَّارِ. فَقالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ، قالَ:
فَخَرَجَ معهُ؛ كُلَّما وقَفَ وقَفَ معهُ، وإذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ معهُ، قالَ:
فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ
سَيْفِهِ بالأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ علَى سَيْفِهِ،
فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ، فَقالَ: أَشْهَدُ أنَّكَ رَسولُ اللَّهِ. قالَ: وما ذَاكَ؟ قالَ:
الرَّجُلُ الذي ذَكَرْتَ آنِفًا أنَّهُ مِن أَهْلِ النَّارِ، فأعْظَمَ النَّاسُ
ذلكَ، فَقُلتُ: أَنَا لَكُمْ به، فَخَرَجْتُ في طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا
شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ في الأرْضِ،
وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عليه فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَقالَ
رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عِنْدَ ذلكَ: إنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ
عَمَلَ أَهْلِ الجَنَّةِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ النَّارِ، وإنَّ
الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن
أَهْلِ الجَنَّةِ.
Artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bertemu
dengan orang-orang musyrik, lalu mereka pun berperang.
Maka ketika beliau kembali ke
pasukannya dan mereka juga orang-orang musyrik kembali ke pasukannya, ada
diantara pasukan Rasulullah ﷺ seorang
laki-laki yang saat bertempur dia tidak membiarkan musuh, baik yang bergerombol
maupun yang sendirian, kecuali ia mengejarnya untuk ditebas dengan pedangnya,
maka mereka para sahabat berkata:
“ Tidak ada seorang pun dari kita
yang sehebat si fulan pada hari ini “.
Rasulullah ﷺ berkata, “Adapun ia termasuk ahli
neraka.”
Lalu seseorang berkata: ‘Aku akan
selalu menemaninya.’ (Yakni mengawasi orang tsb. Pen)
Kemudian orang tersebut pun
keluar bersama si fulan itu, setiap kali si fulan berhenti ia pun berhenti
bersamanya. Apabila si fulan bergerak cepat, ia pun bergerak cepat bersamanya.
Kemudian si fulan terluka dengan luka yang sangat parah. Ia pun ingin segera
mati, maka ia meletakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang tajam di
dadanya, kemudian ia menekannya ke dirinya sehingga ia membunuh dirinya
sendiri.
Lalu orang yang menemaninya
tersebut pergi menemui Rasulullah ﷺ,
ia kemudian berkata: “ Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah “.
‘Beliau bersabda, ‘Ada apa
denganmu?’
Orang tersebut menjawab:
‘Laki-laki yang engkau sebutkan bahwasanya ia dari ahli neraka “.
Lalu orang-orang menganggap
berita ini masalah yang besar.
‘Aku (Sahal bin Sa’ad) berkata: “
aku menjadi jaminannya untuk kalian untuk membuktikannya “.
Aku pun kemudian pergi untuk
mencari si fulan tersebut. Ternyata benar si fulan itu terluka parah, lalu ia
ingin segera mati, maka ia letakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang
tajam di dadanya. Lalu ia tekankan ke dirinya sehingga ia membunuh dirinya
sendiri “.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda ketika itu: “Sesungguhnya seseorang benar-benar
melakukan perbuatan ahli surga yang tampak pada pandangan manusia, padahal ia
sebenarnya adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan
perbuatan ahli neraka yang tampak di pandangan manusia, padahal ia termasuk
ahli surga". (HR. Bukhory No. 2898).
Didalam hadis ini telah
dijelaskan perbuatan yang menurut pandangan manusia adalah perbuatan ahli
surga, seperti perbuatan si fulan dengan gigihnya berperang melawan orang-orang
musyrik. Namun, sebenarnya dia adalah ahli neraka, karena kegigihannya itu
merupakan suatu bentuk kemarahannya pada suatu kaum. Bukan berperang karena
Allah.
Dari Abu Musa, Abdullah bin Qais
al-Asy’ary rodhiallohu ‘anhu berkata,
سُئِلَ رسولُ الله صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَنِ الرَّجُلِ يُقاتِلُ شَجَاعَةً، ويُقاتِلُ حَمِيَّةً
ويقاتِلُ رِياءً، أَيُّ ذلِك في سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُول الله صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم: “مَنْ قاتَلَ لِتَكُون كلِمةُ اللَّهِ هِي الْعُلْيَا فهُوَ في
سَبِيلِ اللَّهِ”
“Rosululloh ﷺ pernah ditanya oleh sebagian
sahabatnya tentang seseorang yang berperang karena berani (sifatnya pemberani),
seseorang yang berperang karena fanatisme kebangsaan, dan seseorang yang
berperang karena riya’ (agar dipuji orang lain). Manakah di antara niat
tersebut yang termasuk jihad di jalan Allah?”
Rosululloh ﷺ menjawab: ”Barangsiapa yang
berperang untuk menegakkan kalimat Allah sebagai kalimat yang palinng tinggi,
maka dia berada (berjihad) di jalan Allah.” [Hadits Muttafaq ‘alaih, Bukhori
dan Muslim]
===***===
HANYA ALLAH SWT YANG MENGETAHUI NIAT DAN ISI HATI SESEORANG, MESKIPUN NAMPAKNYA ORANG ITU SEORANG MUJAHID, DA'I, QORI AL-QUR'AN DAN AHLI INFAQ:
Kita diperintahkan untuk
senantiasa berprasangka baik dan kita dilarang berprasangka buruk; karena
berprasangka buruk itu dosa. Namun demikian kita tetap harus waspada dan kita
tidak boleh melangkahi Allah SWT dengan mengklaim perkara-perkara yang hanya
Allah SWT saja yang tahu, seperti perkara ghaib dan hal-hal yang ada dalam hati
manusia.
Berikut ini hadits-hadits yang
menunjukan adanya sebagian amalan seseorang yang nampak di mata manusia adalah
baik dan shaleh, akan tetapi dalam penglihatan Allah SWT justru sebaliknya.
HADITS KE 1: Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ
يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ
فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا
قَالَ
فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا
قَالَ
قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ
قَالَ
كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ
بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
وَرَجُلٌ
تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ
وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ
تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ
قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ
فِي النَّارِ
وَرَجُلٌ
وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ
بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا
تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا
لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
"Sesungguhnya
manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati
syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya
dengan jelas,
Lantas Dia (Allah SWT) bertanya:
'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku?
Dia menjawab: 'Saya berjuang dan
berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.'
Allah berfirman: “Dusta kamu,
sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut
sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut“.'
Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam
neraka.
Dan didatangkan pula seseorang
yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya
kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.
Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? '
Dia menjawab, 'Saya telah belajar
ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.'
Allah berfirman: 'Kamu dusta,
akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar
dikatakan seorang yang mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan
seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan
dilemparkan ke dalam neraka.
Dan seorang laki-laki yang di
beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia menginfakkan hartanya semua, lalu
diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.'
Allah SWT bertanya: 'Apa yang
telah kamu perbuat dengannya? '
Dia menjawab: 'Saya tidak
meninggalkannya sedikit pun melainkan saya infakkan harta benda tersebut di
jalan yang Engkau ridlai."
Allah berfirman: 'Dusta kamu,
akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan,
dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian diperintahkan kepadanya
supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim No.
3572).
HADITS KE 2: Dari Abu Musa
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
الْقِتَالُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّ أَحَدَنَا يُقَاتِلُ غَضَبًا وَيُقَاتِلُ
حَمِيَّةً فَرَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ قَالَ وَمَا رَفَعَ إِلَيْهِ رَأْسَهُ
إِلَّا أَنَّهُ كَانَ قَائِمًا فَقَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ
هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Bahwa
ada seseorang datang kepada Nabi ﷺ
dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apa perang di jalan Allah?
Sebab ada diantara kami yang berperang karena marah dan semangat fanatik
golongan ".
Nabi ﷺ menjawab: "Orang yang
berperang untuk menjadikan agama Allah yang paling tinggi, maka dialah yang
berada di jalan Allah." (HR Bukhari No. 120)
HADITS KE 3: Dari Abu Musa
radliallahu 'anhu, dia berkata;
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ
لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى
مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ
اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Datang
seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata:
"Seseorang berperang untuk mendapatkan ghanimah, seseorang yang lain agar
menjadi terkenal dan seseorang yang lain lagi untuk dilihat kedudukannya,
manakah yang disebut fii sabilillah?" Maka Beliau bersabda: "Siapa
yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah dialah yang disebut fii
sabilillah". (HR. Bukhori No. 2599 dan Muslim No. 3635).
HADITS KE 4: Dari Abu 'Umamah
Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ أَرَأَيْتَ رَجُلاً غَزَا يَلْتَمِسُ
الأَجْرَ وَالذِّكْرَ مَا لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
" لاَ شَىْءَ لَهُ " . فَأَعَادَهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ يَقُولُ
لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " لاَ شَىْءَ لَهُ " .
ثُمَّ قَالَ " إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ
لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ " .
"Seorang
pria datang kepada Nabi (ﷺ) dan berkata:' Apa
pendapatmu tentang orang yang berjuang mencari pahala dan ketenaran - apa yang
akan dia miliki? '
Rasulullah (ﷺ) berkata: 'Dia tidak akan memiliki
apa-apa.'
Dia mengulanginya tiga kali, dan
Nabi (ﷺ) berkata kepadanya: 'Dia tidak akan memiliki apa-apa.'
Kemudian dia berkata: 'Allah
tidak menerima perbuatan apapun, kecuali yang murni untuk-Nya, dan mencari
Wajah-Nya.' "
(HR. Abu Daud dan Nasa’i no.
3140.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dlm kitabnya
Fathul Bari berkata: “ Sanadnya Jayyid / bagus “.
Al-Mundziri dlm “الترغيب والترهيب” 2/264:
“Sanadnya shahih atau Hasan atau yang mendekati dua-duanya “.
Dan
Syeikh al-Albaani dalam “Shahih An-Nasaai” No. 3140 berkata: “ Hasan Shahih“).
HADITS
KE 1: Dari Umar bin Al-Khattab RA:
أَنَّ
رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ
عَبْدَ اللَّهِ ، وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا ، وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ ، فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا ، فَأَمَرَ بِهِ
فَجُلِدَ ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: اللَّهُمَّ العَنْهُ ، مَا أَكْثَرَ مَا
يُؤْتَى بِهِ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ
تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Bahwa
ada seseorang di zaman nabi ﷺ
yang bernama Abdullah dan dia digelari dengan himaar (keledai).
Orang itu suka membuat tertawa Rasulullah ﷺ. Dan nabi ﷺ
dahulu pernah mencambuknya karena minuman keras.
Suatu saat pernah dia
diperintahkan untuk dicambuk, namun ada seseorang yang mengatakan: " Ya
Allah laknatlah dia, karena betapa seringnya dia dihadapkan kepada Rosulullah
dan dicambuk karena habis minum minuman keras".
Nabi ﷺ pun berkata: “ Jangan kalian
melaknatnya, demi Allah tidaklah aku melihatnya kecuali dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya “. (HR. Imam Bukhari No. 6780)
HADITS
KE 2: Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
" أَنَّ رَجُلًا
كَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا ، وَكَانَ يُهْدِي لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعُكَّةَ مِنَ السَّمْنِ ، وَالْعُكَّةَ مِنَ الْعَسَلِ،
فَإِذَا جَاءَ صَاحِبُهَا يَتَقَاضَاهُ جَاءَ بِهِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَعْطِ هَذَا ثَمَنَ
مَتَاعِهِ ، فَمَا يَزِيدُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
أَنْ يَبْتَسِمَ وَيَأْمُرَ بِهِ فَيُعْطَى ، فَجِيءَ بِهِ يَوْمًا إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَقَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ ، فَقَالَ
رَجُلٌ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ ، مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ رَسُول اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: (لَا تَلْعَنُوهُ ؛ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ)
“Bahwa
seorang pria yang nama panggilannya keledai, dan dia pernah memberi hadiah
kepada Rasulullah satu 'Ukkah dari minyak Samin, dan satu Ukkah madu. Lalu
datanglah pemilik barang tsb kepada pria itu untuk menagih pembayaran, maka
pria itu membawanya menghadap ke Rasulullah saw, dan dia berkata:
“ Wahai Rasulullah, bayarlah
harga barang tadi!!! “.
Maka Rasulullah ﷺ hanya
tersenyum dan tidak lebih dari itu. Lalu beliau membayarnya.
Pada suatu hari dia dihadapkan
kepada Rosulullah ﷺ karena
dia habis minum minuman keras.
Lalu ada seorang pria berkata: “
Semoga Allah melaknatinya, karena betapa seringnya dia dihadapkan kepada
Rosulullah ﷺ dan
dicambuk karena habis minum minuman keras “.
Maka Rosulullah ﷺ bersabda: “ Jangan kalian laknati
dia, karena sesungguhnya dia itu mencintai Allah dan Rosul-Nya “.
[HR. Abu Ya'la dalam Musnad
(176), Abu Nu'aim dalam “Al-Hilya” (3/228), dan Ad-Dhiya dalam “Al-Mukhtara”
(92)]
(Note: makna العُكَّة /
Ukkah: ghirbah atau kantong dari kulit kambing)
Abu Nu'aim mengatakan:
"Sahih Tsaabit."
Al-Bushiri berkata dalam "اتحاف الخيرة" (3/398): “ Ini adalah Isnad yang
shahih”.
Al-Haitsami berkata dalam
al-Majma` (4/148):
رَوَاهُ
أَبُو يَعْلَى، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ
"Itu
diriwayatkan oleh Abu Ali, dan para perawinya adalah standar al-Shahih."
==****==
MARI KITA JAGA, MULUT & HATI KITA!!!.
Hati-hati dalam berbicara,
terutama yang berkaitan dengan perkara ghaib yang hanya Allah SWT yang tahu
kecuali jika ada wahyu dari Allah SWT kepada Nabi-Nya ﷺ:
Banyak manusia yang menyepelekan
perkataannya serta menganggap tidak berdampak apa-apa, padahal di sisi Allah
SWT bisa jadi perkara yang luar biasa. Allah SWT berfirman,
{ وَتَحْسَبُونَهُ
هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ }
Artinya:“Kamu
menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah
besar.” (QS. An Nur: 15).
Dalam Tafsir Al Jalalain
dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi
Allah perkara ini dosanya amatlah besar.
Dalam hadits yang diriwayatkan
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ
bersabda,
((إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا
سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ))
“
Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu
tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun
perjalanan karenanya.”
(HR. Tirmidzi no. 2314. At
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)
Dan dalam riwayat lain, masih
dari Abu Hurairoh RA berkata: ” Saya mendengar Rasululloh ﷺ bersabda:
((إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا
فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ))
“
Seorang hamba berbicara dengan sesuatu kalimat yang tidak ada kejelasan di
dalamnya yang membuat nya terprosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara
timur dan barat ” (HR. Al-Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 7406, 7407)
Juga masih dari hadist Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
((إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا
بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى
جَهَنَّمَ))
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak
memperdulikannya, maka niscya Allah akan mengangkat derajatnya disebabkannya,
dan Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan
Allah, yang ia tidak perdulikan, niscaya akan menceburkannya ke dalam neraka
Jahannam.”
[HR. Bukhari no. 6478]
Alqamah meriwayatkan dari Bilal
bin Al-Harits Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا
يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ ، يَكْتُبُ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ- لَهُ
بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا
بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَاهُ" فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ
حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak
mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah SWT menuliskan keridhaannya
sampai hari kiamat. Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang
mengandung) kemurkaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi,
niscya Allah SWT menuliskan kemurkaannya sampai hari kiamat.”
‘Alqamah sering berkata: “Berapa
banyak perkataan, akan tetapi hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku
(untuk mengucapkannya).”
[HR. Ahmad dan Ibnu Majah no.
3220] Di Shahihkan al-Albaani dlam Shahih Ibnu Majah no. 3220.
Bukan hal yang mustahil jika ada
seseorangkarena lisannya bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan.
Dalam hadist Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhu,, Rasulullah ﷺ
bersabda:
((أَلاَ
أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ
فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ
وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا
مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ
إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ))
“Maukah
kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”
Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.”
Maka beliau memegang lidahnya dan
bersabda, “Jagalah ini”.
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?”
Maka beliau bersabda, “Celaka
engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang
meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?”
(HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi
mengatakan hadits ini hasan shohih. Dan di hasankan oleh al-Albaani dalam تخريج مشكاة المصابيح no. 28.
****
AHLI IBADAH
YANG MASUK NERAKA, AKIBAT UCAPAN-NYA PADA AHLI MAKSIAT : “Allah tidak akan
mengampuni-mu, Allah tidak akan memasukkan-mu ke dalam syurga selamanya”.
Allah SWT melarang seseorang
mengklaim orang lain "ahli neraka", meskipun yang nampak darinya
sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga
berdasarkan yang nampak di mata.
Diriwayatkan dari Dhamdham bin
Jaus al-Yamami beliau berkata:
“ Aku masuk ke dalam masjid
Rasulullah ﷺ, di sana ada seorang lelaki itu tua yang
diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang
tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:
يَا
يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ
، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai
Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang:
Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam
syurga selamanya.
Aku bertanya: Siapakah engkau,
semoga Allah merahmati engkau?
Lelaki tua itu menjawab: Aku
adalah Abu Hurairah.
Aku pun berkata: Sesungguhnya
perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya
atau pembantunya apabila dia marah.
Abu Hurairah pun berkata:
Janganlah engkau menyebutkan perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda:
"كَانَ
رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ
وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى
الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ
فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا
فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ
الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ
فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي
يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي
وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "
قَالَ
أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ
دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Ada
dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari
mereka adalah orang yang tekun beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya
orang yang hobbi berbuat dosa (pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu
mengawasi pendosa itu berbuat dosa lalu ia berkata, "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari ia kembali
mendapati pendosa itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."
Orang yang suka berbuat dosa itu
berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu
mengawasiku!"
Ahli ibadah itu berkata,
"Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan
memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa
keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada
ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu
melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"
Allah SWT lalu berkata kepada
pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan
rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam
neraka."
Abu Hurairah berkata,
فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Demi
Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan
yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban
5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu
Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)
===****===
LARANGAN BERPRILAKU SOMBONG, MERASA SUCI DAN MENGKLAIM SUCI SESEORANG:
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i
berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kalian aku beritahu
tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar,
tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no.
2853).
Allah Ta’ala berfirman :
وَلاَ
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ
كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Dan Allah SWT berfirman :
فَلَا
تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Maka janganlah kalian mengatakan
bahwa diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang
bertakwa. ( QS. An-Najm : 32 )
Oleh karena itu makruh hukumnnya
memberi nama yang menunjukkan kesucian dirinya. Apalagi memberi gelar-gelar
yang mengandung mengklaiman dan memastikan sebagai ahli syurga dan kekasih
Allah SWT, seperti waliyullah, ahli makrifat, ahli hakikat ... dan seterusnya .
Dari Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha
dia berkata, “Aku menamai anak perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik). Maka
Zainab binti Abu Salamah berkata kepadaku, ‘Rasulullah ﷺ telah melarang memberi
nama anak dengan nama ini. Dahulu namaku pun Barrah, lalu Rasulullah ﷺ bersabda,
"لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ
اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ ".
“Janganlah kamu menganggap dirimu
telah suci, Allah Ta’ala-lah yang lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang
baik atau suci di antara kamu.”
Para sahabat bertanya, “Lalu nama
apakah yang harus kami berikan kepadanya? “ Beliau menjawab, “Namai dia Zainab.”
(HR. Muslim no. 2142)
Imam Ath Thobari mengatakan :
"Tidak sepantasnya seseorang
memakai nama dengan nama yang jelek maknanya atau menggunakan nama yang
mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian dirinya), dan tidak boleh pula dengan
nama yang mengandung celaan. Seharusnya nama yang tepat adalah nama yang
menunjukkan tanda bagi seseorang saja dan bukan dimaksudkan sebagai hakikat
sifat.
Akan tetapi, dihukumi makruh jika
seseorang bernama dengan nama yang langsung menunjukkan sifat dari orang yang diberi
nama. Oleh karena itu, Nabi ﷺ pernah mengganti beberapa nama ke nama yang
benar-benar menunjukkan sifat orang tersebut. Beliau melakukan semacam itu
bukan maksud melarangnya, akan tetapi untuk maksud ikhtiyar (menunjukkan
pilihan yang lebih baik)."
[ Dinukil dari Fathul Bari, Ibnu
Hajar Al Asqolani, 10/577, Darul Marifah, 1379.]
Termasuk yang dimakruhkan adalah
nama yang disandarkan pada lafazh “ad diin” dan “al islam”.
Seperti : Muhyiddin (yang
menghidupkan agama), Nuruddin (cahaya agama), Dhiyauddin (cahaya agama),
Syamsuddin (cahaya agama), Qomaruddin (cahaya agama), Saiful Islam (pedang
Islam), Nurul Islam (cahaya Islam).
Penamaan seperti di atas
terlarang karena kebesaran kedua lafazh Islam dan Diin. Oleh karena itu
mengaitkan nama tersebut pada Islam dan Diin adalah suatu kebohongan. Ambil
misal orang yang namanya Muhyiddin, artinya orang yang menghidupkan agama.
Pertanyaannya, kapan orang tersebut menghidupkan agama?
Imam An Nawawi rahimahullah
beliau tidak suka dipanggil dengan Muhyiddin.
Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah tidak suka dipanggil Taqiyuddin (penjaga agama). Beliau berkata,
“Keluargaku sudah sering memanggilku seperti itu dan akhirnya panggilan seperti
itu tersebar luas.”[ Lihat Tasmiyatul Mawlud, hal. 54-55]
ROSULULLAH ﷺ SENDIRI TIDAK
SUKA DI PUJI DAN DI SANJUNG-SANJUNG
Rosulullah ﷺ pribadi yang tidak suka
sanjungan dan pujian, bahkan beliau melarang umatnya memuji-memuji dan
mengagung-agungkan dirinya .
Di riwayatkan dari Anas bin Malik
radhiyallau ‘anhu :
" أنَّ نَاسًا قَالُوْا : يَارَسُولُ اللَّه يَاخَيْرَنَا وَابْن َخَيْرِنَا
وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّه ﷺ : « ياأيّها النّاسُ
قُولُوا بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُم ْالشّيْطَانُ ، أنا محمدٌ
عَبْد الله وَرَسُولُه ، ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني
الله عَزّ وَجَلّ » .
Bahwa orang-orang berkata kepada
Nabi ﷺ : Ya Rosulullah , wahai
pilihan kami dan putra seorang pilihan kami , wahai sayyiduna ( tuan kami ) dan
putra sayyiduna ( putra tuan kami ) ! .
Maka Rosulullah ﷺ bersabda : " Wahai
para manusia, jagalah perkataan kalian itu, jangan sampai syeitan
menggelincirkan kalian, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak suka
kalian mengangkatku diatas kedudukanku yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan
untukku ".
( HR. Ahmad no. 12573 , 13621 ,
13596 , Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Laylah no. 248 , 249 dan Ibnu Hibban
no. 6240 . Hadits ini di sahihkan oleh Ibnu Hibban , Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari 5L179 , Syu'eib Al-Arnauth dll ).
RASULULLAH ﷺ MELARANG MEMUJI
SESEORANG DENGAN REDAKSI YANG MEMASTIKAN.
Dalam hadits Abu Bakroh di
ceritakan : ada seseorang memuji-muji seseorang lainnya di sisi Rosulullah ﷺ , maka beliau berkata
padanya :
«وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ
صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ» مِرَارًا ، ثُمَّ قَالَ : «مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَادِحًا أَخَاهُ ، لاَمَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلاَنًا وَاللهُ حَسِيبُهُ
وَلاَ أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يَعْلَمُ
ذلِكَ مِنْه».
“Celakalah kamu, kamu telah
memotong leher sahabatmu , kamu telah memotong leher sahabatmu !”. (beliau
mengatakannya berulang-berulang)
Kemudian beliau berkata : "
Jika ada di antara kalian mau memuji saudaranya yang tidak boleh tidak , maka
katakanlah : Aku kira si Fulan , dan hanya Allah lah yang membuat perkiraan
atau perhitungan terhadap segala sesuatu , dan kepada Allah aku tidak berhak
menyatakan bahwa seseorang itu bersih dan terpuji , (akan tetapi) aku kira
seseorang itu begitu dan begitu , meskipun dia tahu persis orang itu seperti
yang dia kira ". ( HR. Bukhory no. 2662, 6061 dan
Muslim no. 3000 ).
RESIKO BAGI SEORANG YANG SUKA DIPUJI DAN MEMUJI ORANG LAIN DENGAN REDAKSI
YANG MEMASTIKAN
Mencintai ketenaran dan kemuliaan merupakan penyakit yang tersembunyi
di dalam jiwa, menghancurkan hati yang hampir saja tidak menyadarinya kecuali
setelah masuk begitu mendalam, sulit dideteksi dan kerusakannya pun sulit
diperbaiki.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
كَثِيرًا مَا
يُخَالِطُ النُّفُوسَ مِنْ الشَّهَوَاتِ الْخَفِيَّةِ مَا يُفْسِدُ عَلَيْهَا
تَحْقِيقَ مَحَبَّتِهَا لِلَّهِ وَعُبُودِيَّتِهَا لَهُ وَإِخْلَاصِ دِينِهَا لَهُ
كَمَا قَالَ شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ : يَا بَقَايَا الْعَرَبِ إنَّ أَخْوَفَ مَا
أَخَافُ عَلَيْكُمْ الرِّيَاءُ وَالشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ، قِيلَ لِأَبِي دَاوُد
السجستاني : وَمَا الشَّهْوَةُ الْخَفِيَّةُ ؟ قَالَ : حُبُّ الرِّئَاسَةِ "
“Banyak syahwat tersembunyi yang bercampur dengan jiwa, akan tetapi
dengan merealisasikan cinta kepada Alloh, beribadah kepada-Nya, ikhlas dalam
beragama tidak akan mampu merusaknya, seperti halnya perkataan Syaddad bin Aus:
“Wahai sisa-sisa orang Arab, sesungguhnya yang paling aku takutkan
kepada kalian adalah riya’ dan syahwat yang tersembunyi”.
Ditanyakan kepada Abu Daud As Sajastani: “Apa yang dimaksud dengan
syahwat yang tersembunyi ?”. Dia berkata: “Cinta jadi pemimpin”. (Majmu’
Fatawa: 10/214-215)
Di antara bencana terbesar adalah mencintai ketenaran dan kemuliaan dan
berusaha mengejarnya, jiwanya ingin agar semua orang memujinya baik dalam
kebenaran maupun kebatilan.
Imam Ahmad (16460) telah meriwayatkan dari Mu’awiyah –radhiyallahu
‘anhu- bahwa dia berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
" إِيَّاكُمْ
وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ "
“Jauhilah oleh kalian saling memuji karena hal itu akan menyembelihmu”.
(Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 2674)
Al Manawi –rahimahullah- berkata:
المدحُ يورِثُ
العَجَبَ وَالكِبْرَ وَهُوَ مَهْلِكٌ كَالذَّبْحِ فَلِذَلِكَ شُبِّهَ بِهِ، قَالَ
الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: فَمَنْ صَنَعَ بِكَ مَعْرُوفًا فَإِنْ كَانَ
مِمَّنْ يُحِبُّ الشُّكْرَ وَالثَّنَاءَ فَلَا تُمَدِّحْهُ؛ لِأَنَّ قَضَاءَ
حَقِّهِ أَنْ لَا تُقَرِّهِ عَلَى الظُّلْمِ وَطَلَبَهُ لِلشُّكْرِ ظُلْمٌ،
وَإِلَّا فَأَظْهَرْ شُكْرَهُ لِيَزْدَادَ رَغْبَةً فِي الْخَيْرِ.
“Pujian itu mewarisi takjub dan sombong dan akan membinasakan seperti
sembelihan, oleh karenanya diserupakan dengannya.
Al Ghozali –rahimahullah- berkata: “Barang siapa yang telah berbuat
baik kepadamu, jika dia termasuk yang menyukai ucapan terima kasih dan pujian
maka janganlah kamu memujinya; karena yang menjadi haknya janganlah menyetujui
kedzaliman, dia meminta ucapan terima kasih dan pujian adalah kedzaliman, atau
kalau tidak maka berilah ucapan terima kasih untuk menambahnya mencintai
kebaikan”. (Faidhul Qadir: 3/167)
Oleh karenanya Ibrohim bin Adham berkata:
" مَا صَدَقَ
اللَّهُ عَبْدًا أَحَبَّ الشَّهْرَةَ ".
“Alloh tidak mempercayai seorang hamba yang mencintai ketenaran”. (Al
‘Uzlah wal Infiraad: 126)
Ibrohim An Nakho’i dan Hasan Al Bashri berkata:
" كَفَى فِتْنَةً
لِلْمَرْءِ أَنْ يُشَارَ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ فِي الدِّينِ أَوِ الدُّنْيَا إِلَّا
مَنْ عَصَمَهُ اللَّهُ".
Cukuplah fitnah bagi seseorang ketika ia ditunjuk dengan jari-jari
[terkenal] dalam urusan agama atau dunia, kecuali bagi orang yang dilindungi
oleh Allah."(Az Zuhd / karya Ibnu Sirriy: 2/442)
Demikian juga perkataan Muhairiz dalam Tarikh Damaskus (33/18).
Bisyer bin al-Haarits berkata :
«مَا اتَّقَى اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ الشُّهْرَةَ»
“Seorang hamba yang cinta popularitas , tidaklah bertaqwa kepada Allah
“. [Hilyatul Awliyaa 8/346]
Mencari ketenaran adalah tercela dalam kondisi apapun, seorang mukmin itu
sebagai orang tunduk patuh dan tawadhu’ tidak menyukai ditunjuk dengan jemari.
Di antara sarana terbesar yang akan merusak seseorang untuk sampai
kepada Rabbnya adalah: menyukai ketenaran, merasa mulia di hadapan manusia dan
kekuasaan.
Imam Tirmidzi (2376) telah meriwayatkan dan telah menshahihkannya dari
Ka’ab bin Malik berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا
فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ
لِدِينِهِ".
‘Dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas kepada kawanan kambing,
tidak lebih besar kerusakan yang dibuatnya dibandingkan dengan kerusakan pada
agama seseorang akibat ambisi terhadap harta dan kehormatan ’.
(Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 5620)
Syeikh Islam –rahimahullah- berkata:
"فَبَيَّنَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ الْحِرْصَ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ فِي فَسَادِ الدِّينِ لَا
يَنْقُصُ عَنْ فَسَادِ الذِّئْبَيْنِ الْجَائِعَيْنِ لِزَرِيبَةِ الْغَنَمِ
وَذَلِكَ بَيِّنٌ ؛ فَإِنَّ الدِّينَ السَّلِيمَ لَا يَكُونُ فِيهِ هَذَا
الْحِرْصُ وَذَلِكَ أَنَّ الْقَلْبَ إذَا ذَاقَ حَلَاوَةَ عُبُودِيَّتِهِ لِلَّهِ
وَمَحَبَّتِهِ لَهُ لَمْ يَكُنْ شَيْءٌ أَحَبَّ إلَيْهِ مِنْ ذَلِكَ حَتَّى
يُقَدِّمَهُ عَلَيْهِ وَبِذَلِكَ يُصْرَفُ عَنْ أَهْلِ الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ
السُّوءُ وَالْفَحْشَاءُ ".
“Maka Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa kegigihan mengejar harta dan kemuliaan namun disertai dengan merusak agamanya , tidak lebih kurang dengan rusaknya dua srigala yang sedang lapar masuk ke kandang kambing, hal itu begitu nyata; sungguh selamatnya agama tidak memerlukan kegigihan duniawi tersebut; karena jika hati sudah merasakan manisnya beribadah dan cinta kepada Alloh tidak ada lagi sesuatu yang lebih ia cintai hingga mengalahkan ibadahnya, oleh karena itu bagi mereka yang ikhlas akan dipalingkan dari keburukan dan kekejian”. (Majmu’ Fatawa: 10/215)
****
WALI ALLAH ADALAH ORANG YANG BERSIKAP BIJAK DAN TAWADHU'
Wali Allah itu ibadahnya dan kehidupannya betul-betul
ikhlash untuk Allah SWT semasa . Dia tidak pernah menyadari jika dirinya seorang
wali . Bahkan dia merasa ketakutan jika dirinya di klaim oleh masyarakat
sebagai wali Allah .
Namun demikian dia juga senantiasa berusaha menjaga
kehormatan dirinya dan agamanya . Dia tidak ingin jika dirinya dikenal sebagai
orang fasiq dan ahli maksiat, apalagi berkeinginan terlihat sebagai orang gila,
kotor dan dekil ; karena menjaga kehormatan dan nama baik itu termasuk darurat
yang wajib di jaga, terutama kehormatan agama , lalu kehormatan dirinya dan keluarganya,
bahkan kehormatan seluruh umat Islam.
Seorang wali Allah tidak akan pernah
merasa dirinya suci, apalagi mengklaim sebagai kekasih Allah. Yang benar adalah
sebaliknya dia selalu merasa dirinya penuh dosa. Oleh sebab itu dia senantiasa
beristighfar dan minta ampunan kepada Allah SWT. Dan dengan sebab itu , maka
dia semakin bersemangat beribadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Dan
ini semua adalh ciri dari pada kekasih Allah atau
hamba Ar-Rahman, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya dalam
surat al-Furqoon :
وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟
سَلَٰمًا (63) وَالَّذِينَ
يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا
اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا
سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67).
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) kedamaian / kesejahteraan (63).
Dan orang yang melewati malam harinya dengan bersujud dan
berdiri untuk Tuhan mereka. (64).
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami,
jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan
yang kekal.” (65)
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan
tempat kediaman. (66)
Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan
tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian. (67)
Contoh : Kisah DUA HAMBA
AR-RAHMAN atau DUA WALI ALLAH Yang Benar :
Mari kita perhatikan kisah DUA
orang saleh dari kalangan salaf yang dinyatakan do'anya mustajab, bagaimana
usaha mereka untuk menyembunyikan amal salehnya dan bagaimana sikap mereka
terhadap popularitas ? Dan Kenapa mereka tidak buka praktek Klenik “ DOA
MUSTAJAB “ ?.
Kemudian kita bandingkan dengan
diri kita masing-masing serta orang-orang zaman sekarang yang sengaja mencari
popularitas dengan ibadahnya atau keahliannya dalam kemustajaban Do’anya, yang
pada ujungnya mereka membisniskan keshalihan dan kemustajaban doanya kepada
Allah SWT.
A. Yazid bin Al-Aswad al-Jurosyi.
Beliau
adalah seorang tabii mukhodlrom, hidup sezaman dengan Nabi ﷺ namun
belum pernah bertemu. Beliau sempat menyaksikan masa-masa jahiliyah, beliau
tinggal di negeri Syam, perkampungan Zabdiin, beliau wafat pada tahun 58 H,
pada masa khilafah Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Telah berkata Abu Zur’ah Yahya
bin Abi ‘Amr:
خَرَجَ
الضَّحَّاكُ بْنُ قَيْسٍ فَاسْتَسْقَى بِالنَّاسِ وَلَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَرَوْا
سَحَابًا، فَقَالَ الضَّحَّاكُ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ؟ (وَفِي رِوَايَةِ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي جُمْلَةَ: فَقَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟
فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟
فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ يَزِيدُ بْنُ الْأَسْوَدِ الْجُرَشِيُّ؟
عَزَمْتُ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ يَسْمَعُ كَلَامِي). فَقَالَ: هَذَا أَنَا. قَالَ: قُمْ
فَاسْتَشْفِعْ لَنَا إِلَى اللَّهِ أَنْ يَسْقِيَنَا. (وَفِي رِوَايَةٍ: قُمْ يَا بَكَّاءُ!).
فَقَامَ فَعَطَفَ بُرْنُسَهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ وَحَسَرَ عَنْ ذِرَاعَيْهِ، فَقَالَ:
اللَّهُمَّ، إِنَّ عَبِيدَكَ هَؤُلَاءِ اسْتَشْفَعُوا بِي إِلَيْكَ. فَمَا دَعَا إِلَّا
ثَلَاثًا حَتَّى أُمْطِرُوا مَطَرًا كَادُوا يُغْرَقُونَ مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ،
إِنَّ هَذَا شَهَّرَنِي فَأَرِحْنِي مِنْهُ. فَمَا أَتَتْ بَعْدَ ذَلِكَ جُمُعَةٌ حَتَّى
مَاتَ. (وَفِي رِوَايَةٍ: قُتِلَ).
"
Ad-Dlohhak bin Qois keluar bersama orang-orang untuk sholat istisqo (sholat
untuk minta hujan), namun hujan tak kunjung datang, dan mereka tidak melihat
adanya awan.
Maka beliau bertanya: "
Dimana Yazid bin Al-Aswad ? "
(Dalam riwayat yang lain: Maka
tidak seorangpun yang menjawabnya, kemudian dia berkata: " Dimana Yazid
bin Al-Aswad ?, Aku tegaskan padanya jika dia mendengar perkataanku ini
hendaknya dia berdiri! ").
Maka berkata Yazid:”Saya di
sini!”,
Berkata Ad-Dlohhak: ”Berdirilah!,
mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami!”
(Dalam riwayat yang lain:
Berdirilah, wahai tukang nangis!).
Maka Yazid pun berdiri dan
menundukan kepalanya diantara dua bahunya, dan menyingsingkan lengan banju
burnus nya lalu berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya para hambaMu memintaku untuk
berdoa kepadaMu”.
Lalu tidaklah dia berdoa kecuali
tiga kali kecuali langsung turunlah hujan yang deras sekali, hingga hampir saja
mereka tenggelam karenanya.
Kemudian dia berkata: ”Ya Allah,
sesungguhnya hal ini telah membuatku menjadi tersohor, maka istirahatkanlah aku
dari ketenaran ini ”, dan tidak berselang lama yaitu seminggu kemudian diapun
meninggal.”
Kisah ini diriwayatkan Ibnu
Asakir di Tarikh Damaskus 65/112, Dzahabi di Siyar A'lam Nubala 4/137 dan Ibnul
Jauzy di Sofwatus Shofwah 4/202. Kisah ini di sahihkan sanadnya oleh Al-Bany
dalam kitab Tawassul hal. 42.
B. Uwais
bin 'Amir Al-Qorni.
Beliau
adalah penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, beliau seorang Tabii
mukhodlrom, hidup sezaman dengan Nabi ﷺ
tapi belum pernah ketemu.
Disebutkan bahwasanya ia
meninggal bersama Ali bin Abi Tholib dalam perang siffin (Baca: Al-Minhaj
16/94, Faidhul Qodir 3/451), sebagaimana perkataan Yahya bin Ma’in, “Uwais
terbunuh dihadapan Amirul mukminin Ali bin Abi Tholib tatkala perang Siffin”
(Al-Mustadrok 3/455 no 5716).
Nabi ﷺ menyebutkan tentang keutamaan
Uwais, padahal beliau ﷺ belum
pernah bertemu dengannya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1968 no 2542) dari Umar bin
Al-Khotthob ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
» إنَّ خَيْرَ
التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ: أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَة.. »
"Sebaik-baik
tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang
ibu…".
Berkata An-Nawawi:
“Ini jelas menunjukan bahwa Uwais
adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang
lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”, maka
jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik
dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir, hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan
bukan pada keafdolan di sisi Allah” (Al-Minhaj 16/95)
Imam Muslim dalam Sahihnya no.
2542 meriwayatkan dari Usair bin Jabir, dia berkata:
كَانَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ:
أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ
بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ؟ قَالَ: نَعَمْ،
قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ،
قَالَ: لَكَ وَالِدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:
يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ،
ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، وَكَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ،
لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ
اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَاسْتَغْفِرْ لِي، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ،
فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: الْكُوفَةَ، قَالَ: أَلَا أَكْتُبُ لَكَ
إِلَى عَامِلِهَا؟ قَالَ: أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ.
فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ
الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ، فَوَافَقَ عُمَرَ، فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ،
قَالَ: تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ، قَلِيلَ الْمَتَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
ﷺ يَقُولُ: يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ،
مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ
دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ،
فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ.
فَأَتَى أُوَيْسًا، فَقَالَ:
اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ
لِي، قَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ
لِي! قَالَ: لَقِيتَ عُمَرَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ،
فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ. قَالَ أُسَيْرٌ: وَكَسَوْتُهُ بُرْدَةً، فَكَانَ كُلَّمَا
رَآهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: مِنْ أَيْنَ لِأُوَيْسٍ هَذِهِ الْبُرْدَةُ؟
“ Telah
ada Umar bin Al-Khotthob jika datang kepadanya amdad (pasukan perang penolong
yang datang untuk membantu pasukan kaum muslilimin dalam peperangan) dari
negeri Yaman maka Umar bertanya kepada mereka: “Apakah ada diantara kalian
Uwais bin ‘Amir ?”.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan
Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”.
Dia menjawab: “Iya”.
Umar berkata, “Apakah engkau
berasal dari Murod, kemudian dari Qoron ?”. Ia menjawab: “Benar”.
Umar berkata, “Engkau dahulu
terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran
dirham?”. Ia menjawab: “Benar”.
Umar berkata, “Engkau memiliki
ibu?”. Ia menjawab, “Iya”.
Umar berkata, “Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda,
((Akan datang kepada kalian Uwais
bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari
kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian
sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti
kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan
nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu
untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)) ".
Lalu Umar berkata: " oleh
karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku!".
Maka Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar. Lalu Umar bertanya
kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”.
Ia menjawab: “Ke Kufah (Irak)”.
Umar berkata, “Maukah aku
tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”.
Ia menjawab: “Aku berada diantara
orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.
Pada tahun depannya datang
seseorang dari pemuka mereka (pemuka penduduk Yaman) dan ia bertemu dengan
Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais.
Orang itu berkata: “Aku meninggalkannya
dalam keadaan miskin dan sedikit harta”.
Umar berkata, “Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda:
((Akan datang kepada kalian Uwais
bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari
kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian
sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti
kepada ibunya itu, seandainya ia (berdoa kepada Allah dengan) bersumpah dengan
nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu
untuk agar ia meohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah)).
Maka orang itupun mendatangi
Uwais dan berkata kepadanya: “ Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”.
Uwais berkata: “Engkau ini baru
saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon
ampunan kepada Allah untukku”,
Orang itu berkata: “ Mohonlah
ampunan kepada Allah untukku”.
Uwais berkata: “Engkau ini baru
saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon
ampunan kepada Allah untukku”.
Orang itu berkata, “Engkau
bertemu dengan Umar?”.
Uwais menjawab: “Iya”.
Orang itu berkata: “Mohon
ampunlah kepada Allah untuk Umar”.
Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi dengan Uweis. Lalu Uweis pun
pergi (menyembunyikan diri).
Usair berkata: " Aku
memberinya kain Burdah untuk menutupi tubuhnya. Maka setiap ada orang yang
melihatnya ia berkata: Dari manakah Uwais memperoleh burdah itu?".
Dalam riwayat Al-Hakim
(Al-Mustadrok 3/456 no 5720) :
قَالَ:
مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا. قَالَ: وَمَا هُنَّ؟
قَالَ: لَا تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ، وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا
مِنَ النَّاسِ، وَنَسِيَ الثَّالِثَةَ.
Uwais
berkata: “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau
melakukan untukku tiga perkara”. Ia berkata, “Apa itu?”.
Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini, janganlah engkau
memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu”.
Dan Usair (perowi) lupa yang ketiga.
Dalam Musnad Ibnul Mubarok 1/19
no. 34:
"فَلَمَّا
فَشَا الْحَدِيثُ هَرَبَ فَذَهَبَ".
“Tatkala
tersebar berita (perkataan Umar tentang Uwais) maka iapun lari dan pergi
sembunyi ”, yaitu karena orang-orang pada berdatangan memintanya untuk
beristigfar kepada Allah bagi mereka sebagaimana dalam musnad Abu Ya’la
Al-Maushili (1/188)
Dalam Tarikh Dimashqi karya Ibnu
Asaakir 9/443:
« لَمَّا
لَقِيَهُ وَظَهَرَ عَلَيْهِ هَرَبَ فَمَا رُئِيَ حَتَّى مَاتَ ». قَالَ أَبُو مُحَمَّدِ
بْنُ صَاعِدٍ: أَسَانِيدُ أَحَادِيثِ أُوَيْسٍ صِحَاحٌ، رَوَاهَا الثِّقَاتُ عَنِ الثِّقَاتِ،
وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْهَا.
"
Setelah Umar menemuinya, dan beritanya muncul dipermukaan, iapun kabur dan
tidak pernah kelihatan lagi hingga ia wafat ".
Abu Muhammad bin Shaid berkata:
" semua sanad hadits Uwais adalah sahih, para perawin tsiqoot telah
meriwayatkannya dari para perawi tsiqoot juga ". (Lihat: Tarikh Dimashqi
karya Ibnu Asaakir 9/443).
Kesimpulan:
1.
Rosulullah ﷺ menyatakan
bahwa Uwais adalah sebaik-baiknya Tabiin, artinya beliau mengakui akan
kesalihannya.
2.
Rosulullah ﷺ mengkabarkan
bahwa doa Uwais mustajab, sabda beliau ini umum artinya doa apa saja, akan
tetapi beliau menyuruh Umar RA jika bertemu dengannya hanya dianjurkan agar ia
memintakan ampunan kepada Allah untuknya.
3.
Dan Umar pun
melakukannnya sesuai pesan Nabi SAW, yaitu hanya memintakan ampunan. Begitu
pula yang dilakukan oleh selain Umar setelah mendengar informasi darinya.
4.
Tidak ada
riwayat yang menyebutkan ada seseorang yang minta didoakan selain ampunan.
5.
Keikhlasan Uwais
dalam beribadah kepada Allah ﷺ tidak ada
manusia yang mengetahuinya kecuali Rosulullah ﷺ setelah
Allah SWT mewahyukan padanya.
6.
Uwais kabur dan
menyembunyikan diri ketika dirinya mulai di kenal dan orang-orang mulai
berdatangan karena ingin didoakan ampunan kepada Allah.
7.
Uwais tidak suka
popularitas karena itu akan merusak keikhlasannya dalam beribadah kepadaNya.
Maka orang yang betul-betul ikhlas membenci popularitas.
Dengan
kisah dua orang saleh di atas semoga bisa di jadikan teladan bagi kita semua di
dalam mengikhlaskan amal saleh kita, dan semoga kita semua di beri oleh Allah
Ta'ala kekuatan dan kemampuan dalam menapak tilasinya. Amiiin!
===***====
JANGAN IKUT-IKUTAN HANYA KARENA KEBANYAKAN MANUSIA MELAKUKANNYA!
Kita
hanya boleh bertafaul (harapan baik) dengan melihat tanda-tanda yang nampak,
kemudian berharap kepada Allah Azza wa Jallaa semoga saja orang itu adalah
penguni syurga. Meskipun banyak orang yang mengklaim bahwa dia adalah seorang
wali yang dipastikan sebagai penghuni syurga, maka tetap saja kita tidak boleh
meyakininya dan mempercayainya jika tidak ada keterangan dari Allah dan
Rasul-Nya.
Dalam perkara ghaib kita harus
berpegang teguh kapada keterangan dari Allah dan Rosul-Nya, jangan mengikiuti
kebanyakan keyakinan manusia yang tidak ada dasarnya yang sahih dan benar.
Allah Azza wa Jallaa berfirman:
{وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ}
"
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (kepada
Allah)". (QS. Al-An'am: 116).
====****====
TERMASUK PERBUATAN SYIRIK, MENGKLAIM DIRINYA AHLI SYURGA
Berikut ini kisah dalam surat
al-Kahfi, tentang seseorang yang merasa dirinya hebat dan penuh kesuksesan hingga
dia mengklaim bahwa usahanya tidak akan pernah bangkrut dan dia memastikan jika
dirinya mati, maka bisa dipastikan akan mendapatkan tempat di syurga yang lebih
baik.
Berikut ini kisahnya dalam surat
al-Kahfi :
﴿۞ وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا
رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا
بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا﴾
Dan berikanlah kepada mereka
sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara
keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu
dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.
[Kahf: 32]
﴿كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ
أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا﴾
Kedua buah kebun itu menghasilkan
buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai
di celah-celah kedua kebun itu, [Kahf: 33]
﴿وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ
لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا﴾
dan dia mempunyai kekayaan besar,
maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia:
"Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih
kuat" [Kahf: 34]
﴿وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ
ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا ﴾
Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim
terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan
binasa selama-lamanya, [Kahf: 35]
﴿وَمَا
أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا
مِّنْهَا مُنقَلَبًا﴾
dan aku tidak mengira hari kiamat
itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku
akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".
[Kahf: 36]
﴿قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ
يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ
سَوَّاكَ رَجُلًا﴾
Kawannya berkata kepadanya --
sedang dia bercakap-cakap dengannya -- : "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan)
yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan
kamu seorang laki-laki yang sempurna? [Kahf: 37]
﴿لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ
رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا﴾
Tetapi aku (percaya bahwa):
Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan
Tuhanku. [Kahf: 38]
﴿وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ
جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا
أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا﴾
Dan mengapa kamu tidak mengatakan
waktu kamu memasuki kebunmu "maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah
(sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal
harta dan keturunan, [Kahf: 39]
﴿فَعَسَىٰ رَبِّي أَن يُؤْتِيَنِ
خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ
صَعِيدًا زَلَقًا﴾
maka mudah-mudahan Tuhanku, akan
memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini); dan
mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu;
hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; [Kahf: 40]
﴿أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا
فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا﴾
atau airnya menjadi surut ke
dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi". [Kahf:
41]
﴿وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ
يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا
وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا﴾
Dan harta kekayaannya
dibinasakan; lalu ia membulak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal)
terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh
bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak
mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku". [Kahf: 42]
﴿وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ
يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا﴾
Dan tidak ada bagi dia
segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak
dapat membela dirinya. [Kahf: 43]
0 Komentar