Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MENENTUKAN TEMPAT ITU MUSTAJAB DAN KRAMAT

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NADI AL-ISLAM

*****

﴿بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾

DAFTAR ISI:

  • DALAM BIBLE (kitab INJIL dan TAURET) DAN SYARIAT ISLAM TENTANG PENGKRAMATAN PEPOHONAN DAN KUBURAN
  • PERBANDINGAN ANTARA TEMPAT-TEMPAT KRAMAT DENGAN PADANG ARAFAH, AL-HIJR, BUKIT TSUR DAN GUNUNG UHUD:
  • HUKUM NYEPI ATAU I'TIKAF DI TEMPAT KRAMAT:
  • HUKUM MENENTUKAN BAHWA LOKASI DAN TEMPAT INI ADALAH MUSTAJAB DAN KRAMAT
  • SARANA MUSTAJAB YANG SYAR’I
  • MENGKLAIM TEMPAT MUSTAJAB TANPA DALIL ADALAH DUSTA TERHADAP ALLAH DAN KEDZALIMAN
  • JANGAN MENGIKUTI KEBANYAKAN ORANG YANG MENGIKUTI HAWA NAFSU!:

﴿بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾

DALAM BIBLE (kitab INJIL dan TAURET) DAN SYARIAT ISLAM TENTANG PENGKRAMATAN PEPOHONAN DAN KUBURAN

Dalam BIBEL (kitab INJIL dan TAURET) hingga edisi sekarang masih terdapat larangan pengkramatan pepohonan, menghiasi kuburan dan mendirikan bangunan diatasnya, berikut ini nash-nashnya:

POHON KRAMAT dalam kitab BIBLE (kitab INJIL dan TAURET):

[Yes; 1:29] “Sungguh, kamu akan mendapat malu a karena pohon-pohon keramat b yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman c dewa yang kamu pilih”.

[Yes 57:5] “hai orang-orang yang terbakar oleh hawa nafsu dekat pohon-pohon keramat, z di bawah setiap pohon yang rimbun, a hai orang-orang yang menyembelih anak-anak b di lembah-lembah, di dalam celah-celah bukit batu”.

PENGKRAMATAN KUBURAN ORANG SHALEH dalam BIBLE:

  • [Mat 23:29] Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi p dan memperindah tugu orang-orang saleh.
  • [2Raj 23:17] Ia berkata: "Apakah tanda keramat yang kulihat ini?" Lalu orang-orang di kota itu menjawab dia: "Itulah kuburan abdi Allah yang sudah datang dari Yehuda dan yang telah menyerukan segala hal yang telah kaulakukan terhadap mezbah Betel ini!”.(Mezbah: bangunan di atas kuburan)
  • [Ul 12:3] Mezbah mereka kamu harus robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, t tiang-tiang berhala u mereka kamu bakar v habis, patung-patung allah mereka kamu hancurkan, dan nama w mereka kamu hapuskan dari tempat itu.
  • [Ul 7:5] Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka: mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis.
  • [Yeh 6:13] Dan kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, tatkala orang-orang mereka yang terbunuh berebahan di tengah-tengah berhala-berhala p mereka keliling mezbah-mezbahnya, di atas setiap bukit yang tinggi dan di atas semua puncak-puncak gunung, di bawah setiap pohon yang rimbun dan setiap pohon keramat q yang penuh cabang-cabang, di tempat mana mereka membawa korban persembahan yang harum bagi semua berhala-berhala r mereka.

Subhanallah, dalam hal ini coba kita bandingkan dengan Syariat Islam! ternyata mirip dan kandungannya sama.

Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Namlah Al-Anshory RA dari bapaknya:

"Suatu ketika bapaknya berada di sisi Rosulullah SAW dan di samping beliau terdapat seseorang dari kalangan Yahudi, tiba-tiba ada jenazah lewat, lalu dia bertanya: Hai Muhammad, apakah jenazah ini berbicara?

Maka Nabi SAW menjawab: “Allahu a'lam (Allah yang lebih tahu).

Lalu si yahudi berkata: “Sesungguhnya dia berbicara". 

Maka Rosulullah SAW bersabda:

مَا حَدَّثَكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَلاَ تُصَدِّقُوهُمْ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ فَإِنْ كَانَ بَاطِلاً لَمْ تُصَدِّقُوهُ وَإِنْ كَانَ حَقًّا لَمْ تُكَذِّبُوهُ.

“Apa-apa yang Ahul Kitab ceritakan pada kalian, maka janganlah kalian membenarkannya dan jangan pula kalian mendustakannya, akan tetapi katakanlah: Kami beriman kepada Allah dan Rosul-Nya. Karena jika cerita itu batil, maka kalian tidak membenarkannya, dan jika cerita itu benar, maka kalian tidak mendustakannya".

(HR. Imam Ahmad no. 4/136, Abu Daud no. 3646 dan Abdurrozzaaq no. 10160. Hadits ini di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albaani. Di sanadnya terdapat Ibnu Abi Namlah hanya dikukuhkan oleh Ibnu Hibban bahwa dia dipercaya).

Dari Abdullah bin 'Amr bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Sampaikanlah oleh kalian dariku walaupun satu ayat saja dan ceritakanlah oleh kalian dari (riwayat) Bani Israil dan itu tidak mengapa. Dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka." [HR. Bukhori no. 3461]

Jika benar adanya keterangan BIBEL tadi, maka dengan demikian mereka orang-orang Yahudi dan Kristen telah menyalahi kitab mereka. Dan yang demikian itu tidaklah mustahil akan menimpa kepada umat Islam, seperti yang di sinyalir oleh Rosulullah SAW.

Dalam hadits Abu Said Al-Khudry, Rosulullah SAW bersabda:

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ”.قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى. قَالَ: “فَمَنْ.

“Sungguh kalian akan menapak tilasi jejak-jejak (sunah-sunah) orang-orang dahulu sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga ketika mereka memasuki lubang biawak, kalian mengikutinya”.Kami bertanya: Wahai Rosulullah, orang-orang Yahudi dan Kristen? Beliau menjawab: “Kemudian siapa lagi?”.(HR. Bukhory no. 3456, 7320 dan Muslim no. 2669).

Dari Abi Waqid al-Laytsy berkata:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكُفَّارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سِوَاهُمْ مِنَ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا ‌ذَاتَ ‌أَنْوَاطٍ، ‌يَأْتُونَهَا ‌كُلَّ ‌عَامٍ، ‌فَيُعَلِّقُونَ ‌بِهَا ‌أَسْلِحَتَهُمْ، ‌ويُرِيحُونَ ‌تَحْتَهَا، وَيَعْكُفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً، فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنَبَاتِ الطَّرِيقِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ: “اللهُ أَكْبَرُ، قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى: {اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ} [الأعراف: 138] الْآيَةَ، لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ "

Kami telah keluar bersama Rosulullah SAW ke Hunain (untuk berperang), sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan (baru masuk Islam). Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa, yang di sebut " DZATU ANWATH”.

Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun, maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tsb, dan mereka beristirahat di bawahnya sambil BERI’TIKAF (NYEPI) kepadanya selama satu hari.

Pada saat kami melintas bersama Rosulullah SAW dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar, maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan.

Dan kami berkata: "Ya Rosulullah, bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH”.

Maka beliau terperanjat seraya berkata: “Allahu Akbar!! kalian telah mengatakan nya, demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya, persis seperti yang di katakan kaum Musa:

 اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ

((Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka (orang-orang kafir) memiliki sesembahan-sesembahan ….)) [QS. Al-A'raf: 138].

Kemudian beliau SAW bersabda:

“Sungguh kalian benar-benar akan menapak tilasi jejak-jejak (sunah-sunah) umat sebelum kalian”.

(HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3290. Imam Thurmudzi berkata: “Ini hadits Hasan Sahih)

Allah Azza wa Jallaa berfirman tentang mereka:

 وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا.

“Dan mereka berkata: Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr.

Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan”.(QS. Nuh: 23).

Telah ada ketetapan riwayat dalam sahih Bukhori no. 4920, serta dalam kitab-kitab tafsir, kitab kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf, mereka berkata tentang tafsir ayat di atas:

هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً.

“Nama-nama tsb adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh Alaihissalaam, ketika orang-orang itu mati, mereka melakukan i'tikaf (nyepi) terhadap kuburan-kuburannya, lalu mereka menggambar rupa-rupa mereka, kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya. Dan berhala-berhala itu kemudian tersebar ke kabilah-kabilah arab”.

Ibnu Abbas dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tsb satu persatu”.

(Lihat: Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363, Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

قبر إبراهيم الخليل: لم يكن في الصحابة ولا التابعين لهم بإحسان من يأتيه للصلاة عنده، ولا الدعاء ولا كانوا يقصدونه للزيارة أصلا

“Kuburan Ibrahim al-Khalil: Para sahabat dan para tabi’in (para pengikut sahabat) dengan baik, tidak ada yang mendatangi makam Nabi Ibrahim untuk berdoa dan berdoa di sisinya, dan sama sekali mereka tidak jaja punya jun bersen.” (Iqtidha' Shirathil Mustaqim, 2:823)

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, beliau berkata,

لا يجوز للمسلم تتبع آثار الأنبياء ليصلي فيها أو ليبني عليها مساجد ؛ لأن ذلك من وسائل الشرك ، ولهذا كان عمر رضي الله عنه ينهى الناس عن ذلك ويقول: (إنما هلك من كان قبلكم بتتبعهم آثار أنبيائهم) ، وقطع رضي الله عنه الشجرة التي في الحديبية التي بويع النبي صلى الله عليه وسلم تحتها ؛ لما رأى بعض الناس يذهبون إليها ويصلون تحتها ؛ حسما لوسائل الشرك ، وتحذيرا للأمة من البدع

“Tidak boleh atas setiap muslim melakukan napak tilas jejak peninggalan para Nabi dengan tujuan untuk shalat di tempat tersebut atau membangun masjid di atasnya, karena hal itu adalah sarana menuju kemusyrikan. Oleh karena itu, ‘Umar bin Khaththab RA melarang manusia untuk melakukan hal itu dengan mengatakan,

“Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah karena mereka napak tilas peninggalan para Nabi mereka.”

‘Umar juga menebang pohon, yang Nabi SAW berbaiat di bawah pohon tersebut, ketika beliau melihat sebagian manusia sengaja pergi ke sana dan shalat di bawahnya. Hal ini adalah dalam rangka memangkas sarana menuju syirik dan memperingatkan umat dari (bahaya) bid’ah.” (Majmu’ Fataawa Ibnu Baaz, 8: 323)

PERBANDINGAN ANTARA TEMPAT-TEMPAT KRAMAT DENGAN PADANG ARAFAH, AL-HIJR, BUKIT TSUR DAN GUNUNG UHUD:

Kalau kita telusuri sabda-sabda Rosulullah SAW, akan kita temukan bahwa beliau hampir tidak pernah berbicara dengan jelas dan sharih tentang tempat-tempat mustajab, apalagi tempat yang di kramatkan. Kecuali jika penyebutan tempat tersebut di kaitkan dengan waktu tertentu dan ibadah tertentu seperti doa di Padang Arafah di hari Arafah bagi yang wuquf di Arafah.

Berikut ini contoh tempat-tempat yang istimewa, namun Nabi SAW SBB:

PADANG ARAFAH

Rosulullah SAW bersabda tentang kemustajaban doa bagi orang yang sedang behaji saat berwuquf di padang Arafah di hari Arafah:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

“Sebaik-baiknya doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baiknya doa yang aku dan para nabi sebelumku ucapakan adalah: Tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak di sembah kecuali Allah, tidak ada sekutu baginya, dan baginya seluruh kekuasan serta segala pujian, dan Dia berkuasa terhadap segala sesuatu”.(HR. Turmudzi no. 3538. Di hasankan oleh Syeikh Al-Albaani).

Selain hari Arafah, Rosulullah SAW tidak pernah mengatakan bahwa padang Arafah itu mustajab, padahal Arafah itu telah di ketahui akan keutamaannya semenjak zaman nabi Adam Alaihisslaam, dan semua para nabi pasti pernah menjejakkan kakinya di atas tanah Arafah tsb, apalagi orang-orang saleh dan para wali. Apa tidak sebaiknya jika Rosulullah SAW menjadikannya sebagai tapakan kramat atau pesarean? Jawabannya pasti tidak masuk akal jika beliau melakukannya, hanya pengikut hawa saja yang mau melakukannya.

PERKAMPUNGAN AL-HIJR

Ketika Rosulullah SAW melintasi puing-puing perkampungan umat nabi Soleh, beliau memerintahkan para sahabatnya agar mempercepat jalannya, bukannya menyuruh mencari kuburan nabi Saleh atau tapakannnya.

Dalam hadits yang diriwayatkan Ubay bin Ka'ab
t bahwa Rosulullah SAW melintasi (perkampungan) AL-HIJR di lembah Tsamud, maka beliau berkata:

أَسْرِعُوا السَّيْرَ ، وَلاَ تَنْزِلُوا بِهَذِهِ الْقَرْيَةِ الْمُهْلَكِ أَهْلُهَا.

“Percepatlah jalannya, dan janganlah kalian singgah di desa ini yang penduduknya pernah di binasakan”.

(Hadist ini di sebutkan Al-Busyeiry dalam kitab Ittihaf Khiyaratul Maharoh 2/517 no. 2017, dan dia berkata: Ahmad bin Manii' meriwayatkannya dengan sanad yang sahih).

BUKIT ATH-THUUR [الطُّوْرُ]

Diriwayatkan oleh Umar bin Abdurrahman bin Al-Harits, dia mengatakan:

“Bahwa Abu Bashroh Al-Ghifaary berjumpa dengan Abu Hurairah yang baru pulang dari Ath-Thur (gunung di lembah Sinai tempat Nabi Musa menerima kitab Taurat dan saat itu Allah SWT berbicara langsung kepadanya).

Maka bertanyalah Abu Bashrah kepada Abu Hurairah: “Dari mana kamu datang?”.

Dia menjawab: “Dari Ath-Thur, dan aku sholat di sana”.

Lalu Abu Bashrah berkata: “Kalau seandainya aku ketemu kamu sebelum berangkat, kamu pasti tidak jadi berangkat, karena sesungguhnya aku telah mendengar Rosulullah SAW bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ, وَمَسْجِدِي هَذَا, وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan kecuali menuju ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha ".

(HR. Imam Ahmad 39/270 no. 23850. Hadits ini sanadnya Sahih)

Di sini Abu Hurairah mendapat teguran Abu Bashrah yang sama-sama sahabat Nabi SAW, dan Abu Hurairah
t menerimanya setelah mendengar sabda Nabi SAWtadi, bahkan setelah itu Abu Hurairah ikut meriwayatkan hadist tsb.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari 3/78 berkata:

“Maka menunjukkan bahwa Abu Bashrah memahami makna hadits tsb adalah umum atau menyeluruh, yang demikian itu di benarkan oleh Abu Hurairah”.

Di riwayatkan pula dari Qoza'ah, dia berkata:

سألت ابن عمر: آتي الطور؟ فقال: “دع الطور ولا تأتها! وقال: لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد.

Aku bertanya kepada Ibnu Umar RA: Bolehkah aku mendatangi Ath-Thur? beliau menjawab: “Tinggalkan Ath-Thur itu, dan janganlah kamu mendatanginya! " lalu dia berkata: “Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan kecuali menuju ke tiga masjid”.

Atsar ini di riwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf nya 2/374 no. 7621 dan Al-Azroqy dalam kitabnya Akhbar Makkah hal. 304. Dan sanadnya di sahihkan oleh Al-Albaani dalam kitab Tahdzirus Saajid ha. 139. Dan perawi yang bernama Qoza'ah adalah Ibnu Yahya Al-Bashry, dan dia adalah Tsiqoh (dipercaya) seperti yang dikatakan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab At-Taqrib hal. 801.

Begitulah amalan para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin, mereka tidak pernah melakukan bepergian ke tempat-tempat yang dianggap kramat.

Padahal bukit Thur Sinai ini sangat terkenal semenjak zaman Musa hingga zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan Allah SWT berkali-kali mengisyaratkan dan menyebutkannya dalam Al-Quran, diantaranya.

 فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى. وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa, Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu (sandalmu); sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). (QS. Thoha: 11-13).

Dalam surat lain jelas-jelas di sebutkan namanya:

 فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (29) فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (30)

Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng (bukit) Ath-Thur, ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan". Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-Qoshosh: 29-30).

Bahkan Allah SWT telah bersumpah dengan menyebutkan Ath-Thur ini, dalam surat At-Tiin Allah berfirman:

 وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الأمِينِ (3)

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Thur Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman”.(QS. At-Tiin: 1- 3)

Dengan ayat-ayat diatas, maka tidak di ragukan lagi akan keistimewaan lembah Sinai tsb yang mana di sana terdapat bukit Ath-Thuur, dengan tegas Allah SWT menyatakannya sebagai tempat yang di sucikan dan di berkahi, bahkan Nabi Musa diperintahkan untuk mencopot kedua sandalnya.

Namun demikian Nabi SAW tidak mengunjunginya, tidak menjadikannya pesarean dan tempat kramat, bahkan tidak pernah menyuruh para sahabat-sahabatnya untuk menziarahinya apalagi menyuruh nyepi atau I'tikaf di dalamnya.

Ini adalah sebuah pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang punya hati nurani, sesuai yang Allah firmankan:

 إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ (37)

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya ".(QS. Qoof: 37).

GUNUNG UHUD

Gunung Uhud adalah nama salah satu gunung yang ada di Madinah, gunung yang paling terpanjang di sana. Gunung tsb banyak memiliki keistimewaan dan nilai-nilai sejarah.

Imam Bukhori no. 2889, 4422 dan Imam Muslim no. 1393, 1392 dalam sahihnya meriwayatkan dari Anas bin Malik dan Abu Humeid bahwa Nabi SAW ketika melihat gunung Uhud berkata:

وَهَذَا أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ.

“Dan ini adalah Uhud, gunung yang mencintai kami, dan kami pun mencintainya ".

Di lereng gunung Uhud pernah di jadikan lokasi pertempuran antara pasukan kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rosulullah SAW melawan kaum musyrikin Qureish, yang kemudian di kenal dengan perang Uhud.

Dalam peperangan tsb telah gugur sebagai syuhada dari pasukan kaum muslimin tujuh puluh sahabat Nabi SAW termasuk diantaranya adalah paman kesayangan Nabi SAW Hamzah bib Abdul Mutholib, dan saat itu pula beliau sempat terluka. Mereka para suhada Uhud telah di jamin masuk syurga atas kesaksian Allah dan Rosulnya, dan di sana pula para syuhada Uhud di makamkan.

Tidak ada keraguan sedikit pun bagi umat Islam akan keutamaan gunung Uhud tsb, bahkan mencintai gunung Uhud termasuk yang di syariatkan, namun demikian adakah Rosulullah SAW dan para sahabatnya bertabarruk dengannya atau mendirikan tempat-tempat pesarean di sekitar para syuhada Uhud?

Gunung Uhud adalah salah satu gunung yang akan ada di syurga kelak, Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 7/378 berkata:

ثبت في حديث أبي عبس بن جبر مرفوعا جبل أحد يحبنا ونحبه وهو من جبال الجنة أخرجه أحمد ولا مانع في جانب البلد من إمكان المحبة منه كما جاز التسبيح منها وقد خاطبه صلى الله عليه وسلم مخاطبة من يعقل فقال لما اضطرب: “اسكن أحد الحديث.

((Telah ada ketetapan (validasi) dalam hadits Abu Abs bin Jabr hadits marfu' (dari sabda Rosulullah SAW):

“Gunung Uhud mencintai kami, dan kami mencintainya, dan ia termasuk dari gunung-gunung yang ada di syurga”.

Hadits tsb di riwayatkan Imam Ahmad.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan adanya rasa cinta yang datang dari sisi sebuah daerah, seperti halnya ucapan tasbih darinya, dan sungguh Nabi SAW telah berbicara kepada Uhud seperti pembicaraanya terhadap orang yang berakal, maka beliau pernah berkata kepada Uhud ketika ia bergetar: “Tenanglah Uhud!”.Al-hadits)).

Yang di maksud Al-Hafidz Ibnu Hajar adalah hadits Anas rodliyallahu 'anhu, dia berkata:

صَعِدَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أُحُدًا وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ فَرَجَفَ وَقَالَ: اسْكُنْ أُحُدُ!-أَظُنُّهُ ضَرَبَهُ بِرِجْلِهِ-فَلَيْسَ عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ.

Nabi SAW beserta Abu Bakar, Umar dan Utsman rodliyallahu 'anhum mendaki gunung Uhud, maka ia bergetar, lalu beliau berkata: “Tenanglah Uhud! – aku mengira beliau sambil menjejakkan kakinya – jangan kau lakukan itu karena ada Nabi, Shiddiq dan dua orang (calon mati) syahid”.(HR. Imam Bukhory no. 3699).

Dengan demikian sudah bisa dipastikan jika kedudukan gunung Uhud di sisi Allah Azza wa Jallaa jauh lebih mulia dari pada gunung Merapi, Kemukus, Kawi dan gunung Sembung.

HUKUM NYEPI ATAU I'TIKAF DI TEMPAT KRAMAT

Yang di maksud dengan Nyepi atau I'tikaf di sini adalah berdiam diri di sebuah tempat sebagai bentuk pengabdian dan kepatuhan kepada yang ghaib atau karena mengharapkan sesuatu darinya.

Definisi I'tikaf dalam Madzhab Syafii adalah: berdiam dirinya seorang muslim atau muslimah yang sehat akalnya dalam kondisi suci dari hadats besar di dalam masjid karena Allah Azza wa Jalla”.

Ibadah I'tikaf hukumnya sunnah muakkadah (Sunnah yang di tekankan). Dan terdiri dari empat rukun:

Rukun pertama:

Berdiam diri. Sedikitnya seukuran Thuma'ninah dalam shalat, maka jika seseorang bernadzar I'tikaf maka wajib atasnya berdiam diri di masjid seukuran Thuma'ninah dalam shalat, akan tetapi di sunnahkan beri'tikaf seharian karena Rosulullah SAW dan para sahabatnya dalam beritikaf tidak pernah kurang dari sehari.

Dan di anjurkan setiap masuk masjid berniat I'tikaf di dalamnya.

Apakah disyaratkan berpuasa dalam beri'tikaf?

Madzhab Syafii tidak mensyaratkan harus berpuasa dalam beritikaf, lain halnya dengan madzhab Hanafi yang mensyaratkannya, maka menurutnya minimal waktu I'tikaf di sesuaikan dengan masa waktu puasa.

Maka dalam madzhab Syafii ada dua macam I'tikaf: I'tikaf dengan berpuasa dan I'tikaf tanpa puasa, sementara madzhab Hanafi hanya ada satu macam I'tikaf yaitu I'tikaf harus dengan berpuasa.

Rukun kedua:

Beniat untuk I'tikaf semenjak awal, sama seperti shalat.

Rukun ketiga:

Orang yang beritikaf harus seorang muslim berakal dan dalam kondisi halal, tidak sedang junub, haidl dan nifas.

Rukun keempat:

Tempat I'tikaf. Yaitu di masjid, maka tidak sah di selain masjid, termasuk I'tikaf di musholla yang telah di sediakan di rumah-rumah, karena yang seperti itu tidak bisa di katakan masjid secara hakikat, maka tidak sah I'tikaf di dalam musholla –musholla tsb.

Bolehkah I'tikaf di masjid yang tidak digunakan sholat jum'at?

Menurut madzhab Syafii semua masjid boleh untuk beri'tikaf, namun yang lebih utama di masjid jami', kecuali mesjid yang di rumah-rumah maka tidak boleh beri'tikaf di dalamnya.
Berbeda dengan madzhab Imam Az-Zuhry yang berpendapat tidak boleh beri'tikaf di selain masjid jami'. Pendapat ini sesuai dengan yang di isyaratkan oleh Imam Syafii dalam qaul qadimnya.

Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas RA bahwa beliau menyatakan:

إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.

“Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah. Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal ".

Selain I'tikaf ada juga ibadah yang mirip denganya yaitu Wuquf dan Mabit. Ibadah Wuquf dan Mabit ini hanya boleh di lakukan oleh orang yang sedang melaksanakan ibadah haji di waktu tertentu dan di tempat tertentu.

Selain yang di sebutkan di atas tidak boleh melakukan ibadah nyepi atau berdiam diri di sebuah tempat di waktu tertentu dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah, apalagi jika di tujukan kepada selain Allah Azza wa Jalla.

Ibadah Nyepi dan iti'kaf dalam agama berhala:

Bentuk ibadah utama yang banyak di lakukan kaum musyrikin dan agama-agama berhala lainnya semenjak dahulu adalah melakukan i'tikaf atau nyepi sebagai ujud kebaktian, kepatuhan dan kesabaran dalam mengharapkan sesuatu dari berhala yang mereka kultuskan.
I'tikaf kaum Nabi Nuh
u terhadap kuburan orang-orang shaleh.

Allah Azza wa Jallaa berfirman tentang mereka:

 وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا.

“Dan mereka berkata: Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan”.(QS. Nuh: 23).

Telah ada ketetapan riwayat dalam sahih Bukhori no. 4920, serta dalam kitab-kitab tafsir, kitab kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf, mereka berkata tentang tafsir ayat di atas:

هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً.

“Nama-nama tsb adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh u, ketika orang-orang itu mati, mereka melakukan i'tikaf (nyepi) terhadap kuburan-kuburannya, lalu mereka menggambar rupa-rupa mereka, kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya. Dan berhala-berhala itu kemudian tersebar ke kabilah-kabilah arab”.

Ibnu Abbas dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tsb satu persatu”.

(Lihat: Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363, Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408).

Firman Allah SWt tentang kaumnya Nabi Ibrahim yang melakukan ritual itikaf di tempat-tempat berhala mereka:

{ إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ } [الأنبياء: 52].

(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beri’tikaf untuknya?” (QS. Al-Anbiyaa: 52)

Firman Allah Azza wa Jallaa tentang i'tikaf sebagian kaum Nabi Musa AS terhadap berhala:

 وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139) .

“Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang sedang beri'tikaf kepada berhala-berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). Musa menjawab: Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya mereka itu akan di hancurkan kepercayaan yang di anutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan”.(QS. Al-A'raf: 138-139).

I'tikaf kaum musyrikin arab jahiliyah terhadap berhala-berhala mereka sebagai bentuk penghormatan dan ibadah kepadanya, Allah Azza wa Jallaa berfirman:

 أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى .

Artinya: “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?”.(QS. An-Najm: 19-21).

Imam Bukhory no. 4859, Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 22/523, Ibnu Humeid, Ibnu Mandah, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Katsir dalam tafsirnay 7/455 menyebutkan tentang tafsir Al-Laata dari Ibnu 'Abbas RA:

أنه كان رجلا يَلُتُّ للحجيج في الجاهلية السويق، فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه.

“Dulunya dia adalah seorang penumbuk Sawiq (Tepung) untuk jemaah haji, maka ketika dia meninggal mereka ber i'tikaf (nyepi) di kuburannya, lalu mereka menyembahnya ".

Tafsir ini di riwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 dari Robi' bin Anas. Dan begitu juga di riwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 22/523 dengan sanadnya dari Mujahid.

Begitu juga mereka-yakni kaum musyrikin arab Jahiliyah – melakukan ritual nyepi dan beri’tikaf di berhala Uzza, yaitu berhala yang berbentuk 3 pohon kramat.

Al-Azraqi menyebutkan bahwa:

“Orang-orang arab ketika sudah selesai haji dan thawaf mereka tidak langsung bertahalul, sampai mendatangi Uzza. Mereka berthawaf mengelilinginya dan bertahalul di sisinya, serta berdiam diri (I’TIKAF alias NYEPI) selama sehari di sampingnya. Orang-orang kabilah Khuza’ah, Quraisy dan Bani Kinanah seluruhnya mengagungkan Uzza bersama kabilah Khuza’ah dan seluruh kabilah Mudhor”.

(Al-Azraqi: Akhbaru Makkah: 1/126-127).

Dan mereka juga punya kebiasaan i'tikaf (nyepi) di pesarean yang terdapat pohon kramat di sekitarnya sebagai bentuk ibadah, pengabdian dan harapan, seperti dalam hadits berikut ini.

Kesimpulannya:

Ibadah Nyepi atau I'tikaf, wukuf dan Mabit hanya boleh di amalkan karena Allah Azza wa Jallaa dan harus mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh syariat yang Allah turunkan kepada Rosulullah SAW. I'tikaf hanya disyriatkan di masjid-masjid, wukuf hanya di Arafah bagi orang yang berhaji di waktu tertentu, begitu juga mabit di Muzdalifah dan Mina. Selain dari pada itu tidak boleh mengamalkannya, meskipun karena Allah. Dan hukumnya syirik jika ditujukan kepada selain Allah Azza wa Jallaa.

Tidak boleh beri'tikaf di tempat shalat yang di sediakan di rumah-rumah, seperti yang di riwayatkan Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 dengan sanadnya dari Ibnu Abbas
t bahwa beliau berkata:

إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.

“Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah. Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal ".

Dan kalau kita telusuri dan kita perhatiakan nash-nash tentang ziarah kubur yang di lakukan dan diperintahkan oleh Nabi SAW, kemudian diamalkan oleh para sahabatnya, maka akan kita temukan bahwa cara berziarah mereka ke kuburan, mereka melakukannya dengan sangat singkat, simple dan sederhana, cukup dengan memberi salam kemudian memanjatkan doa kepada Allah untuk dirinya dan penghuni kubur dengan doa yang sangat simpel seperti dalam hadits-hadits yang telah di sebutkan di atas.

Yang demikian itu sengaja beliau lakukan, begitu juga para sahabatnya agar tidak menyerupai ibadah i'tikaf (nyepi) di kuburan, seperti yang biasa dilakukan kaum musyrikin.

HUKUM MENENTUKAN BAHWA LOKASI DAN TEMPAT INI ADALAH MUSTAJAB DAN KRAMAT

Mustajab dan kramat adalah perkara ghaib, akal manusia tidak bisa di jadikan standar dan tidak berhak untuk menentukannya, hanya wahyu Allah yang bisa di jadikan patokan dan pegangan, karena Dia adalah 'Allaamul Ghuyuub (Yang Maha Mengetahui Perkara-Perkara Ghaib) dan Dia adalah pemilik dan penentu semua syariat atas segala umat hingga Hari Kiamat. Termasuk Nabi Muhammad SAW beliau juga tidak mengetahui perkara ghaib termasuk yang berkaitan dengan tempat-tempat mustajab, apalagi menentukan dan mengklaimnya.

Allah Azza wa Jallaa berfirman:

 قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ .

“Katakanlah (wahai Muhammad): "Aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?”.(QS. Al-An'am: 50)

Bagaimana jika seandainya Nabi Muhammad SAW mengetahui perkara ghaib? Allah telah menyatakan dalam firman Nya:

 قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa mendapatkan kemanfaatan untuk diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku telah memperbanyak kebajikan dan aku tidak akan pernah ditimpa keburukan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (QS. Al-A'raf: 188).

Hanya milik Allah kunci-kunci semua perkara ghaib, Allah SWT berfirman:

 وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ .

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (QS. Al-An'am: 59).

Allah SWT berfirman:

 قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Allah,’ dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65)

Beliau SAW kemudian bersabda:

فِيْ خَمْسٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ ثُمَّ تَلاَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ

“’Lima perkara yang hanya Allah yang mengetahuinya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah, ‘Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan….’” (QS. Luqman: 34)

Lengkapnya:

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Luqman (31): 34].

Rabi’ binti Mu’awwadz bin ‘Afra’ radhiyallahu ‘anha menceritakan,

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ بُنِيَ عَلَيَّ، فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، وَجُوَيْرِيَاتٌ يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ، يَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِهِنَّ يَوْمَ بَدْرٍ، حَتَّى قَالَتْ جَارِيَةٌ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لاَ تَقُولِي هَكَذَا وَقُولِي مَا كُنْتِ تَقُولِينَ

”Nabi SAWdatang menemuiku pada pagi hari ketika aku menikah, lalu beliau duduk di atas tempat tidurku seperti kamu duduk di dekatku. Lalu gadis-gadis kecil kami memukul rebana dan mengenang kebaikan bapak-bapak kami yang gugur dalam perang Badar. Ketika salah seorang dari mereka mengatakan,

“Dan di tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok “

Maka beliau bersabda: ’Tinggalkan (perkataan) itu, dan katakanlah apa yang telah engkau ucapkan sebelumnya.’”

(HR. Bukhari no. 4001, Abu Dawud no. 4922, dan Tirmidzi no. 1090)

MENGKLAIM TEMPAT MUSTAJAB TANPA DALIL ADALAH DUSTA TERHADAP ALLAH DAN KEDZALIMAN:

Jika ada manusia memaksakan diri mengaku-ngaku bahwa dirinya mampu memastikan informasi gaib, termasuk diantaranya mengklaim tempat tsb mustajab maka dia harus siap menanggung konsekwensi- konsekwensi sebagai berikut:

  1. Dia telah berdusta dengan mengatas namakan Allah, yang mana dosa nya sama dengan mendustakan Allah dan ayat-ayat Nya.
  2. Perbuatan tsb adalah kedzaliman yang paling dahsyat.
  3. Dia seakan-seakan mendakwakan dirinya menerima wahyu dari Allah SWT.
  4. Dia menanggung dosa semua orang-orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat.
  5. Tempat kembalinya neraka Jahannam.

Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan hal-hal diatas. Diantaranya Firman Allah SWT:

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهٗ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ

Artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan yang hak ketika (yang hak) itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahanam ada tempat bagi orang-orang kafir?”. (QS. Al-'Ankabut: 68)

Dan Allah SWT berfirman:

فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖۗ اُولٰۤىِٕكَ يَنَالُهُمْ نَصِيْبُهُمْ مِّنَ الْكِتٰبِۗ حَتّٰٓى اِذَا جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْۙ قَالُوْٓا اَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗقَالُوْا ضَلُّوْا عَنَّا وَشَهِدُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا كٰفِرِيْنَ

Artinya: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Mereka itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan dalam Kitab sampai datang para utusan (malaikat) Kami kepada mereka untuk mencabut nyawanya.

Mereka (para malaikat) berkata, “Manakah sembahan yang biasa kamu sembah selain Allah?”

Mereka (orang musyrik) menjawab, “Semuanya telah lenyap dari kami.”

Dan mereka memberikan kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang kafir”. (QS. Al-A’raf: 37)

Dan Allah SWT berfirman:

]وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ قَالَ اُوْحِيَ اِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ اِلَيْهِ شَيْءٌ وَّمَنْ قَالَ سَاُنْزِلُ مِثْلَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ ۗوَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْ ۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ[

Artinya: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.”

(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.”

Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”. (QS. Al-An'am: 93)

Dan pada hakikatnya itu adalah mengikuti prasangka yang dibisikkan syeitan dan jin yang biasa mencampur aduk satu informasi kebenaran dengan seratus kebohongan. Padahal Allah SWT sama sekali tidak pernah menurunkan pengetahuan tentang itu, mereka hanya mengikuti hawa dan prasangka yang mereka duga.

SARANA MUSTAJAB YANG SYAR’I

Sarana-sarana mustajab yang Rosulullah SAW sebutkan kebanyakan tidak berkaitan dengan tempat, melainkan berkaitan dengan waktu, kondisi orang yang berdoa dan kalimat-kalimat tertentu dalam berdoa.

Contoh waktu-waktu mustajab:

Pada Hari Arafah dan di Arafah, malam Laylatul Qodar, setiap sepertiga malam akhir, setiap hari Jum'at terdapat satu saat mustajab, doa setelah adzan, doa setelah minum air Zamzam dan lain-lain.

Begitu juga doa-doa setelah melakukan amal-amal shaleh, seperti setelah berdzikir memuji Allah, baca sholawat, baca al-Qur'an, setelah atau saat ibadah haji dan umrah dan seterusnya

Firman Allah SWT tentang doa orang-orang yang selesai melaksanakan haji:

 فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .

Artinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa:

"Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqoroh: 200 – 201).

Firman Allah SWT tentang doa nabi Ibrahim AS meminta rizki untuk keturunannya yang ditempatkan di sisi Baitul Haram karena penempatan mereka disana adalah untuk mendirikan sholat:

 رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ  [إبراهيم: 37].

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”.(QS. Ibrahim: 37).

Dalam sebuah hadits Rosullulah SAW menganjurkan umatnya agar bangun malam pada saat sepertiga akhir, tentunya untuk shalat malam, kemudian dianjurkan berdoa, karena pada waktu itu adalah saat-saat yang mustajab:

Dari Abu Hurairah (RA), Rosulullah SAW bersabda:

إِذَا بَقِيَ ثُلُثُ اللَّيْلِ نَزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ مَنْ ذَا الَّذِي يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَرْزِقُنِي فَأَرْزُقَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَكْشِفُ الضُّرَّ فَأَكْشِفَهُ عَنْهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ.

وفي رواية للإمام أحمد زاد: “فَلِذَلِكَ كَانُوا يُفَضِّلُونَ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ عَلَى صَلَاةِ أَوَّلِهِ ".

“Jika tersisa sepertiga malam terakhir Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia. Maka Ia berkata:

“Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku kabulkan doanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia; barangsiapa yang meminta rizki kepada-Ku, akan Aku beri dia rizki, barang siapa yang meminta dibebaskan dari bahaya, aku akan membebaskannya, hingga terbit fajar”.

(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad, lafadz ini adalah lafadz Imam Ahmad no 7500)

Dalam riwayat Imam Ahmad yang lain ada tambahan kata-kata: “Oleh sebab itu mereka para sahabat selalu mengutamakan sholat akhir malam dari pada di awal malam " (Lihat Musnad Imam Ahmad no 7582).

Contoh kondisi orang yang Mustajab:

Doanya orang yang di dzalimi, doa orang tua untuk anaknya, doa orang saleh yang masih hidup, doa saudaranya dari kejauhan, doa tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan lain-lain.

Contoh lafadz doa-doa mustajab:

Rosulullah SAW bersabda:

مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ ، وَابْنُ عَبْدِكَ ، وَابْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِى بِيَدِكَ ، مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى، وَنُورَ صَدْرِى، وَجِلاَءَ حُزْنِى، وَذَهَابَ هَمِّى، إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا.

Artinya: “Tidak lah sekali-kali seseorang di rundung kesedihan dan kegundahan lantas dia berdoa dengan mengucapkan:

“Ya Allah, aku adalah hamba Mu, anak hamba Mu yang laki-laki, dan anak hamba Mu yang perempuan, ubun-ubunku di tangan Mu, telah lewat ketentuan Mu untukku, maha adil takdir Mu untukku.

Aku memohon pada Mu (bertawassul) dengan seluruh nama-nama milik Mu, baik nama Mu yang Engkau sendiri menamakannya, atau nama yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk Mu, atau yang Engkau turunkannya dalam kitab Mu atau nama-nama yang masih tersimpan dalam pengetahuan ghaib di sisi Mu.

Semoga engkau berkenan menjadikan Al-Quran sebagai musim bunga hatiku, cahaya dadaku, penghilang rasa sedihku dan penghapus rasa dukaku”.

Kecuali Allah menghilangkan kegundahannya dan kesedihannya, serta menggantikannya dengan jalan keluar”.

(HR. Ahmad, Hakim dan lainnya, di Shahihkan oleh Syeikh Al-Bany).

Suatu ketika Rosulullah SAW masuk masjid tiba-tiba beliau mendengar seseorang memanjatkan doa dalam tasyahud solatnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ بِأَنَّكَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “قَدْ غُفِرَ لَهُ ثَلَاثًا.

Ya Allah, aku memohon pada Mu, wahai Al-Wahid (yang tunggal) Al-Ahad (yang Maha Esa), Ash-Shomad (yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), yang tidak beranak, yang tidak di lahirkan, dan yang tidak ada sesuatupun yang setara denganNya, semoga engkau berkenan mengampuni ku, sesungguhnya Engkau adalah Al-Ghofur (Maha pengampun) dan al-Rohim (Maha Pengasih).

Maka Rosulullah SAW bersabda: “Dia telah di ampuni " tiga kali.

(HR. Ahmad, Abu daud, Nasaa'I dan lainnya. Sanad hadits diShahihkan oleh Syeikh Al-Albani).

Islam mengajarkan kemandirian dalam berdoa dan bertawakkal sepenuhnya kepada Allah Ta'ala, tanpa harus adanya bantuan dan ikatan dengan tempat-tempat tertentu. Kapan saja dan di mana saja adanya, tanpa mengganggu aktifitas dan mengurangi kwalitas kemustajaban, praktis, simple dan sederhana.

Ringkasnya:

Berkeyakinan bahwa sebuah sarana itu di anggap mustajab harus berdasarkan wahyu Ilahi, berdasarkan keterangan dari Allah dan Rosul-Nya. Jika tidak, maka yang ditemukan adalah kemustajaban yang semu, istidroj dan pengelabuan Iblis yang sengaja dia kabulkan untuk menjebak dan menyesatkan umat manusia dari jalan Allah Azza wa Jallaa.

JANGAN MENGIKUTI KEBANYAKAN ORANG YANG MENGIKUTI HAWA NAFSU!

Jika kita mengikuti kebanyakan mereka, pasti kita akan ikut dalam kesesatan. Allah SWT berfirman:

 وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ. إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ  

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’aam).

Iblis dan bala tentaranya tiada henti-hentinya berusaha menyesatkan anak cucu Adam agar melakukan kemaksiatan, terutama dosa kesyirikan. Allah SWT menceritakan dalam Al-Quran tentang sumpah dan tekad mereka:

 قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83) قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ (84) لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ (85).

Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. Allah berfirman: "Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan". Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (QS. Ash-Shaad: 82 – 85).

Mereka tahu betul, jika induk segala dosa adalah dosa syirik, karena dosa ini akan membatalkan semua amal baik pelakunya serta membuatnya kekal selama-lamanya dalam api neraka jika ia mati sebelum bertaubat dan dalam kondisi seperti itu.

 وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ  [الزمر: 65]

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”.(QS. Az-Zumar: 65).

... إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72) .

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72).

 



 

Posting Komentar

0 Komentar