Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LARANGAN MENAHAN BAJU DAN RAMBUT SAAT SUJUD DALAM SHALAT

Di susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

Larangan bagi pria Menahan Baju dan Rambut saat sujud dalam shalat agar tidak menyentuh tempat sujud ; karena itu adalah termasuk bentuk kesombongan kepada Allah.

HADITS YANG MELARANGNYA:

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

أُمِرْنَا أَنْ نَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَ نَكُفَّ ثَوْبًا وَلاَ شَعْرًا

Kita diperintah untuk sujud di atas tujuh tulang dan kita tidak boleh menahan pakaian serta rambut (ketika sujud dalam shalat).”

(HR. Al-Bukhari no. 810, 815, 816 dan Muslim no. 1095)

Dalam lafaz yang lain disebutkan:

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ

 "Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh memegang [menahan] rambut atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud)."

(HR. Al-Bukhari no. 812 dan Muslim no. 1098)

Makna tidak boleh memegang pakaian dan rambut” dalam kitab "an-Nihayah" adalah menahannya agar tidak tersebar.

Yang dimaksud adalah memegang pakaian dengan kedua tangan ketika rukuk dan sujud. Yakni: Ia menarik bajunya atau melipatnya hingga terangkat. (asy-Syarhul Mumti’, 1/460)

Contoh menahan baju: ialah seseorang mengambil ujung pakaiannya, lalu ia masukkan ke dalam ikat pinggang atau tali celananya.

Contoh menahan rambut: ialah seseorang mengambil bagian yang terurai dari rambutnya lalu dia jalin untuk digabungkan dengan rambut di atas kepala, atau ia mengikatnya dengan benang, karet, dan yang semisalnya. (at-Ta’liqat ar-Radhiyyah ‘ala ar-Raudhatin Nadiyyah, 1/256)

PERKATAAN PARA ULAMA :
TENTANG MENAHAN BAJU DAN RAMBUT SAAT SUJUD DALAM SHALAT.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan:

"وَظَاهِرُهُ يَقْتَضِي أَنَّ النَّهْيَ عَنْهُ فِي حَالِ الصَّلَاةِ وَإِلَيْهِ جَنَحَ الدَّاوُدِيُّ وَتَرْجَمَ الْمُصَنِّفُ بَعْدَ قَلِيلٍ بَابُ لَا يَكُفُّ ثَوْبَهُ فِي الصَّلَاةِ وَهِيَ تُؤَيِّدُ ذَلِكَ وَرَدَّهُ عِيَاضٌ بِأَنَّهُ خِلَافُ مَا عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ فَإِنَّهُمْ كَرِهُوا ذَلِكَ لِلْمُصَلِّي سَوَاءٌ فَعَلَهُ فِي الصَّلَاةِ أَوْ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ فِيهَا ".

Secara lahiriah, larangan ini berlaku pada waktu seseorang dalam kondisi sedang shalat, demikian pendapat yang cenderung kepadanya ad-Daawudi.

Dan dalam bab yang nanti akan dijelaskan, Imam al-Bukhari rahimahullah memberi judul hadits ini dengan, Bab sbb :

بَابٌ لَا يَكُفُّ ثَوْبَه فِي الصَّلاَة

Artinya, Seseorang tidak boleh menahan pakaiannya di dalam shalat.” 

Judul yang dibuat oleh Imam al-Bukhari rahimahullah ini memperkuat pendapat tersebut (larangan tersebut berlaku ketika sedang shalat).

Namun [Qodhi] 'Iyadh rahimahullah menolak dan menentangnya ; karena pendapat seperti itu menyelisihi pendapat yang berjalan diatasnya jumhur ulama. Jumhur ulama memakruhkan hal itu dilakukan oleh orang yang shalat, baik ia melakukannya dalam shalat atau sebelum masuk dalam perbuatan shalatnya." [ Baca: Fathul Bari 2/296 ].

Sebagian para Ulama mengatakan: Tidak ada perbedaan antara ia melakukannya tatkala hendak shalat karena shalat tersebut, atau ia melakukannya sebelum mengerjakan shalat. 

Misalnya : Ketika seseorang sedang bekerja, dia menarik, menggulung (melipat) lengan bajunya atau bagian bawah celananya. Lalu ketika hendak shalat dia membiarkan lengan bajunya tetap tergulung/terlipat. Maka terhadap orang yang seperti ini, kita katakan kepadanya: ‘Lepaskan lipatan (gulungan) lengan bajumu’.” (asy-Syarhul Mumti’, 1/461)

HIKMAH LARANGAN TERSEBUT:

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

‌وَاتَّفَقُوا ‌عَلَى ‌أَنَّهُ ‌لَا ‌يُفْسِدُ ‌الصَّلَاةَ ‌لَكِنْ ‌حَكَى ‌بن ‌الْمُنْذِرِ ‌عَنِ ‌الْحَسَنِ ‌وُجُوبَ ‌الْإِعَادَةِ. قِيلَ وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا رَفَعَ ثَوْبَهُ وَشَعْرَهُ عَنْ مُبَاشَرَةِ الْأَرْضِ أَشْبَهَ الْمُتَكَبِّرَ

Dan mereka bersepakat, apabila seseorang melakukannya, hal itu tidak merusak shalatnya. Akan tetapi berbeda dengan apa yang dihikayatkan Ibnul Mundzir dari al-Hasan rahimahullah bahwa barang siapa yang melakukannya, maka dia wajib mengulangi shalatnya.

Di antara hikmah pelarangan tersebut adalah ketika seseorang mengangkat pakaian dan rambutnya karena tidak ingin bersentuhan dengan tanah, maka ia menyerupai orang yang takabbur [SOMBONG].” (Fathul Bari, 2/296)

Hikmah yang lain, kata sebagian para ulama:

" Semestinya rambut ikut sujud ketika orang yang shalat melakukan sujud. Rambut harus dibiarkan terurai, tidak boleh ditahan jatuhnya ke tanah. Karena itulah, Rasulullah SAW mempermisalkan orang yang menahan rambutnya seperti orang yang shalat dalam keadaan kedua tangannya terikat ke belakang pundaknya ". (al-Minhaj, 4/432)

Dalam موقع إسلام سؤال وجواب 5/819 no. 96820 dinyatakan:

وتبين من هذا أن علة النهي هي البعد عن التكبر، وأضاف بعضهم علة أخرى وهي أن الكفت يمنع من سجود الثوب والشعر معه

Dan dari sini menjadi jelas bahwa illat [alasan] pelarangan adalah dalam rangka menjauhkan diri dari kesombongan, dan sebagian dari mereka para ulama menambahkan illat [alasan] lain, yaitu bahwa al-kaft [menahan pakaian dan rambut] itu akan mencegah seseorang dari sujudnya pakaian dan rambut bersamanya.

AL-IMAM AN-NAWAWI rahimahullah berkata,

Dalam satu riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma disebutkan:

أَنَّهُ رَأَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُصَلِّي وَرَأْسُهُ مَعْقُوصٌ مِنْ وَرَائِهِ فَقَامَ فَجَعَلَ يَحُلُّهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ مَا لَكَ وَرَأْسِي فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا مَثَلُ هَذَا مَثَلُ الَّذِي يُصَلِّي وَهُوَ مَكْتُوفٌ

Bahwa ia pernah melihat Abdullah ibnul Harits shalat dalam keadaan rambutnya dijalin [digelung] dari belakang kepalanya.

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma lantas bangkit dan melepaskan jalinan tersebut.

Ketika Abdullah selesai dari shalatnya, ia menghadap ke Ibnu Abbas radhiallahu anhuma seraya berkata: ‘Apa yang Anda lakukan dengan rambutku?’

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّمَا مَثَلُ هَذَا مَثَلُ الَّذِي يُصَلِّي وَهُوَ مَكْتُوْفٌ

'Permisalan ini adalah sebagaimana permisalan orang yang shalat dalam keadaan tangannya terikat di tengkuk."’.”[ HR. Muslim no. 1101]

[Note: Rambutnya dipilin atau digelung, kemudian ujung-ujung rambut disatukan dengan pangkalnya].

Imam an-Nawawi rahimahullah juga mengatakan:

" Para Ulama bersepakat tentang larangan seseorang shalat dalam keadaan pakaiannya disingsingkan [diangkat], lengan bajunya disingsingkan atau semisalnya, rambutnya dipilin, rambutnya dimasukkan di bawah sorban atau selainnya.

Semua ini terlarang berdasarkan kesepakatan ulama.

HUKUMNYA ialah karahah tanzih (MAKRUH, tidak sampai haram). Apabila seseorang shalat dalam keadaan demikian, sungguh ia telah berbuat jelek dalam shalatnya. Namun, shalatnya tetap sah.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari rahimahullah berargumen tentang hal ini dengan kesepakatan ulama. Akan tetapi Ibnul Mundzir rahimahullah menghikayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah tentang keharusan mengulang shalat apabila seseorang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.

Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan tersebut berlaku mutlak bagi orang yang shalat, baik ia sengaja melakukannya karena hendak mengerjakan shalat. Ataupun keadaannya memang demikian sebelum ia mengerjakan shalat.” (al-Minhaj, 4/430—432)

Umpamanya: Ia sengaja menyingsingkan baju atau lengan bajunya, misalnya karena khawatir bajunya akan terkena kotoran ketika sujud. Hal ini jelas merupakan suatu bentuk kesombongan.

Ibnul Atsir rahimahullah berkata dalam an-Nihayah:

" Makna hadits ini adalah bila seseorang membiarkan rambutnya terurai, niscaya rambut itu akan jatuh ke tanah [ lantai ] ketika ia sujud. Dia akan diberi pahala sujud dengan rambutnya tersebut. Namun, apabila rambut itu dipilin, maknanya rambut itu dibiarkan tidak ikut sujud. Nabi SAW pun menyerupakannya dengan orang yang sujud dalam keadaan terikat kedua lengannya karena kedua lengan tersebut tidak menyentuh tanah saat sujud.

Sebab dilarangnya perbuatan tersebut juga berdasarkan hadits Abu Rafi’ radhiallahu anhu, maula Rasulullah SAW:

رأى أبا رافعٍ مولى النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ مرَّ بحسنِ بنِ عليٍّ عليهما السَّلامُ وَهوَ يصلِّي قائمًا وقد غرزَ ضَفرَهُ في قفاهُ فحلَّها أبو رافعٍ فالتفتَ حسَنٌ إليهِ مغضبًا فقالَ أبو رافعٍ أقبِلْ علَى صلاتِكَ ولا تغضَب فإنِّي سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يقولُ ذلِكَ كِفلُ الشَّيطانِ يعني مَقعدَ الشَّيطانِ يعني مغرزَ ضفرِهِ

Abu Rafi’ pernah melewati al-Hasan bin Ali radhiallahu anhuma yang sedang shalat dalam keadaan jalinan rambutnya dilipat ke tengkuknya. Abu Rafi’ radhiallahu anhu lalu melepasnya (mengurainya). Al-Hasan radhiallahu anhu pun menoleh kepadanya dengan marah.

Abu Rafi’ radhiallahu anhu berkata:

Menghadaplah ke shalatmu dan jangan marah. Sebab, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

ذَلِكَ كِفْلُ الشَّيْطَانِ

Pilinan rambut itu adalah tempat duduk setan.”

(HR. Abu Dawud no. 646, at-Tirmidzi no. 384. At-Tahawi dalam ((Syarah Mushkil Al-Atsar)) (4882), dan Al-Hakim (963). Al-Albani rahimahullah menilai hadits ini hasan dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih at-Tirmidzi)

Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata, Hal ini diamalkan oleh para ulama, yaitu mereka membenci seorang lelaki shalat dalam keadaan rambut kepalanya dipilin.”

(Sunan at-Tirmidzi, Bab Ma Ja`a fi Karahiyati Kaffisy Sya’ra fish Shalah”)

Adapun Imam al-Baihaqi rahimahullah mengatakan sebagaimana dinukil oleh Imam al-Albani rahimahullah dalam Ashlu Shifati Shalatin Nabi (2/746): “Kami meriwayatkan kemakruhan hal tersebut dari Umar, Ali, Hudzaifah, dan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhum.

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Tidak halal seorang yang shalat menggabungkan pakaiannya atau mengumpulkan rambutnya dengan tujuan karena hendak shalat, berdasarkan hadits Rasulullah SAW.” (al-Muhalla 2/318)

Jadi menurut Ibnu Hazm: Sama saja, apakah ia melakukannya karena hendak shalat ataukah bukan.

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata: " Tampaknya hukum ini khusus bagi laki-laki, tidak berlaku bagi wanita, sebagaimana dinukilkan oleh Asy-Syaukani rahimahullah dari al-Iraqi rahimahullah.” (Ashlu Shifati Shalatin Nabi, 2/743)

Maksudnya, wanita tidak terlarang melakukan shalat dalam keadaan rambutnya dipilin. Sebab, larangan dalam hal ini hanya berlaku untuk laki-laki.

al-Hafidz Al-Iraqi rahimahullah berkata:

“Hukum ini khusus bagi laki-laki, tidak meliputi wanita. Sebab, rambut mereka (para wanita) adalah aurat, wajib ditutup di dalam shalat. Apabila ia melepaskan ikatan rambutnya, bisa jadi rambutnya tergerai dan sulit untuk menutupinya sehingga membatalkan shalatnya. Selain itu, akan menyulitkan apabila dia harus melepaskan rambutnya tatkala hendak shalat. Nabi SAW sendiri telah memberikan keringanan kepada kaum wanita untuk tidak melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi wajib, padahal (hal ini) sangat perlu untuk membasahi seluruh rambut mereka di saat mandi tersebut.” (Nailul Authar 2/440)

Ulama al-Lajnah ad-Daaimah lil Iftaa, ditanya:

هل يعدّ تشمير الأكمام من الكفت المنهي عنه في الصلاة، وإذا كان من الكفت فهل يختلف حكمه لو أني دخلت في الصلاة كنت على هيئة التشمير هذه قبل أن أدخل فيها أي أني لم أفعل هذا التشمير في أثناء الصلاة أم أنهما سواء؟

Apakah menyingsingkan lengan baju termasuk menahan baju yang diharamkan dalam shalat? Dan jika itu bagian dari menahan baju, apakah hukumnya berbeda jika saya hendak masuk shalat, saya berada dalam kondisi menyingsingkan baju ini sebelum saya memasuki shalat, yaitu saya tidak melakukan ini selama dalam keadaan shalat, atau apakah sama saja, baik ketika mau sholat dan ketika dalam sholat ?

Mereka menjawab:

لا يجوز تشمير الأكمام بكفها أو ثنيها لئلا تقع على الأرض عند السجود، في أثناء الصلاة، ولا قبل الصلاة لقول النبي صلى الله عليه وسلم: (أمرت أن أسجد على سبعة أعظم وأن لا أكف شعرا ولا ثوبا) رواه البخاري ومسلم " انتهى. ["فتاوى اللجنة الدائمة" (7/35)]

Tidak boleh menyingsingkan lengan baju dengan telapak tangan atau melipatnya agar tidak jatuh ke tanah saat sujud, saat sholat, atau sebelum sholat, karena Nabi SAW bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ نَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَ أَكُفَّ ثَوْبًا وَلاَ شَعْرًا

Kita diperintah untuk sujud di atas tujuh tulang dan kita tidak boleh menahan pakaian serta rambut (ketika mengerjakan shalat).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

[ Fataawaa al-Lajnah ad-Daaimah 7/35]


 

Posting Komentar

0 Komentar