Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

MARAKNYA PENGEMIS BERKEDOK "DONASI" & "INFAQ" YANG MERUSAK MARTABAT UMAT

MARAKNYA PENGEMIS BERKEDOK DONASI dan INFAQ YANG MERUSAK MARTABAT UMAT

Di Susun Oleh : Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===


*****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

PERHATIAN SEBELUM MEMBACA !!!: 

Tulisan ini bukan mutlak sebuah kebenaran . Tulisan ini hanya sebatas wacana dari penulis. Bisa salah dan bisa benar. Dan yang pasti predikat penulis bukanlah seorang ustadz dan bukan pula ulama , apalagi mufti . Tulisan ini hanya untuk menambah wawasan dan perbandingan , bukan untuk dipastikan kebenarannya .  

----

DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN
  • TRIK-TRIK PENGEMIS BERBALUT DONASI DAN INFAQ :
  • MAKNA AQIQAH DAN TUJUANNYA :
  • MAKNA WALIMAH DAN TUJUANNYA :
  • HUKUM HADIAH :
  • DAMPAK NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :
  • HARAM HUKUM NYA MENJADIKAN MINTA-MINTA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN :
  • ANTARA PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DAN PENGEMIS BERJUBAH BAWA PROPOSAL :
  • HARAMNYA MENERIMA SEDEKAH DARI SESEORANG KARENA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :
  • SESEKALI MEMINTA ITU BOLEH HUKUMNYA . YANG TIDAK BOLEH ITU KEBIASAAN MEMINTA-MINTA alias MENGEMIS , APALAGI DIJADIKAN SUMBER MATA PENCAHARIAN .
  • WAJIB BAGI UMAT ISLAM BERJUANG MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DIATAS KALIMAT ORANG-ORANG KAFIR.
  • PERINTAH MENJAGA IZZAH , WIBAWA DAN KEHORMATAN :
  • ANTARA KASIH SAYANG NABI DAN IZZAH PARA SAHABAT DALAM PERANG AHZAB .
  • PERINTAH UNTUK MENJAGA RASA MALU DAN HARGA DIRI :
  • BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
  • JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA , TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN BEKERJA SESUAI SUNNAH
  • JAMINAN NERAKA BAGI ORANG YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI :
  • ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK
  • BEKERJA CARI NAFKAH HALAL ITU BAGIAN DARI BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT
  • KENAPA BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU DI SEBUT UNGKAPAN RASA SYUKUR ??

====

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

===***===

PENDAHULUAN

Di abad sekarang ini ada sekelompok kaum muslimin - untuk kepentingan pribadinya , keluarganya dan golongannya dengan mengatas namakan agama dan umat Islam – mereka membangun ekonominya dengan cara berbisnis minta-minta atau mengemis . Bahkan ada salah satu desa yang hampir semua penduduknya bermata pencaharian minta-minta dengan membikin proposal sumbangan dan stampel .  

====

TRIK-TRIK PENGEMIS BERBALUT DONASI DAN INFAQ :

Mereka melakukan berbagai macam trik-trik , tipu daya dan pengelabuan agar bisa meyakinkan orang-orang yang akan dimintainya serta nampak terhormat , berwibawa dan Syar'i , maka mereka kemas dengan cara-cara sebagai berikut , diantara :

PERTAMA : PROPOSAL :

Mereka mengemas perbuatan minta-minta dengan membuat proposal atas nama Yayasan Umat dengan disertai dalil ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabawi yang berkenaan keutamaan Infaq dan sedekah . Padahal itu semua mereka lakukan, murni untuk kepentingan pribadi mereka bukan untuk umat .

KEDUA : DENGAN NAMA INFAQ ATAU DONASI .

Mereka kemas pula dengan istilah-istilah yang Syar'i dan Islami , seperti : Infaq , Donasi , Peduli Umat dan lain-lain .

Padahal yang mereka lakukan sebenarnya adalah menjadikan minta-minta sebagai bisnis dan sumber mata pencaharian untuk kepentingan mereka sendiri , bahkan kadang untuk menumpuk kekayaan, memborong aset dan membangun berbagai macam  fasilitas yang megah.

Dampak negatifnya adalah pada orang-orang yang benar dan jujur berjuang mengumpulkan donasi untuk kepentingan umat , sehingga mereka pun tidak lolos dari kesan  jelek dan hina dimata sebagian orang , terutama dimata para non muslim . 

KETIGA : ATAS NAMA PEMBANGUNAN DAN YANG SEMISALNYA .

Berdusta mengatas namakan pembangunan Masjid, Majlis Taklim, Yayasan Pendidikan Islam, Pesantren , Dar al-Aytaam dan lainnya .

Kadang benar mengatas namakan itu semua, namun hanya sebagian kecil saja dari hasilnya yang disetorkan.

Dan juga kadang benar untuk sebuah Yayayan Pendidikan Islam dan semua hasilnya untuk yayasan, namun Yayasan tersebut dijadikan sebagai sumber mata pencaharian dirinya, keluarganya dan anak keturunannya secara turun temurun . Kesimpulannya bukan milik umat, melainkan pribadi dan keluarga, padahal proposalnya benar-benar mengatas namakan agama dan umat .     

KEEMPAT : PENYEBARAN BROSUR DAN KOTAK AMAL.

Mereka mempertontonkan kepada publik dengan menyebarkan brosur dan kotak amal ditempat-tempat setrategis, seperti : di Masjid-Masjid, Rumah-Rumah Makan, Mall-Mall bahkan di tengah jalan raya, agar dunia semua tahu bahwa seperti inilah kondisi moral, kehormatan dan kemampuan umat Islam sekarang .  

KELIMA : UNDANGAN .

Ada pula cara mengemis dan minta-minta di balut dengan menyalah gunakan istilah dan tujuan "Undangan Sukuran Walimah Nikah, Walimah Khitan, Walimah Safar , Aqiqahan dan lain-lain .

Yang mestinya tujuan nya itu sebagai sarana utk sedekah, syukuran , silaturrahmi dan doa restu , namun oleh sebagian orang disalah gunakan dengan dijadikan sebagai sarana untuk menarik sumbangan alias minta-minta .

Diantara mereka ada yang tidak bisa membedakan antara :

WALIMAH juga AQIQAH dengan MINTA-MINTA atau MEMBERI SEDIKIT AGAR MENDAPATKAN PEMBERIAN LEBIH BANYAK .

MAKNA AQIQAH DAN TUJUANNYA :

Makna Aqiqah menurut terminologi syariah (fiqih), aqîqah adalah hewan yang disembelih sebagai wujud rasa syukur kepada Allâh atas lahirnya seorang anak laki-laki atau perempuan. Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah mendefinisikan dengan: Sembelihan yang disembelih atas nama anak yang baru lahir. [ al-Mughni , 13/393].

Dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi bersabda:

« كلُّ غلامٍ مرتَهَنٌ بعقيقتِهِ تذبحُ عنْهُ يومَ السَّابعِ ويُحلَقُ رأسُهُ ويُسمَّى »

“Setiap bayi tergadai dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu Dawud, no. 2838 dan Ibnu Majah no. 2580 . Di shahihkan oleh al-Albaani )

Dari Ummu Kurz radhiyallaahu 'anha :

« أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ وَعَنِ الأُنْثَى وَاحِدَةٌ وَلاَ يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا ».

" Bahwa ia pernah bertanya Rasul . tentang aqiqah. Rasul . lalu menjawab: “Dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Dan tidak ada masalah bagi kalian apakah kambing tersebut jantan atau betina.”

[ HR. at-Tirmizi. No. 1435]. Abu Isa berkata : “Hadis ini derajatnya hasan shahih.”

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha , berkata :

« يَعِقُّ عَنِ الغَلاَمِ شَاتاَنِ مُكَافَئَتَانِ وَعَن الْجَارية شَاةٌ » . قَالَتْ عَائِشَة : فَعَقَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اْلحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ وَأَمَرَ أَنْ يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ اْلأَذَى وَقَالَ : « اِذْبَحُوْا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا : بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ فُلاَنٍ » .

Menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan dan untuk anak perempuan satu ekor kambing . Maka Rasulullah menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing dua ekor kibasy pada hari ke tujuh . Dan beliau menyuruh membersihkan kepalanya dari kotoran ( yakni : mencukur rambutnya) .

Dan beliau bersabda : sembelihlah atas namanya dan ucapkanlah:

" بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ فُلاَنٍ ".

Dengan nama Allah, Allah Maha besar, ya Allah, dari Engkau dan untuk Engkau, inilah aqiqah si Fulan.

[ HR. Abu Ya’la dalam al-Musnad no. 4521 . Di hukumi Shahih Sanadnya oleh Syeikh Husein Salim Asad dalam Tahqiq Musnad Abi Ya'la 8/17 no. 4521 ]

Berarti yang benar aqiqah itu adalah kegiatan syukuran dengan bersedekah menyembelih kambing bukan acara menerima pungutan dari para undangan .

MAKNA WALIMAH DAN TUJUANNYA :

Makna walimah itu sendiri adalah jamuan makanan pernikahan atau semua makanan yang dihidangkan secara sukarela untuk disantap oleh para undangan .

Walimah Nikah adalah wujud syukur dari dua mempelai dan keluarga karena telah menyempurnakan separuh agamanya.

Berarti walimahan itu adalah acara syukuran dengan bersedekah jamuan makanan dengan mengundang kerabat dekat dan para tetangga untuk makan-makan bersama , sekaligus menjadi saksi secara berjemaah atas pernikahan kedua mempelai agar terhindar dari fitnah dan tuduhan yang negatif . Jadi Walimahan itu bukan acara menerima pungutan dari para undangan .

Dari Anas bin Malik :

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْن عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: « مَا هَذَا؟ » قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ إِنِّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، قَالَ : « بَارَكَ اللّٰهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ » .

“Nabi melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf. Lalu beliau bertanya : “Apa ini?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu, selenggarakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”

(Muttafaq Alaih . Shohih Bukhori no. 5148 dan Shahih Muslim no. 2556 )

WALIMAH ITU BUKAN PESTA PORA :

Walimah tidak dimaksudkan untuk berpesta pora dan ber-megah-megahan , mealinkan hanya sebatas syukuran dan pemberitahuan pada masyarakat sekitar bahwa kedua mempelai tersebut benar telah sah menikah .

Dari Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata ;

أَوْلَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ

Rasulullah mengadakan walimah terhadap sebagian dari isteri-isterinya, yakni dengan dua Mud gandum.

[HR. Bukhari no. 4774 ] [ 1 sha' = 4 mud = 3 kg . Berarti 2 mud itu = 1,5 kg ].

Dari Anas radhiyallahu 'anhu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتَقَ صَفِيَّةَ وَتَزَوَّجَهَا وَجَعَلَ عِتْقَهَا صَدَاقَهَا وَأَوْلَمَ عَلَيْهَا بِحَيْسٍ

" Bahwa Rasulullah membebaskan Shafiyyah dari status budak , lalu beliau menikahinya, dan beliau menjadikan pembebasannya itu sebagai maharnya. Kemudian beliau mengadakan walimah dengan Hais (sejenis makanan dengan bahan kurma, tepung dan samin) ". [HR. Bukhari no. 4771].

WALIMAH NIKAH NABI  YANG TERMEGAH DAN TERMEWAH :

Beliau tidak menyusahkan orang banyak dengan mengundang yang jauh , melainkan beliau cukup dengan mengundang para tetangga terdekat .

Dari Tsabit radhiyallahu 'anhu , ia berkata : Suatu ketika, pernah disebutkan mengenai perkawinan Zainab binti Jahsyi di hadapan Anas radhiyallahu 'anhu , maka ia pun berkata:

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَمَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَيْهَا أَوْلَمَ بِشَاةٍ

"Aku belum pernah melihat Rasulullah mengadakan walimah terhadap seorang pun dari para isteri-isterinya sebagaimana walimah yang beliau adakan terhadapnya [Zainab binti Jahsyi]. Saat itu, beliau mengadakan walimah dengan [menyembelih] seekor kambing."

Berikut ini prosesi walimahan Nabi dengan Zainab radhiyallahu 'anha . Dari Anas radliallahu 'anhu dia berkata ;

بُنِيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ فَأُرْسِلْتُ عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا فَيَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ فَدَعَوْتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُو فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ قَالَ ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ إِلَى حُجْرَةِ عَائِشَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَقَالَتْ وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ كَيْفَ وَجَدْتَ أَهْلَكَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فَتَقَرَّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلِّهِنَّ يَقُولُ لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ ثُمَّ رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا ثَلَاثَةٌ مِنْ رَهْطٍ فِي الْبَيْتِ يَتَحَدَّثُونَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا نَحْوَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ فَمَا أَدْرِي آخْبَرْتُهُ أَوْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ خَرَجُوا فَرَجَعَ حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفَّةِ الْبَابِ دَاخِلَةً وَأُخْرَى خَارِجَةً أَرْخَى السِّتْرَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَأُنْزِلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ

"Ketika Nabi menikah dengan Zaenab binti Jahsy, beliau membuat makanan yang terbuat dari roti dan daging. Lalu aku mengutus penyeru untuk mengundang makan-makan. Kemudian datanglah suatu kaum, mereka makan lalu keluar lagi. Setelah itu datang lagi satu kaum, setelah mereka makan, mereka pulang.

Aku terus menyeru hingga tidak ada lagi yang dapat aku undang.

Aku berkata ; Ya Nabiyullah, aku sudah tidak mendapatkan orang yang dapat aku undang.

Beliau bersabda: 'Angkatlah makanan kalian.'

Namun disana ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Nabi keluar ke kamar Aisyah seraya berkata; Assalamu'alaikum wahai ahlu bait warahmatullah.

Aisyah menjawab; Wa 'Alaikassalaam warahmatullah, bagaimana kamu mendapatkan istrimu? Semoga Allah memberkahi anda.

Beliau berkeliling ke kamar seluruh istri-istri beliau dan mengucapkan kepada mereka sebagaimana yang beliau ucapkan kepada Aisyah, demikian juga mereka menjawab sebagaimana Aisyah menjawab.

Kemudian Nabi kembali, namun tiga orang itu masih tetap berbincang-bincang di rumah beliau. Padahal Nabi sangat pemalu. Lalu beliau pergi lagi ke kamar Aisyah, aku tidak tahu apakah aku sudah mengabarkan kepada beliau atau belum bahwa kaum tersebut sudah pulang semua.

Lalu beliau kembali hingga tatkala beliau melangkahkan kakinya di pintu kamar, beliau menutupkan tabir antara aku dengan beliau, dan pada waktu itu turun AYAT HIJAB.

[Bukhari no. 4419 ]

MISKIN DAN KAYA SAMA DALAM UNDANGAN WALIMAH :

Ketika mengadakan walimatul ‘urs tamu yang diundang hendaknya adalah orang-orang yang saleh, baik yang kaya maupun yang miskin. Oleh hukum Islam, Tidak diperbolehkan mengundang hanya orang-orang kaya saja. Orang miskin maupun kaya memiliki hak yang sama.

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : Bahwa ia berkata:

بئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى إلَيْهِ الأغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ المَسَاكِينُ، فمَن لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ، فقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسولَهُ

"Jamuan Makanan terburuk adalah jamuan makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang Kaya tanpa mengundang orang-orang Miskin.

Barangsiapa tidak memenuhi undangan walimah, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya" (HR. Bukhori no. 5177 dan Muslim no. 1432 ).

Adapun sunnah dalam walimah, yakni mengundang orang-orang saleh, baik yang miskin maupun yang kaya . Tujuannya adalah murni untuk syukuran dan sedekah , bukan untuk mendapatkan imbalan yang lebih banyak . Rasulullah bersabda :

لا تُصاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا ، ولا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

"Janganlah kalian bersahabat, kecuali dengan orang-orang yang beriman dan janganlah ada yang makan makananmu, kecuali orang-orang yang bertakwa" 

(HR. Abu Daud No. 4832 dan Ibnu Hibbaan [Mawarid Dzom'an no. 1721 ). Di hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud dan Shahih al-Mawarid.

TIDAK BOLEH MEMBERIKAN JAMUAN DENGAN BERHARAP IMBALAN LEBIH BANYAK .

Adapun hukum memberi jamuan sedikit agar mendapatkan imbalan yang lebih banyak dari orang yang dijamunya , maka dalam hal ini Allah SWT berfirman :

وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ

" Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. [QS. Al-Muddatstsir : 6]

Dalam Tafsir as-Sa'di karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di di jelaskan maknanya :

" Yaitu janganlah engkau berharap pada manusia atas nikmat-nikmat dunia dan akhirat yang kau berikan sehingga kau meminta lebih atas pemberian itu dan kau melihat adanya keutamaan dirimu atas mereka. Tapi berbuat baiklah kepada manusia selagi kau mampu, lupakanlah kebaikanmu kepada mereka dan harapkan pahalamu dari Allah dan sikapilah orang yang kau perlakukan baik dan yang lain secara sama".

Referensi : https://tafsirweb.com/11542-surat-al-muddatstsir-ayat-6.html

HUKUM HADIAH :

Tidak ada keraguan dalam Syariat Islam akan halalnya menerima hadiah , bahkan dianjurkan untuk saling memberi hadiah , selama tidak ada pelanggaran syar'i , seperti adanya indikasi minta-minta , adanya rasa tamak dengan berharap mendapat pemberian dari orang lain , atau menciptakan rasa malu pada seseorang jika dia tidak memberi nya .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ

“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” 

(HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan).

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma :

أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُعْطِي عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه العَطَاءَ، فيَقولُ له عُمَرُ: أَعْطِهِ، يا رَسولَ اللهِ، أَفْقَرَ إلَيْهِ مِنِّي، فَقالَ له رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ، أَوْ تَصَدَّقْ به، وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قالَ سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلكَ كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئًا وَلَا يَرُدُّ شيئًا أُعْطِيَهُ.

Bahwa Rasulullah pernah memberikan suatu pemberian kepada Umar bin Al Khaththab, maka Umar pun berkata : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih fakir dariku."

Maka Rasulullah pun bersabda kepadanya : "Ambil dan pergunakanlah untuk keperluanmu, atau sedekahkan! Apabila kamu diberi orang sesuatu pemberian tanpa kamu idam-idamkan [mengharap-harapkan pemberian] dan tanpa meminta-minta, terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan meminta-minta ."

Salim berkata : "Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak pernah meminta apa saja kepada seseorang, dan tidak pula menolak apa yang diberikan orang kepadanya." [ HR. Muslim no. 1045 ]

Dan ada sebuah pernyataan ulama tentang menerima hadiah dari orang yang terpaksa memberinya karena malu dan tidak enak jika tidak memberi , mereka mengatakan :

" مَا أُخِذَ بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "

Apa yang diambil dengan pedang rasa malu [membuat orang merasa malu jika tidak memberi], itu adalah haram .

==***==

DAMPAK NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :

Dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya akibat perbuatan mereka yang suka minta-minta dan mengemis itu sangat luar biasa kejinya , diantara nya adalah :

Pertama : dimata non muslim , khususnya di Eropa , mereka beranggapan bahwa umat Islam adalah umat yang miskin , bodoh dan tertinggal.

Kedua : Umat Islam dikenal sebagai umat pengemis dan tukang minta-minta . Sehingga banyak para non muslim ketika mereka hendak melakukan perbuatan minta-minta dan mengemis , maka mereka pun berbusana muslim , padahal mereka non muslim . 

Ketiga : Ketika Tentara Israel mengebom Rakyat Palestina dan kejadian itu benar adanya serta benar-benar banyak korban yang berjatuhan . Akan tetapi masyarakat dunia yang non muslim, khususnya di Eropa, mereka tidak mau mempercayainya bahkan mereka melontarkan tuduhan negatif bahwa berita itu dusta, fitnah dan rekayasa yang sengaja dibuat-buat oleh umat Islam Palestina dengan tujuan untuk menggalang DANA dari seluruh umat Islam dunia . Padahal pengeboman itu benar adanya ,  begitu pula korban yang berjatuhan .

Ini adalah sebagian dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya yang disebabkan oleh para oknum yang membangun bisnisnya dengan cara mengemis dan minta-minta dengan berdusta mengatas namakan agama dan umat .

Islam mengajarkan agar umat nya mandiri dalam berekonomi dan mengharamkan mengemis dan meminta-minta kecuali jika darurat atau hajat yang sangat mendesak .

===***===

HARAM HUKUM NYA MENJADIKAN MINTA-MINTA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN :

IMAM GOZALI dalam kitabnya IHYA ULUMUDDIN (4/205) berkata:

[السُّؤَالُ حَرَامٌ فِي الْأَصْلِ وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ فَإِنْ كَانَ عَنْهَا بُدٌّ فَهُوَ حَرَامٌ، وَإِنَّمَا قُلْنَا إِنَّ الْأَصْلَ فِيهِ التَّحْرِيمُ لِأَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ ثَلَاثَةِ أُمُورٍ مُحَرَّمَةٍ: 

الْأَوَّلُ: إِظْهَارُ الشَّكْوَى مِنَ اللَّهِ تَعَالَى إِذِ السُّؤَالُ إِظْهَارٌ لِلْفَقْرِ وَذِكْرٌ لِقُصُورِ نِعْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى عَنْهُ، وَهُوَ عَيْنُ الشَّكْوَى، وَكَمَا أَنَّ الْعَبْدَ الْمَمْلُوكَ لَوْ سَأَلَ لَكَانَ سُؤَالُهُ تَشْنِيعًا عَلَى سَيِّدِهِ، فَكَذَلِكَ سُؤَالُ الْعِبَادِ تَشْنِيعٌ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُحَرَّمَ وَلَا يَحِلَّ إِلَّا لِضَرُورَةٍ كَمَا تَحِلُّ الْمَيْتَةُ. 

الثَّانِي: أَنَّ فِيهِ إِذْلَالَ السَّائِلِ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى، وَلَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ، بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِمَوْلَاهُ، فَإِنَّ فِيهِ عِزَّهُ، فَأَمَّا سَائِرُ الْخَلْقِ فَإِنَّهُمْ عِبَادٌ أَمْثَالُهُ، فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُذِلَّ لَهُمْ إِلَّا لِضَرُورَةٍ، وَفِي السُّؤَالِ ذُلٌّ لِلسَّائِلِ بِالْإِضَافَةِ إِلَى الْمَسْؤُولِ. 

الثَّالِثُ: أَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ إِيذَاءِ الْمَسْؤُولِ غَالِبًا، لِأَنَّهُ رُبَّمَا لَا تَسْمَحُ نَفْسُهُ بِالْبَذْلِ عَنْ طِيبِ قَلْبٍ مِنْهُ، فَإِنْ بَذَلَ حَيَاءً مِنَ السَّائِلِ أَوْ رِيَاءً، فَهُوَ حَرَامٌ عَلَى الْآخِذِ، وَإِنْ مَنَعَ رُبَّمَا اسْتَحْيَا وَتَأَذَّى فِي نَفْسِهِ بِالْمَنْعِ، إِذْ يَرَى نَفْسَهُ فِي صُورَةِ الْبُخَلَاءِ، فَفِي الْبَذْلِ نُقْصَانُ مَالِهِ، وَفِي الْمَنْعِ نُقْصَانُ جَاهِهِ، وَكِلَاهُمَا مُؤْذِيَانِ، وَالسَّائِلُ هُوَ السَّبَبُ فِي الْإِيذَاءِ، وَالْإِيذَاءُ حَرَامٌ إِلَّا بِضَرُورَةٍ.]  [إِحْيَاءُ عُلُومِ الدِّينِ ٤/٢٠٥]

“Meminta-minta itu hukum asalnya adalah haram. Adapun dibolehkannya karena darurat atau kebutuhan yang amat mendesak mendekati darurat.

Jika bukan karena kebutuhan mendedsak , maka itu haram . Adapun kenapa kami mengatakan bahwa hukum asalnya adalah haram karena tidak lepas dari tiga hal yang diharamkan :

Pertama :

Karena meminta-minta itu mengandung unsur gugatan kepada Allah SWT serta pengaduan kepada selain-Nya, dan juga mengandung makna demo akan kedangkalan nikmat Allah SWT kepada hambanya.

Yang demikian itu adalah wujud nyata bentuk pengaduan .

Dan seperti halnya seorang hamba yang dimiliki tuannya meminta-minta pada orang lain, maka perbuatan minta-mintanya tsb akan membuat cela kepada tuannya, demikian juga perbuatan minta-minta seorang hamba , itu sama saja dengan mencela Allah SWT. Dan ini harus dilarang dan tidak halal kecuali karena darurat, seperti diperbolehkan memakan bangkai .

Kedua :

Dalam meminta-minta itu sang peminta telah merendahkan dirinya kepada selain Allah SWT .

Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya kepada selain Allah, tetapi ia harus merendahkan dirinya kepada Maulanya [ Allah ] , karena kepada-Nya itu terdapat kehormatan dirinya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya itu adalah para hamba , sama seperti dia. Maka dia tidak boleh menghinakan dirinya kepada mereka kecuali karena darurat.

Dan dalam meminta-minta itu terdapat kehinaan bagi si peminta yang di sandarkan kepada orang yang diminta .

Ketiga :

Yang demikian itu pada umumnya tidak bisa dipisahkan dari penghinaan orang yang dimintanya. Maka kadang dia memberinya itu karena rasa tidak enak (malu) atau karena ingin mendapat pujian (riya), dan ini adalah haram bagi yang mengambilnya.

Dan jika dia tidak memberinya , dia mungkin merasa malu dan menyakiti perasaan dirinya sendiri jika tidak memberinya , karena dia akan menganggap dirinya termasuk orang-orang yang kikir.

Dilamatis, jika dia memberinya maka akan mengurangi hartanya . Dan jika tidak memberinya, maka akan merendahkan martabatnya.

Dan keduanya sama-sama menyakiti, dan orang yang minta-minta adalah penyebab yang menyakiti . Dan menyakiti itu haram hukumnya kecuali karena darurat .

[Lihat : Ihya Ulumuddin (4/205)]

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

أَصْلُ السُّؤَالِ مُحَرَّمٌ فِي الْمَسْجِدِ وَخَارِجَ الْمَسْجِدِ إِلَّا لِضَرُورَةٍ، فَإِنْ كَانَتْ ضَرُورَةٌ وَسَأَلَ فِي الْمَسْجِدِ وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا كَتَخَطِّيهِ رِقَابَ النَّاسِ، وَلَمْ يَكْذِبْ فِيمَا يَرْوِيهِ وَيَذْكُرُ مِنْ حَالِهِ، وَلَمْ يَجْهَرْ جَهْرًا يَضُرُّ النَّاسَ، مِثْلَ أَنْ يَسْأَلَ وَالْخَطِيبُ يَخْطُبُ، أَوْ وَهُمْ يَسْمَعُونَ عِلْمًا يَشْغَلُهُمْ بِهِ، وَنَحْوِ ذَٰلِكَ، جَازَ. [نَقْلًا عَنْ غِذَاءِ الْأَلْبَابِ لِلسَّفَارِينِيِّ ٢/٢٦٧]

Hukum asal meminta itu diharamkan , baik di masjid maupun di luar masjid kecuali karena darurat .

Maka jika karena darurat lalu dia meminta-minta di masjid , dan dia tidak menyakiti siapa pun - seperti melangkahi pundak orang-orang- tidak berbohong dalam apa yang dia ceritakan dan dalam menyebutkan tentang kondisinya dan tidak berbicara dengan suara keras yang mengganggu orang-orang - seperti ketika dia meminta-minta sementara khatib sedang memberikan khutbah , atau mereka sedang mendengar kajian ilmu yang menyibukkan mereka dengannya, dan seterusnya- ; maka itu diperbolehkan.

[ Di Kutip dari kitab غِذَاءُ الألبَابِ karya as-Safaariinii 2/267 ]

Selain faktor-faktor pendorong lainnya, meminta-minta adalah alternatif yang praktis diperankan oleh pelakunya dikarenakan mudah dan cepatnya hasil yang didapatkan, yaitu cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan dan sumbangan.

Dari Abu Bisyer Qubaishoh bin Al-Mukhoriq radhiyallahu ‘anhu berkata:

تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا فَقَالَ أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا قَالَ ثُمَّ قَالَ يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا

Aku pernah menanggung hammaalah

( yakni : tanggungan diat Qosaamah [قسامة] , yaitu : diat kasus pembunuhan terhadap salah seorang dari dua kabilah , pembunuhnya tidak di ketahui , tapi lokasi mayat nya diketemukan di dekat wilayah kabilah musuhnya , maka sudah menjadi hukum adat bagi kabilah yang terduduh harus membayar diat 100 ekor unta , jika tidak dibayar , akan terjadi perang antar dua kabilah . Pen ).

Lalu aku datang kepada Rasulullah , meminta bantuan beliau untuk membayarnya.

Beliau menjawab: "Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu."

Kemudian beliau melanjutkan sabdanya : "Hai Qubaishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan.

( Kesatu) : orang yang menanggung Hammaalah , maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga tanggunga hammaalahnya lunas. Bila tanggunganya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.

Kedua : seseorang yang kena hama yang menghancurkan semua hartanya, maka dia boleh meminta sehingga dia mendapat pegangan untuk kehidupannya atau bisa menutupi kehidupannya.

Ketiga : seseorang yang jatuh miskin/bangkrut, dengan kesaksian tiga orang yang betul-betul berakal sehat dari kaumnya (penduduk desa tersebut), seraya mereka menyatakan: Sungguh si Fulan itu telah tertimpa kebangkrutan, maka halal baginya meminta, sehingga dia mendapatkan pegangan hidup atau bisa menutupi kebutuhannya.

Adapun meminta selain dari tiga hal tersebut, wahai Qubaishoh, haram orang yang memakannya juga makanan yang haram.” (HR.Muslim No. 1730)

Dan dalam  hadits yang diriwayatkan oleh Sahal bin Handzoliyah Al-Anshory radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda:

((مَنْ سَأَلَ وَعِندَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ جَهَنَّمَ)) قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ! مَا يُغْنِيهِ؟ قَالَ: ((مَا يُغَدِّيهِ أَوْ يُعَشِّيهِ))

“Sesungguhnya barangsiapa yang meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah memperbanyak sesuatu dari api neraka Jahannam. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apa batasan sesuatu yang mencukupinya itu? Beliau menjawab: “Sesuatu cukup untuk makan siang atau makan malam.”

(HR. Ahmad no. 17625 , Abu Daud no. 1388 , Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Dishahihkan oleh syeikh al-Albaani dlm Shahih Abu Daud no. 1629 dan Shahih at-Targhiib no. 805  . Dan dishahihkan pula oleh para pentahqiiq Musnad Imam Ahmad 29/166 .

Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:  Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(( مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ ))

 “Seseorang terus menerus meminta-minta kepada orang lain sehingga ia kelak akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhori no. 1381 , 1474 dan Muslim no. 1040 )

Diriwayatkan pula dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Rasulullah bersabda:

((مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ))

 “Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah ia memakan bara api.”

( HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 2446), Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar (no. 3021), dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (no. 3506), semuanya dari jalan Israil ).

Hadits ini dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Al-Bani dalam Shahih at-Targhiib no. 802.

Dan dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi bersabda:

(( الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ ))

 “Sesungguhnya meminta itu cakaran, seseorang dengan meminta mencakar mukanya sendiri, kecuali seorang meminta kepada sultan atau untuk sebuah perkara yang tidak boleh tidak (darurat).”

(HR. Turmudzi no. 681 . Dia berkata : “ Hasan Shahih “. Dan di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih Turmudzi no. 681 ) .

Para mujahid dari kalangan para sahabat , meski mereka miskin karena tidak memiliki waktu untuk mencari rizki karena disibukkan dengan berperang , namun mereka tidak mengemis dan tidak melakukan perbuatan minta-minta , apalagi meminta-minta sambil merengek dan mendesak .

Allah SWT  berfirman :

{  لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ }

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi .

Orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang-orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.

Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.

Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/324) menafsirkan:

“Maksud dari kata-kata (mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak) mereka tidak membebani orang lain dengan meminta sesuatu yang tidak mereka butuhkan. Maka barangsiapa yang meminta sesuatu, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya dari minta-minta, maka dia telah melakukan perbuatan minta-minta dengan cara mendesak.”

****

ANTARA PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DAN PENGEMIS BERJUBAH BAWA PROPOSAL:

PENGEMIS DAN GEMBEL yang berpakaian lusuh dan compang camping yang nampak gembira dan senang ketika di kasih 2000 rupiah , ITU LEBIH MULIA dan jujur dari pada para pengemis yang mengemas dirinya dengan sorban dan proposal mengatas namakan agama sambil berdalil dengan ayat-ayat infaq .  Kesannya ayat-ayat infaq itu milik dia dan untuk kepentingan dia . Sementara orang lain saja , yang wajib mengamalkannya .

****

HARAMNYA MENERIMA SEDEKAH DARI SESEORANG KARENA RASA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :

Ada sebuah hadits menyatakan :

" مَا أُخِذَ بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "

Apa yang diambil dengan pedang malu [membuat orang merasa malu jika tidak memberi], itu adalah haram .

Makna Istilah سَيْفُ الحَياء = pedang bikin rasa malu :

قُوَّةُ الْإِحْرَاجِ وَالضَّغْطِ الَّذِي قَدْ يَتَسَبَّبُ فِيهِ الْخَجَلُ فِي الضَّغْطِ عَلَى الْغَيْرِ، فِيمَا يَعْنِي قَدْ يَتَشَابَهُ الْأَخْذُ بِالْحَيَاءِ بِفِعْلِ السَّيْفِ

" Kekuatan dan kemampuan menciptakan rasa tidak nyaman dan tekanan yang dapat menimbulkan rasa malu untuk menekan orang lain. Yang berarti : bahwa menerima pemberian dengan menimbulkan rasa malu itu dapat menyerupai : tekanan dengan pedang ".

Syeikh al-Albaani berkata tentang predikat hadits diatas :

( مَا أُخِذَ بِسَيْفِ الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ ) لَيْسَ حَدِيثًا نَبَوِيًّا، إِنَّمَا هُوَ قَوْلُ بَعْضِهِمْ، مَعْنَاهُ صَحِيحٌ، وَهُنَاكَ فِي الْحَدِيثِ مَا يُغْنِي عَنْهُ. 

وَهَذَا فِي الْوَاقِعِ مِنْ قِلَّةِ اهْتِمَامِ الْمُسْلِمِينَ وَضَعْفِ عِنَايَتِهِمْ بِأَحَادِيثِ نَبِيِّهِمْ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، يُعْرِضُونَ عَنْ حِفْظِ السُّنَّةِ وَيَحْفَظُونَ مَا لَمْ يَتَكَلَّمْ بِهِ نَبِيُّ السُّنَّةِ، مَاذَا هُنَاكَ؟ مَا يُغْنِي عَنْ ذَاكَ الْكَلَامِ، أَلَا وَهُوَ قَوْلُهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ). 

وَلِذَلِكَ، فَأَنْتَ أَيُّهَا الْمُسْلِمُ، لَا يَجُوزُ لَكَ أَنْ تَأْخُذَ مَالًا مِنْ أَخِيكَ الْمُسْلِمِ عَلَى اسْتِحْيَاءٍ مِنْهُ، تَعْرِفُ أَنَّ نَفْسَهُ مَا طَابَتْ لَكَ بِهَذَا الْمَالِ، فَإِنْ أَنْتَ أَخَذْتَهُ وَتَمَلَّكْتَهُ، فَقَدْ تَمَلَّكْتَ سُحْتًا حَرَامًا. 

هَذَا الْحَدِيثُ يُغْنِينَا عَنْ ذَاكَ الْحَدِيثِ: (لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ). نَعَمْ۔

(Apa yang diambil dengan pedang rasa malu, itu adalah haram ).

Itu bukan hadits Nabi, melainkan perkataan sebagian dari mereka, namun maknanya shahih dan benar. Karena di sana ada hadits lain [yang shahih] yang di dalamnya terdapat makna yang mencukupinya.

Hal ini sebenarnya disebabkan oleh kurangnya perhatian umat Islam dan lemahnya pemeliharaan mereka terhadap hadits-hadits Nabi mereka dan mereka berpaling dari menjaga Sunnah dan melindunginya dari apa yang tidak pernah di katakan Nabi .

Disana ada sebuah hadits yang mencukupi untuk membicarakan hal itu, yaitu sabda beliau :

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ

“Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 7662)

Oleh karena itu, hai orang Islam , tidak halal bagimu mengambil uang dari saudaramu yang muslim karena malu , sementara anda mengetahui bahwa jiwanya tidak ikhlas dengan pemberian hartanya itu untukmu .

Jika kamu mengambilnya dan memilikinya, maka kamu memiliki sesuatu yang haram.

Hadits ini mencukupi kita dari hadits pertama di atas . Kita cukupkan dengan hadits ini : “Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.” YA . 

[ Sumber : Silsilah al-Hudaa wan-Nuur , Kaset 950 . Waktu pengindeksan 00:41:35]

FATWA ABU BAKAR UTSMAN AL-BAKRI ulama madzhab ASY-SYAFI'I:

Abu Bakar Utsman bin Syatho al-Bakri dalam (إِعَانَةُ ٱلطَّالِبِينَ) 3/162-163 berkata :

لَوْ أَخَذَ مَالَ غَيْرِهِ بِالْحَيَاءِ، كَانَ لَهُ حُكْمُ الْغَصْبِ، فَقَدْ قَالَ الْغَزَالِيُّ: مَنْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ مَالًا فِي الْمَلَإِ، أَيِ الْجَمَاعَةِ مِنَ النَّاسِ، فَدَفَعَهُ إِلَيْهِ لِبَاعِثِ الْحَيَاءِ، لَمْ يَمْلِكْهُ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ. وَهُوَ مِنْ بَابِ أَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ۔

"Jika dia mengambil harta orang lain karena malu, maka baginya sama dengan hukum ghashab [perampasan], karena Imam Al-Ghazali berkata:

" Siapa pun yang meminta harta kepada orang lain di depan khalayak manusia , yaitu sekelompok orang, lalu dia memberikannya kepadanya karena dorongan rasa malu , maka dia tidak berhak memilikinya dan tidak halal baginya untuk mengelola harta tsb . Dan itu masuk dalam katagori memakan harta manusia dengan cara yang bathil [ tidak sah]".

FATWA IBNU HAJAR AL-HAITAMI ulama madzhab ASY-SYAFI'I :

Ibnu Hajar al-Haytami mengatakan dalam ("ٱلْفَتَاوَى ٱلْفِقْهِيَّةُ ٱلْكُبْرَى ")  2/364:

أَلَا تَرَىٰ إِلَىٰ حِكَايةِ ٱلْإِجْمَاعِ عَلَىٰ أَنَّ مَنۡ أَخَذَ مِنْهُ شَيۡءٖا عَلَىٰ سَبِيلِ ٱلْحَيَاءِ مِنْ غَيْرِ رِضَاٰ مِّنْهُ بِذَٰلِكَ لَا يَمْلِكُهُ ٱلۡءَاخِذُ، وَعَلَّلُوهُ بِأَنَّ فِيهِ إِكْرَاهًا بِسَيْفِ ٱلْحَيَاءِ، فَهُوَ كَالإِكْرَاهِ بِالسَّيْفِ ٱلْحَسِّيِّ۔اهـ.

Apakah Anda tidak melihat riwayat Ijma' : bahwa siapa pun yang mengambil sesuatu darinya karena rasa malu tanpa kerelaan hatinya dengan sedekah itu , maka si pengambil tsb tidak berhak memilikinya . Mereka mencela perbuatan tsb karena di dalamnya terdapat unsur pemaksaan dengan Saiful Hayaa' [ pedang rasa malu] ; maka dia mirip seperti dipaksa dengan pedang sungguhan [ Selesai ]

FATWA IBNU AL-JAUZI AL-HANBALI :

Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furuu' 3/452:

قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي الْمِنْهَاجِ: وَإِنْ أَخَذَ مِمَّنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ إِنَّمَا أَعْطَاهُ حَيَاءً لَمْ يَجُزْ أَخْذُهُ، وَيَجِبُ رَدُّهُ إِلَىٰ صَاحِبِهِ. اهـ.

Ibnu al-Jawzi berkata dalam al-Minhaj : Jika dia mengambil sesuatu dari seseorang yang diketahui bahwa dia memberinya hanya karena malu ; maka tidak boleh mengambilnya, dan wajib dikembalikan kepada pemiliknya [ Selesai ]

FATWA IBNU AL-QOYYIM AL-HANBALI :

Ibnu al-Qayyim dalam ("مدارج السالكين") 1/456 membagi makanan-makanan yang DIHARAMKAN menjadi dua macam :

مُحَرَّمَاتٌ لِحَقِّ اللَّهِ، كَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ، وَلَحْمِ الْخِنْزِيرِ، وَذِي النَّابِ مِنَ السِّبَاعِ وَالْمِخْلَبِ مِنَ الطَّيْرِ ‌وَمُحَرَّمَاتٌ ‌لِحَقِّ ‌الْعِبَادِ، ‌كَالْمَسْرُوقِ ‌وَالْمَغْصُوبِ ‌وَالْمَنْهُوبِ، ‌وَمَا ‌أُخِذَ ‌بِغَيْرِ ‌رِضَا ‌صَاحِبِهِ، ‌إِمَّا ‌قَهْرًا ‌وَإِمَّا ‌حَيَاءً ‌وَتَذَمُّمًا. اهـ.

Pertama : yang diharamkan karena adanya hak Allah, seperti bangkai , darah, babi , binatang bertaring yang buas , dan burung bercakar tajam .

Kedua : yang diharamkan karena adanya hak-hak manusia, seperti makanan yang dicuri, dirampas, dijarah, dan apa diambil tanpa keridhoan pemiliknya, baik dengan pemaksaan, atau dengan RASA MALU dan TAKUT DICELA [ Selesai].

****

SESEKALI MEMINTA ITU BOLEH HUKUMNYA

YANG TIDAK BOLEH ITU KEBIASAAN MEMINTA-MINTA alias MENGEMIS , APALAGI DIJADIKAN SUMBER MATA PENCAHARIAN .

NABI PERNAH MEMINTA. CONTOHNYA :

PERTAMA :

Nabi pernah meminta hadiyah masakan daging zakat milik Barirah radhiyallahu ‘anhu, dia adalah mantan budak yang  dimerdekakan oleh 'Aisyah radhiyallahu ‘anhu .

Dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa dia berkata; 

كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ : .... وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأُتِيَ بِخُبْزٍ وَأُدُمٍ مِنْ أُدُمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ بُرْمَةً عَلَى النَّارِ فِيهَا لَحْمٌ فَقَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ فَقَالَ هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَهُوَ مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ ....

Dalam kasus Barirah ada tiga pelajaran yaitu ; [ Salah satunya ]

Barirah radhiyallahu ‘anhu pernah diberi daging [ zakat ] , lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke rumahku, ketika itu ada periuk [berisi daging] yang sedang dipanasi di atas api.

Kemudian beliau meminta dihidangkan makanan, lalu beliau diberi roti dan lauk pauk [cuka] yang ada di rumah.

Lalu beliau bertanya : Tidakkah tadi saya melihat periuk di atas api yang berisi daging? 

Mereka menjawab ; Ya, wahai Rasulullah, itu adalah daging [zakat] yang tadi disedekahkan kepada Barirah, sehingga kami tidak suka untuk memberikannya kepada Anda [ karena mereka tahu bahwa Nabi dan keluarganya tidak boleh menerima dan memakan harta zakat ] . 

Beliau bersabda : " Daging tersebut bagi Barirah adalah zakat , sedangkan bagi kita adalah hadiah dari Barirah".

[ HR. Bukhori no. 4871 dan Muslim no. 2768 , 3859 ]

Dalam lafadz lain :

وَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ تَفُورُ بِلَحْمٍ فَقُرِّبَ إِلَيْهِ خُبْزٌ وَأُدْمٌ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ الْبُرْمَةَ فِيهَا لَحْمٌ قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ وَأَنْتَ لَا تَأْكُلُ الصَّدَقَةَ قَالَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ

Suatu ketika Rasulullah masuk, sementara periuk sedang mendidih masak daging.

Namun yang disuguhkan kepada beliau saat itu adalah roti dan lauk [cuka] dari rumah. Maka beliau pun bertanya : "Bukankah tadi aku melihat periuk yang berisikan daging."

Maka mereka menjawab : "Ya, benar, akan tetapi daging itu adalah daging [ zakat ] yang disedekahkan kepada Barirah, sementara Anda tidak makan harta sedekah."

Akhirnya beliau pun bersabda: "Bagi Barirah adalah sedekah, namum untukku (dari Barirah) adalah hadiah."  ( HR. Bukhori no. 4871 ).

Lauk Pauk ( الإِدَام ) kesukaan Rosulullah adalah CUKA , sebagaimana sabda beliau :

نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ

Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka ( HR. Muslim no. 2051 )

KEDUA :

Nabi pernah minta dari seorang sahabat bagian dari kambing-kambing hasil imbalan ruqyah:

Diriwayatkan dari Sahabat Abi Said Al-Khudri Radliyallahu ‘Anhu :

" أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ، فَقَالُوا: هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ؟ فَقَالُوا: إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا، وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ، وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ، فَقَالُوا: لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ: " وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ، خُذُوهَا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ ".

 “ Bahwa sekelompok sahabat mendatangi suatu kabilah dari beberapa kabilah Arab, namun mereka tidak mempersilakan masuk terhadap para sahabat. Hal itu terus berlangsung, sampai suatu ketika pemuka kabilah tersebut disengat binatang berbisa, lalu mereka berkata :

‘Apakah kalian membawa obat atau adakah orang yang bisa meruqyah?’

Para sahabat pun menjawab :

‘Kalian tidak mempersilakan masuk pada kami, kami tidak akan meruqyahnya (mengobatinya) sampai kalian menjanjikan Ju’al ( imbalan ) pada kami.’

Lalu mereka pun menjanjikan untuk mereka sekawanan kambing sebagai JU’AL ( imbalan ) , lalu seorang sahabat membaca Surat Al-Fatihah, dan mengumpulkan air liurnya lalu mengeluarkannya (baca: melepeh) hingga sembuhlah pemuka kabilah tsb , dan mereka memberikan kambing.

Para sahabat berkata : ‘Kami tidak akan mengambilnya, hingga kami bertanya pada Rasulullah.’

Mereka pun menanyakan perihal kejadian tersebut pada Rasulullah,  maka Beliau  tertawa dan berkata:

‘Tahu kah kamu bahwa itu adalah Ruqyah ? Ambillah, dan berilah bagian untukku’.” (HR Bukhari no. 5295 , 5736 ).

====

WAJIB BAGI UMAT ISLAM BERJUANG MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DIATAS KALIMAT ORANG-ORANG KAFIR .

Allah swt berfirman :

وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( QS. Attaubah : 40 ).

PERKATAAN IBNU ABBAAS radhiyallahu ‘anhu :

اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى عَلَيْهِ

Artinya  : “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya”

TAKHRIIJ HADITS :

Dari ‘Ikrimah ia berkata : 

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ – رضي الله عنهما – فِي الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّة تَكُونُ تَحْتَ النَّصْرَانِيِّ أَوْ الْيَهُودِيِّ ، فَتُسْلِمُ هِيَ ، قَالَ: يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا ، الْإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ ".

Ibnu Abbas rodhiyallahu anhumaa berkata tentang Yahudi dan Nasroni :

(yakni) ada seorang istri yang bersuamikan seorang Nasroni atau Yahudi, kemudian sang istri masuk Islam, maka Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu berkata :

“ ceraikan ia, karena Islam tinggi dan tidak ada yang mampu menandinginya”.

Dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Irwaul Gholil (no. 1268).

Perbuatan meminta-minta meski dibalut dengan istilah infaq dan donasi tetap saja meminta-minta dan mengemis adalah salah satu dari sifat-sifat tercela yang merendahkan kalimat Allah, meruntuhkan wibawa , kehormatan dan martabat agama , pribadi dan umat .

===

PERINTAH MENJAGA IZZAH , WIBAWA DAN KEHORMATAN :

Makna Izzah [ العِزَّةُ – kehormatan , wibawa dan harga diri ]

Izzah dalam  bahasa arab adalah :

العِزُّ: خلاف الذُلِّ. وهو في الأصل: القُوَّة والشِّدَّة والغَلَبَة والرِّفعة والامْتِنَاع.

يقال: عَزَّ يَعَزُّ -بالفتح للمضارع-: إذا اشتَدَّ وقَوِيَ، وبالكسر للمضارع: إذا قَوِيَ وامتَنَع، وبالضَّم: إذا غَلَب وقَهَر.

ويقال: عَزَّ فلانٌ، أي: صَار عَزِيزًا، أي: قَوِيَ بعد ذِلَّة.

وأعَزَّهُ الله. وهو يَعْتَزُّ بفلان، ورَجُلٌ عَزِيزٌ: مَنِيعٌ، لَا يُغْلب، وَلَا يُقْهر. وعَزَّ الشَّيء: إذا لم يُقْدَر عليه، وعَزَّ الشَّخص: قَوِيَ وبَرِئ من الذُّل.

Al-Izz [Kehormatan]: kebalikan dari kehinaan. Dan al-Izz pada asalnya adalah : kekuatan, kedahsyatan, mendominasi, ketinggian derajat , dan kemampuan menjaga diri .

Dikatakan : عَزَّ - يَعَزُّ [dengan dibaca Fathah dalam Fiil Mudhori] , artinya : jika menjadi dahsyat dan kuat.

Dan dengan dibaca Kasrah [ يَعِزُّ ] dalam Fiil Mudhori : jika dia kuat dan mampu menjaga diri [abstain].

Dan dengan di baca dhommah [ يَعُزُّ ] , artinya : jika memenangkan dan mengalahkan.

Dan dikatakan :

  عَزَّ فلانٌ، أي: صَار عَزِيزًا، أي: قَوِيَ بعد ذِلَّة

Azza Fulan , yakni dia menjadi Aziiz , yaitu : dia menjadi mulia dan kuat setelah dalam kehinaan.

Dan : 

وأعَزَّهُ الله. وهو يَعْتَزُّ بفلان

Artinya : Semoga Allah memuliakannya . Dan Dia memuliakan terhadap si Fulan ".

Dan : 

ورَجُلٌ عَزِيزٌ: مَنِيعٌ، لَا يُغْلب، وَلَا يُقْهر. وعَزَّ الشَّيء: إذا لم يُقْدَر عليه، وعَزَّ الشَّخص: قَوِيَ وبَرِئ من الذُّل

Di katakan dia seorang pria yang 'Aziiz  : artinya mampu melindungi diri , tak terkalahkan, dan tak bisa ditekan atau di paksa .

Dikatakan : عَزَّ الشَّيء artinya : jika dia tidak ada yang mampu untuk melemahkannya .

Dan di katakan : عَزَّ الشَّخص : Dia kuat dan bebas dari kehinaan

[[ Baca : Maqoyis al-Lugoh oleh Ibnu Faris (hal. 4/38-39) dan Lisan al-Arab oleh Ibnu Mandzur (5/374-375) ]]

Adapun makna al-Izzah secara istilah adalah sbb :

حاَلَةٌ مَانِعَةٌ لِلإنْسَانِ مِنْ أَنْ يُغْلَبَ

Suatu kondisi yang mencegah seseorang untuk terkalahkan atau ditaklukkan. [ Baca : Taaj al'Aruus karya Al-Zubaidi (hal. 15/219)]

وقيل: العِزَّة: التَّأَبِّي عن حمل المذَلَّة . وقيل: الـتَّــرَفُّع عمَّا تَلْحَقه غَضَاضَة

Dan dikatakan pula : al-Izzah adalah : menghindari dari hal-hal yang membawa pada kehinaan. [ Baca : Mu'jam Maqooliid al-'Uluum karya as-Sayuthi hal. 203 ]

Dan dimaknai pula  : " Bangkit serta mengangkat diri dari hal-hal yang mengantarkan pada kerendahan dirinya ".

وقيل: العِزَّة: القُوَّة والغَلَبَة والحَمِيَّة والأَنَفَة.

Dikatakan pula : al-Izzah adalah : kekuatan, penguasaan [dominasi] , semangat, dan harga diri [jaga gengsi]. [ Baca : Mu'jam al-Wasiith hal. 149 ]

===

DALIL-DALIL TENTANG PERINTAH MENJAGA IZZAH

[Izzah =  Wibawa, Kekuatan, kehormatan dan Kemuliaan ]:

Allah SWT berfirman :

{ مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ }

“Barang siapa yang menghendaki kehormatan, maka bagi Allah-lah kehormatan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)   

Dan Allah SWT berfirman :

الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا 

(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka menginginkan IZZAH di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua IZZAH kepunyaan Allah. [QS. An-Nisaa : 139 ]

Dan Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Hai orang-orang yang percaya, barangsiapa di antara kamu, murtad dari agamanya maka Allah akan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang lemah lembut terhadap orang yang mukmin kelak, yang memiliki IZZAH [berlaku keras] terhadap orang-orang kafir , yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang membayar-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. [ QS. Al-Maidah : 54 ]

Dari al-Miqdad bin al-Aswad berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

" لَا يَبْقَى عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلَامِ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ ذُلِّ ذَلِيلٍ إِمَّا يُعِزُّهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أَهْلِهَا أَوْ يُذِلُّهُمْ فَيَدِينُونَ لَهَا ".

“Tidak tersisa di atas bumi ini satupun rumah di kota dan di desa, kecuali Allah memasukkan kata Islam dengan IZZAH [kemuliaan] yang menjadikan mulia, atau dengan kehinaan yang menjadikan hina.

Adakalanya Allah Yang Mahamulia dan Mahaperkasa memuliakan mereka [dengan izzah] , lalu Allah menjadikan mereka di antara pejuangnya; atau Allah menghinakan mereka, lalu mereka menjadi pengikutnya.”

(HR. Ahmad dalam al-Musnad 39/236 no. 23814 , Al-Bukhari dalam “Al-Tarikh Al-Kabir” 2/151, al-Hakim dalam al-Mutadrak 4/430-431 , Ibn Hibban (6699) dan (6701), Al-Tabarani dalam “Al-Kabir” 20/ (601), dan dalam “Al-Syamiyyiin” (572), dan Ibn Mandah dalam "Al-Iman" (1084) dari jalur Al-Walid bin Muslim.

Al-Hakim berkata :

"صحيح على شرط الشيخين، ولم يخرجاه"

Shahih menurut syarat kedua syeikh [ Bukhori dan Muslim ], namun mereka berdua tidak meriwayatkannya. Dan ini di setujui oleh Imam adz-Dzahabi

Di Hasankan oleh Ibnu Asaakir dalam Mu'jam asy-Syuyuukh 2/806 . Dan dishahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Misykah al-Mashaabiih 1/20 no. 41 dan Tahdzir as-Saajid hal. 147 . Dan di shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arna'uuth dalam Takhrij al-Musnad 39/236 no. 23814.

Al-Haitsami berkata dalam al-Majma' 6/14 :

"رجال أحمد رجال الصحيح"

"Para perawi Imam Ahmad adalah para perawi ash-Shahih" .

===

ANTARA KASIH SAYANG NABI DAN IZZAH PARA SAHABAT DALAM PERANG AHZAB .

Abu Muhammad Ibnu Hazm adz-Dzohiri dalam Jawaami' as-Siirah hal. 188 [ Cet. Al-Ma'aarif] menceritakan :

Pada saat terjadi perang Ahzab [Khandaq] , dan umat Islam dikepung oleh pasukan sekutu , diantaranya oleh Bani Gathfaan , pasukan sekutu yang paling kuat dan besar . Maka Rasulullah mengirim utusan kepada dua kepala kabilah Ghathfan , Uyaynah bin Hishn bin Hudhaifa, dan Al-Harits bin Auf bin Abi Haritsah untuk memberikan penawaran sepertiga dari hasil panen buah-buahan di Madinah agar mereka keluar dari pasukan Ahzab dan pulang meninggalkan pengepungan Madinah 

Sebelum terjadi kesepakatan perjanjian dengan penawaran itu di mulai , maka Rasulullah menceritakan hal itu terlebih dahulu kepada Saad bin Muadz dan Saad bin Ubadah, lalu  mereka berkata berkata:

يا رسول الله أمرًا تحبه فنصنعه أم شيئًا أمرك الله به لا بد لنا من العمل به، أم شيئًا تصنعه لنا؟

Wahai Rasulullah, apakah ini suatu urusan yang engkau sukai lalu supaya kami melakukannya, atau apakah sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah, yang tidak boleh tidak kami harus mengerjakannya, atau adakah ini hanya sesuatu urusan yang engkau lakukan demi untuk kami?

Maka Rosulullah menjawab :

" بَلْ شَيْءٌ أَصْنَعُهُ لَكُمْ، وَاللَّهِ مَا أَصْنَعُ ذَٰلِكَ إِلَّا لِأَنِّي رَأَيْتُ الْعَرَبَ رَمَتْكُمْ عَنْ قَوْسٍ وَاحِدَةٍ، وَكَالَبُواكُمْ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَكْسِرَ عَنْكُمْ مِنْ شَوْكَتِهِمْ إِلَىٰ أَمْرٍ مَّا"

“Ini urusan yang aku lakukan demi untuk kalian , demi Allah, aku tidak akan melakukan yang demikian itu melainkan karena sesungguhnya  aku telah melihat bangsa Arab telah bersatu memanah kalian dari satu busur dan mereka telah mengepung kalian secara ketat dan pada setiap penjuru. Oleh sebab itu aku bertujuan hendak memecahkan kekuatan mereka dan hal ini aku serahkan pada pendapat.”

Maka Saad bin Muadz berkata kepada beliau :

يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ كُنَّا وَهَٰؤُلَاءِ عَلَى الشِّرْكِ بِاللَّهِ وَعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ لَا نَعْبُدُ اللَّهَ، وَلَا نَعْرِفُهُ، وَهُمْ لَا يَطْمَعُونَ أَنْ يَأْكُلُوا مِنْهَا ثَمَرَةً وَاحِدَةً إِلَّا قِرًى أَوْ بَيْعًا، أَفَحِينَ أَكْرَمَنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ، وَهَدَانَا لَهُ، وَأَعَزَّنَا بِكَ، وَبِهِ نُعْطِيهمْ أَمْوَالَنَا؟ مَا لَنَا بِهَٰذَا مِنْ حَاجَةٍ وَاللَّهِ لَا نُعْطِيهِمْ إِلَّا السَّيْفَ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ!

“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dan mereka itu dahulu satu kaum dalam menyekutukan Allah [musyrikin] dan menyembah berhala-berhala, kami tidak menyembah kepada Allah dan kami tidak pula mengenali-Nya.

Dan mereka itu tidak mengharapkan akan memakan buah tamar daripada kota Madinah, melainkan dengan cara bertamu [dijamu sebagai tamu] atau jual beli.

Maka tatkala Allah memuliakan kami dengan Islam dan telah memberi hidayah-Nya kepada kami, dan Ia telah meninggikan kami [ meng IZZAH kan kami ] dengan sebab engkau dan dengan-Nya, maka kami tidak akan memberikan kepada mereka harta-harta kami ?

Kami tidak membutuhkan kesepakatan ini . Demi Allah, kami tidak akan memberi kepada mereka itu, melainkan pedang sehingga Allah memberi keputusan antara kami dengan mereka.”

Mendengar jawapan tersebut baginda bersabda:

" أَنتَ وَذَاكَ".

“Sungguh hebat kamu.”

Kemudian Saad bin Mu`adz mengambil surat perjanjian dan point-point di dalamnya dihapuskan, kemudian berkata :

لِيَجْهَدُوا عَلَيْنَا.

“Biarlah mereka mengusir kami, kami telah bersedia.”

****

PERINTAH UNTUK MENJAGA RASA MALU DAN HARGA DIRI :

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma :

مَرَّ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ علَى رَجُلٍ، وهو يُعَاتِبُ أخَاهُ في الحَيَاءِ، يقولُ: إنَّكَ لَتَسْتَحْيِي، حتَّى كَأنَّهُ يقولُ: قدْ أضَرَّ بكَ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: دَعْهُ، فإنَّ الحَيَاءَ مِنَ الإيمَانِ.

"Nabi pernah melewati seorang laki-laki yang tengah mencela saudaranya karena malu, kata laki-laki itu;

"Sesungguhnya kamu selalu malu hingga hal itu akan membahayakan bagimu."

Maka Rasulullah bersabda:

"Biarkanlah ia, karena sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari iman." [ HR. Bukhori no. 6118 dan Muslim no. 36]

Dalam lafadz lain :

أَنَّ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ في الحَيَاءِ ، فَقَالَ رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « دَعْهُ فإِنَّ الحياءَ مِنَ الإِيمانِ »

"Bahawasanya Rasulullah berjalan melalui seorang lelaki dari golongan kaum Anshar dan ia sedang menasihati saudaranya tentang hal sifat malu – yakni malu mengerjakan kejahatan.

Kemudian Rasulullah bersabda yang maksudnya: “Biarkanlah ia, sebab sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari keimanan". 

[Muttafaq ‘alaih . Shahih Bukhori no. 24 dan Shahih Muslim no. 36]

Bahwasannya Nabi bersabda:

الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ قَالَ : بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ.

artinya: ((Iman itu ada 70 cabang. Atau ada yang mengatakan : 60 cabang :

Yang paling tinggi adalah perkataan : "لا إله إلا الله" dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan yang ada di jalan.

Dan malu itu merupakan cabang dari keimanan.)) [ HR. Muslim no. 35 ]

Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah bersabda: 

 ((إنَّ ممَّا أدْرَكَ النَّاسُ مِن كَلامِ النُّبُوَّةِ، إذا لَمْ تَسْتَحْيِ فافْعَلْ ما شِئْتَ ))

 “Sesungguhnya sebagian yang manusia jumpai dari ucapan kenabian adalah: Jika kamu tidak punya rasa malu, lakukanlah apa saja yang kamu kehendaki!” (HR. Bukhori no. 3483)

Perbuatan meminta-minta adalah salah satu dari sifat-sifat tercela yang merendahkan kehormatan dan martabat seseorang dalam syariat Islam.

===***===

BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :

Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil :

 وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]

Imam Qurthubi berkata :

سَوَىٰ اللَّهُ تَعَالَىٰ فِي هَذِهِ الْآيَةِ بَيْنَ دَرَجَةِ الْمُجَاهِدِينَ وَالْمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ عَلَىٰ نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَىٰ أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ۔

Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : "Al-Jami' Li Ahkam al-Qur'an" 21/349. Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).

Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu Hanifah ] menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :

وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُقَدِّمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَىٰ دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ: لِأَنْ أَمُوتَ بَيْنَ شُعَبَتَيْ رَحْلِي أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُقْتَلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَىٰ قَدَّمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ عَلَىٰ الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: {وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ}.

Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata :

Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena Allah SWT dalam firman-Nya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid , berdasarkan firman-Nya :

 وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi bersabda :

طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ

Mencari rizki yang halal itu Jihad .

( HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm (“الكامل في الضعفاء”) 6/263 . Imam Ahmad berkata :

“ Hadits ini Mungkar “. Lihat : (“تهذيب التهذيب”) 9/437

Dari Ka’ab bin ‘Ujroh ( كعبُ بنُ عجرةٍ ) :

مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَىٰ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جَلَدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَى نَفْسِهِ يَعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ رِيَاءً وَمَفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ» (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ).

Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah , dan para shahabat radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti lelaki pekerja yang tangguh- pen), maka rasulullah berkata:

 “Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).

Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .

Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam rangka `iffah (menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .

Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka dia terhitung di jalan syaithon.” 

( HR. Al-Imam Ath-Thobraany (13/491) para perawinya tsiqoot / dipercaya ).

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda:

أَمَا إِنَّهُ إِن كَانَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن كَانَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ۔

Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) , dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ)

( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754 ) . Lihat pula “الجامع الصغير وزوائده والجامع الكبير” 2/165 No. 4603 .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : bahwa Rasulullah bersabda ( Dalam lafadz lain ) :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ الشَّيْطَانِ

Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah , tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah jalan bukit . Ketika dia nampak di hadapan kami , maka kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah!

Rasulullah mendengar perkataan kami.

Beliau bersabda: “ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk orang yang terbunuh saja?

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua orangtuanya, maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk keluarganya, maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya ( dalam rangka menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha ( mencari rizki ) untuk berbanyak-banyakan harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan

Dalam lafadz lain :

وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلا مَنْ قُتِلَ ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَن سَعَىٰ عَلَىٰ عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَىٰ مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ۔

“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh saja?

Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang tuanya maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk berbanyak-banykan harta semata maka dia di jalan thaghut.”

(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani "Al-Mu'jam Al-Awsat" 5/119 dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حلية الأولياء وطبقات الأصفياء” hal. 197 ) . Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah no 2232) 

Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu.

Dan Nabi bersabda :

 مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

” Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari kesusahan, rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih, sesuatu yang menyakitkan, dan rasa gundah, hingga duri yang mengenai dirinya kecuali Allah menjadikannya sebagai pelebur atas kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari).

===

JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA . TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN BEKERJA SESUAI SUNNAH

Dari Abu Sa’id al-Khudri  radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata : Rasulallah . bersabda,

«مَنْ أَكَلَ طَيِّبًا، وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ» فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ لَكَثِيرٌ، قَالَ: «وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي

“Barangsiapa memakan makanan yang baik, bekerja sesuai sunnah, dan orang lain merasa aman dari keburukannya ; maka dia masuk Surga.”

Seorang sahabat berkata : Wahai Rasulallah!  Sesungguhnya ini banyak pada ummatmu sekarang.

Rasulallah bersabda, “Mereka akan ada sepeninggalku nanti.” 

( HR. Turmudzy No. 2520 , Thabrani dlm “المعجم الأوسط” 2/52 , Baihaqi dlm “شعب الإيمان”  7/501 , al-Laalakaa’i ( اللالكائي ) 1/59 , al-Haakim 4/117 dan Ibnu Abi ad-Dunya 1/57 ).

At-Turmudzi berkata : “ حسن صحيح غريب” . al-Haakim berkata : “ صحيح الإسناد”. Hadits ini di masukkan pula oleh Syeikh Al-Albani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة” .

===

ANCAMAN NERAKA BAGI ORANG YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI

Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii radhiyallahu ‘anhu : Bahwa, pada suatu hari Rasulullah bersabda di dalam khutbah beliau :

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا : ........

قَالَ : وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ

"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini ....................................

( Diantaranya . Pen ) Allah berfirman : " Dan penghuni neraka itu ada lima macam:

 1). Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas] .

Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [ yakni : hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian ] .

Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak pula membangun ekonomi  .

2). Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal yang samar .

3). Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan tipu muslihat ) dari keluargamu dan hartamu .

4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta .

5). Dan Orang yang akhlaknya buruk." ( HR. Muslim No. 5109 )

Semua keterangan yang tersebut diatas sangat jelas sekali berlawanan dengan karakter dan perbuatan minta-minta alias mengemis yang dampaknya menghinakan diri sendiri, umat Islam dan agamanya serta mengadukan Allah kepada manusia .

Pada zaman sekarang ini  meminta-minta dan mengemis dianggap suatu hal yang biasa dan bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian. Fenomena ini terus berkembang dan memiliki beragam pola serta perangkat-perangkat yang mampu menunjang perkembangannya.

===***===

ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK

Allah dalam firmanNya :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An-Nisa : 9)

Menurut sebagian para ahli tafsir : kata " ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا  " pada ayat diatas mencakup makna yang luas. Kata “lemah” pada ayat di atas bisa dimaknai lemah dalam sisi aqidah, agama , ekonomi ,  sosial , keilmuan dan lainnya .

Maka dengan demikian dalam ayat di atas, Allah memerintahkan para orang tua untuk mempersiapkan generasi setelah mereka . Jangan sampai generasi–generasi di bawah mereka menjadi generasi yang lemah.

Lemah di sini seperti yang di sebutkan diatas , maknanya sangat luas, karena memang yang dikehendaki Al-Quran dalam ayat tersebut adalah makna yang mutlak dan umum. Baik berkaitan dengan kelemahan aqidah, syariat, psikis, sosial, maupun ekonomi, dan lain sebagainya

Kelemahan sebuah generasi, tak lepas dari tanggung jawab generasi sebelumnya untuk mengentaskan penerusnya dari jurang kegelapan dan kegagalan. Karena hidup sejatinya adalah kematian, maka salah satu usaha untuk mempersiapkan kematian tersebut adalah dengan mempersiapkan pengganti yang tangguh.

Abdul Lathif Al-Khatib dalam Audhah At-tafasir menyebutkan :

نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي الْأَوْصِيَاءِ وَالْمَعْنَىٰ: ذَكِّرْ أَيُّهَا الْوَصِيُّ ذُرِّيَّتَكَ الضُّعَفَاءَ مِنْ بَعْدِكَ؛ وَكَيْفَ يَكُونُ حَالُهُمْ بَعْدَ مَوْتِكَ؛ وَعَامِلِ الْيَتَامَى الَّذِينَ وُكِّلَ إِلَيْكَ أَمْرُهُمْ وَتَرَبَّوْا فِي حَجْرِكَ؛ بِمِثْلِ مَا تُرِيدُ أَنْ يُعَامِلَ أَبْنَاؤُكَ بَعْدَ فَقْدِكَ۔

“Ayat ini diturunkan kepada para pelaksana / pengemban wasiat , dan artinya: Wahai pelaksana wasiat , ingatlah akan anak keturunanmu yang lemah. Dan bagaimana kelak keadaan mereka setelah kematianmu ?

Dan perlakukanlah pula para anak yatim yang dititipkan kepadamu. Didiklah mereka dalam asuhanmu . Samakan seperti halnya kamu berkeinginan dalam memperlakukan anak-anak mu setelah kehilanganmu."

Dan berikut ini ada sebuah hadits yang sangat tegas menganjurkan para orang tua sebelum meninggal untuk MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK .

Dari Sa'ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata;

جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ

Nabi datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah darinya.

Beliau bersabda; "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".

Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku".

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan: "Setengahnya"

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan lagi: "Sepertiganya".

Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.

Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.

Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.

Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".

Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. ( HR. Bukhori No. 2537)

Coba perhatikan sabda Beliau : " Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka."

ALLAHU AKBAR

Dan lebih menarik lagi hadits berikut ini :

Dari Abu Yazid , yaitu : Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhu ( Ia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk golongan sahabat Rosululloh ). Dia berkata:

كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصمْتُهُ إِلَى رسولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: “لَكَ مَا نويْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ “

“Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk sedekah, dinar-dinar tersebut ia letakkan di sisi seorang pria di masjid.

Lalu aku - Ma’an anak Yazid - datang dan mengambilnya, kemudian aku menemui ayahku dengan menunjukkan dinar-dinar tadi .

Ayahku berkata : “Demi Alloh, bukan engkau yang kuhendaki ( tapi untuk sedekah ) ”.

Lalu aku adukan pada Rosululloh , Beliau pun bersabda:

" Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid , sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an ”. [HR Bukhori no. 1422 ]

Maksudnya :

Perkataan : “Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid : yaitu bahwa engkau wahai Yazid , telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu-

Perkataan : “ Sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an” : yaitu bahwa engkau wahai Ma’an boleh memiliki dinar-dinar tersebut, karena engkau putranya lebih berhak dari pada orang lain”.

SUBHANALLAH , DUA-DUANYA DIBENARKAN oleh Rosulullah , sejuk sekali mendengarnya.

Hadits ini mirip dengan hadits kisah Ibnu Masud dengan Istrinya radhiyallahu ‘anhu :

Dari Abu Sa'id Al Khurdri radhiyallahu ‘anhu ;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَوَعَظَ النَّاسَ وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوا فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

Artinya : Rasulullah keluar menuju lapangan tempat shalat untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adhha atau 'Iedul Fithri. Setelah selesai Beliau memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka untuk menunaikan zakat seraya bersabda:

"Wahai manusia, bershadaqahlah (berzakatlah) ".

Kemudian Beliau mendatangi jama'ah wanita lalu bersabda:

"Wahai kaum wanita, bershadaqahlah. Sungguh aku melihat kalian adalah yang paling banyak akan menjadi penghuni neraka".

Mereka bertanya: "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?".

Beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan mengingkari pemberian (suami). Tidaklah aku melihat orang yang lebih kurang akal dan agamanya melebihi seorang dari kalian, wahai para wanita".

Kemudian Beliau mengakhiri khuthbahnya lalu pergi.

Sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin kepada Beliau, lalu dikatakan kepada Beliau; "Wahai Rasulullah , ini adalah Zainab".

Beliau bertanya: "Zainab siapa?".

Dikatakan: "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud".

Beliau berkata,: "Oh ya, persilakanlah dia".

Maka dia diizinkan kemudian berkata,: "Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq)”.

Maka Nabi bersabda: "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada mereka". ( HR. Bukhori No. 1369 )

===***===

BEKERJA CARI NAFKAH HALAL ITU BAGIAN DARI BERSYUKUR KEPADA ALLAH .

Allah SWT memerintahkan Nabi Daud - meski dia seoarang Raja - dan keluarganya ['alaihimus salaam] untuk mensyukuri nikmat Allah SWT dengan bekerja mencari nafkah yang halal untuk menafkahi dirinya dan keluarganya masing-masing .

Dan Allah SWT memerintahkan pula Nabi Daud dan keluarganya ['alaihimus salaam] agar tidak makan dan minum dari hasil keringat dan jerih payah rakyatnya . 

Itu semua sebagai bentuk rasa rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya kepada mereka berupa sehat jasmani rohani dan adanya kesempatan untuk bekerja . 

Allah Swt berfirman :

﴿اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ﴾

" Bekerjalah kalian , hai keluarga Daud, untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur ". (Saba: 13)

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :

" Yakni dan Kami katakan kepada mereka, "Bekerjalah sebagai ungkapan rasa syukur yang telah dilimpahkan Allah kepada kalian untuk kepentingan agama dan dunia kalian."

Syukran adalah bentuk masdar tanpa fi'il, atau menjadi maf'ullah. Berdasarkan kedua hipotesis ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa syukur itu adakalanya dengan perbuatan, adakala­nya pula dengan lisan dan niat, sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang penyair:

أفَادَتْكُمُ النّعْمَاء منِّي ثَلاثةً: ... يدِي، ولَسَاني، وَالضَّمير المُحَجَّبَا ...

Telah kulimpahkan tiga macam nikmat dariku kepada kalian (sebagai rasa terima kasihku), yaitu melalui tanganku, lisanku, dan hatiku yang tidak kelihatan.

Abu Abdur Rahman As-Sulami telah mengatakan bahwa salat adalah ungkapan rasa syukur, puasa juga ungkapan rasa syukur, serta semua amal kebaikan yang engkau kerjakan karena Allah Swt. merupakan ungkapan rasa syukurmu (kepada-Nya).

Dan Ibnu Katsir berkata :

" Hal ini merupakan berita tentang kenyataannya". [ Selesai Kutipan dari Ibnu Katsir ].

Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah bersabda:

((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ))

“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HR.. al-Bukhari (no. 1966)]

Padahal Nabi Daud عليه السلام adalah seorang raja .

Allah SWT berfirman :

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا ۖ يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ . أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,

(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba : 10-11) .

Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya  ketika menafsiri Firman Allah Swt diatas :

" Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan dalam biografi Daud a.s. melalui jalur Ishaq ibnu Bisyr yang di dalamnya terdapat kisah dari Abul Yas, dari Wahb ibnu Munabbih, yang kesimpulannya seperti berikut:

أَنْ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يَخْرُجُ مُتَنَكِّرًا، فَيَسْأَلُ الرُّكْبَانَ عَنْهُ وَعَنْ سِيرَتِهِ، فَلَا يَسْأَلُ أَحَدًا إِلَّا أَثْنَىٰ عَلَيْهِ خَيْرًا فِي عِبَادَتِهِ وَسِيرَتِهِ وَمَعْدِلَتِهِ، صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ۔

" Bahwa Daud a.s. keluar dengan menyamar, lalu ia menanyakan tentang dirinya kepada kafilah-kafilah yang datang. Maka tidaklah ia menanyai seseorang, melainkah orang tersebut memujinya dalam hal ibadah dan sepak terjangnya ".

Wahb ibnu Munabbih melanjutkan :

حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ مَلَكًا فِي صُورَةِ رَجُلٍ، فَلَقِيَهُ دَاوُدُ فَسَأَلَهُ كَمَا كَانَ يَسْأَلُ غَيْرَهُ، فَقَالَ: هُوَ خَيْرُ النَّاسِ لِنَفْسِهِ وَلِأُمَّتِهِ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ خَصْلَةً لَوْ لَمْ تَكُنْ فِيهِ لَكَانَ كَامِلًا. قَالَ: مَا هِيَ؟ قَالَ: يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ عِيَالَهُ مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ، يَعْنِي: بَيْتَ الْمَالِ.

 

فَعِندَ ذَٰلِكَ نَصَبَ دَاوُدُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، إِلَى رَبِّهِ فِي الدُّعَاءِ أَنْ يُعَلِّمَهُ عَمَلًا بِيَدِهِ يَسْتَغْنِي بِهِ وَيُغْنِي بِهِ عِيَالَهُ، فَأَلَانَ لَهُ الْحَدِيدَ، وَعَلَّمَهُ صَنْعَةَ الدُّرُوعِ، فَعَمِلَ الدِّرْعَ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ عَمِلَهَا، فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ: (أَنْ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ)، يَعْنِي: مَسَامِيرَ الْحَلَقِ.

 

قَالَ: وَكَانَ يَعْمَلُ الدِّرْعَ، فَإِذَا ارْتَفَعَ مِنْ عَمَلِهِ دِرْعٌ بَاعَهَا، فَتَصَدَّقَ بِثُلُثِهَا، وَاشْتَرَىٰ بِثُلُثِهَا مَا يَكْفِيهِ وَعِيَالَهُ، وَأَمْسَكَ الثُّلُثَ لِيَتَصَدَّقَ بِهِ يَوْمًا بِيَوْمٍ حَتَّى يَعْمَلَ غَيْرَهَا۔ 

" Bahwa pada akhirnya Allah mengutus malaikat dalam rupa seorang lelaki. Kemudian lelaki itu dijumpai oleh Daud a.s., lalu Daud menanyakan kepadanya dengan pertanyaan yang biasa ia kemukakan kepada orang lain.

Maka malaikat itu menjawab :

"Dia adalah seorang yang paling baik buat dirinya sendiri dan buat orang lain, hanya saja di dalam dirinya terdapat suatu pekerti yang seandainya pekerti itu tidak ada pada dirinya, tentulah dia adalah seorang yang kamil." Daud bertanya, "Pekerti apakah itu?" Malaikat menjawab, "Dia makan dan menafkahi anak-anaknya dari harta kaum muslim.' yakni baitul mal [ Kas Negara ].

Maka pada saat itu juga Nabi Daud a.s. menghadapkan diri kepada Tuhannya seraya berdoa, semoga Dia mengajarkan kepadanya suatu pekerjaan yang dilakukan tangannya sendiri sehingga menjadi orang yang berkecukupan dan dapat membiayai anak-anak dan keluarganya. Lalu Allah melunakkan besi baginya dan mengajarkan kepadanya cara membuat baju besi.

Lalu Daud dikenal sebagai pembuat baju besi; dia adalah orang yang mula-mula membuat baju besi.

Allah Swt. telah berfirman : 

{ أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ }

" Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya" (Saba: 11)

Yang dimaksud dengan sard ialah pakunya lingkaran besi yang dipakai sebagai anyaman baju besi.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan :

Bahwa Daud bekerja sebagai pembuat baju besi. Apabila telah selesai, maka ia jual; sepertiga dari hasil penjualan itu dia sedekahkan, sepertiganya lagi ia belikan keperluan hidup untuk mencukupi keluarga dan anak-anaknya, sedangkan yang sepertiganya lagi ia pegang untuk ia sedekahkan setiap harinya, hingga selesai dari membuat baju besi lainnya ".

****

KESIMPULANNNYA :

Bekerja mencari nafkah itu sendiri adalah bentuk ungkapan rasa syukur. Tidak cukup hanya dengan menikmati anugerah dan mengucap syukur kepada Allah . Yang lebih besar dan lebih mulia dari itu adalah menggunakan nikmat-nikmat Allah untuk kepentingan manusia, dan itu adalah sabiilillah / jalan Allah .

Bahkan para nabi dan raja pun tidak boleh meninggalkan pekerjaan mencari nafkah , dan tidak bergantung pada Baitul Maal [ Kas Negara ] , untuk menjadi contoh dalam hal itu, tidak hanya untuk para generasi bangsa mereka dan rakyat mereka, bahkan untuk para raja dan penguasa sepanjang zaman.

Kemandirian ekonomi bagi penguasa dan tidak memakan uang negara atau tidak pilih kasih dan tidak mementingkan dirinya ; itu adalah merupakan pelajaran terpenting yang bisa di ambil dari amalan Nabi Daud .

Dan bekerja itu sendiri merupakan sebuah nilai prestasi . Rosulullah bersabda :

 وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بهِ نَسَبُهُ

Barangsiapa yang lambat dalam bekerja, sungguh nasabnya tidak akan bisa membantunya.” (HR.muslim no.2699 )

Tidaklah cukup bagi seorang anak untuk bergantung pada kekayaan seseorang atau kekayaan ayahnya atau reputasi ayahnya atau kemuliaannya atau kehormatan garis keturunannya. Sebaliknya, dia harus bangkit dengan pekerjaannya, karena dia sendiri yang dianggap sebagai orang yang terhormat .

Ada pepatah yang di nisbatkan kepada Ali , tersebar dalam kitab-kitab Syi'ah :

الشَّرَفُ عِندَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ بِحُسْنِ الْأَعْمَالِ لَا بِحُسْنِ الْأَقْوَالِ۔

" Kemuliaan di sisi Allah SWT adalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang baik, bukan hanya dengan kata-kata yang baik saja ".

===***===

KENAPA BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU DI SEBUT UNGKAPAN RASA SYUKUR ??  .

Pertama :

يَعْنِي – فِيمَا يَعْنِيهِ – أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَاهِبٌ (النِّعَمِ) وَ(الأَدَوَاتِ) الَّتِي بِهَا تُسْتَحْصَلُ (تُكْتَسَبُ) تِلْكَ النِّعَمُ، فَالْمُتَفَضِّلُ فِي كَسْبِهَا وَاسْتِحْصَالِهَا هُوَ وَاهِبُ الْمُمَكِّنَاتِ مِنْ ذَٰلِكَ، وَشُكْرُ الْيَدِ عَمَلُهَا، كَمَا أَنَّ شُكْرَ الرَّجُلِ السَّعْيُ فِيمَا يَرْضَى اللَّهُ تَعَالَى مِنْ أَعْمَالٍ صَالِحَةٍ، وَهَكَذَا فِي كُلِّ عُضْوٍ وَجَارِحَةٍ، وَيَبْقَىٰ شُكْرُ اللَّهِ مَعَ ذَٰلِكَ يَحْتَاجُ إِلَى شُكْرٍ، فَكُلَّمَا قُلْنَا بِعَمَلِنَا شُكْرًا، وَجَبَ أَنْ نَقُولَ لِلَّهِ عَلَىٰ تَوْفِيقِنَا إِلَىٰ ذَٰلِكَ شُكْرًا۔

Yakni - dalam artian - bahwa Allah Ta'aala adalah Pemberi (segala nikmat) dan (segala alat / anggota tubuh ) yang dengannya nikmat-nikmat itu bisa (diperoleh) .

Jadi yang memberi kemampuan anggota tubuh untuk bekerja dan memperoleh kenikmtan-kenikmatan tsb adalah dia pula yang menganugerahi kesuksesan-kesuksean dari semua itu  .

Dan cara mensyukuri nikmat tangan adalah dengan menggunakannya untuk bekerja . Demikian juga, seseorang mensyukuri nikmat Kaki dengan berjalan diatas apa yang diridhai Allah SWT dari pekerjaan-pekerjaan yang baik .

Hal yang sama berlaku untuk setiap anggota badan dan panca indra kita .

Dan rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang ada dlam tubuh kita meskipun senantiasa harus ada, namun perlu adanya tambahan rasa syukur . Yaitu setiap kali kita bersyukur atas nikmat kemampuan anggota tubuh kita untuk bekerja, namun kita juga harus besyukur kepada Allah atas keberhasilan kita dalam hal itu.

Kedua :

الْعَمَلُ شُكْرًا يَعْنِي تَوْظِيفَ النِّعْمَةِ فِي الْمَكَانِ الصَّحِيحِ، فَلَيْسَ كُلُّ عَمَلِ الْيَدِ شُكْرًا، بَلْ إِنَّ الْأَعْمَالَ الْمُنْكَرَةَ وَالْمُسْتَنَكَرَةَ وَالْمُسْتَقْبِحَةَ الَّتِي تَقُومُ بِهَا الْيَدُ مِنْ قَتْلٍ وَبَطْشٍ وَسَرِقَةٍ وَتَزْوِيرٍ وَتَحْرِيفٍ وَصِنَاعَةِ أَدَوَاتِ الْقَتْلِ وَالْتَّدْمِيرِ، وَغَيْرِ ذَٰلِكَ مِمَّا يُشِينُ النِّعْمَةَ وَيُشَوِّهُهَا هُوَ كُفْرٌ بِالْنِّعْمَةِ، وَلِذَٰلِكَ قَالَ مُوسَىٰ فِي تَوْظِيفِ نِعْمَةِ وَقُوَّةِ الْفَتْوَةِ الَّتِي كَانَ يَتَمَتَّعُ بِهَا: ﴿رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ﴾ (القصص/ 17).

Pekerjaan sebagai ungkapan rasa syukur , berarti menggunakan nikmat pada tempat yang shahih / benar , karena tidak semua pekerjaan tangan adalah sebagai ungkpan rasa syukur. Melainkan ada pekerjaan dan perbuatan tercela, munkar dan buruk yang dilakukan dengan tangan, seperti pembunuhan, kekejaman, pencurian, pemalsuan, penyelewengan, dan pembuatan alat untuk membunuh , menghancurkan dan selain dari itu yang menodai nikmat dan mendistorsinya , itu adalah bentuk kekufuran terhadap nikmat .

Itulah sebabnya Musa mengatakan dalam hal menggunakan rahmat dan kekuatan masa muda yang dia nikmati :

﴿قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ﴾

Musa berkata: Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa". (QS. Al-Qoshosh 17).

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

وَمِنْ فَضْلِ الْعَمَلِ بِالْيَدِ الشَّغْلُ بِالْأَمْرِ الْمُبَاحِ عَنْ الْبَطَالَةِ وَاللَّهْوِ وَكَسْرُ النَّفْسِ بِذَلِكَ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذِلَّةِ السُّؤَالِ وَالْحَاجَة إِلَى الْغَيْر

“Di antara keutamaan bekerja mandiri:

(1) menyibukan diri dengan perkara yang mubah sehingga terhindar dari pengangguran dan sendagurau, serta mengekang diri dengan itu;

(2) menjaga kehormatan diri dari  kehinaan meminta-minta dan bergantung kebutuhan hidupnya kepada orang lain.” 

Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rosulullah bersabda :

خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ إِذَا نَصَحَ

“Usaha paling baik adalah usaha yang dihasilkan oleh tangan pekerja (usaha dengan tangan sendiri) apabila ia bersih.” 

(HR. Ahmad, 2/334, No. 8393 , Ibnu Khuzaimah , Baihaqi dan ad-Dailami . al-haitsami berkata dlm "Majma' al-Zawa'id" 4/461, no. 6213 : “  رجاله ثقات “. Di hasankan oleh al-Iraqy dlm Takhrij al-Ihya dan Al-Albani dlm “صحيح الجامع الصغير”.

Ibnu Hajar berkata :

وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ أَنَّ الرِّزْق مِنْ الْكَسْبِ بَلْ مِنْ اللَّه تَعَالَى بِهَذِهِ الْوَاسِطَةِ

“Di antara syaratnya tidak berkeyakinan bahwa rizki itu bersumber dari kasab, tapi harus berkeyakinan bersumber dari Allah dengan perantaraan kasab ini.” Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304

ALHAMDULILLAH

SEMOGA BERMANFAAT



 

Posting Komentar

0 Komentar