MARAKNYA PENGEMIS BERKEDOK DONASI dan
INFAQ YANG MERUSAK MARTABAT UMAT
Di Susun Oleh : Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
*****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
PERHATIAN SEBELUM MEMBACA !!!:
Tulisan ini bukan mutlak sebuah kebenaran . Tulisan ini hanya sebatas
wacana dari penulis. Bisa salah dan bisa benar. Dan yang pasti predikat penulis
bukanlah seorang ustadz dan bukan pula ulama , apalagi mufti . Tulisan ini
hanya untuk menambah wawasan dan perbandingan , bukan untuk dipastikan kebenarannya
.
----
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN
- TRIK-TRIK
PENGEMIS BERBALUT DONASI DAN INFAQ :
- MAKNA
AQIQAH DAN TUJUANNYA :
- MAKNA
WALIMAH DAN TUJUANNYA :
- HUKUM
HADIAH :
- DAMPAK
NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :
- HARAM
HUKUM NYA MENJADIKAN MINTA-MINTA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN :
- ANTARA
PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DAN PENGEMIS BERJUBAH BAWA PROPOSAL :
- HARAMNYA
MENERIMA SEDEKAH DARI SESEORANG KARENA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :
- SESEKALI
MEMINTA ITU BOLEH HUKUMNYA . YANG TIDAK BOLEH ITU KEBIASAAN MEMINTA-MINTA
alias MENGEMIS , APALAGI DIJADIKAN SUMBER MATA PENCAHARIAN .
- WAJIB
BAGI UMAT ISLAM BERJUANG MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DIATAS KALIMAT
ORANG-ORANG KAFIR.
- PERINTAH
MENJAGA IZZAH , WIBAWA DAN KEHORMATAN :
- ANTARA
KASIH SAYANG NABI ﷺ DAN IZZAH PARA SAHABAT DALAM PERANG AHZAB .
- PERINTAH
UNTUK MENJAGA RASA MALU DAN HARGA DIRI :
- BEKERJA
MENCARI NAFKAH ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
- JAMINAN
SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA , TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN
BEKERJA SESUAI SUNNAH
- JAMINAN
NERAKA BAGI ORANG YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI :
- ANJURAN
MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK
- BEKERJA
CARI NAFKAH HALAL ITU BAGIAN DARI BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT
- KENAPA
BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU DI SEBUT UNGKAPAN RASA SYUKUR ??
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
PENDAHULUAN
Di abad sekarang ini ada sekelompok kaum muslimin - untuk kepentingan
pribadinya , keluarganya dan golongannya dengan mengatas namakan agama dan umat
Islam – mereka membangun ekonominya dengan cara berbisnis minta-minta atau
mengemis . Bahkan ada salah satu desa yang hampir semua penduduknya bermata
pencaharian minta-minta dengan membikin proposal sumbangan dan stampel .
====
TRIK-TRIK PENGEMIS BERBALUT DONASI DAN INFAQ :
Mereka melakukan berbagai macam trik-trik , tipu daya dan pengelabuan
agar bisa meyakinkan orang-orang yang akan dimintainya serta nampak terhormat ,
berwibawa dan Syar'i , maka mereka kemas dengan cara-cara sebagai berikut ,
diantara :
PERTAMA : PROPOSAL :
Mereka mengemas perbuatan minta-minta dengan membuat proposal atas nama
Yayasan Umat dengan disertai dalil ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabawi
yang berkenaan keutamaan Infaq dan sedekah . Padahal itu semua mereka lakukan,
murni untuk kepentingan pribadi mereka bukan untuk umat .
KEDUA : DENGAN NAMA INFAQ ATAU DONASI .
Mereka kemas pula dengan istilah-istilah yang Syar'i dan Islami ,
seperti : Infaq , Donasi , Peduli Umat dan lain-lain .
Padahal yang mereka lakukan sebenarnya adalah menjadikan minta-minta
sebagai bisnis dan sumber mata pencaharian untuk kepentingan mereka sendiri ,
bahkan kadang untuk menumpuk kekayaan, memborong aset dan membangun berbagai
macam fasilitas yang megah.
Dampak negatifnya adalah pada orang-orang yang benar dan jujur berjuang
mengumpulkan donasi untuk kepentingan umat , sehingga mereka pun tidak lolos
dari kesan jelek dan hina dimata sebagian orang , terutama dimata para
non muslim .
KETIGA : ATAS NAMA PEMBANGUNAN DAN YANG
SEMISALNYA .
Berdusta mengatas namakan pembangunan Masjid, Majlis Taklim, Yayasan
Pendidikan Islam, Pesantren , Dar al-Aytaam dan lainnya .
Kadang benar mengatas namakan itu semua, namun hanya sebagian kecil
saja dari hasilnya yang disetorkan.
Dan juga kadang benar untuk sebuah Yayayan Pendidikan Islam dan semua
hasilnya untuk yayasan, namun Yayasan tersebut dijadikan sebagai sumber mata
pencaharian dirinya, keluarganya dan anak keturunannya secara turun temurun .
Kesimpulannya bukan milik umat, melainkan pribadi dan keluarga, padahal
proposalnya benar-benar mengatas namakan agama dan umat .
KEEMPAT : PENYEBARAN BROSUR DAN KOTAK
AMAL.
Mereka mempertontonkan kepada publik dengan menyebarkan brosur dan kotak
amal ditempat-tempat setrategis, seperti : di Masjid-Masjid, Rumah-Rumah
Makan, Mall-Mall bahkan di tengah jalan raya, agar dunia semua tahu bahwa
seperti inilah kondisi moral, kehormatan dan kemampuan umat Islam sekarang .
KELIMA : UNDANGAN .
Ada pula cara mengemis dan minta-minta di balut dengan menyalah gunakan
istilah dan tujuan "Undangan Sukuran Walimah Nikah, Walimah Khitan,
Walimah Safar , Aqiqahan dan lain-lain .
Yang mestinya tujuan nya itu sebagai sarana utk sedekah, syukuran ,
silaturrahmi dan doa restu , namun oleh sebagian orang disalah gunakan dengan
dijadikan sebagai sarana untuk menarik sumbangan alias minta-minta .
Diantara mereka ada yang tidak bisa
membedakan antara :
WALIMAH juga AQIQAH dengan MINTA-MINTA
atau MEMBERI SEDIKIT AGAR MENDAPATKAN PEMBERIAN LEBIH BANYAK .
MAKNA AQIQAH DAN TUJUANNYA :
Makna Aqiqah menurut terminologi syariah (fiqih), aqîqah adalah hewan
yang disembelih sebagai wujud rasa syukur kepada Allâh atas lahirnya seorang
anak laki-laki atau perempuan. Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah
mendefinisikan dengan: Sembelihan yang disembelih atas nama anak yang baru
lahir. [ al-Mughni , 13/393].
Dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
« كلُّ غلامٍ مرتَهَنٌ
بعقيقتِهِ تذبحُ عنْهُ يومَ السَّابعِ ويُحلَقُ رأسُهُ ويُسمَّى »
“Setiap bayi tergadai dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing)
untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu Dawud, no. 2838
dan Ibnu Majah no. 2580 . Di shahihkan oleh al-Albaani )
Dari Ummu Kurz radhiyallaahu 'anha :
« أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ عَنْ الْغُلامِ
شَاتَانِ وَعَنِ الأُنْثَى وَاحِدَةٌ وَلاَ يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ
إِنَاثًا ».
" Bahwa ia pernah bertanya Rasul ﷺ.
tentang aqiqah. Rasul ﷺ. lalu menjawab: “Dua ekor
kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Dan tidak ada
masalah bagi kalian apakah kambing tersebut jantan atau betina.”
[ HR. at-Tirmizi. No. 1435]. Abu Isa berkata : “Hadis ini
derajatnya hasan shahih.”
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha , berkata :
« يَعِقُّ عَنِ
الغَلاَمِ شَاتاَنِ مُكَافَئَتَانِ وَعَن الْجَارية شَاةٌ » . قَالَتْ
عَائِشَة : فَعَقَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
اْلحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ شَاتَيْنِ شَاتَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ وَأَمَرَ أَنْ
يُمَاطَ عَنْ رَأْسِهِ اْلأَذَى وَقَالَ : « اِذْبَحُوْا عَلَى اسْمِهِ وَقُولُوا
: بِسْمِ اللهِ اَللهُ أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ
فُلاَنٍ » .
Menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sepadan
dan untuk anak perempuan satu ekor kambing . Maka Rasulullah ﷺ menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing dua ekor kibasy
pada hari ke tujuh . Dan beliau ﷺ
menyuruh membersihkan
kepalanya dari kotoran ( yakni : mencukur rambutnya) .
Dan beliau ﷺ bersabda : sembelihlah atas namanya dan
ucapkanlah:
" بِسْمِ اللهِ اَللهُ
أَكْبَرُ َاللّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذِهِ عَقِيْقَةُ فُلاَنٍ ".
Dengan nama Allah, Allah Maha besar, ya Allah, dari Engkau dan untuk
Engkau, inilah aqiqah si Fulan.
[ HR. Abu Ya’la dalam al-Musnad no. 4521 . Di hukumi Shahih
Sanadnya oleh Syeikh Husein Salim Asad dalam Tahqiq Musnad Abi Ya'la 8/17 no.
4521 ]
Berarti yang benar aqiqah itu adalah kegiatan syukuran dengan bersedekah
menyembelih kambing bukan acara menerima pungutan dari para undangan .
MAKNA WALIMAH DAN TUJUANNYA :
Makna walimah itu sendiri adalah jamuan makanan pernikahan atau semua
makanan yang dihidangkan secara sukarela untuk disantap oleh para undangan .
Walimah Nikah adalah wujud syukur dari dua mempelai dan keluarga karena
telah menyempurnakan separuh agamanya.
Berarti walimahan itu adalah acara syukuran dengan bersedekah jamuan
makanan dengan mengundang kerabat dekat dan para tetangga untuk makan-makan
bersama , sekaligus menjadi saksi secara berjemaah atas pernikahan kedua
mempelai agar terhindar dari fitnah dan tuduhan yang negatif . Jadi Walimahan
itu bukan acara menerima pungutan dari para undangan .
Dari Anas bin Malik :
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَأَى عَلَى عَبْدِ
الرَّحْمٰنِ بْن عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: « مَا هَذَا؟ » قَالَ: يَا
رَسُوْلَ اللّٰهِ إِنِّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ،
قَالَ : « بَارَكَ اللّٰهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ » .
“Nabi ﷺ melihat bekas kekuningan pada
Abdurrahman bin Auf. Lalu beliau bertanya : “Apa ini?” Ia menjawab: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan mas kawin
senilai satu biji emas. Beliau bersabda: “Semoga Allah memberkahimu,
selenggarakan walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”
(Muttafaq Alaih . Shohih Bukhori no. 5148 dan Shahih Muslim no.
2556 )
WALIMAH ITU BUKAN PESTA PORA :
Walimah tidak dimaksudkan untuk berpesta pora dan ber-megah-megahan ,
mealinkan hanya sebatas syukuran dan pemberitahuan pada masyarakat sekitar
bahwa kedua mempelai tersebut benar telah sah menikah .
Dari Ibunya Shafiyyah binti Syaibah ia berkata ;
أَوْلَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ
Rasulullah ﷺ mengadakan walimah terhadap sebagian
dari isteri-isterinya, yakni dengan dua Mud gandum.
[HR. Bukhari no. 4774 ] [ 1 sha' = 4 mud = 3 kg . Berarti 2 mud
itu = 1,5 kg ].
Dari Anas radhiyallahu 'anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتَقَ صَفِيَّةَ وَتَزَوَّجَهَا وَجَعَلَ عِتْقَهَا
صَدَاقَهَا وَأَوْلَمَ عَلَيْهَا بِحَيْسٍ
" Bahwa Rasulullah ﷺ
membebaskan Shafiyyah
dari status budak , lalu beliau menikahinya, dan beliau menjadikan
pembebasannya itu sebagai maharnya. Kemudian beliau mengadakan walimah dengan
Hais (sejenis makanan dengan bahan kurma, tepung dan samin) ". [HR.
Bukhari no. 4771].
WALIMAH NIKAH NABI ﷺ YANG TERMEGAH DAN TERMEWAH :
Beliau ﷺ tidak menyusahkan orang banyak dengan
mengundang yang jauh , melainkan beliau ﷺ
cukup dengan
mengundang para tetangga terdekat .
Dari Tsabit radhiyallahu 'anhu , ia berkata : Suatu ketika, pernah
disebutkan mengenai perkawinan Zainab binti Jahsyi di hadapan Anas radhiyallahu
'anhu , maka ia pun berkata:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَمَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَيْهَا
أَوْلَمَ بِشَاةٍ
"Aku belum pernah melihat Rasulullah ﷺ
mengadakan walimah
terhadap seorang pun dari para isteri-isterinya sebagaimana walimah yang beliau
adakan terhadapnya [Zainab binti Jahsyi]. Saat itu, beliau mengadakan walimah
dengan [menyembelih] seekor kambing."
Berikut ini prosesi walimahan Nabi ﷺ
dengan Zainab
radhiyallahu 'anha . Dari Anas radliallahu 'anhu dia berkata ;
بُنِيَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ بِخُبْزٍ وَلَحْمٍ فَأُرْسِلْتُ
عَلَى الطَّعَامِ دَاعِيًا فَيَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ ثُمَّ
يَجِيءُ قَوْمٌ فَيَأْكُلُونَ وَيَخْرُجُونَ فَدَعَوْتُ حَتَّى مَا أَجِدُ أَحَدًا
أَدْعُو فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا أَجِدُ أَحَدًا أَدْعُوهُ قَالَ
ارْفَعُوا طَعَامَكُمْ وَبَقِيَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ يَتَحَدَّثُونَ فِي الْبَيْتِ
فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ إِلَى
حُجْرَةِ عَائِشَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ وَرَحْمَةُ
اللَّهِ فَقَالَتْ وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ كَيْفَ وَجَدْتَ
أَهْلَكَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فَتَقَرَّى حُجَرَ نِسَائِهِ كُلِّهِنَّ يَقُولُ
لَهُنَّ كَمَا يَقُولُ لِعَائِشَةَ وَيَقُلْنَ لَهُ كَمَا قَالَتْ عَائِشَةُ ثُمَّ
رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا ثَلَاثَةٌ مِنْ
رَهْطٍ فِي الْبَيْتِ يَتَحَدَّثُونَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ شَدِيدَ الْحَيَاءِ فَخَرَجَ مُنْطَلِقًا نَحْوَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ
فَمَا أَدْرِي آخْبَرْتُهُ أَوْ أُخْبِرَ أَنَّ الْقَوْمَ خَرَجُوا فَرَجَعَ
حَتَّى إِذَا وَضَعَ رِجْلَهُ فِي أُسْكُفَّةِ الْبَابِ دَاخِلَةً وَأُخْرَى
خَارِجَةً أَرْخَى السِّتْرَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَأُنْزِلَتْ آيَةُ الْحِجَابِ
"Ketika Nabi ﷺ menikah dengan Zaenab binti Jahsy,
beliau membuat makanan yang terbuat dari roti dan daging. Lalu aku mengutus
penyeru untuk mengundang makan-makan. Kemudian datanglah suatu kaum, mereka
makan lalu keluar lagi. Setelah itu datang lagi satu kaum, setelah mereka makan,
mereka pulang.
Aku terus menyeru hingga tidak ada lagi yang dapat aku undang.
Aku berkata ; Ya Nabiyullah, aku sudah tidak mendapatkan orang yang
dapat aku undang.
Beliau bersabda: 'Angkatlah makanan kalian.'
Namun disana ada tiga orang yang sedang berbincang-bincang. Nabi ﷺ keluar ke kamar Aisyah seraya berkata; Assalamu'alaikum wahai ahlu bait
warahmatullah.
Aisyah menjawab; Wa 'Alaikassalaam warahmatullah, bagaimana kamu
mendapatkan istrimu? Semoga Allah memberkahi anda.
Beliau berkeliling ke kamar seluruh istri-istri beliau dan mengucapkan
kepada mereka sebagaimana yang beliau ucapkan kepada Aisyah, demikian juga
mereka menjawab sebagaimana Aisyah menjawab.
Kemudian Nabi ﷺ kembali, namun tiga orang itu masih
tetap berbincang-bincang di rumah beliau. Padahal Nabi ﷺ
sangat pemalu. Lalu
beliau pergi lagi ke kamar Aisyah, aku tidak tahu apakah aku sudah mengabarkan
kepada beliau atau belum bahwa kaum tersebut sudah pulang semua.
Lalu beliau kembali hingga tatkala beliau melangkahkan kakinya di pintu
kamar, beliau menutupkan tabir antara aku dengan beliau, dan pada waktu itu
turun AYAT HIJAB.
[Bukhari no. 4419 ]
MISKIN DAN KAYA SAMA DALAM UNDANGAN WALIMAH :
Ketika mengadakan walimatul ‘urs tamu yang diundang hendaknya adalah
orang-orang yang saleh, baik yang kaya maupun yang miskin. Oleh hukum
Islam, Tidak diperbolehkan mengundang hanya orang-orang kaya saja. Orang
miskin maupun kaya memiliki hak yang sama.
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : Bahwa ia berkata:
بئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى
إلَيْهِ الأغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ المَسَاكِينُ، فمَن لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ،
فقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسولَهُ
"Jamuan Makanan terburuk adalah jamuan makanan dalam walimah yang
hanya mengundang orang-orang Kaya tanpa mengundang orang-orang Miskin.
Barangsiapa tidak memenuhi undangan walimah, maka ia telah bermaksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya" (HR. Bukhori no. 5177 dan Muslim no. 1432
).
Adapun sunnah dalam walimah, yakni mengundang orang-orang saleh, baik
yang miskin maupun yang kaya . Tujuannya adalah murni untuk syukuran dan
sedekah , bukan untuk mendapatkan imbalan yang lebih banyak . Rasulullah ﷺ bersabda :
لا تُصاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا ، ولا
يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
"Janganlah kalian bersahabat, kecuali dengan orang-orang yang
beriman dan janganlah ada yang makan makananmu, kecuali orang-orang yang
bertakwa"
(HR. Abu Daud No. 4832 dan Ibnu Hibbaan [Mawarid Dzom'an no.
1721 ). Di hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud dan Shahih
al-Mawarid.
TIDAK BOLEH MEMBERIKAN JAMUAN DENGAN BERHARAP IMBALAN LEBIH BANYAK .
Adapun hukum memberi jamuan sedikit agar mendapatkan imbalan yang lebih
banyak dari orang yang dijamunya , maka dalam hal ini Allah SWT berfirman :
وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ
" Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. [QS. Al-Muddatstsir : 6]
Dalam Tafsir as-Sa'di karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di di
jelaskan maknanya :
" Yaitu janganlah engkau berharap pada manusia atas nikmat-nikmat
dunia dan akhirat yang kau berikan sehingga kau meminta lebih atas pemberian
itu dan kau melihat adanya keutamaan dirimu atas mereka. Tapi berbuat baiklah
kepada manusia selagi kau mampu, lupakanlah kebaikanmu kepada mereka dan
harapkan pahalamu dari Allah dan sikapilah orang yang kau perlakukan baik dan
yang lain secara sama".
Referensi : https://tafsirweb.com/11542-surat-al-muddatstsir-ayat-6.html
HUKUM HADIAH :
Tidak ada keraguan dalam Syariat Islam akan halalnya menerima hadiah ,
bahkan dianjurkan untuk saling memberi hadiah , selama tidak ada pelanggaran
syar'i , seperti adanya indikasi minta-minta , adanya rasa tamak dengan
berharap mendapat pemberian dari orang lain , atau menciptakan rasa malu pada
seseorang jika dia tidak memberi nya .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ،
وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah
kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling
mencintai dan akan hilang kebencian.”
(HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani
menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari
beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan).
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma :
أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه
وسلَّمَ كانَ يُعْطِي عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه العَطَاءَ،
فيَقولُ له عُمَرُ: أَعْطِهِ، يا رَسولَ اللهِ، أَفْقَرَ إلَيْهِ مِنِّي، فَقالَ
له رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ، أَوْ
تَصَدَّقْ به، وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا
سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قالَ سَالِمٌ: فَمِنْ
أَجْلِ ذلكَ كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئًا وَلَا يَرُدُّ شيئًا
أُعْطِيَهُ.
Bahwa Rasulullah ﷺ pernah memberikan suatu pemberian
kepada Umar bin Al Khaththab, maka Umar pun berkata : "Wahai Rasulullah,
berikanlah kepada orang yang lebih fakir dariku."
Maka Rasulullah ﷺ pun bersabda kepadanya : "Ambil
dan pergunakanlah untuk keperluanmu, atau sedekahkan! Apabila kamu diberi orang
sesuatu pemberian tanpa kamu idam-idamkan [mengharap-harapkan pemberian] dan
tanpa meminta-minta, terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan
meminta-minta ."
Salim berkata : "Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak pernah meminta
apa saja kepada seseorang, dan tidak pula menolak apa yang diberikan orang
kepadanya." [ HR. Muslim no. 1045 ]
Dan ada sebuah pernyataan ulama tentang menerima hadiah dari orang yang
terpaksa memberinya karena malu dan tidak enak jika tidak memberi , mereka
mengatakan :
" مَا أُخِذَ بِسَيْفِ
الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "
Apa yang diambil dengan pedang rasa malu [membuat orang merasa malu jika
tidak memberi], itu adalah haram .
==***==
DAMPAK NEGATIF TRADISI MINTA-MINTA BAGI AGAMA DAN UMAT :
Dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya akibat perbuatan mereka yang
suka minta-minta dan mengemis itu sangat luar biasa kejinya , diantara nya
adalah :
Pertama : dimata non muslim , khususnya
di Eropa , mereka beranggapan bahwa umat Islam adalah umat yang miskin , bodoh
dan tertinggal.
Kedua : Umat Islam dikenal sebagai umat
pengemis dan tukang minta-minta . Sehingga banyak para non muslim ketika mereka
hendak melakukan perbuatan minta-minta dan mengemis , maka mereka pun berbusana
muslim , padahal mereka non muslim .
Ketiga : Ketika Tentara Israel mengebom
Rakyat Palestina dan kejadian itu benar adanya serta benar-benar banyak korban
yang berjatuhan . Akan tetapi masyarakat dunia yang non muslim, khususnya di
Eropa, mereka tidak mau mempercayainya bahkan mereka melontarkan tuduhan
negatif bahwa berita itu dusta, fitnah dan rekayasa yang sengaja dibuat-buat
oleh umat Islam Palestina dengan tujuan untuk menggalang DANA dari seluruh umat
Islam dunia . Padahal pengeboman itu benar adanya , begitu pula korban
yang berjatuhan .
Ini adalah sebagian dampak negatif bagi agama Islam dan umatnya yang
disebabkan oleh para oknum yang membangun bisnisnya dengan cara mengemis dan
minta-minta dengan berdusta mengatas namakan agama dan umat .
Islam mengajarkan agar umat nya mandiri dalam berekonomi dan
mengharamkan mengemis dan meminta-minta kecuali jika darurat atau hajat yang
sangat mendesak .
===***===
HARAM HUKUM NYA MENJADIKAN MINTA-MINTA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN :
IMAM GOZALI dalam kitabnya IHYA
ULUMUDDIN (4/205) berkata:
[السُّؤَالُ حَرَامٌ فِي الْأَصْلِ
وَإِنَّمَا يُبَاحُ بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ
فَإِنْ كَانَ عَنْهَا بُدٌّ فَهُوَ حَرَامٌ، وَإِنَّمَا قُلْنَا إِنَّ الْأَصْلَ فِيهِ
التَّحْرِيمُ لِأَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ ثَلَاثَةِ أُمُورٍ مُحَرَّمَةٍ:
الْأَوَّلُ: إِظْهَارُ الشَّكْوَى مِنَ اللَّهِ
تَعَالَى إِذِ السُّؤَالُ إِظْهَارٌ لِلْفَقْرِ وَذِكْرٌ لِقُصُورِ نِعْمَةِ اللَّهِ
تَعَالَى عَنْهُ، وَهُوَ عَيْنُ الشَّكْوَى، وَكَمَا أَنَّ الْعَبْدَ الْمَمْلُوكَ
لَوْ سَأَلَ لَكَانَ سُؤَالُهُ تَشْنِيعًا عَلَى سَيِّدِهِ، فَكَذَلِكَ سُؤَالُ الْعِبَادِ
تَشْنِيعٌ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُحَرَّمَ وَلَا يَحِلَّ
إِلَّا لِضَرُورَةٍ كَمَا تَحِلُّ الْمَيْتَةُ.
الثَّانِي: أَنَّ فِيهِ إِذْلَالَ السَّائِلِ
نَفْسَهُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى، وَلَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ
لِغَيْرِ اللَّهِ، بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ لِمَوْلَاهُ، فَإِنَّ فِيهِ
عِزَّهُ، فَأَمَّا سَائِرُ الْخَلْقِ فَإِنَّهُمْ عِبَادٌ أَمْثَالُهُ، فَلَا يَنْبَغِي
أَنْ يُذِلَّ لَهُمْ إِلَّا لِضَرُورَةٍ، وَفِي السُّؤَالِ ذُلٌّ لِلسَّائِلِ بِالْإِضَافَةِ
إِلَى الْمَسْؤُولِ.
الثَّالِثُ: أَنَّهُ لَا يَنْفَكُّ عَنْ إِيذَاءِ
الْمَسْؤُولِ غَالِبًا، لِأَنَّهُ رُبَّمَا لَا تَسْمَحُ نَفْسُهُ بِالْبَذْلِ عَنْ
طِيبِ قَلْبٍ مِنْهُ، فَإِنْ بَذَلَ حَيَاءً مِنَ السَّائِلِ أَوْ رِيَاءً، فَهُوَ
حَرَامٌ عَلَى الْآخِذِ، وَإِنْ مَنَعَ رُبَّمَا اسْتَحْيَا وَتَأَذَّى فِي نَفْسِهِ
بِالْمَنْعِ، إِذْ يَرَى نَفْسَهُ فِي صُورَةِ الْبُخَلَاءِ، فَفِي الْبَذْلِ نُقْصَانُ
مَالِهِ، وَفِي الْمَنْعِ نُقْصَانُ جَاهِهِ، وَكِلَاهُمَا مُؤْذِيَانِ، وَالسَّائِلُ
هُوَ السَّبَبُ فِي الْإِيذَاءِ، وَالْإِيذَاءُ حَرَامٌ إِلَّا بِضَرُورَةٍ.] [إِحْيَاءُ عُلُومِ الدِّينِ ٤/٢٠٥]
“Meminta-minta itu hukum asalnya adalah haram. Adapun
dibolehkannya karena darurat atau kebutuhan yang amat mendesak mendekati
darurat.
Jika bukan karena kebutuhan mendedsak , maka itu haram . Adapun kenapa
kami mengatakan bahwa hukum asalnya adalah haram karena tidak lepas dari tiga
hal yang diharamkan :
Pertama :
Karena meminta-minta itu mengandung unsur gugatan kepada Allah SWT serta
pengaduan kepada selain-Nya, dan juga mengandung makna demo akan kedangkalan
nikmat Allah SWT kepada hambanya.
Yang demikian itu adalah wujud nyata bentuk pengaduan .
Dan seperti halnya seorang hamba yang dimiliki tuannya meminta-minta
pada orang lain, maka perbuatan minta-mintanya tsb akan membuat cela kepada
tuannya, demikian juga perbuatan minta-minta seorang hamba , itu sama saja
dengan mencela Allah SWT. Dan ini harus dilarang dan tidak halal kecuali karena
darurat, seperti diperbolehkan memakan bangkai .
Kedua :
Dalam meminta-minta itu sang peminta telah merendahkan dirinya kepada
selain Allah SWT .
Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya kepada selain Allah,
tetapi ia harus merendahkan dirinya kepada Maulanya [ Allah ] , karena
kepada-Nya itu terdapat kehormatan dirinya. Sedangkan makhluk-makhluk lainnya
itu adalah para hamba , sama seperti dia. Maka dia tidak boleh menghinakan
dirinya kepada mereka kecuali karena darurat.
Dan dalam meminta-minta itu terdapat kehinaan bagi si peminta yang di
sandarkan kepada orang yang diminta .
Ketiga :
Yang demikian itu pada umumnya tidak bisa dipisahkan dari penghinaan
orang yang dimintanya. Maka kadang dia memberinya itu karena rasa tidak enak
(malu) atau karena ingin mendapat pujian (riya), dan ini adalah haram bagi yang
mengambilnya.
Dan jika dia tidak memberinya , dia mungkin merasa malu dan menyakiti
perasaan dirinya sendiri jika tidak memberinya , karena dia akan menganggap
dirinya termasuk orang-orang yang kikir.
Dilamatis, jika dia memberinya maka akan mengurangi hartanya . Dan jika
tidak memberinya, maka akan merendahkan martabatnya.
Dan keduanya sama-sama menyakiti, dan orang yang minta-minta adalah
penyebab yang menyakiti . Dan menyakiti itu haram hukumnya kecuali karena
darurat .
[Lihat : Ihya Ulumuddin (4/205)]
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata:
أَصْلُ السُّؤَالِ مُحَرَّمٌ فِي الْمَسْجِدِ
وَخَارِجَ الْمَسْجِدِ إِلَّا لِضَرُورَةٍ، فَإِنْ كَانَتْ ضَرُورَةٌ وَسَأَلَ فِي
الْمَسْجِدِ وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا كَتَخَطِّيهِ رِقَابَ النَّاسِ، وَلَمْ يَكْذِبْ
فِيمَا يَرْوِيهِ وَيَذْكُرُ مِنْ حَالِهِ، وَلَمْ يَجْهَرْ جَهْرًا يَضُرُّ النَّاسَ،
مِثْلَ أَنْ يَسْأَلَ وَالْخَطِيبُ يَخْطُبُ، أَوْ وَهُمْ يَسْمَعُونَ عِلْمًا يَشْغَلُهُمْ
بِهِ، وَنَحْوِ ذَٰلِكَ، جَازَ. [نَقْلًا عَنْ غِذَاءِ الْأَلْبَابِ لِلسَّفَارِينِيِّ
٢/٢٦٧]
Hukum asal meminta itu diharamkan , baik di masjid maupun di luar masjid
kecuali karena darurat .
Maka jika karena darurat lalu dia meminta-minta di masjid , dan dia
tidak menyakiti siapa pun - seperti melangkahi pundak orang-orang- tidak
berbohong dalam apa yang dia ceritakan dan dalam menyebutkan tentang kondisinya
dan tidak berbicara dengan suara keras yang mengganggu orang-orang - seperti
ketika dia meminta-minta sementara khatib sedang memberikan khutbah , atau
mereka sedang mendengar kajian ilmu yang menyibukkan mereka dengannya, dan
seterusnya- ; maka itu diperbolehkan.
[ Di Kutip dari kitab غِذَاءُ الألبَابِ karya as-Safaariinii 2/267 ]
Selain faktor-faktor pendorong lainnya, meminta-minta adalah alternatif
yang praktis diperankan oleh pelakunya dikarenakan mudah dan cepatnya hasil
yang didapatkan, yaitu cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota
masyarakat agar memberikan bantuan dan sumbangan.
Dari Abu Bisyer Qubaishoh bin Al-Mukhoriq radhiyallahu ‘anhu berkata:
تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا فَقَالَ
أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا قَالَ ثُمَّ قَالَ
يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ
تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ
يُمْسِكُ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ
الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ
عَيْشٍ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي
الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ
الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ
عَيْشٍ فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا
صَاحِبُهَا سُحْتًا
Aku pernah menanggung hammaalah
( yakni : tanggungan diat Qosaamah [قسامة]
, yaitu : diat kasus pembunuhan terhadap salah seorang dari dua kabilah ,
pembunuhnya tidak di ketahui , tapi lokasi mayat nya diketemukan di dekat
wilayah kabilah musuhnya , maka sudah menjadi hukum adat bagi kabilah yang
terduduh harus membayar diat 100 ekor unta , jika tidak dibayar , akan terjadi
perang antar dua kabilah . Pen ).
Lalu aku datang kepada Rasulullah ﷺ,
meminta bantuan beliau untuk membayarnya.
Beliau menjawab: "Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat,
nanti kusuruh menyerahkannya kepadamu."
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya : "Hai Qubaishoh, sesungguhnya
meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan.
( Kesatu) : orang yang menanggung Hammaalah
, maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga tanggunga hammaalahnya lunas.
Bila tanggunganya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta.
Kedua : seseorang yang kena hama yang
menghancurkan semua hartanya, maka dia boleh meminta sehingga dia mendapat
pegangan untuk kehidupannya atau bisa menutupi kehidupannya.
Ketiga : seseorang yang jatuh
miskin/bangkrut, dengan kesaksian tiga orang yang betul-betul berakal sehat
dari kaumnya (penduduk desa tersebut), seraya mereka menyatakan: Sungguh si
Fulan itu telah tertimpa kebangkrutan, maka halal baginya meminta, sehingga dia
mendapatkan pegangan hidup atau bisa menutupi kebutuhannya.
Adapun meminta selain dari tiga hal tersebut, wahai Qubaishoh, haram
orang yang memakannya juga makanan yang haram.” (HR.Muslim No. 1730)
Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahal bin Handzoliyah
Al-Anshory radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ
bersabda:
((مَنْ سَأَلَ وَعِندَهُ مَا يُغْنِيهِ
فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ جَهَنَّمَ)) قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ! مَا
يُغْنِيهِ؟ قَالَ: ((مَا يُغَدِّيهِ أَوْ يُعَشِّيهِ))
“Sesungguhnya barangsiapa yang meminta-minta, padahal dia memiliki
sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah memperbanyak sesuatu
dari api neraka Jahannam. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apa batasan
sesuatu yang mencukupinya itu? Beliau menjawab: “Sesuatu cukup untuk makan
siang atau makan malam.”
(HR. Ahmad no. 17625 , Abu Daud no. 1388 , Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Dishahihkan oleh syeikh al-Albaani dlm Shahih Abu Daud no. 1629 dan
Shahih at-Targhiib no. 805 . Dan dishahihkan pula oleh para pentahqiiq
Musnad Imam Ahmad 29/166 .
Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata: Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(( مَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ
مُزْعَةُ لَحْمٍ ))
“Seseorang terus menerus meminta-minta
kepada orang lain sehingga ia kelak akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan
tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (HR. Bukhori no. 1381 , 1474 dan
Muslim no. 1040 )
Diriwayatkan pula dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu , ia
berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ
فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ))
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang
lain tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah ia memakan bara api.”
( HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 2446), Ath-Thahawi
dalam Syarah Ma’anil Atsar (no. 3021), dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir
(no. 3506), semuanya dari jalan Israil ).
Hadits ini dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Al-Bani dalam Shahih
at-Targhiib no. 802.
Dan dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
(( الْمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ
بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي
أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ ))
“Sesungguhnya meminta itu cakaran,
seseorang dengan meminta mencakar mukanya sendiri, kecuali seorang meminta
kepada sultan atau untuk sebuah perkara yang tidak boleh tidak (darurat).”
(HR. Turmudzi no. 681 . Dia berkata : “ Hasan Shahih “. Dan di
Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih Turmudzi no. 681 ) .
Para mujahid dari kalangan para sahabat , meski mereka miskin karena
tidak memiliki waktu untuk mencari rizki karena disibukkan dengan berperang ,
namun mereka tidak mengemis dan tidak melakukan perbuatan minta-minta , apalagi
meminta-minta sambil merengek dan mendesak .
Allah SWT berfirman :
{ لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي
الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم
بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ
فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ }
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di
jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi .
Orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang-orang kaya karena
memelihara diri dari meminta-minta.
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak.
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/324) menafsirkan:
“Maksud dari kata-kata (mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak) mereka tidak membebani orang lain dengan meminta sesuatu yang tidak
mereka butuhkan. Maka barangsiapa yang meminta sesuatu, padahal dia memiliki
sesuatu yang mencukupinya dari minta-minta, maka dia telah melakukan perbuatan
minta-minta dengan cara mendesak.”
****
ANTARA PENGEMIS LUSUH BAWA MANGKOK DAN PENGEMIS BERJUBAH BAWA PROPOSAL:
PENGEMIS DAN GEMBEL yang berpakaian lusuh dan compang camping yang
nampak gembira dan senang ketika di kasih 2000 rupiah , ITU LEBIH MULIA dan
jujur dari pada para pengemis yang mengemas dirinya dengan sorban dan proposal
mengatas namakan agama sambil berdalil dengan ayat-ayat infaq . Kesannya
ayat-ayat infaq itu milik dia dan untuk kepentingan dia . Sementara orang lain
saja , yang wajib mengamalkannya .
****
HARAMNYA MENERIMA
SEDEKAH DARI SESEORANG KARENA RASA MALU JIKA TIDAK MEMBERI :
Ada sebuah hadits menyatakan :
" مَا أُخِذَ بِسَيْفِ
الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ "
Apa yang diambil dengan pedang malu [membuat orang merasa
malu jika tidak memberi], itu adalah haram .
Makna Istilah سَيْفُ
الحَياء =
pedang bikin rasa malu :
قُوَّةُ الْإِحْرَاجِ وَالضَّغْطِ الَّذِي
قَدْ يَتَسَبَّبُ فِيهِ الْخَجَلُ فِي الضَّغْطِ عَلَى الْغَيْرِ، فِيمَا يَعْنِي قَدْ
يَتَشَابَهُ الْأَخْذُ بِالْحَيَاءِ بِفِعْلِ السَّيْفِ
" Kekuatan dan kemampuan menciptakan rasa tidak nyaman dan tekanan yang dapat menimbulkan rasa malu untuk menekan orang lain. Yang berarti : bahwa menerima pemberian dengan menimbulkan rasa malu itu dapat menyerupai : tekanan dengan pedang ".
Syeikh al-Albaani berkata tentang
predikat hadits diatas :
( مَا أُخِذَ بِسَيْفِ
الحَيَاءِ فَهُوَ حَرَامٌ ) لَيْسَ حَدِيثًا نَبَوِيًّا، إِنَّمَا هُوَ قَوْلُ بَعْضِهِمْ،
مَعْنَاهُ صَحِيحٌ، وَهُنَاكَ فِي الْحَدِيثِ مَا يُغْنِي عَنْهُ.
وَهَذَا فِي الْوَاقِعِ مِنْ قِلَّةِ اهْتِمَامِ
الْمُسْلِمِينَ وَضَعْفِ عِنَايَتِهِمْ بِأَحَادِيثِ نَبِيِّهِمْ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ، يُعْرِضُونَ عَنْ حِفْظِ السُّنَّةِ وَيَحْفَظُونَ مَا لَمْ يَتَكَلَّمْ
بِهِ نَبِيُّ السُّنَّةِ، مَاذَا هُنَاكَ؟ مَا يُغْنِي عَنْ ذَاكَ الْكَلَامِ، أَلَا
وَهُوَ قَوْلُهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: (لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ).
وَلِذَلِكَ، فَأَنْتَ أَيُّهَا الْمُسْلِمُ،
لَا يَجُوزُ لَكَ أَنْ تَأْخُذَ مَالًا مِنْ أَخِيكَ الْمُسْلِمِ عَلَى اسْتِحْيَاءٍ
مِنْهُ، تَعْرِفُ أَنَّ نَفْسَهُ مَا طَابَتْ لَكَ بِهَذَا الْمَالِ، فَإِنْ أَنْتَ
أَخَذْتَهُ وَتَمَلَّكْتَهُ، فَقَدْ تَمَلَّكْتَ سُحْتًا حَرَامًا.
هَذَا الْحَدِيثُ يُغْنِينَا عَنْ ذَاكَ الْحَدِيثِ:
(لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ). نَعَمْ۔
(Apa yang diambil dengan pedang rasa malu, itu adalah haram ).
Itu bukan hadits Nabi, melainkan perkataan sebagian dari mereka, namun
maknanya shahih dan benar. Karena di sana ada hadits lain [yang shahih] yang di
dalamnya terdapat makna yang mencukupinya.
Hal ini sebenarnya disebabkan oleh kurangnya perhatian umat Islam dan
lemahnya pemeliharaan mereka terhadap hadits-hadits Nabi mereka ﷺ dan mereka berpaling dari menjaga Sunnah dan melindunginya dari apa yang
tidak pernah di katakan Nabi ﷺ .
Disana ada sebuah hadits yang mencukupi untuk membicarakan hal itu,
yaitu sabda beliau ﷺ :
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan
dirinya.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami' no. 7662)
Oleh karena itu, hai orang Islam , tidak halal bagimu mengambil uang
dari saudaramu yang muslim karena malu , sementara anda mengetahui bahwa
jiwanya tidak ikhlas dengan pemberian hartanya itu untukmu .
Jika kamu mengambilnya dan memilikinya, maka kamu memiliki sesuatu yang
haram.
Hadits ini mencukupi kita dari hadits pertama di atas . Kita cukupkan
dengan hadits ini : “Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan
kerelaan dirinya.” YA .
[ Sumber : Silsilah al-Hudaa wan-Nuur , Kaset 950 . Waktu pengindeksan
00:41:35]
FATWA ABU BAKAR UTSMAN AL-BAKRI ulama madzhab ASY-SYAFI'I:
Abu Bakar Utsman bin Syatho al-Bakri dalam (إِعَانَةُ ٱلطَّالِبِينَ)
3/162-163 berkata :
لَوْ أَخَذَ مَالَ غَيْرِهِ بِالْحَيَاءِ،
كَانَ لَهُ حُكْمُ الْغَصْبِ، فَقَدْ قَالَ الْغَزَالِيُّ: مَنْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ
مَالًا فِي الْمَلَإِ، أَيِ الْجَمَاعَةِ مِنَ النَّاسِ، فَدَفَعَهُ إِلَيْهِ لِبَاعِثِ
الْحَيَاءِ، لَمْ يَمْلِكْهُ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ. وَهُوَ مِنْ
بَابِ أَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ۔
"Jika dia mengambil harta orang lain karena malu, maka baginya sama
dengan hukum ghashab [perampasan], karena Imam Al-Ghazali berkata:
" Siapa pun yang meminta harta kepada orang lain di depan khalayak
manusia , yaitu sekelompok orang, lalu dia memberikannya kepadanya karena
dorongan rasa malu , maka dia tidak berhak memilikinya dan tidak halal baginya
untuk mengelola harta tsb . Dan itu masuk dalam katagori memakan harta manusia
dengan cara yang bathil [ tidak sah]".
FATWA IBNU HAJAR AL-HAITAMI ulama madzhab ASY-SYAFI'I :
Ibnu Hajar al-Haytami mengatakan dalam ("ٱلْفَتَاوَى ٱلْفِقْهِيَّةُ ٱلْكُبْرَى ") 2/364:
أَلَا تَرَىٰ إِلَىٰ حِكَايةِ ٱلْإِجْمَاعِ
عَلَىٰ أَنَّ مَنۡ أَخَذَ مِنْهُ شَيۡءٖا عَلَىٰ سَبِيلِ ٱلْحَيَاءِ مِنْ غَيْرِ رِضَاٰ
مِّنْهُ بِذَٰلِكَ لَا يَمْلِكُهُ ٱلۡءَاخِذُ، وَعَلَّلُوهُ بِأَنَّ فِيهِ إِكْرَاهًا
بِسَيْفِ ٱلْحَيَاءِ، فَهُوَ كَالإِكْرَاهِ بِالسَّيْفِ ٱلْحَسِّيِّ۔اهـ.
Apakah Anda tidak melihat riwayat Ijma' : bahwa siapa pun yang mengambil
sesuatu darinya karena rasa malu tanpa kerelaan hatinya dengan sedekah itu ,
maka si pengambil tsb tidak berhak memilikinya . Mereka mencela perbuatan tsb
karena di dalamnya terdapat unsur pemaksaan dengan Saiful Hayaa' [ pedang rasa
malu] ; maka dia mirip seperti dipaksa dengan pedang sungguhan [ Selesai ]
FATWA IBNU AL-JAUZI AL-HANBALI :
Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furuu' 3/452:
قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي الْمِنْهَاجِ:
وَإِنْ أَخَذَ مِمَّنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ إِنَّمَا أَعْطَاهُ حَيَاءً لَمْ يَجُزْ أَخْذُهُ،
وَيَجِبُ رَدُّهُ إِلَىٰ صَاحِبِهِ. اهـ.
Ibnu al-Jawzi berkata dalam al-Minhaj : Jika dia mengambil sesuatu dari
seseorang yang diketahui bahwa dia memberinya hanya karena malu ; maka tidak
boleh mengambilnya, dan wajib dikembalikan kepada pemiliknya [ Selesai ]
FATWA IBNU AL-QOYYIM AL-HANBALI :
Ibnu al-Qayyim dalam ("مدارج السالكين")
1/456 membagi makanan-makanan yang DIHARAMKAN menjadi dua macam :
مُحَرَّمَاتٌ لِحَقِّ اللَّهِ،
كَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ، وَلَحْمِ الْخِنْزِيرِ، وَذِي النَّابِ مِنَ السِّبَاعِ
وَالْمِخْلَبِ مِنَ الطَّيْرِ وَمُحَرَّمَاتٌ لِحَقِّ الْعِبَادِ، كَالْمَسْرُوقِ
وَالْمَغْصُوبِ وَالْمَنْهُوبِ، وَمَا أُخِذَ بِغَيْرِ رِضَا صَاحِبِهِ، إِمَّا
قَهْرًا وَإِمَّا حَيَاءً وَتَذَمُّمًا. اهـ.
Pertama : yang diharamkan karena adanya hak Allah, seperti bangkai ,
darah, babi , binatang bertaring yang buas , dan burung bercakar tajam .
Kedua : yang diharamkan karena adanya hak-hak manusia, seperti makanan
yang dicuri, dirampas, dijarah, dan apa diambil tanpa keridhoan pemiliknya,
baik dengan pemaksaan, atau dengan RASA MALU dan TAKUT DICELA [ Selesai].
****
SESEKALI MEMINTA ITU BOLEH HUKUMNYA
YANG TIDAK BOLEH ITU KEBIASAAN MEMINTA-MINTA alias MENGEMIS , APALAGI
DIJADIKAN SUMBER MATA PENCAHARIAN .
NABI ﷺ PERNAH MEMINTA. CONTOHNYA :
PERTAMA :
Nabi ﷺ pernah meminta hadiyah masakan daging zakat milik Barirah radhiyallahu
‘anhu, dia adalah mantan budak yang dimerdekakan oleh 'Aisyah
radhiyallahu ‘anhu .
Dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa dia
berkata;
كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ :
.... وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأُتِيَ
بِخُبْزٍ وَأُدُمٍ مِنْ أُدُمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ بُرْمَةً عَلَى
النَّارِ فِيهَا لَحْمٌ فَقَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَلِكَ لَحْمٌ
تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ فَقَالَ هُوَ
عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَهُوَ مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ ....
Dalam kasus Barirah ada tiga pelajaran yaitu ; [ Salah satunya ]
Barirah radhiyallahu ‘anhu pernah diberi daging [ zakat ] , lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke rumahku, ketika itu ada periuk
[berisi daging] yang sedang dipanasi di atas api.
Kemudian beliau meminta dihidangkan makanan, lalu beliau diberi roti dan
lauk pauk [cuka] yang ada di rumah.
Lalu beliau bertanya : Tidakkah tadi saya melihat periuk di atas
api yang berisi daging?
Mereka menjawab ; Ya, wahai Rasulullah, itu adalah daging [zakat]
yang tadi disedekahkan kepada Barirah, sehingga kami tidak suka untuk
memberikannya kepada Anda [ karena mereka tahu bahwa Nabi ﷺ dan keluarganya tidak boleh menerima dan memakan harta zakat ] .
Beliau bersabda : " Daging tersebut bagi Barirah adalah zakat
, sedangkan bagi kita adalah hadiah dari Barirah".
[ HR. Bukhori no. 4871 dan Muslim no. 2768 , 3859 ]
Dalam lafadz lain :
وَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْبُرْمَةُ تَفُورُ بِلَحْمٍ فَقُرِّبَ إِلَيْهِ خُبْزٌ
وَأُدْمٌ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ أَرَ الْبُرْمَةَ فِيهَا لَحْمٌ
قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ وَأَنْتَ
لَا تَأْكُلُ الصَّدَقَةَ قَالَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ
Suatu ketika Rasulullah ﷺ
masuk, sementara
periuk sedang mendidih masak daging.
Namun yang disuguhkan kepada beliau saat itu adalah roti dan lauk [cuka]
dari rumah. Maka beliau pun bertanya : "Bukankah tadi aku melihat periuk
yang berisikan daging."
Maka mereka menjawab : "Ya, benar, akan tetapi daging itu adalah
daging [ zakat ] yang disedekahkan kepada Barirah, sementara Anda tidak makan
harta sedekah."
Akhirnya beliau pun bersabda: "Bagi Barirah adalah sedekah, namum
untukku (dari Barirah) adalah hadiah." ( HR. Bukhori no. 4871 ).
Lauk Pauk ( الإِدَام ) kesukaan Rosulullah ﷺ adalah CUKA , sebagaimana sabda beliau :
نِعْمَ الأُدُمُ الْخَلُّ
Sebaik-baik lauk pauk adalah cuka ( HR. Muslim no. 2051 )
KEDUA :
Nabi ﷺ pernah minta dari seorang sahabat bagian dari kambing-kambing hasil
imbalan ruqyah:
Diriwayatkan dari Sahabat Abi Said Al-Khudri Radliyallahu ‘Anhu :
" أَنَّ نَاسًا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ
أَحْيَاءِ العَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ لُدِغَ
سَيِّدُ أُولَئِكَ، فَقَالُوا: هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ؟ فَقَالُوا:
إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا، وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا،
فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ،
وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ، فَقَالُوا: لاَ
نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ: " وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ،
خُذُوهَا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ ".
“ Bahwa sekelompok sahabat mendatangi suatu kabilah dari beberapa
kabilah Arab, namun mereka tidak mempersilakan masuk terhadap para sahabat. Hal
itu terus berlangsung, sampai suatu ketika pemuka kabilah tersebut disengat
binatang berbisa, lalu mereka berkata :
‘Apakah kalian membawa obat atau adakah orang yang bisa
meruqyah?’
Para sahabat pun menjawab :
‘Kalian tidak mempersilakan masuk pada kami, kami tidak akan meruqyahnya
(mengobatinya) sampai kalian menjanjikan Ju’al ( imbalan ) pada kami.’
Lalu mereka pun menjanjikan untuk mereka sekawanan kambing sebagai JU’AL
( imbalan ) , lalu seorang sahabat membaca Surat Al-Fatihah, dan mengumpulkan
air liurnya lalu mengeluarkannya (baca: melepeh) hingga sembuhlah pemuka
kabilah tsb , dan mereka memberikan kambing.
Para sahabat berkata : ‘Kami tidak akan mengambilnya, hingga kami
bertanya pada Rasulullah.’
Mereka pun menanyakan perihal kejadian tersebut pada Rasulullah,
maka Beliau ﷺ tertawa dan berkata:
‘Tahu kah kamu bahwa itu adalah Ruqyah ? Ambillah, dan berilah bagian
untukku’.” (HR Bukhari no. 5295 , 5736 ).
====
WAJIB BAGI UMAT ISLAM BERJUANG MENINGGIKAN KALIMAT ALLAH DIATAS KALIMAT ORANG-ORANG KAFIR .
Allah swt berfirman :
وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟
ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat
Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( QS.
Attaubah : 40 ).
PERKATAAN IBNU ABBAAS radhiyallahu
‘anhu :
اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى
عَلَيْهِ
Artinya : “Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi
darinya”
TAKHRIIJ HADITS :
Dari ‘Ikrimah ia berkata :
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ – رضي الله عنهما –
فِي الْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّة تَكُونُ تَحْتَ النَّصْرَانِيِّ أَوْ
الْيَهُودِيِّ ، فَتُسْلِمُ هِيَ ، قَالَ: يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا ، الْإِسْلَامُ
يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ ".
Ibnu Abbas rodhiyallahu anhumaa berkata tentang Yahudi dan Nasroni :
(yakni) ada seorang istri yang bersuamikan seorang Nasroni atau
Yahudi, kemudian sang istri masuk Islam, maka Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu
berkata :
“ ceraikan ia, karena Islam tinggi dan tidak ada yang mampu
menandinginya”.
Dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Irwaul Gholil (no. 1268).
Perbuatan meminta-minta meski dibalut dengan istilah infaq dan donasi
tetap saja meminta-minta dan mengemis adalah salah satu dari sifat-sifat
tercela yang merendahkan kalimat Allah, meruntuhkan wibawa , kehormatan dan
martabat agama , pribadi dan umat .
===
PERINTAH MENJAGA IZZAH , WIBAWA DAN KEHORMATAN :
Makna Izzah [ العِزَّةُ – kehormatan , wibawa dan
harga diri ]
Izzah dalam bahasa arab adalah :
العِزُّ: خلاف الذُلِّ. وهو في الأصل:
القُوَّة والشِّدَّة والغَلَبَة والرِّفعة والامْتِنَاع.
يقال: عَزَّ يَعَزُّ -بالفتح للمضارع-:
إذا اشتَدَّ وقَوِيَ، وبالكسر للمضارع: إذا قَوِيَ وامتَنَع، وبالضَّم: إذا غَلَب
وقَهَر.
ويقال: عَزَّ فلانٌ، أي: صَار عَزِيزًا،
أي: قَوِيَ بعد ذِلَّة.
وأعَزَّهُ الله. وهو يَعْتَزُّ بفلان،
ورَجُلٌ عَزِيزٌ: مَنِيعٌ، لَا يُغْلب، وَلَا يُقْهر. وعَزَّ الشَّيء: إذا لم
يُقْدَر عليه، وعَزَّ الشَّخص: قَوِيَ وبَرِئ من الذُّل.
Al-Izz [Kehormatan]: kebalikan dari kehinaan. Dan al-Izz pada asalnya
adalah : kekuatan, kedahsyatan, mendominasi, ketinggian derajat , dan kemampuan
menjaga diri .
Dikatakan : عَزَّ -
يَعَزُّ [dengan
dibaca Fathah dalam Fiil Mudhori] , artinya : jika menjadi dahsyat dan kuat.
Dan dengan dibaca Kasrah [ يَعِزُّ ]
dalam Fiil Mudhori : jika dia kuat dan mampu menjaga diri [abstain].
Dan dengan di baca dhommah [ يَعُزُّ ]
, artinya : jika memenangkan dan mengalahkan.
Dan dikatakan :
عَزَّ فلانٌ، أي:
صَار عَزِيزًا، أي: قَوِيَ بعد ذِلَّة
Azza Fulan , yakni dia menjadi Aziiz , yaitu : dia menjadi mulia dan
kuat setelah dalam kehinaan.
Dan :
وأعَزَّهُ الله. وهو يَعْتَزُّ بفلان
Artinya : Semoga Allah memuliakannya . Dan Dia memuliakan terhadap si
Fulan ".
Dan :
ورَجُلٌ عَزِيزٌ: مَنِيعٌ، لَا يُغْلب،
وَلَا يُقْهر. وعَزَّ الشَّيء: إذا لم يُقْدَر عليه، وعَزَّ الشَّخص: قَوِيَ
وبَرِئ من الذُّل
Di katakan dia seorang pria yang 'Aziiz : artinya mampu melindungi
diri , tak terkalahkan, dan tak bisa ditekan atau di paksa .
Dikatakan : عَزَّ
الشَّيء artinya : jika dia
tidak ada yang mampu untuk melemahkannya .
Dan di katakan : عَزَّ
الشَّخص :
Dia kuat dan bebas dari kehinaan
[[ Baca : Maqoyis al-Lugoh oleh Ibnu Faris (hal. 4/38-39) dan Lisan
al-Arab oleh Ibnu Mandzur (5/374-375) ]]
Adapun makna al-Izzah secara istilah adalah sbb :
حاَلَةٌ مَانِعَةٌ لِلإنْسَانِ مِنْ أَنْ
يُغْلَبَ
Suatu kondisi yang mencegah seseorang untuk terkalahkan atau
ditaklukkan. [ Baca : Taaj al'Aruus karya Al-Zubaidi (hal. 15/219)]
وقيل: العِزَّة: التَّأَبِّي عن حمل
المذَلَّة . وقيل: الـتَّــرَفُّع عمَّا تَلْحَقه غَضَاضَة
Dan dikatakan pula : al-Izzah adalah : menghindari dari hal-hal yang
membawa pada kehinaan. [ Baca : Mu'jam Maqooliid al-'Uluum karya as-Sayuthi
hal. 203 ]
Dan dimaknai pula : " Bangkit serta mengangkat diri dari
hal-hal yang mengantarkan pada kerendahan dirinya ".
وقيل: العِزَّة: القُوَّة والغَلَبَة
والحَمِيَّة والأَنَفَة.
Dikatakan pula : al-Izzah adalah : kekuatan, penguasaan [dominasi] ,
semangat, dan harga diri [jaga gengsi]. [ Baca : Mu'jam al-Wasiith hal. 149 ]
===
DALIL-DALIL TENTANG PERINTAH MENJAGA IZZAH
[Izzah = Wibawa, Kekuatan, kehormatan dan Kemuliaan ]:
Allah SWT berfirman :
{ مَن كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ
فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا ۚ إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ }
“Barang siapa yang menghendaki
kehormatan, maka bagi Allah-lah kehormatan itu semuanya. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan
yang baik dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Dan Allah SWT berfirman :
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ
أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ
فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman
penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka
menginginkan IZZAH di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua IZZAH
kepunyaan Allah. [QS. An-Nisaa : 139 ]
Dan Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ
فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang percaya, barangsiapa di antara kamu, murtad dari
agamanya maka Allah akan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang lemah lembut terhadap orang yang mukmin kelak, yang
memiliki IZZAH [berlaku keras] terhadap orang-orang kafir , yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
membayar-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. [ QS.
Al-Maidah : 54 ]
Dari al-Miqdad bin al-Aswad berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
" لَا يَبْقَى عَلَى
ظَهْرِ الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ
الْإِسْلَامِ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ ذُلِّ ذَلِيلٍ إِمَّا يُعِزُّهُمْ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أَهْلِهَا أَوْ يُذِلُّهُمْ فَيَدِينُونَ لَهَا
".
“Tidak tersisa di atas bumi ini satupun rumah di kota dan di desa, kecuali
Allah memasukkan kata Islam dengan IZZAH [kemuliaan] yang menjadikan mulia,
atau dengan kehinaan yang menjadikan hina.
Adakalanya Allah Yang Mahamulia dan Mahaperkasa memuliakan mereka
[dengan izzah] , lalu Allah menjadikan mereka di antara pejuangnya; atau Allah
menghinakan mereka, lalu mereka menjadi pengikutnya.”
(HR. Ahmad dalam al-Musnad 39/236 no. 23814 , Al-Bukhari dalam
“Al-Tarikh Al-Kabir” 2/151, al-Hakim dalam al-Mutadrak 4/430-431 , Ibn Hibban
(6699) dan (6701), Al-Tabarani dalam “Al-Kabir” 20/ (601), dan dalam
“Al-Syamiyyiin” (572), dan Ibn Mandah dalam "Al-Iman" (1084) dari
jalur Al-Walid bin Muslim.
Al-Hakim berkata :
"صحيح على شرط الشيخين،
ولم يخرجاه"
“Shahih menurut syarat kedua syeikh [
Bukhori dan Muslim ], namun mereka berdua tidak meriwayatkannya.” Dan
ini di setujui oleh Imam adz-Dzahabi
Di Hasankan oleh Ibnu Asaakir dalam Mu'jam asy-Syuyuukh 2/806 . Dan
dishahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Misykah al-Mashaabiih 1/20 no. 41 dan
Tahdzir as-Saajid hal. 147 . Dan di shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arna'uuth
dalam Takhrij al-Musnad 39/236 no. 23814.
Al-Haitsami berkata dalam al-Majma' 6/14 :
"رجال أحمد رجال
الصحيح"
"Para perawi Imam Ahmad adalah para perawi ash-Shahih" .
===
ANTARA KASIH SAYANG
NABI ﷺ DAN IZZAH PARA SAHABAT DALAM PERANG AHZAB .
Abu Muhammad Ibnu Hazm adz-Dzohiri
dalam Jawaami' as-Siirah hal. 188 [ Cet. Al-Ma'aarif] menceritakan :
Pada saat terjadi perang Ahzab [Khandaq] , dan umat Islam dikepung oleh
pasukan sekutu , diantaranya oleh Bani Gathfaan , pasukan sekutu yang paling
kuat dan besar . Maka Rasulullah ﷺ
mengirim utusan
kepada dua kepala kabilah Ghathfan , Uyaynah bin Hishn bin Hudhaifa, dan
Al-Harits bin Auf bin Abi Haritsah untuk memberikan penawaran sepertiga dari
hasil panen buah-buahan di Madinah agar mereka keluar dari pasukan Ahzab dan
pulang meninggalkan pengepungan Madinah
Sebelum terjadi kesepakatan perjanjian dengan penawaran itu di mulai ,
maka Rasulullah ﷺ menceritakan hal itu terlebih dahulu
kepada Saad bin Muadz dan Saad bin Ubadah, lalu mereka berkata berkata:
يا رسول الله أمرًا تحبه فنصنعه أم شيئًا
أمرك الله به لا بد لنا من العمل به، أم شيئًا تصنعه لنا؟
Wahai Rasulullah, apakah ini suatu urusan yang engkau sukai lalu supaya
kami melakukannya, atau apakah sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah,
yang tidak boleh tidak kami harus mengerjakannya, atau adakah ini hanya sesuatu
urusan yang engkau lakukan demi untuk kami?
Maka Rosulullah ﷺ menjawab :
" بَلْ شَيْءٌ أَصْنَعُهُ لَكُمْ، وَاللَّهِ مَا أَصْنَعُ ذَٰلِكَ إِلَّا لِأَنِّي
رَأَيْتُ الْعَرَبَ رَمَتْكُمْ عَنْ قَوْسٍ وَاحِدَةٍ، وَكَالَبُواكُمْ مِنْ كُلِّ
جَانِبٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَكْسِرَ عَنْكُمْ مِنْ شَوْكَتِهِمْ إِلَىٰ أَمْرٍ مَّا"
“Ini urusan yang aku lakukan demi untuk kalian , demi Allah, aku tidak
akan melakukan yang demikian itu melainkan karena sesungguhnya aku
telah melihat bangsa Arab telah bersatu memanah kalian dari satu busur dan
mereka telah mengepung kalian secara ketat dan pada setiap penjuru. Oleh sebab
itu aku bertujuan hendak memecahkan kekuatan mereka dan hal ini aku serahkan
pada pendapat.”
Maka Saad bin Muadz berkata kepada beliau ﷺ
:
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ كُنَّا وَهَٰؤُلَاءِ
عَلَى الشِّرْكِ بِاللَّهِ وَعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ لَا نَعْبُدُ اللَّهَ، وَلَا نَعْرِفُهُ،
وَهُمْ لَا يَطْمَعُونَ أَنْ يَأْكُلُوا مِنْهَا ثَمَرَةً وَاحِدَةً إِلَّا قِرًى أَوْ
بَيْعًا، أَفَحِينَ أَكْرَمَنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ، وَهَدَانَا لَهُ، وَأَعَزَّنَا
بِكَ، وَبِهِ نُعْطِيهمْ أَمْوَالَنَا؟ مَا لَنَا بِهَٰذَا مِنْ حَاجَةٍ وَاللَّهِ
لَا نُعْطِيهِمْ إِلَّا السَّيْفَ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ!
“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dan mereka itu dahulu satu kaum dalam
menyekutukan Allah [musyrikin] dan menyembah berhala-berhala, kami tidak
menyembah kepada Allah dan kami tidak pula mengenali-Nya.
Dan mereka itu tidak mengharapkan akan memakan buah tamar daripada kota
Madinah, melainkan dengan cara bertamu [dijamu sebagai tamu] atau jual beli.
Maka tatkala Allah memuliakan kami dengan Islam dan telah memberi
hidayah-Nya kepada kami, dan Ia telah meninggikan kami [ meng IZZAH kan kami ]
dengan sebab engkau dan dengan-Nya, maka kami tidak akan memberikan kepada
mereka harta-harta kami ?
Kami tidak membutuhkan kesepakatan ini . Demi Allah, kami tidak akan
memberi kepada mereka itu, melainkan pedang sehingga Allah memberi keputusan
antara kami dengan mereka.”
Mendengar jawapan tersebut baginda ﷺ
bersabda:
" أَنتَ وَذَاكَ".
“Sungguh hebat kamu.”
Kemudian Saad bin Mu`adz mengambil surat perjanjian dan point-point di
dalamnya dihapuskan, kemudian berkata :
لِيَجْهَدُوا عَلَيْنَا.
“Biarlah mereka mengusir kami, kami telah bersedia.”
****
PERINTAH UNTUK MENJAGA RASA MALU DAN HARGA DIRI :
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma :
مَرَّ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
علَى رَجُلٍ، وهو يُعَاتِبُ أخَاهُ في الحَيَاءِ، يقولُ: إنَّكَ لَتَسْتَحْيِي،
حتَّى كَأنَّهُ يقولُ: قدْ أضَرَّ بكَ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ: دَعْهُ، فإنَّ الحَيَاءَ مِنَ الإيمَانِ.
"Nabi ﷺ pernah melewati seorang laki-laki yang
tengah mencela saudaranya karena malu, kata laki-laki itu;
"Sesungguhnya kamu selalu malu hingga hal itu akan
membahayakan bagimu."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
"Biarkanlah ia, karena sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari
iman." [ HR. Bukhori no. 6118 dan Muslim no. 36]
Dalam lafadz lain :
أَنَّ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ في الحَيَاءِ
، فَقَالَ رسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « دَعْهُ فإِنَّ الحياءَ
مِنَ الإِيمانِ »
"Bahawasanya Rasulullah berjalan melalui seorang lelaki dari
golongan kaum Anshar dan ia sedang menasihati saudaranya tentang hal sifat malu
– yakni malu mengerjakan kejahatan.
Kemudian Rasulullah bersabda yang maksudnya: “Biarkanlah ia, sebab
sesungguhnya sifat malu itu termasuk dari keimanan".
[Muttafaq ‘alaih . Shahih Bukhori no. 24 dan Shahih Muslim no. 36]
Bahwasannya Nabi ﷺ bersabda:
الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ قَالَ :
بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها
إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ.
artinya: ((Iman itu ada 70 cabang. Atau ada yang mengatakan : 60
cabang :
Yang paling tinggi adalah perkataan : "لا إله إلا الله" dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan
yang ada di jalan.
Dan malu itu merupakan cabang dari keimanan.)) [ HR. Muslim no. 35 ]
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah ﷺ bersabda:
((إنَّ ممَّا أدْرَكَ
النَّاسُ مِن كَلامِ النُّبُوَّةِ، إذا لَمْ تَسْتَحْيِ فافْعَلْ ما شِئْتَ ))
“Sesungguhnya sebagian yang manusia jumpai dari ucapan kenabian
adalah: Jika kamu tidak punya rasa malu, lakukanlah apa saja yang kamu
kehendaki!” (HR. Bukhori no. 3483)
Perbuatan meminta-minta adalah salah satu dari sifat-sifat tercela yang
merendahkan kehormatan dan martabat seseorang dalam syariat Islam.
===***===
BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :
Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil :
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat
Al-Muzzammil: 20]
Imam Qurthubi berkata :
سَوَىٰ اللَّهُ تَعَالَىٰ فِي هَذِهِ الْآيَةِ
بَيْنَ دَرَجَةِ الْمُجَاهِدِينَ وَالْمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ
عَلَىٰ نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَىٰ
أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ۔
Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin
dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya
sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa
mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT menggabungkannya
dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : "Al-Jami' Li Ahkam
al-Qur'an" 21/349. Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).
Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu
Hanifah ] menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :
وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ يُقَدِّمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَىٰ دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ:
لِأَنْ أَمُوتَ بَيْنَ شُعَبَتَيْ رَحْلِي أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ
اللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُقْتَلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ
اللَّهَ تَعَالَىٰ قَدَّمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ
عَلَىٰ الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: {وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ}.
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan
derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata :
Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di
muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku
cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena
Allah SWT dalam firman-Nya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi
dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid ,
berdasarkan firman-Nya :
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ
فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat
Al-Muzzammil: 20]
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi ﷺ bersabda :
طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ
Mencari rizki yang halal itu Jihad .
( HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm (“الكامل في الضعفاء”)
6/263 . Imam Ahmad berkata :
“ Hadits ini Mungkar “. Lihat : (“تهذيب التهذيب”)
9/437
Dari Ka’ab bin ‘Ujroh ( كعبُ بنُ عجرةٍ )
:
مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَىٰ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْ جَلَدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ
هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«إِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن
كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ عَلَى نَفْسِهِ يَعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِن كَانَ خَرَجَ يَسْعَىٰ رِيَاءً وَمَفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»
(رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ).
Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah ﷺ, dan para shahabat radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki
tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti lelaki pekerja yang
tangguh- pen), maka rasulullah ﷺ
berkata:
“Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang masih kecil,
maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ).
Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia itu DI
JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .
Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam rangka `iffah
(menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN
ALLAH (في سبيلِ اللهِ) .
Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka dia terhitung
di jalan syaithon.”
( HR. Al-Imam Ath-Thobraany (13/491) para perawinya tsiqoot / dipercaya
).
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
أَمَا إِنَّهُ إِن كَانَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ
وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِن كَانَ يَسْعَىٰ عَلَىٰ
نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ۔
Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang tuanya atau salah
satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ)
, dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH (في سبيلِ اللهِ)
( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754 ) . Lihat pula “الجامع الصغير وزوائده والجامع الكبير”
2/165
No. 4603 .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ( Dalam lafadz lain ) :
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ
فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ
شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ
مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ
اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ
سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ
لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى
سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah jalan bukit . Ketika
dia nampak di hadapan kami , maka kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini
memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah!
Rasulullah ﷺ mendengar perkataan kami.
Beliau bersabda: “ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk orang yang
terbunuh saja?
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua orangtuanya, maka
dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk keluarganya, maka dia di
jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya ( dalam rangka
menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.
Barangsiapa yang berusaha ( mencari rizki ) untuk berbanyak-banyakan
harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan
Dalam lafadz lain :
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلا مَنْ قُتِلَ
؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَن سَعَىٰ عَلَىٰ عِيَالِهِ
فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَىٰ مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ۔
“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh saja?
Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang tuanya maka
dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi keluarganya maka dia
di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk berbanyak-banykan harta semata
maka dia di jalan thaghut.”
(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani "Al-Mu'jam
Al-Awsat" 5/119 dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حلية الأولياء وطبقات الأصفياء”
hal. 197 ) . Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah
al-Ahaadits as-Shahihah no 2232)
Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً
تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ
فِي فَمِ امْرَأَتِكَ
Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan
mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang
kamu suapkan ke mulut istrimu.
Dan Nabi ﷺ bersabda :
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ
مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ
حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
” Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari kesusahan, rasa
sakit, rasa gelisah, rasa sedih, sesuatu yang menyakitkan, dan rasa gundah,
hingga duri yang mengenai dirinya kecuali Allah menjadikannya sebagai pelebur
atas kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari).
===
JAMINAN SYURGA BAGI YANG MANDIRI EKONOMINYA . TIDAK MENYUSAHKAN ORANG LAIN DAN BEKERJA SESUAI SUNNAH
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata :
Rasulallah ﷺ. bersabda,
«مَنْ أَكَلَ طَيِّبًا،
وَعَمِلَ فِي سُنَّةٍ، وَأَمِنَ النَّاسُ بَوَائِقَهُ دَخَلَ الجَنَّةَ» فَقَالَ
رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَذَا اليَوْمَ فِي النَّاسِ لَكَثِيرٌ،
قَالَ: «وَسَيَكُونُ فِي قُرُونٍ بَعْدِي
“Barangsiapa memakan makanan yang baik, bekerja sesuai sunnah, dan orang
lain merasa aman dari keburukannya ; maka dia masuk Surga.”
Seorang sahabat berkata : Wahai Rasulallah! Sesungguhnya ini
banyak pada ummatmu sekarang.
Rasulallah bersabda, “Mereka akan ada sepeninggalku nanti.”
( HR. Turmudzy No. 2520 , Thabrani dlm “المعجم الأوسط” 2/52
, Baihaqi dlm “شعب الإيمان”
7/501
, al-Laalakaa’i (
اللالكائي ) 1/59
, al-Haakim 4/117 dan Ibnu Abi ad-Dunya 1/57 ).
At-Turmudzi berkata : “ حسن صحيح غريب”
. al-Haakim berkata : “ صحيح الإسناد”. Hadits ini di masukkan pula
oleh Syeikh Al-Albani dlm “سلسلة الأحاديث
الصحيحة”
.
===
ANCAMAN NERAKA BAGI ORANG YANG TIDAK MAU BERUSAHA MENCARI RIZQI
Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii radhiyallahu ‘anhu : Bahwa, pada
suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda di dalam khutbah beliau :
أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ
أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا : ........
قَالَ : وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ
الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا
يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ
وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ
يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ،
وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ
"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk
mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang
diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini ....................................
( Diantaranya . Pen ) Allah berfirman : " Dan penghuni
neraka itu ada lima macam:
1). Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang
bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas] .
Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [
yakni : hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian ] .
Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak
pula membangun ekonomi .
2). Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal
yang samar .
3). Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan
tipu muslihat ) dari keluargamu dan hartamu .
4) Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta .
5). Dan Orang yang akhlaknya buruk." ( HR. Muslim No. 5109 )
Semua keterangan yang tersebut diatas sangat jelas sekali berlawanan
dengan karakter dan perbuatan minta-minta alias mengemis yang dampaknya
menghinakan diri sendiri, umat Islam dan agamanya serta mengadukan Allah kepada
manusia .
Pada zaman sekarang ini meminta-minta dan mengemis dianggap suatu
hal yang biasa dan bahkan dijadikan sebagai mata pencaharian. Fenomena ini
terus berkembang dan memiliki beragam pola serta perangkat-perangkat yang mampu
menunjang perkembangannya.
===***===
ANJURAN MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK
Allah dalam firmanNya :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
(Q.S An-Nisa : 9)
Menurut sebagian para ahli tafsir : kata " ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا
" pada ayat diatas mencakup makna yang luas. Kata “lemah” pada ayat di
atas bisa dimaknai lemah dalam sisi aqidah, agama , ekonomi , sosial ,
keilmuan dan lainnya .
Maka dengan demikian dalam ayat di atas, Allah memerintahkan para orang
tua untuk mempersiapkan generasi setelah mereka . Jangan sampai
generasi–generasi di bawah mereka menjadi generasi yang lemah.
Lemah di sini seperti yang di sebutkan diatas , maknanya sangat luas,
karena memang yang dikehendaki Al-Quran dalam ayat tersebut adalah makna yang
mutlak dan umum. Baik berkaitan dengan kelemahan aqidah, syariat, psikis,
sosial, maupun ekonomi, dan lain sebagainya
Kelemahan sebuah generasi, tak lepas dari tanggung jawab generasi
sebelumnya untuk mengentaskan penerusnya dari jurang kegelapan dan kegagalan.
Karena hidup sejatinya adalah kematian, maka salah satu usaha untuk
mempersiapkan kematian tersebut adalah dengan mempersiapkan pengganti yang
tangguh.
Abdul Lathif Al-Khatib dalam Audhah At-tafasir menyebutkan :
نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي الْأَوْصِيَاءِ
وَالْمَعْنَىٰ: ذَكِّرْ أَيُّهَا الْوَصِيُّ ذُرِّيَّتَكَ الضُّعَفَاءَ مِنْ بَعْدِكَ؛
وَكَيْفَ يَكُونُ حَالُهُمْ بَعْدَ مَوْتِكَ؛ وَعَامِلِ الْيَتَامَى الَّذِينَ وُكِّلَ
إِلَيْكَ أَمْرُهُمْ وَتَرَبَّوْا فِي حَجْرِكَ؛ بِمِثْلِ مَا تُرِيدُ أَنْ يُعَامِلَ
أَبْنَاؤُكَ بَعْدَ فَقْدِكَ۔
“Ayat ini diturunkan kepada para pelaksana / pengemban wasiat , dan
artinya: Wahai pelaksana wasiat , ingatlah akan anak keturunanmu yang lemah.
Dan bagaimana kelak keadaan mereka setelah kematianmu ?
Dan perlakukanlah pula para anak yatim yang dititipkan kepadamu.
Didiklah mereka dalam asuhanmu . Samakan seperti halnya kamu berkeinginan dalam
memperlakukan anak-anak mu setelah kehilanganmu."
Dan berikut ini ada sebuah hadits yang sangat tegas menganjurkan para
orang tua sebelum meninggal untuk MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK .
Dari Sa'ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu berkata;
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ
الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا
قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ
وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ
النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا
صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى
اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ
Nabi ﷺ datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah".
Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah
darinya.
Beliau bersabda; "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".
Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan
seluruh hartaku".
Beliau bersabda: "Jangan".
Aku katakan: "Setengahnya"
Beliau bersabda: "Jangan".
Aku katakan lagi: "Sepertiganya".
Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.
Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu
lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS
kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu
termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut
istrimu.
Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada
manusia melalui dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak
perempuan. ( HR. Bukhori No. 2537)
Coba perhatikan sabda Beliau ﷺ
: " Sesungguhnya
jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada
kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia
dengan menengadahkan tangan mereka."
ALLAHU AKBAR
Dan lebih menarik lagi hadits berikut ini :
Dari Abu Yazid , yaitu : Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhu (
Ia, ayahnya, dan kakeknya adalah termasuk golongan sahabat Rosululloh ﷺ ). Dia berkata:
كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ
يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ
فَأَخَذْتُهَا فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ،
فَخَاصمْتُهُ إِلَى رسولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: “لَكَ
مَا نويْتَ يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ “
“Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar untuk sedekah,
dinar-dinar tersebut ia letakkan di sisi seorang pria di masjid.
Lalu aku - Ma’an anak Yazid - datang dan mengambilnya, kemudian aku
menemui ayahku dengan menunjukkan dinar-dinar tadi .
Ayahku berkata : “Demi Alloh, bukan engkau yang kuhendaki ( tapi untuk
sedekah ) ”.
Lalu aku adukan pada Rosululloh ﷺ
, Beliau pun
bersabda:
" Bagimu adalah apa yang engkau niatkan wahai Yazid , sedang bagimu
adalah apa yang engkau ambil wahai Ma’an ”. [HR Bukhori no. 1422 ]
Maksudnya :
Perkataan : “Bagimu adalah apa yang engkau
niatkan wahai Yazid : yaitu bahwa engkau wahai Yazid , telah memperoleh pahala
sesuai dengan niat sedekahmu itu-
Perkataan : “ Sedang bagimu adalah apa yang
engkau ambil wahai Ma’an” : yaitu bahwa engkau wahai Ma’an boleh memiliki
dinar-dinar tersebut, karena engkau putranya lebih berhak dari pada orang
lain”.
SUBHANALLAH , DUA-DUANYA DIBENARKAN oleh Rosulullah ﷺ, sejuk sekali mendengarnya.
Hadits ini mirip dengan hadits kisah
Ibnu Masud dengan Istrinya radhiyallahu ‘anhu :
Dari Abu Sa'id Al Khurdri radhiyallahu ‘anhu ;
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ
فَوَعَظَ النَّاسَ وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوا
فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي
رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ
نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ
إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى
مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ
فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ
امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ
يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي
حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ
وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ
مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ
Artinya : Rasulullah ﷺ keluar menuju lapangan tempat shalat
untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adhha atau 'Iedul Fithri. Setelah selesai
Beliau memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka untuk menunaikan
zakat seraya bersabda:
"Wahai manusia, bershadaqahlah (berzakatlah) ".
Kemudian Beliau mendatangi jama'ah wanita lalu bersabda:
"Wahai kaum wanita, bershadaqahlah. Sungguh aku melihat kalian
adalah yang paling banyak akan menjadi penghuni neraka".
Mereka bertanya: "Mengapa begitu, wahai Rasulullah?".
Beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan mengingkari pemberian
(suami). Tidaklah aku melihat orang yang lebih kurang akal dan agamanya
melebihi seorang dari kalian, wahai para wanita".
Kemudian Beliau mengakhiri khuthbahnya lalu pergi.
Sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu
Mas'ud meminta izin kepada Beliau, lalu dikatakan kepada Beliau; "Wahai
Rasulullah ﷺ, ini adalah Zainab".
Beliau bertanya: "Zainab siapa?".
Dikatakan: "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud".
Beliau berkata,: "Oh ya, persilakanlah dia".
Maka dia diizinkan kemudian berkata,: "Wahai Nabi Allah, sungguh
anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas
yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia dan
anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan
mereka (mustahiq)”.
Maka Nabi ﷺ bersabda: "Ibnu Mas'ud benar,
suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah dari pada
mereka". ( HR. Bukhori No. 1369 )
===***===
BEKERJA CARI NAFKAH HALAL ITU BAGIAN DARI BERSYUKUR KEPADA ALLAH .
Allah SWT memerintahkan Nabi Daud - meski dia seoarang Raja - dan
keluarganya ['alaihimus salaam] untuk mensyukuri nikmat Allah SWT dengan
bekerja mencari nafkah yang halal untuk menafkahi dirinya dan keluarganya
masing-masing .
Dan Allah SWT memerintahkan pula Nabi Daud dan keluarganya ['alaihimus
salaam] agar tidak makan dan minum dari hasil keringat dan jerih payah
rakyatnya .
Itu semua sebagai bentuk rasa rasa syukur kepada Allah atas karunia-Nya
kepada mereka berupa sehat jasmani rohani dan adanya kesempatan untuk bekerja
.
Allah Swt berfirman :
﴿اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ﴾
" Bekerjalah kalian , hai keluarga Daud, untuk
bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang
bersyukur ". (Saba: 13)
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :
" Yakni dan Kami katakan kepada mereka, "Bekerjalah sebagai
ungkapan rasa syukur yang telah dilimpahkan Allah kepada kalian untuk
kepentingan agama dan dunia kalian."
Syukran adalah bentuk masdar tanpa fi'il, atau
menjadi maf'ullah. Berdasarkan kedua hipotesis ini terkandung
pengertian yang menunjukkan bahwa syukur itu adakalanya dengan perbuatan,
adakalanya pula dengan lisan dan niat, sebagaimana yang dikatakan oleh salah
seorang penyair:
أفَادَتْكُمُ النّعْمَاء منِّي
ثَلاثةً: ... يدِي، ولَسَاني، وَالضَّمير المُحَجَّبَا ...
Telah kulimpahkan tiga macam nikmat dariku kepada kalian (sebagai
rasa terima kasihku), yaitu melalui tanganku, lisanku, dan hatiku yang
tidak kelihatan.
Abu Abdur Rahman As-Sulami telah mengatakan bahwa salat adalah ungkapan
rasa syukur, puasa juga ungkapan rasa syukur, serta semua amal kebaikan yang
engkau kerjakan karena Allah Swt. merupakan ungkapan rasa syukurmu
(kepada-Nya).
Dan Ibnu Katsir berkata :
" Hal ini merupakan berita tentang kenyataannya". [ Selesai
Kutipan dari Ibnu Katsir ].
Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا
قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ
دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ))
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang
ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi
Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HR..
al-Bukhari (no. 1966)]
Padahal Nabi Daud عليه السلام adalah seorang raja .
Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا
فَضْلًا ۖ يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ .
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami
berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah
berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya,
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah
anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa
yang kamu kerjakan. (QS. Saba : 10-11) .
Imam Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya ketika menafsiri Firman
Allah Swt diatas :
" Al-Hafiz Ibnu Asakir mengatakan dalam biografi Daud a.s. melalui
jalur Ishaq ibnu Bisyr yang di dalamnya terdapat kisah dari Abul Yas, dari Wahb
ibnu Munabbih, yang kesimpulannya seperti berikut:
أَنْ دَاوُدَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ
يَخْرُجُ مُتَنَكِّرًا، فَيَسْأَلُ الرُّكْبَانَ عَنْهُ وَعَنْ سِيرَتِهِ، فَلَا يَسْأَلُ
أَحَدًا إِلَّا أَثْنَىٰ عَلَيْهِ خَيْرًا فِي عِبَادَتِهِ وَسِيرَتِهِ وَمَعْدِلَتِهِ،
صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ۔
" Bahwa Daud a.s. keluar dengan menyamar, lalu ia menanyakan
tentang dirinya kepada kafilah-kafilah yang datang. Maka tidaklah ia menanyai
seseorang, melainkah orang tersebut memujinya dalam hal ibadah dan sepak
terjangnya ".
Wahb ibnu Munabbih melanjutkan :
حَتَّى بَعَثَ اللَّهُ مَلَكًا فِي صُورَةِ
رَجُلٍ، فَلَقِيَهُ دَاوُدُ فَسَأَلَهُ كَمَا كَانَ يَسْأَلُ غَيْرَهُ، فَقَالَ: هُوَ
خَيْرُ النَّاسِ لِنَفْسِهِ وَلِأُمَّتِهِ، إِلَّا أَنَّ فِيهِ خَصْلَةً لَوْ لَمْ
تَكُنْ فِيهِ لَكَانَ كَامِلًا. قَالَ: مَا هِيَ؟ قَالَ: يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ عِيَالَهُ
مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ، يَعْنِي: بَيْتَ الْمَالِ.
فَعِندَ ذَٰلِكَ نَصَبَ دَاوُدُ، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، إِلَى رَبِّهِ فِي الدُّعَاءِ أَنْ يُعَلِّمَهُ عَمَلًا بِيَدِهِ يَسْتَغْنِي
بِهِ وَيُغْنِي بِهِ عِيَالَهُ، فَأَلَانَ لَهُ الْحَدِيدَ، وَعَلَّمَهُ صَنْعَةَ الدُّرُوعِ،
فَعَمِلَ الدِّرْعَ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ عَمِلَهَا، فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ: (أَنْ
اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ)، يَعْنِي: مَسَامِيرَ الْحَلَقِ.
قَالَ: وَكَانَ يَعْمَلُ الدِّرْعَ، فَإِذَا
ارْتَفَعَ مِنْ عَمَلِهِ دِرْعٌ بَاعَهَا، فَتَصَدَّقَ بِثُلُثِهَا، وَاشْتَرَىٰ بِثُلُثِهَا
مَا يَكْفِيهِ وَعِيَالَهُ، وَأَمْسَكَ الثُّلُثَ لِيَتَصَدَّقَ بِهِ يَوْمًا بِيَوْمٍ
حَتَّى يَعْمَلَ غَيْرَهَا۔
" Bahwa pada akhirnya Allah mengutus malaikat dalam rupa
seorang lelaki. Kemudian lelaki itu dijumpai oleh Daud a.s., lalu Daud
menanyakan kepadanya dengan pertanyaan yang biasa ia kemukakan kepada orang
lain.
Maka malaikat itu menjawab :
"Dia adalah seorang yang paling baik buat dirinya sendiri dan buat
orang lain, hanya saja di dalam dirinya terdapat suatu pekerti yang seandainya
pekerti itu tidak ada pada dirinya, tentulah dia adalah seorang yang
kamil." Daud bertanya, "Pekerti apakah itu?" Malaikat menjawab,
"Dia makan dan menafkahi anak-anaknya dari harta kaum muslim.' yakni
baitul mal [ Kas Negara ].
Maka pada saat itu juga Nabi Daud a.s. menghadapkan diri kepada Tuhannya
seraya berdoa, semoga Dia mengajarkan kepadanya suatu pekerjaan yang dilakukan
tangannya sendiri sehingga menjadi orang yang berkecukupan dan dapat membiayai
anak-anak dan keluarganya. Lalu Allah melunakkan besi baginya dan mengajarkan
kepadanya cara membuat baju besi.
Lalu Daud dikenal sebagai pembuat baju besi; dia adalah orang yang
mula-mula membuat baju besi.
Allah Swt. telah berfirman :
{ أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ
وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ }
" Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya"
(Saba: 11)
Yang dimaksud dengan sard ialah pakunya lingkaran besi yang dipakai
sebagai anyaman baju besi.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan :
Bahwa Daud bekerja sebagai pembuat baju besi. Apabila telah selesai,
maka ia jual; sepertiga dari hasil penjualan itu dia sedekahkan, sepertiganya
lagi ia belikan keperluan hidup untuk mencukupi keluarga dan anak-anaknya,
sedangkan yang sepertiganya lagi ia pegang untuk ia sedekahkan setiap harinya,
hingga selesai dari membuat baju besi lainnya ".
****
KESIMPULANNNYA :
Bekerja mencari nafkah itu sendiri adalah bentuk ungkapan rasa syukur.
Tidak cukup hanya dengan menikmati anugerah dan mengucap syukur kepada Allah .
Yang lebih besar dan lebih mulia dari itu adalah menggunakan nikmat-nikmat
Allah untuk kepentingan manusia, dan itu adalah sabiilillah / jalan Allah .
Bahkan para nabi dan raja pun tidak boleh meninggalkan pekerjaan mencari
nafkah , dan tidak bergantung pada Baitul Maal [ Kas Negara ] , untuk menjadi
contoh dalam hal itu, tidak hanya untuk para generasi bangsa mereka dan rakyat
mereka, bahkan untuk para raja dan penguasa sepanjang zaman.
Kemandirian ekonomi bagi penguasa dan tidak memakan uang negara atau
tidak pilih kasih dan tidak mementingkan dirinya ; itu adalah merupakan
pelajaran terpenting yang bisa di ambil dari amalan Nabi Daud .
Dan bekerja itu sendiri merupakan sebuah nilai prestasi . Rosulullah ﷺ bersabda :
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ
عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بهِ نَسَبُهُ
Barangsiapa yang lambat dalam bekerja, sungguh nasabnya tidak akan bisa
membantunya.” (HR.muslim no.2699 )
Tidaklah cukup bagi seorang anak untuk bergantung pada kekayaan
seseorang atau kekayaan ayahnya atau reputasi ayahnya atau kemuliaannya atau
kehormatan garis keturunannya. Sebaliknya, dia harus bangkit dengan
pekerjaannya, karena dia sendiri yang dianggap sebagai orang yang terhormat .
Ada pepatah yang di nisbatkan kepada Ali , tersebar dalam kitab-kitab
Syi'ah :
الشَّرَفُ عِندَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ بِحُسْنِ
الْأَعْمَالِ لَا بِحُسْنِ الْأَقْوَالِ۔
" Kemuliaan di sisi Allah SWT adalah dengan pekerjaan-pekerjaan
yang baik, bukan hanya dengan kata-kata yang baik saja ".
===***===
KENAPA BEKERJA MENCARI NAFKAH ITU DI SEBUT UNGKAPAN RASA SYUKUR ?? .
Pertama :
يَعْنِي – فِيمَا يَعْنِيهِ – أَنَّ اللَّهَ
تَعَالَى وَاهِبٌ (النِّعَمِ) وَ(الأَدَوَاتِ) الَّتِي بِهَا تُسْتَحْصَلُ (تُكْتَسَبُ)
تِلْكَ النِّعَمُ، فَالْمُتَفَضِّلُ فِي كَسْبِهَا وَاسْتِحْصَالِهَا هُوَ وَاهِبُ
الْمُمَكِّنَاتِ مِنْ ذَٰلِكَ، وَشُكْرُ الْيَدِ عَمَلُهَا، كَمَا أَنَّ شُكْرَ الرَّجُلِ
السَّعْيُ فِيمَا يَرْضَى اللَّهُ تَعَالَى مِنْ أَعْمَالٍ صَالِحَةٍ، وَهَكَذَا فِي
كُلِّ عُضْوٍ وَجَارِحَةٍ، وَيَبْقَىٰ شُكْرُ اللَّهِ مَعَ ذَٰلِكَ يَحْتَاجُ إِلَى
شُكْرٍ، فَكُلَّمَا قُلْنَا بِعَمَلِنَا شُكْرًا، وَجَبَ أَنْ نَقُولَ لِلَّهِ عَلَىٰ
تَوْفِيقِنَا إِلَىٰ ذَٰلِكَ شُكْرًا۔
Yakni - dalam artian - bahwa Allah Ta'aala adalah Pemberi (segala
nikmat) dan (segala alat / anggota tubuh ) yang dengannya nikmat-nikmat itu
bisa (diperoleh) .
Jadi yang memberi kemampuan anggota tubuh untuk bekerja dan memperoleh
kenikmtan-kenikmatan tsb adalah dia pula yang menganugerahi
kesuksesan-kesuksean dari semua itu .
Dan cara mensyukuri nikmat tangan adalah dengan menggunakannya untuk
bekerja . Demikian juga, seseorang mensyukuri nikmat Kaki dengan berjalan
diatas apa yang diridhai Allah SWT dari pekerjaan-pekerjaan yang baik .
Hal yang sama berlaku untuk setiap anggota badan dan panca indra kita .
Dan rasa syukur kita kepada Allah atas nikmat yang ada dlam tubuh kita
meskipun senantiasa harus ada, namun perlu adanya tambahan rasa syukur . Yaitu
setiap kali kita bersyukur atas nikmat kemampuan anggota tubuh kita untuk
bekerja, namun kita juga harus besyukur kepada Allah atas keberhasilan kita
dalam hal itu.
Kedua :
الْعَمَلُ شُكْرًا يَعْنِي تَوْظِيفَ النِّعْمَةِ
فِي الْمَكَانِ الصَّحِيحِ، فَلَيْسَ كُلُّ عَمَلِ الْيَدِ شُكْرًا، بَلْ إِنَّ الْأَعْمَالَ
الْمُنْكَرَةَ وَالْمُسْتَنَكَرَةَ وَالْمُسْتَقْبِحَةَ الَّتِي تَقُومُ بِهَا الْيَدُ
مِنْ قَتْلٍ وَبَطْشٍ وَسَرِقَةٍ وَتَزْوِيرٍ وَتَحْرِيفٍ وَصِنَاعَةِ أَدَوَاتِ الْقَتْلِ
وَالْتَّدْمِيرِ، وَغَيْرِ ذَٰلِكَ مِمَّا يُشِينُ النِّعْمَةَ وَيُشَوِّهُهَا هُوَ
كُفْرٌ بِالْنِّعْمَةِ، وَلِذَٰلِكَ قَالَ مُوسَىٰ فِي تَوْظِيفِ نِعْمَةِ وَقُوَّةِ
الْفَتْوَةِ الَّتِي كَانَ يَتَمَتَّعُ بِهَا: ﴿رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ
فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ﴾ (القصص/ 17).
Pekerjaan sebagai ungkapan rasa syukur , berarti menggunakan nikmat pada
tempat yang shahih / benar , karena tidak semua pekerjaan tangan adalah sebagai
ungkpan rasa syukur. Melainkan ada pekerjaan dan perbuatan tercela, munkar dan
buruk yang dilakukan dengan tangan, seperti pembunuhan, kekejaman, pencurian,
pemalsuan, penyelewengan, dan pembuatan alat untuk membunuh , menghancurkan dan
selain dari itu yang menodai nikmat dan mendistorsinya , itu adalah bentuk
kekufuran terhadap nikmat .
Itulah sebabnya Musa mengatakan dalam hal menggunakan rahmat dan
kekuatan masa muda yang dia nikmati :
﴿قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ
عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ﴾
Musa berkata: Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa". (QS. Al-Qoshosh 17).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
وَمِنْ فَضْلِ الْعَمَلِ بِالْيَدِ
الشَّغْلُ بِالْأَمْرِ الْمُبَاحِ عَنْ الْبَطَالَةِ وَاللَّهْوِ وَكَسْرُ
النَّفْسِ بِذَلِكَ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذِلَّةِ السُّؤَالِ وَالْحَاجَة
إِلَى الْغَيْر
“Di antara keutamaan bekerja mandiri:
(1) menyibukan diri dengan perkara yang mubah sehingga terhindar
dari pengangguran dan sendagurau, serta mengekang diri dengan itu;
(2) menjaga kehormatan diri dari kehinaan meminta-minta dan
bergantung kebutuhan hidupnya kepada orang lain.”
Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ
إِذَا نَصَحَ
“Usaha paling baik adalah usaha yang dihasilkan oleh tangan pekerja
(usaha dengan tangan sendiri) apabila ia bersih.”
(HR. Ahmad, 2/334, No. 8393 , Ibnu Khuzaimah , Baihaqi dan
ad-Dailami . al-haitsami berkata dlm "Majma' al-Zawa'id" 4/461, no.
6213 : “ رجاله ثقات “. Di hasankan oleh al-Iraqy
dlm Takhrij al-Ihya dan Al-Albani dlm “صحيح الجامع الصغير”.
Ibnu Hajar berkata :
وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ
أَنَّ الرِّزْق مِنْ الْكَسْبِ بَلْ مِنْ اللَّه تَعَالَى بِهَذِهِ الْوَاسِطَةِ
“Di antara syaratnya tidak berkeyakinan bahwa rizki itu bersumber dari
kasab, tapi harus berkeyakinan bersumber dari Allah dengan perantaraan kasab
ini.” Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304
ALHAMDULILLAH
SEMOGA BERMANFAAT
0 Komentar