Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

JUAL BELI EMAS, PERAK DAN VALAS SECARA KREDIT

Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Dari Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda:

‌‌«‌الذَّهَبُ ‌بِالذَّهَبِ ، ‌وَالْفِضَّةُ ‌بِالْفِضَّةِ ، ‌وَالْبُرُّ ‌بِالْبُرِّ ، ‌وَالشَّعِيرُ ‌بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالزَّبِيبُ بِالزَّبِيبِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مِثْلا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ ، فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى»

”Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin).

Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin). Maka Barang siapa yang menambahi atau minta ditambahi maka sungguh dia telah melakukan riba ". (HR Muslim no 1587).

ILLAT RIBA [Penyebab Hukum Riba] :

illat Riba dari emas dan perak adalah sebagai standard harga [mata uang] untuk barang-barang lainnya. Atau sebagai alat pembayaran yaitu barang yang bisa digunakaan untuk pembayaran bagi barang selainnya.

Berdasarkan illat diatas, maka mata uang masing-masing negara [Valas] masuk dalam katagori riba emas [dinar] dan perak [dirham].

Adapun empat barang lainnya maka ilatnya adalah karena barang-barang tersebut merupakan makanan pokok yang bisa tahan lama disimpan. Yakni: makanan pokok sehari-hari yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Seperti gandum, maka ia adalah makanan pokok dan biasa disimpan dalam waktu lama. Begitu pula gandum, sya'ir, jagung dan jewawut

JUAL BELI EMAS, PERAK DAN MATA UANG [VALAS]

Bila barang yang dijual-belikan adalah emas, perak dan valas, maka proses jual belinya harus mengikuti dua ketentuan berikut ini:

KETENTUAN PERTAMA: "Bila barter atau jual beli dilakukan antara dua barang yang sama jenisnya dan illatnya".

Kaidah dalam transaksi jual beli sesama jenis barang ribawi adalah sbb:

Perbedaan jenis atau kualitas bukan faktor yang diperhitungkan pada barang ribawi sejenis. Yang dipersyaratkan adalah kesamaan ukuran dan harus tunai.

Kaidah lain:

Jual beli atau Tukar menukar An-Naqd (mata uang logam) dengan an-Naqd atau antara uang kertas dengan uang kertas, jika sama jenisnya maka harus memenuhi dua persyaratan, yaitu:

(1) Sama ukurannya.

(2) Dan serah terima secara tunai. 

Contoh barang sejenis: an-Naqd dengan an-Naqd (para ulama apabila menyebutkan an-Naqd maka yang dimaksud adalah emas dan perak), emas dengan emas (dinar dengan dinar) atau rupiah dengan rupiah,

Maka jika demikian: akad jual belinya itu harus memenuhi dua persyaratan:

1: Transaksi dilakukan dengan cara cash dan tunai atau tunai.

Yaitu Serah terima barang yang diperjual belikan pada saat terjadi akad transaksi. Tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang mengadakan akad barter berpisah.

2: Barang yang menjadi obyek akad barter harus sama jumlah dan takarannya.

Contoh nya: Satu kilo emas lama ditukar dengan satu emas baru, tidak ada perbedaan dalam hal takaran atau timbangan, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
Contoh lain: Seseorang memiliki 10 gram perhiasaan emas yang telah lama atau ia pakai emas 24 karat, dan ia menginginkan untuk menukarnya dengan perhiasan emas yang baru atau emas 21 karat. Bila akad dilakukan dengan cara barter (tukar-menukar), maka ia harus menukarnya dengan perhiasan emas seberat 10 gram pula, tanpa harus membayar tambahan. Bila ia membayar tambahan, atau menukarnya dengan perhiasaan seberat 9 gram, maka ia telah terjatuh dalam riba perniagaan, dan itu adalah haram hukumnya.
Contoh lain: Uang Rp. 1.000.000,- dalam pecahan uang Rp 100.000,- ditukar dengan pecahan Rp 10.000,- maka jumlahnya harus sama Rp 1 juta ditukar dengan Rp 1 juta tidak boleh ada yang dilebihkan atau dikurangi.

DALIL:

Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

"لا تَبيعوا الذَّهَبَ بالذَّهَبِ، إلَّا مِثلًا بمِثلٍ، لا تُشِفُّوا بعضَها على بعضٍ، ولا تَبيعوا الوَرِقَ بالوَرِقِ إلَّا مِثلًا بمِثلٍ، لا يُشَفُّ بعضُها على بعضٍ، ولا تَبيعوا غائبًا بناجِزٍ ".

“Janganlah engkau menjual/membarterkan emas dengan emas, melainkan sama-sama (beratnya) dan janganlah engkau lebihkan sebagian atas lainnya. Dan janganlah engkau membarterkan perak dengan perak malainkan sama-sama (beratnya), dan janganlah engkau lebihkan sebagian atas lainnya. Dan janganlah engkau menjual sebagian darinya dalam keadaan tidak ada di tempat berlangsungnya akad perniagaan dengan emas atau perak yang telah hadir di tempat berlangsungnya akad perniagaan.“ (Muttafaqun ‘alaih)

Pada hadits ini dengan tegas, Nabi SAW menyebutkan dua persyaratan di atas, pertama: barter dengan cara cash dan tunai. Dan kedua: dalam timbangan yang sama beratnya.

Dari Fadlalah Ibnu Ubaid Radliyallaahu ‘anhu, dia berkata:

اشْتَرَيْتُ يَومَ خَيْبَرَ قِلَادَةً باثْنَيْ عَشَرَ دِينَارًا، فِيهَا ذَهَبٌ وَخَرَزٌ، فَفَصَّلْتُهَا، فَوَجَدْتُ فِيهَا أَكْثَرَ مِنِ اثْنَيْ عَشَرَ دِينَارًا، فَذَكَرْتُ ذلكَ للنبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، فَقالَ: " لا تُبَاعُ حتَّى تُفَصَّلَ".

Pada hari Perang Khaibar aku membeli kalung emas bermanik [ada batu pematanya] seharga dua belas dinar. Setelah manik-manik itu kulepas ternyata ia lebih dari dua belas dinar.

Lalu aku beritahukan hal itu kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda: “Tidak boleh dijual sebelum dilepas.” [HR. Muslim. 1591].

Dari Abu Sa'id al-Khudry, ia berkata:

« كُنَّا نَبِيعُ تَمْرَ الْجَمْعِ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌لَا ‌صَاعَيْ ‌تَمْرٍ ‌بِصَاعٍ، ‌وَلَا ‌صَاعَيْ ‌حِنْطَةٍ ‌بِصَاعٍ، وَلَا دِرْهَمَيْنِ بِدِرْهَمٍ»

"Dahulu kami menjual kurma Jam' dua Sha' dengan satu sha'. Kemudian Nabi SAW bersabda: "Jangan engkau jual dua sha' kurma dengan satu sha' dan dua sha' gandum dengan satu sha', serta satu dirham dengan dua dirham."

[HR. An-Nasaa'i no. 4570 dan Ahmad no. 11475 Di shahihkan oleh al-Albaani, Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiq al-Musnad 18/55 ]

SOLUSI TUKAR TAMBAH ANTAR SESAMA JENIS BARANG RIBAWI:

Jalan keluar bagi orang yang hendak menukarkan perhiasan emasnya yang telah lama ia pakai dengan perhiasan yang baru, agar ia tidak terjatuh kedalam akad riba, adalah ia terlebih dahulu menjual perhiasaan lamanya dengan uang tunai, dan kemudian dengan uang tunai tsb ia membeli perhiasaan baru yang ia kehendaki, baik dengan harga yang lebih mahal atau lebih murah. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW dalam kisah berikut ini:

Dari Abu Hurairah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى خَيْبَرَ، فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا»؟ فَقَالَ: لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلَاثَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَفْعَلْ «‌بِعِ ‌الْجَمْعَ ‌بِالدَّرَاهِمِ، ‌ثُمَّ ‌ابْتَعْ ‌بِالدَّرَاهِمِ ‌جَنِيبًا»

Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seseorang untuk mengambil bagian dari hasil panen kebun kurma dari tanah Khaibar, kemudian ia membawa kurma "Janiib" (kurma yang terbaik kwalitasnya).

Maka Rasulullah bertanya: 'Apakah semua kurma Khaibar seperti ini? '

Ia menjawab: 'Tidak, demi Allah ya Rasulullah, kami memperoleh satu sha' kurma Janiib ini dengan menukar dua sha' kurma [yang biasa] atau tiga! '

Nabi mengingatkan: 'Jangan seperti itu kamu lakukan, namun juallah kurma al-Jam' [yang biasa] dengan beberapa dirham, kemudian uangnya kau belikan kurma Janiib [yang terbaik kwalitasnya].'[HR. Bukhori no, 2201]

Dan pada riwayat lain dari Abu Sa'iid al-Khudri berkata:

جَاءَ بِلَالٌ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مِنْ أَيْنَ هَذَا؟» فَقَالَ بِلَالٌ: " تَمْرٌ كَانَ عِنْدَنَا رَدِيءٌ، فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِمَطْعَمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ عِنْدَ ذَلِكَ: «أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا، لَا تَفْعَلْ، ‌وَلَكِنْ ‌إِذَا ‌أَرَدْتَ ‌أَنْ ‌تَشْتَرِيَ ‌التَّمْرَ ‌فَبِعْهُ ‌بِبَيْعٍ ‌آخَرَ، ‌ثُمَّ ‌اشْتَرِ ‌بِهِ»

“Bilal datang sambil membawa kurma (bagus) jenis Birni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya: “Dari mana ini?”

Bilal menjawab: “Sebelumnya kami memiliki kurma yang jelek, lalu kami jual dua takaran sho’ (kurma jelek ini) dengan imbalan satu takaran sho’ (kurma yang bagus) sebagai hidangan Nabi SAW.”

Maka Rasulullah menjelaskan: “Ouh, itulah tepatnya yang disebut riba, jangan kau lakukan itu, akan tetapi jika Engkau ingin membeli kurma, maka juallah dagangan lain, lalu belilah menggunakannya.” (HR. Muslim no. 1594)

KETENTUAN KEDUA: Bila barter atau jual beli dilakukan antara dua barang ribawi yang berbeda jenis, namun masih satu illat.

Misalnya: Emas dengan Perak atau Kurma dengan Gandum.

illat emas dan perak adalah sama, yaitu sebagai standar harga barang [ mata uang atau alat pembayaran].

illat Kurma dan Gandum juga sama, yaitu makanan pokok yang awet dan bertahan lama.

Apabila antar barang ribawi itu sama-sama satu illat, namun berbeda jenisnya maka syaratnya hanya satu, yaitu serah terima secara tunai.

Contoh barang ribawi yang berbeda jenis namun satu illat: Emas dengan perak. Maka dipersyaratkan harus tunai. 

Contoh lainnya adalah: jika kita menjual emas dan uang lembaran. Keduanya berbeda jenis dengan ilat yang sama yaitu alat pembayaran. Maka disyaratkan harus tunai. Atau jika kita menjual perak dengan uang lembaran maka syaratnya adalah tunai.

Jika demikian adanya maka boleh untuk melebihkan salah satu barang dalam hal berat timbangan atau takaran, akan tetapi pembayaran dan serah terima barangnya tetap harus dilakukan dengan cara langsung, cash dan tunai, tanpa ada tempo, penangguhan dan hutang.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW:

" الذَّهَبُ بالذَّهَبِ، والْفِضَّةُ بالفِضَّةِ، والْبُرُّ بالبُرِّ، والشَّعِيرُ بالشَّعِيرِ، والتَّمْرُ بالتَّمْرِ، والْمِلْحُ بالمِلْحِ، مِثْلًا بمِثْلٍ، سَواءً بسَواءٍ، يَدًا بيَدٍ، فإذا اخْتَلَفَتْ هذِه الأصْنافُ، فَبِيعُوا كيفَ شِئْتُمْ، إذا كانَ يَدًا بيَدٍ ".

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, sama dengan sama dan (dibayar dengan) cash dan tunai. Bila macam/jenis barang berbeda, maka silahkan engkau membarterkannya dengan cara sesuka hatimu, bila hal itu dilakukan dengan cara cash dan tunai.” (HR. Muslim no. 1587).

Imam asy-Syaukani menjelaskan hadis tersebut dengan berkata:

‌ظَاهِرُ ‌هَذَا ‌أَنَّهُ ‌لَا ‌يَجُوزُ ‌بَيْعُ ‌جِنْسٍ ‌رِبَوِيٍّ ‌بِجِنْسٍ ‌آخَرَ ‌إلَّا ‌مَعَ ‌الْقَبْضِ، وَلَا يَجُوزُ مُؤَجَّلًا وَلَوْ اخْتَلَفَا فِي الْجِنْسِ وَالتَّقْدِيرِ كَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ

”Jelas ini bahwa tidak boleh menjual suatu jenis barang ribawi dengan sesama jenis barang ribawi lainnya, kecuali secara kontan [langsung serah terima]. Tidak boleh pula menjualnya secara bertempo (kredit), meskipun keduanya berbeda jenis dan ukurannya, misalnya menjual gandum dan jewawut (sya’ir) dengan emas dan perak.” (baca: نيل الأوطار karya asy-Syaukani hlm. 1061).

Dalil lainnya riwayat Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda:

بيعُوا الذَّهبَ بالفضَّةِ كيفَ شئتُم، يداً بيدٍ

”Juallah emas dengan perak sesukamu, asalkan dilakukan dengan kontan.” (HR Tirmidzi, no 1258).

Dalam Menjelaskan hadis ini, Imam Taqiyuddin an Nabhani berkata:

فلا يجوز بيع الذَّهب بالفضة إلا يدا بيد

”Maka tidak boleh hukumnya menjual emas dengan perak, kecuali secara kontan (yadan biyadin).” (النظام الاقتصادي في الإسلام karya Taqiyuddin An Nabhani hlm. 262).

Dalil-dalil di atas jelas menunjukkan bahwa menjualbelikan emas haruslah memenuhi syaratnya, yaitu wajib dilakukan secara kontan. Inilah yang diistilahkan oleh para fuqoha dengan kata “taqaabudh” (serah terima dalam majelis akad) berdasarkan bunyi nash “yadan bi yadin” (dari tangan ke tangan).

Dengan demikian, menjualbelikan emas secara kredit atau angsuran, melanggar persyaratan tersebut sehingga hukumnya secara syar’i adalah haram.

HUKUM JUAL BELI EMAS DAN PERAK SECARA KREDIT DAN NYICIL:

Menjual belikan emas dan perak secara kredit hukumnya haram. Karena emas dan perak termasuk salah satu barang ribawi yang jika dijual belikan harus dilakukan secara cash dan tunai (yadan bi yadin). Yaitu tidak boleh bertempo (an-nasii`ah) atau secara kredit (at taqsiith).

(Referensi: النظام الاقتصادي في الإسلام karya Taqiyuddin An Nabhani, hlm. 267 . – القضايا الفقهية المعاصرة karya Ali As Salus, hlm. 431 . – بيع التقسيط وتطبيقاتها المعاصرة karya Adnan Sa’duddin, hlm. 151. - أحكام بيع التقسيط في الشريعة الإسلامية karya Shabah Abu As Sayyid, hlm. 43. – البيع والشراء بالتقسيط karya Hisyam Barghasy, hlm. 109).

Dalil keharamannya adalah hadis-hadis Nabi SAW. Antara lain riwayat dari Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda:

‌‌«‌الذَّهَبُ ‌بِالذَّهَبِ ، ‌وَالْفِضَّةُ ‌بِالْفِضَّةِ ، ‌وَالْبُرُّ ‌بِالْبُرِّ ، ‌وَالشَّعِيرُ ‌بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالزَّبِيبُ بِالزَّبِيبِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مِثْلا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ ، فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى»

”Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin).

Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin).” 

Barang siapa yang menambahi atau minta tambah maka sungguh dia telah melakukan riba ".

(HR Muslim no 1587).

Imam asy-Syaukani menjelaskan hadis tersebut dengan berkata:

‌ظَاهِرُ ‌هَذَا ‌أَنَّهُ ‌لَا ‌يَجُوزُ ‌بَيْعُ ‌جِنْسٍ ‌رِبَوِيٍّ ‌بِجِنْسٍ ‌آخَرَ ‌إلَّا ‌مَعَ ‌الْقَبْضِ، وَلَا يَجُوزُ مُؤَجَّلًا وَلَوْ اخْتَلَفَا فِي الْجِنْسِ وَالتَّقْدِيرِ كَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ

”Jelas ini bahwa tidak boleh menjual suatu jenis barang ribawi dengan sesama jenis barang ribawi lainnya, kecuali secara cash dan tunai. Tidak boleh pula menjualnya secara bertempo (kredit), meskipun keduanya berbeda jenis dan ukurannya, misalnya menjual gandum dan jewawut (sya’ir), dengan emas dan perak.” (baca: نيل الأوطار karya asy-Syaukani hlm. 1061).

Dalil lainnya riwayat Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda:

بيعُوا الذَّهبَ بالفضَّةِ كيفَ شئتُم، يداً بيدٍ

”Juallah emas dengan perak sesukamu, asalkan dilakukan dengan cash dan tunai.” (HR Tirmidzi, no 1258).

Dalam Menjelaskan hadis ini, Imam Taqiyuddin an Nabhani berkata:

فلا يجوز بيع الذَّهب بالفضة إلا يدا بيد

”Maka tidak boleh hukumnya menjual emas dengan perak, kecuali secara cash dan tunai (yadan biyadin).” (النظام الاقتصادي في الإسلام karya Taqiyuddin An Nabhani hlm. 262).

Dalil-dalil di atas jelas menunjukkan bahwa menjualbelikan emas haruslah memenuhi syaratnya, yaitu wajib dilakukan secara cash dan tunai. Inilah yang diistilahkan oleh para fuqoha dengan kata “taqaabudh” (serah terima dalam majelis akad) berdasarkan bunyi nash “yadan bi yadin” (dari tangan ke tangan).

Dengan demikian, menjualbelikan emas secara kredit atau angsuran, melanggar persyaratan tersebut sehingga hukumnya secara syar’i adalah haram.

APAKAH PERUBAHAN ILLAT RIBAWI BISA MENGHILANGKAN HUKUM RIBA?

Contohnya:

illat riba dalam emas, perak dan mata uang adalah standar harga barang atau alat pembayaran atau mata uang. Lalu bagaimana hukumnya jika illat emas dan perak sebagai sebagai standar harga dan alat pembayaran telah hilang dikarenakan telah berubah menjadi produk komodity atau barang dagangan, seperti berubah menjadi perhiasan, mahkota, bejana dan yang semisalnya ?

Boleh kah menjual barang komodity perhiasan emas di bayar secara tempo atau mencicil dengan mata uang emas [dinar] atau dengan mata uang perak [ dirham ] atau mata uang kertas rupiah ?

Atau boleh kah menjual barang komodity perhiasan perak dibayar nyici[ atau kredit dengan mata uang kertas dollar ?

Contoh yang lain: illat Kurma, Gandum, dan garam adalah makanan pokok yang bisa awetkan dan bertahan lama. Lalu bagaimana jika gandum berubah menjadi kue bolu atau Garam terserap dalam telor Asin.

Boleh kah barter antara gandum dengan kue bolu berbahan gandum secara tempo alias tidak kontan. Atau barter garam dengan telor asin secara tempo ?.

HUKUM JUAL BELI EMAS KOMODITY DENGAN MATA UANG SECARA KREDIT

Ada dua pendapat terkait masalah jual beli emas yang telah berubah menjadi komodity perhiasan atau sejenisnya dibayar dengan uang kertas secara tempo, ngutang atau nyicil.

PENDAPAT PERTAMA: 

Diharamkan membeli emas komodity dengan cara mencicil

Ini adalah pendapat Departemen Fatwa Yordania [دائرة الافتاء الأردنية]. Dan ini adalah pendapat Jumhur ulama, karena menunjukkan bahwa apa yang dilakukan dengan cara ini adalah baathil, tidak diperbolehkan; bahkan jatuh ke dalam riba yang diharamkan.

Pembeli dan penjual harus mengulang kembali tansaksi dalam bentuk yang benar.

Kenapa tidak diperbolehkan ? Karena uang kertas sekarang sama fungsinya dan illatnya dengan mata uang emas (dinar) dan mata uang perak (dirham), yaitu sebagai alat pembayaran untuk mengukur harga barang dan upah jasa. Maka dari itu, hukum syar’i yang berlaku pada emas dan perak berlaku juga untuk uang kertas sekarang. (Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah al Khilafah, hlm. 175).

Prof Ali As-Salus menegaskan hal yang sama dalam kitabnya Mausuu’ah Al Qadhaya Al Fiqhiyyah Al Mu’ashirah:

وقد افتت كل المجامع الفقهية بأن النقود الورقية لها ما للذهب والفضة من الأحكام

“Semua lembaga-lembaga fiqih (majma’ fiqih) telah memfatwakan bahwa mata uang kertas memiliki hukum-hukum yang sama dengan emas dan perak.”

(Baca: المعاصرة karya Ali Ahmad As Salus,, Qatar: Daruts Tsaqafah, cetakan ke-9, 2006, hlm. 331 dan 431). 

(Referensi lainnya: النظام الاقتصادي في الإسلام karya Taqiyuddin An Nabhani, hlm. 267 . –بيع التقسيط وتطبيقاتها المعاصرة karya Adnan Sa’duddin, hlm. 151. - أحكام بيع التقسيط في الشريعة الإسلامية karya Shabah Abu As Sayyid, hlm. 43. – البيع والشراء بالتقسيط karya Hisyam Barghasy, hlm. 109). Dan lihat pula: Nomor fatwa: 220120. Tanggal terbit: Selasa 13 Dzul Qi'dah 1434 H - 17/9/2013 M

Mereka berdalil dengan hadist Ubadah bin Shamit RA bahwa Nabi SAW bersabda:

‌‌«‌الذَّهَبُ ‌بِالذَّهَبِ ، ‌وَالْفِضَّةُ ‌بِالْفِضَّةِ ، ‌وَالْبُرُّ ‌بِالْبُرِّ ، ‌وَالشَّعِيرُ ‌بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالزَّبِيبُ بِالزَّبِيبِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مِثْلا بِمِثْلٍ، يَدًا بِيَدٍ ، فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى»

”Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin).

Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan cash dan tunai (yadan bi yadin).” 

Barang siapa yang menambahi atau minta tambah maka sungguh dia telah melakukan riba ".

(HR Muslim no 1587).

Kesimpulannya, memperjual belikan emas secara kredit (cicilan) dengan akad murabahah hukumnya haram, karena emas termasuk barang ribawi yang disyaratkan harus cash dan tunai jika dijualbelikan atau dipertukarkan. Wallahu a’lam. 

PENDAPAT KE DUA:

Diperbolehkan membeli emas komodity dengan uang kertas secara kredit, secara tempo atau mencicil

Inilah yang dijadikan pendapat oleh sekelompok Madzhab Hanbali. Dengan pendapat ini Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu al-Qayyim berfatwa.

Alasanya: bahwa emas yang telah diproduski menjadi barang dagangan seperti menjadi perhiasan telah mengalami perubahan illat ribawi. Dan karena jika telah berubah menjadi perhiasan maka telah mengeluarkan posisi emas dari mata uang atau alat pembayaran menjadi barang dagangan [komoditas], dengan demikian maka diperbolehkan untuk memperjualbelikannya dengan dibayar tunai atau dibayar tempo, seperti halnya semua komoditas.

Dan mereka juga mengatakan: bahwa emas komodity dibeli dengan uang kertas (fiat money; bank note), yang tidak mewakili emas. Jadi emas tersebut berarti tidak dibeli dengan sesama emas atau sesama barang ribawi lainnya (semisal perak), sehingga hukumnya boleh karena tidak ada persyaratan harus cash dan tunai.

 Ibnu al-Qayyim mengatakan: 

الْحِلْيَةَ ‌الْمُبَاحَةَ ‌صَارَتْ ‌بِالصَّنْعَةِ ‌الْمُبَاحَةِ ‌مِنْ ‌جِنْسِ ‌الثِّيَابِ ‌وَالسِّلَعِ، لَا مِنْ جِنْسِ الْأَثْمَانِ، وَلِهَذَا لَمْ تَجِبْ فِيهَا الزَّكَاةُ، فَلَا يَجْرِي الرِّبَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْأَثْمَانِ كَمَا لَا يَجْرِي بَيْنَ الْأَثْمَانِ وَبَيْنَ سَائِرِ السِّلَعِ، وَإِنْ كَانَتْ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهَا، فَإِنَّ هَذِهِ بِالصِّنَاعَةِ قَدْ خَرَجَتْ عَنْ مَقْصُودِ الْأَثْمَانِ، وَأُعِدَّتْ لِلتِّجَارَةِ، فَلَا مَحْذُورَ فِي بَيْعِهَا بِجِنْسِهَا

Perhiasan emas yang mubah dengan pembuatannya yang mubah bisa menjadikannya sebagai jenis pakaian dan komoditas, bukan dari jenis mata uang [emas]. Itulah sebabnya zakat tidak diwajibkan pada perhiasan emas, dan riba tidak berlaku antara perhiasan emas dan mata uang emas, sebagaimana tidak berlaku antara mata uang dan komoditas lainnya.

Dan jika itu bukan dari yang sejenis-nya, maka ini dengan diproduksi menjadi perhiasan, telah mengeluarkannya dari tujuannya sebagai mata uang atau alat pemabayaran, dan telah berubah disiapkan menjadi barang dagangan [komodity], maka tidak ada larangan dalam memperjual belikannya dengan yang sejenisnya" [ baca: (إعلام الموقعين)  2/108].

Dan Ibnu Taimiyyah berkata:

وَيَجُوزُ ‌بَيْعُ ‌الْمَصُوغِ ‌مِنْ ‌الذَّهَبِ ‌وَالْفِضَّةِ ‌بِجِنْسِهِ ‌مِنْ ‌غَيْرِ ‌اشْتِرَاطِ ‌التَّمَاثُلِ، وَيُجْعَلُ الزَّائِدُ فِي مُقَابَلَةِ الصِّيغَةِ لَيْسَ بِرِبًا وَلَا بِجِنْسٍ بِنَفْسِهِ

Diperbolehkan untuk menjual perhiasan emas dan perak untuk jenis yang sama tanpa syarat kesamaan berat timbangan dan menjadikan kelebihan timbangannya itu sebagai imbalan untuk pengerjaan design, baik penjualannya itu dengan bayar tunai atau bayar tempo, dan itu bukanlah riba, dan bukan pula jual beli antar sesama jenis barang ". [ al-Fataawaa al-Kubra 5/391].

FATWA LAJNAH AKADEMI RISET ISLAM AL-AZHAR MESIR

[لجنة الفتوى بمجمع البحوث الإسلامية]

Di Universistas al-Azhar asy-Syariif.

Lajnah Fatwa Akademi Riset Islam menjelaskan hukum penjualan emas dengan cara dicicil

الذهب من الأموال الربوية التى لا يجوز بيعها بجنسها نسيئة لقوله صلى الله عليه وسلم: "لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا الْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُفَضِّلُوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ".

وعليه فلا يجوز بيع الذهب بجنسه بالتقسيط، بل لا بد من تسليم العوضين في مجلس العقد.

هذا إذا كانت العملات التي يتم التعامل بها ذهبية كما كان الحال قديما، أما في واقعنا المعاصر فقد اختلف الحال وأصبح التعامل بالعملات الورقية، فهي جنس آخر غير جنس الذهب، فيجوز التفاضل والنَّساء عند اختلاف الجنس.

بالإضافة إلى أن بعض الفقهاء كمعاوية بن أبي سفيان، والحسن البصري، وإبراهيم النخعي، وبعض الحنابلة يرون أن الذهب المصوغ قد خرج بصياغته عن كونه ثمنا ووسيلة للتبادل، وانتفت عنه علة النقدية التي توجب فيه شرط التماثل، فصار كأيِّ سلعة من السلع التي يجوز بيعها نقدا أو نسيئة. 

قال ابن قَيِّم الجوزية: "الحلية المباحة صارت بالصَّنعة المباحة من جنس الثياب والسلع، لا من جنس الأثمان، ولهذا لم تجب فيها الزكاة، فلا يجري الربا بينها وبين الأثمان، كما لا يجري بين الأثمان وبين سائر السلع، وإن كانت من غير جنسها، فإن هذه بالصِّناعة قد خرجت عن مقصود الأثمان وأُعدَّت للتجارة، فلا محذور في بيعها بجنسها". 

وعليه، فالذى عليه الفتوى هو جواز التعامل بالتقسيط فى الذهب المصوغ بيعًا وشراءً، تحقيقًا لمصالح الناس، ورفعًا للحرج عنهم، خاصة ولأنه بدون تقسيط ثمن الذهب يقع كثير من الناس في حرج ومشقة وعنت وكلها مرفوعة عن الأمة بنصوص الكتاب والسنة.

Artinya:

Emas adalah salah satu harta ribawi yang tidak boleh di perjual belikan dengan yang sejenisnya secara tempo alias ngutang berdasarkan sabda Nabi SAW mengatakan:

"لا تَبيعوا الذَّهَبَ بالذَّهَبِ، إلَّا مِثلًا بمِثلٍ، لا تُشِفُّوا بعضَها على بعضٍ، ولا تَبيعوا الوَرِقَ بالوَرِقِ إلَّا مِثلًا بمِثلٍ، لا يُشَفُّ بعضُها على بعضٍ، ولا تَبيعوا غائبًا بناجِزٍ ".

“Janganlah engkau menjual/membarterkan emas dengan emas, melainkan sama-sama (beratnya) dan janganlah engkau lebihkan sebagian atas lainnya. Dan janganlah engkau membarterkan perak dengan perak malainkan sama-sama (beratnya), dan janganlah engkau lebihkan sebagian atas lainnya. Dan janganlah engkau menjual sebagian darinya dalam keadaan tidak ada di tempat berlangsungnya akad perniagaan dengan emas atau perak yang telah hadir di tempat berlangsungnya akad perniagaan.“ (Muttafaqun ‘alaih)

Oleh karena itu, tidak boleh menjual emas dengan sejenisnya secara mencicil, melainkan harus serah terima kedua yang dibarterkan itu dalam pertemuan akad.

Ini adalah jika mata uang yang digunakan dalam transaksi adalah emas, seperti yang terjadi di masa lalu, akan tetapi dalam realitas kontemporer kita sekarang, keadaannya telah berubah dan bertransasksi dengan mata uang kertas telah menjadi jenis lain selain dari jenis emas, maka diperbolehkan untuk tafaadhul [ beda jumlah] dan Nasaa' [tempo] ketika jenisnya berbeda.

Dengan tambahan bahwa beberapa ahli fikih seperti Muawiyah bin Abi Sufyan, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim Al-Nakha'i, dan sebagian para ulama madzhab Hanbali berpendapat bahwa emas yang didesign menjadi perhiasan telah keluar dengan desainnya itu sebagai harga dan alat tukar, dan telah illat mata uang yang mewajibkan syarat kesamaan itu telah dihilangkan darinya, sehingga menjadi seperti komoditas apa pun yang dapat dijual untuk mendapatkan uang tunai.

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah berkata:

الْحِلْيَةَ ‌الْمُبَاحَةَ ‌صَارَتْ ‌بِالصَّنْعَةِ ‌الْمُبَاحَةِ ‌مِنْ ‌جِنْسِ ‌الثِّيَابِ ‌وَالسِّلَعِ، لَا مِنْ جِنْسِ الْأَثْمَانِ، وَلِهَذَا لَمْ تَجِبْ فِيهَا الزَّكَاةُ، فَلَا يَجْرِي الرِّبَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْأَثْمَانِ كَمَا لَا يَجْرِي بَيْنَ الْأَثْمَانِ وَبَيْنَ سَائِرِ السِّلَعِ، وَإِنْ كَانَتْ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهَا، فَإِنَّ هَذِهِ بِالصِّنَاعَةِ قَدْ خَرَجَتْ عَنْ مَقْصُودِ الْأَثْمَانِ، وَأُعِدَّتْ لِلتِّجَارَةِ، فَلَا مَحْذُورَ فِي بَيْعِهَا بِجِنْسِهَا

Perhiasan emas yang mubah dengan pembuatannya yang mubah bisa menjadikannya sebagai jenis pakaian dan komoditas, bukan dari jenis mata uang [emas]. Itulah sebabnya zakat tidak diwajibkan pada perhiasan emas, dan riba tidak berlaku antara perhiasan emas dan mata uang emas, sebagaimana tidak berlaku antara mata uang dan komoditas lainnya.

Dan jika itu bukan dari yang sejenis-nya, maka ini dengan diproduksi menjadi perhiasan, telah mengeluarkannya dari tujuannya sebagai mata uang atau alat pemabayaran, dan telah berubah disiapkan menjadi barang dagangan [komodity], maka tidak ada larangan dalam memperjual belikannya dengan yang sejenisnya" [ baca: إعلام الموقعين 2/108].

Oleh karena itu, yang difatwakan adalah bolehnya bertransaksi jual beli dengan cara mencicil di dalam emas yang telah didesign tukang emas, demi tercapainya maslahat umat, dan menghilangkan kesusahan dari mereka. Karena jika tidak diperbolehkan mencicil harga emas, maka banyak orang jatuh ke dalam kesusahan, kesulitan, dan kelelahan, yang semuanya diangkat dari umat ini oleh nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah.

FATWA MUI TENTANG KREDIT EMAS KOMODITAS

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), cicilan emas merupakan fasilitas pembiayaan untuk membeli emas dengan cara angsuran per bulan dan akadnya murabahah (jual beli). Cicilan emas secara syariat dibolehkan dan diatur dalam Fatwa DSN MUI Nomor 77/DSN-MUI/VI/2010 tentang Jual-Beli Emas Secara Tidak Tunai.

Jika pembelian emas diangsur, maka ada proses penitipan ke bank syariah yang menimbulkan biaya penyimpanan (ujrah/fee). Hal tersebut diperkenankan selama emasnya ada wujud fisik. 

ALASAN NYA:

Illat riba pada emas dan perak adalah sebagai alat pembayaran atau pembayaran. Maka dari itu, berdasarkan konsultasi syariah pertukaran mata uang dengan emas sebagaimana prosedur yang dilakukan dalam produk cicilan emas tidak diwajibkan tunai. Boleh juga secara mencicil (tidak tunai), dan bukan termasuk riba dalam jual beli (riba nasa).

Sementara itu alat pembayaran wajib diterbitkan oleh pihak otoritas dan jadi bagian alat pembayaran barang dan jasa.

Kedua karakteristik itu tidak terdapat dalam emas sekarang ini. Sulaiman Mani pernah berkata:

“uang merupakan sesuatu yang dijadikan standar harga oleh masyarakat baik berupa logam maupun kertas yang dicetak atau bahan lainnya yang diterbitkan lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Buhuts fil-Iqtishad al-Islami).

Menurut mereka: Karena emas merupakan salah satu komoditas, maka emas boleh diperjualbelikan dengan angsuran dan margin. Dalam dunia perbankan syariah disebut sebagai skema murabahah. Jual beli secara kredit pun dibolehkan melalui keputusan lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam Nomor 51 (2/6)[1] dalam pertemuan VI pada 20 Maret 1990 di Jeddah tentang jual beli kredit. Konferensi tersebut menghasilkan keputusan bahwa harga dalam jual tidak tunai itu boleh lebih besar dari harga jual tunai (majalah lembaga Fiqih Islam edisi VI, juz 1, hlm 193).

Masyarakat dan otoritas telah menyimpulkan bahwa emas adalah komoditas, bukan alat pembayaran. Jika emas termasuk alat pembayaran, maka harus diterbitkan oleh otoritas resmi untuk menjadi alat tukar barang dan jasa. Di sisi lain, emas saat ini tidak memiliki karakteristik tersebut

Sementara uang adalah suatu benda yang pada dasarnya dapat berfungsi sebagai alat tukar, alat penyimpan nilai, satuan hitung, dan ukuran pembayaran yang tertunda. Uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang beredar di masyarakat yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia yang berfungsi sebagai otoritas moneter.” (Bank Indonesia, uang, Jakarta, 2002).

Kesimpulannya menurut mereka:

Dari konsultasi syariah di atas dapat disimpulkan bahwa produk cicilan emas di bank syariah tidak termasuk riba, artinya diperkenankan. Karena dalam hadis dan menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, emas bukanlah sebuah alat pembayaran atau alat pembayaran melainkan sebagai komoditas. Jadi, produk cicilan emas syariah masih aman.



Posting Komentar

0 Komentar