Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM KEJU YANG MENGANDUNG ENZIM RENNET DARI BABI & BANGKAI HEWAN

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN
  • DEFINISI KEJU [الجُبْنُ]
  • DEFINISI ENZIM RENNET [الإِنْفِحَةُ]:
  • HUKUM KESUCIAN RENNET DARI HEWAN YANG DI SEMBELIH SECARA SYAR'I:
  • HUKUM KESUCIAN RENNET YANG DIAMBIL DARI BANGKAI HEWAN:
  • HUKUM MEMAKAN KEJU:
  • ADA TIGA JENIS KEJU:
  • JENIS PERTAMA: KEJU YANG DIPRODUKSI DENGAN CAMPURAN RENNET SUCI:
  • JENIS KEDUA: KEJU YANG TERBUAT DARI ENZIM RENNET BANGKAI HEWAN.
  • JENIS KETIGA: KEJU YANG TERBUAT DENGAN RENNET DARI OBJEK NAJIS SEPERTI BABI.
  • FATWA ORGANISASI ISLAM UNTUK ILMU-ILMU KEDOKTERAN
  • FATWA: Majalah Akademi Fiqh Islam Internasional

بسم الله الرحمن الرحيم

===****===

PENDAHULUAN

DEFINIS KEJU [الجُبْنُ]:

"هُوَ مَا يَنْعَقِدُ مِنَ اللَّبَنِ بِالإِنْفِحَةِ أَوْ بِأَيِّةِ مَادَّةٍ أُخْرَى تَقُومُ مَقَامَهَا "

Keju adalah: Makanan yang terbuat dari susu dengan enzim rennet [الإِنْفِحَةُ] atau zat lain yang menggantikannya. [Lihat: معجم لغة الفقهاء hal. 160]

Keju memiliki banyak jenis, masing-masing dengan cita rasanya sendiri, dan jenis-jenis ini memiliki nilai gizi yang berbeda-beda karena kandungan setiap jenis air dan kaitannya dengan kualitas susu dari mana ia dibuat.

https://handyface.files.wordpress.com/2012/05/abomasum2.jpg

DEFINISI ENZIM RENNET [الإِنْفِحَةُ]:

ENZIM RENNET = الإِنْفِحَةُ:

الإِنْفِحَةُ: هِيَ مَادَّةٌ خَاصَّةٌ بَيْضَاءُ صَفْرَاوِيَّةٌ فِي وِعَاءٍ جِلْدِيٍّ يُسْتَخْرَجُ مِنَ الجُزْءِ البَاطِنِيِّ مِنْ مَعِدَّةِ الرَّضِيعِ مِنَ العُجُولِ أَوْ الجُدَاءِ أَوْ نَحْوِهِمَا، بِهَا خَمِيرَةٌ تُجَبِّنُ اللَّبَنَ، فَيُوضَعُ مِنْهَا قَلِيلٌ فِي اللَّبَنِ الحَلِيبِ فيَنْعَقِدُ وَيَتَكَاثَفُ وَيَصِيرُ جُبْنًا يُسَمِّيهِ النَّاسُ فِي بَعْضِ البِلَادِ مَجْبُنَةً. وَجِلْدَةُ الإِنْفِحَةِ: هِيَ التِّي تُسَمَّى كُرْشًا إِذَا رَعَى الحَيَوَانُ العُشْبَ.

Enzim Rennet [الإِنْفِحَةُ] adalah sekumpulan enzim atau zat khusus, putih kekuningan terbungkus kulit yang diekstraksi dari lambung anak-anak hewan mamalia yang masih menyusu belum makan rumput, seperti anak-anak sapi yang baru lahir, anak-anak kambing, atau sejenisnya.

Rennet ini mengandung ragi yang membuat keju susu, dengan cara sedikit dimasukkan ke dalam susu, maka akan mengeras dan mengental dan menjadi keju yang oleh orang-orang di beberapa negara disebut cheesy.

Dan kulit rennet: disebut rumen jika hewan itu telah memakan rumput.

[Lihat: المعجم الوسيط 2/938, الأغدية الشعبية hal. 88-89, أحكام الأطعمة hal. 325 karya DR. Abdullah ath-Thuraiqi]

Definisi lain: Enzim rennet merupakan sekumpulan enzim yang berasal dari lambung anak hewan mamalia yang masih menyusui, yaitu sapi, domba dan kambing yang dibersihkan, dibekukan, diasinkan, atau dikeringkan.

Enzim ini berasal dari ruang lambung keempat pada anak hewan mamalia bernama abomasum. Enzim satu ini banyak digunakan untuk proses pembuatan keju, seperti parmesan, gorgonzola, pecorino roomano, camembert, emmenthaler, dan manchego. Keju-keju ini tergolong sebagai keju yang membutuhkan fermentasi lama. Secara tradisional varietas keju tersebut juga terbuat dari enzim rennet hewan.

Sumber:

  1. [المصطلحات - إعداد مركز المعجم الفقهي hal. 454].
  2. [Apa Itu Enzim Rennet? Berikut Penjelasannya - Cairo Food, https://cairofood.id › apa-itu-enzim-rennet-berikut-penj...]

 





RENNET

Rennet Bubuk Kering

====*****====

HUKUM KESUCIAN RENNET DARI HEWAN YANG DI SEMBELIH SECARA SYAR'I:

Jika rennet [الإِنْفِحَةُ] itu diambil dari anak hewan yang disembelih sesuai syariat Islam, maka ia suci dan boleh dimakan menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.

[Lihat: Bada'i ash-Shanaa'i' 5/43, Haashiyat Ibnu Aabidiin 6/298, 1/206. Tafsir Qurthubi 2/220, al-Majmu’ 9/68, Nihaayat al-Muhtaaj 1/176. Al-Syarh Al-Kabir 1/72].

Akan tetapi dalam madzhab Syafi', mereka mengatakan:

"إِذَا كَانَ الحَيَوَانُ قَدْ رَعَى العُشْبَ فَإِنْفِحَتُهُ تَكُونُ نَجِسَةً، وَحِينَئِذٍ تَكُونُ جِلْدَتُهَا مُتَنَجِّسَةً تَطْهُرُ بِالْغُسْلِ ".

Jika anak hewan itu sudah memakan rumput, maka rennetnya najis, dan kulit yang membungkusnya [lambungnya] juga najis, dan bisa suci dengan cara dicuci pakai air.

Meskipun mereka mengatakan bahwa itu najis, namun mereka mengatakan:

إِنَّهَا مَعْفُوٌّ عَنْهَا فِي صِنَاعَةِ الجُبْنِ، فَلَا يَنْجُسُ بِهَا لِعُمُومِ البَلَوَى بِهَا وَلِمَشَقَّةِ الِاحْتِرَازِ عَنْهَا؛ إِذْ مِنَ القَوَاعِدِ: أَنَّ الْمَشَقَّةَ تُجَلِّبُ التَّيْسِيرَ، وَأَنَّ الْأَمْرَ إِذَا ضَاقَ اتَّسَعَ، وَقَدْ قَالَ تَعَالَى: { وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ } وَقَدْ صَرَّحَ الْأَئِمَّةُ بِالْعَفْوِ عَنِ النَّجَاسَةِ فِي مَسَائِلَ كَثِيرَةٍ الْمَشَقَّةُ فِيهَا أَخَفُّ مِنْ هَذِهِ الْمَشَقَّةِ.

Bahwa itu dimaafkan dalam pembuatan keju. Karena ada salah satu kaidah menyatakan:

أن المَشَقَّة تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

"Bahwa kesulitan itu membawa kemudahan".

أنَّ الأمْرَ إذاَ ضَاقَ اتَّسَعَ

“Bahwa suatu urusan jika menyempit, maka akan diberi keluasan".

Allah SWT berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ 

“dan Dia tidak menjadikan kesukaran untuk kalian dalam agama ". [QS. Al-Hajj: 78].

Para imam telah menyatakan bahwa kenajisan diampuni dalam banyak masalah di mana kesulitannya lebih ringan daripada kesulitan dalam masalah ini. [Lihat: Nihaayat al-Muhtaaj 1/176].

====*****====

HUKUM KESUCIAN RENNET YANG DIAMBIL DARI BANGKAI HEWAN:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum enzim rennet yang diambil dari bangkai hewan atau dari hewan yang tidak disembelih menurut syariat Islam.

ADA TIGA PENDAPAT:

PENDAPAT PERTAMA:

Bahwa rennet tersebut suci, halal dimakan, baik itu padat maupun cair, dan boleh digunakan untuk obat-obatan. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan riwayat dari Imam Ahmad.

[Lihat: Al-Mabsuuth 24/27, Bada'i' Ash-Shana'i' 5/43, Haashiyat Ibnu Aabidiin 1/206, 6/298. Dan Lihat: Asy-Syarh Al-Kabiir 1/72].

PENDAPAT KEDUA:

Bahwa jika rennet tersebut cair, maka najis dan tidak halal dimakan, karena dari wadah kulit yang najis. Dan jika rennet tersebut padat, maka suci setelah permukaannya di cuci.

Ini adalah pendapat Abu Yusuf dan Muhammad asy-Syaibani. [Lihat: Al-Mabsuuth 24/27, Bada'i' Ash-Shana'i' 5/43].

PENDAPAT KETIGA:

Bahwa rennet tersebut najis dan tidak boleh dimakan.

Ini adalah pendapat Jumhur [mayoritas] para ulama ahli Fiqih dari madzhab Maliki, madzhab Syafi'i dan juga madzhab Hanbali dalam dzohir ar-riwayat.

[Lihat: Tafsir Al-Qurtubi 2/220. Al-Majmu’ 9/68, Nihaayat Al-Muhtaaj 1/176. Al-Syarh Al-Kabir 1/72]

=====

DALIL PENDAPAT PERTAMA:

Abu Hanifah yang mengatakan bahwa Rennet dari bangkai itu suci berdalil dengan dalil-dalil sebagai berikut:

Dalil Ke 1:

Bahwa para Sahabat - semoga Allah meridhoi mereka - makan keju ketika mereka memasuki kota al-Madaain, dan keju tersebut diolah dengan campuran enzim rennet hewan, sementara hewan sembelihan mereka hukumnya sama dengan bangkai karena mereka adalah orang-orang Majusi, para penyembah api. [Lihat: Asy-Syarh Al-Kabir 1/72.]

Bantahan:

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa dalil ini telah dibahas, bahwa orang-orang Majus bisa jadi mereka tidak menyembelihnya oleh diri mereka sendiri, melainkan oleh para tukang jagal, yang mana para tukang jagal mereka adalah orang Yahudi dan Kristen.

Dan jika itu tidak ada keterangan dari mereka bahwa yang menyembelihnya itu orang yahudi dan kristen, maka dengan adanya kemungkinannya saja sudah cukup, karena di antara mereka ada orang Yahudi dan Nasrani, dan pada hukum asalnya adalah halal. Maka hukum asal tidak bisa dihlangkan oleh keraguan. [Lihat: Asy-Syarh Al-Kabir 1/72.]

Jawaban:

Yang lebih mendekati kebenaran bahwa hewan sembelihan yang ada pada kaum Majusi adalah disembelih oleh mereka sendiri, meski tidak menutup kemungkinan adanya orang-orang Yahudi dan orang-orang kristen yang jadi tukang jagal hewan ditengah-tengah kaum majusi.

Bantahan:

Yang diriwayatkan dari banyak sahabat adalah bahwa mereka memperbolehkan makan keju itu, jika yang memproduksinya adalah kaum Muslimin dan Ahli Kitab, bukan keju yang diproduksi oleh orang-orang Majusi dan kaum musyrikiin. Sebagaimana yang dinukil dari Umar bin al-Khaththaab, putranya Abdullah bin Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Anas bin Malik - semoga Allah meridhoi mereka -. [Lihat: As-Sunan Al-Kubra oleh Al-Bayhaqi 10/6-7].

Jawaban:

Ada Yang paling shahih dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdur-Razzaq dalam Musannaf:

“عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، حَسِبْتُ أَنَّهُ ذَكَرَهَ، عَنْ شَقِيقٍ، أَنَّهُ: قِيلَ لِعُمَرَ: ‌إِنَّ ‌قَوْمًا ‌يَعْمَلُونَ ‌الْجُبْنَ ‌فَيَضَعُونَ ‌فِيهِ ‌أَنَافِيحَ ‌الْمَيْتَةِ، فَقَالَ عُمَرُ: «سَمُّوا اللَّهَ وَكُلُوا»".

Dari Muammar, dari Al-A'mash, saya pikir dia menyebutkannya, dari seorang saudara,

Ditanyakan kepada Umar: Sesungguhnya ada kaum yang membuat keju dan menaruh rennet-rennet bangkai hewan di dalamnya? !

Umar menjawab: Sebutlah nama Allah [bismillah], lalu makanlah !

[Al-Mushonnaf 4/538 no. 8782, Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 8/100 no. 7474, Kanzul 'Ummaal no. 41770 dan Jam'ul Jawaami' karya Suyuthi 15/65. PEN]

Dalam الدليل الفقهي – أحكام وتوضيحات معاصرة di sebutkan:

Atsar ini adalah yang paling shahih dari apa yang telah disebutkan tentang keju yang mengandung rennet bangkai hewan, seperti yang dikatakan Imam Ahmad:

"أصح حديث فيه هذا الحديث "

"Hadits yang paling shahih dalam hal ini adalah hadits ini".

[https://www.fikhguide.com ›..]

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/388 berkata:

"وهذا سند في غاية الصحة".

"Dan ini adalah sanad dalam puncaknya keshahihan sanad "

Dalil ke 2:

Rennet terpisah dari kambing dengan satu karakteristek, baik domba hidup atau mati, disembelih atau tidak, sehingga kematian kambing tidak berpengaruh pada rennet. [Lihat: Al-Mabsuth 24/28].

=====

DALIL PENDAPAT KEDUA:

Abu Yusuf dan Muhammad yang berpendapat bahwa Rennet yang cair adalah najis, dan rennet yang padat adalah suci, berdalil dengan mengatakan:

أَنَّ الْمَائِعَةَ تَقْبَلُ النَّجَاسَةَ بِمُخَالَطَتِهَا لَهَا، أَمَّا الصُّلْبَةُ فَلَا تَقْبَلُهَا، وَلَوْ قَبِلَتْهَا فَيُمْكِنُ غَسْلُهَا بِخِلَافِ الْمَائِعَةِ.

Bahwa yang cair itu bisa meresap ketika bercampur dengannya, adapun yang padat maka tidak meresap, dan jika iya menempel, maka ia dapat dicuci tidak seperti cairan.

Bantahan:

Dalil ini telah dibahas: bahwa bangkai itu najis, dan apa pun yang keluar darinya juga najis, dan tidak dapat dicuci untuk menghilangkan najisnya karena najisnya menyatu di dalamnya. Oleh karena itu, ada perbedaan pendapat mengenai sucinya kulit bangkai hewan setelah di samak. Sementara mencuci rennet bisa di sejajarkan dengan masalah penyamakan kulit dalam menghilangkan najis, melainkan jauh lebih sedikit.

[Lihat: أحكام الأطعمة hal. 328 karya DR. Abdullah ath-Thuraiqi]

=====

DALIL PENDAPAT KE TIGA:

Jumhur ulama yang berpendapat bahwa Rennet yang di ambil dari bangkai itu najis, mereka berdalil dengan dalil-dalil sbb:

Dalil ke 1:

Firman Allah SWT:

{ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ }

“Telah di haramakan atas kalian, bangkai ". [QS. Al-Maidah: 3].

Sisi pendalilan: Allah SWT telah mengharamkan bangkai, dan ini bersifat umum dan mencakup segala sesuatu dalam bangkai, dan tidak mungkin ada sesuatu yang keluar darinya kecuali dengan dalil, dan tidak ada dalil untuk itu. [Lihat: أحكام الأطعمة hal. 328 karya DR. Abdullah ath-Thuraiqi]

Dalil ke 2:

Karena rennet menjadi najis dengan kematian, tidak mungkin menghilangkan najis darinya. Serupa dengan jika ia menyentuh bangkai setelah terpisah darinya. [Lihat: أحكام الأطعمة hal. 328 karya DR. Abdullah ath-Thuraiqi]

Dalil ke 3:

Imam al-Baihaqi meriwayatkan: dari Ali Al-Baariqi:

أنَّهُ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنِ الْجُبْنِ، فَقَالَ: " كُلْ مَا صَنَعَ الْمُسْلِمُونَ وَأَهْلُ الْكِتَابِ "، وَرُوِّينَا مِثْلَ هَذَا عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، ‌وَهَذَا ‌لِأَنَّ ‌السِّخَالَ ‌تُذْبَحُ، ‌فَتُؤْخَذُ ‌مِنْهَا ‌الْإِنْفَحَةُ ‌الَّتِي ‌بِهَا ‌يَصْلُحُ ‌الْجُبْنُ، فَإِذَا كَانَتْ مِنْ ذَبَائِحِ الْمَجُوسِ، وَأَهْلِ الْأَوْثَانِ لَمْ يَحِلَّ، وَهَكَذَا إِذَا مَاتَتِ السَّخْلَةُ فَأُخِذَتْ مِنْهَا الْإِنْفَحَةُ لَمْ تَحِلَّ".

Bahwa dia bertanya kepada Ibnu Umar tentang KEJU ? Maka dia berkata: "Segala sesuatu yang di produksi oleh kaum Muslimin dan Ahli Kitab [adalah halal]."

Dan yang semisal ini diriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Abbas dan Anas bin Malik.

Hal ini karena anak-anak kambing disembelih untuk diambil darinya rennet yang sesuai dengan pembuatan keju. Jika rennet itu dari sembelihan orang Majusi dan para penyembah berhala, maka tidak halal.

Demikian pula, jika anak kambing itu mati lalu diambil darinya rennetnya, maka itu tidak halal. [Lihat: as-Sunan al-Kubra 10/11 no. 19693 Dar al-Kutub al-Ilmiyyah].

TARJIIH:

Pendapat yang lebih hati-hati: Rennet yang diambil dari bangkai binatang adalah najis dan haram serta tidak boleh dimakan, karena keumuman ayat-ayat yang mengharamkan bangkai, dan karena rennet itu menjadi najis karena berada pada najisnya bangkai binatang.

Al-Nawawi berkata:

“أَجْمَعَتْ ‌الْأُمَّةُ ‌عَلَى ‌جَوَازِ ‌أَكْلِ ‌الْجُبْنِ ‌مَا ‌لَمْ ‌يُخَالِطْهُ ‌نَجَاسَةٌ ‌بِأَنْ ‌يُوضَعَ ‌فِيهِ ‌إنْفَحَةٌ ‌ذَبَحَهَا مَنْ لَا يَحِلُّ ذَكَاتُهُ فَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ دَلَالَةِ الْإِجْمَاعِ هُوَ الْمُعْتَمَدُ فِيْ إبَاحَتِهِ ".

“Umat telah berijma' bahwa boleh makan keju selama tidak bercampur najis dengan memasukkan ke dalamnya rennet dari hewan yang disembelih oleh seseorang yang penyembelihannya tidak halal.

Inilah yang kami sebutkan dari indikasi Ijma; dan itu adalah yang Mu'tamad dalam kemubahannya". [al-Majmu' 9/68].

===*****====

HUKUM MEMAKAN KEJU

Keju adakalanya dibuat dari susu hewan yang dagingnya halal dimakan, dan ada pula keju yang dibuat dari susu hewan yang dagingnya tidak halal dimakan.

Adapun yang terbuat dari susu hewan yang tidak halal dimakan, maka haram dan tidak boleh memakannya secara Ijma' ; Karena jika susu diharamkan, maka apa yang dibuat darinya juga diharamkan.

Adapun yang terbuat dari susu hewan yang dagingnya halal dimakan, maka ADA TIGA JENIS KEJU:

******

JENIS PERTAMA: KEJU YANG DIPRODUKSI DENGAN CAMPURAN RENNET SUCI:

Yakni: Keju yang tidak dicampur dengan najis dan dibuat dari rennet hewan yang disembelih menurut hukum Islam.

Keju jenis ini adalah suci dan halal dimakan.

Al-Nawawi berkata:

“أَجْمَعَتْ ‌الْأُمَّةُ ‌عَلَى ‌جَوَازِ ‌أَكْلِ ‌الْجُبْنِ ‌مَا ‌لَمْ ‌يُخَالِطْهُ ‌نَجَاسَةٌ ‌بِأَنْ ‌يُوضَعَ ‌فِيهِ ‌إنْفَحَةٌ ‌ذَبَحَهَا مَنْ لَا يَحِلُّ ذَكَاتُهُ فَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ دَلَالَةِ الْإِجْمَاعِ هُوَ الْمُعْتَمَدُ فِيْ إبَاحَتِهِ ".

“Umat telah berijma' bahwa boleh makan keju selama tidak bercampur najis dengan memasukkan ke dalamnya rennet dari hewan yang disembelih oleh seseorang yang penyembelihannya tidak halal.

Inilah yang kami sebutkan dari indikasi Ijma; dan itu adalah yang Mu'tamad dalam kemubahannya". [al-Majmu' 9/68].

Al-Bayhaqi mengumpulkan banyak hadits tentang ini, antara lain:

Hadits ke 1:

Hadits Ibnu Umar - semoga Allah meridhoi mereka berdua:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَتَى ‌بِجُبْنَةٍ ‌فِي ‌تَبُوكَ، ‌فَدَعَا ‌بِسِكِّينٍ ‌فَسَمَّى ‌وَقَطَعَ أَيْ بِقِطْعَةٍ مِنَ الْجُبْنِ

Nabi SAW ketika di Tabuk dibawakan kepadanya keju, maka beliau minta diambilkan pisau, lalu beliau membaca basmalah dan memotongnya. [yakni mengambil sepotong dari keju tersebut].

[HR. Abu Dawud dalam Sunan no. (3819), dan Al-Bayhaqi dalam Al-Kubra 6/10].

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’ 9/76: “Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang lemah.”

Hadits ke 2:

Dari Ibnu Abbaas radhiyallahu 'anhuma:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا كَانَ فَتْحُ مَكَّةَ رَأَى جُبْنَةً فَقَالَ: «مَا هَذَا؟» قَالُوا: هَذَا طَعَامٌ يُصْنَعُ بِأَرْضِ الْعَجَمِ قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌ضَعُوا ‌فِيهِ ‌السِّكِّينَ، ‌وَاذْكُرُوا ‌اسْمَ ‌اللَّهِ ‌وَكُلُوا»

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika dia menaklukkan Mekkah, beliau melihat keju dan bertanya: Apa ini?

Mereka menjawab: Ini adalah makanan yang dibuat di tanah orang 'ajam [non-Arab].

Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: "Letakkanlah pisau ke dalamnya, lalu sebut nama Allah padanya, dan makanlah."

[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6 dan Abu Dawud ath-Thayaalisi 4/405 no. 2807. Al-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’ 9/77: “Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang lemah”.]

Hadits / atsar ke 3:

Dari Katsir bin Syihaab rahimaullah, berkata:

سَأَلْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ الْجُبْنِ، فَقَالَ: " ‌إِنَّ ‌الْجُبْنَ ‌مِنَ ‌اللَّبَنِ ‌وَاللِّبَأ، ‌فَكُلُوا، ‌وَاذْكُرُوا ‌اسْمَ ‌اللهِ ‌عَلَيْهِ، وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ أَعْدَاءُ اللهِ "

Aku bertanya kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu tentang keju, maka berkata:

“Keju itu dari susu dan Liba' [susu yang pertama kali diperah], maka makanlah, dan sebutlah nama Allah padanya, dan jangan tertipu oleh musuh-musuh Allah.”

[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6, Al-Baghawi dalam Al-Ja’diyaat (443) dan Abd al-Razzaq (8783, 8787)].

Makna Al-Liba' [اللِّبَأ]:

“لَبَنُ البَهِيْمَةِ عِنْدَ أَوَّلِ مَا تُنْتج ، يُتْرَك عَلى النَّارِ فيَنْعَقِد ".

“Susu hewan saat pertama kali diperah, lalu dibiarkan di atas api hingga menggumpal.” [Baca: النَّظْم 2/203]

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Al-Tsiqaat (5/330) melalui Syuraik, dari Abi Ishaq, dari Qardzah bin Artho'ah.

Adapun Qardzah bin Artho'ah, maka Ibnu Abi Hatim dan Al-Bukhari menyebutkan dia dan diam tentang dia. Jadi mereka tidak menyebutkan apapun tentang dia. [Lihat: Al-Tarikh Al-Kabir (7/193), Al-Jarh wa Al-Ta'diil (7/144)].

Dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Al-Tsiqot (7/348).

Ibnu Al-Madiini mengatakan: Majhul, seperti dalam Mizan Al-I'tidal (3/387).

Syeikh Abu Umar ad-Dibyaan berkata dalam (موسوعة أحكام الطهارة) 13/388:

قُلْتُ: قَدْ تُوْبِعَ قُرْظَةٌ، قَالَ ابْنُ حَجَرَ فِي الإِصَابَةِ (5/ 571): أَخْرَجَ ابْنُ عَسَاكِرَ مِنْ طَرِيقِ جَرِيرٍ، عَنْ حَمْزَةَ الزِّيَاتِ، قَالَ: كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى كَثِيرِ بْنِ شِهَابٍ، مَرًّا مِنْ قَبْلِكَ فَلْيَأْكُلُوا الْخُبْزَ الْفُطَيْرَ بِالْجُبْنِ، فَإِنَّهُ أَبْقَى فِي الْبَطْنِ. آهٍ وَهَذَا إِسْنَادٌ حَسَنٌ.

Saya berkata: telah ada mutaba'ah bagi Qardzah ini. Ibnu Hajar mengatakan dalam Al-Ishobah (5/571): Ibnu Asaakiir meriwayatkannya melalui Jarir, dari Hamzah Al-Zayyaat, dia berkata:

"Umar bin Al-Khattab menulis kepada Katsiir bin Syihab: perintahkanlah oleh mu, agar mereka mereka makan fathiir [roti tidak beragi] dengan keju, karena ia lebih bertahan di perut".

Dan ini adalah Sanad yang Hasan ".

Atsar ke 4:

Dari Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu berkata:

‌إذَا ‌أَرَدْتَ ‌أَنْ ‌تَأْكُلَ ‌الْجُبْنَ ‌فَضَعْ ‌الشَّفْرَةَ ‌فِيهِ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ وَكُلْ

Jika Anda ingin makan keju, taruh pisau di dalamnya dan sebutkan nama Allah Azza wa Jalla, lalu makanlah ! ". [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6].

Dan Al-Bayhaqi meriwayatkan hal yang serupa dari Aisyah dan Ummu Salamah. Al-Bayhaqi berkata: Diriwayatkan dari Salman Al-Farisi [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6].

******

JENIS KEDUA: KEJU YANG TERBUAT DARI ENZIM RENNET BANGKAI HEWAN.

Yaitu: Keju yang diproduksi dengan sedikit campuran enzim Rennet Bangkai Hewan atau Rennet Hewan yang di sembelih oleh non muslim, yang bukan Yahudi dan juga bukan Kristen. Seperti Orang Majusi, Hindu dan Budha.

Disini terjadi perbedaan pendapat antar para ulama:

=====

PENDAPAT PERTAMA: HALAL DAN SUCI.

Rennet Bangkai yang digunakan untuk membentuk keju, maka keju tersebut adalah suci dan halal karena unsur najis lenyap di dalamnya.

Ini adalah Madzhab Abu Hanifah dan Ahmad dalam salah satu dari dua versi.

Dan Ibnu Taimiyyah menghalalkan keju yang dibawa dari negeri Eropa, meskipun proses pembuatannya berdampingan dengan lemak babi dan diolah dengan rennet bangkai. [Lihat: Majmu' Fataawaa Ibnu Taimiyah 21/531]

FATWA DAN TANYA JAWAB SYEIKH NASHIRUDDIN AL-ALBAANI:

Tanya jawab syeikh Nashiruddin al-Albaani tentang KEJU dari BELANDA:

السائل: بَحَثْنَا عَنْ طَرِيقَةِ تَكْوِينِهِ، فَوَجَدْنَا أَنَّهُ يُوضَعُ فِي الْمَذْبَحِ عِجْلٌ، وَطَبْعًا هُمْ لَا يَذْبَحُونَ، يَعْنِي: هَلْ يَجُوزُ أَكْلُ هَذَا الْجُبْنِ؟

الشَّيْخُ: إِذَا كَانَ لَا يُوجَدُ فِي هَذَا الْجُبْنِ الْهُولَنْدِيِّ سَوَى الْمنْفَحَةِ: فَيَجُوزُ أَكْلُهُ، وَهَذَا عَلَى ذِمَّتِكَ.

Penanya:

Kami mencari cara pembentukannya, dan kami menemukan bahwa seekor anak sapi diletakkan di atas tempat penyembelihan, dan tentu saja mereka tidak menyembelihnya, maksud saya: Apakah boleh makan keju ini?

Jawaban Syekh al-Albaani:

Jika keju belanda ini tidak ada apa-apanya selain RENNET, maka boleh dimakan, dan ini menjadi tanggung jawab Anda".

Sumber:

[بوابة تراث الإمام الألباني / صوتيات وتفريعات الإمام الألباني / سلسلة الهدى والنور / هل يجوز أكل الجبن الذي وضع في منافح العجول الغير مذبوحة ؟]

Dan Syeikh al-Albaani menjelaskan lebih rinci tentang Keju yang mengandung Rennet Najis dari Bangkai Hewan, dengan mengatakan:

قلت إن الجبن الهولندية كما أخبرنا صاحبنا هذا ، أنه ليس فيها إلا المنفحة التي تُستخرج من حيوان قتيل غير ذبيح من البقر الهولندي المشهور بضخامته وبلحمه ،

وأنا قلت له: إذا كانت الجبنة الهولندية ليس فيها إلا هذه المنفحة التي تُعتبر نجسة لأنها من ميتة وليست من ذبيحة ، مع ذلك يكون هذا الجبن أكله وبيعه وشراؤه حلال.

أعني: أن هذه المنفحة التي تلقى كمية قليلة جدًا منها في مئات الكليوات من الحليب حتى يتخثر ويتحول إلى جبنة ، هذه النجاسة شأنها شأن النجاسة القليلة التي تقع في الماء الكثير الطاهر المطهر ،

فكما أنه وقوع هذه النجاسة في هذا الماء الطاهر المطهر لا يحوله نجسًا لا يجوز استعماله لا شربًا ولا تطهرًا ، كذلك هذه المنفحة التي تُلقى في الكمية الكبيرة جدًا من الحليب ليتخثر وليتجمد. كما قلنا: لا يجعل هذه الجبنة محرمةً ، لأن هذه النجاسة القليلة اضمحلت في هذه الكثرة الكاثرة من السائل الذي هو الحليب.

هذه المسألة الفقيهة التي يتبناها بعض المذاهب الإسلامية حول الماء تحل بها مشاكل كثيرة في العصر الحاضر منها: ما يتعلق بالجبنة الهولندية. مذهب الإمام مالك رحمه الله ، وأظنه مذهب الإمام أحمد أو رواية عنه: أن الماء الكثير كما قال عليه الصلاة والسلام في الحديث الصحيح: (الماء طهور لا ينجسه شيء)

جاء في رواية إسنادها ضعيف ومعناها صحيح ، متفق على صحة معناها ، وهي: (ما لم يتغير طعمه أو لونه أو ريحه).

وهذا المعنى المجمع عليه يمكن أن يتنبه له بشيء من الدقة ، إلى صحته نظرًا في قوله عليه الصلاة والسلام: (الماء طهور لا ينجسه شيء) أي: ما بقي ماءً ، فإذا رأيت ماءً قد تغير لونه بسبب نجاسةً أنت لا تسميه ماء مطلقًا ، لا تقول هذا ماء. هذا على الأقل تقول عنه: ماء آسن ماء متغير طعمه بنجاسة.. إلى آخره.

فما دام أن الماء لا يزال محافظًا على خصائصه الطبيعية كما لو كان أنزل من السماء آنفًا ، فهو الماء الطهور الذي امتن الله عزَّ وجلَّ به على عباده المؤمنين { ليطهركم به}.

فلما جاءت هذه الزيادة بسند ضعيف ، وأجمع عليها علماء المسلمين ، صحّ يقينًا أن نفهم الحديث بهذا الشرح والبيان: (الماء طهور لا ينجسه شيء) بشرط ألا يتغير طعمه أو لونه أو ريحه ، ولكن هذا الشرط لا بد من تقييده ما لم يتغير طعمه أو لونه أو ريحه بنجاسة ،

أما إذا كان هذا التغير في وصف من هذه الأوصاف الثلاثة بغير نجاسة ، فليس معنى ذلك: أن الماء تنجس ؟ كل ما يمكن أن يطرأ عليه من تحول أن يخرج من كونه مطهرًا ، فيبقى ماءً طاهراً ، أي: لا يمكن أن تتوضأ به لأنه ليس مطهرًا ، لكن يمكنك أن تغسل به ثيابك ، يمكنك أن تترطب به ، يمكنك إلى آخره لأنه طاهر ، ويمكن أن تشربه.

هذا السائل مثلاً ، هذا الشراب ، هذا ماء ، لكن طعمه متغير ، ولونه متغير ، فهل هو نجس ؟. الجواب: لا ، لأن هذا تغير ليس أثر نجاسة وإنما أثر طاهر ، فهو طاهر يجوز شربه ، لكن لا يجوز لك أن تتوضأ به لأنه ليس مطهرًا.

فإذا عرفنا هذا الحكم الشرعي المتعلق بالماء ، الذي أنزله الله عزَّ وجلّ من السماء ، يمكن نقله إلى قضايا أخرى مثلاً الزيت والسمن إذا وقعت فيهما نجاسة وكان كل منهما سائلا ، فهل يتنجس ؟

خذ الميزان إذا تغيّر أحد أوصافه الثلاثة بهذه النجاسة التي وقعت في هذا الزيت السائل أو السمن السائل فلا يجوز بيعه ولا شراؤه ، وإنما يجب إراقته. أما إذا لم يتغيّر الزيت أو السمن بمغيرات من هذه الأوصاف الثلاثة ، فيظل طاهرًا جائزًا أكله وبيعه وشراءه ، هذا إذا كان سائلاً ، أما إذا كان جامدًا فالأمر أسهل 

Artinya:

Saya [al-Albaani] berkata: "Bahwa keju Belanda, seperti yang dikatakan teman kami ini, tidak mengandung apa pun kecuali rennet yang diekstraksi dari hewan mati dibunuh tanpa disembelih, dari sapi Belanda yang terkenal dengan gemuknya dan dagingnya yang besar.

Dan saya berkata kepadanya: Jika keju Belanda tidak mengandung apa-apa selain rennet ini, yang dianggap najis karena berasal dari bangkai hewan dan bukan dari hewan yang disembelih, meskipun begitu keju ini halal untuk dimakan, dan halal diperjualbelikan.

Maksud saya: rennet dari bangkai hewan ini, yang jumlahnya sedikit sekali dicampurkan ke dalam ratusan kilo susu hingga menggumpal dan berubah menjadi keju, kenajisan ini seperti najis sedikit yang jatuh ke dalam air yang melimpah, suci dan mensucikan.

Seperti halnya najis yang jatuh ke dalam air yang melimpah suci dan mensucikan ini tidak menjadikannya najis, dan juga tidak menjadikannya haram untuk diminum atau bersuci, maka demikian pula rennet yang sedikit dilemparkan ke dalam susu yang sangat banyak agar mengental dan membeku.

Seperti yang kami katakan: Ini tidak membuat keju menjadi haram, karena najis yang sedikit ini telah hilang dalam cairan yang melimpah ini, yaitu susu.

Masalah fikih yang terbentuk oleh beberapa mazhab tentang air ini telah memecahkan dan memberikan solusi bagi banyak persoalan di era sekarang, antara lain adalah:

Apa yang terkait dengan keju Belanda.

Madzhab Imam Malik, semoga Allah merahmatinya, dan saya kira itu adalah madzhab Imam Ahmad atau riwayat darinya:

Air yang melimpah, seperti yang dikatakan Nabi SAW dalam hadits shahih:

الماءُ طَهورٌ لا يُنَجسُه شيءٌ

(Air itu Suci dan tidak ada yang membuatnya najis).

Dan telah datang dalam sebuah riwayat yang sanadnya lemah namun maknanya shahih, dan disepakati maknanya Shahih, yaitu adalah:

ما لم يَتغيَّرْ لَونُه أو طَعْمُه أو رِيحُه

(selama rasa, warna atau baunya tidak berubah).

Dan makna yang disepakati dengan suara bulat [Ijma'] ini dapat ditunjukkan kepadanya dengan akurasi tertentu, hingga keabsahannya, mengingat sabda Nabi SAW:

الماءُ طَهورٌ لا يُنَجسُه شيءٌ

(Air itu Suci dan tidak ada yang membuatnya najis).

yaitu: apa yang tersisa masih disebut air, jadi jika anda melihat air yang berubah warna karena kenajisan, lalu anda sama sekali tidak menyebutnya air, maka jangan katakan ini air. Ini setidaknya Anda katakan tentang air tersebut adalah: air آسِن, air yang berubah rasa, bau dan warnanya karena pengaruh najis, dll.

Selama air masih mempertahankan sifat alaminya, seolah-olah diturunkan dari langit sebelumnya, maka itu adalah suci, yaitu air yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman:

لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ

“Untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu" [QS. Al-Anfaal: 11]

Ketika tambahan lafzad hadits ini datang dengan sanad yang lemah, dan para ulam Muslim dengan suara bulat [ber-ijma'] menyetujuinya, maka menjadi shahih dengan meyakinkan untuk memahami hadits dengan penjelasan dan klarifikasi ini:

الماءُ طَهورٌ لا يُنَجسُه شيءٌ

(Air itu Suci dan tidak ada yang membuatnya najis).

Dengan syarat rasanya, warna, atau baunya tidak berubah, tetapi syarat ini harus dibatasi selama rasa atau warnanya tidak berubah, atau baunya najis,

Tetapi jika perubahan dalam salah satu dari tiga sifat ini tanpa najis, bukankah itu berarti air itu najis? Yang bisa diubah di dalamnya hanyalah menghilangkannya dari fungsinya yang bisa mensucikan, namun tetap menjadi air Suci. Artinya: Anda tidak dapat berwudhu dengannya karena tidak mensucikan, tetapi Anda dapat mencuci pakaian Anda dengannya, Anda dapat melembabkannya, Anda dapat dan seterusnya karena suci, dan Anda dapat meminumnya.

Penanya ini misalnya bertanya: Minuman ini, ini adalah air, tapi rasanya dan warnanya berubah, apakah itu najis?

Jawab: Tidak, karena perubahan ini bukanlah karena bekas najis, melainkan bekas yang suci, maka suci dan boleh diminum, tetapi anda tidak boleh berwudhu dengannya karena tidak mensucikan.

Jika kita mengetahui hukum tentang air yang Allah SWT turunkan dari langit, maka dapat dipindahkan ke dalam masalah-masalah lain, seperti minyak goreng dan samin, ketika ada najis jatuh ke dalamnya dan masing-masing dari keduanya adalah cair, maka apakah keduanya menjadi najis?

Ambillah timbangan, jika salah satu dari tiga sifatnya berubah dengan kenajisan yang terjadi pada minyak cair atau samin cair ini, maka tidak boleh jual belinya, melainkan wajib ditumpahkan.

Namun jika minyak goreng atau samin tersebut tidak berubah dengan perubahan dari ketiga sifat tersebut, maka ia tetap suci dan boleh memakannya, menjualnya, dan membelinya, itu jika cair, tetapi jika padat, maka masalahnya adalah lebih mudah. [SELESAI KUTIPAN DARI AL-ALBAANI]

Sumber:

1] أهل الحديث والآثار / الشيخ ناصر الدين الألباني / سلسلة الهدى والنور / رقم: 490

Dan dasar kebolehannya adalah para sahabat dulu memakan keju orang Majusi meskipun mereka tahu bahwa sembelihan orang-orang Majusi adalah bangkai. [Lihat: Majmu' Fataawaa Ibnu Taimiyah 21/531]

Dan karena Rennet itu terpisah dari anak kambing dengan satu karakteristek yang berbeda, baik anak kambing hidup atau mati, disembelih atau tidak, sehingga kematian kambing tidak berpengaruh pada rennet, sama dengan Telur. [Lihat: Al-Mabsuth 24/28].

Namun menurut dua sahabat Abu Hanifah, terdapat perbedaan hukum antara rennet cair dan rennet padat. Jika cair maka tidak halal, tapi jika padat dan memungkinkan untuk dicuci maka itu mubah dan halal.

=====

PENDAPAT KEDUA: NAJIS DAN TIDAK HALAL.

Ini adalah pendapat Jumhur Ulama: adalah tidak halal dimakan.

Imam an-Nawawi berkata:

الْإِنْفَحَةُ إنْ أُخِذَتْ مِنْ السَّخْلَةِ بَعْدَ مَوْتِهَا أَوْ بَعْدَ ذَبْحِهَا وَقَدْ أَكَلَتْ غَيْرَ اللَّبَنِ فَهِيَ نَجِسَةٌ بِلَا خِلَافٍ وَإِنْ أخذت من سَخْلَةٍ ذُبِحَتُ قَبْلَ أَنْ تَأْكُلَ غَيْرَ اللَّبَنِ فَوَجْهَانِ الصَّحِيحُ الَّذِي قَطَعَ بِهِ كَثِيرُونَ طَهَارَتُهَا ‌لِأَنَّ ‌السَّلَفَ ‌لَمْ ‌يَزَالُوا ‌يُجْبِنُونَ ‌بِهَا ‌وَلَا ‌يَمْتَنِعُونَ ‌مِنْ ‌أَكْلِ ‌الْجُبْنِ ‌الْمَعْمُولِ ‌بِهَا

* وَحَكَى الْعَبْدَرِيُّ عَنْ مَالِكٍ وَأَحْمَدَ فِي أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ نَجَاسَةَ الْإِنْفَحَةِ الْمَيْتَةِ كَمَذْهَبِنَا: وَعَنْ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ فِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى أَنَّهَا طَاهِرَةٌ كَالْبَيْضِ

Rennet, jika diambil dari anak kambing setelah menjadi bangkai atau setelah disembelih tapi sudah makan sesuatu selain menyusu, maka rennetnya najis tanpa ada perbedaan pendapat.

Dan jika rennet itu diambil dari anak kambing yang disembelih sebelum makan sesuatu selain menyusu, maka ada dua pendapat:

Pendapat yang shahih - yang dinyatakan secara pasti oleh kebanyakan para ulama - adalah bahwa rennet tersebut adalah suci ; karena para ulama salaf senantiasa membuat keju dengannya, dan mereka tidak melarang dirinya untuk memakan keju yang dibuat denganya.

Al-'Abdari meriwayatkan dari Malik dan Ahmad, dalam versi yang lebih shahih dari kedua riwayat tersebut, bahwa rennet bangkai hewan itu najis, sama seperti madzhab kami. Dan dari Abu Hanifah dan Ahmad dalam riwayat lain bahwa rennet tersebut suci, sama seperti telur ". [al-Majmu' 2/570].

******

DALIL MASING-MASING PENDAPAT

-----

DALIL PENDAPAT PERTAMA:

Mereka yang menyatakan bahwa Keju yang mengandung Rennet Bangkai Hewan adalah halal dan suci:

Dalil ke 1:

Riwayat Yang paling shahih dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abdur-Razzaq dan lainnya:

“عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، حَسِبْتُ أَنَّهُ ذَكَرَهَ، عَنْ شَقِيقٍ، أَنَّهُ: قِيلَ لِعُمَرَ: ‌إِنَّ ‌قَوْمًا ‌يَعْمَلُونَ ‌الْجُبْنَ ‌فَيَضَعُونَ ‌فِيهِ ‌أَنَافِيحَ ‌الْمَيْتَةِ، فَقَالَ عُمَرُ: «سَمُّوا اللَّهَ وَكُلُوا»".

Dari Muammar, dari Al-A'mash, saya pikir dia menyebutkannya, dari seorang saudara,

Ditanyakan kepada Umar: Sesungguhnya ada kaum yang membuat keju dan menaruh rennet-rennet bangkai hewan di dalamnya? !

Umar menjawab: Sebutlah nama Allah [bismillah], lalu makanlah !

[Al-Mushonnaf 4/538 no. 8782, Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 8/100 no. 7474, Kanzul 'Ummaal no. 41770 dan Jam'ul Jawaami' karya Suyuthi 15/65. PEN]

Dalam الدليل الفقهي – أحكام وتوضيحات معاصرة di sebutkan:

Atsar ini adalah yang paling shahih dari apa yang telah disebutkan tentang keju yang mengandung rennet bangkai hewan, seperti yang dikatakan Imam Ahmad:

"أصح حديث فيه هذا الحديث "

"Hadits yang paling shahih dalam hal ini adalah hadits ini".

[https://www.fikhguide.com ›..]

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam (" موسوعة أحكام الطهارة") 13/388 berkata:

"وهذا سند في غاية الصحة".

"Dan ini adalah sanad dalam puncaknya keshahihan sanad "

Referensi :

موسوعة أحكام الطهارة لأبي عمر دبيان الدبيان ‌‌13/388

Dalil ke 2:

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ، عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَمِعْتُهُ يَذْكُرُ، ‌أَنَّ ‌طَلْحَةَ: «‌كَانَ ‌يَضَعُ ‌السِّكِّينَ، ‌وَيَذْكُرُ ‌اسْمَ ‌اللَّهِ، وَيَقْطَعُ وَيَأْكُلُ»

Al-Fadhel bin Dukain memberi tahu kami, dari Amr bin Othman, dari Musa bin Talha. Dia berkata: Saya mendengar dia menyebutkan:

"Bahwa Thalhah biasa meletakkan pisau dan menyebut nama Allah [bismillah], dan memotong dan makan". [al-Mushonnaf 5/13 no. 24424.

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/388 berkata: "SANADNYA SHAHIH ".

Dalil ke 3:

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُغِيرَةَ عَنْ أَبِي وَائِلٍ وَإِبْرَاهِيمَ قَالَا: " لَمَّا قَدِمَ الْمُسْلِمُونَ أَصَابُوا مِنْ أَطْعِمَةِ الْمَجُوسِ مِنْ جُبْنِهِمْ وَخُبْزِهِمْ ، فَأَكَلُوا ، وَلَمْ يَسْأَلُوا عَنْ ذَلِكَ ، وَوُصِفَ الْجُبْنُ لِعُمَرَ ، فَقَالَ: "اذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ "

Jarir memberitahu kami dari Mughirah dari Abi Wa'il dan Ibrahim yang mereka berdua berkata:

Ketika kaum Muslim pulang, mereka membawa sebagian dari makanan orang Majus, dari keju dan roti mereka, dan mereka memakannya tanpa bertany tentang itu. Lalu dijelaskan tentang Keju.

Maka Umar berkata: " Kalian sebutlah nama Allah dan makanlah ". [Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 5/130]

Para perawinya dapat dipercaya dari para perawi Shahih Bukhori dan Muslim, kecuali bahwa Mughirah, yang merupakan Ibnu Miqsam al-Dhabbi, dia adalah seorang mudallis, dan dia meriwayatkan dari Abu Wail dan Ibrahim. [Lihat: “Tahdziib at-Tahdziib” (10/241), “Ats-Tsiqot” oleh Ibnu Hibban (7/464)].

Tampaknya riwayatnya di sini memungkinkan shahih ; karena 'An'Anahnya Mughirah dari Abu Wael dan Ibrahim: diriwayatkan pula dalam Dua kotab Shahih Bukhori dan Muslim, dalam hadits Marfu’. Sementara di sini adalah hadits mauquf, maka permasahalannya tidak diragukan lagi lebih mudah dan lebih ringan.

Dalil ke 4:

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ جَحْشٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ: " أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الْجُبْنِ، فَقَالَ: "لَا بَأْسَ بِهِ، ضَعِ السِّكِّينَ وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَكُلْ"

Waki' mengatakan kepada kami, dari Sufyan, dari Jahsh, dari Muawiyah bin Qurra, dari Al-Hassan bin Ali bahwa dia ditanya tentang keju, dan dia berkata: Tidak ada salahnya di dalamnya.Letakkan pisaunya dan sebutkan nama Allah [bismillah] dan makanlah. [Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 8/100]

Dalam sanadnya tedapat Jahsy bin Ziyad, ada jemaah yang meriwayatkan darinya, dan Ibnu Abi Hatim diam tentang dia, dan dia tidak menyebutkan jarh di dalamnya. [Al Jarh wa Ta'deel (2/ 550)].

Dan dia disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam At-Tsiqot [kumpulan para perawi yang di percaya] (6/157). Dan sisa para perawinya semuanya dapat dipercaya.

Demikian pula, Al-Bukhari menyebutkannya dalam “Al-Tarikh” (2/253) dan berkata:

“روى عنه الثوري وأبو بكر ومحمد بن فضيل بن غزوان " انتهى

"Al-Tsawri, Abu Bakr dan Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan meriwayatkan darinya".

Kesimpulannya: Dia adalah Majhul al-haal [tidak diketahui statusnya], dan sebagian orang yang berilmu menghasankan hadits dari perawi tersebut, terutama berkenaan dengan hadits-hadits mauquuf seperti ini.

Dalil ke 5:

Dari Salman Al Farisi dia berkata:

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ قَالَ الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ

 "Rasulullah SAW ditanya tentang minyak samin dan keju serta bulu binatang, beliau menjawab:

"Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang diharamkan Allah di dalam kitab-Nya, dan apa yang Dia diamkan adalah sesuatu yang Dia maafkan.". [HR. Tirmidzi no. 1726, Ibnu Majah no. 3367 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak 4/115.

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/388 berkata:

“إسناده ضعيف مرفوعاً، والمعروف أنه موقوف على سلمان".

"Sanadnya lemah secara marfu, dan sudah maklum adalah Mauquf pada Salman"

At-Tirmidzi menyebutkannya dalam as-Sunan (1/192) dan berkata:

وَكَأَنَّ الْحَدِيثَ الْمَوْقُوفَ أَصَحَّ. وَسَأَلْتُ الْبُخَارِيَّ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ فَقَالَ: مَا أَرَاهُ مَحْفُوظًا، رَوَى سُفْيَانُ عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ مَوْقُوفًا.

“Seolah-olah hadits mawquf ini yang lebih shahih. Saya bertanya kepada Al-Bukhari tentang hadits ini, dan dia berkata: Saya tidak melihatnya terpelihara. Sufyan meriwayatkan dari Suleiman Al-Taymi, dari Abi Utsman, dari Salman, secara Mawquf".

Dan Abu Hatim Al-Razi lebih suka mentarjih bahwa hadits itu mursal, seperti yang disebutkan dalam kitab العِلَل karya Ibnu Abi Hatim (2/10)

Dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الرَّازِيِّ، عَنِ الرَّبِيعِ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، عَنْ سُوَيْدٍ - غُلَامِ سَلْمَانَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ خَيْرًا - قَالَ: ‌لَمَّا ‌افْتَتَحْنَا ‌الْمَدَائِنَ ‌خَرَجَ ‌النَّاسُ ‌فِي ‌طَلَبِ ‌الْعَدُوِّ قَالَ: قَالَ سَلْمَانُ وَقَدْ أَصَبْنَا سَلَّةً، فَقَالَ: افْتَحُوهَا، فَإِنْ كَانَ طَعَامًا أَكَلْنَاهُ، وَإِنْ كَانَ مَالًا دَفَعْنَاهُ إِلَى هَؤُلَاءِ قَالَ: فَفَتَحْنَا فَإِذَا أَرْغِفَةٌ حَوَارِيُّ، وَإِذَا جُبْنَةٌ وَسِكِّينٌ قَالَ: «وَكَانَ أَوَّلُ مَا رَأَتِ الْعَرَبُ الْحَوَارِيَّ، فَجَعَلَ سَلْمَانُ يَصِفُ لَهُمْ كَيْفَ يُعْمَلُ»، ثُمَّ أَخَذَ السِّكِّينَ وَجَعَلَ يَقْطَعُ، وَقَالَ: «بِسْمِ اللَّهِ، كُلُوا»

Waki' memberi tahu kami, dari Abi Jaafar Al-Razi, dari Al-Rabee', dari Abi Al-Aaliyah, dari Suwayd - Ghulam Salman - dan dia memujinya dengan baik. Dia berkata:

Ketika kami menaklukkan al-Madaa'in, orang-orang pergi mengejar musuh.

Salman berkata: Kami mendapat keranjang, lalu dia berkata: Kalian Buka-lah, jika itu makanan kami makan, dan jika itu harta kami berikan kepada mereka.

Dia berkata: Lalu kami membukanya, ternyata ada roti-roti hawaari, dan ternyata ada keju dan pisau.

Dia berkata: Dan itu adalah pertama kali orang-orang Arab melihat roti hawaari, lalu dia membuat Salman menjelaskan kepada mereka bagaimana dia bekerja, maka Salaman mempraktekkan bagaimana cara mengkonsumsinya, lalu mengambil pisau dan mulai memotong, dan berkata: Dengan nama Allah [bismillah], makanlah. [Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 5/130 no. 24415].

Di dalam sanadnya terdapat Abu Ja'far ar-Razi, dia diperselisihkan.[Baca Tahdzib al-Kamal 33/192, at-Taqriib no. 8019

Dan Al-Bayhaqi meriwayatkan dalam Al-Sunan (9/ 320) dengan sanadnya dari Salman yang semisalnya. Di dalam Sanadnya terdapat: Abdullah bin Ahmed bin Abdul Rahman bin Abdullah bin Saad Al-Dasytaki. [al-Jarh wa at-Ta'diil 9/238 dan al-Kaamil 7/172]

Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam al-Fataawaa:

“وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ أَنَّ سَلْمَانَ الْفَارِسِيَّ كَانَ هُوَ نَائِبَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَلَى الْمَدَائِنِ وَكَانَ يَدْعُو الْفُرْسَ إلَى الْإِسْلَامِ ‌وَقَدْ ‌ثَبَتَ ‌عَنْهُ: ‌أَنَّهُ ‌سُئِلَ ‌عَنْ ‌شَيْءٍ ‌مِنْ ‌السَّمْنِ ‌وَالْجُبْنِ ‌وَالْفِرَاءِ؟ فَقَالَ: الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عفى عَنْهُ ".

Ini menunjukkan bahwa Salman Al-Farsi adalah wakil Umar bin Al-Khattab di Al-Madain, dan dia menyeru orang Persia untuk masuk Islam.

Dan telah terbukti bahwa dia ditanyai tentang minyak Samin, keju, dan kain bulu? Dia berkata: Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di haramkan Allah dalam Kitab-Nya, dan apa yang Dia diamkan maka ia dimaafkan ". [Majmu' Fataawaa Ibnu Taimiyah 21/103]

Dalil ke 6:

Hadits Ibnu Umar - semoga Allah meridhoi mereka berdua:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَتَى ‌بِجُبْنَةٍ ‌فِي ‌تَبُوكَ، ‌فَدَعَا ‌بِسِكِّينٍ ‌فَسَمَّى ‌وَقَطَعَ أَيْ بِقِطْعَةٍ مِنَ الْجُبْنِ

Nabi SAW ketika di Tabuk dibawakan kepadanya keju, maka beliau minta diambilkan pisau, lalu beliau membaca basmalah dan memotongnya. [yakni mengambil sepotong dari keju tersebut].

[HR. Abu Dawud dalam Sunan no. (3819), Ibnu Hibbaan no. 5241 dan Al-Bayhaqi dalam Al-Kubra 6/10].

Di Shahihkan oleh Ibnu Hibbaan, namun Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’ 9/76: “Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang lemah.”

Ibrahim bin Uyaynah adalah satu-satunya yang memarfu'kan hadits kepada Nabi SAW, sementara seseorang yang lebih dipercaya darinya tidak sependapat dengannya, maka ia meriwayatkannya dengan sanad mursal.

Dan Ibrahim bin Uyayanh sendiri adalah perawi yang diperbincangkan:

Yahya bin Ma'in berkata tentang dia: كان مسلماً، صدوقاً"" [Dia adalah seorang Muslim, yang jujur]".

Namun Abu Hatem berkata: " Seorang syeikh yang membawa berita-berita yang munkar [شيخ يأتي بالمناكير]".

.An-Nasaa'i berkata: Dia tidak kuat.

Al-Hafiz mengatakan dalam At-Taqriib (227): Dia jujur tapi ber illusi [صدوق يهم].

Hadits tersebut Diriwayatkan secara Marfu' dan muttashil sanadnya oleh Ibrahim bin Uyaynah sebagaimana dalam Sunan Abi Dawad (3819), Ibnu Hibban (5241), al-Tabarani dalam al-Mu'jam al-Saghir (1026), dan al-Baihaqi dalam al-Sunan (10/6) dari Amr Ibn Mansour, dari asy-Sya'bi, dari Ibnu Umar, dengan Sanad yang Marfu' dan muttashil kepada Nabi SAW.

Dan ini berbeda dengan Iisa bin Yunus yang meriwayakan nya dengan sanad mursal sebagaimana yang terdapat dalam Mushonnaf Ibnu Abi Shaybah (8/100).

Abu Bakar berkata: Iisa bin Yunus memberi tahu kami, dari Amr bin Mansour, dari Asy-Sya'bi, dia berkata:

“أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌أَتَى ‌بِجُبْنَةٍ ‌فِي ‌تَبُوكَ....... ".

"Pada saat perang Tabuk didatangkan kepada Nabi SAW Keju … dan seterusnya".

Adh-Dhiyaa' al-A'dzomi berkata: " وهذا مرسل أيضًا وهو الصَّحيح" (dan ini adalah mursal dan ini adalah SHAHIH). [Baca: الجامع الكامل في الحديث الصحيح 7/33].

Dan terdapat pula mutabaah ' penguat, Yaitu: Qais bin Al-Rabii' mengikutinya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abd al-Razzaq, dia berkata:

عَنْ قَيْسِ بْنِ الرَّبِيعِ، أَنَّ عَمْرَو بْنَ مَنْصُورٍ الْهَمْدَانِيَّ، أَخْبَرَهُ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، وَالضَّحَّاكِ بْنِ مُزَاحِمٍ قَالَ: أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجُبُنَّةٍ فِي غَزْوَةِ تَبْوكَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ‌إِنَّ ‌هَذَا ‌طَعَامٌ ‌يَصْنَعُهُ ‌أَهْل ‌فَارِسٍ ‌أَخْشَى ‌أَنْ ‌يَكُونَ ‌فِيهِ ‌مَيْتَةً قَالَ: «سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ، وَكُلُوا»

dari Qais bin al-Rabee’ bahwa Amr bin Mansur al-Hamdaani memberitahunya dari asy-Sya’bi dan al-Dhohhaak bin Muzaahim yang berkata:

Keju dibawakan kepada Rasulullah SAW pada saat Tabuk, dan dikatakan: Wahai Rasulullah, ini adalah makanan yang dibuat oleh orang-orang Persia, dan saya khawatir mungkin ada bangkai hewan di dalamnya.

Dia berkata: "Sebut nama Allah padanya [bismillah], dan makanlah." [Mushonnaf Abd Al-Razzaq (8795)]

Adapun Iisa bin Yunus maka selompok jemaah meriwayatkan baginya. Dia lebih diutamakan dari pada Ibrahim bin Uyaynah dalam hal apapun, dan bukan bandingannya.

Riwayat Isa bin Yunus terdapat mutabaah yaitu diikuti oleh Qais bin Al-Rabii'. Dan Qais diperdebatkan tentang dirinya, namun Syu'bah mempercayainya, dan dia dengan sengit berselisih demi membela dan mempertahankan Qois. Dan Sufyan Al-Thawri mempercayainya. Dan Ibnu Uyaynah berkata tentang dia: " Saya belum pernah melihat seorang pria di Kufah dengan hadits yang lebih baik dari dia".

Dan yang menganggapnya dha'if adalah Yahya bin Ma'iin, Yahya bin Sa'iid Al-Qaththan, dan Ali bin Al-Madini. [Baca: as-Siyar karya adz-Dzahabi 8/43, al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 6/46-47, Tahdziib al-Kamaal 22/248 dan at-Taqriib karya Ibnu Hajar no. 5537

Dalil ke 7:

Dari Ibnu Abbaas radhiyallahu 'anhuma:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا كَانَ فَتْحُ مَكَّةَ رَأَى جُبْنَةً فَقَالَ: «مَا هَذَا؟» قَالُوا: هَذَا طَعَامٌ يُصْنَعُ بِأَرْضِ الْعَجَمِ قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌ضَعُوا ‌فِيهِ ‌السِّكِّينَ، ‌وَاذْكُرُوا ‌اسْمَ ‌اللَّهِ ‌وَكُلُوا»

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika dia menaklukkan Mekkah, beliau melihat keju dan bertanya: Apa ini?

Mereka menjawab: Ini adalah makanan yang dibuat di tanah orang 'ajam [non-Arab].

Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: "Letakkanlah pisau ke dalamnya, lalu sebut nama Allah padanya, dan makanlah."

[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6 dan Abu Dawud ath-Thayaalisi 4/405 no. 2807. Al-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’ 9/77: “Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang lemah”.]

Dalil ke 8:

Dari Katsir bin Syihaab rahimaullah, berkata:

سَأَلْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ الْجُبْنِ، فَقَالَ: " ‌إِنَّ ‌الْجُبْنَ ‌مِنَ ‌اللَّبَنِ ‌وَاللِّبَأ، ‌فَكُلُوا، ‌وَاذْكُرُوا ‌اسْمَ ‌اللهِ ‌عَلَيْهِ، وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ أَعْدَاءُ اللهِ "

Aku bertanya kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu tentang keju, maka berkata:

“Keju itu dari susu dan Liba' [susu yang pertama kali diperah], maka makanlah, dan sebutlah nama Allah padanya, dan jangan tertipu oleh musuh-musuh Allah.”

[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6, Al-Baghawi dalam Al-Ja’diyaat (443) dan Abd al-Razzaq (8783, 8787)].

Makna Al-Liba' [اللِّبَأ]:

“لَبَنُ البَهِيْمَةِ عِنْدَ أَوَّلِ مَا تُنْتج ، يُتْرَك عَلى النَّارِ فيَنْعَقِد ".

“Susu hewan saat pertama kali diperah, lalu dibiarkan di atas api hingga menggumpal.” [Baca: النَّظْم 2/203]

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Al-Tsiqaat (5/330) melalui Syuraik, dari Abi Ishaq, dari Qardzah bin Artho'ah.

Adapun Qardzah bin Artho'ah, maka Ibnu Abi Hatim dan Al-Bukhari menyebutkan dia dan diam tentang dia. Jadi mereka tidak menyebutkan apapun tentang dia. [Lihat: Al-Tarikh Al-Kabir (7/193), Al-Jarh wa Al-Ta'diil (7/144)].

Dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Al-Tsiqot (7/348).

Ibnu Al-Madiini mengatakan: Majhul, seperti dalam Mizan Al-I'tidal (3/387).

Syeikh Abu Umar ad-Dibyaan berkata dalam (موسوعة أحكام الطهارة) 13/388:

قلت: قد توبع قرظة، قال ابن حجر في الإصابة (5/ 571) أخرج ابن عساكر من طريق جرير، عن حمزة الزيات، قال: كتب عمر بن الخطاب إلى كثير بن شهاب، مر من قبلك فليأكلوا الخبز الفطير بالجبن، فإنه أبقى في البطن. اهـ وهذا إسناد حسن

Saya berkata: telah ada mutaba'ah bagi Qardzah ini. Ibnu Hajar mengatakan dalam Al-Ishobah (5/571): Ibnu Asaakiir meriwayatkannya melalui Jarir, dari Hamzah Al-Zayyaat, dia berkata:

"Umar bin Al-Khattab menulis kepada Katsiir bin Syihab: perintahkanlah oleh mu, agar mereka mereka makan fathiir [roti tidak beragi] dengan keju, karena ia lebih bertahan di perut".

Dan ini adalah Sanad yang Hasan ".

Dalil ke 9:

Dari Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu berkata:

‌إذَا ‌أَرَدْتَ ‌أَنْ ‌تَأْكُلَ ‌الْجُبْنَ ‌فَضَعْ ‌الشَّفْرَةَ ‌فِيهِ وَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ وَكُلْ

Jika Anda ingin makan keju, taruh pisau di dalamnya dan sebutkan nama Allah Azza wa Jalla, lalu makanlah ! ". [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6].

Dan Al-Bayhaqi meriwayatkan hal yang serupa dari Aisyah dan Ummu Salamah. Al-Bayhaqi berkata: Diriwayatkan dari Salman Al-Farisi [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6].

Dalil ke 10:

Apa yang diriwayatkan al-Bayhaqi melalui Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Tamalluk, dari Ummu Salamah, istri Nabi SAW tentang keju:

كُلُوْا وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ

Kalian makanlah dan menyebut nama Allah padanya. [Sunan Al-Bayhaqi (6/10)]

Sanadnya Dhaif. Karena Dalam sanadnya, ada perawi yang bernama Tamalluk, dia hanya ditautsiq atau dipercaya oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqat (4/88), dan hanya Abu Ishaq meriwayatkan darinya. Wallaahu a'lam.

Dalil ke 11:

Apa yang diriwayatkan Al-Bayhaqi melalui Makhromah bin Bukair, dari ayahnya, dari Abu Bakr bin Al-Munkadir, dia berkata:

سَأَلَتِ امْرَأَةٌ مِنَّا عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْجُبْنِ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: " إِنْ لَمْ تَأْكُلِيهِ ، فَأَعْطِنِيهِ آكُلُ "

Seorang wanita di antara kami bertanya kepada Aisyah tentang makan keju, dan Aisyah berkata: " Jika kamu tidak mau makan itu, berikanlah padaku ! biar aku yang memakannya ". [Sunan Al-Bayhaqi (6/10)]

Di dalam sanadnya terdapat Makhromah bin Bukair:

Yahya bin Maeen berkata:

مخرمة بن بكير ضعيف، وحديثه عن أبيه كتاب، ولم يسمعه من أبيه.

Makhramah bin Bukayr lemah, dan haditsnya dari ayahnya adalah sebuah kitab, dan dia tidak mendengarnya dari ayahnya. [Al Jarh wa Ta'deel (8/ 363)].

Ahmad berkata:

هو ثقة، لم يسمع من أبيه شيئاً، إنما يروي من كتاب أبيه

Dia dapat dipercaya, dia tidak mendengar apa pun dari ayahnya, tetapi dia meriwayatkan dari buku ayahnya. [Al Jarh wa Ta'deel (8/ 363)]

Ibnu Hibban berkata:

من متقني أهل المدينة، في سماعه عن أبيه بعض النظر

Dia adalah salah satu yang mutqin [kuat hafalannya] dari penduduk Madinah, namun dalam pendengarannya dari ayahnya perlu dipertimbangkan. [مشاهير علماء الأمصار (1102)'.

Dan Ibnu Hibaan berkata dalam Ats-Tsiqat (7/ 510):

يحتج بروايته من غير روايته عن أبيه؛ لأنه لم يسمع من أبيه ما يروى عنه

"Riwayat dia dijadikan sebagai hujjah selain riwayatnya dari ayahnya. Karena dia tidak mendengar dari ayahnya apa yang diriwayatkan dari dia".

Ibnu 'Adiy berkata: " Ibnu Wahb, Ma'an bin Isa, dan lainnya memiliki hadits-hadits dari Makhramah, hadits-haditsnya bagus dan Lurus. Dan saya berharap tidak ada yang salah dengannya". [Baca: Al-Kamil (6/ 428)].

Imam an-Nasaa'i berkata: " ليس به بأس / tidak ada masalah dengan nya ".

Al-Alaa'i berkata:

أخرج له مسلم عن أبيه عدة أحاديث، وكأنه رأى الوجادة سبباً للاتصال، وقد انتقد ذلك عليه

Imam Muslim meriwayatkan beberapa haditsnya dari ayahnya, seolah-olah dia berpandangan bahwa al-wijadah [mengambil hadits dari kitab] sebagai sebab al-Ittishaal [bersambung], dan oleh karena itu dia mendapat kritikan. [جامع التحصيل (hal. 275)].

Al-Hafiz mengatakan dalam Al-Taqriib hal. 523 no. 6526:

صدوق، وروايته عن أبيه وجادة من كتابه، قاله أحمد وابن معين وغيرهما. وقال ابن المديني: سمع من أبيه قليلاً.

"Dia jujur, dan riwayatnya dari ayahnya berdasarkan al-Wijaadah [menemukan] dari kitabnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmed, Ibnu Ma'iin dan lain-lain.

Ibnu al-Madini berkata: Dia mendengar sedikit dari ayahnya".

Dalam sanadnya terdapat wanita yang tidak dikenal [مُبْهَمَة], yaitu wanita yang bertanya kepada Aisyah.

Akan tetapi tidak menafikan akan adanya kejadian tersebut, karena yang menyaksikan kejadiannya adalah orang yang dipercaya yaitu Abu Bakr bin Al-Munkadir.

Lagi pula terlalu banyak orang yang bertanya padanya, maka sangatlah sulit untuk mengahafalkan satu persatu nama-nama orang yang bertanya hukum padanya. Apalagi si penanya nya adalah seorang wanita, segan untuk menanyakan namanya. Begitu pula mustahil mencatat nama-nama setiap penanya.

Dalil ke 12:

Dari Aban bin Abi Abbas, dari Anas bin Malik, dia berkata:

 (كُنَّا نَأْكُلُ الْجُبْنَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَعْدَ ذَلِكَ لَا نَسْأَلُ عَنْهُ)

(Dulu kami makan keju pada masa Rasulullah SAW dan setelah itu kami tidak menanyakannya)

Al-Baihaqi berkata:

حَدِيثٌ ضَعِيفٌ أَبَانُ بن أبى عباس ضَعِيفٌ مَتْرُوكٌ

“Hadits yang lemah, Aban bin Abi Abbas lemah dan ditinggalkan "[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6]

-------

DALIL PENDAPAT KEDUA:

Mereka adalah jumhur ulama yang mengharamkan keju yang mengandung Rennet dari bangkai hewan atau dari hewan sembelihan non muslim selain Yahudi dan Kristen. Namun halal dan suci jika rennetnya dari hewan yang disembelih oleh seorang Yahudi atau Kristen.

Dalil ke 1:

Ayat al-Quran yang menjelaskan halalnya makanan Ahli Kitab [Yahudi dan Kristen, termasuk sembelihannya. Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. [QS. Al-Maidah: 5].

Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat ini, dia berkata:

“Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Ata, Al-Hasan, Mak-hul, Ibrahim An-Nakha'i, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, yang dimaksud dengan makanan di sini adalah sembelihan mereka (orang-orang Ahli Kitab)".

Dan Ibnu Katsir juga menyebutkan kisah Nabi SAW memakan daging kambing dari wanita Yahudi. Ibnu Katsir berkata:

“Disebutkan di dalam kitab sahih, bahwa penduduk Khaibar mengirim­kan seekor kambing panggang kepada Rasulullah Saw., sedangkan mereka telah membubuhi racun pada kakinya. Nabi Saw. menyukai kaki kambing, maka Nabi Saw. memakan sebagian darinya sekali suap. Tetapi kaki kambing itu memberitahukan kepada Nabi Saw. bahwa ia telah diracuni. Maka Nabi Saw. memuntahkannya kembali. Tetapi tak urung hal tersebut mempunyai pengaruh pada gigi seri dan urat nadi jantung beliau. Pada saat itu yang ikut makan bersama beliau adalah Bisyr ibnul Barra ibnu Ma'rur, tetapi ia tidak tertolong lagi dan meninggal dunia. Maka wanita Yahudi yang membubuhkan racun itu dibunuh. Ia bernama Zainab".

Dalil ke 2:

Diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi melalui Sufyan Ats-Tsawri, Ibrahim Al-Aqili menceritakan kepadaku, pamanku Tsaur bin Qudamah memberitahuku, dia berkata:

‌جَاءَنَا ‌كِتَابُ ‌عُمَرَ ‌بْنِ ‌الْخَطَّابِ ‌رَضِيَ ‌اللهُ ‌عَنْهُ ‌أَنْ: " ‌لَا ‌تَأْكُلُوا ‌مِنَ ‌الْجُبْنِ ‌إِلَّا ‌مَا ‌صَنَعَ ‌أَهْلُ ‌الْكِتَابِ "

Kitab Umar Ibn Al-Khattab - semoga Allah meridhoi dia - datang kepada kami: bahwa kalian tidak boleh makan keju kecuali yang dibuat Ahli Kitab ". [As-Sunan al-Kubro 10/10 no. 19691]

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/397 berkata:

“إسناده فيه لين، وقد ثبت عن عمر خلافه بسند صحيح".

“Di dalam Sanadnya terdapat layyin [kelemahan], dan telah ada ketetapan dari Umar yang menyelisihinya dengan sanad yang shahih ".

Dalam sanadnya terdapat Ibrahim al-'Uqaili.

Syu'bah dan Sufyan meriwayatkan darinya, sementara al-Bukhari dan Ibnu Abi Hatim tetap diam tentang dirinya. Dan tidak ada yang mempercayainya kecuali Ibn Hibban, yang menyebutkannya dalam kitab ats-Tsiqoot.

Dalil ke 3:

Apa yang diriwayatkan Al-Bayhaqi melalui Syu'bah dan Sufyan, dari Mansour, dari Ubaid bin Abi Al-Ja'ad, dari Qais bin Sakan, dia berkata: Abdullah, yang ia adalah Ibnu Masud - semoga Allah meridhoi dia - berkata:

“كُلُوا الْجُبْنَ مَا صَنَعَ الْمُسْلِمُونَ وَأَهْلُ الْكِتَابِ "

“Kalian makanlah keju, yang dibuat oleh kaum Muslimin dan Ahli Kitab". [As-Sunan al-Kubro 10/11 no. 19692]

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/397 berkata: "Sanadnya HASAN insya Allah".

Ubaid bin Abi Al-Ja'ad, dia adalah saudara dari Salim bin Abi Al-Ja'ad.

Al-Bukhari diam tentang dia di Al-Tareekh Al-Kabir (5/445). Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-Tsiqoot, dan berkata:

“يروي عن جماعة من الصحابة، روى عنه أهل الكوفة".

Dia meriwayatkan dari sekelompok sahabat, dan orang-orang Kufah meriwayatkan darinya. [Ats-Tsiqoot (5/ 138).

Ibnu Saad berkata: Sedikit Hadits. Tahdziib Al-Tahdziib (7/ 57). Dan dalam at-Taqrib: "Shoduuq".

Al-Baihaqi berkata:

"وَهَذَا التَّقْيِيدُ لِأَنَّ الْجُبْنَ يُعْمَلُ بِإِنْفَحَةِ السَّخْلَةِ الْمَذْبُوحَةِ فَإِذَا كَانَتْ مِنْ ذَبَائِحِ الْمَجُوسِ لَمْ تَحِلَّ".

Pembatasan ini karena keju dibuat dengan rennet dari anak kambing yang disembelih. Maka jika itu dari hewan sembelihan orang Majus, itu tidak dihalalkan". [Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6]

Dalil ke 4:

Apa yang Al-Bayhaqi diriwayatkan melalui Ali Bin Abbas: Muhammad Bin Bashar menceritakan pada kami, Muhammad Bin Jaafar menceritakan pada kami, Shuba menceritakan pada kami, dari Qatada, dari Ali Al-Baariqi:

أَنَّهُ سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنِ الْجُبْنِ، فَقَالَ: " كُلْ مَا صَنَعَ الْمُسْلِمُونَ وَأَهْلُ الْكِتَابِ "

Bahwa dia bertanya kepada Ibnu Umar tentang keju, maka dia berkata: "Segala sesuatu yang diproduksi oleh kaum Muslimin dan Ahli Kitab ". [as-Sunan al-Kubra 10/11 19693].

Syeikh Abu Umar Dibyan ad-Dibyan dalam " موسوعة أحكام الطهارة" 13/397 berkata: "Sanadnya HASAN insya Allah".

Ali bin Abbas bin Al-Waliid Abu Al-Hassan Al-Bajali, Al-Maqaani'ii, di mana Al-Dzahabi berkata tentang dia: الشيخ المحدث الصدوق (Syeikh, Muhaddits, shoduuq). [Lihat biografinya dalam As-Siyar (430), Al-Ansaab (12/ 384), dan Asy-Syadzaroot (2/ 259).

Adapun Ali Al-Barqi, telah lalu biografinya. Al-Hafiz berkata tentang dia dalam Al-Taqriib: " صدوق يخطئ / Saduuq, biasa membuat kesalahan".

Sementara para perawi lainnya dapat dipercaya

Lalu Imam al-Baihaqi berkata:

وَرُوِّينَا مِثْلَ هَذَا عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، ‌وَهَذَا ‌لِأَنَّ ‌السِّخَالَ ‌تُذْبَحُ، ‌فَتُؤْخَذُ ‌مِنْهَا ‌الْإِنْفَحَةُ ‌الَّتِي ‌بِهَا ‌يَصْلُحُ ‌الْجُبْنُ، فَإِذَا كَانَتْ مِنْ ذَبَائِحِ الْمَجُوسِ، وَأَهْلِ الْأَوْثَانِ لَمْ يَحِلَّ، وَهَكَذَا إِذَا مَاتَتِ السَّخْلَةُ فَأُخِذَتْ مِنْهَا الْإِنْفَحَةُ لَمْ تَحِلَّ".

Dan yang semisal ini diriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Abbas dan Anas bin Malik.

Hal ini karena anak-anak kambing disembelih untuk diambil darinya rennet yang sesuai dengan pembuatan keju. Jika rennet itu dari sembelihan orang Majusi dan para penyembah berhala, maka tidak diperbolehkan.

Demikian pula, jika anak kambing itu mati lalu diambil darinya rennetnya, maka itu tidak halal. [Lihat: as-Sunan al-Kubra 10/11 no. 19693 Dar al-Kutub al-Ilmiyyah].

Dalil ke 5:

Dari Aban bin Abi Abbas, dari Anas bin Malik, dia berkata:

كَانَ أَنَسٌ لَا يَأْكُلُ إِلَّا مَا صَنَعُ الْمُسْلِمُونَ، وَأَهْلُ الْكِتَابِ

Anas biasa tidak makan kecuali apa yang diproduksi oleh umat Islam, dan Ahli Kitab".

[As-Sunan al-Kubra 10/11 no. 19695 Cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah

Sanad Hadits ini lemah sekali. Al-Baihaqi berkata:

حَدِيثٌ ضَعِيفٌ أَبَانُ بن أبى عباس ضَعِيفٌ مَتْرُوكٌ

“Hadits yang lemah, Aban bin Abi Abbas lemah dan ditinggalkan "[HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6]

Dalil ke 6:

Dari Umar radhiyallahu 'anhu, berkata:

 (كُلُوا الْجُبْنَ مَا صَنَعَهُ أَهْلُ الكتاب). وفى رواية: (لا تَأْكُلُوا مِنْ الْجُبْنِ إلَّا مَا صَنَعَهُ أَهْلُ الْكِتَابِ)

(Makan keju yang dibuat oleh Ahli Kitab)

Dan dalam sebuah riwayat: (Jangan makan keju kecuali yang dibuat oleh Ahli Kitab). [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6].

Dalil ke 7:

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma

أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ فَقَالَ (سَمِّ وَكُلْ). فَقِيلَ لَهُ: إنَّ فِيهِ مَيْتَةً ، فَقَالَ: (إنْ عَلِمْتَ أَنَّ فِيهِ مَيْتَةً فَلَا تَأْكُلْهُ)

Dia ditanya tentang minyak samin dan keju, maka dia menjawab: (sebut nama Allah dan makan !). Lalu diberitahukan kepadanya: "Itu berisi bangkai hewan", maka dia berkata: (Jika kamu mengetahui bahwa itu berisi bangkai hewan, janganlah kau memakannya). [HR. Al-Bayhaqi di Al-Kubra 10/6]

Al-Baihaqi berkata:

"وَقَدْ كَانَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ لا يَسْأَلُ عَنْهُ تَغْلِيبًا لِلطَّهَارَةِ.

وَرَوَيْنَا ذَلِكَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ عُمَرَ وَغَيْرِهِمَا وَكَانَ بَعْضُهُمْ يسأل عَنْهُ احْتِيَاطًا.

وَرَوَيْنَاهُ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: لَأَنْ أَخُرَّ مِنْ هَذَا الْقَصْرِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ آكُلَ جُبْنًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ

Sebagian ulama tidak menanyakannya karena pada umumnya adalah suci. Dan Kami meriwayatkan itu dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan lain-lain.

Namun ada sebagian dari mereka yang menanyakan tentang kesuciannya sebagai bentuk kehati-hatian.

Dan kami meriwayatkannya dari Abu Mas'ud al-Anshori, yang berkata:

لَأَنْ أَخُرَّ مِنْ هَذَا الْقَصْرِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ آكُلَ جُبْنًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ

“Karena meninggalkan istana ini lebih berharga bagiku daripada makan keju yang tidak aku tanyakan dulu kesuciannya.”

Dalil ke 8:

Dari al-Hasan al-Bashry, berkata:

"كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ الْجُبْنِ وَلَا يَسْأَلُونَ عَنْ السَّمْنِ".

“Para Sahabat Nabi SAW biasa bertanya tentang [kesucian] keju tetapi tidak menanyakan tentang minyak samin.”

Al-Nawawi berkata:

“أَجْمَعَتْ ‌الْأُمَّةُ ‌عَلَى ‌جَوَازِ ‌أَكْلِ ‌الْجُبْنِ ‌مَا ‌لَمْ ‌يُخَالِطْهُ ‌نَجَاسَةٌ ‌بِأَنْ ‌يُوضَعَ ‌فِيهِ ‌إنْفَحَةٌ ‌ذَبَحَهَا مَنْ لَا يَحِلُّ ذَكَاتُهُ فَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ دَلَالَةِ الْإِجْمَاعِ هُوَ الْمُعْتَمَدُ فِيْ إبَاحَتِهِ ".

“Umat telah berijma' bahwa boleh makan keju selama tidak bercampur najis dengan memasukkan ke dalamnya rennet dari hewan yang disembelih oleh seseorang yang penyembelihannya tidak halal.

Inilah yang kami sebutkan dari indikasi Ijma; dan itu adalah yang Mu'tamad dalam kemubahannya". [al-Majmu' 9/68].

======

JENIS KETIGA: KEJU YANG TERBUAT DENGAN RENNET DARI OBJEK NAJIS SEPERTI BABI.

Adapun Keju yang dibuat dengan rennet babi maka itu diharamkan karena babi itu sendiri diharamkan, najis semua bagiannya, termasuk rennet.

Berdasarkan hal tersebut, maka keju yang terbentuk dengan rennet babi adalah najis dan diharamkan, meskipun asal muasal susu itu halal, namun menjadi najis dan haram ketika rennet babi bercampur dengannya dan menyebar di antara bagian-bagiannya.

[Baca: أحكام الأطعمة hal. 331 karya DR. Abdullah ath-Thuraiqi]

FATWA ISLAMIC ORGANIZATION FOR MEDICAL SCIENCES [ORGANISASI ISLAM UNTUK ILMU-ILMU KEDOKTERAN]

المنظمة الإسلامية للعلوم الطبية

Para peserta simposium menyepakati apa yang tertuang dalam fatwa dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Islamic Organization for Medical Sciences dalam simposium:

Tentang:

"ZAT HARAM DAN NAJIS DALAM MAKANAN DAN OBAT-OBATAN"

[نَدْوَةُ الْمَوَادِ الْمُحَرَّمَةِ وَالنَّجِسَةِ فِي الْغِذَاءِ وَالدَّوَاءِ]

Yang diselenggarakan di Kuwait pada: 22-24 Dzulhijjah 1415 H / 22-24 Mei 1995 M, di Islamic Organization for Medical Sciences di KUWAIT, naskah kesepakatan sebagai berikut:

المبادئ العامة:

  1. يجب على كل مسلم الالتزام بأحكام الشريعة الإسلامية، وخاصة في مجال الغذاء والدواء، وذلك محقق لطيب مطعمه ومشربه وعلاجه، وإن من رحمة الله بعباده وتيسير سبيل الإتباع لشرعه مراعاة حال الضرورة والحاجة التي تضمنتها مبادئ شرعية مقررة، منها: أن الضرورات تبيح المحظورات، وأن الحاجة تنزل منزلة الضرورة ما دامت متعينة، وأن الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يقم دليل معتبر على الحرمة. كما أن الأصل في الأشياء كلها الطهارة، ما لم يقم دليل معتبر على النجاسة ، ولا يعتبر تحريم أكل الشيء أو شربه حكما بنجاسته شرعاً.
  2. مادة الكحول غير نجسة شرعا، بناء على ما سبق تقريره من أن الأصل في الأشياء الطهارة، سواء أكان الكحول صرفاً أم مخففاً بالماء. وعليه، فلا حرج شرعا من استخدام الكحول طبيا كمطهر للجلد -الجروح- والأدوات، وقاتل للجراثيم، أو استعمال الروائح العطرية (ماء الكولونيا) التي يستخدم الكحول فيها باعتباره مذيبا للمواد العطرية الطيارة، أو استخدام الكريمات التي يدخل الكحول فيها. ولا ينطبق ذلك على الخمر لحرمة الانتفاع به.
  3. بما أن الكحول مادة مسكرة ويحرم تناولها، وريثما يتحقق ما يتطلع إليه المسلمون من تصنيع أدوية لا يدخل الكحول في تركيبها ولا سيما أدوية الأطفال والحوامل، فلا مانع شرعا من تناول الأدوية التي تصنع حاليا ويدخل في تركيبها نسبة ضئيلة من الكحول، لغرض الحفظ، أو إذابة بعض المواد الدوائية التي لا تذوب في الماء مع عدم استعمال الكحول فيها مهدئا، وهذا حيث لا يتوافر بديل عن تلك الأدوية، وتوصي الندوة الجهات الصحية المختصة بتحديد هذه النسب حسب الأصول العلمية ودساتير الأدوية.
  4. لا يجوز تناول المواد الغذائية التي تحتوي على نسبة من الخمور مهما كانت ضآلتها، ولا سيما الشائعة في البلاد الغربية، كبعض الشوكولاتة وبعض أنواع المثلجات (الآيس كريم، الجيلاتي، البوظة)، وبعض المشروبات الغـازية، اعتباراً للأصل الشرعي في أن ما أسكر كثيرة فقليله حرام، ولعدم قيام موجب شرعي استثنائي للترخيص بها.
  5. المواد الغذائية التي يستعمل في تصنيعها نسبة ضئيلة من الكحول لإذابة بعض المواد التي لا تذوب بالماء من ملونات وحافظات وما إلى ذلك، يجوز تناولها لعموم البلوى ولتبخر وتلاشي معظم الكحول المضاف في أثناء تصنيع الغذاء، حسب دساتير وتعاليم هيئات الصحة والأغذية مع الحرص على استعمال البدائل الخالية من الكحول تماماً.
  6. المواد الغذائية التي يدخل شحم الخنزير في تركيبها مثل بعض الأجبان وبعض أنواع الزيت والدهن والسمن والزبد وبعض أنواع البسكويت والشكولاتة والآيس كريم، هي محرمة ولا يحل أكلها مطلقا، اعتباراً لإجماع أهل العلم على نجاسة الخنزير وعدم حل أكله، ولانتفاء الاضطرار إلى تناول هذه المواد.
  7. الجيلاتين: يرى المجمع تكليف أمانة المجمع بمزيد من البحث والدراسة للموضوع.

الهرمونات والإنزيمات:

  • الهرمون: مادة كيميائية تفرز في الدم بواسطة الغدد الصماء ويقوم بتنظيم كثير من العمليات الحيوية من استقلابية وبنائية وتأثيره عام على الجسم.
  • الإنزيم: جزيء بروتيني يفرز من خلايا الجسم وله تأثير موضعي يسرع معدل التفاعل الكيميائي في الكائنات الحية دون أن يستهلك.
  • الهيبارين المستخرج من الخنزير: لا يجوز استخدامه إلا في حالة الضرورة وإذا تم تعديله للحصول على هيبارين ذي وزن جزيئي منخفض، فإن هذه العملية لا تعتبر استحالة كيميائية ينبني عليها حكم مستقل، وأما الهيبارين المحضر عن طريق الهندسة الوراثية من دون استخدام أجزاء الخنزير فلا حرج في استخدامه.
  • الإنسولين المستخلص من الخنزير لا يجوز استخدامه الا لضرورة لوجود، البديل الحلال. أما الإنسولين البشري ونظائره المحضر عن طريق الهندسة الوراثية فإن استخدامه جائز.
  • صمامات القلب: الصمامات البديلة إما أن تكون معدنية أو حيوية (بشرية أو حيوانية) يجوز استخدامها، أما الصمام المأخوذ من الخنزير فلا يجوز استخدامه إلا في حال الضرورة.

وقررمجلسالمجمع الآتي:

الجبن المصنع من الإنفحة:

  1. حرمة إنفحة الخنزير ونجاستها.
  2. إذا كانت الإنفحة من حيوان مأكول اللحم مذكى فتعد طاهرة حلالاً.
  3. إذا كانت الإنفحة من حيوان غير مذكى أو من ميتة، فيرى أغلب المشاركين عدم طهارتها وحلها، ويرى بعض المشاركين طهارتها.
  4. يجوز استخدام الأنفحة المحضرة بواسطة الهندسة الوراثية للجين الذي ينتج الأنفحة.

Artinya:

PRINSIP-PRINSIP DASAR UMUM:

1]- Setiap muslim wajib mentaati ketentuan syariat Islam, khususnya di bidang makanan dan obat-obatan. Hal ini bisa terpenuhi dengan baik dan halalnya makanan, minuman, dan pengobatannya.

Dan sebagian dari rahmat Allah kepada hamba-hambanya dan kemudahan jalan untuk mengikuti hukumnya adalah memperhatikan keadaan-keadaan darurat dan juga hajat kebutuhan yang tercakup dalam asas-asas hukum yang telah ditetapkan.

Diantaranya adalah:

أن الضرورات تبيح المحظورات

Bahwa darurat itu membolehkan mahdzurat [larangan]

وأن الحاجة تنزل منزلة الضرورة ما دامت متعينة

Dan bahwa hajat kebutuhan itu statusnya bisa sama seperti status darurat selama ia telah ditentukan.

وأن الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يقم دليل معتبر على الحرمة،

Dan bahwa hukum dasar dalam segala hal adalah diperbolehkan selama tidak ada dalil larangan yang signifikan.

كما أن الأصل في الأشياء كلها الطهارة، ما لم يقم دليل معتبر على النجاسة

Sebagaimana hukum asal segala sesuatu adalah suci, selama tidak ada dalil kenajisan yang signifikan.

Pengharaman makan sesuatu atau minum sesuatu tidak bisa dianggap sebagai ketetapan hukum jika hanya berdasarkan pada pengklaiman hukum najis secara syar'i tanpa dalil.

2]- Zat Alkohol tidaklah najis menurut hukum Syar'i, berdasarkan apa yang telah lalu ketetapannya bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci, baik alkohol itu murni maupun diencerkan dengan air. Oleh karena itu, tidak ada salahnya berdasarkan hukum syar'i menggunakan alkohol untuk keperluan medis seperti untuk desinfektan pada kulit [luka] dan peralatan, dan untuk pembunuh kuman, atau menggunakannya untuk aroma parfum (air cologne) di mana alkohol digunakan sebagai pelarut untuk zat aromatik yang mudah menguap, atau menggunakan krim yang mengandung alkohol. Dan Ini tidak berlaku pada khamr [Minuman Keras] karena diharamkan menggunakannya.

3]- Karena alkohol adalah zat yang memabukkan dan dilarang untuk dikonsumsi, dan sambil terus menunggu realisasi dari apa yang dicita-citakan umat Islam dalam hal pembuatan obat-obatan yang tidak mengandung alkohol, terutama obat-obatan untuk anak-anak dan wanita hamil, maka tidak ada keberatan hukum [boleh-boleh saja] untuk menggunakan obat-obatan yang saat ini diproduksi dan mengandung persentase kecil alkohol dalam komposisinya, untuk tujuan pengawetan, atau untuk melarutkan beberapa bahan obat yang tidak larut dalam air jika tanpa menggunakan alkohol di dalamnya sebagai penenang.

Dan ini berlaku disaat tidak ada alternatif lain untuk obat-obat seperti ini. Dan para peserta simposium atau seminar ini merekomendasikan lembaga otoritas kesehatan yang kompeten untuk menentukan proporsi ini sesuai dengan prinsip ilmiah dan farmakope.

4]- Tidak boleh memakan bahan makanan yang mengandung kadar alkohol sedikit apapun, apalagi yang yang sudah merajalela di negara Barat, seperti beberapa coklat dan beberapa jenis es krim (es krim, gelato, Booza), dan beberapa minuman ringan. Mengingat hukum asal Syariat Islam bahwa apa saja yang memabukkan, maka yang sedikitnya juga haram. Dan tidak ada dalil Syar'i yang mengecualikannya untuk mengizinkannya.

Booza [البُوْظَة]

5]- Bahan-bahan makanan yang dalam pembuatannya menggunakan sedikit alkohol untuk melarutkan beberapa zat yang tidak larut dalam air, seperti pewarna, pengawet, dan lain lain ; maka itu diperbolehkan untuk dikonsumsi ; dikarenakan itu merupakan kebutuhan publik yang tidak bisa dihindari dan dikarenakan akan menguap, musnah dan lenyap sebagian besar alkohol yang ditambahkan selama pembuatan makanan, sesuai dengan konstitusi dan maklumat lembaga kesehatan dan makanan, sambil terus berusaha keras untuk mendapatkan penggantinya yang benar-benar bebas dari alkohol dengan sempurna.

6]- Bahan-bahan Makanan yang mengandung lemak babi, seperti beberapa jenis keju, beberapa jenis minyak, lemak, margarin, mentega, beberapa jenis biskuit, coklat dan es krim, maka itu diharamkan dan tidak boleh dimakan sama sekali, mengingat ijma' para ulama bahwa babi itu najis dan tidak halal dimakan, dan juga karean tidak ada nya darurat untuk mengkonsumsi bahan-bahan dari babi ini..

7]- Adapun GELATIN: maka al-Majma' [Kongres Para Ulama] masih mempertimbangkan untuk menugaskan Sekretariat al-Majma' untuk melakukan penelitian dan studi lebih lanjut tentang masalah gelatin ini.


Gelatin Babi

[Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. PEN]

HORMON DAN ENZIM:

Hormon: Zat kimia yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin, yang mengatur banyak proses vital, termasuk metabolisme dan konstruksi, serta efek umumnya pada tubuh.
Enzim: molekul protein yang dikeluarkan dari sel-sel tubuh dan memiliki efek lokal yang mempercepat laju reaksi kimia pada organisme hidup tanpa dikonsumsi.
Heparin yang diekstraksi dari BABI: Ini tidak boleh digunakan kecuali jika dalam kondisi gawat darurat. Dan jika telah dimodifikasi untuk mendapatkan heparin dengan berat molekul rendah, maka proses ini tidak dianggap sebagai transformasi kimia yang menjadi dasar hukum tersendiri [independen].

Adapun heparin yang dibuat melalui rekayasa genetika tanpa menggunakan bagian tubuh babi, maka tidak mengapa menggunakannya.

[[Heparin dari Babi:Penggunaan ekstrak babi pada obat heparin sendiri sudah diproduksi sejak awal 1990. Hal ini berawal dari banyaknya penyakit sapi gila di Inggris pada 1980-an yang menimbulkan kekhawatiran dari pembuatan heparin menggunakan sapi.

Semua produsen heparin pun menarik dengan sukarela produknya dari pasar AS. Sejak saat itu, babi sepenuhnya digunakan untuk produksi heparin di AS dan Eropa. 

Di Indonesia sendiri, untuk heparin berat molekul tinggi menggunakan heparin sapi sedangkan heparin berat molekul rendah berasal dari babi, karena sampai saat ini belum ada alternatif dari bahan baku halal lain seperti sapi. PEN]]

Insulin yang diekstrak dari babi tidak boleh digunakan kecuali untuk kondisi darurat karena telah ada alternatif yang halal.

Adapun insulin manusia dan analognya yang dibuat melalui rekayasa genetika, maka penggunaannya halal dan diperbolehkan.

Katup jantung: Katup alternatif yang terbuat dari logam atau makhluk hidup (manusia atau hewan) boleh digunakan, sedangkan untuk katup yang diambil dari babi, maka tidak boleh digunakan kecuali jika dalam kondisi darurat [tidak ada yang halal].


Dewan Majelis juga memutuskan sebagai berikut:

KEJU YANG TERBUAT DARI RENNET:

  1. Haramnya dan Najisnya rennet babi.
  1. Jika rennet berasal dari hewan yang dagingnya halal dimakan dan disembelihnya sesuai hukum syar'i, maka dianggap suci dan halal.
  1. Jika rennet berasal dari hewan yang tidak disembelih [secara syar'i] atau dari bangkai hewan, maka sebagian besar peserta kongres menganggap rennet itu tidak suci dan tidak halal, dan sebagian peserta menganggap rennet tersebut suci.
  1. Diperbolehkan menggunakan rennet yang dibuat dengan rekayasa genetika dari gen penghasil rennet.

FATWA Majalah Akademi Fiqh Islam Internasional
مجلة مجمع الفقه الإسلامي الدولي
Journal of International Islamic Fiqh Academy

Majalah berkala yang diterbitkan oleh Akademi Fiqh Islam Liga Dunia Muslim

مجلة دورية يصدرها المجمع الفقهي الإسلامي برابطة العالم الإسلامي

International Islamic Fiqh Academy [مجمع الفقه الإسلامي الدولي] didirikan pada Rabi` al-Awwal 1401 H (Januari 1981 M), dan merupakan badan ilmiah global yang berasal dari Organisasi Kerjasama Islam. warisan Islam dan terbuka bagi perkembangan pemikiran Islam.

====

KUTIPAN DARI " مجلة مجمع الفقه الإسلامي " EDISI 8/1404 – 1406:

-----

PENGGUNAAN BABI DALAM PENGOBATAN MEDIS MODERN:
استخدام الخنزير في الطب الحديث:

يستخدم الأوربيون وغيرهم الخنزير في أغراض التداوي لرخص الخنزير وتوفر شحمه ولحمه. وتذكر دائرة المعارف البريطانية الميكروبيديا 6/48 الطبعة 15 لعام 1982):

أن زيت اللارد (دهن الخنزير) يستخدم في تغذية المضادات الحيوية Antibiotics التي تستخرج من أنواع من الفطور fungi وفي الكبسولات التي تحتوي على المضادات حيث يستخدم الجيلاتين من جلد وعظام وغضاريف الخنزير.

وكان الأنسولين يستخرج من الخنزير ومن الأبقار ولا يزال. وهناك بعض الأشخاص الذين لا يتحملون الأنسولين البقري ويحدث لهم حساسية.. وفي هذه الحالة كانوا يحولون إلى الأنسولين الخنزيري. أما الآن فقد تم تصنيع أنسولين إنساني كيميائيا، وبواسطة هندسة الجينات، وبالتالي لم تعد هناك حاجة للأنسولين الخنزيري، واختفى نتيجة ذلك من الأسواق. وإن كان الأنسولين الإنساني أغلى ثمناً من مثيله الحيواني.

وكان الأطباء يستبدلون الصمامات التالفة بصمامات معدنية أو صمامات حيوانية..

والحيوانية كانت تعتبر أفضل من المعدنية. ولذا استخدمت صمامات القلب من الأبقار والخنازير، ولكن مع التقدم السريع في جراحة القلب أمكن إصلاح العطب لهذه الصمامات بدون الحاجة إلى الاستبدال إلا فيما ندر. وما ندر يمكن استبداله بالصمامات المصنوعة من المواد الصناعية دون الحاجة للحيوانات

ولا تزال شركات الأدوية تستخدم الخنزير في تصنيع المواد الهاضمة وفي استخراج بعض الهرمونات، وفي تنمية المضادات الحيوية، وفي تصنيع الكبسولات.. وهي أمور يمكن تفاديها إذا قامت صناعة دوائية في البلاد الإسلامية لإمكان استخدام البديل من الأبقار أو غيرها من المباحات.

ويستخدم الأطباء جلد الخنزير في بعض الأحيان لمعالجة الحروق المتسعة، وعندما لا يتم توفر جلد إنساني (من ميت أو حي متبرع).. ولكن التقدم الطبي السريع سيجعل الحاجة لذلك نادرة جداً حيث أمكن تصنيع جلود بحيث تؤخذ كمية قليلة من جلد المصاب ذاته، ثم تنمى وتوسع بحيث تكفي للمريض دون الحاجة لأخذ الجلد من إنسان أو حيوان.

وخلاصة الأمر أن الحاجة الحقيقية لاستخدام الخنزير في التداوي نادرة جداً، ولكن بما أن الدواء يأتينا في كثير من الأحيان مصنعاً، فإنه في أحيان كثيرة يحتوي على مشتقات خنزيرية مثل الكبسولات التي تصنع من جيلاتين مختلط نباتي وحيواني.. والحيواني يحتوي على جيلاتين من الخنزير (من الغضاريف والجلد).. وكما أسلفنا تتم تنمية بعض المضادات الحيوية في مشتقات خنزيرية.. وتستخدم بعض المواد الهاضمة من بنكرياس الخنزير وكذلك بعض الهرمونات الأخرى.

والحل الحقيقي هو إقامة صناعة دوائية في بلاد المسلمين تتجنب استخدام الخنزير ومشتقاته. وهو نفس الحل لقضية الغول في الدواء.. وقضية الأطعمة التي تأتي من الخارج حيث إن بعض الأطعمة تحتوي على دهن خنزير كما تذكر ذلك دائرة المعارف البريطانية حيث جاء فيها أن أنواعاً من البسكويت والشيكولاته والآيس كريم والأجبان تحتوي على دهون الخنزير، وكذلك يتم استخدام دهن الخنزير في بعض أنواع الصابون وفي مستحضرات التجميل وفي معجون الأسنان. ويستخدم اللارد (دهن الخنزير) في الطبخ كما يستخدم زيت اللارد Lard oil، Lard Stearine في تركيب السمن والزيوت الحيوانية Animal Shortening وأما الذين يعيشون في الغرب فيواجهون مشاكل عديدة؛ إذ إن دهن الخنزير يستخدم في العديد من الأطعمة والأشربة..

وقد ذكر الدكتور أحمد حسين صقر في مقاله (الدهون في الأطعمة) (2) أسماء لبعض الشركات التي تستخدم الخنزير، فمثلاً شركة أطعمة المطبخ العامة General Foods Kitchen تحتوي منتوجاتها الجيلاتينية على الجيلاتين المستخرج من جلود وغضاريف الخنزير والبقر والغنم،

ومعظم الشركات التي تنتج الهامبرجر والفرانكفورتر يحتوي لحمها على نسبة من لحم الخنزير إلا إذا ذكر أنه مصنوع من لحم البقر فقط مثل Au beef hambergur أو Au beef Frank furter وهكذا الشركات التي تنتج أغذية بها زيوت حيوانية أو حتى نباتية ولكنها مخلوطة بشيء من الزيت الحيواني فإنها تحتوي على مشتقات دهون الخنزير ما لم يكتب صراحة أنها مصنوعة من الزيت النباتي النقي الصافي Pure Vegetable Oil.

ولا شك أن هذه مشكلة عويصة وخاصة لمن يعيشون في الغرب.. وللعالم الإسلامي الذي يستورد الأطعمة والصابون وأدوات الزينة والأدوية من الغرب حيث تدخل منتجات الخنزير بشكل أو آخر في كثير من هذه القوائم. وكذلك الجلود الفاخرة، فكثير منها مصنوع من جلد الخنزير، وجلد الخنزير لا يطهر بالدباغ عند الشافعية والأحناف والحنابلة.

وعلى الحكومات الإسلامية أن تراقب هذه الأطعمة وأدوات الزينة والأدوية التي تحتوي على مواد خنزيرية وتمنعها. أما بالنسبة للفرد المسلم فإن علم أن هذه المادة تحتوي مواد خنزيرية فعليه أن يتوقاها ويمتنع عن تناولها واستعمالها. وليس عليه أن يبحث، بل ليس في مقدوره، في أغلب الأحيان، أن يعرف ذلك؛ لأنه مما يحتاج إلى مختبرات متخصصة. ولا يكتب أهل الغرب في بضائعهم أنها مصنعة من الخنزير ومشتقاته، فتكون الجهالة في ذلك عذراً.

PENGGUNAAN BABI DALAM PENGOBATAN MEDIS MODERN:

Orang Eropa dan lainnya menggunakan babi untuk tujuan pengobatan karena babi murah dan stock lemak serta dagingnya tersedia.

The Encyclopedia Britannica Micropedia [6/48 Edisi ke-15 1982] menyebutkan:

Bahwa minyak LARD (lemak babi) digunakan untuk memberi nutrisi antibiotik yang diekstraksi dari jamur [FUNGI] dan dalam kapsul yang mengandung antibiotik, dimana gelatin digunakan dari kulit, tulang, dan tulang rawan babi.

Insulin masih diekstraksi dari babi dan sapi. Ada sebagian orang yang tidak mentolerir insulin sapi dan menjadi alergi terhadapnya.. Dalam hal ini, mereka beralih ke insulin babi. Tetapi sekarang insulin manusia telah diproduksi secara kimiawi, dan dengan rekayasa genetika, dan oleh karena itu insulin babi tidak lagi dibutuhkan, dan akibatnya menghilang dari pasar. Meskipun insulin manusia lebih mahal daripada insulin sapi dan babi.

Dokter mengganti katup jantung yang rusak dengan katup logam atau katup hewani.


Dan bahan hewani dianggap lebih baik daripada logam. Oleh karena itu, katup jantung dari sapi dan babi digunakan, tetapi dengan kemajuan pesat dalam operasi jantung, kerusakan pada katup ini dapat diperbaiki tanpa perlu penggantian, kecuali dalam kasus yang jarang terjadi. Dan jarang, bisa diganti dengan katup yang terbuat dari bahan sintetis tanpa membutuhkan bahan hewani

Perusahaan farmasi masih menggunakan babi dalam pembuatan zat pencernaan, dalam ekstraksi beberapa hormon, dalam pengembangan antibiotik, dan dalam pembuatan kapsul.... Hal-hal tersebut dapat dihindari jika industri farmasi didirikan di negara-negara Islam karena dapat menggunakan penggantinya, seperti dari sapi atau lainnya yang dihalalkan.

Dokter terkadang menggunakan kulit babi untuk mengobati luka bakar yang luas, dan ketika kulit manusia tidak tersedia (dari pendonor orang hidup atau orang mati)....

Tetapi kemajuan medis yang pesat akan membuat kebutuhan akan hal ini menjadi sangat langka, karena dimungkinkan untuk membuat kulit dengan cara mengambil sejumlah kecil dari kulit pasien itu sendiri, kemudian ditumbuhkan dan dikembang biakkan sehingga cukup untuk pasien tanpa perlu mengambil kulit dari manusia lain atau hewan.

Kesimpulannya, sebenarnya kebutuhan penggunaan babi dalam pengobatan sangat jarang, namun karena obat tersebut sering datang kepada kita buatan pabrik, seringkali mengandung turunan babi, seperti kapsul yang terbuat dari campuran sayur dan gelatin hewani..... Dan gelatin hewani mengandung gelatin dari babi (dari tulang rawan dan kulit).. Seperti yang kami sebutkan di atas, beberapa antibiotik dikembangkan dalam turunan babi.. Beberapa zat pencernaan digunakan dari pankreas babi, dan begitu pula beberapa hormon lainnya.


Gelatin Pig [Gelatin Babi] photo dari Tokopedia

Solusi yang benar adalah mendirikan industri farmasi di negara-negara Muslim yang menghindari penggunaan daging babi dan turunannya. Dan itu adalah solusi yang sama untuk masalah alkohol dalam pengobatan.. dan masalah makanan yang berasal dari luar, karena beberapa makanan mengandung lemak babi, seperti yang disebutkan oleh Encyclopedia Britannica (1) Dimana disebutkan bahwa jenis biskuit, coklat, es krim dan keju mengandung lemak babi.

Dan lemak babi juga digunakan pada beberapa jenis sabun, kosmetik dan pasta gigi.

Lard (lemak babi) digunakan untuk memasak, sama seperti minyak Lard dan Lard Stearine digunakan dalam komposisi ghee hewani dan minyak hewani [Animal Shortening].

Sedangkan bagi mereka yang tinggal di Barat, mereka menghadapi banyak masalah. Lemak babi digunakan dalam banyak makanan dan minuman.

=====

ISTILAH-ISTILAH LAIN DARI BABI

Ahmad Hussein Saqr menyebutkan dalam artikelnya “ الدهون في الأطعمة / Fats in Food” (2) nama beberapa perusahaan yang menggunakan daging babi, misalnya perusahaan General Foods Kitchen yang produk agar-agarnya mengandung gelatin yang diekstraksi dari kulit dan tulang rawan babi, sapi dan domba, Sebagian besar perusahaan yang memproduksi hamburger dan frankfurter mengandung daging babi, kecuali dinyatakan hanya terbuat dari daging sapi, seperti Au beef hamburgur atau Au beef Frank furter.

Demikian pula perusahaan yang memproduksi makanan yang mengandung minyak hewani atau bahkan minyak nabati, tetapi dicampur dengan sedikit minyak hewani, mengandung turunan lemak babi kecuali jika tertulis secara eksplisit dibuat dari Pure Vegetable Oil [minyak nabati murni].

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah masalah yang sulit, terutama bagi mereka yang tinggal di Barat.. dan bagi dunia Islam yang mengimpor makanan, sabun, perlengkapan mandi, dan obat-obatan dari Barat, karena produk babi termasuk dalam satu atau lain bentuk. dalam banyak daftar ini. Seperti halnya kulit halus, banyak yang terbuat dari kulit babi, dan kulit babi tidak disucikan dengan penyamakan menurut madzhab Syafa’i, Hanafi dan Hanbali.

Pemerintah Islam harus memantau dan mencegah makanan, perlengkapan mandi, dan obat-obatan yang mengandung babi. Adapun bagi seorang muslim, jika dia mengetahui bahwa zat tersebut mengandung babi, maka dia harus menghindarinya dan menahan diri dari makan dan menggunakannya. Dia tidak harus meneliti, bahkan itu diluar kemampuannya dalam kebanyakan kasus, dikarenakan, itu membutuhkan laboratorium khusus. Dan orang-orang Barat tidak menulis pada barang-barang mereka bahwa barang-barang tsb terbuat dari daging babi dan turunannya, jadi ketidaktahuan kita akan hal itu menjadi udzur dan alasan akan kebolehan menggunakannya [SELESAI KUTIPAN dari " مجلة مجمع الفقه الإسلامي " EDISI 8/1404 – 1406]

Posting Komentar

0 Komentar