HUKUM MAKANAN YANG MENGANDUNG PERUBAHAN SENYAWA
RAMBUT MANUSIA
===
Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
--------------------====-------------------
L-Cysteine in Bread Products Still Mostly Sourced from
Human Hair, Duck Feathers, Hog Hair
Posted on March 09, 2011 by The VRG Blog Editor. by
Jeanne Yacoubou, MS. VRG Research Director
TERJEMAHAN NYA :
L-Sistein pada Produk Roti Masih Banyak Bersumber
dari Rambut Manusia, Bulu Bebek, Rambut Babi
oleh Jeanne Yacoubou,
Direktur Riset MS VRG
Diposting pada 09 Maret 2011 oleh Editor Blog VRG
VRG baru-baru ini mensurvei produsen dan pemasok
bahan makanan serta perusahaan roti dan bagel untuk mengetahui apakah sumber
hewani dari kondisioner adonan asam amino yang umum dan rasa reaksi makanan
manusia dan hewan yang digunakan untuk membuat penguat rasa, L-cysteine, masih
dominan. di pasar seperti pada tahun 2007 ketika kami terakhir melaporkan
L-cysteine. Jawabannya adalah "ya."
Salah satu pemasok asam amino terkemuka melaporkan
kepada kami pada Februari 2011 bahwa "bulu bebek atau rambut manusia"
adalah sumbernya, berdasarkan pernyataan resmi yang diterima dari pemasoknya di
China.
Seorang manajer produk dengan perusahaan bahan
makanan lainnya melaporkan kepada The VRG pada Agustus 2010 bahwa "itu
bukan bulu manusia, bukan bulu bebek, itu adalah sumber utama L-sistein saat
ini; itu adalah bulu babi." Dia memperkirakan rambut babi menjadi sumber
90% pasokan L-sistein China.
Seorang manajer perusahaan yang memproduksi
L-sistein non-hewani menyatakan pada September 2010 bahwa sumber utama
L-sistein hewan saat ini adalah "sebagian besar rambut manusia"
diikuti oleh "bulu bebek atau bulu babi ketika pasokan rambut manusia
rendah."
Menurut sumber ini, bulu dan rambut babi
"dilaporkan tidak efisien dibandingkan dengan RAMBUT MANUSIA [dalam
menghasilkan L-sistein dalam jumlah besar]. Jadi jika ada masalah dengan rambut
[suplai], maka rambut atau bulu babi mungkin merupakan cadangan."
Pada bulan September 2010, VRG bertanya kepada
perusahaan yang memproduksi L-cysteine versi non-hewani bagaimana kinerja
produk mereka di pasar. Perkiraan yang diberikan oleh perusahaan terkemuka
menempatkan fermentasi berbasis sayuran atau produk sintetis sekitar 10% dari
pasar L-sistein saat ini. Alasan yang diberikan untuk pangsa pasar yang rendah
adalah tingginya harga L-cysteine non-hewani (dua hingga tiga kali lipat)
dibandingkan dengan Cina yang jauh lebih murah dan lebih banyak (dan India,
pada tingkat yang lebih rendah tetapi terus meningkat), pasokan .
Alasan kedua yang diberikan adalah semakin banyak
perusahaan makanan menuntut produk "alami" dan L-sistein
"sintetik" tidak memenuhi kriteria itu. Selain itu, reseller utama
L-cysteine memberi tahu kami pada bulan September 2010 bahwa kebijakan
perusahaan adalah memberi label apa pun yang menggunakan L-cysteine yang
berasal dari hewan (yaitu, rambut atau bulu) sebagai "non-vegetarian"
meskipun secara teknis masih " vegetarian" dan dianggap
"alami".
Keputusan pelabelan mereka adalah tindakan
pencegahan sebagai tanggapan terhadap mereka yang lebih memilih untuk
menghindari semua bahan yang bersumber dari hewani. (Catatan: satu perusahaan
menjual L-cysteine yang diproduksi melalui fermentasi mikroba dan yang lain
sedang dalam proses mengembangkan teknik fermentasi mereka sendiri.
Penulis melihat melalui pemeriksaan banyak
perusahaan pada bulan Februari dan Maret 2011, dibandingkan dengan tahun 2007
ketika The VRG terakhir memperbarui L-cysteine, (
http://www.vrg.org/vrgnews/2007jul.htm#s2 ) : bahwa semakin banyak perusahaan
hanya meminta atau menjual kembali L-sistein non-hewani untuk penggunaan
makanan.
Individu yang peduli yang ingin melihat lebih
banyak L-sistein non-hewani digunakan dalam produk roti mereka serta produk
makanan manusia dan hewan peliharaan lainnya didorong untuk menyuarakan
pendapat mereka dengan sopan kepada perusahaan makanan dan rantai restoran yang
menggunakan produk hewani- bersumber L-sistein.
Demikian pula, perusahaan dan rantai makanan yang
menggunakan L-sistein non-hewani harus mengucapkan "terima kasih".
-------------------*****--------------------
HUKUM MAKAN MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT PERUBAHAN SENYAWA RAMBUT MANUSIA
****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
SESEORANG BERTANYA:
Dok, saya ingin menanyakan hukum syar'i penggunaan L-cysteine yang banyak digunakan pada produk-produk makanan dari pabrik Roti [Bakery]. Saat memeriksa daftar bahan dari produk roti, daftarnya adalah L-Cysteine atau E920. Tapi tidak disebutkan dari mana sumbernya?
Namun berdasarkan hasil penelitian saya pribadi,
saya telah menemukan bahwa sumber Industri termurah untuk mendapatkan
L-Cysteine ini adalah diproduksi dari RAMBUT MANUSIA.
Apa hukumnya jika perusahaan tidak mencantumkan
sumber L-Cysteine yang digunakan dalam produk rotinya?
JAWABAN:
الْحَمْدُ لِلَّهِ.
لَا حَرَجَ فِي تَنَاوُلِ الطَّعَامِ
الْمُشْتَمِلِ عَلَى اللِّيسْتِينِ أَوْ E920 مَهْمَا كَانَ مَصْدَرُهُ، وَلَوْ
كَانَ مِنَ الْخِنْزِيرِ أَوْ مِنْ شَعْرِ حَيَوَانٍ أَوْ آدَمِيٍّ؛ لِأَنَّهُ لَا
يَبْقَى عَلَى صِفَتِهِ وَطَبِيعَتِهِ، بَلْ يَتَحَوَّلُ إِلَى مَادَّةٍ أُخْرَى، فَيَكُونُ
بِذَلِكَ طَاهِرًا حَلَالًا. لَكِنْ لَوْ ثَبَتَ حُصُولُ الضَّرَرِ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ،
مُنِعَ اسْتِعْمَالُهُ لِأَجْلِ الضَّرَرِ.
وَعَلَى فَرْضِ أَنَّ هَذِهِ الْمَادَّةَ
أُخِذَتْ مِنْ نَجِسٍ كَالْخِنْزِيرِ، وَلَمْ تَتَحَوَّلْ إِلَى مَادَّةٍ أُخْرَى،
فَإِنْ كَانَتْ بِقَدْرٍ يَسِيرٍ مُسْتَهْلَكٍ، فَلَا حَرَجَ فِي تَنَاوُلِ الْغِذَاءِ
الْمُشْتَمِلِ عَلَيْهَا.
Alhamdulillah.
Tidak mengapa mengkonsumsi makanan yang mengandung
L-cysteine (E920) dari apapun sumber bahan-nya, meskipun dari babi atau hewan
atau bulu manusia, karena telah berubah dan tidak tetap pada kondisi
aslinya; melainkan diubah menjadi zat lain, karena itu menjadi suci dan
halal.
Akan tetapi jika terbukti menimbulkan madhorot
[membahayakan kesehatan] karena hal itu, maka tidak boleh menggunakannya,
dikarenakan adanya madhorot tersebut.
Jika seandainya kita menganggap bahwa zat ini
diambil dari sumber yang najis seperti babi, dan tidak berubah menjadi zat
lain, maka jika dalam jumlah yang sangat sedikit dan lenyap terserap (menjadi
bahan lain), maka tidak mengapa memakan makanan tersebut. yang mengandung zat
itu".
[Di Kutip dari blog إسلام
سؤال وجواب no.
248124. Tanggal publikasi: 16-10-2016 dengan judul: حُكْمُ
تَنَاوُلِ الْأَطْعِمَةِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى اللِّيسْتِينِ (E920)]
===***===
FATWA MAJLIS EROPA UNTUK FATWA DAN RISET:
Disebutkan dalam فَتَاوَى
الْمَجْلِسِ الْأُورُوبِيِّ لِلْإِفْتَاءِ وَالْبُحُوثِ [Fatwa Dewan Eropa untuk Fatwa dan Riset. Fatwa No. 34] sebagai
berikut:
Pertanyaan:
Di antara isi sebagian makanan-makanan tertulis
huruf “E” dalam bahasa Inggris, ditambah dengan angka, dan dikatakan: Artinya
mengandung zat yang terbuat dari lemak atau tulang babi.
Jika terbukti demikian, lalu bagaimana hukum Islam
terhadap makanan tersebut?
Jawaban:
هذه المواد المشار إليها بحرف (
إي ) مضافا إليها رقم هي مركبات إضافية يزيد عددها على ( 350 مركبا ) وهي إما أن
تكون من: الحافظات ، أو الملونات ، أو المحسنات ، أو المحليات ، أو غير ذلك.
وتنقسم بحسب المنشأ إلى أربع
فئات:
الفئة الأولى: مركبات ذات منشأ
كيميائي صُنعي.
الفئة الثانية: مركبات ذات منشأ
نباتي.
الفئة الثالثة: مركبات ذات منشأ
حيواني.
الفئة الرابعة: مركبات تستعمل
منحَلَّة في مادة ( الكحول ).
والحكم فيها أنها لا تؤثر على
حل الطعام أو الشراب ، وذلك لما يأتي:
أما الفئة الأولى والثانية:
فلأنها من أصل مباح ، ولا ضرر باستعمالها.
وأما الفئة الثالثة: فإنها لا
تبقى على أصلها الحيواني ، وإنما تطرأ عليها استحالة كيميائية تُغَيِّرُ طبيعتَها
تغييرا تاما ، بحث تتحول إلى مادة جديدة طاهرة ، وهذا التغيير مؤثر على الحكم
الشرعي في تلك المواد ، فإنها لو كانت عينها محرمة أو نجسة فالاستحالة إلى مادة
جديدة يجعل لها حكما جديدا ، كالخمر إذا تحولت خلا فإنها تكون طيبة طاهرة ، وتخرج
بذلك التحول عن حكم الخمر.
وأما الفئة الرابعة: فإنها تكون
غالبا في المواد الملونة ، وعادة يستخدم من محلولها كمية ضئيلة جدا تكون مستهلكة
في المادة الناتجة النهائية ، وهذا معفو عنه.
إذن فما كان من الأطعمة أو
الأشربة يتضمن في تركيبه شيئا من هذه المواد فهو باق على الإباحة الأصلية ، ولا
حرج على المسلم في تناوله. وديننا يسر ، وقد نهانا عن التكلف ، والبحثُ والتنقيبُ
عن مثل ذلك ليس مما أمرنا به الله تعالى ولا رسوله " انتهى.
Zat-zat yang dimaksud dengan huruf (E) ditambah
angka adalah senyawa tambahan yang jumlahnya melebihi (350 senyawa), baik
sebagai pengawet, pewarna, pengembang, pemanis, maupun lainnya.
Ini dibagi menurut asalnya menjadi empat kategori:
- Kategori pertama: senyawa yang berasal dari
bahan kimia sintetik.
- Kategori kedua: senyawa yang berasal dari
tumbuhan.
- Kategori ketiga: senyawa asal hewan.
- Kategori keempat: senyawa yang digunakan
terlarut dalam zat (alkohol).
Hukumnya adalah tidak mempengaruhi kehalalan
makanan atau minuman, karena alasan berikut:
Adapun katagori pertama dan kedua: karena asal
muasalnya halal, dan tidak ada madhorot untuk menggunakannya.
Adapun kategori ketiga: ia tidak tetap pada
asal-usul hewani, melainkan mengalami transformasi kimiawi yang mengubah
sifatnya secara sempurna, dalam arti berubah menjadi zat baru yang suci.
Perubahan ini mempengaruhi hukum syar'i terhadap
zat-zat tersebut, karena jika zat itu sendiri haram atau najis, maka
pengubahannya menjadi zat baru memberikan hukum baru, seperti khamr [miras]
jika menjadi cuka, maka itu baik dan suci., dan dengan transformasi tersebut
maka ia keluar dari hukum al-khamr [miras].
Adapun kategori keempat: maka sebagian besar adalah
dalam zat-zat pewarna, dan sejumlah kecil larutannya biasanya digunakan untuk
diserapkan dalam zat produk akhir, dan ini hukumnya dimaafkan.
Maka apapun makanan atau minuman yang mengandung
zat-zat tersebut dalam komposisinya, maka masih tetap halal sesuai hukum
aslinya, dan tidak mengapa bagi seorang muslim untuk mengkonsumsinya.
Agama kami adalah mudah, dan agama kami melarang
kami untuk bertakalluf [berlebihan hingga menyusahkan diri sendiri]. Mencari-cari
dan menggali terlalu mendalam hal-hal seperti itu bukanlah sesuatu yang Allah
Ta'ala atau Rasul-Nya perintahkan untuk kami lakukan.
[Dikutip dari “Fiqh al-Nawaazil” oleh Dr. Muhammad
al-Jizani (4/263-267)].
===****===
FATWA NADWAH AR-RU'YAH AL-ISLAMIYYAH:
Dinyatakan dalam " تَوْصِيَاتُ نَدْوَةِ الرُّؤْيَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ لِبَعْضِ الْمَشَاكِلِ الطِّبِّيَّةِ " [Rekomendasi simposium visi Islam tentang beberapa problematika medis dan kedokteran] sebagai berikut:
" Bahwa Zat-zat yang ditambahkan [Aditif]
dalam makanan dan obat-obatan yang berasal dari sumber yang najis atau
diharamkan dapat berubah menjadi zat yang mubah secara Syar'i dengan salah satu
dari dua cara berikut ini:
****
CARA PERTAMA: al-Istihaalah (transformasi/perubahan senyawa)
Makna al-Istihaalah dalam terminologi fikih adalah:
"تَغَيُّرُ حَقِيقَةِ الْمَادَّةِ النَّجِسَةِ
أَوِ الْمُحَرَّمِ تَنَاوُلُهَا، وَانْقِلَابُ عَيْنِهَا إِلَى مَادَّةٍ مُبَايِنَةٍ
لَهَا فِي الِاسْمِ وَالْخَصَائِصِ وَالصِّفَاتِ"
وَيُعَبَّرُ عَنْهَا فِي الْمُصْطَلَحِ
الْعِلْمِيِّ الشَّائِعِ بِأَنَّهَا: كُلُّ تَفَاعُلٍ كِيمْيَائِيٍّ يُحَوِّلُ الْمَادَّةَ
إِلَى مُرَكَّبٍ آخَرَ، كَتَحَوُّلِ الزُّيُوتِ وَالشُّحُومِ عَلَى اخْتِلَافِ مَصَادِرِهَا
إِلَى صَابُونٍ، وَتَحَلُّلِ الْمَادَّةِ إِلَى مُكَوِّنَاتِهَا الْمُخْتَلِفَةِ، كَتَفَكُّكِ
الزُّيُوتِ وَالدُّهُونِ إِلَى حُمُوضٍ دَسِمَةٍ وَ"غِلِيسِرِين".
Dan ini dinyatakan dalam terminologi ilmiah yang
beredar viral tentang AL-ISTIHAALH adalah:
"كُلُّ تَفَاعُلٍ
كِيْمَائِيٍّ يُحَوِّلُ المَادَةَ إِلَى مُرَكَّبٍ آخَرَ"
"SETIAP REAKSI KIMIA YANG MENGUBAH SUATU ZAT
MENJADI SENYAWA LAIN"
Contohnya: Seperti transformasi minyak dan lemak
dari berbagai sumber menjadi sabun, dan penguraian suatu zat menjadi
bagian-bagian komponennya yang berbeda, seperti penguraian minyak dan lemak
menjadi asam lemak dan gliserin". [Selesai].
Sebagaimana interaksi kimia ini dapat dilakukan
secara sengaja dengan cara ilmiah dan teknik, maka interaksi kimia ini dapat
terjadi pula secara tidak terduga, dengan cara yang disebutkan oleh para
fuqaha' misalnya, seperti التَّخَلُّلُ [khamr atau miras berubah menjadi cuka], الدِّبَاغَةُ [Penyamakan kulit], dan الإِحْرَاقُ [pembakaran].
Berdasarkan terminologi diatas maka konsekwensinya
adalah sbb:
Pertama:
المُرَكَّبَاتُ الإِضَافِيَّةُ ذَاتُ
الْمَنْشَإِ الْحَيَوَانِيِّ الْمُحَرَّمِ أَوِ النَّجِسِ الَّتِي تَتَحَقَّقُ فِيهَا
الِاسْتِحَالَةُ؛ تُعْتَبَرُ طَاهِرَةً حَلَالَ التَّنَاوُلِ فِي الْغِذَاءِ وَالدَّوَاءِ.
Senyawa yang ditambahkan yang berasal dari hewan
yang diharamkan atau najis di mana proses al-Istihalah [transformasi] telah
terpenuhi ; maka dianggap suci dan dihalalkan untuk dikonsumsi dalam makanan
dan obat-obatan.
Kedua:
المُرَكَّبَاتُ الْكِيمْيَائِيَّةُ
الْمُسْتَخْرَجَةُ مِنْ أُصُولٍ نَجِسَةٍ أَوْ مُحَرَّمَةٍ كَالدَّمِ الْمَسْفُوحِ
أَوْ مِيَاهِ الْمَجَارِي وَالَّتِي لَمْ تَتَحَقَّقْ فِيهَا الِاسْتِحَالَةُ بِالْمُصْطَلَحِ
الْمُشَارِ إِلَيْهِ، لَا يَجُوزُ اسْتِخْدَامُهَا فِي الْغِذَاءِ وَالدَّوَاءِ، مِثْلَ:
الْأَغْذِيَةِ الَّتِي يُضَافُ إِلَيْهَا الدَّمُ الْمَسْفُوحُ: كَالنَّقَانِقِ الْمَحْشُوَّةِ
بِالدَّمِ، وَالْعَصَائِدِ الْمُدَمَّاةِ (الْبُودِينْغِ الْأَسْوَدِ) وَ(الْهَامْبِرْجَرِ)
الْمُدَمَّى، وَأَغْذِيَةِ الْأَطْفَالِ الْمُحْتَوِيَةِ عَلَى الدَّمِ، وَعَجَائِنِ
الدَّمِ، وَالْحَسَاءِ بِالدَّمِ وَنَحْوِهَا، تُعْتَبَرُ طَعَامًا نَجِسًا مُحَرَّمَ
الْأَكْلِ، لِاحْتِوَائِهَا عَلَى الدَّمِ الْمَسْفُوحِ الَّذِي لَمْ تَتَحَقَّقْ بِهِ
الِاسْتِحَالَةُ.
أَمَّا بِلَازْمَا الدَّمِ الَّتِي
تُعْتَبَرُ بَدِيلًا رَخِيصًا لِزُلَالِ الْبَيْضِ – وَقَدْ تُسْتَخْدَمُ فِي الْفَطَائِرِ
وَالْحَسَاءِ وَالْعَصَائِدِ (بُودِينْغ)، وَالْخُبْزِ، وَمُشْتَقَّاتِ الْأَلْبَانِ
وَأَدْوِيَةِ الْأَطْفَالِ وَأَغْذِيَتِهِمْ، وَالَّتِي قَدْ تُضَافُ إِلَى الدَّقِيقِ،
فَقَدْ رَأَتِ النَّدْوَةُ أَنَّهَا مَادَّةٌ مُبَايِنَةٌ لِلدَّمِ فِي الِاسْمِ وَالْخَصَائِصِ
وَالصِّفَاتِ، فَلَيْسَ لَهَا حُكْمُ الدَّمِ، وَإِنْ رَأَى بَعْضُ الْحَاضِرِينَ خِلَافَ
ذَلِكَ.
Senyawa kimia yang diambil dari sumber najis atau
haram seperti darah yang tertumpah atau air limbah najis, di mana proses
al-istihaalah [transformasi] belum tercapai ; maka tidak diperbolehkan untuk
menggunakannya dalam makanan dan obat-obatan.
Misalnya: makanan yang ditambahkan cairan darah,
seperti sosis yang diisi dengan darah, bubur yang mengandung darah (puding
hitam) dan hamburger yang mengandung darah, makanan bayi yang mengandung darah,
pasta darah, sup dengan darah dan sejenisnya, dianggap makanan najis dan
dilarang. untuk dimakan, karena mengandung cairan darah yang tidak terbukti
terjadinya al-istihaalah [perubahan senyawa].
Adapun plasma darah, yang dianggap sebagai
pengganti putih telur yang murah - dan dapat digunakan dalam pancake, sup,
bubur (puding), roti, produk susu, obat-obatan dan makanan anak-anak, yang
dapat ditambahkan ke tepung, maka simposium menganggap:
" Bahwa itu adalah zat yang berbeda dari darah
dalam nama, sifat dan sifat, sehingga tidak memiliki aturan darah. Meskipun ada
sebagian dari mereka yang hadir berpendapat sebaliknya...".
*****
CARA
KEDUA: al-Istihlaak [الاستهلاك / lenyap terserap]
Al-istihaalah dengan cara al-istihlaak ini
dilakukan dengan mencampurkan suatu zat yang haram atau najis dengan zat lain
yang suci, halal yang mendominasi, yang menghilangkan sifat najis dan
diharamkan menurut syariat Islam. Jika sifat zat yang dicampuri dan terdominasi
itu telah hilang dari rasa, warna dan baunya, di mana zat yang terdominasi ini
lenyap oleh zat yang mendominasi ; maka hukumnya ikut yang mendominasi atau
mayoritas.
Contohnya:
Contoh pertama:
المُرَكَّبَاتُ الْإِضَافِيَّةُ
الَّتِي يُسْتَعْمَلُ مِنْ مَحْلُولِهَا فِي الْكُحُولِ كَمِيَّةٌ قَلِيلَةٌ جِدًّا
فِي الْغِذَاءِ وَالدَّوَاءِ، كَالْمُلَوِّنَاتِ وَالْحَافِظَاتِ وَالْمُسْتَحْلِبَاتِ
وَمُضَادَّاتِ الزَّنَخِ.
Senyawa tambahan [Aditif] yang digunakan dalam
larutan alkohol dalam jumlah yang sangat kecil dalam makanan dan obat-obatan,
seperti pewarna, pengawet, pengemulsi dan antioksidan.
Contoh kedua:
(اللِّيسْتِين) وَ(الْكُولِيِسْتِرُول) الْمُسْتَخْرَجَانِ
مِنْ أُصُولٍ نَجِسَةٍ بِدُونِ اسْتِحَالَةٍ، يَجُوزُ اسْتِخْدَامُهُمَا فِي الْغِذَاءِ
وَالدَّوَاءِ بِمَقَادِيرَ قَلِيلَةٍ جِدًّا مُسْتَهْلَكَةٍ فِي الْمُخَالِطِ الْغَالِبِ
الْحَلَالِ الطَّاهِرِ.
Lesitin dan kolesterol, yang diekstraksi dari
sumber yang najis, meski tanpa proses al-Istihaalah [transformasi]; maka dapat digunakan
dalam makanan dan obat-obatan dalam jumlah yang sangat sedikit sekali yang
dilarutkan dalam campuran yang suci dan halal.
[[Lecithin atau Lesitin: dapat diperoleh dari kuning telur,
minyak biji matahari, lemak hewani, dan yang paling banyak dari keledai titik
dalam pangan, lesitin berfungsi sebagai emulsifier, yaitu zat yang dapat
mencampur minyak dan air.
Digunakan pada sekian banyak produk pangan
misalnya: coklat sama permen susu kopi dan banyak lagi titik kita bisa mengecek
kandungan lesitin melalui daftar komposisi pada bungkus makanan.
Lesitin juga digunakan pada banyak produk mulai
dari cat, bahan anti lengket untuk plastik, suatu aditif antisludge
(anti-lumpur) dalam pelumas motor, zat antigumming dalam bensin dan pengemulsi,
zat penyebaran dan antioksidan pada tekstil, karet, dan industri lain.
Lesitin dari babi banyak digunakan karena memiliki
hasil yang sangat baik dan harga relatif murah. Bahan utama pembuatan lesitin
dari babi adalah lemak babi titik apabila dalam komposisi sebuah produk yang
tidak berlabel halal terdapat “Lesitin” saja tanpa penambahan “kedelai” Atau
“soya” atau “soy”]].
Contoh ketiga:
الأَنْزِيمَاتُ الْخِنْزِيرِيَّةُ
الْمَنْشَإِ، كَـ "الْبِبْسِينِ" وَسَائِرِ الْخَمَائِرِ الْهَاضِمَةِ وَنَحْوِهَا،
الْمُسْتَخْدَمَةِ بِكَمِّيَّاتٍ زَهِيدَةٍ مُسْتَهْلَكَةٍ فِي الْغِذَاءِ وَالدَّوَاءِ
الْغَالِبِ.
Enzim yang berasal dari babi, seperti pepsin dan
enzim pencernaan lainnya dan sejenisnya, yang digunakan dalam jumlah yang
sangat kecil dan diserap ke dalam makanan atau obat -obatan pada umumnya.
[Selesai Kutipan].
[Pepsin adalah enzim yang memecah protein menjadi peptida yang
lebih kecil (pepsin merupakan salah satu protease). Enzim yang diproduksi di
lambung dan merupakan salah satu enzim pencernaan utama dalam sistem pencernaan
manusia dan banyak hewan lainnya yang membantu mencerna protein dalam makanan.
Produk ini adalah pepsin yang diekstraksi dari
mukosa lambung babi, domba atau sapi. Ini memiliki kemampuan untuk mencerna
protein untuk gangguan pencernaan].
[Baca: مَجَلَّةُ
مُجَمَّعِ الْفِقْهِ الْإِسْلَامِيِّ / Jurnal Akademi Fiqh Islam (2/ 21031-21032)]
Para peserta Simposium Fiqih Kedokteran memutuskan
sebagai berikut:
"إِنَّ الْمُذِيبَاتِ الصِّنَاعِيَّةَ وَالْمَوَادَّ
الْحَامِلَةَ وَالدَّافِعَةَ لِلْمَادَّةِ الْفَعَّالَةِ فِي الْعُبُوَّاتِ الْمَضْغُوطَةِ
إِذَا اسْتُخْدِمَتْ وَسِيلَةً لِغَرَضٍ أَوْ مَنْفَعَةٍ مَشْرُوعَةٍ جَائِزَةٌ شَرْعًا.
أَمَّا اسْتِعْمَالُهَا مِنْ أَجْلِ الْحُصُولِ عَلَى تَأْثِيرِهَا الْمُخَدِّرِ أَوِ
الْمُهَلْوِسِ بِاسْتِنْشَاقِهَا فَهُوَ حَرَامٌ شَرْعًا اعْتِبَارًا لِلْمَقَاصِدِ
وَمَآلَاتِ الْأَفْعَالِ".
"Zat Pelarut Buatan dan zat yang mengangkut
serta mendorong zat aktif dalam kemasan kaleng bertekanan [yakni: yang
mengandung tekanan gas seperti minuman Pepsi kaleng. PEN.], jika digunakan sebagai
sarana untuk tujuan atau manfaat yang syar'i, maka diperbolehkan secara hukum
syar'i.
Adapun menggunakannya untuk mendapatkan efek
narkotik [obat bius] atau halusinogen dengan menghirupnya, maka itu haram
menurut syariat, mengingat akan tujuan dan akibat perbuatannya".
[Sumber: تَوْصِيَاتُ
النَّدْوَةِ الْفِقْهِيَّةِ الطِّبِّيَّةِ التَّاسِعَةِ / مَجَلَّةُ الْمَجْمَعِ الْفِقْهِيِّ Edisi 10, 2/461-463].
0 Komentar