BANTAHAN TERHADAP FATWA PARA ULAMA DAN DA'I YANG MENYATAKAN :
"BAHWA WALIMAH KEBERANGKATAN DAN KEPULANGAN JAMAAH HAJI SERTA MENDEKORASI RUMAHNYA ITU ADALAH HARAM DAN BID'AH SESAT".
Di Susun oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
===بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
HUKUM WALIMAH KEBERANGKATAN & KEPULANGAN JEMAAH HAJI
[OPEN HOUSE]
Ada sebagian Para Ulama Kontemporer - Termasuk Sebagian para Da'i di Tanah Air – Yang Menghukumi Bid'ah Dan Haramnya Hal-Hal sebagai berikut:
Pertama: Menghiasi Rumah Jemaah Haji Untuk Pelepasan Keberangkatan dan Penyambutan Kepulangan nya..
Kedua: Jamuan Walimah Keberangktan dan Kepulangan Jemaah Haji.
Ketiga: Ucapan Doa dan Selamat Pada Jemaah Haji Yang Baru Pulang.
Mereka menyebutkan beberapa sebab pelarangannya di antaranya:
Sebab pertama: adalah Bid'ah. Bahwa perbuatan ini tidak ada dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, maka ia termasuk bid’ah.
Sebab kedua: adalah Riya. Yakni: di dalamnya ada semacam riya’
Sebab ketiga: adalah Tabdziir harta. Yakni: di dalamnya juga ada tabdzir alias menghambur-hamburkan harta.
KUTIPAN SEBAGIAN DARI PERKATAAN MEREKA YANG MEMBID'AHKAN
Di antara mereka ada seorang Ustadz & Da'i yang menjelaskan alasannya dengan rinci, namun ada sebagian perkataannya yang menurut penulis sangat tidak layak diucapkan olehnya, apalagi di sebar luaskan di media umum, seperti di Blog,Youtube, FB dan semisalnya .
Di antara perkataan Da'i tersebut adalah SEBAGAI BERIKUT:
“Ada sebagian manusia yang menobatkan tradisi dan budaya nenek moyang menjadi bagian ritual agama yang dianggap shahih. Mereka rela berkorban dengan penuh kesetiaan dan ketulusan untuk melestarikannya, apalagi didukung para tokoh dengan berbagai macam argumen yang “menguatkan” (tapi membingungkan) kalangan awam sehingga mereka menganggap sakral dan mengkultuskan para pencetus dan tokoh pembelanya.
Di antara bentuk tradisi yang dilestarikan dan diyakini menjadi bagian dari syariat Islam yang harus ditunaikan antara lain; selamatan atau walimatus safar sebelum berangkat haji".
Lalu si Ustadz ini berkata :
“Tidaklah muncul kesesatan termasuk ritual bid’ah sebelum dan sesudah haji melainkan bersumber dari rekaan hawa nafsu dan mengedapankan akal diatas nash-nash agama. Karena langkah demikian hanya menghasilkan berbagai macam keburukan, menampakkan kekejian, merobek penutup harga diri dan kehormatan serta menjadi pintu masuk berbagai kejahatan, bahkan seluruh kebid’ahan lahir karena menuhankan hawa nafsu dan mengedepankan akal dengan mengalahkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allâh Azza wa Jalla membiarkannya dalam keadaan seperti itu berdasarkan ilmu-Nya, dan Allâh Azza wa Jalla telah mengunci mati pendengaran dan hatinya kemudian meletakkan penutup di atas penglihatannya?. [Al-Jatsiyah/45:23]".
Dan si Ustadz ini juga berkata:
“Mereka tidak berusaha mencari kebenaran namun yang mereka cari adalah pembenaran atas kebatilannya. Contoh paling aktual yang sering kita saksikan adalah tradisi walimah dan selamatan sebelum dan sesudah haji. Mereka menjadikan hawa nafsu sebagai sumber inspirasi untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dan tidak peduli apakah tindakannya sesuai dengan keinginan Allâh Azza wa Jalla atau menyelisihinya. Barangsiapa yang membenci kebenaran dan mengikuti hawa nafsunya pasti kesesatan yang akan mereka peroleh.
Nabi ﷺ bersabda:
وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِيْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لاَ يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلاَ مَفْصِلٌ إِلاَّ دَخَلَهُ
Dan sesungguhnya akan keluar dari umatku sekelompok kaum yang diserang hawa nafsu tersebut, seperti seorang yang diserang virus anjing rabies, hingga tidak tersisa urat dan persendian melainkan telah dimasukinya.”
Hawa nafsu terkadang mengusai orang alim yang mempunyai kepedulian terhadap al-Qur’ân dan as-Sunnah, namun tidak menyerunya untuk meninggalkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah secara keseluruhan, tetapi hanya mengajak untuk mengamalkan kandungan al-Quran dan as-Sunnah yang sesuai dengan selera hawa nafsunya. Maka wajib bagi seorang hamba mengukur apakah kadar kecintaan dan kebenciannya kepada sesuatu dengan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya". [Selesai Kutipan]
****
BENARKAH SEMUA YANG DIKATAKAN USTADZ INI???
Mari kita teliti dan kita kaji!!!
===***===
HUKUM WALIMAH KEBERANGKATAN DAN
KEPULANGAN JAMAAH HAJI
SERTA MENDEKORASI RUMAHNYA
===
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
===***===
PENDAHULUAN
Pesta, jamuan walimah , dan ucapan selamat adalah termasuk dalam
katagori tradisi dan adat istiadat , bukan termasuk dalam katagori ibadah murni
. Dan prinsip dasar dalam adat adalah boleh, maka tidak harus diingkari atau
dilarang kecuali yang diisyaratkan syariat untuk mengingkarinya.
Dan berapa banyak adat kebiasaan yang telah diakui oleh syariat Islam ,
dianggap baik dan terhormat, bahkan mendakwahkannya dan mentarghibnya , karena
mengandung tujuan-tujuan yang bagus , makna-makna yang indah dan dampak yang positif
.
Dan termasuk di dalamnya adalah : ungkapan rasa gembira dan suka cita atas
kepulangan orang yang pergi haji dari tanah suci yang dimanifestasikan dengan acara
jamuan walimah sebagai ujud rasa syukur karena telah selesai menunaikan ibadah
haji dan bisa kembali pulang dengan selamat kepada keluarganya.
Itu semua demi mensyukuri atas betapa besarnya dan sempurnanya karunia nikmat
yang Allah limpahkan padanya . Tanpa ada keraguan bahwa itu merupakan nikmat
besar yang di cita-citakan oleh setiap orang yang merasa dirinya ridho dengan Allah
sebagai Tuhan, dengan Islam sebagai agama, dan dengan Muhammad ﷺ sebagai Nabi dan Rasul.
Selain itu, ini adalah ekspresi dari sejauh mana ikatan ulfah dan mahabbah
antar individu komunitas umat Islam di seluruh dunia, dan expresi pengagungan
terhadap salah satu dari syiar-syiar agama, pengokohan dan penanaman rasa cinta
dalam jiwa .
===****===
BACAAN DALAM PERJALANAN PULANG DARI HAJI , UMRAH DAN SAFAR LAINNYA :
Dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma bahwa:
كَانَ إِذَا
قَفَلَ مِنْ غَزْوٍ أَوْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ يُكَبِّرُ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ مِنْ الْأَرْضِ
ثَلَاثَ تَكْبِيرَاتٍ ثُمَّ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ
وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
"Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
kembali dari peperangan, haji atau umrah, maka beliau mengucapkan takbir di
setiap tempat yang tinggi sebanyak tiga kali kemudian beliau membaca :
لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ
صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
'Tidak ada Ilah selain Allah, Yang Maha Tunggal , yang tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia berkuasa atas
segala sesuatu. Kita berserah diri, bertaubat, beribadah, bersujud kepada Rabb
kita dengan terus memuji-Nya, Allah akan menepati janji-Nya, dan menolong
hamba-Nya dan mengalahkan golongan-golongan kafir dengan sendiri-Nya.'" [
HR. Bukhori no. 1797 , 5906 ]
Ibnu Abdil-Barr berkata:
" وَلَيْسَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِلَّا
الْحَضُّ عَلَى شُكْرِ اللَّهِ لِلْمُسَافِرِ عَلَى أَوْبَتِهِ وَرَجْعَتِهِ
وَشُكْرُ اللَّهِ تَعَالَى وَالثَّنَاءُ عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ".
"Tidak ada dalam hadits ini kecuali nasihat untuk bersyukur
kepada Allah bagi seorang musafir atas kepulangannya dan kembalinya, dan untuk bersyukur
kepada Allah Ta'aala dan memuji Dia atas apa yang layak bagi-Nya."
[al-Istidzkaar 4/397]
Oleh karena itu, dianjurkan bagi jamaah untuk senantiasa menjaga
lidahnya agar tetap lembab dengan mengulang takbir tiga kali, tahlil, dan doa
tersebut di setiap dataran tinggi bumi sampai ia mencapai tanah airnya,
bersyukur kepada Allah SWT karena telah memfasilitasi kemudahan ibadahnya dan
kembali ke keluarganya .
****
MENYAMBUT KEPULANGAN JEMAAH HAJI DENGAN SUKACITA YANG MENDALAM
Tentang penyambutan kepulangan jamaah haji dengan suka cita ini, maka Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhama mengatakan:
«لَوْ يَعْلَمُ الْمُقِيْمُوْنَ مَا لِلْحُجَّاجِ
عَلَيْهِمْ مِنَ الْحَقِّ لِأَتَوْهُمْ حِيْنَ يَقْدِمُوْنَ حَتَّى يُقَبِّلُوا
رَوَاحِلَهُمْ، لِأَنَّهُمْ وَفْدُ اللهِ مِنْ جَمِيْعِ النَّاسِ».
" Andai orang-orang yang
mukim itu mengetahui hak yang diberikan Allah kepada orang yang beribadah Haji,
niscaya akan mendatangi mereka saat mereka pulang kembali hingga mencium
kendaraan-kendaran mereka ; karena merekalah yang terpilih menjadi tamu Allah
dari sekian banyak manusia".
[ Syu'ab al-Iiman karya al-Baihaqi no. 3815 dan
ad-Durr al-Mantsur karya as-Suyuthi 1/501]
Dan al-Imam al-Bukhori
membuat sebuah BAB dalam Shahihnya :
بَابُ اسْتِقْبَالِ الحَاجِّ القَادِمِينَ وَالثَّلَاثَةِ عَلَى الدَّابَّةِ
‘Bab
Menyambut Kepulangan Jamaah Haji. Dan Tiga Orang Di Atas Kendaraan.
Kemudian beliau menyebutkan hadits Ibnu Abbaas radhiyallahu anhuma :
" لَمَّا
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ اسْتَقْبَلَتْهُ
أُغَيْلِمَةُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَحَمَلَ وَاحِدًا بَيْنَ يَدَيْهِ
وَآخَرَ خَلْفَهُ ".
" Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sampai di Makkah
Beliau ditemui anak-anak kecil Suku Bani 'Abdul Muthalib . Lalu Beliau mengangkat
salah satu dari mereka diletakan di depannya dan yang lain dibelakangnya".
[ HR. Bukhory no. 1798]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkomentar :
"وَكَوْنُ التَّرْجَمَةِ لِتَلَقِّي الْقَادِمِ
مِنَ الْحَجِّ وَالْحَدِيثُ دَالٌ عَلَى تَلَقِّي الْقَادِمِ لِلْحَجِّ لَيْسَ
بَيْنَهُمَا تَخَالُفٌ لِاتِّفَاقِهِمَا مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى".
"Dan fakta judul BAB-nya adalah untuk menyambut kepulangan
jemaah haji, dan hadits ini menunjukkan pada penyambutan jemaah haji saat
pulang , tidak ada kontradiksi di antara keduanya karena adanya kesamaan dalam
makna" . [ Fathul Baari 3/619].
Ibnu al-Munir berkata:
مِنَ الْفِقْهِ
جَوَازُ تَلَقِّي الْقَادِمِينَ مِنَ الْحَجِّ، لِأَنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
لَمْ يُنْكِرْ ذٰلِكَ بَلْ سَرَّتْهُ لِحَمْلِهِ لَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَخَلْفَهُ.
" Bagian dari hukum Fiqih adalah : diperbolehkan menyambut
mereka yang pulang dari hajian, karena beliau ﷺ tidak mengingkari hal itu, melainkan beliau
merasa senang , oleh karena itu beliau menggendong dua anak , salah satunya di
depan dan yang lainnya dibelakang ".
Al-Qasthalani berkata setelah mengutip perkataan Ibnu al-Muniir diatas :
يُؤْخَذُ مِنْهُ
بِطَرِيقِ الْقِيَاسِ تَلَقِّي الْقَادِمِينَ مِنَ الْحَجِّ بَلْ وَمَنْ فِي مَعْنَاهُمْ.
Diambil darinya secara analogi di syariatkannya menyambut orang-orang
yang datang dari hajian, dan bahkan mereka yang semakna dengannya .” [ Baca :
Irsyaad as-Saari Li Syarah Shahih al-Bukhori oleh al-Qasthalaani 3/278 syarah
hadits no. 1798]
Dan dari 'Abdullah bin Ja'far radhiyallahu 'anhu , dia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ
مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِصِبْيَانِ أَهْلِ بَيْتِهِ . قَالَ : وَإِنَّهُ قَدِمَ
مِنْ سَفَرٍ فَسُبِقَ بِي إِلَيْهِ فَحَمَلَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ ثُمَّ جِيءَ
بِأَحَدِ ابْنَيْ فَاطِمَةَ فَأَرْدَفَهُ خَلْفَهُ قَالَ فَأُدْخِلْنَا
الْمَدِينَةَ ثَلَاثَةً عَلَى دَابَّةٍ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila tiba dari
suatu perjalanan, biasanya beliau menemui kedua anak kecil dari ahlul baitnya.
Abdullah bin Ja'far berkata : 'Pernah suatu hari beliau datang dari
suatu perjalanan, lalu aku segera menyambutnya, maka beliau meletakkan aku
diatas kendaraannya di depan beliau, kemudian salah satu putra Fatimah datang
lalu beliau meletakkannya di belakang beliau. Dan kami bertiga masuk ke Madinah
dengan menaiki hewan tunggangan beliau". [ HR. Muslim no. 2428].
Al-Imam An-Nawawi berkata:
" هَذِهِ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ أَنْ
يَتَلَقَّى الصِّبْيَانُ الْمُسَافِرَ وَأَنْ يُرْكِبَهُمْ وَأَنْ يُرْدِفَهُمْ
ويُلاطِفَهُمْ . واللهُ أَعْلَم".
“Ini adalah sunnah yang dianjurkan bagi anak-anak kecil untuk menyambut
kepulangan musafir, menaikan mereka ke atas kendaraanya, membocengkannya dan
membelainya [memperlakukan mereka dengan lembut[ . Wallahu a'lam.” [Syarah
Muslim Karya An-Nawawi 15/197 Syarah hadits no. 2428]
Dari 'A'isah radhiyallahu 'anhaa, dia berkata:
«أَقْبَلْنَا مِنْ مَكَّةَ فِي حَجٍّ، أَوْ عُمْرَةٍ،
وَأُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ يَسِيرُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَلَقِيَنَا غِلْمَانٌ مِنَ الْأَنْصَارِ كَانُوا يَتَلَقَّوْنَ أَهَالِيهِمْ
إِذَا قَدِمُوا»
Kami pulang dari Makkah untuk haji atau umrah, sedang Usaid bin Hudair
berjalan di depan Rasulullah ﷺ . Lalu kami disambut anak-anak kecil dari al-Anshar
yang mana mereka sudah terbiasa menyambut kepulangan keluarga mereka ketika
mereka datang dari safar .
[HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/663 no. 1796 . Al-Hakim berkata :
" هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ،
وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ " .
"Ini adalah hadits Shahih sesuai syarat Muslim , namun
Bukhori dan Muslim tidak memasukkannya ".
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:
‘Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِذَا
لَقِيتَ الْحَاجَّ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَصَافِحْهُ وَمُرْهُ أَنْ يَسْتَغْفِرَ
لَكَ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتَهُ فَإِنَّهُ مَغْفُورٌ لَهُ".
‘Jika kamu menjumpai orang
yang baru pulang haji maka berilah salam kepadanya, dan jabatlah tangannya,
serta mintalah kepadanya untuk memohonkan ampunan buatmu sebelum ia memasuki
rumahnya, sebab ia telah diampuni dosa-dosanya.” (HR. Imam Ahmad)
DERAJAT HADITS :
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
" وَفِي الْمُسْنَدِ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ".
"Dan di dalam Musnad
dengan sanad yang lemah".
As-Suyuti menyebutkannya dalam Al-Jami Al-Saghir. Sementara Al-Manawi mengkritisinya
dengan mengatakan:
رَمَزَ لِحَسَنِهِ وَلَيْسَ كَمَا قَالَ، فَفِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ
السُّلَمَانِيُّ ضَعَّفُوهُ، وَمِمَّنْ جَزَمَ بِضَعْفِهِ الْحَافِظُ الْهَيْثَمِيُّ.
Dia [ As-Suyuthi] mengisyaratkan sanad-nya HASAN, namun tidak seperti
yang dia katakan karena di dalamnya ada Muhammad bin Abd Al-Rahman Al-Salmaani
, mereka para ahli hadits mendhaifkannya . Diantara nya yang memastikan
kedha'ifannya adalah al0Hafidz al-Haitsami.
Dan Syeikh al-Albaani berkata dalam Dha'if al-Jaami' ash-Shogiir no. 689
: " PALSU [موضوع] ".
Dan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ mengucapkan
doa :
" اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الحَاجُّ ".
“Ya Allah, ampunilah dosa
jamaah haji ini dan dosa orang yang dimintakan ampun oleh jamaah haji
ini.”
[ Disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Lata'if
al-Ma'arif, hal 130, dan diriwayatkan oleh al-Mundhiri dalam al-Targhiib
wa'l-Tarhiib (2/ 167), dan diriwayatkan oleh al- Bazzar dan al-Tabarani dalam ash-Shaghir,
Ibn Khuzaimah dalam Shahihah, dan al-Hakim yang menyatakannya HADIST SHAHIH . [Lihat
: at-Targhiib 2/108 oleh al-Mundziri].
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan tentang sanad
hadits ini :
فِي إِسْنَاده شريك القَاضِي وَلم يخرج لَهُ مُسلم إِلَّا فِي المُتابَعَات
Dalam sanadnya ada Syuraik al-Qadhi, dan Muslim
tidak meriwayatkan darinya kecuali dalam mutaaba'ah . [ Dikutip al-Mundziri
dalam at-Targhiib 2/108].
Dan al-Hafidz di tempat lain berbicara tentang
Syuraik : "Ada kelemahan dalam hafalannya".
Sementara dia mengatakan dalam Ad-Dirayah
(2/28) :
رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ جَبَابِرَ عَنْ مُجَاهِدٍ مُرْسَلًا.
Ibnu Abi Shaybah meriwayatkannya dari Syuraik dari
Jababir dari Mujahid dengan sanad Mursal.
Al-Albani menggolongkannya sebagai lemah dalam
Dha’iif Al-Jami’ (1177).
Dan ada hadits lain yang mendekati dengannya
dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi ﷺ :
يُغْفَرُ لِلْحَاجِّ وَلَمِنِ
اسْتَغْفَرَ لَهُ الْحَاجُّ
((Orang yang berhaji diampuni dan
juga orang yang dimintakan ampunan oleh orang yang berhaji untuknya))
Al-Hafidz Ibn Hajar berkata : "Sanadnya
HASAN". [Mukhtashar Zawaa’id Musnad al-Bazzar (2/439), hal.735].
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu :
" كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ
سَفَرٍ تَعَانَقُوْا ".
" Dulu para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
jika mereka saling berjumpa, mereka saling berjabat tangan . Dan jika datang
dari safar , mereka saling berpelukan".
[ Diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Awshath (97). Itu digolongkan
sebagai hadits shahih oleh Syekh al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah (2647)].
Dan Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu , dia berkata :
" لَمَا قَدِمَ جَعْفرُ مِنَ الحَبَشَةِ
عَانَقَهُ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".
" Ketika Jafar datang dari Abyssinia, Nabi ﷺ memeluknya".
[ HR. Abu Ya'la (1876), dan Al-Ajujri di ((asy-Syariah)) (1715) . Di
shahihkan oleh al-Albaani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah 6/304 no.
2657]
Dari 'Awn bin Abi Juhayfah, dari ayahnya, dia berkata:
" لَمَّا قَدِمَ جَعْفَرٌ مِنْ هِجْرَةِ
الْحَبَشَةِ، تَلَقَّاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَانَقَهُ،
وَقَبَّلَ مَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ ".
" Ketika Ja`far datang dari hijrah Abyssinia, maka Nabi ﷺ menemuinya, lalu memeluknya dan mencium antara dua matanya".
[ Diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Kabiir (2/108).
Hadits ini memiliki banyak syahid , sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz
Ibn Hajar dalam al-Talkhiis al-Habiir (4/96). Dan di shahihkan olh al-Albani
dalam al-Silsilah al-Shahihah (2657)].
Dan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha , ia berkata :
" قَدِمَ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ
الْمَدِينَةَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي
فَأَتَاهُ فَقَرَعَ الْبَابَ فَقَامَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُرْيَانًا يَجُرُّ ثَوْبَهُ وَاللَّهِ مَا رَأَيْتُهُ عُرْيَانًا
قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ فَاعْتَنَقَهُ وَقَبَّلَهُ ".
"Zaid bin Haritsah tiba di Madinah, sementara Rasulullah
sedang berada di rumahku, Zaid datang dan mengetuk pintu, lalu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berdiri menghampirinya dalam keadaan tidak
mengenakan baju sambil menarik kainnya, demi Allah aku tidak pernah melihat
beliau tidak mengenakan baju sebelum dan sesudahnya, lalu beliau memeluk Zaid
dan menciuminya."
HR. Al-Tirmidzi (2732), dan Ath-Thohawi dalam ((Syarah Ma'aani al-Atsar
)) (6905), dan Al-'Uqaili dalam ((adh-Dhu'afaa al-Kabiir)) (4/427) dengan
sedikit perbedaan
Abu Isa at-Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan gharib, kami tidak
mengetahuinya dari hadits Az Zuhri kecuali dari jalur ini.
Syeikh al-Albaani berkata :
إسْنَادُه ضَعِيْفٌ
مُسَلْسَلٌ بثَلاثَة ضُعَفَاء
" Sanadnya lemah, dengan
adanya rantaian tiga perawi lemah" [ Difaa' 'Anil Hadits no. 86].
Asy-Sya'bi berkata:
السُّنَّةُ
إِذَا قَدِمَ رَجُلٌ مِنْ سَفَرٍ أَنْ يَأْتِيَهُ إِخْوَانُهُ فَيُسَلِّمُوا
عَلَيْهِ، وَإِذَا خَرَجَ إِلَى سَفَرٍ أَنْ يَأْتِيَهُمْ فَيُوَدِّعَهُمْ وَيَغْتَنِمَ
دُعَاءَهُمْ.
Yang Sunnah adalah bahwa jika seseorang datang dari perjalanan safar ,
saudara-saudaranya datang kepadanya dan menyalaminya. Dan jika dia hendak pergi
safar, dia datang kepada mereka dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka
dan meminta do'a dari mereka.
[Baca : الآداب الشرعية (1/ 450)].
===***===
HUKUM MENGHIAS RUMAH UNTUK WALIMAH JEMAAH HAJI
Dalam urain di atas telah disebutkan tentang hadits-hadits yang
mengganbarkan gambaran pesta penyambutan orang yang datang dari haji atau umrah
pada zaman kenabian dan pada zaman para sahabat, dan itu merupakan penyambutan
yang biasa dan ekspresif kegembiraan tanpa disertai dengan hal-hal yang lain.
Kemudian berkembanglah kebiasaan masyarakat dalam hal itu dari waktu ke
waktu hingga saat ini, dalam hal penyambutan orang-orang tercinta yang pulang
dari haji dengan nyanyian nasyid religi penuh makna keimanan yang indah,
menghiasi dinding dan menggantung lampu berwarna ceria, dan lukisan dinding
dengan kalimat sambutan yang tertulis di atasnya , seperti:
“حَجٌّ مَبْرُوْرٌ وَسَعْيٌ مَشْكُوْرٌ وَذَنْبٌ
مَغْفُوْرٌ”
“ Haji yang mabruur, perjuangan
yang terpuji dan dosa yang diampuni.”
Kadang-kadang gambar Ka'bah terpampang di sebelahnya, dan resepsi
berlangsung dengan gembira karena kehadiran dalam pertemuan besar dari kalangan
para orang tua dan anak-anak dari keluarga, kerabat, teman dan tetangga, mereka
mendatangi masjid dan duduk-duduk di dalamnya, atau duduk-duduk di rumah orang
yang baru pulang haji tsb , melingkar disekitarnya sambil mendengarkan kata-kata sambutan dan
lainnya, atau penyampaian dari orang yang baru pulang haji tsb tentang
pengalamannya dalam melaksanakan ibadah haji .
Dan terkadang diselingi dengan memberikan suvenir yang dibawa oleh
jemaah haji yang baru pulang dari Tanah Suci kepada orang-orang yang hadir
menyambutnya , seperti hadiah air Zamzam, karpet, pakaian, Siwak , mainan
anak-anak, dan lainnya , atau sebaliknya.
Akan tetapi ada kebiasaan-kebiasaan yang tercela dalam penyambutan
orang yang datang dari haji, antara lain: mengumandangkan adzan, bertepuk-tepuk
tangan, bernyanyi diiringi musik, menari, berjoged ria dan sejenisnya, yang
tidak boleh dilakukan dalam syariat Islam .
BANTAHAN DAN KRITIKAN :
Ada sebagian para ulama kontemporer telah
memberikan fatwa haram dan tidak memperbolehkan amalan menghias rumah ini.
Mereka menyebutkan beberapa sebab pelarangannya diantaranya : Pertama : adalah Bid'ah
. Kedua : adalah Riya . Ketiga : adalah Tabdziir harta .
Mereka juga berkata : Tidak ada dalam sunah
nabawiyah menghias rumah - seperti dengan dedaunan dan bunga plastik serta
lampu-lampu - dalam rangka menyambut kepulangan jamaah haji, begitu juga tidak
ada dari amalan para shahabat radhiallahu anhum.
JAWABAN :
Yang NAMPAK LEBIH BENAR setelah pengamatan dan penelusuran
dalil adalah : bahwa perbuatan ini DIPERBOLEHKAN, wallahu a'lam .
Sementara apa yang disebutkan para ulama kontemporer
yang melarangnya dan membid'ahkannya tidak cukup kuat dalilnya untuk
mengharamkan menghiasi rumah dalam rangka menyambut kedatangan jamaah haji.
Berikut ini : Bantahan terhadap apa yang mereka katakan , ada beberapa hal:
Hal Pertama:
Prilaku ini termasuk adat dan tradisi bukan
ibadah. Dari sini, maka tidak ada alasan untuk melarangnya meskipun tidak ada
dalam Sunnah Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
Hal Kedua:
Kebanyakan apa yang dilakukan dengan menghiasi
rumah Cuma menghabiskan dana sedikit tidak sampai dana banyak. Apa yang kami
lihat dari sebagian orang yang menaruh bagian pohon hijau dan menancapkan kayu
dimana kebanyakan tidak ada akarnya. Kami tidak melihat ada toko khusus yang
menjual seperti ini. Hal itu menunjukkan tidak membutuhkan dana besar sampai
orang dilarang (melakukannya).
Ya mungkin dikatakan kepada sebagaian pemilik
nikmat dan harta (berlebih). Sampai hal ini, terkadang ada pada orang yang
memiliki harta yang menjadikan apa yang dilakukan tidak termasuk dalam batasan
berlebihan.
Hal Ketiga:
Tidak mesti melakukan hal ini ada sifat riya’.
Karena ibadah haji termasuk ibadah yang tidak tersembunyi sampai dikhawatirkan
kalau diperlihatkan akan timbul sifat riya. Bahkan terkadang sifat riya akan
timbul dengan menampakkan penampilan lusuh, kumuh dan tidak berhias.
Sebagaimana ketika menampakkan berhias dan kesenangan waktu kedatangan jamaah
haji. Inti dari semua itu adalah niatan pelaku dan apa yang ada dalam hatinya.
Yang nampak tepat dan benar : bahwa hiasan penyambutan
kedatangan haji ini termasuk dalam katagori tradisi dan adat kebiasaan , bukan
katagori ritual ibadah .
Hukum Asalnya hal itu adalah MUBAH, tidak ada
dalil yang menguatkan orang yang mengharamkan dibanding dengan orang yang
menghalalkan.
===****===
HUKUM WALIMAHAN JEMAAH HAJI SERTA MEMBUATKAN MAKANAN
Mengadakan jamuan walimah keberangktana dan kedatangan
jamaah haji dan membuat makanan untuknya, yang NAMPAK LEBIH BENAR hukumnya adalah
diperbolehkan juga .
Apalagi jamaah haji sendiri yang menyiapkan
makanan dan mengundang orang-orang , maka hal itu diperbolehkan.
Mengadakan jamuan walimah sebelum atau sesudah
haji, bukan wajib dan bukan sunnah, melainkan hanya diperbolehkan, asalkan
tidak diyakini bahwa itu sunnah, selama tidak ada tabdzir , tidak ada pemborosan
biaya dan tidak membebani .
FATWA ISLAM.WEB [ Nomor
fatwa: 47017]
menyatakan :
عَمَلُ الْحَاجِّ وَلِيمَةً لِعَائِلَتِهِ وَأَحِبَّائِهِ قَبْلَ ذَهَابِهِ
لِلْحَجِّ وَبَعْدَ رُجُوعِهِ مِنْهُ شَيْءٌ حَسَنٌ وَعَادَةٌ طَيِّبَةٌ، لِأَنَّ فِي
ذٰلِكَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَهُوَ مُرَغَّبٌ فِيهِ، وَفِيهِ دَعْوَةٌ لِلْأُلْفَةِ
وَالْمَحَبَّةِ، قَالَ الْإِمَامُ النَّوَوِيُّ رَحِمَهُ اللهُ فِي الْمَجْمُوعِ: يُسْتَحَبُّ
النَّقِيعَةُ وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ، وَيُطْلَقُ عَلَىٰ مَا
يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ، وَعَلَىٰ مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ.
وَلٰكِنْ نُنَبِّهُ إِلَىٰ أَنَّهُ يَنْبَغِي أَلَّا يَكُونَ فِي ذٰلِكَ إِسْرَافٌ
أَوْ مَشَقَّةٌ وَحَرَجٌ عَلَى الْحَاجِّ.
"Jemaah haji mengadakan
pesta untuk keluarga dan orang-orang yang dicintainya sebelum pergi haji dan
setelah kembali darinya, itu adalah sesuatu yang bagus dan adat kebiasaan yang
baik, karena di dalamnya adalah memberi makan dan itu sesuatu yang dianjurkan. Dan
di dalamnya ada ajakan untuk meningkatkan ikatan hati dan kasih sayang .
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan :
“Dianjurkan ‘Nuqoiah’ yaitu makanan yang dibuat
untuk menyambut kedatangan orang dari safar. Biasanya apa yang dilakukan oleh
orang safar yang kembali datang atau dilakukan orang lain untuknya".
Namun, kami ingatkan pula bahwa ini seharusnya tidak
boleh ada pemborosan , tidak menyulitkan dan tidak memberatkan pada orang yang pulang
haji". [Kutipan Selesai]
FATWA SYEIKH IBNU 'UTSAIMIN :
Syekh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah pernah
ditanya :
ظَاهِرَةٌ تَنْتَشِرُ فِي الْقُرَى خَاصَّةً بَعْدَ عَوْدَةِ الْحُجَّاجِ مِنْ
مَكَّةَ. كُلَّ سَنَةٍ تَقْرِيبًا، يَعْمَلُونَ وَلَائِمَ يُسَمُّونَهَا "ذَبِيحَةٌ
لِلْحُجَّاجِ" أَوْ "فَرْحَةٌ بِالْحُجَّاجِ" أَوْ "سَلَامَةُ
الْحُجَّاجِ"، وَقَدْ تَكُونُ هٰذِهِ اللُّحُومُ مِنْ لُحُومِ الْأَضَاحِي، أَوْ
لُحُومِ ذَبَائِحَ جَدِيدَةٍ، وَيُصَاحِبُهَا نَوْعٌ مِنَ التَّبْذِيرِ، فَمَا رَأْيُ
فَضِيلَتِكُمْ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْعِيَّةِ، وَمِنَ النَّاحِيَةِ الِاجْتِمَاعِيَّةِ؟.
“Fenomena menyebar di desa khususnya setelah
kembalinya jamaah haji dari Mekkah. Hampir setiap tahun. Mereka melakukan
walimah (perayaan) yang dinamakan : “Sembelihan untuk jamaah haji’ atau ‘Kegemberiaan
menyambut jamaah haji’ atau ‘Keselamatan jamaah haji’. Terkadang dagingnya dari
daging kurban atau daging sembelihan baru disertai ada sedikit pemborosan. Apa
pendapat anda dari sisi hukum syar'i dan dari sisi sosial?
Syeikh menjawab :
هٰذَا لَا بَأْسَ بِهِ، لَا بَأْسَ بِإِكْرَامِ الْحُجَّاجِ عِنْدَ قُدُومِهِمْ؛
لِأَنَّ هٰذَا يَدُلُّ عَلَى الِاحْتِفَاءِ بِهِمْ، وَيُشَجِّعُهُمْ أَيْضًا عَلَى
الْحَجِّ، وَلٰكِنِ التَّبْذِيرُ الَّذِي أَشَرْتَ إِلَيْهِ وَالْإِسْرَافُ هُوَ الَّذِي
يُنْهَىٰ عَنْهُ؛ لِأَنَّ الْإِسْرَافَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ، سَوَاءٌ بِهٰذِهِ الْمُنَاسَبَةِ،
أَوْ غَيْرِهَا، قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَىٰ:
(وَلَا تُسْرِفُوا
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ) الأنعام/١٤١،
وَقَالَ تَعَالَىٰ: (إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ)
الإسراء/٢٧.
وَلٰكِنْ إِذَا كَانَتْ وَلِيمَةٌ مُنَاسِبَةٌ، عَلَىٰ قَدْرِ الْحَاضِرِينَ،
أَوْ تَزِيدُ قَلِيلًا: فَهٰذَا لَا بَأْسَ بِهِ مِنَ النَّاحِيَةِ الشَّرْعِيَّةِ،
وَمِنَ النَّاحِيَةِ الِاجْتِمَاعِيَّةِ، وَهٰذَا لَعَلَّهُ يَكُونُ فِي الْقُرَى،
أَمَّا فِي الْمُدُنِ فَهُوَ مَفْقُودٌ، وَنَرَىٰ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَأْتُونَ
مِنَ الْحَجِّ وَلَا يُقَامُ لَهُمْ وَلَائِمُ، وَلٰكِنْ فِي الْقُرَى الصَّغِيرَةِ
هٰذِهِ قَدْ تُوجَدُ، وَلَا بَأْسَ بِهِ، وَأَهْلُ الْقُرَىٰ عِنْدَهُمْ كَرَمٌ، وَلَا
يُحِبُّ أَحَدُهُمْ أَنْ يُقَصِّرَ عَلَى الْآخَرِ.
“Ini tidak mengapa. Tidak
mengapa memuliakan jamaah haji atas kedatangannya. Karena hal ini menunjukkan penyambutan
untuk mereka dan memberi semangat juga pada yang lain untuk berhaji.
Akan tetapi pemborosan yang anda isyaratkan itu
yang dilarang. Karena pemborosan itu dilarang, baik dalam momen seperti ini
atau lainnya.
Allah berfirman:
وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” QS. Al-An’am: 141
Dan firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” QS. Al-Isro’: 27
Akan tetapi jika [biaya] walimah ini sesuai
dengan jumlah orang yang hadir atau ada sedikit kelebihan, maka hal ini tidak
mengapa dari sisi agama. Sementara dari sisi sosial, mungkin ini hanya ada di
desa-desa . Sementara kalau di kota-kota hampir sudah punah.
Kita lihat banyak jamaah haji yang datang tanpa
ada walimah (perayaan). Akan tetapi terkadang didapatkan di desa kecil. Dan itu
tidaklah mengapa. Penduduk desa mempunyai kedermawanan, satu dengan lainnya
tidak ingin mengurangi penghormatannya.
[ Sumber : 'لقاءات الباب المفتوح' (154 /soal no. 12)].
DALIL-DALIL :
Telah ada ketetapan yang shahih dalam sunah
nabawi bahwa para shahabat biasa merayakan kedatangan orang yang safar (pergi
jauh) baik itu perjalanan haji, umrah, perniagaan atau selain itu.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhua , dia berkata
:
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ – أَيْ:
فِي فَتْحِهَا – اسْتَقْبَلَتْهُ أُغَيْلِمَةُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَحَمَلَ
وَاحِدًا بَيْنَ يَدَيْهِ، وَآخَرَ خَلْفَهُ.
“Ketika Nabi sallallahu alaihi
wa sallam datang ke Mekkah –maksudnya waktu penaklukannya- disambut anak-anak
Bani Abdul Mutollib. Satu orang membawa diantara kedua tangannya dan yang
lainnya di belakannya.”
[ HR. Bukhori, 17004 dalam kitab ‘Umroh’ . Dan Imam
Bukhori membuatkan bab :
بَابُ اسْتِقْبَالِ الحَاجِّ القَادِمِينَ وَالثَّلَاثَةِ عَلَى الدَّابَّةِ
‘Bab
Menyambut kedatangan jamaah haji. Dan tiga orang di atas kendaraan".
Ibnu Zubair mengatakan kepada Ibnu Ja'far
radhiallahu anhum :
أَتَذْكُرُ إِذْ تَلَقَّيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَا وَأَنْتَ وَابْنُ عَبَّاسٍ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، فَحَمَلَنَا
وَتَرَكَكَ
“Apa anda ingat ketika kita
menyambut Rasulullah sallallahu alahi wa sallam : saya, anda dan Ibnu Abbas?
Beliau menjawab : “Ya, kita membawanya dan meninggalkanmu.” [HR. Bukhori, 2916].
Dari Abdullah bin Ja'far radhiyallahu 'anhu berkata
:
"كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ
مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِنَا . قَالَ : فَتُلُقِّيَ بِي وَبِالْحَسَنِ أَوْ بِالْحُسَيْنِ . قَالَ :
فَحَمَلَ أَحَدَنَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَالْآخَرَ خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلْنَا
الْمَدِينَةَ
“Biasanya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam ketika datang dari bepergian, kita menyambutnya.
Dia Berkata : “Maka saya, Hasan dan Husain
menyambutnya.
Dia Berkata : “Maka salah satu diantara kita
membawa dihadapan beliau , sementara yang lain di belakangnya sampai kita
memasuki Madinah.” [HR. Muslim no. 2428].
Makanan yang disiapkan untuk menyambut
kedatangan musafir disebut: "Naqii'ah [النَّقِيْعَة]"
Berasal dari kata "النَّقْع"
– yaitu debu – karena musafir datang membawa debu perjalanan.
Dan telah ada hadits shahih dari Jabir radhiyallahu
'anhu
" أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ
سَفَرِهِ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً ".
"Bahwa Rasulullah sallallahu
alahi wa sallam ketika datang ke Madinah dari safarnya, menyembelih kambing
atau sapi.” [HR. Bukhori no. 3089]
Dan hadits ini menunjukkan bolehnya undangan walimah
saat kedatangan dari safar . [Baca : “'Aun al-Ma’buud” oleh Al-'Adziim Aabaadi (10/211)].
Dan Al-Bukhari menuliskan BAB untuknya:
«
باب الطَّعَامِ
عِنْدَ القُدُومِ . وَكَانَ ابن عُمَرَ - رضي الله عنهما - يُفْطِرُ لِمَنْ يَغْشَاهُ
»
“Bab tentang makanan pada saat
kedatangan dari safar , dan Ibnu Umar radhiyalahu 'anhuma, biasa berbuka puasa demi
menghormati orang yang berdatangan menyambutnya”
Yakni :
يَغْشَوْنه للسَّلام عليه والتَّهنئة بالقُدُوْمِ
Mereka berdatangan untuk menyambutnya ,
mengucapkan salam da selamat atas kedatangannya. [“Fath Al-Bari” oleh Ibnu
Hajar (6/194)].
Ibnu Baththaal
mengatakan tentang hadits sebelumnya:
« فِيهِ إِطْعَامُ الإِمَامِ وَالرَّئِيسِ أَصْحَابَهُ عِنْدَ
الْقُدُومِ مِنَ السَّفَرِ، وَهُوَ مُسْتَحَبٌّ عِندَ السَّلَفِ، وَيُسَمَّى النَّقِيعَةَ»
"Di dalamnya, imam dan
presiden memberi makan para sahabatnya ketika mereka datang dari perjalanan,
dan itu MUSTAHABB menurut para ulama salaf, dan itu disebut an-Naqii'ah."
Lalu dia menuqil dari
al-Mahlab :
« إِنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهِ عَنْهُمَا كَانَ إِذَا
قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ أَطْعَمَ مَنْ يَأْتِيهِ وَيُفْطِرُ مَعَهُمْ وَيَتْرُكُ قَضَاءَ
رَمَضَانِ لِأَنَّهُ كَانَ لَا يَصُومُ فِي السَّفَرِ فَإِذَا انْتَهَى الطَّعَامُ
ابْتَدَأَ قَضَاءَ رَمَضَانِ».
“Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma ketika dia datang dari suatu perjalanan safar , dia memberi makan
orang-orang yang datang kepadanya dan berbuka puasa dengan mereka dan
meninggalkan qodho puasa Ramadhan; Karena dia tidak berpuasa saat bepergian,
maka ketika dia selesai makan-makan, maka dia mulai mengqodho puasa Ramadhan ».
[“Fath Al-Bari” oleh Ibnu Hajar (6/194)].
Ini, adalah madzhab Jumhur Sahabat dan Tabi'iin.
Dan wajib untuk mendatangi semua undangan walimah , dan itu sesuai dengan apa
yang disebutkan oleh Qodhi 'Iyadh dan an-Nawawi. [ Lihat: “Syarah Muslim” oleh
al-Nawawi (9/171), “Tuhfat al-Mawduud” oleh Ibn al-Qayyim (127), “Nayl al-Awthaar”
oleh al-Syawkani (6/238)].
Imam an-Nawawi
rahimahullah mengatakan :
"يُسْتَحَبُّ
النَّقِيعَةُ وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ وَيُطْلَقُ عَلَى
مَا يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ وَعَلَى مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ ...
وَمِمَّا يُسْتَدَلُّ بِهِ لَهَا حَدِيثُ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : " أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ
سَفَرِهِ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً ". رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ".
“Dianjurkan ‘Nuqoiah’ yaitu
makanan yang dibuat untuk menyambut kedatangan orang safar. Biasanya apa yang
dilakukan oleh orang safar yang datang atau dilakukan orang lain untuknya.
Yang dijadikan sandaran dalil akan hal itu
adalah hadits Jabir radhiallahu anhu :
" أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ
سَفَرِهِ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً ".
Bahwa Rasulullah sallallahu alahi wa sallam
ketika datang ke Madinah dari safarnya, menyembelih kambing atau sapi.” Hadits
riwayat al-Bukhori”. [Lihat : Al-Majmu’, (4/400)].
Dan Imam as-Suyuthi, dalam kitab "طُرُقُ الحَمَامَةِ"
hal. 11 No. 14 dan al-Haawi lil Fataawaa 1/92, dia berkata :
"أَخْرَجَ الحاكم فِي الْمُسْتَدْرَكِ عَنْ
عروة قَالَ: ( «لَمَّا قَفَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ
مِنْ بَدْرٍ اسْتَقْبَلَهُمُ الْمُسْلِمُونَ بِالرَّوْحَاءِ يُهَنِّئُونَهُمْ»
) مُرْسَلٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ ".
Al-Hakim meriwayatkan dalam
"Al-Mustadrak" dari Urwah yang mengatakan: Ketika Rasulullah ﷺ dan para
sahabatnya pulang dari perang Badr, umat Islam menyambut mereka di Al-Rawha ',
memberi selamat kepada mereka" . [ Hadits Mursal, Sanadnya Shahih]".
===***===
KETIGA :
UCAPAN
SELAMAT DAN DO'A KEPADA JEMAAH HAJI
Pendapat yang benar : Tidak
mengapa bagi seseorang untuk memberikan ucapan selamat atas kedatangan jamaah
haji dari Tanah Suci dengan mengucapkan kata-kata yang dikehendakinya yang
penting mubah dalam syara’ dan menunjukkan akan maksudnya.
Contoh nya Seperti :
" تَقَبَّلَ
اللهُ طَاعَتَكُم " أو " تَقَبَّلَ اللهُ حَجَّكُم " أو "
حجّاً مَبْرُوْراً وَسَعْياً مَشْكُوْراً "
‘Semoga Allah menerima
ketaatan anda’ atau ‘Semoga Allah menerima haji anda’ atau ‘Haji mabrur dan
umroh yang disyukuri’.
Telah ada banyak hadits dan atsar lemah terkait
ucapan yang dikatakan kepada jamaah haji setelah kembali. Dan tidak ada ketetapan
yang shahih dari sisi sanadnya. Akan tetapi tidak mengapa penggunaannya karena
di dalamnya ada doa.
Diantaranya :
" قَبِل
اللهُ حَجَّك ، وغَفَرَ ذَنْبَك ، وأَخْلَفْ نَفَقَتَك "
’Semoga
Allah menerima haji anda, mengampuni dosa dan mengganti nafkah anda’
Atau
" تَقَبَّلَ
اللهُ نُسُكَك ، وأعْظَمَ أجْرَك ، وأَخلَفْ نَفَقَتَك "
‘Semoga Allah menerima manasik
anda, mengagungkan pahala dan mengganti nafkah anda’.
Masalah ini luas (tidak terikat)
Dalam kitab al-Adzkaar hal. 183-184, Imam
an-Nawawi berkata :
بَابُ مَا يُقَالُ لِمَنْ يَقْدُمُ مِنْ حَجٍّ وَمَا يَقُولُهُ
١١٦٥- رَوَيْنَا
فِي "كِتَابِ ابْنِ السُّنِّي" [رَقَمٌ: ٥٣٨] عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: جَاءَ غُلَامٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ: إِنِّي أُرِيدُ الْحَجَّ، فَمَشَى مَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "يَا غُلَامُ! زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى، وَوَجَّهَكَ
فِي الْخَيْرِ، وَكَفَاكَ الْهَمَّ"، فَلَمَّا رَجَعَ الْغُلَامُ سَلَّمَ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "يَا غُلامُ! قَبِلَ
اللَّهُ حَجَّكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ".
١١٦٦- وَرَوَيْنَا
فِي "سُنَنِ الْبَيْهَقِيِّ" ٥/ ٢٦١]، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنْ اسْتَغْفَرَ لَهُ الْحَاجُّ". قَالَ الْحَاكِمُ
١/ ٤٤١]: هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ.
Bab: Apa
yang dikatakan kepada orang yang baru pulang haji dan apa yang dia katakan.
1165- Kami menemukan riwayat dalam "Kitab
Ibnu Al-Sunni" [No. 538] dari Ibn Umar, radhiyallahu 'anhuma, yang
berkata: Seorang anak laki-laki datang kepada Nabi ﷺ , dan berkata: "Saya hendak menunaikan ibadah haji",
Lalu Rasulullah ﷺ berjalan bersamanya, dan bersabda :
" يا
غلامُ! زَوّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى، وَوَجَّهَكَ في الخَيْرِ، وَكَفَاكَ الْهَمّ"
"Wahai nak! Semoga Allah membekalimu
dengan ketakwaan , mengarahkanmu dalam kebaikan, dan mencukupimu dari rasa kekhawatiran."
Ketika anak laki-laki itu kembali, dia datang
kepada Nabi ﷺ dan
mengucapkan salam padnya. Lalu beliau ﷺ berkata :
" يا
غُلامُ! قَبِلَ اللَّهُ حَجَّكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وأخْلَفَ نَفَقَتَكَ".
"Wahai anak laki-laki!
Semoga Allah menerima haji mu, mengampuni dosa mu, dan memberikan ganti atas nafkah
yang telah kamu keluarkan ."
1166- Dan kami menemukan riwayat dalam
"Sunan Al-Bayhaqi" 5/261], dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu,
yang berkata : Rosulullah ﷺ, berkata :
"اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْحاجّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الحَاجُّ ".
“Ya Allah, ampunilah para
peziarah dan siapa pun peziarah yang meminta ampunan.”
Al-Hakim berkata 1/441: " Shahih sesuai
syarat Muslim. [Selesai Kutipan dari al-Adzkaar].
Dan Imam as-Suyuthi , dalam kitab "طُرُقُ الحَمَامَةِ"
hal. 11 No. 13 , dia berkata :
وَأَخْرَجَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ فِي "سُنَنِهِ" عَنْ ابْنِ عُمَرَ:
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ لِلْحَاجِّ إِذَا قَدِمَ: "تَقَبَّلَ اللَّهُ نُسُكَكِ
وَأَعْظَمَ أَجْرَكَ وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ".
Dan Sa'id bin Mansuur memasukkan dalam
“Sunan”-nya dari Ibnu Umar : Dia biasa berkata kepada jemaah haji ketika dia pulang
:
" تَقَبَّلَ
اللهُ نُسُكَك ، وأعْظَمَ أجْرَك ، وأَخلَفْ نَفَقَتَك "
‘Semoga Allah menerima manasik
anda, mengagungkan pahala anda dan mengganti nafkah anda’.
Ibnu Muflih dalam al-Furuu' 10/232 berkata :
ذَكَرَ الْآجُرِّيُّ اسْتِحْبَابَ تَشْيِيعِ الْحَاجِّ وَوَدَاعِهِ
وَمَسْأَلَتِهِ أَنْ يَدْعُوَ لَهُ، نَقَلَ الْفَضْلُ بْنُ زِيَادٍ : مَا
سَمِعْنَا أَنْ يُدْعَى لِلْغَازِي إذَا قَفَلَ، وَأَمَّا الْحَاجُّ فَسَمِعْنَا عَنْ
ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي قِلَابَةَ: وَأَنَّ النَّاسَ لَيُدْعُونَ.
Al-Ajurri menyebutkan mustahabb-nya mengantar
dan melepaskan keberangkatan jemaah haji, dan memintanya untuk mendoakannya. Al-Fadhel
ibnu Ziyad menukil : Kami belum pernah mendengar ada undangan dari orang yang
pulang dari peperangan . Adapun dari jemaah haji, maka kami telah mendengar
dari Ibnu Umar dan Abi Qilabah : Dan orang-orang sungguh diundangnya ". [Selesai
Kutipan dari Ibnu Muflih]
Adapun Atsar Ibnu Omar dimasukkan oleh Abd
al-Razzaq dalam al-Musannaf “9266” dan Ibnu Abi Shaybah dalam al-Musnaq “4/108
no. 15814” dengan kata-kata:
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ لِلْحَاجِّ إِذَا قَدِمَ: تَقَبَّلَ اللَّهُ نُسُكَكَ
وَأَعْظَمَ أَجْرَكَ وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ
Dia biasa mengatakan kepada jemaah haji ketika
dia datang : " semoga Tuhan menerima ibadah haji Anda, mengagungkan pahala
Anda, dan mengganti pengeluaran biaya Anda".
Dan riwayat Abu Qilabah dimasukkan oleh Ibnu
Abi Shaybah dalam al-Musannaf “4/108”:
"أنَّهُ
لَقِي رَجُلا رَجَعَ مِن العُمْرة فقَالَ : بِرُّ العَمَلِ بِرُّ العَمَلِ".
" Bahwa dia bertemu
dengan seorang pria yang kembali dari umrah dan berkata : Amal kebajikan , amal
kebajikan ".
Wallahu a’lam
===***===
PERHATIAN !
Waspadalah ! Sembarangan dalam menentukan hukum haram dan halal sangat
beresiko bagi dirinya dan bagi umat Islam pada umumnya .
Dalam hadits Sa’d ibnu Abi Waqaash : Bahwa Nabi ﷺ berkata:
إِنَّ أَعْظَمَ
المُسْلِمِينَ جُرْمًا، مَنْ سَأَلَ
عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
Sesungguhnya (seseorang dari) kaum Muslim yang paling besar
dosanya adalah yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas hal
tersebut diharamkan karena pertanyaannya. ( HR. Bukhory no. 6745 )
Allah SWT berfirman :
﴿ كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِيْٓ
اِسْرَاۤءِيْلَ اِلَّا مَا حَرَّمَ اِسْرَاۤءِيْلُ عَلٰى نَفْسِهٖ مِنْ قَبْلِ
اَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرٰىةُ ۗ قُلْ فَأْتُوْا بِالتَّوْرٰىةِ فَاتْلُوْهَآ اِنْ
كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ﴾
" Semua makanan itu halal bagi Bani Israil, kecuali makanan
yang diharamkan oleh Israil (Yakub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan.
Katakanlah (Muhammad), “Maka bawalah Taurat lalu bacalah, jika kamu orang-orang
yang benar.” (QS. Ali 'Imran: 93)
Para Ulama yang sembarangan dalam memvonis hukum Haram atau Halal ,
Sunnah dan Bida’h pada hakikatnya mereka itu telah mendakwakan dirinya sebagai
berikut :
Pertama : mendakwakan dirinya sebagi Rabb / Tuhan selain Allah SWT .
Yang
demikian itu adalah kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani dahulu dan
sekarang , dalam firmanNya Allah SWT menjelaskan :
) اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ
سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (.
Artinya : "
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
tuhan selain Allah , dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam;
padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan ". ( QS. At-Taubah : 31 ) .
Sahabat
Adiy bin Hatim (RA) saat mendengar ayat ini berkata : " Wahai Rosulullah
mereka tidak menyembahnya ? " , lalu Rosulullah ﷺ menjawab :
«
بَلَى، إنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلالَ،
فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ» .
"
Benar , sesungguhnya mereka telah menghalalkan untuk mereka yang haram , dan
mengharamkan untuk mereka yang halal, kemudian mereka mengikutinya
(mengamalkannya), maka yang demikian itu adalah bentuk penyembahan mereka
kepada nya" .
( HR.
Ahmad dan Turmudzi no. 3095. Dihasankan oleh Syeikh Al-Bani dalam Shahih Tirmidzi no. 3095 . Dan
di hasankan oleh Ibnu Taymiyah dalam حقيقة
الإسلام والإيمان
no. 111 ).
Kedua :
Sebagi Sekutu Allah SWT :
Allah SWT
berfirman :
) أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ
يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ
الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (.
Artinya : "
Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?
Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah
dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu akan memperoleh azab
yang amat pedih.
(QS. Asy-Syuro : 21 ).
Ayat diatas dengan jelas dan gamblang bahwa orang-orang yang beragama
dengan cara mengamalkan syariat ciptaan manusia , berarti mereka telah
menjadikannya sebagai sekutu dan sesembahan selain Allah SWT .
0 Komentar