HUKUM
TARUHAN DALAM LOMBA LATIHAN MILITER & LOMBA UNTUK SYI'AR ISLAM . HALAL-KAH
ITU ? APA SAJA DALILNYA ?
Di
Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN
NIDA AL-ISLAM
====
*****
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN
- PEMBAHASAN PERTAMA: TARUHAN
DALAM LOMBA MELEMPAR SENJATA, PACUAN KUDA DAN BALAP UNTA:
- DALIL-DALIL BOLEHNYA TARUHAN
PACUAN KUDA, UNTA DAN MELEMPAR SENJATA:
- PEMBAHASAN KEDUA: HUKUM
TARUHAN DALAM LOMBA MENEMBAK, LEMPAR CAKRAM, GRANAT, MERIAM DAN RUDAL
- PEMBAHASAN KETIGA: HUKUM
TARUHAN DALAM PERLOMBAAN YANG BISA MENSYI'ARKAN PANJI ISLAM
- PEMBAHASAN KEEMPAT: TARUHAN
DALAM PERLOMBAAN LATIHAN MILITER SELAIN PACUAN KUDA, UNTA
DAN LOMBA MELEMPAR SENJATA:
*****
بسم الله الرحمن الرحيم
===***===
PENDAHULUAN
Dalam
rangka untuk menjaga dan melindungi agama Allah dan umatnya, maka Allah swt
mewajibkan umat Islam untuk membangun berbagai macam kekuatan pertahanan
militer. Allah SWT berfirman:
﴿ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن
رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ
مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن
شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ ﴾
Artinya: “Dan
kalian siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang
selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa
saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup
kepada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”.(QS. Al-Anfal:
60)
Kewajiban
mempersiapkan kekuatan pertahanan militer tersebut minimal sampai kepada level
yang Allah firmankan:
﴿تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن
دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ﴾
“yang
dengan persiapan itu kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan
orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah
mengetahuinya“. (QS.
Al-Anfal: 60)
Pelatihan
militer adalah wajib bagi setiap lelaki muslim yang mukallaf yang tidak
memiliki udzur syar'i, karena merupakan salah satu persiapan jihad.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya " as-Siasat asy-Syar'iyyah hal. 19
berkata:
“يَجِبُ الِاسْتِعْدَادُ لِلْجِهَادِ بِإِعْدَادِ الْقُوَّةِ وَرِبَاطِ
الْخَيْلِ فِي وَقْتِ سُقُوطِهِ لِلْعَجْزِ فَإِنَّ مَا لَا يَتِمُّ
الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ ".
Wajib
siap siaga untuk berjihad dengan mempersiapkan kekuatan dan penambatan
kuda-kuda perang pada saat kejatuhannya yang disebabkan oleh adanya kelemahan ;
karena “ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa tercapai dengan sempurna
kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “. [Lihat pula Majmu'
al-Fataawaa 28/259].
Pentingnya
latihan militer karena menjadi salah satu bentuk persiapan jihad, dan jihad
adalah jalan keselamatan bagi umat Islam dari murka Allah SWT dan dari
kehidupan yang terhinakan dan terlecehkan oleh musuh-musuh agama sebagaimana
yang umat Islam alami sekarang ini.
Melihat
betapa pentingnya membangun kekuatan pertahanan militer dalam Islam, sehingga
agama Islam mensyariatkan umatnya untuk senantiasa berlatih pacuan kuda, unta,
memanah atau melempar tombak, berenang dan lainya yang sangat bermanfaat dalam
membangun kekuatan pertahanan militer.
Rosulullah
ﷺ bersabda:
“كلُّ شيءٍ ليس من ذِكْرِ اللهِ فهو لَهْوٌ أو سَهْوٌ إلا أربعَ
خِصَالٍ: مَشْىُ الرجلِ بينَ الغَرَضَيْنِ المَرْمَى وتأديبُه فَرَسَهُ ،
ومُلَاعَبَتُهُ أهلَه، وتعليمُه السِّبَاحَةَ".
"Segala
sesuatu yang bukan dari berdzikir mengingat Allah adalah main-main atau
kelalaian, kecuali empat hal:
[1]
Seorang pria berjalan di antara dua tujuan: tempat latihan melempar tombak dan
panah . [2]dan melatih kudanya. [3]Bercumbu dengan istrinya [4] dan
berlatih berenang".
[HR.
Al-Nasaa'i dalam ((Al-Sunan Al-Kubra)) (8940), dan Al-Bazzar seperti dalam
"Majma' Al-Zawa'id" oleh Al-Haythami (5/272), dan Al-Tabarani (2/193)
(1785) dengan sedikit perbedaan. Hadits ini di Shahihkan al-Albaani dalam
Aadaab az-Zafaaf no. 205 dan Ghooyah al-Maraam no. 389]
Dalam
riwayat lain: Nabi ﷺ bersabda:
وَلَيْسَ
اللَّهْوُ إِلَّا فِي ثَلَاثَةٍ تَأْدِيبِ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتِهِ
امْرَأَتَهُ وَرَمْيِهِ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا
عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ كَفَرَهَا أَوْ قَالَ كَفَرَ
بِهَا".
" Tidak
ada hiburan [permainan yang dianjurkan] kecuali dalam tiga hal:
Seorang
laki-laki yang melatih kudanya.
Candaan
seseorang terhadap isterinya.
Dan
lemparan anak panahnya.
Dan
barangsiapa yang tidak [terus berlatih] melempar [tombak dan panah] setelah ia
menguasai ilmunya karena sudah tidak menyenanginya lagi, maka sesungguhnya hal
itu adalah kenikmatan yang ia kufuri atau kufur dengannya."
(HR.
An-Nasaa’i no. 3522, Ahmad no. 16697, Turmudzi no. 1561, Abu Daud no. 2152 dan
Ibnu Majah no. 2801. Dan ini adalah lafadz Nasaa’i dan Ahmad.
Hadits
ini di shahihkan oleh Al-Hakim dan Al-Dhahabi setuju
dengannya, serta Ibnu Khuzaymah dan Ibn Hibban (Fath Al-Bari 6/91, 11/91).
Dan
dalam riwayat lain: Rasulullah ﷺ bersabda:
"
مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى ".
“Barangsiapa
yang menguasai ilmu melempar [tombak atau panah] lalu ia meninggalkannya, maka
ia bukan termasuk golongan kami atau sungguh ia telah bermaksiat [durhaka].”
[HR Muslim no 1919].
Dari 'Uqbah bin 'Amir RA, bahwa
Nabi ﷺ bersabda:
سَتُفْتَحُ
عليكُمْ أَرْضُونَ ، و يَكْفيكُمُ اللهُ ، فلا يَعْجِزُ أحدُكُمْ أنْ يَلْهُوَ
بِأَسْهُمِهِ
“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian pernah merasa malas untuk terus bermain dengan panah-panahnya [berlatih senjata perang]” (HR. Muslim 1918)
Kenapa Nabi ﷺ lebih fokus pada berlatih senjata "panah memanah" ? Karena pada saat itu senjata yang memiliki daya lempar terjauh ke arah musuh adalah panah . Berbeda dengan sekarang, kalau sekarang adalah peluru, rudal, Jet Tempur dan yang sejenisnya .
Inti dan tujuan utamanya: adalah agar dengan penguasaan senjata tersebut
umat Islam bisa menaklukkan negeri-negeri musuh dan menguasai dunia , sehingga
umat manusia berbondong-bondong masuk Islam, menjadi hamba Allah . Serta
membebaskan umat Manusia dari perbudakan iblis laknatullah dan pemujaan
kepadanya .
Syeikh
Abdurrahman as-Sa’di ketika
menafsiri firman Allah SWT:
﴿ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ
قُوَّةٍ ﴾
Artinya: “
kekuatan apa saja yang kalian sanggupi “.
Beliau
berkata :
"أي: كل ما تقدِرون عليه، من القوَّة العقليَّة والبدنيَّة،
وأنواع الأسلحة ونحو ذلك، ممَّا يعين على قتالهم، فدخل في ذلك أنواع الصِّناعات
التي تعمل فيها أصناف الأسلحة والآلات، من المدافع، والرشَّاشات، والبنادق،
والطيَّارات الجويَّة، والمراكب البريَّة والبحريَّة، والقلاع، والخنادق، وآلات
الدفاع، والرَّأي والسياسة التي بها يتقدَّم المسلمون ويندفع عنهم به شرُّ
أعدائهم، وتعلُّم الرَّمْي، والشَّجاعة والتدبير ".
Yakni,
segala sesuatu yang kalian mampu terhadapnya, baik dari yang berkaitan dengan
kekuatan akal maupun badan, menciptkan berbagai macam jenis senjata dan yang
semisalnya, yang bisa membantu dalam memerangi orang-orang kafir.
Maka
masuk didalamnya membangun pabrik-pabrik yang memproduksi berbagai macam jenis
senjata dan alat perang, seperti alat-alat penangkal rudal, rudal-rudal,
senapan-senapan, jet-jet tempur, tank-tank baja, kapal laut, kapal selam,
benteng pertahanan, dan alat-alat pertahanan lainnya.
Dan
begitu juga menguasai ilmu logika dan politik yang dengan semua itu membuat
umat Islam terus bergerak maju dan bisa mempertahankan diri kaum muslimin dari
kejahatan para musuhnya.
Begitu
juga belajar memanah, melatih mental pembarani dan belajar strategi bertempur.
Kemudian
Syeikh As-Sa’dy berkata:
" وقوله تعالى: ﴿ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ
بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ
اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ ﴾:
وهذه
العلَّة موجودة فيها في ذلك الزَّمان، وهي إرْهاب الأعداء، والحكم يدور مع علَّته،
فإذا كان شيءٌ موْجودًا أكثر إرهابًا منها، كالسَّيَّارات البريَّة والهوائيَّة،
المعدَّة للقتال التي تكون النكاية فيها أشدَّ، كانت مأمورًا بالاستعداد بها،
والسعي لتحصيلها، حتَّى إنَّها إذا لم توجد إلَّا بتعلم الصناعة، وجب ذلك؛ لأنَّ
ما لا يتم الواجب إلَّا به، فهو واجب".
Dan
Firman Allah SWT: “dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan
orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah
mengetahuinya “.
Illat
(علة) alias
sebab perintah Allah dalam ayat ini akan terus ada dalam setiap zaman, yaitu:
illat perintah utk menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh umat Islam.
Dan
hukum itu akan terus ada dan berlaku selama illat nya masih ada. Maka segala
sesuatu yang lebih besar pengaruhnya untuk menggentarkan mereka – seperti
mempersiapkan tank-tank baja dan jet-jet tempur yang dinilai memiliki kemampuan
yang lebih dahsyat utk bertempur – maka itu semua termasuk yang diperintahkan
utk menyiapkannya, dan harus berusaha untuk mendapatkannya, sehingga ketika
tidak ada yang bisa mendapatkannya kecuali dengan cara belajar memproduksinya,
maka itu adalah sebuah kewajiban.
Karena
ada qaidah mengatakan :
مَا لَا
يَتِمُّ الوَاجِبُ إلَّا بِه فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya: “
Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia
menjadi wajib pula hukumnya“. (Baca: Tafsir as-Sa'diy, Taisiir
al-Kariim ar-Rahmaan hal. 324-325)
*****
PERTANYAAN :
Untuk
memberikan semangat dan motivasi yang extra dalam pelatihan militer, apakah
di syariatkan TARUHAN dalam lomba latihan militer?
JAWABANNYA : insya Allah akan penulis uraikan
dalam PEMBAHASAN-PEMBAHASAN berikut ini :
======
PEMBAHASAN PERTAMA:
TARUHAN DALAM LOMBA MELEMPAR SENJATA, PACUAN KUDA
DAN BALAP UNTA:
Perlombaan
yang menyediakan imbalan dari masing-masing para peserta lomba, ini yang
disebut dengan الرِّهَان (taruhan) atau المُرَاهَنَة (saling bertaruh).
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata
dalam kitab "السَّبْقُ والرَّمْيُ" hal. 3 [q/2b]:
فَهَذَا النَّوْعُ
شَرَعَ اللهُ وَرَسُولُهُ فِيهِ السَّبْقَ بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الثَّابِتِ عَنْهُ الَّذِي أَخْرَجَهُ أَهْلُ السُّنَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ: «لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ».
Adapaun
dalam taruhan perlombaan seperti ini, maka Allah dan Rasul-Nya telah
mensyariatkannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dalam
hadits yang teruji keshahihannya yang telah diriwayatkan oleh para penulis
kitab Sunan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi ﷺ:
« لا
سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».
“Tidak
ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau
kuda”. [Selesai kutipan]
Takhriij
hadits diatas:
Di
riwayatkan oleh Abu Daud dalam Jihad (2574), Al-Tirmidzi 4/178 H (1700),
Al-Nasa'i 6/536 H (3591), Ibnu Majah 2/960 (2878), Al-Bayhaqi dalam Al -Kubra
10/16, dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/256. Dan Ibno Hibban 10/544 (4690).
Abu
'Iisa mengatakan: " Hadits Hasan". Dan dishahihkan Al-Albani dalam
Shahih Abi Daud)
MUFRODAT DAN FIQIH HADITS:
Makna
Kata ‘السَبَق' dalam
hadits maksudnya adalah:
مَا يُجْعل
مِنَ المَال رَهْنا عَلَى الْمُسَابَقَةِ
“Sesuatu
dari harta yang di jadikan taruhan dalam perlombaan.”
[An-Nihaayah 2/338, Lisan al-'Arab 10/151 dan Tabyiin al-Haqoo'iq 6/227]
Kata ‘النَّصْل’ maknanya
adalah panah. Dan kata ‘الخُفّ' maknanya adalah unta. Dan kata ‘الحَافِر’ adalah
kuda.
Hadits
ini menunjukkan dibolehkannya mengeluarkan harta sebagai taruhan atau
hadiah dalam perlombaan balap kuda, onta dan melempar senjata, baik hartanya
dari salah seorang peserta lomba atau dari keduanya menurut pendapat yang
terkuat. atau dari pihak luar seperti suatu negara.
Tapi
kebolehan ini tidak termasuk orang-orang yang tidak ikut serta dalam lomba
seperti para penonton, maka mereka ini dilarang melakukan taruhan uang untuk
menentukan siapa yang menang, baik bertaruh pada peserta lomba ataupun
pada kudanya, karena hal ini termasuk perjudian yang diharamkan. Tidak ada
hubungannya dengan apa yang dibolehan oleh agama dari perlombaan.
Dalam
[فتاوى الشبكة الإسلامية] (12/1601 no. 5841) di sebutkan pernyataan Ibnu Abdil
Barr:
وَقَدْ نَقَلَ
ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ الْإِجْمَاعَ عَلَى تَحْرِيمِ الرِّهَانِ فِي غَيْرِ الثَّلَاثَةِ،
وَإِنَّمَا اخْتَصَّتْ هَذِهِ الثَّلَاثَةُ بِتَجْوِيزِ الْعِوَضِ فِيهَا أَخْذًا وَعَطَاءً
لِأَنَّهَا مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ الْمَأْمُورِ بِتَعَلُّمِهَا وَإِتْقَانِهَا وَالتَّفَوُّقِ
فِيهَا، وَفِي الْإِذْنِ بِالْعِوَضِ فِيهَا مُبَالَغَةٌ فِي الِاجْتِهَادِ فِيهَا،
وَتَشْجِيعٌ لِمَا يَعُودُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ نَفْعُهُ، وَقَدْ وَرَدَ فِي الشَّرْعِ
الْأَمْرُ بِهَا وَالتَّرْغِيبُ فِي فِعْلِهَا، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَأَعِدُّوا لَهُم
مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ﴾ \[الْأَنْفَالِ:٦٠] وَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ».
“Ibnu
Abdil-Barr menukil Ijma' para ulama tentang larangan taruhan pada selain yang
tiga dalam hadits. Adapun kenapa hanya khusus pada yang tiga diperbolehkan
memberi dan menerima taruhan, karena ketiga-ketiganya itu termasuk di antara
alat-alat perang yang diperintahkan untuk dipelajari, dikuasai, dan
diunggulkan.
Dan
dalam pemberian izin dengan taruhan, ini bisa membangkitkan semangat yang
berlebih dalam ketekunan dan kesungguhan di dalamnya, dan memberikan dorongan
untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat Islam. Dan yang demikian itu
telah ada perintah dalam Syariah serta dorongan untuk berlatih dan
mempersiapkannya. Allah SWT berfirman:
﴿ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن
رِّبَاطِ الْخَيْلِ ﴾
Artinya: “Dan
siapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka [musuh-musuh] kekuatan apa saja
yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ".
(QS. Al-Anfal: 60)
Dan
Rosulullah ﷺ bersabda:
« أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ».
“Ketahuilah
sesungguhnya kekuatan itu adalah kekuatan daya melempar (senjata)! ". (HR.
Muslim no. 3541).
===
FATWA SYEIKH BIN BAAZ:
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
لَا يَجُوزُ
الرِّهَانُ إِلَّا فِي مَسَائِلَ ثَلَاثٍ: فِي الْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَالْمُسَابَقَةِ
عَلَى الرَّمْيِ، لِقَوْلِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: “لَا سَبَقَ إِلَّا
فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ”. هَذَا يَجُوزُ لَهُ الْمُرَاهَنَةُ بِالْمَالِ،
يَعْنِي جَعْلَ مَالٍ لِمَنْ سَبَقَ بِالرَّمْيِ مَنْ أَصَابَ الْهَدَفَ أَوَّلًا،
أَوْ بِالْخَيْلِ أَوْ بِالْإِبِلِ، مَنْ سَبَقَ يَكُونُ لَهُ كَذَا وَكَذَا، هَذَا
فَعَلَهُ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سَابَقَ بَيْنَ الْخَيْلِ وَأَعْطَى
السَّبَقَ.
“Tidak
diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda,
balap unta dan memanah. Berdasarkan hadits Nabi ﷺ: ‘Tidak boleh ada taruhan, kecuali pada
lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta’.
Untuk
lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta
bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai
ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan
oleh Nabi ﷺ , dalam
lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah taruhannya ". [Kutipan
Selesai]
Dan
syeikh bin Baaz pernah di tanya pula:
مَا حُكْمُ
الرِّهَانِ فِي الشَّرْعِ؟ إِذَا تَرَاهَنَ شَخْصَانِ عَلَى شَيْءٍ مَثَلًا يَقُولُ:
هَذَا كَذَا، وَهَذَا يَقُولُ: كَذَا، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ فَهَلِ الْمَبْلَغُ الَّذِي
يَأْخُذُهُ أَحَدُهُمَا يَحِلُّ لَهُ؟ أَرْجُو مِنْ سَمَاحَةِ الشَّيْخِ إِجَابَةً!!!.
Bagaimana
hukum taruhan? Jika dua orang bertaruh pada sesuatu, misalnya, dia berkata: Ini
ini akan seperti itu, dan yang lain mengatakan: Itu akan seperti ini, dan jika
tidak terjadi, apakah jumlah yang diambil salah satu dari mereka berdua halal
untuknya?
Saya
mohon jawaban Yang Mulia Sheikh.
JAWABAN:
لَا يَجُوزُ
هَذَا الرِّهَانُ، هَذَا قِمَارٌ مَا يَجُوزُ، مُغَالَبَةٌ لَا وَجْهَ لَهَا، وَمِنَ
الْمُرَاهَنَةِ الشَّرْعِيَّةِ الْمُسَابَقَةُ بِالْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَالرَّمْيِ.
نَعَمْ.
Taruhan
ini tidak halal. Ini adalah perjudian yang tidak diperbolehkan. Ini adalah
persaingan yang tidak sehat. Di antara taruhan yang disyariatkan adalah
perlombaan dengan kuda, unta dan lemparan [panah atau tombak] ".
[Sumber: فَتَاوَى نُورٌ عَلَى الدَّرْبِ / الرِّهَانُ مَا يَجُوزُ
مِنْهُ وَمَا لَا يَجُوزُ].
Pendapat
ini juga yang dikuatkan oleh Al
Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin.
===
FATWA AL-LAJNAH AD-DA'IMAH [PARA MUFTI SAUDI ARABIA]:
PERTANYAAN:
Para
Ulama Al-Lajnah ad-Daa'imah pernah ditanya:
مَا حُكْمُ
الْمُرَاهَنَةِ وَالَّتِي تُسَمَّى بِأَنَّهَا حَقٌّ، وَمَا حُكْمُهَا إِذَا كَانَتْ
مِنْ طَرَفٍ وَاحِدٍ، كَأَنْ يَقُولَ الشَّخْصُ: إِنْ تَمَّ هَذَا الْمَوْضُوعُ فَلَكُمْ
عَلَيَّ حَقٌّ أَنْ أَعْزِمَكُمْ مَثَلًا؟ وَجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا.
Bagaimana
hukumnya taruhan yang disebut hak, dan bagaimana hukumnya jika dari satu pihak,
seperti jika seseorang mengatakan: Jika hal ini selesai, maka Anda memiliki hak
untuk mengundang Anda makan-makan, misalnya? Dan semoga Allah membalas Anda
dengan kebaikan.
JAWABAN:
لَا تَجُوزُ
الْمُرَاهَنَةُ بِالْمَالِ إِلَّا فِيمَا اسْتَثْنَاهُ الشَّارِعُ، وَهُوَ السِّبَاقُ
عَلَى الْخَيْلِ، أَوِ الْإِبِلِ، أَوِ الرِّمَايَةِ، وَمَا عَدَا ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ
الْمُرَاهَنَاتِ لَا يَجُوزُ أَخْذُ الْمَالِ فِيهِ، لِأَنَّهُ مِنْ أَكْلِ الْمَالِ
بِالْبَاطِلِ، وَمِنَ الْمَيْسِرِ الَّذِي حَرَّمَهُ اللهُ وَرَسُولُهُ.
وَأَمَّا
قَوْلُ الشَّخْصِ: إِنْ تَمَّ لِي هَذَا الْأَمْرُ فَلَكُمْ عَلَيَّ كَذَا، فَهَذَا
مِنْ بَابِ الْوَعْدِ، وَالْوَفَاءُ بِهِ مَشْرُوعٌ إِذَا تَيَسَّرَ ذَلِكَ. اهـ.
“Tidak
boleh bertaruh dengan harta kecuali yang dikecualikan oleh asy-Syaari' [Allah
SWT], yaitu pacuan kuda, unta, atau pelemparan [panah atau tombak].
Adapun
jenis taruhan lainnya maka tidak boleh mengambil uang taruhan di dalamnya,
karena yang demikian itu adalah bagian dari memakan harta dengan cara yang
baathil, dan itu adalah termasuk dari judi yang haramkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Dan
adapun perkataan orang tersebut: "Jika hal ini telah terpenuhi untukku,
maka untuk kalian atas diriku ini dan itu. Ini adalah masuk dalam " bab
menjanjikan". Dan untuk memenuhi nya adalah disyariatkan jika ada
kemudahan untuk itu." [Kutipan Selesai].
[Sumber:
(فَتَاوَى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ – الْمَجْمُوعَةُ الْأُولَى) 15/239 no. 20249].
PERTANYAAN LAIN:
Para
ulama Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya:
“Ada
di antara kami sejumlah orang yang membeli majalah olah raga yang diterbitkan
oleh koran ‘As-Syarqul-Ausath’ tujuannya adalah, mengisi kupon khusus pada
perlombaan pacuan kuda. Mereka memilih kuda yang menang dalam perlombaan pada
setiap putaran. Mereka mengisi beberapa kupon dan beberapa majalah dengan
tujuan agar menang dan mendapatkan hadiah. Mereka mengeluarkan sejumlah uang.
Kami mohon dari para ulama yang mulia memberikan fatwa akan hal itu, karena
kami sangat membutuhkan fatwa itu agar mereka mengetahui hukum syar’i dalam
masalah ini. Semoga Allah memberikan taufiq dan manfaat ilmu anda untuk umat
Islam.”
Maka
mereka menjawab:
“Pekerjaan
ini tidak dibolehkan, karena hal itu termasuh taruhan haram masuk dalam
kategori perjudian. Sementara Allah ta’ala berfirman:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.
Al-Maidah: 90)
Dari
sini maka hal itu termasuk memakan harta dengan batil. Wabillahit taufiq.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
serta para shahabatnya. [Selesai]
Syekh
Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Abdullah Godyan, Syekh
Sholeh Al-Fauzan, Syekh Bakr Abu Zaid. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,
(15/224)].
*****
DALIL-DALIL BOLEHNYA TARUHAN PACUAN KUDA, UNTA DAN MELEMPAR SENJATA:
===
DALIL KE
1:
Dari 'Iyadh Al-Asy'ari, dia
berkata:
قَالَ
أَبُو عُبَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «مَنْ يُرَاهِنُنِي؟» فَقَالَ شَابٌّ: أَنَا
إِنْ لَمْ تَغْضَبْ. قَالَ: «فَسَبَقَهُ» ، قَالَ: فَرَأَيْتُ عَقِيصَتَيْ
أَبِي عُبَيْدَةَ تَنْقُزَانِ وَهُوَ خَلْفَهُ عَلَى فَرَسٍ عَرَبِيٍّ
Abu
Ubaidah, radhiyallahu 'anhu, berkata: "Siapa yang mau bertaruh
denganku?"
Seorang
pemuda berkata: Saya mau, jika Anda tidak marah.
Dia
['Iyadh] berkata: “Kemudian pemuda itu mendahuluinya [menang].”
Dia
['Iyadh] berkata: “Saya melihat dua jalinan rambut Abu Ubaidah
berlompat-lompat, dan posisi dia berada di belakangnya diatas seekor kuda
Arab.”
[HR.
Ahmad dalam Al-Musnad (1/ 49) No. (344) dan Ibn Abi Shaybah dalam Musannaf-nya
(6/ No. 33536) dan Ibn Hibban dalam Shahih-nya (11/ No. 4766), al-Baihaqi dalam
as-Sunan al-Kubra 10/36 no. 19776, Abu Nu'aim al-Ashbahaani dalam Ma'rifah
ash-Shohaabah 1/49 no. 559 dan Ibnu Abi 'Aashim dalam Al-Aahaad dan Al-Matsaani
1/182 No 231].
Zaid
an-Nusyairy, pentahqiq al-Furusiyyah 1/95 berkata: " Sanadnya Hasan".
Ibnu
al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah 1/95 berkata:
"وَلَمْ يَذْكُرْ مُحَلِّلًا فِي هَذَا وَلَا فِي غَيْرِهِ. قَالُوا:
وَمِثْلُ هَذَا لَا بُدَّ أَنْ يَشْتَهِرَ، وَلَمْ يُنْقَلْ عَنْ صَحَابِيٍّ خِلَافُهُ.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ: "وَمَا عَلِمْتُ بَيْنَ الصَّحَابَةِ خِلَافًا فِي
عَدَمِ اشْتِرَاطِ الْمُحَلِّلِ".
قَالُوا:
وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "لا جَلَبَ
ولا جَنَبَ في الرِّهان".
Dia
tidak menyebutkan seorang muhallil di sini atau di yang lainnya.
Mereka
berkata: Hal seperti itu pasti akan menjadi masyhur, dan tidak ada perselisihan
yang dinukil dari seorang sahabat pun.
Syekh
Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Saya tidak tahu di antara para sahabat ada
perbedaan pendapat tentang tidak disyaratkan adanya muhallil.”
Mereka
berkata : Sungguh Nabi ﷺ telah
bersabda : “Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan]
". [ Lihat pula : Majmu' al-Fataawaa oleh Ibnu Taimiyah (28/22)]
Dan
Ibnu al-Qayyim berkata dalam al-Furuusiyyah 1/97:
“وَالرِّهَانُ عَلَى وَزْنِ فِعَالٍ، وَهُوَ يَقْتَضِي أَنْ يَكُونَ
مِنَ الْجَانِبَيْنِ، فَأَبْطَلَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي
عَقْدِ الرِّهَانِ الْجَلَبَ وَالْجَنَبَ، وَلَمْ يُبْطِلِ اشْتِرَاكَهُمَا فِي بَذْلِ
السَّبَقِ، مَعَ أَنَّ بَيَانَ حُكْمِهِ أَهَمُّ مِنْ بَيَانِ الْجَلَبِ وَالْجَنَبِ
بِكَثِيرٍ".
“Dan
kata Rihaan adalah pada wazan Fi'aal, dan itu mengharuskan taruhan dari kedua
belah pihak, maka Nabi ﷺ melarang
akad taruhan yang ada al-Jalab dan al-Janab, dan tidak melarang keterlibatan
kedua belah pihak mengeluarkan taruhan, padahal penjelasan hukumnya jauh lebih
penting dari pada penjelasan tentang al-Jalab dan al-Janab ".
Dan
Ibnu Taimiyah berkata:
“كَمَا يُقَالُ: صَارَعَهُ صِرَاعًا وَمُصَارَعَةً، وَقَاتَلَهُ قِتَالًا
وَمُقَاتَلَةً، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى جَوَازِ الْمُرَاهَنَةِ مِنَ الْجَانِبَيْنِ،
وَلَمْ يُشْتَرَطْ فِي ذَلِكَ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ ثَالِثٌ".
Sama
seperti yang dikatakan: صَارَعه صِراعًا ومُصَارَعَة dan قَاتًله قِتَالا ومُقَاتَلة, Maka ini menunjukkan bahwa boleh bertaruh dari kedua belah
pihak, dan tidak diharuskan ada yang ketiga [muhallil] [Baca: As-Sabqu wa
ar-Ramyu hal. 26].
Ibnu
al-Qayyim berkata tentang taruhan lomba menunggang kuda :
قالوا:
ولو كان إخراج العِوَض من المتراهنين حرامًا، وهو قمار؛ لما حلَّ بالمحلِّل؛ فإن
هذا المحلِّل لا يُحِلُّ السَّبَق الذي حرَّمه الله تعالى ورسوله - صلى الله عليه
وسلم -، ولا تزول المفسدة التي في إخراجها بدخوله، بل تزيد ، فإنْ كان العقد بدونه
قمارًا فهو بدخوله أيضًا قمار، إذ المعنى الذي جعلتموه لأجله قمارًا إذا اشتركا في
الإخراج، هو بعينه قائم مع دخول المحلِّل، فكيف يكون العقد قمارًا في إحدى
الصورتين، وحلالًا في الأخرى، مع قيام المعنى بعينه؟!
Mereka
berkata: jika seandainya mengeluarkan uang taruhan dari dua orang yang bertaruh
itu haram, dan itu dianggap judi ; maka tentunya tidak akan dihalalkannya
dengan memasukkan seorang Muhallil [orang ketiga yang tidak mengeluarkan uamg
taruhan]
Karena
muhallil ini tidak membuat halal nya taruhan yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, dan mafsadah yang berasal dari mengeluarkannya tidak hilang dengan
masuknya, melainkan semakin meningkat.
Jika
sebuah akad tanpanya adalah dianggap judi, maka dengan masuknya juga tetap
judi, karena makna yang karenanya kalian jadikan bahwa itu adalah judi ketika
keduanya sama-sama mengeluarkan taruhan, maka obyek taruhannya itu masih tetap
ada meskipun dengan masuknya Muhallil. Lalu bagaimana bisa sebuah akad dianggap
perjudian dalam salah satu dari dua bentuk nya, dan dianggap bukan judi dalam
bentuk yang lain, padahal maknanya sama? [al-Furuusiyyah 1/97]
===
DALIL
KE 2:
Dari
Imraan bin Hushain – radhiyallahu 'anhu – bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"لا جَلَبَ ولا جَنَبَ في الرِّهان"
“Tidak
boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan] ".
[HR. Abu
Daud no. 2581, al-Tirmidzi (1151), al-Nasa'i (3335) dan (3590), al-Bayhaqi
dalam al-Kubra (10/21) dan al-Tabarani (18/ No. 366) dari jalan Hamid
al-Thawil. Dan juga al-Nasa'i (3591) dari jalan Abu Qaza'ah Suwayd bin Hujair,
keduanya dari al-Hasan al-Basri].
Lafadz
ini lafadz Abu Daud, Ahmad no. 19855 dan Ibnu Hibbaan no. 3267, adapun yang
lainnya tanpa [في الرِّهان]
Derajat
Hadits: Hasan Lighoirihi.
Abu
Iisa Tirmidzi berkata: " Hadits Hasan Shahih".
Dan
digolongkan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Daud
2/118 no.2581.
Dan
dari Qotaadah bin Di'aamah as-Saduusi [wafat 118 H], dia berkata:
"لا جَلَبَ ولا جَنَبَ في الرِّهان"
“Tidak
boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan] ". [Abu Daud di bawah no. 2581
Derajat
Atsar:
Syeikh
al-Albaani berkata: " صحيح
مقطوع / Shahih
maqtu". [Shahih
Sunan Abi Daud no. 2582]
Demikianlah
Qatadah menafsirkan al-Jalab dan al-janab di sini bahwa itu dalam taruhan. Dan
begitu pula Imam Malik menafsirkannya, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bayhaqi
10/21 dengan sanadnya darinya. Demikian pula, Ibnu Abi Uwais menafsirkannya,
sesuai dengan apa yang diriwayatkan al-Daaraqutni (4832) dengan sanadnya
darinya.
MUFRODAAT:
Makna
al-Jalab [الجلَبُ]
الجلَبُ
في السِّباقِ فهو فِعلٌ كانَت العربُ تَفعَلُه في مِضْمارِ السِّباقِ؛ حيث كان
المتسابِقُ يَجلِبُ بجانِبِ فرَسِه الَّذي يُسابِقُ عليه رجلًا يَزجُرُه
ويُحرِّكُه ويَحُثُّه على الجَرْيِ والإسراعِ،
Al-Jalab
dalam perlombaan adalah suatu perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang Arab di
arena pacuan kuda. Di mana pesaing biasa membawa di samping kudanya yang dia
kendarai, seorang pria yang akan menyemangatinya, menggerakkannya, dan
mendesaknya untuk berlari dan menambah kecepatan.
Singkatnya:
الجلب:
هو أن يتبع فرسه بمن يحثه على سرعة الجري.
“Al-Jalab:
adalah mengikut sertakan pada kudanya orang lain yang menyemangati kudanya agar
berlari dengan kencang ".
Dan
ada yang mengatakan pula:
"الجلَبُ أن يَزجُرَ الفارِسُ فرَسَه برَفعِ الصَّوتِ في
السِّباقِ، فيَكونَ الزَّجرُ بالسَّوطِ وتَحْريكِ اللِّجامِ فقَطْ، لا برَفْعِ
الصَّوتِ".
Al-Jalab
adalah penunggang kuda menyemangati kudanya dengan teriak-teriak meninggikan
suaranya dalam pacuan, maka yang benar al-Jalab itu adalah menyemangati dengan
cambuk dan menggerakkan kekang saja, tidak dengan meninggikan suaranya.
Makna
al-Janab [الجنَبُ]
والجنَبُ
في السِّباقِ فهو فِعلٌ كانَت العربُ تَفعَلُه في السِّباقِ أيضًا، حيثُ كان
المتسابِقُ على الفرَسِ يَجعَلُ معه في مِضْمارِ السِّباقِ فرَسًا آخرَ يَجْري
بجانِبِه، فإذا ضَعُفَ الفرَسُ الَّذي هو عليه أو تَعِب رَكِب الفرَسَ الآخَرَ
الَّذي بجانبِه،
Al-Janab
dalam pacuan adalah perbuatan yang biasa dilakukan orang Arab dalam pacuan
juga, di mana pesaing yang menunggang kuda biasa membawa kuda lain bersamanya
di arena pacuan kuda untuk berlari di sampingnya, dan jika kuda yang
ditungganginya menjadi lemah atau lelah, maka dia menunggang kuda lain di
sebelahnya.
Singkatnya:
الجنب:
هو أن يجنب فرسا إلى فرسه إذا فترت تحول إلى المجنوب.
Al-Janab
adalah: dia membawa kuda lain di samping kuda yang ditungganginya, ketika
kudanya telah kelelahan maka dia pindah ke kuda yang di samping nya]].
LAFADZ
LAIN:
Imam
Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq [w. 211 H] telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari orang yang pernah mendengar Anas bin Malik
berkata, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda:
“لَا شِغَارَ فِي الْإِسْلَامِ وَلَا حِلْفَ فِي الْإِسْلَامِ
وَلَا جَلَبَ وَلَا جَنَبَ ".
"Tidak
ada nikah syigar dalam Islam dan tidak ada persekutuan dalam Islam,
tiada jalab dan tiada janab" [Musnad Imam Ahmad 3/162].
Asy-Syaukani
berkata:
“عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعًا عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ بِإِسْنَادٍ
صَحِيحٍ ".
“Dari
Anas secara marfu' dalam ath-Thabarani dengan Sanad yang shahih ". [Lihat:
Nail al-Awthar 8/93].
LAFADZ
LAIN:
Dari
Imran bin Hushain – radhiyallahu 'anhu -, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لا جلبَ
ولا جنَبَ ولا شِغارَ في الإسلامِ ومن انتَهَبَ نُهْبةً فليسَ منَّا
“Tidak
boleh ada Jalab dan tidak boleh ada janab. Dan tidak boleh melakukan nikah
syighar dalam Islam. Dan barangsiapa melakukan perampasan [penjarahan], maka
dia bukan golongan kami.”
[HR.
Ahmad (4/ 429 dan 438), Al-Tirmidzi (1123), Abu Dawud (2581), an-Nasaa'i (3335)
Ibnu Majah (3937), Ibnu Hibban (8/ No. 3267) dan Al-Tabarani (18/ No. 401, 316,
315, 382 dan 383) dan Al-Bazzar dalam Musnad-nya (9/ No. 3534 dan 3535) dan
lainnya. DI SHAHIHKAN al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no.
3335]
===
DALIL
KE 3:
Dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhuma: bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ مِنَّا
مَنْ أَجْلَبَ عَلَى الْخَيْلِ يَوْمَ الرِّهَانِ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ
خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى
زَوْجِهَا
Bukan
dari golongan kami orang yang melakukan JALAB pada kuda di hari taruhan. Dan
bukan dari golongan kami orang yang mengajari seorang budak untuk menipu
tuannya.
Dan
bukan dari golongan kami orang yang merusak pribadi seorang wanita sehingga
melawan suaminya ".
[HR.
Abu Ya'laa dalam Musnadnya no. 2413 (Lihat al-Mathaalib al-'Aaliyah 9/383 no.
1999. Dan Lihat pula at-Taarikh al-Kabiir karya Imam Bukhori (1/ 395-396)]
Di
shahihkan sanadnya oleh Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu' 15/155 dan Syaukaani
dalam Nail al-Awthaar 8/93, mereka berkata:
“رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ ".
“Diriwayatkan
oleh Abu Ya'laa dengan Isnad Yang shahih".
===
DALIL KE 4:
Dari
Abdullah bin Maymuun Al-Marriy, dari Awf, dari Al-Hassan atau Khilaas, -Ibnu
Maimun ragu - dari Ali: Nabi ﷺ berkata
kepadanya:
يَا عَلِىٌّ!
قَدْ جَعَلْتُ إِلَيْكَ هَذِهِ السَّبْقَةَ بَيْنَ النَّاسِ فَخَرَجَ عَلِىٌّ
فَدَعَا سُرَاقَةَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: يَا سُرَاقَةُ! إِنِّى قدْ جَعَلْتُ
إِلَيْكَ مَا جَعَلَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى عُنُقِى مِنْ هَذِهِ
السَّبْقَةِ فِى عُنُقِكَ، فَإِذَا أَتَيْتَ الْمِيطارَ قَالَ أَبُو عَبْدِ
الرَّحْمَنِ: والميطارُ مرسلها مِنَ الْغايَةِ، فصُفَّ الْخَيْلَ ثُمَّ نَادِ:
هَلَ مِنْ مُصْلِحِ اللِّجَامِ أَوْ حَاملٍ لِغُلَامٍ أَوْ طَارِحٍ لحَبْلٍ،
فَإِذَا لَمْ يُجِبْكَ أَحَدٌ فَكَبِّرْ ثَلَاثًا ثُمَّ قُلْ عِندَ الثَّالِثَةِ:
يُسْعِدُ اللهُ بِسبْقِهِ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ، وَكَانَ عَلِىٌّ يَقْعُدُ عِنْدَ
مُنْتَهَى الْغَايَةِ، وَيَخُطُّ خَطًّا يُقِيمُ رَجُلَيْنِ مُتَقَابِليْنِ عِنْدَ
طَرفِ الخَطِّ طَرَفُهُ بَيْنَ إِبْهَامِ أَرْجُلِهِمَا وَتَمُرُّ الْخَيْلُ
بَيْنَ الرَّجُلَينِ وَيَقُولُ لَهُمَا إِذَا خَرجَ أَحَدُ الْفَرَسَيْنِ بِطَرَفِ
أُذُنَيْهِ أَوْ أُذُنٍ أَوْ عِذَارٍ فَاجْعَلُوا السَّبْقَةَ لَهُ، فَإِنْ
شَكَكْتُمَا فَاجْعَلَا سَبْقَتَهُمَا نِصْفَيْنِ. (فَإِذَا الرسْمُ سنين
اجْعَلُوا الْغَايَةَ مِنْ غَايَةِ أَصْغَرِ الشَّيْئَيْنِ. وَلَا جَلَبَ وَلَا
جَنَبَ وَلَا شِغَارَ في الإِسْلَامِ"
“Wahai
Ali! Aku telah membuat taruhan ini untuk kamu di antara orang-orang.”
Lalu
Ali keluar dan memanggil Suraqah bin Malik, dan berkata: Hai Suraqah! Saya akan
memberikan untuk Anda apa yang Nabi ﷺ kenakan
di leher saya dari taruhan ini ke leher Anda, jika Anda sampai ke al-Miithoor
[Abdurrahman berkata: al-Miithoor adalah garis finish yang dituju]
Maka
berbarislah kuda-kudanya, lalu berseru: Apakah ada orang yang memperbaiki
kekang, atau menggendong anak laki-laki, atau menurunkan beban?
Jika
tidak ada seorangpun yang menjawab ; Maka ucapkanlah takbir tiga kali, dan
lepaskan pada takbir yang ketiga, agar Allah swt ridha dengan hasil taruhannya
kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari makhluk-makhluk-Nya ".
Ali
– radhiyallahu 'anhu -, duduk di ujung garis finish, menggaris sebuah garis,
dan berdiri dua pria saling berhadapan di kedua ujung garis, menempat dua orang
berdiri di ujung garis saling berhadapan, yang ujungnya berada di antara ibu
jari kaki mereka berdua. Dan kuda-kuda itu lewat di antara kedua pria itu, dan
dia berkata:
Jika
salah satu kuda keluar mendahului yang lain dengan ujung telinganya, atau
telinga-telinganya, atau pipinya, maka berikanlah taruhannya itu untuknya.
Namun jika Anda berdua ragu, maka jadikanlah taruhan keduanya menjadi dua
bagian, dan jika kalian menggabungkan keduaanya, maka buatlah ujung garis
finisnya dari ujung garis yang lebih kecil dari keduanya.
لا جلبَ
ولا جنَبَ ولا شِغارَ في الإسلامِ
“Tidak
boleh ada Jalab dan tidak boleh ada janab. Dan tidak boleh melakukan nikah
syighar dalam Islam.”
[HR.
Al-Daraqutni (4/305-306) dan Al-Bayhaqi dalam Al-Kubra (10/22) dan dia
berkata: “Ini adalah sanad yang lemah.”
Dan di
dhaifkan pula sanadnya oleh an-Nawawi dalam al-Majmu' 15/154.
Abu
ath-Thayyib al-Adzim Aabadi mengatakan dalam Ta'liiq-nya terhadap Sunan
al-Daraqutni:
"قلت: فيه عبد الله بن ميمون المرائي، ولعله القدَّاح ضعيف
جدًّا، والحسن وخلاس ثقتان، لكن لم يسمعا من عليّ، صرَّح به الحفاظ"
“Saya
katakan: Ada Abdullah bin Maymuun al-Mura'i, mungkin dia itu al-Qaddaah, sangat
lemah, dan al-Hasan dan Khalas keduanya dapat dipercaya, tetapi mereka tidak
mendengar dari Ali. Sebagaimana para hufaadz menjelaskannya.” [Haamisy
Al-Daraqutni (4/305-306)]
===
DALIL
KE 5:
Dari
Musa bin Ubaid, dia berkata:
أصبحتُ
في الحِجرِ بعدما صلَّينا الغداةَ فلما أسفَرْنا إذا فينا عبدُ اللهِ بنُ عمرَ
رضيَ اللهُ عنهُما فجعل يستقرئُنا رجلًا رجلًا يقول أين صليتَ يا فلانُ ؟. قال:
يقول: هاهنا ، حتى أتى عليَّ فقال: أين صليتَ يا ابنَ عُبيدٍ فقلتُ هاهنا قال بخٍ
بخٍ ما نعلم صلاةً أفضلَ عند اللهِ من صلاةِ الصبحِ جماعةً يومَ الجمُعةِ فسألوه
فقالوا يا أبا عبدِ الرَّحمنِ أكنتم تُراهنونَ على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ
عليهِ وسلَّمَ قال نعم لقد راهن على فرسٍ يُقالُ له سَبحةُ فجاءت سابقةً
Saya
dipagi hari berada di Al-Hijr setelah kami sholat subuh, dan ketika mulai
siang, Abdullah bin Umar, radhiyallahu 'anhu ada di antara kami. Maka dia mulai
bertanya kepada kami, satu persatu, dia bertanya: Di mana kamu sholat, hai
fulan? Dia berkata: "Di sini", hingga dia menghampiriku dan bertanya:
Di mana kamu shalat, hai Ibnu Ubaid? Lalu Saya menjawab: "di sini".
Dia
berkata: "Bagus, bagus! " kami tidak mengetahui shalat yang lebih
afdhol di sisi Allah daripada shalat subuh berjamaah pada hari Jumat".
Lalu
mereka bertanya kepadanya, dengan mengatakan: Hai Abu Abdur-Rahman, apakah
kalian saling bertaruhan pada masa Rosulullah ﷺ?
Dia
menjawab: " Ya, dia bertaruh pada seekor kuda yang disebut Sabhah, lalu ia
menang ".
[HR.
al-Baihaqi 10/21 no. 18157, 19560. Di SHAHIHKAN oleh
al-Albaani dalam Irwaa al-Gholiil 5/337 di bawah hadits no. 1507]
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata:
قَوْلُهُ:
"سَبْحَةُ" مِنْ قَوْلِهِمْ فَرَسٌ سَبَّاحٌ إذَا كَانَ حَسَنَ مَدِّ
الْيَدَيْنِ فِي الْجَرْيِ.
Kata:
"Sabhah" diambil dari apa yang mereka katakan: kuda sabbah, jika ia
bagus mengulurkan kedua kaki depannya saat berlari". [Al-Talkhiis
Al-Habiir 4/396 No. 2021]
Sebagian
para ulama berkata:
فقد
رَخَّصَ الشَّرعُ في السِّباقِ في الخَيلِ، والإِبِلِ، ورَمْيِ السِّهامِ، وأخذِ
المالِ علَيها؛ لأنَّها عُدَّةُ القِتالِ في سَبيلِ اللهِ تَعالى، وفيها تَرْغيبٌ
في الجِهادِ، وليس فيها المُراهَنَةُ على الأُمورِ المُحرَّمةِ.
وفي
الحديثِ: بيانُ فَضيلةِ صَلاةِ الفَجرِ جَماعَةً صَباحَ يومِ الجُمُعةِ.
“Syariah
mengizinkan pacuan kuda dan unta, menembakkan panah, dan boleh mengambil uang
taruhan dari mereka. Karena itu bermanfaat sebagai persiapan berperang fii
Sabiilillaah, dan penyemangat jihad, dan tidak termasuk bertaruh pada hal-hal
yang diharamkan.
Dalam
hadits: terdapat penjelasan tentang keutamaan sholat subuh berjamaah pada hari
jumat pagi".
===
DALIL
KE 6:
Dari
Abu Labiid, dia berkata:
أَتَيْنَا
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَقُلْنَا: "أَكُنْتُمْ تُرَاهِنُونَ عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ، لَقَدْ
رَاهَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَرَسٍ يُقَالُ
لَهَا سَبْحَةُ، جاءت سابقة، فهش لِذَلِكَ، وَأَعْجَبَهُ.
Kami
datang ke Anas bin Malik, dan kami berkata: "Apakah kalian saling bertaruh
pada masa Rosulullah ﷺ?" Dia berkata: "Ya. Sungguh Rosulullah ﷺ bertaruh diatas kuda bernama Subhah, lalu ia
menang, beliau terkejut senang akan hal itu, dan beliau menyukainya.
[Diriwayatkan
oleh Ahmad [3/ 160, 206], Al-Darimi [2/ 202-213], Al-Daaraqutni [4/ 301], dan
Al-Bayhaqi [10/ 21]].
RIWAYAT
LAIN:
Dari
Abu Labiid, dia berkata:
أرسلت
الخيل في زمن الحجاج، والحكم بن أيوب أمير البصرة، قال: فأتينا الرهان، فلما جاءت
الخيل قلنا: لو ملنا إلى أنس بن مالك، فسألناه أكنتم تراهنون على عهد رسول الله؟
فأتيناه، وهو في قصره في الزاوية، فسألناه، فقلنا: يا أبا حمزة، أكنتم تراهنون على
عهد رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أكان رسول الله صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يراهن؟ قال: نعم، والله لقد راهن على فرس يقال لها سبحة، فسبق
الناس، فابتش لذلك، وأعجبه.
Kuda
perang dikirim pada masa al-Hajjaj, dan al-Hakam bin Ayyub adalah gubernur
Bashrah. Maka kami mendatangi tempat taruhan pacuan kuda. Ketika kuda-kuda itu
datang, kami berkata: Jika kami mendekati ke Anas bin Malik dan bertanya
kepadanya, apakah kalian biasa saling bertaruh pada masa Rasulullah?
Maka
kami mendatanginya, saat itu dia berada di istananya di az-Zaawiyah, dan kami
pun bertanya kepadanya, dengan mengatakan: Hai Abu Hamzah, apakah kalian biasa
saling bertaruh pada masa Rasulullah?
Dia
menjawab: Ya, demi Allah sungguh beliau bertaruh diatas kuda bernama Subhah,
lalu ia menang, beliau terkejut senang akan hal itu, dan beliau menyukainya
".
[Diriwayatkan
oleh al-Darmi (2430), dan ath-Thahawi di ((Syarah Musykil al-Aatsaar)) (1899),
dan al-Tabarani di ((al-Mu'jam al-Awsath)) (8850)]
Ath-Thahawi
berkata:
هذا من
حديث البصريين أيضا وإن كان سعيد بن زيد ليس بالقوي في روايته عند أهل الإسناد
Ini
dari hadits orang-orang Bashrah juga, meskipun Sa'iid bin Zaid tidak kuat dalam
riwayatnya menurut ahli sanad ". ((Syarah Musykil al-Aatsaar 5/158))
*****
PEMBAHASAN KEDUA:
HUKUM TARUHAN DALAM LOMBA MENEMBAK, LEMPAR CAKRAM,
GRANAT, MERIAM DAN RUDAL
====
FATWA SYEIKH IBNU UTSAIMIIN :
PERTANYAAN:
Seorang
penanya berkata:
نحن مجموعة من الشباب نخرج للصيد، وأحياناً نضع هدفاً من شجر
أو حجر أو أي غرض غير الحيوان ثم نتبارى عليه أينا يصيب ذلك الهدف، فمن أخطأه فإن
عليه ذبيحة أو عشاءً أو نقوداً معينة، فهل هذا العمل جائز؟ وما هو الضابط في قضية
الرهان المنتشر بين الناس، أو ما يسمونه بالحق، فإذا صار بين الإنسان وبين أخيه أي
أمر، قال: عليك رهن أو عليك حق في كذا وكذا، أرجو توضيح هذه القضية لانتشارها وفقك
الله؟
“Kami
adalah sekelompok pemuda yang pergi berburu, dan kadang-kadang kami menetapkan
titik sasaran lempar dari sebuah pohon, batu, atau benda apa pun selain
binatang, lalu kami bersaing dan berlomba untuk mengenai sasaran itu.
Barangsiapa yang meleset dari sasaran, maka ia harus mentraktir makan dengan
masakan seekor kambing sembelihan atau makan malam atau sejumlah uang, apakah perbuatan
ini diperbolehkan?
Dan
apa hukumnya dalam masalah pertaruhan yang tersebar luas di masyarakat, atau
yang mereka sebut HAK, maka jika timbul masalah antara seseorang dengan
saudaranya, dia berkata: Anda punya tanggungan atau pada anda terdapat hak saya
dalam hal ini dan itu.
Demikian,
tolong jelaskan masalah ini karena sudah tersebar luas, semoga Allah memberi
Anda taufiiq?
JAWABAN
Syeikh Ibnu Utsaimin :
أما
الرمي على هدف أو شجر فمن أصاب فله كذا وكذا، ومن أخطأ فعليه كذا وكذا فإنه جائز
لقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: «لا سبق إلا في نصل أو خف أو
حافر» والبنادق الآن من النصل، فإذا ترامى الناس وكان على المغلوب شيء
وللغالب شيء فإن هذا لا بأس به ولا حرج، لأنه مما جاءت الشريعة بحله.
وأما ما
ذكره مما يكون بين الناس، فإني أرى أنه أكل للمال الباطل، لأن بعض الناس صار يتخذ
كل شيء فيه (حق) كما يقول إنه حق وهو باطل، حتى إذا تكلم بكلمة وأخطأ ألزموه بذلك.
فلو أراد أن ينادي صاحبه واسمه عبد الله، فقال: يا عبد الرحمن، قال: ما اسمي عبد
الرحمن اسمي عبد الله عليك حق، كلما حصل خطأ ولو طفيفاً قال: عليك حق وألزمه، فهذا
لا يجوز، بأي شيء حل لك أخذ ماله؟
إذا كان
يريد أن يجعل لكم مأدبة فليجعلها بغير هذا الوجه، وبعض الناس يقول: أنا أود أن
أغلط أو ربما أغلط نفسي من أجل أن يصير علي حق، نقول: بدون هذا، قل: يا جماعة! إني
أدعوكم لوليمة في اليوم الفلاني وينتهي الموضوع.
أما أن
تجعل كل كلمة فيها حق (كما تزعم أنه حق وليس بحق) فهذا ليس بصحيح وهو أكل للمال
بالباطل.
نعم لو
حصل خطأ واضح في أمر خطر، ثم تدخل رجال بين المعتدي والمعتدى عليه فأصلحوا بينهم،
بمال أو بمأدبة أو ما أشبه ذلك فلا حرج.
Adapun
menembak ke suatu sasaran atau pohon, siapa yang mengenainya akan mendapat ini
dan itu, dan siapa yang meleset maka dia berkewajiban ini dan itu, maka itu
diperbolehkan ; karena Nabi ﷺ bersabda:
“لا
سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ".
“Tidak
boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada lomba anak panah,
onta atau kuda”.
Dan senjata
SENAPAN [BEDIL] sekarang hukumnya sama dengan anak panah,
jadi jika ada orang-orang bertaruh lomba menembak, yang kalah harus memberi
sesuatu, dan yang menang akan mendapatkan sesuatu, maka ini tidaklah mengapa
dan tidak ada keberatan, karena itu ada termasuk yang di halalkan oleh Syariah.
Adapun
apa yang dia sebutkan tentang apa yang terjadi di antara manusia, maka saya
melihat bahwa itu adalah perbuatan makan harta yang batil, karena sebagian
orang telah menjadi kebiasaan untuk mengambil segala sesuatu sebagai (HAK)
seperti yang mereka katakan bahwa itu adalah HAK, padahal itu adalah bathil,
sehingga ketika dia mengucapkan suatu kalimat apapun dan membuat kesalahan,
mereka tetap mewajibkan seseorang untuk melakukannya.
Jika
dia ingin memanggil temannya dan namanya Abdullah, lalu dia memanggil: "
Hai Abdur-Rahman", dia menjawab: " Namaku bukan Abdur-Rahman, tapi
namaku Abdullah, anda telah melanggar, maka saya punya HAK pada diri
anda".
Setiap
kali terjadi kesalahan, meskipun sedikit, dia berkata: " Saya punya hak
pada Anda " dan mengharuskannya. Ini tidak boleh. Atas dasar apa Anda
boleh mengambil hartanya?
Jika
dia ingin membuat jamuan untuk kalian, biarkan dia melakukannya dengan cara
selain ini. Dan ada sebagian orang yang berkata: Saya ingin membuat kesalahan,
atau mungkin saya membuat kesalahan sendiri dengan tujuan agar pada diriku ada
hak.
Kami
katakan: "Wahai para jamaah! Saya mengundang kalian ke walimahan pada hari
Fulani". Maka masalah ini selesai dan berakhir.
Adapun
membuat setiap kata di dalamnya mengandung HAK (seperti yang Anda klaim bahwa
itu HAK dan itu bukan HAK), mka ini tidak benar dan itu adalah memakan harta
dengan cara yang bathil.
Ya,
jika kesalahan yang jelas terjadi dalam masalah berbahaya, lalu orang-orang
ikut campur untuk menengah-nengahi antara yang pelaku dan korban, dan mereka
mendamaikan di antara mereka, dengan harta atau jamuan makan atau semacamnya,
maka itu tidak mengapa.
[Sumber:
اللقاء الشهري no. 17].
Ini
jika lomba yang diperlombakan termasuk lomba yang diizinkan oleh syariat
sebagaimana telah dijelaskan.
Jika
lomba yang diperlombakan tidak termasuk lomba yang diizikan oleh syariat dan
terdapat taruhan di sana maka hukumnya terlarang karena dua hal:
Pertama: Ia termasuk lomba yang terlarang.
Kedua: Taruhan tersebut merupakan qimar (judi). Allah
Ta’ala berfirman melarang qimar dalam firman-Nya:
إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ
أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al
Maidah: 90).
*****
PEMBAHASAN KETIGA:
HUKUM TARUHAN DALAM PERLOMBAAN YANG BISA
MENSYI'ARKAN PANJI ISLAM
Ibnu
al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal.
95 berkata:
هَل
الْمُرَاهنَة على الْمسَائِل الَّتِي فِيهَا ظُهُور أَعْلَام الْإِسْلَام وأدلته
وبراهينه مَمْنُوعَة ؟
"Apakah
bertaruh pada hal-hal yang membuat berkibarnya bendera Islam dan
menyebarnya dalil-dalil syariat Islam [seperti al-Qur'an dan Hadits. Pen]
itu dilarang?"
Ibnu
al-Qoyyim sebelum mengetengahkan pertanyaan ini, dia menyebutkan hadits Ibnu
Abbas dan hadits Niyar bin Makram, yaitu hadits tentang " bertaruh nya Abu
Bakar ash-Shiddiq dengan kaum musyrikan Mekkah yang berkenaan dengan perang
antara Romawi dan Persia ".
Berikut
ini texs haditsnya:
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu tentang firman Allah Ta'ala:
﴿ الم. غُلِبَتْ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ
بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ
قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. بِنَصْرِ اللَّهِ ۚ
يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾
"Alif
laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat. dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah.
Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi
Penyayang. " (QS. Ar-Ruum: 1-5)
Ibnu
Abbas berkata:
غُلِبَتْ
وَغَلَبَتْ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ أَهْلُ فَارِسَ عَلَى
الرُّومِ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ الْأَوْثَانِ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ
يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ
فَذَكَرُوهُ لِأَبِي بَكْرٍ فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ
لَهُمْ فَقَالُوا اجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ أَجَلًا فَإِنْ ظَهَرْنَا كَانَ
لَنَا كَذَا وَكَذَا وَإِنْ ظَهَرْتُمْ كَانَ لَكُمْ كَذَا وَكَذَا فَجَعَلَ
أَجَلًا خَمْسَ سِنِينَ فَلَمْ يَظْهَرُوا فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا جَعَلْتَهُ إِلَى دُونَ قَالَ أُرَاهُ
الْعَشْرَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَالْبِضْعُ مَا دُونَ الْعَشْرِ قَالَ ثُمَّ
ظَهَرَتْ الرُّومُ بَعْدُ قَالَ فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى ﴿ الم غُلِبَتْ
الرُّومُ إِلَى قَوْلِهِ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ
يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ﴾ قَالَ سُفْيَانُ سَمِعْتُ أَنَّهُمْ ظَهَرُوا عَلَيْهِمْ
يَوْمَ بَدْرٍ ".
“GHULIBAT
dan GHALABAT. Kaum musyrik senang terhadap kemenangan Persia terhadap Romawi
karena kaum musyrikin dan orang-orang Persia adalah para penyembah berhala,
sedangkan kaum muslimin senang atas kemenangan Romawi terhadap Persia karena
mereka adalah ahli kitab.
Mereka
sampaikan hal ini kepada Abu Bakar lalu Abu Bakar memberitahukannya kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam, beliau bersabda:
"Ingat,
sesungguhnya mereka (Persia) akan kalah."
Kemudian
Abu Bakar memberitahukannya kepada mereka. Mereka berkata: Tentukan suatu
waktu, bila kami menang kami mendapatkan ini dan itu dan bila kalian menang
kalian mendapatkan ini dan itu. Abu Bakar menentukan batas waktu lima tahun
tapi mereka (Romawi) Tidak juga menang lalu mereka memberitahukan hal itu
kepada nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam.
Beliau
bersabda: "Apa kau tidak memprediksikan (waktu) nya sebawahnya (kurang
dari sepuluh)?".
Abu
Bakar berkata: Menurutku sepuluh (tahun).
Abu
Sa'id berkata: Bidl'u [بِضْعِ] adalah bilangan kurang dari sepuluh.
Abu
Sa'id berkata: Kemudian Romawi menang setelah itu, itulah firman Allah Ta'alaa:
﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ إِلَى قَوْلِهِ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ
الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ﴾
"Alif
laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi" hingga firmanNya: "Karena
pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya." (Ar Ruum:
1-5)
Sufyan
berkata: Aku mendengar mereka (Romawi) mengalahkan Persia saat terjadi perang
Badar.
[HR,
at-Tirmidzi no. 3193]
Abu
Isa berkata: " Hadits ini hasan shahih gharib, kami hanya mengetahuinya
dari hadits Sufyan Ats Tsauri dari Habib bin Abu Umrah".
Di
Shahihkan oleh
al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzy no. 3193].
Ibnu
al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal. 95 berkata:
“وَفِي الْجَامِع أَيْضا من حَدِيث ابْن عَبَّاس أَن رَسُول الله
صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَالَ لأبي بكر فِي مناحبته أَلا أخفضت (وَفِي لفظ أَلا
احتطت) فَإِن الْبضْع مَا بَين الثَّلَاث إِلَى التسع ".
“Dan
di al-Jaami' [Sunan at-Tirmidzi] juga dari hadits Ibn Abbas bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada Abu Bakar dalam kebajikannya:
"Tidakkah sebaiknya jangan menguranginya" (dan dengan lafadz lain,
"Tidak kah sebaiknya mengambil yang lebih hati-hati ”), karena makna
Bidh'u [بِضْعِ] adalah
antara tiga dan sembilan".
Dan
dari Niyar bin Mukram Al Aslami radhiyallaahu 'anhu berkata:
لَمَّا
نَزَلَتْ ﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ
غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾ فَكَانَتْ فَارِسُ يَوْمَ نَزَلَتْ
هَذِهِ الْآيَةُ قَاهِرِينَ لِلرُّومِ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ ظُهُورَ
الرُّومِ عَلَيْهِمْ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَفِي ذَلِكَ قَوْلُ
اللَّهِ تَعَالَى ﴿ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ
يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾ وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تُحِبُّ
ظُهُورَ فَارِسَ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ لَيْسُوا بِأَهْلِ كِتَابٍ وَلَا
إِيمَانٍ بِبَعْثٍ فَلَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى هَذِهِ الْآيَةَ خَرَجَ
أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَصِيحُ فِي نَوَاحِي مَكَّةَ ﴿الم
غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ
سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾ قَالَ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ لِأَبِي بَكْرٍ
فَذَلِكَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ زَعَمَ صَاحِبُكَ أَنَّ الرُّومَ سَتَغْلِبُ
فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ أَفَلَا نُرَاهِنُكَ عَلَى ذَلِكَ قَالَ بَلَى
وَذَلِكَ قَبْلَ تَحْرِيمِ الرِّهَانِ فَارْتَهَنَ أَبُو بَكْرٍ وَالْمُشْرِكُونَ
وَتَوَاضَعُوا الرِّهَانَ وَقَالُوا لِأَبِي بَكْرٍ كَمْ تَجْعَلُ الْبِضْعُ
ثَلَاثُ سِنِينَ إِلَى تِسْعِ سِنِينَ فَسَمِّ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ وَسَطًا
تَنْتَهِي إِلَيْهِ قَالَ فَسَمَّوْا بَيْنَهُمْ سِتَّ سِنِينَ قَالَ فَمَضَتْ
السِّتُّ سِنِينَ قَبْلَ أَنْ يَظْهَرُوا فَأَخَذَ الْمُشْرِكُونَ رَهْنَ أَبِي
بَكْرٍ فَلَمَّا دَخَلَتْ السَّنَةُ السَّابِعَةُ ظَهَرَتْ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ
فَعَابَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْمِيَةَ سِتِّ سِنِينَ لِأَنَّ
اللَّهَ تَعَالَى قَالَ فِي بِضْعِ سِنِينَ وَأَسْلَمَ عِنْدَ ذَلِكَ نَاسٌ
كَثِيرٌ ".
Saat
turun: "Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun
lagi."(Ar Ruum: 1-4)
Saat
ayat ini turun, Persia berhasil mengalahkan Romawi sementara kaum muslimin menyukai
kemenangan Romawi atas Persia karena kaum muslimin dan Romawi sama-sama ahli
kitab. Berkenaan dengan hal itu Allah berfirman:
"Karena
pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan dialah Maha
Perkasa lagi Penyayang." (Ar Ruum: 5)
Kaum
Quraisy menyukai kemenangan Persia karena mereka dan orang-orang Persia
sama-sama bukan ahli kitab dan tidak percaya pada hari kebangkitan.
Saat
Allah Ta'ala menurunkan ayat ini, Abu Bakar Ash Shiddiq radliallahu 'anhu
keluar dan berteriak di berbagai penjuru Makkah:
﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ
غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾
"Alif
laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi."(Ar Ruum:
1-4)
Beberapa
kalangan Quraisy berkata kepada Abu Bakar: " Itu antara kami dan kalian,
temanmu (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam) mengira bahwa Romawi akan
mengalahkan Persia dalam beberapa tahun, mari kita taruhan mengenai hal
itu".
Abu
Bakar menjawab: "Mari". [Itu terjadi sebelum diharamkannya taruhan].
Abu
Bakar dan kaum musyrikin taruhan, mereka sama meletakkan taruhan.
Mereka
berkata kepada Abu Bakar: Berapa batasan bidl'u -tiga hingga sembilan tahun-
sebutkan jumlah tepatnya.
Niyar
berkata: Mereka menyebut enam tahun diantara mereka. Kemudian enam tahun
berlalu tapi Romawi tidak kunjung menang hingga kaum musyrikin mengambil
taruhan Abu Bakar.
Saat
masuk tahun ketujuh, Romawi menang atas Persia, kaum muslimin mencela Abu Bakar
karena menyebut enam tahun karena Allah Ta'ala berfirman: "Dalam beberapa
tahun."
Dan
saat itulah banyak orang masuk Islam. [HR. at-Tirmidzi no. 3194]
Abu
Isa berkata: Hadits ini shahih hasan gharib dari hadits Niyar
bin Mukram, kami hanya mengetahuinya dari hadits Abdurrahman bin Abu Az Zinad.
Ibnu
al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal. 95 berkata:
“وَقَوله: (وَذَلِكَ قبل تَحْرِيم الرِّهَان) من كَلَام بعض
الروَاة لَيْسَ من كَلَام أبي بكر وَلَا من كَلَام النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ
وَسلم".
“Dan
perkataan: (Dan itu sebelum diharamkannya taruhan) adalah dari perkataan
sebagian perawi, bukan dari perkataan Abu Bakar, juga bukan dari perkataan Nabi
SAW".
KEMUDIAN
IBNU AL-QOYYIM BERKATA:
“Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum hadits Taruhannya Abu Bakar ini dan hukum
mansukhnya [Pemabatalan hukumnya].
Sekelompok
para ulama mengklaim bahwa hadits Taruhannya Abu Bakar ini telah dimansukh
[dibatalkan] dengan hadits:
نهى
النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم عَن الْغرَر والقمار
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang ghoror [penipuan] dan Qimaar
[perjudian]”.
Mereka
berkata:
فَفِي
الحَدِيث دلَالَة على ذَلِك وَهُوَ قَوْله وَذَلِكَ قبل تَحْرِيم الرِّهَان
Di
dalam hadits ada dalil untuk itu, yaitu perkataannya: " dan itu sebelum
dilarangnya judi".
Dan
mereka berkata:
وَيدل
على نسخه مَا رَوَاهُ الإِمَام أَحْمد وَأهل السّنَن من حَدِيث أبي هُرَيْرَة
قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم: (لَا سبق إِلَّا فِي خف أَو
حافر أَو نصل). والسبق بِفَتْح السِّين وَالْبَاء وَهُوَ الْخطر الَّذِي وَقع
عَلَيْهِ الرِّهَان
Dan
dalil pembatalannya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para
penulis kitab Sunan dari hadits Abu Hurairah, yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« لا
سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».
“Tidak
ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”
Dan
makna as-Sabaq dengan dibaca fathah Siin dan Baa, yaitu adalah spekulasi
[resiko bahaya] yang terjadi padanya akibat taruhan.
Ini
adalah pendapat para sahabat Imam Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad.
Dan
sekelompok yang lain mengklaim bahwa hadits Taruhannya Abu Bakar itu muhkam
[paten] tidak mansukh [tidak dibatalkan]. Dan bagi pendapat yang mengklaim
bahwa itu mansukh, mereka tidak memilik argumen yang harus ditetapkan hukumnya.
Mereka
berkata:
والرهان
لم يحرم جملَة فَإِن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم رَاهن فِي تسبيق الْخَيل
كَمَا تقدم وَإِنَّمَا الرِّهَان على الْمحرم الرِّهَان على الْبَاطِل الَّذِي لَا
مَنْفَعَة فِيهِ فِي الدّين. وَأما الرِّهَان على مَا فِيهِ ظُهُور أَعْلَام
الْإِسْلَام وأدلته وبراهينه كَمَا قد رَاهن عَلَيْهِ الصّديق فَهُوَ من أَحَق
الْحق وَهُوَ أولى بِالْجَوَازِ من الرِّهَان على النضال وسباق الْخَيل وَالْإِبِل
أدنى وَأثر هَذَا فِي الدّين أقوى لِأَن الدّين قَالَ بِالْحجَّةِ والبرهان
وبالسيف والسنان والمقصد الأول إِقَامَته بِالْحجَّةِ ، وَالسَّيْفِ مَنْفَذٌ
".
Taruhan
itu tidak semuanya diharamkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertaruh pada kuda pacuan, namun bertaruh yang diharamkan adalah bertaruh pada
kebathilan yang tidak ada manfaatnya dalam agama. Adapun bertaruh pada apa yang
di dalamnya bisa mengibarkan bendera Islam, syiar-syiarnya dan
hujjah-hujjahnya, sebagaimana yang dipertaruhkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq,
maka itu lebih berhak kebenarannya dan lebih utama diperbolehkannnya dari pada
bertaruh pada memanah, pacuan kuda dan unta.
Dan
pengaruhnya terhadap agama lebih kuat, karena agama dikatakan dengan dalil dan
bukti, dengan pedang dan tombak. Dan tujuan utamanya adalah meneguhkan agama
dengan dalil, sementara pedang adalah jalan keluar.
Mereka
berkata:
وَإِذا
كَانَ الشَّارِع قد أَبَاحَ الرِّهَان فِي الرَّمْي والمسابقة بِالْخَيْلِ
وَالْإِبِل لما فِي ذَلِك من التحريض على تعلم الفروسية وإعداد الْقُوَّة
للْجِهَاد فجواز ذَلِك فِي الْمُسَابقَة والمبادرة إِلَى الْعلم وَالْحجّة الَّتِي
بهَا تفتح الْقُلُوب ويعز الْإِسْلَام وَتظهر أَعْلَامه أولى وَأَحْرَى.
Dan
jika Syariah telah membolehkan taruhan dalam melempar senjata dan perlombaan
balap kuda dan unta ; karena didalamnya terdapat dorongan untuk berlatih
berkuda dan mempersiapkan kekuatan untuk jihad, maka diperbolehkan nya itu
dalam perlombaan dan bersaing dalam keilmuan dan argumen yang dengannya bisa
membuka pintu-pintu hati, mengangkat izzah Islam serta mengibarkan
syiar-syiarnya ; maka itu lebih utama dan lebih pantas ".
Ini
adalah pendapat sahabat-sahabat Abu Hanifah dan Syeikul Islam Ibnu Taimiyah.
Para
ulama yang berpendapat pendapat ini berkata:
القمار
الْمحرم هُوَ أكل المَال بِالْبَاطِلِ فَكيف يلْحق بِهِ أكله بِالْحَقِّ.
وَالصديق
لم يقامر قطّ فِي جَاهِلِيَّة وَلَا إِسْلَام وَلَا أقرّ رَسُول الله صلى الله
عَلَيْهِ وَسلم على قمار فضلا عَن أَن يَأْذَن فِيهِ.
“Perjudian
yang diharamkan adalah memakan harta dengan cara tang bathil, lalu bagaimana
bisa dikaitkan dengan memakannya dengan hak?
Dan
Abu Bakar ash-Shiddiiq tidak pernah berjudi baik pada masa jahiliah maupun pada
masa Islam, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak mungkin
menyetujui perjudian, apalagi mengizinkannya".
Dan
ini ketetapan perkataan kedua kelompok. [Baca: al-Furuusiyyah karya Ibnu
al-Qoyyim hal. 96 – 99].
*****
PEMBAHASAN KEEMPAT:
TARUHAN DALAM LOMBA LATIHAN MILITER SELAIN PACUAN
KUDA, UNTA DAN LOMBA MELEMPAR SENJATA:
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata
dalam "كتاب السَّبْقِ والرَّمْيِ":
“Di
antara perlombaan-perlombaan yang perbolehkan adalah perlombangan yang
kemungkinan besar tidak membahayakan, meskipun sama sekali tidak ada perintah
dari Allah dan Rasul-Nya karena agama tidak membutuhkannya, tetapi terkadang
manfaatnya dibutuhkan untuk berperang, contohnya seperti GULAT dan
lomba LARI diatas kaki, dan sejenisnya".
[Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10].
Lalu Syeikhul
Islam berkata:
فهذا
مباح باتفاق العلماء إذا خلى عن مفسدة راجحة. والنبي صلى الله عليه وسلم صارع
ركانة بن عبد يزيد وسابق عائشة –رضي الله عنها-. وكان أصحابه يتسابقون على أقدامهم
بحضرته صلى الله عليه وسلم.
Maka
ini semua diperbolehkan, menurut kesepakatan para ulama, asalkan tidak
berkemungkinan besar membahayakan . Karena Nabi ﷺ pernah
bergulat dengan Rukanah bin Abd Yazid dan berlomba lari dengan Aisyah - semoga
Allah meridhoi-nya -. Dan para sahabatnya berlomba lari di hadapan beliau ﷺ ". [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu
Taimiyah hal.10].
Setelah
itu Syeikhul Islam berkata:
لكن أكثر
العلماء لا يجوّزون في هذا سبقا ، وهذا مذهب مالك والشافعي وأحمد بن حنبل ؛ لأن
النبي r
قال: « لا سبق إلا في خف أو حافر أو نصل » ، ولأن
السبق إنما أبيح إعانة على ما أوجبه الله من الجهاد ، وليست هذه الأعمال من جنس
ذلك.
وأبو
حنيفة أباح السبق بالمحلل في هذا كما يبيحه في سباق الخيل بناءً على أن العمل في
نفسه مباح ، والسبق عنده من باب الجعالة. وتجوز الجعالة عنده على العمل المباح
".
Namun
kebanyakan ulama tidak membolehkan TARUHAN dalam hal ini, dan ini adalah
madzhab Malik, Al-Syafi'i, dan Ahmad bin Hanbal. Karena Nabi ﷺ bersabda:
« لا
سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».
“Tidak
ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”
Dan
karena taruhan itu hanya diperbolehkan untuk membantu dalam hal berkaitan
dengan jihad yang telah Allah wajibkan, sementara amalan-amalan tersebut bukan
dari jenis itu.
Dan
Abu Hanifah membolehkan taruhan dengan cara muhallil dalam hal ini, sama
seperti dia membolehkannya dalam pacuan kuda berdasarkan pada perbuatan itu
sendiri adalah mubah, dan taruhan itu menurutnya masuk dalam katagori bab
al-Ji'alah [sayembara], dan diperbolehkannya al-Ji'alah itu menurutnya adalah
untuk pekerjaan yang mubah.
===****===
KESIMPULAN PERBEDAAN PENDAPAT:
"TENTANG HUKUM TARUHAN LOMBA
LATIHAN MILITER PADA SELAIN PACUAN KUDA & UNTA. JUGA PADA SELAIN LEMPAR
TOMBAK & PANAH "
Para
ulama berbeda pendapat tentang :
"Hukum
Taruhan Lomba Latihan Militer Pada Selain Pacuan Kuda dan Onta , seperti
Pada Lomba pesawat tempur, Tank Baja dan yang semisalnya . Juga apakah
boleh taruhan pada lomba selain Lempar Tombak dan Panah, seperti
Taruhan Lomba Menembak, Lempar Granat, Rudal Dan Yang Semisalnya" .
Apakah lomba semisal ini diperbolehkan untuk
dilakukan dengan taruhan?
****
JAWABANNYA : ADA TIGA PENDAPAT:
===
PENDAPAT PERTAMA: HARAM
Jumhur
ulama mengatakan hukumnya
haram karena merupakan qimar (judi). Ini adalah Madzhab Imam
Malik, Al-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal. [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu
Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 98-110 dan139]
FATWA
AL-LAJNAH AD-DA'IMAH SAUDI ARABIA:
Para
Ulama Al-Lajnah ad-Daa'imah pernah ditanya:
“ما حكم المراهنة والتي تسمى بأنها حق، وما حكمها إذا كانت من طرف
واحد، كأن يقول الشخص: إن تم هذا الموضوع فلكم علي حق أن أعزمكم مثلاً؟ وجزاكم
الله خيرًا ".
Bagaimana
hukumnya taruhan yang disebut hak, dan bagaimana hukumnya jika dari satu pihak,
seperti jika seseorang mengatakan: Jika hal ini selesai, maka Anda memiliki hak
untuk mengundang Anda makan-makan, misalnya? Dan semoga Allah membalas Anda
dengan kebaikan.
JAWABAN:
“لا تجوز المراهنة بالمال إلا فيما استثناه الشارع، وهو السباق على
الخيل، أو الإبل، أو الرماية، وما عدا ذلك من أنواع المراهنات لا يجوز أخذ المال
فيه، لأنه من أكل المال بالباطل، ومن الميسر الذي حرمه الله ورسوله.
وأما قول
الشخص: إن تم لي هذا الأمر فلكم علي كذا، فهذا من باب الوعد، والوفاء به مشروع إذا
تيسر ذلك. اهـ."
“Tidak
boleh bertaruh dengan harta kecuali yang dikecualikan oleh asy-Syaari' [Allah
SWT], yaitu pacuan kuda, unta, atau pelemparan [panah atau tombak].
Adapun
jenis taruhan lainnya maka tidak boleh mengambil uang taruhan di dalamnya,
karena yang demikian itu adalah bagian dari memakan harta dengan cara yang
baathil, dan itu adalah termasuk dari judi yang haramkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Dan
adapun perkataan orang tersebut: "Jika hal ini telah terpenuhi untukku,
maka untuk kalian atas diriku ini dan itu. Ini adalah masuk dalam " bab
menjanjikan". Dan untuk memenuhi nya adalah disyariatkan jika ada
kemudahan untuk itu." [Kutipan Selesai].
[Sumber
: (فتاوى اللجنة الدائمة – المجموعة الأولى) 15/239 no. 20249].
FATWA SYEIKH BIN BAAZ:
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
لا يجوز
الرهان إلا في مسائل ثلاث: في الخيل والإبل والمسابقة على الرمي، لقوله -صلى الله
عليه وسلم-: “لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر”. هذا يجوز له المراهنة بالمال،
يعني جعل مال لمن سبق بالرمي من أصاب الهدف أول، أو بالخيل أو بالإبل، من سبق يكون
له كذا وكذا، هذا فعله النبي -صلى الله عليه وسلم- سابق بين الخيل وأعطى السبق
“Tidak
diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda, balap unta dan
memanah. Berdasarkan hadits Nabi ﷺ: ‘Tidak boleh ada lomba, kecuali lomba
memanah, berkuda, atau menunggang unta’.
Untuk
lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta
bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai
ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan
oleh Nabi ﷺ dalam
lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah". [Kutipan Selesai]
Dan Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mengatakan pula:
أما
العوض في المسابقة بالأقدام أو بالمطارحة، أو ما أشبه ذلك، فهذا لا يجوز، هذا يسمى
قمارًا، ولا يجوز، وكذلك لو قال مثلا: من أصاب رقم كذا أو رقم كذا، يعطى سيارة أو
يعطى كذا، على أن يقدم كل واحد عشرين ريالاً أو خمسين ريالاً أو مائة ريال، يُقيد
عندهم، فمن أصاب الرقم الفلاني أخذ السيارة، أو أخذ شيئًا آخر من المال، هذا من
القمار لا يجوز هذا، هذا من جنس نهيه صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع
الغرر
“Adapun
taruhan pada perlombaan jalan kaki atau lemparan atau semisalnya (yang tidak
diizinkan syariat) ini tidak diperbolehkan. Inilah yang disebut qimar. Tidak
diperbolehkan. Demikian juga misalnya orang yang membayar 20 riyal atau 50
riyal atau 100 riyal lalu mendapat kupon dan nomor kupon tertentu akan
mendapatkan mobil atau hadiah yang lain, ini adalah qimar (judi) dan tidak
diperbolehkan. Ini sejenis dengan apa yang Nabi ﷺ larang
dari penjualan dengan cara melempar kerikil dan penjualan mengandung penipuan.
[Sumber:
(الرئاسة العامة للبحوث العلمية والإفتاء) 19/202]
====
PENDAPAT KEDUA: BOLEH JIKA ADA MUHALLIL
Boleh
jika ada muhallil. Ini pendapatnya Sa’id bin Musayyab, Az Zuhri, Al Auza’i dan
Ishaq bin Rahawaih.
Muhallil
adalah orang yang ikut berlomba namun tidak mengeluarkan harta untuk hadiah.
[Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah
karya Ibnu al-Qoyyim hal.139]
Al-Imam asy-Syaafi'i berkata:
“وَالْأَسْبَاقُ ثلاثةٌ سبقٌ يُعْطِيهِ الْوَالِي أَوْ غَيْرُ
الْوَالِي مِنْ مَالِهِ وَذَلِكَ أَنْ يَسْبِقَ بَيْنَ الْخَيْلِ إِلَى غايةٍ
فَيَجْعَلَ لِلسَّابِقِ شَيْئًا مَعْلُومًا وَإِنْ شَاءَ جَعَلَ لِلْمُصَلِّي
وَالثَّالِثِ وَالرَّابِعِ فَهَذَا حلالٌ لِمَنْ جُعِلَ لَهُ لَيْسَتْ فِيهِ علةٌ.
وَالثَّانِي
يَجْمَعُ وَجْهَيْنِ وَذَلِكَ مِثْلُ الرَّجُلَيْنِ يُرِيدَانِ أن يستبقا بفرسيهما
ولا يريد كل واحدٍ منهما أن يسبق صاحبه ويخرجان سبقين فلا يجوز إلا بالمحلل وهو
أن يجعل بينهما فرساً ولا يجوز حتى يكون فرساً كفؤاً للفرسين لا يأمنان أن يسبقهما
".
Dan
ada tiga macam hadiah bagi pemenang lomba:
Pertama:
Hadiah diberikan kepadanya oleh gubernur atau orang lain dari hartanya. Yaitu
adalah berpacu di antara kuda-kuda menuju suatu tujuan, dan memberikan pada
orang yang mendahuluinya sesuatu yang maklum. Dan jika dia menghendaki, boleh
pula diberukan untuk pemenang kedua, ketiga dan keempat, maka itu halal bagi
orang yang diberi, dan tidak ada illat di dalamnya.
Dan
yang kedua: menggabungkan dua sisi, dan itu seperti dua orang yang ingin
berpacu dengan kudanya, dan masing-masing dari mereka tidak ingin didahului
oleh yang lain, dan masing-masing dari mereka mengeluarkan taruhan, maka tidak
diperbolehkan kecuali ada seorang muhallil [orang ketiga yang iku lomba tapi
tidak mengeluarkan taruhan], yaitu dia menyiapkan di antara mereka dua kuda
yang sama, dan tidak diperbolehkan kecuali kudanya setara dengan kuda mereka
berdua, sehingga mereka berdua merasa khawatir terkalahkan olehnya. [Baca:
Mukhtashar al-Muzani 8/395 dan al-Haawi al-Kabiir 15/191]
=====
PENDAPAT KETIGA: BOLEH
Sebagian ulama seperti Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim mengatakan hukumnya boleh taruhan
dalam lomba latihan militer di selain pacuan kuda, unta dan memanah.
[Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah
karya Ibnu al-Qoyyim hal. 98-110]
Ibnu
Qoyyim berkata:
“وللشافعية وَجْهَان فحجة من مَنعه حَدِيث أبي هُرَيْرَة لَا سبق
إِلَّا فِي خُفًّ أَو حَافِر أَو نَصْلٍ ".
Dan
bagi madzhab Syafi'i memiliki dua wajh [pendapat]. Adapun hujjah orang yang
melarangnya adalah hadits Abu Hurairah: Tidak ada taruhan kecuali dalam pacuan
kuda, unta dan memanah ". [Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 99]
*****
DALIL MASING-MASING PENDAPAT
=====
DALIL PENDAPAT PERTAMA:
YANG MENYATAKAN HUKUMNYA HARAM:
DALIL KE 1:
Allah
Ta’ala berfirman melarang qimar dalam firman-Nya:
إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ
أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al
Maidah: 90).
DALIL
KE 2:
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi ﷺ:
« لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».
“Tidak
ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”.
Takhriij
hadits :
Di
riwayatkan oleh Abu Daud dalam Jihad (2574), Al-Tirmidzi 4/178 H (1700),
Al-Nasa'i 6/536 H (3591), Ibnu Majah 2/960 (2878), Al-Bayhaqi dalam Al -Kubra
10/16, dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/256. Dan Ibno Hibban 10/544 (4690).
Abu
'Iisa mengatakan: " Hadits Hasan". Dan dishahihkan
Al-Albani dalam Shahih Abi Daud)
BANTAHAN:
Ibnu
al-Qoyyim berkata:
وَحجَّة
من جوز الْجعل فِي ذَلِك قِيَاس الْقدَم على الْحَافِر والخف فَإِن كلا مِنْهُمَا
مسابقة فَهَذَا بِنَفسِهِ وَهَذَا بمركوبه
قَالُوا
وكما أَن فِي مسابقة الْإِبِل وَالْخَيْل تمرينا على الفروسية والشجاعة فَكَذَلِك
الْمُسَابقَة على الْأَقْدَام فَإِن فِيهَا [من] تمرين الْبدن على الْحَرَكَة
والخفة والإسراع والنشاط مَا هُوَ مَطْلُوب فِي الْجِهَاد
قَالُوا
والْحَدِيث يحْتَمل أَن يُرَاد بِهِ أَن أَحَق مَا بذل فِيهِ السَّبق هَذِه
الثَّلَاثَة لكَمَال نَفعهَا وَعُمُوم مصلحتها فَيكون كَقَوْلِه لَا رَبًّا إِلَّا
فِي النَّسِيئَة أَي إِن الرِّبَا الْكَامِل فِي النَّسِيئَة
قَالُوا
وَأَيْضًا فَهَذَا مثل قَوْله لَا صَلَاة لِجَار الْمَسْجِد إِلَّا فِي الْمَسْجِد
وَلَا صَلَاة بِحَضْرَة طَعَام وَلَا صَلَاة وَهُوَ يدافعه الأخبثان وَلَا وضوء
لمن لم يذكر اسْم الله عَلَيْهِ … وَنَحْو ذَلِك مِمَّا يَنْفِي الْكَمَال لَا
الصِّحَّة
Dan
dalil kebolehan imbalan [taruhan] dalam hal itu [lomba lari, jalan kaki dan
sejenisnya] adalah analogi kaki manusia pada kaki kuda dan kaki onta ; karena
masing-masing adalah kompetisi, maka yang ini dengan manusia itu sendiri dan
yang ini dengan tunggangannya.
Mereka
juga mengatakan: bahwa seperti halnya perlombaan unta dan kuda yang merupakan
latihan dalam ketangkasan dan keberanian, demikian pula perlombaan dengan
berjalan kaki atau lari karena di dalamnya terdapat latihan tubuh dalam
gerakan, keringanan, kecepatan dan ketangkasan, sesuai dengan yang diperlukan
dalam jihad.
Mereka
berkata pula: Dan hadits tersebut kemungkinan besar makna yang dimaksud adalah:
bahwa yang paling berhak dibolehkannya taruhan adalah dalam tiga perlombaan ini
; karena manfaat nya yang lengkap dan cakupan mashlahatnya umum dan menyeluruh,
sama seperti sabdanya:
“لَا رَبًّا إِلَّا فِي النَّسِيئَة "
“Tidak
RIBA, kecuali riba an-Nasii'ah "
Artinya
riba yang sempurna pada riba an-Nasii'ah.
Mereka
berkata dan juga: maka ini sama dengan sabdanya:
"لَا صَلَاة لِجَار الْمَسْجِد إِلَّا فِي الْمَسْجِد".
"Tidak
ada shalat bagi tetangga masjid kecuali di masjid".
"وَلَا
صَلَاة بِحَضْرَة طَعَام".
"Dan
tidak ada shalat dengan adanya makanan dihadapannya ".
وَلَا
صَلَاة وَهُوَ يُدَافِعُه الأخْبَثَان
"Dan
tidak ada shalat, dalam keadaan menahan buang air besar dan kencing".
وَلَا
وضوء لمن لم يذكر اسْم الله عَلَيْهِ
"Dan
tidak ada wudhu, bagi yang tidak baca basmalah".
Dan
yang semisal itu yang maknanya meniadakan kesempurnaan, bukan meniadakan
keshahihan". [Baca: Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 100-101]
DALIL
KE 3:
Hadits
Ibnu Mas'ud bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"الخَيلُ ثلاثةٌ: ففَرَسٌ للرَّحمنِ، وفَرَسٌ للإنسانِ،
وفَرَسٌ للشَّيطانِ، فأمَّا فَرَسُ الرَّحمنِ: فالذي يُربَطُ في سَبيلِ اللهِ،
فعَلفُه ورَوثُه وبَولُه -وذكَرَ ما شاء اللهُ-، وأمَّا فَرَسُ الشَّيطانِ: فالذي
يُقامَرُ أو يُراهَنُ عليه، وأمَّا فَرَسُ الإنسانِ: فالفَرَسُ يَرتبِطُها
الإنسانُ يلتمِسُ بَطنَها، فهي تستُرُ مِن فَقرٍ".
"Kuda
itu ada tiga, kuda untuk Ar Rahman, kuda untuk manusia, dan kuda untuk setan:
Adapun
kuda untuk Ar Rahman adalah kuda yang ditambat di jalan Allah, maka makanannya,
kotorannya dan kencingnya - (menjadi pahala bagi pemiliknya) –lalu Beliau
menyebutkan apa yang dikehendaki Allah-.
Kuda
untuk setan adalah kuda yang dipakai untuk judi atau taruhan.
Sedangkan
kuda untuk manusia adalah kuda yang ditambat seseorang dengan maksud menutupi
kebutuhan perutnya (mencari nafkah), maka kuda itu hanya menutupinya dari
kefakirannya."
[HR.
Ahmad (3756), Al-Shashi dalam ((Al-Musnad)) (832), Al-Tabarani dalam
((al-Mu'jam al-Kabiir)) (4/80) (3707), dan Al-Bayhaqi dalam ((as-Sunan
al-Kubraa)) (19777) dan (20271).
Di
shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth
dalam Takhriij al-Musnad no. 3756].
Akan
tetapi al-Albaani dalam
al-Irwaa al-Gholiil 5/339 berkata:
“وهذا إسناد ضعيف، شريك هو ابن عبد الله القاضي، وهو سئ
الحفظ وقد خولف في سنده. ثم إن في سماع القاسم بن حسان من ابن مسعود نظرا.
وقال
الهيثمي في المجمع (5/261): " رواه أحمد، ورجاله ثقات، فإن كان القاسم بن
حسان، سمع من ابن مسعود، فالحديث صحيح". كذا قال، ونحوه قول المنذري في
" الترغيب (2/160) رواه أحمد بإسناد حسن".
قلت:
وأنى للإسناد الحسن فضلا عن الصحة، ومداره على شريك القاضي، وقد عرف
حاله، لا سيما وقد خالفه الثقة ".
Ini
adalah sanad yang lemah. Sharik adalah Ibnu Abdullah al-Qaadhi, dan dia adalah
seorang penghafal yang buruk, dan dia bertentangan dengan yang lain dalam
sanadnya. Kemudian ada yang perlu ditanyakan dalam hal pendengaran al-Qasim bin
Hassaan dari Ibn Mas'ud.
Al-Haythami
mengatakan dalam Al-Majma '(5/261): “Itu diriwayatkan oleh Ahmad, dan perawinya
dapat dipercaya. Jika itu Al-Qasim bin Hassan, maka dia mendengar dari Ibnu
Mas'ud, maka hadits itu shahih".
Dan
hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Mundziri dalam “Al-Targhiib (2/160):
"Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang HASAN".
Saya
berkata: Bagaimana bisa sanadnya hasan apalagi shahih, dan kisarannya adalah
pada Syuraik al-Qoodhi, dan dia kondisinya diketahui, terutama ketika ada
perawi yang tsiqoh berbeda dengan nya ".
DALIL
KE 4:
Dari
seorang pria dari Anshor, dari Nabi ﷺ bahwa
beliau bersabda:
“الْخَيْلُ ثَلَاثَةٌ: فَرَسٌ يَرْبُطُهُ الرَّجُلُ فِي سَبِيلِ
اللهِ تَعَالَى، فَثَمَنُهُ أَجْرٌ، وَرُكُوبُهُ أَجْرٌ، وَعَارِيَتُهُ أَجْرٌ،
وَعَلَفُهُ أَجْرٌ، وَفَرَسٌ يُغَالِقُ عَلَيْهِ الرَّجُلُ وَيُرَاهِنُ، فَثَمَنُهُ
وِزْرٌ، وَعَلَفُهُ وِزْرٌ، وَرُكُوبُهُ وِزْرٌ، وَفَرَسٌ لِلْبِطْنَةِ،
فَعَسَى أَنْ يَكُونَ سَدَّادًا مِنَ الْفَقْرِ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى "
"Kuda
itu ada tiga; Pertama kuda yang ditambatkan seseorang dijalan Allah Subhaanahu
wa Ta'ala, maka harganya pahala, mengendarainya pahala, meminjamkannya pahala
dan memberi makanan padanya adalah pahala.
Kedua
adalah kuda yang digunakan untuk mengadakan taruhan dan saling bertaruh, maka
harganya dosa, memberi pakan padanya dosa dan mengendarainya dosa.
Dan
ketiga adalah kuda untuk mengisi perut (mencari penghasilan), mudah-mudahan
bisa mengatasi kemiskinan, insya Allah Ta'ala."
[HR.
Ahmad 38/269 no. 23229, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf no. 33493 dan
al-Harits dalam Musnadnya (Bughyah al-Hatsits no. 649)].
Di
Shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad dan oleh al-Albaani
dalam al-Irwaa al-Gholiil 5/339, Shahih at-Targhiib no. 1243 dan Shahih
al-Jaami' no. 3350.
BANTAHAN
Ibnu Taimiyah terhadap makna dua hadits di atas yang difahami mereka :
Pertama: Ibnu Taimiyah berkata:
“Kedua
hadits ini mirip dengan hadits yang mereka masukkan ke dalam dua Sahih [Bukhori
no. 3646 dan Muslim no. 987] dari Nabi ﷺ bahwa
beliau bersabda:
الْخَيْلُ
لِثَلَاثَةٍ لِرَجُلٍ أَجْرٌ وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ
فَأَمَّا
الَّذِي لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَطَالَ فِي مَرْجٍ
أَوْ رَوْضَةٍ فَمَا أَصَابَتْ فِي طِيَلِهَا ذَلِكَ مِنْ الْمَرْجِ أَوْ
الرَّوْضَةِ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٍ وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَهَا
فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ كَانَتْ أَرْوَاثُهَا وَآثَارُهَا حَسَنَاتٍ
لَهُ وَلَوْ أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَمْ يُرِدْ أَنْ
يَسْقِيَهَا كَانَ ذَلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ.
وَرَجُلٌ
رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِئَاءً وَنِوَاءً لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَهِيَ وِزْرٌ عَلَى
ذَلِكَ وَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الْحُمُرِ فَقَالَ مَا أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهَا إِلَّا هَذِهِ الْآيَةُ
الْجَامِعَةُ الْفَاذَّةُ ﴿ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴾
“Kuda itu
ada tiga jenis: Yang pertama kuda yang bagi seorang pemiliknya menjadi pahala.
Yang kedua menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan. Dan yang ketiga
mendatangkan dosa.
Adapun
orang yang mendapatkan pahala adalah orang yang menambat kudanya untuk
kepentingan fii sabilillah dimana dia mengikatnya di ladang hijau penuh
rerumputan atau taman. Apa saja yang didapatkan kuda itu selama berada dalam
pengembalaan di ladang penuh rerumputan hijau atau taman maka semua akan
menjadi kebaikan bagi orang itu. Seandainya talinya putus lalu kuda itu berlari
sekali atau dua kali maka jejak-jejak dan kotorannya akan menjadi kebaikan bagi
pemiliknya. Dan seandainya kuda itu melewati sungai lalu minum darinya sedangkan
dia tidak hendak memberinya minum maka semua itu baginya adalah kebaikan.
Yang
kedua adalah seseorang yang menambatkan kudanya dengan kesombongan, pamer dan
permusuhan terhadap Kaum Muslimin maka baginya adalah dosa disebabkan
perbuatannya itu".
Dan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang keledai, maka Beliau
menjawab: "Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang itu kecuali
ayat 7 - 8 Surah Al Zalzalah, yang mencakup banyak faedah (yang artinya):
("Maka barangsiapa yang beramal kebaikan seberat biji sawi maka dia akan
melihat balasannya dan barang siapa yang beramal keburukan seberat biji sawi
maka dia akan melihat balasannya").
Beliau
ﷺ membagi manusia sesuai dengan niat mereka dalam
memelihara kuda, maka siapa pun yang memeliharanya untuk jihad, mereka akan
mendapat pahala. Dan siapa pun yang memeliharanya untuk memenuhi kebutuhannya,
maka itu adalah sebagai tirai. Dan barangsiapa memeliharanya untuk mendzalimi
manusia dengannya, maka ia menanggung dosa. Siapa pun yang memilikinya untuk
berbangga-banggaan dengannya atas orang lain dan untuk mengalahkan orang lain
lalu mengambil hartanya, maka itu adalah dosa untuk ini. Oleh karena itu beliau
bersabda: " harganya dosa, memberi pakannya dosa dan mengendarainya
dosa". Ini sama dengan seseorang memeliharanya dengan niat ini, dilarang.
Itu sebabnya beliau bersabda: " يُغَالِقُ " dan makna "المُغَالَقَة" adalah saling emosi [المُغَاضَبَة] dan gagah-gagahan [الحَمِيَّة].
Adapun
orang yang memeliharanya untuk jihad, maka dia mendapatkan pahala atas
pemeliharaannya. Dan barangsiapa yang memeliharanya untuk mencukupi
kebutuhannya, maka ini baginya mubah untuk memeliharanya, lalu jika dia menggunakannya
untuk pacuan; maka dia tidak berniat memeliharanya untuk kejuaraan,
berbangga-banggaan dan bertaruhan. Dan jika dibolehkan baginya - sesuai
kesepakatan kaum muslimin - untuk kejuaraan tanpa hadiah atau dengan hadiah
yang diberikan imam kepadanya, lalu dia memperoleh kemenangan atas orang lain
dan mengambil hadiah, maka itu bukanlah niat dan tujuan utamanya.
Kedua: Ibnu Taimiyah berkata:
“وقد حمل هذا الحديث طائفة من العلماء على أن المراد به المراهنة
من الطرفين ، وليس كذلك فإن الذي ذمه النبي r لو قصد أن يأخذ رهن غيره ، ولا يخرج هو رهنا
أو يأخذ الرهن إذا كان محللا لكان أولى بالذم ممن قد يأخذ وقد يعطي ، ومع هذا فهو
جائز عندهم.
والمراهنة
المطلقة التي قد يغنم فيها تارة ، ويغرم أخرى ، وهذا أشبه بالعدل ممن قصده أن يأخذ
ولا يعطي ، ومع هذا فإذا سابق سباقا يأخذ فيه ولا يعطي كان جائزا عندهم ، فعلم أن
المعنى الموجب لذم النبي ﷺ أنه قصد بها ظلم الناس ، والمحلل ظالم ،
وإدخال المحلل في السباق أظهر في العلة مما إذا لم يكن هناك محلل ، فكان دخول
المحلل في الرهان أولى بالذم مما إذا لم يدخل ، فلا يجوز أن يحمل كلام النبي ﷺ على
ما هو عكس العدل ، وهو أقرب إلى الظلم ".
“Hadits
ini telah ditafsirkan oleh sekelompok ulama bahwa yang dimaksud dengan saling
bertaruh adalah dari kedua belah pihak, namun tidak demikian, karena yang
dicela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika ia hanya berniat ingin
mengambil taruhan orang lain, sementara dia sendiri tidak mau memberikan
taruhan atau hanya mau mendapatkan taruhan sebagai MUHALLIL, maka yang dimikian
ini akan lebih pantas untuk dicela dari pada yang mungkin mengambil dan mungkin
memberi [mungkin kalah dan mungkin menang], namun anehnya meskipun demikian,
itu tetap diperbolehkan menurut mereka.
Dan
taruhan mutlak, di mana yang berlomba terkadang menang pada satu waktu, dan
terkadang kalah pada waktu lain, dan ini lebih mendekati keadilan daripada
seorang muhallil yang tujuannya hanya untuk mengambil uang taruhan dan tidak
mau memberi uang taruhan.
Dan
meskipun demikian, jika dia ikut serta dalam perlombaan, dia boleh mengambil
uang taruhan saat menang dan tidak memberinya saat kalah, dan itu anehnya halal
menurut mereka. Maka dari sini diketahui bahwa makna yang mengharuskan dapat
celaan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang muhallil yang
bertujuan untuk melakukan ketidak adilan dan kedzaliman ".
DALIL
KE 5: IJMA'
Dalam
(فتاوى الشبكة الإسلامية) 12/1601 no. 5841 di sebutkan pernyataan Ibnu Abdil Barr:
“وقد نقل ابن عبد البر الإجماع على تحريم الرهان في غير الثلاثة،
وإنما اختصت هذه الثلاثة بتجويز العوض فيها أخذاً وعطاء لأنها من آلات الحرب
المأمور بتعلمها وإتقانها والتفوق فيها، وفي الإذن بالعوض فيها مبالغة في الاجتهاد
فيها، وتشجيع لما يعود على المسلمين نفعه".
“Ibnu
Abdil-Barr menukil Ijma' para ulama tentang larangan taruhan pada selain yang
tiga dalam hadits. Adapun kenapa hanya khusus pada yang tiga diperbolehkan memberi
dan menerima taruhan, karena ketiga-ketiganya itu termasuk di antara alat-alat
perang yang diperintahkan untuk dipelajari, dikuasai, dan harus diunggulkan.
Dan
dalam pemberian izin dengan taruhan itu bisa membangkitkan semangat yang
berlebih dalam ketekunan dan kesungguhan di dalamnya, dan memberikan dorongan
untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat Islam".
DALIL
KE 6:
Ibnu
Taimiyah berkata :
"لأن السبق إنما أبيح إعانة على ما أوجبه الله من الجهاد ،
وليست هذه الأعمال من جنس ذلك"
“Karena
taruhan dalam lomba itu hanya diperbolehkan untuk membantu apa yang Allah
wajibkan dari jihad, dan perbuatan-perbuatan itu tidak termasuk jenis itu.”
[Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 10].
=====
DALIL PENDAPAT KEDUA:
BOLEH TARUHAN JIKA ADA MUHALLIL:
DALIL KE
1:
Sabda Nabi ﷺ:
مَن
أدخلَ فرسًا بينَ فرسَينِ يعني وَهوَ لا يؤمَنُ أن يَسبِقَ فلَيسَ بقِمارٍ ومَن
أدخلَ فرسًا بينَ فرسَينِ وقد أمِنَ أن يَسبِقَ فَهوَ قِمارٌ
"Barangsiapa
yang mengikut-sertakan kuda ketiga antara dua kuda yang sedang berlomba,
sedangkan pemilik kuda ketiga tersebut tidak dilarang untuk menang, maka ini
bukan qimar.
Barangsiapa
yang mengikut-sertakan kuda ketiga antara dua kuda yang sedang berlomba,
sedangkan pemilik kuda ketiga tersebut telah diamankan agar tidak menang ; maka
ia qimar” .
(HR.
Abu Daud no. 2579, Ibnu Majah no. 572).
Namun
hadits ini derajatnya lemah. Dijelaskan kelemahannya oleh Al Bazzar
(Musnad Al Bazzar, 14/229), Ibnu Adi (Al Kamil fid Du’afa, 4/416), Ibnu
Taimiyah (Bayanud Dalil, 83), dan Ibnul Qayyim (Al Furusiyyah, 212).
Dan Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang dha'ifnya hadits diatas:
“سعيد بن المسيب عن أبي هريرة باطل ، وإنما هو من كلام سعيد بن
المسيب نفسه ". وهكذا رواه الثقات الأثبات من أصحاب الزهري عنه عن سعيد بن
المسيب مثل الليث بن سعد وعُقَيل ويونس ومالك بن أنس ، وذكره في «الموطأ» عن سعيد
بن المسيب نفسه ، ورفعه سفيان بن حسين الواسطي ، وهو ضعيف ، لا يحتج بمجرد روايته
عن الزهري لغلطه في ذلك ، كما ذكر ذلك أهل المعرفة بالحديث والرجال في كتبهم ،
وسعيد بن بشير أضعف منه بكثير ، والكلام فيه وفي ضعف روايته عن الزهري وأنه لا
يحتج لها ".
“Sa'iid
bin Al-Musayyib dari Abu Hurairah adalah palsu, dan itu hanyalah dari kata-kata
Sa'iid bin Al-Musayyib sendiri.” Demikian, diriwayatkan oleh para sahabat
Al-Zuhri yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan darinya dari Sa'iid bin
Al-Musayyib, seperti Al-Layts bin Sa'ad, 'Uqail, Yunus, dan Malik bin Anas, dan
dia menyebutkannya dalam “Al-Muwaththa” dari Sa'iid bin Musayyib sendiri
[mawquuf], dan diriwayatkan secara marfu' oleh Sufyan bin Husain Al-Wasithi,
dan dia itu lemah, dan dia tidak bisa dijadikan hujjag hanya dengan riwayatnya
dari Al-Zuhri karena kesalahannya dalam hal itu, sebagaimana disebutkan oleh
para pakar ilmu hadits dan ilmu rijaal dalam kitab-kitab mereka. Dan Sa'iid bin
Basyir jauh lebih lemah darinya, dan diperbincangkan tentang dirinya dan kelemahan
riwayatnya dari Al-Zuhri, dan dia tidak bisa dijadikan hujjah untuknya ".
[Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 12]
DALIL
KE 2:
Qiyas
[Analogi]. Yakni diqiyaskan kepada akad al-Ji'alah. Definisi Ji'alah:
إنها التزامُ عوض معلوم، على عمل معيَّن معلوم، أو مجهول
يَعسُر ضبطه.
JI’ALAH
adalah transaksi yang berkosekwensi untuk memberikan kompensasi, yang dimaklumi
jumlahnya, untuk orang yang berhasil melakukan tindakan tertentu yang
diketahui, atau tidak diketahui karena sulit untuk menentukannya
Contoh
akad Ji'alah: “Barang siapa yang bisa mengembalikan budak ku yang kabur, maka
ia akan mendapatkan dari ku harta sekian.”
KOMENTAR
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang pendapat ini:
وأبو
حنيفة أباح السبق بالمحلل في هذا كما يبيحه في سباق الخيل بناءً على أن العمل في
نفسه مباح ، والسبق عنده من باب الجعالة ، وتجوز الجعالة عنده على العمل المباح ،
والذي قاله هو القياس لو كان السبق المشروع من جنس الجعالة.
وأكثر
أولئك يسلمون أنه من باب الجعالة ، لكن يقولون هذه الجعالة شُرعت فيما ينفع الناس
كالجهاد ، فيقول لهم أبو حنيفة:
“معلوم
أن المتسابقين إذا أُخرج أحدُهما سبقا للآخر إذا غلبه ، فليس مقصوده أن يغلبه
الآخر ، ويأخذ سبقه. فإن هذا لا يقصده عاقل ، لا يقصد أن يكون مغلوبا قد أخذ ماله
، بل مقصود الإنسان أن يغلب غيرَه ، ويأخذ مالَه ، كما يقصد بالجهاد".
وهذه
المغالبة شرعت تمرينا على الجهاد ، والمجاهد لا يقصد أن يغلب ويؤخذ ماله ، وإن قصد
أن يجاهد جهادا يقتل فيه ، ويؤخذ ماله ، فإنما يجوز قصد ذلك إذا كان فيه نكاية في
العدو أبلغ من قتله ، فيكون إذا قتل شهيدا وفاز بأعلى الدرجات ، فقد حصل للمسلمين
بقتله من الظهور والقوة ما تكون مصلحته راجحة على موته كما في حديث الغلام الذي
أمرهم بقتله ليسلموا ، وهذه تسمى مسألة الانغماس.
وأما إذا
قصد أن يُذهب نفسه وماله بلا منفعة راجحة تحصل للمسلمين ، فهذا مخطئ.
والسباق
بين المسلمين لا يجب فيه أن يقصد المسابق أن يسبقه غيره ، بل قد يتفق بأن يكون من
المسابقين من يقصد إعانة الناس على الجهاد ، ويقصد تمرين غيره ، لا سيما إذا كان
من يحبه كولده وصديقه ونحو ذلك ، فهذا قد يكون أصدق من غيره ، ومع هذا تقصير في
عمله حتى يغلبه ذلك ليفرح ذلك بالغلب. ويتمرن على الرمي والركوب ، ومثل هذا قد
يقول للآخر: إن غلبتَني أعطيتك كذا ، ومقصوده أن يغلبه ويعطيه لمحبته أن يكون
ماهرا في ذلك ، ليس هذا هو الغالب على المتسابقين ، ولا تشترط هذه النية في بذل
السبق ، بل كل من المتسابقين يبذل السبق ، وقصده أن يغلب ويأخذ سبق صاحبه لا أن
يغلبه صاحبه ، ويأخذ سبقه.
وليس هذه
الجعالة المعروفة المشروعة مع أن الناس تنازعوا في جواز الجعالة ، فأبطلها طائفة ،
كما ذهب إلى ذلك من ذهب إليه من الظاهرية. لكن الصواب الذي عليه جمهور العلماء
جوازها مثل أن تقول: « من رد عبدي الآبق فله كذا! » « من بنى لي الحائط ، فله كذا!
» وليست عقدا لازما ؛ لأن العمل فيها غير معلوم ، بخلاف الإجارة اللازمة. ولهذا
يجوز أن يجعل للطبيب جُعلا على الشفاء كما جُعل لأصحاب النبي صلى الله عليه وسلم
جعلٌ إذا شفي سيد الحي برقيتهم ، ولا يجوز أن يستأجر الطبيب على الشفاء ؛ لأن ذلك
غير مقدور له ولا العمل مضبوط ".
Dan
Abu Hanifah membolehkan taruhan dengan muhallil dalam hal ini, sama seperti dia
membolehkannya dalam pacuan kuda ; karena amalan itu sendiri adalah mubah, dan
taruhan itu menurutnya masuk dalam katagori bab al-Ji'alah [sayembara], dan
diperbolehkannya al-Ji'alah itu menurutnya adalah untuk perbuatan yang mubah.
Dan
apa yang Abu Hanifah katakan adalah analogi jika taruhan yang disyariatkannya
itu adalah dari jenis al-Ji'aalah.
Kebanyakan
dari mereka menerima bahwa itu termasuk dalam bab al-Ji'aalah [sayembara],
tetapi mereka mengatakan bahwa al-Ji'aalah ini disyariatkan hanya untuk sesuatu
yang bermanfaat bagi manusia seperti untuk berjihad, maka Abu Hanifah
mengatakan kepada mereka:
“Telah
dimaklumi bahwa jika ada dua orang yang berlomba lalu salah satu nya akan
memberikan imbalan [taruhan] jika dia mengalahkan dirinya ; maka maksudnya
bukan supaya lawannya mengalahkan dirinya lalu mengambil taruhannya. Karena
sesungguhnya yang demikian itu tidak dimaksudkan oleh orang yang berakal sehat,
dia tidak bermaksud agar dirinya terkalahkan dan taruhannya diambil, melainkan
orang itu bertujuan untuk mengalahkan lawannya lalu mengambil harta taruhannya,
sama seperti dalam berjihad ".
Perlombaan
ini disyariatkan sebagai latihan jihad, dan seorang mujahid tidak boleh berniat
agar dirinya dikalahkan musuh lalu hartanya diambil.
Dan
jika dia bertujuan dalam jihadnya itu untuk jihad yang menyebabkan dirinya mati
terbunuh di dalamnya dan hartanya dirampas ; maka itu diperbolehkan jika
terbunuhnya itu dalam rangka untuk mengatur strategi agar bisa mengalahkan
musuh yang lebih efektif dibanding dirinya terbunuh. Lalu jika dia terbunuh,
maka dia mati syahid dan dia mendapatkan derajat tertinggi, karena dengan
terbunuhnya itu umat Islam akan memperoleh visibilitas dan kekuatan sehingga
kepentingannya melebihi kematiannya, sama seperti dalam hadits Ghulam yang
memerintahkan mereka untuk membunuh dirinya agar mereka menjadi Muslim, dan ini
disebut dengan masalah الانْغِمَاسُ [tenggelam].
Akan
tetapi jika ia bermaksud menyia-nyiakan nyawa dan hartanya tanpa manfaat yang
pasti bagi kaum muslimin, maka ia keliru.
Dalam
perlombaan antar umat Islam, tidak mesti bagi seorang pelomba bertujuan untuk
mengalahkan orang lain, bahkan boleh jadi di antara para pelomba tersebut ada
yang bertujuan untuk membantu orang dalam latihan jihad, dan dia berniat untuk
melatih orang lain. Apalagi jika lawannya itu orang yang dia cintai seperti
putranya, teman dekatnya, dan sejenisnya, maka ini mungkin lebih mengutamakan
persahabatan daripada yang lain, dan dengan demikian dia tidak maximal dalam
persaingannya sehingga dia mudah dikalahkan olehnya, karena bertujuan agar dia
senang dan gembira karena menang.
Dan
berlatih melempar senjata dan menunggang kuda, dan orang tersebut mungkin
berkata kepada yang lain: Jika Anda mengalahkan saya, saya akan memberi Anda
ini-dan-itu, dan yang dimaksudkan adalah agar mengalahkannya dan memberikannya
karena keinginannya agar dia menjadi terampil dan tangkas dalam hal itu.
Maka
ini bukan yang berlaku pada umumnya di antara para pelomba, dan niat ini tidak
diperlukan dalam memberikan taruhan. Bahkan, masing-masing pelomba memberikan
taruhan, dan tujuannya adalah untuk mengalahkan dan mengambil taruhan rekannya,
bukan untuk dikalahkan oleh rekannya, dan mengambil taruhannya.
Dan
al-Ji'alah [sayembara] ini bukanlah al-Ji'alah yang ma'ruf yang disyariatkan,
meskipun orang-orang memperdebatkan kebolehan al-Ji'alah, maka ada sekelompok
orang yang menganggapnya bathil, sebagaimana dalam madzhab adz-Dzohiriyyah.
Namun yang benar menurut pendapat jumhur ulama adalah diperbolehkan, contohnya
seperti mengatakan:
“Siapa
pun yang bisa mengembalikan budakku yang melarikan diri, maka dia akan
mendapatkan ini dan itu!» atau «Siapa pun yang membangun
tembok untukku, maka dia akan mendapatkan ini dan itu!»
Dan
itu bukan kontrak yang mengikat; Karena pekerjaan di dalamnya tidak diketahui,
tidak seperti sewa yang mengikat. Oleh karena itu diperbolehkan untuk melakukan
akad al-Ji'alah kesembuhan dengan dokter, sebagaimana pernah dibuatkan akad
al-Ji'alah pada para sahabat Nabi ﷺ, jika kepala kabilah sembuh dengan hasil
ruqyah mereka [Bukhori no. 2276 dan Muslim no. 2201].
Dan
Tidak boleh menyewa dokter untuk menyembuhkan ; karena itu tidak mungkin
baginya, juga pekerjaannya tidak ada batasan yang tepat. [Baca: dalam
As-Sabqu war Ramyu hal. 10-11]
=====
DALIL PENDAPAT KETIGA:
YANG MEMBOLEHKAN TARUHAN LOMBA LATIHAN MILITER:
Dalil pendapat yang mengatakan
boleh taruhan lomba latihan militer pada selain pacuan kuda, balap onta
dan pada selain melempar tombak atau memanah, adalah sebagai berikut:
DALIL
KE 1:
Allah
SWT berfirman:
﴿ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ
ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ﴾.
“Dengan
minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah
dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?". [QS.
Al-Maidah: 91]
Ayat
di atas mengisyaratkan bahwa illat pengharaman minuman keras dan judi adalah
karena menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia, dan
menghalang-halangi manusia dari mengingat Allah dan dari melaksanakan shalat.
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“إن الله حرم أكل المال بالباطل والميسر المشتمل على مال حرم لما
فيه من أكل المال بالباطل ، وإن لم يكن فيه مال حرام عند الجمهور ، لما فيه من
الصدّ عن ذكر الله وعن الصلاة ، وهذه العلة هي العلة الصحيحة في تحريم الميسر ،
ولهذا كان عند جمهور العلماء الميسر حرام سواء كان فيه مال أو لم يكن ، لم يحرم
لمجرد أكل المال بالباطل ، والعلة المذكورة في القرآن ، وهي قوله تعالى: ] إِنّمَا
يُرِيدُ الشّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصّلاَةِ [
[سورة: المائدة - الأية: 91] هي موجودة في الميسر سواء كان فيها ذهاب المال أو لم
يكن ، كما أنها موجودة في الخمر سواء كان فيه ذهاب المال أو لم يكن ، كثيرا ما
يشتمل شرب الخمر على ذهاب المال ، فإنه يحتاج إلى شرائها وتحصيلها ، وذلك لا يحصل
إلا بمال ، فيقضي إلى ذهاب المال في الباطل مع ما فيها من إرادة الشيطان أن يصدّ
المؤمنين عن ذكر الله وعن الصلاة وأن يوقع بينهم العداوة والبغضاء.
فهكذا
الميسر حرم لهذه العلة ، كما حرم الخمر ، وإذا كان فيه مع ذلك ذهاب المال لأكل
الغير [ماله] بالباطل ، كان ذلك مؤكدا لتحريمها ، وكان ذلك على ثانية كما كان مثل
ذلك في الخمر.
وأما أن
تجعل العلة المقتضية لتحريم الميسر ليس إلا مجرد ذهاب المال وإتلافه في الباطل ،
فهو نظير من يقول: الخمر لم تحرم إلا لما فيها من إذهاب المال وإتلافه في الباطل.
هذه العلة غايتها حفظ أموال المسلمين عليهم ، وهي حكمة مقصودة".
Allah
telah mengharamkan memakan harta dengan cara yang baathil. Dan judi mengandung
harta yang haram karena di dalamnya terdapat memakan harta dengan cara yang
baathil, meskipun pada dzatnya tidak mengandung harta haram menurut pendapat
Jumhur, namun pengharamannya itu karena judi itu menghalangi manusia dari
mengingat Allah dan dari sholat.
Illat
ini adalah illat yang shahih dan tepat untuk pengharaman judi. Dan oleh karena
itu, menurut mayoritas ulama, perjudian itu haram, baik ada taruhannya maupun
tidak ada. Diharamkannya itu tidak hanya sebatas karena memakan harta secara
baathil.
Dan
illat [penyebab] yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu firman-Nya:
﴿ إِنّمَا يُرِيدُ الشّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدّكُمْ عَن ذِكْرِ
اللّهِ وَعَنِ الصّلاَةِ ﴾
Dengan
minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah
dan melaksanakan shalat". [QS. Al-Maidah: 91]
Illat
[penyebab] ini ada dalam perjudian, baik uang taruhannya hilang atau tidak,
sama seperti illat yang ada dalam khamr [minuman keras], baik hartanya hilang
atau tidak. Kebanyakan yang terlibat dalam minuman keras adalah hilangnya harta
; karena khamr itu perlu membelinya dan memperolehnya. Dan itu tidak bisa
diperoleh kecuali dengan harta, sehingga menyebabkan hilang harta, dengan apa
yang terkandung di dalamnya dari keinginan syeitan untuk mencegah orang-orang
beriman dari mengingat Allah dan dari shalat, dan menimpakan permusuhan dan
kebencian di antara mereka.
Jadi
demikianlah, perjudian itu diharamkan karena adanya illat ini, sama seperti
diharamkannya khamr [miras], dan jika demikian adanya apalagi jika ada uang
yang diberikan kepada orang lain dengan cara yang baathil, maka ini semakin
mempertegas keharamannya, dan itu pada urutan kedua, sama seperti halnya dengan
khamr [miras].
Adapun
menjadikan illat keharaman judi itu tidak lain hanyalah karean hilangnya harta
dan memusnahkannya dengan cara yang bathil, maka itu sama halnya dengan orang
yang mengatakan:
Khamr
[miras] tidaklah diharamkan kecuali karena didalamnya terdapat penghilangan
harta dan pemusnahannya dengan cara yang bathil.
Illat
ini bertujuan untuk menyelamatkan harta umat Islam padanya, dan itu adalah hikmah
yang dimaksudkan". [Baca: كتَابُ
السَّبَقِ والرَّمْيِ karya
Ibnu Taimiyah hal. 19-20]
DALIL
KE 2:
Imam
Ibnu Katsir berkata:
وَقَدْ رَوَى
أَبُو بَكْرٍ الشَّافِعِيُّ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا، «أَنَّ يَزِيدَ بْنَ رُكَانَةَ صَارَعَ النَّبِيَّ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَصَرَعَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، كُلُّ مَرَّةٍ عَلَى مِائَةٍ مِنَ الْغَنَمِ،
فَلَمَّا كَانَ فِي الثَّالِثَةِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا وَضَعَ ظَهْرِي إِلَى
الْأَرْضِ أَحَدٌ قَبْلَكَ، وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْكَ، وَأَنَا
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ. فَقَامَ
عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَرَدَّ عَلَيْهِ
غَنَمَهُ.»
Abu
Bakr Al-Syafi'i meriwayatkan dengan SANAD JAYYID dari Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma:
Bahwa
Yazid bin Rukanah bergulat dengan Nabi ﷺ, maka Nabi ﷺ mengalahkannya
tiga kali, setiap kali terkalahkan membayar seratus ekor domba. Maka pada saat
terkalahkan yang ketiga kalinya, dia berkata:
“Wahai
Muhammad, belum pernah ada orang yang mampu meletakkan punggungku ke tanah
sebelum Anda. Dan sebelum ini, tidak ada orang yang lebih aku benci selain
Anda, dan sekarang saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa
Anda adalah Utusan Allah.
Lalu
Rasulullah ﷺ bangkit dan mengembalikan domba-dombanya kepadanya.
[Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 4/256. Tahqiq: Abdullah at-Turky]
Dalam
hadits ini di sebutkan bahwa Nabi ﷺ bertaruh
dalam lomba selain pacuan kuda, unta dan melempar senjata, yaitu beliau ﷺ bertaruh dalam pertandingan gulat. Ini menunjukkan
diperbolehkannya taruhan dalam lomba latihan militer pada selain pacuan kuda,
unta dan melempar senjata.
DALIL
KE 3:
Hadits
yang telah disebutkan diatas tentang bertaruhnya Abu Bakar ash-Shiddiq dengan
kaum musyrikin Quraisy dalam hal siapa yang akan memenangkan perang antara
Romawi dan Persia dalam beberapa tahun kemudian???
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam كتَابُ
السَّبَقِ والرَّمْي hal.
29-30:
“Dan
ada ketetapan dalam Al-Musnad (2495) dan Al-Tirmidzi (3194) dan lainnya
(al-Hakim 2/410):
“أنه لما اقتتلت فارس والروم فغلبت فارس الروم ، وبلغ ذلك أهل مكة
، وكان ذلك في أول الإسلام ، ففرح المشركون بذلك؛ لأن المجوس أقرب إليهم من أهل
الكتاب ، وساء ذلك المسلمين ؛ لأن أهل الكتاب أقرب إليهم ، فأخبر أبو بكر رضي الله
عنه بذلك النبي ﷺ ، فأنزل الله تعالى: ] الَـمَ. غُلِبَتِ الرّومُ. فِيَ
أَدْنَى الأرْضِ وَهُم مّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ
لِلّهِ الأمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ [ [سورة الروم - الأية: 1-4]. فقال له:
متى يكون ذلك ؟ قال: « في بضع سنين » فخرج الصديق ،
فراهن المشركين على أنه إن غلبت الروم في بضع سنين أخد الرهنين، وإن لم يغلبهم
أخذوا هم الرهنين ".
"Bahwa
ketika Persia dan Romawi berperang satu sama lain, Persia mengalahkan Romawi,
dan kabar itu sampai ke orang-orang Mekah, dan itu terjadi pada permulaan
Islam, sehingga kaum musyrikin bergembira karenanya; Karena orang Majus lebih
dekat dengan mereka daripada Ahli Kitab, dan kaum Muslimin tidak senang dengan
itu. Karena Ahli Kitab lebih dekat dengan mereka.
Maka
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu memberi tahu Nabi ﷺ tentang
itu, lalu Allah SWT menurunkan:
﴿ الَـمَ. غُلِبَتْ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ
بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ
قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. بِنَصْرِ اللَّهِ ۚ
يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾
"Alif
laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat. dan mereka
sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah.
Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi
Penyayang. " (QS. Ar-Ruum: 1-5)
Maka
Dia bertanya kepada beliau: Kapan itu akan terjadi? Beliau ﷺ menjawab: "Dalam beberapa tahun."
Kemudian
As-Siddiq keluar, dan menantang kaum musyrik untuk bertaruh bahwa jika Romawi
mengalahkan mereka dalam beberapa tahun, maka dia akan mengambil dua taruhan,
dan jika ia tidak mengalahkannya, maka mereka akan mengambil kedua taruhan itu
".
Lalu
Syeikul Islam berkata:
Dan
ini bertaruh pada pacuan kuda dan menembak panah, dan itu adalah diperbolehkan
; Karena, itu untuk kepentingan Islam, untuk menunjukkan kebenaran Nabi ﷺ dalam apa yang beliau katakan bahwa Romawi akan
menang setelah itu. Dan di dalamnya, tampak kedekatan salah satu dari kedua
kelompok itu dengan umat Islam, sementara kelompok yang satunya lagi lebih jauh
dari mereka.
Dan
inilah yang dilakukan Ash-Shiddiq, dan Nabi ﷺ menyetujui
apa yang dia katakan kepadanya, dan beliau tidak mencelanya bertaruh, juga
tidak mengatakan: Ini adalah judi dan perjudian. Sementara ash-Shiddiq lebih
terhormat dari melakukan perbuatan judi ; bahkan dia tidak pernah minum khamr
[minuman keras], baik pada masa Jahiliyyah maupun pada masa Islam, padahal
khmar itu lebih disukai jiwa daripada judi. Jadi bagaimana bisa ash-Shiddiq
melakukan perjudian ketika ada sebagian manusia mengira bahwa apa yang
dilakukan Abu Bakar dan disetujui oleh Nabi ﷺ itu
adalah perjudian.
Dan
perkataan orang-orang ini hanya diterima jika terbukti bahwa hal seperti itu
adalah menghalalkan apa yang Allah haramkan dari perjudian, dan ternyata mereka
tidak memiliki dalil Syariah untuk itu sama sekali, bahkan itu adalah
perkataan-perkataan yang tidak ada dalilnya, analogi-analogi yang rusak, yang
mana kerusakan dan kontradiksinya itu hanya diketahui oleh pakar dalam ilmu
syari'ah.
Sementara
kehalalannya itu berdasarkan ketetapan dalam Sunnah Rosulullah ﷺ, di mana
beliau menyetujui apa yang dilakukan oleh sahabatnya ash-Shiddiiq.
Dan
perbuatan ini terhitung di antara keutamaan-keutamaan As-Siddiq dan keutamaan
amalannya serta kesempurnaan keyakinannya, karena dia yakin dengan apa yang
dikatakan Rasulullah ﷺ dan
menyukai munculnya dua kelompok yang paling dekat dengan kebenaran. Dan dia
bertaruh untuk itu karena dia berkeinginan untuk meninggikan Kalimat Tuhan dan
agamanya sebisa mungkin.
Kesimpulannya,
jika terbukti shahih akan kebolehan hal-hal seperti itu, maka orang yang
mengklaim bahwa itu mansukh [telah dihapus] harus mendatangkan dalil yang
mengatakan masalah ini. [Baca: كتَابُ
السَّبَقِ والرَّمْي hal.
29-30]
Dan
Syeikhul Islam berkata pula:
Ada
banyak mu'amalah yang dibolehkan, di mana dalam mu'amalah-mu'amalah tersebut
seseorang dihadapkan pada spekulasi antara mendapatkan keuntungan dan
mendapatkan kerugian, sama seperti dalam akad Ji'alah [sayembara], misalnya
orang yang dijanjikan imbalan ketika dia berhasil mengembalikan budak yang
kabur. Dia membutuhkan biaya ; karena ada yang harus dibiayai, maka ketika dia
tidak berhasil menemukannya ; dia merugi dan perjuangannya sia-sia. Namun jika
dia berhasil menemukannya ; maka dia beruntung. Jadi dia dihadapakan pada dua
kemungkinan, antara beruntung dan merugi.
Hal
yang sama berlaku pada akad mudhorobah [bagi hasil antara pemodal dan pekerja],
dimana seorang pekerja mudhorobah [Amil] yang berjuang dan membiayai dirinya
dari harta sendiri dalam melakukan perjalanan, dia dihadapakan pada dua
kemungkinan, antara ini dan itu.
Maka
jelaslah bahwa gambaran [وَصْفٌ] ini telah ditetapkan dalam syari'at, dan tidak menegaskan
dalam pengharaman, dan tidak pula ketiadaannya itu mengharuskan kehalalan.
Gambaran [وَصْفٌ] yang
berpengaruh [المُؤَثِّرَة] pada hukum hanyalah pada apa yang
ditunjukkan oleh al-Qur'an dan Sunnah, yaitu memakan harta dengan cara yang
baathil [tidak adil]. Ini merupakan gambaran yang mengharuskan pada pengharaman
makan harta berdasarkan al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma.
Demikian
pula, amalan yang bisa menghalangi dari mengingat Allah dan dari shalat, dan
juga amalan yang bisa menyebabkan permusuhan dan kebencian. Ini adalah gambaran
[وَصْفٌ] yang
berpengaruh [المُؤَثِّرَة] dalam pengharaman, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Al-Qur'an.
Demikian
pula, membelanjakan harta untuk hal-hal yang diperlukan untuk meninggikan
kalimat Allah dan mengibarkan agama Allah adalah bagian dari jihad yang
diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, baik yang mengandung risiko maupun tidak.
Hal
yang sama berlaku untuk imam ketika dia mengatakan:
“Siapa
pun yang bisa menunjukkan keberadaan harta milik musuh, maka dia berhak
mendapatkan sepertiga atau seperempatnya".
Ini
diperbolehkan, meskipun orang yang menunjukkannya itu harus mengeluarkan tenaga
dan biaya.
Karena
umat Islam diperbolehkan untuk memberikan hartanya kepada siapa pun yang
berjihad dengannya. Dan seorang mujahid dihadapkan pada risiko, mungkin menang
dalam peperangan dan mungkin kalah.
Maka
menjadi jelas bahwa perlombaan dengan taruran dari kedua belah pihak adalah
disyariatkan dan dibolehkan oleh Allah SWT. Dan bahwa masuknya seorang MUHALLIL
ke dalamnya adalah sebuah kebathilan, tidak ada sumber hukumnya. Bahkan yang
benar bahwa pengharaman perlombaan dengan taruhan kecuali dengan adanya
MUHALLIL adalah merupakan bentuk kedzaliman dan kerusakan di dalamnya. Dan yang
disyariatkan adalah tanpa adanya Muhallil sebagaimana yang di syariatkan oleh
Allah dan Rasulnya.
Wallaahu
a'lam. [Baca: كتَابُ السَّبَقِ والرَّمْيِ karya Ibnu Taimiyah hal. 31-32]
0 Komentar