Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM TARUHAN DALAM LOMBA LATIHAN MILITER & LOMBA UNTUK SYI'AR ISLAM . HALAL-KAH ITU ? APA SAJA DALILNYA ?

HUKUM TARUHAN DALAM LOMBA LATIHAN MILITER & LOMBA UNTUK SYI'AR ISLAM . HALAL-KAH ITU ? APA SAJA DALILNYA ?

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

====

*****

DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN
  • PEMBAHASAN PERTAMA: TARUHAN DALAM LOMBA MELEMPAR SENJATA, PACUAN KUDA DAN BALAP UNTA:
  • DALIL-DALIL BOLEHNYA TARUHAN PACUAN KUDA, UNTA DAN MELEMPAR SENJATA:
  • PEMBAHASAN KEDUA: HUKUM TARUHAN DALAM LOMBA MENEMBAK, LEMPAR CAKRAM, GRANAT, MERIAM DAN RUDAL
  • PEMBAHASAN KETIGA: HUKUM TARUHAN DALAM PERLOMBAAN YANG BISA MENSYI'ARKAN PANJI ISLAM
  • PEMBAHASAN KEEMPAT: TARUHAN DALAM PERLOMBAAN LATIHAN MILITER SELAIN PACUAN KUDA, UNTA DAN LOMBA MELEMPAR SENJATA:

*****

بسم الله الرحمن الرحيم

===***===

PENDAHULUAN

Dalam rangka untuk menjaga dan melindungi agama Allah dan umatnya, maka Allah swt mewajibkan umat Islam untuk membangun berbagai macam kekuatan pertahanan militer. Allah SWT berfirman:

﴿ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ ﴾

Artinya: “Dan kalian siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”.(QS. Al-Anfal: 60)

Kewajiban mempersiapkan kekuatan pertahanan militer tersebut minimal sampai kepada level yang Allah firmankan:

﴿تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ﴾

“yang dengan persiapan itu kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya“. (QS. Al-Anfal: 60)

Pelatihan militer adalah wajib bagi setiap lelaki muslim yang mukallaf yang tidak memiliki udzur syar'i, karena merupakan salah satu persiapan jihad.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya " as-Siasat asy-Syar'iyyah hal. 19 berkata:

“‌يَجِبُ ‌الِاسْتِعْدَادُ ‌لِلْجِهَادِ ‌بِإِعْدَادِ ‌الْقُوَّةِ ‌وَرِبَاطِ ‌الْخَيْلِ ‌فِي ‌وَقْتِ ‌سُقُوطِهِ ‌لِلْعَجْزِ فَإِنَّ مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ ".

Wajib siap siaga untuk berjihad dengan mempersiapkan kekuatan dan penambatan kuda-kuda perang pada saat kejatuhannya yang disebabkan oleh adanya kelemahan ; karena “ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa tercapai dengan sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “. [Lihat pula Majmu' al-Fataawaa 28/259].

Pentingnya latihan militer karena menjadi salah satu bentuk persiapan jihad, dan jihad adalah jalan keselamatan bagi umat Islam dari murka Allah SWT dan dari kehidupan yang terhinakan dan terlecehkan oleh musuh-musuh agama sebagaimana yang umat Islam alami sekarang ini.

Melihat betapa pentingnya membangun kekuatan pertahanan militer dalam Islam, sehingga agama Islam mensyariatkan umatnya untuk senantiasa berlatih pacuan kuda, unta, memanah atau melempar tombak, berenang dan lainya yang sangat bermanfaat dalam membangun kekuatan pertahanan militer.

Rosulullah bersabda:

“كلُّ شيءٍ ليس من ذِكْرِ اللهِ فهو لَهْوٌ أو سَهْوٌ إلا أربعَ خِصَالٍ: مَشْىُ الرجلِ بينَ الغَرَضَيْنِ المَرْمَى وتأديبُه فَرَسَهُ ، ومُلَاعَبَتُهُ أهلَه، وتعليمُه السِّبَاحَةَ".

"Segala sesuatu yang bukan dari berdzikir mengingat Allah adalah main-main atau kelalaian, kecuali empat hal:

[1] Seorang pria berjalan di antara dua tujuan: tempat latihan melempar tombak dan panah . [2]dan melatih kudanya. [3]Bercumbu dengan istrinya [4] dan berlatih berenang".

[HR. Al-Nasaa'i dalam ((Al-Sunan Al-Kubra)) (8940), dan Al-Bazzar seperti dalam "Majma' Al-Zawa'id" oleh Al-Haythami (5/272), dan Al-Tabarani (2/193) (1785) dengan sedikit perbedaan. Hadits ini di Shahihkan al-Albaani dalam Aadaab az-Zafaaf no. 205 dan Ghooyah al-Maraam no. 389]

Dalam riwayat lain: Nabi bersabda:

وَلَيْسَ اللَّهْوُ إِلَّا فِي ثَلَاثَةٍ تَأْدِيبِ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتِهِ امْرَأَتَهُ وَرَمْيِهِ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ كَفَرَهَا أَوْ قَالَ كَفَرَ بِهَا".

Tidak ada hiburan [permainan yang dianjurkan] kecuali dalam tiga hal:

Seorang laki-laki yang melatih kudanya.

Candaan seseorang terhadap isterinya.

Dan lemparan anak panahnya.

Dan barangsiapa yang tidak [terus berlatih] melempar [tombak dan panah] setelah ia menguasai ilmunya karena sudah tidak menyenanginya lagi, maka sesungguhnya hal itu adalah kenikmatan yang ia kufuri atau kufur dengannya."

(HR. An-Nasaa’i no. 3522, Ahmad no. 16697, Turmudzi no. 1561, Abu Daud no. 2152 dan Ibnu Majah no. 2801. Dan ini adalah lafadz Nasaa’i dan Ahmad.

Hadits ini di shahihkan oleh Al-Hakim dan Al-Dhahabi setuju dengannya, serta Ibnu Khuzaymah dan Ibn Hibban (Fath Al-Bari 6/91, 11/91).

Dan dalam riwayat lain: Rasulullah bersabda: 

" مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى ".

Barangsiapa yang menguasai ilmu melempar [tombak atau panah] lalu ia meninggalkannya, maka ia bukan termasuk golongan kami atau sungguh ia telah bermaksiat [durhaka].” [HR Muslim no 1919].

Dari 'Uqbah bin 'Amir RA, bahwa Nabi bersabda:

سَتُفْتَحُ عليكُمْ أَرْضُونَ ، و يَكْفيكُمُ اللهُ ، فلا يَعْجِزُ أحدُكُمْ أنْ يَلْهُوَ بِأَسْهُمِهِ

Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian pernah merasa malas untuk terus bermain dengan panah-panahnya [berlatih senjata perang]” (HR. Muslim 1918)

Kenapa Nabi lebih fokus pada berlatih senjata "panah memanah" ? Karena pada saat itu senjata yang memiliki daya lempar terjauh ke arah musuh adalah panah . Berbeda dengan sekarang, kalau sekarang adalah peluru, rudal, Jet Tempur dan yang sejenisnya .

Inti dan tujuan utamanya: adalah agar dengan penguasaan senjata tersebut umat Islam bisa menaklukkan negeri-negeri musuh dan menguasai dunia , sehingga umat manusia berbondong-bondong masuk Islam, menjadi hamba Allah . Serta membebaskan umat Manusia dari perbudakan iblis laknatullah dan pemujaan kepadanya .   

Syeikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsiri firman Allah SWT:

﴿ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ ﴾

Artinya: “ kekuatan apa saja yang kalian sanggupi “.

Beliau berkata :

"أي: كل ما تقدِرون عليه، من القوَّة العقليَّة والبدنيَّة، وأنواع الأسلحة ونحو ذلك، ممَّا يعين على قتالهم، فدخل في ذلك أنواع الصِّناعات التي تعمل فيها أصناف الأسلحة والآلات، من المدافع، والرشَّاشات، والبنادق، والطيَّارات الجويَّة، والمراكب البريَّة والبحريَّة، والقلاع، والخنادق، وآلات الدفاع، والرَّأي والسياسة التي بها يتقدَّم المسلمون ويندفع عنهم به شرُّ أعدائهم، وتعلُّم الرَّمْي، والشَّجاعة والتدبير ".

Yakni, segala sesuatu yang kalian mampu terhadapnya, baik dari yang berkaitan dengan kekuatan akal maupun badan, menciptkan berbagai macam jenis senjata dan yang semisalnya, yang bisa membantu dalam memerangi orang-orang kafir.

Maka masuk didalamnya membangun pabrik-pabrik yang memproduksi berbagai macam jenis senjata dan alat perang, seperti alat-alat penangkal rudal, rudal-rudal, senapan-senapan, jet-jet tempur, tank-tank baja, kapal laut, kapal selam, benteng pertahanan, dan alat-alat pertahanan lainnya.

Dan begitu juga menguasai ilmu logika dan politik yang dengan semua itu membuat umat Islam terus bergerak maju dan bisa mempertahankan diri kaum muslimin dari kejahatan para musuhnya.

Begitu juga belajar memanah, melatih mental pembarani dan belajar strategi bertempur.

Kemudian Syeikh As-Sa’dy berkata:

" وقوله تعالى: ﴿ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ ﴾:

وهذه العلَّة موجودة فيها في ذلك الزَّمان، وهي إرْهاب الأعداء، والحكم يدور مع علَّته، فإذا كان شيءٌ موْجودًا أكثر إرهابًا منها، كالسَّيَّارات البريَّة والهوائيَّة، المعدَّة للقتال التي تكون النكاية فيها أشدَّ، كانت مأمورًا بالاستعداد بها، والسعي لتحصيلها، حتَّى إنَّها إذا لم توجد إلَّا بتعلم الصناعة، وجب ذلك؛ لأنَّ ما لا يتم الواجب إلَّا به، فهو واجب".

Dan Firman Allah SWT: “dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya “.

Illat (علة) alias sebab perintah Allah dalam ayat ini akan terus ada dalam setiap zaman, yaitu: illat perintah utk menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh umat Islam.

Dan hukum itu akan terus ada dan berlaku selama illat nya masih ada. Maka segala sesuatu yang lebih besar pengaruhnya untuk menggentarkan mereka – seperti mempersiapkan tank-tank baja dan jet-jet tempur yang dinilai memiliki kemampuan yang lebih dahsyat utk bertempur – maka itu semua termasuk yang diperintahkan utk menyiapkannya, dan harus berusaha untuk mendapatkannya, sehingga ketika tidak ada yang bisa mendapatkannya kecuali dengan cara belajar memproduksinya, maka itu adalah sebuah kewajiban.

Karena ada qaidah mengatakan : 

مَا لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ إلَّا بِه فَهُوَ وَاجِبٌ 

Artinya: “ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya“. (Baca: Tafsir as-Sa'diy, Taisiir al-Kariim ar-Rahmaan hal. 324-325)

*****

PERTANYAAN :

Untuk memberikan semangat dan motivasi yang extra dalam pelatihan militer, apakah di syariatkan TARUHAN dalam lomba latihan militer?

JAWABANNYA : insya Allah akan penulis uraikan dalam PEMBAHASAN-PEMBAHASAN  berikut ini :

======

PEMBAHASAN PERTAMA:
TARUHAN DALAM LOMBA MELEMPAR SENJATA, PACUAN KUDA DAN BALAP UNTA:

Perlombaan yang menyediakan imbalan dari masing-masing para peserta lomba, ini yang disebut dengan الرِّهَان (taruhan) atau المُرَاهَنَة (saling bertaruh).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab "السَّبْقُ والرَّمْيُ" hal. 3 [q/2b]:

فَهَذَا النَّوْعُ شَرَعَ اللهُ وَرَسُولُهُ فِيهِ السَّبْقَ بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الثَّابِتِ عَنْهُ الَّذِي أَخْرَجَهُ أَهْلُ السُّنَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ».

Adapaun dalam taruhan perlombaan seperti ini, maka Allah dan Rasul-Nya telah mensyariatkannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dalam hadits yang teruji keshahihannya yang telah diriwayatkan oleh para penulis kitab Sunan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi :

« لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».

“Tidak ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”. [Selesai kutipan]

Takhriij hadits diatas:

Di riwayatkan oleh Abu Daud dalam Jihad (2574), Al-Tirmidzi 4/178 H (1700), Al-Nasa'i 6/536 H (3591), Ibnu Majah 2/960 (2878), Al-Bayhaqi dalam Al -Kubra 10/16, dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/256. Dan Ibno Hibban 10/544 (4690).

Abu 'Iisa mengatakan: " Hadits Hasan". Dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Daud)

MUFRODAT DAN FIQIH HADITS:

Makna Kata ‘السَبَق' dalam hadits maksudnya adalah:

مَا ‌يُجْعل ‌مِنَ ‌المَال ‌رَهْنا ‌عَلَى ‌الْمُسَابَقَةِ

“Sesuatu dari harta yang di jadikan taruhan dalam perlombaan.” [An-Nihaayah 2/338, Lisan al-'Arab 10/151 dan Tabyiin al-Haqoo'iq 6/227]

Kata ‘النَّصْل’ maknanya adalah panah. Dan kata ‘الخُفّ' maknanya adalah unta. Dan kata ‘الحَافِر’ adalah kuda.

Hadits ini menunjukkan dibolehkannya mengeluarkan harta sebagai taruhan atau hadiah dalam perlombaan balap kuda, onta dan melempar senjata, baik hartanya dari salah seorang peserta lomba atau dari keduanya menurut pendapat yang terkuat. atau dari pihak luar seperti suatu negara.

Tapi kebolehan ini tidak termasuk orang-orang yang tidak ikut serta dalam lomba seperti para penonton, maka mereka ini dilarang melakukan taruhan uang untuk menentukan siapa yang menang, baik bertaruh pada peserta lomba ataupun pada kudanya, karena hal ini termasuk perjudian yang diharamkan. Tidak ada hubungannya dengan apa yang dibolehan oleh agama dari perlombaan.

Dalam [فتاوى الشبكة الإسلامية] (12/1601 no. 5841) di sebutkan pernyataan Ibnu Abdil Barr:

وَقَدْ نَقَلَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ الْإِجْمَاعَ عَلَى تَحْرِيمِ الرِّهَانِ فِي غَيْرِ الثَّلَاثَةِ، وَإِنَّمَا اخْتَصَّتْ هَذِهِ الثَّلَاثَةُ بِتَجْوِيزِ الْعِوَضِ فِيهَا أَخْذًا وَعَطَاءً لِأَنَّهَا مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ الْمَأْمُورِ بِتَعَلُّمِهَا وَإِتْقَانِهَا وَالتَّفَوُّقِ فِيهَا، وَفِي الْإِذْنِ بِالْعِوَضِ فِيهَا مُبَالَغَةٌ فِي الِاجْتِهَادِ فِيهَا، وَتَشْجِيعٌ لِمَا يَعُودُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ نَفْعُهُ، وَقَدْ وَرَدَ فِي الشَّرْعِ الْأَمْرُ بِهَا وَالتَّرْغِيبُ فِي فِعْلِهَا، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ﴾ \[الْأَنْفَالِ:٦٠] وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ».

“Ibnu Abdil-Barr menukil Ijma' para ulama tentang larangan taruhan pada selain yang tiga dalam hadits. Adapun kenapa hanya khusus pada yang tiga diperbolehkan memberi dan menerima taruhan, karena ketiga-ketiganya itu termasuk di antara alat-alat perang yang diperintahkan untuk dipelajari, dikuasai, dan diunggulkan.

Dan dalam pemberian izin dengan taruhan, ini bisa membangkitkan semangat yang berlebih dalam ketekunan dan kesungguhan di dalamnya, dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat Islam. Dan yang demikian itu telah ada perintah dalam Syariah serta dorongan untuk berlatih dan mempersiapkannya. Allah SWT berfirman:

﴿ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ ﴾

Artinya: “Dan siapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka [musuh-musuh] kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ". (QS. Al-Anfal: 60)

Dan Rosulullah bersabda:

« أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ».

“Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah kekuatan daya melempar (senjata)! ". (HR. Muslim no. 3541).

===

FATWA SYEIKH BIN BAAZ:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

لَا يَجُوزُ الرِّهَانُ إِلَّا فِي مَسَائِلَ ثَلَاثٍ: فِي الْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَالْمُسَابَقَةِ عَلَى الرَّمْيِ، لِقَوْلِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: “لَا سَبَقَ إِلَّا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ”. هَذَا يَجُوزُ لَهُ الْمُرَاهَنَةُ بِالْمَالِ، يَعْنِي جَعْلَ مَالٍ لِمَنْ سَبَقَ بِالرَّمْيِ مَنْ أَصَابَ الْهَدَفَ أَوَّلًا، أَوْ بِالْخَيْلِ أَوْ بِالْإِبِلِ، مَنْ سَبَقَ يَكُونُ لَهُ كَذَا وَكَذَا، هَذَا فَعَلَهُ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سَابَقَ بَيْنَ الْخَيْلِ وَأَعْطَى السَّبَقَ.

“Tidak diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda, balap unta dan memanah. Berdasarkan hadits Nabi : ‘Tidak boleh ada taruhan, kecuali pada lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta’.

Untuk lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan oleh Nabi , dalam lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah taruhannya ". [Kutipan Selesai]

Dan syeikh bin Baaz pernah di tanya pula:

مَا حُكْمُ الرِّهَانِ فِي الشَّرْعِ؟ إِذَا تَرَاهَنَ شَخْصَانِ عَلَى شَيْءٍ مَثَلًا يَقُولُ: هَذَا كَذَا، وَهَذَا يَقُولُ: كَذَا، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ فَهَلِ الْمَبْلَغُ الَّذِي يَأْخُذُهُ أَحَدُهُمَا يَحِلُّ لَهُ؟ أَرْجُو مِنْ سَمَاحَةِ الشَّيْخِ إِجَابَةً!!!.

Bagaimana hukum taruhan? Jika dua orang bertaruh pada sesuatu, misalnya, dia berkata: Ini ini akan seperti itu, dan yang lain mengatakan: Itu akan seperti ini, dan jika tidak terjadi, apakah jumlah yang diambil salah satu dari mereka berdua halal untuknya?

Saya mohon jawaban Yang Mulia Sheikh.

JAWABAN:

لَا يَجُوزُ هَذَا الرِّهَانُ، هَذَا قِمَارٌ مَا يَجُوزُ، مُغَالَبَةٌ لَا وَجْهَ لَهَا، وَمِنَ الْمُرَاهَنَةِ الشَّرْعِيَّةِ الْمُسَابَقَةُ بِالْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَالرَّمْيِ. نَعَمْ.

Taruhan ini tidak halal. Ini adalah perjudian yang tidak diperbolehkan. Ini adalah persaingan yang tidak sehat. Di antara taruhan yang disyariatkan adalah perlombaan dengan kuda, unta dan lemparan [panah atau tombak] ".

[Sumber: فَتَاوَى نُورٌ عَلَى الدَّرْبِ / الرِّهَانُ مَا يَجُوزُ مِنْهُ وَمَا لَا يَجُوزُ].

Pendapat ini juga yang dikuatkan oleh Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

===

FATWA AL-LAJNAH AD-DA'IMAH [PARA MUFTI SAUDI ARABIA]:

PERTANYAAN

Para Ulama Al-Lajnah ad-Daa'imah pernah ditanya:

مَا حُكْمُ الْمُرَاهَنَةِ وَالَّتِي تُسَمَّى بِأَنَّهَا حَقٌّ، وَمَا حُكْمُهَا إِذَا كَانَتْ مِنْ طَرَفٍ وَاحِدٍ، كَأَنْ يَقُولَ الشَّخْصُ: إِنْ تَمَّ هَذَا الْمَوْضُوعُ فَلَكُمْ عَلَيَّ حَقٌّ أَنْ أَعْزِمَكُمْ مَثَلًا؟ وَجَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا.

Bagaimana hukumnya taruhan yang disebut hak, dan bagaimana hukumnya jika dari satu pihak, seperti jika seseorang mengatakan: Jika hal ini selesai, maka Anda memiliki hak untuk mengundang Anda makan-makan, misalnya? Dan semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

JAWABAN:

لَا تَجُوزُ الْمُرَاهَنَةُ بِالْمَالِ إِلَّا فِيمَا اسْتَثْنَاهُ الشَّارِعُ، وَهُوَ السِّبَاقُ عَلَى الْخَيْلِ، أَوِ الْإِبِلِ، أَوِ الرِّمَايَةِ، وَمَا عَدَا ذَلِكَ مِنْ أَنْوَاعِ الْمُرَاهَنَاتِ لَا يَجُوزُ أَخْذُ الْمَالِ فِيهِ، لِأَنَّهُ مِنْ أَكْلِ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ، وَمِنَ الْمَيْسِرِ الَّذِي حَرَّمَهُ اللهُ وَرَسُولُهُ.

وَأَمَّا قَوْلُ الشَّخْصِ: إِنْ تَمَّ لِي هَذَا الْأَمْرُ فَلَكُمْ عَلَيَّ كَذَا، فَهَذَا مِنْ بَابِ الْوَعْدِ، وَالْوَفَاءُ بِهِ مَشْرُوعٌ إِذَا تَيَسَّرَ ذَلِكَ. اهـ.

“Tidak boleh bertaruh dengan harta kecuali yang dikecualikan oleh asy-Syaari' [Allah SWT], yaitu pacuan kuda, unta, atau pelemparan [panah atau tombak].

Adapun jenis taruhan lainnya maka tidak boleh mengambil uang taruhan di dalamnya, karena yang demikian itu adalah bagian dari memakan harta dengan cara yang baathil, dan itu adalah termasuk dari judi yang haramkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dan adapun perkataan orang tersebut: "Jika hal ini telah terpenuhi untukku, maka untuk kalian atas diriku ini dan itu. Ini adalah masuk dalam " bab menjanjikan". Dan untuk memenuhi nya adalah disyariatkan jika ada kemudahan untuk itu." [Kutipan Selesai].

[Sumber: (فَتَاوَى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ – الْمَجْمُوعَةُ الْأُولَى) 15/239 no. 20249].

PERTANYAAN LAIN: 

Para ulama Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya:

“Ada di antara kami sejumlah orang yang membeli majalah olah raga yang diterbitkan oleh koran ‘As-Syarqul-Ausath’ tujuannya adalah, mengisi kupon khusus pada perlombaan pacuan kuda. Mereka memilih kuda yang menang dalam perlombaan pada setiap putaran. Mereka mengisi beberapa kupon dan beberapa majalah dengan tujuan agar menang dan mendapatkan hadiah. Mereka mengeluarkan sejumlah uang. Kami mohon dari para ulama yang mulia memberikan fatwa akan hal itu, karena kami sangat membutuhkan fatwa itu agar mereka mengetahui hukum syar’i dalam masalah ini. Semoga Allah memberikan taufiq dan manfaat ilmu anda untuk umat Islam.”

Maka mereka menjawab:

“Pekerjaan ini tidak dibolehkan, karena hal itu termasuh taruhan haram masuk dalam kategori perjudian. Sementara Allah ta’ala berfirman:

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

Dari sini maka hal itu termasuk memakan harta dengan batil. Wabillahit taufiq. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabatnya. [Selesai]

Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdul Aziz Ali Syekh, Syekh Abdullah Godyan, Syekh Sholeh Al-Fauzan, Syekh Bakr Abu Zaid. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (15/224)].

*****

DALIL-DALIL BOLEHNYA TARUHAN PACUAN KUDA, UNTA DAN MELEMPAR SENJATA:

===

DALIL KE 1: 

Dari 'Iyadh Al-Asy'ari, dia berkata:

قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «مَنْ يُرَاهِنُنِي؟» فَقَالَ شَابٌّ: ‌أَنَا ‌إِنْ ‌لَمْ ‌تَغْضَبْ. ‌قَالَ: «‌فَسَبَقَهُ» ، ‌قَالَ: ‌فَرَأَيْتُ ‌عَقِيصَتَيْ ‌أَبِي ‌عُبَيْدَةَ تَنْقُزَانِ وَهُوَ خَلْفَهُ عَلَى فَرَسٍ عَرَبِيٍّ

Abu Ubaidah, radhiyallahu 'anhu, berkata: "Siapa yang mau bertaruh denganku?"

Seorang pemuda berkata: Saya mau, jika Anda tidak marah.

Dia ['Iyadh] berkata: “Kemudian pemuda itu mendahuluinya [menang].”

Dia ['Iyadh] berkata: “Saya melihat dua jalinan rambut Abu Ubaidah berlompat-lompat, dan posisi dia berada di belakangnya diatas seekor kuda Arab.”

[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (1/ 49) No. (344) dan Ibn Abi Shaybah dalam Musannaf-nya (6/ No. 33536) dan Ibn Hibban dalam Shahih-nya (11/ No. 4766), al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 10/36 no. 19776, Abu Nu'aim al-Ashbahaani dalam Ma'rifah ash-Shohaabah 1/49 no. 559 dan Ibnu Abi 'Aashim dalam Al-Aahaad dan Al-Matsaani 1/182 No 231].

Zaid an-Nusyairy, pentahqiq al-Furusiyyah 1/95 berkata: " Sanadnya Hasan".

Ibnu al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah 1/95 berkata:

"وَلَمْ يَذْكُرْ مُحَلِّلًا فِي هَذَا وَلَا فِي غَيْرِهِ. قَالُوا: وَمِثْلُ هَذَا لَا بُدَّ أَنْ يَشْتَهِرَ، وَلَمْ يُنْقَلْ عَنْ صَحَابِيٍّ خِلَافُهُ. قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ: "وَمَا عَلِمْتُ بَيْنَ الصَّحَابَةِ خِلَافًا فِي عَدَمِ اشْتِرَاطِ الْمُحَلِّلِ".

قَالُوا: وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "لا جَلَبَ ولا جَنَبَ في الرِّهان".

Dia tidak menyebutkan seorang muhallil di sini atau di yang lainnya.

Mereka berkata: Hal seperti itu pasti akan menjadi masyhur, dan tidak ada perselisihan yang dinukil dari seorang sahabat pun.

Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Saya tidak tahu di antara para sahabat ada perbedaan pendapat tentang tidak disyaratkan adanya muhallil.” 

Mereka berkata : Sungguh Nabi telah bersabda : “Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan] ". [ Lihat pula : Majmu' al-Fataawaa oleh Ibnu Taimiyah (28/22)]

Dan Ibnu al-Qayyim berkata dalam al-Furuusiyyah 1/97:

“وَالرِّهَانُ عَلَى وَزْنِ فِعَالٍ، وَهُوَ يَقْتَضِي أَنْ يَكُونَ مِنَ الْجَانِبَيْنِ، فَأَبْطَلَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فِي عَقْدِ الرِّهَانِ الْجَلَبَ وَالْجَنَبَ، وَلَمْ يُبْطِلِ اشْتِرَاكَهُمَا فِي بَذْلِ السَّبَقِ، مَعَ أَنَّ بَيَانَ حُكْمِهِ أَهَمُّ مِنْ بَيَانِ الْجَلَبِ وَالْجَنَبِ بِكَثِيرٍ".

“Dan kata Rihaan adalah pada wazan Fi'aal, dan itu mengharuskan taruhan dari kedua belah pihak, maka Nabi melarang akad taruhan yang ada al-Jalab dan al-Janab, dan tidak melarang keterlibatan kedua belah pihak mengeluarkan taruhan, padahal penjelasan hukumnya jauh lebih penting dari pada penjelasan tentang al-Jalab dan al-Janab ".

Dan Ibnu Taimiyah berkata:

“كَمَا يُقَالُ: صَارَعَهُ صِرَاعًا وَمُصَارَعَةً، وَقَاتَلَهُ قِتَالًا وَمُقَاتَلَةً، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى جَوَازِ الْمُرَاهَنَةِ مِنَ الْجَانِبَيْنِ، وَلَمْ يُشْتَرَطْ فِي ذَلِكَ أَنْ يَكُونَ هُنَاكَ ثَالِثٌ".

Sama seperti yang dikatakan: صَارَعه صِراعًا ومُصَارَعَة  dan قَاتًله قِتَالا ومُقَاتَلة, Maka ini menunjukkan bahwa boleh bertaruh dari kedua belah pihak, dan tidak diharuskan ada yang ketiga [muhallil] [Baca: As-Sabqu wa ar-Ramyu hal. 26].

Ibnu al-Qayyim berkata tentang taruhan lomba menunggang kuda : 

قالوا: ولو كان إخراج العِوَض من المتراهنين حرامًا، وهو قمار؛ لما حلَّ بالمحلِّل؛ فإن هذا المحلِّل لا يُحِلُّ السَّبَق الذي حرَّمه الله تعالى ورسوله - صلى الله عليه وسلم -، ولا تزول المفسدة التي في إخراجها بدخوله، بل تزيد ، فإنْ كان العقد بدونه قمارًا فهو بدخوله أيضًا قمار، إذ المعنى الذي جعلتموه لأجله قمارًا إذا اشتركا في الإخراج، هو بعينه قائم مع دخول المحلِّل، فكيف يكون العقد قمارًا في إحدى الصورتين، وحلالًا في الأخرى، مع قيام المعنى بعينه؟!

Mereka berkata: jika seandainya mengeluarkan uang taruhan dari dua orang yang bertaruh itu haram, dan itu dianggap judi ; maka tentunya tidak akan dihalalkannya dengan memasukkan seorang Muhallil [orang ketiga yang tidak mengeluarkan uamg taruhan]

Karena muhallil ini tidak membuat halal nya taruhan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mafsadah yang berasal dari mengeluarkannya tidak hilang dengan masuknya, melainkan semakin meningkat.

Jika sebuah akad tanpanya adalah dianggap judi, maka dengan masuknya juga tetap judi, karena makna yang karenanya kalian jadikan bahwa itu adalah judi ketika keduanya sama-sama mengeluarkan taruhan, maka obyek taruhannya itu masih tetap ada meskipun dengan masuknya Muhallil. Lalu bagaimana bisa sebuah akad dianggap perjudian dalam salah satu dari dua bentuk nya, dan dianggap bukan judi dalam bentuk yang lain, padahal maknanya sama? [al-Furuusiyyah 1/97]

===

DALIL KE 2: 

Dari Imraan bin Hushain – radhiyallahu 'anhu – bahwa Nabi bersabda:

"لا جَلَبَ ولا جَنَبَ في الرِّهان"

“Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan] ".

[HR. Abu Daud no. 2581, al-Tirmidzi (1151), al-Nasa'i (3335) dan (3590), al-Bayhaqi dalam al-Kubra (10/21) dan al-Tabarani (18/ No. 366) dari jalan Hamid al-Thawil. Dan juga al-Nasa'i (3591) dari jalan Abu Qaza'ah Suwayd bin Hujair, keduanya dari al-Hasan al-Basri].

Lafadz ini lafadz Abu Daud, Ahmad no. 19855 dan Ibnu Hibbaan no. 3267, adapun yang lainnya tanpa [في الرِّهان]

Derajat Hadits: Hasan Lighoirihi.

Abu Iisa Tirmidzi berkata: " Hadits Hasan Shahih".

Dan digolongkan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Daud 2/118 no.2581.

Dan dari Qotaadah bin Di'aamah as-Saduusi [wafat 118 H], dia berkata:

"لا جَلَبَ ولا جَنَبَ في الرِّهان"

“Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada Janab dalam Rihaan [taruhan] ". [Abu Daud di bawah no. 2581

Derajat Atsar:

Syeikh al-Albaani berkata: " صحيح مقطوع / Shahih maqtu". [Shahih Sunan Abi Daud no. 2582]

Demikianlah Qatadah menafsirkan al-Jalab dan al-janab di sini bahwa itu dalam taruhan. Dan begitu pula Imam Malik menafsirkannya, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bayhaqi 10/21 dengan sanadnya darinya. Demikian pula, Ibnu Abi Uwais menafsirkannya, sesuai dengan apa yang diriwayatkan al-Daaraqutni (4832) dengan sanadnya darinya.

MUFRODAAT:

Makna al-Jalab [الجلَبُ]

الجلَبُ في السِّباقِ فهو فِعلٌ كانَت العربُ تَفعَلُه في مِضْمارِ السِّباقِ؛ حيث كان المتسابِقُ يَجلِبُ بجانِبِ فرَسِه الَّذي يُسابِقُ عليه رجلًا يَزجُرُه ويُحرِّكُه ويَحُثُّه على الجَرْيِ والإسراعِ،

Al-Jalab dalam perlombaan adalah suatu perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang Arab di arena pacuan kuda. Di mana pesaing biasa membawa di samping kudanya yang dia kendarai, seorang pria yang akan menyemangatinya, menggerakkannya, dan mendesaknya untuk berlari dan menambah kecepatan.

Singkatnya:

الجلب: هو أن يتبع فرسه بمن يحثه على سرعة الجري.

“Al-Jalab: adalah mengikut sertakan pada kudanya orang lain yang menyemangati kudanya agar berlari dengan kencang ".

Dan ada yang mengatakan pula:

"الجلَبُ أن يَزجُرَ الفارِسُ فرَسَه برَفعِ الصَّوتِ في السِّباقِ، فيَكونَ الزَّجرُ بالسَّوطِ وتَحْريكِ اللِّجامِ فقَطْ، لا برَفْعِ الصَّوتِ".

Al-Jalab adalah penunggang kuda menyemangati kudanya dengan teriak-teriak meninggikan suaranya dalam pacuan, maka yang benar al-Jalab itu adalah menyemangati dengan cambuk dan menggerakkan kekang saja, tidak dengan meninggikan suaranya.

Makna al-Janab [الجنَبُ]

والجنَبُ في السِّباقِ فهو فِعلٌ كانَت العربُ تَفعَلُه في السِّباقِ أيضًا، حيثُ كان المتسابِقُ على الفرَسِ يَجعَلُ معه في مِضْمارِ السِّباقِ فرَسًا آخرَ يَجْري بجانِبِه، فإذا ضَعُفَ الفرَسُ الَّذي هو عليه أو تَعِب رَكِب الفرَسَ الآخَرَ الَّذي بجانبِه،

Al-Janab dalam pacuan adalah perbuatan yang biasa dilakukan orang Arab dalam pacuan juga, di mana pesaing yang menunggang kuda biasa membawa kuda lain bersamanya di arena pacuan kuda untuk berlari di sampingnya, dan jika kuda yang ditungganginya menjadi lemah atau lelah, maka dia menunggang kuda lain di sebelahnya.

Singkatnya:

الجنب: هو أن يجنب فرسا إلى فرسه إذا فترت تحول إلى المجنوب.

Al-Janab adalah: dia membawa kuda lain di samping kuda yang ditungganginya, ketika kudanya telah kelelahan maka dia pindah ke kuda yang di samping nya]].

LAFADZ LAIN:

Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq [w. 211 H] telah menceritakan kepada kami Sufyan dari orang yang pernah mendengar Anas bin Malik berkata, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda:

“لَا شِغَارَ فِي الْإِسْلَامِ وَلَا حِلْفَ فِي الْإِسْلَامِ وَلَا جَلَبَ وَلَا جَنَبَ ".

"Tidak ada nikah syigar dalam Islam dan tidak ada persekutuan dalam Islam, tiada jalab dan tiada janab" [Musnad Imam Ahmad 3/162].

Asy-Syaukani berkata:

“عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوعًا عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ ".

“Dari Anas secara marfu' dalam ath-Thabarani dengan Sanad yang shahih ". [Lihat: Nail al-Awthar 8/93].

LAFADZ LAIN:

Dari Imran bin Hushain – radhiyallahu 'anhu -, bahwa Nabi bersabda:

لا جلبَ ولا جنَبَ ولا شِغارَ في الإسلامِ ومن انتَهَبَ نُهْبةً فليسَ منَّا

“Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada janab. Dan tidak boleh melakukan nikah syighar dalam Islam. Dan barangsiapa melakukan perampasan [penjarahan], maka dia bukan golongan kami.”

[HR. Ahmad (4/ 429 dan 438), Al-Tirmidzi (1123), Abu Dawud (2581), an-Nasaa'i (3335) Ibnu Majah (3937), Ibnu Hibban (8/ No. 3267) dan Al-Tabarani (18/ No. 401, 316, 315, 382 dan 383) dan Al-Bazzar dalam Musnad-nya (9/ No. 3534 dan 3535) dan lainnya. DI SHAHIHKAN al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'i no. 3335]

===

DALIL KE 3: 

Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhuma: bahwa Rasulullah bersabda:

لَيْسَ ‌مِنَّا ‌مَنْ ‌أَجْلَبَ ‌عَلَى ‌الْخَيْلِ ‌يَوْمَ ‌الرِّهَانِ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا

Bukan dari golongan kami orang yang melakukan JALAB pada kuda di hari taruhan. Dan bukan dari golongan kami orang yang mengajari seorang budak untuk menipu tuannya.

Dan bukan dari golongan kami orang yang merusak pribadi seorang wanita sehingga melawan suaminya ".

[HR. Abu Ya'laa dalam Musnadnya no. 2413 (Lihat al-Mathaalib al-'Aaliyah 9/383 no. 1999. Dan Lihat pula at-Taarikh al-Kabiir karya Imam Bukhori (1/ 395-396)]

Di shahihkan sanadnya oleh Al-Imam an-Nawawi dalam al-Majmu' 15/155 dan Syaukaani dalam Nail al-Awthaar 8/93, mereka berkata:

“رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ ".

“Diriwayatkan oleh Abu Ya'laa dengan Isnad Yang shahih".

===

DALIL KE 4: 

Dari Abdullah bin Maymuun Al-Marriy, dari Awf, dari Al-Hassan atau Khilaas, -Ibnu Maimun ragu - dari Ali: Nabi berkata kepadanya:

‌يَا ‌عَلِىٌّ! ‌قَدْ ‌جَعَلْتُ ‌إِلَيْكَ ‌هَذِهِ ‌السَّبْقَةَ ‌بَيْنَ ‌النَّاسِ ‌فَخَرَجَ ‌عَلِىٌّ ‌فَدَعَا ‌سُرَاقَةَ ‌بْنَ ‌مَالِكٍ قَالَ: يَا سُرَاقَةُ! إِنِّى قدْ جَعَلْتُ إِلَيْكَ مَا جَعَلَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى عُنُقِى مِنْ هَذِهِ السَّبْقَةِ فِى عُنُقِكَ، فَإِذَا أَتَيْتَ الْمِيطارَ قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ: والميطارُ مرسلها مِنَ الْغايَةِ، فصُفَّ الْخَيْلَ ثُمَّ نَادِ: هَلَ مِنْ مُصْلِحِ اللِّجَامِ أَوْ حَاملٍ لِغُلَامٍ أَوْ طَارِحٍ لحَبْلٍ، فَإِذَا لَمْ يُجِبْكَ أَحَدٌ فَكَبِّرْ ثَلَاثًا ثُمَّ قُلْ عِندَ الثَّالِثَةِ: يُسْعِدُ اللهُ بِسبْقِهِ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ، وَكَانَ عَلِىٌّ يَقْعُدُ عِنْدَ مُنْتَهَى الْغَايَةِ، وَيَخُطُّ خَطًّا يُقِيمُ رَجُلَيْنِ مُتَقَابِليْنِ عِنْدَ طَرفِ الخَطِّ طَرَفُهُ بَيْنَ إِبْهَامِ أَرْجُلِهِمَا وَتَمُرُّ الْخَيْلُ بَيْنَ الرَّجُلَينِ وَيَقُولُ لَهُمَا إِذَا خَرجَ أَحَدُ الْفَرَسَيْنِ بِطَرَفِ أُذُنَيْهِ أَوْ أُذُنٍ أَوْ عِذَارٍ فَاجْعَلُوا السَّبْقَةَ لَهُ، فَإِنْ شَكَكْتُمَا فَاجْعَلَا سَبْقَتَهُمَا نِصْفَيْنِ. (فَإِذَا الرسْمُ سنين اجْعَلُوا الْغَايَةَ مِنْ غَايَةِ أَصْغَرِ الشَّيْئَيْنِ. وَلَا جَلَبَ وَلَا جَنَبَ وَلَا شِغَارَ في الإِسْلَامِ"

“Wahai Ali! Aku telah membuat taruhan ini untuk kamu di antara orang-orang.”

Lalu Ali keluar dan memanggil Suraqah bin Malik, dan berkata: Hai Suraqah! Saya akan memberikan untuk Anda apa yang Nabi kenakan di leher saya dari taruhan ini ke leher Anda, jika Anda sampai ke al-Miithoor [Abdurrahman berkata: al-Miithoor adalah garis finish yang dituju]

Maka berbarislah kuda-kudanya, lalu berseru: Apakah ada orang yang memperbaiki kekang, atau menggendong anak laki-laki, atau menurunkan beban?

Jika tidak ada seorangpun yang menjawab ; Maka ucapkanlah takbir tiga kali, dan lepaskan pada takbir yang ketiga, agar Allah swt ridha dengan hasil taruhannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari makhluk-makhluk-Nya ".

Ali – radhiyallahu 'anhu -, duduk di ujung garis finish, menggaris sebuah garis, dan berdiri dua pria saling berhadapan di kedua ujung garis, menempat dua orang berdiri di ujung garis saling berhadapan, yang ujungnya berada di antara ibu jari kaki mereka berdua. Dan kuda-kuda itu lewat di antara kedua pria itu, dan dia berkata:

Jika salah satu kuda keluar mendahului yang lain dengan ujung telinganya, atau telinga-telinganya, atau pipinya, maka berikanlah taruhannya itu untuknya. Namun jika Anda berdua ragu, maka jadikanlah taruhan keduanya menjadi dua bagian, dan jika kalian menggabungkan keduaanya, maka buatlah ujung garis finisnya dari ujung garis yang lebih kecil dari keduanya.

لا جلبَ ولا جنَبَ ولا شِغارَ في الإسلامِ

“Tidak boleh ada Jalab dan tidak boleh ada janab. Dan tidak boleh melakukan nikah syighar dalam Islam.”

[HR. Al-Daraqutni (4/305-306) dan Al-Bayhaqi dalam Al-Kubra (10/22) dan dia berkata: “Ini adalah sanad yang lemah.”

Dan di dhaifkan pula sanadnya oleh an-Nawawi dalam al-Majmu' 15/154.

Abu ath-Thayyib al-Adzim Aabadi mengatakan dalam Ta'liiq-nya terhadap Sunan al-Daraqutni:

"قلت: فيه عبد الله بن ميمون المرائي، ولعله القدَّاح ضعيف جدًّا، والحسن وخلاس ثقتان، لكن لم يسمعا من عليّ، صرَّح به الحفاظ"

“Saya katakan: Ada Abdullah bin Maymuun al-Mura'i, mungkin dia itu al-Qaddaah, sangat lemah, dan al-Hasan dan Khalas keduanya dapat dipercaya, tetapi mereka tidak mendengar dari Ali. Sebagaimana para hufaadz menjelaskannya.” [Haamisy Al-Daraqutni (4/305-306)]

===

DALIL KE 5: 

Dari Musa bin Ubaid, dia berkata:

أصبحتُ في الحِجرِ بعدما صلَّينا الغداةَ فلما أسفَرْنا إذا فينا عبدُ اللهِ بنُ عمرَ رضيَ اللهُ عنهُما فجعل يستقرئُنا رجلًا رجلًا يقول أين صليتَ يا فلانُ ؟. قال: يقول: هاهنا ، حتى أتى عليَّ فقال: أين صليتَ يا ابنَ عُبيدٍ فقلتُ هاهنا قال بخٍ بخٍ ما نعلم صلاةً أفضلَ عند اللهِ من صلاةِ الصبحِ جماعةً يومَ الجمُعةِ فسألوه فقالوا يا أبا عبدِ الرَّحمنِ أكنتم تُراهنونَ على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ قال نعم لقد راهن على فرسٍ يُقالُ له سَبحةُ فجاءت سابقةً

Saya dipagi hari berada di Al-Hijr setelah kami sholat subuh, dan ketika mulai siang, Abdullah bin Umar, radhiyallahu 'anhu ada di antara kami. Maka dia mulai bertanya kepada kami, satu persatu, dia bertanya: Di mana kamu sholat, hai fulan? Dia berkata: "Di sini", hingga dia menghampiriku dan bertanya: Di mana kamu shalat, hai Ibnu Ubaid? Lalu Saya menjawab: "di sini".

Dia berkata: "Bagus, bagus! " kami tidak mengetahui shalat yang lebih afdhol di sisi Allah daripada shalat subuh berjamaah pada hari Jumat".

Lalu mereka bertanya kepadanya, dengan mengatakan: Hai Abu Abdur-Rahman, apakah kalian saling bertaruhan pada masa Rosulullah ?

Dia menjawab: " Ya, dia bertaruh pada seekor kuda yang disebut Sabhah, lalu ia menang ".

[HR. al-Baihaqi 10/21 no. 18157, 19560. Di SHAHIHKAN oleh al-Albaani dalam Irwaa al-Gholiil 5/337 di bawah hadits no. 1507]

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

قَوْلُهُ: "سَبْحَةُ" مِنْ قَوْلِهِمْ فَرَسٌ سَبَّاحٌ إذَا كَانَ حَسَنَ مَدِّ الْيَدَيْنِ فِي الْجَرْيِ.

Kata: "Sabhah" diambil dari apa yang mereka katakan: kuda sabbah, jika ia bagus mengulurkan kedua kaki depannya saat berlari". [Al-Talkhiis Al-Habiir 4/396 No. 2021]

Sebagian para ulama berkata:

فقد رَخَّصَ الشَّرعُ في السِّباقِ في الخَيلِ، والإِبِلِ، ورَمْيِ السِّهامِ، وأخذِ المالِ علَيها؛ لأنَّها عُدَّةُ القِتالِ في سَبيلِ اللهِ تَعالى، وفيها تَرْغيبٌ في الجِهادِ، وليس فيها المُراهَنَةُ على الأُمورِ المُحرَّمةِ.

وفي الحديثِ: بيانُ فَضيلةِ صَلاةِ الفَجرِ جَماعَةً صَباحَ يومِ الجُمُعةِ.

“Syariah mengizinkan pacuan kuda dan unta, menembakkan panah, dan boleh mengambil uang taruhan dari mereka. Karena itu bermanfaat sebagai persiapan berperang fii Sabiilillaah, dan penyemangat jihad, dan tidak termasuk bertaruh pada hal-hal yang diharamkan.

Dalam hadits: terdapat penjelasan tentang keutamaan sholat subuh berjamaah pada hari jumat pagi".

===

DALIL KE 6: 

Dari Abu Labiid, dia berkata:

أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فَقُلْنَا: "أَكُنْتُمْ تُرَاهِنُونَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ، لَقَدْ رَاهَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌عَلَى ‌فَرَسٍ ‌يُقَالُ ‌لَهَا ‌سَبْحَةُ، ‌جاءت ‌سابقة، ‌فهش ‌لِذَلِكَ، ‌وَأَعْجَبَهُ.

Kami datang ke Anas bin Malik, dan kami berkata: "Apakah kalian saling bertaruh pada masa Rosulullah ?" Dia berkata: "Ya. Sungguh Rosulullah bertaruh diatas kuda bernama Subhah, lalu ia menang, beliau terkejut senang akan hal itu, dan beliau menyukainya.

[Diriwayatkan oleh Ahmad [3/ 160, 206], Al-Darimi [2/ 202-213], Al-Daaraqutni [4/ 301], dan Al-Bayhaqi [10/ 21]].

RIWAYAT LAIN: 

Dari Abu Labiid, dia berkata:

أرسلت الخيل في زمن الحجاج، والحكم بن أيوب أمير البصرة، قال: فأتينا الرهان، فلما جاءت الخيل قلنا: لو ملنا إلى أنس بن مالك، فسألناه أكنتم تراهنون على عهد رسول الله؟ فأتيناه، وهو في قصره في الزاوية، فسألناه، فقلنا: يا أبا حمزة، أكنتم تراهنون على عهد رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أكان رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يراهن؟ قال: نعم، والله لقد راهن على فرس يقال لها سبحة، فسبق الناس، فابتش لذلك، وأعجبه.

Kuda perang dikirim pada masa al-Hajjaj, dan al-Hakam bin Ayyub adalah gubernur Bashrah. Maka kami mendatangi tempat taruhan pacuan kuda. Ketika kuda-kuda itu datang, kami berkata: Jika kami mendekati ke Anas bin Malik dan bertanya kepadanya, apakah kalian biasa saling bertaruh pada masa Rasulullah?

Maka kami mendatanginya, saat itu dia berada di istananya di az-Zaawiyah, dan kami pun bertanya kepadanya, dengan mengatakan: Hai Abu Hamzah, apakah kalian biasa saling bertaruh pada masa Rasulullah?

Dia menjawab: Ya, demi Allah sungguh beliau bertaruh diatas kuda bernama Subhah, lalu ia menang, beliau terkejut senang akan hal itu, dan beliau menyukainya ".

[Diriwayatkan oleh al-Darmi (2430), dan ath-Thahawi di ((Syarah Musykil al-Aatsaar)) (1899), dan al-Tabarani di ((al-Mu'jam al-Awsath)) (8850)]

Ath-Thahawi berkata:

هذا من حديث البصريين أيضا وإن كان سعيد بن زيد ليس بالقوي في روايته عند أهل الإسناد

Ini dari hadits orang-orang Bashrah juga, meskipun Sa'iid bin Zaid tidak kuat dalam riwayatnya menurut ahli sanad ". ((Syarah Musykil al-Aatsaar 5/158))

*****

PEMBAHASAN KEDUA:
HUKUM TARUHAN DALAM LOMBA MENEMBAK, LEMPAR CAKRAM, GRANAT, MERIAM DAN RUDAL

====

FATWA SYEIKH IBNU UTSAIMIIN :

PERTANYAAN:

 Seorang penanya berkata:

 نحن مجموعة من الشباب نخرج للصيد، وأحياناً نضع هدفاً من شجر أو حجر أو أي غرض غير الحيوان ثم نتبارى عليه أينا يصيب ذلك الهدف، فمن أخطأه فإن عليه ذبيحة أو عشاءً أو نقوداً معينة، فهل هذا العمل جائز؟ وما هو الضابط في قضية الرهان المنتشر بين الناس، أو ما يسمونه بالحق، فإذا صار بين الإنسان وبين أخيه أي أمر، قال: عليك رهن أو عليك حق في كذا وكذا، أرجو توضيح هذه القضية لانتشارها وفقك الله؟

“Kami adalah sekelompok pemuda yang pergi berburu, dan kadang-kadang kami menetapkan titik sasaran lempar dari sebuah pohon, batu, atau benda apa pun selain binatang, lalu kami bersaing dan berlomba untuk mengenai sasaran itu. Barangsiapa yang meleset dari sasaran, maka ia harus mentraktir makan dengan masakan seekor kambing sembelihan atau makan malam atau sejumlah uang, apakah perbuatan ini diperbolehkan?

Dan apa hukumnya dalam masalah pertaruhan yang tersebar luas di masyarakat, atau yang mereka sebut HAK, maka jika timbul masalah antara seseorang dengan saudaranya, dia berkata: Anda punya tanggungan atau pada anda terdapat hak saya dalam hal ini dan itu.

Demikian, tolong jelaskan masalah ini karena sudah tersebar luas, semoga Allah memberi Anda taufiiq?

JAWABAN Syeikh Ibnu Utsaimin :

أما الرمي على هدف أو شجر فمن أصاب فله كذا وكذا، ومن أخطأ فعليه كذا وكذا فإنه جائز لقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: «لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر» والبنادق الآن من النصل، فإذا ترامى الناس وكان على المغلوب شيء وللغالب شيء فإن هذا لا بأس به ولا حرج، لأنه مما جاءت الشريعة بحله.

وأما ما ذكره مما يكون بين الناس، فإني أرى أنه أكل للمال الباطل، لأن بعض الناس صار يتخذ كل شيء فيه (حق) كما يقول إنه حق وهو باطل، حتى إذا تكلم بكلمة وأخطأ ألزموه بذلك. فلو أراد أن ينادي صاحبه واسمه عبد الله، فقال: يا عبد الرحمن، قال: ما اسمي عبد الرحمن اسمي عبد الله عليك حق، كلما حصل خطأ ولو طفيفاً قال: عليك حق وألزمه، فهذا لا يجوز، بأي شيء حل لك أخذ ماله؟

إذا كان يريد أن يجعل لكم مأدبة فليجعلها بغير هذا الوجه، وبعض الناس يقول: أنا أود أن أغلط أو ربما أغلط نفسي من أجل أن يصير علي حق، نقول: بدون هذا، قل: يا جماعة! إني أدعوكم لوليمة في اليوم الفلاني وينتهي الموضوع.

أما أن تجعل كل كلمة فيها حق (كما تزعم أنه حق وليس بحق) فهذا ليس بصحيح وهو أكل للمال بالباطل.

نعم لو حصل خطأ واضح في أمر خطر، ثم تدخل رجال بين المعتدي والمعتدى عليه فأصلحوا بينهم، بمال أو بمأدبة أو ما أشبه ذلك فلا حرج.

Adapun menembak ke suatu sasaran atau pohon, siapa yang mengenainya akan mendapat ini dan itu, dan siapa yang meleset maka dia berkewajiban ini dan itu, maka itu diperbolehkan ; karena Nabi bersabda:

“لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ".

“Tidak boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”. 

Dan senjata SENAPAN [BEDIL] sekarang hukumnya sama dengan anak panah, jadi jika ada orang-orang bertaruh lomba menembak, yang kalah harus memberi sesuatu, dan yang menang akan mendapatkan sesuatu, maka ini tidaklah mengapa dan tidak ada keberatan, karena itu ada termasuk yang di halalkan oleh Syariah.

Adapun apa yang dia sebutkan tentang apa yang terjadi di antara manusia, maka saya melihat bahwa itu adalah perbuatan makan harta yang batil, karena sebagian orang telah menjadi kebiasaan untuk mengambil segala sesuatu sebagai (HAK) seperti yang mereka katakan bahwa itu adalah HAK, padahal itu adalah bathil, sehingga ketika dia mengucapkan suatu kalimat apapun dan membuat kesalahan, mereka tetap mewajibkan seseorang untuk melakukannya.

Jika dia ingin memanggil temannya dan namanya Abdullah, lalu dia memanggil: " Hai Abdur-Rahman", dia menjawab: " Namaku bukan Abdur-Rahman, tapi namaku Abdullah, anda telah melanggar, maka saya punya HAK pada diri anda".

Setiap kali terjadi kesalahan, meskipun sedikit, dia berkata: " Saya punya hak pada Anda " dan mengharuskannya. Ini tidak boleh. Atas dasar apa Anda boleh mengambil hartanya?

Jika dia ingin membuat jamuan untuk kalian, biarkan dia melakukannya dengan cara selain ini. Dan ada sebagian orang yang berkata: Saya ingin membuat kesalahan, atau mungkin saya membuat kesalahan sendiri dengan tujuan agar pada diriku ada hak.

Kami katakan: "Wahai para jamaah! Saya mengundang kalian ke walimahan pada hari Fulani". Maka masalah ini selesai dan berakhir.

Adapun membuat setiap kata di dalamnya mengandung HAK (seperti yang Anda klaim bahwa itu HAK dan itu bukan HAK), mka ini tidak benar dan itu adalah memakan harta dengan cara yang bathil.

Ya, jika kesalahan yang jelas terjadi dalam masalah berbahaya, lalu orang-orang ikut campur untuk menengah-nengahi antara yang pelaku dan korban, dan mereka mendamaikan di antara mereka, dengan harta atau jamuan makan atau semacamnya, maka itu tidak mengapa.

[Sumber: اللقاء الشهري no. 17].

Ini jika lomba yang diperlombakan termasuk lomba yang diizinkan oleh syariat sebagaimana telah dijelaskan.

Jika lomba yang diperlombakan tidak termasuk lomba yang diizikan oleh syariat dan terdapat taruhan di sana maka hukumnya terlarang karena dua hal:

Pertama: Ia termasuk lomba yang terlarang.

Kedua: Taruhan tersebut merupakan qimar (judi). Allah Ta’ala berfirman melarang qimar dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).

*****

PEMBAHASAN KETIGA:
HUKUM TARUHAN DALAM PERLOMBAAN YANG BISA MENSYI'ARKAN PANJI ISLAM

Ibnu al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal. 95 berkata:

‌‌هَل الْمُرَاهنَة على الْمسَائِل الَّتِي فِيهَا ظُهُور أَعْلَام الْإِسْلَام وأدلته وبراهينه مَمْنُوعَة ؟

"Apakah bertaruh pada hal-hal yang membuat berkibarnya bendera Islam dan menyebarnya dalil-dalil syariat Islam [seperti al-Qur'an dan Hadits. Pen] itu dilarang?"

Ibnu al-Qoyyim sebelum mengetengahkan pertanyaan ini, dia menyebutkan hadits Ibnu Abbas dan hadits Niyar bin Makram, yaitu hadits tentang " bertaruh nya Abu Bakar ash-Shiddiq dengan kaum musyrikan Mekkah yang berkenaan dengan perang antara Romawi dan Persia ".

Berikut ini texs haditsnya:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu tentang firman Allah Ta'ala:

﴿ الم. غُلِبَتْ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. بِنَصْرِ اللَّهِ ۚ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾

"Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat. dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. " (QS. Ar-Ruum: 1-5)

Ibnu Abbas berkata:

غُلِبَتْ وَغَلَبَتْ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ أَهْلُ فَارِسَ عَلَى الرُّومِ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ الْأَوْثَانِ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ أَنْ يَظْهَرَ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ لِأَنَّهُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَذَكَرُوهُ لِأَبِي بَكْرٍ فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ سَيَغْلِبُونَ فَذَكَرَهُ أَبُو بَكْرٍ لَهُمْ فَقَالُوا اجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ أَجَلًا فَإِنْ ظَهَرْنَا كَانَ لَنَا كَذَا وَكَذَا وَإِنْ ظَهَرْتُمْ كَانَ لَكُمْ كَذَا وَكَذَا فَجَعَلَ أَجَلًا خَمْسَ سِنِينَ فَلَمْ يَظْهَرُوا فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا جَعَلْتَهُ إِلَى دُونَ قَالَ أُرَاهُ الْعَشْرَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَالْبِضْعُ مَا دُونَ الْعَشْرِ قَالَ ثُمَّ ظَهَرَتْ الرُّومُ بَعْدُ قَالَ فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى ﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ إِلَى قَوْلِهِ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ﴾ قَالَ سُفْيَانُ سَمِعْتُ أَنَّهُمْ ظَهَرُوا عَلَيْهِمْ يَوْمَ بَدْرٍ ".

“GHULIBAT dan GHALABAT. Kaum musyrik senang terhadap kemenangan Persia terhadap Romawi karena kaum musyrikin dan orang-orang Persia adalah para penyembah berhala, sedangkan kaum muslimin senang atas kemenangan Romawi terhadap Persia karena mereka adalah ahli kitab.

Mereka sampaikan hal ini kepada Abu Bakar lalu Abu Bakar memberitahukannya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam, beliau bersabda:

"Ingat, sesungguhnya mereka (Persia) akan kalah."

Kemudian Abu Bakar memberitahukannya kepada mereka. Mereka berkata: Tentukan suatu waktu, bila kami menang kami mendapatkan ini dan itu dan bila kalian menang kalian mendapatkan ini dan itu. Abu Bakar menentukan batas waktu lima tahun tapi mereka (Romawi) Tidak juga menang lalu mereka memberitahukan hal itu kepada nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam.

Beliau bersabda: "Apa kau tidak memprediksikan (waktu) nya sebawahnya (kurang dari sepuluh)?".

Abu Bakar berkata: Menurutku sepuluh (tahun).

Abu Sa'id berkata: Bidl'u [بِضْعِ] adalah bilangan kurang dari sepuluh.

Abu Sa'id berkata: Kemudian Romawi menang setelah itu, itulah firman Allah Ta'alaa:

﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ إِلَى قَوْلِهِ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ﴾

"Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi" hingga firmanNya: "Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya." (Ar Ruum: 1-5)

Sufyan berkata: Aku mendengar mereka (Romawi) mengalahkan Persia saat terjadi perang Badar. 

[HR, at-Tirmidzi no. 3193]

Abu Isa berkata: " Hadits ini hasan shahih gharib, kami hanya mengetahuinya dari hadits Sufyan Ats Tsauri dari Habib bin Abu Umrah".

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzy no. 3193].

Ibnu al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal. 95 berkata:

“وَفِي الْجَامِع أَيْضا من حَدِيث ابْن عَبَّاس أَن رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قَالَ لأبي بكر فِي مناحبته أَلا أخفضت (وَفِي لفظ أَلا احتطت) فَإِن الْبضْع مَا بَين الثَّلَاث إِلَى التسع ".

“Dan di al-Jaami' [Sunan at-Tirmidzi] juga dari hadits Ibn Abbas bahwa Rasulullah berkata kepada Abu Bakar dalam kebajikannya: "Tidakkah sebaiknya jangan menguranginya" (dan dengan lafadz lain, "Tidak kah sebaiknya mengambil yang lebih hati-hati ”), karena makna Bidh'u [بِضْعِ] adalah antara tiga dan sembilan".

Dan dari Niyar bin Mukram Al Aslami radhiyallaahu 'anhu berkata:

لَمَّا نَزَلَتْ ﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾ فَكَانَتْ فَارِسُ يَوْمَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ قَاهِرِينَ لِلرُّومِ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ يُحِبُّونَ ظُهُورَ الرُّومِ عَلَيْهِمْ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ أَهْلُ كِتَابٍ وَفِي ذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى ﴿ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾ وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تُحِبُّ ظُهُورَ فَارِسَ لِأَنَّهُمْ وَإِيَّاهُمْ لَيْسُوا بِأَهْلِ كِتَابٍ وَلَا إِيمَانٍ بِبَعْثٍ فَلَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى هَذِهِ الْآيَةَ خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَصِيحُ فِي نَوَاحِي مَكَّةَ ﴿الم غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾ قَالَ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ لِأَبِي بَكْرٍ فَذَلِكَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ زَعَمَ صَاحِبُكَ أَنَّ الرُّومَ سَتَغْلِبُ فَارِسَ فِي بِضْعِ سِنِينَ أَفَلَا نُرَاهِنُكَ عَلَى ذَلِكَ قَالَ بَلَى وَذَلِكَ قَبْلَ تَحْرِيمِ الرِّهَانِ فَارْتَهَنَ أَبُو بَكْرٍ وَالْمُشْرِكُونَ وَتَوَاضَعُوا الرِّهَانَ وَقَالُوا لِأَبِي بَكْرٍ كَمْ تَجْعَلُ الْبِضْعُ ثَلَاثُ سِنِينَ إِلَى تِسْعِ سِنِينَ فَسَمِّ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ وَسَطًا تَنْتَهِي إِلَيْهِ قَالَ فَسَمَّوْا بَيْنَهُمْ سِتَّ سِنِينَ قَالَ فَمَضَتْ السِّتُّ سِنِينَ قَبْلَ أَنْ يَظْهَرُوا فَأَخَذَ الْمُشْرِكُونَ رَهْنَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمَّا دَخَلَتْ السَّنَةُ السَّابِعَةُ ظَهَرَتْ الرُّومُ عَلَى فَارِسَ فَعَابَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْمِيَةَ سِتِّ سِنِينَ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ فِي بِضْعِ سِنِينَ وَأَسْلَمَ عِنْدَ ذَلِكَ نَاسٌ كَثِيرٌ ".

Saat turun: "Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi."(Ar Ruum: 1-4)

Saat ayat ini turun, Persia berhasil mengalahkan Romawi sementara kaum muslimin menyukai kemenangan Romawi atas Persia karena kaum muslimin dan Romawi sama-sama ahli kitab. Berkenaan dengan hal itu Allah berfirman:

"Karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan dialah Maha Perkasa lagi Penyayang." (Ar Ruum: 5)

Kaum Quraisy menyukai kemenangan Persia karena mereka dan orang-orang Persia sama-sama bukan ahli kitab dan tidak percaya pada hari kebangkitan.

Saat Allah Ta'ala menurunkan ayat ini, Abu Bakar Ash Shiddiq radliallahu 'anhu keluar dan berteriak di berbagai penjuru Makkah:

﴿ الم غُلِبَتْ الرُّومُ فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ ﴾

"Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi."(Ar Ruum: 1-4)

Beberapa kalangan Quraisy berkata kepada Abu Bakar: " Itu antara kami dan kalian, temanmu (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam) mengira bahwa Romawi akan mengalahkan Persia dalam beberapa tahun, mari kita taruhan mengenai hal itu".

Abu Bakar menjawab: "Mari". [Itu terjadi sebelum diharamkannya taruhan].

Abu Bakar dan kaum musyrikin taruhan, mereka sama meletakkan taruhan.

Mereka berkata kepada Abu Bakar: Berapa batasan bidl'u -tiga hingga sembilan tahun- sebutkan jumlah tepatnya.

Niyar berkata: Mereka menyebut enam tahun diantara mereka. Kemudian enam tahun berlalu tapi Romawi tidak kunjung menang hingga kaum musyrikin mengambil taruhan Abu Bakar.

Saat masuk tahun ketujuh, Romawi menang atas Persia, kaum muslimin mencela Abu Bakar karena menyebut enam tahun karena Allah Ta'ala berfirman: "Dalam beberapa tahun."

Dan saat itulah banyak orang masuk Islam. [HR. at-Tirmidzi no. 3194]

Abu Isa berkata: Hadits ini shahih hasan gharib dari hadits Niyar bin Mukram, kami hanya mengetahuinya dari hadits Abdurrahman bin Abu Az Zinad.

Ibnu al-Qoyyim dalam al-Furuusiyyah hal. 95 berkata:

“وَقَوله: (وَذَلِكَ قبل تَحْرِيم الرِّهَان) من كَلَام بعض الروَاة لَيْسَ من كَلَام أبي بكر وَلَا من كَلَام النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم".

“Dan perkataan: (Dan itu sebelum diharamkannya taruhan) adalah dari perkataan sebagian perawi, bukan dari perkataan Abu Bakar, juga bukan dari perkataan Nabi SAW".

KEMUDIAN IBNU AL-QOYYIM BERKATA:

“Para ulama berbeda pendapat tentang hukum hadits Taruhannya Abu Bakar ini dan hukum mansukhnya [Pemabatalan hukumnya].

Sekelompok para ulama mengklaim bahwa hadits Taruhannya Abu Bakar ini telah dimansukh [dibatalkan] dengan hadits:

نهى النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم عَن الْغرَر والقمار

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang ghoror [penipuan] dan Qimaar [perjudian]”.

Mereka berkata:

فَفِي الحَدِيث دلَالَة على ذَلِك وَهُوَ قَوْله وَذَلِكَ قبل تَحْرِيم الرِّهَان

Di dalam hadits ada dalil untuk itu, yaitu perkataannya: " dan itu sebelum dilarangnya judi".

Dan mereka berkata:

وَيدل على نسخه مَا رَوَاهُ الإِمَام أَحْمد وَأهل السّنَن من حَدِيث أبي هُرَيْرَة قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم: (لَا سبق إِلَّا فِي خف أَو حافر أَو نصل). والسبق بِفَتْح السِّين وَالْبَاء وَهُوَ الْخطر الَّذِي وَقع عَلَيْهِ الرِّهَان

Dan dalil pembatalannya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penulis kitab Sunan dari hadits Abu Hurairah, yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

« لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».

“Tidak ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”

Dan makna as-Sabaq dengan dibaca fathah Siin dan Baa, yaitu adalah spekulasi [resiko bahaya] yang terjadi padanya akibat taruhan.

Ini adalah pendapat para sahabat Imam Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad.

Dan sekelompok yang lain mengklaim bahwa hadits Taruhannya Abu Bakar itu muhkam [paten] tidak mansukh [tidak dibatalkan]. Dan bagi pendapat yang mengklaim bahwa itu mansukh, mereka tidak memilik argumen yang harus ditetapkan hukumnya.

Mereka berkata:

والرهان لم يحرم جملَة فَإِن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم رَاهن فِي تسبيق الْخَيل كَمَا تقدم وَإِنَّمَا الرِّهَان على الْمحرم الرِّهَان على الْبَاطِل الَّذِي لَا مَنْفَعَة فِيهِ فِي الدّين. وَأما الرِّهَان على مَا فِيهِ ظُهُور أَعْلَام الْإِسْلَام وأدلته وبراهينه كَمَا قد رَاهن عَلَيْهِ الصّديق فَهُوَ من أَحَق الْحق وَهُوَ أولى بِالْجَوَازِ من الرِّهَان على النضال وسباق الْخَيل وَالْإِبِل أدنى وَأثر هَذَا فِي الدّين أقوى لِأَن الدّين قَالَ بِالْحجَّةِ والبرهان وبالسيف والسنان والمقصد الأول إِقَامَته بِالْحجَّةِ ، وَالسَّيْفِ مَنْفَذٌ ".

Taruhan itu tidak semuanya diharamkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertaruh pada kuda pacuan, namun bertaruh yang diharamkan adalah bertaruh pada kebathilan yang tidak ada manfaatnya dalam agama. Adapun bertaruh pada apa yang di dalamnya bisa mengibarkan bendera Islam, syiar-syiarnya dan hujjah-hujjahnya, sebagaimana yang dipertaruhkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka itu lebih berhak kebenarannya dan lebih utama diperbolehkannnya dari pada bertaruh pada memanah, pacuan kuda dan unta.

Dan pengaruhnya terhadap agama lebih kuat, karena agama dikatakan dengan dalil dan bukti, dengan pedang dan tombak. Dan tujuan utamanya adalah meneguhkan agama dengan dalil, sementara pedang adalah jalan keluar.

Mereka berkata:

وَإِذا كَانَ الشَّارِع قد أَبَاحَ الرِّهَان فِي الرَّمْي والمسابقة بِالْخَيْلِ وَالْإِبِل لما فِي ذَلِك من التحريض على تعلم الفروسية وإعداد الْقُوَّة للْجِهَاد فجواز ذَلِك فِي الْمُسَابقَة والمبادرة إِلَى الْعلم وَالْحجّة الَّتِي بهَا تفتح الْقُلُوب ويعز الْإِسْلَام وَتظهر أَعْلَامه أولى وَأَحْرَى.

Dan jika Syariah telah membolehkan taruhan dalam melempar senjata dan perlombaan balap kuda dan unta ; karena didalamnya terdapat dorongan untuk berlatih berkuda dan mempersiapkan kekuatan untuk jihad, maka diperbolehkan nya itu dalam perlombaan dan bersaing dalam keilmuan dan argumen yang dengannya bisa membuka pintu-pintu hati, mengangkat izzah Islam serta mengibarkan syiar-syiarnya ; maka itu lebih utama dan lebih pantas ".

Ini adalah pendapat sahabat-sahabat Abu Hanifah dan Syeikul Islam Ibnu Taimiyah.

Para ulama yang berpendapat pendapat ini berkata:

القمار الْمحرم هُوَ أكل المَال بِالْبَاطِلِ فَكيف يلْحق بِهِ أكله بِالْحَقِّ.

وَالصديق لم يقامر قطّ فِي جَاهِلِيَّة وَلَا إِسْلَام وَلَا أقرّ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم على قمار فضلا عَن أَن يَأْذَن فِيهِ.

“Perjudian yang diharamkan adalah memakan harta dengan cara tang bathil, lalu bagaimana bisa dikaitkan dengan memakannya dengan hak?

Dan Abu Bakar ash-Shiddiiq tidak pernah berjudi baik pada masa jahiliah maupun pada masa Islam, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak mungkin menyetujui perjudian, apalagi mengizinkannya".

Dan ini ketetapan perkataan kedua kelompok. [Baca: al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 96 – 99].

*****

PEMBAHASAN KEEMPAT:
TARUHAN DALAM LOMBA LATIHAN MILITER SELAIN PACUAN KUDA, UNTA DAN LOMBA MELEMPAR SENJATA:

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam "كتاب السَّبْقِ والرَّمْيِ":

“Di antara perlombaan-perlombaan yang perbolehkan adalah perlombangan yang kemungkinan besar tidak membahayakan, meskipun sama sekali tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya karena agama tidak membutuhkannya, tetapi terkadang manfaatnya dibutuhkan untuk berperang, contohnya seperti GULAT dan lomba LARI diatas kaki, dan sejenisnya". [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10].

Lalu Syeikhul Islam berkata:

فهذا مباح باتفاق العلماء إذا خلى عن مفسدة راجحة. والنبي صلى الله عليه وسلم صارع ركانة بن عبد يزيد وسابق عائشة –رضي الله عنها-. وكان أصحابه يتسابقون على أقدامهم بحضرته صلى الله عليه وسلم.

Maka ini semua diperbolehkan, menurut kesepakatan para ulama, asalkan tidak berkemungkinan besar membahayakan . Karena Nabi pernah bergulat dengan Rukanah bin Abd Yazid dan berlomba lari dengan Aisyah - semoga Allah meridhoi-nya -. Dan para sahabatnya berlomba lari di hadapan beliau ". [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal.10].

Setelah itu Syeikhul Islam berkata:

لكن أكثر العلماء لا يجوّزون في هذا سبقا ، وهذا مذهب مالك والشافعي وأحمد بن حنبل ؛ لأن النبي r قال: « لا سبق إلا في خف أو حافر أو نصل » ، ولأن السبق إنما أبيح إعانة على ما أوجبه الله من الجهاد ، وليست هذه الأعمال من جنس ذلك.

وأبو حنيفة أباح السبق بالمحلل في هذا كما يبيحه في سباق الخيل بناءً على أن العمل في نفسه مباح ، والسبق عنده من باب الجعالة. وتجوز الجعالة عنده على العمل المباح ".

Namun kebanyakan ulama tidak membolehkan TARUHAN dalam hal ini, dan ini adalah madzhab Malik, Al-Syafi'i, dan Ahmad bin Hanbal. Karena Nabi bersabda:

« لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».

“Tidak ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”

Dan karena taruhan itu hanya diperbolehkan untuk membantu dalam hal berkaitan dengan jihad yang telah Allah wajibkan, sementara amalan-amalan tersebut bukan dari jenis itu.

Dan Abu Hanifah membolehkan taruhan dengan cara muhallil dalam hal ini, sama seperti dia membolehkannya dalam pacuan kuda berdasarkan pada perbuatan itu sendiri adalah mubah, dan taruhan itu menurutnya masuk dalam katagori bab al-Ji'alah [sayembara], dan diperbolehkannya al-Ji'alah itu menurutnya adalah untuk pekerjaan yang mubah.

===****===

KESIMPULAN PERBEDAAN PENDAPAT:
"TENTANG HUKUM TARUHAN LOMBA LATIHAN MILITER PADA SELAIN PACUAN KUDA & UNTA. JUGA PADA SELAIN LEMPAR TOMBAK & PANAH "

Para ulama berbeda pendapat tentang : 

"Hukum Taruhan Lomba Latihan Militer Pada Selain Pacuan Kuda dan Onta , seperti Pada Lomba pesawat tempur, Tank Baja dan yang semisalnya . Juga apakah boleh taruhan pada lomba selain Lempar Tombak dan Panah, seperti Taruhan Lomba Menembak, Lempar Granat, Rudal Dan Yang Semisalnya" . 

Apakah lomba semisal ini diperbolehkan untuk dilakukan dengan taruhan?

****

JAWABANNYA : ADA TIGA PENDAPAT:

===

PENDAPAT PERTAMA: HARAM

Jumhur ulama mengatakan hukumnya haram karena merupakan qimar (judi). Ini adalah Madzhab Imam Malik, Al-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal. [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 98-110 dan139]

FATWA AL-LAJNAH AD-DA'IMAH SAUDI ARABIA:

Para Ulama Al-Lajnah ad-Daa'imah pernah ditanya:

“ما حكم المراهنة والتي تسمى بأنها حق، وما حكمها إذا كانت من طرف واحد، كأن يقول الشخص: إن تم هذا الموضوع فلكم علي حق أن أعزمكم مثلاً؟ وجزاكم الله خيرًا ".

Bagaimana hukumnya taruhan yang disebut hak, dan bagaimana hukumnya jika dari satu pihak, seperti jika seseorang mengatakan: Jika hal ini selesai, maka Anda memiliki hak untuk mengundang Anda makan-makan, misalnya? Dan semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

JAWABAN:

“لا تجوز المراهنة بالمال إلا فيما استثناه الشارع، وهو السباق على الخيل، أو الإبل، أو الرماية، وما عدا ذلك من أنواع المراهنات لا يجوز أخذ المال فيه، لأنه من أكل المال بالباطل، ومن الميسر الذي حرمه الله ورسوله.

وأما قول الشخص: إن تم لي هذا الأمر فلكم علي كذا، فهذا من باب الوعد، والوفاء به مشروع إذا تيسر ذلك. اهـ."

“Tidak boleh bertaruh dengan harta kecuali yang dikecualikan oleh asy-Syaari' [Allah SWT], yaitu pacuan kuda, unta, atau pelemparan [panah atau tombak].

Adapun jenis taruhan lainnya maka tidak boleh mengambil uang taruhan di dalamnya, karena yang demikian itu adalah bagian dari memakan harta dengan cara yang baathil, dan itu adalah termasuk dari judi yang haramkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dan adapun perkataan orang tersebut: "Jika hal ini telah terpenuhi untukku, maka untuk kalian atas diriku ini dan itu. Ini adalah masuk dalam " bab menjanjikan". Dan untuk memenuhi nya adalah disyariatkan jika ada kemudahan untuk itu." [Kutipan Selesai].

[Sumber : (فتاوى اللجنة الدائمة – المجموعة الأولى) 15/239 no. 20249].

FATWA SYEIKH BIN BAAZ:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

لا يجوز الرهان إلا في مسائل ثلاث: في الخيل والإبل والمسابقة على الرمي، لقوله -صلى الله عليه وسلم-: “لا سبق إلا في نصل أو خف أو حافر”. هذا يجوز له المراهنة بالمال، يعني جعل مال لمن سبق بالرمي من أصاب الهدف أول، أو بالخيل أو بالإبل، من سبق يكون له كذا وكذا، هذا فعله النبي -صلى الله عليه وسلم- سابق بين الخيل وأعطى السبق

“Tidak diperbolehkan taruhan kecuali pada tiga lomba: balap kuda, balap unta dan memanah. Berdasarkan hadits Nabi : ‘Tidak boleh ada lomba, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta’.

Untuk lomba-lomba ini dibolehkan taruhan dengan harta. Yaitu ju’alah berupa harta bagi orang yang paling tepat sasaran ketika memanah atau paling awal sampai ketika balap kuda atau unta. Yang menang mendapatkan ini dan itu. Ini dilakukan oleh Nabi dalam lomba balap kuda, dan beliau memberikan hadiah". [Kutipan Selesai]

Dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan pula:

أما العوض في المسابقة بالأقدام أو بالمطارحة، أو ما أشبه ذلك، فهذا لا يجوز، هذا يسمى قمارًا، ولا يجوز، وكذلك لو قال مثلا: من أصاب رقم كذا أو رقم كذا، يعطى سيارة أو يعطى كذا، على أن يقدم كل واحد عشرين ريالاً أو خمسين ريالاً أو مائة ريال، يُقيد عندهم، فمن أصاب الرقم الفلاني أخذ السيارة، أو أخذ شيئًا آخر من المال، هذا من القمار لا يجوز هذا، هذا من جنس نهيه صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر 

“Adapun taruhan pada perlombaan jalan kaki atau lemparan atau semisalnya (yang tidak diizinkan syariat) ini tidak diperbolehkan. Inilah yang disebut qimar. Tidak diperbolehkan. Demikian juga misalnya orang yang membayar 20 riyal atau 50 riyal atau 100 riyal lalu mendapat kupon dan nomor kupon tertentu akan mendapatkan mobil atau hadiah yang lain, ini adalah qimar (judi) dan tidak diperbolehkan. Ini sejenis dengan apa yang Nabi larang dari penjualan dengan cara melempar kerikil dan penjualan mengandung penipuan.

[Sumber: (الرئاسة العامة للبحوث العلمية والإفتاء) 19/202]

====

PENDAPAT KEDUA: BOLEH JIKA ADA MUHALLIL

Boleh jika ada muhallil. Ini pendapatnya Sa’id bin Musayyab, Az Zuhri, Al Auza’i dan Ishaq bin Rahawaih.

Muhallil adalah orang yang ikut berlomba namun tidak mengeluarkan harta untuk hadiah. [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal.139]

Al-Imam asy-Syaafi'i berkata:

“وَالْأَسْبَاقُ ثلاثةٌ ‌سبقٌ ‌يُعْطِيهِ ‌الْوَالِي ‌أَوْ ‌غَيْرُ ‌الْوَالِي ‌مِنْ ‌مَالِهِ ‌وَذَلِكَ ‌أَنْ ‌يَسْبِقَ ‌بَيْنَ ‌الْخَيْلِ ‌إِلَى ‌غايةٍ فَيَجْعَلَ لِلسَّابِقِ شَيْئًا مَعْلُومًا وَإِنْ شَاءَ جَعَلَ لِلْمُصَلِّي وَالثَّالِثِ وَالرَّابِعِ فَهَذَا حلالٌ لِمَنْ جُعِلَ لَهُ لَيْسَتْ فِيهِ علةٌ.

‌وَالثَّانِي ‌يَجْمَعُ ‌وَجْهَيْنِ ‌وَذَلِكَ ‌مِثْلُ ‌الرَّجُلَيْنِ ‌يُرِيدَانِ ‌أن ‌يستبقا ‌بفرسيهما ‌ولا ‌يريد كل واحدٍ منهما أن يسبق صاحبه ويخرجان سبقين فلا يجوز إلا بالمحلل وهو أن يجعل بينهما فرساً ولا يجوز حتى يكون فرساً كفؤاً للفرسين لا يأمنان أن يسبقهما ".

Dan ada tiga macam hadiah bagi pemenang lomba:

Pertama: Hadiah diberikan kepadanya oleh gubernur atau orang lain dari hartanya. Yaitu adalah berpacu di antara kuda-kuda menuju suatu tujuan, dan memberikan pada orang yang mendahuluinya sesuatu yang maklum. Dan jika dia menghendaki, boleh pula diberukan untuk pemenang kedua, ketiga dan keempat, maka itu halal bagi orang yang diberi, dan tidak ada illat di dalamnya.

Dan yang kedua: menggabungkan dua sisi, dan itu seperti dua orang yang ingin berpacu dengan kudanya, dan masing-masing dari mereka tidak ingin didahului oleh yang lain, dan masing-masing dari mereka mengeluarkan taruhan, maka tidak diperbolehkan kecuali ada seorang muhallil [orang ketiga yang iku lomba tapi tidak mengeluarkan taruhan], yaitu dia menyiapkan di antara mereka dua kuda yang sama, dan tidak diperbolehkan kecuali kudanya setara dengan kuda mereka berdua, sehingga mereka berdua merasa khawatir terkalahkan olehnya. [Baca: Mukhtashar al-Muzani 8/395 dan al-Haawi al-Kabiir 15/191]

=====

PENDAPAT KETIGA: BOLEH

Sebagian ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim mengatakan hukumnya boleh taruhan dalam lomba latihan militer di selain pacuan kuda, unta dan memanah. [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 9-10 dan Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 98-110]

Ibnu Qoyyim berkata:

“وللشافعية وَجْهَان فحجة من مَنعه حَدِيث أبي هُرَيْرَة لَا سبق إِلَّا فِي خُفًّ أَو حَافِر أَو نَصْلٍ ".

Dan bagi madzhab Syafi'i memiliki dua wajh [pendapat]. Adapun hujjah orang yang melarangnya adalah hadits Abu Hurairah: Tidak ada taruhan kecuali dalam pacuan kuda, unta dan memanah ". [Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 99]

*****

DALIL MASING-MASING PENDAPAT

=====

DALIL PENDAPAT PERTAMA: 
YANG MENYATAKAN HUKUMNYA HARAM:

DALIL KE 1:

Allah Ta’ala berfirman melarang qimar dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).

DALIL KE 2:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi :

« لا سَبَقَ إِلا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ ».

“Tidak ada taruhan lomba kecuali pada lomba anak panah, onta atau kuda”.

Takhriij hadits :

Di riwayatkan oleh Abu Daud dalam Jihad (2574), Al-Tirmidzi 4/178 H (1700), Al-Nasa'i 6/536 H (3591), Ibnu Majah 2/960 (2878), Al-Bayhaqi dalam Al -Kubra 10/16, dan Ahmad dalam Al-Musnad 2/256. Dan Ibno Hibban 10/544 (4690).

Abu 'Iisa mengatakan: " Hadits Hasan". Dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Daud)

BANTAHAN:

Ibnu al-Qoyyim berkata:

وَحجَّة من جوز الْجعل فِي ذَلِك قِيَاس الْقدَم على الْحَافِر والخف فَإِن كلا مِنْهُمَا مسابقة فَهَذَا بِنَفسِهِ وَهَذَا بمركوبه

قَالُوا وكما أَن فِي مسابقة الْإِبِل وَالْخَيْل تمرينا على الفروسية والشجاعة فَكَذَلِك الْمُسَابقَة على الْأَقْدَام فَإِن فِيهَا [من] تمرين الْبدن على الْحَرَكَة والخفة والإسراع والنشاط مَا هُوَ مَطْلُوب فِي الْجِهَاد

قَالُوا والْحَدِيث يحْتَمل أَن يُرَاد بِهِ أَن أَحَق مَا بذل فِيهِ السَّبق هَذِه الثَّلَاثَة لكَمَال نَفعهَا وَعُمُوم مصلحتها فَيكون كَقَوْلِه لَا رَبًّا إِلَّا فِي النَّسِيئَة أَي إِن الرِّبَا الْكَامِل فِي النَّسِيئَة

قَالُوا وَأَيْضًا فَهَذَا مثل قَوْله لَا صَلَاة لِجَار الْمَسْجِد إِلَّا فِي الْمَسْجِد وَلَا صَلَاة بِحَضْرَة طَعَام وَلَا صَلَاة وَهُوَ يدافعه الأخبثان وَلَا وضوء لمن لم يذكر اسْم الله عَلَيْهِ … وَنَحْو ذَلِك مِمَّا يَنْفِي الْكَمَال لَا الصِّحَّة

Dan dalil kebolehan imbalan [taruhan] dalam hal itu [lomba lari, jalan kaki dan sejenisnya] adalah analogi kaki manusia pada kaki kuda dan kaki onta ; karena masing-masing adalah kompetisi, maka yang ini dengan manusia itu sendiri dan yang ini dengan tunggangannya.

Mereka juga mengatakan: bahwa seperti halnya perlombaan unta dan kuda yang merupakan latihan dalam ketangkasan dan keberanian, demikian pula perlombaan dengan berjalan kaki atau lari karena di dalamnya terdapat latihan tubuh dalam gerakan, keringanan, kecepatan dan ketangkasan, sesuai dengan yang diperlukan dalam jihad.

Mereka berkata pula: Dan hadits tersebut kemungkinan besar makna yang dimaksud adalah: bahwa yang paling berhak dibolehkannya taruhan adalah dalam tiga perlombaan ini ; karena manfaat nya yang lengkap dan cakupan mashlahatnya umum dan menyeluruh, sama seperti sabdanya:

“لَا رَبًّا إِلَّا فِي النَّسِيئَة "

“Tidak RIBA, kecuali riba an-Nasii'ah "

Artinya riba yang sempurna pada riba an-Nasii'ah.

Mereka berkata dan juga: maka ini sama dengan sabdanya:

"لَا صَلَاة لِجَار الْمَسْجِد إِلَّا فِي الْمَسْجِد".

"Tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuali di masjid".

"وَلَا صَلَاة بِحَضْرَة طَعَام".

"Dan tidak ada shalat dengan adanya makanan dihadapannya ".

وَلَا صَلَاة وَهُوَ يُدَافِعُه الأخْبَثَان

"Dan tidak ada shalat, dalam keadaan menahan buang air besar dan kencing".

وَلَا وضوء لمن لم يذكر اسْم الله عَلَيْهِ

"Dan tidak ada wudhu, bagi yang tidak baca basmalah".

Dan yang semisal itu yang maknanya meniadakan kesempurnaan, bukan meniadakan keshahihan". [Baca: Al-Furuusiyyah karya Ibnu al-Qoyyim hal. 100-101]

DALIL KE 3:

Hadits Ibnu Mas'ud bahwa Nabi bersabda:

"الخَيلُ ثلاثةٌ: ففَرَسٌ للرَّحمنِ، وفَرَسٌ للإنسانِ، وفَرَسٌ للشَّيطانِ، فأمَّا فَرَسُ الرَّحمنِ: فالذي يُربَطُ في سَبيلِ اللهِ، فعَلفُه ورَوثُه وبَولُه -وذكَرَ ما شاء اللهُ-، وأمَّا فَرَسُ الشَّيطانِ: فالذي يُقامَرُ أو يُراهَنُ عليه، وأمَّا فَرَسُ الإنسانِ: فالفَرَسُ يَرتبِطُها الإنسانُ يلتمِسُ بَطنَها، فهي تستُرُ مِن فَقرٍ".

"Kuda itu ada tiga, kuda untuk Ar Rahman, kuda untuk manusia, dan kuda untuk setan:

Adapun kuda untuk Ar Rahman adalah kuda yang ditambat di jalan Allah, maka makanannya, kotorannya dan kencingnya - (menjadi pahala bagi pemiliknya) –lalu Beliau menyebutkan apa yang dikehendaki Allah-.

Kuda untuk setan adalah kuda yang dipakai untuk judi atau taruhan.

Sedangkan kuda untuk manusia adalah kuda yang ditambat seseorang dengan maksud menutupi kebutuhan perutnya (mencari nafkah), maka kuda itu hanya menutupinya dari kefakirannya."

[HR. Ahmad (3756), Al-Shashi dalam ((Al-Musnad)) (832), Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabiir)) (4/80) (3707), dan Al-Bayhaqi dalam ((as-Sunan al-Kubraa)) (19777) dan (20271). 

Di shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 3756].

Akan tetapi al-Albaani dalam al-Irwaa al-Gholiil 5/339 berkata:

“وهذا إسناد ضعيف، شريك هو ابن عبد الله القاضي، وهو سئ الحفظ وقد خولف في سنده. ثم إن في سماع القاسم بن حسان من ابن مسعود نظرا.

وقال الهيثمي في المجمع (5/261): " رواه أحمد، ورجاله ثقات، فإن كان القاسم بن حسان، سمع من ابن مسعود، فالحديث صحيح". كذا قال، ونحوه قول المنذري في " الترغيب (2/160) رواه أحمد بإسناد حسن".

قلت: وأنى للإسناد الحسن فضلا عن الصحة، ومداره على شريك القاضي، وقد عرف حاله، لا سيما وقد خالفه الثقة ".

Ini adalah sanad yang lemah. Sharik adalah Ibnu Abdullah al-Qaadhi, dan dia adalah seorang penghafal yang buruk, dan dia bertentangan dengan yang lain dalam sanadnya. Kemudian ada yang perlu ditanyakan dalam hal pendengaran al-Qasim bin Hassaan dari Ibn Mas'ud.

Al-Haythami mengatakan dalam Al-Majma '(5/261): “Itu diriwayatkan oleh Ahmad, dan perawinya dapat dipercaya. Jika itu Al-Qasim bin Hassan, maka dia mendengar dari Ibnu Mas'ud, maka hadits itu shahih".

Dan hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Mundziri dalam “Al-Targhiib (2/160): "Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang HASAN".

Saya berkata: Bagaimana bisa sanadnya hasan apalagi shahih, dan kisarannya adalah pada Syuraik al-Qoodhi, dan dia kondisinya diketahui, terutama ketika ada perawi yang tsiqoh berbeda dengan nya ".

DALIL KE 4:

Dari seorang pria dari Anshor, dari Nabi bahwa beliau bersabda:

“الْخَيْلُ ثَلَاثَةٌ: فَرَسٌ يَرْبُطُهُ الرَّجُلُ فِي سَبِيلِ اللهِ تَعَالَى، فَثَمَنُهُ أَجْرٌ، وَرُكُوبُهُ أَجْرٌ، وَعَارِيَتُهُ أَجْرٌ، وَعَلَفُهُ أَجْرٌ، ‌وَفَرَسٌ ‌يُغَالِقُ ‌عَلَيْهِ ‌الرَّجُلُ ‌وَيُرَاهِنُ، ‌فَثَمَنُهُ ‌وِزْرٌ، ‌وَعَلَفُهُ ‌وِزْرٌ، ‌وَرُكُوبُهُ ‌وِزْرٌ، وَفَرَسٌ لِلْبِطْنَةِ، فَعَسَى أَنْ يَكُونَ سَدَّادًا مِنَ الْفَقْرِ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى "

"Kuda itu ada tiga; Pertama kuda yang ditambatkan seseorang dijalan Allah Subhaanahu wa Ta'ala, maka harganya pahala, mengendarainya pahala, meminjamkannya pahala dan memberi makanan padanya adalah pahala.

Kedua adalah kuda yang digunakan untuk mengadakan taruhan dan saling bertaruh, maka harganya dosa, memberi pakan padanya dosa dan mengendarainya dosa.

Dan ketiga adalah kuda untuk mengisi perut (mencari penghasilan), mudah-mudahan bisa mengatasi kemiskinan, insya Allah Ta'ala."

[HR. Ahmad 38/269 no. 23229, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf no. 33493 dan al-Harits dalam Musnadnya (Bughyah al-Hatsits no. 649)].

Di Shahihkan oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad dan oleh al-Albaani dalam al-Irwaa al-Gholiil 5/339, Shahih at-Targhiib no. 1243 dan Shahih al-Jaami' no. 3350.

BANTAHAN Ibnu Taimiyah terhadap makna dua hadits di atas yang difahami mereka :

Pertama: Ibnu Taimiyah berkata:

“Kedua hadits ini mirip dengan hadits yang mereka masukkan ke dalam dua Sahih [Bukhori no. 3646 dan Muslim no. 987] dari Nabi bahwa beliau bersabda:

الْخَيْلُ لِثَلَاثَةٍ لِرَجُلٍ أَجْرٌ وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ

فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَطَالَ فِي مَرْجٍ أَوْ رَوْضَةٍ فَمَا أَصَابَتْ فِي طِيَلِهَا ذَلِكَ مِنْ الْمَرْجِ أَوْ الرَّوْضَةِ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٍ وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَهَا فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ كَانَتْ أَرْوَاثُهَا وَآثَارُهَا حَسَنَاتٍ لَهُ وَلَوْ أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَمْ يُرِدْ أَنْ يَسْقِيَهَا كَانَ ذَلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ.

وَرَجُلٌ رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِئَاءً وَنِوَاءً لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَهِيَ وِزْرٌ عَلَى ذَلِكَ وَسُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْحُمُرِ فَقَالَ مَا أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهَا إِلَّا هَذِهِ الْآيَةُ الْجَامِعَةُ الْفَاذَّةُ ﴿ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴾

“Kuda itu ada tiga jenis: Yang pertama kuda yang bagi seorang pemiliknya menjadi pahala. Yang kedua menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan. Dan yang ketiga mendatangkan dosa.

Adapun orang yang mendapatkan pahala adalah orang yang menambat kudanya untuk kepentingan fii sabilillah dimana dia mengikatnya di ladang hijau penuh rerumputan atau taman. Apa saja yang didapatkan kuda itu selama berada dalam pengembalaan di ladang penuh rerumputan hijau atau taman maka semua akan menjadi kebaikan bagi orang itu. Seandainya talinya putus lalu kuda itu berlari sekali atau dua kali maka jejak-jejak dan kotorannya akan menjadi kebaikan bagi pemiliknya. Dan seandainya kuda itu melewati sungai lalu minum darinya sedangkan dia tidak hendak memberinya minum maka semua itu baginya adalah kebaikan.

Yang kedua adalah seseorang yang menambatkan kudanya dengan kesombongan, pamer dan permusuhan terhadap Kaum Muslimin maka baginya adalah dosa disebabkan perbuatannya itu".

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang keledai, maka Beliau menjawab: "Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang itu kecuali ayat 7 - 8 Surah Al Zalzalah, yang mencakup banyak faedah (yang artinya): ("Maka barangsiapa yang beramal kebaikan seberat biji sawi maka dia akan melihat balasannya dan barang siapa yang beramal keburukan seberat biji sawi maka dia akan melihat balasannya").

Beliau membagi manusia sesuai dengan niat mereka dalam memelihara kuda, maka siapa pun yang memeliharanya untuk jihad, mereka akan mendapat pahala. Dan siapa pun yang memeliharanya untuk memenuhi kebutuhannya, maka itu adalah sebagai tirai. Dan barangsiapa memeliharanya untuk mendzalimi manusia dengannya, maka ia menanggung dosa. Siapa pun yang memilikinya untuk berbangga-banggaan dengannya atas orang lain dan untuk mengalahkan orang lain lalu mengambil hartanya, maka itu adalah dosa untuk ini. Oleh karena itu beliau bersabda: " harganya dosa, memberi pakannya dosa dan mengendarainya dosa". Ini sama dengan seseorang memeliharanya dengan niat ini, dilarang. Itu sebabnya beliau bersabda: " يُغَالِقُ " dan makna "المُغَالَقَة" adalah saling emosi [المُغَاضَبَة] dan gagah-gagahan [الحَمِيَّة].

Adapun orang yang memeliharanya untuk jihad, maka dia mendapatkan pahala atas pemeliharaannya. Dan barangsiapa yang memeliharanya untuk mencukupi kebutuhannya, maka ini baginya mubah untuk memeliharanya, lalu jika dia menggunakannya untuk pacuan; maka dia tidak berniat memeliharanya untuk kejuaraan, berbangga-banggaan dan bertaruhan. Dan jika dibolehkan baginya - sesuai kesepakatan kaum muslimin - untuk kejuaraan tanpa hadiah atau dengan hadiah yang diberikan imam kepadanya, lalu dia memperoleh kemenangan atas orang lain dan mengambil hadiah, maka itu bukanlah niat dan tujuan utamanya.

Kedua: Ibnu Taimiyah berkata:

“وقد حمل هذا الحديث طائفة من العلماء على أن المراد به المراهنة من الطرفين ، وليس كذلك فإن الذي ذمه النبي r لو قصد أن يأخذ رهن غيره ، ولا يخرج هو رهنا أو يأخذ الرهن إذا كان محللا لكان أولى بالذم ممن قد يأخذ وقد يعطي ، ومع هذا فهو جائز عندهم.

والمراهنة المطلقة التي قد يغنم فيها تارة ، ويغرم أخرى ، وهذا أشبه بالعدل ممن قصده أن يأخذ ولا يعطي ، ومع هذا فإذا سابق سباقا يأخذ فيه ولا يعطي كان جائزا عندهم ، فعلم أن المعنى الموجب لذم النبي ﷺ أنه قصد بها ظلم الناس ، والمحلل ظالم ، وإدخال المحلل في السباق أظهر في العلة مما إذا لم يكن هناك محلل ، فكان دخول المحلل في الرهان أولى بالذم مما إذا لم يدخل ، فلا يجوز أن يحمل كلام النبي ﷺ على ما هو عكس العدل ، وهو أقرب إلى الظلم ".

“Hadits ini telah ditafsirkan oleh sekelompok ulama bahwa yang dimaksud dengan saling bertaruh adalah dari kedua belah pihak, namun tidak demikian, karena yang dicela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika ia hanya berniat ingin mengambil taruhan orang lain, sementara dia sendiri tidak mau memberikan taruhan atau hanya mau mendapatkan taruhan sebagai MUHALLIL, maka yang dimikian ini akan lebih pantas untuk dicela dari pada yang mungkin mengambil dan mungkin memberi [mungkin kalah dan mungkin menang], namun anehnya meskipun demikian, itu tetap diperbolehkan menurut mereka.

Dan taruhan mutlak, di mana yang berlomba terkadang menang pada satu waktu, dan terkadang kalah pada waktu lain, dan ini lebih mendekati keadilan daripada seorang muhallil yang tujuannya hanya untuk mengambil uang taruhan dan tidak mau memberi uang taruhan.

Dan meskipun demikian, jika dia ikut serta dalam perlombaan, dia boleh mengambil uang taruhan saat menang dan tidak memberinya saat kalah, dan itu anehnya halal menurut mereka. Maka dari sini diketahui bahwa makna yang mengharuskan dapat celaan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang muhallil yang bertujuan untuk melakukan ketidak adilan dan kedzaliman ".

DALIL KE 5: IJMA'

Dalam (فتاوى الشبكة الإسلامية) 12/1601 no. 5841 di sebutkan pernyataan Ibnu Abdil Barr:

“وقد نقل ابن عبد البر الإجماع على تحريم الرهان في غير الثلاثة، وإنما اختصت هذه الثلاثة بتجويز العوض فيها أخذاً وعطاء لأنها من آلات الحرب المأمور بتعلمها وإتقانها والتفوق فيها، وفي الإذن بالعوض فيها مبالغة في الاجتهاد فيها، وتشجيع لما يعود على المسلمين نفعه".

“Ibnu Abdil-Barr menukil Ijma' para ulama tentang larangan taruhan pada selain yang tiga dalam hadits. Adapun kenapa hanya khusus pada yang tiga diperbolehkan memberi dan menerima taruhan, karena ketiga-ketiganya itu termasuk di antara alat-alat perang yang diperintahkan untuk dipelajari, dikuasai, dan harus diunggulkan.

Dan dalam pemberian izin dengan taruhan itu bisa membangkitkan semangat yang berlebih dalam ketekunan dan kesungguhan di dalamnya, dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat Islam".

DALIL KE 6:

Ibnu Taimiyah berkata :

"لأن السبق إنما أبيح إعانة على ما أوجبه الله من الجهاد ، وليست هذه الأعمال من جنس ذلك"

“Karena taruhan dalam lomba itu hanya diperbolehkan untuk membantu apa yang Allah wajibkan dari jihad, dan perbuatan-perbuatan itu tidak termasuk jenis itu.” [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 10].

=====

DALIL PENDAPAT KEDUA: 
BOLEH TARUHAN JIKA ADA MUHALLIL:

DALIL KE 1: 

Sabda Nabi :

مَن أدخلَ فرسًا بينَ فرسَينِ يعني وَهوَ لا يؤمَنُ أن يَسبِقَ فلَيسَ بقِمارٍ ومَن أدخلَ فرسًا بينَ فرسَينِ وقد أمِنَ أن يَسبِقَ فَهوَ قِمارٌ

"Barangsiapa yang mengikut-sertakan kuda ketiga antara dua kuda yang sedang berlomba, sedangkan pemilik kuda ketiga tersebut tidak dilarang untuk menang, maka ini bukan qimar.

Barangsiapa yang mengikut-sertakan kuda ketiga antara dua kuda yang sedang berlomba, sedangkan pemilik kuda ketiga tersebut telah diamankan agar tidak menang ; maka ia qimar” .

(HR. Abu Daud no. 2579, Ibnu Majah no. 572).

Namun hadits ini derajatnya lemah. Dijelaskan kelemahannya oleh Al Bazzar (Musnad Al Bazzar, 14/229), Ibnu Adi (Al Kamil fid Du’afa, 4/416), Ibnu Taimiyah (Bayanud Dalil, 83), dan Ibnul Qayyim (Al Furusiyyah, 212).

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang dha'ifnya hadits diatas:

“سعيد بن المسيب عن أبي هريرة باطل ، وإنما هو من كلام سعيد بن المسيب نفسه ". وهكذا رواه الثقات الأثبات من أصحاب الزهري عنه عن سعيد بن المسيب مثل الليث بن سعد وعُقَيل ويونس ومالك بن أنس ، وذكره في «الموطأ» عن سعيد بن المسيب نفسه ، ورفعه سفيان بن حسين الواسطي ، وهو ضعيف ، لا يحتج بمجرد روايته عن الزهري لغلطه في ذلك ، كما ذكر ذلك أهل المعرفة بالحديث والرجال في كتبهم ، وسعيد بن بشير أضعف منه بكثير ، والكلام فيه وفي ضعف روايته عن الزهري وأنه لا يحتج لها ".

“Sa'iid bin Al-Musayyib dari Abu Hurairah adalah palsu, dan itu hanyalah dari kata-kata Sa'iid bin Al-Musayyib sendiri.” Demikian, diriwayatkan oleh para sahabat Al-Zuhri yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan darinya dari Sa'iid bin Al-Musayyib, seperti Al-Layts bin Sa'ad, 'Uqail, Yunus, dan Malik bin Anas, dan dia menyebutkannya dalam “Al-Muwaththa” dari Sa'iid bin Musayyib sendiri [mawquuf], dan diriwayatkan secara marfu' oleh Sufyan bin Husain Al-Wasithi, dan dia itu lemah, dan dia tidak bisa dijadikan hujjag hanya dengan riwayatnya dari Al-Zuhri karena kesalahannya dalam hal itu, sebagaimana disebutkan oleh para pakar ilmu hadits dan ilmu rijaal dalam kitab-kitab mereka. Dan Sa'iid bin Basyir jauh lebih lemah darinya, dan diperbincangkan tentang dirinya dan kelemahan riwayatnya dari Al-Zuhri, dan dia tidak bisa dijadikan hujjah untuknya ". [Lihat: As-Sabqu war Ramyu karya Ibnu Taimiyah hal. 12]

DALIL KE 2: 

Qiyas [Analogi]. Yakni diqiyaskan kepada akad al-Ji'alah. Definisi Ji'alah:

 إنها التزامُ عوض معلوم، على عمل معيَّن معلوم، أو مجهول يَعسُر ضبطه‏.‏

JI’ALAH adalah transaksi yang berkosekwensi untuk memberikan kompensasi, yang dimaklumi jumlahnya, untuk orang yang berhasil melakukan tindakan tertentu yang diketahui, atau tidak diketahui karena sulit untuk menentukannya

Contoh akad Ji'alah: “Barang siapa yang bisa mengembalikan budak ku yang kabur, maka ia akan mendapatkan dari ku harta sekian.”

KOMENTAR Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang pendapat ini:

وأبو حنيفة أباح السبق بالمحلل في هذا كما يبيحه في سباق الخيل بناءً على أن العمل في نفسه مباح ، والسبق عنده من باب الجعالة ، وتجوز الجعالة عنده على العمل المباح ، والذي قاله هو القياس لو كان السبق المشروع من جنس الجعالة.

وأكثر أولئك يسلمون أنه من باب الجعالة ، لكن يقولون هذه الجعالة شُرعت فيما ينفع الناس كالجهاد ، فيقول لهم أبو حنيفة:

“معلوم أن المتسابقين إذا أُخرج أحدُهما سبقا للآخر إذا غلبه ، فليس مقصوده أن يغلبه الآخر ، ويأخذ سبقه. فإن هذا لا يقصده عاقل ، لا يقصد أن يكون مغلوبا قد أخذ ماله ، بل مقصود الإنسان أن يغلب غيرَه ، ويأخذ مالَه ، كما يقصد بالجهاد".

وهذه المغالبة شرعت تمرينا على الجهاد ، والمجاهد لا يقصد أن يغلب ويؤخذ ماله ، وإن قصد أن يجاهد جهادا يقتل فيه ، ويؤخذ ماله ، فإنما يجوز قصد ذلك إذا كان فيه نكاية في العدو أبلغ من قتله ، فيكون إذا قتل شهيدا وفاز بأعلى الدرجات ، فقد حصل للمسلمين بقتله من الظهور والقوة ما تكون مصلحته راجحة على موته كما في حديث الغلام الذي أمرهم بقتله ليسلموا ، وهذه تسمى مسألة الانغماس.

وأما إذا قصد أن يُذهب نفسه وماله بلا منفعة راجحة تحصل للمسلمين ، فهذا مخطئ.

والسباق بين المسلمين لا يجب فيه أن يقصد المسابق أن يسبقه غيره ، بل قد يتفق بأن يكون من المسابقين من يقصد إعانة الناس على الجهاد ، ويقصد تمرين غيره ، لا سيما إذا كان من يحبه كولده وصديقه ونحو ذلك ، فهذا قد يكون أصدق من غيره ، ومع هذا تقصير في عمله حتى يغلبه ذلك ليفرح ذلك بالغلب. ويتمرن على الرمي والركوب ، ومثل هذا قد يقول للآخر: إن غلبتَني أعطيتك كذا ، ومقصوده أن يغلبه ويعطيه لمحبته أن يكون ماهرا في ذلك ، ليس هذا هو الغالب على المتسابقين ، ولا تشترط هذه النية في بذل السبق ، بل كل من المتسابقين يبذل السبق ، وقصده أن يغلب ويأخذ سبق صاحبه لا أن يغلبه صاحبه ، ويأخذ سبقه.

وليس هذه الجعالة المعروفة المشروعة مع أن الناس تنازعوا في جواز الجعالة ، فأبطلها طائفة ، كما ذهب إلى ذلك من ذهب إليه من الظاهرية. لكن الصواب الذي عليه جمهور العلماء جوازها مثل أن تقول: « من رد عبدي الآبق فله كذا! » « من بنى لي الحائط ، فله كذا! » وليست عقدا لازما ؛ لأن العمل فيها غير معلوم ، بخلاف الإجارة اللازمة. ولهذا يجوز أن يجعل للطبيب جُعلا على الشفاء كما جُعل لأصحاب النبي صلى الله عليه وسلم جعلٌ إذا شفي سيد الحي برقيتهم ، ولا يجوز أن يستأجر الطبيب على الشفاء ؛ لأن ذلك غير مقدور له ولا العمل مضبوط ".

Dan Abu Hanifah membolehkan taruhan dengan muhallil dalam hal ini, sama seperti dia membolehkannya dalam pacuan kuda ; karena amalan itu sendiri adalah mubah, dan taruhan itu menurutnya masuk dalam katagori bab al-Ji'alah [sayembara], dan diperbolehkannya al-Ji'alah itu menurutnya adalah untuk perbuatan yang mubah.

Dan apa yang Abu Hanifah katakan adalah analogi jika taruhan yang disyariatkannya itu adalah dari jenis al-Ji'aalah.

Kebanyakan dari mereka menerima bahwa itu termasuk dalam bab al-Ji'aalah [sayembara], tetapi mereka mengatakan bahwa al-Ji'aalah ini disyariatkan hanya untuk sesuatu yang bermanfaat bagi manusia seperti untuk berjihad, maka Abu Hanifah mengatakan kepada mereka:

“Telah dimaklumi bahwa jika ada dua orang yang berlomba lalu salah satu nya akan memberikan imbalan [taruhan] jika dia mengalahkan dirinya ; maka maksudnya bukan supaya lawannya mengalahkan dirinya lalu mengambil taruhannya. Karena sesungguhnya yang demikian itu tidak dimaksudkan oleh orang yang berakal sehat, dia tidak bermaksud agar dirinya terkalahkan dan taruhannya diambil, melainkan orang itu bertujuan untuk mengalahkan lawannya lalu mengambil harta taruhannya, sama seperti dalam berjihad ".

Perlombaan ini disyariatkan sebagai latihan jihad, dan seorang mujahid tidak boleh berniat agar dirinya dikalahkan musuh lalu hartanya diambil.

Dan jika dia bertujuan dalam jihadnya itu untuk jihad yang menyebabkan dirinya mati terbunuh di dalamnya dan hartanya dirampas ; maka itu diperbolehkan jika terbunuhnya itu dalam rangka untuk mengatur strategi agar bisa mengalahkan musuh yang lebih efektif dibanding dirinya terbunuh. Lalu jika dia terbunuh, maka dia mati syahid dan dia mendapatkan derajat tertinggi, karena dengan terbunuhnya itu umat Islam akan memperoleh visibilitas dan kekuatan sehingga kepentingannya melebihi kematiannya, sama seperti dalam hadits Ghulam yang memerintahkan mereka untuk membunuh dirinya agar mereka menjadi Muslim, dan ini disebut dengan masalah الانْغِمَاسُ [tenggelam].

Akan tetapi jika ia bermaksud menyia-nyiakan nyawa dan hartanya tanpa manfaat yang pasti bagi kaum muslimin, maka ia keliru.

Dalam perlombaan antar umat Islam, tidak mesti bagi seorang pelomba bertujuan untuk mengalahkan orang lain, bahkan boleh jadi di antara para pelomba tersebut ada yang bertujuan untuk membantu orang dalam latihan jihad, dan dia berniat untuk melatih orang lain. Apalagi jika lawannya itu orang yang dia cintai seperti putranya, teman dekatnya, dan sejenisnya, maka ini mungkin lebih mengutamakan persahabatan daripada yang lain, dan dengan demikian dia tidak maximal dalam persaingannya sehingga dia mudah dikalahkan olehnya, karena bertujuan agar dia senang dan gembira karena menang.

Dan berlatih melempar senjata dan menunggang kuda, dan orang tersebut mungkin berkata kepada yang lain: Jika Anda mengalahkan saya, saya akan memberi Anda ini-dan-itu, dan yang dimaksudkan adalah agar mengalahkannya dan memberikannya karena keinginannya agar dia menjadi terampil dan tangkas dalam hal itu.

Maka ini bukan yang berlaku pada umumnya di antara para pelomba, dan niat ini tidak diperlukan dalam memberikan taruhan. Bahkan, masing-masing pelomba memberikan taruhan, dan tujuannya adalah untuk mengalahkan dan mengambil taruhan rekannya, bukan untuk dikalahkan oleh rekannya, dan mengambil taruhannya.

Dan al-Ji'alah [sayembara] ini bukanlah al-Ji'alah yang ma'ruf yang disyariatkan, meskipun orang-orang memperdebatkan kebolehan al-Ji'alah, maka ada sekelompok orang yang menganggapnya bathil, sebagaimana dalam madzhab adz-Dzohiriyyah. Namun yang benar menurut pendapat jumhur ulama adalah diperbolehkan, contohnya seperti mengatakan:

“Siapa pun yang bisa mengembalikan budakku yang melarikan diri, maka dia akan mendapatkan ini dan itu!» atau «Siapa pun yang membangun tembok untukku, maka dia akan mendapatkan ini dan itu!»

Dan itu bukan kontrak yang mengikat; Karena pekerjaan di dalamnya tidak diketahui, tidak seperti sewa yang mengikat. Oleh karena itu diperbolehkan untuk melakukan akad al-Ji'alah kesembuhan dengan dokter, sebagaimana pernah dibuatkan akad al-Ji'alah pada para sahabat Nabi , jika kepala kabilah sembuh dengan hasil ruqyah mereka [Bukhori no. 2276 dan Muslim no. 2201].

Dan Tidak boleh menyewa dokter untuk menyembuhkan ; karena itu tidak mungkin baginya, juga pekerjaannya tidak ada batasan yang tepat. [Baca: dalam As-Sabqu war Ramyu hal. 10-11]

=====

DALIL PENDAPAT KETIGA: 
YANG MEMBOLEHKAN TARUHAN LOMBA LATIHAN MILITER:

Dalil pendapat yang mengatakan boleh taruhan lomba latihan militer pada selain pacuan kuda, balap onta dan pada selain melempar tombak atau memanah, adalah sebagai berikut:

DALIL KE 1:

Allah SWT berfirman:

﴿ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ﴾.

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?". [QS. Al-Maidah: 91]

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa illat pengharaman minuman keras dan judi adalah karena menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia, dan menghalang-halangi manusia dari mengingat Allah dan dari melaksanakan shalat.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“إن الله حرم أكل المال بالباطل والميسر المشتمل على مال حرم لما فيه من أكل المال بالباطل ، وإن لم يكن فيه مال حرام عند الجمهور ، لما فيه من الصدّ عن ذكر الله وعن الصلاة ، وهذه العلة هي العلة الصحيحة في تحريم الميسر ، ولهذا كان عند جمهور العلماء الميسر حرام سواء كان فيه مال أو لم يكن ، لم يحرم لمجرد أكل المال بالباطل ، والعلة المذكورة في القرآن ، وهي قوله تعالى: ] إِنّمَا يُرِيدُ الشّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصّلاَةِ [ [سورة: المائدة - الأية: 91] هي موجودة في الميسر سواء كان فيها ذهاب المال أو لم يكن ، كما أنها موجودة في الخمر سواء كان فيه ذهاب المال أو لم يكن ، كثيرا ما يشتمل شرب الخمر على ذهاب المال ، فإنه يحتاج إلى شرائها وتحصيلها ، وذلك لا يحصل إلا بمال ، فيقضي إلى ذهاب المال في الباطل مع ما فيها من إرادة الشيطان أن يصدّ المؤمنين عن ذكر الله وعن الصلاة وأن يوقع بينهم العداوة والبغضاء.

فهكذا الميسر حرم لهذه العلة ، كما حرم الخمر ، وإذا كان فيه مع ذلك ذهاب المال لأكل الغير [ماله] بالباطل ، كان ذلك مؤكدا لتحريمها ، وكان ذلك على ثانية كما كان مثل ذلك في الخمر.

وأما أن تجعل العلة المقتضية لتحريم الميسر ليس إلا مجرد ذهاب المال وإتلافه في الباطل ، فهو نظير من يقول: الخمر لم تحرم إلا لما فيها من إذهاب المال وإتلافه في الباطل. هذه العلة غايتها حفظ أموال المسلمين عليهم ، وهي حكمة مقصودة".

Allah telah mengharamkan memakan harta dengan cara yang baathil. Dan judi mengandung harta yang haram karena di dalamnya terdapat memakan harta dengan cara yang baathil, meskipun pada dzatnya tidak mengandung harta haram menurut pendapat Jumhur, namun pengharamannya itu karena judi itu menghalangi manusia dari mengingat Allah dan dari sholat.

Illat ini adalah illat yang shahih dan tepat untuk pengharaman judi. Dan oleh karena itu, menurut mayoritas ulama, perjudian itu haram, baik ada taruhannya maupun tidak ada. Diharamkannya itu tidak hanya sebatas karena memakan harta secara baathil.

Dan illat [penyebab] yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu firman-Nya:

﴿ إِنّمَا يُرِيدُ الشّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصّلاَةِ ﴾

Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian, dan menghalang-halangi kalian dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat". [QS. Al-Maidah: 91]

Illat [penyebab] ini ada dalam perjudian, baik uang taruhannya hilang atau tidak, sama seperti illat yang ada dalam khamr [minuman keras], baik hartanya hilang atau tidak. Kebanyakan yang terlibat dalam minuman keras adalah hilangnya harta ; karena khamr itu perlu membelinya dan memperolehnya. Dan itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan harta, sehingga menyebabkan hilang harta, dengan apa yang terkandung di dalamnya dari keinginan syeitan untuk mencegah orang-orang beriman dari mengingat Allah dan dari shalat, dan menimpakan permusuhan dan kebencian di antara mereka.

Jadi demikianlah, perjudian itu diharamkan karena adanya illat ini, sama seperti diharamkannya khamr [miras], dan jika demikian adanya apalagi jika ada uang yang diberikan kepada orang lain dengan cara yang baathil, maka ini semakin mempertegas keharamannya, dan itu pada urutan kedua, sama seperti halnya dengan khamr [miras].

Adapun menjadikan illat keharaman judi itu tidak lain hanyalah karean hilangnya harta dan memusnahkannya dengan cara yang bathil, maka itu sama halnya dengan orang yang mengatakan:

Khamr [miras] tidaklah diharamkan kecuali karena didalamnya terdapat penghilangan harta dan pemusnahannya dengan cara yang bathil.

Illat ini bertujuan untuk menyelamatkan harta umat Islam padanya, dan itu adalah hikmah yang dimaksudkan". [Baca: كتَابُ السَّبَقِ والرَّمْيِ karya Ibnu Taimiyah hal. 19-20]

DALIL KE 2:

Imam Ibnu Katsir berkata:

‌وَقَدْ ‌رَوَى ‌أَبُو ‌بَكْرٍ ‌الشَّافِعِيُّ ‌بِإِسْنَادٍ ‌جَيِّدٍ، ‌عَنِ ‌ابْنِ ‌عَبَّاسٍ ‌رَضِيَ ‌اللَّهُ ‌عَنْهُمَا، «‌أَنَّ ‌يَزِيدَ ‌بْنَ ‌رُكَانَةَ ‌صَارَعَ ‌النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَصَرَعَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، كُلُّ مَرَّةٍ عَلَى مِائَةٍ مِنَ الْغَنَمِ، فَلَمَّا كَانَ فِي الثَّالِثَةِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، مَا وَضَعَ ظَهْرِي إِلَى الْأَرْضِ أَحَدٌ قَبْلَكَ، وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْكَ، وَأَنَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ. فَقَامَ عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَرَدَّ عَلَيْهِ غَنَمَهُ.»

Abu Bakr Al-Syafi'i meriwayatkan dengan SANAD JAYYID dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma:

Bahwa Yazid bin Rukanah bergulat dengan Nabi , maka Nabi mengalahkannya tiga kali, setiap kali terkalahkan membayar seratus ekor domba. Maka pada saat terkalahkan yang ketiga kalinya, dia berkata:

“Wahai Muhammad, belum pernah ada orang yang mampu meletakkan punggungku ke tanah sebelum Anda. Dan sebelum ini, tidak ada orang yang lebih aku benci selain Anda, dan sekarang saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Anda adalah Utusan Allah.

Lalu Rasulullah bangkit dan mengembalikan domba-dombanya kepadanya. [Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 4/256. Tahqiq: Abdullah at-Turky]

Dalam hadits ini di sebutkan bahwa Nabi bertaruh dalam lomba selain pacuan kuda, unta dan melempar senjata, yaitu beliau bertaruh dalam pertandingan gulat. Ini menunjukkan diperbolehkannya taruhan dalam lomba latihan militer pada selain pacuan kuda, unta dan melempar senjata.

DALIL KE 3:

Hadits yang telah disebutkan diatas tentang bertaruhnya Abu Bakar ash-Shiddiq dengan kaum musyrikin Quraisy dalam hal siapa yang akan memenangkan perang antara Romawi dan Persia dalam beberapa tahun kemudian???

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam كتَابُ السَّبَقِ والرَّمْي hal. 29-30:

“Dan ada ketetapan dalam Al-Musnad (2495) dan Al-Tirmidzi (3194) dan lainnya (al-Hakim 2/410):

“أنه لما اقتتلت فارس والروم فغلبت فارس الروم ، وبلغ ذلك أهل مكة ، وكان ذلك في أول الإسلام ، ففرح المشركون بذلك؛ لأن المجوس أقرب إليهم من أهل الكتاب ، وساء ذلك المسلمين ؛ لأن أهل الكتاب أقرب إليهم ، فأخبر أبو بكر رضي الله عنه بذلك النبي ﷺ ، فأنزل الله تعالى: ] الَـمَ. غُلِبَتِ الرّومُ. فِيَ أَدْنَى الأرْضِ وَهُم مّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلّهِ الأمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ [ [سورة الروم - الأية: 1-4]. فقال له: متى يكون ذلك ؟ قال: « في بضع سنين » فخرج الصديق ، فراهن المشركين على أنه إن غلبت الروم في بضع سنين أخد الرهنين، وإن لم يغلبهم أخذوا هم الرهنين ".

"Bahwa ketika Persia dan Romawi berperang satu sama lain, Persia mengalahkan Romawi, dan kabar itu sampai ke orang-orang Mekah, dan itu terjadi pada permulaan Islam, sehingga kaum musyrikin bergembira karenanya; Karena orang Majus lebih dekat dengan mereka daripada Ahli Kitab, dan kaum Muslimin tidak senang dengan itu. Karena Ahli Kitab lebih dekat dengan mereka.

Maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu memberi tahu Nabi tentang itu, lalu Allah SWT menurunkan:

﴿ الَـمَ. غُلِبَتْ الرُّومُ. فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ. فِي بِضْعِ سِنِينَ ۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ ۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. بِنَصْرِ اللَّهِ ۚ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ ﴾

"Alif laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat. dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. " (QS. Ar-Ruum: 1-5)

Maka Dia bertanya kepada beliau: Kapan itu akan terjadi? Beliau menjawab: "Dalam beberapa tahun."

Kemudian As-Siddiq keluar, dan menantang kaum musyrik untuk bertaruh bahwa jika Romawi mengalahkan mereka dalam beberapa tahun, maka dia akan mengambil dua taruhan, dan jika ia tidak mengalahkannya, maka mereka akan mengambil kedua taruhan itu ".

Lalu Syeikul Islam berkata:

Dan ini bertaruh pada pacuan kuda dan menembak panah, dan itu adalah diperbolehkan ; Karena, itu untuk kepentingan Islam, untuk menunjukkan kebenaran Nabi dalam apa yang beliau katakan bahwa Romawi akan menang setelah itu. Dan di dalamnya, tampak kedekatan salah satu dari kedua kelompok itu dengan umat Islam, sementara kelompok yang satunya lagi lebih jauh dari mereka.

Dan inilah yang dilakukan Ash-Shiddiq, dan Nabi menyetujui apa yang dia katakan kepadanya, dan beliau tidak mencelanya bertaruh, juga tidak mengatakan: Ini adalah judi dan perjudian. Sementara ash-Shiddiq lebih terhormat dari melakukan perbuatan judi ; bahkan dia tidak pernah minum khamr [minuman keras], baik pada masa Jahiliyyah maupun pada masa Islam, padahal khmar itu lebih disukai jiwa daripada judi. Jadi bagaimana bisa ash-Shiddiq melakukan perjudian ketika ada sebagian manusia mengira bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar dan disetujui oleh Nabi itu adalah perjudian.

Dan perkataan orang-orang ini hanya diterima jika terbukti bahwa hal seperti itu adalah menghalalkan apa yang Allah haramkan dari perjudian, dan ternyata mereka tidak memiliki dalil Syariah untuk itu sama sekali, bahkan itu adalah perkataan-perkataan yang tidak ada dalilnya, analogi-analogi yang rusak, yang mana kerusakan dan kontradiksinya itu hanya diketahui oleh pakar dalam ilmu syari'ah.

Sementara kehalalannya itu berdasarkan ketetapan dalam Sunnah Rosulullah , di mana beliau menyetujui apa yang dilakukan oleh sahabatnya ash-Shiddiiq.

Dan perbuatan ini terhitung di antara keutamaan-keutamaan As-Siddiq dan keutamaan amalannya serta kesempurnaan keyakinannya, karena dia yakin dengan apa yang dikatakan Rasulullah dan menyukai munculnya dua kelompok yang paling dekat dengan kebenaran. Dan dia bertaruh untuk itu karena dia berkeinginan untuk meninggikan Kalimat Tuhan dan agamanya sebisa mungkin.

Kesimpulannya, jika terbukti shahih akan kebolehan hal-hal seperti itu, maka orang yang mengklaim bahwa itu mansukh [telah dihapus] harus mendatangkan dalil yang mengatakan masalah ini. [Baca: كتَابُ السَّبَقِ والرَّمْي hal. 29-30]

Dan Syeikhul Islam berkata pula:

Ada banyak mu'amalah yang dibolehkan, di mana dalam mu'amalah-mu'amalah tersebut seseorang dihadapkan pada spekulasi antara mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kerugian, sama seperti dalam akad Ji'alah [sayembara], misalnya orang yang dijanjikan imbalan ketika dia berhasil mengembalikan budak yang kabur. Dia membutuhkan biaya ; karena ada yang harus dibiayai, maka ketika dia tidak berhasil menemukannya ; dia merugi dan perjuangannya sia-sia. Namun jika dia berhasil menemukannya ; maka dia beruntung. Jadi dia dihadapakan pada dua kemungkinan, antara beruntung dan merugi.

Hal yang sama berlaku pada akad mudhorobah [bagi hasil antara pemodal dan pekerja], dimana seorang pekerja mudhorobah [Amil] yang berjuang dan membiayai dirinya dari harta sendiri dalam melakukan perjalanan, dia dihadapakan pada dua kemungkinan, antara ini dan itu.

Maka jelaslah bahwa gambaran [وَصْفٌ] ini telah ditetapkan dalam syari'at, dan tidak menegaskan dalam pengharaman, dan tidak pula ketiadaannya itu mengharuskan kehalalan. Gambaran [وَصْفٌ] yang berpengaruh [المُؤَثِّرَة] pada hukum hanyalah pada apa yang ditunjukkan oleh al-Qur'an dan Sunnah, yaitu memakan harta dengan cara yang baathil [tidak adil]. Ini merupakan gambaran yang mengharuskan pada pengharaman makan harta berdasarkan al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma.

Demikian pula, amalan yang bisa menghalangi dari mengingat Allah dan dari shalat, dan juga amalan yang bisa menyebabkan permusuhan dan kebencian. Ini adalah gambaran [وَصْفٌ] yang berpengaruh [المُؤَثِّرَة] dalam pengharaman, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an.

Demikian pula, membelanjakan harta untuk hal-hal yang diperlukan untuk meninggikan kalimat Allah dan mengibarkan agama Allah adalah bagian dari jihad yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, baik yang mengandung risiko maupun tidak.

Hal yang sama berlaku untuk imam ketika dia mengatakan:

“Siapa pun yang bisa menunjukkan keberadaan harta milik musuh, maka dia berhak mendapatkan sepertiga atau seperempatnya".

Ini diperbolehkan, meskipun orang yang menunjukkannya itu harus mengeluarkan tenaga dan biaya.

Karena umat Islam diperbolehkan untuk memberikan hartanya kepada siapa pun yang berjihad dengannya. Dan seorang mujahid dihadapkan pada risiko, mungkin menang dalam peperangan dan mungkin kalah.

Maka menjadi jelas bahwa perlombaan dengan taruran dari kedua belah pihak adalah disyariatkan dan dibolehkan oleh Allah SWT. Dan bahwa masuknya seorang MUHALLIL ke dalamnya adalah sebuah kebathilan, tidak ada sumber hukumnya. Bahkan yang benar bahwa pengharaman perlombaan dengan taruhan kecuali dengan adanya MUHALLIL adalah merupakan bentuk kedzaliman dan kerusakan di dalamnya. Dan yang disyariatkan adalah tanpa adanya Muhallil sebagaimana yang di syariatkan oleh Allah dan Rasulnya.

Wallaahu a'lam. [Baca: كتَابُ السَّبَقِ والرَّمْيِ karya Ibnu Taimiyah hal. 31-32]

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar