Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

AMALAN PARA SAHABAT TANPA CONTOH DARI NABI ﷺ YANG DITENTANG OLEHNYA

Di tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


DAFTAR ISI:

1.      Pendahuluan

2.      Islam Itu Agama Yang Ringan, Mudah Dan Sesuai Fitrah Manusia

3.      Nabi Melarang Amal Perbuatan Sahabat Yang Memberatkan Diri Dan Yang Berdampak Pada Perpecahan Umat Serta PERTUMPAHAN DARAH

4.      Contoh Hadits-Hadits Yang Melarang Amalan Para Sahabat Yang Memberatkan Diri

5.      Hadits-Hadits Amalan Sahabat Yang Diganti Oleh Nabi Dengan Yang Lebih Mudah Dan Tidak Memberatkan

6.      Hadits-Hadits Ijtihad Sahabat Yang Di Tentang Nabi Karena Beresiko Nyawa

7.      Hadits-Hadits Yang Melarang Amalan Dan Perkataan Sahabat Yang Mengandung Pengkultusan [Ghuluw] Pada Selain Allah SWT

8.      Hadits Perbuatan Sahabat Yang Ditentang Oleh Nabi Karena Ada Unsur Kesyirikan

9.      Hadits Larangan Amal Perbuatan Yang Berdampak Pada Perpecahan Dan Permusuhan

10. Pernyataan ulama tentang memperdebatkan masalah takdir:

11. Hadits Larangan Menuntut Ilmu Agama Agar Pandai Berdebat

12. Hadits Larangan Seruan Jahiliyah Yang Berdampak Pada Permusuhan

13. Hadits Larangan Bermanhaj Khawarij [Menentang Pemerintah Yang Adil Dan Menghalalkan Darah Kaum Muslimin yang Tidak Semanhaj dengan Mereka]

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

ISLAM ITU AGAMA YANG RINGAN, MUDAH DAN SESUAI FITRAH MANUSIA

Al-hamdulillah.

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah SWT menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah SWT berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum: 30]

Tidak mungkin, Allah Allah SWT yang telah menciptakan manusia, kemudian Allah Allah SWT memberikan beban kepada hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan, Mahasuci Allah dari sifat yang demikian.

Allah SWT berfirman:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]

Tidak ada hal apa pun yang sulit dalam Islam. Allah SWT tidak akan membebankan sesuatu yang manusia tidak mampu melaksanakannya.

Allah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad sebagai rahmat untuk alam semesta.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’: 107]

Firman Allah SWT lainnya:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر…. (185)

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah SWT berfirman ketika memerintahkan hambanya berwudhu, mandi junub dan tayamum:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ…. (6)

“Allah tidak ingin menyulitkan kamu…” (QS. Al-Maidah: 6)

Maka nash-nash di atas, semuanya menunjukkan bahwa agama ini adalah mudah, dan memang demikianlah kenyataanya.

Dan Nabi pernah mengirim Mu'adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asyari ke Yaman. Beliau berpesan kepada keduanya agar memperkenalkan Islam dengan cara santun, tidak memberatkan mereka. Hal ini seperti yang terdapat dalam keterangan Hadits Nabi. 

Hadits ke 1: Diriwayatkan dari Sa'id bin Abi Burdah, dari Ayahnya, dari kakeknya:

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدَّهُ أَبَا مُوسَى وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ: "يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا، ﻭﻻَ ﺗَﺨْﺘَﻠِﻔَﺎ

Bahwasanya Nabi mengutus Mu'adz dan Abu Musa ke Yaman, lantas beliau berpesan:

"Permudahlah, janganlah mempersulit, berikanlah kabar gembira kepada mereka, janganlah membuat orang lari [dari agama Islam], dan saling tolong menolong lah dan janganlah saling berselisih. (HR. Bukhari no. 2902, 4109 dan Muslim no. 3385).

Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan:

“Bahwa agama Islam sangat mudah dan meringankan, tak membebani hambanya kecuali yang ia mampu mengerjakannya. Misalnya Seseorang tak mampu berdiri dalam shalat boleh sambil duduk. Haji diwajibkan hanya bagi yang mampu saja, begitu juga saat puasa Ramadhan, orang yang sakit boleh tak berpuasa jika dikhawatirkan bertambah sakitnya".

Hadits ke 2: Hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

"Sesungguhnya agama itu mudah. Dan tidaklah sekali-kali seseorang memperberat agama melainkan dia akan dikalahkan.

Maka (dalam beramal), berlaku lurus lah kalian [tepat sesuai petunjuk], dekatkan lah [mendekati petunjuk] dan bergembiralah.

Dan kalian mintalah pertolongan dengan memanfaat kesempatan untuk beribadah di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari“. Yakni: pada waktu-waktu kalian sedang giat dan bersemangat. [HR. Bukhori no. 39 dan Nasaa'i no. 5049]

SYARAH HADITS:

دِينُ الإسلامِ هو دِينُ اليُسرِ، وقدْ حثَّ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ على مُلازمةِ الرِّفقِ في الأعمالِ، والاقتصارِ على ما يُطيقُه العاملُ، ويُمكِنُه المداوَمةُ عليه، وأنَّ مَن شَادَّ الدِّينَ وتعمَّقَ انقطَعَ، وغلَبَه الدِّينُ وقهَرَه.

Agama Islam adalah agama kemudahan, dan Nabi menganjurkan kita agar senantiasa bermudah-mudahan dalam segala amalan, dan membatasi diri dengan apa yang mampu dikerjakan serta memungkinkan untuk mendawamkan amalan tsb.

Dan barang siapa yang memperberat dirinya dalam beragama dan terlalu mendalam, maka akan terputus karena agama akan mengalahkannya dan menaklukkannya.

وقد أسَّس صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في أوَّلِ الحديثِ هذا الأصلَ الكبيرَ، فقال: «إنَّ الدِّينَ يُسْرٌ»، فهو مُيسَّرٌ مُسهَّلٌ في عَقائدِه وأخلاقِه، وفي أفعالِه وتُروكِه.

Nabi menetapkan prinsip yang agung ini di awal hadits, dengan mengatakan: "Agama itu mudah." Maka agama ini mempermudah dalam hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan akhlak, dan dalam hal yang berkaitan dengan amal perbuatan dan hal-hal yang harus di tinggalkan.

ثمَّ وصَّى بالتَّسديدِ والمقارَبةِ، وتَقويةِ النُّفوسِ بالبِشارةِ بالخيرِ، وعدَمِ اليأسِ، والتَّسديدُ: هو العملُ بالقصدِ، والتَّوسُّطُ في العِبادةِ، فلا يُقصِّرُ فيما أُمِرَ به، ولا يَتحمَّلُ منها ما لا يُطِيقُه، مِن غيرِ إفراطٍ ولا تَفريطٍ.

Kemudian beliau memerintahkan agar berlaku lurus tepat sesuai sunnah atau mendekatinya, dan penguatan jiwa dengan kabar gembira, dan tidak mudah putus asa.

Dan makna at-Tasdiid adalah: beramal dengan sederhana dan pertengahan dalam ibadah, maka dia tidak terlalu mempersedikit dalam menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya, dan tidak juga tidak berlebihan sehingga membebani dirinya dengan apa yang dia tidak mampu untuk menanggungnya, artinya: tanpa berlebihan atau melalaikan.

وقولُه: «وقارِبوا»، أي: إنْ لم تَستطيعوا الأخْذَ بالأكملِ، فاعمَلوا بما يَقرُبُ منه. وقولُه: «وأبشِروا»، أي: بالثَّوابِ على العملِ وإن قَلَّ.

Dan sabdanya: "Dan berusaha lah kalian untuk mendekatinya," yaitu, jika Anda tidak dapat mengamalkannya secara sempurna, maka lakukan apa yang mendekatinya [mirip dengan yang benar].

Dan sabdanya: “Dan gembiralah kalian ”, yaitu: dengan pahala atas amalan itu, meskipun sedikit.

Adapun makna sabda Beliau :

وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

“Dan mintalah pertolongan dengan - melaksanakan ketaatan - di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari”:

Ini adalah permisalan dari Nabi yang artinya minta pertolonganlah kepada Allah dalam ketaatan kepada-Nya dengan melakukan amalan-amalan shalih pada waktu semangat kalian, dan lapangnya hati kalian, yang mana engkau merasa menikmati ibadah tersebut dan tidak merasa bosan dan engkau sampai kepada keinginanmu. Sebagaimana musafir yang cerdas berjalan pada waktu-waktu di atas dan dia serta kendaraannya beristirahat pada selain waktu-waktu itu supaya sampai tujuan dengan tidak merasa capek.

NABI MELARANG AMAL PERBUATAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN DIRI DAN YANG BERDAMPAK PADA PERPECAHAN UMAT SERTA PERTUMPAHAN DARAH

Diantara Amalan para sahabat yang ditentang oleh Nabi adalah sbb:

Pertama: amalan-amalan yang memberatkan dan menyusahkan umatnya.
Kedua: amal perbuatan yang mengandung unsur kesyirikan.
Ketiga: amal perbuatan yang berdampak pada perpecahan, permusuhan dan pertumpahan darah.

Allah SWT menurunkan Al-Qur’an untuk membimbing manusia kepada kemudahan, keselamatan, kebahagiaan dan tidak membuat manusia menjadi susah, sebagaimana firman Allah SWT:

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى تَنْزِيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلا

“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]

Dan Allah SWT juga berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ (78)

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan atas kalian kesulitan dalam agama …” (QS. Al-Hajj: 78)

Dari ‘Aisyah ra, bahwa Rosulullah bersabda:

إنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا، وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا.

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR. Muslim no. 1498)

Dan dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiyallau 'anhu disebutkan bahwa Rosulullah bersabda:

هَلَكَ المُتَنَطِّعُونَ. قالَها ثَلاثًا

“Binasahlah orang-orang yang ekstrim (dalam beragama)". Beliau mengucapkannya 3 kali.” (HR. Muslim no. 2670)

Dalam lafadz lain:

ألَا هلكَ الْمُتَنَطِّعونَ ألَا هلَكَ المتنطِّعونَ ، ألَا هلكَ المتنطِّعونَ

“Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan (dalam agama)! Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan (dalam agama)! Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan (dalam agama)". (HR. Muslim no. 2670)

Makna at-Tanath-thu':

وهوَ أنْ يَتقعَّرَ الإنسانُ في الكَلامِ، ويَتشدَّقَ فيه، أو بفِعلِه أو برَأيِه، أو بغَيرِ ذلكَ ممَّا يَعُدُّه النَّاسُ خُروجًا عنِ المَألوفِ.

وأَيضًا مِنَ التَّنطُّعِ التَّشدُّدُ في الأُمورِ الدِّينيَّةِ، فكُلُّ مَن شَدَّد على نَفسِه في أَمرٍ قدْ وَسَّعَ اللهُ لَه فيهِ، فإنَّه يَدخُلُ في هَذا الحديثِ.

ومِنَ التَّنطُّعِ: أنْ يَتكلَّفَ الإنسانُ ما لا عِلمَ له به، ويُحاولَ أنْ يَظهَرَ بمَظهرِ العالِمِ وليسَ كذلك، أو يُشدِّدَ على نفْسِه أو على غيرِه في أيِّ أمْرٍ جعَلَ اللهُ فيه سَعةً، وتَرْكُ كُلِّ مظاهر التَّنطُّعِ مِنَ الآدابِ الحَسنةِ المأمورِ بِها والَّتي جاءَ بِها الإِسلامُ.

Dan at-Mutaniththi': adalah seseorang yang terlalu mendalam-mendalam dalam berbicara serta memfasih-fasihkan dalam ucapannya, atau berlebihan dalam perbuatannya atau yang sangat extrim dalam berpendapat atau berlebihan dalam hal lain yang orang-orang menganggapnya tidak biasa dan tidak wajar.

Juga, sebagian dari makna at-Tanaththu' adalah mempersulit dan bikin susah dalam urusan agama, maka setiap orang yang menyusahkan dirinya dalam perkara yang Allah telah melapangkan untuknya di dalamnya, maka orang itu termasuk dalam hadits ini.

Dan sebagian dari makna at-Tanaththu' adalah: bahwa seseorang membebani dirinya dengan sesuatu yang dia sendiri tidak tahu. Dan seseorang yang berusaha berpenampilan seperti penampilan orang yang berilmu padahal tidaklah seperti itu. Atau seseorang mempersulit dirinya sendiri atau orang lain dalam perkara yang Allah telah melapangkan untuknya di dalamnya.

[Baca: الدرر السنية / الموسوعة الحديثية di bawah bimbingan Alwi bin Abdul Qodir as-Saqqaaf]

Meninggalkan semua penampilan yang melampaui batas adalah adab dan perilaku baik yang diperintahkan dan yang datang bersama Islam

Dari Sahl bin Abu Umamah:

"Bahwa Sahl bersama bapaknya pernah menemui Anas bin Malik di Madinah pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz -waktu itu Anas sebagai sorang gubernur di Madinah-. Saat itu Anas melaksanakan shalat yang sangat singkat seakan shalatnya seorang musafir atau kurang lebih seperti itu.

Ketika Anas selesai salam, bapakku berkata: "Semoga Allah merahmatimu. Menurutmu apakah tadi shalat maktubah (wajib) atau shalat nafilah?"

Anas menjawab: "Itu adalah shalat maktubah, dan itulah shalat yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah . Aku tidak menyalahi sesuatu pun darinya, kecuali sesuatu yang aku lupa darinya."

Anas lalu berkata: "Rasulullah pernah bersabda:

“لَا تُشَدِّدُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدَّدَ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فَتِلْكَ بَقَايَاهُمْ فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ: { وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ } ".

"Janganlah kalian perberat diri kalian hingga Allah akan memperberatkanmu. Sungguh, ada suatu kaum yang suka memperberat diri mereka lalu Allah memperberat bagi mereka. Mereka itu adalah para pewaris mereka yang ada di dalam biara-biara dan tempat peribadatan yang Allah firmankan: '(Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya….) ' [Qs. Al hadid: 27]

Keesokan harinya Abu Umamah (bapakku) pergi menemui Anas, Anas lalu berkata: "Tidakkah kamu berkendaraan hingga kamu dapat melihat dan mengambil pelajaran?"

Abu Umamah menjawab: "Baiklah."

Lalu mereka pergi, dan ternyata mereka berada pada sebuah perkampungan yang penduduknya telah binasa, dan musnah, atap-atap pada bangunannya juga telah berjatuhan.

Anas bertanya: "Apakah kamu tahu kampung ini?"

Aku (Abu Umamah) menjawab: "Aku tidak tahu tentang kampung dan penduduk daerah ini."

Anas menerangkan:

"هَذِهِ دِيَارُ قَوْمٍ أَهْلَكَهُمْ الْبَغْيُ وَالْحَسَدُ إِنَّ الْحَسَدَ يُطْفِئُ نُورَ الْحَسَنَاتِ وَالْبَغْيُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ وَالْعَيْنُ تَزْنِي وَالْكَفُّ وَالْقَدَمُ وَالْجَسَدُ وَاللِّسَانُ وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ ".

"Ini ada perkampungan suatu kaum yang Allah telah membinasakan mereka karena sifat melampaui batas (kedhaliman) dan hasad (dengki). Sesungguhnya hasad dapat memadamkan cahaya kebaikan, dan sifat melampaui bataslah (kedhaliman) yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya. Mata berzina, maka tangan, kaki, dan badan, lisan dan kemaluanlah yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya."

[HR. Abu Daud no. 4260, Abu Ya'la dalam al-Musnad no. 3646, Ibnu Hajar dalam al-Mathaalib al-'Aliyah no. 441 dan Ibnu al-Jauzi dalam Talbiis Ibliis no. 63]

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam "جلباب المرأة المسلمة" hal. 20. Sebelumnya beliau pernah mendhaifkannya dalam as-Silsilah adh-Dhaifah, namun kemudian beliau meralatnya dan menshahahihkannya.

LARANGAN PERBUATAN YANG BERDAMPAK PADA PERPECAHAN:

Adapun larangan terhadap amal perbuatan yang berdampak pada perpecahan, permusuhan dan pertumpahan darah, maka dalilnya sangatlah banyak, dintaranya:

Hadits yang melarang seorang muslim bersikap dan mengambil tindakan yang mengandung unsur ketidaktaatan terhadap para Pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [afrika negro] yang cacat yang terpotong hidung, tangan dan kakinya; karena jika tidak taat padanya, maka akan menimbulkan gejolak, perpecahan, bahkan pertumpahan darah.

Dari 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

“صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا‏؟‏ قَالَ‏:‏ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ".

“Rasulullah shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati bergetar takut (wajilat minha al quluub).

Lalu seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?"

Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau mendengarkan, patuh dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi Mujadda' [yang cacat terpotong hidung, tangan dan kakinya].

Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham.

Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat".

(HR. Abu Dawud (4607), At Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126), Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir (263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi dalam Al Kubra (10/114).

Ibnu Taimiyyah berkata:

“وَأَوَّلُ ‌بِدْعَةٍ ‌حَدَثَتْ ‌فِي ‌الْإِسْلَامِ ‌بِدْعَةُ ‌الْخَوَارِجِ ‌وَالشِّيعَةِ ‌حَدَثَتَا ‌فِي ‌أَثْنَاءِ ‌خِلَافَةِ ‌أَمِيرِ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ فَعَاقَبَ الطَّائِفَتَيْنِ. أَمَّا الْخَوَارِجُ فَقَاتَلُوهُ فَقَتَلَهُمْ وَأَمَّا الشِّيعَةُ فَحَرَّقَ غَالِيَتَهُمْ بِالنَّارِ وَطَلَبَ قَتْلَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ فَهَرَبَ مِنْهُ وَأَمَرَ بِجَلْدِ مَنْ يُفَضِّلُهُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ. وَرُوِيَ عَنْهُ مِنْ وُجُوهٍ كَثِيرَةٍ أَنَّهُ قَالَ: خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ، وَرَوَاهُ عَنْهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ".

“Bid'ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah bid'ah Khawarij dan Syi'ah, yang terjadi pada masa kekhalifahan Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, sehingga dia menghukum kedua kelompok tersebut.

Adapun Khawarij, mereka memeranginya, maka beliau membunuh mereka. Dan adapun terhadap Syiah, maka beliau membakar mereka yang mengkultuskan Ali dengan api, dan memerintahkan untuk membunuh Abdullah bin Saba, namun dia telah melarikan diri.

Dan dia memerintahkan untuk mencambuk siapa pun yang menganggap Ali lebih afdhol daripada Abu Bakar dan Umar. Dan ini telah diriwayatkan darinya dalam banyak jalur bahwa dia berkata: Yang terbaik dari umat ini setelah Nabi-Nya adalah Abu Bakar, kemudian Umar, dan al-Bukhari meriwayatkan dari Ali, dalam Shahihnya". [Majmu' al-Fatawa 3/279].

Bid'ah Khawarij inilah yang dimaksud dalam nasihat [مَوْعِظَة] Nabi yang membuat para sahabat yang mendengarnya meneteskan air mata, seakan-akan wasiat perpisahan. Yaitu bid'ah yang mengandung unsur ketidak taatan pada para khalifah dan Pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [negro] yang cacat yang terpotong hidung, tangan dan kakinya.

Kemudian Rosulullah melarang pula saling berdebat apalagi bertengkar meski dipihak yang benar. Hal ini dilarang karena akan berdampak pada permusuhan dan perpecahan.

Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu ia berkata: "Rasulullah bersabda:

“أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ".

"Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bershifat gurau, Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik."

[HR. Abu Daud no. (4800), Ath-Thabarani di ((Al-Kabiir)) (8/98), dan Al-Bayhaqi di ((Al-Sunan Al-Kubra)) (10/420) (21176)].

Al-Nawawi menshahihkannya dalam “Riyadh as-Salihin” (hal. 216). Sanadnya dishahihkan oleh Ibnu al-Qayyim dalam “Madarij al-Salikin” (3/72). Sementara Syeikh Bin Baaz menghasankannya dalam catatan kakinya di Bulugh al-Maram (810). Begitu juga dihasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Shahih At-Targhiib no. (2648).

CONTOH-CONTOH HADITS YANG MELARANG AMALAN PARA SAHABAT YANG MEMBERATKAN DIRI

HADITS KE 1: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Nabi menentang amalan para sahabat yang memberatkan dan menyusahkan diri mereka.

Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ: أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi bertanya tentang ibadahnya Nabi . Ketika mereka telah dikabari, seolah-olah mereka menggangap sedikit ibadahnya Nabi .

Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi ? Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.

Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam terus.

Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan berbuka.

Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.

Rasul pun mendatangi mereka seraya bersabda:

أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.

(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)

Di riwayat Muslim terdapat tambahan lafaz:

وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ

“Berkata sebahagian mereka, “Aku tidak akan makan daging…” sebahagian yang lain pula berkata, “Aku tidak akan tidur di atas tilam / tikar ”

Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah (Wafat: 852H) menjelaskan dalam Fathul Baari 9/105-106:

قَوْلُهُ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ‌الْمُرَادُ ‌بِالسُّنَّةِ ‌الطَّرِيقَةُ ‌لَا ‌الَّتِي ‌تُقَابِلُ ‌الْفَرْضَ ‌وَالرَّغْبَةُ ‌عَنِ ‌الشَّيْءِ ‌الْإِعْرَاضُ ‌عَنْهُ ‌إِلَى ‌غَيْرِهِ ‌وَالْمُرَادُ ‌مَنْ ‌تَرَكَ ‌طَرِيقَتِي وَأَخَذَ بِطَرِيقَةِ غَيْرِي فَلَيْسَ مِنِّي وَلَمَّحَ بِذَلِكَ إِلَى طَرِيقِ الرَّهْبَانِيَّةِ فَإِنَّهُمُ الَّذِينَ ابْتَدَعُوا التَّشْدِيدَ كَمَا وَصَفَهُمُ اللَّهُ تَعَالَى وَقَدْ عابهم بِأَنَّهُم مَا وفوه بِمَا التمزموه وَطَرِيقَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ فَيُفْطِرُ لِيَتَقَوَّى عَلَى الصَّوْمِ وَيَنَامُ لِيَتَقَوَّى عَلَى الْقِيَامِ وَيَتَزَوَّجُ لِكَسْرِ الشَّهْوَةِ وَإِعْفَافِ النَّفْسِ وَتَكْثِيرِ النَّسْلِ

“Sabda Nabi : [[siapa saja yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukanlah dari golonganku]] Yang dimaksudkan dengan As-Sunnah di sini adalah Ath-Thariiqah (jalan hidup, cara beragama), bukan sunnah lawan kepada yang fardhu.

Makna : الرَّغْبَةُ ‌عَنِ ‌الشَّيْءِ (berpaling dari sesuatu…) adalah berpaling dari suatu perkara kepada yang selainnya.

Dan yang maksudnya (di sini) adalah: “Siapa saja yang meninggalkan jalan-ku, seraya mengambil jalan yang lain, maka dia bukan dari (golongan)-ku.”

Dengan sabda ini Nabi mengisyaratkan kepada jalan kerahiban, karena mereka adalah orang-orang yang melampaui batas dalam mengada-adakan sesuatu (untuk beribadah), sebagaimana yang telah Allah Ta’ala sifatkan bagi mereka.

Dan Allah mencela mereka karena mereka tidak menunaikannya sesuai dengan apa yang yang seharusnya mereka lakukan.

Sementara jalan Nabi adalah jalan yang lurus, mudah dan sederhana. Maka Nabi berbuka puasa agar memiliki kekuatan untuk berpuasa, beliau tidur agar memiliki kekuatan untuk shalat malam (tahajjud), dan beliau menikah agar dapat meredakan syahwat, menjaga kehormatan diri, serta memperbanyak keturunan.

Lalu al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

وَقَوْلُهُ فَلَيْسَ مِنِّي إِنْ كَانَتِ الرَّغْبَة بِضَرْبٍ مِنَ التَّأْوِيلِ يُعْذَرُ صَاحِبُهُ فِيهِ فَمَعْنَى فَلَيْسَ مِنِّي أَيْ عَلَى طَرِيقَتِي وَلَا يَلْزَمُ أَنْ يَخْرُجَ عَنِ الْمِلَّةِ وَإِنْ كَانَ إِعْرَاضًا وَتَنَطُّعًا يُفْضِي إِلَى اعْتِقَادِ أَرْجَحِيَّةِ عَمَلِهِ فَمَعْنَى فَلَيْسَ مِنِّي لَيْسَ عَلَى مِلَّتِي لِأَنَّ اعْتِقَادَ ذَلِكَ نَوْعٌ مِنَ الْكُفْرِ

Sabda Nabi : [[Bukan dari golongan-ku…]]. Jika makna “الرغبة” di sini ditakwilkan dengan sebab uzur pelakunya (seperti karena jahil, hilap, atau yang semisalnya); maka makna sabda [[bukan dari golongan-ku..]]” ini adalah tidak berada di atas jalan-ku, namun demikian tidak membuat pelakunya dianggap keluar dari millah (agama Islam).

Adapun jika dia berpaling dan melampaui batas yang mengantarkan pada keyakinan bahwa apa yang dia lakukan itu adalah amalan yang lebih rajih; maka makna sabda [[bukan dari golongan-ku]] di sini adalah bukan di atas millah (agama)-ku, karena keyakinan tersebut adalah bagian dari jenis kekufuran.

Dan Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata pula:

كَمَا أَنَّ الْأَخْذَ بِالتَّشْدِيدِ فِي الْعِبَادَةِ يُفْضِي إِلَى الْمَلَلِ الْقَاطِعِ لِأَصْلِهَا وَمُلَازَمَةَ الِاقْتِصَارِ عَلَى الْفَرَائِضِ مَثَلًا وَتَرْكَ التَّنَفُّلِ يُفْضِي إِلَى إِيثَارِ الْبَطَالَةِ وَعَدَمِ النَّشَاطِ إِلَى الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ الْأُمُورِ الْوَسَطُ

Demikian pula mengambil sikap tasyaddud (keras dan berlebih-lebihan) dalam ibadah, itu hanya akan mengantarkan pelakunya kepada rasa bosan dan kapok sehingga menjadi sebab pelakunya meninggalkannya. Demikian pula dengan perbuatan ibadah yang hanya membiasakan yang fardhu saja, seperti meninggalkan nawafil (sunnah-sunnah), hanya akan mendorong pelakunya kepada sikap bermalas-malasan, tidak prihatin, dan lemah dalam beribadah.

Adapun yang terbaik, adalah bersikap pertengahan (tidak melampaui batas, dan tidak pula bermalas-malasan).” [Lihat: Fathul Baari 9/106]

HADITS KE 2: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata;

بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فِي الشَّمْسِ فَسَأَلَ عَنْهُ قَالُوا هَذَا أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ قَالَ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ

“Ketika Nabi berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki yang berdiri di bawah terik matahari.

Kemudian beliau menanyakan tentang orang tersebut. Maka mereka menjawab:

"Orang ini adalah Abu Israil, ia bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk, serta tidak bernaung, tidak berbicara, dan berpuasa".

Lalu Beliau berkata: "Perintahkan dia agar berbicara, bernaung, duduk dan menyempurnakan puasanya!"

[HR. Al-Bukhari (6704), Abu Daud (3300), dan lafadz ini adalah miliknya, dan Ibnu Majah (2136)].

FIQIH HADITS:

وفي الحديثِ: بيانُ أنَّ الدِّينَ مَبناهُ على اليُسْرِ وعدَمِ المشقَّةِ.

وفيه: أنَّ النَّذرَ لا يقَعُ إلَّا في الطَّاعاتِ.

Dan dalam hadits ini: terdapat penjelasan bahwa agama ini dibangun di atas kemudahan dan tidak menyusahkan.

Dan di dalamnya: terdapat penjelasan bahwa nadzar itu tidak boleh kecuali dilakukan dalam dalam ketaatan.

HADITS KE [3]: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Penolakan Nabi terhadap tiga amalan Utsman bin Madz'un:

[1] Hendak menceraikan istrinya, karena ingin fokus ibadah.

[2] Hendak meng kebiri kemaluannya.

[3] Waktunya di habiskan untuk shalat malam dan puasa tiap hari.

Hadits ke 1: Dari Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, ia berkata:

"رَدَّ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، ولو أَذِنَ له لَاخْتَصَيْنَا"

Rasulullah -- menolak permintaan Uṡman bin Madẓ'ūn untuk hidup tanpa istri [membujang], seandainya beliau mengizinkannya maka sungguh kami akan mengebiri diri kami. [HR. Bukhori no. 5073 dan Muslim no. 1402]

Hadits ke 2: Dari Sa'd bin Abu Waqqash ia berkata;

لَمَّا كَانَ مِنْ أَمْرِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ الَّذِي كَانَ مِنْ تَرْكِ النِّسَاءِ بَعَثَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عُثْمَانُ إِنِّي لَمْ أُومَرْ بِالرَّهْبَانِيَّةِ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِي قَالَ لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ مِنْ سُنَّتِي أَنْ أُصَلِّيَ وَأَنَامَ وَأَصُومَ وَأَطْعَمَ وَأَنْكِحَ وَأُطَلِّقَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي يَا عُثْمَانُ إِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا قَالَ سَعْدٌ فَوَاللَّهِ لَقَدْ كَانَ أَجْمَعَ رِجَالٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ هُوَ أَقَرَّ عُثْمَانَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ أَنْ نَخْتَصِيَ فَنَتَبَتَّلَ

Ketika terjadi permasalahan Utsman bin Mazh'un yaitu ketika ia tidak ingin menikahi wanita, maka Rasulullah mengirim utusan kepadanya untuk mengatakan:

"Wahai Utsman, sesungguhnya aku tidak diutus dengan membawa ajaran untuk tidak beristeri dan mengurung diri dalam tempat ibadah [ber-ruhbaniyyah]. Apakah engkau tidak suka terhadap sunahku?"

Ia berkata; "Tidak wahai Rasulullah."

Beliau bersabda: "Sesungguhnya diantara sunahku adalah melakukan shalat dan tidur, berpuasa dan makan, menikah dan menceraikan. Barangsiapa tidak menyukai sunahku, maka bukan dari gologanku. Wahai Utsman, sesungguhnya keluargamu memiliki hak atas dirimu, matamu memiliki hak atas dirimu."

Sa'd berkata; "Demi Allah, kaum Muslimin telah bersepakat, apabila Rasulullah menetapkan Utsman dalam kondisinya (tidak menikah), niscaya kami telah mengkebiri, lalu kami hidup tidak menikah."

[HR. Ad-Daarimi no. 2075]

Al-Albaani dalam as-Silsilah ash-Shahihah 4/387 berkata: " Sanadnya Hasan ".

Hadits ke 3: Dari Aisyah radhiyalllahu 'anha:

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بَعَث إلى عُثمانَ بنِ مَظعونٍ، فجاءه، فقال: يا عُثمانُ، أرغِبْتَ عن سُنَّتي؟! قال: لا واللهِ يا رَسولَ اللهِ، ولكِنْ سُنَّتَك أطلُبُ. قال: فإنِّي أنام وأصَلِّي، وأصومُ وأُفطِرُ، وأَنكِحُ النِّساءَ، فاتَّقِ اللهَ يا عثمانُ؛ فإنَّ لأهلِك عليك حقًّا، وإنَّ لضَيفِك عليك حَقًّا، وإنَّ لنَفْسِك عليك حَقًّا؛ فصُمْ وأفطِرْ، وصَلِّ ونَمْ

Bahwa Nabi mengutus seseorang menemui Utsman bin Madzh'un, lalu Utsman datang kepada beliau, maka beliau bersabda:

"Apakah kamu membenci sunnahku?"

Utsman menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah… bahkan sunnah engkau lah yang amat kami cari".

Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidur, aku juga shalat, aku berpuasa dan juga berbuka, aku juga menikahi wanita. Bertakwalah kepada Allah wahai Utsman, sesungguhnya keluargamu mempunyai hak atas dirimu, dan tamumu mempunyai hak atas dirimu, dan kamu pun memiliki hak atas dirimu sendiri, oleh karena itu berpuasalah dan berbukalah, kerjakanlah shalat dan tidurlah!."

[HR. Abu Daud (1369) dan Ahmad (26308), dengan sedikit perbedaan lafadz]

Dishahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami' no. 7946.

Hadits ke 4: Dari Said bin al-Musayyib:

إِن ‌عُثْمَان ‌بن ‌مَظْعُون ‌قَالَ: ‌يَا ‌رَسُول ‌الله ‌نَفسِي ‌تُحَدِّثنِي ‌أَن ‌أطلق ‌خَوْلَة.

‌قَالَ: «‌مهلا، ‌إِن ‌من ‌سنتي ‌النِّكَاح».

قَالَ: نَفسِي تُحَدِّثنِي أَن أجُب نَفسِي.

‌قَالَ: «‌مهلا، خصاء أمتِي دءوب الصّيام».

قَالَ: نَفسِي تُحَدِّثنِي أَن أترهب.

‌قَالَ «‌مهلا، رَهْبَانِيَّة أمتِي الْجِهَاد وَالْحج».

قَالَ: نَفسِي تُحَدِّثنِي أَن أترك اللَّحْم.

‌قَالَ «‌مهلا، فَإِنِّي أحبه، وَلَو أصبته لأكلته، وَلَو سَأَلت الله لأطعمنيه».

Utsman bin Mazoon berkata: Wahai Rasulullah, jiwaku berbicara pada diriku agar aku menceraikan Khawlah.

Beliau berkata: "Tahan, sesungguhnya sebagian dari sunnahku adalah menikah".

Dia berkata lagi: Jiwaku menyuruhku untuk mengurung jiwaku dengan cara dikebiri.

Beliau berkata: "Tahan, pengebirian umatku adalah dengan membiasakan puasa."

Dia berkata: Jiwaku menyuruhku untuk melakukan kerahiban.

Beliau berkata: “Tahan, sesungguhnya kerahiban umat ku adalah jihad dan haji.”

Dia berkata: Jiwaku menyuruhku untuk meninggalkan makan daging.

Beliau berkata: "Tahan, sesungguhnya aku menyukai daging, dan jika seandainya aku mendapatkannya, maka aku akan memakannya, dan jika seandainya aku meminta [daging] kepada Allah, maka sungguh dia akan memberikan makanan daging padaku."

[Di sebutkan dalam Ihya Ulumuddin karya al-Ghazali 3/42]

Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqi berkata:

“أخرجه التِّرْمِذِيّ الْحَكِيم فِي نَوَادِر الْأُصُول من رِوَايَة عَلّي بن زيد عَن سعيد بن الْمسيب مُرْسلا نَحوه وَفِيه الْقَاسِم بن عبيد الله الْعمريّ، كذبه أَحْمد بن حَنْبَل وَيَحْيَى بن معِين".

Itu riwayatkan oleh Al-Tirmidzi Al-Hakim dalam kitab "نَوَادِر الْأُصُول" dari riwayat Ali bin Zaid dari Sa'iid bin Al-Musayyib secara mursal dengan lafadz yang semisalnya.

[Baca: المغني عن حمل الأسفار 6/290 no. hadits 2641]

Hadits ke 5: Dari Ustman bin Mazdh'un, dia berkata:

 يَا رَسُول اللَّهِ إِنِّي رَجُلٌ تَشُقُّ عَلَيَّ هَذِهِ الْعُزُوبَةُ فِي الْمَغَازِي فَتَأْذَنُ لِي فِي الْخِصَاءِ فَأَخْتَصِي ؟ قَال: " لاَ ، وَلَكِنْ عَلَيْكَ بِالصِّيَامِ"

“Ya Rasulullah , saya ini di saat perang dan jauh dari istri, saya tidak mampu menahan gairah seksual, apakah engkau mengizinkan saya melakukan kebiri?”.

Rasulullah menjawab,”Tidak boleh, tetapi lakukanlah puasa ". (HR. At-Thabrani)

Dalam lafadz lain, Dari Ustman bin Mazdhun, dia berkata:

يَا رَسُول الله إِنِّي رجل تشق عَلَى هَذِه الْعُزُوبَة فِي الْمَغَازِي فتأذن لي يَا رَسُول الله فِي الخصاء فأختصي. قَالَ «لَا، وَلَكِن عَلَيْك يَا ابْن مَظْعُون بالصيام فَإِنَّهُ مجفرة»

“Ya Rasulullah , saya ini di saat perang dan jauh dari istri, saya tidak mampu menahan gairah seksual, apakah engkau, wahai Rosulullah, mengizinkan saya melakukan kebiri?”.

Rasulullah menjawab:”Tidak boleh, wahai Ibnu Madz'un, akan tetapi lakukan puasa, karena puasa itu bisa menghilangkan nafsu sexsual“

Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqi berkata:

وللبغوي وَالطَّبَرَانِيّ فِي معجمي الصَّحَابَة بِإِسْنَاد حسن

Dan di riwayatkan oleh Al-Baghawi dan Al-Tabarani dalam dua kitab معجم الصحابة dengan dengan SANAD HASAN.

[Baca: المغني عن حمل الأسفار 6/290 no. hadits 2641]

Hadits ke 6: Nabi mengingkari Utsman bin Madz’uun yang ingin beribadah dan tidak menikah. Maka Nabi berkata kepadanya:

يَا عُثْمَانُ إِنَّ الرَّهْبَانِيَّةَ لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْنَا، أَفَمَا لَكَ فِيَ أُسْوَةٌ ؟ فَوَاللهِ إِنِّى أَخْشَاكُمْ للهِ ، وَأَحْفَظُكُمْ لِحُدُوْدِهِ

“Wahai ‘Utsman, sesungguhnya Rohbaniyah tidaklah disyariatkan kepada kita. Tidakkah aku menjadi teladan bagimu?, Demi Allah sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah diantara kalian, dan akulah yang paling menjaga batasan-batasanNya”

(HR Ibnu Hibban, Ahmad, dan At-Thobrooni dalam Al-Mu’jam Al-Kabiir).

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Irwa al-Ghalil 7/79 dan dia berkata:

إسناده صحيح على شرطهما

“Sanadnya shahih sesuai syarat Bukhori dan Mulim".

HADITS KE [4]: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu, dia berkata:

دَخَلَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بيْنَ السَّارِيَتَيْنِ، فَقالَ: ما هذا الحَبْلُ؟ قالوا: هذا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ، فَقالَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: لا، حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ.

"Pada suatu hari Nabi masuk (ke masjid), kemudian Beliau mendapati tali yang diikatkan diantara dua tiang.

Kemudian Beliau bertanya: "Apa ini?"

Orang-orang menjawab: "Tali ini milik Zainab, bila dia shalat dengan berdiri lalu merasa lelah, maka dia berdiri sambil berpegangan pada tali tersebut".

Maka Nabi bersabda: "Janganlah dia lakukan sedemikian itu. Hendaklah seseorang dari kalian mendirikan shalat di saat sedang bersemangat dan apabila dia merasa letih, shalatlah sambil duduk".

[HR. Bukhori no. 1150 dan Muslim no. 784]

FIQIH HADITS:

وإنَّما يُكرَهُ التَّشديدُ في العِبادةِ خَشيةَ الفُتورِ، وخَوفَ الملَلِ؛ لئلَّا يَنقطِعَ عنها المرءُ، فيكونَ كأنَّه رُجوعٌ فيما بَذَلَه مِن نفْسِه للهِ تعالَى، وتَطوَّعَ به.

وفي الحديثِ: النَّهيُ عن التَّشديدِ في العِبادةِ، والأمرُ بالإقبالِ عليها بالنَّشاطِ.

وفيه: إزالةُ المُنكَرِ باليدِ لمَن يَتمكَّنُ منه وله وِلايةٌ في ذلك.

وفيه: مَشروعيَّةُ تَنفُّلِ النِّساءِ في المسجِدِ.

[1] Adapun kenapa dimakruhkan berlebihan dalam beribadah? karena dikhawatirkan timbul apatis dan rasa bosan. Dan juga agar supaya seseorang tidak meninggalkannya.

Maka seolah-olah dia mengembalikan kepada Allah SWT apa yang telah diberikan pada dirinya, dan dia dengan sukarela melakukannya.

[2] Dan di dalam hadits: terdapat larangan berlebihan dalam beribadah. Dan perintah untuk melakukan ibadah di saat sedang semangat.

[3] Dan di dalamnya: terdapat perintah menghilangkan kemunkaran dengan tangan bagi yang mampu, dan memiliki wewenang untuk melakukannya.

[4] Dan di dalamnya: terdapat hukum disyariatkannya kaum wanita untuk melakukan shalat sunnah di masjid.

HADITS KE [5]: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Rosulullah menentang bacaan imam shalat terlalu panjang yang memberatkan sebagian para makmum.

Jabir bin Abdullah berkata:

كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ، فَيَأُمُّهُمْ، فَأَخَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ الْعِشَاءَ، ثُمَّ يَرْجِعُ مُعَاذٌ يَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، فَتَنَحَّى رَجُلٌ وَصَلَّى نَاحِيَةً، ثُمَّ خَرَجَ فَقَالُوا: مَا لَكَ يَا فُلَانُ؟ نَافَقْتَ؟ قَالَ: مَا نَافَقْتُ، وَلَآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَأُخْبِرَنَّهُ

قَالَ: فَذَهَبَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ مُعَاذًا يُصَلِّي مَعَكَ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَؤُمُّنَا، وَإِنَّكَ أَخَّرْتَ الْعِشَاءَ الْبَارِحَةَ، ثُمَّ جَاءَ يَؤُمُّنَا فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَإِنَّمَا نَحْنُ أَصْحَابُ نَوَاضِحَ، وَإِنَّمَا نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا،

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذُ؟ اقْرَأْ بِسُورَةِ كَذَا، وَسُورَةِ كَذَا» ،

فَقُلْنَا لِعَمْرٍو: إِنَّ أَبَا الزُّبَيْرِ يَقُولُ: سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ، وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ؟ فَقَالَ: هُوَ نَحْوُ هَذَا

"Mu'adz adalah salah seorang sahabat yang senantiasa melaksanakan shalat berjama'ah bersama Rasulullah . Setelah memahami tata cara shalat berjama'ah, maka Mu'adz dipercaya untuk menjadi imam bagi sahabat yang lain. Pada suatu hari, Rasulullah terlambat datang ke masjid untuk shalat berjama'ah.

Lalu Mu'adz didaulat untuk menjadi imam bagi para sahabat yang lain. Akhirnya Mu'adz menjadi imam dan memulai rakaat pertama dengan membaca surah Al Baqarah.

Ternyata ada seorang sahabat yang memisahkan diri dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendiri di sisi samping.

Usai melaksanakan shalat, para sahabat yang lain bertanya kepada sahabat yang memisahkan diri dari jama'ah dan melaksanakan shalat sendirian itu:

'Hai fulan, seru para sahabat, 'Apakah kamu telah menjadi orang munafik?'

Sahabat itu menjawab: "Tidak. Aku tidak menjadi orang munafik. Akan tetapi, aku akan menemui Rasulullah untuk menceritakan (apa yang aku alami).'

Esok harinya laki-laki itu pergi menemui Rasulullah dan berkata kepadanya: 'Wahai Rasulullah, Mu'adz sering ikut shalat berjama'ah bersama anda. Lalu ia dipercaya untuk menjadi imam bagi para sahabat yang lain. Kemarin anda datang terlambat untuk shalat isya bersama para sahabat yang lain, maka Mu'adz lah yang ditunjuk untuk menjadi imam shalat kami. Hanya saja pada rakaat pertama, Mu'adz membaca surah yang panjang, yaitu Al Baqarah. Ketahuilah hai Rasulullah, kami ini adalah kaum pekerja yang sibuk dengan tugas kami."

Akhirnya Rasulullah memanggil Mu'adz seraya berseru kepadanya:

"Hai Mu 'adz, apakah kamu orang yang suka menebar bencana? (apabila kamu menjadi imam Shalat) maka bacalah surah ini dan surah itu"

Kemudian kami berkata kepada Amr: " Abu Zubair telah berkata: 'ayat yang dimaksud itu adalah 'Sabbihisma rabbika' dan 'Was samaai waththooriq'."

Amr berkata, "Hadits itu sama seperti hadits ini."

[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1609]

RIWAYAT LAIN:

Dari Jabir bin Abdullah (RA) dia berkata:

كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ يَؤُمُّهُمْ فَأَخَّرَ ذَاتَ لَيْلَةٍ الصَّلَاةَ وَصَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ يَؤُمُّهُمْ فَقَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَلَمَّا سَمِعَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ تَأَخَّرَ فَصَلَّى ثُمَّ خَرَجَ فَقَالُوا نَافَقْتَ يَا فُلَانُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا نَافَقْتُ وَلَآتِيَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُخْبِرُهُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ مُعَاذًا يُصَلِّي مَعَكَ ثُمَّ يَأْتِينَا فَيَؤُمُّنَا وَإِنَّكَ أَخَّرْتَ الصَّلَاةَ الْبَارِحَةَ فَصَلَّى مَعَكَ ثُمَّ رَجَعَ فَأَمَّنَا فَاسْتَفْتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فَلَمَّا سَمِعْتُ ذَلِكَ تَأَخَّرْتُ فَصَلَّيْتُ وَإِنَّمَا نَحْنُ أَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ اقْرَأْ بِسُورَةِ كَذَا وَسُورَةِ كَذَا

قال أبو الزُّبَيرِ بـ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} {وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى}.

وفي روايةٍ: يا مُعاذُ، لا تكُنْ فتَّانًا؛ فإنَّه يصَلِّي وراءك الكبيرُ والضَّعيفُ وذو الحاجةِ والمسافِرُ!

"Mua'dz shalat bersama Nabi , kemudian ia kembali kepada kaumnya dan mengimami shalat mereka di malam hari dan ia (Mua'dz) memanjangkan shalatnya.

Kemudian Muadz shalat bersama Rasulullah, lalu ia kembali kepada kaumnya dan mengimami shalat mereka, dan ia membaca surat Al Baqarah.

Ketika salah seorang kaumnya mendengar Muadz lama bacaannya dalam shalat, maka ia mundur kebelakang dan menyelesaikan shalatnya lalu pergi keluar.

Maka kaumnya berkata kepadanya: 'Kamu munafik wahai fulan'.

Orang itu menjawab: 'Demi Allah, aku tidak munafik. Aku akan mendatangi dan menceritakan hal ini pada Nabi SAW'.

Lalu orang itu mendatangi Nabi dan berkata:

"Wahai Rasulullah, Muadz shalat bersama Anda. kemudian ia kembali dan mengimami shalat kami. Anda shalat kemarin malam agak terlambat, lalu Muadz shalat dengan Anda, kemudian dia kembali dan mengimami kami, dan ia memulai shalat dengan membaca surat Albaqarah. Ketika aku mendengarnya membaca surat Albaqarah. maka aku mundur dan shalat sendiri, karena kami pekerja keras yang bekerja dengan tangan kami".

Rasulullah lalu bersabda: 'Wahai Muadz, apakah kamu ingin menimbulkan fitnah? Bacalah surat ini dan surat ini (maksudnya surat yang pendek) '."

Abu Az-Zubair berkata: “سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى” dan " وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى "

Dan dalam sebuah riwayat:

“Wahai Muadz, janganlah kamu memjadi penebar fitnah; karena yang shalat di belakang mu ada yang tua, yang lemah, yang punya hajat, dan yang musafir".

[HR. Al-Bukhari (701), Muslim (465), Abu Daud (790), Al-Nasa'i (835), Ibn Majah (986), dan Ahmad (14307).

Dan ini adalah lafadz Abu Daud.

DALAM RIWAYAT LAIN:

Dari Jabir bin Abdullah (RA) dia berkata:

 أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كانَ يُصَلِّي مع النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ثُمَّ يَأْتي قَوْمَهُ فيُصَلِّي بهِمُ الصَّلَاةَ، فَقَرَأَ بهِمُ البَقَرَةَ، قالَ: فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلَاةً خَفِيفَةً، فَبَلَغَ ذلكَ مُعَاذًا، فَقالَ: إنَّه مُنَافِقٌ، فَبَلَغَ ذلكَ الرَّجُلَ، فأتَى النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: يا رَسولَ اللَّهِ، إنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بأَيْدِينَا، ونَسْقِي بنَوَاضِحِنَا، وإنَّ مُعَاذًا صَلَّى بنَا البَارِحَةَ، فَقَرَأَ البَقَرَةَ، فَتَجَوَّزْتُ، فَزَعَمَ أنِّي مُنَافِقٌ، فَقالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: يا مُعَاذُ، أفَتَّانٌ أنْتَ؟! -ثَلَاثًا- اقْرَأْ: والشَّمْسِ وضُحَاهَا، وسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأعْلَى، ونَحْوَهَا.

Sesungguhnya Muadz bin Jabal pernah shalat (di belakang) Rasulullah , kemudian dia kembali ke kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surah Al-Baqarah.

Jabir melanjutkan kisahnya; ‘Maka ada seorang laki-laki yang memisahkan diri dan ia shalat dengan shalat yang ringan. Lalu hal itu sampai beritanya kepada Muadz, maka dia berkata:

‘Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.’

Ketika ucapan Muadz sampai pada laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi lalu berkata;

‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Muadz shalat mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, hingga saya memisahakan diri dan mempersingkat shalat, lalu dia mengiraku seorang munafik.’

Nabi bersabda; ‘Wahai Muadz, apakah kamu pembuat fitnah?’ - Beliau mengucapkannya tiga kali - ‘Bacalah surah ‘Was syamsi wa dhuhaha dan sabbihisma rabbikal a’la atau yang serupa dengannya.’

FIQIH HADITS:

Dari hadits ini, para ulama beristinbath bahwa di antara udzur yang memperbolehkan seorang makmum memisahkan diri dari sholat imam adalah ketika imam terlalu lama dan sangat panjang melaksanakan shalat, diantaranya adalah karena imamnya membaca surah Al-Quran yang sangat panjang.

Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya فتح الباري شرح صحيح البخاري 6/212 berkata:

فيستدل بهذا: عَلَى أن الإمام إذا طول عَلَى المأموم وشق عَلِيهِ إتمام الصلاة مَعَهُ ؛ لتعبه أو غلبه النعاس عَلِيهِ أن لَهُ أن يقطع صلاته مَعَهُ ، ويكون ذَلِكَ عذراً فِي قطع الصلاة المفروضة ، وفي سقوط الجماعة فِي هذه الحال ، وأنه يجوز أن يصلي لنفسه منفرداً فِي المسجد ثُمَّ يذهب ، وإن كان الإمام يصلي فِيهِ بالناس

Dengan hadits ini bisa dijadikan dalil bahwa jika seorang imam memperpanjang bacaannya, dan memberatkan makmum untuk menyelesikan shalat dengan imam tersebut, disebabkan karena makmum tersebut dalam kondisi lelah atau tidak bisa menahan rasa ngantuk, maka makmum tersebut boleh memutus shalatnya bersama imam.

Dan hal itu adalah udzur untuk memutus shalat fardhu dan menggugurkan kewajiban shalat berjamaah pada kondisi tersebut.

Diperbolehkan bagi makmum tersebut untuk melakukan shalat sendirian (munfarid) di dalam masjid tersebut kemudian pulang, walau pun imam masih melakukan shalat jamaah bersama makmum-makmum yang lain ".

HADITS KE [6]: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Nabi menentang 6 sahabat yang menceraikan istri-istrinya hanya karena mereka ingin fokus pergi berjihad di jalan Allah SWT sampai mati dan meninggalkan kampung halamannya untuk selamanya.

Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya meriwayatkan dari Sa’ad ibnu Hisyam:

أنَّه طَلَّقَ امرأتَه، ثم ارتَحَلَ إلى المدينةِ لِيَبيعَ عَقارًا له بها، ويَجعَلَه في السِّلاحِ والكُراعِ، ثم يُجاهِدَ الرُّومَ حتى يموتَ.

فلَقِيَ رَهْطًا من قَومِه، فحَدَّثوه أنَّ رَهْطًا من قَومِه سِتَّةً أرادوا ذلك على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقال: أليس لكم فيَّ أُسْوةٌ حَسَنةٌ؟ فنَهاهم عن ذلك، فأشهَدَهم على رَجْعَتِها. ثم رَجَعَ إلينا، فأخبَرَنا.....

“Bahwa ia (Sa’ad bin Hisyam. Pen) menceraikan istrinya (karena dia ingin fokus dan menghabiskan usianya untuk Ribaath di perbatasan Romawi dan berjihad Pen.), kemudian berangkat ke Madinah untuk menjual propertinya yang ada di Madinah, lalu ia akan menggunakannya untuk keperluan jihad dengan membeli perlengkapan dan senjata untuknya, kemudian ia hendak berjihad melawan orang-orang Romawi hingga akhir hayatnya.

Kemudian dalam perjalanan ia berjumpa dengan sekelompok orang-orang dari kaumnya yang menceritakan kepadanya: bahwa sebelum dia pernah ada pula enam orang dari kalangan kaumnya mempunyai keinginan yang sama untuk melakukan hal tersebut di masa Rosulullah . Maka Rosulullah bersabda (kepada enam orang tsb):

“Bukankah pada diriku terdapat suri teladan yang baik bagi kalian?” Rosulullah melarang mereka melakukan perceraian itu.

Maka Sa’ad ibnu Hisyam menjadikan mereka (sekelompok dari kaumnya yang ia jumpai) sebagai saksi bahwa dirinya merujuk kembali kepada istri-istrinya.

Setelah itu ia kembali kepada kami dan menceritakan kepada kami......

(HR. Muslim (746), Abu Dawud (1343), an-Nasa'i (1601), dan Ahmad (24269), dan lafadz di atas adalah lafadz Imam Ahmad. Syu’aib al-Arna’uth berkata dlam “تخريج المسند” no. 24269: Sanadnya shahih sesuai standar Bukhori dan Muslim.

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara lengkap, dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkan hadits ini dengan lafaz yang semisal.

HADITS KE [7]: AMALAN SAHABAT YANG DI TOLAK NABI :

Nabi menentang amalan sahabat yang berpuasa setiap hari dan mengkhatamkan al-Quran di setiap malam; karena yang demikian itu memberatkan dan merugikan orang lain.

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu anhu, ia berkata;

أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا فَتَقُولُ: نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ.

فَلَمَّا طَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "الْقَنِي بِهِ". فَلَقِيتُهُ بَعْدُ. فَقَالَ: كَيْفَ تَصُومُ. قَالَ: كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: وَكَيْفَ تَخْتِمُ. قَالَ: كُلَّ لَيْلَةٍ.

قَالَ: صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةً وَاقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ. قَالَ: قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْجُمُعَةِ. قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: أَفْطِرْ يَوْمَيْنِ وَصُمْ يَوْمًا. قَالَ: قُلْتُ: أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ.

قَالَ: صُمْ أَفْضَلَ الصَّوْمِ صَوْمَ دَاوُدَ صِيَامَ يَوْمٍ وَإِفْطَارَ يَوْمٍ وَاقْرَأْ فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً ".

فَلَيْتَنِي قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَاكَ أَنِّي كَبِرْتُ وَضَعُفْتُ.

فَكَانَ يَقْرَأُ عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ السُّبْعَ مِنْ الْقُرْآنِ بِالنَّهَارِ. وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ يَعْرِضُهُ مِنْ النَّهَارِ لِيَكُونَ أَخَفَّ عَلَيْهِ بِاللَّيْلِ.

وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَتَقَوَّى أَفْطَرَ أَيَّامًا وَأَحْصَى وَصَامَ مِثْلَهُنَّ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتْرُكَ شَيْئًا فَارَقَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ.

قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ بَعْضُهُمْ: فِي ثَلَاثٍ وَفِي خَمْسٍ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى سَبْعٍ

Bapakku menikahkanku dengan seorang wanita yang memiliki kemuliaan leluhur. Lalu bapakku bertanya pada sang menantunya mengenai suaminya.

Maka sang menantu pun berkata: "Dia adalah laki-laki terbaik, ia belum pernah meniduriku dan tidak juga memelukku mesra semenjak aku menemuinya."

Maka setelah selang beberapa lama, bapakku pun mengadukan hal itu pada Nabi .

Akhirnya beliau bersabda: "Bawalah ia kemari." Maka setelah itu, aku pun datang menemui beliau.

Dan belaiau bersabda: "Bagaimanakah ibadah puasamu?" aku menjawab, "Yaitu setiap hari."

Beliau bertanya lagi, "Lalu bagaimana dengan Khataman Al Qur`anmu?" aku menjawab, "Yaitu setiap malam."

Akhirnya beliau bersabda: "Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya. Dan bacalah (Khatamkanlah) Al Qur`an sekali pada setiap bulannya." Aku katakan, "Aku mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah tiga hari dalam satu pekan." Aku berkata, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berbukalah sehari dan berpuasalah sehari." Aku katakan, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Berpuasalah dengan puasa yang paling utama, yakni puasa Dawud, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan khatamkanlah Al Qur`an sekali dalam tujuh hari."

Maka sekiranya aku menerima keringanan yang diberikan Nabi ketika aku masih kuat, sementara sekarang aku telah menjadi lemah.

Mujahid berkata; Lalu ia membacakan sepertujuh dari Al Qur`an kepada keluarganya pada siang hari.

Dan ayat yang ia baca, ia perlihatkan pada siang harinya agar pada malam harinya ia bisa lebih mudah membacanya.

Dan apabila dia ingin memperoleh kekuatan, maka ia akan berbuka beberapa hari dan menghitungnya, lalu ia berpuasa sebanyak itu pula. Itu semua ia lakukan disebabkan karena ia tak suka meninggalkan sesuatu, setelah Nabi wafat.

Abu Abdullah berkata; Dan sebagian mereka berkata; Tiga [hari], atau lima, dan yang terbanyak adalah tujuh. [HR. Bukhori no. 4664]

HADITS KE [8]: AMALAN SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI :

Nabi melarang para sahabatnya berpuasa whishol, meskipun beliau sendiri melakukannya; karena puasa wishol itu akan memberatkan para sahabatnya.

Berikut ini hadits-hadits larangan wishol tsb:

Pertama: Hadits Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan;

نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَنِ الوِصَالِ، فَقالَ له رِجَالٌ مِنَ المُسْلِمِينَ: فإنَّكَ -يا رَسولَ اللَّهِ- تُوَاصِلُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّكُمْ مِثْلِي؟! إنِّي أبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي ويَسْقِينِ. فَلَمَّا أبَوْا أنْ يَنْتَهُوا عَنِ الوِصَالِ واصَلَ بهِمْ يَوْمًا، ثُمَّ يَوْمًا، ثُمَّ رَأَوُا الهِلَالَ، فَقالَ: لو تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ. كَالْمُنَكِّلِ بهِمْ حِينَ أبَوْا.

Rasulullah melarang puasa wishool.

Maka beberapa orang kaum muslimin bertanya; 'engkau sendiri ya Rasulullah melakukan puasa wishool.'

Rasulullah menjawab: "Mana mungkin kalian sanggup melakukannya seperti aku, sebab kalau aku pada malamnya Rabb-ku memberiku makan dan minum."

Tatkala mereka masih enggan menghentikan puasa wishool, maka Nabi pun melakukan puasa wishool bersama mereka hari demi hari.

Kemudian ketika mereka melihat bulan sabit muncul; maka Nabi bersabda: "Kalaulah bulan sabit itu terlambat, niscaya kutambah untuk kalian!"

Seolah-olah beliau hendak menghukum mereka tatkala mereka menolak nya. 

[HR. Bukhori no. 6851 dan Muslim no. 1103]

Definisi Puasa wishool adalah: menyambungkan puasa ke hari berikutnya tanpa berbuka di malam hari.

Kadua: hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah bersabda:

« لاَ تُوَاصِلُوا ، فَأَيُّكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ ». قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِنِّى لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ، إِنِّى أَبِيتُ لِى مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِى وَسَاقٍ يَسْقِينِ »

“Janganlah kalian melakukan puasa wishool. Jika salah seorang di antara kalian ingin melakukan wishool, maka lakukanlah hingga sahur (menjelang Shubuh).”

Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sendiri melakukan wishool.”

Rasul –SAW– bersabda, “Aku tidak seperti kalian. Di malam hari, aku diberi makan dan diberi minum.” (HR. Bukhari no. 1963).

HADITS KE [9]: AMALAN SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI :

Nabi melarang para sahabat nya berpuasa dalam safar ketika kondisi berpuasa dalam safar itu membahayakan kesehatan dan nyawa atau dalam perjalanan menuju peperangan ketika lokasi keberadaan musuh sudah dekat, sebagaimana dalam hadits-hadits berikut ini:

KE 1: dari [Jabir bin 'Abdullah]

كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في سَفَرٍ، فَرَأَى زِحَامًا ورَجُلًا قدْ ظُلِّلَ عليه، فَقالَ: ما هذا؟ فَقالوا: صَائِمٌ، فَقالَ: ليسَ مِنَ البِرِّ الصَّوْمُ في السَّفَرِ.

bahwa Rasulullah melihat seseorang yang menaungi dirinya dengan sesuatu -karena panas dan dahaga- dalam perjalanan.

Lalu beliau bertanya: Apa ini?

Mereka menjawab: Dia berpuasa ".

Maka beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan safar."

[HR. Bukhori no. 1946 dan Muslim no. 1115]

KE 2: dari [Jabir bin 'Abdullah]

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نَاسًا مُجْتَمِعِينَ عَلَى رَجُلٍ فَسَأَلَ فَقَالُوا رَجُلٌ أَجْهَدَهُ الصَّوْمُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ

“Bahwa Rasulullah pernah melihat sekelompok orang yang sedang berkumpul mengerumuni seseorang, maka beliau bertanya? Lalu mereka menjawab; "Ia adalah orang yang sangat menderita -karena- puasa."

Rasulullah bersabda: "Bukan termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan." [HR. Nasaa'i no. 2225]

KE 3: Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ قَالَ مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَائِمٌ قَالَ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ

Bahwa Rasulullah melewati seseorang yang berada di bawah naungan pohon, dirinya disiram air.

Beliau bertanya: "Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!"

Mereka menjawab: "Wahai Rasulullah , ia sedang berpuasa."

Beliau bersabda: "Bukan termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan." 

[HR. Bukhori no. 1942, 1943 dan Muslim no. 1121]

Dan diriwayatkan Nasaa'i no. 2226 dengan tambahan lafadz akhir:

وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا

“dan hendaklah kalian mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringanan tersebut"

 Di Shahihkan oleh al-'Aini dalam نخب الأفكار 8/234. Ibnu al-Qoththon berkata: Isnadnya hasan muttashil sebagaimana yang disebutkan al-Hafidz Ibnu Hajar dlm at-Talkhish 2/393

Ke 4: Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ فَصَامَ النَّاسُ فَبَلَغَهُ أَنَّ النَّاسَ قَدْ شَقَّ عَلَيْهِمْ الصِّيَامُ فَدَعَا بِقَدَحٍ مِنْ الْمَاءِ بَعْدَ الْعَصْرِ فَشَرِبَ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ فَأَفْطَرَ بَعْضُ النَّاسِ وَصَامَ بَعْضٌ فَبَلَغَهُ أَنَّ نَاسًا صَامُوا فَقَالَ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ

Rasulullah berangkat ke Mekkah pada tahun kemenangan kota Mekkah di bulan Ramadlan, lalu beliau berpuasa hingga sampai di Kura' Al Ghamim dan orang-orang ikut berpuasa, kemudian berita sampai kepada beliau, bahwa orang-orang merasa berat untuk berpuasa.

Lalu setelah Ashar beliau meminta segelas air, kemudian minum dan orang-orang melihatnya, maka sebagian orang berbuka dan sebagian lainnya berpuasa, setelah sampai berita kepada beliau bahwa -ada sebagian- orang yang berpuasa.

Beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang durhaka."

[HR. Muslim no. 1140, Nasaa'i no. 2230]

KE 5: Dari Ibnu Abbas - radhiyallahu 'anhuma - ia berkata;

«خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَامَ الْفَتْحِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى مَرَّ بِغَدِيرٍ فِي الطَّرِيقِ، وَذَلِكَ فِي نَحْرِ الظَّهِيرَةِ، قَالَ: فَعَطِشَ النَّاسُ، فَجَعَلُوا يَمُدُّونَ أَعْنَاقَهُمْ وَتَتُوقُ أَنْفُسُهُمْ إلَيْهِ، قَالَ: فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ، فَأَمْسَكَهُ عَلَى يَدِهِ حَتَّى رَآهُ النَّاسُ، ثُمَّ شَرِبَ فَشَرِبَ النَّاسُ»

Rasulullah keluar ke Makkah pada tahun penaklukan Makkah di bulan Ramadlan, lalu beliau berpuasa hingga melewati sungai di perjalanan, dan itu ketika telah terik matahari.

Ia [Ibnu Abbas] berkata: Maka orang-orang merasa haus hingga mereka mendongakkan leher-leher mereka dan jiwa mereka sangat menginginkannya.

Ia [Ibnu Abbas] berkata lagi: Lalu Rasulullah meminta wadah yang berisi air kemudian beliau memegang dengan tangannya hingga orang-orang melihatnya. Kemudian beliau minum, maka orang-orang pun ikut minum.

[HR. Ahmad 1/366 dan Imam Bukhori dalam Shahih nya secara Mu'allaq 3/8]

CONTOH-CONTOH HADITS AMALAN SAHABAT YANG DIGANTI OLEH NABI DENGAN YANG LEBIH MUDAH DAN TIDAK MEMBERATKAN

HADITS PERTAMA: Hadits Ummul Mu'miniin Shofiyyah binti Huyyay radhiyallu 'anha:

“Dari Kinanah mantan budak Shafiyah berkata: saya mendengar Shafiyah berkata:

 (دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا ، فَقَالَ: لَقَدْ سَبَّحْتِ بِهَذِهِ ، أَلَا أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ ، فَقُلْتُ: بَلَى عَلِّمْنِي. فَقَالَ: قُولِي: سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ)

Rasulullah pernah masuk menemuiku dan di tanganku ada empat ribu nawat (4000 biji kurma) yang aku pakai untuk bertasbih dengannya.

Maka Rasulullah bersabda: ” Sungguh Engkau bertsabih dengan ini (yakni biji kurma), Maukah aku ajari engkau (dengan) yang lebih banyak (pahalanya) dari pada bacaan tasbih yang engkau bertasbih dengannya?”

Saya menjawab: ”Iya, Ajarilah aku,”

Maka Rasulullah bersabda: ”Ucapkanlah:

سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ.

(Maha Suci Allah sebanyak bilangan makhluknya).”

HR. Al-Tirmidzi [4/274 no. 3554] dan Abu Bakr Al-Shafi'i dalam Al-Fawad [73/255/1,] dan Al-Hakim (1/547).

Tirmidzi berkata:

هذا حديث غريب ، لا نعرفه من حديث صفية إلا من هذا الوجه من حديث هاشم بن سعيد الكوفي ، وليس إسناده بمعروف" انتهى.

”Hadist ini gharib. Saya tidak mengetahuinya, kecuali lewat jalan ini, yaitu Hasyim bin Sa’id Al Kufi. Dan sanadnya tidak dikenal ”

Hadits ini di riwayatkan pula oleh ath-Thabraani dlm "الدعاء" hal. 494. di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama: Yaziid bin Mut'ab, mantan budak Shafiyyah.

Syeikh Bakr Abu Zaid berkata:

"يزيد لم يوجد له ترجمة" انتهى

"Yazid tidak diketemukan biografinya ". [Baca "السبحة آثارها وحكمها" hal. 18]

DERAJAT HADITS:

ULAMA YANG MENSHAHIHKANNYA:

Dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/547) dan di setujui oleh Imam adz-Dzahabi dalam Talkhish al-Mustadrak (1/547).

Dan di shahihkan pula oleh Ali Al-Qaari dalam “Mirqoot Al-Mashaabih”.[Baca: Syarah al-Adzkaar karya Ibnu 'Allaan 1/245, 252].

Al-Hafiz Ibn Hajar menilainya sebagai hadits HASAN, dan menyebutkan jalur lain dari al-Tabarani dalam "الدعاء", dan nampak dari yang dia lakukan bahwa ia meningkatkannya ke derajat HASAN dengan mengumpulkan semua jalur hadits.

[di kutip oleh Ibnu 'Allaan dalam kitabnya الفتوحات الربانية على الأذكار النووية 1/245].

ULAMA YANG MENDHA'IFKANNYA:

Hadits tsb di Dha'ifkan oleh al-Albaani dalam Dha'if at-Turmudzi.

Syeikh al-Muhaddits al-Albaani rahimahullah setelah menyebutkan pentashihan al-Haakim dan adz-Dzahabi, beliau berkata:

وهذا منه عجب، فإن هاشم بن سعيد هذا أورده هو في الميزان وقال: قال ابن معين ليس بشئ. وقال ابن عدي مقدار ما يرويه لا يتابع عليه. ولهذا قال الحافظ في التقريب: ضعيف. وكنانة هذا مجهول الحال لم يوثقه غير ابن حبان، انتهى

Ini keanehan darinya, karena Hasyim bin Sa'id ini di sebutkan oleh Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam al-Miizan, dan dia berkata:

Ibnu Ma'in berkata: Tidak ada apa-apanya / ليس بشيء. Dan Abu Haatim berkata: Standar apa yang dia riwayatkan itu tidak ada mutaaba'ah. Oleh karena itu al-Hafidz berkata dalam at-Taqriib: " Dia Dha'if ". Dan Kinanah ini (Maula Shafiyah) adalah Majhul al-haal, tidak ada yang mentautsiq nya kecuali Ibnu Hibban ".

[Selesai Kutipan dari al-'Allaamah Syeikh al-Albaani. Baca: وصول التهاني hal. 14. Dan baca juga Tahdziibut Tahdziib 11/17].

HADITS KEDUA: Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:

أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ قَالَ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللَّهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ

“Bahwa dia (Sa’ad bin Abi Waqqash) bersama Rasulullah menemui seorang wanita dan di tangan wanita tersebut ada bijian atau kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih (dzikir).

Rasulullah bersabda: ”Maukah kuberitahu engkau dengan yang lebih mudah dan lebih afdhal bagimu dari pada ini? (Ucapkanlah):

"سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ"

(Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di langit),

“سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ"

(Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya di bumi),

"وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ "

(Maha Suci Allah sejumlah ciptaanNya diantara keduanya),

"وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ "

(Maha Suci Allah sejumlah ciptaan-Nya sejumlah yang Dia menciptanya).

Dan ucapan: اللَّهُ أَكْبَرُ seperti itu. الْحَمْدُ لِلَّهِ seperti itu. Dan لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ seperti itu.”

[HR Abu Daud, 4/ 366; At Tirmidzi, no. 3568 dan berkata,”Hadits hasan gharib.” Nasai’i dalam Amal Al Yaum wa Lailah; Ath Thabrani dalam Ad Du’a, 3/ 1584; Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab, 1/347 Al Baghawi, dalam Syarhu As Sunnah, 1279 dan lainnya. Semua sanadnya bersumber pada Sa’id bin Abi Hilal. Ibnu Hajar menganggapnya “shaduuq”].

Adapun Fiqih Hadits:

Yang bisa diambil dari dua hadits tsb adalah sbb:

Pertama:

Bahwa berdzikir dengan menggunakan jari jemari itu lebih afdhol / lebih utama dan lebih mudah, hadits tsb tidak menunjukkan larangan menggunakan kerikil dan biji kurma.

Kedua:

Taqrir (tidak adanya pengingkaran) dari Nabi terhadap hal itu. Nabi membiarkannya.

Beliau tidak melarangnya, misalnya dengan mengatkan: “Jangan berdzikir dengan biji kurma atau kerikil!".

Atau dengan mengatakan: “Tasbih termasuk tasyabbuh dengan orang kafir!”, atau yang semisalnya. Dan taqrir Rosulullah adalah hujjah (dalil) dalam agama kita.

Sementara ulama yang mengharamkan dan membid'ahkan berdzikir dengan tasbih, mereka berhujjah bahwa itu ada tasyabbuh dengan para biksu BUDHA.

Syeikh Umar al-'Adawiy Abu Habibah dlam artikelnya "حكم السبحة" berkata:

فإن قالوا: هذه السبحة أصلها مأخوذ من النصارى والهندوس 

قلت: هذا لا يؤثر في حكم الجواز؛ لأن القاعدة في التشبه: أن الشيء إذا تحول وصار عادة عند المسلمين، ولم يكن من خصائص الكفار فلا يُعد استعماله تشبهاً، بل ورد في ذلك حديث حسن كما سبق ولهذا أفتى العلماء في الألبسة الحديثة بأنها جائزة وإن كان أصلها من الكفار؛ لما ذُكر من هذه القاعدة.

Jika Mereka berkata:

Subhah / Tasbih ini aslinya diambil dari Nasrani dan Hindu:

Maka Aku Jawab:

Ini tidak mempengaruhi hukum kebolehan. Karena Qaidah dalam larang tasyaabuh itu adalah jika ada sesuatu yang berubah kemudian menjadi kebiasaan di kalangan umat Islam, dan sesutau tsb bukan salah satu ciri khas orang kafir, maka penggunaannya itu tidak dianggap Tasyabbuh, bahkan yang demikian itu disebutkan dalam hadits yang hasan, seperti yang disebutkan di atas.

Itulah sebabnya para ulama mengeluarkan fatwa tentang pakaian modern atau kekinian, maka itu boleh, meskipun asalnya dari orang-orang kafir. Seperti yang disebutkan dalam Qaidah ini ".

Ketiga:

Nabi memberikan petunjuk dan solusi kepada sesuatu yang lebih utama, simple dan sederhana. Dan itu bukan berarti sesuatu yang sebelumnya diharamkan. 

Jika nabi mengarahkan wanita itu untuk mengucapkan dzikir yang beliau ajarkan, sebagai ganti dzikir dengan batu kerikilnya sebelum itu, bukan berarti dzikir wanita dengan batu kerikil sebelum itu tidak diperbolehkan. Karena ini hanya masalah afdholiyyah saja.

HADITS-HADITS IJTIHAD SAHABAT YANG DI TENTANG NABI KARENA BERESIKO NYAWA

HADITS KE [1]: IJTIHAD SAHABAT YANG DI TENTANG NABI :

Rosulullah menentang ijtihad sahabat yang membahayakan nyawa kaum muslimin.

Dari Sahabat Jabir berkata:

‌خَرَجْنَا ‌فِي ‌سَفَرٍ ‌فَأَصَابَ ‌رَجُلًا ‌مِنَّا ‌حَجَرٌ ‌فَشَجَّهُ ‌فِي ‌رَأْسِهِ، ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ: «قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ - أَوْ» يَعْصِبَ «شَكَّ مُوسَى - َعلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ»

“Kami pernah bepergian, kemudian salah seorang dari kami terkena batu sehingga kepalanya terluka. Kemudian ia bermimpi basah dan bertanya kepada sahabatnya: “Apakah padaku ada keringanan untuk bertayamum?”

Maka sahabatnya mengatakan: “Kami tidak menemukan keringanan untukmu sedang kamu mampu menggunakan air”.

Maka ia pun mandi, kemudian dia wafat.

Lalu ketika kami kembali dan menemui Rasulullah kami pun menceritakan hal tersebut, dan beliau berkata:

“Mereka telah membunuhnya dan semoga Allah membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak mengetahui? Karena obat dari tidak tahu adalah bertanya. Padahal cukup baginya hanya dengan bertayamum dan menutup lukanya dengan kain kemudian mengusapnya.”

(HR. Abu Daud no. 336, Daruquthni 1/349 no. 729 dan Baihaqi no. 1075).

Abu Daud diam tentang hadits ini. Dan dia mengatakan dalam Risalahnya kepada orang-orang Mekah:

كل ما سكت عنه فهو صالح

“Bahwa semua hadits yang dia diamkan adalah shaleh "

Di Hasankan oleh al-Albaani tanpa lafadz [[إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ]]

HADITS KE [2]: IJTIHAD SAHABAT YANG DI TENTANG NABI :

Rosulullah menentang pendapat sahabat yang menghalalkan nyawa seorang musuh kafir harbi yang bersyahadat dalam medan pertempuran, meski nampak bersyahadatnya itu karena takut pada pedang yang hendak menebasnya.

Hadits ke 1:

Dari Abu Ma'bad yaitu al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:

“قُلْتُ لِرَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وسلَّم: أَرَأَيْتَ إِنْ لَقِيتُ رَجُلًا مِنْ الْكُفَّارِ فَاقْتَتَلْنَا فَضَرَبَ إِحْدَى يَدَيَّ بِالسَّيْفِ فَقَطَعَهَا ثُمَّ لَاذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ فَقَالَ أَسْلَمْتُ لِلَّهِ أَأَقْتُلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَعْدَ أَنْ قَالَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقْتُلْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ قَطَعَ إِحْدَى يَدَيَّ ثُمَّ قَالَ ذَلِكَ بَعْدَ مَا قَطَعَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقْتُلْهُ فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ وَإِنَّكَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ كَلِمَتَهُ الَّتِي قَالَ ".

"Saya berkata kepada Rasulullah :

“Bagaimanakah pendapat Engkau, jikalau saya bertemu seorang dari golongan kaum kafir, kemudian kita berperang, lalu ia memukul salah satu dari kedua tanganku dengan pedang dan terus memutuskannya. Selanjutnya ia bersembunyi daripadaku di balik sebuah pohon, lalu ia mengucapkan: "Saya masuk Agama Islam karena Allah," apakah orang yang sedemikian itu boleh saya bunuh, ya Rasulullah sesudah ia mengucapkan kata-kata seperti tadi itu?"

Beliau menjawab: "Jangan engkau membunuhnya."

Saya berkata lagi: "Ia sudah menebas salah satu dari kedua tanganku, kemudian dia mengucapkan nya itu setelah menebasnya."

Rasulullah bersabda lagi: "Janganlah kamu membunuhnya, jika kamu tetap membunuhnya, berarti dia berada di posisimu ketika kamu belum membunuhnya, sedang kamu berada diposisi dia ketika sebelum ia mengucapkannya.

(Muttafaq 'alaih. Shahih Bukhori no. 3715, 4019 dan Shahih Muslim no. 95)

SYARAH HADITS:

Makna (إنه بمنزلتك) sesungguhnya ia di posisimu ialah bahwa orang itu harus dipelihara darahnya sebab telah dihukumi sebagai orang Islam. Adapun (إنك بمنزلته) maknanya sesungguhnya engkau di posisinya ialah bahwa halal darahnya dengan qishash untuk para ahli warisnya, bukan karena ia dalam kedudukannya sebagai orang kafir. Wallahu a'lam

Hadits ke 2:

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

‌بَعَثَنَا ‌رَسُولُ ‌اللَّهِ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌إِلَى ‌الحُرَقَةِ ‌مِنْ ‌جُهَيْنَةَ، ‌قَالَ: ‌فَصَبَّحْنَا ‌القَوْمَ ‌فَهَزَمْنَاهُمْ، قَالَ: وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ، قَالَ: فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، قَالَ: فَكَفَّ عَنْهُ الأَنْصَارِيُّ، فَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ، قَالَ: فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَقَالَ لِي: «يَا أُسَامَةُ، أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا، قَالَ: «أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ، حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ اليَوْمِ

"Rasulullah mengirim kami dalam sebuah pasukan ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, maka kami dipagi hari menyerang mereka, dan kami berhasil mengalahkan mereka.

Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar mengejar seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kami mengepungnya, maka ia lalu mengucapkan: " La ilaha illallah".

Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya.

Setelah kami datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi , kemudian beliau bertanya padaku: "Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?"

Saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu."

Beliau bersabda lagi: "Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?"

Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi , sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku."

(Muttafaq 'alaih. Shahih Bukhori no. 6872 dan Shahih Muslim no. 96)

Dalam riwayat Muslim no. 96:

فقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: أقالَ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وقَتَلْتَهُ؟ قالَ: قُلتُ: يا رَسولَ اللهِ، إنَّما قالَها خَوْفًا مِنَ السِّلاحِ، قالَ: أفَلا شَقَقْتَ عن قَلْبِهِ حتَّى تَعْلَمَ أقالَها أمْ لا؟ فَما زالَ يُكَرِّرُها عَلَيَّ حتَّى تَمَنَّيْتُ أنِّي أسْلَمْتُ يَومَئذٍ.

Lalu Rasulullah bersabda: "Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?"

Saya menjawab: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata."

Beliau bersabda: "Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkannya itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-."

Beliau mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.

HADITS-HADITS YANG MELARANG AMALAN DAN PERKATAAN SAHABAT YANG MENGANDUNG PENGKULTUSAN [GHULUW] PADA SELAIN ALLAH SWT:

HADITS KE [1]: PERKATAAN GHULUW SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI :

Nabi melarang sahabatnya mengucapkatan kata-kata yang menunjukkan pengkultusan dan ghuluw terhadap diri beliau , seperti kata-kata yang menunjukkan bahwa Nabi mengetahui perkara ghaib atau kejadian yang akan datang, kecuali jika berdasarkan wahyu dari Allah SWT.

Dari Rabi’ binti Mu’awwadz bin ‘Afra’ radhiyallahu ‘anha, dia menceritakan:

دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم غَدَاةَ بُنِيَ عَلَيَّ، فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي، وَجُوَيْرِيَاتٌ يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ، يَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِهِنَّ يَوْمَ بَدْرٍ، حَتَّى قَالَتْ جَارِيَةٌ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه وَسَلَّم: لاَ تَقُولِي هَكَذَا وَقُولِي مَا كُنْتِ تَقُولِينَ

”Nabi datang menemuiku pada pagi hari ketika aku menikah, lalu beliau duduk di atas tempat tidurku seperti kamu duduk di dekatku.

Lalu gadis-gadis kecil kami memukul rebana dan mengenang kebaikan bapak-bapak kami yang gugur dalam perang Badar.

Ketika salah seorang dari mereka melantunkan kata:

وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ

’Dan di tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok’

Maka beliau berkata: ’Tinggalkan (perkataan) itu, dan katakanlah apa yang telah engkau ucapkan sebelumnya.’”

(HR. Bukhari no. 4001, Abu Dawud no. 4922, dan Tirmidzi no. 1090)

HADITS KE [2]: PEKATAAN GHULUW SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI :

Rosulullah para sahabatnya berlebihan memuji muji diri beliau .

Rosulullah pribadi yang tidak suka sanjungan dan pujian, bahkan beliau melarang umatnya memuji-memuji dan mengagung-agungkan dirinya.

Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

“أنَّ نَاسًا قَالُوْا: يَارَسُولُ اللَّه يَاخَيْرَنَا وَابْن َخَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم: « ياأيّها النّاسُ قُولُوا بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُم ْالشّيْطَانُ ، أنا محمدٌعَبْد الله وَرَسُولُه ، ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني الله عَزّ وَجَلّ».

Bahwa orang-orang berkata kepada Nabi :

“Ya Rosulullah, wahai pilihan kami dan putra seorang pilihan kami, wahai sayyiduna (tuan kami) dan putra sayyiduna (putra tuan kami)!".

Maka Rosulullah bersabda:

“Wahai para manusia, jagalah perkataan kalian itu, jangan sampai syeitan menggelincirkan kalian, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak suka kalian mengangkatku diatas kedudukanku yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan untukku ".

(HR. Ahmad no. 12573, 13621, 13596, Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Laylah no. 248, 249 dan Ibnu Hibban no. 6240.

Hadits ini di sahihkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 5L179, syueib Al-Arnauth dlll).

HADITS KE [3]: PERKATAAN GHULUW YANG DI LARANG OLEH NABI :

Dalam hadits Abu Bakroh radhiyallhu anhu di ceritakan: ada seseorang memuji-muji seseorang lainnya di sisi Rosulullah , maka beliau berkata padanya:

« وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ » مِرَارًا ، ثُمَّ قَالَ: « مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ ، لاَمَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلاَنًا وَاللهُ حَسِيبُهُ وَلاَ أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذلِكَ مِنْه».

Celakalah kamu, kamu telah memotong leher sahabatmu, kamu telah memotong leher sahabatmu! (beliau mengatakannya berulang-berulang)

Kemudian beliau berkata:

“Jika ada di antara kalian mau memuji saudaranya yang tidak boleh tidak, maka katakanlah: Aku kira si Fulan, dan hanya Allah lah yang membuat perkiraan atau perhitungan terhadap segala sesuatu, dan kepada Allah aku tidak berhak menyatakan bahwa seseorang itu bersih dan terpuji, (akan tetapi) aku kira seseorang itu begitu dan begitu, meskipun dia tahu persis orang itu seperti yang dia kira ".

(HR. Bukhory no. 2662, 6061 dan Muslim no. 3000).

HADITS KE [4]: PERBUATAN GHULUW SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI : LARANGAN BERDIRI MENGHORMATI NABI .

Rosulullah tidak suka jika ada seseorang berdiri hanya karena untuk menghormatinya, maka beliau melarang para sahabat nya berdiri saat beliau datang atau lewat kecuali jika untuk menyalaminya.

Imam Bukhory dalam kitab Adabul Mufrod meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata:

“لَمْ يَكُنْ شَخْص أَحَبّ إِلَيْهِمْ رُؤْيَةً مِنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم ، وَكَانُوا إِذَارَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لَهُ ، لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَته لِذَلِكَ "

“Tidak ada sosok manusia yang lebih di cintai oleh para sahabat untuk dilihatnya selain terhadap Rosulullah, dan mereka para sahabat jika melihat beliau datang, mereka tidak berdiri menyambutnya, karena mereka tahu jika beliau membencinya untuk diperlakukan seperti itu “.

(Sanadnya sahih sesuai syarat Imam Muslim. Dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Turmudzi, dan Abu Isa Turmudzi berkata: Hadits Hasan Sahih Ghorib. Lihat Tahdzib Sunan Abu Daud 2/482).

Dari Abu Mijlaz, dia berkata:

Suatu ketika Khalifah Muawiyah keluar, maka Abdullah bin Zubair dan Ibnu Sofwan berdiri ketika melihatnya.

Lalu Mu'awiyah berkata: Kalian berdua duduklah, aku telah mendengar Rosulullah bersabda:

« مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَمَثَّل لَهُ الرِّجَال قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأ ْمَقْعَده مِنْ النَّار»

Barang siapa yang merasa bangga atau senang jika ada orang-orang berdiri untuk menyambutnya maka tempatilah tempat duduknya dari api neraka".

(HR. Ahmad 4/91, Bukhori di Adabul Mufrod no. 977 dan Turmudzi no. 2755, dia berkata: Hadits Hasan).

Dalam Musnad Imam Ahmad, Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah di riwayatkan dari Abu Umamah al-Baahily t dia berkata:

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ: « لاَ تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا بَعْضًا».

“Telah keluar Rosulullah mendatangi kami sambil bersandar pada tongkat, lalu kami pun berdiri menyambutnya, maka beliau berkata: " Janganlah kalian berdiri seperti halnya orang-orang ajam (non arab) berdiri, sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain ". Al-Mundziry dalam At-Targhib wat Tarhib berkata: Sanadnya Hasan ". Dan di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albany.

Akan tetapi terkadang Nabi dan mereka para sahabat berdiri menyambut kedatangan seseorang yang lama tidak bertemu karena memang mereka bermaksud menjumpainya, seperti yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau berdiri menyambut Ikrimah (RA).

Dan Nabi pernah berkata kepada para sahabat Al-Anshar ketika Saad bin Mu'adz datang:

«قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ»

Berdirilah kalian kepada sayyid kalian! ".

Saat itu Saad bin Muadz dalam keadaan lemah dan sakit karena terluka dalam perang khandak, dan beliau di undang atas pemintaan Yahudi Bani Quraidhoh untuk menghakimi diri mereka atas pengkhiyanatannya terhadap kaum muslimin dalam perang Ahzb.

(Lihat Sahih Bukhory no. 6262 dan Sahih Muslim no. 1768. Dan lihat: Al-Iidloh wat- Tabyiin 1/171karya Hamuud At-Tuwaijry).

Kemudian dalam Hadits Aisyah yang menceritakan berdirinya Nabi terhadap putrinya Fatimah radliyallahu ‘anha ketika dia masuk ke rumah Beliau , dan juga berdirinya Fatimah kepada Beliau ketika Beliau memasuki rumah putrinya.

Dalam Sunan Turmudzi no. 2732 diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata:

قَدِم َزَيْدٌ بْنُ حَارِثَة الْمَدِينَةَ ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم فِي بَيْتِي فَأَتَاهُ ، فَقَرَعَ الْبَابَ, فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم يَجُرُّ ثَوْبَهُ فَاعْتَنَقَهُ وَقَبَّلَهُ

Telah tiba Zaid bin Haritsah di Madinah, saat itu Rosulullah di rumahku, maka dia mendatanginya, lalu mengetuk pintu, maka Rosulullah berdiri untuk menjumpainya sambil menyeret bajunya, maka beliau memeluknya dan menciumnya ".

(Abu Isa Turmudzi berkata: Hadits ini hasan ghorib ". Namun hadits ini di dlaifkan oleh banyak ulama diantaranya oleh syeikh Al-Albany).

HADITS KE [5]: PERBUATAN GHULUW SAHABAT YANG DI LARANG OLEH NABI

LARANGAN KHUSUS UNTUK PARA SAHABAT, YAITU : DILARANG SHALAT BERDIRI SEBAGAI MAKMUM KETIKA NABI MENJADI IMAM SAMBIL SUDUK KARENA SAKIT.

Imam Muslim dalam sahihnya no. 1-(413) meriwaytkan dari Jabir (RA):

Bahwasannya ketika para sahabat shalat di belakang Nabi dalam kondisi berdiri, sementara Rosulullah duduk (karena saat itu beliau sedang sakit keras menjelang wafatnya), maka beliau memberi isyarat agar mereka juga duduk, maka merekapun duduk, setelah beliau salam beliau bersabda:

« إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّوم ِيَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُم ْقُعُودٌ فَلَا تَفْعَلُوا»

“Sungguh barusan hampir saja kalian melakukan perbuatan orang-orang Persia dan Romawi, mereka berdiri terhadap raja-rajanya sementara para rajanya duduk, maka janganlah kalian lakukan itu ".

Dalam lafadz lain:

اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَأَبُو بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيرَهُ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآنَا قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا فَصَلَّيْنَا بِصَلَاتِهِ قُعُودًا.

فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ: إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّومِ يَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُمْ قُعُودٌ فَلَا تَفْعَلُوا. ائْتَمُّوا بِأَئِمَّتِكُمْ إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا!!!

"Rasulullah menderita sakit, lalu kami shalat di belakangnya, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada manusia.

Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk.

Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau bersabda:

' kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Rumawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya.

Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk'." [HR. Muslim no. 413, 624]

BERDIRI UNTUK MANUSIA ITU ADA TIGA KATAGORI:

1.     Pertama: berdiri karena menghormati seseorang, sementara yang di hormatinya duduk manis, seperti berdirinya para prajurit dan ajudan terhadap para raja dan penguasa. Ini adalah yang dilarang, tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama akan kemakruhan atau larangan perbuatan tsb.

2.      Kedua: Berdiri menghormati orang yang masuk rumah atau semisalnya sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan, bukan karena ada maksud hendak menyalaminya atau memeluknya. Yang demikian ini telah ada perbedaan pendapat antar ulama akan kemakruhan dan larangan perbuatan ini, yang sahih adalah di larang.

3.      Ketiga: Berdiri untuk menyambut orang yang baru tiba dengan maksud untuk menyalaminya atau memeluknya atau membantu menurunkannya dari kendaraan atau semisalnya dengan tujuan-tujuan yang di bolehkan dalam syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja.

HADITS PERBUATAN SAHABAT YANG DITENTANG OLEH NABI KARENA ADA UNSUR KESYIRIKAN

HADITS KE [1]:

Dari Abi waqid al-Laytsy berkata:

“خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكَفَارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سَوَاهُمْ مِنَ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ يَأْتُونَهَا كُلَّ عَامٍ، فَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، وَيَرِيحُونَ تَحْتَهَا، وَيَعْكَفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنُبَاتِ الطَّرِيقِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ فَقَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ﴾ الْآيَةُ لِتَرْكِبُنَّ سُنَنًا مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ».

Kami telah keluar bersama Rosulullah ke Hunain (untuk berperang), sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan (baru masuk Islam).

Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa, yang di sebut “ DZATU ANWATH “.

Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun, maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tersebut, dan mereka beristirahat di bawahnya sambil beri’tikaf (nyepi) kepadanya seharian.

Pada saat kami melintas bersama Rosulullah dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar, maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan, dan kami berkata: “Ya Rosulullah, bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH! “.

Maka beliau terperanjat seraya berkata: “ Allahu Akbar!! kalian telah mengatakan nya, demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya, persis seperti yang di katakan kaum Musa: ((Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka (orang-orang kafir) memiliki sesembahan-sesembahan ….))

Kemudian beliau bersabda: “ Sungguh kalian benar-benar akan menapaki tilasi jejak-jejak (sunah-sunah) umat sebelum kalian “.

(HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3293. Imam Thurmudzi berkata: “ Ini hadits Hasan Sahih).

HADITS KE [2]:

Dari Imran bin Husein radhiyallahu 'anhu menuturkan:

أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عليه وآله وسَلَّمَ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ: « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ؟ » قَالَ: مِنَ الوَاهِنَةِ. قَالَ: « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا »

Bahwa Rasulullah melihat seorang laki-laki di lengannya terdapat gelang, saya melihatnya terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya:

“Celakalah kamu, Apakah itu?”, orang laki-laki itu menjawab: “gelang penangkal penyakit”.

Lalu Nabi bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, maka lepaskan gelang itu, dari mu. Karena jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya ".

(HR. Ahmad 4/445, Ibnu Majah no. 3531, al-Hakim no. 7610 dan Ibnu Hibban no. 1410. Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan di setujui oleh Adz-Dzahaby.

Akan tetapi di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albany di Silsilah ahaadits Dlaifah no. 1029.

Yang rajih adalah yang di katakana Al-Busyeiry dalam kitabnya az-Zawaid: " Isnadnya hasan, karena orang yang bernama Mubarok ini adalah ibnu Fadlolah ".

[Baca: ملتقى أهل الحديث – المكتبة الشاملة الحديثة 56/308].

HADITS KE [3]

Dari Abu Basyir Al-Anshary radhiyallahu 'anhu:

أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَالنَّاسُ فِي مَبِيتِهِمْ ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَسُولاً أَنْ لاَ يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلاَدَةٌ إِلاَّ قُطِعَتْ.

Sesungguhnya dia pernah bersama Rasulullah SAWdalam salah satu perjalanan beliau, lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk memaklumkan):

"Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan."

(HR. Al-Bukhari no. 3005, Muslim, al-libas no. 105 dan Abu Daud no. 2552).

HADITS KE [4]:

Imam Ahmad 28/205, 210, Abu Daud no. 36 dan An-Nasai no. 5067 meriwayatkan dari Ruwaifi', katanya: " Rasulullah SAWtelah bersabda kepadaku:

« يَا رُوَيْفِعُ ، لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ فَأَخْبِرْ النَّاسَ أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ ، أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا ، أَوْ اسْتَنْجَى بِرَجِيعِ دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ فَإِنَّ مُحَمَّدًا مِنْهُ بَرِيءٌ »

“Hai Ruwaifi', semoga engkau berumur panjang; untuk itu, sampaikan kepada orang-orang bahwa siapa saja yang menggelung jenggotnya atau memakai kalung dari tali busur panah atau beristinja' dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad lepas dari orang itu ".

Haditst ini di Shahihkan oleh Syeikh al-Albany dalam kitab Ta'liq Misykatul Mashobih 1/75 no. 351.

Istinja': bersuci atau membersihkan diri setelah buang hajat kecil atau besar.

HADITS / ATSAR KE [5]

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam Tafsirnya 7/208 no. 12040: Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Al-Hussein bin Ibrahim bin Isykaab, telah bercerita kepada kami Yunus bin Muhammad, telah bercerita kepada kami Hammad bin Salamah, dari 'Ashim al-Ahwal dari 'Azrah. Dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu:

دَخَلَ حُذَيْفَةُ عَلَى مَرِيضٍ فَرَأَى فِي عَضُدِهِ سَيْرًا فَقَطَعَهُ أَوِ انْتَزَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Bahwa ia masuk pada seorang laki-laki yang sakit, lalu dia melihat dilengannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu atau mencopotnya, seraya membaca firman Allah Ta'ala.

) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (

Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan sesembahan lain)". (QS. Yusuf, 106).

DERAJAT ATSAR:

يظهر أن هذا السند منقطع فعزرة هو ابن عبدالرحمن بن زرارة الخزاعي وهو من الطبقة التي لم تلق الصحابة، وعزرة هذا هو الذي تعرف لعاصم الأحول رواية عنه. والله أعلم.

“Tampaknya sanad ini terputus, karena Azrah adalah putra Abdur-Rahman bin Zuraarah al-Khuza'i, dan dia dari thobaqat yang tidak berjumpa dengan para sahabat. Dan Azrah inilah yang diketahui hanya Asim Al-Ahwal yang meriwayatkan darinya ".

[Baca: ملتقى أهل الحديث – المكتبة الشاملة الحديثة 43/361].

HADITS KE [6]

Dari Abdullah bin 'Ukaim, bahwa Rosulullah bersabda:

« مَنْ تَعَلّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ" »

Barangsiapa menggantungkan sesuatu benda (seperti jimat dengan anggapan bahwa benda itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Allah menjadikan dia
selalu bergantung (bertawakkal) kepada benda tersebut."

Tingkatan hadits adalah Hasan. (HR. Ahmad 4/130, 311, Turmudzi no. 2072, Hakim 4/216, Abdurrazaq 11/17 no. 1972 dari Hasan Bashry secara mursal. Akan tetapi hadits ini di hasankan oleh Syeikh Al-Bany dalam Shahih Turmudzi no. 1691.

Dan Syeikh Al-Banna dalam kitab Al-Fathur Rabbany 17/188 berkata: " Hadits ini derajatnya tidak kurang dari hasan, apalagi banyak saksi-saksi yang menguatkannya. Wallohu a'lam ").

HADITS KE [7] :

Dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu bahwa Rosulullah bersabda:

« من تعَلَّق تَمِيمَةً فقد أشْرك »

“Barang siapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan”.

Hadits Shahih. [HR. Ahmad 4/156 dan Al-Hakim 4/219]

Al-Haitsami berkata: "Hadits ini di riwayatkan Ahmad dan Tabroni, dan semua orang-orang Imam Ahmad adalah para perawi tsiqoot (di percaya) ".

Al-Mundziry dalam At-Targhiib 4/307 berkata: " Perawi Imam Ahmad semuanya tsiqoot (dipercaya). Hadits ini di Shahihkan oleh Al-Hakim dan Syeikh Al-Albany di Shahihah no. 492).

MAKNA TAMIMAH:

التميمة هي ما يعلق على الأولاد من خرزات وعظام ونحو ذلك لدفع العين. سميت تميمة لاعتقادهم أنهم يتم أمرهم ويحفظون بها. وتعليق التمائم محرم ، وهو من التشبه بالجاهلية. وإن اعتقد فيها النفع والضر من دون الله عز وجل ، فهذا شرك أكبر ، وإن اعتقد أنها سبب للسلامة من العين أو الجن ، فهذا شرك أصغر ، لأنه جعل ما ليس سبباً سبباً.

Tamimah [Jimat Penyempurna] adalah apa yang digantungkan pada anak-anak, seperti manik-manik, bebatuan, tulang belulang, dan sebagainya untuk menangkal 'Ain [pandangan mata yang hasud]. Itu disebut Tamimah [Jimat Penyempurna] karena mereka percaya bahwa dengannya mereka bisa diselesaikan dan disempurnakan urusannya.

Menggantung Tamimah itu diharamkan. Dan itu adalah menyerupai kaum jahiliyah. Dan jika dia meyakini di dalamnya ada manfaat dan mudharat selain dari Allah SWT, maka ini adalah kemusyrikan yang besar.

Dan jika dia hanya meyakini bahwa itu adalah hanya sebatas sebab untuk keselamatan dari 'Ain [pandangan mata hasud] atau dari jin, maka ini adalah syirik kecil, karena dia menjadikan apa yang bukan sebab sebagai sebab ".

Dan Tamimah: asalnya adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang atau rasa kagum, dan lain sebagainya. Dan terkadang di kalungkan pada orang dewasa, baik lelaki maupun perempuan..

HADITS KE [8]

Dari Uqbah bin 'Amir Al-Juhany radhiyallahu 'anhu dia mendengar Rosulullah bersabda:

« مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ ، وَمَنْ عَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »

"Barang siapa yang menggantungkan tamimah [jimat penyempurna] maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya. Dan barang siapa yang menggantungkan Wada’ah maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya ".

Hadits hasan. (HR. Ahmad 4/154 dan Al-Hakim 4/216.

Dan al-Hakim menshahihkannya serta di setujui Adz-Dzahaby.

Telah berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Majma' Zawaid 5/103: " Haditst ini diriwayatkan Ahmad, Abu Ya'la dan Tabrony, para perawinya dipercaya (Tsiqoot)".

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata dalam kitab Ta'jil: " Rijal haditsnya orang-orang yang dipercaya ".

Dan telah berkata Al-Mundziry: " Sanadnya Bagus ". 

MAKNA WADA'AH:

Wada’ah: sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang; menurut anggapan orang orang jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. Termasuk dalam pengertian ini adalah jimat.

HADITS KE [9]

Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhuma dari Abdullah bin Mas'ud, beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

« إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ»

قَالَتْ: قُلْتُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا؟ وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ وَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِينِي فَإِذَا رَقَانِي سَكَنَتْ.

فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّمَا ذَاكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَإِذَا رَقَاهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا».

"Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya jampi-jampi [mantra/doa ruqyah], jimat [tamimah] dan tiwalah (Pelet / Pengasihan) adalah bentuk kesyirikan."

Zainab berkata: "Aku katakan, 'Kenapa engkau mengucapkan hal ini? Demi Allah! Sungguh, dulu mataku pernah mengeluarkan air mata dan kotoran. Dan aku bolak-balik datang kepada Fulan seorang Yahudi yang menjampiku [meruqyahku], apabila ia menjampiku maka mataku menjadi tenang?"

Kemudian Abdullah menjawab: 'Sesungguhnya hal tersebut adalah perbuatan setan. Setan telah menusuk matanya menggunakan tangannya, kemudian apabila orang yahudi tersebut menjampinya maka setan menahan tusukannya.

Sebenarnya cukup bagimu mengucapkan sebagaimana yang diucapkan Rasulullah :

«أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا».

(Wahai Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit, sesungguhnya Engkau Pemberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan efek penyakit) '."

Hadits Shahih.

(HR Imam Ahmad 1/381 no. 3615, Abu Dawud no. 3883, Ibnu Majah no. 3530, Al-Baghowi di Syarhus Sunnah 12/156-157 dan Al-Hakim 4/217-218.

Dan al-Hakim berkata: " Ini hadits Shahih sanadnya sesuai syarat Bukhory dan Muslim " dan disetujui oleh Dzahaby.

Dan hadits ini di Shahihkan syeikh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud no. 3883. Lihat pula: Silsilah Ash-Shahihah: no. 331]

Dan di hasankan sanadnya oleh syeikh Ahmad Syakir).

HADITS KE [10]

Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Kami meruqyah di masa Jahiliyah, maka kami pun bertanya:

Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu?

Beliau bersabda: Tunjukkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” [HR. Muslim]

Hadits di atas menunjukkan bahwa ruqyah yang mengandung keharaman maka haram, jika megandung syirik maka hukumnya syirik. Adapun jika tidak mengandung keharaman dan kesyirikan maka dibolehkan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar radhimahullah berkata:

وقد تمسك قوم بهذا العموم فأجازوا كل رقية جربت منفعتها ولو لم يعقل معناها لكن دل حديث عوف أنه مهما كان من الرقي يؤدي إلى الشرك يمنع وما لا يعقل معناه لا يؤمن أن يؤدي إلى الشرك فيمتنع احتياطا

“Sebagian orang berpegang dengan keumuman ini sehingga mereka membolehkan semua bentuk ruqyah yang telah terbukti bermanfaat walau tidak dipahami makna bacaannya, akan tetapi hadits ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i menunjukkan bahwa apabila ruqyah itu mengantarkan kepada syirik maka dilarang, dan ruqyah yang tidak dipahami bacaannya tidaklah aman dari mengantarkan kepada syirik, maka itu juga terlarang demi berhati-hati.” [Fathul Baari, 10/195]

Syarat-syarat Ruqyah yang di bolehkan:

1.      Bacaanya dari Al-Qur'an atau dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang di syariatkan.

2.      Menggunakan bahasa arab atau bahasa yang jelas dan di fahami.

3.      Tidak mengandung kesyirikan.

4.      Berkeyakinan hanya sebagai sebab tanpa mengurangi rasa tawakkal kepada Allah.

5.      Yang meruqyah bukan seorang dukun.

HADITS KE [11]: HADITS NADZAR BERKURBAN DI GUNUNG.

Dari Maimunah binti Kardam, ia berkata:

خَرَجْتُ مَعَ أَبِي فِي حِجَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلْتُ أُبِدُّهُ بَصَرِي فَدَنَا إِلَيْهِ أَبِي وَهُوَ عَلَى نَاقَةٍ لَهُ مَعَهُ دِرَّةٌ كَدِرَّةِ الْكُتَّابِ فَسَمِعْتُ الْأَعْرَابَ وَالنَّاسَ يَقُولُونَ الطَّبْطَبِيَّةَ الطَّبْطَبِيَّةَ فَدَنَا إِلَيْهِ أَبِي فَأَخَذَ بِقَدَمِهِ قَالَتْ فَأَقَرَّ لَهُ وَوَقَفَ فَاسْتَمَعَ مِنْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ إِنْ وُلِدَ لِي وَلَدٌ ذَكَرٌ أَنْ أَنْحَرَ عَلَى رَأْسِ بُوَانَةَ فِي عَقَبَةٍ مِنْ الثَّنَايَا عِدَّةً مِنْ الْغَنَمِ قَالَ لَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهَا قَالَتْ خَمْسِينَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ بِهَا مِنْ الْأَوْثَانِ شَيْءٌ قَالَ لَا قَالَ فَأَوْفِ بِمَا نَذَرْتَ بِهِ لِلَّهِ قَالَتْ فَجَمَعَهَا فَجَعَلَ يَذْبَحُهَا فَانْفَلَتَتْ مِنْهَا شَاةٌ فَطَلَبَهَا وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ أَوْفِ عَنِّي نَذْرِي فَظَفِرَهَا فَذَبَحَهَا

Aku keluar bersama ayahku dalam haji yang dilakukan oleh Rasulullah , lalu aku melihat Rasulullah dan aku mendengar orang-orang berkata: "Rasulullah."

Pandanganku terus mengikuti Rasulullah, lalu ayahku mendekatinya dalam keadaan berkendaraan onta dan membawa cambuk seperti cambuk para juru tulis.

Aku mendengar orang-orang badui dan yang lain berkata: "Pembawa cambuk! Pembawa cambuk!".

Ayahku mendekati Rasulullah lalu memegang telapak kakinya.

Maimunah melanjutkann kisahnya:

Kemudian ayahku mengakui (risalah Rasulullah SAW) dan berdiri mendengarkannya. Setelah itu ayahku berkata:

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bernadzar, jika mempunyai anak laki-laki, aku akan menyembelih beberapa kambing di atas Gunung Buwanah, yaitu di jalan tanjakan gunung."

-Perawi hadits berkata: Aku tidak tahu kecuali perempuan (Maimunah) itu mengucapkan lima puluh (50) ekor kambing -

Rasulullah bertanya: "Apakah di sana ada berhalanya?" Ayahku menjawab, "Tidak."

Rasulullah bersabda, "Tepatilah apa yang kamu nadzarkan itu karena Allah.'" 

Maimunah melanjutkan kisahnya:

Kemudian ayahku mengumpulkan kambing-kambing itu dan menyembelihnya. Akan tetapi ada satu kambing yang terlepas, lalu ayahku mengejarnya dan berdoa: "Ya Allah, tepatilah dariku nadzarku."

Maka kambing yang terlepas itu tertangkap lalu disembelih ayahku. 

(HR. Abu Daud No. 3314 dan Ibnu Majah no. 2131]. Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 3314 dan Ibnu Majah no. 2131).

Dalam riwayat lain dari Tsabit bin Adh-Dhahak Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يَنْحَرَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ, فَأَتَى رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَسَأَلَهُ: فَقَالَ: هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ يُعْبَدُ? قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ? فَقَالَ: لَا. فَقَالَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ; فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اَللَّهِ، وَلَا فِي قَطِيعَةِ رَحِمٍ، وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ اِبْنُ آدَمَ".

Pada zaman Rasulullah ada seorang laki-laki yang bernadzar bahwa dia akan berqurban Unta di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah .

Lalu nabi pun bertanya kepadanya: “Apakah di sana ada berhala yang disembah?” Beliau menjawab: ” Tidak.”

Nabi bertanya lagi: “Apakah di sana dirayakah salah satu hari raya mereka?” Beliau menjawab: “Tidak.”

Lalu nabi bersabda: “Penuhilah nadzarmu, sesungguhnya tidak boleh memenuhi nadzar yang mengandung maksiat kepada Allah, nadzar untuk memutuskan silaturahim, dan tidak pula nadzar pada harta yang tidak dimiliki manusia.”

(HR. Abu Daud no. 3313 dan ini adalah lafadznya.Di riwayatkan pula oleh Ath-Thabarani no. 2/76 no. 1341 dan al-Baihaqi no. 20634.

Di Shahihkan isnadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Buluughul Maram dan oleh al-Jawroqooni dalam al-Abaathiil wal Manaakiir 2/202 dan al-Albaani dalam al-Misykaah no. 3437)

HADITS LARANGAN AMAL PERBUATAN YANG BERDAMPAK PADA PERPECAHAN DAN PERMUSUHAN

Yaitu hadits-hadits larangan berdebat dan berselisih apalagi sampai bertengkar meski dipihak yang benar.

HADITS KE 1: LARANGAN BERDEBAT DAN BERSELISIH:

Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu ia berkata: "Rasulullah bersabda:

“أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ".

"Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bershifat gurau, Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik."

[HR. Abu Daud no. (4800), Ath-Thabarani di ((Al-Kabiir)) (8/98), dan Al-Bayhaqi di ((Al-Sunan Al-Kubra)) (10/420) (21176)].

Al-Nawawi menshahihkannya dalam “Riyadh as-Salihin” (hal. 216). Sanadnya dishahihkan oleh Ibnu al-Qayyim dalam “Madarij al-Salikin” (3/72). Sementara Syeikh Bin Baaz menghasankannya dalam catatan kakinya di Bulugh al-Maram (810). Begitu juga dihasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Shahih At-Targhiib no. (2648).

HADITS KE 2: LARANGAN BERDEBAT DAN BERSELISIH:

Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata:

“سَمِعْتُ رَجُلًا قَرَأَ آيَةً، وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ خِلَافَهَا، ‌فَجِئْتُ ‌بِهِ ‌النَّبِيَّ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌فَأَخْبَرْتُهُ، ‌فَعَرَفْتُ ‌فِي ‌وَجْهِهِ ‌الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا» ".

“Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat, dan saya mendengar Nabi  membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa orang itu kepada Nabi  dan memberitahukan kepadanya.

Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi  dan beliau bersabda: “Kamu berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan janganlah berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu selalu berselisih sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476]

Seperti itulah keadaan para sahabat di masa Nabi  masih hidup, celah-celah yang bisa menimbulkan perselisihan ditutup, dan apabila terjadi perselisihan segara diselesaikan sehingga tidak menjadi besar.

HADITS KE 3: LARANGAN BERDEBAT DAN BERSELISIH:

Dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata:

سمعَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ قومًا يتدارَؤونَ فَقالَ: إنَّما هلَكَ مَن كانَ قبلَكُم بِهَذا ضربوا كتابَ اللَّهِ بعضَهُ ببعضٍ ، وإنَّما نزَلَ كتابُ اللَّهِ يصدِّقُ بعضُهُ بعضًا ، فلا تُكَذِّبوا بعضَهُ ببعضٍ فما عَلِمْتُم منهُ فَقولوا وما جَهِلْتُم فَكِلوهُ إلى عالمِهِ

Rasulullah mendengar sekelompok orang saling menyalahkan [saling berdebat], maka beliau bersabda:

"Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa dengan melakukan hal yang sama seperti ini, mereka benturkan sebagian Kitabullah dengan sebagian yang lain. Sesungguhnya Al-Quran diturunkan untuk membenarkan sebagian dengan sebagian yang lain, maka janganlah kalian mendustakan sebagian dengan sebagian yang lain. Apabila kalian mengetahui nya, maka sampaikanlah itu, dan jika kalian tidak mengetahuinya, maka serahkanlah kepada ahlinya yang berpengetahuan."

[HR. Imam Ahmad no. 6741, Abd al-Razzaq (20367), dan dari jalurnya itu dimasukkan oleh al-Bukhari dalam “Khalqu Af'aal al-'Ibaad” hal.43, al-Baghawi (121), dan al-Bayhaqi dalam “Syu'ab al-Iman” (2258).

Di Shahihkan sanadnya oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 11/26, Syu'aib al-Arna'uth dan para pentahqiq al-Musnad 11/354 no. 6741.

Dan yang semisalanya diriwayatkan oleh Muslim (2666), Al-Nasa'i dalam “Al-Kubra” (8095), Al-Tabarani dalam “Al-Awsat” (2472), dan Al-Yahqi dalam “Al-Sha'ab” (2259).

HADITS KE 4: LARANGAN BERDEBAT DAN BERSELISIH.

Dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, berkata:

كُنَّا عندَ رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقد ضُرِبَت له قُبَّة في مُؤَخَّر المَسجِد، ورَجُلان يَتَمارَيان ، فسمعتُ شيئًا يُحرِّك أطنابَ القُبَّة، فالتَفَتُّ فإذا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم قد اطَّلَعَ حاسِرًا عن رأسِه قد احمَرَّ وَجْهُه؛ قال: «‌أَمَا ‌إِنَّهُ ‌لَمْ ‌تَهْلِكِ ‌الأُمَمُ ‌قَبْلَكُمْ ‌حَتَّى ‌وَقَعُوا ‌فِي ‌مِثْلِ ‌هَذَا؛ تَضْرِبُونَ القُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ؟! مَا كَانَ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ، ومَا كَانَ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ، ومَا كَانَ مِنْ مُتَشَابِهٍ فَآمِنُوا بِهِ»

Kami berada di hadapan Rasulullah , dan ada tenda yang dibangun di belakang masjid untuk beliau. Ada dua orang yang sedang berdebat, lalu saya mendengar sesuatu yang menggetarkan tali-tali tenda. Saya berpaling dan melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang memandang dengan penuh kepedihan, wajah beliau menjadi merah.

Beliau bersabda, "Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian tidak pernah hancur kecuali ketika mereka melakukan hal seperti ini, yaitu mereka benturkan sebagian Al-Qur'an dengan sebagian yang lain. Apa yang halal, maka kalian halalkanlah!. Dan apa yang haram, kalian haramkanlah!. Dan apa yang termasuk dalam ayat-ayat yang mutasyaabih [ambigu], maka berimanlah kalian kepadanya."

[HR. Ath-Thabarani dalam ((Al-Kabiir)) (13/ 361) dengan sedikit perbedaan, dan Al-Mustaghfiry dalam ((Fadhoil Al-Qur’an)) (1/ 268) dengan yang serupa.

Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih al-Jaami' no. 1322 dan ash-Shahihah no. 1522.

HADITS KE 5: LARANGAN BERDEBAT TENTANG TAQDIR:

Hadits larangan memperdebatkan tentang Taqdir yang berdampak pada perpecahan umat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata;

“خرجَ علَينا رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ونحنُ نتَنازعُ في القَدرِ فغَضبَ حتَّى احمرَّ وجهُهُ ، حتَّى كأنَّما فُقِئَ في وجنتيهِ الرُّمَّانُ ، فقالَ: أبِهَذا أُمِرتُمْ أم بِهَذا أُرسلتُ إليكم إنَّما هلَكَ من كانَ قبلَكُم حينَ تَنازعوا في هذا الأمرِ ، عزَمتُ عليكم ألَّا تتَنازَعوا فيهِ ".

Rasulullah keluar menemui kami sementara kami sedang berselisih dalam masalah taqdir, kemudian beliau marah hingga wajahnya menjadi merah hingga seakan akan kedua pipinya seperti buah delima yang dibelah.

Lalu beliau bersabda: "Apakah kalian diperintahkan seperti ini? Atau: apakah aku diutus kepada kalian untuk masalah ini? Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah lantaran perselisihan mereka dalam perkara ini. Karena itu, aku tekankan pada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah ini." [HR. Tirmidzi (2133), Al-Bazzar (10063), dan Abu Ya’la (6045)].

Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari dari Umar, A'isyah dan Anas.

Hadits ini dihukumi HASAN oleh al-Albaani dalam Shahih At-Tirmidzi.

HADITS KE 6: LARANGAN BERDEBAT TENTANG TAQDIR:

Hadits larangan memperdebatkan tentang TAQDIR yang berdampak pada perpecahan umat.

Dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata;

خرج رسولُ اللهِ على أصحابِه وهم يَتنازعونَ في القَدَرِ هذا يَنْزِعُ آيةً وهذا يَنْزِعُ آيةً فكأنما سُفِى في وَجهِه حَبُّ الرُّمَّانِ فقال: ألِهذا خُلِقتُم أم بِهذا أُمِرتُم لا تَضرِبوا كتابَ اللهِ بَعْضَه بِبَعضٍ اُنظُروا ما أُمِرْتُم به فاتَّبِعوه ومانُهِيتُم عنه فاجتَنِبوه

"Rasulullah keluar kepada para sahabatnya ketika mereka sedang berselisih tentang takdir. Sebagian orang mensitir satu ayat dan sebagian yang lain mensitir ayat lainnya.

Beliau marah hingga wajahnya memerah seakan ada pecahan biji delima yang dilemparkan ke wajahnya.

Beliau bersabda: 'Apakah dengan ini kalian diciptakan atau dengan ini kalian diperintahkan? Janganlah kalian benturkan ayat-ayat Kitab Allah satu sama lain. Kalian perhatikanlah, apa yang kalian telah diperintahkan, maka ikutilah itu, dan hindarilah apa yang dilarang atas kalian.'"

[HR. Ibnu Abi 'Ashim dalam as-Sunnah no. 406 dan Ahmad dalam al-Musnad 6846] Di hasankan sanadnya oleh al-Albaani dalam Takhriij as-Sunnah dan Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad].

Dalam lafadz riwayat lain: Dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata;

خرَجَ رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ذاتَ يَومٍ والنَّاسُ يتكَلَّمونَ في القَدَرِ، قال: وكأنَّما تفَقَّأَ في وَجهِهِ حَبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الغَضَبِ، قال: فقال لهم: ما لكم تَضرِبونَ كِتابَ اللهِ بَعضَهُ ببَعضٍ؟! بهذا هلَكَ مَن كان قَبلَكم. قال: فما غَبَطتُ نَفْسي بمَجلِسٍ فيه رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لم أشهَدْهُ بما غَبَطتُ نَفْسي بذلك المَجلِسِ أنِّي لم أشهَدْهُ.

Rasulullah keluar suatu hari dan saat itu orang-orang sedang berbicara tentang takdir. Beliau marah, wajahnya memerah seakan-akan terkena lemparan pecahan biji delima."

Beliau berkata kepada mereka: "Mengapa kalian saling membenturkan sebagian Kitabullah dengan sebagian lainnya? Dengan hal ini, orang-orang sebelum kalian menjadi binasa!"

Ia (perawi) berkata; "Abdullah bin 'Amru lalu berkata: Saya tidak pernah merasa bangga dengan kehadiran saya di suatu majelis yang Rasulullah hadir, seperti rasa bangga yang saya rasakan dalam majelis tersebut karena saya tidak pernah menghadiri majelis semacam itu sebelumnya.

[HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 6668 dan Ibnu Majah no. 45]. Di Shahihkan Ahmad Syakir dalam Tahqiq al-Musnad 10/153.

Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhrij al-Musnad 11/251-252 berkata:

“صحيح، وهذا إسناد حسن.... وفي بعض هذه الطرق أنهم كانوا يتنازعون في القرآن ".

“Hadits Shahih, dan ini adalah sanad yang hasan.... Dalam sebagian jalur-jalur sanad hadits ini, lafadznya adalah: " Mereka saling berselisih tentang Al-Qur'an".

Dalam lafadz riwayat lain masih dari hadits 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata;

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌عَلَى ‌أَصْحَابِهِ، ‌وَهُمْ ‌يَخْتَصِمُونَ ‌فِي ‌الْقَدَرِ، ‌فَكَأَنَّمَا ‌يُفْقَأُ ‌فِي ‌وَجْهِهِ، ‌حَبُّ ‌الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ: «بِهَذَا أُمِرْتُمْ، أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ، تَضْرِبُونَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ» قَالَ: فَقَالَ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، مَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِمَجْلِسٍ تَخَلَّفْتُ فِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِذَلِكَ الْمَجْلِسِ وَتَخَلُّفِي عَنْهُ

"Rasulullah keluar menjumpai para sahabatnya yang sedang berdebat tentang takdir. Maka seakan-akan wajah beliau seperti terkena lemparan pecahan biji delima karena marah. Beliau lalu bersabda: " Apakah untuk ini kalian diperintahkan, atau beliau mengatakan, "untuk inikah kalian diciptakan! Kalian saling benturkan sebagian Al Qur'an dengan sebagian yang lain. Karena sebab inilah umat sebelum kalian binasa."

Ia (perawi) berkata: "Abdullah bin 'Amru lalu berkata: "Aku biasanya tidak merasa bangga dengan diriku sendiri ketika aku tertinggal dari majlis Rasulullah . Namun dengan majlis ini aku merasa bangga karena aku tertinggal darinya."

[HR. Ibnu Majah no. 85, Ahmad no. 6668 dan ath-Thabraani dalam al-Awsath no. 1308]

Di hasankan sanadnya oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhrij Sunan Ibnu Majah 1/63.

Al-Bushairi dalam Mishbaah az-Zujaajah 1/14 berkata:

هَذَا إِسْنَاد صَحِيح رِجَاله ثِقَات

"Ini adalah sanad yang shahih, para perawinya tsiqoot ".

HADITS KE [7]: LARANGAN BERDEBAT TENTANG TAQDIR:

At-Tabarani meriwayatkan dari Tsawban bahwa Nabi bersabda:

«‌إِذَا ‌ذُكِرَ ‌أَصْحَابِي ‌فَأَمْسِكُوا، وَإِذَا ذُكِرَ الْقَدَرُ فَأَمْسِكُوا، ‌وَإِذَا ‌ذُكِرَ ‌النُّجُومُ ‌فَأَمْسِكُوا»

"Jika para sahabatku disebut, maka tahanlah diri kalian [diamlah]. Jika bintang-bintang disebut, maka tahanlah diri kalian [diamlah]. Dan jika takdir (al-qadr) disebut, maka tahanlah diri kalian [diamlah]."

Diriwayatkan oleh al-Tabarani, Abu Naim dan lainnya.

Al-Hafidz al-Iraqi, Ibnu Hajar dan al-Mubarakfuuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengklasifikasikannya sebagai HASAN. Namun DISHAHIHKAN oleh al-Albaani dalam ash-Shahihah dan Shahih al-Jaami'.

[Lihat Foot note al-Wajiiz Fii Asbaab wa Nataa'ij Qotli Utsmaan oleh Musthofaa al-Faakhiri hal. 113 dan Fataawaa asy-Syabakah al-Islaamiyah 1/2699 no. 34841]

Abu Hudzaifah al-Kuwaity dalam Aniis as-Saari 1/352 no. 240 berkata:

وهو مرسل رجاله ثقات

“Dan ini adalah mursal, para perawinya tsiqoot ".

PERNYATAAN ULAMA TENTANG MEMPERDEBATKAN MASALAH TAKDIR:

Sebagian para ulama mengatakan:

والمنهي عنه في هذه الأحاديث هو الخوض فيها بالباطل والظن

Apa yang dilarang dalam hadis-hadis ini adalah jika membicarakannya dengan bathil dan dugaan tanpa dalil yang shahih.

Abu al-Mudzaffar al-Sam'aani - semoga Allah merahmatinya - berkata:

"سَبِيلُ الْمَعْرِفَةِ فِي هَذَا الْبَابِ التَّوْقِيفُ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ دُونَ محْضِ الْقِيَاسِ وَالْعَقْلِ؛ فَمَنْ عَدَلَ عَنِ التَّوْقِيفِ فِيهِ ضَلَّ وَتَاهَ فِي بَحَارِ الْحَيْرَةِ، وَلَمْ يَبْلُغْ شِفَاءَ الْعَيْنِ، وَلَا مَا يَطْمَئِنُّ بِهِ الْقَلْبُ؛ لِأَنَّ الْقَدَرَ سِرٌّ مِنْ أَسْرَارِ اللَّهِ -تَعَالَى-، اِخْتَصَّ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ بِهِ، وَضَرَبَ دُونَهُ الْأَسْتَارَ، وَحَجَبَهُ عَنْ عُقُولِ الْخَلْقِ وَمَعَارِفِهِمْ؛ لِمَا عَلِمَهُ مِنَ الْحِكْمَةِ؛ فَلَمْ يَعْلَمْهُ نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَلَا مَلَكٌ مُقَرَّبٌ".

"Jalan untuk mengetahui tentang takdir adalah hanya diperbolehkan dengan merujuk pada Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-Nya, bukan semata-mata berdasarkan penalaran dan akal pikiran belaka.

Barangsiapa yang meninggalkan rujukan kepada Kitabullah dan Sunnah-Nya dalam masalah takdir, maka dia akan tersesat dan terombang-ambing di lautan kebingungan. Dia tidak akan mencapai obat bagi mata hatinya dan tidak akan menemukan ketenangan bagi hatinya.

Hal ini karena takdir adalah salah satu rahasia Allah Yang Maha Tinggi, yang Dia khususkan bagi-Nya sebagai pengetahuan yang Mahatahu dan Mahir. Dia menutupinya dengan tirai dan menghalanginya dari akal pikiran makhluk dan pengetahuan mereka, karena Dia mengetahui hikmah di baliknya.

Takdir ini tidak diketahui oleh nabi yang diutus-Nya dan tidak pula diketahui oleh malaikat yang dekat dengan-Nya." [Fath Al-Bari 11/477 dan Syarah Al-Nawawi 'Alaa Shahih Muslim: 16/196].

Dan ath-Thahawi -semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya- berkata:

وَأَصْلُ القَدَرِ سِرُّ اللَّهِ -تَعَالَى- فِي خَلْقِهِ، لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى ذَلِكَ مَلَكٌ مُقَرَّبٌ، وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَالتَّعَمُّقُ فِي ذَلِكَ ذَرِيعَةُ الخَذَلَانِ، وَسُلَّم الحِرْمَانِ، وَدَرَجَةُ الطُّغْيَانِ؛ فَالْحَذَرُ الْحَذَرُ مِنْ ذَلِكَ نَظَرًا وَفِكْرًا وَوَسْوَسَةً؛ فَإِنَّ اللَّهَ طَوَّى عِلْمَ القَدَرِ عَنْ أَنَامِهِ، وَنَهَاهُمْ عَنْ مُرَامِهِ؛ كَمَا قَالَ -تَعَالَى-: (لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ) [الأنبياء: 23]".

"Asal takdir adalah rahasia Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menciptakan-Nya. Tak seorang malaikat yang dekat dengan-Nya pun mengetahui hal itu, dan juga tidak ada seorang nabi pun yang diutus oleh-Nya.

Menyelami dan memahami hal itu adalah jalan menuju keputusasaan, tangga keharaman, dan derajat penyelewengan. Maka berhati-hatilah dengan segala upaya pandangan [teori], pemikiran [logoka], dan bisikan yang berkaitan dengan hal tersebut.

Sesungguhnya Allah menyembunyikan pengetahuan tentang takdir-Nya dari manusia dan Dia melarang mereka untuk mencapai tujuannya, sebagaimana yang Dia katakan dalam firman-Nya: "Dia tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang Dia lakukan, tetapi mereka-lah yang dimintai pertanggungjawaban" (Surah Al-Anbiya' 21:23)." [Lihat: Syarah 'Aqidah ath-Thohaawiyah hal. 173. Tahqiq ar-Raajihi].

Abu Ja'far Al-Ajurry berkata:

“لا يَحْسُنُ بِالْمُسْلِمِينَ التَنْقِيرُ وَالْبَحْثُ فِي القَدَرِ؛ لِأَنَّ القَدَرَ سِرٌّ مِنْ أَسْرَارِ اللَّهِ -عَزَّ وَجَلَّ-، بَلْ الْإِيمَانُ بِمَا جَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ وَاجِبٌ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يُؤْمِنُوا بِهِ، ثُمَّ لَا يَأْمَنُ الْعَبْدُ أَنْ يَبْحَثَ عَنِ الْقَدَرِ فَيُكَذِّبَ بِمَقَادِيرِ اللَّهِ الْجَارِيَةِ عَلَى الْعِبَادِ؛ فَيَضِلَّ عَنْ طَرِيقِ الْحَقِّ ".

"Tidak baik bagi kaum Muslimin untuk terlibat dalam perdebatan dan penyelidikan tentang takdir. Karena takdir adalah rahasia dari rahasia Allah Yang Maha Agung. Sebaliknya, iman kepada apa yang ditentukan oleh takdir baik itu kebaikan atau keburukan adalah kewajiban bagi hamba-hamba Allah untuk meyakininya. Kemudian, seorang hamba tidak boleh merasa aman jika dia mencari tahu tentang takdir, sehingga dia mendustakan ketetapan-ketetapan Allah yang telah ditetapkan bagi hamba-hamba-Nya. Dengan melakukan hal ini, dia akan tersesat dari jalan yang benar." [Lihat: asy-Syariah karya Al-Aajurri: hal.149].

HADITS LARANGAN MENUNTUT ILMU AGAMA AGAR PANDAI BERDEBAT

HADITS KE 1:

Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhu ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda,

“مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ "

“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang dengannya bertujuan untuk menunjukkan kepada para ulama bahwa dirinya lah yang paling berilmu atau bertujuan untuk mendebat orang-orang bodoh (yakni: sehingga membuat bingung orang awam pen.) atau agar dengan ilmunya tersebut wajah-wajah para manusia tertuju pada dirinya (yakni: supaya semua orang jadi pengikutnya, pen.), maka Allah akan memasukannya ke dalam api neraka.”

(HR. Tirmidzi no. 2654, AL-‘Uaqaily dlm “الضعفاء الكبير” 1/103 dan Ibnu Hibban dalam “المجروحين”. Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Shahih at-Turmudzi no. 2654 bahwa hadits ini hasan. Lihat penjelasan hadits ini dalam Tuhfah Al-Ahwadzi 7: 456)

HADITS KE 2:

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Nabi  bersabda,

“لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلاَ لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ ".

“Janganlah kalian belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, untuk menanamkan keraguan pada orang yang bodoh, dan jangan pula bertujuan dengan ilmunya itu agar orang-orang memilih dia untuk mengisi di majelis-majlis. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya, neraka lebih pantas baginya.”

(HR. Ibnu Majah no. 254. Al-Mundziri dalam kitabnya “الترغيب والترهيب” 1/92:

“إسناده صحيح أو حسن أو ما قاربهما “

Artinya: “ Sanadnya Shahih atau Hasan atau yang mendekati keduanya “.

Dan Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih

HADITS KE 3:

Dari Hudzaifah bin al-Yamaan radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi bersabda:

لا تَعلَّموا العِلمَ لتباهوا بهِ العلماءَ أو لتُماروا بهِ السُّفَهاءَ أو لتصرِفوا وجوهَ النَّاسِ إليكم فمَن فعلَ ذلِكَ فَهوَ في النَّارِ

“Janganlah kalian belajar ilmu agama untuk berbangga diri di hadapan para ulama, atau dengan ilmunya itu untuk mendebat orang-orang yang bodoh, dan jangan pula bertujuan agar wajah-wajah manusia tertuju pada diri kalian. Karena barangsiapa yang melakukan demikian, maka neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ibnu Majah dan di hasankan oleh syeikh al-Baani dalam Shahih Ibnu Maajah no. 210)

HADITS LARANGAN SERUAN JAHILIYAH YANG BERDAMPAK PADA PERMUSUHAN

Larangan seruan Jahiliyah yang berbau fanatik kelompok dan golongan yang berdampak pada perpecahan umat dan pertumpahan darah.

Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu berkata;

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ فَكَسَعَ رَجُلٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ يَا لَلْأَنْصَارِ وَقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَعَ رَجُلٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ فَسَمِعَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُبَيٍّ فَقَالَ قَدْ فَعَلُوهَا وَاللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ قَالَ عُمَرُ دَعْنِي أَضْرِبُ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ فَقَالَ دَعْهُ لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ

"Kami pernah menyertai Rasulullah dalam suatu peperangan. Tiba-tiba seorang sahabat dari kaum Muhajirin mendorong punggung seorang sahabat dari kaum Anshar. LaIu sahabat Anshar itu berseru; 'Hai orang-orang Anshar kemarilah! '

Kemudian sahabat Muhajirin itu berseru pula; 'Hai orang-orang Muhajirin, kemarilah! '

Mendengar seruan-seruan seperti itu, Rasulullah pun berkata:

'Mengapa kalian masih menggunakan cara-cara panggilan jahiliah? '

Para sahabat berkata; 'Ya Rasulullah, tadi ada seorang sahabat dari kaum Muhajirin mendorong punggung seorang sahabat dari kaum Anshar.'

Lalu Rasulullah bersabda: 'Tinggalkanlah panggilan dengan cara-cara jahiliah, karena yang demikian itu akan menimbulkan efek yang buruk.'

Ternyata peristiwa itu didengar oleh Abdullah bin Ubay, seorang tokoh munafik, dan berkata;

'Mereka benar-benar telah melakukannya? Sungguh apabila kita telah kembali ke Madinah, maka orang-orang yang lebih kuat akan dapat mengusir orang-orang yang lebih lemah di sana.'

Mendengar pernyataan itu, Umar berkata; 'Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk memenggal leher orang munafik ini.'

Rasulullah menjawab: 'Biarkan dan lepaskanlah ia! Supaya orang-orang tidak berkata bahwasanya Muhammad membunuh sahabatnya.'

[HR. Bukhori no. 3518 dan Muslim no. 2584].

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 8/128 berkata:

“Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban dan Abdullah ibnu Abu Bakar dan Asim ibnu Umar ibnu Qatadah dalam kisah Banil Mustaliq:

“Bahwa ketika Rasulullah . berada di tempat Banil Mustaliq, Jahjah ibnu Sa'id Al-Gifari seorang pekerja Umar ibnul Khattab berkelahi dengan Sinan ibnu Yazid, karena memperebutkan air".

Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban,:

“Bahwa keduanya berdesakan untuk memperebutkan air dari suatu mata air, lalu keduanya berkelahi. Akhirnya Sinan berkata: "Hai orang-orang Ansar," sedangkan Al-Jahjah berkata, "Hai orang-orang Muhajir."

Saat itu Zaid ibnu Arqam dan segolongan kaum Ansar berada bersama Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Ketika Abdullah ibnu Ubay mendengar hal tersebut, maka ia memberikan komentarnya:

“قَدْ ثاورُونا فِي بِلَادِنَا. وَاللَّهِ مَا مثلُنا وَجَلَابِيبُ قُرَيْشٍ هَذِهِ إِلَّا كَمَا قَالَ الْقَائِلُ: "سَمن كَلْبَكَ يَأْكُلْكَ". وَاللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ".

"Sesungguhnya mereka telah berani mengadakan pemberontakan di negeri kita. Demi Allah, perumpamaan kita dan sempalan orang-orang Quraisy ini (yakni Muhajirin) sama dengan peribahasa yang mengatakan 'gemukkanlah anjingmu, maka ia akan memakanmu'. Demi Allah, sungguh jika kita kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat benar-benar akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."

Kemudian dia menghadap kepada orang-orang yang ada di dekatnya dari kalangan kaumnya, lalu berkata kepada mereka:

“هَذَا مَا صَنَعْتُمْ بِأَنْفُسِكُمْ، أَحْلَلْتُمُوهُمْ بِلَادَكُمْ، وَقَاسَمْتُمُوهُمْ أَمْوَالَكُمْ، أَمَا وَاللَّهِ لَوْ كَفَفْتُمْ عَنْهُمْ لَتَحَوَّلُوا عَنْكُمْ فِي بِلَادِكُمْ إِلَى غَيْرِهَا".

"Inilah akibat dari perbuatan kalian, kalian telah mengizinkan mereka menempati negeri kalian, dan kalian telah merelakan harta kalian berbagi dengan mereka. Ingatlah, demi Allah, sekiranya kalian menghindari mereka, niscaya mereka akan berpindah dari kalian menuju ke negeri lain."

Kemudian perkataan Abdullah ibnu Ubay itu terdengar oleh Zaid ibnu Arqam r.a., maka ia melaporkannya kepada Rasulullah . yang pada saat itu Zaid ibnu Arqam masih berusia remaja. Ketika ia sampai kepada Rasulullah ., di sisi beliau terdapat Umar ibnul Khattab r.a., lalu ia menceritakan kepada beliau apa yang telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Ubay tadi.

Maka Umar r.a. berkata:

“يَا رَسُولَ اللَّهِ مُرْ عَبّاد بْنَ بشرْ فَلْيَضْرِبْ عُنُقَهُ ".

"Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepada Abbad ibnu Bisyar agar memenggal kepala Ibnu Salul."

Rasulullah . Menjawab: 

"فَكَيْفَ إِذَا تَحَدَّثَ النَّاسُ -يَا عُمَرُ-أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ؟ لَا وَلَكِنْ نَادِ يَا عُمَرُ فِي الرَّحِيلِ"

Hai Umar, bagaimanakah jawabanmu apabila orang-orang mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh temannya sendiri. Tidak, tetapi serukanlah, hai Umar, kepada orang-orang untuk segera berangkat (pulang).

Ketika hal itu sampai kepada Abdullah ibnu Ubay, maka ia mendatangi Rasulullah . dan meminta maaf kepadanya serta bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya, yakni tidak mengatakan seperti apa yang dilaporkan oleh Zaid ibnu Arqam. Sedangkan Abdullah ibnu Ubay adalah seorang lelaki yang mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan kaumnya, maka mereka mengatakan:

“يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَسَى أَنْ يَكُونَ هَذَا الْغُلَامُ أَوْهَمَ وَلَمْ يُثْبِتْ مَا قَالَ الرَّجُلُ".

"Wahai Rasulullah, barangkali anak remaja ini (yakni Zaid ibnu Arqam) hanya berilusi dan masih belum dapat menangkap pembicaraan yang dikatakan oleh seorang yang telah dewasa."

Tetapi Rasulullah . pergi di tengah hari, yaitu di saat yang pada kebiasaannya beliau tidak pernah memerintahkan untuk berangkat. Lalu Usaid ibnu Hudair r.a. datang menjumpai beliau . dan mengucapkan salam penghormatan kenabian kepada beliau .

Kemudian Usaid berkata:

وَاللَّهِ لَقَدْ رُحتَ فِي سَاعَةٍ مُنكَرَة مَا كُنْتَ تَرُوحُ فِيهَا

"Demi Allah, engkau memerintahkan berangkat di saat yang tidak disukai dan yang belum pernah* engkau lakukan sebelumnya."

Maka Rasulullah . bersabda: 

"أما بَلَغَكَ مَا قَالَ صَاحِبُكَ ابْنُ أُبَيٍّ؟. زَعَمَ أَنَّهُ إِذَا قَدِمَ الْمَدِينَةَ سَيُخْرِجُ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ".

“Tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh temanmu, Ibnu Ubay. Dia mengira bahwa apabila aku sampai di Madinah, maka orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya".

Usaid ibnu Hudair r.a. berkata:

فَأَنْتَ - يَا رَسُولَ اللَّهِ - العزيزُ وَهُوَ الذَّلِيلُ".

"Wahai Rasulullah, engkaulah orang yang kuat dan dia adalah orang yang hina (kalah)."

Kemudian Usaid berkata pula:

يَا رَسُولَ اللَّهِ ارْفُقْ بِهِ فَوَاللَّهِ لَقَدْ جَاءَ اللَّهُ بِكَ وَإِنَّا لَنَنْظِمُ لَهُ الخَرزَ لِنُتَوّجه، فَإِنَّهُ لَيَرَى أَنْ قَدِ استلبتَه مُلْكًا

"Wahai Rasulullah, kasihanilah dia. Demi Allah, sesungguhnya ketika Allah mendatangkan engkau, sesungguhnya kami benar-benar telah menguntai manikam guna memahkotai dia (menjadi pemimpin kami). Dan sesungguhnya dia memandang bahwa engkau telah merebut kerajaan itu dari tangannya".

Kemudian Rasulullah . membawa pasukan kaum muslim berjalan hingga petang hari dan dilanjutkan pada malam harinya hingga pada pagi hari dan matahari meninggi hingga panasnya mulai terasa. Setelah itu beliau . memerintahkan kepada pasukan kaum muslim untuk turun istirahat, guna mengalihkan perhatian mereka dari topik pembicaraan yang sedang menghangat di kalangan mereka.

Maka begitu orang-orang menyentuh tanah, mereka langsung tidur karena kecapaian, dan di tempat itulah diturunkan SURAT AL-MUNAFIQUN ".

Kemudian al-Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya 8/129:

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Yahya ibnu Abu Bukair. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq: bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Arqam. Dan Abu Bukair telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Arqam. Disebutkan:

“خَرَجْتُ مَعَ عَمِّي فِي غَزَاةٍ، فَسَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُبَيِّ بْنِ سَلُولٍ يَقُولُ لِأَصْحَابِهِ: لَا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ، وَلَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ. فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَمِّي فَذَكَرَهُ عَمِّي لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثْتُهُ فَأَرْسَلَ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ سَلُولٍ وَأَصْحَابِهِ فَحَلَفُوا مَا قَالُوا: فكَذبني رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وصَدَّقه، فَأَصَابَنِي هَمٌ لَمْ يُصِبْنِي مِثْلُهُ قَطُّ، وَجَلَسْتُ فِي الْبَيْتِ، فَقَالَ عَمِّي: مَا أَرَدْتَ إِلَّا أَنْ كَذَّبَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَقَتَكَ. قَالَ: حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ: {إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ} قَالَ: فَبَعَثَ إليَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ قَدْ صَدَّقَكَ".

"Bahwa aku (Zaid ibnu Arqam) berangkat bersama pamanku di suatu peperangan, lalu aku mendengar Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan kepada teman-temannya:

"Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah . Dan sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."

Kemudian aku ceritakan hal itu kepada pamanku, dan pamanku melaporkannya kepada Rasulullah . Maka Rasulullah . memanggilku dan aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Lalu Rasulullah . memanggil Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan teman-temannya, tetapi mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakannya.

Akhirnya Rasulullah . tidak mempercayaiku dan membenarkan Ibnu Ubay, maka hal itu merupakan suatu pukulan yang berat bagiku yang tidak pernah kualami sebelumnya, hingga aku terpaksa menetap di dalam rumah, dan pamanku berkata:

"Tiada yang engkau hasilkan selain dari ketidakpercayaan Rasulullah . kepadamu dan kemarahan beliau kepadamu."

Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 

{إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ}

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1) hingga akhir surat.

Lalu Rasulullah . memanggilku dan membacakan surat Al-Munafiqun kepadaku, kemudian beliau . bersabda: " Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu".

[HR. Ahmad 32/82 no. 19333.

Syu'aib al-Arna'uth berkata:

إسناده صحيح على شرط الشيخين

“Sanadnya Shahih Sesuai syarat Bukhori dan Muslim ". [Takhrij al-Musnad 32/82 no. 19333]

Dan itu dimasukkan oleh Abd bin Hamid (262) - dan dari jalurnya oleh Al-Tirmidzi (3312) - dan Al-Bukhari (4900), (4901) dan (4904), dan Al-Thabarani dalam "Al-Kabir" (5051), dan Al-Bayhaqi dalam “Al-Dala'il” 4/55 dari beberapa jalur dari Israel, dengan yang sama. At-Tirmidzi mengatakan: " Ini adalah hadits hasan shahih".

HADITS LARANGAN BERMANHAJ KHAWARIJ [MENENTANG PEMERINTAH YANG ADIL DAN MENGHALALKAN DARAH KAUM MUSLIMIN YANG TIDAK SEMANHAJ DENGAN MEREKA]

Hadits yang melarang seorang muslim bersikap dan mengambil tindakan yang mengandung unsur ketidaktaatan terhadap para Pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [afrika negro] yang cacat yang terpotong hidung, tangan dan kakinya; karena jika tidak taat padanya, maka akan menimbulkan gejolak, perpecahan, bahkan pertumpahan darah.

Badruddiin Al-'Ayni berkata:

“‌أول ‌بِدعَة ‌وَقعت ‌فِي ‌الْإِسْلَام ‌بِدعَة ‌الْخَوَارِج، ‌ثمَّ ‌كَانَ ‌ظُهُورهمْ ‌فِي ‌أَيَّام ‌عَليّ ‌بن ‌أبي ‌طَالب، رَضِي الله تَعَالَى عَنهُ، ثمَّ تشعبت مِنْهُم شعوب وقبائل وآراء وَأَهْوَاء وَنحل كَثِيرَة منتشرة، ثمَّ نبعت الْقَدَرِيَّة ثمَّ الْمُعْتَزلَة ثمَّ الْجَهْمِية وَغَيرهم من أهل الْبدع".

Bid'ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah bid'ah kaum Khawarij, kemudian kemunculan mereka pada zaman Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Kemudian cabang dari mereka ini muncul pula bangsa-bangsa, suku-suku, ideologi-ideologi, ambisi-ambisi, sekte-sekte yang banyak yang menyebar. Kemudian muncul Qodariyyah, lalu Mu'tazilah, lalu Jahmiyyah, dan ahli bid'ah lainya ". ['Umdatul Qoori' 18/139].

Ibnu Taimiyyah berkata:

“وَأَوَّلُ ‌بِدْعَةٍ ‌حَدَثَتْ ‌فِي ‌الْإِسْلَامِ ‌بِدْعَةُ ‌الْخَوَارِجِ ‌وَالشِّيعَةِ ‌حَدَثَتَا ‌فِي ‌أَثْنَاءِ ‌خِلَافَةِ ‌أَمِيرِ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ فَعَاقَبَ الطَّائِفَتَيْنِ. أَمَّا الْخَوَارِجُ فَقَاتَلُوهُ فَقَتَلَهُمْ وَأَمَّا الشِّيعَةُ فَحَرَّقَ غَالِيَتَهُمْ بِالنَّارِ وَطَلَبَ قَتْلَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ فَهَرَبَ مِنْهُ وَأَمَرَ بِجَلْدِ مَنْ يُفَضِّلُهُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ. وَرُوِيَ عَنْهُ مِنْ وُجُوهٍ كَثِيرَةٍ أَنَّهُ قَالَ: خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ، وَرَوَاهُ عَنْهُ الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ".

“Bid'ah pertama yang terjadi dalam Islam adalah bid'ah Khawarij dan Syi'ah, yang terjadi pada masa kekhalifahan Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, sehingga dia menghukum kedua kelompok tersebut.

Adapun Khawarij, mereka memeranginya, maka beliau membunuh mereka. Dan adapun terhadap Syiah, maka beliau membakar mereka yang mengkultuskan Ali dengan api, dan memerintahkan untuk membunuh Abdullah bin Saba, namun dia telah melarikan diri.

Dan dia memerintahkan untuk mencambuk siapa pun yang menganggap Ali lebih afdhol daripada Abu Bakar dan Umar. Dan ini telah diriwayatkan darinya dalam banyak jalur bahwa dia berkata: Yang terbaik dari umat ini setelah Nabi-Nya adalah Abu Bakar, kemudian Umar, dan al-Bukhari meriwayatkan dari Ali, dalam Shahihnya". [Majmu' al-Fatawa 3/279].

Bid'ah Khawarij inilah yang dimaksud dalam nasihat [مَوْعِظَة] Nabi yang membuat para sahabat yang mendengarnya meneteskan air mata, seakan-akan wasiat perpisahan. Yaitu bid'ah yang mengandung unsur ketidak taatan pada para khalifah dan Pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [negro] yang cacat yang terpotong hidung, tangan dan kakinya.

HADITS KE 1:

Dari 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

“صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا‏؟‏ قَالَ‏:‏ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ".

“Rasulullah shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati bergetar takut (wajilat minha al quluub).

Lalu seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?"

Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau mendengarkan, patuh dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi Mujadda' [yang cacat terpotong hidung, tangan dan kakinya].

Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham.

Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat".

(HR. Abu Dawud (4607), At Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126), Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir (263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi dalam Al Kubra (10/114).

HADITS KE 2:

Dari Syarik bin Syihab, dia berkata:


كنتُ أتمنَّى أنْ ألقى رَجُلًا مِن أصحابِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُحدِّثُني عن الخَوارجِ، فلَقيتُ أبا بَرْزةَ في يومِ عَرَفةَ في نَفَرٍ مِن أصحابِه فقُلتُ: يا أبا بَرْزةَ، حَدِّثْنا بشيءٍ سَمِعتَه مِن رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يقولُه في الخَوارجِ، فقال: أُحدِّثُكَ بما سَمِعَتْ أُذُنايَ، ورَأَتْ عَينايَ؛ أُتيَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بدَنانيرَ، فكان يَقسِمُها وعندَه رَجُلٌ أسوَدُ مَطمومُ الشَّعرِ عليه ثَوبانِ أبيَضانِ بيْنَ عَينَيْه أثرُ السُّجودِ، فتَعرَّضَ لرسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأتاه مِن قِبلِ وَجهِه فلمْ يُعطِه شيئًا، ثُمَّ أتاه مِن خَلْفِه فلمْ يُعطِه شيئًا، فقال: واللهِ يا محمَّدُ، ما عَدَلتَ منذ اليومَ في القِسمةِ! فغَضِبَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ غَضَبًا شَديدًا، ثُمَّ قال: واللهِ لا تَجِدونَ بَعدي أحَدًا أعدلَ عليكم منِّي، قالها ثلاثًا، ثُمَّ قال: يَخرُجُ مِن قِبلِ المَشرِقِ رِجالٌ، كأنَّ هذا منهم، هَديُهم هكذا؛ يَقرَؤونَ القُرآنَ لا يُجاوِزُ تَراقيَهم، يَمرُقونَ مِن الدِّينِ كما يَمرُقُ السَّهمُ مِن الرَّميَّةِ، لا يَرجِعونَ إليه، -ووَضَعَ يدَه على صَدرِه- سِيماهم التَّحْلِيقُ ، لا يَزالونَ يَخرُجونَ حتى يَخرُجَ آخِرُهم، فإذا رَأَيتُموهم فاقْتُلوهم، قالها ثلاثًا، شرُّ الخَلقِ والخَليقةِ، قالها ثلاثًا".

Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Rasulullah yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat pada hari ‘Arafah.

Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”.

Dia berkata: “Akan kuceritakan kepada kamu suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. 

Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang laki-laki berkulit hitam, rambutnya dicukur [gundul], mengenakan dua lembar kain berwarna putih dan diantara kedua matanya terdapat BEKAS SUJUD.

Dia mendatangi Rasulullah dari arah depan, tetapi Rasulullah tidak memberinya sesuatu pun, kemudian dia mendatanginya dari arah kanan, tetapi Rasulullah juga tidak memberikannya sesuatu pun, lalu dia mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah pun tidak memberikannya. 

Dia lantas berkata: “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah besar.

Beliau bersabda: “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali.

Kemudian beliau bersabda: “Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilannya. Seakan-akan orang ini bagian dari mereka. Mereka membaca al-Qur’an namun al-Qur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang buruannya, kemudian mereka tidak akan kembali kepada agama - dan beliau meletakkan tangannya di dadanya – ciri mereka GUNDUL. Mereka tidak akan berhenti keluar sampai yang terakhir keluar [yakni Dajjaal]. Jika kalian melihat mereka, maka kalian bunuhlah mereka - beliau mengatakannya tiga kali- mereka adalah seburuk-buruknya makhluk dan penciptaan - beliau mengatakannya tiga kali-".

[HR. Ahmad no. 19783 dan al-Haakim no. 2574. al-Hakim berkata:

“هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ".

"Ini hadits Shahih sesuai syarat Shahih Muslim, namun Bukhori dan Muslim tidak meriwayatkannya ".

Syu'aib al-Na'uth berkata:

“صحيح لغيره دون قوله:"حتى يخرج آخرهم ".

Shahih Lighoirihi tanpa kata: " Hingga keluar yang terakhir ".

HADITS KE 3:

Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata:

 بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ و، َهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ.

فَقَالَ: "وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ".

فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ.

فَقَالَ: دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ وَهُوَ قِدْحُهُ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ قَدْ سَبَقَ الْفَرْثَ وَالدَّمَ. آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ".

قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: " فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ ".

"Ketika kami sedang bersama Rasulullah yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata: "Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil".

Maka beliau berkata: "Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil".

Kemudian 'Umar berkata; "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!.

Beliau berkata: "Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalat kalian dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (Karena sangat cepatnya anak panah yang dilesakkan), maka ketika ditelitilah ujung panahnya maka tidak ditemukan suatu bekas apapun, lalu ditelitilah batang panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun lalu, ditelitilah bulu anak panahnya namun tidak ditemukan suatu apapun, rupanya anak panah itu sedemikian dini menembus kotoran dan darah.

Ciri-ciri mereka adalah adanya seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak.

Mereka akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan".

Abu Sa'id berkata: Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah dan aku bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi ". [HR. Bukhori no. 3610 dan Muslim no. 1064]

 

Posting Komentar

0 Komentar