Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN:
- KHAWARIJ ADALAH BID'AH PERTAMA YANG MUNCUL DALAM ISLAM.
- HUKUM WASHILAH SAMA DENGAN HUKUM MAKSUD DAN TUJUAN. DOSA MENGHILANGKAN NYAWA SEORANG MUSLIM ITU MEMBUAT KEKAL DI NERAKA
- DARAH DAN KEHORMATAN KAUM MULIMIN WAJIB DI JAGA.
- IBADAH KAUM KHAWARIJ LUAR BIASA, SESUAI DALIL, TAPI PERCUMA. MAKA JANGAN MUDAH TERPUKAU! LIHAT DULU EFEK NEGATIF MANHAJNYA!
- LANGKAH PREVENTIF [سَدُّ الذَّرِيْعَةِ] GUNA MELINDUNGI UMAT ISLAM DARI BAHAYA FAHAM KHAWARIJ, PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH.
- SLOGAN KAUM KHAWARIJ: "Tidak Ada Hukum Kecuali Hukum Allah".
- KEMUNCULAN KHAWARIJ BERAWAL DARI PEMAHAMAN DALIL YANG SALAH:
- DALIL KHAWARIJ YANG MEWAJIBKAN MEREKA MEMISAHKAN DIRI DARI KAUM MUSLIMIN:
- CARA KHAWARIJ BERDALIL ITU TERBALIK
- KAFIR DZIMMI BAGI KHAWARIJ LEBIH MULIA DARI PADA MUSLIM SELAINNYA
- DIALOG SEBELUM PERANG BERKECAMUK ANTARA JUBIR ALI (RA) DENGAN KHAWARIJ
- KISAH PEMBUNUHAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB (RA) OLEH KAUM KHAWRIJ
- KAUM KHAWARIJ AKAN SELALU ADA HINGGA MUNCUL DAJJAL.
- CIRI MANHAJ KAHWARIJ KONTEMPORER:
بسم الله الرحمن الرحيم
PENDAHULUAN:
Abu Barzah radhiyallahu 'anhu berkata:
أُتيَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بدَنانيرَ، فكان يَقسِمُها وعندَه رَجُلٌ أسوَدُ مَطمومُ الشَّعرِ عليه ثَوبانِ أبيَضانِ بيْنَ عَينَيْه أثرُ السُّجودِ، فتَعرَّضَ لرسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأتاه مِن قِبلِ وَجهِه فلمْ يُعطِه شيئًا، ثُمَّ أتاه مِن خَلْفِه فلمْ يُعطِه شيئًا، فقال: واللهِ يا محمَّدُ، ما عَدَلتَ منذ اليومَ في القِسمةِ! فغَضِبَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ غَضَبًا شَديدًا، ثُمَّ قال: واللهِ لا تَجِدونَ بَعدي أحَدًا أعدلَ عليكم منِّي، قالها ثلاثًا، ثُمَّ قال: يَخرُجُ مِن قِبلِ المَشرِقِ رِجالٌ، كأنَّ هذا منهم، هَديُهم هكذا؛ يَقرَؤونَ القُرآنَ لا يُجاوِزُ تَراقيَهم، يَمرُقونَ مِن الدِّينِ كما يَمرُقُ السَّهمُ مِن الرَّميَّةِ، لا يَرجِعونَ إليه، -ووَضَعَ يدَه على صَدرِه- سِيماهم التَّحْلِيقُ ، لا يَزالونَ يَخرُجونَ حتى يَخرُجَ آخِرُهم، فإذا رَأَيتُموهم فاقْتُلوهم، قالها ثلاثًا، شرُّ الخَلقِ والخَليقةِ، قالها ثلاثًا".
[Pada saat usai perang Hunain di Ja'ronah] sejumlah uang dinar didatangkan kepada Rasulullah SAW lalu beliau membagi-bagikannya. Ada seorang laki-laki berkulit hitam, rambutnya dicukur [gundul], mengenakan dua lembar kain berwarna putih dan di antara kedua matanya terdapat BEKAS SUJUD.
Dia mendatangi Rasulullah SAW dari arah depan, tetapi Rasulullah SAW tidak memberinya sesuatu pun, kemudian dia mendatanginya dari arah kanan, tetapi Rasulullah SAW juga tidak memberikannya sesuatu pun, lalu dia mendatanginya dari arah belakang, namun Rasulullah SAW pun tidak memberikannya.
Dia lantas berkata: “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi SAW marah besar.
Beliau bersabda: “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali.
Kemudian beliau bersabda:
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilannya. Seakan-akan orang ini bagian dari mereka. Mereka membaca al-Qur’an namun al-Qur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang buruannya, kemudian mereka tidak akan kembali kepada agama - dan beliau meletakkan tangannya di dadanya – ciri mereka GUNDUL.
Kelompok ini tidak akan berhenti keluar sampai yang terakhir keluar [yakni Dajjaal].
Jika kalian melihat mereka, maka kalian bunuhlah mereka - beliau mengatakannya tiga kali- mereka adalah seburuk-buruknya makhluk dan penciptaan - beliau mengatakannya tiga kali".
[HR. Ahmad no. 19783 dan al-Haakim no. 2574]
Al-Hakim berkata: "Ini hadits Shahih sesuai syarat Shahih Muslim, namun Bukhori dan Muslim tidak meriwayatkannya ".
Syu'aib al-Na'uth berkata: Shahih Lighoirihi tanpa kata: “Hingga keluar yang terakhir ".
Dalam Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu terdapat tambahan sabda Rosulullah SAW:
“آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ".
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: “فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ ".
“Ciri-ciri mereka adalah adanya seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zaman saat timbulnya perpecahan di antara umat Islam ".
Abu Sa'id berkata:
Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah (SAW) dan aku bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari pria tersebut [seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu lengan atasnya bagaikan payudara wanita]. Lalu orang itu diketemukan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi (SAW)". [HR. Bukhori no. 3610 dan Muslim no. 1064]
KHAWARIJ ADALAH BID'AH PERTAMA YANG MUNCUL DALAM ISLAM
"Al-Khawarij" adalah salah satu kata yang sering diucapkan belakangan ini, digunakan untuk menggambarkan beberapa golongan [firqoh] dan organisasi yang dianggap sesat, radikal, teroris, pemecah belah umat dan pengadu domba antara umat Islam dengan para penguasa muslim yang mereka anggap Thaghut. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang jelas tentang karakteristik Al-Khawarij sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis Nabawi, agar setiap kelompok ditempatkan sesuai dengan posisinya yang pantas, berdasarkan sejauh mana mereka mendekati ciri-ciri ini atau sejauh mana mereka menjauhinya.
Dalam hadis-hadis Nabawi, hanya Al-Khawarij yang diberikan peringatan khusus dan sejak dini oleh Nabi SAW dari berbagai macam firqoh yang akan muncul dalam umat ini.
Lebih dari dua puluh hadis yang shahih atau hasan diriwayatkan tentang mereka, ini disebabkan oleh bahaya serius yang mereka miliki terhadap umat ini, pengecohan ajaran mereka dan pengelabuan mereka terhadap umat. Karena penampilan mereka tampak shaleh, agamis dan beretika, ditambah lagi perkataan mereka yang memukau dikemas dengan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits yang berdasarkan pemahaman yang salah, tidak sesuai pemahaman para sahabat radhiyallahu 'anhum. Sementara dampak negatif faham mereka tidak terbatas pada pandangan dan pemikiran saja, akan tetapi juga pada perpecahan, permusuhan dan pertumpahan darah kaum muslimin.
Target dan sasaran utama mereka adalah umat Islam dengan hujjah bahwa umat Islam selain golongannya adalah sesat, bahkan kafir dan musyrik. Dengan demikian menurutnya wajib di tahdzir dan dilecehkan kehormatannya dengan cara mengghibahnya serta halal ditumpahkan darahnya.
Rosulullah SAW bersabda:
“يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".
"Mereka membunuh umat Islam, akan tetapi mereka membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bantai mereka sebagaimana kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Kaum Khawarij adalah sekte pertama yang menyimpang dan bid'ah pertama muncul dalam sejarah umat Islam.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وَكَانَتْ الْبِدَعُ الْأُولَى مِثْلَ بِدْعَةِ الْخَوَارِجِ إِنَّمَا هِيَ مِنْ سُوءِ فَهْمِ الْقُرْآنِ لَمْ يَقْصِدُوا مُعَارَضَتَهُ، لَكِنْ فَهِمُوا مِنْهُ مَا لَمْ يَدُلُّ عَلَيْهِ.
"Bid'ah pertama muncul adalah semisal bid'ah kaum Khawarij, awal munculnya berasal dari kesalahpahaman terhadap Al-Qur'an. Mereka tidak bermaksud untuk mengingkarinya, akan tetapi mereka memahami darinya tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh al-Quran". [Majmu' al-Fataawaa: 13/30].
Ibnu Qayim rahimahullah berkata:
وَالَّذِي صَحَّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِمَّهُمْ مِنْ طَوَائِفِ أَهْلِ الْبِدَعِ: هُمُ الْخَوَارِجُ، فَإِنَّهُ قَدْ ثُبِتَ فِيهِمُ الْحَدِيثُ مِنْ وُجُوهِ كُلِّهَا صَحِيحٍ؛ لِأَنَّ مَقَالَتَهُمْ حَدَثَتْ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَلِمَةُ رَئِيسِهِمْ.
“Kelompok ahli bid’ah yang dikecam Nabi (SAW) berdasarkan riwayat shahih adalah kaum khawarij. Terdapat hadits tentang mereka yang datang dari berbagai jalur riwayat, dan semuanya shahih ; Karena ucapan-ucapan mereka terjadi pada zaman Nabi (SAW), dan begitu pula ucapan pemimpin mereka." (Tahdzib Sunan Abu Daud, dengan hamisy ‘Ma’alim Sunan, 7/61)
Kaidah Atau Batasan Untuk Mengetahui Sesorang itu Khawarij adalah sbb:
إِذَا أَظْهَرَ الْقَوْلَ بِالْخُرُوجِ عَلَى وُلاَةِ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ كَفَّرَ لِمُسْلِمِينَ بِالْكَبَائِرِ أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَ الْخَوَارِجِ وَاِسْتَحَلَّ الدِّمَاءَ بِاسْمِ الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَإِنْكَارَ الْمُنْكَرِ فَتِلْكَ هِيَ الضُّوَابِطُ الَّتِي يُعْرَفُ بِهَا الْخَوَارِجُ.
“Jika terang-terangan mengikrarkan kata keluar dari ketaataan terhadap pemerintah yang mengayomi urusan umat Islam, atau mengkafirkan umat Islam hanya karena melakukan dosa besar, atau membenarkan doktrin atau madzhab Khawarij dan menghalalkan pertumpahan darah dengan mengatas namakan jihad di jalan Allah dan nahyi munkar, maka inilah batasan-batasan untuk mengetahui kaum Khawarij.”
Bid'ah Khawarij ini adalah bid'ah yang diisyaratkan dalam hadits 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
“صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ قَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ".
“Rasulullah SAW shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati bergetar takut (wajilat minha al quluub).
Lalu seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?"
Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau mendengarkan, patuh dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi Mujadda' [yang cacat terpotong hidung, tangan dan kakinya].
Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham.
Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat".
(HR. Abu Dawud (4607), At Tirmidzi (2676), Ibnu Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126), Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir (263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi dalam Al Kubra (10/114).
FIQH HADITS: Nabi SAW memerintahkan umat nya agar taat terhadap pemerintah atau pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba habasyah [afrika negro] yang cacat terpotong hidung, tangan dan kakinya. Artinya: beliau SAW melarang umatnya bersikap dan melakukan tindakan yang mengandung unsur ketidaktaatan terhadap pemerintah atau penguasa ; karena jika tidak taat padanya, maka itu adalah wasiilah yang mengantarkan pada timbulnya gejolak, fitnah, perpecahan umat, bahkan pertumpahan darah.
HUKUM WASHILAH SAMA DENGAN HUKUM MAKSUD DAN TUJUAN. DOSA MENGHILANGKAN NYAWA SEORANG MUSLIM MEMBUAT KEKAL DI NERAKA
Dalam sebuah qaidah tentang hukum wasilah dan sarana di katakan:
الوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ المَقَاصِدِ
"Semua wasilah [sarana] baginya berlaku semua hukum yang dimaksud".
Manhaj khawarij adalah manhaj pemecah belah dan manhja yang menghalalkan darah kaum muslimin yang bukan golongannya. Dengan demikian manhaj Kahwarij adalah wasilah atau pengantar pada permusushan dan pertumpahan darah kaum muslimnin.
Maka kepada para da'i harus betul-betul bijak dan penuh hikmah dalam berdakwah dan menyampaikan materi, jangan sampai isi materi dakwahnya sarat dengan wasilah permusuhan yang mengantarkan pada pertumpahan darah.
Sementara dosa menumpahkan darah satu muslim saja membuat pembununya kekal dalam api neraka, jika Allah tidak mengampuninya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya". [QS. An-Nisaa: 93]
Dan Allah SWT berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya". [QS. al-Maidah: 32]
Dan hukuman atas pembunuhan biasa yang disengaja di dunia adalah qishash [penggal leher] jika keluarga kobannya tidak memaafkannya. Allah SWT berfirman:
{ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ }
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh". [QS. al-Baqarah: 178].
Ayat diatas berkaitan dengan pembunuhan biasa yang di sengaja. Lain lagi dengan kaum pemberontak, pembuat kerusakan dan penumpah darah kaum muslimin, maka Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau diasingkan dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, QS Al Maidah ayat 33
Sebab turun ayat ini: Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa;
أَنَّ رَهْطًا مِنْ عُكْلٍ [وعُرَيْنَة] ثَمَانِيَةً قَدِمُوا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْغِنَا رِسْلًا قَالَ مَا أَجِدُ لَكُمْ إِلَّا أَنْ تَلْحَقُوا بِالذَّوْدِ فَانْطَلَقُوا فَشَرِبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا حَتَّى صَحُّوا وَسَمِنُوا وَقَتَلُوا الرَّاعِيَ وَاسْتَاقُوا الذَّوْدَ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ فَأَتَى الصَّرِيخُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ الطَّلَبَ فَمَا تَرَجَّلَ النَّهَارُ حَتَّى أُتِيَ بِهِمْ فَقَطَّعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ ثُمَّ أَمَرَ بِمَسَامِيرَ فَأُحْمِيَتْ فَكَحَلَهُمْ بِهَا وَطَرَحَهُمْ بِالْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَمَا يُسْقَوْنَ حَتَّى مَاتُوا قَالَ أَبُو قِلَابَةَ قَتَلُوا وَسَرَقُوا وَحَارَبُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَعَوْا فِي الْأَرْضِ فَسَادًا
Ada rambongan pasukan berjumlah sekitar delapan orang dari ‘Ukl (dan Uroinah) yang menghadap Nabi SAW lalu mereka terkena penyakit yang sedang mewabah di Madinah.
Mereka berkata: "Wahai Rasulullah, bantulah kami untuk mendapatkan susu unta".
Beliau berkata: "Aku tidak dapat membantu kalian kecuali jika kalian memberikan sekitar tiga sampai sepuluh ekor unta".
Maka mereka berangkat mencarinya lalu mereka meminum air seni unta-unta itu dan susunya hingga mereka menjadi sehat dan menjadi gemuk-gemuk, Kemudian mereka membunuh pengembala unta itu dan mencuri unta-unta tadi serta mereka kembali menjadi kafir setelah Islam.
Maka Beliau mengutus orang untuk mencari mereka dan akhirnya sebelum matahari meninggi pada siang hari itu mereka didatangkan. Maka tangan-tangan dan kaki-kaki mereka dipotong lalu Beliau memerintahkan untuk membawa paku yang dipanaskan lalu mereka dipaku dengannya dan dijemur dibawah panas terik hingga mereka meminta minum namun tidak diberi hingga mereka mati.
Abu Qilabah berkata: "Mereka telah membunuh dan mencuri serta memerangi Allah dan Rosul-Nya SAW dan telah berbuat kerusakan di muka bumi". (HR. al-Bukhori dalam Shahihnya no. 2795).
Dengan dasar hadits Anas inilah al-Hajjaj bin Yusuf at-Tsaqofi menghukum mati dengan cara memutilasi dan mansalib seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Zubair bin Awaam, putra Zubair bin Awaam dari Istrinya Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiiq. Beliau oleh al-Hajjaaj di potong-potong tangan dan kakinya secara menyilang kemudian di salib diatas pohon kurman di Makkah.
Oleh sebab itu, al-Hasan al-Bashri menegur dan mengingkari Anas bin Malik ketika beliau menyampaikan hadits Nabi SAW tentang kisah Uroniyyin ini kepada al-Hajjaj bin Yusuf at-Tsaqofi.
Al-Hasan al-Bashri menegur Anas bin Malik dengan mengatakan: “Kenapa kau ceritakan hadits ini kepada al-Hajjaaj???”. Padahal Al-Hasan al-Bashri ini seorang Tabi’ii, tapi beliau menegur seorang sahabat, yaitu Anas bin Malik RA. Anas pun menyesalinya.
(Baca: الضوابط الشرعية لموقف المسلم في الفتن dari muhaadhoroh Sholeh bin Abdul Aziiz Aali Asy-Syeikh hal. 40).
DARAH DAN KEHORMATAN KAUM MULIMIN WAJIB DI JAGA
Nabi SAW mengharamkan umatnya merusak dan menginjak-injak kehormatan serta nama baik seorang muslim, apalagi menumpahkan darahnya.
Nabi SAW pernah berkhutbah pada hari Nahr saat haji Wada', yang di antara isinya adalah:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فَأَعَادَهَا مِرَارًا ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ – قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ – فَلْيُبْلِغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ، لاَ تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.
“Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, adalah haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang.
Lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: “Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini.
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh wasiat tersebut adalah wasiat untuk ummat beliau”.
Nabi bersabda: “Maka hendaknya yang hari ini menyaksikan dapat menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, sehingga kalian satu sama lai saling membunuh”. (HR. Al Bukhari).
Janganlah mendustakan ayat-ayat Allah SWT dan sabda-sabda Nabi-Nya dengan menghalalkan ghibah, Tajassus, melecehkan, menyudutkan dan melempar gelar busuk pada sesama kaum mulimin yang dikemas dengan kemasan Tahdzir dan Nahyi Munkar demi untuk melaris-maniskan pendapat-nya.
Allah SWT berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) }
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan).
Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan)
Dan janganlah kalian saling mencela. Dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman; dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itu orang-orang yang zalim. [QS. Al-Hujurat: 11]
Lalu pada ayat berikutnya Allah SWT brfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuroot: 12]
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/377 berkata:
“يَقُولُ تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التُّهْمَةُ وَالتَّخَوُّنُ لِلْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا، فَلْيُجْتَنَبْ كَثِيرٌ مِنْهُ احْتِيَاطًا ".
"Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentive".
Ghibah tetap haram, baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
" قلتُ للنَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ: حسبُكَ مِن صفيَّةَ كذا وَكَذا. قالَ: غيرُ مسدَّدٍ ، تَعني قصيرةً ، فقالَ: لقد قُلتِ كلمةً لو مُزِجَت بماءِ البحرِ لمزجَتْهُ. قالَت: وحَكَيتُ لَهُ إنسانًا. فقالَ: ما أحبُّ أنِّي حَكَيتُ إنسانًا وأنَّ لي كذا وَكَذا".
Aku berkata kepada Nabi SAW: “Cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian.”
Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa Shafiyah itu orangnya pendek.
Maka Nabi SAW bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya”.
[HR. Abu Dawud (4875) dan Tirmidzi no. 2502. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Dawud].
Dalam ayat dan hadits diatas Allah SWT dan Rasul-Nya mengharamkan ghibah [menggunjing]; karena hal ini sangat berkaitan erat dengan harga diri, kehormatan dan nama baik masing-masing individu manusia.
Dan kebanyakan manusia yang memiliki harga diri, mereka siap untuk mempertarukan nyawanya demi untuk menjaga nama baik dan kehormatannya. Maka dengan demikian perbuatan mengugunjing itu termasuk wasilah yang menimbulkan permusuhan dan pertumpahan darah.
Sementara menjaga nyawa merupakan darurat urutan kedua dari lima darurat yang wajib dijaga. Urutan nomer satunya adalah darurat menjaga agama.
Oleh sebab itu Nabi SAW melarang membunuh musuh kafir dalam medan pertempuran ketika musuh tersebut mengucapkan "La ilaaha illallah", meskipun nampaknya dan alibinya hanya berpura-pura karena takut pedang. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:
Dari Abu Ma'bad yaitu al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
“قُلْتُ لِرَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وسلَّم: أَرَأَيْتَ إِنْ لَقِيتُ رَجُلًا مِنْ الْكُفَّارِ فَاقْتَتَلْنَا فَضَرَبَ إِحْدَى يَدَيَّ بِالسَّيْفِ فَقَطَعَهَا ثُمَّ لَاذَ مِنِّي بِشَجَرَةٍ فَقَالَ أَسْلَمْتُ لِلَّهِ أَأَقْتُلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَعْدَ أَنْ قَالَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقْتُلْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ قَطَعَ إِحْدَى يَدَيَّ ثُمَّ قَالَ ذَلِكَ بَعْدَ مَا قَطَعَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقْتُلْهُ فَإِنْ قَتَلْتَهُ فَإِنَّهُ بِمَنْزِلَتِكَ قَبْلَ أَنْ تَقْتُلَهُ وَإِنَّكَ بِمَنْزِلَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ كَلِمَتَهُ الَّتِي قَالَ ".
"Saya berkata kepada Rasulullah SAW: “Bagaimanakah pendapat Engkau, jikalau saya bertemu seorang dari golongan kaum kafir, kemudian kita BERPERANG, lalu ia memukul salah satu dari kedua tanganku dengan pedang dan terus memutuskannya. Selanjutnya ia bersembunyi daripadaku di balik sebuah pohon, lalu ia mengucapkan: "Saya masuk Agama Islam karena Allah," apakah orang yang sedemikian itu boleh saya bunuh, ya Rasulullah sesudah ia mengucapkan kata-kata seperti tadi itu?"
Beliau SAW menjawab: "Jangan engkau membunuhnya."
Saya berkata lagi: "Ia sudah menebas salah satu dari kedua tanganku, kemudian dia mengucapkan nya itu setelah menebasnya."
Rasulullah SAW bersabda lagi: "Janganlah kamu membunuhnya, jika kamu tetap membunuhnya, berarti dia berada di posisimu ketika kamu belum membunuhnya, sedang kamu berada diposisi dia ketika sebelum ia mengucapkannya.
(Muttafaq 'alaih. Shahih Bukhori no. 3715, 4019 dan Shahih Muslim no. 95)
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الحُرَقَةِ مِنْ جُهَيْنَةَ، قَالَ: فَصَبَّحْنَا القَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ، قَالَ: وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ، قَالَ: فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، قَالَ: فَكَفَّ عَنْهُ الأَنْصَارِيُّ، فَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ، قَالَ: فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَقَالَ لِي: «يَا أُسَامَةُ، أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا، قَالَ: «أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ، حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ اليَوْمِ
"Rasulullah SAW mengirim kami dalam sebuah pasukan ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, maka kami dipagi hari menyerang mereka, dan kami berhasil mengalahkan mereka.
Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar mengejar seorang lelaki dari golongan mereka -musuh. Setelah kami mengepungnya, maka ia lalu mengucapkan: “La ilaha illallah".
Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya.
Setelah kami datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi SAW, kemudian beliau bertanya padaku: "Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?"
Saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu."
Beliau SAW bersabda lagi: "Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?"
Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi SAW, sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku."
(Muttafaq 'alaih. Shahih Bukhori no. 6872 dan Shahih Muslim no. 96)
Nyawa adalah amanah dari Allah pada masing-masing individu manusia, maka Allah SWT melarang tindakan bunuh diri meskipun dalam keadaan terluka saat jihad fii sabilillah.
Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad As-Saidi RA.
أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ التَقَى هو والمُشْرِكُونَ، فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا مَالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إلى عَسْكَرِهِ، ومَالَ الآخَرُونَ إلى عَسْكَرِهِمْ، وفي أَصْحَابِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ رَجُلٌ لا يَدَعُ لهمْ شَاذَّةً ولَا فَاذَّةً، إلَّا اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بسَيْفِهِ، فَقالَ: ما أَجْزَأَ مِنَّا اليومَ أَحَدٌ كما أَجْزَأَ فُلَانٌ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أَمَا إنَّه مِن أَهْلِ النَّارِ. فَقالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ، قالَ: فَخَرَجَ معهُ؛ كُلَّما وقَفَ وقَفَ معهُ، وإذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ معهُ، قالَ: فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بالأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ علَى سَيْفِهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَقالَ: أَشْهَدُ أنَّكَ رَسولُ اللَّهِ. قالَ: وما ذَاكَ؟ قالَ: الرَّجُلُ الذي ذَكَرْتَ آنِفًا أنَّهُ مِن أَهْلِ النَّارِ، فأعْظَمَ النَّاسُ ذلكَ، فَقُلتُ: أَنَا لَكُمْ به، فَخَرَجْتُ في طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ المَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ في الأرْضِ، وذُبَابَهُ بيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عليه فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عِنْدَ ذلكَ: إنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الجَنَّةِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ النَّارِ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ -فِيما يَبْدُو لِلنَّاسِ- وهو مِن أَهْلِ الجَنَّةِ.
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW bertemu dengan orang-orang musyrik, lalu mereka pun berperang.
Maka ketika beliau kembali ke pasukannya dan mereka juga orang-orang musyrik kembali ke pasukannya, ada di antara pasukan Rasulullah SAW seorang laki-laki yang saat bertempur dia tidak membiarkan musuh, baik yang bergerombol maupun yang sendirian, kecuali ia mengejarnya untuk ditebas dengan pedangnya, maka mereka para sahabat berkata:
“Tidak ada seorang pun dari kita yang sehebat si fulan pada hari ini”.
Rasulullah SAW berkata, “Adapun ia termasuk ahli neraka.”
Lalu seseorang berkata: ‘Aku akan selalu menemaninya.’ (Yakni mengawasi orang tsb. Pen)
Kemudian orang tersebut pun keluar bersama si fulan itu, setiap kali si fulan berhenti ia pun berhenti bersamanya. Apabila si fulan bergerak cepat, ia pun bergerak cepat bersamanya. Kemudian si fulan terluka dengan luka yang sangat parah. Ia pun ingin segera mati, maka ia meletakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya, kemudian ia menekannya ke dirinya sehingga ia membunuh dirinya sendiri.
Lalu orang yang menemaninya tersebut pergi menemui Rasulullah SAW, ia kemudian berkata:
“Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah”.
‘Beliau bersabda, ‘Ada apa denganmu?’
Orang tersebut menjawab: ‘Laki-laki yang engkau sebutkan bahwasanya ia dari ahli neraka “.
Lalu orang-orang menganggap berita ini masalah yang besar.
‘Aku (Sahal bin Sa’ad) berkata: “aku menjadi jaminannya untuk kalian untuk membuktikannya”.
Aku pun kemudian pergi untuk mencari si fulan tersebut. Ternyata benar si fulan itu terluka parah, lalu ia ingin segera mati, maka ia letakkan mata pedangnya di tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya. Lalu ia tekankan ke dirinya sehingga ia MEMBUNUH DIRINYA SENDIRI”.
Kemudian Rasulullah bersabda ketika itu: “Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan perbuatan ahli surga yang tampak pada pandangan manusia, padahal ia sebenarnya adalah ahli neraka. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan perbuatan ahli neraka yang tampak di pandangan manusia, padahal ia termasuk ahli surga". (HR. Bukhory No. 2898).
IBADAH KAUM KHAWARIJ LUAR BIASA, SESUAI DALIL, TAPI PERCUMA. MAKA JANGAN MUDAH TERPUKAU! LIHAT DULU EFEK NEGATIF MANHAJNYA!
Rosulullah (SAW) menggambarkan semangat dan ketekunan kaum khawarij dalam ibadah dengan kata-kata yang simple. Beliau SAW tidak menyalahkan cara ibadah mereka, akan tetapi beliau SAW menyalahkan dampak negatif manhajnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim (1066):
Dari Zaid bin Wahb Al-Juhany: Ketika dia bersama pasukan Ali (ra) yang berangkat untuk memerangi Khawarij. Maka Ali (ra) berkata: “Wahai manusia, aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda:
(يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ ، لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ)
“Akan datang satu kaum dari umatku, mereka membaca Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Quran dan mengira bahwa itu dalil membenarkan mereka padahal itu dalil menyalahkan mereka. Shalat mereka tidak melewati kerongkongannya, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari binatang buruannya.”
Begitu pula gambaran yang digambarkan oleh Ibnu Abbas tentang mereka. Dia pernah mendatangi kaum Khawarij dan sempat berdebat dengan mereka dengan sebuah perdebatan yang masyhur dalam sejarah. Setelah Ibnu Abbas kembali maka dia bercerita. di antaranya dia bercerita:
فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا ثِفَنُ الْإِبِلِ [أيْ غَلِيْظَة]، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُودِ
Lalu aku pun masuk ke tengah-tengah kaum yang aku tidak pernah melihat orang yang puncak semangat dan kesungguhan dalam ibadahnya yang melebihi mereka, tangan-tangan mereka seperti lutut unta (kasar), dan wajah-wajah mereka terdapat tanda-tanda BEKAS SUJUD.
[Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 10/157 no. 18678 dan Baihaqi dalam al-Kubra 8/179]. Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ 6/239:
“رواه الطبراني وأحمد ببعضه ورجالهما رجال الصحيح ".
“Diriwayatkan oleh Al-Tabarani dan Ahmad dengan sebagiannya, dan perawi mereka adalah para perawi kitab Ash-Shahih".
Lihat pula: Fathul Baari 12/289, al-Bahr al-Muhith ats-Tsajjaaj 20/228 dan Masyaariqul Anwaar al-Wahhaajah 3/492.
Dan dari Jundub radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
“لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ الْقَوْمِ، وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ".
Ketika kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka beliau pergi mengejar mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di tempat pasukan kaum Khawarij, tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti suara dengung lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan mereka kasar seperti dengkul unta dan memakai baju burnus (baju luar panjang bertutup kepala). [Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451]
YAKNI: mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, mereka mengira bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah murni untuk beribadah, menghabiskan waktunya dan mengorbankan segalanya untuk Allah, karena begitu besar semangatnya dalam beribadah, terutama ibadah shalat dan banyak bersujud sehingga membuat telapak tangan dan lututnya menjadi kasar seperti dengkul unta.
Dan tanpa mereka sadari bahwa doktrin-doktrin mereka membawa kehancuran pada umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khsususnya. Jadi, kaum Khawarij ini menggabungkan antara kebaikan lahiriah dan kerusakan batiniyiah.
Kebaikan yang nampak dalam ibadah yakni dalam hal apa yang ada antara dia dan Allah. Adapun apa yang ada di antara dia dan manusia adalah membuat kehancuran.
Dan apa yang ada antara dia dan Allah adalah 'aqidah ghuluww [keyakinan ekstrem], meskipun ada unsur ibadah di dalamnya, namun itu ghuluww [berlebihan].
Itulah sebabnya Rasulullah (SAW) berkata tentang mereka: Mereka adalah makhluk yang paling buruk.
Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"وَلِهَذَا يَحْتَاجُ الْمُتَدَيِّنُ الْمُتَوَرِّعُ إلَى عِلْمٍ كَثِيرٍ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْفِقْهِ فِي الدِّينِ وَإِلَّا فَقَدَ يُفْسِدُ تَوَرُّعُهُ الْفَاسِدَ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُهُ كَمَا فَعَلَهُ الْكُفَّارُ وَأَهْلُ الْبِدَعِ مِنْ الْخَوَارِجِ وَالرَّوَافِضِ وَغَيْرِهِمْ".
“Untuk itu, bagi orang yang bertaqwa [Waroo'] perlu memiliki banyak pengetahuan tentang Kitab, Sunnah, dan fikih dalam agama. Jika tidak, maka keshalehannya yang rusak dapat merusak lebih parah dari pada yang memperbaikinya, seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan para ahli bid'ah dari Khawarij, Rawafidh dan lainnya. [Majmu al-Fataawaa 20/141-142]
LANGKAH PREVENTIF [سَدُّ الذَّرِيْعَةِ] GUNA MELINDUNGI UMAT ISLAM DARI BAHAYA FAHAM KHAWARIJ, PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH
LANGKAH PERTAMA: MEMERANGI FAHAM KHAWARIJ DAN PENGANUTNYA.
Manhaj khawarij ini manhaj pemecah belah persatuan umat dan penumpah darah kaum mulimin. Dan perpecahan itu akan membuat umat Islam menjadi lemah dimata musuh-musuhnya sehingga kalimat Allah menjadi rendah di bawah kalimat orang kafir.
Oleh karena umat Islam diwajibkan memerangi faham khawarij dengan cara menjelaskan pada umat tentang kesesatan dan bahayanya faham Khwarij, terutama kepada orang-orang yang sudah terjerumus masuk menjadi pengikut sekte khawaarij.
Adapun terhadap para pengikut faham Khawarij dan yang mirip denganya, maka sebaiknya bekerja sama dengan penguasa muslim untuk mendakwahi nya dan meluruskan faham tersebut.
Jika dengan cara mendakwahinya tetap tidak berhasil, maka sebaiknya pemerintah mengambil sikap tegas terhadapnya. Meskipun para pengikutnya ini nampak rajin ibadah, hingga ibadahnya itu mengalahkan ibadah seluruh umat Islam, bahkan mengalahkan ibadah seluruh Sahabat Nabi SAW. Dan meskipun mereka rajin baca al-Qur'an hingga bibirnya basah. Dan meskipun rajin shalat, ruku' dan sujud, hingga jidatnya hitam, serta telapak tangannya, kakinya dan dengkulnya menjadi tebal dan kasar karena kapalan.
Dan meskipun mereka mengklaim bahwa manhaj-nya: "Tidak Ada Hukum, Kecuali Hukum Allah ". [Yakni al-Qur'an, karena pada masa dahulu belum ada kitab-kitab hadits].
Berikut ini di antara hadits-hadits perintah memerangi orang-orang yang bermanhaj khawarij dan yabg semisalnya:
Dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma Bahwa Rasulullah (SAW) merintahkan agar umatnya memerangi kelompok bermanhaj semisal tersebut, beliau bersabda:
«سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي اخْتِلَافٌ وَفُرْقَةٌ، قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ... هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ، طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ، يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ»
"Akan terjadi perbedaan dan perpecahan di antara umatku, ada sebagian kaum yang memperbagus dalam berbicara namun buruk dalam perbuatan... Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan ciptaan.
Maka beruntunglah orang yang bisa membunuh mereka atau mereka membunuhnya. Mereka mengajak kepada Al-Qur'an, tetapi yang mereka amalkan itu sama sekali bukan dari al-Qur'an. Siapa memerangi mereka, maka ia lebih mulia di sisi Allah."
[HR. Abu Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Dalam lafadz lain dari Abu Sa'id Al-Khudri (ra) bahwa Rasulullah SAW bersabda:
«يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يُحْسِنُونَ الْقَوْلَ، وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ، فَمَنْ لَقِيَهُمْ فَلْيُقَاتِلْهُمْ، فَمَنْ قَتَلَهُمْ فَلَهُ أَفْضَلُ الْأَجْرِ، وَمَنْ قَتَلُوهُ فَلَهُ أَفْضَلُ الشَّهَادَةِ، هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ، بَرِيءٌ اللَّهُ مِنْهُمْ، يَقْتُلُهُمْ أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ»
“Mereka rajin membaca Al-Quran, namun bacaan mereka tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka pandai memperbagus perkataannya, namun perbuatan mereka buruk.
Maka siapa saja yang menjumpai mereka, hendaklah dia memerangi mereka. Dan siapa yang membunuh mereka, maka dia akan mendapatkan pahala yang terbaik. Dan siapa yang dibunuh oleh mereka, maka dia akan mendapatkan mati syahid yang terbaik.
Mereka adalah seburuk-seburuk makluk di muka bumi. Allah terbebas dari [manhaj] mereka. Orang yang membunuh mereka adalah salah satu dari dua golongan yang lebih dekat dengan kebenaran ".
(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/167, no. 2659 dan Abu Daud no. 4667).
Dan al-Hakim berkata: "Hadits ini shahih, dan keduanya [Bukhori dan Muslim] tidak mengeluarkannya dengan sanad ini". Dan di setujui oleh Adz-Dzahabi. Dan di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud.
Begitu pula dalam hadits Ali bin Abu Tholib radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Apabila aku menceritakan suatu hadits dari Rasulullah SAW, maka demi Allah, lebih baik aku terjatuh dari langit daripada aku berdusta atas namanya. Karena itu, apabila aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang terjadi antara aku dan kalian, karena sesungguhnya perang adalah tipu daya. Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ حُدَّاثُ اْلاَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلاَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ اِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَاَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ، فَاِنَّ فِيْ قَتْلِهِمْ اَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Di akhir jaman nanti akan muncul suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan akal merekapun masih bodoh. Mereka mengatakan (yang kelihatannya) dari sebaik-baik perkataan manusia, (namun yang benar sebaliknya), iman mereka tidak sampai melewati kerongkongan. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah dicabut dari buruannya.
Maka dimanapun kalian menemui mereka, bunuhlah, karena barangsiapa yang membunuh mereka akan mendapat pahala bagi pelakunya pada hari qiyamat”. [HR.Bukhari 8/52 dan Muslim no. 154]
Dan dari Abu Said al-Khudri dalam riwayat lain bahwa Nabi SAW bersabda:
إنَّه سَيَخْرُجُ مِن ضِئْضِئِ هذا قَوْمٌ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ لَيِّنًا رَطْبًا... لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ ثَمُودَ.
Sesungguhnya akan muncul dari orang ini, suatu kaum yang membaca Kitab Allah dengan lembut hingga basah bibirnya. 'Jika saya menemui mereka, saya akan membunuh mereka seperti pembunuhan kaum Tsamud.' [HR. Bukhori no. 7432 dan Muslim no. 1064]
Dan dalam riwayat lain:
“إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".
"Sesungguhnya dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
UJI NYALI:
Uji nyali antara Abu Bukar, Umar dan Ali diperintah untuk membunuh seorang Khawarij yang sedang shalat. Namun sebenarnya Rasulullah SAW sudah diberi tahu oleh Allah bahwa Abu Bakar dan Umar tidak akan tega membunuhnya. Adapun Ali bin Abi Thalib siap membunuhnya namun dia tidak menemukannya untuk saat itu, akan tetapi nanti.
Ada sebuah riwayat disebutkan oleh al-Mawardi:
أَنَّ رَجُلًا مَرَّ بِرَسُولِ اللَّهِ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} فَقَالَ: اعْدِلْ يَا مُحَمَّدُ فَإِنَّكَ لَمْ تَعْدِلْ ، فَقَالَ: “إِذَا لَمْ أَعْدِلْ أَنَا فَمَنْ يَعْدِلُ ؟ وَبَعَثَ أَبَا بَكْرٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَرَاءَهُ لِيَقْتُلَهُ ، فَوَجَدَهُ يُصَلِّي فَرَجَعَ ، وَقَالَ: مَا قَتَلْتُهُ لِأَنِّي رَأَيْتُهُ يُصَلِّي وَقَدْ نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ ، فَبَعَثَ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَرَاءَهُ لِيَقْتُلَهُ ، فَرَجَعَ كَذَلِكَ ، فَبَعَثَ بِعَلِيٍّ وَرَاءَهُ وَقَالَ: إِنَّكَ لَنْ تُدْرِكَهُ.فَذَهَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَلَمْ يَجِدْهُ"
Bahwa seorang laki-laki melewati Rasulullah (SAW) dan berkata: "Berlaku adil, wahai Muhammad, karena engkau tidak berlaku adil."
Rasulullah (SAW) menjawab, "Jika saya tidak berlaku adil, maka siapa yang akan berlaku adil?".
Kemudian Rasulullah (SAW) mengutus Abu Bakar (ra) untuk mengejar laki-laki tersebut dan membunuhnya. Namun, ketika Abu Bakar (ra) menemukannya, dia dalam keadaan sedang shalat, dia membatalkan niatnya. Abu Bakar (ra) berkata: "Aku tidak membunuhnya karena aku melihatnya sedang shalat, dan aku dilarang membunuh orang yang sedang shalat."
Kemudian Umar (ra) diutus untuk mengejar laki-laki tersebut untuk membunuhnya, namun dia juga mengalami hal yang sama.
Kemudian Ali (ra) diutus dan dikatakan kepadanya: "Engkau tidak akan dapat menemukannya." Maka Ali (ra) pergi tetapi tidak menemukannya. [Dari al-Haawi al-Kabiir karya al-Maawardi 2/334. Secara sanad Hadits ini tidak shahih]
Sejak dulu hingga sekarang target dan sasaran kaum Khawarij adalah umat Islam dengan cara memecah belah, menganggapnya sesat dan kafir dan mengecapnya belum hijrah serta menghalalkan kehormtan dan darah kaum muslimin yang tidak semanhaj dengan kelompoknya atau belum membaiat imamnya.
Akan tetapi mereka diam dan tidak memerangi orang-orang yang jelas kafirnya. Mereka persis seperti yang di sebutkan dalam hadits Ibnu 'Abbas (radliallahu 'anhuma) bahwa Nabi (SAW) bersabda:
"يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".
Mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Makanya kelompok ini dalam sejarah belum pernah mengislamkan satu negara kafir pun, apalagi mengislamkan satu benua, seperti benua Asia, Afrika dan Eropa. Kelompok ini disibukkan dengan mengadu domba antar umat Islam dengan penguasa muslim, menciptakan citra buruk tentang Islam pada mata dunia serta melumpuhkan kekuatan kaum muslimin dengan menciptakan perpecahan, permusuhan dan mengobarkan api pemberontakan.
LANGKAH KEDUA: JANGAN SALING MENCACI DAN MELEMPAR GELAR BUSUK.
Tidak boleh saling mencaci dan melempar gelar busuk sesama kaum muslimin, meski terhadap kaum Khawarij, bahkan terhadap kaum kafir dan sesembahannya. Walaupun cacian tersebut mengandung kemaslahatan, namun hal demikian dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibanding maslahatnya, di antaranya adalah untuk mencegah terjadinya perpecahan antar umat Islam yang membuat Islam menjadi lemah di hadapan musuhnya dan mencegah terjadinya pertumpahan darah sesama kaum muslimin.
Sikap dan tindakan Para sahabat Nabi SAW, termasuk Ali bin Thalib – radhiyallahu 'anhum – terhadap kelompok Khawarij. Mereka hanya menyebutkan ciri dan karakter manhaj khawarij seacra umum dan muthlak, namun mereka tidak mencaci mereka dengan menyebut nama-namanya. Bahkan mereka melarang kaum muslimin mencaci orang-orang tertentu dari kaum khawarij.
Berbeda dengan kelompok Khawarij, sudah menjadi ciri khas mereka dan manhajnya adalah mencaci bahkan mengkafirkan sebagian para sahabat Nabi SAW dengan terang-terangan menyebut nama-nama mereka. Mereka mentahdzirnya dan menghajernya, bahkan berusaha membunuhnya serta menghasut orang-orang untuk melakukan pemberontakan terhadap Utsman, Ali, Mu'awiyah dan lainya yang sedang berkuasa pada saat itu.
Ibnu Abi Syaybah berkata: Wakii'' memberi tahu kami, dia berkata: Al-A'mash memberi tahu kami, dari Amr bin Murrah, dari Abdullah bin Al-Harits, dari seorang pria dari Banu Nadhr bin Muawiyah, dia berkata:
"كُنَّا عِنْدَ عَلِيٍّ فَذَكَرُوا أَهْلَ النَّهْرِ فَسَبَّهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ عَلِيٌّ: لَا تَسُبُّوهُمْ ، وَلَكِنْ إِنْ خَرَجُوا عَلَى إِمَامٍ عَادِلٍ فَقَاتِلُوهُمْ ، وَإِنْ خَرَجُوا عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَلَا تُقَاتِلُوهُمْ ، فَإِنَّ لَهُمْ بِذَلِكَ مَقَالًا".
Kami bersama Ali, dan mereka menyebut-nyebut kejadian yang pernah terjadi dengan penduduk an-Nahr [khawarij], lalu ada seorang pria mencaci mereka, maka Ali berkata: Jangan mencerca mereka, tetapi jika mereka memberontak terhadap seorang imam yang adil, maka kalian perangilah mereka, dan jika mereka memberontak terhadap imam yang tidak adil, maka kalian jangan ikut-ikutan melawan mereka, karena mereka memiliki argument di dalamnya. [al-Mushonnaf no. 7/559 (37916)]
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 12/301 berkata:
وَقَدْ أَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ
"Diriwayatkan ath-Thabari dengan sanad yang Shahih”
Terhadap orang kafir pun Allah SWT melarang kaum muslimin mencaci maki mereka, apalagi sesama kaum muslimin yang berbeda pendapat. Allh SWT berfirman:
“وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ".
“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al An’aam (6): 108).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 3/314-315 berkata:
“Allah SWT melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, padahal dalam makian itu mengandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari itu.
Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)
Seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan asbabun nuzul ayat ini. Disebutkan bahwa orang-orang musyrik berkata:
يَا مُحَمَّدُ، لَتَنْتَهِيَنَّ عَنْ سَبِّكَ آلِهَتَنَا، أَوْ لَنَهْجُوَنَّ رَبَّكَ
"Hai Muhammad, berhentilah kamu dari mencaci tuhan-tuhan kami; atau kalau tidak berhenti, kami akan balas mencaci maki Tuhanmu."
Maka Allah melarang kaum mukmin mencaci berhala-berhala sembahan kaum musyrik.
{ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ}
"Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan". (Al-An'am: 108)
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah:
“كَانَ الْمُسْلِمُونَ يَسُبُّونَ أَصْنَامَ الْكُفَّارِ، فَيَسُبُّ الْكُفَّارُ اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}".
Bahwa dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala orang-orang kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Oleh sebab itu, turunlah ayat ini.".
Lalu Ibnu Katsir 3/315 berkata:
"Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meninggalkan suatu maslahat demi mencegah terjadinya mafsadat (kerusakan) yang jauh lebih parah daripada maslahat adalah hal yang diperintahkan.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَلْعُونٌ مِنْ سَبِّ وَالِدَيْهِ". قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: "يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ".
“Terlaknatlah seseorang yang memaki kedua orang tuanya".
Mereka (para sahabat) bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimanakah seseorang dapat mencaci kedua orang tuanya sendiri?"
Rosululloh Saw menjawab: “Dia mencaci ayah seseorang, lalu orang yang mencacinya itu membalas mencaci ayahnya. Dan dia mencela ibu seseorang, lalu orang yang mencelanya itu balas mencela ibunya". [HR. Al-Bukhari (5973), Muslim (90) dan Ahmad 11/195].
LANGKAH KE TIGA: BERPRASANGKA BAIK DAN JANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN:
Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata:
قَامَ رَجُلٌ غَائِرُ العَيْنَيْنِ، مُشْرِفُ الوَجْنَتَيْنِ، نَاشِزُ الجَبْهَةِ، كَثُّ اللِّحْيَةِ، مَحْلُوقُ الرَّأْسِ، مُشَمَّرُ الإِزَارِ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ، قَالَ: «وَيْلَكَ، أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الأَرْضِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ» قَالَ: ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ، قَالَ خَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ أَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ قَالَ: «لاَ، لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ يُصَلِّي» فَقَالَ خَالِدٌ: وَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِي قَلْبِهِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ»
Tiba-tiba seorang laki-laki dengan mata cekung, tulang pipi cembung, dahi menonjol, berjanggut tipis, berkepala gundul dan menyingsingkan sarungnya (cingkrang), berdiri dan berkata:
'Ya Rasulullah! Takutlah kepada Allah.'
Nabi (SAW) bersabda: 'Celaka kamu.' Bukankah di muka bumi ini akulah yang paling takut kepada Allah? '
Orang itu beranjak dari tempat duduknya. Khalid bin Walid berkata; 'Ya Rasulullah! Izinkan aku menebasnya.
Nabi (SAW) bersabda: Jangan, bisa jadi ia mengerjakan shalat.
Khalid berkata: Berapa banyak orang yang shalat berkata dengan lisannya yang tidak sesuai dengan hatinya.
Rasulullah (SAW) bersabda: Aku tidak diperintah untuk menyelidiki hati seseorang atau mengetahui isi perutnya". [HR. Bukhori no. 7432 dan Muslim no. 1064].
Makna : مُشَمَّرُ الإِزَارِ :
(مُشَمِّر
الإِزَار) إِزَارُهُ مَرْفُوع عَنْ كَعْبِهِ
(Menyingsingkan sarung) Artinya kain sarungnya diangkat atau diikat lebih tinggi dari mata kakinya [ Baca : Ta'liq Shahih al-Bukhori oleh Mustafa al-Baghoo 4/163 no. 4351 Cet. as-Sulthaniyyah]
SLOGAN KAUM KHAWARIJ: ( لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ) "Tidak Ada Hukum Kecuali Hukum Allah"
Dulu: yang dimaksud dengan hukum Allah adalah al-Qur'an saja karena belum ada kitab hadits. Tapi kalau sekarang yang dimaksud: adalah al-Quran dan Hadits sesuai pemahaman mereka, namun bertentangan dengan pemahaman para sahabat radhiyallahu 'anhum dan Salafush-Sholeh.
Sebuah slogan yang nampak benar tapi tujuannya untuk kebathilan, yaitu memecah belah, mengkafirkan serta menghalalkan kehormatan dan darah kaum muslimin.
Dari Katsiir bin Namr, dia berkata:
"بَيْنَا أَنَا فِي الْجُمُعَةِ ، وَعَلِيُّ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ, إِذْ قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، ثُمَّ قَامَ آخَرُ فَقَالَ: لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ، ثُمَّ قَامُوا مِنْ نَوَاحِي الْمَسْجِدِ ، فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِيَدِهِ اجْلِسُوا: نَعَمْ ، لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، كَلِمَةٌ يُبْتَغَى بِهَا بَاطِلٌ ، حُكْمُ اللَّهِ نَنْتظُرُ فِيكُمْ ، أَلَا إِنَّ لَكُمْ عِنْدِي ثَلَاثَ خِصَالٍ: مَا كُنْتُمْ مَعَنَا لَا نَمْنَعُكُمْ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ تَذْكُرُوا فِيهَا اسْمَ اللَّهِ ، وَلَا نَمْنَعُكُمْ فَيْئًا مَا كَانَتْ أَيْدِيكُمْ مَعَ أَيْدِينَا ، وَلَا نُقَاتِلُكُمْ حَتَّى تُقَاتِلُوا ، ثُمَّ أَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ".
"Saat saya berada di dalam masjid pada hari Jumat, dan Ali bin Abi Thalib (ra) sedang di atas mimbar, tiba-tiba seorang pria berdiri dan berkata:
'Tidak ada hukum kecuali hukum milik Allah.'
Kemudian pria lain juga berdiri dan mengatakan hal yang sama. Kemudian mereka bergerak dari berbagai sudut masjid. Lalu Ali (ra) mengisyaratkan kepada mereka dengan tangannya untuk duduk. Mereka pun duduk.
Ali (ra) berkata: 'Ya, tidak ada hukum kecuali milik Allah. Namun Itu hanya kalimat yang kalian cari-cari untuk mengaburkan kebenaran [untuk kebathilan]. Mari kita tunggu apa yang Allah putuskan terhadap kalian. Ketahuilah, kalian memiliki tiga hak pada diriku:
Pertama: kalian tidak akan dihalangi untuk berdzikir menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya.
Kedua: kami tidak akan menghalangi harta Fei pada kalian yang dihasilkan oleh tangan kalian dan tangan kami.
Ketiga: kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami.'
Kemudian Ali melanjutkan khutbahnya."
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 38296 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra no. 16843]. Di dhaifkan al-Albaani dalam al-Irwaa' no. 2467.
"Dari Ashim bin Dhamrah, dia berkata:
“سَمِعَ عَلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَوْمًا يَقُولُونَ: لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، قَالَ: نَعَمْ ، لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، وَلَكِنْ لَا بُدَّ لِلنَّاسِ مِنْ أَمِيرٍ ، بَرٍّ أَوْ فَاجِرٍ، يَعْمَلُ فِيهِ الْمُؤْمِنُ ، وَيَسْتَمْتِعُ فِيهِ الْكَافِرُ ، وَيُبْلِغُ اللَّهُ فِيهَا الْأَجَلَ".
Ali (ra) mendengar sekelompok orang yang mengatakan:
'Tidak ada hukum kecuali hukum milik Allah.'
Ali berkata: 'Ya, tidak ada hukum kecuali hukum milik Allah, tetapi manusia membutuhkan seorang pemimpin, baik dia itu seorang yang shaleh atau seorang yang fasik. Yang dengan pemimpin tersebut seorang mukmin bebas beramal [beraktifitas] dan orang kafir pun bisa menikmatinya. Nanti Allah yang akan menentukan keputusan dalam hal ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.'"
[Diriwayatkan oleh Abdurrozzaq dalam al-Mushonnaf no. 18654, Ibnu Abi Syaibah no. 38903 dan Al-Baihaqi dalam al-Kubro no. 16844]. Di shahihkan oleh Abu Hatim asy-Syarif dalam Tamaamul Minnah Fii Bayaani Aqidah an-Nawaashib. Lihat: al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 30/217]
Dari Busru bin Sa'id dari Ubaidullah bin Abu Rafi' Maula Rasulullah (SAW) bahwasanya:
“أَنَّ الْحَرُورِيَّةَ لَمَّا خَرَجَتْ وَهُوَ مَعَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالُوا لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ قَالَ عَلِيٌّ كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَ نَاسًا إِنِّي لَأَعْرِفُ صِفَتَهُمْ فِي هَؤُلَاءِ يَقُولُونَ الْحَقَّ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَجُوزُ هَذَا مِنْهُمْ وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ مِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللَّهِ إِلَيْهِ مِنْهُمْ أَسْوَدُ إِحْدَى يَدَيْهِ طُبْيُ شَاةٍ أَوْ حَلَمَةُ ثَدْيٍ فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ انْظُرُوا فَنَظَرُوا فَلَمْ يَجِدُوا شَيْئًا فَقَالَ ارْجِعُوا فَوَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ وَلَا كُذِبْتُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ وَجَدُوهُ فِي خَرِبَةٍ فَأَتَوْا بِهِ حَتَّى وَضَعُوهُ بَيْنَ يَدَيْهِ ".
“Ketika orang-orang Haruriyah keluar [yakni: tidak mengakui Ali (ra) sebagai khalifah] -dan saat itu ia [Ubaidillah] bersama Ali bin Abu Thalib - mereka berkata:
"Tidak ada hukum, kecuali kepunyaan Allah."
Maka Ali berkata: "Itu adalah kalimat yang haq, namun dimaksudkan untuk kebatilan. Sesungguhnya Rasulullah (SAW) telah menshifati suatu kelompok manusia, dan saya benar-benar tahu bahwa sifat itu terdapat pada diri mereka. Mereka mengatakan kebenaran dengan lisan-lisan mereka, namun ucapan mereka itu tidak sampai melewati ini (ia sambil memberi isyarat pada kerongkongannya). Makhluk yang paling dibenci Allah di antara mereka adalah seorang yang salah satu tangannya hitam seperti puting susu kambing."
Maka ketika Ali memerangi mereka, ia pun berkata, "Carilah [orang itu]!."
Mereka pun mecarinya, namun mereka tidak mendapatkannya sama sekali.
Ali berkata lagi: "Kembalilah (mencarinya), demi Allah, saya tidaklah berdusta dan tidak pula dibohongi [oleh Nabi SAW]." Ia mengatakannya hingga dua atau tiga kali.
Dan akhirnya mereka pun mendapatkannya di tempat reruntuhan. Lalu mereka mendatanginya kemudian meletakkannya di hadapan Ali. [HR. Muslim no. 1066]
Dalam beberapa riwayat di sebutkan: “Ketika 'Ali (ra) dan orang-orang beriman yang bersamanya usai perang melawan mereka, beliau (ra) meminta mereka untuk mencari orang ini di antara orang-orang yang terbunuh, dan mereka menemukannya [sesuai dengan apa yang Rosulullah SAW gambarkan] maka 'Ali (ra) dan orang-orang yang bersamanya sangat bersukacita karenanya, dan 'Ali bersujud kepada Allah sebagai tanda terima kasih".
[Lihat: Irwa al-Ghalil 2/231 oleh Al-Albaani, beliau berkata: “hadits ini kuat dengan adanya tiga jalur sanad"]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata:
“وَالْخَوَارِجُ الْمَارِقُونَ الَّذِينَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِتَالِهِمْ قَاتَلَهُمْ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَحَدُ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ ، وَاتَّفَقَ عَلَى قِتَالِهِمْ أَئِمَّةُ الدِّينِ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ ، وَلَمْ يُكَفِّرْهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَغَيْرُهُمَا مِنْ الصَّحَابَةِ ، بَلْ جَعَلُوهُمْ مُسْلِمِينَ مَعَ قِتَالِهِمْ. وَلَمْ يُقَاتِلْهُمْ عَلِيٌّ حَتَّى سَفَكُوا الدَّمَ الْحَرَامَ ، وَأَغَارُوا عَلَى أَمْوَالِ الْمُسْلِمِينَ ، فَقَاتَلَهُمْ لِدَفْعِ ظُلْمِهِمْ وَبَغْيِهِمْ ، لَا لِأَنَّهُمْ كُفَّارٌ. وَلِهَذَا لَمْ يَسْبِ حَرِيمَهُمْ وَلَمْ يَغْنَمْ أَمْوَالَهُمْ ".
“Kaum khawarij pembangkang yang telah Nabi (SAW) perintahkan untuk memerangi mereka dan benar-benar diperangi oleh Ali bin Abi Thalib, salah seorang Khulafaurrasyidin, begitupula para ulama pemuka agama sepakat untuk memerangi mereka, baik dari kalangan sahabat maupun tabiin sesudah mereka.
Akan tetapi Ali bin Abi Thalib TIDAK MENGKAFIRKAN mereka, begitu juga Saad bin Abi Waqash dan sahabat selain keduanya. Mereka tetap dianggap sebagai kaum muslimin walaupun diperangi. Dan Ali (ra) tidak memerangi mereka hingga mereka telah mulai menumpahkan darah yang diharamkan serta merampas harta kaum muslimin.
Ali (ra) memerangi mereka demi untuk mencegah kedzaliman dan perpecahan yang ditimbulkan oleh mereka, bukan karena mereka dianggap sebagai orang-orang kafir. Karena itu, wanita-wanita mereka dan harta-harta mereka tidak dijadikan ghanimah.” [(Majmu Fatawa, 3/282)]
Ucapan IBNU MULJAM saat menebas leher yang mulia Ali Bin Abi Thalib (ra):
“لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، لَيْسَ لَكَ يَا عَلِيُّ وَلَا لِأَصْحَابِكَ ، وَجَعَلَ يَتْلُو قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ) ".
“Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan hukum-mu dan bukan hukum teman-temanmu, hai Ali! ”. Lalu Ia membaca firman Allah:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
[Referensi: Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389, Tarikh Islam juz Khulafaur Rasyidin hal. 607-608 dan al-Bidayah wa'n Nihayah karya Ibnu Katsir 11/5-16]
KEMUNCULAN KHAWARIJ BERAWAL DARI PEMAHAMAN DALIL YANG SALAH:
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وَكَانَتِ الْبِدَعُ الْأُولَى مِثْلَ بِدْعَةِ الْخَوَارِجِ إِنَّمَا هِيَ مِنْ سُوءِ فَهْمِ الْقُرْآنِ لَمْ يَقْصِدُوا مُعَارَضَتَهُ، لَكِنْ فَهَمُوا مِنْهُ مَا لَمْ يُدِلُّ عَلَيْهِ. فَظَنُّوا أَنَّهُ يُوجِبُ تَكْفِيرَ أَرْبَابِ الذُّنُوبِ؛ إِذَا كَانَ الْمُؤْمِنُ هُوَ الْبَرُّ الْتَّقِيُّ.
"Bid'ah pertama muncul adalah seperti bid'ah kaum Khawarij, awal munculnya berasal dari kesalahpahaman terhadap Al-Qur'an. Mereka tidak bermaksud untuk mengingkarinya, akn tetapi mereka memahami darinya tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkannya. Lalu mereka mengira bahwa ayat itu mewajibkan untuk menganggap kafir pelaku dosa besar. Jadi orang beriman itu adalah orang yang senantiasa beramal kebajikan dan menjaga dirinya dari dosa ". [Majmu' al-Fataawaa: 13/30].
Pemahaman yang salah dalam memahami dalil, terutama al-Qur'an:
Mereka luar biasa dalam beribadah dan mereka rajin membaca dalil terutama Al-Qur'an namun tanpa ilmu yang benar, sehingga salah memahami dalil maka mereka menempatkan makna ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabawi di tempat yang salah, sehingga pemahamannya itu menjadi bumerang bagi umat Islam dan menyenangkan kaum kuffar melihat umat Islam pecah belah.
Langkah awal mereka adalah memecah belah umat dengan memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin karena mereka berkeyakinan bahwa hanya kelompok merekalah yang suci tiada lain. Mereka kemas dengan istilah Hajer [pengucilan], Tshfiyah ash-Shufuuf [Pemurnian golongan dari kotoran manusia sesat, kafir dan ahli bid'ah] dan Tahdzir [kewaspadaan] atau Nahyi Munkar.
Oleh karena itu telah ada penjelasan tentang sifat-sifat mereka dalam hadits-hadits shahih di antaranya:
Hadits Ali (ra), dia berkata: “Wahai manusia, aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda:
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ ، لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ)
“Akan datang satu kaum dari umatku, mereka membaca Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa mereka.
Mereka membaca Al-Quran dan mengira bahwa itu dalil membenarkan mereka padahal itu adalah dalil menyalahkan mereka.” [HR. Muslim: 1066]
Dan dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma Bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:
«سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي اخْتِلَافٌ وَفُرْقَةٌ، قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ... هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ، طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ، يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ»
"Akan terjadi perbedaan dan perpecahan di antara umatku, ada sebagian kaum yang memperbagus dalam berbicara namun buruk dalam perbuatan... Mereka adalah seburuk-buruk makhluk dan ciptaan. Maka beruntunglah orang yang bisa membunuh mereka atau mereka membunuhnya.
Mereka mengajak manusia kepada Al-Qur'an, akan tetapi apa yang mereka amalkan itu sama sekali bukan dari al-Qur'an. Siapa memerangi mereka, maka ia lebih mulia di sisi Allah."
[HR. Abu Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Dan berikut ini ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma tentang cara berdalil orang-orang khawarij sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq [tanpa sanad]:
“وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ: إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ”
“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata: ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhori 9/16, Bab: Qotlil Khawarij wa'l Mulhidiin)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ بن عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ قُلْتُ وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
“Ath-Thabary menyambungkan sanadnya dalam " Musnad Ali min Tahdzib Al-Atsar" dari jalur Bukair bin Abdillah bin Al-Asyajj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain untuk kelompok Khawarij)?
Dia menjawab: “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.”
Saya katakan: ‘Sanadnya shahih’”. (Fathul Bari, 12/286)
Mereka kaum Khawarij tidak komprehensif dalam memahami dalil dan memahaminya disesuaikan dengan keinginan mereka. Oleh karena itu, ketika mereka menentang Ali -radhiyallahu 'anhu- dan mengkafirkannya, mereka mengkafirkannya dengan ayat:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
"Tidak ada hukum kecuali hukum milik Allah" [QS. Al-An'aam]
Dan ayat:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". [Al-Maidah: 44].
Mereka bilang kepada Ali (ra) pasca perdamaian dengan pasukan Mu'awiyah pada perang Shiffiin: "Anda kafir ; karena tidak berhukum dengan hukum Allah".
Padahal apa yang Ali radhiyallahu 'anhu lakukan itu berdasarkan ayat Al-Quran, yang di dalam nya terdapat perintah mendamaikan antara umat Islam.
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!
Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil". [QS. al-Hujuroot: 8]
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu [QS. al-Hujuroot: 9]
Mereka kaum khawarij berkata kepada Ali:
“لَا ، أَنْتَ مَا حَكَمْتَ الرِّجَالَ فِي دِينِ اللَّهِ ، فَأَنْتَ كَافِرٌ، وَجِهَادُكَ وَاجِبٌ.
“Tidak, Anda tidak berhukum dengan hukum agama Allah dalam berdamai dengan Mu'awiyah dan pasukannya, maka Anda adalah seorang kafir, dan jihad memerangi Anda adalah wajib".
Mereka bergembira ria akan masuk surga jika mereka memerangi Ali.
Imam Al-Nawawi rahimahullah berkata:
“مَعْنَاهُ أَنَّ قَوْمًا لَيْسَ حَظُّهُمْ مِنَ الْقُرْآنِ إِلَّا مُرُورُهُ عَلَى اللِّسَانِ فَلَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ لِيَصِلَ قُلُوبَهُمْ وليس ذلك هو المطلوب بل المطلوب تعقله وَتَدَبُّرُهُ بِوُقُوعِهِ فِي الْقَلْبِ ".
“Artinya: suatu kaum yang tidak ada bagian untuknya dari Al-Qur'an kecuali hanya sebatas melewati lidah. Jadi tidak melampaui kerongkongan mereka untuk mencapai hati mereka, dan itu bukanlah yang dicari dalam membaca al-Qur'an, melainkan yang dicari adalah kelekatannya dan renungannya yang masuk ke dalam lubuk hati.” [Syarah Sahih Muslim: 15/209].
Nabi SAW bersabda:
“يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ رَطْبًا لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ".
“Mereka membaca Kitabullah hingga bibirnya senantiasa basah dan lembab akan tetapi hanya sampai tenggorokannya saja" [HR. Bukhori no. 4351 dan Muslim no. 1064].
Ibnu al-Jauzy berkata:
فِيهِ ثَلَاثَة أَقْوَال: أَحدهَا: أَنه الحذق بالتلاوة، وَالْمعْنَى أَنهم يأْتونَ بِهِ على أحسن أَحْوَاله: وَالثَّانِي: يواظبون على التِّلَاوَة فَلَا تزَال ألسنتهم رطبَة بِهِ. وَالثَّالِث: أَن يكون من حسن الصَّوْت بِالْقِرَاءَةِ
“Di dalamnya ada tiga pendapat: yang pertama: bahwa itu adalah kepandaian dalam mengaji, dan artinya adalah mereka membawakannya dengan cara yang terbaik. Dan yang kedua: mereka tekun dalam mengaji, sehingga lidah mereka masih basah dan lembab olehnya. Dan yang ketiga: memiliki suara yang bagus saat mengaji". [Kasyfu'l Musykil 3/121 no. 1433].
Jadi, mereka bukanlah orang-orang yang berilmu, berakal, ahli fikih, atau memiliki akidah yang benar, meskipun mereka menghafal Al-Qur'an, shalat malam, dan berpuasa di siang hari. Dan nash-nash menggambarkan mereka dengan jelas dan gamblang bahwa pengetahuan mereka terhadap hukum-hukum syar'i yang dangkal, kekurangan fikih dan pemahaman. Bahkan mereka mengharamkan membaca kitab-kitab fiqih, kitab-kitab tafsir, syarah-syarah hadits dan lainnya dengan alasan bahwa itu semua karya manusia dan semuanya menyimpang dari al-Quran dan as-Sunnah. Maka mereka dalam memahami agama hanya membolehkan baca al-Quran dan kitab-kitab hadits yang pemahamannya berdasarkan pemahaman kelompok mereka saja.
Maka sebaiknya kita jangan mudah tertipu dengan tampilan kata-kata, dan jangan hanya mengetahui kebenaran fikih satu golongan saja agar kita tidak jatuh pada kebinasaan ; Karena tidak semua orang yang berhujjah dan berdalil dengan sebuah ayat atau hadits itu adalah benar, karena para ahli bid'ah pun berhujjah dengan ayat-ayat dan hadits-hadits.
Contohnya ada orang yang menghalalkan riba berdalil dengan firman Allah SWT:
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. [QS. an-Nisaa: 86].
Atau menghalalkan melihat aurat wanita saat Ta'aaruf atau melamar, berdalil dengan hadits dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah (SAW) bersabda:
“إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا".
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya."
Jabir berkata: kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. [HR. Abu Dawud (2082) dan Ahmad (14626). Di Hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud].
Yang di fahami oleh para ulam Ahli Fiqih adalah melihat wajah dan telapak tangannya, Karena para wanita pada masa Nabi SAW kebanyakan bercadar. Namun Madzhab Dzohiri berpendapat boleh melihat semuanya saja berdasarkan dzohir lafadz hadits.
Orang Mu'tazilah berdalil dengan al-Quran bahwa Nabi Ibrahim adalah Mu'tazilah. Mereka berkata:
“أبونا إبراهيم جد المعتزلة ليه؟ قال: إنه قال: وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ ". [مريم: 48]
"Bapak kami Ibrahim adalah kakek moyang Mu'tazilah, mengapa? Dia berkata: Karena Allah SWT berfirman: [Ibrahim berkata]: Dan aku akan menjauhkan diri [ber-i'tizaal] dari kalian dan dari apa yang kalian seru pada selain Allah”. [Maryam: 48]
DALIL KHAWARIJ YANG MEWAJIBKAN MEREKA MEMISAHKAN DIRI DARI KAUM MUSLIMIN:
Kaum Khawarij atau sekte yang berfaham semisalnya setelah mereka menghukumi orang-orang yang bukan dalam golongannya itu kafir, musyrik atau sesat. Maka mereka mewajibkan jemaahnya untuk menjauhi orang-orang yang bukan dari golongannya. Mereka mengharamkan bergaul dan duduk dengan selain golongannya. Mereka berdalil dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits nabawi yang difahami sesuai keinginan mereka. di antaranya:
DALIL PERTAMA:
Doktrin dan keyakinan khawarij bahwa kaum muslimin yang bukan golongannya adalah sesat dan kafir ; karena dianggap tidak berhukum kepada hukum Allah SWT, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Itu berdasrkan Firman Allah SWT:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44].
BANTAHAN:
Yang benar makna ayat ini adalah sebagaimana yang dikatakan Ibnu 'Abbaas:
إِنَّهُ لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي تَذْهَبُونَ إِلَيْهِ، إِنَّهُ لَيْسَ كُفْرًا يَنْقِلُ عَنِ الْمِلَّةِ، كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} [المائدة:44]
Bukan kekafiran sebagamana yang kalian katakan, yaitu bukan kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari agama. Adapun ayat: {Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir} maka maknanya adala Kufur dibawah kekafiran".
[HR. al -Hakim dalam al-Mustadrak 2/336 no. 3219. Al-Hakim menshahihkannya dan di setujui oleh adz-Dahabi].
Al-Imam Ibnu Abdil Barr (wafat tahun 463H), beliau berkata dalam At Tamhid (5/74):
وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْجَوْرَ فِي الْحُكْمِ مِنَ الْكَبَائِرِ لِمَنْ تَعَمَّدَ ذَلِكَ عَالِمًا بِهِ ، رُوِيَتْ فِي ذَلِكَ آثَارٌ شَدِيدَةٌ عَنِ السَّلَفِ. وَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ﴿ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴾،﴿ الظَّالِمُونَ ﴾،﴿ الْفَاسِقُونَ ﴾ نَزَلَتْ فِي أَهْلِ الْكِتَابِ.
قَالَ حُذَيْفَةُ وَابْنُ عَبَّاسٍ: وَهِيَ عَامَّةٌ فِينَا قَالُوا لَيْسَ بِكُفْرٍ يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ إِذَا فَعَلَ ذَلِكَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ هَذِهِ الْأُمَّةِ حَتَّى يَكْفُرَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ. رُوِيَ هَذَا الْمَعْنَى عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ بِتَأْوِيلِ الْقُرْآنِ مِنْهُمُ ابْنُ عَبَّاسٍ وَطَاوُسٌ وَعَطَاءٌ".
“Ulama sepakat bahwa penyimpangan dari hukum Allah termasuk dosa-dosa besar bagi orang yang sengaja melakukannya sedang dia mengetahui kewajiban untuk berhukum kepada hukum Allah, sebagaimana telah diriwayatkan akan hal itu atsar dari para salaf.
Allah telah berfirman yang artinya: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Di ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang zalim” dan ayat sesudahnya “mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Ayat ini diturunkan terkait dengan Ahli Kitab. Hudzaifah dan Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini umum dan mencakup umat kita”. Mereka mengatakan: “Akan tetapi hal itu tidak mengeluarkan pelakunya dari agama apabila seseorang dari umat ini melakukannya hingga dia mengkufuri Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kiamat. Penjelasan semisal diriwayatkan dari para ulama’ di antara mereka adalah Ibnu Abbas, Thawus dan Atho'". [Selesai]
Dan Imam Al-Qurthubi dalam “Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an” (6/190) berkata:
“قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِما أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْكافِرُونَ) و (الظَّالِمُونَ) و (الْفاسِقُونَ) نَزَلَتْ كُلُّهَا فِي الْكُفَّارِ، ثَبَتَ ذَلِكَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ الْبَرَاءِ، وَقَدْ تَقَدَّمَ. وَعَلَى هَذَا الْمُعْظَمِ. فَأَمَّا الْمُسْلِمُ فَلَا يَكْفُرُ وَإِنِ ارْتَكَبَ كَبِيرَةً. وَقِيلَ: فِيهِ إِضْمَارٌ، أَيْ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ رَدًّا لِلْقُرْآنِ، وَجَحْدًا لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فَهُوَ كَافِرٌ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمُجَاهِدٌ، فَالْآيَةُ عَامَّةٌ عَلَى هَذَا.
قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ وَالْحَسَنُ: هِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْيَهُودِ وَالْكُفَّارِ أَيْ مُعْتَقِدًا ذَلِكَ وَمُسْتَحِلًّا لَهُ، فَأَمَّا مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ وَهُوَ مُعْتَقِدٌ أَنَّهُ رَاكِبُ مُحَرَّمٍ فَهُوَ مِنْ فُسَّاقِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فِي رِوَايَةٍ: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَقَدْ فَعَلَ فِعْلًا يُضَاهِي أَفْعَالَ الْكُفَّارِ".
“Firman-Nya: (Dan barang siapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka adalah Al-Kaafiruun), (adz-Dzoolimun) dan (al-Faasiquun), semuanya diturunkan berkaitan dengan orang-orang kafir. Hal ini dibuktikan dalam Shahih Muslim dari hadits Al-Bara. Dan ini yang paling banyak.
Adapun seorang muslim, maka ia tidak dianggap kafir meskipun ia melakukan dosa besar. Dan ada yang mengatakan: bahwa di dalamnya ada implikasi, yaitu: siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena menolak kebenaran Al-Qur'an, dan karena mengingkari kebenaran perkataan Rasul SAW, maka dia kafir. Ini adalah perkataan Ibnu Abbas dan Mujahid, jadi ayat ini bersifat umum.
Ibnu Mas'ud dan Al-Hassan mengatakan:
Ini adalah umum pada semua orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, baik dari kalangan umat Islam, Yahudi dan kafir, yaitu, jika meyakini nya dan menganggap halal berhukum dengan selain hukum Allah. Adapun orang yang melakukan itu disertai keyakinan bahwa itu perbuatan haram, maka dia termasuk orang-orang faasiq dari kaum muslimin, dan urusannya terserah kepada Allah SWT, jika Dia menghendaki, Dia akan meng'adzabnya, dan jika Dia menghendaki, Dia akan memaafkannya.
Dan Ibn Abbas berkata dalam sebuah riwayat: Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan ; maka dia telah melakukan tindakan yang sebanding dengan tindakan orang-orang kafir...». [Selesai]
Al-Qurthubi menyebutkan perbedaan pendapat para ulama dalam menafsirkannya seperti yang disebutkan oleh Ath-Thabari. Namun pada umumya sebagian besar berpendapat bahwa itu maknanya adalah kufur yang bukan kekafiran, atau ayat ini turun pada orang-orang Yahudi".
DALIL KHAWARIJ KEDUA:
Penguasa yang menerapkan hukum dengan selain hukum Allah SWT adalah Thoghut dan kafir; maka kaum muslimin wajib keluar dari ketaatan terhadapnya dan wajib memeranginya.
Ini berdasarkan firman Allah SWT:
{ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً }
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan kepada orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu? akan tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Taghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.” [QS. an-Nisaa: 60]
JAWABANNYA: Silahkan baca penjelasan berikut ini!
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/346 berkata:
“Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan Anshar dan seorang lelaki dari kalangan Yahudi, yang keduanya terlibat dalam suatu persengketaan. Lalu si lelaki Yahudi mengatakan: "Antara aku dan kamu adalah Muhammad sebagai hakimnya." Sedangkan si Lelaki Anshar mengatakan: "Antara aku dan kamu adalah Ka'b ibnul Asyraf [pemimpin Yahudi] sebagai hakimnya."
Menurut pendapat yang lain: ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang munafik dari kalangan orang-orang yang hanya lahiriahnya saja Islam, lalu mereka bermaksud mencari keputusan perkara kepada para hakim Jahiliah. Dan menurut pendapat yang lainnya, ayat ini diturunkan bukan karena penyebab tersebut.
Pada kesimpulannya makna ayat lebih umum daripada semuanya itu, yang garis besarnya mengatakan celaan terhadap orang yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, karena ia menyerahkan keputusan perkaranya kepada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, yaitu kepada kebatilan.
Hal inilah yang dimaksud dengan istilah thagut dalam ayat ini. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Mereka hendak berhakim kepada thagut. (An-Nisa: 60), hingga akhir ayat". [Kutipan Selesai]
Syeikh Kholid Mushlih dalam Kitabnya Syarah Taslatsah al-Ushuul 9/13 mengutip perkataan Muhammad bin Abdul Wahhaab:
فَكُلُّ مَنْ حَكَمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَهُوَ طَاغُوتٌ، لَكِنْ هَلْ هَذَا الطَّاغُوتُ كُفْرٌ أَوْ لَيْسَ بِكُفْرٍ؟ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ أُخْرَى، فَالْإِنْسَانُ الَّذِي تَعَرَّضَ عَلَيْهِ قَضِيَّةٌ وَيَعْلَمُ أَنَّ حُكْمَ اللَّهِ فِيهَا كَذَا وَيَعْرُضُ عَنْهَا وَيَحْكُمُ بِغَيْرِهِ لِأَجْلِ هَوَاهُ فَهَذَا حَكَمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ، وَمِثْلُ هَذَا إِذَا كَانَ حُكْمًا لِأَجْلِ الْهَوَى فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كَافِرًا، وَبِهَذَا نَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ كُلُّ حُكْمٍ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ كُفْرًا، بَلْ يَجِبُ التَّفْصِيلُ كَمَا فَصَّلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْحُكْمِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ، فَفِي مَوْضِعٍ قَالَ: "{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}" [المائدة: 44] ، وَفِي مَوْضِعٍ قَالَ: "{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}" [المائدة: 45] ، وَفِي مَوْضِعٍ قَالَ: "{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}" [المائدة: 47].
وَهَذِهِ مَرَاتِبُ فِي أَحْوَالِ مَنْ يَحْكُمُ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ، وَاعْلَمْ أَنَّ الْحُكْمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَا يَكُونُ كُفْرًا إِلَّا إِذَا اسْتَحَلَّهُ مَنْ حَكَمَ بِهِ، وَلَوْ فِي قَضِيَّةٍ وَاحِدَةٍ، بَلْ وَلَوْ لَمْ يَحْكُمْ فِي أَيِّ قَضِيَّةٍ مِنَ الْقَضَايَا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ، فَإِنَّهُ يَكُونُ كَافِرًا إِذَا كَانَ يَعْتَقِدُ أَنَّهُ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَحْكُمَ بِغَيْرِ الشَّرِيعَةِ، فَلَا يَلْزَمُ أَنْ يُبَاشِرَ ذَلِكَ بِالْعَمَلِ، كَمَا هِيَ الْحَالُ فِي مَنْ أَنْكَرَ وُجُوبَ الصَّلَاةِ وَهُوَ فِي الصَّفِّ الْأَوَّلِ فِي الرَّوْضَةِ وَرَاءَ الْإِمَامِ، فَإِنَّهُ يَكُونُ كَافِرًا إِذَا أَنْكَرَ الْوَجْوَبَ؛ لِأَنَّهُ أَنْكَرَ مَا هُوَ مَعْلُومٌ مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ، فَمَنِ اسْتَحَلَّ الْحُكْمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَإِنَّهُ كَافِرٌ، وَكَذَلِكَ مَنْ اعْتَقَدَ أَنَّ حُكْمَ غَيْرِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ حُكْمِ اللَّهِ فَهُوَ كَافِرٌ، أَمَّا مَنْ حَكَمَ لِأَجْلِ الْهَوَى فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ كَافِرًا، وَلِذَلِكَ يَنْبَغِي التَّفْصِيلُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ الْكَبِيرَةِ.
"Setiap orang yang menghukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah, maka dia adalah thaghut. Namun, apakah taghut ini kafir atau tidak kafir? Ini adalah masalah lain.
Seseorang yang dihadapkan pada kasus hukum kepadanya dan dia mengetahui bahwa hukum Allah dalam kasus tersebut adalah seperti ini, namun dia berpaling darinya dan berhukum dengan yang lain karena hawa nafsunya, maka dia ini berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah. Dan jika seperti ini adanya - yakni hukumnya didasarkan pada hawa nafsu - maka dia tidak akan dianggap kafir.
Dengan ini kita mengetahui bahwa tidak setiap orang yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah dianggap kafir. Melainkan harus ada klasifikasi sesuai dengan yang Allah rincikan dalam hal berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Yaitu sbb:
Dalam satu ayat Allah berfirman:
{وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}.
"Dan siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir" (Surah Al-Ma'idah: 44).
Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
{ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ }
"Dan siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim" (Surah Al-Ma'idah: 45).
Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
{ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ }
"Dan siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik" (Surah Al-Ma'idah: 47).
Ini adalah tingkatan-tingkatan kondisi orang yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah.
Ketahuilah bahwa berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah tidak dianggap kafir kecuali jika dia menghalalkannya dengan hukum tersebut, walaupun dalam satu kasus saja.
Bahkan jika dia tidak pernah berhukum dalam kasus apa pun dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah, dia akan dianggap kafir jika dia yakin bahwa dia diperbolehkan untuk berhukum dengan selain syariat. Tidak perlu dia melakukannya secara nyata.
Ini seperti orang yang menolak kewajiban shalat sementara dia berdiri di barisan depan di dalam Masjid Nabawi di belakang imam. Dia akan dianggap kafir jika dia mengingkari kewajiban tersebut karena dia mengingkari hal yang sudah maklum dalam agama secara pasti.
Maka orang yang menganggap halal berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah akan dianggap kafir. Demikian juga orang yang meyakini bahwa hukum selain hukum Allah lebih baik daripada hukum Allah, maka dia juga dianggap kafir
Adapun orang yang berhukum karena hawa nafsu, maka dia tidak dianggap kafir. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan rinci dalam masalah besar ini.
Lalu Syeikh Kholid Muslih berkata:
فَدَلِيلُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ} [النِّسَاءُ:٦٠] ، فَجَعَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْإِعْرَاضَ عَنْ حُكْمِهِ إِلَى حُكْمِ غَيْرِهِ مِنَ التَّحَاكُمِ إِلَى الطَّاغُوتِ، وَهَذِهِ الْآيَةُ قَدْ وُرِدَتْ فِي سَبَبِ نُزُولِهَا أَثَرٌ صَحِيحٌ هُوَ أَنَّ مُنَافِقًا اخْتَصَمَ مَعَ يَهُودِيٍّ، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ: نَتَحَاكَمُ إِلَى مُحَمَّدٍ؛ لِأَنَّهُ عَلِمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْخُذُ الرِّشْوَةَ، وَقَالَ الْمُنَافِقُ: نَتَحَاكَمُ إِلَى الْيَهُودِ؛ لِأَنَّهُ كَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَأْخُذُونَ الرِّشْوَةَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذِهِ الْآيَاتِ فِي فَضْحِ الْمُنَافِقِينَ: {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ} ، فَجَعَلَ طَلَبَ الْحُكْمِ مِنْ غَيْرِ الشَّرِيعَةِ مِنَ التَّحَاكُمِ إِلَى الطَّاغُوتِ.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
{ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ }
"Mereka menginginkan untuk memutuskan hukum perkara kepada taghut". (Surah An-Nisa: 60).
Allah Azza wa Jalla menjadikan orang-orang yang berpaling dari hukum-Nya sebagai orang yang mencari keputusan hukum kepada thaghut.
Ayat ini disebutkan dalam konteks kejadian yang terjadi, yaitu seorang munafik berselisih dengan seorang Yahudi. Yahudi tersebut berkata: "Kita akan mengadu kepada Muhammad karena dia diketahui tidak menerima suap." Sementara munafik tersebut berkata: "Kita akan mengadu kepada orang-orang Yahudi karena dia tahu bahwa mereka menerima suap." Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-ayat ini untuk mengungkapkan kedustaan orang-orang munafik:
{ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً }
"Tidakkah kamu melihat orang-orang yang mengaku telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Mereka ingin mengadukan hukum kepada taghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir kepadanya." (Surah An-Nisa: 60).
Dalam hal ini, permintaan untuk memutuskan sebuah hukum dengan cara selain syariat Allah adalah bagian dari mengadukan putusan hukum kepada taghut. [Lihat: Syarah Taslatsah al-Ushuul 9/13 (al-Maktabah asy-Syaamilah)].
DALIL KHAWARIJ KETIGA:
Doktrin dan keyakinan kaum khawarij bahwa umat Islam selain golongannya adalah Najis ; karena dianggap Musyrik. Mereka berdalil dengan ayat berikut ini:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا... }
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini". [QS. At-Taubah: 28].
Berdasarkan ayat ini mereka berkeyakinan bahwa umat Islam yang bukan golongannya dianggap kafir dan musyrik. Jika musyrik, maka najis.
BANTAHAN:
Ini adalah pemahaman yang keliru dan sesat. Adapun tentang umat Islam yang menyelisihi mereka maka pemahaman yang benar adalah bukan musyrik dan kafir.
Dan adapun tentang najisnya orang musyrik dalam ayat al-Quran di atas maka yang benar adalah Najis Maknawi bukan Najis Jasmani sebagaimana yang difahami oleh mayoritas para ulama.
Berikut ini penulis jelaskan:
Sebelum ayat itu turun, Nabi SAW menunda ibadah hajinya, padahal ibadah haji telah di wajibkan. Itu disebabkan karena beliau SAW tidak mau melakukan ibadah bersama kaum musyrikin dan thawaf di Ka'bah bersama orang-orang yang bertelanjang bulat.
Setelah ayat itu turun yang isinya menyatakan bahwa orang musyrik itu najis dan tidak boleh memasuki tanah haram, maka Nabi SAW pun berangkat melaksanakan ibadah haji, yang dikenal dengan Haji Wadaa'.
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
Ayat ini diturunkan pada tahun sembilan Hijriah. Karena itulah maka Rasulullah Saw. mengutus Ali untuk menemani Abu Bakar r.a. di tahun itu. Dan Nabi Saw. memerintahkan kepadanya untuk mengumumkan di kalangan orang-orang musyrik:
أَلَّا يَحُجَّ بَعْدَ العَامِ مُشْرِكٌ، وَلَا يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ.
“Bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik berhaji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang".
Dengan demikian, maka Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan menetapkan hal ini sebagai syariat dan keputusan-Nya".
Abdur Razzaq mengatakan: …. Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28):
“إِلَّا أَنْ يَكُونَ عَبْدًا، أَوْ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ".
Kecuali jika orang musyrik tersebut seorang budak atau seorang musyrik dari kalangan ahli dzimmah (kafir dzimmi). [HR. Abdurrozaaq dalam Tafsirnya 1/245. PEN]
Telah diriwayatkan pula secara marfu' dari jalur lain. Imam Ahmad mengatakan: …. dari Jabir bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا يَدْخُلُ مَسْجِدَنَا بَعْدَ عَامِنَا هَذَا مُشْرِكٌ، إِلَّا أَهْلُ الْعَهْدِ وَخَدَمُهُمْ”
“Tidak boleh lagi memasuki masjid kita ini [Masjidil Haram Makkah] sesudah tahun ini seorang musyrik pun terkecuali orang musyrik dari kafir dzimmi dan pelayan-pelayan (budak-budak musyrik) milik mereka".
[Al-Musnad (3/392) dan Al-Haythami menyebutkan dalam Al-Majma' (4/10): "Di dalamnya terdapat Asy'ats bin Suwar, ada kelemahan dalam dirinya, namun dia tetap dianggap tsiqah (terpercaya)". PEN]
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dengan predikat marfu'. tetapi yang lebih sahih sanadnya berpredikat mauquf". [Tafsir Ibnu Katsir 4/131].
Mayoritas para ulama berpendapat bahwa najisnya kafir dan musyrik dalam ayat tersebut bersifat maknawi dan bukan jasadi, oleh karena itu mereka menyatakan bahwa orang kafir tetap suci bahkan setelah ia meninggal dunia.
Ibnu Katsir berkata:
وَأَمَّا نَجَاسَةُ بَدَنِهِ فَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ بِنَجِسِ الْبَدَنِ وَالذَّاتِ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَحَلَّ طَعَامَ أَهْلِ الْكِتَابِ، وَذَهَبَ بَعْضُ الظَّاهِرِيَّةِ إِلَى نَجَاسَةِ أَبْدَانِهِمْ. وَقَالَ أَشْعَثُ، عَنِ الْحَسَنِ: مَنْ صَافَحَهُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ.
Adapun kenajisan tubuh orang musyrik, menurut pendapat jumhur ulama sebenarnya tubuh dan diri orang musyrik tidaklah najis, karena Allah Swt. telah menghalalkan sembelihan Ahli Kitab. Tetapi sebagian kalangan mazhab Dzohiri mengatakan bahwa tubuh orang musyrik najis. Asy'ats telah meriwayatkan dari Al-Hasan, "Barang siapa yang berjabat tangan dengan mereka (orang musyrik), hendaklah ia berwudu." [Tafsir Ibnu Katsir 4/131]
Yang dimaksud dengan sebagian madzhab Dzohiri adalah Ibnu Hazm adz-Dzohiri. Lihat: Kitab Atsar al-Ikhtilaaf Fii al-Qawaid al-Ushuliyyah karya Muhammad Hasan Abdul Ghoffar 5/3 (al-Maktabah asy-Syamilah)]
Pemilik kitab Asna al-Mathalib Zakariya al-Anshari asy-Syaafi'i berkata:
وَأَمَّا الْآدَمِيُّ فَلِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ} [الإسراء: 70] ، وَقَضِيَّةُ التَّكْرِيمِ أَنْ لَا يَحْكُمَ بِنَجَاسَتِهِمْ بِالْمَوْتِ، وَسَوَاءٌ الْمُسْلِمُ، وَالْكَافِرُ، وَأَمَّا قَوْله تَعَالَى {إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ} [التوبة: 28] فَالْمُرَادُ بِهِ نَجَاسَةُ الِاعْتِقَادِ أَوْ اجْتِنَابِهِمْ كَالنَّجَسِ لَا نَجَاسَةُ الْأَبْدَانِ
"Adapun manusia, maka berdasarkan firman Allah Ta'ala: ' Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam.' [al-Isra: 70]
Konsekwensi pemuliaan adalah bahwa mereka tidak dihukumi najis dengan kematian. Hal ini berlaku sama bagi muslim dan kafir.
Adapun firman Allah Ta'ala: 'Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis,' [at-Taubah: 28] yang dimaksud adalah najisnya keyakinan [Aqidah] atau menjauhinya seperti najis, bukan najis jasmani." [Asna al-Mathalib 1/10]
Dalam kitab Al-Inshaf 2/338, al-Mardaweih berkata:
"ولا يَنْجُسُ الآدَمِي بالمَوْتِ. هذا المذْهبُ، وعليه جمهورُ الأصْحابِ، مُسْلِمًا كان أو كافِرًا، وسواء جُمْلته وأطْرافُه...".
"Kematian tidak menjadikan seseorang menjadi najis." Ini adalah pendapat Madzhab [Hanbali], dan mayoritas ulama Madzhab, baik yang muslim maupun kafir, baik secara keseluruhan jasad maupun bagian-bagiannya.
DALIL: bahwa bahwa orang kafir atau musyrik tidak najis jasadi adalah sbb:
Allah SWT telah menghalalkan bagi kaum muslimin menikah dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi dan Kristen). Dan tentunya jika seorang mukmin yang menikahinya maka dia akan sering menyentuhnya dengan tangannya. Jika seandainya wanita tersebut najis maka setiap kali dia mencium, bersalaman, atau merangkulnya, wajib bagi suami yang muslim ini untuk mencucinya, maka itu akan menimbulkan kesulitan yang tidak dapat ditoleransi.
Kebolehan menikahi wanita Ahlul Kitab menunjukkan bahwa dalam syariat Islam seorang kafir dan musyrik tidak najis secara jasmani.
Demikian pula, Nabi Muhammad SAW pernah diundang oleh seorang wanita Yahudi, dan beliau makan domba yahudi yang disajikan dan dimasak oleh wanita tersebut dengan tangannya sendiri. Jika wanita tersebut najis, Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang bersamanya tidak akan memakan daging tersebut.
Dan juga, Nabi Muhammad SAW pernah berwudhu dengan air yang dimiliki oleh seorang kafir Ahlul Kitab. Semua tindakan tersebut dari Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa seorang kafir tidak najis secara jasmani. [Baca: Kitab Atsar al-Ikhtilaaf Fii al-Qawaid al-Ushuliyyah karya Muhammad Hasan Abdul Ghoffar 5/3 (al-Maktabah asy-Syamilah)]
'Ali bin Abu Thalib (ra) memandikan mayat ayahnya Abu Thalib serta menguburkannya.
Dari 'Ali bin Abu Thalib (ra), dia berkata:
لما تُوُفِّيَ أبو طالِبٍ ، أَتَيْتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ فقُلْتُ: إِنَّ عمَّكَ الشيخَ الضالَّ قدْ ماتَ فمَنْ يوارِيهِ ، قال: اذهَبْ فوارِهِ ، ثُمَّ لا تُحْدِثْ شيئًا حتَّى تأتِيَنِي ، فقال: إِنَّه ماتَ مشرِكًا ، فقالَ: اذهبْ فوارِهِ قال: فوارَيْتُهُ ثُمَّ أتَيْتُه [وعليّ أثر التراب والغبار] قال: اذهبْ فاغتسِلْ ثُمَّ لَا تُحْدِثْ شيئًا حتى تأتِيَنِي ، قال: فاغتسلْتُ ، ثُمَّ أتيتُهُ ، قال: فدَعا لي بدعَوَاتٍ ما يسرُّنِي أنَّ لي بها حُمْرَ النَّعَمِ وسودَها. قال: وكان علِيٌّ إذا غسَّلَ الميتَ اغتسلَ.
Ketika Abu Thalib meninggal dunia, aku mendatangi Nabi Muhammad SAW dan aku berkata, "Sesungguhnya pamanku, yaitu orang tua yang sesat, telah meninggal. Siapa yang akan mengurus pemakamannya?"
Beliau SAW menjawab: "Pergilah dan uruslah pemakamannya. Kemudian, janganlah melakukan sesuatu apapun sampai kamu datang padaku."
Aku kemudian berkata lagi: "Dia meninggal dalam keadaan musyrik." Beliau SAW berkata: "Pergilah dan uruslah pemakamannya."
Saya mengurus pemakamannya dan kemudian kembali datang kepada beliau SAW. Dan tubuh ku penuh dengan tanah dan debu. Maka Beliau berkata: "Pergilah dan mandilah, kemudian jangan melakukan sesuatu apapun sampai kamu datang padaku."
Maka aku mandi dan kemudian datang kepada beliau. Beliau SAW berdoa untukku dengan doa-doa yang menyenangkan hatiku, melebihi rasa senang ku memiliki unta merah dan unta hitam.
Setelah itu Ali bin Abi Thalib selalu mandi setiap kali usai memandikan jenazah.
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3124), An-Nasa'i (1/282-283), Ibnu Sa'd dalam “Al-Thabaqaat” (1/123), Ibn Abi Shaybah dalam “Al-Musannaf” (4/95 dan 142 – Cet. Al-Hind), dan Ibnu Al-Jarud dalam “Al-Muntaqa (hal. 269), Ath-Thayalisi (120), Al-Bayhaqi (3/398), dan Ahmad (1/97 dan 131)].
[Dishahihkan al-Albaani dalam Ahkaam al-Janaa'iz hal 169, Shahih Abu daud no. 3214 dan As-Silsilah ash-Shahihah (Duror Malihah no. 161)]
Dari Ali (ra), dia berkata:
أَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم بِمَوْتِ أَبِي طَالِبٍ فَبَكَى ثُمَّ قَالَ: «اذْهَبْ فَاغْسِلْهُ وَكَفِّنْهُ وَوَارِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَرَحِمَهُ» قَالَ: فَفَعَلْتُ مَا قَالَ، وَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم يَسْتَغْفِرُ لَهُ أَيَّامًا وَلَا يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى نَزَلَ عَلَيْهِ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِهَذِهِ الْآيَةِ {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى} [التوبة: 113] قَالَ عَلِيٌّ وَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم فَاغْتَسَلْتُ
"Aku memberitahu Rasulullah SAW tentang kematian Abu Thalib, maka beliau menangis dan berkata, 'Pergilah, mandikan dan kafanilah dia, semoga Allah mengampuninya dan memberinya rahmat.'
Aku melakukan apa yang dikatakan Rasulullah SAW, dan Rasulullah SAW terus memohon ampunan untuknya selama beberapa hari, dan beliau tidak keluar dari rumahnya sampai Jibril AS turun kepadanya dengan ayat ini:
{مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى}
'Tidaklah sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohon ampunan bagi orang-orang musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dekat' (QS. At-Tawbah: 113).
Ali berkata: 'Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mandi. Lalu akupun mandi'". [HR, Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubraa 1/123 (Cet. Dar Shadir)
Abu al-Fadhel ash-Shan'ani berkata dalam Nuzhah al-Albaab 3/1608:
“وَالرَّاوِي عَنْ مُعَاوِيَّةَ هُوَ الْوَاقِدِيُّ كَذَّابٌ كَمَا قَالَ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ ".
“Dan perawi dari Muawiyah adalah Al-Waqidi, dia pembohong, seperti yang dikatakan Ahmad dan lainnya".
Ibnu Abbas berkata:
عَارَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِنَازَةَ أَبِي طَالِبٍ وَقَالَ: «وَصَلْتَ رَحِمَكَ، جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا يا عَمّ»
"Rasulullah SAW menghadang jenazah Abu Thalib dan beliau bersabda: 'Dan semoga rahmatmu dicurahkan, semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, wahai paman.'"
[Lihat: al-Bidaayah wa an-Nihayah 3/125, dan Dalaail an-Nubuwwah 2/349 dan al-Muntadzim 3/10]
DALIL KHAWARIJ KE EMPAT:
Yaitu: Dalil yang melarang duduk-duduk bersama orang kafir dan musyrik. Dan menurut mereka bahwa kaum muslimin selain golongannya sama hukumnya dengan orang kafir dan musyrik ; maka tidak boleh duduk-duduk pula bersama nya. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT:
﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), oleh karena itu janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). [QS. al-An'am: 68].
Bantahan terhadap pemahaman khawarij tentang ayat ini adalah sbb:
Pertama: ayat tersebut di tujukan pada orang kafir yang mengolok-olokkan agama dan melecehkannya. Sebagaimana dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
{ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ }.
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri (diingkari) dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)
Dan adapun firman-Nya: “Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)", maka Muqatil ibnu Hayyan mengatakan:
نَسَخَت هَذِهِ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْأَنْعَامِ. يَعْنِي نُسخَ قَوْلُهُ: {إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ} لِقَوْلِهِ {وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلَكِنْ ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ}.
“Bahwa ayat surat Al-An'am ini menasakh firman-Nya: {tentulah kalian serupa dengan mereka}. (An-Nisa: 140). Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:
وَما عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang memelihara dirinya terhadap dosa mereka (yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi (kewajibannya ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69). [Tafsir Ibnu Katsir: 2/435].
Kedua: larangan duduk-duduk bersama dengan orang-orang kafir itu terbatas pada saat pembicaraannya mengolok-olok ayat-ayat Allah dan menistakannya, namun jika mereka telah merubah pembicaraannya ke arah yang lain, maka larangn tersebut tidak berlaku.
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
قَالَ: ﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا﴾ أَيْ: بِالتَّكْذِيبِ وَالِاسْتِهْزَاءِ ﴿فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ﴾ أَيْ: حَتَّى يَأْخُذُوا فِي كَلَامٍ آخَرَ غَيْرِ مَا كَانُوا فِيهِ مِنَ التَّكْذِيبِ، ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ وَالْمُرَادُ بِهَذَا كُلُّ فَرْدٍ، فَرْدٌ مِنْ آحَادِ الْأُمَّةِ، أَلَّا يَجْلِسَ مَعَ الْمُكَذِّبِينَ الَّذِينَ يُحَرِّفُونَ آيَاتِ اللَّهِ وَيَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا، فَإِنْ جَلَسَ أَحَدٌ مَعَهُمْ نَاسِيًا ﴿فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى﴾ بَعْدَ التَّذَكُّرِ ﴿مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
وَلِهَذَا وَرَدَ فِي الْحَدِيثِ: "رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.
وَقَالَ السُّدِّي، عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْر فِي قَوْلِهِ: ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ قَالَ: إِنْ نَسِيتَ فَذَكَرْتَ، فَلَا تَجْلِسْ مَعَهُمْ. وَكَذَا قَالَ مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ.
Ibnu Abbas berkata, "Allah berfirman, 'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami...' yaitu dengan mendustakan dan mencemoohnya. 'Maka berpalinglah dari mereka hingga mereka merubah pembicaraanya dan masuk ke dalam pembicaraan selain itu yang ada pendustaan '. { Dan jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)}
Dan yang dimaksud dengan ini adalah setiap individu, individu dari umat yang tidak duduk bersama para penista yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan menempatkannya di tempat-tempat yang salah. Jika kamu duduk bersama mereka karena lupa, 'maka setelah teringat janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzalim'."
Dan oleh karena itu telah ada dalam hadis: "Kesalahan tanpa sengaja dan kelupaan dari umatku diampuni dan apa yang mereka lakukan karena dipaksa padanya."
[HR. Ibnu Majah no.(2043), Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabir)) (8273), dan Al-Bayhaqi (11787) dari Abu Dzar al-Ghifari (ra). Di shahihkan al-Albani dalam Sahih al-Jami' no. 1836].
Dan al-Suddi mengatakan, dari Abu Malik dan Sa'id bin Jubair tentang firman Allah: { Dan jika tidak, maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)}, dia berkata: "Jika kamu lupa, lalu kamu ingat, maka janganlah duduk bersama mereka." Demikian pula Mukatil bin Hayyan mengatakan. [Tafsir Ibnu Katsir 3/278]
Dalam sebuah hadis di katakan:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ»
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk-duduk di meja makan di mana minuman keras disajikan [diedarkan]".
[HR. At-Tirmidzi (2801) dan redaksi ini miliknya, Al-Nasa'i (401) dengan singkat, dan Ahmad (14651) dengan sedikit perbedaan]. Di Hasankan Ibnu Katsir dalam Musnad al-Faaruq 1/411 dan dishahihkan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 4403].
CARA KHAWARIJ BERDALIL ITU TERBALIK:
Nabi SAW bersabda:
“يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ ".
Mereka [kaum khawarij] membaca Al-Qur'an dan menyangka bahwa ayat itu dalil untuk membenarkan mereka, padahal yang benar ayat itu dalil atas kesalahan mereka. [HR. Muslim no. 1066 dan Abu Dawud (4768)].
Dan dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri dan Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhuma Rasulullah (SAW) bersabda:
« يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ، مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ»
"Mereka mengajak manusia kepada Al-Qur'an, akan tetapi apa yang mereka amalkan itu sama sekali bukan dari al-Qur'an. Siapa yang memerangi mereka, maka ia lebih mulia di sisi Allah."
[HR. Abu Daud no. 4765. Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih Abu Daud dan Syu'aib al-Arnauth dalam Takhrij Hadits Sunan Abi Daud].
Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berkata tentang orang-orang khawarij sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq [tanpa sanad] adalah sebagai berikut:
“وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ: إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ”
“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata: ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhori 9/16, Bab: Qotlil Khawarij wa'l Mulhidiin)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ بن عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ قَالَ كَانَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ قُلْتُ وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
“Ath-Thabary menyambungkan sanadnya dalam " Musnad Ali min Tahdzib Al-Atsar" dari jalur Bukair bin Abdillah bin Al-Asyajj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain untuk kelompok Khawarij)?
Dia menjawab: “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.”
Saya katakan: ‘Sanadnya shahih’”. (Fathul Bari, 12/286)
KAFIR DZIMMI BAGI KHAWARIJ LEBIH MULIA DARI PADA MUSLIM SELAINNYA
Pada zaman Sahabat, kaum khawarij lebih memuliakan orang kafir dzimmy dari pada sahabat Nabi SAW. Mereka mengharamkan darah Kafir Dzimmi bahkan wajib melindungi jiwa, harta, kehormatan dan agama kafir dzimmi. Sementara mereka menghalalkan darah, harta dan kehormtan kaum muslimin, termasuk para sahabat Nabi SAW yang dianggap kafir oleh mereka karena tidak sejalan dengan manhaj khawarij. Bahkan doktrin khawarij mewajibkan untuk membunuh kaum muslimin yang tidak sefaham, merampas hartanya dan menginjak-injak kehormatannya, serta berkewajiban melenyapkan semua manhaj selain khawarij.
Kalau khawarij sekarang mengatakan: bahwa Fir'aun, orang yahudi dan kristen bahkan Abu Jahal lebih bertauhid dan lebih sesuai dengan petunjuk [أَهْدَى] dari pada kaum muslimin yang tidak semanhaj dengan mereka.
Sebagai contoh yang pernah terjadi pada masa sahabat adalah: kisah pembunuhan seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Khabbab dan Ummu Waladnya atau Surriyyah yang sedang hamil. [Ummu walad: adalah budak wanita yang telah melahirkan anak majikan. Surriyyah: adalah budak wanita yang sedang hamil anak majikan].
Dari Humaid bin Bilal dari seorang lelaki Abdul Qais ia pernah bergabung dengan kaum Khawarij kemudian memisahkan diri dari mereka, ia berkata:
دَخَلُوا قَرْيَةً، فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابٍ ذَعِرًا يَجُرُّ رِدَاءَهُ، فَقَالُوا: لِمَ تُرَعُ؟ فَقَالَ: وَاللَّهِ لَقَدْ رُعْتُمُونِي. قَالُوا: أَنْتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَهَلْ سَمِعْتَ مِنْ أَبِيكَ حَدِيثًا يُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تُحَدِّثُنَاهُ؟ قَالَ: نَعَمْ، «سَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ ذَكَرَ فِتْنَةً الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي ". قَالَ: “فَإِنْ أَدْرَكْتَ ذَلِكَ فَكُنْ عَبْدَ اللَّهِ الْمَقْتُولَ - أَحْسَبُهُ قَالَ - وَلَا تَكُنْ عَبْدَ اللَّهِ الْقَاتِلَ». قَالُوا: أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ أَبِيكَ يُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَقَدَّمُوهُ عَلَى ضَفَّةِ النَّهْرِ، فَضَرَبُوا عُنُقَهُ فَسَالَ دَمُهُ كَأَنَّهُ شِرَاكُ نَعْلٍ امْدَقَرَّ، وَبَقَرُوا أُمَّ وَلَدِهِ عَمَّا فِي بَطْنِهَا.
"Orang-orang Khawarij memasuki sebuah kampung, kemudian Abdullah bin Khabab keluar dengan ketakutan sambil menjulurkan kain selendangnya, mereka pun bertanya:
"Kenapa kamu ketakutan?"
Abdullah menjawab: "Demi Allah, sungguh kalian telah membuatku ketakutan."
Mereka bertanya lagi: "Apakah kamu Abdullah bin Khabab sahabat Rasulullah (SAW)?"
Abdullah menjawab: "Ya."
Kemudian ada yang bertanya kepadanya: "Lalu apakah kamu telah mendengar dari [bapakmu] sebuah hadits yang dia ceritakan dari Rasulullah (SAW) untuk kamu ceritakan kepada kami?".
Abdullah menjawab: "Ya, aku telah mendengarnya bercerita dari Rasulullah (SAW), beliau menyebutkan tentang fitnah: "Orang yang duduk ketika terjadi fitnah adalah lebih baik dari orang yang berdiri, dan orang yang berdiri adalah lebih baik dari orang yang berjalan, sedangkan orang yang berjalan adalah lebih baik dari orang yang berlari."
Kemudian Nabi melanjutkan: "Jika kamu mendapati masa itu maka jadilah kamu hamba Allah yang terbunuh."
[Perawi yang bernama Ayyub] menyebutkan: "Dan aku tidak mengetahuinya kecuali beliau bersabda: 'Dan janganlah menjadi hamba Allah yang membunuh'."
Kemudian orang-orang Khawarij itu bertanya lagi: "Apakah kamu mendengar ini dari bapakmu yang telah bercerita dari Rasulullah (SAW)?"
Abdullah menjawab: "Ya."
Perawi (lelaki dari Abdu Qais) Berkata: "Kemudian mereka membawanya ke tepian sungai dan memenggal lehernya, sehingga mengalirlah darahnya seakan-akan tali sandal yang tidak terputus. Dan mereka juga membelah janin yang ada di perut Ummul waladnya (budak wanita yang melahirkan anak majikan)."
[HR. Ahmad no. 21064, Abu Ya'laa 13/177 dan Ath-Thabaraani no. 3630, 3631].
Al-Haytsami berkata dalam “Majma' Az-Zawa’id” 7/303 No. (12336):
"وَلَمْ أَعْرِفِ الرَّجُلَ الَّذِي مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ رِجَالُ الصَّحِيحِ".
"Saya tidak mengenal orang yang berasal dari Abd al-Qais dan para perawi lainnya adalah orang-orang Kitab Hadist Shahih".
Al-Mubarrad menyebutkan hadits ini dalam Al-Kamil hal. 564, namun ada tambahan:
إِنَّ الْخَوَارِجَ قَالُوا لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ خُبَابٍ: مَا تَقُولُ فِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ؟ فَأَثْنَىٰ خَيْرًا. فَقَالُوا لَهُ: فَمَا تَقُولُ فِي عَلِيٍّ قَبْلَ التَّحْكِيمِ؟ وَفِي عُثْمَانَ سِتَّ سَنِينَ؟ فَأَثْنَىٰ خَيْرًا. وَقَالُوا: فَمَا تَقُولُ فِي الْحُكُومَةِ وَالتَّحْكِيمِ؟ قَالَ: أَقُولُ: إِنَّ عَلِيًّا أَعْلَمُ بِاللَّهِ مِنْكُمْ وَأَشَدُّ تَوَقِّيًا لِدِينِهِ، وَأَنْفَذُ بِصَيِّرَةٍ. قَالُوا: إِنَّكَ لَسْتَ تَتَّبِعُ الْهُدَىٰ، إِنَّمَا تَتَّبِعُ الرِّجَالَ عَلَىٰ أَسْمَائِهَا. ثُمَّ قَرَّبُوهُ إِلَىٰ شَاطِئِ النَّهْرِ فَذَبَحُوهُ، فَامْذَفَرَ دَمَهُ، أَيْ جَرَّىٰ مُسْتَطِيلًا عَلَىٰ ذَقْنِهِ.
وَسَامُوا رَجُلاً نَصْرَانِيًّا بِنَخْلَةٍ، فَقَالَ: هِيَ لَكُمْ. فَقَالُوا: مَا كُنَّا لِنَأْخُذَهَا إِلَّا بِثَمَنٍ. فَقَالَ: مَا أَعْجَبَ هَذَا! تَقْتُلُونَ مِثْلَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خُبَابٍ، وَلَا تَقْبَلُونَ مِنَّا نَخْلَةً إِلَّا بِثَمَنٍ؟ وَكَانَ قَتْلُ عَبْدِ اللَّهِ بِقَرِيَّةٍ يُقَالُ لَهَا "كَسْكَر" فَبِهَذَا السَّبَبِ اسْتَحَلَّ عَلِيٌّ قِتَالَهُمْ، وَاسْتِئْصَالَهُمْ بِالْقَتْلِ.
"Para Khawarij berkata kepada Abdullah bin Khabbab: 'Apa pendapatmu tentang Abu Bakr dan Umar?' Maka dia memuji keduanya dengan pujian yang baik.
Lalu mereka berkata kepadanya: 'Bagaimana pendapatmu tentang Ali sebelum peristiwa Tahkim [perdamaian antara Ali dan Mu'wiyah setelah perang Shiffiin]? Dan tentang Utsman selama enam tahun?' Maka dia memuji keduanya dengan pujian yang baik.
Mereka berkata: 'Bagaimana pendapatmu tentang pemerintahan dan Tahkiim?' Dia menjawab: 'Aku katakan bahwa Ali lebih mengetahui tentang Allah daripada kalian, lebih kokoh dalam menjaga agamanya, dan memiliki wawasan yang lebih mendalam.'
Mereka berkata: 'Engkau tidak mengikuti petunjuk, engkau hanya mengikuti manusia berdasarkan namanya.' Kemudian mereka mendekatkan dia ke tepi sungai dan membunuhnya, dan darahnya mengalir, yaitu mengalir panjang hingga ke bawah dagunya."
Mereka [orang-orang khawarij setelah membunuh Abdullah bin Khabbab] melakukan tawar menawar harga pohon kurma dengan seorang Nasrani. Lalu dia [Nasrani] berkata: "Ini saya kasih untuk kalian secara cuma-cuma ".
Mereka berkata: Kami tidak akan mengambilnya kecuali dengan pembayaran sesuai harganya.
Dia berkata: Betapa anehnya ini? Apakah kalian tega membunuh orang seperti Abdullah bin Khabab, sementara kalian tidak mau menerima pohon kurma dari kami kecuali dengan pembayaran sesuai harganya?
Pembunuhan Abdullah terjadi di sebuah desa yang disebut "Kaskar". Oleh karena itu, Ali menghalalkan untuk memerangi mereka dan menghabisi mereka dengan pembantaian.
[Lihat pula: al-Qur'aaniyyuun karya Ali Muhammad Zainu hal. 31 dan al-Jauharah Fii Nasabin Nabi karya Muhmmad at-Timisaani 2/263].
Dari Abu Mijlaz, ia berkata:
بَيْنَمَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابٍ فِي يَدِ الْخَوَارِجِ إِذْ أَتَوْا عَلَى نَخْلٍ ، فَتَنَاوَلَ رَجُلٌ مِنْهُمْ تَمْرَةً فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا لَهُ: أَخَذْتُ تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ أَهْلِ الْعَهْدِ ، وَأَتَوْا عَلَى خِنْزِيرٍ فَنَفَخَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ بِالسَّيْفِ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا لَهُ: قَتَلْتَ خِنْزِيرًا مِنْ خَنَازِيرِ أَهْلِ الْعَهْدِ ، قَالَ: فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ مَنْ هُوَ أَعْظَمُ عَلَيْكُمْ حَقًّا مِنْ هَذَا؟ قَالُوا: مَنْ؟ قَالَ: أَنَا ، مَا تَرَكْتُ صَلَاةً وَلَا تَرَكْتُ كَذَا وَلَا تَرَكْتُ كَذَا ; قَالَ: فَقَتَلُوهُ ، قَالَ: فَلَمَّا جَاءَهُمْ عَلِيٌّ قَالَ: أَقِيدُونَا بِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَبَّابٍ قَالُوا: كَيْفَ نُقِيدُكَ بِهِ وَكُلُّنَا قَدْ شَرَكَ فِي دَمِهِ ، فَاسْتَحَلَّ قِتَالَهُمْ ".
ketika Abdullah bin Khabbab ditawan oleh kaum Khawarij. Ketika mereka mendapati sebuah pohon kurma, maka salah seorang dari mereka mengambil kurma (yang jatuh) dari pohon tersebut. Maka teman-temannya (sesama Khawarij) menemuinya dan berkata: “engkau telah mengambil kurmanya ahlul ‘ahdi (kafir mu’ahhad)”.
Kemudian ia mendapati seekor babi, lalu salah seorang dari mereka membunuh babi tersebut dengan pedang. Lalu orang-orang khawarij menemuinya dan berkata: “kamu telah membunuh babinya ahlul ‘ahdi (kafir mu’ahhad / dalam perjanjian)”.
Maka melihat itu, Abdullah bin Khabbab berkata: “Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih besar haknya dari itu semua (kurma dan babi)?”.
Mereka berkata: “Apa itu?”.
Abdullah menjawab: “Itu adalah aku, aku tidak meninggalkan shalat dan tidak meninggalkan ibadah ini dan itu”.
Mendengar itu lantas kaum Khawarij membunuh Abddullah bin Khabbab.
Ketika mereka menemui Ali bin Abi Thalib, beliau bertanya: “Mengapa kalian tidak menyerahkan Abdullah bin Khabbab kepada kami?”.
Mereka menjawab: “Bagaimana mungkin kami serahkan ia kepadamu? Sedangkan kesyirikan dalam darahnya lebih memberatkan kami (untuk tidak membunuhnya)”.
Mereka menganggap halal darahnya Abdullah bin Khabbab.
(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 7/560 no. 37923)
DIALOG SEBELUM PERANG BERKECAMUK ANTARA JUBIR ALI (RA) DENGAN KHAWARIJ
Ada beberapa faktor yang mendorong Ali bin Abu Thalib bersama pasukannya mendatangi tempat berkumpulnya golongan Khawarij [di Nahrawan] untuk memeranginya:
Faktor Pertama: karena adanya perintah dari Nabi untuk memerangi kaum Khawarij.
Faktor Kedua: di dalam kaum khawarij tersebut terdapat seseorang yang telah digambarkan oleh Nabi (SAW), yaitu dalam sabdanya:
"... آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ".
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: “فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ ".
Ciri-ciri mereka adalah adanya seorang laki-laki berkulit hitam yang salah satu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikan potongan daging yang bergerak-gerak.
Mereka akan muncul pada zaman timbulnya firqah/golongan".
Abu Sa'id berkata: Aku bersaksi bahwa aku mendengar hadits ini dari Rasulullah (SAW) dan aku bersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan aku bersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yang bersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapat melihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi (SAW)". [HR. Bukhori no. 3610 dan Muslim no. 1064]
Faktor ketiga: mereka mulai membunuh kaum muslimin yang tidak sefaham dengan mereka, di antaranya membunuh beberapa sahabat Nabi (SAW).
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:
“فَاسْتَعْرَضُوا النَّاسَ فَقَتَلُوا مَنِ اجْتَازَ بِهِمْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَمَرَّ بِهِمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ وَكَانَ وَالِيًا لِعَلِيٍّ عَلَى بَعْضِ تِلْكَ الْبِلَادِ وَمَعَهُ سُرِّيَّةٌ وَهِيَ حَامِلٌ فَقَتَلُوهُ وبقروا بطن سُرِّيَّتِهِ عَنْ وَلَدٍ فَبَلَغَ عَلِيًّا فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ فِي الْجَيْشِ الَّذِي كَانَ هَيَّأَهُ لِلْخُرُوجِ إِلَى الشَّامِ فَأَوْقَعَ بِهِمْ بِالنَّهْرَوَانِ وَلَمْ يَنْجُ مِنْهُمْ إِلَّا دُونَ الْعَشَرَةِ وَلَا قُتِلَ مِمَّنْ مَعَهُ إِلَّا نَحْوُ الْعَشَرَةِ".
Kaum Khawarij menguji orang-orang dengan pertanyaan-pertanyaan, lalu mereka pun membunuh orang dari kaum Muslimin yang jawabannya tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Abdullah bin Khabbab bin Al Art melewati mereka. Ketika itu ia adalah gubernur di sebagian daerah di pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Dan ia memiliki surriyyah [budak wanita] yang sedang hamil [anak majikan]. Mereka pun membunuh Abdullah bin Khabbab dan merobek perut budaknya untuk mengeluarkan anaknya (untuk dibunuh juga).
Berita itu sampai kepada Ali. Lalu beliau menemui kaum khawarij bersama pasukan yang sedianya dipersiapkan untuk berangkat ke Syam (dalam rangka menghadapi pasukan Mu’awiyah -red). Maka Ali memerangi mereka (kaum khawarij) di Nahrawan. Tidak ada yang selamat dari mereka kecuali sekitar 10 orang saja. Dan tidak ada yang tewas dari pasukan Ali kecuali sekitar 10 orang saja” (Fathul Baari, 12/284)
Meskipun faktor-faktor dan alsannya sangat kuat dan mendukung untuk memerangi kaum khawarij, namun Ali bin Abi Thalib masih terus berusaha melakukan dialog, membujuk dan mendakwahi mereka agar kembali ke jalan yang lurus.
Berikut ini langkah-langkah dialog yang dilakukan Ali (ra) dengan kaum khawarij sebelum perang:
PERTAMA: DIALOG ANTARA IBNU ABBAS (RA) DENGAN KAUM KHAWARIJ:
Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhuma, seorang ulama yang faqih di kalangan para sahabat Nabi, merasa perlu untuk berbicara dengan mereka dalam rangka mendebat mereka dan mematahkan argumen mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar. Berikut ini dialog antara Abdullah bin ‘Abbas dengan kaum Khawarij.
Abdullah bin ‘Abbas berkata:
«لَمَّا خَرَجَتِ الْحَرُورِيَّةُ اعْتَزَلُوا فِي دَارٍ، وَكَانُوا سِتَّةَ آلَافٍ « فَقُلْتُ لِعَلِيٍّ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ» أَبْرِدْ بِالصَّلَاةِ، لَعَلِّي أُكَلِّمُ هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ» قَالَ: «إِنِّي أَخَافُهُمْ عَلَيْكَ» قُلْتُ: كَلَّا، فَلَبِسْتُ، وَتَرَجَّلْتُ، وَدَخَلْتُ عَلَيْهِمْ فِي دَارِ نِصْفِ النَّهَارِ، وَهُمْ يَأْكُلُونَ فَقَالُوا: «مَرْحَبًا بِكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، فَمَا جَاءَ بِكَ؟» قُلْتُ لَهُمْ: أَتَيْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُهَاجِرِينَ، وَالْأَنْصَارِ، وَمِنْ عِنْدِ ابْنِ عَمِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِهْرِهِ، وَعَلَيْهِمْ نُزِّلَ الْقُرْآنُ، فَهُمْ أَعْلَمُ بِتَأْوِيلِهِ مِنْكُمْ، وَلَيْسَ فِيكُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ، لَأُبَلِّغَكُمْ مَا يَقُولُونَ، وَأُبَلِّغَهُمْ مَا تَقُولُونَ، فَانتَحَى لِي نَفَرٌ مِنْهُمْ قُلْتُ: هَاتُوا مَا نَقِمْتُمْ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَابْنِ عَمِّهِ قَالُوا: «ثَلَاثٌ» قُلْتُ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: «أَمَّا إِحْدَاهُنَّ، فَإِنَّهُ حُكْمُ الرِّجَالِ فِي أَمْرِ اللهِ» وَقَالَ اللهُ: {إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ} [الأنعام: 57] مَا شَأْنُ الرِّجَالِ وَالْحُكْمِ؟ قُلْتُ: هَذِهِ وَاحِدَةٌ قالوا: وَأَمَّا الثَّانِيَةُ، فَإِنَّهُ قَاتَلَ، وَلَمْ يَسْبِ، وَلَمْ يَغْنَمْ، إِنْ كَانُوا كُفَّارًا لَقَدْ حَلَّ سِبَاهُمْ، وَلَئِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ مَا حَلَّ سِبَاهُمْ وَلَا قِتَالُهُمْ قُلْتُ: هَذِهِ ثِنْتَانِ، فَمَا الثَّالِثَةُ؟ " وَذَكَرَ كَلِمَةً مَعْنَاهَا قَالُوا: مَحَى نَفْسَهُ مِنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَهُوَ أَمِيرُ الْكَافِرِينَ " قُلْتُ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالُوا: «حَسْبُنَا هَذَا» قُلْتُ: لَهُمْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ قَرَأْتُ عَلَيْكُمْ مِنْ كِتَابِ اللهِ جَلَّ ثَنَاؤُهُ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ مَا يَرُدُّ قَوْلَكُمْ أَتَرْجِعُونَ؟ قَالُوا: «نَعَمْ» قُلْتُ: أَمَّا قَوْلُكُمْ: «حُكْمُ الرِّجَالِ فِي أَمْرِ اللهِ، فَإِنِّي أَقْرَأُ عَلَيْكُمْ فِي كِتَابِ اللهِ أَنْ قَدْ صَيَّرَ اللهُ حُكْمَهُ إِلَى الرِّجَالِ فِي ثَمَنِ رُبْعِ دِرْهَمٍ ، فَأَمَرَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْ يَحْكُمُوا فِيهِ» أَرَأَيْتَ قَوْلَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ، وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ} [المائدة: 95] وَكَانَ مِنْ حُكْمِ اللهِ أَنَّهُ صَيَّرَهُ إِلَى الرِّجَالِ يَحْكُمُونَ فِيهِ، وَلَوْ شَاءَ لحكم فِيهِ، فَجَازَ مِنْ حُكْمِ الرِّجَالِ، أَنْشُدُكُمْ بِاللهِ أَحُكْمُ الرِّجَالِ فِي صَلَاحِ ذَاتِ الْبَيِّنِ، وَحَقْنِ دِمَائِهِمْ أَفْضَلُ أَوْ فِي أَرْنَبٍ؟ قَالُوا: بَلَى، هَذَا أَفْضَلُ وَفِي الْمَرْأَةِ وَزَوْجِهَا: {وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا} [النساء: 35] فَنَشَدْتُكُمْ بِاللهِ حُكْمَ الرِّجَالِ فِي صَلَاحِ ذَاتِ بَيْنِهِمْ، وَحَقْنِ دِمَائِهِمْ أَفْضَلُ مِنْ حُكْمِهِمْ فِي بُضْعِ امْرَأَةٍ؟ خَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ " قَالُوا: نَعَمْ قُلْتُ: وَأَمَّا قَوْلُكُمْ قَاتَلَ وَلَمْ يَسْبِ، وَلَمْ يَغْنَمْ، أَفَتَسْبُونَ أُمَّكُمْ عَائِشَةَ، تَسْتَحِلُّونَ مِنْهَا مَا تَسْتَحِلُّونَ مِنْ غَيْرِهَا وَهِيَ أُمُّكُمْ؟ فَإِنْ قُلْتُمْ: إِنَّا نَسْتَحِلُّ مِنْهَا مَا نَسْتَحِلُّ مِنْ غَيْرِهَا فَقَدْ كَفَرْتُمْ، وَإِنْ قُلْتُمْ: لَيْسَتْ بِأُمِّنَا فَقَدْ كَفَرْتُمْ: {النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ} [الأحزاب: 6] فَأَنْتُمْ بَيْنَ ضَلَالَتَيْنِ، فَأْتُوا مِنْهَا بِمَخْرَجٍ، أَفَخَرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ قَالُوا: نَعَمْ، وَأَمَّا مَحْيُ نَفْسِهِ مِنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَنَا آتِيكُمْ بِمَا تَرْضَوْنَ. إن نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ صَالَحَ الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ لِعَلِيٍّ: «اكْتُبْ يَا عَلِيُّ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولَ اللهِ» قَالُوا: لَوْ نَعْلَمُ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ مَا قَاتَلْنَاكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «امْحُ يَا عَلِيُّ اللهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ، امْحُ يَا عَلِيُّ، وَاكْتُبْ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ» وَاللهِ لَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرٌ مِنْ عَلِيٍّ، وَقَدْ مَحَى نَفْسَهُ، وَلَمْ يَكُنْ مَحْوُهُ نَفْسَهُ ذَلِكَ مَحَاهُ مِنَ النُّبُوَّةِ، أَخْرَجْتُ مِنْ هَذِهِ؟ " قَالُوا: «نَعَمْ، فَرَجَعَ مِنْهُمْ أَلْفَانِ، وَخَرَجَ سَائِرُهُمْ، فَقُتِلُوا عَلَى ضَلَالَتِهِمْ، فَقَتَلَهُمُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ»
Ketika kaum Haruriyyah (Khawarij) memberontak, mereka berkumpul menyendiri di suatu daerah. Ketika itu mereka ada sekitar 6000 orang. Maka aku pun berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib: “wahai Amirul Mu’minin, tundalah shalat zhuhur hingga matahari tidak terlalu panas, mungkin aku bisa berbicara dengan mereka kaum Khawarij”.
Ali berkata: “aku mengkhawatirkan keselamatanmu”.
Aku berkata: “tidak perlu khawatir”
Aku lalu memakai pakaian yang bagus dan berdandan. Aku sampai di daerah mereka pada waktu tengah hari, ketika itu kebanyakan mereka sedang makan. Mereka berkata: “marhaban bik (selamat datang) wahai Ibnu ‘Abbas, apa yang membuatmu datang ke sini?”.
Aku berkata: “Aku datang mewakili para sahabat Nabi dari kaum Muhajirin dan Anshar dan mewakili anak dari paman Nabi (Ali bin Abi Thalib). Merekalah yang membersamai Nabi, Al Qur’an di turunkan di tengah-tengah mereka, dan mereka lah yang paling memahami makna Al Qur’an. Dan tidak ada salah seorang pun dari kalian yang termasuk sahabat Nabi. Akan aku sampaikan perkataan mereka yang lebih benar dari perkataan kalian”.
Lalu sebagian dari mereka mencoba menahanku untuk bicara.
Aku berkata lagi: “sampaikan kepada saya apa alasan kalian memerangi para sahabat Rasulullah dan anak dari pamannya (Ali bin Abi Thalib)?”.
Mereka menjawab: “ada 3 hal”. Aku berkata: “apa saja?”.
Mereka menjawab: “Pertama: ia telah menjadi hakim dalam urusan Allah, padahal Allah Ta’ala berfirman:
{إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ}
“Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah” (QS. Al An’am: 57, Yusuf: 40).
Betapa beraninya seseorang menetapkan hukum selain hukum Allah!”.
Aku [Ibnu Abbas] berkata: “Ini yang pertama, lalu?”.
Mereka menjawab: “Kedua: ia memimpin perang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan tawanan dan tidak mengambil ghanimah. Padahal jika memang ia memerangi orang kafir maka halal tawanannya. Namun jika yang diperangi adalah orang mukmin maka tidak halal tawanannya dan tidak boleh diperangi”.
Aku berkata: “ini yang kedua, lalu apa yang ketiga?”.
(Ketiga) Mereka menyampaikan perkataan yang intinya kaum Khawarij berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib telah menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, dengan demikian ia adalah Amirul Kafirin [pemimpin orang kafir].
Aku lalu berkata: “apakah masih ada lagi alasan kalian?”.
Mereka menjawab: “itu sudah cukup”.
Aku berkata: “Bagaimana menurut kalian jika aku membacakan Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya yang akan membantah pendapat kalian? apakah kalian akan rujuk (taubat)?”.
Mereka berkata: “ya”.
Aku katakan: “adapun perkataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib telah menetapkan hukum dalam perkara Allah, aku akan membacakan Kitabullah kepada kalian bahwa Allah telah menyerahkan hukum kepada manusia dalam masalah seperdelapan seperempat dirham. Allah tabaraka wa ta’ala memerintahkan untuk berhukum kepada manusia dalam hal ini. tidakkah kalian membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ، وَأَنْتُمْ حُرُمٌ، وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ}
‘Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan dalam keadaan ber-ihram. Barang siapa yang membunuhnya di antara kamu secara sengaja, maka dendanya adalah mengantinya dengan hewan yang seimbang dengannya, menurut putusan hukum dua orang yang adil di antara kamu‘ (QS. Al Maidah: 95)”
Ini di antara hukum Allah yang Allah serahkan putusannya kepada manusia. Andaikan Allah mau, tentu Allah bisa memutuskan saja hukumnya. Namun Allah membolehkan berhukum kepada manusia. Demi Allah aku bertanya kepada kalian, apakah putusan hukum seseorang dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai atau dalam menjaga darah kaum muslimin atau dalam masalah daging kelinci itu afdhal?
Mereka menjawab: “iya, tentu itu lebih utama ”.
Dalam masalah pertikaian suami istri:
{وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا}
“Dan bila kamu mengkhawatirkan perceraian antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (penengah yang memberi putusan) dari keluarga laki-laki dan seorang penengah dari keluarga wanita” (QS. An Nisaa: 35).
Demi Allah telah aku bacakan kepada kalian diperintahkannya berhukum kepada manusia dalam mendamaikan suami-istri yang bertikai dan dalam menjaga darah mereka, dan itu lebih utama dari pada hukum yang diputuskan pada sebagian wanita. Apakah alasanmu sudah terjawab dengan ini?
Mereka menjawab: “Ya”.
Aku berkata: “adapun perkataan kalian bahwa Ali berperang (melawan pihak ‘Aisyah) namun tidak menawan dan tidak mengambil ghanimah, saya bertanya, apakah kalian akan menawan ibu kalian ‘Aisyah? Apakah ia halal bagi kalian sebagaimana tawanan lain halal bagi kalian? Jika kalian katakan bahwa ia halal bagi kalian sebagaimana halalnya tawanan yang lain, maka kalian telah kufur. Atau jika kalian katakan ia bukan ibumu, kalian kafir.
{النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ}
‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin)‘ (QS. Al Ahdzab: 6).
Maka kalian berada di antara dua kesesatan, coba kalian pilih salah satu? Apakah ini sudah menjawab alasan kalian?”.
Mereka menjawab: “ya”.
Ibnu Abbas berkata: “Adapun perkataan kalian bahwa Ali menghapus gelar Amirul Mu’minin darinya, maka aku akan sampaikan hal yang kalian ridhai. Bukankah Nabi (SAW) pada Hudaibiyah membuat perjanjian dengan kaum Musyrikin.
Rasulullah berkata kepada Ali:
«اكْتُبْ يَا عَلِيُّ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدٌ رَسُولَ اللهِ»
“tulislah wahai Ali, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad Rasulullah”.
Namun kaum musyrikin berkata: “tidak! andai kami percaya bahwa engkau Rasulullah, tentu kami tidak akan memerangimu”.
Maka Rasulullah (SAW) bersabda:
«امْحُ يَا عَلِيُّ اللهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ، امْحُ يَا عَلِيُّ، وَاكْتُبْ هَذَا مَا صَالَحَ عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ»
“Kalau begitu hilangkan tulisan “Rasulullah” wahai Ali. Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui bahwa aku adalah Rasul-Mu. Hapus saja, wahai Ali. Dan tulislah, ini adalah perdamaian yang dinyatakan oleh Muhammad bin Abdillah”.
Padahal demi Allah, Rasulullah (SAW) tentu lebih utama dari pada Ali. Namun beliau sendiri pernah menghapus gelar “Rasulullah”. Namun penghapus gelar tersebut ketika itu tidak menghapus kenabian beliau. Apakah alasan kalian sudah terjawab dengan ini?”.
Mereka berkata: “ya”.
Ibnu Abbas berkata: “Maka bertaubatlah sekitar dua ribu orang di antara mereka, dan sisanya tetap memberontak. Mereka akhirnya terbunuh dalam kesesatan mereka. Kaum Muhajirin dan Anshar lah yang membunuh mereka”. [selesai].
[Diriwayatkan oleh Imam An Nasa-i dalam as-Sunan al-Kubroo, kitab Al Khasha-ish Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib (190) dan al-Baihaqi dalam al-Kubroo 7/480 no. 8522].
Al-Hakim mengatakan 2/150: “Shahih sesuai syarat Shahih Muslim, dan mereka berdua tidak memasukkannya dalam kitabnya ".
Ibnu Hajar berkata dalam Al-Diraayah 2/138: “Sanadnya Shahih”
Dalam riwayat lain: Muhammad At-Tilmisani yang dikenal dengan al-Burri (w. 645) berkata:
وَخَرَجَ إِلَيْهِمْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَنْ مَعَهُ، وَرَامَ رُجُوعَتَهُمْ، فَأَبَوْا إِلَّا الْقِتَالَ. وَكَانَ عَلِيٌّ أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ، فَاجْتَمَعَ مَعَهُمْ وَاحْتَجَّ عَلَيْهِمْ بِحُجُوجٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَمِنْ فِعْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِعْلِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ حَتَّى قَطَعَهُمْ: وَلَمْ يَجِدُوا جَوَابًا لِمَا قَالَ. فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: "دَعُوهُ عَنْكُمْ وَلَا تَجِيبُوهُ، فَلَنْ تُطِيقُوا مُخَاصَمَةَ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَإِنَّهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِمْ: (بَلْ هُمْ خَصِمُونَ) وَقَالَ جَلَّ ثَنَاؤُهُ: (وَتُنْذِرُ بِهِ قَوْمًا لُدًّا)".
وَكَانَ فِيهِمْ مَنْ تَبَيَّنَ لَهُ الْحَقُّ. فَرَجَعَ مَعَهُ مِنْهُمْ مِنْ "حَرُورَاءَ" أَلْفَانِ إِلَى الْحَقِّ. وَصَدَّقُوا ابْنَ عَبَّاسٍ فِيمَا قَالَ، وَلَزِمُوا عَلِيٌّا. وَأَمَّا الْبَاقُونَ فَمَكَثُوا عَلَى ضَلَالِهِمْ وَعُنُودِهِمْ، وَهُمْ أَهْلُ النَّهْرَوَانِ، وَكَانُوا سِتَّةَ آلَافٍ. فَقَتَلَ مِنْهُمْ عَلِيٌّ فِي النَّهْرَوَانِ أَلْفَيْنِ وَثَمَانِي مِئَةٍ فِي أَصْحَّ الْأَقَاوِيلِ. وَقُتِلَ مَعَهُمْ رَئِيسُهُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْب ذُو التَّفَنَاتِ الرَّاسِبِيُّ الْأَزْدِيُّ مِنْ بَنِي رَاسِبِ بْنِ مَالِكِ بْنِ مَيْدَعَانَ بْنِ مَالِكِ بْنِ نَضْرِ ابْنِ الْأَزْدِ بْنِ الْغَوْثِ.
ثُمَّ جَمَعُوا لِعَلِيٍّ بَعْدَ ذَلِكَ بِالنُّخَيْلَةِ، فَقَتَلَهُمْ أَجْمَعِينَ، وَلَمْ يُفَلِّتْ مِنْهُمْ إِلَّا ثَمَانِيَّةٌ، وَلَمْ يُقْتَلْ مِنْ عَسْكَرِ عَلِيٍّ غَيْرَ تِسْعَةٍ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَ عَلِيًّا خَبَرَهُمْ، وَأَنَّهُ يَقْتُلُهُمْ. وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِحْدَى عَضَدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ. فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ أَمَرَ بِتَفْتِيشِ الْمُخْدَجِ الْيَدِ. فَلَمْ يُوَجَّدْ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُ عَلِيٍّ، وَقَالَ: "وَاللَّهِ مَا كَذِبْتُ وَلَا كُذِّبْتَ، فَتَشُوهْ". فَفَتَشُوهُ فَوَجَدُوهُ فِي وَهْدَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بَيْنَ الْقَتْلَى. فَلَمَّا رَآهُ عَلِيٌّ كَبَّرَ وَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى.
Ali keluar kepada mereka [Kaum Khawarij] dengan pasukan yang mendampinginya, dan dia berusaha untuk menyelesaikan masalah secara damai, namun mereka menolak kecuali pertempuran.
Ali mengutus Abdullah bin Abbas untuk berbicara dengan mereka, dan dia menjumpai mereka dan menyampaikan argumentasi berdasarkan Al-Quran, tindakan Nabi Muhammad (SAW), serta tindakan Abu Bakar dan Umar.
Namun mereka tidak dapat memberikan jawaban atas apa yang dia katakan. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lain:
"Biarkan dia dan jangan menjawabnya, karena kalian tidak akan mampu menghadapi perdebatan dengan Abdullah bin Abbas, dia adalah salah satu dari orang-orang yang Allah SWT menyebutkan tentang mereka:
(بَلْ هُمْ خَصِمُونَ)
“Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar". (QS. Az-Zukhruf: 58)
Dan Allah SWT juga berfirman:
﴿ وَتُنذِرَ بِهِ قَوْمًا لُّدًّا﴾
“Dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang". [QS. Maryam: 97]
Di antara mereka ada yang mendapatkan kebenaran, maka mereka dua ribu orang rujuk [kembali] bersama Abdullah bin Abbas dari "Harura" (sebuah tempat) pada yang hak dan benar. Mereka mempercayai apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan mereka bergabung dengan Ali.
Adapun yang lainnya, mereka tetap tinggal dalam kesesatan dan kekeraskepalaan mereka, mereka adalah orang-orang Nahrawan, jumlah mereka adalah enam ribu.
Ali membunuh dua ribu delapan ratus dari mereka di Nahrawan, menurut riwayat yang sahih.
Dan terbunuh bersamanya pemimpin mereka, Abdullah bin Wahb Dzu ats-Tsafanat, dari suku Rasyab, keturunan Malik bin Maidan bin Malik bin Nadar, keturunan Azd bin Al-Ghawts.
Kemudian mereka berkumpul di Nakhilah dan Ali membunuh mereka semua, hanya delapan orang yang berhasil melarikan diri, dan tidak ada yang terbunuh dari pasukan Ali kecuali sembilan orang.
Rasulullah (SAW) telah memberi Ali kabar tentang mereka dan bahwa dia akan membunuh mereka. Tanda bahwa mereka itu golongan Khawarij adalah salah seorang dari mereka ada yang salah satu tangannya seperti payudara wanita.
Ketika Ali telah selesai membunuh mereka, maka dia memerintahkan untuk mencari al-Mukhdaj [seorang laki-laki yang tangannya cacat seperti puting payudara]. Namun tidak ditemukan, maka wajah Ali nampak berubah, dan dia berkata:
"Demi Allah, aku tidak berbohong dan tidak pula dibohongi [oleh Nabi SAW], maka tolong tolong terus kalian cari lagi!".
Lalu mereka mencarinya lagi, hingga menemukannya di dalam semak di antara tumpukan para mayat. Ketika Ali melihatnya, maka dia mengucapkan takbir dan memuji Allah SWT.
[Sumber: Al-Jawharah fi Nasab An-Nabi wa Ashabih al-Asharah oleh Muhammad At-Tilmisani, 2/263-264]
KEDUA: DIALOG PEMUDA DARI BANI 'AMIR DENGAN KHAWARIJ:
Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451] Dia berkata: Dari Jundub, dia berkata:
لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ الْقَوْمِ، وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ دَخَلَنِي مِنْ ذَلِكَ شِدَّةٌ، فَتَنَحَّيْتُ فَرَكَزْتُ رُمْحِي، وَنَزَلْتُ عَنْ فَرَسِي، وَوَضَعْتُ بُرْنُسِي، فَنَثَرْتُ عَلَيْهِ دِرْعِي، وَأَخَذْتُ بِمِقْوَدِ فَرَسِي، فَقُمْتُ أُصَلِّي إِلَى رُمْحِي، وَأَنَا أَقُولُ فِي صَلَاتِي: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ قِتَالُ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَكَ طَاعَةً فَأْذَنْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كَانَ مَعْصِيَةً فَأَرِنِي بَرَاءَتَكَ. قَالَ: فَإِنَّا كَذَلِكَ إِذْ أَقْبَلَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَى بَغْلَةِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَلَمَّا حَاذَانِي، قَالَ: تَعَوَّذْ بِاللَّهِ، تَعَوَّذْ بِاللَّهِ يَا جُنْدَبُ مِنْ شَرِّ الشَّكِّ، فَجِئْتُ أَسْعَى إِلَيْهِ، وَنَزَلَ فَقَامَ يُصَلِّي، إِذْ أَقْبَلَ رَجُلٌ عَلَى بِرْذَوْنٍ يَقْرُبُ بِهِ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا شَأْنُكَ؟ قَالَ: أَلَكَ حَاجَةٌ فِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا النَّهْرَ. قَالَ: مَا قَطَعُوهُ؟ قُلْتُ: سُبْحَانَ اللَّهِ. ثُمَّ جَاءَ آخَرُ أَرْفَعُ مِنْهُ فِي الْجَرْيِ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا تَشَاءُ؟ قَالَ: أَلَكَ حَاجَةٌ فِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا النَّهْرَ، فَذَهَبُوا، قُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، قَالَ عَلِيٌّ: مَا قَطَعُوهُ.
ثُمَّ جَاءَ آخَرُ يَسْتَحْضِرُ بِفَرَسِهِ، فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: مَا تَشَاءُ؟ قَالَ: أَلَكَ حَاجَةٌ فِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: قَدْ قَطَعُوا النَّهْرَ، قَالَ: مَا قَطَعُوهُ وَلَا يَقْطَعُوهُ، وَلَيُقْتَلُنَّ دُونَهُ، عَهْدٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ.
قُلْتُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ قُمْتُ فَأَمْسَكْتُ لَهُ بِالرِّكَابِ، فَرَكِبَ فَرَسَهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ إِلَى دِرْعِي فَلَبِسْتُهَا، وَإِلَى قَوْسِي فَعَلَّقْتُهَا، وَخَرَجْتُ أُسَايِرُهُ. فَقَالَ لِي: يَا جُنْدَبُ، قُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: أَمَّا أَنَا، فَأَبْعَثُ إِلَيْهِمْ رَجُلًا يَقْرَأُ الْمُصْحَفَ، يَدْعُو إِلَى كِتَابِ اللَّهِ رَبِّهِمْ، وَسُنَّةِ نَبِيِّهِمْ، فَلَا يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ حَتَّى يَرْشُقُوهُ بِالنَّبْلِ، يَا جُنْدَبُ، أَمَا إِنَّهُ لَا يُقْتَلُ مِنَّا عَشَرَةٌ، وَلَا يَنْجُو مِنْهُمْ عَشَرَةٌ.
فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَوْمِ وَهُمْ فِي مُعَسْكَرِهِمُ الَّذِي كَانُوا فِيهِ لَمْ يَبْرَحُوا، فَنَادَى عَلِيٌّ فِي أَصْحَابِهِ فَصَفَّهُمْ، ثُمَّ أَتَى الصَّفَّ مِنْ رَأْسِهِ ذَا إِلَى رَأْسِهِ ذَا مَرَّتَيْنِ، وَهُوَ يَقُولُ: مَنْ يَأْخُذُ هَذَا الْمُصْحَفَ، فَيَمْشِي بِهِ إِلَى هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ فَيَدْعُوهُمْ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ رَبِّهِمْ، وَسُنَّةِ نَبِيِّهِمْ، وَهُوَ مَقْتُولٌ وَلَهُ الْجَنَّةُ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ إِلَّا شَابٌّ مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ، فَلَمَّا رَأَى عَلِيٌّ حَدَاثَةَ سِنِّهِ، قَالَ لَهُ: ارْجِعْ إِلَى مَوْقِفِكَ.
ثُمَّ نَادَى الثَّانِيَةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِ إِلَّا ذَلِكَ الشَّابُّ.
ثُمَّ نَادَى الثَّالِثَةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِ إِلَّا ذَلِكَ الشَّابُّ، فَقَالَ لَهُ عَلِيٌّ: خُذْ، فَأَخَذَ الْمُصْحَفَ، فَقَالَ لَهُ: أَمَا إِنَّكَ مَقْتُولٌ، وَلَسْتَ مُقْبِلًا عَلَيْنَا بِوَجْهِكَ حَتَّى يَرْشُقُوكَ بِالنَّبْلِ.
فَخَرَجَ الشَّابُّ بِالْمُصْحَفِ إِلَى الْقَوْمِ، فَلَمَّا دَنَا مِنْهُمْ حَيْثُ يَسْمَعُونَ قَامُوا وَنَشَّبُوا الْفَتَى قَبْلَ أَنْ يَرْجِعَ، قَالَ: فَرَمَاهُ إِنْسَانٌ، فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَعَدَ، فَقَالَ عَلِيٌّ: دُونَكُمُ الْقَوْمُ، قَالَ جُنْدَبٌ: فَقَتَلْتُ بِكَفِّي هَذِهِ بَعْدَ مَا دَخَلَنِي مَا كَانَ دَخَلَنِي ثَمَانِيَةً، قَبْلَ أَنْ أُصَلِّيَ الظُّهْرَ، وَمَا قُتِلَ مِنَّا عَشَرَةٌ، وَلَا نَجَا مِنْهُمْ عَشَرَةٌ كَمَا قَالَ..
Ketika kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka dia pergi mencari mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di tempat pasukan kaum Khawarij, tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti suara dengung lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan mereka kasar seperti dengkul unta dan memakai baju burnus [baju luar panjang bertutup kepala].
Ketika saya melihat mereka, rasa keberatan yang amat sangat memasuki jiwa saya.....
(hingga dia berkata): ketika saya dalam keadaan sperti itu, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu 'anhu) mendekati bighal Rasulullah (SAW), dan ketika dia berpapasan dengan saya, dia berkata: Saya berlindung kepada Allah, hai Jundub, saya berlindung kepada Allah dari kejahatan keraguan, maka saya segera berlari mengikutinya. Dia turun lalu shalat tiba-tiba-seorang pria diatas Birdzaun [kuda penarik beban] mendekatinya.
Dia berkata: Wahai Amirul Mukminin. Dia berkata: Apa urusanmu? Dia berkata: Apakah Anda ada hajat terhadap kaum itu? Dia berkata: Apa itu? Dia berkata: Mereka telah pergi menyeberangi sungai. Dia berkata: Mereka belum menyeberanginya...
(hingga dia berkata): Dan mereka tidak akan menyeberanginya dan sungguh mereka akan terbunuh sebelumnya, ini adalah perjanjian dari Allah dan Rasul-Nya.
Aku berkata: Allahu Akbar, lalu aku bangkit dan memegang sanggurdi [pijakan] untuknya hingga dia menaiki kudanya. Kemudian aku mengambil baju besiku lalu memakainya dan ke busurku lalu mengalungkannya dan aku keluar berjalan bersamanya.
Dia berkata kepadaku: "Wahai Jundub!". Aku jawab: “Labbaik [Siap], wahai Amirul Mukminin".
Dia berkata: “Adapun aku, aku nanti akan mengutus kepada mereka seorang yang rajin baca Al-Qur'an untuk menyeru mereka agar kembali kepada Kitab Tuhan mereka dan Sunnah Nabi mereka. Maka orang itu jangan dulu menghadapkan wajahnya ke arah kami hingga mereka mulai menghujani ke arahnya dengan anak-anak panah". Lalu Ali berkata: “Wahai Jundub, dari kita tidak terbunuh kecuali sepuluh orang sementara dari mereka tidak akan selamat kecuali sepuluh orang ".
Lalu kami pun tiba di tempat kaum [Khawarij] saat mereka berada di kemah mereka, di mana mereka berada, dan mereka belum beranjak pergi, maka Ali memanggil para sahabatnya dan membariskan mereka, dan kemudian dia memeriksa barisan dari ujung ke ujung dua kali, sambil berkata:
“Barangsiapa mengambil Al-Qur'an ini dan membawanya kepada kaum [Khawarij] ini dan menyeru mereka kembali ke Kitab Allah, Tuhan mereka, dan Sunnah Nabi mereka, lalu orang ini terbunuh maka dia akan mendapat surga?”
Hanya seorang anak muda dari Bani Amir bin Sho'sho'ah yang menjawabnya. Ketika Ali melihat usianya yang masih terlalu muda, maka dia berkata kepadanya: "Kembalilah ke posisimu".
Kemudian dia menyampaikan lagi tawaran tadi untuk kedua kalinya, dan hanya pemuda itu yang datang kepadanya.
Kemudian dia menyampaikan lagi untuk ketiga kalinya, dan hanya pemuda itu juga yang keluar kepadanya.
Maka Ali berkata kepadanya: "Ambillah!", maka dia mengambil Al-Qur'an, dan Ali berkata kepadanya: Bisa jadi kamu akan terbunuh, maka kamu jangan dulu menghadapkan wajahmu kepada kami [berbalik badan] hingga mereka memulai menghujanimu dengan anak-anak panah".
Maka pemuda itu membawa Al-Qur'an kepada kaum [Khawarij], dan ketika dia mendekati mereka, di mana mereka bisa mendengar, maka mereka bangkit dan meneriaki anak laki-laki itu sebelum dia kembali.
Dia berkata: Orang-orang melemparinya [dengan anak panah], maka dia segera menghadapkan wajahnya ke arah kami, lalu dia duduk merunduk [menghindari sambaran anak panah].
Ali berkata: “Pasukan kaum [khawarij] di hadapan kalian! ".
Jundab berkata: Maka aku membunuh dengan telapak tanganku ini setelah ia masuk kepadaku, sementara yang tidak memasukiku delapan orang, sebelum aku shalat Zuhur, dan tidak sampai sepuluh dari kami yang terbunuh, sementara dari mereka sepuluh orang yang selamat, seperti yang dia katakan.
Al-Haitsami berkata:
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ مِنْ طَرِيقِ أَبِي السابِعَةِ، عَنْ جُنْدَبٍ، وَلَمْ أَعْرِفْ أَبَا السَّابِعَةِ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
Al-Tabarani meriwayatkannya dalam al-Mu'jam Al-Awsath melalui Abu Aa-Saabi'ah, dari Jundub, dan saya tidak mengenal Abu as-Saabi'ah, dan para perawi lainnya dapat dipercaya".
Saya katakan: Dan Al-Daraqutni meriwayatkan dalam Sunan-nya di Kitab al-Huduud (hal. 343) sebuah hadits tentang Khawarij, dia juga mengatakan di akhir:
وَقَالَ: "وَاللَّهِ لَا يَقْتُلُ مِنْكُمْ عَشَرَةً وَلَا يَنْفِلُّتُ مِنْهُمْ عَشَرَةً" (الحَدِيثُ)
Dan dia berkata - yakni Ali - dari kalian tidak terbunuh kecuali sepuluh, dan sepuluh orang dari mereka tidak akan lolos (al-Hadis)
Muhammad al-Burriy (W. 645 H) dalam al-Jauharah Fii Nasabin-Nabi 2/265 menyebutkan:
فَقَتَلَهُمْ أَجْمَعِينَ وَلَمْ يُفْلِتْ مِنْهُمْ إِلَّا ثَمَانِيَةً، وَلَمْ يُقْتَلْ مِنْ عَسْكَرِ عَلِيٍّ غَيْرَ تِسْعَةٍ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخْبِرُ عَلِيًّا خَبَرَهُمْ، وَأَنَّهُ يَقْتُلُهُمْ. وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِحْدَى عَضَدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ. فَلَمَّا قَتَلَهُمْ عَلِيٌّ أَمَرَ بِتَفْتِيشِ الْمُخْدَجِ الْيَدِ. فَلَمْ يُوَجِّدْ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُ عَلِيٍّ، وَقَالَ: وَاللَّهِ مَا كَذَبْتُ وَلَا كُذِّبْتَ، فَتَشُوهُ!"، فَفَتَشُوهُ فَوَجَدُوهُ فِي وَهْدَةٍ مِنَ الْأَرْضِ بَيْنَ الْقَتْلَى. فَلَمَّا رَأَاهُ عَلِيٌّ كَبَّرَ وَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى.
Maka dia [Ali] membunuh mereka semua, dan hanya delapan dari mereka yang lolos, dan hanya sembilan tentara Ali yang terbunuh. Dan Rasulullah (SAW) memberi tahu Ali tentang mereka, dan bahwa dia akan membunuh mereka. Tandanya bahwa salah seorang dari mereka salah satu lengannya seperti payudara wanita. Ketika Ali membunuh mereka, dia memerintahkan untuk mencari pemilik lengan yang cacat tsb.
Namun tidak ditemukan, maka wajah Ali berubah, dan dia berkata: "Demi Allah, saya tidak berbohong, juga tidak dibohongi, kalian cari lah!". Maka mereka terus menggeledahnya dan akhirnya menemukannya di sebuah lembah di antara orang-orang yang mati terbunuh. Ketika Ali melihatnya, maka dia bertakbir, "Allahu Akbar" dan memuji Allah SWT".
KISAH PEMBUNUHAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB (RA) OLEH KAUM KHAWRIJ
Ibnu Jarir dan pakar-pakar sejarah lainnya menyebutkan:
Bahwa tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari al-Kindi sekutu Bani Jabalah dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah at-Tamimi dan Amru bin Bakr at-Tamimi.
Mereka mengenang kembali perbuatan Ali bin Abi Thalib yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka memohon rahmat buat teman-teman mereka itu.
Mereka berkata: “Apa yang kita lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada Allah. Mereka tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah. Bagaimana kalau kita tebus diri kita lalu kita datangi pemimpin-pemimpin yang sesat itu kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membebaskan negara dari kejahatan mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata: “Biar aku yang akan menghabisi Ali bin Abi Thalib!”
Al-Burak bin Abdillah berkata: “Aku akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru bin Bakr berkata: “Aku akan menghabisi Amru bin al-Ash.”
Merekapun berikrar dan mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari niat semula hingga masing-masing berhasil membunuh targetnya atau terbunuh. Merekapun mengambil pedang masing-masing sambil menyebut nama sahabat yang menjadi targetnya. Mereka sepakat melakukannya serempak pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Kemudian ketiganya berangkat menuju tempat target masing-masing.
Adapun Ibnu Muljam berangkat ke Kufah. Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas, hingga terhadap teman-temannya dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya.
Ketika ia sedang duduk-duduk bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka mengenang teman-teman mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba datanglah seorang wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, yang mana ayah dan abangnya dibunuh oleh Ali pada peperangan Nahrawan.
Ia adalah wanita yang sangat cantik dan populer. Dan ia telah mengkhususkan diri beribadah dalam masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu Muljam mabuk kepayang. Ia lupa tujuannya datang ke Kufah. Ia meminang wanita itu.
Qatham binti Asy-Syijnah mensyaratkan mahar:
1]- tiga ribu dirham.
2]- Seorang khadim [pembantu].
3]- Budak wanita.
4] dan membunuh Ali bin Abi Thalib untuk dirinya.
Ibnu Muljam berkata: “Engkau pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah aku datang ke kota ini melainkan untuk membunuh Ali.”
Lalu Ibnu Muljam menikahinya dan berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya itu. Ia mengutus seorang lelaki dari kaumnya bernama Wardan, dari Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan melindunginya. Lalu Ibnu Muljam juga menggaet seorang lelaki lain bernama Syabib bin Bajrah al-Asyja’i al-Haruri.
Ibnu Muljam berkata kepadanya: “Maukah kamu memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?”
“Apa itu?” Tanyanya.
“Membunuh Ali!” Jawab Ibnu Muljam.
Ia berkata, “Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar! Bagaimana mungkin engkau mampu membunuhnya?”
Ibnu Muljam berkata, “Aku mengintainya di masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat subuh, kita mengepungnya dan kita membunuhnya. Apabila berhasil maka kita merasa puas dan kita telah membalas dendam. Dan bila kita terbunuh maka apa yang tersedia di sisi Allah lebih baik dari-pada dunia.”
Ia berkata, “Celaka engkau, kalaulah orang itu bukan Ali tentu aku tidak keberatan melakukannya, engkau tentu tahu senioritas beliau dalam Islam dan kekerabatan beliau dengan Rasulullah SAW. Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu Muljam berkata, “Bukankah ia telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!” jawabnya.
“Marilah kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu Muljam.
Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya.
Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan.
Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing".
Lalu mulailah ketiga orang ini bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus pedang masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu yang mana Ali biasa keluar dari-nya.
Ketika Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat sembari berkata, “Shalat….shalat!”
Dengan cepat Syabib menyerang dengan pedang-nya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Ibnu Muljam menebaskan pedangnya ke atas kepala beliau. Darah beliau mengalir membasahi jenggot beliau radhiyallahu 'anhu.
Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata: “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali berteriak, “Tangkap mereka!”
Adapun Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang lelaki dari Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menyelamatkan diri dan selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil ditangkap.
Ali menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab untuk mengimami Shalat Fajar. Ali pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam kepada beliau dan dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke belakang pundak, semoga Allah memburukkan rupanya.
Ali berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan ini?”
Ibnu Muljam berkata, “Aku telah mengasah pedang ini selama empat puluh hari. Aku memohon kepada Allah agar aku dapat membunuh dengan pedang ini makhlukNya yang paling buruk!”
Ali berkata kepadanya, “Menurutku engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan menurutku engkau adalah orang yang paling buruk.”
Kemudian beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah orang ini, dan jika aku selamat maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan orang ini!”
* Pemakaman Jenazah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu
Setelah Ali radhiyallahu 'anhu wafat, kedua puteranya yakni al-Hasan dan al-Husein memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali.
Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawatiran kaum Khawarij akan membongkar makam beliau. Itulah yang masyhur.
[Referensi. Silahkan lihat: Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389, Tarikh Islam juz Khulafaur Rasyidin hal. 607-608 dan al-Bidayah wa'n Nihayah karya Ibnu Katsir 11/5-16]
KAUM KHAWARIJ AKAN SELALU ADA HINGGA MUNCUL DAJJAL.
Imam Ahmad meriwayatkan (6952) dan Hakim (8558) dari Abdullah bin Amr, dia berkata,
“يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا قُطِعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ ، حَتَّى يَخْرُجَ فِي بَقِيَّتِهِمُ الدَّجَّالُ ".
“Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda: “Akan muncul satu kaum dari arah timur, mereka membaca Al-Quran namun bacaaannya tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Setiap kali tanduknya dipotong, tumbuh lagi tanduknya, hingga di akhir sisa mereka muncullah Dajal.” (Dinyatakan shahih oleh Ahmad Syakir)
Syaikkhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata:
"قَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ إلَى زَمَنِ الدَّجَّالِ. وَقَدْ اتَّفَقَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ الْخَوَارِجَ لَيْسُوا مُخْتَصِّينَ بِذَلِكَ الْعَسْكَرِ [يعني: الذين قاتلوا عليا رضي الله عنه] " انتهى
“Nabi (SAW) telah mengabarkan bahwa mereka (kaum Khawarij) akan terus bermunculan hingga datang masa keluarya Dajal. Kaum muslimin telah sepakat bahwa kaum khawarij bukan hanya gerombolan tersebut (yaitu yang membunuh Ali radhiallahu anhu).” (Majmu Fatawa, 28/495-496)
Hadits ini memberikan pelajaran bahwa kaum Khawarij merupakan salah satu kelompok di tengah umat ini, dan bahwa keberadaannya akan selalu berlanjut hingga akhir zaman, akan tetapi kemunculan berselang dari waktu ke waktu. Setiap kali muncul kelompok dari mereka, maka akan dipotong dan berakhir perkaranya, lalu muncul lagi kelompok yang lain, begitulah seterusnya hingga akhirnya keluarlah Dajal di akhir mereka.
Banyak riwayat dan atsar dari kalangan salaf yang berbicara tentang khawarij serta ciri-ciri mereka.
Kesimpulannya: mereka adalah orang-orang yang berusia muda, otaknya cetek, membaca Al-Quran tapi tak sampai melewati kerongkongan mereka, maksudnya adalah tidak memahaminya hingga sampai ke hati mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya dan tidak kembali lagi, mereka membunuh orang beriman dan membiarkan penyembah berhala, menuduh para pemimpin mereka dan memvonis mereka dengan kesesatan.
Mereka menyeru kepada Kitabullah, namun mereka tidak sedikitpun merupakan Ahli Al-Quran. Mereka tidak menganggap para ulama dan tokoh terhormat.
Mereka mengira bahwa mereka lebih mengetahui terhadap Allah, RasulNya dan kitabNya dibanding orang-orang mulia tersebut.
Mereka sangat keras beribadah dan sangat bersungguh-sungguh, akan tetapi dengan kejahilan dan minimnya fiqih. Mereka mengkafirkan siapa saja yang melakukan dosa besar dari kaum muslimin. Demikianlah ciri-ciri mereka sebagaimana disebutkan beberapa hadits dan disebutkan para ulama.
Namun tidak boleh seseorang menuduh orang lain sebagai khawarij semata karena dia berbeda pendapat dengannya atau semata karena dia memandang bahwa orang tersebut cenderung punya sifat keras.
Tidak semua yang dianggap keras lantas disebut khawarij jika sejalan dengan pemahaman salafush shaleh.
Golongan khawarij terpecah menjadi beberapa golongan kecil, yang masing-masing mempunyai prinsip mereka sendiri-sendiri, selain prinsip itu mereka terpecah belah kedalam beberapa aliran yang saling bertentangan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perbedaan pendapat di antara mereka, yang kadang-kadang hanya masalah sepele, dan masing-masing mempertahankan pendapatnya.
Mengenai jumlah sekte khawarij, ulama berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan lebih dari 20 sekte, Al-Baghdady berpendapat ada 20 sekte, Al-Syahrastani menyebutkan 18 sekte, Musthafa al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte utama
Sekte-sekte Khawarij di masa sekarang ini ada yang super keras dan extreme, ada yang menengah dan ada juga yang sedikit moderat.
CIRI MANHAJ KHAWARIJ KONTEMPORER:
- Mereka mengklaim berhukum kepada hukum Allah [al-Qur'an dan Hadits], namun disesuaikan dengan pemahaman kelompoknya. Dan sejatinya berbeda dengan faham para sahabat dan salafush-Sholeh.
- Hijrah ke golongan mereka dengan cara wajib ber-Bai'at pada imam mereka.
- Menganggap sesat, kafir dan musyrik orang yang selain golongannya.
- Menganggap kafir orang yang tidak mengkafirkan orang yang selain golongannya.
- Memisahkan dari dari jemaah kaum muslimin yang tidak semanhaj dengannya.
- Memurnikan barisan dari orang-orang yang tidak semanhaj dengannya.
DAMPAK NEGATIF MANHAJNYA:
- Memecah belah persatuan kaum muslim.
- Pertumpahan darah kaum muslimin.
- Menghalalkan darah kaum muslimin yang tidak bai'at pada imamnya ; karena dianggap murtad keluar dari agama Islam atau kafir harbi.
- Menghalalkan kehormatan kaum muslimin dengan mengghibahnya dikemas dengan nahyi munkar dan Tahdzir.
- Menghalalkan harta kaum muslimin karena dianggap sebagai ghonimah / harta rampasan perang.
- Memisahkan diri dari kaum muslim karena harus menghajer orang yang belum hijrah dan baiat.
0 Komentar