Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
*****
بسم الله الرحمن الرحيم
ٌRasulullah (SAW) bersabda:
" مَنْ لَمْ يَسْألِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ ".
" Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah ; maka Dia murka pada-nya ".
PENDAHULUAN:
Ada sebagian para da'i dan para ulama kontemporer yang melarang dan mengharamkan kita beribadah kepada Allah disertai dengan harapan agar Allah mengabulkan doa hajat duniawinya. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT :
{ مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ * أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}.
“ Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan. [QS. Hud: 15-16].
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, Rasululullah (SAW) bersabda,
بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالرِّفْعَةِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمِ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ.
“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, ketinggian, kemenangan dan kekokohan di muka bumi. Barang siapa di antara mereka melakukan amalan ukhrawi untuk meraih dunia; pada hari akhirat kelak ia tidak akan memperoleh bagian (pahala)”.
(HR. Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Haakim. Dan dinilai sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahaby, adh-Dhiya’ al-Maqdisy juga Syeikh al-Albany dalam (“صحيح الترغيب والترهيب”) hal.116/ no.1876)
Jawabannya:
Yang dimaksud dengan ayat dan hadits diatas itu bukan berarti melarang kita beribadah kepada Allah disertai doa dan harapan duniawinya dikabulkan . Karena pada dasarnya bertwasssul dengan amal shaleh dalam berdoa itu sangat dianjurkan, termasuk dalam doa yang berkaitan dengan hajat duniawi .
Dan jika itu benar dilarang dan diharamkan , lalu kepada siapa kita boleh berdoa dan berharap ???
Adapun yang dimaksud dengan ayat dan hadits diatas maka itu lebih dekat kaitannya dengan membisniskan ibadah, contohnya seperti : Membaca dan mengajar al-Qur'an dengan tujuan untuk mendapatkan upah duniawi. Atau berdakwah dengan tujuan sebagai sumber mata pencaharian. Atau Menjadi Muadzin hanya demi untuk mendapatkan tunjangan. Atau menjadi Imam Masjid hanya demi untuk mendapatkan gaji. Atau dia menunaikan ibadah haji atas nama orang lain [badal haji] hanya untuk uang. Atau dia pergi berperang dalam jihad hanya demi untuk berburu harta rampasan perang. Atau dia bersedekah demi untuk mendapatkan pujian orang, dan seterusnya. Maka Orang seperti itu tidak mendapatkan bagian di akhirat. Wallahu a'lam.
Begitu banyak ayat-ayat dan hadis-hadis yang tidak terhitung jumlahnya yang membolehkan seorang muslim beribadah kepada Allah sambil mengharapkan agar doanya terkabulkan dan hajat kebutuhan duniawi nya terpenuhi, selama hajat duniawinya itu tidak menjadi tujuan utama baginya. Dan selama dalam hajat yang dimintanya itu tidak mengandung dosa dan maksiat.
Dan beramal kebajikan sebelum berdo'a adalah termasuk dalam katagori bertawassul dengan amal shaleh dalam do'a.Allah SWT memuji hamba-hamba-Nya yang selalu berusaha mencari wasilah dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengharapkan kasih sayang-Nya.
{ أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا }
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari wasilah (jalan) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan kasih sayang-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”(QS. Al Israa': 57).
Dalam surat Al Fatihah disebutkan amal shalih terlebih dahulu sebelum disebutkan doa:
{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ }
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Ayat ini memberi isyarat bahwa sebelum berdoa sebaiknya seseorang beramal shalih terlebih dahulu.
Sejak zaman Nabi SAW hingga berabad-abad setelahnya, umat Islam terbiasa dengan amalan yang dinamakan tawassul tersebut tanpa ada pengingkaran dari seorang pun. Mereka terbiasa mencari-cari wasilah (perantara & sebab) yang dianggap dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah sehingga doa nya lebih di dengar, misalnya dengan memperbanyak amal saleh dan inilah yang paling utama atau dengan mendatangi orang tua atau orang shaleh yang masih hidup untuk dimintai doa.
Allah SWT memerintahkan para Nabi dan Rosul-Nya serta orang-orang yang beriman - tanpa harus diminta - agar masing-masing mereka semasa hidupnya menjadi wasilah bagi yang lain dalam memohonkan kebaikan dan ampunan kepada Allah serta dalam mengharapkan ridho-Nya dan rahmat-Nya.
Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk selalu menjadi wasilah bagi umatnya dalam memohonkan ampunan dari-Nya. Allah SAW berfirman:
{ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ }
“Dan mohonlah (Muhammad) ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan!. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal “. (QS. Muhammad:19)
Firman Allah SWT tentang doa nabi Ibrahim u meminta rizki untuk keturunannya yang ditempatkan di sisi Baitul Haram karena penempatan mereka disana adalah untuk mendirikan sholat:
{ رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ }
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur ". (QS. Ibrahim: 37).
Dalam sebuah hadits Rosullulah SAW menganjurkan umatnya agar bangun malam pada saat sepertiga akhir, tentunya untuk shalat malam, kemudian dianjurkan berdoa minta RIZKI, karena pada waktu itu adalah saat-saat yang mustajab. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah (ra) bahwa Rosulullah SAW bersabda:
" إِذَا بَقِيَ ثُلُثُ اللَّيْلِ نَزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ مَنْ ذَا الَّذِي يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَرْزِقُنِي فَأَرْزُقَهُ مَنْ ذَا الَّذِي يَسْتَكْشِفُ الضُّرَّ فَأَكْشِفَهُ عَنْهُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ".
“Jika tersisa sepertiga malam terakhir Allah tabaraka wa ta’ala akan turun setiap malam ke langit dunia. Maka Ia berkata:
“Barangsiapa siapa yang berdo’a kepada-Ku akan Aku kabulkan doanya; dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni dia; barangsiapa yang meminta rizki kepada-Ku, akan Aku beri dia rizki, barang siapa yang meminta dibebaskan dari bahaya, aku akan membebaskannya, hingga terbit fajar ”.
(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad, lafadz ini adalah lafadz Imam Ahmad no 7500)
Dalam riwayat Imam Ahmad yang lain ada tambahan kata-kata:
“فَلِذَلِكَ كَانُوا يُفَضِّلُونَ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ عَلَى صَلَاةِ أَوَّلِهِ”.
“Oleh sebab itu mereka para sahabat selalu mengutamakan sholat akhir malam dari pada di awal malam “(Lihat Musnad Imam Ahmad no 7582).
DOA ITU INTI IBADAH HANYA ORANG SOMBONG YANG TIDAK MAU BERDOA KEPADA ALLAH.
Dari Anas (ra) bahwa Nabi (SAW) bersabda:
“الدُّعاءُ مُخُّ العبادةُ"
“Do’a itu adalah sari ibadah”. [HR. Tirmidzi no. 3371]
Hadits yang dho’if (lemah), sebagaimana yang di katakan Abu Isa Tirmidzi:
«هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ لَهِيعَةَ»
"Ini adalah hadis yang aneh dari sudut pandang ini, kami hanya mengenalnya dari hadis Ibnu Lahi'ah."
Meskipun dha'if, namun ada hadits lain yang shahih, yang menguatkan nya yaitu hadits An-Nu'man bin Basyir (ra) dari Nabi (SAW), bahwa beliau bersabda:
الدُّعاءُ هو العبادةُ ثمَّ قرأ { وَقال رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ داخِرِينَ}
"Doa adalah ibadah.”Kemudian beliau membacakan ayat: “Dan Tuhan kalian berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(QS. Ghafir 60)".
[HR. Abu Dawud (1479), At-Tirmidzi (2969), dan Ibnu Majah (3828)]. Abu Isa berkata: "Hadits ini adalah hadits hasan shahih".
Di shahihkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib 2/388 dan oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzi no. 2969.
Yang dimaksud dengan doa disini adalah semua doa dan permohonan kepada Allah SWT termasuk perkara duniawi, selama itu halal dan mubah.
Dalam ad-Duror as-Saniyyah ketika menyarahi hadits ini, di sebutkan:
وفي هذا الحديثِ يقولُ النَّبيُّ صلَّى اللهُ علَيْه وسلَّم: "الدُّعاءُ هو العبادةُ"، أي: مِن أجلِه تَكونُ العبادةُ؛ لأنَّ العبدَ في دُعائِه لربِّه يَكونُ مُعترِفًا بكَمالِ رُبوبيَّتِه وأُلوهيَّتِه، ويَكونُ مُقبِلًا على اللهِ مُعرِضًا عن غيرِه، يَدْعوه بأسمائِه الحُسْنى لا يَدْعو أحَدًا غيرَه مِن نبيٍّ أو وليٍّ، مُستعينًا به في قَضاءِ حَوائجِه في الدُّنيا والآخرةِ،
Dalam hadis ini, Nabi (SAW) bersabda, "Doa adalah ibadah.”Artinya, karena demi doalah ibadah dilakukan. Karena seorang hamba ketika berdoa kepada Tuhannya, maka ia mengakui keagungan dan keesaan-Nya, serta menghadapkan diri hanya kepada Allah, berpaling dari selain-Nya. Ia berdoa dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah, tidak memohon kepada selain-Nya dari para nabi atau para wali, hanya memohon pertolongan pada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dunianya dan akhiratnya.
Allah SWT berfirman:
وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. [QS. al-Baqarah: 186]
MOHONLAH PERTOLONGAN DAN RIZKI DENGAN SABAR [ULET] DAN SHALAT!
Allah Ta'ala berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ }.
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”(QS. Al-Baqarah: 153).
Dan firman-Nya:
{ وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ }
"Dan mintalah pertolongan (dalam urusan kamu) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (QS. Al-Baqarah: 45).
Dan firman-Nya:
{ وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى }
"Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki dari kamu, Kami yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat yang baik (kebahagiaan) adalah bagi orang-orang yang bertakwa”(QS. Thaha: 132).
Namun demikian, amal saleh yang murni tanpa tujuan lain itu lebih suci, lebih baik, dan mendapatkan pahala yang lebih besar.
PERBANYAKLAH DALAM MEMINTA!. ALLAH SWT MURKA TERHADAP ORANG YANG TIDAK MEMINTA KEPADANYA.
Dari Aisyah (ra) bahwa Nabi (SAW) bersabda:
إذا سَأَلَ أحدُكُم فلْيُكْثِرْ ، فإِنَّما يَسألُ رَبَّهُ
Jika salah sesorang dari kalian memohon (kepada Allah), maka perbanyaklah! [yakni terus diulang-ulang]. Karena sesungguhnya ia sedang meminta (berdoa) kepada Rabb-nya”.
[HR. Ibnu Hibbaan no. 889. Dishahihkan al-Albaani dalam Shahih al-Jaami' no. 591].
Dalam lafadz lain:
إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُم فَلْيُكثِر ، فَإِنَّمَا يَسأَلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Jika salah sesorang dari kalian mengangankan sesuatu (kepada Allah), maka perbanyaklah dalam meng-angankannya. Karena ia sedang meminta (berdoa) kepada Allah Azza wa Jalla”
(HR. Ibnu Hibban no. 889, dinilai sebagai hadits shahih oleh Muhaddits Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 437).
Dari Abu Hurairah (ra): bahwa Nabi (SAW) bersabda:
مَن لم يسألِ اللهَ يغضبْ علَيهِ
Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah ; maka Dia murka pada-nya ".
[HR. At-Tirmidzi (3373) dan susunan katanya adalah miliknya, Ibnu Majah (3827), dan Ahmad (9719))]. Di Hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzi no. 3373.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits, ia berkata, “Rasulullah (SAW) bersabda:
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ
“Manusia paling lemah adalah orang yang paling malas berdoa (kepada Allâh). Dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil memberi salam”
(HR. Abu Ya’lâ, ath-Thabrâni, Ibnu Hibbân dan ‘Abdul Ghani al-Maqdisi.
Al-Haitsami berkata dalam al-Majma' 10/149: Para perawinya adalah orang-orang kitab ash-Shahih”.
Syaikh al-Albaani rahimahullah menilainya berderajat shahih. Lihat ash-Shahihah no.601 dan Shahiihul Jaami no.1044).
Untuk itu, Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah mengungkap rasa keprihatinannya, “Kasihan, kasihan, pada orang yang malas untuk berdoa. Sungguh orang itu sudah menutup banyak akses menuju kebaikan dan karunia (dari Allah) bagi dirinya”(Tash-hihu ad-Du’a hlm. 61).
1580- Dari Salman ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“إنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحِي مِنْ عَبْدِهِ إذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا”.
“Sesungguhnya Rabb kalian Maha Pemalu dan Mulia. Ia merasa malu dari hamba-Nya jika ia (berdo’a) mengangkat tangan kepada-Nya dengan mengembalikannya dalam keadaan kosong.”
[HR. Tirmidzi no. 3556 dan Ibnu Majah no. 3131[. Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzi dan Shahih Ibnu Majah.
Al-Hafidz Ibnu hajar dalam Bulughul Maram [1580] berkata: “Empat Imam meriwayatkannya, kecuali an-Nasa`i. Al-Hakim menilainya shahih".
ALLAH SWT TAK PERNAH JEMU DENGAN DOA PARA HAMBANYA:
Dari Aisyah ra. Ia berkata:
“دَخَلَ عَلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعِنْدِى امْرَأَةٌ فَقَالَ « مَنْ هَذِهِ ». فَقُلْتُ امْرَأَةٌ لاَ تَنَامُ تُصَلِّى.قَالَ « عَلَيْكُمْ مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لاَ يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا ». وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ".
“Rasulullah saw masuk ke tempatku dan bersamaku ada seorang perempuan, Belia bertanya, “siapa ini”?
Aku menjawab: “Dia seorang wanita yang tidak tidur malam karena shalat”.
Beliau bersabda:”Kalian harus beramal sebatas yang kalian mampu, demi Allah, Allah swt tidak akan bosan [dengan ibadah kalian] sehingga kalian bosan. Sebaik-baik agama (amal ibadah) padanya adalah yang dikerjakan secara berkesinambungan oleh pelakunya”.
[HR. Bukhori no. 43 dan Muslim no. 785]
AYAT-AYAT YANG MENJANJIKAN MANFAAT DUNIAWI DALAM BERIBADAH:
Ada beberapa nash syariat yang menjanjikan dalam beribadah dengan manfaat duniawi, diantaranya yaitu:
Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman ; maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". [QS. an-Nahl: 97].
Dan Allah berfirman:
(فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا)
"Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampunan kepada Tuhan kalian, karena sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian dengan lebat, dan Dia akan memberi kalian HARTA dan ANAK-ANAK, dan Dia akan memberi kalian kebun-kebun dan mengalirkan sungai-sungai untuk kalian”(QS. Nuh: 10-12).
Allah berfirman:
(وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ)
"Seandainya penduduk desa-desa beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan memberkahi mereka dengan rezeki dari langit dan bumi”(QS. Al-A'raf: 96).
NIAT IBADAH DENGAN CARA MENOLONG ORANG LAIN
AGAR ALLAH MENOLONG DIRINYA:
Dari Abu Hurairah (ra) dia berkata: Rasulullah (SAW) bersabda:
“وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمَاً سَتَرَهُ اللهُ فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ”.
“Barangsiapa yang meringankan orang yang kesusahan (dalam hutangnya), niscaya Allah akan meringankan baginya (urusannya) di dunia dan akhirat.
Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.
Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut mau menolong saudaranya”. (HR. muslim no. 2699 dengan lafazh ini)
SUNNAH BERSIWAK UNTUK KESEHATAN DAN AGAR MENDAPATKAN RIDHA ALLAH:
Dari 'Aisyah (ra) bahwa Nabi (SAW) bersabda:
“السِّواك مَطْهَرَةٌ للْفَم مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ”.
"Siwak adalah pembersih mulut dan untuk mendapatkan ridha dari Rabb”
[HR. Ahmad, No. 33683, An-Nasa'i (5), Abu Ya'la (4569), Ibnu Hibban no. 1067 dan Ibnu Khuzaymah (135), dan Al-Bukhari secara mu'allaq [tanpa sanad] di "Bab Menggunakan Miswak bagi Orang yang Berpuasa, Baik Basah atau Kering."
Di shahihkan oleh al-Arna'uth dalam Takhrij Ibnu Hibbaan no. 1067 dan al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa'I no. 5.
BERIBADAH HAJI SAMBIL BERBISNIS AGAR MENGHILANGKAN KEFAKIRAN SERTA MENGHARAPKAN KEBAIKAN DUNIA DAN AKHIRAT
Allah berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
Bukanlah suatu dosa bagi kalian mencari karunia [rizki] dari Tuhan kalian. Maka apabila kalian bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada kalian, sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang tidak tahu. [QS. al-Baqarah 198]
Dan Allah SWT berfirman:
فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَاۤءَكُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ (200). وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201).
Apabila kalian telah menunaikan rangkaian manasik haji kalian, maka berzikirlah kalian kepada Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut nenek moyang kalian, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,”dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. (200)
Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”[QS. al-Baqarah 200 – 201].
Dari Abdullah bin Mas'ud (ra) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:
(تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ ، كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ دُونَ الْجَنَّةِ)
"Ikutilah antara haji dan umrah, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan [kefakiran] dan dosa, sebagaimana pandai besi membersihkan karat dari besi, emas, dan perak. Tidak ada pahala yang lebih baik bagi haji yang mabrur kecuali Surga”
[HR. Al-Tirmidzi (810), Al-Nasa’i (2631) dan lafalnya, dan Ahmad (3669). Di Hasankan oleh Ibnu Katsir dalam Jami' al-Masaanid wa as-Sunan 5606. Dan dinilai Hasan Shahih oleh al-Albaani dalam Shahih an-Nasaai no. 2630]
IBADAH SILLATURRAHMI AGAR ALLAH SWT MELAPANGKAN RIZKI DAN MEMANJANGKAN USIA:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul (SAW) bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturahim.”(HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
BERSEDEKAH AGAR ALLAH MENJAGA HARTA TIDAK BERKURANG
Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah bersabda:
“مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً ، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وجلَّ”.
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah itu menambahkan seseorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri kerana mengharapkan keredhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula darjatnya oleh Allah ‘Azzawajalla”. (HR. Muslim, no. 2588)
Syeikh bin Baaz berkata:
فَالصَّدَقَاتُ يَزِيدُ اللَّهُ بِهَا الْأَمْوَالَ، وَيُنَزِّلُ بِهَا الْبَرَكَةَ، وَيُعَوِّضُ اللَّهُ فِيهَا صَاحِبَهَا الْخَيْرَ الْعَظِيمَ، وَالتَّوَاضُعُ لِلَّهِ وَعَدَمُ التَّكْبِرِ مِنْ أَسْبَابِ الرِّفَاعَةِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.
Maka dengan sedekah itu Allah akan tambahkan banyak harta, dan dengan sedekah Allah turunkan keberkahan, dan Allah gantikan bagi pemiliknya dengan kebaikan rizki yang melimpah. Kerendahan hati kepada Allah dan tidak sombong adalah sebab tingginya kemuliaan dan kehormatan sesorang di dunia dan akhirat. [Syarah Riyadhush-Sholohin no. hadits 191, oleh Bin Baaz, Ta'liq terhadap bacaan Syeikh Muhamad Ilyas].
USAI SHOLAT DIANJURKAN BERDOA MINTA ILMU DAN RIZKI:
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia menyatakan:
Setiap Nabi (SAW) melakukan shalat Shubuh, setelah salam, beliau membaca do’a berikut,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).”
(HR. Ibnu Majah, no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
BERISTIGHFAR AGAR ALLAH SWT MENGANGKAT KESUSAHAN SERTA MELAPANGKAN RIZKI:
Dari Abdullah bin Abbas (ra) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:
(مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ)
"Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesempitan, kelegaan dari setiap kegelisahan, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia duga.”
[HR. Abu Daud (1518), Ibn Majah (3819), Ahmad dalam "Musnad”(1/248), At-Tabarani dalam "Al-Mu'jam Al-Awsat”(6/240), Al-Baihaqi dalam "As-Sunan Al-Kubra”(3/351), dan lainnya].
Hadis ini dinyatakan lemah oleh Al-Baghawi dalam "Syarh As-Sunnah”(3/100), Adh-Dhahabi dalam "Al-Muhadhab”(3/1278), dan dalam komentarnya tentang Al-Hakim dalam "Al-Mustadrak". Juga dikategorikan lemah oleh Al-Albani dalam "As-Silsilah Adh-Dha'ifah”(nomor 705).
Meskipun hadis ini lemah, akan tetapi maknanya bisa diterima dengan dalil-dalil yang sahih. Allah Ta'ala berfirman tentang keutamaan istighfar (meminta ampun):
(فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا. يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا. وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا)
“Maka saya berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Rabb kalian (karena) sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit atas kalian. Dan Dia akan melipatkangandakan harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun atas kalian, serta mengadakan sungai-sungai untuk kalian.”(QS.Nuh: 10-12)
Allah Ta'ala juga berfirman:
(وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِير)
"Dan mintalah ampunan kepada Rabb kalian, kemudian bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi untuk kalian kenikmatan harta yang baik (di dunia) sampai kepada ajal yang ditentukan-Nya, dan Dia akan memberi keutamaan kepada setiap orang yang memperoleh keutamaan. Dan jika kalian berpaling, maka sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian siksa hari yang besar.”(QS. Hud: 3)
Oleh karena itu, Al-'Allamah Ibn Qayyim menyebutkan dalam kitabnya "Al-Wabil As-Sayyib”dalam bab ke-18, yaitu istighfar, sebagai bagian dari dzikir-dzikir yang membawa rezeki, menghilangkan kesempitan, dan bahaya:
Ini semua bergantung pada takwa kepada Allah yang menjadi sebab segala kebaikan yang diperoleh oleh orang-orang bertakwa.
Allah Ta'ala berfirman:
(وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ)
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka.”(QS. At-Talaq: 2-3)
Syekh Bin Baaz rahimahullah berkata:
"الحَدِيثُ الْمَذْكُورُ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهٍ، وَهَذَا ضَعِيفٌ؛ لِأَنَّ فِي إِسْنَادِهِ الْحَكَمُ بْنُ مُصْعَبٍ وَهُوَ مَجْهُولٌ.
وَلَكِنَّ الْأَدِلَّةَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْآيَاتِ وَالْأَحَادِيثِ تُدِلُّ عَلَى فَضْلِ الْاِسْتِغْفَارِ وَالتَّرْغِيبِ فِيهِ، مِثْلَ قَوْلِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ: '(وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ)' (الآية من سورة هود)، وَقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ فِي آخِرِ الْمُزَّمِّلِ: '(وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ)'".
"Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan hadis ini lemah karena adanya al-Hakam bin Mush'ab dalam sanadnya, dia tidak dikenal. Namun, banyak dalil dari ayat-ayat dan hadis yang menunjukkan keutamaan istighfar dan anjuran untuk mengamalkannya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
'Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik untukmu sampai kepada ajal yang ditentukan-Nya, dan Dia akan memberi keutamaan kepada setiap orang yang memperoleh keutamaan' (ayat dalam Surah Hud),
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala di akhir Surah Al-Muzzammil:
'Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'."
Syeikh bin Baaz juga mengatakan:
"عَلَى كُلِّ حَالٍ فَالْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ يَصِلُحُ ذِكْرُهُ فِي التَّرْغِيبِ وَالتَّرْهِيبِ؛ لِكَثْرَةِ شَوَاهِدِهِ الدَّالَّةِ عَلَى فَضْلِ الْاِسْتِغْفَارِ، وَلِأَنَّ أَكْثَرَ أُؤَمَّةِ الْحَدِيثِ قَدْ سَهَّلُوا فِي رِوَايَة”.
"Namun, dalam hal ini, hadis tersbut dapat digunakan dalam konteks at-Targhib wat Tarhiib, karena banyaknya dalil yang menunjukkan keutamaan istighfar. Selain itu, sebagian besar ulama hadis memperbolehkan meriwayatkan hadis yang lemah dalam bab at-Targhib wat Tarhiib.”(Majmu' Fatawa Ibn Baz, 26/90).
Dan Sheikh Ibnu Utsaimin – rahimahullah - berkata:
"هَذَا الْحَدِيثُ ضَعِيفٌ، وَلَكِنَّ مَعَنَاهُ صَحِيحٌ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: '(وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ)'، وَقَالَ تَعَالَى عَنْ هُودٍ: '(وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلْ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ)'، وَلَا شَكَّ أَنَّ الِاسْتِغْفَارَ سَبَبٌ لِمَحْوِ الذُّنُوبِ، وَإِذَا مُحِيَتِ الذُّنُوبُ تَخَلَّفَتْ آثَارُهَا الْمُرَتَّبَةُ عَلَيْهَا، وَحِينَئِذٍ يَحْصُلُ لِلْإِنْسَانِ الرِّزْقُ وَالْفَرَجُ مِنْ كُلِّ كَرْبٍ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ، فَالْحَدِيثُ ضَعِيفُ السَّنَدِ، لَكِنَّهُ صَحِيحُ الْمَعْنَى”انتهى.
"Hadis ini lemah, namun maknanya sahih. Karena Allah Ta'ala berfirman:
'Dan mintalah ampunan kepada Tuhan kalian, kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia memberi kenikmatan harta yang baik kepada kalian sampai waktu yang telah ditentukan dan Dia memberi karunia kepada setiap orang yang memiliki keutamaan keutamaannya.'
Allah juga berfirman tentang Nabi Hud:
'Hai kaumku, mintalah ampunan kepada Tuhan kalian, kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia mengirimkan hujan yang melimpah kepada kalian dan Dia menambahkan pada kalian kekuatan diatas kekuatan kalian [yang telah ada], dan janganlah kalian berpaling sebagai orang-orang yang berbuat dosa.'
Tidak diragukan lagi bahwa istighfar merupakan sebab penghapusan dosa. Ketika dosa-dosa dihapuskan, maka dampak positifnya akan membekas, dan pada saat itulah seseorang akan mendapatkan rezeki dan kelapangan dari segala kesusahan dan kesedihan. Hadis ini lemah sanadnya, tetapi maknanya sahih.”Selesai. "Fatwa Nur 'ala Ad-Darb”(Syuruuhul Hadits wal Hukm 'alaiha) (Kaset no. 238, Wajah A).
BERJIHAD SAMBIL BERHARAP MENDAPATKAN HARTA GHANIMAH DAN SALAB:
Allah SWT berfirman:
﴿۞ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [QS. Al-Anfaal: 41].
Dari Abdullah bin 'Amr (ra) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:
“مَا مِنْ غَازِيَةٍ تَغْزُو فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُصِيبُونَ الْغَنِيمَةَ إِلاَّ تَعَجَّلُوا ثُلُثَيْ أَجْرِهِمْ مِنَ الآخِرَةِ ، وَيَبْقَى لَهُمُ الثُّلُثُ ، وَإِنْ لَمْ يُصِيبُوا غَنِيمَةً تَمَّ لَهُمْ أَجْرُهُمْ”.
"Tidak ada pasukan yang berperang di jalan Allah, kemudian mereka mendapatkan harta rampasan [ghanimah], melainkan pahala mereka telah dipercepat dua pertiga dari pahala akhirat, maka pahala mereka yang tersisa hanyalah sepertiganya lagi. Dan jika mereka tidak mendapatkan harta rampasan, maka mereka mendapatkan pahala yang utuh sempurna kelak di akhirat ". (HR. Muslim no. 1906).
وقد فرَّق العلماء بين أن تكون النية في العمل الصالح ابتداء لتحصيل أمْر دنيوي ، وبين أن تكون النية لله ، ويلتحق بها مقصد دنيوي.
Para ulama telah membedakan antara niat awal dalam melakukan amal saleh yang sejak awal bertujuan duniawi, dengan yang niat awalnya adalah ditujukan kepada Allah, lalu diikut sertakan padanya tujuan duniawi.
Oleh karena itu Allah SWT telah memberi teguran keras terhadap sebagian para sahabat Nabi (SAW) dalam perang Uhud ; karena mereka lebih mengutamakan harta rampasan perang dari pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana yang di sebutkan dalam firman-Nya:
﴿وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّن بَعْدِ مَا أَرَاكُم مَّا تُحِبُّونَ ۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ﴾
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai [harta rampasan perang].
Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman. [QS. Ali-Imran: 152]
BEGITU PULA DENGAN HARTA SALAB.
Makna salab adalah:
وَهُو مَا عَلى المَقْتُولِ مِن سِلاح وَغَيرِه.
“Itu adalah harta rampasan perang yang melekat pada musuh yang terbunuh, baik itu berupa senjata, pakaian atau yang lainnya".
Dari Abu Qatadah (ra), dia berkata:
"Kami pernah pergi berperang bersama Rasulullah (SAW) dalam pertempuran Hunain, tatkala kami berhadapan dengan musuh, maka sebagian kaum Muslimin mundur. Aku melihat seorang laki-laki Musyrik sedang menguasai seorang Muslim, aku langsung berbalik sehingga aku dapat mendatanginya dari arah belakang. Kemudian aku penggal batang lehernya, akan tetapi seorang Musyrik tersebut berbalik kepadaku dan merangkulku dengan kuat, aku tahu kalau dia hampir mati, setelah dia tewas, baru aku dilepaskan.
Setelah itu aku bertemu dengan Umar bin Khattab, dia bertanya kepadaku: "Bagaimana kondisi pasukan?". Aku menjawab: "Itu urusan Allah.”
Kemudian orang-orang kembali, sementara Rasulullah (SAW) duduk seraya bersabda:
مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا لَهُ عَلَيْهِ بَيِّنَةٌ فَلَهُ سَلَبُهُ
"Barangsiapa dapat membunuh seorang musuh, sedangkan dia memiliki seorang saksi, maka segenap perlengkapan musuh yang terbunuh [Salab] boleh dimilikinya.”
Aku langsung berdiri dan berkata: "Siapa yang mau menjadi saksiku?”Kemudian aku duduk kembali, dan Rasulullah (SAW) kembali bersabda seperti tadi.
Lalu aku berdiri lagi sambil berkata: "Siapa yang mau menjadi saksi bagiku?”kemudian aku duduk kembali, dan beliau bersabda seperti itu untuk ketiga kalinya, maka aku pun berdiri kembali.
Rasulullah (SAW) lalu bertanya kepadaku: "Apa apa denganmu wahai Abu Qatadah?”
Lalu aku ceritakan kisah bagaimana aku telah membunuhh seorang musuh. Salah seorang anggota pasukan lantas angkat bicara:
'Abu Qatadah benar wahai Rasulullah! sedangkan perlengkapan orang yang dibunuhnya berada di tanganku, oleh karena itu suruhlah dia merelakan haknya untukku'.
Abu Bakar berkata: "Jangan, demi Allah, tidaklah singa dari singa-singa Allah yang berjuang membela-Nya dan rasul-Nya, lalu harta rampasannya diberikan kepadamu.”
Maka Rasulullah (SAW) bersabda: "Hal itu benar, oleh karena itu, berikanlah kepada Abu Qatadah apa telah yang menjadi haknya.”
Kemudian baju besinya aku jual, lalu aku belikan sebidang kebun di perkebunan Bani Salamah. Itulah harta yang aku peroleh di awal-awal Islamku.”
Dan dalam hadits Laits disebutkan; Abu Bakar berkata, "Sekali-kali tidak, (Allah) tidak memberikannya dengan maksud menyepelekan orang quraiys dan meninggalkan hak-hak singa dari singa-singa Allah.”
Dan dalam hadits Al Laits disebutkan, 'harta pertama yang aku dapatkan dalam Islam'.”[HR. Bukhori no. 3142 dan Muslim no. 1751]
PERBEDAAN ANTARA SAHAM GHANIMAH BAGI PASUKAN PERANG BERKUDA DAN BAGI PEJALAN KAKI
Para ulama berbeda pendapat tentang SAHAM [BAGIAN] dari seorang penunggang kuda dan seorang pejalan kaki dalam rampasan perang.
Ada perbedaan pendapat di antara Jumhur ulama [Mayoritas] dan madzhab Hanafi.
Jumhur ulama [Mayoritas] menyatakan:
Bahwa seorang pejalan kaki hanya mendapat SATU SAHAM. Sedangkan seorang penunggang kuda mendapat TIGA SAHAM [dua saham untuk kudanya dan satu saham untuk dirinya sendiri].
Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Ibnu Siriin, Umar bin Abdul Aziz, Malik, Al-Awza'i, Ats-Tsawri, Al-Laits, Asy-Syafi'i, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, Ibnu Jarir, dan lain-lain.
Jadi, baik dia berjalan kaki atau naik kuda, maka dia tetap memiliki satu Saham. Sedangkan untuk kudanya memiliki dua saham.
Dalilnya: Dari Ibnu Umar (ra), dia mengatakan:
“قَسَمَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ خَيْبَرَ لِلْفَرَسِ سَهْمَيْنِ، ولِلرَّاجِلِ سَهْمًا. قالَ: فَسَّرَهُ نَافِعٌ فَقالَ: إذَا كانَ مع الرَّجُلِ فَرَسٌ فَلَهُ ثَلَاثَةُ أسْهُمٍ، فإنْ لَمْ يَكُنْ له فَرَسٌ فَلَهُ سَهْمٌ”.
Pada perang Khaibar Rasulullah (SAW) membagi untuk pasukan penunggang kuda dua bagian. Ibnu Umar berkata; namun Nafi' menafsirkannya dengan mengatakan; Jika seseorang mempunyai kuda, maka ia peroleh tiga bagian (dua bagian untuk kudanya, yang satu untuk pemiliknya) dan jika tidak mempunyai kuda maka ia peroleh satu bagian. [HR. Bukhori no. 4228 dan Muslim no. 1762]
Adapun pendapat madzhab Hanafi, khususnya Imam Abu Hanifah, mereka mengatakan: Untuk penunggang kuda, dia hanya memiliki dua saham: satu saham untuk dirinya sendiri dan satu saham untuk kudanya.
[Baca: Syarah shahih Muslim karya Hasan Abu al-Asybaal 3/89].
SHALAT SUNNAH AGAR ALLAH PILIHKAN HAJAT YANG TERBAIK [ISTIKHARAH]
Dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhua, dia berkata:
"Rasulullah (SAW) mengajari kami shalat istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana Beliau mengajarkan kami AL Qur'an. Beliau (SAW) bersabda:
"Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku'lah (shalat) dua raka'at selain shalat fardhu kemudian berdo'alah:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي - أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ - فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي
(Ya Allah aku memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaanMu dan memohon kepadaMu dengan karuniaMu yang Agung, karena Engkau Maha berkuasa sedang aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui karena Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini - atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di masa nanti - maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya, ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; di waktu dekat atau di maa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah buatku urusn yang baik saja dimanapun adanya kemudian paskanlah hatiku dengan ketepanMu itu".
Lalu beliau (SAW) bersabda: Dan sebutlah HAJAT keperluannya"
[HR. Bukhori dalam Shahihnya no. (1162, 6382, 7390), dan dalam ((Al-Adab Al-Mufrad)) (703)].
SYEIKH BIN BAAZ TENTANG HADITS SHALAT HAJAT [shalat karena ada keperluan].
Syeikh bin Baaz – rahimahullah – pernah di tanya tentang kashahihan hadits Shalat hajat.
Pertanyaan:
هَلْ الحَدِيثُ الَّذِي رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي صَلَاةِ الْحَاجَةِ صَحِيحٌ أَمْ لَا؟
Apakah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad tentang shalat hajat itu shahih atau tidak?
Beliau menjawab:
نَعَمْ، رَوَى أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَيْرُهُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ عَلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ الصَّدِيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الرَّسُولَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ قَالَ: مَنْ أَذَّنَبَ ذَنْبًا ثُمَّ تَابَ ثُمَّ تَطَهَّرَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَتَابَ إِلَى اللَّهِ مِنْ ذَلِكَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ [1] أَوْ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ. هَذَا صَحِيحٌ وَثَابِتٌ وَهُوَ مِنَ الْأَسْبَابِ الْمَعْرُوفَةِ إِذَا أَذَّنَبَ وَأَتَى شَيْئًا مِمَّا يَكْرَهُهُ اللَّهُ، ثُمَّ تَطَهَّرَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ -صَلَاةَ التَّوْبَةِ-، ثُمَّ سَأَلَ رَبَّهُ وَاسْتَغْفَرَهُ فَهُوَ حَرِيٌّ بِالتَّوْبَةِ كَمَا وَعَدَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ.
وَحَدِيثُ صَلَاةِ الِاسْتِخَارَةِ يُسَمَّى أَيْضًا صَلَاةَ الْحَاجَةِ؛ لِأَنَّ الِاسْتِخَارَةَ فِي الْحَاجَاتِ الَّتِي تَهْمُ الْإِنْسَانَ فَيُشْرَعُ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَسْتَخِيرَ اللَّهَ فِي ذَلِكَ [2].
[1] أُخْرِجَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِ الْعَشَرَةِ الْمُبَشَّرِينَ بِالْجَنَّةِ، مُسْنَدُ أَبِي بَكْرِ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، بِرَقْمِ 46.
[2] مِنْ بَرْنَامَجِ نُورٍ عَلَى الدَّرْبِ الشَّرِيطِ رَقْمِ 7. (مَجْمُوعُ فَتَاوَى وَمَقَالَاتِ الشَّيْخِ ابْنِ بازٍ 25/ 165).
Jawabannya adalah :
Ya, Imam Ahmad rahimahullah dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ali (ra) dari Abu Bakr (ra) bahwa Rasulullah (SAW) bersabda:
"Barangsiapa yang berbuat dosa kemudian bertaubat, membersihkan diri, dan melaksanakan dua rakaat shalat, maka Allah akan menerima taubatnya”[1]. Atau seperti yang disebutkan oleh Rasulullah (SAW).
Ini adalah hadis yang sahih dan kokoh, dan merupakan salah satu cara yang dikenal jika seseorang berbuat dosa dan melakukan sesuatu yang Allah tidak ridhai, kemudian membersihkan diri dengan melaksanakan dua rakaat shalat (shalat taubat), kemudian memohon dan meminta ampunan kepada Allah, maka dia berhak mendapatkan taubat seperti yang Allah janjikan.
Hadis tentang shalat ISTIKHARAH juga disebut shalat hajah, karena ISTIKHARAH dilakukan karena ada kebutuhan-kebutuhan yang penting bagi manusia. Oleh karena itu, dia diperintahkan untuk melaksanakan dua rakaat shalat dan memohon petunjuk kepada Allah dalam hal tersebut [2].
[1] Dirawikan oleh Imam Ahmad dalam Musnad al-'Asharah al-Mubashshirin bil-Jannah, Musnad Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra), nomor hadis 46.
[2] Dari program "Nur 'ala ad-Darb”Kaset no. 7. (Majmu' Fatawa wa Maqalat Asy-Syaikh Ibn Baz 25/165).
HADITS-HADITS SHALAT SUNNAH AGAR ALLAH MENGABULKAN HAJAT DUNIAWI-NYA:
HADITS KE 1:
Dari Usman bin Hunaif (diriwayatkan):
“أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ادْعُ اللهَ لِي أَنْ يُعَافِيَنِي فَقَالَ إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ لَكَ وَهُوَ خَيْرٌ وَإِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ فَقَالَ ادْعُهُ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ".
bahwasannya seorang lelaki buta datang kepada Nabi saw seraya berkata: Doakanlah aku agar Allah menyembuhkanku.
Beliau bersabda: Jika kamu mau, maka aku tangguhkan bagimu dan itu lebih baik, dan jika kamu mau, maka aku akan doakan kamu.
Lelaki itu berkata: Doakanlah.
Kemudian beliau saw menyuruhnya agar berwudu dan membaguskan wudunya, lalu shalat dua rakaat dan berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta dan menghadap kepada-Mu dengan perantaraan Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, aku telah menghadap dengan perantaraanmu kepada Rabb-ku di dalam HAJAT-KU ini agar terpenuhi. Ya Allah, berilah syafaat kepadanya bagi diriku".
[HR. Tirmidzi no. 3578, Ibnu Majah no. 1375, Ibnu Khuzaymah (2/225), al-Tabarani (17/9), dan al-Hakim dalam ((Al-Mustadrak)) (1/707) dengan sedikit perbedaan].
Hadits ini di shahihkan al-Albaani dalam Shahih Tirmidzi no. 3578
Dalam lafadz lain:
“أنَّ رجلًا ضريرًا أتى النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليْهِ وعلى آلهِ وسلَّمَ فقال: يا نبيَّ اللهِ ادعُ اللهَ أنْ يعافيَني. فقال: إنْ شئْتَ أخرْتُ ذلك فهوَ أفضلُ لآخرتِكَ ، وإنْ شئْتَ دعوْتُ لكَ قال: لا بلْ ادعُ اللهَ لي. فأمرَهُ أنْ يتوضأَ وأنْ يصليَ ركعتينِ وأنْ يدعوَ بهذا الدعاءِ: اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ وأتوجَّهُ إليكَ بنبيِّكَ محمدٍ صَلَّى اللَّهُ عليْهِ وعلى آلهِ وسلَّمَ نبيِّ الرحمةِ ، يا محمدُ إنِّي أتوجَّهُ بكَ إلى ربِّي في حاجَتي هذه فتَقضى, وتُشفعُني فيه وتشفعُهُ فيَّ. قال: فكان يقولُ هذا مرارًا, ثم قال بعدُ – أحسبُ أنَّ فيها: أنْ تُشفعَني فيه – قال: ففعلَ الرجلُ فبرأَ".
Seorang pria buta datang kepada Nabi (SAW) dan berkata, "Wahai Nabi Allah, mohonlah kepada Allah agar aku sembuh.”
Nabi (SAW) menjawab: "Jika engkau mau, aku menundanya, dan itu lebih baik untuk akhiratmu. Namun, jika engkau mau, aku akan berdoa untukmu.”
Pria itu berkata: "Tidak, sebaliknya, berdoalah kepada Allah untukku."
Pria itu kemudian diperintahkan untuk berwudhu dan melaksanakan dua rakaat shalat, lalu disuruh mengucapkan doa berikut ini:
“اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ وأتوجَّهُ إليكَ بنبيِّكَ محمدٍ صَلَّى اللَّهُ عليْهِ وعلى آلهِ وسلَّمَ نبيِّ الرحمةِ ، يا محمدُ إنِّي أتوجَّهُ بكَ إلى ربِّي في حاجَتي هذه فتَقضى, وتُشفعُني فيه وتشفعُهُ فيَّ”.
"Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dan aku menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu, Muhammad, yang merupakan Nabi rahmat.
Wahai Muhammad, sungguh aku menghadapap bersama mu kepada Rabb-ku dalam HAJAT-KU ini agar terpenuhi, dan agar Engkau memberikan syafaat padaku dalam doa ini dan memberikan syafaat doa ini untukku.”
Dia [perawi] berkata: "Dia terus mengucapkan doa ini berulang-ulang". Kemudian dia [perawi] berkata setelah itu - Aku mengira bahwa dalam doanya itu ada kata-kata: "Agar engkau memberi syafaat pada ku di dalam doaku ini –
Dia [perawi] berkata: “Lalu dia melakukannya, maka dia menjadi sembuh."
[HR. Ibnu Khuzaymah (2/225), al-Tabarani (17/9), dan al-Hakim dalam ((Al-Mustadrak)) (1/707) dengan sedikit perbedaan]
Di shahihkan oleh Syeikh Muqbil al-Waadi'ii dalam asy-Syafaa'ah (187).
HADITS KE 2:
Dari Abu Darda’ (diriwayatkan) sesungguhnya Nabi saw bersabda:
“مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجَّلاً أَوْ مُؤَخَّرًا”.
Barangsiapa berwudu dengan baik kemudian shalat dua rakaat dengan sempurna, Allah akan memberi apa yang ia minta, cepat atau lambat [H.R. Ahmad no. 27497]
Hadits ini sanadnya dhaif menurut Syu’aib al-Arna’uth dan Syeikh al-Albani dalam ash-Shahihah 7/1183 ; karena setelah diteliti ternyata hadis tersebut terputus sanadnya pada tingkatan tabi’ut-tabi’in kalangan tua.
Hadits ini disebutkan oleh al-Haitsami, dan dia berkata:
ذَكَرَهُ الهَيْثَمِيُّ وَقَالَ: رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ وَفِيهِ مَيْمُونُ أَبُو مُحَمَّدٍ قَالَ الذَّهَبِيُّ: لَا يُعْرَفُ.
"Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Tabarani dalam al-Kabir, dan dalam sanadnya terdapat Maimun Abu Muhammad.”Adz-Dzahabi mengomentari: "Tidak dikenal.”(Majma' al-Zawa'id 2/278).
HADITS KE 3:
Dari Abdullah bin Abu Aufa (ra) dia berkata, Rasulullah (SAW) bersabda:
”مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللَّهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَلْيُحْسِنْ الْوُضُوءَ ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللَّهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لِيَقُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ”.
"Barangsiapa yang mempunyai hajat (keinginan) kepada Allah atau kepada seseorang dari anak Adam, maka hendaklah dia berwudlu' dengan menyempurnakan wudlu'nya, lalu melaksanakan shalat dua raka'at, memuji kepada Allah, membaca Shalawat kepada Nabi (SAW), kemudian membaca:
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah yang maha lembut lagi Mahapemurah, Mahasuci Allah Rabb pemilik 'Arsy yang Mahaagung, segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam, aku mengharap rahmat-Mu, ketetapan hati (untuk meraih) ampunanMu, mendapatkan keberuntungan dengan segala kabaikan dan keselamatan dari segala perbuatan dosa, jangan Engkau biarkan dosa padaku kecuali Engkau mengampuninya, dan jangan Engkau biarkan kegundahan kecuali Engkau membukakannya, dan jangan Engkau biarkan kebutuhan-kebutuhan yang Engkau ridlai kecuali Engkau penuhi, wahai Dzat yang maha pengasih)”.
[HR. Tirmidzi no. 479 dan Ibnu Majah no. 1384]
Abu Isa berkata: hadits ini gharib dan dalam sanadnya ada sesutatu yang perlu dibicarakan, Fa'id bin Abdurrahman telah dilemahkan dalam masalah hadits, dan Fa'id adalah 'Abul Warqa'.
Hadis ini dianggap dhaif jiddan [lemah sekali] oleh syeikh Al-Albani dalam Dhaif Tirmidzi no. 343 hal. 53, Dhaif al-Jaami' no. 5809 dan al-Misykah no. 1327].
HADITS KE 4:
Hadis dari Ibnu Mas'ud (ra) dari Nabi (SAW), beliau bersabda:
“اثْنَتَا عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلِّيهِنَّ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ وَتَتَشَهَّدُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَإِذَا تَشَهَّدْتَ فِي آخِرِ صَلاتِكَ فَاثْنِ على الله عزوجل وَصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاقْرَأْ وَأَنْتَ سَاجِدٌ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَقُلْ لَا إِلَهَ إِلا اللَّه وَحْدَهُ لَا شرك لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إنى أَسأَلك بمعاقد - الْعَزِيز -[الْعِزِّ مِنْ] عَرْشِكَ وَمُنْتَهَى الرَّحْمَةِ مِنْ كِتَابِكَ وَاسْمِكَ الأَعْظَمِ وَحَدِّكَ الأَعْلَى وَكَلِمَاتِكَ التَّامَّةِ، ثُمَّ سَلْ حَاجَتَكَ، ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ، ثُمَّ سَلِّمْ يَمِينًا وَشِمَالا، وَلا تُعَلِّمُوهَا السُّفَهَاءَ فَأَنْتُمْ تَدْعُونَ بِهَا فَيُسْتَجَابُ”.
"Shalatlah dua belas rakaat, baik di waktu malam maupun siang, dan bertasyahudlah setelah setiap dua rakaat. Setelah kamu bertasyahud dari akhir shalat-mu, maka pujilah Allah, bershalawatlah untuk Nabi (SAW), dan bacalah di dalam sujudmu surat Al-Fatihah tujuh kali, serta ucapkanlah:
لَا إِلَهَ إِلا اللَّه وَحْدَهُ لَا شرك لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Sepuluh kali. Kemudian ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُك بِمَعَاقِدِ الْعِزِّ مِنْ عَرْشِكَ وَمُنْتَهَى الرَّحْمَةِ مِنْ كِتَابِكَ وَاسْمِكَ الأَعْظَمِ وَحَدِّكَ الأَعْلَى وَكَلِمَاتِكَ التَّامَّةِ،
Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan puncak keagungan dari 'Arsy-Mu, dan batas akhir rahmat dari kitab-Mu, dan dengan nama-Mu yang paling agung, serta kebesaran-Mu yang tertinggi, dan dengan kalimat-kalimat-Mu yang sempurna.”
Kemudian sampaikanlah hajatmu, lalu angkatlah kepalamu, kemudian salamkanlah ke kanan dan ke kiri, dan janganlah kamu mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak berakal, karena mereka akan memohon dengan doa tersebut dan Allah akan mengabulkannya bagi mereka."
Hadits ini dinilai PALSU [MAWDHU'] oleh adz-Dzahabi dalam Tartiib al-Maudhuaat ha. 167, oleh Ibnu al-Jauzy dalam al-Mawdhu'aat 2/63 dan Syeikh al-Albaani dalam at-Tawaasul Anwaa'uhu wa Ahkaamuhu hal. 48-49.
HADITS KE 5:
Dari Ibn Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: Rasulullah (SAW) bersabda:
جَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِدَعَوَاتٍ، فَقَالَ: إِذَا نَزَلَ بِكَ أَمْرٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكَ فَقَدِّمْهُنَّ ثُمَّ سَلْ حَاجَتَكَ: يَا بَدِيعَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، يَا كَاشِفَ الْبَلْوَى، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، يَا مُجِيبَ الْمُضْطَرِّينِ، يَا إِلَهَ الْعَالَمِينَ، بِكَ أَنْزَلْتُ حَاجَتِي، وَأَنْتَ عَالِمٌ بِهَا، فَاقْضِهَا “
وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، فَإِنَّكَ إِنْ غَفَرْتَ لِي فَلَا مُعَذِّبَ، وَإِنْ هَدَيْتَنِي فَلَا مُضِلَّ لِي، وَإِنْ رَزَقْتَنِي فَلَا مُحْرِمَ لِي، وَأَغْنِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ "
"Jibril datang kepada saya dengan doa-doa dan berkata, 'Apabila ada suatu urusan duniamu menimpa kamu, maka hadapkanlah doa-doa itu kemudian sampaikanlah hajatmu:
“Wahai Rabb Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan, Wahai Penolong orang-orang yang berlindung, Wahai Penyingkir segala keburukan, Wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Wahai Yang Mengabulkan doa orang-orang yang tertekan, Wahai Ilah seluruh alam. Dengan-Mu aku memohon hajatku dan hanya Engkaulah yang mengetahuinya, maka kabulkanlah hajatku."
Dan Rosulullah SAW biasa berdoa:
"Ya Allah, ampunilah dosaku. Jika Engkau mengampuni dosaku, maka tidak ada yang mengadzabku. Jika Engkau memberiku petunjuk, maka tidak ada yang menyesatkanku. Jika Engkau memberiku rezeki, maka tidak ada yang menghalangiku darinya. Dan cukupilah aku dengan rezeki-Mu yang halal dari yang haram. Dan dengan karunia-Mu, cukupilah aku dari selain-Mu.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Ashbahani dalam "At-Targhib wa At-Tarhib”(1/275).
Al-Mundziri dalam at-Targhib 1/478 no. 5 berkata:
رَوَاهُ الْأَصْبَهَانِيّ وَفِي إِسْنَاده إِسْمَاعِيل بن عَيَّاش. وَله شَوَاهِد كَثِيرَة
“Diriwayatkan oleh al-Asbahani, dan dalam sanadnya terdapat Isma'il bin 'Ayyash. Dan hadits ini memiliki banyak syahid [riwayat yang memperkuat].
Abdul Ghani al-Maqdisi dalam at-Targhib Fii ad-Du'a hal. 109 no. 63 berkata: "Sanadnya lemah sekali".
Dan Syaikh Al-Albani dalam "Dha'if At-Targhib”(419) dan "As-Silsilah Adh-Dha'ifah”(5298) menyebutkan bahwa hadits ini adalah hadits palsu (mawdu').
HADITS KE 6:
Dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Nabi (SAW) bersabda:
"يَا عَلِيُّ: أَلَا أُعَلِّمُكَ دُعَاءً إِذَا أَصَابَكَ غَمٌّ أَوْ هَمٌّ تَدْعُو بِهِ رَبَّكَ فَيُسْتَجَابُ لَكَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيُفْرَجُ عَنْكَ: تَوَضَّأْ وَصَل رَكْعَتَيْنِ، وَاحْمَدِ اللَّهَ وَاثْنِ عَلَيْهِ وَصَل عَلَى نَبِيِّكَ وَاسْتَغْفِرْ لِنَفْسِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ قُل: اللَّهُمَّ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ لَا إِلَهَ إِلَاّ اللَّهُ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَاّ اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ كَاشِفَ الْغَمِّ، مُفَرِّجَ الْهَمِّ مُجِيبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّينَ إِذَا دَعَوْكَ، رَحْمَنُ الدُّنْيَا وَالآْخِرَةِ وَرَحِيمُهُمَا، فَارْحَمْنِي فِي حَاجَتِي هَذِهِ بِقَضَائِهَا وَنَجَاحِهَا رَحْمَةً تُغْنِينِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ".
"Wahai Ali, tidakkah aku ajarkan kepadamu doa yang jika engkau ditimpa kesusahan atau kegelisahan, engkau berdoa dengan doa tersebut kepada Rabbmu, maka doamu akan dikabulkan oleh Allah, dan kesedihanmu akan hilang?
Bersuci dan shalat dua rakaat, kemudian memuji Allah dan memuji-Nya, shalat kepada Nabi-Mu, memohon ampunan untuk dirimu sendiri, kaum mukminin, dan kaum muslimat.
Kemudian ucapkan:
'Ya Allah, Engkau yang mengadili hamba-hamba-Mu dalam perselisihan mereka. Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Lembut lagi Maha Mulia. Maha suci Allah, Rabb tujuh langit dan Rabb 'Arsy yang agung.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Ya Allah, Yang menghilangkan kesedihan, yang mengangkat kesusahan, yang mengabulkan doa orang-orang yang terdesak ketika mereka berdoa kepada-Mu. Maha Pengasih di dunia dan akhirat, yang Maha Penyayang di keduanya. Maka berilah rahmat kepadaku dalam kebutuhanku ini dengan mengabulkan dan mempercepatnya, rahmat yang membuatku tidak memerlukan rahmat dari selain-Mu."
Diriwayatkan oleh al-Ashbahani dalam "Targhib wa Tarhib”(1/275), namun hadis ini lemah menurut Al-Albani dalam "Dha'if Targhib”(417) dan beliau mengatakan:
إسناده مظلم ، فيه من لا يُعرف
"Sanadnya gelap karena ada perawi yang tidak dikenal". [Dan lihat pula "Al-Silsilah al-Dha'ifah”(5287)].
Secara global hadis-hadis diatas dapat dijadikan sebagai pedoman atau sandaran dalam beramal. Dengan kata lain, hukum shalat hajat adalah masyru’ (disyariatkan).
FATWA PROF. DR. KHALID MUSHLIH:
وقد ذهب جمهور الفقهاء إلى استحباب هذه الصلاة، مع اختلافهم في عدد ركعاتها، فذهب الجمهور إلى أنها ركعتان، وذهب الحنفية إلى أنها أربع، والذي يظهر أنه لا بأس بصلاتها، فقد جاءت أحاديث عديدة في مشروعية الصلاة للحاجة:
وهي أحاديث في أسانيدها مقال إلا أنها بمجموعها تدلُّ على مشروعية الصلاة لقضاء الحاجة، ولعل هذا مُستَند ما ذهب إليه جمهور العلماء في مشروعية صلاة الحاجة، والله أعلم.
“Mayoritas ulama fikih sepakat akan disyariatkannya salat HAJAT, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaatnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa salat HAJAT terdiri dari dua rakaat, sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa salat ini terdiri dari empat rakaat. Dan yang terlihat kebenarannya adalah tidak ada masalah dalam melakukan salat hajat ini.
Terdapat banyak hadis yang mengindikasikan keabsahan salat ini untuk memenuhi kebutuhan…… Dan itu adalah hadis-hadis yang dalam sanadnya terdapat perbincangan, akan tetapi secara keseluruhan menunjukkan disyariatkannya shalat Hajat. Hal ini mungkin menjadi dasar bagi mayoritas ulama dalam menganggap shalat Hajat adalah sunnah. Wallahu a'lam". [Saudaramu, Dr. Khaled Al-Musleh [25/10/1427 H].
Fatwa Ath-Thaahir ibnu 'Asyur
Ibnu 'Asyur berkata dalam Tafsir nya:
وَأَقُول: إِن الْقَصْد إِلَى الْعِبَادَةِ لِيَتَقَرَّبَ إِلَى اللَّهِ فَيَسْأَلُهُ مَا فِيهِ صَلَاحُهُ فِي الدُّنْيَا أَيْضًا لَا ضَيْرَ فِيهِ، لِأَنَّ تِلْكَ الْعِبَادَةَ جُعِلَتْ وَسِيلَةً لِلدُّعَاءِ وَنَحْوِهِ وَكُلُّ ذَلِكَ تَقَرُّبٌ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَقَدْ شُرِعَتْ صَلَوَاتٌ لِكَشْفِ الضُّرِّ وَقَضَاءِ الْحَوَائِجِ مِثْلَ صَلَاةِ الِاسْتِخَارَةِ وَصَلَاةِ الضُّرِّ وَالْحَاجَةِ، وَمِنَ الْمُغْتَفَرِ أَيْضًا أَنْ يَقْصِدَ الْعَامِلُ مِنْ عَمَلِهِ أَنْ يَدْعُوَ لَهُ الْمُسْلِمُونَ وَيَذْكُرُوهُ بِخَيْرٍ.
وَفِي هَذَا الْمَعْنَى قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حِينَ خُرُوجِهِ إِلَى غَزْوَةِ مُؤْتَةَ وَدَعَا لَهُ الْمُسْلِمُونَ حِينَ وَدَّعُوهُ وَلِمَنْ مَعَهُ بِأَنْ يَرُدَّهُمُ اللَّهُ سَالِمِينَ:
لكنني أسأَل الرحمان مَغْفِرَةً … وَضَرْبَةً ذَات فرع يقذف الزَّبَدَا
أَوْ طَعْنَةً مِنْ يَدَيْ حَرَّانَ مُجْهِزَةً … بِحَرْبَةٍ تَنْفُذُ الْأَحْشَاءَ وَالْكَبِدَا
حَتَّى يَقُولُوا إِذَا مروا على حدثي … أَرْشَدَكَ اللَّهُ مِنْ غَازٍ وَقَدْ رَشَدَا
وَقَدْ عَلِمْتَ مِنْ تَقْيِيدِنَا الْحَظَّ بِأَنَّهُ حَظٌّ دُنْيَوِيٌّ".
"Dan saya katakan: Sesungguhnya jika tujuan dari ibadahnya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, lalu seseorang memohon kepada-Nya apa yang menguntungkan dalam kehidupan dunianya ; maka hal itu tidak lah membahayakan dirinya. Karena ibadah itu disyariatkan sebagai sarana dan wasilah untuk berdoa dan sejenisnya.
Dan semua itu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi. Dan telah syariatkan pula shalat-shalat untuk menghilangkan kesulitan dan untuk memenuhi hajat kebutuhan, seperti shalat istikharah, shalat ketika dalam kesulitan, dan shalat untuk memohon hajat.
Salah satu hal yang juga dimaafkan adalah jika seseorang yang beramal ibadah yang dengan amal ibadahnya itu agar kaum muslimin mau mendoakan kebaikan untuk dirinya dan agar mereka menyebut bahwa dirinya adalah orang baik.
Dalam konteks ini, sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Rawahah (ra) ketika hendak berangkat ke perang Mu'tah, dan kaum Muslimin mendoakannya agar Allah mengembalikannya dengan selamat. Dia berkata:
"Namun aku memohon ampunan dari Ar-Rahman dan doa agar terhindar dari pukulan yang melemparkan busa
Atau sabetan dari tangan yang panas yang telah dipersiapkan dengan pedang yang menusuk usus perut dan hati.
Sehingga mereka akan berkata ketika mereka melihat kejadianku, 'Allah telah memberimu petunjuk dari bencana, dan kamu telah terbimbing [kejalan lurus].'
Dan anda telah mengetahui bahwa yang dimaksud dengan kata al-Hadz [keberuntungan] adalah keberuntungan duniawi.”[at-Tahriir wa't-Tanwiir (23/319-320)]
FATWA: ISLAMQA HUKUM PUASA DAN SHALAT
AGAR DOA HAJATNYA TERKABULKAN
Di bawah naungan dan pengawasan Syeikh Muhammad Shalih al-Munajjid.
PERTANYAAN:
هَلْ يَجُوزُ لِلشَّخْصِ أَنْ يَذْهَبَ لِلْحَرَمِ لِلصَّلَاةِ لِكَيْ يَدْعُوَ اللَّهَ أَنْ يُحَقِّقَ لَهُ شَيْئًا مَعَيَّنًا يُرِيدُ، كَأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ أَنْ يَشْفِيَ مَرِيضَهُ أَوْ أَنْ يَرْزُقَهُ اللَّهَ أَوْلَادًا؟ وَهَلْ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَصُومَ بَعْضَ الْأَيَّامِ لِنَفْسِ الْغَرَضِ؟.
Bolehkah seseorang pergi SHALAT ke Al Haram (Masjid al-Haram) untuk berdoa kepada Allah agar keinginan-nya terlaksana ? Misalnya berdoa kepada Allah agar disembuhkan dari sakitnya, atau agar Allah menganugerahinya anak keturunan ?. Juga, bolehkah seseorang BERPUASA selama beberapa hari untuk doa kebutuhan yang sama ?
JAWABAN:
لا مَانِعَ أَنْ يَذْهَبَ الْمُسْلِمُ لِأَدَاءِ الصَّلَاةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ مِنْ أَجْلِ الدُّعَاءِ، وَلَكِنَّ الْأَفْضَلَ أَنْ لَا يَقْتَصِرَ قَصْدُهُ عَلَى الصَّلَاةِ مِنْ أَجْلِ الدُّعَاءِ، بَلْ يَكُونُ قَصْدُهُ التَّعْبُدُ لِلَّهِ تَعَالَى بِهَذِهِ الصَّلَاةِ، وَرَجَاءُ ثَوَابِ الْآخِرَةِ، ثُمَّ الصَّلَاةُ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى الذِّكْرِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ وَالرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَالدُّعَاءِ فَيَكُونُ الدُّعَاءُ وَتَابِعًا لِلصَّلَاةِ وَلَيْسَ هُوَ الْمَقْصُودُ الْأَعْظَمُ؛ وَالْمَسْجِدُ الْحَرَامُ مِنَ الْأَمَاكِنِ الْمُبَارَكَةِ الْمُعَظَّمَةِ، فَإِذَا صَلَّى وَدَعَا اللَّهَ تَعَالَى فِي سُجُودِهِ – مُثَلًّا - فَيَكُونُ قَدْ جَمَعَ بَيْنَ فَضْلِ الْمَكَانِ وَفَضْلِ الْهَيْئَةِ، فَإِذَا كَانَ هَذَا فِي الثُّلُثِ الْأَخِيرِ مِنَ اللَّيْلِ فَيَكُونُ أُضِيَفَ إِلَيْهِ شَرَفُ الزَّمَانِ ٫٫٫
وَمِنْ بَابِ آخَرَ يُقَالُ: التَّوَسُّلُ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ مَشْرُوعٌ، وَلِذَا يُمْكِنُ جَعْلُ الْوُضُوءِ وَالصَّلَاةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ الَّتِي يَتَوَسَّلُ بِهَا بَيْنَ يَدَيْ الدُّعَاءِ.
وَأَمَّا الصِّيَامُ: فَمَا قِيلَ فِي الصَّلَاةِ يُقَالُ فِي الصِّيَامِ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ قَصْدُهُ التَّعْبُدُ لِلَّهِ تَعَالَى بِهَذِهِ الْعِبَادَةِ الْعَظِيمَةِ، وَتَحْصِيلُ الثَّوَابِ الْأَخِرَوِيِّ وَالْوُصُولِ إِلَى تَقْوَى اللَّهِ وَمَرْضَاتِهِ، ثُمَّ إِذَا صَامَ فَإِنَّ الصَّائِمَ يُسْتَحَبُّ لَهُ الْإِكْثَارُ مِنَ الدُّعَاءِ فَإِنَّ دَعْوَةَ الصَّائِمِ مُسْتَجَابَةٌ لَاسِيَمَا عِنْدَ فِطْرِهِ.
Tidak ada larangan seorang Muslim shalat di Masjidil Haram untuk tujuan berdoa, tetapi lebih baik baginya untuk tidak membatasi tujuan shalatnya untuk berdoa. Melainkan niat dan tujuannya adalah beribadah kepada Allah dengan shalat ini dan mengharapkan pahala akhirat. Kemudian shalat itu adalah amalan yang mencakup dzikir (mengingat Allah), membaca Alquran, rukuk, sujud dan do'a (berdoa), jadi do'a itu bagian dari shalat ; namun itu bukan tujuan utama.
Al-Masjid al-Haram adalah salah satu tempat yang diberkahi dengan keberkahan yang agung dan tempat paling dimuliakan, maka jika seseorang shalat dan berdoa kepada Allah dalam sujudnya - misalnya – ; maka dia akan menggabungkan keutamaan tempat dengan keutamaan tindakan. Jika shalatnya itu dilakukan pada sepertiga malam terakhir, maka ia juga akan menambah keutamaan waktu.
Di sisi lain dapat dikatakan: Mengerjakan amal saleh dengan harapan terkabulnya do'a adalah sesuatu yang disyari'atkan. Oleh karena itu, berwudhu dan berdoa di Masjidil Haram termasuk amal saleh yang boleh dilakukan sebelum memulai do'a dengan harapan terkabulnya do'a.
Sehubungan dengan puasa, maka apa yang dikatakan dalam hal shalat, boleh juga dikatakan dalam hal puasa. Namun demikian sebaiknya niat puasanya itu murni untuk beribadah kepada Allah, dan dengan ibadah yang agung ini hendaknya bertujuan agar memperoleh pahalanya di akhirat, dan untuk bertakwa kepada Allah dan meraih keridhaan-Nya. Kemudian jika dia berpuasa, maka orang yang berpuasa itu mustahabb untuk memperbanyak berdoa, karena doa orang yang berpuasa akan terkabul, terutama pada saat berbuka puasa.
[Sumber: (موقع الإسلام سؤال وجواب) 7/43 no. 22747]
KESIMPULAN PENULIS:
Terlihat dari nash-nash diatas bahwa seorang muslim diperbolehkan untuk melakukan amal saleh dengan maksud untuk mendapatkan manfaat duniawi yang terkait dengannya. Karena Allah tidak menjadikan manfaat duniawi ini kecuali sebagai pendorong dan motivasi bagi para hambanya, dengan syarat bahwa niat mencari keridhaan Allah adalah motivasi utama di balik ketaatannya, dan niat untuk mendapatkan manfaat duniawi tersebut bersifat sekunder dan hanya bagian darinya.
Berdasarkan hal ini, ada sebagian para ulama salaf yang memiliki pandangan seperti ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sa'id bin Jubair, beliau berkata:
“إِنِّي لَأَزِيدُ فِي صَلَاتِي مِنْ أَجْلِ ابْنِي هَذَا “، قَالَ هِشَامٌ: “رَجَاءَ أَنْ يُحْفَظَ فِيهِ".
"Sesungguhnya aku akan terus menambah shalatku demi anakku ini". Dan Hisham berkata: "Diharapkan agar anak itu terjaga (dalam agama).”Ini disebutkan dalam kitab "Hilyat al-Awliya”(4/279).
Namun, tetaplah bahwa ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan tujuannya hanya untuk mendapatkan pahala dan balasan dari Allah adalah lebih sempurna, lebih utama, dan lebih berpahala daripada orang yang hanya mencari manfaat duniawi meskipun hal itu masih berhubungan dengan ibadah tersebut.
0 Komentar