MELURUSKAN ANGGAPAN KELIRU BAHWA PARA SAHABAT NABI ﷺ TIDAK BERBISNIS

Di susun oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


DAFTAR ISI:

  • PENDAHULUAN:
  • SYUBHAT-SYUBHAT DARI KELOMPOK ANTI DUNIA:
  • JAWABAN ATAS SYUBHAT-SYUBHAT MEREKA:
  • NABI AYYUB ‘ALAIHIS SALAM TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH
  • BETAPA PENTING-NYA MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI UMAT DALAM ISLAM:
  • PARA SAHABAT MANDIRI DALAM BEREKONOMI DAN BENCI PENGANGGURAN.
  • PERNYATAAN IMAM AHMAD TENTANG PENGANGGURAN:
  • PERINTAH ALLAH UNTUK MENGAGUMI SEMANGAT BISNIS ELAF QURAISY
  • MANFAAT BISNIS ELAF QUREISY BAGI PENYEBARAN ISLAM:
  • CONTOH BISNIS BEBERAPA PARA SAHABAT YANG SUKSES
  • ANTARA BISNIS DAN IBADAH ITU TIDAK SALING BERTENTANGAN
  • BEKERJA MENCARI RIZKI HALAL ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH.
  • RIZKI TERBAIK ADALAH RIZKI HASIL JERIH PAYAH SENDIRI
  • ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA MUSLIM YANG TIDAK MAU MENCARI NAFKAH
  • LARANGAN MENGEMIS DAN MEMINTA-MINTA TANPA DARURAT
  • BAI'AT SEBAGIAN PARA SAHABAT UNTUK TIDAK MINTA-MINTA
  • PERINTAH BERHARAP HANYA KEPADA ALLAH DENGAN BEKERJA KERAS DAN LARANGAN BERHARAP PEMBERIAN DARI SELAINNYA.
  • LARANGAN MEMBISNISKAN ILMU AGAMA; KARENA BUKAN BARANG DAGANGAN

========

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Keyakinan adanya pertentangan antara dunia dan akhirat, serta pemisahan di antara keduanya, telah menjadi problem bagi banyak orang.

Ada sebagian umat Islam yang berpandangan bahwa antara dunia dan akhirat ada pertentangan dan berlawanan arah. Ini dikarenakan adanya kesalah fahaman mereka dalam memahami masalah tersebut, baik yang berkaitan dengan dunia maupun yang berkaitan dengan agama.

Orang-orang yang berfaham seperti ini sebaiknya meninjau kembali wawasannya dengan mendalami kembali dalil-dalil Syar'i secara komprehensif serta memahaminya dengan pemahaman yang benar agar kebingungan dan kesalahfahaman mereka segera hilang dari mereka serta agar mereka tidak menderita lagi karenanya.

Syeikh Prof. DR. Al-Qaradhawi berkata :

وَمِنْ أَعْجَبِ مَا سَمِعْتُهُ فِي عَصْرِنَا: أَنَّ أَحَدَ الدُّعَاةِ مِمَّنْ يَنْتَمِي إِلَى جَمَاعَةٍ دِينِيَّةٍ تَهْتَمُّ بِالْجَوَانِبِ الرُّوحِيَّةِ وَالْعِبَادِيَّةِ فَحَسْبُ، قَالَ يَوْمًا: "الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا الإِفْرِنْجَ لِيُقَدِّمُوا لَنَا مِنْجَزَاتِ العِلْمِ وَالتِّكْنُولُوجِيَا، لِنَتَفَرَّغَ نَحْنُ لِلْعِبَادَةِ!" غَفَلَ هَـٰذَا المِسْكِينُ أَنَّ المُسْلِمِينَ بِهَـٰذَا قَدْ آثَمُوا فِي حَقِّ دِينِهِمْ وَأُمَّتِهِمْ، حِينَ أَهْمَلُوا مَا اعْتَبَرَهُ العُلَمَاءُ فَرْضَ كِفَايَةٍ عَلَيْهِمْ، وَهُوَ إِتْقَانُ العُلُومِ الَّتِي تَقُومُ بِهَا دُنْيَاهُمْ، وَيُغَرُّ بِهَا دِينُهُمْ، وَتَسُودُ أُمَّتُهُمْ. فَلَيْسَ هَـٰذَا نِعْمَةً يُحْمَدُ اللَّهُ عَلَيْهَا، بَلْ هِيَ جَرِيمَةٌ يُسْتَغْفَرُ اللَّهُ تَعَالَىٰ مِنْهَا.

Salah satu hal yang paling ajaib yang pernah saya dengar di zaman kita adalah :

ada salah satu dari para Da’i yang mengatas namakan jamaah diiniyah (agamis dan ahli ibadah) yang hanya peduli dengan aspek spiritual dan ibadah saja .

Pada suatu hari Dia pernah berkata : “ Al-hamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah menggerakkan bangsa eropa untuk kita, agar mereka mempersembahkan kepada kita pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dengannya membuat diri kita bisa fokus untuk beribadah!”.

Orang miskin ilmu ini telah lalai bahwa umat Islam dengan demikian itu telah berdosa terhadap hak agamanya dan umatnya, ketika mereka mengabaikan apa yang oleh para ulama dianggap sebagai Fardlu Kifayah atas mereka, yaitu mendalami ilmu-ilmu yang bisa menegakkan urusan dunia mereka, yang menggairahkan agama mereka, dan membuat umat nya menjadi mulia dan terhormat  .

Dengan meninggalkan semua itu, maka bukanlah nikmat yang layak dia katakan : al-hamdulillah “. (Baca : “أُمَّتُنَا بَيْنَ قَرْنَيْنِ” hal. 138 karya DR. Al-Qordhowi . cet. Dar asy-Syuruuq).

SYUBHAT-SYUBHAT DARI KELOMPOK ANTI DUNIA:

Sebagian dari kelompok al-Mutaqosysyifah [yakni: sekelompok orang yang berfaham wajib meninggalkan kesenangan duniawi agar bisa fokus ibadah], mereka ada yang bersikeras mengklaim bahwa ibadah itu bertentangan dengan mencari nafkah, seperti bekerja di industri, di perdagangan, di pertanian, di pemerintahan, di lembaga-lembaga dan bidang-bidang lainnya.

Syubhat-syubhat yang mereka lontarkan, diantaranya adalah sbb:

Syubhat pertama: Sebagian dari mereka mengatakan:

" إِنَّ الصَّحَابَةَ لَمْ يَفْتَحُوا الْبُلْدَانَ، وَلَمْ يَصِلُّوا إِلَى الْمَنَزَّلَةِ الْعَالِيَةِ مِنَ الدِّينِ، إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَرَكُوا الدُّنْيَا وَتَفَرَّغُوا تَفَرُّغًا تَامًّا لِلْعِبَادَةِ وَالْجِهَادِ".

" Sesungguhnya para Sahabat tidaklah menaklukkan negeri-negeri dan tidaklah agama ini mencapai kedudukan yang tinggi, kecuali setelah mereka meninggalkan dunia dan sepenuhnya mendedikasikan diri mereka untuk ibadah dan jihad".

Syubhat Kedua: Mereka berkata:

" إنَّ مَا يَرْجِعُ إلَى الدَّنَاءَةِ مِنْ الْمَكَاسِبِ فِي عُرْفِ النَّاسِ لَا يَسَعُ الْإِقْدَامُ عَلَيْهِ إلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ ".

Bahwa kasab [usaha mencari dunia] adalah tergolong dalam perbuatan hina menurut norma masyarakat, maka tidak ada celah yang membolehkan untuk melakukannya kecuali dalam keadaan darurat.

Syubhat ketiga: sebagian mereka mengatakan:

مَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَلَا بُدَّ أَنْ يَطْلُقَ الدُّنْيَا طَلَاقًا بَاتًا حَتَّى يُصَلِّحَ قَلْبَهُ.

" Bahwa siapa pun yang menginginkan akhirat harus sepenuhnya meninggalkan dunia ini agar hatinya menjadi shaleh dan baik ".

Benarkah semua itu ?

JAWABAN ATAS SYUBHAT-SYUBHAT MEREKA:

Jawaban atas syubhat-syubhat mereka adalah sbb:

Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung kesewenang-wenangan, sangat disayangkan dan ini bertentangan dengan maslahat perjuangan dan fitrah manusia yang telah ditentukan oleh Allah. Dan hal ini sangat jauh dari perkataan yang bijak, akal sehat, dan kenyataan.

Ini juga bertentangan dengan realita kehidupan para Sahabat -radhiyallahu 'anhum – dalam berekonomi, baik dalam perniagaan maupun perkebunan dan pertanian.

Untuk menanggapi klaim tersebut, kita perlu menyoroti pandangan syariat tentang pekerjaan dan mencari nafkah terlebih dahulu, dan bagaimana para Sahabat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Al-Imam As-Sarkhosi al-Hanafi berkata:

وَدَعُواهُمْ أَنَ الْكِبَارَ مِنَ الصَّحَابَةِ رَضُوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ كَانُوا لَا يَكْتَسِبُونَ دَعْوَى بَاطِلٌ.

فَقَدْ رُوِيَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ بَزَّازًا وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَعْمَلُ الْأَدِمَ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ تَاجِرًا يَجْلِبُ إِلَيْهِ الطَّعَامَ فيَبِيعُهُ وَعَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَكْتَسِبُ عَلَى مَا رُوِيَ أَنَّهُ أَجَرَ نَفْسَهُ غَيْرَ مَرَّةٍ حَتَّى آجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ فِي حَدِيثٍ فِيهِ طُولٌ.

Dan dakwaan dan klaiman mereka bahwa para sahabat besar (ra) tidak bekerja mencari nafkah adalah dakwaan palsu dan bathil.

Telah diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq (ra) bekerja sebagai saudagar pakaian dan kain, Umar (ra) memproduksi penyamakan kulit hewan, Utsman, (ra) menjadi seorang pengimport sembako dan menjualnya, dan Ali, (ra) sering mendapatkan penghasilan dengan cara bekerja dengan upah pada siapa saja, bahkan pada seorang Yahudi sekalipun sebagaimana disebutkan dalam suatu Hadits yang panjang.

[Baca: “المبسوط” 30/248 dan Syarah al-Kasab hal. 41]

Muhammad Rasyid Ridho berkata dalam tafsir al-Manaar (4/174):

هَذَا وَإِنَّ كُلَّ مَا وَرَدَ فِي الْكَسْبِ حُجَّةٌ عَلَى كَوْنِ التَّوَكُّلِ لَا يُنَافِي الْعَمَلَ وَالسَّعْيَ لِلدُّنْيَا، وَقَدْ تَقَدَّمَ ذِكْرُ بَعْضِ الْآيَاتِ فِي ذَلِكَ وَمِنْهَا قَوْلُهُ - تَعَالَى -: هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا [11: 61] وَقَوْلُهُ: وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ [15: 20] وَقَوْلُهُ: وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا [78: 11]....

كَانَ أَبُو بَكْرٍ وَعُثْمَانُ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ وَطَلْحَةُ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ - تُجَّارًا حَتَّى إِنَّ أَبَا بَكْرٍ لَمَّا اسْتُخْلِفَ أَصْبَحَ غَادِيًا إِلَى السُّوقِ وَعَلَى رَقَبَتِهِ أَثْوَابٌ يَتَّجِرُ بِهَا فَلَقِيَهُ عُمَرُ وَأَبُو عُبَيْدَةَ فَقَالَا: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ السُّوقَ. قَالَا: تَصْنَعُ مَاذَا وَقَدْ وُلِّيتَ أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ: فَمِنْ أَيْنَ أُطْعِمُ عِيَالِي؟ فَهَلْ كَانَ غَيْرَ مُتَوَكِّلٍ؟ ثُمَّ إِنَّ الصَّحَابَةَ فَرَضُوا لَهُ مَا يَكْفِيهِ لِيَسْتَغْنِيَ عَنِ الْكَسْبِ وَلَمْ يَقُولُوا لَهُ: تَوَكَّلْ عَلَى اللهِ وَهُوَ يَرْزُقُكَ بِغَيْرِ عَمَلٍ

"Ini, dan sesungguhnya setiap [ayat dan hadits] yang menyebutkan tentang mencari nafkah adalah argumen [dalil] bahwa bertawakkal kepada Allah SWT tidak menghalangi seseorang untuk bekerja dan berusaha dalam mencari harta dunia.

Telah disebutkan beberapa ayat dalam hal ini, di antaranya firman-Nya - yang artinya –

'Dia menciptakan kamu dari bumi [tanah] dan menjadikan kamu pemilik dan penguasa di atasnya' (Q.S. Hud: 61).

Dan firman-Nya:

"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepada-Nya. (Q.S. Al-Hijr: 20).

Dan firman-Nya:

'Dan Kami menjadikan siang sebagai sarana mencari penghidupan' (Q.S. An-Naba: 11)......."

Dulu Abu Bakar, Utsman, Abdul Rahman, dan Talhah - semoga Allah meridai mereka - adalah pedagang. Bahkan, Abu Bakar ketika diangkat sebagai khalifah, ia masih pergi ke pasar dengan memangul barang dagangan berupa pakaian di atas pundaknya. Kemudian, Umar dan Abu Ubaidah bertemu dengannya dan berkata: "Mau kemana kamu pergi?" Dia menjawab: "Ke pasar."

Mereka berkata: "Apa yang kamu lakukan? Padahal kamu telah ditunjuk sebagai pemimpin kaum Muslimin!"

Dia berkata, "Dari mana saya akan memberi makan keluarga saya? Bukankah aku bergantung sepenuhnya kepada Allah?"

Kemudian, para Sahabat memberikan kepadanya apa yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia tidak perlu lagi bekerja cari nafkah. Mereka tidak berkata kepadanya: "Tawakallah kepada Allah dan Dia akan memberimu rezeki tanpa harus bekerja."

Imam As-Sarkhasi [w. 490 H] berkata:

قَالَ بَعْضُ الْمُتَقَشِّفَةِ مَا يَرْجِعُ إلَى الدَّنَاءَةِ مِنْ الْمَكَاسِبِ فِي عُرْفِ النَّاسِ لَا يَسَعُ الْإِقْدَامُ عَلَيْهِ إلَّا عِنْدَ الضَّرُورَةِ لِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «لَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «إنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُورِ وَيُبْغِضُ سَفْسَافَهَا» وَالسَّفْسَافُ مَا يُدْنِي الْمَرْءَ وَيَبْخَسُهُ

Sebagian para Mutaqosyyyifah [yakni: sekelompok orang yang berfaham harus meninggalkan kesenangan duniawi] mengatakan:

Bahwa kasab [usaha mencari dunia] adalah tergolong dalam perbuatan hina menurut norma masyarakat, maka seharusnya tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi - shallallahu 'alaihi wa sallam -:

«لَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ»

'Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya sendiri.' [Al-Albaani berkata: Hasan Ghariib Bighairihi. Haidayatur Ruwaah no. 2437].

Dan beliau  juga bersabda:

«إنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأُمُورِ وَيُبْغِضُ سَفْسَافَهَا»

'Sesungguhnya Allah Ta'ala mencintai hal-hal yang mulia dan membenci hal-hal yang kotor.' [Di shahihkan al-Albaani dalam Shahih al-Jami' no. 1890].

Dan yang dimaksud dengan hal-hal kotor di sini adalah tindakan yang menurunkan martabat dan mengurangi nilai seseorang.

Lalu Imam As-Sarkhasi membantahnya dengan mengatakan:

الْمَذْهَبُ عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ - رَحِمَهُمُ اللَّهُ - أَنَّ الْمَكَاسِبَ كُلَّهَا فِي الْإِبَاحَةِ سَوَاءٌ......

وَحُجَّتُنَا فِي ذَلِكَ: قَوْلُهُ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «إنَّ مِنْ الذُّنُوبِ ذُنُوبًا لَا يُكَفِّرُهَا الصَّوْمُ، وَلَا الصَّلَاةُ قِيلَ: فَمَا يُكَفِّرُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْهُمُومُ فِي طَلَبِ الْمَعِيشَةِ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «طَلَبُ الْحَلَالِ كَمُقَارَعَةِ الْأَبْطَالِ، وَمَنْ بَاتَ وَانِيًا مِنْ طَلَبِ الْحَلَالِ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ» وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - «أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ الِاكْتِسَابُ لِلْإِنْفَاقِ عَلَى الْعِيَالِ» مِنْ غَيْرِ تَفْصِيلٍ بَيْنَ أَنْوَاعِ الْكَسْبِ، وَلَوْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ سِوَى التَّعَفُّفِ وَالِاسْتِغْنَاءِ عَنْ السُّؤَالِ لَكَانَ مَنْدُوبًا إلَيْهِ، فَإِنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «السُّؤَالُ آخِرُ كَسْبِ الْعَبْدِ» أَيْ يَبْقَى فِي ذُلِّهِ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ «وَقَالَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لِحَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَوْ لِغَيْرِهِ: «مَكْسَبَةٌ فِيهَا نَقْصُ الْمَرْتَبَةِ خَيْرٌ لَك مِنْ أَنْ تَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْك أَوْ مَنَعُوك» ثُمَّ الْمَذَمَّةُ فِي عُرْفِ النَّاسِ لَيْسَتْ لِلْكَسْبِ بَلْ لِلْخِيَانَةِ وَخُلْفِ الْوَعْدِ وَالْيَمِينِ الْكَاذِبَةِ وَمَعْنَى الْبُخْلِ".

"Pendapat mayoritas ahli fikih - semoga Allah merahmati mereka - adalah bahwa semua kasab [penghasilan usaha] dalam hal halal adalah sama.

Hujjah dan Argumen kami dalam hal ini adalah:

Sabda beliau :

«إنَّ مِنْ الذُّنُوبِ ذُنُوبًا لَا يُكَفِّرُهَا الصَّوْمُ، وَلَا الصَّلَاةُ قِيلَ: فَمَا يُكَفِّرُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْهُمُومُ فِي طَلَبِ الْمَعِيشَةِ»

'Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada dosa yang tidak bisa dihapuskan dengan berpuasa atau shalat.' Ketika ditanya: 'Apa yang bisa menghapus dosa tersebut, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Menghadapi kesuliatn-kesulitan dalam mencari nafkah.'

[HR. Ath-Thobroni di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 1/38 no.102, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ 6/235, Al Haitsami dalam Majma’u Az-Zawa-id 4/75 no.6239, dan selainnya. DERAJAT HADITS: Hadits ini derajatnya PALSU (maudhu’)].

Dan beliau juga bersabda:

«طَلَبُ الْحَلَالِ كَمُقَارَعَةِ الْأَبْطَالِ، وَمَنْ بَاتَ وَانِيًا مِنْ طَلَبِ الْحَلَالِ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ»

'Mencari nafkah yang halal adalah seperti berperang di medan pertempuran. Dan siapa yang terus berusaha mencari nafkah yang halal, maka dia akan meninggal dalam keadaan diampuni dosa-dosanya.' [Dho'if. Lihat Dho'if al-Jami' oleh al-Albaani no. 3621].

Dan beliau  bersabda:

«أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ الِاكْتِسَابُ لِلْإِنْفَاقِ عَلَى الْعِيَالِ»

"Amal terbaik adalah mencari nafkah untuk keluarga".

Tanpa perlu membedakan jenis usaha cari penghasilan [selama itu halal]. Selama tidak ada tujuan lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan harga diri serta menghindari perbuatan meminta-minta, maka itu sudah dianggap sunnah. Sebab Rasulullah  pernah bersabda:

«السُّؤَالُ آخِرُ كَسْبِ الْعَبْدِ»

"Meminta-minta adalah akhir dari usaha penghasilan seorang hamba". yaitu dia akan tetap merasa rendah diri hingga hari kiamat.

Beliau juga bersabda kepada Hakim bin Hizam - semoga Allah meridainya - atau orang lain:

«مَكْسَبَةٌ فِيهَا نَقْصُ الْمَرْتَبَةِ خَيْرٌ لَك مِنْ أَنْ تَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْك أَوْ مَنَعُوك»

'Penghasilan halal yang didapatkan dengan pekerjaan yang membuat martabatmu turun adalah lebih baik bagimu daripada meminta pada manusia, baik mereka memberimu atau mereka menolak untuk memberimu '.

Kemudian, yang dicela dalam norma masyarakat bukanlah masalah jenis kasab cari penghasilan, tetapi untuk pengkhianatan, melanggar janji, sumpah palsu, dan perbuatan yang terdapat makna pelit." [Referensi: Al-Mabsuuth 30/258].

Umar bin Khattab - semoga Allah meridainya -, beliau sangat aktif berdagang sampai-sampai kesibukannya di pasar membuatnya tidak dapat rutin menghadiri majelis ilmu di hadapan Nabi . Maka Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid bin 'Umair :

أَنَّ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ: اسْتَأْذَنَ عَلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، ‌فَلَمْ ‌يُؤْذَنْ ‌لَهُ، ‌وَكَأَنَّهُ ‌كَانَ ‌مَشْغُولًا، ‌فَرَجَعَ ‌أَبُو ‌مُوسَى، فَفَرَغَ عُمَرُ، فَقَالَ: أَلَمْ أَسْمَعْ صَوْتَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَيْسٍ ائْذَنُوا لَهُ، قِيلَ: قَدْ رَجَعَ، فَدَعَاهُ فَقَالَ: «كُنَّا نُؤْمَرُ بِذَلِكَ»، فَقَالَ: تَأْتِينِي عَلَى ذَلِكَ بِالْبَيِّنَةِ، فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسِ الأَنْصَارِ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالُوا: لَا يَشْهَدُ لَكَ عَلَى هَذَا إِلَّا أَصْغَرُنَا أَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِيُّ، فَذَهَبَ بِأَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، فَقَالَ عُمَرُ: أَخَفِيَ هَذَا عَلَيَّ مِنْ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْهَانِي الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ يَعْنِي الخُرُوجَ إِلَى تِجَارَةٍ

“Bahwa Abu Musa Al Anshariy meminta izin kepada 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu namun tidak diizinkan karena nampaknya dia sedang sibuk. Lalu Abu Musa kembali sedangkan 'Umar telah pula selesai dari pekerjaannya lalu dia berkata: "Tidakkah tadi aku mendengar suara 'Abdullah bin Qais?, Berilah izin kepadanya".

Umar diberitahu bahwa Abu Musa telah pulang. Maka 'Umar memanggilnya, lalu Abu Musa berkata: "Kami diperintahkan hal yang demikian (kembali pulang bila salam minta izin tiga kali tidak dijawab)".

Maka dia berkata: "Berikanlah kepadaku bukti yang jelas tentang masalah ini".

Maka Abu Musa pergi menemui majelis Kaum Anshar lalu dia bertanya kepada mereka. Kaum Anshar berkata: "Tidak ada yang menjadi saksi (mengetahui) perkara ini kecuali anak termuda diantara kami yaitu Abu Sa'id Al Khudriy".

Maka Abu Musa berangkat bersama Abu Sa'id Al Khudriy menemui 'Umar, maka 'Umar berkata: "Kenapa aku bisa tidak tahu urusan Rasulullah . Sungguh aku telah dilalaikan oleh kesibukan transaksi jual beli pasar". Maksudnya kegiatan berdagang.

[HR. Bukhori no. 2062].

Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

وَأَطْلَقَ عُمَرُ عَلَى الِاشْتِغَالِ بِالتِّجَارَةِ لَهْوًا لِأَنَّهَا أَلْهَتْهُ عَنْ طُولِ مُلَازَمَتِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌حَتَّى ‌سَمِعَ ‌غَيْرُهُ ‌مِنْهُ ‌مَا ‌لَمْ ‌يَسْمَعْهُ وَلَمْ يَقْصِدْ عُمَرُ تَرْكَ أَصْلِ الْمُلَازَمَةِ وَهِيَ أَمْرٌ نِسْبِيٌّ وَكَانَ احْتِيَاجُ عُمَرَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلسُّوقِ مِنْ أَجْلِ الْكَسْبِ لِعِيَالِهِ وَالتَّعَفُّفِ عَنِ النَّاسِ

"Umar menyebut kesibukan berdagang sebagai kelalaian karena itu telah mengalihkannya dari rutinitasnya untuk terus-menerus bersama Nabi sampai-sampai ia mendengar dari orang lain apa yang tidak didengarnya sendiri. Umar tidak bermaksud untuk meninggalkan rutinitas itu sepenuhnya, yang merupakan sesuatu yang relatif. Kebutuhan Umar untuk keluar ke pasar adalah untuk mencari nafkah bagi keluarganya dan menjaga diri dari meminta kepada orang lain." [Baca : Fath al-Bari 4/299].

=====

NABI AYYUB ‘ALAIHIS SALAM TIDAK PERNAH PUAS DENGAN RIZKI HALAL DAN BERKAH.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda:

بَيْنَمَا أَيُّوبُ يَغْتَسِلُ عُرْيَانًا خَرَّ عَلَيْهِ رِجْلُ جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ يَحْثِي فِي ثَوْبِهِ فَنَادَى رَبُّهُ يَا أَيُّوبُ أَلَمْ أَكُنْ أَغْنَيْتُكَ عَمَّا تَرَى قَالَ بَلَى يَا رَبِّ وَلَكِنْ لَا غِنَى بِي عَنْ بَرَكَتِكَ

"Ketika Ayyub sedang mandi dalam keadaan telanjang, tiba-tiba segerombolan belalang dari emas jatuh di atasnya. Lalu, Ayyub mengumpulkannya ke dalam pakaiannya.

Kemudian, Tuhannya memanggilnya : 'Wahai Ayyub, bukankah Aku telah memberimu kekayaan sehingga kamu tidak memerlukan apa yang kamu lihat ini?'

 Ayyub menjawab, 'Benar wahai Rabbku, namun saya tidak pernah merasa cukup dari barakah-Mu'." [HR. Bukhori no. 7493]

Dalam salah satu riwayat Bukhori no. 279:

جَرَادٍ مِنْ ذَهَبٍ

“Belalang-belalang dari emas”.

Syeikh Alwi Abdul Qodir as-Saqqaaf berkata :

وَفِي ذَلِكَ شُكْرٌ عَلَى النِّعْمَةِ، وَتَعْظِيمٌ لِشَأْنِهَا، وَفِي الْإِعْرَاضِ عَنْهَا كُفْرٌ بِهَا. وَفِي الْحَدِيثِ: مَشْرُوعِيَّةُ الْحِرْصِ عَلَى الْمَالِ الْحَلَالِ. وَفِيهِ: بَيَانُ فَضْلِ الْغِنَى لِمَنْ شَكَرَ؛ لِأَنَّهُ سَمَّاهُ بَرَكَةً.

"Di dalam hal itu terdapat rasa syukur atas nikmat, dan pengagungan terhadap kedudukannya. Sementara berpaling darinya merupakan bentuk kekufuran terhadap nikmat tersebut. Dalam hadits ini juga terdapat ajaran tentang pentingnya mencari harta yang halal. Selain itu, hadits ini menjelaskan keutamaan kekayaan bagi orang yang bersyukur, karena kekayaan tersebut disebut sebagai berkah."

Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits di atas, dia berkata :

وَفِي رِوَايَةِ بَشِيرِ بْنِ نَهِيكٍ فَقَالَ وَمَنْ يَشْبَعُ مِنْ رَحْمَتِكَ أَوْ قَالَ مِنْ فَضْلِكَ وَفِي الْحَدِيثِ جَوَازُ الْحِرْصِ عَلَى الِاسْتِكْثَارِ مِنَ الْحَلَالِ فِي حَقِّ مَنْ وَثِقَ مِنْ نَفْسِهِ بِالشُّكْرِ عَلَيْهِ وَفِيهِ تَسْمِيَةُ الْمَالِ الَّذِي يَكُونُ مِنْ هَذِهِ الْجِهَةِ بَرَكَةً وَفِيهِ فَضْلُ الْغَنِيِّ الشَّاكِرِ.

وَاسْتَنْبَطَ مِنْهُ الْخَطَّابِيُّ جَوَازَ أَخْذِ النُّثَارِ فِي الاملاك وَتعقبه بن التِّينِ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ خَصَّ اللَّهُ بِهِ نَبِيَّهُ أَيُّوبَ وَهُوَ بِخِلَافِ النُّثَارِ فَإِنَّهُ مِنْ فِعْلِ الْآدَمِيِّ فَيُكْرَهُ لِمَا فِيهِ مِنَ السَّرَفِ وَرُدَّ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ أُذِنَ فِيهِ مِنْ قِبَلِ الشَّارِعِ إِنْ ثَبَتَ الْخَبَرُ وَيُسْتَأْنَسُ فِيهِ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

"Dan dalam riwayat Basyir bin Nahik disebutkan bahwa Rasulullah berkata: 'Siapa yang bisa merasa puas dengan rahmat-Mu' atau beliau berkata, 'dengan karunia-Mu.'

Dalam hadits ini terdapat kebolehan untuk bersemangat dalam memperbanyak harta yang halal bagi orang yang yakin dirinya mampu bersyukur atasnya. Selain itu, bahwa harta yang diperoleh dari cara tersebut, disebut sebagai berkah.

Hadits ini juga menunjukkan keutamaan orang kaya yang bersyukur.

Al-Khattabi mengambil kesimpulan dari hadits ini tentang kebolehan mengambil harta yang disebarkan (ditawurkan atau di sawerkan) dalam acara pernikahan.

Namun Ibnu at-Tiin mengkritiknya dengan mengatakan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dikhususkan oleh Allah untuk Nabi-Nya, Ayyub, dan itu berbeda dengan harta yang disebarkan oleh manusia, karena hal tersebut makruh disebabkan adanya unsur pemborosan.

Akan tetap kritikan Ibnu at-Tin ini ditanggapi dengan argumen bahwa hal itu telah diizinkan oleh syariat jika haditsnya sahih, dan kisah ini bisa dijadikan petunjuk. Wallahu a'lam." [Fathul Bari 6/421]. 

====

PERBUATAN HALAL ADALAH IBADAH JIKA BERNIAT UNTUK MENJAUHI YANG HARAM.

Termasuk diantaranya adalah melakukan hubungan suami istri alias berjimak dengan cara yang halal. Maka ketahuilah bahwa berniat untuk menyalurkan hasrat atau syahwat dengan cara yang halal adalah niat yang baik, dan insya Allah seorang hamba akan mendapatkan pahala atas niat tersebut. Begitu pula mencari harta yang halal.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, Rasulullah bersabda :

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ! قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟ قَالُوا: بَلَى، قَالَ: فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ.

"Pada kemaluan salah seorang di antara kalian ada sedekah." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah , apakah seseorang yang menyalurkan hasratnya (pada istri-nya) apakah akan mendapatkan pahala?"

Beliau menjawab, "Bagaimana menurut kalian jika ia menyalurkannya dalam hal yang haram, apakah ia akan berdosa karenanya? Maka demikian pula jika ia menyalurkannya pada yang halal, ia akan mendapatkan pahala." [HR. Muslim no. 1006]

BETAPA PENTING-NYA MEMBANGUN KEKUATAN EKONOMI UMAT DALAM ISLAM:

Kekuatan ekonomi umat Islam adalah suatu hal yang harus dipersiapakan, baik oleh individu Muslim maupun umat Islam secara keseluruhan. Karena ini adalah salah satu sarana dan sebab untuk membangun kekuatan dan wibawa umat Islam dalam meninggikan kalimat Allah:

وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Attaubah: 40).

Qoidah Fiqhiyyah mengatakan:

مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

“ Apa saja yang kewajiban itu tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula hukumnya “.

Sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:

تَرْكُ الأَسْبَابِ قَدَحٌ فِي الشَّرِيعَةِ، وَالِاعْتِمَادُ عَلَى الأَسْبَابِ شِرْكٌ

“Meninggalkan sebab-sebab adalah celaan terhadap syari'at (sebab mencela hikmah Allah dlm menetapkan segala sesuatu), dan bersandar kepada sebab adalah kesyirikan”. 

(Baca “شرح باب توحيد الألوهية من فتاوى ابن تيمية” no. 15 oleh Syeikh Naashir bin Abdul Karim al-‘Aql).

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

مِنْ أَعْظَمِ الجِنَايَاتِ عَلَى الشَّرْعِ تَرْكُ الأَسْبَابِ بِزَعْمِ أَنَّ ذَلِكَ يُنَافِي التَّوَكُّلَ (شِفَاءُ العَلِيلِ)

Termasuk pelanggaran syari'at yang paling besar adalah meninggalkan sebab dengan sangkaan bahwa hal itu menafikkan tawakkal. 

(Di kutip dari Tuhfatul Murid Syarah Qoulul Mufid oleh Syaikh Nu'man bin Abdul Karim Al-Watr hal 123-127)

Ulama terkemuka Sayyid Abul-Hasan Ali Al-Nadawi, rahimahullah, mengatakan :

«النَّاحِيَةُ الْعِلْمِيَّةُ وَالصِّنَاعِيَّةُ الَّتِي أَخَلَّ بِهَا الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ فِي الْمَاضِي، فَعُوقِبَ بِالْعُبُودِيَّةِ الطَّوِيلَةِ وَالْحَيَاةِ الذَّلِيلَةِ، وَابْتُلِيَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ بِالسِّيَادَةِ الْأُورُوبِيَّةِ الْجَائِرَةِ الَّتِي سَاقَتِ الْعَالَمَ إِلَى النَّارِ وَالدَّمَارِ وَالتَّنَاحُرِ وَالِانْتِحَارِ؛ فَإِنْ فَرَّطَ الْعَالَمُ الْإِسْلَامِيُّ مَرَّةً ثَانِيَةً فِي الِاسْتِعْدَادِ الْعِلْمِيِّ وَالصِّنَاعِيِّ وَالِاسْتِقْلَالِ فِي شُؤُونِ حَيَاتِهِ كُتِبَ الشَّقَاءُ لِلْعَالَمِ وَطَالَتْ مِحْنَةُ الْإِنْسَانِيَّةِ».

“Aspek ilmiah dan industri yang ditinggalkan oleh dunia Islam di masa lalu, telah menyebabkan dunia Islam dihukum dengan perbudakan yang panjang dan kehidupan yang hina .

Dunia Islam dirundung oleh kedaulatan Eropa yang tidak adil yang mendorong dunia ke dalam bara api, kehancuran, perselisihan dan tindakan bunuh diri .

Jika dunia Islam untuk kedua kalinya tetap mengabaikan persiapan ilmiah dan industri dan kemandirian dalam urusan hidupnya, maka kesengsaraan akan terus melanda pada dunia dan penderitaan umat manusia akan semakin panjang “.

( Baca : “مَاذَا خَسِرَ الْعَالَمُ بِانْحِطَاطِ الْمُسْلِمِينَ” hal. 368 . cet. Dar Ibnu Katsir ).

PARA SAHABAT MANDIRI DALAM BEREKONOMI DAN BENCI PENGANGGURAN.

Para sahabat Nabi  betul-betul mendiri dalam berekonomi dan sangat menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri. Mereka tidak mengemis, tidak thoma' (mengharap belas kasihan manusia) dan tidak pula jualan agama.

Dalam hadits Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rosulullah  bersabda:

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya daripada dia meminta-minta (mengemis) kepada orang lain, lalu orang itu memberinya atau dia menolak untuk memberinya (HR al-Bukhari no. 2374 dan Muslim no. 1042).

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

" كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمَّالَ أَنْفُسِهِمْ… ".

Para Sahabat Rasulullah  adalah para pekerja untuk diri mereka sendiri…. (HR. Imam al-Bukhari No. 2071).

Para sahabat tidak menyukai dan membenci para pengangguran yang hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk di rumah, menjadi beban orang lain.

Sebagaimana yang dikatakan seorang sahabat Thalhah bin Ubaidillah (ra) berkata:

إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.

Aib [perbuatan tercela] yang paling hina bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di rumahnya.

[Di riwayatkan oleh Muhammad bin Sa'ad dalam Thabaqat al-Kubra 3/166 cet. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah dengan sanadnya: Telah memberi tahu kami Yazid bin Harun, dia berkata: Telah memberi tahu kami Ismail dari Qais, dia berkata...]

Al-Imam As-Sarkhosi [w. 490 H] berkata:

وَرُوِيَ أنَّ عُمَرَ مَرَّ بِقَومٍ مِنَ القُرَّاءِ فَرَآهُمْ جُلُوسًا قَدْ نَكَسُوا رُؤُوسَهُمْ، فَقَالَ: مَنْ هَؤُلاءِ؟ فَقِيلَ: هُمُ المُتَوَكِّلُونَ، فَقَالَ: كَلاَّ، وَلَكِنَّهُمُ المُتَأكِّلُونَ، يَأكُلُونَ أموَالَ النَّاسِ. ألا أُنَبِّئكُمْ مَنِ المُتَوَكِّلُونَ؟ فَقِيلَ: نَعَمْ. فَقَالَ: هُوَ الَّذِي يُلقِي الحَبَّ فِي الأرْضِ، ثُمَّ يَتَوَكَّلُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى عَنْهُ قَالَ: يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ ارْفَعُوا رُءُوسَكُمْ وَاكْتَسِبُوا لِأَنْفُسِكُمْ

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khoththob melewati beberapa Qori (para guru dan pembaca al-Quran) dan melihat mereka duduk dan menundukkan kepala (fokus baca al-Qur'an) . 

Lalu beliau bertanya: "Siapa mereka ini?"

Dijawab: "Mereka adalah orang-orang yang ahli tawakkal".

Maka beliau berkata: "Tidak, tetapi mereka adalah benalu/ parasit (pemakan) harta manusia. Mau kah saya memberi tahu kepada kalian tentang siapakah para ahli tawakkal itu?".

Dijawab: Ya. 

Maka beliau berkata: “ Dialah yang bekerja menaburkan benih di ladang, setelah itu dia bertawakkal kepada Tuhan-nya, Azza wa Jalla “.

Dalam riwayat lain beliau mengatakan: “ Wahai para Qori, angkat kepala kalian dan cari lah mata pencaharian untuk diri kalian “.

[Baca: “المبسوط” 30/248 karya As-Sarkhosy dan Syarah al-Kasab hal. 41 karya As-Sarkhosy]

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab (ra) bahwa dia berkata:

" ‌لَا ‌يَقْعُدْ ‌أَحَدُكُمْ ‌عَنْ ‌طَلَبِ ‌الرِّزْقِ ‌وَيَقُولُ: ‌اللهُمَّ ‌ارْزُقْنِي ‌فَقَدْ ‌عَلِمْتُمْ ‌أَنَّ ‌السَّمَاءَ لَا تُمْطِرُ ذَهَبًا وَلَا فِضَّةً "

Janganlah seseorang diantara kalian duduk (tidak mau bekerja) mencari rizki, lalu dia hanya berdoa: “Ya Allah, berilah rizki untukku !". Sementara kalian sendiri telah mengetahui bahwa langit tidak pernah menurunkan hujan berupa emas maupun perak”. 

[Lihat: Ihya’ Ulumuddin 2/62, al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir al-Manar 4/174]

Dan Umar (ra) juga berkata:

مَا مِنْ مَوْضِعٍ يَأْتِينِي الْمَوْتُ فِيهِ أَحَبُّ عَلَيَّ مِنْ مَوْطِنٍ أَتَسَوَّقُ فِيهِ لِأَهْلِي أَبِيعُ وَأَشْتَرِي

"Tidak ada tempat di mana kematian datang kepadaku yang lebih aku cintai daripada tempat di mana aku berbisnis untuk keluargaku, yaitu mati dalam keadaan sedang melakukan transaksi jual beli."

[Lihat: Ihya’ Ulumuddin 2/62, al-Mustathraf hal. 307 dan Tafsir al-Manar 4/174]

Sebagian para sahabat Nabi , meskipun mereka telah kaya raya, namun mereka tetap bekerja mencari rizki . 

Contohnya : adalah Abdullah bin Salam radhiyallahu 'anhu, sebagiamana yang dikisahkan oleh Muhammad bin Qosim, dia bercerita  :

زَعَمَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حَنْظَلَةَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَامٍ مَرَّ فِي السُّوقِ وَعَلَيْهِ حَزْمَةٌ مِنْ حَطَبٍ، فَقِيلَ لَهُ: أَلَيْسَ اللَّهُ أَغْنَاكَ؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَقْمَعَ الْكِبْرَ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ خُرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ.

Abdullah bin Handzalah menceritakan bahwa Abdullah Bin Salam -radhiyallahu ‘anhu- suatu hari melewati pasar dan dia memanggul seikat kayu bakar, maka dikatakan kepadanya;

'Bukankah Allah telah memberimu kekayaan yang mencukupi mu?'

Maka Abdullah berkata: 'ya, akan tetapi aku ingin menggilas rasa sombongku. Bukankah Rasulullah bersabda: "Tidak akan masuk surga barangsiapa yang di hatinya ada sekecil dzarah dari kesombongan".

[Hadis ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam "al-Mustadrak" 3/416 dari 'Ikrimah bin 'Amr, dan al-Hakim menshahihkannya. Namun Imam adh-Dhahabi mengomentarinya dengan mengatakan: "Salim lemah ."

Saya katakan: "Hadis ini diriwayatkan pula tanpa kisah oleh Muslim (91) dari Ibnu Mas’ud]. Baca Pula as-Siyaar 6/419. 

PERNYATAAN IMAM AHMAD TENTANG PENGANGGURAN:

Abu Bakar ad-Dainuury al-Qoodhi al-Maaliki (w. 333 H) berkata dalam kitabnya al-Mujaalasah wa Jawaahir al-Ilmi 3/123 no. 754:

حَدَّثَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الْحُبُلِيُّ؛ قَالَ: سَأَلْتُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ، فَقُلْتُ: مَا تَقُولُ فِي رَجُلٍ ‌جَلَسَ ‌فِي ‌بَيْتِهِ ‌أَوْ ‌فِي ‌مَسْجِدِهِ ‌وَقَالَ: ‌لَا ‌أَعْمَلُ ‌شَيْئًا ‌حَتَّى ‌يَأْتِيَنِي ‌رِزْقِي؟ فَقَالَ أَحْمَدُ: هَذَا رَجُلٌ جَهِلَ الْعِلْمَ، أَمَا سَمِعْتَ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «جَعَلَ اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي» (يَعْنِي: الْغَنَائِمَ) ، وَحَدِيثَهُ الْآخَرَ حِينَ ذَكَرَ الطَّيْرَ، فَقَالَ: «تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟» ! فَذَكَرَ أَنَّهَا تغدو فِي طَلَبِ الرِّزْقِ. وَقَالَ الله تبارك وتعالى: (وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ) [المزمل: 20]. وَقَالَ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم} [البقرة: 198]. وَكَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَّجِرُونَ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَيَعْمَلُونَ فِي نَخِيلِهِمْ، وَالْقُدْوَةُ بِهِمْ

"Diceritakan kepada kami oleh Abu Al-Qasim Al-Hubuliy, dia berkata: Saya bertanya kepada Ahmad bin Hanbal, lalu saya berkata:

" Apa pendapatmu tentang seseorang yang duduk di rumahnya atau di masjidnya, lalu dia berkata: Saya tidak akan melakukan apa pun sampai rezeki saya datang kepada saya?".

Ahmad bin Hanbal menjawab: " Orang ini tidak memiliki pengetahuan. Bukankah kamu pernah mendengar perkataan Nabi :

" جَعَلَ اللهُ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي ".

"Allah telah menjadikan rezeki ku di bawah naungan tombak ku? [yakni Jihad]".

Dan perkataan beliau yang lain ketika beliau menyebutkan burung, yaitu beliau  bersabda :

تَغْدُوا خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا؟

'Ia berangkat di pagi hari dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang?'

Maka beliau menyebutkan bahwa burung-burung itu berangkat untuk mencari rezeki. Dan Allah Ta'ala berfirman:

وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللهِ

'Dan dari mereka ada yang mencari sebagian karunia Allah di bumi'. [QS. Al-Muzammil: 20]

Dan Allah juga berfirman:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ ربكم

'Tidak ada dosa bagimu jika kamu mencari karunia dari Tuhanmu'. [QS. Al-Baqarah: 198].

Dan sahabat-sahabat Rasulullah berdagang di darat dan laut, dan mereka bekerja di kebun kurma mereka, dan mereka adalah contoh teladan bagi kita semua ". [Lihat Pula: Talbis Iblis karya Ibnu al-Jauzi hal. 252].

PERINTAH ALLAH UNTUK MENGAGUMI SEMANGAT BISNIS ELAF QURAISY

Jauh-jauh hari sebelum Nabi Muhammad  di utus, Allah SWT telah menyiapkan bagi suku Quraisy Makkah sebuah tradisi kehidupan berniaga export import antar negara dan lintas benua. Perniagaan ini dikenal dengan sebutan perniagaan ELAF QURAISY. Perniagaan ini bukan saja dilakukan oleh suku Quraisy, bahkan dilakukan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya, termasuk suku-suku yang ada di Madinah al-Munawwarah.

Dengan tradisi Elaf Quraisy ini maka terbentuklah kemandirian ekonomi umat Islam sejak dini dan melahirkan para milyarder yang siap memback up dakwah Nabi , seperti: Abu Bakar ash-Shiddiiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affaan, Abdurrahman bin 'Auf, Zubair bin al-Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa'ad bin Abi Waqqash dan lainnya.

Dan dengan Elaf Quraisy ini Allah SWT menyiapkan generasi pertama umat Islam yang tangguh dalam berbisnis dan menempuh perjalanan jauh serta menghadapi tantangan dan mara bahaya.

Dan dengan Elaf Quraisy ini Allah SWT menyiapkan generasi yang menguasai ilmu pengetahuan letak geografis berbagai macam negeri dan mengenal bangsa-bangsa di dunia serta peradabannya.

Allah SWT berfirman:

{ لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2).... }

" Kagumilah kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian jauh pada musim dingin dan musim panas..... " [QS. Quraisy: 1-4]

Ibnu Jarir ath-Thobari dalam Tafsirnya mengatakan:

الصَّوَابُ أَنَّ "اللَّامَ" لَامُ التَّعَجُّبِ، كَأَنَّهُ يَقُولُ: اعْجَبُوا لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ وَنِعْمَتِي عَلَيْهِمْ فِي ذَلِكَ.

Bahwa yang benar ialah: bahwa huruf " lam " dalam permulaan ayat surat ini menunjukkan makna ta'ajjub, seakan-akan disebutkan bahwa:

"KAGUMILAH OLEH KALIAN kebiasaan Elaf Quraisy dan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada mereka dalam hal tersebut ". [Tafsir ayh-Thabari (30/198)]

Surat Quraisy ini diwahyukan berkenaan dengan keluarga Abdu Manaf, yang mengambil perjanjian perdagangan dari penguasa di segala penjuru negeri, dan berkenaan pula dengan mereka yang melakukan exspedisi perniagaan expot import yang dikenal dengan exspedisi ELAF [إيلاف].

Ibnu Katsir berkata:

وَقِيلَ: الْمُرَادُ بِذَلِكَ مَا كَانُوا يَأْلَفُونَهُ مِنَ الرِّحْلَةِ فِي الشِّتَاءِ إِلَى الْيَمَنِ، وَفِي الصَّيْفِ إِلَى الشَّامِ فِي الْمَتَاجِرِ وَغَيْرِ ذَلِكَ، ثُمَّ يَرْجِعُونَ إِلَى بَلَدِهِمْ آمِنِينَ فِي أَسْفَارِهِمْ؛ لِعَظَمَتِهِمْ عِنْدَ النَّاسِ، لِكَوْنِهِمْ سُكَّانَ حَرَمِ اللَّهِ، فَمَنْ عَرَفهم احْتَرَمَهُمْ، بَلْ مَنْ صُوفِيَ إِلَيْهِمْ وَسَارَ مَعَهُمْ أَمِنَ بِهِمْ. هَذَا(٥) حَالُهُمْ فِي أَسْفَارِهِمْ وَرِحْلَتِهِمْ فِي شِتَائِهِمْ وَصَيْفِهِمْ.

Dan di katakan: Makna yang dimaksud dengan Elaf ialah tradisi mereka dalam melakukan perjalanan di musim dingin ke negeri Yaman dan di musim panas ke negeri Syam untuk tujuan berniaga dan lain-lainnya.

Kemudian mereka kembali ke negerinya dalam keadaan aman tanpa ada gangguan di perjalanan mereka.

Demikian itu karena mereka dihormati dan disegani oleh orang lain, mengingat mereka adalah penduduk kota suci Allah. Maka siapa yang mengenal mereka, pasti menghormati mereka. Bahkan barang siapa yang dipilih oleh mereka untuk menjadi teman perjalanan mereka, maka ia ikut aman berkat keberadaan mereka.

Demikianlah keadaan mereka dalam perjalanan dan misi mereka di musim dingin dan musim panas. [Selesai kutipan dari Ibnu Katsir]

Para ahli tafsir, baik klasik, seperti ath-Thabari, Ibnu Katsir, Zamakhsyari, maupun kontemporer, seperti al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Quthub, mereka sepakat:

Perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara, seperti Syria, Turki, Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur.

Sementara, perjalanan musim panas dilakukan ke selatan, seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para pedagang Cina dan India yang singgah di pelabuhan internasional Aden.

Syeikh Shalih Ahmad al-'Aliy dalam kitabnya "تَارِيخُ الْعَرَبِ الْقَدِيمِ وَالْبُعْثَةِ النَّبَوِيَّةِ" hal. 131 berkata :

"Orang-orang Mekah dahulu terkenal dengan perdagangan-nya , sehingga mereka berpepatah :

"فَمَن لَمْ يَكُن تَاجِرًا لَمْ يَكُن عِنْدَهُم بِشَيْءٍ"

 (Siapa yang bukan pedagang, maka tidak ada apa-apanya di mata mereka).

Dikatakan pula oleh mereka : 

"إنَّ تِسْعَةَ أَعْشَارِ الرِّزْقِ فِي التِّجَارَةِ"

( Bahwa sembilan per sepuluh [90 %] rezeki ada dalam perdagangan) .

Perdagangan mereka sangat beragam. Beberapa sejarawan telah menyebutkan berbagai jenis perdagangan yang dijalani oleh kaum bangsawan Mekah, diantaranya ada : 

Perdagangan beras, biji-bijian, jahit menjahit, tenun, minuman keras, minyak, SENJATA, PEDANG, dan barang-barang mewah.

Perdagangan bukan hanya urusan kaum pria, tetapi juga melibatkan kaum wanita . Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Khadijah, istri Nabi (semoga Allah memberkati dia dan keluarganya), dan Hind binti 'Abd al-Muttalib.

Para muhajirin (migran) membawa keahlian dagang mereka ke Madinah, yang kemudian setelah adanya muhajirin, Madinah berubah menjadi pusat perdagangan yang bersaing dengan Mekah, yang sebelumnya Madinah hanya sebuah daerah pertanian.  Di antara muhajirin yang sangat terampil dalam perdagangan, adalah seperti Abdul Rahman bin Awf, yang konon mampu memperoleh emas yang melimpah dari perdagangannya. Padahal mereka datang ke Madinah tanpa harta, namun mereka berhasil mengumpulkan kekayaan besar dalam waktu singkat. Utsman bin Affan bahkan mampu mempersiapkan seribu kendaran unta untuk pasukan perang Tabuk, sedangkan Abdul Rahman bin Awf juga mengumpulkan sejumlah besar kendaran unta.

[Lihatlah refernsi berikut:  Al-Aghani 11/67& 13/1-5, Ibnu Qutailah : Al-Ma'arif, hal. 249. Ibnu Sa'ad: Al-Tabaqat Al-Kubra, 1/2/25 dan Al-Mas'udi: At-Tanbih wal-Ishraf, Hal. 210].

Dalam hadits Ummu Hani' binti Abu Talib رضي الله عنها di sebutkan: bahwa Rasulullah  pernah bersabda: 

"فَضَّلَ اللَّهُ قُرَيْشًا بِسَبْعِ خِلَالٍ: أَنِّي مِنْهُمْ وَأَنَّ النُّبُوَّةَ فِيهِمْ، وَالْحِجَابَةَ، وَالسِّقَايَةَ فِيهِمْ، وَأَنَّ اللَّهَ نَصَرَهُمْ عَلَى الْفِيلِ، وَأَنَّهُمْ عَبَدُوا اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، عَشْرَ سِنِينَ لَا يَعْبُدُهُ غَيْرُهُمْ، وَأَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ فِيهِمْ سُورَةً مِنَ الْقُرْآنِ" ثُمَّ تَلَاهَا رَسُولُ اللَّهِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ " لإيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ".

Allah telah mengutamakan Quraisy dengan tujuh perkara:

Sesungguhnya aku dari kalangan mereka,

Dan kenabian berada di kalangan mereka;

Hijabah [yakni Hijaabah Baitullah: kuncinya ada pada orang Quraisy, dan tidak ada yang boleh memasuki Ka'bah tanpa izin mereka Pen.]

Dan siqoyah berada di tangan mereka [Artinya memberi minuman air Zamzam. Mereka dengan air zamzam tsb biasa membikin meminum pada musim haji untuk para jemaah haji, kadang-kadang dicampur dengan madu, kadang-kadang dengan susu, dan kadang-kadang dengan perasan anggur. Pen].

Dan sesungguhnya Allah telah menolong mereka dari (serangan) pasukan bergajah;

Dan sesungguhnya mereka pernah menyembah Allah Swt. selama sepuluh tahun, tiada seorang pun yang menyembah-Nya (di masa-masa itu) selain mereka;

Dan sesungguhnya Allah telah menurunkan berkenaan dengan mereka suatu surat dari Al-Qur’an. Kemudian Rasulullah  membaca firman-Nya: 

" لإيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ".

Kagumilah kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilikrumah ini (Ka'bah), Yang telah member i makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy: 1-4).

[Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam Manaqib asy-Syafi'i (1/34) dan al-Haakim dalam al-Mustadrak (2/536).

Dan al-Hakim berkata: “SANAD-NYA SHAHIH, dan mereka Bukhori dan Muslim tidak meriwayatkannya.”

Namun Adz-Dzahabi mengkritiknya, dengan mengatakan:

"فيه يعقوب بن محمد الزهري ضعيف، وإبراهيم صاحب مناكير هذا أنكرها"

“Di dalam sanadnya, ada Ya`qub bin Muhammad Al-Zuhri, dia lemah, dan Ibrahim adalah pembuat hadits-hadits munkar. Dan riwayat ini saya mengingkarinya.”

Al-Hafiz Al-Iraqi telah meng-HASAN-kan hadits ini.

Syeikh Nashirud-Din al-Albani memiliki pembahasan tentang hadits ini dalam al-Silsilah al-Sahihah No. (1944) dan beliau berkesimpulan bahwa hadits ini HASAN. Wallahu a'lam.

Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, berkata:

كَانَت عُكاظُ وَمِجَنَّةُ ، وَذو المجَازِ أَسْواقاً في الجَاهِلِيَّةِ ، فَتَأَثَّمُوا أن يَتَّجرُوا في الموَاسِمِ ، فَنَزَلتْ: { لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أن تَبْتَغُوا فَضلاً مِن رَبِّكُم } [البقرة: 198] في مَوَاسِم الحَجِّ.

‘”Ukadz, Mijannah dan Zulmajaz adalah merupakan pasar-pasar di zaman Jahiliyah, namun orang-orang [pada masa Jahiliyah] merasa berdosa jika berdagang pada musim-musim haji, kemudian turunlah ayat - yang artinya-:

“Tidak ada dosanya atas kalian jika kalian mencari anugerah rezeki dari Tuhan kalian,” -yakni berdagang dalam musim-musim haji-. (HR. Imam Bukhari no. 2050)

Berkat tradisi Elaf Quraisy ini, maka ketika Islam datang dan setelah terjadinya gencatan senjata antar umat Islam dengan musuh-musuhnya di jaziirah arab yang ditandai dengan perjanjian Hudaibiyah deangn kaum musyrikin Quraisy dan sekutunya, maka Nabi  dengan mudah menyebarkan para utusannya untuk menyampaikan surat ke manca negara dan lintas benua. Mereka tidak tersesat jalan dan kehabisan bekal; Karena para utusannya itu adalah para pembisnis export import yang terbiasa berdagang ke manca negara dan benua.

Contohnya: sahabat Dihyah bin Khalifah al-Kalbi yang ditugaskan menyampaikan surat Nabi  ke Kaisar Romawi Heraklius yang berada di Konstantinopel – Eropa. Yang mana isi surat tersebut seruan untuk masuk Islam.

Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dia adalah seorang saudagar kaya raya, pembisnis ELAF. Beliau memiliki kemampuan mengenal secara mendalam peta geografi Negeri Syam dan al-Jazirah, sehingga beliau banyak memberikan masukan tentang Negeri Syam kepada Rasulullah .

Selain itu, beliau juga termasuk seorang ahli strategi perang, terbukti dengan ditunjuknya beliau menjadi salah satu komandan perang dalam perang Yarmuk.

MANFAAT BISNIS ELAF QUREISY BAGI PENYEBARAN ISLAM:

Banyak sekali manfaat yang disebabkan oleh Elaf Quraisy. Diantaranya adalah sbb:

Pertama: Kekuatan dan kemandirian ekonomi kaum muslimin, dikarenakan latar belakang mereka yang sudah terbiasa dengan kehidupan berbisnis berskala international. Maka tidak heran jika Elaf Quraisy telah melahirkan banyak para milyarder, bahkan para trilyuner yang memback up dakwah Nabi Muhammad  dalam menyebarkan agama Islam.

Contohnya:

  1. Abu Bakar ash-Shiddiq (ra).
  2. Umar bin Khothob (ra),
  3. Utsman bin Affan (ra),
  4. Zubair bin al-Awaam (ra),
  5. Abdurrahman bin Auf (ra)
  6. Thalhah bin Ubaidillah (ra)
  7. Saad bin Abi Waqqoosh (ra)
  8. Hakim bin Hizaam (ra)
  9. Dihyah bin Khalifah al-Kalbi (ra)
  10.  dan lainnya.....

Kedua: Pengetahuan tentang letak geografis wilayah manca negara di belahan benua. Dan penguasaan jalur-jalur lintas negara dan lintas benua, baik lewat jalur darat maupun laut.

Ketiga: Terbiasa melakukan perjalanan jauh, ke manca negara, ke benua eropa, benua Afrika dan negara-negara di benua Asia, seperti ke India dan China.

Keempat: Terbiasa membangun hubungan diplomatik dan kerjasama antar bangsa, negara dan kekaisaran di belahan dunia

Kelima: Terbiasa gemar menginfak kan sebagian hartanya di jalan Allah.

Sejak dulu kaum Quraisy sudah terbiasa menginfakkan sebagian hartanya untuk membangun dan memakmurkan Masjidil Haram dan menyiapkan makan dan minum secara cuma-cuma untuk para jemaah Haji sebagai tamu-tamu Allah selama musim haji.

Dan mereka tidak mengambilkan keuntungan dari semua itu, karena mereka berkeyakinan haram hukumnya berbisnis di musim haji.

Dan juga tidak ada pembayaran visa haji dan umroh atau pengumpulan donasi dari jemaah haji dan umroh.

Namun sayang nya mereka itu berbuat kesyirikan, tanpa mereka sadari.

CONTOH BISNIS BEBERAPA SAHABAT YANG SUKSES

Berikut ini penulis akan sebutkan secara ringkas sebagian para sahabat yang sukses dalam bisnisnya. Dan sebagai contoh yang riil penulis akan menyebutkan sebagian aset dan harta kekakayaan yang mereak tinggalkan serta jasa infaq dan manfaatnya bagi dakwah Islam dan jihad fii sabiilillah.

PERTAMA: ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (RA)

SEKILAS TENTANG BISNIS ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (RA) DAN JASANYA:

Bisnis dan perniagaan Abu Bakar ash-Shiddiq kadang-kadang dia harus menempuh perjalanan yang sangat jauh, dan kadang-kadang tidak. Dan dalam perdagangannya dia sering melakukan perjalanan ke Syam, perbatasan benua Asia dan Eropa, baik sebelum Islam datang maupun sesudahnya.

Dan ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalfah, dia tetap bersemangat ingin berdagang untuk menghidupi keluarganya, namun kaum Muslimin mencegahnya, dan mereka berkata:

" هَذَا يُشْغِلُكَ عَنْ مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ".

Ini akan mengalihkan perhatian mu dari memperhatikan kepentingan-kepentingan kaum Muslimin. [Baca: منهاج السنة 2/288 Cet. طباعة الأميرية, Bulaaq – Mesir]

Lalu mereka menetapkan dua dirham perhari sebagai tunjangan untuk Abu Bakar.

Syeikhul Ibnu Taimiyah berkata:

" أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ لَهُ مَالٌ يَكْتَسِبُهُ فَأَنْفَقَهُ كُلَّهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَتَوَلَّى الْخِلَافَةَ فَذَهَبَ إِلَى السُّوقِ يَبِيعُ وَيَتَكَسَّبُ فَلَقِيَهُ عُمَرُ وَعَلِيٌّ يَدَهُ أَبْرَادٌ فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تَذْهَبُ فَقَالَ أَظُنَّتَ إِنِّي تَارِكٌ طَلَبَ الْمَعِيشَةِ لِعِيَالِي فَأَخْبِرْ بِذَلِكَ أَبَا عُبَيْدَةَ وَالْمُهَاجِرِينَ فَفَرَضُوا لَهُ شَيْئًا فَاسْتَحَلَّفَ عُمَرُ وَأَبَا عُبَيْدَةَ فَحَلَفَا لَهُ أَنَّهُ يُبَاحُ لَهُ أَخْذُ دِرْهَمَيْنِ كُلَّ يَوْمٍ ثُمَّ تَرَكَ مَالَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ ثُمَّ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ أَمَرَ عَائِشَةُ أَنْ تُرَدَّ إِلَى بَيْتِ الْمَالِ مَا كَانَ قَدْ دَخَلَ فِي مَالِهِ مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ".

Bahwa Abu Bakar memiliki harta yang diperoleh dengan bisnis nya, maka ia membelanjakan semuanya di jalan Allah.

Dan ketika diangkat menjadi khalifah, maka besoknya dia pergi ke pasar untuk jualan dan mencari nafkah, maka Umar menemuinya dan di tangannya ada guci tempat air.

Dia berkata kepadanya, “Mau ke mana?”

Dia berkata: “Apakah kamu mengira bahwa saya akan meninggalkan kerja mencari nafkah untuk keluarga saya ?.”

Maka Umar memberi tahu Abu Ubaidah dan para sahabat Muhajirin, sehingga mereka sepakat menentukan sesuatu untuknya.

Maka Abu Bakar meminta Umar dan Abu Ubaidah agar bersumpah, lalu mereka berdua bersumpah untuknya bahwa halal baginya untuk mengambil dua dirham setiap hari.

Namun Abu Bakar meninggalkan uangnya di Baitul Maal. Kemudian ketika Abu Bakar mendekati ajalnya, dia memerintahkan Aisyah untuk mengembalikan ke Baitul Maal apa saja yang telah dimasukkan ke dalam hartanya dari harta kaum Muslim.

[Baca: منهاج السنة 2/266 Cet. طباعة الأميرية, Bulaaq – Mesir]

HARTA ABU BAKAR (RA) YANG DI INFAQ KAN DI JALAN ALLAH:

Ketika Abu Bakar ra. membebaskan BILAL (ra) dari perbudakan, maka dia membelinya dari Umaiyah bin Khalaf seharga 9 Uqiyah emas, dan ada yang mengatakan: 7, dan juga ada yang mengatakan: 5. Dia membebaskannya karena Allah Azza wa Jalla.

[baca: تراجم عبر التاريخ dalam biografi Bilal dan baca pula الإعلام karya az-Zarokli].

Al-Haafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari [7/124 syarah hadits no. 3544] berkata:

روى أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ قَالَ: "اشْتَرَى أَبُو بَكْرٍ بِلَالًا بِخَمْسِ أَوَاقٍ، وَهُوَ مَدْفُونٌ بِالْحِجَارَةِ".

Abu Bakar bin Abi Shaybah meriwayatkan dengan Sanad Shahih dari Qais bin Abi Haazim yang mengatakan:

"Abu Bakar membeli Bilal harga lima uqiyah [Emas], dan dia saat itu dikubur dengan bebatuan."

Berapa jika di rupiahkan ???

Singkatnya: Nilai 1 Uqiyah dalam معجم لغة الفقهاء disebutkan: setara dengan 29,34 gram emas murni 24 karat.

Jika harga 1 gram emas murni sekarang Rp. 900.000, berarti dana yang dikeluarkan Abu Bakar ra. Untuk memerdekakan Bilal adalah: 9 uqiyah x 29,34 gram emas x Rp. 900.000 = Rp. 237.654.000).

Untuk lebih detail tentang Nilai Uqiyah, dirham dan Dinar, silahkan baca di akhir pembahasan tentang Abu Bakar رضي الله عنه !!!.

Dan dari Usamah bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya:

كَانَ أَبُو بَكْرٍ مَعْرُوفًا بِالتِّجَارَةِ، وَلَقَدْ بُعِثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ أَرْبَعُونَ أَلْفًا، فَكَانَ يَعْتَقُ مِنْهَا وَيَعُولُ الْمُسْلِمِينَ، حَتَّى قَدِمَ الْمَدِينَةَ بِخَمْسَةِ آلافٍ، وَكَانَ يَفْعَلُ فِيهَا كَذَلِكَ.

Abu Bakar dikenal dengan bisnis perdagangannya. Dan ketika Nabi  diutus, saat itu Abu Bakar memiliki empat puluh ribu

[Yakni: 40 ribu dirham. Pada zaman Nabi  12 dirham = 1 dinar. Dan 1 Dinar = 4,25 gram emas murni. Berarti 40.000: 12 = 3.334 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp. 12.752.550.000. Pen].

Lalu dia gunakan untuk memerdekakan para budak yang masuk Isalm, dan dia gunakan pula untuk kaum Muslimin, sehingga ketika dia datang ke Medina uangnya tersisa 5 ribu, dan dia pun melakukan hal yang sama di Madinah sana.

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata:

أَسْلَمَ أَبُو بَكْرٍ وَلَهُ أَرْبَعُونَ أَلْفًا، فَأَنْفَقَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَعْتَقَ سَبْعَةً كُلَّهُمْ يُعَذِّبُ فِي اللَّهِ: أَعْتَقَ بِلَالًا، وَعَامِرَ بْنَ فُهَيْرَةَ، وَزَنِيرَةَ، وَالنَّهْدِيَّةَ، وَابْنَتَهَا، وَجَارِيَةَ بَنِي الْمُؤْمِنِ، وَأُمَّ عُبَيْسٍ.

Abu Bakar ketika memeluk Islam saat itu dia memiliki empat puluh ribu, lalu dia menghabiskannya di jalan Allah, dan dia membebaskan tujuh budak, yang semuanya disiksa fi sabilillah oleh majikannya: dia membebaskan Bilal, 'Aamir bin Fuhairah, Zaniarah, Al-Nahdiah beserta putrinya, Budak perempuan Bani Al-Mu'ammal, dan Ummu 'Ubays.

Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah  bersabda:

"مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ ". فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ: " هَلْ أَنَا وَمَالِي إِلَّا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".

" Tidak ada harta yang dapat memberiku manfa'at sebagaimana harta Abu Bakar, "

Maka menangislah Abu Bakar, dan berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah aku dan juga hartaku adalah milikmu ??."

[HR. Ibnu Majah no. 91. Dan Di shahihkan oleh al-Albaani].

Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia berkata: aku mendengar Umar bin Al Khathab radliallahu 'anhu berkata;

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا

Rasulullah  memerintahkan Kami agar bersedekah, dan hal tersebut bertepatan dengan keberadaan harta yang saya miliki.

Lalu saya mengatakan; apabila aku dapat mendahului Abu Bakr pada suatu hari maka hari ini aku akan mendahuluinya. Kemudian saya datang dengan membawa setengah hartaku,

Lalu Rasulullah  bersabda: "Apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"

Saya katakan; " harta yang sama seperti itu ".

Ia berkata; kemudian Abu Bakar datang dengan membawa seluruh yang ia miliki.

Lalu Rasulullah  bertanya:

"Wahai Abu Bakr, apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"

Ia berkata; saya tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulullahNya.

Maka saya katakan; saya tidak akan dapat mendahuluimu dalam sesuatupun selamanya. [HR. Abu Daud no. 1429. Dan di Shahihkan oleh Al-Albaani].

[Note: Pada masa Nabi  12 Dirham setara dengan 1 dinar. Dan Satu dinar pada masa itu setara dengan 4,25 gram emas murni. Harga pergram -/+ Rp. 900.000.]

KEDUA: UMAR BIN AL-KHOTHOB (RA):

Syaakir an-Naabulsi dalam المال والهلال [الموانع والدوافع الاقتصادية لظهور الإسلام] berkata:

عُمَرُ بْنُ الْخَطَابِ: لَيْسَتْ هُنَاكَ أَرْقَامٌ ثَابِتَةٌ لِثَرْوَتِهِ، وَلَكِنَّ مُجَمَّعَةٌ مِنَ الْحَقَائِقِ التَّارِيخِيَّةِ تَشِيرُ إِلَى مَدَى الثَّرْوَةِ الشَّخْصِيَّةِ فِي يَدِ الْخَلِيفَةِ عُمَرَ.

وَمِنْ هَذِهِ الْحَقَائِقِ: أَنَّهُ دَفَعَ مَهْرَ زَوْجَتِهِ أُمُّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عَلِيٍّ بِنِ أَبِي طَالِب عَشَرَةِ آلافِ دِينَارٍ ذَهَبِيٍّ، كَمَا يَقُولُ الْمُؤَرِّخُ الْيَعْقُوبِيُّ فِي تَارِيخِهِ.

وَمِنَ الْمُؤَرِّخِينَ - كَابِنُ قَدَّامَةَ - مَنْ يَقُولُ: بِأَنَّ عُمَرَ قَدْ دَفَعَ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي هَذَا الْمَهْرِ.

كَذَلِكَ: فَإِنَّ عُمَرَ قَدْ تَزَوَّجَ تِسْعَ نِسَاءٍ، بَعْضُهُنَّ مِنْ فُروعٍ عَالِيَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ، مَثَلَ فَكْهِيَّةَ مِنْ آلِ الْمُغِيرَةِ.

كَمَا أَوَصَى عُمَرُ لِأُمَّهَاتِ أَوْلَادِهِ بِأَرْبَعَةِ آلافِ دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ ".

Umar Ibn Al-Khattab. Tidak ada angka yang pasti tentang kekayaannya, tetapi serangkaian fakta sejarah menunjukkan tingkat kekayaan pribadi di tangan Khalifah Umar RA.

Di antara fakta-fakta ini: bahwa ia membayar mahar istrinya Umm Kultsum binti Ali bin Abi Talib sepuluh ribu dinar emas, seperti yang dikatakan sejarawan Al-Ya'qubi dalam kitab Taarikhnya 2/150.

[NOTE: 10.000 Dinar = Rp. 38.250.000.000. Ini jika harga pergram emas murni 24 karat 900 ribu rupiah. Karena 1 Dinar emas = 4,25 gram].

Di antara para sejarawan - seperti Ibnu Qudamah - mengatakan bahwa Umar membayar empat puluh ribu dinar dalam mas kawin ini.

Juga: Umar menikahi sembilan wanita, beberapa di antaranya berasal dari keturunan bangsawan petinggi Quraisy, seperti Fakhiah dari keluarga Al-Mughirah.

Umar RA juga menulis wasiat untuk para ummul walad [para budak wanita yang beliau gauli lalu melahirkan anak untuk beliau], 4000 dinar (15 milyar 300 juta rupiah) untuk masing-masing dari mereka".

HARTA WARISAN UMAR BIN AL-KHOTHOB (RA):

Dalam Kitab جامع بيان العلم وفضله karya Ibnu Abdil Barr, disebutkan:

"Bahwa Umar ra. telah mewasiatkan 1/3 hartanya yang nilainya melebihi 40.000 Dinar".

Berarti total harta yang ditinggalkannya melebihi nilai 120.000 Dinar.

[NOTE: Jika dirupiahkan; maka hitungannya adalah sbb: 120.000 dinar x 4.25 gram x Rp. 900.000 maka total warisan Umar RA adalah Rp. 459.000.000.000].

KETIGA: UTSMAN BIN AFFAAN (RA)

HARTA UTSMAN BIN AFFAAN (RA) DAN SEBAGIAN JASANYA:

Al-Muhaddits Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya al-Istii'aab (3/1040) berkata:

وَجَّهَزَ عُثْمَانُ جَيْشَ الْعُسْرَةِ، وَذَلِكَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، بِتِسْعِمِائَةٍ وَخَمْسِينَ بَعِيرًا، وَأَتَمَّ الْأَلْفَ بِخَمْسِينَ فَرَسًا.

وَذَكَرَ أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو هِلَالٍ الرَّاسِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، قَالَ: حَمَلَ عُثْمَانُ فِي جَيْشِ الْعُسْرَةِ عَلَى أَلْفِ بَعِيرٍ وَسَبْعِينَ فَرَسًا.

Utsman menyumbang untuk pasukan tentara Al-'Usrah, dalam perang Tabuk, dengan sembilan ratus lima puluh unta (950 unta), dan menggenapkannya menjadi seribu dengan lima puluh kuda (50 Kuda Perang).

Dan Asad bin Musa menyebutkan, dia berkata: Abu Hilal al-Raasibi telah memberi tahu saya, dia berkata: Qatadah telah memberi tahu kami, dia berkata:

" Utsman mengangkut pasukan al-Usrah dengan seribu unta (1000 unta) dan tujuh puluh kuda (70 kuda) ".

Dalam riwayat lain:

" Serta dana sebesar 1.000 Dinar Emas". [Lihat: فتح الباري 5/478 dan عمدة القارئ 14/72]

[Note: 1 Dinar = 4,25 gram emas 24 karat. Harga pergram -/+ Rp. 900.000. Total: Rp. 3.825.000.000]

Dari 'Abdur-Rahman bin Samurah:

جَاءَ عُثْمَانُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِأَلْفِ دِينَارٍ - قَالَ الْحَسَنُ بْنُ وَاقِعٍ وَكَانَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ مِنْ كِتَابِي فِي كُمِّهِ حِينَ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَنَثَرَهَا فِي حِجْرِهِ ‏.‏ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يُقَلِّبُهَا فِي حِجْرِهِ وَيَقُولُ ‏ "‏ مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ ‏"‏ ‏.‏ مَرَّتَيْنِ ‏.

Bahwa 'Utsman pergi menemui Nabi  dengan membawa seribu Dinar" –

Al-Hasan bin Waqi (salah satu perawi) berkata: "Dan di tempat lain dalam kitab saya:

'Dalam lengan bajunya ketika mempersiapkan 'Pasukan al-'Usrah'. 

Maka Nabi  menebarkankannya di kamar beliau. Lalu aku melihat Nabi  menciumnya di kamar beliau seraya berkata: “ Tidak akan memudhorotkan Utsman apa yang dia lakukan setelah hari ini”.

[HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan selainnya dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani –rohimahullah- dalam “Al-Misykah”: 3/1713 no: 6073].

Abu Iisa Turmudzi berkata:

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ

Ini adalah hadits HASAN GHARIIB dari jalur ini.

PENINGGALAN UTSMAN (RA) SAAT TERBUNUH:

Al-Mas'udi mengatakan:

أَمَّا عُثْمَانُ نَفْسُهُ فَكَانَ لَهُ يَوْمَ قَتْلِهِ عِنْدَ خَازِنِهِ مِائَةٌ وَخَمْسُونَ أَلْفَ دِينَارٍ، وَمِلْيُونُ دِرْهَمٍ، وَخَلَفَ خَيْلاً كَثِيرًا وَإِبْلًا.

"Adapun Utsman sendiri, pada saat terbunuhnya, dia memiliki harta sebesar 150 ribu dinar [Rp. 537.750.000.000] dan sejuta dirham [Rp. 318.750.000.000]. Ia juga meninggalkan banyak kuda dan unta. [Baca: "Muruuj adz-Dzahab" oleh Al-Mas'udi, 2/341-343].

Para Ahli sejarah dan Ibnu Abdil Barr penulis "al-Isti'ab" di antara mereka berkata:

لَمَّا مَاتَ خَلَفَ ثَلَاثَ زَوْجَاتٍ أُصِيْبَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ ثَلَاثَةً وَثَمَانِيْنَ أَلْفَ دِيْنَارٍ.

" Ketika dia meninggal, dia meninggalkan tiga istri. Setiap istri menerima warisan sebesar delapan puluh tiga ribu dinar (83.000 dinar x 4,25 = 352.750 gram emas x Rp. 900.000 = Rp. 317.475.000.000,-". [Baca: "Tarikh al-Islam al-Siyaasi" oleh Hasan Ibrahim Hasan 1/358].

[Note: Pada masa Nabi  12 Dirham setara dengan 1 dinar. Dan Satu dinar pada masa itu setara dengan 4,25 gram emas murni. Harga pergram -/+ Rp. 900.000.]

KEEMPAT: ALI BIN ABI THALIB (RA)

HARTA KEKAYAAN ALI BIN ABI THALIB (RA):

Syaakir an-Naabulsi dalam المال والهلال [الموانع والدوافع الاقتصادية لظهرور الإسلام] berkata:

عليّ بن أبي طالب: لَيْسَتْ هُنَاكَ أَرْقَامٌ ثَابِتَةٌ لِثَرْوَتِهِ (رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ) وَلَكِنَّ مُجَمَّعَةً مِنَ الْحَقَائِقِ التَّارِيْخِيَّةِ تَشِيْرُ إِلَى مَدَى الثَّرْوَةِ الشَّخْصِيَّةِ التِّي كَانَتْ فِي يَدِ الْخَلِيْفَةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

وَمِنْ هَذِهِ الْحَقَائِقِ أَنَّهُ مَاتَ وَمَعَهُ أَرْبَعُ زَوْجَاتٍ (وَكَانَ غَيْرُ مُنْكَاحٍ) وَتِسْعَ عَشَرَةَ أُمًّا وَلَدٍ. وَتَرَكَ أَرْبَعَةً وَعِشْرِيْنَ وَلَدًا وَتَرَكَ لَهُمْ مِنَ الْعَقَارِ وَالضِّيَاعِ مَا كَانُوا بِهِ أَغْنِيَاءَ قَوْمِهِمْ، كَمَا قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِي مِنْهَاجِ السُّنَّةِ النَّبَوِيَّةِ.

وَمِنْ هَذَا الْعَقَارِ قَرْيَةُ "يَنْبَعٍ" الْقَرِيبَةُ مِنَ الْمَدِيْنَةِ عَلَى الْبَحْرِ الْأَحْمَرِ، وَالَّتِي اقْتَطَعَهَا لِعَلِيٍّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَابِ".

Tentang Ali bin Abi Thalib (ra): Tidak ada angka yang pasti mengenai kekayaannya, tetapi serangkaian fakta sejarah menunjukkan sejauh mana kekayaan pribadi yang ada di tangan Khalifah Ali radhiyallahu 'anhu.

Di antara fakta-fakta ini adalah bahwa dia meninggal saat punya empat istri dan sembilan belas Ummul walad [budak wanita yang digauli lalu melahirkan anak untuknya. Pen]. Dan dia meninggalkan dua puluh empat anak dan meninggalkan untuk mereka real estate / tanah dan perkebunan yang menjadikan mereka sebagi orang-orang terkaya di antara kaumnya. Seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyah dalam Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah.

Dan diantara tanah ini adalah desa "Yanbu" [sekarang menjadi kabupaten. Pen.] dekat kota Madinah di tepi Laut Merah, yang diberikan untuk Ali oleh Umar Ibn Al-Khattab

Dalam Minhaaj as-Sunnah (7/481-482), Ibnu Taimiyah berkata:

وَرَوَى الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا شَرِيكُ النَّخْعِيِّ عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبِ الْقَرَظِيِّ قَالَ قَالَ عَلِيٌّ لَقَدْ رَأَيْتُنِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أُرَبِّطُ الْحَجَرَ عَلَى بَطْنِي مِنْ شِدَّةِ الْجُوعِ وَأَنَّ صَدَقَةَ مَالِي لِتَبْلُغَ الْيَوْمَ أَرْبَعِينَ أَلْفًا.

رَوَاهُ أَحْمَدُ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ شَرِيكٍ وَرَوَاهُ إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ وَفِيهِ لِتَبْلُغَ أَرْبَعَةَ آلافِ دِينَارٍ.

Al-Aswad bin 'Aamir meriwayatkan bahwa Syarik Al-Nakho'i mengatakan kepada kami dari 'Aashim bin Kulaib dari Muhammad bin Ka'b Al-Quradzi yang mengatakan:

Ali berkata: " Aku melihat diriku pada masa Rasulullah  mengikatkan batu ke perut ku karena kelaparan yang parah. Namun hari ini sedekah [zakat] harta ku telah mencapai 40.000 [Jika itu Dinar maka sama dengan 153 milyar rupiah]".

Diriwayatkan oleh Ahmad [dalam al-Musnad 1/59] dari Hajjaaj dari Shariik.

Dan diriwayatkan oleh Ibrahim bin Sa'iid Al-Jawhari dan lafadz di dalamnya:

لِتَبْلُغَ أَرْبَعَةَ آلافِ دِينَارٍ

"Sungguh telah mencapai 4.000 Dinar [Berarti 15.300.000.000 Pen.]"".

[Baca: Minhaaj as-Sunnah 7/481-482]

Dan Ibnu Taimiyah berkata pula:

وَأَمَّا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَتَوَسَّعَ فِي هَذَا الْمَالِ مِنْ حَلِّهِ وَمَاتَ عَنْ أَرْبَعِ زَوْجَاتٍ وَتِسْعَ عَشَرَ أُمَّ وَلَدَ سَوَى الْخُدَّمِ وَالْعَبِيدِ وَتُوفِيَ عَنْ أَرْبَعَةٍ وَعِشْرِينَ وَلَدًا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَتَرَكَ لَهُمْ مِنَ الْعَقَارِ وَالضَّيَاعِ مَا كَانُوا بِهِ مِنْ أَغْنِيَاءِ قَوْمِهِمْ وَمِيَاسِيرِهِمْ.

هَذَا أَمْرٌ مَشْهُورٌ لَا يُقَدِّرُ عَلَى إِنْكَارِهِ مَنْ لَهُ أَقَلُّ عِلْمٍ بِالْأَخْبَارِ وَالْآثَارِ وَمِنْ جَمْلَةِ عَقَارِهِ يَنْبَعُ الَّتِي تَصَدَّقَ بِهَا كَانَتْ تَغْلُ أَلْفَ وَسِقٍ تَمْرٍ زَرَعَهَا.

Adapun Ali radhiyallahu 'anhu, maka dia mengembangkan hartanya ini dengan cara yang halal. Dan dia meninggal saat punya empat istri dan sembilan belas Ummu walad, selain para pembantu dan para budak. [Ummu walad: adalah budak wanita yang digauli lalu melahirkan anak untuknya Pen.]

Dia meninggalkan dua puluh empat anak, laki-laki dan perempuan, dan meninggalkan untuk mereka real estate dan kebun yang membuat mereka menjadi orang-orang terkaya ditengah kaumnya serta kemudahan-kemudahan dalam hidupnya.

Ini adalah masalah yang masyhur dan terkenal yang tidak dapat disangkal meskipun oleh orang yang paling sedikit memiliki pengetahuan tentang hadits dan atsar.

Dan salah satu dari sekian jumlah properti miliknya adalah Desa Yanbu [sekarang menjadi kabupaten pen.], yang zakat penghasilan kebun kurmanya adalah seribu wisq kurma yang dia tanam [1 wisq = 130,6 kilogram. Bararti tolal zakatnya: 130.600 Kg].

[Baca: Minhaaj as-Sunnah 7/483]

KELIMA: ABDURRAHMAN BIN 'AUF (RA)

KEBERHASILAN BISNIS ABDURRAHMAN BIN 'AUF (RA) DAN INFAQNYA:

Abdurrahman bin 'Auf beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang Nabi  bersaksi bahwa mereka adalah ahli surga, dan ketika beliau  wafat, beliau dalam keadaan ridho terhadap mereka.

Beliau adalah seorang pebisnis ulung dan sangat sukses, baik ketika dia masij di Makkah dan Islam belum datang maupun sesudahnya dan setelah Hijrah ke Madinah.

[Baca: kitab العقد الثّمين في تاريخ البلد الأمين 5/50 no. 1772]

HARTA KEKAYAAN ABDURRAHMAN BIN 'AUF DAN INFAQNYA

Pada saat menjelang Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyumbangkan dana sebesar 200 Uqiyah Emas atau setara dengan Rp. Rp. 5.281.000.000.

[NOTE: Untuk diketahui bahwa 1 uqiyah emas senilai 29,34 gram emas [Uqiyah Mesir], atau setara dengan 6,9 dinar emas. 1 dinar emas setara dengan 4.25 gram emas 24 karat].

Jika harga 1 gram emas sekarang Rp. 900.000, maka 1 dinar emas sekarang adalah sebesar Rp. 3.825.000.

Berarti dana yang dikelurkan Ibnu 'Auf (RA) untuk Perang Tabuk adalah: 200 uqiyah x 29,34 x Rp. 900.000 = Rp. 5.281.200.000].

Menjelang wafatnya, beliau mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah, atau setara dengan nilai Rp. 191 Milyar 250 juta.

Dari Ayyub (As-Sakhtiyani) dari Muhammad (bin Sirin), memberitakan ketika Abdurrahman bin Auf ra. wafat, beliau meninggalkan 4 istri. Seorang istri mendapatkan dari 1/8 warisan sebesar 30.000 dinar emas [Rp. 114.750.000.000].

Hal ini berarti keseluruhan istri-nya memperoleh 120.000 dinar emas, yang merupakan 1/8 dari seluruh warisan.

Dengan demikian total warisan yang ditinggalkan oleh Abdurrahman bin Auf ra, adalah sebesar 960.000 dinar emas, atau jika di-nilai dengan nilai sekarang setara dengan Rp. 3.672.000.000.000,- [3,672 trilyun].

Dalam kitab العقد الثّمين في تاريخ البلد الأمين 5/50 no. 1772 karya Muhammad al-Faasi [wafat tahun 832 H] di sebutkan:

وَكَانَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ كَثِيرَ أَفْعَالِ الْخَيْرِ، فَقَدْ نَقَلَ الزُّهْرِيُّ، أَنَّهُ تَصَدَّقَ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَطْرِ مَالِهِ: أَرْبَعَةَ آلافٍ، ثُمَّ أَرْبَعِينَ أَلْفًا، ثُمَّ أَرْبَعِينَ أَلْفَ دِينَارٍ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، ثُمَّ بِخَمْسِمِائَةِ رَاحِلَةٍ.

وَأَوْصَى عِنْدَ مَوْتِهِ بِخَمْسِينَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، عَلَى مَا قَالَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ.

وَأَوْصَى أَيْضًا بِأَلْفِ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَوْصَى لِمَنْ بَقِيَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا بِأَرْبَعِمِائَةِ دِينَارٍ لِكُلِّ وَاحِدٍ، وَكَانُوا مِائَةً، وَأَخَذُوهَا وَأَخَذَهَا مَعَهُمْ عُثْمَانُ.

وَأَوْصَى لِأُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ، بِحَدِيقَةٍ بُيِّعَتْ بِأَرْبَعِمِائَةِ أَلْفٍ. وَأَعْتَقَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ أَحَدًا وَثَلَاثِينَ عَبْدًا.

وَخَلَفَ مَالًا عَظِيمًا مِنْ ذَهَبٍ، قُطِعَ بِالْفَوْسِ، حَتَّى مَجَلَّتْ أَيْدِي الرِّجَالِ، وَتَرَكَ أَلْفَ بَعِيرٍ وَثَلَاثَمِائَةِ أَلْفِ شَاةٍ وَمِائَةِ فَرَسٍ.

وَصُلِحَتْ امْرَأَتُهُ الَّتِي طَلَّقَهَا فِي مَرَضِهِ عَنْ رُبُعِ الثَّمَنِ بِثَمَانِينَ أَلْفًا.

وَكَانَ تَاجِرًا مَجْدُودًا. وَكَانَ يَزْرَعُ بِالْجُرْفِ عَلَى عِشْرِينَ نَاضِحًا.

وَتُوُفِّيَ سَنَةَ إِحْدَى وَثَلَاثِينَ، وَقِيلَ سَنَةَ اثْنَتَيْنِ، وَهُوَ ابْنُ خَمْسٍ وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ، وَقِيلَ ابْنُ ثَمَانٍ وَسَبْعِينَ. وَصَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا بِوَصِيَّةٍ مِنْهُ. وَدُفِنَ بِالْبَقِيعِ.

Abd al-Rahman memiliki banyak amalan yang baik, seperti yang dinukil oleh al-Zuhri bahwa dia bersedekah pada masa Nabi  setengah dari hartanya: 4000 dinar [15,3 Milyar rupiah], lalu 40.000 dinar [153 Milyar], lalu 40.000 dinar [153 Milyar], lalu 500 kuda fi sabilillah, lalu 500 unta.

Pada saat menjelang wafatnya, dia mewasiatkan 50.000 dinar [191 milyar 250 juta rupiah] fi sbiilillah, berdasarkan apa yang dikatakan oleh Urwah bin Az-Zubair.

Dia juga mewasiatkan seribu kuda untuk jihad fi sabilillah.

Dan dia mewasiatkan untuk para sahabat pasukan Badar yang masih tersisa, masing-masing 400 dinar [1 milyar 530 juta]. Dan saat itu jumlah mereka 100 orang. Dan mereka mengambilnya dan Utsman juga mengambilnya bersama mereka.

Dia mewasiatkan untuk para Ummul mukminin [para istri Nabi ], sebuah kebun yang dijual seharga empat ratus ribu. [Jika itu dinar maka = Rp. 1.530.000.000.000 namun jika itu dirham maka = Rp. 127.500.000.000].

Dan dia memerdekakan tiga puluh satu budak dalam satu hari.

Dia meninggalkan sejumlah besar emas, yang dipotong-potong dengan kampak, sampai tangan orang-orang yang memotongnya itu melepuh.

Dan dia meninggalkan seribu unta, tiga ratus ribu kambing, dan seratus kuda.

Istrinya, yang diceraikannya selama dia [Abdurrahman] sakit, didamaikan dengan delapan puluh ribu dinar dari seperempat harga.

Dia adalah seorang pedagang yang sungguh-sungguh.

Dia bercocok tanam di daerah Juruf, yang terdapat dua puluh NADLIH. [الناضح: adalah unta, sapi, atau keledai yang digunkan untuk mengairi perkebunan atau pertanian. Pen]

Dia meninggal pada tahun 31 H, dan ada yang mengatakan pada tahun 32 H, dan dia berusia 75 tahun, dan ada yang mengatakan bahwa dia berusia 73 tahun, dan ada yang mengatakan bahwa dia berusia 78 tahun.

Dan Utsman, semoga Allah meridhoinya, menshalati jenazahnya karena ada wasiat darinya. Ia dimakamkan di Baqi. [KUTIPAN SELESAI]

KEENAM: AZ-ZUBAIR BIN AL-AWAAM (RA)

KESUKSESAN BISNIS AZ-ZUBAIR BIN AL-AWAAM (RA) DAN INFAQNYA:

Az-Zubair bin Al-‘Awwam (wafat 36 H/656 M) adalah putra bibi Nabi Muhammad , yaitu Shofiiyah binti Abdul Muththolib رضي الله عنها.

Az-Zubair adalah salah satu sahabat Nabi dan termasuk as-Saabiquun al-Awwaluun, yaitu salah seorang dari 10 orang yang pertama masuk Islam.

Az-Zubair bin Al-'Awwam juga termasuk salah satu dari 10 sahabat yang di jamin masuk surga.

BISNIS AZ-ZUBAIR:

Adapun Al-Zubayr bin Al-Awwam radhiyallahu 'anhu- kekayaannya dari nilai properti yang dia wariskan, mencapai " 50 juta 200 ribu dinar atau dirham " seperti yang disebutkan dalam shahih Bukhori.

Az-Zubair, dia adalah sahabat yang waktu nya banyak di habiskan untuk berjihad fii sabiillillah. Sebagaimana dalam Shahih Bukhori di sebutkan bahwa dia berkata:

وَمَا وَلِيَ إِمَارَةً قَطُّ وَلاَ جِبَايَةَ خَرَاجٍ وَلاَ شَيْئًا، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِي غَزْوَةٍ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَوْ مَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ ـ رضى الله عنهم ـ

" sedangkan aku tidak memiliki jabatan sedikitpun dan juga tidak punya pungutan hasil bumi (upeti) atau sesuatu dari jabatan lainnya, melainkan aku selalu sibuk berperang bersama Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, Abu Bakr, 'Umar dan 'Utsman radliallahu 'anhum ". [HR. Bukhori no. 3129]

Namun demikian di tengah-tengah kesibukannya dengan jihad dan keterbatasan waktunya untuk berbisnis, az-Zubair masih bisa menyempatkan dirinya untuk berbisnis.

HARTA WARISAN AZ-ZUBAIR:

'Urwah bin Az-Zubair berkata:

فَكَانَ لِلزُّبَيْرِ أَرْبَعُ نِسْوَةٍ، وَرَفَعَ الثُّلُثَ، فَأَصَابَ كُلَّ امْرَأَةٍ أَلْفُ أَلْفٍ وَمِائَتَا أَلْفٍ، فَجَمِيعُ مَالِهِ خَمْسُونَ أَلْفَ أَلْفٍ وَمِائَتَا أَلْفٍ

Az-Zubair meninggalkan empat orang istri, maka 'Abdullah [bin az-Zubair] menyisihkan sepertiga harta bapaknya sebagai wasiat bapaknya [untuk 4 istrinya] sehingga setiap istri Az-Zubair mendapatkan satu juta dua Ratus ribu [1 juta 200 ribu]

Sedangkan harta keseluruhan milik Az-Zubair berjumlah lima puluh juta dua Ratus ribu [50 juta 200 ribu] ". [HR. Bukhori no. 3129]

Sementara Ibnu Asaakir meriwayatkan:

Abu al-Qasim Ali bin Ibrahim memberi tahu kami, Abu al-Hasan Rasya' bin Nadziif memberi tahu kami, al-Hasan bin Ismail memberi tahu kami, Ahmad bin Marwan memberi tahu kami, Abdullah bin Muslim bin Qutaybah memberi tahu kami, Muhammad bin 'Ubaid memberi tahu kami, Abu Usamah memberi tahu kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya:

أَنَّ الزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ تَرَكَ مِنَ الْعَرُوضِ خَمْسِينَ أَلْفَ أَلْفِ درْهَمٍ، وَمِنْ أَلْفَيْنِ خَمْسِينَ أَلْفَ أَلْفِ درْهَمٍ.

Al-Zubair bin Al-Awwam meninggalkan lahan-lahan tanah senilai 50 juta dirham, dan uang cash 50 juta 2 ribu dirham. [Tarikh Damaskus 18/428]

Berarti menurut riwayat Ibnu Asaakir ini, harta warisan Az-Zubair adalah: 100 juta 2 ribu dirham.

Jika di rupiahkan:

100.002.000: 12 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp. 31.875.637.500.000,-.

Adapun dalam riwayat Bukhori tidak dijelaskan jenis mata uangnya, apakah Dinar atau Dirham ?.

Jika yang di maksud [50 juta 200 ribu] adalah Dinar, maka total harta warisan Az-Zubair bun al-Awaam adalah sbb:

50.200.000 x 4,25 gram emas murni x Rp. 900.000 = 192,015 Trilyun.

jika yang di maksud adalah Dirham, maka totalnya sbb:

50.200.000: 12 x 4,25 x Rp. 900.000 = = 16.001.250.000.000 rupiah.

INFAQ AZ-ZUBAIR BIN AL-'AWWAAM

Al-Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu 'anhu, dulu beliau bekerja sebagai pembisnis ulung dan merupakan salah seorang sahabat yang terkaya.

Dia pun banyak menghabiskan hartanya fi sabiilillah dan untuk membantu perjuangan agama Islam dan membantu perjuangan Rasulullah .

Dan Az-Zubair senantiasa berusaha menyembunyikan amal kebajikannya. Dia memiliki sebuah pepatah tentang hal itu, yaitu perkataannya:

مَنِ استطاعَ منكم أنْ يكونَ لَهُ خَبيءٌ مِنْ عمَلٍ صالِحٍ فلْيَفْعَلْ

" Barang siapa di antara kalian yang mampu menyembunyikan amal sholehnya, maka lakukanlah".

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Shaybah dalam ((Al-Musannaf)) (35768), Hannaad dalam ((Al-Zuhd)) (2/444), dan Al-Khothib dalam ((Tariikh Baghdad))) (8/ 179).

Di shahihkan oleh syeikh al-Albaani dlm as-Silsilah as-Shahihah no. 2313 dan Shahih al-Jaami' no. 6018.

Namun demikian, masih ada amal kebajikannya yang tercatat dalam biografinya, Diantaranya:

Apa yang diriwayatkan dari Juwairiyah, dia berkata:

بَاعَ الزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ دَارًا لَهُ بِسِتِّمِائَةِ أَلْفٍ، قَالَ فَقِيلَ لَهُ يَا زُّبَيْرُ يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ إِنَّكَ غَبَنْتَ، قَالَ: كَلَّا وَاللَّهُ لَتَعْلَمَنَّ أَنِّي لَمْ أَغْبَنْ هِيَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Al-Zubair bin Al-Awwam menjual rumah miliknya, seharga 600 ribu [dinar atau dirham wallahu a'lam Pen].

Lalu ada yang protes: " Wahai Zubair, Wahai Abu Abdullah, kamu telah melambungkan harga ".

Maka dia menjawabnya: " Tidak, demi Allah, aku tidak melambungkannya, karena rumah yang saya jual itu adalah untuk diinfaq kan fi sabiilillah.

[Lihat: صفوة الصفوة karya Ibnu al-Jauzy hal. 104]

Dari Nahiik [نهيك]:

كَانَ لِلزُّبَيْرِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَلْفُ مَمْلُوكٍ جَمِيعُهُمْ يُؤَدُّونَ الضَّرِيبَةَ، وَلَا يَدْخُلُ إِلَى بَيْتِ مَالِهِ مِن تِلْكَ الدَّرَاهِمِ أَيٌّ شَيْءٍ، بَلْ كَانَ يَتَصَدَّقُ بِجَمِيعِهَا.

وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى: أَنَّهُ كَانَ يَقْسِمُ مَالَهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ، ثُمَّ يَقُومُ إِلَى مَنْزِلِهِ لَيْسَ مَعَهُ مِنْهُ شَيْءٌ.

Al-Zubayr radhiyallahu 'anhu memiliki seribu budak, semuanya membayar upeti, dan tidak ada satu dirham pun yang masuk ke rumahnya sebagai hartanya, tetapi dia selalu mensedekahkan semuanya.

Dan dalam riwayat lain: dia biasa membagikan hartanya setiap malam, dan kemudian dia pulang ke rumahnya tanpa membawa apa-apa.

[Lihat: صفوة الصفوة karya Ibnu al-Jauzy hal. 104]

KETUJUH: THALHAH BIN UBAIDILLAH (RA)

Nama beliau adalah Thalhah bin ‘Ubaidillah, At-Taimi Al-Qurasyi, Abu Muhammad, putra paman Abu Bakar Ash-Shiddiq.

KEUTAMAAN – KEUTAMAAN THALHAH BIN UBAIDILLAH (RA):

Pertama:

Ia termasuk generasi pendahulu yang masuk Islam, juga termasuk dari orang yang mendapatkan hidayah lewat Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Kedua:

Thalhah yang melindungi Rasulullah dalam perang Uhud, ia menangkis anak panah yang melesak ke arah Nabi  hingga jari beliau terluka dan terputus.

Ketiga:

Thalhah dijamin masuk surga dan ia meskipun masih hidup disebut oleh Rosullah  sebagai syahid yang berjalan di muka bumi.

Dari Jabir bin ‘Abdillah (ra), ia mendengar Rasulullah  bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيدٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ

“Siapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, lihatlah pada Thalhah bin ‘Ubaidillah.”

(HR. Tirmidzi, no. 3739 dan Ibnu Majah, no. 125. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Di riwayatkan pula dari hadits Aisyah رضي الله عنها oleh Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqaat al-Kubraa 3/218 dan Abu Nu'aim dalam al-Hilyah 1/88.

Dari Qais dia berkata:

رَأَيْتُ يَدَ طَلْحَةَ شَلَّاءَ وَقَى بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ

"Aku pernah melihat tangan Thalhah lumpuh karena untuk melindungi Nabi  pada perang Uhud." [HR. Bukhori no. 4063 dan Ibnu Majah no. 128]

Dari 'Ali bin abi Thalib رضي الله عنه berkata:

سَمِعَتْ أُذُنِي، مِنْ فِي رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَقُولُ ‏ "‏ طَلْحَةُ وَالزُّبَيْرُ جَارَاىَ فِي الْجَنَّةِ ‏"

"Telingaku mendengar dari mulut Rasulullah , ketika beliau bersabda: 'Thalhah dan Az-Zubair adalah tetanggaku di surga."

[HR. An-Nasaa'i no. 4106, at-Turmudzi no. 3741 dan al-Haakim no. 3/364]

Abu Isa Turmudzi berkata: " Ini hadits Hasan Shahih Ghoriib ".

KESUKSESAN BISNIS THALHAH BIN UBAIDILLAH رضي الله عنه:

Tholhah bin Ubaidillah adalah seorang sahabat yang kaya raya. Di samping dia sibuk beribadah dan berjihad fi sabiilillah, namun dia juga aktif berbisnis.

Dan dia tidak menyukai para pengangguran, yang hidupnya banyak dihabiskan untuk duduk-duduk di rumah.

Sebagaimana yang di riwayatkan oleh Muhammad bin Sa'ad dalam الطَّبَقَاتُ الكُبْرَى [3/166 cet. دار الكتب العلمية] dengan sanadnya:

Telah memberi tahu kami Yazid bin Harun, dia berkata: Telah memberi tahu kami Ismail dari Qais, dia berkata:

Thalhah bin Ubaidillah berkata:

إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَجْلِسَ فِي دَارِهِ.

Aib [perbuatan tercela] yang paling terendah bagi seseorang adalah dia hanya duduk-duduk di rumahnya.

MACAM-MACAM BISNIS THALHAH:

Bisnis Thalhah bergerak di bidang sbb:

  • Lahan Hijau Pertanian gandum, perkebunan kurma dan lainnya di pinggir-pinggir kota dan tepi lembah-lembah.
  • Pertanahan atau real estate di pusat-pusat kota
  • Perdagangan
  • Thalhah bin Ubaidillah adalah orang pertama yang bercocok tanam gandum di kanal.

-----

PENGHASILAN THALHAH (RA):

Penghasilan Harian:

Penghasilan Thalhah dari Irak setiap hari adalah 1000 waafin dirham dan dua Daaniq [± Rp. 454.600.000]

Note: Makna وَافٍ دِرْهَم (waafi dirham):

Waafi adalah salah satu nama jenis dirham. Berat timbangan Al-Waafi adalah berat timbangan dinar [dan dengan demikian] adalah berat timbangan dirham Persia, yang dikenal sebagai Baghliah. Berat Timbangan satu Dinar emas adalah 8 Daniq. Dan satu dinar emas Syar'i sama dengan 4,250 gram

[Lihat: Asad al-ghoobah karya Ibnu al-Atsiir 1/471 cet. Dar al-Fikr. Dan lihat artikel: الدرهم الاسلامي المضروب على الطراز الساساني]

Penghasilan musiman Thalhah:

Penghasilan musimannya di Irak adalah 400 ribu [dirham = 127 milyar 500 juta rupiah].

Dan penghsilannya di as-Sarraah sekitar 10 ribu dinar [38 Milyar 250 juta rupiah].

Dan dari lahan-lahan tanah tepi lembah dan pinggiran kota juga ada penghasilan baginya.

Harta warisan yang di tinggalkan ketika dia wafat:

Ketika dia meninggal dunia, dia meninggalkan harta:

A. 2 juta 200 ribu dirham [701 milyar 250 juta rupiah].

B. 200 ribu dinar emas [765 milyar rupiah]

C. Emas batangan murni sebanyak 300 muatan [yang diangkut 300 hewan].

D. Nilai Aset dan real estatenya 30 juta dirham [Rp. 9.562.500.000.000]

[Lihat: سير أعلام النبلاء karya Adz-Dzahabi dalam biografi Thalhah 1/40-41]

Muhammad bin Sa'ad dlam الطَّبَقَاتُ الكُبْرَى [3/166] meriwayatkan:

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَحْيَى عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ أَنَّ مُعَاوِيَةَ سَأَلَهُ: كَمْ تَرَكَ أَبُو مُحَمَّدٍ - يَرْحَمُهُ اللَّهُ - مِنَ الْعَيْنِ؟ قَالَ: تَرَكَ أَلْفَيْ أَلْفِ دِرْهَمٍ وَمِائَتَيْ أَلْفِ دِرْهَمٍ وَمِائَتَيْ أَلْفِ دِينَارٍ. وَكَانَ مَالُهُ قَدِ اغْتِيلَ. كَانَ يُغِلُّ كُلَّ سَنَةٍ مِنَ الْعِرَاقِ مِائَةَ أَلْفٍ سِوَى غلاته من السراة وغيرهما.

وَلَقَدْ كَانَ يُدْخِلُ قُوتَ أَهْلِهِ بِالْمَدِينَةِ سَنَتَهُمْ مِنْ مَزْرَعَةٍ بِقَنَاةٍ كَانَ يَزْرَعُ عَلَى عِشْرِينَ نَاضِحًا. وَأَوَّلُ مَنْ زَرَعَ الْقَمْحَ بِقَنَاةٍ هُوَ. فَقَالَ مُعَاوِيَةُ: عَاشَ حَمِيدًا سَخِيًا شَرِيفًا وَقُتِلَ فَقِيدًا. رَحِمَهُ اللَّهُ.

Muhammad bin Umar memberi tahu kami, dia berkata: Ishaq bin Yahya memberi tahu saya dari Musa putra Thalhah:

"Bahwa Muawiyah bertanya kepadanya: Berapa banyak Abu Muhammad [yakni Thalhah] meninggalkan harta dari Al-'Ain [mata air] ?

Dia berkata: Dia meninggalkan 2 juta 200 ribu dirham [701 milyar 250 juta rupiah] dan 200 ribu dinar emas [765 milyar rupiah].

Dan hartanya senatiasa memberikan hasil. Dia biasa menerima 100 ribu penghasilan dari Irak setiap tahun, selain hasil panennya dari daerah As-Saraat [lahan tanah di tengah kota] dan lainnya.

Dan dia biasa membawa sembako untuk keluarganya di Madinah untuk selama setahun, dari lahan pertanian miliknya di tepi kanal.

Dan dia telah bercocok tanam dengan menggunakan 20 NADLIH. [الناضح: adalah unta, sapi, atau keledai yang digunakan untuk mengairi perkebunan atau pertanian. Pen]

Dia adalah orang pertama yang bercocok tanam gandum di kanal.

Muawiyah berkata: Dia hidup sebagai seorang pria yang terpuji, murah hati dan terhormat, dan ketika dia terbunuh, orang-orang merasa kehilangan, semoga Allah merahmatinya ".

[Lihat juga: سير الأعلام النبلاء 1/34-35 oleh Adz-Dzahabi]

DIANTARA KEDERMAWANAN THALHAH DAN SEBAGIAN INFAQ NYA:

Thalhah bin Ubaidillah رضي الله عنه sangat terkenal dengan kedermawanannya, dia banyak berinfak dan bersedekah.

Al-Madaaini berkata:

إنَّما سمِّي طَلْحَةُ بن عبيدالله الخزاعي: طَلْحَةَ الطَّلَحَات؛ لأنَّه اشترى مائةَ غلام وأعتقهم وزوَّجهم، فكلُّ مولود له سمَّاه: طلحة.

Dia disebut Thalhah bin Ubaidullah Al-Khuza'i: Thalhata Ath-Thalahaat; Karena dia membeli seratus anak laki-laki budak, lalu memerdekakan mereka, dan menikahkan mereka, maka masing-masing anak dari mereka di kasih nama Thalhah.

[Baca: عيون الأخبار karya ad-Dainuuri 1/466]

Thalhah pernah menjual tanahnya seharga 700 ribu [yakni 700 ribu dirham = 21,84 milyar rupiah] maka dia semalaman dipenuhi rasa cemas dan sedih karena ketakutan dengan uang tsb, maka pada pagi harinya dia sedekahkan semua uang itu.

Dan dia tidak membiarkan seorang pun dari Bani Tamim kecuali telah dia beri kecukupan untuk kebutuhan nafkahnya. Dan dia juga melunasi hutang-hutang mereka.

Dia biasa mengirim ke Aisyah رضي الله عنها 10.000 setiap tahun pada saat penghasilan nya tiba. Dan dia membayarkan hutang atas nama seorang pria dari Bani Taym sebanyak 30 ribu.

Adz-Dzahabi dlm سير الأعلام النبلاء 1/34 berkata:

قَالَ الزُّبَيْرُ بنُ بَكَّارٍ: حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ طَلْحَةَ بنَ عُبَيْدِ اللهِ قَضَى، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بنِ مَعْمَرٍ وَعَبْدِ اللهِ بنِ عَامِرِ بنِ كُرَيْزٍ ثَمَانِيْنَ أَلْفَ دِرْهَمٍ.

Al-Zubayr bin Bakkar berkata: Usman bin Abdul Rahman memberitahuku:

Bahwa Talhah bin Ubaidillah membayari hutang Ubaidullah bin Muammar dan Abdullah bin 'Aamir bin Kuraiz sebanyak 80 ribu dirham [Rp. 25.500.000.000].

KEDELAPAN: SA'AD BIN ABI WAQQAASH (RA)

Sa'ad bin Abi Waqqash (ra) juga dikenal sebagai Sa'ad bin Malik, adalah salah satu dari sahabat Nabi Muhammad .

Ia berasal dari suku Bani Zuhrah dari Suku Quraisy dan paman Nabi Muhammad dari garis pihak Ibu.

Sa'ad dikatakan menjadi orang ketujuh yang memeluk Islam, yang ia lakukan di usia tujuh belas tahun. Dia adalah orang pertama yang menembakkan anak panah fii Sabilillah.

Dan dia termasuk salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk syurga.

Sa'ad terutama dikenal karena kepemimpinannya dalam pertempuran al-Qodisiyyah dan kunjungannya ke Tiongkok pada tahun 651 M.

DR. Yusuf bin Ahmad al-Qoosim dalam artikelnya yang berjudul:

قائمة أثرياء الصحابة الصاعدة من سوق المدينة لا من ((وول ستريت)).

Daftar para sahabat konglomerat yang muncul dari pasar Madinah, bukan dari "Wall Street"

Menyebutkan:

وأما سعد بن أبي وقاص ــ رضي الله عنه ــ فتقدر ثروته بـ «مائتي ألف وخمسين ألف درهم»

Adapun Saad bin Abi Waqqas رضي الله عنه, kekayaannya diperkirakan "dua ratus lima puluh ribu dirham."

[Note: 12 dirham = 1 dinar. Dan 1 dinar = 4,25 gram emas murni. Harga 1 gram emas murni sekiatar Rp. 900.000. Maka jika dirupiahkan adalah: 250.000: 12 x 4,25 x Rp. 900.000 = Rp. 79.687.500.000].

Dan salah satu yang menunjukkan akan kekayaannya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim bahwa Saad bin Abi Waqqas (RA) berkata:

جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ

Nabi  datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah darinya.

Beliau bersabda; "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".

Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku".

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan: "Setengahnya"

Beliau bersabda: "Jangan".

Aku katakan lagi: "Sepertiganya".

Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.

Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.

Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.

Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau dan mengangkatmu dari hal yang menimbulkan madharat atas orang-orang yang lainnya".

Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. (HR. Bukhori No. 2537)

KESEMBILAN: HAKIM BIN HIZAM BIN KHUWAILD AL-QUREISYI:

Dia lahir di dalam Ka'bah, dan itu karena ibunya masuk Ka'bah dengan para wanita dari Quraisy saat dia hamil. Maka ketika dia berada di dalam Ka'bah, tiba-tiba terjadi kontraksi kelahiran, dan dia melahirkan Hakim.

Hakim bin Hizam ini termasuk pengusaha Elaf Quraisy yang sukses semenjak masa Jahiliyah. Dan sejak masa itu pula dia adalah sosok yang sangat dermawan. Harta nya banyak dihabiskan untuk didermakan, diantaranya untuk memerdekakan para budak.

Dia termasuk dari para sahabat yang masuk Islam saat penaklukan kota Makkah, dan dia adalah salah satu bangsawan Quraisy dan para pemimpinnya di sebelum Islam datang dan sesudah nya. Dan dia adalah salah satu dari mereka yang hatinya dilunakkan / muallaf, yaitu Rasulullah  memberinya 100 unta pada perang Hunayn, kemudian keislamannya semakin bagus.

Dia hidup 120 tahun, 60 tahun dalam kejahiliyahan, dan 60 tahun dalam Islam. Dan dia meninggal pada tahun 54 H pada masa Muawiyah, dan ada yang mengatakan: tahun 58 H.

Dan dia ikut serta Badar dengan pasukan orang-orang kafir dan selamat dalam kekalahan perang.

Maka setelah masuk Islam dia bersumpah dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan sumpahnya. Dia mengatakan:

والذي نجاني يَوْم بدر

" Demi Dzat yang telah menyelamatkanku pada pada perang Badar ".

Maka dia tidak melakukan sesuatu kebaikan di masa Jahiliyah kecuali dia akan melakukan hal yang sama setelah masuk Islam.

Dan dia adalah pemilik Dar an-Nadwah di Makkah [sejenis gedung parlemen], lalu dia menjualnya kepada Muawiyah seharga 100.000 dirham [± 32 milyar rupiah].

Ibnu al-Zubair berkata kepadanya:

بِعْتَ مَكْرَمَة قُرَيْش ؟؟؟

Kau telah menjual simbol kehormatan Quraisy ???

Hakim berkata:

ذَهَبَتِ الْمَكَارِمُ إِلَّا التَّقْوَى

"Kehormatan-kehormatan itu telah pergi kecuali ketakwaan".

Dan uang tsb disedekahkan semuanya.

Lalu dia datang kepada Rosulullah dan bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَصْنَعُهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا يَعْنِي أَتَبَرَّرُ بِهَا

'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang sesuatu perbuatan yang aku pernah mengerjakannya di zaman jahiliyah, aku pernah bertahannuts (mengasingkan diri) untuk mencari kebaikan".

Maka Rasulullah  bersabda:

أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ

"Kalau kamu masuk Islam, kamu akan mendapat dari kebaikan yang kamu lakukan dahulu". [HR. Bukhori no. 2353].

Dan Hakim bin Hizam melakukan ibadah haji dalam Islam, dan bersamanya ada 100 unta yang telah dia olesi dengan tinta sebagai tanda untuk hadyu [berkurban di Makkah].

Dan dia wuquf di Arafat bersama 100 pemuda, di leher mereka terdapat lingkaran [kerah] terbuat dari perak yang terukir di dalamnya:

عُتَقَاءُ اللَّه عَنْ حَكِيْم بْن حِزَام

Artinya: budak-budak yang di merdekakan karena Allah dari Hakim bin Hizam

Dan dia mensedekahkan 1000 kambing.

Dan dia adalah orang yang sangat dermawan ".

[Diterjemahkan penulis dari تراجم عبر التاريخ biografi حكيم بن حزام بن خويلد القرشي]

KESEPULUH: URWAH BIN ABI AL-JA'D AL-BAARIQI (RA) PEMBISNIS LIMBAH

Dari Urwah bin Abul Ja'ad Al Bariiqi (ra) ia berkata;

" دَفَعَ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارًا لِأَشْتَرِيَ لَهُ شَاةً فَاشْتَرَيْتُ لَهُ شَاتَيْنِ فَبِعْتُ إحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ وَجِئْتُ بِالشَّاةِ وَالدِّينَارِ إلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ لَهُ مَا كَانَ مِنْ أَمْرِهِ فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي صَفْقَةِ يَمِينِكَ فَكَانَ ‌يَخْرُجُ ‌بَعْدَ ‌ذَلِكَ ‌إلَى ‌كُنَاسَةِ ‌الْكُوفَةِ ‌فَيَرْبَحُ ‌الرِّبْحَ ‌الْعَظِيمَ ‌فَكَانَ ‌مِنْ ‌أَكْثَرِ ‌أَهْلِ ‌الْكُوفَةِ ‌مَالًا ".

" Rasulullah  memberikan kepadaku satu dinar untuk membeli seekor kambing untuknya, maka aku pun dengan satu dinar itu membelikan dua ekor kambing. Lalu aku menjual salah satu dari keduanya seharga satu dinar. Dan aku menemui Nabi  dengan membawa satu ekor kambing dan satu dinar".

Lalu ia menceritakan kepada beliau tentang apa yang ia perbuat, maka beliau  pun bersabda: "Semoga Allah memberkahi transaksi jual belimu".

Setelah itu ia pergi merantau ke Kufah singgah di suatu tempat pembuangan limbah, lalu ia mendapatkan laba yang sangat banyak sehingga ia menjadi salah seorang dari penduduk kufah yang PALING KAYA RAYA".

[HR. Abu Daud no. 3384, Tirmidzi no. 1258 dan Ibnu Majah no. 2513. Di shahihkan oleh an-Nawawi dalam al-Majmu' 9/262 dan oleh al-Albaani dalam al-Irwa 5/129.

MAKNA: al-Kunaasah [الكُنَاسَة]. Yaquut al-Hamawi [w. 623 H] dalam Mu'jam al-Buldan 4/181 berkata:

" الكُنَاسَةُ: بِالضَّمِّ، وَالْكَنْسُ: كَسْحُ مَا عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مِنَ الْقُمَامَةِ، وَالْكُنَاسَةُ مَلْقَى ذَلِكَ: وَهِيَ مَحَلَّةٌ بِالْكُوفَةِ ".

Al-Kunasah berasal dari kata "al-kans" yang berarti menyapu atau menghilangkan limbah [sampah] yang ada di permukaan bumi. Al-Kunaasah adalah tempat pembuangan limbah dan sampah. Dan itu adalah tempat di Kufah ".

LAFADZ RIWAYAT LAIN:

Dari jalur lain yang ma'ruf tentang Urwah, melalui jalur Said bin Zaid, dari Az-Zubair bin Al-Khurayt, dari Abu Lubaid, dari Urwah bin Abi Al-Ja'd al-Baariqi (ra) dia berkata:

"عُرِضَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلْبٌ، فَأَعْطَانِي دِينَارًا، وَقَالَ: أَيُّ عُرَوَةِ اِئْتِ الْجَلْبَ، فَاشْتَرِ لَنَا شَاةً ! [كَأَنَّهَا أُضْحِيَّةٌ]، فَأَتَيْتُ الْجَلْبَ، فَسَاوَمْتُ صَاحِبَهُ فَاشْتَرَيْتُ مِنْهُ شَاتَيْنِ بِدِينَارٍ فَجِئْتُ أُسَوِّقُهُمَا، أَوْ قَالَ: أُقَدِّهُمَا، فَلَقِيَنِي رَجُلٌ، فَسَاوَمَنِي فَأَبَيْعُهُ شَاةً بِدِينَارٍ، فَجِئْتُ بِالدِّينَارِ، وَجِئْتُ بِالشَّاةِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا دِينَارُكُمْ، وَهَذِهِ شَاتُّكُمْ، قَالَ: وَصَنَعْتَ كَيْفَ؟ قَالَ: فَحَدَّثْتُهُ الْحَدِيثَ فَقَالَ: اللَّهُمَّ بَارَكَ لَهُ فِي صَفْقَةِ يَمِينِهِ، فَلَقَدْ رَأَيْتُنِي أَقِفُّ بِكُنَاسَةِ الْكُوفَةِ، فَأَرْبَحُ أَرْبَعِينَ أَلْفًا قَبْلَ أَنْ أَصِلَ إِلَى أَهْلِي، وَكَانَ يَشْتَرِي الْجَوَارِي وَيَبِيعُ"

"Ada JALAB [pedagang hewan dari luar (import)] yang menawarkan kepada Nabi , lalu beliau memberikan satu dinar kepadaku, dan beliau berkata:

'Wahai Urwah, pergilah ke al-Jalab itu dan belilkanlah untuk kami seekor kambing'. [sepertinya untuk keperluan hewan kurban"]

Maka aku pergi mencari al-jalab tersebut, kemudian aku bernegosiasi dengan pemiliknya dan membeli dua ekor kambing dengan satu dinar. Setelah itu, aku kembali untuk menjualnya", atau dikatakan: " aku membawa dua kambing itu.

Kemudian aku bertemu dengan seseorang yang menawar harga kambing yang ada padaku, lalu dia membeli dari ku kambing tersebut dengan harga satu dinar.

Maka Aku datang dengan satu dinar tersebut dan membawa satu ekor kambing tersebut, lalu aku berkata: 'Wahai Rasulullah, ini dinar antum dan ini kambing antum'.

Beliau bertanya: 'Bagaimana cara kamu melakukannya?'

Aku menceritakan kejadian tersebut kepadanya, maka beliau bersabda: 'Ya Allah, berkahilah transaksi tangan kanannya.'

Sesungguhnya aku melihat diriku merantau ke Kufah dan singgah cari rizki di tempat pembuangan limbah dan aku sukses meraup keuntungan empat puluh ribu sebelum aku sampai kepada keluargaku. Dan aku pun membeli budak-budak wanita dan menjualnya."

[HR. Ahmad (19367), Tirmidzi (1/237), Ibnu Majah (2402), Ad-Daraqutni (2825), dan Al-Baihaqi (6/112)]

Al-Mundziri dan An-Nawawi mengatakan: "Sanadnya hasan shahih." [Lihat Irwa al-Gholil 5/120].

Di hasankan oleh Syeikh Muqbil al-Waadi'i dalam Shahih Dalaail an-Nubuwwah (273) dan Syu'aib al-Arn'auth dalam Takhrij al-Musnad 32/110]

MAKNA al-Jalab [الجَلَب]:

مَا يُؤْتَى بِهِ مِن بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ مِنْ عُرُوضِ التِّجَارَةِ

Artinya: "Barang-barang dagangan yang dibawa dari satu negeri ke negeri lain [komoditi import]".

LAFADZ RIWAYAT BUKHORI:

Dari Syabib bin Gharfadah berkata, aku mendengar orang-orang dari qabilahku yang bercerita dari 'Urwah al-Baariqi (ra):

أنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أعْطَاهُ دِينَارًا يَشْتَرِي له به شَاةً، فَاشْتَرَى له به شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إحْدَاهُما بدِينَارٍ، وجَاءَهُ بدِينَارٍ وشَاةٍ، فَدَعَا له بالبَرَكَةِ في بَيْعِهِ، وكانَ لَوِ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيهِ.

" Bahwa Nabi  memberinya satu dinar untuk dibelikan seekor kambing, dengan uang itu ia beli dua ekor kambing, kemudian salah satunya dijual seharga satu dinar, lalu dia menemui beliau dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Maka beliau mendoa'akan dia keberkahan dalam jual belinya itu". Sungguh dia apabila BERDAGANG DEBU sekalipun, pasti mendapatkan untung". 

Dia Syabib berkata:

وَقَدْ رَأَيْتُ فِي دَارِهِ سَبْعِينَ فَرَسًا

"Sungguh aku telah melihat di rumahnya ada tujuh puluh ekor kuda" [HR. Bukhori no. 3642].

KESEBELAS : PARA ISTRI SAHABAT YANG IKUT MEMBANTU USAHA SUAMI :

CONTOH KE 1 : ASMA BINTI UMAIS radhiyallahu 'anha :

Dari Asma binti Umais (ra) ia berkata :

لَمَّا أُصِيبَ جَعْفَرٌ وَأَصْحَابُهُ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَقَدْ دَبَغْتُ أَرْبَعِينَ مَنِيئَةً، وَعَجَنْتُ عَجِينِي، وَغَسَّلْتُ بَنِيَّ وَدَهَنْتُهُمْ وَنَظَّفْتُهُمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: " ائْتِينِي بِبَنِي جَعْفَرٍ "، قَالَتْ: فَأَتَيْتُهُ بِهِمْ فَشَمَّهُمْ وَذَرَفَتْ عَيْنَاهُ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، مَا يُبْكِيكَ؟ أَبَلَغَكَ عَنْ جَعْفَرٍ وَأَصْحَابِهِ شَيْءٌ؟ قَالَ: " نَعَمْ، أُصِيبُوا هَذَا الْيَوْمَ "، قَالَتْ: فَقُمْتُ أَصِيحُ وَاجْتَمَعَ إِلَيَّ النِّسَاءُ، وَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَى أَهْلِهِ فَقَالَ: " لَا تُغْفِلُوا آلَ جَعْفَرٍ مِنْ أَنْ تَصْنَعُوا لَهُمْ طَعَامًا فَإِنَّهُمْ قَدْ شُغِلُوا بِأَمْرِ صَاحِبِهِمْ "

Ketika Ja'far dan para sahabatnya (ra) gugur dalam pertempuran, Rasulullah datang kepadaku. Aku baru selesai menyamak empat puluh potong kulit hewan, menggiling tepung, memandikan anak-anakku, dan mengoleskan minyak pada tubuh mereka serta membersihkannya.

Rasulullah kemudian berkata : "Bawa anak-anak Ja'far kepadaku." Aku pun membawa mereka kepada beliau. Lalu Rasulullah mencium mereka dan air mata pun bercucuran dari mata-Nya.

Aku bertanya : "Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang membuatmu menangis? Apakah kamu mendengar sesuatu tentang Ja'far dan sahabat-sahabatnya?"

Rasulullah menjawab : "Ya, mereka telah gugur pada hari ini."

Aku pun berdiri dan berteriak. Wanita-wanita yang lain berkumpul di sekitarku. Rasulullah pergi ke keluarganya dan berkata : "Jangan biarkan keluarga Ja'far terlupakan, buatlah makanan untuk mereka, karena mereka sibuk dengan urusan sahabat mereka yang telah gugur."

[HR. Ahmad 6/370 dan Thabarani 24/380. Hadits Hasan]

Dan dalam hadits diatas terdapat keterangan tentang semangat para istri sahabat yang luar biasa dalam membantu suami mencari nafkah.

Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqaat 8/281 meriwayatkan dengan sanadnya dari Asmaa binti 'Umays (ra) , dia berkata :

 أَصْبَحْتُ فِي الْيَوْمِ الَّذِي أُصِيبَ فِيهِ جَعْفَرٌ وَأَصْحَابُهُ فَأَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَلَقَدْ هَنَّأْتُ ، يَعْنِي دَبَغْتُ أَرْبَعِينَ إِهَابًا مِنْ أُدْمٍ وَعَجَنْتُ عَجِينِي وَأَخَذْتُ بَنِيَّ فَغَسَلْتُ وجُوهَهُمْ وَدَهَنْتُهُمْ ، فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ، فَقَالَ: «يَا أَسْمَاءُ أَيْنَ بَنُو جَعْفَرٍ؟» ، فَجِئْتُ بِهِمْ إِلَيْهِ فَضَمَّهُمْ وَشَمَّهُمْ ثُمَّ ذَرِفَتْ عَيْنَاهُ فَبَكَى فَقُلْتُ: أَيْ رَسُولَ اللَّهِ لَعَلَّهُ بَلَغَكَ عَنْ جَعْفَرٍ شَيْءٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ قُتِلَ الْيَوْمَ» ، قَالَتْ: فَقُمْتُ أَصِيحُ فَاجْتَمَعَ إِلَيَّ النِّسَاءُ، قَالَتْ: فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ، يَقُولُ: «‌يَا ‌أَسْمَاءُ ‌لَا ‌تَقُولِي ‌هَجْرًا ‌وَلَا ‌تَضْرِبِي ‌صَدْرًا» ، قَالَتْ: فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ حَتَّى دَخَلَ عَلَى ابْنَتِهِ فَاطِمَةَ وَهِيَ تَقُولُ وَاعَمَّاهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «عَلَى مِثْلِ جَعْفَرٍ فَلْتَبْكِ الْبَاكِيَةُ» . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ شُغِلُوا عَنْ أَنْفُسِهِمُ الْيَوْمَ»

"Di hari ketika Ja'far dan para sahabatnya gugur dalam medan pertempuran Rasulullah datang kepada saya. Saat itu aku telah melakukan pekerjaan-pekerjean yang berat. Aku telah menyamak empat puluh kulit hewan , menggiling tepung, mengadon adonan, dan mengurus anak-anak saya , memandikannya dan meminyakinya.

Kemudian Rasulullah datang kepada saya dan bertanya : 'Wahai Asmaa, di mana anak-anak Ja'far?'

Aku membawanya kepada beliau, dan beliau memeluk dan mencium mereka. Kemudian air mata-Nya berlinang. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, mungkin ada berita tentang Ja'far yang membuat Anda menangis?'

Beliau menjawab, 'Ya, mereka terbunuh hari ini.' Aku kemudian berdiri dan berteriak, dan perempuan-perempuan berkumpul di sekelilingku.

Rasulullah berkata : 'Asmaa, janganlah mengucapkan kata-kata yang buruk dan jangan memukul-mukul dada.'

 Lalu Rasulullah pergi menemui putrinya, Fatimah, yang kemudian berkata : 'Wahai ayahku, alangkah sulitnya hari ini.'

 Rasulullah berkata : 'Seperti halnya Ja'far, maka biarkan orang-orang yang menangis tetap menangis.'

Kemudian Rasulullah berkata : 'Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena mereka telah sibuk dengan kesedihan mereka hari ini.'"

Ini adalah hadits HASAN . Al-Waqidi adalah salah satu perawi yang diperselisihkan tentang ketsiqotannya [kepercayaannya], tetapi hadits ini dianggap Hasan . Ringkasannya adalah bahwa al-Waaqidi adalah shoduq hujjah sumber yang dapat dipercaya dalam as-Siirah dan al-Maghaazi [sejarah biografi dan peperangan], meskipun terdapat wahm [kelamahan] dalam hal lain. Namun ada mutaba'ah [penguat] dari Ibnu Ishaq seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dan Ummu Isa adalah seorang sahabat wanita . Ibnu Makula juga mengatakan

 "أُمُّ عَيْسَى بِنْتُ الْجَزَّارِ الْعَصْرِيَّةِ، لَهَا صُحْبَةٌ وَرِوَايَةٌ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ"

Ummu Isa binti al-Jazzaar al-'Ashriyyah , dia adalah seorang sahabat wanita yang juga perawi dari Nabi .

Ibnu Atsir dan Ibnu Hajar juga menyebutkan namanya dalam Tabshiir al-Mutanabbih dan dalam al-Ishaabah dalam kelompok sahabat. Namun, dia luput dalam at-Taqriib , karean dia mengatakan " لَا يُعْرَفُ حَالُهَا " ( tidak diketahui kondisinya ) karena dia juga dikenal sebagai binti al-Jazzaar al-Khazaiyah , sebagaimana dijelaskan dalam banyak riwayat .

 Ath-Thahawi berargumentasi dengan ini dalam Syarah Musykil al-Atsaar (3/94) dan mengatakan : 

 " وَاحْتَجْنَا أَنْ نَعْلَمَ مَنْ أُمُّهُ الَّتِي رَوَى عَنْهَا هَذَا الْحَدِيثَ فَإِذَا هِيَ أُمُّ جَعْفَرٍ ابْنَةُ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ"

 "Kita berargumentasi dengan ini untuk mengetahui siapa ibu yang meriwayatkan hadits ini. Ternyata dia adalah Ummu Ja'far, putri Muhammad bin Ja'far bin Abi Thalib." 

 Seperti yang disebutkan oleh Sheikh Al-Albani dalam "Al-Irwaa" (3/162), Al-Hafiz Ibn Hajar dalam "Talkhis" (170) merujuk pada hadits yang sama dengan sanad yang sama, dan dia mengatakan :

 وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ وَقَدْ احتَجَّ بِهِ أَحْمَدُ وَابْنُ الْمُنْذَرِ وَفِي جَزْمِهِمَا بِذَلِكَ دَلِيلٌ عَلَى صِحَّتِهِ عِنْدَهُمَا.

 "Sanadnya HASAN, dan Ahmad dan Ibnu al-Mundzir telah menggunakannya sebagai dalil atas keotentikannya menurut mereka." Hadits ini memiliki syahid yang baik".

CONTOH KE 2 : ASMA BINTI ABU BAKAR radhiyallahu 'anhumaa:

Ada sebuah hadits dari Asma binti Abi Bakar yang menunjukkan di perbolehkannya Safar wanita jarak dekat dengan jalan kaki jika aman jalannya :

 Dari Asma’ binti Abu Bakr radliallahu ‘anhuma berkata:

 " وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى رَأْسِي، وَهْىَ مِنِّي عَلَى ثُلُثَىْ فَرْسَخٍ . فَلَقِيتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ومعهُ نَفَرٌ مِنَ الأنْصارِ، فَدَعانِي، ثُمَّ قالَ: إخْ إخْ؛ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ، فاسْتَحْيَيْتُ أنْ أَسِيرَ مع الرِّجالِ، وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ، وَكَانَ أَغْيَرَ النَّاسِ ".

 “Aku biasa membawa benih kurma dari kebun milik Az-Zubair yang diberikan oleh Rasulullah  di atas kepalaku. Kebun itu jaraknya dari (rumah) ku dua pertiga farsakh”.

Pada suatu hari, aku bertemu dengan Rasulullah  beserta sejumlah orang Anshaar. Beliau memanggilku , seraya berkata : ‘Ikh, ikh” (menderumkan ontanya) – agar aku naik ke atas untanya dan membawaku di belakangnya. Namun aku malu berjalan bersama para lelaki dan aku ingat akan kecemburuan Az-Zubair, karena ia seorang laki-laki yang paling pencemburu. [ HR. Bukhori no. 5224 dan Muslim no. 2182 ]

 1 Farsakh = 4.828 Kilo Meter . 

====*****====

ANTARA BISNIS DAN IBADAH ITU TIDAK SALING BERTENTANGAN.

Allah SWT berfirman:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia.

Dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. [QS. Al-Qoshosh: 77].

Jalan dunia dan akhirat adalah satu jalan. Dan jalan seorang hamba di dunia ini, meskipun dia bekerja untuk dunia, maka pada hakikatnya dia juga sedang bersinggungan dengan urusan akhirat.

Allah swt memuji orang-orang yang berbisnis akan tetapi tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah SWT:

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ

Orang-orang yang perniagaannya dan berjual belinya tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat) [QS. an-Nuur: 37]

Jika selesai menunaikan shalat, maka bersegeralah bertebaran di muka bumi untuk mencari rizki dan karunia Allah.

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ وَابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰهِ وَاذۡكُرُوا اللّٰهَ كَثِيۡرًا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. [QS. Al-Jumu'ah:10].

Hushaim berkata: Dari Sayyar, ia berkata: Aku diberitahu dari Ibnu Mas'ud:

أَنَّهُ رَأَى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ السُّوقِ، حَيْثُ نُودِيَ بِالصَّلَاةِ، تَرَكُوا بِيَاعَاتِهِمْ وَنَهَضُوا إِلَى الصَّلَاةِ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: هَؤُلَاءِ مِنَ الَّذِينَ ذَكَرَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}

Bahwa ia melihat sekelompok orang dari penduduk pasar, ketika adzan berkumandang untuk shalat, mereka meninggalkan perdagangan mereka dan beranjak ke shalat.

Abdillah berkata: Mereka termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah dalam kitab-Nya:

{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}

"Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah". (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya 18/113).

Dan demikian pula diriwayatkan oleh Amr bin Dinar Al-Qahramani dari Salim, dari Abdullah bin Umar, radhiallahu 'anhuma:

أَنَّهُ كَانَ فِي السُّوقِ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَأَغْلَقُوا حَوَانِيتَهُمْ وَدَخَلُوا الْمَسْجِدَ، فَقَالَ ابْنُ عمر: فيهم نَزَلَتْ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}.

Bahwa ia berada di pasar ketika shalat diadakan. Mereka menutup toko-toko mereka dan masuk ke masjid. Ibnu Umar berkata: Ayat ini diturunkan tentang mereka, "Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah" (Tafsir Ath-Thabari 18/113).

Dan Ibnu Abi Hatim berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Bakr As-Sanaani, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, budak Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman berkata: Abu Ad-Darda' radhiallahu 'anhu berkata,

إِنِّي قُمْتُ عَلَى هَذَا الدَّرَجِ أُبَايِعُ عَلَيْهِ، أَرْبَحُ كُلَّ يَوْمٍ ثَلَاثَمِائَةِ دِينَارٍ، أَشْهَدُ الصَّلَاةَ فِي كُلِّ يَوْمٍ فِي الْمَسْجِدِ، أَمَا إِنِّي لَا أَقُولُ: "إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ بِحَلَالٍ" وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ مِنَ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}

"Sesungguhnya aku naik ke tangga ini untuk berjualan atasnya. Aku mendapatkan keuntungan tiga ratus dinar setiap hari, namun aku selalu shalat berjemaah setiap hari di masjid. Aku tidak mengatakan: 'Sungguh ini tidak halal', tetapi aku ingin menjadi salah satu dari orang-orang yang disebut oleh Allah:

{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}

'Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah'" (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).

Amru bin Dinar Al-A'war berkata:

كُنْتُ مَعَ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَنَحْنُ نُرِيدُ الْمَسْجِدَ، فَمَرَرْنَا بِسُوقِ الْمَدِينَةِ وَقَدْ قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ وخَمَّروُا مَتَاعَهُمْ، فَنَظَرَ سَالِمٌ إِلَى أَمْتِعَتِهِمْ لَيْسَ مَعَهَا أَحَدٌ، فَتَلَا سَالِمٌ هَذِهِ الْآيَةَ: {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ} ثُمَّ قَالَ: هُمْ هَؤُلَاءِ.

Aku berada bersama Salim bin Abdullah ketika kami hendak pergi ke masjid. Kami melewati pasar kota, dan orang-orang telah bangkit untuk shalat, mereka menutup dagangan mereka dan masuk ke masjid. Salim melihat barang dagangan mereka yang ditinggalkan tanpa ada yang menjaganya. Kemudian Salim membaca ayat ini:

{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ}

"{Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah}".

Lalu dia berkata, "Mereka adalah orang-orang ini."

Said bin Abi Al-Hasan dan Ad-Dahhak juga mengatakan:

لَا تُلْهِيهِمُ التِّجَارَةُ وَالْبَيْعُ أَنْ يَأْتُوا الصَّلَاةَ فِي وَقْتِهَا.

Bahwa mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli sehingga mereka datang untuk shalat tepat waktu.

Mathar Al-Warraq mengatakan:

كَانُوا يَبِيعُونَ وَيَشْتَرُونَ، وَلَكِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ وميزانُه فِي يَدِهِ خَفَضَهُ، وَأَقْبَلَ إِلَى الصلاة.

Bahwa mereka masih berjualan dan membeli, tetapi ketika mereka mendengar panggilan adzan dan timbangan dagangan mereka berada di tangan mereka, mereka menurunkannya dan menuju ke shalat. (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas:

{لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ} يَقُولُ: عَنِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ.

"Bahwa ayat ini berbicara tentang shalat yang diwajibkan".

Al-Rabi' bin Anas dan Muqatil bin Hayyan juga berpendapat seperti itu. (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).

Al-Suddi mengatakan:

عَنِ الصَّلَاةِ فِي جَمَاعَةٍ.

Bahwa itu berarti mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dari kehadiran shalat secara berjamaah.

Muqatil bin Hayyan mengatakan:

لَا يُلْهِيهِمْ ذَلِكَ عَنْ حُضُورِ الصَّلَاةِ، وَأَنْ يُقِيمُوهَا كَمَا أَمَرَهُمُ اللَّهُ، وَأَنْ يُحَافِظُوا عَلَى مَوَاقِيتِهَا، وَمَا اسْتَحْفَظَهُمُ اللَّهُ فِيهَا.

" Bahwa mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dari mendirikan shalat sebagaimana Allah perintahkan dan menjaga waktunya sebagaimana yang Allah jaga di dalamnya". (Tafsir Ibnu Katsir 6/69).

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata:

وَقَوْلُهُ: {يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ} أَيْ: يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِي تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ، أَيْ: مِنْ شِدَّةِ الْفَزَعِ وَعَظَمَةِ الْأَهْوَالِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى {وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ} [غَافِرٍ: 18] ، وَقَالَ تَعَالَى: {إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ}

Dalam ayat "{Mereka takut pada hari ketika hati-hati dan penglihatan berbalik}" artinya adalah hari kiamat ketika hati dan mata berbalik-balik, yaitu karena ketakutan yang sangat hebat dan kengerian yang besar, sebagaimana yang Allah katakan "{Dan beri peringatan kepada mereka tentang hari yang dekat ketika hati-hati berada di tenggorokan mereka, tertekan}" (QS. Ghafir: 18), dan Allah juga berfirman "{Sesungguhnya Dia hanya menunda mereka untuk hari yang matanya terbelalak}"

(Tafsir Ibnu Katsir 6/69).

====

BEKERJA MENCARI RIZKI HALAL ITU BAGIAN DARI JIHAD FI SABILILLAH :

Allah SWT berfirman dalam surat al-Muzammil :

 وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [QS. Al-Muzzammil: 20]

Imam Qurthubi berkata :

سوىَ اللَّهِ تَعَالَى في هَذِهِ الآيَةِ بَيْنَ دَرَجَةِ المُجَاهِدِينَ وَالمُكْتَسِبِينَ الْمَالَ الْحَلَالَ لِلنَّفَقَةِ عَلَى نَفْسِهِ وَعِيَالِهِ وَالْإِحْسَانِ وَالْإِفْضَالِ فَكَانَ دَلِيلًا عَلَى أَنَّ كَسْبَ الْمَالِ بِمَنْزِلَةِ الْجِهَادِ، لِأَنَّهُ جَمَعَهُ مَعَ الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Allah SWT dalam ayat ini telah mensejajarkan antara derajat mujahidin dan mereka yang berjuang mencari harta yang halal untuk menafkahi dirinya sendiri , keluarganya dan untuk beramal kebajikan. Itu menunjukkan bahwa mencari harta tsb berkedudukan seperti jihad, karena Allah SWT menggabungkannya dengan jihad fii Sabiilillah “. ( Baca : “الجامع لأحكام القرآن ” 21/349 . Tahqiq DR. Abdullah at-Turki ).

Muhmmad bin Hasan asy-Syaibani [ Wafat . 189 H. Beliau sahabat Abu Hanifah ] menyebutkan dalam "Kitab al-Kasab " hal. 33 :

وَقَدْ كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقْدِمُ دَرَجَةَ الْكَسْبِ عَلَى دَرَجَةِ الْجِهَادِ فَيَقُولُ لِأَنَّ أَمُوتَ بَيْنَ شُعْبَتَيْ رَحْلِيَّ أَضْرِبُ فِي الْأَرْضِ أَبْتَغِي مِنْ فَضْلِ اللَّهِ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقْتُلَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْمَ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى الْمُجَاهِدِينَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: "وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ".

Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu, dahulu lebih mendahulukan derajat kasab (mencari nafkah) di atas derajat jihad, dan beliau berkata :

Sungguh aku mati di antara dua kaki hewan tungganganku saat berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah ( rizki ) ; lebih aku cintai daripada aku terbunuh sebagai seorang mujahid di jalan Allah ; karena Allah SWT dalam firmannya lebih mendahulukan orang-orang berjalan di muka bumi dalam rangka mencari sebagian karunia Allah dari pada para mujaahid , berdasarkan firman-Nya :

 وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Artinya : “ dan ( para sahabat ) yang lain berjalan di bumi mencari sebagian rizki / karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah “ [Surat Al-Muzzammil: 20]

Abdullah bin Umar (ra) menyebutkan : bahwa Nabi  bersabda :

طَلَبُ الحَلالِ جِهادٌ

Mencari rizki yang halal itu adalah Jihad .

( HR. Ahmad dan Ibnu ‘Adiy dlm “الكامل في الضعفاء” 6/263 . Imam Ahmad berkata :
“ Hadits ini Mungkar “. Lihat “: 
تهذيب التهذيب” 9/437

Dari Ka’ab bin ‘Ujroh :

مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَى أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جَلْدِهِ وَنَشَاطِهِ مَا رَأَوْا، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صَغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يَعُفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»

Suatu hari ada seorang lelaki lewat di depan rasulullah , dan para shahabat radhiyallahu `anhu melihat kondisi lelaki tersebut dari kulit tubuhnya dan semangatnya (seperti lelaki pekerja yang tangguh- pen), maka rasulullah  berkata:

 “Jika dia keluar bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka dia itu DI JALAN ALLAH [ Fii Sabiilillah].

Dan jika dia keluar bekerja untuk kedua orang tuanya, maka dia itu DI JALAN ALLAH .

Dan jika dia keluar bekerja untuk dirinya sendiri dalam rangka `iffah (menjaga kehormatan diri untuk tidak minta-minta - pen) maka dia itu DI JALAN ALLAH  .

Dan jika keluar dalam rangka riya` dan berbangga diri maka dia terhitung di jalan syaithon.” 

( HR. Ath-Thabrani (13/491) para perawinya tsiqoot / dipercaya ). Sanad hadis ini dianggap shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Targhib no. 1959.

Dari Anas (ra) bahwa Nabi  bersabda:

أَمَّا إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Adapun jika dia bekerja cari rizki untuk kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya , maka dia itu DI JALAN ALLAH (Fi Sabilillah) , dan jika dia bekerja untuk dirinya sendiri maka dia itu DI JALAN ALLAH".

( HR. Baihaqi 7/787 No. 13112 & 15754 ) . Lihat pula : al-Jami' ash-Shaghiir wal Jaami' al-Kabiir 2/165 No. 4603 .

Dari Abu Hurairah (ra) : bahwa Rasulullah  bersabda ( Dalam lafadz lain ) :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ مِنَ الثَّنِيَّةِ فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا قُلْنَا : لَوْ أَنَّ هَذَا الشَّابَ جَعَلَ شَبَابَهُ وَنَشَاطَهُ وَقُوَّتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلاَّ مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِى سَبِيلِ الشَّيْطَانِ

Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah , tiba-tiba muncul seorang pemuda dari arah jalan bukit . Ketika dia nampak di hadapan kami , maka kami berkata: Duhai seandainya pemuda ini memanfaatkan masa muda, semangat, dan kekuatannya di jalan Allah!

Rasulullah  mendengar perkataan kami. Lalu Beliau bersabda:

“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk orang yang terbunuh saja?

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk kedua orangtuanya, maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk keluarganya, maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha (mencari rizki) untuk dirinya ( dalam rangka menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta. pen), maka dia di jalan Allah.

Barangsiapa yang berusaha ( mencari rizki ) untuk berbanyak-banyakan harta (semata), mka dia berada di jalan syaithan

Dalam lafadz lain :

وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلَّا مَنْ قُتِلَ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.

“ Apakah di jalan Allah itu hanya untuk yang terbunuh saja?

Siapa yang berusaha mencari nafkah untuk menghidupi orang tuanya maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja untuk menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk berbanyak-banykan harta semata maka dia di jalan thaghut.”

(H.R al-Baihaqiy dalam as-Sunan al-Kubro, Ath-Thabrani “المعجم الأوسط” 5/119 dan Abu Nu’aim al-Ashfahaani “حلية الأولياء وطبقات الأصفياء” hal. 197 ) . Dinyatakan sanadnya jayyid oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits as-Shahihah no 2232) 

Dari Sa’d bin Abu Waqash bahwasanya dia mengabarkan, bahwa Rasulullah  bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

" Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu". [HR. Bukhori no. 56].

Dan Dari 'Aisyah (ra) bahwa Nabi  bersabda :

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

” Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari kesusahan, rasa sakit, rasa gelisah, rasa sedih, sesuatu yang menyakitkan, dan rasa gundah, hingga duri yang mengenai dirinya kecuali Allah menjadikannya sebagai penghapus atas kesalahan-kesalahannya”(HR . Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573 ).

=====

RIZKI TERBAIK ADALAH RIZKI HASIL JERIH PAYAH SENDIRI:

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rosulullah  bersabda:

خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ إِذَا نَصَحَ

“Usaha cari rizki paling baik adalah usaha yang dihasilkan oleh tangan pekerja (usaha dengan tangan sendiri) apabila ia bersih.” 

(HR. Ahmad, 2/334, No. 8393, Ibnu Khuzaimah, Baihaqi dan ad-Dailami. al-haitsami berkata dlm “مجمع الزوائد” 4/461 No. 6213: “ رجاله ثقات “. Di hasankan oleh al-Iraqy dlm Takhrij al-Ihya dan al-Baani dlm “صحيح الجامع الصغير”.

Ibnu Hajar berkata:

وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ لَا يَعْتَقِدَ أَنَّ الرِّزْق مِنْ الْكَسْبِ بَلْ مِنْ اللَّه تَعَالَى بِهَذِهِ الْوَاسِطَةِ

“Di antara syaratnya tidak berkeyakinan bahwa rizki itu bersumber dari kasab, tapi harus berkeyakinan bersumber dari Allah dengan perantaraan kasab ini.” Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, 4/304

Dari Abu Said Al-Khudri dalam kitab At-Tirmidzi no. (1251) dengan lafadz:

التَّاجِرُ الصَّدُوقُ يُحْشَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

“Seorang pedagang Muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (di Surga).”

Imam at-Tirmidzi mengatakan: bahwa ini adalah Hadits hasan.

Saya katakan: bahwa para perawi dalam sanadnya adalah thiqah (terpercaya), kecuali al-Hasan, dia tidak pernah mendengarnya dari Abu Said Al-Khudri.

Hadits ini memiliki beberapa syahid yang menguatkannya, diantaranya:

Syahid Pertama: Hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

« التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

“Seorang pedagang Muslim yang jujur (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama orang-orang yang syahid pada hari kiamat (di Surga).”

HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17). al-Hakim berkata: " Hadits Shahih " [Dikutip dari Tafsir al-Manar 4/174].

"Sanadnya hasan karena adanya beberapa shahid.

Kaltsum bin Jausyan al-Qashiri memiliki perbedaan pendapat tentang dirinya. Bukhari dan Ibnu Ma'in menganggapnya tsiqah (terpercaya), sementara Abu Hatim menganggapnya dhaif (lemah). Abu Dawud mengatakan bahwa Haditsnya tidak dapat diterima.

Ibnu Hibban mengangggapnya tsiqot dengan mencantumkannya dalam kitabnya "Ats-Tsiqaat", akan tetapi dalam kitab "Al-Majruhin" beliau menyebutkannya dengan ungkapan:

يَرْوِي الْمَوْضُوعَاتِ عَنِ الْأَثْبَاتِ، لَا يَحِلُّ الِاسْتِدْلَالُ بِهِ!

"Bahwa ia meriwayatkan Hadits-Hadits mawdu' (palsu) dari para tsiqah (terpercaya), sehingga tidak boleh dijadikan dalil".

Penulis katakan:

Bahwa Haditsnya bisa dianggap hasan dalam hal-hal yang masyhur. Adz-Dzahabi dalam kitab "Al-Mizan" dalam penjelasan tentang Kaltsum dalam Hadits ini mengatakan:

وَهُوَ حَدِيثٌ جَيِّدُ الْإِسْنَادِ، صَحِيحُ الْمَعْنَى، وَلَا يَلْزَمُ مِنَ الْمَعِيَّةِ أَنْ يَكُونَ فِي دَرَجَةِ الْمُتَوَاتِرِينَ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: {وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا} [النساء: ٦٩].

Ini adalah Hadits yang sanadnya bagus, maknanya sahih. Tidaklah menjadi keharusan ungkapan kebersamaan berada pada tingkatan yang sama dengan mereka (para Nabi, orang-orang shiddiqin, syuhada', dan orang-orang shalih), sebagaimana firman Allah: 'Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan berada bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi, orang-orang shiddiqin, syuhada', dan orang-orang shalih. Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya' (QS. An-Nisa: 69).

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam "Al-Majruhin" (2/230), Ad-Daraquthni (2812), Al-Hakim (6/2), Al-Baihaqi dalam "As-Sunan Al-Kubra" (266/5), dan dalam "Syu'ab Al-Iman" (1230) dan (4855), serta dalam "Al-Adab" (959) melalui jalan Katsir bin Hisyam dengan sanad seperti ini.

Syahid Kedua: Hadits Abu Nadrah Al-Mundzir bin Malik bin Qath'ah Al-'Indii yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (7/271) dan sanadnya adalah hasan, tetapi ia termasuk Hadits mursal (berpangkal dari seorang tabi'in)."

ANCAMAN NERAKA ATAS PRIA MUSLIM YANG TIDAK MAU MENCARI NAFKAH:

Dari Iyadl bin Khammar al-Mujasyi'ii (ra) menyebutkan: Bahwa pada suatu hari Rasulullah  bersabda di dalam khutbah beliau:

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِي يَوْمِي هَذَا:........

قَالَ: وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ الضَّعِيفُ الَّذِي لَا زَبْرَ لَهُ الَّذِينَ هُمْ فِيكُمْ تَبَعًا لَا يَبْتَغُونَ أَهْلًا وَلَا مَالًا ، وَالْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، وَذَكَرَ الْبُخْلَ أَوْ الْكَذِبَ ، وَالشِّنْظِيرُ الْفَحَّاشُ

"Ingatlah! Sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian semua tentang sesuatu yang tidak kalian ketahui, yang diajarkan Allah kepadaku seperti pada hari ini....................................

Allah berfirman: " Dan penghuni neraka itu ada lima macam:

 1]. Seorang lelaki yang lemah yang tidak menggunakan akalnya [yang bisa dipergunakan untuk menahan diri dari hal yang tidak pantas].

Mereka itu adalah orang yang hanya menjadi pengikut di antara kalian [yakni: hidupnya bisanya hanya numpang dan jadi beban kalian].

Mereka tidak berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga dan tidak pula mencari harta [untuk membangun ekinomi].

2]. Pengkhianat yang memperlihatkan sifat rakusnya, sekalipun dalam hal yang samar.

3]. Seorang lelaki yang pagi dan petang selalu memperdayamu (melakukan tipu muslihat) dari keluargamu dan hartamu.

4]. Lalu Allah menyebutkan sifat bakhil dan sifat dusta.

5]. Dan Orang yang akhlaknya buruk." (HR. Muslim No. 5109)

Dalam Hadits Abu Hurairah, disebutkan bahwasanya Nabi  bersabda:

لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا: فَمَا الْمِسْكِينُ قَالَ: ‏"‏الَّذِي لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُومُ فَيَسْأَلَ النَّاسَ ‏"

“Bukanlah yang dimaksud orang miskin itu yang keliling ke orang-orang untuk mendapatkan sesuap dan dua suap, atau satu biji kurma atau dua biji kurma.”

Para sahabat bertanya: Jadi apa yang dimaksud dengan orang miskin itu, wahai Rasulullah?

Beliau menjawab: “Orang yang tidak pernah merasa cukup, tidak cerdik atau tidak mau berfikir, maka dia mengharapkan sedekah atau pemberian, dia tidak mau kerja dan berusaha, maka dia meminta-minta kepada orang-orang.”

(HR. Bukhory No. 1479, Muslim No. 1039 dan an-Nasaa'i no. 2572)

LARANGAN MENGEMIS DAN MEMINTA-MINTA TANPA DARURAT

Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat

Dari Abu Hurairah (ra) bahwa Rasulullallah  bersabda:

"والذي نَفْسِي بيَدِهِ، لَأَنْ يَأْخُذَ أحَدُكُمْ حَبْلَه، فيَحْتَطِبَ علَى ظَهْرِه؛ خَيْرٌ له مِن أنْ يَأْتيَ رَجُلًا، فيَسْأَلَه، أعْطاهُ أوْ مَنَعَه".

“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh seseorang diantara kalian membawa talinya lalu menggendong kayu bakar di atas punggungnya, adalah lebih baik baginya daripada ia datang kepada seseorang, lalu meminta-minta pada nya, baik orang tersebut memberinya atau menolaknya”. [HR. Bukhori no. 1470].

Dan dari Abu Kabsyah Al-Anmary, bahwasanya Nabi  bersabda:

ثلاثٌ أُقسِمُ عليهِنَّ: - فذكرها ، منها -: ولا فتَحَ رجلٌ على نفسِهِ بابَ مَسألةٍ يَسألُ الناسَ إلا فتَحَ اللهُ عليه بابَ فقْرٍ

"Ada tiga hal yang aku bersumpah atasnya": - Lalu beliau menyebutkannya, yang ketiga adalah -:

“Tidak sekali-kali seorang hamba membuka pintu meminta-minta, di mana ia meminta-minta kepada manusia, kecuali Allah akan membuka baginya pintu kefakiran.”

[HR. Imam Ahmad no. 1674, al-Bazzaar no. 1032 dan Abu Ya'laa no. 849] Di Shahihkan oleh al-Baani dlm Shahih al-Jaami' no. 3025.

Diriwayatkan dari 'A'idh bin 'Amr:

أنَّ رجلًا أتى النَّبيَّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ فسألَهُ فأعطاهُ فلمَّا وضعَ رجلَهُ على أسْكُفَّةِ البابِ قالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ لو تعلَمونَ ما في المسألَةِ ما مَشى أحدٌ إلى أحَدٍ يسألُهُ شيئًا

bahwa: seorang pria datang kepada nabi dan memintanya maka beliau  memberikannya.

Lalu ketika pria itu meletakkan kakinya di ambang pintu, Rasulullah berkata:

«لَوْ تَعْلَمُونَ مَا فِي الْمَسْأَلَةِ، مَا مَشَى أَحَدٌ إِلَى أَحَدٍ يَسْأَلُهُ شَيْئًا»

“Seandainya kalian tahu (dosa) yang ada pada (perbuatan) meminta-minta, maka tidak akan ada seorangpun mau berjalan menuju orang yang lain untuk meminta sesuatu darinya.”

HR. An-Nasa'i (5/94) no. (2586), dan kata-katanya miliknya, dan Ibnu Abi 'Aashim dalam ((Al-Aahad wa Al-Matsaani)) (2/328) dengan sedikit perbedaan, dan al-Thabari dalam “Tahdziib al-Atsaar” (1/31) dan kata-katanya juga miliknya.

Sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Jarii ath-Thobari dalam Musnad 'Umar 1/31.

Dan di hasankan oleh al-Albaani dlm shahih an-Nasaa'i no. 2585. Namun didha’ifkan oleh Al-Albaniy dalam ad-Dha’iifah (4355) dan Dha’iif al-Jaami’ (4818)

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi  bersabda:

((مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِر)) ْ

“Barangsiapa yang kebanyakan meminta-minta harta manusia, maka sesungguhnya dia meminta bara api neraka Jahannam, maka (tinggal pilih) mau mempersedikit atau memperbanyak.” (HR. Muslim no. 1041)

BAI'AT SEBAGIAN PARA SAHABAT UNTUK TIDAK MINTA-MINTA

Dari Auf bin Malik al-Asyja’i berkata:

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةً أَوْ ثَمَانِيَةً أَوْ سَبْعَةً فَقَالَ: "أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ". وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ.

ثُمَّ قَالَ: " أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ؟". فَقُلْنَا: " قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".

ثُمَّ قَالَ: "أَلَا تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ؟" قَالَ: " فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا ". وَقُلْنَا: " قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَامَ نُبَايِعُكَ ؟".

قَالَ: ((عَلَى أنْ تَعبُدوا اللهَ ولا تُشرِكوا به شَيئًا، وتُصَلُّوا الصَّلَواتِ الخَمسَ، وتَسمَعوا وتُطيعوا)) وأسرَّ كَلمَةً خَفِيَّةً: ((ولا تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيئًا)).

فلقد كان بعضُ أولئكَ النَّفَرِ يَسقُطُ سَوطُ أحَدِهم فلا يَسأَلُ أحَدًا يُناوِلُه إيَّاه.

“Saat itu kami Sembilan atau delapan atau bertujuh di sisi Rasulullah , maka beliau berkata: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”.

Sementara kami belum lama telah membaiatnya, maka kami pun menjawab: Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah .

Kemudian beliau berkata lagi: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”.

Maka kami pun menjawab lagi: Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah.

Kemudian beliau berkata lagi: “Tidakkah kalian mau membaiat Rasulullah?”

Maka kami pun mengembangkan tangan-tangan kami untuk membaiat, dan kami berkata: “Sungguh kami baru saja membaiat engkau, wahai Rasulullah, kemudian kami disuruh membaiat engkau untuk hal apa lagi?”

Beliau bersabda: “Untuk supaya kalian menyembah Allah saja, tanpa menyekutukannya dengan apapun, supaya kalian sholat lima waktu dan supaya kalian taat".

Kemudian membisikkan sebuah kalimat samar-samar: “Janganlah kalian meminta kepada manusia sesuatu apapun.”

Perawi hadits ini berkata: “Maka sungguh aku melihat sebagian dari mereka ketika berada di atas tunggangannya dan cambuk binatangnya terjatuh, dia tidak meminta bantuan kepada siapapun untuk mengambilkannya.” (HR. Muslim no. 1043)

SIKAP IFFAH [عِفَّة] ADALAH JAMINAN MASUK SURGA

Iffah [عِفَّة] adalah sikap menahan diri untuk tidak minta-minta pada manusia demi untuk menjaga kehormatan dan harga diri dihadapan mereka. Serta agar tidak mengadukan Allah swt kepada selain-Nya.

Dari sahabat Tsauban RA maula Rosulullah , bahwa Rasulullah  berkata:

((مَنْ يَتَقَبَّلُ لِي بِوَاحِدَةٍ, وَأَتَقَبَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ ؟)). قَالَ ثَوْبَانُ: أ نا يا رسول الله. قال: ((لا تَسْأَلِ النَّاسَ شَيْئًا)). قال: فلَرُبَّما سَقَطَ سَوطُ ثَوبانَ وهو على البَعيرِ فما يَسأَلُ أحدًا أنْ يُناوِلَه حَتَّى يَنْزِلَ فَيَأْخُذَهُ.

“Siapakah yang menjamin untukku satu amalan, maka aku menjamin untuknya surga?.

Tsauban berkata: Aku menjawab: Aku, wahai Rasulullah, beliau berkata: “Janganlah kamu meminta kepada manusia sesuatu apapun.”

Abdurrahman perawi hadits ini menceritakan:

“Maka kadang-kadang terjatuh cambuk Tsauban, sementara dia berada di atas punggung untanya, tapi beliau tidak meminta kepada seseorang untuk mengambilkannya, sehingga dia turun sendiri untuk mengambilnya.”

(HR. Ahmad no. 21794, 22423, Abu Daud no. 1435, Nasa’i dlm as-Sunan ash-Shughro no. 2574, Ibnu Majah no. 1827, 1842, 1910, al-Haakim no. 1450 dan Baihaqi no. 7417).

Hadits ini dishahihkan Syeikh Al-Bani dalam kitabnya Shahih Ibnu Majah no. 1499, Ta’liq at-Targhib, Shahih Sunan Abu Daud dan Ta’liq al-Misykat.

Di shahihkan pula oleh Syu'aib al-Arnauth dlm Takhriij al-Musnad no. 22423

Redaksi lain nya:

"مَنْ يَتَكَفَّلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ؟". فَقَالَ ثَوْبَانُ: أَنَا. فَكَانَ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا

“Barangsiapa mau menjamin untukku untuk tidak meminta sesuatupun (kepada manusia), maka kujaminkan sorga untuknya.” Maka Tsauban berkata, ‘Aku.’ Maka jadilah ia tidak pernah meminta sesuatupun kepada seseorang.’

[HR. Ahmad (22366, 22374) dengan lafadz ini. Dan Abu Dawud (1643) dengan sedikit perbedaan, Al-Nasa'i dalam “Al-Sunan Al-Kubra” (2371), Ibnu Majah (1837) serupa, at-Thabraniy, al-Kabir (1433)] dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (1500)]

Al-Hakim berkata: "Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim"

Al-Arnauth berkata dalam Takhriij al-Musnad no. 22366: "Sanadnya shahih".

Dan di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih Abi Daud no. 1643

PERINTAH BERHARAP HANYA KEPADA ALLAH DENGAN BEKERJA KERAS DAN LARANGAN BERHARAP PEMBERIAN DARI SELAINNYA

Rosulullah  bersabda:

" وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ ".

" Apabila kamu diberi orang sesuatu pemberian tanpa kamu mengharap-harapkan pemberian [mengidam-idamkannya] dan tanpa meminta-minta, terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan mengharap-harap pemberian dan meminta-minta."

Lengkapnya hadits: Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma:

" أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُعْطِي عُمَرَ بنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عنْه العَطَاءَ، فيَقولُ له عُمَرُ: أَعْطِهِ، يا رَسولَ اللهِ، أَفْقَرَ إلَيْهِ مِنِّي، فَقالَ له رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ، أَوْ تَصَدَّقْ به، وَما جَاءَكَ مِن هذا المَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَما لَا، فلا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قالَ سَالِمٌ: فَمِنْ أَجْلِ ذلكَ كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَسْأَلُ أَحَدًا شيئًا وَلَا يَرُدُّ شيئًا أُعْطِيَهُ ".

Bahwa Rasulullah  pernah memberikan suatu pemberian kepada Umar bin Al Khaththab, maka Umar pun berkata: "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan dariku."

Maka Rasulullah  pun bersabda kepadanya: "Ambil dan pergunakanlah untuk keperluanmu, atau sedekahkan! Apabila kamu diberi orang sesuatu pemberian tanpa kamu mengharap-harapkan pemberian [mengidam-idamkannya] dan tanpa meminta-minta, terimalah pemberian itu. Tetapi ingat, sekali-kali jangan mengharap-harap pemberian dan meminta-minta".

Salim berkata: "Oleh karena itu, Ibnu Umar tidak pernah meminta apa saja kepada seseorang, dan tidak pula menolak apa yang diberikan orang kepadanya." [HR. Muslim no. 1045]

Dan Rosulullah  bersabda:

إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى

" Sesungguhnya harta ini hijau lagi manis, barangsiapa yang mengambilnya dengan murah hati (penuh qona’ah), maka baginya keberkahan di dalamnya.

Dan barangsiapa yang mengambilnya penuh dengan ketamakan [jiwanya selalu mengharapkannya], maka dia tidak mendapat keberkahan di dalamnya, seperti orang makan yang tidak pernah kenyang, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Makna "إِشْرَافِ نَفْسٍ": " jiwanya selalu menanti-nanti pemberian, menampakkannya kepadanya, dan berharap kepadanya."

Lengkapnya hadits: Dari Urwah bin Zubair dan Said bin Musayyib, dari Hakim bin Hizam RA, dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَأَعْطَانِي ثُمَّ قَالَ يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى قَالَ حَكِيمٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَا أَرْزَأُ أَحَدًا بَعْدَكَ شَيْئًا حَتَّى أُفَارِقَ الدُّنْيَا فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدْعُو حَكِيمًا إِلَى الْعَطَاءِ فَيَأْبَى أَنْ يَقْبَلَهُ مِنْهُ ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَاهُ لِيُعْطِيَهُ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَ مِنْهُ شَيْئًا فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أُشْهِدُكُمْ يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى حَكِيمٍ أَنِّي أَعْرِضُ عَلَيْهِ حَقَّهُ مِنْ هَذَا الْفَيْءِ فَيَأْبَى أَنْ يَأْخُذَهُ فَلَمْ يَرْزَأْ حَكِيمٌ أَحَدًا مِنْ النَّاسِ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى تُوُفِّيَ

“Aku meminta kepada Rasulullah , maka beliau pun memberiku, kemudian aku memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi, kemudian aku pun memintanya lagi, maka beliau pun memberiku lagi.

Kemudian beliau berkata: “Ya Hakim, sesungguhnya harta ini hijau lagi manis, barangsiapa yang mengambilnya dengan murah hati (penuh qona’ah), maka baginya keberkahan di dalamnya. Dan barangsiapa yang mengambilnya penuh dengan ketamakan [yakni penuh harapan untuk diberi], maka dia tidak mendapat keberkahan di dalamnya, seperti orang makan yang tidak pernah kenyang, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Hakim pun berkata: " Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa yang haq, aku tidak akan menerima pemberian seseorang dalam bentuk apapun setelah dari engkau ini hingga aku meninggalkan dunia".

Maka saat Abu Bakar menjadi kholifah dan memanggil Hakim untuk mengambil bagian (dari baitul mal), dia menolak untuk menerimanya.

Kemudian pada masa Umar, beliau memanggilnya untuk memberikan bagiannya, maka dia pun menolaknya.

Maka Umar berkata: " Wahai para kaum muslimin sungguh aku sudah menawarkan padanya (hakim) haknya dari harta Fei’ ini (harta dari Negara orang kafir yang ditaklukkan tanpa peperangan), maka dia menolak untuk menerimanya, dan Hakim tidak akan menerima apapun dari manusia setelah Rasulullah  wafat. (HR. Bukhori no. 1379 dan Muslim no. 1717)

LARANGAN MEMBISNISKAN ILMU AGAMA; KARENA BUKAN BARANG DAGANGAN

Dalilnya adalah sbb:

Pertama: Orang durhaka adalah orang yang makan dan minumnya dari hasil al-Qur'an:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah  bersabda:

"يكون خَلْفٌ من بعد السِّتِّينَ سنةً أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ثم يكون خَلْفٌ يقرؤونَ القرآنَ لا يعْدو تراقيهم ويقرأ القرآنَ ثلاثٌ مؤمنٌ ومنافقٌ وفاجرٌ ".

قال بَشِيْر: قُلْتُ للوَلِيْد: مَا هَؤلَاء الثَّلاثةُ؟ قَالَ: المُؤْمِن مُؤْمِنٌ بِه، والمُنافِقُ كَافِرٌ به، والفَاجِرُ يَأكُلُ بِهِ

Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun, mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Quran, tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka.

Saat itu yang membaca Al-Quran ada tiga macam orang, yaitu orang Mukmin, orang munafik, dan orang durhaka.

Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut: "Siapa sajakah mereka itu?"

Maka Al-Walid menjawab: "Orang Mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Quran, orang Munafiq adalah orang yang ingkar terhadap Al-Quran, sedangkan orang yang DURHAKA adalah orang yang mencari makan (nafkah) dengan Al-Quran."

[HR. Ahmad no. 11340].

Derajat Hadits:

Ibnu Katsir dalam kitab البداية والنهاية 6/233 berkata:

إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ قَوِيٌّ عَلَى شَرْطِ السُّنَنِ

"Sanad nya bagus dan kuat sesuai syarat kitab-kitab as-Sunan".

Dan Syeikh al-Albaani dalam السلسلة الصحيحة 1/520 berkata:

"رِجَالُهُ ثِقَاتٌ غَيْرُ الوَلِيدِ، فَحَدِيثُهُ يَحْتَمِلُ التَّحْسِينِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ حَالٍ شَاهِدٌ صَالِحٌ".

"Para perawinya tsiqoot [dipercaya] selain al-Wallid, maka haditsnya bisa dibawa ke derajat Hasan, dan haditst tsb bagaimana pun juga layak dan baik sebagai syahid ".

Dalam riwayat lain: Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah  bersabda:

(تَعَلَّموا القرآنَ، وَسَلُوا اللهَ بِهِ الجنَّةَ، قَبْلَ أنْ يَتعَلَّمَهُ قَوْمٌ، يَسْأَلُونَ به الدُّنْيا، فَإِنَّ القُرآنَ يَتَعَلَّمُهُ ثَلاثَةٌ: رَجُلٌ يُباهِي بِهِ، وَرَجُلٌ يَسْتَأْكِلُ بِهِ، وَرَجُلٌ يَقْرَأُهُ لله).

“Kalian Belajarlah Al-Quran dan mintalah kepada Allah surga dengannya, sebelum muncul satu kaum yang mempelajari Al-Quran untuk tujuan duniawi.

Sesungguhnya ada tiga kelompok yang mempelajari Al-Quran:

  • Seseorang yang mempelajarinya untuk berbangga diri.
  • Seseorang yang mencari makan dengannya.
  • dan seseorang yang membacanya karena Allah Subhanahu Wata’ala.”

(HR. Baihaqi dan Abu ‘Ubeid dalam kitab “فضائل القرآن”, Bab: القارئ يستأكل بالقرآن hal. 206. Hadits di sebutkan oleh Syeikh al-Baani dalam “السلسلة الصحيحة “ 1/118-119 No. 258, dan beliau berkata:

وَلِلْحَدِيثِ شَوَاهِدُ أُخْرَى تُؤَيِّدُ صِحَّتَهُ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.

“ Hadits ini memiliki syahid-syahid lain yang memperkuat keshahinnya dari jemaah para sahabat “)

NOTE: Belajar mengajar ilmu agama serta berdakwah itu masuk dalam katagori IBADAH.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

وَالصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ وَتَابِعُو التَّابِعِينَ وَغَيْرُهُمْ مِنَ الْعُلَمَاءِ الْمَشْهُورِينَ عِنْدَ الْأُمَّةِ بِالْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ إِنَّمَا كَانُوا يُعَلِّمُونَ بِغَيْرِ أُجْرَةٍ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِمْ مَنْ يُعَلِّمُ بِأُجْرَةٍ أَصْلًا. ا.هـ.

Para Sahabat, Tabi’iin, Tabi’it Tabi’iin, dan ulama lainnya yang masyhur akan keilmuannya di kalangan Umat dalam bidang ilmu Al-Qur'an, Hadits dan Fikih, sesungguhnya mereka itu mengajar tanpa upah, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengenal tentang upah dalam berdakwah sama sekali. (Baca: مختصر الفتاوى المصرية hal. 481 dan مجموع الفتاوى jilid 30 hal. 204).

Namun Para Fuqohaa telah sepekat akan bolehnya menerima tunjangan dari baitul maal (Kas Negara) atas pengajaran ilmu-ilmu syar’i yang membawa manfaat dan yang semisalnya.

Dalil ke dua: Larangan Menerima Imbalan Jasa Dari Orang Yang Diajari al-Qur'an Olehnya:

Dari Ubay bin Ka’ab (ra), berkata:

"عَلَّمْتُ رَجُلاً الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: (إِنْ أَخَذْتَهَا أَخَذْتَ قَوْسًا مِنْ نَارٍ) فَرَدَدْتُهَا".

“ Aku mengajar al-Qur’an pada seseorang, lalu dia menghadiahkan Busur panah pada ku. Maka aku menceritakannya pada Rosulullah , maka beliau bersabda: “ Jika kamu mengambilnya, maka kamu telah mengambil busur dari api neraka “. Lalu Aku mengembalikannya.

(HR. Ibnu Majah No. 2149 dan di Shahihkan oleh syeikh al-Baani dalam kitab “ إرواء الغليل “ No. 1493).

Dari Abu ad-Dardaa’ (ra), Rosulullah  bersabda:

((‌مَنْ ‌أَخَذَ ‌عَلَى ‌تَعْلِيمِ ‌الْقُرْآنِ ‌قَوْساً ‌قَلَّدَهُ ‌الله ‌مَكَانَهَا ‌قَوْساً ‌مِنْ ‌نَارِ ‌جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))

Barang siapa menerima [imbalan] Busur Panah dari Mengajar al-Qur’an, maka Allah akan mengalungkan sebagai gantinya kelak busur dari api neraka Jahannam pada hari Kiamat “.

(HR. Imam al-Baihaqi dlm “السنن الكبرى” 6/126 dan lainnya. Di shahihkan oleh Syeikh al-Baani dalam kitab “صحيح الجامع “ no. 5982 dan dalam kitab “السلسلة الصحيحة “ 1/113 no. 256)

Dari Ubadah bin ash-Shoomit RA, berkata:

" عَلَّمْتُ نَاسًا مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَيَّ رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْسًا فَقُلْتُ لَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لآتِيَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلأَسْأَلَنَّهُ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ أَهْدَى إِلَيَّ قَوْسًا مِمَّنْ كُنْتُ أُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْقُرْآنَ وَلَيْسَتْ بِمَالٍ وَأَرْمِي عَنْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قَالَ صلى الله عليه وسلم (إِنْ كُنْتَ تُحِبُّ أَنْ تُطَوَّقَ طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا)

Artinya: Aku telah mengajarkan Al Qur’an pada seseorang dari Ahli ash-Shuffah kemudian dia menghadiahiku sebuah busur (panah). Maka aku berkata:

“ Ini bukanlah harta, tetapi ini bisa digunakan untuk berjihad fii sabilillah, namun demikian aku harus menghadap dulu ke Rosulullah , aku mau menanyakannya, lalu aku mendatangi beliau , dan aku berkata pada nya:

“ Wahai Rosulullah, seseorang telah menghadiahi ku Busur panah, orang tsb salah seorang yang aku mengajarkan al-Kitab dan al-Qur’an padanya, dan ini bukan HARTA, dan aku bisa memanfaatkannya untuk berjihad di jalan Allah “.

Rosulullah  menjawab: “ Jika kau suka busur itu kelak akan dikalung kan pada dirimu dari api Neraka, maka silahkan ambil !!! “. Lalu aku pun mengembalikannya.”

Dalam lafadz riwayat Ibnu Majah:

(إِنْ سَرَّكَ أَنْ تُطَوَّقَ بِهَا طَوْقًا مِنْ نَارٍ فَاقْبَلْهَا)

"Jika engkau suka untuk dihimpit api neraka, maka terimalah."

Dalam lafadz lain:

(جَمْرَةٌ بَيْنَ كَتِفَيْكَ تَقَلَّدْتَهَا أَوْ تَعَلَّقْتَهَا)

“ Itu Bara Api diantara dua pundakmu, kamu telah melingkarkannya atau kamu mengalungkannya “.

[HR. Imam Ahmad No. 21632, Abu Daud no. 2964 dan Ibnu Majah No. 2148].

Di Shahihkan oleh al-Haakim dan Syeikh al-Baani dlm “سلسلة الأحاديث الصحيحة” 1/115, Shahih Abu Daud no. 3416 dan dalam Shahih Turmudzi “.

Dalil ke tiga: Hadits peringatan terhadap orang yang mendahulukan upah duniawi dalam membaca al-Qur'an dari pada pahala akhirat:

Dari Sahal bin Sa’ad as-Saa’idi, berkata:

" خرج علينا رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوماً ونحن نقريء فقال: الحمدُ لله، كتابُ الله واحدٌ، وفيكم الأحْمَرُ وفيكم الأبْيَضُ وفيكم الأسْوَد اقْرَؤوهُ قَبْل أنْ يَقْرَأَهُ أقْوامٌ يُقيمُونَهُ كما يُقَوَّمُ السَّهْمُ يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ ولا يتَأجَّلُهُ ".

“ Pada suatu hari Rosulullah  keluar menemui kami, dan saat itu kami sedang membaca al-Qur’an, maka beliau  bersabda: “ Al-Hamdulillah, Kitab Allah satu, sementara di dalam kalian ada yang berkulit merah, berkulit putih dan berkulit hitam (Yakni ada etnis Arab dan Non Arab), bacalah kalian al-Quran sebelum adanya kaum-kaum membaca al-Qur’an, mereka menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni mereka memperbagus bacaannya), namun dia mempercepat upahnya (di dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).

(HR. Abu Daud 1/220 No. 831. Di Shahihkan oleh Syeikh al-Baani dlm Shohih Abu Daud 1/157 No. 741, beliau berkata: Hasan Shahih).

Penjelasan hadits ini:

قوله: "يقيمونه كما يُقَوَّمُ السَّهم" أي: يُحَسِّنون النُّطق به. وقوله: "يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ ولا يَتَأَجَّلُهُ" أي: يَطْلُبُ بِذَلِكَ أَجْرَ الدُّنْيَا مِنْ مَالٍ وَجَاهٍ وَمَنْصِبٍ، وَلا يَطْلُبُ بِهِ أَجْرَ الْآخِرَةِ.

Ucapan-Nya: "يقيمونه كما يُقَوَّمُ السَّهم" artinya: Mereka memperbaiki cara mengucapkannya. Dan ucapan-Nya: "يَتَعَجَّلُ أَجْرَهُ وَلا يَتَأَجَّلُهُ" artinya: Mereka mencari dengan itu pahala dunia berupa harta, kedudukan, dan jabatan, dan mereka tidak mencari dengan itu pahala akhirat. [Referensi: Jami' al-Usul, oleh Ibnu Athir (2/450-451).]

Riwayat lain: Dari Jabir bin Abdullah, berkata:

دَخَلَ النَّبي صلى الله عليه وسلم المسجدَ، فإذا فيه قومٌ يَقرَؤُونَ القُرآنَ، قال: " اقْرَؤُوا القُرآنَ، وابْتَغُوا به اللهَ مِن قَبْلِ أن يَأتِيَ قَوْمٌ يُقِيمونَه إِقَامَةَ القِدْحِ، يَتَعَجَّلُونَه ولا يَتَأَجَّلُونَه".

Nabi  masuk masjid, dan ternyata di dalamya terdapat orang-orang yang sedang baca al-Qur’an.

Beliau  bersabda: “ Bacalah kalian al-Qur’an, dan dengannya semata-mata karena mengharapkan Allah, sebelum datangnya kaum yang menetapkannya seperti anak panah yang diluruskan (yakni mereka memperbagus bacaanya), namun dia mempercepat upahnya (di dunia) dan tidak menundanya (untuk akhirat).

(HR. Imam Ahmad 3/357 dan Abu Daud 1/220 No. 831. Di Shahihkan oleh Syeikh al-Baani dlm Shohih Sunan Abu Daud 1/156 no. 740.

Muhammad Syamsul haq al-Adziim Aabadi dalam kitabnya “عون المعبود” 3/42 berkata:

فَقَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ مَجِيءِ أُقَوَّامٍ بَعْدَهُ يُصَلِّحُونَ أَلْفَاظَ الْقُرْآنِ وَكَلِمَاتِهِ وَيَتَكَلَّفُونَ فِي مَرَاعَاةِ مَخَارِجِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا يُقَامُ الْقِدْحُ - وَهُوَ السَّهْمُ قَبْلَ أَنْ يُعَمَّلَ لَهُ رِيشٌ وَلَا نَصْلٌ - وَالْمَعْنَى: أَنَّهُمْ يُبَالِغُونَ فِي عَمَلِ الْقِرَاءَةِ كَمَالَ الْمُبَالَغَةِ؛ لِأَجْلِ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ وَالْمُبَاهَاةِ وَالشُّهْرَةِ. أَيُّهَا الْإِخْوَةُ الْكَرَامُ.. هَؤُلَاءِ تَعَجَّلُوا ثَوَابَ قِرَاءَتِهِمْ فِي الدُّنْيَا وَلَمْ يَتَأَجَّلُوهُ بِطَلَبِ الْأَجْرِ فِي الْآخِرَةِ، إِنَّهُمْ بِفَعْلِهِمْ يُؤْثِرُونَ الْعَاجِلَةَ عَلَى الْآجِلَةِ وَيَتَأَكَّلُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ هِجْرِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، فَبِئْسَ مَا يَصْنَعُونَ.

Maka sungguh Nabi  telah mengkabarkan: bahwa sesudahnya akan munculnya kaum-kaum yang memperbagus lafadz-lafadz dalam membaca al-Quran dan kalimat-kalimatnya, bahkan berlebihan di dalam memperhatikan makhroj-makhroj dan sifat-sifat dari huruf-huruf al-Quran, seperti halnya orang yang memperbagus atau meluruskan batang panah sebelum di pasangkan bulu-bulu dan besi tajam diujungnya.

Maksudnya: Mereka sangat berlebihan di dalam mempercantik dan menyempurnakan bacaan al-Quran dengan tujuan agar mendapatkan sanjungan dari manusia, popularitas, berbangga-banggaan dan ketenaran.

Wahai para ikhwan yang mulia, mereka adalah orang-orang yang tergesa-gesa untuk mendapatkan upah bacaan al-Qurannya di dunia, mereka tidak sabar menundanya untuk mendapatkan pahala di akhirat.

Sesungguhnya perbutan mereka itu adalah sama dengan mengutamakan dunia dari pada akhirat, dan mereka makan dan minumnya dengan Kitab Allah Ta’la. Dan ini adalah jenis perbuatan meng hajer / MEMBOIKOT al-Quran yang paling dahsyat, maka ini adalah sebusuk-busuknya yang mereka lakukan. (Baca: “عون المعبود شرح سنن أبي داود” 3/42).

Dalil ke 4: Hadits larangan terima uang tips atau upah Jasa baca al-Qur'an:

Hadits Imran bin Hushain (ra): bahwa Rasulullah  bersabda:

« مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيْ أَقْوَامٌ يَقْرَءُوْنَ القرآنَ وَيَسْأَلُوْنَ بِهِ النَّاسَ ».

Artinya: " Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan Al Quran itu".

(HR. Ahmad, Turmudzi, Ibnu Abi Syaibah, Thabrani, Baihaqi dalam Syuabul Iman. Lihat: Al Jami' Al Kabir).

Hadits ini di sahihkan oleh Al-Albaani dalam kitab-kitabnya: Islahus Saajid hal. 106, silsilah sahihan 1/461, sahih Targhib no. 1433, dan lainnya).

Dan masih dari Imran bin Hushain (ra):

‏" أَنَّهُ مَرَّ عَلَى قَارِئٍ ‏ ‏يَقْرَأُ الْقُرْآنَ ثُمَّ يَسَأَلَ النَّاسَ بِهِ فَاسْتَرْجَعَ عِمرانُ ، ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ‏ ‏يَقُولُ: " ‏مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ ".

“Suatu ketika ia melewati seorang qori sedang membaca Al-Qur'an, kemudian setelah membacanya meminta (upah) kepada orang-orang, maka Imran ber istirja’ (Yakni berkata: Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Rooji’uun dan menyuruhnya untuk mengembalikan), dan berkata: Aku mendengar Rosulullah  bersabda:

" Barangsiapa membaca Al Quran maka hendaknya ia memohon kepada Allah dengan Al Quran itu, karena suatu saat akan datang sekelompok kaum yang membaca Al Quran lalu mereka meminta (upah) kepada manusia dengan (bacaan) Al Quran itu ".

(HR. Turmudzi no. 2917 dan beliau berkata: " Hadits Hasan ". Dan Syeikh Al-Albaani dalam sahih Targhib 2/80 no. 1433 mengatakan: " Sahih karena ada yang lainnya ". Dan dalam Sahih wa Dloif al-Jami' no. 11413 serta Shahih wa Dloif Sunan Turmudzi 6/417 no. 2917 beliau mengatakan: " Hasan ".

Syarah Hadits: Al-Mubaarokfuury dalam syarah Sunan Tirmidzi berkata:

قَوْلُهُ (يَقْرَأُ) أَيْ: يَقْرَأُ الْقُرْآنَ.

وَقَوْلُهُ: (ثُمَّ سَأَلَ) أَيْ: طَلَبَ الْقَارِئُ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا مِنَ الرِّزْقِ لِقِرَاءَتِهِ الْقُرْآنَ.

وَقَوْلُهُ: (فَاسْتَرْجَعَ) أَيْ: قَالَ عِمْرَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ﴿ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴾ [البَقَرَةِ: 156]؛ لِابْتِلَاءِ الْقَارِئِ بِهَذِهِ الْمُصِيبَةِ، وَهِيَ سُؤَالُ النَّاسِ بِالْقُرْآنِ، أَوْ لِابْتِلَاءِ عِمْرَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - بِمُشَاهَدَةِ هَذِهِ الْحَالَةِ الشَّنِيعَةِ، وَهِيَ مِنْ أَعْظَمِ الْمُصِيبَاتِ.

Sabda-nya: (membaca), yaitu dia membaca Al-Qur’an.

Dan sabdanya: (Kemudian dia meminta) artinya: Qoori itu meminta rizki dari orang-orang karena dia telah membaca Al-Qur'an.

Dan sabdanya: (Maka dia meminta untuk mengembalikannya) artinya: Imran radhiyallahu ‘anhu berkata: “ Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali” [Al-Baqarah: 156].

Dia berkata demikian karena perbuatan itu adalah bala [bencana] yang menimpa Qoori.

Atau karena Imran – semoga Allah meridhoinya – merasa menderita ketika menyaksikan situasi sangat keji ini, yang mana perbuatan tsb merupakan salah satu bencana dan musibah terdahsyat. [Baca: تحفة الأحوذي بشرح جامع الترمذي 8/235].

Ibnu al-Malak al-Hanafi rahimahullah berkata: 

قَوْلُهُ: «مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ» أَيْ: فَلْيَطْلُبْ مِنَ اللَّهِ بِالْقُرْآنِ مَا شَاءَ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، لَا مِنَ النَّاسِ.

“Sabda Nabi : *“Barang siapa membaca Al-Qur’an, hendaklah ia meminta kepada Allah dengannya”*, maksudnya adalah hendaklah ia meminta kepada Allah dengan Al-Qur’an apa saja yang ia kehendaki dari urusan dunia dan akhirat, bukan kepada manusia”. [Lihat : Syarah al-Mashoobih karya Ibnu al-Malak 3/64].

Mulla Ali al-Qari rahimahullah berkata: 

«مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ» أَيْ: فَلْيَطْلُبْ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى بِالْقُرْآنِ مَا شَاءَ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، لَا مِنَ النَّاسِ. 

أَوِ الْمُرَادُ: أَنَّهُ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ فَلْيَسْأَلْهَا مِنَ اللَّهِ تَعَالَى، أَوْ بِآيَةِ عُقُوْبَةٍ فَيَتَعَوَّذْ إِلَيْهِ بِهَا مِنْهَا. 

وَإِمَّا بِأَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَقِيبَ الْقِرَاءَةِ بِالْأَدْعِيَةِ الْمَأْثُوْرَةِ، وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ الدُّعَاءُ فِي أَمْرِ الْآخِرَةِ، وَإِصْلَاحِ الْمُسْلِمِيْنَ فِي مَعَاشِهِمْ وَمَعَادِهِمْ.

 Sabda Nabi : *“Barang siapa membaca Al-Qur’an, hendaklah ia meminta kepada Allah dengannya”*, maksudnya adalah hendaklah ia meminta kepada Allah Ta’ala dengan Al-Qur’an apa saja yang ia kehendaki dari urusan dunia dan akhirat, bukan kepada manusia. 

Atau maksudnya: apabila ia melewati ayat rahmat, maka hendaklah ia memohonnya kepada Allah Ta’ala, atau jika melewati ayat siksaan, maka hendaklah ia berlindung kepada-Nya darinya. 

Atau bisa juga maksudnya adalah berdoa kepada Allah setelah membaca Al-Qur’an dengan doa-doa yang diajarkan dalam syariat. Hendaknya doa itu berkaitan dengan urusan akhirat serta kebaikan kaum muslimin dalam kehidupan dunia dan akhirat mereka. 

(*Marqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih*, 4/1513)

Dalil ke lima: Larangan Terima Upah Dakwah, Ceramah Agama Dan Mengajar Ilmu Agama:

Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Syinqithi dalam kitabnya “ أضواء البيان “ ketika menafsiri surat Hud: 29, berkata:

قَوْلُهُ تَعَالَى: { وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ } ذَكَرَ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَنْ نَبِيِّهِ نُوحٍ عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَنَّهُ أَخْبَرَ قَوْمَهُ أَنَّهُ لَا يَسْأَلُهُمْ مَالًا فِي مُقَابَلَةِ مَا جَاءَهُمْ بِهِ مِنَ الْوَحْيِ وَالْهُدَى، بَلْ يَبْذُلُ لَهُمْ ذَلِكَ الْخَيْرَ الْعَظِيمَ مُجَانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ أَجْرَةٍ فِي مُقَابَلَتِهِ، وَبَيَّنَ فِي آيَاتٍ كَثِيرَةٍ: أَنَّ ذَلِكَ هُوَ شَأْنُ الرُّسُلِ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ.

Firman Allah Ta’aalaa: Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kalian (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah “.

Allah Yang Maha Kuasa menyebutkan dalam ayat mulia ini tentang Nabinya Nuh 'alaihis salam, bahwa dia memberi tahu kaumnya bahwa dia tidak meminta harta kepada mereka sebagai imbalan atas apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dari wahyu dan hidayah. Sebaliknya, kebaikan yang agung itu disampaikan kepada mereka secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran sebagai imbalannya. Dan Allah menjelaskan dalam banyak ayat: bahwa Itu adalah berlaku pada semua dakwah para Rasul 'alaihimus salaam.

Seperti yang Allah firmankan dalam Surat Saba tentang Nabi kita :

{قُلْ مَا سَأَلْتُكُم مِّنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ}

" Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak minta upah kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanyalah dari Allah” (QS. Saba: 47).

Kemudian Asy-Syeikh Muhammad al-Amiin Asy-Sying-qithi menyebutkan ayat-ayat seperti yang di atas, lalu berkata:

وَيُؤْخَذُ مِنْ هَذِهِ الْآيَاتِ الْكَرِيمَةِ: أَنَّ الْوَاجِبَ عَلَى أَتْبَاعِ الرُّسُلِ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَغَيْرِهِمْ أَنْ يَبْذُلُوا مَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ مُجَانًا مِنْ غَيْرِ أَخْذِ عَوْضٍ عَلَى ذَلِكَ، وَأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَخْذُ الْأَجْرَةِ عَلَى تَعْلِيمِ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَا عَلَى تَعْلِيمِ الْعَقَائِدِ وَالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ". انتَهَى.

" Diambil dari ayat-ayat luhur ini: Tugas para pengikut Rasul dari kalangan ulama dan lain-lain adalah memberikan ilmunya secara cuma-cuma tanpa memungut bayaran untuk itu, dan tidak lah layak mengambil upah atas pengajaran Kitab Allah Azza wa Jalla, begitu juga atas mengajar ilmu tentang aqidah dan hukum tentang halal dan haram “. (Selesai).

Posting Komentar