KRONOLOGI TRAGEDI KARBALA DAN SYAHID-NYA
HUSEIN BIN ALI (RA). LALU SIAPAKAH PEMBUNUHNYA?
Oleh: Kang Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
DAFTAR ISI:
- PENDAHULUAN
- KRONOLOGI TRAGEDI SYAHIDNYA HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu)
- SEBELUM KEPERGIAN HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu) KE IRAK
- POSISI YAZID BIN MU’WIYAH DALAM PERISTIWA INI
- KEPALA HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu):
- BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PERISTIWA KARBALA?
- SIAPAKAH YANG MEMBUNUH HUSAIN (radhiyallahu ‘anhu)?
*****
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
===***===
PENDAHULUAN
Dia adalah cucu Rasulullah ﷺ dari putrinya Fatimah Az-Zahra (radhiyallhu ‘anha), yang menjadi bunga rampai dunia. Dia adalah putra Amirul Mukminin Ali (radhiyallahu ‘anhu), saudara dari khalifah kelima, Al-Hasan radhiyallhu ‘anhu. Ia bersama saudaranya, adalah pemuda-pemuda surga. Ia adalah salah satu ksatria Islam yang berpartisipasi dalam penaklukan wilayah-wilayah Islam. Ia adalah salah satu bangsawan dari suku Quraisy, dan keturunannya berasal dari Bani Hasyim, yang termulia di antara suku Arab. Ia memiliki kemiripan fisik yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ, sedangkan saudaranya, Al-Hasan (radhiyallahu ‘anhu), memiliki wajah yang paling mirip dengan Rasulullah ﷺ. Dialah seorang yang syahid nan pahlawan, Al-Husain (radhiyallahu ‘anhu).
Kisah tragedi tentang syahidnya Al-Husain (radhiyallahu ‘anhu) adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah umat ini. Tidak hanya karena itu adalah kejahatan besar di mana cucu Rasulullah ﷺ dibunuh secara zalim, tetapi juga karena peristiwa ini menjadi isu terbesar yang diperdagangkan selama ratusan tahun, kadang-kadang karena motif agama, dan sebagian besar karena motif politik. Bahkan beberapa kelompok Abbasiyah yang memanfaatkan peristiwa ini untuk menjatuhkan penguasa Bani Umayyah, kemudian setelah itu kelompok Abbasiyah berperang melawan keturunan Al-Hasan dan Al-Husain yang merupakan sekutu mereka dalam penggulingan kekuasaan Umayyah.
Dengan demikian, peristiwa Al-Husain menjadi salah satu isu yang paling sering digunakan oleh para penjajah sejarah untuk memecah belah umat ini, mencemari sejarahnya secara keseluruhan, dan menarik pemuda-pemuda Muslim dengan emosi mereka sehingga akhirnya meragukan prinsip-prinsip agama ini, memanfaatkan banyak ketidaktahuan mereka tentang kenyataan pahit dari peristiwa ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan mencoba menceritakan kisah sebenarnya tentang syahidnya pemuda pilihan ahli surga, Al-Husain, semoga Allah meridhainya, tidak hanya untuk memahami aspek-aspek sejarahnya yang penting, tetapi juga untuk membela pahlawan besar kita, Al-Husain, menghadapi penjajah sejarah.
Kisah syahidnya Al-Husain, semoga Allah
meridhainya, terkait dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Setelah terjadinya fitnah di kalangan umat Muslim antara Ali dan Muawiyah,
semoga Allah meridhainya keduanya, dan banyaknya yang mati terbunuh di kalangan
umat Islam karena fitnah tersebut, akhirnya kalimat umat Muslim kembali bersatu
setelah Amirul Mukminin Al-Hasan, semoga Allah meridhainya, melepaskan
kekhalifahannya demi kemashlahatan Muawiyah bin Abi Sufyan, semoga Allah
meridhainya. Umat Muslim pun kembali bersatu dan pergerakan penyebaran Islam
pun kembali bangkit di berbagai penjuru dunia. Untuk pertama kalinya dalam
sejarah perseteruan antara umat Muslim dengan Kekaisaran Romawi, khalifah
Muslim mengirimkan pasukan besar untuk menyerang ibu kota Romawi,
Konstantinopel, dan tanda-tanda negara Islam mulai muncul dengan jelas di
panggung peristiwa.
===***===
KRONOLOGI TRAGEDI SYAHIDNYA HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu)
Pada saat itu, Khalifah Muawiyah bin
Abi Sufyan mengangkat putranya, Yazid bin Muawiyah, sebagai pewaris tahta.
Banyak dari sisa sahabat dan tabi'in memberikan baiat kepada Yazid, namun
sebagian lain dari para sahabat menolak untuk memberikan baiat, di antaranya
adalah Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Al-Husain bin Ali, Abdullah bin
Az-Zubair, dan Abdurrahman bin Abu Bakr, semoga Allah meridhainya semuanya.
Ketika Muawiyah (radhiyallahu ‘anhu)
mendekati ajalnya, dia mengirimkan wasiat kepada putranya Yazid, mendesaknya
pertama-tama untuk menjaga keamanan di seluruh wilayah kaum Muslimin.
Ibnu Katsir, seorang ahli sejarah besar
dalam Islam, meriwayatkan isi wasiat tersebut dalam kitabnya "Al-Bidayah
wa An-Nihayah" 11/645. Dalam riwayat itu disebutkan:
أَنَّ مُعَاوِيَةَ
أَوْصَى خَلِيْفَتَهُ يَزِيْدَ وَقَالَ لَهُ: وَاعْرِفْ شَرَفَ أَهْلِ
الْمَدِيْنَةِ وَمَكَّةَ فَإِنَّهُمْ أَصْلُكَ وَعَشِيْرَتُكَ، وَاحْفَظْ لِأَهْلِ
الشَّامِ شَرَفَهُمْ، فَإِنَّهُمْ أَنْصَارُكَ وَحُمَاتُكَ وَجُنْدُكَ الَّذِيْنَ
بِهِمْ تَصُوْلُ وَتَنْتَصِرُ عَلَى أَعْدَائِكَ، وَتَصِلُ إِلَى أَهْلِ
طَاعَتِكَ.
Bahwa Muawiyah berpesan kepada
khalifahnya yang akan datang, Yazid, dengan kata-kata: "Kenalilah
kehormatan penduduk Madinah dan Mekah, karena mereka adalah asalmu dan
suku-sukumu. Dan jaga kehormatan penduduk Syam, karena mereka adalah
pendukungmu, pelindungmu, dan pasukanmu yang membantumu dalam menghadapi
musuh-musuhmu, dan dengan mereka engkau menggapai penduduk yang patuh
padamu."
Dan di dalam wasiat itu juga, menurut
riwayat Ibnu Katsir [ al-Bidayah 11/392] disebutkan:
أَنَّ مُعَاوِيَةَ
أَوْصَى رَجُلَيْنِ أَنْ يُبْلِغَا السَّلَامَ لِيَزِيْدَ، وَأَنْ يَقُوْلاَ لَهُ:
تُوْصِي بِأَهْلِ الْحِجَازِ، وَإِنْ سَأَلَهُ أَهْلُ الْعِرَاقِ فِي كُلِّ يَوْمٍ
أَنْ يَعْزِلَ عَنْهُمْ عَامِلاً وَيُوَلِّي عَلَيْهِمْ عَامِلاً فَلْيَفْعَلْ،
فَعَزَلَ وَاحِدًا أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَنْ يُسِلَّ عَلَيْكَ مَائَةَ أَلْفِ
سَيْفٍ، وَأَنْ يَتُوْصَى بِأَهْلِ الشَّامِ، وَأَنْ يَجْعَلَهُمْ أَنْصَارَهُ،
وَأَنْ يَعْرِفَ لَهُمْ حَقَّهُمْ.
وَأَضَافَ
مُعَاوِيَةُ فِي وَصِيَّتِهِ لِيَزِيْدَ: "وَلَسْتُ أَخَافُ عَلَيْكَ مِنْ
قُرَيْشٍ سَوَى ثَلاثَةٍ، الْحُسَيْنِ، وَابْنِ عُمَرَ، وَابْنِ الزُّبَيْرِ،
فَأَمَّا ابْنُ عُمَرَ فَقَدْ وَقَدَّتْهُ الْعِبَادَةُ، وَأَمَّا الْحُسَيْنُ
فَرَجُلٌ ضَعِيْفٌ وَأَرْجُوْ أَنْ يَكْفِيكَهُ اللهُ تَعَالَى بِمَنْ قَتَلَ
أَبَاهُ وَخَذَلَ أَخَاهُ، وَإِنَّ لَهُ رَحِمًا مَاسَةً وَحَقًّا عَظِيْمًا،
وَقُرَابَةً مِنْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا أَظُنُّ
أَهْلَ الْعِرَاقِ تَارِكِيْهِ حَتَّى يَخْرُجُوْهُ، فَإِنْ قَدِرْتَ عَلَيْهِ
فَاصْفَحْ عَنْهُ فَإِنِّي لَوْ صَاحِبْتُهُ عَفَوْتُ عَنْهُ".
Bahwa Muawiyah mewasiatkan dua orang
untuk menyampaikan salam kepada Yazid, dan agar mereka berdua mengatakan
kepadanya: 'Berbuat baiklah terhadap penduduk Hijaz, dan jika penduduk Irak
meminta untuk mengganti pegawai mereka, maka gantilah pegawai itu dengan
pegawai yang lebih baik. Memecat satu orang lebih baik bagimu daripada ratusan
pedang terhunus, dan wasiatkanlah baik-baik terhadap penduduk Syam dan jadikan
mereka sebagai pendukungmu dan kenalilah hak-hak mereka.'
Muawiyah menambahkan dalam wasiatnya
kepada Yazid:
'Aku hanya khawatirkan tiga orang dari
kalangan Quraisy, yaitu Al-Husain, Ibnu Umar, dan Ibnu Az-Zubair. Adapun
tentang Ibnu Umar, maka ibadah telah membentuknya. Adapun tentang Al-Husain, ia
adalah seorang yang lemah dan aku harap Allah akan mencukupimu dengannya dengan
orang yang membunuh ayahnya dan mengkhianati saudaranya. Padahal ia memiliki
hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Aku tidak berpikir bahwa penduduk Irak akan meninggalkannya sehingga ia
keluar dari situ. Jika kamu mampu berlaku baik terhadapnya, maka maafkanlah
dia. Aku jika berada di tempatmu pasti akan memaafkannya.'" [Selesai
Kutipan dari Ibnu Katsir]
Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin
Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum
berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-orang Irak mengirimkan utusan
kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya:
“Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid
bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah,
Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali
dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam “.
Melalui utusan tersebut sampailah 500
pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.
Setelah surat itu sampai di Mekah,
Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya,
Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim
di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi
khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat
itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah.
Kabar ini akhirnya sampai ke telinga
Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan, Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah
bin Ziyad menuju Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam
pemberontakan penduduk Kufah terhadap otoritas kekhalifahan. Saat Ubaidullah
bin Ziyad tiba di Kufah, masalah ini sudah sangat memanas. Ia terus menanyakan
perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani’ bin Urwah adalah
sebagai tempat berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil
tinggal.
Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan
menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan
langsung dari Hani’ bin Urwah walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala
kabar yang beredar.
Dengan berani dan penuh tanggung jawab
terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan Nabi), Hani’ bin Urwah
mengatakan, “Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil) bersembunyi di kedua
telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya kepadamu!” Ubaidullah
lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.
Mendengar kabar bahwa Ubaidullah
memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil bersama 4000 orang yang
membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Pengepungan itu terjadi di
siang hari.
Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman
Muslim dengan mengatakan akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata
gertakan Ubaidullah membuat takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun
berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang
saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa
Muslim bin Aqil seorang diri.
Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah
memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk
mengirim surat kepada Husein, keinginan terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah
bin Ziyad.
Isi surat Muslim kepada Husein adalah:
"ارْجِعْ بِأَهْلِكَ،
وَلَا يُغْرِنَّكَ أَهْلُ الْكُوفَةِ، فَإِنَّ أَهْلَ الْكُوفَةِ قَدْ كَذَبُوكَ
وَكَذَّبُونِي، وَلَيْسَ لِكَاذِبٍ رَأْيٌ"
“Pergilah, pulanglah kepada keluargamu!
Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah
berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki
pandangan (untuk mempertimbangkan masalah)”.
Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal
saat itu adalah hari Arafah.
Husein berangkat dari Mekah menuju
Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi menasihatinya agar tidak pergi
ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri, Abdullah bin Amr, saudara tiri
Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.
Abu Said al-Khudri (radhiyallahu
‘anhu) mengatakan,
يَا أَبَا عَبْدِ
اللَّهِ إِنِّي لَكَ نَاصِحٌ وَإِنِّي عَلَيْكُم مُشَفِّقٌ، قَدْ بَلَغَنِي
أَنَّهُ كَاتِبُكُمْ قَوْمٌ مِنْ شِيعَتِكُم بِالْكُوفَةِ يَدْعُونَكَ إِلَى
الْخُرُوجِ إِلَيْهِمْ، فَلَا تَخْرُجْ إِلَيْهِمْ فَإِنِّي سَمِعْتُ أَبَاكَ
يَقُولُ فِي الْكُوفَةِ: وَاللَّهِ لَقَدْ مَلَلْتُهُمْ وَأَبْغَضْتُهُمْ
وَمَلُّونِي وَأَبْغَضُونِي وَمَا يَكُونُ مِنْهُمْ وَفَاءً قَطُّ، وَمَنْ فَازَ
بِهِمْ فَازَ بِالسَّهْمِ الْأَخِيبِ، وَاللَّهِ مَا لَهُمْ نِيَّاتٌ وَلَا عَزِمٌ
عَلَى أَمْرٍ وَلَا صَبْرٌ عَلَى سَيْفٍ.
“Sesungguhnya aku adalah seorang
penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa
orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat
kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau
pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib-
mengatakan tentang penduduk Kufah:
‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga
mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji
sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu permasalahan
(mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar
ketika menghadapi pedang (penakut pen.)’. [Arsyif Multaqo Ahlil
Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/867]
Abdullah bin Zubair (radhiyallahu ‘anhu)
berkata kepada Husain (radhiyallahu ‘anhu):
"أَيْنَ تَذْهَبُ؟!
تَذْهَبُ إِلَى قَوْمٍ قَتَلُوا أَبَاكَ وَطَعَنُوا أَخَاكَ لَا تَذْهَبُ"
"Ke mana engkau pergi? Engkau akan
pergi kepada suatu kaum yang telah membunuh ayahmu dan menusuk saudaramu.
Jangan pergi!" Namun Husain tidak mau kecuali untuk keluar. [Arsyif
Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/866]
Imam Asy-Sya'bi berkata:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَكَّةَ فَبَلَغَهُ أَنَّ الْحُسَيْنَ قَدْ تَوَجَّهَ
إِلَى الْعِرَاقِ فَلَحَقَهُ عَلَى مُسَيَّرَةِ ثَلَاثِ لَيَالٍ فَقَالَ: أَيْنَ
تُرِيدُ؟ قَالَ: الْعِرَاقَ، وَأَخْرَجَ لَهُ الْكُتُبَ الَّتِي أُرْسِلَتْ مِنَ
الْعِرَاقِ يُعْلِنُونَ أَنَّهُم مَعَهُ وَقَالَ: هَذِهِ كُتُبُهُمْ
وَبُيِّعَتْهُمْ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: " إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا، إِنَّ
جِبْرِيلَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَيَّرَهُ بَيْنَ
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَاخْتَارَ الْآخِرَةَ وَلَمْ يُرِدِ الدُّنْيَا
وَإِنَّكَ بِضْعَةٌ مِنْهَا، وَاللَّهُ لَا يَلِيهَا أَحَدٌ مِنْكُمْ أَبَدًا،
وَمَا صَرَفَهَا اللَّهُ عَنْكُمْ إِلَّا لِلَّذِي هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ، فَأَبَى
أَنْ يَرْجِعَ فَاعْتَنَقَهُ ابْنُ عُمَرَ وَبَكَى وَقَالَ: "أُسْتُودِعُكَ
اللَّهَ مِنْ قَتِيلٍ".
Ibnu Umar (semoga Allah meridhainya)
berada di Makkah ketika dia mendapatkan kabar bahwa Husain telah menuju ke
Irak. Maka dia mengejarnya selama tiga malam perjalanan. Ketika sampai, dia
bertanya, "Kemana engkau pergi?"
Husain menjawab, "Ke Irak."
Lalu Husein memperlihatkan kepadanya surat-surat yang telah dikirim dari Irak
yang menyatakan dukungan mereka terhadap dirinya. Dia berkata: "Inilah
surat-surat dan bukti kesetiaan mereka."
Abdullah bin Umar (radhiyallahu ‘anhu) berkata:
“Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang
kepada Nabi ﷺ. Kemudian memberikan dua
pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan
tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah
Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal,
kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”.
Husein tetap enggan membatalkan
keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis dan memeluknya, lalu
mengatakan: “Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan”. [Arsyif Multaqo
Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 196/867]
Setelah meneruskan keberangkatannya,
datanglah kabar kepada Husein tentang tewasnya Muslim bin Aqil.
Husein pun sadar bahwa keputusannya ke
Irak keliru, dan ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak
Muslim mengatakan,
“Janganlah engkau pulang, sampai kita
menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami”.
Karena menghormati Muslim dan berempati
terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya tetap berangkat menuju Kufah dengan
tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh Muslim.
Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin
Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-Tamimi dengan membawa 1000 pasukan
untuk menghadang Husein agar tidak memasuki Kufah.
Bertemulah al-Hurru dengan Husein di
Qadisiyah, ia mencoba menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein
mengatakan,
“Celakalah ibumu, menjauhlah dariku”.
Al-Hurru menjawab: “Demi Allah, kalau
saja yang mengatakan itu adalah orang selainmu akan aku balas dengan
menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan aku katakan kepadamu, ibumu
adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu ‘anha”.
Saat Husein menginjakkan kakinya di
daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya yang dikirim oleh Ubaidullah bin
Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad.
Husein mengatakan: “Apa nama tempat
ini?”
Orang-orang menjawab: “Ini adalah
daerah Karbala.”
Kemudian Husein menanggapi: “Karbun (musibah)
dan balaa’ (bencana).”
Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat
besar, Husein (radhiyallahu ‘anhu) menyadari tidak ada peluang
baginya. Lalu ia mengatakan:
“Aku ada dua alternatif pilihan,
(1) kalian mengawal (menjamin
keamananku) pulang atau
(2) kalian biarkan aku pergi menghadap
Yazid di Syam.
Sementara al-Hafidz Ibnu Katsir dalam
al-Bidayah (9/242) menyebutkan bahwa al-Husein menawarkan tiga alternatif:
وَطَلَبَ مِنْهُمْ
الحُسَيْنُ إحدَى ثَلاثٍ، إمَّا أَنْ يَدْعُوهُ يَرْجِعُ مِنْ حَيْثُ جَاءَ،
وَإِمَّا أَنْ يَذْهَبَ إِلَى ثُغْرٍ مِنَ الثُّغُورِ فَيُقَاتِلَ فِيهِ، أَوْ
يَتْرُكُوهُ حَتَّى يَذْهَبَ إِلَى يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَّةَ فَيَضَعُّ يَدَهُ
فِي يَدِهِ، فَيَحْكُمَ فِيهِ بِمَا شَاءَ".
“al-Husein meminta untuk dirinya salah
satu dari tiga alternatif:
(1) mereka membiarkannya pulang ke tempat asal.
(2) membiarkannya pergi ke perbatasan
antara negeri Islam dan Negeri Kafir harbi untuk berjihad.
(3) atau membiarkan dirinya menghadap
Yazid bin Mu’awiyah, maka dia berbaiat kepadanya, lalu silahkan dia memvonis
hukum pada dirinya sesuai yang ia kehendaki “.
Umar bin Saad menjawab: Engkau pergi
menghadap Yazid, tapi sebelumnya engkau akan menghadap Ubaidullah bin Ziyad
terlebih dahulu.
Akan tetapi permintan Hussein ditolak,
dan pada akhirnya mereka bersikeras agar Hussain menyerahkan dirinya kepada
Ubaidullah bin Ziyad, dan dia harus ridho dengan aturan Ubaidullah bin Ziyad
sesuai dengan apa yang dia inginkan, sehingga pahlawan Islam yang agung Hussein
bin Ali menolak untuk diatur-atur nasibnya oleh mereka, dan orang-orang dari
Bani Hasyim tidak mengenal makna tawanan sebelum Islam datang.
Maka Al-Hussein berkata:
"لَا وَاللهِ لَا أَنزِلُ
عَلَى حُكْمِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ زِيَادٍ أَبَدًا".
"Tidak, demi Allah, saya tidak mau
mengikuti aturan Ubaidullah bin Ziyad."
Dan jumlah mereka yang bersama Husein
adalah tujuh puluh dua pasukan berkuda , sementara pasukan yang bersama Ibnu
Ziyad jumlahnya lima ribu, dan ketika kedua pasukan berdiri berhadapan, Husain
berkata kepada pasukan Ibnu Ziyad::
"رَاجِعُوا أَنفُسَكُمْ
وَحَاسِبُوهَا، هَلْ يَصِلُحُ لَكُمْ قِتَالُ مِثْلِي؟ وَأَنَا ابْنُ بِنْتِ
نَبِيِّكُمْ، وَلَيْسَ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ ابْنُ بِنْتِ نَبِيٍّ غَيْرِي،
وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِي وَلِأَخِي:
"هَذَانِ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ"."
“Cobalah kalian introspeksi pada diri
kalian dan coba kalian pertimbangkanlah lagi ! apakah cocok dan baik bagi
kalian untuk memerangi orang seperti aku? Dan aku adalah putra dari putri
Nabi-kalian, dan tidak ada di muka bumi seorang putra dari putri Nabi selain
aku, dan Rasulullah ﷺ berkata kepadaku dan
saudaraku:
هذَان سَيِّدًا
شَبابِ أهلِ الجَنَّةِ
“Dua anak ini pimpinan para pemuda ahli
surga “.
Beliau (radhiyallahu ‘anhu)
menganjurkan mereka agar meninggalkan Ubaidullah bin Ziyad dan bergabung
dengannya.
Maka dari mereka bergabung lah
dengannya 30 pasukan, diantara nya: AL-HURR BIN YAZID AT-TAMIMY, yang
sebelumnya dia itu panglima perang garda terdepan dari pasukan nya Ubaidullah
bin Yazid. Maka ada yang protes kepada al-Hurr bin Yazid at-Tamimy: Bukankah
engkau datang bersama kami sebagai panglima perang garda depan pasukan, dan
sekarang kamu bergabung dengan al-Husein?
Maka al-Hurr bin Yazid menjawab:
وَيْحَكَمْ!
وَاللَّهِ إِنِّي أُخِيرُ نَفْسِي بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَاللَّهِ لَا
أَخْتَارُ عَلَى الْجَنَّةِ وَلَوْ قُطِعَتْ وَأُحْرِقَتْ.
“Celaka lah kamu, demi Allah aku
dihadapkan untuk diriku pilihan antara syurga dan neraka. Dan demi Allah aku
memilih syurga, meskipun aku harus dipotong-potong atau di bakar “.
Setelah itu al-Husein sholat Dzuhur dan
Ashar di hari Kamis. Beliau sholat bersama sama dengan dua pasukan, pasukan
Ubaidullah bin Ziyad dan pasukan al-Husein. Dan beliau berkata: Dari kalian
imam, dan dari kami imam. lalu mereka berkata: tidak, akan tetapi kami sholat
dibelakangmu sebagai imam “. Maka mereka sholat bermakmum di belakang al-Husein
sholat Dzuhur dan Ashar.
Maka ketika sudah dekat waktu sholat
Maghrib, tiba-tiba mereka pasukan Ubaidullah bergerak dengan pasukan berkudanya
ke arah al-Husein. Lalu Husein pun setelah melihat mereka langsung memegang
pedangnya, dan beliau baru saja tertidur sebentar, maka beliau bertanya: “ Apa
ini? “.
Mereka menjawab: “ Mereka datang “.
Lalu beliau berkata: “Pergilah temuin
mereka, coba tanyakan kepada mereka ada perlu apa!?“.
Maka dua puluh pasukan berkuda,
diantaranya: al-Abbaas bin ‘Ali bin Abi Thoolib saudara al-Husein, pergi
menemui mereka dan menanyakan tujuannya. Mereka menjawab: “ Tinggal pilih,
menyerah dan mengikuti keputusan hukum Ubaidullah bin Ziyad atau berperang?
Maka pasukan al-Husen berkata: “ Nanti
kami sampaikan kepada Abu Abdillah (al-Husein) “, lalu mereka pun menyampaikan
kabar tsb kepadanya.
Al-Husein berkata: “ Sampaikan kepada
mereka, kasih kami kesempatan untuk malam ini, nanti besok pagi akan kami
kabarkan keputusannya, malam ini aku mau sholat menghadap Rabbku, karena aku
lebih suka sholat dulu mengahdap Rabbku tabaaroka wata’aala “. Maka beliau di
malam harinya sholat menghadap Rabbnya, memohon ampunan dan berdoa kepada Allah
swt, Dia dan orang-orang yang bersamanya (radhiyallaahu 'anhum ).
Dan di pagi Hari Juma’t berkecamuklah
perang diantara dua pasukan, karena al-Husein (radhiyallahu ‘anhu) menolak
untuk di jadikan tawanan oleh Ubaidullah bin Ziyad.
Dua pasukan ini sangat tidak berimbang
[ 73 + 30 pasukan melawan 5000 pasukan ]. Maka pasukan al-Husein melihat tidak
mungkin bisa mengalahkan pasukan lawan, pada akhirnya mereka memutuskan bahwa
satu-satunya harapan adalah mati terbunuh di hadapan al-Husein bin Ali bin Abi
Thaalib, maka mereka pun tumbang satu persatu di hadapannya, hingga tidak ada
yang tersisa kecuali al-Husein bin Ali. Dan saat itu putra beliau Ali bin
al-Husein sedang sakit. Saat itu siang terasa panjang dan Husein pun masih
exist.
Tidak ada seorangpun yang berani
menyerangnya, mereka mundur untuk menghidari terjadinya pembunuhan terhadap
al-Husein. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih
tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad ﷺ.
Kondisi seperti ini terus berlangsung
sehingga datanglah salah seorang yang mujrim [penjahat], namanya Syamr bin Dzil
Jausyan ( شَمْرُ بنُ ذِي الجَوْشَنْ ), lalu dia teriak sambil
memanggil manggil manusia:
“ celaka lah kalian, Semoga kalian
kehilangan ibu kalian, kalian kepung dia, bunuhlah “,
maka orang-orang pun berdatangan dan
mengepung al-Husein bin Ali, maka terjadilah pertempuran diantara meraka, satu
persatu dari pasukan musuh tumbang dan mati, beliau bertarung seperti binatang
buas, akan tetapi jumlah lawan yang terlalu banyak telah melumpuhkan
keberaniannya.
Lalu Syamr bin Dzi al-Jausyan
berteriak: “ Celaka lah kalian, apalagi yang kalian tunggu?? Majuuu ! “ maka
mereka pun maju dan berhasil membunuh al-Husein (radhiyallahu ‘anhu). Dan orang
yang langsung membunuh al-Husein adalah Sinaan bin Anas an-Nakho’i ( سَنَانُ بنُ أنسِ النَّخْعِيُّ ) dan dia pula yang memenggal
kepala beliau. Tapi ada yang mengatakan: Syamr “.
Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah
bin Ziyad, Amr bin Dzi al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah
nya Ali) di Perang Shiffin.
Ini adalah sebuah kisah pilu yang
sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-orang yang turut serta dalam
pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi mereka
kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan
orang-orang yang tewas bersamanya.
Di antara ahlul bait yang
terbunuh bersama Husein adalah:
– Anak-anak Ali bin Abi Thalib:
Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Ja’far, dan Abbas.
– Anak-anak Husein bin Ali: Ali
al-Akbar dan Abdullah.
– Anak-anak Hasan bin Ali: Abu
Bakar, Abdullah, Qosim.
– Anak-anak Aqil bin Abi Thalib:
Ja’far, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin Muslim bin Aqil.
– Anak-anak dari Abdullah bin Ja’far
bin Abi Thalib: ‘Aun dan Muhammad.
Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril
datang kepada Nabi ﷺ “…Jibril bertanya:
“Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?”
Nabi menjawab, “Tentu”
Jibril melanjutkan, “Sesungguhnya
umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia
akan terbunuh.”
Kemudian Nabi diperlihatkan tempat
tersebut, sebuah tempat yang dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu
ash-Shahabah, ia mengatakan hadis ini hasan).
Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan
hujan darah, dinding-dinding berdarah, batu yang diangkat lalu di bawahnya
terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya Husein, berita-berita ini
tidak bersumber dari rujukan yang shahih.
[ Lihat: Taarikh ath-Thobari 4/313 dan
sesudahnya, Al-Bidaayah wa'n-Nihaayah (11/651) dan Siyar A'laam an-Nubala'
(4/370)]
===***===
SEBELUM KEPERGIAN HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu) KE IRAK.
Banyak sahabat Nabi yang berusaha
mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun menyadari hal itu dan
ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil memintanya mengambil
sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh tanggung jawab tidak
lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman dan
kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadap ahlul bait Nabi‘ﷺ.
Sekiranya Husein ‘(radhiyallahu
‘anhu) menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi peristiwa ini,
akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya.
Terbunuhnya Husein ini tentu saja tidak
sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala Nabi Yahya
oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi Yahya
bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi Zakariya
oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan terbunuhnya
Hamzah, Umar dan Utsman.
Semua kejadian itu lebih besar
dibanding dengan peristiwa dibunuhnya Husein (radhiyallahu ‘anhu).
===***===
POSISI YAZID BIN MU’WIYAH DALAM PERISTIWA INI
Pendapat yang terkenal dan masyhur
adalah bahwa Yazid Ibnu Mu'aawiyah tidak mengeluarkan perintah untuk membunuh
al-Husain (radhiyallahu ‘anhu) dan tidak menyetujuinya. Bahkan dia
mengutuk Ibnu Ziyaad karena membunuhnya, dan dia menghormati keluarga al-Husain
yang telah bersamanya selama perjalanannya itu, dan selama perjalanan mereka
kembali ke Madinah. Dia tidak menawan mereka.
Jadi dalam permasalahan ini, Yazid sama
sekali tidak turut campur. Aku mengakatakan hal ini bukan untuk membela Yazid
tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang sebenarnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan
untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah. Yazid hanya
memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk memasuki wilayah
Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut dan menangis.
Setelah itu Yazid memuliakan keluarga
Husein dan mengamankan anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa
Yazid merendahkan perempuan-perempuan ahlul bait lalu membawa
mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil.
Bani Umayyah (keluarga Yazid) selalu
memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).
Sebelumnya Yazid telah mengirim surat
kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat surat itu tiba Husein telah
berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid untuk melunakkan
hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan kedekatan
kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan kakek
(Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.
Syekhul Islam Ibnu Taymiyah (rahimahullah)
berkata:
“وُلِدَ يَزِيدَ بْنَ
مُعَاوِيَةَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عفان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَلَمْ
يكن مِنْ الْمَشْهُورِينَ بِالدِّينِ وَالصَّلَاحِ ، وَكَانَ مِنْ شُبَّانِ
الْمُسْلِمِينَ، وَتَوَلَّى بَعْدَ أَبِيهِ عَلَى كَرَاهَةٍ مِنْ بَعْضِ
الْمُسْلِمِينَ ، وَرِضًا مِنْ بَعْضِهِمْ ، وَكَانَ فِيهِ شَجَاعَةٌ وَكَرَمٌ ،
وَلَمْ يَكُنْ مُظْهِرًا لِلْفَوَاحِشِ كَمَا يَحْكِي عَنْهُ خُصُومُهُ ،
وَجَرَتْ فِي
إمَارَتِهِ أُمُورٌ عَظِيمَةٌ: - أَحَدُهَا مَقْتَلُ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ.
وَهُوَ لَمْ
يَأْمُرْ بِقَتْلِ الْحُسَيْنِ ، وَلَا أَظْهَرَ الْفَرَحَ بِقَتْلِهِ ؛ وَلَا
نَكَّتَ بِالْقَضِيبِ عَلَى ثَنَايَاهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَلَا حَمَلَ
رَأْسَ الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إلَى الشَّامِ ، لَكِنْ أَمَرَ بِمَنْعِ
الْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَبِدَفْعِهِ عَنْ الْأَمْرِ ، وَلَوْ كَانَ
بِقِتَالِهِ ".
Yazid Ibnu Mu'aawiyah lahir pada masa
kekhalifahan 'Utsman Ibnu 'Affaan (radhiyallahu ‘anhu) dan bukan salah satu
dari mereka yang terkenal dengan komitmen dan kesalehan agama. Dia adalah
salah satu pemuda Muslim, dan dia menjadi khalifah setelah kematian ayahnya
meskipun ada keberatan dari beberapa Muslim dan dengan persetujuan yang
lain. Dia seorang pemberani dan murah hati, dan dia tidak secara terbuka
melakukan perbuatan maksiat seperti yang dikatakan lawan-lawannya tentang
dia.
Pada masa pemerintahannya terjadi
beberapa peristiwa penting, salah satunya adalah pembunuhan al-Husain (radhiyallahu
‘anhu).
Dia tidak mengeluarkan perintah agar
al-Husain dibunuh, dan dia tidak mengungkapkan kegembiraan atas pembunuhannya,
dan dia tidak menyodok gigi al-Husain (radhiyallahu ‘anhu) dengan tongkat atau
membawa kepala al-Husain ke Suriah. Tapi dia mengeluarkan perintah agar
al-Husain (radhiyallahu ‘anhu) dilawan dan usahanya untuk menjadi khalifah
harus dihalangi, bahkan jika itu berarti memerangi dia". [ Akhiri
kutipan. Majmu' al-Fataawa (3/410)]
Diriwayatkan bahwa setelah itu dia
menyesali pembunuhan al-Husain dan dia biasa berkata:
ثُمَّ يَقُولُ:
لَعَنَ اللَّهُ ابْنَ مَرْجَانَةَ [ يعني: عبيد الله بن زياد] فَإِنَّهُ
أَخْرَجَهُ وَاضْطَرَّهُ ، وَقَدْ كَانَ سَأَلَهُ أَنْ يُخَلِّيَ سَبِيلَهُ ، أَوْ
يَأْتِيَنِي ، أَوْ يَكُونَ بِثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى
يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ تَ عَالَى، فَلَمْ يَفْعَلْ، وَأَبَى عَلَيْهِ ، وَقَتَلَهُ
، فَبَغَّضَنِي بِقَتْلِهِ إِلَى الْمُسْلِمِينَ ، وَزَرَعَ لِي فِي قُلُوبِهِمُ
الْعَدَاوَةَ ، فَأَبْغَضَنِي الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ ، بِمَا اسْتَعْظَمَ النَّاسُ
مِنْ قَتْلِي حُسَيْنًا، مَا لِي وَلِابْنِ مَرْجَانَةَ، لَعَنَهُ اللَّهُ ،
وَغَضِبَ عَلَيْهِ”
"وَمَا كَانَ عَلَيَّ لَوِ
احْتَمَلْتُ الْأَذَى ، وَأَنْزَلْتُهُ فِي دَارِي ، وَحَكَّمْتُهُ فِيمَا
يُرِيدُهُ ، وَإِنْ كَانَ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ وَكَفٌ وَوَهْنٌ فِي سُلْطَانِي ؛
حِفْظًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَرِعَايَةً
لِحَقِّهِ وَقَرَابَتِهِ
"Mestinya tidak terjadi sesuatu yang membuat diri saya
menangung rasa sakit dan membiarkannya datang ke rumah saya, dan mestinya saya
biarkan dia mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan jika yang menyebabkan
melemahnya kekuatan dan otoritas saya, demi Rasulullah ﷺ
dan dalam menunjukkan rasa hormat kepadanya dan kepada anggota rumah
tangganya?
Kemudian dia juga berkata:
“لَعَنَ اللَّهُ ابْنَ
مَرْجَانَةَ [ يعني: عبيد الله بن زياد] فَإِنَّهُ أَخْرَجَهُ وَاضْطَرَّهُ ،
وَقَدْ كَانَ سَأَلَهُ أَنْ يُخَلِّيَ سَبِيلَهُ ، أَوْ يَأْتِيَنِي ، أَوْ
يَكُونَ بِثَغْرٍ مِنْ ثُغُورِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ تَعَالَى،
فَلَمْ يَفْعَلْ، وَأَبَى عَلَيْهِ ، وَقَتَلَهُ ، فَبَغَّضَنِي بِقَتْلِهِ إِلَى
الْمُسْلِمِينَ ، وَزَرَعَ لِي فِي قُلُوبِهِمُ الْعَدَاوَةَ ، فَأَبْغَضَنِي
الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ ، بِمَا اسْتَعْظَمَ النَّاسُ مِنْ قَتْلِي حُسَيْنًا، مَا
لِي وَلِابْنِ مَرْجَانَةَ، لَعَنَهُ اللَّهُ ، وَغَضِبَ عَلَيْهِ".
Semoga Allah mengutuk Ibnu Marjaanah
[yaitu, 'Ubaidullah Ibnu Ziyaad], karena dia menyerangnya dan memaksanya untuk
berperang, ketika dia memintanya untuk melepaskannya dan membiarkan dia datang
kepadaku, atau untuk pergi dan menjaga salah satu perbatasan kaum muslimin
sampai Allah Ta'ala mencabut nyawanya. Tapi dia tidak melakukan itu, dan
dia menolak untuk membiarkan dia melakukan (salah satu dari hal-hal itu), dan
dia menolaknya dan membunuhnya.
Dan dengan membunuhnya maka dia telah
membuat saya dibenci kaum muslimin dan dia telah menanamkan permusuhan di hati
mereka terhadap saya. Maka orang yang baik dan orang yang ahli maksiat pun
semuanya membeciku ; karena anggapan orang-orang tentang betapa serius nya aku
membunuh Husain. Seandainya saja saya tidak pernah berhubungan dengan Ibnu
Marjaanah, semoga Allah melaknatnya dan murka kepadanya. [Al-Bidaayah
wa'n-Nihaayah (11/651); Siyar A'laam an-Nubala' (4/370)]
Ibnu Katsir (rahimahullah) berkata:
“يَزِيدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ:
أَكْثَرُ مَا نُقِمَ عَلَيْهِ فِي عَمَلِهِ شُرْبُ الْخَمْرِ ، وَإِتْيَانُ بَعْضِ
الْفَوَاحِشِ ، فَأَمَّا قَتْلُ الْحُسَيْنِ فَإِنَّهُ ـ كَمَا قَالَ جَدُّهُ
أَبُو سُفْيَانَ يَوْمَ أُحُدٍ ـ لَمْ يَأْمُرْ بِذَلِكَ ، وَلَمْ يَسُؤْهُ.
وَقَدْ قَدَّمْنَا
أَنَّهُ قَالَ: لَوْ كُنْتُ ، أَنَا لَمْ أَفْعَلْ مَعَهُ مَا فَعَلَهُ ابْنُ
مَرْجَانَةَ ؛ يَعْنِي عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ. وَقَالَ لِلرُّسُلِ
الَّذِينَ جَاءُوا بِرَأْسِهِ: قَدْ كَانَ يَكْفِيكُمْ مِنَ الطَّاعَةِ دُونَ
هَذَا ، وَلَمْ يُعْطِهِمْ شَيْئًا، وَأَكْرَمَ آلَ بَيْتِ الْحُسَيْنِ ، وَرَدَّ
عَلَيْهِمْ جَمِيعَ مَا فُقِدَ لَهُمْ ، وَأَضْعَافَهُ ، وَرَدَّهُمْ إِلَى
الْمَدِينَةِ فِي تَجَمُّلٍ وَأُبَّهَةٍ عَظِيمَةٍ ، وَقَدْ نَاحَ أَهْلُهُ فِي
مَنْزِلِهِ عَلَى الْحُسَيْنِ مَعَ آلِهِ ـ حِينَ كَانُوا عِنْدَهُمْ ـ ثَلَاثَةَ
أَيَّامٍ".
Yazid Ibnu Mu'aawiyah: perbuatan
terburuknya yang mungkin dikritik adalah minum khamr [minuman keras] dan
melakukan beberapa perbuatan yang memalukan. Adapun pembunuhan al-Husain,
dia - seperti yang dikatakan kakeknya Abu Sufyan pada hari Uhud [tentang
mutilasi Hamzah (radhiyallahu ‘anhu) dan orang lain yang terbunuh selama
pertempuran] - tidak mengeluarkan perintah untuk itu, juga tidak membuatnya
kesal.
Kita telah melihat di atas bahwa dia
berkata: Jika itu aku, aku tidak akan melakukan padanya apa yang dilakukan oleh
Ibnu Marjaanah – yang berarti 'Ubaidullah Ibnu Ziyaad.
Dan dia berkata kepada para utusan yang
membawa kepala al-Husain kepadanya: " Sudah cukup ketaatan kalian tanpa
harus melakukan ini ".
Dia tidak memberi mereka hadiah apapun,
dan dia menghormati anggota keluarga al-Husain dan mengembalikan kepada mereka
semua yang telah diambil dari mereka, dan berkali-kali lipat dilebihi. Dan dia
mengirim mereka kembali ke Madinah dengan cara yang sangat bermartabat dan
terhormat. Keluarganya di rumahnya berkabung untuk al-Husain bersama
keluarga al-Husain – yang menginap bersama mereka – selama tiga hari. [
Akhiri kutipan.: Lihat: Al-Bidaayah wa'n-Nihaayah (11/650)
Ini bukan pembelaan terhadap Yazid atau
memihaknya. Pandangan moderat tentang dia adalah bahwa dia berada di bawah
aturan yang sama dengan penguasa buruk dan tidak adil lainnya, jadi dia tidak
dianggap sebagai sekutu atau tidak pula sebagai musuh, dan dia tidak dicintai
atau tidak dicerca.
Syekhul Islam Ibnu Taymiyah (rahimahullah)
berkata:
“وَلِهَذَا كَانَ الَّذِي
عَلَيْهِ مُعْتَقَدُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَأَئِمَّةِ الْأُمَّةِ: أَنَّهُ لَا
يُسَبُّ وَلَا يُحَبُّ ، قَالَ صَالِحُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ: قُلْت
لِأَبِي: إنَّ قَوْمًا يَقُولُونَ: إنَّهُمْ يُحِبُّونَ يَزِيدَ ، قَالَ: يَا
بُنَيَّ وَهَلْ يُحِبُّ يَزِيدَ أَحَدٌ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ؟. فَقُلْت: يَا أَبَتِ فَلِمَاذَا لَا تلعنه؟ قَالَ: يَا بُنَيَّ وَمَتَى
رَأَيْت أَبَاك يَلْعَنُ أَحَدًا؟ ".
Oleh karena itu pandangan orang-orang
yang mengikuti keyakinan Ahlussunnah dan para ulama terkemuka ummat adalah
bahwa dia tidak harus dicela dan tidak harus dicintai.
Shalih bin Ahmad bin Hanbal berkata:
Aku berkata kepada ayahku: Ada sebagian orang-orang mengatakan bahwa mereka
mencintai Yazid.
Dia berkata: Wahai anakku, apakah orang
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir akan mencintai Yazid?
Aku berkata: Wahai ayahku, mengapa
engkau tidak mengutuknya?
Dia berkata: Wahai anakku, kapan kamu
pernah melihat ayahmu mengutuk seseorang? [Akhiri kutipan. Lihat:
Majmu' al-Fataawa (3/4 12)]
Dan Ibnu Taimiyah juga berkata:
“وَقَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ
المقدسي لَمَّا سُئِلَ عَنْ يَزِيد. َفِيمَا بَلَغَنِي ـ: لَا يُسَبُّ وَلَا
يُحَبّ ، وَبَلَغَنِي أَيْضًا أَنَّ جَدَّنَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ ابْنَ
تَيْمِيَّة سُئِلَ عَنْ يَزِيدَ ، فَقَالَ: لَا تنقصْ وَلَا تَزِدْ. وَهَذَا
أَعْدَلُ الْأَقْوَالِ فِيهِ وَفِي أَمْثَالِهِ وَأَحْسَنِهَا”
Abu Muhammad al-Maqdisi berkata, ketika
ditanya tentang Yazid – menurut apa yang saya dengar: Dia tidak layak untuk
dicerca atau tidak layak untuk dicintai. Saya juga mendengar bahwa kakek
kami Abu 'Abdullah Ibnu Taimiyah ditanya tentang Yazid dan dia berkata: Jangan
mengurangi dan jangan melebihi ".
Ini adalah pendapat yang paling adil
dan terbaik tentang dia dan orang lain seperti dia. [Akhiri
kutipan. Lihat Majmu' al-Fataawa (4/483)].
===***===
KEPALA HUSEIN (radhiyallahu ‘anhu):
Belum ada riwayat dan bukti yang sahih
menyatakan bahwa kepala Husain dikirimkan kepada Yazid di Syam.
Yang benar adalah bahwa Husain tewas di
Karbala dan kepalanya dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad di Kufah. Tidak diketahui
dimana makamnya dan makam kepalanya.
Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata:
أُتِيَ عُبَيْدُ
اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلَام فَجُعِلَ فِي
طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ
أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ
مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ
"Kepala Al-Husain (alaihissalām) dibawa ke 'Ubaidullah bin Ziyad dan dimasukkan ke dalam nampan, dan
kemudian Ibnu Ziyad mengotak-atik dengan tongkat di hidung dan mulut kepala
Al-Husain dan berkata sesuatu tentang ketampanannya.”
Anas kemudian berkata: " Al Husain
adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah ﷺ
diantara mereka (ahlul bait)." Anas menambahkan: “Rambutnya (yaitu
Al-Husain) diwarnai dengan Wasma (yaitu sejenis tanaman yang digunakan sebagai
pewarna). [HR. Bukhori no. 3748].
Dalam riwayat lain, beliau berkata:
(ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْثُمُ حَيْثُ تَضَعُ
قَضِيْبَكَ فَانْقَبَض)
"Angkatlah tongkatmu, karena aku
telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat di mana
engkau meletakkan tongkatmu, lalu dia menggegamnya dengan erat." Riwayat
ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam kitab Al-Fath (7/96).
Adapun kisah bahwa Langit menurunkan
hujan darah, dan setiap batu atau benda yang diangkat terdapat darah di
bawahnya, atau setiap kali ada hewan yang disembelih, semuanya berubah menjadi
darah. Maka semua cerita ini hanya untuk membangkitkan rasa emosional tanpa
memiliki dasar riwayat yang sahih.
Balasan bagi Ubaidillah bin Ziyad sesuai
dengan perbuatan:
al-Tirmidzi dan Ya'qub bin Sufyan
meriwayatakan:
لَمَّا قُتِلَ
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ عَلَى يَدِ الْأَشْتَرِ النَّخْعِيِّ، جُيِءَ
بِرَأْسِهِ. فَنُصِبَ فِي الْمَسْجِدِ، فَإِذَا حِيَّةٌ قَدْ جَاءَتْ تَخْلُلُ
حَتَّى دَخَلَتْ فِي مَنْخَرِ ابْنِ زِيَادٍ وَخَرَجَتْ مِنْ فَمِهِ، وَدَخَلَتْ
فِي فَمِهِ وَخَرَجَتْ مِنْ مَنْخَرِهِ ثَلَاثًا.
Ketika Ubaidullah bin Ziyad tewas
dibunuh oleh Asytar al-Nakho'i, kepala Ubaidullah dibawa ke hadapan mereka.
Kepala tersebut diletakkan di masjid, dan tiba-tiba seekor ular datang dan
melilit kepala Ubaidullah, masuk melalui hidungnya dan keluar dari mulutnya,
kemudian masuk lagi melalui mulutnya dan keluar dari hidungnya, ini terjadi
sebanyak tiga kali."
[[Arsyif Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah
al-Haditsah 142/103]
====***====
BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PERISTIWA KARBALA?
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah:
مَنْ قَتَلَ
الْحُسَيْنَ أَوْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِهِ أَوْ رَضِيَ بِذَلِكَ فَعَلَيْهِ
لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللَّهُ
مِنْهُ صِرَفًا وَلَا عَدْلًا.
“Siapapun yang membunuh Hussain atau
membantu dalam membunuhnya atau menerima itu, maka baginya kutukan Allah, para
malaikat dan semua orang, Allah swt tidak akan menerima taubat dan tebusannya.”
[Majmu' al-Fataawaa 4/487]
Namun demikian Tidak diperbolehkan bagi
umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein, maka ia meratap dengan
memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk ratapan yang
semisalnya.
Nabi ﷺ bersabda,
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُودَ،
وَشَقَّ الجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ»
“Bukan termasuk golongan kami,
orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku bajunya.” (HR. Bukhari
No. 1294).
Seorang muslim yang baik, apabila
mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan sebuah kalimat yang Allah
tuntunkan dalam firman-Nya:
الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Orang-orang yang apabila mereka
ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
kepada-Nya lah kami akan kembali.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin
Husein atau putranya Muhammad, atau Ja’far ash-Shadiq atau Musa bin
Ja’far (radhiyallahu ‘anhu), para imam dari kalangan ahlul bait maupun
selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek pakaian atau
berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein.
Tirulah mereka kalau engkau tidak bisa
serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia itu adalah
kemuliaan.
Tidak seperti orang-orang yang mengaku
Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul bait Nabi pada hari
ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh dengan pedang dan
rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama Husein.
Demi Allah, sekiranya mereka berada
pada hari dimana Husein terbunuh mereka akan turut serta dalam kelompok
pembunuh Husein karena mereka adalah orang-orang yang selalu berhianat.
Dan yang perlu kaum muslimin ketahui,
bahwa Ubaidullah bin Ziyad dan Amr bin Dzi Al Jausyan merupakan pembela
(syi’ah) Ali pada peristiwa perang Shiffin.
Maka apabila hari ini kita menyaksikan
orang-orang Syi’ah memperingati terbunuhnya Al Husein dalam perayaan Asy-Syura
dengan meratapi kesedihan atas peristiwa itu, sungguh adalah sebuah kedustaan.
Mereka layaknya para pendahulu mereka, masyarakat Kufah yang telah mengkhianati
Ali bin Abu Thalib juga Al Husein, hingga menyebabkan keduanya terbunuh.
===***===
SIAPAKAH YANG MEMBUNUH HUSAIN (radhiyallahu ‘anhu)?
Ya, pertanyaan penting di sini adalah:
Siapakah yang membunuh Husain? Apakah dari kalangan Ahlus Sunnah? Atau dari
kalangan Muawiyah? Atau dari Yazid bin Muawiyah? Atau dari siapa?
Yang mengejutkan adalah bahwa kita
menemukan banyak kitab Syiah yang menyatakan dan mengakui bahwa para pengikut
Husain-lah yang membunuh Husain. Seperti yang dikatakan oleh Sayyid Muhsin
al-Amin:
بَايَعَ
الْحُسَيْنَ عِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ، غَدَرُوْا بِهِ
وَخَرَجُوْا عَلَيْهِ وَبُيِعَتْهُ فِيْ أَعْنَاقِهِمْ وَقُتِلُوْهُ.
"Dua puluh ribu orang dari
penduduk Irak telah berbaiat kepada Husain, namun mereka mengkhianatinya,
memberontak melawannya, dan berpaling darinya. Mereka menjual baiat kepada
Husain di leher-leher mereka dan membunuhnya." (A'yan asy-Syi'ah 34:1
[Kitab Syi'ah]).
Pada saat yang menyedihkan, Husain
menyeru mereka sebelum mereka membunuhnya,
أَلَمْ تَكْتُبُوْا
إِلَى أَنَّ قَدْ أَيْنَعَتِ الثَّمَارُ، وَأَنَّمَا تَقْدَمُ عَلَى جَنْدٍ
مَّجْنُوْدَةٍ؟ تَبًا لَّكُمْ أَيُّهَا الْجَمَاعَةُ حِيْنَ عَلَيْكُمُ
اسْتِصْرَخْتُمُوْنَا وَالْهِيْنَ، فَشَحِذْتُمْ عَلَيْنَا سَيْفًا كَانَ
بِأَيْدِيْنَا، وَحَشَّشْتُمْ نَارًا أَضْرَمْنَاهَا عَلَى عَدُوِّكُمْ
وَعَدُوِّنَا، فَأَصْبَحْتُمْ أَلْبَاً أَوْلِيَائِكُمْ وَسَحَقًا، وَيَدًا عَلَى
أَعْدَائِكُمْ. اِسْتَسْرَعْتُمْ إِلَى بَيْعَتِنَا كَطِيْرَةِ الذُّبَابِ،
وَتَهَافَتْتُمْ إِلَيْنَا كَتَهَافَتِ الْفُرَاشِ ثُمَّ نَقَضْتُمُوْهَا سُفْهًا،
بَعْدًا لِّطَوَّاغِيْتِ هَذِهِ الْأُمَّةِ.
"Bukankah kalian telah menulis
surat kepada saya bahwa tanah ini subur dan sesuai untuk panen? Lalu mengapa
kalian datang kepada kami dengan pasukan yang telah diatur dengan rapi?
Celakalah kalian, wahai sekumpulan orang, ketika kalian menyerang dan
menaklukkan kami dengan mudah. Kalian menajamkan pedang kami yang sebenarnya
ada di tangan kami, dan kalian menyalakan api yang kami gunakan untuk melawan
kalian dan musuh kami. Kalian dengan cepat berbaiat kepada kami seperti lalat
yang mendekat pada makanan, kemudian dengan seenaknya kalian membatalkannya,
menjadi jauh dari setia terhadap pemimpin agama ini." (Al-Ihtijaj oleh at-Tabarsi
[Kitab Syi'ah]).
Kemudian al-Hurr bin Yazid, salah satu
sahabat Husain, berdiri di Karbala dan berbicara kepada mereka:
أَدْعُوتُمْ هَذَا
الْعَبْدَ الصَّالِحَ، حَتَّى إِذَا جَاءَكُمْ أَسْلَمْتُمُوْهُ، ثُمَّ عَدَوْتُمْ
عَلَيْهِ لِتَقْتُلُوْهُ فَصَارَ كَالْأَسِيْرِ فِيْ أَيْدِيْكُمْ؟ لَا سَقَاكُمُ
اللَّهُ يَوْمَ الظَّمَأِ.
"Kalian telah memanggil hamba yang
saleh ini, namun setelah dia datang kepada kalian dan menyerahkan dirinya,
kalian justru mengkhianatinya dan ingin membunuhnya sehingga dia menjadi
tawanan di tangan kalian. Semoga Allah tidak memberikan kalian minuman pada
hari kehausan [hari kiamat]."
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Al-Irshad oleh al-Mufid 234,
I'lam al-Wara bi A'lam al-Huda 242).
Dan di sini, Husain berdoa keburukan
atas para pengikutnya, dia berkata:
"اللَّهُمَّ إِنْ
مَتَّعْتَهُمْ إِلَى حِينٍ فَفَرِّقْهُمْ فَرْقًا (أَيْ شِيعًا وَأَحْزَابًا)
وَاجْعَلْهُمْ طَرَائِقَ قَدًّا، وَلَا تَرْضَ الْوُلَاةَ عَنْهُمْ أَبَدًا،
فَإِنَّهُمْ دَعَوْنَا لِينْصُرُونَا، ثُمَّ عَدُوَّا عَلَيْنَا
فَقَتَلُونَا"
"Ya Allah, jika Engkau memberi
mereka kesenangan sementara, maka setelah ini jadikan mereka berpecah belah
menjadi berbagai golongan (yaitu syiah-syiah dan kelompok-kelompok lainnya) dan
jadikanlah mereka golongan-golongan yang bengkok. Janganlah para penguasa
pernah ridha terhadap mereka. Sungguh, mereka telah mengundang kami dan mereka
berjanji untuk membantu kami, namun kemudian mereka berbalik dan membunuh
kami"
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Al-Irsyad oleh Al-Mufid 241,
I'lam al-Wara oleh At-Thabarsi 949, Kasyf al-Ghummah 18:2,38).
Sejarawan Syiah, Al-Ya'qubi, dalam
kitab sejarahnya menyebutkan:
أَنَّهُ لَمَّا
دَخَلَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ الْكُوفَةَ رَأَى نِسَاءَهَا يَبْكِينَ
وَيَصْرُخُونَ فَقَالَ: "هَؤُلَاءِ يَبْكِينَ عَلَيْنَا فَمَنْ
قَتَلَنَا؟" أَيْ مَنْ قَتَلَنَا غَيْرَهُمْ
"Bahwa ketika Ali bin Husain masuk
ke Kufah, ia melihat wanita-wanita di sana menangis dan berteriak. Maka dia
bertanya, "Mengapa mereka menangis karena kami? Emangnya siapa yang telah
membunuh kami selain mereka?" (Tarikh al-Ya'qubi 235:1 [Kitab Syi'ah]).
Ketika Hasan berdamai dengan Muawiyah
dan menyerahkan kekuasaan, para pengikut Husain yang membunuh dan berkhianat
kepadanya berteriak:
"يَا أَهْلَ الْكُوفَةِ:
ذَهَلَتْ نَفْسِي عَنْكُمْ لِثَلَاثٍ: مُقْتَلِكُمْ لأَبِي، وَسَلْبِكُمْ ثَقْلِي،
وَطَعْنِكُمْ فِي بَطْنِي وَإِنِّي قَدْ بَايَعْتُ مُعَاوِيَّةَ فَاسْمَعُوا
وَأَطِيعُوا، فَطَعَنَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي أَسَدٍ فِي فَخِذِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى
بَلَغَ الْعَظْمَ".
"Hai penduduk Kufah, sesungguhnya
jiwaku tercengang karena tiga hal yang kalian lakukan: membunuh ayahku,
merampas hak berat badanku, dan menusuk perutku. Aku telah berbaiat kepada
Muawiyah, maka dengarkan dan taatilah dia." Kemudian, seorang dari Bani
Asad menusuk pahanya hingga menusuk tulangnya.
(Sumber dari kitab-kitab Syiah: Kasyf al-Ghummah 54, Al-Irsyad
oleh Al-Mufid 19, Al-Fushul al-Muhimmah 162, Muruj adz-Dzahab oleh Al-Mas'udi
431:1).
Kitab-kitab yang barusan penulis
sebutkan itu adalah kitab-kitab Syiah dengan nomor halamannya yang dengan jelas
menunjukkan bahwa mereka yang mengklaim mengasihi Husain dan mendukungnya
adalah mereka sendiri yang membunuhnya kemudian menangis di atasnya dan
berpura-pura berduka, dan mereka terus berjalan dalam prosesi pemakamannya dari
hari dia dibunuh hingga saat ini.
Jika tangisan ini benar-benar
mencerminkan cinta kepada Ahlul Bait, mengapa mereka tidak lebih layak menangis
untuk Hamzah, paman Nabi Muhammad saw, yang dibunuh dengan kekejaman yang tidak
kalah dengan apa yang terjadi pada Husain radhiyallahu 'anhu?
Di mana kemurahan hati mereka dalam
mengenang kematian Hamzah sehingga mereka tidak mengadakan prosesi berkala
untuk meratapinya, memukul wajah mereka, merobek pakaian mereka, dan memukul
diri mereka dengan pedang dan pisau?
Bukankah Hamzah juga merupakan seorang
dari Ahlul Bait Nabi ﷺ? Bahkan, mengapa mereka tidak
meratapi kematian Nabi Muhammad ﷺ?
Karena kesedihan atas kematian beliau jauh melebihi segala sesuatu yang lain?
Ataukah Husain lebih unggul daripada kakeknya, sehingga dia menikahi putri dari
Kisra [Khusrow], penguasa Persia?"
0 تعليقات