Ditulis Oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
بسم الله الرحمن الرحيم
Tulisan ini , bertujuan untuk menanggapi ceramah seorang Ustadz, yang materi ceramahnya sarat dengan celaan terhadap kaum muslimin yang sibuk bekerja mencari rizki, meskipun itu halal. Bahkan ustadz ini dengan penuh semangat dan berapi-api menyebutkan ancaman api neraka bagi siapa pun yang berjuang mencari rizki . Lalu untuk memperkuat apa yang dikatakannya, maka ustadz tersebut menyebutkan atsar Abul Jauza yang mengatakan :
"AKAN AKU TUGASKAN SESEORANG DI ATAS MENARA BERTERIAK NERAKA NERAKA"
Dan dikesempatan lain , ustadz ini juga melarang kita memikirkan rizki untuk hari esok dan masa depan; karena rizki masing-masing manusia sudah ditentukan . Lalu ustadz ini menyebutkan hadits :
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.”
Mari kita bahas dan kita kaji . Benarkah apa yang dikatakan Abul Jawza ini bermaksud mencela orang yang mencari rizki dan mengancamnya dengan api neraka?
TEXS PERKATAAN ABU AL-JAWZA DALAM PEMBAHASAN DI ARTIKEL INI:
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam dua kitabnya Tafsir Ibnu Rajab 2/515 dan at-Takhwiif Minan Naar 4/103 dalam [Bab pertama: tentang api neraka dan peringatan untuk menjauh dari api neraka]. Dia berkata:
وَقَالَ أَبُو الْجَوْزَاءِ: لَوْ وُلِّيْتُ مِنْ أَمْرِ النَّاسِ شَيْئًا اتَّخَذْتُ مِنَارًا عَلَى الطَّرِيقِ وَأَقَمْتُ عَلَيْهَا رِجَالًا يُنَادُونَ فِي النَّاسِ: النَّارَ النَّارَ. خَرَّجَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ فِي كِتَابِ " الزُّهْدِ ".
وَخَرَّجَ ابْنُهُ عَبْدُ اللَّهِ فِي هَذَا الْكِتَابِ أَيْضًا بِإِسْنَادِهِ عَنْ مَالِكِ بْنِ دِينَارٍ. قَالَ: لَوْ وَجَدْتُ أَعْوَانًا لَنَادَيْتُ فِي مِنَارِ الْبَصْرَةِ بِالضِّيلِ: النَّارَ النَّارَ، ثُمَّ قَالَ لَوْ وَجَدْتُ أَعْوَانًا لَنَادَيْتُ فِي مِنَارِ الْبَصْرَةِ بِاللَّيْلِ: النَّارَ النَّارَ، ثُمَّ قَالَ: لَوْ وَجَدْتُ أَعْوَانًا لَفَرَّقْتُهُمْ فِي مِنَارِ الدُّنْيَا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ النَّارَ النَّارَ.
Abu al-Jawza' berkata: "Jika aku ditunjuk menjadi wali [penguasa/gubernur] atas urusan manusia, maka aku akan mendirikan menara di jalan dan menempatkan orang-orang di atasnya yang akan berteriak kepada manusia: Api [neraka], api [neraka]!".
[[Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab "Al-Zuhd"]].
Dan putranya, Abdullah, juga meriwayatkan dalam buku ini dengan sanadnya dari Malik bin Dinar. Dia berkata: "Jika aku memiliki para pembantu, aku akan berteriak di menara Basrah di waktu siang: Api [neraka], api [neraka]!"
Kemudian dia berkata: "Jika aku memiliki para pembantu, aku akan berteriak di menara Basrah di waktu malam: Api [neraka], api [neraka]!"
Lalu dia berkata: "Jika aku memiliki para pembantu, aku akan sebarkan mereka di menara -menara dunia dan berteriak kepada mereka: Hai manusia, Api [neraka], api [neraka]!".
[Tafsir Ibnu Rajab 2/515 dan at-Takhwiif Minan Naar 4/103]
Penulis katakan:
“Ibnu Rajab rahimahullah, ketika menyebutkan perkataan Abul Jawza dalam kedua kitabnya ini, dia tidak bermaksud melarang atau mencela kaum muslimin mencari rizki dan nafkah yang halal. Akan tetapi dia bertujuan untuk mengingatkan semua umat manusia, baik muslimnya dan kafir nya, agar ingat akan akhirat yang di dalamnya terdapat api neraka yang menyala yang disediakan bagi orang-orang yang lalai terhadap peringatan dan ancaman dengannya.
Oleh sebab itu Ibnu Rajab banyak mengutip ayat-ayat al-Qur'an tentang api neraka yang diancamkan kepada oran-orang kafir. Sebagaimana yang akan penulis kutip sebagian darinya".
KRONOLOGI PENYEBUTAN PERKATAAN ABU AL-JAWZA DIATAS OLEH IBNU RAJAB:
Al-Hafidz Ibnu Rajab, sebelum mengutip perkataan Abu al-Jawza' ini, beliau menyebutkan dalam [Bab pertama: tentang api neraka dan peringatan untuk menjauh dari api neraka] beberapa ayat dan hadits yang memerintahkan umat manusia agar senantiasa ingat kepada api neraka.
Diantaranya adalah ayat-ayat dan hadits-hadits berikut ini:
Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata:
البابُ الأولُ في ذِكْرِ الإِنذَارِ بِالنَّارِ وَالتَّحْذِيرِ مِنْهَا.
قال الله تعالى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ} [التحريم: 6].
وقال تعالى: {فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ} [البقرة: 24].
وقال تعالى: {وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ} [آل عمران: 131].
وقال تعالى: {فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى} [الليل: 14]
Bab Pertama: Peringatan tentang Neraka dan Ancaman Dari Neraka.
Allah Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Surah At-Tahrim: 6)
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Maka takutlah kamu kepada neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (Surah Al-Baqarah: 24)
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Takutlah kamu kepada neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (Surah Ali 'Imran: 131)
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Maka aku telah memperingatkan kamu tentang api neraka yang menyala-nyala." (Surah Al-Lail: 14). [Lihat: Tafsir Ibnu Rajab 2/514 dan at-Takhwiif Minan Naar 4/102]
Dan Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata:
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ أُمَّتِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا، فَجَعَلَتْ الدَّوَابُّ وَالْفِرَاشُ يَقَعْنَ فِيهَا، فَأَنَا آخُذُ بِحُجُزِكُمْ عَنِ النَّارِ، وَأَنْتُمْ تَقْتَحِمُونَ فِيهَا".
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَثَلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا، فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهَا جَعَلَ الْفَرَاشُ وَهَذِهِ الدَّوَابُّ الَّتِي يَقَعْنَ فِي النَّارِ يَقَعْنَ فِيهَا، وَجَعَلَ يَحْجِزُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَقْتَحِمْنَ فِيهَا قَالَ: فَذَلِكُمْ مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ، أَنَا آخُذُ بِحُجُزِكُمْ عَنِ النَّارِ، هَلُمَّ عَنِ النَّارِ، فَتَغْلِبُونِي وَتَقْتَحِمُونَ فِيهَا».
وَفِي رِوَايَةٍ لِلْإِمَامِ أَحْمَدِ: "مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ - أَيُّتَهَا الْأُمَّةُ - كَمَثَلِ رَجُلٍ أَوْقَدَ نَارًا بِلَيْلٍ، فَأَقْبَلَتْ إلَيْهَا هَذِهِ الْفِرَاشُ وَالذُّبَابُ الَّتِي تُغْشَى النَّارُ، فَجَعَلَ يُذْبِهَا وَيَغْلِبُنَهُ إلَّا تقحمًا فِي النَّارِ، وَأَنَا آخُذُ بِحُجُزِكُمْ أَدْعُوكُمْ إلَى الْجَنَّةِ وَتَغْلِبُونِي إلَّا تقحمًا فِي النَّارِ"
Dalam kitab Shahihain (Bukhari no. 3426 dan Muslim no. 2284 ), dari Abu Hurairah (ra) dari Nabi (SAW) beliau bersabda:
"Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan umatku seperti seorang lelaki yang menyalakan api. Lalu kumbang-kumbang, kupu-kupu dan serangga datang berterbangan menuju api itu. Aku menarik dan menahan kalian agar tidak masuk ke dalam api, ketika kalian tetap berusaha mengalahkanku dan menyerbu ke dalamnya."
Dan dalam riwayat Muslim (no. 2284/18), beliau (SAW) bersabda:
"Perumpamaanku seperti seorang lelaki yang menyalakan api di malam hari. Ketika api tersebut menerangi sekitarnya, kumbang-kumbang, kupu-kupu dan serangga-serangga datang menuju api itu. Lalu orang itu berusaha menghalau mereka dan mengalangi mereka agar mereka tidak masuk ke dalam api. Namun demikian, mereka masih tetap berusaha masuk ke dalam api."
Nabi (SAW) kemudian berkata: "Itulah perumpamaanku dan perumpamaan kalian. Aku menarik dan menahan kalian dari neraka, namun kalian tetap berusaha untuk masuk ke dalamnya."
Dan dalam riwayat dari Imam Ahmad (2/539-540), beliau (SAW) bersabda:
"Perumpamaanku dan perumpamaan kalian, wahai umatku, seperti seorang lelaki yang menyalakan api pada malam hari. Kumbang-kumbang, kupu-kupu dan serangga-serangga datang menuju kobaran api tersebut menyelimutinya. Orang itu berusah menghalau dan menahan mereka agar tidak masuk ke dalam api. Namun, mereka tetap berusaha masuk ke dalam api. Aku menarik kalian dan menahan kalian dari neraka, sementara aku mengajak kalian menuju surga, namun kalian tetap berusaha masuk ke dalam neraka."
[Lihat: Tafsir Ibnu Rajab 2/514 dan at-Takhwiif Minan Naar 4/102]
Lalu Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata:
وَفِي "صَحِيح مُسْلِمٍ" عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: (وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ)، دَعَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا، فَعَمَّ وَخَصَّ، فَقَالَ: "يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ، أَنقِذُوا أَنْفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَنِي مُرَّةَ بْنِ كَعْبٍ، أَنقِذُوا أَنفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَنِي عَبْدَ شَمْسٍ، أَنقِذُوا أَنفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، أَنقِذُوا أَنفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَنِي هَاشِمٍ، أَنقِذُوا أَنفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا بَنِي عَبْدِ المُطَّلِبِ، أَنقِذُوا أَنفُسَكُم مِنَ النَّارِ، يَا فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ، أَنقِذِي نَفْسَكِ مِنَ النَّارِ، فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُم مِنَ اللَّهِ شَيْئًا".
Dalam "Sahih Muslim no. (204)": dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika ayat ini diturunkan: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." Rasulullah (SAW) memanggil kaum Quraisy, dan mereka berkumpul. Beliau lalu berbicara kepada orang umum dan orang khusus dari keluargnya dengan mengatakan:
"Wahai anak-anak Kabi bin Lu'ay, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai anak-anak Murrah bin Kabi, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai anak-anak Abdusy Syams, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai anak-anak Abd Manaf, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai anak-anak Hasyim, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai anak-anak Abdul Muthalib, selamatkanlah dirimu dari neraka. Wahai Fatimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari neraka, karena aku tidak memiliki apa-apa untukmu dari Allah."
وَخَرَّجَ الطَّبَرَانِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ طَرِيقِ يَعْلَى بْنِ الأَشْدَقِ عَنْ كَلِيبِ بْنِ حُزَنٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ:
"اطْلُبُوا الْجَنَّةَ جَهْدَكُمْ وَاهْرَبُوا مِنَ النَّارِ جَهْدَكُمْ، فَإِنَّ الْجَنَّةَ لا يَنَامُ طَالِبُهَا، وَإِنَّ النَّارَ لا يَنَامُ هَارِبُهَا، وَإِنَّ الآخِرَةَ اليَوْمَ مَحْفُوفَةٌ بِالْمَكَارِهِ، وَإِنَّ الدُّنْيَا مَحْفُوفَةٌ بِاللَّذَّاتِ وَالشَّهَوَاتِ، فَلَا تُلْهِيَنَّكُمْ عَنِ الآخِرَةِ".
وَيُرَوَّى هَذَا الحَدِيثُ أَيْضًا عَنْ يَعْلَى بْنِ الأَشْدَقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرَادٍ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وَأَحَادِيثُ يَعْلَى بْنِ الأَشْدَقِ بَاطِلَةٌ مُنْكَرَةٌ.
Dan ath-Thabrani dan lainnya meriwayatkan dari jalur Yahya bin al-Ashdaq dari Khalib bin Hazn dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda:
Berusahalah kalian untuk mendapatkan surga dengan usaha keras kalian, dan berusaha larilah kalian dari neraka dengan usaha keras kalian; karena Sesungguhnya pencari surga itu tidak tidur. Demikian pula dengan neraka: orang yang ingin terhindar darinya juga tidak tidur. Sesungguhnya surga itu dikelilingi berbagai hal yang tak disukai, dan dunia penuh dengan kenikmatan dan syahwat. Janganlah dunia memalingkan kalian dari akhirat.'"
Dan hadis ini juga diriwayatkan dari Yahya bin al-Ashdaq dari Abdullah bin Jurad dari Nabi (SAW), namun hadis-hadis dari Yahya bin al-Ashdaq adalah HADITS PALSU dan dipalsukan (munkar).
وَخَرَجَ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: "مَا رَأَيْتُ مِثْلَ النَّارِ نَامَ هَارِبُهَا، وَلَا مِثْلَ الْجَنَّةِ نَامَ طَالِبُهَا".
وَيَحْيَى هَذَا ضَعْفُهُ، وَخَرَّجَهُ ابْنُ مَرْدَوِيَّةَ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ أَجُودَ مِنْ هَذَا إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ، وَخَرَّجَ الطَّبَرَانِيُّ نَحْوَهُ بِإِسْنَادٍ فِيهِ نَظَرٌ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
وَخَرَّجَهُ ابْنُ عَدِيٍّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ عَنْ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -.
وَقَالَ يُوسُفُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ الْمَعْلَى بْنِ زِيَادٍ: كَانَ هِرْمُ بْنُ حَيَّانَ يَخْرُجُ فِي بَعْضِ اللَّيَالِي وَيُنَادِي بِأَعْلَى صَوْتِهِ: "عَجِبْتُ مِنَ الْجَنَّةِ كَيْفَ نَامَ طَالِبُهَا. وَعَجِبْتُ مِنَ النَّارِ كَيْفَ نَامَ هَارِبُهَا"، ثُمَّ يَقُولُ: {أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ} [الأعراف: 97، 98]
Imam al-Tirmidzi mengeluarkan hadis ini dari Yahya bin Abdullah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi (SAW) beliau bersabda:
"Aku tidak pernah melihat sesuatu seperti neraka yang membuat orang yang lari darinya senantiasa nyenyak tidur malam. Dan Aku juga tidak pernah melihat sesuatu seperti surga yang membuat orang yang mencarinya senantiasa tidak tidur malam."
Yahya bin Abdullah termasuk yang DHA'IF dalam sanadnya.
Dan Ibnu Mardawaih mengeluarkan hadis ini dari jalur yang lebih baik dari sanad ini ke Abu Hurairah.
Dan al-Thabrani mengeluarkan hadis ini dari jalur yang ADA KERAGUAN tentangnya dari Anas dari Nabi (SAW).
Ibnu 'Adiy juga mengeluarkan hadis ini dari jalur yang DHA'IF dari Umar (ra) dari Nabi (SAW).
Yusuf bin 'Athiyyah meriwayatkan dari al-Ma'la bin Ziyad:
"Dulu Harm bin Hayyan keluar rumah di sebagian malam hari dan berteriak dengan suara yang keras:
'Aku terheran-heran dengan surga, bagaimana pencarinya tetap terjaga [tidak tidur malam], dan aku terheran-heran dengan neraka, bagaimana orang yang lari darinya tetap tidur nyenyak.'
Lalu dia membaca ayat:
{أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ}
Maka apakah penduduk kota-kota itu merasa aman dari kedatangan siksaan [adzab] Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Apakah penduduk-penduduk kota merasa aman dari datangnya siksaan Kami pada mereka di waktu pagi, padahal mereka sedang bermain-main?}" (QS. Al-A'raf: 97-98). [Ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitab "Al-Hilyah" (2/119) PEN.].
[Baca: [Tafsir Ibnu Rajab 2/515 dan at-Takhwiif Minan Naar 4/103]
Setelah Ibnu Rajab menyebutkan apa yang penulis sebutkan diatas, lalu beliau menyebutkan tentang keinginannya menempatkan orang diatas menara, berteriak " Api Neraka, api neraka... ", pada orang-orang yang lewat.
Dan penulis katakan pula: Bahwa Abu al-Jawza ketika dirinya diangkat menjadi gubernur di Bazaa'ah [بَزَاعَة], beliau tidak pernah menunaikan dan menerapkan apa yang beliau cita-citakan tersebut diatas.
ABU AL-JAWZA AR-RIB'I, ANTARA KATA-KATA DAN REALITA: BELIAU ADALAH SEORANG BANGSAWAN, GUBERNUR, MUJAHID, ULAMA DAN AHLI IBADAH
Abu al-Jawza' Aus bin Abdullah bin Khalid al-Rib'i al-Azdi, juga dikenal sebagai ar-Rib'i al-Barqi al-Azdi, (Wafat Muharram 82 H). Dia adalah seorang Tabi'i yang terkenal. [Kutipan dari kitab "الثقات" (ats-Tsiqaat) oleh Ibnu Hibban 4/42.]
Dia senantiasa menjaga lisannya agar tidak keluar kata-kata yang menyakiti orang lain. Dan dia menjaga makanannya dari yang haram dan syubhat, makanan yang dihasilkan dengan usaha yang riil, bukan jualan agama dan minta-minta.
Diriwayatkan oleh Hammad bin Zaid, dari Amr bin Malik, dia mendengar Abu al-Jawza' berkata:
مَا لَعَنْتُ شَيْئاً قَطُّ، وَلاَ أَكَلْتُ شَيْئاً مَلْعُوْناً قَطُّ، وَلاَ آذَيْتُ أَحَداً قَطُّ.
"Aku tidak pernah mengutuk suatu apapun, tidak pernah memakan sesuatu yang terkutuk, dan tidak pernah menyakiti siapapun."
Abu al-Jawza' memiliki fisik yang sangat kuat. Nu'uh bin Qais meriwayatkan dari Sulaiman al-Raba'i, dia berkata:
كَانَ أبي الجَوْزَاءِ يُوْاصِلُ أُسْبُوْعاً, وَيَقْبِضُ عَلَى ذِرَاعِ الشَّابِّ، فَيَكَادُ يَحْطِمُهَا.
"Abu al-Jawza' terus menerus melakukan puasa wishool selama tujuh hari [dan tujuh malam] dan jika dia menggenggam lengan seorang pemuda, maka hampir saja meremukkan tulang lengannya."
[Di kutip dari Siyaar al-A'laam an-Nubalaa' karya al-Imam adz-Dzahabi 4/372].
Dia memiliki pemahaman yang baik, dan termasuk di antara pahlawan pemberani yang mulia. Dia terkenal di Basrahh dan terbunuh di sana pada Hari Al-Zawiyyah di bulan Muharram tahun 82 H.
Dia turut serta dalam Pertempuran Yarmuk bersama kaumnya ketika masih muda, dan dia hadir saat Khutbah Umar bin Khaththab di Jabiyyah dan meriwayatkan darinya.
Dia juga berpartisipasi dalam penaklukan Aleppo, Antakiya, dan utara Syam, dan pada pertengahan bulan Muharram tahun 18 H yang bertepatan dengan Januari 639, dia diangkat oleh Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai GUBERNUR di wilayah Bazaa'ah [بَزَاعَة].
[Kutipan dari kitab "التاريخ" (al-Tarikh) oleh Khalifah bin Khayyat, halaman 281, dan dari kitab "المعرفة والتاريخ" (al-Ma'rifah wa al-Tarikh) oleh al-Fasawi, 2/61. Dan kutipan dari kitab "فتوح الشام" (Futuh al-Sham) oleh al-Azdi, 2/138].
Abu al-Jawza' merupakan seorang yang menentang Bani Umayyah.
(وَهُوَ مِنْ الْعِبَادِ الْأَشْرَافِ الَّذِيْنَ وَقَفُوْا مَعَ ابْنِ الْأَشْعَثِ فِيْ ثَوْرَتِهِ عَلَى الْحَجَّاجِ بِنْ يُوْسُفَ بِالْعِرَاقِ.)
Dan dia termasuk di antara para BANGSAWAN yang SANGAT RAJIN BERIBADAH yang mendukung Ibn al-Ash'ath dalam pemberontakannya terhadap al-Hajjaj bin Yusuf di Irak. [Dikutip dari "Ansaab Al-Ashraf" oleh al-Baladzari, 7/363.]
Dia kemudian meninggal dalam peristiwa yang dikenal sebagai "Hari Al-Zawiyyah". Dalam hubungannya dengan hal itu, penulis "Siyar A'lam al-Nubala" menyatakan:
“أُوْسُ بِنْ عَبْدِ اللَّهِ الرَّبْعِيُّ الْبَصْرِيُّ، مِنْ كِبَارِ الْعُلَمَاءِ... وَكَانَ أَحَدَ الْعِبَادِ الَّذِينَ قَامُوا عَلَى الْحَجَّاجِ".
"Aus bin Abdullah al-Rab'i al-Bashri, termasuk di antara ulama besar... dan dia adalah salah satu dari para ahli Ibadah yang berdiri melawan al-Hajjaj." ["Siyar A'lam al-Nubala' – karya Adz-Dzahabi - 4/371]
Mereka para ulama menggambarkan tentang diri Abul Jawzaa sebagai berikut:
كَانَ أَصْفَرَ اللِّحْيَةِ - يُصَفِّرُ لِحْيَتَهُ - نَظِيفَ الْأَثْوَابِ فِي غَيْرِ تَكَلُّفٍ وَإِسْرَافٍ، يُحِبُّ النَّظَافَةَ وَالنَّظَامَ فِي كُلِّ شَيْءٍ، وَكَانَ تَعْبُدًا يَصُومُ عَنْ الْأَكْلِ سَبْعَةَ أَيَّامٍ مُتَوَاصِلَةً مِنْ حِينِ لِآخَرِ.
Dia memiliki jenggot yang kuning - dia merawat jenggotnya dengan baik - dan dia selalu berpakaian bersih tanpa berlebihan atau berfoya-foya. Dia menyukai kebersihan dan keteraturan dalam segala hal. Dia adalah seorang yang sangat rajin beribadah, sering berpuasa selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut dari waktu ke waktu.
[Dikutip dari "Al-Tabaqat al-Kubra" oleh Ibnu Saad al-Baghdadi, 7/166 dan Ittihaaf as-Saadatul Muttaqiin karya az-Zubaidi 9/49].
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, dia melakukan perjalanan dari Syam ke Irak, kemudian berpindah-pindah antara Madinah, Makkah, dan Kufah.
Dia meriwayatkan dari para sahabat besar seperti Abdullah bin Mas'ud dan Abu bin Ka'ab. Ketika kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan, dia kembali ke Madinah dan menetap di sana selama dua belas tahun.
Dia meriwayatkan dari para tokoh besar di kalangan sahabat, seperti Al-Hasan bin Ali, Aisyah binti Abu Bakar (istri Nabi), Abu Hurairah, Abdullah bin Amr bin Ash, An-Nu'man bin Basyir, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abu Sa'id Al-Khudri, Shufwan bin 'Asal, dan Anas bin Malik.
[Baca: "Al-Tarikh al-Kabir - Al-Bukhari - 2/17 dan "An-Nukat 'ala Muqaddimah Ibnu ash-Shalah - Al-Zarkashi – 2/17]
Dia bermulazamah kepada Ibnu Abbas dan Aisyah, dan dia pernah berkata:
أَقَمْتُ مَعَ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَائِشَةَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً لَيْسَ فِي الْقُرْآنِ آيَةٌ إِلَّا سَأَلْتُهُمَا عَنْهَا.
"Saya tinggal bersama Ibnu Abbas dan Aisyah selama dua belas tahun, dan tidak ada satu ayat dalam Al-Quran pun kecuali saya bertanya kepada keduanya tentang ayat tersebut."
Abu al-Jawza' meninggalkan Madinah menuju Basrahh pada tahun 53 H, tetapi dia tetap terhubung dengan Makkah dan sering melakukan ibadah haji serta bertemu dengan para sahabat dan ulama yang berada di sana.
Ia menghabiskan tiga puluh tahun terakhir hidupnya di Basrahh, di mana ia mengajar, memberi fatwa, dan berbicara tentang berbagai masalah keagamaan, sehingga ia menjadi ulama terkemuka di kota tersebut.
Usianya panjang, sekitar delapan puluh tahun, dan dia dikenal sebagai seorang yang mulia, bertaqwa, dan saleh. ["Al-Tarikh al-Kabir - Al-Bukhari - 2/17 dan "Tahdzib al-Kamal - Al-Mizzi -12/49].
Tentangnya, Abu Nu'aim al-Asbahani berkata:
“المُجَانِبُ لِلْأَهْوَاء وَالْآرَاء، المُفَارِقُ لِلتَّلَاعُنِ وَالْأَسْوَاء، أُوْسُ بِنْ عَبْدِ اللَّهِ أَبُو الْجَوْزَاءِ".
"Orang yang menjauhkan diri dari hawa nafsu dan pandangan sempit, pemisah antar orang-orang yang saling mengutuk dan perbuatan buruk, itulah Aus bin Abdullah, Abu al-Jawza'."
["Hilyat al-Awliya" oleh Abu Nu'aim, halaman 79]
*****
LALU BAGAIMANA MEMAHAMI HADITS BERIKUT INI ?
Dari ’Ubaidillah
bin Mihshan Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
(HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Jawabannya adalah sbb :
Pertama : Penulis
kutip penjelasan Al-Munaawi dalam kitabnya “فَيَضُ الْقَدِيرِ” 6/88 tentang maksud hadits tsb , dia berkata :
قَالَ نَفْطُوَيْهِ:
إِذَا
مَا كَسَاكَ الدَّهْرُ ثَوْبَ مُصَحَّةٍ * وَلَمْ يَخْلُ مِنْ قُوَّتِ يُحَلَّى وَيَعْذُبُ
فَلَا
تَغْبَطَنَّ الْمُتَرَفِينَ فَإِنَّهُ * عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلِبُ
Artinya: Barangsiapa orangnya yang Allah telah mengumpulkan untuknya : kesehatan tubuhnya, keamanan hatinya kemanapun dia pergi, tercukupi pangannya untuk kelangsungan hidupnya untuk hari itu, dan keselamatan keluarganya , maka sungguh Allah telah mengumpulkan untuknya semua kenikmatan seolah-olah dia memiliki dunia semuanya .
Jika demikian , maka dia seharusnya tidak menggunakan hari nya itu kecuali untuk mensyukurinya dan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Allah Sang Pemberi Nikmat , BUKAN untuk kemaksiatan , dan jangan bosan berdzikir dengan mengingatnya.
Seorang penyair Nafthaweih berkata :
فَلَا تَغْبَطَنَّ الْمُتَرَفِينَ فَإِنَّهُ * عَلَى حَسْبِ مَا يُعْطِيهِمُ الدَّهْرُ يَسْلِبُ
Jika ad-Dahr ( masa/waktu ) menyelemuti mu dengan baju sehat walafiat ^ dan tidak pernah kosong dari makanan, yang manis dan segar .
Maka janganlah kau merasa cemburu terhadap orang-orang yang hidupnya serba mewah , karena sesungguhnya itu semua ^ di atas apa yang Ad-Dahr berikan kepada mereka , dan apa saja yang ad-Dahr berikan pasti kelak ia akan mencabutnya kembali“. (SELESAI) [Baca : “فَيَضُ الْقَدِيرِ” 6/88] .
Kedua : Penulis
kutip pula perkataan Syeikh Sholeh Fauzan al-Fauzan dalam memahami hadits tsb
:
Artinya : Kita harus bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara menggunakan semua nikmatnya ini dalam ketaatan kepada Allah , dan tidak menyalah gunakan nikmat Allah atau tidak takabur atau tidak menggunakan nikmat-nikmat ini dalam kemaksiatan kepada Allah . Dan tidak pula untuk pemborosan, tabdzir , gaya hidup glamour, dan lain sebagainya. [ فَتَاوَى عَلَى الْهَوَاءِ 20 – 02 – 1437 H]
Ketiga : Penulis sebutkan pula beberapa dalil yang memerintahkan kita untuk mempersiapkan ekonomi masa depan anak dan keluarga. Diantaranya adalah sbb :
Allah dalam firmanNya :
وَلْيَخْشَ
الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An-Nisa : 9)
Ayat ini berkaitan erat dengan ayat-ayat sebelumnya yang membicarakan tentang pembagian harta warisan .
Dan berikut ini ada sebuah hadits yang sangat tegas menganjurkan para orang tua sebelum meninggal untuk " MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN EKONOMI ANAK ".
Dari Sa'ad bin Abi Waqosh (ra) berkata:
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي وَأَنَا بِمَكَّةَ وَهُوَ يَكْرَهُ أَنْ يَمُوتَ بِالْأَرْضِ الَّتِي هَاجَرَ مِنْهَا قَالَ يَرْحَمُ اللَّهُ ابْنَ عَفْرَاءَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ وَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَكَ فَيَنْتَفِعَ بِكَ نَاسٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا ابْنَةٌ
Nabi SAW datang menjengukku (saat aku sakit) ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di negeri dimana dia sudah berhijrah darinya.
Beliau bersabda : "Semoga Allah merahmati Ibnu 'Afra'".
Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku". Beliau bersabda: "Jangan".
Aku katakan : "Setengahnya" . Beliau bersabda: "Jangan". Aku katakan lagi: "Sepertiganya".
Beliau bersabda : "Ya, sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak.
Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan KAYA itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu MENGEMIS kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang kamu masukkan ke dalam mulut istrimu.
Dan semoga Allah mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia melalui dirimu atau memberikan madharat orang-orang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. ( HR. Bukhori No. 2537)
Dan Allah SWT melarang para orang tua ,
penguasa dan lainnya menyerahkan harta kepada para safiih (orang-orang yang belum
cerdas dalam mengelola harta), merkipun harta tersebut hak milik para safiih
tadi .
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا (5)
Dan dalam Rangka memelihara harta anak Yatim , maka wali anak yatim di wajibkan berusaha mengembangkan hartanya dan mendidik nya agar anak yatim tsb cerdas dalam mengelola hartanya . Tidak boleh menyerahkan hartanya kecuali setelah anak yatim itu lulus uci coba kemampuan .
Allah SWT berfirman :
وَابْتَلُوا الْيَتامى حَتَّى إِذا بَلَغُوا النِّكاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوالَهُمْ وَلا تَأْكُلُوها إِسْرافاً وَبِداراً أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفى بِاللَّهِ حَسِيباً (6)
Dan kalian ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat kalian mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kalian makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kalian) tergesa-gesa (memberikannya) sebelum mereka dewasa.
Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu); dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kalian menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kalian adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas kesaksian itu). ( QS. An-Nisaa : 6 )
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
Kakeknya bahwa Rosulullah SAW bersabda :
Artinya “Ketahuilah, barang siapa yang mengasuh anak yatim yang mempunyai harta, maka gunakanlah hartanya untuk berdagang dan jangan didiamkan saja sehingga tidak termakan oleh zakat”. (HR. Tirmidzi: 641 dan didha’ifkan oleh Albani dalam Dho’if Tirmidzi)
Akan tetapi makna hadits di atas benar; karena harta anak yatim itu sama dengan harta lainnya, jika sudah sampai nisab dan sudah berlalu selama satu tahun maka wajib dizakati, dan jika tidak dikembangkan dan diambil zakat setiap tahunnya, maka akan menyebabkannya berkurang.
Sebagaimana telah diriwayatkan dari Umar
–radhiyallahu ‘anhu- bahwa beliau berkata:
“Kembangkanlah harta anak-anak yatim, sehingga tidak termakan oleh zakat”. (HR. Ad Daruquthni dan Baihaqi, beliau berkata: “Sanadnya shahih”)
Dan berikut ini hadits yang berisi ancaman bagi orang yang menyerahkan harta kepada pemiliknya yang masih safiih [belum cerdas mengelolanya] , meski harta itu hak miliknya:
Dari Abu Musa al-Asy’ry (ra) , bahwa Nabi SAW
bersabda :
ثَلاثَةٌ يَدْعُونَ اللَّه فَلا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةَ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ كَانَ لَهُ عَلَى رَجُلٍ مَالٌ فَلَمْ يُشْهِدْ عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ آتَى سَفِيهًا مَالَهُ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ - عز وجل -: ﴿ وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ ﴾"[44].
"Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi Allah tidak mengabulkannya untuk mereka. yaitu:
Seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk. lalu ia tidak menceraikannya;
Dan seorang lelaki yang mempunyai harta pada seorang lelaki lain ( menghutangi ) namun dia tidak menghadirkan saksi terhadapnya
Dan seorang lelaki yang memberikan kepada orang yang safiih / سفيه ( orang yang belum cerdas dalam mengelola harta ) hartanya , sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
﴿ وَلَا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ ﴾
Artinya : “ 'Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang safiih ( orang yang belum cerdas dalam mengelola harta ) harta-harta ( mereka yang ada pada ) kalian' (An-Nisa: 5).
[ HR. Al-Hakim dlm al-Mustadrok No. 3181 , ath-Thobari dlm Tafsirnya No. 8544 dan ath-Thohawi dlm “شرح مشكل الآثار” No. 2530 . Dishahihkan oleh al-Hakim dan Syeikh al-Albaani dlam “صحيح الجامع” No. 3075 ].
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir nya :
“ Allah Swt. melarang memperkenankan kepada orang-orang yang belum cerdas akalnya melakukan tasarruf ( mengendalikan dan mengelola ) harta benda yang dijadikan oleh Allah untuk dikuasakan kepada para wali mereka.
Yakni para wali merekalah yang menjamin kehidupan mereka dari hasil pengelolaan hartanya, baik melalui dagang ataupun cara lainnya “. ( Selesai )
0 Komentar