Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BERSIKAPLAH YANG BENAR ! JANGAN SOMBONG, JANGAN MERASA SUCI DAN PALING BENAR !

Di susun Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

==================

*****

    DAFTAR ISI :

  • ·         PENDAHULUAN :
  • ·         BERSIKAPLAH YANG BENAR ! JANGAN MERASA SUCI DAN PALING BENAR .
  • ·         PERBEDAAN ANTARA ORANG YANG BENAR DAN ORANG YANG MERASA PALING BENAR
  • ·         KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK :
  • ·         KISAH AHLI IBADAH YANG SOMBONG DAN AHLI MAKSIAT :
  • ·         SOMBONG ADALAH DOSA PERTAMA IBLIS :
  • ·         HAKIKAT SOMBONG :
  • ·         ADA DUA MACAM KESOMBONGAN :
  • ·         JANGAN SOMBONG DAN JANGAN MERASA SUCI !!! :
  • ·         HUKUM MEMBERI NAMA YANG MENUNJUKKAN KESUCIAN DIRI :
  • ·         HUKUM NAMA YANG DI SANDAR KAN PADA AD-DIIN ?
  • ·         BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN : SAYA  SALAFI ?
  • ·         PERINTAH BERSIKAP TAWADHU
  • ·         HAL YANG TIDAK TERMASUK KESOMBONGAN :
  • ·         JAGA-LAH MULUT KITA !
  • ·         JANGAN SUKA MENCACI DAN MENCELA !!! :
  • ·         SOMBONG DAN MERASA PALING BENAR ADALAH WASILAH PERMUSUHAN DAN PERPECAHAN
  • ·         HUKUM MEMASTIKAN SELAIN GOLONGAN KITA ADALAH SESAT DAN TIDAK AKAN SELAMAT DARI NERAKA
  • ·         JANGAN TERGESA MENUDUH SESEORANG SESAT, AHLI BID'AH, KAFIR ATAU MUSYRIK
  • ·         ETIKA BERDAKWAH JANGAN TERGESA MENGHAJER.
  • ·         TEGURAN ALLAH SWT TERHADAP NABI SAW 
  • ·         HAMBA AR-RAHMAN ITU MULUT NYA MENEBAR KEDAMAIAN WALAU DICACI
  • ·         HAMBA AR-RAHMAAN TIDAK SUKA MENTAHDZIR DAN MENGHAJER MESKI DI SAKITI.
  • ·         ROSULULLAH SAW TIDAK MENGHAJER PEMIMPIN KAUM MUNAFIQ DAN PARA PENGIKUT NYA
  • ·         MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH DARINYA KARENA TAKUT KEBUSUKAN MULUTNYA.
  • ·         DILARANG PUTUS ASA UNTUK MENDAPATKAN RAHMAT DAN AMPUNAN DARI ALLAH

******

بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN :

Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah  adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi  bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)

Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. 

Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.

Diantaranya adalah sikap sombong dalam menyikapi perbedaan pendapat tentang masalah-masalah khilafiyyah ijtihadiyyah. Gambaran sikap sombong dalam hal ini adalah seseorang dengan kesombongannya beranggapan bahwa pendapat dirinya pasti benar, sementara pendapat lain yang menyelisihinya pasti salah dan sesat. Dia senantiasa merasa bahwa dirinya paling berilmu dibanding dengan yang lainnya. 

Orang yang sombong selalu merasa dirinya sempurna dan berkeyakinan bahwa dirinya tidak mungkin salah. 

Bahkan ada sebagian dari kelompok ini yang mengharamkan mengucapkan salam kepada orang yang tidak sejalan dengan pendapatnya . Juga mengharamkan kalam alias bicara dengan selainnya . Mengharamkan duduk-duduk bersama dengan selainnya . Kemudian yang lebih parah lagi mereka juga mewajibkan para pengikutnya untuk menyebar luaskan berita tentang kesesatan orang-orang tertentu yang berbeda pendapat dengannya . Maka terkumpullah pada dirinya banyak sifat , diantaranya sombong, pemecah belah, tukang ghibah, merubah-rubah hukum Allah dan lainnya .  (Lihat : Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)

Rasulullah  bersabda,

"لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ".

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji Sawi.” (HR. Muslim no. 91)

Allah SWT menceritakan tentang doa Musa alaihis salaam :

{ وَقَالَ مُوْسٰىٓ اِنِّيْ عُذْتُ بِرَبِّيْ وَرَبِّكُمْ مِّنْ كُلِّ مُتَكَبِّرٍ لَّا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ الْحِسَابِ ࣖ}

Dan (Musa) berkata, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari perhitungan [Kiamat].”

Kecongkakan dan kesombongan adalah salah satu sifat dan karakter kaum khawarij . Mereka orang-orang khawarij dalam masalah-masalah ijtihadiyah selalu mengklaim dirinya pasti  benar , merasa paling suci dengan memastikan dirinya adalah ahli surga , serta mengklaim bahwa orang yang berfaham selain golongannya adalah pasti sesat dan pasti ahli neraka .

Mereka mengatakan : " Kita harus merasa paling benar dan suci.  Dan wajib meyakini dan mengatakan bahwa selain golongan kita pasti sesat, kafir dan ahli neraka ".

Kadang mereka dengan terangan-terangan mengkafirkan selain golongannya , namun ada juga sebagian mereka yang hanya mengatakan bahwa selain golongannya adalah sesat ahli neraka dan kekal di dalamnya . Atau mereka memberikan gelar-gelar kepada selain golongannya dengan gelar yang bermakna kafir dan musyrik , seperti Kuburiyyun dan Ubbaadul Qubuur yang artinya para pemuja dan penyembah kuburan . 

Kesombongan nya ini mereka sebar luaskan terus menerus di mimbar-mimbar bebas dan lainnya tanpa ada rasa takut terhadap Rabb-nya atas kecongkakannya itu .

Kadang ada orang yang jelas-jelas melakukan kesombongan yang nyata , namun dia tetap ngeyel ketika ditegur dan diluruskan , bahkan dia mengingkari jika perbuatannya itu adalah kesombangan

*****

BERSIKAPLAH YANG BENAR ! JANGAN MERASA SUCI DAN PALING BENAR .

====

PERBEDAAN ANTARA ORANG YANG BENAR DAN ORANG YANG MERASA PALING BENAR

Bersikap yang benar itu penting . Namun bersikap merasa paling benar dalam masalah-masalah ijtihadiyah itu tidak baik . Apalagi mengklaim orang lain pasti sesat dan pasti ahli neraka .

Sikap yang bijak dan arif akan membuat seorang menjadi benar, tetapi bukan merasa paling benar...

Perbedaan orang benar dan orang yang merasa paling benar ;

1. Orang benar tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar.

2. Sebaliknya orang yang merasa benar, didalam pikirannya hanya dirinyalah yang paling benar.

3. Orang benar bisa menyadari kesalahannya. Dan selalu memohon ampunan kepada Allah atas segala kesalahannya, baik yang disengaja maupun tidak disengaja . 

4. Sedangkan orang yang merasa paling benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.

5. Orang benar setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati, serta selalu memohon petunjuk pada Rabb-nya ke arah pemahaman yang benar .  

6. Tetapi orang yang merasa paling benar, merasa tidak perlu introspeksi, karena sudah merasa paling pintar, maka mereka cenderung tinggi hati tanpa mereka sadari.

7.  Orang benar memiliki kelembutan hati, ia dapat menerima masukan dan kritikan dari siapa saja, sekalipun itu dari anak kecil,

8. Orang yang merasa paling benar, hatinya keras, yang mulutnya busuk ; maka ia sulit untuk  menerima nasihat dan masukan, apalagi kritikan.

9. Orang yang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap dengan penuh kehati-hatian.

10. Orang yang merasa benar berpikir, berkata, dan berbuat sekehendak hatinya, tanpa pertimbangan atau mempedulikan perasaan orang lain. Bahkan tidak peduli sama sekali terhadap dampak negatif bagi umat akibat kata-kata kasar dan congkak yang keluar dari mulutnya . 

11. Pada akhirnya, orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang,

12. Sedangkan orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh mereka yang berpikiran sempit, dan yang sepemikiran dengannya, atau mereka yang hanya sekadar ingin memanfa'atkan dirinya.

13. Mari terus memperbaiki diri untuk bisa menjadi benar serta agar tidak selalu merasa benar.

14. Apabila kita sudah termasuk tipe orang benar, tetaplah dalam kebenaran dan selalu rendah hati.

KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK :

Al-Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata :

وَأَشَرُّ الْكِبْرِ الَّذِي فِيهِ مَنْ يَتَكَبَّرُ عَلَى الْعِبَادِ بِعِلْمِهِ وَيَتَعَاظَمُ فِي نَفْسِهِ بِفَضِيلَتِهِ فَإِنْ هَذَا لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ فَإِنَّ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِلْآخِرَةِ كَسَرَهُ عِلْمُهُ وَخَشِعَ قَلْبُهُ وَاسْتَكَانَتْ نَفْسُهُ وَكَانَ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمِرْصَادِ فَلَا يَفْتَرُ عَنْهَا بَلْ يُحَاسِبُهَا كُلَّ وَقْتٍ وَيَتَفَقَّدُهَا فَإِنْ غَفَلَ عَنْهَا جُمِحَتْ عَنِ الطَّرِيقِ الْمُسْتَقِيمِ وَأَهْلَكَتْهُ وَمَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِلْفَخْرِ وَالرِّيَاسَةِ وَبَطَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَتَحَامَقَ عَلَيْهِمْ وَازْدَرَاءَهُمْ فَهَذَا مِنْ أَكْبَرِ الْكِبْرِ وَلَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ.

“Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki. Maka yang demikian itu menunjukkan bahwa ilmunya tidak bermanfaat bagi dirinya.

Karena ciri orang yang menuntut ilmu demi untuk akhirat ; Maka ilmunya itu akan mendobrak hatinya menjadi khusyuk serta membuat jiwanya menjadi tenang. Dan dia akan senantiasa mengawasi dirinya dan tidak pernah bosan untuk terus mengontrolnya dan memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu introspeksi diri dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, maka ini menunjukkan bahwa dia telah menyimpang dari jalan yang lurus dan itu akan membinasakan dirinya.

Dan barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, serta memandang remeh kaum muslimin yang lainnya, menganggap bodoh dan merendahkan mereka, maka hal ini merupakan KESOMBONGAN yang PALING BESAR.

Tidak akan bisa masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji Sawi). Laa haula wa laa quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir karya adz-Dzahabi hal. 78.)

KISAH AHLI IBADAH YANG SOMBONG DAN AHLI MAKSIAT :

Hadits tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak bisa menjaga mulut dan hatinya :

Yang bersungguh-sungguh Ibadah (المجتهد في العبادة ) malah dia yang masuk Neraka. Sementara yang hoby maksiat ( المجتهد في المعصية ) masuk syurga ? Kok bisa ?

Ternyata orang Yang Ahli Ibadah ini merasa suci , dia tidak bisa menjaga mulutnya , dia sombong dan sok menghakimi Allah .

Sementara orang yang suka maksiat , dia merasa tidak suci , dia mengakui akan kemaksiatanya dan selalu berusaha agar bisa meninggalkannya .

Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam, di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا : لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Lelaki tua itu menjawab:

Aku adalah Abu Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan sebegitu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ، وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ، فَقَالَ لَهُ : أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُخَلِّنِي وَرَبِّي ، قَالَ : وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ : وَيْحَكَ أَقْصِرْ قَالَ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ : وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ : لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا ، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا لِلْمُجْتَهِدِ : أَكُنْتَ عَالِمًا ؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي ؟ أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي ؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda haluan ; salah seorang dari keduanya suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati suadaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata : "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan Allah berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah berkata,

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

( HR. Abu Daud 4318, Ahmad 16/127, Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36 . 

Di shahihkan oleh Ibnu Hibban , Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 16/127, al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4901 dan Syeikh Muqbil al-Wadi’i )

SOMBONG ADALAH DOSA PERTAMA IBLIS :

Sebagian para ulama salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)

Tentang ayat ini Qotaadah berkata :  

“Iblis hasud terhadap Adam ‘alaihis salaam atas kemuliaan yang telah Allah berikan kepada nya . Iblis berkata : “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi. Iblis merasa sombong dengan tidak mau bersujud kepada Adam ‘alaihis salaam” (Tafsir Ibnu Katsir 1/114)

HAKIKAT SOMBONG :

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi , beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji Sawi.” 

Seseorang yang bertanya : “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?”

Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

“Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” .

(Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi, 2/163)

ADA DUA MACAM KESOMBONGAN :

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi  pada hadist di atas dalam sabda beliau :

sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. 

Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, 2/301, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam)

PERTAMA : Sombong Terhadap al Haq (Kebenaran)

Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus salaam.

Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah kafir dan akan kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh rasul dan dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong dan hatinya menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah terangkan dalam firman-Nya  :

إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {56}

“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)

Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian al haq yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak termasuk kekafiran- maka dia berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat sombongnya tersebut.

Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul  di atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan petunjuk Nabi . Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)

Sikap seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}

“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Dan Allah SWt berfirman :

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {65}

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)

KEDUA : Sombong Terhadap Makhluk karena merasa hebat dan suci :

Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah  bersabda,

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ

“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)

Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah? Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap orang lain? 

Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:

مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ

"selama seorang hamba menyangka bahwa orang lain itu lebih buruk darinya, maka dia orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]

Wallahul musta’an

*****.

JANGAN SOMBONG DAN JANGAN MERASA SUCI !!! :

Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ

“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah  bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

“Maukah kalian aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Dan Allah SWT berfirman :

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

“Maka janganlah kalian mengatakan bahwa diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. ( QS. An-Najm : 32 )

Abu Nu’aim al-Ashbahani meriwayatkan dengan sanad nya dari seorang pria, dia berkata :

أَتَيْنَا عَلَى ابْنِ بِكَارٍ، فَقُلْنَا لَهُ: حُذَيْفَةُ الْمَرْعَشِيُّ يَقْرَؤُ عَلَيْكَ السَّلَامَ، قَالَ: وَعَلَيْهِ، إِنِّي لَأَعْرِفُهُ بِأَكْلِ الْحَلَالِ مِنْذُ ثَلَاثِينَ سَنَةً، وَلَئِنْ أَلْقَى الشَّيْطَانُ عَيْنًا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَلْقَاهُ، قُلْتُ لَهُ فِي ذَلِكَ، قَالَ: إِنِّي أَخَافُ أَنْ أَتَصَنَّعَ لَهُ، فَأَتَزَيَّنُ لِغَيْرِ اللَّهِ، فَأَسْقُطَ مِنْ عَيْنِ اللَّهِ.

Kami mendatangi Ibnu Bakkaar , lalu kami berkata padanya : "Hudzaifah al-Mar’asyi menyampaikan salam kepadamu!"

Dia menjawab : 'Waala’ihis salaam, Sesungguhnya aku benar-benar mengenal dia makan dari yang halal sejak 30 tahun. Sungguh seandainya aku bertemu setan di depan mata lebih aku cintai daripada aku bertemu dia atau dia bertemu aku'.

Aku bertanya: 'Mengapa demikian?'

Dia menjawab: "aku takut untuk berbuat sesuatu semata-mata karena dia, lalu aku membagus -baguskan diri dihadapannya karena untuk selain Allah. Sehingga kedudukanku jatuh di sisi Allah". [Hilyatul Awliyaa 4/204]

*****

HUKUM MEMBERI NAMA YANG MENUNJUKKAN KESUCIAN DIRI :

Makruh hukumnnya memberi nama yang menunjukkan kesucian dirinya .

Dari Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha dia berkata, “Aku menamai anak perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik). Maka Zainab binti Abu Salamah berkata kepadaku, ‘Rasulullah telah melarang memberi nama anak dengan nama ini. Dahulu namaku pun Barrah, lalu Rasulullah  bersabda,

(( لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ ! )).

“Janganlah kamu menganggap dirimu telah suci, Allah Ta’ala-lah yang lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang baik atau suci di antara kamu.”

Para sahabat bertanya, “Lalu nama apakah yang harus kami berikan kepadanya? “ Beliau menjawab, “Namai dia Zainab.” (HR. Muslim no. 2142)

Imam Ath Thobari  mengatakan :

"Tidak sepantasnya seseorang memakai nama dengan nama yang jelek maknanya atau menggunakan nama yang mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian dirinya), dan tidak boleh pula dengan nama yang mengandung celaan. Seharusnya nama yang tepat adalah nama yang menunjukkan tanda bagi seseorang saja dan bukan dimaksudkan sebagai hakikat sifat.

Akan tetapi, dihukumi makruh jika seseorang bernama dengan nama yang langsung menunjukkan sifat dari orang yang diberi nama. Oleh karena itu, Nabi  pernah mengganti beberapa nama ke nama yang benar-benar menunjukkan sifat orang tersebut. Beliau melakukan semacam itu bukan maksud melarangnya, akan tetapi untuk maksud ikhtiyar (menunjukkan pilihan yang lebih baik)."

[ Dinukil dari Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 10/577, Darul Marifah, 1379.]

*****

HUKUM NAMA YANG DI SANDAR KAN PADA AD-DIIN [agama]?

Termasuk yang dimakruhkan adalah nama yang disandarkan pada lafazh “ad diin” dan “al islam”.

Seperti : Muhyiddin (yang menghidupkan agama), Nuruddin (cahaya agama), Dhiyauddin (cahaya agama), Syamsuddin (cahaya agama), Qomaruddin (cahaya agama), Saiful Islam (pedang Islam), Nurul Islam (cahaya Islam).

Penamaan seperti di atas terlarang karena kebesaran kedua lafazh Islam dan Diin. Oleh karena itu mengaitkan nama tersebut pada Islam dan Diin adalah suatu kebohongan. Ambil misal orang yang namanya Muhyiddin, artinya orang yang menghidupkan agama. Pertanyaannya, kapan orang tersebut menghidupkan agama?

Imam An Nawawi rahimahullah beliau tidak suka dipanggil dengan Muhyiddin.

Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak suka dipanggil Taqiyuddin (penjaga agama ). Beliau berkata, “Keluargaku sudah sering memanggilku seperti itu dan akhirnya panggilan seperti itu tersebar luas.”[ Lihat Tasmiyatul Mawlud, hal. 54-55]

*****

BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN : SAYA  SALAFI?

Berikut ini tanya jawab antara si penanya dengan Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Liqoo'aat al-Baab al-Maftuuh :

PERTANYAAN :

نُرِيدُ أَنْ نَعْرِفَ مَا هِيَ السَّلَفِيَّةُ كَمَنْهَجٍ، وَهَلْ لَنَا أَنْ نَنْتَسِبَ إِلَيْهَا؟ وَهَلْ لَنَا أَنْ نَنْكِرَ عَلَى مَنْ لَا يَنْتَسِبُ إِلَيْهَا، أَوْ يَنْكِرَ عَلَى كَلِمَةِ سَلَفِيٍّ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ؟

Kami ingin mengetahui apa itu manhaj (jalan atau metodologi) Salafiyyah, dan bolehkah kita menisbatkan diri kita padanya [mengaku sebagai salafi] ? Bolehkah kita mengingkari orang-orang yang tidak termasuk di dalamnya atau yang keberatan dengan kata Salafi dan yang lainnya yang semisal ?.

JAWABAN Syeikh Ibnu Utsaimin :

الْحَمْدُ لِلَّهِ.

"السَّلَفِيَّة: هِيَ اتِّبَاعٌ مِنْهَجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ؛ لِأَنَّهُمْ هُمَ الَّذِينَ سَلَفُونَا وَتَقَدَّمُوا عَلَيْنَا، فَاتِّبَاعُهُمْ هُوَ السَّلَفِيَّة.

وَأَمَّا اتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ خَاصٍّ يَنْفَرِدُ بِهِ الْإِنْسَانُ وَيُضِلُّ مَنْ خَالَفَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلَوْ كَانُوا عَلَى حَقٍّ، وَاتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ حِزْبِيٍّ فَلَا شَكَّ أَنَّ هَذَا خِلَافُ السَّلَفِيَّة، فَالسَّلَفُ كُلُّهُمْ يَدْعُونَ إِلَى الِاتِّفَاقِ وَالِالْتِئَامِ حَوْلَ سُنَّةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يُضِلُّونَ مَنْ خَالَفَهُمْ عَنْ تَأْوِيل، اللَّهُمَّ إِلَّا فِي الْعُقَائِدِ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ خَالَفَهُمْ فِيهَا فَهُوَ ضَالٌّ، أَمَّا فِي الْمَسَائِلِ الْعَمَلِيَّةِ فَإِنَّهُمْ يُخَفِّفُونَ فِيهَا كَثِيرًا."

"لَكِنَّ بَعْضًا مِنْ انْتَهَجَ السَّلَفِيَّةَ فِي عَصْرِنَا هَذَا صَارَ يُضِلُّ كُلَّ مَنْ خَالَفَهُ وَلَوْ كَانَ الْحَقُّ مَعَهُ، وَاتَّخَذَهَا بَعْضُهُم مَنْهَجًا حِزْبِيًّا كَمِنْهَجِ الْأَحْزَابِ الْأُخْرَى الَّتِي تَنْتَسِبُ إِلَى دِينِ الْإِسْلَامِ، وَهَذَا هُوَ الَّذِي يُنْكَرُ وَلَا يُمْكِنُ إِقْرَارُهُ، وَيُقَال: انْظُرُوا إِلَى مَذْهَبِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مَاذَا كَانُوا يَفْعَلُونَ؟ انْظُرُوا طَرِيقَتَهُمْ وَفِي سَعَةِ صُدُورِهِمْ فِي الْخِلَافِ الَّذِي يُسَوِّغُ فِيهِ الِاجْتِهَادُ، حَتَّى إِنَّهُمْ كَانُوا يَخْتَلِفُونَ فِي مَسَائِلَ كَبِيرَةٍ، وَفِي مَسَائِلَ عَقِدِيَّةٍ، وَعَمَلِيَّةٍ، فَتَجِدُ بَعْضُهُمْ مَثَلًا يُنْكِرُ أَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ: بَلَى. وَتَرَى بَعْضُهُمْ يَقُولُ: إِنَّ الَّتِي تُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هِيَ الْأَعْمَالُ، وَبَعْضُهُمْ يَرَى أَنَّ صَحَائِفَ الْأَعْمَالِ هِيَ الَّتِي تُوْزَنُ، وَتَرَاهُمْ أَيْضًا فِي مَسَائِلِ الْفِقْهِ يَخْتَلِّفُونَ كَثِيرًا، فِي النِّكَاحِ، وَالْفُرُائِضِ، وَالْبُيُوعِ، وَغَيْرِهَا، وَمَعَ ذَلِكَ لَا يُضِلُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا."

"فَالسَّلَفِيَّةُ بِمَعْنَى أَنْ تَكُونَ حِزْبًا خَاصًّا لَهُ مُمَيِّزَاتُهُ وَيُضِلُّ أَفْرَادُهُ مَنْ سِوَاهُمْ فَهَؤُلَاءَ لَيْسُوا مِنَ السَّلَفِيَّةِ فِي شَيْءٍ.

وَأَمَّا السَّلَفِيَّةُ الَّتِي هِيَ اتِبَاعُ مَنْهَجِ السَّلَفِ عَقِيدَةً وَقَوْلًا وَعَمَلًا وَائْتِلافًا وَاخْتِلَافًا وَاتِّفَاقًا وَتَرَاحُمًا وَتُوَادًّا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضُوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَر) فَهَذِهِ هِيَ السَّلَفِيَّةُ الْحَقَّةُ" اِنْتَهَى [فَضِيلَةُ الشَّيْخِ مُحَمَّدِ بْنِ عُثَيْمِينَ رَحِمَهُ اللَّهُ ."لِقَاءَاتِ الْبَابِ الْمَفْتُوحِ" (3/246) .]

Alhamdulillah.

Salafi maknanya adalah mengikuti manhaj Rasulullah dan para sahabatnya, karena mereka adalah para salaf kita [yang datang sebelum kita ] dan mendahului kita, maka mengikuti mereka adalah Salafiyyah. 

Adapun menjadikan Salaf sebagai manhaj exlusive yang dianut oleh sekelompok orang yang suka menganggap sesat umat Islam yang berbeda pendapat dengannya, meskipun mereka mengikuti kebenaran, dan menjadikan Salafiyyah sebagai manhaj yang memihak pada kelompok tertentu [hizbi], maka tidak ada keraguan bahwa manhaj salaf seperti ini bertentangan dengan para Salaf dahulu. Karena seluruh para salaf dahulu atau generasi awal senantiasa menyerukan persatuan , kesatuan dan kerukunan sesama umat Islam berdasarkan Sunnah Rasulullah . Dan para salaf dahulu tidak pernah menganggap sesat orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka, yang jika perbedaanya itu disebabkan oleh adanya perbedaan  pemahaman dan penafsiran atau takwil.

Kecuali jika menyangkut masalah-masalah aqidah atau keyakinan, karena mereka para salaf menganggap orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka dalam hal aqidah ini adalah orang-orang yang sesat. Namun dalam masalah-masalah amal ibadah , maka mereka banyak bersikap toleransi. 

Namun di zaman kita sekarang ini, ada sebagian dari mereka yang mengaku bermanhaj Salaf , akan tetapi manhaj mereka ini selalu menganggap sesat semua orang yang berbeda pendapat dengan mereka, meskipun orang tersebut benar. Dan ada sebagian dari mereka yang menjadikannya sebagai manhaj hizbi [yang fanatik pada kelompok tertentu] , sama seperti yang dilakukan oleh kelompok-kelompok hizbi lainnya yang mengaku-ngaku dari agama Islam. Maka manhaj salafi seperti inilah yang harus dikecam , diingkari dan tidak boleh diakui. Dan harus dikatakan kepada kelompok salafi yang seperti ini hal-hal sbb :

" Lihatlah madzhab as-salaf ash-shaalih yang benar ! apa yang biasa mereka lakukan? 

Lihatlah langkah dan methode mereka dan betapa terbukanya hati mereka ? betapa lapangnya dada mereka dalam hal perbedaan yang memungkinkan untuk berijtihaad (diperbolehkan beda pendapat) di dalamnya.  Bahkan mereka berbeda pendapat mengenai masalah-masalah besar, masalah-masalah aqidah dan masalah-masalah amal ibadah. 

Anda akan menjumpai sebagian dari mereka, misalnya, mengingkari bahwa Rasulullah melihat Tuhannya [saat Mi'raj], sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa beliau melihat-Nya. 

Anda lihat sebagian dari mereka mengatakan bahwa yang ditimbang pada hari kiamat adalah amalan, sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa yang ditimbang adalah kitab amalan. 

Anda juga akan melihat mereka berbeda pendapat dalam hal fiqh yang berkaitan dengan perkawinan, pembagian warisan, jual beli, dan masalah lainnya. Namun terlepas dari semua itu, mereka tidak menganggap satu sama lain sesat. 

Salafi dalam artian sebagai kelompok khusus yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dan para pengikutnya selalu menganggap orang lain sesat, maka kelompok tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan manhaj Salafi. 

Adapun Salafi yang benar ; maka ia adalah yang mengikuti manhaj salaf dahulu dalam hal aqidah, ucapan dan perbuatan. Manhaj para salaf dahulu senantiasa menyerukan persatuan dan kerukunan serta saling kasih sayang dan cinta terhadap sesama kaum muslimin, sebagaimana yang Rasulullah sabdakan :

"Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas demam (turut merasakan sakitnya) '"

Inilah Salafi yang sejati dan yang sebenarnya. (Kutipan Selesai). 

[ Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah. Dalam Liqoo'at al-Baab al-Maftuuh” (3/246)]

PANDANGAN PENULIS ARTIKEL INI Tentang Ucapan "SAYA SALAFI" Atau "SAYA SHOHABI" :

Menurut hemat penulis yang sangat bodoh ini : sebaiknya cukup dengan mengatakan "SAYA MUSLIM", tidak perlu mengatakan "Saya Salafi" [yakni bermanhaj salaf] atau "Saya Shohabi" [yakni bermanhaj sahabat] atau "Saya Tabi'i" [yakni bermanhaj Tabi'i] atau "Saya Nabiyyi" [yakni bermanhaj Nabi ]; karena kata dan ungkapan tersebut diperuntukkan untuk penyebutan orang-orang tertentu yang hidup pada masanya . Lagi pula dikhawatirkan kata-kata tersebut akan melahirkan rasa sombong dan merasa suci pada diri kita atau akan membentuk sebuah kelompok hizbi baru yang berdampak pada semakin banyaknya perpecahan sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin diatas.

Paling tidak , jangan mudah menuduh dan mencap Sesat , "Ahli Bid'ah", "Ahlul Ahwaa" dan Ahli Neraka terhadap orang-orang yang tidak mau menisbatkan dirinya sebagai salafi . Apalagi mentahdzirnya dan menghajernya .

Penulis kira sudah cukup dengan mengatakan "SAYA MUSLIM" ; karena Allah SWT berfirman :

( هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَ )

"Dia (Allah) telah menamai kalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini" . [QS. Al-Hajj : 78]

Ayat lengkapnya :

( وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ ).

" Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan [tidak bikin susah). (Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrahim. 

Dia (Allah) telah menamai kalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia. 

Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. [QS. Al-Hajj : 78]

******

PERINTAH BERSIKAP TAWADHU

Kebalikan dari sikap sombong dan merasa suci adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)

Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah  pernah bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).

Dan Rasulullah  bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,

 يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).

Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu menolak kebenaran dan rendahkan manusia. (Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)

HAL YANG TIDAK TERMASUK KESOMBONGAN :

Tatkala Rasulullah  menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap sombong tidak akan masuk surga, ada sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka Rasulullah  menerangkan bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan selama orang tersebut tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada manusia. Bahkan hal itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah mencintai keindahan lahir dan batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)

******

JAGA-LAH MULUT KITA !

Seharusnya seorang mukmin memilah-milah perkataan antara yang baik dan yang buruk , berpikir dulu sebelum berbicara. Jangan sampai hanya karena lisannya , maka dia harus terjerumus ke dalam api neraka .

Kebanyakan manusia menyepelekan perkataannya serta menganggap tidak berdampak apa-apa, padahal di sisi Allah U bisa jadi perkara yang luar biasa. Allah U berfirman ,

{ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ }

Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur: 15). Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.

Allah SWT berfirman :

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bicara bisik-bisikan mereka, kecuali bicara bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 114)

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah t, Rasulullah  bersabda,

(( إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ))

Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.”

(HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib )

Dan dalam riwayat lain , masih dari Abu Hurairoh t berkata : ” Saya mendengar Rasululloh bersabda : 

(( إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ و المغرِبِ ))

“ Seorang hamba berbicara dengan sesuatu kalimat yang  tidak ada kejelasan di dalamnya yang membuat nya  terprosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara timur dan barat ” (HR. Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 2988 ) 

Juga masih dari hadist Abu Hurairah t, beliau pernah mendengar Rasulullah bersabda:

« إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ» .

 “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak memperdulikannya, maka niscya Allah akan mengangkat derajatnya disebabkannya, dan Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, yang ia tidak perdulikan, niscaya akan menceburkannya ke dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari no. 6478 dan Muslim no. 2988).

Alqamah meriwayatkan dari Bilal bin Al Harits Al Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah bersabda:

"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ ، يَكْتُبُ اللَّهُ -عَزَّ وَجَلَّ- لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ تَعَالَى مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ, يَكْتُبُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ" فَكَانَ عَلْقَمَةُ يَقُولُ: كَمْ مِنْ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِيهِ حَدِيثُ بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ.

Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) keridhaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah U menuliskan keridhaannya sampai hari kiamat. Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan ucapan (yang mengandung) kemurkaan Allah, ia tidak mengira akan sampai sebegitu tinggi, niscya Allah U menuliskan kemurkaannya sampai hari kiamat.” ‘Alqamah sering berkata: “Berapa banyak perkataan , akan tetapi hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku (untuk mengucapkannya).”

HR. Ahmad no. 15852, at-Tirmidzi no. 2319, an-Nasaai dalam al-Kubra [Tuhfatul Asyraf 2/103], Ibnu Majah no. 3969 dan al-Hakim no. 137 .

Dishahihkan oleh al-Hakim , al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 7/337, al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Amaali al-Muthlaqah (210) , As-Suyuthi dalam al-Jami' ash-Shagiir (1967) dan al-Albaani dalam Shahih at-Targhib (2247).  

Bukan hal yang mustahil jika ada seseorang karena lisannya bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Sebagaimana dalam hadist Mu’adz bin Jabal (ra) , Rasulullah  bersabda :

(( أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ  كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ  ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ))

“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih)

JANGAN SUKA MENCACI DAN MENCELA !!! :

Abu Jurayy Jabir bin Sulaim RA , ia berkata,

رَأَيْتُ رَجُلاً يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَأْيِهِ، لاَ يَقُولُ شَيْئًا إِلاَّ صَدَرُوا عَنْهُ قُلْتُ : مَنْ هَذَا ؟

قَالُوا : هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏.‏ قُلْتُ : عَلَيْكَ السَّلاَمُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَرَّتَيْنِ ‏.‏

قَالَ ‏"‏ لاَ تَقُلْ عَلَيْكَ السَّلاَمُ ‏.‏ فَإِنَّ عَلَيْكَ السَّلاَمُ تَحِيَّةُ الْمَيِّتِ قُلِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ ‏"‏ ‏.‏

قَالَ قُلْتُ : أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم .

قَالَ ‏"‏ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ الَّذِي إِذَا أَصَابَكَ ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَهُ عَنْكَ وَإِنْ أَصَابَكَ عَامُ سَنَةٍ فَدَعَوْتَهُ أَنْبَتَهَا لَكَ وَإِذَا كُنْتَ بِأَرْضٍ قَفْرَاءَ أَوْ فَلاَةٍ فَضَلَّتْ رَاحِلَتُكَ فَدَعَوْتَهُ رَدَّهَا عَلَيْكَ ‏"‏ ‏.‏

قُلْتُ اعْهَدْ إِلَىَّ ‏.‏

قَالَ ‏"‏ لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا ‏"‏ ‏.‏

قَالَ : فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ بَعِيرًا وَلاَ شَاةً ‏.‏

قَالَ  : ‏"‏ وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ‏"‏ ‏.‏

“Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, pasti diikuti oleh mereka.

Aku bertanya, “Siapakah orang ini?”

Mereka menjawab, “Rasulullah .”

Aku berkata, “‘Alaikas salaam (bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali).”

Beliau lalu berkata, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam (bagimu keselamatan) karena salam seperti itu adalah penghormatan kepada orang mati. Yang baik diucapkan adalah “ assalamu ‘alaika” (semoga keselamatan bagimu).”

Abu Jurayy bertanya, “Apakah engkau adalah utusan Allah?”

Beliau menjawab, “Aku adalah utusan Allah yang apabila engkau ditimpa malapetaka, lalu engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menghilangkan kesulitan darimu.

Apabila engkau ditimpa kekeringan selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu.

Dan apabila engkau berada di suatu tempat yang gersang lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”

Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah  : “Berilah wasiat kepadaku.”

Rasul pun memberi wasiat :

لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا

“Janganlah engkau mencela / mencaci seorang pun.”

Abu Jurayy berkata, “Aku pun tidak pernah mencela / mencaci seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”

Lalu Beliau bersabda :

"‏ وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ‏"‏.

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang penuh gembira kepadanya ; karena sesungguhnya itu adalah bagian dari amal kebajikan.

Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, maka engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki.

Dan waspadalah , janganlah engkau Isbaal / memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Karena sesungguhnya itu adalah tanda kesombongan dan Allah tidak menyukai kesombongan.

Jika ada seseorang yang mencacimu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui apa yang ada pada dirimu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui apa yang ada pada dirinya. Karena sesunggungnya , akibat keburukan itu hanya akan menimpa kembali padanya”. 

(HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Bukan sifat seorang muslim jika tidak menjaga lisan :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah  bersabda:

" مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَومِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ".

”Barangsiapa yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir maka hendaknya dia berbicara yang baik atau (kalau tidak bisa hendaknya) dia diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. al Bukhari dan Muslim)

Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah bersabda:

« لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِىءِ ».

“Bukanlah seorang mukmin yang sukan mencaci, suka melaknat, suka berkata keji atau kotor.” HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 320.

Lautan akan tercemar akibat tidak menjaga lisan

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha , dia berkata:

قُلْتُ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِى قَصِيرَةً. فَقَالَ « لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ ». قَالَتْ وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا فَقَالَ « مَا أُحِبُّ أَنِّى حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِى كَذَا وَكَذَا ».

“Aku pernah bekata kepada Nabi Muhammad : “Cukuplah bagimu Shofiyyah (salah satu istri beliau ) yang ( penampilannya ) seperti ini dan ini”, maksudnya dia itu pendek.

Lalu beliau bersabda: “Sungguh kamu telah mengucapkan sebuah ucapan, jikalau dicampur dengan air lautan maka niscaya akan tercemari.”

Aisyah berkata: “Dan aku pernah menceritakan seseorang kepada beliau.”, beliau bersabda: “Aku tidak menyukai diriku menceritakan tentang seseorang , dan (menceritakan) sesungguhnya aku memiliki ini dan itu .”

HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 5140.

Kebanyakan kesalahan manusia adalah tidak menjaga lisan :

Bahwa Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu pernah mengucapkan talbiyah di atas bukit Shafa, kemudian beliau berkata:

يَا لِسَانُ قُلْ خَيْرًا تَغْنَمْ أَوِ اصمُتْ تَسْلَمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَنْدَمَ، قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ أَوْ سَمِعْتَهُ قَالَ: لَا، بَلْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: " إِنَّ أَكْثَرَ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ "

“Wahai lisan, katakanlah yang baik maka kamu akan mendapat keuntungan besar atau diamlah, niscaya kamu akan selamat sebelum kamu menyesal”,

Lalu orang-orang bertanya : “Wahai Abu Abdirrahman (kunyahnya beliau), apakah ini perkataanmu atau kamu pernah mendengar (sabda-nya)?”.

Beliau berkata: “ Bukan (dari perkataanku), tetapi aku mendengar Rasulullah bersabda:

" إِنَّ أَكْثَرَ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ "

“Sesungguhnya yang paling banyak kesalahan anak cucu Adam adalah pada lisannya.”

[HR. Ibnu Abid Dunya dalam ash-Shomt hal. 53, Asy-Syaasy dalam al-Musnad 2/82 no. 602 dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman no. 4584 dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 534].

Salah satu sifat Munafiq tidak bisa menjaga lisan :

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah setiap seorang  munafik yang pandai bersilat lidah.” HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat al Ahadits Ash Shahihah, no. 1013.

Perkataan al Hafizh Ibnu rajab Al Hambali rahimahullah tentang hadits di atas :

(( هذا يدلُّ على أنَّ كَفَّ اللسان وضبطَه وحَبسَه هو أصلُ الخير كلِّه، وأنَّ مَن مَلَكَ لسانَه فقد ملَكَ أمرَه وأحكمَه وضبطَه ))

“Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan, merawat dan menahannya adalah pokok seluruh kebaikan, dan barangsiapa yang menjaga lisannya maka ia telah memiliki perkaranya, menguasai dan menjaganya.” Lihat kitab Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, 2/146-147.

*****

SOMBONG DAN MERASA PALING BENAR ADALAH WASILAH PERMUSUHAN DAN PERPECAHAN

Allah SWT ketika mengharamkan sesuatu , maka Allah SWT mengharamkan pula apa saja yang mengantarkan kepada nya . Diantara contohnya adalah pengharaman Zina , maka diharamkan pula apa saja bisa mendekat diri pada zina . Allah SWT berfirman :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

"Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk". [QS. Al-Isra : 32].

Begitu pula ketika Allah mengharamkan perpecahan antar sesama umat Islam , maka Allah SWT mengharamkan pula semua wasilah yang mengantarkan kapadanya , diantara nya :

" Dilarang berprilaku sombong , merasa paling benar, saling menghina, saling melecehkan, saling melempar gelar atau panggilan buruk, berburuk sangka, tajassus [mencari-cari kesalahan orang lain] dan menggunjing ".

Dalam surat al-Hujuraat [ayat : 10, 11 & 12] , Allah SWT berfirman :

 اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ

10. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

11. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Dan Allah SWT berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

12. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuroot : 10-12 ]

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/377 berkata :

" يَقُولُ ‌تَعَالَى ‌نَاهِيًا ‌عِبَادَهُ ‌الْمُؤْمِنِينَ ‌عَنْ ‌كَثِيرٍ ‌مِنَ ‌الظَّنِّ، ‌وَهُوَ ‌التُّهْمَةُ ‌وَالتَّخَوُّنُ ‌لِلْأَهْلِ ‌وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا، فَلْيُجْتَنَبْ كَثِيرٌ مِنْهُ احْتِيَاطًا ".

"Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentive".

Bahkan salah satu alasan larangan judi dan minuman keras adalah karena keduanya adalah wasilah yang menimbulkan rasa saling benci dan permusuhan . Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) Miras, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-pituatan itu kamu mendapat keberuntungan (90) Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Ma-idah: 90-91)

Namun semua yang diharamkan diatas oleh kaum khawarij dirubah menjadi halal bagi mereka , bahkan mereka wajibkan melakukan semua itu

Semua itu mereka lakukan agar manhajnya dan doktrinnya diterima oleh seluruh kaum muslimin dengan paksa .

Semua itu menjadi halal dan mubah bagi kaum Khawarij , padahal dampaknya sangat jelas menimbulkan kerusakan dan perpecahan ditengah kaum muslimin .

Mereka kemas dengan istlah lain , agar nampak seakan-akan halal bahkan wajib . Contohnya sbb :

1] Berburuk sangka dan mencari-cari tahu kesalahan manhaj sesorang dikemas dengan Jarh wa Ta'diil atau Tasabbut.

2] Ghibah atau menggunjing dan melekat gelar buruk pada oran lain – seperti gelar Quburiyuun atau ahlul Ahwaa- , lalu mereka kemas dengan Tahdzir dan Nahyi Munkar .

3] Menghajer kaum muslimin dan memisahkan diri dari mereka , dikemas dengan istilah hijrah .... dst .

Membalut perbuatan mungkar dan mengemasnya dengan dalil ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi SAW atau dengan mengatas namakan agama Islam atau menampilkannya seakan-akan agamis dan islami , maka itu pada hakikatnya adalah sama saja dengan membuat-buat kebohongan dengan mengatas namakan Allah dan Rasul-Nya.

Imam Bukhari telah menyebutkan dalam kitab Shahih-nya dalam Bab :

[ بَابُ : مَا جَاءَ فِيمَنْ يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ، وَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ ]

Bab : Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan MENGGANTINYA dengan NAMA LAIN.

Kemudian beliau membawakan hadits sebagai berikut : Nabi bersabda : 

"‏ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا‏.‏ فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ‏"‏‏

“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif).

Dan sungguh akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi . Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan.

Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok !”. 

Maka pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” 

[HR. Al-Bukhari no. 5268 ].

Dan Allah SWT berfirman :

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ

" Orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuradukkan [membalut] iman mereka dengan kedzaliamn, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. [ QS. al-'An'aam : 82]

HUKUM MEMASTIKAN SELAIN GOLONGAN KITA ADALAH SESAT DAN TIDAK AKAN SELAMAT DARI NERAKA

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al-Fataawa (3/345-346) pernah di tanya tentang Firqoh Najiah [ golongan yang selamat dari Api Neraka] dan Firqoh Dholaal [sesat] dari 73 firqoh yang disebutkan Nabi :

Beliau menjawab :

الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَدِيثُ صَحِيحٌ مَشْهُورٌ فِي السُّنَنِ وَالْمَسَانِدِ؛ كَسُنَنِ أَبِي دَاوُد وَالتِّرْمِذِي وَالنِّسَائِيِّ وَغَيْرِهِمْ . وَلَفْظُهُ :

{افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إلَّا وَاحِدَةً} .

وَفِي لَفْظٍ {عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً}.

وَفِي رِوَايَةٍ {قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ؟ قَالَ: مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي} .

وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ {هِيَ الْجَمَاعَةُ يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ} .

‌وَلِهَذَا ‌وَصَفَ ‌الْفِرْقَةَ ‌النَّاجِيَةَ ‌بِأَنَّهَا ‌أَهْلُ ‌السُّنَّةِ ‌وَالْجَمَاعَةِ ‌وَهُمْ ‌الْجُمْهُورُ ‌الْأَكْبَرُ ‌وَالسَّوَادُ ‌الْأَعْظَمُ

ARTINYA : " Alhamdulillah . Hadits tersebut shahih dan terkenal dalam kitab-kitab sunan dan musnad, seperti sunnah Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i dan lain-lainnya, dan redaksinya adalah:

" اِفْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَسَتْفَتِرقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً ".

Umat Yahudi telah terpecah menjadi 71 kelompok. Semuanya masuk neraka, kecuali satu kelompok. Umat Nasrani terpecah menjadi 72 kelompok, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan.

Dalam teks lain disebut :

"سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ اِلَّا وَاحِدَةً".

“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu.”

Dalam teks lain disebut :

عَلى ثَلاثٍ وسَبْعِينَ ملَّةً

" Terpecah menjadi 73 millah ".

Dalam sebuah riwayat disebutkan :

" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ؟ قَالَ : مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي ".

Para sahabat bertanya : “Siapakah satu golongan yang selamat itu”? Nabi menjawab : “golongan yang berjalan di atas petunjukku dan para sahabatku.”

Dan dalam riwayat lain beliau bersabda :

" هي الجَمَاعَة يدُ الله عَلَى الجَمَاعَة ".

"Ia adalah jemaah, tangan Allah diatas jemaah."

Itulah sebabnya beliau menggambarkan firqoh naajiyah [golongan yang selamat dari neraka] bahwa itu adalah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, dan mereka adalah mayoritas terbesar dan golongan terbesar. [Selesai]

[ Kommentar :  Ada seorang ulama yang mengomentari pernyataan Ibnu Taimiyah diatas dengan mengatakan:

" وَالْغَرِيبُ أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا الْعَصْرِ مَنْ يَسُمِّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ مَعَ تَضْلِيْلِهِمْ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمَّوْا فِرْقَتَهُمْ بِالْجَمَاعَةِ مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ".

(Sungguh aneh bahwa di zaman ini ada orang-orang yang menyebut dirinya Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah, padahal mereka selalu menganggap sesat semua umat Islam [yang bukan kelompoknya]. Perhatikan bagaimana mereka menamakan kelompok mereka al-Jama'ah padahal tidak mewakilinya bahkan jumlah mereka tidak sampai 0,2% dari seluruh umat Muslim)] [ Comment Selesai]

Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

" وَأَمَّا الْفِرَقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ وَالْأَهْوَاءِ وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ تَكُونَ بِقَدْرِهَا بَلْ قَدْ تَكُونُ الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ. ‌وَشِعَارُ ‌هَذِهِ ‌الْفِرَقِ ‌مُفَارَقَةُ ‌الْكِتَابِ ‌وَالسُّنَّةِ ‌وَالْإِجْمَاعِ. ‌فَمَنْ ‌قَالَ ‌بِالْكِتَابِ ‌وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ".

Adapun golongan lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy sydzuud (orang-orang keluar dari jalur yang hak) , Ahlut-tafarruq (pecah belah) , ahlul bid'ah dan ahlul Ahwaa (pengikut hawa nafsu). Dan golongan dari kalangan ini jumlahnya sedikit tidak mendekati jumlah golongan yang diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai . Lihat Majmu' al-Fataawaa 3/346].

[ Komentar :  Ada sebagian Ulama yang mengomentari pernyataan Ibnu Taimiyah diatas dengan mengatakan :

" وَمِنَ الْمُلَاحَظِ هُنَا أَنَّ جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ زَعْمُهُمْ أَنَّ أَغْلَبَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ. بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ نِسْبَةً صَغِيرَةً جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ!".

Terlihat di sini bahwa hampir semua sekte sesat memiliki satu kesamaan, yaitu klaim mereka bahwa kebanyakan kaum muslimin adalah sesat. Bahkan, sebagian dari mereka ingin meyakinkan kita bahwa golongan mereka - yang jumlahnya tidak melebihi persentase yang sangat kecil dari kaum muslimin – adalah yang benar , sementara umat Islam lainnya adalah sesat!] [Selesai]

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

وَأَمَّا تَعْيِينُ هَذِهِ الْفِرَقِ فَقَدْ صَنَّفَ النَّاسُ فِيهِمْ مُصَنَّفَاتٍ وَذَكَرُوهُمْ فِي كُتُبِ الْمَقَالَاتِ؛ لَكِنَّ الْجَزْمَ بِأَنَّ هَذِهِ الْفِرْقَةَ الْمَوْصُوفَةَ. هِيَ إحْدَى الثِّنْتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ لَا بُدَّ لَهُ مِنْ دَلِيلٍ فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْقَوْلَ بِلَا عِلْمٍ عُمُومًا؛ وَحَرَّمَ الْقَوْلَ عَلَيْهِ بِلَا عِلْمٍ خُصُوصًا؛ فَقَالَ تَعَالَى: {قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ} وَقَالَ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ} {إنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ} وَقَالَ تَعَالَى: {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ}

Adapun untuk menentukan golongan-golongan ini, maka para ulama telah menyusun kitab-kitab tentang mereka dan juga diantara mereka ada yang menyebutkannya dalam makalah-makalah.

Akan tetapi memastikan bahwa golongan yang memiliki ciri ini adalah salah satu dari tujuh puluh dua [yang masuk neraka] ; maka harus ada dalil , karena Allah mengharamkan mengatakan suatu tanpa ilmu pada umumnya dan melarang mengklaim atas sesuatu tanpa ilmu pada khususnya. Allah SWT berfirman :

{ قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ }

" Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".[QS. Al-A'raf : 33].

Dan Allah SWT berfirman :

" يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ".

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". [ QS. Al-Baqarah ayat 168-169].

Dan Allah SWT berfirman :

{ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ }

 "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui [tanpa Ilmu]" .[QS. Al-Israa: 36] (Lihat : Majmu al-Fataawa 3/346).

Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

" وَأَيْضًا فَكَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِّ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إلَى مَتْبُوعِهِ الْمُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ؛ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ".

Juga, banyak orang menceritakan tentang golongan-golongan ini berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah.

Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.

Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai]

JANGAN TERGESA MENUDUH SESEORANG SESAT, AHLI BID'AH, KAFIR ATAU MUSYRIK

Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah merahmatinya, berkata:

"‌وَقَدْ ‌اتَّفَقَ ‌أَهْلُ ‌السُّنَّةِ ‌وَالْجَمَاعَةِ ‌عَلَى ‌أَنَّ ‌عُلَمَاءَ ‌الْمُسْلِمِينَ ‌لَا ‌يَجُوزُ ‌تَكْفِيرُهُمْ ‌بِمُجَرَّدِ ‌الْخَطَأِ ‌الْمَحْضِ؛ بَلْ كُلُّ أَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إلَّا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَلَيْسَ كُلُّ مَنْ يُتْرَكُ بَعْضُ كَلَامِهِ لِخَطَأِ أَخَطَأَهُ يُكَفَّرُ ولا يُفَسَّقُ؛ بل ولا يَأْثَمُ؛ فإن الله تعالى قال في دُعَاءِ المؤمنين: {رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} وفي الصَّحِيحِ عن النَّبِيِّ ﷺ {أن اللَّهَ تَعَالَى قَالَ قَدْ فَعَلْت} ".

"Ahli Sunnah wal Jama'ah sepakat bahwa para ulama umat Islam tidak boleh dinyatakan kafir hanya karena kesalahan semata. Sebaliknya, setiap orang dapat diambil perkataannya dan ditinggalkan, kecuali Rasulullah .

Setiap orang yang ditinggalkan sebagian pendapatnya yang hanya karena salah berijtihad, itu dihukumi kafir dan fasik, bahkan tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman dalam doa orang-orang beriman: 'Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.' Dan dalam hadits yang shahih dari Nabi , 'Allah Ta'ala berfirman, 'Sesungguhnya Aku telah melakukannya' (HR. Bukhari)." (Majmu' al-Fatawa, 35/100).

Dan Ibnu Taimiyah memberikan alasan tidak dosanya mujtahid jika dia melakukan kesalahan dalam masalah-masalah ushuliyah atau furu'iyah, dengan mengatakan:

"لَيْسَ كُلُّ مَنْ اجْتَهَدَ وَاسْتَدْلَ يَتَمَكَّنُ مِنْ مَعْرِفَةِ الْحَقِّ، وَلَا يَسْتَحِقُّ الْوَعِيدَ إِلَّا مَنْ تَرَكَ مَأْمُورًا أَوْ فَعَلَ مَحْظُورًا، وَهَذَا قَوْلُ الْفُقَهَاءِ وَالْأَئِمَّةِ، وَهُوَ الْقَوْلُ الْمَعْرُوفُ عَنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ، وَقَوْلُ جُمُهُورِ الْمُسْلِمِينِ."

"Tidaklah setiap orang yang berijtihad dan menggunakan dalil dapat mengetahu yang hak [kebenaran] , dan dia tidak berhak mendapatkan ancaman adzab kecuali orang yang sengaja meninggalkan kewajiban atau melakukan yang dilarang. Ini adalah pendapat para fuqaha' dan para imam. Dan ini adalah pendapat yang dikenal dari salafusshalih (pendahulu umat Islam), dan pendapat mayoritas umat Islam." [ Lihat : Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 5/98 , Majmu' al-Fatawa 19/213  dan al-Muntaqoo min Minhaj al-I'tidaal hal. 321].

Imam Ibnu al-Qayyim, semoga Allah memberinya rahmat, berkata:

" ‌الرَّجُلَ ‌الْجَلِيلَ ‌الَّذِي ‌لَهُ ‌فِي ‌الْإِسْلَامِ ‌قَدَمٌ ‌صَالِحٌ ‌وَآثَارٌ ‌حَسَنَةٌ ‌وَهُوَ مِنْ الْإِسْلَامِ وَأَهْلِهِ بِمَكَانٍ قَدْ تَكُونُ مِنْهُ الْهَفْوَةُ وَالزَّلَّةُ هُوَ فِيهَا مَعْذُورٌ بَلْ وَمَأْجُورٌ لِاجْتِهَادِهِ؛ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُتْبَعَ فِيهَا، وَلَا يَجُوزُ أَنْ تُهْدَرَ مَكَانَتُهُ وَإِمَامَتُهُ وَمَنْزِلَتُهُ مِنْ قُلُوبِ الْمُسْلِمِينَ".

"Seseorang yang mulia, yang memiliki jejak yang baik dalam Islam, dan jasa-jasa kebajikannya menyebar, maka dia adalah bagian dari Islam dan dia memiliki kedudukan didalamnya. Mungkin saja dia pernah melakukan kesalahan dan tergelincir di dalamnya , maka dia dalam hal ini dianggap ma'dzur [dimaafkan], bahkan dia mendapatkan pahala karena ijtihadnya. Namun demikian, seseorang tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut, dan juga tidak boleh meremehkan dan menysia-siakan kedudukannya , kepemimpinannya, dan tempatnya di hati umat Islam." (I'lam al-Muwaqqi'in, 3/283)

Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah merahmatinya, mengatakan :

" وَمَنْ جَعَلَ كُلَّ مُجْتَهِدٍ فِي طَاعَةٍ أَخْطَأَ ‌فِي ‌بَعْضِ ‌الْأُمُورِ ‌مَذْمُومًا ‌مَعِيبًا ‌مَمْقُوتًا ‌فَهُوَ ‌مُخْطِئٌ ‌ضَالٌّ ‌مُبْتَدِعٌ ".

"Orang yang beranggapan bahwa setiap orang yang salah ijtihad dalam beberapa hal sebagai orang yang tercela, penuh aib, dan dibenci , maka orang yang beranggapan demikian adalah salah , sesat dan dia lah ahli bid'ah ." (Baca : Majmu' Al-Fatawa 11/15)

Al-Hafidz Ibnu Hajar, semoga Allah memberinya rahmat, berkata:

(إِنَّ الَّذِي يَتَصَدَّى لِضَبْطِ الْوَقَائِعِ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ وَالرِّجَالِ، يَلْزَمُهُ التَّحَرِّي فِي النَّقْلِ، فَلَا يُجَزِّمُ إِلَّا بِمَا يَتَحَقَّقُهُ، وَلَا يَكْتَفِي بِالْقَوْلِ الشَّائِعِ، وَلَا سِيمَا إِن تَرَتَّبَ عَلَى ذَلِكَ مَفْسَدَةٌ مِنَ الطَّعْنِ فِي حَقِّ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالصَّلَاحِ، وَإِن كَانَ فِي الْوَاقِعَةِ أَمْرٌ فَادِحٌ، سَوَاءٌ كَانَ قَوْلًا أَوْ فِعْلًا أَوْ مَوْقِفًا فِي حَقِّ الْمَسْتُورِ فيَنْبَغِي أَلَّا يَبَالُغَ فِي إِفْشَائِهِ، وَيَكْتَفِي بِالْإِشَارَةِ؛ لِئَلَّا يَكُونَ وَقَعَتْ مِنْهُ فَلْتَةٌ؛ وَلِذَلِكَ يَحْتَاجُ الْمُسْلِمُ أَنْ يَكُونَ عَارِفًا بِمَقَادِيرِ النَّاسِ وَأَحْوَالِهِمْ وَمَنَازِلِهِمْ، فَلَا يَرْفَعُ الْوَضِيعَ، وَلَا يَضْعُ الرَّفِيعَ) انتهى.

"Seseorang yang terjun langsung dalam penelitian tentang keakuratan informasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kutipan lafadz-lafadz , amal perbuatan, dan para perawi , maka wajib baginya untuk menyelidiki riwayat (sanad)nya. Maka dia tidak boleh memastikannya kecuali dengan apa yang telah diyakini kebenarannya. Dia tidak boleh merasa cukup dan puas dengan perkataan yang telah menyebar , terutama jika konsekuensinya dapat menimbulkan kerusakan dengan mencela hak salah satu dari ahli ilmu dan kebajikan, meskipun kejadian itu sangat serius, baik itu berupa ucapan, perbuatan, atau sikap terhadap orang yang bersangkutan.

Oleh karena itu, seharusnya seseorang tidak berlebihan dalam menyebarkan kesalahannya melainkan cukup dengan isyarat , agar tidak menimbulkan fitnah.

Oleh karena itu, seorang Muslim perlu memahami dalam menjaga kehormatan orang-orang , kondisi mereka, dan kedudukan mereka. Dia tidak boleh meninggikan yang rendah dan merendahkan yang tinggi." [ Di kutip dari " ذيل التبر المسبوك" hal. 4 karya as-Sakhowi murid al-Hafidz Ibnu Hajar ]

Sebagai penguat terhadap apa yang telah disebutkan sebelumnya, Syeikhul Islam Ibnu Taimiah menegaskan bahwa metode Ahlus Sunnah adalah tidak mengkafirkan mujtahid yang salah dalam masalah-masalah amaliyah atau masalah-masalah i'tiqodiyyah .

Syeikhul Islam berkata :

أَنَّ الْمُتَأَوِّلَ الَّذِي قَصْدُهُ مُتَابَعَةُ الرَّسُولِ لَا يَكْفُرُ، بَلْ وَلَا يَفْسُقُ إِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ. وَهَذَا مَشْهُورٌ عِنْدَ النَّاسِ فِي الْمَسَائِلِ الْعَمَلِيَّةِ. وَأَمَّا مَسَائِلُ الْعَقَائِدِ فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ كَفَّرَ الْمُخْطِئِينَ فِيهَا.

وَهَذَا الْقَوْلُ لَا يُعَرَفُ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّمَا هُوَ فِي الْأَصْلِ مِنْ أَقْوَالِ أَهْلِ الْبِدَعِ، الَّذِينَ يَبْتَدِعُونَ بِدْعَةً وَيُكَفِّرُونَ مَنْ خَالَفَهُمْ، كَالْخَوَارِجِ وَالْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ، وَوَقَعَ ذَلِكَ فِي كَثِيرٍ مِنْ أَتْبَاعِ الْأَئِمَّةِ، كَبَعْضِ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِمْ.

وَقَدْ يَسْلُكُونَ فِي التَّكْفِيرِ ذَلِكَ ; فَمِنْهُمْ مَنْ يُكَفِّرُ أَهْلَ الْبِدَعِ مُطْلَقًا، ثُمَّ يَجْعَلُ كُلَّ مَنْ خَرَجَ عَمَّا هُوَ عَلَيْهِ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ. وَهَذَا بِعَيْنِهِ قَوْلُ الْخَوَارِجِ وَالْمُعْتَزِلَةِ الْجَهْمِيَّةِ. وَهَذَا الْقَوْلُ أَيْضًا يُوجَدُ فِي طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ، وَلَيْسَ هُوَ قَوْلُ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ وَلَا غَيْرِهِمْ ، وَلَيْسَ فِيهِمْ مَنْ كَفَّرَ كُلَّ مُبْتَدِعٍ، بَلِ الْمَنْقُولَاتُ الصَّرِيحَةُ عَنْهُمْ تُنَاقِضُ ذَلِكَ، وَلَكِنْ قَدْ يُنْقَلُ عَنْ أَحَدِهِمْ  أَنَّهُ كَفَّرَ مَنْ قَالَ بَعْضَ الْأَقْوَالِ، وَيَكُونُ مَقْصُودُهُ أَنَّ هَذَا الْقَوْلَ كُفْرٌ لِيُحَذِّرَ، وَلَا يَلْزَمُ إِذَا كَانَ الْقَوْلُ كُفْرًا أَنْ يَكَفِّرَ كُلَّ مَنْ قَالَهُ مَعَ الْجَهْلِ وَالتَّأْوِيلِ

"Seorang pentakwil yang tujuannya adalah mengikuti Rasulullah , maka dia tidak dikafirkan dan tidak dianggap fasik jika dia berijtihad dan melakukan kesalahan. Ini adalah pandangan yang masyhur di kalangan orang-orang dalam masalah-masalah amaliyah .

Namun, dalam masalah-masalah aqidah, banyak orang yang mengkafirkan mereka yang dianggap salah. Pandangan ini tidak dikenal dari siapa pun dari kalangan para Sahabat dan Tabi'in , dan tidak dikenal dari para Imam kaum muslimin . Sebaliknya, ini berasal dari perkataan ahli bid'ah, yang biasa mengada-adakan bid'ah dan mengkafirkan siapa saja yang tidak sejalan dengan mereka, seperti Khawarij, Mu'tazilah, dan Jahmiyyah. Ini juga terjadi di antara sebagain pengikut Imam-imam seperti sebagian para pengikut Malik, Syafi'i, Ahmad, dan lainnya.

Kadang mereka menerapkan konsep takfir sebagai berikut : Diantara mereka ada yang bermanhaj mengkafirkan semua ahli bid'ah. Kemudian menganggap semua orang yang tidak sejalan dengan yang mereka anut , adalah Ahli Bid'ah . Ini adalah pandangan yang sama dengan KHAWARIJ, Mu'tazilah, dan Jahmiyyah.

Pandangan ini tidak ditemukan dalam kelompok dari kalangan empat Imam Madzhab atau yang lainnya. Di antara mereka tidak ada yang mengkafirkan setiap pelaku bid'ah. Malah, kutipan-kutipan yang jelas dari mereka bertentangan dengan itu.

Namun, mungkin saja ada kutipan dari salah satu dari mereka yang menyatakan bahwa siapa pun yang mengucapkan sebagian pernyataan tertentu dianggap kafir. Ini mungkin dimaksudkan hanya sebatas untuk mengecam pernyataan tersebut . Dan tidak harus jika ada ucapan yang mengandung kekufuran, lalu dengannya menganggap kafir semua orang yang mengatakannya karena ketidak tahuannya dan penafsirannya ." [ Lihat : Minhaj as-Sunnah An-Nabawiyyah 5/239-240]. 

********

ETIKA BERDAKWAH KETIKA BELUM BERHASIL

Bisa jadi orang yang menentang dakwah kita serta mendustakan Allah dan Rasul-Nya itu di sebabkan oleh cara dakwah kita yang berlebihan dan kurang tepat.

Yang demikian itu hal yang selalu dikhawatirkan oleh para nabi-nabi terdahulu dan para pengikutnya, seperti yang Allah SWT berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Artinya: Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.

وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan TINDAKAN-TINDAKAN KAMI YANG BERLEBIH-LEBIHAN DALAM URUSAN (DAKWAH) KAMI dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Ali Imran: 146-147)

TEGURAN ALLAH SWT TERHADAP NABI SAW :

Allah SWT pernah menegur Nabi SAW ketika beliau dalam perang Uhud menyalahkan kaum musyrikin yang membuat beliau cidera dibeberapa bagian tubuh, seperti gigi geraham patah, bibir bawah sobek, dahi dan kening Rasulullah bercucuran darah. Bahkan, lemparan lembing dari musuh Nabi Muhammad SAW bernama Abu Qanaah menembus pelindung kepala nabi. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya :

 لَيْسَ لَكَ مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَاِنَّهُمْ ظٰلِمُوْنَ

" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim". (QS. Ali Imran: 128)

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:

Imam Bukhari mengatakan : Bahwa Humaid ibnu Sabit meriwayatkan dari Anas ibnu Malik :

 شُجّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أحُد، فَقَالَ: "كَيْفَ يُفْلِحُ قُوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ؟ ". فَنَزَلَتْ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ}

Bahwa Nabi Saw. terluka pada wajahnya dalam Perang Uhud, lalu beliau bersabda: Bagaimana memperoleh keberuntungan suatu kaum yang berani melukai wajah nabi mereka? Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: 

" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)". (QS. Ali Imran: 128)

Hadits ini sanadnya mu’alaq dalam shahih Al Bukhari”.

Kemudian Ibnu Katsir berkata :

Hadits ini disebut secara musannadah lagi muttasilah dalam Musnad Imam Ahmad tadi.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas (ra) :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُسرَتْ رَبَاعيتُهُ يومَ أُحدُ، وشُجَّ فِي جَبْهَتِهِ حَتَّى سَالَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِهِ، فَقَالَ: "كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ فَعَلُوا هَذَا بِنَبِيِّهِمْ، وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ، عَزَّ وَجَلَّ". فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ}

Bahwa gigi seri Nabi Saw. pernah pecah dalam Perang Uhud dan wajahnya terluka, hingga darah membasahi wajah beliau. Maka beliau bersabda: 

"Bagaimana mendapai keberuntungan suatu kaum yang berani melakukan perbuatan ini kepada nabi mereka, padahal nabi mereka menyeru mereka untuk menyembah Tuhan mereka". 

Maka Allah menurunkan firman-Nya: 

"Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim". (QS. Ali Imran: 128)

Riwayat ini hanya diketengahkan oleh Imam Muslim sendiri. Dia meriwayatkannya dari Al-Qa'nabi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, lalu ia menuturkan Hadits ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, dari Matar, dari Qatadah yang mengatakan :

" أُصِيبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ وكُسرت رَبَاعيته، وَفُرِقَ حَاجِبُهُ، فَوَقَعَ وَعَلَيْهِ دِرْعَانِ وَالدَّمُ يَسِيلُ، فَمَرَّ بِهِ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، فَأَجْلَسَهُ وَمَسَحَ عَنْ وَجْهِهِ، فَأَفَاقَ وَهُوَ يَقُولُ: "كَيْفَ بِقَوْمٍ فَعَلُوا هَذَا بِنَبِيِّهِمْ، وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللهِ؟ " فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ}".

Bahwa Nabi Saw. pernah mengalami luka dalam Perang Uhud hingga gigi serinya pecah dan alisnya terluka, lalu beliau terjatuh yang saat itu beliau memakai baju besi dua lapis, sedangkan darah mengalir dari lukanya. Maka Salim maula Abu Huzaifah menghampirinya dan mendudukkannya serta mengusap wajahnya. Lalu Nabi Saw. sadar dan bangkit seraya mengucapkan: 

Bagaimana akan memperoleh keberuntungan, suatu kaum yang berani melakukan ini terhadap nabi mereka?

Nabi Saw. mengucapkan demikian seraya mendoakan untuk kebinasaan mereka kepada Allah Swt. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 

" Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)". (QS. Ali Imran: 128), hingga akhir ayat". [Kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir selesai].

HAMBA AR-RAHMAN ITU MULUT NYA MENEBAR KEDAMAIAN WALAU DICACI

Hamba ar-Rahman senatiasa bersikap tawadhu', berlemah lembut baik sikapnya maupun tutur katanya. Tidak ada kesombongan dalam hatinya. 

Hamba ar-Rahman senantiasa menebar kedamaian dan kesejujukkan hati walau dicaci dan disakiti. Dia tidak pernah melempar kata-kata busuk atau gelar-gelar buruk terhadap orang yang menyakitinya apalagi kepada selainnya . 

Hamba ar-Rahman senantiasa melakukan shalat malam, bertahajjud . 

Hamba ar-Rahman senantiasa merasa dirinya banyak dosa dan kesalahan, maka dia selalu memohon ampunan dari Allah agar terhindar dari api neraka Jahannam ... dan seterusnya . Dia tidak pernah merasa dirinya paling suci , apalagi mengklaim orang lain sebagai ahli neraka . 

Allah SWT dalam surat al-Furqoon berfirman:

وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67).

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) kedamaian / kesejahteraan (63).

Dan orang yang melewati malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (64).

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kehinaan yang kekal.” (65)

Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (66)
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (67)
[QS. Al-Furqoon: 63 – 67].

TAFSIRNYA:

Pertama: Dari Tafsir Ibnu Katsir

Firman Allah SWT.:

{وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا}

" Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang membawa kedamaian / kesejateraan ". (Al-Furqan: 63)

Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.; semakin orang jahil bersikap keras, maka semakin pemaaf dan penyantun pula sikap beliau.

Dan seperti yang disebutkan oleh firman Allah SWT. dalam ayat yang lain:

{وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ}

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (Al-Qasas: 55)

Dari An-Nu'man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan:

وَسَبَّ رجلٌ رَجُلًا عِنْدَهُ [عِنْدَ َسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] قَالَ: فَجَعَلَ الرَّجُلُ الْمَسْبُوبُ يَقُولُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

"أَمَا إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ هَذَا قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. "

"Bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki mencaci maki lelaki lainnya di hadapan Rasulullah SAW., lalu orang yang dicaci mengatakan, "'Alaikas salam (semoga kesejahteraan atas dirimu)."

Maka Rasulullah SAW. bersabda:

Ingatlah, sesungguhnya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu, malaikat itu berkata, "Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak dicaci.”Dan apabila kamu katakan kepadanya, " 'Alaikas salam," maka malaikat itu berkata, "Tidak, dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah yang berhak mendapatkannya.” [HR. Ahmad].

Lalu Ibnu Katsir berkata:

"Sanad hadis berpredikat hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya".
[Penulis katakan: hadits ini di Dha'ifkan oleh al-Albaani dlm adh-Dha'iiifah no. 2923].

HAMBA AR-RAHMAAN TIDAK SUKA MENTAHDZIR DAN MENGHAJER MESKI DI SAKITI.

Ibnu Katsir berkata:

"Jika mereka dinilai sebagai orang yang kurang akalnya, maka mereka bersabar. Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah [yang menghinanya] di siang harinya dan bersabar terhadap apa pun yang mereka dengar. Kemudian disebutkan bahwa pada malam harinya mereka melakukan ibadah". [Selesai]

Biasanya karakter suka menthadzir dan tukang menghajer itu timbul dari pribadi yang merasa paling suci , paling benar dan merasa dirinya sebagai pemegang kunci surga . Dan dia juga yang memegang kunci neraka , sehingga dia bisa memastikan bahwa orang-orang yang ditahdzir olehnya itu pasti sesatnya dan pasti ahli neraka nya . Bahkan sering terlontar dari mulutnya kata-kata yang menyatakan bahwa pelacur, pemabuk, pembunuh dan perampok lebih baik dari pada orang-orang yang dihajer dan ditahdzir olehnya . Dan sebagian mereka mengatakan bahwa Fir'aun , Yahudi dan Kristen lebih lurus aqiadahnya dari pada umat Islam yang dihajer dan ditahdzier olehnya .

Kedua: Dari Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar,

Dan para hamba Allah itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan tenang dan mantab tanpa bersikap angkuh. Dan ketika orang-orang bodoh berbicara kepada mereka tentang sesuatu yang menyakiti mereka (hamba Allah), maka mereka akan berkata: “Semoga keselamatan (atasmu)”..

Ketiga: Dlm Tafsir Prof. DR. Imad Zuhair:

Mereka bersabar atas gangguan yang mereka dapatkan dari orang-orang jahil dan kurang akal, sehingga mereka tidak ikut terjerumus dalam kebodohan orang-orang tersebut; serta mereka mengucapkan salam, namun bukan salam penghormatan, melainkan salam perpisahan yang tidak mengandung doa kebaikan atau keburukan.

******

ROSULULLAH SAW TIDAK MENGHAJER PEMIMPIN KAUM MUNAFIQ DAN PARA PENGIKUT NYA

Abdullah bin Ubay bin Salluul adalah dedengkot kaum munafiq. Dan kemunafikan nya diketahui secara Ijma'. Dan dia banyak terlibat makar terhadap Rosulullah SAW dan kaum Muslimin. Namun demikian Rosulullah SAW tetap berkunjung ke rumahnya bahkan datang menshalati mayatnya ketika wafat.

Dan ketika putra Abdullah bin Ubay bin Sallul minta izin kepada Rosulullah SAW untuk membunuh ayahnya, maka Rosulullah SAW melarangnya.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir di sebutkan:

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas r.a., dia berkata:

Bahwa pernah ada seseorang yang menyarankan kepada Nabi SAW: "Sebaiknya engkau datang berkunjung kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salut (pemimpin kaum munafik, pent.)."

Maka Rasulullah SAW. berangkat menuju ke tempatnya dan menaiki keledainya, sedangkan para sahabatnya berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka tempuh adalah tanah yang terjal.

Setelah Nabi SAW. sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah ibnu Ubay) berkata, "Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu menggangguku."

Maka seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata, "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai Rasulullah SAW. lebih harum ketimbang baumu."

Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka; masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya.

Kemudian terjadilah di antara mereka perkelahian dengan memakai pelepah kurma, pukulan tangan, dan terompah.

Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah SWT:

{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }

Artinya: “ Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat “. [QS. Al-Hujuroot: 9]

Maka berhentilah perkelahian tsb.

Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam kitab As-Sulh, dari Musaddad; dan Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Al-Magazi, dari Muhammad ibnu Abdul A'la; keduanya dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:

Allah SWT. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:

{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)

Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya (Bahkan salah satunya adalah nyata-nyata pimpinan orang-orang munafik beserta kaumnya. Akan tetapi Allah SWT mengatakan “dua golongan dari orang-orang mukmin”. Pen).

Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh golongan Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya)

Dan Nabi SAW tidak menghajer orang-orang munafiq yang hendak melempar Nabi SAW dari atas Gunung, yang jumlahnya 12 orang Munafik.

Allah SWT berfirman:

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ۝

Artinya: “ Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

Firman Allah SWT.:

وَهَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا

“ dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)”

Ibnu Katsir berkata:

"Di dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang berniat hendak membunuh Nabi SAW. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam ketika Rasulullah SAW. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka terdiri atas belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka.

Hal ini jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan,

كُنْتُ آخِذًا بِخِطَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقُودُ بِهِ، وَعَمَّارٌ يَسُوقُ النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ يَقُودُهُ -حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ رَاكِبًا قَدِ اعْتَرَضُوهُ فِيهَا، قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ] فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عَرَفْتُمُ الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا مُتَلَثِّمِينَ، وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يَزْحَمُوا رَسُولَ اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ، فَيُلْقُوهُ مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ إِلَى عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟ قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ بِالدُّبَيْلَةِ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟ قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ قَلْبِ أَحَدِهِمْ فَيَهْلِكُ"

"Saya memegang tali kendali unta Rasulullah SAW. seraya menuntunnya, sedangkan Ammar menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya, sedangkan saya yang menggiringnya.

Ketika kami sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua belas lelaki penunggang kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah SAW. ke medan Tabuk.

Maka saya mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu Rasulullah SAW. meneriaki mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.

Rasulullah SAW. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah kaum itu?'

Kami menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar. Tetapi kami mengenali mereka dari pelana-pelananya.'

Rasulullah SAW. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang munafik sampai hari kiamat. Tahukah kalian apakah yang hendak mereka lakukan?'

Kami menjawab, 'Tidak tahu.'

Rasulullah SAW. menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah SAW. di 'Aqabah. Dengan demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah "Aqabah.'

Kami (para sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengirimkan orang kepada keluarga mereka sehingga masing-masing kaum mengirimkan kepadamu KEPALA teman mereka itu?'

Rasulullah SAW. bersabda, 'Jangan, aku tidak suka bila kelak orang-orang Arab mempergunjingkan di antara sesama mereka bahwa Muhammad telah berperang bersama suatu kaum, tetapi setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya bersama mereka, lalu ia berbalik memerangi mereka.'

Kemudian Rasulullah SAW. berdoa, 'Ya Allah, lemparlah mereka dengan Dubailah' Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Dubailah itu?'

Rasul Saw menjawab, 'Bara api yang mengenai bagian dalam hati seseorang di antara mereka, lalu ia binasa. (SELESAI)

Penulis katakan: Berkenaan dengan hadits ini salah seorang ulama mengatakan:

وبالرغم من وضوح هذه الجريمة الغادرة، تجلى موقف النبي - صلى الله عليه وسلم - العظيم تجاه هؤلاء النفر، بالتسامح والعفو عنهم، وذلك حفاظًا على سمعة الفئة المؤمنة ، ومخافة أن يقول الناس: إن محمدًا يقتل أصحابه.

Artinya: “ Meskipun kejahatan pengkhianatan ini sangat jelas, namun demikian telah nampak sikap agung Nabi SAW terhadap orang-orang tsb dalam bentuk tasaamuh dan pemaafan bagi mereka. Yang demikian itu sengaja beliau saw lalukan untuk menjaga reputasi atau nama baik orang-orang beriman, dan untuk menjaga jangan sampai orang-orang berkata: Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya “.

Penulis katakan pula:

Bahkan Dalam riwayat Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah ibnuz Zubair di sebutkan:

Bahwa Rasulullah SAW. memberitahukan kepada Huzaifah dan Ammar tentang nama-nama mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu hendak mencelakakan diri Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW. memerintah¬kan kepada keduanya agar MERAHASIAKAN NAMA-NAMA MEREKA itu.

Ibnu Katsir berkata:

Karena itulah maka Huzaifah dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh diketahui oleh seorang pun, yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri orang-orang munafik yang terlibat dalam peristiwa itu. Rasulullah SAW. telah memberitahukan kepadanya mengenai mereka, tidak kepada selainnya “. (Selesai)

*****

MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH DARINYA KARENA TAKUT KEBUSUKAN MULUTNYA.

Ada sebagian orang takut dekat-dekat dengan si Fulan, karena takut di Tahdzir dan di sebar luaskan keburukannya, padahal itu belum tentu itu keburukan, melainkan perbedaan pendapat.

Dalam sebuah Hadits di sebut kan bahwa: Sebusuk-busuknya manusia adalah orang yg ditinggalkan manusia karena takut akan kebusukan mulutnya demi menghindari kebusukannya.

Dari 'Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya:

 أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Seorang lelaki minta izin kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda,

"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya."

Setelah orang itu duduk, Nabi SAW bermuka ceria di hadapannya dan menyambut orang itu.

Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau,

"Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?

 Rasulullah SAW menjawab:

"Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya."

HR. Bukhari no. 6054 dan Muslim no. 2591

Syarah Hadits:

(اتقاء فحشه) أي لأجل قبيح قوله وفعله.

Makna ; demi menghindari kejahatannya (yakni kejahatan mulutnya dan perbuatannya."

Dalam lafadz Bukhory no 6032:

(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ). قال ابن حجر: «قَوْله: (اِتِّقَاء شَرّه) أَيْ قُبْح كَلَامه».

Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk2 manusia kefudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia demi menghindari kebusukannya ".

Ibnu Hajar berkata: Makna perkataan (demi menghindari kebusukannya) yakni keburukan omongannya.

*******

DILARANG PUTUS ASA UNTUK MENDAPATKAN RAHMAT DAN AMPUNAN DARI ALLAH .

Allah SWT berfirman :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. Az-Zumar : 53 )

 

Posting Komentar

0 Komentar