Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PROSES PEMILIHAN KHALIFAH PERTAMA ABU BAKAR (R.A) DI SAQIFAH BANI SAIDAH.

 

APA YANG TELAH TERJADI DI SAQIFAH BANI SAIDAH? MENJELANG PEMILIHAN KHALIFAH PERTAMA SETELAH RASULULLAH ﷺ WAFAT

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


*****

بسم الله الرحمن الرحيم

HADITS TENTANG WAFATNYA NABI :

Dari Abu Salamah, dia menyebutkan :

اَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ ﷺ اَخْبَرَتْهُ قَالَتْ اَقْبَلَ اَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى فَرَسِهِ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ حَتَّى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ يُكَلِّمْ النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَتَيَمَّمَ النَّبِيَّ ﷺ وَهُوَ مُسَجًّى بِبُرْدِ حِبَرَةٍ فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ اَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ ثُمَّ بَكَى فَقَالَ بِاَبِي اَنْتَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ اَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّهَا قَالَ اَبُو سَلَمَةَ فَاَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا اَنَّ اَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَلِّمُ النَّاسَ فَقَالَ اجْلِسْ فَاَبَى فَقَالَ اجْلِسْ فَاَبَى فَتَشَهَّدَ اَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَمَالَ اِلَيْهِ النَّاسُ وَتَرَكُوا عُمَرَ فَقَالَ اَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا ﷺ فَاِنَّ مُحَمَّدًا ﷺ قَدْ مَاتَ وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَاِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ اِلَى الشَّاكِرِينَ } وَاللَّهِ لَكَاَنَّ النَّاسَ لَمْ يَكُونُوا يَعْلَمُونَ اَنَّ اللَّهَ اَنْزَلَهَا حَتَّى تَلَاهَا اَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَتَلَقَّاهَا مِنْهُ النَّاسُ فَمَا يُسْمَعُ بَشَرٌ اِلَّا يَتْلُوهَا

"Bahwa 'Aisyah radliyallahu 'anha isteri Nabi mengabarkan kepadanya [Abu Salamah], Ia berkata : Abu Bakar radliyallahu 'anhu menunggang kudanya dari suatu tempat bernama Sunh hingga dia tiba dan masuk ke dalam masjid dan dia tidak berbicara dengan orang-orang, lalu dia menemui 'Aisyah radliyallahu 'anha dan langsung mendatangi Nabi yang sudah ditutupi (jasadnya) dengan kain terbuat dari katun.

Kemudian dia membuka tutup wajah Beliau lalu Abu Bakar bersimpuh didepan jasad Nabi, lalu menutupnya kembali. Kemudian Abu Bakar menangis dan berkata:

"Demi bapak dan ibuku sebagai tebusan, wahai Nabi Allah, Allah tidak akan menjadikan dua kali kematian kepadamu. Adapun kematian pertama yang telah ditetapkan buatmu itu sudah terjadi".

Berkata Abu Salamah: telah mengabarkan kepada saya Ibnu 'Abbas radliyallahu 'anhuma bahwa:

Kemudian Abu Bakar radliallahu 'anhu keluar bertepatan 'Umar radliyallahu 'anhu sedang berbicara dengan orang banyak. Maka (Abu Bakar) berkata kepada ('Umar): "Duduklah!". Namun 'Umar tidak mempedulikannya.

Lalu Abu Bakar berkata lagi: "Duduklah!". Namun 'Umar tetap tidak mempedulikannya. Akhirnya Abu Bakar bersaksi (tentang kewafatan Nabi ) sehingga orang-orang berkumpul kepadanya dan meninggalkan 'Umar, lalu Abu Bakar berkata:

"Ammaa ba’du, barangsiapa dari kalian yang menyembah Muhammad , sungguh Muhammad sekarang sudah wafat dan barangsiapa dari kalian yang menyembah Allah, sungguh Allah Maha Hidup yang tidak akan pernah mati.

Allah Ta'ala telah berfirman (yang artinya):

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

Artinya: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 165).

Demi Allah, seakan-akan orang-orang belum pernah mengetahui bahwa Allah sudah menurunkan ayat tersebut hingga Abu Bakar radliyallahu 'anhu membacakannya saat itu. Akhirnya orang-orang pun memahaminya dan tidak ada satupun orang yang mendengarnya (kabar tentang wafatnya Nabi) kecuali pasti orang itu membacakan ayat tersebut". [HR. Bukhori no. 1165]

*****

KEJADIAN DI SAQIFAH BANI SAIDAH SAAT ROSULULLAH WAFAT

Kaum Muslimin dalam masa kehidupan Nabi yang mulia  sudah terbiasa menghadapi berbagai cobaan dan ujian, tetapi apa yang terjadi di Saqifah Bani Sa’idah, saat Anshar berkumpul untuk membahas masalah kepemimpinan negara, sementara para sahabat Muhajirin sibuk dengan hal yang sama dan juga persiapan pemakaman Nabi yang mulia, itu adalah merupakan salah satu ujian yang paling berat bagi umat Islam.

Cobaan demi cobaan dan ujian demi ujian sebelumnya bagi umat Islam telah terjadi, namun saat itu Nabi yang mulia masih ada bersama mereka, dan wahyu turun dari langit menjelaskan apa yang membingungkan mereka saat itu. Namun, pada hari kejadian di Saqifah Bani Sa’idah - jika ungkapan ini benar - ini adalah ujian baru pertama kali dan tidak biasa bagi umat Muslim. Mengapa? Karena ini adalah kali pertama mereka menghadapi ujian tanpa kehadiran Rasul yang mulia dan tanpa dukungan wahyu dari langit.

Pertemuan di Saqifah adalah pertemuan yang tidak biasa bagi para sahabat. Dan ini merupakan ujian nyata bagi lulusan Madrasah Muhammad dari kalangan Muhajirin dan Anshar. 

Untuk pertama kalinya, mereka menemukan diri mereka di hadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikan sendiri tanpa kembali merujuk kepada Nabi yang paling mulia . Dan ini berarti bahwa mereka terbuka terhadap kesalahan dan kebenaran, karena tidak ada otoritas ilahi yang langsung melalui wahyu seperti yang terjadi sebelumnya, tetapi inilah cara yang harus diikuti dari sejak saat itu hingga hari Kiamat... Ijtihad, penilaian, dan kesepakatan yang didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap Al-Qur'an dan Sunnah. Dan inilah bagaimana segala sesuatunya berlangsung dari sejak hari Saqifah hingga hari ini.

Para sahabat Anshar berusaha berijtihad setelah wafatnya Nabi yang mulia , mereka ingin bersegera untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkannya dalam kepemimpinan negara sebelum situasinya menjadi kacau balau. Maka mereka berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah untuk memilih khalifah bagi umat Islam dari kalangan mereka sendiri. Hal ini didasarkan pada posisi mereka dalam mendukung dakwah, melindunginya, dan memberikan bantuan sejak awal. Selain itu, negara Islam tumbuh dan muncul di kota mereka sendiri, karena mereka adalah penduduk aslinya. 

Oleh karena itu, menurut pandangan kaum Anshar, mereka lebih berhak atas masalah ini daripada saudara-saudara mereka yang merupakan para Muhajirin, yang pada saat itu dianggap sebagai pengungsi politik menurut terminologi politik modern. 

Oleh karena itu, tidak dapat diterima jika seorang pengungsi politik mengambil alih kekuasan dan menjadi pimpinan negara di hadapan penduduk aslinya. Itulah pemikiran awal yang dimiliki oleh para Anshar yang mulia. Sementara pada saat itu, sebagian tokoh Muhajirin sibuk dengan masalah yang harus dipikul bersama oleh seluruh kaum muslimin, yaitu mempersiapkan pemakaman Nabi yang mulia .

Berita tentang pertemuan Anshar tersebut sampai kepada Abu Bakar dan Umar - semoga Allah meridhai keduanya - sehingga keduanya segera bangkit dan menuju ke pertemuan politik Anshar tersebut. Di tengah perjalanan, mereka berdua bertemu dengan Amiin umat ini, yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah, lalu mereka berdua meminta dia untuk ikut serta. Kemudian, tiga tokoh besar tersebut menuju ke tempat konferensi politik Anshar .

*****

HADITS LENGKAP TENTANG KEJADIAN DI SAQIFAH BANI SA’IDAH

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata :

إِنَّمَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِي بَكْرٍ فَلْتَةً وَتَمَّتْ أَلَا وَإِنَّهَا قَدْ كَانَتْ كَذَلِكَ وَلَكِنَّ اللَّهَ وَقَى شَرَّهَا وَلَيْسَ مِنْكُمْ مَنْ تُقْطَعُ الْأَعْنَاقُ إِلَيْهِ مِثْلُ أَبِي بَكْرٍ مَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَلَا يُبَايَعُ هُوَ وَلَا الَّذِي بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلَا

وَإِنَّهُ قَدْ كَانَ مِنْ خَبَرِنَا حِينَ تَوَفَّى اللَّهُ نَبِيَّهُ ﷺ أَنَّ الْأَنْصَارَ خَالَفُونَا وَاجْتَمَعُوا بِأَسْرِهِمْ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ وَخَالَفَ عَنَّا عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ وَمَنْ مَعَهُمَا وَاجْتَمَعَ الْمُهَاجِرُونَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقُلْتُ لِأَبِي بَكْرٍ يَا أَبَا بَكْرٍ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى إِخْوَانِنَا هَؤُلَاءِ مِنْ الْأَنْصَارِ فَانْطَلَقْنَا نُرِيدُهُمْ فَلَمَّا دَنَوْنَا مِنْهُمْ لَقِيَنَا مِنْهُمْ رَجُلَانِ صَالِحَانِ فَذَكَرَا مَا تَمَالَأَ عَلَيْهِ الْقَوْمُ فَقَالَا أَيْنَ تُرِيدُونَ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ فَقُلْنَا نُرِيدُ إِخْوَانَنَا هَؤُلَاءِ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَا لَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَقْرَبُوهُمْ اقْضُوا أَمْرَكُمْ فَقُلْتُ وَاللَّهِ لَنَأْتِيَنَّهُمْ

فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَاهُمْ فِي سَقِيفَةِ بَنِي سَاعِدَةَ فَإِذَا رَجُلٌ مُزَمَّلٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَذَا فَقَالُوا هَذَا سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ فَقُلْتُ مَا لَهُ قَالُوا يُوعَكُ فَلَمَّا جَلَسْنَا قَلِيلًا تَشَهَّدَ خَطِيبُهُمْ فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَنَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ وَكَتِيبَةُ الْإِسْلَامِ وَأَنْتُمْ مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ رَهْطٌ وَقَدْ دَفَّتْ دَافَّةٌ مِنْ قَوْمِكُمْ فَإِذَا هُمْ يُرِيدُونَ أَنْ يَخْتَزِلُونَا مِنْ أَصْلِنَا وَأَنْ يَحْضُنُونَا مِنْ الْأَمْرِ فَلَمَّا سَكَتَ أَرَدْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ وَكُنْتُ قَدْ زَوَّرْتُ مَقَالَةً أَعْجَبَتْنِي أُرِيدُ أَنْ أُقَدِّمَهَا بَيْنَ يَدَيْ أَبِي بَكْرٍ وَكُنْتُ أُدَارِي مِنْهُ بَعْضَ الْحَدِّ فَلَمَّا أَرَدْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَلَى رِسْلِكَ فَكَرِهْتُ أَنْ أُغْضِبَهُ فَتَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَكَانَ هُوَ أَحْلَمَ مِنِّي وَأَوْقَرَوَاللَّهِ مَا تَرَكَ مِنْ كَلِمَةٍ أَعْجَبَتْنِي فِي تَزْوِيرِي إِلَّا قَالَ فِي بَدِيهَتِهِ مِثْلَهَا أَوْ أَفْضَلَ مِنْهَا حَتَّى سَكَتَ

فَقَالَ مَا ذَكَرْتُمْ فِيكُمْ مِنْ خَيْرٍ فَأَنْتُمْ لَهُ أَهْلٌ وَلَنْ يُعْرَفَ هَذَا الْأَمْرُ إِلَّا لِهَذَا الْحَيِّ مِنْ قُرَيْشٍ هُمْ أَوْسَطُ الْعَرَبِ نَسَبًا وَدَارًا وَقَدْ رَضِيتُ لَكُمْ أَحَدَ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ فَبَايِعُوا أَيَّهُمَا شِئْتُمْ فَأَخَذَ بِيَدِي وَبِيَدِ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ وَهُوَ جَالِسٌ بَيْنَنَا فَلَمْ أَكْرَهْ مِمَّا قَالَ غَيْرَهَا كَانَ وَاللَّهِ أَنْ أُقَدَّمَ فَتُضْرَبَ عُنُقِي لَا يُقَرِّبُنِي ذَلِكَ مِنْ إِثْمٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَتَأَمَّرَ عَلَى قَوْمٍ فِيهِمْ أَبُو بَكْرٍ اللَّهُمَّ إِلَّا أَنْ تُسَوِّلَ إِلَيَّ نَفْسِي عِنْدَ الْمَوْتِ شَيْئًا لَا أَجِدُهُ الْآنَ

فَقَالَ قَائِلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا جُذَيْلُهَا الْمُحَكَّكُ وَعُذَيْقُهَا الْمُرَجَّبُ مِنَّا أَمِيرٌ وَمِنْكُمْ أَمِيرٌ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ فَكَثُرَ اللَّغَطُ وَارْتَفَعَتْ الْأَصْوَاتُ حَتَّى فَرِقْتُ مِنْ الِاخْتِلَافِ فَقُلْتُ ابْسُطْ يَدَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ فَبَسَطَ يَدَهُ فَبَايَعْتُهُ وَبَايَعَهُ الْمُهَاجِرُونَ ثُمَّ بَايَعَتْهُ الْأَنْصَارُ وَنَزَوْنَا عَلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ قَتَلْتُمْ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ فَقُلْتُ قَتَلَ اللَّهُ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ قَالَ عُمَرُ وَإِنَّا وَاللَّهِ مَا وَجَدْنَا فِيمَا حَضَرْنَا مِنْ أَمْرٍ أَقْوَى مِنْ مُبَايَعَةِ أَبِي بَكْرٍ خَشِينَا إِنْ فَارَقْنَا الْقَوْمَ وَلَمْ تَكُنْ بَيْعَةٌ أَنْ يُبَايِعُوا رَجُلًا مِنْهُمْ بَعْدَنَا فَإِمَّا بَايَعْنَاهُمْ عَلَى مَا لَا نَرْضَى وَإِمَّا نُخَالِفُهُمْ فَيَكُونُ فَسَادٌ فَمَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَلَى غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَلَا يُتَابَعُ هُوَ وَلَا الَّذِي بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلَا

“Dahulu pembai’atan Abu Bakar terjadi secara spontan dan cepat.

Ya, memang seperti itu, namun Allah Ta’ala telah melindunginya dari hal-hal yang buruk. Tidak ada seorang pun diantara kalian yang akan mampu mencapai derajat Abu Bakar.  Karena siapapun orangnya yang dibai'at tanpa melalui musyawarah dengan kaum muslimin, niscaya orang yang dibai'atnya tersebut tidak dianggap shah pembaitannya dan begitu juga orang yang membai’at-nya, karena cara pembai'atan seperti itu akan mempertaruhkan keduanya [yang dibai'at dan yang membai'at] untuk dibunuh.

Sungguh diantara berita tentang kondisi kami ketika Allah Ta’ala mewafatkan Nabi-Nya  adalah kaum Anshar menyelisihi kami. Semua mereka berkumpul di Saqifah [balai pertemuan] Bani Sa’idah. Adapun Ali, Zubair dan orang yang bersama keduanya juga tidak turut menyertai kami [karena sibuk mengurus jenazah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, red]. Maka orang-orang Muhajirin berkumpul pada Abu Bakar. Aku katakan kepada Abu Bakar: “Wahai Abu Bakar, mari kita pergi ke saudara-saudara kita kaum Anshar!”

Maka kami berangkat untuk menemui mereka. Tatkala kami telah dekat ke tempat mereka, kami bertemu dengan dua orang yang shalih dari kalangan mereka [dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan keduanya adalah ‘Uwaim bin Sa’idah dan Ma’an bin ‘Adi, red] maka keduanya menceritakan kepada kami pertemuan kesepakatan orang-orang Anshar. Kedua orang itu bertanya, “Kemana kalian hendak pergi, wahai orang-orang Muhajirin?” Kami menjawab: “Kami hendak menemui saudara-saudara kami kaum Anshar.” Keduanya mengatakan: “Tidak masalah jika kalian tidak mendatangi mereka. Selesaikan saja urusan kalian!” Maka aku mengatakan: “Demi Allah, kami tetap akan mendatangi mereka.”

Maka kami berangkat hingga kami mendatangi mereka pada Saqifah Bani Sa’idah. Ternyata ada seseorang yang diselimuti di hadapan mereka. Saya bertanya, “Siapa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah Sa’ad bin Ubadah.” Saya bertanya: “Ada apa dengan dirinya?” Mereka menjawab, “Ia sedang sakit demam.”

Setelah kami duduk sesaat, salah seorang diantara mereka berkhutbah [dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa khatib kaum Anshar adalah Tsabit bin Qais bin Syamas, red]. Khatib itu mengucapkan syahadat dan memuji Allah, lalu ia berkata: “Amma ba’du. Kami adalah Anshar [para penolong agama] Allah dan Katibah [pasukan besar] Islam. Adapun kalian wahai orang-orang Muhajirin adalah satu kelompok kecil saja. Sungguh segelintir orang dari kalian [Muhajirin] telah bergerak untuk memonopoli kekuasaan dan menyingkirkan kami dari kekuasaan.”

Setelah khatib itu berhenti bicara, saya ingin berbicara. Saya telah mempersiapkan sebuah pembicaraan yang mengagumkanku dan saya ingin menyampaikannya di hadapan Abu Bakar. Saya agak menghindar dari tempat Abu Bakar berada, maka tatkala saya hendak berbicara, tiba-tiba Abu Bakar berkata kepada saya, “Sabarlah dan tahanlah dirimu!” Maka saya tidak suka jika saya membuat Abu Bakar marah.

Abu Bakar pun berbicara dan ia adalah orang yang lebih santun dan lebih tenang daripada saya. Demi Allah, tidaklah saya menyiapkan sebuah perkataan pun yang hendak saya sampaikan, melainkan Abu Bakar telah mengucapkan perkataan yang semisalnya atau bahkan perkataan yang lebih baik darinya sampai Abu Bakar selesai bicara.

Abu Bakar berkata: “Kebaikan yang telah kalian sebutkan tentang diri kalian, kalian memang berhak menyandangnya, namun sekali-kali urusan pemerintahan [khilafah] ini tidak dikenal kecuali milik golongan [Muhajirin] dari Quraisy ini. Mereka adalah suku bangsa Arab yang paling baik nasabnya dan negerinya. Saya telah meridhai bagi kalian salah satu dari dua orang ini [Umar dan Abu Ubaidah Jarrah], maka bai’atlah oleh kalian mana diantara keduanya yang kalian kehendaki.”

Abu Bakar lalu memegang tangan saya [Umar bin Khathab] dan tangan Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar duduk diantara kami berdua [Umar dan Abu Ubaidah]. Dari khutbah Abu Bakar, tiada yang lebih saya sukai daripada kalimat terakhirnya tersebut. Demi Allah, jika saya dihadapkan lalu dipenggal kepala saya meskipun saya tidak melakukan dosa apapun adalah lebih saya sukai daripada saya memimpin sebuah kaum yang di dalam kaum tersebut ada Abu Bakar. Kecuali jika diriku memandang baik urusan yang buruk, yang kelak dibisikkan dalam jiwaku saat kematian, yang tidak saya dapati saat ini.

Lalu salah seorang dari kaum Anshar [yang dalam satu riwayat disebutkan ia adalah Habbab bin Mundzir] berkata, “Saya adalah seorang yang dimintai pendapatnya dan seorang yang mendukung kaumnya. Maka dari kami ada amir [pemimpin] sendiri dan dari kalian juga ada amir sendiri, wahai orang-orang Quraisy.”

Maka terjadilah kegaduhan dan suara-suara yang meninggi. Saya khawatir terjadi perselisihkan. Maka saya berkata: “Ulurkanlah tanganmu, wahai Abu Bakar!” Maka Abu Bakar pun mengulurkan tangannya. Saya pun segera membai’at Abu Bakar, lalu kaum muhajirin membai’atnya, lalu kaum Anshar membai’atnya. Kami sampai melangkahi badan sa’ad bin Ubadah. Maka salah seorang Anshar berkata, “Kalian telah membunuh Sa’ad bin Ubadah.” Saya menjawab: “Semoga Allah membunuh Sa’ad bin Ubadah.

Demi Allah, kami tidak mendapati dari kehadiran kami dalam pertemuan Saqifah Bani Sa’idah sebuah perkara yang lebih kuat daripada pembai’atan Abu Bakar. Kami khawatir jika kami berpisah dari pertemuan tersebut sementara belum ada bai’at, niscaya setelah kami pulang, kaum Anshar akan membai’at salah seorang diantara mereka sebagai Amir. Sehingga bagi kami hanya akan ada dua pilihan; kami membai’at amir mereka dalam keadaan yang tidak kami ridhai atau kami menyelisihi [tidak membai’at amir mereka] sehingga timbul kerusakan dan perpecahan . Maka barangsiapa membai’at seseorang tanpa melalui musyawarah dengan kaum muslimin, niscaya orang yang membai’at tersebut dan orang yang dibai’at tersebut tidak boleh diikuti, karena cara pembaiatan tersebut akan menjerumuskan mereka berdua untuk dibunuh.”

(HR. Bukhari no. 6830 dan Muslim no. 1691 dengan lafal yang lebih ringkas)

Dalam riwayat Ibnu Hibban , Umar berkata :

فلم نجِدْ شيئًا هو أفضلَ مِن مبايعةِ أبي بكرٍ خشيتُ إنْ فارَقْنا القومَ أنْ يُحدِثوا بعدَنا بيعةً فإمَّا أنْ نُبايِعَهم على ما لا نرضى وإمَّا أنْ نُخالِفَهم فيكونَ فسادًا واختلافًا فبايَعْنا أبا بكرٍ جميعًا ورضينا به".

Kami tidak menemui sesuatu yang lebih baik daripada memberikan bai’at kepada Abu Bakar. Aku khawatir jika kami meninggalkan orang-orang itu , mereka akan melakukan bai’at pada yang lain setelah kami pergi .

Maka kami dihadapkan pada dilema , apakah kami memberikan bai’at kepada mereka meskipun kita tidak setuju, atau kita menentang mereka yang akan menyebabkan terjadinya kekacauan dan perselisihan. Maka pada akhirnya kami semua sepakat untuk memberikan bai’at kepada Abu Bakar dan kami ridho dengannya".

[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Shahihnya no. 413].

*****

KEKHAWATIRAN MUNCULNYA FITNAH KEMURTADAN SETELAHNYA.

Tanpa banyak rincian, kita dapat memahami bahwa tujuan dari ketiga tokoh besar Islam ketika berangkat menuju konferensi politik Anshar adalah untuk berdiskusi dengan mereka mengenai masalah kepemimpinan atau khilafah, bukan untuk memaksa atau memaksakan sesuatu kepada orang lain. Hal ini terlihat dari fakta bahwa hanya tiga dari para Muhajirin yang pergi untuk bertemu dengan sekelompok Anshar yang terdiri dari tokoh-tokoh dan bangsawan mereka, yang semuanya sudah berada dalam Islam.

Ketika ketiganya tiba di pertemuan, diskusi pun berlangsung mengenai masalah khilafah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud - semoga Allah meridhai dia - ketika beliau mengatakan:

لمَّا قُبِضَ رَسُولُ الله - ﷺ - ‌قالتِ ‌الأَنْصَارُ: ‌مِنَّا ‌أَمِيرٌ ‌ومِنْكُم ‌أَمِيرٌ، ‌فأَتَاهُم ‌عُمَرُ ‌بنُ ‌الخَطَّابِ رَضِيَ الله عَنْهُ فقالَ: يَا مَعْشَرَ الأَنْصَارِ، أَلَسْتُم تَعْلَمُونَ أنَّ رَسُولَ الله - ﷺ - قدْ أَمَّرَ أَبا بَكْرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ أنْ يُصَلِّي بالنَاسِ، فأَيُّكُم تَطِيبُ نَفْسُهُ أنْ يَتَقَدَّمَ أَبا بَكْرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ؟ قالَ: فَقَالُوا: نَعُوذُ بالله أنْ نَتَقَدَّم أَبا بَكْرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ

"Ketika Rasulullah wafat, Anshar berkata : 'Dari antara kami harus ada seorang pemimpin, dan dari antara kalian juga harus ada seorang pemimpin.' Kemudian Umar bin Khattab - semoga Allah meridhai dia - datang kepada mereka dan berkata : 'Wahai para kaum Anshar, bukankah kalian tahu bahwa Rasulullah memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat orang-orang?' Lalu Umar bertanya, 'Siapa di antara kalian yang bersenang hati melangkahi Abu Bakar [dengan tidak menjadikannya pemimpin]?' Maka Anshar berkata, 'Kami berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar .'

Takhrij hadits :

Sanad hadis ini dianggap hasan (baik), dengan perawi Aasim - yang merupakan anak Abu al-Najood - memiliki kualifikasi hadis yang baik. Sementara itu, seluruh perawi dalam sanad ini dianggap sebagai perawi yang dapat dipercaya oleh dua syaikh (Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Saad, Muhammad bin Aasim dalam "Juz'uhu" (11), Ya'qub bin Sufyan dalam "Al-Ma'rifah" (1/454), Ibnu Abi Aasim (1159), An-Nasa'i dalam "Al-Kubra" (853), Al-Hakim (3/67), dan Al-Baihaqi (8/152) melalui jalur perawi Husain bin Ali al-Ju'fi dengan sanad ini.

Ditambah lagi dengan adanya hadits dari Ibnu 'Umar radliyallahu 'anhu bahwa Nabi pernah bersabda:

لَا يَزَالُ هَذَا الْأَمْرُ فِي قُرَيْشٍ مَا بَقِيَ مِنْهُمْ اثْنَانِ

"Senantiasa urusan (khilafah/pemerintahan) ini di tangan suku Quraisy sekalipun tinggal dua orang dari mereka." [HR. Bukhori no. 3240]

Dan dari Mu’awiyah , dia berkata : Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

" إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ لَا يُعَادِيهِمْ أَحَدٌ إِلَّا كَبَّهُ اللَّهُ عَلَى وَجْهِهِ مَا أَقَامُوا الدِّينَ".

"Sesungguhnya urusan (khilafah/pemerintahan) ini berada pada suku Quraisy dan tidak ada seorang pun yang menentang mereka melainkan Allah Ta'ala pasti akan menelungkupkan wajahnya ke tanah selama mereka (Quraisy) menegakkan ad-din (agama)." [HR. Bukhori no. 3239].

Yang tersebut di atas ini adalah langkah positif pertama dari pihak Anshar."

Langkah Positif kedua :

Langkah positif berikutnya : dari pihak Anshar terlihat ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq - semoga Allah meridhai dia - memberikan pujian kepada Anshar dan peran mereka dalam membangun negara, menyebarkan Islam, dan membela agama. Dia menyatakan bahwa mereka, sebagai yang pertama kali mendukung agama Allah, tidak seharusnya menjadi yang pertama dalam merusak dan memecah-belah negara yang baru terbentuk.

Kemudian, Abu Bakar Ash-Shiddiq berbicara kepada kandidat Anshar untuk kepemimpinan, yaitu Sa'ad bin Ubadah - semoga Allah meridhai dia - dengan mengatakan kepadanya :

وَلَقَدْ عَلِمْتُمْ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: " لَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا، وَسَلَكَتِ الْأَنْصَارُ وَادِيًا، سَلَكْتُ وَادِيَ الْأَنْصَارِ. وَلَقَدْ عَلِمْتَ يَا سَعْدُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ، وَأَنْتَ قَاعِدٌ: " ‌قُرَيْشٌ ‌وُلاةُ ‌هَذَا ‌الْأَمْرِ، ‌فَبَرُّ ‌النَّاسِ ‌تَبَعٌ ‌لِبَرِّهِمْ، وَفَاجِرُهُمْ تَبَعٌ لِفَاجِرِهِمْ ". قَالَ: فَقَالَ لَهُ سَعْدٌ: صَدَقْتَ، نَحْنُ الْوُزَرَاءُ، وَأَنْتُمُ الْأُمَرَاءُ

Dan sesungguhnya kalian mengetahui bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Jika manusia menempuh suatu lembah dan Anshar menempuh lembah yang lain, niscaya aku akan memilih lembah Anshar."

"Wahai Sa'ad, aku tahu bahwa Rasulullah pernah bersabda saat kamu sedang duduk, 'Quraisy adalah pemimpin dalam urusan ini. Jika mereka yang baik akan diikuti oleh orang baik, dan jika mereka yang jahat akan diikuti oleh orang jahat.'

Sa'ad menjawab, 'Benar, kami adalah para menteri dan kalian adalah para pemimpin.'"

TAKHRIJ HADITS :

Hadits riwayat Ahmad dalam al-Musnad 1/199 no. 19.

Hadis ini sahih lighairihi, sanadnya terpercaya menurut standar perawi dalam dua kitab sahih (Imam Bukhari dan Imam Muslim), dan merupakan hadis mursal. Hamid bin Abdul Rahman, yang juga dikenal sebagai Al-Humayri, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam "Atsar al-Musnad" (2/13), adalah seorang tabi'i yang tidak bertemu dengan Abu Bakr dan Umar. Ibnu Hajar kemudian menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkannya sendirian.

Bagian yang menyatakan "wafatnya Rasulullah SAW" memiliki kesaksian dari hadis Aisyah yang terdapat dalam Bukhari (1241) dan (3667).

Bagian yang mengatakan "Jika manusia menempuh suatu lembah..." memiliki kesaksian dari hadis Anas dalam Bukhari (3778), hadis Abu Hurairah dalam Bukhari (3779), dan hadis Ubay bin Ka'b dalam Tirmidzi (3896).

Bagian yang menyatakan "Quraisy pemimpin dalam urusan ini" didukung oleh hadis Abu Hurairah dalam Bukhari (3495), Muslim (1818), dan dikonfirmasi oleh Ibnu Hibban (6264), dan akan dijelaskan lebih lanjut di dalam kitab "Al-Musnad" pada halaman 161, 242, dan 319.

FIQIH HADITS :

Dengan cara ini, prinsip-prinsip fikih yang jelas bagi Anshar diungkapkan, dan segalanya berakhir dengan damai, tidak seperti yang digambarkan oleh beberapa sejarawan dan fitnah mereka terhadap generasi terbaik yang muncul dalam Islam. Segala sesuatu berakhir dengan cepat, dan pada hari itu, mereka sepakat untuk memberikan baiat (kesetiaan) kepada Ash-Shiddiq - semoga Allah meridhai dia - sebagai khalifah untuk umat Muslim.

Allah melindungi umat ini dengan memberikan kecerdasan, kebijaksanaan, kemampuan berpolitik dan hikmah terhadap tiga tokoh agung Islam , yaitu : Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam terhadap realitas fikih yang dimiliki oleh Anshar, yang mencegah bahaya dan fitnah besar yang dapat membawa negara kepada keburukan dan perselisihan yang besar.

Alhamdulillah, kita bersyukur bahwa sebelum kejadian Tasqifah, kejahatan Yahudi telah terputus setelah Pertempuran Ahzab, dan demikian pula markas-marak munafik telah berkurang setelah kematian pemimpin mereka, Abdullah bin Ubai. Bayangkanlah suasana pada hari Saqifah, jika seandainya Yahudi Bani Quraizhah dan kaum munafik ikut hadir.

Salah satu sahabat yang bernama Rabi'ah menyatakan bahwa dia berkata kepada Abu Bakar - semoga Allah meridhai dia :

مَا حَمَلَكَ أَن تَلِيَ أَمْرَ النَّاسِ وَقَدْ نَهَيْتَنِي أَنْ أَتَأَمَّرَ عَلَى اثْنَيْنِ؟ قَالَ: لَمْ أَجِدْ مِنْ ذَلِكَ بُدًّا، خَشِيتُ عَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ الْفُرْقَةَ". وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى: "تَخَوَّفْتُ أَنْ تَكُونَ فِتْنَةً تَكُونُ بَعْدَهَا رِدَّةً."

"Apa yang mendorongmu untuk memimpin orang lain, padahal engkau melarangku untuk memimpin dua orang?" Abu Bakar menjawab, "Saya tidak melihat pilihan lain. Saya khawatir akan terpecahnya umat Muhammad menjadi pecah berkelompok-kelompok." Dalam versi lain, Abu Bakar mengatakan, "Saya khawatir akan munculnya fitnah yang kemudian diikuti dengan kemurtadan ." [ Lihat: "Minhaj As-Sunnah" (3/130), "Mukhtashar As-Sirah" oleh Sheikh Muhammad bin Abdul Wahhab (hal. 138) dan "Tarikh al-Khulafa" oleh As-Suyuti (hal. 71)].

*****

UCAPAN ABU BAKAR : 
"TAATILAH AKU SELAMA AKU TAAT KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA."

Setelah umat Islam memberikan bai'at kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq - semoga Allah meridhainya dan meridhai mereka - sebagai khalifah mereka, maka mereka mengumumkan keberhasilan mereka dalam menghadapi fitnah terbesar yang hampir saja akan melanda mereka. Ketika Rasulullah yang mulia belum dikubur, Abu Bakar berbicara kepada orang banyak dalam pidato pertamanya sebagai seorang pemimpin atau pernyataan kepemimpinan, menjelaskan garis besar pemerintahannya :

Setelah memuji dan mensyukuri nikmat Allah, beliau berkata :

أما بعد أيها الناسُ فإني قد وُلِّيتُ عليكم ولستُ بخيرِكم فإن أحسنتُ فأَعِينوني وإن أسأتُ فقوِّموني الصدقُ أمانةٌ والكذبُ خيانةٌ والضعيفُ منكم قويٌّ عندي حتى أزيحَ عِلَّتَه إن شاء اللهُ والقويُّ فيكم ضعيفٌ حتى آخذَ منه الحقَّ إن شاء اللهُ لا يدعُ قومٌ الجهادَ في سبيل اللهِ إلا ضربَهم اللهُ بالذُّلِّ ولا يشيعُ قومٌ قطُّ الفاحشةَ إلا عمَّهم اللهُ بالبلاء أَطيعوني ما أَطعتُ اللهَ ورسولَه فإذا عصيتُ اللهَ ورسولَه فلا طاعةَ لي عليكم

'Amma Ba’du , wahai manusia, sungguh aku telah diamanahkan untuk memimpin kalian, dan aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku. Dan jika aku berbuat buruk, maka tegurlah aku.

Kejujuran adalah amanah, kebohongan adalah khianat, dan yang lemah di antara kalian adalah yang kuat di sisiku hingga aku akan memenuhi haknya, insya Allah.

Dan yang kuat di antara kalian adalah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil haknya, insya Allah.

Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan menimpakan pada mereka kehinaan. Dan tidak suatu kaum menyebarluaskan perbuatan keji kecuali Allah akan menimpakan pada mereka cobaan secara merata.

Kalian taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah ada ketaatan dari kalian kepada aku.'" [ Diriwayatkan Ibnu katsir dalam al-Bidayah wan Niahayah 5/218. Dengan sanad yang Shahih].

Maka pada saat itu pula umat Islam, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa tenang dan ridho dengan pilihan mereka, yakin bahwa Ash-Shiddiq adalah orang yang tepat di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Dia adalah yang paling layak memimpin negara pada saat itu.

Ini adalah esensi dalam masalah kepemimpinan, di mana yang paling layak harus menjadi prioritas, diikuti oleh kriteria-kriteria lainnya.

Salah satu yang membanggakan kaum muslimin terhadap Ash-Shiddiq adalah : beliau adalah salah satu dari dua orang dalam gua tsur saat hijrah , sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT :

إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ

"Ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita" [QS. At-Taubah : 40].

Dan Rasulullah pernah bersabda:

إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابَ أَبِي بَكْرٍ

"Sesungguhnya manusia yang paling terpercaya di hadapanku dalam persahabatannya dan hartanya adalah Abu Bakar. Dan seandainya aku boleh mengambil khalil [puncak kekasih] selain Rabbku, tentulah Abu Bakar orangnya. Akan tetapi yang ada adalah persaudaraan Islam dan berkasih sayang dalam Islam. Sungguh tidak ada satupun pintu di dalam masjid yang tersisa melainkan akan tertutup kecuali pintu Abu Bakar". [HR. Bukhori no. 3381]

Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari bapaknya berkata :

أَتَتْ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُولُ الْمَوْتَ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ

"Ada seorang wanita datang menemui Nabi lalu beliau memerintahkan wanita itu agar kembali di lain waktu. Lalu wanita itu bertanya, "Seandainya aku datang nanti tapi tidak menemukan baginda?". Wanita itu sepertinya berkata tentang kematian (khawatir bila ajal menjemput beliau). Maka Nabi berkata, "Jika kamu tidak menemukan aku lagi, maka temuilah Abu Bakr" [HR. Bukhori no. 3459 dan Muslim no. 2385]

'Amru bin Al 'Ash bertanya kepada Nabi :

أَىُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ ‏"‏ عَائِشَةُ ‏"‏‏.‏ فَقُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ فَقَالَ ‏"‏ أَبُوهَا ‏"‏‏.‏ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ‏"‏ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ‏"‏‏.‏ فَعَدَّ رِجَالاً‏.

"Siapakah manusia yang paling baginda cintai?.' Beliau menjawab: "'Aisyah." Aku katakan, "Kalau dari kalangan laki-laki?" Beliau menjawab, "Bapaknya." Aku tanyakan lagi, "Kemudian siapa lagi?" Beliau menjawab, "'Umar bin Al Khaththab." Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa orang laki-laki". [HR. Bukhori no. 3462 dan Muslim no. 2384]

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata;

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ أَبَاكِ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولُ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ

Pada suatu hari, ketika Rasulullah sakit, beliau berkata kepada ku :

Panggillah Ayahmu Abu Bakr dan saudara laki-lakimu ke sini, agar aku buatkan sebuah surat (keputusan khalifah). Karena aku khawatir jika kelak ada orang yang ambisius dan berkata; Akulah yang lebih berhak menjadi khalifah. Sementara Allah dan kaum muslimin tidak menyetujuinya selain Abu Bakr.' [HR. Muslim no. 2387]

Dan Abu Bakar menjadi perdana menteri pertama Rasulullah .

Rasulullah wafat dalam keadaan ridha terhadapnya.

Cukuplah yang menunjukkan akan kelayakan Abu Bakar sebagai Khalifah bahwa dia sama sekali tidak mencari kekuasaan, karena pada awalnya Abu Bakar mengusulkan agar Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai khalifah namun keduanya menolak , lalu Umar Al-Faruq berbalik menunjuk Abu Bakar , dan dia menajdi orang pertama yang membaiat Abu Bakar lalu diikuti oleh para sahabat lainnya . Dan ini dilakukan oleh Umar dengan penuh kebijaksanaan dan kebijakan untuk mengemban tanggung jawab ini.

Abu Bakar adalah khalifah yang luar biasa. Dan Anshar juga adalah kaum yang luar biasa , baik semasa masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.

Cukuplah kebanggaan bagi Anshar hingga hari kiamat ketika Rasulullah menggambarkan mereka dengan sabdanya :

لَوْلَا الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنْ الْأَنْصَارِ وَلَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا وَسَلَكَتْ الْأَنْصَارُ وَادِيًا أَوْ شِعْبًا لَسَلَكْتُ وَادِيَ الْأَنْصَارِ أَوْ شِعْبَ الْأَنْصَارِ

"Kalaulah bukan karena hijrah, maka aku adalah salah seorang dari Anshar, kalaulah manusia menempuh suatu lembah dan Anshar menempuh lembah lain atau lereng gunung, niscaya aku akan menempuh lembah Anshar atau lereng gunung Anshar." [HR. Bukhori no. 4330 dan Muslim no. 1061]

Semoga Allah meridhai mereka, dan mengumpulkan kita bersama mereka dalam golongan Nabi yang mulia, bersama orang-orang yang benar dan syuhada yang shalih, itulah keberuntungan yang agung.

*****

TANTANGAN BERAT BAGI ABU BAKAR radhiyallahu ‘anhu :

Kepemimpinan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu atas umat Islam merupakan salah satu tugas paling sulit yang diemban oleh seorang khalifah atau pemimpin di dunia, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yang paling utama adalah tiga;

Alasan Pertama :

Bahwa ia akan menggantikan Rasulullah , yang merupakan manusia terbesar yang pernah ada, dan sifat manusia adalah membandingkan pemimpin dengan pendahulunya. Namun, perbandingan apa pun dengan Rasulullah tidak akan adil, karena beliau adalah sebaik-baik manusia, pemimpin utusan Allah, Khalil Ar-Rahman [teman karib], didukung oleh malaikat-malaikat, selalu dalam perlindungan Allah, dan kepada-Nya beliau diserahi oleh Allah Ta'ala:

﴿وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا﴾

"Dan bersabarlah terhadap hukum Rabbmu, karena sesungguhnya kamu berada di bawah pengawasan Kami." (QS. At-Tur: 48).

Alasan kedua :

adalah terputusnya wahyu; umat Islam telah terbiasa selama dua puluh tiga tahun untuk mengatur urusan mereka berdasarkan wahyu, dan mereka tahu secara pasti dalam setiap kejadian apa yang dikehendaki Allah, apakah Dia meridhai atau murka, dan oleh karena itu, jalan yang lurus sangat jelas. Sekarang, umat Islam akan berusaha dengan pendapat dan tindakan, dan mereka tidak akan tahu dengan pasti apakah Allah ridha atau murka, seperti yang terjadi pada masa Rasulullah .

Alasan ketiga :

Adalah peristiwa-peristiwa besar dan masalah-masalah rumit yang terjadi dalam periode setelah kematian Rasulullah . Realitasnya adalah bahwa satu peristiwa dari serangkaian peristiwa ini dengan cepat dapat meruntuhkan umat dari akarnya, bagaimana lagi jika semuanya terjadi bersamaan, seperti yang kita lihat.

*****

KESUKSESAN ACARA BAI'AT DI SAQIFAH

Tidak ada yang meninggalkan bai'at ini pada hari pertama pembaiatan Abu Bakar kecuali sedikit orang, termasuk di antaranya Ali bin Abi Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu 'anhuma. Mereka berdua tidak ikut bai'at pada hari pertama, seperti yang disebutkan dalam beberapa riwayat, karena mereka terlambat dalam ikut bermusyawarah atau karena mereka sibuk menyiapkan jenazah Rasulullah untuk pemakaman. [Al-Hakim (4422) meriwayatkan hadis ini dan berkata: Hadis ini sahih dengan syarat syaikhain (Al-Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak meriwayatkannya. Al-Dhahabi menyepakatinya, dan Ibn Kathir berkata: "Isnad yang baik." Lihat: Ibn Kathir, Al-Bidaya wal-Nihaya, 8/93].

Namun, keduanya Ali dan Az-Zubair membai'at pada hari berikutnya setelah wafatnya Rasulullah . Ath-Thabari meriwayatkan dalam kitabnya "Tarikh al-Rusul wal-Muluk":

عَنْ حبيبِ بنِ أبي ثابِتٍ، قالَ: كانَ عليٌّ في بيتِهِ إذ أتي فقيل له: قد جلسَ أبو بكرَ للبَيْعَةِ، فَخَرَجَ في قَمِيصٍ ما عليهِ إزارٌ ولا رداء، عَجِلاً، كراهية أن يُبْطِئَ عنها، حتى بايعَهُ ثم جلسَ إليهِ وبَعَثَ إلى ثوبِهِ فأتاهُ فتجللَهُ، ولزِمَ مَجْلِسَهُ

Dari Habib bin Abi Thabit, dia berkata: "Ali berada di rumahnya ketika diinformasikan bahwa Abu Bakar sedang mengadakan bai'at. Ali segera keluar dengan mengenakan kemeja tanpa izar dan jubah, bersegera tanpa menunggu lama, karena dia tidak ingin terlambat. Dia membai'at Abu Bakar kemudian duduk di sisinya. Dia kemudian mengirimkan seseorang untuk membawakan pakaiannya dan Ali mengenakannya, lalu tetap duduk di tempatnya." Lihat: Al-Thabari, Tarikh al-Rusul wal-Muluk, Dar al-Tha'labi, Beirut, edisi kedua, 1387 H, 3/207.

Sedangkan Sa'ad bin Ubadah dan para Anshar radhiyallahu 'anhum semuanya membai'at tanpa ragu, dan demikianlah umat berkumpul di sekitar Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.

Dan tidak ada masalah yang terjadi, al-hamdulillah.

=========================

LAFADZ RIWAYAT IBNU HIBBAAN, YANG LENGKAPNYA TENTANG SAQIFAH  :

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata :

إنَّ بيعةَ أبي بكرٍ كانت فَلتةً ألا وإنَّها كانت فلتةً إلَّا أنَّ اللهَ وقى شرَّها وليس منكم اليومَ مَن تُقطَعُ إليه الأعناقُ مِثلُ أبي بكرٍ ألا وإنَّه كان مِن خيرِنا يومَ توفَّى اللهُ رسولَه ﷺ إنَّ المهاجرينَ اجتمَعوا إلى أبي بكرٍ وتخلَّف عنَّا الأنصارُ في سَقيفةِ بني ساعدةَ فقُلْتُ لأبي بكرٍ: انطلِقْ بنا إلى إخوانِنا مِن الأنصارِ ننظُرْ ما صنَعوا فخرَجْنا نؤُمُّهم فلقيَنا رجلانِ صالحانِ منهم فقالا: أين تذهَبون يا معشرَ المهاجرينَ ؟ فقُلْتُ: نُريدُ إخوانَنا مِن الأنصارِ قال: فلا عليكم ألَّا تأتوهم اقضوا أمرَكم يا معشرَ المهاجرينَ فقُلْتُ: واللهِ لا نرجِعُ حتَّى نأتيَهم فجِئْناهم فإذا هم مجتمعونَ في سَقيفةِ بني ساعدةَ وإذا رجلٌ مزَّمِّلٌ بينَ ظَهْرانَيْهم فقُلْتُ: مَن هذا ؟ فقالوا: سعدُ بنُ عُبادةَ قُلْتُ: ما له ؟ قالوا: وجِعٌ، فلمَّا جلَسْنا قام خطيبُهم فحمِد اللهَ وأثنى عليه ثمَّ قال: أمَّا بعدُ فنحنُ أنصارُ اللهِ وكتيبةُ الإسلامِ وقد دفَّت إلينا - يا معشرَ المسلِمينَ - منكم دافَّةٌ وإذا هم قد أرادوا أنْ يختصُّوا بالأمرِ ويُخرِجونا مِن أصلِنا قال عمرُ: فلمَّا سكَت أرَدْتُ أنْ أتكلَّمَ وقد كُنْتُ زوَّرْتُ مقالةً قد أعجَبتْني أُريدُ أنْ أقولَها بينَ يدَيْ أبي بكرٍ وكُنْتُ أُداري منه بعضَ الحَدِّ وكان أحلَمَ منِّي وأوقَرَ فأخَذ بيدي وقال: اجلِسْ فكرِهْتُ أنْ أُغضِبَه فتكلَّم فواللهِ ما ترَك ممَّا زوَّرْتُه في مقالتي إلَّا قال مثلَه في بديهتِه أو أفضَلَ فحمِد اللهَ وأثنى عليه ثمَّ قال: أمَّا بعدُ فما ذكَرْتُم مِن خيرٍ فأنتم أهلُه ولن يعرِفَ العربُ هذا الأمرَ إلَّا لهذا الحيِّ مِن قريشٍ هم أوسطُ العربِ دارًا ونسبًا وقد رضيتُ لكم أحدَ هذينِ الرَّجلينِ فبايِعوا أيَّهما شِئْتُم وأخَذ بيدي ويدِ أبي عُبيدةَ بنِ الجرَّاحِ وهو جالسٌ بيننا فلم أكرَهْ شيئًا مِن مقالتِه غيرَها كان واللهِ لَأنْ أُقدَّمَ فتُضرَبَ عنقي في أمرٍ لا يُقرِّبُني ذلك إلى إثمٍ أحَبَّ إليَّ مِن أنْ أُؤمَّرَ على قومٍ فيهم أبو بكرٍ فقال فتى الأنصارِ: أنا جُذَيْلُها المحكَّكُ وعُذَيْقُها المرجَّبُ منَّا أميرٌ ومنكم أميرٌ يا معشرَ قريشٍ فكثُر اللَّغطُ وخشيتُ الاختلافَ فقُلْتُ: ابسُطْ يدَك يا أبا بكرٍ فبسَطها فبايَعْتُه وبايَعه المهاجرونَ والأنصارُ ونزَوْنا على سعدٍ فقال قائلٌ: قتَلْتُم سعدًا فقُلْتُ: قتَل اللهُ سعدًا فلم نجِدْ شيئًا هو أفضلَ مِن مبايعةِ أبي بكرٍ خشيتُ إنْ فارَقْنا القومَ أنْ يُحدِثوا بعدَنا بيعةً فإمَّا أنْ نُبايِعَهم على ما لا نرضى وإمَّا أنْ نُخالِفَهم فيكونَ فسادًا واختلافًا فبايَعْنا أبا بكرٍ جميعًا ورضينا به".

Sesungguhnya, bai’at  Abu Bakar adalah keputusan mendadak, namun demikian Allah menjaganya dari keburukan proses terjadi bai’at ini , sehingga tidak ada seoarang pun di antara kalian yang terpenggal lehernya pada saat penetapan Abu Bakar sebagai khalifah .

Sesungguhnya dia adalah salah satu dari yang terbaik di antara kami ketika Allah wafatkan Rasul-Nya. Sesungguhnya para Muhajirin berkumpul pada Abu Bakar, sementara Ansar tidak ada yang hadir karena mereka berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah.

Aku berkata kepada Abu Bakar, "Ayo kita pergi kepada saudara-saudara kita dari kalangan Ansar dan melihat apa yang mereka lakukan."

Kami pun keluar untuk memimpin mereka, dan kami bertemu dengan dua orang yang saleh dari mereka. Mereka bertanya : "Kemana kalian, hai kaum Muhajirin?" Aku berkata : "Kami ingin bertemu saudara-saudara kita dari kalangan Ansar." Mereka berkata, "Kalian tidak perlu mendatangi mereka, selesaikan saja urusan kalian, hai kaum Muhajirin." Aku berkata, "Sungguh, kami tidak akan kembali hingga kami menemui mereka."

Kami datang kepada mereka, dan mereka sedang berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Ada seorang yang berselimut di antara mereka.

Aku berkata, "Siapa dia?" Mereka menjawab, "Sa'd bin 'Ubadah." Aku berkata, "Apa yang terjadi dengan dia?" Mereka berkata, "Dia sedang sakit."

Ketika kami duduk, pria yang sakit itu naik untuk berpidato . Maka dia mulai dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya, lalu dia berkata :

"Amma ba’du . Maka kami adalah para penolong Allah dan para tentara Islam. Sudah sampai kepada kami, hai kaum Muslim, pesan dari kalian. Dan tiba-tiba ternyata mereka berniat untuk mengambil alih kekuasaan dan mengusir kami dari tanah asal kami."

Umar berkata : "Ketika dia berhenti berbicara, saya ingin bicara. Saya telah menyiapkan suatu materi [makalah] yang saya sukai dan ingin saya sampaikan kepada Abu Bakar. Saya mempersiapkannya dengan hati-hati, namun ternyata dia [Abu Bakar] lebih bijaksana dan lebih tenang daripada saya. Dia kemudian menggandeng tangan saya." Dan dia berkata, "Duduklah." Saya tidak suka membuatnya marah, lalu dia berbicara, dan demi Allah, tidak ada satu pun dari apa yang telah saya siapkan dalam materi saya kecuali dia menyampaikan yang semisal dengannya atau lebih baik. Dia memuji Allah dan menyanjung-Nya, lalu berkata lebih lanjut :

"Adapun sesudahnya, semua kebaikan yang telah kalian sebutkan, maka sesungguhnya kalian adalah ahlinya. Bangsa Arab tidak akan mengakui urusan ini kecuali melalui daerah dari suku Quraisy, mereka adalah bangsa arab yang paling tengah dalam hal tempat tinggal, keturunan. Dan aku telah ridho terhadap salah satu dari dua orang ini untuk menjadi pemimpin [ yakni Umar dan Abu Ubaidah] . Maka kalian bai’atlah yang mana saja dari keduanya yang kalian kehendaki “.

"Lalu dia menggenggam tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Jarrah, sedangkan Abu Ubaidah duduk di antara kami. Aku tidak menolak apa pun dari perkataannya kecuali itu [yakni : bai’at pada ku atau Abu Ubaidah]. Demi Allah, sungguh leherku dipenggal dalam suatu perkara yang tidak mendekatkan diriku kepada dosa, itu lebih aku sukai daripada aku menjadi pemimpin atas suatu kaum yang di dalamnya ada Abu Bakar."

"Lalu salah seorang pemuda dari kalangan Anshar berkata, 'Aku adalah pembicaranya yang lincah dan bicaraku tajam . Dari pihak kami ada seorang pemimpin. Dan dari pihak kalian pun ada seorang pemimpin, wahai para orang Quraisy.

Kebisingan pun semakin bertambah, dan aku khawatir akan timbulnya perselisihan. Maka aku berkata :

'Bentangkan tanganmu, wahai Abu Bakar.'

Maka dia pun membentangkannya, lalu aku pun segera membai’atnya. Kemudian, para Muhajirin dan Anshar ikut membai’atnya, hingga kami melangkahi badan Sa'ad.

Ada yang berkata : 'Kalian telah membunuh Sa'ad.'

Aku berkata : ' Semoga Allah membunuh Sa'ad.' Kami tidak menemui sesuatu yang lebih baik daripada memberikan bai’at kepada Abu Bakar. Aku khawatir jika kami meninggalkan orang-orang itu , mereka akan melakukan bai’at yang baru setelah kami pergi .

Kami dihadapkan pada dilema , apakah kami memberikan bai’at kepada mereka meskipun kita tidak setuju, atau kita menentang mereka yang akan menyebabkan terjadinya kekacauan dan perselisihan. Maka pada akhirnya kami semua sepakat untuk memberikan bai’at kepada Abu Bakar dan kami ridho dengannya".

[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Shahihnya no. 413 . "Diriwayatkan oleh al-Bukhari (6830) dengan redaksi serupa, dan oleh Muslim (1691) secara ringkas dengan sedikit perbedaan].


Posting Komentar

0 Komentar