HUKUM MEMASTIKAN HANYA KELOMPOKNYA YANG FIRQOH NAJIYAH (Golongan Yang Selamat)
SEMENTARA YANG LAINYA ADALAH AHLI NERAKA.
Di Tulis oleh Abu
Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
======
----
CUPLIKAN SINGKAT DARI ARTIKEL INI :
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."
"Banyak orang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang mudah memvonis berdasarkan prasangka dan hawa nafsu, lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada golongan yang diikutinya dan setia kepadanya adalah sebagai ahli sunnah wal jamaah.
Lalu dia memvonis orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.
Ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata". [[ Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:
مَا دَامَ الْعَبْدُ
يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ
"Selama seorang hamba berprasangka bahwa orang lain itu lebih buruk dari dirinya, maka dia orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]
KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ:
Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".
“Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.
Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"
Rasulullah ﷺ menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."
[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .
Derajat keshahihan hadits :
Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"
LARANGAN MENGKLAIM AHLI NERAKA TERHADAP SESAMA MUSLIM:
Syari'at Islam melarang seseorang mengklaim "ahli neraka" terhadap sesama muslim, meskipun yang nampak darinya sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga berdasarkan yang nampak di mata. Sebagaimana diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:
“Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah ﷺ, di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:
يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau pernah berkata kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.
Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?
Lelaki tua itu menjawab: Aku adalah Abu Hurairah.
Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.
Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari mereka adalah orang yang tekun beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya orang yang hobbi berbuat dosa (pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu mengawasi pendosa itu berbuat dosa lalu ia berkata, "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati pendosa itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."
Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"
Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"
Allah SWT lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)
LEBIH BAIK MENGKLAIM DIRI SENDIRI AHLI NERAKA :
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi ﷺ bersabda:
"كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي ثُمَّ اطْحَنُونِي ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ فَأَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَقَالَ اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ ".
"Ada seseorang yang melampaui batas atas dirinya (banyak dan berlebihan dalam berbuat dosa) dan ketika kematiannya sudah hampir tiba, maka dia berpesan kepada anak-anaknya;
"Jika nanti aku meninggal dunia, bakarlah jasadku lalu tumbuklah menjadi debu kemudian terbangkanlah pada angin. Demi Allah, seandainya Rabbku telah menetapkan pasti aku akan disiksa dengan siksaan yang tidak akan ditimpakan kepada seorangpun" .
Ketika orang itu meninggal dunia, perintahnya pun dilaksanakan. Kemudian Allah memerintahkan bumi dengan berfirman: "Kumpulkanlah apa yang ada padamu".
Maka bumi melaksanakan perintah Allah dan orang tadi berdiri menghadap, lalu Allah Ta'ala bertanya kepadanya: "Apa yang mendorongmu melakukan itu?".
Orang itu menjawab: "Wahai Rabb, karena aku takut kepada-Mu". Allah Ta'ala pun mengampuninya".
Dan perawi yang lain berkata; "Karena takut kepada-Mu, wahai Rabb". (menggunakan kata khauf sebagai ganti kata khasyyah). [[ HR. [ Bukhori no. 7508 dan Muslim no. 2756]]
Syeikul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang hadits ini dengan mengatakan :
" Orang ini meragukan kekuasaan Allah dan ragu bahwa Allah akan memulihkannya jika jenazahnya tercerai-berai. Bahkan dia berkeyakinan bahwa dia tidak akan dibangkitkan, yang mana itu adalah merupakan kekufuran menurut kesepakatan umat Islam. Akan tetapi dia itu bodoh dan tidak tahu tentang itu. Namun demikian , dia adalah seorang mukmin yang takut bahwa Allah akan mengazab-nya, maka Allah memaafkannya dan mengampuninya karena itu.
Dengan demikian : Seorang penta'wil yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihaad dan dia tulus dalam keinginannya untuk mengikuti Rasul ﷺ maka dia lebih pantas mendapatkan pengampunan daripada orang seperti dalam hadits itu". [Akhiri kutipan ]. (Majmu’ Fataawaa Ibn Taymiyyah, 3/231)
[CUPLIKAN SELESAI)
======
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN
- MACAM-MACAM LAFADZ HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM MENJADI BEBERAPA GOLONGAN
- MACAM LAFADZ YANG PERTAMA : HADITS “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU JEMAAH “.
- MACAM LAFADZ HADITS YANG KEDUA : LAFADZNYA “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU YANG DIATAS JALANKU DAN SAHABATKU “.
- MACAM LAFADZ HADITZ KETIGA : HADITS “ SEMUANYA DI
SYURGA KECUALI SATU , YAITU ZINDIQ “.
- PERBEDAAN ULAMA TENTANG MANA YANG LEBIH SHAHIH : SEMUANYA AHLI NERAKA KECUALI SATU ? ATAU SEMUANYA AHLI SYURGA KECUALI SATU ?
- MACAM LAFADZ HADITS KE EMPAT : HADITS “ TANGAN ALLAH
BERSAMA JEMAAH”.
- HADITS TENTANG FIRQOH [GOLONGAN] YANG TERBURUK:
- HUKUM MEMASTIKAN BAHWA GOLONGANNYA ADALAH FIRQOH NAJIYAH. SEMENTARA YANG LAIN ADALAH AHLI NERAKA .
- FATWA IBNU TAIMIYAH : TENTANG LARANGAN MEMASTIKAN BAHWA SELAIN GOLONGAN-NYA ADALAH AHLI NERAKA.
- FATWA SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH : TENTANG LARANGAN MELAKNAT
, MENGKAFIRKAN DAN MENG-AHLI BID'AH-KAN ORANG TERTENTU
- PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT :
- KECAMAN SYEIKH SHOLEH AL-FAUZAAN TERHADAP ORANG YANG SUKA MENG-AHLI BID’AHKAN ATAU MENGKAFIRKAN ORANG LAIN:
- SIKAP SYEIKH AL-ALBANI TERHADAP ULAMA YANG TAK SENGAJA MENYELISIHI SUNNAH:
- FATWA PARA ULAMA AL-LAJNAH AD-DAAIMAH :
- HUKUM BERTAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH IJTIHAD:
- FATWA SYEIKH AL-ALBAANI BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:
- TIDAK SEMUA YANG TERJERUMUS DALAM SUATU BID'AH DIKATAKAN AHLI
BID'AH
- HUKUM SALAH DALAM BERIJTIHAD :
- KISAH PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA
NABI DAUD DAN NABI SULAIMAN
- PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT
- NABI ﷺ KADANG SALAH DALAM
BERIJTIHAD
- IJTIHAD NABI ﷺ DAN SARANNYA
YANG DITOLAK
SAHABAT :
- LARANGAN BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT :
- NABI ﷺ HANYA MELARANG AMALAN
SAHABAT YANG MEMBERATKAN DAN SIKAP SAHABAT YANG BERPOTENSI MEMECAH
BELAH UMAT
- NABI ﷺ MEMBIARKAN AMALAN SAHABAT
YANG TIDAK MEMBERATKAN BAHKAN TERKADANG MEMUJINYA
- HADITS-HADITS NABI ﷺ BUKAN ALAT UNTUK MEMECAH BELAH,
MELAINKAN UNTUK MENYATUKAN UMAT.
- PADA MASA NABI ﷺ, ISLAM SANGAT MUDAH DAN SEDERHANA,
MESKI BELUM ADA KITAB-KITAB HADITS .
- AWAL MULAI PENULISAN KITAB HADITS:
- HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN
- WASPADALAH TERHADAP KEBUSUKAN MANHAJ KHAWARIJ. DALIL ATAS ORANG KAFIR MEREKA TIMPAKAN KEPADA UMAT ISLAM AGAR PECAH BELAH .
- PEMECAH BELAH UMAT ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM
- NERAKA BAGI PARA DA’I DAN AHLI IBADAH YANG TIDAK BISA MENJAGA LISANNYA DARI HAL YANG MENIMBULKAN KEBENCIAN DAN PERPECAHAN
- MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH
DARINYA : KARENA TAKUT AKAN KEBUSUKAN MULUTNYA .
- CIRI AHLI SYURGA MEMILIKI HATI YANG BERSIH, MESKI IBADAHNYA BIASA SAJA.
- SIAPAKAH ORANG TERBAIK DARI KALANGAN TABI’IN ?
- KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK:
===================
بسم الله
الرحمن الرحيم
*******************
PENDAHULUAN
Allah SWT berfirman :
ذٰلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِّنَ
الْعِلْمِۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖۙ وَهُوَ
اَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدٰى
Itulah kadar ilmu mereka. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk. [QS. An-Najm : 32]
Dan Allah SWT berfirman :
فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ
هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى ࣖ
Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia lebih mengetahui tentang
orang yang bertakwa. [QS. An-Najm : 32].
Diriwayatkan dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
"لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ
فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ "
“Tidak
akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar
biji Sawi“. (HR. Muslim no. 91).
Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:
مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ
"Selama seorang hamba menyangka bahwa orang lain itu lebih buruk darinya, maka dia orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang dan berperang untuk menegakkan
agama Allah dalam keadaan bersatu seperti bangunan yang kokoh dan kuat .
Allah SWT berfirman :
﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ﴾
"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". [QS. Ash-Shoff : 4]
Dan Allah SWT berfirman :
{ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن
رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ
مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ}
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka [musuh umat Islam] kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya”.(QS. Al-Anfal: 60)
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا
تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ
الصَّابِرِينَ﴾
Dan kalian taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian saling
berselisih [saling mengklaim] sehingga keberanian kalian menjadi surut [gentar
menghadapi musuh], lalu kekuatan kalian menjadi hilang. Dan bersabarlah kalian. Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar. [QS. Al-Anfaal : 46].
Yakni : Janganlah kalian saling berdebat satu sama lain, saling mengklaim,
saling berbantah-bantahan dan saling bertengkar ; karena itu semua akan
mengakibatkan kelemahan, kepengecutan, dan berkurangnya kekuatan.
Berjuanglah dengan semangat yang penuh ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi musuh karena Allah mendukung dan membantu orang yang tabah, ulet, gigih dan sabar.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia
berkata:
"الْزَمُوا
هَذِهِ الطَّاعَةَ وَالْجَمَاعَةَ، فَإِنَّهُ حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ،
وَأَنَّ مَا تَكْرَهُونَ فِي الْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّونَ فِي الْفُرْقَةِ"
"Berpegang teguhlah kalian pada ketaatan dan jamaah [kaum
muslimin dalam persatuan], karena keduanya adalah tali Allah yang Dia
perintahkan. Dan sesungguhnya apa yang kalian benci dalam jamaah, itu lebih baik
daripada apa yang kalian sukai dalam perpecahan."
[HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 8760 dan
At-Tabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (8973)].
Al-Hakim berkata :
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ ، وَلَمْ
يُخَرِّجَاهُ
"Hadis ini dianggap sahih sesuai dengan syarat kedua syaikh (Imam Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengeluarkannya".
Dan Allah SWT berfirman :
﴿ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَٱتَّقُوهُ
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ * مِنَ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ
فَرِحُونَ ﴾
Kembalilah kalian dengan bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kalian kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, Yaitu : orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [QS. Ruum : 31-32].
Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah [wafat 101 H] pernah mengatakan:
"
مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
– لَمْ يَخْتَلِفُوا ؛ لِأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ".
"Tidaklah membuat hatiku senang jika para sahabat Muhammad ﷺ tidak pernah berbeda pendapat ; Karena jika mereka tidak pernah berbeda pendapat, maka tidak akan pernah ada rukhshoh [kelonggaran dalam berijtihad. Namun demikian mereka tetap tidak berpecah belah]. " .
Riwayat ini juga diceritakan oleh beberapa ulama salaf dengan makna yang sama.
Lihatlah kitab "Kasyf al-Khofaa" (Thaha), serta lihat juga "Al-Maqoshid al-Hasanah" dan "Al-Jami' ash-Shoghir" beserta penjelasannya, dan masih banyak lagi.
Juga perhatikan perkataan Imam al-Khatib – semoga Allah merahmatinya – dalam "A'lam al-Hadits" (1:219-221).
MACAM-MACAM LAFADZ HADITS
TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM MENJADI BEBERAPA GOLONGAN
*****
MACAM LAFADZ
YANG PERTAMA :
HADITS “
SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU, YAITU JEMAAH “.
Dari Muawiyah bin Abi Sufyan, semoga Allah meridhai keduanya, ia
berkata: "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda :
" أَلَا إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ
هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ، ثِنْتَانِ
وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ ".
'Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Ahlul Kitab berpecah
belah menjadi 72 golongan. Sesungguhnya
umat ini akan berpecah belah menjadi 73
golongan, yang mana 72 golongan di
antaranya berada dalam neraka dan 1
golongan di surga, yaitu jamaah (golongan terbesar yang bersatu).'"
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (4597), Al-Hakim (443) dan dianggap sahih, serta dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam "Takhrij Al-Kashaf" (halaman 63), dan dihasankan oleh Ibnu Taymiyyah dalam "Majmu' Al-Fatawa" (3/345), juga disahihkan oleh Asy-Syathibi dalam "Al-I'tisham" (1/430), dan Al-Iraqi dalam "Takhrij Al-Ihya" (3/199).
Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dengan
berbagai jalur sanad.
Dari
Abu Amir Al Hauzani dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan , Bahwasanya saat sedang bersama kami ia berkata :
أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ
مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ
هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ
فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى
وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ
تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ
وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ
إِلَّا دَخَلَهُ
"Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh
puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al Jama'ah."
Ibnu Yahya dan Amru menambahkan dalam hadits keduanya :
"Sesungguhnya akan keluar dari umatku beberapa kaum yang saling berjalan mengikuti hawa nafsunya seperti anjing
mengikuti tuannya."
Amru berkata :
"Seekor anjing akan selalu lekat dengan tuannya, yang jika ada urat atau sendi [tulang]
bersamanya pasti dia akan mengikutinya."
["HR. Abu Dawud (4597) lafazh (teks) hadits tersebut adalah miliknya, serta Ahmad
(16937) dengan perbedaan yang kecil. Di hasankan oleh al-Albani dalam shahih
Abu Daud].
Dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i radhiyallahu anhu
bahwa Nabi ﷺ bersabda :
افترقتِ اليَهودُ علَى إحدَى وسبعينَ
فرقةً فواحدةٌ في الجنَّةِ وسبعونَ في النَّارِ وافترقتِ النَّصارى علَى ثِنتينِ
وسبعينَ فرقةً فإحدَى وسبعونَ في النَّارِ وواحدةٌ في الجنَّةِ والَّذي نفسُ
محمَّدٍ بيدِهِ لتفترِقَنَّ أمَّتي علَى ثلاثٍ وسبعينَ فرقةً واحدةٌ في الجنَّةِ
وثِنتانِ وسبعونَ في النَّار قيلَ يا رسولَ اللَّهِ مَن هم قالَ الجماعَةُ
"Yahudi telah terbagi
menjadi 71 firqoh [golongan], dengan 1 firqoh berada di surga dan 70 firqoh
[golongan] berada di neraka.
Sementara itu, orang-orang Nasrani terbagi menjadi
72 firqoh [golongan], yang mana 1 firqoh [golongan] berada di surga dan 71 firqoh
[golongan] berada di neraka.
Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya,
sungguh umatku akan terbagi menjadi 73 firqoh [golongan], yang mana 1 firqoh
[golongan] berada di surga dan 72 firqoh [golongan] berada di neraka."
Ketika ditanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka?" Beliau menjawab,
"Mereka adalah jamaah [golongan terbesar yang senantiasa menjaga
persatuan]." [HR. Ibnu Majah 3241. Di shahihkan al-Albaani ].
Dari Anas Bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda :
إنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ
عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى اثْنَتَيْنِ
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
"Sesungguhnya Bani Israel terbagi menjadi 71
kelompok, dan sesungguhnya umatku akan terbagi menjadi 72 kelompok, semuanya
berada di dalam neraka kecuali satu, yaitu al-Jamaah [golongan terbesar yang bersatu]."
[HR.
Ibnu Majah (3993), Ahmad dalam al-Musnad (3/145), dan Abu Ya'la dalam
Musnadnya (7/154) dan Abdul Razzaq
dalam Musannafnya (10/155) dengan
perbedaan yang sedikit.
Di shahihkan al-‘Iraaqi dalam al-Baa’its ‘Alaa
al-Khalaash no. 16] dan Juga oleh al-Albaani dalam Ta
Al-Albani berkata di catatan kaki kitab Al-Sunnah
karya Ibn Abi 'Aasim (1/32) :
«حَدِيثٌ صَحِيحٌ
وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، عَلَى ضَعْفٍ فِي هِشَامِ بْنِ عَمَّارٍ، لَكِنَّهُ قَدْ تُوبِعَ
كَمَا يَأْتِي. وَالْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادِ الْمُصَنَّفِ هَذَا
وَصَحَّحَهُ الْبُصَيْرِيُّ. وَالْحَدِيثُ صَحِيحٌ قَطْعًا لِأَنَّ لَهُ سِتَّ طُرُقٍ
أُخْرَى عَنْ أَنَسٍ وَشَوَاهِدَ عَنْ جَمَعٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.»
' hadits ini sahih dan perawinya
adalah thiqat (tepercaya), meskipun ada kelemahan dalam Hisham bin 'Ammar,
namun ada mutaba’ah (diperkuat) seperti yang akan dijelaskan. hadits ini disampaikan oleh Ibnu Majah dengan
sanad penyusun (Ibnu Abi ‘Ashim) ini, dan Al-Bushairi menshahihkan hadits tersebut. hadits ini shahih secara qoth’i [pasti] karena
memiliki enam jalur lain dari Anas dan bukti-bukti dari sejumlah
sahabat.'"
Dan diriwayatkan pula bahwa kelompok yang selamat
adalah "al-Jama'ah" dari Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas
[Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr al-Marwazi dalam al-Sunnah (halaman 22) melalui
jalur Musa bin 'Ubaydah al-Rabadhi.]
******
MACAM LAFADZ HADITS
YANG KEDUA :
LAFADZNYA “
SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU YANG DIATAS JALANKU DAN SAHABATKU “.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu bahwa
Nabi ﷺ bersabda :
ليأتينَّ على أمَّتي ما أتى على بني
إسرائيل حَذوَ النَّعلِ بالنَّعلِ، حتَّى إن كانَ مِنهم من أتى أُمَّهُ علانيَةً
لَكانَ في أمَّتي من يصنعُ ذلِكَ، وإنَّ بَني إسرائيل تفرَّقت على ثِنتينِ
وسبعينَ ملَّةً، وتفترقُ أمَّتي على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً، كلُّهم في النَّارِ
إلَّا ملَّةً واحِدةً، قالوا : مَن هيَ يا رسولَ اللَّهِ ؟ قالَ : ما أَنا علَيهِ
وأَصحابي
"Sungguh suatu saat akan terjadi pada umatku
apa yang terjadi pada Bani Israel, langkah demi langkah seperti jejak sandal
mengikuti jejak sandal. Sehingga, ketika di antara mereka ada yang berzina
terang-terangan, maka di dalam umatku akan ada orang yang melakukan hal serupa.
Sesungguhnya Bani Israel terbagi menjadi 72 sekte,
dan umatku akan terbagi menjadi 73 sekte, semuanya berada dalam neraka kecuali 1
sekte." Mereka bertanya, "Siapakah mereka, wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab, "Mereka adalah yang berjalan diatas apa yang aku dan para
sahabatku lakukan."
[HR.
at-Tirmidzi (2641),
ath-Thabarani (14/53) (14646), dan
al-Hakim (444).
SANADNYA DHA’IF [LEMAH]
At-Tirmidzi no. (2641) berkata:
"هَذَا حَدِيثٌ
مُفَسَّرٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِثْلَ هَذَا إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ ".
'Ini adalah hadits sebagai penafsir , aneh, asing, kami
tidak mengetahuinya kecuali dari sudut pandang ini.'
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 1/189 berkata :
"فِيهِ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ. قَالَ الْعَقِيْلِيُّ: لَا يُتَابَعُ عَلَى حَدِيثِهِ هَذَا
وَقَدْ ذَكَرَهُ ابْنُ حَبَّانَ فِي الثِّقَاتِ".
"Dalam riwayat ini terdapat
Abdullah bin Sufyan. Al-'Uqaili berkata: Tidak ada mutaaba’ah [penguat] atas haditsnya ini. Namun dia disebutkan oleh Ibnu
Hibban dalam kitab "Ath-Thiqat" (Kitab Orang-orang Terpercaya)."
Sa’ad bin Fawaaz ash-Shumail dalam Takhrij hadits Syarah
al-Aqidah al-Washithiyyah lil Utsaimin 1/50 berkata :
"رَوَاهُ
التِّرْمِذِيُّ (2641) / كِتَابُ الْإِيمَانِ / بَابُ مَا جَاءَ فِي افْتِرَاقِ هَذِهِ
الْأُمَّةِ. وَاللَّالِكَائِيُّ فِي "شَرْحِ السُّنَّةِ" (147)، وَالْحَاكِمُ
(1/ 129) وَالْآجُرِّيُّ (15 وَ16)، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا بِإِسْنَادٍ فِيهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْادِ بْنِ أَنْعَمَ
الإِفْرِيقِيِّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ لِسُوءِ حِفْظِهِ، وَلَكِنَّ لِلْحَدِيثِ شَاهِدٌ مِنْ
أَنَسِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي "الضَّغِيْرِ"
(724)، وَالْعَقِيْلِيُّ فِي "الضَّعَفَاءِ" (2/ 262)، وَبِهِ يَرْتَقِي
إِلَى دَرَجَةِ الْحَسَنِ".
"Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi
(2641) dalam Kitab Al-Iman, Bab Mengenai Perpecahan Umat Ini. Juga diriwayatkan
oleh al-Lalika'i dalam "Syarh As-Sunnah" (147), al-Hakim (1/129), dan
al-Ajri (15 dan 16), dari hadits
Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma dengan sanad yang mengandung Abdul Rahman
bin Ziyad bin An'am al-Afriqi, yang dinilai sebagai perawi yang lemah karena
buruk hafalannya.
Namun, hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari
Anas radhiyallahu 'anhu, yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam
"Al-Awsat" (724) dan al-'Uqaili dalam "Adh-Dhu'afa"
(2/262), dan dengannya hadits ini
mencapai derajat hasan."
Namun dihasankan oleh Ibnu al-Arabi dalam
"Ahkam al-Qur'an" (3/432), Al-Iraqi dalam "Takhrij al-Ihya"
(3/284), dan Al-Albani dalam "Sahih Sunan at-Tirmidzi."
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda :
افتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً،
وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي
النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، قِيلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي".
"Yahudi terbagi menjadi 71 firqoh [golongan],
dan Nasrani terbagi menjadi 72 firqoh [golongan].
Umat ini akan terbagi menjadi 73 firqoh [golongan],
semuanya berada dalam neraka kecuali satu. Mereka bertanya, 'Siapakah mereka,
wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berada pada
apa yang aku dan para sahabatku berada.'"
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Ausath
(8/22) dari hadits Anas - radhiyallahu
'anhu - dan beliau berkata :
"لَمْ يَرُو
هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ
الْمَدَنِيُّ، وَيَاسِينُ الزِّيَاتُ."
'Tidak diriwayatkan hadits ini dari Yahya bin Sa'id kecuali oleh
Abdullah bin Sufyan al-Madani dan Yasin az-Zayyaat".
Disebutkan pula oleh Syeikh Bin Baaz dalam Majmu’
Fatawaa 4/264 . Namun Penulis belum menemukan sanadnya kepada Nabi ﷺ.
Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan :
يا معشرَ العرَبِ واللَّهِ لئن لَم
تقوموا بما جاءَ بهِ نبيُّكم لَغيرُكُم منَ النَّاسِ أَحرى أن لا يقومَ بهِ إنَّ
رسولَ اللَّهِ قامَ فينا يومًا ، فذَكَرَ أنَّ أَهْلَ الكتابِ قبلَكُمُ افتَرَقوا
علَى اثنتينِ وسبعينَ فرقةً في الأَهْواءِ ألا وإنَّ هذِهِ الأمَّةَ ستَفترِقُ
علَى ثلاثٍ وسَبعينَ فرقةً في الأَهْواءِ
"Wahai para orang Arab, demi Allah, jika
kalian tidak mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi kalian, maka orang-orang
selain kalian lebih berhak untuk tidak mengikuti. Sesungguhnya Rasulullah suatu
hari pernah berdiri di tengah-tengah kita, lalu beliau menyebutkan bahwa umat
sebelum kalian, yaitu Ahlul Kitab, telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua
golongan karena mengikuti hawa nafsu. Ketahuilah bahwa umat ini akan
terpecah-belah menjadi tiga puluh tujuh golongan karena mengikuti hawa
nafsu."
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4597) dan Ahmad
(16937) dengan panjang lebar dan sedikit perbedaan. Dinyatakan Shahih
Lighoirihi oleh al-Albaani dalam Takhrij Kitab as-Sunnah no. 69].
Dari ‘Auf bin Malik bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
»سَتَفْتَرِقُ
أُمّتي علَى بِضْعِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، أَعْظَمُها فِرْقَةُ قَوْمٍ يقيسونَ
الأُمورَ بِرَأْيِهِمْ فَيُحَرّمونَ الْحلالَ وَيُحَلّلونَ الْحرامَ«
"Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh
puluh lebih banyak golongan, yang paling besar di antaranya adalah golongan
orang yang melakukan analogi hukum masalah-masalah berdasarkan pendapat mereka sendiri, lalu
mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram."
"[ hadits] diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam
'Kashf al-Astār' (1/98), dan
At-Tabarani dalam 'Al-Kabir', dan Al-Baihaqi dalam 'Al-Madkhal' (halaman 188),
serta Ibnu Batta dalam 'Al-Ibana al-Kubra' (1/227). Al-Hakim juga
meriwayatkannya dalam 'Al-Mustadrak' sesuai syarat Shahih Bukhari (4/477) dan
dia menyatakan bahwa hadits ini shahih
sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim). Juga diriwayatkan olehnya dalam
(3/631) dan dia mengatakan: “bahwa hadits ini shahih sesuai syarat dua syaikh”.
Al-Haithami berkata : 'Perawi hadits ini adalah perawi hadits yang shahih.'
Meskipun demikian, Bukhari tidak menggunakan Na'im
bin Hammad sebagai hujjah, melainkan dia meriwayatkan darinya dengan
bukti-bukti lain.
Na'im, meskipun diakui sebagai perawi yang
tepercaya oleh para imam Ahlussunnah, tetapi dia memiliki banyak wahm [kesalahpahaman].
Hadits ini
dikritik oleh sekelompok ulama karena riwayat tunggal.
Namun hadits ini memiliki sejumlah mutaab’ah dari para perawi
yang lemah, seperti yang diisyaratkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Mizi, Ibnu
'Adiy, dan yang lainnya. Meskipun demikian tetap saja mereka tidak menshahihkannya
. Dan Ibnu Hazm menguatkan akan ketidak shahihan hadits ini oleh karena itu dia menolak analogi
(qiyas)."
******
MACAM LAFADZ HADITS KETIGA :
HADITS “SEMUANYA DI SYURGA KECUALI SATU, YAITU ZINDIQ“.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda :
«تَفَرَّقُ أُمَّتِي
عَلَى سَبْعِينَ أَوْ إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، كُلُّهُمْ فِي الْجَنَّةِ
إِلَّا فِرْقَةً وَاحِدَةً» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ:
الزَّنَادِقَةُ وَهُمُ الْقَدَرِيَّةُ "
"Umatku akan terbagi menjadi 70 atau 71
kelompok, semuanya berada di dalam surga kecuali satu kelompok." Mereka
bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa mereka?" Beliau bersabda,
"Mereka adalah orang-orang yang menyimpang (zindiqah), yaitu kelompok
Qadariyah."
Diriwayatkan oleh Al-’Uqailiy dalam "Adh-Dhu'afa" (4/201)
melalui jalur Mu'adh bin Yasīn Az-Zayyāt, ia berkata :
حَدَّثَنَا الْأَبْرَدُ بْنُ
الْأَشْرَسِ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ به مرفوعا ، ثم رواه من طريق يَاسِينَ الزَّيَّاتِ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ
سَعِيدٍ أَخِي يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ ، عَنْ أَنَسٍ .
"Telah menceritakan kepada kami Al-Abrad bin al-Ashras, dari Yahya
bin Sa'id, dari Anas bin Malik, semoga Allah ridha dengannya, dari Nabi ﷺ dengan sanad hadits
marfu'. Kemudian diriwayatkan juga melalui jalur Yasīn Az-Zayyāt, dari Sa'id bin
Sa'id, saudara Yahya bin Sa'id al-Ansari, dari Anas."
Kemudian Al-‘Uqailiy
berkata :
"
هَذَا حَدِيثٌ لَا يَرْجِعُ مِنْهُ
إِلَى صِحَّةٍ ، وَلَعَلَّ يَاسِينَ أَخَذَهُ عَنْ أَبِيهِ ، أَوْ عَنْ أَبْرِدَ
هَذَ ا، وَلَيْسَ لِهَذَا الْحَدِيثِ أَصْلٌ مِنْ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ
وَلَا مِنْ حَدِيثِ سَعْدٍ " انتهى
" hadits ini tidak memiliki dasar yang dapat dikembalikan ke dalam
keadaan yang sahih. Mungkin saja Yasīn meriwayatkannya dari ayahnya atau dari
Al-Abrad. hadits ini tidak memiliki
dasar dari riwayat Yahya bin Sa'id maupun dari riwayat Sa'd."
Selanjutnya, Sheikh al-Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah merahmatinya,
berkata :
"هذَا الْحَدِيثُ لَا أَصْلَ لَهُ، بَلْ
هُوَ مَوْضُوعٌ كَذِبٌ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْحَدِيثِ، وَلَمْ يَرْوِهِ
أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ الْمَعْرُوفِينَ بِهَذَا اللَّفْظِ. بَلْ الْحَدِيثُ
الَّذِي فِي كُتُبِ السُّنَّنِ وَالْمَسَانِيدِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ وُجُوهِ أَنَّهُ قَالَ: (سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً ، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَاثْنَتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ)".
"انْتَهَى مِنْ "بُغْيَةِ الْمُرْتَادِ" (ص 337).
" hadits ini tidak memiliki dasar, malahan itu adalah hadits palsu yang sepakat ditolak oleh ahli
ilmu hadits. Tidak ada satu pun dari
ahli hadits terkenal yang
meriwayatkannya dengan redaksi ini. Sebaliknya, hadits yang terdapat dalam kitab-kitab sunan
dan musnad dari Nabiﷺ menyatakan,
'Umatku akan terbagi menjadi tujuh puluh tiga kelompok, satu di dalam surga dan
tujuh puluh dua di dalam neraka.'" [Diambil
dari "Bughyat al-Murtaad"
(halaman 337)].
Ibnu al-Jawzi telah menyebutkannya dalam "Al-Mawdu'at" (1/268)
dari berbagai jalur, dan beliau mengatakan :
"هَذَا الحَدِيث لَا يَصِحُّ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ... إلخ ".
" hadits ini tidak sah dari Rasulullah ﷺ .. dan seterusnya."
Al-Albani, semoga Allah merahmatinya, berkata :
"وَهَذَا الْمَتْنُ الْمَحْفُوظُ [يَعْنِي:
(كلهم في النار إلا واحدة)] قَدْ وَرَدَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ، مِنْهُمْ
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَدْ وَجَدْتُ لَهُ عَنْهُ وَحْدَهُ
سَبْعَ طُرُقٍ، وَذَلِكَ مِمَّا يُؤَكِّدُ بِطَلَانِ الْحَدِيثِ بِهَذَا اللَّفْظِ
الَّذِي تَفَرَّدَ بِهِ أُولَئِكَ الضُّعَفَاءِ، وَخَاصَّةً يَاسِينَ الزِّيَاتِ هَذَا،
فَقَدْ خَالَفَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ، فَرَوَاهُ
عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَنَسٍ بِاللَّفْظِ الْمَحْفُوظِ" انْتَهَى.
"سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَّعِيفَةِ" (3/ 126)
"Matn (teks) yang terlestarikan, yaitu 'semuanya di dalam neraka
kecuali satu,' telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, termasuk Anas bin
Malik radhiyallahu 'anhu. Saya menemukan tujuh jalur riwayat dari Anas bin
Malik sendiri yang menguatkan kelemahan hadits ini dengan redaksi yang dipilih oleh
orang-orang lemah, terutama Yasin Az-Zayyat. Namun, pendapat ini disanggah oleh
orang yang lebih baik darinya, yaitu Abdullah bin Sufyan, yang meriwayatkannya
dari Yahya bin Sa'id dengan redaksi yang terjaga." [Selesai.] [[Dari "Silsilah al-Ahadits
adh-Dha'ifah" (3/126)]].
Al-Albani juga mengatakan dalam "Silsilah
al-Ahadits adh-Dha'ifah" (1035): "Mawdu' [palsu] dengan redaksi
ini."
Akan tetapi hadits ini dianggap shahih oleh al-Basyaari
dalam kitabnya "Ahsan at-Taqaasim" (halaman 39).
Al-Bashari adalah salah satu penjelajah terkenal
dan seorang ahli geografi terkemuka pada masanya. Ia meninggal pada akhir abad keempat
Hijriah atau awal abad kelima Hijriah. Namun, ia bukanlah seorang ulama hadits sehingga pendapatnya tidak seharusnya
mendahului pendapat para imam hadits.
=====
PERBEDAAN ULAMA
TENTANG MANA YANG LEBIH SHAHIH :
SEMUANYA AHLI
NERAKA KECUALI SATU ?
ATAU SEMUANYA
AHLI SYURGA KECUALI SATU ?
Saya temukan bahwa para ulama berselisih pendapat
dalam hadits ini;
Ada di antara mereka yang menganggapnya sahih,
seperti Abu Dawud, Al-Hakim, Ibnu Hajar, Ibnu Taymiyyah, Ath-Thabarani,
At-Tirmidzi, dan lain-lain karena variasi dalam riwayat hadits.
Namun, ada di antara mereka yang meragukan
tambahan "semuanya di dalam neraka kecuali satu" seperti Ibnu Hazm,
Asy-Syaukani, dan Muhammad bin Ibrahim Al-Wazir.
Mereka menyatakan bahwa salah satu perawi hadits ini adalah seorang Nashibi (kelompok anti-Ahlul
Bait).
Adapun Imam Muhammad bin Ahmad Al-Bashari
Al-Maqdisi, maka ia meriwayatkan hadits
ini dengan tambahan :
"كُلُّهُمْ
فِي الْجَنَّةِ إِلَّا فِرْقَةً وَاحِدَةً".
"semuanya di dalam surga kecuali satu"
Dan dia juga menyebutkan riwayat :
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا
وَاحِدَةً
"semuanya di dalam neraka kecuali satu".
Kemudian ia menyatakan: "Riwayat yang kedua
lebih terkenal, sedangkan yang pertama lebih sahih sanadnya."
Asy-Syawkani dalam "Tafsir"nya (2/68) menyebutkan
hadits ini "semuanya di
dalam neraka kecuali satu" dan mengatakan,
"أَمَّا زِيَادَةُ كَوْنِهَا فِي
النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً ، فَقَدْ ضَعَّفَهَا جَمَاعَةٌ مِنَ الْمُحَدِّثِينَ، "بَلْ
قَالَ ابْنُ حَزَمٍ: إِنَّهَا مَوْضُوعَةٌ" " انتهى
"Tentang tambahan 'semuanya di dalam neraka kecuali satu,' telah
dilemahkan oleh sejumlah ulama hadits,
bahkan Ibn Hazm mengatakan: 'Ini adalah hadits yang dipalsukan.'"
Al-Albani meresponsnya dengan mengatakan :
"وَلَا أَدْرِي مَنِ الَّذِينَ أَشَارَ إِلَيْهِم
بِقَوْلِهِ: " جَمَاعَةٌ ... " فَإِنِّي لَا أَعْلَمُ أَحَدًا مِنَ الْمُحَدِّثِينَ
الْمُتَقَدِّمِينَ ضَعَّفَ هَذِهِ الزِّيَادَةِ، بَلْ إِنَّ الْجَمَاعَةَ قَدْ صَحَّحُوهَا،
وَقَدْ سَبَقَ ذِكْرُ أَسْمَائِهِم، وَأَمَّا ابْنُ حَزَمٍ فَلَا أَدْرِي أَيْنَ ذَكَرَ
ذَلِكَ، وَأَوَّلُ مَا يَتَبَادَرُ لِلذِّهِنِ أَنَّهُ فِي كِتَابِهِ " الْفَصْلُ
فِي الْمِلَلِ وَالنَّحْلِ " وَقَدْ رَجَعْتُ إِلَيْهِ، وَقَلَّبْتُ مَظَانَّهُ
فَلَمْ أَعْثُرْ عَلَيْهِ، ثُمَّ إِنَّ النَّقْلَ عَنْهُ مُخْتَلَفٌ، فَابْنُ الْوَزِيرِ
قَالَ عَنْهُ: " لَا يَصِحُّ "، وَالشَّوْكَانِيُّ قَالَ عَنْهُ: "
إِنَّهَا مَوْضُوعَةٌ "، وَشَتَّانٌ بَيْنَ النَّقْلَيْنِ كَمَا لَا يَخْفَى،
فَإِنْ صَحَّ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ حَزَمٍ، فَهُوَ مَرَدُودٌ مِنْ وَجْهَيْنِ:
الْأَوَّلُ: أَنَّ النَّقْدَ الْعِلْمِيَّ
الْحَدِيثِيُّ قَدْ دَلَّ عَلَى صَحَّةِ هَذِهِ الزِّيَادَةِ، فَلَا عِبْرَةَ بِقَوْلِ
مَنْ ضَعَّفَهَا.
وَالْآخَرُ: أَنَّ الَّذِينَ صَحَّحُوهَا
أَكْثَرُ وَأَعْلَمُ بِالْحَدِيثِ مِنْ ابْنِ حَزَمٍ، لَا سِيمَا وَهُوَ مَعْرُوفٌ
عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ بِتَشْدِيدِهِ فِي النَّقْدِ، فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُحْتَجَّ
بِهِ إِذَا تَفَرَّدَ عِنْدَ عَدَمِ الْمُخَالَفَةِ فَكَيْفَ إِذَا خَالَفَ؟!
وَأَمَّا ابْنُ الْوَزِيرِ، فَكَلَامُهُ
الَّذِي نَقَلَهُ الْكَوْثَرِيُّ يُشْعِرُ بِأَنَّهُ لَمْ يَطْعُنْ فِي الزِّيَادَةِ
مِنْ جِهَةِ إِسْنَادِهَا، بَلْ مِنْ حِيثُ مَعْنَاهَا، وَمَا كَانَ كَذَلِكَ، فَلَا
يَنْبَغِي الْجَزْمُ بِفَسَادِ الْمَعْنَى لِإِمْكَانِ تَوْجِيهِهِ وِجْهَةٍ صَالِحَةٍ
يَنْتَفِي بِهَا الْفَسَادُ الَّذِي ادَّعَاهُ. وَكَيْفَ يُسْتَطَاعُ الْجَزْمُ بِفَسَادِ
مَعْنَى حَدِيثٍ تَلَقَّاهُ كُبَارُ الْأَئِمَّةِ وَالْعُلَمَاءِ مِنْ مُخْتَلِفِ الطَّبَقَاتِ
بِالْقَبُولِ وَصَرَّحُوا بِصَحَّتِهِ؟ هَذَا يَكَادُ يَكُونُ مُسْتَحِيلًا...
" انْتَهَى. "سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ" (1/ 409)
Saya tidak tahu kepada siapa yang dia tunjukkan dengan berkata, "sejumlah." Sebenarnya, saya tidak mengetahui
seorang pun di antara para ahli hadits
yang telah melemahkan tambahan ini. Bahkan, sejumlah jemaah ahli hadits telah menshahihkannya, dan nama-nama mereka telah disebutkan
sebelumnya. Mengenai pendapat Ibn Hazm, saya tidak tahu di mana dia menyatakan
hal tersebut. Saya mencari di dalam bukunya "Al-Fasl fi al-Milal
wal-Nihal," tetapi saya tidak menemukannya.
Selanjutnya, ada perbedaan pendapat dalam pengutipan dari Ibnu Hazm; Ibnu al-Wazir menyatakan, "Tidak sahih," sementara Al-Shawkani mengatakan,
"Itu palsu." Terdapat perbedaan besar antara kedua pendapat ini, dan
jika kita menganggap Ibn Hazm benar, maka pendapatnya harus ditolak dari dua
sisi:
Pertama : Penerimaan hasil ilmiah kontemporer menunjukkan keshahihan tambahan ini, dan adapun pendapat orang yang melemahkannya , maka itu tidak memiliki bobot.
Kedua : Mereka yang menshahihhkan tambahan ini lebih banyak dan lebih ahli
dalam ilmu hadits dibandingkan dengan
Ibnu Hazm, terutama mengingat
reputasinya yang ketat dalam memberikan kritik. Oleh karena itu, tidak tepat
untuk mengandalkan pendapatnya, terutama ketika dia berselisih dengan
mayoritas.
Adapun pendapat Ibn al-Wazir, perkataannya yang dikutip oleh
al-Kawtsari menunjukkan bahwa dia tidak meragukan tambahan ini dari segi
sanadnya, melainkan dari segi maknanya. Apabila demikian, tidak sepantasnya
kita bersikeras menyatakan bahwa makna hadits ini rusak, mengingat masih mungkin
untuk menafsirkannya dengan sudut pandang yang benar, yang dapat menghilangkan
keraguan yang diajukan. Bagaimana mungkin kita memastikan bahwa makna hadits ini rusak, terutama ketika diterima
oleh para imam besar dan
ulama senior dari berbagai lapisan
ulama, yang menyatakan keshahihan hadits ini? Ini adalah hal yang hampir mustahil...”. [Selesai.]
- Dari "Silsilah al-Ahadits as-Sahihah" (1/409).
******
MACAM LAFADZ HADITS
KE EMPAT :
HADITS “ TANGAN
ALLAH BERSAMA JEMAAH”.
Dari Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda :
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي -
أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ﷺ - عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ،
وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ."
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku - atau Dia
berkata: umat Muhammad ﷺ dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama
dengan jama'ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam
neraka."
[HR. al-Tirmidzi (2167) dengan lafazh dari beliau,
dan al-Hakim (397), serta Abu Nu'aim dalam 'Hilyat al-Awliya' (3/37) dengan
sedikit perbedaan."
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar bahwa
Nabi ﷺ
bersabda :
"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ
أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ
مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."
"Allah tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh
karena itu, ikutilah As-Sawadul
A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena
sesungguhnya barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam
neraka.'"
"Diriwayatkan oleh al-Ṭabarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim (391) dengan
lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat' (701)."
Di shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no.
70 dan shahih Tirmidzi (2167) tanpa lafadz “مَن
شذَّ”.
Dalam riwayat lain : dari Anas bin
Malik (ra) :
إِنَّ أُمَّتِي لا تَجْتَمِعُ عَلَى
ضَلالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الاخْتِلافَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ
يعني الْحَقِّ وأَهْلِهِ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam
kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah
pada as sawaadul a’zham yaitu al haq dan ahlul haq” .
(HR. Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana
dikatakan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)
Dari Anas bin Malik Rasulullah ﷺ:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ
أُمَّتِيْ مِنْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melindungi ummatku dari berkumpul
(bersepakat) di atas kesesatan.
[HR.
adh-Dhiyaa' dalam 'Al-Ahadits al-Mukhtarrah'
(2559), dan oleh Ibnu Majah (3950), serta oleh Abd bin Humaid (1218) secara
panjang lebar dengan redaksi yang serupa".
Di hasankan oleh al-Albaani dalam Takhriij Kitab
as-Sunnah no. 83.
Dan Ibnu
Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah (1/41 no.
82), meriwayatkan dari Sahabat
Ka’ab bin ‘Ashim al-‘Asy’ari Radhiyallahu anhu.
Hadits ini dinyatakan hasan oleh syeikh al-Albaani
dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahihah
no. 1331 setelah dikumpulkan dan digabungkan semua jalur sanadnya
Dan diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari
Ibnu Mas’ud secara mawquuf.
KESIMPULAN DERAJAT HADITS :
Mayoritas para ulama Ahli Hadits dan ulama lainnya
sepakat bahwa hadits :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي
عَلَى ضَلَالَةٍ
Derajatnya adalah HASAN , dikarenakan banyak nya
jalur sanad dan juga banyaknya syahid penguat . Sebagaimana yang ditetapkan
oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/384 , al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish
al-Habiir 3/298-299 dan al-Albaani dalam as-Silsilah ash-Shahihah 3/319-320 no.
1331.
Makna As-Sawadul A’dzom :
Dari Ibnu Abbaas (ra) , bahwa Nabi ﷺ
bersabda :
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ،
فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ،
وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ
أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ
لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ، وَلَكِنْ انْظُرْ
إِلَى الْأُفُقِ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى
الْأُفُقِ الْآخَرِ، فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُكَ
وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا
عَذَابٍ
“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat
ada Nabi yang memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang
memiliki pengikut dua orang. Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut.
Lalu diperlihatkan kepadaku Sawaadun A’dzim [sekelompok hitam yang
sangat besar], aku
mengira itu adalah umatku. Lalu dikatakan kepadaku, ‘itulah Nabi Musa
Shallallhu’alaihi Wasallam dan kaumnya’.
Dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke arah ufuk’. Aku
melihat sekelompok hitam yang sangat besar.
Dikatakan lagi, ‘Lihat juga ke arah ufuk yang lain’. Aku
melihat sekelompok hitam yang sangat besar. Dikatakan kepadaku, ‘Inilah
umatmu dan diantara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan
tanpa adzab’.” (HR. Bukhari 5705, 5752, Muslim, 220)
As-sawad artinya sesuatu yang berwarna hitam,
dalam bentuk plural. Al-A’dzam artinya besar, agung, banyak. Sehingga as-sawaadul a’dzom secara bahasa artinya sesuatu yang berwarna hitam dalam jumlah
yang sangat banyak. Menggambarkan orang-orang yang sangat banyak karena rambut
mereka umumnya hitam.
Dalam terminologi syar’i, kita telah dapati bahwa as sawaadul
a’dzom itu semakna dengan Al Jama’ah.
Sebagaimana penjelasan Ath-Thabari
di atas :
“…Dan makna Al Jama’ah adalah as sawadul a’zham. Kemudian Ath
Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau
berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan
terbunuh, Abu Mas’ud menjawab: hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah
karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan.. ”
(Fathul Baari 13/37)
IMAM NASA’I MENULIS BAB
DALAM KITAB SUNAN-NYA :
٦ - بَابُ قَتۡلِ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ
6. Bab : hukum
bunuh bagi siapa saja yang memecah belah jemaah kaum muslimin
Lalu Nasa’i menyebutkan hadits nomor 4020, 4021, dan 4022 dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i .
Hadits no. 4020. Dengan sanadnya dari
‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i. Beliau berkata:
رَأَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ عَلَى
الۡمِنۡبَرِ، يَخۡطُبُ النَّاسَ، فَقَالَ: (إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ
وَهَنَاتٌ، فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ – أَوۡ: يُرِيدُ تَفۡرِيقَ
أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ -؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ فَاقۡتُلُوهُ؛ فَإِنَّ يَدَ
اللهِ عَلَى الۡجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّ الشَّيۡطَانَ مَعَ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ
يَرۡكُضُ)
Aku melihat Nabi ﷺ di mimbar berkhotbah kepada
orang-orang. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya akan terjadi sepeninggalku berbagai kerusakan, maka siapa
saja yang kalian lihat dia memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin - atau dia ingin memecah belah urusan umat
Muhammad ﷺ - siapa pun dia, maka bunuhlah dia ( yakni
: di bawah komando
pemerintah).
Sesungguhnya tangan Allah di atas al-jama’ah (kaum muslimin
yang bersatu di atas kebenaran) .
Dan
sesungguhnya setan berlari bersama siapa saja yang memisahkan diri
dari al-jama’ah.”
[Sahih sanadnya. Diriwayatkan pula oleh Muslim secara ringkas no. 1852 .
Dishahihkan oleh as-Suyuuthi dalam al-Jaami’ ash-Shoghiir no. 4656 dan oleh
syeikh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 3621 dan dalam Ishlaahus Saajid
no. 61]
Hadits no. 4021. Dengan sanadnya dari
‘Arfajah bin Syuraih. Beliau berkata: Nabi ﷺ bersabda :
(إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ،
وَهَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، - وَرَفَعَ يَدَيۡهِ -؛ فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ يُرِيدُ
تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ - وَهُمۡ جَمِيعٌ – فَاقۡتُلُوهُ؛ كَائِنًا
مَنۡ كَانَ مِنَ النَّاسِ).
“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi kerusakan, kerusakan, dan
kerusakan—beliau mengangkat kedua tangannya—maka siapa saja yang kalian
melihatnya ingin memecah belah urusan umat Muhammad ﷺ - padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas kebenaran) - maka bunuhlah dia (Yakni : di bawah komando pemerintah. Pen), siapa pun orang itu.
[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
Hadits no. 4022. [Sahih] Dengan sanadnya dari ‘Arfajah. Beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
(سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ؛
فَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يُفَرِّقَ أَمۡرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ وَهُمۡ جَمۡعٌ؛
فَاضۡرِبُوهُ بِالسَّيۡفِ).
“Sepeninggalku akan terjadi kerusakan dan kerusakan. Siapa saja yang
ingin memecah belah urusan umat Muhammad ﷺ padahal mereka dalam keadaan bersatu
(di atas kebenaran), maka tebaslah dia dengan pedang (di bawah komando
penguasa).”
[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
JIKA INGIN KELAK DI TENGAH SYURGA YANG LAPANG ,
BERGABUNGLAH DENGAN JEMAAH KAUM MUSLIMIN :
Dari
Ibnu 'Umar (ra) dia berkata;
Suatu ketika Umar (ra) menyampaikan
pidato kepada kami di Jabiyyah. [Umar] berkata, "Wahai sekalian manusia,
aku berdiri di tengah-tengah kalian sebagaimana posisi Rasulullah ﷺ yang ketika itu juga berdiri di tengah-tengah kami dan
bersabda:
أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِي ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ
حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلَا يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ الشَّاهِدُ وَلَا
يُسْتَشْهَدُ أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا
الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ
بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ
'Aku berwasiat kepada kalian dengan (melalui) para sahabat-sahabatku
kemudian orang-orang setelah mereka dan orang-orang yang datang lagi setelah
mereka ..... Hendaklah kalian
selalu bersama Al Jama'ah. Dan janganlah kalian berpecah belah, karena setan
itu selalu bersama dengan orang yang sendirian, sedangkan terhadap dua orang,
ia lebih jauh. Barangsiapa yang menginginkan Buhbuhata Al Jannah
[ditengah-tengah syurga], maka
hendaklah ia komitmen untuk tetap bersama Al Jama'ah. "
[HR. Tirmidzi no. 2165 , Ahmad no. 114, al-Haakim
1/114 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/42 no. 87. Di shahihkan al-Albaani
dalam shahih Tirmidzi’ dan as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim].
Abu Isa berkata;
“Ini
adalah hadits hasan shahih gharib bila ditinjau dari jalur ini. Dan hadits ini
telah diriwayatkan pula oleh [Ibnul Mubarak] dari [Muhammad bin Suqah]. Dan
telah diriwayatkan pula lebih dari satu jalur dari Umar dari Nabi ﷺ”.
Dari Fadhalah
bin Ubaid (ra) , dia menuturkan bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda,
ثَلاثةٌ لا تَسألْ عنهُم: رَجُلٌ فارَقَ
الجَماعةَ، وعَصى إمامَه، وماتَ عاصيًا، وأمَةٌ أو عَبدٌ أبِقَ فماتَ، وامْرأةٌ
غابَ عنها زَوجُها، قد كَفاها مُؤْنةَ الدُّنيا فتَبَرَّجَتْ بَعدَه، فلا تَسألْ
عنهُم
وَثَلَاثَةٌ لَا تَسْأَلْ عَنْهُمْ: رَجُلٌ
نَازَعَ اللهَ رِدَاءَهُ، فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ،
وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ".
“Ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan tentang mereka (karena mereka termasuk
orang-orang yang binasa dan celaka ) :
** Orang
yang meninggalkan jamaah [kaum muslimin] dan tidak taat pada pemimpinnya
dan
mati dalam keadaan masih tidak taat
[pada pemimpinnya] .
** Budak
wanita atau lelaki yang melarikan diri lalu mati.
** Dan
wanita yang ditinggal pergi suaminya, dia
telah dicukupi kebutuhan duniawinya lalu dia bersolek
sepeninggal suaminya.
Maka janganlah kau tanyakan tentang mereka ini ! ."
Dan ada
tiga golongan, jangan engkau tanyakan
tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :
*** Orang yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah
kesombongan dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan);
*** Orang yang meragukan perintah Allah.
*** Dan
orang yang berputas asa dalam mengharapkan rahmat Allah”.
(HR. Ahmad no. 23943, Al-Bazzar dalam "Musnad"-nya (3749), Ibnu Hibban (4559),
At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/788-789), dan Al-Hakim (1/119, 206).
Hakim mengatakan, "Sesuai syarat keduanya (Bukhari-Muslim), dan
saya tidak mengetahui adanya cacat”, Adz Dzahabiy membenarkannya).
Di shahihkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam
Takhrij al-Musnad 39/368 no. 23943.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam "Al-Adab
Al-Mufrad" (590), Ibnu Abi 'Asim dalam "As-Sunnah" (89), (900),
dan (1060), serta At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/790).
Di dalam Al-Adabul Mufrad disebutkan, "Lalu ia berhias dan
pergi." Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan, "Lalu ia mengkhianati
suaminya (selingkuh)," sebagai ganti, "Lalu ia berhias." (Baca : Al-Arba'un An-Nisaiyyah, hadits ke-6)
Termasuk orang yang mudah berputus asa dalam mengharapkan rahmat Allah adalah seoarang da’i
yang dalam berdakwahnya terburu-buru menghajer orang yang didakwahinya ketika
berkali-kali menemui kegagalan.
Dari
Abu Hurairah (ra) dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda:
" مَن فارَقَ الجمَاعَةَ وخرَجَ من
الطاعَةِ فماتَ فميتُتُهُ جاهليةٌ ".
"Barangsiapa memisahkan diri dari Jama'ah [kaum muslimin] dan keluar dari ketaatan [pada pemerintah] , lalu ia mati, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah”.
[HR. Muslim (1848), An-Nasa'i (4114), Ibnu Majah
(3948), dan Ahmad (8061) sementara lafal ini adalah miliknya].
=======
HADITS TENTANG FIRQOH [GOLONGAN] TERBURUK:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :
«تَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، شَرُّهَا فِرْقَةٌ تَنْتَحِلُ حُبَّنَا وَتَفَارِقُ أَمْرَنَا»
"Umat ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok,
yang paling buruk di antaranya adalah kelompok yang mengaku-ngaku mencintai
kami [Ahlul Bait] tetapi
meninggalkan perintah kami."
["Abu Nu'aim meriwayatkan dalam 'Hilyat al-Awliya' (5/8) dan
Ad-Darqutni dalam 'Ilal-Ilalih' (4/188) dari Muhammad bin Suqah (tsiqoh / dipercaya secara sepakat) dari Abu at-Tufail (sahabat)
semoga Allah meridhainya, dari Ali bin Abi Thalib semoga Allah meridhainya,
dengan status Mawquf."
Dari Abdullah bin Qais (yang juga dikenal sebagai Abu Musa al-Asy'ari,
semoga Allah meridhainya) berkata:
اجْتَمَعَ عِنْدَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ جَاثْلِتُو [الجاثَلِيقُ: هُوَ رَئِيْسٌ لِلنَّصَارَى فِي بِلَادِ الإسْلَامِ]
النَّصَارَى وَرَأْسُ الْجَالُوتِ كَبِيْرُ عُلَمَاءِ الْيَهُودِ. فَقَالَ الرَّأْسُ:
«تُجَادِلُوْنَ عَلَى كَمِ افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ»؟ قَالَ: «عَلَى إحْدَى وَسَبْعِيْنَ
فِرْقَةً». فَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: «لِتَفْتَرِقَنَّ هَذِهِ الْأُمَّةُ
عَلَى مِثْلِ ذَلِكَ، وَأَضَلَّهَا فِرْقَةٌ وَشَرُّهَا: الدَّاعِيَةُ إِلَيْنَا (أَهْلُ
الْبَيْتِ)! آيَةُ ذَلِكَ أَنَّهُمْ يَشْتَمُوْنَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا».
Berkumpullah di hadapan Ali, semoga Allah meridhainya, Jathliyat
(seorang pemimpin Nasrani di wilayah Islam) dan pimpinan Jalut, seorang ulama
terkemuka di kalangan Yahudi.
Pimpinan Jalut bertanya, "Berapa banyak aliran yang telah terbagi
di antara orang-orang Yahudi?"
Ali menjawab, "Tujuh puluh satu aliran." Ali kemudian
berkata, "Niscaya umat ini akan terpecah belah sebanyak itu, dan kelompok
yang paling sesat di antaranya, dan yang paling buruk, adalah kelompok yang
mengajak-ngajak kepada kami (Ahlul Bait). Tanda keburukan mereka adalah mereka
mencaci maki Abu Bakar dan Umar, semoga Allah meridhainya keduanya."
TAKHRIJ HADITS :
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam "Al-Ibanah Al-Kubra" di bab
yang menyebutkan tentang perpecahan umat dalam agama mereka, dan seberapa
banyak umat itu terpecah (1/1229 #254).
Dia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Ali Isma'il bin
al-Abbas al-Warraq (tsoqoh/tepercaya), dia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan bin Muhammad bin al-Sabah al-Za'faranI (tsiqoh/tepercaya),
dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syabbabah (tsiqoh/tepercaya),
dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Suwaidah bin Salamah, bahwa
Abdullah bin Qais berkata (lalu dia menyebutkan hadits tersebut).
Dan Abu Ali bin al-Abbas al-Warraq meriwayatkan darinya oleh Ad-Daraqutni dan dia dianggap
tepercaya. Adz-Dzahabi berkata tentangnya: Pembawa hadits, Imam, dan Hujjah,
dan Yusuf bin Umar al-Qawwas menyebutkannya dalam daftar guru-gurunya yang
tepercaya.
Lihat "Tarikh Baghdad" (6/300), "Al-Muntazam" oleh
Ibnu al-Jauzi (6/278), dan "Siyar A'lam an-Nubala" (15/74).
Al-Hasan bin Muhammad bin Salih al-Za'faranI, tsiqoh masyhur
[tepercaya yang terkenal]. Dan Syabbabah bin Suwar (wafat tahun 204 H): kokoh
Tepercaya, yang sanadnya dijadikan dasar oleh dua Syaikh (Al-Bukhari dan
Muslim), sebagaimana yang disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam "Al-Ruwat al-Thiqat
al-Mutakallim Fi-him bima La Yujibu" (1/107).
Artinya, sanadnya, para perawinya adalah orang-orang yang tepercaya.
Meskipun nama Suwaidah bin Salamah termasuk dalam keterangan salah tulis
(tash-hiif), saya tidak menemukan nama yang benar untuknya, wallhu a’lam .
Bagaimanapun juga, ini dapat diterima sebagai saksi yang kuat untuk dua hadits
sebelumnya.
*******
HUKUM MEMASTIKAN BAHWA
GOLONGANNYA ADALAH FIRQOH NAJIYAH
SEMENTARA YANG LAIN ADALAH AHLI NERAKA .
*******
FATWA IBNU
TAIMIYAH :
TENTANG LARANGAN
MEMASTIKAN BAHWA SELAIN GOLONGAN-NYA ADALAH AHLI NERAKA.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah di tanya tentang Firqoh Najiah [
golongan yang selamat dari Api Neraka] dan Firqoh Dhoollah Fin Naar [sesat ahli neraka] dari 73 firqoh yang disebutkan Nabi ﷺ :
Beliau menjawab :
"الْحَمْدُ لِلَّهِ. الْحَدِيثُ صَحِيحٌ
مَشْهُورٌ فِي السُّنَنِ وَالْمَسَانِدِ كَسُنَنِ أَبِي دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيِّ وَالنَّسَائِيِّ
وَغَيْرِهِمْ، وَلَفْظُهُ: (افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً. وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً. وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ
الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً)
وَفِي لَفْظِ: (عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً) وَفِي رِوَايَةٍ قَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ مِنَ الْفِرَقِ النَّاجِيَةِ قَالَ: (مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ
الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي). وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ (هِيَ الْجَمَاعَةُ يَدُ اللَّهِ عَلَى
الْجَمَاعَةِ) وَلِهَذَا وَصَفَ الْفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ بِأَنَّهَا أَهْلُ السُّنَّةِ
وَالْجَمَاعَةِ وَهُمُ الْجَمْهُورُ الْأَكْبَرُ وَالسَّوَادُ الْأَعْظَمُ".
ARTINYA : " Alhamdulillah . Hadits tersebut shahih dan terkenal dalam
kitab-kitab sunan dan musnad, seperti sunnah Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i
dan lain-lainnya, dan redaksinya adalah:
"اِفْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى
عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَسَتْفَتِرقُ
هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ
وَاحِدَةً
".
Umat Yahudi telah terpecah menjadi 71 kelompok. Semuanya masuk neraka,
kecuali satu kelompok. Umat Nasrani terpecah menjadi 72 kelompok, semuanya
masuk neraka, kecuali satu. Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan.
Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan.
Dalam teks lain disebut :
"سَتَفْتَرِقُ
أُمَّتِى عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ اِلَّا وَاحِدَةً".
“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali
satu.”
Dalam teks lain disebut :
على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً
" Terpecah menjadi 73 millah ".
Dalam sebuah riwayat disebutkan :
"قَالُوا: 'يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْفِرْقِ
النَّاجِيَةِ؟'. فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَ عَلَى
مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي".
Para sahabat bertanya : “Siapakah satu golongan yang selamat itu”? Nabi
ﷺ menjawab :
“golongan yang berjalan di atas petunjukku dan para sahabatku.”
Dan dalam riwayat lain beliau ﷺ bersabda :
" هي
الجَمَاعَة يدُ الله عَلَى الجَمَاعَة
".
"Ia adalah jemaah, tangan Allah diatas jemaah."
Itulah sebabnya beliau ﷺ menggambarkan firqoh naajiyah [golongan
yang selamat dari neraka] bahwa itu adalah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, dan mereka
adalah mayoritas terbesar dan golongan terbesar. [Selesai] [ Baca :
Majmu’ al-Fatawa 3/345]
Ada seorang ulama yang setelah menyebutkan pernyataan Ibnu Taimiyah diatas , dia berkata:
"وَالْغَرِيبُ أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا
الْعَصْرِ مَنْ يَسُمُّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ مَعَ تَضَلُّيلِهِمْ
لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمُّوا فِرْقَتَهُم بِالْجَمَاعَةِ
مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ."
(Sungguh aneh bahwa di zaman ini ada orang-orang yang menyebut dirinya
Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah, padahal mereka selalu menganggap sesat semua umat
Islam [yang bukan kelompoknya]. Perhatikan bagaimana mereka menamakan kelompok
mereka al-Jama'ah padahal tidak mewakilinya bahkan jumlah mereka tidak sampai
0,2% dari seluruh umat Muslim)] [ Selesai]. [Di kutip dari artikel
:من هم أهل السنة و الجماعة و من هم
أهل البدع و الضلال ؟].
Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :
"وَأَمَّا الْفِرْقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ
أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ وَالْأَهْوَاءِ. وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ
مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ
تَكُونَ بِقَدْرِهَا، بَلْ قَدْ تَكُونُ الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ.
وَشِعَارُ هَذِهِ الْفِرَقِ مُفَارَقَةُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، فَمَنْ
قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ."
Adapun golongan lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy sydzuud
(orang-orang keluar dari jalur yang hak) , Ahlut-tafarruq (kelompok pemecah belah) , ahlul bid'ah dan ahlul Ahwaa
(pengikut hawa nafsu). Dan golongan dari kalangan ini JUMLAHNYA SEDIKIT tidak mendekati jumlah golongan yang
diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini
betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai] [ Baca :
Majmu’ al-Fatawa 3/346]
Syekh Muhammad al-Amiin dalam artikelnya : “تَفَرُّقَ
الْأُمَّةِ إِلَى 73 فَرْقَةً.” Memberikan komentar dengan mengatakan :
أَقُولُ: مِنَ الْمُلَاحِظِ هُنَا أَنَّ
جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ
زَعَمُهُمْ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ. بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ
أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ –الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ نِسْبَةً صَغِيرَةً
جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ– هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ عَلَى
ضَلَالٍ! وَكُلُّ الْفِرَقِ تَدَّعِي اتِّبَاعَ الْقُرْآنِ، لَكِنَّ بَعْضَهَا يُحَاوِلُ
إِنْكَارَ السُّنَّةِ جُزْئِيًّا.
Saya katakan: Yang mencolok di sini adalah bahwa hampir semua aliran
sesat memiliki kesamaan satu hal,
yaitu klaim mereka : “Bahwa mayoritas umat Islam berada dalam kesesatan”. Bahkan
sebagian di antara mereka berusaha meyakinkan kita bahwa aliran mereka -
yang jumlah pengikutnya sangat kecil di
antara umat Islam - adalah yang hak dan benar, sementara sebagian besar umat
Islam lainnya sesat! Semua aliran ini mengaku mengikuti Al-Qur'an [dan
As-Sunnah], akan tetapi beberapa
di antara mereka ada yang mencoba menolak sebagian Sunnah”. [ Comment Selesai]
Lalu Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :
"وَأَمَّا تَعِيِينُ هَذِهِ الْفِرْقِ فَقَدْ
صَنَّفَ النَّاسُ فِيهِمْ مُصَنَّفَاتٍ وَذَكَرُوهُمْ فِي كُتُبِ الْمَقَالَاتِ. لَكِنَّ
الْجَزْمَ بِأَنَّ هَذِهِ الْفِرْقَةَ الْمَوْصُوفَةَ هِيَ إِحْدَى الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ
لَا بُدَّ لَهُ مِنْ دَلِيلٍ، فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْقَوْلَ بِلَا عِلْمٍ عَمُومًا
وَحَرَّمَ الْقَوْلَ عَلَيْهِ بِلَا عِلْمٍ خَصُوصًا، فَقَالَ تَعَالَى: "{ قُلْ
إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ
وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ
سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ }. وقال تعالى :
" يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ
بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ"
. وقال تعالى : {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ }".
Adapun untuk menentukan golongan-golongan ini, maka para ulama telah
menyusun kitab-kitab tentang mereka dan juga diantara mereka ada yang
menyebutkannya dalam makalah-makalah.
Akan tetapi MEMASTIKAN golongan yang memiliki ciri ini bahwa ia adalah salah satu dari tujuh puluh dua [yang
masuk neraka]; maka HARUS ADA DALIL; karena Allah mengharamkan mengatakan suatu tanpa ilmu pada umumnya dan
MENGHARAMKAN MENGKLAIM atas sesuatu tanpa ilmu pada khususnya.
Allah SWT berfirman :
{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ
مَا لَا تَعْلَمُونَ }
" Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".[QS. Al-A'raf :
33].
Dan Allah SWT berfirman :
" يَاأَيُّهَا
النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ
وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ".
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". [ QS. Al-Baqarah
ayat 168-169].
Dan Allah SWT berfirman :
{ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ }
"Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui [tanpa Ilmu]". [QS. Al-Israa: 36]
Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :
"وَأَيْضًا فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ
عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ
إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ
مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."
Juga, banyak orang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang suka memvonis berdasarkan dugaan dan hawa nafsu , lalu dia menjadikan golongannya dan
orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai
ahli sunnah wal jamaah.
Lalu dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli
bid'ah.
Ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"وَمَن قَالَ إِنَّ الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ
فِرْقَةً كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَكْفُرُ كُفْرًا يُنْقَلُ عَنِ المِلَّةِ فَقَدْ
خَالَفَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَإِجْمَاعَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانَ اللَّهِ عَلَيْهِمْ
أَجْمَعِينَ ، بَلْ وَإِجْمَاعَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ وَغَيْرِ الْأَرْبَعَةِ،
فَلَيْسَ فِيهِمْ مَنْ كَفَرَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ فِرْقَةً؛
وَإِنَّمَا يَكْفُرُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا مِنْ تِلْكَ الْفِرَقِ بِبَعْضِ الْمَقَالَاتِ".
Dan barang siapa
mengatakan : Sesungguhnya 72 firqoh itu masing-masing di hukumi kafir keluar
dari agama Islam , maka dia telah menyelisihi al-Quran , as-Sunnah dan Ijma’
para sahabat , bahkan menyelisihi ijma’ madzhab yang empat dan madzhab-madzhab
lainnya , tidak ada di kalangan mereka yang mengkafirkan masing-masing dari 72
firqoh tsb . Hanya saja sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain dalam
beberapa perkataan-perkataan tertentu “. [ Baca : Majmu’ al-Fataawaa 7/218].
Dan Syeikh al-Islam
Ibn Taymiyyah berkata pula :
"وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُنْصِبَ لِلْأُمَّةِ
شَخْصًا يَدْعُو إِلَى طَرِيقَتِهِ، وَيُوَالِي وَيُعَادِي عَلَيْهَا غَيْرَ النَّبِيِّ
وَلَا يُنْصَبُ لَهُمْ كَلَامًا يُوَالِي عَلَيْهِ وَيُعَادِي غَيْرَ كَلَامِ اللَّهِ
- عَزَّ وَجَلَّ - وَرَسُولِهِ، وَمَا اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِ الْأُمَّةُ، هَذَا مِنْ
فِعْلِ أَهْلِ الْبِدْعِ الَّذِينَ يُنْصِبُونَ لَهُمْ شَخْصًا أَوْ كَلَامًا يُفَرِّقُونَ
بِهِ بَيْنَ الْأُمَّةِ، يُوَالُونَ بِهِ عَلَى ذَلِكَ الْكَلَامِ أَوْ تِلْكَ النِّسْبَةِ
وَيُعَادُونَ."
"Tidak boleh bagi siapa pun untuk menetapkan atau mengangkat seseorang bagi umat,
yang mengajak-ngajak umat kepada jalannya [manhajnya] sendiri, dan mengadakan persekutuan [muwaalah]
atau
permusuhan [mu’aadah] atas dasar hal itu, selain Nabi.
Dan tidak boleh untuk menetapkan atau memaksakan atas mereka untuk mengikuti perkataan
yang mendukung atau menentang, selain dari pada perkataan Allah - Azza wa Jalla
- dan Rasul-Nya.
Apa
yang menjadi kesepakatan umat adalah : Termasuk perbuatan ahlul bid'ah adalah
menetapkan dan
memaksakan atas umat untuk mengikuti seseorang atau perkataan yang digunakan untuk memecah belah umat, yaitu dengan cara mendukung atau menentang suatu pendapat atau penisbatan tertentu
yang menimbulkan permusuhan ." [Baca : Majmu' al-Fatawa
(20/164):
Dan
Ibnu Taimiyyah - رحمه
الله - juga berkata :
"فَإِذَا
كَانَ الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ بِهَجْرِ شَخْصٍ، أَوْ بِإِهْدَارِهِ
وَإِسْقَاطِهِ، وَإِبْعَادِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ نَظَرَ فِيهِ: فَإِذَا كَانَ قَدْ فَعَلَ
ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءٍ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ
أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يُحَزِّبُوا النَّاسَ، وَيَفْعَلُوا
مَا يُلْقِي بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبُغْضَاءَ، بَلْ يَكُونُوا مِثْلَ الْإِخْوَةِ
الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
'... وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ'".
"Jika ada seorang mu’allim [guru] atau Ustadz memerintahkan untuk
menghajer [menjauhi] seseorang, atau menjatuhkan nama baiknya dan menjauhinya,
serta mengasingkannya, dan yang sejenisnya ; maka harus mempertimbangkannya. Jika orang
tersebut telah melakukan dosa syar'i, maka tidak dibenarkan menghukumnya demi
kepentingan pendapat seorang mu’allim
[guru] atau lainnya .
Para mu’allim [guru] tidak diperkenankan
membuat manusia menjadi berkelompok-kelompok, dan melakukan hal-hal yang
menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Sebaliknya, mereka seharusnya
seperti saudara-saudara yang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa,
sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam
kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya’."
(QS. Al-Maidah: 2)". [Baca : Majmu'
al-Fatawa (28/15-16)]
******
FATWA SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH :
TENTANG LARANGAN MELAKNAT , MENGKAFIRKAN DAN MENG-AHLI
BID'AH-KAN ORANG TERTENTU
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang masalah hukum melaknat
seseorang yang ditentukan orangnya :
وَلَكِنَّ لَعْنَ الْمُطْلَقِ لَا
يَسْتَلْزِمُ لَعْنَ الْمُعَيَّنِ الَّذِي قَامَ بِهِ مَا يَمْنَعُ لُحُوقَ
اللَّعْنَةِ لَهُ وَكَذَلِكَ " التَّكْفِيرُ الْمُطْلَقُ " و " الْوَعِيدُ
الْمُطْلَقُ ". وَلِهَذَا كَانَ الْوَعِيدُ الْمُطْلَقُ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
مَشْرُوطًا بِثُبُوتِ شُرُوطٍ وَانْتِفَاءِ مَوَانِعَ ".
“ Akan tetapi adanya dalil laknat mutlak tidak mengharuskan bolehnya
melaknat pada orang tertentu yang melakukan perbuatan yang dilaknat . Begitu
juga takfir muthlak dan ancaman adzab yang mutlak . Oleh karena itu ancaman
adzab mutlak dalam al-Quran dan as-Sunnah di syaratkan terpenuhinya
syarat-syarat dan tidak adanya rintangan-rintangan “. [ Majmu' al-Fataawaa
10/329-330].
Penulis katakan : Mengklaim seseorang ahli bid'ah adalah salah satu
nash ancaman , dan itu termasuk di dalamnya, sebagaimana yang nampak jelas .
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
" وَلَوْ كَانَ كُلُّ
ذَنْبٍ لُعِنَ
فَاعِلُهُ يُلْعَنُ الْمُعِينُ الَّذِي فَعَلَهُ؛ لَلُعِنِ جُمْهُورُ النَّاسِ، وَهَذَا
بِمَنْزِلَةِ الْوَعِيدِ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ بِثْبُوتِهِ فِي حَقِّ الْمُعِينِ
إلَّا إِذَا وَجَدَتْ شُرُوطُهُ وَانْتَفَتْ مَوَانِعُهُ وَهَكَذَا اللَّعْنُ".
" Kalau seandainya setiap perbuatan dosa yang dilaknat , kemudian
seseorang di bolehkan untuk melaknat para pelakunya , maka dia boleh melaknat
jumhur umat Islam . Ini sama
kedudukannya dengan ancaman adzab muthlak yang tidak mesti berlaku pada orang
tertentu kecuali jika telah terpenuhi syarat-syarat nya dan tidak ada lagi
penghalang untuk menyatakan bahwa dia berhak untuk diancam dengan adzab ,
begitu juga dengan masalah laknat“.
[ Lihat “Minhaj Al-Sunnah” (4/573), “Raf'u Al-Malaam” (120),
“Al-Masaa'il Al-Maaridiniyah” hal.(66/76) dan “Majmu' Al-Fatawa ” (4/474)].
Dan beliau Ibnu Taimiyah berkata :
" وَإِذَا
عُرِفَ هَذَا فَتَكْفِيرُ " الْمُعَيَّنِ " مِنْ هَؤُلَاءِ الْجُهَّالِ وَأَمْثَالِهِمْ
- بِحَيْثُ يُحْكَمُ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ مِنْ الْكُفَّارِ - لَا يَجُوزُ الْإِقْدَامُ
عَلَيْهِ إلَّا بَعْدَ أَنْ تَقُومَ عَلَى أَحَدِهِمْ الْحُجَّةُ الرسالية
الَّتِي يَتَبَيَّنُ بِهَا أَنَّهُمْ مُخَالِفُونَ لِلرُّسُلِ وَإِنْ كَانَتْ هَذِهِ
الْمَقَالَةُ لَا رَيْبَ أَنَّهَا كُفْرٌ. وَهَكَذَا الْكَلَامُ فِي تَكْفِيرِ جَمِيعِ
" الْمُعَيَّنِينَ " مَعَ أَنَّ بَعْضَ هَذِهِ الْبِدْعَةِ أَشَدُّ مِنْ
بَعْضٍ وَبَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ يَكُونُ فِيهِ مِنْ الْإِيمَانِ مَا لَيْسَ فِي بَعْضٍ
فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُكَفِّرَ أَحَدًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ أَخْطَأَ وَغَلِطَ
حَتَّى تُقَامَ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ وَتُبَيَّنَ لَهُ الْمَحَجَّةُ. وَمَنْ ثَبَتَ
إيمَانُهُ بِيَقِينِ لَمْ يَزُلْ ذَلِكَ عَنْهُ بِالشَّكِّ؛ بَلْ لَا يَزُولُ إلَّا
بَعْدَ إقَامَةِ الْحُجَّةِ وَإِزَالَةِ الشُّبْهَةِ. وَهَذَا الْجَوَابُ لَا يَحْتَمِلُ
أَكْثَرَ مِنْ هَذَا".
“ Dan jika sudah tahu ini , maka pengkafiran terhadap orang tertentu
yang dilakukan oleh mereka orang-orang yang bodoh dan yang semisalnya ,
janganlah diterima , kecuali setelah tegak nya hujjah rosaliyah [wahyu]
terhadap mereka yang membuatnya nampak jelas bahwa mereka menyelisihi para
Rasul , meskipun perkataan nya tsb tidak ada keraguan bahwa itu perkataan
kekafiran [yang membuatnya kafir] “.
Dan begitu juga pembicaraan yang berkaitan dengan pengkafiran semua
orang-orang yang tertentu , apalagi ada sebagian ahli bid’ah yang lebih dahsyat
dari pada yang lainnya , dan terkadang ada sebagian ahli bidah yang memiliki
tingkat keimanannya tidak dimiliki oleh sebagian lainnya .
Tidak seorang pun berhak menghukumi seorang muslim sebagai orang kafir,
meskipun dia melakukan kesalahan dan kekeliruan sampai dia mendapatkan hujjah
lalu dijelaskan padanya bahwa inilah jalan yang lurus dan benar .
Dan siapa yang terbukti keimanannya dengan yakin , maka imanya itu
tidak bisa dianggap hilang darinya dengan keraguan; bahkan, imannya itu tidak
dianggap hilang kecuali jika hujjah telah ditegakkan dan kesyubhatan telah
dihilangkan.
Dan jawaban ini tidak bisa lebih memungkinkan dari ini. [ Majmu
al-Fataawaa 12/500-501].
******
PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT :
*******
SIKAP PARA ULAMA SALAF :
Syeikh Muhammad Hassuunah dalam
“تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ
الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ” ketika
menggambarkan tentang sikap dan karakter para ulama salaf dahulu , dia berkata :
كَانُوا – رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى
- دُعَاةَ صِدْقٍ وَبِرٍّ ، طَاهِرُوا الْجِنَانِ مَعَ الْبُنَانِ، أَعْفَةَ اللِّسَانِ
وَالسِّنَانِ، الْأَمْرُ الَّذِي حَجَبَهُمْ عَنِ إِطْلَاقِ الْأَحْكَامِ – كُلَّ الْأَحْكَامِ-
عَلَى الْأَنَامِ - كُلَّ الْأَنَامِ- إِلَّا بَعْدَ بَيَانِ تَلْوَ بَيَانٍ.
بَلْ وَعِنْدَ تَيَقُّنِ الْمُخَالَفَةِ
كَانُوا صَبْرًا ، فَسَتَرُوا وَتَضَرَّعُوا وَنَصَحُوا ، كَرَّرُوا النُّصْحَ تَكْرِيرًا
، صَبَرُوا عَلَى الْمُخَالِفِ وَصَابَرُوا بَلْ رَابَطُوا بُغْيَةِ التَّجْمِيلا.
Mereka ini ( para Ulama Salaf dulu ) adalah para dai yang jujur dan
baik , hati mereka bersama ujung jarinya sama-sama suci bersih , selalu menjaga
kehormatan lisan dan ujung tombak , mereka selalu menjaga dalam memvonis hukum
terhadap manusia , bahkan seluruh umat manusia . Kecuali setelah ada
penjelasan demi penjelasan .
Bahkan ketika mereka tahu persis bahwa orang yang menyelisihinya itu
yakin salah , akan tetapi mereka bersabar menghadapinya , maka mereka
merahasiakan kesalahannya , dengan cara merendahkan diri sambil menasihatinya ,
terus mengulang-ulang dalam menasihatinya.
Mereka begitu sangat sabar dalam menghadapi orang yang menyelisihinya [yakni : berbeda pendapat], padahal dia sangat jelas salahnya , mereka akan terus men-sabarkan diri , bahkan mereka mengikat orang yang menyelisihinya dengan ikatan yang sangat indah , bahkan puncaknya keindahan .
( Baca : تِتِمَّةُ
الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )
Lalu Syeikh Muhammad Hassuunah berkata :
لَمْ يُعْجِلُوا - فِي الْحُكْمِ بِالِابْتِدَاعِ
تَعْيِيْنًا وَالسَّبَّ - عَجْلَةَ النَّسْنَا
لَمْ يَتَسَابَقُوا فِيهِ تَسَابُقَ الْفِرَاشِ
إِلَى نَارِ إِينَاسٍ
بَلْ كَانُوا سَادَةَ النَّاسِ، وَبِمُقَتَّضَى
تِلْكَ السِّيَادَةِ سَادُوا
Mereka para ulama salaf dahulu tidak terburu-buru - dalam menghukimi
bid’ah tertentu dan tidak tergesa-gesa mencacinya – apalagi dengan cepat kilat .
Mereka para ulama salaf tidak berlomba-lomba di dalamnya, seperti
berpacunya kupu-kupu malam menuju api Inas, tetapi mereka adalah
manusia-manusia terhormat, dan dengan standar kehormatan , mereka benar-benar
terhormat”.
( Baca : تِتِمَّةُ
الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )
*****
SIKAP IMAM SYAFI’I rahimahullah [Wafat : 204 H] :
Al-Imam asy-Syafi’i , Muhammad bin Idris berkata kepada Abu Musa , yang saat itu
beliau sedang berselisih pendapat dengannya :
يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ
أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun
kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” . [ Baca : “سير أعلام النبلاء” 10/16].
NASIHAT IMAM SYAFI'I
DALAM MENJAGA PERSAUDARAAN :
Dari Yunus bin Abdul A’la , murid al-Imam asy-Syafi’i :
" قَالَ
لِي الشَّافِعِيُّ ذَاتَ يَوْمٍ: " يَا يُونُسُ إِذَا بُلِّغْتَ عَنْ صَدِيقٍ
لَكَ مَا تَكْرَهُهُ فَإِيَّاكَ أَنْ تُبَادِرَ بِالْعَدَاوَةِ وَقَطْعِ الْوَلَايَةِ
فَتَكُونَ مِمَّنْ أَزَالَ يَقِينَهُ بِشَكٍ، وَلَكِنِ الْقَهُ، وَقُلْ لَهُ : بَلَغَنِي
عَنْكَ كَذَا وَكَذَا وَأَجْدَرُ أَنْ تُسَمِّيَ الْمُبَلِّغَ فَإِنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ
فَقُلْ لَهُ: أَنْتَ أَصْدَقُ وَأَبَرُّ، وَلَا تَزِيدَنَّ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا. وَإِنِ
اعْتَرَفَ بِذَلِكَ فَرَأَيْتَ لَهُ فِي ذَلِكَ وَجْهًا بِعُذْرٍ فَاقْبَلْ مِنْهُ،
وَإِنْ لَمْ يَرُدَّ ذَلِكَ فَقُلْ لَهُ: مَاذَا أَرَدْتَ بِمَا بَلَغَنِي عَنْكَ؟
فَإِنْ ذَكَرَ مَا لَهُ وَجْهٌ مِنَ الْعُذْرِ فَاقْبَلْهُ، وَإِنْ لَمْ يَذْكُرْ لِذَلِكَ
وَجْهًا لِعُذْرٍ، وَضَاقَ عَلَيْكَ الْمَسْلَكُ فَحِينَئِذٍ أَثْبِتْهَا عَلَيْهِ
سَيِّئَةً أَتَاهَا. ثُمَّ أَنْتَ فِي ذَلِكَ بِالْخِيَارِ إِنْ شِئْتَ كَافَأْتَهُ
بِمِثْلِهِ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ وَإِنْ شِئْتَ عَفَوْتَ عَنْهُ، وَالْعَفْوُ أَبْلَغُ
لِلتَّقْوَى، وَأَبْلَغُ فِي الْكَرْمِ؛ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ
سَيِّئَةٍ مِثْلَهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلِحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ} [الشورى:
40] فَإِنْ نَازَعَتْكَ نَفْسُكَ بِالْمُكَافَأَةِ فَاذْكُرْ فِيمَا سَبَقَ لَهُ لَدَيْكَ،
وَلَا تَبْخَسْ بَاقِي إِحْسَانِهِ السَّالِفَ بِهَذِهِ السَّيِّئَةِ فَإِنَّ ذَلِكَ
الظُّلْمُ بِعَيْنِهِ، وَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ يَقُولُ: رَحِمَ اللَّهُ
مَنْ كَافَأَنِي عَلَى إِسَاءَتِي مِنْ غَيْرِ أَنْ يَزِيدَ وَلَا يَبْخَسَ حَقًّا
لِي. يَا يونُسُ إِذَا كَانَ لَكَ صَدِيقٌ فَشُدَّ يَدَيْكَ بِهِ فَإِنَّ اتِّخَاذَ
الصَّدِيقِ صَعْبٌ وَمُفَارَقَتُهُ سَهْلٌ. وَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ يُشَبِّهُ
سُهُولَةَ مُفَارَقَةِ الصَّدِيقِ بِصَبِيٍّ يَطْرَحُ فِي الْبِئْرِ حَجَرًا عَظِيمًا
فَيسْهُلُ طَرْحُهُ عَلَيْهِ، وَيَصْعُبُ إِخْرَاجُهُ عَلَى الرِّجَالِ البركِ فَهَذِهِ
وَصِيَّتِي لَكَ. وَالسَّلَامُ
"
"Bahwa pada suatu hari Imam Syafii - رحمه
الله- berkata : “ Wahai Yunus,
ketika sampai kepada kamu sebuah informasi tentang seorang teman dekat mu , yang isinya informasi yang anda benci ,
maka waspadalah , anda jangan tergesa-gesa terhadap permusuhan dan pemutusan
persahabatan , sehingga kamu akan menjadi salah satu dari mereka yang suka
menghilangkan sesuatu yang yakin dengan keraguan .
Langkah yang benar , temui lah dia , dan ceritkan kepadanya : telah
sampai kepadaku informasi tentang dirimu bahwa kamu begitu dan begitu ??? dan
sebaiknya kau sebutkan nama orang orang yang menyampaikannya . Lalu ketika dia
mengingkarinya , maka anda katakan : " Kamu lebih jujur dan lebih
baik", dan jangan menambahkan perkataan apapun padanya . Dan jika dia
mengakuinya , maka kamu lihat di wajahnya , jika nampak menyesal maka kamu
terimalah “.
Dan jika dia tidak merespon, katakan padanya: Apa yang kamu inginkan
dengan apa yang telah sampai padaku tentang kamu? Jika dia menyebutkan alasan
yang baginya ada udzur, maka terimalah.
Dan jika dia tidak menyebutkan alasan yang berudzur , maka pilihannya
menjadi sempit bagimu. Maka silahkan anda tetapkan padanya kesalahan yang telah
dia lakukan.
Kemudian setelah itu Anda memiliki pilihan, jika Anda mau, Anda balas
dengan yang setimpal tanpa ada tambahan apa pun, dan jika Anda mau, Anda
memaafkannya, dan memaafkan itu jauh lebih baik untuk ketaqwaan , dan jauh
lebih dekat dengan kemurahan hati ; karena berdasarkan firman Allah Ta'aala :
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٍ مِثْلَهَا فَمَنْ
عَفَا وَأَصْلِحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}
" Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal,
tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat)
maka pahalanya dari Allah". [QS. Asy-Syuuroo : 40].
Jika jiwa Anda terdorong untuk membalasnya , maka ingatlah akan
kebaikan dia yang sebelumnya kepada Anda, dan jangan mengurangi sisa-sisa
kebaikan dia sebelumnya dengan hal buruk ini. Karena yang demikian itu adalah
bentuk ketidakadilan yang sebenarnya.
Orang saleh senantiasa berkata:
رَحِمَ اللَّهُ مَنْ كَافَأَنِي عَلَى
إِسَاءَتِي مِنْ غَيْرِ أَنْ يَزِيدَ وَلَا يَبْخَسَ حَقًّا لِي
Semoga Allah merahmati orang yang membalas saya atas kesalahanya saya
tanpa menambahi dan tanpa mengurangi hak [kebaikan] saya [sebelumnya].
Wahai Yunus, jika anda memiliki seorang sahabat, maka kuatkanlah kedua
tanganmu dengannya, karena mengambil seorang sahabat itu sulit dan
meninggalkannya itu mudah.
Dan sungguh orang saleh itu mengibaratkan mudahnya berpisah dengan
seorang sahabat seperti seorang anak laki-laki yang melempar sebuah batu besar
ke dalam sumur, maka sangat mudah untuk melemparkannya ke dalamnya , namun
sulit bagi anak laki-laki itu untuk mengeluarkannya, maka inilah nasehat
[wasiat] saya untuk Anda. Wassalaam".
[Baca: Hilyatul Awliyaa 9/121 dan
Fashlul Khithoob karya Muhammad 'Uwaidhoh 10/318].
SIKAP AL-IMAM ADZ-DZAHABI :
Al-Imam Al-Dzahabi rahimahullah berkata:
" وَلَوْ
أَنَّ كُلَّ مَنْ أَخْطَأَ فِي اجْتِهَادِهِ مَعَ صَحَّةِ إِيمَانِهِ، وَتَوَخِّيهِ
لِاتِّبَاعِ الْحَقِّ أَهْدَرْنَاهُ، وَبَدَّعْنَاهُ؛ لَقَلَّ مَنْ يَسْلَمُ مِنَ الْأَئِمَّةِ
مَعَنَا، رَحِمَ اللَّهُ الْجَمِيعَ بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ".
“Dan jika setiap orang yang salah dalam ijtihadnya dengan kebenaran
imannya, dan keinginannya yang kuat
untuk mengikuti kebenaran, lalu kami menyia-nyiakannya, dan kami menganggapnya
ahli bid’ah ; maka jika demikian , sangat sedikit orang yang selamat dari
kalangan para imam yang bersama kami .
Semoga Allah merahmati semua orang dengan rahmat dan kemurahan-Nya”
[ Baca : “سير أعلام النبلاء”
14/376].
Dan di halaman lain Al-Dzahabi rahimahullah juga berkata :
"وَلَوْ أَنَّ كُلَّ مَا أَخْطَأَ إِمَامٌ
فِي اجْتِهَادِهِ فِي آحَادِ الْمَسَائِلِ خَطَأً مَغْفُورًا لَهُ قُمْنَا عَلَيْهِ
وَبَدَّعْنَاهُ وَهَجَرْنَاهُ؛ لَمَا سَلِمَ مَعَنَا لَا ابْنُ نَصْرٍ، وَلَا ابْنُ
مُنْدَهِ" -هَؤُلَاءِ مِنَ الْكِبَارِ- "وَلَا مَنْ هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُمَا،
وَاللَّهُ هُوَ هَادِي الْخَلْقِ إِلَى الْحَقِّ، وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ، فَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنَ الْهَوَى وَالْفَضَاضَةِ".
Dan jika semua kesalahan yang dilakukan seorang imam dalam ijtihadnya
pada masalah-masalah tertentu , kesalahan yang dimaafkan, lalu kami bangkit
menyalahkannya, membid’ahkannya, dan mengucilkannya ( meng hajernya ) ; maka
tidak akan ada yang selamat orang – orang yang bersama kami, tidak pula ulama
sekelas Ibnu Nasher dan tidak pula sekelas Ibnu Mandah – mereka berdua adalah
para ulama besar – bahkan tidak akan selamat pula para ulama yang lebih besar
dari keduanya .
Dan Allah adalah Pemberi petunjuk makhluk kepada kebenaran, dan Dia adalah Maha Penyayang dari semua penyayang , maka Kami berlindung kepada Allah dari hawa nafsu dan bercerai berai / pecah belah “.[ Baca : “سير أعلام النبلاء” 14/40].
SIKAP IBNU AL-MUBARAK [ W. 181 H]
Imam Abdullah bin Al-Mubarak - rahimahullah - berkata:
كَانَ الرَّجُلُ إِذَا رَأَى مِنْ أَخِيهِ مَا يَكْرَهُ، أَمَرَهُ فِي سِتْرٍ، وَنَهَاهُ فِي سِتْرٍ، فَيُؤْجَرُ فِي سِتْرِهِ، وَيُؤْجَرُ فِي نَهْيِهِ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَإِذَا رَأَى أَحَدٌ مِنْ أَحَدٍ مَا يَكْرَهُ اسْتَغْضَبَ أَخَاهُ، وَهَتَكَ سِتْرَهُ.
"Dulu jika seseorang melihat sesuatu dari saudaranya yang tidak disukainya, maka dia memerintahkannya dengan cara tertutup [tidak mentahdzirnya dan menghajernya], dan mencegahnya dengan cara tertutup , maka dia akan diberi pahala karena menutupinya. , dan dia akan diberi pahala karena mencegahnya .
Adapun sekarang , terbalik , jika seseorang melihat dari saudaranya sesuatu yang dia benci ; maka dia melakukan sesuatu yang membuat saudaranya menjadi marah dan merobek penutup aibnya”.
[ Baca : Raudhatul 'Uqolaa wa Nuzhatul Fudholaa karya Abu Hatim ad-Daarimi hal. 197 dan Fashlul Khithob fi Az-Zuhd oleh Muhammad 'Uwaidhoh 10/231]
-------
SIKAP ABU BAKAR AL-AJURRY [Wafat 360 H] :
Al-Imam Abu Bakar Muhammad Al-Ajurry dalam " ذِكْرُ الْأَغْلُوطَاتِ وَتَعْقِيدِ الْمَسَائِلِ. " berkata :
"وَلَيْسَ هَذَا طَرِيقُ مَا تَقَدَّمَ مِنَ
السَّلَفِ الصَّالِحِ، مَا كَانَ يَطْلُبُ بَعْضُهُمْ غَلَطَ بَعْضٍ، وَلَا مَرَادُهُمْ
أَنْ يَخْطُئَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، بَلْ كَانُوا عُلَمَاءَ عَقَلَاءَ يَتَكَلَّمُونَ
فِي الْعِلْمِ مُنَاصِحَةً وَقَدْ نَفَعَهُمْ اللَّهُ بِالْعِلْمِ".
[Mencari-cari Kesalahan Orang dalam berpendapat ] , Ini bukanlah cara
yang dilakukan oleh para salafus shaleh, tidak ada sebagian dari mereka yang
suka mencari-cari kesalahan satu sama lain, dan tujuan mereka bukanlah untuk
saling menyalahkan satu sama lain . Sebaliknya, mereka adalah para ulama yang
berakal sehat , mereka jika berbicara berdasarkan ilmu dengan tujuan untuk
saling bernasihat dan dinasihati . Dan Allah swt telah menjadikan ilmu mereka
bermanfaat “. [ Baca : Aklaaqul 'Ulamaa hal. 87].
------
KECAMAN SYEIKH SHOLEH AL-FAUZAAN
TERHADAP ORANG
YANG SUKA MENG-AHLI BID’AHKAN ATAU MENGKAFIRKAN ORANG LAIN:
Syeikh Sholeh al-Fauzaan pernah di tanya :
PENANYA berkata :
لَقَدْ ظَهَرَ بَيْنَ طُلَّابِ الْعِلْمِ
اخْتِلَافٌ فِي تَعْرِيفِ الْمُبْتَدِعِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ مَنْ قَالَ أَوْ
فَعَلَ الْبِدْعَةَ وَلَمْ تَقَعْ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ، وَمِنْهُم مَنْ قَالَ: لَا
بُدَّ مِنْ إِقَامَةِ الْحُجَّةِ عَلَيْهِ، وَمِنْهُم مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْعَالِمِ
الْمُجْتَهِدِ وَغَيْرِهِ مِنَ الَّذِينَ أَصْلُوا أَصُولَهُمْ الْمُخَالِفَةَ لِمِنْهَاجِ
أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَظَهَرَ مِنْ بَعْضِ هَذِهِ الْأَقْوَالِ تَبْدِيعُ
اِبْنِ حَجَرٍ وَالنَّوَوِيِّ، وَعَدَمُ التَّرْحَمِ عَلَيْهِمْ؟؟؟.
Di kalangan para penuntut Ilmu ( طُلَّابِ
الْعِلْمِ )
telah muncul perbedaan pendapat dalam definisi ahli bid’ah.
Sebagian dari mereka berkata: Dialah yang mengatakan atau melakukan
bid'ah meskipun belum sampai kepadanya hujjah .
Dan sebagian dari mereka berkata: Hujjahnya harus ditegakkan dulu
terhadapnya.
Dan di antara mereka ada yang membedakan antara ulama yang mujtahid
dengan orang lain yang membangun pondasi pemahaman agamanya bertentangan dengan
Manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah.
Dan telah nampak dari sebagian perkataan mereka membid'ahkan Ibnu Hajar
dan an-Nawawi, dan melarang untuk mendoakan rahmat untuk mereka “.
JAWABAN : Maka Syeikh Shaleh menjawab :
هَذِهِ مُلَاحَظَةٌ مُهِمَّةٌ:
أَلْأَنْ: لَا يَنْبَغِي لِلطَّلَبَةِ
الْمُبْتَدِئِينَ، وَغَيْرِهِم مِنَ الْعَامَّةِ أَن يَشْتَغِلُوا بِالتَّبْدِيعِ وَالتَّفْسِيقِ"،
صُغَارُ الشَّبَابِ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنفُسَهُم مُحَامِينَ عَن مِنْهَجِ
السَّلَفِ، وَعِندَهُمْ جَهْلٌ وَغَلْوٌ وَإِفْرَاطٌ، وَيُرِيدُ أَن يَتَكَلَّمَ فِي
ابْنِ حَجَرٍ وَالنَّوَوِيِّ، مَا هُوَ مُسْتَوَاكَ؟ مَنِ الَّذِي نَصَبَكَ فِي عُلَمَاءِ
أَكْبَرَ مِنك، وَأَغْيَرَ مِنكَ عَلَى الدِّينِ، وَأَحْرَصَ مِنكَ عَلَى الْقِيَامِ
بِأَمْرِ اللهِ؟
سُبْحَانَ الله!
مَجْمُوعَةُ غُوغَاءٍ لَا يَصْلَحُ أَنْ
تَقُولَ: نِصْفُ طَالِبِ عِلْمٍ، وَمِنْ أَسْوَأِ صِفَاتِهِمْ قِلَّةُ الْأَدَبِ، إِذَا
كَانَ طَلَابُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ -رَحِمَهُمُ اللهُ- يَجْلِسُونَ عِنْدَهُ لِيَتَعَلَّمُوا
مِنْهُ الْأَدَبَ قَبْلَ الْعِلْمِ، هَؤُلَاءِ لَا عِلْمَ وَلَا أَدَبَ، وَلِذَلِكَ
التَّطَاوُلُ عِنْدَهُمْ سَهْلٌ، يَأْتِي لِشَيْخٍ فِي الْحَرَمِ يَضْرِبُهُ بِالنَّعَالِ،
يَقُولُ: سُودَ اللهُ وَجْهَكَ يَوْمَ تَسُودُ الْوُجُوهُ، لَا يُوجَدُ أَدَبٌ وَلَا
تَرْبِيَةٌ.
Ini adalah catatan-catatan penting:
"Pertama: Tidak pantas bagi para siswa pemula,
dan lainnya dari masyarakat umum, untuk terlibat/menyibukkan diri dalam
membid’ahkan seseorang dan memfasiq kan nya .”
Anak-anak muda yang masih ingusan , mereka mengira bahwa diri mereka
adalah sebagai para pembela manhaj salaf , padahal mereka ini hanya memiliki
kedunguan, ghuluw dan kebablasan , lalu tiba-tiba dia ingin berbicara tentang
kesesatan Ibn Hajar dan Al-Nawawi ?? EMANGNYA LEVEL KAMU ITU APA ?
Siapakah yang mengangkat kamu [sebagai ulama] di antara para ulama yang lebih besar darimu, lebih cemburu dari kamu
dalam agama, dan lebih bersemangat dari kamu untuk menjalankan perintah Allah?
Subhanallah !
Sekelompok gerombolan gembel yang tidak pantas untuk dikatakan “Setengah penuntut ilmu”, dan salah satu ciri terburuk dari mereka adalah sangat minim adabnya
.
Jika murid-murid Imam Ahmad saja - semoga Allah merahmati mereka -
duduk bersamanya untuk belajar darinya adab sebelum ilmu , namun mereka
kelompok para gembel ini benar-benar tidak
berilmu dan tidak punya adab , oleh
karena itu mulut mereka sangat mudah menjelek-jelekkan orang .
Salah seorang dari mereka pernah ada yang datang kepada SEORANG SYEIKH di Mesjid al-Haram,
lalu dia MEMUKULNYA dengan sandal ,
sambil mengatakan :
"سَوَّدَ اللَّهُ وَجْهَكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ
الْوُجُوهُ."
“Semoga Allah menghitamkan wajahmu , di hari ketika wajah-wajah menjadi
hitam “.
Dia tidak punya adab dan tidak berpendidikan”.
LALU
SYEIKH SHALEH AL-FAUZAAN MELANJUTKAN KECAMANNYA:
" لَا يُوجَدُ أَدَبٌ وَلَا تَرْبِيَةٌ. مِثْلُ
هَؤُلَاءِ الْغُلَاةِ فِي التَّكْفِيرِ، مَنِ الَّذِي يَتَوَلَّى التَّكْفِيرَ؟
صُغَارٌ، وَيَنْصُبُ نَفْسَهُ قَاضِ،
وَيَحْكُمُ بِالرِّدَّةِ، وَيَسْتَبِيحُ الدَّمَ، وَيَسْتَحِلُّ الْمَالَ، الْمَسَائِلُ
خَطِيرَةٌ كَبِيرَةٌ يَنْتَصِبُ لَهَا أَغْرَارُ سُفَهَاءِ، لَا أَدَبَ وَلَا عِلْمَ،
وَلَا فِقْهَ، وَلَا حِكْمَةَ، وَلَا يَعْرِفُ مَوَازِنَةَ الْمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ
أَسَاسًا وَيُرِيدُ يَشْتَغِلُ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّبْدِيعِ، وَالْحُكْمِ بِاِسْتِحَالَةِ
الدَّمِ وَالْمَالِ، وَهَذِهِ مُصِيبَتُنَا، هَذِهِ الْآنَ مِنْ مُصَائِبِ الْأُمَّةِ،
الْأُمَّةِ الْآنَ مُتَخَلِّفَةٌ، وَتَسْلُطُ عَلَيْهَا الْأَعْدَاءُ، التَّشَبُّهَ
بِالْكُفَّارِ، وَالِاسْتِغْنَاءَ بِالدُّنْيَا، وَأَشْيَاءٌ كَثِيرَةٌ مِنْ أَسْبَابِ
تَخْلِفِ الْأُمَّةِ، وَهَذَا وَاحِدٌ مِنْهَا، يَعْنِي: هَذَا وَاحِدٌ مِنْ الِابْتِلَاءَاتِ".
“ Dia tidak punya adab dan tidak berpendidikan sopan santun . Mirip
seperti itu adalah para ekstremis
(Ghulaat) dalam mengkafirkan orang lain .
Siapa
sebenarnya yang berhak menentukan pengkafiran seseorang ?
Mereka anak-anak kecil , tapi mengangkat dirinya seolah-seolah sebagai
hakim , dia menghukumi murtadnya seseorang
, lalu menghalalkan darahnya, dan menghalalkan hartanya .
Masalah-masalahnya sangat berbahaya , tertipu dan terpdaya orang-orang
dungu yang diangkat untuk membimbing mereka, tidak beradab , tidak faham ilmu
fiqih , tidak tahu hikmah dan tidak mengerti tentang keseimbangan antara
maslahat dan mafsadat .
Dan dia itu berkeinginan menyibukkan dirinya dengan mentakfirkan
(mengecap kafir seseorang ) dan mentabdi’kan ( mengecap seseorang sebagai ahli
bid’ah ) , juga menghukumi halalnya darahnya dan hartanya .
Ini adalah musibah atas kami yang sekarang ini telah menimpa umat ini .
Umat ini sekarang saling berselisih , dan musuh-musuh umat ini ikut
terlibat dalam mengendalikannya, ber tasyabbuh dengan orang-orang kafir , sibuk
dengan dunia , banyak sekali sebab-sebab yang membuat umat ini menjadi
tertinggal , dan ini adalah salah satu dari ibtila’aat ( الابتلاءات).
NOTE : PENULIS KATAKAN :
(Orang yang memukul syeikh – yang disebutkan
syeikh al-Fauzan – itu beranggapan bahwa syeikh yang dipukul tsb menyelisihi pendapat syeikh yang dikultuskannya. Dan si pemukul itu bermanhaj bahwa yang hak itu cuma satu, tidak boleh lebih .
Jika lebih dari satu, maka selebihnya adalah batil dan bid’ah, bahkan kafir. Dan pendapat yang hak dan benar itu menurutnya
hanyalah pendapat syeikhnya saja, yang
kemudian dikemas dengan istilah “Sesuai
al-Quran dan Sunnah”. Padahal yang dimaksud olehnya adalah al-Quran dan
as-Sunnah yang dikondisikan dengan pemahaman kelompoknya.
Kejadian yang disebutkan syeikh Shaleh Fauzan
diatas ada kemiripan dengan Ibnu
Muljam ketika menebas leher Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata:
“Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik
teman-temanmu, hai Ali!” lalu Ia membaca firman Allah SWT :
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ
ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.”
(Al-Baqarah: 207).
(Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan
Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389 dan Tarikh
Islam juz Khulafaur Rasyidin halaman 607-608. PEN. ))
Adapun ucapan si pemukul Syeikh : “سَوَّدَ اللَّهُ وَجْهَكَ” , maka
dia mengisyaratkan pada Firman
Allah SWT :
{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ فَذُوقُوا۟
ٱلْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ}
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula
muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada
mereka dikatakan):
"Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah
azab disebabkan kekafiranmu itu".(QS: Ali-Imran :106 )
Seakan-akan Si pemukul itu menuduh syeikh yang dipukulnya itu adalah seorang Khawarij, padahal yang benar adalah sebaliknya .
-------
SIKAP SYEIKH AL-ALBANI
TERHADAP ULAMA YANG TAK
SENGAJA MENYELISIHI SUNNAH:
Syekh Al-Albani berkata:
"مِثْلُ النَّوَوِي، وَابْنِ حَجَر العَسْقَلاني،
وأمْثَالِهِمْ، مِنَ الظُّلْمِ أَن يُقَالَ عَنْهُم: إِنَّهُم مِنْ أَهْلِ البِدْعِ.
أَنَا أَعْرِفُ أَنَّهُمَا مِنَ 'الأَشَاعِرَةِ'، لَكِنَّهُمَا مَا قَصَدَا مُخَالِفَةَ
الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِنَّمَا وَهِمُوا، وَظَنُّوا أَنَّمَا وَرَثُوهُ مِنَ العَقِيدَةِ
الأَشْعَرِيَّةِ: ظَنُّوا شَيْئَيْنِ اثْنَيْنِ:
أَوَّلاً: أَنَّ الإِمَامَ الأَشْعَرِيَّ
يَقُولُ ذَلِكَ، وَهُوَ لَا يَقُولُ ذَلِكَ إِلَّا قَدِيمًا؛ لِأَنَّهُ رَجَعَ عَنْهُ.
وَثَانِيًا: تَوَهَّمُوهُ صَوَابًا، وَلَيْسَ
بِصَوَابٍ. انْتَهَى."
“Semisal Al-Nawawi, Ibnu
Hajar Al-Asqalani dan orang-orang yang semisalnya, maka termasuk
kedzaliman jika ada yang mengatakan bahwa mereka itu Ahli Bid’ah.”
Saya mengetahui
bahwa kedua ulama tersebut dari ‘Asy’ariyyah. Namun keduanya tidak bermaksud
untuk menyelisihi al Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka ragu-ragu dan
mengira bahwa aqidah ‘Asy’ariyyah itulah yang diwariskan.
Mereka mengira dari
dua sisi:
Pertama: Bahwa Imam
Asy’ari juga berpendapat demikian, namun pada masa lalu; karena beliaunya pada
akhirnya kembali (ke jalan yang benar).
Kedua: Mereka
mengira bahwa pendapat itulah yang benar, padahal tidak.
(Dari kaset nomor
666, dengan tema: “Man Huwa al Kafir wa Man Mubtadi’)
_____
FATWA PARA ULAMA AL-LAJNAH AD-DAAIMAH :
Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:
Bagaimanakah sikap kita terhadap beberapa ulama yang mentakwil
sifat-sifat Allah, seperti: Ibnu Hajar, Imam Nawawi, Ibnul Jauzi, dan lain
sebagainya. Apakah kita tetap menganggap mereka termasuk para Imam ahlus sunnah
wal jama’ah atau bagaimana?, apakah kita berkata: Mereka melakukan kesalahan
dengan takwil mereka, atau mereka sesat ?
Mereka menjawab:
“Sikap kita terhadap Abu Bakar al Baqillani, al Baihaqi, Abu al Farj
Ibnul Jauzi, Abu Zakariya an-Nawawi, Ibnu Hajar dan yang serupa dengan mereka
dari beberapa ulama yang mentakwil sebagian sifat-sifat Allah atau menyerahkan
sepenuhnya kepada Allah tentang hakekat makna sifat-sifat tersebut. Menurut
hemat kami mereka semua termasuk para ulama kaum muslimin yang ilmunya
bermanfaat bagi umat, semoga Allah merahmati mereka semua dengan rahmat yang
luas dan jazahumullah khoiral jazaa’.
Mereka masih tergolong ahlus sunnah dalam masalah-masalah yang sesuai dengan para sahabat –radhiyallahu
‘anhum- dan para ulama salaf pada tiga abad pertama yang mendapatkan persaksian
baik dari Nabi –ﷺ- . Namun mereka bersalah kerena mentakwil
nash yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah, hal itu bertengan dengan ulama
salaf dan para imam sunnah –rahimahumullah-. Baik mereka mentakwil sifat-sifat
dzatiyah, ataupun sifat perbuatan atau sebagiannya.
Petunjuk yang pasti benar hanya milik Allah. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad
–ﷺ-
(Syekh Abdul Aziz bin Baaz, Syekh Abdur Razzaq al ‘Afifi, Syekh
Abdullah bin Qu’ud)
(Fatawa Lajnah Daimah: 3/241)
*****
HUKUM BERTAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH :
Yang sudah dimaklumi adalah : bahwa tidak ada celaan atau dosa bagi
mujtahid yang salah jika dia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai
kebenaran, bahkan dia mendapatkan pahala sesuai dengan nash hadits nabawi .
Dan hal yang sama berlaku bagi yang taklid padanya jika dia bertaklid
padanya dengan niat dan tujuan yang benar bukan demi nafsu dan mencari-cari
yang ringan .
Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu' al-Fatawa:
وَأَمَّا تَقْلِيدُ الْعَالِمِ حَيْثُ
يَجُوزُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ اتِّبَاعِ الْأَدِلَّةِ الْمُتَغَلِّبَةِ عَلَى الظَّنِّ،
كَخَبَرِ الْوَاحِدِ وَالْقِيَاسِ، لِأَنَّ الْمُقَلِّدَ يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ إصَابَةُ
الْعَالِمِ الْمُجْتَهِدِ كَمَا يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ صِدْقُ الْمُخْبِرِ. اهـ.
Adapun taklid terhadap orang yang ber-ilmu, kenapa itu diperbolehkan ?
Karena kedudukannya sama dengan mengikuti dalil-dalil yang diyakini besar
kemungkinan benar [غَلَبَةُ الظَّنّ], seperti berdalil dengan haditst ahad [riwayat tunggal] dan qiyas .
Dan karena orang yang bertaklid ini , memiliki prasangka yang kuat [غَلَبَةُ الظَّنّ] bahwa ulama mujtahid yang diikutinya itu
benar , sama seperti memiliki prasangka kuat terhadap kejujuran dan kebenaran
orang yang membawa kabar berita padanya .
[Baca : Majmu' al-Fataawaa 20/17].
Nabi ﷺ kadang berbeda pendapat dengan para sahabat dalam beberap hal, dan beliau ﷺ mengalah , sebagaimana yang terjadi pada saat menjelang perang Badar , berbeda pendapat dalam dalam hal penempatan posisi pasukan .
Bagitu pula pada saat menjelang perang Uhud , dalam hal lokasi perang , Nabi ﷺ mengusulkan dalam kota Madinah , sementara sebagian para sahabat menolaknya , mereka mengusulkannya di kaki gunung Uhud .
Dan juga perbedaan pendapat Nabi ﷺ dengan para sahabat Anshar pada saat perang Khandaq dalam hal kesepakatan dengan kabilah Ghathafan . Yang Isinya bahwa Nabi ﷺ akan memberikan kepada Ghathafan sepertiga hasil panen kurma Madinah dengan syarat Ghathafan mau menarik pasukannya dan berjanji untuk tidak lagi menyerang kaum muslimin. Ketika surat perjanjian itu sudah tertulis dan hendak ditanda tangani , tiba-tiba Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah menentangnya , maka kesepakatan tersebut gagal .
_____
FATWA SYEIKH AL-ALBAANI
TENTANG TAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH IJTIHAD :
Syeikh al-Albaani berkata :
اتِّبَاعُ الدَّلِيلِ لَا يَعْنِي هِجْرَ
أَقْوَالِ الْأَئِمَّةِ: يَزْعُمُ بَعْضُ مُقَلِّدَةِ الْمَذَاهِبِ أَنَّ الدَّعْوَةَ
إِلَى اتِّبَاعِ الدَّلِيلِ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَعَدَمِ الْأَخْذِ بِأَقْوَالِ
الْأَئِمَّةِ الْمُخَالِفَةِ لَهَا؛ تَرْكٌ لِلْأَخْذِ بِأَقْوَالِهِمْ مُطْلَقًا وَالِاسْتِفَادَةُ
مِنْ اجْتِهَادَاتِهِم!!.
إِنَّ هَذَا الزَّعْمَ أَبْعَدَ مَا يَكُونُ
عَنِ الصَّوَابِ، بَلْ هُوَ باطِلٌ ظَاهِرُ الْبَطْلَانِ، كَمَا يَبْدُو ذَلِكَ جَلِيًّا
مِنَ الْكَلِمَاتِ السَّابِقَاتِ، فَإِنَّهَا كُلُّهَا تُدْلِّ عَلَى خِلَافِهِ، وَأَنَّ
كُلَّ الَّذِي نَدْعُو إِلَيْهِ إِنَّمَا هُوَ تَرْكُ اتِخَاذِ الْمَذَاهِبِ دِينًا،
وَنَصْبُهَا مَكَانَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ؛ بِحَيْثُ يَكُونُ الرُّجُوعُ إِلَيْهَا
عِنْدَ التَّنَازُعِ، أَوْ عِنْدَ إِرَادَةِ اسْتِنْبَاطِ أَحْكَامٍ جَدِيدَةٍ لِحَوَادِثِ
طَارِئَةٍ؛ كَمَا يَفْعَلُ مُتَفَقِّهَةُ هَذَا الزَمَانِ، وَعَلَيْهِ وَضَعُوا الْأَحْكَامَ
الْجَدِيدَةَ لِلْأَحْوَالِ الشَّخْصِيَّةِ، وَالنِّكَاحِ وَالطَّلَاقِ، وَغَيْرِهَا
دُونَ أَنْ يَرْجِعُوا فِيهَا إِلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ لِيَعْرِفُوا الصَّوَابَ
مِنْهَا مِنَ الْخَطَأِ، وَالْحَقِّ مِنَ الْبَاطِلِ ".
Mengikuti dalil tidak berarti menghajer [meninggalkan] perkataan para
imam:
Ada sebagian para pengikut madzhab-madzhab mengklaim bahwa menyeru
orang untuk mengikuti dalil dari Kitab dan Sunnah dan tidak mengambil perkataan
para imam yang dianggap menyelisihinya ; maka orang itu dianggap benar-benar
telah meninggalkan pendapat mereka dan dia sama sekali tidak mau mengambil
manfaat dari hasil ijtihad mereka!!.
Klaim ini jauh dari kebenaran, bahkan sama sekali tidak benar , seperti
yang terlihat dari kalimat-kalimat sebelumnya, karena semuanya menunjukkan
kebalikannya.
Dan yang kami serukan hanyalah meninggalkan menjadikan madzhab-madzhab
sebagai agama, dan menggantikan dengannya posisi Kitab dan Sunnah , sehingga
madzhab-madzhab dijadikan sebagai rujukan hukum ketika terjadi perselisihan ,
atau ketika hendak menggali hukum-hukum fikih modern untuk keadaan-keadaan kontemporer
, Seperti yang dilakukan oleh para ulama saat ini, dan karenanya mereka
menetapkan ketentuan baru untuk status pribadi, pernikahan, perceraian, dan
lainnya, tanpa mengacu pada Kitab dan Sunnah untuk mengetahui mana yang benar
dan salah, dan mana yang hak dan bathil.
Lalu syeikh al-Albaani berkata :
"وَأَمَّا الرُّجُوعُ إِلَى أَقْوَالِهِمْ
وَالِاسْتِفَادَةُ مِنْهَا وَالِاسْتِعَانَةُ بِهَا عَلَى تَفَهُّمِ وَجْهِ الْحَقِّ
فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِمَّا لَيْسَ عَلَيْهِ نَصٌّ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ،
أَوْ مَا كَانَ مِنْهَا بِحَاجَةٍ إِلَى تَوْضِيحٍ فَأَمْرٌ لَا نَنْكِرُهُ، بَلْ نَأْمُرُ
بِهِ وَنَحُضُّ عَلَيْهِ، لِأَنَّ الْفَائِدَةَ مِنْهُ مَرْجُوَّةٌ لِمَنْ سَلَكَ سَبِيلَ
الِاهْتِدَاءِ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ".
" Adapun merujuk pada pendapat mereka dan mengambil faidah dari mereka dan mencari bantuan dengan
perkataan mereka untuk memahami sisi kebenaran dalam apa yang mereka
perselisihkan, pada masalah yang tidak ditemukan dalam nash al-Qur'an dan
as-Sunnah , atau apa yang perlu penjelasan darinya , maka kami tidak mengingkarinya,
melainkan kami memerintahkannya dan menekankannya [untuk merujuk padanya],
karena manfaat darinya sangat diharapkan bagi mereka yang mengikuti jalan
hidayah al-Kitab dan as-Sunnah".
[Baca : Shifat Sholat Nabi ﷺ hal. 69 dan Shahih Fiqih as-Sunnah 1/61].
FATWA SYEIKH AL-ALBAANI
BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK
COCOK:
Seorang Penanya menyebutkan apa yang dikatakan oleh beberapa orang
tentang kewajiban menghajer ahli bid'ah, berdasarkan apa yang terdapat dalam
riwayat dari beberapa orang salaf.
Maka Syeikh al-Albaani menjawab :
"الَّذِي أَرَاهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ
كَلَامَ السَّلَفِ يَرِدُّ فِي الْجَوِّ السَّلَفِيِّ يَعْنِي الْجَوَّ الْعَامِرَ
بِالْإِيمَانِ الْقَوِيِّ وَالِاتِّبَاعِ الصَّحِيحِ لِلنَّبِيِّ وَالصَّحَابَةِ، هُوَ
تَمَامًا كَالْمُقَاطَعَةِ، مُقَاطَعَةُ الْمُسْلِمِ لِمُسْلِمٍ تَرْبِيَةً وَتَأْدِيبًا
لَهُ، هَذِهِ سُنَّةٌ مَعْرُوفَةٌ، لَكِنَّ فِي اعْتِقَادِي وَكَثِيرًا مَا سُئِلْتُ
فَأَقُولُ زَمَانُنَا لَا يَصْلُحُ لِلْمُقَاطَعَةِ، زَمَانُنَا إِذًا لَا يَصْلُحُ
لِمُقَاطَعَةِ الْمُبْتَدِعَةِ لِأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ أَنْ تَعِيشَ عَلَى رَأْسِ الْجَبَلِ،
أَنْ تَنْزَوِي عَنِ النَّاسِ وَأَنْ تَعْتَزِلَهُمْ ذَلِكَ أَنَّكَ حِينَمَا تَقَاطَعُ
النَّاسَ إِمَّا لِفِسْقِهِمْ أَوْ لِبِدْعَتِهِمْ لَا يَكُونُ ذَلِكَ الْأَثَرُ الَّذِي
كَانَ يَكُونُ لَهُ يَوْمَ كَانَ أُولَئِكَ الَّذِينَ تَكَلَّمُوا بِتِلْكَ الْكَلِمَاتِ
وَحَضُّوا النَّاسَ عَلَى مُجَانِبَةِ أَهْلِ الْبِدْعَةِ."
Yang saya berpendapat – wallaahu a'lam- bahwa perkataan para Salaf
tentang hajer itu hanya berlaku pada suasana di masa Salaf dulu, artinya
suasana pada saat itu suasana yang penuh dengan iman yang kuat dan mengikuti
apa yang shahih dari Nabi dan para Sahabat dengan sempurna , contohnya seperti
pemboikotan [pemutusan hubungan], yakni ; seorang Muslim memboikot seorang
Muslim dalam rangka untuk memberi pelajaran dan mendisiplinkannya. Ini adalah
sunnah yang ma'ruf .
Akan tetapi menurut keyakinan [i'tiqod] saya – sebagaimana saya sudah
sering ditanya tentang itu - maka
jawaban saya adalah : Pada zaman kita sekarang ini tidak cocok untuk
menerapkan pemboikotan [Hajer], artinya : pada zaman kita ini tidak tepat untuk
menerapkan pemboikotan ahli Bid'ah.
Karena resikonya anda akan hidup seperti di puncak gunung, mengasingkan
diri dari masyarakat dan anda terisolasi dari mereka, yaitu ketika Anda
memboikot orang-orang, baik karena kefasiqkannya atau karena kebid'ahannya,
maka dengan pemboikotan itu tidak akan memberikan efek seperti efek pada masa
salaf dulu ketika mereka mengatakan kata-kata itu dan mendesak orang-orang
untuk menjauhi para ahli bid'ah. [Selesai]
FATWA LAIN-NYA :
Ketika syeikh al-Albaani ditanya tentang memuji orang-orang yang
terjerumus ke dalam bid'ah, maka beliau berkata:
"الجَوابُ يُخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْمَقَاصِدِ،
إذا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَى مُسْلِمٍ نَظُنُّهُ مُبْتَدِعًا وَلَا نَقُولُ
إِنَّهُ مُبْتَدِعٌ...
فَإِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ
عَلَيْهِ هُوَ الدِّفَاعُ عَنْهُ اتِّجَاهَ الْكُفَّارِ فَهَذَا وَاجِبٌ، وَأَمَّا
إِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ تَزْيِينُ مَنْهُجِهِ وَدَعْوَةُ
النَّاسِ إِلَيْهِ فَفِيهِ تَضْلِيلٌ لَا يَجُوزُ".
“Jawabannya adalah berbeda-beda , disesuaikan dengan maksud dan
tujuannya.
Jika yang dimaksud dengan memuji seorang muslim dikarenakan kita
mengira dia adalah seorang ahli bid'ah [مُبْتَدِع] , maka kita tidak boleh mengatakan bahwa
dia adalah ahli bid'ah [مُبْتَدِع] ...
Jika yang dimaksud dengan memujinya karena untuk membelanya dari
orang-orang kafir, maka ini adalah wajib, tetapi jika yang dimaksud dengan
memujinya adalah untuk memperindah manhajnya dan mengajak orang-orang kepada
bid'ahnya, maka ini adalah menyesatkan dan itu tidak boleh".
[ Sumber : " منهج العلامة الألباني
في مسائل التبديع والتعامل مع المخالفي"
karya Muhammad Haaj al-Jazaairi dan lihai pula سلسلة
الهدى والنور (551) الوجه الثاني ].
_____
FATWA SYEIKH AL-ALBAANI
TENTANG HUKUM DOA RAHMAT UNTUK AHLI BID'AH
Syeikh al-Albaani pernah di tanya tentang hukum doa rahmat untuk Ahli
Bid'ah ??? . Yaitu doa seperti : rahimahullah atau yarhamuhullaah [ semoga
Allah SWT merahmatinya ]
Beliau – rahimahullah - menjawab :
ما هو الأَصْلُ في هؤلاء الإسلام أم الكفر؟
الإسلام. إذًا الأَصْلُ أَن يُتَرَحَّمَ عليهم، أَلَيْسَ كَذَلِكَ؟ إذًا انتهت القضية،
فَلَا يَجُوزُ أَن نَتَبَنَّى اليومَ مَذْهَبًا فَنَقُولُ: "لَا يَجُوزُ التَّرْحُمُ
عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ وَفُلَانٍ مِنْ عَامَّةِ المُسْلِمِينَ" فَضْلًا عَنْ
خَاصَّتِهِمْ فَضْلًا عَنْ عُلَمَائِهِمْ، لِمَاذَا لسببين اثنين:
السَبَبُ الأَوَّلُ: أَنَّهُم مُسْلِمُونَ.
السَبَبُ الثَّانِي: أَنَّهُم إِن كَانُوا
مُبْتَدِعِينَ فَلَا نَعْلَمُ أَنَّهُ أُقِيمَتْ عَلَيْهِمُ الْحُجَّةُ وَأَصَرُّوا
عَلَى بِدْعَتِهِمْ وَأَصَرُّوا عَلَى ضَلَالَتِهِمْ.
لِهَذَا أَنَا أَقُولُ: مِنَ الأَخْطَاءِ
الْفَاحِشَةِ اليَوْمَ أَنَّ الشَّبَابَ الْمُلْتَزِمَ وَالْمُتَمَسِّكَ بِالْكِتَابِ
وَالسُّنَّةِ فِي مَا يَظُنُّهُ هُوَ يَقَعُ فِي مُخَالِفَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
مِنْ حَيْثُ لَا يَدْرِي وَلَا يَشْعُرُ، وَبِالتَّالِي يَحْقُ لِي عَلَى مَذْهَبِهِمْ
أَنْ أُسَمِّهِمْ مُبْتَدِعَةً لِأَنَّهُمْ خَالَفُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ، لَكِنِّي
لَا أُخَالِفُ مَذْهَبِي الْأَصْلِ فِي هَؤُلَاء أَنَّهُم مُسْلِمُونَ وَأَنَّهُمْ
لَا يَتَقَصَّدُونَ الْبِدْعَةَ وَلَا يَكَابِرُونَ الْحُجَّةَ وَلَا يَرُدُّونَ الْبُرْهَانَ.
وَالدَّلِيلُ لِذَلِكَ نَقُولُ أَخْطَأُوا مِنْ حَيْثُ أَرَادُوا الصَّوَابَ. وَإِذَا
عَرَفْنَا هَذِهِ الْحَقِيقَةَ نَجُونَا مِنْ كَثِيرٍ مِنَ الْأَمُورِ الشَّائِكَةِ
فِي هَذَا الزَّمَانِ.
Apa hukum asal tentang mereka ? Islam atau Kafir ?
[Jawabannya adalah] Islam. Dengan demikian hukum asalnya adalah boleh
berdoa rahmat untuk mereka, bukan? Jadi masalah ini selesai sudah .
Berarti sekarang ini kita tidak boleh menjadikannya sebagai madzhab ,
dengan mengatakan : Tidak boleh berdoa rahmat untuk si fulan , si fulan dan si
fulan dari kaum muslimin pada umumnya, apalagi pada khususnya dan apalagi untuk
para ulamanya.
Kenapa ? Karena ada dua sebab :
Sebab pertama: mereka adalah Muslim
Sebab kedua: Jika benar bahwa mereka itu adalah para ahli bid'ah , maka
kita tidak tahu apakah hujjah telah sampai pada mereka, lalu mereka bersikeras
pada bid'ah mereka dan bersikeras pada kesesatan mereka.
Itulah mengapa saya katakan: Salah satu kesalahan besar yang terjadi
sekarang-sekarang ini adalah bahwa ada pemuda yang mengira bahwa dirinya
multazim dan berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah, padahal yang benar
dia-lah yang melanggar al-Qur'an dan Sunnah dari arah yang tidak dia ketahui
atau mereka sadari .
Oleh karena itu, saya berhak, terhadap madzhab mereka, untuk menyebut
mereka sebagai ahli bid'ah karena mereka menyelisihi al-Qur'an dan Sunnah.
Akan tetapi saya tidak mau menyelisihi madzhab saya sendiri , yaitu :
hukum asal tentang mereka ini adalah Muslim dan bahwa mereka tidak sengaja
melakukan amalan bid'ah dan mereka tidak bermaksud sombong menentang dalil dan
tidak pula bermaksud menolak burhan [dalil].
Dan dalil untuk itu kita katakan : Mereka melakukan hal yang salah
namun niat mereka berkeinginan yang benar .
Jika kita telah mengetahui hakikat kebenaran ini, maka kita akan
terselamatkan dari banyak masalah pelik pada saat ini.”
[ SUMBER : " ملتقى طلاب الجامعة
الإسلامية
http://www.is un.com/vb/showthread.php?p=19345]
*****
TIDAK SEMUA YANG TERJERUMUS DALAM SUATU BID'AH DIKATAKAN AHLI BID'AH
Syeikh al-Munajjid berkata :
" من
الانحراف في هذا الباب اعتقاد ومعاملة من وقع في بدعة على أنه مبتدع: ولا يلزم ذلك،
ممكن يقع في بدعة واحدة لكن ما يوصف أنه مبتدع، يوافق مسلكًا بدعيًا في مسألة فقط،
لا يقال: إنه واحد منهم؛ لأنه وافقهم في مسألة، افرض أن مذهب هذه الطريقة البدعية مثلًا
مائة مسألة فجاء واحد وافقهم في مسألة واحدة
فهل يحكم عليه أنه منهم؟ ويدخل فيهم؟
لا، وقد يكون مجتهدًا مخطئًا وافق بدعة
في جانب معين، فترى هؤلاء الغلاة المنحرفين عن منهج السلف في التبديع يبدعونه، ويخرجونه
عن السنة، ويجعلونه من الفرق النارية، وقد وصل الأمر ببعض هؤلاء الغلاة الجفاة إلى
أن يبدعوا الحافظ ابن حجر العسقلاني، والإمام النووي، وغيرهم.
ويقولون : ابن حجر مبتدع، النووي مبتدع، وبعضهم قال: هؤلاء ليسوا من الفرقة الناجية، ليسوا
على ما كان عليه محمد -صلى الله عليه وسلم- وأصحابه . قل : ليسوا عليه في جميع المسائل،
لكن ليسوا عليه البتة، نخرجهم عن ملة رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، وطريقة رسول
الله -صلى الله عليه وسلم- إخراجًا تامًا .
وهم الذين فقهوا سنته، وجمعوا حديثه،
وخدموا السنة هذه الخدمة العظيمة الجليلة، ذبوا عنها الكذب، وشرحوها، بينوا معانيها،
قربوها للناس، صنفوا الكتب فيها، كيف يقال عنهم بعد ذلك هؤلاء في النار، هؤلاء من الفرق
السبعين التي في النار، جور وظلم في الحكم، والمشكلة أن الذي يتكلم بهذا الكلام ما
يساوي نعال ابن حجر، ولا ظفر النووي، من هو في العلم أصلا؟ ما هو مستواه العلمي؟
ونحن عندما نسير على منهج السلف إذا أخطأ
ابن حجر، وخالف منهج السلف في مسألة، نقول: أخطأ ولا نجامل، وإذا خالف النووي منهج
السلف في مسألة مثلاً في الأسماء والصفات، نقول أخطأ النووي -رحمه الله-، ونبين خطأه،
ولا نجامل مهما كانت الشخصية هذه علو كعبها في العلم، لكن هذا ليس معناه أن هذا من
الفرق النارية، ونخرجه عن أهل السنة إخراجًا تامًا.
ثم هؤلاء الكبار الظن بهم أنهم لو وافقوا
منهجًا مبتدعًا في جزئية، أو في بعض الجزئيات، في بعض المسائل، هل الظن بهم أنهم معاندون
للحق متعمدون للانحراف، أو أنهم مجتهدون مخطئون، وأن الله قد يغفر لهم خطأهم؟
أليس العالم إذا اجتهد وأصاب وله أجران:
وإذا اجتهد وأخطأ له أجر، ابن حجر عالم، النووي عالم أخطأ في بعض المسائل في الأسماء
والصفات، نحن ما نجامل، سنقول: هذا خطأ، هذا تأويل باطل، هذا مردود لا نقبله، خلاف
الحق، حتى ولو جاء من فلان وفلان، لكن كل حسناته هذه الأخرى مردودة مرفوضة باطلة، الرجل
ليس من أهل السنة مبتدع، من الفرق النارية هذا ظلم، نذود عنهم، وندافع عنهم، ونبجلهم،
ولكن كل هذا لا يحملنا على أن نجامل، ونقول عن خطأ أدى إليه اجتهاده، نقول: هذا صواب،
نقول، هذا خطأ، هذا باطل، هذا العدل.
فانظر إلى هؤلاء المنحرفين الذين بلغت
بهم السفاهة أن قالوا بوجوب إحراق فتح الباري لابن حجر، وشرح صحيح مسلم للنووي، وقال:
اجعلوها حطبًا في الشتاء، شرح سنة رسول الله -صلى الله عليه وسل - تجعل حطبًا للشتاء،
لأن فيها بعض الأخطاء ، عجبًا، ويجب أن نعلم أن منهج السلف منهج عدل، ومنهج إنصاف،
لكنه منهج جاد ما فيه مجاملات، ومن الإنصاف بيان خطأ المخطئ من أهل العلم والفضل، والترحم
عليه، ونتلمس له العذر".
ARTINYA :
" Sebagian penyimpangan dalam hal ini adalah keyakinan dan
perlakuan terhadap orang yang terjatuh dalam bid'ah sebagai Ahli Bid'ah , yaang
benar itu tidak mengharuskannya , mungkin saja ia terjerumus dalam satu bid'ah,
namun tidak boleh di cap sebagai ahli bid'ah jika hanya karena setuju dengan
mereka dalam satu masalah bid'ah .
Tidak boleh dikatakan : " Dia adalah salah satu dari mereka [Ahli
Bid'ah]" ; hanya karena dia setuju dengan mereka dalam satu masalah,
misalkan bahwa dalam madzhab ahli bid'ah ini, memiliki seratus masalah bida'ah,
lalu seseorang datang dan setuju dengan mereka dalam satu masalah, lalu apakah
dia dinilai salah satunya? dan dimasukkan dalam golongan mereka?
Tidak, dan dia mungkin seorang mujtahid yang keliru , yang kebutulan
bahwa itu adalah bid'ah dalam aspek tertentu. Maka Anda melihat para [tukang
hajer] yang ekstremis yang menyimpang dari Manhaj Salaf dalam menghukumi
seseorang sebagai ahli bid'ah dalam masalah yang mereka anggap bid'ah dan
mengeluarkannya dari Ahlus Sunnah. Lalu memasukkannya dalam golongan ahli
nereka .
Bahkan masalah ini sampai pada sebagian Ahlul Hajer yang sangat ekstremis
yang menyimpang, sampai-sampai mereka mencap dan menggolongkan Al-Hafidz Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Al-Imam Al-Nawawi, dan lainnya sebagai ahli bid'ah.
Dan mereka berkata: " Ibnu Hajar adalah seorang ahli bid'ah,
Al-Nawawi adalah seorang ahli bid'ah. Dan sebagian dari mereka berkata : Mereka
bukan dari Firqoh Najiyah [Golongan yang Selamat Dari Neraka], mereka tidak
berjalan diatas jalan Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya. Katakanlah : Mereka
tidak berada di atas jalan Nabi ﷺ dalam semua masalah , bahkan sama sekali
mereka tidak berada diatasnya, sehingga kami keluarkan mereka dari agama
Rosulullah ﷺ dan dari jalan Rosulullah ﷺ sepenuhnya" .
Padahal mereka adalah orang-orang yang memahami sunnahnya, mengumpulkan
hadits-haditsnya, dan melayani sunnah dengan layanan yang agung dan terhormat
ini, menyangkal kebohongan tentangnya, mensyarahinya, menjelaskan maknanya,
mendekatkannya kepada manusia, menyusun kitab-kitab tentangnya, bagaimana bisa
dikatakan tentang mereka setelah itu mereka berada di dalam api neraka , mereka
berada di antara tujuh puluh golongan yang akan berada di Neraka ?
Ini adalah penindasan dan kedzaliman dalam penghakiman.
Masalahnya, orang yang mengucapkan kata-kata ini , dia tidak setara
dengan sandal jepitnya Ibnu Hajar, atau kukunya Imam An-Nawawi. Dia itu siapa
sebenarnya dalam keilmuan ? Tingkat keilmuan orang tersebut seberapa tinggi ?
Ketika kita berjalan di atas manhaj para salaf dahulu , maka jika Ibnu
Hajar melakukan kesalahan dan menyelisihi manhaj salaf dalam satu masalah ; kita
memang harus mengatakan apa adanya : Bahwa Dia melakukan kesalahan dan kami
tidak ada mujaamalah [berbasa basi seakan membenarkan] dalam hal ini . Dan jika
an-Nawawi menyelisihi manhaj salaf dalam satu masalah, misalnya dalam al-Asmaa
wash-Shifaat [nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya] ; maka kami katakan bahwa
al-Nawawi -rahimahullah- telah melakukan kesalahan, dan kami menjelaskan
kesalahannya, dan kami tidak ada basa basi dalam hal ini, tidak peduli seberapa
tinggi ilmunya dan kepribadiannya. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dia ini
dari Firqoh Naariyah [ golongan ahli neraka], yang kemudian kami mengeluarkan
dia sepenuhnya dari golongan Ahlus Sunnah.
Kemudian berprasangka terhadap mereka para ulama senior ini : jika
seandainya mereka kedapatan menyetujui satu bagian dari manhaj Ahli Bid'ah ,
atau sebagian dari bagian-bagian dalam beberapa masalah, maka : Apakah
dibenarkan berprasangka bahwa mereka itu keras kepala terhadap kebenaran dan
sengaja melakukan penyimpangan ? Atau bahwa mereka itu adalah para mujtahid
yang tanpa sengaja melakukan kesalahan, dan bahwa Allah SWT akan mengampuni
kesalahan mereka? Bukankah seorang ulama, jika dia berijtihad dan benar, maka
dia akan mendapat dua pahala . Dan jika dia berijtihad dan salah, maka dia akan
mendapat satu pahala?
Ibnu Hajar adalah seorang ulama, al-Nawawi adalah seorang ulama yang
melakukan kekeliruan dalam beberapa masalah tentang nama-nama Allah dan
sifat-sifat-Nya, maka dalam hal ini kami tidak boleh berbasa basi . Kami akan
mengatakan apa adanya : Ini adalah kesalahan, ini adalah takwil yang baathil ,
ini ditolak yang kami tidak menerimanya , bertentangan dengan kebenaran,
meskipun itu berasal dari syeikh Fulan dan Syeikh Fulan.
Namun sayang nya - oleh mereka golongan Ahlul Hajer- semua amal baiknya
[Ibnu Hajar dan an-Nawawi] yang lain ditolak, disingkirkan, dan dianggap
baathil . Mereka mengatakan : Orang ini bukanlah dari Ahlus-Sunnah , melainkan
Ahli Bid'ah . Dia adalah salah satu dari Firqoh Naariyah [golongan Ahli
Neraka].
Ini adalah sebuah kedzaliman. Oleh karena itu kami membela mereka,
mempertahankan mereka, dan memuliakan mereka. Namun demikian semua ini tidak
membuat kita memuji kesalahannya , dan ikut-ikutan sependapat dengan kesalahan
yang dihasilkan oleh ijtihadnya lalu kita mengatakan : "Ini adalah
benar". Maka Ini tidak boleh , melainkan kita harus mengatakan apa adanya
: ini salah, ini bathil. Sikap inilah yang bijak dan adil .
Dan lihatlah orang-orang sesat yang telah mencapai puncak kebodohan
ketika mereka mengatakan :
"Wajib membakar kitab Fathul-Baari karya Ibnu Hajar, dan Sharh
Shahih Muslim karya An-Nawawi". Dan berkata pula : " Jadikanlah [ dua
kitab itu ] untuk kayu bakar untuk penghangat di musim dingin".
Kitab Syarah hadits Rasulullah ﷺ dijadikan kayu bakar untuk penghangat di
musim dingin, hanya karena di dalamnya terdapat beberapa kesalahan ijtihad .
Aneh ! Dan wajib kita ketahui bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang
adil dan bijak, namun demikian ia adalah manhaj yang lurus dan serius tidak
mengandung mujaamalah [berbasa basi seakan-akan membenarkan kesalahannya].
Dan termasuk sikap bijak adalah menjelaskan kesalahan orang yang salah
berijtihad dari kalangan para Ahlul Ilmi dan Ahlul Fadhel , serta mendoakan
rahmat untuknya dan berusaha mencarikan alasan dan udzur untuknya [kenapa dia
bisa salah berijtihad ?]".
[ Sumber : ضوابط البدعة والانحرافات
في أبواب البدعة والتبديع ]
******
HUKUM SALAH DALAM BERIJTIHAD :
Dari ‘Amr bin al-‘Ash bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
" إِذَا
حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ
ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
".
“Apabila seorang Hakim berijtihad kemudian ia
benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah
maka ia memperoleh satu pahala.” [Mutafaqun 'alaihi].
Al-Khathib al-Baghdadi berkata :
فَإِن قِيلَ: كَيْفَ
يَجُوزُ أَن يَكُونَ لِلْمُخْطِئِ فِيمَا أَخْطَأَ فِيهِ أَجْرٌ، وَهُوَ إِلَى أَن
يَكُونَ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ إِثْمٌ لَتَوَانِيهِ وَتَفْرِيطِهِ فِي الِاجْتِهَادِ
حَتَّى أَخْطَأَ؟
فَالْجَوَابُ: إِنَّ
هَذَا غَلَطٌ، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يَجْعَلْ لِلْمُخْطِئِ أَجْرًا عَلَى خَطَئِهِ، وَإِنَّمَا
جَعَلَ لَهُ أَجْرًا عَلَى اجْتِهَادِهِ، وَعَفَا عَنْ خَطِئِهِ، لِأَنَّهُ لَمْ يَقْصُدْهُ".
"الفقيه والمتفقه" (1/191).
"Jika ada yang bertanya: Bagaimana mungkin bagi orang yang
melakukan kesalahan dalam berijtihad mendapatkan pahala atas kesalahannya, padahal dia sampai pada kesalahan
tersebut karena kelalaian dan kurangnya dalam berijtihad sehingga dia melakukan kesalahan?
Jawabannya: Ini
adalah pemahaman yang salah, karena Nabi Muhammad ﷺ tidak menjadikan pahala kepada orang yang berbuat kesalahan
atas kesalahannya, melainkan memberikan pahala atas ijtihadnya, dan Allah memaafkan kesalahannya itu, karena kesalahan tersebut bukanlah yang dijadikan tujuan." (الفقيه
والمتفقه)
(1/191).
Asy-Syawkani berkata dalam kitabnya Irsyaad al-Fuhuul 2/231 :
ثُمَّ اخْتَلَفَ هَؤُلَاءِ بَعْدَ اتِّفَاقِهِمْ
عَلَى أَنَّ الْحَقَّ وَاحِدٌ، هَلْ كُلُّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ أَمْ لَا؟
فَعِنْدَ مَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، وَغَيْرِهِمَا
أَنَّ الْمُصِيبَ مِنْهُمْ وَاحِدٌ، وَإِنْ لَمْ يَتَعَيَّنْ، وَأَنَّ جَمِيعَهَمْ
مُخْطِئٌ إِلَّا ذَلِكَ الْوَاحِدَ.
وَقَالَ جَمَاعَةٌ، مِنْهُمْ أَبُو يُوسُفَ:
إِنَّ كُلَّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ، وَإِنْ كَانَ الْحَقُّ مَعَ وَاحِدٍ، وَقَدْ حَكَى
بَعْضُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ عَنِ الشَّافِعِيِّ مِثْلَهُ. وأنكر ذلك أبو سحاق الْمَرْوَزِيِّ،
وَقَالَ: إِنَّمَا نَسَبَهُ إِلَيْهِ قَوْمٌ مِنَ المتأخرين، ممن لا معرفة له بِمَذْهَبِهِ.
قَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ الطَّبَرَيُّ:
وَاخْتَلَفَ النَّقْلُ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ، فَنُقِلَ عَنْهُ أَنَّهُ قال في بعض المسائل
كقولنا، وفي بعضها كَقَوْلِ أَبِي يُوسُفَ، وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ،
وَأَصْحَابِ مَالِكٍ وَابْنِ "سُرَيْجٍ"*، وَأَبِي حَامِدٍ، بِمِثْلِ قَوْلِ
أَبِي يُوسُفَ.
وَاسْتَدَلَّ ابْنُ كَجٍّ عَلَى هَذَا
بِإِجْمَاعِ الصَّحَابَةِ عَلَى تَصْوِيبِ بَعْضِهِمْ بعضا، فيما اختلفوا فيه وَلَا
يَجُوزُ إِجْمَاعُهُمْ عَلَى خَطَأٍ
Kemudian mereka berselisih setelah mereka sepakat bahwa kebenaran itu
satu. Apakah setiap seorang mujtahid itu benar atau tidak?
Menurut Malik, al-Syafi'i, dan lainnya : yang benar adalah salah
satunya , meskipun tidak ditentukan. Jadi semuanya itu salah kecuali yang satu
.
Dan ada sekelompok para ulama , termasuk Abu Yusuf, berkata: Setiap
mujtahid adalah benar, meskipun kebenaran itu bersama satu mujtahid .
Ada sebagian para sahabat asy-Syafi'i menghikayatkam hal yang sama dari
asy-Syafi'i. Namun Abu Ishaq Al-Marwazi menyangkal hal ini, dan berkata: Itu
hanya dikaitkan dengan dia oleh beberapa orang yang datang kemudian, yang tidak
memiliki pengetahuan tentang madzhabnya.
Al-Qodhi Abu ath-Thoyyib ath-Thabari mengatakan : Riwayat dari Abu
Hanifah berbeda-beda. Diriwayatkan pula darinya bahwa dia mengatakan dalam
beberapa masalah sama seperti perkataan kami, dan beberapa di antaranya sama
seperti perkataan Abu Yusuf.
Telah diriwayatkan dari ahli Irak, para sahabat Malik, Ibnu Surayj dan
Abu Hamid, hal serupa dengan apa yang dikatakan Abu Yusuf.
Ibnu Kajj berdalil untuk ini dengan IJMA' para sahabat bahwa mereka
membenarkan masing-masing pendapat para mujtahid terhadap apa yang mereka
berbeda pendapat. Dan mereka para sahabat tidak mungkin ber'ijma terhadap
sesuatu yang salah.
_____
KISAH PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA NABI DAUD DAN NABI SULAIMAN:
Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
" بَيْنَمَا
امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا
فَقَالَتْ هَذِهِ لِصَاحِبَتِهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ أَنْتِ وَقَالَتْ الْأُخْرَى
إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى
فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام فَأَخْبَرَتَاهُ
فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَكُمَا فَقَالَتْ الصُّغْرَى لَا يَرْحَمُكَ
اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى".
"Dahulu ada dua orang wanita yang sedang bermain bersama anak
mereka masing-masing. Tiba-tiba datang seekor serigala yang menerkam dan
membawa anak salah seorang dari mereka berdua.
[Lalu dua wanita itu berebutan anak yang selamat]
Seorang dari mereka berkata kepada yang lain : 'Sebenarnya yang
dimangsa serigala tadi adalah anakmu".
Rupanya wanita yang satunya menyangkal seraya berkata : 'Tidak, yang
dimangsa oleh serigala tersebut adalah anakmu'.
Akhirnya kedua wanita meminta keputusan hukum dari Daud . Namun Daud
menetapkan bahwa anak yang masih hidup itu milik wanita yang usianya lebih tua.
Kemudian keduanya pergi menemui Sulaiman bin Daud 'alaihima salam,
lantas kedua wanita tersebut menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah mendengar ceritanya, Sulaiman berkata : 'Baiklah, sekarang
tolong ambilkan aku pisau, aku akan membelah dan membagi dua anak ini untuk
kalian berdua'.
Tiba-tiba wanita yang lebih muda berkata : 'Jangan kau lakukan itu ! ,
semoga Allah merahmati anda, berikanlah anak tersebut untuknya ".
Maka Sulaiman pun menetapkan anak itu untuk wanita yang lebih muda
umurnya." [HR. Bukhori no. 6271 dan
Muslim no. 3245].
*****
PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT
====
PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT SAAT PENGEPUNGAN BANI QURAIDZAH
Dari Ibnu 'Umar berkata :
" قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنْ الْأَحْزَابِ
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ
الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ
بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ".
"Nabi ﷺ bersabda kepada kami ketika beliau kembali
dari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat
'Ashar keculi di perkampungan Bani Quraizhah."
Lalu tibalah waktu shalat ketika mereka masih di jalan.
Sebagian dari mereka berkata : 'Kami tidak akan shalat kecuali setelah
sampai tujuan'.
Dan sebagian lain berkata : 'Bahkan kami akan melaksanakan shalat,
sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'.
Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi ﷺ, dan beliau tidak mencela seorang pun dari
mereka." [ HR. Bukhori no. 4119 dan Muslim no. 1770].
=====
PERBEDAAN ANTAR SAHABAT DALAM BACAAN AYAT AL-QUR’AN:
Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata:
" سَمِعْتُ
رَجُلًا قَرَأَ آيَةً، وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ
خِلَافَهَا، فَجِئْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ،
فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا
تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا".
“Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat,
dan saya mendengar Nabi ﷺ
membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa orang itu
kepada Nabi ﷺ dan memberitahukan
kepadanya.
Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi ﷺ dan
beliau bersabda: “Kamu berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan janganlah
berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu selalu berselisih
sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476 ]
Seperti itulah keadaan para sahabat di masa Nabi ﷺ masih hidup, celah-celah
yang bisa menimbulkan perselisihan ditutup, dan apabila terjadi perselisihan
segara diselesaikan sehingga tidak menjadi besar.
*****
NABI ﷺ KADANG SALAH DALAM BERIJTIHAD
=====
SALAH SATU CONTOH KESALAHAN NABI ﷺ DALAM BERPENDAPAT :
Dari Thalhah radhiyallahu anhu , dia berkata;
" مَرَرْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْمٍ عَلَى رُءُوسِ النَّخْلِ
فَقَالَ مَا يَصْنَعُ هَؤُلَاءِ فَقَالُوا يُلَقِّحُونَهُ يَجْعَلُونَ الذَّكَرَ فِي
الْأُنْثَى فَيَلْقَحُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا أَظُنُّ يُغْنِي ذَلِكَ شَيْئًا قَالَ فَأُخْبِرُوا بِذَلِكَ فَتَرَكُوهُ فَأُخْبِرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ إِنْ كَانَ يَنْفَعُهُمْ
ذَلِكَ فَلْيَصْنَعُوهُ فَإِنِّي إِنَّمَا ظَنَنْتُ ظَنًّا فَلَا تُؤَاخِذُونِي بِالظَّنِّ
وَلَكِنْ إِذَا حَدَّثْتُكُمْ عَنْ اللَّهِ شَيْئًا فَخُذُوا بِهِ فَإِنِّي لَنْ أَكْذِبَ
عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
".
"Saya pernah bersama Rasulullah berjalan melewati orang-orang yang
sedang berada di pucuk pohon kurma. Tak lama kemudian beliau bertanya: 'Apa
yang dilakukan orang-orang itu? '"
Para sahabat menjawab : 'Mereka sedang mengawinkan pohon kurma dengan
meletakkan benang sari pada putik agar lekas berbuah.'
Maka Rasulullah pun bersabda : 'Aku kira perbuatan mereka itu tidak ada
gunanya.'
Thalhah berkata : 'Kemudian mereka diberitahukan tentang sabda
Rasulullah itu. Lalu mereka tidak mengawinkan pohon kurma.' Selang beberapa
hari kemudian, Rasulullah diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak
dikawinkan itu tidak berbuah lagi.
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: 'Jika okulasi (perkawinan) pohon
kurma itu berguna bagi mereka, maka hendaklah mereka terus melanjutkannya.
Sebenarnya aku hanya berpendapat secara pribadi. Oleh karena itu, janganlah
menyalahkanku karena adanya pendapat pribadiku. Tetapi, jika aku beritahukan
kepada kalian tentang sesuatu dari Allah, maka hendaklah kalian menerimanya.
Karena, aku tidak pernah berdusta atas nama Allah.'[HR.
Muslim no. 4356].
*****IJTIHAD NABI ﷺ DAN
SARANNYA YANG DITOLAK SAHABAT :
Ada beberapa ijtihad , usulan,
gagasan dan perintah Nabi ﷺ yang di tolak oleh para sahabat, setelah mereka bertabayyun
bahwa perintahnya itu hanya sebatas ijtihad dan gagasan dari beliau ( ﷺ ).
Diantara nya :
PERTAMA : UMAR PERNAH MENOLAK PERINTAH NABI ﷺ ; KARENA MELIHAT KONDISI
KESEHATAN BELIAU ﷺ .
Dari Ibnu Abbas – radhiyallahu 'anhuma - berkata :
" لَمَّا
حُضِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَفِي الْبَيْتِ رِجَالٌ
فِيهِمْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ : ( هَلُمَّ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ
تَضِلُّوا بَعْدَهُ )
.
قَالَ عُمَرُ : إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَهُ الْوَجَعُ وَعِنْدَكُمْ الْقُرْآنُ فَحَسْبُنَا
كِتَابُ اللَّهِ .
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْبَيْتِ ، وَاخْتَصَمُوا
، فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ قَرِّبُوا يَكْتُبْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ مَا
قَالَ عُمَرُ .
فَلَمَّا أَكْثَرُوا اللَّغَطَ وَالِاخْتِلَافَ
عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( قُومُوا عَنِّي ) .
قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ : فَكَانَ ابْنُ
عَبَّاسٍ يَقُولُ : إِنَّ الرَّزِيَّةَ كُلَّ الرَّزِيَّةِ مَا حَالَ بَيْنَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ أَنْ يَكْتُبَ لَهُمْ ذَلِكَ الْكِتَابَ
مِنْ اخْتِلَافِهِمْ وَلَغَطِهِمْ
"Dikala Nabi ﷺ menjelang wafat, yang ketika itu di rumah
nabi ada beberapa sahabat yang diantaranya Ummar bin Khattab.
Beliau ﷺ berkata : 'Kesinilah, saya tuliskan untuk
kalian tulisan yang sekali-kali kalian tidak bisa sesat selama-lamanya.'
Umar berkata : 'Nabi ﷺ menderita kesakitan dan di sisi kalian ada
al-Quran, maka cukuplah bagi kita kitabullah.'
Ahlul bait menjadi berselisih dan bersengketa, di antaranya ada yang
berkata : 'Tolong kalian mendekatlah sehingga Rasulullah ﷺ bisa menuliskan tulisan untuk kalian yang sekali-kali kalian tak
akan tersesat selama-lamanya.'
Di antara mereka ada yang berpendapat sebagaimana ucapan Umar.
Tatkala suara mereka semakin gaduh dan perselisihan semakin kencang di
sisi Nabi ﷺ, Nabi berkata : 'Menyingkirlah kalian dariku! '
Ubaidullah berkata, 'Ibn Abbas berkata : 'Bencana dari segala bencana
adalah yang menghalangi Rasulullah ﷺ untuk menulis catatan bagi mereka, karena
mereka berselisih dan membuat kegaduhan.' [ HR. Al-Bukhari (6932)
dan Muslim (1637)].
Abu'l-'Abbaas al-Qurtubi (semoga Allah merahmatinya) berkata:
وقوله : ( ائتوني أكتب لكم كتاباً لا
تضلون بعده ) : لا شك في أن ( ائتوني ) أمرٌ ، وطلبٌ ، توجَّه لكل مَن حضر ، فكان حق
كل من حضر المبادرةُ للامتثال ، ولا سيما وقد قرنه بقوله : ( لا تضلُّون بعده ) ، لكن
ظهر لعمر رضي الله عنه ، ولطائفة معه : أن هذا الأمر ليس على الوجوب ، وأنَّه من باب
الإرشاد إلى الأصلح ، مع أن ما في كتاب الله يرشد إلى كل شيء ، كما قال تعالى: ( تِبْيَاناً
لِكُلِّ شَيْء ) ، مع ما كان فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم من الوجع ، فكره أن
يتكلَّف من ذلك ما يشق ويثقل عليه، فظهر لهم : أن الأوَّلى ألا يكتب ، وأرادت الطائفة
الأخرى : أن يكتب ؛ متمسِّكة بظاهر الأمر ، واغتناماً لزيادة الإيضاح ، ورفع الإشكال .
فيا ليتَ ذلك لو وقع ، وحصلَ ! ولكن قدَّر
الله ، وما شاءَ فعل ، ومع ذلك : فلا عتب ، ولا لوم على الطائفة الأولى ؛ إذ لم يعنفهم
النبي صلى الله عليه وسلم ، ولا ذمَّهم ، بل قال للجميع : ( دَعُونِي، فَالَّذِي
أَنَا فِيهِ خَيْرٌ ).
Sehubungan dengan sabda beliau ﷺ :
'Kesinilah, saya tuliskan untuk kalian tulisan yang sekali-kali kalian
tidak bisa sesat selama-lamanya'.
Tiada keraguan , Ini adalah perintah dan permintaan yang ditujukan
kepada semua orang yang hadir. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap orang
yang hadir untuk bersegera menaati perintah ini, apalagi jika diikuti dengan
kata-kata “setelah itu kalian tidak akan tersesat”.
Tapi 'Umar (semoga Allah meridhoi dia) dan yang lainnya berpikir bahwa
perintah ini bukan sebagai kewajiban; melainkan hanya petunjuk kearah yang
lebih mashlahat . Apalagi di dalam Kitab Allah terdapat petunjuk untuk segala sesuatu
yang dibutuhkan umat Islam, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman (penafsiran
artinya):
“Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) sebagai penjelasan segala
sesuatu” [an-Nahl : 89].
Selain itu, Rasulullah ﷺ sedang menderita sakit, maka 'Umar tidak
ingin dia harus melakukan sesuatu yang mungkin sangat sulit baginya dalam
situasi itu. Oleh karena itu mereka memutuskan bahwa lebih tepat baginya untuk
tidak menulis apapun.
Tetapi kelompok lain menginginkan agar beliau menulis wasiat tersebut,
berpegang pada makna yang nampak dari perintah tersebut dan karena keinginan
untuk klarifikasi lebih lanjut dan untuk menghilangkan ambiguitas.
Seandainya itu terjadi! Tapi itulah yang telah Allah putuskan, dan apa
pun yang Dia kehendaki terjadi. Namun tidak boleh ada celaan atau cercaan
terhadap kelompok pertama, karena Nabi ﷺ tidak mencela atau memarahi mereka;
sebaliknya beliau hanya berkata kepada mereka semua : "Biarkan aku, karena
aku baik-baik saja."
[Al-Mufhim lima Asykala min Talkhiis Kitaab Muslim (4/559 )]
Al-Hafidz bin Hajar (semoga Allah merahmatinya) berkata:
قَالَ الْمَازِرِيُّ إِنَّمَا جَازَ
لِلصَّحَابَةِ الِاخْتِلَافُ فِي هَذَا الْكِتَابِ مَعَ صَرِيحِ أَمْرِهِ لَهُمْ
بِذَلِكَ لِأَنَّ الْأَوَامِرَ قَدْ يُقَارِنُهَا مَا يَنْقُلُهَا مِنَ الْوُجُوبِ
فَكَأَنَّهُ ظَهَرَتْ مِنْهُ قَرِينَةٌ دَلَّتْ عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ لَيْسَ عَلَى
التَّحَتُّمِ بَلْ عَلَى الِاخْتِيَارِ فَاخْتَلَفَ اجْتِهَادُهُمْ وصَمَّمَ عُمَر
عَلى الامْتِنَاع لِمَا قَامَ عِنْدَهُ مِنَ الْقَرَائِنِ بِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ عَنْ غَيْرِ قَصْدٍ جَازِمٍ وَعَزْمُهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِمَّا بِالْوَحْيِ وَإِمَّا بِالِاجْتِهَادِ وَكَذَلِكَ
تَرْكُهُ
Al-Maaziri (semoga Allah merahmatinya) berkata : Adapaun kenapa para
Sahabat boleh untuk berselisih tentang penulisan ini, padahal perintahnya jelas
diberikan kepada mereka tentang hal itu ?
Karena dalam perintah tersebut terdapat indikasi yang memalingkan dari
hukum wajib. Seolah-olah ada sesuatu yang menunjukkan bahwa hal itu tidak
wajib; melainkan opsional.
Oleh karena itu mereka memiliki pandangan yang berbeda, dan 'Umar
bersikeras pada pandangannya yang mana dia memiliki bukti tidak langsung bahwa
Nabi ﷺ telah mengatakannya tanpa ada maksud untuk memaksakannya.
Dan kemauannya itu ﷺ bisa jadi berdasarkan wahyu dan bisa jadi
berdasarkan ijtihad, dan begitu pula meninggalkannya". [Fath
al-Baari (8/133-134)
Kemauan Nabi ﷺ untuk menulis sebuah tulisan ini entah
berdasarkan wahyu yang datang kemudian dibatalkan, atau karena sesuatu yang
menurutnya akan bermanfaat, kemudian dia berubah pikiran.
An-Nawawi (semoga Allah merahmatinya) berkata:
" وَكَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَمَّ بِالْكِتَابِ حِينَ ظَهَرَ لَهُ
أَنَّهُ مَصْلَحَةٌ أَوْ أُوحِيَ إِلَيْهِ بِذَلِكَ ثُمَّ ظَهَرَ أَنَّ الْمَصْلَحَةَ
تَرْكُهُ أَوْ أُوحِيَ إِلَيْهِ بِذَلِكَ وَنُسِخَ ذَلِكَ الْأَمْرُ الْأَوَّلُ
وَأَمَّا كَلَامُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَدِ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ الْمُتَكَلِّمُونَ
فِي شَرْحِ الْحَدِيثِ عَلَى أَنَّهُ مِنْ دَلَائِلِ فِقْهِ عُمَرَ وَفَضَائِلِهِ وَدَقِيقِ
نَظَرِهِ لِأَنَّهُ خَشِيَ أَنْ يَكْتُبَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمُورًا
رُبَّمَا عَجَزُوا عَنْهَا وَاسْتَحَقُّوا الْعُقُوبَةَ عَلَيْهَا لِأَنَّهَا مَنْصُوصَةٌ
لَا مَجَالَ لِلِاجْتِهَادِ فِيهَا فَقَالَ عُمَرُ حَسْبُنَا كِتَابُ اللَّهِ ".
Nabi ﷺ berkeinginan untuk menulis sebuah pesan
tertulis ketika nampak pada dirinya bahwa itu akan membawa mashlahat , atau
mungkin beliau menerima wahyu tentang itu, kemudian nampak pada dirinya bahwa
yang mashlahat adalah meninggalkannya, atau dia menerima wahyu untuk
membatalkan perintah awal" .
Adapun kata-kata Umar ra, maka para ulama sepakat dalam menjelaskan
hadits bahwa itu adalah salah satu dalil akan kedalaman fiqih Umar , keutamaan
dan pandangannya yang tepat.
Karena dia takut, Nabi ﷺ akan menulis hal-hal yang mungkin tidak mampu mereka amalkan
yang membuat mereka pantas untuk diadzab . Karena sudah ditetapkan berdasarkan
tulisan, maka tidak ada ruang untuk berijtihad di dalamnya, maka Umar berkata :
“Cukuplah Kitab Allah bagi kami”.
[ Baca : Syarh Muslim (11/90). Al-Haafiz Ibn Hajar telah menukilnya
pula dari al-Maaziri. Lihat: Fath al-Baari (8/134)].
Dalam riwayat Lain :
Ibnu Abbas berkata :
يَوْمُ الْخَمِيسِ وَمَا يَوْمُ الْخَمِيسِ
ثُمَّ بَكَى حَتَّى بَلَّ دَمْعُهُ الْحَصَى فَقُلْتُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ وَمَا يَوْمُ
الْخَمِيسِ قَالَ اشْتَدَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعُهُ
فَقَالَ ائْتُونِي أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَا تَضِلُّوا بَعْدِي فَتَنَازَعُوا وَمَا
يَنْبَغِي عِنْدَ نَبِيٍّ تَنَازُعٌ وَقَالُوا مَا شَأْنُهُ أَهَجَرَ اسْتَفْهِمُوهُ
قَالَ دَعُونِي فَالَّذِي أَنَا فِيهِ خَيْرٌ أُوصِيكُمْ بِثَلَاثٍ أَخْرِجُوا الْمُشْرِكِينَ
مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَأَجِيزُوا الْوَفْدَ بِنَحْوِ مَا كُنْتُ أُجِيزُهُمْ قَالَ
وَسَكَتَ عَنْ الثَّالِثَةِ أَوْ قَالَهَا فَأُنْسِيتُهَا
"Hari kamis, apakah hari kamis itu?!
Kemudian dia menangis sampai air matanya membasahi batu kerikil, lalu
saya bertanya kepadanya, "Wahai Ibnu Abbas, memangnya ada apa dengan hari
kamis?"
Dia menjawab : "Pada hari kamis, sakit yang diderita Rasulullah ﷺ semakin parah, kemudian beliau bersabda: "Kemarilah, saya
akan menuliskan untukmu suatu catatan yang membuatmu tidak akan tersesat
sepeninggalku nanti."
Lalu para sahabat saling berbantahan, padahal tidak pantas dan tidak
layak hal itu terjadi di hadapan beliau."
Kemudian mereka bertanya : "Ada apa dengan beliau? Tanyakanlah
langsung kepada beliau!"
Lalu Rasulullah ﷺ menjawab: 'Biarkanlah saya, apa yang saya
alami sekarang ini lebih baik. Sesungguhnya saya mewasiatkan kepada kalian tiga
perkara; usirlah orang-orang musyrik dari jazirah Arab, berikanlah kepada para
utusan (delegasi) sesuatu yang sama dengan apa yang pernah saya berikan kepada
mereka (yaitu menghormati dan melayaninya).'
Setelah itu beliau diam, tidak menyebutkan perkara yang ketiga, atau
beliau menyebutkannya namun saya lupa." [ HR. Bukhori no. 3050
Muslim no. 1637]
KEDUA
: DITOLAKNYA
GAGASAN NABI ﷺ SAAT
PERANG KHANDAK
Pada perang Ahzab [Khandak] Nabi ﷺ berkeinginan untuk berdamai antara dirinya dan
pasukan Ghathafan namun digagalkan oleh al-Anshar .
Ketika cobaan dan ujian semakin berat bagi kaum muslimin, maka
Rasulullah ﷺ mengirim utusan ke Uyaynah bin Hishen bin Hudzayfah bin Badr,
dan Haritsah al-Marri, dua pemimpin Ghathafan . Maka beliau menawarkan kepada
mereka akan memberi sepertiga dari hasil kurma al-Madinah , dengan syarat
mereka berdua menarik pasukannya kembali pulang dan tidak lagi menyerang para
sahabat nya . Lalu terjadilah negosiasi perdamaian diantara mereka , hingga
mereka menulis surat kesepakatan , namun penghadiran saksi dan penanda tanganan
kesepakatan belum terjadi, kecuali baru sebatas kompromi dalam hal itu.
Ketika Rasulullah ﷺ ingin melakukan kesapakatan itu, maka
beliau memanggil Sa'd ibn Mu'adz dan Sa'd ibn Ubadah, dan menyebutkan hal itu
kepadanya, dan beliau berkonsultasi dengan mereka tentang kesepakatan tersebut
,
Mereka berdua bertanya :
يَا رَسُولَ اللهِ أَمْرًا نُحِبّهُ فَنَصْنَعُهُ
أَمْ شَيْئًا أَمَرَك اللهُ بِهِ لَا بُدّ لَنَا مِنْ الْعَمَلِ بِهِ أَمْ شَيْئًا
تَصْنَعُهُ لَنَا؟
Wahai Rasulullah, apakah ini sesuatu yang kami cintai, lalu kami harus
melakukannya, atau sesuatu yang Allah perintahkan kepada engkau yang harus kami
lakukan, atau sesuatu yang engkau buat untuk kemaslahatan kami?
Rosulullah ﷺ menjawab :
" بَلْ
شَيْءٌ أَصْنَعُهُ لَكُمْ، وَاَللهِ مَا أَصْنَعُ ذَلِكَ إلّا لِأَنّنِي رَأَيْت الْعَرَبَ
قَدْ رَمَتْكُمْ عَنْ قَوْسٍ وَاحِدَةٍ وَكَالَبُوكُمْ مِنْ كُلّ جَانِبٍ فَأَرَدْت
أَنْ أَكْسِرَ عَنْكُمْ مِنْ شَوْكَتِهِمْ إلَى أَمْرٍ مَا"
Sebaliknya, aku bermaksud melakukan sesuatu untuk kebaikan kalian , dan
demi Allah, aku tidak melakukan itu kecuali karena aku melihat orang-orang Arab
serempak melemparkan anak panah ke arah kalian dari satu busur dan mereka
mengepung kalian dari semua penjuru, maka aku berkeinginan mematahkan kekuatan
mereka demi untuk melindungi kalian dengan cara apapun .
Lalu mereka berdua memberikan jawaban tegas dengan mengatakan :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كُنَّا نَحْنُ
وَهَؤُلَاءِ الْقَوْمُ عَلَى الشِّرْكِ باللَّه وَعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ، لَا نَعْبُدُ
اللَّهَ وَلَا نَعْرِفُهُ، وَهُمْ لَا يَطْمَعُونَ أَنْ يَأْكُلُوا مِنْهَا تَمْرَةً
إلَّا قِرًى أَوْ بَيْعًا، أَفَحِينَ أَكْرَمْنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَهَدَانَا
لَهُ وَأَعَزَّنَا بِكَ وَبِهِ، نُعْطِيهِمْ أَمْوَالَنَا! وَاَللَّهِ مَا لَنَا بِهَذَا
مِنْ حَاجَةٍ، وَاَللَّهِ لَا نُعْطِيهِمْ إلَّا السَّيْفَ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ،
" Wahai Rasulullah, kami dan kaum ini [Ghathafan] biasa
menyekutukan Allah dan menyembah berhala. Kami sebelumnya tidak menyembah Allah
dan kami tidak mengenal-Nya. Dulu mereka ini tidak diperbolehkan memakan kurma
dari kebun kami, kecuali dengan cara sewa atau jual beli . Apakah ketika Allah
telah memuliakan kami dengan Islam, membimbing kami ke sana, dan memuliakan
kami melalui Anda dan melaluinya, lalu kami memberikan harta kami kepada
mereka? Demi Allah , kami tidak membutuhkan kesepakatan ini. Demi Allah, kami
tidak akan memberi mereka apa pun kecuali pedang , sampai Allah memutuskan
antara kami dan mereka" .
[ Baca : ar-Raudh al-Unuf 6/208 , Siirah Ibni Hisyaam 2/223 dan
al-Biyah wan Nihayah 6/39-40 ].
KETIGA : KETETAPAN NABI ﷺ YANG
DITOLAK MENJELANG PERANG UHUD :
Menjelang perang Uhud , pada awalnya Rasulullah dan sejumlah sahabat berpendapat : bahwa umat
Islam sebaiknya tidak keluar dari kota Madinah untuk menghadapi pasukan kaum musyrikin
Quraisy melainkan tetap di dalam kota . Jika mereka menyerang, pertahankanlah kota tersebut. Namun, sebagian para pemuda Muslim, beberapa muhajirin, dan ansar,
terutama yang tidak ikut berpartisipasi dalam Pertempuran Badar dan tidak
mendapat kesempatan untuk berjuang di dalamnya, bersikeras untuk keluar dan
menghadapi musuh diluar kota .
Lalu
Rasulullah ﷺ pun mendukung
pendapat mereka, membatalkan
pendapatnya sendiri. Maka beliau ﷺ pun memasuki rumahnya, mengenakan baju besi untuk
berperang, memakai perisai di punggungnya, mengambil tombaknya dengan tangannya,
lalu keluar menuju kaum muslimin , sambil membawa pedangnya.
Kemudian, orang-orang yang mengusulkan untuk keluar menyesal karena
telah menyebabkan ketetapan Rasulullah
bertentangan dengan pendapat mereka .
Lalu Mereka
berkata kepada Rasulullah :
مَا كَانَ لَنَا أَن نَّخَالِفَكَ فَاصْنَعْ
مَا شِئْتَ أَوْ اقْعُدْ إِن شِئْتَ
"Kami tidak seharusnya menentangmu, lakukanlah apa yang kamu
inginkan atau duduklah jika kamu mau."
Rasulullah ﷺ menjawab mereka dengan berkata :
مَا كَانَ يَنبَغِي لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ
لِأُمَّتِهِ أَن يَضَعَهَا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ عَدُوِّهِ
"Tidak semestinya bagi seorang nabi yang sudah bersiap siaga untuk
umatnya meninggalkannya hingga Allah memutuskan antara dia dan musuhnya."
Lalu beliau keluar, diikuti oleh sekitar seribu orang Muslim, termasuk
seratus pasukan berperisai dan dua pasukan berkuda.
Di pertengahan perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul dan tiga ratus
munafik mengkhianati pasukan Muslim. Jadi, jumlah Muslim yang tersisa hanya
tujuh ratus orang. Kemudian, Rasulullah terus maju sampai tiba di medan perang
Uhud.
[Baca : Shahih al-Bukhari no. (7369), As-Sunan
al-Kubra oleh an-Nasai (7647), Musnad Imam Ahmad (14829) dan al-Ittihaaf oleh
al-Bushairy 6/368]
KEEMPAT : PENOLAKAN BARIRAH
SARAN NABI ﷺ UNTUK RUJUK DENGAN MUGITS:
Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas – radhiyallahu 'anhuma - :
أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا
يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِي وَدُمُوعُهُ
تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعبَّاسٍ
يَا عَبَّاسُ أَلَا تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ
مُغِيثًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ رَاجَعْتِهِ قَالَتْ
يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِي قَالَ إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ قَالَتْ لَا حَاجَةَ
لِي فِيهِ
Bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits.
Sepertinya aku melihat ia berthawaf di belakangnya seraya menangis hingga air
matanya membasahi jenggot.
Maka Nabi ﷺ bersabda :
"Wahai Abbas, tidakkah kamu ta'ajub akan kecintaan Mughits
terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?"
Akhirnya Nabi ﷺ pun bersabda kepada Barirah :
"Seandainya kamu mau meruju'nya kembali."
Barirah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ini perintah dari
Engkau ?"
Beliau ﷺ menjawab : "Aku hanya ingin memberi
syafaat untuknya " .
Akhirnya Barirah pun berkata : "Sesungguhnya aku sudah tak
berhajat lagi padanya."
( HR. Bukhari Nomor 4875 )
Dalam Lafadz lain dari Ibnu Abbaas RA :
كانَ زَوْجُ بَرِيرَةَ عَبْدًا أسْوَدَ،
يُقَالُ له مُغِيثٌ، عَبْدًا لِبَنِي فُلَانٍ، كَأَنِّي أنْظُرُ إلَيْهِ يَطُوفُ ورَاءَهَا
في سِكَكِ المَدِينَةِ.
Suami Barirah adalah
seorang budak berkulit hitam bernama Mughith, seorang budak dari Bani Fulan,
seolah-olah aku sedang melihat dia berputar-putar di belakang Barairah di
gang-gang Mandinah . ( HR. Bukhori no. 5282 ) .
Tafsir Hadits :
كانت بَرِيرةُ رَضِيَ اللهُ عنها أَمةً
مملوكةً، اشتَرَتْها أمُّ المُؤمِنينَ عائشةُ رَضِيَ اللهُ عنها وأعتقَتْها، وكان زَوجُها
من العبيدِ، فلمَّا أُعتِقَت خُيِّرت بين أن تَظَلَّ على زواجِها منه أو تفارِقَه،
فاختارت الفِراقَ.
Barirah adalah seorang budak
wanita, dibeli dan dimerdekakan oleh Ummul mukminin Aisya RA . Saat itu
Bariirah RA masih bersuami . Suaminya adalah seorang budak , namanya Mughiits.
Ketika dia dibebaskan, dia ditawari dua pilihan antara tetap menikah dengan
Mughits atau meninggalkannya, lalu dia memilih berpisah.
Penulis katakan : dalam hukum Islam jika ada pasangan suami istri yang
sama-sama budak , lalu jika sang istrinya berubah status menjadi wanita merdeka
, maka sang istri berhak memilih antara berpisah darinya atau tetap menjadi
istrinya .
Dalam hadits ini Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma mengkisahkan :
أنَّ زَوجَ بَرِيرةَ كانَ عَبْدًا يُقالُ
له: مُغيثٌ، ويَصِفُ حالَه بعد فراقِها له كَأنَّه يَنْظُرُ إلَيهِ يَطوفُ خَلْفَها
ويتتَبَّعُها في الطُّرُقاتِ، يَبكي، وَدُموعُه تَسيلُ عَلى لِحيَتِهِ، يَتَرَضَّاها
لِتَختارَهُ وترجِعَ له.
“Bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang dipanggil dengan : “
Mughits “. Dia ( Ibnu Abbas) menggambarkan kondisinya setelah bercerai dari
Barirah, seolah-olah dia sedang memandanginya (Barirah), dia berkeliling di
belakangnya dan terus mengikutinya di jalan-jalan , dia menangis, dengan air
mata mengalir di jenggotnya, membujuk Barirah agar dia memilih dirinya lagi dan
kembali kepadanya .
Nabi ﷺ berkata kepada pamannya al-Abbas RA :
»يا
عَبَّاسُ، ألَا تَعْجَبُ مِن حُبِّ مُغيثٍ بَرِيرةَ، وَمِن بُغضِ بَرِيرةَ مُغيثًا!
«
"Wahai Abbas, tidakkah kamu ta'ajub akan kecintaan Mughits
terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?"
Tafsir Hadits :
أي: ألا تتعَجَّبُ من كثرةِ محبَّتِه
إيَّاها، وكثرةِ كُرهِها له، وَعَدَمِ رَغْبَتِها فيهِ؛ وذلك لِأنَّ الغالِبَ أنَّ
المُحِبَّ لا يَكونُ إلَّا حَبيبًا.
Artinya, apakah Anda tidak ta’jub dengan cinta Ma’iz yang begitu besar
untuknya, dan betapa besarnya kebencian Barirah padanya serta sama sekali tidak
ada ketertarikan padanya?
Ini karena pada umumnya orang jatuh cinta itu hanya pada kekasih.
Maka Rasulullah ﷺ menyuruhnya untuk kembali kepadanya dan
tetap menjadi istrinya, Dia berkata:
يا رَسولَ اللَّهِ، أتَأمُرُني بذلك؟
Wahai Rasulullah, apakah Anda memerintahkan saya untuk melakukan itu?
Beliau ﷺ berkata :
لا، إنَّما أنا أَشْفَعُ فيهِ
“Tidak, saya hanya ingin memberi syafaat untuknya”.
Tafsir dan Fiqih dari Hadits :
يعني: أتوسَّطُ وأطلُبُ منكِ استِحبابًا،
لا عَلى سَبيلِ الحَتْمِ، فَلا يَجِبُ عَلَيكِ. فأخبَرَت أنَّها لا تريدُه ولا ترغَبُ
فيه!
Maksudnya : Saya menengahi dan saya meminta kamu hanya sebatas saran
yang baik (استحباب), bukan sebuah keharusan , jadi tidak wajib bagi kamu. Lalu
Barirah RA memberitahu bahwa dirinya sudah tidak menginginkannya atau tidak
menyukainya.
Dalam sebuah hadits di katakan :
الشَّفاعةُ مِن الحاكِمِ عِندَ الخَصْمِ
في خَصْمِه إذا ظَهَرَ حَقُّه، وإشارَتُه عليه بِالصُّلحِ أو التَّرْكِ.
Syafaat dari hakim dalam sebuah perselisihan lalu pada dirinya nampak
yang hak bagi salah satu dari dua orang yang berselisih, maka bagi sang hakim boleh mengisyaratkan
kepadanya untuk berdamai atau meninggalkannya “.
وفيه: أنَّ مَن يَسألُ مِن الأُمورِ ممَّا
هوَ غيرُ واجِبٍ عليه فِعلُه، فَلَهُ رَدُّ سائِلِه، وَتَرْكُ قَضاءِ حاجَتِه، وإنْ
كانَ الشَّفيعُ سُلطانًا أو عالِمًا أو شَريفًا.
Dan di dalamnya terdapat makna : Barangsiapa meminta sesuatu yang tidak
wajib dia lakukan, dia berhak untuk menolak orang yang memintanya, dan
meninggakan untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan jika pemberi syafaat adalah
penguasa atau ulama atau ulama atau bangsawan .
PENOLAKAN SAHABAT YANG
MEMBUAT NABI ﷺ MARAH DAN TURUN AYAT :
Dari 'Abdullah bin Az Zubair radliallahu 'anhuma :
أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ خَاصَمَ
الزُّبَيْرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ
الَّتِي يَسْقُونَ بِهَا النَّخْلَ فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ سَرِّحْ الْمَاءَ يَمُرُّ
فَأَبَى عَلَيْهِ فَاخْتَصَمَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ أَسْقِ يَا
زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ فَقَالَ
أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسْ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ
إِلَى الْجَدْرِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَحْسِبُ هَذِهِ الْآيَةَ
نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ { فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا
شَجَرَ بَيْنَهُمْ }
Bahwasanya dia menceritakan bahwa ada seorang dari kalangan Anshar
bersengketa dengan Az Zubair di hadapan Nabi ﷺ tentang aliran air di perkebunan daerah Al
Harrah yang mereka gunakan untuk menyirami pepohonan kurma.
Berkata, orang Anshar tersebut: "Bukalah air agar bisa
mengalir?"
Az Zubair menolaknya lalu keduanya bertengkar di hadapan Nabi ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ berkata, kepada Az Zubair: "Wahai
Zubair, airi-lah [kebunmu] , lalu alirkanlah buat tetanggamu".
Maka orang Anshar itu marah seraya berkata : "Tentu saja kamu bela
dia karena dia putra bibimu".
Maka wajah Rasulullah ﷺ memerah kemudian berkata: "Wahai
Zubair, airi-lah [kebunmu] kemudian tahanlah airnya hingga setinggi tambak
pembatas ".
Maka Az Zubair berkata: "Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa
ayat ini turun tentang kasus ini, yaitu firman Allah :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى
يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا
مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
" Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka
menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya". [ QS. An-Nisa : 65] [HR.
Bukhori no. 2187].
******
LARANGAN IJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT :
NABI ﷺ PUN TIDAK BOLEH BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN MASA DEPAN KAUM
MUSLIMIN :
Contoh nya : Teguran Allah terhadap
kesalahan ijtihad Nabi ﷺ dalam membebaskan tawanan gembong penjahat perang
Badar ; karena dikhawatirkan akan menyusun kekuatan kembali untuk memerangi
umat Islam, Dan realitanya benar-benar terjadi , yaitu terjadinya perang Uhud
dan lainnya.
Abu Zumail berkata : telah menceritakan padaku Ibnu Abbaas –
radhiyallahu 'anhuma - : dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Umar bin
Khattab] dia berkata :
فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا
سَبْعِينَ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : فلمَّا أسَرُوا الأُسارى، قال
رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لأبي بكرٍ وعُمَرَ: ما تَرَونَ في هؤلاءِ الأُسارى؟
فقال أبو بكرٍ: يا نبيَّ الله، هم بنو العَمِّ والعشيرةِ، أرى أن تأخُذَ منهم فِديةً،
فتكونَ لنا قُوَّةً على الكُفَّارِ، فعسى اللهُ أن يَهدِيَهم للإسلامِ، فقال رسولُ
اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ما ترى يا ابنَ الخطَّابِ؟ قلتُ: لا واللهِ يا رسولَ
اللهِ، ما أرى الذي رأى أبو بكرٍ، ولكنِّي أرى أن تُمكِّنَّا فنضرِبَ أعناقَهم، فتُمَكِّنَ
عليًّا مِن عَقيلٍ، فيضرِبَ عُنُقَه، وتمكِّنِّي من فلانٍ- نَسيبًا لِعُمَرَ- فأضرِبَ
عُنقَه؛ فإنَّ هؤلاءِ أئمَّةُ الكُفرِ وصناديدُها، فهَوِيَ رسولُ الله صلَّى اللهُ
عليه وسلَّم ما قال أبو بكرٍ، ولم يَهْوَ ما قُلتُ، فلمَّا كان من الغَدِ جِئتُ، فإذا
رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وأبو بكرٍ قاعِدَينِ يَبكيانِ، قُلتُ: يا رسولَ
اللهِ، أخبِرْني من أيِّ شَيءٍ تبكي أنت وصاحِبُك؟! فإن وَجَدْتُ بكاءً بكيتُ، وإن
لم أجِدْ بُكاءً تباكَيتُ لِبُكائِكما، فقال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أبكي
للَّذي عَرَضَ عليَّ أصحابُك مِن أخْذِهم الفِداءَ، لقد عُرِضَ علي عذابُهم أدنى مِن
هذه الشَّجرةِ- شَجرةٍ قريبةٍ مِن نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم- وأنزل اللهُ
عزَّ وجلَّ: مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ
لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ إلى قَولِه: فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ
حَلَالًا طَيِّبًا فأحلَّ اللهُ الغنيمةَ لهم".
" Pada hari itu [PERANG BADAR], tentara kaum Muslimin dapat
membunuh tujuh puluh tentara kaum Musyrikin, dan berhasil menawan tujuh puluh
orang tawanan."
Abu Zumail melanjutkan, "Ibnu Abbas berkata :
"Tatkala tawanan telah mereka tahan, Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimana pendapat
kalian mengenai tawanan ini?"
Abu Bakar menjawab : "Wahai Nabi Allah, mereka itu adalah
anak-anak paman dan masih famili kita, aku berpendapat, sebaiknya kita pungut
tebusan dari mereka. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat terhadap orang-orang
kafir, semoga Allah menunjuki mereka supaya masuk Islam."
Kemudian Rasulullah ﷺ berkata: "Bagaimana pendapatmu wahai
Ibnul Khattab?"
Aku menjawab : "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak
setuju dengan pendapat Abu Bakar. Menurutku, berilah aku kesempatan untuk
memenggal leher mereka, berilah kesempatan kepada Ali supaya memenggal leher
'Uqail, dan berilah kesempatan kepadaku supaya memenggal leher si fulan
-maksudnya saudaranya sendiri-, karena mereka adalah para pemimpin kaum kafir
dan pembesar-pembesar mereka."
Akan tetapi Rasulullah ﷺ menyetujui pendapat Abu Bakar dan tidak
menyutujui pendapatku.
Di keesokan harinya, aku menemui Rasulullah ﷺ, aku dapati beliau sedang duduk menangis
berdua dengan Abu Bakar, lalu aku berkata : "Ceritakanlah kepadaku, apa
sebabnya anda berdua menangis? Jika bisa menangis maka aku akan menangis, jika
tidak bisa maka aku akan pura-pura menangis untuk kalian."
Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku menangis karena
tebusan yang dipungut sahabatmu terhadap para tawanan itu, lebih murah daripada
harga kayu ini." -yaitu kayu yang berada didekat Nabi Allah ﷺ- Lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat :
{ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ
حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ
الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ . لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ
فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ . فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا
ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah,
niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.
Maka makanlah oleh kalian sebagian harta rampasan" .(Qs. Al
Nafaal: 67-69).
Karena itulah Allah menghalalkan harta rampasan buat mereka."
[HR. Muslim no. 3309].
KEMARAHAN NABI ﷺ TERHADAP FATWA SAHABAT
YANG MENYEBABKAN KEMATIAN :
Kemarahan Nabi ﷺ kepada sahabat yang
fatwannya menyebabkan kematian sahabat yang lain :
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata;
" خَرَجْنَا
فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ
فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا
مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا
قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ
الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ
شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ
جَسَدِهِ".
Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di
antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius.
Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah
ada keringanan untukku agar saya bertayammum saja?
Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara
kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan setelah itu
meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi ﷺ, beliau diberitahukan tentang kejadian
tersebut, maka beliau bersabda:
"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah
mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan
adalah bertanya! Sebenarnya cukup baginya untuk memberi perban di kepalanya
lalu diusap (Tayammum) dan organ tubuh lainnya disiram”.
[HR. Abu Dawud (336) dan susunan katanya adalah miliknya, Al-Daaraqutni
(1/189), dan Al-Baihaqi (1115)]. Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih
Abu Daud no. 336].
NABI ﷺ HANYA MELARANG AMALAN SAHABAT YANG
MEMBERATKAN DAN SIKAP SAHABAT YANG
BERPOTENSI MEMECAH BELAH UMAT
Allah SWT berfirman :
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لِتَشْقَى إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى تَنْزِيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ
الْعُلا
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau
menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.”
[Thaahaa: 2-4]
Dari ‘Aisyah ra , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
إنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا،
وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا.
“Sesungguhnya
Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan
sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR.
Muslim no. 1498 )
CONTOH : NABI ﷺ MELARANG AMALAN SAHABAT TANPA CONTOH, YANG
MEMBERATKAN :
Hadits ke 1 : dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ
النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ
عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ
مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ
آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ
فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ:
أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ،
فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.
Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi ﷺ bertanya tentang ibadahnya Nabi ﷺ. Ketika mereka telah
dikabari, seolah-olah mereka menganggap sedikit ibadahnya Nabi ﷺ.
Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi ﷺ? Allah telah
mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.
Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam
terus.
Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan
berbuka.
Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah selama-lamanya.
Rasululullah ﷺ pun mendatangi mereka seraya bersabda:
أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟!
أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ،
وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.
Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah
adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa
kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam
namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak
suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.
(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401 )
Di riwayat Muslim terdapat tambahan lafaz:
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ،
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ
“Berkata sebahagian mereka, “Aku tidak akan makan daging…” sebahagian
yang lain pula berkata, “Aku tidak akan tidur di atas tilam / tikar ”
Hadits ke 2 : Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu , ia berkata;
بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فِي الشَّمْسِ فَسَأَلَ عَنْهُ
قَالُوا هَذَا أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ
وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ قَالَ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ
وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ
" Ketika Nabi ﷺ berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang
laki-laki yang berdiri di bawah terik matahari.
Kemudian beliau ﷺ menanyakan tentang orang tersebut . Maka
mereka menjawab :
"Orang ini adalah Abu Israil, ia bernadzar untuk berdiri dan tidak
duduk, serta tidak bernaung, tidak berbicara, dan berpuasa".
Lalu Beliau ﷺ berkata: "Perintahkan dia agar
berbicara, bernaung, duduk dan menyempurnakan puasanya!"
[ HR. Al-Bukhari (6704), Abu Daud (3300), dan lafadz ini adalah
miliknya, dan Ibnu Majah (2136)].
Hadits ke 3 : Dari Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, ia berkata :
"رَدَّ
رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ،
ولو أَذِنَ له لَاخْتَصَيْنَا"
Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- menolak permintaan Uṡman bin Maẓ'ūn untuk hidup tanpa istri [membujang],
seandainya beliau mengizinkannya maka sungguh kami akan mengebiri diri kami. [
HR. Bukhori no. 5073 dan Muslim no. 1402]
Hadits ke 4 : Hadits Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan;
نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ عَنِ الوِصَالِ، فَقالَ له رِجَالٌ مِنَ المُسْلِمِينَ : فإنَّكَ -يا رَسولَ
اللَّهِ- تُوَاصِلُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّكُمْ مِثْلِي؟!
إنِّي أبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي ويَسْقِينِ. فَلَمَّا أبَوْا أنْ يَنْتَهُوا عَنِ
الوِصَالِ واصَلَ بهِمْ يَوْمًا، ثُمَّ يَوْمًا، ثُمَّ رَأَوُا الهِلَالَ، فَقالَ:
لو تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ. كَالْمُنَكِّلِ بهِمْ حِينَ أبَوْا.
Rasulullah ﷺ melarang puasa wishool.
Maka beberapa orang kaum muslimin bertanya; 'engkau sendiri ya
Rasulullah melakukan puasa wishool.'
Rasulullah ﷺ menjawab : "Mana mungkin kalian
sanggup melakukannya seperti aku, sebab kalau aku pada malamnya Rabb-ku
memberiku makan dan minum."
Tatkala mereka masih enggan menghentikan puasa wishool, maka Nabi pun
melakukan puasa wishool bersama mereka hari demi hari.
Kemudian ketika mereka melihat bulan sabit muncul ; maka Nabi bersabda:
"Kalaulah bulan sabit itu terlambat, niscaya kutambah untuk kalian!"
Seolah-olah beliau hendak menghukum mereka tatkala mereka menolak nya .
[ HR. Bukhori no. 6851 dan Muslim no. 1103 ]
Definisi Puasa wishool adalah : menyambungkan puasa ke hari berikutnya
tanpa berbuka di malam hari.
Hadits ke 4 : Nabi ﷺ menentang amalan sahabat yang berpuasa setiap
hari dan mengkhatamkan al-Quran di setiap malam ; karena yang demikian itu memberatkan
dan merugikan orang lain.
Dari Abdullah bin
Amru radhiyallahu anhu , ia berkata;
أَنْكَحَنِي
أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا
فَتَقُولُ : نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ
لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ
.
فَلَمَّا
طَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
: "الْقَنِي بِهِ" . فَلَقِيتُهُ بَعْدُ . فَقَالَ : كَيْفَ تَصُومُ . قَالَ
: كُلَّ يَوْمٍ . قَالَ : وَكَيْفَ تَخْتِمُ . قَالَ : كُلَّ لَيْلَةٍ .
قَالَ
: صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةً وَاقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ . قَالَ
: قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .
قَالَ
: صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْجُمُعَةِ . قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .
قَالَ
: أَفْطِرْ يَوْمَيْنِ وَصُمْ يَوْمًا . قَالَ : قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .
قَالَ
: صُمْ أَفْضَلَ الصَّوْمِ صَوْمَ دَاوُدَ صِيَامَ يَوْمٍ وَإِفْطَارَ يَوْمٍ وَاقْرَأْ
فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً
".
فَلَيْتَنِي
قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَاكَ أَنِّي
كَبِرْتُ وَضَعُفْتُ
.
فَكَانَ
يَقْرَأُ عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ السُّبْعَ مِنْ الْقُرْآنِ بِالنَّهَارِ . وَالَّذِي
يَقْرَؤُهُ يَعْرِضُهُ مِنْ النَّهَارِ لِيَكُونَ أَخَفَّ عَلَيْهِ بِاللَّيْلِ .
وَإِذَا
أَرَادَ أَنْ يَتَقَوَّى أَفْطَرَ أَيَّامًا وَأَحْصَى وَصَامَ مِثْلَهُنَّ كَرَاهِيَةَ
أَنْ يَتْرُكَ شَيْئًا فَارَقَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ.
قَالَ أَبُو عَبْد
اللَّهِ وَقَالَ بَعْضُهُمْ : فِي ثَلَاثٍ وَفِي خَمْسٍ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى سَبْعٍ
Bapakku menikahkanku
dengan seorang wanita yang memiliki kemuliaan leluhur. Lalu bapakku bertanya
pada sang menantunya mengenai suaminya.
Maka sang menantu
pun berkata : "Dia adalah laki-laki terbaik, ia belum pernah meniduriku
dan tidak juga memelukku mesra semenjak aku menemuinya."
Maka setelah selang
beberapa lama, bapakku pun mengadukan hal itu pada Nabi ﷺ.
Akhirnya beliau
bersabda : "Bawalah ia kemari." Maka setelah itu, aku pun datang
menemui beliau .
Dan belaiau bersabda
: "Bagaimanakah ibadah puasamu?" Aku menjawab : "Yaitu setiap
hari."
Beliau bertanya lagi
: "Lalu bagaimana dengan Khataman Al Qur`anmu?" Aku menjawab,
"Yaitu setiap malam."
Akhirnya beliau
bersabda: "Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya. Dan bacalah
(Khatamkanlah) Al Qur`an sekali pada setiap bulannya." Aku katakan :
"Aku mampu lebih dari itu."
Beliau bersabda:
"Kalau begitu, berpuasalah tiga hari dalam satu pekan." Aku berkata,
"Aku masih mampu lebih dari itu."
Beliau bersabda:
"Kalau begitu, berbukalah sehari dan berpuasalah sehari." Aku
katakan, "Aku masih mampu lebih dari itu."
Beliau bersabda:
"Berpuasalah dengan puasa yang paling utama - yakni puasa Dawud - yaitu
berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan khatamkanlah Al Qur`an sekali dalam
tujuh hari."
Maka [ di masa
tuanya Abdullah bin 'Amr menyesali , dan dia berkata ] : sekiranya aku menerima
keringanan yang diberikan Nabi ﷺ ketika aku masih kuat, sementara sekarang aku
telah menjadi lemah.
Mujahid berkata ;
Lalu ia membacakan sepertujuh dari Al Qur`an kepada keluarganya pada siang
hari.
Dan ayat yang ia baca,
ia perlihatkan pada siang harinya agar pada malam harinya ia bisa lebih mudah
membacanya.
Dan apabila dia
ingin memperoleh kekuatan, maka ia akan berbuka beberapa hari dan
menghitungnya, lalu ia berpuasa sebanyak itu pula . Itu semua ia lakukan disebabkan
karena ia tak suka meninggalkan sesuatu , setelah Nabi ﷺ wafat .
Abu Abdullah berkata
: Dan sebagian mereka berkata; Tiga [ hari ] , atau lima, dan yang terbanyak
adalah tujuh. [ HR. Bukhori no. 4664 ]
NABI ﷺ MEMBIARKAN AMALAN SAHABAT YANG TIDAK MEMBERATKAN BAHKAN TERKADANG
MEMUJINYA
Contoh ke 1 : amalan sahabat yang di biarkan ; karena tidak memberatkan
:
Dari Al-Hasan al-Bashry
أَنَّ
أَبَا بَكْرَةَ جَاءَ وَرَسُولُ اللَّهِ رَاكِعٌ فَرَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى
إِلَى الصَّفِّ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ
قَالَ أَيُّكُمْ الَّذِي رَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَقَالَ
أَبُو بَكْرَةَ أَنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَكَ
اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ
“Bahwasanya Abu Bakrah datang, sedangkan Rasulullah ﷺ dalam keadaan ruku', lalu dia ruku' di luar shaf, kemudian berjalan
menuju shaf.
Tatkala Nabi ﷺ selesai shalat, beliau bersabda :
"Siapakah di antara kalian yang ruku di luar shaf kemudian berjalan masuk
ke shaf?"
Abu Bakrah menjawab : " Saya".
Maka Nabi ﷺ bersabda : "Semoga Allah menambahkan
semangat untukmu melakukan kebaikan, dan tidak usah kamu mengulanginya ."
( HR. Bukhori No. 741 , Abu Daud no. 586 , Nasaa’i no. 861 dan Imam
Ahmad no. 19510 ).
Contoh ke 2 : amalan
sahabat yang di biarkan ; karena tidak memberatkan :
Dari Az Zuhri dari Sa'id bin Al Musayyab dari Bilal (RA) :
أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْذِنُهُ بِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَقِيلَ هُوَ نَائِمٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ
خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ فَأُقِرَّتْ فِي تَأْذِينِ
الْفَجْرِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
“Bahwa
ia mendatangi Nabi ﷺ untuk adzan shalat subuh, lalu dikatakan
kepadanya: "Beliau sedang tidur."
Maka bilal pun berkata ;
"ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM. ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM
(Shalat itu lebih baik daripada tidur. Shalat itu lebih baik daripada tidur)."
Hingga lafadz itu ditetapkan untuk dikumandangkan pada adzan subuh dan
perkaranya menjadi tetap seperti itu."
[ HR. Ibnu Majah
(716), al-Tabarani (1/354) (1081), dan al-Bayhaqi (2063) dengan sedikit
perbedaan.]
Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 592. Dan Di
Hasankan oleh Ibnu Hajar dalam Nataa'ij al-Afkaar 1/324 .
Contoh ke 3 : amalan
sahabat yang di puji ; karena tidak memberatkan :
Do’a al-Istiftaah amalan Sahabat dalam shalat , yang dipuji oleh Nabi ﷺ :
Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma dia berkata;
بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُ
أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ الْقَائِلُ كَذَا
وَكَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا
فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ
سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba ada
seorang laki-laki dari suatu kaum mengucapkan;
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
(Maha Besar Allah, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak,
dan Maha suci Allah di pagi dan sore hari)
Lantas Rasulullah ﷺ bertanya:
"Siapa yang mengatakan demikian dan demikian ?
Lelaki tersebut menjawab; "Saya ya Rasulullah."
Maka Rasululah ﷺ bersabda: "Aku merasa kagum terhadapnya
, karena dengannya pintu-pintu langit telah di buka."
Ibu Umar berkata; "Oleh karena itu, aku tidak pernah
meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ ."
( HR. Muslim No. 601 , Ahmad 8/79 no. 4399 dan Turmudzi No. 3516 )
Contoh ke 4 : amalan sahabat yang di puji ; karena tidak memberatkan :
Taqrir Nabi ﷺ terhadap amalan sahabat Bilal dalam menjaga
wudhu-nya dan shalat dua rokaat setelah wudhu dan dua rokaat setelah adzan .
Dari Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami meriwayatkan :
أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ
مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي إِنِّي دَخَلْتُ
الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ فَأَتَيْتُ عَلَى قَصْرٍ مِنْ ذَهَبٍ
مُرْتَفِعٍ مُشْرِفٍ فَقُلْتُ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْعَرَبِ
قُلْتُ أَنَا عَرَبِيٌّ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ قُلْتُ فَأَنَا مُحَمَّدٌ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِعُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا
غَيْرَتُكَ يَا عُمَرُ لَدَخَلْتُ الْقَصْرَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كُنْتُ
لِأَغَارَ عَلَيْكَ قَالَ وَقَالَ لِبِلَالٍ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ قَالَ
مَا أَحْدَثْتُ إِلَّا تَوَضَّأْتُ وَصَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا
“Rasulullah ﷺ bangun di pagi hari dan beliau ﷺ memanggil Bilal dan berkata:
" Wahai Bilal! Dengan amalan apa engkau mendahuluiku ke Surga? Aku
sama sekali tidak masuk Surga kecuali aku mendengar suara terompahmu di
depanku. Sungguh tadi malam aku masuk ke dalam syurga , lalu aku mendengar
suara terompahmu .
Lalu aku mendatangi istana Emas yang tinggi dan menjulang , dan aku
bertanya : Untuk siapa ini ?
Mereka menjawab : Untuk seorang dari umatmu .
Lalu aku berkata : “ Aku lah Muhammad , untuk siapa Istana Ini ?
Mereka menjawab : Untuk Umar Bin al-Khaththaab “.
Lalu Rosulullah ﷺ bersabda : " Jika bukan karena
kecemburuanmu, Umar, aku akan memasuki istana itu ".
Dan Umar berkata : “ Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak akan cemburu
pada mu “.
Bilal menjawab : " Wahai Rasulullah! saya tidak sekali-kali
ditimpa hadats kecuali saya berwudhu dan shalat dua rokaat " .
Maka Rosulullah ﷺ bersabda : " Dengan ini " .
Dalam lafadz lain :
فقالَ بلالٌ : يا رسولَ اللَّهِ ، ما
أذَّنتُ قطُّ إلَّا صلَّيتُ رَكْعتينِ ، وما أصابَني حدثٌ إلَّا توضَّأتُ عندَها ،
ورأيتُ أنَّ للهِ عليَّ رَكْعتَينِ، فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ
بِهِما
Maka Bilal (RA) berkata : " Wahai Rasulullah! Saya tidak
sekali-kali mengumandangkan adzan kecuali setelah itu saya sholat dua rokaat .
Dan saya tidak sekali-kali ditimpa hadats kecuali saya berwudhu di
sisi-Nya dan saya melihat bahwa Allah memiliki hak dua rakaat atas diri
saya".
Maka Nabi ﷺ bersabda : “Dengan keduanya!”-
(HR. At-Tirmizi no. 3689 dan Ahmad no. 21918 , 23046).
Dishahihkan oleh Abdul Haq al-Isybiili dalam al-Ahkaam ash-Shugra no.
110, oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih
Turmudzi no. 3689 dan al-Waadi’i dlam “الصحيح
المسند” no. 166.
HADITS-HADITS NABI MUHAMMAD ﷺ BUKAN ALAT PEMECAH
BELAHMELAINKAN PEMERSATU UMAT.
Allah SWT berfirman :
﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً
لِّلْعَالَمِينَ﴾
Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [al-Anbiyaa:
107]
Dan Allah SWT berfirman :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ
لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ
حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ
فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. [QS. Ali Imran
: 159]
Dan Allah SWT berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ
مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون
Artinya: Dan berpeganglah kalian
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.
Dan
ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara , dan [saatt itu] kalian
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian,
agar kalian mendapat petunjuk. (QS.
Ali ‘Imran : 103)
Menurut keterangan dari Al-Zamakhsyari (467-538 H) dalam Tafsir
Al-Kasysyaf (1/395),
ayat ini adalah sebuah larangan untuk bercerai-berai sebagaimana yang terjadi
pada masa jahiliyyah, yaitu saling bermusuhan satu sama lain hingga terjadi
peperangan di antara mereka. Ayat ini juga adalah larangan untuk mengucapkan
kata-kata yang menyebabkan perpecahan.
Al-Zamakhsyari berkata :
كَانُوا فِي
الْجَاهِلِيَّةِ بَيْنَهُمُ الْإِحْنُ وَالْعَدَاوَاتِ وَالْحَرُوبِ الْمُتَوَاصِلَةِ،
فَأَلَّفَ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِهِم بِالْإِسْلَامِ. وَقَذَفَ فِيهَا الْمَحَبَّةَ
فَتَحَابُوا وَتَوَافَقُوا وَصَارُوا إِخْوَانًا مُتَرَاحِمِينَ مُتَنَاصِحِينَ مُجْتَمِعِينَ
عَلَى أَمْرٍ وَاحِدٍ قَدْ نَظَّمَ بَيْنَهُمْ وَأَزَالَ الِاخْتِلَافَ، وَهُوَ الْأُخُوَّةُ
فِي اللَّهِ. وَقِيلَ: هُمَا الْأَوْسُ وَالْخَزْرَجُ، كَانَا أَخَوَيْنِ لِأَبٍ وَأُمٍّ،
فَوَقَعَتْ بَيْنَهُمَا الْعَدَاوَةُ وَتَطَاوَلَتِ الْحَرُوبُ مِائَةٌ وَعِشْرِينَ
سَنَةً إِلَى أَنْ أَطْفَأَ اللَّهُ ذَلِكَ بِالْإِسْلَامِ وَأَلَّفَ بَيْنَهُمْ بِرَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Mereka pada masa jahiliyah saling membenci, bermusuhan, dan terlibat
dalam perang yang tak berkesudahan. Namun, Allah menyatukan hati mereka melalui
Islam. Cinta ditanamkan di dalamnya, sehingga mereka saling mencintai, menyatu,
dan menjadi saudara-saudara yang penuh kasih sayang, saling menasihati, dan
bersatu dalam satu tujuan yang diatur di antara mereka, yaitu persaudaraan
dalam Allah.
Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah suku Aus dan Khazraj, yang pada
awalnya adalah saudara kandung dari satu ayah dan ibu. Namun, permusuhan timbul
di antara mereka, dan perang berlangsung selama seratus dua puluh tahun.
Konflik ini baru mereda ketika Allah menyelamatkan mereka melalui Islam dan
menyatukan mereka di bawah bimbingan Rasulullah ﷺ [ Baca
: Tafsir al-Kasyaaf 1/395 ].
Apa yang dikatakan az-Zamakhsyari diatas disebutkan pula dalam Tafsir Al-Baidhawi (3/136).
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan banyak riwayat terkait
dengan pembahasan ayat ini, diantaranya adalah riwayat dari Qatadah bahwa
maksud dari ayat “wadzkuru ni’matallah ‘alaikum idzkuntuntum a’da’an fallafa
baina qulubikum” adalah yang terjadi pada masyarakat Arab pada waktu itu adalah
saling membunuh, orang-orang yang kuat akan menindas yang lemah sehingga.
dengan datangnya Islam melalui perantara Nabi mereka berubah menjadi saudara
yang saling mengasihi satu sama lain, demi Allah yang tidak ada Tuhan
selain-Nya, sesungguhnya saling mengasihi adalah rahmat dan perpecahan adalah
adab.
Imam Al-Qurthubi berkata :
مَعْنَاهُ وَلَا تَفَرَّقُوا مُتَابِعِينَ
لِلْهَوَى وَالْأَغْرَاضِ الْمُخْتَلِفَةِ، وَكُونُوا فِي دِينِ اللَّهِ إِخْوَانًا،
فَيَكُونُ ذَلِكَ مَنْعًا لَهُمْ عَنِ التَّقَاطُعِ وَالتَّدَابُرِ، وَدَلَّ عَلَيْهِ
مَا بَعْدَهُ وَهُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى:" وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ
إِخْواناً". وَلَيْسَ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الِاخْتِلَافِ فِي الْفُرُوعِ،
فَإِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ اخْتِلَافًا إِذِ الِاخْتِلَافُ مَا يَتَعَذَّرُ مَعَهُ الِائْتِلَافُ
وَالْجَمْعُ، وَأَمَّا حُكْمُ مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ فَإِنَّ الِاخْتِلَافَ فِيهَا
بِسَبَبِ اسْتِخْرَاجِ الْفَرَائِضِ وَدَقَائِقِ مَعَانِي الشَّرْعِ، وَمَا زَالَتِ
الصَّحَابَةُ يَخْتَلِفُونَ فِي أَحْكَامِ الْحَوَادِثِ، وَهُمْ مَعَ ذَلِكَ مُتَآلِفُونَ.
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: (اخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ) وَإِنَّمَا مَنَعَ اللَّهُ
اخْتِلَافًا هُوَ سَبَبُ الْفَسَادِ
Maknanya
adalah: "Dan janganlah kalian berselisih, mengikuti hawa nafsu dan
tujuan-tujuan yang berbeda. Jadilah kalian bersaudara dalam agama Allah,
sehingga hal itu dapat mencegah mereka dari pemutusan hubungan dan saling membelakangi. Hal ini ditegaskan dengan firman-Nya yang berikutnya :
'Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu saling bermusuhan, lalu
Allah mempersatukan hati kalian, sehingga dengan nikmat-Nya kalian menjadi
saudara-saudara.'
Ayat ini tidak menunjukkan larangan terhadap perbedaan dalam masalah
cabang-cabang agama. Karena perbedaan dalam hal ini bukanlah perselisihan,
karena perselisihan terjadi ketika tidak mungkin untuk bersatu dan berkumpul.
Adapun dalam masalah-masalah ijtihad, perbedaan terjadi karena istinbath hukum-hukum fikih dan pemahaman terhadap makna syariat yang sangat detail.
Para Sahabat pun senantiasa terus berselisih dalam hukum-hukum yang timbul, namun mereka tetap
bersaudara.
Rasulullah ﷺ juga bersabda : 'Perbedaan pendapat dalam umatku adalah
rahmat.' Sesungguhnya, yang Allah larang itu adalah perselisihan yang menjadi penyebab kerusakan dan perpecahan ." [Baca : Tafsir al-Qurthubi (al-Jami’ Li
Ahkaamil Qur’an) 4/159].
Di sini jelaslah bagi kita bahwa Islam ketika awal kemunculannya adalah
untuk menjadi solusi dan sarana menyatukan puing-puing komponen masyarakat yang
saling berserakan dan terpecah belah.
PADA MASA NABI ﷺ, ISLAM
SANGAT MUDAH DAN SEDERHANA, MESKI BELUM ADA KITAB-KITAB HADITS .
Pada zaman Nabi ﷺ dan pada zaman para sahabat , Islam
benar-benar sangat sederhana , mudah dan tidak rumit . Umat Islam betul-betul
kuat , bersatu dan tidak berpecah belah.
Meskipun pada masa itu belum ada penulisan dan penyusunan kitab haditst- haditst nabawi.
Bahkan pada masa Nabi ﷺ pun, beliau tidak mengangkat para penulis untuk mencatat semua ucapan dan perbuatan beliau ﷺ, kecuali penulisan Al-Qur'an, maka untuk Al-Quran beliau telah menyiapkan sejumlah penulis ayat-ayat yang di wahyukan padanya .
Rosulullah ﷺ tidak memerintahkan para sahabatnya untuk
menulis haditst- haditstnya, bahkan
beliau pada awalnya sempat melarang penulisan haditst . Kemudian setelah itu beliau ﷺ membolehkannya bagi siapa saja yang berkehendak menulis haditst yang dia ingini , tapi tidak
memerintahkannya.
Para sahabat yang aktif menulis hadits sangat lah sedikit , kebanyakan
dari mereka hanya menghafal maknanya dan tujuannya .
Diantara mereka yang sempat menulis sebagian haditst- haditst Nabi
tersebut adalah sahabat Abdullah bin 'Amr bin 'Ash.
Meskipun belum ada kitab-kitab hadits , namun umat Islam generasi
pertama bisa menjaga persatuan , mereka kuat, disegani dan ditakuti oleh
musuh-musuhnya.
Tidak adanya penulisan dan penyusunan haditst- haditst tersebut berlangsung hingga
pada masa Khulfaur Rosyidin Abu Bakar , Umar bin Khottob , Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Tholib . Umat Islam pada saat itu mendapatkan haditst- haditst dengan cara dari lisan ke
lisan dan mendengar dari yang lain . Di ceritakan pula bahwa Umar bin Khottob
berkehendak untuk mencatatnya namun tidak terlaksanakan .
Dan pada zaman Kholifah Umar bin Abdul Aziz al-Umawi [wafat 101 H], telah di mulai usaha untuk mengumpulkan haditst- haditst Nabi ﷺ. Maka beliau menulis surat perintah kepada
Qodli nya di Madinah al-Munawwaroh yang bernama Abu Bakar Muhammad bin 'Amr bin
Hazem , yang bunyinya :
"Perhatikan lah jika di ketemukan haditst Rosulullah ﷺ atau Sunnah , maka catatlah ! , sesungguhnya
aku khawatir akan terkikis nya ilmu dan hilangnya para ulama" .
Namun sebelum keinginan Umar bin Abdul Aziz di laksanakan , beliau
keburu wafat [wafat tahun101 H] .
BERIKUT INI DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN PADA MASA KENABIAN BELUM ADA
PENULISAN KITAB HADITS :
HADITS KE 1 :
Dari Said Al-Khudry, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَكْتُبُوا عَنِّي، وَمَنْ كَتَبَ
عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ، وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ
عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ: أَحْسَبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنَ النَّارِ
“Janganlah kalian menulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain
Al-Qur’an hendaklah dihapus dan ceritakanlah dariku dan tidak berdosa.
Barangsiapa berdusta atas nama ku -Hammam berkata - dengan sengaja maka
hendaklah menyiapkan tempatnya di Neraka”. [HR. Muslim no 3004].
HADITS KE 2 :
Dari Abu Sa'id al Khudzri dia berkata;
اسْتَأْذَنَّا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكِتَابَةِ فَلَمْ يَأْذَنْ لَنَا
'Kami meminta izin kepada Nabi dalam hal penulisan [sabdanya] tetapi
beliau tidak mengizinkan kami.'
[ HR. Tirmidzi no. 2665 , ad-Daarimi no. 451 dan Daruquthni
(sebagaimana disebutkan dlam Athroof al-Ghoro'ib oleh Ibnu Thoohir no. 4719)] .
Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzy no. 2665 .
HADITS KE 3 :
Abu Saeed Al-Khudri berkata :
»جَهَدْنَا
بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَأْذَنَ لَنَا فِي الْكِتَابِ
فَأَبَى«
“Kami berusaha keras sebisa mungkin kepada Nabi ﷺ agar beliau mengizinkan kami untuk menulis [sabdanya], namun
beliau selalu menolaknya ".
[HR. Abu Muhammad Ar-Romahurmuzi al-Farisy dalam al-Muhaddits
al-Faashil hal. 379 dan al-Khothiib al-Baghdaady dalam Taqyiid
al-Ilmi hal. 32-33 ].
HADITS KE 4 :
Dari Abu Hurairah , dia berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، وَنَحْنُ نَكْتُبُ الأَحَادِيثَ ، فَقَالَ: «مَا هَذَا
الَّذِي تَكْتُبُونَ؟» ، قُلْنَا: أَحَادِيثَ نَسْمَعُهَا مِنْكَ. قَالَ: «كِتَابٌ
غَيْرَ كِتَابِ اللَّهِ!؟، أَتَدْرُونَ؟ مَا ضَلَّ الأُمَمَ قَبْلَكُمْ إِلَاّ بِمَا
اكْتَتَبُوا مِنَ الكُتُبِ مَعَ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى»
Rosulullah ﷺ datang kepada kami saat kami sedang
menulis hadits, dan dia bertanya : "Apa ini yang kalian tulis? .
Kami berkata: Hadits-hadits yang kami dengar dari Engaku . Beliau
berkata : "Kitab selain Kitabullah [al-Qur'an] !? Tahukah kalian ?"
Umat-umat sebelum kalian tidaklah tersesat kecuali dengan apa yang mereka tulis
dari kitab-kitab bersama dengan Kitab Allah SWT.”
[ HR. al-Khothiib al-Baghdaady dalam Taqyiid
al-Ilmi hal. 34 ]
HADITS KE 5 :
Dari Abdulllah bin Amr bin Ash -radhiyallaahu 'anhuma- dia berkata :
كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ
مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا
: أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ
فِي الْغَضَبِ ، وَالرِّضَا ، فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ ، فَقَالَ : اكْتُبْ
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ
“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku
ingin menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku. Mereka berkata :
“Engkau menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah
adalah seorang manusia, kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan
lapang”.
Mulai dari sejak itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu
dengan Rasulullah dan mengadukan masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil
menunjukkan jarinya ke mulutnya:
Tulislah! Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari
mulutku ini kecuali kebenaran”.
(HR. Abu Dawud (3646) , Ahmad (6802) Al Hakim 1/105-106 dan ad-Daarimi
1/125 ). Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 56/11 dan
al-Albaani dalam ash-Shahihah no. 1532 dan Shahih
Abu Daud no. 3646 .
HADITS KE 6 :
Dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu - berkata:
" لَيْسَ
أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ
حَدِيثًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ
مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ ".
"Tidak ada seorang pun dari para sahabat Nabi ﷺ yang lebih banyak meriwayatkan hadits Nabi ﷺ dibandingkan diriku kecuali yang diriwayatkan dari Abdullah bin
'Amr, itu karena dahulu dia menulis sedang aku tidak menulis (hadits-hadits
tersebut) ". [HR. Bukhori no. 113].
HADITS KE 7 :
Dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu - berkata :
" إِنَّ
النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ
مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا ثُمَّ يَتْلُو { إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا
مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى إِلَى قَوْلِهِ الرَّحِيمُ } إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ
الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا
مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الْعَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ
كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِبَعِ بَطْنِهِ
وَيَحْضُرُ مَا لَا يَحْضُرُونَ وَيَحْفَظُ مَا لَا يَحْفَظُونَ".
"Sesungguhnya orang-orang mengatakan, "Abu Hurairah adalah yang paling banyak
(menyampaikan hadits dari Rasulullah ﷺ), kalau bukan karena dua ayat dalam
Kitabullah aku tidak akan menyampaikannya." Lalu dia membaca ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا
مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ
ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ .
" Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati".
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
" Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan
Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang" . (Qs. Al Baqarah:
159-160).
Sesungguhnya saudara-saudara kita dari kalangan Muhajirin, mereka
disibukkan dengan perdagangan di pasar-pasar, dan saudara-saudara kita dari
kalangan Anshar, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta
mereka. sementara Abu Hurairah selalu menyertai Rasulullah ﷺ dalam keadaan lapar, ia selalu hadir saat orang-orang tidak
bosa hadir, dan ia dapat menghafal saat orang-orang tidak bisa
menghafalnya." [HR. Bukhori no. 115]
HADITS KE 8 :
Dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu -, ia berkata;
Ketika tahun pembebasan Makkah bani Khuza'ah membunuh seorang laki-laki
dari bani Laits sebagai pembalasan mereka yang dibunuh semasa masih jahiliyah.
Serta merta Rasulullah ﷺ berdiri dan menyampaikan khutbah ;
إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ
وَسَلَّطَ عَلَيْهِمْ رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ أَلَا وَإِنَّهَا لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ
قَبْلِي وَلَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ بَعْدِي أَلَا وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ
نَهَارٍ أَلَا وَإِنَّهَا سَاعَتِي هَذِهِ حَرَامٌ لَا يُخْتَلَى شَوْكُهَا وَلَا يُعْضَدُ
شَجَرُهَا وَلَا يَلْتَقِطُ سَاقِطَتَهَا إِلَّا مُنْشِدٌ وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ
فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا يُودَى وَإِمَّا يُقَادُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ
أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُو شَاهٍ فَقَالَ اكْتُبْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ
"Allah telah menahan pasukan gajah dari Makkah ini, dan
menguasakan rasul-Nya dan orang-orang mukmin untuk mengalahkan mereka,
ketahuilah, bahwasanya Makkah tidak dihalalkan bagi siapa pun baik sebelum
maupun sesudahku, hanyasanya dihalalkan bagiku beberapa saat siang saja.
Ketahuilah, bahwasanya Makkah pada saatku sekarang ini telah haram,
durinya tidak boleh dipatahkan dan pohonnya tidak boleh ditebang, barang
temuannya tidak boleh diambil kecuali orang yang hendak mengumumkannya, dan
barangsiapa menjadi wali korban pembunuhan, baginya dua pilihan, ia diberi
diyat atau diberi kesempatan untuk membalas qisas."
Lantas berdirilah seorang laki-laki penduduk yaman yang dikenal dengan
nama Abu Syah dan mengatakan; 'Tuliskan untukku Ya Rasulullah! '
Rasulullah ﷺ mengatakan ; "Tuliskanlah untuk Abu
Syah." [HR. Bukhori no. 6372]
HADITS KE 9 :
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ : فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا
الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ
“Aku menghafal dari Nabi –SAW- dua bejana ilmu. Bejana yang satu
kusebarkan, sedangkan yang satu bejana lagi, seandainya aku sebarkan, niscaya
tenggorokan ini dipotong .”
[HR. Imam al-Bukhari No. (120)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani –rahimahullah– di dalam al-Fath
(1/216) berkata:
قَوْله: (وِعَاءَيْنِ) أَيْ ظَرْفَيْنِ
… أَيْ : نَوْعَيْنِ مِنْ الْعِلْم ، ومُرَاده : أَنَّ مَحْفُوظه مِنْ الْحَدِيث لَوْ
كُتِبَ لَمَلَأَ وِعَاءَيْنِ” انتهى ملخصا.
Ucapan Abu Hurairah, “Wi’a-ain (dua bejana),” maksudnya adalah,
“Zharfain (dua wadah),” … yaitu dua macam ilmu. Jadi maksud ucapan Abu Hurairah
itu, bahwasanya dia menghafal ilmu dari hadits, yang seandainya ilmu itu
dituliskan, niscaya memenuhi dua wadah.
Ibnu al-Munir berkata:
وَإِنَّمَا أَرَادَ أَبُو هُرَيْرَة بِقَوْلِهِ
: ” قُطِعَ ” أَيْ : قَطَعَ أَهْل الْجَوْر رَأْسه إِذَا سَمِعُوا عَيْبه لِفِعْلِهِمْ
وَتَضْلِيله لِسَعْيِهِمْ
Maksud ucapan Abu Hurairah, “Dipotong tenggorokanku ,” yaitu
orang-orang lalim akan memenggal kepalanya jika mereka mendengar dirinya
mencela perbuatan buruk mereka dan menganggap sesat tindakan-tindakan mereka.
Berkenaan dengan masalah ini Imam Bukhori di dalam Shahihnya menulis
sebuah BAB yang di beri judul :
باب : مَنْ خَصَّ بِالْعِلْمِ قَوْمًا
دُونَ قَوْمٍ كَرَاهِيَةَ أَنْ لاَ يَفْهَمُوا
Artinya : “ Bab : Ilmu yang khusus untuk satu kaum jangan disampaikan
kepada kaum yang lain , karena khawatir mereka tidak memahaminya “.
Maksudnya : Tidak semua orang itu memiliki pemahaman yang sama . Karena
daya nalar dan pengalaman mereka terhadap suatu masalah itu berbeda-beda, oleh
karenanya seorang da’i atau pengajar dituntut untuk mengetahui tingkat
pemahaman obyek dakwahnya, sehingga didalam memberikan materi dakwah atau
pengajaran tidak menimbulkan fitnah atau kesalah fahaman atau memberatkan
mereka yang bisa menyebabkan lari dari majelis ilmu .
Lalu Imam Bukhori menyebutkan Hadits Ali bin Abi Thaalib , beliau
berkata :
حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ
، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
‘Bicaralah kepada manusia dengan sesuatu yang mereka pahami, apakah
kalian suka Allah dan Rasul-Nya didustakan? (Hadits no. 127)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Fath 1/225 :
"وَزَادَ
آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ فِي كِتَابِ الْعِلْمِ ... فِي آخِرِهِ وَدَعُوا مَا يُنْكِرُونَ
أَيْ يَشْتَبِهُ عَلَيْهِمْ فَهْمُهُ .... وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُتَشَابِهَ
لَا يَنْبَغِي أَنْ يذكر عِنْد الْعَامَّة ".
“ Dalam riwayat Adam bin Abi Iyyaas dalam kitabnya “Kitab al-Ilmi” terdapat tambahan di akhir perkataan Ali RA ini , yaitu : “ Hindarilah perkataan yang membuat mereka mengingkarinya “. Yakni perkara-perkara yang musytabah bagi mereka dalam memahaminya . ... Dengan demikian dalam perkataan Ali RA ini terdapat dalil bahwa perkara-perkara musytabah itu tidak selayaknya di sebutkan pada masyarakat umum “. ( Selesai ).
*******
AWAL MULAI PENULISAN KITAB HADITS :
Di masa dinasti khilafah Abbasiyah , para ulama mulai mengumpulkan dan
menyusun haditst- haditst Nabi ﷺ , namun penyusunannya tersebut campur aduk dengan kata-kata para
sahabat dan fatwa-fatwanya . Ulama-ulama yang menyusun seperti ini adalah
Sufyan al-Tsaury [w. 161 H] di Kufah , Al-Laits bin Saad [w. 175 H] di Mesir ,
dan Malik bin Anas [w. 179 H] di Madinah , akan tetapi karya-karya mereka
tersebut yang sampai kepada kita hanya sedikit sekali . Barang kali yang paling
lengkap sampai kepada kita adalah kitab Al-Muwatho karya Imam Malik , yang di
dalam nya terdapat haditst- haditst Nabi
ﷺ , fatwa-fatwa para sahabat dan hukum-hukum peradilannya , bahkan di
temukan di dalam nya kata-kata para tabi'in dan pendapat-pendapat nya yang
mereka tarjih / tetap kan ketika terjadi ada perbedaan pendapat .
Di akhir abad ke II Hijriyah , arah gerak para ulama dalam pengumpulan haditst terfokus pada penelitian dan proses
pemilahan antara haditst Nabi ﷺ dan lainnya. Dalam hal ini mereka menempuh teori penyusunan dengan
sistem MASANID , artinya : pengelompokan haditst- haditst yang di riwayatkan oleh
masing-masing sahabat dalam satu bab , meski kandungannya berbeda-beda tidak
dalam satu topik pembahasan.
Kemudian lahirlah teori baru dalam penyusunan haditst , yaitu penyusunan yang di sesuaikan
dengan urutan bab-bab Fiqh . Teori ini
mempermudah kerja bagi para ahli Fiqh , karena terhampar di hadapannya dalam
satu bab semua haditst yang erat
hubungannya dengan pembahasan Fiqh yang mereka teliti dan mereka inginkan .
Kitab-kitab yang di susun sesuai teori tersebut adalah : Sahih Bukhori karya
Imam Bukhory [w. 256 H] , Sahih Muslim karya Imam Muslim [w. 261 H] , Sunan Abu
Daud karya Abu Daud [ w. 275 H] dll .
Lahirnya Ilmu JARH WA TA'DIL
(Ilmu studi kritis terhadap orang-orang yang terlibat dalam rangkaian
periwayatan haditst)
Para ulama haditst telah
melakukan kagiatan luar biasa yang membawa berkah bagi umat Islam dan
terpeliharanya syariat ini dari pemalsuan dan pendustaan , karena mereka telah
menciptakan sebuah karya keilmuan yang di kenal dengan ilmu JARH WA TA'DIL atau
ILMU RIJAL .
Ilmu ini tidak ada duanya , hanya di miliki umat Islam , dan tidak ada
tandingannya serta tidak di ketemukan pada umat-umat lainnya . Ilmu ini
bertujuan untuk mengungkap tentang sepak terjang para perowi haditst dan membongkar kebenaran atas kebohongan
dan sebagai tolak ukur antara riwayat yang ngawur dan tidak , yang benar-benar
terpercaya dan yang tercoreng dengan berbagai macam sifat yang tidak layak
untuk di terima riwayatnya .
PERBEDAAN ILMU JARH WA T'ADIIL DULA DENGAN YANG SEKARANG
DULU : Ilmu Jarh wa Ta'diil bagi para ulama hadits dulu pada abad ke
tiga di gunakan : mengungkap tentang sepak terjang para perowi haditst dan membongkar kebenaran atas
kebohongan dan sebagai tolak ukur antara riwayat hadits yang ngawur dan tidak ,
yang benar-benar terpercaya dan yang tercoreng dengan berbagai macam sifat yang
tidak layak untuk di terima riwayat haditsnya .
SEKARANG : Ilmu Jarh wa Ta'diil digunakan oleh kelompok orang-orang
yang merasa suci untuk mengghibah , mencoreng dan menjelek-jelekkan orang lain
yang tidak mau menerima pendapatnya dan manhajnya . Mereka kemas dengan istilah
Tahdziir , Nahyi Munkar , Tashfiyatush shufuuf dan Sadd adz-dzarii'ah .
Hukumnya wajib menurut mereka .
HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN
Dari Sa'ad
bin Abi Waqash mengatakan :
أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عليه وَسَلَّمَ أَقْبَلَ ذَاتَ يَومٍ مِنَ العَالِيَةِ، حتَّى إذَا مَرَّ
بمَسْجِدِ بَنِي مُعَاوِيَةَ دَخَلَ فَرَكَعَ فيه رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّيْنَا
معهُ، وَدَعَا رَبَّهُ طَوِيلًا، ثُمَّ انْصَرَفَ إلَيْنَا، فَقالَ صَلَّى اللَّهُ
عليه وَسَلَّمَ: سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا، فأعْطَانِي ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِي
وَاحِدَةً؛ سَأَلْتُ رَبِّي: أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالسَّنَةِ فأعْطَانِيهَا،
وَسَأَلْتُهُ أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالغَرَقِ فأعْطَانِيهَا، وَسَأَلْتُهُ
أَنْ لا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا.
Bahwa
suatu hari Rasulullah datang
dari al-‘Aaliyah [tempat yang
tinggi]. Ketika melewati masjid
Bani Muawiyah, beliau masuk dan kemudian sholat dua rakaat. Mereka pun sholat
bersama dan Nabi ﷺ memanjangkan doa kepada Allah lalu berpaling
kepada mereka.
Rasulullah ﷺ lalu bersabda :
"Aku memohon tiga perkara kepada Allah, maka Allah memberiku dua
perkara dan menolak satu perkara.
1]. Aku
memohon pada-Nya : agar Dia tidak
membinasakan umatku dengan kelaparan yang menyeluruh, maka Dia mengabulkannya.
2] Aku
memohon pada-Nya : agar Dia tidak
membinasakan mereka dengan ditenggelamkan, maka Dia mengabulkannya.
3] dan
Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak
menimpakan permusuhan di antara mereka, maka Dia menolaknya." (HR Muslim no. 2890 ).
Arti point yang ke 3 :
أي: ألَّا يقَعَ بيْنَهم فُرقةٌ
وقِتالٌ تُهلِكُهم وتُضعِفُهم، والبأسُ الحروبُ والفِتنُ .
“ Artinya: Agar di antara mereka tidak terjadi perpecahan
dan peperangan yang akan membinasakan dan melemahkan mereka. Penderitaan dan kesusahan
akan datang saat terjadi banyak peperangan dan banyak fitnah”.
Dari Tsauban berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ
زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي
سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ
الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا
يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ
سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا
مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي
أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا
أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ
وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ
أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ
بَعْضًا
"Sesungguhnya
Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan
sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku, aku
diberi dua harta simpanan; merah dan putih, dan sesungguhnya aku meminta Rabbku
untuk ummatku agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, agar Ia tidak
memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka [umat Islam] selain diri mereka
sendiri lalu menyerang perkumpulan mereka, dan sesungguhnya Rabbku berfirman:
'Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, Aku tidak memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri [sesama kaum muslimin] . Lalu mereka [musuh] menyerang perkumpulan mereka [kaum muslimin]. Meski mereka dikepung dari segala penjurunya [kaum muslimin tetap tidak akan binasa], hingga sebagian dari mereka [kaum muslimin] membinasakan sebagaian [kaum muslimin] lainnya dan saling menawan satu sama lain." [HR. Riwayat Muslim no. 2889]
Allah SWT akan menurunkan rahmat pada umat Islam ini
, jika sesama mereka saling bersaudara dan saling mendamaikan . Dalam hal ini
Allah SWT berfirman :
{ إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat RAHMAT. [QS. al-Hujuraat : 9-10]
Akan tetapi jika mereka terus saling bermusuhan ,
maka Allah SWT berfirman :
{قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ
عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ
يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ}
"Katakanlah: "Dia Maha Kuasa mengirim
azab kepada kalian dari atas langit atau dari bawah kaki kalian, atau
mengacaubalaukan kalian menjadi kelompok-kelompok yang bertentangan dan memberikan
azab sebagian kalian kepada sebagian yang lain"" (Al-An'am: 65).
WASPADALAH TERHADAP KEBUSUKAN MANHAJ KHAWARIJ, DALIL ATAS ORANG KAFIR DITIMPAKAN KEPADA UMAT ISLAM AGAR PECAH BELAH
Berikut ini adalah ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhu tentang orang-orang khawarij
sebagaimana disebutkan oleh Bukhari tanpa sanad :
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ
شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ : إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ
فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ
“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia
berkata, ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir
lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.”
(Fathul Bari, 12/282)
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
""وَصَلَّهُ
الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بَكِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ
ابْنِ عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ – وَهُوَ أَحَدُ أَسْمَاءِ الْخَوَارِجِ - ؟ قَالَ:
( كَانَ يَرَاهُمْ شَرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ
فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ ) . قُلْتُ: وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
Ath-Thabary menyambungnya sanadnya dalam musnad Ali min Tahzib Al-Atsar
dari jalur Bakir bin Abdillah bin Al-Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi,
tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain
untuk kelompok Khawarij)? Dia berkata, “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah
seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang
kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” Saya katakan, ‘Sanadnya
shahih’” (Fathul Bari, 12/286)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata :
".. والمقصود: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ: (إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: كِتَابَ اللَّهِ)، فَحَضَّ عَلَى
كِتَابِ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ: (وَعِتْرَتِي، أَهْلَ بَيْتِي؛ أُذَكِّرُكُمُ اللَّهُ
فِي أَهْلِ بَيْتِي، ثَلَاثًا)؛ فَوَصَّى الْمُسْلِمِينَ بِهِمْ، لَمْ يَجْعَلْهُمْ
أُئِمَّةً يَرْجِعُ الْمُسْلِمُونَ إِلَيْهِمْ، فَانْتَحَلَتِ الْخَوَارِجُ كِتَابَ
اللَّهِ، وَانْتَحَلَتِ الشِّيعَةُ أَهْلَ الْبَيْتِ، وَكِلُّهُمَا غَيْرُ مُتَّبِعٍ
لِمَا انتَحَلَهُ.
فَإِنَّ الْخَوَارِجَ خَالَفُوا السُّنَّةَ
الَّتِي أَمَرَ الْقُرْآنُ بِاتِّبَاعِهَا، وَكَفَرُوا الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ أَمَرَ
الْقُرْآنُ بِمُوَالَاتِهِمْ. وَلِهَذَا تَأَوَّلَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِيهِمْ
هَذِهِ الْآيَةَ (وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ * الَّذِينَ يَنقُضُونَ
عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ
وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ)، وَصَارُوا يَتَّبِعُونَ الْمُتَشَابِهَ مِنَ الْقُرْآنِ
فَيَتَأَوَّلُونَهُ عَلَى غَيْرِ تَأْوِيلِهِ، مِنْ غَيْرِ مَعْرِفَةٍ مِنْهُمْ بِمَعْنَاهُ،
وَلَا رُسُوخٍ فِي الْعِلْمِ، وَلَا اتِّبَاعٍ لِلسُّنَّةِ، وَلَا مُرَاجَعَةٍ لِجَمَاعَةِ
الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ يَفْهَمُونَ الْقُرْآنَ.
وَأَمَّا مُخَالَفَةُ الشِّيعَةِ لِأَهْلِ
الْبَيْتِ فَكَثِيرَةٌ جِدًّا قَدْ بُسِّطَتْ فِي مَوَاضِعِ"
“Maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam
berkata, ‘Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara berharga; Kitabullah, beliau
mendorong berpegang teguh terhadap Kitabullah. Lalu beliau bersabda, ‘Dan
keluargaku, ahli baitku. Aku ingatkan kalian terhadap ahli baitku. Diucapkan
sebanyak tiga kali.”
Maka beliau berwasiat kepada kaum muslimin untuk memperhatikan mereka.
Beliau tidak mengharuskan menjadikan
mereka sebagai imam yang harus menjadi rujukan kaum muslimin. Maka kaum
khawarij mengambil Kitabullah, sedangkan kaum syiah mengambil Ahlul Bait, tapi
keduanya tidak komitmen terhadap apa yang mereka ambil.
Karena kaum khawarij menyelisihi sunah yang telah diperintahkan
Al-Quran untuk diikuti. Mereka mengkafirkan orang-orang beriman yang Allah
perintahkan untuk saling berkasih sayang diantara mereka. Karena itu, Saad bin Abi Waqash menafsirkan
ayat berikut ditujukan untuk mereka;
(وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ * الَّذِينَ
يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ
بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ)
“Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu
teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk
menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi.” QS. Al-Baqarah: 26-27.
Mereka mencari-cari ayat yang samar untuk mereka tafsirkan tidak
sebagaimana mestinya dan tanpa memahami maknanya serta tidak berdasarkan
kemapanan ilmu juga tidak mengikuti sunah dan merujuk kepada jamaah kaum
muslimin yang memahami Al-Quran. (Majmu Fatawa, 7/481-482)
Sesungguhnya kaum khawarij memiliki ciri jiwa yang kuat, berani dan
militan sehingga orang yang melihatnya menjadi tertarik dan terpesona, sehingga
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( يَحْقِرُ
أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِ )
“Seseorang akan merasa hina
shalatnya dibanding shalat mereka, merasa hina
puasanya dibanding puasa mereka.” (HR. Bukhari, no. 3610 dan Muslim, no. 1064)
Hanya saja, kekuatan jiwa mereka digunakan untuk berbuat zalim dan
aniaya terhadap darah kaum muslimin, kehormatan dan harta mereka berdasarkan
kaidah mereka yang batil berupa mengkafirkan dan membid’ahkan kaum muslimin hanya karena mereka berbuat kesalahan . Mereka menghalalkan apa yang terdapat pada
kaum mukminin apa yang tidak halal dilakukan terhadap orang kafir. Inilah
ciri-ciri khawarij di semua tempat dan zaman .
Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala berkata :
وَقَصَدُوا – أي الخوارج - بلادَ
العِرَاق وَخُرَاسَان ، فَتَفَرَّقُوا فِيهَا بِأَبْدَانِهِم وَأَدْيَانِهِم
وَمَذَاهِبِهِم وَمَسَالِكِهِم الْمُخْتَلِفَة الْمُنْتَشِرَة ، الَّتِي لَا
تَنْضَبِطُ وَلَا تَنْحَصِرُ؛ لِأَنَّهَا مَفْرَعَةٌ عَلَى الْجَهْلِ ، وَقُوَّةِ
النُّفُوسِ ، وَالْاِعْتِقَادِ الْفَاسِدِ."
“Mereka (kaum khawarij) menuju negeri Irak dan Khurasan. Lalu mereka
berpecah belah secara fisik, agama, mazhab dan tindakan mereka yang beraneka
ragam dan tersebar luas tidak terhitung, karena merupakan cabang dari kebodohan
yang bergabung dengan tingkat percaya diri yang tinggi dan keyakinan yang
rusak.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 11/668-667)
PEMECAH BELAH UMAT ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM
Berdakwah dan beramar nahyi munkar adalah fardhu
kifayah , sementara menjaga persatuan umat Islam adalah fardhu 'ain . Dan berpecah
belah itu diancam dengan adzab yang pedih , sebagaimana yang disebutkan dalam tiga
ayat dibawah ini. Ayat perintah berdakwah dan ayat larangan berpecah belah itu
berurutan dan bergandengan , yaitu sbb :
{ وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ
اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ }
Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan
orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
{ وَلَا تَكُوْنُوْا
كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ
ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ }
Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang
yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang
jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat [ QS. Ali
Imran : 104-105 ]
Pada ayat berikutnya, Allah SWT berfirman:
{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ فَذُوقُوا۟
ٱلْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ}
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula
muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada
mereka dikatakan):
"Kenapa kamu kafir sesudah kalian
beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu".(QS: Ali-Imran :106 )
Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat-ayat diatas
berkata :
وَقَدْ قَالَ أَبُو
عِيسَى التِّرْمِذِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب،
حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ رَبِيع -وَهُوَ ابْنُ صَبِيح -وحَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ
أَبِي غَالِبٍ قَالَ: رَأَى أَبُو أُمَامَةَ رُءُوسًا مَنْصُوبَةً عَلَى دَرَج دِمَشْقَ،
فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ: كِلَابُ النَّارِ، شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ،
خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ، ثُمَّ قَرَأَ: {يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوهٌ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ. قُلْتُ لِأَبِي أُمَامَةَ: أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ؟ قَالَ: لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا -حَتَّى عَدّ سَبْعًا-مَا حَدّثتكموه.
ثُمَّ قَالَ: هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ: وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ
عَنْ أَبِي غَالِبٍ، وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ،
عَنْ مَعْمَر، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، بِنَحْوِهِ
.
Abu Isa At-Turmuzi ketika menafsiri ayat ini mengatakan :
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada karni
Waki', dari Ar-Rabi' ibnu Sabih dan Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib yang
menceritakan :
“Bahwa
Abu Umamah melihat banyak kepala [kaum kahwarij yang terbunuh] dipancangkan di atas tangga masuk masjid
Dimasyq. Maka Abu Umamah mengatakan :
"Anjing-anjing neraka adalah seburuk-buruk orang-orang yang
terbunuh di kolong langit ini; sebaik-baik orang-orang yang terbunuh adalah
orang-orang yang dibunuhnya."
Kemudian Abu Umamah membacakan firman-Nya:
“ Pada
hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka
yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106), hingga akhir ayat”.
Kemudian aku bertanya kepada Abu Umamah : "Apakah engkau mendengarnya dari
Rasulullah ﷺ?"
Abu Umamah menjawab :
"Seandainya aku bukan mendengarnya melainkan hanya sekali atau dua kali
atau tiga kali atau empat kali dan bahkan sampai tujuh kali, niscaya aku tidak
akan menceritakannya kepada kalian."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. [Baca : Tafsir Ibnu
katsri 2/92].
TAKHRIJ HADITS :
HR. Imam
Ahmad (no. 22109, 22083, 22051 dan 22262) dan At-Tirmidzi (no. 3000)
Abu Iisa at-Tirmidzi berkata :
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَأَبُو غَالِبٍ
اسْمُهُ حَزَوَّرٌ وَأَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ اسْمُهُ صُدَيُّ بْنُ عَجْلَانَ
وَهُوَ سَيِّدُ بَاهِلَةَ
"Ini adalah hadits hasan , nama Abu Ghalib adalah Hazur,
dan nama Abu Umamah al-Bahili adalah Suday ibn 'Ajlan, dan dia adalah tokoh
Bahilah".
Dan al-Haitsami merujuknya kepada ath-Thabarani, beliau berkata: "Para
perawinya adalah tsiqaat (terpercaya)" (Majma' al-Zawaid 6/234). Hal ini
juga disebutkan oleh al-Hakim yang mensahihkannya dan disetujui oleh al-Dzahabi
(al-Mustadrak 2/149-150). Ibnu Katsir juga meriwayatkannya dan berkata:
"Hadits ini, bagian-bagian terkecilnya adalah mawquuf dari perkataan
seorang sahabat" (Tafsir Ibnu Katsir 1/346).
Hadits ini dihukumi HASAN SHAHIH oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih
at-Tirmidzi no. 3000. Dan di Hasankan oleh Syeikh Muqbil al-Waadi'i dalam
Ash-Shahih al-Musnad 1/408 no. 482 .
Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak (no. 2654), dengan sanadnya
dari Syaddad bin Abdullah Abu Ammar, dia berkata:
شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى رَأْسِ الْحَرُورِيَّةِ عِنْدَ بَابِ دِمَشْقَ
وَهُوَ يَقُولُ: «كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ - قَالَهَا ثَلَاثًا - خَيْرُ قَتْلَى مَنْ
قَتَلُوهُ» ، وَدَمَعَتْ عَيْنَاهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا أُمَامَةَ،
أَرَأَيْتَ قَوْلَكَ هَؤُلَاءِ كِلَابُ النَّارِ أَشَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، أَوْ مِنْ رَأْيِكَ؟ قَالَ: إِنِّي إِذًا لَجَرِيءٌ لَوْ لَمْ
أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
وَعَدَّ سَبْعَ مَرَّاتٍ مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ قَالَ لَهُ رَجُلٌ: إِنِّي رَأَيْتُكَ
قَدْ دَمَعَتْ عَيْنَاكَ، قَالَ: إِنَّهُمْ لَمَّا كَانُوا مُؤْمِنِينَ وَكَفَرُوا
بَعْدَ إِيمَانِهِمْ، ثُمَّ قَرَأَ: {وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا
مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ} [آل عمران: 105] الْآيَةُ فَهِيَ لَهُمْ
مَرَّتَيْنِ
"Saya menyaksikan Abu Umamah al-Bahili, dan dia berdiri di
depan kepala al-Haruriyyah (Khawarij yang terbunuh) di pintu gerbang Damaskus.
Dia berkata :
'Mereka adalah anjing-anjing neraka,' ia mengulanginya tiga kali. Mata
Abu Umamah berlinang air mata ketika mengucapkannya.
Seorang pria bertanya kepadanya : 'Wahai Abu Umamah, apakah ucapanmu
ini, ( bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka), didengar dari Rasulullah ﷺ atau berdasarkan pendapatmu sendiri?'
Abu Umamah menjawab : 'Jika benar demikian berarti aku ini telah
bersikap sembarangan. Sungguh, sekiranya aku tidak mendengarnya dari Rasulullah
ﷺ, kecuali hanya satu atau dua kali, bahkan hanya tujuh kali ,
maka sungguh aku tidak akan menyampaikannya kepada kalian [akan tetapi aku
telah mendengarnya lebih dari tujuh kali].'"
Adz-Dzahabi berkata : "
Shahih sesuai syarat Shahih Muslim
" . [at-Talkhish 2/163. No. 2654].
NERAKA BAGI PARA DA’I DAN AHLI IBADAH YANG TIDAK BISA MENJAGA LISANNYA DARI HAL YANG MENIMBULKAN KEBENCIAN DAN PERPECAHAN
Hadits berikut ini berisi kisah tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak sabar dalam
mendakwahi ahli maksiat yang sudah lama dia dakwahi , namun tidak pernah
kunjung bertaubat , malah jawaban yang diperoleh dari ahli maksiat ini bikin
sakit hati ahli Ibadah yang mendakwahinya . Maka keluar lah dari mulut ahli
ibadah itu ucapan : “Allah tidak akan mengampuni mu”.
Allah SWT murka dengan ungkapan tersebut . Karena
ungkapan tersebut sama saja dengan menghakimi Allah SWT , seolah-olah rahmat
dan kehendak Allah itu diatur-atur oleh ahli ibadah tadi . Maka semua amalan
ahli ibadah ini sia-sia, lalu dia dimasukkan ke dalam api nereka .
Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:
Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah ﷺ, Maka saya melihat seorang syeikh [lelaki tua] dengan kepala yang memutih, berseri-seri
wajahnya, dan bersamanya ada seorang pria
yang gagah, berwajah tampan, dan muda ,
lalu syeikh itu berkata:
يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ
تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا : لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ
يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya
kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan
memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.
Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?
Syeikh
itu menjawab:
Aku adalah Abu Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan
seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau
pembantunya apabila dia marah.
Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan
sebegitu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
" كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ،
وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ،
فَقَالَ لَهُ : أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُ : خَلِّنِي وَرَبِّي
، قَالَ : وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ : خَلِّنِي وَرَبِّي ،
حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ : وَيْحَكَ
أَقْصِرْ قَالَ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ :
وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ : لَا يُدْخِلُكَ
اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ
أَرْوَاحَهُمَا ، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا
لِلْمُجْتَهِدِ : أَكُنْتَ عَالِمًا ؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي ؟
أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي ؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ
الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ
"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang saling berbeda arah ; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa
sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu
selalu melihat orang yang suka bermaksiat itu
berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati orang yang suka bermaksiat itu berbuat dosa, ia berkata lagi,
"Berhentilah."
Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama
Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"
Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan
mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di
sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih
tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam
kekuasaan-Ku?"
Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke
dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah:
"Pergilah kamu ke dalam neraka."
Abu Hurairah berkata :
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ
وَآخِرَتَهُ
"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia
telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
( HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm
al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i )
Mestinya jika ahli ibadah itu adalah seorang hamba
Ar-Rahman ; maka seharusnya bisa menjaga lisannya , dan kata-kata yang keluar
dari mulutnya adalah ungkapan yang membawa kedamaian, kesejukkan dan
keselamatan .
Seharusnya dia banyak bersyukur atas nikmat
hidayah yang Allah anugerahkan padanya . Cara bersyukurnya adalah dengan
berbagi kepada orag-orang yang belum mendapatkan hidayah seperti dia . Tentunya
dengan cara penuh kasih sayang dan kesabaran .
Tidak tergesa mengeluarkan ungkapan-umgkapan yang
mengandung unsur penghakiman terhadap Allah, seperti ungkapan : Anda Sesat ,
anda Ahli Neraka , anda Musyrik . Atau dia menghajernya ; karena hajer itu
timbul dari jiwa yang merasa dirinya suci , sementara yang dihajernya dianggap
kotor, bahkan lebih kotor dari seekor babi ; karena menurut keyakinan tukang
hajer : babi itu najisnya jika disentuh, tapi kalau najisnya orang yang dihajer
, maka meski baru bertegur sapa saja sudah dianggap berdosa ; karena hukumnya
menurut tukang hajer sama saja dengan kerjasa sama dalam perbuatan dosa dan
permusuhan. Maka hukumnya haram dekat-dekat dengan mereka dan haram pula
bertegur sapa , yang di kenal dengan ungkapan : “Laa Salaam walaa Kalaam”;
karena haramnya itu , lebih haram dari makan babi , mencuri dan membunuh.
Karena menurutnya haramnya babi, mencuri dan membunuh itu dampaknya pada individu dan tidak ada syubhat , berbeda dengan orang yang dihajer , maka dampak negatifnya lebih luas pada umat, katanya .
KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ
Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".
“Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.
Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"
Rasulullah ﷺ menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."
[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .
DERAJAT KESHAHIHAN HADITS :
Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"
Ibnu Katsir berkata :
"هَذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَالصَّلْتُ بْنُ بَهْرَامَ كَانَ مِنْ ثِقَاتِ الْكُوفِيِّينَ، وَلَمْ يُرْمَ بِشَيْءٍ سِوَى الْإِرْجَاءِ، وَقَدْ وَثَّقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، وَغَيْرُهُمَا".
Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/509)
LEBIH BAIK MENGKLAIM DIRI SENDIRI AHLI NERAKA :
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi ﷺ bersabda:
"كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي ثُمَّ اطْحَنُونِي ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ فَأَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَقَالَ اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ ".
"Ada seseorang yang melampaui batas atas dirinya (banyak dan berlebihan dalam berbuat dosa) dan ketika kematiannya sudah hampir tiba, maka dia berpesan kepada anak-anaknya;
"Jika nanti aku meninggal dunia, bakarlah jasadku lalu tumbuklah menjadi debu kemudian terbangkanlah pada angin. Demi Allah, seandainya Rabbku telah menetapkan pasti aku akan disiksa dengan siksaan yang tidak akan ditimpakan kepada seorangpun" .
Ketika orang itu meninggal dunia, perintahnya pun dilaksanakan. Kemudian Allah memerintahkan bumi dengan berfirman: "Kumpulkanlah apa yang ada padamu".
Maka bumi melaksanakan perintah Allah dan orang tadi berdiri menghadap, lalu Allah Ta'ala bertanya kepadanya: "Apa yang mendorongmu melakukan itu?".
Orang itu menjawab: "Wahai Rabb, karena aku takut kepada-Mu". Allah Ta'ala pun mengampuninya".
Dan perawi yang lain berkata; "Karena takut kepada-Mu, wahai Rabb". (menggunakan kata khauf sebagai ganti kata khasyyah). [[ HR. [ Bukhori no. 7508 dan Muslim no. 2756]]
Syeikul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang hadits ini dengan mengatakan :
" Orang ini meragukan kekuasaan Allah dan ragu bahwa Allah akan memulihkannya jika jenazahnya tercerai-berai. Bahkan dia berkeyakinan bahwa dia tidak akan dibangkitkan, yang mana itu adalah merupakan kekufuran menurut kesepakatan umat Islam. Akan tetapi dia itu bodoh dan tidak tahu tentang itu. Namun demikian , dia adalah seorang mukmin yang takut bahwa Allah akan mengazab-nya, maka Allah memaafkannya dan mengampuninya karena itu.
Dengan demikian : Seorang penta'wil yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihaad dan dia tulus dalam keinginannya untuk mengikuti Rasul ﷺ maka dia lebih pantas mendapatkan pengampunan daripada orang seperti dalam hadits itu". [Akhiri kutipan ]. (Majmu’ Fataawaa Ibn Taymiyyah, 3/231)
MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG
MENJAUH DARINYA
KARENA TAKUT KEBUSUKAN MULUTNYA .
Ada sebagian orang takut dekat-dekat dengan si Fulan , karena takut di
Tahdzir dan di sebar luaskan keburukannya, padahal itu belum tentu itu
keburukan, melainkan perbedaan pendapat.
Dalam sebuah Hadits di sebut kan bahwa : Sebusuk-busuknya manusia
adalah orang yg ditinggalkan manusia karena takut akan kebusukan mulutnya demi
menghindari kebusukannya.
Dari 'Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya :
أَنَّهُ
اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا
لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ
أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ
أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً
عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ
Seorang lelaki minta izin kepada Nabi SAW , maka beliau bersabda,
"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya
atau anak dari seluruh keluarganya."
Setelah orang itu duduk, Nabi SAW bermuka ceria di hadapannya dan
menyambut orang itu.
Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau,
"Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan
kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan
senang kepadanya?
Rasulullah ﷺ menjawab :
"Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji?
Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya ."
HR. Bukhari no. 6054 dan Muslim no. 2591
Syarah Hadits :
(اتقاء فحشه) أي لأجل قبيح قوله وفعله.
Makna ; demi menghindari kejahatannya (yakni kejahatan mulutnya dan
perbuatannya ."
Dlm lafadz Bukhory no 6032 :
(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ
اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ)
Wahai Aisyah , sesungguhnya seburuk2 manusia kefudukannya di sisi Allah
pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia demi menghindari
kebusukannya ".
Ibnu Hajar berkata :
«قَوْله: (اِتِّقَاء شَرّه) أَيْ قُبْح كَلَامه ... فَإِنَّ الْحَدِيثَ وَرَدَ بِلَفْظِ الْعُمُومِ فَمَنِ
اتَّصَفَ بِالصِّفَةِ الْمَذْكُورَةِ فَهُوَ الَّذِي يَتَوَجَّهُ عَلَيْهِ الْوَعِيدُ
».
“Makna perkataan (demi menghindari kebusukannya) yakni keburukan
omongannya ..... Maka, sesungguhnya
hadis ini disampaikan dengan kata-kata yang umum, jadi siapa saja yang
memiliki sifat yang disebutkan, maka dia termasuk orang yang terkena ancaman tersebut." [Baca:
Fathul Bari 10/455].
CIRI AHLI SYURGA MEMILIKI HATI YANG BERSIH, MESKI IBADAHNYA BIASA SAJA
Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam Musnadnya (12720): "Telah menceritakan kepada kami
Abdurrazzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri, dia berkata:
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengabarkan :
كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ( يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ
الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ) فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ
تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ
الشِّمَالِ ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِثْلَ ذَلِكَ ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى
، فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ
حَالِهِ الْأُولَى ، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَبِعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ : إِنِّي لَاحَيْتُ
أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا ، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ
تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ . قَالَ نَعَمْ قَالَ أَنَسٌ :
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي
الثَّلَاثَ فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ شَيْئًا ، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا
تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ
حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : غَيْرَ أَنِّي لَمْ
أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا . فَلَمَّا مَضَتْ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ
أَنْ أَحْتَقِرَ عَمَلَهُ قُلْتُ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي
وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ : ( يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ
الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ) فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ ،
فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ ،
فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ مَا هُوَ إِلَّا مَا
رَأَيْتَ ، قَالَ : فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي فَقَالَ : مَا هُوَ إِلَّا مَا
رَأَيْتَ ؛ غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
غِشًّا وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ
عَبْدُ اللَّهِ : هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ .
“Ketika
kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, "Akan muncul kepada
kalian seorang laki-laki penghuni surga."
Lalu muncul seorang laki-laki Anshar yang jenggotnya masih bertetesan
air sisa wudhu, sambil menggantungkan kedua sandalnya pada tangan kirinya.
Esok harinya Nabi ﷺ bersabda seperti juga, lalu muncul laki
laki itu lagi seperti yang pertama, dan pada hari ketiga Nabi ﷺ bersabda seperti itu juga dan muncul laki laki itu kembali
seperti keadaan dia yang pertama.
Ketika Nabi ﷺ berdiri, Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu'anhu mengikuti laki-laki
tersebut dengan berujar "Kawan, saya ini sedang bertengkar dengan ayahku
dan saya bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh, ijinkan
saya tinggal di tempatmu hingga tiga malam". "Tentu", jawab laki-laki tersebut.
Anas bin Malik berkata, Abdullah Radhiyallahu'anhu bercerita;
Aku tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, anehnya tidak
pernah aku temukan ia mengerjakan shalat malam sama sekali, hanya saja jika ia
bangun dari tidurnya dan beranjak dari ranjangnya, lalu berdzikir kepada Allah
'azza wajalla dan bertakbir sampai ia mendirikan shalat fajar, selain itu dia
tidak pernah terdengar berbicara kecuali yang baik-baik saja.
Maka ketika berlalu tiga malam dan hampir-hampir saja saya menganggap
sepele amalannya, saya berkata :
"Wahai kawan, sebenarnya antara saya dengan ayahku sama sekali
tidak ada percekcokan dan saling mendiamkan seperti yang telah saya katakan,
akan tetapi saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda tentang dirimu tiga kali,
"akan muncul pada kalian seorang laki-laki penghuni surga, lalu kamulah
yang muncul tiga kali tersebut, maka saya ingin tinggal bersamamu agar dapat
melihat apa saja yang kamu kerjakan hingga saya dapat mengikutinya, namun saya
tidak pernah melihatmu mengerjakan amalan yang banyak, lalu amalan apa yang
membuat Rasulullah ﷺ sampai mengatakan engkau ahli surga?"
Laki-laki itu menjawab :
"Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu
lihat."
Maka tatkala aku berpaling, laki-laki tersebut memanggilku dan berkata : "Tidak ada amalan yang saya kerjakan
melainkan seperti apa yang telah kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah
mendapatkan pada diriku, rasa ingin menipu terhadap siapapun dari kaum
muslimin, dan saya juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seorang atas
kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang."
Maka Abdullah bin Amr Radhiyallahu'anhu berkata, "Inilah amalan
yang menjadikanmu sampai pada derajat yang tidak bisa kami lakukan."
TAKHRIJ HADITS :
[Diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dalam
"Al-Musannaf" (20559), Ibnu al-Mubarak dalam "Az-Zuhd"
(694), An-Nasa'i dalam "Al-Kubra" (10699), Abdul bin Hamid dalam
"Musnadnya" (1157), Adz-Dzahabi dalam "Al-Mukhtarah"
(2619), Al-Baihaqi dalam "Ash-Shu'ab" (6605), Ibnu As-Sunni dalam
"Amalul Yaum wal Lailah" (754), As-Sam'ani dalam "Adabul
Imla'" (hal. 122), dan Ibnu Abdul Barr dalam "At-Tamhid"
(6/122). Semuanya dari jalan Ma'mar dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik].
Ya, rupanya amalan sang ahli surga tersebut adalah amalan hati yang
bersumber dari hati yang bersih. Ia tak pernah memiliki keinginan menipu sesama
muslim dan ia juga tidak pernah iri dengki terhadap siapapun.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hadis ini:
Al-Haitsami dalam "Al-Majma'" (8/79) mengatakan:
" رجال أحمد رجال الصحيح "
"Para perawi
Ahmad adalah para perawi kitab hadis sahih."
Al-Mundziri dalam
"At-Targhib wa At-Tarhib" (3/348) menyatakan:
رواه أحمد بإسناد على شرط البخاري
ومسلم
"
"Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang memenuhi syarat Bukhari
dan Muslim."
Al-Bushairi dalam "Ithaf
al-Khayrat al-Maharah" (6/25) mengatakan:
"هذا إسناد صحيح على شرط البخاري ومسلم".
"Sanad ini sahih sesuai dengan syarat Bukhari dan
Muslim."
Al-Albani pada awalnya menyatakan shahih dalam "Adh-Dha'ifah" (1/25)
Jadi, menurut beberapa ulama, hadis ini dianggap sahih dengan syarat
Bukhari dan Muslim.
Namun ada lebih dari seorang ulama yang menyatakan
bahwa sanad hadits ini terdapat cacat dalam sanadnya . Seperti yang dinyatakan
ad-Daruquthni dalam al-ilal 12/204, Hamzah al-Kannaani dalam Tahfatul Asyraf
1/394, al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 5/264-265 dan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam
an-Nukat adz-Dziraaf 1/394 .
Maka hadis ini tergolong ma'lul (cacat) karena
ketidakjelasan perantara antara Az-Zuhri dan Anas radhiyallahu 'anhu. Sheikh
Al-Albani rahimahullah, setelah sebelumnya menshahihkan hadis ini, kemudian merujuk
kembali pendapatnya dengan menyatakan bahwa hadis ini lemah. [Lihat: 'Dha'if
at-Targhib' (2/247) catatan kaki (1)]."
Kesimpulannya: Hadis ini berselisih pendapat di
kalangan ulama tentang keshahihan hadis ini. Ada di antara ulama yang
menyatakan shahih, dan ada juga yang menganggapnya lemah. Beberapa pentahqiq
hadis lebih cenderung pada pendapat bahwa hadis ini lemah dan terputus. Mungkin
pendapat tentang kelemahan hadis ini lebih mendekati kebenaran dan lebih layak
diterima. Wallahu a’lam
SIAPAKAH ORANG TERBAIK DARI KALANGAN TABI’IN ?
Dia adalah Uwais bin 'Amir Al-Qorni . Beliau bukan seorang
ulama ahli fiqih, bukan seorang ahli hadist, bukan seorang ahli tafsir dan
bukan pula Ahlul Hajer wat Tahdzir , melainkan beliau adalah seorang yang
sangat sederhana, beliau berbakti kepada ibunya, beliau terjaga lisannya dan beliau
berhati bersih.
Beliau adalah penduduk Yaman dari Murod dari
kabilah Qoron , beliau seorang Tabii mukhodlrom ,
hidup sezaman dengan Nabi (SAW) tapi belum pernah ketemu .
Disebutkan bahwasanya ia meninggal bersama Ali bin Abi Tholib dalam
perang siffin (Al-Minhaj 16/94, Faidhul Qodir 3/451), sebagaimana perkataan
Yahya bin Ma’in, “Uwais terbunuh dihadapan Amirul mukminin Ali bin Abi Tholib
tatkala perang Siffin” (Al-Mustadrok 3/455 no 5716).
Nabi (SAW)
menyebutkan tentang keutamaan Uwais ,
padahal beliau (SAW) belum
pernah bertemu dengannya , sebagaimana sabda Nabi (SAW) yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1968
no 2542) dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata :
“Aku mendengar Rasulullah bersabda :
« إنَّ
خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ : أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَة ... » .
" Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan
Uwais dan ia memiliki seorang ibu…".
Subhanallah , beliau adalah Tabiin yang terbaik , padahal beliau bukan
seorang ulama yang menguasai banyak keilmuan tentang agama.
Berkata Imam An-Nawawi
:
“Ini jelas menunjukan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja
dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin
Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”, maka jawabannya, maksud mereka adalah
Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti
tafsir , hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdholan di sisi
Allah” (Al-Minhaj 16/95)
Imam Muslim dalam Sahihnya
no. 2542 meriwayatkan dari Usair bin Jabir , dia berkata:
كَانَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أُمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ:
أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ
بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مَنْ مُرَادُ، ثُمَّ مَنْ قَرَن؟ قَالَ: نَعَمْ،
قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأَتْ مِنْهُ، إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ،
قَالَ: لَكَ وَالدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُولُ: "يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أُمْدَادِ أَهْلِ
الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مَنْ قَرَنٍ، وَكَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ،
إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ
لَأَبَرَّهُ"، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَاسْتَغْفِرْ
لِي، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: "أَيْنَ تُرِيدُ؟"، قَالَ:
الْكُوفَةَ، قَالَ: أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا؟ قَالَ: أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ
النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ، قَالَ: فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقَبَّلِ حَجَّ
رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ، فَوَافَقَ عُمَرُ، فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ، قَالَ: تَرَكْتُهُ
رَثَّ الْبَيْتِ، قَلِيلَ الْمِتَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُولُ: "يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أُمْدَادِ أَهْلِ
الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مَنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا
مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ"،
فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَأَتَى أُوَيْسًا، فَقَالَ:
اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ
لِي، قَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ
لِي! قَالَ: لَقِيتَ عُمَرَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ،
فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ، قَالَ أُسَيْر: وَكُسُوتُهُ بُرْدَةٌ، فَكَانَ كُلَّمَا
رَآهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: مِنْ أَيْنَ لأُوَيْس هَذِهِ الْبُرْدَة؟.
“ Telah ada Umar bin Al-Khotthob jika datang kepadanya amdad ( pasukan
perang penolong yang datang untuk membantu pasukan kaum muslilimin dalam
peperangan ) dari negeri Yaman maka Umar bertanya kepada mereka :
“Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”, hingga akhirnya ia bertemu
dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”, ia
berkata, “Iya”.
Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod , kemudian dari Qoron ?”.
Ia berkata, “Benar”.
Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit kulit memutih (albino)
kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”. Ia berkata, “Benar”.
Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”,
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda :
(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama
pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia
pernah terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali
sebesar ukuran dirham , ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya
itu, seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah
maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia
memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) ".
Lalu Umar berkata : " oleh karenanya mohonlah
kepada Allah ampunan untukku !".
Maka Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar .
Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”, ia berkata,
“Ke Kufah (Irak)”.
Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk
kepentinganmu?”, ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih
aku sukai”.
Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka ( pemuka penduduk
Yaman ) dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar
Uwais .
Orang itu berkata : “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit
harta”.
Umar berkata : “Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda,
(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama
pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah
terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali sebesar
ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu,
seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah maka
Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia
meohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) .
Maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya : “:Mohonlah
ampunan kepada Allah untukku”.
Uwais berkata : “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan
maka ( mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
Orang itu berkata : “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,
Uwais berkata : “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan
maka (mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,
Orang itu berkata : “Engkau bertemu dengan Umar?”,
Uwais menjawab : “Iya”. Orang itu berkata : “Mohon ampunlah kepada Allah
untuk Umar”.
Lalu orang-orangpun menjadi tahu apa yang terjadi . Maka iapun pergi
(menyembunyikan diri).
Usair berkata : " Aku memberinya kain Burdah untuk menutupi tubuhnya .
Maka setiap ada orang yang melihatnya ia berkata : Darimanakah Uwais memperoleh
burdah itu?".
Dalam riwayat Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/456 no 5720) :
قَالَ: مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ
حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا. قَالَ: وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: لَا تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ،
وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ، وَنَسِيَ الثَّالِثَة.
Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu
hingga engkau melakukan untukku tiga perkara” . Ia berkata, “Apa itu?”. Uwais
berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini. Dan janganlah engkau
memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu” dan Usair
(perowi) lupa yang ketiga.
Dalam Musnad Ibnul Mubarok 1/19 no. 34 :
" فَلَمَّا فُشِيَ الْحَدِيثُ هَرَبَ فَذَهَبَ.
“Tatkala tersebar berita ( perkataan Umar tentang Uwais ) maka
iapun lari dan pergi”, yaitu karena orang-orang pada berdatangan memintanya
untuk beristigfar kepada Allah bagi mereka sebagaimana dalam musnad Abu Ya’la
Al-Maushili (1/188)
Dalam Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 :
«لَمَّا لَقِيَهُ
وَظَهَرَ عَلَيْهِ هَرَبَ فَمَا رُؤِيَ حَتَّى مَاتَ ». قَالَ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ
صَاعِدٍ: أَسَانِيدُ أَحَادِيثِ أُوَيْسٍ صَحِيحَةٌ رَوَاهَا الثِّقَاتُ عَنِ الثِّقَاتِ
وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْهَا.
" Setelah Umar menemuinya , dan beritanya muncul dipermukaan
, iapun kabur dan tidak pernah kelihatan lagi hingga ia wafat ".
Abu Muhammad bin Shaid berkata : " semua sanad hadits Uwais adalah
sahih , para perawin tsiqoot telah meriwayatkannya dari para perawi tsiqoot
juga ". ( Lihat : Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 ).
Kesimpulan :
Rosulullah (SAW) menyatakan bahwa Uwais adalah
sebaik-baiknya Tabiin , artinya beliau mengakui akan kesalihannya .
Rosulullah (SAW) mengkabarkan bahwa doa Uwais
mustajab , sabda beliau ini umum artinya doa apa saja , akan tetapi beliau
menyuruh Umar (ra) jika bertemu dengannya hanya dianjurkan agar ia memintakan
ampunan kepada Allah untuknya . Dan Umar pun melakukannnya sesuai pesan Nabi (SAW)
, yaitu hanya memintakan ampunan . Begitu pula yang dilakukan oleh selain Umar
setelah mendengar informasi darinya . Tidak ada riwayat yang menyebutkan ada
seseorang yang minta didoakan selain ampunan .
Keikhlasan Uwais dalam beribadah kepada Allah SWT tidak ada manusia yang mengetahuinya kecuali
Rosulullah (SAW) setelah Allah SWT mewahyukan
padanya . Uwais kabur dan menyembunyikan diri ketika dirinya mulai di kenal dan
orang-orang mulai berdatangan karena ingin didoakan ampunan kepada Allah .
Uwais tidak suka popularitas karena itu akan
merusak keikhlasannya dalam beribadah kepadaNya . Maka orang yang betul-betul
ikhlas membenci popularitas .
Dengan kisah dua orang
saleh di atas semoga bisa di jadikan teladan bagi kita semua di dalam
mengikhlaskan amal saleh kita , dan semoga kita semua di beri oleh Allah Ta'ala
kekuatan dan kemampuan dalam menapak tilasinya . Amiiin !
KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK :
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata :
“Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan
diri di hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan
yang dia miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat ilmunya untuk dirinya.
Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan
menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus mengawasi
dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap saat dia
selalu introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia akan
menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa.
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih
kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan
merendahkan mereka, maka hal ini merupakan KESOMBONGAN yang paling
besar. Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan
walaupun hanya sebesar dzarrah (biji sawi). Laa haula wa laa
quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal.
75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)
0 Komentar