Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MEMASTIKAN BAHWA FIRQOH SELAIN GOLONGANNYA ADALAH AHLI NERAKA.

HUKUM MEMASTIKAN HANYA KELOMPOKNYA YANG FIRQOH NAJIYAH (Golongan Yang Selamat)

SEMENTARA YANG LAINYA ADALAH AHLI NERAKA.

Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

======

----

CUPLIKAN SINGKAT DARI ARTIKEL INI :

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

"فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."

"Banyak orang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang mudah memvonis berdasarkan prasangka dan hawa nafsu, lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada golongan yang diikutinya dan setia kepadanya adalah sebagai ahli sunnah wal jamaah.

Lalu dia memvonis orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.

Ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata". [[ Majmu’ al-Fatawa 3/346]]

Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:

مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ

"Selama seorang hamba berprasangka bahwa orang lain itu lebih buruk dari dirinya, maka dia orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]

KEKHAWATIRAN RASULULLAH : 

Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah  telah bersabda:

"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".

Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.

Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"

Rasulullah  menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."

[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .

Derajat keshahihan hadits :

Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"

LARANGAN MENGKLAIM AHLI NERAKA TERHADAP SESAMA MUSLIM:

Syari'at Islam melarang seseorang mengklaim "ahli neraka" terhadap sesama muslim, meskipun yang nampak darinya sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga berdasarkan yang nampak di mata. Sebagaimana diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

“Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah , di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau pernah berkata kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Lelaki tua itu menjawab: Aku adalah Abu Hurairah.

Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah  bersabda:

"كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "

قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari mereka adalah orang yang tekun beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya orang yang hobbi berbuat dosa (pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu mengawasi pendosa itu berbuat dosa lalu ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati pendosa itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah SWT lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i) 

LEBIH BAIK MENGKLAIM DIRI SENDIRI AHLI NERAKA :

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi bersabda:

"كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي ثُمَّ اطْحَنُونِي ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ فَأَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَقَالَ اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ ".

"Ada seseorang yang melampaui batas atas dirinya (banyak dan berlebihan dalam berbuat dosa) dan ketika kematiannya sudah hampir tiba, maka dia berpesan kepada anak-anaknya;

"Jika nanti aku meninggal dunia, bakarlah jasadku lalu tumbuklah menjadi debu kemudian terbangkanlah pada angin. Demi Allah, seandainya Rabbku telah menetapkan pasti aku akan disiksa dengan siksaan yang tidak akan ditimpakan kepada seorangpun" .

Ketika orang itu meninggal dunia, perintahnya pun dilaksanakan. Kemudian Allah memerintahkan bumi dengan berfirman: "Kumpulkanlah apa yang ada padamu".

Maka bumi melaksanakan perintah Allah dan orang tadi berdiri menghadap, lalu Allah Ta'ala bertanya kepadanya: "Apa yang mendorongmu melakukan itu?".

Orang itu menjawab: "Wahai Rabb, karena aku takut kepada-Mu". Allah Ta'ala pun mengampuninya".

Dan perawi yang lain berkata; "Karena takut kepada-Mu, wahai Rabb". (menggunakan kata khauf sebagai ganti kata khasyyah). [[ HR. [ Bukhori no. 7508 dan Muslim no. 2756]]

Syeikul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang hadits ini dengan mengatakan :

" Orang ini meragukan kekuasaan Allah dan ragu bahwa Allah akan memulihkannya jika jenazahnya tercerai-berai. Bahkan dia berkeyakinan bahwa dia tidak akan dibangkitkan, yang mana itu adalah merupakan kekufuran menurut kesepakatan umat Islam. Akan tetapi dia itu bodoh dan tidak tahu tentang itu. Namun demikian , dia adalah seorang mukmin yang takut bahwa Allah akan mengazab-nya, maka Allah memaafkannya dan mengampuninya karena itu. 

Dengan demikian : Seorang penta'wil yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihaad dan dia tulus dalam keinginannya untuk mengikuti Rasul maka dia lebih pantas mendapatkan pengampunan daripada orang seperti dalam hadits itu". [Akhiri kutipan ]. (Majmu’ Fataawaa Ibn Taymiyyah, 3/231)

[CUPLIKAN SELESAI)

======

DAFTAR ISI :

  1. PENDAHULUAN
  2. MACAM-MACAM LAFADZ HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM MENJADI BEBERAPA GOLONGAN
  3. MACAM LAFADZ YANG PERTAMA : HADITS “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU JEMAAH “.
  4. MACAM LAFADZ HADITS YANG KEDUA : LAFADZNYA “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU YANG DIATAS JALANKU DAN SAHABATKU “.
  5. MACAM LAFADZ HADITZ KETIGA : HADITS “ SEMUANYA DI SYURGA KECUALI SATU , YAITU ZINDIQ “.
  6. PERBEDAAN ULAMA TENTANG MANA YANG LEBIH SHAHIH : SEMUANYA AHLI NERAKA KECUALI SATU ? ATAU SEMUANYA AHLI SYURGA KECUALI SATU ?
  7. MACAM LAFADZ HADITS KE EMPAT : HADITS “ TANGAN ALLAH BERSAMA JEMAAH”.
  8. HADITS TENTANG FIRQOH [GOLONGAN] YANG TERBURUK:
  9. HUKUM MEMASTIKAN BAHWA GOLONGANNYA ADALAH FIRQOH NAJIYAH. SEMENTARA YANG LAIN ADALAH AHLI NERAKA .
  10. FATWA IBNU TAIMIYAH : TENTANG LARANGAN MEMASTIKAN BAHWA SELAIN GOLONGAN-NYA ADALAH AHLI NERAKA.
  11. FATWA SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH : TENTANG LARANGAN MELAKNAT , MENGKAFIRKAN DAN MENG-AHLI BID'AH-KAN ORANG TERTENTU
  12. PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT :
  13. KECAMAN SYEIKH SHOLEH AL-FAUZAAN TERHADAP ORANG YANG SUKA MENG-AHLI BID’AHKAN ATAU MENGKAFIRKAN ORANG LAIN:
  14. SIKAP SYEIKH AL-ALBANI TERHADAP ULAMA YANG TAK SENGAJA MENYELISIHI SUNNAH:
  15. FATWA PARA ULAMA AL-LAJNAH AD-DAAIMAH :
  16. HUKUM BERTAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH IJTIHAD:
  17. FATWA SYEIKH AL-ALBAANI BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:
  18. TIDAK SEMUA YANG TERJERUMUS DALAM SUATU BID'AH DIKATAKAN AHLI BID'AH
  19. HUKUM SALAH DALAM BERIJTIHAD :
  20. KISAH PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA NABI DAUD DAN NABI SULAIMAN
  21. PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT
  22. NABI KADANG SALAH DALAM BERIJTIHAD
  23. IJTIHAD NABI DAN SARANNYA YANG DITOLAK SAHABAT :
  24. LARANGAN BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT :
  25. NABI HANYA MELARANG AMALAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN DAN SIKAP SAHABAT YANG BERPOTENSI MEMECAH BELAH UMAT
  26. NABI MEMBIARKAN AMALAN SAHABAT YANG TIDAK MEMBERATKAN BAHKAN TERKADANG MEMUJINYA
  27. HADITS-HADITS NABI  BUKAN ALAT UNTUK MEMECAH BELAH, MELAINKAN UNTUK MENYATUKAN UMAT.
  28. PADA MASA NABI , ISLAM SANGAT MUDAH DAN SEDERHANA, MESKI BELUM ADA KITAB-KITAB HADITS .
  29. AWAL MULAI PENULISAN KITAB HADITS:
  30. HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN
  31. WASPADALAH TERHADAP KEBUSUKAN MANHAJ KHAWARIJ. DALIL ATAS ORANG KAFIR MEREKA TIMPAKAN KEPADA UMAT ISLAM AGAR PECAH BELAH  .
  32. PEMECAH BELAH UMAT ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM
  33. NERAKA BAGI PARA DA’I DAN AHLI IBADAH YANG TIDAK BISA MENJAGA LISANNYA DARI HAL YANG MENIMBULKAN KEBENCIAN DAN PERPECAHAN
  34. MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH DARINYA : KARENA TAKUT AKAN KEBUSUKAN MULUTNYA .
  35. CIRI AHLI SYURGA MEMILIKI HATI YANG BERSIH, MESKI IBADAHNYA BIASA SAJA.
  36. SIAPAKAH ORANG TERBAIK DARI KALANGAN TABI’IN ?
  37. KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK:

===================

بسم الله الرحمن الرحيم

*******************

PENDAHULUAN

Allah SWT berfirman :

ذٰلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِّنَ الْعِلْمِۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖۙ وَهُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدٰى

Itulah kadar ilmu mereka. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. [QS. An-Najm : 32]

Dan Allah SWT berfirman :

فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى

Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia lebih mengetahui tentang orang yang bertakwa. [QS. An-Najm : 32].

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi , beliau bersabda,

"لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ "

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji Sawi“. (HR. Muslim no. 91).

Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:

مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ

"Selama seorang hamba menyangka bahwa orang lain itu lebih buruk darinya, maka dia orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang dan berperang untuk menegakkan agama Allah dalam keadaan bersatu seperti bangunan yang kokoh dan kuat .

Allah SWT berfirman :

﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ﴾

"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". [QS. Ash-Shoff : 4]

Dan Allah SWT berfirman :

{ وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ}

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka [musuh umat Islam] kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya”.(QS. Al-Anfal: 60)

Dan Allah SWT berfirman :

﴿وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾

Dan kalian taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian saling berselisih [saling mengklaim] sehingga keberanian kalian menjadi surut [gentar menghadapi musuh], lalu kekuatan kalian menjadi hilang. Dan bersabarlah kalian. Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar. [QS. Al-Anfaal : 46].

Yakni : Janganlah kalian saling berdebat satu sama lain, saling mengklaim, saling berbantah-bantahan dan saling bertengkar ; karena itu semua akan mengakibatkan kelemahan, kepengecutan, dan berkurangnya kekuatan.

Berjuanglah dengan semangat yang penuh ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi musuh karena Allah mendukung dan membantu orang yang tabah, ulet, gigih dan sabar.

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

"الْزَمُوا هَذِهِ الطَّاعَةَ وَالْجَمَاعَةَ، فَإِنَّهُ حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ، وَأَنَّ مَا تَكْرَهُونَ فِي الْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّونَ فِي الْفُرْقَةِ

"Berpegang teguhlah kalian pada ketaatan dan jamaah [kaum muslimin dalam persatuan], karena keduanya adalah tali Allah yang Dia perintahkan. Dan sesungguhnya apa yang kalian benci dalam jamaah, itu lebih baik daripada apa yang kalian sukai dalam perpecahan."

[HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 8760 dan At-Tabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (8973)].

Al-Hakim berkata :

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ

"Hadis ini dianggap sahih sesuai dengan syarat kedua syaikh (Imam Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengeluarkannya".

Dan Allah SWT berfirman :

﴿ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ * مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ 

Kembalilah kalian dengan bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kalian kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, Yaitu : orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [QS. Ruum : 31-32].

Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah [wafat 101 H] pernah mengatakan:

" مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمْ يَخْتَلِفُوا ؛ لِأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ".

"Tidaklah membuat hatiku senang jika para sahabat Muhammad  tidak pernah berbeda pendapat ; Karena jika mereka tidak pernah berbeda pendapat, maka tidak akan pernah ada rukhshoh [kelonggaran dalam berijtihad. Namun demikian mereka tetap tidak berpecah belah]. " .

Riwayat ini juga diceritakan oleh beberapa ulama salaf dengan makna yang sama.

Lihatlah kitab "Kasyf al-Khofaa" (Thaha), serta lihat juga "Al-Maqoshid al-Hasanah" dan "Al-Jami' ash-Shoghir" beserta penjelasannya, dan masih banyak lagi.

Juga perhatikan perkataan Imam al-Khatib – semoga Allah merahmatinya – dalam "A'lam al-Hadits" (1:219-221).

MACAM-MACAM LAFADZ HADITS 
TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM MENJADI BEBERAPA GOLONGAN

*****

MACAM LAFADZ YANG PERTAMA :
HADITS “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU, YAITU JEMAAH “.

Dari Muawiyah bin Abi Sufyan, semoga Allah meridhai keduanya, ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda :

" أَلَا إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ، ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ ".

'Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Ahlul Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan. Sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan, yang mana 72 golongan di antaranya berada dalam neraka dan 1 golongan di surga, yaitu jamaah (golongan terbesar yang bersatu).'"

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (4597), Al-Hakim (443) dan dianggap sahih, serta dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam "Takhrij Al-Kashaf" (halaman 63), dan dihasankan oleh Ibnu Taymiyyah dalam "Majmu' Al-Fatawa" (3/345), juga disahihkan oleh Asy-Syathibi dalam "Al-I'tisham" (1/430), dan Al-Iraqi dalam "Takhrij Al-Ihya" (3/199). 

Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dengan berbagai jalur sanad.

Dari Abu Amir Al Hauzani dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan , Bahwasanya saat sedang bersama kami ia berkata :

أَلَا إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِينَا فَقَالَ أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ

"Ketahuilah, ketika sedang bersama kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al Jama'ah."

Ibnu Yahya dan Amru menambahkan dalam hadits keduanya :

"Sesungguhnya akan keluar dari umatku beberapa kaum yang saling berjalan mengikuti hawa nafsunya seperti anjing mengikuti tuannya."

Amru berkata :

"Seekor anjing akan selalu lekat dengan tuannya, yang jika ada urat atau sendi [tulang] bersamanya pasti dia akan mengikutinya."

["HR. Abu Dawud (4597) lafazh (teks)  hadits tersebut adalah miliknya, serta Ahmad (16937) dengan perbedaan yang kecil. Di hasankan oleh al-Albani dalam shahih Abu Daud].

Dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i radhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :

افترقتِ اليَهودُ علَى إحدَى وسبعينَ فرقةً فواحدةٌ في الجنَّةِ وسبعونَ في النَّارِ وافترقتِ النَّصارى علَى ثِنتينِ وسبعينَ فرقةً فإحدَى وسبعونَ في النَّارِ وواحدةٌ في الجنَّةِ والَّذي نفسُ محمَّدٍ بيدِهِ لتفترِقَنَّ أمَّتي علَى ثلاثٍ وسبعينَ فرقةً واحدةٌ في الجنَّةِ وثِنتانِ وسبعونَ في النَّار قيلَ يا رسولَ اللَّهِ مَن هم قالَ الجماعَةُ

"Yahudi telah terbagi menjadi 71 firqoh [golongan], dengan 1 firqoh berada di surga dan 70 firqoh [golongan] berada di neraka.

Sementara itu, orang-orang Nasrani terbagi menjadi 72 firqoh [golongan], yang mana 1 firqoh [golongan] berada di surga dan 71 firqoh [golongan] berada di neraka.

Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh umatku akan terbagi menjadi 73 firqoh [golongan], yang mana 1 firqoh [golongan] berada di surga dan 72 firqoh [golongan] berada di neraka." Ketika ditanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka?" Beliau menjawab, "Mereka adalah jamaah [golongan terbesar yang senantiasa menjaga persatuan]." [HR. Ibnu Majah 3241. Di shahihkan al-Albaani ].

Dari Anas Bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :

إنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

"Sesungguhnya Bani Israel terbagi menjadi 71 kelompok, dan sesungguhnya umatku akan terbagi menjadi 72 kelompok, semuanya berada di dalam neraka kecuali satu, yaitu al-Jamaah [golongan terbesar yang bersatu]."

[HR. Ibnu Majah (3993), Ahmad dalam al-Musnad (3/145), dan Abu Ya'la dalam Musnadnya (7/154) dan Abdul Razzaq dalam Musannafnya (10/155) dengan perbedaan yang sedikit.

Di shahihkan al-‘Iraaqi dalam al-Baa’its ‘Alaa al-Khalaash no. 16] dan Juga oleh al-Albaani dalam Ta

Al-Albani berkata di catatan kaki kitab Al-Sunnah karya Ibn Abi 'Aasim (1/32) :

«حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، عَلَى ضَعْفٍ فِي هِشَامِ بْنِ عَمَّارٍ، لَكِنَّهُ قَدْ تُوبِعَ كَمَا يَأْتِي. وَالْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادِ الْمُصَنَّفِ هَذَا وَصَحَّحَهُ الْبُصَيْرِيُّ. وَالْحَدِيثُ صَحِيحٌ قَطْعًا لِأَنَّ لَهُ سِتَّ طُرُقٍ أُخْرَى عَنْ أَنَسٍ وَشَوَاهِدَ عَنْ جَمَعٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.»

' hadits ini sahih dan perawinya adalah thiqat (tepercaya), meskipun ada kelemahan dalam Hisham bin 'Ammar, namun ada mutaba’ah (diperkuat) seperti yang akan dijelaskan.  hadits ini disampaikan oleh Ibnu Majah dengan sanad penyusun (Ibnu Abi ‘Ashim) ini, dan Al-Bushairi menshahihkan  hadits tersebut.  hadits ini shahih secara qoth’i [pasti] karena memiliki enam jalur lain dari Anas dan bukti-bukti dari sejumlah sahabat.'"

Dan diriwayatkan pula bahwa kelompok yang selamat adalah "al-Jama'ah" dari Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas [Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr al-Marwazi dalam al-Sunnah (halaman 22) melalui jalur Musa bin 'Ubaydah al-Rabadhi.]

******

MACAM LAFADZ HADITS YANG KEDUA :
LAFADZNYA “ SEMUANYA DI NERAKA KECUALI SATU , YAITU YANG DIATAS JALANKU DAN SAHABATKU “.

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :

ليأتينَّ على أمَّتي ما أتى على بني إسرائيل حَذوَ النَّعلِ بالنَّعلِ، حتَّى إن كانَ مِنهم من أتى أُمَّهُ علانيَةً لَكانَ في أمَّتي من يصنعُ ذلِكَ، وإنَّ بَني إسرائيل تفرَّقت على ثِنتينِ وسبعينَ ملَّةً، وتفترقُ أمَّتي على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً، كلُّهم في النَّارِ إلَّا ملَّةً واحِدةً، قالوا : مَن هيَ يا رسولَ اللَّهِ ؟ قالَ : ما أَنا علَيهِ وأَصحابي

"Sungguh suatu saat akan terjadi pada umatku apa yang terjadi pada Bani Israel, langkah demi langkah seperti jejak sandal mengikuti jejak sandal. Sehingga, ketika di antara mereka ada yang berzina terang-terangan, maka di dalam umatku akan ada orang yang melakukan hal serupa.

Sesungguhnya Bani Israel terbagi menjadi 72 sekte, dan umatku akan terbagi menjadi 73 sekte, semuanya berada dalam neraka kecuali 1 sekte." Mereka bertanya, "Siapakah mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Mereka adalah yang berjalan diatas apa yang aku dan para sahabatku lakukan."

[HR. at-Tirmidzi (2641), ath-Thabarani (14/53) (14646), dan al-Hakim (444).

SANADNYA DHA’IF [LEMAH]

At-Tirmidzi no. (2641) berkata:

"هَذَا حَدِيثٌ مُفَسَّرٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِثْلَ هَذَا إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ ".

'Ini adalah  hadits sebagai penafsir , aneh, asing, kami tidak mengetahuinya kecuali dari sudut pandang ini.'

Al-Haitsami dalam al-Majma’ 1/189 berkata :  

"فِيهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ. قَالَ الْعَقِيْلِيُّ: لَا يُتَابَعُ عَلَى حَدِيثِهِ هَذَا وَقَدْ ذَكَرَهُ ابْنُ حَبَّانَ فِي الثِّقَاتِ".

"Dalam riwayat ini terdapat Abdullah bin Sufyan. Al-'Uqaili berkata: Tidak ada mutaaba’ah [penguat] atas  haditsnya ini. Namun dia disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab "Ath-Thiqat" (Kitab Orang-orang Terpercaya)."

Sa’ad bin Fawaaz ash-Shumail dalam Takhrij hadits Syarah al-Aqidah al-Washithiyyah lil Utsaimin 1/50 berkata :

"رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ (2641) / كِتَابُ الْإِيمَانِ / بَابُ مَا جَاءَ فِي افْتِرَاقِ هَذِهِ الْأُمَّةِ. وَاللَّالِكَائِيُّ فِي "شَرْحِ السُّنَّةِ" (147)، وَالْحَاكِمُ (1/ 129) وَالْآجُرِّيُّ (15 وَ16)، مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا بِإِسْنَادٍ فِيهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْادِ بْنِ أَنْعَمَ الإِفْرِيقِيِّ، وَهُوَ ضَعِيفٌ لِسُوءِ حِفْظِهِ، وَلَكِنَّ لِلْحَدِيثِ شَاهِدٌ مِنْ أَنَسِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي "الضَّغِيْرِ" (724)، وَالْعَقِيْلِيُّ فِي "الضَّعَفَاءِ" (2/ 262)، وَبِهِ يَرْتَقِي إِلَى دَرَجَةِ الْحَسَنِ".

"Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2641) dalam Kitab Al-Iman, Bab Mengenai Perpecahan Umat Ini. Juga diriwayatkan oleh al-Lalika'i dalam "Syarh As-Sunnah" (147), al-Hakim (1/129), dan al-Ajri (15 dan 16), dari  hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma dengan sanad yang mengandung Abdul Rahman bin Ziyad bin An'am al-Afriqi, yang dinilai sebagai perawi yang lemah karena buruk hafalannya.

Namun,  hadits ini memiliki syahid (pendukung) dari Anas radhiyallahu 'anhu, yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam "Al-Awsat" (724) dan al-'Uqaili dalam "Adh-Dhu'afa" (2/262), dan dengannya  hadits ini mencapai derajat hasan."

Namun dihasankan oleh Ibnu al-Arabi dalam "Ahkam al-Qur'an" (3/432), Al-Iraqi dalam "Takhrij al-Ihya" (3/284), dan Al-Albani dalam "Sahih Sunan at-Tirmidzi."

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :

افتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، قِيلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي".

"Yahudi terbagi menjadi 71 firqoh [golongan], dan Nasrani terbagi menjadi 72 firqoh [golongan].

Umat ini akan terbagi menjadi 73 firqoh [golongan], semuanya berada dalam neraka kecuali satu. Mereka bertanya, 'Siapakah mereka, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berada pada apa yang aku dan para sahabatku berada.'"

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Ausath (8/22) dari  hadits Anas - radhiyallahu 'anhu - dan beliau berkata :

"لَمْ يَرُو هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ الْمَدَنِيُّ، وَيَاسِينُ الزِّيَاتُ."

'Tidak diriwayatkan  hadits ini dari Yahya bin Sa'id kecuali oleh Abdullah bin Sufyan al-Madani dan Yasin az-Zayyaat".

Disebutkan pula oleh Syeikh Bin Baaz dalam Majmu’ Fatawaa 4/264 . Namun Penulis belum menemukan sanadnya kepada Nabi .

Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan :

يا معشرَ العرَبِ واللَّهِ لئن لَم تقوموا بما جاءَ بهِ نبيُّكم لَغيرُكُم منَ النَّاسِ أَحرى أن لا يقومَ بهِ إنَّ رسولَ اللَّهِ قامَ فينا يومًا ، فذَكَرَ أنَّ أَهْلَ الكتابِ قبلَكُمُ افتَرَقوا علَى اثنتينِ وسبعينَ فرقةً في الأَهْواءِ ألا وإنَّ هذِهِ الأمَّةَ ستَفترِقُ علَى ثلاثٍ وسَبعينَ فرقةً في الأَهْواءِ

"Wahai para orang Arab, demi Allah, jika kalian tidak mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi kalian, maka orang-orang selain kalian lebih berhak untuk tidak mengikuti. Sesungguhnya Rasulullah suatu hari pernah berdiri di tengah-tengah kita, lalu beliau menyebutkan bahwa umat sebelum kalian, yaitu Ahlul Kitab, telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua golongan karena mengikuti hawa nafsu. Ketahuilah bahwa umat ini akan terpecah-belah menjadi tiga puluh tujuh golongan karena mengikuti hawa nafsu."

[Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4597) dan Ahmad (16937) dengan panjang lebar dan sedikit perbedaan. Dinyatakan Shahih Lighoirihi oleh al-Albaani dalam Takhrij Kitab as-Sunnah no. 69]. 

Dari ‘Auf bin Malik bahwa Rasulullah bersabda :

»سَتَفْتَرِقُ أُمّتي علَى بِضْعِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، أَعْظَمُها فِرْقَةُ قَوْمٍ يقيسونَ الأُمورَ بِرَأْيِهِمْ فَيُحَرّمونَ الْحلالَ وَيُحَلّلونَ الْحرامَ«

"Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh lebih banyak golongan, yang paling besar di antaranya adalah golongan orang yang melakukan analogi hukum masalah-masalah  berdasarkan pendapat mereka sendiri, lalu mereka mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram."

"[ hadits] diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam 'Kashf al-Astār' (1/98), dan At-Tabarani dalam 'Al-Kabir', dan Al-Baihaqi dalam 'Al-Madkhal' (halaman 188), serta Ibnu Batta dalam 'Al-Ibana al-Kubra' (1/227). Al-Hakim juga meriwayatkannya dalam 'Al-Mustadrak' sesuai syarat Shahih Bukhari (4/477) dan dia menyatakan bahwa  hadits ini shahih sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim). Juga diriwayatkan olehnya dalam (3/631) dan dia mengatakan: “bahwa  hadits ini shahih sesuai syarat dua syaikh”.

Al-Haithami berkata : 'Perawi  hadits ini adalah perawi  hadits yang shahih.'

Meskipun demikian, Bukhari tidak menggunakan Na'im bin Hammad sebagai hujjah, melainkan dia meriwayatkan darinya dengan bukti-bukti lain.

Na'im, meskipun diakui sebagai perawi yang tepercaya oleh para imam Ahlussunnah, tetapi dia memiliki banyak wahm [kesalahpahaman].

Hadits ini dikritik oleh sekelompok ulama karena riwayat tunggal.

Namun hadits ini memiliki sejumlah mutaab’ah dari para perawi yang lemah, seperti yang diisyaratkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, Al-Mizi, Ibnu 'Adiy, dan yang lainnya. Meskipun demikian tetap saja mereka tidak menshahihkannya . Dan Ibnu Hazm menguatkan akan ketidak shahihan  hadits ini oleh karena itu dia menolak analogi (qiyas)."

******

MACAM LAFADZ HADITS KETIGA :
HADITS “SEMUANYA DI SYURGA KECUALI SATU, YAITU ZINDIQ“.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu bahwa Nabi bersabda :

«‌تَفَرَّقُ ‌أُمَّتِي ‌عَلَى ‌سَبْعِينَ ‌أَوْ ‌إِحْدَى ‌وَسَبْعِينَ ‌فِرْقَةً ، ‌كُلُّهُمْ ‌فِي ‌الْجَنَّةِ ‌إِلَّا ‌فِرْقَةً ‌وَاحِدَةً» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الزَّنَادِقَةُ وَهُمُ الْقَدَرِيَّةُ "

"Umatku akan terbagi menjadi 70 atau 71 kelompok, semuanya berada di dalam surga kecuali satu kelompok." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa mereka?" Beliau bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang menyimpang (zindiqah), yaitu kelompok Qadariyah."

Diriwayatkan oleh Al-’Uqailiy dalam "Adh-Dhu'afa" (4/201) melalui jalur Mu'adh bin Yasīn Az-Zayyāt, ia berkata :

حَدَّثَنَا الْأَبْرَدُ بْنُ الْأَشْرَسِ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ به مرفوعا ، ثم رواه من طريق يَاسِينَ الزَّيَّاتِ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيدٍ أَخِي يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ ، عَنْ أَنَسٍ .

"Telah menceritakan kepada kami Al-Abrad bin al-Ashras, dari Yahya bin Sa'id, dari Anas bin Malik, semoga Allah ridha dengannya, dari Nabi dengan sanad  hadits marfu'. Kemudian diriwayatkan juga melalui jalur Yasīn Az-Zayyāt, dari Sa'id bin Sa'id, saudara Yahya bin Sa'id al-Ansari, dari Anas."

Kemudian Al-‘Uqailiy berkata :

" هَذَا حَدِيثٌ لَا يَرْجِعُ مِنْهُ إِلَى صِحَّةٍ ، وَلَعَلَّ يَاسِينَ أَخَذَهُ عَنْ أَبِيهِ ، أَوْ عَنْ أَبْرِدَ هَذَ ا، وَلَيْسَ لِهَذَا الْحَدِيثِ أَصْلٌ مِنْ حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ وَلَا مِنْ حَدِيثِ سَعْدٍ " انتهى

" hadits ini tidak memiliki dasar yang dapat dikembalikan ke dalam keadaan yang sahih. Mungkin saja Yasīn meriwayatkannya dari ayahnya atau dari Al-Abrad.  hadits ini tidak memiliki dasar dari riwayat Yahya bin Sa'id maupun dari riwayat Sa'd."

Selanjutnya, Sheikh al-Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah merahmatinya, berkata :

"هذَا الْحَدِيثُ لَا أَصْلَ لَهُ، بَلْ هُوَ مَوْضُوعٌ كَذِبٌ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْحَدِيثِ، وَلَمْ يَرْوِهِ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ الْمَعْرُوفِينَ بِهَذَا اللَّفْظِ. بَلْ الْحَدِيثُ الَّذِي فِي كُتُبِ السُّنَّنِ وَالْمَسَانِيدِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وُجُوهِ أَنَّهُ قَالَ: (سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ ، وَاثْنَتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ)". "انْتَهَى مِنْ "بُغْيَةِ الْمُرْتَادِ" (ص 337).

" hadits ini tidak memiliki dasar, malahan itu adalah  hadits palsu yang sepakat ditolak oleh ahli ilmu  hadits. Tidak ada satu pun dari ahli  hadits terkenal yang meriwayatkannya dengan redaksi ini. Sebaliknya,  hadits yang terdapat dalam kitab-kitab sunan dan musnad dari Nabi menyatakan, 'Umatku akan terbagi menjadi tujuh puluh tiga kelompok, satu di dalam surga dan tujuh puluh dua di dalam neraka.'" [Diambil dari "Bughyat al-Murtaad" (halaman 337)].

Ibnu al-Jawzi telah menyebutkannya dalam "Al-Mawdu'at" (1/268) dari berbagai jalur, dan beliau mengatakan :

"هَذَا الحَدِيث لَا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ... إلخ ".

" hadits ini tidak sah dari Rasulullah .. dan seterusnya."

Al-Albani, semoga Allah merahmatinya, berkata :

"وَهَذَا الْمَتْنُ الْمَحْفُوظُ [يَعْنِي: (كلهم في النار إلا واحدة)] قَدْ وَرَدَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ، مِنْهُمْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَدْ وَجَدْتُ لَهُ عَنْهُ وَحْدَهُ سَبْعَ طُرُقٍ، وَذَلِكَ مِمَّا يُؤَكِّدُ بِطَلَانِ الْحَدِيثِ بِهَذَا اللَّفْظِ الَّذِي تَفَرَّدَ بِهِ أُولَئِكَ الضُّعَفَاءِ، وَخَاصَّةً يَاسِينَ الزِّيَاتِ هَذَا، فَقَدْ خَالَفَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ: عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ، فَرَوَاهُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَنَسٍ بِاللَّفْظِ الْمَحْفُوظِ" انْتَهَى. "سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الضَّعِيفَةِ" (3/ 126)

"Matn (teks) yang terlestarikan, yaitu 'semuanya di dalam neraka kecuali satu,' telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, termasuk Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu. Saya menemukan tujuh jalur riwayat dari Anas bin Malik sendiri yang menguatkan kelemahan  hadits ini dengan redaksi yang dipilih oleh orang-orang lemah, terutama Yasin Az-Zayyat. Namun, pendapat ini disanggah oleh orang yang lebih baik darinya, yaitu Abdullah bin Sufyan, yang meriwayatkannya dari Yahya bin Sa'id dengan redaksi yang terjaga." [Selesai.] [[Dari "Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah" (3/126)]].

Al-Albani juga mengatakan dalam "Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah" (1035): "Mawdu'  [palsu] dengan redaksi ini."

Akan tetapi  hadits ini dianggap shahih oleh al-Basyaari dalam kitabnya "Ahsan at-Taqaasim" (halaman 39).

Al-Bashari adalah salah satu penjelajah terkenal dan seorang ahli geografi terkemuka pada masanya. Ia meninggal pada akhir abad keempat Hijriah atau awal abad kelima Hijriah. Namun, ia bukanlah seorang ulama  hadits sehingga pendapatnya tidak seharusnya mendahului pendapat para imam  hadits.

=====

PERBEDAAN ULAMA TENTANG MANA YANG LEBIH SHAHIH :
SEMUANYA AHLI NERAKA KECUALI SATU ?
ATAU SEMUANYA AHLI SYURGA KECUALI SATU ?

Saya temukan bahwa para ulama berselisih pendapat dalam  hadits ini;

Ada di antara mereka yang menganggapnya sahih, seperti Abu Dawud, Al-Hakim, Ibnu Hajar, Ibnu Taymiyyah, Ath-Thabarani, At-Tirmidzi, dan lain-lain karena variasi dalam riwayat  hadits.

Namun, ada di antara mereka yang meragukan tambahan "semuanya di dalam neraka kecuali satu" seperti Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, dan Muhammad bin Ibrahim Al-Wazir.

Mereka menyatakan bahwa salah satu perawi  hadits ini adalah seorang Nashibi (kelompok anti-Ahlul Bait).

Adapun Imam Muhammad bin Ahmad Al-Bashari Al-Maqdisi, maka ia meriwayatkan  hadits ini dengan tambahan :

"كُلُّهُمْ فِي الْجَنَّةِ إِلَّا فِرْقَةً وَاحِدَةً".

"semuanya di dalam surga kecuali satu"

Dan dia juga menyebutkan riwayat :

كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً

"semuanya di dalam neraka kecuali satu".

Kemudian ia menyatakan: "Riwayat yang kedua lebih terkenal, sedangkan yang pertama lebih sahih sanadnya."

Asy-Syawkani dalam "Tafsir"nya (2/68) menyebutkan  hadits ini "semuanya di dalam neraka kecuali satu" dan mengatakan,

"أَمَّا زِيَادَةُ كَوْنِهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً ، فَقَدْ ضَعَّفَهَا جَمَاعَةٌ مِنَ الْمُحَدِّثِينَ، "بَلْ قَالَ ابْنُ حَزَمٍ: إِنَّهَا مَوْضُوعَةٌ" " انتهى

"Tentang tambahan 'semuanya di dalam neraka kecuali satu,' telah dilemahkan oleh sejumlah ulama  hadits, bahkan Ibn Hazm mengatakan: 'Ini adalah  hadits yang dipalsukan.'"

Al-Albani meresponsnya dengan mengatakan :

"وَلَا أَدْرِي مَنِ الَّذِينَ أَشَارَ إِلَيْهِم بِقَوْلِهِ: " جَمَاعَةٌ ... " فَإِنِّي لَا أَعْلَمُ أَحَدًا مِنَ الْمُحَدِّثِينَ الْمُتَقَدِّمِينَ ضَعَّفَ هَذِهِ الزِّيَادَةِ، بَلْ إِنَّ الْجَمَاعَةَ قَدْ صَحَّحُوهَا، وَقَدْ سَبَقَ ذِكْرُ أَسْمَائِهِم، وَأَمَّا ابْنُ حَزَمٍ فَلَا أَدْرِي أَيْنَ ذَكَرَ ذَلِكَ، وَأَوَّلُ مَا يَتَبَادَرُ لِلذِّهِنِ أَنَّهُ فِي كِتَابِهِ " الْفَصْلُ فِي الْمِلَلِ وَالنَّحْلِ " وَقَدْ رَجَعْتُ إِلَيْهِ، وَقَلَّبْتُ مَظَانَّهُ فَلَمْ أَعْثُرْ عَلَيْهِ، ثُمَّ إِنَّ النَّقْلَ عَنْهُ مُخْتَلَفٌ، فَابْنُ الْوَزِيرِ قَالَ عَنْهُ: " لَا يَصِحُّ "، وَالشَّوْكَانِيُّ قَالَ عَنْهُ: " إِنَّهَا مَوْضُوعَةٌ "، وَشَتَّانٌ بَيْنَ النَّقْلَيْنِ كَمَا لَا يَخْفَى، فَإِنْ صَحَّ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ حَزَمٍ، فَهُوَ مَرَدُودٌ مِنْ وَجْهَيْنِ:

الْأَوَّلُ: أَنَّ النَّقْدَ الْعِلْمِيَّ الْحَدِيثِيُّ قَدْ دَلَّ عَلَى صَحَّةِ هَذِهِ الزِّيَادَةِ، فَلَا عِبْرَةَ بِقَوْلِ مَنْ ضَعَّفَهَا.

وَالْآخَرُ: أَنَّ الَّذِينَ صَحَّحُوهَا أَكْثَرُ وَأَعْلَمُ بِالْحَدِيثِ مِنْ ابْنِ حَزَمٍ، لَا سِيمَا وَهُوَ مَعْرُوفٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ بِتَشْدِيدِهِ فِي النَّقْدِ، فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُحْتَجَّ بِهِ إِذَا تَفَرَّدَ عِنْدَ عَدَمِ الْمُخَالَفَةِ فَكَيْفَ إِذَا خَالَفَ؟!

وَأَمَّا ابْنُ الْوَزِيرِ، فَكَلَامُهُ الَّذِي نَقَلَهُ الْكَوْثَرِيُّ يُشْعِرُ بِأَنَّهُ لَمْ يَطْعُنْ فِي الزِّيَادَةِ مِنْ جِهَةِ إِسْنَادِهَا، بَلْ مِنْ حِيثُ مَعْنَاهَا، وَمَا كَانَ كَذَلِكَ، فَلَا يَنْبَغِي الْجَزْمُ بِفَسَادِ الْمَعْنَى لِإِمْكَانِ تَوْجِيهِهِ وِجْهَةٍ صَالِحَةٍ يَنْتَفِي بِهَا الْفَسَادُ الَّذِي ادَّعَاهُ. وَكَيْفَ يُسْتَطَاعُ الْجَزْمُ بِفَسَادِ مَعْنَى حَدِيثٍ تَلَقَّاهُ كُبَارُ الْأَئِمَّةِ وَالْعُلَمَاءِ مِنْ مُخْتَلِفِ الطَّبَقَاتِ بِالْقَبُولِ وَصَرَّحُوا بِصَحَّتِهِ؟ هَذَا يَكَادُ يَكُونُ مُسْتَحِيلًا... " انْتَهَى. "سِلْسِلَةُ الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ" (1/ 409)

Saya tidak tahu kepada siapa yang dia tunjukkan dengan berkata, "sejumlah." Sebenarnya, saya tidak mengetahui seorang pun di antara para ahli  hadits yang telah melemahkan tambahan ini. Bahkan, sejumlah jemaah ahli  hadits telah menshahihkannya, dan nama-nama mereka telah disebutkan sebelumnya. Mengenai pendapat Ibn Hazm, saya tidak tahu di mana dia menyatakan hal tersebut. Saya mencari di dalam bukunya "Al-Fasl fi al-Milal wal-Nihal," tetapi saya tidak menemukannya.

Selanjutnya, ada perbedaan pendapat dalam pengutipan dari Ibnu Hazm; Ibnu al-Wazir menyatakan, "Tidak sahih," sementara Al-Shawkani mengatakan, "Itu palsu." Terdapat perbedaan besar antara kedua pendapat ini, dan jika kita menganggap Ibn Hazm benar, maka pendapatnya harus ditolak dari dua sisi:

Pertama : Penerimaan hasil ilmiah kontemporer menunjukkan keshahihan tambahan ini, dan adapun pendapat orang yang melemahkannya , maka itu tidak memiliki bobot.

Kedua : Mereka yang menshahihhkan tambahan ini lebih banyak dan lebih ahli dalam ilmu  hadits dibandingkan dengan Ibnu Hazm, terutama mengingat reputasinya yang ketat dalam memberikan kritik. Oleh karena itu, tidak tepat untuk mengandalkan pendapatnya, terutama ketika dia berselisih dengan mayoritas.

Adapun pendapat Ibn al-Wazir, perkataannya yang dikutip oleh al-Kawtsari menunjukkan bahwa dia tidak meragukan tambahan ini dari segi sanadnya, melainkan dari segi maknanya. Apabila demikian, tidak sepantasnya kita bersikeras menyatakan bahwa makna  hadits ini rusak, mengingat masih mungkin untuk menafsirkannya dengan sudut pandang yang benar, yang dapat menghilangkan keraguan yang diajukan. Bagaimana mungkin kita memastikan bahwa makna  hadits ini rusak, terutama ketika diterima oleh para imam besar dan ulama senior dari berbagai lapisan ulama, yang menyatakan keshahihan  hadits ini? Ini adalah hal yang hampir mustahil...”. [Selesai.] - Dari "Silsilah al-Ahadits as-Sahihah" (1/409).

******

MACAM LAFADZ HADITS KE EMPAT :
HADITS “ TANGAN ALLAH BERSAMA JEMAAH”.

Dari Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah bersabda :

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي - أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ﷺ - عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ."

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku - atau Dia berkata: umat Muhammad dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama dengan jama'ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka."

[HR. al-Tirmidzi (2167) dengan lafazh dari beliau, dan al-Hakim (397), serta Abu Nu'aim dalam 'Hilyat al-Awliya' (3/37) dengan sedikit perbedaan."

Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi bersabda :

"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."

"Allah tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh karena itu, ikutilah As-Sawadul A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena sesungguhnya barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka.'"

"Diriwayatkan oleh al-abarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim (391) dengan lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat' (701)."

Di shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no. 70 dan shahih Tirmidzi (2167) tanpa lafadz “مَن شذَّ”.

Dalam riwayat lain : dari Anas bin Malik (ra) :

‌إِنَّ ‌أُمَّتِي ‌لا ‌تَجْتَمِعُ ‌عَلَى ‌ضَلالَةٍ، ‌فَإِذَا ‌رَأَيْتُمُ ‌الاخْتِلافَ ‌فَعَلَيْكُمْ ‌بِالسَّوَادِ ‌الأَعْظَمِ يعني الْحَقِّ وأَهْلِهِ

“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as sawaadul a’zham yaitu al haq dan ahlul haq” .

(HR. Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana dikatakan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)

Dari Anas bin Malik Rasulullah :

إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ مِنْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melindungi ummatku dari berkumpul (bersepakat) di atas kesesatan.

[HR. adh-Dhiyaa' dalam 'Al-Ahadits al-Mukhtarrah' (2559), dan oleh Ibnu Majah (3950), serta oleh Abd bin Humaid (1218) secara panjang lebar dengan redaksi yang serupa".

Di hasankan oleh al-Albaani dalam Takhriij Kitab as-Sunnah no. 83.

Dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah (1/41 no. 82), meriwayatkan dari Sahabat Ka’ab bin ‘Ashim al-‘Asy’ari Radhiyallahu anhu.

Hadits ini dinyatakan hasan oleh syeikh al-Albaani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahihah no. 1331 setelah dikumpulkan dan digabungkan semua jalur sanadnya 

Dan diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Mas’ud secara mawquuf.

KESIMPULAN DERAJAT HADITS :

Mayoritas para ulama Ahli Hadits dan ulama lainnya sepakat bahwa hadits :

إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ

Derajatnya adalah HASAN , dikarenakan banyak nya jalur sanad dan juga banyaknya syahid penguat . Sebagaimana yang ditetapkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/384 , al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 3/298-299 dan al-Albaani dalam as-Silsilah ash-Shahihah 3/319-320 no. 1331.

Makna As-Sawadul A’dzom :

Dari Ibnu Abbaas (ra) , bahwa Nabi bersabda :

عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ، وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ، فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ

“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua orang. Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut.

Lalu diperlihatkan kepadaku Sawaadun A’dzim [sekelompok hitam yang sangat besar], aku mengira itu adalah umatku. Lalu dikatakan kepadaku, ‘itulah Nabi Musa Shallallhu’alaihi Wasallam dan kaumnya’.

Dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke arah ufuk’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar.

Dikatakan lagi, ‘Lihat juga ke arah ufuk yang lain’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar. Dikatakan kepadaku, ‘Inilah umatmu dan diantara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab’.” (HR. Bukhari 5705, 5752, Muslim, 220)

As-sawad artinya sesuatu yang berwarna hitam, dalam bentuk plural. Al-A’dzam artinya besar, agung, banyak. Sehingga as-sawaadul a’dzom secara bahasa artinya sesuatu yang berwarna hitam dalam jumlah yang sangat banyak. Menggambarkan orang-orang yang sangat banyak karena rambut mereka umumnya hitam.

Dalam terminologi syar’i, kita telah dapati bahwa as sawaadul a’dzom itu semakna dengan Al Jama’ah.

Sebagaimana penjelasan Ath-Thabari di atas :

“…Dan makna Al Jama’ah adalah as sawadul a’zham. Kemudian Ath Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud menjawab: hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan.. ” (Fathul Baari 13/37)

IMAM NASA’I MENULIS BAB DALAM KITAB SUNAN-NYA :

٦ - بَابُ قَتۡلِ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ

6. Bab : hukum bunuh bagi siapa saja yang memecah belah jemaah kaum muslimin

Lalu Nasa’i menyebutkan hadits nomor 4020, 4021, dan 4022 dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i .

Hadits no. 4020. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i. Beliau berkata:

رَأَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ عَلَى الۡمِنۡبَرِ، يَخۡطُبُ النَّاسَ، فَقَالَ: (إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ، فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ – أَوۡ: يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ -؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ فَاقۡتُلُوهُ؛ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الۡجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّ الشَّيۡطَانَ مَعَ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ يَرۡكُضُ)

Aku melihat Nabi  di mimbar berkhotbah kepada orang-orang. Beliau bersabda,

“Sesungguhnya akan terjadi sepeninggalku berbagai kerusakan, maka siapa saja yang kalian lihat dia memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin - atau dia ingin memecah belah urusan umat Muhammad  - siapa pun dia, maka bunuhlah dia ( yakni : di bawah komando pemerintah).

Sesungguhnya tangan Allah di atas al-jama’ah (kaum muslimin yang bersatu di atas kebenaran) .

Dan sesungguhnya setan berlari bersama siapa saja yang memisahkan diri dari al-jama’ah.”

[Sahih sanadnya. Diriwayatkan pula oleh Muslim secara ringkas no. 1852 . Dishahihkan oleh as-Suyuuthi dalam al-Jaami’ ash-Shoghiir no. 4656 dan oleh syeikh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 3621 dan dalam Ishlaahus Saajid no. 61]

Hadits no. 4021. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih. Beliau berkata: Nabi  bersabda :

(إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، - وَرَفَعَ يَدَيۡهِ -؛ فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ - وَهُمۡ جَمِيعٌ – فَاقۡتُلُوهُ؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ مِنَ النَّاسِ). 

“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi kerusakan, kerusakan, dan kerusakan—beliau mengangkat kedua tangannya—maka siapa saja yang kalian melihatnya ingin memecah belah urusan umat Muhammad  - padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas kebenaran) - maka bunuhlah dia (Yakni : di bawah komando pemerintah. Pen), siapa pun orang itu. 

[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]

Hadits no. 4022. [Sahih] Dengan sanadnya dari ‘Arfajah. Beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah  bersabda :

(سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ؛ فَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يُفَرِّقَ أَمۡرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ وَهُمۡ جَمۡعٌ؛ فَاضۡرِبُوهُ بِالسَّيۡفِ).

“Sepeninggalku akan terjadi kerusakan dan kerusakan. Siapa saja yang ingin memecah belah urusan umat Muhammad  padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas kebenaran), maka tebaslah dia dengan pedang (di bawah komando penguasa).”

[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]

JIKA INGIN KELAK DI TENGAH SYURGA YANG LAPANG , BERGABUNGLAH DENGAN JEMAAH KAUM MUSLIMIN :

Dari Ibnu 'Umar (ra) dia berkata;

Suatu ketika Umar (ra) menyampaikan pidato kepada kami di Jabiyyah. [Umar] berkata, "Wahai sekalian manusia, aku berdiri di tengah-tengah kalian sebagaimana posisi Rasulullah yang ketika itu juga berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda:

أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلَا يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ الشَّاهِدُ وَلَا يُسْتَشْهَدُ أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ

'Aku berwasiat kepada kalian dengan (melalui) para sahabat-sahabatku kemudian orang-orang setelah mereka dan orang-orang yang datang lagi setelah mereka ..... Hendaklah kalian selalu bersama Al Jama'ah. Dan janganlah kalian berpecah belah, karena setan itu selalu bersama dengan orang yang sendirian, sedangkan terhadap dua orang, ia lebih jauh. Barangsiapa yang menginginkan Buhbuhata Al Jannah [ditengah-tengah syurga], maka hendaklah ia komitmen untuk tetap bersama Al Jama'ah. "

[HR. Tirmidzi no. 2165 , Ahmad no. 114, al-Haakim 1/114 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/42 no. 87. Di shahihkan al-Albaani dalam shahih Tirmidzi’ dan as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim].

Abu Isa berkata;

Ini adalah hadits hasan shahih gharib bila ditinjau dari jalur ini. Dan hadits ini telah diriwayatkan pula oleh [Ibnul Mubarak] dari [Muhammad bin Suqah]. Dan telah diriwayatkan pula lebih dari satu jalur dari Umar dari Nabi .

Dari Fadhalah bin Ubaid (ra) , dia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,

ثَلاثةٌ لا تَسألْ عنهُم: رَجُلٌ فارَقَ الجَماعةَ، وعَصى إمامَه، وماتَ عاصيًا، وأمَةٌ أو عَبدٌ أبِقَ فماتَ، وامْرأةٌ غابَ عنها زَوجُها، قد كَفاها مُؤْنةَ الدُّنيا فتَبَرَّجَتْ بَعدَه، فلا تَسألْ عنهُم

وَثَلَاثَةٌ لَا تَسْأَلْ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللهَ رِدَاءَهُ، فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ".

“Ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :

** Orang yang meninggalkan jamaah [kaum muslimin] dan tidak taat pada pemimpinnya dan mati dalam keadaan masih tidak taat [pada pemimpinnya] .

** Budak wanita atau lelaki yang melarikan diri lalu mati.

** Dan wanita yang ditinggal pergi suaminya, dia telah dicukupi kebutuhan duniawinya lalu dia bersolek sepeninggal suaminya.

Maka janganlah kau tanyakan tentang mereka ini ! ."

Dan ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :

*** Orang yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan);

*** Orang yang meragukan perintah Allah.

*** Dan orang yang berputas asa dalam mengharapkan rahmat Allah.

(HR. Ahmad no. 23943, Al-Bazzar dalam "Musnad"-nya (3749), Ibnu Hibban (4559), At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/788-789), dan Al-Hakim (1/119, 206).

Hakim mengatakan, "Sesuai syarat keduanya (Bukhari-Muslim), dan saya tidak mengetahui adanya cacat”, Adz Dzahabiy membenarkannya).

Di shahihkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 39/368 no. 23943.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad" (590), Ibnu Abi 'Asim dalam "As-Sunnah" (89), (900), dan (1060), serta At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/790).

Di dalam Al-Adabul Mufrad disebutkan, "Lalu ia berhias dan pergi." Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan, "Lalu ia mengkhianati suaminya (selingkuh)," sebagai ganti, "Lalu ia berhias." (Baca : Al-Arba'un An-Nisaiyyah, hadits ke-6)

Termasuk orang yang mudah berputus asa dalam mengharapkan rahmat Allah adalah seoarang da’i yang dalam berdakwahnya terburu-buru menghajer orang yang didakwahinya ketika berkali-kali menemui kegagalan. 

Dari Abu Hurairah (ra) dari Nabi , bahwa beliau bersabda:

" مَن فارَقَ الجمَاعَةَ وخرَجَ من الطاعَةِ فماتَ فميتُتُهُ جاهليةٌ ".

"Barangsiapa memisahkan diri dari Jama'ah [kaum muslimin] dan keluar dari ketaatan [pada pemerintah] , lalu ia mati, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah.

[HR. Muslim (1848), An-Nasa'i (4114), Ibnu Majah (3948), dan Ahmad (8061) sementara lafal ini adalah miliknya].

=======

HADITS TENTANG FIRQOH [GOLONGAN] TERBURUK:

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu , dia berkata :

«تَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، شَرُّهَا فِرْقَةٌ تَنْتَحِلُ حُبَّنَا وَتَفَارِقُ أَمْرَنَا»

"Umat ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, yang paling buruk di antaranya adalah kelompok yang mengaku-ngaku mencintai kami [Ahlul Bait] tetapi meninggalkan perintah kami."

["Abu Nu'aim meriwayatkan dalam 'Hilyat al-Awliya' (5/8) dan Ad-Darqutni dalam 'Ilal-Ilalih' (4/188) dari Muhammad bin Suqah (tsiqoh / dipercaya secara sepakat) dari Abu at-Tufail (sahabat) semoga Allah meridhainya, dari Ali bin Abi Thalib semoga Allah meridhainya, dengan status Mawquf."

Dari Abdullah bin Qais (yang juga dikenal sebagai Abu Musa al-Asy'ari, semoga Allah meridhainya) berkata:

اجْتَمَعَ عِنْدَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جَاثْلِتُو [الجاثَلِيقُ: هُوَ رَئِيْسٌ لِلنَّصَارَى فِي بِلَادِ الإسْلَامِ] النَّصَارَى وَرَأْسُ الْجَالُوتِ كَبِيْرُ عُلَمَاءِ الْيَهُودِ. فَقَالَ الرَّأْسُ: «تُجَادِلُوْنَ عَلَى كَمِ افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ»؟ قَالَ: «عَلَى إحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً». فَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: «لِتَفْتَرِقَنَّ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى مِثْلِ ذَلِكَ، وَأَضَلَّهَا فِرْقَةٌ وَشَرُّهَا: الدَّاعِيَةُ إِلَيْنَا (أَهْلُ الْبَيْتِ)! آيَةُ ذَلِكَ أَنَّهُمْ يَشْتَمُوْنَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا».

Berkumpullah di hadapan Ali, semoga Allah meridhainya, Jathliyat (seorang pemimpin Nasrani di wilayah Islam) dan pimpinan Jalut, seorang ulama terkemuka di kalangan Yahudi.

Pimpinan Jalut bertanya, "Berapa banyak aliran yang telah terbagi di antara orang-orang Yahudi?"

Ali menjawab, "Tujuh puluh satu aliran." Ali kemudian berkata, "Niscaya umat ini akan terpecah belah sebanyak itu, dan kelompok yang paling sesat di antaranya, dan yang paling buruk, adalah kelompok yang mengajak-ngajak kepada kami (Ahlul Bait). Tanda keburukan mereka adalah mereka mencaci maki Abu Bakar dan Umar, semoga Allah meridhainya keduanya."

TAKHRIJ HADITS :

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam "Al-Ibanah Al-Kubra" di bab yang menyebutkan tentang perpecahan umat dalam agama mereka, dan seberapa banyak umat itu terpecah (1/1229 #254).

Dia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Ali Isma'il bin al-Abbas al-Warraq (tsoqoh/tepercaya), dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad bin al-Sabah al-Za'faranI (tsiqoh/tepercaya), dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syabbabah (tsiqoh/tepercaya), dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Suwaidah bin Salamah, bahwa Abdullah bin Qais berkata (lalu dia menyebutkan hadits tersebut).

Dan Abu Ali bin al-Abbas al-Warraq meriwayatkan darinya oleh Ad-Daraqutni dan dia dianggap tepercaya. Adz-Dzahabi berkata tentangnya: Pembawa hadits, Imam, dan Hujjah, dan Yusuf bin Umar al-Qawwas menyebutkannya dalam daftar guru-gurunya yang tepercaya.

Lihat "Tarikh Baghdad" (6/300), "Al-Muntazam" oleh Ibnu al-Jauzi (6/278), dan "Siyar A'lam an-Nubala" (15/74).

Al-Hasan bin Muhammad bin Salih al-Za'faranI, tsiqoh masyhur [tepercaya yang terkenal]. Dan Syabbabah bin Suwar (wafat tahun 204 H): kokoh Tepercaya, yang sanadnya dijadikan dasar oleh dua Syaikh (Al-Bukhari dan Muslim), sebagaimana yang disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam "Al-Ruwat al-Thiqat al-Mutakallim Fi-him bima La Yujibu" (1/107).

Artinya, sanadnya, para perawinya adalah orang-orang yang tepercaya. Meskipun nama Suwaidah bin Salamah termasuk dalam keterangan salah tulis (tash-hiif), saya tidak menemukan nama yang benar untuknya, wallhu a’lam . Bagaimanapun juga, ini dapat diterima sebagai saksi yang kuat untuk dua hadits sebelumnya.

*******

HUKUM MEMASTIKAN BAHWA GOLONGANNYA ADALAH FIRQOH NAJIYAH 
SEMENTARA YANG LAIN ADALAH AHLI NERAKA .

*******

FATWA IBNU TAIMIYAH :
TENTANG LARANGAN MEMASTIKAN BAHWA SELAIN GOLONGAN-NYA ADALAH AHLI NERAKA.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah di tanya tentang Firqoh Najiah [ golongan yang selamat dari Api Neraka] dan Firqoh Dhoollah Fin Naar [sesat ahli neraka] dari 73 firqoh yang disebutkan Nabi :

Beliau menjawab :

"الْحَمْدُ لِلَّهِ. الْحَدِيثُ صَحِيحٌ مَشْهُورٌ فِي السُّنَنِ وَالْمَسَانِدِ كَسُنَنِ أَبِي دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيِّ وَالنَّسَائِيِّ وَغَيْرِهِمْ، وَلَفْظُهُ: (افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً. وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً. وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً) وَفِي لَفْظِ: (عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً) وَفِي رِوَايَةٍ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْفِرَقِ النَّاجِيَةِ قَالَ: (مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي). وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ (هِيَ الْجَمَاعَةُ يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ) وَلِهَذَا وَصَفَ الْفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ بِأَنَّهَا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَهُمُ الْجَمْهُورُ الْأَكْبَرُ وَالسَّوَادُ الْأَعْظَمُ".

ARTINYA : " Alhamdulillah . Hadits tersebut shahih dan terkenal dalam kitab-kitab sunan dan musnad, seperti sunnah Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i dan lain-lainnya, dan redaksinya adalah:

"اِفْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً، وَسَتْفَتِرقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً ".

Umat Yahudi telah terpecah menjadi 71 kelompok. Semuanya masuk neraka, kecuali satu kelompok. Umat Nasrani terpecah menjadi 72 kelompok, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan.

Dalam teks lain disebut :

"سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ اِلَّا وَاحِدَةً".

“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu.”

Dalam teks lain disebut :

على ثلاثٍ وسبعينَ ملَّةً

" Terpecah menjadi 73 millah ".

Dalam sebuah riwayat disebutkan :

"قَالُوا: 'يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْفِرْقِ النَّاجِيَةِ؟'. فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي".

Para sahabat bertanya : “Siapakah satu golongan yang selamat itu”? Nabi menjawab : “golongan yang berjalan di atas petunjukku dan para sahabatku.”

Dan dalam riwayat lain beliau bersabda :

" هي الجَمَاعَة يدُ الله عَلَى الجَمَاعَة ".

"Ia adalah jemaah, tangan Allah diatas jemaah."

Itulah sebabnya beliau menggambarkan firqoh naajiyah [golongan yang selamat dari neraka] bahwa itu adalah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, dan mereka adalah mayoritas terbesar dan golongan terbesar. [Selesai] [ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/345]

Ada seorang ulama yang setelah menyebutkan pernyataan Ibnu Taimiyah diatas , dia berkata:

"وَالْغَرِيبُ أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا الْعَصْرِ مَنْ يَسُمُّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ مَعَ تَضَلُّيلِهِمْ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمُّوا فِرْقَتَهُم بِالْجَمَاعَةِ مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ."

(Sungguh aneh bahwa di zaman ini ada orang-orang yang menyebut dirinya Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah, padahal mereka selalu menganggap sesat semua umat Islam [yang bukan kelompoknya]. Perhatikan bagaimana mereka menamakan kelompok mereka al-Jama'ah padahal tidak mewakilinya bahkan jumlah mereka tidak sampai 0,2% dari seluruh umat Muslim)] [ Selesai]. [Di kutip dari artikel :من هم أهل السنة و الجماعة و من هم أهل البدع و الضلال ؟].

Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

"وَأَمَّا الْفِرْقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ وَالْأَهْوَاءِ. وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ تَكُونَ بِقَدْرِهَا، بَلْ قَدْ تَكُونُ الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ. وَشِعَارُ هَذِهِ الْفِرَقِ مُفَارَقَةُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ."

Adapun golongan lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy sydzuud (orang-orang keluar dari jalur yang hak) , Ahlut-tafarruq (kelompok pemecah belah) , ahlul bid'ah dan ahlul Ahwaa (pengikut hawa nafsu). Dan golongan dari kalangan ini JUMLAHNYA SEDIKIT tidak mendekati jumlah golongan yang diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai] [ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]

Syekh Muhammad al-Amiin dalam artikelnya : تَفَرُّقَ الْأُمَّةِ إِلَى 73 فَرْقَةً.” Memberikan komentar dengan mengatakan :

أَقُولُ: مِنَ الْمُلَاحِظِ هُنَا أَنَّ جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ زَعَمُهُمْ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ. بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ –الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ نِسْبَةً صَغِيرَةً جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ– هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ! وَكُلُّ الْفِرَقِ تَدَّعِي اتِّبَاعَ الْقُرْآنِ، لَكِنَّ بَعْضَهَا يُحَاوِلُ إِنْكَارَ السُّنَّةِ جُزْئِيًّا.

Saya katakan: Yang mencolok di sini adalah bahwa hampir semua aliran sesat memiliki kesamaan satu hal, yaitu klaim mereka : “Bahwa mayoritas umat Islam berada dalam kesesatan”. Bahkan sebagian di antara mereka berusaha meyakinkan kita bahwa aliran mereka - yang jumlah pengikutnya sangat kecil di antara umat Islam - adalah yang hak dan benar, sementara sebagian besar umat Islam lainnya sesat! Semua aliran ini mengaku mengikuti Al-Qur'an [dan As-Sunnah], akan tetapi beberapa di antara mereka ada yang mencoba menolak sebagian Sunnah. [ Comment Selesai]

Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

"وَأَمَّا تَعِيِينُ هَذِهِ الْفِرْقِ فَقَدْ صَنَّفَ النَّاسُ فِيهِمْ مُصَنَّفَاتٍ وَذَكَرُوهُمْ فِي كُتُبِ الْمَقَالَاتِ. لَكِنَّ الْجَزْمَ بِأَنَّ هَذِهِ الْفِرْقَةَ الْمَوْصُوفَةَ هِيَ إِحْدَى الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ لَا بُدَّ لَهُ مِنْ دَلِيلٍ، فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْقَوْلَ بِلَا عِلْمٍ عَمُومًا وَحَرَّمَ الْقَوْلَ عَلَيْهِ بِلَا عِلْمٍ خَصُوصًا، فَقَالَ تَعَالَى: "{ قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ }. وقال تعالى : " يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ" . وقال تعالى : {وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ }".

Adapun untuk menentukan golongan-golongan ini, maka para ulama telah menyusun kitab-kitab tentang mereka dan juga diantara mereka ada yang menyebutkannya dalam makalah-makalah.

Akan tetapi MEMASTIKAN golongan yang memiliki ciri ini bahwa ia adalah salah satu dari tujuh puluh dua [yang masuk neraka]; maka HARUS ADA DALIL; karena Allah mengharamkan mengatakan suatu tanpa ilmu pada umumnya dan MENGHARAMKAN MENGKLAIM atas sesuatu tanpa ilmu pada khususnya. Allah SWT berfirman :

{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ }

" Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".[QS. Al-A'raf : 33].

Dan Allah SWT berfirman :

" يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ".

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". [ QS. Al-Baqarah ayat 168-169].

Dan Allah SWT berfirman :

{ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ }

 "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui [tanpa Ilmu]". [QS. Al-Israa: 36]

Lalu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah melanjutkan perkataannya :

"وَأَيْضًا فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."

Juga, banyak orang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang suka memvonis berdasarkan dugaan dan hawa nafsu , lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah.

Lalu dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.

Ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Majmu’ al-Fatawa 3/346]]

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

"وَمَن قَالَ إِنَّ الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَكْفُرُ كُفْرًا يُنْقَلُ عَنِ المِلَّةِ فَقَدْ خَالَفَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَإِجْمَاعَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانَ اللَّهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ ، بَلْ وَإِجْمَاعَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ وَغَيْرِ الْأَرْبَعَةِ، فَلَيْسَ فِيهِمْ مَنْ كَفَرَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنَ الثَّنَتَيْنِ وَالسَّبْعِينَ فِرْقَةً؛ وَإِنَّمَا يَكْفُرُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا مِنْ تِلْكَ الْفِرَقِ بِبَعْضِ الْمَقَالَاتِ".

Dan barang siapa mengatakan : Sesungguhnya 72 firqoh itu masing-masing di hukumi kafir keluar dari agama Islam , maka dia telah menyelisihi al-Quran , as-Sunnah dan Ijma’ para sahabat , bahkan menyelisihi ijma’ madzhab yang empat dan madzhab-madzhab lainnya , tidak ada di kalangan mereka yang mengkafirkan masing-masing dari 72 firqoh tsb . Hanya saja sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain dalam beberapa perkataan-perkataan tertentu “. [ Baca : Majmu’ al-Fataawaa 7/218].

Dan Syeikh al-Islam Ibn Taymiyyah berkata pula :

"وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُنْصِبَ لِلْأُمَّةِ شَخْصًا يَدْعُو إِلَى طَرِيقَتِهِ، وَيُوَالِي وَيُعَادِي عَلَيْهَا غَيْرَ النَّبِيِّ وَلَا يُنْصَبُ لَهُمْ كَلَامًا يُوَالِي عَلَيْهِ وَيُعَادِي غَيْرَ كَلَامِ اللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ - وَرَسُولِهِ، وَمَا اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِ الْأُمَّةُ، هَذَا مِنْ فِعْلِ أَهْلِ الْبِدْعِ الَّذِينَ يُنْصِبُونَ لَهُمْ شَخْصًا أَوْ كَلَامًا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْأُمَّةِ، يُوَالُونَ بِهِ عَلَى ذَلِكَ الْكَلَامِ أَوْ تِلْكَ النِّسْبَةِ وَيُعَادُونَ."

"Tidak boleh bagi siapa pun untuk menetapkan atau mengangkat seseorang bagi umat, yang mengajak-ngajak umat kepada jalannya [manhajnya] sendiri, dan mengadakan persekutuan [muwaalah] atau permusuhan [mu’aadah] atas dasar hal itu, selain Nabi.

Dan tidak boleh untuk menetapkan atau memaksakan atas mereka untuk mengikuti perkataan yang mendukung atau menentang, selain dari pada perkataan Allah - Azza wa Jalla - dan Rasul-Nya.

Apa yang menjadi kesepakatan umat adalah : Termasuk perbuatan ahlul bid'ah adalah menetapkan dan memaksakan atas umat untuk mengikuti seseorang atau perkataan yang digunakan untuk memecah belah umat, yaitu dengan cara mendukung atau menentang suatu pendapat atau penisbatan tertentu yang menimbulkan permusuhan ." [Baca : Majmu' al-Fatawa (20/164):

Dan Ibnu Taimiyyah - رحمه الله - juga berkata :

"فَإِذَا كَانَ الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ بِهَجْرِ شَخْصٍ، أَوْ بِإِهْدَارِهِ وَإِسْقَاطِهِ، وَإِبْعَادِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ نَظَرَ فِيهِ: فَإِذَا كَانَ قَدْ فَعَلَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءٍ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يُحَزِّبُوا النَّاسَ، وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبُغْضَاءَ، بَلْ يَكُونُوا مِثْلَ الْإِخْوَةِ الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: '... وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ'".

"Jika ada seorang mu’allim [guru] atau Ustadz memerintahkan untuk menghajer [menjauhi] seseorang, atau menjatuhkan nama baiknya dan menjauhinya, serta mengasingkannya, dan yang sejenisnya ; maka harus mempertimbangkannya. Jika orang tersebut telah melakukan dosa syar'i, maka tidak dibenarkan menghukumnya demi kepentingan pendapat seorang mu’allim [guru] atau lainnya .

Para mu’allim [guru] tidak diperkenankan membuat manusia menjadi berkelompok-kelompok, dan melakukan hal-hal yang menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Sebaliknya, mereka seharusnya seperti saudara-saudara yang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya’." (QS. Al-Maidah: 2)". [Baca : Majmu' al-Fatawa (28/15-16)]

******

FATWA SYEIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH :
TENTANG LARANGAN MELAKNAT , MENGKAFIRKAN DAN MENG-AHLI BID'AH-KAN ORANG TERTENTU

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang masalah hukum melaknat seseorang yang ditentukan orangnya :

‌وَلَكِنَّ ‌لَعْنَ ‌الْمُطْلَقِ ‌لَا ‌يَسْتَلْزِمُ ‌لَعْنَ ‌الْمُعَيَّنِ ‌الَّذِي ‌قَامَ ‌بِهِ ‌مَا ‌يَمْنَعُ ‌لُحُوقَ ‌اللَّعْنَةِ ‌لَهُ وَكَذَلِكَ " التَّكْفِيرُ الْمُطْلَقُ " و " الْوَعِيدُ الْمُطْلَقُ ". وَلِهَذَا كَانَ الْوَعِيدُ الْمُطْلَقُ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مَشْرُوطًا بِثُبُوتِ شُرُوطٍ وَانْتِفَاءِ مَوَانِعَ ".

“ Akan tetapi adanya dalil laknat mutlak tidak mengharuskan bolehnya melaknat pada orang tertentu yang melakukan perbuatan yang dilaknat . Begitu juga takfir muthlak dan ancaman adzab yang mutlak . Oleh karena itu ancaman adzab mutlak dalam al-Quran dan as-Sunnah di syaratkan terpenuhinya syarat-syarat dan tidak adanya rintangan-rintangan “. [ Majmu' al-Fataawaa 10/329-330].

Penulis katakan : Mengklaim seseorang ahli bid'ah adalah salah satu nash ancaman , dan itu termasuk di dalamnya, sebagaimana yang nampak jelas .

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

" وَلَوْ كَانَ كُلُّ ذَنْبٍ لُعِنَ فَاعِلُهُ يُلْعَنُ الْمُعِينُ الَّذِي فَعَلَهُ؛ لَلُعِنِ جُمْهُورُ النَّاسِ، وَهَذَا بِمَنْزِلَةِ الْوَعِيدِ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ بِثْبُوتِهِ فِي حَقِّ الْمُعِينِ إلَّا إِذَا وَجَدَتْ شُرُوطُهُ وَانْتَفَتْ مَوَانِعُهُ وَهَكَذَا اللَّعْنُ".

" Kalau seandainya setiap perbuatan dosa yang dilaknat , kemudian seseorang di bolehkan untuk melaknat para pelakunya , maka dia boleh melaknat jumhur umat Islam .  Ini sama kedudukannya dengan ancaman adzab muthlak yang tidak mesti berlaku pada orang tertentu kecuali jika telah terpenuhi syarat-syarat nya dan tidak ada lagi penghalang untuk menyatakan bahwa dia berhak untuk diancam dengan adzab , begitu juga dengan masalah laknat“.

[ Lihat “Minhaj Al-Sunnah” (4/573), “Raf'u Al-Malaam” (120), “Al-Masaa'il Al-Maaridiniyah” hal.(66/76) dan “Majmu' Al-Fatawa ” (4/474)].

Dan beliau Ibnu Taimiyah berkata :

" وَإِذَا عُرِفَ هَذَا فَتَكْفِيرُ " الْمُعَيَّنِ " مِنْ هَؤُلَاءِ الْجُهَّالِ وَأَمْثَالِهِمْ - بِحَيْثُ يُحْكَمُ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ مِنْ الْكُفَّارِ - ‌لَا ‌يَجُوزُ ‌الْإِقْدَامُ ‌عَلَيْهِ ‌إلَّا ‌بَعْدَ ‌أَنْ ‌تَقُومَ ‌عَلَى ‌أَحَدِهِمْ ‌الْحُجَّةُ ‌الرسالية الَّتِي يَتَبَيَّنُ بِهَا أَنَّهُمْ مُخَالِفُونَ لِلرُّسُلِ وَإِنْ كَانَتْ هَذِهِ الْمَقَالَةُ لَا رَيْبَ أَنَّهَا كُفْرٌ. وَهَكَذَا الْكَلَامُ فِي تَكْفِيرِ جَمِيعِ " الْمُعَيَّنِينَ " مَعَ أَنَّ بَعْضَ هَذِهِ الْبِدْعَةِ أَشَدُّ مِنْ بَعْضٍ وَبَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ يَكُونُ فِيهِ مِنْ الْإِيمَانِ مَا لَيْسَ فِي بَعْضٍ فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُكَفِّرَ أَحَدًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ أَخْطَأَ وَغَلِطَ حَتَّى تُقَامَ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ وَتُبَيَّنَ لَهُ الْمَحَجَّةُ. وَمَنْ ثَبَتَ إيمَانُهُ بِيَقِينِ لَمْ يَزُلْ ذَلِكَ عَنْهُ بِالشَّكِّ؛ بَلْ لَا يَزُولُ إلَّا بَعْدَ إقَامَةِ الْحُجَّةِ وَإِزَالَةِ الشُّبْهَةِ. وَهَذَا الْجَوَابُ لَا يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا".

“ Dan jika sudah tahu ini , maka pengkafiran terhadap orang tertentu yang dilakukan oleh mereka orang-orang yang bodoh dan yang semisalnya , janganlah diterima , kecuali setelah tegak nya hujjah rosaliyah [wahyu] terhadap mereka yang membuatnya nampak jelas bahwa mereka menyelisihi para Rasul , meskipun perkataan nya tsb tidak ada keraguan bahwa itu perkataan kekafiran [yang membuatnya kafir] “.

Dan begitu juga pembicaraan yang berkaitan dengan pengkafiran semua orang-orang yang tertentu , apalagi ada sebagian ahli bid’ah yang lebih dahsyat dari pada yang lainnya , dan terkadang ada sebagian ahli bidah yang memiliki tingkat keimanannya tidak dimiliki oleh sebagian lainnya .

Tidak seorang pun berhak menghukumi seorang muslim sebagai orang kafir, meskipun dia melakukan kesalahan dan kekeliruan sampai dia mendapatkan hujjah lalu dijelaskan padanya bahwa inilah jalan yang lurus dan benar .

Dan siapa yang terbukti keimanannya dengan yakin , maka imanya itu tidak bisa dianggap hilang darinya dengan keraguan; bahkan, imannya itu tidak dianggap hilang kecuali jika hujjah telah ditegakkan dan kesyubhatan telah dihilangkan.

Dan jawaban ini tidak bisa lebih memungkinkan dari ini. [ Majmu al-Fataawaa 12/500-501].

******

PERNYATAAN SEBAGIAN PARA ULAMA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT :

*******

SIKAP PARA ULAMA SALAF :

Syeikh Muhammad Hassuunah dalam “تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ ketika menggambarkan tentang sikap dan karakter para ulama salaf dahulu , dia berkata :

كَانُوا – رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى - دُعَاةَ صِدْقٍ وَبِرٍّ ، طَاهِرُوا الْجِنَانِ مَعَ الْبُنَانِ، أَعْفَةَ اللِّسَانِ وَالسِّنَانِ، الْأَمْرُ الَّذِي حَجَبَهُمْ عَنِ إِطْلَاقِ الْأَحْكَامِ – كُلَّ الْأَحْكَامِ- عَلَى الْأَنَامِ - كُلَّ الْأَنَامِ- إِلَّا بَعْدَ بَيَانِ تَلْوَ بَيَانٍ.

بَلْ وَعِنْدَ تَيَقُّنِ الْمُخَالَفَةِ كَانُوا صَبْرًا ، فَسَتَرُوا وَتَضَرَّعُوا وَنَصَحُوا ، كَرَّرُوا النُّصْحَ تَكْرِيرًا ، صَبَرُوا عَلَى الْمُخَالِفِ وَصَابَرُوا بَلْ رَابَطُوا بُغْيَةِ التَّجْمِيلا.

Mereka ini ( para Ulama Salaf dulu ) adalah para dai yang jujur dan baik , hati mereka bersama ujung jarinya sama-sama suci bersih , selalu menjaga kehormatan lisan dan ujung tombak , mereka selalu menjaga dalam memvonis hukum terhadap manusia , bahkan seluruh umat manusia . Kecuali setelah ada penjelasan demi penjelasan .

Bahkan ketika mereka tahu persis bahwa orang yang menyelisihinya itu yakin salah , akan tetapi mereka bersabar menghadapinya , maka mereka merahasiakan kesalahannya , dengan cara merendahkan diri sambil menasihatinya , terus mengulang-ulang dalam menasihatinya.

Mereka begitu sangat sabar dalam menghadapi orang yang menyelisihinya [yakni : berbeda pendapat], padahal dia sangat jelas salahnya , mereka akan terus men-sabarkan diri , bahkan mereka mengikat orang yang menyelisihinya dengan ikatan yang sangat indah , bahkan puncaknya keindahan . 

( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )

Lalu Syeikh Muhammad Hassuunah berkata :

لَمْ يُعْجِلُوا - فِي الْحُكْمِ بِالِابْتِدَاعِ تَعْيِيْنًا وَالسَّبَّ - عَجْلَةَ النَّسْنَا

لَمْ يَتَسَابَقُوا فِيهِ تَسَابُقَ الْفِرَاشِ إِلَى نَارِ إِينَاسٍ

بَلْ كَانُوا سَادَةَ النَّاسِ، وَبِمُقَتَّضَى تِلْكَ السِّيَادَةِ سَادُوا

Mereka para ulama salaf dahulu tidak terburu-buru - dalam menghukimi bid’ah tertentu dan tidak tergesa-gesa mencacinya – apalagi dengan cepat kilat .

Mereka para ulama salaf tidak berlomba-lomba di dalamnya, seperti berpacunya kupu-kupu malam menuju api Inas, tetapi mereka adalah manusia-manusia terhormat, dan dengan standar kehormatan , mereka benar-benar terhormat”.

( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )

*****

SIKAP IMAM SYAFI’I rahimahullah [Wafat : 204 H] :

Al-Imam asy-Syafi’i , Muhammad bin Idris berkata kepada Abu Musa , yang saat itu beliau sedang berselisih pendapat dengannya :

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” . [ Baca : “سير أعلام النبلاء” 10/16].

NASIHAT IMAM SYAFI'I DALAM MENJAGA PERSAUDARAAN :

Dari Yunus bin Abdul A’la , murid al-Imam asy-Syafi’i :

" قَالَ لِي الشَّافِعِيُّ ذَاتَ يَوْمٍ: " يَا يُونُسُ إِذَا بُلِّغْتَ عَنْ صَدِيقٍ لَكَ مَا تَكْرَهُهُ فَإِيَّاكَ أَنْ تُبَادِرَ بِالْعَدَاوَةِ وَقَطْعِ الْوَلَايَةِ فَتَكُونَ مِمَّنْ أَزَالَ يَقِينَهُ بِشَكٍ، وَلَكِنِ الْقَهُ، وَقُلْ لَهُ : بَلَغَنِي عَنْكَ كَذَا وَكَذَا وَأَجْدَرُ أَنْ تُسَمِّيَ الْمُبَلِّغَ فَإِنْ أَنْكَرَ ذَلِكَ فَقُلْ لَهُ: أَنْتَ أَصْدَقُ وَأَبَرُّ، وَلَا تَزِيدَنَّ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا. وَإِنِ اعْتَرَفَ بِذَلِكَ فَرَأَيْتَ لَهُ فِي ذَلِكَ وَجْهًا بِعُذْرٍ فَاقْبَلْ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَرُدَّ ذَلِكَ فَقُلْ لَهُ: مَاذَا أَرَدْتَ بِمَا بَلَغَنِي عَنْكَ؟ فَإِنْ ذَكَرَ مَا لَهُ وَجْهٌ مِنَ الْعُذْرِ فَاقْبَلْهُ، وَإِنْ لَمْ يَذْكُرْ لِذَلِكَ وَجْهًا لِعُذْرٍ، وَضَاقَ عَلَيْكَ الْمَسْلَكُ فَحِينَئِذٍ أَثْبِتْهَا عَلَيْهِ سَيِّئَةً أَتَاهَا. ثُمَّ أَنْتَ فِي ذَلِكَ بِالْخِيَارِ إِنْ شِئْتَ كَافَأْتَهُ بِمِثْلِهِ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ وَإِنْ شِئْتَ عَفَوْتَ عَنْهُ، وَالْعَفْوُ أَبْلَغُ لِلتَّقْوَى، وَأَبْلَغُ فِي الْكَرْمِ؛ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٍ مِثْلَهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلِحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ} [الشورى: 40] فَإِنْ نَازَعَتْكَ نَفْسُكَ بِالْمُكَافَأَةِ فَاذْكُرْ فِيمَا سَبَقَ لَهُ لَدَيْكَ، وَلَا تَبْخَسْ بَاقِي إِحْسَانِهِ السَّالِفَ بِهَذِهِ السَّيِّئَةِ فَإِنَّ ذَلِكَ الظُّلْمُ بِعَيْنِهِ، وَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ يَقُولُ: رَحِمَ اللَّهُ مَنْ كَافَأَنِي عَلَى إِسَاءَتِي مِنْ غَيْرِ أَنْ يَزِيدَ وَلَا يَبْخَسَ حَقًّا لِي. يَا يونُسُ إِذَا كَانَ لَكَ صَدِيقٌ فَشُدَّ يَدَيْكَ بِهِ فَإِنَّ اتِّخَاذَ الصَّدِيقِ صَعْبٌ وَمُفَارَقَتُهُ سَهْلٌ. وَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ يُشَبِّهُ سُهُولَةَ مُفَارَقَةِ الصَّدِيقِ بِصَبِيٍّ يَطْرَحُ فِي الْبِئْرِ حَجَرًا عَظِيمًا فَيسْهُلُ طَرْحُهُ عَلَيْهِ، وَيَصْعُبُ إِخْرَاجُهُ عَلَى الرِّجَالِ البركِ فَهَذِهِ وَصِيَّتِي لَكَ. وَالسَّلَامُ "

"Bahwa pada suatu hari Imam Syafii - رحمه الله- berkata : “ Wahai Yunus, ketika sampai kepada kamu sebuah informasi tentang seorang teman dekat mu , yang isinya informasi yang anda benci , maka waspadalah , anda jangan tergesa-gesa terhadap permusuhan dan pemutusan persahabatan , sehingga kamu akan menjadi salah satu dari mereka yang suka menghilangkan sesuatu yang yakin dengan keraguan .

Langkah yang benar , temui lah dia , dan ceritkan kepadanya : telah sampai kepadaku informasi tentang dirimu bahwa kamu begitu dan begitu ??? dan sebaiknya kau sebutkan nama orang orang yang menyampaikannya . Lalu ketika dia mengingkarinya , maka anda katakan : " Kamu lebih jujur dan lebih baik", dan jangan menambahkan perkataan apapun padanya . Dan jika dia mengakuinya , maka kamu lihat di wajahnya , jika nampak menyesal maka kamu terimalah “.

Dan jika dia tidak merespon, katakan padanya: Apa yang kamu inginkan dengan apa yang telah sampai padaku tentang kamu? Jika dia menyebutkan alasan yang baginya ada udzur, maka terimalah.

Dan jika dia tidak menyebutkan alasan yang berudzur , maka pilihannya menjadi sempit bagimu. Maka silahkan anda tetapkan padanya kesalahan yang telah dia lakukan.

Kemudian setelah itu Anda memiliki pilihan, jika Anda mau, Anda balas dengan yang setimpal tanpa ada tambahan apa pun, dan jika Anda mau, Anda memaafkannya, dan memaafkan itu jauh lebih baik untuk ketaqwaan , dan jauh lebih dekat dengan kemurahan hati ; karena berdasarkan firman Allah Ta'aala :

{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٍ مِثْلَهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلِحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ}

" Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah". [QS. Asy-Syuuroo : 40].

Jika jiwa Anda terdorong untuk membalasnya , maka ingatlah akan kebaikan dia yang sebelumnya kepada Anda, dan jangan mengurangi sisa-sisa kebaikan dia sebelumnya dengan hal buruk ini. Karena yang demikian itu adalah bentuk ketidakadilan yang sebenarnya.

Orang saleh senantiasa berkata:

رَحِمَ اللَّهُ مَنْ كَافَأَنِي عَلَى إِسَاءَتِي مِنْ غَيْرِ أَنْ يَزِيدَ وَلَا يَبْخَسَ حَقًّا لِي

Semoga Allah merahmati orang yang membalas saya atas kesalahanya saya tanpa menambahi dan tanpa mengurangi hak [kebaikan] saya [sebelumnya].

Wahai Yunus, jika anda memiliki seorang sahabat, maka kuatkanlah kedua tanganmu dengannya, karena mengambil seorang sahabat itu sulit dan meninggalkannya itu mudah.

Dan sungguh orang saleh itu mengibaratkan mudahnya berpisah dengan seorang sahabat seperti seorang anak laki-laki yang melempar sebuah batu besar ke dalam sumur, maka sangat mudah untuk melemparkannya ke dalamnya , namun sulit bagi anak laki-laki itu untuk mengeluarkannya, maka inilah nasehat [wasiat] saya untuk Anda. Wassalaam".

[Baca: Hilyatul Awliyaa 9/121 dan Fashlul Khithoob karya Muhammad 'Uwaidhoh 10/318].

SIKAP AL-IMAM ADZ-DZAHABI :

Al-Imam Al-Dzahabi rahimahullah berkata:

" وَلَوْ أَنَّ كُلَّ مَنْ أَخْطَأَ فِي اجْتِهَادِهِ مَعَ صَحَّةِ إِيمَانِهِ، وَتَوَخِّيهِ لِاتِّبَاعِ الْحَقِّ أَهْدَرْنَاهُ، وَبَدَّعْنَاهُ؛ لَقَلَّ مَنْ يَسْلَمُ مِنَ الْأَئِمَّةِ مَعَنَا، رَحِمَ اللَّهُ الْجَمِيعَ بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ".

“Dan jika setiap orang yang salah dalam ijtihadnya dengan kebenaran imannya, dan  keinginannya yang kuat untuk mengikuti kebenaran, lalu kami menyia-nyiakannya, dan kami menganggapnya ahli bid’ah ; maka jika demikian , sangat sedikit orang yang selamat dari kalangan para imam yang bersama kami .

Semoga Allah merahmati semua orang dengan rahmat dan kemurahan-Nya”

[ Baca : “سير أعلام النبلاء” 14/376].

Dan di halaman lain Al-Dzahabi rahimahullah juga berkata :

"وَلَوْ أَنَّ كُلَّ مَا أَخْطَأَ إِمَامٌ فِي اجْتِهَادِهِ فِي آحَادِ الْمَسَائِلِ خَطَأً مَغْفُورًا لَهُ قُمْنَا عَلَيْهِ وَبَدَّعْنَاهُ وَهَجَرْنَاهُ؛ لَمَا سَلِمَ مَعَنَا لَا ابْنُ نَصْرٍ، وَلَا ابْنُ مُنْدَهِ" -هَؤُلَاءِ مِنَ الْكِبَارِ- "وَلَا مَنْ هُوَ أَكْبَرُ مِنْهُمَا، وَاللَّهُ هُوَ هَادِي الْخَلْقِ إِلَى الْحَقِّ، وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ، فَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْهَوَى وَالْفَضَاضَةِ".

Dan jika semua kesalahan yang dilakukan seorang imam dalam ijtihadnya pada masalah-masalah tertentu , kesalahan yang dimaafkan, lalu kami bangkit menyalahkannya, membid’ahkannya, dan mengucilkannya ( meng hajernya ) ; maka tidak akan ada yang selamat orang – orang yang bersama kami, tidak pula ulama sekelas Ibnu Nasher dan tidak pula sekelas Ibnu Mandah – mereka berdua adalah para ulama besar – bahkan tidak akan selamat pula para ulama yang lebih besar dari keduanya . 

Dan Allah adalah Pemberi petunjuk makhluk kepada kebenaran, dan Dia adalah Maha Penyayang dari semua penyayang , maka Kami berlindung kepada Allah dari hawa nafsu dan bercerai berai / pecah belah “.[ Baca : “سير أعلام النبلاء” 14/40].

SIKAP IBNU AL-MUBARAK [ W. 181 H]

Imam Abdullah bin Al-Mubarak - rahimahullah - berkata:

كَانَ الرَّجُلُ إِذَا رَأَى مِنْ أَخِيهِ مَا يَكْرَهُ، أَمَرَهُ فِي سِتْرٍ، وَنَهَاهُ فِي سِتْرٍ، فَيُؤْجَرُ فِي سِتْرِهِ، وَيُؤْجَرُ فِي نَهْيِهِ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَإِذَا رَأَى أَحَدٌ مِنْ أَحَدٍ مَا يَكْرَهُ اسْتَغْضَبَ أَخَاهُ، وَهَتَكَ سِتْرَهُ.

"Dulu jika seseorang melihat sesuatu dari saudaranya yang tidak disukainya, maka dia memerintahkannya dengan cara tertutup [tidak mentahdzirnya dan menghajernya], dan mencegahnya dengan cara tertutup , maka dia akan diberi pahala karena menutupinya. , dan dia akan diberi pahala karena mencegahnya .

Adapun sekarang , terbalik , jika seseorang melihat dari saudaranya sesuatu yang dia benci ; maka dia melakukan sesuatu yang membuat saudaranya menjadi marah dan merobek penutup aibnya”.

[ Baca : Raudhatul 'Uqolaa wa Nuzhatul Fudholaa karya Abu Hatim ad-Daarimi hal. 197 dan Fashlul Khithob fi Az-Zuhd oleh Muhammad 'Uwaidhoh 10/231]

-------

SIKAP ABU BAKAR AL-AJURRY [Wafat 360 H] :

Al-Imam Abu Bakar Muhammad Al-Ajurry dalam " ذِكْرُ الْأَغْلُوطَاتِ وَتَعْقِيدِ الْمَسَائِلِ. " berkata :

"وَلَيْسَ هَذَا طَرِيقُ مَا تَقَدَّمَ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ، مَا كَانَ يَطْلُبُ بَعْضُهُمْ غَلَطَ بَعْضٍ، وَلَا مَرَادُهُمْ أَنْ يَخْطُئَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، بَلْ كَانُوا عُلَمَاءَ عَقَلَاءَ يَتَكَلَّمُونَ فِي الْعِلْمِ مُنَاصِحَةً وَقَدْ نَفَعَهُمْ اللَّهُ بِالْعِلْمِ".

[Mencari-cari Kesalahan Orang dalam berpendapat ] , Ini bukanlah cara yang dilakukan oleh para salafus shaleh, tidak ada sebagian dari mereka yang suka mencari-cari kesalahan satu sama lain, dan tujuan mereka bukanlah untuk saling menyalahkan satu sama lain . Sebaliknya, mereka adalah para ulama yang berakal sehat , mereka jika berbicara berdasarkan ilmu dengan tujuan untuk saling bernasihat dan dinasihati . Dan Allah swt telah menjadikan ilmu mereka bermanfaat “. [ Baca : Aklaaqul 'Ulamaa hal. 87].

------

KECAMAN SYEIKH SHOLEH AL-FAUZAAN
TERHADAP ORANG YANG SUKA MENG-AHLI BID’AHKAN ATAU MENGKAFIRKAN ORANG LAIN:

Syeikh Sholeh al-Fauzaan pernah di tanya :

PENANYA berkata :

لَقَدْ ظَهَرَ بَيْنَ طُلَّابِ الْعِلْمِ اخْتِلَافٌ فِي تَعْرِيفِ الْمُبْتَدِعِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ مَنْ قَالَ أَوْ فَعَلَ الْبِدْعَةَ وَلَمْ تَقَعْ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ، وَمِنْهُم مَنْ قَالَ: لَا بُدَّ مِنْ إِقَامَةِ الْحُجَّةِ عَلَيْهِ، وَمِنْهُم مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الْعَالِمِ الْمُجْتَهِدِ وَغَيْرِهِ مِنَ الَّذِينَ أَصْلُوا أَصُولَهُمْ الْمُخَالِفَةَ لِمِنْهَاجِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَظَهَرَ مِنْ بَعْضِ هَذِهِ الْأَقْوَالِ تَبْدِيعُ اِبْنِ حَجَرٍ وَالنَّوَوِيِّ، وَعَدَمُ التَّرْحَمِ عَلَيْهِمْ؟؟؟.

Di kalangan para penuntut Ilmu ( طُلَّابِ الْعِلْمِ ) telah muncul perbedaan pendapat dalam definisi ahli bid’ah.

Sebagian dari mereka berkata: Dialah yang mengatakan atau melakukan bid'ah meskipun belum sampai kepadanya hujjah .

Dan sebagian dari mereka berkata: Hujjahnya harus ditegakkan dulu terhadapnya.

Dan di antara mereka ada yang membedakan antara ulama yang mujtahid dengan orang lain yang membangun pondasi pemahaman agamanya bertentangan dengan Manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah.

Dan telah nampak dari sebagian perkataan mereka membid'ahkan Ibnu Hajar dan an-Nawawi, dan melarang untuk mendoakan rahmat untuk mereka “. 

JAWABAN : Maka Syeikh Shaleh menjawab :

هَذِهِ مُلَاحَظَةٌ مُهِمَّةٌ:

أَلْأَنْ: لَا يَنْبَغِي لِلطَّلَبَةِ الْمُبْتَدِئِينَ، وَغَيْرِهِم مِنَ الْعَامَّةِ أَن يَشْتَغِلُوا بِالتَّبْدِيعِ وَالتَّفْسِيقِ"، صُغَارُ الشَّبَابِ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنفُسَهُم مُحَامِينَ عَن مِنْهَجِ السَّلَفِ، وَعِندَهُمْ جَهْلٌ وَغَلْوٌ وَإِفْرَاطٌ، وَيُرِيدُ أَن يَتَكَلَّمَ فِي ابْنِ حَجَرٍ وَالنَّوَوِيِّ، مَا هُوَ مُسْتَوَاكَ؟ مَنِ الَّذِي نَصَبَكَ فِي عُلَمَاءِ أَكْبَرَ مِنك، وَأَغْيَرَ مِنكَ عَلَى الدِّينِ، وَأَحْرَصَ مِنكَ عَلَى الْقِيَامِ بِأَمْرِ اللهِ؟

سُبْحَانَ الله!

مَجْمُوعَةُ غُوغَاءٍ لَا يَصْلَحُ أَنْ تَقُولَ: نِصْفُ طَالِبِ عِلْمٍ، وَمِنْ أَسْوَأِ صِفَاتِهِمْ قِلَّةُ الْأَدَبِ، إِذَا كَانَ طَلَابُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ -رَحِمَهُمُ اللهُ- يَجْلِسُونَ عِنْدَهُ لِيَتَعَلَّمُوا مِنْهُ الْأَدَبَ قَبْلَ الْعِلْمِ، هَؤُلَاءِ لَا عِلْمَ وَلَا أَدَبَ، وَلِذَلِكَ التَّطَاوُلُ عِنْدَهُمْ سَهْلٌ، يَأْتِي لِشَيْخٍ فِي الْحَرَمِ يَضْرِبُهُ بِالنَّعَالِ، يَقُولُ: سُودَ اللهُ وَجْهَكَ يَوْمَ تَسُودُ الْوُجُوهُ، لَا يُوجَدُ أَدَبٌ وَلَا تَرْبِيَةٌ.

Ini adalah catatan-catatan penting:

"Pertama: Tidak pantas bagi para siswa pemula, dan lainnya dari masyarakat umum, untuk terlibat/menyibukkan diri dalam membid’ahkan seseorang dan memfasiq kan nya .”

Anak-anak muda yang masih ingusan , mereka mengira bahwa diri mereka adalah sebagai para pembela manhaj salaf , padahal mereka ini hanya memiliki kedunguan, ghuluw dan kebablasan , lalu tiba-tiba dia ingin berbicara tentang kesesatan Ibn Hajar dan Al-Nawawi ?? EMANGNYA LEVEL KAMU ITU APA ?

Siapakah yang mengangkat kamu [sebagai ulama] di antara para ulama yang lebih besar darimu, lebih cemburu dari kamu dalam agama, dan lebih bersemangat dari kamu untuk menjalankan perintah Allah?

Subhanallah !

Sekelompok gerombolan gembel yang tidak pantas untuk dikatakan Setengah penuntut ilmu, dan salah satu ciri terburuk dari mereka adalah sangat minim adabnya .

Jika murid-murid Imam Ahmad saja - semoga Allah merahmati mereka - duduk bersamanya untuk belajar darinya adab sebelum ilmu , namun mereka kelompok para gembel ini benar-benar tidak berilmu dan tidak punya adab ,  oleh karena itu mulut mereka sangat mudah menjelek-jelekkan orang .

Salah seorang dari mereka pernah ada yang datang kepada SEORANG SYEIKH di Mesjid al-Haram, lalu dia MEMUKULNYA dengan sandal , sambil mengatakan :

"سَوَّدَ اللَّهُ وَجْهَكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ الْوُجُوهُ."

“Semoga Allah menghitamkan wajahmu , di hari ketika wajah-wajah menjadi hitam “.

Dia tidak punya adab dan tidak berpendidikan.

LALU SYEIKH SHALEH AL-FAUZAAN MELANJUTKAN KECAMANNYA:

" لَا يُوجَدُ أَدَبٌ وَلَا تَرْبِيَةٌ. مِثْلُ هَؤُلَاءِ الْغُلَاةِ فِي التَّكْفِيرِ، مَنِ الَّذِي يَتَوَلَّى التَّكْفِيرَ؟

صُغَارٌ، وَيَنْصُبُ نَفْسَهُ قَاضِ، وَيَحْكُمُ بِالرِّدَّةِ، وَيَسْتَبِيحُ الدَّمَ، وَيَسْتَحِلُّ الْمَالَ، الْمَسَائِلُ خَطِيرَةٌ كَبِيرَةٌ يَنْتَصِبُ لَهَا أَغْرَارُ سُفَهَاءِ، لَا أَدَبَ وَلَا عِلْمَ، وَلَا فِقْهَ، وَلَا حِكْمَةَ، وَلَا يَعْرِفُ مَوَازِنَةَ الْمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ أَسَاسًا وَيُرِيدُ يَشْتَغِلُ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّبْدِيعِ، وَالْحُكْمِ بِاِسْتِحَالَةِ الدَّمِ وَالْمَالِ، وَهَذِهِ مُصِيبَتُنَا، هَذِهِ الْآنَ مِنْ مُصَائِبِ الْأُمَّةِ، الْأُمَّةِ الْآنَ مُتَخَلِّفَةٌ، وَتَسْلُطُ عَلَيْهَا الْأَعْدَاءُ، التَّشَبُّهَ بِالْكُفَّارِ، وَالِاسْتِغْنَاءَ بِالدُّنْيَا، وَأَشْيَاءٌ كَثِيرَةٌ مِنْ أَسْبَابِ تَخْلِفِ الْأُمَّةِ، وَهَذَا وَاحِدٌ مِنْهَا، يَعْنِي: هَذَا وَاحِدٌ مِنْ الِابْتِلَاءَاتِ".

“ Dia tidak punya adab dan tidak berpendidikan sopan santun . Mirip seperti itu adalah para ekstremis (Ghulaat) dalam mengkafirkan orang lain .

Siapa sebenarnya yang berhak menentukan pengkafiran seseorang ?

Mereka anak-anak kecil , tapi mengangkat dirinya seolah-seolah sebagai hakim , dia menghukumi murtadnya seseorang  , lalu menghalalkan darahnya, dan menghalalkan hartanya  .

Masalah-masalahnya sangat berbahaya , tertipu dan terpdaya orang-orang dungu yang diangkat untuk membimbing mereka, tidak beradab , tidak faham ilmu fiqih , tidak tahu hikmah dan tidak mengerti tentang keseimbangan antara maslahat dan mafsadat .

Dan dia itu berkeinginan menyibukkan dirinya dengan mentakfirkan (mengecap kafir seseorang ) dan mentabdi’kan ( mengecap seseorang sebagai ahli bid’ah ) , juga menghukumi halalnya darahnya dan hartanya .

Ini adalah musibah atas kami yang sekarang ini telah menimpa umat ini .

Umat ini sekarang saling berselisih , dan musuh-musuh umat ini ikut terlibat dalam mengendalikannya, ber tasyabbuh dengan orang-orang kafir , sibuk dengan dunia , banyak sekali sebab-sebab yang membuat umat ini menjadi tertinggal , dan ini adalah salah satu dari ibtila’aat ( الابتلاءات).

NOTE : PENULIS KATAKAN :

(Orang yang memukul syeikh – yang disebutkan syeikh al-Fauzan – itu beranggapan bahwa syeikh yang dipukul tsb menyelisihi pendapat syeikh yang dikultuskannya. Dan si pemukul itu bermanhaj bahwa yang hak itu cuma satu, tidak boleh lebih . Jika lebih dari satu, maka selebihnya adalah batil dan bid’ah, bahkan kafir. Dan pendapat yang hak dan benar itu menurutnya hanyalah pendapat syeikhnya saja, yang kemudian dikemas dengan istilah “Sesuai al-Quran dan Sunnah”. Padahal yang dimaksud olehnya adalah al-Quran dan as-Sunnah yang dikondisikan dengan pemahaman kelompoknya.

Kejadian yang disebutkan syeikh Shaleh Fauzan diatas ada kemiripan dengan Ibnu Muljam ketika menebas leher Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata:

“Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” lalu Ia membaca firman Allah SWT :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).

(Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389 dan Tarikh Islam juz Khulafaur Rasyidin halaman 607-608. PEN. ))

Adapun ucapan si pemukul Syeikh :سَوَّدَ اللَّهُ وَجْهَكَ” , maka dia mengisyaratkan pada Firman Allah SWT :

{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ فَذُوقُوا۟ ٱلْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ}

Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan):

"Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".(QS: Ali-Imran :106 )

Seakan-akan Si pemukul  itu menuduh syeikh yang dipukulnya itu adalah seorang Khawarij, padahal yang benar adalah sebaliknya . 

-------

SIKAP SYEIKH AL-ALBANI 
TERHADAP ULAMA YANG TAK SENGAJA MENYELISIHI SUNNAH:

Syekh Al-Albani berkata:

"مِثْلُ النَّوَوِي، وَابْنِ حَجَر العَسْقَلاني، وأمْثَالِهِمْ، مِنَ الظُّلْمِ أَن يُقَالَ عَنْهُم: إِنَّهُم مِنْ أَهْلِ البِدْعِ. أَنَا أَعْرِفُ أَنَّهُمَا مِنَ 'الأَشَاعِرَةِ'، لَكِنَّهُمَا مَا قَصَدَا مُخَالِفَةَ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِنَّمَا وَهِمُوا، وَظَنُّوا أَنَّمَا وَرَثُوهُ مِنَ العَقِيدَةِ الأَشْعَرِيَّةِ: ظَنُّوا شَيْئَيْنِ اثْنَيْنِ:

أَوَّلاً: أَنَّ الإِمَامَ الأَشْعَرِيَّ يَقُولُ ذَلِكَ، وَهُوَ لَا يَقُولُ ذَلِكَ إِلَّا قَدِيمًا؛ لِأَنَّهُ رَجَعَ عَنْهُ.

وَثَانِيًا: تَوَهَّمُوهُ صَوَابًا، وَلَيْسَ بِصَوَابٍ. انْتَهَى."

Semisal Al-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan orang-orang yang semisalnya, maka termasuk kedzaliman jika ada yang mengatakan bahwa mereka itu Ahli Bid’ah.”

Saya mengetahui bahwa kedua ulama tersebut dari ‘Asy’ariyyah. Namun keduanya tidak bermaksud untuk menyelisihi al Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka ragu-ragu dan mengira bahwa aqidah ‘Asy’ariyyah itulah yang diwariskan.

Mereka mengira dari dua sisi:

Pertama: Bahwa Imam Asy’ari juga berpendapat demikian, namun pada masa lalu; karena beliaunya pada akhirnya kembali (ke jalan yang benar).

Kedua: Mereka mengira bahwa pendapat itulah yang benar, padahal tidak.

(Dari kaset nomor 666, dengan tema: “Man Huwa al Kafir wa Man Mubtadi’)

_____

FATWA PARA ULAMA AL-LAJNAH AD-DAAIMAH :

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:

Bagaimanakah sikap kita terhadap beberapa ulama yang mentakwil sifat-sifat Allah, seperti: Ibnu Hajar, Imam Nawawi, Ibnul Jauzi, dan lain sebagainya. Apakah kita tetap menganggap mereka termasuk para Imam ahlus sunnah wal jama’ah atau bagaimana?, apakah kita berkata: Mereka melakukan kesalahan dengan takwil mereka, atau mereka sesat ?

Mereka menjawab:

“Sikap kita terhadap Abu Bakar al Baqillani, al Baihaqi, Abu al Farj Ibnul Jauzi, Abu Zakariya an-Nawawi, Ibnu Hajar dan yang serupa dengan mereka dari beberapa ulama yang mentakwil sebagian sifat-sifat Allah atau menyerahkan sepenuhnya kepada Allah tentang hakekat makna sifat-sifat tersebut. Menurut hemat kami mereka semua termasuk para ulama kaum muslimin yang ilmunya bermanfaat bagi umat, semoga Allah merahmati mereka semua dengan rahmat yang luas dan jazahumullah khoiral jazaa’.

Mereka masih tergolong ahlus sunnah dalam masalah-masalah yang sesuai dengan para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- dan para ulama salaf pada tiga abad pertama yang mendapatkan persaksian baik dari Nabi –- . Namun mereka bersalah kerena mentakwil nash yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah, hal itu bertengan dengan ulama salaf dan para imam sunnah –rahimahumullah-. Baik mereka mentakwil sifat-sifat dzatiyah, ataupun sifat perbuatan atau sebagiannya.

Petunjuk yang pasti benar hanya milik Allah. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad –-

(Syekh Abdul Aziz bin Baaz, Syekh Abdur Razzaq al ‘Afifi, Syekh Abdullah bin Qu’ud)

(Fatawa Lajnah Daimah: 3/241)

*****

HUKUM BERTAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH :

Yang sudah dimaklumi adalah : bahwa tidak ada celaan atau dosa bagi mujtahid yang salah jika dia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai kebenaran, bahkan dia mendapatkan pahala sesuai dengan nash hadits nabawi .

Dan hal yang sama berlaku bagi yang taklid padanya jika dia bertaklid padanya dengan niat dan tujuan yang benar bukan demi nafsu dan mencari-cari yang ringan .

Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu' al-Fatawa:

وَأَمَّا تَقْلِيدُ الْعَالِمِ حَيْثُ يَجُوزُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ اتِّبَاعِ الْأَدِلَّةِ الْمُتَغَلِّبَةِ عَلَى الظَّنِّ، كَخَبَرِ الْوَاحِدِ وَالْقِيَاسِ، لِأَنَّ الْمُقَلِّدَ يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ إصَابَةُ الْعَالِمِ الْمُجْتَهِدِ كَمَا يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ صِدْقُ الْمُخْبِرِ. اهـ.

Adapun taklid terhadap orang yang ber-ilmu, kenapa itu diperbolehkan ? Karena kedudukannya sama dengan mengikuti dalil-dalil yang diyakini besar kemungkinan benar [غَلَبَةُ الظَّنّ], seperti berdalil dengan  haditst ahad [riwayat tunggal] dan qiyas .

Dan karena orang yang bertaklid ini , memiliki prasangka yang kuat [غَلَبَةُ الظَّنّ] bahwa ulama mujtahid yang diikutinya itu benar , sama seperti memiliki prasangka kuat terhadap kejujuran dan kebenaran orang yang membawa kabar berita padanya .

[Baca : Majmu' al-Fataawaa 20/17].

Nabi   kadang berbeda pendapat dengan para sahabat dalam beberap hal, dan beliau mengalah , sebagaimana yang terjadi pada saat menjelang perang Badar , berbeda pendapat dalam dalam hal penempatan posisi pasukan .

Bagitu pula pada saat menjelang perang Uhud , dalam hal lokasi perang , Nabi mengusulkan dalam kota Madinah , sementara sebagian para sahabat menolaknya , mereka mengusulkannya di kaki gunung Uhud . 

Dan juga perbedaan pendapat Nabi dengan para sahabat Anshar pada saat perang Khandaq dalam hal kesepakatan dengan kabilah Ghathafan . Yang Isinya bahwa Nabi akan memberikan kepada Ghathafan sepertiga hasil panen kurma Madinah dengan syarat Ghathafan mau menarik pasukannya dan berjanji untuk tidak lagi menyerang kaum muslimin. Ketika surat perjanjian itu sudah tertulis dan hendak ditanda tangani , tiba-tiba Sa'ad bin Mu'adz dan Sa'ad bin Ubadah menentangnya , maka kesepakatan tersebut gagal . 

_____

FATWA SYEIKH AL-ALBAANI 
TENTANG TAKLID PADA MUJTAHID YANG SALAH IJTIHAD :

Syeikh al-Albaani berkata :

اتِّبَاعُ الدَّلِيلِ لَا يَعْنِي هِجْرَ أَقْوَالِ الْأَئِمَّةِ: يَزْعُمُ بَعْضُ مُقَلِّدَةِ الْمَذَاهِبِ أَنَّ الدَّعْوَةَ إِلَى اتِّبَاعِ الدَّلِيلِ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَعَدَمِ الْأَخْذِ بِأَقْوَالِ الْأَئِمَّةِ الْمُخَالِفَةِ لَهَا؛ تَرْكٌ لِلْأَخْذِ بِأَقْوَالِهِمْ مُطْلَقًا وَالِاسْتِفَادَةُ مِنْ اجْتِهَادَاتِهِم!!.

إِنَّ هَذَا الزَّعْمَ أَبْعَدَ مَا يَكُونُ عَنِ الصَّوَابِ، بَلْ هُوَ باطِلٌ ظَاهِرُ الْبَطْلَانِ، كَمَا يَبْدُو ذَلِكَ جَلِيًّا مِنَ الْكَلِمَاتِ السَّابِقَاتِ، فَإِنَّهَا كُلُّهَا تُدْلِّ عَلَى خِلَافِهِ، وَأَنَّ كُلَّ الَّذِي نَدْعُو إِلَيْهِ إِنَّمَا هُوَ تَرْكُ اتِخَاذِ الْمَذَاهِبِ دِينًا، وَنَصْبُهَا مَكَانَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ؛ بِحَيْثُ يَكُونُ الرُّجُوعُ إِلَيْهَا عِنْدَ التَّنَازُعِ، أَوْ عِنْدَ إِرَادَةِ اسْتِنْبَاطِ أَحْكَامٍ جَدِيدَةٍ لِحَوَادِثِ طَارِئَةٍ؛ كَمَا يَفْعَلُ مُتَفَقِّهَةُ هَذَا الزَمَانِ، وَعَلَيْهِ وَضَعُوا الْأَحْكَامَ الْجَدِيدَةَ لِلْأَحْوَالِ الشَّخْصِيَّةِ، وَالنِّكَاحِ وَالطَّلَاقِ، وَغَيْرِهَا دُونَ أَنْ يَرْجِعُوا فِيهَا إِلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ لِيَعْرِفُوا الصَّوَابَ مِنْهَا مِنَ الْخَطَأِ، وَالْحَقِّ مِنَ الْبَاطِلِ ".

Mengikuti dalil tidak berarti menghajer [meninggalkan] perkataan para imam:

Ada sebagian para pengikut madzhab-madzhab mengklaim bahwa menyeru orang untuk mengikuti dalil dari Kitab dan Sunnah dan tidak mengambil perkataan para imam yang dianggap menyelisihinya ; maka orang itu dianggap benar-benar telah meninggalkan pendapat mereka dan dia sama sekali tidak mau mengambil manfaat dari hasil ijtihad mereka!!.

Klaim ini jauh dari kebenaran, bahkan sama sekali tidak benar , seperti yang terlihat dari kalimat-kalimat sebelumnya, karena semuanya menunjukkan kebalikannya.

Dan yang kami serukan hanyalah meninggalkan menjadikan madzhab-madzhab sebagai agama, dan menggantikan dengannya posisi Kitab dan Sunnah , sehingga madzhab-madzhab dijadikan sebagai rujukan hukum ketika terjadi perselisihan , atau ketika hendak menggali hukum-hukum fikih modern untuk keadaan-keadaan kontemporer , Seperti yang dilakukan oleh para ulama saat ini, dan karenanya mereka menetapkan ketentuan baru untuk status pribadi, pernikahan, perceraian, dan lainnya, tanpa mengacu pada Kitab dan Sunnah untuk mengetahui mana yang benar dan salah, dan mana yang hak dan bathil.

Lalu syeikh al-Albaani berkata :

"وَأَمَّا الرُّجُوعُ إِلَى أَقْوَالِهِمْ وَالِاسْتِفَادَةُ مِنْهَا وَالِاسْتِعَانَةُ بِهَا عَلَى تَفَهُّمِ وَجْهِ الْحَقِّ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِمَّا لَيْسَ عَلَيْهِ نَصٌّ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، أَوْ مَا كَانَ مِنْهَا بِحَاجَةٍ إِلَى تَوْضِيحٍ فَأَمْرٌ لَا نَنْكِرُهُ، بَلْ نَأْمُرُ بِهِ وَنَحُضُّ عَلَيْهِ، لِأَنَّ الْفَائِدَةَ مِنْهُ مَرْجُوَّةٌ لِمَنْ سَلَكَ سَبِيلَ الِاهْتِدَاءِ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ".

" Adapun merujuk pada pendapat mereka dan mengambil faidah dari mereka dan mencari bantuan dengan perkataan mereka untuk memahami sisi kebenaran dalam apa yang mereka perselisihkan, pada masalah yang tidak ditemukan dalam nash al-Qur'an dan as-Sunnah , atau apa yang perlu penjelasan darinya , maka kami tidak mengingkarinya, melainkan kami memerintahkannya dan menekankannya [untuk merujuk padanya], karena manfaat darinya sangat diharapkan bagi mereka yang mengikuti jalan hidayah al-Kitab dan as-Sunnah".

[Baca : Shifat Sholat Nabi hal. 69 dan Shahih Fiqih as-Sunnah 1/61].

FATWA SYEIKH AL-ALBAANI 
BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:

Seorang Penanya menyebutkan apa yang dikatakan oleh beberapa orang tentang kewajiban menghajer ahli bid'ah, berdasarkan apa yang terdapat dalam riwayat dari beberapa orang salaf.

Maka Syeikh al-Albaani menjawab :

"الَّذِي أَرَاهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ كَلَامَ السَّلَفِ يَرِدُّ فِي الْجَوِّ السَّلَفِيِّ يَعْنِي الْجَوَّ الْعَامِرَ بِالْإِيمَانِ الْقَوِيِّ وَالِاتِّبَاعِ الصَّحِيحِ لِلنَّبِيِّ وَالصَّحَابَةِ، هُوَ تَمَامًا كَالْمُقَاطَعَةِ، مُقَاطَعَةُ الْمُسْلِمِ لِمُسْلِمٍ تَرْبِيَةً وَتَأْدِيبًا لَهُ، هَذِهِ سُنَّةٌ مَعْرُوفَةٌ، لَكِنَّ فِي اعْتِقَادِي وَكَثِيرًا مَا سُئِلْتُ فَأَقُولُ زَمَانُنَا لَا يَصْلُحُ لِلْمُقَاطَعَةِ، زَمَانُنَا إِذًا لَا يَصْلُحُ لِمُقَاطَعَةِ الْمُبْتَدِعَةِ لِأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ أَنْ تَعِيشَ عَلَى رَأْسِ الْجَبَلِ، أَنْ تَنْزَوِي عَنِ النَّاسِ وَأَنْ تَعْتَزِلَهُمْ ذَلِكَ أَنَّكَ حِينَمَا تَقَاطَعُ النَّاسَ إِمَّا لِفِسْقِهِمْ أَوْ لِبِدْعَتِهِمْ لَا يَكُونُ ذَلِكَ الْأَثَرُ الَّذِي كَانَ يَكُونُ لَهُ يَوْمَ كَانَ أُولَئِكَ الَّذِينَ تَكَلَّمُوا بِتِلْكَ الْكَلِمَاتِ وَحَضُّوا النَّاسَ عَلَى مُجَانِبَةِ أَهْلِ الْبِدْعَةِ."

Yang saya berpendapat – wallaahu a'lam- bahwa perkataan para Salaf tentang hajer itu hanya berlaku pada suasana di masa Salaf dulu, artinya suasana pada saat itu suasana yang penuh dengan iman yang kuat dan mengikuti apa yang shahih dari Nabi dan para Sahabat dengan sempurna , contohnya seperti pemboikotan [pemutusan hubungan], yakni ; seorang Muslim memboikot seorang Muslim dalam rangka untuk memberi pelajaran dan mendisiplinkannya. Ini adalah sunnah yang ma'ruf .

Akan tetapi menurut keyakinan [i'tiqod] saya – sebagaimana saya sudah sering ditanya tentang itu -  maka jawaban saya adalah : Pada zaman kita sekarang ini tidak cocok untuk menerapkan pemboikotan [Hajer], artinya : pada zaman kita ini tidak tepat untuk menerapkan pemboikotan ahli Bid'ah.

Karena resikonya anda akan hidup seperti di puncak gunung, mengasingkan diri dari masyarakat dan anda terisolasi dari mereka, yaitu ketika Anda memboikot orang-orang, baik karena kefasiqkannya atau karena kebid'ahannya, maka dengan pemboikotan itu tidak akan memberikan efek seperti efek pada masa salaf dulu ketika mereka mengatakan kata-kata itu dan mendesak orang-orang untuk menjauhi para ahli bid'ah. [Selesai]

FATWA LAIN-NYA :

Ketika syeikh al-Albaani ditanya tentang memuji orang-orang yang terjerumus ke dalam bid'ah, maka beliau berkata:

"الجَوابُ يُخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْمَقَاصِدِ، إذا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَى مُسْلِمٍ نَظُنُّهُ مُبْتَدِعًا وَلَا نَقُولُ إِنَّهُ مُبْتَدِعٌ...

فَإِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ الدِّفَاعُ عَنْهُ اتِّجَاهَ الْكُفَّارِ فَهَذَا وَاجِبٌ، وَأَمَّا إِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ تَزْيِينُ مَنْهُجِهِ وَدَعْوَةُ النَّاسِ إِلَيْهِ فَفِيهِ تَضْلِيلٌ لَا يَجُوزُ".

“Jawabannya adalah berbeda-beda , disesuaikan dengan maksud dan tujuannya.

Jika yang dimaksud dengan memuji seorang muslim dikarenakan kita mengira dia adalah seorang ahli bid'ah [مُبْتَدِع] , maka kita tidak boleh mengatakan bahwa dia adalah ahli bid'ah [مُبْتَدِع] ...

Jika yang dimaksud dengan memujinya karena untuk membelanya dari orang-orang kafir, maka ini adalah wajib, tetapi jika yang dimaksud dengan memujinya adalah untuk memperindah manhajnya dan mengajak orang-orang kepada bid'ahnya, maka ini adalah menyesatkan dan itu tidak boleh".

[ Sumber : " منهج العلامة الألباني في مسائل التبديع والتعامل مع المخالفي" karya Muhammad Haaj al-Jazaairi dan lihai pula سلسلة الهدى والنور (551) الوجه الثاني ].

_____

FATWA SYEIKH AL-ALBAANI 
TENTANG HUKUM DOA RAHMAT UNTUK AHLI BID'AH

Syeikh al-Albaani pernah di tanya tentang hukum doa rahmat untuk Ahli Bid'ah ??? . Yaitu doa seperti : rahimahullah atau yarhamuhullaah [ semoga Allah SWT merahmatinya ]

Beliau – rahimahullah - menjawab :

ما هو الأَصْلُ في هؤلاء الإسلام أم الكفر؟ الإسلام. إذًا الأَصْلُ أَن يُتَرَحَّمَ عليهم، أَلَيْسَ كَذَلِكَ؟ إذًا انتهت القضية، فَلَا يَجُوزُ أَن نَتَبَنَّى اليومَ مَذْهَبًا فَنَقُولُ: "لَا يَجُوزُ التَّرْحُمُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ وَفُلَانٍ مِنْ عَامَّةِ المُسْلِمِينَ" فَضْلًا عَنْ خَاصَّتِهِمْ فَضْلًا عَنْ عُلَمَائِهِمْ، لِمَاذَا لسببين اثنين:

السَبَبُ الأَوَّلُ: أَنَّهُم مُسْلِمُونَ.

السَبَبُ الثَّانِي: أَنَّهُم إِن كَانُوا مُبْتَدِعِينَ فَلَا نَعْلَمُ أَنَّهُ أُقِيمَتْ عَلَيْهِمُ الْحُجَّةُ وَأَصَرُّوا عَلَى بِدْعَتِهِمْ وَأَصَرُّوا عَلَى ضَلَالَتِهِمْ.

لِهَذَا أَنَا أَقُولُ: مِنَ الأَخْطَاءِ الْفَاحِشَةِ اليَوْمَ أَنَّ الشَّبَابَ الْمُلْتَزِمَ وَالْمُتَمَسِّكَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فِي مَا يَظُنُّهُ هُوَ يَقَعُ فِي مُخَالِفَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ حَيْثُ لَا يَدْرِي وَلَا يَشْعُرُ، وَبِالتَّالِي يَحْقُ لِي عَلَى مَذْهَبِهِمْ أَنْ أُسَمِّهِمْ مُبْتَدِعَةً لِأَنَّهُمْ خَالَفُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ، لَكِنِّي لَا أُخَالِفُ مَذْهَبِي الْأَصْلِ فِي هَؤُلَاء أَنَّهُم مُسْلِمُونَ وَأَنَّهُمْ لَا يَتَقَصَّدُونَ الْبِدْعَةَ وَلَا يَكَابِرُونَ الْحُجَّةَ وَلَا يَرُدُّونَ الْبُرْهَانَ. وَالدَّلِيلُ لِذَلِكَ نَقُولُ أَخْطَأُوا مِنْ حَيْثُ أَرَادُوا الصَّوَابَ. وَإِذَا عَرَفْنَا هَذِهِ الْحَقِيقَةَ نَجُونَا مِنْ كَثِيرٍ مِنَ الْأَمُورِ الشَّائِكَةِ فِي هَذَا الزَّمَانِ.

Apa hukum asal tentang mereka ? Islam atau Kafir ?

[Jawabannya adalah] Islam. Dengan demikian hukum asalnya adalah boleh berdoa rahmat untuk mereka, bukan? Jadi masalah ini selesai sudah .

Berarti sekarang ini kita tidak boleh menjadikannya sebagai madzhab , dengan mengatakan : Tidak boleh berdoa rahmat untuk si fulan , si fulan dan si fulan dari kaum muslimin pada umumnya, apalagi pada khususnya dan apalagi untuk para ulamanya.

Kenapa ? Karena ada dua sebab :

Sebab pertama: mereka adalah Muslim

Sebab kedua: Jika benar bahwa mereka itu adalah para ahli bid'ah , maka kita tidak tahu apakah hujjah telah sampai pada mereka, lalu mereka bersikeras pada bid'ah mereka dan bersikeras pada kesesatan mereka.

Itulah mengapa saya katakan: Salah satu kesalahan besar yang terjadi sekarang-sekarang ini adalah bahwa ada pemuda yang mengira bahwa dirinya multazim dan berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah, padahal yang benar dia-lah yang melanggar al-Qur'an dan Sunnah dari arah yang tidak dia ketahui atau mereka sadari .

Oleh karena itu, saya berhak, terhadap madzhab mereka, untuk menyebut mereka sebagai ahli bid'ah karena mereka menyelisihi al-Qur'an dan Sunnah.

Akan tetapi saya tidak mau menyelisihi madzhab saya sendiri , yaitu : hukum asal tentang mereka ini adalah Muslim dan bahwa mereka tidak sengaja melakukan amalan bid'ah dan mereka tidak bermaksud sombong menentang dalil dan tidak pula bermaksud menolak burhan [dalil].

Dan dalil untuk itu kita katakan : Mereka melakukan hal yang salah namun niat mereka berkeinginan yang benar .

Jika kita telah mengetahui hakikat kebenaran ini, maka kita akan terselamatkan dari banyak masalah pelik pada saat ini.”

[ SUMBER : " ملتقى طلاب الجامعة الإسلامية

http://www.is un.com/vb/showthread.php?p=19345]

*****

TIDAK SEMUA YANG TERJERUMUS DALAM SUATU BID'AH DIKATAKAN AHLI BID'AH

Syeikh al-Munajjid berkata :

" من الانحراف في هذا الباب اعتقاد ومعاملة من وقع في بدعة على أنه مبتدع: ولا يلزم ذلك، ممكن يقع في بدعة واحدة لكن ما يوصف أنه مبتدع، يوافق مسلكًا بدعيًا في مسألة فقط، لا يقال: إنه واحد منهم؛ لأنه وافقهم في مسألة، افرض أن مذهب هذه الطريقة البدعية مثلًا مائة مسألة فجاء  واحد وافقهم في مسألة واحدة فهل يحكم عليه أنه منهم؟ ويدخل فيهم؟

لا، وقد يكون مجتهدًا مخطئًا وافق بدعة في جانب معين، فترى هؤلاء الغلاة المنحرفين عن منهج السلف في التبديع يبدعونه، ويخرجونه عن السنة، ويجعلونه من الفرق النارية، وقد وصل الأمر ببعض هؤلاء الغلاة الجفاة إلى أن يبدعوا الحافظ ابن حجر العسقلاني، والإمام النووي، وغيرهم.

ويقولون : ابن حجر مبتدع، النووي مبتدع،  وبعضهم قال: هؤلاء ليسوا من الفرقة الناجية، ليسوا على ما كان عليه محمد -صلى الله عليه وسلم- وأصحابه . قل : ليسوا عليه في جميع المسائل، لكن ليسوا عليه البتة، نخرجهم عن ملة رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، وطريقة رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إخراجًا تامًا .

وهم الذين فقهوا سنته، وجمعوا حديثه، وخدموا السنة هذه الخدمة العظيمة الجليلة، ذبوا عنها الكذب، وشرحوها، بينوا معانيها، قربوها للناس، صنفوا الكتب فيها، كيف يقال عنهم بعد ذلك هؤلاء في النار، هؤلاء من الفرق السبعين التي في النار، جور وظلم في الحكم، والمشكلة أن الذي يتكلم بهذا الكلام ما يساوي نعال ابن حجر، ولا ظفر النووي، من هو في العلم أصلا؟ ما هو مستواه العلمي؟

ونحن عندما نسير على منهج السلف إذا أخطأ ابن حجر، وخالف منهج السلف في مسألة، نقول: أخطأ ولا نجامل، وإذا خالف النووي منهج السلف في مسألة مثلاً في الأسماء والصفات، نقول أخطأ النووي -رحمه الله-، ونبين خطأه، ولا نجامل مهما كانت الشخصية هذه علو كعبها في العلم، لكن هذا ليس معناه أن هذا من الفرق النارية، ونخرجه عن أهل السنة إخراجًا تامًا.

ثم هؤلاء الكبار الظن بهم أنهم لو وافقوا منهجًا مبتدعًا في جزئية، أو في بعض الجزئيات، في بعض المسائل، هل الظن بهم أنهم معاندون للحق متعمدون للانحراف، أو أنهم مجتهدون مخطئون، وأن الله قد يغفر لهم خطأهم؟

أليس العالم إذا اجتهد وأصاب وله أجران: وإذا اجتهد وأخطأ له أجر، ابن حجر عالم، النووي عالم أخطأ في بعض المسائل في الأسماء والصفات، نحن ما نجامل، سنقول: هذا خطأ، هذا تأويل باطل، هذا مردود لا نقبله، خلاف الحق، حتى ولو جاء من فلان وفلان، لكن كل حسناته هذه الأخرى مردودة مرفوضة باطلة، الرجل ليس من أهل السنة مبتدع، من الفرق النارية هذا ظلم، نذود عنهم، وندافع عنهم، ونبجلهم، ولكن كل هذا لا يحملنا على أن نجامل، ونقول عن خطأ أدى إليه اجتهاده، نقول: هذا صواب، نقول، هذا خطأ، هذا باطل، هذا العدل.

فانظر إلى هؤلاء المنحرفين الذين بلغت بهم السفاهة أن قالوا بوجوب إحراق فتح الباري لابن حجر، وشرح صحيح مسلم للنووي، وقال: اجعلوها حطبًا في الشتاء، شرح سنة رسول الله -صلى الله عليه وسل - تجعل حطبًا للشتاء، لأن فيها بعض الأخطاء ، عجبًا، ويجب أن نعلم أن منهج السلف منهج عدل، ومنهج إنصاف، لكنه منهج جاد ما فيه مجاملات، ومن الإنصاف بيان خطأ المخطئ من أهل العلم والفضل، والترحم عليه، ونتلمس له العذر".

ARTINYA :

" Sebagian penyimpangan dalam hal ini adalah keyakinan dan perlakuan terhadap orang yang terjatuh dalam bid'ah sebagai Ahli Bid'ah , yaang benar itu tidak mengharuskannya , mungkin saja ia terjerumus dalam satu bid'ah, namun tidak boleh di cap sebagai ahli bid'ah jika hanya karena setuju dengan mereka dalam satu masalah bid'ah .

Tidak boleh dikatakan : " Dia adalah salah satu dari mereka [Ahli Bid'ah]" ; hanya karena dia setuju dengan mereka dalam satu masalah, misalkan bahwa dalam madzhab ahli bid'ah ini, memiliki seratus masalah bida'ah, lalu seseorang datang dan setuju dengan mereka dalam satu masalah, lalu apakah dia dinilai salah satunya? dan dimasukkan dalam golongan mereka?

Tidak, dan dia mungkin seorang mujtahid yang keliru , yang kebutulan bahwa itu adalah bid'ah dalam aspek tertentu. Maka Anda melihat para [tukang hajer] yang ekstremis yang menyimpang dari Manhaj Salaf dalam menghukumi seseorang sebagai ahli bid'ah dalam masalah yang mereka anggap bid'ah dan mengeluarkannya dari Ahlus Sunnah. Lalu memasukkannya dalam golongan ahli nereka .

Bahkan masalah ini sampai pada sebagian Ahlul Hajer yang sangat ekstremis yang menyimpang, sampai-sampai mereka mencap dan menggolongkan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Imam Al-Nawawi, dan lainnya sebagai ahli bid'ah.

Dan mereka berkata: " Ibnu Hajar adalah seorang ahli bid'ah, Al-Nawawi adalah seorang ahli bid'ah. Dan sebagian dari mereka berkata : Mereka bukan dari Firqoh Najiyah [Golongan yang Selamat Dari Neraka], mereka tidak berjalan diatas jalan Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Katakanlah : Mereka tidak berada di atas jalan Nabi dalam semua masalah , bahkan sama sekali mereka tidak berada diatasnya, sehingga kami keluarkan mereka dari agama Rosulullah dan dari jalan Rosulullah sepenuhnya" .

Padahal mereka adalah orang-orang yang memahami sunnahnya, mengumpulkan hadits-haditsnya, dan melayani sunnah dengan layanan yang agung dan terhormat ini, menyangkal kebohongan tentangnya, mensyarahinya, menjelaskan maknanya, mendekatkannya kepada manusia, menyusun kitab-kitab tentangnya, bagaimana bisa dikatakan tentang mereka setelah itu mereka berada di dalam api neraka , mereka berada di antara tujuh puluh golongan yang akan berada di Neraka ?

Ini adalah penindasan dan kedzaliman dalam penghakiman.

Masalahnya, orang yang mengucapkan kata-kata ini , dia tidak setara dengan sandal jepitnya Ibnu Hajar, atau kukunya Imam An-Nawawi. Dia itu siapa sebenarnya dalam keilmuan ? Tingkat keilmuan orang tersebut seberapa tinggi ?

Ketika kita berjalan di atas manhaj para salaf dahulu , maka jika Ibnu Hajar melakukan kesalahan dan menyelisihi manhaj salaf dalam satu masalah ; kita memang harus mengatakan apa adanya : Bahwa Dia melakukan kesalahan dan kami tidak ada mujaamalah [berbasa basi seakan membenarkan] dalam hal ini . Dan jika an-Nawawi menyelisihi manhaj salaf dalam satu masalah, misalnya dalam al-Asmaa wash-Shifaat [nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya] ; maka kami katakan bahwa al-Nawawi -rahimahullah- telah melakukan kesalahan, dan kami menjelaskan kesalahannya, dan kami tidak ada basa basi dalam hal ini, tidak peduli seberapa tinggi ilmunya dan kepribadiannya. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dia ini dari Firqoh Naariyah [ golongan ahli neraka], yang kemudian kami mengeluarkan dia sepenuhnya dari golongan Ahlus Sunnah.

Kemudian berprasangka terhadap mereka para ulama senior ini : jika seandainya mereka kedapatan menyetujui satu bagian dari manhaj Ahli Bid'ah , atau sebagian dari bagian-bagian dalam beberapa masalah, maka : Apakah dibenarkan berprasangka bahwa mereka itu keras kepala terhadap kebenaran dan sengaja melakukan penyimpangan ? Atau bahwa mereka itu adalah para mujtahid yang tanpa sengaja melakukan kesalahan, dan bahwa Allah SWT akan mengampuni kesalahan mereka? Bukankah seorang ulama, jika dia berijtihad dan benar, maka dia akan mendapat dua pahala . Dan jika dia berijtihad dan salah, maka dia akan mendapat satu pahala?

Ibnu Hajar adalah seorang ulama, al-Nawawi adalah seorang ulama yang melakukan kekeliruan dalam beberapa masalah tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, maka dalam hal ini kami tidak boleh berbasa basi . Kami akan mengatakan apa adanya : Ini adalah kesalahan, ini adalah takwil yang baathil , ini ditolak yang kami tidak menerimanya , bertentangan dengan kebenaran, meskipun itu berasal dari syeikh Fulan dan Syeikh Fulan.

Namun sayang nya - oleh mereka golongan Ahlul Hajer- semua amal baiknya [Ibnu Hajar dan an-Nawawi] yang lain ditolak, disingkirkan, dan dianggap baathil . Mereka mengatakan : Orang ini bukanlah dari Ahlus-Sunnah , melainkan Ahli Bid'ah . Dia adalah salah satu dari Firqoh Naariyah [golongan Ahli Neraka].

Ini adalah sebuah kedzaliman. Oleh karena itu kami membela mereka, mempertahankan mereka, dan memuliakan mereka. Namun demikian semua ini tidak membuat kita memuji kesalahannya , dan ikut-ikutan sependapat dengan kesalahan yang dihasilkan oleh ijtihadnya lalu kita mengatakan : "Ini adalah benar". Maka Ini tidak boleh , melainkan kita harus mengatakan apa adanya : ini salah, ini bathil. Sikap inilah yang bijak dan adil .

Dan lihatlah orang-orang sesat yang telah mencapai puncak kebodohan ketika mereka mengatakan :

"Wajib membakar kitab Fathul-Baari karya Ibnu Hajar, dan Sharh Shahih Muslim karya An-Nawawi". Dan berkata pula : " Jadikanlah [ dua kitab itu ] untuk kayu bakar untuk penghangat di musim dingin".

Kitab Syarah hadits Rasulullah dijadikan kayu bakar untuk penghangat di musim dingin, hanya karena di dalamnya terdapat beberapa kesalahan ijtihad .

Aneh ! Dan wajib kita ketahui bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang adil dan bijak, namun demikian ia adalah manhaj yang lurus dan serius tidak mengandung mujaamalah [berbasa basi seakan-akan membenarkan kesalahannya].

Dan termasuk sikap bijak adalah menjelaskan kesalahan orang yang salah berijtihad dari kalangan para Ahlul Ilmi dan Ahlul Fadhel , serta mendoakan rahmat untuknya dan berusaha mencarikan alasan dan udzur untuknya [kenapa dia bisa salah berijtihad ?]".

[ Sumber : ضوابط البدعة والانحرافات في أبواب البدعة والتبديع ]

******

HUKUM SALAH DALAM BERIJTIHAD :

Dari ‘Amr bin al-‘Ash bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda :

" إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ ".

Apabila seorang Hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah maka ia memperoleh satu pahala.” [Mutafaqun 'alaihi].

Al-Khathib al-Baghdadi berkata :

فَإِن قِيلَ: كَيْفَ يَجُوزُ أَن يَكُونَ لِلْمُخْطِئِ فِيمَا أَخْطَأَ فِيهِ أَجْرٌ، وَهُوَ إِلَى أَن يَكُونَ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ إِثْمٌ لَتَوَانِيهِ وَتَفْرِيطِهِ فِي الِاجْتِهَادِ حَتَّى أَخْطَأَ؟

فَالْجَوَابُ: إِنَّ هَذَا غَلَطٌ، لِأَنَّ النَّبِيَّ لَمْ يَجْعَلْ لِلْمُخْطِئِ أَجْرًا عَلَى خَطَئِهِ، وَإِنَّمَا جَعَلَ لَهُ أَجْرًا عَلَى اجْتِهَادِهِ، وَعَفَا عَنْ خَطِئِهِ، لِأَنَّهُ لَمْ يَقْصُدْهُ". "الفقيه والمتفقه" (1/191).

"Jika ada yang bertanya: Bagaimana mungkin bagi orang yang melakukan kesalahan dalam berijtihad mendapatkan pahala atas kesalahannya, padahal dia sampai pada kesalahan tersebut karena kelalaian dan kurangnya dalam berijtihad sehingga dia melakukan kesalahan?

Jawabannya: Ini adalah pemahaman yang salah, karena Nabi Muhammad tidak menjadikan pahala kepada orang yang berbuat kesalahan atas kesalahannya, melainkan memberikan pahala atas ijtihadnya, dan Allah memaafkan kesalahannya itu, karena kesalahan tersebut bukanlah yang dijadikan tujuan." (الفقيه والمتفقه) (1/191).

Asy-Syawkani berkata dalam kitabnya Irsyaad al-Fuhuul 2/231 :

ثُمَّ اخْتَلَفَ هَؤُلَاءِ بَعْدَ اتِّفَاقِهِمْ عَلَى أَنَّ الْحَقَّ وَاحِدٌ، هَلْ كُلُّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ أَمْ لَا؟

فَعِنْدَ مَالِكٍ، وَالشَّافِعِيِّ، وَغَيْرِهِمَا أَنَّ الْمُصِيبَ مِنْهُمْ وَاحِدٌ، وَإِنْ لَمْ يَتَعَيَّنْ، وَأَنَّ جَمِيعَهَمْ مُخْطِئٌ إِلَّا ذَلِكَ الْوَاحِدَ.

وَقَالَ جَمَاعَةٌ، مِنْهُمْ أَبُو يُوسُفَ: إِنَّ كُلَّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ، وَإِنْ كَانَ الْحَقُّ مَعَ وَاحِدٍ، وَقَدْ حَكَى بَعْضُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ عَنِ الشَّافِعِيِّ مِثْلَهُ. وأنكر ذلك أبو سحاق الْمَرْوَزِيِّ، وَقَالَ: إِنَّمَا نَسَبَهُ إِلَيْهِ قَوْمٌ مِنَ المتأخرين، ممن لا معرفة له بِمَذْهَبِهِ.

قَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ الطَّبَرَيُّ: وَاخْتَلَفَ النَّقْلُ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ، فَنُقِلَ عَنْهُ أَنَّهُ قال في بعض المسائل كقولنا، وفي بعضها كَقَوْلِ أَبِي يُوسُفَ، وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ، وَأَصْحَابِ مَالِكٍ وَابْنِ "سُرَيْجٍ"*، وَأَبِي حَامِدٍ، بِمِثْلِ قَوْلِ أَبِي يُوسُفَ.

وَاسْتَدَلَّ ابْنُ كَجٍّ عَلَى هَذَا بِإِجْمَاعِ الصَّحَابَةِ عَلَى تَصْوِيبِ بَعْضِهِمْ بعضا، فيما اختلفوا فيه وَلَا يَجُوزُ إِجْمَاعُهُمْ عَلَى خَطَأٍ

Kemudian mereka berselisih setelah mereka sepakat bahwa kebenaran itu satu. Apakah setiap seorang mujtahid itu benar atau tidak?

Menurut Malik, al-Syafi'i, dan lainnya : yang benar adalah salah satunya , meskipun tidak ditentukan. Jadi semuanya itu salah kecuali yang satu .

Dan ada sekelompok para ulama , termasuk Abu Yusuf, berkata: Setiap mujtahid adalah benar, meskipun kebenaran itu bersama satu mujtahid .

Ada sebagian para sahabat asy-Syafi'i menghikayatkam hal yang sama dari asy-Syafi'i. Namun Abu Ishaq Al-Marwazi menyangkal hal ini, dan berkata: Itu hanya dikaitkan dengan dia oleh beberapa orang yang datang kemudian, yang tidak memiliki pengetahuan tentang madzhabnya.

Al-Qodhi Abu ath-Thoyyib ath-Thabari mengatakan : Riwayat dari Abu Hanifah berbeda-beda. Diriwayatkan pula darinya bahwa dia mengatakan dalam beberapa masalah sama seperti perkataan kami, dan beberapa di antaranya sama seperti perkataan Abu Yusuf.

Telah diriwayatkan dari ahli Irak, para sahabat Malik, Ibnu Surayj dan Abu Hamid, hal serupa dengan apa yang dikatakan Abu Yusuf.

Ibnu Kajj berdalil untuk ini dengan IJMA' para sahabat bahwa mereka membenarkan masing-masing pendapat para mujtahid terhadap apa yang mereka berbeda pendapat. Dan mereka para sahabat tidak mungkin ber'ijma terhadap sesuatu yang salah.

_____

KISAH PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA NABI DAUD DAN NABI SULAIMAN:

Dari Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda:

" بَيْنَمَا امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ هَذِهِ لِصَاحِبَتِهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ أَنْتِ وَقَالَتْ الْأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَكُمَا فَقَالَتْ الصُّغْرَى لَا يَرْحَمُكَ اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى".

"Dahulu ada dua orang wanita yang sedang bermain bersama anak mereka masing-masing. Tiba-tiba datang seekor serigala yang menerkam dan membawa anak salah seorang dari mereka berdua.

[Lalu dua wanita itu berebutan anak yang selamat]

Seorang dari mereka berkata kepada yang lain : 'Sebenarnya yang dimangsa serigala tadi adalah anakmu".

Rupanya wanita yang satunya menyangkal seraya berkata : 'Tidak, yang dimangsa oleh serigala tersebut adalah anakmu'.

Akhirnya kedua wanita meminta keputusan hukum dari Daud . Namun Daud menetapkan bahwa anak yang masih hidup itu milik wanita yang usianya lebih tua.

Kemudian keduanya pergi menemui Sulaiman bin Daud 'alaihima salam, lantas kedua wanita tersebut menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah mendengar ceritanya, Sulaiman berkata : 'Baiklah, sekarang tolong ambilkan aku pisau, aku akan membelah dan membagi dua anak ini untuk kalian berdua'.

Tiba-tiba wanita yang lebih muda berkata : 'Jangan kau lakukan itu ! , semoga Allah merahmati anda, berikanlah anak tersebut untuknya ".

Maka Sulaiman pun menetapkan anak itu untuk wanita yang lebih muda umurnya." [HR. Bukhori no. 6271  dan Muslim no. 3245].

*****

PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT

====

PERBEDAAN PENDAPAT PARA SAHABAT SAAT PENGEPUNGAN BANI QURAIDZAH

Dari Ibnu 'Umar berkata :

" قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنْ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ".

"Nabi bersabda kepada kami ketika beliau kembali dari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat 'Ashar keculi di perkampungan Bani Quraizhah."

Lalu tibalah waktu shalat ketika mereka masih di jalan.

Sebagian dari mereka berkata : 'Kami tidak akan shalat kecuali setelah sampai tujuan'.

Dan sebagian lain berkata : 'Bahkan kami akan melaksanakan shalat, sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'.

Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi , dan beliau tidak mencela seorang pun dari mereka." [ HR. Bukhori no. 4119 dan Muslim no. 1770].

=====

PERBEDAAN ANTAR SAHABAT DALAM BACAAN AYAT AL-QUR’AN:

Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata:

" سَمِعْتُ رَجُلًا قَرَأَ آيَةً، وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ خِلَافَهَا، ‌فَجِئْتُ ‌بِهِ ‌النَّبِيَّ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌فَأَخْبَرْتُهُ، ‌فَعَرَفْتُ ‌فِي ‌وَجْهِهِ ‌الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا".

Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat, dan saya mendengar Nabi   membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa orang itu kepada Nabi   dan memberitahukan kepadanya.

Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi   dan beliau bersabda: “Kamu berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan janganlah berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu selalu berselisih sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476 ]

Seperti itulah keadaan para sahabat di masa Nabi   masih hidup, celah-celah yang bisa menimbulkan perselisihan ditutup, dan apabila terjadi perselisihan segara diselesaikan sehingga tidak menjadi besar.

*****

NABI KADANG SALAH DALAM BERIJTIHAD

=====

SALAH SATU CONTOH KESALAHAN NABI DALAM BERPENDAPAT :

Dari Thalhah radhiyallahu anhu , dia berkata;

" مَرَرْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْمٍ عَلَى رُءُوسِ النَّخْلِ فَقَالَ مَا يَصْنَعُ هَؤُلَاءِ فَقَالُوا يُلَقِّحُونَهُ يَجْعَلُونَ الذَّكَرَ فِي الْأُنْثَى فَيَلْقَحُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَظُنُّ يُغْنِي ذَلِكَ شَيْئًا قَالَ فَأُخْبِرُوا بِذَلِكَ فَتَرَكُوهُ فَأُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ إِنْ كَانَ يَنْفَعُهُمْ ذَلِكَ فَلْيَصْنَعُوهُ فَإِنِّي إِنَّمَا ظَنَنْتُ ظَنًّا فَلَا تُؤَاخِذُونِي بِالظَّنِّ وَلَكِنْ إِذَا حَدَّثْتُكُمْ عَنْ اللَّهِ شَيْئًا فَخُذُوا بِهِ فَإِنِّي لَنْ أَكْذِبَ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ".

"Saya pernah bersama Rasulullah berjalan melewati orang-orang yang sedang berada di pucuk pohon kurma. Tak lama kemudian beliau bertanya: 'Apa yang dilakukan orang-orang itu? '"

Para sahabat menjawab : 'Mereka sedang mengawinkan pohon kurma dengan meletakkan benang sari pada putik agar lekas berbuah.'

Maka Rasulullah pun bersabda : 'Aku kira perbuatan mereka itu tidak ada gunanya.'

Thalhah berkata : 'Kemudian mereka diberitahukan tentang sabda Rasulullah itu. Lalu mereka tidak mengawinkan pohon kurma.' Selang beberapa hari kemudian, Rasulullah diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak dikawinkan itu tidak berbuah lagi.

Lalu Rasulullah bersabda: 'Jika okulasi (perkawinan) pohon kurma itu berguna bagi mereka, maka hendaklah mereka terus melanjutkannya. Sebenarnya aku hanya berpendapat secara pribadi. Oleh karena itu, janganlah menyalahkanku karena adanya pendapat pribadiku. Tetapi, jika aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu dari Allah, maka hendaklah kalian menerimanya. Karena, aku tidak pernah berdusta atas nama Allah.'[HR. Muslim no. 4356].

*****
IJTIHAD NABI DAN SARANNYA YANG DITOLAK SAHABAT :

Ada beberapa ijtihad , usulan, gagasan dan perintah Nabi yang di tolak oleh para sahabat, setelah mereka bertabayyun bahwa perintahnya itu hanya sebatas ijtihad dan gagasan dari beliau ( ).

Diantara nya  :

PERTAMA : UMAR PERNAH MENOLAK PERINTAH NABI ; KARENA MELIHAT KONDISI KESEHATAN BELIAU .

Dari Ibnu Abbas – radhiyallahu 'anhuma - berkata :

" لَمَّا حُضِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَفِي الْبَيْتِ رِجَالٌ فِيهِمْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ : ( هَلُمَّ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ ) .

قَالَ عُمَرُ : إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَهُ الْوَجَعُ وَعِنْدَكُمْ الْقُرْآنُ فَحَسْبُنَا كِتَابُ اللَّهِ .

وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْبَيْتِ ، وَاخْتَصَمُوا ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ قَرِّبُوا يَكْتُبْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ مَا قَالَ عُمَرُ .

فَلَمَّا أَكْثَرُوا اللَّغَطَ وَالِاخْتِلَافَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( قُومُوا عَنِّي ) .

قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ : فَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ : إِنَّ الرَّزِيَّةَ كُلَّ الرَّزِيَّةِ مَا حَالَ بَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ أَنْ يَكْتُبَ لَهُمْ ذَلِكَ الْكِتَابَ مِنْ اخْتِلَافِهِمْ وَلَغَطِهِمْ

"Dikala Nabi menjelang wafat, yang ketika itu di rumah nabi ada beberapa sahabat yang diantaranya Ummar bin Khattab.

Beliau berkata : 'Kesinilah, saya tuliskan untuk kalian tulisan yang sekali-kali kalian tidak bisa sesat selama-lamanya.'

Umar berkata : 'Nabi menderita kesakitan dan di sisi kalian ada al-Quran, maka cukuplah bagi kita kitabullah.'

Ahlul bait menjadi berselisih dan bersengketa, di antaranya ada yang berkata : 'Tolong kalian mendekatlah sehingga Rasulullah bisa menuliskan tulisan untuk kalian yang sekali-kali kalian tak akan tersesat selama-lamanya.'

Di antara mereka ada yang berpendapat sebagaimana ucapan Umar.

Tatkala suara mereka semakin gaduh dan perselisihan semakin kencang di sisi Nabi , Nabi berkata : 'Menyingkirlah kalian dariku! '

Ubaidullah berkata, 'Ibn Abbas berkata : 'Bencana dari segala bencana adalah yang menghalangi Rasulullah untuk menulis catatan bagi mereka, karena mereka berselisih dan membuat kegaduhan.' [ HR. Al-Bukhari (6932) dan Muslim (1637)].

Abu'l-'Abbaas al-Qurtubi (semoga Allah merahmatinya) berkata: 

وقوله : ( ائتوني أكتب لكم كتاباً لا تضلون بعده ) : لا شك في أن ( ائتوني ) أمرٌ ، وطلبٌ ، توجَّه لكل مَن حضر ، فكان حق كل من حضر المبادرةُ للامتثال ، ولا سيما وقد قرنه بقوله : ( لا تضلُّون بعده ) ، لكن ظهر لعمر رضي الله عنه ، ولطائفة معه : أن هذا الأمر ليس على الوجوب ، وأنَّه من باب الإرشاد إلى الأصلح ، مع أن ما في كتاب الله يرشد إلى كل شيء ، كما قال تعالى: ( تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْء ) ، مع ما كان فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم من الوجع ، فكره أن يتكلَّف من ذلك ما يشق ويثقل عليه، فظهر لهم : أن الأوَّلى ألا يكتب ، وأرادت الطائفة الأخرى : أن يكتب ؛ متمسِّكة بظاهر الأمر ، واغتناماً لزيادة الإيضاح ، ورفع الإشكال .

فيا ليتَ ذلك لو وقع ، وحصلَ ! ولكن قدَّر الله ، وما شاءَ فعل ، ومع ذلك : فلا عتب ، ولا لوم على الطائفة الأولى ؛ إذ لم يعنفهم النبي صلى الله عليه وسلم ، ولا ذمَّهم ، بل قال للجميع : ( ‌دَعُونِي، ‌فَالَّذِي ‌أَنَا ‌فِيهِ ‌خَيْرٌ ).

Sehubungan dengan sabda beliau :

'Kesinilah, saya tuliskan untuk kalian tulisan yang sekali-kali kalian tidak bisa sesat selama-lamanya'.

Tiada keraguan , Ini adalah perintah dan permintaan yang ditujukan kepada semua orang yang hadir. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap orang yang hadir untuk bersegera menaati perintah ini, apalagi jika diikuti dengan kata-kata “setelah itu kalian tidak akan tersesat”.

Tapi 'Umar (semoga Allah meridhoi dia) dan yang lainnya berpikir bahwa perintah ini bukan sebagai kewajiban; melainkan hanya petunjuk kearah yang lebih mashlahat . Apalagi di dalam Kitab Allah terdapat petunjuk untuk segala sesuatu yang dibutuhkan umat Islam, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman (penafsiran artinya):

“Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) sebagai penjelasan segala sesuatu” [an-Nahl : 89].

Selain itu, Rasulullah sedang menderita sakit, maka 'Umar tidak ingin dia harus melakukan sesuatu yang mungkin sangat sulit baginya dalam situasi itu. Oleh karena itu mereka memutuskan bahwa lebih tepat baginya untuk tidak menulis apapun.

Tetapi kelompok lain menginginkan agar beliau menulis wasiat tersebut, berpegang pada makna yang nampak dari perintah tersebut dan karena keinginan untuk klarifikasi lebih lanjut dan untuk menghilangkan ambiguitas.

Seandainya itu terjadi! Tapi itulah yang telah Allah putuskan, dan apa pun yang Dia kehendaki terjadi. Namun tidak boleh ada celaan atau cercaan terhadap kelompok pertama, karena Nabi tidak mencela atau memarahi mereka; sebaliknya beliau hanya berkata kepada mereka semua : "Biarkan aku, karena aku baik-baik saja."

[Al-Mufhim lima Asykala min Talkhiis Kitaab Muslim (4/559 )]

Al-Hafidz bin Hajar (semoga Allah merahmatinya) berkata:

قَالَ الْمَازِرِيُّ ‌إِنَّمَا ‌جَازَ ‌لِلصَّحَابَةِ ‌الِاخْتِلَافُ ‌فِي ‌هَذَا ‌الْكِتَابِ ‌مَعَ ‌صَرِيحِ ‌أَمْرِهِ ‌لَهُمْ ‌بِذَلِكَ لِأَنَّ الْأَوَامِرَ قَدْ يُقَارِنُهَا مَا يَنْقُلُهَا مِنَ الْوُجُوبِ فَكَأَنَّهُ ظَهَرَتْ مِنْهُ قَرِينَةٌ دَلَّتْ عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ لَيْسَ عَلَى التَّحَتُّمِ بَلْ عَلَى الِاخْتِيَارِ فَاخْتَلَفَ اجْتِهَادُهُمْ وصَمَّمَ عُمَر عَلى الامْتِنَاع لِمَا قَامَ عِنْدَهُ مِنَ الْقَرَائِنِ بِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ عَنْ غَيْرِ قَصْدٍ جَازِمٍ وَعَزْمُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِمَّا بِالْوَحْيِ وَإِمَّا بِالِاجْتِهَادِ وَكَذَلِكَ تَرْكُهُ

Al-Maaziri (semoga Allah merahmatinya) berkata : Adapaun kenapa para Sahabat boleh untuk berselisih tentang penulisan ini, padahal perintahnya jelas diberikan kepada mereka tentang hal itu ?

Karena dalam perintah tersebut terdapat indikasi yang memalingkan dari hukum wajib. Seolah-olah ada sesuatu yang menunjukkan bahwa hal itu tidak wajib; melainkan opsional.

Oleh karena itu mereka memiliki pandangan yang berbeda, dan 'Umar bersikeras pada pandangannya yang mana dia memiliki bukti tidak langsung bahwa Nabi telah mengatakannya tanpa ada maksud untuk memaksakannya.

Dan kemauannya itu bisa jadi berdasarkan wahyu dan bisa jadi berdasarkan ijtihad, dan begitu pula meninggalkannya". [Fath al-Baari (8/133-134)

Kemauan Nabi untuk menulis sebuah tulisan ini entah berdasarkan wahyu yang datang kemudian dibatalkan, atau karena sesuatu yang menurutnya akan bermanfaat, kemudian dia berubah pikiran.

An-Nawawi (semoga Allah merahmatinya) berkata:

" وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَمَّ بِالْكِتَابِ حِينَ ظَهَرَ لَهُ أَنَّهُ مَصْلَحَةٌ ‌أَوْ ‌أُوحِيَ ‌إِلَيْهِ ‌بِذَلِكَ ‌ثُمَّ ‌ظَهَرَ ‌أَنَّ ‌الْمَصْلَحَةَ ‌تَرْكُهُ ‌أَوْ ‌أُوحِيَ ‌إِلَيْهِ ‌بِذَلِكَ وَنُسِخَ ذَلِكَ الْأَمْرُ الْأَوَّلُ وَأَمَّا كَلَامُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَدِ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ الْمُتَكَلِّمُونَ فِي شَرْحِ الْحَدِيثِ عَلَى أَنَّهُ مِنْ دَلَائِلِ فِقْهِ عُمَرَ وَفَضَائِلِهِ وَدَقِيقِ نَظَرِهِ لِأَنَّهُ خَشِيَ أَنْ يَكْتُبَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمُورًا رُبَّمَا عَجَزُوا عَنْهَا وَاسْتَحَقُّوا الْعُقُوبَةَ عَلَيْهَا لِأَنَّهَا مَنْصُوصَةٌ لَا مَجَالَ لِلِاجْتِهَادِ فِيهَا فَقَالَ عُمَرُ حَسْبُنَا كِتَابُ اللَّهِ ".

Nabi berkeinginan untuk menulis sebuah pesan tertulis ketika nampak pada dirinya bahwa itu akan membawa mashlahat , atau mungkin beliau menerima wahyu tentang itu, kemudian nampak pada dirinya bahwa yang mashlahat adalah meninggalkannya, atau dia menerima wahyu untuk membatalkan perintah awal" .

Adapun kata-kata Umar ra, maka para ulama sepakat dalam menjelaskan hadits bahwa itu adalah salah satu dalil akan kedalaman fiqih Umar , keutamaan dan pandangannya yang tepat.

Karena dia takut, Nabi akan menulis hal-hal yang mungkin tidak mampu mereka amalkan yang membuat mereka pantas untuk diadzab . Karena sudah ditetapkan berdasarkan tulisan, maka tidak ada ruang untuk berijtihad di dalamnya, maka Umar berkata : “Cukuplah Kitab Allah bagi kami”.

[ Baca : Syarh Muslim (11/90). Al-Haafiz Ibn Hajar telah menukilnya pula dari al-Maaziri. Lihat: Fath al-Baari (8/134)].

Dalam riwayat Lain :

Ibnu Abbas berkata :

يَوْمُ الْخَمِيسِ وَمَا يَوْمُ الْخَمِيسِ ثُمَّ بَكَى حَتَّى بَلَّ دَمْعُهُ الْحَصَى فَقُلْتُ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ وَمَا يَوْمُ الْخَمِيسِ قَالَ اشْتَدَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعُهُ فَقَالَ ائْتُونِي أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَا تَضِلُّوا بَعْدِي فَتَنَازَعُوا وَمَا يَنْبَغِي عِنْدَ نَبِيٍّ تَنَازُعٌ وَقَالُوا مَا شَأْنُهُ أَهَجَرَ اسْتَفْهِمُوهُ قَالَ دَعُونِي فَالَّذِي أَنَا فِيهِ خَيْرٌ أُوصِيكُمْ بِثَلَاثٍ أَخْرِجُوا الْمُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَأَجِيزُوا الْوَفْدَ بِنَحْوِ مَا كُنْتُ أُجِيزُهُمْ قَالَ وَسَكَتَ عَنْ الثَّالِثَةِ أَوْ قَالَهَا فَأُنْسِيتُهَا

"Hari kamis, apakah hari kamis itu?!

Kemudian dia menangis sampai air matanya membasahi batu kerikil, lalu saya bertanya kepadanya, "Wahai Ibnu Abbas, memangnya ada apa dengan hari kamis?"

Dia menjawab : "Pada hari kamis, sakit yang diderita Rasulullah semakin parah, kemudian beliau bersabda: "Kemarilah, saya akan menuliskan untukmu suatu catatan yang membuatmu tidak akan tersesat sepeninggalku nanti."

Lalu para sahabat saling berbantahan, padahal tidak pantas dan tidak layak hal itu terjadi di hadapan beliau."

Kemudian mereka bertanya : "Ada apa dengan beliau? Tanyakanlah langsung kepada beliau!"

Lalu Rasulullah menjawab: 'Biarkanlah saya, apa yang saya alami sekarang ini lebih baik. Sesungguhnya saya mewasiatkan kepada kalian tiga perkara; usirlah orang-orang musyrik dari jazirah Arab, berikanlah kepada para utusan (delegasi) sesuatu yang sama dengan apa yang pernah saya berikan kepada mereka (yaitu menghormati dan melayaninya).'

Setelah itu beliau diam, tidak menyebutkan perkara yang ketiga, atau beliau menyebutkannya namun saya lupa." [ HR. Bukhori no. 3050 Muslim no. 1637]

KEDUA : DITOLAKNYA GAGASAN NABI SAAT PERANG KHANDAK

Pada perang Ahzab [Khandak] Nabi berkeinginan untuk berdamai antara dirinya dan pasukan Ghathafan namun digagalkan oleh al-Anshar .

Ketika cobaan dan ujian semakin berat bagi kaum muslimin, maka Rasulullah mengirim utusan ke Uyaynah bin Hishen bin Hudzayfah bin Badr, dan Haritsah al-Marri, dua pemimpin Ghathafan . Maka beliau menawarkan kepada mereka akan memberi sepertiga dari hasil kurma al-Madinah , dengan syarat mereka berdua menarik pasukannya kembali pulang dan tidak lagi menyerang para sahabat nya . Lalu terjadilah negosiasi perdamaian diantara mereka , hingga mereka menulis surat kesepakatan , namun penghadiran saksi dan penanda tanganan kesepakatan belum terjadi, kecuali baru sebatas kompromi dalam hal itu.

Ketika Rasulullah ingin melakukan kesapakatan itu, maka beliau memanggil Sa'd ibn Mu'adz dan Sa'd ibn Ubadah, dan menyebutkan hal itu kepadanya, dan beliau berkonsultasi dengan mereka tentang kesepakatan tersebut ,

Mereka berdua bertanya :

يَا رَسُولَ اللهِ أَمْرًا نُحِبّهُ فَنَصْنَعُهُ أَمْ شَيْئًا أَمَرَك اللهُ بِهِ لَا بُدّ لَنَا مِنْ الْعَمَلِ بِهِ أَمْ شَيْئًا تَصْنَعُهُ لَنَا؟

Wahai Rasulullah, apakah ini sesuatu yang kami cintai, lalu kami harus melakukannya, atau sesuatu yang Allah perintahkan kepada engkau yang harus kami lakukan, atau sesuatu yang engkau buat untuk kemaslahatan kami?

Rosulullah menjawab :

" بَلْ شَيْءٌ أَصْنَعُهُ لَكُمْ، وَاَللهِ مَا أَصْنَعُ ذَلِكَ إلّا لِأَنّنِي رَأَيْت الْعَرَبَ قَدْ رَمَتْكُمْ عَنْ قَوْسٍ وَاحِدَةٍ وَكَالَبُوكُمْ مِنْ كُلّ جَانِبٍ فَأَرَدْت أَنْ أَكْسِرَ عَنْكُمْ مِنْ شَوْكَتِهِمْ إلَى أَمْرٍ مَا"

Sebaliknya, aku bermaksud melakukan sesuatu untuk kebaikan kalian , dan demi Allah, aku tidak melakukan itu kecuali karena aku melihat orang-orang Arab serempak melemparkan anak panah ke arah kalian dari satu busur dan mereka mengepung kalian dari semua penjuru, maka aku berkeinginan mematahkan kekuatan mereka demi untuk melindungi kalian dengan cara apapun .

Lalu mereka berdua memberikan jawaban tegas dengan mengatakan :

يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كُنَّا نَحْنُ وَهَؤُلَاءِ الْقَوْمُ عَلَى الشِّرْكِ باللَّه وَعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ، لَا نَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا نَعْرِفُهُ، وَهُمْ لَا يَطْمَعُونَ أَنْ يَأْكُلُوا مِنْهَا تَمْرَةً إلَّا قِرًى أَوْ بَيْعًا، أَفَحِينَ أَكْرَمْنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَهَدَانَا لَهُ وَأَعَزَّنَا بِكَ وَبِهِ، نُعْطِيهِمْ أَمْوَالَنَا! وَاَللَّهِ مَا لَنَا بِهَذَا مِنْ حَاجَةٍ، وَاَللَّهِ لَا نُعْطِيهِمْ إلَّا السَّيْفَ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ،

" Wahai Rasulullah, kami dan kaum ini [Ghathafan] biasa menyekutukan Allah dan menyembah berhala. Kami sebelumnya tidak menyembah Allah dan kami tidak mengenal-Nya. Dulu mereka ini tidak diperbolehkan memakan kurma dari kebun kami, kecuali dengan cara sewa atau jual beli . Apakah ketika Allah telah memuliakan kami dengan Islam, membimbing kami ke sana, dan memuliakan kami melalui Anda dan melaluinya, lalu kami memberikan harta kami kepada mereka? Demi Allah , kami tidak membutuhkan kesepakatan ini. Demi Allah, kami tidak akan memberi mereka apa pun kecuali pedang , sampai Allah memutuskan antara kami dan mereka" .

[ Baca : ar-Raudh al-Unuf 6/208 , Siirah Ibni Hisyaam 2/223 dan al-Biyah wan Nihayah 6/39-40 ].

KETIGA : KETETAPAN NABI YANG DITOLAK MENJELANG PERANG UHUD :

Menjelang perang Uhud , pada awalnya Rasulullah dan sejumlah sahabat berpendapat : bahwa umat Islam sebaiknya tidak keluar dari kota Madinah untuk menghadapi pasukan kaum musyrikin Quraisy melainkan tetap di dalam kota . Jika mereka menyerang, pertahankanlah kota tersebut. Namun, sebagian para pemuda Muslim, beberapa muhajirin, dan ansar, terutama yang tidak ikut berpartisipasi dalam Pertempuran Badar dan tidak mendapat kesempatan untuk berjuang di dalamnya, bersikeras untuk keluar dan menghadapi musuh diluar kota . Lalu Rasulullah pun mendukung pendapat mereka, membatalkan pendapatnya sendiri. Maka beliau pun memasuki rumahnya, mengenakan baju besi untuk berperang, memakai perisai di punggungnya, mengambil tombaknya dengan tangannya, lalu keluar menuju kaum muslimin , sambil membawa pedangnya.

Kemudian, orang-orang yang mengusulkan untuk keluar menyesal karena telah menyebabkan ketetapan Rasulullah bertentangan dengan pendapat mereka .

Lalu Mereka berkata kepada Rasulullah :

مَا كَانَ لَنَا أَن نَّخَالِفَكَ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ أَوْ اقْعُدْ إِن شِئْتَ

"Kami tidak seharusnya menentangmu, lakukanlah apa yang kamu inginkan atau duduklah jika kamu mau."

Rasulullah menjawab mereka dengan berkata :

مَا كَانَ يَنبَغِي لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لِأُمَّتِهِ أَن يَضَعَهَا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ عَدُوِّهِ

"Tidak semestinya bagi seorang nabi yang sudah bersiap siaga untuk umatnya meninggalkannya hingga Allah memutuskan antara dia dan musuhnya."

Lalu beliau keluar, diikuti oleh sekitar seribu orang Muslim, termasuk seratus pasukan berperisai dan dua pasukan berkuda.

Di pertengahan perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul dan tiga ratus munafik mengkhianati pasukan Muslim. Jadi, jumlah Muslim yang tersisa hanya tujuh ratus orang. Kemudian, Rasulullah terus maju sampai tiba di medan perang Uhud.

[Baca : Shahih al-Bukhari no. (7369), As-Sunan al-Kubra oleh an-Nasai (7647), Musnad Imam Ahmad (14829) dan al-Ittihaaf oleh al-Bushairy 6/368]

KEEMPAT : PENOLAKAN BARIRAH SARAN NABI UNTUK RUJUK DENGAN MUGITS:

Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas – radhiyallahu 'anhuma - :

أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِي وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعبَّاسٍ يَا عَبَّاسُ أَلَا تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ رَاجَعْتِهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِي قَالَ إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ قَالَتْ لَا حَاجَةَ لِي فِيهِ

Bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Sepertinya aku melihat ia berthawaf di belakangnya seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot.

Maka Nabi bersabda :

"Wahai Abbas, tidakkah kamu ta'ajub akan kecintaan Mughits terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?"

Akhirnya Nabi pun bersabda kepada Barirah : "Seandainya kamu mau meruju'nya kembali."

Barirah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ini perintah dari Engkau ?"

Beliau menjawab : "Aku hanya ingin memberi syafaat untuknya  " .

Akhirnya Barirah pun berkata : "Sesungguhnya aku sudah tak berhajat lagi padanya."

( HR. Bukhari Nomor 4875 )

Dalam Lafadz lain dari Ibnu Abbaas RA :

كانَ زَوْجُ بَرِيرَةَ عَبْدًا أسْوَدَ، يُقَالُ له مُغِيثٌ، عَبْدًا لِبَنِي فُلَانٍ، كَأَنِّي أنْظُرُ إلَيْهِ يَطُوفُ ورَاءَهَا في سِكَكِ المَدِينَةِ.

Suami Barirah adalah seorang budak berkulit hitam bernama Mughith, seorang budak dari Bani Fulan, seolah-olah aku sedang melihat dia berputar-putar di belakang Barairah di gang-gang Mandinah . ( HR. Bukhori no. 5282 ) .

Tafsir Hadits :

كانت بَرِيرةُ رَضِيَ اللهُ عنها أَمةً مملوكةً، اشتَرَتْها أمُّ المُؤمِنينَ عائشةُ رَضِيَ اللهُ عنها وأعتقَتْها، وكان زَوجُها من العبيدِ، فلمَّا أُعتِقَت خُيِّرت بين أن تَظَلَّ على زواجِها منه أو تفارِقَه، فاختارت الفِراقَ.

Barirah adalah seorang budak  wanita, dibeli dan dimerdekakan oleh Ummul mukminin Aisya RA . Saat itu Bariirah RA masih bersuami . Suaminya adalah seorang budak , namanya Mughiits. Ketika dia dibebaskan, dia ditawari dua pilihan antara tetap menikah dengan Mughits atau meninggalkannya, lalu dia memilih berpisah.

Penulis katakan : dalam hukum Islam jika ada pasangan suami istri yang sama-sama budak , lalu jika sang istrinya berubah status menjadi wanita merdeka , maka sang istri berhak memilih antara berpisah darinya atau tetap menjadi istrinya .

Dalam hadits ini Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma mengkisahkan :

أنَّ زَوجَ بَرِيرةَ كانَ عَبْدًا يُقالُ له: مُغيثٌ، ويَصِفُ حالَه بعد فراقِها له كَأنَّه يَنْظُرُ إلَيهِ يَطوفُ خَلْفَها ويتتَبَّعُها في الطُّرُقاتِ، يَبكي، وَدُموعُه تَسيلُ عَلى لِحيَتِهِ، يَتَرَضَّاها لِتَختارَهُ وترجِعَ له.

“Bahwa suami Barirah adalah seorang budak yang dipanggil dengan : “ Mughits “. Dia ( Ibnu Abbas) menggambarkan kondisinya setelah bercerai dari Barirah, seolah-olah dia sedang memandanginya (Barirah), dia berkeliling di belakangnya dan terus mengikutinya di jalan-jalan , dia menangis, dengan air mata mengalir di jenggotnya, membujuk Barirah agar dia memilih dirinya lagi dan kembali kepadanya .

Nabi berkata kepada pamannya al-Abbas RA :

»يا عَبَّاسُ، ألَا تَعْجَبُ مِن حُبِّ مُغيثٍ بَرِيرةَ، وَمِن بُغضِ بَرِيرةَ مُغيثًا! «

"Wahai Abbas, tidakkah kamu ta'ajub akan kecintaan Mughits terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?"

Tafsir Hadits :

أي: ألا تتعَجَّبُ من كثرةِ محبَّتِه إيَّاها، وكثرةِ كُرهِها له، وَعَدَمِ رَغْبَتِها فيهِ؛ وذلك لِأنَّ الغالِبَ أنَّ المُحِبَّ لا يَكونُ إلَّا حَبيبًا.

Artinya, apakah Anda tidak ta’jub dengan cinta Ma’iz yang begitu besar untuknya, dan betapa besarnya kebencian Barirah padanya serta sama sekali tidak ada ketertarikan padanya?

Ini karena pada umumnya orang jatuh cinta itu hanya pada kekasih.

Maka Rasulullah menyuruhnya untuk kembali kepadanya dan tetap menjadi istrinya, Dia berkata:

يا رَسولَ اللَّهِ، أتَأمُرُني بذلك؟

Wahai Rasulullah, apakah Anda memerintahkan saya untuk melakukan itu?

Beliau berkata :

لا، إنَّما أنا أَشْفَعُ فيهِ

“Tidak, saya hanya ingin memberi syafaat untuknya”.

Tafsir dan Fiqih dari Hadits :

يعني: أتوسَّطُ وأطلُبُ منكِ استِحبابًا، لا عَلى سَبيلِ الحَتْمِ، فَلا يَجِبُ عَلَيكِ. فأخبَرَت أنَّها لا تريدُه ولا ترغَبُ فيه!

Maksudnya : Saya menengahi dan saya meminta kamu hanya sebatas saran yang baik (استحباب), bukan sebuah keharusan , jadi tidak wajib bagi kamu. Lalu Barirah RA memberitahu bahwa dirinya sudah tidak menginginkannya atau tidak menyukainya.

Dalam sebuah hadits di katakan :

الشَّفاعةُ مِن الحاكِمِ عِندَ الخَصْمِ في خَصْمِه إذا ظَهَرَ حَقُّه، وإشارَتُه عليه بِالصُّلحِ أو التَّرْكِ.

Syafaat dari hakim dalam sebuah perselisihan lalu pada dirinya nampak yang hak bagi salah satu dari dua orang yang berselisih,  maka bagi sang hakim boleh mengisyaratkan kepadanya untuk berdamai atau meninggalkannya “.

وفيه: أنَّ مَن يَسألُ مِن الأُمورِ ممَّا هوَ غيرُ واجِبٍ عليه فِعلُه، فَلَهُ رَدُّ سائِلِه، وَتَرْكُ قَضاءِ حاجَتِه، وإنْ كانَ الشَّفيعُ سُلطانًا أو عالِمًا أو شَريفًا.

Dan di dalamnya terdapat makna : Barangsiapa meminta sesuatu yang tidak wajib dia lakukan, dia berhak untuk menolak orang yang memintanya, dan meninggakan untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan jika pemberi syafaat adalah penguasa atau ulama atau ulama atau bangsawan .

PENOLAKAN SAHABAT YANG MEMBUAT NABI MARAH DAN TURUN AYAT :

Dari 'Abdullah bin Az Zubair radliallahu 'anhuma :

أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ خَاصَمَ الزُّبَيْرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ الَّتِي يَسْقُونَ بِهَا النَّخْلَ فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ سَرِّحْ الْمَاءَ يَمُرُّ فَأَبَى عَلَيْهِ فَاخْتَصَمَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ أَسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ فَقَالَ أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسْ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الْجَدْرِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَحْسِبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ { فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ }

Bahwasanya dia menceritakan bahwa ada seorang dari kalangan Anshar bersengketa dengan Az Zubair di hadapan Nabi tentang aliran air di perkebunan daerah Al Harrah yang mereka gunakan untuk menyirami pepohonan kurma.

Berkata, orang Anshar tersebut: "Bukalah air agar bisa mengalir?"

Az Zubair menolaknya lalu keduanya bertengkar di hadapan Nabi . Maka Rasulullah berkata, kepada Az Zubair: "Wahai Zubair, airi-lah [kebunmu] , lalu alirkanlah buat tetanggamu".

Maka orang Anshar itu marah seraya berkata : "Tentu saja kamu bela dia karena dia putra bibimu".

Maka wajah Rasulullah memerah kemudian berkata: "Wahai Zubair, airi-lah [kebunmu] kemudian tahanlah airnya hingga setinggi tambak pembatas ".

Maka Az Zubair berkata: "Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa ayat ini turun tentang kasus ini, yaitu firman Allah :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

" Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya". [ QS. An-Nisa : 65] [HR. Bukhori no. 2187].

******

LARANGAN IJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT :

NABI PUN TIDAK BOLEH BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN MASA DEPAN KAUM MUSLIMIN :

Contoh nya : Teguran Allah terhadap kesalahan ijtihad Nabi dalam membebaskan tawanan gembong penjahat perang Badar ; karena dikhawatirkan akan menyusun kekuatan kembali untuk memerangi umat Islam, Dan realitanya benar-benar terjadi , yaitu terjadinya perang Uhud dan lainnya.

Abu Zumail berkata : telah menceritakan padaku Ibnu Abbaas – radhiyallahu 'anhuma - : dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Umar bin Khattab] dia berkata :

فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا سَبْعِينَ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : فلمَّا أسَرُوا الأُسارى، قال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لأبي بكرٍ وعُمَرَ: ما تَرَونَ في هؤلاءِ الأُسارى؟ فقال أبو بكرٍ: يا نبيَّ الله، هم بنو العَمِّ والعشيرةِ، أرى أن تأخُذَ منهم فِديةً، فتكونَ لنا قُوَّةً على الكُفَّارِ، فعسى اللهُ أن يَهدِيَهم للإسلامِ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ما ترى يا ابنَ الخطَّابِ؟ قلتُ: لا واللهِ يا رسولَ اللهِ، ما أرى الذي رأى أبو بكرٍ، ولكنِّي أرى أن تُمكِّنَّا فنضرِبَ أعناقَهم، فتُمَكِّنَ عليًّا مِن عَقيلٍ، فيضرِبَ عُنُقَه، وتمكِّنِّي من فلانٍ- نَسيبًا لِعُمَرَ- فأضرِبَ عُنقَه؛ فإنَّ هؤلاءِ أئمَّةُ الكُفرِ وصناديدُها، فهَوِيَ رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ما قال أبو بكرٍ، ولم يَهْوَ ما قُلتُ، فلمَّا كان من الغَدِ جِئتُ، فإذا رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وأبو بكرٍ قاعِدَينِ يَبكيانِ، قُلتُ: يا رسولَ اللهِ، أخبِرْني من أيِّ شَيءٍ تبكي أنت وصاحِبُك؟! فإن وَجَدْتُ بكاءً بكيتُ، وإن لم أجِدْ بُكاءً تباكَيتُ لِبُكائِكما، فقال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أبكي للَّذي عَرَضَ عليَّ أصحابُك مِن أخْذِهم الفِداءَ، لقد عُرِضَ علي عذابُهم أدنى مِن هذه الشَّجرةِ- شَجرةٍ قريبةٍ مِن نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم- وأنزل اللهُ عزَّ وجلَّ:  مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ إلى قَولِه: فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا فأحلَّ اللهُ الغنيمةَ لهم".

" Pada hari itu [PERANG BADAR], tentara kaum Muslimin dapat membunuh tujuh puluh tentara kaum Musyrikin, dan berhasil menawan tujuh puluh orang tawanan."

Abu Zumail melanjutkan, "Ibnu Abbas berkata :

"Tatkala tawanan telah mereka tahan, Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimana pendapat kalian mengenai tawanan ini?"

Abu Bakar menjawab : "Wahai Nabi Allah, mereka itu adalah anak-anak paman dan masih famili kita, aku berpendapat, sebaiknya kita pungut tebusan dari mereka. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat terhadap orang-orang kafir, semoga Allah menunjuki mereka supaya masuk Islam."

Kemudian Rasulullah berkata: "Bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?"

Aku menjawab : "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak setuju dengan pendapat Abu Bakar. Menurutku, berilah aku kesempatan untuk memenggal leher mereka, berilah kesempatan kepada Ali supaya memenggal leher 'Uqail, dan berilah kesempatan kepadaku supaya memenggal leher si fulan -maksudnya saudaranya sendiri-, karena mereka adalah para pemimpin kaum kafir dan pembesar-pembesar mereka."

Akan tetapi Rasulullah menyetujui pendapat Abu Bakar dan tidak menyutujui pendapatku.

Di keesokan harinya, aku menemui Rasulullah , aku dapati beliau sedang duduk menangis berdua dengan Abu Bakar, lalu aku berkata : "Ceritakanlah kepadaku, apa sebabnya anda berdua menangis? Jika bisa menangis maka aku akan menangis, jika tidak bisa maka aku akan pura-pura menangis untuk kalian."

Rasulullah bersabda: "Aku menangis karena tebusan yang dipungut sahabatmu terhadap para tawanan itu, lebih murah daripada harga kayu ini." -yaitu kayu yang berada didekat Nabi Allah - Lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat :

{ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ . لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ . فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}

"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.

Maka makanlah oleh kalian sebagian harta rampasan" .(Qs. Al Nafaal: 67-69).

Karena itulah Allah menghalalkan harta rampasan buat mereka."

[HR. Muslim no. 3309].

KEMARAHAN NABI TERHADAP FATWA SAHABAT YANG MENYEBABKAN KEMATIAN :

Kemarahan Nabi kepada sahabat yang fatwannya menyebabkan kematian sahabat yang lain :

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata;

" خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ".

Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius. Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah ada keringanan untukku agar saya bertayammum saja?

Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan setelah itu meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi , beliau diberitahukan tentang kejadian tersebut, maka beliau bersabda:

"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan adalah bertanya! Sebenarnya cukup baginya untuk memberi perban di kepalanya lalu diusap (Tayammum) dan organ tubuh lainnya disiram”.

[HR. Abu Dawud (336) dan susunan katanya adalah miliknya, Al-Daaraqutni (1/189), dan Al-Baihaqi (1115)]. Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 336].

NABI HANYA MELARANG AMALAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN DAN SIKAP SAHABAT YANG BERPOTENSI MEMECAH BELAH UMAT

Allah SWT berfirman :

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى تَنْزِيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلا

“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa: 2-4]

Dari ‘Aisyah ra , bahwa Rosulullah bersabda :

إنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا، وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا.

Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR. Muslim no. 1498 )

CONTOH : NABI MELARANG AMALAN SAHABAT TANPA CONTOH, YANG MEMBERATKAN :

Hadits ke 1 : dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ: أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi bertanya tentang ibadahnya Nabi . Ketika mereka telah dikabari, seolah-olah mereka menganggap sedikit ibadahnya Nabi .

Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi ? Allah telah mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.

Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam terus.

Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan berbuka.

Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya.

Rasululullah pun mendatangi mereka seraya bersabda:

أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.

Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.

(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401 )

Di riwayat Muslim terdapat tambahan lafaz:

وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ

“Berkata sebahagian mereka, “Aku tidak akan makan daging…” sebahagian yang lain pula berkata, “Aku tidak akan tidur di atas tilam / tikar ”

Hadits ke 2 : Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu , ia berkata;

بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فِي الشَّمْسِ فَسَأَلَ عَنْهُ قَالُوا هَذَا أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ قَالَ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ

" Ketika Nabi berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki yang berdiri di bawah terik matahari.

Kemudian beliau menanyakan tentang orang tersebut . Maka mereka menjawab :

"Orang ini adalah Abu Israil, ia bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk, serta tidak bernaung, tidak berbicara, dan berpuasa".

Lalu Beliau berkata: "Perintahkan dia agar berbicara, bernaung, duduk dan menyempurnakan puasanya!"

[ HR. Al-Bukhari (6704), Abu Daud (3300), dan lafadz ini adalah miliknya, dan Ibnu Majah (2136)].

Hadits ke 3 : Dari Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, ia berkata :

"رَدَّ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، ولو أَذِنَ له لَاخْتَصَيْنَا"

Rasulullah -allallāhu 'alaihi wa sallam- menolak permintaan Uman bin Ma'ūn untuk hidup tanpa istri [membujang], seandainya beliau mengizinkannya maka sungguh kami akan mengebiri diri kami. [ HR. Bukhori no. 5073 dan Muslim no. 1402]

Hadits ke 4 : Hadits Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan;

نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عَنِ الوِصَالِ، فَقالَ له رِجَالٌ مِنَ المُسْلِمِينَ : فإنَّكَ -يا رَسولَ اللَّهِ- تُوَاصِلُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّكُمْ مِثْلِي؟! إنِّي أبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي ويَسْقِينِ. فَلَمَّا أبَوْا أنْ يَنْتَهُوا عَنِ الوِصَالِ واصَلَ بهِمْ يَوْمًا، ثُمَّ يَوْمًا، ثُمَّ رَأَوُا الهِلَالَ، فَقالَ: لو تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ. كَالْمُنَكِّلِ بهِمْ حِينَ أبَوْا.

Rasulullah melarang puasa wishool.

Maka beberapa orang kaum muslimin bertanya; 'engkau sendiri ya Rasulullah melakukan puasa wishool.'

Rasulullah menjawab : "Mana mungkin kalian sanggup melakukannya seperti aku, sebab kalau aku pada malamnya Rabb-ku memberiku makan dan minum."

Tatkala mereka masih enggan menghentikan puasa wishool, maka Nabi pun melakukan puasa wishool bersama mereka hari demi hari.

Kemudian ketika mereka melihat bulan sabit muncul ; maka Nabi bersabda: "Kalaulah bulan sabit itu terlambat, niscaya kutambah untuk kalian!"

Seolah-olah beliau hendak menghukum mereka tatkala mereka menolak nya .

[ HR. Bukhori no. 6851 dan Muslim no. 1103 ]

Definisi Puasa wishool adalah : menyambungkan puasa ke hari berikutnya tanpa berbuka di malam hari.

Hadits ke 4 : Nabi menentang amalan sahabat yang berpuasa setiap hari dan mengkhatamkan al-Quran di setiap malam ; karena yang demikian itu memberatkan dan merugikan orang lain.

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu anhu , ia berkata;

أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا فَتَقُولُ : نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ .

فَلَمَّا طَالَ ذَلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : "الْقَنِي بِهِ" . فَلَقِيتُهُ بَعْدُ . فَقَالَ : كَيْفَ تَصُومُ . قَالَ : كُلَّ يَوْمٍ . قَالَ : وَكَيْفَ تَخْتِمُ . قَالَ : كُلَّ لَيْلَةٍ .

قَالَ : صُمْ فِي كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةً وَاقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ . قَالَ : قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .

قَالَ : صُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فِي الْجُمُعَةِ . قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .

قَالَ : أَفْطِرْ يَوْمَيْنِ وَصُمْ يَوْمًا . قَالَ : قُلْتُ : أُطِيقُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ .

قَالَ : صُمْ أَفْضَلَ الصَّوْمِ صَوْمَ دَاوُدَ صِيَامَ يَوْمٍ وَإِفْطَارَ يَوْمٍ وَاقْرَأْ فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً ".

فَلَيْتَنِي قَبِلْتُ رُخْصَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَاكَ أَنِّي كَبِرْتُ وَضَعُفْتُ .

فَكَانَ يَقْرَأُ عَلَى بَعْضِ أَهْلِهِ السُّبْعَ مِنْ الْقُرْآنِ بِالنَّهَارِ . وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ يَعْرِضُهُ مِنْ النَّهَارِ لِيَكُونَ أَخَفَّ عَلَيْهِ بِاللَّيْلِ .

وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَتَقَوَّى أَفْطَرَ أَيَّامًا وَأَحْصَى وَصَامَ مِثْلَهُنَّ كَرَاهِيَةَ أَنْ يَتْرُكَ شَيْئًا فَارَقَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ.

قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ بَعْضُهُمْ : فِي ثَلَاثٍ وَفِي خَمْسٍ وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى سَبْعٍ

Bapakku menikahkanku dengan seorang wanita yang memiliki kemuliaan leluhur. Lalu bapakku bertanya pada sang menantunya mengenai suaminya.

Maka sang menantu pun berkata : "Dia adalah laki-laki terbaik, ia belum pernah meniduriku dan tidak juga memelukku mesra semenjak aku menemuinya."

Maka setelah selang beberapa lama, bapakku pun mengadukan hal itu pada Nabi .

Akhirnya beliau bersabda : "Bawalah ia kemari." Maka setelah itu, aku pun datang menemui beliau .

Dan belaiau bersabda : "Bagaimanakah ibadah puasamu?" Aku menjawab : "Yaitu setiap hari."

Beliau bertanya lagi : "Lalu bagaimana dengan Khataman Al Qur`anmu?" Aku menjawab, "Yaitu setiap malam."

Akhirnya beliau bersabda: "Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya. Dan bacalah (Khatamkanlah) Al Qur`an sekali pada setiap bulannya." Aku katakan : "Aku mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah tiga hari dalam satu pekan." Aku berkata, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Kalau begitu, berbukalah sehari dan berpuasalah sehari." Aku katakan, "Aku masih mampu lebih dari itu."

Beliau bersabda: "Berpuasalah dengan puasa yang paling utama - yakni puasa Dawud - yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan khatamkanlah Al Qur`an sekali dalam tujuh hari."

Maka [ di masa tuanya Abdullah bin 'Amr menyesali , dan dia berkata ] : sekiranya aku menerima keringanan yang diberikan Nabi ketika aku masih kuat, sementara sekarang aku telah menjadi lemah.

Mujahid berkata ; Lalu ia membacakan sepertujuh dari Al Qur`an kepada keluarganya pada siang hari.

Dan ayat yang ia baca, ia perlihatkan pada siang harinya agar pada malam harinya ia bisa lebih mudah membacanya.

Dan apabila dia ingin memperoleh kekuatan, maka ia akan berbuka beberapa hari dan menghitungnya, lalu ia berpuasa sebanyak itu pula . Itu semua ia lakukan disebabkan karena ia tak suka meninggalkan sesuatu , setelah Nabi wafat .

Abu Abdullah berkata : Dan sebagian mereka berkata; Tiga [ hari ] , atau lima, dan yang terbanyak adalah tujuh. [ HR. Bukhori no. 4664 ]

NABI MEMBIARKAN AMALAN SAHABAT YANG TIDAK MEMBERATKAN BAHKAN TERKADANG MEMUJINYA

Contoh ke 1 : amalan sahabat yang di biarkan ; karena tidak memberatkan :

Dari Al-Hasan al-Bashry

أَنَّ أَبَا بَكْرَةَ جَاءَ وَرَسُولُ اللَّهِ رَاكِعٌ فَرَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ أَيُّكُمْ الَّذِي رَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ أَنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ

“Bahwasanya Abu Bakrah datang, sedangkan Rasulullah dalam keadaan ruku', lalu dia ruku' di luar shaf, kemudian berjalan menuju shaf.

Tatkala Nabi selesai shalat, beliau bersabda : "Siapakah di antara kalian yang ruku di luar shaf kemudian berjalan masuk ke shaf?"

Abu Bakrah menjawab : " Saya".

Maka Nabi bersabda : "Semoga Allah menambahkan semangat untukmu melakukan kebaikan, dan tidak usah kamu mengulanginya ."

( HR. Bukhori No. 741 , Abu Daud no. 586 , Nasaa’i no. 861 dan Imam Ahmad no. 19510 ).

Contoh ke 2 : amalan sahabat yang di biarkan ; karena tidak memberatkan :

Dari Az Zuhri dari Sa'id bin Al Musayyab dari Bilal (RA) :

أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْذِنُهُ بِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَقِيلَ هُوَ نَائِمٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ فَأُقِرَّتْ فِي تَأْذِينِ الْفَجْرِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

“Bahwa ia mendatangi Nabi untuk adzan shalat subuh, lalu dikatakan kepadanya: "Beliau sedang tidur."

Maka bilal pun berkata ;

"ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM. ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM

(Shalat itu lebih baik daripada tidur. Shalat itu lebih baik daripada tidur)."

Hingga lafadz itu ditetapkan untuk dikumandangkan pada adzan subuh dan perkaranya menjadi tetap seperti itu."

[ HR. Ibnu Majah (716), al-Tabarani (1/354) (1081), dan al-Bayhaqi (2063) dengan sedikit perbedaan.]

Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Ibnu Majah no. 592. Dan Di Hasankan oleh Ibnu Hajar dalam Nataa'ij al-Afkaar 1/324 .

Contoh ke 3 : amalan sahabat yang di puji ; karena tidak memberatkan :

Do’a al-Istiftaah amalan Sahabat dalam shalat , yang dipuji oleh Nabi :

Dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma dia berkata;

بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ الْقَائِلُ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum mengucapkan;

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

(Maha Besar Allah, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, dan Maha suci Allah di pagi dan sore hari)

Lantas Rasulullah bertanya:

"Siapa yang mengatakan demikian dan demikian ?

Lelaki tersebut menjawab; "Saya ya Rasulullah."

Maka Rasululah bersabda: "Aku merasa kagum terhadapnya , karena dengannya pintu-pintu langit telah di buka."

Ibu Umar berkata; "Oleh karena itu, aku tidak pernah meninggalkannya semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah ."

( HR. Muslim No. 601 , Ahmad 8/79 no. 4399 dan Turmudzi No. 3516 )

Contoh ke 4 : amalan sahabat yang di puji ; karena tidak memberatkan :

Taqrir Nabi terhadap amalan sahabat Bilal dalam menjaga wudhu-nya dan shalat dua rokaat setelah wudhu dan dua rokaat setelah adzan .

Dari Buraidah bin al-Hushaib al-Aslami meriwayatkan :

أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِلَالًا فَقَالَ يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي إِنِّي دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ فَأَتَيْتُ عَلَى قَصْرٍ مِنْ ذَهَبٍ مُرْتَفِعٍ مُشْرِفٍ فَقُلْتُ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْعَرَبِ قُلْتُ أَنَا عَرَبِيٌّ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِرَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ قُلْتُ فَأَنَا مُحَمَّدٌ لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ قَالُوا لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا غَيْرَتُكَ يَا عُمَرُ لَدَخَلْتُ الْقَصْرَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كُنْتُ لِأَغَارَ عَلَيْكَ قَالَ وَقَالَ لِبِلَالٍ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الْجَنَّةِ قَالَ مَا أَحْدَثْتُ إِلَّا تَوَضَّأْتُ وَصَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَا

“Rasulullah bangun di pagi hari dan beliau memanggil Bilal dan berkata:

" Wahai Bilal! Dengan amalan apa engkau mendahuluiku ke Surga? Aku sama sekali tidak masuk Surga kecuali aku mendengar suara terompahmu di depanku. Sungguh tadi malam aku masuk ke dalam syurga , lalu aku mendengar suara terompahmu .

Lalu aku mendatangi istana Emas yang tinggi dan menjulang , dan aku bertanya : Untuk siapa ini ?

Mereka menjawab : Untuk seorang dari umatmu .

Lalu aku berkata : “ Aku lah Muhammad , untuk siapa Istana Ini ?

Mereka menjawab : Untuk Umar Bin al-Khaththaab “.

Lalu Rosulullah bersabda : " Jika bukan karena kecemburuanmu, Umar, aku akan memasuki istana itu ".

Dan Umar berkata : “ Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak akan cemburu pada mu “.

Bilal menjawab : " Wahai Rasulullah! saya tidak sekali-kali ditimpa hadats kecuali saya berwudhu dan shalat dua rokaat " .

Maka Rosulullah bersabda : " Dengan ini " .

Dalam lafadz lain :

فقالَ بلالٌ : يا رسولَ اللَّهِ ، ما أذَّنتُ قطُّ إلَّا صلَّيتُ رَكْعتينِ ، وما أصابَني حدثٌ إلَّا توضَّأتُ عندَها ، ورأيتُ أنَّ للهِ عليَّ رَكْعتَينِ، فقالَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ بِهِما

Maka Bilal (RA) berkata : " Wahai Rasulullah! Saya tidak sekali-kali mengumandangkan adzan kecuali setelah itu saya sholat dua rokaat .

Dan saya tidak sekali-kali ditimpa hadats kecuali saya berwudhu di sisi-Nya dan saya melihat bahwa Allah memiliki hak dua rakaat atas diri saya".

Maka Nabi bersabda : “Dengan keduanya!”-

(HR. At-Tirmizi no. 3689 dan Ahmad no. 21918 , 23046).

Dishahihkan oleh Abdul Haq al-Isybiili dalam al-Ahkaam ash-Shugra no. 110, oleh  Syeikh al-Albaani dlm Shahih Turmudzi no. 3689 dan al-Waadi’i dlam “الصحيح المسند no. 166.

HADITS-HADITS NABI MUHAMMAD BUKAN ALAT PEMECAH BELAH
MELAINKAN PEMERSATU UMAT.

Allah SWT berfirman :

﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ﴾

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [al-Anbiyaa: 107]

Dan Allah SWT berfirman :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. [QS. Ali Imran : 159]

Dan Allah SWT berfirman :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُون

Artinya: Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.

Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara , dan [saatt itu] kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (QS. Ali ‘Imran : 103)

Menurut keterangan dari Al-Zamakhsyari (467-538 H) dalam Tafsir Al-Kasysyaf (1/395), ayat ini adalah sebuah larangan untuk bercerai-berai sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyyah, yaitu saling bermusuhan satu sama lain hingga terjadi peperangan di antara mereka. Ayat ini juga adalah larangan untuk mengucapkan kata-kata yang menyebabkan perpecahan.

Al-Zamakhsyari berkata :

كَانُوا فِي الْجَاهِلِيَّةِ بَيْنَهُمُ الْإِحْنُ وَالْعَدَاوَاتِ وَالْحَرُوبِ الْمُتَوَاصِلَةِ، فَأَلَّفَ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِهِم بِالْإِسْلَامِ. وَقَذَفَ فِيهَا الْمَحَبَّةَ فَتَحَابُوا وَتَوَافَقُوا وَصَارُوا إِخْوَانًا مُتَرَاحِمِينَ مُتَنَاصِحِينَ مُجْتَمِعِينَ عَلَى أَمْرٍ وَاحِدٍ قَدْ نَظَّمَ بَيْنَهُمْ وَأَزَالَ الِاخْتِلَافَ، وَهُوَ الْأُخُوَّةُ فِي اللَّهِ. وَقِيلَ: هُمَا الْأَوْسُ وَالْخَزْرَجُ، كَانَا أَخَوَيْنِ لِأَبٍ وَأُمٍّ، فَوَقَعَتْ بَيْنَهُمَا الْعَدَاوَةُ وَتَطَاوَلَتِ الْحَرُوبُ مِائَةٌ وَعِشْرِينَ سَنَةً إِلَى أَنْ أَطْفَأَ اللَّهُ ذَلِكَ بِالْإِسْلَامِ وَأَلَّفَ بَيْنَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Mereka pada masa jahiliyah saling membenci, bermusuhan, dan terlibat dalam perang yang tak berkesudahan. Namun, Allah menyatukan hati mereka melalui Islam. Cinta ditanamkan di dalamnya, sehingga mereka saling mencintai, menyatu, dan menjadi saudara-saudara yang penuh kasih sayang, saling menasihati, dan bersatu dalam satu tujuan yang diatur di antara mereka, yaitu persaudaraan dalam Allah.

Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah suku Aus dan Khazraj, yang pada awalnya adalah saudara kandung dari satu ayah dan ibu. Namun, permusuhan timbul di antara mereka, dan perang berlangsung selama seratus dua puluh tahun. Konflik ini baru mereda ketika Allah menyelamatkan mereka melalui Islam dan menyatukan mereka di bawah bimbingan Rasulullah [ Baca : Tafsir al-Kasyaaf 1/395 ].

Apa yang dikatakan az-Zamakhsyari diatas disebutkan pula dalam Tafsir Al-Baidhawi (3/136).

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan banyak riwayat terkait dengan pembahasan ayat ini, diantaranya adalah riwayat dari Qatadah bahwa maksud dari ayat “wadzkuru ni’matallah ‘alaikum idzkuntuntum a’da’an fallafa baina qulubikum” adalah yang terjadi pada masyarakat Arab pada waktu itu adalah saling membunuh, orang-orang yang kuat akan menindas yang lemah sehingga. dengan datangnya Islam melalui perantara Nabi mereka berubah menjadi saudara yang saling mengasihi satu sama lain, demi Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya saling mengasihi adalah rahmat dan perpecahan adalah adab.

Imam Al-Qurthubi berkata :

مَعْنَاهُ وَلَا تَفَرَّقُوا مُتَابِعِينَ لِلْهَوَى وَالْأَغْرَاضِ الْمُخْتَلِفَةِ، وَكُونُوا فِي دِينِ اللَّهِ إِخْوَانًا، فَيَكُونُ ذَلِكَ مَنْعًا لَهُمْ عَنِ التَّقَاطُعِ وَالتَّدَابُرِ، وَدَلَّ عَلَيْهِ مَا بَعْدَهُ وَهُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى:" وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً". وَلَيْسَ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الِاخْتِلَافِ فِي الْفُرُوعِ، فَإِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ اخْتِلَافًا إِذِ الِاخْتِلَافُ مَا يَتَعَذَّرُ مَعَهُ الِائْتِلَافُ وَالْجَمْعُ، وَأَمَّا حُكْمُ مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ فَإِنَّ الِاخْتِلَافَ فِيهَا بِسَبَبِ اسْتِخْرَاجِ الْفَرَائِضِ وَدَقَائِقِ مَعَانِي الشَّرْعِ، وَمَا زَالَتِ الصَّحَابَةُ يَخْتَلِفُونَ فِي أَحْكَامِ الْحَوَادِثِ، وَهُمْ مَعَ ذَلِكَ مُتَآلِفُونَ. وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: (اخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ) وَإِنَّمَا مَنَعَ اللَّهُ اخْتِلَافًا هُوَ سَبَبُ الْفَسَادِ

Maknanya adalah: "Dan janganlah kalian berselisih, mengikuti hawa nafsu dan tujuan-tujuan yang berbeda. Jadilah kalian bersaudara dalam agama Allah, sehingga hal itu dapat mencegah mereka dari pemutusan hubungan dan saling membelakangi. Hal ini ditegaskan dengan firman-Nya yang berikutnya :

'Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu saling bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian, sehingga dengan nikmat-Nya kalian menjadi saudara-saudara.'

Ayat ini tidak menunjukkan larangan terhadap perbedaan dalam masalah cabang-cabang agama. Karena perbedaan dalam hal ini bukanlah perselisihan, karena perselisihan terjadi ketika tidak mungkin untuk bersatu dan berkumpul. Adapun dalam masalah-masalah ijtihad, perbedaan terjadi karena istinbath hukum-hukum fikih dan pemahaman terhadap makna syariat yang sangat detail.

Para Sahabat pun senantiasa terus berselisih dalam hukum-hukum yang timbul, namun mereka tetap bersaudara.

Rasulullah juga bersabda : 'Perbedaan pendapat dalam umatku adalah rahmat.' Sesungguhnya, yang Allah larang itu adalah perselisihan yang menjadi penyebab kerusakan dan perpecahan ." [Baca : Tafsir al-Qurthubi (al-Jami’ Li Ahkaamil Qur’an) 4/159].

Di sini jelaslah bagi kita bahwa Islam ketika awal kemunculannya adalah untuk menjadi solusi dan sarana menyatukan puing-puing komponen masyarakat yang saling berserakan dan terpecah belah.

PADA MASA NABI , ISLAM SANGAT MUDAH DAN SEDERHANA, 
MESKI BELUM ADA KITAB-KITAB HADITS .

Pada zaman Nabi dan pada zaman para sahabat , Islam benar-benar sangat sederhana , mudah dan tidak rumit . Umat Islam betul-betul kuat , bersatu dan tidak berpecah belah.  Meskipun pada masa itu belum ada penulisan dan penyusunan kitab  haditst- haditst nabawi.

Bahkan pada masa Nabi pun, beliau tidak mengangkat para penulis untuk mencatat semua ucapan dan perbuatan beliau ﷺ, kecuali penulisan Al-Qur'an, maka untuk Al-Quran beliau telah menyiapkan sejumlah penulis ayat-ayat yang di wahyukan padanya .

Rosulullah tidak memerintahkan para sahabatnya untuk menulis  haditst- haditstnya, bahkan beliau pada awalnya sempat melarang penulisan  haditst . Kemudian setelah itu beliau membolehkannya bagi siapa saja yang berkehendak menulis  haditst yang dia ingini , tapi tidak memerintahkannya.

Para sahabat yang aktif menulis hadits sangat lah sedikit , kebanyakan dari mereka hanya menghafal maknanya dan tujuannya .

Diantara mereka yang sempat menulis sebagian haditst- haditst Nabi tersebut adalah sahabat Abdullah bin 'Amr bin 'Ash.

Meskipun belum ada kitab-kitab hadits , namun umat Islam generasi pertama bisa menjaga persatuan , mereka kuat, disegani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya.

Tidak adanya penulisan dan penyusunan  haditst- haditst tersebut berlangsung hingga pada masa Khulfaur Rosyidin Abu Bakar , Umar bin Khottob , Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib . Umat Islam pada saat itu mendapatkan  haditst- haditst dengan cara dari lisan ke lisan dan mendengar dari yang lain . Di ceritakan pula bahwa Umar bin Khottob berkehendak untuk mencatatnya namun tidak terlaksanakan .

Dan pada zaman Kholifah Umar bin Abdul Aziz al-Umawi [wafat 101 H], telah di mulai usaha untuk mengumpulkan  haditst- haditst Nabi . Maka beliau menulis surat perintah kepada Qodli nya di Madinah al-Munawwaroh yang bernama Abu Bakar Muhammad bin 'Amr bin Hazem , yang bunyinya :

"Perhatikan lah jika di ketemukan  haditst Rosulullah atau Sunnah , maka catatlah ! , sesungguhnya aku khawatir akan terkikis nya ilmu dan hilangnya para ulama" .

Namun sebelum keinginan Umar bin Abdul Aziz di laksanakan , beliau keburu wafat [wafat tahun101 H] .

BERIKUT INI DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN PADA MASA KENABIAN BELUM ADA PENULISAN KITAB HADITS :

HADITS KE 1 :

Dari Said Al-Khudry, Rasulullah bersabda:

لَا تَكْتُبُوا عَنِّي، وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ، وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ: أَحْسَبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Janganlah kalian menulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah dihapus dan ceritakanlah dariku dan tidak berdosa. Barangsiapa berdusta atas nama ku -Hammam berkata - dengan sengaja maka hendaklah menyiapkan tempatnya di Neraka”. [HR. Muslim no 3004].

HADITS KE 2 :

Dari Abu Sa'id al Khudzri dia berkata;

اسْتَأْذَنَّا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكِتَابَةِ فَلَمْ يَأْذَنْ لَنَا

'Kami meminta izin kepada Nabi dalam hal penulisan [sabdanya] tetapi beliau tidak mengizinkan kami.'

[ HR. Tirmidzi no. 2665 , ad-Daarimi no. 451 dan Daruquthni (sebagaimana disebutkan dlam Athroof al-Ghoro'ib oleh Ibnu Thoohir no. 4719)] . Di shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzy no. 2665 .

HADITS KE 3 :

Abu Saeed Al-Khudri berkata :

»جَهَدْنَا ‌بِالنَّبِيِّ ‌صَلَّى ‌اللهُ ‌عَلَيْهِ ‌وَسَلَّمَ ‌أَنْ ‌يَأْذَنَ ‌لَنَا ‌فِي ‌الْكِتَابِ ‌فَأَبَى«

“Kami berusaha keras sebisa mungkin kepada Nabi agar beliau mengizinkan kami untuk menulis [sabdanya], namun beliau selalu menolaknya ".

[HR. Abu Muhammad Ar-Romahurmuzi al-Farisy dalam al-Muhaddits al-Faashil hal. 379 dan al-Khothiib al-Baghdaady dalam Taqyiid al-Ilmi hal. 32-33 ].

HADITS KE 4 :

Dari Abu Hurairah , dia berkata:

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - ، وَنَحْنُ نَكْتُبُ الأَحَادِيثَ ، فَقَالَ: «مَا هَذَا الَّذِي تَكْتُبُونَ؟» ، قُلْنَا: أَحَادِيثَ نَسْمَعُهَا مِنْكَ. قَالَ: «كِتَابٌ غَيْرَ كِتَابِ اللَّهِ!؟، أَتَدْرُونَ؟ مَا ضَلَّ الأُمَمَ قَبْلَكُمْ إِلَاّ بِمَا اكْتَتَبُوا مِنَ الكُتُبِ مَعَ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى»

Rosulullah datang kepada kami saat kami sedang menulis hadits, dan dia bertanya : "Apa ini yang kalian tulis? .

Kami berkata: Hadits-hadits yang kami dengar dari Engaku . Beliau berkata : "Kitab selain Kitabullah [al-Qur'an] !? Tahukah kalian ?" Umat-umat sebelum kalian tidaklah tersesat kecuali dengan apa yang mereka tulis dari kitab-kitab bersama dengan Kitab Allah SWT.”

[ HR. al-Khothiib al-Baghdaady dalam Taqyiid al-Ilmi hal. 34 ]

HADITS KE 5 :

Dari Abdulllah bin Amr bin Ash -radhiyallaahu 'anhuma- dia berkata :

كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا : أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ ، وَالرِّضَا ، فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ ، فَقَالَ : اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ

“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku. Mereka berkata :

“Engkau menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah seorang manusia, kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan lapang”.

Mulai dari sejak itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil menunjukkan jarinya ke mulutnya:

Tulislah! Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaran”.

(HR. Abu Dawud (3646) , Ahmad (6802) Al Hakim 1/105-106 dan ad-Daarimi 1/125 ). Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 56/11 dan al-Albaani dalam ash-Shahihah no. 1532 dan Shahih Abu Daud no. 3646 .

HADITS KE 6 :

Dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu - berkata:

" لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ ".

"Tidak ada seorang pun dari para sahabat Nabi yang lebih banyak meriwayatkan hadits Nabi dibandingkan diriku kecuali yang diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr, itu karena dahulu dia menulis sedang aku tidak menulis (hadits-hadits tersebut) ". [HR. Bukhori no. 113].

HADITS KE 7 :

Dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu - berkata :

" إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا ثُمَّ يَتْلُو { إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى إِلَى قَوْلِهِ الرَّحِيمُ } إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الْعَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِبَعِ بَطْنِهِ وَيَحْضُرُ مَا لَا يَحْضُرُونَ وَيَحْفَظُ مَا لَا يَحْفَظُونَ".

"Sesungguhnya orang-orang mengatakan, "Abu Hurairah adalah yang paling banyak (menyampaikan hadits dari Rasulullah ), kalau bukan karena dua ayat dalam Kitabullah aku tidak akan menyampaikannya." Lalu dia membaca ayat:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ .

" Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati".

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

" Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang" . (Qs. Al Baqarah: 159-160).

Sesungguhnya saudara-saudara kita dari kalangan Muhajirin, mereka disibukkan dengan perdagangan di pasar-pasar, dan saudara-saudara kita dari kalangan Anshar, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta mereka. sementara Abu Hurairah selalu menyertai Rasulullah dalam keadaan lapar, ia selalu hadir saat orang-orang tidak bosa hadir, dan ia dapat menghafal saat orang-orang tidak bisa menghafalnya." [HR. Bukhori no. 115]

HADITS KE 8 :

Dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah -radhiyallaahu 'anhu -, ia berkata;

Ketika tahun pembebasan Makkah bani Khuza'ah membunuh seorang laki-laki dari bani Laits sebagai pembalasan mereka yang dibunuh semasa masih jahiliyah. Serta merta Rasulullah berdiri dan menyampaikan khutbah ;

إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ وَسَلَّطَ عَلَيْهِمْ رَسُولَهُ وَالْمُؤْمِنِينَ أَلَا وَإِنَّهَا لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلَا تَحِلُّ لِأَحَدٍ بَعْدِي أَلَا وَإِنَّمَا أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ أَلَا وَإِنَّهَا سَاعَتِي هَذِهِ حَرَامٌ لَا يُخْتَلَى شَوْكُهَا وَلَا يُعْضَدُ شَجَرُهَا وَلَا يَلْتَقِطُ سَاقِطَتَهَا إِلَّا مُنْشِدٌ وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا يُودَى وَإِمَّا يُقَادُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُو شَاهٍ فَقَالَ اكْتُبْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ

"Allah telah menahan pasukan gajah dari Makkah ini, dan menguasakan rasul-Nya dan orang-orang mukmin untuk mengalahkan mereka, ketahuilah, bahwasanya Makkah tidak dihalalkan bagi siapa pun baik sebelum maupun sesudahku, hanyasanya dihalalkan bagiku beberapa saat siang saja.

Ketahuilah, bahwasanya Makkah pada saatku sekarang ini telah haram, durinya tidak boleh dipatahkan dan pohonnya tidak boleh ditebang, barang temuannya tidak boleh diambil kecuali orang yang hendak mengumumkannya, dan barangsiapa menjadi wali korban pembunuhan, baginya dua pilihan, ia diberi diyat atau diberi kesempatan untuk membalas qisas."

Lantas berdirilah seorang laki-laki penduduk yaman yang dikenal dengan nama Abu Syah dan mengatakan; 'Tuliskan untukku Ya Rasulullah! '

Rasulullah mengatakan ; "Tuliskanlah untuk Abu Syah." [HR. Bukhori no. 6372]

HADITS KE 9 :

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ : فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ

“Aku menghafal dari Nabi –SAW- dua bejana ilmu. Bejana yang satu kusebarkan, sedangkan yang satu bejana lagi, seandainya aku sebarkan, niscaya tenggorokan ini dipotong .”

[HR. Imam al-Bukhari No.  (120)]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani –rahimahullah– di dalam al-Fath (1/216) berkata:

قَوْله: (وِعَاءَيْنِ) أَيْ ظَرْفَيْنِ … أَيْ : نَوْعَيْنِ مِنْ الْعِلْم ، ومُرَاده : أَنَّ مَحْفُوظه مِنْ الْحَدِيث لَوْ كُتِبَ لَمَلَأَ وِعَاءَيْنِ” انتهى ملخصا.

Ucapan Abu Hurairah, “Wi’a-ain (dua bejana),” maksudnya adalah, “Zharfain (dua wadah),” … yaitu dua macam ilmu. Jadi maksud ucapan Abu Hurairah itu, bahwasanya dia menghafal ilmu dari hadits, yang seandainya ilmu itu dituliskan, niscaya memenuhi dua wadah.

Ibnu al-Munir berkata:

وَإِنَّمَا أَرَادَ أَبُو هُرَيْرَة بِقَوْلِهِ : ” قُطِعَ ” أَيْ : قَطَعَ أَهْل الْجَوْر رَأْسه إِذَا سَمِعُوا عَيْبه لِفِعْلِهِمْ وَتَضْلِيله لِسَعْيِهِمْ

Maksud ucapan Abu Hurairah, “Dipotong tenggorokanku ,” yaitu orang-orang lalim akan memenggal kepalanya jika mereka mendengar dirinya mencela perbuatan buruk mereka dan menganggap sesat tindakan-tindakan mereka.

Berkenaan dengan masalah ini Imam Bukhori di dalam Shahihnya menulis sebuah BAB yang di beri judul :

باب : مَنْ خَصَّ بِالْعِلْمِ قَوْمًا دُونَ قَوْمٍ كَرَاهِيَةَ أَنْ لاَ يَفْهَمُوا

Artinya : “ Bab : Ilmu yang khusus untuk satu kaum jangan disampaikan kepada kaum yang lain , karena khawatir mereka tidak memahaminya “.

Maksudnya : Tidak semua orang itu memiliki pemahaman yang sama . Karena daya nalar dan pengalaman mereka terhadap suatu masalah itu berbeda-beda, oleh karenanya seorang da’i atau pengajar dituntut untuk mengetahui tingkat pemahaman obyek dakwahnya, sehingga didalam memberikan materi dakwah atau pengajaran tidak menimbulkan fitnah atau kesalah fahaman atau memberatkan mereka yang bisa menyebabkan lari dari majelis ilmu .

Lalu Imam Bukhori menyebutkan Hadits Ali bin Abi Thaalib , beliau berkata :

حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ ، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

‘Bicaralah kepada manusia dengan sesuatu yang mereka pahami, apakah kalian suka Allah dan Rasul-Nya didustakan? (Hadits no. 127)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam al-Fath 1/225 :

"وَزَادَ آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ فِي كِتَابِ الْعِلْمِ ... فِي آخِرِهِ وَدَعُوا مَا يُنْكِرُونَ أَيْ يَشْتَبِهُ عَلَيْهِمْ فَهْمُهُ .... ‌وَفِيهِ ‌دَلِيلٌ ‌عَلَى ‌أَنَّ ‌الْمُتَشَابِهَ ‌لَا ‌يَنْبَغِي ‌أَنْ ‌يذكر ‌عِنْد ‌الْعَامَّة ".

“ Dalam riwayat Adam bin Abi Iyyaas dalam kitabnya “Kitab al-Ilmi” terdapat tambahan di akhir perkataan Ali RA ini , yaitu : “ Hindarilah perkataan yang membuat mereka mengingkarinya “. Yakni perkara-perkara yang musytabah bagi mereka dalam memahaminya . ... Dengan demikian dalam perkataan Ali RA ini terdapat dalil bahwa perkara-perkara musytabah itu tidak selayaknya di sebutkan pada masyarakat umum “. ( Selesai ).

*******

AWAL MULAI PENULISAN KITAB HADITS :

Di masa dinasti khilafah Abbasiyah , para ulama mulai mengumpulkan dan menyusun  haditst- haditst Nabi , namun penyusunannya tersebut campur aduk dengan kata-kata para sahabat dan fatwa-fatwanya . Ulama-ulama yang menyusun seperti ini adalah Sufyan al-Tsaury [w. 161 H] di Kufah , Al-Laits bin Saad [w. 175 H] di Mesir , dan Malik bin Anas [w. 179 H] di Madinah , akan tetapi karya-karya mereka tersebut yang sampai kepada kita hanya sedikit sekali . Barang kali yang paling lengkap sampai kepada kita adalah kitab Al-Muwatho karya Imam Malik , yang di dalam nya terdapat  haditst- haditst Nabi , fatwa-fatwa para sahabat dan hukum-hukum peradilannya , bahkan di temukan di dalam nya kata-kata para tabi'in dan pendapat-pendapat nya yang mereka tarjih / tetap kan ketika terjadi ada perbedaan pendapat .

Di akhir abad ke II Hijriyah , arah gerak para ulama dalam pengumpulan  haditst terfokus pada penelitian dan proses pemilahan antara  haditst Nabi dan lainnya. Dalam hal ini mereka menempuh teori penyusunan dengan sistem MASANID , artinya : pengelompokan  haditst- haditst yang di riwayatkan oleh masing-masing sahabat dalam satu bab , meski kandungannya berbeda-beda tidak dalam satu topik pembahasan.

Kemudian lahirlah teori baru dalam penyusunan  haditst , yaitu penyusunan yang di sesuaikan dengan urutan bab-bab Fiqh .  Teori ini mempermudah kerja bagi para ahli Fiqh , karena terhampar di hadapannya dalam satu bab semua  haditst yang erat hubungannya dengan pembahasan Fiqh yang mereka teliti dan mereka inginkan . Kitab-kitab yang di susun sesuai teori tersebut adalah : Sahih Bukhori karya Imam Bukhory [w. 256 H] , Sahih Muslim karya Imam Muslim [w. 261 H] , Sunan Abu Daud  karya Abu Daud [ w. 275 H] dll .

Lahirnya Ilmu JARH WA TA'DIL

(Ilmu studi kritis terhadap orang-orang yang terlibat dalam rangkaian periwayatan  haditst)

Para ulama  haditst telah melakukan kagiatan luar biasa yang membawa berkah bagi umat Islam dan terpeliharanya syariat ini dari pemalsuan dan pendustaan , karena mereka telah menciptakan sebuah karya keilmuan yang di kenal dengan ilmu JARH WA TA'DIL atau ILMU RIJAL . 

Ilmu ini tidak ada duanya , hanya di miliki umat Islam , dan tidak ada tandingannya serta tidak di ketemukan pada umat-umat lainnya . Ilmu ini bertujuan untuk mengungkap tentang sepak terjang para perowi  haditst dan membongkar kebenaran atas kebohongan dan sebagai tolak ukur antara riwayat yang ngawur dan tidak , yang benar-benar terpercaya dan yang tercoreng dengan berbagai macam sifat yang tidak layak untuk di terima riwayatnya .

PERBEDAAN ILMU JARH WA T'ADIIL DULA DENGAN YANG SEKARANG

DULU : Ilmu Jarh wa Ta'diil bagi para ulama hadits dulu pada abad ke tiga di gunakan : mengungkap tentang sepak terjang para perowi  haditst dan membongkar kebenaran atas kebohongan dan sebagai tolak ukur antara riwayat hadits yang ngawur dan tidak , yang benar-benar terpercaya dan yang tercoreng dengan berbagai macam sifat yang tidak layak untuk di terima riwayat haditsnya .

SEKARANG : Ilmu Jarh wa Ta'diil digunakan oleh kelompok orang-orang yang merasa suci untuk mengghibah , mencoreng dan menjelek-jelekkan orang lain yang tidak mau menerima pendapatnya dan manhajnya . Mereka kemas dengan istilah Tahdziir , Nahyi Munkar , Tashfiyatush shufuuf dan Sadd adz-dzarii'ah . Hukumnya wajib menurut mereka .

HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN

Dari Sa'ad bin Abi Waqash mengatakan :

أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ أَقْبَلَ ذَاتَ يَومٍ مِنَ العَالِيَةِ، حتَّى إذَا مَرَّ بمَسْجِدِ بَنِي مُعَاوِيَةَ دَخَلَ فَرَكَعَ فيه رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّيْنَا معهُ، وَدَعَا رَبَّهُ طَوِيلًا، ثُمَّ انْصَرَفَ إلَيْنَا، فَقالَ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا، فأعْطَانِي ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً؛ سَأَلْتُ رَبِّي: أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالسَّنَةِ فأعْطَانِيهَا، وَسَأَلْتُهُ أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالغَرَقِ فأعْطَانِيهَا، وَسَأَلْتُهُ أَنْ لا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا.

Bahwa suatu hari Rasulullah datang dari al-‘Aaliyah [tempat yang tinggi]. Ketika melewati masjid Bani Muawiyah, beliau masuk dan kemudian sholat dua rakaat. Mereka pun sholat bersama dan Nabi memanjangkan doa kepada Allah lalu berpaling kepada mereka.

Rasulullah lalu bersabda :

"Aku memohon tiga perkara kepada Allah, maka Allah memberiku dua perkara dan menolak satu perkara.

1]. Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak membinasakan umatku dengan kelaparan yang menyeluruh, maka Dia mengabulkannya.

2] Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak membinasakan mereka dengan ditenggelamkan, maka Dia mengabulkannya.

3] dan Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak menimpakan permusuhan di antara mereka, maka Dia menolaknya." (HR Muslim no. 2890 ).

Arti point yang ke 3 :

أي: ألَّا يقَعَ بيْنَهم فُرقةٌ وقِتالٌ تُهلِكُهم وتُضعِفُهم، والبأسُ الحروبُ والفِتنُ .

“ Artinya: Agar di antara mereka tidak terjadi perpecahan dan peperangan yang akan membinasakan dan melemahkan mereka. Penderitaan dan kesusahan akan datang saat terjadi banyak peperangan dan banyak fitnah”.

Dari Tsauban berkata: Rasulullah  bersabda:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا

"Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku, aku diberi dua harta simpanan; merah dan putih, dan sesungguhnya aku meminta Rabbku untuk ummatku agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, agar Ia tidak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka [umat Islam] selain diri mereka sendiri lalu menyerang perkumpulan mereka, dan sesungguhnya Rabbku berfirman:

'Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, Aku tidak memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri [sesama kaum muslimin] . Lalu mereka [musuh] menyerang perkumpulan mereka [kaum muslimin]. Meski mereka dikepung dari segala penjurunya [kaum muslimin tetap tidak akan binasa], hingga sebagian dari mereka [kaum muslimin] membinasakan sebagaian [kaum muslimin] lainnya dan saling menawan satu sama lain." [HR. Riwayat Muslim no. 2889]

Allah SWT akan menurunkan rahmat pada umat Islam ini , jika sesama mereka saling bersaudara dan saling mendamaikan . Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat RAHMAT. [QS. al-Hujuraat : 9-10]

Akan tetapi jika mereka terus saling bermusuhan , maka Allah SWT berfirman :

{قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ}

"Katakanlah: "Dia Maha Kuasa mengirim azab kepada kalian dari atas langit atau dari bawah kaki kalian, atau mengacaubalaukan kalian menjadi kelompok-kelompok yang bertentangan dan memberikan azab sebagian kalian kepada sebagian yang lain"" (Al-An'am: 65).

WASPADALAH TERHADAP KEBUSUKAN MANHAJ KHAWARIJ, DALIL ATAS ORANG KAFIR DITIMPAKAN KEPADA UMAT ISLAM AGAR PECAH BELAH  

Berikut ini adalah ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhu tentang orang-orang khawarij sebagaimana disebutkan oleh Bukhari tanpa sanad :

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ : إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ

“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata, ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” (Fathul Bari, 12/282)

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

""وَصَلَّهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بَكِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ ابْنِ عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ – وَهُوَ أَحَدُ أَسْمَاءِ الْخَوَارِجِ - ؟ قَالَ: ( كَانَ يَرَاهُمْ شَرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ ) . قُلْتُ: وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".

Ath-Thabary menyambungnya sanadnya dalam musnad Ali min Tahzib Al-Atsar dari jalur Bakir bin Abdillah bin Al-Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain untuk kelompok Khawarij)? Dia berkata, “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” Saya katakan, ‘Sanadnya shahih’” (Fathul Bari, 12/286)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata :

".. والمقصود: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: كِتَابَ اللَّهِ)، فَحَضَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ: (وَعِتْرَتِي، أَهْلَ بَيْتِي؛ أُذَكِّرُكُمُ اللَّهُ فِي أَهْلِ بَيْتِي، ثَلَاثًا)؛ فَوَصَّى الْمُسْلِمِينَ بِهِمْ، لَمْ يَجْعَلْهُمْ أُئِمَّةً يَرْجِعُ الْمُسْلِمُونَ إِلَيْهِمْ، فَانْتَحَلَتِ الْخَوَارِجُ كِتَابَ اللَّهِ، وَانْتَحَلَتِ الشِّيعَةُ أَهْلَ الْبَيْتِ، وَكِلُّهُمَا غَيْرُ مُتَّبِعٍ لِمَا انتَحَلَهُ.

فَإِنَّ الْخَوَارِجَ خَالَفُوا السُّنَّةَ الَّتِي أَمَرَ الْقُرْآنُ بِاتِّبَاعِهَا، وَكَفَرُوا الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ أَمَرَ الْقُرْآنُ بِمُوَالَاتِهِمْ. وَلِهَذَا تَأَوَّلَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِيهِمْ هَذِهِ الْآيَةَ (وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ * الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ)، وَصَارُوا يَتَّبِعُونَ الْمُتَشَابِهَ مِنَ الْقُرْآنِ فَيَتَأَوَّلُونَهُ عَلَى غَيْرِ تَأْوِيلِهِ، مِنْ غَيْرِ مَعْرِفَةٍ مِنْهُمْ بِمَعْنَاهُ، وَلَا رُسُوخٍ فِي الْعِلْمِ، وَلَا اتِّبَاعٍ لِلسُّنَّةِ، وَلَا مُرَاجَعَةٍ لِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ يَفْهَمُونَ الْقُرْآنَ.

وَأَمَّا مُخَالَفَةُ الشِّيعَةِ لِأَهْلِ الْبَيْتِ فَكَثِيرَةٌ جِدًّا قَدْ بُسِّطَتْ فِي مَوَاضِعِ"

“Maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, ‘Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara berharga; Kitabullah, beliau mendorong berpegang teguh terhadap Kitabullah. Lalu beliau bersabda, ‘Dan keluargaku, ahli baitku. Aku ingatkan kalian terhadap ahli baitku. Diucapkan sebanyak tiga kali.”

Maka beliau berwasiat kepada kaum muslimin untuk memperhatikan mereka. Beliau tidak mengharuskan menjadikan mereka sebagai imam yang harus menjadi rujukan kaum muslimin. Maka kaum khawarij mengambil Kitabullah, sedangkan kaum syiah mengambil Ahlul Bait, tapi keduanya tidak komitmen terhadap apa yang mereka ambil.

Karena kaum khawarij menyelisihi sunah yang telah diperintahkan Al-Quran untuk diikuti. Mereka mengkafirkan orang-orang beriman yang Allah perintahkan untuk saling berkasih sayang diantara mereka. Karena itu, Saad bin Abi Waqash menafsirkan ayat berikut ditujukan untuk mereka;

(وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ * الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ)

“Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi.” QS. Al-Baqarah: 26-27.

Mereka mencari-cari ayat yang samar untuk mereka tafsirkan tidak sebagaimana mestinya dan tanpa memahami maknanya serta tidak berdasarkan kemapanan ilmu juga tidak mengikuti sunah dan merujuk kepada jamaah kaum muslimin yang memahami Al-Quran. (Majmu Fatawa, 7/481-482)

Sesungguhnya kaum khawarij memiliki ciri jiwa yang kuat, berani dan militan sehingga orang yang melihatnya menjadi tertarik dan terpesona, sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

( يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِ )

“Seseorang akan merasa hina shalatnya dibanding shalat mereka, merasa hina puasanya dibanding puasa mereka.” (HR. Bukhari, no. 3610 dan Muslim, no. 1064)

Hanya saja, kekuatan jiwa mereka digunakan untuk berbuat zalim dan aniaya terhadap darah kaum muslimin, kehormatan dan harta mereka berdasarkan kaidah mereka yang batil berupa mengkafirkan dan membid’ahkan kaum muslimin hanya karena mereka berbuat kesalahan . Mereka menghalalkan apa yang terdapat pada kaum mukminin apa yang tidak halal dilakukan terhadap orang kafir. Inilah ciri-ciri khawarij di semua tempat dan zaman .

Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala berkata :

وَقَصَدُوا – أي الخوارج - بلادَ العِرَاق وَخُرَاسَان ، فَتَفَرَّقُوا فِيهَا بِأَبْدَانِهِم وَأَدْيَانِهِم وَمَذَاهِبِهِم وَمَسَالِكِهِم الْمُخْتَلِفَة الْمُنْتَشِرَة ، الَّتِي لَا تَنْضَبِطُ وَلَا تَنْحَصِرُ؛ لِأَنَّهَا مَفْرَعَةٌ عَلَى الْجَهْلِ ، وَقُوَّةِ النُّفُوسِ ، وَالْاِعْتِقَادِ الْفَاسِدِ."

“Mereka (kaum khawarij) menuju negeri Irak dan Khurasan. Lalu mereka berpecah belah secara fisik, agama, mazhab dan tindakan mereka yang beraneka ragam dan tersebar luas tidak terhitung, karena merupakan cabang dari kebodohan yang bergabung dengan tingkat percaya diri yang tinggi dan keyakinan yang rusak.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 11/668-667)

PEMECAH BELAH UMAT ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM

Berdakwah dan beramar nahyi munkar adalah fardhu kifayah , sementara menjaga persatuan umat Islam adalah fardhu 'ain . Dan berpecah belah itu diancam dengan adzab yang pedih , sebagaimana yang disebutkan dalam tiga ayat dibawah ini. Ayat perintah berdakwah dan ayat larangan berpecah belah itu berurutan dan bergandengan , yaitu sbb :

{ وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ }

Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

{ وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ }

Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat [ QS. Ali Imran : 104-105 ]

Pada ayat berikutnya, Allah SWT berfirman:

{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ٱسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ فَذُوقُوا۟ ٱلْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ}

Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan):

"Kenapa kamu kafir sesudah kalian beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiran kalian itu".(QS: Ali-Imran :106 )

Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat-ayat diatas berkata :

وَقَدْ قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ رَبِيع -وَهُوَ ابْنُ صَبِيح -وحَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ قَالَ: رَأَى أَبُو أُمَامَةَ رُءُوسًا مَنْصُوبَةً عَلَى دَرَج دِمَشْقَ، فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ: كِلَابُ النَّارِ، شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ، ثُمَّ قَرَأَ: {يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ. قُلْتُ لِأَبِي أُمَامَةَ: أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ؟ قَالَ: لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا -حَتَّى عَدّ سَبْعًا-مَا حَدّثتكموه.

ثُمَّ قَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ: وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي غَالِبٍ، وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، بِنَحْوِهِ  .

Abu Isa At-Turmuzi ketika menafsiri ayat ini mengatakan : telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada karni Waki', dari Ar-Rabi' ibnu Sabih dan Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib yang menceritakan :

“Bahwa Abu Umamah melihat banyak kepala [kaum kahwarij yang terbunuh] dipancangkan di atas tangga masuk masjid Dimasyq. Maka Abu Umamah mengatakan :

"Anjing-anjing neraka adalah seburuk-buruk orang-orang yang terbunuh di kolong langit ini; sebaik-baik orang-orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuhnya."

Kemudian Abu Umamah membacakan firman-Nya: 

“ Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106), hingga akhir ayat.

Kemudian aku bertanya kepada Abu Umamah : "Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ?"

Abu Umamah menjawab : "Seandainya aku bukan mendengarnya melainkan hanya sekali atau dua kali atau tiga kali atau empat kali dan bahkan sampai tujuh kali, niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kalian."

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa  hadits ini hasan. [Baca : Tafsir Ibnu katsri 2/92].

TAKHRIJ HADITS :

HR. Imam Ahmad (no. 22109, 22083, 22051 dan 22262) dan At-Tirmidzi (no. 3000)

Abu Iisa at-Tirmidzi berkata :

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَأَبُو غَالِبٍ اسْمُهُ حَزَوَّرٌ وَأَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ اسْمُهُ صُدَيُّ بْنُ عَجْلَانَ وَهُوَ سَيِّدُ بَاهِلَةَ

"Ini adalah hadits hasan , nama Abu Ghalib adalah Hazur, dan nama Abu Umamah al-Bahili adalah Suday ibn 'Ajlan, dan dia adalah tokoh Bahilah".

Dan al-Haitsami merujuknya kepada ath-Thabarani, beliau berkata: "Para perawinya adalah tsiqaat (terpercaya)" (Majma' al-Zawaid 6/234). Hal ini juga disebutkan oleh al-Hakim yang mensahihkannya dan disetujui oleh al-Dzahabi (al-Mustadrak 2/149-150). Ibnu Katsir juga meriwayatkannya dan berkata: "Hadits ini, bagian-bagian terkecilnya adalah mawquuf dari perkataan seorang sahabat" (Tafsir Ibnu Katsir 1/346).

Hadits ini dihukumi HASAN SHAHIH oleh Syeikh al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 3000. Dan di Hasankan oleh Syeikh Muqbil al-Waadi'i dalam Ash-Shahih al-Musnad 1/408 no. 482 .

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak (no. 2654), dengan sanadnya dari Syaddad bin Abdullah Abu Ammar, dia berkata:

شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى رَأْسِ الْحَرُورِيَّةِ عِنْدَ بَابِ دِمَشْقَ وَهُوَ يَقُولُ: «كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ - قَالَهَا ثَلَاثًا - خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ» ، وَدَمَعَتْ عَيْنَاهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: ‌يَا ‌أَبَا ‌أُمَامَةَ، ‌أَرَأَيْتَ ‌قَوْلَكَ ‌هَؤُلَاءِ ‌كِلَابُ ‌النَّارِ ‌أَشَيْءٌ ‌سَمِعْتَهُ ‌مِنْ ‌رَسُولِ ‌اللَّهِ ﷺ، أَوْ مِنْ رَأْيِكَ؟ قَالَ: إِنِّي إِذًا لَجَرِيءٌ لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا وَعَدَّ سَبْعَ مَرَّاتٍ مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ قَالَ لَهُ رَجُلٌ: إِنِّي رَأَيْتُكَ قَدْ دَمَعَتْ عَيْنَاكَ، قَالَ: إِنَّهُمْ لَمَّا كَانُوا مُؤْمِنِينَ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ، ثُمَّ قَرَأَ: {وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ} [آل عمران: 105] الْآيَةُ فَهِيَ لَهُمْ مَرَّتَيْنِ

"Saya menyaksikan Abu Umamah al-Bahili, dan dia berdiri di depan kepala al-Haruriyyah (Khawarij yang terbunuh) di pintu gerbang Damaskus. Dia berkata :

'Mereka adalah anjing-anjing neraka,' ia mengulanginya tiga kali. Mata Abu Umamah berlinang air mata ketika mengucapkannya.

Seorang pria bertanya kepadanya : 'Wahai Abu Umamah, apakah ucapanmu ini, ( bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka), didengar dari Rasulullah atau berdasarkan pendapatmu sendiri?'

Abu Umamah menjawab : 'Jika benar demikian berarti aku ini telah bersikap sembarangan. Sungguh, sekiranya aku tidak mendengarnya dari Rasulullah , kecuali hanya satu atau dua kali, bahkan hanya tujuh kali , maka sungguh aku tidak akan menyampaikannya kepada kalian [akan tetapi aku telah mendengarnya lebih dari tujuh kali].'"

Adz-Dzahabi berkata :  " Shahih sesuai syarat Shahih  Muslim " . [at-Talkhish 2/163. No. 2654].

NERAKA BAGI PARA DA’I DAN AHLI IBADAH YANG TIDAK BISA MENJAGA LISANNYA DARI HAL YANG MENIMBULKAN KEBENCIAN DAN PERPECAHAN

Hadits berikut ini berisi kisah tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak sabar dalam mendakwahi ahli maksiat yang sudah lama dia dakwahi , namun tidak pernah kunjung bertaubat , malah jawaban yang diperoleh dari ahli maksiat ini bikin sakit hati ahli Ibadah yang mendakwahinya . Maka keluar lah dari mulut ahli ibadah itu ucapan : “Allah tidak akan mengampuni mu”.

Allah SWT murka dengan ungkapan tersebut . Karena ungkapan tersebut sama saja dengan menghakimi Allah SWT , seolah-olah rahmat dan kehendak Allah itu diatur-atur oleh ahli ibadah tadi . Maka semua amalan ahli ibadah ini sia-sia, lalu dia dimasukkan ke dalam api nereka .

Diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah , Maka saya melihat seorang syeikh [lelaki tua] dengan kepala yang memutih, berseri-seri wajahnya, dan bersamanya ada seorang pria yang gagah, berwajah tampan, dan muda , lalu syeikh itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا : لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Syeikh itu menjawab:

Aku adalah Abu Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan sebegitu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah bersabda:

" كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ، وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ، فَقَالَ لَهُ : أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُخَلِّنِي وَرَبِّي ، قَالَ : وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ : وَيْحَكَ أَقْصِرْ قَالَ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ : وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ : لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا ، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا لِلْمُجْتَهِدِ : أَكُنْتَ عَالِمًا ؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي ؟ أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي ؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang saling berbeda arah ; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu selalu melihat orang yang suka bermaksiat itu berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati orang yang suka bermaksiat itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah berkata :

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

( HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i )

Mestinya jika ahli ibadah itu adalah seorang hamba Ar-Rahman ; maka seharusnya bisa menjaga lisannya , dan kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ungkapan yang membawa kedamaian, kesejukkan dan keselamatan .

Seharusnya dia banyak bersyukur atas nikmat hidayah yang Allah anugerahkan padanya . Cara bersyukurnya adalah dengan berbagi kepada orag-orang yang belum mendapatkan hidayah seperti dia . Tentunya dengan cara penuh kasih sayang dan kesabaran .

Tidak tergesa mengeluarkan ungkapan-umgkapan yang mengandung unsur penghakiman terhadap Allah, seperti ungkapan : Anda Sesat , anda Ahli Neraka , anda Musyrik . Atau dia menghajernya ; karena hajer itu timbul dari jiwa yang merasa dirinya suci , sementara yang dihajernya dianggap kotor, bahkan lebih kotor dari seekor babi ; karena menurut keyakinan tukang hajer : babi itu najisnya jika disentuh, tapi kalau najisnya orang yang dihajer , maka meski baru bertegur sapa saja sudah dianggap berdosa ; karena hukumnya menurut tukang hajer sama saja dengan kerjasa sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Maka hukumnya haram dekat-dekat dengan mereka dan haram pula bertegur sapa , yang di kenal dengan ungkapan : “Laa Salaam walaa Kalaam”; karena haramnya itu , lebih haram dari makan babi , mencuri dan membunuh.

Karena menurutnya haramnya babi, mencuri dan membunuh itu dampaknya pada individu dan tidak ada syubhat , berbeda dengan orang yang dihajer , maka dampak negatifnya lebih luas pada umat, katanya .

KEKHAWATIRAN RASULULLAH 

Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah  telah bersabda:

"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".

Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.

Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"

Rasulullah  menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."

[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .

DERAJAT KESHAHIHAN HADITS :

Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"

Ibnu Katsir berkata :

"هَذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَالصَّلْتُ بْنُ بَهْرَامَ كَانَ مِنْ ثِقَاتِ الْكُوفِيِّينَ، وَلَمْ يُرْمَ بِشَيْءٍ سِوَى الْإِرْجَاءِ، وَقَدْ وَثَّقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، وَغَيْرُهُمَا".

Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/509)

LEBIH BAIK MENGKLAIM DIRI SENDIRI AHLI NERAKA :

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi  bersabda:

"كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي ثُمَّ اطْحَنُونِي ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ فَأَمَرَ اللَّهُ الْأَرْضَ فَقَالَ اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ مَخَافَتُكَ يَا رَبِّ ".

"Ada seseorang yang melampaui batas atas dirinya (banyak dan berlebihan dalam berbuat dosa) dan ketika kematiannya sudah hampir tiba, maka dia berpesan kepada anak-anaknya;

"Jika nanti aku meninggal dunia, bakarlah jasadku lalu tumbuklah menjadi debu kemudian terbangkanlah pada angin. Demi Allah, seandainya Rabbku telah menetapkan pasti aku akan disiksa dengan siksaan yang tidak akan ditimpakan kepada seorangpun" .

Ketika orang itu meninggal dunia, perintahnya pun dilaksanakan. Kemudian Allah memerintahkan bumi dengan berfirman: "Kumpulkanlah apa yang ada padamu".

Maka bumi melaksanakan perintah Allah dan orang tadi berdiri menghadap, lalu Allah Ta'ala bertanya kepadanya: "Apa yang mendorongmu melakukan itu?".

Orang itu menjawab: "Wahai Rabb, karena aku takut kepada-Mu". Allah Ta'ala pun mengampuninya".

Dan perawi yang lain berkata; "Karena takut kepada-Mu, wahai Rabb". (menggunakan kata khauf sebagai ganti kata khasyyah). [[ HR. [ Bukhori no. 7508 dan Muslim no. 2756]]

Syeikul Islam Ibnu Taimiyah berkomentar tentang hadits ini dengan mengatakan :

" Orang ini meragukan kekuasaan Allah dan ragu bahwa Allah akan memulihkannya jika jenazahnya tercerai-berai. Bahkan dia berkeyakinan bahwa dia tidak akan dibangkitkan, yang mana itu adalah merupakan kekufuran menurut kesepakatan umat Islam. Akan tetapi dia itu bodoh dan tidak tahu tentang itu. Namun demikian , dia adalah seorang mukmin yang takut bahwa Allah akan mengazab-nya, maka Allah memaafkannya dan mengampuninya karena itu. 

Dengan demikian : Seorang penta'wil yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihaad dan dia tulus dalam keinginannya untuk mengikuti Rasul  maka dia lebih pantas mendapatkan pengampunan daripada orang seperti dalam hadits itu". [Akhiri kutipan ]. (Majmu’ Fataawaa Ibn Taymiyyah, 3/231)

MANUSIA YANG BUSUK ADALAH YANG ORANG-ORANG MENJAUH DARINYA
KARENA TAKUT KEBUSUKAN MULUTNYA .

Ada sebagian orang takut dekat-dekat dengan si Fulan , karena takut di Tahdzir dan di sebar luaskan keburukannya, padahal itu belum tentu itu keburukan, melainkan perbedaan pendapat. 

Dalam sebuah Hadits di sebut kan bahwa : Sebusuk-busuknya manusia adalah orang yg ditinggalkan manusia karena takut akan kebusukan mulutnya demi menghindari kebusukannya.

Dari 'Urwah bin Zubair bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya :

 أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Seorang lelaki minta izin kepada Nabi SAW , maka beliau bersabda,

"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya."

Setelah orang itu duduk, Nabi SAW bermuka ceria di hadapannya dan menyambut orang itu.

Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau,

"Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?

Rasulullah  menjawab :

"Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya ."

HR. Bukhari no. 6054 dan Muslim no. 2591

Syarah Hadits :

(اتقاء فحشه) أي لأجل قبيح قوله وفعله.

Makna ; demi menghindari kejahatannya (yakni kejahatan mulutnya dan perbuatannya ."

Dlm lafadz Bukhory no 6032 :

(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ)

Wahai Aisyah , sesungguhnya seburuk2 manusia kefudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia demi menghindari kebusukannya ".

Ibnu Hajar berkata :

«قَوْله: (اِتِّقَاء شَرّه) أَيْ قُبْح كَلَامه ... فَإِنَّ الْحَدِيثَ وَرَدَ بِلَفْظِ الْعُمُومِ فَمَنِ اتَّصَفَ بِالصِّفَةِ الْمَذْكُورَةِ فَهُوَ الَّذِي يَتَوَجَّهُ عَلَيْهِ الْوَعِيدُ ».

Makna perkataan (demi menghindari kebusukannya) yakni keburukan omongannya ..... Maka, sesungguhnya hadis ini disampaikan dengan kata-kata yang umum, jadi siapa saja yang memiliki sifat yang disebutkan, maka dia termasuk orang yang terkena ancaman tersebut." [Baca: Fathul Bari 10/455].

CIRI AHLI SYURGA MEMILIKI HATI YANG BERSIH, MESKI IBADAHNYA BIASA SAJA

Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam Musnadnya (12720): "Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri, dia berkata: Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengabarkan :

كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ( يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ) فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ ذَلِكَ ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى ، فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى ، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ : إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا ، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ . قَالَ نَعَمْ قَالَ أَنَسٌ : وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنْ اللَّيْلِ شَيْئًا ، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا . فَلَمَّا مَضَتْ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْتَقِرَ عَمَلَهُ قُلْتُ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ : ( يَطْلُعُ عَلَيْكُمْ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ) فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ فَأَقْتَدِيَ بِهِ ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ ، قَالَ : فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي فَقَالَ : مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ ؛ غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ : هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ .

“Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah , beliau bersabda, "Akan muncul kepada kalian seorang laki-laki penghuni surga."

Lalu muncul seorang laki-laki Anshar yang jenggotnya masih bertetesan air sisa wudhu, sambil menggantungkan kedua sandalnya pada tangan kirinya.

Esok harinya Nabi bersabda seperti juga, lalu muncul laki laki itu lagi seperti yang pertama, dan pada hari ketiga Nabi bersabda seperti itu juga dan muncul laki laki itu kembali seperti keadaan dia yang pertama.

Ketika Nabi berdiri, Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu'anhu mengikuti laki-laki tersebut dengan berujar "Kawan, saya ini sedang bertengkar dengan ayahku dan saya bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari, jika boleh, ijinkan saya tinggal di tempatmu hingga tiga malam". "Tentu", jawab laki-laki tersebut.

Anas bin Malik berkata, Abdullah Radhiyallahu'anhu bercerita;

Aku tinggal bersama laki-laki tersebut selama tiga malam, anehnya tidak pernah aku temukan ia mengerjakan shalat malam sama sekali, hanya saja jika ia bangun dari tidurnya dan beranjak dari ranjangnya, lalu berdzikir kepada Allah 'azza wajalla dan bertakbir sampai ia mendirikan shalat fajar, selain itu dia tidak pernah terdengar berbicara kecuali yang baik-baik saja.

Maka ketika berlalu tiga malam dan hampir-hampir saja saya menganggap sepele amalannya, saya berkata :

"Wahai kawan, sebenarnya antara saya dengan ayahku sama sekali tidak ada percekcokan dan saling mendiamkan seperti yang telah saya katakan, akan tetapi saya mendengar Rasulullah bersabda tentang dirimu tiga kali, "akan muncul pada kalian seorang laki-laki penghuni surga, lalu kamulah yang muncul tiga kali tersebut, maka saya ingin tinggal bersamamu agar dapat melihat apa saja yang kamu kerjakan hingga saya dapat mengikutinya, namun saya tidak pernah melihatmu mengerjakan amalan yang banyak, lalu amalan apa yang membuat Rasulullah sampai mengatakan engkau ahli surga?"

Laki-laki itu menjawab : "Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu lihat."

Maka tatkala aku berpaling, laki-laki tersebut memanggilku dan berkata : "Tidak ada amalan yang saya kerjakan melainkan seperti apa yang telah kamu lihat, hanya saja saya tidak pernah mendapatkan pada diriku, rasa ingin menipu terhadap siapapun dari kaum muslimin, dan saya juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada seseorang."

Maka Abdullah bin Amr Radhiyallahu'anhu berkata, "Inilah amalan yang menjadikanmu sampai pada derajat yang tidak bisa kami lakukan."

TAKHRIJ HADITS :

[Diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dalam "Al-Musannaf" (20559), Ibnu al-Mubarak dalam "Az-Zuhd" (694), An-Nasa'i dalam "Al-Kubra" (10699), Abdul bin Hamid dalam "Musnadnya" (1157), Adz-Dzahabi dalam "Al-Mukhtarah" (2619), Al-Baihaqi dalam "Ash-Shu'ab" (6605), Ibnu As-Sunni dalam "Amalul Yaum wal Lailah" (754), As-Sam'ani dalam "Adabul Imla'" (hal. 122), dan Ibnu Abdul Barr dalam "At-Tamhid" (6/122). Semuanya dari jalan Ma'mar dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik].

Ya, rupanya amalan sang ahli surga tersebut adalah amalan hati yang bersumber dari hati yang bersih. Ia tak pernah memiliki keinginan menipu sesama muslim dan ia juga tidak pernah iri dengki terhadap siapapun.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hadis ini:

Al-Haitsami dalam "Al-Majma'" (8/79) mengatakan:

" رجال أحمد رجال الصحيح "

"Para perawi Ahmad adalah para perawi kitab hadis sahih."

Al-Mundziri dalam "At-Targhib wa At-Tarhib" (3/348) menyatakan:

رواه أحمد بإسناد على شرط البخاري ومسلم "

"Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang memenuhi syarat Bukhari dan Muslim."

Al-Bushairi dalam "Ithaf al-Khayrat al-Maharah" (6/25) mengatakan:

"هذا إسناد صحيح على شرط البخاري ومسلم".

"Sanad ini sahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim."

Al-Albani pada awalnya menyatakan shahih dalam "Adh-Dha'ifah" (1/25)

Jadi, menurut beberapa ulama, hadis ini dianggap sahih dengan syarat Bukhari dan Muslim.

Namun ada lebih dari seorang ulama yang menyatakan bahwa sanad hadits ini terdapat cacat dalam sanadnya . Seperti yang dinyatakan ad-Daruquthni dalam al-ilal 12/204, Hamzah al-Kannaani dalam Tahfatul Asyraf 1/394, al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 5/264-265 dan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam an-Nukat adz-Dziraaf 1/394 .

Maka hadis ini tergolong ma'lul (cacat) karena ketidakjelasan perantara antara Az-Zuhri dan Anas radhiyallahu 'anhu. Sheikh Al-Albani rahimahullah, setelah sebelumnya menshahihkan hadis ini, kemudian merujuk kembali pendapatnya dengan menyatakan bahwa hadis ini lemah. [Lihat: 'Dha'if at-Targhib' (2/247) catatan kaki (1)]."

Kesimpulannya: Hadis ini berselisih pendapat di kalangan ulama tentang keshahihan hadis ini. Ada di antara ulama yang menyatakan shahih, dan ada juga yang menganggapnya lemah. Beberapa pentahqiq hadis lebih cenderung pada pendapat bahwa hadis ini lemah dan terputus. Mungkin pendapat tentang kelemahan hadis ini lebih mendekati kebenaran dan lebih layak diterima. Wallahu a’lam

SIAPAKAH ORANG TERBAIK DARI KALANGAN TABI’IN ?

Dia adalah Uwais bin 'Amir Al-Qorni . Beliau bukan seorang ulama ahli fiqih, bukan seorang ahli hadist, bukan seorang ahli tafsir dan bukan pula Ahlul Hajer wat Tahdzir , melainkan beliau adalah seorang yang sangat sederhana, beliau berbakti kepada ibunya, beliau terjaga lisannya dan beliau berhati bersih.   

Beliau adalah penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron , beliau seorang Tabii mukhodlrom , hidup sezaman dengan Nabi (SAW) tapi belum pernah ketemu .

Disebutkan bahwasanya ia meninggal bersama Ali bin Abi Tholib dalam perang siffin (Al-Minhaj 16/94, Faidhul Qodir 3/451), sebagaimana perkataan Yahya bin Ma’in, “Uwais terbunuh dihadapan Amirul mukminin Ali bin Abi Tholib tatkala perang Siffin” (Al-Mustadrok 3/455 no 5716).

Nabi (SAW) menyebutkan tentang keutamaan Uwais  , padahal beliau (SAW) belum pernah bertemu dengannya , sebagaimana sabda Nabi (SAW) yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1968 no 2542) dari Umar bin Al-Khotthob ia berkata :

“Aku mendengar Rasulullah bersabda :

«  إنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ : أُوَيْسٌ ، وَلَهُ وَالِدَة ... » .

" Sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang disebut dengan Uwais dan ia memiliki seorang ibu…".

Subhanallah , beliau adalah Tabiin yang terbaik , padahal beliau bukan seorang ulama yang menguasai banyak keilmuan tentang agama.

Berkata Imam An-Nawawi :

“Ini jelas menunjukan bahwa Uwais adalah tabi’in terbaik, mungkin saja dikatakan “Imam Ahmad dan para imam yang lainnya mengatakan bahwa Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik”, maka jawabannya, maksud mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib adalah tabi’in terbaik dalam sisi ilmu syari’at seperti tafsir , hadits, fiqih, dan yang semisalnya dan bukan pada keafdholan di sisi Allah” (Al-Minhaj 16/95)

Imam Muslim dalam Sahihnya no. 2542 meriwayatkan dari Usair bin Jabir , dia berkata: 

كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أُمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ: أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: مَنْ مُرَادُ، ثُمَّ مَنْ قَرَن؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأَتْ مِنْهُ، إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: لَكَ وَالدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أُمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مَنْ قَرَنٍ، وَكَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ، إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ"، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَاسْتَغْفِرْ لِي، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: "أَيْنَ تُرِيدُ؟"، قَالَ: الْكُوفَةَ، قَالَ: أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا؟ قَالَ: أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ، قَالَ: فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقَبَّلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ، فَوَافَقَ عُمَرُ، فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ، قَالَ: تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ، قَلِيلَ الْمِتَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أُمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مَنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ"، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَأَتَى أُوَيْسًا، فَقَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: اسْتَغْفِرْ لِي، قَالَ: أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ، فَاسْتَغْفِرْ لِي! قَالَ: لَقِيتَ عُمَرَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ، فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ، فَانْطَلَقَ عَلَى وَجْهِهِ، قَالَ أُسَيْر: وَكُسُوتُهُ بُرْدَةٌ، فَكَانَ كُلَّمَا رَآهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: مِنْ أَيْنَ لأُوَيْس هَذِهِ الْبُرْدَة؟.

“ Telah ada Umar bin Al-Khotthob jika datang kepadanya amdad ( pasukan perang penolong yang datang untuk membantu pasukan kaum muslilimin dalam peperangan ) dari negeri Yaman maka Umar bertanya kepada mereka :

“Apakah ada diantara kalian Uwais bin ‘Amir ?”, hingga akhirnya ia bertemu dengan Uwais dan berkata kepadanya, “Apakah engkau adalah Uwais bin ‘Amir?”, ia berkata, “Iya”.

Umar berkata, “Apakah engkau berasal dari Murod , kemudian dari Qoron ?”. Ia berkata, “Benar”.

Umar berkata, “Engkau dahulu terkena penyakit kulit memutih (albino) kemudian engkau sembuh kecuali seukuran dirham?”. Ia berkata, “Benar”.

Umar berkata, “Engkau memiliki ibu?”, ia menjawab, “Iya”,

Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda :

(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham , ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) ".

Lalu Umar berkata : " oleh karenanya mohonlah kepada Allah ampunan untukku !".

Maka Uwaispun memohon kepada Allah ampunan untuk Umar .

Lalu Umar bertanya kepadanya, “Kemanakah engkau hendak pergi?”, ia berkata, “Ke Kufah (Irak)”.

Umar berkata, “Maukah aku tuliskan sesuatu kepada pegawaiku di Kufah untuk kepentinganmu?”, ia berkata, “Aku berada diantara orang-orang yang lemah lebih aku sukai”.

Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka ( pemuka penduduk Yaman ) dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais .

Orang itu berkata : “Aku meninggalkannya dalam keadaan miskin dan sedikit harta”.

Umar berkata : “Aku mendengar Rasulullah (SAW) bersabda,

(( Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit kulit memutih ( albino ) kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia ( berdoa kepada Allah dengan ) bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu untuk agar ia meohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah )) .

Maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya : “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”.

Uwais berkata : “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka ( mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,

Orang itu berkata : “:Mohonlah ampunan kepada Allah untukku”,

Uwais berkata : “Engkau ini baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka (mestinya) engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku”,

Orang itu berkata : “Engkau bertemu dengan Umar?”,

Uwais menjawab : “Iya”. Orang itu berkata : “Mohon ampunlah kepada Allah untuk Umar”.

Lalu orang-orangpun menjadi tahu apa yang terjadi . Maka iapun pergi (menyembunyikan diri).

Usair berkata : " Aku memberinya kain Burdah untuk menutupi tubuhnya . Maka setiap ada orang yang melihatnya ia berkata : Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?".

Dalam riwayat Al-Hakim (Al-Mustadrok 3/456 no 5720) :

قَالَ: مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا. قَالَ: وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: لَا تُؤْذِينِي فِيمَا بَقِيَ، وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ، وَنَسِيَ الثَّالِثَة.

Uwais berkata, “Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara” . Ia berkata, “Apa itu?”. Uwais berkata, “Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini. Dan janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu” dan Usair (perowi) lupa yang ketiga.

Dalam Musnad Ibnul Mubarok 1/19 no. 34 :

" فَلَمَّا فُشِيَ الْحَدِيثُ هَرَبَ فَذَهَبَ.

“Tatkala tersebar berita ( perkataan Umar tentang Uwais ) maka iapun lari dan pergi”, yaitu karena orang-orang pada berdatangan memintanya untuk beristigfar kepada Allah bagi mereka sebagaimana dalam musnad Abu Ya’la Al-Maushili (1/188)     

Dalam Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 :

«لَمَّا لَقِيَهُ وَظَهَرَ عَلَيْهِ هَرَبَ فَمَا رُؤِيَ حَتَّى مَاتَ ». قَالَ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ صَاعِدٍ: أَسَانِيدُ أَحَادِيثِ أُوَيْسٍ صَحِيحَةٌ رَوَاهَا الثِّقَاتُ عَنِ الثِّقَاتِ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْهَا.

" Setelah Umar menemuinya , dan beritanya muncul dipermukaan , iapun kabur dan tidak pernah kelihatan lagi hingga ia wafat ".

Abu Muhammad bin Shaid berkata : " semua sanad hadits Uwais adalah sahih , para perawin tsiqoot telah meriwayatkannya dari para perawi tsiqoot juga ". ( Lihat : Tarikh Dimashqi karya Ibnu Asaakir 9/443 ).

Kesimpulan :

Rosulullah (SAW) menyatakan bahwa Uwais adalah sebaik-baiknya Tabiin , artinya beliau mengakui akan kesalihannya .

Rosulullah (SAW) mengkabarkan bahwa doa Uwais mustajab , sabda beliau ini umum artinya doa apa saja , akan tetapi beliau menyuruh Umar (ra) jika bertemu dengannya hanya dianjurkan agar ia memintakan ampunan kepada Allah untuknya . Dan Umar pun melakukannnya sesuai pesan Nabi (SAW) , yaitu hanya memintakan ampunan . Begitu pula yang dilakukan oleh selain Umar setelah mendengar informasi darinya . Tidak ada riwayat yang menyebutkan ada seseorang yang minta didoakan selain ampunan .

Keikhlasan Uwais dalam beribadah kepada Allah SWT tidak ada manusia yang mengetahuinya kecuali Rosulullah (SAW) setelah Allah SWT mewahyukan padanya . Uwais kabur dan menyembunyikan diri ketika dirinya mulai di kenal dan orang-orang mulai berdatangan karena ingin didoakan ampunan kepada Allah .

Uwais tidak suka popularitas karena itu akan merusak keikhlasannya dalam beribadah kepadaNya . Maka orang yang betul-betul ikhlas membenci popularitas .

Dengan kisah dua orang saleh di atas semoga bisa di jadikan teladan bagi kita semua di dalam mengikhlaskan amal saleh kita , dan semoga kita semua di beri oleh Allah Ta'ala kekuatan dan kemampuan dalam menapak tilasinya . Amiiin !

KESOMBONGAN YANG PALING BUSUK :

Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata :

“Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat ilmunya untuk dirinya.

Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa.

Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka hal ini merupakan KESOMBONGAN  yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji sawi). Laa haula wa laa quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal. 75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)

 


Posting Komentar

0 Komentar