Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
====
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN
- LANGKAH LANGKAH MENJAGA UMAT DARI PERPECAHAN DALAM SURAT ALHUJURAT
- LANGKAH PERTAMA : JANGAN MENDAHULUI ALLAH DAN RASUL-NYA . [Surat Al-Hujuroot Ayat 1, 2 & 3 ]
- PERINTAH BERPEGANG TEGUH KEPADA SUNNAH NABI ﷺ DAN PARA PEMIMPIN YANG ROSYIDIN ! AGAR TIDAK TERJADI PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH.
- LANGKAH KEDUA : WALAU BERBEDA PENDAPAT NAMUN JANGAN BERMUSUHAN [al-Hujuraat ayat no. 2]
- HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN
- LEBIH BAIK MERASA DIRINYA BANYAK DOSA DARI PADA MERASA SUCI
- HAMBA AR-RAHMAN SENANTIASA MERASA DIRINYA BANYAK DOSA DAN SELALU BERISTIGHFAAR .
- PERBEDAAN ANTARA HAMBA AR-RAHMAN DAN HAMBA TERPAPAR VIRUS KHAWARIJ :
- KISAH AHLI IBADAH MASUK NERAKA KARENA UCAPANNYA KEPADA AHLI MAKSIAT : “ALLAH TIDAK MENGAMPUNIMU“:
- LANGKAH KE TIGA : BERTABAYYUN TERHADAP DALIL MASING-MASING PENDAPAT KETIKA ADA PERSELISIHAN . [Al-Hujuraat ayat 6 – 8] .
- HUKUM MUJTAHID
SALAH DALAM
BERIJTIHAD :
- TIDAK BOLEH BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT ISLAM :
- NABI ﷺ HANYA MELARANG AMALAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN DAN SIKAP
YANG BERPOTENSI MEMECAH BELAH UMAT
- BOLEHKAH SEORANG MUJTAHID MENGKLAIM BAHWA HASIL IJTIHADNYA PASTI BENAR?
- LANGKAH KE EMPAT : WAJIB MENDAMAIKAN DUA KELOMPOK YANG BERMUSUHAN, MESKI SALAH SATUNYA ITU ADALAH KELOMPOK ORANG MUNAFIQ. [Surat al-Hujuraat : 9-10].
- DIANTARA
KEJAHATAN
KAUM MUNAFIK DAN MAKARNYA PADA ZAMAN NABI ﷺ:
- BALASAN NABI ﷺ TERHAPAD KEJAHATAN ABDULLAH BIN UBAY BIN SALLUL , GEMBONG MUNAFIK.
- SAAT ABDULLAH BIN UBAY WAFAT , NABI ﷺ BERTAKZIAH, MENSHALATI JENAZAHNYA DAN MEMBERINYA BAJU GAMIS BELIAU UNTUK KAIN KAFANNYA :
- BAGAIMANA JIKA SALAH SATU DARI KEDUANYA MENOLAK UNTUK ISHLAAH ?
- APAKAH SELURUH ALIRAN YANG BERMANHAJ PEMECAH BELAH ITU KHAWARIJ ?
- JIKA TERBUKTI KELOMPOK YANG TIDAK MAU DAMI ITU TERPAPAR FAHAM KHAWARIJ ; MAKA BANTAILAH MEREKA :
- KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ
- LANGKAH KELIMA : SESAMA MUKMIN BERSAUDARA DAN SALING MENDAMAIKAN. [Surat al-Hujurot ayat : 10].
- PERINTAH MENGIKAT PERSAUDARAAN SEAGAMA & PERSATUAN DENGAN TALI ALLAH :
- LARANGAN BERPECAH BELAH DAN SALING BERMUSUHAN
- PERINTAH UNTUK MEMBUNUH PEMECAH BELAH UMAT :
- AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR adalah FARDHU KIFAYAH . Sementara MENJAGA PERSATUAN adalah FARDHU ‘AIN .
- PEMECAH BELAH UMAT KELAK MENDAPAT ADZAB PEDIH & WAJAHNYA MENGHITAM . MEREKA ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM
- HIKMAH PERBEDAAN PENDAPAT DALAM CABANG-CABANG MASALAH AGAMA
- MACAM DAN JENIS TINGKATAN MASALAH YANG DIPERSELISIHKAN
- TANGAN ALLAH BERSAMA MAYORITAS KAUM MUSLIMIN :
- LANGKAH KE ENAM : JANGAN SALING SOMBONG DENGAN MELAKUKAN HAL-HAL SBB : 1] SALING MERENDAHKAN KAUM ATAU GOLONGAN LAIN . 2] SALING MENCELA . 3] SALING MEMBERI GELAR EJEKAN. 4] SALING MENUDUH FASIQ . [Surat al-Hujurat ayat no. 11].
- PERTAMA : JANGAN SOMBONG DENGAN MENGANGGAP RENDAH & HINA ORANG LAIN.
- KEDUA : JANGAN SOMBONG DENGAN CARA SUKA MENCELA ORANG LAIN.
- ALI BIN ABI THALIB MELARANG MENCELA PERSONAL KHAWARIJ :
- KETIGA : JANGAN SOMBONG DENGAN LEMPAR GELAR BURUK PADA ORANG LAIN :
- KESOMBONGAN DENGAN CARA MERENDAHKAN , MENCELA, MENGHINA DAN PENYEMATAN GELAR BURUK PADA ORANG LAIN ADALAH PERBUATAN KEFASIKAN
- WAJIB BAGI SETIAP MUSLIM UNTUK MENCEGAH SIAPA SAJA & APA SAJA YANG MENJADI PENYEBAB TERJADINYA PERPECAHAN .
- LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN JIKA TERJADI ADANYA HAL-HAL TERSEBUT DIATAS:
- BAGAIMANA JIKA SALAH SATU DARI KEDUANYA MENOLAK UNTUK ISHLAAH:
- LANGKAH KE TUJUH : JANGAN BANYAK BERBURUK SANGKA, JANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN DAN JANGAN MENGGUNJING . [Surat al-Hujuroot ayat 12].
- PEMBAHASAN PERTAMA : LARANGAN BERBURUK SANGKA
- JANGAN TERGESA BERBURUK SANGKA TERHADAP PERKATAAN SESEORANG :
- JANGAN BERBURUK SANGKA ! JANGAN MENCARI KESALAHAN ORANG LAIN ! DAN JANGAN SALING HAJER ! .
- PEMBAHASAN KEDUA : LARANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN ORANG LAIN [TAJASSUS]
- JAGALAH KEHORMATAN ORANG LAIN DAN TUTUPILAH AIBNYA !
- PENYIMPANGAN
DALAM MANHAJ TAJASSUS, HAJER
DAN TAHDZIR
- RUKUN ISLAM TAMBAHAN YANG TERSIRAT DARI MANHAJ KHAWARIJ :
- DALIL KHAS YANG MELEKAT PADA MEREKA SEBAGAI SENJATA UNTUK MEMECAH BELAH:
- JANGAN PUKUL RATA DALAM HAJER DAN TAHDZIR ! :
- PEMBAHASAN KETIGA : LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH]:
- BANYAK
SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING]. DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA
DAN SANGAT MENGERIKAN.
- PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING [DI RUSAK NAMA BAIKNYA]:
- CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH
- ROSULULLAH ﷺ MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA MEMBUNUHNYA . BELIAU TIDAK MENGGHIBAH MEREKA :
- WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR . JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYATUSH SHUFUF
- WAJIB
BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيم
====****====
PENDAHULUAN :
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Mudaarotun
Naas hal. 117 no. 147 dan Ibnu Syahin dalam at-Targhib hal. 145 no. 503 :
Dari Abdullah bin Umar, dari Umar bin Abdullah,
maula Ghufrah, dari Abu Ayyub al-Anshary:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا أَبَا أَيُّوبَ، أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى صَدَقَةٍ
يَرْضَى اللَّهُ مَوْضِعَهَا؟» قَالَ: قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ:
«تَسْعَى فِي صُلْحِ ذَاتِ بَيْنِ النَّاسِ إِذَا تَفَاسَدُوا، وَتُقَارِبُ بَيْنَهُمْ
إِذَا تَبَاعَدُوا»
Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Abu Ayyub, maukah aku tunjukkan kepadamu
sedekah yang Allah ridha pada tempatnya?” Ia berkata: “Aku menjawab: Tentu,
wahai Rasulullah.”
Lalu beliau ﷺ bersabda: “Engkau berusaha mendamaikan hubungan di
antara manusia apabila mereka berselisih, dan mendekatkan mereka apabila mereka
saling menjauh.”
Hadits ini dinilai HASAN oleh DR. Fu’ad Abdul Mun’im
dalam Tahqiq al-Amtsal wal Hukum oleh al-Mawardi hal. 170.
Dan diriwayatkan pula oleh dan ath-Thabarani dalam
al-Mu’jam al-Kabiir no. 7999 Dari Abdullah bin Hafsh, dari Abu Umamah
radhiyallahu ‘anhu.
قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي أَيُّوبَ بْنِ زَيْدٍ: «يَا أَبَا أَيُّوبَ،
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى عَمِلٍ يَرْضَاهُ اللهُ وَرَسُولُهُ؟» قَالَ: بَلَى. قَالَ:
«تُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ إِذَا تَفَاسَدُوا، وَتُقَارِبُ بَيْنَهُمْ إِذَا تَبَاعَدُوا»
Rasulullah ﷺ berkata kepada Abu Ayyub bin Zaid: “Wahai Abu Ayyub, maukah aku
tunjukkan kepadamu suatu amal yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya?” Ia
menjawab: “Tentu.” Beliau bersabda: “Engkau mendamaikan di antara manusia
apabila mereka berselisih, dan mendekatkan mereka apabila mereka saling
menjauh.”
Al-Haitsami berkata dalam kitab *Al-Majma'* 8/80:
عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ حَفْصٍ لَمْ أَعْرِفْهُ
“Abdullah bin Hafsh tidak aku kenal.”
Dan juga diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dengan sanadnya
dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ
ﷺ قَالَ لِأَبِي أَيُّوبَ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى تِجَارَةٍ؟ قال: بلى يا رسول الله.
قال: تسعى في إصلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ إِذَا تَفَاسَدُوا، وَتُقَارِبُ بَيْنَهُمْ إِذَا
تَبَاعَدُوا.
Bahwa Nabi ﷺ berkata kepada Abu Ayyub: “Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu
perdagangan?” Ia menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Engkau
berusaha mendamaikan orang-orang apabila mereka berselisih, dan mendekatkan
mereka apabila mereka saling menjauh.”
[HR. Al-Bazzaar (al-Bahruz Zakhkhor
13/185 no. 6633)]
Kemudian Al-Bazzar berkata:
وَعَبْدُالرَّحْمَنِ
بْنُ عَبْدِاللَّهِ الْعُمَرِيُّ لَيِّنٌ، وَقَدْ حَدَّثَ بِأَحَادِيثَ لَمْ يُتَابَعْ
عَلَيْهَا.
“Abdurrahman bin Abdullah
Al-‘Umari lemah, dan dia meriwayatkan hadis-hadis yang tidak diikuti oleh
perawi lain.”
Dan Al-Haitsami berkata dalam kitab *Al-Majma'*
(8/79):
فِيهِ عَبْدُ الرَّحْمٰنِ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْعُمَرِيُّ وَهُوَ مَتْرُوكٌ
"Di dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin
Abdullah Al-‘Umari, dan dia ditinggalkan (periwayatannya)."
Hadits diatas diperkuat dengan firman Allah SWT :
﴿۞ لَّا خَيْرَ فِي
كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ
بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ
أَجْرًا عَظِيمًا﴾
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan
mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak
Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisa: 114).
Maka mendamaikan manusia adalah hal yang
diinginkan oleh para pendamai dan orang-orang baik, dengannya masalah-masalah
dapat diselesaikan, hati menjadi bersatu, dendam dan permusuhan lenyap.
Mendamaikan di antara manusia itu dituntut,
sebagaimana dalam ayat mulia ini, dan sebagaimana firman-Nya:
﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ
وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ﴾
“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah
perhubungan di antara sesama kalian; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
jika kalian adalah orang-orang yang beriman". (QS. Al-Anfal: 1).
Maka mendamaikan itu dituntut dan diperintahkan .
Allah berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا
عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ
فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
*Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satunya berbuat aniaya
terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sampai ia kembali
kepada perintah Allah. Jika ia telah kembali, maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah; sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil* (Al-Hujurat: 9).
Maka kaum muslimin dituntut untuk berdamai dan
bersatu di antara mereka, baik di kalangan umum maupun khusus, di antara
tetangga jika terjadi perselisihan, di antara kerabat, di antara teman dan
rekan kerja, di antara para guru, di antara guru dan pihak pengelola, di antara
rakyat dan pemimpin, di antara dua golongan apabila salah satunya berbuat
aniaya terhadap yang lain. Maka perdamaian itu dituntut.
Dalam hadis disebutkan: Perdamaian, persaudaraan dan
persatuan itu diperintahkan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian dan
persatuan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Maka tidak sepantasnya seorang mukmin meremehkan dirinya, bahkan jika memungkinkan untuk berdamai dan bersatu maka hendaklah melakukannya, meskipun dengan bantuan orang kedua atau ketiga, mereka berkumpul hingga melakukan perdamaian, karena seorang saja mungkin tidak diterima, tetapi jika mereka dua orang, tiga orang, atau lebih, lalu mengunjungi pihak-pihak yang berselisih, berbicara dengan kata-kata yang baik, bisa jadi Allah menjadikan di dalamnya kebaikan.
===****===
LANGKAH LANGKAH MENJAGA UMAT DARI PERPECAHAN DALAM SURAT ALHUJURAT
Beringkut ini langkah-langkahnya :
LANGKAH PERTAMA : JANGAN
MENDAHULUI ALLAH DAN RASUL-NYA .
[Surat Al-Hujuroot Ayat
1, 2 & 3 ]
Allah SWT berfirman :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ
فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ
لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2) إِنَّ
الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ
امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
(3) }
“ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih
dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari.
Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah,
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa.
Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. mengajarkan etika , adab dan tata
krama kepada hamba-hamba-Nya
yang beriman dalam menyikapi berbagai macam hukum yang berkenaan dengan agama Islam . Yaitu hendaknya mereka mendahulukan ketentuan
Allah dan Rasulnya, menghormatinya, memuliakannya , dan mengagungkannya.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (QS. Al-Hujurat: 1)
Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika mentafsiri ayat ini ,
beliau berkata :
“ Maksudnya,
janganlah kalian tergesa-gesa dalam segala sesuatu di hadapannya, yakni
janganlah kamu melakukannya sebelum dia, bahkan hendaknyalah kamu mengikuti
kepadanya dalam segala urusan.
Dan termasuk ke dalam pengertian umum etika yang diperintahkan Allah
ini adalah hadis Mu'az r.a. ketika ia diutus oleh Nabi ﷺ ke negeri Yaman.
"بِمَ تَحْكُمُ؟ " قَالَ:
بِكِتَابِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: بِسُنَّةِ
رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ " قَالَ: أَجْتَهِدُ
رَأْيِي، فَضَرَبَ فِي صَدْرِهِ وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ
رسولَ رسولِ اللَّهِ، لِمَا يَرْضَى رَسُولُ اللَّهِ".
Nabi ﷺ bertanya kepadanya, "Dengan apa
engkau putuskan hukum?"
Mu'az menjawab, "Dengan Kitabullah"
Rasul ﷺ bertanya, "Kalau tidak kamu
temukan?"
Mu'az menjawab, "Dengan sunnah Rasul."
Rasul ﷺ bertanya, "Jika tidak kamu
temukan."
Mu'az menjawab, "Aku akan berijtihad sendiri."
Maka Rasul ﷺ mengusap dadanya seraya
bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah
kepada apa yang diridai oleh Rasulullah.
HR. Imam
Ahmad no. 22007, Imam Abu Daud no. 3593, Imam Turmuzi no. 1328, dan Imam Ibnu Majah no. 55 telah meriwayatkan hadis ini pula”.
Kaitannya dengan pembahasan ini ialah Mu'az menangguhkan pendapat dan
ijtihadnya sendiri sesudah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Sekiranya
dia mendahulukan ijtihadnya sebelum mencari sumber dalil dari keduanya,
tentulah dia termasuk orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya. [Kutipan
Selesai]
-------
NOTE : dipotong dulu
dengan pembahasan tentang hadits Mu’adz diatas .
Penulis katakan :
Hadits tersebut di anggap dhoif sanadnya oleh
al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaat no. 3664 dan Dhoif Sunan Tirmidzi no. 1327.
Dan dianggap Dho’if pula oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad
36/333 no. 22007.
Syu’aib al-Arna’uth berkata:
إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ
لِإبْهَامِ أَصْحَابِ مُعَاذٍ وَجَهَالَةِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو، لَكِنَّ مَالَ
إلَى الْقَوْلِ بِصِحَّتِهِ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْمُحَقِّقِينَ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ،
مِنْهُمْ أَبُو بَكْرِ الرَّازِيِّ وَأَبُو بَكْرِ بْنِ الْعَرَبِيِّ وَالْخَطِيبِ
الْبَغْدَادِيِّ وَابْنُ قَيِّمِ الْجَوْزِيَّةِ.
"Sanadnya lemah karena ketidakpastian
sahabat-sahabat Mu’adz dan ketidak tahuan tentang Harits bin ‘Amr, namun ada lebih
dari satu orang dari kalangan para peneliti yang berilmu yang berpendapat bahwa
sanad hadits tersebut shahih , diantaranya adalah Abu Bakar al-Razi, Abu Bakar Ibnu
al-Arabi, Al-Khatib al-Baghdadi, dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah."
Imam Al-Khathib berkata dalam "Al-Faqih
wal-Mutafaqqih" 1/189-190:
إِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ
قَدْ تَقَبَّلُوهُ وَاحْتَجُّوا بِهِ، فَوَقَفْنَا بِذَلِكَ عَلَى صِحَّتِهِ عِنْدَهُمْ
كَمَا وَقَفْنَا عَلَى صِحَّةِ قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ"، وَقَوْلِهِ فِي الْبَحْرِ: "هُوَ الطَّهُورُ
مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيِّتَتُهُ" وَقَوْلِهِ: "إذَا اخْتَلَفَ الْمُتَبَايِعَانِ
فِي الثَّمَنِ وَالسَّلْعَةُ قَائِمَةٌ، تَحَالَفَا وَتَرَادَا الْبَيْعَ"، وَقَوْلِهِ:
"الدِّيَةُ عَلَى الْعَاقِلَةِ"، وَإِن كَانَتْ هَذِهِ الْأَحَادِيثُ لَا
تَثْبُتُ مِن جَهَةِ الْإِسْنَادِ، لَكِنَّ لِمَا تَلَقَّتْهَا الْكَافَّةُ عَنِ الْكَافَّةِ
غَنُوا بِصِحَّتِهَا عِنْدَهُمْ عَن طَلَبِ الْإِسْنَادِ لَهَا، فَكَذَلِكَ حَدِيثُ
مُعَاذٍ لَمَّا احْتَجُّوا بِهِ جَمِيعًا غَنُوا عَن طَلَبِ الْإِسْنَادِ لَهُ.
Sesungguhnya para ahli ilmu telah menerima dan
menggunakan hadits ini sebagai dalil, dan kami memastikan menurut mereka bahwa
hadits tersebut shah, sebagaimana kami meyakini akan keshahihan sabda
Rasulullah ﷺ :
"Tidak ada wasiat bagi pewaris," serta
sabdanya tentang air laut : "Airnya suci, bangkainya halal".
Dan sabdanya, "Jika kedua pihak yang berjual
beli berselisih mengenai harga, sementara barangnya masih ada, maka masing-masing
dari penjual dan pembeli saling bersumpah lalu keduanya membatalkan tanskasi
jual belinya".
Juga, sabdanya : "Diyat [pembunuhan tak
sengaja] ditanggung oleh Aaqilah [kerabat pembunuh]."
Meskipun hadits-hadits ini tidak shahih dari segi
sanadnya, akan tetapi karena semua orang telah menerima hadits-hadits tersebut
dari semua orang, maka bagi mereka cukup dengan meyakini keshahihannya tanpa
perlu mencari sanadnya. Demikian juga dengan hadits Mu'adz diatas ketika mereka
menggunakan itu sebagai dalil, semuanya meyakini keshahihannya tanpa perlu
mencari sanadnya”. [Selesai]
Ibnu Qayyim berkata dalam "I'lam
al-Muwaqqi'in" 1/202:
"فَهَذَا حَدِيثٌ
وَإِن كَانَ عَنْ غَيْرِ مُسَمَّيْنَ، فَهُمْ أَصْحَابُ مُعَاذٍ، فَلَا يَضُرُّهُ ذَٰلِكَ،
لِأَنَّهُ يُدْلِي عَلَى شُهْرَةِ الْحَدِيثِ وَأَنَّ الَّذِي حَدَّثَ بِهِ الْحَارِثُ
بْنُ عَمْرٍو، جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ، لَا وَاحِدٌ مِنْهُمْ، وَهَذَا أَبْلَغُ
فِي الشُّهُرَةِ مِنْ أَنْ يَكُونَ عَنْ وَاحِدٍ مِنْهُمْ لَوْ سُمِّيَ، كَيْفَ وَشُهْرَةُ
أَصْحَابِ مُعَاذٍ بِالْعِلْمِ وَالدِّينِ وَالْفَضْلِ وَالصِّدْقِ بِالْمَحَلِّ الَّذِي
لَا يَخْفَى؟!
وَلَا يُعْرَفُ
فِي أَصْحَابِهِ مُتَّهِمٌ وَلَا كَذَّابٌ وَلَا مَجْرُوحٌ، بَلْ أَصْحَابُهُ مِنْ
أَفَاضِلِ الْمُسْلِمِينَ وَخِيَارِهِمْ، وَلَا يَشْكُ أَهْلُ النَّقْلِ فِي ذَٰلِكَ".
Ini adalah hadits, meskipun bersumber dari para
perawi yang tidak disebutkan namanya. Namun mereka adalah sahabat-sahabat
Mu'adz, sehingga itu tidak membahayakan hadits tersebut. Hal ini karena hadits
tersebut menunjukkan tentang kemasyhuran hadits dan bahwa yang menceritakan
hadits tersebut adalah Harits bin ‘Amr, jemaah dari kalangan para sahabat
Mu'adz, bukan hanya satu dari mereka. Dan ini lebih dahsyat dalam kemasyhuran
daripada jika hadits tersebut berasal dari satu individu di antara mereka,
sekalipun namanya disebutkan. Bagaimana mungkin hadits ini hanya berasal dari
salah satu dari mereka jika nama individunya disebutkan, mengingat betapa
terkenalnya para sahabat Mu'adz dalam hal keilmuan, agama, keutamaan, dan
kejujuran , yang mana itu semua bukan hal samar dan tersembunyi tentang mereka ?
Tidak pernah ada tuduhan, kebohongan, atau celaan
yang diketahui dalam diri sahabat-sahabat Mu'adz. Mereka adalah orang-orang
terpilih dan termulia di antara umat Islam, dan para perawi hadits tidak ada
keraguan mengenai hal tersebut”.
Berbeda dengan Syeikh al-Albaani, beliau
menyelisihi mereka dalam menyikapi dan memahami matan hadits Mu’adz bin Jabal ini
. Syeikh al-Albaani berkata :
إذا عَرَفتُمْ أنَّ هذَا الحديثَ ضَعِيفٌ
عِنْدَ عُلَمَاءِ الحَدِيثِ تَنْصِيصًا وَتَفْرِيعًا كَمَا ذَكَرْنَا، فيجِبُ بِهَذِهِ
الْمُنَاسَبَةِ أَن نَذْكُرَ لَكُمْ أَنَّهُ مُنْكَرٌ - أَيْضًا - مِنْ حِيثُ مَتْنِهِ،
وَذَلِكَ يُفْهَمُ مِنْ بَيَانِي السَّابِقِ، لَكِنَّ الْأَمْرَ أَوْضَحَ فِي هَذَا
الحديثِ بِطَلَانًا مِمَّا سَبَقَ بَيَانُهُ مِنْ وُجُوبِ الرُّجُوعِ إِلَى السُّنَّةِ
مَعَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ مَعًا؛ ذَلِكَ لأَنَّهُ صَنَّفَ السُّنَّةَ بَعْدَ الْقُرْآنِ
وَبَعْدَ السُّنَّةِ الرَّأْيَ، فَنَزَّلَ مَنْزِلَةَ السُّنَّةِ إِلَى الْقُرْآنِ
مَنْزِلَةَ الرَّأْيِ إِلَى السُّنَّةِ؛ مَتَى يَرْجِعُ الْبَاحِثُ أَوْ الْفَقِيهُ
إِلَى الرَّأْيِ؟ إِذَا لَمْ يَجِدِ السُّنَّةَ، وَمَتَى يَرْجِعُ إِلَى السُّنَّةِ؟
إِذَا لَمْ يَجِدِ الْقُرْآنَ؛ هَذَا لَا يَسْتَقِيمُ إِسْلَامِيًّا أَبَدًا، وَلَا
أَحَدٌ مِنْ أُئِمَّةِ الْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ يَجْرِي عَلَى هَذَا التَّصْنِيفِ الَّذِي
تَضَمَّنَهُ هَذَا الحديث. (بِمَ تَحْكُم؟). قَالَ: بِكِتَابِ اللَّهِ. (فَإِن لَمْ
تَجِد؟). قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ.
"Jika kalian mengetahui bahwa hadits ini
lemah menurut para ulama hadits , nashnya dan cabangnya, seperti yang telah
kami sebutkan, maka pada kesempatan ini perlu kami sampaikan bahwa hadits ini
juga munkar (ditolak) dari segi matannya. Hal ini dapat diambil dari
penjelasan sebelumnya.
Namun, dalam hadits ini, kebathilannya menjadi
lebih jelas untuk menolak apa yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu kewajiban
kembali kepada Sunnah yang kedudukannya sejajar dengan Al-Qur'an .
Ini karena dia menempatkan kedudukan Sunnah
setelah Al-Qur'an dan setelah Sunnah adalh ijtihad (pendapat). Dia menurunkan
kedudukan Sunnah di bawah Al-Qur'an, sama seperti kedudukan ijtihad di bawah
Sunnah.
Kapan seorang peneliti atau ahli fikih harus merujuk
kepada ijtihad? Yaitu ketika dia tidak menemukan Sunnah. Dan kapan harus merujuk
kepada Sunnah? Yaitu ketiak dia tidak menemukan dalil dari Al-Qur'an. Ini tidak
sejalan dengan Islam sama sekali, dan tidak ada seorang pun dari kalangan para
imam hadits dan fuqaha yang mengikuti klasifikasi seperti yang terkandung dalam
hadits ini. Yaitu sabdanya : (Dengan apa kamu menghukum?) Dia menjawab : Dengan
Kitab Allah. Dan sabdanya : (Jika kamu tidak menemukannya ?) Dia menjawab :
Dengan Sunnah Rasulullah." [ Baca : Bawwaabat Turoots al-Albaani – Kaset
204]
------
LANJUT : TAFSIR AYAT NO
1 SURAT ALHUJURAT:
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) Yakni : “Janganlah
kamu katakan hal yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah”.....
Ad-Dahhak mengatakan, "Janganlah kamu memutuskan suatu urusan yang
menyangkut hukum syariat agama kalian sebelum Allah dan Rasul-Nya memutuskannya."
Sufyan As'-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah
Swt: Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1)
baik dalam ucapan maupun perbuatan”. [Kutipan
dari Tafsir Ibnu Katsir Selesai]
Sejalan dengan ayat 1 surat al-Hujuraat adalah
firman Allah SWT berikut ini :
﴿وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ
مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا﴾
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali [QS. An-Nisaa :
115].
======
PERINTAH BERPEGANG TEGUH
KEPADA SUNNAH NABI ﷺ
DAN PARA PEMIMPIN YANG ROSYIDIN
! AGAR TIDAK TERJADI PERPECAHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH.
Dari 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu , dia
berkata :
" صَلَّى بِنَا رَسُولُ
اللهِ ﷺ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً
بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ:
يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟
قَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
مُجَدَّعًا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، فَتَمَسَّكُوا بِهَا،
وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ
كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ".
" Rasulullah ﷺ shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau
menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat
menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati
bergetar takut (wajilat minha al quluub).
Lalu seseorang berkata : "Wahai Rasulullah,
seolah-olah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa
yang engkau wasiatkan kepada kami?"
Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada
kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mau mendengarkan , patuh dan taat,
meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi Mujadda' [yang cacat terpotong
hidung , tangan dan kakinya].
Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian
akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah
Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan
gigitlah dia dengan gigi geraham.
Dan jauhilah perkara-perkara baru yang
diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah
bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat".
( HR. Abu Dawud (4607) , At Tirmidzi (2676), Ibnu
Majah (42, 43, 44), Ahmad (4/126), Ad Darimi (95) At Thabrani dalam Al Kabir
(263), Ibnu Hibban (1/178), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1/176) dan Al Baihaqi
dalam Al Kubra (10/114).
Dishahihkan oleh Tirmidzi, Al Hakim , Ibnu Hibban
dan juga Al Albani di dalam Irwa Al Ghalil (no. 2455).
Hadits ini memerintahkan untuk menjaga persatuan .
Terutama antara kaum muslimin dengan pemimpinnya atau penguasa , meskipun
pemimpinnya seorang budak hitam negro yang cacat , tidak punya hidung , telinga
, tangan dan kaki .
Bid'ah pertama yang menimpa pada umat Islam dalam
sejarah adalah bid'ah yang mengantarkan pada perpecahan dan pertumpahan darah ,
yaitu pembelotan alias keluar memisahkan diri dari pemerintahan yang sah atau
keluar memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin .
Bid'ah Khawarij inilah yang dimaksud dalam nasihat
[مَوْعِظَة] Nabi ﷺ yang
membuat para sahabat yang mendengarnya meneteskan air mata , seakan-akan wasiat
perpisahan. Yaitu bid'ah yang mengandung unsur ketidak taatan pada para
khalifah dan Pemimpin yang lurus, meskipun pemimpinnya itu adalah seorang hamba
habasyah [negro] yang cacat yang terpotong hidung , tangan dan kakinya .
Khawarij adalah salah satu golongan dari tubuh
umat islam yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan keluar dari pemerintahan
yang sah dan memisahkan diri dari kaum muslimin .
Adapun dinamakan khawarij karena mereka keluar
(khuruj) dari pemerintah yang sah dan dari jemaah kaum muslimin . Meskipun
mereka berasumsi bahwa sebab penamaan khawarij adalah karena mereka keluar
(khuruj) dari rumahnya untuk berjihad di jalan Allah, tapi toh faktanya mereka
keluar bukan dalam rangka berjihad di jalan Allah, tapi justru keluar dari
ketaatan kepada kepemimpinan kaum muslimin yang sah
Mereka akan berusaha memodifikasi dan menghiasi
kebatilan sehingga terlihat indah dan benar di mata manusia. Maka kebenaran dan
kebatilan akan terlihat terbalik, yang benar terlihat batil, dan yang batil
terlihat benar.
*****
LANGKAH KEDUA : WALAU BERBEDA PENDAPAT NAMUN JANGAN BERMUSUHAN [al-Hujuraat ayat no. 2]
Allah SWT berfirman :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ
لَا تَشْعُرُونَ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih
dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari. [QS. Al-Hujurot : 2].
Langkah kedua ini berkaitan dengan sebab turun
ayat diatas dan Tafsirnya.
Dari Ibnu Abu Mulaikah dia berkata :
كَادَ الْخِيرَانِ
أَن يَهْلِكَا أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، رَفَعَا أَصْوَاتَهُمَا
عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ حِينَ قَدَّمَ عَلَيْهِ رُكْبُ بَنِي تَمِيمٍ، فَأَشَارَ أَحَدُهُمَا
بِالْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخَيْ بَنِي مَجَّاشِعَ، وَأَشَارَ
الْآخَرُ بِرَجُلٍ آخَرَ، قَالَ نَافِعٌ: لَا أَحْفَظُ اسْمَهُ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ
لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، مَا أَرَدْتُ إِلَّا خِلَافِي، قَالَ: مَا أَرَدْتَ
خِلَافَكَ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا فِي ذَلِكَ فَأَنزَلَ اللَّهُ تَعَالَىٰ:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ
وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ
وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ}.
قالَ ابنُ الزُّبَيْرِ:
فَما كانَ عُمَرُ يُسْمِعُ رَسولَ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بَعْدَ هذِه الآيَةِ
حتَّى يَسْتَفْهِمَهُ. ولَمْ يَذْكُرْ ذلكَ عن أبِيهِ. يَعْنِي أبَا بَكْرٍ.
Hampir saja dua orang terbaik [dari umat ini]
binasa, yaitu Abu Bakar dan 'Umar radliallahu 'anhuma, keduanya [berselisih
pendapat] dengan meninggikan suara mereka di hadapan Nabi ﷺ
Yaitu tatkala datang kepada Nabi ﷺ utusan
Bani Tamim. salah satu dari keduanya [Abu Bakar dan Umar] menunjuk Al Aqra' bin
Habis Al Hanzhali, saudara Bani Mujasyi', dan yang lain menunjuk pada yang
lainnya.
Maka Abu Bakar berkata : "Engkau ini tidak
lain kecuali bersikap berbeda denganku." Umar menjawab, "Aku tidak
berniat berbeda denganmu."
Maka suara keduanya meninggi kuat sekali
memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt.
menurunkan firman-Nya :
يَأَيّهَا الّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَرْفَعُوَاْ أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النّبِيّ وَلاَ تَجْهَرُواْ
لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ
لاَ تَشْعُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian
yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari. (Al-Hujurat: 2)
Ibnuz Zubair (ra) mengatakan bahwa sesudah
turunnya ayat ini Umar r.a. tidak berani lagi angkat bicara di hadapan
Rasulullah ﷺ
melainkan mendengarnya lebih dahulu sampai mengerti. Akan tetapi, Ibnuz Zubair
tidak menyebutkan dari ayahnya tentang Abu Bakar r.a. [ [HR. Bukhori no. 4845
dan 7302].
Riwayat lain : Dari Ibnu Abu
Mulaikah bahwa 'Abdullah bin Az Zubair telah mengabarkan kepada mereka :
أَنَّهُ قَدْمَ
رُكْبٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: "أَمَرَ الْقَعْقَاعُ بْنُ مَعْبَدٍ"، وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: "بَلْ أَمَرَ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ"، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ: "مَا أَرَدْتُ إِلَّا خِلَافِي"، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ: "مَا أَرَدْتَ خِلَافَكَ"، فَتَمَارَيَا حَتَّى ارْتَفَعَتْ
أَصْوَاتُهُمَا فَنَزَلَتْ فِي ذَلِكَ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْدَمُوا
بَيْنَ يَدَيْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ} حَتَّى انْقَضَتِ الْآيَةُ {وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا
حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ}.
Serombongan dari bani Tamim datang kepada Nabi ﷺ . Abu
Bakar berkata, "Angkatlah Al Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah."
Sedangkan Umar radliallahu 'anhu berkata, "Angkatlah Al Aqra' bin
Habis."
Maka Abu Bakar (ra) berkata, "Angkatlah Al-Qa'qa'
ibnu Ma'bad sebagai pemimpin mereka " Dan Umar (ra) berkata,
"Angkatlah Al-Aqra' ibnu Habis sebagai pemimpin mereka."
Maka Abu Bakar (ra) berkata, "Tiada lain
tujuanmu hanya menentangku." Umar berkata : "Aku tidak bermaksud
menentangmu." Akhirnya keduanya perang mulut hingga suara mereka gaduh di
hadapan Nabi ﷺ.
Maka turunlah firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
mendahului Allah dan Rasul-Nya. (Al-Hujurat: 1) - sampai dengan firman Allah
SWT - : " Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui
mereka" . (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat. [HR.
Bukhori no. 4019].
HANCURNYA UMAT ISLAM KARENA SALING BERMUSUHAN
Dari Sa'ad bin Abi Waqash mengatakan :
أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ أَقْبَلَ ذَاتَ يَومٍ مِنَ العَالِيَةِ، حتَّى إذَا مَرَّ بمَسْجِدِ بَنِي مُعَاوِيَةَ دَخَلَ فَرَكَعَ فيه رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّيْنَا معهُ، وَدَعَا رَبَّهُ طَوِيلًا، ثُمَّ انْصَرَفَ إلَيْنَا، فَقالَ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: سَأَلْتُ رَبِّي ثَلَاثًا، فأعْطَانِي ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً؛ سَأَلْتُ رَبِّي: أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالسَّنَةِ فأعْطَانِيهَا، وَسَأَلْتُهُ أَنْ لا يُهْلِكَ أُمَّتي بالغَرَقِ فأعْطَانِيهَا، وَسَأَلْتُهُ أَنْ لا يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا.
Bahwa suatu hari Rasulullah datang dari al-‘Aaliyah [tempat yang tinggi]. Ketika melewati masjid Bani Muawiyah, beliau masuk dan kemudian sholat dua rakaat. Mereka pun sholat bersama dan Nabi ﷺ memanjangkan doa kepada Allah lalu berpaling kepada mereka.
Rasulullah ﷺ lalu bersabda :
"Aku memohon tiga perkara kepada Allah, maka Allah memberiku dua perkara dan menolak satu perkara.
1]. Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak membinasakan umatku dengan kelaparan yang menyeluruh, maka Dia mengabulkannya.
2] Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak membinasakan mereka dengan ditenggelamkan, maka Dia mengabulkannya.
3] dan Aku memohon pada-Nya : agar Dia tidak menimpakan permusuhan di antara mereka, maka Dia menolaknya." (HR Muslim no. 2890 ).
Arti point yang ke 3 :
أي: ألَّا يقَعَ بيْنَهم فُرقةٌ وقِتالٌ تُهلِكُهم وتُضعِفُهم، والبأسُ الحروبُ والفِتنُ .
“ Artinya: Agar di antara mereka tidak terjadi perpecahan dan peperangan yang akan membinasakan dan melemahkan mereka. Penderitaan dan kesusahan akan datang saat terjadi banyak peperangan dan banyak fitnah”.
Dari Tsauban berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
"Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya kekuasaan ummatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku, aku diberi dua harta simpanan; merah dan putih, dan sesungguhnya aku meminta Rabbku untuk ummatku agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, agar Ia tidak memberi kuasa musuh untuk menguasai mereka [umat Islam] selain diri mereka sendiri lalu menyerang perkumpulan mereka, dan sesungguhnya Rabbku berfirman:
'Hai Muhammad, sesungguhnya Aku bila menentukan takdir tidak bisa dirubah, sesungguhnya Aku memberikan untuk umatmu agar tidak dibinasakan oleh kekeringan menyeluruh, Aku tidak memberi kuasa musuh untuk menyerang mereka selain diri mereka sendiri [sesama kaum muslimin] . Lalu mereka [musuh] menyerang perkumpulan mereka [kaum muslimin]. Meski mereka dikepung dari segala penjurunya [kaum muslimin tetap tidak akan binasa], hingga sebagian dari mereka [kaum muslimin] membinasakan sebagaian [kaum muslimin] lainnya dan saling menawan satu sama lain." [HR. Riwayat Muslim no. 2889]
Allah SWT akan menurunkan rahmat pada umat Islam ini , jika sesama mereka saling bersaudara dan saling mendamaikan . Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat RAHMAT. [QS. al-Hujuraat : 9-10]
Akan tetapi jika mereka terus saling bermusuhan , maka Allah SWT berfirman :
{قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ}
"Katakanlah: "Dia Maha Kuasa mengirim azab kepada kalian dari atas langit atau dari bawah kaki kalian, atau mengacaubalaukan kalian menjadi berkelompok - kelompok yang bertentangan dan menimpakan azab sebagian kalian kepada sebagian yang lain"" (Al-An'am: 65).
====
LEBIH BAIK MERASA DIRINYA BANYAK DOSA DARI PADA MERASA SUCI
Dalam riwayat lain disebutkan sebuah kisah yang
berkenaan dengan turunnnya ayat no 2 surat al-Hujuraat ini , yaitu dari Anas bin Malik bahwa dia berkata :
أَنَّهُ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ
الآيَةُ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ
النَّبِيِّ} إِلَى آخِرِ الآيَةِ جَلَسَ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ فِي بَيْتِهِ وَقَالَ
أَنَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ . وَاحْتَبَسَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَسَأَلَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَعْدَ بْنَ مُعَاذٍ فَقَالَ " يَا أَبَا عَمْرٍو
مَا شَأْنُ ثَابِتٍ أَشْتَكَى " .
قَالَ سَعْدٌ : إِنَّهُ لَجَارِي وَمَا
عَلِمْتُ لَهُ بِشَكْوَى . قَالَ : فَأَتَاهُ سَعْدٌ فَذَكَرَ لَهُ قَوْلَ رَسُولِ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ثَابِتٌ : أُنْزِلَتْ هَذِهِ الآيَةُ وَلَقَدْ
عَلِمْتُمْ أَنِّي مِنْ أَرْفَعِكُمْ صَوْتًا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم فَأَنَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ . فَذَكَرَ ذَلِكَ سَعْدٌ لِلنَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : " بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ".
"Ketika ayat berikut ini diturunkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ
بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap
sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari“. (QS. Al-Hujurat: 2).
Tsabit bin Qais yang sedang duduk di rumahnya dan berkata : "Aku
ini termasuk dari ahli Neraka!".
Lalu ia selalu menghindar dari Nabi ﷺ sehingga Nabi ﷺ menanyakan itu kepada Sa'ad bin Mu'adz.
Beliau bertanya : "Wahai Abu Amru, bagaimanakah keadaan Tsabit?
Apakah dia sakit? '
Sa'ad menjawab, "Keadaannya seperti biasa dan aku tidak mendengar
berita yang menyatakan dia sakit."
Anas berkata : 'Lalu Sa'ad pun mengunjunginya dan memberitahu kepadanya
tentang pembicaraannya dengan Rasulullah ﷺ
Tsabit berkata : 'Ayat ini diturunkan, sedangkan kamu semua mengetahui
bahwa aku adalah orang yang paling keras bersuara, melebihi suara Rasulullah ﷺ Kalau begitu aku ini termasuk dari ahli Neraka.'
Maka Sa'ad menceritakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ Rasulullah ﷺ pun bersabda: "Bahkan ia termasuk
dari kalangan ahli Surga." ( HR. Muslim No. 119 dan 170 ).
Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu :
" أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ افْتَقَدَ ثَابِتَ
بْنَ قَيْسٍ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَعْلَمُ لَكَ عِلْمَهُ فَأَتَاهُ
فَوَجَدَهُ جَالِسًا فِي بَيْتِهِ مُنَكِّسًا رَأْسَهُ فَقَالَ لَهُ مَا شَأْنُكَ فَقَالَ
شَرٌّ كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ ﷺ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَأَتَى الرَّجُلُ النَّبِيَّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ
قَالَ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ مُوسَى فَرَجَعَ إِلَيْهِ الْمَرَّةَ الْآخِرَةَ بِبِشَارَةٍ
عَظِيمَةٍ فَقَالَ اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
وَلَكِنَّكَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ".
Bahwa Nabi ﷺ mencari Tsabit bin Qais, lalu seseorang
berkata; “Ya Rasulullah, Aku tahu keberadaan dia”.
Lalu dia mendatanginya dan ditemuinya sedang duduk di rumahnya dalam
keadaan menundukan kepalanya.
Orang itu berkata kepadanya ; “Ada apa denganmu?”
Tsabit menjawab ; “ Sungguh jelek ia ( maksudnya Tsabit sendiri ), ia
telah mengangkat suaranya melebihi suara Nabi ﷺ, sungguh telah hancur amal perbuatannya
dan dia termasuk penghuni neraka “.
Maka orang itu menemui Nabi ﷺ dan mengabarkan berita keadaannya bahwa ia
berkata begini dan begitu.
Musa berkata : -kemudian orang itu kembali kepadanya dengan membawa
kabar gembira yang besar.-
Nabi ﷺ berkata kepadanya ; “ Pergilah kepada
Tsabit dan katakan kepadanya bahwa ia bukan penghuni neraka, tapi ia penghuni
surga “. (HR. Bukhori no. 4468 dan 4846)
HAMBA AR-RAHMAN SENANTIASA MERASA DIRINYA BANYAK DOSA
DAN SELALU BERISTIGHFAAR .
Hamba Ar-Rahman meskipun ahli ibadah, namun dia
tetap selalu menjaga mulutnya dan perbuatannya dari hal-hal yang menimbulkan
kebencian , permusuhan dan perpecahan . Dan dia selalu menjaga hatinya dari
sifat ujub, sombong dan takabbur . Dia tidak pernah merasa dirinya suci, padahal
dirinya rajin ibadah sesuai sunnah dan tidak pernah tinggal shalat malam. Dia
selalu merasa bahwa dirinya banyak dosa dan dia selalu takut api neraka, maka
dia terus menerus beristighfaar dan memohon ampun.
Allah SWT berfirman :
{وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ
عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (63)
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ
غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا
أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
(67) }
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang
itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati; dan apabila orang-orang jahil [bodoh] menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang membawa
kedamaian [salaam].
Dan orang-orang yang menghabiskan malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan
mereka.
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah adzab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya
itu adalah kehinaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat
menetap dan tempat kediaman.
Dan orang-orang yang apabila menginfaqkan (hartanya), mereka
tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir; dan (dalam
penginfaqkannya itu) tengah-tengah antara yang demikian. [QS. Al-Furqon
: 63-67]
Berikut ini adalah sifat-sifat hamba-hamba Allah Yang beriman, yaitu:
{الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا}
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah
hati. (Al-Furqan: 63)
Yaitu dengan langkah yang tenang dan anggun, tidak sombong, dan tidak
angkuh. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا}
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong. (Al-Isra: 37), hingga akhir ayat.
Cara jalan mereka tidak sombong, tidak angkuh, tidak jahat, dan tidak
takabur. Tetapi makna yang dimaksud bukanlah orang-orang mukmin itu berjalan
dengan langkah seperti orang sakit, karena dibuat-buat dan pamer. Karena
sesungguhnya penghulu anak Adam (yakni Nabi ﷺ) apabila berjalan seakan-akan sedang turun
dari tempat yang tinggi (yakni dengan langkah yang tepat) seakan-akan bumi
melipatkan diri untuknya.
Sebagian ulama Salaf memakruhkan berjalan dengan langkah yang lemah dan
dibuat-buat, sehingga diriwayatkan dari Umar :
أَنَّهُ رَأَى شَابًّا
يَمْشِي رُويدًا، فَقَالَ: مَا بَالَكَ؟ أَأَنْتَ مَرِيضٌ؟ قَالَ: لَا يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ. فَعَلَاهُ بِالدِّرَّةِ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَمْشِيَ بِقُوَّةٍ.
“ Bahwa
ia melihat seorang pemuda berjalan pelan-pelan. Maka ia bertanya, "Mengapa
kamu berjalan pelan? Apakah kamu sedang sakit?"
Pemuda itu menjawab, "Tidak, wahai Amirul Mu-minin." Maka
Umar memukulnya dengan cambuk dan memerintahkan kepadanya agar berjalan dengan
langkah yang kuat.
Makna yang dimaksud dengan haunan dalam ayat ini ialah rendah
hati dan anggun, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasulullah ﷺ:
"إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَلَا
تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ السِّكِينَةُ، فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلَّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا"
Apabila kalian
mendatangi (tempat) salat (masjid), janganlah kalian
mendatanginya dengan berlari kecil, tetapi berjalanlah dengan langkah yang
tenang. Apa yang kalian jumpai dari salat itu, kerjakanlah; dan apa yang kamu
tertinggal darinya, maka sempurnakanlah. [HR. Bukhori no. 635 dan Muslim no. 603]
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Umar ibnul
Mukhtar, dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah”. (Al-Furqan: 63), hingga akhir ayat.
إِنَّ الْمُؤْمِنِينَ قَوْمٌ ذُلُل، ذَلَّتْ
مِنْهُمْ -وَاللَّهِ -الأسماعُ وَالْأَبْصَارُ وَالْجَوَارِحُ، حَتَّى تَحْسَبَهُمْ
مَرْضَى وَمَا بِالْقَوْمِ مِنْ مَرَضٍ، وَإِنَّهُمْ لَأَصِحَّاءُ، وَلَكِنَّهُمْ دَخْلَهُمْ
مِنَ الْخَوْفِ مَا لَمْ يَدْخُلْ غَيْرَهُمْ، وَمَنَعَهُمْ مِنَ الدُّنْيَا عِلْمُهُمْ
بِالْآخِرَةِ، فَقَالُوا: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ. أَمَا
وَاللَّهِ مَا أَحْزَنَهُمْ حَزَنُ النَّاسِ، وَلَا تَعَاظَمَ فِي نُفُوسِهِمْ شَيْءٌ
طَلَبُوا بِهِ الْجَنَّةَ، أَبْكَاهُمُ الْخَوْفُ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّهُ مَنْ لَمْ
يَتَعَزَّ بِعَزَاءِ اللَّهِ تَقَطَّعُ نفسُه عَلَى الدُّنْيَا حَسَرَاتٍ، وَمَنْ لَمْ
يَرَ لِلَّهِ نِعْمَةً إِلَّا فِي مَطْعَمٍ أَوْ فِي مَشْرَبٍ، فَقَدْ قلَّ عِلْمُهُ
وحضَر عذابهُ
Bahwa orang-orang mukmin adalah orang-orang yang rendah hati - demi Allah- pendengaran dan penglihatan serta semua
anggota tubuh mereka menampilkan sikap yang rendah hati; sehingga orang yang
jahil [bodoh] menduga mereka
sebagai orang yang sakit, padahal mereka sama sekali tidak sakit.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sehat, tetapi hati mereka
dipenuhi oleh rasa takut kepada Allah, tidak seperti selain mereka. Dan mereka tidak menyukai dunia karena
pengetahuan mereka tentang akhirat. Maka mereka mengatakan dalam doanya :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا
الْحَزَنَ
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari
kami."
Ingatlah, demi Allah, kesusahan mereka tidaklah seperti kesusahan
manusia pada umumnya. Tiada sesuatu
pun yang menjadi dambaan mereka selain dari memohon surga. Sesungguhnya mereka
menangis karena takut terhadap neraka. Sesungguhnya barang siapa yang tidak
berbelasungkawa dengan belasungkawa Allah, maka jiwanya akan dicabut
meninggalkan dunia dalam keadaan kecewa. Dan barang siapa yang tidak melihat
nikmat Allah selain hanya pada makanan atau minuman, maka sesungguhnya amalnya
akan sedikit dan azabnya akan datang menimpanya”.
****
Lalu Ibnu Katsir [6/122]
berkata :
وَقَوْلُهُ: {وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ
قَالُوا سَلامًا} أَيْ: إِذَا سَفه عَلَيْهِمُ الْجُهَّالُ بِالسَّيِّئِ، لَمْ يُقَابِلُوهُمْ
عَلَيْهِ بِمِثْلِهِ، بَلْ يَعْفُونَ وَيَصْفَحُونَ، وَلَا يَقُولُونَ إِلَّا خَيْرًا،
كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا تَزِيدُهُ شِدَّةُ الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلَّا حِلْمًا،
وَكَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ}
[الْقَصَصِ: 55]
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلامًا}
“Dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang
baik”. (Al-Furqan: 63)
Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang
kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk,
maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan
tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang membawa kedamaian. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ ketika menghadapi orang jahil. Semakin orang jahil itu bersikap keras, maka beliau ﷺ bersikap semakin pemaaf dan penyantun. Dan seperti
yang disebutkan oleh Allah Swt firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَاِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ اَعْرَضُوْا
عَنْهُ وَقَالُوْا لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْ ۖسَلٰمٌ عَلَيْكُمْ
ۖ لَا نَبْتَغِى الْجٰهِلِيْنَ }
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling
darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu,
semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh”. (Al-Qashash:
55)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir,
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Al-A'masy, dari Abu Khalid
Al-Walibi, dari An-Nu'man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan :
" قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَسَبَّ رجلٌ رَجُلًا عِنْدَهُ، قَالَ: فَجَعَلَ الرَّجُلُ
الْمَسْبُوبُ يَقُولُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"أَمَا إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ هَذَا
قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: عَلَيْكَ
السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ".
"لآahwa pada suatu hari ada seorang lelaki
mencaci maki seorang lelaki lainnya di
hadapan Rasulullah ﷺ, lalu orang yang dicaci
mengatakan, "'Alaikas salam (semoga engkau selamat)."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Ingatlah, sesungguhnya ada
malaikat di antara kamu berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu,
malaikat itu berkata, "Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak
dicaci.”
Dan apabila kamu katakan kepadanya, " 'Alaikas salam," maka
malaikat itu berkata, "Tidak, dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah
yang berhak mendapatkannya.”
[Al-Musnad (5/445) dan al-Haitsami berkata dalam
al-Majma' (8/75): 'Periwayat hadits ini adalah perawi hadits yang sahih,
kecuali Abu Khalid al-Walibi, dan dia adalah seorang yang dipercayai.'].
Sanad hadis berpredikat hasan, tetapi mereka tidak mengetengahkannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Mereka mengucapkan kata-kata yang membawa
kedamaian”. (Al-Furqan:
63) :
يَعْنِي: قَالُوا: سَدَادًا
Mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung petunjuk yang lurus .
Sa'id ibnu Jubair mengatakan :
رَدُّوا مَعْرُوفًا
مِنَ الْقَوْلِ
“Bahwa
mereka menjawab dengan kata-kata yang baik”.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan :
{قَالُوا سَلامًا} ، قَالَ: حُلَمَاءُ لَا يَجْهَلُونَ،
وَإِنْ جُهِلَ عَلَيْهِمْ حَلُمُوا. يُصَاحِبُونَ عِبَادَ اللَّهِ نَهَارَهُمْ بِمَا
تَسْمَعُونَ ، ثُمَّ ذَكَرَ أن ليلهم خير ليل
Mereka
mengatakan, "Salamun 'alaikum (semoga keselamatan dan kedamaian terlimpahkan kepada kalian)."
Mereka berlemah lembut dan tidak berlaku bodoh . Jika mereka dinilai sebagai orang yang kurang
akalnya oleh orang jahil, maka
mereka bersabar. Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah di siang harinya
[tidak
menghajernya] dan
bersabar terhadap apa pun yang mereka dengar dari nya “. Kemudian dia [al-Hasan] menyebutkan bahwa pada malam harinya mereka
melakukan ibadah yang terbaik . [Selesai]
****
Lalu Ibnu Katsir berkata
:
Allah Swt. berfirman:
{وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ
سُجَّدًا وَقِيَامًا}
Dan orang-orang yang menghabiskan malam harinya dengan
bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Al-Furqan: 64)
Yakni mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya, seperti yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا
يَهْجَعُونَ وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ}
“ Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam . Dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)”. (QS. Adz-Dzariyat:
17-18)
{ تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ
الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ }
“Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami
berikan”. (QS. As-Sajdah: 16)
Dan firman Allah Swt.:
{أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ
سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ}
ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ
عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا}
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam
dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang
kekal.” (Al-Furqan: 65)
Yaitu tetap dan abadi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair
sehubungan dengan makna garaman ini, melalui salah satu bait
syairnya:
إنْ يُعَذّب يَكُنْ غَرَامًا، وَإِنْ
يُعْـ ... طِ جَزِيلَا فَإِنَّهُ لَا يُبَالي ...
Jika dia (orang yang disanjung penyair) menyiksa, maka
siksaannya terus-menerus lagi tetap; dan jika dia memberi dengan pemberian yang
banyak, ia tidak peduli (berapa pun banyaknya).
Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya
azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) :
"كُلُّ شَيْءٍ
يُصِيبُ ابْنَ آدَمَ وَيَزُولُ عَنْهُ فَلَيْسَ بِغَرَامٍ، وَإِنَّمَا الْغَرَامُ اللَّازِمُ
مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ."
“Segala sesuatu yang menimpa anak Adam, lalu lenyap darinya, tidak dapat
dikatakan ghorom [kebinasaan
yang kekal]. Sesungguhnya pengertian ghorom itu
tiada lain bagi sesuatu yang kekal selagi ada bumi dan langit”.
Hal yang sama dikatakan oleh Sulaiman At-Taimi.
Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: “sesungguhnya
azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal”. (QS. Al-Furqan: 65):
" يَعْنِي:
مَا نَعِمُوا فِي الدُّنْيَا؛ إِنَّ اللَّهَ سَأَلَ الْكُفَّارَ عَنِ النِّعْمَةِ فَلَمْ
يَرُدُّوهَا إِلَيْهِ، فَأَغْرَمَهُمْ فَأَدْخَلَهُمُ النَّارَ".
“ Yakni : mereka tidak merasakan
nikmat hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah Swt. menanyakan kepada
orang-orang kafir tentang nikmat (yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka).
Mereka tidak dapat mempertanggung jawabkannya
kepada Allah. Maka Allah menghukum mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam
neraka”.
*****
Lalu Ibnu Katsir berkata
:
Allah SWT berfirman :
{إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا}
“Sesungguhnya
Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman”. (QS. Al-Furqan: 66).[SELESAI KUTIPAN DARI
TAFSIR IBNU KATSIR]
*****
PERBEDAAN ANTARA HAMBA AR-RAHMAN DAN HAMBA TERPAPAR VIRUS KHAWARIJ :
Hamba Ar-Rahman , ketika berbicara ; maka yang
keluar dari mulutnya senantiasa kata-kata sejuk yang membawa kedamaian dan
tidak memecah belah, meskipun dia sendiri dilecehkan oleh orang-orang jahil.
Sebagaimana yang Allah SWT gambarkan dalam firman-Nya :
{وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا
وَقِيَامًا (64) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ
جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا
وَمُقَامًا (66) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67) }
Dan hamba-hamba Ar-Rahman [Tuhan
Yang Maha Penyayang]
itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati; dan apabila
orang-orang jahil [bodoh]
menyapa mereka [dengan kata-kata tak senonoh],
maka
mereka membalasnnya dengan kata-kata yang membawa kedamaian [salaam].
Dan mereka adalah orang-orang yang
menghabiskan malam harinya dengan bersujud dan berdiri [shalat
tahajjud] untuk Tuhan mereka.
Dan mereka adalah orang-orang
yang senantiasa berkata : "Ya Tuhan kami, jauhkanlah adzab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya
itu adalah kehinaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat
menetap dan tempat kediaman. [QS. Al-Furqon : 63-66]
Ibnu Katsir berkata :
أَيْ: إِذَا سَفه عَلَيْهِمُ الْجُهَّالُ
بِالسَّيِّئِ، لَمْ يُقَابِلُوهُمْ عَلَيْهِ بِمِثْلِهِ، بَلْ يَعْفُونَ وَيَصْفَحُونَ،
وَلَا يَقُولُونَ إِلَّا خَيْرًا، كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا تَزِيدُهُ شِدَّةُ
الْجَهْلِ عَلَيْهِ إِلَّا حِلْمًا، وَكَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ
أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ
لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ} [الْقَصَصِ: 55]
Yaitu apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang
kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk,
maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan
tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang membawa kedamaian. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ ketika menghadapi orang jahil. Semakin orang jahil itu bersikap keras, maka beliau ﷺ
bersikap semakin pemaaf dan
penyantun. Dan seperti yang disebutkan oleh Allah Swt firman-Nya dalam ayat yang lain:
{وَاِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ اَعْرَضُوْا
عَنْهُ وَقَالُوْا لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْ ۖسَلٰمٌ عَلَيْكُمْ
ۖ لَا نَبْتَغِى الْجٰهِلِيْنَ }
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling
darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu,
semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang
bodoh”. (Al-Qashash: 55) [Baca : Tafsir Ibnu Katsir [6/122]
Berbeda dengan para
ustadz dan para dai yang terpapar virus manhaj Khawarij .
Maka dari mulut para khawarij ini sering keluar
kata-kata yang menimbulkan perpecahan , kebencian dan permusuhan . Kata-kata
yang paling dahsyat untuk memecah belah yang sering mereka lontarkan adalah
kata : Si Fulan Kafir, Sesat, ahli neraka, ahlul bid’ah, ahlul Ahwa,
kuburiyyun, thaghuut dan lain sebagainya.
Padahal Allah SWT sendiri melarang Nabi-Nya mencela dan
mencaci orang kafir dan sesembahannya . Allah SWT berfirman :
"
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا
بِغَيْرِ عِلْمٍ ".
“Dan janganlah kalian memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu” (QS. Al An’aam (6) : 108).
Ibnu Katsir berkata :
Allah SWT melarang Rasul-Nya dan
orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, padahal dalam
makian itu mengandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat
(kerusakan) yang lebih besar dari itu.
Kerusakan yang dimaksud ialah
balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum
mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255) [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 3/314-315]
Oleh sebab itu wajar jika Rosulullah ﷺ
bersabda tentang mereka :
" يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ
وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ عَادٍ ".
“ Mereka hanya memerangi umat Islam , akan tetapi membiarkan para
penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti akan aku bantai mereka sebagaimana
kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Hamba ar-Rahman berbeda dengan hamba yang terpapar
manhaj Khawarij, meskipun masing-masing keduanya sama-sama ahli ibadah .
Hamba khawarij memang sangat terkenal dengan
semangat ibadahnya . Ibadahnya sangat luar biasa, shalatnya, puasanya maupun
baca al-Qur’annya, sehingga Nabi ﷺ menggambarkan tentang ibadah mereka, bahwa : ibadah para
sahabatnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ibadah orang-orang
khawarij. Ibadah mereka dan penampilannya luar biasa sesuai dengan sunnah,
kadang sebagian mereka ada yang penampilannya berjidat hitam, bercelana
cingkrang dan kepalanya botak, namun sayangnya, hatinya busuk, dipenuhi rasa
ujub, takabbur, merasa suci dengan memastikan bahwa dirinya ahli surga dan
mengklaim bahwa orang-orang selain golongan nya adalah ahli neraka.
Dari sifat sombong dan takaburnya ini muncul lah
manhaj hajer dan tahdzir . Manhaj ini tumbuh dari benih sifat takabur dan
merasa suci, oleh sebab itu mereka memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin
yang mereka anggap najis dan diyakini sebagai penghuni neraka . Mereka
berkeyakinan bahwa duduk-duduk bersama dengan kaum muslimin yang bukan
golongannya adalah haram dan termasuk perbuatan dosa besar, bahkan tidak boleh
salam dan kalam dengan selainnya .
Mereka memastikan bahwa duduk-duduk dengan mereka
yang bukan golongannya sama saja dengan kerjasama dalam perbuatan dosa . Oleh
sebab itu kelompok khawarij ini mengharamkan membantu kaum muslimin di
Palestine ketika ditindas dan bantai oleh Israel; karena mereka dianggap sesat
dan tidak semanhaj.
Manhaj Khawarij selalu berdampak pada perpecahan,
kebencian dan permusuhan yang nyata dan teruji , yang pada akhirnya akan
mengantarkan pada pertumpahan darah.
Kaum Khawarij menganggap diri mereka ini setara
dengan para Nabi dan Rasul . Dan menganggap kaum muslimin selain golongannya
sama hukumnya dengan orang kafir atau orang sesat yang dipastikan sebagai ahli
neraka.
Oleh karena itu ketika kaum muslimin selain
golongannya rame-rame menolak dakwah mereka, memusuhinya dan memeranginya ;
maka mereka kaum khawarij akan berkata :
“Dulu dakwah para Nabi dan Rasul juga ditolak oleh
kaumnya, diperangi dan diusir, namun mereka tetap tabah dan sabar dalam
menghadapi ujian ini” .
Mereka mengklaim bahwa manhaj mereka adalah Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Padahal yang benar manhaj mereka adalah Manhaj Ahlul Hajer
wat Tahdzir wat Tafriiq.
Karena kelompok khawarij ini sangat sedikit , maka
kelompok ini mentakwil makna kata “al-Jama’ah” dengan takwilan mereka , yaitu
sbb :
“Makna al-Jama’ah [mayorits] itu adalah bersama al-Haq (kebenaran) meskipun cuma satu orang “.
=====
KISAH AHLI IBADAH MASUK NERAKA KARENA UCAPANNYA KEPADA AHLI MAKSIAT : “ALLAH TIDAK MENGAMPUNIMU“:
Hadits berikut ini berisi kisah tentang Ahli Ibadah yang masuk Neraka karena tidak sabar dalam
mendakwahi ahli maksiat yang sudah lama dia dakwahi , namun tidak pernah
kunjung bertaubat , malah jawaban yang diperoleh dari ahli maksiat ini bikin
sakit hati ahli Ibadah yang mendakwahinya . Maka keluar lah dari mulut ahli
ibadah itu ucapan : “Allah tidak akan mengampuni”.
Allah SWT murka dengan ungkapan tersebut . Karena
ungkapan tersebut sama saja dengan menghakimi Allah SWT , seolah-olah rahmat
dan kehendak Allah itu diatur-atur oleh ahli ibadah tadi . Maka semua amalan
ahli ibadah ini sia-sia dan dia dimasukkan ke dalam api nereka .
Diriwayatkan dari
Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:
Aku masuk ke dalam
masjid Rasulullah ﷺ, di sana ada seorang lelaki itu tua yang
diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang
tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:
يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ
تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا : لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ
يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai Yamami, mari
ke sini. Janganlah engkau berkata selama-lamanya kepada seseorang: Allah tidak
akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga
selamanya.
Aku bertanya:
Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?
Lelaki tua itu menjawab:
Aku adalah Abu
Hurairah. Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang
sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.
Abu Hurairah pun
berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan sebegitu. Sesungguhnya Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
" كَانَ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ ، أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ ،
وَالْآخَرُ مُذْنِبٌ ، فَأَبْصَرَ الْمُجْتَهِدُ الْمُذْنِبَ عَلَى ذَنْبٍ ،
فَقَالَ لَهُ : أَقْصِرْ ، فَقَالَ لَهُ : خَلِّنِي وَرَبِّي
، قَالَ : وَكَانَ يُعِيدُ ذَلِكَ عَلَيْهِ ، وَيَقُولُ : خَلِّنِي وَرَبِّي ،
حَتَّى وَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ ، فَاسْتَعْظَمَهُ ، فَقَالَ : وَيْحَكَ
أَقْصِرْ قَالَ : خَلِّنِي وَرَبِّي ، أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا ؟ فَقَالَ :
وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَبَدًا ، أَوْ قَالَ : لَا يُدْخِلُكَ
اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا ، فَبُعِثَ إِلَيْهِمَا مَلَكٌ فَقَبَضَ
أَرْوَاحَهُمَا ، فَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ جَلَّ وَعَلَا ، فَقَالَ رَبُّنَا
لِلْمُجْتَهِدِ : أَكُنْتَ عَالِمًا ؟ أَمْ كُنْتَ قَادِرًا عَلَى مَا فِي يَدِي ؟
أَمْ تَحْظُرُ رَحْمَتِي عَلَى عَبْدِي ؟ اذْهَبْ إِلَى الْجَنَّةِ يُرِيدُ
الْمُذْنِبَ وَقَالَ لِلْآخَرِ : اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ
"Ada dua orang
laki-laki dari bani Isra'il yang saling berbeda arah ; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa
sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribdah itu
selalu melihat orang yang suka bermaksiat itu
berbuat dosa hingga ia berkata, "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari
ia kembali mendapati orang yang suka bermaksiat itu berbuat dosa, ia berkata lagi,
"Berhentilah."
Orang yang suka
berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau
diutus untuk selalu mengawasiku!"
Ahli ibadah itu
berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak
akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian
mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian
bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah
kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"
Allah lalu berkata
kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan
rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam
neraka."
Abu Hurairah berkata
:
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ
وَآخِرَتَهُ
"Demi
Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan
yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
( HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm
al-Musnad No. 36 . Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i )
Mestinya jika ahli ibadah itu adalah seorang hamba
Ar-Rahman ; maka seharusnya bisa menjaga lisannya , dan kata-kata yang keluar
dari mulutnya adalah ungkapan yang membawa kedamaian, kesejukkan dan
keselamatan . Seharusnya dia banyak bersyukur atas nikmat hidayah yang Allah
anugerahkan padanya . Cara bersyukurnya adalah dengan berbagi kepada orag-orang
yang belum mendapatkan hidayah seperti dia . Tentunya dengan cara penuh kasih
sayang dan kesabaran . Tidak tergesa mengeluarkan ungkapan-umgkapan yang
mengandung unsur penghakiman terhadap Allah , seperti ungkapan : Anda Sesat ,
anda Ahli Neraka , anda Musyrik . Atau dia menghajernya ; karena hajer itu
timbul dari jiwa yang merasa dirinya suci , sementara yang dihajernya dianggap
kotor, bahkan lebih kotor dari seekor babi ; karena menurut keyakinan tukang
hajer : babi itu najisnya jika disentuh, tapi kalau najisnya orang yang dihajer
, maka meski baru bertegur sapa saja sudah berdosa ; karena hukumnya menurut
tukang hajer sama saja dengan kerjasa sama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Maka wajib hukumnya tidak boleh dekat-dekat dengan mereka dan tidak boleh pula
bertegur sapa . Yang di kenal dengan ungkapan : “Laa Salaam walaa Kalaam”;
karena haram , lebih haram dari makan babi , mencuri dan membunuh. Karena
haramnya babi, mencuri dan membunuh itu dampaknya pada individu dan tidak ada
syubhat . Sementara dampak negatif kesesatan seseorang versi ahli hajer adalah
lebih luas pada umat .
******
KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ
Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".
“Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.
Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"
Rasulullah ﷺ menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."
[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .
Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"
Ibnu Katsir berkata :
"هَذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَالصَّلْتُ بْنُ بَهْرَامَ كَانَ مِنْ ثِقَاتِ الْكُوفِيِّينَ، وَلَمْ يُرْمَ بِشَيْءٍ سِوَى الْإِرْجَاءِ، وَقَدْ وَثَّقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، وَغَيْرُهُمَا".
Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/509)
******
LANGKAH KE TIGA :
BERTABAYYUN TERHADAP DALIL MASING-MASING PENDAPAT KETIKA ADA PERSELISIHAN
AL-HUJURAT AYAT 6 HINGGA
8 .
Firman Allah SWT ayat ke 6 hingga ke 8 dari surat
al-Hujuroot :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6) وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ
رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ
اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ
إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
(7) فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8) }
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepada kalian orang fasik membawa
suatu berita, maka bertabayyunlah [periksalah dengan teliti],
agar kalian tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu.
Dan ketahuilah oleh kalian
bahwa di kalangan kalian ada
Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kalian dalam beberapa urusan, maka kalian benar-benar akan
mendapat kesusahan, akan tetapi
Allah menjadikan kalian cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian
serta menjadikan kalian benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana".
Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk
memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap
hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang
akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja
berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt.
telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak”.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya..
TAFSIR NYA :
Ayat-ayat diatas menyuruh kita untuk bertabayyun
[memeriksa dan menelusuri dengan teliti] ketika menerima berita dan informsi,
terutama yang berkaitan dengan hukum agama. Ketika ada perbedaan pendapat
antara kaum muslimin tentang sebuah hukum agama , maka wajib bagi kita untuk
bersikap bijak dan inshoof alias tidak berpihak. Kita harus mau mendengar dan
membaca dalil masing-masing pihak yang berbeda pendapat . Setelah itu, baru
kita putuskan mana yang benar atau lebih benar atau yang rajih .
Ketika kita menyalahkan pendapat ulama lain atau
menganggapnya sesat , maka sebelum memvonis sesat, wajib bagi kita untuk
bertabayun dengan mempelajari terlebih dahulu dalil-dalil mereka serta meneliti
keabsahannya , tidak cukup dengan hanya mendengar kata sesat dari guru kita atau
hanya membaca kitab-kitab yang direkomendasikan guru kita , tanpa meneliti dan
membaca dalil pendapat orang yang kita anggap sesat terlebih dahulu.
Jika kita hanya mau mendengar dalil sepihak saja ,
yaitu dalil pendapat guru kita saja , maka pada hakikatnya sama saja dengan
taklid kepadanya .
Bagi kelompok yang berpandangan bahwa taklid itu
haram , maka dengan demikian menurut mereka masing-masing umat Islam wajib
berijtihad. Dan salah satu syarat dalam berijtihad adalah menguasai semua dalil
masing-masing pihak yang berselisih, bahkan lebih dari itu dengan terus
menggali semua dalil masalah yang diperselisihkan tersebut. Setelah itu dia berijtihad
dengan memutuskan sendiri hasil ijtihadnya : mana yang paling kuat dalilnya ? Bukan
dengan cara ikut-ikutan dan mati-matian membela pendapat gurunya atau
madzhabnya.
Ada sekelompok da’i dan ustadz diabad sekarang ini
yang mengharamkan membaca dalil-dalil pendapat yang berbeda dengan mereka .
Mereka mengklaim bahwa dalil-dalil pendapat selain golongannnya itu pasti sarat
dengan syubhat dan menyesatkan ; maka menurut mereka haram membacanya. Bahkan
ada sebagian dari mereka yang mmenyuruh untuk membakar kitab-kitab syubhat
tersebut, seperti terhadap kitab Fathul Baari syarah Bukhori karya al-Hafidz
Ibnu Hajar dan Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi. .
Al-Hafidz Ibnu Katsir
ketika mentafsiri ayat-ayat tersebut diatas , dia berkata :
“ Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk
memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap
hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang
akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja
berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya [taklid buta]. Sedangkan
Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah
ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak
dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama
lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk
meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (alias
majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui
keadaannya.
Lalu Al-Hafidz
Ibnu Katsir berkata :
“ Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it ketika
dia diutus oleh Rasulullah ﷺ untuk memungut zakat orang-orang Bani
al-Mushtholiq. Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, dan yang
terbaik ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab
musnadnya melalui riwayat pemimpin orang-orang Bani al-Mushtholiq, yaitu
Al-Haris ibnu Abu Dirar, orang tua Siti Juwariyah Ummul Mu’minin r.a.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Dinar,
telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris ibnu Abu
Dirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis berikut:
"قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَدَعَانِي
إِلَى الْإِسْلَامِ، فَدَخَلْتُ فِيهِ وَأَقْرَرْتُ بِهِ، وَدَعَانِي إِلَى الزَّكَاةِ
فَأَقْرَرْتُ بِهَا، وَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرْجِعُ إِلَيْهِمْ فَأَدْعُوهُمْ
إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَدَاءِ الزَّكَاةِ، فَمَنِ اسْتَجَابَ لِي جَمَعْتُ زَكَاتَهُ،
ويُرسل إليَّ رَسُولُ اللَّهِ رَسُولًا لإبَّان كَذَا وَكَذَا لِيَأْتِيَكَ بِمَا جمَعتُ
مِنَ الزَّكَاةِ. فَلَمَّا جَمَعَ الْحَارِثُ الزَّكَاةَ مِمَّنِ اسْتَجَابَ لَهُ،
وَبَلَغَ الْإِبَّانَ الَّذِي أَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إن يَبْعَثَ إِلَيْهِ، احْتُبِسَ
عَلَيْهِ الرَّسُولُ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَظَنَّ الْحَارِثُ أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ فِيهِ
سُخْطة مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَدَعَا بسَرَوات قَوْمِهِ، فَقَالَ لَهُمْ: إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ وَقَّت لِي وَقْتًا يُرْسِلُ إِلَيَّ رَسُولَهُ لِيَقْبِضَ
مَا كَانَ عِنْدِي مِنَ الزَّكَاةِ، وَلَيْسَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الخُلْف، وَلَا
أَرَى حَبْسَ رَسُولِهِ إِلَّا مِنْ سُخْطَةٍ كَانَتْ، فَانْطَلِقُوا فَنَأْتِي رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ، وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ إِلَى الْحَارِثِ
لِيَقْبِضَ مَا كَانَ عِنْدَهُ مِمَّا جَمَعَ مِنَ الزَّكَاةِ، فَلَمَّا أَنْ سَارَ
الْوَلِيدُ حَتَّى بَلَغَ بَعْضَ الطَّرِيقِ فَرَق -أَيْ: خَافَ-فَرَجَعَ فَأَتَى رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْحَارِثَ مَنَعَنِي الزَّكَاةَ وَأَرَادَ
قَتْلِي. فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْبَعْثَ إِلَى الْحَارِثِ. وَأَقْبَلَ الْحَارِثُ
بِأَصْحَابِهِ حَتَّى إِذَا اسْتَقْبَلَ الْبَعْثُ وفَصَل عَنِ الْمَدِينَةِ لَقِيَهُمُ
الْحَارِثُ، فَقَالُوا: هَذَا الحارث، فلما
غَشِيَهُمْ قَالَ
لَهُمْ: إِلَى مَنْ بُعثتم؟ قَالُوا: إِلَيْكَ. قَالَ: وَلِمَ؟ قَالُوا: إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ كَانَ بَعَثَ إِلَيْكَ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ، فَزَعَمَ أَنَّكَ مَنَعْتَهُ
الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَهُ. قَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا بِالْحَقِّ
مَا رَأَيْتُهُ بَتَّةً وَلَا أَتَانِي. فَلَمَّا دَخَلَ الْحَارِثُ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ قَالَ: "مَنَعْتَ الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَ رَسُولِي؟ ". قَالَ:
لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا رَأَيْتُهُ وَلَا أَتَانِي، وَمَا أَقْبَلْتُ
إِلَّا حِينَ احْتُبِسَ عَلَيَّ رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ (1) ﷺ، خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ
كَانَتْ سُخْطَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتِ الْحُجُرَاتُ: {يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ} إِلَى قَوْلِهِ: {حَكِيمٌ}".
Aku datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan
menyatakan diri masuk Islam. Beliau ﷺ menyeruku untuk membayar zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh
keyakinan.
Aku berkata : "Wahai Rasulullah, aku akan kembali
kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat.
Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya. Dan engkau, ya Rasulullah, silahkan mengirimkan utusan engkau [petugas zakat] kepadaku sesudah datang waktu anu dan anu, agar dia membawa harta zakat yang telah
kukumpulkan kepada engkau."
Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari
orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada
Rasulullah ﷺ telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan
dari Rasulullah ﷺ belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira
bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu
Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka :
"Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya [petugas
zakatnya] kepadaku untuk
mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah ﷺ tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi
suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita
berangkat menghadap kepada Rasulullah ﷺ (untuk menyampaikan harta zakat kita
sendiri)."
Bertepatan dengan itu Rasulullah ﷺ telah mengutus
Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah
dikumpulkannya. Namun ketika
Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia
kembali kepada Rasulullah ﷺ dan melapor kepadanya :
"Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris
tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku."
Mendengar laporan itu Rasulullah ﷺ marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada
Al-Haris.
Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah
dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim oleh
Rasulullah ﷺ itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka
mengatakan :
"Itu dia Al-Haris"
Lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan
teman-temannya terkepung, ia bertanya:
"Kepada siapakah kalian dikirim?"
Mereka menjawab : "Kepadamu."
Al-Haris bertanya : "Mengapa?"
Mereka menjawab, "Sesungguhnya
Rasulullah ﷺ telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia
memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan
membunuhnya."
Al-Haris menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus
Muhammad ﷺ dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah
melihatnya dan tidak pernah pula dia datang kepadaku."
Ketika Al-Haris masuk menemui Rasulullah ﷺ, beliau bertanya, "Apakah engkau menolak bayar zakat dan
hendak membunuh utusanku?"
Al-Haris menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah
mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang
utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat
utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini
membuat murka Allah dan Rasul-Nya."
Al-Haris melanjutkan kisahnya :
“Lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini,
yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya: lagi
Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)
[Penulis katakan : Kedudukan Hadis
Hadis ini memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam
Lubabun Nuqul Fi Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata :
أَخْرَجَ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ بِسَنَدٍ
جَيِّدٍ عَنِ الْحَرْثِ بْنِ ضَرَّارٍ الْخُزَامِيِّ
Dikeluarkan oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang jayyid dari
Harits bin Dhirar Al Khuza’i.
Kemudian Al Hafiz Suyuthi menyebutkan riwayat tersebut setelah itu ia
berkata
رِجَالُ إسْنَادِه
ثِقَاتٌ
“Para
perawi sanad ini tsiqat”
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 7/238 hadis no 11352 juga membawakan
hadis ini dan mengatakan bahwa para perawi Ahmad tsiqat.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir 7/370 ketika menafsirkan Al
Hujurat ayat 6 telah membawakan hadis ini dan beliau menyatakan bahwa hadis ini
hasan.
Dalam Musnad Ahmad Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan Hamzah Zain hadis no
18371 disebutkan bahwa “sanadnya shahih”.
Pentahqiq kitab Lubabun Nuqul Abdurrazaq Mahdi juga mengakui bahwa
sanad hadis ini jayyid dalam keterangannya terhadap riwayat no 1014].
Lalu Ibnu Katsir
menyebutkan beberapa riwayat lain yang berkenaan dengan sebab turunnya
ayat-ayat diatas , diantaranya dia berkata :
"وَقَالَ مُجَاهِدٌ
وَقَتَادَةُ: أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ
ليُصدّقهم، فَتَلَقَّوْهُ بِالصَّدَقَةِ، فَرَجَعَ فَقَالَ: إِنَّ بَنِي الْمُصْطَلِقِ
قَدْ جَمَعَتْ لَكَ لِتُقَاتِلَكَ -زَادَ قَتَادَةُ: وَإِنَّهُمْ قَدِ ارْتَدُّوا عَنِ
الْإِسْلَامِ-فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَيْهِمْ، وَأَمَرَهُ
أَنْ يَتَثَبَّتَ وَلَا يَعْجَلَ. فَانْطَلَقَ حَتَّى أَتَاهُمْ لَيْلًا فَبَعَثَ عُيُونَهُ،
فَلَمَّا جَاءُوا أَخْبَرُوا خَالِدًا أَنَّهُمْ مُسْتَمْسِكُونَ بِالْإِسْلَامِ، وَسَمِعُوا
أَذَانَهُمْ وَصَلَاتَهُمْ، فَلَمَّا أَصْبَحُوا أَتَاهُمْ خَالِدٌ فَرَأَى الَّذِي
يُعْجِبُهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَأَخْبَرَهُ الْخَبَرَ، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ. قَالَ قَتَادَةُ: فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:
"التَّبيُّن مِنَ اللَّهِ، والعَجَلَة مِنَ الشَّيْطَانِ"
Mujahid dan Qatadah menceritakan bahwa
Rasulullah ﷺ mengirimkan Al-Walid ibnu Uqbah kepada Bani al-Mushtholiq untuk
mengambil harta zakat mereka. Lalu Bani al-Mushtholiq menyambut kedatangannya
dengan membawa zakat (yakni berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi dan
melaporkan bahwa sesungguhnya Bani al-Mushtholiq telah menghimpun kekuatan
untuk memerangi Rasulullah.
Menurut riwayat Qatadah, disebutkan bahwa
selain itu mereka murtad dari Islam.
Maka Rasulullah ﷺ mengirimkan Khalid ibnul Walid r.a. kepada
mereka, tetapi beliau ﷺ berpesan kepada Khalid agar meneliti
dahulu kebenaran berita tersebut dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan
sebelum cukup buktinya. Khalid berangkat menuju ke tempat Bani al-Mushtholiq,
ia sampai di dekat tempat mereka di malam hari.
Maka Khalid mengirimkan mata-matanya untuk
melihat keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepadanya, mereka
menceritakan kepadanya bahwa Bani al-Mushtholiq masih berpegang teguh pada
Islam, dan mereka mendengar suara azan di kalangan Bani al-Mushtholiq serta
suara salat mereka.
Maka pada keesokan harinya Khalid r.a.
mendatangai mereka dan melihat hal yang menakjubkan dirinya di kalangan mereka,
lalu ia kembali kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan semua apa yang
disaksikannya, lalu tidak lama kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"التَّبيُّن مِنَ اللَّهِ، والعَجَلَة
مِنَ الشَّيْطَانِ".
“Tabayyun
[periksa dengan teliti] itu dari
Allah dan terburu-buru itu dari syetan”.
Hal yang sama telah disebutkan pula bukan hanya
oleh seorang kalangan ulama
Salaf saja, antaranya : Ibnu Abu Laila, Yazid ibnu Ruman, Ad-Dahhak,
Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan sehubungan dengan ayat
ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah. Hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui [Selesai kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir].
Penulis katakan : akan tetapi
hadits riwayat mujahid ini lemah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Saami bin
Muhammad Salamah , pentaqiq Tafsir Ibnu Katsir 7/372 :
"وَقَدْ ذَهَبَ
إِلَى ذَلِكَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ، وَهَذَا الْقَوْلُ فِيهِ نَظَرٌ؛ فَإِنَّ
الرِّوَايَاتِ الَّتِي سَاقَتِ الْقِصَّةَ مَعْلُولَةٌ، وَأَحْسَنُهَا وَهِيَ رِوَايَةُ
أَحْمَدَ عَنِ الْحَارِثِ بْنِ ضَرَارٍ الْخُزَاعِيِّ، وَفِي إِسْنَادِهَا مَجْهُولٌ،
وَقَدْ أَنْكَرَ الْقَاضِي أَبُو بَكْرِ بْنُ الْعَرَبِيِّ فِي كِتَابِهِ "الْعَوَاصِمِ
مِنَ الْقَوَاصِمِ" (ص102) هَذِهِ الْقِصَّةَ."
"Banyak
dari para mufassir telah berpandangan seperti itu, namun pandangan ini masih
perlu dipertimbangkan . Karena riwayat-riwayat yang membawakan kisah tersebut
memiliki cacat. Dan riwayat yang paling baik adalah riwayat Ahmad diatasa dari
al-Harith bin Dhirar al-Khuza’i. Dalam sanad riwayat Mujahid ini terdapat
perawi yang tidak dikenal. Hakim Abu Bakr bin al-Arabi telah menolak kisah ini
dalam kitabnya "Al-‘Awasim min al-Qawasim" (halaman 102)."
Dan Nabi ﷺ juga pernah bertabayun ketika masyarakat sekitar Masjid Quba
lapor kepadanya tentang imam yang melakukan amalan yang tidak ada contoh dari
Nabi ﷺ ,
sebagaimana dalam hadits Anas
bin Malik (RA) :
كَانَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ
يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ فَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ
لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ فَقَرَأَ بِهَا افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ بِسُورَةٍ أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ
يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ
تَقْرَأُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لَا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى
تَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا
وَتَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى قَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ
أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِهَا فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا
يَرَوْنَهُ أَفْضَلَهُمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ
النَّبِيُّ ﷺ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا يَمْنَعُكَ مِمَّا
يَأْمُرُ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ أَنْ تَقْرَأَ هَذِهِ السُّورَةَ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
Seorang sahabat Anshar mengimami mereka di Masjid Quba`, setiap kali
mengawali untuk membaca surat (setelah al fatihah -pent) dalam shalat, ia
selalu memulainya dengan membaca QUL HUWALLAHU AHAD hingga selesai, lalu ia
melanjutkan dengan surat yang lain, dan ia selalu melakukannya di setiap
rakaat.
Lantas para sahabatnya berbicara padanya, kata mereka : "Kamu
membaca surat itu [Qulhuawwallah] lalu menurutmu itu tidak mencukupimu, hingga
kamu melanjutkannya dengan surat yang lain. Bacalah surat tersebut
[Qulhuawwallah] ! Atau tinggalkan itu , lalu bacalah surat yang lain!."
Sahabat Anshar itu berkata : "Aku tidak akan meninggalkannya
[Qulhuawwallah], bila kalian ingin aku menjadi imam kalian dengan membacanya,
maka aku akan melakukannya . Dan bila kalian tidak suka, maka aku akan
meninggalkan kalian."
Sementara mereka menilainya sebagai orang yang paling mulia di antara
mereka, maka mereka tidak ingin diimami oleh orang lain.
Saat Nabi ﷺ mendatangi mereka, mereka memberitahukan
masalah itu .
Lalu beliau ﷺ bertabayyun dengan bertanya : "Hai fulan, apa yang
menghalangimu untuk melakukan yang diperintahkan teman-temanmu dan apa yang
mendorongmu membaca surat itu disetiap rakaat?"
Ia menjawab : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
menyukainya."
Rasulullah ﷺ bersabda :
"Sesungguhnya mencintainya akan memasukkanmu ke dalam surga."
[ Al-Bukhari meriwayakannya dalam Shahihnya secara mu'allaq dengan
shighat Jazm (774), Dan diriwayatkan
secara maushul oleh Tirmidzi no. (2826 , 2901) , Ahmad (hadis no. 11982
dan 12054) dan al-Darimi (hadis no. 3300)].
=====
HUKUM MUJTAHID JIKA SALAH DALAM BERIJTIHAD :
Dari ‘Amr bin al-‘Ash bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
" إِذَا
حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ
ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
".
“Apabila seorang Hakim berijtihad kemudian ia
benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah
maka ia memperoleh satu pahala.” [Mutafaqun 'alaihi].
KISAH PERBEDAAN PENDAPAT
ANTARA NABI DAUD DAN NABI SULAIMAN alaihimaa assalaam:
Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
" بَيْنَمَا
امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا
فَقَالَتْ هَذِهِ لِصَاحِبَتِهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ أَنْتِ وَقَالَتْ الْأُخْرَى
إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى
فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام فَأَخْبَرَتَاهُ
فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَكُمَا فَقَالَتْ الصُّغْرَى لَا يَرْحَمُكَ
اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى".
"Dahulu ada dua orang wanita yang sedang bermain bersama anak
mereka masing-masing. Tiba-tiba datang seekor serigala yang menerkam dan
membawa anak salah seorang dari mereka berdua.
[Lalu dua wanita itu berebutan anak yang selamat]
Seorang dari mereka berkata kepada yang lain : 'Sebenarnya yang
dimangsa serigala tadi adalah anakmu".
Rupanya wanita yang satunya menyangkal seraya berkata : 'Tidak, yang
dimangsa oleh serigala tersebut adalah anakmu'.
Akhirnya kedua wanita meminta keputusan hukum dari Daud . Namun Daud
menetapkan bahwa anak yang masih hidup itu milik wanita yang usianya lebih tua.
Kemudian keduanya pergi menemui Sulaiman bin Daud 'alaihima salam,
lantas kedua wanita tersebut menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah mendengar ceritanya, Sulaiman berkata : 'Baiklah, sekarang
tolong ambilkan aku pisau, aku akan membelah dan membagi dua anak ini untuk
kalian berdua'.
Tiba-tiba wanita yang lebih muda berkata : 'Jangan kau lakukan itu ! ,
semoga Allah merahmati anda, berikanlah anak tersebut untuknya ".
Maka Sulaiman pun menetapkan anak itu untuk wanita yang lebih muda
umurnya." [HR. Bukhori no. 6271 dan
Muslim no. 3245].
PERBEDAAN PENDAPAT
PARA SAHABAT SAAT PENGEPUNGAN BANI QURAIDZAH
Dari Ibnu 'Umar berkata :
" قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنْ الْأَحْزَابِ
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ
الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ
بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ".
"Nabi ﷺ bersabda kepada kami ketika beliau kembali
dari perang Ahzab: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian shalat
'Ashar keculi di perkampungan Bani Quraizhah."
Lalu tibalah waktu shalat ketika mereka masih di jalan.
Sebagian dari mereka berkata : 'Kami tidak akan shalat kecuali setelah
sampai tujuan'.
Dan sebagian lain berkata : 'Bahkan kami akan melaksanakan shalat,
sebab beliau tidaklah bermaksud demikian'.
Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi ﷺ, dan beliau tidak mencela seorang pun dari
mereka." [ HR. Bukhori no. 4119 dan Muslim no. 1770].
PERBEDAAN ANTAR
SAHABAT DALAM BACAAN AYAT AL-QUR’AN:
Dari Ibnu Mas’ud ra. ia berkata:
" سَمِعْتُ
رَجُلًا قَرَأَ آيَةً، وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ
خِلَافَهَا، فَجِئْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ،
فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا
تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا".
“Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat,
dan saya mendengar Nabi ﷺ
membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa orang itu
kepada Nabi ﷺ dan memberitahukan
kepadanya.
Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi ﷺ dan
beliau bersabda: “Kamu berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan janganlah
berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu selalu berselisih
sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476 ]
Seperti itulah keadaan para sahabat di masa Nabi ﷺ masih hidup, celah-celah
yang bisa menimbulkan perselisihan ditutup, dan apabila terjadi perselisihan
segara diselesaikan sehingga tidak menjadi besar.
NABI ﷺ KADANG SALAH DALAM BERIJTIHAD
Salah
satu contoh kesalahan Nabi ﷺ dalam berpendapat adalah sbb :
Hadits Rafi' bin Khadij radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata;
قَدِمَ نَبِيُّ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ المَدِينَةَ وَهُمْ يَأْبُرُونَ النَّخْلَ،
يقولونَ: يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ، فَقالَ: ما تَصْنَعُونَ؟ قالوا: كُنَّا
نَصْنَعُهُ، قالَ: لَعَلَّكُمْ لو لَمْ تَفْعَلُوا كانَ خَيْرًا، فَتَرَكُوهُ،
فَنَفَضَتْ -أَوْ فَنَقَصَتْ- قالَ: فَذَكَرُوا ذلكَ له، فَقالَ: إنَّما أَنَا
بَشَرٌ، إذَا أَمَرْتُكُمْ بشَيءٍ مِن دِينِكُمْ، فَخُذُوا به، وإذَا أَمَرْتُكُمْ
بشَيءٍ مِن رَأْيِي، فإنَّما أَنَا بَشَرٌ.
Ketika Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam datang ke Madinah, para penduduk Madinah sedang menyerbukkan bunga
kurma agar dapat berbuah yang hal itu biasa mereka sebut dengan 'mengawinkan'.
Maka beliaupun bertanya: apa yang
sedang kalian kerjakan? Mereka menjawab: Dari dulu kami selalu melakukan hal
ini.
Beliau berkata: 'Seandainya
kalian tidak melakukannya, niscaya hal itu lebih baik.' Maka merekapun
meninggalkannya, dan ternyata kurma-kurma itu malah rontok dan berguguran.
Ia berkata: lalu hal itu diadukan
kepada beliau dan beliaupun berkata:
'Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, oleh karenanya apabila aku memerintahkan sesuatu dari urusan dien (agama) kalian, maka ambillah (laksanakanlah) dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian berdasar pendapatku semata, maka ketahuilah bahwa sungguh aku hanyalah manusia biasa”. [HR. Muslim no. 2326]
Dan dalam riwayat Thalhah radhiyallahu anhu , dia berkata;
" مَرَرْتُ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْمٍ عَلَى رُءُوسِ النَّخْلِ
فَقَالَ مَا يَصْنَعُ هَؤُلَاءِ فَقَالُوا يُلَقِّحُونَهُ يَجْعَلُونَ الذَّكَرَ فِي
الْأُنْثَى فَيَلْقَحُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا أَظُنُّ يُغْنِي ذَلِكَ شَيْئًا قَالَ فَأُخْبِرُوا بِذَلِكَ فَتَرَكُوهُ فَأُخْبِرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ إِنْ كَانَ يَنْفَعُهُمْ
ذَلِكَ فَلْيَصْنَعُوهُ فَإِنِّي إِنَّمَا ظَنَنْتُ ظَنًّا فَلَا تُؤَاخِذُونِي بِالظَّنِّ
وَلَكِنْ إِذَا حَدَّثْتُكُمْ عَنْ اللَّهِ شَيْئًا فَخُذُوا بِهِ فَإِنِّي لَنْ أَكْذِبَ
عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
".
"Saya pernah bersama Rasulullah berjalan melewati orang-orang yang
sedang berada di pucuk pohon kurma. Tak lama kemudian beliau bertanya: 'Apa
yang dilakukan orang-orang itu? '"
Para sahabat menjawab : 'Mereka sedang mengawinkan pohon kurma dengan
meletakkan benang sari pada putik agar lekas berbuah.'
Maka Rasulullah pun bersabda : 'Aku kira perbuatan mereka itu tidak ada
gunanya.'
Thalhah berkata : 'Kemudian mereka diberitahukan tentang sabda
Rasulullah itu. Lalu mereka tidak mengawinkan pohon kurma.' Selang beberapa
hari kemudian, Rasulullah diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak
dikawinkan itu tidak berbuah lagi.
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: 'Jika okulasi (perkawinan) pohon
kurma itu berguna bagi mereka, maka hendaklah mereka terus melanjutkannya.
Sebenarnya aku hanya berpendapat secara pribadi. Oleh karena itu, janganlah
menyalahkanku karena adanya pendapat pribadiku. Tetapi, jika aku beritahukan
kepada kalian tentang sesuatu dari Allah, maka hendaklah kalian menerimanya.
Karena, aku tidak pernah berdusta atas nama Allah.'[HR.
Muslim no. 4356].
=====
TIDAK BOLEH BERIJTIHAD YANG MEMBAHAYAKAN UMAT ISLAM :
Contoh nya : Teguran Allah terhadap
kesalahan ijtihad Nabi ﷺ membebaskan tawanan gembong penjahat perang
Badar ; karena dikhawatirkan akan menyusun kekuatan kembali untuk memerangi
umat Islam, Dan realitanya benar-benar terjadi , yaitu terjadinya perang Uhud
dan lainnya .
Abu Zumail berkata : telah menceritakan padaku Ibnu Abbaas –
radhiyallahu 'anhuma - : dia berkata; telah menceritakan kepadaku [Umar bin
Khattab] dia berkata :
فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا
سَبْعِينَ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : فلمَّا أسَرُوا الأُسارى، قال
رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لأبي بكرٍ وعُمَرَ: ما تَرَونَ في هؤلاءِ الأُسارى؟
فقال أبو بكرٍ: يا نبيَّ الله، هم بنو العَمِّ والعشيرةِ، أرى أن تأخُذَ منهم فِديةً،
فتكونَ لنا قُوَّةً على الكُفَّارِ، فعسى اللهُ أن يَهدِيَهم للإسلامِ، فقال رسولُ
اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ما ترى يا ابنَ الخطَّابِ؟ قلتُ: لا واللهِ يا رسولَ
اللهِ، ما أرى الذي رأى أبو بكرٍ، ولكنِّي أرى أن تُمكِّنَّا فنضرِبَ أعناقَهم، فتُمَكِّنَ
عليًّا مِن عَقيلٍ، فيضرِبَ عُنُقَه، وتمكِّنِّي من فلانٍ- نَسيبًا لِعُمَرَ- فأضرِبَ
عُنقَه؛ فإنَّ هؤلاءِ أئمَّةُ الكُفرِ وصناديدُها، فهَوِيَ رسولُ الله صلَّى اللهُ
عليه وسلَّم ما قال أبو بكرٍ، ولم يَهْوَ ما قُلتُ، فلمَّا كان من الغَدِ جِئتُ، فإذا
رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وأبو بكرٍ قاعِدَينِ يَبكيانِ، قُلتُ: يا رسولَ
اللهِ، أخبِرْني من أيِّ شَيءٍ تبكي أنت وصاحِبُك؟! فإن وَجَدْتُ بكاءً بكيتُ، وإن
لم أجِدْ بُكاءً تباكَيتُ لِبُكائِكما، فقال رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أبكي
للَّذي عَرَضَ عليَّ أصحابُك مِن أخْذِهم الفِداءَ، لقد عُرِضَ علي عذابُهم أدنى مِن
هذه الشَّجرةِ- شَجرةٍ قريبةٍ مِن نبيِّ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم- وأنزل اللهُ
عزَّ وجلَّ: مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ
لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ إلى قَولِه: فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ
حَلَالًا طَيِّبًا فأحلَّ اللهُ الغنيمةَ لهم".
" Pada hari itu [PERANG BADAR], tentara kaum Muslimin dapat
membunuh tujuh puluh tentara kaum Musyrikin, dan berhasil menawan tujuh puluh
orang tawanan."
Abu Zumail melanjutkan, "Ibnu Abbas berkata :
"Tatkala tawanan telah mereka tahan, Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimana pendapat
kalian mengenai tawanan ini?"
Abu Bakar menjawab : "Wahai Nabi Allah, mereka itu adalah
anak-anak paman dan masih famili kita, aku berpendapat, sebaiknya kita pungut
tebusan dari mereka. Dengan begitu, kita akan menjadi kuat terhadap orang-orang
kafir, semoga Allah menunjuki mereka supaya masuk Islam."
Kemudian Rasulullah ﷺ berkata: "Bagaimana pendapatmu wahai
Ibnul Khattab?"
Aku menjawab : "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak
setuju dengan pendapat Abu Bakar. Menurutku, berilah aku kesempatan untuk
memenggal leher mereka, berilah kesempatan kepada Ali supaya memenggal leher
'Uqail, dan berilah kesempatan kepadaku supaya memenggal leher si fulan
-maksudnya saudaranya sendiri-, karena mereka adalah para pemimpin kaum kafir
dan pembesar-pembesar mereka."
Akan tetapi Rasulullah ﷺ menyetujui pendapat Abu Bakar dan tidak
menyutujui pendapatku.
Di keesokan harinya, aku menemui Rasulullah ﷺ, aku dapati beliau sedang duduk menangis
berdua dengan Abu Bakar, lalu aku berkata : "Ceritakanlah kepadaku, apa
sebabnya anda berdua menangis? Jika bisa menangis maka aku akan menangis, jika
tidak bisa maka aku akan pura-pura menangis untuk kalian."
Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku menangis karena
tebusan yang dipungut sahabatmu terhadap para tawanan itu, lebih murah daripada
harga kayu ini." -yaitu kayu yang berada didekat Nabi Allah ﷺ- Lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat :
{ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ
حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ
الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ . لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ
فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ . فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا
ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah,
niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.
Maka makanlah oleh kalian sebagian harta rampasan" .(Qs. Al
Nafaal: 67-69).
Karena itulah Allah menghalalkan harta rampasan buat mereka."
[HR. Muslim no. 3309].
Kemarahan Nabi ﷺ Karena “Fatwa” yang Membahayakan Nyawa.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata;
" خَرَجْنَا
فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ
فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا
مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا
قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ
الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ
شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ
جَسَدِهِ".
Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di
antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius.
Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah
ada keringanan untukku agar saya bertayammum saja?
Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara
kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan setelah itu
meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi ﷺ, beliau diberitahukan tentang kejadian
tersebut, maka beliau bersabda:
"Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah
mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan
adalah bertanya! Sebenarnya cukup baginya untuk memberi perban di kepalanya
lalu diusap (Tayammum) dan organ tubuh lainnya disiram”.
[HR. Abu Dawud (336) dan susunan katanya adalah miliknya, Al-Daaraqutni
(1/189), dan Al-Baihaqi (1115)]. Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 336].
=====
NABI ﷺ HANYA MELARANG AMALAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN DAN SIKAP YANG BERPOTENSI MEMECAH BELAH UMAT
Allah SWT berfirman :
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لِتَشْقَى إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى تَنْزِيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ
الْعُلا
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau
menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.”
[Thaahaa: 2-4]
Dari ‘Aisyah ra , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
إنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا،
وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا.
“Sesungguhnya
Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan
sebagai seorang pengajar yang memudahkan.” (HR.
Muslim no. 1498 )
CONTOH : NABI ﷺ MELARANG AMALAN SAHABAT YANG MEMBERATKAN :
Hadits ke 1 : dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إلى بُيُوتِ أزْوَاجِ
النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، يَسْأَلُونَ عن عِبَادَةِ النَّبيِّ صلَّى اللهُ
عليه وسلَّم، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقالوا: وأَيْنَ نَحْنُ
مِنَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم؟! قدْ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
وما تَأَخَّرَ، قالَ أحَدُهُمْ: أمَّا أنَا فإنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أبَدًا، وقالَ
آخَرُ: أنَا أصُومُ الدَّهْرَ ولَا أُفْطِرُ، وقالَ آخَرُ: أنَا أعْتَزِلُ النِّسَاءَ
فلا أتَزَوَّجُ أبَدًا، فَجَاءَ رَسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إليهِم، فَقالَ:
أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟! أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ،
فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.
Ada tiga orang mendatangi rumah para istri Nabi ﷺ bertanya tentang ibadahnya Nabi SAW. Ketika mereka telah dikabari,
seolah-olah mereka menggangap sedikit ibadahnya Nabi SAW.
Mereka berkata: Dimanakah kita dari kedudukan Nabi SAW? Allah telah
mengampuni dosa beliau yang terdahulu maupun yang akan datang.
Salah seorang dari mereka berkata: Adapun aku maka akan shalat malam
terus.
Dan yang kedua berkata: Aku akan puasa sepanjang waktu tidak akan
berbuka.
Dan yang ketiga berkata: Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah selama-lamanya.
Rasululullah ﷺ pun mendatangi mereka seraya bersabda:
أنْتُمُ الَّذِينَ قُلتُمْ كَذَا وكَذَا؟!
أَمَا واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ،
وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فمَن رَغِبَ عن سُنَّتي فليسَ مِنِّي.
Apakah kalian yang mengatakan ini dan itu? Adapun aku maka demi Allah
adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling bertakwa
kepada-Nya. Akan tetapi aku berpuasa namun juga berbuka dan aku shalat malam
namun juga tidur dan aku menikahi perempuan-perempuan. Barangsiapa yang tidak
suka dengan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.
(HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401 )
Di riwayat Muslim terdapat tambahan lafaz:
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ،
وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ
“Berkata sebahagian mereka, “Aku tidak akan makan daging…” sebahagian
yang lain pula berkata, “Aku tidak akan tidur di atas tilam / tikar ”
Hadits ke 2 : Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu , ia berkata;
بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فِي الشَّمْسِ فَسَأَلَ عَنْهُ
قَالُوا هَذَا أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ
وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ قَالَ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ
وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ
" Ketika Nabi ﷺ berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang
laki-laki yang berdiri di bawah terik matahari.
Kemudian beliau ﷺ menanyakan tentang orang tersebut . Maka
mereka menjawab :
"Orang ini adalah Abu Israil, ia bernadzar untuk berdiri dan tidak
duduk, serta tidak bernaung, tidak berbicara, dan berpuasa".
Lalu Beliau ﷺ berkata: "Perintahkan dia agar
berbicara, bernaung, duduk dan menyempurnakan puasanya!"
[ HR. Al-Bukhari (6704), Abu Daud (3300), dan lafadz ini adalah
miliknya, dan Ibnu Majah (2136)].
Hadits ke 3 : Dari Sa'ad bin Abi Waqqāṣ, ia berkata :
"رَدَّ
رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ علَى عُثْمَانَ بنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ،
ولو أَذِنَ له لَاخْتَصَيْنَا"
Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- menolak permintaan Uṡman bin Maẓ'ūn untuk hidup tanpa istri [membujang],
seandainya beliau mengizinkannya maka sungguh kami akan mengebiri diri kami. [
HR. Bukhori no. 5073 dan Muslim no. 1402]
Hadits ke 4 : Hadits Abu Hurairah radliallahu 'anhu mengatakan;
نَهَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ عَنِ الوِصَالِ، فَقالَ له رِجَالٌ مِنَ المُسْلِمِينَ : فإنَّكَ -يا رَسولَ
اللَّهِ- تُوَاصِلُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّكُمْ مِثْلِي؟!
إنِّي أبِيتُ يُطْعِمُنِي رَبِّي ويَسْقِينِ. فَلَمَّا أبَوْا أنْ يَنْتَهُوا عَنِ
الوِصَالِ واصَلَ بهِمْ يَوْمًا، ثُمَّ يَوْمًا، ثُمَّ رَأَوُا الهِلَالَ، فَقالَ:
لو تَأَخَّرَ لَزِدْتُكُمْ. كَالْمُنَكِّلِ بهِمْ حِينَ أبَوْا.
Rasulullah ﷺ melarang puasa wishool.
Maka beberapa orang kaum muslimin bertanya; 'engkau sendiri ya
Rasulullah melakukan puasa wishool.'
Rasulullah ﷺ menjawab : "Mana mungkin kalian sanggup
melakukannya seperti aku, sebab kalau aku pada malamnya Rabb-ku memberiku makan
dan minum."
Tatkala mereka masih enggan menghentikan puasa wishool, maka Nabi pun
melakukan puasa wishool bersama mereka hari demi hari.
Kemudian ketika mereka melihat bulan sabit muncul ; maka Nabi bersabda:
"Kalaulah bulan sabit itu terlambat, niscaya kutambah untuk kalian!"
Seolah-olah beliau hendak menghukum mereka tatkala mereka menolak nya .
[ HR. Bukhori no. 6851 dan Muslim no. 1103 ]
Definisi Puasa wishool adalah : menyambungkan puasa ke hari berikutnya
tanpa berbuka di malam hari.
=====
BOLEHKAH SEORANG MUJTAHID MENGKLAIM BAHWA HASIL IJTIHADNYA PASTI BENAR?
Dalam masalah-masalah Ijtihadiyah, Nabi ﷺ sendiri tidak pernah
mengklaim bahwa hasil ijtihadnya pasti benar, meski beliau telah berusaha melakukan
tabayyun dalil dari semua sumber, kecuali jika diperkuat oleh wahyu .
Contohnya ketika Nabi ﷺ kedatangan dua orang yang berselisih dan mereka meminta agar
beliau menjadi hakim diantara keduanya, maka yang pertama kali beliau lakukan
adalah mendengar argumentasi dari kedua belah pihak , lalu setelah itu beliau
jatuhkan vonis hukum. Namun demikian beliau ﷺ masih mengakui akan adanya kemungkinan salah dalam vonisnya . Sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits Ummu Salamah ra : Bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda:
إِنَّمَا أَنَا
بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ
بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ. فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ
مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ
النَّارِ.
Saya hanyalah manusia biasa, dan kalian mengadukan
sengketa kepadaku, bisa jadi sebagian diantara kalian lebih pandai berbicara
daripada yang lainnya sehingga aku putuskan seperti yang kudengar dan yang
nampak.
Maka barang siapa yang kuputuskan (menang) dengan
mengambil hak saudaranya (karena dia tahu bahwa itu bukan haknya dan dia
telah berargumentasi bohong dan palsu dihadapan Nabi ﷺ), maka
janganlah ia mengambilnya ! Sebab itu seakan-akan aku memberikan potongan api
neraka untuknya. [HR. Bukhori no. 7165 dan Muslim no. 1713]
Dalam lafadz riwayat lain dari Ummu Salamah (ra):
سَمِعَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ جَلَبَةَ خِصَامٍ عِنْدَ بَابِهِ، فَخَرَجَ عليهم فَقالَ: إنَّما أنَا
بَشَرٌ، وإنَّه يَأْتِينِي الخَصْمُ، فَلَعَلَّ بَعْضًا أنْ يَكونَ أبْلَغَ مِن
بَعْضٍ، أقْضِي له بذلكَ وأَحْسِبُ أنَّه صَادِقٌ، فمَن قَضَيْتُ له بحَقِّ
مُسْلِمٍ فإنَّما هي قِطْعَةٌ مِنَ النَّارِ، فَلْيَأْخُذْهَا أوْ لِيَدَعْهَا.
Pernah Nabi ﷺ mendengar suara gaduh percekcokan di pintunya, lantas beliau
menemui mereka dengan mengatakan :
"Saya hanyalah manusia biasa seperti kalian, dan sengketa kalian diadukan kepadaku, dan bisa jadi diantara
kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain sehingga aku
memenangkannya karena aku
mengira dirinya yang benar, maka siapa yang kumenangkan dengan merampas hak muslim lainnya, maka sesungguhnya itu adalah potongan api nereka, maka silahkan ia mengambilnya atau meninggalkannya !" [HR. Bukhori no. 7185].
*****
LANGKAH KE EMPAT : WAJIB MENDAMAIKAN DUA KELOMPOK YANG BERMUSUHAN, MESKI SALAH SATUNYA ITU ADALAH KELOMPOK ORANG MUNAFIQ
Dalam Surat al-Hujuraat : 9-10 , Allah SWT
berfirman :
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan
itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat. [QS. al-Hujuraat : 9-10]
Allah Swt. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di
antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :
“Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka
berperang satu sama lainnya. Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya
menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari
keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh
golongan Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan
lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam
neraka untuk selama-lamanya)”.
SEBAB TURUNNYA AYAT :
Dari Anas bin Malik (ra) , dia berkata :
" قِيلَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، لَوْ أَتَيْتَ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ؟ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ وَرَكِبَ حِمَارًا،
وَانْطَلَقَ الْمُسْلِمُونَ يَمْشُونَ، وَهِيَ أَرْضٌ سَبْخَةٌ، فَلَمَّا انْطَلَقَ
إِلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ قَالَ: "إِلَيْكَ عَنِّي، فَوَاللَّهِ لَقَدْ آذَانِي رِيحُ
حِمَارِكَ" فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: وَاللَّهِ لَحِمَارُ رَسُولِ اللَّهِ
أَطْيَبُ رِيحًا مِنْكَ. قَالَ: فَغَضِبَ لِعَبْدِ اللَّهِ رِجَالٌ مِنْ قَوْمِهِ،
فَغَضِبَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَصْحَابُهُ، قَالَ: فَكَانَ بَيْنَهُمْ ضَرْبٌ
بِالْجَرِيدِ وَالْأَيْدِي وَالنِّعَالِ، فَبَلَغَنَا أَنَّهُ أُنْزَلَتْ فِيهِمْ:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}".
“Bahwa pernah ada yang berkata kepada Nabi ﷺ :
"Sebaiknya engkau datang kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Sallul
(pemimpin kaum munafik, pent.)."
Maka Rasulullah ﷺ pun berangkat menuju ke tempatnya dengan
mengendarai keledainya,
sedangkan orang-orang muslim berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka
tempuh adalah tanah yang terjal. Setelah Nabi ﷺ sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah
ibnu Ubay) berkata :
"Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu
menggangguku."
Maka seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata : "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai
Rasulullah ﷺ lebih harum ketimbang baumu."
Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka;
masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya. Kemudian
tersebutlah di antara mereka terjadi perkelahian dengan memakai pelepah kurma,
pukulan tangan, dan terompah.
Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut
berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah Swt:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا}
“Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah
antara keduanya....”. (Al-Hujurat: 9)
[HR. Bukhori no. 261 dan Muslim no. 1799]
Dalam ayat 9 al-Hujurat diatas, Allah SWT
mengatakan “dua golongan dari
orang-orang mukmin”, padahal salah satu dari keduanya adalah gerombolan
gembong munafik yang jelas-jelas telah melecehkan Nabi ﷺ, akan tetapi Allah SWT tidak mengatakan : antara orang-orang
beriman dan orang-orang munafiq .
Subhanallah !!!
Padahal para sahabat tahu akan kejahatan dan
pengkhianatan orang-orang munafik dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Sallul
terhadap kaum muslimin pada saat itu , terutama terhadap Nabi ﷺ dan keluarganya.
======
DIANTARA KEJAHATAN KAUM
MUNAFIK DAN MAKARNYA PADA
ZAMAN NABI ﷺ:
Disamping yang tersebut diatas , maka berikut ini kejahatan dan pengkhinatan mereka yang lainnya :
PERTAMA : Orang Munafik Senantiasa Melemahkan
semangat kaum Muslimin dalam berjihad.
Dantaranya dalam perjalanan menuju perang Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul bersama para
pengikutnya sebanyak 300 orang tiba-tiba membelot.
Dan juga ketika hendak perang Tabuk melawan pasukan Romawi, mereka mengahsut
kaum muslimin untuk tidak ikut berperang, sebagaimana yang Allah SWT firmankan :
{ فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ
خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ ۗ قُلْ
نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا ۚ لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ}
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang Tabuk ) itu, merasa
gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka
berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas
terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat
panas(nya)" jika mereka mengetahui. (QS. At-Taubah : 81)
KEDUA : Memutus Bantuan kepada Para Shahabat Nabi ﷺ dan berencana mengusir kaum muhajirin .
Orang-orang munafik menghasung para sahabat Anshar untuk
memutus bantuan harta kepada para shahabat Rasulullah ﷺ dari kalangan Muhajirin.
Abdullah bin Ubay bin Salul berkata (kepada orang-orang Anshar) :
‘Janganlah kamu memberikan nafkah kepada orang-orang
(Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan
Rasulullah)’. Sungguh jika kita kembali di sisinya (maksudnya telah tiba di
Madinah), pasti orang-orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari
sana.’
Dalam surat al-Munafiqun, Allah SWT berfirman :
{ هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا
تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ
خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ (7)}
“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang
Ansar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada
orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka
bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan
langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”. [QS.
Al-Munafiqun : 7].
KETIGA : Membangkitkan fanatisme kabilah
Kejahatan orang munafik yang tidak kalah besar adalah membangkitkan
fanatisme kabilah sebagaimana terjadi dalam perang Bani Al Musthaliq di
sumber mata air Muraisi’ dimana omongan orang-orang munafik ini
bisa membangkitkan sentimen golongan dan memecah belah persatuan kaum
Muslimin.
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
Jabir ibnu Abdullah mengatakan :
"Ketika kami bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu peperangan, maka ada seorang
lelaki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang lelaki dari kalangan Ansar
(karena memperebutkan sesuatu).
Maka orang Ansar berseru:
'Hai orang-orang Ansar!'
Sedangkan orang Muhajirin berseru : 'Hai orang-orang Muhajirin!' Yakni meminta bantuan kepada temannya
masing-masing.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ؟ دَعُوهَا
فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ"
'Mengapa seruan jahiliah itu muncul lagi? Tinggalkanlah
oleh kalian, karena sesungguhnya seruan jahiliah itu sudah membusuk'."
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata :
" -وَقَدْ فَعَلُوهَا-: وَاللَّهُ لَئِن
رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيَخْرُجَنَّ الْأَعْزَ مِنْهَا الْأَذَلَّ ".
"Ternyata merekalah yang melakukan seruan jahiliah itu. Demi Allah, sesungguhnya jika kita
kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang
lemah daripadanya."
Jabir melanjutkan : “ Saat itu
jumlah orang-orang Ansar di Madinah jauh lebih banyak daripada orang-orang
Muhajirin ketika Rasulullah ﷺbaru tiba di Madinah, kemudian lama-kelamaan sesudah itu jumlah kaum
Muhajirin bertambah banyak.
Maka Umar berkata :
"Biarkanlah aku memenggal batang leher si munafik ini."
Tetapi Rasulullah ﷺ bersabda:
"دَعْهُ؛ لَا
يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ"
“Biarkanlah
dia, agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad membunuh sahabatnya sendiri”. [HR. Bukhori dalam Dalailun Nubuwwah 4/53].
Dalam riwayat lain dari Zaid bin al-Arqom:
Abdullah bin Ubay bin Sallul :
" قَدْ ثاورُونا
فِي بِلَادِنَا. وَاللَّهِ مَا مثلُنا وَجَلَابِيبُ قُرَيْشٍ هَذِهِ إِلَّا كَمَا قَالَ
الْقَائِلُ: "سَمن كَلْبَكَ يَأْكُلْكَ". وَاللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى
الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ".
"Sesungguhnya mereka telah berani mengadakan pemberontakan
di negeri kita.
Demi Allah, perumpamaan kita dan sempalan orang-orang Quraisy ini
(yakni Muhajirin) sama dengan peribahasa yang mengatakan 'gemukkanlah anjingmu,
maka ia akan memakanmu'.
Demi Allah, sungguh jika kita kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat
benar-benar akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."
Kemudian dia menghadap kepada orang-orang yang ada di dekatnya dari
kalangan kaumnya, lalu berkata kepada mereka :
"هَذَا مَا
صَنَعْتُمْ بِأَنْفُسِكُمْ، أَحْلَلْتُمُوهُمْ بِلَادَكُمْ، وَقَاسَمْتُمُوهُمْ أَمْوَالَكُمْ،
أَمَا وَاللَّهِ لَوْ كَفَفْتُمْ عَنْهُمْ لَتَحَوَّلُوا عَنْكُمْ فِي بِلَادِكُمْ
إِلَى غَيْرِهَا".
"Inilah akibat dari perbuatan kalian, kalian telah mengizinkan
mereka menempati negeri kalian, dan kalian telah merelakan harta kalian berbagi
dengan mereka. Ingatlah, demi Allah, sekiranya kalian menghindari mereka,
niscaya mereka akan berpindah dari kalian menuju ke negeri lain." [Baca :
as-Siiroh an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam 2/290-292 dan Tafsir Ibnu Katsir
8/128].
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى
الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ
وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka [orang-orang munafik] berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya".
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang
mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (QS.
Al-Munafiqun : 8)
KEEMPAT
: Mencemarkan nama baik orang–orang mukmin yang shalih
Kejahatan orang munafik lainnya adalah Mencemarkan nama baik orang –
orang mukmin yang shalih. Hal ini sebagaimana yang mereka lakukan kepada Ummul
Mukminin yang suci -memelihara kesucian diri dan jujur- ‘Aisyah binti Ash
Shiddiq radhiyallahu ‘anha.
Kekejian orang munafik di bawah kepemimpinan Abdullah bin Ubay mencapai
puncaknya ketika mereka berani melontarkan tuduhan bohong kepada Istri
Rasulullah ﷺ
Mereka menyebarkan berita bohong bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah
berselingkuh dan berzina dengan sahabat mulia Shafwan bin Al Mu’athal
As Sulami.
Allah SWT berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ
عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ
لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ
كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu
bahkan ia adalah baik bagi kalian.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya.
Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”. [QS. An-Nur : 11].
KELIMA :
Membuat Makar untuk menimpakan madhorot
Orang-orang munafik pada zaman Nabi merancang rencana jahat untuk memberikan
madhorat kepada kaum Muslimin dengan kemasan yang sesuai syariat dan bekerja
sama dengan orang Nashrani dalam memerangi Allah dan Rasul-Nya
Hal ini sebagaimana yang mereka lakukan dengan mendirikan sebuah masjid
di dekat Masjid Quba’. Mereka menyelesaikan pembangunan masjid tersebut tepat
sebelum Rasulullah ﷺ berangkat ke Tabuk.
Masjid tersebut mereka rancang untuk memberi madharat kepada Masjid
Quba’ dan Jamaah kaum Muslimin serta memecah persatuan mereka.
Selain itu mereka hendak menjadikan masjid tersebut sebagai markas dari
pasukan Romawi yang dijanjikan datang untuk membantu orang-orang munafik
Madinah dalam memerangi Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin.
Dalam surat at-Taubah Allah SWT berfirman :
وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مَسْجِدًا
ضِرَارًا وَّكُفْرًا وَّتَفْرِيْقًاۢ بَيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاِرْصَادًا لِّمَنْ
حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ مِنْ قَبْلُ ۗوَلَيَحْلِفُنَّ اِنْ اَرَدْنَآ
اِلَّا الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid
untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan
untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu
kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah
menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). [QS. At-Taubah :
107]
KEENAM : Menghasut kaum
Anshar untuk meninggalkan Nabi ﷺ di medan perang saat
perang ahzab.
Pada saat terjadinya perang Ahzab atau Khandak ,
ketika Rasulullah ﷺ dan pasukan kaum dikepung pasukan ahzab atau pasukan
sekutu , orang-orang munafik melakukan pengkhianatan terhadap Nabi ﷺ dengan cara
menghasut pasukan anshar agar pulang ke rumah masing-masing dan meninggalkan
medan pertempuran .
Allah SWT berfirman :
{هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ
وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا (11) وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلا غُرُورًا (12)
وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ
فَارْجِعُوا وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ
بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلا فِرَارًا (13) }
Di situlah diuji orang-orang mukmin dan
diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika
orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata,
"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.
Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, "Hai penduduk
Yasrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan
sebagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali
pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kamu
terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali
tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. [QS. Al-Ahzaab :
11-13].
Inilah sebagian kejahatan dan pengkhianatan kaum
munafik pada zaman Nabi ﷺ Begitu dahsyatnya dan kejinya , namun demikian Nabi ﷺ tetap sabar dan
penuh kasih sayang menghadapi mereka dan tidak pernah menghajernya dan
mentahdzirnya .
BALASAN NABI ﷺ TERHAPAD KEJAHATAN ABDULLAH BIN UBAY BIN SALLUL , GEMBONG
MUNAFIK.
Meskipun pengkhianatan demi pengkhianatan , makar
demi makar dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul dan para pengikutnya kaum
munafik terhadap Nabi ﷺ dan kaum muslimin, namun Nabi ﷺ tidak pernah membalasnya dengan
keburukan , melainkan beliau ﷺ terus berusaha mendekati mereka dan meluluhkan hati
mereka dengan berbagai macam kebaikan yang beliau berikan kepada mereka ,
diantaranya dengan kunjungan dan pemberian tunjangan materi , serta menjaga
kehormtan dan nama baik mereka .
Beliau ﷺ tidak pernah melekatkan gelar busuk terhadap orang-orang munafik , termasuk kepada Abdullah bin Ubay bin Salluul , seorang dedengkot
munafiq yang telah banyak melakukan makar terhadap Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin .
Rosulullah ﷺ tidak pernah mengatakan kata
"MUNAFIQ" kepada Abdullah bin Ubay bin Salul, meskipun dia itu sangat
jelas akan kemunafikannya . Kecuali sebagian para Sahabat seperti Umar bin Khoththob
, beliau mengatakannya di hadapan Rosulullah ﷺ .
Padahal masalah kemunafikan Abdullah bin Ubay bin Sallul itu sudah
diketahui secara nash dalam al-Quran dan juga diketahui oleh seluruh sahabat
Nabi ﷺ , termasuk putranya Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salluul ,
bahkan putranya ini pernah menghadap kepada Rosulullah ﷺ :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ
بَلَغَنِي أَنَّكَ تُرِيدُ قَتْلَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أبَيّ فِيمَا بَلَغَكَ
عَنْهُ، فَإِنْ كُنْتَ فَاعِلًا فَمُرْنِي بِهِ، فَأَنَا أَحْمِلُ إِلَيْكَ رَأْسَهُ،
فَوَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمَتِ الْخَزْرَجُ مَا كَانَ لَهَا مِنْ رَجُلٍ أَبَرَّ
بِوَالِدِهِ مِنِّي، إِنِّي أَخْشَى أَنْ تَأْمُرَ بِهِ غَيْرِي فَيَقْتُلَهُ،
فَلَا تَدَعُنِي نَفْسِي أَنْظُرُ إِلَى قَاتِلِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيٍّ
يَمْشِي فِي النَّاسِ، فَأَقْتُلُهُ، فَأَقْتُلُ مُؤْمِنًا بِكَافِرٍ، فَأَدْخُلُ
النَّارَ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"بَلْ نَتَرَفَّقُ بِهِ وَنُحْسِنُ صُحْبَتَهُ، مَا بَقِيَ مَعَنَا
Ya Rasulullah, telah sampai kepadaku kabar bahwa engkau ingin membunuh
Abdullah bin Ubay karena adanya kabar yang sampai kepada engkau tentang dia .
Jika engkau hendak melakukan itu, maka serahkanlah kepada ku , dan aku
akan membawa kepalanya kepada engkau ; karena demi Allah , sungguh orang-orang
Kabilah al-Khazraj tahu bahwa tidak ada seorangpun dari mereka yang lebih
berbakti kepada kedua orang tuanya yang melebihi aku .
Saya khawatir engkau menugaskan orang lain , lalu dia membunuhnya ,
maka jiwaku tidak bisa mencegah diriku ketika melihat pembunuh Abdullah bin
Ubay berjalan di antara manusia, lalu aku membunuhnya, maka dengan demikian aku
membunuh seorang mukmin karena seorang kafir, akhirnya aku masuk api neraka .
Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidak , bahkan
sebaliknya, kami akan bersikap lembut padanya dan bersikap baik kepadanya,
selama dia masih bersama kami ".
[ Baca : السيرة
النبوية 2/292
dan Tafsir Ibnu Katsir , surat al-Munaafiquun ayat 5 – 8 ]
SAAT ABDULLAH BIN UBAY WAFAT , NABI ﷺ
BERTAKZIAH, MENSHALATI JENAZAHNYA DAN MEMBERINYA BAJU GAMIS BELIAU UNTUK KAIN KAFANNYA :
Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ,
beliau berkata :
لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللهِ بْنُ
أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ إِلَى
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ
يُكَفِّنُ فِيهِ أَبَاهُ، فَأَعْطَاهُ ثُمَّ سَأَلَهُ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟
فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ،
فَقَامَ عُمَرُ فَأَخَذَ بِثَوْبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتُصَلِّي عَلَيْهِ وَقَدْ نَهَاكَ اللهُ أَنْ
تُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
" إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللهُ فَقَالَ: اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا
تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ، إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً، وَسَأَزِيدُهُ
عَلَى سَبْعِينَ " قَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ، فَصَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَلَا
تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ} [التوبة:
84]
Ketika Abdullah bin Ubay bin Sallul wafat. Anak lelaki Abdullah bi
Ubay, datang menemui Rasulullah ﷺ, meminta agar beliau memberikan salah satu
Qamishnya untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya.
Dan Rasulullah ﷺ pun memberikannya .
Kemudian dia meminta agar Rosulullah ﷺ menshalatinya , maka Rosulullah ﷺ berdiri mau pergi menshalatinya .
Tiba-tiba Umar langsung berdiri dan memegang baju Rosulullah ﷺ , dan berkata : Wahai Rosulullah , Engkau akan menshalatkannya?
Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?
Rasulullaﷺ menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT
memberikan kepadaku dua pilihan :
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا
تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ
اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan
ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi
mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan
kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik “. (QS
at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali .
Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang MUNAFIQ”.
Setelah Rasulullah ﷺ menshalatkannya, barulah turun ayat:
{وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ
أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ }
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang
mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati
dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)
( HR. Bukhori dan Muslim ).
Sebagian para Ulama berkata :
إنما صلى النبي صلى الله عليه وسلم
على عبد الله بن أبي بِناءً على الظاهر من لفظ إسلامه . ثم لم يكن يفعل ذلك لما
نهي عنه .
Rasulullah ﷺ menshalatkannya ketika itu karena
memperlakukannya secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia
seorang Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia
sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah kewenangan
Allah SWT.
Bisa juga dimaknai bahwa Rasulullahﷺ menshalatkan Abdullah bin Ubay –tokoh munafiq
itu- untuk menghormati anaknya –Abdullah bin Abdullah bin Ubay- yang merupakan
salah satu sahabat mulia.
Sedangkan pemberian baju qamish Rasulullahﷺ sebagai baju qamish kafan Abdullah bin Ubay
bisa difahami sebagai pembuktian karakter Rasulullah ﷺ yang tidak pernah menolak permintaan siapapun
selama Rasulullahﷺ memilikinya.
Bisa juga difahami bahwa Rasulullahﷺ tidak pernah melupakan kebaikan Abdullah bin
Ubay –tokoh munafiq itu- di samping keburukannya yang tidak terhitung.
Bagi putranya , yaitu Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya
itu menjadi salah satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan
oleh seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan berlumur
maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat maksiat atau
melarangnya beramal shalih.
PERHATIAN :
Waspadalah terhadap kelompok yang bermanhaj al-Hajer wa Tahdziir .
Kelompok ini sangat extrim , menghajer dan mentahdzir siapa saja dari kaum
muslimin yang menyelisihi pendapat kelompoknya , meskipun dalam malasah
furu'iyyah ijtihadiyyah, dan meskipun hanya berbeda dalam satu masalah .
Ketika kelompok ahlul Hajer ini berhasil membuat kaum muslimin marah
dan memusuhinya , maka mereka merasa bangga . Karena pada saat itu mereka
menyamakan kondisi mereka dengan para nabi dan Rasul yang dimusuhi, diusir
bahkan diperangi oleh kaumnya . Mereka menyamakan kaum muslimin yang
menentangnya dengan orang kafir yang mennetang dakwah para nabi dan Rasul.
Diantara slogannya adalah : "Makna Jamaah itu orang yang berada
diatas kebenaran versi mereka meskipun cuma satu orang ".
======
BAGAIMANA JIKA SALAH SATU DARI KEDUANYA MENOLAK UNTUK ISHLAAH ?
Pertama : seluruh umat Islam wajib bersatu untuk
mengeroyok & menyerang kelompok yang memulai permusuhan, hingga ia mau
berhenti dan mau berdamai.
Kedua : Jika salah satu dari keduanya menolak
untuk ishlah , maka keroyoklah dan seranglah kelompok yang tidak mau ishlah .
Allah SWT berfirman :
{ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى
فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (9) }
“Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain, maka kalian perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka kalian damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan
berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. [QS. Al-Hujuroot : 9].
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/374 berkata
:
Yakni hingga keduanya kembali taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya,
serta mau mendengar perkara yang hak dan menaatinya. Seperti yang disebutkan di
dalam hadis sahih, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ
مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا
فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ
نَصْرُكَ إِيَّاهُ"
Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan aniaya atau teraniaya. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau dia teraniaya, aku pasti menolongnya.
Tetapi bagaimana aku menolongnya jika dia aniaya?" Rasulullah ﷺ menjawab: Engkau cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara
engkau menolongnya. [HR. Bukhori no. 2443]
Lalu Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
“ As-Saddi
menyebutkan : bahwa dahulu seorang
lelaki dari kalangan Ansar yang dikenal dengan nama Imran mempunyai istri yang
dikenal dengan nama Ummu Zaid.
Istrinya itu bermaksud mengunjungi orang tuanya, tetapi suaminya
melarang dan menyekap istrinya itu di kamar atas dan tidak boleh ada seorang
pun dari keluarga istri menjenguknya.
Akhirnya si istri menyuruh seorang suruhannya untuk menemui orang
tuanya. Maka kaum si istri datang dan menurunkannya dari kamar atas dengan
maksud akan membawanya pergi.
Sedangkan suaminya mengetahui hal itu, lalu ia keluar dan meminta
bantuan kepada keluarganya. Akhirnya datanglah saudara-saudara sepupunya untuk
menghalang-halangi keluarga si istri agar tidak di bawa oleh kaumnya.
Maka terjadilah perkelahian yang cukup seru di antara kedua belah pihak
dengan terompah (sebagai senjatanya), maka turunlah ayat ini berkenaan dengan
mereka.
Lalu Rasulullah ﷺ mengirimkan utusannya kepada mereka dan
mendamaikan mereka, akhirnya kedua belah pihak kembali kepada perintah Allah
Swt. [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 7/374].
=====
APAKAH SELURUH ALIRAN YANG BERMANHAJ PEMECAH BELAH ITU KHAWARIJ ?
Seluruh
kelompok
dan golongan yang terpapar
faham Khawarij memiliki hukum
yang sama. Al-Bushiri dalam al-Zawaid (3448/2) dan (3448/6) meriwayatkan dari
Sa'id bin Jumhan, dia berkata:
أَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى
– أَحَدَ الصَّحَابَةِ – فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَنْ أَنْتَ؟ قُلْتُ: أَنَا
سَعِيدُ بْنُ جُمْهَانَ قَالَ: مَا فَعَلَ أَبُوكَ؟ قُلْتُ: قَتَلَتْهُ الْأَزَارِقَةُ.
فَقَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْأَزَارِقَةَ – مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا -. حَدَّثَنَا
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُمْ كِلَابُ النَّارِ. قُلْتُ: الْأَزَارِقَةُ وَحْدَهَا أَمِ
الْخَوَارِجِ كُلَّهَا؟ قَالَ: بَلَى، الْخَوَارِجِ كُلَّهَا.
"Saya mendatangi Abdullah bin Abi Awfa – salah satu dari
para Sahabat – lalu saya memberi salam kepadanya. Dia bertanya, 'Siapa dirimu?'
Saya menjawab, 'Saya Sa'id bin Jumhan.' Dia bertanya lagi, 'Apa yang telah
dilakukan oleh ayahmu?'
Saya menjawab, 'Dia dibunuh oleh kelompok Azariqah (salah satu golongan
yang terpapar faham Khawarij).'
Abdullah bin Abi Awfa berkata, 'Allah melaknat Azariqah' – dia mengucapkannya
dua atau tiga kali – 'Rasulullah ﷺ telah memberitahu kami bahwa mereka adalah
anjing-anjing neraka.'
Saya bertanya, 'Apakah Azariqah saja atau seluruh Khawarij?' Dia
menjawab, 'Ya, semua Khawarij.'" [ Lihat : al-Zawaid (3448/2) dan (3448/6)].
Tidak diragukan lagi bahwa Khawarij adalah orang-orang yang sangat kuat
dalam ketaatan dan rajin beribadah. Mereka sangat bersemangat dalam memegang
teguh agama dan menerapkan hukum-hukumnya, serta menjauhi semua yang dilarang
oleh Islam. Mereka juga sangat berhati-hati untuk tidak terlibat dalam
perbuatan dosa atau kesalahan apa pun yang bertentangan dengan Islam.
Hal ini menjadi ciri khas yang sangat mencolok dalam kelompok ini, yang
tidak ada yang bisa menandinginya dalam hal ini. Bahkan, tidak ada dalil yang
lebih jelas dari perkataan Rasulullah ﷺ:
" يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَ
قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ
بِشَيْءٍ وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ ".
'Mereka membaca Al-Quran, yang mana bacaan kalian sama sekali
tidak ada apa-apanya dibanding dengan bacaan mereka, dan mereka berpuasa, yang
mana puasa kalian sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding dengan puasa
mereka .'[HR. Muslim no. 1066]
Dan Ibnu Abbas (ra) bercerita tentang pengalaman dirinya ketika ditugas kan oleh
Ali bin Abi Thalib untuk mendatangi kaum Khawarij yang memisahkan diri di
Nahrawan dan membujuk mereka agar bertaubat, Ibnu berkata :
فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ
أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا ثِفَنُ الْإِبِلِ [أيْ
غَلِيْظَة]، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُودِ
Lalu aku pun masuk ke tengah-tengah kaum yang aku tidak pernah melihat
orang yang puncak semangat dan kesungguhan dalam ibadahnya yang melebihi
mereka, tangan-tangan mereka seperti lutut unta (kasar), dan wajah-wajah mereka
terdapat tanda-tanda BEKAS SUJUD.
[Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 10/157 no. 18678 dan
Baihaqi dalam al-Kubra 8/179 ]. Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ 6/239:
" رواه الطبراني وأحمد ببعضه ورجالهما
رجال الصحيح ".
" Diriwayatkan oleh Al-Tabarani dan Ahmad dengan
sebagiannya, dan perawi mereka adalah para perawi kitab Ash-Shahih".
Lihat pula : Fathul Baari 12/289 , al-Bahr al-Muhith ats-Tsajjaaj
20/228 dan Masyaariqul Anwaar al-Wahhaajah 3/492 .
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata :
فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ قَوْمًا
قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُمُ اجْتِهَادًا، جِبَاهُهُمْ قَرِحَتْ مِنَ السُّجُودِ، وَأَيْدِيهِمْ
كَأَنَّهَا بَقَرُ الْإِبِلِ، وَعَلَيْهِمْ قُمُصٌ مرحضَةٌ، مُشَمِّرِينَ، مُسْهَمَةٌ
وُجُوهُهُم مِنَ السُّهْرِ"
"Kemudian saya masuk ke suatu kaum yang tidak pernah saya
lihat sebelumnya orang yang lebih tekun daripada mereka. Dahi mereka berbekas
karena sujud, tangan mereka seperti lutut unta, dan mereka mengenakan pakaian
yang sudah jelek dan lusuh, mencingkrangkan pakaian, dan wajah mereka pucat karena kurang tidur
malam ."
[Diriwayatkan oleh Abu Yausuf al-Fasawi dalam al-Ma'rifat wat Taarikh
1/522 dan Ibnu al-Jauzi dalam Takbiis Ibliis hal. 83]
Makna : مُشَمَّرُوْن :
"(مُشَمِّر الإِزَار) إِزَارُهُ مَرْفُوع
عَنْ كَعْبِهِ".
(Menyingsingkan sarung) artinya kain sarungnya diangkat atau
diikat lebih tinggi dari mata kakinya [ Baca : Ta'liq Shahih al-Bukhori oleh
Mustafa al-Baghoo 4/163 no. 4351 Cet. as-Sulthaniyyah].
Dan dari Jundub radhiyallahu 'anhu , dia berkata:
" لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ
عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ
الْقَوْمِ، وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ،
وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ".
Ketika kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu
'anhu), maka beliau pergi mengejar mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga
kami tiba di tempat pasukan kaum Khawarij , tiba-tiba terdengar dari mereka
suara seperti suara dengung lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an,
ternyata tangan-tangan mereka kasar seperti dengkul unta [ bekas sujud] dan memakai baju burnus ( baju luar panjang
bertutup kepala). [Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451 ]
YAKNI : mereka
adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, mereka mengira bahwa
apa yang mereka lakukan itu adalah murni untuk beribadah, menghabiskan waktunya
dan mengorbankan segalanya untuk Allah , karena begitu besar semangatnya dalam
beribadah, terutama ibadah shalat dan banyak bersujud sehingga membuat telapak
tangan dan lututnya menjadi kasar seperti dengkul unta .
Namun
tanpa mereka sadari bahwa doktrin-doktrin mereka membawa kehancuran pada umat
manusia pada umumnya dan perpecahan umat Islam pada khsususnya. Jadi, kaum
Khawarij ini menggabungkan antara kebaikan lahiriah dan kerusakan batiniyiah.
Kebaikan yang nampak dalam ibadah yakni dalam hal apa yang ada antara
dia dan Allah. Adapun apa yang ada di antara dia dan manusia adalah membuat
keretakan dan kehancuran.
Dan apa yang ada antara dia dan Allah adalah 'aqidah ghuluww [keyakinan
ekstrem], meskipun ada unsur ibadah di dalamnya, namun itu ghuluww
[berlebihan].
Itulah sebabnya Rasulullah ﷺ berkata tentang mereka:
فَاقْتُلُوهُمْ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
" Maka bunuhlah mereka ! mereka adalah makhluk yang paling
buruk".
Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata:
"وَلِهَذَا يَحْتَاجُ الْمُتَدَيِّنُ
الْمُتَوَرِّعُ إلَى عِلْمٍ كَثِيرٍ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْفِقْهِ فِي
الدِّينِ وَإِلَّا فَقَدَ يُفْسِدُ تَوَرُّعُهُ الْفَاسِدَ أَكْثَرَ مِمَّا
يُصْلِحُهُ كَمَا فَعَلَهُ الْكُفَّارُ وَأَهْلُ الْبِدَعِ مِنْ الْخَوَارِجِ وَالرَّوَافِضِ
وَغَيْرِهِمْ".
“Untuk itu, bagi orang yang bertaqwa [Waroo'] perlu memiliki
banyak pengetahuan tentang Kitab, Sunnah, dan fikih dalam agama. Jika tidak,
maka keshalehannya yang rusak dapat merusak lebih parah dari pada apa yang ia perbaikinya
, seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan para ahli bid'ah dari
Khawarij, Rawafidh dan lainnya. [ Majmu al-Fataawaa 20/141-142]
=====
JIKA TERBUKTI KELOMPOK YANG TIDAK MAU DAMI ITU TERPAPAR FAHAM KHAWARIJ ; MAKA BANTAILAH MEREKA :
Jika salah satu golongan yang menolak untuk
berdamai dan menghentikan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ayat-ayat surat
al-Hujurat itu terbukti berfaham Khawarij , maka dianjurkan untuk membantainya
. Dan yang berhak membantainya adalah penguasa muslim sebagaimana yang di
lakukan oleh Ali bin Abi Thalib (ra) atas petunjuk Nabi ﷺ
Jika mereka yang terpapar Khawarij ini terbunuh ,
maka mereka adalah sebusuk-busuknya bangkai manusia di kolong jagat raya .
Mereka adalah manusia-manusia terkutuk dan anjing-anjing neraka jahannam yang
senantiasa menggonggong dai dalamnya , karena mereka semasa dunia-nya terbiasa
menggonggongkan gelar-gelar busuk terhadap sesama kaum muslimin .
Rasulullah ﷺ menganjurkan umatnya untuk memusnahkan kaum khawarij pemecah belah umat ini dari muka bumi dengan cara
membantainya, meskipun mereka ini memiliki semangat ibadah yang luar biasa dan
sesuai sunnah, meskipun ibadah mereka mengalahkan ibadah para sahabat Nabi ﷺ, bahkan tidak ada apa-apanya .
Dalam hadits yang sahih dalam Muslim (2499-143/1064) dan Sunan
al-Nasa'i (4101) Nabi ﷺ bersabda:
«لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ عَادٍ»
"Jika aku bertemu dengan mereka, pasti aku akan membunuh
mereka seperti pembunuhan terhadap kaum 'Ad."
Dan dalam hadits yang sahih di dalam Bukhari (4351) dan Muslim
(2500-144/1064), (2501-145/1064), dan (2502-146/1064) Rasulullah ﷺ bersabda :
«لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ ثَمُود».
"Jika aku bertemu dengan mereka, pasti aku akan membunuh
mereka seperti pembunuhan terhadap kaum Tsamud."
Dan lebih
tegas lagi , Rasulullah ﷺ menjanjikan pahala bagi siapa pun yang membunuh mereka yang berfaham Khawarij ,
beliau ﷺ bersabda :
"Maka, di mana pun kalian menemui mereka, bunuhlah mereka.
Sesungguhnya, dalam pembunuhan terhadap mereka terdapat pahala bagi orang yang
membunuhnya di hari kiamat."
Beliau ﷺ juga menyampaikan bahwa orang yang paling afdhol sebagai korban pembunuhan adalah orang yang dibunuh oleh mereka.
Terdapat banyak hadits yang menyampaikan makna tersebut, termasuk dalam
Shahih al-Bukhari (3611, 5057, 6930), Shahih Muslim (2511-154/1066), Sunan Ibnu
Majah (168), dan Sunan al-Nasa'i (4102). Dalam al-Mustadrak al-Hakim (2659),
disebutkan dengan lafadz:
فَمَنْ لَقِيَهُمْ فَلْيُقَاتِلْهُمْ،
فَمَنْ قَتَلَهُمْ فَلَهُ أَفْضَلُ الْأَجْرِ، وَمَنْ قَتَلُوهُ فَلَهُ أَفْضَلُ
الشَّهَادَةِ، هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ، بَرِيءٌ اللَّهُ مِنْهُمْ
"Maka, siapa pun yang bertemu dengan mereka, hendaklah dia
berperang melawan mereka. Dan siapa pun yang membunuh mereka, dia akan mendapatkan
pahala yang paling utama, dan bagi siapa pun yang terbunuh oleh mereka , dia
akan mendapatkan syahid yang paling utama. Mereka [kaum khawarij] adalah
seburuk-buruk makhluk. Allah berlepas diri dari mereka ".
Dishahihkan oleh adz-Dzahabi dalam at-Talkhish 2/167 no. 2659.
Syeikh Muhammda Shaleh al-Munajjid berkata :
“ Dari
Suwaid bin Ghoflah, ia mengatakan: Ali (ra) pernah berkata :
" إذا حَدَّثْتُكُمْ عن رَسولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَلَأَنْ أخِرَّ مِنَ السَّماءِ، أحَبُّ إلَيَّ مِن
أنْ أكْذِبَ عليه، وإذا حَدَّثْتُكُمْ فِيما بَيْنِي وبيْنَكُمْ، فإنَّ الحَرْبَ
خِدْعَةٌ.
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُول :
يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ يَخْرُجُونَ مِنْ قَبَلِ الْمَشْرِقِ حُدَثَاء
الْأَسْنَانِ صِغَار فِي السِّنِّ فِي الْمٌجْمَلِ سُفَهَاءَ الْأَحْلَامِ عُقُولًا
طَائِشَةً يَقُولُونَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ، فِي كَلَامِهِمْ آيَاتٌ وَأَحَادِيثُ
لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ عِنْدَهُمْ تَعَبُّدٌ وَلَا صَلَاتُكُمْ
إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ، يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِم، لَا يَجَاوَزُ إِيمَانُهُمْ
حُنَاجِرَهُم، يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُق السَّهْمُ مِنَ الرَّمْيَةِ،
فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوهُم؛ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَوْ يَعْلَمُ الْجَيْشُ الَّذِينَ يُصِيبُونَهُمْ مَا قُضِيَ
لَهُمْ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِم ﷺ لَاتَّكَلُوا عَنْ الْعَمَلِ".
"Jika saya menyampaikan sebuah hadits kepada kalian dari
Rasulullah ﷺ, maka sungguh bagi saya , terjatuh dari langit adalah lebih aku
sukai daripada aku mendustakannya. Dan jika saya menceritakan kepada kalian
sesuatu antara saya dan kalian, maka sesungguhnya perang adalah tipu daya.
Dan aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"Di akhir jaman nanti muncul suatu kaum dari arah timur , yang
umur-umur mereka masih muda, mereka pada umumnya masih bocah, mereka
orang-orang yang bodoh dalam impian dan pikiran yang gegabah. Mereka mengatakan
perkataan dari sebaik-baik manusia, dalam omongannya terdapat ayat-ayat dan
hadits-hadits, yang sejatinya tidak ada hubungannya antara bacaan kalian dengan
bacaan mereka. Mereka rajin ibadah . Shalat kalian tidak ada apa-apanya
dibanding shalat mereka , dan puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa
mereka .
Mereka membaca Al-Qur'an dan menganggap bahwa Al-Qur'an adalah dalil
bagi kebenaran mereka, padahal sebenarnya adalah dalil atas kesesetan mereka .
Iman mereka tak sampai melewati kerongkongan, mereka keluar dari agama
sebagaimana anak panah keluar dari sasarannya, dimanapun kalian menemukannya,
bunuhlah dia, sebab siapa yang membunuhnya akan mendapatkan pahala pagi
pelakunya di hari kiamat."
Sekiranya pasukan yang memerangi mereka tahu pahala yang telah
ditetapkan bagi mereka atas lisan Nabi ﷺ, niscaya mereka akan berhenti beramal
[Yakni : karena sudah merasa cukup
dengan limpahan pahala memerangi kaum Khawarij . Dan karena dengan membantai
Khawarij ini sama saja dengan menyelamat kan Umat Muhammad ﷺ dari pertumpahan
darah dan kehancuran; maka pahala bagi yang memabantainya berlipat-lipat ganda] ".
[ Lihat : Musnad Imam Ahmad no. 616 dan as-Sunnah karya Ibnu Abi
'Aashim no. 914 . Di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 2/45.
Lihat pula : Shahih Ibnu Hibban no. 6704 & 6739 dishahihkan al-Albaani
dalam adz-Dzilal (914) Q . Lihat pula : Shahih Bukhori no. 6930, Shahih Muslim
no. 1066 & 1773 . Lihat pula al-Musnad al-Mawdhu'i 2/88 no. 1379 ].
Syeikh al-Munajjid berkata :
يَعْنِي : لَوْ عَلِمُوا الَّذِينَ يُقَاتِلُونَهُم
لَوْ عَلِمُوا مَا لَهُمْ مِنَ الْأَجْرِ."
"Maksudnya: Jika mereka tahu terhadap orang-orang yang
berperang melawan mereka, jika mereka tahu apa yang mereka dapatkan dari
pahala."
Dalam lafadz lain : Suwaid bin Ghaflah mengatakan, Ali radliallahu
'anhu mengatakan;
إذا حَدَّثْتُكُمْ عن رَسولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ حَدِيثًا، فَواللَّهِ لَأَنْ أخِرَّ مِنَ السَّماءِ،
أحَبُّ إلَيَّ مِن أنْ أكْذِبَ عليه، وإذا حَدَّثْتُكُمْ فِيما بَيْنِي
وبيْنَكُمْ، فإنَّ الحَرْبَ خِدْعَةٌ، وإنِّي سَمِعْتُ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عليه وسلَّمَ يقولُ: سَيَخْرُجُ قَوْمٌ في آخِرِ الزَّمانِ، أحْداثُ
الأسْنانِ، سُفَهاءُ الأحْلامِ، يقولونَ مِن خَيْرِ قَوْلِ البَرِيَّةِ، لا
يُجاوِزُ إيمانُهُمْ حَناجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ، كما يَمْرُقُ السَّهْمُ
مِنَ الرَّمِيَّةِ، فأيْنَما لَقِيتُمُوهُمْ فاقْتُلُوهُمْ، فإنَّ في قَتْلِهِمْ
أجْرًا لِمَن قَتَلَهُمْ يَومَ القِيامَةِ.
"Jika saya menyampaikan sebuah hadits kepada kalian dari
Rasulullah ﷺ, demi Allah, saya terjatuh dari langit adalah lebih aku sukai
daripada aku mendustakannya. Karenanya, akan saya ceritakan kepada kalian
sesuatu yang akan terjadi diantara saya dan kalian, sesungguhnya perang adalah
tipu daya.
Dan aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"Di akhir jaman nanti muncul suatu kaum yang umur-umur mereka
masih muda, pikiran-pikiran mereka bodoh, mereka mengatakan dari sebaik-baik
manusia, padahal iman mereka tak sampai melewati kerongkongan, mereka keluar
dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya, dimanapun kalian
menemukannya, bunuhlah dia, sebab siapa membunuhnya mendatangkan ganjaran pagi
pelakunya di hari kiamat." [HR. Bukhori no. 6930 dan Muslim no. 1066].
KESIMPULANNYA : Mereka adalah orang-orang yang berusia muda, otaknya cetek,
membaca Al-Quran tapi tak sampai melewati kerongkongan mereka, maksudnya adalah
tidak memahaminya hingga sampai ke hati mereka, mereka keluar dari agama
sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya dan tidak kembali lagi, mereka
membunuh orang beriman dan membiarkan penyembah berhala, menuduh para pemimpin
mereka dan memvonis mereka dengan kesesatan.
Mereka menyeru kepada Kitabullah, namun mereka tidak sedikitpun
merupakan Ahli Al-Quran. Mereka tidak menganggap para ulama dan tokoh
terhormat.
Mereka mengira bahwa mereka lebih mengetahui terhadap Allah, RasulNya
dan kitabNya dibanding orang-orang mulia tersebut.
Mereka sangat keras beribadah dan sangat bersungguh-sungguh, akan tetapi dengan kejahilan dan minimnya fiqih. Mereka mengkafirkan siapa saja yang melakukan dosa besar dari kaum muslimin. Demikianlah ciri-ciri mereka sebagaimana disebutkan beberapa hadits dan disebutkan para ulama.
******
LANGKAH KELIMA : SESAMA MUKMIN BERSAUDARA DAN SALING MENDAMAIKAN.
Rahmat Allah tidak akan turun kecuali jika sesama
orang beriman saling bersaudara dan saling mendamaikan antar saudaranya ketika
pecah belah.
Dalam surat al-Hujurot ayat : 10 , Allah SWT
berfirman :
{ إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
“
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. [QS. Al-Hujurot : 10]
TAFSIR DAN PENJELASAN :
Dalam ayat sebelumnya , Allah SWT memerintahkan orang-orang
beriman untuk mendamaikan setiap ada dua kelompok orang beriman yang bermusuhan
, meskipun dua kelompok tersebut salah satunya adalah kelompok orang munafik ,
sementara kelompok yang satunya lagi adalah Nabi ﷺ beserta para sahabatnya sebagaimana yang tertera
dalam hadist shahih tentang sebab turunnya ayat tersebut [Lihat : Shahih
Bukhori no. 261 dan Shahih Muslim no. 1799]
Setelah ayat itu lalu Allah Swt berfirman :
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ ..... }
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara
....” (Al-Hujurat: 10)
Yakni semuanya adalah saudara seagama, seperti yang disebutkan dalam hadits
Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah
ﷺ bersabda:
"المسلمُ أخو المسلمِ لا يظلِمُه ولا
يُسلِمُه مَن كان في حاجةِ أخيه كان اللهُ في حاجتِه ومَن فرَّج عن مسلمٍ كُربةً
فرَّج اللهُ بها عنه كربةً مِن كُرَبِ يومِ القيامةِ ومَن ستَر مسلمًا ستَره اللهُ
يومَ القيامةِ".
"Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara.
Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang
siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi
kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan,
maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang
siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari
kiamat kelak”. [HR. Bukhori no. 2442 dan Muslim no. 2580]
Di dalam hadis Abu Hurairah
disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda :
"وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ"
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya”. [HR. Muslim no. 2699 dan Ibnu Hibbaan no. 534].
Di dalam shahih Muslim no. 2732 dan 2733 pula disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda :
"إِذَا دَعَا الْمُسْلِمُ لِأَخِيهِ
بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلِهِ"
Apabila seorang muslim berdoa untuk kebaikan saudaranya tanpa
sepengetahuan yang bersangkutan, maka malaikat mengamininya dan mendoakan,
"Semoga engkau mendapat hal yang serupa.”
Hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Dan
di dalam hadis sahih Bukhori no. 6011 dan Muslim no. 2586 disebutkan:
"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى
مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر"
“ Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama seperti satu tubuh ;
apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke
seluruh tubuh, menimbulkan demam dan
tidak dapat tidur (istirahat)”.
Di dalam hadis sahih disebutkan pula:
"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا". وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
“Orang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan satu bangunan,
satu sama lainnya saling kuat-menguatkan”. Lalu Rasulullah ﷺ merangkumkan jari jemarinya. [HR. Bukhori no. 6026 Dan Muslim no. 2585 ]
Imam Ahmad meriwayatkan dari Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi r.a. bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ
الْإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ
لِأَهْلِ الْإِيمَانِ، كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِي الرَّأْسِ"
Sesungguhnya orang mukmin dari kalangan ahli iman bila dimisalkan sama
kedudukannya dengan kepala dari suatu tubuh; orang mukmin akan merasa sakit
karena derita yang dialami oleh ahli iman, sebagaimana tubuh merasa sakit
karena derita yang dialami oleh kepala.
[HR. Imam Ahmad dalam"Al-Musnad (5/340).
Al-Haitsami berkata dalam al-Majma' (8/187): 'Para
perawi riwayat Ahmad adalah perawi yang dapat dipercaya.'"
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya 7/375 :
"تَفَرَّدَ
بِهِ وَلَا بأس بإسناده".
“ Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid, sedangkan
sanadnya tidak mempunyai cela, yakni dapat diterima”.
Di Shahihkan oleh al-Albaani .
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
"وَقَوْلُهُ:
{فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ} يَعْنِي: الْفِئَتَيْنِ الْمُقْتَتِلَتَيْنِ،
{وَاتَّقُوا اللَّهَ} أَيْ: فِي جَمِيعِ أُمُورِكُمْ {لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ} ، وَهَذَا
تَحْقِيقٌ مِنْهُ تَعَالَى لِلرَّحْمَةِ لِمَنِ اتَّقَاهُ ".
Firman Allah Swt : “Maka damaikanlah antara keduanya” ; Yakni di antara kedua golongan yang berperang
itu.
Dan firmannya : “ dan bertakwalah kepada Allah”; Yakni dalam semua urusan kalian.
Dan firmannya : “ Supaya kalian mendapat rahmat”. Ini merupakan pernyataan dari Allah Swt. yang
mengandung kepastian bahwa Dia pasti memberikan rahmat-Nya kepada orang yang
bertakwa kepada-Nya”. [Lihat : Tafsir
Ibnu Katsir 7/376].
=====
PERINTAH MENGIKAT PERSAUDARAAN SEAGAMA & PERSATUAN DENGAN TALI ALLAH:
Makna ayat (10) surat al-Hujurat ini sejalan
dengan ayat 103 dari surat Ali Imran . Bahkan kandungannya lebih tegas dan
jelas dalam hal yang berkaitan dengan perintah menjaga persatuan dan melindungi
umat Islam dari perpecahan .
Yaitu firman Allah SWT sebagai berikut :
Artinya: Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kalian
bercerai berai.
Dan
ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara , dan
[saatt itu] kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu
Allah menyelamatkan kalian
dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (QS. Ali ‘Imran : 103)
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya
sampai kepada Ibnu Mas'ud, ia berkata:
حَبْلُ اللهِ الجَمَاعَةُ
"Jamaah adalah tali Allah." [Tafsir Ibnu Jarir 7/71].
Menurut keterangan dari Al-Zamakhsyari
(467-538 H) dalam Tafsir Al-Kasysyaf (1/395), ayat ini adalah sebuah larangan untuk
bercerai-berai sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyyah, yaitu saling
bermusuhan satu sama lain hingga terjadi peperangan di antara mereka. Ayat ini
juga adalah larangan untuk mengucapkan kata-kata yang menyebabkan perpecahan.
Al-Zamakhsyari berkata :
كَانُوا فِي الْجَاهِلِيَّةِ بَيْنَهُمُ الْإِحْنُ وَالْعَدَاوَاتِ
وَالْحَرُوبِ الْمُتَوَاصِلَةِ، فَأَلَّفَ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِهِم بِالْإِسْلَامِ.
وَقَذَفَ فِيهَا الْمَحَبَّةَ فَتَحَابُوا وَتَوَافَقُوا وَصَارُوا إِخْوَانًا مُتَرَاحِمِينَ
مُتَنَاصِحِينَ مُجْتَمِعِينَ عَلَى أَمْرٍ وَاحِدٍ قَدْ نَظَّمَ بَيْنَهُمْ وَأَزَالَ
الِاخْتِلَافَ، وَهُوَ الْأُخُوَّةُ فِي اللَّهِ. وَقِيلَ: هُمَا الْأَوْسُ وَالْخَزْرَجُ،
كَانَا أَخَوَيْنِ لِأَبٍ وَأُمٍّ، فَوَقَعَتْ بَيْنَهُمَا الْعَدَاوَةُ وَتَطَاوَلَتِ
الْحَرُوبُ مِائَةٌ وَعِشْرِينَ سَنَةً إِلَى أَنْ أَطْفَأَ اللَّهُ ذَلِكَ بِالْإِسْلَامِ
وَأَلَّفَ بَيْنَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Mereka pada masa jahiliyah saling membenci,
bermusuhan, dan terlibat dalam perang yang tak berkesudahan. Namun, Allah
menyatukan hati mereka melalui Islam. Cinta ditanamkan di dalamnya, sehingga
mereka saling mencintai, menyatu, dan menjadi saudara-saudara yang penuh kasih
sayang, saling menasihati, dan bersatu dalam satu tujuan yang diatur di antara
mereka, yaitu persaudaraan dalam Allah.
Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah suku
Aus dan Khazraj, yang pada awalnya adalah saudara kandung dari satu ayah dan
ibu. Namun, permusuhan timbul di antara mereka, dan perang berlangsung selama
seratus dua puluh tahun. Konflik ini baru mereda ketika Allah menyelamatkan
mereka melalui Islam dan menyatukan mereka di bawah bimbingan Rasulullah ﷺ [ Baca : Tafsir al-Kasyaaf 1/395 ].
Apa yang
dikatakan az-Zamakhsyari diatas disebutkan pula dalam Tafsir Al-Baidhawi (3/136).
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan
banyak riwayat terkait dengan pembahasan ayat ini, diantaranya adalah riwayat
dari Qatadah bahwa maksud dari ayat “wadzkuru ni’matallah ‘alaikum idzkuntuntum
a’da’an fallafa baina qulubikum” adalah yang terjadi pada masyarakat Arab pada
waktu itu adalah saling membunuh, orang-orang yang kuat akan menindas yang
lemah sehingga. dengan datangnya Islam melalui perantara Nabi mereka berubah
menjadi saudara yang saling mengasihi satu sama lain, demi Allah yang tidak ada
Tuhan selain-Nya, sesungguhnya saling mengasihi adalah rahmat dan perpecahan
adalah adab.
Imam Al-Qurthubi berkata :
مَعْنَاهُ
وَلَا تَفَرَّقُوا مُتَابِعِينَ لِلْهَوَى وَالْأَغْرَاضِ الْمُخْتَلِفَةِ، وَكُونُوا
فِي دِينِ اللَّهِ إِخْوَانًا، فَيَكُونُ ذَلِكَ مَنْعًا لَهُمْ عَنِ التَّقَاطُعِ
وَالتَّدَابُرِ، وَدَلَّ عَلَيْهِ مَا بَعْدَهُ وَهُوَ قَوْلُهُ تَعَالَى:" وَاذْكُرُوا
نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً". وَلَيْسَ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ
الِاخْتِلَافِ فِي الْفُرُوعِ، فَإِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ اخْتِلَافًا إِذِ الِاخْتِلَافُ
مَا يَتَعَذَّرُ مَعَهُ الِائْتِلَافُ وَالْجَمْعُ، وَأَمَّا حُكْمُ مَسَائِلِ الِاجْتِهَادِ
فَإِنَّ الِاخْتِلَافَ فِيهَا بِسَبَبِ اسْتِخْرَاجِ الْفَرَائِضِ وَدَقَائِقِ مَعَانِي
الشَّرْعِ، وَمَا زَالَتِ الصَّحَابَةُ يَخْتَلِفُونَ فِي أَحْكَامِ الْحَوَادِثِ،
وَهُمْ مَعَ ذَلِكَ مُتَآلِفُونَ. وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: (اخْتِلَافُ أُمَّتِي
رَحْمَةٌ) وَإِنَّمَا مَنَعَ اللَّهُ اخْتِلَافًا هُوَ سَبَبُ الْفَسَادِ
Maknanya
adalah: "Dan janganlah kalian berselisih, mengikuti hawa nafsu dan
tujuan-tujuan yang berbeda. Jadilah kalian bersaudara dalam agama Allah,
sehingga hal itu dapat mencegah mereka dari pemutusan hubungan dan
saling membelakangi.
Hal ini ditegaskan dengan firman-Nya yang berikutnya :
'Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika
kamu saling bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian, sehingga dengan
nikmat-Nya kalian menjadi saudara-saudara.'
Ayat ini tidak menunjukkan larangan terhadap
perbedaan dalam masalah cabang-cabang agama. Karena perbedaan dalam hal ini
bukanlah perselisihan, karena perselisihan terjadi ketika tidak mungkin untuk
bersatu dan berkumpul. Adapun dalam masalah-masalah ijtihad, perbedaan terjadi
karena istinbath
hukum-hukum fikih dan pemahaman terhadap makna
syariat yang sangat detail.
Para Sahabat pun senantiasa terus
berselisih dalam hukum-hukum yang timbul, namun mereka tetap bersaudara.
Rasulullah ﷺ
juga bersabda :
'Perbedaan pendapat dalam umatku adalah rahmat.' Sesungguhnya, yang Allah larang itu adalah perselisihan yang
menjadi penyebab kerusakan dan perpecahan ." [ Baca : Tafsir al-Qurthubi ( al-Jami’ Li
Ahkaamil Qur’an) 4/159].
Di sini jelaslah bagi kita bahwa Islam ketika
awal kemunculannya adalah untuk menjadi solusi dan sarana menyatukan
puing-puing komponen masyarakat yang saling berserakan dan terpecah belah.
=====
LARANGAN BERPECAH BELAH DAN SALING BERMUSUHAN
Sesungguhnya Allah menyukai umat Islam bersatu dan menyukai orang-orang
yang berperang untuk menegakkan agama Allah dalam keadaan bersatu seperti
bangunan yang kokoh
﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ﴾
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh [QS. Ash-Shoff : 4]
Dan Allah SWT membenci umat Islam berpecah belah :
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"الْزَمُوا هَذِهِ الطَّاعَةَ
وَالْجَمَاعَةَ ، فَإِنَّهُ حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ، وَأَنَّ مَا
تَكْرَهُونَ فِي الْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّونَ فِي
الْفُرْقَةِ"
"Berpegang teguhlah kalian pada ketaatan dan jamaah [kaum muslimin
dalam persatuan], karena keduanya adalah tali Allah yang Dia perintahkan. Dan
sesungguhnya apa yang kalian benci dalam jamaah, itu lebih baik daripada apa
yang kalian sukai dalam perpecahan."
[HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 8760 dan At-Tabarani dalam
Al-Mu'jam Al-Kabir (8973)].
Al-Hakim berkata :
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ
الشَّيْخَيْنِ ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ
"Hadis ini dianggap sahih sesuai dengan syarat kedua syaikh (Imam
Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengeluarkannya".
Dan Allah SWT berfirman :
﴿ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَٱتَّقُوهُ
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ * مِنَ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ
فَرِحُونَ ﴾
Kembalilah kalian dengan bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kalian
kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kalian termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Allah,
Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan
mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. [QS. Ruum : 31-32].
Dan Allah SWT berfirman :
﴿وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ . فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ
زُبُرًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ﴾
“Sesungguhnya
(agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah
Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka
terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). [QS. Al-Mukminun :
52-53]
=====
PERINTAH UNTUK MEMBUNUH PEMECAH BELAH UMAT :
Dari
Usamah bin Syarik, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "
أَيُّمَا رَجُلٍ خَرَجَ يُفَرِّقُ
بَيْنَ أُمَّتِي فَاضْرِبُوا عُنُقَهُ
Siapapun laki-laki yang keluar [memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin] lalu ia memecah belah umatku maka penggallah
lehernya."
[HR. An-Nasaa’i no. 4035 . Dinyatakan Shahih
Lighoiri oleh al-Albaani dalam Shahih an-Nasaa’i dan Hiayatur Ruwaah no. 3483].
Dari
‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i. Beliau berkata:
رَأَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ عَلَى
الۡمِنۡبَرِ، يَخۡطُبُ النَّاسَ، فَقَالَ: (إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ
وَهَنَاتٌ، فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ – أَوۡ: يُرِيدُ تَفۡرِيقَ
أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ -؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ فَاقۡتُلُوهُ؛ فَإِنَّ يَدَ
اللهِ عَلَى الۡجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّ الشَّيۡطَانَ مَعَ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ
يَرۡكُضُ)
Aku melihat Nabi ﷺ di mimbar berkhotbah kepada
orang-orang. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya akan terjadi sepeninggalku berbagai kerusakan, maka siapa
saja yang kalian lihat dia memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin - atau dia ingin memecah belah urusan umat
Muhammad ﷺ - siapa pun dia, maka bunuhlah dia ( yakni
: di bawah komando
pemerintah).
Sesungguhnya tangan Allah di atas al-jama’ah (kaum muslimin
yang bersatu di atas kebenaran) .
Dan
sesungguhnya setan berlari bersama siapa saja yang memisahkan diri
dari al-jama’ah.”
[HR. An-Nasa’i
no. 4020 . Sahih sanadnya. Diriwayatkan
pula oleh Muslim secara ringkas no. 1852 . Dishahihkan oleh as-Suyuuthi dalam
al-Jaami’ ash-Shoghiir no. 4656 dan oleh syeikh al-Albaani dalam Shahih
al-Jaami’ no. 3621 dan dalam Ishlaahus Saajid no. 61]
=======
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR adalah
FARDHU KIFAYAH .
Sementara MENJAGA
PERSATUAN adalah FARDHU ‘AIN .
Perbedaan pendapat dan keilmuan jangan sampai
menimbulkan perpecahan dan fitnah di kalangan umat Islam.
Berdakwah dan beramar nahyi munkar adalah fardhu
kifayah , sementara menjaga persatuan umat Islam adalah fardhu 'ain . Dan
berpecah belah itu diancam dengan adzab yang pedih , Sebagaimana yang
disebutkan dalam dua ayat dibawah ini. Ayat perintah berdakwah dan ayat
larangan berpecah belah itu berurutan dan bergandengan , yaitu sbb :
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ
اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
وَلَا تَكُوْنُوْا
كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ
ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang
jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat [ QS. Ali
Imran : 104-105 ]
Al-Imam asy-Syafi’i , Muhammad bin Idris berkata
kepada Abu Musa :
يَا أَبَا مُوْسَى،
أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara
(bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” . [ Baca :
Siyar al-A’lam an-Nubalaa 10/16].
Al-Imam Yahya bin Ma’iin ( wafat 158 H ) berkata :
"مَا رَأَيْتُ
عَلَى رَجُلٍ قَطُّ خَطَأً إِلَاّ سَتَرْتُهُ وَأَحْبَبْتُ أَنْ أُزَيِّنَ أَمْرَهُ،
وَمَا اسْتَقْبَلْتُ رَجُلاً فِي وَجْهِهِ بِأَمْرٍ يَكْرَهُهُ، وَلَكِنْ أُبَيِّنُ
لَهُ خَطَأَهُ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ، فَإِنْ قَبِلَ ذَاكَ وَإِلَاّ تَرَكْتُهُ".
“Tidaklah aku lihat kesalahan seseorang (saudara
se-Islam), kecuali aku menutupinya, aku
senang untuk memperindah urusan dirinya.
Tidaklah aku menjumpai seseorang dengan hal yang
dia benci di hadapannya, kecuali aku jelaskan kesalahannya (secara
sembunyi-sembunyi), hanya antara aku dan dia saja [yang tahu] .
Jika dia menerima penjelasanku (maka itu lebih
baik), dan jika dia tidak menerima ucapanku, maka aku membiarkannya “.
(Lihat : ath-Thuyuuriyaat 4/1372 no. 1292 , Siyar
A’lamin Nubala’ 11/83 , 93 , Tarikh Baghdad 14/183)
Al-Ajurry dalam " ذكر الأغلوطات وتعقيد المسائل " berkata :
وَلَيْسَ هَذَا
طَرِيقُ مَا تَقَدَّمَ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ، مَا كَانَ يَطْلُبُ بَعْضُهُمْ غَلَطَ
بَعْضٍ، وَلَا مَرَادُهُمْ أَنْ يَخْطِئَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، بَلْ كَانُوا عُلَمَاءً
عَقَلَاءَ يَتَكَلَّمُونَ فِي الْعِلْمِ مُنَاصَحَةً وَقَدْ نَفَعَهُمُ اللَّهُ بِالْعِلْمِ.
[Mencari-cari Kesalahan Orang dalam berpendapat ]
, Ini bukanlah cara yang dilakukan oleh para salafus shaleh, tidak ada sebagian
dari mereka yang suka mencari-cari kesalahan satu sama lain, dan tujuan mereka
bukanlah untuk saling menyalahkan satu sama lain . Sebaliknya, mereka adalah
para ulama yang berakal sehat , mereka jika berbicara berdasarkan ilmu dengan
tujuan untuk saling bernasihat dan dinasihati . Dan Allah swt telah menjadikan
ilmu mereka bermanfaat “. [ Baca : Aklaaqul 'Ulamaa hal. 87].
Imam Abdullah bin Al-Mubarak [W. 181 H]-
rahimahullah – berkata:
"كَانَ الرَّجُلُ
إِذَا رَأَى مِنْ أَخِيهِ مَا يَكْرَهُ، أَمَرَهُ فِي سِتْرٍ، وَنَهَاهُ فِي سِتْرٍ،
فَيُؤْجَرُ فِي سِتْرِهِ، وَيُؤْجَرُ فِي نَهْيِهِ، فَأَمَّا الْيَوْمُ فَإِذَا رَأَى
أَحَدٌ مِنْ أَحَدٍ مَا يَكْرَهُ اسْتَغْضَبَ أَخَاهُ، وَهَتَكَ سِتْرَهُ".
“ Dulu jika seseorang melihat
sesuatu dari saudaranya yang tidak disukainya, maka dia memerintahkannya dengan
cara tertutup [tidak terbuka], dan mencegahnya dengan cara tertutup , maka dia
akan diberi pahala karena menutupinya. , dan dia akan diberi pahala karena
mencegahnya .
Adapun sekarang , jika seseorang melihat dari
saudaranya sesuatu yang dia benci ; maka dia melakukan sesuatu yang membuat
saudaranya menjadi marah dan merobek penutup aibnya”.
[ Baca : Raudhatul 'Uqolaa wa Nuzhatul Fudholaa
karya Abu Hatim ad-Daarimi hal. 197 dan Fashlul Khithob fi Az-Zuhd oleh
Muhammad 'Uwaidhoh 10/231]
=====
PEMECAH BELAH UMAT KELAK MENDAPAT ADZAB PEDIH & WAJAHNYA MENGHITAM . MEREKA ADALAH ANJING-ANJING NERAKA JAHANNAM
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas , yaitu :
Pertama : dakwah dan amar ma’ruf Nahyi munkar
adalah fardhu kifayah .
Kedua : menjaga persatuan umat adalah fardhu ‘ain
.
Ketiga : Bagi pemacah belah umat kelak akan
mendapat adzab yang pedih dan wajahnya menghitam.
Dalilnya adalah 3 ayat yang berurutan dalam surat
Ali Imran 104,105 & 106 , yaitu :
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ
اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung [ QS. Ali Imran
: 104 ].
وَلَا تَكُوْنُوْا
كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ
ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang
jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat [ QS. Ali
Imran : 105 ]
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ
وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ
بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
“ Pada hari yang di waktu itu
ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa
kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmu itu"”. [ QS. Ali Imran : 106 ]
PERTANYAAN :
Siapakah yang dimaksud dengan pemecah belah umat yang
mendapat adzab pedih dan wajahnya menghitam ? Yang tentunya penyebab utamanya
adalah manhaj para da’inya.
JAWABAN :
Jawabannya adalah orang yang terpapar manhaj Kahwarij
, yaitu kelompok yang memiliki semangat beribadah yang luar biasa , sesuai
sunnah , akan tetapi mereka sombong, merasa suci dan pemecah belah umat.
Semangat ibadah mereka sangat luar biasa, mengalahkan
semangat ibadah para sahabat nabi ﷺ bahkan ibadah para sahabat tidak ada apa-apanya
dibanding dengan ibadah mereka, namun mereka terfitnah dan merasa takjub dengan
ibadahnya dan manhajnya , sehingga merasa dirinya sangat exclusive dalam kehidupannya,
bernampilan syuhroh, berbeda dengan yang lain, terkesan memamerkan dirinya sebagai
orang shaleh, merasa istimewa dan suci , sehingga mengharuskan dirinya memisahkan
diri dari jemaah kaum muslimin yang dianggap najis dan sesat , serta beranggapan
berdosa mendekati kaum muslimin yang bukan golongannya .
Ibnu Katsir ketika
menafsiri ayat-ayat diatas berkata :
وَقَدْ قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ عِنْدَ تَفْسِيرِ
هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ رَبِيع -وَهُوَ
ابْنُ صَبِيح -وحَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ قَالَ: رَأَى أَبُو أُمَامَةَ
رُءُوسًا مَنْصُوبَةً عَلَى دَرَج دِمَشْقَ، فَقَالَ أَبُو أُمَامَةَ: كِلَابُ النَّارِ،
شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ، ثُمَّ قَرَأَ:
{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ. قُلْتُ لِأَبِي
أُمَامَةَ: أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ؟ قَالَ: لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ
إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا -حَتَّى عَدّ سَبْعًا-مَا
حَدّثتكموه.
ثُمَّ قَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ: وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ
مِنْ حَدِيثِ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي غَالِبٍ، وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ
فِي مُسْنَدِهِ، عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، بِنَحْوِهِ .
Abu Isa At-Turmuzi ketika menafsiri
ayat ini mengatakan :
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada karni
Waki', dari Ar-Rabi' ibnu Sabih dan Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib yang
menceritakan :
“Bahwa
Abu Umamah melihat banyak kepala [kaum kahwarij
yang terbunuh] dipancangkan di atas tangga masuk masjid
Dimasyq. Maka Abu Umamah mengatakan :
"Anjing-anjing neraka adalah
seburuk-buruk orang-orang yang terbunuh di kolong langit ini; sebaik-baik
orang-orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuhnya."
Kemudian Abu Umamah membacakan
firman-Nya:
“ Pada
hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka
yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106), hingga akhir ayat”.
Kemudian aku bertanya kepada Abu Umamah : "Apakah engkau mendengarnya dari
Rasulullah ﷺ?"
Abu Umamah menjawab : "Seandainya aku bukan mendengarnya
melainkan hanya sekali atau dua kali atau tiga kali atau empat kali dan bahkan
sampai tujuh kali, niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kalian."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan. [Baca : Tafsir Ibnu
katsri 2/92].
TAKHRIJ HADITS :
HR. Imam
Ahmad (no. 22109, 22083, 22051 dan 22262) dan At-Tirmidzi (no. 3000)
Abu Iisa at-Tirmidzi berkata :
هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ وَأَبُو غَالِبٍ اسْمُهُ حَزَوَّرٌ وَأَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ
اسْمُهُ صُدَيُّ بْنُ عَجْلَانَ وَهُوَ سَيِّدُ بَاهِلَةَ
"Ini adalah hadits hasan , nama Abu
Ghalib adalah Hazur, dan nama Abu Umamah al-Bahili adalah Suday ibn 'Ajlan, dan
dia adalah tokoh Bahilah".
Dan al-Haitsami merujuknya kepada
ath-Thabarani, beliau berkata: "Para perawinya adalah tsiqaat
(terpercaya)" (Majma' al-Zawaid 6/234). Hal ini juga disebutkan oleh
al-Hakim yang mensahihkannya dan disetujui oleh al-Dzahabi (al-Mustadrak
2/149-150). Ibnu Katsir juga meriwayatkannya dan berkata: "Hadits ini,
bagian-bagian terkecilnya adalah mawquuf dari perkataan seorang sahabat"
(Tafsir Ibnu Katsir 1/346).
Hadits ini dihukumi HASAN SHAHIH oleh Syeikh
al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 3000. Dan di Hasankan oleh Syeikh
Muqbil al-Waadi'i dalam Ash-Shahih al-Musnad 1/408 no. 482 .
Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak (no.
2654), dengan sanadnya dari Syaddad bin Abdullah Abu Ammar, dia berkata:
شَهِدْتُ
أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى رَأْسِ
الْحَرُورِيَّةِ عِنْدَ بَابِ دِمَشْقَ وَهُوَ يَقُولُ: «كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ
- قَالَهَا ثَلَاثًا - خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ» ، وَدَمَعَتْ عَيْنَاهُ، فَقَالَ
لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا أُمَامَةَ، أَرَأَيْتَ قَوْلَكَ هَؤُلَاءِ كِلَابُ النَّارِ
أَشَيْءٌ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، أَوْ مِنْ رَأْيِكَ؟ قَالَ: إِنِّي
إِذًا لَجَرِيءٌ لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَّا مَرَّةً أَوْ
مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا وَعَدَّ سَبْعَ مَرَّاتٍ مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ قَالَ لَهُ
رَجُلٌ: إِنِّي رَأَيْتُكَ قَدْ دَمَعَتْ عَيْنَاكَ، قَالَ: إِنَّهُمْ لَمَّا كَانُوا
مُؤْمِنِينَ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ، ثُمَّ قَرَأَ: {وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ
تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ} [آل عمران:
105] الْآيَةُ فَهِيَ لَهُمْ مَرَّتَيْنِ
"Saya menyaksikan Abu Umamah
al-Bahili, dan dia berdiri di depan kepala al-Haruriyyah (Khawarij yang
terbunuh) di pintu gerbang Damaskus. Dia berkata :
'Mereka adalah anjing-anjing neraka,' ia
mengulanginya tiga kali. Mata Abu Umamah berlinang air mata ketika
mengucapkannya.
Seorang pria bertanya kepadanya : 'Wahai Abu
Umamah, apakah ucapanmu ini, ( bahwa mereka adalah anjing-anjing neraka),
didengar dari Rasulullah ﷺ
atau berdasarkan pendapatmu sendiri?'
Abu Umamah menjawab : 'Jika benar demikian
berarti aku ini telah bersikap sembarangan. Sungguh, sekiranya aku tidak
mendengarnya dari Rasulullah ﷺ,
kecuali hanya satu atau dua kali, bahkan hanya tujuh kali , maka sungguh aku
tidak akan menyampaikannya kepada kalian [akan tetapi aku telah mendengarnya
lebih dari tujuh kali].'"
Adz-Dzahabi berkata : " Shahih sesuai syarat Shahih Muslim " . [at-Talkhish 2/163. No.
2654].
Diriwayatkan oleh Ibn Majah (no. 173) dan
Ahmad (no. 19130) dari Ibnu Abi Awfa. Beliau berkata, "Rasulullah ﷺ
bersabda:
(
الْخَوَارِجُ كِلَابُ النَّارِ )
'Khawarij itu anjing-anjing neraka.' "
[ Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam
Mustadrak (2654) dan (2655), Imam Ahmad (22051), (22083) dan (22109) dan
Al-Bushairi dalam “Al-Zawa'id” (3448/2) dan (3448/6)].
Hadits ini dinyatakan sahih oleh Al-Albani
dalam "Sahih Ibnu Majah".
Awal dosa kaum
berfaham khawarij dimulai dari rasa sombong, takabur dan merasa suci . Mereka
merasa takjub terhadap dirinya, semangat ibadahnya dan manhajnya . Maka mereka
mengklaim seluruh kaum muslimin yang bukan golongannya dan tidak berada diatas
manhajnya adalah ahli neraka . Dan menurut keyakinan mereka bahwa duduk-duduk
dan berkumpul dengan selain golongannya adalah perbuatan dosa dan haram, bahkan
dosanya jauh lebih besar dari pada zina, meminum khamr , membunuh dan lainnya.
Akan tetapi membolehkan duduk-duduk dengan orang kafir ; karena orang kafir itu
sangat jelas akan kekufurannya dan tidak ada syubhat bahwa mereka bukan kaum
muslimin .
Maka mereka pun
mewajibkan hukum hajer dan dan tahdzir yang dikemas dengan dalil amar makruf
nahyi munkar dan tashfiaytush shufuuf [memurnikan barisan].
Dan itulah
sebenarnya yang memotivasi mereka untuk bersemangat ibadah . Dan dosa itulah
yang meluluh lantakan pahala seluruh amal ibadah mereka .
Ketika mereka
keluar dari jemaah kaum muslimin karena merendahkan yang lain, menghina,
mencela dan lainnya yang berdampak pada perpecahan, permusuhan dan kebencian ;
maka saat itu pula mereka telah terpapar virus Khawarij .
Dosa berikutnya
adalah memecah belah umat dikemas dengan dalil al-Qur’an dan Sunnah berdasarkan
pemahaman mereka sendiri . Seakan-akan memecah belah umat ini adalah perintah
dari Allah dan Rasul-Nya . Bahkan mereka ini senantiasa menggunakan dalil yang
sebenarnya ditujukan kepada orang-orang kafir dan musyrik, akan tetapi oleh
mereka diarahkan kepada kaum muslimin yang berbeda pendapat dengan golongannya
. Ini adalah kedustaan yang amat dahsyat mengatas namakan al-Quran dan Sunnah .
=====
HIKMAH PERBEDAAN PENDAPAT DALAM CABANG-CABANG MASALAH AGAMA
Ada riwayat dari Umar bin Abdul Aziz rahimahullah [wafat : 101 H] bahwa
dia pernah mengatakan:
" مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ
مُحَمَّدٍ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمْ يَخْتَلِفُوا ؛ لِأَنَّهُمْ
لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ".
"Tidaklah membuat hatiku senang jika para sahabat Muhammad ﷺ tidak pernah berbeda pendapat [tapi mereka
tidak berpecah belah]. Karena jika mereka tidak pernah berbeda pendapat, maka
tidak akan pernah ada rukhshoh [kelonggaran dalam berijtihad. Namun demikian
mereka tetap tidak berpecah belah]. " .
Riwayat ini juga diceritakan oleh beberapa salaf dengan makna yang
sama.
Lihatlah kitab "Kashf al-Khafaa" (Thaha), serta lihat juga
"Al-Maqasid al-Hasanah" dan "Al-Jami' al-Saghir" beserta
penjelasannya, dan masih banyak lagi.
Juga perhatikan perkataan Imam al-Khatib – semoga Allah merahmatinya –
dalam "A'lam al-Hadits" (1:219-221).
Hikmah perbedaan
pendapat dalam cabang-cabang masalah agama:
Yang tampak bagi kami adalah bahwa perbedaan
semacam ini, seperti yang dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, serupa
dengan perbedaan dalam bacaan ayat-ayat Al-Qur'an, semuanya diperbolehkan.
Meskipun ada sekelompok orang memilih sebagian , namun tidak memilih sebagian
yang lain . Perbedaan tersebut bermanfaat dan tidak membahayakan.
Sebagaimana Rasulullah ﷺ memerintahkan setiap pembaca Al-Qur'an untuk membacanya
sebagaimana yang mereka ketahui . Dan beliau ﷺ memperingatkan mereka semua agar tidak jatuh ke dalam jurang
perselisihan yang akan menyebabkan mereka binasa seperti orang-orang terdahulu
sebelum mereka.
Dari Ibnu Mas’ud ra. Ia berkata:
" سَمِعْتُ رَجُلًا قَرَأَ آيَةً،
وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ خِلَافَهَا، فَجِئْتُ
بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ، فَعَرَفْتُ
فِي وَجْهِهِ الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا
تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا» ".
“Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat, dan saya mendengar
Nabi ﷺ membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa
orang itu kepada Nabi ﷺ dan memberitahukan kepadanya.
Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi ﷺ dan beliau bersabda: “Kalian berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan
janganlah kalian berselisih, karena
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
selalu berselisih sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476]
Seperti itulah keadaan para sahabat di masa Nabi ﷺ masih hidup, celah-celah yang bisa menimbulkan perselisihan
ditutup, dan apabila terjadi perselisihan segera diselesaikan sehingga tidak
menjadi besar.
Syeikh Thoha Mohammad as-Saakit dalam artikel [مثل من اختلاف الصحابة]
berkata :
وَمِنَ الْحُمْقِ
وَالْخِفَّةِ أَنْ تُفَرَّقَ الْكَلِمَةُ وَيَشْتَدَّ الْخِصَامُ فِي جُزْئِيَاتٍ يَسِيرَةٍ،
جَعَلَ اللَّهُ التَّوْسِعَةَ فِيهَا يُسْرًا فِي الدِّينِ وَرَحْمَةً لِلْمُسْلِمِينَ.
وَلَوْ أَنْ هَذِهِ
الْأُمَّةَ حُمِلَتْ عَلَى طَرِيقَةٍ وَاحِدَةٍ فِي فُرُوعِ الدِّينِ وَلُطَائِفِهِ،
لَحَرِجَ صَدْرُهَا، وَضَاقَ ذَرْعُهَا، وَلَذَّاقَتْ عَذَابَ الْإِصْرِ الَّذِي حَمَلَهُ
اللَّهُ عَلَى الْأُمَمِ الَّتِي قَبْلَهَا، وَلَوْ أَنَّهُمْ حُمِلُوا فِي أُصُولِ
الدِّينِ وَقَوَاعِدِهِ عَلَى طَرَائِقَ شَتَّى، لَكَانَ الْبَلَاءُ أَعْظَمَ، وَالْمُصَابُ
أَعْمَى، فَسُبْحَانَ مَنْ جَلَّتْ حِكْمَتُهُ، وَوَسَعَتْ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَتُهُ!
Dan termasuk hal yang bodoh dan dungu adalah
memecah belah umat dan memperuncing perselisihan dalam hal-hal yang kecil.
Padahal Allah telah menjadikan keluasan dalam perbedaan pendapat tersebut
sebagai kemudahan dalam agama dan sebagai rahmat bagi umat Islam .
Andai saja umat ini diwajibkan mengikuti satu cara
dalam cabang-cabang agama dan detailnya, sungguh dada umat ini akan merasa
sempit, dan lengannya akan menjadi pendek, dan mereka akan merasakan azab beban
yang pernah Allah timpakan pada umat-umat terdahulu sebelum mereka.
Dan andai saja Ushuluddin [pokok-pokok agama] dan
kaidah-kaidahnya diwajibkan atas mereka dalam berbagai macam hal apa saja ,
maka bencana akan semakin menjadi lebih besar dan dampaknya akan lebih
luas".
Maha suci Allah yang hikmah-Nya nampak Agung dan
rahmat-Nya meliputi segala sesuatu!
=====
MACAM DAN JENIS TINGKATAN MASALAH YANG DIPERSELISIHKAN
Perbedaan pendapat itu bisa terjadi dalam berbagai
macam hal, jenis dan tingkatan masalah.
Meskipun kita tidak bisa mengingkari akan adanya
perbedaan pendapat antar para ulama dalam banyak hal dalam masalah agama ini,
namun kita juga harus melihat-lihat dan memilah-milah macam dan jenis masalah
yang diperselisihkan. Tidak semua macam dan jenis yang perselisihkan bisa kita toleransi
, melainkan kita harus memberikan batasan dan klasifikasi . Yaitu sbb :
PERTAMA : Perbedaan pendapat dalam masalah pokok
dan pondasi agama :
Yaitu : Perbedaan dalam prinsip dasar dan pokok
agama, seperti iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kiamat, maka dalam hal ini tidak boleh dipersesihkan
. Bagi yang mengingkarinya adalah sebuah kekufuran dan balasan nya adalah neraka.
KEDUA : Perbedaan pendapat yang bukan pokok dan
pondasi agama :
Perbedaan pendapat dalam hal-hal yang merupakan
cabang-cabangnya, contohny sbb :
Tentang Nabi Muhammad ﷺ melihat Allah Azza wa Jalla pada malam Isra' dan Mi'raj, ini
adalah perbedaan yang telah terjadi pada masa sahabat . Ibnu Abbas
menetapkannya, sedangkan Ummul Mukminin Aisyah (ra) menolaknya.
Contoh lainnya adalah : tentang mayit disiksa
karena tangisan keluarganya . Maka Ummul Mukminin Aisyah (ra) menolak keyakinan
bahwa orang yang meninggal disiksa dengan tangisan keluarganya atasnya. Hal ini
ditegaskan oleh sahabat-sahabat lainnya. Lihatlah perkataan Syekh Imam Ibnu
Taimiyah dalam "Majmu' al-Fatawa" 12:492 dan 20:33.
Perbedaan pendapat dalam pokok-pokok agama dan
hukum-hukumnya, yang memiliki dalil yang jelas dan bukti yang nyata, maka yang
menyelisihinya itu adalah kesesatan dan kesalahan. Perbedaan dalam hal ini akan
memecah belah kesatuan kaum mukminin, seperti perbedaan pendapat yang muncul
dari sekte al-Qadariyah, al-Khawarij, dan ar-Rafidhah, serta sekte-sekte Islam
lainnya yang dengan perbedaannya ini menyebabkan mereka keluar dan memisahkan
diri dari manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah.
Adapun perbedaan pendapat dalam cabang-cabang yang
dapat menampung lebih dari satu pendapat, maka itu pernah terjadi pula pada
zaman Rasulullah ﷺ dan pada zaman para sahabat, serta pada masa generasi
terbaik umat ini.
Perbedaan ini hampir tidak melebihi batas perbedaan
pendapat tentang : “ini yang baik” dan “ini yang buruk” atau “ini dibolehkan”
dan “ini dimakruhkan”. Yaitu perbedaan pendapat yang tidak menyebabkan
pertengkaran atau konflik ketika ditinjau dengan cara yang arif dan bijak .
Syeikh Thoha Mohammad as-Sakit dalam artikel [مثل من اختلاف الصحابة]
berkata :
وَقَدْ أَجْمَعَ
سَلَفُ الْأُمَّةِ وَخَلَفُهَا عَلَى أَنَّهُ لَا يُعَابُ مَنْ تَرَكَ الْمَنْدُوبَ
إِلَى الْمُبَاحِ، كَمَا أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لَا يُعَابُ الْمُجْتَهِدُ إِذَا
أَخْطَأَ فِي الِاجْتِهَادِ، فَكَيْفَ تُشَقُّ عَصَا الطَّاعَةِ، وَتُمَزَّقُ وَحْدَةُ
الْجَمَاعَةِ فِي هَذِهِ الْمَسَائِلِ الْهِينَاتِ؟!
Para Salaf [pendahulu umat ini] dan khalaf [yang
hidup sesudahnya], sepakat dengan ijma' bahwa tidak ada celaan bagi seseorang
yang meninggalkan sesuatu yang sunnah beralih menuju yang mubah. Demikian pula,
mereka sepakat dengan ijma' bahwa seorang mujtahid tidak dicela jika dia
melakukan kesalahan dalam ijtihadnya.
Jadi, bagaimana mungkin tongkat ketaatan
dipatahkan , dan persatuan kaum mukminin dirobek hanya karena masalah-masalah
yang sepele ini?". [Selesai]
Dalam kesempatan ini penulis [Kang Fakhry] sengaja
tidak memberikan contoh-contoh, karena contoh-contoh tersebut sudah banyak dan
telah dikenal dalam kitab-kitab para ulama. Lihatlah di kitab-kitab berikut ini
: "I'lam al-Muwaqqi'in" dan "Hujjatullah al-Balighah" dan
"Risalah Ibnu Taimiyah fi Ijtihad Ash-Shahabah wal-Tabi'in".
Pemilik kitab "Al-Mizan" , Syekh Abdul
Wahhab bin Ahmad Al-Sha'ranī (w. 973 H) dalam penjelasan yang panjang menyimpulkan :
لا خِلافَ في الشريعةِ
الغَراءِ ألبَتَّة؛ وَإِنَّما هِيَ مُرَاتَبٌ تَرْجِعُ في جُمْلَتِهَا إِلَى الرُخْصَةِ
وَالْعَزِيمَةِ، وَالتَّخْفِيفِ وَالتَّشْدِيدِ، وَأَنَّ الْمُخَاطَبَ بِالْأُولَى
هُمَ الضُّعَفَاءُ وَالْعَاجِزُونَ، وَالْمُخَاطَبَ بِالثَّانِيَةِ هُمَ الْأَقْوِيَاءُ
وَالْقَادِرُونَ؛ وَلَكِنَّ النَّاسَ لَيْسُوا بِمَنْزِلَةِ سَوَاءٍ.
Bahwa tidak ada sama sekali perbedaan dalam
syariat yang lurus ini , kecuali hanya pada tingkatan-tingkatan tertentu yang
secara global dikembalikan pada ruang lingkup rukhshoh [kelonggaran] dan
'Azimah [ketegasan] serta takhfiif [keringanan] dan Tasydiid [tekanan].
Dan bahwa khithob yang pertama [rukhshoh dan
takhfiif] ditujukan pada orang yang lebih lemah dan tidak mampu, sedangkan
khithob yang kedua ['azimah dan tasydiid] di tujukan pada yang lebih kuat dan
mampu. Namun, manusia tidak berada pada posisi dan tingkatan yang sama."
Demikianlah penjelasan yang diberikan oleh Syekh
Abdul Wahhab bin Ahmad Al-Sha'ranī dalam bagian awal kitab "Al-Mizan al-Kubra", cetakan dari Dār al-Kutub
al-'Ilmiyyah tahun 1279 H.
TANGAN ALLAH BERSAMA MAYORITAS KAUM MUSLIMIN :
Dari Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي - أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ
ﷺ - عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ."
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengumpulkan umatku - atau Dia berkata: umat Muhammad ﷺ dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama
dengan jama'ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam
neraka."
[HR. al-Tirmidzi (2167) dengan lafazh dari beliau,
dan al-Hakim (397), serta Abu Nu'aim dalam 'Hilyat al-Awliya' (3/37) dengan
sedikit perbedaan."
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar bahwa
Nabi ﷺ bersabda :
"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ أبدًا، وقال:
يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ
في النَّارِ."
"Allah
tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh
karena itu, ikutilah As-Sawadul A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena sesungguhnya barangsiapa yang
menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka.'"
"Diriwayatkan
oleh al-Ṭabarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim
(391) dengan lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat'
(701)."
Di shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no.
70 dan shahih Tirmidzi (2167) tanpa lafadz “مَن شذَّ”.
Mayoritas para ulama Ahli Hadits dan ulama lainnya
sepakat bahwa hadits :
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ
Derajatnya adalah HASAN , dikarenakan banyak nya
jalur sanad dan juga banyaknya syahid penguat . Sebagaimana yang ditetapkan
oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/384 , al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish
al-Habiir 3/298-299 dan al-Albaani dalam as-Silsilah ash-Shahihah 3/319-320 no.
1331.
Dalam
riwayat lain : dari Anas bin
Malik (ra) :
إِنَّ
أُمَّتِي لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الاخْتِلافَ فَعَلَيْكُمْ
بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ يعني الْحَقِّ وأَهْلِهِ
“Sesungguhnya
umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat
perselisihan, berpeganglah pada as sawaadul a’zham yaitu al haq dan
ahlul haq” .
(HR.
Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana dikatakan oleh
Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)
Dari Anas bin Malik Rasulullah ﷺ:
إِنَّ
اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ مِنْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ.
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala telah melindungi ummatku dari berkumpul (bersepakat) di atas
kesesatan.
[HR. adh-Dhiyaa' dalam 'Al-Ahadits al-Mukhtarrah' (2559), dan oleh Ibnu Majah
(3950), serta oleh Abd bin Humaid (1218) secara panjang lebar dengan redaksi
yang serupa".
Di hasankan oleh al-Albaani dalam Takhriij Kitab
as-Sunnah no. 83.
Dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah (1/41 no. 82), meriwayatkan dari Sahabat Ka’ab bin ‘Ashim al-‘Asy’ari
Radhiyallahu anhu.
Hadits ini dianyatakan hasan oleh syeikh
al-Albaani dalam Silsilatul
Ahaadiits ash-Shahihah no. 1331 setelah dikumpulkan dan
digabungkan semua jalur sanadnya
Dan diriwayatkan pula dengan sanad yang shahih
dari Ibnu Mas’ud secara mawquuf.
Makna As-Sawadul A’dzam :
Dari Ibnu Abbaas (ra) , bahwa Nabi ﷺ
bersabda :
عُرِضَتْ
عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ،
وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ
أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَوْمُهُ، وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ
عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ، فَإِذَا سَوَادٌ
عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ
“Diperlihatkan
kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang memiliki
pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua
orang. Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut.
Lalu
diperlihatkan kepadaku Sawaadun A’dzim [sekelompok hitam yang sangat besar], aku mengira itu adalah umatku. Lalu
dikatakan kepadaku, ‘itulah Nabi Musa Shallallhu’alaihi Wasallam dan kaumnya’.
Dikatakan
kepadaku, ‘Lihatlah ke arah ufuk’. Aku melihat sekelompok hitam yang
sangat besar.
Dikatakan
lagi, ‘Lihat juga ke arah ufuk yang lain’. Aku melihat sekelompok hitam
yang sangat besar. Dikatakan kepadaku, ‘Inilah umatmu dan diantara mereka ada
70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab’.” (HR. Bukhari 5705,
5752, Muslim, 220)
As-sawad artinya sesuatu yang berwarna hitam,
dalam bentuk plural. Al-A’dzam artinya besar, agung, banyak.
Sehingga as-sawaadul a’dzom secara bahasa artinya sesuatu yang
berwarna hitam dalam jumlah yang sangat banyak. Menggambarkan orang-orang yang
sangat banyak karena rambut mereka umumnya hitam.
Dalam
terminologi syar’i, kita telah dapati bahwa as sawaadul a’dzom itu semakna dengan Al Jama’ah.
Sebagaimana
penjelasan Ath-Thabari di atas :
“…Dan
makna Al Jama’ah adalah as sawadul a’zham. Kemudian Ath Thabari berdalil
dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada
orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud
menjawab: hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah karena Allah tidak akan
membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan.. ” (Fathul Baari 13/37)
IMAM NASA’I MENULISKAN BAB DALAM SUNAN-NYA :
٦ - بَابُ قَتۡلِ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ
6.
Bab : hukum bunuh bagi siapa saja yang memecah belah jemaah kaum muslimin
Lalu Nasa’i menyebutkan hadits nomor 4020, 4021, dan 4022 dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i .
Hadits no. 4020. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i. Beliau
berkata:
رَأَيۡتُ
النَّبِيَّ ﷺ عَلَى الۡمِنۡبَرِ، يَخۡطُبُ النَّاسَ، فَقَالَ: (إِنَّهُ سَيَكُونُ
بَعۡدِي هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ، فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ – أَوۡ:
يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ -؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ
فَاقۡتُلُوهُ؛ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الۡجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّ الشَّيۡطَانَ مَعَ
مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ يَرۡكُضُ)
Aku
melihat Nabi ﷺ di mimbar berkhotbah kepada
orang-orang. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya
akan terjadi sepeninggalku berbagai kerusakan, maka siapa saja yang kalian
lihat dia memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin - atau dia ingin memecah belah urusan umat
Muhammad ﷺ - siapa pun dia, maka bunuhlah dia ( yakni
: di
bawah komando pemerintah).
Sesungguhnya
tangan Allah di atas al-jama’ah (kaum muslimin yang bersatu di atas
kebenaran) .
Dan sesungguhnya setan berlari bersama siapa saja yang memisahkan diri
dari al-jama’ah.”
[Sahih
sanadnya. Diriwayatkan pula oleh Muslim secara ringkas no.
1852 . Dishahihkan oleh as-Suyuuthi dalam al-Jaami’ ash-Shoghiir no. 4656 dan oleh
syeikh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 3621 dan dalam Ishlaahus Saajid
no. 61]
Hadits no. 4021. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih. Beliau berkata:
Nabi ﷺ bersabda :
(إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، -
وَرَفَعَ يَدَيۡهِ -؛ فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ
مُحَمَّدٍ ﷺ - وَهُمۡ جَمِيعٌ – فَاقۡتُلُوهُ؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ مِنَ
النَّاسِ).
“Sesungguhnya
sepeninggalku akan terjadi kerusakan, kerusakan, dan kerusakan—beliau
mengangkat kedua tangannya—maka siapa saja yang kalian melihatnya ingin memecah
belah urusan umat Muhammad ﷺ - padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas
kebenaran) - maka bunuhlah dia (Yakni : di bawah komando pemerintah. Pen), siapa pun orang itu.
[Sahih
sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
Hadits no. 4022. [Sahih] Dengan sanadnya dari ‘Arfajah. Beliau berkata: Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda :
(سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ؛ فَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ
يُفَرِّقَ أَمۡرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ وَهُمۡ جَمۡعٌ؛ فَاضۡرِبُوهُ بِالسَّيۡفِ).
“Sepeninggalku
akan terjadi kerusakan dan kerusakan. Siapa saja yang ingin memecah belah
urusan umat Muhammad ﷺ padahal mereka dalam keadaan bersatu
(di atas kebenaran), maka tebaslah dia dengan pedang (di bawah komando
penguasa).”
[Sahih
sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
JIKA INGIN DI TENGAH SYURGA YANG LAPANG ,
BERGABUNGLAH DENGAN JEMAAH KAUM MUSLIMIN :
Dari
Ibnu 'Umar (ra) dia
berkata;
Suatu ketika Umar (ra) menyampaikan
pidato kepada kami di Jabiyyah. [Umar] berkata, "Wahai sekalian manusia,
aku berdiri di tengah-tengah kalian sebagaimana posisi Rasulullah ﷺ
yang ketika itu juga berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda:
أُوصِيكُمْ
بِأَصْحَابِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلَا يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ
الشَّاهِدُ وَلَا يُسْتَشْهَدُ أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا
كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ
وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ
أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ
'Aku berwasiat kepada kalian dengan (melalui)
para sahabat-sahabatku kemudian orang-orang setelah mereka dan orang-orang yang
datang lagi setelah mereka ..... Hendaklah kalian selalu bersama Al Jama'ah.
Dan janganlah kalian berpecah belah, karena setan itu selalu bersama dengan
orang yang sendirian, sedangkan terhadap dua orang, ia lebih jauh. Barangsiapa
yang menginginkan Buhbuhata Al Jannah [ditengah-tengah syurga],
maka hendaklah ia komitmen untuk tetap bersama Al
Jama'ah. "
[HR. Tirmidzi
no. 2165 , Ahmad no. 114, al-Haakim 1/114 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/42
no. 87. Di shahihkan al-Albaani dalam shahih Tirmidzi’ dan as-Sunnah karya Ibnu
Abi ‘Ashim].
Abu Isa berkata;
“Ini
adalah hadits hasan shahih gharib bila ditinjau dari jalur ini. Dan hadits ini
telah diriwayatkan pula oleh [Ibnul Mubarak] dari [Muhammad bin Suqah]. Dan
telah diriwayatkan pula lebih dari satu jalur dari Umar dari Nabi ﷺ”.
Dari Fadhalah
bin Ubaid (ra) , dia menuturkan
bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda,
ثَلاثةٌ لا
تَسألْ عنهُم: رَجُلٌ فارَقَ الجَماعةَ، وعَصى إمامَه، وماتَ عاصيًا، وأمَةٌ أو
عَبدٌ أبِقَ فماتَ، وامْرأةٌ غابَ عنها زَوجُها، قد كَفاها مُؤْنةَ الدُّنيا
فتَبَرَّجَتْ بَعدَه، فلا تَسألْ عنهُم
وَثَلَاثَةٌ لَا
تَسْأَلْ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللهَ رِدَاءَهُ، فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ
وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ
اللهِ".
“Ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan
tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :
** Orang
yang meninggalkan jamaah [kaum muslimin] dan tidak taat pada
pemimpinnya dan mati
dalam keadaan masih tidak taat
[pada pemimpinnya] .
** Budak
wanita atau lelaki yang melarikan diri lalu mati.
** Dan
wanita yang ditinggal pergi suaminya, dia
telah dicukupi kebutuhan duniawinya lalu dia bersolek
sepeninggal suaminya.
Maka janganlah kau
tanyakan
tentang mereka ini ! ."
Dan ada
tiga golongan, jangan engkau tanyakan
tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :
*** Orang
yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan
dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan);
*** Orang
yang meragukan perintah Allah.
*** Dan orang
yang berputas asa
dalam mengharapkan
rahmat Allah”.
(HR. Ahmad no. 23943, Al-Bazzar dalam "Musnad"-nya (3749),
Ibnu Hibban (4559), At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/788-789), dan
Al-Hakim (1/119, 206).
Hakim mengatakan, "Sesuai syarat
keduanya (Bukhari-Muslim), dan saya tidak mengetahui adanya cacat”, Adz
Dzahabiy membenarkannya).
Di shahihkan
oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 39/368 no. 23943.
Hadits
tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad"
(590), Ibnu Abi 'Asim dalam "As-Sunnah" (89), (900), dan (1060),
serta At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/790).
Di
dalam Al-Adabul Mufrad disebutkan, "Lalu ia berhias dan pergi." Dalam
riwayat Ibnu Hibban disebutkan, "Lalu ia mengkhianati suaminya
(selingkuh)," sebagai ganti, "Lalu ia berhias." (Baca : Al-Arba'un An-Nisaiyyah, hadits ke-6)
Termasuk orang yang mudah berputus
asa dalam mengharapkan rahmat Allah adalah seorang da’i yang dalam berdakwahnya terburu-buru
menghajer orang yang didakwahinya ketika berkali-kali menemui kegagalan.
Dari Abu Hurairah (ra) dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda:
" مَن فارَقَ الجمَاعَةَ وخرَجَ من الطاعَةِ فماتَ فميتُتُهُ
جاهليةٌ ".
"Barangsiapa
memisahkan diri dari Jama'ah [kaum muslimin]
dan keluar
dari ketaatan [pada pemerintah] , lalu ia mati, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah”.
[HR. Muslim (1848), An-Nasa'i (4114), Ibnu Majah (3948),
dan Ahmad (8061) sementara lafal ini adalah miliknya].
******
LANGKAH KE ENAM : JANGAN SALING SOMBONG DENGAN
MELAKUKAN HAL-HAL SBB :
1] SALING MERENDAHKAN KAUM ATAU GOLONGAN LAIN .
2] SALING MENCELA
3] SALING MEMBERI GELAR EJEKAN
4] SALING MENUDUH FASIQ .
Dalam al-Hujurat ayat no. 11, Allah SWT berfirman
:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا
نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا
أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
“ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum pria mengolok-olok kaum pria yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)
Dan
jangan pula kaum wanita
(mengolok-olokkan) kaum wanita
lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain.
Dan
janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah
beriman.
Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.”. [QS. al-Hujurat : 11]
=======
FIQH AYAT 11 SURAT AL-HUJURAT :
Allah Swt. melarang para hambanya berlaku sombong . Yang mana sebagian
tanda-tanda kesombongon seseorang adalah sebagaimana yang disebutkan dalam ayat
diatas . Yaitu diantaranya sbb :
PERTAMA : JANGAN SOMBONG DENGAN MENGANGGAP RENDAH
& HINA ORANG LAIN.
Menghina
orang lain, yakni meremehkan dan mengolok-olokannya adalah salah satu
perbuatan yang muncul dari rasa sombong dan takabur . Dan ini juga merupakan salah satu faktor yang
membangkitkan kebenciaan, permusuhan dan perpecahan sesama kaum muslimin .
Serta meretakkan Tali persaudaraan.
Meremehkan
dan mengolok-olok orang lain adalah termasuk dalam katagori kesombongan
terhadap sesama makhluk, yakni meninggikan
dirinya dengan cara merendahkan orang lain. Hal ini muncul karena seseorang bangga
dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain.
Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain,
meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan
maupun perkataan. Rasulullah ﷺ bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ
يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menganggap hina saudaranya yang muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill
Abrar, hal 195).
Hakekat Kesombongan adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi SAW, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي
قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ
يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ
الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan menganggap rendah orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
An-Nawawi rahimahullah berkata : “Hadist ini berisi larangan dari sifat
sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta
menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, 2/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)
Dalam riwayat lain :
Dari
[Tsauban bin Syahr Al Asy'ari] berkata; saya telah mendengar [Kuraib bin
Abrahah] dia duduk bersama Abdul Malik di atas tempat tidurnya di Dair Al
Murrah, dia menyebutkan tentang 'sombong' lalu Kuraib berkata; saya mendengar
[Abu Raihanah] berkata; saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ شَيْءٌ مِنْ الْكِبْرِ
الْجَنَّةَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَتَجَمَّلَ
بِحَبْلَانِ سَوْطِي وَشِسْعِ نَعْلِي فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ إِنَّ ذَلِكَ لَيْسَ
بِالْكِبْرِ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ إِنَّمَا
الْكِبْرُ مَنْ سَفِهَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ بِعَيْنَيْهِ
"Sedikit saja dari kesombongan tidak akan masuk surga, "
(Abu Raihanah) berkata; lalu ada seseorang yang berkata ; "Wahai Nabiyullah, saya senang
berdandan dengan dua tali cemetiku dan tali sandalku."
Lalu Nabi ﷺ bersabda: "Itu bukan termasuk
kesombongan, sesungguhnya Allah Azzawajalla Maha indah dan menyukai keindahan.
Sesungguhnya kesombongan itu siapa saja yang tidak mau tahu terhadap kebenaran
dan meremehkan manusia dengan kedua matanya."
[HR. Ahmad 28/438 no. 17206 , Ibnu Saad (7/425),
Ya'qub bin Sufyan dalam "Al-Ma'rifah wa At-Tarikh" (2/317-318), dan
At-Tabarani dalam "Ash-Shamayil" (1071)
Dan disebutkan oleh Al-Haitsami dalam "Majma'
Az-Zawaid" (5/133), dan dia berkata:
" رواه أحمد،
ورجاله ثقات، ورواه الطبراني في "الكبير" و"الأوسط".
"Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya
adalah thiqat (tepercaya), dan diriwayatkan oleh At-Tabarani dalam
"Al-Kabir" dan "Al-Ausat."
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :
وَالْمُرَادُ مِنْ
ذَلِكَ: احْتِقَارُهُمْ وَاسْتِصْغَارُهُمْ، وَهَذَا حَرَامٌ، فَإِنَّهُ قَدْ يَكُونُ
الْمُحْتَقَرُ أَعْظَمَ قَدْرًا عِنْدَ اللَّهِ وَأَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ السَّاخِرِ
مِنْهُ الْمُحْتَقِرِ لَهُ؛ وَلِهَذَا قَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ
قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ
عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ} ، فَنَصَّ عَلَى نَهْيِ الرِّجَالِ وَعَطَفَ
بِنَهْيِ النِّسَاءِ
Makna yang dimaksud ialah menghina dan meremehkan mereka. Hal ini
diharamkan karena bisa jadi
orang yang diremehkannya itu
lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih disukai oleh-Nya daripada
orang yang meremehkannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ
قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ
نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang
mengolok-olokkan) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita
lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang
mengolok-olokkan). (Al-Hujurat: 11)
Secara nas larangan ditujukan kepada kaum laki-laki, lalu diiringi
dengan larangan yang ditujukan kepada kaum wanita”. [Tafsir Ibnu Katsir 7/376 ]
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ
النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kalian aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka
semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur
(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَجُوْرٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.” (QS. Luqman:18)
Dari Abdullah bin Umar (ra) bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَهُوَيَ مُتَبَعٌ
وَإِعْجَابٌ اْلمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu
yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri”
(HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam as-shahihah no 1802)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
” أَخْوَفُ مَا أَخَافَ عَلَى أُمَّتِي
ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ كُلِّ ذِي
رَأْيٍ بِرَأْيهِ
"Di antara perkara yang sangat aku takutkan akan menimpa umatku
adalah tiga hal yang membinasakan; kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti dan ketakjuban setiap orang yang memiliki pendapat terhadap
pendapatnya".
Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam "Musnad"-nya (1/59 - Kashf
al-Astaar), Abu Nu'aim dalam "Al-Hilyah" (2/160), dan Al-Bayhaqi
dalam "Syu'ab al-Iman" (5/112) dari Anas bin Malik.
Dan dalam bab ini dari sejumlah sahabat, dan telah dikeluarkan oleh
Al-Albani dalam "As-Silsilah As-Sahihah" (1802) dan dia memberikan
status hadits ini sebagai hasan dengan pertimbangan seluruh jalur. Al-Mundziri juga telah mendahuluinya dalam
"At-Targhib wa At-Tarhib" (1/286).
Dari Abu Hurairah Rasulullah ﷺ bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ ،
تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ ، مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ ،
إِذْ خَسَفَ اللَّهُ
بِهِ ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى
يَوْمِ القِيَامَةِ
“ Seorang
lelaki yang sedang berjalan dengan pakaian mewah yang membuat dirinya kagum,
dan rambutnya tersisir rapi, tiba-tiba Allah membuat lelaki itu
tertelan oleh tanah longsor ; maka
ia pun terus menerus berteriak ketakutan sampai hari kiamat”. (HR. Al-Bukhari
no.
5789 dan Muslim no. 2088].
Dari Ibnu Umar, dia mengatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
بيْنَما رَجُلٌ يَجُرُّ إزارَهُ مِنَ
الخُيَلاءِ، خُسِفَ به، فَهو يَتَجَلْجَلُ في الأرْضِ إلى يَومِ القِيامَةِ
“Ketika seorang laki-laki memanjangkan kain bawahnya hingga terseret-seret karena sombong, tiba dia tertelan tanah longsor sambil menjerit-jerit sampai hari kiamat.”
(HR. Bukhari No. 3485. Muslim No. 2088, Ahmad No. 5340)
Seorang penyair berkata :
والعُجْبَ فَاحْذَرْهُ إِنَّ
الْعُجْبَ مُجْتَرِفٌ *** أَعْمَالَ صَاحبِهِ فِي سَيْلِهِ الْعَرِمِ
“Jauhilah
penyakit ujub [sombong], sesungguhnya
penyakit ujub akan menggeret amalan pelakunya ke dalam aliran deras arusnya”. [ Syarah
Muqoddimah Ibnu Majah karya Abu Abdillah al-Qozwiini 9/8 dan Syarah Risalah Abi
Daud Li Ahli Makkah oleh Abdul Karim al-Hudhair 3/211].
MERASA SUCI ADALAH INTI KESOMBONGAN :
Allah SWT berfirman :
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ
أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Maka janganlah kalian mengatakan bahwa diri kalian suci. Dialah yang
paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. ( QS. An-Najm : 32 )
Jangankan merasa suci , memberi nama seseorang
dengan nama yang bermakna menunjukkan kesucian saja hukumnya dilarang .
Sebagaimana dalam hadits Muhammad bin ‘Amru bin ‘Atha dia berkata :
“Aku menamai anak perempuanku ‘Barrah’ (yang artinya: baik). Maka
Zainab binti Abu Salamah berkata kepadaku, ‘Rasulullah ﷺ telah melarang memberi nama anak dengan
nama ini. Dahulu namaku pun Barrah, lalu Rasulullah ﷺ bersabda,
(( لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ
أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ ! )).
“Janganlah kamu menganggap dirimu telah suci, Allah Ta’ala-lah
yang lebih tahu siapa saja sesungguhnya orang yang baik atau suci di antara
kamu.”
Para sahabat bertanya, “Lalu nama apakah yang harus kami berikan
kepadanya? “ Beliau menjawab, “Namai dia Zainab.” (HR. Muslim no. 2142)
Imam Ath Thobari mengatakan :
"Tidak sepantasnya seseorang memakai nama dengan nama yang jelek
maknanya atau menggunakan nama yang mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian dirinya), dan tidak boleh pula
dengan nama yang mengandung celaan. Seharusnya nama yang tepat adalah nama yang
menunjukkan tanda bagi seseorang saja dan bukan dimaksudkan sebagai hakikat
sifat.
Akan tetapi, dihukumi makruh jika seseorang bernama dengan nama yang
langsung menunjukkan sifat dari orang yang diberi nama. Oleh karena itu,
Nabi ﷺ pernah mengganti beberapa nama ke nama yang benar-benar
menunjukkan sifat orang tersebut. Beliau melakukan semacam itu bukan maksud
melarangnya, akan tetapi untuk maksud ikhtiyar (menunjukkan pilihan yang lebih baik)."
[ Dinukil dari Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 10/577, Darul
Marifah, 1379.]
KEDUA : JANGAN SOMBONG DENGAN CARA SUKA MENCELA
ORANG LAIN
Salah satu ciri kesombongan seseorang adalah suka
mencela dan menjelek-menjelekkan orang lain . Dan ini juga merupakan salah satu
faktor yang membangkitkan kebenciaan, permusuhan dan perpecahan sesama kaum
muslimin . Dan meretakkan Tali persaudaraan.
Allah Swt berfirman :
{وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ}
“Dan janganlah kalian saling mencela diri kalian sendiri “. (Al-Hujurat: 11)
Makna LAMZ :
مَعْنَى اللَّمْزِ لُغَةً: لَمَزَ يَلْمِزُ
فَهُوَ لَامِزٌ، وَيُقَالُ لَمَزَ الشَّخْصَ؛ أَيْ أَشَارَ إلَيْهِ بِشِفَتَيْهِ، أَوْ
عَيْنَيْهِ، أَوْ يَدَيْهِ؛ لِيَعِيبَ بِتِلْكَ الْحَرَكَةِ شَخْصًا آخَرَ، مَعَ التَّكَلُّمِ
بِكَلَامٍ خَفِيٍّ يُعِيبُ الشَّخْصَ، وَيُعَرَّفُ الْهَمْزُ وَاللَّمْزُ بِأَنَّهُ
الِانْتِقَاصُ مِنْ شَخْصِ بَعِينِهِ أَوْ بِعَرْضِهِ تَلْمِيحًا دُونَ الصَّرَاحَةِ
فِي ذَلِكَ
وكذلك قوله:
(وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا
وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ) وَقَدْ يُقْصَدُ بالْغَمْزِ
بِالْعَيْنِ الْخِيَانَةُ وَالْغَدْرُ، وَهُوَ مُحَرَّمٌ أَيْضًا كَأَنْ يُعْطِي رَجُلٌ
الْأَمَانَ لِشَخْصٍ يَتَحَدَّثُ إلَيْهِ، ثُمَّ يُغَمِّزُ بِعَيْنِهِ رَجُلًا آخَرَ
لِيَعْتَدِي عَلَيْهِ مِنْ خَلْفِهِ، وَقَدْ يَكُونُ الْغَمْزُ بِالْعَيْنِ مِنْ رَجُلٍ
إلَى امْرَأَةٍ، وَكَذَلِكَ التَّوَاصُلُ الْمُحَرَّمُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَالْأَجْنَبِيَةِ
عَنْهُ، فَهَذَا أَيْضًا كَسَابِقِهِ دَاخَلَ فِي الْغَمْزِ الْمُنْهَى عَنْهُ، وَهَكَذَا
فَإِنَّ الْإِسْلَامَ قَدْ حَرَّمَ الْهَمْزَ وَاللَّمْزَ، سَوَاءٌ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ
الطَّعْنُ فِي النَّاسِ، وَالِانْتِقَاصُ مِنْهُمْ، أَوِ السُّخْرِيَّةُ وَالاِسْتِهْزَاءُ
بِهِمْ، أَوِ الاِعْتِدَاءُ عَلَيْهِمْ وَخِيَانَتِهِمْ، أَوْ كَانَ بِنَظَرَاتٍ مُحَرَّمَةٍ
مِنْ رَجُلٍ إلَى امْرَأَةٍ لَا تَحِلُّ لَهُ، فَكُلُّهَا حَرَّمَهَا الله -تَعَالَى-
فَقَالَ: (وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ)
Menurut bahasa arti kata “لمز يلمزُ فهو
لامِز ”dan jika dikatakan : “لمز الشخص ”:
Artinya, dia mengisyaratkannya dengan kedua
bibirnya, atau kedua matanya atau kedua tangannya , yang tujuannya untuk
mencemarkan orang lain dengan gerakan itu , disertai kata-kata yang samar-samar
yang mencemarkan nama baik orang tersebut,
Begitu juga dengan firman Allah SWT :
(وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي
الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا
هُمْ يَسْخَطُونَ)
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi)
zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan
jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka
menjadi marah.( QS. At-Taubah : 58).
Yang di makasud dengan kata “ لمز “ dari kalimat “ يلمزك “ adalah mengedipkan mata dengan tujuan
pengkhianatan dan kelicikan, dan itu diharamkan , contohnya seperti seseorang
memberikan perlindungan keamanan kepada seseorang yang dia ajak bicara namun dia mengedipkan matanya pada orang lain
agar menyerangnya dari belakang . Dan bisa juga kedipan mata dari seorang pria
kepada seorang wanita . Dan begitu juga melakukan komunikasi yang diharamkan
antara pria dan wanita non-mahram.
Dengan demikian, Islam melarang pengumpatan ( همز )
dan pencemaran ( لمز ), terlepas apakah yang dia lakukan itu
berdampak pada hilangnya kepercayaan pada sekelompok manusia , penistaan terhadap kehormatannya ,
atau pengolok-olokan dan perendahan martabatnya , atau penyerangan terhadap harga dirinya
dan pengkhianatan , atau dia melakukan pandangan mata yang di
haramkan seperti pandangan mata dari seorang pria kepada seorang wanita
yang tidak halal baginya . Semua itu dilarang oleh Allah SWT , Dia berfirman :
(وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ)
Artinya : “ Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela “.
Termasuk dalam katagori Firman Allah Swt “ dan janganlah kalian mencela
sesama kalian “ (Al-Hujurat: 11) adalah :
“ Menggiring opini publik untuk menyadutkan seseorang dan rame-rame
mencela serta mengolok-oloknya”
.
Al-Hafidz Ibnu katsir
berkata :
Makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mencela orang lain. Pengumpat
dan pencela dari kalangan kaum lelaki adalah orang-orang yang tercela lagi
dilaknat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ}
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. (Al-Humazah: 1)
Al-hamz adalah
ungkapan celaan melalui perbuatan, sedangkan al-lamz adalah
ungkapan celaan dengan lisan. Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
{هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ}
“yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah” (Al-Qalam: 11)
Yakni meremehkan orang lain dan mencela mereka berbuat melampaui batas
terhadap mereka, dan berjalan ke sana kemari menghambur fitnah mengadu domba, yaitu
mencela dengan lisan. Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh
firman-Nya: dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (Al-Hujurat:
11)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ}
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (An-Nisa: 29)
Yakni janganlah sebagian dari kamu membunuh sebagian yang lain.
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Muqatil ibnu
Hayyan telah mengatakan :
{وَلا تَلْمِزُوا
أَنْفُسَكُمْ} أَيْ: لَا يَطْعَنْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ
“sehubungan
dengan makna firman-Nya: ‘dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri’. (Al-Hujurat:
11) Artinya, janganlah sebagian dari kamu mencela sebagian yang lainnya”. [ Selesai Kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir . Lihat
7/376]
Dari
[Abdullah bin Mas'ud] ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda:
"سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ
وَقِتَالُهُ كُفْرٌ".
"Mencaci seorang
muslim adalah perbuatan fasik, sedangkan membunuhnya adalah kekafiran." [HR. Bukhori no.
48 Dan Muslim no. 64 ]
ALI BIN ABI THALIB
MELARANG MENCELA PERSONAL KHAWARIJ :
Para sahabat Nabi ﷺ , termasuk Ali bin Thalib – radhiyallahu
'anhum – mereka hanya menyebutkan ciri dan karakter manhaj khawarij , namun
mereka tidak mencaci mereka dengan menyebut nama-namanya . Bahkan mereka
melarang kaum muslimin mencaci orang-orang khawarij .
Berbeda dengan kelompok Khawarij , mereka bukan saja mencaci bahkan
mengkafirkan sebagian para sahabat Nabi ﷺ dengan terang-terangan menyebut nama-nama
mereka . Mereka mentahdzirnya dan menghajernya , bahkan berusaha membunuhnya
serta menghasut orang-orang untuk memberontak .
Ibnu Abi Syaybah berkata :
Wakii'' memberi tahu kami, dia berkata: Al-A'mash memberi tahu kami, dari
Amr bin Murrah, dari Abdullah bin Al-Harits, dari seorang pria dari Banu Nadhr
bin Muawiyah, dia berkata:
" كُنَّا عِنْدَ عَلِيٍّ فَذَكَرُوا أَهْلَ
النَّهْرِ فَسَبَّهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ عَلِيٌّ : لَا تَسُبُّوهُمْ ، وَلَكِنْ إِنْ
خَرَجُوا عَلَى إِمَامٍ عَادِلٍ فَقَاتِلُوهُمْ ، وَإِنْ خَرَجُوا عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ
فَلَا تُقَاتِلُوهُمْ ، فَإِنَّ لَهُمْ بِذَلِكَ مَقَالًا".
Kami bersama Ali, dan mereka menyebut penduduk an-Nahr [khawarij] , lalu
ada seorang pria mencaci mereka, maka Ali berkata: Jangan mencerca mereka,
tetapi jika mereka memberontak terhadap seorang imam yang adil, maka kalian perangilah
mereka, dan jika mereka memberontak terhadap imam yang tidak adil, maka kalian jangan
ikut-ikutan melawan mereka, karena mereka memiliki argument di dalamnya. [
al-Mushonnaf no. 7/559 (37916)]
Al-Hafidz Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari 12/301 berkata :
وَقَدْ أَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ بِسَنَدٍ
صَحِيحٍ
"Diriwayatkan ath-Thabari dengan sanad yang Shahih ".
KETIGA : JANGAN SOMBONG DENGAN LEMPAR GELAR BURUK PADA
ORANG LAIN :
Melekatkan dan menyematkan gelar ejekan serta
hinaan pada orang lain adalah termasuk kesombangan bagi pelakunya . Dan
perbuatan ini termasuk perbuatan yang menimbulkan kebencian, permusuhan dan
perpecahan serta berdampak pada lenyapnya tali persaudaraan sesama muslim . Ini
sangat jelas dilarang dan diharamkan .
Allah Swt berfirman :
{وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ}
“Dan janganlah kalian
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”. (Al-Hujurat: 11)
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :
Yakni janganlah kalian
memanggil orang lain dengan gelar yang buruk yang tidak enak didengar oleh yang
bersangkutan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah
menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan
bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Jubairah ibnu Ad-Dahhak yang mengatakan :
فِينَا نَزَلَتْ فِي بَنِي سَلِمَةَ:
{وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ} قَالَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْمَدِينَةَ وَلَيْسَ
فِينَا رَجُلٌ إِلَّا وَلَهُ اسْمَانِ أَوْ ثَلَاثَةٌ، فَكَانَ إِذَا دُعِىَ أَحَدٌ
مِنْهُمْ بِاسْمٍ مِنْ تِلْكَ الْأَسْمَاءِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ
يَغْضَبُ مِنْ هَذَا. فَنَزَلَتْ: {وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ}
“Bahwa
berkenaan dengan kami Bani Salamah ayat berikut diturunkan, yaitu
firman-Nya:
“ dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk
“. (Al-Hujurat: 11)
Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, tiada seorang pun dari
kami melainkan mempunyai dua nama atau tiga nama. Tersebutlah pula apabila
beliau memanggil seseorang dari mereka dengan salah satu namanya, mereka
mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia marah dengan nama panggilan itu." Maka turunlah
firman-Nya: dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. (Al-Hujurat:
11)
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini dari Musa ibnu Ismail, dari Wahb,
dari Daud dengan sanad yang sama.
[ HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/260), Abu Daud
dalam Sunan Abi Dawud dengan nomor (4962). Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
dalam Sunannya dengan nomor (3268) dari jalan Da'ud bin Abi Hind. At-Tirmidzi
berkata, "Hadis ini hasan sahih."]
[ Selesai Kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir 7/376].
Ibnu Jarir ath-Thobary dalam Tafsirnya “Jaami’
al-Bayaan ” 22/301-302 mengatakan :
Dan ada yang mengatakan:
بَلْ ذَلِكَ قَوْلُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
لِلرَّجُلِ الْمُسْلِمِ: يَا فَاسِقُ، يَا زَانِ
Bahwa sebenarnya itu adalah perkataan seorang Muslim kepada sesama
Muslim: "Wahai orang fasik, wahai orang berbuat zina."
Berikut ini orang-orang yang mengatakan
demikian:
Telah menceritakan kepada kami Hunad bin As-Sari, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Abu Al-Ahwas, dari Hisyam, dia berkata:
فِي قَوْلِهِ (وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ)
قَالَ: هُوَ قَوْلُ الرَّجُلِ لِلرَّجُلِ: يَا فَاسِقُ، يَا مُنَافِقُ.
Aku bertanya kepada Ikrimah tentang ucapan Allah, "Dan janganlah
saling mencela dengan gelar-gelar yang buruk." Ikrimah berkata: Ini adalah
perkataan seseorang kepada orang lain, "Wahai orang munafik, wahai
orang kafir."
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Hisyam, dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami
Hisyam :
عَنْ عِكْرِمَةَ فِي قَوْلِهِ (وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ) قَالَ: هُوَ قَوْلُ الرَّجُلِ لِلرَّجُلِ: يَا فَاسِقُ،
يَا مُنَافِقُ.
dari Ikrimah tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling mencela
dengan gelar-gelar yang buruk." Ikrimah berkata: Ini adalah perkataan
seseorang kepada orang lain, "Wahai orang fasik, wahai orang
munafik."
Telah menceritakan kepada kami Ibn Humaid, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Muharram, dari Sufyan, dari Hisyam :
عَنْ عِكْرِمَةَ (وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ)
قَالَ: يَا فَاسِقُ، يَا كَافِرُ.
dari Ikrimah tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling mencela
dengan gelar-gelar yang buruk." Ikrimah berkata: Ini adalah perkataan
seseorang kepada orang lain, "Wahai orang fasik, wahai orang kafir."
Dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muharram, dari Sufyan, dari
Khasif :
عَنْ مُجَاهِدٍ أَوْ عِكْرِمَةَ (وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ) قَالَ: يَقُولُ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ: يَا فَاسِقُ، يَا
كَافِرُ.
dari Mujahid atau Ikrimah tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah
saling mencela dengan gelar-gelar yang buruk." Dia berkata: Seseorang
berkata kepada orang lain, "Wahai orang fasik, wahai orang kafir."
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin 'Amr, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Abu 'Asim, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami
'Isa, dan menceritakan kepadaku Al-Harits, dia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Al-Hasan secara keseluruhan, dari Ibnu Abi Najih :
عَنْ مُجَاهِدٍ قَوْلُهُ (وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ) قَالَ: دُعِيَ رَجُلٌ بِالْكُفْرِ وَهُوَ مُسْلِمٌ.
Dari
Mujahid tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling mencela dengan gelar-gelar
yang buruk." Dia berkata: Seseorang disebut dengan kafir padahal dia
seorang Muslim.
Telah menceritakan kepada kami Basyr, dia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Yazid, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sa'id :
عَنْ قَتَادَةَ قَوْلُهُ (وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ) يَقُولُ الرَّجُلُ: لَا تَقُلْ لِأَخِيكَ الْمُسْلِمِ: ذَاكَ فَاسِقٌ،
ذَاكَ مُنَافِقٌ، نَهَى اللَّهُ الْمُسْلِمَ عَنْ ذَلِكَ وَقَدَّمَ فِيهِ.
Dari
Qatadah, tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling mencela dengan
gelar-gelar yang buruk." Dia berkata: Seseorang berkata kepada saudaranya
yang Muslim: "Dia itu fasik, dia itu munafik." Allah melarang
seorang Muslim untuk melakukan itu dan mengedepankannya.
Telah menceritakan kepada kami Ibn 'Abdul A'la, dia berkata: Telah
menceritakan kepada kami Ibn Thaur, dari Ma'mar :
عَنْ قَتَادَةَ (وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ)
يَقُولُ: لَا يَقُولُنَّ لِأَخِيهِ الْمُسْلِمِ: يَا فَاسِقُ، يَا مُنَافِقُ.
Dari
Qatadah, tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling mencela dengan
gelar-gelar yang buruk." Dia berkata: Tidak boleh dikatakan kepada saudara
Muslim, "Wahai orang fasik, wahai orang munafik."
Telah menceritakan kepadaku Yunus, dia berkata: Telah menceritakan
kepada kami Ibn Wahb, dia berkata:
قَالَ ابْنُ زَيْدٍ فِي قَوْلِهِ (وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ) قَالَ: تَسْمِيتُهُ بِالْأَعْمَالِ السَّيِّئَةِ بَعْدَ
الْإِسْلَامِ؛ زَانٍ فَاسِقٌ.
Ibnu Zaid berkata tentang ucapan-Nya, "Dan janganlah saling
mencela dengan gelar-gelar yang buruk." Dia berkata: Menamainya dengan
perbuatan buruk setelah masuk Islam, seperti menyebutnya : pezina , fasik.
Lalu Ibnu
Jarir ath-Thobary berkata :
" وَالَّذِي
هُوَ أَوْلَى الْأَقْوَالِ فِي تَأْوِيلِ ذَلِكَ عِنْدِي بِالصَّوَابِ أَنْ يُقَالَ:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى ذُكِرَهُ نَهَى الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَتَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ؛
وَالتَّنَابُزُ بِالْأَلْقَابِ: هُوَ دُعَاءُ الْإِنْسَانِ صَاحِبَهُ بِمَا يَكْرَهُهُ
مِنْ اسْمٍ أَوْ صِفَّةٍ، وَعَمَّ اللَّهُ بِنَهْيِهِ ذَلِكَ، وَلَمْ يُخَصِّصْ بِهِ
بَعْضُ الْأَلْقَابِ دُونَ بَعْضٍ، فَغَيْرُ جَائِزٍ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
أَنْ يَنْبُزَ أَخَاهُ بِاسْمٍ يَكْرَهُهُ، أَوْ صِفَّةٍ يَكْرَهُهَا. وَإِذَا كَانَ
ذَلِكَ كَذَلِكَ صَحَّتِ الْأَقْوَالُ الَّتِي قَالَهَا أَهْلُ التَّأْوِيلِ فِي ذَلِكَ
الَّتِي ذَكَرْنَاهَا كُلَّهَا، وَلَمْ يَكُنْ بَعْضُ ذَلِكَ أَوْلَى بِالصَّوَابِ
مِنْ بَعْضٍ، لِأَنَّ كُلَّ ذَلِكَ مِمَّا نَهَى اللَّهُ المُسْلِمِينَ أَنْ يَنْبُزَ
بَعْضُهُم بَعْضًا".
"Dan pendapat yang menurut saya lebih tepat dalam menafsirkan hal
itu adalah dikatakan :
Sesungguhnya Allah Ta'ala melarang orang-orang mukmin untuk saling
mencela dengan menyematkan gelar-gelar
yang buruk.
Mencela dengan gelar-gelar buruk adalah
ketika seseorang memanggil temannya dengan sebutan atau sifat yang tidak
disenangi oleh temannya itu .
Allah melarang hal tersebut tanpa membedakan jenis gelar, sehingga
tidak diperbolehkan bagi siapapun di antara umat Islam untuk mencela saudaranya
dengan nama atau sifat yang tidak disukai.
Jika hal itu memang demikian, maka pendapat-pendapat yang disampaikan
oleh para ahli tafsir mengenai larangan tersebut adalah benar semuanya. Tidak
ada yang lebih tepat di antara pendapat-pendapat tersebut, karena semua itu
termasuk dalam larangan Allah terhadap umat Islam untuk saling mencela". [Baca :
Tafsir “Jaami’ al-Bayaan karya Ibnu Jarir ath-Thobary 22/302 ]
Intinya : Ucapan dan perbuatan apa saja yang
merusak tali persaudaraan sesama muslim itu dilarang dan diharamkan . Termasuk
saling memanggil dengan gelar-gelar buruk yang tidak disukai oleh orang yang
dipanggilnya . Itu sangat jelas diharamkan. Dan itu jika dibiarkan , akan
berdampak pada permusuhan dan peperpecahan .
Waspada dengan manhaj khawarij , manhaj sekte
pemecah belah umat , yang kental dengan kecongkakannya dan selalu dirinya
merasa suci . Kelompok ini sangat piawai mengemas kebatilan dengan dalil shahih
tapi disesuaikan dengan penafsiran yang mereka inginkan. Dan banyak sekali
penafsiran-penafsiran kelompok ini yang berdampak pada permusuhan dan
perpecahan , bahkan pertumpahan darah .
Contohnya : menyematkan gelar kepada orang-orang
yang berbeda pendapat dengan kelompoknya dengan gelar-gelar yang menjustice sesat
dan ahli neraka , umpamanya seperti gelar-gelar berikut ini :
Si Fulan atau kelompok si fulan adalah ahludh-
dholal [kelompok sesat], ahlul Ahwaa [pengikut hawa nafsu], ahlul bidaa’ [para
pelaku bid’ah] , ‘Ubaadul Qubuur [para penyembah kuburan] dan lain
sebagainya.
Lalu mereka kemas dengan dalil Nahyi Munkar dan
Tahdzir , alasannya agar semua orang tahu dan waspada akan kesesatan
orang-orang yang berbeda pendapat dengan kelompoknya.
Bahkan mereka mengatakan : Dosa pelaku Bid’ah
Qunut Shubuh lebih dahsyat dari pada dosa Zina , minuman keras , merampok dan
membunuh ; karena perbuatan bid’ah itu dampaknya pada agama dan umat , berbeda
dengan Zina dan lainnya yang dampaknya hanya pada individu .
Penulis tanyakan pada mereka : Bid’ah yang mana
dulu ? Apakah masalah khilafiyah furu’iyyah ijtihidiyyah itu dikatakan bid’ah
sesat dan dosanya lebih besar dari pada zina dan membunuh ?
Allah Swt berfirman :
{بِئْسَ
الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ}
Seburuk-buruk panggilan
ialah (panggilan) kefasikan
sesudah iman. (Al-Hujurat: 11)
Ibnu Katsir
berkata :
أَيْ: بِئْسَ الصِّفَةُ وَالِاسْمُ الْفُسُوقُ وَهُوَ: التَّنَابُزُ
بِالْأَلْقَابِ، كَمَا كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَنَاعَتُونَ، بَعْدَمَا دَخَلْتُمْ
فِي الْإِسْلَامِ وَعَقَلْتُمُوهُ
“Seburuk-buruk
sifat dan nama ialah yang mengandung kefasikan yaitu panggil-memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk, seperti yang biasa dilakukan di zaman Jahiliah bila
saling memanggil di antara sesamanya Kemudian sesudah kalian masuk Islam dan
berakal, lalu kalian kembali kepada tradisi Jahiliah itu”. [Tafsir Ibnu Katsir 7/376].
Ibnu Jarir
ath-Thabari berkata :
وَقَوْلُهُ (بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الإيمَانِ) يَقُولُ تَعَالَى ذَكَرَهُ: وَمَنْ فَعَلَ مَا نَهَيْنَا عَنْهُ،
وَتَقَدَّمَ عَلَى مَعْصِيتِنَا بَعْدَ إيمَانِهِ، فَسَخِرَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، وَلَمَزَ
أَخَاهُ الْمُؤْمِنَ، وَنَبَزَهُ بِالْأَلْقَابِ، فَهُوَ فَاسِقٌ (بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الإيمَانِ) يَقُولُ: فَلَا تَفْعَلُوا فَتَسْتَحِقُّوا إن فَعَلْتُمُوهُ أَنْ
تَسُوءُوا فُسَاقًا، بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ، وَتَرُكَ ذِكْرَ مَا وَصَفْنَا مِنَ
الْكَلَامِ، اكْتِفَاءً بِدَلَالَةِ قَوْلِهِ (بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ) عَلَيْهِ.
Dan
firman-Nya (seburuk-buruk panggilan [gelar] adalah gelar kefasiqan setelah beriman), Allah - yang Maha Tinggi - berfirman: "Dan
barangsiapa yang melakukan apa yang telah Kami larang, dan melampaui batas setelah
beriman, maka sungguh, ia telah mengejek (mencela) dari kalangan orang-orang
yang beriman dan menghinai saudaranya yang beriman, dan mencelanya dengan
sebutan-sebutan yang buruk, maka dia adalah seorang yang fasik (Seburuk-buruknya sebutan kefasikan setelah beriman)."
Dia
mengatakan: "Janganlah kalian melakukannya , jika tidak maka kalian pantas disebut sebagai orang fasik, betapa buruknya nama [gelar] kefasikan itu . Dan
(janganlah) meninggalkan untuk menyebutkan apa yang telah Kami gambarkan dalam
perkataan Kami, karena sudah cukup dengan menunjukkan firman-Nya (betapa buruknnya sebutan kefasikan) terhadapnya." [Baca : Tafsir “Jaami’ al-Bayaan karya Ibnu Jarir ath-Thobary 22/302 ]
Allah SWT menurunkan agama Islam ini , tujuannya
adalah untuk menyatukan umat Manusia dalam agama yang satu, Tuhan Yang Satu,
Kitab yang satu dan Nabi yang satu .
Allah SWT mensyari’atkan shalat berjemaah lima
waktu , shalat dan shalat Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri , salah tujuannya
adalah untuk membangun persaudaraan dan persatuan antara sesama kaum muslimin.
Begitu pula Allah SWT mensyariatkan Ibadah Haji dan Umroh, salah tujuannya
adalah untuk membangun persaudaraan dan persatauan kaum muslimin yang berskala
international . Sebagaimana yang Allah SWT isyaratkan dalam firman-Nya dalam
surat yang sama - al-Hujuroot - pada ayat sesudahnya no. 13 :
" يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ".
“ Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kalian
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal. [ QS. al-Hujuroot : 13].
WAJIB BAGI SETIAP MUSLIM UNTUK MENCEGAH SIAPA SAJA
& APA SAJA YANG MENJADI PENYEBAB TERJADINYA PERPECAHAN .
Allah Swt berfirman :
{وَمَنْ لَمْ يَتُبْ}
“Dan barang
siapa yang tidak bertobat “. (Al-Hujurat: 11)
Yakni dari perbuatan tersebut di atas , yaitu
: merendahkan orang lain , melecehkannya, mencelanya , menyematkan gelar atau
panggilan buruk dan lainnya yang bisa menimbulkan kebencian, permusuhan dan
perpecahan serta retaknya tali persaudaraan seagama .
Allah SWT menjelaskan tentang mereka yang tidak
mau menghentikan dari hal tsb :
{فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}
“ Maka
mereka itulah orang-orang yang zalim “. (Al-Hujurat: 11) . [ Baca : Tafsir Ibnu
Katsir 7/376]
LANGKAH YANG HARUS DITEMPUH JIKA TERJADI ADANYA
HAL-HAL TERSEBUT DIATAS:
Jika sudah jelas bahwa orang-orang yang melakukan
perbuatan tersebut diatas adalah sebuah kedzaliman pada sesama kaum muslimin ;
maka wajib atas semua individu muslim untuk terjun berusaha menghilangkannya dengan
langkah-langkah sbb :
Jika ada dua kelompok kaum muslimin saling
menghina, saling mencela, saling melempar gelar busuk dan saling memisahkan
diri alias saling hajer ; maka wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk ikut
serta mendamaikan antar keduanya , hingga mereka kembali menjadi saudara
seagama . Sebagaimana yang terdapat dalam dua ayat sebelumnya , yaitu
Firman-Nya :
Dalam Surat al-Hujuraat : 9-10 , Allah SWT
berfirman :
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا }
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. (QS. Al-Hujurat:
9)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
(10) }
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat. [QS. al-Hujuraat : 9-10]
BAGAIMANA JIKA SALAH SATU DARI KEDUANYA MENOLAK UNTUK
ISHLAAH:
Jika salah satu dari keduanya menolak untuk
berdamai dan menghentikan perbuataan-perbuatan tersebut dan mereka tetap keluar
memisahkan diri alias tidak mau membaur dan tidak mau bersaudara seagama , maka
seluruh kaum maslimin harus bersatu untuk memeranginya hingga mereka kembali
bersatu dan bersaudara seagama.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى
الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ
فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (9)
“Jika
salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain,
maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Hujurat: 9)
******
LANGKAH KE TUJUH : JANGAN BANYAK BERBURUK SANGKA, JANGAN MENCARI-CARI
KESALAHAN ORANG LAIN DAN JANGAN MENGGUNJING
[Surat al-Hujuroot ayat 12]
Dalam surat al-Hujuroot ayat 12 Allah SWT brfirman :
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا
كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. [QS. Al-Hujuroot : 12
]
Ada tiga point utama
dalam ayat ini yang harus di hindari , yaitu :
Pertama : Berprasangka
buruk [Su’udz Dzon].
Kedua : Mencari-cari
kesalahan orang lain [Tajassus].
Ketiga : Menggunjing [Ghibah].
Waspadalah terhadap manhaj khawarij yang biasa
memutar balikkan hukum demi untuk memuluskan manhajnya dengan cara membenturkan
antar ayat dan antar hadits , yang pada akhirnya menghasilkan hukum terbalik .
Yang haram menjadi wajib .
PEMBAHASAN PERTAMA : LARANGAN
BERBURUK SANGKA
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/377 berkata :
" يَقُولُ تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ
الْمُؤْمِنِينَ عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التُّهْمَةُ وَالتَّخَوُّنُ
لِلْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ
يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا، فَلْيُجْتَنَبْ كَثِيرٌ مِنْهُ احْتِيَاطًا ".
"Allah
Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk,
yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang
buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut
merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara
keseluruhan sebagai tindakan prefentive".
=====
JANGAN TERGESA BERBURUK SANGKA TERHADAP PERKATAAN SESEORANG :
Dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab radhiyallahu
'anhu , bahwa ia pernah berkata :
" وَلَا تَظُنَنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ
أَخِيكَ الْمُسْلِمِ إِلَّا خَيْرًا، وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلًا
".
"Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu
kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan
belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman
yang baik."
[ Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Zuhd ( Lihat : di Al-Durr Al-Mantsuur
(7/565)]
Dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu,
berkata:
( مَنْ عَلِمَ مِنْ أَخِيهِ مُرُوَءةً جَمِيلَةً
فَلَا يَسْمَعَنَّ فِيهِ مَقَالَاتِ الرِّجَالِ، ولا يَقْبَلُ إلَّا مَا يَرَاهُ
بِعَيْنِهِ في أُمُورٍ لا تَحْتَمِلُ تَأْوِيلًا، ومَنْ حَسُنَتْ عَلَانِيَتُهُ فَنَحْنُ
لِسَرِيرَتهِ أَرْجَى)
(Barang siapa yang mengetahui saudaranya berkesopanan bagus , maka
dia jangan mau mendengarkan perkataan buruk dari orang-orang tentang dia. Dan
tidak boleh merima kecuali apa yang dilihatnya dengan kasat mata dalam hal-hal
yang tidak memungkinkan pentakwilan.
Dan siapa pun orang nya yang nampak
terlihat berprilaku bagus, maka kami akan lebih berharap prilaku yang
tersembunya pun akan lebih bagus ".
[ Baca : Syarah Shahih Bukori karya Ibnu
Baththal 9/261 , Tafsiir al-Muwaththa karya Abul Muthrif al-Qonaazi'i 2/747 dan
at-Taudhiih karya Ibnu al-Mulaqqin 28/413].
Dari Sa'id bin Al-Musayyib, dia berkata:
"كَتَبَ إِلَيَّ بَعْضُ إِخْوَانِي مِنْ
أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ : " أَنْ ضَعْ أَمْرَ أَخِيكَ عَلَى أَحْسَنِهِ
مَا لَمْ يَأْتِكِ مَا يَغْلِبُكَ، وَلَا تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنِ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدُ لَهُ فِي الْخَيْرِ مَحْمَلًا".
(Beberapa ikhwanku dari kalangan para sahabat Rasulullah menulis
kepadaku : Perlakukanlah urusan saudaramu dengan cara yang terbaik, selama
tidak ada yang datang kepadamu sesuatu yang mendominasi dirimu .
"Jangan sekali-kali kamu mempunyai
prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin itu
adalah keburukan , sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya
dengan pemahaman yang baik".
[ Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam
Syu'ab al-Iiman 10/559 no. 7992 . Lihat pula : Tafsir Ad-Durr al-Mantsuur 7/566
, Tafsiir al-Aluusi 13/307 dan Nadhrotun Na'iim 8/3211].
Al-Muhallab berkata:
((قَدْ
أَوْجَبَ اللَّهُ تَعَالَى أَن يَكُونَ ظَنُّ الْمُؤْمِنِ بِالْمُؤْمِنِ حَسَنًا أَبَدًا،
إِذْ يَقُولُ: { لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُّبِينٌ} (النور: 12). فَإِذَا جَعَلَ
اللَّهُ سُوءَ الظَّنِّ بِالْمُؤْمِنِينَ إِفْكًا مُّبِينًا، فَقَدْ أَلْزَمَ أَن يَكُونَ
حُسْنُ الظَّنِّ بِهِمْ صِدْقًا بَيْنًا))
(Allah SWT telah mewajibkan agar prasangka seorang mukmin terhadap
orang mukmin lain harus selalu baik, sebagaimana Dia berfirman :
" Mengapa saat kamu mendengar berita bohong itu orang-orang
mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan
(mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata".(
QS. An-Nuur : 12).
Maka jika Allah menjadikan prasangka buruk terhadap orang-orang beriman
sebagai dusta yang nyata, maka Dia mewajibkan prasangka yang baik terhadap
mereka itu sebagai kebenaran yang nyata". [ Lihat : Syarah Shahih Bukhori
karya Ibnu Baththal 9/261].
Syekh Abdur-Rahman
bin Nashir bin Sa’di [guru Syeikh al-Utsaimin] berkata dalam kitabnya (الرِّياض النَّاضِرة) (hal. 105-106):
(( وَمِنْ أَعْظَمِ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَشَنَعِ
الْمَفَاسِدِ إِشَاعَةُ عُثُرَاتِهِمْ وَالْقَدْحُ فِيهِمْ فِي غُلْطَاتِهِمْ، وَأَقْبَحُ
مِنْ هَذَا وَأَقْبَحُ: إِهْدَارُ مَحَاسِنِهِمْ عِنْدَ وُجُودِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ،
وَرُبَّمَا يَكُونُ – وَهُوَ الْوَاقِعُ كَثِيرًا – أَنَّ الْغَلَطَاتِ الَّتِي صَدَرَتْ
مِنْهُمْ لَهُمْ فِيهَا تَأْوِيلٌ سَائِغٌ، وَلَهُمْ اجْتِهَادُهُمْ فِيهِ، مُعْذَرُونَ
وَالْقَادِحُ فِيهِمْ غَيْرُ مُعْذَرٍ.
وَبِهَذَا وَأَشْبَاهِهِ يَظْهَرُ لَكَ
الْفَرْقُ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ النَّاصِحِينَ وَالْمُنْتَسِبِينَ لِلْعِلْمِ مِنْ
أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْحَسَدِ وَالْمُعْتَدِينَ.
فَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ الْحَقِيقِيِّ
قَصْدُهُمْ التَّعَاوُنُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَالسَّعْيُ فِي إِعَانَةِ بَعْضِهِمْ
بَعْضًا فِي كُلِّ مَا عَادَ إِلَى هَذَا الْأَمْرِ، وَسِتْرُ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ
وَعَدَمُ إِشَاعَةِ غَلَطَاتِهِمْ وَالْحِرْصُ عَلَى تَنْبِيهِهِمْ بِكُلِّ مَمْكِنٍ
مِنَ الْوَسَائِلِ النَّافِعَةِ، وَالذَّبُّ عَنْ أَعْرَاضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ،
وَلَا رِيبَ أَنَّ هَذَا مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ.
ثُمَّ لَوْ فَرَضَ أَنَّ مَا أَخْطَأُوا
أَوْ عُثِرُوا لَيْسَ لَهُمْ تَأْوِيلٌ وَلَا عُذْرٌ، لَمْ يَكُنْ مِنَ الْحَقِّ وَالْإِنْصَافِ
أَنْ تُهَدَّرَ الْمَحَاسِنُ وَتُمْحَى حُقُوقُهُمْ الْوَاجِبَةُ بِهَذَا الشَّيْءِ
الْيُسْيرِ، كَمَا هُوَ دَأْبُ أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْعَدَوَانِ، فَإِنَّ هَذَا ضَرَرُهُ
كَبِيرٌ وَفَسَادُهُ مُسْتَطِيرٌ، أَيُّ عَالِمٍ لَمْ يُخْطِئْ وَأَيُّ حَكِيمٍ لَمْ
يَعْثُرْ؟))
Salah satu hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling
keji adalah mempublikasikan kekurangan mereka, kecacatan mereka dan kesalahan
mereka . Dan ada yang lebih buruk dari ini dan bahkan lebih busuk : yaitu menyia-nyiakan
dan tidak menghargai semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang
seperti itu.
Maka dengan ini dan yang semisalnya , akan nampak jelas bagi anda : perbedaan
antara orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku
dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah , pendengki,
dan melampaui batas .
Maka sesungguhnya orang-orang berilmu sejati , mereka berniat bekerja
sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama
lain dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi
kesalahan kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan
bersemangat untuk memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat ,
dan membela serta menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT .
Kemudian, jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan
mereka tidak memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka
bukanlah sikap yang benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak
menghargai kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang
kecil dan sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum
pemecah belah dan penebar permusuhan - ; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan
mafsadahnya akan tersebar luas.
Lalu Ahli Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak
mana yang tidak pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]
[ Lihat pula : Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah
al-Haditsah 4/116].
======
JANGAN BERBURUK
SANGKA ! JANGAN MENCARI KESALAHAN ORANG LAIN ! DAN JANGAN SALING
HAJER ! .
Malik r.a. meriwayatkan dengan sanadnya
dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا
تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".
Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk,
karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta;
janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari
kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki,
janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi
jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
[ Al-Muwaththa (2/908), Sahih Al-Bukhari
No. (6066) dan Sahih Muslim No. (2563)].
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan
dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا،
وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا،
وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ".
Janganlah kalian saling memutuskan
persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling
membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan
saudaranya lebih dari tiga hari.
[Al-Bukhari dalam al-Adab Bab 57, Muslim
dalam al-Birr No. (2559) Hadits 23, 25, 26, Abu Dawud dalam al-Adab Bab 47, dan
At-Tirmidzi dalam al-Adab Bab 21 no. (1935)]
Imam Tabrani meriwayatkan dengan sanadnya
dari Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya
Harisah ibnun Nu'man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"ثلاث
لازمات لِأُمَّتِي: الطِّيَرَةُ، وَالْحَسَدُ وَسُوءُ الظَّنِّ". فَقَالَ
رَجُلٌ: مَا يُذْهِبُهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِمَّنْ هُنَّ فِيهِ؟ قَالَ:
"إِذَا حَسَدْتَ فَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلَا تُحَقِّقْ،
وَإِذَا تَطَيَّرْتَ فَأمض ".
Ada tiga perkara yang ketiganya
memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka.
Seorang lelaki bertanya : "Wahai
Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya
ada pada dirinya?"
Rasulullah ﷺ Menjawab : " Apabila kamu
dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka
janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda
kemalangan), maka teruskanlah niatmu".
[ Al-Mujam Al-Kabiir (3/228), Al-Haythami
mengatakan dalam Al-Majma' (8/78): “Di dalamnya ada Ismail bin Qais Al-Ansari,
dan dia lemah.”]
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya
dari Zaid r.a. yang menceritakan :
أُتِيَ ابْنُ
مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، بِرَجُلٍ ، فَقِيلَ لَهُ: هَذَا فُلَانٌ
تَقْطُرُ لِحْيَتُهُ خَمْرًا. فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّا قَدْ نُهِينَا عَنِ
التَّجَسُّسِ، وَلَكِنْ إِنْ يَظْهَرْ لَنَا شَيْءٌ نَأْخُذْ بِهِ .
Bahwa sahabat Ibnu Mas'ud r.a. pernah
menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian
dikatakan kepada Ibnu Mas'ud : "Ini adalah si Fulan yang jenggotnya
meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr)."
Maka Ibnu Mas'ud r.a. menjawab :
"Sesungguhnya kami dilarang mencari-cari kesalahan orang lain (memata-matainya)
. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus
menghukumnya." [Sunan Abi Dawud No. (4890)].
Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki
tersebut di dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'ith.
[ Ini karena mayoritas orang-orang
mengecam perbuatan Al-Walid bin Uqba, dan saat itu Ibnu Masud penanggung jawab
perbendaharaan dalam perwalian Al-Walid bin Uqbah pada masa pemerintahan Utsman
(RA). Kisah hukuman cambuk pada al-Walid karena dia minum minuman keras , itu
masyhur di kitab Sahih Bukhori Dan Muslim . PEN]
=====PEMBAHASAN KEDUA : LARANGAN MENCARI-CARI KESALAHAN
ORANG LAIN [TAJASSUS]
Firman Allah Swt :
{وَلا تَجَسَّسُوا}
" Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain". (Al-Hujurat: 12)
Yakni sebagian dari kalian terhadap
sebagian yang lain.
Lafaz tajassus [التَّجَسُّسُ] pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif
(buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut Jaasuus [الْجَاسُوسُ].
Adapun mengenai lafaz tahassus [التَّحَسُّسُ] pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti
pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan perihal
Nabi Ya'qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:
{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ
يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. (Yusuf:
87)
Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan
untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadits
sahih, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا،
وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا"
Janganlah kalian saling memata-matai dan
janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula
saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu
sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. [Sahih Al-Bukhari No. (2442)]
Al-Auza'i mengatakan :
التَّجَسُّسُ: الْبَحْثُ
عَنِ الشَّيْءِ. وَالتَّحَسُّسُ: الِاسْتِمَاعُ إِلَى حَدِيثِ الْقَوْمِ وَهُمْ لَهُ
كَارِهُونَ، أَوْ يَتَسَمَّعُ عَلَى أَبْوَابِهِمْ. وَالتَّدَابُرُ: الصَّرْم
" Bahwa tajassus : ialah mencari-cari
kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita
suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau
disadap. Tadaabur artinya
saling
menjerumuskan atau saling menjatuhkan atau saling membuat makar".
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abu Hatim.
Dari Abu Barzah Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"يا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ
وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قلبه، لا تغتابوا المسلمين، ولا تتبعوا عوراتهم،
فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ
يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ".
Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman masih belum
meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan
jangan pula kalian menelusuri aurat mereka. Karena barang siapa yang menelusuri
aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang
ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya di dalam
rumahnya.
[ HR. Abu Dawud (4880) dan Ahmad (19776). Di hukumi hasan Shahih oleh
al-Albaani dalam Shahih Ab Daud ].
Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Al-Barra ibnu Azib;
untuk itu Al-Hafidz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya.
Dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang mengatakan :
" خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حتى
أَسْمَعَ الْعَوَاتِقَ فِي بُيُوتِهَا -أَوْ قَالَ: فِي خُدُورِهَا-فَقَالَ:
"يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ،
وَلَا تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَتْبَعْ عَوْرَةَ أَخِيهِ
يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي
جَوْفِ بَيْتِهِ"
Bahwa Rasulullah ﷺ berkhotbah kepada kami sehingga suara
beliau terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya atau di dalam
rumahnya masing-masing. Beliau ﷺ bersabda:
Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, janganlah kalian
menggunjing orang-orang muslim dan jangan pula menelusuri aurat mereka. Karena
sesungguhnya barang siapa yang menelusuri aurat saudaranya, maka Allah akan
membalas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya ditelusuri oleh
Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya".
[HR. Abu Ya’la (1675), Al-Rouyaani pada ((Musnad)) (305), dan
Al-Bayhaqi pada ((Syu'ab al-Iiman)) (11196) dengan sedikit perbedaan.
Al-Haiysam dalam al-Majma' 8/96 berkata : Para perawinya dipercaya (tsiqoot)].
Jalur lain dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
"يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ
وَلَمْ يُفْضِ الإيمانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا
تَتَبَّعُوا عَوْرَاتِهِمْ؛ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ
يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ
وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ".
قَالَ: وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ
يَوْمًا إِلَى الْكَعْبَةِ فَقَالَ: مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ،
وَلَلْمُؤْمِنُ أعظمُ حُرْمَةً عِنْدَ اللَّهِ مِنْكِ
Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum
meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan
jangan pula menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan
mereka). Karena sesungguhnya barang siapa yang gemar menelusuri aurat
orang-orang muslim, maka Allah akan menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang
auratnya telah ditelusuri oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya,
sekalipun ia berada di dalam tandunya.
Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka'bah, lalu berkata :
"Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu,
tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau
di sisi Allah."
[ HR. Al-Tirmidzi (2032) dan lafalnya
adalah miliknya, Ibnu Hibban (5763), dan Abu Al-Sheikh dalam ((at-Taubikh Wa At-Tanbiih))
(93). Di shahihkan Ibnu Hibban . Dan Di hasankan oleh at-Turmidzi .
JAGALAH KEHORMATAN ORANG LAIN DAN
TUTUPILAH AIBNYA !
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya
dari Dukhoin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata
kepada Uqbah :
" قُلْتُ لِعُقْبَةَ : إِنَّ لَنَا جِيرَانًا
يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ، وَأَنَا دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَيَأْخُذُونَهُمْ. قَالَ:
لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ عِظْهُمْ وَتَهَدَّدْهُمْ. قَالَ: فَفَعَلَ فَلَمْ يَنْتَهُوا.
قَالَ: فَجَاءَهُ دُخَيْن فَقَالَ: إِنِّي قَدْ نَهَيْتُهُمْ فَلَمْ يَنْتَهُوا، وَإِنِّي
دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَيَأْخُذُونَهُمْ. قَالَ: لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ عِظْهُمْ
وَتَهَدَّدْهُمْ. قَالَ: فَفَعَلَ فَلَمْ يَنْتَهُوا. قَالَ: فَجَاءَهُ دُخَيْنٌ فَقَالَ:
إِنِّي قَدْ نَهَيْتُهُمْ فَلَمْ يَنْتَهُوا، وَإِنِّي دَاعٍ لَهُمُ الشُّرَطَ فَتَأْخُذُهُمْ.
فَقَالَ لَهُ عُقْبَةُ: وَيْحَكَ لَا تَفْعَلْ، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
ﷺ يَقُولُ: "مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً
مِنْ قَبْرِهَا"
"Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar
minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka."
Uqbah menjawab : "Jangan kamu
lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka."
Dukhoin melakukan saran Uqbah, tetapi
mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dukhoin datang kepada
Uqbah dan berkata kepadanya :
"Sesungguhnya telah kularang mereka
mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang
aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka."
Maka Uqbah berkata kepada Dukhoin :
"Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku
pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ مُؤْمِنٍ
فَكَأَنَّمَا اسْتَحْيَا مَوْءُودَةً مِنْ قَبْرِهَا".
'Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka
seakan-akan (pahalanya) sama
dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya'.”
[Al-Musnad
(4/153) dan Sunan Abi Dawud No. (4892) dan al-Nisa’i dalam Sunan al-Kubra No.
(7283)]
Imam Abu Daud dan Imam Nasai
meriwayatkannya melalui hadits Al-Lais ibnu Sa'd dengan sanad dan lafaz yang
semisal.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari
Rasyid ibnu Sa'd, dari Mu'awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar
Nabi ﷺ bersabda:
"إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ
النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ" أَوْ: "كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ"
Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat
orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi
rusak. [ Sunan Abi Dawud No.
(4888)].
Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang
ia dengar dari Mu'awiyah r.a dari Rasulullah ﷺ; semoga Allah Swt. menjadikannya
bermanfaat.
Imam Abu Daud meriwayatkannya
secara munfarid, melalui hadits As-Sauri dengan sanad yang
sama.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya
dari Jubair ibnu Nufair, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam ibnu
Ma'di Kariba dan Abu Umamah r.a. dari Nabi ﷺ yang telah bersabda:
"إِنَّ
الْأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ في الناس، أَفْسَدَهُمْ"
"Sesungguhnya
seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya, berarti dia membuat
mereka rusak". [ Sunan Abi Dawud No. (4889)]
======
PENYIMPANGAN
DALAM MANHAJ TAJASSUS, HAJER
DAN TAHDZIR
[Tajassus : menelusuri kesesatan
seseorang . Pembid'ahan : mencap orang lain yang tidak semanhaj sebagai ahli bid'ah]:
Di masa
sekarang ini telah muncul kelompok yang di kenal dengan aliran Ahlut Tahdzir
wal Hajer , sempalan Manhaj Khawarij Pemecah belah Umat yang ter-update.
Aliran
ini ada beberapa level pedas , diantaranya adalah sbb :
Level 1
alias original : yaitu tukang Cap Ahli Bid’ah pada orang lain yang tidak
semanhaj dengan alirannya, akan tetapi memastikan ahli bid’ah tersebut sebagai ahli
neraka .
Level
kedua alias medium : yaitu tukang cap Kuburiyyun [para penyembah kuburan],
namun tetap memvonisnya sebagai ahli neraka.
Dan
level ke tiga alias super pedas, yaitu tukang cap Kafir, dan sudah barang tentu
akan vonis ahli nerakanya .
Terkadang mereka berkata:
(هَذَا ضَالٌ، وَذَاكَ مُبْتَدِعٌ، وَالْآخَرُ
عِنْدَهُ شِرْكِيَّاتٌ وَكُفْرِيَّاتٌ)
"Ini sesat, dan itu bid'ah, atau selain
kelompoknya memiliki keyakinan syirik dan kekafiran".
Hingga sampai pada kalimat:
(أَضَرَّ عَلَيْنَا مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى)
"Mereka lebih berbahaya bagi kami
daripada Yahudi dan Nasrani".
Kadang mereka menggunakan kata-kata yang
lebih reda , yaitu dengan mengatakan :
(هَذَا غَامِضٌ، أَوْ مُتَلَوِّنٌ، أَوْ مُمِيعٌ
لِمِنْهَجِ السَّلَفِ، أَوْ غَيْرُ وَاضِحٍ، أَوْ سَلَفِيٌّ الظَّاهِرِ مُبْتَدِعُ
الْبَاطِنِ)
"Ini samar, abu-abu, atau ambigu dan
warna warni atau membingungkan terhadap manhaj Salaf, atau tidak jelas, atau yang
nampak adalah Salafi tapi batinnya ahli bid'ah."
Sungguh buruk apa yang mereka
katakan dan perbuat.
Syeikh Abdul-Muhsin al-Abbad mengatakan :
"لَا يَجُوزُ أَنْ
يُمْتَحَنَ أَيُّ طَالِبِ عِلْمٍ غَيْرَهُ بِأَنْ يَكُونَ لَهُ مَوْقِفٌ مِنْ فُلَانِ
الْمَرْدُودِ عَلَيْهِ، أَوْ الرَّادِ، فَإِنْ وَافَقَ سَلِمَ، وَإِنْ لَمْ يُوَافِقْ
بُدِّعَ وَهُجِّرَ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَنْسُبَ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ مِثْلَ
هَذِهِ الْفَوْضَى فِي التَّبْدِيعِ وَالْهَجْرِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَيْضًا أَنْ يَصِفَ
مَنْ لَا يَسْلُكُ هَذَا الْمَسْلَكَ الْفَوْضَوِيَّ بِأَنَّهُ مُمِيعٌ لِمِنْهَاجِ
السَّلَفِ" انتَهَى
“Tidak diperbolehkan bagi seorang penuntut
ilmu untuk menguji orang lain yang memiliki pendirian sejalan dengan si fulan
yang ditolak, atau dia mau mendebatnya , jika dia setuju dengannya
, maka dia selamat [lolos], dan jika dia tidak menyetujuinya, maka dia langsung
dicap ahli bid'ah dan di hajer .
Tidak ada yang berhak mengaitkan manhaj Ahlus
Sunnah dengan kekacau balauan seperti ini yang didalamnya terdapat
pem-bid'ah-an dan peng-hajer-an .
Juga, tidak ada yang berhak mensifati mereka yang
tidak mengikuti jalan yang kacau ini sebagai orang yang lembek dan lemah
pendekatannya terhadap manhaj salaf ".
[ Sumber : رفقا أهل السنة بأهل السنة hal. 22]
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ
هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ
إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ
مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."
Banyak
orang yang menceritakan tentang
golongan-golongan ini berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia
menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya
dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah.
Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli
bid'ah.
Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca :
Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
RUKUN
ISLAM TAMBAHAN YANG TERSIRAT DARI MANHAJ KHAWARIJ :
Aliran
ini memiliki banyak rukun islam tambahan yang tersirat, selain rukun Islam yang
lima, diantara rukun iman tambahannnya adalah sbb :
1].
Tajassus. 2] Su’udz Dzon. 3]. Hajer. 4] Tahdzir.
Rukun-rukun
ini tidak akan muncul kecuali dari jiwa-jiwa yang merasa dirinya exclusive,
merasa takjub dan terpukau dengan ibadahnya, kesalehannya dan manhaj ciptaan-nya.
Mereka berkewajiban menyakini bahwa seluruh kaum muslimin yang menyelisihi
mereka adalah sesat dan pasti ahli neraka . Dan wajib pula bagi mereka untuk keluar
memisahkan diri dari selain golongannya; sebagai bentuk nahyi munkar , karena jika
tidak maka berdosa berdekatan dengan selainnya atau najis .
Ini
adalah bagian dari pada ciri-ciri khas khawarij yang di isyaratkan dalam hadits-hadits
Nabi ﷺ. Begitu pula ciri-ciri yang terdapat pada
kaum khawarij yang dibantai oleh Ali bin Abi Thalib di Nahrawan. Slogan mereka
diantaranya adalah : “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah”, yakni al-Qur’an ,
dan dulu belum ada kitab hadits .
Rukun Islam Tambahan Pertama : Wajib Tajassus .
Yaitu
wajib mencari-cari kesalahan orang lain yang berbeda pendapat dengan
golongannya dalam masalah furu’iyyah ijitihadiyyah. Terutama terhadap orang
yang baru dikenal. Standar kesalahannya adalah versi syeikh mereka . Mereka
kemas dengan istilah Tashfiyatush shufuuf
[memurnikan barisan].
Rukun Islam tambahan Kedua : Wajib Su’udzon .
Wajib
berprasangka buruk terhadap orang yang baru kenal, maka wajib bertajassus
sebelum mendekatinya . Karena untuk berantisapasi agar tidak terjerumus dalam
perbuatan duduk-duduk dengan ahli bid’ah. Jangankan duduk, memberi salam
padanya pun hukumnya haram .
Rukun Islam
Tambahan ke tiga : Wajib Tahdzir .
Yaitu
wajib ghibah tentang kesalahan ijitihad para ulama tertentu yang berbeda
pendapat dengan cara mencelanya, mencacinya, melecehkannya dan menjatuhkan
kehormatannya dan nama baiknya .
Salah
satu syarat tahdzir nya adalah harus melekatkan label-label buruk, diantaranya
: label Ahlul Bid’ah, Ahludh Dhollaal [sesat], Ahlul Ahwa [hawa nafsu], Ahlusy
Syubhaat, Kholafiyyuun, Kuburiyyun, Ubbaadul Qubuur, Maghruuriin, Mumayyi’iin
dan lain sebaganya.
Alasan
dan tujuanya adalah : agar semua orang tahu akan kesesatannya, agar mereka
menjauhinya dan agar mereka tidak ketularan .
Rukun
Islam Tambahan ke empat : Wajib Hajer .
Yaitu
wajib mengucilkan siapapun berbeda pendapat dengan golongannya meskipun dalam
masalah-masalah furuu’iyyah ijtihadiyyah . Dan wajib keluar memisahkan diri
dari kaum muslimin yang berbeda pendapat dengannya .
Alasannya
adalah : bahwa yang hak dan benar itu cuma satu, tidak boleh berbilang. Dan
yang benar itu pasti pendapat syeikh mereka . Oleh karena itu wajib bagi mereka
memisahkan diri dari selain golongannya, jika tidak maka berdosa, dan dosanya
lebih besar dari segala macam dosa kemaksiatan , termasuk berzina dan memebunuh
sekalipun. Karena menurut golongan ini dosa pelaku bid’ah dampaknya jauh lebih
luas pada agama dan umat. Berbeda dengan dosa maksiat , dampaknya hanya pada
individu .
Adapula
yang berkeyakinan bahwa selain golongannya adalah musyrik dan hukum bersentuhan
dengannya adalah najis.
=======
DALIL KHAS
YANG MELEKAT PADA MEREKA SEBAGAI SENJATA UNTUK MEMECAH BELAH:
“ Mereka gemar mencari-cari dalil yang turun kepada orang kafir atau orang fasiq lalu mereka timpakan kepada orang beriman yang berbeda
pendapat ”
Berikut ini adalah ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhu tentang orang-orang khawarij
sebagaimana disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq :
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ
شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ : إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ
فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ
“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia
berkata, ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir
lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.”
(Fathul Bari, 12/282)
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
""وَصَلَهُ
الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بَكِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ
ابْنِ عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ – وَهُوَ أَحَدُ أَسْمَاءِ الْخَوَارِجِ - ؟ قَالَ:
( كَانَ يَرَاهُمْ شَرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ
فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ ) . قُلْتُ: وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
Ath-Thabary menyambungnya sanadnya dalam musnad Ali min Tahzib Al-Atsar
dari jalur Bakir bin Abdillah bin Al-Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi,
tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain
untuk kelompok Khawarij)? Dia berkata, “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah
seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang
kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” Saya katakan, ‘Sanadnya
shahih’” (Fathul Bari, 12/286)
Mereka
hanya sibuk menyerang dan memecah belah kaum mislimin , tetapi membiarkan
orang-orang kafir, sebagaimana yang Rosulullah ﷺ sabdakan tentang mereka :
" يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ
وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ
قَتْلَ عَادٍ ".
“ Mereka hanya memerangi umat Islam , akan tetapi membiarkan para
penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti akan aku bantai mereka sebagaimana
kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Salah
satu kebusukan manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan hukum, yang haram menjadi
wajib, dengan cara membenturkan antar dalil . Lalu mereka akan memilih hukum
yang mereka inginkan . Dan ciri khas hukum produk mereka adalah menganggap
sesat seluruh kaum muslimin yang menyelisihi produk hukum mereka . Dampak nya
pun sudah bisa dipastikan akan menimbulkan permusuhan dan perpecahan .
Mereka
mensetarakan diri mereka dengan para Nabi dan Rasul , sementara seluruh kaum
muslimin yang menyelisihnya disetarakan dengan orang kafir, bahkan lebih buruk
darinya. Terbukti ketika seluruh kaum muslimin menentangnya maka mereka semakin
bangga dan congkak, dengan mengatakan :
dulu para Nabi dan Rasul juga sama demikian ketika menghadapi perlawanan dari
orang-orang kafir dan kaum musyrikin .
DIANTARA
DALIL YANG MELEKAT PADA MEREKA ADALAH SBB :
PERTAMA
: Dalil wajib bertajassus dan su’udzon :
Berdalil
: dengan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah
ﷺ :
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ،
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخْالِلُ
“Seseorang di atas AGAMA sahabatnya, hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang
hendak ia jadikan sahabatnya”.
["HR. Abu Dawud (4833), At-Tirmidzi (2378), dan
Ahmad (8398). Di Hasankan oleh al-Albaani].
Dan hadits Abu Sa'id al-Khudri bahw Nabi ﷺ, beliau bersabda:
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا
وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
"Janganlah kalian berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan
jangan sampai memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa."
[HR.
Abu Dawud (4832), At-Tirmidzi (2395) dengan redaksi keduanya, dan Ahmad (11337)
dengan sedikit perbedaan. Di Hasankan oleh al-Albaani]
Pepatah
Arab :
" الصَّاحِبُ سَاحِب".
“Sahabat itu akan menyeret [menggeret]”.
Artinya pengaruh kawan itu sangatlah kuat. Jika dua orang bersahabat,
akan terjadi penyesuaian atau sinkronisasi di antara keduanya. Jika tidak,
persahabatan mereka akan terhenti.
BANTAHAN :
Hadits-hadits diatas itu anjuran untuk tidak bergaul dengan orang
kafir, orang yang tidak beriman, orang fasiq dan orang yang berakhlak busuk.
Bukan untuk melarang bergaul dengan orang muslim atau ulama yang berbeda
pendapat dalam masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah.
KEDUA : Dalil hajer dan tahdzir :
Ada sebagian dari mereka yang merujuk
pada firman Allah Ta'ala:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى ثَمُودَ
أَخَاهُمْ صَالِحًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ فَإِذَا هُمْ فَرِيقَانِ يَخْتَصِمُونَ
'Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
kepada kaum Tsamud saudaranya Shaleh, (dengan memerintahkan kepada mereka):
'Sembahlah Allah.' Maka tiba-tiba mereka terpecah menjadi dua golongan yang bermusuhan.'"
[Q.S. An-Naml: 45].
Mereka menyimpulkan bahwa Shaleh datang
untuk memecah belah dan memisahkan antara kaumnya. Mereka berpendapat bahwa
ketika seseorang memisahkan antara seorang muslim dengan muslim lainnya, maka
ia telah mengikuti sunnah Nabi Shaleh ‘alaihissalam dalam memisahkan antara kaum
mukminin dan kaum kafir.
Laa Haula walaa Quwwata Illa Billah
al-‘Aliyyi al-‘Adziim [Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung]."
DALIL LAIN :
Mereka juga berdalil dengan ayat al-Qur’an yang melarang duduk-duduk
bersama orang kafir dan musyrik . Dan menurut mereka bahwa kaum muslimin selain
golongannya sama hukumnya dengan orang kafir dan musyrik ; maka tidak boleh
duduk-duduk pula bersama nya . Mereka berdalil dengan firman Allah SWT :
﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي
آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا
يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ﴾
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami,
maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain.
Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini),
oleh karena itu janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah
teringat (akan larangan itu). [QS. al-An'am : 68].
BANTAHAN :
Bantahan terhadap
pemahaman khawarij tentang ayat ini adalah sbb :
DALIL PERTAMA :
Ayat
tersebut di tujukan pada orang kafir yang mengolok-olokkan agama dan
melecehkannya . Sebagaimana dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
{ وَقَدْ
نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ
بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ
غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ }.
Dan sungguh Allah
telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian
mendengar ayat-ayat Allah dikufuri (diingkari) dan diperolok-olokkan (oleh
orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka
memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat
demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)
Dan adapun firman-Nya
: " Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa
dengan mereka. (An-Nisa: 140)" , maka Muqatil ibnu Hayyan mengatakan :
نَسَخَت هَذِهِ
الْآيَةُ الَّتِي فِي الْأَنْعَامِ. يَعْنِي نُسخَ قَوْلُهُ: {إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ}
لِقَوْلِهِ {وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلَكِنْ
ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ} .
" Bahwa ayat
surat Al-An'am ini menasakh [meghapus]
firman-Nya: {tentulah kalian serupa dengan mereka}. (An-Nisa: 140).
Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:
وَما عَلَى
الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ
يَتَّقُونَ
Dan tidak ada
pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang memelihara dirinya
terhadap dosa mereka (yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi
(kewajibannya ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69) .
[Tafsir Ibnu Katsir : 2/435].
DALIL KEDUA :
Larangan
duduk-duduk bersama dengan orang-orang kafir itu terbatas pada saat
pembicaraannya mengolok-olok ayat-ayat Allah dan menistakannya , namun jika
mereka telah merubah pembicaraannya ke arah yang lain , maka larangan tersebut tidak berlaku .
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :
قَالَ: ﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي
آيَاتِنَا﴾ أَيْ: بِالتَّكْذِيبِ وَالِاسْتِهْزَاءِ ﴿فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى
يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ﴾ أَيْ: حَتَّى يَأْخُذُوا فِي كَلَامٍ آخَرَ
غَيْرِ مَا كَانُوا فِيهِ مِنَ التَّكْذِيبِ، ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ
الشَّيْطَانُ﴾ وَالْمُرَادُ بِهَذَا كُلُّ فَرْدٍ، فَرْدٌ مِنْ آحَادِ الْأُمَّةِ،
أَلَّا يَجْلِسَ مَعَ الْمُكَذِّبِينَ الَّذِينَ يُحَرِّفُونَ آيَاتِ اللَّهِ
وَيَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا، فَإِنْ جَلَسَ أَحَدٌ مَعَهُمْ
نَاسِيًا ﴿فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى﴾ بَعْدَ التَّذَكُّرِ ﴿مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ﴾
وَلِهَذَا وَرَدَ فِي الْحَدِيثِ:
"رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا
عَلَيْهِ.
وَقَالَ السُّدِّي، عَنْ أَبِي
مَالِكٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْر فِي قَوْلِهِ: ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾
قَالَ: إِنْ نَسِيتَ فَذَكَرْتَ، فَلَا تَجْلِسْ مَعَهُمْ. وَكَذَا قَالَ
مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ.
Ibnu Abbas berkata, "Allah berfirman, 'Dan apabila kamu melihat
orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami...' yaitu dengan mendustakan
dan mencemoohnya. 'Maka berpalinglah dari mereka hingga mereka merubah
pembicaraanya dan masuk ke dalam pembicaraan selain itu yang ada pendustaan
'. { Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan
ini)} .
Dan yang dimaksud dengan ini adalah setiap individu, individu dari umat
yang tidak duduk bersama para penista yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan
menempatkannya di tempat-tempat yang salah. Jika kamu duduk bersama mereka
karena lupa, 'maka setelah teringat janganlah kamu duduk bersama orang-orang
yang dzalim'."
Dan oleh karena itu telah ada dalam hadis : "Kesalahan tanpa
sengaja dan kelupaan dari umatku diampuni dan apa yang mereka lakukan karena
dipaksa padanya."
[HR. Ibnu Majah no.(2043) , Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabir))
(8273), dan Al-Bayhaqi (11787) dari Abu Dzar al-Ghifari (ra). Di shahihkan
al-Albani dalam Sahih al-Jami' no. 1836].
Dan al-Suddi mengatakan, dari Abu Malik dan Sa'id bin Jubair tentang
firman Allah : { Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini)}, dia berkata : "Jika kamu lupa, lalu kamu ingat, maka
janganlah duduk bersama mereka." Demikian pula Mukatil bin Hayyan
mengatakan. [Tafsir Ibnu Katsir 3/278]
Dalam sebuah hadis di katakan :
«مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ
عَلَيْهَا الْخَمْرُ»
"Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk-duduk di meja
makan di mana minuman keras disajikan [diedarkan]".
[HR. At-Tirmidzi (2801) dan redaksi ini miliknya ,
Al-Nasa'i (401) dengan singkat, dan Ahmad (14651) dengan sedikit perbedaan] .
Di Hasankan Ibnu Katsir dalam Musnad al-Faaruq 1/411 dan dishahihkan al-Albaani
dalam Hidayatur Ruwaah no. 4403].
Rasulullah ﷺ di rumahnya punya pembantu dan pelayan seorang anak muda Yahudi, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘ahnu :
كانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَمَرِضَ، فأتَاهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقالَ له: أسْلِمْ، فَنَظَرَ إلى أبِيهِ وهو عِنْدَهُ فَقالَ له: أطِعْ أبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأسْلَمَ، فَخَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو يقولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الذي أنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ.
"Ada seorang anak muda Yahudi yang biasa bekerja melayani Nabi ﷺ , dia menderita sakit.
Maka Nabi ﷺ menjenguknya dan Beliau duduk di sisi kepalanya lalu bersabda: "Masuklah Islam".
Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu bapaknya berkata,: "Ta'atilah Abu Al Qasim! ". Maka anak kecil itu masuk Islam.
Kemudian Nabi ﷺ keluar sambil bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka".
[HR. Bukhori no. 1356 dan Ibnu Hibaan dalam Shahihnya no. 2960].
DALIL KE TIGA :
Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
« بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ
غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ « الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ».
“Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam
keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada
yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
ghuroba’, “Mereka memperbaiki manusia ketika rusak.”
(HR. Ahmad 4: 74.
Sanad (rantai perawi) hadits ini sangat lemah dalam konteks ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Bukhari
dalam kitab "Al-Tarikh" 5/252."
Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah dianggap matruk (tertinggalkan).
Dan
Yusuf bin Sulaiman, biografinya ditulis oleh al-Husaini
dalam "Al-Ikmal," dan pleh Bukhari
dalam "Al-Tarikh Al-Kabir" 8/381.
Keduanya hanya menyebutkan Ishak sebagai perawi hadits ini darinya . al-Husaini
menyatakan bahwa Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah tidak dikenal atau tidak
diakui.
Al-Hafizh dalam "At-Ta'jil" 1/800, dalam biografi Abdurrahman bin Sannah, menyebutkan:
"وَفِي سَنَدِهِ
إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي فَرْوَةَ، وَهُوَ وَاهٍ. قَالَ ابْنُ السِّكْنِ:
لَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ، وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدِيثُهُ لَيْسَ بِالْقَائِمِ، وَقَالَ
ابْنُ حِبَّانَ فِي "الصَّحَابَةِ": لَهُ رُؤْيَةٌ".
“ Bahwa dalam sanadnya
terdapat Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah yang dianggap sebagai perawi yang rapuh [وَاهٍ].
Ibnu Al-Sakan berkata: "Tidak dapat diandalkan
(lemah), dan Al-Bukhari mengatakan: Hadisnya tidak memiliki kedudukan yang
kuat, sedangkan Ibnu Hibban dalam "Al-Sahabah" mengatakan: Ia
memiliki riwayat yang dapat dipertimbangkan."
Syu’aib al-Arna’uth berkata :
قلنا: وفي إسناده كذلك إسماعيل بن عياش،
وهو مخلط في غير روايته عن أهل بلده، وهذه منها.
Dalam sanad (rantai perawi) hadits tersebut juga
terdapat Isma'il bin 'Iyash, yang bercampur aduk dalam riwayatnya dari selain penduduk
kotanya sendiri, dan ini termasuk kelemahannya”. [ Takhrij al-Musnad
27/237-238]
Al-Haitsami menyebutkan hadits ini dalam
"Majma' Az-Zawaid" 7/278, dan berkata:
رواه عبد الله والطبراني، وفيه إسحاق
بن عبد الله بن أبي فروة، وهو متروك.
"Diriwayatkan oleh Abdullah dan At-Tabarani,
di dalamnya terdapat Isma'il bin 'Iyash yang dianggap matruk
(tertinggalkan)."
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». فَقِيلَ مَنِ
الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ
كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ »
“Beruntunglah orang-orang yang asing.” “Lalu siapa orang yang asing
wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang sholih yang
berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang
mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya”
(HR. Ahmad 2/177 no. 1604.
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 7/278 no. 12191 mendhaifkannya
, dengan mengatakan :
رَوَاهُ أَحْمَدُ
وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ، وَقَالَ: " أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ
"، وَفِيهِ ابْنُ لَهِيعَةَ وَفِيهِ ضَعْفٌ
"Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tabarani dalam kitab Al-Ausat, dan
dia (At-Tabarani) mengatakan: 'Orang-orang
yang saleh jumlahnya sedikit.' Dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi'ah, dan dalam
riwayat ini terdapat kelemahan."
Namun Hadits
ini di nilai hasan lighoirihi, oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij
al-Musnad 11/231.
Sebagian salaf mengatakan,
عَلَيْكَ بِطَرِيقِ الْحَقِّ وَلَا تَسْتَوْحِشْ
لِقَلَّةِ السَّالِكِينَ، وَإِيَّاكَ وَطَرِيقِ الْبَاطِلِ وَلَا تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ
الْهَالِكِينَ.
“Hendaklah engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati
dengan sedikitnya orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah
dengan jalan kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang yang
mengikuti yang kan binasa” (Madarijus Salikin, 1: 22).
BANTAHAN :
Pertama : keshahihan
hadits ini diperdebatkan.
Kedua : jika
seandainya shahih , maka hadits ini tidak mewajibkan tajassus , su’udz dzon,
hajer dan tahdzir.
Ketiga : hadits ini
milik seluruh kaum muslimin, bukan milik madzhab ahlul hajer wat tahdzir bukan
untuk mensucikan kelompok nya dan bukan untuk menganggap sesat selainnya .
DALIL KE EMPAT :
Perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu :
"إِنَّ جُمْهُورَ
النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ
كُنتَ وَحْدَكَ"
"Sesungguhnya mayoritas manusia telah
meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan
kebenaran, meski kamu sendirian".
LENGKAPNYA :
Dari Umar bin
Maimun al-Audi, dia berkata :
صَحِبْتُ مَعَاذًا بِالْيَمَنِ فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى وَارِيتُهُ بِالتُّرَابِ
بِالشَّامِ، ثُمَّ صَحِبْتُ بَعْدَهُ أَفْقَهَ النَّاسِ عَبْدَ اللَّهِ بِنْ مَسْعُودٍ،
فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى
الْجَمَاعَةِ"،
ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ وَهُوَ يَقُولُ: "سَيَلِي عَلَيْكُمْ
وُلَاةٌ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِمِيقَاتِهَا،
فَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ.
قَالَ: قُلْتُ: يَا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ، مَا أَدْرِي مَا تُحَدِّثُونَ؟ قَالَ:
"وَمَا ذَاكَ؟" قُلْتُ: تَأْمُرُنِي بِالْجَمَاعَةِ وَتُحَضِّنِي عَلَيْهَا،
ثُمَّ تَقُولُ لِي: "صَلِّ الصَّلَاةَ وَحْدَكَ، وَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ
مَعَ الْجَمَاعَةِ وَهِيَ نَافِلَةٌ.
قَالَ: "يَا عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، قَدْ كُنتُ أَظُنُّكَ مِنْ أَفْقَهِ
أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ، تَدْرِي مَا الْجَمَاعَةُ؟" قُلْتُ: لَا. قَالَ:
"إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا
وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ".
"Aku
menemani Mu'adz di Yaman dan tidak meninggalkannya hingga aku menguburkannya di
Syam.
Kemudian aku
menemani orang yang paling faqiih, yaitu Abdullah bin Mas'ud. Lalu Aku
mendengar beliau berkata :
'Berpegang
teguhlah kalian bersama jamaah, karena tangan Allah bersama-sama jamaah.'
Kemudian, suatu
hari aku mendengarnya berkata : "Kelak kalian akan dipimpin oleh para
penguasa yang menunda shalat dari waktunya. Maka kalian shalatlah tepat pada
waktunya, karena itu adalah fardhu. Dan shalatlah kamu bersama jamaah, karena
shalat berjamaah itu sunnah bagimu ."
Aku bertanya :
"Wahai para sahabat Muhammad, apa yang kalian bicarakan?"
Lalu beliau
balik bertanya : "Apa itu ?"
Aku berkata :
"Anda memerintahkan aku agar selalu bersama jamaah dan menganjurkanku
untuk itu. Lalu anda menyuruhku untuk melaksanakan shalat sendiri-sendiri;
karena shalat sendiri itu fardhu, lalu anda menyuruhku shalat berjamaah, karena
shalat berjemaah itu sunnah."
Dia menjawab :
"Wahai Amr bin Maimun, aku pikir kamu termasuk orang yang paling faqih di
kota ini. Apakah kamu tahu apa itu jamaah?"
Aku berkata :
"Tidak."
Dia berkata :
إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ
الْحَقَّ وَإن كُنْتَ وَحْدَكَ
"Sesungguhnya
mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah
apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
Dalam riwayat
lain :
فَقَالَ ابْن مَسْعُود وَضَرَبَ عَلَى فَخْذِي وَيْحَكَ أَنْ جُمْهُورَ النَّاسِ
فَارَقُوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى
Ibnu Mas'ud berkata sambil memukul pahaku dan
berkata dengan keras, "Wahai Amr bin Maimun, sesungguhnya mayoritas
manusia telah meninggalkan jamaah (kebenaran) dan bahwa jamaah adalah apa yang
sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta'ala."
[Diriwayatkan
oleh Ahmad (5/231 secara ringkas), melalui jalur nya oleh Ibnu Asakir (46/408),
Adz-Dzahabi dalam "As-Siyar" (4/158-159), Abu Dawud (432), Ibnu
Hibban (1481 dalam al-Ihsan), Al-Baihaqi (3/124-125), Ibnu Asakir (46/408-409),
dan Al-Mizzi dalam "Tahdzib Al-Kamal" (14/351). Al-Lalakai dalam
"Syarh Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah" (1/122 no.160) dari jalur Al-Auzai dari Hushan bin Atiyyah dari
Abdul Rahman bin Sabit dari Amr bin Maimun, dia berkata: Lalu dia
menyebutkannya.
Dan para
perawinya adalah orang-orang yang thiqah (terpercaya).
Dinyatakan sahih oleh Al-Albani, seperti yang
disebutkan dalam “Ta’liiq Mishkat Al-Masabih" (1/61)
BANTAHAN :
Bantahan Pertama :
Dari Abdullah
bin Umar bahwa Nabi ﷺ bersabda :
"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ
أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ،
فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."
"Allah tidak akan pernah mengumpulkan
umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh karena itu, ikutilah As-Sawadul A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena
sesungguhnya barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam
neraka.'"
"Diriwayatkan oleh al-Ṭabarani (12/447)
(13623), dan al-Ḥākim
(391) dengan lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat'
(701)."
Di shahihkan
al-Albaani dalam Bidayatus Saul no. 70 dan shahih Tirmidzi (2167)”.
Dan dari Anas
bin Malik (ra) :
إِنَّ أُمَّتِي
لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الاخْتِلافَ فَعَلَيْكُمْ
بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu
dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah
pada as sawaadul a’zham ” .
(HR. Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana
dikatakan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)
Ini menunjukkan bahwa yang benar golongan - golongan sesat itu pengikutnya cuma sedikit. Dan ciri khas firqoh sesat ini adalah memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin ; karena merasa dirinya exclusive , suci dan ahli syurga, sementara selain golongannya mereka pastikan ahli neraka dan berdosa jika dekat-dekat dengannya .
Syekh Muhammad al-Amiin dalam artikelnya : “تَفَرُّقَ الْأُمَّةِ إِلَى 73 فَرْقَةً.” berkata :
أَقُولُ: مِنَ الْمُلَاحِظِ هُنَا أَنَّ جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ زَعَمُهُمْ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ. بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ –الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ نِسْبَةً صَغِيرَةً جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ– هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ! وَكُلُّ الْفِرَقِ تَدَّعِي اتِّبَاعَ الْقُرْآنِ، لَكِنَّ بَعْضَهَا يُحَاوِلُ إِنْكَارَ السُّنَّةِ جُزْئِيًّا.
Saya katakan: Yang mencolok di sini adalah bahwa hampir semua aliran sesat ini memiliki kesamaan dalam satu hal, yaitu klaim mereka : “Bahwa mayoritas umat Islam berada dalam kesesatan”. Bahkan sebagian di antara mereka berusaha meyakinkan kita bahwa aliran mereka - yang jumlah pengikutnya sangat kecil di antara umat Islam - adalah yang hak dan benar, sementara sebagian besar umat Islam lainnya sesat! Semua aliran ini mengaku mengikuti Al-Qur'an [dan As-Sunnah], akan tetapi beberapa di antara mereka ada yang mencoba menolak sebagian Sunnah”. [ Kutipan Selesai]
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"وَأَمَّا الْفِرْقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ وَالْأَهْوَاءِ. وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ تَكُونَ بِقَدْرِهَا، بَلْ قَدْ تَكُونُ الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ. وَشِعَارُ هَذِهِ الْفِرَقِ مُفَارَقَةُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ."
Adapun golongan lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy sydzuud (orang-orang keluar dari jalur yang hak) , Ahlut-tafarruq (pemecah belah) , ahlul bid'ah dan ahlul Ahwaa (pengikut hawa nafsu). Dan golongan dari kalangan ini JUMLAHNYA SEDIKIT tidak mendekati jumlah golongan yang diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai] [ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]
Ada seorang ulama yang setelah menyebutkan pernyataan Ibnu
Taimiyah diatas , dia berkata:
"وَالْغَرِيبُ
أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا الْعَصْرِ مَنْ يَسُمُّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
مَعَ تَضَلُّيلِهِمْ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمُّوا فِرْقَتَهُم
بِالْجَمَاعَةِ مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ."
(Sungguh aneh bahwa di zaman ini
ada orang-orang yang menyebut dirinya Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah, padahal mereka
selalu menganggap sesat semua umat Islam [yang bukan kelompoknya]. Perhatikan
bagaimana mereka menamakan kelompok mereka al-Jama'ah padahal tidak mewakilinya
bahkan jumlah mereka tidak sampai 0,2% dari seluruh umat Muslim)] [ Selesai]. [Di kutip dari artikel :من هم أهل
السنة و الجماعة و من هم أهل البدع و الضلال ؟].
BANTAHAN KEDUA :
Yang dimaksud Mayoritas manusia dalam perkatan
Ibnu Mas’ud itu diperkirakan adalah Utsman bin Affan, seluruh para sahabat dan
kaum muslimin yang menyetujui penulisan Mushaf Utsmani. Namun pada akhirnya
Ibnu Mas’ud rujuk dan menyutujui apa yang dilakukan oleh Utsman dan para sahabat
lainnya.
Imam Al-Qurthubi
dalam tafsirnya mengutip dari Abu
Bakar al-Anbari yang mengatakan:
وَمَا بَدَا مِنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ مِنْ نَكِيرِ ذَلِكَ فَشَيْءٌ نَتَجَهُ الْغَضَبُ، وَلَا
يُعْمَلُ بِهِ ولا يؤخذ به، ولا يشك في ان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدْ عَرَفَ بَعْدَ
زَوَالِ الْغَضَبِ عَنْهُ حُسْنَ اخْتِيَارِ عُثْمَانَ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ
أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبَقِيَ عَلَى مُوَافَقَتِهِمْ
وَتَرَكَ الْخِلَافَ لَهُمْ.
"Adapun tindakan yang ditunjukkan oleh Abdullah bin Mas'ud dalam menolak itu, maka itu sesuatu yang tampaknya sebagai ekspresi
kemarahan, tidak boleh diamalkan dan
tidak boleh dijadikan pegangan.
Dan
tidak ada keraguan bahwa setelah kemarahan hilang dari dirinya , maka belaiu mengakui kebijakan yang baik yang diambil
oleh Utsman dan para sahabat Rasulullah ﷺ dan pada akhirnya beliau setuju dengan mereka serta meninggalkan perselisihan demi untuk mereka." [ Tafsir al-Qurthubi
1/53]
BANTAHAN KETIGA :
Masing-masing firqoh dan golongan tidak berhak
mengklaim bahwa golongannya adalah firqoh najiyah sementara yang lainnya adalah
ahli neraka .
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
" فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ
هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ
إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ
مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."
“Banyak
orang yang menceritakan tentang
golongan-golongan ini berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia
menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya
dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah.
Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli
bid'ah.
Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca :
Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
Syekh Muhammad bin Saleh
Al-Munajjid berkata :
مَظَاهِرُ
الْانِحِرَافِ فِي الْتَبْدِيعِ:
وَمِنْ
ضِمْنِ أَيْضًا الْانِحِرَافَاتِ فِي الْتَبْدِيعِ امْتِحَانُ النَّاسِ لِمَعْرِفَةِ
مَوَاقِفِهِم مِنْ فُلَانٍ أَوْ فُلَانٍ: ثُمَّ بِنَاءُ الْتَّبْدِيعِ عَلَى ذَلِكَ،
فَمِنَ الْبِدَعِ الْمَنْكُرَةِ مَا حَدَثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنَ الِامْتِحَانِ
بِالْأَشْخَاصِ، سَوَاءٌ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَى الْامْتِحَانِ الْجُفَاءِ فِي شَخْصٍ
يُمْتَحَنُ بِهِ، أَوْ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَيْهِ الْإِطْرَاءُ لِشَخْصٍ آخَرَ، وَإِذَا
كَانَتْ نَتِيجَةُ الْامْتِحَانِ الْمُوَافِقَةُ لِمَنْ أَرَادَهُ الْمُمْتَحِنُ، ظَفِرَ
بِالتَّرْحِيبِ، وَالْمَدْحِ، وَالثَّنَاءِ، وَإِذَا سَقَطَ فِي هَذَا الْامْتِحَانِ
فَحِظُّهُ التَّجْرِيحُ، وَالتَّبْدِيعُ، وَالْهِجْرُ، وَالتَّحْذِيرُ. وَمِنَ الْمُعَاصِرِينَ
الَّذِينَ كَتَبُوا بِمِنْهَجِيَّةٍ جَمِيلَةٍ فِي هَذَا الْبَابِ الشَّيْخَانِ: عَبْدُ
الْمُحْسِنِ بْنُ عِبَادِ الْعَبَّادِ الْبَدْرِ، وَالشَّيْخُ بَكْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
أَبُو زَيْدٍ، وَغَيْرُهُمْ.
Penyimpangan-penyimpangan yang nampak
dalam manhaj pembid'ahan
[mencap orang lain sebagai ahli bid'ah]:
Di antara penyimpangan dalam
pembid'ahan adalah menguji orang-orang demi untuk mengetahui sikap mereka
terhadap si Fulan atau si Fulan lainnya , lalu melekatkan gelar ahli bid'ah di
atasnya.
Di antara kesesatan yang harus
di ingkari adalah apa yang terjadi pada masa sekarang ini menguji pribadi
orang-orang , baik motif pengujiannya itu karena ketidak sukaan terhadap orang
yang diujinya. Atau dimotivasi oleh ketertarikan terhadap orang yang diujinya.
Dan jika hasil ujian sesuai
dengan yang diinginkan oleh penguji, maka dia akan disambut, dipuji, dan
disanjung . Dan jika dia gagal dalam ujian ini, maka dia akan dijarh [dicela],
dicap sebagai ahli bid'ah, dihajer, dan ditahdzir .
Di antara para ulama
kontemporer yang menulis dengan metodologi yang indah tentang topik ini adalah
dua syekh : Abdul Mohsin bin Abbad Al-'Abad Al-Badr, dan Syekh Bakr bin
Abdullah Abu Zaid, dan lain-lain.
[ Sumber : ضوابط
البدعة والانحرافات في أبواب البدعة والتبديع ].
Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyah - semoga Allah
merahmatinya - berkata:
" فَإِذَا كَانَ
الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ بِهَجْرِ شَخْصٍ؛ أَوْ بِإِهْدَارِهِ
وَإِسْقَاطِهِ وَإِبْعَادِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ: نُظِرَ فِيهِ فَإِنْ كَانَ قَدْ
فَعَلَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا عُوقِبَ بِقَدْرِ ذَنْبِهِ بِلَا زِيَادَةٍ وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءِ لِأَجْلِ
غَرَضِ الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ . وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا
النَّاسَ وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ
".
"Jadi jika ada seorang guru [syeikh]
atau ustadz telah memerintahkan untuk menghajer seseorang, atau untuk merusak
nama baiknya dan menjatuhkannya, dan sejenisnya, maka dalam hal ini harus
dipertimbangkan sbb :
Jika dia telah melakukan dosa yang syar'i , maka
dia akan dihukum sesuai dengan kadar dosanya tanpa tambahan apa pun. Dan jika
dia tidak melakukan dosa yang syar'i, maka dia tidak boleh dihukum dengan
apapun hanya karena untuk kepentingan membela gurunya [syeikhnya] atau lainnya
.
Dan tidak boleh bagi para guru psyeikh] untuk
menjadikan orang-orang pecah berkelompok-kelompok dan melakukan apa yang
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka.” [Majmu' al-Fataawa :
28/15-16].
Syeikh al-Munajjid berkata :
هُنَاكَ عَدَاوَاتٌ شَخْصِيَّةٌ،
فَهَلْ إِذَا كَانَ بَيْنَ الشَّيْخِ فُلَانٍ وَشَخْصٍ آخَرَ عَدَاوَةٌ شَخْصِيَّةٌ
بَدَّأْنَا أَيُّ وَاحِدٌ يَسْأَلُ هَذَا الآخَرَ، أَوْ يَجْلِسُ إِلَيْهِ، أَوْ يَذْهَبُ
إِلَيْهِ لِأَجْلِ الْعَدَاوَةِ الشَّخْصِيَّةِ.
Disana kadang ada permusuhan antar pribadi, lalu
jika ada permusuhan pribadi antara Syekh Fulan dan syeikh lain, apakah kita
dibenarkan hanya karena permusuhan pribadi , kita membid'ahkannya siapa saja
orangnya yang bertanya masalah agama pada syeikh lain tersebut, atau duduk
bersamanya, atau pergi menemuinya ?.
Dan Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَذْنَبَ
ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءِ لِأَجْلِ غَرَضِ
الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا النَّاسَ
وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ بَلْ يَكُونُونَ
مِثْلَ الْإِخْوَةِ الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى كَمَا قَالَ
تَعَالَى: {وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} .
وَلَيْسَ لِأَحَدِ
مِنْهُمْ أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ عَهْدًا بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ مَا
يُرِيدُهُ؛ وَمُوَالَاةِ مَنْ يُوَالِيهِ؛ وَمُعَادَاةِ مَنْ يُعَادِيهِ بَلْ مَنْ
فَعَلَ هَذَا كَانَ مَنْ جِنْسِ جنكيزخان وَأَمْثَالِهِ الَّذِينَ يَجْعَلُونَ
مَنْ وَافَقَهُمْ صَدِيقًا مُوَالِيًا وَمَنْ خَالَفَهُمْ عَدُوًّا بَاغِيًا
“Dan jika dia tidak melakukan dosa syar'i ,
maka tidak boleh dia dihukum dengan apapun hanya karena untuk kepentingan
seorang guru atau orang lain, dan para guru tidak diperbolehkan membuat manusia
pecah berkelompok-kelompok dan melakukan hal yang menimbulkan permusuhan dan
kebencian diantara mereka . Bahkan sebaliknya, mereka harus menjadi seperti
saudara yang bekerja sama dalam kebenaran dan ketakwaan, seperti yang
difirmankan Allah Ta'aala :
{وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (perbuatan) kebaikan dan
ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
[QS. Al-Maidah :2].
Dan tidak ada seorangpun dari mereka yang berhak memaksa siapa pun
untuk mengikuti semua yang dia inginkan , hanya mau bermuwalah [bersahabat
setia dan saling menolong] kepada mereka yang bermuwalah kepada gurunya,
memusuhi mereka yang memusuhi dia, justru siapa pun yang melakukan ini adalah
sejenis ajaran Jenghis Khan dan yang semisalnya, yang menjadikan mereka yang
sefahan dengan mereka sebagai teman dekatnya dan yang bermuwaalah [setia]
padanya.
Dan siapa saja yang berbeda dengan mereka ; maka dia dianggap sebagai
musuh yang menentang". [ Majmu' al-Fataawaa 28/15-16 ].
Kelompok Ahlut Tahdzir wal Hajer ini pada
hakikatnya Ahlut Tafriiq [pemecah belah] wal 'Adaawah [dan penebar pemusuhan] .
Syeikh al-Munajjid ketika menjelaskan perkataan
Ibnu Taimiyah di atas , dia berkata :
(وَلَيْسَ
لِأَحَدِ مِنْهُمْ) -يَعْنِي: هَؤُلَاءِ الْمُعَلِّمِينَ- (أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ
عَهْدًا بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ مَا يُرِيدُهُ). إِمَا أَنْ تَتْبَعَنِي فِي كُلِّ
مَا أَقُولُ، وَتُسَلِّمَ لِي فِي كُلِّ مَا أَقُولُ، وَإِلَّا الطَّرْدُ، أَوْ يُحَكَّمُ
عَلَيْهِ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ، لِمَاذَا مَا وَافَقَ الشَّيْخُ فُلَانٌ فِي كُلِّ مَا
يَقُولُهُ، مَنْ الَّذِي جَعَلَ الشَّيْخَ فُلَانًا أَوْ عِلَانًا مَعْصُومًا وَكُلُّ
مَا يَقُولُهُ صَحِيحًا؟ لَيْسَ إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(Dan tidak ada seorangpun dari mereka) – yakni para guru mereka-
(yang berhak memaksa siapa pun untuk mengikuti semua yang dia inginkan) ,
maksudnya adalah :
Anda harus mengikuti saya
dalam semua yang saya katakan, dan tunduk kepada saya dalam semua yang saya
katakan, jika tidak , maka anda terusir , atau dihukumi sebagai Ahli Bid'ah .
Kenapa harus mengikuti apa
saja yang sesuai dengan perkataan Syekh Fulan?
Siapa yang membuat Syekh Anu
atau Syeikh Allaan itu ma'shum [tidak mungkin salah] dan semua yang dia katakan
itu pasti benar?
Yang ma'shum itu , tiada yang
lain kecuali Nabi ﷺ". [Selesai]
Lalu Syeikh al-Munajjid
berkata :
"يُوجَدُ مَنْ يَجْعَلُ
مَعِيارَ قَبُولِ الشَّخْصِ مُوَالَاةَ الشَّيْخِ فُلَانٍ، وَمَعِيارَ تَبْدِيعِ وَمُعَادَاةِ
الشَّخْصِ مُخَالَفَةَ الشَّيْخِ فُلَانٍ، أَنْتَ خَالَفْتَ كَلَامَ الشَّيْخِ فُلَانٍ
أَنْتَ مُبْتَدِعٌ، أَنْتَ ضَالٌّ، أَهْجُرُوهُ بِدَعْوَةٍ."
Ada orang yang membuat kriteria untuk menerima
seseorang yang bermuwaalah [taat dan setia] kepada Syekh Fulan dan membuat
kriteria untuk membid'ahkan dan memusuhi orang tersebut adalah menyelisihi
Syekh Fulan. Lalu dikatakan padanya : Anda menyelisishi perkataan Syeikh Fulan
, maka anda adalah Ahli Bid'ah dan anda adalah orang yang dhool [sesat].
Kemudian mengatakan pada sahabat-sahabat : " Kalian Hajer-lah [kucilkan]
dia , kalian cap-lah dia sebagai ahli Bid'ah ".
Lalu Syeikh al-Munajjid
berkata :
هذَا
ضَلَالٌ مُبِينٌ؛ لأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ تَقْدِيسُ الشَّيْخِ فُلَانٍ هَذَا، وَأَنَّ
كُلَّ مَا يَقُولُهُ حَقٌّ، وَهُوَ الْمِعْيَارُ، وَمَنْ كَانَ مَعَنَا فَهُوَ صَدِيقُنَا،
وَمَنْ خَالَفَنَا فَهُوَ عَدُوُّنَا، هَذَا مَبْدَأُ بَعْضِ الطُّغَاةِ الْمُعَاصِرِينَ
مِنْ طُغَاةِ الْغَرْبِ، هَذَا مَنْطِقُ بَعْضِ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ طُغَاةِ
الْغَرْبِ، ابْنُ تَيْمِيَّةَ يَقُولُ: "هَذَا مَنْطِقُ جِنْكِيزَ خَانَ؛ لأَنَّهُ
فِي عَصْرِهِ كَانَ جِنْكِيزَ خَانَ عِنْدَهُ هَذَا الْمَبْدَأَ، تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ،
وَبَعْضُ الْمُنْحَرِفِينَ الْمُعَاصِرِينَ عَنْ مِنْهَجِ السَّلَفِ عِنْدَهُمْ هَذَا
الْمَبْدَأَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَنَا فَهُوَ ضِدُّنَا، مَنْ أَنْتُمْ؟ مَنْ هُوَ الشَّخْصُ
إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ عَدُوٌّ؟ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ، النَّاسُ يَخْطُئُونَ
وَيُصِيبُونَ. انْظُرِ الْانِحِرَافَ حُكْرَ الْحَقِّ فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ، لَا
يُوجَدُ شَخْصِيَّةٌ مَعِينَةٌ الْحَقُّ مُحْتَكَرٌ فِيهَا إِلَّا مُحَمَّدًا -صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. نَعَمْ الْحَقُّ فِي مِنْهَجِ السَّلَفِ مُحْتَكَرٌ بِمَجْمُوعِ
الْأَشْخَاصِ، الصَّحَابَةُ التَّابِعُونَ مِنْ تَبَعِهِمْ، وَمَنْ تَبَعَ مَنْ تَبَعَ
مَنْ تَبَعَهُمْ، هَذَا الْمِنْهَجُ، أَمَّا فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ فَلَا. نَأْتِي
فِي الْعَصْرِ الْحَاضِرِ نَقُولُ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ ضِدَّهُ، وَنَحْنُ
أَعْدَاءُ مَنْ لَيْسَ مَعَهُ، وَحُصْرُ الْحَقِّ فِيهِ هَذَا انْحِرَافٌ وَاضِحٌ جِدًّا،
وَقَدْ مَشَى عَلَى هَذَا طَائِفَةٌ مِنَ النَّاسِ.
Ini adalah manhaj yang nyata-nyat sesat ; Karena
maknanya adalah mensucikan dan mengkultuskan seorang Syekh Fulan, dan bahwa
semua yang dikatakannya adalah benar, dan itu adalah patokannya, dan siapa pun
yang bersama kita adalah teman kita, dan siapa pun yang berbeda dengan kita
adalah musuh kita.
Ini adalah prinsip dasar ajaran dari sebagian
tiran kontemporer di Barat, ini adalah logika dari sebagian tiran kontemporer
di Barat .
Ibnu Taimiyah berkata : ( Ini adalah doktrin
Jengis Khan ) . Karena pada masanya, Genghis Khan memiliki prinsip dasar ajaran
ini, hati mereka serupa dan ada kesamaan, dan sebagian ulama [salafi]
kontemporer yang menyimpang dari manhaj salaf dahulu memiliki prinsip ini,
yaitu mereka mengatakan : " Siapa pun yang tidak bersama kami maka ia
adalah lawan kami".
Emangnya anda itu Siapa ? Abu Baka, Umar saja
termasuk orang yang kadang salah dan benar. Begitu pula orang-orang selainnya .
Lihat penyimpangan tentang KEBENARAN yang
dimonopoli oleh sekelompok pribadi-pribadi tertentu. Tidak ada pribadi tertentu
yang berhak memonopoli kebenaran kecuali Nabi Muhammad ﷺ.
Ya, kebenaran manhaj Salaf itu dimonopoli oleh
sekelompok orang, yaitu para sahabat, para Tabiin dan Taabiut Tabi'iin , ini
adalah manhaj yang benar , akan tetapi jika kebenaran itu dimonopoli oleh
pribadi tertentu, maka itu tidak benar .
Di era sekarang, kami datang disuruh untuk
mengatakan bahwa siapa pun yang tidak bersamanya maka ia lawannya, dan kami
adalah musuh siapa pun yang tidak bersamanya.
Membatasi kebenaran hanya kepadanya adalah
penyimpangan yang sangat jelas, dan telah ada sekelompok orang yang berjalan
diatas manhaj ini [dengan mengataskan namakan manhaj salafi. Pen].
[ Sumber : ضوابط البدعة والانحرافات في أبواب
البدعة والتبديع ]
JANGAN PUKUL RATA DALAM HAJER DAN TAHDZIR ! :
Ternyata semuanya sama rata di hajer dan di
tahdzir oleh para pemeluk Madzhab Ahlul Hajer wat Tahdziir . Mestinya jangan
dipukul rata ! .
Syeikh al-Munajjid berkata :
مِنَ الْانْحِرَافَاتِ فِي
مَوْضُوعِ التَّبْدِيعِ جَعَلَ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُرْتَبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ:
وَأَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ مِنْ جَعَلَ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُكَفِّرَةً، وَلَمْ يُفَرِّقْ
بَيْنَهَا، فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: كُلُّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ، الْحَدِيثُ
مَعْرُوفٌ [أَبُو دَاوُدَ: 4609، وَصَحَّحَهُ الْأَلْبَانِيُّ السِّلْسِلَةِ الصَّحِيحَةِ:
2735].
لَكِنْ هَذَا لَا يَعْنِي
أَنَّ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُتَسَاوِيَةٌ، فَيُؤْدِي إِلَى النَّارِ الْكُبْرَى وَالْبِدْعَةُ
وَالْكُفْرُ، لَكِنَّ شَيْءًا يَخْلِدُ وَشَيْءٌ لَا يَخْلِدُ، وَشَيْءٌ يَطُولُ عَذَابُ
صَاحِبِهِ، وَشَيْءٌ لَا يَطُولُ.
فَالْبِدْعُ لَيْسَتْ مُتَسَاوِيَةً
فِي الضَّلَالَةِ، وَلَا فِي الْإِفْسَادِ، وَالتَّسَوُّيَةُ بَيْنَ الْبِدَعِ مُخَالِفَةٌ
لِمِنْهَاجِ السَّلَفِ. فَهُنَاكَ بِدَعٌ عَمَلِيَّةٌ، وَبِدَعٌ اعْتِقَادِيَّةٌ، وَبِدَعٌ
مُكَفِّرَةٌ، وَبِدَعٌ غَيْرُ مُكَفِّرَةٌ، وَيَتَفَاوَتُ أَهْلُ الْبِدَعِ بِتَفَاوُتِ
بِدَعِهِمْ، وَمَدَى قُرْبِهِمْ أَوْ بُعْدِهِمْ مِنَ الْحَقِّ.
وَبِالتَّالِي يَنْبَغِي أَنْ
تَتَفَاوَتَ الْمَوَاقِفُ مِنْهُمْ، وَأَنْ تَتَفَاوَتَ مُعَامَلَتُهُمْ بِحَسَبِ بِدَعِهِمْ،
أَنْتَ تُبَدِّعُ الْبِدَعَ الْمُكَفِّرَةَ مِثْلَ الْبِدَعِ غَيْرِ الْمُكَفِّرَةِ
تَعَامَلَهُمْ سَوَاءٌ هَذَا ظُلْمٌ.
" Sebagian penyimpangan kelompok ini
dalam hal pembid'ahan orang lain adalah menjadikan semua
macam bid'ah satu level dalam dosa. Bahkan yang lebih parah dari itu adalah
menjadikan semua bid'ah menjadi kekafiran, dan tidak membeda-bedakan diantara
keduanya, maka kami katakan bahwa kami juga berkata sama sebagaimana Nabi ﷺ bersabda :
" فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ،
وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ ".
"Karena sesungguhnya setiap amalan yang baru adalah bid'ah
dan setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan adalah di neraka".
[ HR. Abu Dawud: 4609, dan dishahihkan oleh Al-Albani, Al-Silsilah Al-Shahihah
no. 2735]
Namun ini tidak berarti bahwa semua bid'ah adalah sama, sehingga semua
macam bid'ah akan mengantarkan pada api nereka yang besar, bid'ah dan
kekafiran, akan tetapi yang benar adalah ada yang kekal dalam neraka dan ada
yang tidak kekal , dan ada yang lama masanya dalam neraka dan ada yang tidak.
Jadi bid'ah itu tidak semua sama dalam tingkat kesesatannya , tidak
juga dalam mafsadahnya . Dan menyama ratakan antara macam-macam bid'ah adalah
bertentangan dengan manhaj salaf dahulu .
Karena di sana ada bid'ah amaliyah , bid'ah i'tiqodiyyah [keyakinan],
bid'ah yang membuat seseorang menjadi kafir, dan bid'ah yang tidak membuatnya
kafir. Dan para ahli bid'ah itu berbeda-beda disesuaikan dengan perbedaan
tingkat bid'ahnya, dan seberapa dekat atau jauhnya dari kebenaran.
Oleh karena itu, seharusnya
sikap terhadap mereka harus berbeda-beda, dan perlakuan terhadap mereka harus
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebid'ahan mereka.
Jika Anda menyamakan
perlakuan terhadap para pelaku bid'ah yang membuatnya kafir dengan para pelaku
bid'ah yang tidak membuatnya kafir , maka ini adalah bentuk kedzaliman dan
ketidak adilan ".
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata :
بَعْضَ هَذِهِ الْبِدْعَةِ أَشَدُّ
مِنْ بَعْضٍ وَبَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ يَكُونُ فِيهِ مِنْ الْإِيمَانِ مَا لَيْسَ
فِي بَعْضٍ فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُكَفِّرَ أَحَدًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ
أَخْطَأَ وَغَلِطَ حَتَّى تُقَامَ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ وَتُبَيَّنَ لَهُ
الْمَحَجَّةُ. وَمَنْ ثَبَتَ إيمَانُهُ بِيَقِينِ لَمْ يَزُلْ ذَلِكَ عَنْهُ
بِالشَّكِّ؛ بَلْ لَا يَزُولُ إلَّا بَعْدَ إقَامَةِ الْحُجَّةِ وَإِزَالَةِ
الشُّبْهَةِ. وَهَذَا الْجَوَابُ لَا يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا".
Ada sebagian ahli bid’ah yang lebih dahsyat dari pada yang lainnya ,
dan terkadang ada sebagian ahli bidah yang memiliki tingkat keimanan yang tidak
dimiliki oleh sebagian lainnya.
Tidak seorang pun berhak menghukumi seorang muslim sebagai orang kafir,
meskipun dia melakukan kesalahan dan kekeliruan sampai dia mendapatkan hujjah
lalu dijelaskan padanya bahwa inilah jalan yang lurus dan benar .
Dan siapa yang terbukti keimanannya dengan yakin , maka imanya itu
tidak bisa dianggap hilang darinya dengan keraguan; bahkan, imannya itu tidak
dianggap hilang kecuali jika hujjah telah ditegakkan dan kesyubhatan telah
dihilangkan.
Dan jawaban ini tidak bisa lebih memungkinkan dari ini. [ Majmu
al-Fataawaa 12/500-501 dan Majmu'ah ar-Rosaa'il wal Masaa'il
:16/3 ].
Syeikh al-Albaani berkata
dalam Silsilah adh-Dha'iifah 7/116 setelah menyebutkan perkataan Ibnu Taimiyah
diatas :
"هَذَا؛
وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ قَوِيَّةٌ عَلَى أَنَّ الْمُوَحِّدَ لَا يَخْلُدُ فِي النَّارِ؛
مَهْمَا كَانَ فِعْلُهُ مُخَالِفًا لِمَا يَسْتَلْزِمُهُ الْإِيمَانُ وَيُوجِبُهُ مِنَ
الْأَعْمَالِ؛ كَالصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا مِنَ الْأَرْكَانِ الْعَمَلِيَّةِ، وَإِنَّ
مِمَّا يُؤْكِدُ ذَلِكَ مَا تَوَاتَرَ فِي أَحَادِيثِ الشَّفَاعَةِ؛ أَنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُ الشَّافِعِينَ بِأَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ ذَرَّةٌ
مِنَ الْإِيمَانِ. وَيُؤْكِدُ ذَلِكَ حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُخْرِجُ مِنَ النَّارِ نَاسًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ".
" Ini dan
dalam hadits tersebut terdapat indikasi kuat bahwa orang bertauhid tidak
selamanya tinggal di Neraka. Apa pun perbuatannya meskipun bertentangan dengan
apa yang dituntut dan diwajibkan oleh iman dari amalan-amalan ; seperti shalat
dan semisalnya dari rukun-rukun amaliyah lainnya.
Dan termasuk yang menegaskan
hal ini adalah apa yang telah mutawatir dalam hadits-hadits syafa'at. Bahwa
Allah memerintahkan para pemberi syafaat untuk mengeluarkan dari Neraka siapa
pun yang memiliki sedikit iman di dalam hatinya.
Hal ini ditegaskan oleh
hadits Abu Sa'id al-Khudri :
أنَّ الله يُخْرِجُ مِنْ النَّارِ
قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ
"Bahwa Allah
SWT akan mengeluarkan dari Neraka orang-orang yang sama sekali tidak pernah ber-amal
kebajikan" . [HR. Muslim no. 301]. (Selesai)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata :
"
وَمِمَّا يَنْبَغِي أَيْضًا أَنْ يُعْرَفَ أَنَّ الطَّوَائِفَ الْمُنْتَسِبَةَ
إلَى مَتْبُوعِينَ فِي أُصُولِ الدِّينِ وَالْكَلَامِ: عَلَى دَرَجَاتٍ :
مِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ قَدْ خَالَفَ السُّنَّةَ فِي أُصُولٍ عَظِيمَةٍ وَمِنْهُمْ
مَنْ يَكُونُ إنَّمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فِي أُمُورٍ دَقِيقَةٍ".
" Perlu juga diketahui
bahwa sekte-sekte yang berafiliasi pada para penganut ilmu ushuluddin [teologi]
dan ilmu kalam [filsafat] memiliki tingkatan [derajat yang berbeda-beda ] :
Sebagian dari mereka ada yang
menyelisihi Sunnah dalam pokok-pokok agama yang besar. Dan di antara mereka ada
yang menyelisihi Sunnah dalam perkara-perkara yang sangat kecil dan lembut .
[Majmu' al-Fataawaa 3/384].
Syeikh al-Munajjid berkata :
وَأَيْضًا الْمُبْتَدِعَةُ
أَنْفُسَهُمْ مِنْهُمْ مَنْ لَهُمْ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ جَلِيلَةٌ، وَمِنْهُمْ مَنْ
لَيْسَ كَذَلِكَ، يَعْنِي: صَاحِبُ السَّيِّئَاتِ إذَا كَانَ لَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ
مَا يَخْتَلِفُ الْمَوْقِفُ مِنْهُ مِنْ صَاحِبِ السَّيِّئَاتِ الَّذِي لَا يَكَادُ
يُوْجَدُ لَهُ حَسَنَاتٌ.
انظُرِ الْفُقَهَاءَ مِنَ
السَّلَفِ وَمَمَّنْ تَبِعَهُمْ تَفَاوَتَتْ مَوَاقِفُهُمْ، انظُرْ مَوْقَفَ الْإِمَامِ
أَحْمَدَ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا فَتَحَ عَمُورِيَّةً، الْمُعْتَصِمُ كَانَ عَلَى
مِنْهَجِ الْمُعْتَزِلَةِ اسْتَمَالُوهُ اسْتَحَوَّذُوا عَلَيْهِ، كَمَا اسْتَحَوَّذُوا
عَلَى الْمَأْمُونِ قَبْلَهُ.
لَكِنَّ الْإِمَامَ أَحْمَدَ
مَوْقِفُهُ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا فَتَحَ عُمُورِيَّةً بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي
قَالَتْ: وَامْعَتَصِمَاهُ، لَيْسَ مِثْلَ الشَّخْصِ الَّذِي مَا لَهُ حَسَنَاتٌ مُغْرَقٌ
فِي الْبِدْعَةِ، وَلَا لَهُ مَوَاقِفُ فِي النَّصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.
انظُرْ إلَى مَوْقَفِ آلِ
قَدَّامَةَ الْحَنَابِلَةِ كَيْفَ قَاتَلُوا مَعَ صَلَاحِ الدِّينِ وَفِي جَيْشِهِ
سَارُوا، وَفِي جَيْشِ صَلَاحِ الدِّينِ مِنَ الْأَشْعَرِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ؛ لِأَنَّ
فِي عَمَلِيَّةٍ نَبِيلَةٍ جَلِيلَةٍ فَتَحَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، وَلِذَلِكَ التَّسْوِيةُ
وَالتَّعْمِيمُ أَنَّ الْمَوْقِفَ وَاحِدٌ كُلُّهُمْ مُبْتَدِعَةٌ، نَعَمْ كُلُّهُمْ
مُبْتَدِعَةٌ، لَكِنَّ هُنَاكَ مُبْتَدِعَةٌ لَهُمْ حَسَنَاتٌ جَلِيلَةٌ، بِدْعَتُهُ
فِي جَانِبٍ مُعَيَّنٍ فِي الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ، لَكِنَّ فِي جَوَانِبَ أُخْرَى
تُلْغِيهَا، تَعْمَمُ عَلَيْهِ كُلَّهُ، وَتَقُولُ: هُمْ سَوَاءٌ، وَالَّذِينَ ابْتَدَعُوا
فِي كُلِّ الْمَجَالَاتِ سَوَاءٌ، هَذَا ظُلْمٌ، وَقَدْ جَعَلَ بَعْضُهُمْ الْبِدْعَ
كُلَّهَا مُرَتَّبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ، بَلْ وَبِدْعَ مَنْ لَمْ يَقُلْ بِذَلِكَ.
Juga, para ahli bid'ah itu
sendiri , diantara mereka ada yang memiliki amal-amal shalih dan agung . Dan
sebagian dari mereka ada yang tidak seperti itu.
Artinya : orang yang
melakukan amalan yang buruk jika dia memiliki banyak amalan yang baik ; maka
posisinya berbeda dengan orang yang melakukan amalan buruk, yang hampir tidak
memiliki amalan yang baik sama sekali.
Lihat para ahli fiqih dari
kalangan ulama salaf dan orang-orang yang mengikuti mereka, pendirian mereka
berbeda-beda , lihat pendirian Imam Ahmad terhadap Al-Mu'tasim ketika dia
menaklukkan Amoriyah, Al-Mu'tasim bermanhaj Mu'tazilah. Pengangkatan dirinya sebagai khalifah sempat
ditentang banyak pihak , mereka sempat berusaha menumbangkannya dan menguasainya,
sebagaimana mereka sempat berusaha menguasai Al-Ma'mun sebelum dia.
Akan tetapi Imam Ahmad
mengambil sikap tersendiri terhadap al-Mu'tasim ketika dia menaklukkan Amoriyah
dengan sebab adanya seorang wanita yang berseru :
“Waa Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim
(Tolonglah aku)”.
Sikap Imam Ahmad terhadapnya tidak
seperti menghadapi orang yang tidak memiliki amal saleh yang terbenam dalam
kebid'ahan, dan tidak seperti menghadapi orang yang tidak memiliki pendirian
dalam berjuang menolong Islam dan umat Islam .
Lihatlah sikap keluarga
Qudamah dari Madzhab Hanbali, bagaimana mereka ikut berperang bersama Salahud-Din
al-Ayyuubi dan bersama pasukannya mereka berbaris dan berjalan. Dan di pasukan
Salahud-Din ini terdapat orang-orang yang ber-aqidah Asy’ari dan lainnya;
Karena dalam operasi yang mulia dan agung, yaitu penaklukan Baitul Maqdis.
Dan untuk itu mereka
melakukan persamaan dan generalisasi bahwa posisi mereka adalah satu, padahal
mereka semua adalah ahli bid'ah. Ya, mereka semua adalah berbagai macam ahli bid'ah,
tapi ada ahli bid'ah yang memiliki amal-amal kebajikan yang besar. Bid'ahnya
hanya ada pada aspek tertentu , yaitu tentang al-Asmaa wa ash-Shifaat [tentang
nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya].
Tetapi dalam aspek lain
konsep ini tidak boleh diterapkan , yaitu
menggeneralisasi semua bid'ah, dengan mengatakan : Semua ahli bid'ah
sama, termasuk para ahli bid'ah di semua bidang juga sama, maka ini adalah
kedzaliman dan ketidakadilan.
Dan ada sebagian dari mereka
yang menyama ratakan bahwa semua bid'ah martabatnya sama, bahkan orang yang
tidak ikut mengatakannya juga dianggap sebagai ahli bid'ah" .
[ Sumber : ضوابط البدعة والانحرافات في أبواب
البدعة والتبديع ]
======
PEMBAHASAN KETIGA : LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH]:
Allah SWT mengharamkan ghibah
[menggunjing] ; karena hal ini sangat berkaitan erat dengan harga diri ,
kehormatan dan nama baik masing-masing individu muslim . Dan juga menggunjing
itu termasuk perbuatan yang mengantarkan pada kebencian, permusuhan dan perperpecahan
serta meretakkan tli persaudaraan antara sesama umat Islam.
Kehormatan itu termasuk salah
satu darurat yang harus di jaga oleh
setiap muslim . Urutan darurat
tersebut adalah sebagai berikut
:
1]- Darurat Menjaga Agama [لدين].
2]- Darurat Menjaga Jiwa [النفس].
3]- Darurat Menjaga Akal [العقل].
4]- Darurat Menjaga Keturunan [النسب].
5]- Darurat Menjaga Harta [المال] .
Dan ada
sebagian para ulama yang menambahkan : ke [6] – yaitu : Kehormatan
[العِرْضُ].
Demi menjaga kehormatan dan nama baik seorang
muslim atau muslimah , maka Allah SWT mewajibkan atas orang yang menuduh
seseorang berzina untuk menghadirkan 4 saksi yang melihatnya langsung . Jika
kurang dari itu , meski kurang satu , maka kesaksiannya tidak akan di terima ,
dan orang yang menuduhnya terkena hukum cambuk 80 x dan kesaksiannya tidak akan
diterima selamanya kecuali jika dia bertobat dan menarik tuduhannya .
Allah swt berfirman :
{ وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ
ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ }
" Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik".
[ QS. An-Nuur : 04]
Maka waspadalah dengan prasangka buruk berkemas “ waspadalah terhadap faham sesat sebelum mendekat !!!”.
======
BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN
GHIBAH [MENGGUNJING]
DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT
MENGERIKAN
Allah Swt berfirman :
{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
" Dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain ". (Al-Hujurat: 12)
Ini adalah larangan mempergunjingkan
orang lain. Hal ini ditafsirkan oleh Nabi ﷺ melalui sabdanya yang mengatakan
bahwa ghibah ialah:
"ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا
يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ:
"إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ
مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".
Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal
yang tidak disukainya.
Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika
apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?"
Rasulullah ﷺ menjawab: Jika apa yang kamu
pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa
yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya.
[ Sunan Abu Dawud No. (4874) dan Sunan
al-Tirmidzi No. (1935)].
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini
sahih.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar,
dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Ala.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu
Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu'awiyah ibnu Qurrah.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya
dari Aisyah r.a. yang mengatakan :
قُلْتُ لِلنَّبِيِّ ﷺ : حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا
وَكَذَا! - قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ : تَعْنِي قَصِيرَةً -.
فَقَالَ : "لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ
بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ". قَالَتْ : وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا،
فَقَالَ ﷺ : " مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا، وَإِنَّ لِي كَذَا
وَكَذَا".
Bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi ﷺ perihal keburukan Safiyyah. - Selain Musaddad menyebutkan bahwa
Safiyyah itu wanita yang pendek -.
Maka Nabi ﷺ bersabda : " Sesungguhnya
kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya
kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya".
Aisyah r.a. menyebutkan : lalu ia
menceritakan perihal seseorang kepada Nabi ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda: " Aku Tidak Suka
bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu
dan anu (yakni dosa)". [Sunan Abu Dawud No. (4875) dan Sunan
al-Tirmidzi No. (2502, 2503)]
Imam Turmuzi meriwayatkan dengan sanadnya
dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan : " bahwa hadits
ini hasan sahih".
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya
dari Hassan ibnul Mukhariq :
"
أَنَّ امْرَأَةً دَخَلَتْ عَلَى عَائِشَةَ، فَلَمَّا قَامَتْ لِتَخْرُجَ أَشَارَتْ
عائشَةُ بِيَدِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ -أَيْ : إِنَّهَا
قَصِيرَةٌ- فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : "اغْتَبْتِيهَا".
" Bahwa pernah seorang wanita menemui Aisyah r.a. di dalam
rumahnya. Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Aisyah r.a.
berisyarat kepada Nabi ﷺ dengan tangannya yang menunjukkan bahwa
wanita itu pendek.
Maka Nabi ﷺ bersabda : " Engkau telah
menggunjingnya". [Tafsir ath-Thabari (26/87)]
Ghibah atau mengumpat adalah perbuatan yang
haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya
terhadap hal-hal yang telah diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni
istilah ilmu mustalahul hadits yang menerangkan tentang predikat para perawi
seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat.
Allah Swt. menyerupakan pelaku ghibah
sebagaimana memakan daging manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh
Allah Swt. melalui firman-Nya:
{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}
Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. (Al-Hujurat: 12)
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir nya
7/380 :
" أيْ كَما تكْرَهُون هذا طبْعا فاكْرَهُوه
ذَاكَ شَرْعًا، فَإِنَّ عُقُوبَتَهُ أَشَدُّ مِنْ هَذَا، وَهَذَا مِنَ التَّنْفِيرِ
عَنْهَا وَالتَّحْذِيرِ مِنْهَا كَمَا قال صلى الله عليه وسلم فِي الْعَائِدِ فِي هِبَتِهِ:
«كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ» وَقَدْ قَالَ: «لَيْسَ لَنَا مَثَلُ
السَّوْءِ»
" Yakni sebagaimana kamu tidak
menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi
perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras
daripada yang digambarkan.
Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah
untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai
peringatan agar tidak dikerjakan.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan
oleh Rasulullah ﷺ sehubungan dengan seseorang yang mencabut
kembali hibahnya:
"كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ
فِي قَيْئِهِ"
"Seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali
muntahannya". [Al-Bukhari (2621) dan
Muslim (1622)].
Dan sebelum itu beliau ﷺ telah bersabda:
"لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ"
" Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk". [ Bukhari No. (2622)]."
[ Baca : Tafsir Ibnu Katsir 7/380].
Abu Daud meriwayatkan dari Al-Miswar
bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"مَنْ
أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أُكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا فِي
جَهَنَّمَ ، وَمِنْ كُسى ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ
مِثْلَهُ فِي جَهَنَّمَ. وَمَنْ قَامَ بِرَجُلٍ مَقَامَ سمعةٍ وَرِيَاءٍ فَإِنَّ
اللَّهَ يَقُومُ بِهِ مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni
menggunjingnya) sekali makan (sekali gunjing), maka
sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka
Jahanam.
Dan barang siapa yang memakaikan suatu
pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan
memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam.
Dan barang siapa yang berdiri karena ria
dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer
dan ria kelak di hari kiamat.
[ Abu Dawud (4881) dan lafalnya adalah
miliknya, dan Ahmad (18011) Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Hidayat
ar-Ruwaah no. 4976 dan Shahih Abi Daud no. 4881].
Abu Daud meriwayatkan hadits ini
secara munfarid.
Dari Anas ibnu Malik bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"لَمَّا
عُرِج بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ
وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ:
هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي
أَعْرَاضِهِمْ".
"Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati
suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk
mencakar muka dan dada mereka.
Aku lalu bertanya : "Wahai Jibril, siapa mereka itu?"
Jibril menjawab : "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan
daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan [nama baik] mereka."
[ HR. Abu Dawud (4878) dan Ahmad (13340).
Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih at-Targhib no. 2839].
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu
Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata :
" قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنَا
مَا رَأَيْتَ لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِكَ؟ قَالَ: ثُمَّ انْطُلِقَ بِي إِلَى خَلْقٍ مِنْ
خَلْقِ اللَّهِ كَثِيرٍ، رِجَالٍ وَنِسَاءٍ مُوكَلٌ بِهِمْ رِجَالٌ يَعْمِدُونَ إِلَى
عُرْضِ جَنْبِ أحدهم، فيجذون منه الجذة من مثل النعل ثم يضعونه فِيِّ أَحَدِهِمْ. فَيُقَالُ
لَهُ كُلْ كَمَا أَكَلْتَ وَهُوَ يَجِدُ مِنْ أَكْلِهِ الْمَوْتَ يَا مُحَمَّدُ لَوْ
يَجِدُ الْمَوْتَ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرَائِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ؟
قَالَ : هَؤُلَاءِ الْهَمَّازُونَ واللمازون أَصْحَابُ النَّمِيمَةِ، فَيُقَالُ: أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَهُوَ يُكْرَهُ
عَلَى أَكْلِ لَحْمِهِ ".
"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada
kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu."
Maka di antara jawaban beliau ﷺ menyebutkan bahwa:
" .... kemudian aku dibawa menuju
ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan
wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang
dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot
sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang
lainnya dari mereka.
Lalu dikatakan kepadanya : "Makanlah
ini sebagaimana dahulu kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu
adalah bangkai.
Jibril mengatakan : "Hai Muhammad,
tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk
memakannya."
Aku bertanya : "Hai Jabrail,
siapakah mereka itu?"
Jibril menjawab : "Mereka adalah
orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang
lain."
Lalu dikatakan : "Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya."
Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). [
Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3305 no. 18618 ]
Abu Daud At-Tayasili meriwayatkan di
dalam kitab musnadnya, dari Anas :
"
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَصُومُوا يَوْمًا وَلَا
يَفْطُرَنَّ أحدٌ حَتَّى آذَنَ لَهُ. فَصَامَ النَّاسُ، فَلَمَّا أَمْسَوْا جَعَلَ
الرَّجُلُ يَجِيءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَيَقُولُ: ظَلِلْتُ مُنْذُ الْيَوْمِ
صَائِمًا، فَائْذَنْ لِي. فَأُفْطِرُ فَيَأْذَنُ لَهُ، وَيَجِيءُ الرَّجُلُ
فَيَقُولُ ذَلِكَ، فَيَأْذَنُ لَهُ، حَتَّى جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنْ فَتَاتَيْنِ مِنْ أَهْلِكَ ظَلَّتَا مُنْذُ الْيَوْمِ
صَائِمَتَيْنِ، فَائْذَنْ لَهُمَا فَلْيفطرا فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ أَعَادَ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "مَا صَامَتَا، وَكَيْفَ صَامَ مَنْ ظَلَّ
يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ؟ اذْهَبْ، فَمُرْهُمَا إِنْ كَانَتَا صَائِمَتَيْنِ
أَنْ يَسْتَقْيِئَا". فَفَعَلَتَا، فَقَاءَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا
عَلَقةً علقَةً فَأَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"لَوْ مَاتَتَا وَهُمَا فِيهِمَا لَأَكَلَتْهُمَا النَّارُ"
Bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan kepada orang-orang
untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka
sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa.
Ketika petang harinya seseorang datan'g
kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata : " Ya Rasulullah SAW,
telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka".
Kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan
datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan
baginya berbuka.
Kemudian datanglah seorang lelaki
melaporkan : "Wahai Rasulullah ada dua remaja perempuan dari dari kalangan
keluargamu sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk
berbuka".
Tetapi Rasulullah ﷺ berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya.
Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda: Keduanya tidak puasa,
bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging
orang lain. Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa
hendaklah keduanya muntah.”
Lalu keduanya melakukan apa yang
diperintahkan oleh Nabi ﷺ Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya
mengeluarkan darah kental. Lelaki itu datang kepada Nabi ﷺ dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi ﷺ bersabda:
Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua
darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan
dibakar oleh api neraka.
[ Musnad Al-Thayalisi No. (2107)]. Ibnu
Katsir berkata : Sanad hadits di dhaif, sedangkan matannya garib. [Tafsir Ibnu
Katsir 7/382].
Al-Hafidz Al-Baihaqi meriwayatkan dengan
sanadnya dari Ubaid maula Rasulullah Saw:
أَنَّ امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ، وَأَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
إِنَّ هَاهُنَا امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا، وَإِنَّهُمَا كَادَتَا تَمُوتَانِ مِنَ
الْعَطَشِ -أرَاهُ قَالَ: بِالْهَاجِرَةِ-فَأَعْرَضَ عَنْهُ -أَوْ: سَكَتَ
عَنْهُ-فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّهُمَا -وَاللَّهِ قَدْ مَاتَتَا أَوْ
كَادَتَا تَمُوتَانِ. فَقَالَ: ادْعُهُمَا. فَجَاءَتَا، قال: فجيء بِقَدَحٍ -أَوْ
عُسّ-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: " قِيئِي" فَقَاءَتْ مِنْ قَيْحٍ وَدَمٍ
وَصَدِيدٍ حَتَّى قَاءَتْ نِصْفَ الْقَدَحِ. ثُمَّ قَالَ لِلْأُخْرَى: قِيئِي
فَقَاءَتْ قَيْحًا وَدَمًا وَصَدِيدًا وَلَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَغَيْرَهُ
حَتَّى مَلَأَتِ الْقَدَحَ. فَقَالَ: إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ
اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، جَلَسَتْ
إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَتَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ.
Bahwa di masa Rasulullah ﷺ pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang
kepada Rasulullah ﷺ melaporkan :
"Wahai Rasulullah, di sini ada dua
orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena
kehausan," [ Perawi mengatakan : bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah
karena teriknya matahari di tengah hari].
Rasulullah ﷺ berpaling darinya atau diam tidak
menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah,
sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggillah keduanya,"
Lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah
sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi ﷺ berkata kepada salah seorang wanita itu,
"Muntahlah!"
Wanita itu mengeluarkan muntahan darah
dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi ﷺ berkata kepada wanita lainnya, "Muntahlah!"
Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah,
muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh.
Kemudian Nabi ﷺ bersabda: " Sesungguhnya
kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya,
tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya;
salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging
orang lain (menggunjingnya). [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382].
Di riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431) dan
diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Al-Dunya dalam Silam No. (171) melalui Yazid
Bin Harun dari Suleiman Al-Taymi di dalamnya.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan dengan
sanadnya dari Sa'ad
maula Rasulullah ﷺ :
أَنَّهُمْ أُمِرُوا بِصِيَامٍ،
فَجَاءَ رَجُلٌ فِي نِصْفِ النَّهَارِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُلَانَةُ وَفُلَانَةُ
قَدْ بَلَغَتَا الْجَهْدَ. فَأَعْرَضَ عَنْهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ:
"ادْعُهُمَا". فَجَاءَ بعُس -أَوْ: قَدَح-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا:
"قِيئِي"، فَقَاءَتْ لَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَقَيْحًا، وَقَالَ لِلْأُخْرَى
مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: "إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا،
وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، أَتَتْ إِحْدَاهُمَا لِلْأُخْرَى
فَلَمْ تَزَالَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ حَتَّى امْتَلَأَتْ أجوافهما قَيْحًا".
Bahwa mereka diperintahkan untuk puasa,
lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata : "Wahai
Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi ﷺ berpaling darinya. Hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga
kali.
Pada akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggilah keduanya." Maka Nabi ﷺ datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah
seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah."
Wanita itu memuntahkan daging, darah
kental, dan muntahan.
Lalu Nabi ﷺ berkata kepada wanita yang lainnya, "Muntahlah."
Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: " Sesungguhnya kedua wanita ini puasa
dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari
apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya
mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang
lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh dengan nanah".
[ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382. Di riwayatkan
pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431)]
Ibnu Katsir berkata : " Imam Baihaqi
mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi
yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih".
Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dengan
sanadnya dari salah seorang anak Abu Hurairah:
أَنَّ مَاعِزًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ -قَالَهَا
أَرْبَعًا-فَلَمَّا كَانَ فِي الْخَامِسَةِ قَالَ: "زَنَيْتَ"؟ قَالَ:
نَعَمْ. قَالَ: "وَتَدْرِي مَا الزِّنَا؟ " قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُ
مِنْهَا حَرَامًا مَا يَأْتِي الرَّجُلُ مِنَ امْرَأَتِهِ حَلَالًا. قَالَ:
"مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا الْقَوْلِ؟ " قَالَ: أُرِيدُ أَنْ
تُطَهِّرَنِي. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَدْخَلْتَ ذَلِكَ مِنْكَ
فِي ذَلِكَ مِنْهَا كَمَا يَغِيبُ المِيل فِي الْمُكْحُلَةِ والرِّشاء فِي
الْبِئْرِ؟ ". قَالَ: نَعَمْ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَأَمَرَ
بِرَجْمِهِ فَرُجِمَ، فَسَمِعَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلَيْنِ يَقُولُ أَحَدَهُمَا
لِصَاحِبِهِ: أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذَا الَّذِي سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ
تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجمَ رَجْمَ الْكَلْبِ. ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ ﷺ
حَتَّى مَرّ بِجِيفَةِ حِمَارٍ فَقَالَ: أَيْنَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ؟ انْزِلَا
فَكُلَا مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ" قَالَا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا رَسُولَ،
اللَّهِ وَهَلْ يُؤكل هَذَا؟ قَالَ: "فَمَا نِلْتُمَا مِنْ أَخِيكُمَا آنفا
أشد أكلا من، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ الْآنَ لَفِي أَنْهَارِ
الْجَنَّةِ يَنْغَمِسُ فِيهَا".
"Bahwa Ma'iz datang kepada
Rasulullah ﷺ, lalu berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah
berzina."
Rasulullah ﷺ berpaling darinya hingga Ma'iz mengulangi
ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Kamu benar telah zina?"
Ma'iz menjawab, "Ya."
Rasulullah ﷺ bertanya, "Tahukah kamu apakah
zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan
yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang
halal."
Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah yang engkau
maksudkan dengan pengakuanmu ini?"
Ma'iz menjawab : "Aku bermaksud agar
engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)."
Maka Rasulullah ﷺ bertanya : "Apakah engkau
memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke
dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?"
Ma'iz menjawab : "Ya, wahai
Rasulullah."
Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam,
lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi ﷺ mendengar dua orang lelaki berkata. Salah
seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya) :
"Tidakkah engkau saksikan orang yang
telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus
dirajam seperti anjing dirajam?"
Kemudian Nabi ﷺ berjalan hingga melalui bangkai keledai,
lalu beliau ﷺ bersabda : "Dimanakah
si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini."
Keduanya menjawab, "Semoga Allah
mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?"
Nabi ﷺ menjawab: Apa yang kamu berdua
katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai
ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya,
sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di
dalamnya.
[ Musnad Abi Ya’la (6/524) dan
diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dalam Al-Sunan Al-Kubra (8/227) melalui Amr Bin Al-Dahhak
dengan itu; Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Sunan No. (4429) melalui
Ad-Dahhak].
Ibnu Katsir 7/383 berkata : " Sanad hadits
sahih".
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari
Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan :
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ
مُنْتِنَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ؟
هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ"
" Bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ, lalu terciumlah oleh kami bau bangkai
yang sangat busuk. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Tahukah kalian, bau
apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain."
[ Al-Musnad (3/351) . Al-Haytsami berkata
dalam Al-Majma’ (8/91): Para perawinya dapat dipercaya].
Jalur lain.
Abdu ibnu Humaid meriwayatkan dengan
sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan :
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ فَهَاجَتْ رِيحُ
مُنْتِنَةٌ ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُنَافِقِينَ
اغْتَابُوا نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَلِذَلِكَ بُعِثَتْ هَذِهِ
الرِّيحُ" وَرُبَّمَا قَالَ: "فَلِذَلِكَ هَاجَتْ هَذِهِ الرِّيحُ"
bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat
busuk. Maka Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya sejumlah
orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal
tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali
beliau ﷺ bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat
busuk ini. [ al-Muntakhob No. (1026)]
As-Saddi berkata :
" Sehubungan dengan firman Allah
Swt.:
{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا}
Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)
Ia menduga bahwa Salman r.a. ketika
berjalan bersama dua orang sahabat Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan sebagai pelayan
keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari
keduanya.
Pada suatu hari ketika semua orang telah
berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan
tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari
Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah
dan keduanya mengatakan seraya menggerutu :
"Tiada yang dikehendaki oleh Salman
atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan
kemah sudah dipasang."
Ketika Salman datang, keduanya mengutus
Salman kepada Rasulullah ﷺ untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun
berangkat hingga datang kepada Rasulullah ﷺ seraya membawa wadah lauk pauk.
Lalu Salman berkata : "Wahai
Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada
engkau, jika engkau mempunyainya."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا يَصْنَعُ أَصْحَابُكَ بالأدْم؟ قَدِ
ائْتَدَمُوا"
Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu
dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk?
Maka Salman kembali kepada kedua temannya
dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah ﷺ, lalu berkata :
" لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا
أَصَبْنَا طَعَامًا مُنْذُ نَزَلْنَا ".
"Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum
makan sejak pertama kali kami istirahat."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِنَّكُمَا قَدِ ائْتَدَمْتُمَا بِسَلْمَانَ
بِقَوْلِكُمَا"
"Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari
Salman karena gunjinganmu (terhadapnya)".
Lalu turunlah firman Allah Swt: Sukakah
seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat:
12)
Sesungguhnya Salman saat itu sedang
tidur. [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/384].
Al-Hafidz Ad-Diya Al-Maqdisi telah
meriwayatkan di dalam kitab Al-Mukhtar-nya dengan sanadnya dari
Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan :
كَانَتِ الْعَرَبُ تَخْدِمُ
بَعْضُهَا بَعْضًا فِي الْأَسْفَارِ، وَكَانَ مَعَ أَبِي بكر وعمر ما رَجُلٌ يَخْدِمُهُمَا،
فَنَامَا فَاسْتَيْقَظَا وَلَمْ يُهَيِّئْ لَهُمَا طعاما، فقالا إن هذا لنؤوم، فَأَيْقَظَاهُ،
فَقَالَا لَهُ: ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يُقْرِئَانِكَ
السَّلَامَ، وَيَسْتَأْدِمَانِكَ.
فَقَالَ: "إِنَّهُمَا
قَدِ ائْتَدَمَا" فَجَاءَا فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَيِّ شَيْءٍ ائْتَدَمْنَا؟
فَقَالَ: "بِلَحْمِ أَخِيكُمَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنِّي لَأَرَى لَحْمَهُ
بَيْنَ ثَنَايَاكُمَا". فَقَالَا اسْتَغْفِرْ لَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ:
"مُرَاه فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمَا"
Bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab
biasa melayani sebagian yang lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu
Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu
keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan
untuk mereka berdua.
Lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya
orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur.
Dan keduanya membangunkan pelayannya itu
dan mengatakan kepadanya : "Pergilah kepada Rasulullah ﷺ dan katakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan
salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau."
Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi ﷺ, maka beliau ﷺ bersabda, "Sesungguhnya mereka
berdua telah beroleh lauk pauk."
Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap
kepada Rasulullah ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk
pauk apakah yang telah kami peroleh?"
Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku
berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu
itu) berada di dalam lambungmu.
Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah,
mohonkanlah ampunan bagi kami."
Rasulullah ﷺ bersabda: Perintahkanlah kepada
lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu
berdua. [ al-Mukhtaarah karya al-Maqdisy No. (1697)].
Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah ﷺ' bersabda:
"مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي
الدُّنْيَا، قُرِّب لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا
كَمَا أَكَلْتَهُ حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".
Barang siapa yang memakan daging
saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging
saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam
keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.”
Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia
memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit.
Ibnu Katsir berkata : " Hadits
ini garib sekali".
Al-Tabarani meriwayatkan dalam Al-Mu'jam
Al-Awsath No. (4961) “Majma' Al-Bahrain” melalui Muhammad Bin Salamah dari
Muhammad Bin Ishaq dengannya, dan dia berkata: Tidak ada yang meriwayatkan dari
Ibnu Ishaq kecuali Muhammad Bin Salamah.
Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma'
(8/92):
"فِيهِ
ابْنُ إِسْحَاقَ وَهُوَ مُدَلَّسٌ وَمَنْ لَمْ أَعْرِفْهُ "
“Di dalamnya ada Ibn Ishaq, dan dia seorang mudallis dan
seseorang yang tidak saya kenal.”
=====
PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING
[DI RUSAK NAMA BAIKNYA]:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya
dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani dari ayahnya, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda:
"مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ
يَعِيبُهُ، بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِشَيْءٍ يُرِيدُ شَيْنَهُ، حَبَسَهُ
اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ".
Barang siapa yang membela seorang mukmin
dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat
kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam.
Dan barang siapa yang menuduh seorang
mukmin dengan tuduhan yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di
jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.
[ Al-Musnad (3/441) dan Sunan Abi Dawud
No. (4883)] . Di nilai HASAN oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Hidayat ar-Ruwaah
4/452 dan juga oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4883.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya
dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Anshari mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"ما
من امرىء يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ
وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ
فِيهَا نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنَ امْرِئٍ يَنْصُرُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ
يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ ، إِلَّا
نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ".
"Tidaklah seseorang menghina seorang
muslim di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga
dirinya direndahkan, melainkan Allah Swt. akan balas menghinanya di
tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.
Dan tidaklah seseorang membela seorang
muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya
direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat
memerlukan pertolongan-Nya.
[ Sunan Abi Dawud No. (4884)] Di nilai
dhaif oleh al-Albaani dalam Dha'if at-Targhiib no. 1553 dan 1700 ]
Imam Abu Daud meriwayatkan hadits ini
secara munfarid (tunggal)
Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat 12 al-Hujurat berkata :
يَقُول تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ
عَن كَثِيرٍ مِّنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التَّهْمَةُ وَالتَّخَوُّنُ وَالتَّحْذِيرُ لِلْأَهْلِ
وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا
مَحْضًا.
" Allah SWT berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang
beriman dari banyak prasangka, yaitu tuduhan , pengkhianatan dan tahdzir terhadap
keluarga, kerabat, dan orang-orang dengan cara yang bukan pada tempat . Karena
sebagian darinya adalah murni perbuatan dosa".
=====
CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH
Firman Allah Swt.:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ . إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَحِيمٌ}
"Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
"قالَ الْجُمْهُورُ مِنَ الْعُلَمَاءِ: طَرِيقُ
الْمُغْتَابِ لِلنَّاسِ فِي تَوْبَتِهِ أَنْ يُقلع عَنْ ذَلِكَ، وَيَعْزِمَ عَلَى أَلَّا
يَعُودَ. وَهَلْ يُشْتَرَطُ النَّدَمُ عَلَى مَا فَاتَ؟ فِيهِ نِزَاعٌ، وَأَنْ يَتَحَلَّلَ
مِنَ الَّذِي اغْتَابَهُ. وَقَالَ آخَرُونَ: لَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَتَحَّلَلَهُ فَإِنَّهُ
إِذَا أَعْلَمَهُ بِذَلِكَ رُبَّمَا تَأَذَّى أَشَدَّ مِمَّا إِذَا لَمْ يَعْلَمْ بِمَا
كَانَ مِنْهُ، فَطَرِيقُهُ إِذًا أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهِ بِمَا فِيهِ فِي الْمَجَالِسِ
الَّتِي كَانَ يَذُمُّهُ فِيهَا، وَأَنْ يَرُدَّ عَنْهُ الْغَيْبَةَ بِحَسْبِهِ وَطَاقَتِهِ،
فَتَكُونَ تِلْكَ بِتِلْكَ".
" Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari
menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak
mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali
perbuatannya yang telah lalu itu?
Masalahnya masih diperselisihkan.
Dan hendaknya pelakunya meminta maaf
kepada orang yang digunjingnya.
Ulama lainnya mengatakan : bahwa tidak
disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia
memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya
lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu.
Dan cara yang terbaik ialah hendaknya
pelakunya membersihkan nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia
mencelanya dan berbalik memujinya.
Dan hendaknya ia membela orang yang
pernah digunjingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang
dilakukan terhadapnya sebelum itu. [Tafsir Ibnu Katsir 7/385]
=====
ROSULULLAH ﷺ MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA MEMBUNUHNYA :
Rosulullah ﷺ tidak mentahdzir mereka dengan cara
menjelek-jelekkannya sambil menunjuk dan menyebutkan nama-nama mereka . Beliau ﷺ tidak menghajer mereka dan tidak mengghibahnya.
Berikut ini kisah Nabi ﷺ ketika hendak dilempar dari atas Gunung oleh
12 orang Munafik.
Allah swt berfirman :
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا
وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا
بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ
يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya : “ Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama)
Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya
mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah
Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak
mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah
melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah
lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali
tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.
Firman Allah Swt.:
وَهَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا
“ dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya.
(At-Taubah: 74)”
Di dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang
berniat hendak membunuh Nabi Saw. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam
ketika Rasulullah Saw. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka
terdiri atas belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan
berkenaan dengan mereka.
Hal ini jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di
dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari
Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman
r.a. yang menceritakan,
كُنْتُ آخِذًا بِخِطَامِ نَاقَةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقُودُ بِهِ، وَعَمَّارٌ يَسُوقُ
النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ يَقُودُهُ -حَتَّى إِذَا كُنَّا
بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ رَاكِبًا قَدِ اعْتَرَضُوهُ فِيهَا،
قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ]
فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عَرَفْتُمُ الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا مُتَلَثِّمِينَ، وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا
الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ: "أَرَادُوا
أَنْ يَزْحَمُوا رَسُولَ اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ، فَيُلْقُوهُ
مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ إِلَى
عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟
قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا
قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ
يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ بِالدُّبَيْلَةِ".
قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟ قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ
نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ قَلْبِ أَحَدِهِمْ فَيَهْلِكُ"
"Saya memegang tali kendali unta Rasulullah Saw. seraya
menuntunnya, sedangkan Ammar menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya,
sedangkan saya yang menggiringnya.
Ketika kami sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua belas
lelaki penunggang kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah Saw. ke medan
Tabuk.
Maka saya mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu
Rasulullah Saw. meneriaki mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.
Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah
kaum itu?'
Kami menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar.
Tetapi kami mengenali mereka dari pelana-pelananya.'
Rasulullah Saw. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang munafik
sampai hari kiamat. Tahukah kalian apakah yang hendak mereka lakukan?'
Kami menjawab, 'Tidak tahu.'
Rasulullah Saw. menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah Saw.
di 'Aqabah. Dengan demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah
"Aqabah.'
Kami (para sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami
mengirimkan orang kepada keluarga mereka sehingga masing-masing kaum
mengirimkan kepadamu KEPALA teman mereka itu?'
Rasulullah Saw. Bersabda : 'Jangan,
aku tidak suka bila kelak orang-orang Arab mempergunjingkan di antara sesama
mereka bahwa Muhammad telah berperang bersama suatu kaum, tetapi setelah Allah
memberikan kemenangan kepadanya bersama mereka, lalu ia berbalik memerangi
mereka.'
Kemudian Rasulullah Saw. Berdoa : 'Ya
Allah, lemparlah mereka dengan Dubailah' Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah,
apakah Dubailah itu?'
Rasul ﷺ menjawab : 'Bara api yang mengenai bagian dalam
hati seseorang di antara mereka, lalu ia binasa. ( SELESAI )
Penulis katakan : Berkenaan dengan hadits ini
Akram Dhiyaa al-Umari
dalam artikelnya “Daurul Munaafiqiin Fii Ghozwati Tabuuk”
mengatakan :
وَبَالرَّغْمِ
مِن وُضُوحِ هَذِهِ الْجَرِيمَةِ الْغَادِرَةِ، تَجَلَّى مَوْقِفُ النَّبِيِّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الْعَظِيمِ تَجَاهَ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ، بِالتَّسَامُحِ
وَالْعَفْوِ عَنْهُمْ، وَذَلِكَ حِفَاظًا عَلَى سُمْعَةِ الْفِئَةِ الْمُؤْمِنَةِ،
وَمَخَافَةً أَنْ يَقُولَ النَّاسُ: إِنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ..
Artinya : “ Meskipun kejahatan pengkhianatan
ini sangat jelas , namun demikian telah nampak sikap agung Nabi ﷺ terhadap orang-orang tsb dalam bentuk
tasaamuh dan pemaafan bagi mereka. Yang demikian itu sengaja beliau ﷺ lalukan untuk menjaga reputasi atau nama baik
orang-orang beriman, dan untuk menjaga jangan sampai orang-orang berkata:
Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya “ .
Penulis katakan pula :
Bahkan Dalam riwayat Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah ibnuz
Zubair di sebutkan :
Bahwa Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah dan Ammar tentang
nama-nama mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu hendak mencelakakan
diri Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan kepada keduanya agar MERAHASIAKAN
NAMA-NAMA MEREKA itu .
Ibnu Katsir berkata :
Karena
itulah maka Huzaifah dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh
diketahui oleh seorang pun, yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri
orang-orang munafik yang terlibat dalam peristiwa itu. Rasulullah Saw. telah
memberitahukan kepadanya mengenai mereka, tidak kepada selainnya “. ( Selesai )
=====
WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR .
JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYATUSH SHUFUF
[تَصْفِيَّةُ الصُّفُوْفِ]
Seharusnya sebelum kita melangkah dan melakukan
sesuatu, kita pastikan dulu bahwa apa yang akan kita lakukan itu benar adanya bukan balutan atau
kesalah kaprahan . Jangan sampai kita terjerumus dalam manhaj Ahlut Tafriiq wal 'Adaawah yang di kemas dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Manhaj Khawarij adalah pelajaran yang sangat penting bagi kita umat Islam .
Manhaj Khawarij wajib kita waspadai , jangan sampai merasuki kita semua atau
merasuki sebagian dari kita semua .
Salah satu kebusukan
manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan hukum, yang haram menjadi wajib, dengan
cara membenturkan antar dalil . Lalu mereka akan memilih hukum yang mereka
inginkan . Dan ciri khas hukum produk mereka adalah menganggap sesat seluruh
kaum muslimin yang menyelisihi produk hukum mereka . Dampak nya pun sudah bisa dipastikan
akan menimbulkan permusuhan dan perpecahan . Mereka mensetarakan diri mereka
dengan para Nabi dan Rasul , sementara seluruh kaum muslimin yang menyelisihnya
disetarakan dengan orang kafir, bahkan lebih buruk darinya . Terbukti ketika seluruh
kaum muslimin menentangnya maka mereka semakin bangga dan congkak, dengan mengatakan : dulu para Nabi
dan Rasul juga sama demikian ketika menghadapi perlawanan dari orang-orang
kafir dan kaum musyrikin .
Orang yang paling dzalim adalah orang
yang berdutsa mengatas namakan Allah , diantaranya adalah mengemas kemungkaran dengan kemasan
syar'i .
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ
عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ
ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ
ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan
berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan
mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim
[ QS. Hud : 18 ].
Dalam hal ini contoh nya adalah sbb :
1] Minuman keras di kemas dengan nama
lain agar nampak baik dan halal.
2] Memecah belah dan menghalalkan darah
kaum muslimin dikemas dengan slogan menegakkan khilafah dan hukum Allah ,
dengan berteriak : " Tidak Ada Hukum kecuali Hukum Allah ". Tanpa melihat-lihat
kondisi dan memperhitungkan segalanya .
3] Ghibah [menggunjing] dikemas dengan
Tahdzir dan Nahi Munkar .
4] Tajassus [nyari-nyari kesalahan orang
lain] dikemas dengan Membersihkan Barisan Kelompoknya Dari Pemahaman Sesat [تَصْفِيَةُ الصُّفُوْف ] .
5] Hajer muslim lain yang tidak semanhaj
, Saling memutuskan persaudaraan [تَقَاطَعُوا], saling membelakangi [تَدَابَرُوا] , saling membenci [تَبَاغَضُوا] dan saling mendengki [تَحَاسَدُوا] DIKEMAS dengan Nahyi Munkar , Hajer Ahlul Bid'ah dan Ahlul
Ahwaa.
6] Menggelari muslim lain yang tidak
menerapkan Manhaj Hajer , Tahdzir dan Tashfiyatush-Shufuuf dengan gelar HIZBI
. Yang benar hakikat manhaj ini adalah manhaj Tafriiq [pemecah belah].
Imam Bukhari telah menyebutkan dalam kitab Shahih-nya dalam Bab :
[ بَابُ : مَا جَاءَ فِيمَنْ
يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ، وَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ ]
Bab : Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan
MENGGANTINYA dengan NAMA LAIN.
Kemudian beliau membawakan hadits sebagai berikut dengan sanad nya :
Dari ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata : Telah menceritakan
kepadaku Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary : – demi Allah dia ia tidak
mendustaiku – bahwa ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
" لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ
يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ
أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ،
يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا
غَدًا. فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ
قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina,
sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif).
Dan sungguh akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak
di dekat gunung tinggi . Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk
suatu keperluan.
Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok !”.
Maka pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka
dan sebagian yang lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” .
[HR. Al-Bukhari no. 5268 ].
Dan Allah SWT berfirman :
اَلَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ
الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ
" Orang-orang yang
beriman dan mereka tidak mencampuradukkan [membalut] iman mereka dengan
kedzaliamn, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka
mendapat petunjuk. [ QS. al-'An'aam : 82]
Syekh Abd al-Rahman bin Nashir bin Sa’di berkata dalam (الرِّياض النَّاضِرة) (hal. 105-106):
(( ومن أعظم المحرمات وأشنع المفاسد إشاعة
عثراتهم والقدح فيهم في غلطاتهم، وأقبح من هذا وأقبح : إهدار محاسنهم عند وجود شيء
من ذلك، وربما يكون – وهو الواقع كثيراً – أن الغلطات التي صدرت منهم لهم فيها
تأويل سائغ ، ولهم اجتهادهم فيه، معذورون والقادح فيهم غير معذور.
وبهذا وأشباهه يظهر لك الفرق بين أهل
العلم الناصحين والمنتسبين للعلم من أهل البغي والحسد والمعتدين.
فإن أهل العلم الحقيقي قصدهم التعاون
على البر والتقوى، والسعي في إعانة بعضهم بعضاً في كل ما عاد إلى هذا الأمر، وستر
عورات المسلمين وعدم إشاعة غلطاتهم والحرص على تنبيههم بكل ممكن من الوسائل
النافعة، والذب عن أعراض أهل العلم والدين، و لا ريب أن هذا من أفضل القُرُبات.
ثم لو فرض أن ما أخطأوا أو عثروا ليس
لهم تأويل و لا عذر، لم يكن من الحق والإنصاف أن تُهدر المحاسن وتُمحى حقوقهم الواجبة
بهذا الشيء اليسير، كما هو دأب أهل البغي والعدوان، فإن هذا ضرره كبير وفساده
مستطير، أي عالم لم يخطئ وأي حكيم لم يعثر؟))
Salah satu hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling
keji adalah mempublikasikan kekurangan mereka, kecacatan mereka dan kesalahan
mereka . Dan ada yang lebih buruk dari ini dan bahkan lebih busuk : yaitu menyia-nyiakan
dan tidak menghargai semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang
seperti itu.
Maka dengan ini dan yang semisalnya , akan nampak jelas bagi anda : perbedaan
antara orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku
dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah , pendengki,
dan melampaui batas .
Maka sesungguhnya orang-orang berilmu sejati , mereka berniat bekerja
sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama
lain dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi
kesalahan kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan
bersemangat untuk memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat ,
dan membela serta menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.
Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT .
Kemudian, jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan
mereka tidak memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka
bukanlah sikap yang benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak
menghargai kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang
kecil dan sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum
pemecah belah dan penebar permusuhan - ; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan
mafsadahnya akan tersebar luas.
Lalu Ahli Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak
mana yang tidak pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]
[ Lihat pula : Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah
al-Haditsah 4/116].
******
WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS
KAUM MUSLIMIN
Allah SWT berfirman :
﴿ وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ
فِى الْاَرْضِ تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ
بِنَصْرِهٖ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ﴾
" Dan ingatlah ketika kalian (para Muhajirin) masih
(berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kalian takut
orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Dia memberi kalian tempat
menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan-Nya dan
diberi-Nya kalian rezeki yang baik agar kalian bersyukur".
(QS. Al-Anfal: 26)
0 Komentar