PENYIMPANGAN DALAM MANHAJ TAJASSUS, TAHDZIR, HAJR DAN TABDI’
Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
-----
KATA-KATA BIJAK :
Membawa perkataan seseorang ke dalam prasangka yang terbaik:
Abdul Aziz bin Umar berkata:
Ayahku (Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu) berkata kepadaku:
«يَا
بُنَيَّ إِذَا سَمِعْتَ كَلِمَةً مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ فَلَا تَحْمِلْهَا
عَلَى شَيْءٍ مِنَ الشَّرِّ مَا وَجَدْتَ لَهَا مَحْمَلًا مِنَ الْخَيْرِ»
“Wahai anakku, jika engkau
mendengar suatu ucapan dari seorang muslim, maka janganlah engkau membawanya
kepada sesuatu yang buruk, selama masih mungkin dibawa kepada makna yang baik”.
[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) dalam
al-Hilyah 5/277. Lihat pula Husnut Tanabbuh karya Najmud Din al-Ghozzy
asy-Syafi’i]
Membahagiakan orang beriman dan menghindari mencela serta menyakitinya:
Yahya bin Mu'adz ar-Razi berkata:
"
ليَكُنْ حَظُّ الْمُؤمِنِ مِنْكَ ثَلَاثةٌ: إِنْ لَمْ تَنْفَعْهُ فَلَا تَضُرَّهُ،
وَإِنْ لَمْ تُفْرِحْهُ فَلَا تَغُمَّهُ، وَإِنْ لَمْ تَمْدَحْهُ فَلَا تَذُمَّهُ
"
Hendaknya bagian orang beriman darimu ada tiga:
jika engkau tidak bisa memberinya manfaat, maka jangan
menyakitinya;
jika engkau tidak bisa membuatnya bahagia, maka jangan
membuatnya sedih;
jika engkau tidak bisa memujinya, maka jangan mencelanya.
[Diriwayatkan dengan sanadnya oleh al-Khathib al-Baghdady dalam
az-Zuhud wa ar-Raqa’iq hal. 114 no. 91].
Al-‘Allamah As-Sa'di berkata:
يَنبَغِي إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى الْمُؤْمِنِ، بِالْكَلَامِ اللَّيِّنِ، وَالدُّعَاءِ
لَهُ، وَنَحْوِ ذَلِكَ، مِمَّا يَكُونُ فِيهِ طُمَأْنِينَةٌ وَسُكُونٌ لِقَلْبِهِ.
DAFTAR ISI :
- MUQODDIMAH
- KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ
- FENOMENA MUNCULNYA FIRQOH AHLUL HAJR WAT TAHDZIR
- ISTILAH-ISTILAH YANG MELEKAT PADA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR
- DIANTARA KAIDAH DALAM MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR:
- PILAR & RUKUN DAKWAH MANHAJ AHLUL HAJR WAT TAHDZIR:
- SIKAP PARA ULAMA SALAF DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN:
- FATWA DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG MANHAJ TAJASSUS, TABDI’, HAJR DAN TAHDZIR
- PERTAMA : PERNYATAAN SYEIKH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAAD
- KEDUA : PERKATAAN SYEIKH ABDURRAHMAN AS-SA’DIY [GURU SYEIKH AL-UTSAIMIN] :
- KETIGA
: FATWA SYEIKH AL-ALBAANI BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA
MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:
- KEEMPAT : PENJELASAN DARI SYEIKH AL-MUNAJJID
- KELIMA : FATWA SYEIKH BIN BAAZ :
- JANGAN PUKUL RATA DALAM HAJER DAN TAHDZIR ! :
- BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN SESEORANG : SAYA SALAFI ?
- MEREKA AHLUL HAJER WAT TAHDZIR SENANTIASA SIBUK MENCARI DALIL UNTUK MEMECAH BELAH UMAT:
- DALIL-DALIL UTAMA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR :
- WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR . JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYATUSH SHUFUF
- PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING MESKI BERKEMAS TAHDZIR:
- LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH WALAU BERKEMAS TAHDZIR]
- BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING] DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN
- CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH DAN GHIBAH BERKEMAS TAHDZIR
- ROSULULLAH ﷺ MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA MEMBUNUHNYA :
- WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN
=========================
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQODDIMAH
Allah SWT berfirman :
{ إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }
“
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat”. [QS. Al-Hujurot :
10]
Dan Allah SWT
brfirman :
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. [QS. Al-Hujuroot : 12 ]
Dan
dalam hadits Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا
تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".
Janganlah
kalian mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu
adalah berita yang paling dusta; janganlah kalian saling memata-matai,
janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kalian saling
menjatuhkan, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling
membenci dan janganlah kalian saling berbuat makar, tetapi jadilah kalian
sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
[
Al-Muwaththa (2/908), Sahih Al-Bukhari No. (6066) dan Sahih Muslim No. (2563)].
Dan
dalam hadits Anas r.a. : Rasulullah ﷺ bersabda:
"لَا
تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا
عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ
فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".
“Janganlah
kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kalian saling menjatuhkan,
janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling mendengki, tetapi
jadilah kalian sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan
bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”.
[Al-Bukhari dalam al-Adab Bab 57, Muslim dalam al-Birr No.
(2559) Hadits 23, 25, 26, Abu Dawud dalam al-Adab Bab 47, dan At-Tirmidzi dalam
al-Adab Bab 21 no. (1935)]
Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:
مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ
"selama seorang hamba menyangka bahwa orang lain itu lebih buruk dari dirinya, maka dia adalah orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]
*****
KEKHAWATIRAN RASULULLAH ﷺ
Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".
“Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.
Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"
Rasulullah ﷺ menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."
[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .
DERAJAT KESHAHIHAN HADITS :
Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"
Ibnu Katsir berkata :
"هَذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَالصَّلْتُ بْنُ بَهْرَامَ كَانَ مِنْ ثِقَاتِ الْكُوفِيِّينَ، وَلَمْ يُرْمَ بِشَيْءٍ سِوَى الْإِرْجَاءِ، وَقَدْ وَثَّقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، وَغَيْرُهُمَا".
Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/509)
LARANGAN KLAIM AHLI NERAKA :
Syari'at Islam melarang seseorang mengklaim orang lain "ahli neraka", meskipun yang nampak darinya sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga berdasarkan yang nampak di mata.
Sebagaimana diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau
berkata:
“ Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah ﷺ, di sana ada seorang lelaki itu tua yang
diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang
tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:
يَا
يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ
، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا
Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau pernah berkata kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah
tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.
Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati
engkau?
Lelaki tua itu menjawab: Aku adalah Abu Hurairah.
Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa
seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia
marah.
Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan
perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"كَانَ
رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ
وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى
الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ
فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا
فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ
الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ
فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي
يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي
وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "
قَالَ
أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ
دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Ada dua orang laki-laki dari bani
Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari mereka adalah orang yang tekun
beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya orang yang hobbi berbuat dosa
(pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu mengawasi pendosa itu berbuat dosa
lalu ia berkata, "Berhentilah."
Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati pendosa itu
berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."
Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku
bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"
Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah
tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."
Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya
berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah
kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam
kekuasaan-Ku?"
Allah SWT lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan
masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli
ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."
Abu Hurairah berkata,
فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh
ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."
(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)
*****
FENOMENA MUNCULNYA FIRQOH AHLUL HAJR WAT TAHDZIR
Di masa sekarang ini telah muncul kelompok yang sungguh memprihatinkan
yang di kenal dengan kelompok Ahlul Hajer wat Tahdzir, sempalan Manhaj Khawarij
Gaya Baru, Pemecah Belah Umat Yang Ter-Update.
Sekte ini
bermanhaj : Tajassus, Takfir, Tabdi’, Tadhlil, Hajer, Tahdzir, Taqoththu’ dan
Jarh wat Ta’diil.
Oleh
kelompok ini seseorang bisa dikeluarkan dari golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah
dan dimasukkan ke dalam golongan yang Sesat, Ahlul Bid’ah dan Ahli Neraka hanya
karena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyyah yang sangat layak
terjadi perbedaan. Mereka adalah kelompok yang banyak sekali membid’ahkan
sesuatu (tabdi’) yang sebagiannya sama sekali tidak ada unsur bid’ah syar’i di
dalamnya.
Kadang seseorang bisa dianggap keluar
oleh mereka dari golongan Ahlul Millah (Islam) dan dimasukkan ke dalam golongan
orang musyrik dan kafir hanya karena melakukan hal-hal yang menurut mereka
bahwa perbuatan itu adalah syirik, seperti seseorang bertwassul saat berdoa
kepada Allah dengan menyebut pangkat dan kedudukan [Jaah] Nabi ﷺ di sisi Allah . Sementara Syeikhul Islam Ibnu Taimiah ketika membahas perbedaan pendapat tentang tawassul dengan mayit yang hanya sebatas sebagai sebab terkabulkannya doa, beliau berkata :
وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ : إنَّ مَنْ
قَالَ بِالْقَوْلِ الْأَوَّلِ فَقَدْ كَفَرَ وَلَا وَجْهَ لِتَكْفِيرِهِ فَإِنَّ
هَذِهِ مَسْأَلَةٌ خَفِيَّةٌ لَيْسَتْ أَدِلَّتُهَا جَلِيَّةً ظَاهِرَةً
وَالْكُفْرُ إنَّمَا يَكُونُ بِإِنْكَارِ مَا عُلِمَ مِنْ الدِّينِ ضَرُورَةً أَوْ
بِإِنْكَارِ الْأَحْكَامِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَالْمُجْمَعِ عَلَيْهَا وَنَحْوِ
ذَلِكَ . وَاخْتِلَافُ النَّاسِ فِيمَا
يُشْرَعُ مِنْ الدُّعَاءِ وَمَا لَا يُشْرَعُ كَاخْتِلَافِهِمْ هَلْ تُشْرَعُ
الصَّلَاةُ عَلَيْهِ عِنْدَ الذَّبْحِ ؛ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ مَسَائِلِ السَّبِّ
عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ .
" Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa barangsiapa
mengambil pendapat pertama [yang membolehkannya] ia telah kafir, tak ada alasan
untuk mengkafirkannya, karena masalah ini adalah masalah yang samar-samar ,
dalil-dalilnya tidak jelas dan terang. Kekufuran hanyalah bagi orang yang
mengingkari perkara-perkara yang sudah maklum (diketahui) secara darurat
merupakan bagian dari agama secara pasti atau mengingkari hukum yang sudah
mutawatir dan disepakati (ijma') atau semisal itu.
Dan perbedaan manusia tentang cara berdoa yang di syariatkan
dan yang tidak di syariatkan , sama seperti perbedaan mereka tentang hukum
membaca sholawat kepada Nabi ﷺ ketika menyembelih binatang
sembelihan . dan itu bukan termasuk dalam permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan mencaci maki salah seorang dari kaum muslimin . " (Majmu'
Fatawa 1/106)
Para ulama
ummat yang bukan dari kelompok Ahlul hajer wat Tahdzir, tidak ada yang selamat
dari pembid’ahan mereka, apalagi yang bukan ulama, bahkan kadang
mengkafirkan-nya. Lalu mewajibkan kepada para pengikutnya untuk mentahdzirnya
dan menghajernya . Jika ada pengikutnya yang tidak menghajernya, maka dia akan kena hajer. Karena mereka
memiliki kaidah sbb :
(إِمَّا أَنْ تُهْجَرَ ذَلِكَ الْمُبْتَدِعَ أَوْ
نَهْجُرُكَ).
(Silahkan
pilih ! Anda menghajer si ahli bid’ah itu , atau kami menghajer anda).
(مَنْ لَمْ يُبَدِّعِ الْمُبْتَدِعَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)
(Barangsiapa
yang tidak membid’ahkan ahli bid'ah, maka dia adalah ahli bid’ah)
Dan sungguh
heran seribu heran, terkadang mereka yang suka membid’ahkan, mentahdzir dan
menghajer itu adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu agama yang luas dan
komprehensip dan tidak memiliki saham dalam mengislamkan dunia, sedangkan
orang-orang yang dihajernya kebanyakan adalah para ulama yang telah
berpuluh-puluh tahun menelan pahitnya menuntut ilmu dari satu madrasah ke
madrasah ilmu lainnya dan telah menyebarkan Islam ke seluruh belahan dunia.
Mereka para
tukang tabdi’ juga terbiasa mengeluarkan orang shalih dari golongan orang
shalih lalu menetapkannya sebagai golongan orang fasik, sesat dan ahli bid’ah.
Itu semua dilakukan hanya karena mereka tidak sependapat dengan kelompoknya.
Mereka
banyak memandang rendah dan hina terhadap orang-orang yang berada di luar
kelompok mereka dan tidak jarang memberikan vonis sesat dan menyesatkan (dhool
mudhill) .
Aliran ini ada beberapa level dalam sisi keras dan kasarnya,
diantaranya adalah sbb :
Level 1 alias original : yaitu tukang Cap Ahli Bid’ah pada
orang lain yang tidak semanhaj dengan alirannya. Dan memastikan bahwa ahli
bid’ah tersebut adalah ahli neraka .
Level kedua alias medium : yaitu tukang cap Kuburiyyun [para
penyembah kuburan], dan memvonisnya sebagai ahli neraka.
Dan level ke tiga alias super keras : yaitu tukang cap Kafir,
dan sudah barang tentu mereka akan memvonisnya sabagai ahli neraka .
Terkadang mereka berkata:
(هَذَا ضَالٌ، وَذَاكَ مُبْتَدِعٌ، وَالْآخَرُ عِنْدَهُ شِرْكِيَّاتٌ
وَكُفْرِيَّاتٌ)
"Ini sesat, dan itu bid'ah, atau selain kelompoknya memiliki
keyakinan syirik dan kekafiran".
Kadang mereka menggunakan kata-kata yang lebih reda, yaitu dengan
mengatakan :
(هَذَا غَامِضٌ، أَوْ مُتَلَوِّنٌ، أَوْ مُمَيِّعٌ لِمِنْهَجِ السَّلَفِ،
أَوْ غَيْرُ وَاضِحٍ، أَوْ سَلَفِيٌّ الظَّاهِرِ مُبْتَدِعُ الْبَاطِنِ)
"Ini samar dan abu-abu. Atau ambigu dan warna warni. Atau
lunak, lemah dan lembek dalam bermanhaj Salaf. Atau tidak jelas. Atau yang
nampak adalah Salafi tapi batinnya adalah ahli bid'ah."
Sungguh betapa buruk dan busuknya apa yang mereka katakan dan perbuat.
MEREKA ADALAH KELOMPOK MINORITAS :
Kelompok
ahlul hajer wat Tahdzir ini sangat minoritas jumlahnya. Demi untuk meyakinkan
bahwa kelompok selainya meskipun mayoritas adalah sesat dan ahli neraka, maka mereka
sering mengutip perkataan sebagian ulama salaf yang mengatakan :
عَلَيْكَ
بِطَرِيقِ الْحَقِّ وَلَا تَسْتَوْحِشْ لِقَلَّةِ السَّالِكِينَ، وَإِيَّاكَ وَطَرِيقِ
الْبَاطِلِ وَلَا تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِينَ.
“Hendaklah
engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati dengan sedikitnya
orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah dengan jalan
kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang diatas jalan kebinasaan”.
(Madarijus Salikin, 1: 22).
Untuk meluruskan
pemahaman mereka ini, penulis kutip perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"أَمَّا
الْفِرَقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ
وَالْأَهْوَاءِ. وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ
الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ تَكُونَ بِقَدْرِهَا، بَلْ قَدْ تَكُونُ
الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ. وَشِعَارُ هَذِهِ الْفِرَقِ مُفَارَقَةُ
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ
كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ."
Adapun golongan
lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy syudzuud (orang-orang keluar
dari jalur yang hak), Ahlut-tafarruq (kelompok pemecah belah) , ahlul bid'ah
dan ahlul Ahwaa (pengikut hawa nafsu).
Dan golongan dari
kalangan ini JUMLAHNYA SEDIKIT tidak mendekati jumlah golongan yang
diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini
betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai] [ Baca : Majmu’
al-Fatawa 3/346]
Ada seorang ulama
yang setelah menyebutkan pernyataan Ibnu Taimiyah diatas dia berkata:
"وَالْغَرِيبُ
أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا الْعَصْرِ مَنْ يَسُمُّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
مَعَ تَضَلُّيلِهِمْ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمُّوا فِرْقَتَهُم
بِالْجَمَاعَةِ مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ."
(Sungguh aneh bahwa
di zaman ini ada orang-orang yang menyebut dirinya Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah,
padahal mereka selalu menganggap sesat semua umat Islam [yang bukan
kelompoknya]. Perhatikan bagaimana mereka menamakan kelompok mereka al-Jama'ah
padahal tidak mewakilinya bahkan jumlah mereka tidak sampai 0,2% dari seluruh
umat Muslim)] [Selesai].
[Di kutip dari artikel : مَنْ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَمَنْ هُمْ أَهْلُ الْبِدْعِ وَالضَّلَالِ؟].
Syekh Muhammad
al-Amiin dalam artikelnya :
“تَفَرُّقَ
الْأُمَّةِ إِلَى 73 فَرْقَةً.” Memberikan komentar dengan mengatakan :
أَقُولُ:
مِنَ الْمُلَاحِظِ هُنَا أَنَّ جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ
فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ زَعَمُهُمْ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ.
بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ –الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ
نِسْبَةً صَغِيرَةً جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ– هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ
عَلَى ضَلَالٍ! وَكُلُّ الْفِرَقِ تَدَّعِي اتِّبَاعَ الْقُرْآنِ، لَكِنَّ بَعْضَهَا
يُحَاوِلُ إِنْكَارَ السُّنَّةِ جُزْئِيًّا.
Saya
katakan: Yang mencolok di sini adalah bahwa hampir semua aliran sesat memiliki
kesamaan satu hal, yaitu klaim mereka : “Bahwa mayoritas umat Islam berada
dalam kesesatan”. Bahkan sebagian di antara mereka berusaha meyakinkan
kita bahwa aliran mereka - yang jumlah pengikutnya sangat kecil di antara umat
Islam - adalah yang hak dan benar, sementara sebagian besar umat Islam lainnya
sesat! Semua aliran ini mengaku mengikuti Al-Qur'an [dan As-Sunnah], akan
tetapi beberapa di antara mereka ada yang mencoba menolak sebagian Sunnah”. [ Comment
Selesai]
**Manusia
terburuk adalah manusia yang mulutnya busuk.**
Seburuk-buruk
manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di
tinggalkan oleh para manusia karena demi menghindari kebusukan kata-kata yang
keluar dari mulutnya. Dan diantara orang-orang yang dibenci mulutnya adalah
tukang ghibah dikemas dengan tahdzir.
Syeikh al-Muhaddits
Abdul Muhsin al-Abbaad berkata tentang tukang ghibah yang berkemas tahdzir :
"وَلَا
يَنْتَهِي الْعَجَبُ إِذَا سَمِعَ عَاقِلٌ شَرِيطًا لَهُ يَحْوِيَّ تَسْجِيلًا لمكالمة
هاتفية طَوِيلَةً بَيْنَ المَدِينَةِ وَالْجَزَائِرِ، أَكَلَ مِنْهَا الْمَسْؤُولَ
لُحُومَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَأَضَاعَ فِيهَا السَائِلَ مَالَهُ بِغَيْرِ
حَقٍّ، وَقَدْ زَادَ عَدَدُ الْمَسْؤُولِ عَنْهُمْ فِي هَذَا الشَّرِيطِ عَلَى ثَلَاثِينَ
شَخْصًا، فِيهِمُ الْوَزِيرُ وَالْكَبِيْرُ وَالصَّغِيرُ، وَفِيهِمْ فِئَةٌ قَلِيلَةٌ
غَيْرُ مَأْسُوفٌ عَلَيْهِمْ".
“Dan tidak
akan berhenti keheranan ketika seorang yang berakal mendengar kaset yang berisi
percakapan telepon panjang antara Madinah dan Aljazair melalui sebuah pita
rekaman, di mana orang yang ditanya tersebut memakan daging banyak orang dari
kalangan Ahlus Sunnah sementara orang yang bertanya kepadanya telah
menghambur-hamburkan harta tanpa hak.
Jumlah
orang yang ditanya tersebut terus bertambah dalam rekaman kaset ini hingga
mencapai tiga puluh orang, termasuk di antaranya seorang menteri, orang-orang
berpangkat tinggi, dan orang-orang berpangkat rendah. Dalam kelompok ini, ada
kelompok kecil yang disayangkan nasibnya”.
Dalam
hadits 'Urwah bin Zubair disebutkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha telah
mengabarkan kepadanya :
أَنَّهُ
اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا
لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ
أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ
أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً
عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ
Bahwasannya
ada seorang lelaki minta izin kepada Nabi -ﷺ-, maka beliau bersabda :
"Izinkanlah
dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh
keluarganya."
Setelah
orang itu duduk, Nabi -ﷺ- bermuka ceria di hadapannya
dan menyambut hangat orang itu.
Setelah
lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau : "Wahai Rasulullah,
saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini.
Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?
Rasulullah -ﷺ- menjawab : "Wahai
Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? . Sesungguhnya manusia
paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang
ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya
dan perbuatannya) ." [ HR. Bukhari no. 6131].
Syarah
Hadits :
(اتَّقَاءُ فَحْشِهِ) أيْ لِأَجْلِ قَبِيحِ
قَوْلِهِ وَفِعْلِهِ.
Makna ; (demi
menghindari kejahatannya), yakni : kejahatan mulutnya dan perbuatannya ."
[Baca : at-Taysiir Bi Syarh al-Jaami ash-Shoghiir 1/321 dan as-Siroojul Muniir
2/95].
Dalam
lafadz Bukhory no 6032 :
(يَا
عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ
تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ)
"
Wahai Aisyah , sesungguhnya seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah
pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia karena demi
menghindari keburukannya".
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata :
"قَوْله:
(اِتِّقَاءُ شَرِّهِ) أَيْ قُبْح كَلَامِهِ".
Makna (demi
menghindari kebusukannya), maksudnya adalah : keburukan perkataannya . [Fathul
Baari 10/455. Dan Baca pula : al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaaj karya at-Ityuubi
al-Luluwi 40/641].
Orang yang
dimaksud dalam hadits adalah Uyaynah bin Hishen (عُيَيْنَةُ
بْنُ حِصْنٍ),
yang sebelumnya pernah datang ke rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. [Lihat
Fathul Bari 10/455].
Dan Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata :
" أَخْرَجَهُ
سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ
النَّخَعِيِّ قَالَ جَاءَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ عَائِشَةُ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ
قَالَ أَلَا أَنْزِلُ لَكَ عَنْ أَجْمَلَ مِنْهَا فَغَضِبَتْ عَائِشَةُ وَقَالَتْ مَنْ
هَذَا قَالَ هَذَا أَحْمَقُ وَوَصَلَهُ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ جَرِيرٍ".
Sa'id bin
Manshur meriwayatkan dari Abu Muawiyah dari Al-A'mash dari Ibrahim Al-Nakha'i
bahwa ia mengatakan Uyaynah bin Hishen datang kepada Nabi ﷺao, dan Aisyah bersamanya. Dia berkata, "Siapa ini?" Dia
berkata : "Umm al-Mu'minin."
Dia berkata
: “Maukah engkau , aku gantikan untuk engkau istri yang lebih cantik darinya?”
Aisyah marah dan berkata : “Siapa ini?” . Beliau berkata : "Dia orang
dungu".
Dan
ath-Thabrani menyambungkan sanadnya dari hadits jarir . [Lihat Fathul Bari
10/455]
Lalu
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
" وَقَدْ
كَانَ عُيَيْنَةُ ارْتَدَّ فِي زَمَنِ أَبِي بَكْرٍ وَحَارَبَ ثُمَّ رَجَعَ وَأَسْلَمَ
وَحَضَرَ بَعْضَ الْفُتُوحِ فِي عَهْدِ عُمَرَ".
“Uyaynah
murtad pada masa Abu Bakar dan memeranginya , kemudian kembali dan memeluk
Islam serta mengikuti beberapa penaklukan pada masa Umar.” [Lihat
Fathul Bari 10/455]
Syeikhul
Islam, Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmatinya- berkata:
مَن
لَهُ فِي الْأُمَّةِ لِسَانُ صِدْقٍ بِحَيْثُ يُثْنَى عَلَيْهِ وَيُحْمَدُ فِي جَمَاهِيرِ
أَجْنَاسِ الْأُمَّةِ، فَهُؤُلَاءِ أُؤَمَّةَ الْهُدَى وَمِصَابِيحُ الدُّجَى.
'Orang yang
di hati umat terdapat lisan kejujuran, sehingga dengan jujur dia dipuji dan
disanjung di khalayak mayoritas dari berbagai macam kalangan umat ini, maka
mereka adalah imam-imam pembahwa hidayah dan lentera-lentera yang menyinari
kegelapan.'" [Baca : Majmu’ al-Fataawaa 11/43].
*****
ISTILAH-ISTILAH YANG MELEKAT PADA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR
Kelompok
yang bermanhaj Tajassus, Hajer dan Tahdzir ini memiliki banyak ungkapan kalimat
yang masyhur yang senantiasa melekat pada lisan mereka . Diantaranya adalah sbb
:
TAJASSUS
(تَجَسُّسٌ): Maknanya adalah mencari-cari kesalahan orang lain dengan menyelidikinya
atau memata-matainya .
TAHDZIR (تَحْذِيْرٌ) : Yang dimaksud Tahdzir di sini artinya menyebar luaskan
peringatan atau warning atau mewanti-wanti pada kaum muslimin agar menjauhi
seseorang yang dianggap sesat.
Tahdzir
makna asalnya adalah memperingatkan dari yang membahayakan atau yang menakutkan
HAJR (هَجْرٌ) : Pemboikotan atau Isolir. Yang dimaksudkan hajr disini adalah
meninggalkan orang yang dianggap menyelisihi kebenaran, yaitu ahli bid’ah atau
pelaku maksiat, dengan tidak menjalin komunikasi dengannya, tidak duduk
bersamanya, tidak bicara dan tegur sapa dengannya serta sikap-sikap lainnya
Atau Hajr
adalah meninggalkan, memboikot ahli bid’ah atau pelaku maksiat. Yakni mengisolir
orang yang dianggap menyelisihi (al haq) dengan cara tidak melakukan mujalasah
(duduk bersama, berinteraksi) dan tidak mukalamah ( tidak saling tegur sapa dan
tidak saling salam) dengan nya.
Referensi :
https://almanhaj.or.id/28184-jika-hajr-terjadi.html
JARH (جَرْحٌ) atau TAJRIIH (تَجْرِيْحٌ) : mencela atau menerangkan aib seseorang
yang dapat menjatuhkan kredibillitas (keadilan) seseorang.
TABDI’ (تَبْدِيْعٌ) : Membid’ahkan atau menghukumi seseorang sebagai mubtadi’ (Ahlul
Bid’ah)
Bid’ah
menguji manusia dengan perseorangan : maksudnya adalah jika ada seseorang yang
ditahdzir, maka kita harus turut mentahdzirnya. Jika kita tidak mentahdzirnya
maka kita juga ditahdzir.
TAQOOTHU’ (تَقَاطُعٌ) : Ia adalah saling memutus hubungan.
MUMAYYI’ (مُمَيِّعُ) : Ia adalah orang yang bermanhaj lunak, lembek dan lemah
terhadap Ahlul Bid’ah.
*****
DIANTARA KAIDAH DALAM MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR:
Yaitu diantaranya :
(مَنْ لَمْ يُبَدِّعِ الْمُبْتَدِعَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)
(Barangsiapa yang tidak membid’ahkan
ahli bid'ah, maka dia adalah ahli bid’ah)
atau
(يُهْجَرُ مَنْ لَا يَهْجَرُ الْمُبْتَدِعُ)
(Orang yang tidak menghajer ahli
bid’ad maka dia harus dihajer)
atau
(إِمَّا أَنْ تُهْجَرَ ذَلِكَ الْمُبْتَدِعَ أَوْ
نَهْجُرُكَ).
(Silahkan pilih ! Anda menghajer si ahli
bid’ah itu , atau kami menghajer anda).
Manhaj lainnya :
(كُلَّ
مَنْ وَقَعَ فِي الْبِدْعَةِ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)
“setiap orang yang
terjerumus ke dalam satu bid'ah ; maka dia adalah ahli bid’ah” .
Dan juga ungkapan
mereka :
(الْبِدْعَةُ
شَرٌّ مِنَ الْمَعْصِيَةِ)
Bahwa 'bid'ah lebih buruk daripada maksiat [termasuk zina ,
mabuk dan membunuh].'
Hingga sampai pada kalimat terbusuk tentang orang-orang yang kena hajer dan
tahdzir :
(هُمْ أَضَرَّ عَلَيْنَا مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى)
"Mereka lebih berbahaya bagi kami daripada Yahudi dan Nasrani".
Atau
الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأَبُو
لَهَبٍ وَأَبُو جَهْلٍ أَهْدَى مِنْ هَؤُلَاءِ
"Orang
Yahudi dan orang Nasrani, Fir'aun, Haman, Abu Lahab, dan Abu Jahal lebih benar dan lebih sesuai hidayah dari pada
mereka."
Perkataan
mereka ini mirip dan ada kesamaan dengan pernyataan orang-orang Yahudi pada
zaman Nabi ﷺ , sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ
وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ
الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
Apakah kamu
tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka
percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir
(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang
beriman [QS. An-Nisaa : 51].
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"فَكَثِيرٌ
مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ
طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ
مُبِينٌ."
Banyak
orang yang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang senantiasa memvonis
berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia menjadikan golongannya dan
orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai
ahli sunnah wal jamaah. Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya
sebagai para ahli bid'ah.
Hal seperti
ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca :
Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
*****
PILAR & RUKUN DAKWAH MANHAJ AHLUL HAJR WAT TAHDZIR:
Kelompok Ahlul Hajr wat-Tahdzir ini memiliki banyak rukun
Dakwah, diantaranya adalah sbb :
1].
Tajassus. 2] Su’udz Dzon. 3]. Hajer. 4] Tahdzir. 5].
Memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin .
Rukun-rukun ini tidak akan muncul kecuali dari jiwa-jiwa
yang merasa dirinya exclusive, merasa takjub dan terpukau dengan ibadahnya,
kesalehannya dan manhaj ciptaan-nya. Mereka berkewajiban menyakini bahwa
seluruh kaum muslimin yang menyelisihi mereka adalah sesat dan pasti ahli
neraka . Dan wajib pula bagi mereka untuk keluar memisahkan diri dari selain
golongannya; sebagai bentuk nahyi munkar katanya, karena jika tidak maka
berdosa berdekatan dengan selainnya atau najis .
Ini adalah bagian dari pada ciri-ciri khas kaum khawarij
yang di isyaratkan dalam hadits-hadits Nabi ﷺ. Begitu pula
ciri-ciri yang terdapat pada kaum khawarij yang dibantai oleh Ali bin Abi
Thalib di Nahrawan. Slogan mereka diantaranya adalah : “Tidak ada hukum kecuali
hukum Allah”, yakni al-Qur’an , dan dulu belum ada kitab hadits .
Rosulullah ﷺ menggambarkan semangat dan ketekunan kaum
khawarij dalam ibadah dengan kata-kata yang simple . Beliau ﷺ tidak menyalahkan cara
ibadah mereka, akan tetapi beliau ﷺ menyalahkan dampak negatif manhajnya, sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Muslim (1066) :
Dari Zaid bin Wahb Al-Juhany : Ketika dia bersama pasukan Ali (ra) yang
berangkat untuk memerangi Khawarij. Maka Ali (ra) berkata : “Wahai manusia, aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
( يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَلَا
صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ
بِشَيْءٍ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ)
“Akan datang satu kaum dari umatku, mereka membaca
Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka,
shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak
ada apa-apanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Quran dan mengira bahwa
itu dalil membenarkan mereka padahal itu dalil menyalahkan mereka..”[HR. Imam Muslim (1066)]
Begitu pula gambaran
yang digambarkan oleh Ibnu Abbas tentang mereka . Dia pernah mendatangi kaum
Khawarij dan sempat berdebat dengan mereka dengan sebuah perdebatan yang
masyhur dalam sejarah . Setelah Ibnu Abbas kembali maka dia bercerita .
Diantaranya dia bercerita :
فَدَخَلْتُ
عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا
ثِفَنُ الْإِبِلِ [أيْ غَلِيْظَة]، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ
السُّجُودِ
Lalu aku pun masuk
ke tengah-tengah kaum yang aku tidak pernah melihat orang yang puncak semangat
dan kesungguhan dalam ibadahnya yang melebihi mereka, tangan-tangan mereka
seperti lutut unta (kasar karena banyak bersujud), dan wajah-wajah mereka terdapat tanda-tanda BEKAS
SUJUD.
[Diriwayatkan oleh
Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 10/157 no. 18678 dan Baihaqi dalam al-Kubra 8/179
]. Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ 6/239:
"
رواه الطبراني وأحمد ببعضه ورجالهما رجال الصحيح ".
"
Diriwayatkan oleh Al-Tabarani dan Ahmad dengan sebagiannya, dan perawi mereka
adalah para perawi kitab Ash-Shahih".
Lihat pula : Fathul Baari
12/289 , al-Bahr al-Muhith ats-Tsajjaaj 20/228 dan Masyaariqul Anwaar
al-Wahhaajah 3/492 .
Dan dari Jundub
radhiyallahu 'anhu , dia berkata:
"
لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، وَخَرَجْنَا مَعَهُ،
فَانْتَهَيْنَا إِلَى عَسْكَرِ الْقَوْمِ، وَإِذَا لَهُمْ دَوِيٌّ كَدَوِيِّ
النَّحْلِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ
الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ".
Ketika kaum Khawarij
memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka beliau pergi
mengejar mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di tempat pasukan
kaum Khawarij , tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti suara dengung
lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan mereka
kasar seperti dengkul unta (karena banyak bersujud) dan memakai baju burnus ( baju luar panjang bertutup
kepala). [Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451 ]
YAKNI : mereka adalah
orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, mereka mengira bahwa apa yang
mereka lakukan itu adalah murni untuk beribadah, menghabiskan waktunya dan
mengorbankan segalanya untuk Allah , karena begitu besar semangatnya dalam
beribadah, terutama ibadah shalat dan banyak bersujud sehingga membuat telapak
tangan dan lututnya menjadi kasar seperti dengkul unta .
Dan tanpa mereka
sadari bahwa doktrin-doktrin mereka membawa kehancuran pada umat manusia pada
umumnya dan umat Islam pada khsususnya. Jadi, kaum Khawarij ini menggabungkan
antara kebaikan lahiriah dan kerusakan batiniyiah.
Kebaikan yang nampak
dalam ibadah yakni dalam hal apa yang ada antara dia dan Allah. Adapun apa yang
ada di antara dia dan manusia adalah membuat kehancuran.
Dan apa yang ada
antara dia dan Allah adalah 'aqidah ghuluww [keyakinan ekstrem], meskipun ada unsur
ibadah di dalamnya, namun itu ghuluww [berlebihan].
Itulah sebabnya
Rasulullah ﷺ berkata tentang mereka: Mereka adalah makhluk yang paling
buruk.
Syekh al-Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
"وَلِهَذَا
يَحْتَاجُ الْمُتَدَيِّنُ الْمُتَوَرِّعُ إلَى عِلْمٍ كَثِيرٍ بِالْكِتَابِ
وَالسُّنَّةِ وَالْفِقْهِ فِي الدِّينِ وَإِلَّا فَقَدَ يُفْسِدُ تَوَرُّعُهُ
الْفَاسِدَ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُهُ كَمَا فَعَلَهُ الْكُفَّارُ وَأَهْلُ
الْبِدَعِ مِنْ الْخَوَارِجِ وَالرَّوَافِضِ وَغَيْرِهِمْ".
“Untuk
itu, bagi orang yang bertaqwa [Waroo'] perlu memiliki banyak pengetahuan
tentang Kitab, Sunnah, dan fikih dalam agama. Jika tidak, maka keshalehannya
yang rusak dapat merusak lebih parah dari pada yang memperbaikinya , seperti
yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan para ahli bid'ah dari Khawarij,
Rawafidh dan lainnya. [ Majmu al-Fataawaa 20/141-142]
*****
BERIKUT INI PENJELASAN SEBAGIAN RUKUN DAKWAH MEREKA :
Rukun Dakwah Pertama : Wajib
Tajassus atau Imtihaan.
Yaitu wajib menguji manhaj orang yang baru dikenal dan mencari-cari
kesalahannya, terutama terhadap orang lain yang berbeda pendapat dengan
golongannya dalam masalah furu’iyyah ijtihadiyyah. Standar kesalahannya adalah
kesalahan versi syeikh mereka. Mereka kemas dengan istilah Tashfiyatush
shufuuf [Pemurnian barisan].
Rukun Dakwah Kedua : Wajib Su’udzon
.
Wajib berprasangka buruk terhadap orang yang baru kenal,
maka wajib bertajassus dan mengujinya sebelum mendekatinya . Alasannya untuk berjaga-jaga
dan antisipasi agar tidak terjerumus dalam perbuatan duduk-duduk dengan ahli
bid’ah; karena itu adalah perbuatan dosa. Jangankan duduk-duduk bersamanya, memberi
salam padanya pun sudah termasuk perbuatan dosa dan haram .
Rukun Dakwah ke tiga : Wajib Tahdzir
.
Yaitu wajib ghibah terhadap siapa saja yang dianggap yang
berbeda pendapat dengan golongannya . Wajib mencelanya, mencacinya,
melecehkannya dan menjatuhkan kehormatannya dan nama baiknya , yang mereka
kemas dengan Nahyi Munkar bil Lisaan.
Salah satu syarat tahdzir nya adalah harus melekatkan
label-label buruk, diantaranya : label Ahlul Bid’ah, Ahludh Dhollaal [sesat],
Ahlul Ahwa [hawa nafsu], Ahlusy Syubhaat, Kholafiyyuun, Kuburiyyun, Ubbaadul
Qubuur, Maghruuriin, Mumayyi’iin dan lain sebaganya.
Alasan dan tujuanya adalah : agar semua orang tahu dan
waspad akan kesesatannya, agar mereka menjauhinya dan agar mereka tidak
ketularan kesesatan bid’ah dan kekufurannya .
Mereka berkata :
إِحْذَرُوهُمْ، لَا تَأْخُذُوا الْعِلْمَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ
!!!.
“Waspadalah kalian terhadap mereka , janganlah
kalian ambil ilmu dari ahli bid'ah !!!.
Rukun Dakwah ke empat : Wajib Hajer.
Yaitu wajib mengucilkan siapapun yang berbeda pendapat
dengan golongannya meskipun dalam masalah-masalah furuu’iyyah ijtihadiyyah .
Dan wajib keluar memisahkan diri dari kaum muslimin yang berbeda pendapat
dengannya .
Alasannya adalah :
Pertama : bahwa yang hak dan benar itu cuma satu, tidak
boleh berbilang. Dan yang benar itu pasti pendapat syeikh mereka .
Kedua : bergaul dengan yang bukan golongannya , sama saja
hukumnya dengan tolong menolong dalam perbuatan dosa.
Oleh karena itu wajib bagi mereka memisahkan diri dari
selain golongannya, jika tidak maka berdosa, dan dosanya lebih besar dari
segala macam dosa kemaksiatan , termasuk berzina dan membunuh sekalipun. Karena
menurut golongan ini dosa pelaku bid’ah dampaknya jauh lebih luas pada agama
dan umat. Berbeda dengan dosa maksiat , dampaknya hanya pada individu .
Adapula yang berkeyakinan bahwa selain golongannya adalah
musyrik dan hukum bersentuhan dengannya adalah najis.
*****
SIKAP PARA ULAMA SALAFUSH-SHOLEH DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN:
Syeikh Muhammad Hassuunah dalam “تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ” ketika menggambarkan tentang sikap dan karakter para ulama salaf dahulu , dia berkata :
كَانُوا – رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى - دُعَاةَ صِدْقٍ وَبِرٍّ ، طَاهِرُوا الْجِنَانِ مَعَ الْبُنَانِ، أَعْفَةَ اللِّسَانِ وَالسِّنَانِ، الْأَمْرُ الَّذِي حَجَبَهُمْ عَنِ إِطْلَاقِ الْأَحْكَامِ – كُلَّ الْأَحْكَامِ- عَلَى الْأَنَامِ - كُلَّ الْأَنَامِ- إِلَّا بَعْدَ بَيَانِ تَلْوَ بَيَانٍ.
بَلْ وَعِنْدَ تَيَقُّنِ الْمُخَالَفَةِ كَانُوا صَبْرًا ، فَسَتَرُوا وَتَضَرَّعُوا وَنَصَحُوا ، كَرَّرُوا النُّصْحَ تَكْرِيرًا ، صَبَرُوا عَلَى الْمُخَالِفِ وَصَابَرُوا بَلْ رَابَطُوا بُغْيَةِ التَّجْمِيلا.
Mereka ini ( para Ulama Salaf dulu ) adalah para dai yang jujur dan baik , hati mereka bersama ujung jarinya sama-sama suci bersih , selalu menjaga kehormatan lisan dan ujung tombak , mereka selalu menjaga dalam memvonis hukum terhadap manusia , bahkan seluruh umat manusia . Kecuali setelah ada penjelasan demi penjelasan .
Bahkan ketika mereka tahu persis bahwa orang yang menyelisihinya itu yakin salah , akan tetapi mereka bersabar menghadapinya , maka mereka merahasiakan kesalahannya , dengan cara merendahkan diri sambil menasihatinya , terus mengulang-ulang dalam menasihatinya.
Mereka begitu sangat sabar dalam menghadapi orang yang menyelisihinya [yakni : berbeda pendapat], padahal dia sangat jelas salahnya , mereka akan terus men-sabarkan diri , bahkan mereka mengikat orang yang menyelisihinya dengan ikatan yang sangat indah , bahkan puncaknya keindahan . ( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )
Lalu Syeikh Muhammad Hassuunah berkata :
لَمْ يُعْجِلُوا - فِي الْحُكْمِ بِالِابْتِدَاعِ تَعْيِيْنًا وَالسَّبَّ - عَجْلَةَ النَّسْنَا
لَمْ يَتَسَابَقُوا فِيهِ تَسَابُقَ الْفِرَاشِ إِلَى نَارِ إِينَاسٍ
بَلْ كَانُوا سَادَةَ النَّاسِ، وَبِمُقَتَّضَى تِلْكَ السِّيَادَةِ سَادُوا
Mereka para ulama salaf dahulu tidak terburu-buru - dalam menghukimi bid’ah tertentu dan tidak tergesa-gesa mencelanya – apalagi dengan cepat kilat .
Mereka para ulama salaf tidak berlomba-lomba di dalamnya, seperti berpacunya kupu-kupu malam menuju api Inas, tetapi mereka adalah manusia-manusia terhormat, dan dengan standar kehormatan , mereka benar-benar terhormat”.
( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )
=====
FATWA
DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG
MANHAJ
TAJASSUS, TABDI’, HAJR DAN TAHDZIR
*****
PERTAMA : PERNYATAAN SYEIKH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAAD
Perkataan Al-Allamah
al-Muhaddits asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr dalam artikelnya
:
الحثُّ عَلَى اتِّبَاعِ
السُّنَّةِ وَالتَّحْذِيرِ مِنَ الْبِدَعِ وَبَيَانِ خَطَرِهَا
"Anjuran untuk mengikuti Sunnah
dan peringatan dari bid'ah serta penjelasan tentang bahayanya."
Pada halaman
24-26 , Syeikh al-Abbad berkata :
بِدْعَةُ امْتِحَانِ
النَّاسِ بِالْأَشْخَاصِ
"Bid'ah manhaj imtihan [menguji keshalihan]
manusia dengan dimintai pendapat tentang sosok-sosok tertentu."
[Contoh
Manhaj Imtihan atau Tajassus :
Sesesorang
telah menghajr [memboikot] Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad , lalu dia bertanya
pada orang lain : bagaimana menurut anda tentang Syeikh Abdul Muhsin
al-‘Abbaad?
Jika
jawaban orang tersebut berisi pujian baginya , maka dia harus dihajer.
Namun jika
isi jawabanya itu berupa celaan terhadap syeikh, maka dia akan ditanya lagi :
Apakah anda meng-hajr-nya ?. Jika jawabannya : “tidak”, maka dia harus di
hajer.
Namun jika
jawabannya : “Ya” , maka dia selamat dari hajr, dan dimasukkan dalam golongan
ashlissunnah wal jama’ah bahkan termasuk yang bermanhaj salafush sholih. Pen
]
Lalu Syeikh
al-Abbaad menjelaskannya :
وَمِنَ
الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ مَا حَدَثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ امْتِحَانِ بَعْضِ أَهْلِ
السُّنَّةِ بَعْضًا بِأَشْخَاصٍ، سَوَاءٌ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَى الْامْتِحَانِ الجَفَاءَ
فِي شَخْصٍ يُمْتَحَنُ بِهِ، أَوْ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَيْهِ الْإِطْرَاءُ لِشَخْصٍ
آخَرَ، وَإِذَا كَانَتْ نَتِيجَةُ الْامْتِحَانِ مُوَافِقَةً لِمَا أَرَادَهُ المُمْتَحِنُ
ظَفِرَ بِالتَّرْحِيبِ وَالْمُنْدَحِ وَالثَّنَاءِ، وَإِلَّا كَانَ حَظُّهُ التَّجْرِيحُ
وَالتَّبْديعُ وَالهَجْرُ وَالتَّحْذِيرُ .
"Dan
di antara bid'ah yang munkar yang terjadi pada zaman ini adalah munculnya manhaj
ujian sebagian ahli sunnah terhadap sesama dengan penilaian dan tanggapannya
terhadap sosok individu [seperti tentang syeikh fulan]. Baik itu dengan niat
untuk menjatuhkan seseorang yang diuji, atau dengan niat memuji individu lain.
Jika hasil ujian sesuai dengan keinginan penguji, maka dia akan mendapatkan
sambutan, pujian, dan sanjungan. Namun, jika tidak sesuai, nasibnya akan
dihantam oleh Jarh [celaan], Tabdi’ [pembid’ahan], Hajr [boikot] dan tahdzir [peringatan
agar dijauhi].
Lalu
Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :
وَهذِهِ
نَقُولُ عَنْ شَيْخِ الْإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ في أولها التَّبْديعِ فِي الْامْتِحَانِ
بِأَشْخَاصٍ لِلْجَفَاءِ فِيهِمْ، وَفِي آخَرِهَا التَّبْديعُ في الامتحان بِأَشْخَاصٍ
آخَرِينَ لإِطْرَائِهِمْ.
قَالَ
رحمه الله فِي مَجْمُوعِ الْفَتَاوَى (3/413-414) فِي كَلَامٍ لَهُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ
مُعَاوِيَةَ: "وَالصَّوَابُ هُوَ مَا عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ، مِنْ أَنَّهُ لَا
يُخَصُّ بِمَحَبَّةٍ وَلَا يُلْعَنُ، وَمَعَ هَذَا فَإِنْ كَانَ فَاسِقًا أَوْ ظَالِمًا
فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ لِلْفَاسِقِ وَالظَّالِمِ، لَا سِيمَا إِذَا أَتَى بِحَسَنَاتٍ
عَظِيمَةٍ، وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوَّلُ
جَيْشٍ يَغْزُو الْقُسْطُنْطِينِيَّةَ مَغْفُورٌ لَهُ"، وَأَوَّلُ جَيْشٍ غَزَاهَا
كَانَ أَمِيرُهُمْ يَزِيدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، وَكَانَ مَعَهُ أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ..."
فَالْوَاجِبُ
الِاقْتِصَادُ فِي ذَلِكَ، وَالِاعْرَاضُ عَنْ ذِكْرِ يَزِيدِ بْنِ مُعَاوِيَةَ وَامْتِحَانِ
الْمُسْلِمِينَ بِهِ؛ فَإِنَّ هَذَا مِنَ الْبِدْعِ الْمُخَالِفَةِ لِأَهْلِ السُّنَّةِ
وَالْجَمَاعَةِ.
Inilah yang
telah diceritakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Di awalnya pembid’ahan
orang yang diuji dengan maksud menjatuhkan individu yang diuji, dan di akhirnya
pembid’ahan yang diuji dengan maksud untuk memuji individu lain [yaitu
syeikhnya]."
Syaikh Ibnu
Taimiyah berkata dalam Majmu' al-Fatawa (3/413-414) dalam keterangannya tentang
Yazid bin Muawiyah: "Yang benar adalah apa yang diakui oleh para imam,
bahwa tidak dikhususkan untuk di cintai dan tidak pula untuk dilaknat. Meskipun
demikian, jika seandainya dia adalah seorang fasiq atau zalim, maka Allah masih
dapat memberi ampun kepada fasiq dan zalim, terutama jika dia membawa kebaikan
yang besar.
Imam Bukhari
meriwayatkan dalam Sahihnya dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhumā bahwa Nabi ﷺ bersabda:
'Orang
pertama yang menaklukkan Konstantinopel akan diampuni dosanya,'
Sementara
tentara pertama yang menaklukkan kota tersebut dipimpin oleh Yazid bin
Muawiyah, dan bersamanya adalah Abu Ayyub al-Anshari ..."
Oleh karena
itu, yang diwajibkan adalah berhati-hati dalam hal ini, dan menjauhi pembahasan
tentang Yazid bin Muawiyah serta menguji umat Islam dengannya. Sebab, hal ini
termasuk dalam bid'ah yang bertentangan dengan ahlus sunnah wal jama'ah.
Lalu
Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad melanjutkan perkataannya :
وَقَالَ
(3/415): "وَكَذَلِكَ التَّفْرِيقُ بَيْنَ أُمَّتِهِ وَامْتِحَانِهِم بِهِ مَا
لَا يَأْمُرُ اللَّهُ بِهِ وَلَا رَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".
وَقَالَ
(20/164): "وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُنْصِبَ لِأُمَّتِهِ شَخْصًا يَدْعُو إِلَى
طَرِيقَتِهِ، وَيُوَالِي وَيُعَادِي عَلَيْهَا غَيْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَلَا يُنْصَبُ لهُم كَلامًا يُوَالِي عَلَيْهِ وَيُعَادِي غَيْرَ كَلَامِ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَا اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِ الْأُمَّةِ، بَلْ هَذَا مِنْ فِعْلِ
أَهْلِ الْبِدَعِ الَّذِينَ يُنْصِبُونَ لِأُمَّتِهِمْ شَخْصًا أَوْ كَلَامًا يُفَرِّقُونَ
بِهِ بَيْنَ الْأُمَّةِ، يُوَالُونَ بِهِ عَلَى ذَلِكَ الْكَلَامِ أَوْ تِلْكَ النِّسْبَةِ
وَيُعَادُونَ".
Ibnu
Taimiyah juga berkata dalam Majmu' al-Fatawa (3/415): "Demikian juga,
memecah belah antara umatnya dan menguji mereka dengan hal-hal yang Allah dan Rasul-Nya
tidak perintahkan."
Dan beliau
juga mengatakan (20/164): "Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk menunjuk
dan menetapkan seseorang yang mengajak kepada jalan orang tersebut, lalu
bermuwaalah [membangun loyalitas] dan bermu’aadah [membangan kebencian dan
permusuhan] berdasarkan hal itu, selain dari pada bermuwalah dan bermu’adah
kepada Nabi ﷺ.
Dan tidak
seharusnya ada penetapan bagi mereka perkataan yang harus mereka sukai [muawaalah]
atau benci [mu’aadah], selain dari firman Allah dan sabda rasul-Nya, serta apa
yang telah disepakati secara ijma’ oleh umat.
Bahkan ini
adalah perbuatan ahli bid'ah yang menetapkan bagi umat, seseorang atau
perkataan yang memecah belah umat, yang mengaruskan mereka menyukai [muawaalah]
dan membenci [mu’aadah] berdasarkan perkataan atau nisbat tersebut."
Lalu Syeikh
Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :
وقال – رحمه الله – ( 28/15-16) : "فَإِذَا
كَانَ الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ بِهَجْرِ شَخْصٍ، أَوْ بِإِهْدَارِهِ
وَإِسْقَاطِهِ، وَإِبْعَادِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ نَظَرَ فِيهِ: فَإِذَا كَانَ قَدْ فَعَلَ
ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءٍ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ
أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يُحَزِّبُوا النَّاسَ، وَيَفْعَلُوا
مَا يُلْقِي بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبُغْضَاءَ، بَلْ يَكُونُوا مِثْلَ الْإِخْوَةِ
الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
'... وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ'".
Dan
Syeikhul Islam – rahimahullah- berkata : "Jika ada seorang mu’allim [guru]
atau Ustadz memerintahkan untuk menghajer [menjauhi] seseorang, atau
menjatuhkan nama baiknya dan menjauhinya, serta mengasingkannya, dan yang
sejenisnya ; maka harus mempertimbangkannya. Jika orang tersebut telah
melakukan dosa syar'i, maka tidak dibenarkan menghukumnya demi kepentingan
pendapat seorang mu’allim [guru] atau lainnya .
Para mu’allim [guru] tidak diperkenankan membuat manusia
menjadi berkelompok-kelompok, dan melakukan hal-hal yang menyebabkan permusuhan
dan kebencian di antara mereka. Sebaliknya, mereka seharusnya seperti
saudara-saudara yang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana
firman Allah Ta'ala: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya’." (QS. Al-Maidah:
2)". [Baca : Majmu'
al-Fatawa (28/15-16)]
Lalu Syeikh
Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :
وَلَوْ
ساغ امَّتَحَانَ النَّاس بِشَخْصٍ فِي هَذَا الزَّمَانِ لمعِرَفَةٍ مَنْ يَكُونُ مِنْ
أهلِ السُّنَّةِ أَوْ غَيْرِهِمْ بِهَذَا الِامْتِحَانِ، لَكَانَ الْأَحَقَّ وَالْأَوْلَى
بِذَلِكَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ وَمُفَتِّي الدُّنْيَا وَإِمَامُ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي
زَمَانِهِ، شَيْخُنَا الشَّيْخُ عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَازٍ،
الْمُتَوَفَّى فِي 27 مِنْ شَهْرِ المحرم عَامَ 1430 هـ، رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَفَرَ
لَهُ وَأَجْزَلَ لَهُ المَثُوبَةَ، الَّذِي عرفَه الخاص وَالْعَامَّ بِسَعَةِ عِلْمِهِ
وَكَثْرَةِ نَفْعِهِ وَصِدْقِهِ وَرِفَقِهِ وَشَفَقَتِهِ وَحِرْصِهِ عَلَى هِدَايَةِ
النَّاسِ وَتَسْدِيدِهِمْ، نَحْسِبُهُ كَذَلِكَ ولَا نُزكِّي عَلَى
اللهِ أحَدًا ، فَقَدْ كَانَ ذَا مِنْهَجٍ فَذٍّ فِي الدَّعْوَةِ إلَى اللَّهِ وَتَعْلِيمِ
النَّاسِ الْخَيْرَ، وَأَمَرَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيِهِمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، يَتَّسِمُ
بِالرِّفْقِ وَاللِّينِ فِي نُصِحِهِ وَرُدُودِهِ الْكَثِيرَةِ عَلَى غَيْرِهِ، مَنْهَجٌ
يجمع ولم يُفَرِّق
ويلم ولا يمزق ، وَيُسَدِّدُ وَلَا يُبَدِّدُ، وَيُيَسِّرُ
وَلَا يُعَسِّرُ، وَمَا أَحْوَجَ الْمُشْتَغِلِينَ بِالْعِلْمِ وَطَلَبَتِهِ إلَى
سُلُوكِ هَذَا الْمَسْلَكِ الْقَوِيْمِ وَالْمَنْهَجِ الْعَظِيمِ؛ لِمَا فِيهِ
مِنْ جَلْبِ الْخَيْرِ لِلْمُسْلِمِينَ وَدَفَعِ الضَّرَرِ عَنْهُمْ
Jika layak
diperkenankan untuk menguji orang-orang pada zaman ini dengan tanggapannya
terhadap sosok [syeikh] tertentu untuk mengetahui siapa yang termasuk Ahlus
Sunnah atau yang bukan dengan menggunakan ujian ini, maka yang lebih tepat dan
lebih utama dalam hal tersebut adalah Syaikhul Islam, Mufti Dunia, dan Imam
Ahlus Sunnah pada zamannya, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang
meninggal dunia pada tanggal 27 Muharram tahun 1430 H. Semoga Allah
merahmatinya, mengampuninya, dan memberinya pahala yang besar.
Beliau
dikenal baik oleh kalangan khusus maupun umum karena kedalaman ilmunya, banyak
manfaat yang diberikannya, kejujurannya, kelembutannya, kasih sayangnya, dan
ketulusannya dalam membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia. Kami
memandang beliau sebagai sosok yang unggul dalam dakwah kepada Allah,
mengajarkan kebaikan kepada manusia, memerintahkan yang ma'ruf dan melarang
yang munkar. Beliau mencirikan nasehatnya dan tanggapannya yang banyak terhadap
orang lain dengan kelembutan dan kebaikan.
Manhajnya
dalam dakwah bersifat penuh hikmah dan lemah lembut, memberi petunjuk tanpa
merusak, menyatukan tanpa memecah belah, dan meluruskan tanpa membabi buta, memudahkan
tanpa menyulitkan.
Betapa diperlukannya
bagi mereka yang sibuk dengan ilmu dan pencarian ilmu, untuk mengikuti jalan
yang lurus dan metode yang agung ini, yang merupakan suatu kebutuhan, karena di
dalamnya terkandung kebaikan bagi umat Muslim dan pembelaan dari bahaya yang
mungkin menimpa mereka.
Lalu Syeikh
Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :
وَالْوَاجِبُ
عَلَى الْأَتْبَاعِ وَالْمَتْبُوْعِينَ الَّذِينَ وَقَعُوا فِي ذَلِكَ الِامْتِحَانِ
أَنْ يَتَخَلَّصُوا مِنْ هَذَا الْمَسْلَكِ الَّذِي فَرَّقَ أَهْلَ السُّنَّةِ وَعَادَى
بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِسَبَبِهِ، وَذَلِكَ بِأَنْ يَتْرُكُ الْأَتْبَاعُ الِامْتِحَانَ
وَكُلَّ مَا يَتْرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ بُغْضٍ وَهَجْرٍ وَتَقَاطُعٍ، وَأَنْ يَكُونُوا
إِخْوَةً مُتَآلِفِينَ مُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَأَنْ يَتبرَّأ
الْمَتْبُوْعُونَ مِنْ هَذِهِ الطَّرِيقَةِ الَّتِي تُوبِعُوا عَلَيْهَا، وَيُعْلِنُوا
بِرَاءَتَهُمْ مِنْهَا وَمِنْ عَمَلِ مَنْ يَقَعُ فِيهَا، وَبِذَلِكَ يَسْلَمُ الْأَتْبَاعُ
مِنْ هَذَا الْبَلَاءِ وَالْمُتَبَوِّعُونَ مِنْ تَبَعَةِ التَّسَبُّبِ بِهَذَا الِامْتِحَانِ
وَمَا يَتْرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ أَضَرَّارٍ تَعُودُ عَلَيْهِمْ وَعَلَى غَيْرِهِمْ.
Yang wajib
bagi para pengikut dan para da’i yang diikuti, yang terlibat dalam manhaj ujian
ini, adalah untuk membebaskan diri dari manhaj yang memecah belah Ahlus Sunnah
dan menimbulkan permusuhan di antara mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan
meninggalkan manhaj ujian ini dan segala dampak buruk yang dapat timbul
akibatnya, seperti kebencian, hajr [pemboikotan], dan taqoththu’ [pemutusan
hubungan].
Mereka
semua seharusnya bersatu sebagai saudara yang saling mendukung dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Mereka yang
manhajnya dianut oleh para pengikutnya harus menyatakan secara jelas penolakan
mereka terhadap manhaj tersebut dengan cara mengumumkan bahwa mereka berlepas
diri darinya dan dari tindakan orang yang terlibat di dalamnya .
Dengan cara
ini, para pengikutnya akan terhindar dari bencana yang diakibatkan oleh ujian
ini, dan orang-orang yang diikutinya akan terhindar dari tanggung jawab atas sebab
akibat manhaj ujian ini serta dampak buruk yang mungkin timbul.
Ini akan
membawa kedamaian bagi para pengikut dan mencegah penyebaran dampak negatif
dari manhaj ujian tersebut kepada mereka dan orang lain.
Lalu Syeikh
Abdul Muhsin al-Abbaad menyebutkan judul berikutnya :
التحذيرُ
مِن فِتْنَةِ التجريحِ وَالتبديعِ مِن بَعْضِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي هَذَا العَصْرِ
Peringatan agar waspada terhadap fitnah tajrih [pencelaan] dan tabdi’ [pembid’ahan] dari
sebagian Ahlus Sunnah pada zaman ini.
وَقَرِيبٌ
مِن بِدْعَةِ امْتِحَانِ النَّاسِ بِالْأَشْخَاصِ، مَا حَصَلَ فِي هَذَا الزَّمَانِ
مِنْ اِفْتِتَانِ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ بِتَجْرِيحِ بَعْضِ إِخْوَانِهِم
مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَتَبْديعِهِمْ، وَمَا تَرَتَّبَ عَلَى ذَلِكَ مِنْ هَجْرٍ
وَتَقَاطُعٍ بَيْنَهُمْ وَقَطْعِ لِطَرِيقِ الِإفَادَةِ مِنْهُمْ، وَذَلِكَ التَّجْرِيحِ
وَالتَّبْديعِ مِنْهُ مَا يَكُونُ مَبْنِيًّا عَلَى ظَنِّ مَا لَيْسَ بِبِدْعَةٍ بِدْعَةً،
وَمِنْ أَمْثَلِ ذَلِكَ أَنَّ الشَّيْخَيْنِ الجِلِيلَيْنِ عَبْدَ العَزِيزِ بِنْ بازٍ
وَابْنُ عُثَيْمِينَ رَحِمَهُمَا اللَّهُ قَدْ أَفْتَيَا جَمَاعَةَ بِدُخُولِهَا فِي
أَمْرِ رَأْيَا المَصْلَحَةِ فِي ذلك الدخول، وَمِمَّنْ لَم يُعْجِبُهُمْ ذَلِكَ المُفْتَى
بِه تِلْكَ الفِئَّةِ القَلِيلَةِ، فَعَابَتْ تِلْكَ الجِمَاعَةَ بِذَلِكَ، وَلَمْ
يَقِفِ الأَمْرُ عِنْدَ هَذَا الحَدِّ، بَلْ انتَقَلَ الْعَيْبُ إِلَى مَنْ يَتَعَاوَنُ
مَعَهَا بِإِلْقَاءِ الْمَحَاضِرَاتِ، وَوَصْفِهِ بِأَنَّهُ مُمَيِّعٌ لِمَنْهُجِ السَّلَفِ،
مَعَ أَنَّ هَذَيْنِ الشَّيْخَيْنِ الجِلِيلَيْنِ كَانَا يُلْقِيَانِ الْمَحَاضِرَاتِ
عَلَى تِلْكَ الجَمَاعَةِ عَنْ طَرِيقِ الهَاتِفِ.
وَمِن
ذَلِكَ أَيْضًا حُصُولُ التَّحْذِيرِ مِنْ حُضُورِ دُروسِ شَخْصٍ؛ لأَنَّهُ لَا يَتَكَلَّمُ
فِي فُلَانَ الْفُلانِي أَوِ الْجَمَاعَةِ الْفُلَانِيَّةِ. وَقَدْ تَوَلَّى كِبَرُ
ذَلِكَ شَخْصٌ مِن تَلَامِيذِي بِكُلِّيَّةِ الشَّرِيعَةِ بِجَامِعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ،
خَرَجَ مِنْهَا عَامَ (1395-1396 ه)، وَكَانَ تَرْتِيبُهُ الرَّابِعَ بَعْدَ مِائَةٍ
مِنْ دُفْعَتِهِ الْبَالِغِ عَدَدُهُمْ 119 خَرِّيجًا، وَهُوَ غَيْرُ مَعْرُوفٌ بِالاشْتِغَالِ
بِالْعِلْمِ، وَلَا أَعْرِفُ لَهُ دُرُوسًا عِلْمِيَّةً مُسَجَّلَةً، وَلَا مُؤَلِّفًا
في الْعِلْمِ صَغِيٍرًا وَكَبِيرًا، وَجُلُّ بِضَاعَتِهِ التَّجْرِيحُ وَالتَّبْديعُ
وَالتَّحْذِيرُ مِنْ كَثِيرِينَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، الَّذِينَ لَا يَبْلُغُ هَذَا
الْجَارِحُ كَعْبَ بَعْضِ مَنْ جَرَحَهُمْ لِكَثْرَةِ نَفْعِهِمْ فِي دُروسِهِمْ وَمُحَضَرَاتِهِمْ
وَمُؤَلِّفَاتِهِمْ.
“ Yang
semisal dengan bid’ah menguji manusia dengan jajak pendapat terhadap sosok-sosok
tertentu [1] adalah apa yang terjadi
dewasa ini dari sekelompok kecil Ahlus Sunnah yang gemar mentajrih [mencela] saudara-saudaranya
sesama Ahlus Sunnah dan mentabdi’ mereka, sehingga mengakibatkan timbulnya hajr
[pemboikotan], taqaththu’ [pemutusan hubungan] dan memutuskan jalan kemanfaatan
dari mereka. Tajrih [pencelaan] dan tabdi’ [pembid’ahan] tersebut dibangun di
atas dugaan suatu hal yang bukan bid’ah namun dianggap bid’ah.
Sebagai
contohnya adalah dua syaikh kita yang mulia, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Bazz
dan Syaikh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmati mereka berdua, telah
menfatwakan bolehnya memasuki suatu jama’ah (semacam yayasan khairiyah pent.)
dalam beberapa perkara yang mereka pandang dapat mendatangkan kemaslahatan
dengan memasukinya.
Dari mereka
yang tidak menyukai fatwa ini adalah kelompok kecil tadi dan mereka mencemarkan
jama’ah tersebut. Permasalahannya tidak hanya berhenti sebatas ini saja, bahkan
mereka menyebarkan aib (menyalahkan) siapa saja yang bekerja sama dengan
memberikan ceramah pada jama’ah tersebut dan mereka sifati sebagai mumayi’
terhadap manhaj salaf, walaupun kedua syaikh yang mulia tadi pernah memberikan
ceramah pada jama’ah ini via telepon.
Perkara ini
juga meluas sampai kepada munculnya tahdzir (peringatan) untuk menghadiri
pelajaran (durus) seseorang dikarenakan orang tersebut tidak berbicara tentang
fulan dan fulan atau jama’ah fulani. Yang mempelopori hal ini adalah salah
seorang muridku [2] di Fakultas
Syariah Universitas Islam Madinah, yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih
peringkat ke-104 dari jumlah lulusan yang mencapai 119 orang.
Dia
tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, dan tidak
pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran ilmiah yang terekam, tidak
pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar.
Modal
ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap mayoritas
Ahlus Sunnah, padahal si Jarih [pencela] ini ini tidaklah dapat menjangkau mata
kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada
pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.
[ Baca :
al-Hatstsu ‘alat-tiba`is Sunnah wa tahdziiri minal Bida’i wa Bayaanu
Khatharihi]
[1] Bid’ah
menguji manusia dengan perseorangan yang dimaksud Syeikh Abdul Muhsin diatas
adalah jika ada seseorang yang ditahdzir, maka kita harus turut mentahdzirnya.
Jika kita tidak mentahdzirnya maka kita juga ditahdzir.
[2]
Yang beliau maksudkan dengan kata “muridku” di sini adalah Syaikh Falih bin
Nafi’ al-Harby –wafaqohullahu-, sebagaimana telah maklum di kalangan Mahasiswa
Islam Madinah tatkala Syaikh Abdul Muhsin memberikan ceramah dan menjabarkan
isi kutaibnya ini. Hal ini diperkuat dengan munculnya tahdzir dari dua Masyaikh
Yordan, yakni Syaikh Muhammad Musa Nashr dan Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly
–hafidhahumallahu-, kepada Syaikh Falih bin Nafi’ yang dimuat di dalam situs
Muntada al-Albany, www.almenhaj.com, yang menukil ucapan Syaikh di atas.
Lalu Syeikh
Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :
وَلَا
يَنْتَهِي الْعَجَبُ إِذَا سَمِعَ عَاقِلٌ شَرِيطًا لَهُ يَحْوِيَّ تَسْجِيلًا لمكالمة
هاتفية طَوِيلَةً بَيْنَ المَدِينَةِ وَالْجَزَائِرِ، أَكَلَ مِنْهَا الْمَسْؤُولَ
لُحُومَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَأَضَاعَ فِيهَا السَائِلَ مَالَهُ بِغَيْرِ
حَقٍّ، وَقَدْ زَادَ عَدَدُ الْمَسْؤُولِ عَنْهُمْ فِي هَذَا الشَّرِيطِ عَلَى ثَلَاثِينَ
شَخْصًا، فِيهِمُ الْوَزِيرُ وَالْكَبِيْرُ وَالصَّغِيرُ، وَفِيهِمْ فِئَةٌ قَلِيلَةٌ
غَيْرُ مَأْسُوفٌ عَلَيْهِمْ.
Dan tidak
akan berhenti keheranan ketika seorang yang berakal mendengar kaset yang berisi
percakapan telepon panjang antara Madinah dan Aljazair melalui sebuah pita
rekaman, di mana orang yang ditanya tersebut memakan daging banyak orang dari
kalangan Ahlus Sunnah sementara orang yang bertanya kepadanya telah
menghambur-hamburkan harta tanpa hak.
Jumlah
orang yang ditanya tersebut terus bertambah dalam rekaman kaset ini hingga
mencapai tiga puluh orang, termasuk di antaranya seorang menteri, orang-orang
berpangkat tinggi, dan orang-orang berpangkat rendah. Dalam kelompok ini, ada
kelompok kecil yang disayangkan nasibnya.
Dan dalam artikel “Rifqon Ahlas Sunnah”, Syeikh Abdul-Muhsin
al-Abbad berkata pula :
"لَا يَجُوزُ أَنْ يُمْتَحَنَ أَيُّ طَالِبِ عِلْمٍ غَيْرَهُ بِأَنْ
يَكُونَ لَهُ مَوْقِفٌ مِنْ فُلَانِ الْمَرْدُودِ عَلَيْهِ، أَوْ الرَّادِ، فَإِنْ
وَافَقَ سَلِمَ، وَإِنْ لَمْ يُوَافِقْ بُدِّعَ وَهُجِّرَ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ
يَنْسُبَ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ مِثْلَ هَذِهِ الْفَوْضَى فِي التَّبْدِيعِ وَالْهَجْرِ،
وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَيْضًا أَنْ يَصِفَ مَنْ لَا يَسْلُكُ هَذَا الْمَسْلَكَ الْفَوْضَوِيَّ
بِأَنَّهُ مُمَيِّعٌ لِمِنْهَاجِ السَّلَفِ"
انتَهَى
“Tidak diperbolehkan bagi seorang penuntut ilmu untuk menguji
orang lain yang memiliki pendirian sejalan dengan si fulan yang ditolak, atau
dia mau mendebatnya , lalu jika dia setuju dan sependapat dengannya , maka dia selamat [lolos dari hajer dan tahdzir], dan
jika dia tidak menyetujuinya atau berbeda pendapat dengannya , maka dia langsung dicap ahli bid'ah dan di hajer
.
Tidak
ada yang berhak mengaitkan manhaj Ahlus Sunnah dengan kekacau balauan seperti
ini yang didalamnya terdapat pem-bid'ah-an dan peng-hajer-an .
Juga, tidak ada yang berhak mensifati mereka yang tidak mengikuti jalan yang kacau ini sebagai orang yang lembek dan lemah [mumayyi'] pendekatannya terhadap manhaj salaf ".
[
Sumber : رفقا أهل السنة بأهل
السنة hal. 22]
*****
KEDUA : PERKATAAN SYEIKH ABDURRAHMAN AS-SA’DIY
[GURU SYEIKH AL-UTSAIMIN] :
Syekh Abd
al-Rahman bin Nashir bin Sa’di berkata dalam (الرِّياض
النَّاضِرة)
(hal. 105-106):
((وَمِنْ
أَعْظَمِ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَشْنَعِ الْمَفَاسِدِ إِشَاعَةُ عَثَرَاتِهِمْ وَالْقَذْفِ
فِيهِمْ فِي غَلْطَاتِهِمْ، وَأَقْبَحَ مِنْ هَذَا وَأَقْبَحَ: إِهْدَارُ مَحَاسِنِهِمْ
عِنْدَ وُجُودِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، وَرُبَّمَا يَكُونُ – وَهُوَ الْوَاقِعُ كَثِيرًا
– أَنَّ الْغَلْطَاتِ الَّتِي صَدَرَتْ مِنْهُمْ لَهُمْ فِيهَا تَأْوِيلٌ سَائِغٌ،
وَلَهُمْ اجْتِهَادُهُمْ فِيهِ، مَعْذُورُونَ وَالْقَادِحُ فِيهِمْ غَيْرُ مَعْذُورٍ.
وَبِهَذَا
وَأَشْبَاهَهُ يَظْهَرُ لَكَ الْفَرْقُ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ النَّاصِحِينَ وَالْمُنْتَسِبِينَ
لِلْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْحَسَدِ وَالْمُعْتَدِينَ.
فَإِنَّ
أَهْلَ الْعِلْمِ الْحَقِيقِيِّ قَصْدُهُمْ التَّعَاوُنُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى،
وَالسَّعْيُّ فِي إِعَانَةِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا فِي كُلِّ مَا عَادَ إِلَى هَذَا الْأَمْرِ،
وَسِتْرُ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ وَعَدَمُ إِشَاعَةِ غَلْطَاتِهِمْ وَالْحِرْصُ عَلَى
تَنْبِيهِهِمْ بِكُلِّ مَا مُمْكِنٍ مِنَ الْوَسَائِلِ النَّافِعَةِ، وَالذَّبُّ عَنْ
أَعْرَاضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ، وَلَا رَيْبَ أَنَّ هَذَا مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ.
ثُمَّ
لَوْ فُرِضَ أَنَّ مَا أَخْطَأُوا أَوْ عَثَرُوا لَيْسَ لَهُمْ تَأْوِيلٌ وَلَا عُذْرٌ،
لَمْ يَكُنْ مِنْ الْحَقِّ وَالْإِنْصَافِ أَنْ تُهْدَرَ الْمَحَاسِنُ وَتُمْحَى حَقُوقُهُمْ
الْوَاجِبَةُ بِهَذَا الشَّيْءِ الْيَسِيرِ، كَمَا هُوَ دَأْبُ أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْعُدْوَانِ،
فَإِنَّ هَذَا ضَرَرُهُ كَبِيرٌ وَفَسَادُهُ مُسْتَطِيرٌ، أَيُّ عَالِمٍ لَمْ يُخْطِئْ
وَأَيُّ حَكِيمٍ لَمْ يَعْثُر؟))
Salah satu
hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling keji adalah
mempublikasikan kekurangan mereka [para ulama yang berbeda pendapat dengan
kelompoknya], kecacatan mereka dan kesalahan mereka . Dan ada yang lebih buruk
dari ini dan bahkan lebih busuk : yaitu menyia-nyiakan dan tidak menghargai
semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang seperti itu.
Maka dengan
ini dan yang semisalnya , akan nampak jelas bagi anda : perbedaan antara
orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku
dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah , pendengki,
dan melampaui batas .
Maka
sesungguhnya orang-orang berilmu sejati , mereka berniat bekerja sama dalam
kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama lain dalam
segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi kesalahan
kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan bersemangat untuk
memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat , dan membela serta
menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.
Tidak
diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT .
Kemudian,
jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan mereka tidak
memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka bukanlah sikap yang
benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak menghargai
kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang kecil dan
sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum pemecah belah
dan penebar permusuhan - ; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan mafsadahnya
akan tersebar luas.
Lalu Ahli
Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak mana yang tidak
pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]
[ Lihat
pula : Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 4/116].
******
KETIGA : FATWA SYEIKH AL-ALBAANI
BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI
BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:
Seorang Penanya
menyebutkan apa yang dikatakan oleh sebagian orang tentang kewajiban menghajer
ahli bid'ah, berdasarkan apa yang terdapat dalam riwayat dari beberapa orang
salaf.
Maka Syeikh
al-Albaani menjawab :
"الَّذِي
أَرَاهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ كَلَامَ السَّلَفِ يَرِدُّ فِي الْجَوِّ السَّلَفِيِّ
يَعْنِي الْجَوَّ الْعَامِرَ بِالْإِيمَانِ الْقَوِيِّ وَالِاتِّبَاعِ الصَّحِيحِ لِلنَّبِيِّ
وَالصَّحَابَةِ، هُوَ تَمَامًا كَالْمُقَاطَعَةِ، مُقَاطَعَةُ الْمُسْلِمِ لِمُسْلِمٍ
تَرْبِيَةً وَتَأْدِيبًا لَهُ، هَذِهِ سُنَّةٌ مَعْرُوفَةٌ، لَكِنَّ فِي اعْتِقَادِي
وَكَثِيرًا مَا سُئِلْتُ فَأَقُولُ زَمَانُنَا لَا يَصْلُحُ لِلْمُقَاطَعَةِ، زَمَانُنَا
إِذًا لَا يَصْلُحُ لِمُقَاطَعَةِ الْمُبْتَدِعَةِ لِأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ أَنْ تَعِيشَ
عَلَى رَأْسِ الْجَبَلِ، أَنْ تَنْزَوِي عَنِ النَّاسِ وَأَنْ تَعْتَزِلَهُمْ ذَلِكَ
أَنَّكَ حِينَمَا تَقَاطَعُ النَّاسَ إِمَّا لِفِسْقِهِمْ أَوْ لِبِدْعَتِهِمْ لَا
يَكُونُ ذَلِكَ الْأَثَرُ الَّذِي كَانَ يَكُونُ لَهُ يَوْمَ كَانَ أُولَئِكَ الَّذِينَ
تَكَلَّمُوا بِتِلْكَ الْكَلِمَاتِ وَحَضُّوا النَّاسَ عَلَى مُجَانِبَةِ أَهْلِ الْبِدْعَةِ."
Yang saya
berpendapat – wallaahu a'lam- bahwa perkataan para Salaf tentang hajer itu
hanya berlaku pada suasana di masa Salaf dulu, artinya suasana pada saat itu
suasana yang penuh dengan iman yang kuat dan mengikuti apa yang shahih dari
Nabi dan para Sahabat dengan sempurna , contohnya seperti pemboikotan
[pemutusan hubungan], yakni ; seorang Muslim memboikot seorang Muslim dalam
rangka untuk memberi pelajaran dan mendisiplinkannya. Ini adalah sunnah yang
ma'ruf .
Akan tetapi menurut
keyakinan [i'tiqod] saya – sebagaimana saya sudah sering ditanya tentang itu
- maka jawaban saya adalah : Pada
zaman kita sekarang ini tidak cocok untuk menerapkan pemboikotan [Hajer],
artinya : pada zaman kita ini tidak tepat untuk menerapkan pemboikotan ahli
Bid'ah.
Karena resikonya
anda akan hidup seperti di puncak gunung, mengasingkan diri dari masyarakat dan
anda terisolasi dari mereka, yaitu ketika Anda memboikot orang-orang, baik
karena kefasiqkannya atau karena kebid'ahannya, maka dengan pemboikotan itu
tidak akan memberikan efek seperti efek pada masa salaf dulu ketika mereka
mengatakan kata-kata itu dan mendesak orang-orang untuk menjauhi para ahli
bid'ah. [Selesai]
FATWA LAIN-NYA :
Ketika syeikh
al-Albaani ditanya tentang memuji orang-orang yang terjerumus ke dalam bid'ah,
maka beliau berkata:
"الجَوابُ
يُخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْمَقَاصِدِ، إذا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَى
مُسْلِمٍ نَظُنُّهُ مُبْتَدِعًا وَلَا نَقُولُ إِنَّهُ مُبْتَدِعٌ...
فَإِذَا
كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ الدِّفَاعُ عَنْهُ اتِّجَاهَ الْكُفَّارِ
فَهَذَا وَاجِبٌ، وَأَمَّا إِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ تَزْيِينُ
مَنْهُجِهِ وَدَعْوَةُ النَّاسِ إِلَيْهِ فَفِيهِ تَضْلِيلٌ لَا يَجُوزُ".
“Jawabannya adalah
berbeda-beda , disesuaikan dengan maksud dan tujuannya.
Jika yang dimaksud
dengan memuji seorang muslim dikarenakan kita mengira dia adalah seorang ahli
bid'ah [مُبْتَدِع] , maka
kita tidak boleh mengatakan bahwa dia adalah ahli bid'ah [مُبْتَدِع] ...
Jika yang dimaksud
dengan memujinya karena untuk membelanya dari orang-orang kafir, maka ini
adalah wajib, tetapi jika yang dimaksud dengan memujinya adalah untuk
memperindah manhajnya dan mengajak orang-orang kepada bid'ahnya, maka ini adalah
menyesatkan dan itu tidak boleh".
[ Sumber :
" منهج العلامة الألباني في مسائل التبديع
والتعامل مع المخالفي"
karya Muhammad Haaj al-Jazaairi dan lihai pula سلسلة
الهدى والنور (551) الوجه الثاني ].
******
KEEMPAT : PENJELASAN DARI SYEIKH AL-MUNAJJID
Pernyataan Syekh Muhammad bin Saleh Al-Munajjid artikelnya :
ضُوَابِطُ
البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ
"Pedoman
Batasan Bid'ah dan Penyimpangan dalam Bab-Bab Bid'ah dan Pembid’ahan."
Syekh Al-Munajjid berkata :
مَظَاهِرُ الْانِحِرَافِ فِي الْتَبْدِيعِ:
وَمِنْ ضِمْنِ أَيْضًا الْانِحِرَافَاتِ
فِي الْتَبْدِيعِ امْتِحَانُ النَّاسِ لِمَعْرِفَةِ مَوَاقِفِهِم مِنْ فُلَانٍ أَوْ
فُلَانٍ: ثُمَّ بِنَاءُ الْتَّبْدِيعِ عَلَى ذَلِكَ، فَمِنَ الْبِدَعِ الْمَنْكُرَةِ
مَا حَدَثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنَ الِامْتِحَانِ بِالْأَشْخَاصِ، سَوَاءٌ كَانَ
الْبَاعِثُ عَلَى الْامْتِحَانِ الْجُفَاءِ فِي شَخْصٍ يُمْتَحَنُ بِهِ، أَوْ كَانَ
الْبَاعِثُ عَلَيْهِ الْإِطْرَاءُ لِشَخْصٍ آخَرَ، وَإِذَا كَانَتْ نَتِيجَةُ الْامْتِحَانِ
الْمُوَافِقَةُ لِمَنْ أَرَادَهُ الْمُمْتَحِنُ، ظَفِرَ بِالتَّرْحِيبِ، وَالْمَدْحِ،
وَالثَّنَاءِ، وَإِذَا سَقَطَ فِي هَذَا الْامْتِحَانِ فَحِظُّهُ التَّجْرِيحُ، وَالتَّبْدِيعُ،
وَالْهِجْرُ، وَالتَّحْذِيرُ. وَمِنَ الْمُعَاصِرِينَ الَّذِينَ كَتَبُوا بِمِنْهَجِيَّةٍ
جَمِيلَةٍ فِي هَذَا الْبَابِ الشَّيْخَانِ: عَبْدُ الْمُحْسِنِ بْنُ عِبَادِ الْعَبَّادِ
الْبَدْرِ، وَالشَّيْخُ بَكْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَبُو زَيْدٍ، وَغَيْرُهُمْ.
Penyimpangan-penyimpangan yang nampak dalam manhaj pembid'ahan [mencap
orang lain sebagai ahli bid'ah]:
Di antara penyimpangan dalam pembid'ahan adalah menguji
orang-orang demi untuk mengetahui sikap mereka terhadap si Fulan atau si Fulan
lainnya , lalu melekatkan gelar ahli bid'ah di atasnya.
Di antara kesesatan yang harus di ingkari adalah apa yang
terjadi pada masa sekarang ini menguji pribadi orang-orang , baik motif
pengujiannya itu karena ketidak sukaan terhadap orang yang diujinya. Atau
dimotivasi oleh ketertarikan terhadap orang yang diujinya.
Dan jika hasil ujian sesuai dengan yang diinginkan oleh
penguji, maka dia akan disambut, dipuji, dan disanjung . Dan jika dia gagal
dalam ujian ini, maka dia akan dijarh [dicela], dicap sebagai ahli bid'ah,
dihajer, dan ditahdzir .
Di antara para ulama kontemporer yang menulis dengan
metodologi yang indah tentang topik ini adalah dua syekh : Abdul Mohsin bin
Abbad Al-'Abad Al-Badr, dan Syekh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dan lain-lain.
[ Sumber : ضُوَابِطُ البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ
الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ].
Lalu Syeikh al-Munajjid mengutip perkataan Syekh al-Islam
Ibnu Taimiyah:
" فَإِذَا كَانَ الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ
بِهَجْرِ شَخْصٍ؛ أَوْ بِإِهْدَارِهِ وَإِسْقَاطِهِ وَإِبْعَادِهِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ: نُظِرَ فِيهِ فَإِنْ كَانَ قَدْ فَعَلَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا عُوقِبَ
بِقَدْرِ ذَنْبِهِ بِلَا زِيَادَةٍ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا
شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءِ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ
أَوْ غَيْرِهِ . وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا النَّاسَ وَيَفْعَلُوا مَا
يُلْقِي بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ ".
"Jadi jika ada seorang guru [syeikh] atau ustadz telah
memerintahkan untuk menghajer seseorang, atau untuk merusak nama baiknya dan
menjatuhkannya, dan sejenisnya, maka dalam hal ini harus dipertimbangkan sbb :
Jika
dia telah melakukan dosa yang syar'i , maka dia akan dihukum sesuai dengan
kadar dosanya tanpa tambahan apa pun. Dan jika dia tidak melakukan dosa yang
syar'i, maka dia tidak boleh dihukum dengan apapun hanya karena untuk
kepentingan membela gurunya [syeikhnya] atau lainnya .
Dan
tidak boleh bagi para guru psyeikh] untuk menjadikan orang-orang pecah
berkelompok-kelompok dan melakukan apa yang menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka.” [Majmu' al-Fataawa : 28/15-16].
Dan Syeikh al-Munajjid berkata :
هُنَاكَ عَدَاوَاتٌ شَخْصِيَّةٌ، فَهَلْ إِذَا كَانَ بَيْنَ الشَّيْخِ
فُلَانٍ وَشَخْصٍ آخَرَ عَدَاوَةٌ شَخْصِيَّةٌ بَدَّعْنَا أَيُّ وَاحِدٌ يَسْأَلُ هَذَا
الآخَرَ، أَوْ يَجْلِسُ إِلَيْهِ، أَوْ يَذْهَبُ إِلَيْهِ لِأَجْلِ الْعَدَاوَةِ الشَّخْصِيَّةِ.
Disana
kadang ada permusuhan antar pribadi, lalu jika ada permusuhan pribadi antara
Syekh Fulan dan syeikh lain, apakah kita dibenarkan hanya karena permusuhan
pribadi , kita membid'ahkannya siapa saja orangnya yang bertanya masalah agama
pada syeikh lain tersebut, atau duduk bersamanya, atau pergi menemuinya ?.
Lalu Syeikh al-Munajjid mengutip perkataan Syekh al-Islam
Ibnu Taimiyah:
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ
أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءِ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ.
وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا النَّاسَ وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي
بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ بَلْ يَكُونُونَ مِثْلَ الْإِخْوَةِ
الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى كَمَا قَالَ تَعَالَى:
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ} .
وَلَيْسَ لِأَحَدِ مِنْهُمْ أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ عَهْدًا
بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ مَا يُرِيدُهُ؛ وَمُوَالَاةِ مَنْ يُوَالِيهِ؛
وَمُعَادَاةِ مَنْ يُعَادِيهِ بَلْ مَنْ فَعَلَ هَذَا كَانَ مَنْ جِنْسِ جنكيزخان
وَأَمْثَالِهِ الَّذِينَ يَجْعَلُونَ مَنْ وَافَقَهُمْ صَدِيقًا مُوَالِيًا وَمَنْ
خَالَفَهُمْ عَدُوًّا بَاغِيًا
“Dan jika dia tidak melakukan dosa syar'i , maka tidak boleh dia
dihukum dengan apapun hanya karena untuk kepentingan seorang guru atau orang
lain, dan para guru tidak diperbolehkan membuat manusia pecah
berkelompok-kelompok dan melakukan hal yang menimbulkan permusuhan dan
kebencian diantara mereka . Bahkan sebaliknya, mereka harus menjadi seperti
saudara yang bekerja sama dalam kebenaran dan ketakwaan, seperti yang
difirmankan Allah Ta'aala :
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}
“Dan
tolong-menolonglah kalian dalam (perbuatan) kebaikan dan ketakwaan, dan
janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. [QS. Al-Maidah
:2].
Dan tidak
ada seorangpun dari mereka yang berhak memaksa siapa pun untuk mengikuti semua
yang dia inginkan , hanya mau bermuwalah [bersahabat setia dan saling menolong]
kepada mereka yang bermuwalah kepada gurunya, memusuhi mereka yang memusuhi
dia, justru siapa pun yang melakukan ini adalah sejenis ajaran Jenghis Khan dan
yang semisalnya, yang menjadikan mereka yang sefahan dengan mereka sebagai
teman dekatnya dan yang bermuwaalah [setia] padanya.
Dan siapa
saja yang berbeda dengan mereka ; maka dia dianggap sebagai musuh yang
menentang". [ Majmu' al-Fataawaa 28/15-16 ].
Kelompok
Ahlut Tahdzir wal Hajer ini pada hakikatnya Ahlut Tafriiq [pemecah belah] wal
'Adaawah [ dan penebar pemusuhan] .
Syeikh al-Munajjid ketika menjelaskan perkataan Ibnu Taimiyah
di atas , dia berkata :
(وَلَيْسَ لِأَحَدِ مِنْهُمْ) -يَعْنِي: هَؤُلَاءِ
الْمُعَلِّمِينَ- (أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ عَهْدًا بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ
مَا يُرِيدُهُ). إِمَا أَنْ تَتْبَعَنِي فِي كُلِّ مَا أَقُولُ، وَتُسَلِّمَ لِي فِي
كُلِّ مَا أَقُولُ، وَإِلَّا الطَّرْدُ، أَوْ يُحَكَّمُ عَلَيْهِ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ،
لِمَاذَا مَا وَافَقَ الشَّيْخُ فُلَانٌ فِي كُلِّ مَا يَقُولُهُ، مَنْ الَّذِي جَعَلَ
الشَّيْخَ فُلَانًا أَوْ عِلَانًا مَعْصُومًا وَكُلُّ مَا يَقُولُهُ صَحِيحًا؟ لَيْسَ
إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(Dan
tidak ada seorangpun dari mereka) – yakni para guru mereka- (yang berhak
memaksa siapa pun untuk mengikuti semua yang dia inginkan) ,
maksudnya adalah :
Anda harus mengikuti saya dalam semua yang saya katakan, dan
tunduk kepada saya dalam semua yang saya katakan, jika tidak , maka anda
terusir , atau dihukumi sebagai Ahli Bid'ah .
Kenapa harus mengikuti apa saja yang sesuai dengan perkataan
Syekh Fulan?
Siapa yang membuat Syekh Anu atau Syeikh Allaan itu ma'shum
[tidak mungkin salah] dan semua yang dia katakan itu pasti benar?
Yang ma'shum itu , tiada yang lain kecuali Nabi ﷺ". [Selesai]
Lalu Syeikh al-Munajjid berkata :
"يُوجَدُ مَنْ يَجْعَلُ مَعِيارَ قَبُولِ الشَّخْصِ مُوَالَاةَ
الشَّيْخِ فُلَانٍ، وَمَعِيارَ تَبْدِيعِ وَمُعَادَاةِ الشَّخْصِ مُخَالَفَةَ الشَّيْخِ
فُلَانٍ، أَنْتَ خَالَفْتَ كَلَامَ الشَّيْخِ فُلَانٍ أَنْتَ مُبْتَدِعٌ، أَنْتَ ضَالٌّ،
أَهْجُرُوهُ بِدَعْوَةٍ."
Ada orang yang membuat kriteria untuk menerima
seseorang [sebagai kelompoknya] adalah dengan bermuwaalah [taat dan setia]
kepada Syekh Fulan.
Dan dia membuat kriteria untuk membid'ahkan dan
memusuhi orang tersebut adalah dengan menyelisihi Syekh Fulan. Lalu dikatakan
padanya : Anda telah menyelisishi perkataan Syeikh Fulan , maka anda adalah
Ahli Bid'ah dan anda adalah orang yang dhool [sesat].
Kemudian dia
mengatakan pada sahabat-sahabat-nya : " Kalian Hajer-lah [kucilkan] dia ,
kalian cap-lah dia sebagai ahli Bid'ah "..
Lalu Syeikh al-Munajjid berkata :
هذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ؛ لأَنَّ مَعْنَى
ذَلِكَ تَقْدِيسُ الشَّيْخِ فُلَانٍ هَذَا، وَأَنَّ كُلَّ مَا يَقُولُهُ حَقٌّ، وَهُوَ
الْمِعْيَارُ، وَمَنْ كَانَ مَعَنَا فَهُوَ صَدِيقُنَا، وَمَنْ خَالَفَنَا فَهُوَ عَدُوُّنَا،
هَذَا مَبْدَأُ بَعْضِ الطُّغَاةِ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ طُغَاةِ الْغَرْبِ، هَذَا مَنْطِقُ بَعْضِ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ طُغَاةِ
الْغَرْبِ، ابْنُ تَيْمِيَّةَ يَقُولُ: "هَذَا مَنْطِقُ جِنْكِيزَ خَانَ؛ لأَنَّهُ
فِي عَصْرِهِ كَانَ جِنْكِيزَ خَانَ عِنْدَهُ هَذَا الْمَبْدَأَ، تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ،
وَبَعْضُ الْمُنْحَرِفِينَ الْمُعَاصِرِينَ عَنْ مِنْهَجِ السَّلَفِ عِنْدَهُمْ هَذَا
الْمَبْدَأَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَنَا فَهُوَ ضِدُّنَا، مَنْ أَنْتُمْ؟ مَنْ هُوَ الشَّخْصُ
إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ عَدُوٌّ؟ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ، النَّاسُ يَخْطُئُونَ
وَيُصِيبُونَ. انْظُرِ الْانِحِرَافَ حُكْرَ الْحَقِّ فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ، لَا
يُوجَدُ شَخْصِيَّةٌ مَعِينَةٌ الْحَقُّ مُحْتَكَرٌ فِيهَا إِلَّا مُحَمَّدًا -صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. نَعَمْ الْحَقُّ فِي مِنْهَجِ السَّلَفِ مُحْتَكَرٌ بِمَجْمُوعِ
الْأَشْخَاصِ، الصَّحَابَةُ التَّابِعُونَ مِنْ تَبَعِهِمْ، وَمَنْ تَبَعَ مَنْ تَبَعَ
مَنْ تَبَعَهُمْ، هَذَا الْمِنْهَجُ، أَمَّا فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ فَلَا. نَأْتِي
فِي الْعَصْرِ الْحَاضِرِ نَقُولُ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ ضِدَّهُ، وَنَحْنُ
أَعْدَاءُ مَنْ لَيْسَ مَعَهُ، وَحُصْرُ الْحَقِّ فِيهِ هَذَا انْحِرَافٌ وَاضِحٌ جِدًّا،
وَقَدْ مَشَى عَلَى هَذَا طَائِفَةٌ مِنَ النَّاسِ.
Ini
adalah manhaj yang nyata-nyat sesat ; Karena maknanya adalah mensucikan dan
mengkultuskan seorang Syekh Fulan, dan bahwa semua yang dikatakannya adalah
benar, dan itu adalah patokannya, dan siapa pun yang bersama kita adalah teman
kita, dan siapa pun yang berbeda dengan kita adalah musuh kita.
Ini
adalah prinsip dasar ajaran dari sebagian tiran kontemporer di Barat, ini
adalah logika dari sebagian tiran kontemporer di Barat .
Ibnu
Taimiyah berkata : ( Ini adalah doktrin Jengis Khan ) . Karena pada masanya,
Genghis Khan memiliki prinsip dasar ajaran ini, hati mereka serupa dan ada
kesamaan, dan sebagian ulama [salafi] kontemporer yang menyimpang dari manhaj
salaf dahulu memiliki prinsip ini, yaitu mereka mengatakan : " Siapa pun
yang tidak bersama kami maka ia adalah lawan kami".
Emangnya
anda itu Siapa ? Abu Baka, Umar saja termasuk orang yang kadang salah dan
benar. Begitu pula orang-orang selainnya .
Lihat
penyimpangan tentang KEBENARAN yang dimonopoli oleh sekelompok pribadi-pribadi
tertentu. Tidak ada pribadi tertentu yang berhak memonopoli kebenaran kecuali
Nabi Muhammad ﷺ.
Ya,
kebenaran manhaj Salaf itu dimonopoli oleh sekelompok orang, yaitu para
sahabat, para Tabiin dan Taabiut Tabi'iin , ini adalah manhaj yang benar , akan
tetapi jika kebenaran itu dimonopoli oleh pribadi tertentu, maka itu tidak
benar .
Di era
sekarang, kami datang disuruh untuk mengatakan bahwa siapa pun yang tidak
bersamanya maka ia lawannya, dan kami adalah musuh siapa pun yang tidak
bersamanya.
Membatasi
kebenaran hanya kepadanya adalah penyimpangan yang sangat jelas, dan telah ada
sekelompok orang yang berjalan diatas manhaj ini [dengan mengataskan namakan
manhaj salafi. Pen].
[
Sumber : ضُوَابِطُ
البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ]
*****
KELIMA : FATWA SYEIKH BIN BAAZ :
"الْمُؤْمِنُ
يَنْظُرُ فِي هَذِهِ الْمَقَامَاتِ بِنَظَرِ الْإِيمَانِ وَنَظَرِ الشَّرِعِ وَنَظَرِ
التَّجْرِدِ مِنَ الْهَوَى، فَإِذَا كَانَ هَجْرُهُ لِلْمُبْتَدِعِ وَبُعْدُهُ عَنْهُ
لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ شَرٌّ أَعْظَمُ فَإِنَّ هَجْرَهُ حَقٌّ وَأَقَلُّ أَحْوَالِهِ
أَنْ يَكُونَ سُنَّةً، وَهَكَذَا هَجْرُ مَنْ أَعْلَنَ الْمَعَاصِي وَأَظْهَرَهَا أَقَلُّ
أَحْوَالِهِ أَنَّهُ سُنَّةٌ، فَإِنْ كَانَ عَدَمُ الْهَجْرِ أَصْلَحَ؛ لِأَنَّهُ يَرَى
أَنَّ دَعْوَةَ هَؤُلَاءِ الْمُبْتَدِعِينَ وَإِرْشَادَهُمْ إِلَى السُّنَّةِ وَتَعْلِيمَهُمْ
مَا أَوْجَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَنَّ ذَلِكَ يُؤْثِرُ فِيهِمْ وَأَنَّهُ يُفِيدُهُمْ
فَلَا يَعْجَلُ فِي الْهَجْرِ، وَمَعَ ذَلِكَ يَبْغَضُهُمْ فِي اللَّهِ كَمَا يَبْغَضُ
الْكَافِرُ فِي اللَّهِ، يَبْغَضُ الْعَاصِينَ فِي اللَّهِ عَلَى قَدْرِ مَعَاصِيهِمْ
وَعَلَى قَدْرِ الْبِدْعَةِ.
بَغْضُ
الْكَافِرِ أَشَدُّ، وَبَغْضُ الْمُبْتَدِعِ عَلَى قَدْرِ بِدْعَتِهِ إِذَا كَانَتْ
غَيْرَ مُكَفِّرَةٍ عَلَى قَدْرِهَا، وَبُغْضُ الْعَاصِي عَلَى قَدْرِ مَعْصِيتِهِ،
وَيُحِبُّهُ فِي اللَّهِ عَلَى قَدْرِ إِسْلَامِهِ."
فَالْحَاصِلُ:
أَنَّ الْأَرْجَحَ وَالْأَوْلَى النَّظَرُ فِي الْمَصْلَحَةِ، فَالنَّبِيُّ ﷺ هَجَرَ
قَوْمًا وَتَرَكَ آخَرِينَ لَمْ يَهْجُرْهُمْ مُرَاعَاةً لِلْمَصْلَحَةِ الشَّرْعِيَّةِ
الْإِسْلَامِيَّةِ، فَهَجَرَ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ وَصَاحِبَيْهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
لَمَّا تَخَلَّفُوا عَنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ بِغَيْرِ عُذْرٍ هَجَرَهُمْ خَمْسِينَ لَيْلَةً
حَتَّى تَابُوا فَتَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ، وَلَمْ يُهَجِّرْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
أَبِي بْنِ سَلُولٍ وَجَمَاعَةً مِنَ الْمُتَّهِمِينَ بِالنِّفَاقِ لِأَسْبَابٍ شَرْعِيَّةٍ
اقْتَضَتْ ذَلِكَ.
فَالْمُؤْمِنُ
يَنْظُرُ فِي الْأَصْلَحِ وَهَذَا لَا يَنَافِي بُغْضَ الْكَافِرِ فِي اللَّهِ وَبُغْضَ
الْمُبْتَدِعِ فِي اللَّهِ وَبُغْضَ الْعَاصِي فِي اللَّهِ، وَمَحَبَّةَ الْمُسْلِمِ
فِي اللَّهِ وَمَحَبَّةَ الْعَاصِي عَلَى قَدْرِ إِسْلَامِهِ، وَمَحَبَّةَ الْمُبْتَدِعِ
الَّذِي لَمْ يُكَفِّرْ بِبِدْعَتِهِ عَلَى قَدْرِ مَا مَعَهُ مِنَ الْإِسْلَامِ لَا
يَنَافِي ذَلِكَ.
أَمَّا
هَجْرُهُمْ فَيَنْظُرُ فِي الْمَصْلَحَةِ، فَإِذَا كَانَ هَجْرُهُمْ يُرَجَّى فِيهِ
الْخَيْرُ لَهُمْ يُرَجَّى فِيهِ أَنْ يَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ فِيهِ مِنَ الْبِدْعَةِ
وَمِنَ الْمَعْصِيَةِ فَإِنَّ السُّنَّةَ الْهَجْرُ، وَقَدْ أَوْجَبَ ذَلِكَ جَمْعٌ
مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا: يَجِبُ.
وَإِنْ
كَانَ هَجْرُهُمْ وَتَرْكُهُ سَوَاءً لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ لَا شَرٌّ وَلَا خَيْرٌ،
فَهَجْرُهُمْ أَوْلَى أَيْضًا إِظْهَارًا لِلْأَمْرِ الْمَشْرُوعِ وَإِبَانَةً لِمَا
يَجِبُ مِنْ إِظْهَارِ إِنْكَارِ الْمُنْكَرِ، فَهَجْرُهُمْ فِي هَذِهِ الْحَالِ أَوْلَى
وَأَسْلَمُ، وَحَتَّى يَعْلَمَ النَّاسُ خَطَأَهُمْ وَغَلَطَهُمْ.
وَالْحَالَةُ
الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ هَجْرُهُمْ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ وَشَرٌّ أَكْبَرُ
فَإِنَّهُ لَا يَهْجُرُهُمْ فِي هَذِهِ الْحَالِ، إِذَا كَانَ هَذَا الْمُبْتَدِعُ
إِذَا هَجَرَ زَادَ شَرَّهُ عَلَى النَّاسِ وَانْطَلَقَ فِي الدَّعْوَةِ إِلَى الْبِدْعَةِ
وَزَادَتْ بِدْعَتُهُ وَشُرُورُهُ، وَاِسْتَغْلَ الْهِجْرَ فِي دَعْوَةِ النَّاسِ إِلَى
الْبَاطِلِ فَإِنَّهُ لَا يَهْجُرُ بَلْ يُنَاقِشُ وَيُحَذِّرُ النَّاسَ مِنْهُ، وَلَا
يَكُونُ النَّاسُ عَنْهُ بَعِيدِينَ حَتَّى يُرَاقِبُوا عَمَلَهُ، وَحَتَّى يَمَنَعُوهُ
مِنْ التَّوْسُعِ فِي بِدْعَتِهِ، وَحَتَّى يُحَذِّرُوا النَّاسَ مِنْهُ، وَحَتَّى
يُكَرِّرُوا عَلَيْهِ الدَّعْوَةَ لَعَلَّ اللَّهَ يَهْدِيهِ حَتَّى يَسْلَمَ النَّاسُ
مِنْ شَرِّهِ.
وَهَكَذَا
الْعَاصِي الْمُعْلِنِ إِذَا كَانَ تَرْكُهُ وَهَجَرُهُ قَدْ يُفْضِي إِلَى انْتِشَارِ
شَرِّهِ وَتَوْسُعِ شَرِّهِ وَتَسَلُّطِهِ عَلَى النَّاسِ فَإِنَّهُ لَا يُهْجَرُ بَلْ
يُنَاقِشُ دَائِمًا وَيُنْكِرُ عَلَيْهِ دَائِمًا، وَيُحَذِّرُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
دَائِمًا حَتَّى يَسْلَمَ النَّاسُ مِنْ شَرِّهِ وَحَتَّى لَا تَقَعَ الْفِتَنُ بِمَعْصِيَتِهِ،
نَسْأَلُ اللَّهَ السَّلَامَةَ. نَعَمْ.
Orang
beriman [ketika hendak menghajer] harus melihat-lihat kondisi ini dengan
pandangan penuh keimanan, pandangan syar'i, dan pandangan yang bersih dari hawa
nafsu .
Jika dengan
menghajer ahli bid'ah itu setelahnya tidak menimbulkan keburukan yang lebih
besar ; maka ini adalah Hajer yang haq / benar , dan setidaknya itu adalah
Sunnah.
Begitu pula
dalam menghajer orang yang terang-terangan berbuat maksiat . Dan yang paling
nampak hukumnya , minimal adalah Sunnah, namun yang lebih mashlahat adalah
jangan menghajernya ; Karena kita melihat bahwa mendakwahi ahli bid'ah,
membimbing mereka ke Sunnah, dan mengajari mereka apa yang diperintahkan Allah
kepada mereka ; itu bisa mempengaruhi mereka dan itu bermanfaat bagi mereka,
maka sebaiknya mereka ini tidak terburu-buru di hajer .
Dan dengan
demikin ia tetap membenci mereka karena Allah sebagaimana ia membenci
orang-orang kafir karena Allah . Dia membenci orang-orang yang bermaksiat
karena Allah di sesuaikan dengan kadar kemaksiatan mereka dan kadar bid'ahnya .
Membenci
orang kafir itu lebih keras , adapum membenci ahli bid'ah maka harus
disesuaikan dengan kadar bid'ahnya jika bid'ahnya tidak membuatnya menjadi
kafir . Membenci pelaku maksiat disesuaikan dengan kadar kemaksiatannya, dan
mencintainya karena Allah disesuaikan dengan kadar keislamannya.
Kesimpulannya
:
Adalah yang
paling rajih dan lebih utama adalah mempertimbangkan kemashlahatan , karena
Nabi ﷺ melakukan hajer pada suatu kaum dan tidak melakukannya pada kaum yang
lain . Beliau tidak menghajernya karena pertimbangan mashlahat yang syar'i .
Beliau
menghajer Ka'ab bin Malik dan kedua temannya - semoga Allah meridhoi mereka-,
ketika mereka tidak ikut serta dalam perang Tabuk tanpa ada udzur, beliau ﷺ menghajer mereka lima puluh malam sampai mereka bertobat, maka Allah mengampuni
mereka.
Sementara
beliau ﷺ tidak melakukan hjer terhadap Abdullah bin Abi bin Salul dan
sekelompok orang yang terduga munafik karena adanya sebab-sebab yang syar'i
yang mengharuskan demikian .
Jadi bagi
orang beriman harus melihat mashlahat yang terbaik, dan ini bukan berarti
menafikan rasa benci karena Allah terhadap orang kafir, membenci karena Allah
terhadap Ahli Bid'ah, dan membenci karena Allah terhadap orang yang bermaksiat
kepada Allah .
Kecintaan
terhadap seorang muslim karena Allah dan kecintaan kepada Ahli Maksiat sesuai
kadar keislamannya, dan kecintaan kepada Ahli Bid'ah tidak sampai pada level
kafir sesuai derajat keislamannya ; maka itu semua tidak menafikan adanya rasa
benci terhadap kemungkaran dan kekufuran .
Adapun
menghajer mereka, maka hendaknya mempertimbangkan mashlahat . Jika dengan
menghajer mereka bisa diharapkan membawa kebaikan bagi mereka, diharapkan
mereka bisa bertaubat kepada Allah di dalamnya dari kesesatan dan kemaksiatan,
maka jika seperti ini di sunnahkan menghajernya , bahkan ada sekelompok ulama
yang mewajibkannya. Mereka berkata: "Itu wajib".
Dan jika
dengan menghajernya dan menjauhinya tetap saja sama dan tidak menghasilkan
kebaikan atau kejahatan, maka menghajernya itu juga lebih tepat , demi untuk
menunjukkan hal yang disyariatkan dan memperjelas apa yang diwajibkan untuk
menunjukkan Nahyi Munkar. Maka menghajer mereka dalam hal ini lebih baik dan
lebih selamat , agar orang-orang mengetahui kesalahan dan kekeliruan mereka
Dan kondisi
ketiga: Jika dengan menghajer mereka akan menghasilkan kerusakan dan keburukan
yang lebih besar, maka dia tidak menghajernya mereka dalam kondisi ini . Jika
ahli bid'ah ini, ketika dihajer itu semakin meningkatkan keburukannya pada
manusia dan semakin giat menyerukan bid'ah, dan semakin meningkat bid'ah dan
keburukannya . Dan dengan hajer membuatnya semakin lebih fokus untuk menyeru
orang-orang pada kebatilan ; maka jika demikian adanya jangan dihajer ,
melainkan diajak berdiskusi dan memperingatkan orang-orang untuk menjauhinya.
Dan
orang-orang jangan menjauh darinya agar mereka bisa mengawasi gerek-geriknya,
dan agar mereka bisa mencegahnya dalam menyebar luaskan kesesatannya,
Dan agar
mereka memperingatkan orang-orang terhadapnya, dan agar mereka terus
mengulang-ulang dakwahnya kepadanya, semoga saja Allah akan membimbingnya
sehingga orang-orang menjadi aman dari kejahatannya.
Begitu pula
terhadap pelaku maksiat yang terang-terngan , jika dengan meninggalkannya dan
menghajernya dapat menyebabkan tersebarnya keburukan dan meluasnya keburukan
dan mendominasi atas manusia, maka ia jangan di hajer, melainkan senantisasa
diajak dibicarakan dan selalu diingatkan akan kemungkaran perbuatannya .
Dan dia
selalu memperingatkan orang-orang tentang keburukannya agar orang selamat dari
keburukannya dan agar gejolak musibah tidak datang menimpa dengan
kemaksiatannya . Na'am.
[Sumber :
Nuurun 'Ala ad-Darb / Hukum Hajer Mubtadi' , Jumada
Al-Awwal 6, 1443 H]
*****
JANGAN PUKUL RATA DALAM MENGHAJER DAN MENTAHDZIR ! :
Hukum Asal
Hajer adalah di haramkan . Sebagaimana dalam hadits Abu Ayyub al-Anshari -
radhiyallaahu 'anhu -, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
" لا
يَحِلُّ لِرَجُلٍ أنْ يَهْجُرَ أخاهُ فَوْقَ ثَلاثِ لَيالٍ، يَلْتَقِيانِ: فيُعْرِضُ
هذا ويُعْرِضُ هذا، وخَيْرُهُما الذي يَبْدَأُ بالسَّلامِ".
“Tidak halal bagi seorang Muslim
mendiamkan (tidak bertegur-sapa) saudaranya melebihi tiga malam, (jika bertemu)
yang ini berpaling dan yang itu juga berpaling, dan sebaik-baik dari keduanya
adalah yang memulai mengucapkan salam.” [HR: Al-Bukhari 6077, Muslim 2560.
Mutafaqun ‘Alaih]
Al-Nafraawi
Al-Maaliki berkata:
وَالْهُجْرَانُ
الْجَائِزُ الْمَأْذُونُ فِيهِ: هُجْرَانُ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ الْمُحَرَّمَةِ كَالْخَوَارِجِ
وَسَائِرِ فُرُقِ الضَّلَالِ لِأَنَّ مُخَالَطَتَهُمْ تُؤَدِّي إِلَى الْمُشَارَكَةِ
وَلِذَلِكَ لَا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يُصَاحِبَ إِلَّا أَصْحَابَ الْفَضْلِ؛
وَحَقِيقَةُ الْبِدْعَةِ عُبُارَةٌ عَمَّا لَمْ يُعْهَدْ فِي الصَّدْرِ الْأَوَّلِ؛
وَتَوَقُّفَ بَعْضُ الشُّيُوخِ فِي حَلِّ هِجْرَانِ ذِي الْبِدْعَةِ الْمَكْرُوهَةِ؛
وَيَظْهَرُ لِي عَدَمُ حِلِّ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ الْهِجْرَانَ مُحَرَّمٌ فِي الْأَصْلِ؛
وَلَا يُرْتَكَبُ الْمُحَرَّمُ لِأَجْلِ مَكْرُوهٍ.
“Hajer yang
diperbolehkan dan diidzinkan adalah menghajer pealku bid'ah yang di haramkan,
seperti bid'ah KHAWARIJ dan firqoh sesat lainnya, karena campur baur dengan
mereka akan mengantarkan pada ikut berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu,
bagi orang yang berakal tidak layak bersahabat kecual dengan orang-orang yang
mulia .
Dan hakikat
bid'ah adalah apa yang tidak dikenal pada masa generasi pertama.
Sebagian
para syeikh tawaqquf [ tidak mau bicara ] tentang halal dan tidaknya menghajer
bidat yang makruh ; namun yang nampak dalam pandaangan saya adalah tidak halal
[haram] menghajernya ; Karena hukum asal Hajer itu di haramkan. Dan tidak boleh
melakukan haram karena sesuatu yang Makruh . [ Baca : الفواكه
الدواني 2/297 ]
Dan para
ulama madzhab Hanbali berkata:
وَالْحَاصِلُ
أَنَّهُ يَجِبُ هَجْرُ مَنْ كَفَرَ أَوْ فَسَقَ بِبِدْعَةٍ أَوْ دَعَا إِلَى بِدْعَةٍ
مُضِلَّةٍ أَوْ مُفْسِقَةٍ وَهُمْ أَهْلُ الْأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ الْمُخَالِفُونَ
فِيمَا لَا يَسُوغُ فِيهِ الْخِلَافُ، كَالْقَائِلِينَ بِخَلْقِ الْقُرْآنِ، وَنَفْيِ
الْقَدَرِ، وَنَفِيِّ رُؤْيَةِ الْبَارِيِءِ فِي الْجَنَّةِ وَالْمُشَبِّهَةِ وَالْمُجَسِّمَةِ،
وَالْمُرْجِئَةِ الَّذِينَ يُعْتَقَدُونَ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ بِلَا عَمَلٍ، وَالْجَهْمِيَّةِ
وَالْإِبَاضِيَّةِ وَالْحَرُورِيَّةِ وَالْوَاقِفِيَّةِ، وَاللَّفْظِيَّةِ، وَالرَّافِضَةِ،
وَالْخَوَارِجِ، وَأَمْثَالِهِمْ لِأَنَّهُمْ لَا يَخْلُونَ مِنْ كَفْرٍ أَوْ فَسَقٍ.
قَالَهُ فِي الْمُسْتَوْعَبِ.
“Kesimpulannya
adalah wajib menghajer pelaku bid'ah yang menyebabkan kekafiran atau pelaku
bid'ah yang menyebabkan pada kefasiqan [maksiat] , atau orang yang menyeru
kepada bid'ah yang menyesatkan atau kefasiqan .
Dan mereka
itu adalah para pengikut hawa nafsu dan bid'ah-bid'ah yang menyelisihi
perkara-perkara yang tidak layak untuk diperselisihkan di dalamnya .
Contohnya orang-orang
yang mengatakan : al-Quran itu Makhluk , tidak mengakui adanya Taqdir , tidak
mengakui bahwa manusia bisa melihat Allah kelak di syurga , menyerupakan Allah
dengan makhluknya , berkeyakinan bahwa Allah berjasad sama dengan jasad
makhluknya , sekte Murji'ah yang
berkeyakian bahwa Iman itu cukup dengan ucapan tidak harus dengan amalan ,
Jahamiyah , Ibadhiyah [sekte khawarij], Haruriyah [sekte khawarij] ,
Lafdziyah [yang mengatakan bacaan dan lafadz al-Quran itu makhluk], Syi'ah
Raafidhah , Khawarij dan yang semisalnya ; karena mereka-mereka ini tidak lepas
dari kekufuran dan kefasiqan . Seperti yang di sebutkan dlam kitab al-Mustau'ab.
[ Baca
: غذاء
الألباب 1/259
karya as-Safaariini ]
Ibnu Tamim
berkata:
وَهُجْرَانُ
أَهْلِ الْبِدْعِ كَافِرَهُمْ وَفَاسِقَهُمْ، وَالْمُتَظَاهِرِ بِالْمَعَاصِي، وَتَرْكُ
السَّلَامِ عَلَيْهِمْ فَرْضُ كَفَايَةٌ، وَمَكْرُوهٌ لِسَائِرِ النَّاسِ.
Menhajer
ahli bid'ah , baik yang kafirnya dan yang fasiknya , dan menghajer pelaku
maksiat yang terang-terangan maksiat , serta tidak memberikan Salam pada mereka
, itu hukum Fardhu Kifayah , dan dimakruhkan bagi semua orang . [ Baca : غذاء
الألباب 1/259 karya as-Safaariini ]
Ternyata
di zaman sekarang ini oleh para pemeluk Madzhab Ahlul Hajer wat Tahdziir ini semuanya
sama rata di hajer dan di tahdzir . Mestinya jangan dipukul rata ! .
Syeikh
al-Munajjid berkata :
مِنَ الْانْحِرَافَاتِ فِي مَوْضُوعِ التَّبْدِيعِ جَعَلَ الْبِدْعَ
كُلَّهَا مُرْتَبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ: وَأَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ مِنْ جَعَلَ الْبِدْعَ
كُلَّهَا مُكَفِّرَةً، وَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَهَا، فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَهُ عَلَيْهِ
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ
ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ، الْحَدِيثُ مَعْرُوفٌ [أَبُو دَاوُدَ: 4609، وَصَحَّحَهُ الْأَلْبَانِيُّ
السِّلْسِلَةِ الصَّحِيحَةِ: 2735].
لَكِنْ هَذَا لَا يَعْنِي أَنَّ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُتَسَاوِيَةٌ،
فَيُؤْدِي إِلَى النَّارِ الْكُبْرَى وَالْبِدْعَةُ وَالْكُفْرُ، لَكِنَّ شَيْءًا يَخْلِدُ
وَشَيْءٌ لَا يَخْلِدُ، وَشَيْءٌ يَطُولُ عَذَابُ صَاحِبِهِ، وَشَيْءٌ لَا يَطُولُ.
فَالْبِدْعُ لَيْسَتْ مُتَسَاوِيَةً فِي الضَّلَالَةِ، وَلَا فِي
الْإِفْسَادِ، وَالتَّسَوُّيَةُ بَيْنَ الْبِدَعِ مُخَالِفَةٌ لِمِنْهَاجِ السَّلَفِ.
فَهُنَاكَ بِدَعٌ عَمَلِيَّةٌ، وَبِدَعٌ اعْتِقَادِيَّةٌ، وَبِدَعٌ مُكَفِّرَةٌ، وَبِدَعٌ
غَيْرُ مُكَفِّرَةٌ، وَيَتَفَاوَتُ أَهْلُ الْبِدَعِ بِتَفَاوُتِ بِدَعِهِمْ، وَمَدَى
قُرْبِهِمْ أَوْ بُعْدِهِمْ مِنَ الْحَقِّ.
وَبِالتَّالِي يَنْبَغِي أَنْ تَتَفَاوَتَ الْمَوَاقِفُ مِنْهُمْ،
وَأَنْ تَتَفَاوَتَ مُعَامَلَتُهُمْ بِحَسَبِ بِدَعِهِمْ، أَنْتَ تُبَدِّعُ الْبِدَعَ
الْمُكَفِّرَةَ مِثْلَ الْبِدَعِ غَيْرِ الْمُكَفِّرَةِ تَعَامَلَهُمْ سَوَاءٌ هَذَا
ظُلْمٌ.
" Sebagian penyimpangan kelompok ini dalam hal pembid'ahan
orang lain adalah menjadikan semua macam bid'ah satu level dalam dosa. Bahkan
yang lebih parah dari itu adalah menjadikan semua bid'ah menjadi kekafiran, dan
tidak membeda-bedakan diantara keduanya, maka kami katakan bahwa kami juga
berkata sama sebagaimana Nabi ﷺ
bersabda :
"
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ
ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ ".
"Karena
sesungguhnya setiap amalan yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah
kesesatan dan setiap kesesatan adalah di neraka". [ HR. Abu Dawud: 4609,
dan dishahihkan oleh Al-Albani, Al-Silsilah Al-Shahihah no. 2735]
Namun ini
tidak berarti bahwa semua bid'ah adalah sama, sehingga semua macam bid'ah akan
mengantarkan pada api nereka yang besar, bid'ah dan kekafiran, akan tetapi yang
benar adalah ada yang kekal dalam neraka dan ada yang tidak kekal , dan ada
yang lama masanya dalam neraka dan ada yang tidak.
Jadi bid'ah
itu tidak semua sama dalam tingkat kesesatannya , tidak juga dalam mafsadahnya
. Dan menyama ratakan antara macam-macam bid'ah adalah bertentangan dengan
manhaj salaf dahulu .
Karena di
sana ada bid'ah amaliyah , bid'ah i'tiqodiyyah [keyakinan], bid'ah yang membuat
seseorang menjadi kafir, dan bid'ah yang tidak membuatnya kafir. Dan para ahli
bid'ah itu berbeda-beda disesuaikan dengan perbedaan tingkat bid'ahnya, dan
seberapa dekat atau jauhnya dari kebenaran.
Oleh karena itu, seharusnya sikap terhadap mereka harus
berbeda-beda, dan perlakuan terhadap mereka harus berbeda-beda sesuai dengan
tingkat kebid'ahan mereka.
Jika Anda menyamakan perlakuan terhadap para pelaku bid'ah
yang membuatnya kafir dengan para pelaku bid'ah yang tidak membuatnya kafir ,
maka ini adalah bentuk kedzaliman dan ketidak adilan ".
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
:
بَعْضَ
هَذِهِ الْبِدْعَةِ أَشَدُّ مِنْ بَعْضٍ وَبَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ يَكُونُ فِيهِ
مِنْ الْإِيمَانِ مَا لَيْسَ فِي بَعْضٍ فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُكَفِّرَ أَحَدًا
مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ أَخْطَأَ وَغَلِطَ حَتَّى تُقَامَ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ
وَتُبَيَّنَ لَهُ الْمَحَجَّةُ. وَمَنْ ثَبَتَ إيمَانُهُ بِيَقِينِ لَمْ يَزُلْ
ذَلِكَ عَنْهُ بِالشَّكِّ؛ بَلْ لَا يَزُولُ إلَّا بَعْدَ إقَامَةِ الْحُجَّةِ
وَإِزَالَةِ الشُّبْهَةِ. وَهَذَا الْجَوَابُ لَا يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ
هَذَا".
Ada
sebagian ahli bid’ah yang lebih dahsyat dari pada yang lainnya , dan terkadang
ada sebagian ahli bidah yang memiliki tingkat keimanan yang tidak dimiliki oleh
sebagian lainnya.
Tidak
seorang pun berhak menghukumi seorang muslim sebagai orang kafir, meskipun dia
melakukan kesalahan dan kekeliruan sampai dia mendapatkan hujjah lalu
dijelaskan padanya bahwa inilah jalan yang lurus dan benar .
Dan siapa
yang terbukti keimanannya dengan yakin , maka imanya itu tidak bisa dianggap
hilang darinya dengan keraguan; bahkan, imannya itu tidak dianggap hilang
kecuali jika hujjah telah ditegakkan dan kesyubhatan telah dihilangkan.
Dan jawaban
ini tidak bisa lebih memungkinkan dari ini. [ Majmu al-Fataawaa 12/500-501 dan Majmu'ah
ar-Rosaa'il wal Masaa'il :16/3 ].
SYEIKH AL-ALBAANI :
Syeikh al-Albaani berkata dalam Silsilah adh-Dha'iifah 7/116
setelah menyebutkan perkataan Ibnu Taimiyah diatas :
"هَذَا؛ وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ قَوِيَّةٌ
عَلَى أَنَّ الْمُوَحِّدَ لَا يَخْلُدُ فِي النَّارِ؛ مَهْمَا كَانَ فِعْلُهُ مُخَالِفًا
لِمَا يَسْتَلْزِمُهُ الْإِيمَانُ وَيُوجِبُهُ مِنَ الْأَعْمَالِ؛ كَالصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا
مِنَ الْأَرْكَانِ الْعَمَلِيَّةِ، وَإِنَّ مِمَّا يُؤْكِدُ ذَلِكَ مَا تَوَاتَرَ فِي
أَحَادِيثِ الشَّفَاعَةِ؛ أَنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ الشَّافِعِينَ بِأَنْ يَخْرُجُوا
مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ ذَرَّةٌ مِنَ الْإِيمَانِ. وَيُؤْكِدُ ذَلِكَ
حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُخْرِجُ مِنَ
النَّارِ نَاسًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ".
" Ini dan dalam hadits tersebut
terdapat indikasi kuat bahwa orang bertauhid tidak selamanya tinggal di Neraka.
Apa pun perbuatannya meskipun bertentangan dengan apa yang dituntut dan
diwajibkan oleh iman dari amalan-amalan ; seperti shalat dan semisalnya dari
rukun-rukun amaliyah lainnya.
Dan termasuk yang menegaskan hal ini adalah apa yang telah
mutawatir dalam hadits-hadits syafa'at. Bahwa Allah memerintahkan para pemberi
syafaat untuk mengeluarkan dari Neraka siapa pun yang memiliki sedikit iman di
dalam hatinya.
Hal ini ditegaskan oleh hadits Abu Sa'id al-Khudri :
أنَّ
الله يُخْرِجُ مِنْ النَّارِ قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ
"Bahwa Allah SWT akan mengeluarkan
dari Neraka orang-orang yang sama sekali tidak pernah ber-amal kebajikan"
. [HR. Muslim no. 301]. (Selesai)
Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata :
" وَمِمَّا يَنْبَغِي أَيْضًا أَنْ يُعْرَفَ
أَنَّ الطَّوَائِفَ الْمُنْتَسِبَةَ إلَى مَتْبُوعِينَ فِي أُصُولِ الدِّينِ
وَالْكَلَامِ: عَلَى دَرَجَاتٍ : مِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ قَدْ خَالَفَ السُّنَّةَ
فِي أُصُولٍ عَظِيمَةٍ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إنَّمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فِي
أُمُورٍ دَقِيقَةٍ".
" Perlu juga diketahui bahwa sekte-sekte yang
berafiliasi pada para penganut ilmu ushuluddin [teologi] dan ilmu kalam
[filsafat] memiliki tingkatan [derajat yang berbeda-beda ] :
Sebagian dari mereka ada yang menyelisihi Sunnah dalam
pokok-pokok agama yang besar. Dan di antara mereka ada yang menyelisihi Sunnah
dalam perkara-perkara yang sangat kecil dan lembut . [Majmu' al-Fataawaa
3/384].
Syeikh al-Munajjid berkata :
وَأَيْضًا الْمُبْتَدِعَةُ أَنْفُسَهُمْ مِنْهُمْ مَنْ لَهُمْ أَعْمَالٌ
صَالِحَةٌ جَلِيلَةٌ، وَمِنْهُمْ مَنْ لَيْسَ كَذَلِكَ، يَعْنِي: صَاحِبُ السَّيِّئَاتِ
إذَا كَانَ لَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ مَا يَخْتَلِفُ الْمَوْقِفُ مِنْهُ مِنْ صَاحِبِ
السَّيِّئَاتِ الَّذِي لَا يَكَادُ يُوْجَدُ لَهُ حَسَنَاتٌ.
انظُرِ الْفُقَهَاءَ مِنَ السَّلَفِ وَمَمَّنْ تَبِعَهُمْ تَفَاوَتَتْ
مَوَاقِفُهُمْ، انظُرْ مَوْقَفَ الْإِمَامِ أَحْمَدَ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا فَتَحَ
عَمُورِيَّةً، الْمُعْتَصِمُ كَانَ عَلَى مِنْهَجِ الْمُعْتَزِلَةِ اسْتَمَالُوهُ اسْتَحَوَّذُوا
عَلَيْهِ، كَمَا اسْتَحَوَّذُوا عَلَى الْمَأْمُونِ قَبْلَهُ.
لَكِنَّ الْإِمَامَ أَحْمَدَ مَوْقِفُهُ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا
فَتَحَ عُمُورِيَّةً بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي قَالَتْ: وَامْعَتَصِمَاهُ، لَيْسَ
مِثْلَ الشَّخْصِ الَّذِي مَا لَهُ حَسَنَاتٌ مُغْرَقٌ فِي الْبِدْعَةِ، وَلَا لَهُ
مَوَاقِفُ فِي النَّصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.
انظُرْ إلَى مَوْقَفِ آلِ قَدَّامَةَ الْحَنَابِلَةِ كَيْفَ قَاتَلُوا
مَعَ صَلَاحِ الدِّينِ وَفِي جَيْشِهِ سَارُوا، وَفِي جَيْشِ صَلَاحِ الدِّينِ مِنَ
الْأَشْعَرِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ؛ لِأَنَّ فِي عَمَلِيَّةٍ نَبِيلَةٍ جَلِيلَةٍ فَتَحَ
بَيْتَ الْمَقْدِسِ، وَلِذَلِكَ التَّسْوِيةُ وَالتَّعْمِيمُ أَنَّ الْمَوْقِفَ وَاحِدٌ
كُلُّهُمْ مُبْتَدِعَةٌ، نَعَمْ كُلُّهُمْ مُبْتَدِعَةٌ، لَكِنَّ هُنَاكَ مُبْتَدِعَةٌ
لَهُمْ حَسَنَاتٌ جَلِيلَةٌ، بِدْعَتُهُ فِي جَانِبٍ مُعَيَّنٍ فِي الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ،
لَكِنَّ فِي جَوَانِبَ أُخْرَى تُلْغِيهَا، تَعْمَمُ عَلَيْهِ كُلَّهُ، وَتَقُولُ:
هُمْ سَوَاءٌ، وَالَّذِينَ ابْتَدَعُوا فِي كُلِّ الْمَجَالَاتِ سَوَاءٌ، هَذَا ظُلْمٌ،
وَقَدْ جَعَلَ بَعْضُهُمْ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُرَتَّبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ،
بَلْ وَبِدْعَ مَنْ لَمْ يَقُلْ بِذَلِكَ.
Juga, para ahli bid'ah itu sendiri , diantara mereka ada
yang memiliki amal-amal shalih dan agung . Dan sebagian dari mereka ada yang
tidak seperti itu.
Artinya : orang yang melakukan amalan yang buruk jika dia
memiliki banyak amalan yang baik ; maka posisinya berbeda dengan orang yang
melakukan amalan buruk, yang hampir tidak memiliki amalan yang baik sama
sekali.
Lihat para ahli fiqih dari kalangan ulama salaf dan
orang-orang yang mengikuti mereka, pendirian mereka berbeda-beda , lihat
pendirian Imam Ahmad terhadap Al-Mu'tasim ketika dia menaklukkan Amoriyah,
Al-Mu'tasim bermanhaj Mu'tazilah. Pengangkatan dirinya sebagai khalifah sempat ditentang banyak pihak
, mereka sempat berusaha menumbangkannya dan menguasainya, sebagaimana mereka
sempat berusaha menguasai Al-Ma'mun sebelum dia.
Akan tetapi Imam Ahmad mengambil sikap tersendiri terhadap
al-Mu'tasim ketika dia menaklukkan Amoriyah dengan sebab adanya seorang wanita
yang berseru :
“Waa
Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”.
Sikap Imam Ahmad terhadapnya tidak seperti menghadapi orang
yang tidak memiliki amal saleh yang terbenam dalam kebid'ahan, dan tidak
seperti menghadapi orang yang tidak memiliki pendirian dalam berjuang menolong
Islam dan umat Islam .
Lihatlah sikap keluarga Qudamah dari Madzhab Hanbali,
bagaimana mereka ikut berperang bersama Salahud-Din al-Ayyuubi dan bersama
pasukannya mereka berbaris dan berjalan. Dan di pasukan Salahud-Din ini
terdapat orang-orang yang ber-aqidah Asy’ari dan lainnya; Karena dalam operasi
yang mulia dan agung, yaitu penaklukan Baitul Maqdis.
Dan untuk itu mereka melakukan persamaan dan generalisasi
bahwa posisi mereka adalah satu, padahal mereka semua adalah ahli bid'ah. Ya,
mereka semua adalah berbagai macam ahli bid'ah, tapi ada ahli bid'ah yang
memiliki amal-amal kebajikan yang besar. Bid'ahnya hanya ada pada aspek
tertentu , yaitu tentang al-Asmaa wa ash-Shifaat [tentang nama-nama Allah dan
sifat-sifat-Nya].
Tetapi dalam aspek lain konsep ini tidak boleh diterapkan ,
yaitu menggeneralisasi semua bid'ah,
dengan mengatakan : Semua ahli bid'ah sama, termasuk para ahli bid'ah di semua
bidang juga sama, maka ini adalah kedzaliman dan ketidakadilan.
Dan ada sebagian dari mereka yang menyama ratakan bahwa
semua bid'ah martabatnya sama, bahkan orang yang tidak ikut mengatakannya juga
dianggap sebagai ahli bid'ah" .
[
Sumber : ضُوَابِطُ
البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ]
*****
BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN SESEORANG : SAYA SALAFI ?
Berikut
ini tanya jawab antara si penanya dengan Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
dalam Liqoo'aat al-Baab al-Maftuuh :
PERTANYAAN
:
نُرِيدُ أَنْ نَعْرِفَ مَا هِيَ السَّلَفِيَّةُ كَمَنْهَجٍ، وَهَلْ
لَنَا أَنْ نَنْتَسِبَ إِلَيْهَا؟ وَهَلْ لَنَا أَنْ نَنْكِرَ عَلَى مَنْ لَا يَنْتَسِبُ
إِلَيْهَا، أَوْ يَنْكِرَ عَلَى كَلِمَةِ سَلَفِيٍّ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ؟
Kita
ingin mengetahui apa itu manhaj (jalan atau metodologi) Salafiyyah, dan
bolehkah kita menisbatkan diri kita padanya [mengaku sebagai salafi] ? Bolehkah
kita mengingkari orang-orang yang tidak termasuk di dalamnya atau yang
keberatan dengan kata Salafi dan yang lainnya yang semisal ?.
JAWABAN
Syeikh Ibnu Utsaimin :
الْحَمْدُ لِلَّهِ.
"السَّلَفِيَّة: هِيَ اتِّبَاعٌ مِنْهَجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ؛ لِأَنَّهُمْ هُمَ الَّذِينَ سَلَفُونَا وَتَقَدَّمُوا
عَلَيْنَا، فَاتِّبَاعُهُمْ هُوَ السَّلَفِيَّة.
وَأَمَّا اتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ خَاصٍّ يَنْفَرِدُ
بِهِ الْإِنْسَانُ وَيُضِلُّ مَنْ خَالَفَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلَوْ كَانُوا عَلَى
حَقٍّ، وَاتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ حِزْبِيٍّ فَلَا شَكَّ أَنَّ هَذَا خِلَافُ
السَّلَفِيَّة، فَالسَّلَفُ كُلُّهُمْ يَدْعُونَ إِلَى الِاتِّفَاقِ وَالِالْتِئَامِ
حَوْلَ سُنَّةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يُضِلُّونَ مَنْ
خَالَفَهُمْ عَنْ تَأْوِيل، اللَّهُمَّ إِلَّا فِي الْعُقَائِدِ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ
أَنَّ مَنْ خَالَفَهُمْ فِيهَا فَهُوَ ضَالٌّ، أَمَّا فِي الْمَسَائِلِ الْعَمَلِيَّةِ
فَإِنَّهُمْ يُخَفِّفُونَ فِيهَا كَثِيرًا."
"لَكِنَّ بَعْضًا مِنْ انْتَهَجَ السَّلَفِيَّةَ فِي عَصْرِنَا هَذَا
صَارَ يُضِلُّ كُلَّ مَنْ خَالَفَهُ وَلَوْ كَانَ الْحَقُّ مَعَهُ، وَاتَّخَذَهَا بَعْضُهُم
مَنْهَجًا حِزْبِيًّا كَمِنْهَجِ الْأَحْزَابِ الْأُخْرَى الَّتِي تَنْتَسِبُ إِلَى
دِينِ الْإِسْلَامِ، وَهَذَا هُوَ الَّذِي يُنْكَرُ وَلَا يُمْكِنُ إِقْرَارُهُ، وَيُقَال:
انْظُرُوا إِلَى مَذْهَبِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مَاذَا كَانُوا يَفْعَلُونَ؟ انْظُرُوا
طَرِيقَتَهُمْ وَفِي سَعَةِ صُدُورِهِمْ فِي الْخِلَافِ الَّذِي يُسَوِّغُ فِيهِ الِاجْتِهَادُ،
حَتَّى إِنَّهُمْ كَانُوا يَخْتَلِفُونَ فِي مَسَائِلَ كَبِيرَةٍ، وَفِي مَسَائِلَ
عَقِدِيَّةٍ، وَعَمَلِيَّةٍ، فَتَجِدُ بَعْضُهُمْ مَثَلًا يُنْكِرُ أَنَّ الرَّسُولَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ: بَلَى. وَتَرَى
بَعْضُهُمْ يَقُولُ: إِنَّ الَّتِي تُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هِيَ الْأَعْمَالُ،
وَبَعْضُهُمْ يَرَى أَنَّ صَحَائِفَ الْأَعْمَالِ هِيَ الَّتِي تُوْزَنُ، وَتَرَاهُمْ
أَيْضًا فِي مَسَائِلِ الْفِقْهِ يَخْتَلِّفُونَ كَثِيرًا، فِي النِّكَاحِ، وَالْفُرُائِضِ،
وَالْبُيُوعِ، وَغَيْرِهَا، وَمَعَ ذَلِكَ لَا يُضِلُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا."
"فَالسَّلَفِيَّةُ بِمَعْنَى أَنْ تَكُونَ حِزْبًا خَاصًّا لَهُ مُمَيِّزَاتُهُ
وَيُضِلُّ أَفْرَادُهُ مَنْ سِوَاهُمْ فَهَؤُلَاءَ لَيْسُوا مِنَ السَّلَفِيَّةِ فِي
شَيْءٍ.
وَأَمَّا السَّلَفِيَّةُ الَّتِي هِيَ اتِبَاعُ مَنْهَجِ السَّلَفِ
عَقِيدَةً وَقَوْلًا وَعَمَلًا وَائْتِلافًا وَاخْتِلَافًا وَاتِّفَاقًا وَتَرَاحُمًا
وَتُوَادًّا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ
فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا
اشْتَكَى مِنْهُ عَضُوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَر) فَهَذِهِ
هِيَ السَّلَفِيَّةُ الْحَقَّةُ" اِنْتَهَى [فَضِيلَةُ الشَّيْخِ مُحَمَّدِ بْنِ
عُثَيْمِينَ رَحِمَهُ اللَّهُ ."لِقَاءَاتِ الْبَابِ الْمَفْتُوحِ"
(3/246) .]
Alhamdulillah.
Salafi
maknanya adalah mengikuti manhaj Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, karena merekalah para salaf kita [yang
datang sebelum kita ] dan mendahului kita, maka mengikuti mereka adalah
Salafiyyah.
Adapun
menjadikan Salaf sebagai manhaj exlusive yang dianut oleh sekelompok orang yang
suka menganggap sesat umat Islam yang berbeda pendapat dengannya, meskipun
mereka mengikuti kebenaran, dan menjadikan Salafiyyah sebagai manhaj yang
memihak pada kelompok tertentu [haizbi], maka tidak ada keraguan bahwa manhaj
salaf seperti ini bertentangan dengan para Salaf dahulu. Karena seluruh para
salaf dahulu atau generasi awal senantiasa menyerukan persatuan , kesatuan dan
kerukunan sesama uamt Islam berdasarkan Sunnah Rasulullah ﷺ . Dan para salaf dahulu tidak pernah
menganggap sesat orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka, yang jika
perbedaanya itu disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dan penafsiran atau takwil.
Kecuali
jika menyangkut masalah-masalah aqidah atau keyakinan, karena mereka para salaf
menganggap orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka dalam hal aqidah ini
adalah orang-orang yang sesat. Namun dalam masalah-masalah amal ibadah , maka
mereka banyak bersikap toleransi.
Namun
di zaman kita sekarang ini, ada sebagian dari mereka yang mengaku bermanhaj
Salaf , akan tetapi manhaj mereka ini selalu menganggap sesat semua orang yang
berbeda pendapat dengan mereka, meskipun orang tersebut benar. Dan ada sebagian
dari mereka yang menjadikannya sebagai manhaj hizbi [yang fanatik pada kelompok
tertentu] , sama seperti yang dilakukan oleh kelompok-kelompok hizbi lainnya
yang mengaku-ngaku dari agama Islam. Maka manhaj salafi seperti inilah yang
harus dikecam , diingkari dan tidak boleh diakui. Dan harus dikatakan kepada
kelompok salafi yang seperti ini hal-hal sbb :
"
Lihatlah madzhab as-salaf ash-shaalih yang benar ! apa yang biasa mereka
lakukan?
Lihatlah
langkah dan methode mereka dan betapa terbukanya hati mereka ? betapa lapangnya
dada mereka dalam hal perbedaan yang memungkinkan untuk berijtihaad
(diperbolehkan perbedaan pendapat) di dalamnya.
Bahkan mereka berbeda pendapat mengenai masalah-masalah besar,
masalah-masalah aqidah dan masalah-masalah amal ibadah.
Anda
akan menjumpai sebagian dari mereka, misalnya, mengingkari bahwa Rasulullah ﷺ melihat Tuhannya [saat Mi'raj], sedangkan
sebagian lagi mengatakan bahwa beliau melihat-Nya.
Anda
lihat sebagian dari mereka mengatakan bahwa yang ditimbang pada hari kiamat
adalah amalan, sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa yang ditimbang adalah
kitab amalan.
Anda
juga akan melihat mereka berbeda pendapat dalam hal fiqh yang berkaitan dengan
perkawinan, pembagian warisan, jual beli, dan masalah lainnya. Namun terlepas
dari semua itu, mereka tidak menganggap satu sama lain sesat.
Salafi
dalam artian sebagai kelompok khusus yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri
dan para pengikutnya selalu menganggap orang lain sesat, maka kelompok tersebut
sama sekali tidak ada hubungannya dengan manhaj Salafi.
Adapun
Salafi yang benar ; maka ia adalah yang mengikuti manhaj salaf dahulu dalam hal
aqidah, ucapan dan perbuatan. Manhaj para salaf dahulu senantiasa menyerukan
persatuan dan kerukunan serta saling kasih sayang dan cinta terhadap sesama
kaum muslimin, sebagaimana yang Rasulullah ﷺ sabdakan :
"Orang-Orang
mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu
tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya
akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas demam (turut merasakan sakitnya)
'"
Inilah
Salafi yang sejati dan yang sebenarnya. (Kutipan Selesai).
[
Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah. Dalam Liqoo'at al-Baab
al-Maftuuh” (3/246)]
PANDANGAN
PENULIS ARTIKEL INI Tentang ucapan "SAYA SALAFI" atau "SAYA
SHOHABI" :
Menurut
hemat penulis yang sangat bodoh ini : sebaiknya cukup dengan mengatakan
"SAYA MUSLIM", tidak perlu mengatakan "Saya Salafi" [yakni
bermanhaj salaf] atau "Saya Shohabi" [yakni bermanhaj sahabat] atau
"Saya Tabi'i" [yakni bermanhaj Tabi'i] atau "Saya Nabiyyi"
[yakni bermanhaj Nabi ]; karena kata dan ungkapan tersebut diperuntukkan untuk
penyebutan orang-orang tertentu yang hidup pada masanya . Lagi pula
dikhawatirkan kata-kata tersebut akan melahirkan rasa sombong dan merasa suci
pada diri kita atau akan membentuk sebuah kelompok hizbi baru yang berdampak
menimbulkan perpecahan sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin
diatas.
Paling
tidak , jangan menuduh dan mencap "Ahli Bid'ah" & "Ahlul
Ahwaa" terhadap orang-orang yang tidak mau menisbatkan dirinya sebagai
salafi .
Penulis
kira sudah cukup dengan mengatakan "SAYA MUSLIM" ; karena Allah SWT
berfirman :
(هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَ )
"Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini" . [QS. Al-Hajj : 78]
Ayat
lengkapnya :
( وَجَاهِدُوا
فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ
مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ
قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ
عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ
هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ ).
"
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan (begitu pula)
dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya
kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
[QS. Al-Hajj : 78]
****
MEREKA AHLUL HAJER WAT TAHDZIR SIBUK MENCARI
DALIL UNTUK MEMECAH BELAH UMAT:
Mereka
Ahlul Hajr wat Tahdzir mirip kaum Kahwarij yang gemar mencari-cari dalil yang
turun kepada orang kafir atau orang fasiq lalu mereka timpakan kepada orang
beriman yang berbeda pendapat.
Berikut ini
adalah ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhu tentang orang-orang khawarij
sebagaimana disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq :
وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ : إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا
إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ
“Ibnu Umar
menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata, ‘Mereka
mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka
timpakan kepada orang-orang beriman.” (Fathul Bari, 12/282)
Al-Hafiz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
""وَصَلَهُ
الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بَكِيرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ
ابْنِ عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ – وَهُوَ أَحَدُ أَسْمَاءِ الْخَوَارِجِ - ؟ قَالَ:
( كَانَ يَرَاهُمْ شَرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ
فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ ) . قُلْتُ: وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".
Ath-Thabary
menyambungkan sanadnya dalam musnad Ali min Tahzib Al-Atsar dari jalur Bakir
bin Abdillah bin Al-Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana
pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain untuk kelompok
Khawarij)? Dia berkata, “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk
makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu
mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” Saya katakan, ‘Sanadnya shahih’”
(Fathul Bari, 12/286)
Mereka hanya sibuk menyerang dan memecah belah kaum mislimin
, tetapi membiarkan orang-orang kafir, sebagaimana yang Rosulullah ﷺ sabdakan tentang mereka :
"
يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا
أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".
“ Mereka hanya memerangi umat Islam , akan tetapi membiarkan para
penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti akan aku bantai mereka sebagaimana
kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]
Salah satu kebusukan manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan
hukum, yang haram menjadi wajib, dengan cara membenturkan antar dalil . Lalu
mereka akan memilih hukum yang mereka inginkan . Dan ciri khas hukum produk
mereka adalah menganggap sesat seluruh kaum muslimin yang menyelisihi produk
hukum mereka . Dampak nya pun sudah bisa dipastikan akan menimbulkan permusuhan
dan perpecahan .
Mereka mensetarakan diri mereka dengan para Nabi dan Rasul ,
sementara seluruh kaum muslimin yang menyelisihnya disetarakan dengan orang
kafir, bahkan lebih buruk darinya. Terbukti ketika seluruh kaum muslimin
menentangnya maka mereka semakin bangga dan congkak, dengan mengatakan : dulu
para Nabi dan Rasul juga sama demikian ketika menghadapi perlawanan dari
orang-orang kafir dan kaum musyrikin .
DALIL-DALIL UTAMA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR :
Diantara dalil yang melekat pada ahlul hajr wat tah-tahdzir
adalah sbb:
DALIL PERTAMA : Dalil
yang dianggap mewajibkan bertajassus dan su’udzon :
Diantaranya mereka berdalil dengan dalil-dalil berikut ini :
1] FIRMAN
ALLAH SWT :
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)
}
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu
berita, maka bertabayyunlah [periksalah dengan teliti], agar kalian tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu. [QS. Al-Hujuroot : 6].
FIQIH AYAT
:
Mereka
berkata : Dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk bertabayyun
dan memeriksa dengan teliti tentang orang-orang yang hendak diambil ilmunya .
Jika terbukti bahwa orang tersebut seseorang yang berilmu dan bermanhaj lurus ;
maka ambilllah ilmu dari nya dan bermulaazamah dengannya . Namun sebaliknya , jika
terbukti bahwa orang tersebut bermanhaj sesat dan menyesatkan maka dilarang
berguru kepadanya . Sebagaimana Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti
jalan orang-orang yang rusak.
BANTAHAN :
Sebab turun
ayat perintah bertabayyun ini berkenaan dengan kejadian adanya informasi palsu
yang hampir saja berujung pada pertumpahan darah .
Namun bisa
saja dijadikan dalil untuk berhati-hati dan memilah-milah dalam mengambil Ilmu
agama, akan tetapi tidak harus melakukan tajassus terhadap para ulama yang
sama-sama dari kalangan ahlus sunnah wal jamaah .
Ibnu
Katsir berkata :
“ Banyak
ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it ketika dia diutus oleh Rasulullah ﷺ untuk memungut zakat orang-orang Bani al-Mushtholiq.
Imam Ahmad
mengatakan : ... Al-Haris ibnu Abu Dhirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis
berikut:
"قَدِمْتُ
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَدَعَانِي إِلَى الْإِسْلَامِ، فَدَخَلْتُ فِيهِ وَأَقْرَرْتُ
بِهِ، وَدَعَانِي إِلَى الزَّكَاةِ فَأَقْرَرْتُ بِهَا، وَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَرْجِعُ إِلَيْهِمْ فَأَدْعُوهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَدَاءِ الزَّكَاةِ، فَمَنِ
اسْتَجَابَ لِي جَمَعْتُ زَكَاتَهُ، ويُرسل إليَّ رَسُولُ اللَّهِ رَسُولًا لإبَّان
كَذَا وَكَذَا لِيَأْتِيَكَ بِمَا جمَعتُ مِنَ الزَّكَاةِ. فَلَمَّا جَمَعَ الْحَارِثُ
الزَّكَاةَ مِمَّنِ اسْتَجَابَ لَهُ، وَبَلَغَ الْإِبَّانَ الَّذِي أَرَادَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ إن يَبْعَثَ إِلَيْهِ، احْتُبِسَ عَلَيْهِ الرَّسُولُ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَظَنَّ
الْحَارِثُ أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ فِيهِ سُخْطة مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَدَعَا بسَرَوات
قَوْمِهِ، فَقَالَ لَهُمْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ وَقَّت لِي وَقْتًا يُرْسِلُ
إِلَيَّ رَسُولَهُ لِيَقْبِضَ مَا كَانَ عِنْدِي مِنَ الزَّكَاةِ، وَلَيْسَ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ الخُلْف، وَلَا أَرَى حَبْسَ رَسُولِهِ إِلَّا مِنْ سُخْطَةٍ كَانَتْ، فَانْطَلِقُوا
فَنَأْتِي رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ
إِلَى الْحَارِثِ لِيَقْبِضَ مَا كَانَ عِنْدَهُ مِمَّا جَمَعَ مِنَ الزَّكَاةِ، فَلَمَّا
أَنْ سَارَ الْوَلِيدُ حَتَّى بَلَغَ بَعْضَ الطَّرِيقِ فَرَق -أَيْ: خَافَ-فَرَجَعَ
فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْحَارِثَ مَنَعَنِي
الزَّكَاةَ وَأَرَادَ قَتْلِي. فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْبَعْثَ إِلَى الْحَارِثِ.
وَأَقْبَلَ الْحَارِثُ بِأَصْحَابِهِ حَتَّى إِذَا اسْتَقْبَلَ الْبَعْثُ وفَصَل عَنِ
الْمَدِينَةِ لَقِيَهُمُ الْحَارِثُ، فَقَالُوا: هَذَا الحارث، فَلَمَّا غَشِيَهُمْ
قَالَ لَهُمْ: إِلَى مَنْ بُعثتم؟ قَالُوا: إِلَيْكَ. قَالَ: وَلِمَ؟ قَالُوا: إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ بَعَثَ إِلَيْكَ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ، فَزَعَمَ أَنَّكَ
مَنَعْتَهُ الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَهُ. قَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا
بِالْحَقِّ مَا رَأَيْتُهُ بَتَّةً وَلَا أَتَانِي. فَلَمَّا دَخَلَ الْحَارِثُ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: "مَنَعْتَ الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَ رَسُولِي؟
". قَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا رَأَيْتُهُ وَلَا أَتَانِي،
وَمَا أَقْبَلْتُ إِلَّا حِينَ احْتُبِسَ عَلَيَّ رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، خَشِيتُ
أَنْ يَكُونَ كَانَتْ سُخْطَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتِ الْحُجُرَاتُ:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ} إِلَى قَوْلِهِ:
{حَكِيمٌ}".
Aku datang
menghadap kepada Rasulullah ﷺ Beliau menyeruku untuk masuk
Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau ﷺ menyeruku untuk membayar zakat, dan aku terima seruan itu
dengan penuh keyakinan.
Aku berkata
: "Wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka
untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi
seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya. Dan engkau, ya Rasulullah, silahkan
mengirimkan utusan engkau [petugas zakat] kepadaku sesudah datang waktu anu dan
anu, agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepada engkau."
Setelah
Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa
yang telah ia janjikan kepada Rasulullah ﷺ telah tiba untuk mengirimkan
zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah ﷺ belum juga tiba. Akhirnya
Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap
dirinya. Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia
berkata kepada mereka :
"Sesungguhnya
Rasulullah ﷺ telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya
[petugas zakatnya] kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku
sekarang, padahal Rasulullah ﷺ tidak pernah menyalahi
janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya
murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah ﷺ (untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri)."
Bertepatan
dengan itu Rasulullah ﷺ telah mengutus Al-Walid ibnu
Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya.
Namun ketika Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan
takut, lalu ia kembali kepada Rasulullah ﷺ dan melapor kepadanya :
"Hai
Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan
dia akan membunuhku."
Mendengar
laporan itu Rasulullah ﷺ marah, lalu beliau
mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris.
Ketika
Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan
dengan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah ﷺ itu. Pasukan tersebut
melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan :
"Itu
dia Al-Haris"
Lalu mereka
mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya:
"Kepada
siapakah kalian dikirim?"
Mereka
menjawab : "Kepadamu."
Al-Haris
bertanya : "Mengapa?"
Mereka
menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah mengutus Al-Walid ibnu
Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan
bahkan akan membunuhnya."
Al-Haris
menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad ﷺ dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah
melihatnya dan tidak pernah pula dia datang kepadaku."
Ketika
Al-Haris masuk menemui Rasulullah ﷺ, beliau bertanya,
"Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?"
Al-Haris
menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa
kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang
kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang
terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan
Rasul-Nya."
Al-Haris
melanjutkan kisahnya :
“Lalu turunlah
ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai
dengan firman-Nya: lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)
[Penulis
katakan : Kedudukan Hadis
Hadis ini
memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam Lubabun Nuqul Fi
Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata :
أَخْرَجَ
أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنِ الْحَرْثِ بْنِ ضَرَّارٍ الْخُزَامِيِّ
Dikeluarkan
oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang jayyid dari Harits bin Dhirar Al
Khuza’i.
Kemudian Al
Hafiz Suyuthi menyebutkan riwayat tersebut setelah itu ia berkata
رِجَالُ إسْنَادِه
ثِقَاتٌ
“Para
perawi sanad ini tsiqat”
Al Haitsami
dalam Majma’ Az Zawaid 7/238 hadis no 11352 juga membawakan hadis ini dan
mengatakan bahwa para perawi Ahmad tsiqat.
2]- HADITS
IBRAHIM AL-‘ADZARI
Dari
Ibrahim bin Abdurrahman al-‘Adzary bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
يَحْمِلُ
هَذَا اْلعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ، يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ
الغَالِّيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ.
Artinya:”Ilmu
(agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi.
Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil
orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil”.
HR.
Al-'Uqayli dalam "Adh-Dhu'afa al-Kabir" (4/256), dan Abu Nu'aim dalam
"Ma'rifat Ash-Shahabah" (732), serta Al-Baihaqi (21439) dengan
sedikit perbedaan.
Al-Qasthallaani
berkata tentang hadis ini:
"رَوَاهُ
مِنَ الصَّحَابَةِ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَمْرُو، وَابْنُ
مَسْعُودٍ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَجَابِرُ بْنُ سَمُرَةَ وَمُعَاذٌ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ- وَأَوْرَدَهُ ابْنُ عَدِيٍّ مِنْ طُرُقٍ كَثِيرَةٍ كُلُّهَا
ضَعِيفَةٌ كَمَا صَرَّحَ بِهِ الدَّارِقُطُنِيُّ وَأَبُو نُعَيْمٍ، وَابْنُ عَبْدِ
الْبَرِّ، لَكِنْ يَمْكُنُ أَنْ يَتَقَوَّى بِتَعَدُّدِ طُرُقِهِ وَيَكُونُ حَسَنًا
كَمَا جُزِمَ بِهِ ابْنُ كَيْكَلِدِيِّ الْعَلَائِيُّ."
"Diriwayatkan
dari para Sahabat, antara lain Usamah bin Zaid, Ibnu Umar, Ibnu Amr, Ibnu
Mas'ud, Ibnu Abbas, Jabir bin Samurah, Ma'adh, dan Abu Hurairah - semoga Allah
ridha kepada mereka semua.
Ibnu Adi
meriwayatkannya melalui banyak jalur, namun semuanya lemah (dho’if), seperti
yang dinyatakan oleh Ad-Daraqutni dan Abu Nuaim, serta Ibnu Abdul Barr.
Namun,
mungkin dapat diperkuat dengan banyaknya jalur, dan dapat dianggap hasan
sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnn Qayyim Al-Jawziyyah." Lihat: Irsyad
As-Sari, 1/4.
Di
shahihkan oleh as-Safaariini al-Hanbali dalam al-Qaulul ‘Aliy no. 227 .
JAWABAN :
Hadits ini
diperdebatkan akan keshahihannya . Namun jika seandainya benar dan shahih, maka
kita pun harus sepakat untuk mengamalkannya. Akan tetapi yang dipermasalahkan
diantara kita di sini adalah masalah Tajassus, hajer, tahdzir dan Tabdi’
terhadap sesama kaum muslimin, yang hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah
furu’iyyah ijtihadiyyah, yang belum tentu pihak yang dihajer itu yang salah .
Atau sebaliknya .
3]- PERKATAAN
IBNU SIIRIIN :
Muhammad
bin Siirin (wafat : 110 H) berkata :
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ ،
فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
"Sesungguhnya
ilmu ini adalah (bagian dari) agama, karena itu hendaklah kalian perhatikan
dari siapa kalian mengambil agama kalian".
[Diriwayatkan
oleh Muslim dalam Muqoddimah ash-Shahih 1/16 no. 24, ad-Daarimi no. 424 dan
al-Khothib al-Baghdaadi dalam al-Jaami’ Li Akhlaaqir Raawi 1/128 no. 138]
BANTAHAN
:
Bantahan
Pertama :
Perkataan
tersebut benar dan shahih , akan tetapi perkataan beliau ini sama sekali bukan
dalil khusus yang mewajibkan tajassus dan mengharuskan pengambilan ilmu hanya
dari kelompok tertentu, terutama kelompok ahlul hajer wat tahdzir , serta bukan
untuk mengharamkan pengambilan ilmu dari para ulama yang berbeda pendapat
dengannya dalam masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah .
Bantahan
Kedua :
Ungkapan
Ibnu Sirin ini berkaitan dengan kewaspadan terhadap para perawi yang
meriwayatkan hadits-hadits nabawi .
Sebagaimana
yang disebutkan dalam muqaddimah Shahih Muslim, Ibnu Sirin mengatakan :
لَمْ
يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ ،
قَالُوا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ ،
فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ ، وَيُنْظَرُ إِلَى
أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Dahulu
mereka tidak pernah menanyakan tentang sanad, namun setelah terjadinya fitnah,
mereka mengatakan, ‘Sebutkanlah kepada kami perawi-perawi kalian’, maka
dilihatlah riwayat ahlussunnah dan diterimalah hadis mereka, lalu dilihat
riwayat ahlu bid’ah dan ditolaklah hadis mereka”.
Perkataan Muhammad
bin Siirin ini ada kesamaan makna dengan perkataan saudaranya, yang bernama
Anas bin Siiriin (w. 118 H) . Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Hamad bin
Zaid, dia berkata:
دَخَلْنَا
عَلَى أَنَسِ بْنِ سِيرِينَ فِي مَرَضِهِ، فَقَالَ: «اتَّقُوا اللَّهَ يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ، انْظُرُوا مِمَّنْ تَأْخُذُونَ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ، فَإِنَّهَا
مِنْ دِينِكُمْ»
"Kami
masuk menemui Anas bin Siirin [Saudara Muhammad Bin Siirin] saat sedang sakitnya,
lalu ia berkata: 'Bertakwalah kalian kepada Allah, wahai para muda.
Perhatikanlah dari siapa kalian mengambil hadis-hadis ini, karena sesungguhnya
itu bagian dari agama kalian.'"
[Diriwayatkan
oleh al-Khothib al-Baghdaadi dalam al-Jaami’ Li Akhlaaqir Raawi 1/129 no. 139].
Begitu pula
ada kesamaan dengan perkataan Sa'ad bin Ibrahim (wafat : 127 H):
لَا يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا الثِّقَاتُ
"Tidak
boleh meriwayatkan hadits dari Rasulullah ﷺ kecuali oleh orang-orang yang
dipercaya."
[Shahih
Muslim no. 25 (Beirut
: Dar Ihya’ al Turats al Araby) 1/15]
Dan juga ada
kesamaan dengan perkataan Abdullah bin al Mubarak (wafat : 181 H):
الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ ،
وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Bagiku,
sanad adalah bagian dari agama, seandainya tidak ada sanad maka setiap orang
akan berbicara semaunya apa yang ia inginkan.” [ Shahih Muslim no. 26]
Dan Sofyan
Ats-Tsauri (wafat : 161 H) berkata:
"الَإسْنَادُ
سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ ، فَبِأَيِّ شَيْءٍ
يُقَاتِلُ ؟".
“Sanad
adalah senjatanya orang-orang beriman. Apabila tidak ada senjata tersebut, lalu
dengan apa mereka berperang?”
[
Diriwayatkan oleh Abu Tahir As-Salafi dalam bukunya "Syarthul Qiro’ah
‘Alaa asy-Syuyukh (halaman 62-63), dan oleh Ibnu Ad-Da'im dalam “ Tholabul
Hadits Fii Tarikh al-Halab (jilid 3/halaman 1041) , Ibnu Hibbaan dalam
al-Majruuhin 1/3 dan al-Hakim dalam al-Madkhol Ilaa al-Iklil hal. 29.
Derajatnya
shahih.
Bantahan Ketiga :
Ibnu Siirin termasuk ulama yang membolehkan tradisi Ta’riif, amalan kumpul-kumpul
setiap hari arafah, ba’da Ashar , di mesjid-mesjid di seluruh pelosok negeri.
Dalam kitab
: “مسائل
الإمام أحمد بن حنبل
“, riwayat Ishaq bin Ibrahim bin Hani al-Naisaabuuri (1/94) di sebutkan :
(وَسُئِلَ
عَنِ التَّعْرِيفِ فِي الْقُرَى؟ فَقَالَ: قَدْ فَعَلَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالْبَصْرَةِ،
وَفَعَلَهُ عَمْرُو بْنُ حَرِيثٍ بِالْكُوفَةِ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: وَلَمْ
أَفْعَلْهُ أَنَا قَطُّ، وَهُوَ دُعَاءٌ، دَعَّهُمْ، يُكَثِّرُ النَّاسُ، قِيلَ لَهُ:
فَنَرَى أَنْ يُنْهَوْا؟ قَالَ: لَا، دَعَّهُمْ، لَا يُنْهَوْنَ، وَقَالَ مُبَارَكٌ:
رَأَيْتُ الْحَسَنَ، وَابْنَ سِيرِينَ، وَنَاسًا يَفْعَلُونَهُ، سَأَلْتُهُ عَنِ التَّعْرِيفِ
فِي الْأَمْصَارِ؟ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ)
Artinya : “
Beliau – Imam Ahmad - ditanya tentang at-Ta’riif di desa-desa?
Dia berkata
: “Ibn Abbas melakukannya di Basrah, dan Amr bin Huraith melakukannya di Kufah
".
Abu
Abdullah – yakni Imam Ahmad - berkata : Saya tidak pernah melakukannya, dan itu
adalah berdoa , biarlah mereka memperbanyak orang-orang – untuk melakukannya- .
Dan
dikatakan pada nya : “ Lalu apakah kita melarang mereka ?
Dia
berkata: Tidak, biarkanlah , mereka jangan di larang “.
Dan Mubarak
berkata : Saya melihat al-Hassan, Ibn Siiriin, dan orang-orang melakukannya,
saya bertanya kepadanya [Mubarok] tentang at-Ta’riif di daerah-daerah? Dia
berkata: “ Tidak ada yang salah dengan itu “. [Selesai]
Oleh karena
itu boleh hukumnya meriwayatkan hadits dhoif atau hadits yang belum di ketahui
keshahihannya secara ilmu sanad dan jarh wat-ta’diil , sebagaimana yang dilakukan
Imam Bukhori dalam kitabnya Tarikh al-Kabiir, al-Awshath, ash-Shoghiir dan
al-Adab al-Mufrod , dan juga yang dilakukan para imam lainnya .
Berikut ini
dalil yang membolehkannya :
Pertama :
Dari Abdullah ibn ‘Amr: Bahwa Nabi ﷺ bersabda:
بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ
عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.
Sampaikan
dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il
dan itu tidak apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan
sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka . ( HR.
Bukhori no. 3461 ).
Dalam
hadits ini Rosullullah ﷺ mengijinkan umatnya untuk menyampaikan ilmu
yang datang dari Bani Israil , selama tidak ada unsur kesengajaan berdusta
. Dan sudah dipastikan riwayat-riwayat
Israiliyat sebelum Islam datang itu tidak bersanad , bahkan belum ada ilmu jarh
wat ta’diil.
Kedua :
jika disyaratkan harus shahih sanadnya , maka ini bisa di pastikan banyak
ilmu-ilmu agama Islam yang hilang , baik yang berkaitan dengan hukum maupun
sejarah dan lainnya .
DALIL KEDUA : Dalil hajer dan tahdzir :
PERTAMA : Ada sebagian dari kalangan Ahlul Hajr wat Tahdzir ini
yang merujuk pada firman Allah Ta'ala:
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ فَإِذَا
هُمْ فَرِيقَانِ يَخْتَصِمُونَ
'Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud saudaranya
Shaleh, (dengan memerintahkan kepada mereka): 'Sembahlah Allah.' Maka tiba-tiba
mereka terpecah menjadi dua golongan yang bermusuhan.'" [Q.S. An-Naml:
45].
Mereka menyimpulkan bahwa Shaleh datang untuk memecah belah dan
memisahkan antara kaumnya. Mereka berpendapat bahwa ketika seseorang memisahkan
antara seorang muslim dengan muslim lainnya, maka ia telah mengikuti sunnah
Nabi Shaleh ‘alaihissalam dalam memisahkan antara kaum mukminin dan kaum kafir.
Laa Haula walaa Quwwata Illa Billah al-‘Aliyyi al-‘Adziim [Tidak
ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Agung]."
KEDUA : Mereka juga berdalil dengan ayat
al-Qur’an yang melarang duduk-duduk bersama orang kafir dan musyrik . Dan
menurut mereka bahwa kaum muslimin selain golongannya sama hukumnya dengan
orang kafir dan musyrik ; maka tidak boleh duduk-duduk pula bersama nya .
Mereka berdalil dengan firman Allah SWT :
﴿وَإِذَا
رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ
يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ
بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
Dan apabila
kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah
mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika tidak ,
maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), oleh karena itu
janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan
larangan itu). [QS. al-An'am : 68].
BANTAHAN
:
Bantahan terhadap pemahaman khawarij tentang ayat ini
adalah sbb :
Pertama : ayat tersebut di tujukan pada orang kafir yang
mengolok-olokkan agama dan melecehkannya . Sebagaimana dalam ayat lain Allah
SWT berfirman :
{ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ
أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا
مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ }.
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di
dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri
(diingkari) dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah
kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa
dengan mereka. (An-Nisa: 140)
Dan adapun firman-Nya : " Sesungguhnya (kalau
kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa:
140)" , maka Muqatil ibnu Hayyan mengatakan :
نَسَخَت هَذِهِ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْأَنْعَامِ. يَعْنِي
نُسخَ قَوْلُهُ: {إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ} لِقَوْلِهِ {وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ
مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلَكِنْ ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ} .
" Bahwa ayat surat
Al-An'am ini menasakh [meghapus]
firman-Nya: {tentulah kalian serupa dengan mereka}. (An-Nisa: 140).
Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:
وَما عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ
شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas
orang-orang yang memelihara dirinya terhadap dosa mereka (yang
memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi (kewajibannya ialah) mengingatkan
agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69) . [Tafsir Ibnu Katsir : 2/435].
Kedua : larangan duduk-duduk bersama dengan
orang-orang kafir itu terbatas pada saat pembicaraannya mengolok-olok ayat-ayat
Allah dan menistakannya , namun jika mereka telah merubah pembicaraannya ke
arah yang lain , maka larangan tersebut tidak berlaku .
Ibnu Katsir
dalam Tafsirnya berkata :
قَالَ: ﴿وَإِذَا
رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا﴾ أَيْ: بِالتَّكْذِيبِ
وَالِاسْتِهْزَاءِ ﴿فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ﴾
أَيْ: حَتَّى يَأْخُذُوا فِي كَلَامٍ آخَرَ غَيْرِ مَا كَانُوا فِيهِ مِنَ
التَّكْذِيبِ، ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ وَالْمُرَادُ بِهَذَا كُلُّ
فَرْدٍ، فَرْدٌ مِنْ آحَادِ الْأُمَّةِ، أَلَّا يَجْلِسَ مَعَ الْمُكَذِّبِينَ
الَّذِينَ يُحَرِّفُونَ آيَاتِ اللَّهِ وَيَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا،
فَإِنْ جَلَسَ أَحَدٌ مَعَهُمْ نَاسِيًا ﴿فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى﴾ بَعْدَ
التَّذَكُّرِ ﴿مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾
وَلِهَذَا
وَرَدَ فِي الْحَدِيثِ: "رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ
وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.
وَقَالَ
السُّدِّي، عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْر فِي قَوْلِهِ: ﴿وَإِمَّا
يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ قَالَ: إِنْ نَسِيتَ فَذَكَرْتَ، فَلَا تَجْلِسْ
مَعَهُمْ. وَكَذَا قَالَ مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ.
Ibnu Abbas
berkata, "Allah berfirman, 'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan
ayat-ayat Kami...' yaitu dengan mendustakan dan mencemoohnya. 'Maka
berpalinglah dari mereka hingga mereka merubah pembicaraanya dan masuk ke
dalam pembicaraan selain itu yang ada pendustaan '. { Dan jika tidak , maka
syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)} .
Dan yang
dimaksud dengan ini adalah setiap individu, individu dari umat yang tidak duduk
bersama para penista yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan menempatkannya di
tempat-tempat yang salah. Jika kamu duduk bersama mereka karena lupa, 'maka
setelah teringat janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzalim'."
Dan oleh
karena itu telah ada dalam hadis : "Kesalahan tanpa sengaja dan kelupaan
dari umatku diampuni dan apa yang mereka lakukan karena dipaksa padanya."
[HR. Ibnu
Majah no.(2043) , Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabir)) (8273), dan
Al-Bayhaqi (11787) dari Abu Dzar al-Ghifari (ra). Di shahihkan al-Albani dalam
Sahih al-Jami' no. 1836].
Dan
al-Suddi mengatakan, dari Abu Malik dan Sa'id bin Jubair tentang firman Allah :
{ Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)},
dia berkata : "Jika kamu lupa, lalu kamu ingat, maka janganlah duduk
bersama mereka." Demikian pula Mukatil bin Hayyan mengatakan. [Tafsir Ibnu
Katsir 3/278]
Dalam
sebuah hadis di katakan :
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ»
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,
maka janganlah ia duduk-duduk di meja makan di mana minuman keras disajikan
[diedarkan]".
[HR.
At-Tirmidzi (2801) dan redaksi ini miliknya , Al-Nasa'i (401) dengan singkat,
dan Ahmad (14651) dengan sedikit perbedaan] . Di Hasankan Ibnu Katsir dalam
Musnad al-Faaruq 1/411 dan dishahihkan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no.
4403].
KETIGA : Dengan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ :
الرَّجُلُ
عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang
di atas AGAMA sahabatnya, hendaknya salah seorang dari kalian melihat
siapa yang hendak ia jadikan sahabatnya”.
["HR.
Abu Dawud (4833), At-Tirmidzi (2378), dan Ahmad (8398). Di Hasankan oleh
al-Albaani].
KEEMPAT : Dengan
hadits Abu Sa'id al-Khudri bahwa Nabi ﷺ bersabda:
لَا
تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
"Janganlah
kalian berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan sampai memakan
makananmu kecuali orang yang bertakwa."
[HR. Abu
Dawud (4832), At-Tirmidzi (2395) dengan redaksi keduanya, dan Ahmad (11337)
dengan sedikit perbedaan. Di Hasankan oleh al-Albaani]
Pepatah
Arab :
"
الصَّاحِبُ سَاحِب".
“Sahabat
itu akan menyeret [menggeret]”.
Artinya
pengaruh kawan itu sangatlah kuat. Jika dua orang bersahabat, akan terjadi
penyesuaian atau sinkronisasi di antara keduanya. Jika tidak, persahabatan mereka
akan terhenti.
BANTAHAN
:
Hadits-hadits
diatas itu anjuran untuk tidak bergaul terlalu dekat dengan orang kafir, orang yang tidak
beriman, orang fasiq dan orang yang berakhlak busuk, contohnya seperti dengan pemabuk minuman keras. Bukan untuk melarang
bergaul dengan sesama muslim atau ulama yang berbeda pendapat dalam
masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah.
Rasulullah ﷺ punya pembantu dan pelayan seorang anak muda Yahudi, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘ahnu :
كانَ
غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَمَرِضَ،
فأتَاهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ،
فَقالَ له: أسْلِمْ، فَنَظَرَ إلى أبِيهِ وهو عِنْدَهُ فَقالَ له: أطِعْ أبَا
القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأسْلَمَ، فَخَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ
عليه وسلَّمَ وهو يقولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الذي أنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ.
"Ada seorang anak muda Yahudi yang biasa bekerja melayani Nabi ﷺ , suatu ketika dia menderita sakit. Maka Nabi ﷺ menjenguknya dan Beliau duduk di sisi kepalanya lalu bersabda: "Masuklah Islam".
Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu
bapaknya berkata,: "Ta'atilah Abu Al Qasim! ". Maka anak kecil itu
masuk Islam.
Kemudian Nabi ﷺ keluar sambil bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah
menyelamatkan anak itu dari neraka".
[HR. Bukhori no. 1356 dan Ibnu Hibaan dalam Shahihnya no. 2960].
DALIL KETIGA : Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda :
«
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ «
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ».
“Islam
itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti
awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullah ﷺ mengenai ghuroba’, “Mereka memperbaiki manusia ketika
rusak.”
(HR. Ahmad
4: 74.
Sanad
(rantai perawi) hadits ini sangat lemah dalam konteks ini, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Al-Bukhari dalam kitab "Al-Tarikh" 5/252."
Ishak bin
Abdullah bin Abi Furwah dianggap matruk (tertinggalkan).
Dan Yusuf
bin Sulaiman, biografinya ditulis oleh al-Husaini dalam "Al-Ikmal,"
dan pleh Bukhari dalam "Al-Tarikh Al-Kabir" 8/381.
Keduanya
hanya menyebutkan Ishak sebagai perawi hadits ini darinya . al-Husaini
menyatakan bahwa Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah tidak dikenal atau tidak
diakui.
Al-Hafizh
dalam "At-Ta'jil" 1/800, dalam biografi Abdurrahman bin Sannah,
menyebutkan:
"وَفِي
سَنَدِهِ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي فَرْوَةَ، وَهُوَ وَاهٍ. قَالَ
ابْنُ السِّكْنِ: لَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ، وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدِيثُهُ لَيْسَ
بِالْقَائِمِ، وَقَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي "الصَّحَابَةِ": لَهُ رُؤْيَةٌ".
“ Bahwa
dalam sanadnya terdapat Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah yang dianggap sebagai
perawi yang rapuh [وَاهٍ].
Ibnu
Al-Sakan berkata: "Tidak dapat diandalkan (lemah), dan Al-Bukhari
mengatakan: Hadisnya tidak memiliki kedudukan yang kuat, sedangkan Ibnu Hibban
dalam "Al-Sahabah" mengatakan: Ia memiliki riwayat yang dapat
dipertimbangkan."
Syu’aib
al-Arna’uth berkata :
قلنا:
وفي إسناده كذلك إسماعيل بن عياش، وهو مخلط في غير روايته عن أهل بلده، وهذه منها.
Dalam sanad
(rantai perawi) hadits tersebut juga terdapat Isma'il bin 'Iyash, yang
bercampur aduk dalam riwayatnya dari selain penduduk kotanya sendiri, dan ini
termasuk kelemahannya”. [ Takhrij al-Musnad 27/237-238]
Al-Haitsami
menyebutkan hadits ini dalam "Majma' Az-Zawaid" 7/278, dan berkata:
رواه
عبد الله والطبراني، وفيه إسحاق بن عبد الله بن أبي فروة، وهو متروك.
"Diriwayatkan
oleh Abdullah dan At-Tabarani, di dalamnya terdapat Isma'il bin 'Iyash yang
dianggap matruk (tertinggalkan)."
Dan dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
«
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ «
أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ
يُطِيعُهُمْ »
“Beruntunglah
orang-orang yang asing.” “Lalu siapa orang yang asing wahai Rasulullah”, tanya
sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang sholih yang berada di tengah banyaknya
orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada
yang mentaatinya”
(HR. Ahmad
2/177 no. 1604.
Al-Haitsami
dalam al-Majma’ 7/278 no. 12191 mendhaifkannya , dengan mengatakan :
رَوَاهُ
أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ، وَقَالَ: " أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ
"، وَفِيهِ ابْنُ لَهِيعَةَ وَفِيهِ ضَعْفٌ
"Diriwayatkan
oleh Ahmad dan At-Tabarani dalam kitab Al-Ausat, dan dia (At-Tabarani) mengatakan:
'Orang-orang yang saleh jumlahnya sedikit.' Dalam sanadnya terdapat Ibnu
Lahi'ah, dan dalam riwayat ini terdapat kelemahan."
Namun
Hadits ini di nilai hasan lighoirihi, oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam
Takhrij al-Musnad 11/231.
BANTAHAN
:
Pertama : keshahihan hadits ini
diperdebatkan.
Kedua : jika seandainya shahih , maka
hadits ini bukan berarti mewajibkan tajassus , su’udz dzon, hajer dan tahdzir.
Ketiga : hadits ini milik seluruh kaum
muslimin, bukan hanya milik madzhab ahlul hajer wat tahdzir, bukan untuk
mensucikan kelompok nya dan bukan untuk menganggap sesat selainnya .
DALIL KE EMPAT : Perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu :
"إِنَّ
جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ،
وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ"
"Sesungguhnya
mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah
apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
LENGKAPNYA
:
Dari Umar
bin Maimun al-Audi, dia berkata :
صَحِبْتُ
مَعَاذًا بِالْيَمَنِ فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى وَارِيتُهُ بِالتُّرَابِ بِالشَّامِ،
ثُمَّ صَحِبْتُ بَعْدَهُ أَفْقَهَ النَّاسِ عَبْدَ اللَّهِ بِنْ مَسْعُودٍ، فَسَمِعْتُهُ
يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ"،
ثُمَّ
سَمِعْتُهُ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ وَهُوَ يَقُولُ: "سَيَلِي عَلَيْكُمْ وُلَاةٌ
يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِمِيقَاتِهَا،
فَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ.
قَالَ:
قُلْتُ: يَا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ، مَا أَدْرِي مَا تُحَدِّثُونَ؟ قَالَ: "وَمَا
ذَاكَ؟" قُلْتُ: تَأْمُرُنِي بِالْجَمَاعَةِ وَتُحَضِّنِي عَلَيْهَا، ثُمَّ تَقُولُ
لِي: "صَلِّ الصَّلَاةَ وَحْدَكَ، وَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَ الْجَمَاعَةِ
وَهِيَ نَافِلَةٌ.
قَالَ:
"يَا عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، قَدْ كُنتُ أَظُنُّكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ هَذِهِ
الْقَرْيَةِ، تَدْرِي مَا الْجَمَاعَةُ؟" قُلْتُ: لَا. قَالَ: "إِنَّ جُمْهُورَ
النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ
كُنتَ وَحْدَكَ".
"Aku
menemani Mu'adz di Yaman dan tidak meninggalkannya hingga aku menguburkannya di
Syam.
Kemudian
aku menemani orang yang paling faqiih, yaitu Abdullah bin Mas'ud. Lalu Aku
mendengar beliau berkata :
'Berpegang
teguhlah kalian bersama jamaah, karena tangan Allah bersama-sama jamaah.'
Kemudian,
suatu hari aku mendengarnya berkata : "Kelak kalian akan dipimpin oleh
para penguasa yang menunda shalat dari waktunya. Maka kalian shalatlah tepat
pada waktunya, karena itu adalah fardhu. Dan shalatlah kamu bersama jamaah,
karena shalat berjamaah itu sunnah bagimu ."
Aku
bertanya : "Wahai para sahabat Muhammad, apa yang kalian bicarakan?"
Lalu beliau
balik bertanya : "Apa itu ?"
Aku berkata
: "Anda memerintahkan aku agar selalu bersama jamaah dan menganjurkanku
untuk itu. Lalu anda menyuruhku untuk melaksanakan shalat sendiri-sendiri;
karena shalat sendiri itu fardhu, lalu anda menyuruhku shalat berjamaah, karena
shalat berjemaah itu sunnah."
Dia
menjawab : "Wahai Amr bin Maimun, aku pikir kamu termasuk orang yang
paling faqih di kota ini. Apakah kamu tahu apa itu jamaah?"
Aku berkata
: "Tidak."
Dia berkata
:
إِنَّ
جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ
وَإن كُنْتَ
وَحْدَكَ
"Sesungguhnya
mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah
apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
Dalam
riwayat lain :
فَقَالَ
ابْن مَسْعُود وَضَرَبَ عَلَى فَخْذِي وَيْحَكَ أَنْ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا
الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى
Ibnu Mas'ud
berkata sambil memukul pahaku dan berkata dengan keras, "Wahai Amr bin
Maimun, sesungguhnya mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah (kebenaran)
dan bahwa jamaah adalah apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah
Ta'ala."
[Diriwayatkan
oleh Ahmad (5/231 secara ringkas), melalui jalur nya oleh Ibnu Asakir (46/408),
Adz-Dzahabi dalam "As-Siyar" (4/158-159), Abu Dawud (432), Ibnu
Hibban (1481 dalam al-Ihsan), Al-Baihaqi (3/124-125), Ibnu Asakir (46/408-409),
dan Al-Mizzi dalam "Tahdzib Al-Kamal" (14/351). Al-Lalakai dalam
"Syarh Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah" (1/122 no.160) dari jalur
Al-Auzai dari Hushan bin Atiyyah dari Abdul Rahman bin Sabit dari Amr bin
Maimun, dia berkata: Lalu dia menyebutkannya.
Dan para
perawinya adalah orang-orang yang thiqah (terpercaya).
Dinyatakan
sahih oleh Al-Albani, seperti yang disebutkan dalam “Ta’liiq Mishkat
Al-Masabih" (1/61)
BANTAHAN
:
Bantahan
Pertama : Rasulullah
ﷺ menegaskan bahwa yang dimaksud Jamaah adalah As-Sawadul
A’dzam [kelompok umat Islam yang mayoritas]
Dari
Abdullah bin Umar bahwa Nabi ﷺ bersabda :
"لا
يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ،
فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."
"Allah
tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda :
'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh karena itu, ikutilah As-Sawadul
A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena sesungguhnya barangsiapa yang
menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka.'"
"Diriwayatkan
oleh al-Ṭabarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim (391) dengan lafazh dari beliau,
serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat' (701)."
Di
shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no. 70 dan shahih Tirmidzi (2167)”.
Dan dari
Anas bin Malik (ra) :
إِنَّ
أُمَّتِي لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الاخْتِلافَ فَعَلَيْكُمْ
بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ
“Sesungguhnya
umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat
perselisihan, berpeganglah pada as sawaadul a’zham ” .
(HR. Ibnu
Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana dikatakan oleh Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)
Bantahan
Kedua : Yang
dimaksud Mayoritas manusia dalam perkatan Ibnu Mas’ud itu diperkirakan adalah
Utsman bin Affan, seluruh para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang menyetujui
penulisan Mushaf Utsmani. Namun Ibnu Mas’ud sendiri pada akhirnya rujuk dan
menyutujui apa yang dilakukan oleh Utsman dan para sahabat lainnya.
Imam
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip dari Abu Bakar al-Anbari yang mengatakan:
وَمَا
بَدَا مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ مِنْ نَكِيرِ ذَلِكَ فَشَيْءٌ نَتَجَهُ الْغَضَبُ،
وَلَا يُعْمَلُ بِهِ ولا يؤخذ به، ولا يشك في ان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدْ عَرَفَ
بَعْدَ زَوَالِ الْغَضَبِ عَنْهُ حُسْنَ اخْتِيَارِ عُثْمَانَ وَمَنْ مَعَهُ
مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبَقِيَ عَلَى
مُوَافَقَتِهِمْ وَتَرَكَ الْخِلَافَ لَهُمْ.
"Adapun
tindakan yang ditunjukkan oleh Abdullah bin Mas'ud dalam menolak itu, maka itu
sesuatu yang tampaknya sebagai ekspresi kemarahan, tidak boleh diamalkan dan
tidak boleh dijadikan pegangan.
Dan tidak
ada keraguan bahwa setelah kemarahan hilang dari dirinya , maka belaiu mengakui
kebijakan yang baik yang diambil oleh Utsman dan para sahabat Rasulullah ﷺ dan pada akhirnya beliau setuju dengan mereka serta
meninggalkan perselisihan demi untuk mereka." [ Tafsir al-Qurthubi 1/53]
Bantahan
Ketiga : Masing-masing
firqoh dan golongan tidak berhak mengklaim bahwa golongannya adalah firqoh
najiyah sementara yang lainnya adalah ahli neraka .
Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"
فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى
فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ
هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ،
وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."
“Banyak
orang yang menceritakan tentang golongan-golongan ini mudah memvonis berdasarkan
dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang
yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah
wal jamaah. Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli
bid'ah.
Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]]
*****
WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR
.
JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT
TASHFIYATUSH SHUFUF
[تَصْفِيَّةُ الصُّفُوْفِ]
Seharusnya sebelum kita melangkah dan melakukan sesuatu, kita
pastikan dulu bahwa apa yang akan kita lakukan itu benar adanya bukan balutan
atau kesalah kaprahan. Jangan sampai kita terjerumus dalam manhaj Ahlut
Tafriiq wal 'Adaawah yang di kemas dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Manhaj Khawarij adalah pelajaran yang sangat penting bagi kita umat
Islam. Manhaj Khawarij wajib kita waspadai, jangan sampai merasuki kita semua
atau merasuki sebagian dari kita semua .
Salah satu kebusukan manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan hukum,
yang haram menjadi wajib, dengan cara membenturkan antar dalil . Lalu mereka
akan memilih hukum yang mereka inginkan . Dan ciri khas hukum produk mereka
adalah menganggap sesat seluruh kaum muslimin yang menyelisihi produk hukum
mereka . Dampak nya pun sudah bisa dipastikan akan menimbulkan permusuhan dan
perpecahan . Mereka mensetarakan diri mereka dengan para Nabi dan Rasul ,
sementara seluruh kaum muslimin yang menyelisihnya disetarakan dengan orang
kafir, bahkan lebih buruk darinya . Terbukti ketika seluruh kaum muslimin
menentangnya maka mereka semakin bangga dan congkak, dengan mengatakan : dulu para Nabi dan Rasul juga sama demikian
ketika menghadapi perlawanan dari orang-orang kafir dan kaum musyrikin .
Orang yang paling dzalim adalah orang yang berdutsa mengatas
namakan Allah , diantaranya adalah mengemas kemungkaran dengan kemasan syar'i .
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ
عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ
رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim
daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan
dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang
inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah
(ditimpakan) atas orang-orang yang zalim [ QS. Hud : 18 ].
Dalam hal ini contoh nya adalah sbb :
1] Minuman keras di kemas dengan nama lain agar nampak baik dan
halal.
2] Memecah belah dan menghalalkan darah kaum muslimin dikemas
dengan slogan menegakkan khilafah dan hukum Allah, dengan berteriak : "
Tidak Ada Hukum kecuali Hukum Allah ". Tanpa melihat-lihat kondisi dan
memperhitungkan segalanya .
3] Ghibah [menggunjing] dikemas dengan Tahdzir dan Nahi Munkar .
4] Tajassus [nyari-nyari kesalahan orang lain] dikemas dengan
Membersihkan Barisan Kelompoknya Dari Pemahaman Sesat [تَصْفِيَةُ
الصُّفُوْف ]
.
5] Hajer muslim lain yang tidak semanhaj, Saling memutuskan
persaudaraan [تَقَاطَعُوا],
saling membelakangi [تَدَابَرُوا]
, saling membenci [تَبَاغَضُوا]
dan saling mendengki [تَحَاسَدُوا]
DIKEMAS dengan Nahyi Munkar, Hajer Ahlul Bid'ah dan Ahlul Ahwaa.
6] Menggelari muslim lain yang tidak menerapkan Manhaj Hajer ,
Tahdzir dan Tashfiyatush-Shufuuf dengan gelar HIZBI. Yang benar hakikat manhaj ini adalah
manhaj Tafriiq [pemecah belah].
Imam
Bukhari telah menyebutkan dalam kitab Shahih-nya dalam Bab :
[ بَابُ
: مَا جَاءَ فِيمَنْ يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ، وَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ ]
Bab :
Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan MENGGANTINYA
dengan NAMA LAIN.
Kemudian
beliau membawakan hadits sebagai berikut dengan sanad nya :
Dari ‘Abdurrahman
bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir atau
Abu Malik Al-Asy’ary : – demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa ia telah
mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ
وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ
يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ
لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا. فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ
وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ".
“Akan
ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat
musik (al-ma’aazif).
Dan sungguh
akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung
tinggi . Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan.
Lantas
mereka berkata : “Kembalilah besok !”.
Maka pada
malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang
lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” . [HR. Al-Bukhari
no. 5268 ].
Dan Allah
SWT berfirman :
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ
بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ
" Orang-orang yang beriman dan mereka
tidak mencampuradukkan [membalut] iman mereka dengan kedzaliamn, mereka itulah
orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. [ QS.
al-'An'aam : 82]
===
PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING MESKI BERKEMAS TAHDZIR:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl ibnu Mu'az ibnu
Anas Al-Juhani dari ayahnya, dari Nabi ﷺ yang telah
bersabda:
"مَنْ
حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ يَعِيبُهُ، بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا
يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى
مُؤْمِنًا بِشَيْءٍ يُرِيدُ شَيْنَهُ، حَبَسَهُ اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ
حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ".
Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafik yang
menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi
dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam.
Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang ia
maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga
ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.
[ Al-Musnad (3/441) dan Sunan Abi Dawud No. (4883)] . Di nilai
HASAN oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Hidayat ar-Ruwaah 4/452 dan juga oleh
al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4883.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah dan
Abu Talhah ibnu Sahl Al-Anshari mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda:
"ما من
امرىء يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ
وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ
فِيهَا نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنَ امْرِئٍ يَنْصُرُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ
يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ ، إِلَّا
نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ".
"Tidaklah seseorang menghina seorang muslim di suatu tempat yang
menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan
Allah Swt. akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan
pertolongan-Nya.
Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang
menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan
menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.
[ Sunan Abi Dawud No. (4884)] Di nilai dhaif oleh al-Albaani dalam
Dha'if at-Targhiib no. 1553 dan 1700 ]
Imam Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid (tunggal)
Ibnu Katsir
ketika menafsiri ayat 12 al-Hujurat berkata :
يَقُول
تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ عَن كَثِيرٍ مِّنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التَّهْمَةُ
وَالتَّخَوُّنُ وَالتَّحْذِيرُ لِلْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛
لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا.
"
Allah SWT berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak
prasangka, yaitu tuduhan , pengkhianatan dan tahdzir terhadap keluarga,
kerabat, dan orang-orang dengan cara yang bukan pada tempat . Karena sebagian
darinya adalah murni perbuatan dosa".
****
LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH WALAU BERKEMAS TAHDZIR]:
Allah SWT mengharamkan ghibah [menggunjing] ; karena hal ini sangat
berkaitan erat dengan harga diri , kehormatan dan nama baik masing-masing
individu muslim . Dan juga menggunjing itu termasuk perbuatan yang mengantarkan
pada kebencian, permusuhan dan perpecahan serta meretakkan tli persaudaraan
antara sesama umat Islam.
Kehormatan itu termasuk salah satu darurat yang harus di
jaga oleh setiap muslim . Urutan
darurat tersebut adalah sebagai berikut :
1]- Darurat
Menjaga Agama [لدين].
2]- Darurat
Menjaga Jiwa [النفس].
3]- Darurat
Menjaga Akal [العقل].
4]- Darurat
Menjaga Keturunan [النسب].
5]- Darurat
Menjaga Harta [المال] .
Dan ada sebagian para ulama yang
menambahkan : ke [6] – yaitu : Kehormatan [العِرْضُ].
Demi menjaga kehormatan dan nama baik seorang muslim atau muslimah
, maka Allah SWT mewajibkan atas orang yang menuduh seseorang berzina untuk
menghadirkan 4 saksi yang melihatnya langsung . Jika kurang dari itu , meski
kurang satu , maka kesaksiannya tidak akan di terima , dan orang yang menuduhnya
terkena hukum cambuk 80 x dan kesaksiannya tidak akan diterima selamanya
kecuali jika dia bertobat dan menarik tuduhannya .
Allah swt berfirman :
{
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ }
"
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik". [ QS. An-Nuur :
04]
Maka
waspadalah dengan prasangka buruk berkemas “ waspadalah terhadap faham sesat
sebelum mendekat !!!”.
*****
BANYAK SEKALI DALIL
YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING]
DAN BETAPA BESARNYA
DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN
Allah Swt berfirman :
{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}
" Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain
". (Al-Hujurat:
12)
Ini adalah larangan mempergunjingkan orang lain. Hal ini
ditafsirkan oleh Nabi ﷺ melalui sabdanya yang
mengatakan bahwa ghibah ialah:
"ذِكْرُكَ
أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا
أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ
لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".
Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak
disukainya.
Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan
itu ada padanya?"
Rasulullah ﷺ menjawab: Jika
apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya;
dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah
menghasutnya.
[ Sunan Abu Dawud No. (4874) dan Sunan al-Tirmidzi No. (1935)].
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini sahih.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah,
dari Al-Ala.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah,
Abu Ishaq, dan Mu'awiyah ibnu Qurrah.
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. yang
mengatakan :
قُلْتُ لِلنَّبِيِّ ﷺ : حَسْبُكَ مِنْ
صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا! - قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ : تَعْنِي قَصِيرَةً -.
فَقَالَ : "لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً
لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ". قَالَتْ : وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا،
فَقَالَ ﷺ : " مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا، وَإِنَّ لِي كَذَا
وَكَذَا".
Bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi ﷺ perihal keburukan
Safiyyah. - Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek
-.
Maka Nabi ﷺ bersabda : " Sesungguhnya
kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya
kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat
mencemarinya".
Aisyah r.a. menyebutkan : lalu ia menceritakan perihal seseorang
kepada Nabi ﷺ Maka Nabi ﷺ bersabda: "
Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku
mendapatkan anu dan anu (yakni dosa)". [Sunan Abu Dawud No.
(4875) dan Sunan al-Tirmidzi No. (2502, 2503)]
Imam Turmuzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. dengan
sanad yang sama.
Imam Turmuzi mengatakan : " bahwa hadits ini hasan
sahih".
Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Hassan ibnul Mukhariq
:
" أَنَّ
امْرَأَةً دَخَلَتْ عَلَى عَائِشَةَ، فَلَمَّا قَامَتْ لِتَخْرُجَ أَشَارَتْ عائشَةُ
بِيَدِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ -أَيْ : إِنَّهَا
قَصِيرَةٌ- فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : "اغْتَبْتِيهَا".
"
Bahwa pernah seorang wanita menemui Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika
wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Aisyah r.a. berisyarat kepada
Nabi ﷺ dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek.
Maka Nabi ﷺ bersabda : "
Engkau telah menggunjingnya". [Tafsir ath-Thabari (26/87)]
Ghibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan
semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah
diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni
istilah ilmu mustalahul hadits yang menerangkan tentang predikat para perawi
seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat.
Allah Swt. menyerupakan pelaku ghibah sebagaimana memakan daging
manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui
firman-Nya:
{أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12)
Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir nya 7/380 :
" أيْ كَما تكْرَهُون هذا طبْعا فاكْرَهُوه ذَاكَ شَرْعًا، فَإِنَّ
عُقُوبَتَهُ أَشَدُّ مِنْ هَذَا، وَهَذَا مِنَ التَّنْفِيرِ عَنْهَا وَالتَّحْذِيرِ
مِنْهَا كَمَا قال صلى الله عليه وسلم فِي الْعَائِدِ فِي هِبَتِهِ: «كَالْكَلْبِ يَقِيءُ
ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ» وَقَدْ قَالَ: «لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ»
" Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara
naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena
sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang
digambarkan.
Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa
antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak
dikerjakan.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya:
"كَالْكَلْبِ
يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ"
"Seperti
anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya". [Al-Bukhari (2621) dan Muslim (1622)].
Dan sebelum itu beliau ﷺ telah bersabda:
"لَيْسَ
لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ"
"
Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk". [ Bukhari No. (2622)]."
[ Baca : Tafsir Ibnu Katsir 7/380].
Abu Daud meriwayatkan dari Al-Miswar bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"مَنْ
أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أُكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا فِي
جَهَنَّمَ ، وَمِنْ كُسى ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ
مِثْلَهُ فِي جَهَنَّمَ. وَمَنْ قَامَ بِرَجُلٍ مَقَامَ سمعةٍ وَرِيَاءٍ فَإِنَّ
اللَّهَ يَقُومُ بِهِ مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni
menggunjingnya) sekali makan (sekali gunjing), maka
sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka
Jahanam.
Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka
Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam.
Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap
seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di
hari kiamat.
[ Abu Dawud (4881) dan lafalnya adalah miliknya, dan Ahmad (18011)
Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Hidayat ar-Ruwaah no. 4976 dan Shahih Abi
Daud no. 4881].
Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid.
Dari Anas ibnu Malik bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"لَمَّا
عُرِج بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ
وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ:
هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ".
"Ketika
aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka
terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada
mereka.
Aku lalu
bertanya : "Wahai Jibril, siapa mereka itu?"
Jibril
menjawab : "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia
(ghibah) dan merusak kehormatan [nama baik] mereka."
[ HR. Abu Dawud (4878) dan Ahmad (13340). Di Shahihkan al-Albaani
dalam Shahih at-Targhib no. 2839].
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri yang
mengatakan bahwa kami pernah berkata :
" قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنَا مَا رَأَيْتَ لَيْلَةَ
أُسَرِيَ بِكَ؟ قَالَ: ثُمَّ انْطُلِقَ بِي إِلَى خَلْقٍ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ كَثِيرٍ،
رِجَالٍ وَنِسَاءٍ مُوكَلٌ بِهِمْ رِجَالٌ يَعْمِدُونَ إِلَى عُرْضِ جَنْبِ أحدهم،
فيجذون منه الجذة من مثل النعل ثم يضعونه فِيِّ أَحَدِهِمْ. فَيُقَالُ لَهُ كُلْ كَمَا
أَكَلْتَ وَهُوَ يَجِدُ مِنْ أَكْلِهِ الْمَوْتَ يَا مُحَمَّدُ لَوْ يَجِدُ الْمَوْتَ
وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرَائِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ : هَؤُلَاءِ
الْهَمَّازُونَ واللمازون أَصْحَابُ النَّمِيمَةِ، فَيُقَالُ: أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَى أَكْلِ
لَحْمِهِ ".
"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah
engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu."
Maka di antara jawaban beliau ﷺ menyebutkan bahwa:
" .... kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah
makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka
diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja
mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah,
kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka.
Lalu dikatakan kepadanya : "Makanlah ini sebagaimana dahulu
kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai.
Jibril mengatakan : "Hai Muhammad, tentu saja itu
menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya."
Aku bertanya : "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?"
Jibril menjawab : "Mereka adalah orang-orang yang suka
menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain."
Lalu dikatakan : "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."
Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). [
Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3305 no. 18618 ]
Abu Daud At-Tayasili meriwayatkan di dalam kitab musnadnya, dari
Anas :
" أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَصُومُوا يَوْمًا وَلَا يَفْطُرَنَّ أحدٌ
حَتَّى آذَنَ لَهُ. فَصَامَ النَّاسُ، فَلَمَّا أَمْسَوْا جَعَلَ الرَّجُلُ
يَجِيءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَيَقُولُ: ظَلِلْتُ مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمًا،
فَائْذَنْ لِي. فَأُفْطِرُ فَيَأْذَنُ لَهُ، وَيَجِيءُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ
ذَلِكَ، فَيَأْذَنُ لَهُ، حَتَّى جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ
فَتَاتَيْنِ مِنْ أَهْلِكَ ظَلَّتَا مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمَتَيْنِ، فَائْذَنْ
لَهُمَا فَلْيفطرا فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ أَعَادَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"مَا صَامَتَا، وَكَيْفَ صَامَ مَنْ ظَلَّ يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ؟
اذْهَبْ، فَمُرْهُمَا إِنْ كَانَتَا صَائِمَتَيْنِ أَنْ يَسْتَقْيِئَا".
فَفَعَلَتَا، فَقَاءَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا عَلَقةً علقَةً فَأَتَى
النَّبِيَّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَوْ مَاتَتَا
وَهُمَا فِيهِمَا لَأَكَلَتْهُمَا النَّارُ"
Bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan
kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang
pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun
melakukan puasa.
Ketika petang harinya seseorang datan'g kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata : " Ya Rasulullah ﷺ, telah sejak pagi hari
saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka".
Kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki
lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka.
Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan : "Wahai
Rasulullah ada dua remaja perempuan dari dari kalangan keluargamu sejak pagi
melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka".
Tetapi Rasulullah ﷺ berpaling darinya, lalu
lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan
berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain. Pergilah dan
katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya
muntah.”
Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah
kental. Lelaki itu datang kepada Nabi ﷺ dan melaporkan apa yang
telah terjadi, maka Nabi ﷺ bersabda:
Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih
ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakar oleh api
neraka.
[ Musnad Al-Thayalisi No. (2107)]. Ibnu Katsir berkata : Sanad
hadits di dhaif, sedangkan matannya garib. [Tafsir Ibnu Katsir 7/382].
Al-Hafidz Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid maula
Rasulullah Saw:
أَنَّ امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا عَلَى عَهْدِ
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَأَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّ هَاهُنَا امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا، وَإِنَّهُمَا كَادَتَا
تَمُوتَانِ مِنَ الْعَطَشِ -أرَاهُ قَالَ: بِالْهَاجِرَةِ-فَأَعْرَضَ عَنْهُ
-أَوْ: سَكَتَ عَنْهُ-فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّهُمَا -وَاللَّهِ قَدْ
مَاتَتَا أَوْ كَادَتَا تَمُوتَانِ. فَقَالَ: ادْعُهُمَا. فَجَاءَتَا، قال: فجيء
بِقَدَحٍ -أَوْ عُسّ-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: " قِيئِي" فَقَاءَتْ مِنْ
قَيْحٍ وَدَمٍ وَصَدِيدٍ حَتَّى قَاءَتْ نِصْفَ الْقَدَحِ. ثُمَّ قَالَ
لِلْأُخْرَى: قِيئِي فَقَاءَتْ قَيْحًا وَدَمًا وَصَدِيدًا وَلَحْمًا وَدَمًا
عَبِيطًا وَغَيْرَهُ حَتَّى مَلَأَتِ الْقَدَحَ. فَقَالَ: إِنَّ هَاتَيْنِ
صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ
اللَّهُ عَلَيْهِمَا، جَلَسَتْ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَتَا
تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ.
Bahwa di masa Rasulullah ﷺ pernah ada dua orang
wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ melaporkan :
"Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa,
tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," [ Perawi mengatakan :
bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari].
Rasulullah ﷺ berpaling darinya atau
diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi
Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat."
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggillah
keduanya,"
Lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau
mangkuk, dan Nabi ﷺ berkata kepada salah
seorang wanita itu, "Muntahlah!"
Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi
separo wadah itu. Kemudian Nabi ﷺ berkata kepada wanita
lainnya, "Muntahlah!"
Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental,
dan lainnya hingga wadah itu penuh.
Kemudian Nabi ﷺ bersabda: "
Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi
keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas
keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya
memakan daging orang lain (menggunjingnya). [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir
7/382].
Di
riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431) dan diriwayatkan pula
oleh Ibnu Abi Al-Dunya dalam Silam No. (171) melalui Yazid Bin Harun dari
Suleiman Al-Taymi di dalamnya.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa'ad maula
Rasulullah ﷺ :
أَنَّهُمْ
أُمِرُوا بِصِيَامٍ، فَجَاءَ رَجُلٌ فِي نِصْفِ النَّهَارِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
فُلَانَةُ وَفُلَانَةُ قَدْ بَلَغَتَا الْجَهْدَ. فَأَعْرَضَ عَنْهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: "ادْعُهُمَا". فَجَاءَ بعُس -أَوْ: قَدَح-فَقَالَ
لِإِحْدَاهُمَا: "قِيئِي"، فَقَاءَتْ لَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَقَيْحًا،
وَقَالَ لِلْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: "إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا
أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، أَتَتْ
إِحْدَاهُمَا لِلْأُخْرَى فَلَمْ تَزَالَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ حَتَّى امْتَلَأَتْ
أجوافهما قَيْحًا".
Bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu di tengah hari
datanglah seorang lelaki dan berkata : "Wahai Rasulullah, Fulanah dan
Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi ﷺ berpaling darinya. Hal
ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali.
Pada akhirnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Panggilah
keduanya." Maka Nabi ﷺ datang membawa panci
atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah."
Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan.
Lalu Nabi ﷺ berkata kepada wanita yang
lainnya, "Muntahlah." Maka wanita itu memuntahkan hal yang
sama.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: "
Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi
keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi
keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya
terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga
perut keduanya penuh dengan nanah".
[ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382. Di riwayatkan pula oleh Imam
Ahmad dalam Al-Musnad (5/431)]
Ibnu Katsir berkata : " Imam Baihaqi mengatakan bahwa
demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi yang pertama (yaitu
Ubaid) adalah yang paling sahih".
Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dengan sanadnya dari salah seorang
anak Abu Hurairah:
أَنَّ مَاعِزًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ
-قَالَهَا أَرْبَعًا-فَلَمَّا كَانَ فِي الْخَامِسَةِ قَالَ:
"زَنَيْتَ"؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "وَتَدْرِي مَا الزِّنَا؟
" قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُ مِنْهَا حَرَامًا مَا يَأْتِي الرَّجُلُ مِنَ
امْرَأَتِهِ حَلَالًا. قَالَ: "مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا الْقَوْلِ؟ "
قَالَ: أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"أَدْخَلْتَ ذَلِكَ مِنْكَ فِي ذَلِكَ مِنْهَا كَمَا يَغِيبُ المِيل فِي
الْمُكْحُلَةِ والرِّشاء فِي الْبِئْرِ؟ ". قَالَ: نَعَمْ، يَا رَسُولَ
اللَّهِ. قَالَ: فَأَمَرَ بِرَجْمِهِ فَرُجِمَ، فَسَمِعَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلَيْنِ
يَقُولُ أَحَدَهُمَا لِصَاحِبِهِ: أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذَا الَّذِي سَتَرَ اللَّهُ
عَلَيْهِ فَلَمْ تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجمَ رَجْمَ الْكَلْبِ. ثُمَّ سَارَ
النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى مَرّ بِجِيفَةِ حِمَارٍ فَقَالَ: أَيْنَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ؟
انْزِلَا فَكُلَا مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ" قَالَا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ
يَا رَسُولَ، اللَّهِ وَهَلْ يُؤكل هَذَا؟ قَالَ: "فَمَا نِلْتُمَا مِنْ
أَخِيكُمَا آنفا أشد أكلا من، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ الْآنَ لَفِي
أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَنْغَمِسُ فِيهَا".
"Bahwa Ma'iz datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata :
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina."
Rasulullah ﷺ berpaling darinya hingga
Ma'iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya
Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Kamu benar telah zina?"
Ma'iz menjawab, "Ya."
Rasulullah ﷺ bertanya, "Tahukah
kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan
terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi
istrinya yang halal."
Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah
yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?"
Ma'iz menjawab : "Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku
(dari dosa zina)."
Maka Rasulullah ﷺ bertanya : "Apakah
engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak
dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam
sumur?"
Ma'iz menjawab : "Ya, wahai Rasulullah."
Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar Ma'iz
dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi ﷺ mendengar dua orang
lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya) :
"Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh
Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing
dirajam?"
Kemudian Nabi ﷺ berjalan hingga melalui
bangkai keledai, lalu beliau ﷺ bersabda : "Dimanakah
si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini."
Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah,
apakah bangkai ini dapat dimakan?"
Nabi ﷺ menjawab: Apa
yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada
bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaanNya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai
surga menyelam di dalamnya.
[ Musnad Abi Ya’la (6/524) dan diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dalam
Al-Sunan Al-Kubra (8/227) melalui Amr Bin Al-Dahhak dengan itu; Diriwayatkan
oleh Abu Dawud dalam Al-Sunan No. (4429) melalui Ad-Dahhak].
Ibnu Katsir 7/383 berkata : " Sanad hadits sahih".
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah
r.a. yang menceritakan :
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فَارْتَفَعَتْ
رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَتَدْرُونَ مَا
هَذِهِ الرِّيحُ؟ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ"
"
Bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ, lalu terciumlah oleh
kami bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Tahukah
kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang
lain."
[ Al-Musnad (3/351) . Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ (8/91):
Para perawinya dapat dipercaya].
Jalur lain.
Abdu ibnu Humaid meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu
Abdullah r.a. yang mengatakan :
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ
فَهَاجَتْ رِيحُ مُنْتِنَةٌ ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "إِنَّ نَفَرًا مِنَ
الْمُنَافِقِينَ اغْتَابُوا نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَلِذَلِكَ بُعِثَتْ
هَذِهِ الرِّيحُ" وَرُبَّمَا قَالَ: "فَلِذَلِكَ هَاجَتْ هَذِهِ
الرِّيحُ"
bahwa ketika kami bersama Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan,
tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi ﷺ bersabda: Sesungguhnya
sejumlah orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka
hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan
barangkali beliau ﷺ bersabda: Karena
itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini. [ al-Muntakhob No. (1026)]
As-Saddi berkata :
" Sehubungan dengan firman Allah Swt.:
{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا}
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? (Al-Hujurat:
12)
Ia menduga bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang
sahabat Nabi ﷺ dalam suatu perjalanan
sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat
makan dari keduanya.
Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan
Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua
temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak
menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan
seraya menggerutu :
"Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari
yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang."
Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah ﷺ untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga
datang kepada Rasulullah ﷺ seraya membawa wadah
lauk pauk.
Lalu Salman berkata : "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah
menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau
mempunyainya."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"مَا يَصْنَعُ أَصْحَابُكَ بالأدْم؟ قَدِ ائْتَدَمُوا"
Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah
mereka telah memperoleh lauk pauk?
Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada
mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah ﷺ Kemudian keduanya
berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah ﷺ, lalu berkata :
" لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا أَصَبْنَا طَعَامًا
مُنْذُ نَزَلْنَا ".
"Demi
Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali
kami istirahat."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"إِنَّكُمَا قَدِ ائْتَدَمْتُمَا بِسَلْمَانَ بِقَوْلِكُمَا"
"Sesungguhnya
kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya)".
Lalu turunlah firman Allah Swt: Sukakah seseorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)
Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur. [ Lihat Tafsir Ibnu
Katsir 7/384].
Al-Hafidz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan di dalam
kitab Al-Mukhtar-nya dengan sanadnya dari Anas ibnu Malik r.a.
yang telah menceritakan :
كَانَتِ
الْعَرَبُ تَخْدِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فِي الْأَسْفَارِ، وَكَانَ مَعَ أَبِي بكر وعمر
ما رَجُلٌ يَخْدِمُهُمَا، فَنَامَا فَاسْتَيْقَظَا وَلَمْ يُهَيِّئْ لَهُمَا طعاما،
فقالا إن هذا لنؤوم، فَأَيْقَظَاهُ، فَقَالَا لَهُ: ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ فَقُلْ لَهُ:
إِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يُقْرِئَانِكَ السَّلَامَ، وَيَسْتَأْدِمَانِكَ.
فَقَالَ:
"إِنَّهُمَا قَدِ ائْتَدَمَا" فَجَاءَا فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَيِّ
شَيْءٍ ائْتَدَمْنَا؟ فَقَالَ: "بِلَحْمِ أَخِيكُمَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
إِنِّي لَأَرَى لَحْمَهُ بَيْنَ ثَنَايَاكُمَا". فَقَالَا اسْتَغْفِرْ لَنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: "مُرَاه فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمَا"
Bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang
lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta
seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi
ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua.
Lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni
pelayan keduanya) suka tidur.
Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya :
"Pergilah kepada Rasulullah ﷺ dan katakan kepada
beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta
lauk pauk dari beliau."
Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi ﷺ, maka beliau ﷺ bersabda, "Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh
lauk pauk."
Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang
telah kami peroleh?"
Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Demi
Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku
melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam
lambungmu.
Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi
kami."
Rasulullah ﷺ bersabda: Perintahkanlah
kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu
berdua. [ al-Mukhtaarah karya al-Maqdisy No. (1697)].
Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah ﷺ' bersabda:
"مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا، قُرِّب
لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا كَمَا أَكَلْتَهُ
حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".
Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka
disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan
kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam
keadaan hidup.”
Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun
dengan rasa jijik seraya menjerit.
Ibnu Katsir berkata : " Hadits ini garib sekali".
Al-Tabarani meriwayatkan dalam Al-Mu'jam Al-Awsath No. (4961)
“Majma' Al-Bahrain” melalui Muhammad Bin Salamah dari Muhammad Bin Ishaq
dengannya, dan dia berkata: Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Ishaq kecuali
Muhammad Bin Salamah.
Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma' (8/92):
"فِيهِ
ابْنُ إِسْحَاقَ وَهُوَ مُدَلَّسٌ وَمَنْ لَمْ أَعْرِفْهُ "
“Di
dalamnya ada Ibn Ishaq, dan dia seorang mudallis dan seseorang yang tidak saya
kenal.”
*****
CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH DAN GHIBAH BERKEMAS TAHDZIR
Firman Allah Swt.:
{وَاتَّقُوا
اللَّهَ . إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}
"Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang. (Al-Hujurat:
12)
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :
"قالَ الْجُمْهُورُ مِنَ الْعُلَمَاءِ: طَرِيقُ الْمُغْتَابِ لِلنَّاسِ
فِي تَوْبَتِهِ أَنْ يُقلع عَنْ ذَلِكَ، وَيَعْزِمَ عَلَى أَلَّا يَعُودَ. وَهَلْ يُشْتَرَطُ
النَّدَمُ عَلَى مَا فَاتَ؟ فِيهِ نِزَاعٌ، وَأَنْ يَتَحَلَّلَ مِنَ الَّذِي اغْتَابَهُ.
وَقَالَ آخَرُونَ: لَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَتَحَّلَلَهُ فَإِنَّهُ إِذَا أَعْلَمَهُ بِذَلِكَ
رُبَّمَا تَأَذَّى أَشَدَّ مِمَّا إِذَا لَمْ يَعْلَمْ بِمَا كَانَ مِنْهُ، فَطَرِيقُهُ
إِذًا أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهِ بِمَا فِيهِ فِي الْمَجَالِسِ الَّتِي كَانَ يَذُمُّهُ
فِيهَا، وَأَنْ يَرُدَّ عَنْهُ الْغَيْبَةَ بِحَسْبِهِ وَطَاقَتِهِ، فَتَكُونَ تِلْكَ
بِتِلْكَ".
"
Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah
hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali perbuatannya yang telah lalu itu?
Masalahnya masih diperselisihkan.
Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang
digunjingnya.
Ulama lainnya mengatakan : bahwa tidak disyaratkan meminta maaf
dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang
telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada
seandainya tidak diberi tahu.
Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan nama
orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik
memujinya.
Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunjingnya itu dengan
segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya sebelum
itu. [Tafsir Ibnu Katsir 7/385]
ROSULULLAH ﷺ MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA
MEMBUNUHNYA :
Rosulullah ﷺ tidak mentahdzir mereka dengan cara menjelek-jelekkannya sambil
menunjuk dan menyebutkan nama-nama mereka . Dan beliau ﷺ juga tidak menghajernya.
Berikut ini
kisah Nabi ﷺ ketika hendak dilempar dari atas Gunung oleh 12 orang Munafik.
Allah swt
berfirman :
يَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ
إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ
أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا
لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا
نَصِيرٍ
Artinya : “
Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka
tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah
mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan
mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela
(Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan
karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik
bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka
dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah
mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.
Firman
Allah Swt.:
وَهَمُّوا
بِما لَمْ يَنالُوا
“
dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)”
Di dalam
suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang berniat hendak
membunuh Nabi Saw. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam ketika Rasulullah
Saw. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka terdiri atas
belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan
dengan mereka.
Hal ini
jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam
kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy,
dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang
menceritakan,
كُنْتُ
آخِذًا بِخِطَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَقُودُ بِهِ، وَعَمَّارٌ يَسُوقُ النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ
يَقُودُهُ -حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ
رَاكِبًا قَدِ اعْتَرَضُوهُ فِيهَا، قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ] فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ،
فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ
عَرَفْتُمُ الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا
مُتَلَثِّمِينَ، وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ
الْمُنَافِقُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟
" قُلْنَا: لَا. قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يَزْحَمُوا رَسُولَ
اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ، فَيُلْقُوهُ مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ إِلَى عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ
قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟ قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ
الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ
اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ:
"اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ بِالدُّبَيْلَةِ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟ قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ
قَلْبِ أَحَدِهِمْ فَيَهْلِكُ"
"Saya
memegang tali kendali unta Rasulullah Saw. seraya menuntunnya, sedangkan Ammar
menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya, sedangkan saya yang
menggiringnya.
Ketika kami
sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua belas lelaki penunggang
kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah Saw. ke medan Tabuk.
Maka saya
mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu Rasulullah Saw. meneriaki
mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.
Rasulullah
Saw. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah kaum itu?'
Kami
menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar. Tetapi kami
mengenali mereka dari pelana-pelananya.'
Rasulullah
Saw. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang munafik sampai hari kiamat.
Tahukah kalian apakah yang hendak mereka lakukan?'
Kami
menjawab, 'Tidak tahu.'
Rasulullah
Saw. menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah Saw. di 'Aqabah.
Dengan demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah "Aqabah.'
Kami (para
sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengirimkan orang kepada
keluarga mereka sehingga masing-masing kaum mengirimkan kepadamu KEPALA teman
mereka itu?'
Rasulullah
Saw. Bersabda : 'Jangan, aku tidak suka bila kelak orang-orang Arab
mempergunjingkan di antara sesama mereka bahwa Muhammad telah berperang bersama
suatu kaum, tetapi setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya bersama
mereka, lalu ia berbalik memerangi mereka.'
Kemudian
Rasulullah Saw. Berdoa : 'Ya Allah, lemparlah mereka dengan Dubailah'
Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Dubailah itu?'
Rasul ﷺ menjawab : 'Bara api yang mengenai bagian dalam hati
seseorang di antara mereka, lalu ia binasa. ( SELESAI )
وَبَالرَّغْمِ مِن وُضُوحِ هَذِهِ الْجَرِيمَةِ
الْغَادِرَةِ، تَجَلَّى مَوْقِفُ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- الْعَظِيمِ تَجَاهَ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ، بِالتَّسَامُحِ وَالْعَفْوِ عَنْهُمْ، وَذَلِكَ
حِفَاظًا عَلَى سُمْعَةِ الْفِئَةِ الْمُؤْمِنَةِ، وَمَخَافَةً أَنْ يَقُولَ النَّاسُ:
إِنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ..
Artinya : “ Meskipun kejahatan pengkhianatan
ini sangat jelas , namun demikian telah nampak sikap agung Nabi ﷺ
terhadap orang-orang tsb dalam bentuk tasaamuh dan pemaafan bagi mereka. Yang
demikian itu sengaja beliau ﷺ
lalukan untuk menjaga reputasi atau nama baik orang-orang beriman, dan untuk
menjaga jangan sampai orang-orang berkata: Muhammad telah membunuh
sahabat-sahabatnya “ .
Penulis
katakan pula :
Bahkan
Dalam riwayat Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah ibnuz Zubair di
sebutkan :
Bahwa
Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah dan Ammar tentang nama-nama
mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu hendak mencelakakan diri
Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan kepada keduanya agar
MERAHASIAKAN NAMA-NAMA MEREKA itu .
Ibnu Katsir
berkata :
Karena itulah maka Huzaifah
dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh diketahui oleh seorang pun,
yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri orang-orang munafik yang terlibat
dalam peristiwa itu. Rasulullah Saw. telah memberitahukan kepadanya mengenai
mereka, tidak kepada selainnya “. ( Selesai )
Nabi ﷺ mengunjungi
Abdullah bin Ubay bin Salluul, untuk memikat hatinya, padahal dia adalah
seorang pemimpin kaum munafiq, musuh dan pembenci Nabi ﷺ dan dakwah
Islam.
Dalam Surat al-Hujuraat : 9-10 , Allah SWT
berfirman :
﴿وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ
بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ (10) ﴾
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan
itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat. [QS. al-Hujuraat : 9-10]
Allah Swt. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di
antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:
﴿وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/374 berkata
:
فَسَمَّاهُمْ مُؤْمِنِينَ
مَعَ الِاقْتِتَالِ. وَبِهَذَا اسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ عَلَى أَنَّهُ
لَا يَخْرُجُ مِنَ الْإِيمَانِ بِالْمَعْصِيَةِ وَإِنْ عَظُمَتْ، لَا كَمَا يَقُولُهُ
الْخَوَارِجُ وَمَنْ تَابَعَهُمْ مِنَ الْمُعْتَزِلَةِ وَنَحْوِهِمْ
“Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka
berperang satu sama lainnya.
Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa
maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya,
betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij dan para
pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan
bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya)”.
SEBAB TURUNNYA AYAT :
Dari Anas bin Malik (ra) , dia berkata :
" قِيلَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، لَوْ أَتَيْتَ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ؟ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ وَرَكِبَ حِمَارًا،
وَانْطَلَقَ الْمُسْلِمُونَ يَمْشُونَ، وَهِيَ أَرْضٌ سَبْخَةٌ، فَلَمَّا انْطَلَقَ
إِلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ قَالَ: "إِلَيْكَ عَنِّي، فَوَاللَّهِ لَقَدْ آذَانِي رِيحُ
حِمَارِكَ" فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: وَاللَّهِ لَحِمَارُ رَسُولِ اللَّهِ
أَطْيَبُ رِيحًا مِنْكَ. قَالَ: فَغَضِبَ لِعَبْدِ اللَّهِ رِجَالٌ مِنْ قَوْمِهِ،
فَغَضِبَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَصْحَابُهُ، قَالَ: فَكَانَ بَيْنَهُمْ ضَرْبٌ
بِالْجَرِيدِ وَالْأَيْدِي وَالنِّعَالِ، فَبَلَغَنَا أَنَّهُ أُنْزَلَتْ فِيهِمْ:
{وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾".
“Bahwa pernah ada yang berkata kepada Nabi ﷺ :
"Sebaiknya engkau datang kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Sallul
(pemimpin kaum munafik, pent.)."
Maka Rasulullah ﷺ pun berangkat menuju ke tempatnya dengan
mengendarai keledainya,
sedangkan orang-orang muslim berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka
tempuh adalah tanah yang terjal. Setelah Nabi ﷺ sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah
ibnu Ubay) berkata :
"Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu menggangguku."
Maka seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata : "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai
Rasulullah ﷺ lebih harum ketimbang baumu."
Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka;
masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya. Kemudian
tersebutlah di antara mereka terjadi perkelahian dengan memakai pelepah kurma,
pukulan tangan, dan terompah.
Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut
berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah Swt:
﴿وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾
“Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah
antara keduanya....”. (Al-Hujurat: 9)
[HR. Bukhori no. 261 dan Muslim no. 1799]
Dalam ayat 9 al-Hujurat diatas, Allah SWT
mengatakan “dua golongan dari
orang-orang mukmin”, padahal salah satu dari keduanya adalah gerombolan
gembong munafik yang jelas-jelas telah melecehkan Nabi ﷺ, akan tetapi Allah SWT tidak mengatakan : antara orang-orang
beriman dan orang-orang munafiq .
Subhanallah !!!
Padahal para sahabat tahu akan kejahatan dan pengkhianatan orang-orang munafik dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Sallul terhadap kaum muslimin pada saat itu , terutama terhadap Nabi ﷺ dan keluarganya.
*****
WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN
Allah SWT berfirman :
﴿ وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فِى الْاَرْضِ
تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهٖ
وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ﴾
" Dan ingatlah ketika kalian (para
Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan
kalian takut orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Dia memberi kalian
tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan-Nya
dan diberi-Nya kalian rezeki yang baik agar kalian bersyukur".
(QS. Al-Anfal: 26)
0 Komentar