Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PENYIMPANGAN DALAM MANHAJ TAJASSUS, TAHDZIR, HAJER DAN TABDI’

 PENYIMPANGAN DALAM MANHAJ TAJASSUS, TAHDZIR, HAJR DAN TABDI’

Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

-----


--------

KATA-KATA BIJAK :

Membawa perkataan seseorang ke dalam prasangka yang terbaik:

Abdul Aziz bin Umar berkata: Ayahku (Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu) berkata kepadaku:

«‌يَا ‌بُنَيَّ ‌إِذَا ‌سَمِعْتَ ‌كَلِمَةً ‌مِنَ ‌امْرِئٍ ‌مُسْلِمٍ فَلَا تَحْمِلْهَا عَلَى شَيْءٍ مِنَ الشَّرِّ مَا وَجَدْتَ لَهَا مَحْمَلًا مِنَ الْخَيْرِ»

“Wahai anakku, jika engkau mendengar suatu ucapan dari seorang muslim, maka janganlah engkau membawanya kepada sesuatu yang buruk, selama masih mungkin dibawa kepada makna yang baik”.

[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) dalam al-Hilyah 5/277. Lihat pula Husnut Tanabbuh karya Najmud Din al-Ghozzy asy-Syafi’i]  

Membahagiakan orang beriman dan menghindari mencela serta menyakitinya:

Yahya bin Mu'adz ar-Razi berkata:

" ‌ليَكُنْ ‌حَظُّ ‌الْمُؤمِنِ ‌مِنْكَ ‌ثَلَاثةٌ: إِنْ لَمْ تَنْفَعْهُ فَلَا تَضُرَّهُ، وَإِنْ لَمْ تُفْرِحْهُ فَلَا تَغُمَّهُ، وَإِنْ لَمْ تَمْدَحْهُ فَلَا تَذُمَّهُ "

Hendaknya bagian orang beriman darimu ada tiga:

jika engkau tidak bisa memberinya manfaat, maka jangan menyakitinya;

jika engkau tidak bisa membuatnya bahagia, maka jangan membuatnya sedih;

jika engkau tidak bisa memujinya, maka jangan mencelanya.

[Diriwayatkan dengan sanadnya oleh al-Khathib al-Baghdady dalam az-Zuhud wa ar-Raqa’iq hal. 114  no. 91].

Al-‘Allamah As-Sa'di berkata:

يَنبَغِي إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى الْمُؤْمِنِ، بِالْكَلَامِ اللَّيِّنِ، وَالدُّعَاءِ لَهُ، وَنَحْوِ ذَلِكَ، مِمَّا يَكُونُ فِيهِ طُمَأْنِينَةٌ وَسُكُونٌ لِقَلْبِهِ.

Hendaknya seseorang membahagiakan orang beriman dengan ucapan yang lembut, mendoakannya, dan hal-hal semisal itu, yang dapat memberi ketenangan dan ketenteraman pada hatinya. [Baca : Tafsir as-Sa’dy hal. 350]
===

DAFTAR ISI :

  1. MUQODDIMAH
  2. KEKHAWATIRAN RASULULLAH 
  3. FENOMENA MUNCULNYA FIRQOH AHLUL HAJR WAT TAHDZIR
  4. ISTILAH-ISTILAH YANG MELEKAT PADA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR
  5. DIANTARA KAIDAH DALAM MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR:
  6. PILAR & RUKUN DAKWAH MANHAJ AHLUL HAJR WAT TAHDZIR:
  7. SIKAP PARA ULAMA SALAF DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN:
  8. FATWA DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG MANHAJ TAJASSUS, TABDI’, HAJR DAN TAHDZIR
  9. PERTAMA : PERNYATAAN SYEIKH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAAD
  10. KEDUA : PERKATAAN SYEIKH ABDURRAHMAN AS-SA’DIY [GURU SYEIKH AL-UTSAIMIN] :
  11. KETIGA : FATWA SYEIKH AL-ALBAANI BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:
  12. KEEMPAT : PENJELASAN DARI SYEIKH AL-MUNAJJID
  13. KELIMA : FATWA SYEIKH BIN BAAZ :
  14. JANGAN PUKUL RATA DALAM HAJER DAN TAHDZIR ! :
  15. BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN SESEORANG : SAYA  SALAFI ?
  16. MEREKA AHLUL HAJER WAT TAHDZIR SENANTIASA SIBUK MENCARI DALIL UNTUK MEMECAH BELAH UMAT:
  17. DALIL-DALIL UTAMA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR :
  18. WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR . JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYATUSH SHUFUF
  19. PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING MESKI BERKEMAS TAHDZIR:
  20. LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH WALAU BERKEMAS TAHDZIR]
  21. BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING] DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN
  22. CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH DAN GHIBAH BERKEMAS TAHDZIR
  23. ROSULULLAH MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA MEMBUNUHNYA :
  24. WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN

=========================

بسم الله الرحمن الرحيم

MUQODDIMAH

Allah SWT berfirman :

{ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) }

“ Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat”. [QS. Al-Hujurot : 10]

Dan Allah SWT brfirman :

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuroot : 12 ]

Dan dalam hadits Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: 

"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَنَافَسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا".

Janganlah kalian mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kalian saling menjatuhkan, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci dan janganlah kalian saling berbuat makar, tetapi jadilah kalian sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

[ Al-Muwaththa (2/908), Sahih Al-Bukhari No. (6066) dan Sahih Muslim No. (2563)].

Dan dalam hadits Anas r.a. : Rasulullah bersabda: 

"لَا تَقَاطَعُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ".

“Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kalian saling menjatuhkan, janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling mendengki, tetapi jadilah kalian sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”.

[Al-Bukhari dalam al-Adab Bab 57, Muslim dalam al-Birr No. (2559) Hadits 23, 25, 26, Abu Dawud dalam al-Adab Bab 47, dan At-Tirmidzi dalam al-Adab Bab 21 no. (1935)]

Abu Yazid Al Bustomi (wafat 261 H) berkata:

مَا دَامَ الْعَبْدُ يَظُنُّ أَنَّ فِي الْخَلْقِ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ فَهُوَ مُتَكَبِّرٌ

"selama seorang hamba menyangka bahwa orang lain itu lebih buruk dari dirinya, maka dia adalah orang yang sombong". [Baca : Hilaytul Awliyaa 10/36]

*****

KEKHAWATIRAN RASULULLAH 

Dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. bahwa Rasulullah  telah bersabda:

"إن مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رجُل قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكَانَ رِدْء الْإِسْلَامِ اعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، انْسَلَخَ مِنْهُ، وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: الْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قَالَ: "بَلِ الرَّامِي".

“Sesungguhnya di antara hal yang saya khawatirkan terhadap kalian ialah seorang lelaki yang pandai membaca Al-Qur’an, hingga manakala keindahan Al-Qur’an telah dapat diresapinya dan Islam adalah sikap dan perbuatannya, lalu ia tertimpa sesuatu yang dikehendaki oleh Allah, maka ia tanpa sadar telah melepaskan diri dari Al-Qur’an. Dan Al-Qur'an ia lemparkan di belakang punggungnya (tidak diamalkannya), lalu ia menyerang tetangganya dengan senjata dan menuduhnya telah musyrik”.

Huzaifah ibnul Yaman bertanya : "Wahai Nabi Allah, manakah di antara keduanya yang lebih musyrik, orang yang dituduhnya ataukah si penuduhnya?"

Rasulullah  menjawab : "Tidak, bahkan si penuduhlah (yang lebih utama untuk dikatakan musyrik)."

[ Abu Ya'la Al-Mausuli dalam Musnad-nya (Tafsir Ibnu Katsir 3/509) dan Al-Bazzar dalam Musnadnya no. (175) .

DERAJAT KESHAHIHAN HADITS :

Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (1/188): 'Sanadnya hasan.'"

Ibnu Katsir berkata : 

"هَذَا إِسْنَادٌ جَيِّدٌ. وَالصَّلْتُ بْنُ بَهْرَامَ كَانَ مِنْ ثِقَاتِ الْكُوفِيِّينَ، وَلَمْ يُرْمَ بِشَيْءٍ سِوَى الْإِرْجَاءِ، وَقَدْ وَثَّقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، وَغَيْرُهُمَا".

Sanad hadis ini berpredikat jayyid. As-Silt ibnu Bahram termasuk ulama siqah dari kalangan penduduk Kufah, dia tidak pernah dituduh melakukan sesuatu hal yang membuatnya cela selain dari Irja (salah satu aliran dalam mazhab tauhid). Imam Ahmad ibnu Hambal menilainya siqah, demikian pula Yahya ibnu Mu'in dan lain-lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/509)

LARANGAN KLAIM AHLI NERAKA :

Syari'at Islam melarang seseorang mengklaim orang lain "ahli neraka", meskipun yang nampak darinya sangat membenarkannya. Begitu pula sebaliknya, mengklaim ahli syurga berdasarkan yang nampak di mata. 

Sebagaimana diriwayatkan dari Dhamdham bin Jaus al-Yamami beliau berkata:

“ Aku masuk ke dalam masjid Rasulullah , di sana ada seorang lelaki itu tua yang diinai rambutnya, putih giginya. Bersama-samanya adalah seorang anak muda yang tampan wajahnya, lalu lelaki tua itu berkata:

يَا يَمَامِيُّ تَعَالَ ، لاَ تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ أَبَدًا: لاَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ ، وَاللَّهِ لاَ يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ أَبَدًا

Wahai Yamami, mari ke sini. Janganlah engkau pernah berkata kepada seseorang: Allah tidak akan mengampuni engkau, Allah tidak akan memasukkan engkau ke dalam syurga selamanya.

Aku bertanya: Siapakah engkau, semoga Allah merahmati engkau?

Lelaki tua itu menjawab: Aku adalah Abu Hurairah.

Aku pun berkata: Sesungguhnya perkataan seumpama ini biasa seseorang sebutkan kepada sebahagian keluarganya atau pembantunya apabila dia marah.

Abu Hurairah pun berkata: Janganlah engkau menyebutkan perkataan seperti itu. Sesungguhnya Aku mendengar Rasulullah  bersabda:

"كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ "

قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Ada dua orang laki-laki dari bani Isra'il yang berbeda arah; salah seorang dari mereka adalah orang yang tekun beribadah (Ahli Ibadah) sementara yang lainnya orang yang hobbi berbuat dosa (pendosa). Orang yang ahli ibadah itu selalu mengawasi pendosa itu berbuat dosa lalu ia berkata, "Berhentilah."

Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati pendosa itu berbuat dosa, ia berkata lagi, "Berhentilah."

Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, "Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!"

Ahli ibadah itu berkata, "Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga."

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.

Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah: "Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?"

Allah SWT lalu berkata kepada pelaku dosa: "Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku." Dan berkata kepada ahli ibadah: "Pergilah kamu ke dalam neraka."

Abu Hurairah berkata,

فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ

"Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya."

(HR. Abu Daud 4318 Ibnu Hibban 5804 Abdullah bin al-Mubaarok dlm al-Musnad No. 36. Di shahihkan oleh Ibnu Hibban dan Syeikh Muqbil al-wadi’i)

*****

FENOMENA MUNCULNYA FIRQOH AHLUL HAJR WAT TAHDZIR

Di masa sekarang ini telah muncul kelompok yang sungguh memprihatinkan yang di kenal dengan kelompok Ahlul Hajer wat Tahdzir, sempalan Manhaj Khawarij Gaya Baru, Pemecah Belah Umat Yang Ter-Update.

Sekte ini bermanhaj : Tajassus, Takfir, Tabdi’, Tadhlil, Hajer, Tahdzir, Taqoththu’ dan Jarh wat Ta’diil.

Oleh kelompok ini seseorang bisa dikeluarkan dari golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan dimasukkan ke dalam golongan yang Sesat, Ahlul Bid’ah dan Ahli Neraka hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyyah yang sangat layak terjadi perbedaan. Mereka adalah kelompok yang banyak sekali membid’ahkan sesuatu (tabdi’) yang sebagiannya sama sekali tidak ada unsur bid’ah syar’i di dalamnya.

Kadang seseorang bisa dianggap keluar oleh mereka dari golongan Ahlul Millah (Islam) dan dimasukkan ke dalam golongan orang musyrik dan kafir hanya karena melakukan hal-hal yang menurut mereka bahwa perbuatan itu adalah syirik, seperti seseorang bertwassul saat berdoa kepada Allah dengan menyebut pangkat dan kedudukan [Jaah] Nabi di sisi Allah . Sementara Syeikhul Islam Ibnu Taimiah ketika membahas perbedaan pendapat tentang tawassul dengan mayit yang hanya sebatas sebagai sebab terkabulkannya doa, beliau berkata :

وَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ : إنَّ مَنْ قَالَ بِالْقَوْلِ الْأَوَّلِ فَقَدْ كَفَرَ وَلَا وَجْهَ لِتَكْفِيرِهِ فَإِنَّ هَذِهِ مَسْأَلَةٌ خَفِيَّةٌ لَيْسَتْ أَدِلَّتُهَا جَلِيَّةً ظَاهِرَةً وَالْكُفْرُ إنَّمَا يَكُونُ بِإِنْكَارِ مَا عُلِمَ مِنْ الدِّينِ ضَرُورَةً أَوْ بِإِنْكَارِ الْأَحْكَامِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَالْمُجْمَعِ عَلَيْهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ . وَاخْتِلَافُ النَّاسِ فِيمَا يُشْرَعُ مِنْ الدُّعَاءِ وَمَا لَا يُشْرَعُ كَاخْتِلَافِهِمْ هَلْ تُشْرَعُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ عِنْدَ الذَّبْحِ ؛ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ مَسَائِلِ السَّبِّ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ .

" Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa barangsiapa mengambil pendapat pertama [yang membolehkannya] ia telah kafir, tak ada alasan untuk mengkafirkannya, karena masalah ini adalah masalah yang samar-samar , dalil-dalilnya tidak jelas dan terang. Kekufuran hanyalah bagi orang yang mengingkari perkara-perkara yang sudah maklum (diketahui) secara darurat merupakan bagian dari agama secara pasti atau mengingkari hukum yang sudah mutawatir dan disepakati (ijma') atau semisal itu.

Dan perbedaan manusia tentang cara berdoa yang di syariatkan dan yang tidak di syariatkan , sama seperti perbedaan mereka tentang hukum membaca sholawat kepada Nabi ketika menyembelih binatang sembelihan . dan itu bukan termasuk dalam permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan mencaci maki salah seorang dari kaum muslimin . " (Majmu' Fatawa 1/106)

Para ulama ummat yang bukan dari kelompok Ahlul hajer wat Tahdzir, tidak ada yang selamat dari pembid’ahan mereka, apalagi yang bukan ulama, bahkan kadang mengkafirkan-nya. Lalu mewajibkan kepada para pengikutnya untuk mentahdzirnya dan menghajernya . Jika ada pengikutnya yang tidak menghajernya, maka dia akan kena hajer. Karena mereka memiliki kaidah sbb :

(إِمَّا أَنْ تُهْجَرَ ذَلِكَ الْمُبْتَدِعَ أَوْ نَهْجُرُكَ).

(Silahkan pilih ! Anda menghajer si ahli bid’ah itu , atau kami menghajer anda).

(مَنْ لَمْ يُبَدِّعِ الْمُبْتَدِعَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)

(Barangsiapa yang tidak membid’ahkan ahli bid'ah, maka dia adalah ahli bid’ah)

Dan sungguh heran seribu heran, terkadang mereka yang suka membid’ahkan, mentahdzir dan menghajer itu adalah orang-orang yang tidak memiliki ilmu agama yang luas dan komprehensip dan tidak memiliki saham dalam mengislamkan dunia, sedangkan orang-orang yang dihajernya kebanyakan adalah para ulama yang telah berpuluh-puluh tahun menelan pahitnya menuntut ilmu dari satu madrasah ke madrasah ilmu lainnya dan telah menyebarkan Islam ke seluruh belahan dunia.

Mereka para tukang tabdi’ juga terbiasa mengeluarkan orang shalih dari golongan orang shalih lalu menetapkannya sebagai golongan orang fasik, sesat dan ahli bid’ah. Itu semua dilakukan hanya karena mereka tidak sependapat dengan kelompoknya.

Mereka banyak memandang rendah dan hina terhadap orang-orang yang berada di luar kelompok mereka dan tidak jarang memberikan vonis sesat dan menyesatkan (dhool mudhill) .

Aliran ini ada beberapa level dalam sisi keras dan kasarnya, diantaranya adalah sbb :

Level 1 alias original : yaitu tukang Cap Ahli Bid’ah pada orang lain yang tidak semanhaj dengan alirannya. Dan memastikan bahwa ahli bid’ah tersebut adalah ahli neraka .

Level kedua alias medium : yaitu tukang cap Kuburiyyun [para penyembah kuburan], dan memvonisnya sebagai ahli neraka.

Dan level ke tiga alias super keras : yaitu tukang cap Kafir, dan sudah barang tentu mereka akan memvonisnya sabagai ahli neraka .

Terkadang mereka berkata:

(هَذَا ضَالٌ، وَذَاكَ مُبْتَدِعٌ، وَالْآخَرُ عِنْدَهُ شِرْكِيَّاتٌ وَكُفْرِيَّاتٌ)

"Ini sesat, dan itu bid'ah, atau selain kelompoknya memiliki keyakinan syirik dan kekafiran".

Kadang mereka menggunakan kata-kata yang lebih reda, yaitu dengan mengatakan :

(هَذَا غَامِضٌ، أَوْ مُتَلَوِّنٌ، أَوْ مُمَيِّعٌ لِمِنْهَجِ السَّلَفِ، أَوْ غَيْرُ وَاضِحٍ، أَوْ سَلَفِيٌّ الظَّاهِرِ مُبْتَدِعُ الْبَاطِنِ)

"Ini samar dan abu-abu. Atau ambigu dan warna warni. Atau lunak, lemah dan lembek dalam bermanhaj Salaf. Atau tidak jelas. Atau yang nampak adalah Salafi tapi batinnya adalah ahli bid'ah."

Sungguh betapa buruk dan busuknya apa yang mereka katakan dan perbuat. 

MEREKA ADALAH KELOMPOK MINORITAS :

Kelompok ahlul hajer wat Tahdzir ini sangat minoritas jumlahnya. Demi untuk meyakinkan bahwa kelompok selainya meskipun mayoritas adalah sesat dan ahli neraka, maka mereka sering mengutip perkataan sebagian ulama salaf yang mengatakan :

عَلَيْكَ بِطَرِيقِ الْحَقِّ وَلَا تَسْتَوْحِشْ لِقَلَّةِ السَّالِكِينَ، وَإِيَّاكَ وَطَرِيقِ الْبَاطِلِ وَلَا تَغْتَرَّ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِينَ.

“Hendaklah engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati dengan sedikitnya orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah dengan jalan kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang diatas jalan kebinasaan”. (Madarijus Salikin, 1: 22).

Untuk meluruskan pemahaman mereka ini, penulis kutip perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah :

"أَمَّا الْفِرَقُ الْبَاقِيَةُ فَإِنَّهُمْ أَهْلُ الشُّذُوذِ وَالتَّفَرُّقِ وَالْبِدَعِ وَالْأَهْوَاءِ. وَلَا تَبْلُغُ الْفِرْقَةُ مِنْ هَؤُلَاءِ قَرِيبًا مِنْ مَبْلَغِ الْفِرْقَةِ النَّاجِيَةِ فَضْلًا عَنْ أَنْ تَكُونَ بِقَدْرِهَا، بَلْ قَدْ تَكُونُ الْفِرْقَةُ مِنْهَا فِي غَايَةِ الْقِلَّةِ. وَشِعَارُ هَذِهِ الْفِرَقِ مُفَارَقَةُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ، فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ كَانَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ."

Adapun golongan lainnya yang tersisa, maka mereka adalah Ahlusy syudzuud (orang-orang keluar dari jalur yang hak), Ahlut-tafarruq (kelompok pemecah belah) , ahlul bid'ah dan ahlul Ahwaa (pengikut hawa nafsu).

Dan golongan dari kalangan ini JUMLAHNYA SEDIKIT tidak mendekati jumlah golongan yang diselamatkan [dari neraka]. Jangankan sebanyak itu, bahkan golongan ini betul-betul sangat sedikit sekali ". [Selesai] [ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]

Ada seorang ulama yang setelah menyebutkan pernyataan Ibnu Taimiyah diatas dia berkata:

"وَالْغَرِيبُ أَنَّهُ خَرَجَ فِي هَذَا الْعَصْرِ مَنْ يَسُمُّي نَفْسَهُ بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ مَعَ تَضَلُّيلِهِمْ لِعَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ. فَتَأَمَّلْ كَيْفَ سَمُّوا فِرْقَتَهُم بِالْجَمَاعَةِ مَعَ أَنَّهَا لَا تُمَثِّلُ وَلَا حَتَّى 0.2% مِنَ الْمُسْلِمِينَ."

(Sungguh aneh bahwa di zaman ini ada orang-orang yang menyebut dirinya Ahlus-Sunnah wa'l-Jama'ah, padahal mereka selalu menganggap sesat semua umat Islam [yang bukan kelompoknya]. Perhatikan bagaimana mereka menamakan kelompok mereka al-Jama'ah padahal tidak mewakilinya bahkan jumlah mereka tidak sampai 0,2% dari seluruh umat Muslim)] [Selesai].

[Di kutip dari artikel : مَنْ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَمَنْ هُمْ أَهْلُ الْبِدْعِ وَالضَّلَالِ؟].

Syekh Muhammad al-Amiin dalam artikelnya : تَفَرُّقَ الْأُمَّةِ إِلَى 73 فَرْقَةً.” Memberikan komentar dengan mengatakan :

أَقُولُ: مِنَ الْمُلَاحِظِ هُنَا أَنَّ جَمِيعَ الْفِرَقِ الضَّالَّةِ -تَقْرِيبًا- تَشْتَرِكُ فِي أَمْرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ زَعَمُهُمْ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ. بَلْ يُرِيدُ بَعْضُهُمْ أَنْ يُقِنَّعَنَا بِأَنَّ فِرْقَتَهُمُ –الَّتِي لَا تَتَجَاوَزُ نِسْبَةً صَغِيرَةً جِدًّا مِنَ الْمُسْلِمِينَ– هِيَ عَلَى الصَّوَابِ وَبَاقِي الْمُسْلِمِينَ عَلَى ضَلَالٍ! وَكُلُّ الْفِرَقِ تَدَّعِي اتِّبَاعَ الْقُرْآنِ، لَكِنَّ بَعْضَهَا يُحَاوِلُ إِنْكَارَ السُّنَّةِ جُزْئِيًّا.

Saya katakan: Yang mencolok di sini adalah bahwa hampir semua aliran sesat memiliki kesamaan satu hal, yaitu klaim mereka : “Bahwa mayoritas umat Islam berada dalam kesesatan”. Bahkan sebagian di antara mereka berusaha meyakinkan kita bahwa aliran mereka - yang jumlah pengikutnya sangat kecil di antara umat Islam - adalah yang hak dan benar, sementara sebagian besar umat Islam lainnya sesat! Semua aliran ini mengaku mengikuti Al-Qur'an [dan As-Sunnah], akan tetapi beberapa di antara mereka ada yang mencoba menolak sebagian Sunnah”. [ Comment Selesai]

**Manusia terburuk adalah manusia yang mulutnya busuk.**

Seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh para manusia karena demi menghindari kebusukan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dan diantara orang-orang yang dibenci mulutnya adalah tukang ghibah dikemas dengan tahdzir.

Syeikh al-Muhaddits Abdul Muhsin al-Abbaad berkata tentang tukang ghibah yang berkemas tahdzir :

"وَلَا يَنْتَهِي الْعَجَبُ إِذَا سَمِعَ عَاقِلٌ شَرِيطًا لَهُ يَحْوِيَّ تَسْجِيلًا لمكالمة هاتفية طَوِيلَةً بَيْنَ المَدِينَةِ وَالْجَزَائِرِ، أَكَلَ مِنْهَا الْمَسْؤُولَ لُحُومَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَأَضَاعَ فِيهَا السَائِلَ مَالَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَقَدْ زَادَ عَدَدُ الْمَسْؤُولِ عَنْهُمْ فِي هَذَا الشَّرِيطِ عَلَى ثَلَاثِينَ شَخْصًا، فِيهِمُ الْوَزِيرُ وَالْكَبِيْرُ وَالصَّغِيرُ، وَفِيهِمْ فِئَةٌ قَلِيلَةٌ غَيْرُ مَأْسُوفٌ عَلَيْهِمْ".

“Dan tidak akan berhenti keheranan ketika seorang yang berakal mendengar kaset yang berisi percakapan telepon panjang antara Madinah dan Aljazair melalui sebuah pita rekaman, di mana orang yang ditanya tersebut memakan daging banyak orang dari kalangan Ahlus Sunnah sementara orang yang bertanya kepadanya telah menghambur-hamburkan harta tanpa hak.

Jumlah orang yang ditanya tersebut terus bertambah dalam rekaman kaset ini hingga mencapai tiga puluh orang, termasuk di antaranya seorang menteri, orang-orang berpangkat tinggi, dan orang-orang berpangkat rendah. Dalam kelompok ini, ada kelompok kecil yang disayangkan nasibnya”. 

Dalam hadits 'Urwah bin Zubair disebutkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha telah mengabarkan kepadanya :

 أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلَانَ لَهُ الْكَلَامَ فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ مَا قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ فِي الْقَوْلِ فَقَالَ أَيْ عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ تَرَكَهُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

Bahwasannya ada seorang lelaki minta izin kepada Nabi --, maka beliau bersabda :

"Izinkanlah dia, sejelek-jeleknya saudara dari seluruh keluarganya atau anak dari seluruh keluarganya."

Setelah orang itu duduk, Nabi -- bermuka ceria di hadapannya dan menyambut hangat orang itu.

Setelah lelaki tersebut pergi, Aisyah bertanya kepada beliau : "Wahai Rasulullah, saat engkau melihat lelaki itu, engkau katakan kepadanya begini dan begini. Selanjutnya engkau berseri-seri di hadapannya dan senang kepadanya?

Rasulullah -- menjawab : "Wahai Aisyah, kapan engkau mengenalku sebagai orang yang keji? . Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia demi menghindari kejahatannya (kejahatan mulutnya dan perbuatannya) ." [ HR. Bukhari no. 6131].

Syarah Hadits :

(اتَّقَاءُ فَحْشِهِ) أيْ لِأَجْلِ قَبِيحِ قَوْلِهِ وَفِعْلِهِ.

Makna ; (demi menghindari kejahatannya), yakni : kejahatan mulutnya dan perbuatannya ." [Baca : at-Taysiir Bi Syarh al-Jaami ash-Shoghiir 1/321 dan as-Siroojul Muniir 2/95].

Dalam lafadz Bukhory no 6032 :

(يَا عَائِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ)

" Wahai Aisyah , sesungguhnya seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yg di tinggalkan oleh manusia karena demi menghindari keburukannya".

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

"قَوْله: (اِتِّقَاءُ شَرِّهِ) أَيْ قُبْح كَلَامِهِ".

Makna (demi menghindari kebusukannya), maksudnya adalah : keburukan perkataannya . [Fathul Baari 10/455. Dan Baca pula : al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaaj karya at-Ityuubi al-Luluwi 40/641].

Orang yang dimaksud dalam hadits adalah Uyaynah bin Hishen (عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ), yang sebelumnya pernah datang ke rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. [Lihat Fathul Bari 10/455].

Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

" أَخْرَجَهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ قَالَ جَاءَ عُيَيْنَةُ بْنُ حِصْنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ عَائِشَةُ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ أَلَا أَنْزِلُ لَكَ عَنْ أَجْمَلَ مِنْهَا فَغَضِبَتْ عَائِشَةُ وَقَالَتْ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا أَحْمَقُ وَوَصَلَهُ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ جَرِيرٍ".

Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari Abu Muawiyah dari Al-A'mash dari Ibrahim Al-Nakha'i bahwa ia mengatakan Uyaynah bin Hishen datang kepada Nabi ﷺao, dan Aisyah bersamanya. Dia berkata, "Siapa ini?" Dia berkata : "Umm al-Mu'minin."

Dia berkata : “Maukah engkau , aku gantikan untuk engkau istri yang lebih cantik darinya?” Aisyah marah dan berkata : “Siapa ini?” . Beliau berkata : "Dia orang dungu".

Dan ath-Thabrani menyambungkan sanadnya dari hadits jarir . [Lihat Fathul Bari 10/455]

Lalu Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :

" وَقَدْ كَانَ عُيَيْنَةُ ارْتَدَّ فِي زَمَنِ أَبِي بَكْرٍ وَحَارَبَ ثُمَّ رَجَعَ وَأَسْلَمَ وَحَضَرَ بَعْضَ الْفُتُوحِ فِي عَهْدِ عُمَرَ".

Uyaynah murtad pada masa Abu Bakar dan memeranginya , kemudian kembali dan memeluk Islam serta mengikuti beberapa penaklukan pada masa Umar.” [Lihat Fathul Bari 10/455]

Syeikhul Islam, Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmatinya- berkata:

مَن لَهُ فِي الْأُمَّةِ لِسَانُ صِدْقٍ بِحَيْثُ يُثْنَى عَلَيْهِ وَيُحْمَدُ فِي جَمَاهِيرِ أَجْنَاسِ الْأُمَّةِ، فَهُؤُلَاءِ أُؤَمَّةَ الْهُدَى وَمِصَابِيحُ الدُّجَى.

'Orang yang di hati umat terdapat lisan kejujuran, sehingga dengan jujur dia dipuji dan disanjung di khalayak mayoritas dari berbagai macam kalangan umat ini, maka mereka adalah imam-imam pembahwa hidayah dan lentera-lentera yang menyinari kegelapan.'" [Baca : Majmu’ al-Fataawaa 11/43].

*****

ISTILAH-ISTILAH YANG MELEKAT PADA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR

Kelompok yang bermanhaj Tajassus, Hajer dan Tahdzir ini memiliki banyak ungkapan kalimat yang masyhur yang senantiasa melekat pada lisan mereka . Diantaranya adalah sbb :

TAJASSUS (تَجَسُّسٌ): Maknanya adalah mencari-cari kesalahan orang lain dengan menyelidikinya atau memata-matainya .

TAHDZIR (تَحْذِيْرٌ) : Yang dimaksud Tahdzir di sini artinya menyebar luaskan peringatan atau warning atau mewanti-wanti pada kaum muslimin agar menjauhi seseorang yang dianggap sesat. 

Tahdzir makna asalnya adalah memperingatkan dari yang membahayakan atau yang menakutkan

HAJR (هَجْرٌ) : Pemboikotan atau Isolir. Yang dimaksudkan hajr disini adalah meninggalkan orang yang dianggap menyelisihi kebenaran, yaitu ahli bid’ah atau pelaku maksiat, dengan tidak menjalin komunikasi dengannya, tidak duduk bersamanya, tidak bicara dan tegur sapa dengannya serta sikap-sikap lainnya

Atau Hajr adalah meninggalkan, memboikot ahli bid’ah atau pelaku maksiat. Yakni mengisolir orang yang dianggap menyelisihi (al haq) dengan cara tidak melakukan mujalasah (duduk bersama, berinteraksi) dan tidak mukalamah ( tidak saling tegur sapa dan tidak saling salam) dengan nya.

Referensi : https://almanhaj.or.id/28184-jika-hajr-terjadi.html

JARH (جَرْحٌ) atau TAJRIIH (تَجْرِيْحٌ) : mencela atau menerangkan aib seseorang yang dapat menjatuhkan kredibillitas (keadilan) seseorang.

TABDI’ (تَبْدِيْعٌ) : Membid’ahkan atau menghukumi seseorang sebagai mubtadi’ (Ahlul Bid’ah)

Bid’ah menguji manusia dengan perseorangan : maksudnya adalah jika ada seseorang yang ditahdzir, maka kita harus turut mentahdzirnya. Jika kita tidak mentahdzirnya maka kita juga ditahdzir.

TAQOOTHU’ (تَقَاطُعٌ) : Ia adalah saling memutus hubungan.

MUMAYYI’ (مُمَيِّعُ) : Ia adalah orang yang bermanhaj lunak, lembek dan lemah terhadap Ahlul Bid’ah.

*****

DIANTARA KAIDAH DALAM MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR:

Yaitu diantaranya :

(مَنْ لَمْ يُبَدِّعِ الْمُبْتَدِعَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)

(Barangsiapa yang tidak membid’ahkan ahli bid'ah, maka dia adalah ahli bid’ah)

atau

(يُهْجَرُ مَنْ لَا يَهْجَرُ الْمُبْتَدِعُ)

(Orang yang tidak menghajer ahli bid’ad maka dia harus dihajer)

atau

(إِمَّا أَنْ تُهْجَرَ ذَلِكَ الْمُبْتَدِعَ أَوْ نَهْجُرُكَ).

(Silahkan pilih ! Anda menghajer si ahli bid’ah itu , atau kami menghajer anda).

Manhaj lainnya :

(كُلَّ مَنْ وَقَعَ فِي الْبِدْعَةِ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ)

“setiap orang yang terjerumus ke dalam satu bid'ah ; maka dia adalah ahli bid’ah” .

Dan juga ungkapan mereka :

(الْبِدْعَةُ شَرٌّ مِنَ الْمَعْصِيَةِ)

Bahwa 'bid'ah lebih buruk daripada maksiat [termasuk zina , mabuk dan membunuh].'

Hingga sampai pada kalimat terbusuk tentang orang-orang yang kena hajer dan tahdzir :

(هُمْ أَضَرَّ عَلَيْنَا مِنَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى)

"Mereka lebih berbahaya bagi kami daripada Yahudi dan Nasrani".

Atau

الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأَبُو لَهَبٍ وَأَبُو جَهْلٍ أَهْدَى مِنْ هَؤُلَاءِ

"Orang Yahudi dan orang Nasrani, Fir'aun, Haman, Abu Lahab, dan Abu Jahal lebih  benar dan lebih sesuai hidayah dari pada mereka."

Perkataan mereka ini mirip dan ada kesamaan dengan pernyataan orang-orang Yahudi pada zaman Nabi , sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman [QS. An-Nisaa : 51].

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

"فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."

Banyak orang yang menceritakan tentang golongan-golongan ini yang senantiasa memvonis berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah. Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.

Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]]

*****

PILAR & RUKUN DAKWAH MANHAJ AHLUL HAJR WAT TAHDZIR:

Kelompok Ahlul Hajr wat-Tahdzir ini memiliki banyak rukun Dakwah, diantaranya adalah sbb :

1]. Tajassus. 2] Su’udz Dzon. 3]. Hajer. 4] Tahdzir. 5]. Memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin .

Rukun-rukun ini tidak akan muncul kecuali dari jiwa-jiwa yang merasa dirinya exclusive, merasa takjub dan terpukau dengan ibadahnya, kesalehannya dan manhaj ciptaan-nya. Mereka berkewajiban menyakini bahwa seluruh kaum muslimin yang menyelisihi mereka adalah sesat dan pasti ahli neraka . Dan wajib pula bagi mereka untuk keluar memisahkan diri dari selain golongannya; sebagai bentuk nahyi munkar katanya, karena jika tidak maka berdosa berdekatan dengan selainnya atau najis . 

Ini adalah bagian dari pada ciri-ciri khas kaum khawarij yang di isyaratkan dalam hadits-hadits Nabi . Begitu pula ciri-ciri yang terdapat pada kaum khawarij yang dibantai oleh Ali bin Abi Thalib di Nahrawan. Slogan mereka diantaranya adalah : “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah”, yakni al-Qur’an , dan dulu belum ada kitab hadits .

Rosulullah menggambarkan semangat dan ketekunan kaum khawarij dalam ibadah dengan kata-kata yang simple . Beliau tidak menyalahkan cara ibadah mereka, akan tetapi beliau menyalahkan dampak negatif manhajnya, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim (1066) :

Dari Zaid bin Wahb Al-Juhany : Ketika dia bersama pasukan Ali (ra) yang berangkat untuk memerangi Khawarij. Maka Ali (ra) berkata : “Wahai manusia, aku mendengar Rasulullah bersabda :

( يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَلَا صَلَاتُكُمْ إِلَى صَلَاتِهِمْ بِشَيْءٍ، وَلَا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسِبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهِمْ)

 “Akan datang satu kaum dari umatku, mereka membaca Al-Quran, bacaan Al-Quran kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apa-apanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Quran dan mengira bahwa itu dalil membenarkan mereka padahal itu dalil menyalahkan mereka..”[HR. Imam Muslim (1066)]

Begitu pula gambaran yang digambarkan oleh Ibnu Abbas tentang mereka . Dia pernah mendatangi kaum Khawarij dan sempat berdebat dengan mereka dengan sebuah perdebatan yang masyhur dalam sejarah . Setelah Ibnu Abbas kembali maka dia bercerita . Diantaranya dia bercerita :

فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا ثِفَنُ الْإِبِلِ [أيْ غَلِيْظَة]، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُودِ

Lalu aku pun masuk ke tengah-tengah kaum yang aku tidak pernah melihat orang yang puncak semangat dan kesungguhan dalam ibadahnya yang melebihi mereka, tangan-tangan mereka seperti lutut unta (kasar karena banyak bersujud), dan wajah-wajah mereka terdapat tanda-tanda BEKAS SUJUD. 

[Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 10/157 no. 18678 dan Baihaqi dalam al-Kubra 8/179 ]. Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ 6/239:

" رواه الطبراني وأحمد ببعضه ورجالهما رجال الصحيح ".

" Diriwayatkan oleh Al-Tabarani dan Ahmad dengan sebagiannya, dan perawi mereka adalah para perawi kitab Ash-Shahih".

Lihat pula : Fathul Baari 12/289 , al-Bahr al-Muhith ats-Tsajjaaj 20/228 dan Masyaariqul Anwaar al-Wahhaajah 3/492 .

Dan dari Jundub radhiyallahu 'anhu , dia berkata:

" لَمَّا فَارَقَتِ الْخَوَارِجُ عَلِيًّا خَرَجَ فِي طَلَبِهِمْ، ‌وَخَرَجْنَا ‌مَعَهُ، ‌فَانْتَهَيْنَا ‌إِلَى ‌عَسْكَرِ ‌الْقَوْمِ، ‌وَإِذَا ‌لَهُمْ ‌دَوِيٌّ ‌كَدَوِيِّ ‌النَّحْلِ ‌مِنْ ‌قِرَاءَةِ ‌الْقُرْآنِ، وَإِذَا فِيهِمْ أَصْحَابُ الثَّفِنَاتِ، وَأَصْحَابُ الْبَرَانِسِ".

Ketika kaum Khawarij memisahkan diri meninggalkan Ali (radhiyallahu 'anhu), maka beliau pergi mengejar mereka, dan kami pergi bersamanya, hingga kami tiba di tempat pasukan kaum Khawarij , tiba-tiba terdengar dari mereka suara seperti suara dengung lebah dari gemuruh suara mereka baca Al-Qur'an, ternyata tangan-tangan mereka kasar seperti dengkul unta (karena banyak bersujud) dan memakai baju burnus ( baju luar panjang bertutup kepala). [Al-Haytsami dalam al-Majma' 6/242 no. 10451 ]

YAKNI : mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, mereka mengira bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah murni untuk beribadah, menghabiskan waktunya dan mengorbankan segalanya untuk Allah , karena begitu besar semangatnya dalam beribadah, terutama ibadah shalat dan banyak bersujud sehingga membuat telapak tangan dan lututnya menjadi kasar seperti dengkul unta .

Dan tanpa mereka sadari bahwa doktrin-doktrin mereka membawa kehancuran pada umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khsususnya. Jadi, kaum Khawarij ini menggabungkan antara kebaikan lahiriah dan kerusakan batiniyiah.

Kebaikan yang nampak dalam ibadah yakni dalam hal apa yang ada antara dia dan Allah. Adapun apa yang ada di antara dia dan manusia adalah membuat kehancuran.

Dan apa yang ada antara dia dan Allah adalah 'aqidah ghuluww [keyakinan ekstrem], meskipun ada unsur ibadah di dalamnya, namun itu ghuluww [berlebihan].

Itulah sebabnya Rasulullah  berkata tentang mereka: Mereka adalah makhluk yang paling buruk.

Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata:

"وَلِهَذَا يَحْتَاجُ الْمُتَدَيِّنُ الْمُتَوَرِّعُ إلَى عِلْمٍ كَثِيرٍ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْفِقْهِ فِي الدِّينِ وَإِلَّا فَقَدَ يُفْسِدُ تَوَرُّعُهُ الْفَاسِدَ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُهُ كَمَا فَعَلَهُ الْكُفَّارُ وَأَهْلُ الْبِدَعِ مِنْ الْخَوَارِجِ وَالرَّوَافِضِ وَغَيْرِهِمْ".

“Untuk itu, bagi orang yang bertaqwa [Waroo'] perlu memiliki banyak pengetahuan tentang Kitab, Sunnah, dan fikih dalam agama. Jika tidak, maka keshalehannya yang rusak dapat merusak lebih parah dari pada yang memperbaikinya , seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan para ahli bid'ah dari Khawarij, Rawafidh dan lainnya. [ Majmu al-Fataawaa 20/141-142]

*****

BERIKUT INI PENJELASAN SEBAGIAN RUKUN DAKWAH MEREKA :

Rukun Dakwah Pertama : Wajib Tajassus atau Imtihaan.

Yaitu wajib menguji manhaj orang yang baru dikenal dan mencari-cari kesalahannya, terutama terhadap orang lain yang berbeda pendapat dengan golongannya dalam masalah furu’iyyah ijtihadiyyah. Standar kesalahannya adalah kesalahan versi syeikh mereka. Mereka kemas dengan istilah Tashfiyatush shufuuf  [Pemurnian barisan].

Rukun Dakwah Kedua : Wajib Su’udzon .

Wajib berprasangka buruk terhadap orang yang baru kenal, maka wajib bertajassus dan mengujinya sebelum mendekatinya . Alasannya untuk berjaga-jaga dan antisipasi agar tidak terjerumus dalam perbuatan duduk-duduk dengan ahli bid’ah; karena itu adalah perbuatan dosa.  Jangankan duduk-duduk bersamanya, memberi salam padanya pun sudah termasuk perbuatan dosa dan haram .

Rukun Dakwah ke tiga : Wajib Tahdzir .

Yaitu wajib ghibah terhadap siapa saja yang dianggap yang berbeda pendapat dengan golongannya . Wajib mencelanya, mencacinya, melecehkannya dan menjatuhkan kehormatannya dan nama baiknya , yang mereka kemas dengan Nahyi Munkar bil Lisaan.

Salah satu syarat tahdzir nya adalah harus melekatkan label-label buruk, diantaranya : label Ahlul Bid’ah, Ahludh Dhollaal [sesat], Ahlul Ahwa [hawa nafsu], Ahlusy Syubhaat, Kholafiyyuun, Kuburiyyun, Ubbaadul Qubuur, Maghruuriin, Mumayyi’iin dan lain sebaganya.

Alasan dan tujuanya adalah : agar semua orang tahu dan waspad akan kesesatannya, agar mereka menjauhinya dan agar mereka tidak ketularan kesesatan bid’ah dan kekufurannya .

Mereka berkata :

إِحْذَرُوهُمْ، لَا تَأْخُذُوا الْعِلْمَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ !!!.

“Waspadalah kalian terhadap mereka , janganlah kalian ambil ilmu dari ahli bid'ah !!!.

Rukun Dakwah ke empat : Wajib Hajer.

Yaitu wajib mengucilkan siapapun yang berbeda pendapat dengan golongannya meskipun dalam masalah-masalah furuu’iyyah ijtihadiyyah . Dan wajib keluar memisahkan diri dari kaum muslimin yang berbeda pendapat dengannya .

Alasannya adalah :

Pertama : bahwa yang hak dan benar itu cuma satu, tidak boleh berbilang. Dan yang benar itu pasti pendapat syeikh mereka .

Kedua : bergaul dengan yang bukan golongannya , sama saja hukumnya dengan tolong menolong dalam perbuatan dosa.

Oleh karena itu wajib bagi mereka memisahkan diri dari selain golongannya, jika tidak maka berdosa, dan dosanya lebih besar dari segala macam dosa kemaksiatan , termasuk berzina dan membunuh sekalipun. Karena menurut golongan ini dosa pelaku bid’ah dampaknya jauh lebih luas pada agama dan umat. Berbeda dengan dosa maksiat , dampaknya hanya pada individu .

Adapula yang berkeyakinan bahwa selain golongannya adalah musyrik dan hukum bersentuhan dengannya adalah najis.

*****

SIKAP PARA ULAMA SALAFUSH-SHOLEH DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN:

Syeikh Muhammad Hassuunah dalam “تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ” ketika menggambarkan tentang sikap dan karakter para ulama salaf dahulu , dia berkata :

كَانُوا – رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى - دُعَاةَ صِدْقٍ وَبِرٍّ ، طَاهِرُوا الْجِنَانِ مَعَ الْبُنَانِ، أَعْفَةَ اللِّسَانِ وَالسِّنَانِ، الْأَمْرُ الَّذِي حَجَبَهُمْ عَنِ إِطْلَاقِ الْأَحْكَامِ – كُلَّ الْأَحْكَامِ- عَلَى الْأَنَامِ - كُلَّ الْأَنَامِ- إِلَّا بَعْدَ بَيَانِ تَلْوَ بَيَانٍ.

بَلْ وَعِنْدَ تَيَقُّنِ الْمُخَالَفَةِ كَانُوا صَبْرًا ، فَسَتَرُوا وَتَضَرَّعُوا وَنَصَحُوا ، كَرَّرُوا النُّصْحَ تَكْرِيرًا ، صَبَرُوا عَلَى الْمُخَالِفِ وَصَابَرُوا بَلْ رَابَطُوا بُغْيَةِ التَّجْمِيلا.

Mereka ini ( para Ulama Salaf dulu ) adalah para dai yang jujur dan baik , hati mereka bersama ujung jarinya sama-sama suci bersih , selalu menjaga kehormatan lisan dan ujung tombak , mereka selalu menjaga dalam memvonis hukum terhadap manusia , bahkan seluruh umat manusia . Kecuali setelah ada penjelasan demi penjelasan .

Bahkan ketika mereka tahu persis bahwa orang yang menyelisihinya itu yakin salah , akan tetapi mereka bersabar menghadapinya , maka mereka merahasiakan kesalahannya , dengan cara merendahkan diri sambil menasihatinya , terus mengulang-ulang dalam menasihatinya.

Mereka begitu sangat sabar dalam menghadapi orang yang menyelisihinya [yakni : berbeda pendapat], padahal dia sangat jelas salahnya , mereka akan terus men-sabarkan diri , bahkan mereka mengikat orang yang menyelisihinya dengan ikatan yang sangat indah , bahkan puncaknya keindahan . ( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )

Lalu Syeikh Muhammad Hassuunah berkata :

لَمْ يُعْجِلُوا - فِي الْحُكْمِ بِالِابْتِدَاعِ تَعْيِيْنًا وَالسَّبَّ - عَجْلَةَ النَّسْنَا

لَمْ يَتَسَابَقُوا فِيهِ تَسَابُقَ الْفِرَاشِ إِلَى نَارِ إِينَاسٍ

بَلْ كَانُوا سَادَةَ النَّاسِ، وَبِمُقَتَّضَى تِلْكَ السِّيَادَةِ سَادُوا

Mereka para ulama salaf dahulu tidak terburu-buru - dalam menghukimi bid’ah tertentu dan tidak tergesa-gesa mencelanya – apalagi dengan cepat kilat .

Mereka para ulama salaf tidak berlomba-lomba di dalamnya, seperti berpacunya kupu-kupu malam menuju api Inas, tetapi mereka adalah manusia-manusia terhormat, dan dengan standar kehormatan , mereka benar-benar terhormat”.

( Baca : تِتِمَّةُ الْبَيَانِ فِي ضَابِطِ الْحُكْمِ عَلَى الْأَعْيَانِ )

=====

FATWA DAN PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANG
MANHAJ TAJASSUS, TABDI’, HAJR DAN TAHDZIR

*****

PERTAMA : PERNYATAAN SYEIKH ABDUL MUHSIN AL-‘ABBAAD

Perkataan Al-Allamah al-Muhaddits asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr dalam artikelnya :

الحثُّ عَلَى اتِّبَاعِ السُّنَّةِ وَالتَّحْذِيرِ مِنَ الْبِدَعِ وَبَيَانِ خَطَرِهَا

"Anjuran untuk mengikuti Sunnah dan peringatan dari bid'ah serta penjelasan tentang bahayanya."

Pada halaman 24-26 , Syeikh al-Abbad berkata :

بِدْعَةُ امْتِحَانِ النَّاسِ بِالْأَشْخَاصِ

"Bid'ah manhaj imtihan [menguji keshalihan] manusia dengan dimintai pendapat tentang sosok-sosok tertentu."

[Contoh Manhaj Imtihan atau Tajassus :

Sesesorang telah menghajr [memboikot] Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad , lalu dia bertanya pada orang lain : bagaimana menurut anda tentang Syeikh Abdul Muhsin al-‘Abbaad?

Jika jawaban orang tersebut berisi pujian baginya , maka dia harus dihajer.

Namun jika isi jawabanya itu berupa celaan terhadap syeikh, maka dia akan ditanya lagi : Apakah anda meng-hajr-nya ?. Jika jawabannya : “tidak”, maka dia harus di hajer.

Namun jika jawabannya : “Ya” , maka dia selamat dari hajr, dan dimasukkan dalam golongan ashlissunnah wal jama’ah bahkan termasuk yang bermanhaj salafush sholih. Pen ]

Lalu Syeikh al-Abbaad menjelaskannya :

وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ مَا حَدَثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ امْتِحَانِ بَعْضِ أَهْلِ السُّنَّةِ بَعْضًا بِأَشْخَاصٍ، سَوَاءٌ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَى الْامْتِحَانِ الجَفَاءَ فِي شَخْصٍ يُمْتَحَنُ بِهِ، أَوْ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَيْهِ الْإِطْرَاءُ لِشَخْصٍ آخَرَ، وَإِذَا كَانَتْ نَتِيجَةُ الْامْتِحَانِ مُوَافِقَةً لِمَا أَرَادَهُ المُمْتَحِنُ ظَفِرَ بِالتَّرْحِيبِ وَالْمُنْدَحِ وَالثَّنَاءِ، وَإِلَّا كَانَ حَظُّهُ التَّجْرِيحُ وَالتَّبْديعُ وَالهَجْرُ وَالتَّحْذِيرُ .

"Dan di antara bid'ah yang munkar yang terjadi pada zaman ini adalah munculnya manhaj ujian sebagian ahli sunnah terhadap sesama dengan penilaian dan tanggapannya terhadap sosok individu [seperti tentang syeikh fulan]. Baik itu dengan niat untuk menjatuhkan seseorang yang diuji, atau dengan niat memuji individu lain. Jika hasil ujian sesuai dengan keinginan penguji, maka dia akan mendapatkan sambutan, pujian, dan sanjungan. Namun, jika tidak sesuai, nasibnya akan dihantam oleh Jarh [celaan], Tabdi’ [pembid’ahan], Hajr [boikot] dan tahdzir [peringatan agar dijauhi].

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :

وَهذِهِ نَقُولُ عَنْ شَيْخِ الْإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ في أولها التَّبْديعِ فِي الْامْتِحَانِ بِأَشْخَاصٍ لِلْجَفَاءِ فِيهِمْ، وَفِي آخَرِهَا التَّبْديعُ في الامتحان بِأَشْخَاصٍ آخَرِينَ لإِطْرَائِهِمْ.

قَالَ رحمه الله فِي مَجْمُوعِ الْفَتَاوَى (3/413-414) فِي كَلَامٍ لَهُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ: "وَالصَّوَابُ هُوَ مَا عَلَيْهِ الْأَئِمَّةُ، مِنْ أَنَّهُ لَا يُخَصُّ بِمَحَبَّةٍ وَلَا يُلْعَنُ، وَمَعَ هَذَا فَإِنْ كَانَ فَاسِقًا أَوْ ظَالِمًا فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ لِلْفَاسِقِ وَالظَّالِمِ، لَا سِيمَا إِذَا أَتَى بِحَسَنَاتٍ عَظِيمَةٍ، وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ فِي صَحِيحِهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوَّلُ جَيْشٍ يَغْزُو الْقُسْطُنْطِينِيَّةَ مَغْفُورٌ لَهُ"، وَأَوَّلُ جَيْشٍ غَزَاهَا كَانَ أَمِيرُهُمْ يَزِيدُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، وَكَانَ مَعَهُ أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ..."

فَالْوَاجِبُ الِاقْتِصَادُ فِي ذَلِكَ، وَالِاعْرَاضُ عَنْ ذِكْرِ يَزِيدِ بْنِ مُعَاوِيَةَ وَامْتِحَانِ الْمُسْلِمِينَ بِهِ؛ فَإِنَّ هَذَا مِنَ الْبِدْعِ الْمُخَالِفَةِ لِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ.

Inilah yang telah diceritakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Di awalnya pembid’ahan orang yang diuji dengan maksud menjatuhkan individu yang diuji, dan di akhirnya pembid’ahan yang diuji dengan maksud untuk memuji individu lain [yaitu syeikhnya]."

Syaikh Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu' al-Fatawa (3/413-414) dalam keterangannya tentang Yazid bin Muawiyah: "Yang benar adalah apa yang diakui oleh para imam, bahwa tidak dikhususkan untuk di cintai dan tidak pula untuk dilaknat. Meskipun demikian, jika seandainya dia adalah seorang fasiq atau zalim, maka Allah masih dapat memberi ampun kepada fasiq dan zalim, terutama jika dia membawa kebaikan yang besar.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Sahihnya dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhumā bahwa Nabi bersabda:

'Orang pertama yang menaklukkan Konstantinopel akan diampuni dosanya,'

Sementara tentara pertama yang menaklukkan kota tersebut dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah, dan bersamanya adalah Abu Ayyub al-Anshari ..."

Oleh karena itu, yang diwajibkan adalah berhati-hati dalam hal ini, dan menjauhi pembahasan tentang Yazid bin Muawiyah serta menguji umat Islam dengannya. Sebab, hal ini termasuk dalam bid'ah yang bertentangan dengan ahlus sunnah wal jama'ah.

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad melanjutkan perkataannya :

وَقَالَ (3/415): "وَكَذَلِكَ التَّفْرِيقُ بَيْنَ أُمَّتِهِ وَامْتِحَانِهِم بِهِ مَا لَا يَأْمُرُ اللَّهُ بِهِ وَلَا رَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".

وَقَالَ (20/164): "وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُنْصِبَ لِأُمَّتِهِ شَخْصًا يَدْعُو إِلَى طَرِيقَتِهِ، وَيُوَالِي وَيُعَادِي عَلَيْهَا غَيْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا يُنْصَبُ لهُم كَلامًا يُوَالِي عَلَيْهِ وَيُعَادِي غَيْرَ كَلَامِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَا اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِ الْأُمَّةِ، بَلْ هَذَا مِنْ فِعْلِ أَهْلِ الْبِدَعِ الَّذِينَ يُنْصِبُونَ لِأُمَّتِهِمْ شَخْصًا أَوْ كَلَامًا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْأُمَّةِ، يُوَالُونَ بِهِ عَلَى ذَلِكَ الْكَلَامِ أَوْ تِلْكَ النِّسْبَةِ وَيُعَادُونَ".

Ibnu Taimiyah juga berkata dalam Majmu' al-Fatawa (3/415): "Demikian juga, memecah belah antara umatnya dan menguji mereka dengan hal-hal yang Allah dan Rasul-Nya tidak perintahkan."

Dan beliau juga mengatakan (20/164): "Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk menunjuk dan menetapkan seseorang yang mengajak kepada jalan orang tersebut, lalu bermuwaalah [membangun loyalitas] dan bermu’aadah [membangan kebencian dan permusuhan] berdasarkan hal itu, selain dari pada bermuwalah dan bermu’adah kepada Nabi .

Dan tidak seharusnya ada penetapan bagi mereka perkataan yang harus mereka sukai [muawaalah] atau benci [mu’aadah], selain dari firman Allah dan sabda rasul-Nya, serta apa yang telah disepakati secara ijma’ oleh umat.

Bahkan ini adalah perbuatan ahli bid'ah yang menetapkan bagi umat, seseorang atau perkataan yang memecah belah umat, yang mengaruskan mereka menyukai [muawaalah] dan membenci [mu’aadah] berdasarkan perkataan atau nisbat tersebut."

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :

وقال – رحمه الله – ( 28/15-16) : "فَإِذَا كَانَ الْمُعَلِّمُ أَوْ الْأُسْتَاذُ قَدْ أَمَرَ بِهَجْرِ شَخْصٍ، أَوْ بِإِهْدَارِهِ وَإِسْقَاطِهِ، وَإِبْعَادِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ نَظَرَ فِيهِ: فَإِذَا كَانَ قَدْ فَعَلَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءٍ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يُحَزِّبُوا النَّاسَ، وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبُغْضَاءَ، بَلْ يَكُونُوا مِثْلَ الْإِخْوَةِ الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: '... وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَ لَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ'".

Dan Syeikhul Islam – rahimahullah- berkata : "Jika ada seorang mu’allim [guru] atau Ustadz memerintahkan untuk menghajer [menjauhi] seseorang, atau menjatuhkan nama baiknya dan menjauhinya, serta mengasingkannya, dan yang sejenisnya ; maka harus mempertimbangkannya. Jika orang tersebut telah melakukan dosa syar'i, maka tidak dibenarkan menghukumnya demi kepentingan pendapat seorang mu’allim [guru] atau lainnya .

Para mu’allim [guru] tidak diperkenankan membuat manusia menjadi berkelompok-kelompok, dan melakukan hal-hal yang menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Sebaliknya, mereka seharusnya seperti saudara-saudara yang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya’." (QS. Al-Maidah: 2)". [Baca : Majmu' al-Fatawa (28/15-16)]

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :

وَلَوْ ساغ امَّتَحَانَ النَّاس بِشَخْصٍ فِي هَذَا الزَّمَانِ لمعِرَفَةٍ مَنْ يَكُونُ مِنْ أهلِ السُّنَّةِ أَوْ غَيْرِهِمْ بِهَذَا الِامْتِحَانِ، لَكَانَ الْأَحَقَّ وَالْأَوْلَى بِذَلِكَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ وَمُفَتِّي الدُّنْيَا وَإِمَامُ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي زَمَانِهِ، شَيْخُنَا الشَّيْخُ عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَازٍ، الْمُتَوَفَّى فِي 27 مِنْ شَهْرِ المحرم عَامَ 1430 هـ، رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَفَرَ لَهُ وَأَجْزَلَ لَهُ المَثُوبَةَ، الَّذِي عرفَه الخاص وَالْعَامَّ بِسَعَةِ عِلْمِهِ وَكَثْرَةِ نَفْعِهِ وَصِدْقِهِ وَرِفَقِهِ وَشَفَقَتِهِ وَحِرْصِهِ عَلَى هِدَايَةِ النَّاسِ وَتَسْدِيدِهِمْ، نَحْسِبُهُ كَذَلِكَ ولَا نُزكِّي عَلَى اللهِ أحَدًا ، فَقَدْ كَانَ ذَا مِنْهَجٍ فَذٍّ فِي الدَّعْوَةِ إلَى اللَّهِ وَتَعْلِيمِ النَّاسِ الْخَيْرَ، وَأَمَرَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيِهِمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، يَتَّسِمُ بِالرِّفْقِ وَاللِّينِ فِي نُصِحِهِ وَرُدُودِهِ الْكَثِيرَةِ عَلَى غَيْرِهِ، مَنْهَجٌ يجمع ولم يُفَرِّق ويلم ولا يمزق ، وَيُسَدِّدُ وَلَا يُبَدِّدُ، وَيُيَسِّرُ وَلَا يُعَسِّرُ، وَمَا أَحْوَجَ الْمُشْتَغِلِينَ بِالْعِلْمِ وَطَلَبَتِهِ إلَى سُلُوكِ هَذَا الْمَسْلَكِ الْقَوِيْمِ وَالْمَنْهَجِ الْعَظِيمِ؛ لِمَا فِيهِ مِنْ جَلْبِ الْخَيْرِ لِلْمُسْلِمِينَ وَدَفَعِ الضَّرَرِ عَنْهُمْ

Jika layak diperkenankan untuk menguji orang-orang pada zaman ini dengan tanggapannya terhadap sosok [syeikh] tertentu untuk mengetahui siapa yang termasuk Ahlus Sunnah atau yang bukan dengan menggunakan ujian ini, maka yang lebih tepat dan lebih utama dalam hal tersebut adalah Syaikhul Islam, Mufti Dunia, dan Imam Ahlus Sunnah pada zamannya, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang meninggal dunia pada tanggal 27 Muharram tahun 1430 H. Semoga Allah merahmatinya, mengampuninya, dan memberinya pahala yang besar.

Beliau dikenal baik oleh kalangan khusus maupun umum karena kedalaman ilmunya, banyak manfaat yang diberikannya, kejujurannya, kelembutannya, kasih sayangnya, dan ketulusannya dalam membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia. Kami memandang beliau sebagai sosok yang unggul dalam dakwah kepada Allah, mengajarkan kebaikan kepada manusia, memerintahkan yang ma'ruf dan melarang yang munkar. Beliau mencirikan nasehatnya dan tanggapannya yang banyak terhadap orang lain dengan kelembutan dan kebaikan.

Manhajnya dalam dakwah bersifat penuh hikmah dan lemah lembut, memberi petunjuk tanpa merusak, menyatukan tanpa memecah belah, dan meluruskan tanpa membabi buta, memudahkan tanpa menyulitkan.

Betapa diperlukannya bagi mereka yang sibuk dengan ilmu dan pencarian ilmu, untuk mengikuti jalan yang lurus dan metode yang agung ini, yang merupakan suatu kebutuhan, karena di dalamnya terkandung kebaikan bagi umat Muslim dan pembelaan dari bahaya yang mungkin menimpa mereka.

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :

وَالْوَاجِبُ عَلَى الْأَتْبَاعِ وَالْمَتْبُوْعِينَ الَّذِينَ وَقَعُوا فِي ذَلِكَ الِامْتِحَانِ أَنْ يَتَخَلَّصُوا مِنْ هَذَا الْمَسْلَكِ الَّذِي فَرَّقَ أَهْلَ السُّنَّةِ وَعَادَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِسَبَبِهِ، وَذَلِكَ بِأَنْ يَتْرُكُ الْأَتْبَاعُ الِامْتِحَانَ وَكُلَّ مَا يَتْرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ بُغْضٍ وَهَجْرٍ وَتَقَاطُعٍ، وَأَنْ يَكُونُوا إِخْوَةً مُتَآلِفِينَ مُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَأَنْ يَتبرَّأ الْمَتْبُوْعُونَ مِنْ هَذِهِ الطَّرِيقَةِ الَّتِي تُوبِعُوا عَلَيْهَا، وَيُعْلِنُوا بِرَاءَتَهُمْ مِنْهَا وَمِنْ عَمَلِ مَنْ يَقَعُ فِيهَا، وَبِذَلِكَ يَسْلَمُ الْأَتْبَاعُ مِنْ هَذَا الْبَلَاءِ وَالْمُتَبَوِّعُونَ مِنْ تَبَعَةِ التَّسَبُّبِ بِهَذَا الِامْتِحَانِ وَمَا يَتْرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ أَضَرَّارٍ تَعُودُ عَلَيْهِمْ وَعَلَى غَيْرِهِمْ.

Yang wajib bagi para pengikut dan para da’i yang diikuti, yang terlibat dalam manhaj ujian ini, adalah untuk membebaskan diri dari manhaj yang memecah belah Ahlus Sunnah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan meninggalkan manhaj ujian ini dan segala dampak buruk yang dapat timbul akibatnya, seperti kebencian, hajr [pemboikotan], dan taqoththu’ [pemutusan hubungan].

Mereka semua seharusnya bersatu sebagai saudara yang saling mendukung dalam kebaikan dan ketakwaan.

Mereka yang manhajnya dianut oleh para pengikutnya harus menyatakan secara jelas penolakan mereka terhadap manhaj tersebut dengan cara mengumumkan bahwa mereka berlepas diri darinya dan dari tindakan orang yang terlibat di dalamnya .

Dengan cara ini, para pengikutnya akan terhindar dari bencana yang diakibatkan oleh ujian ini, dan orang-orang yang diikutinya akan terhindar dari tanggung jawab atas sebab akibat manhaj ujian ini serta dampak buruk yang mungkin timbul.

Ini akan membawa kedamaian bagi para pengikut dan mencegah penyebaran dampak negatif dari manhaj ujian tersebut kepada mereka dan orang lain.

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad menyebutkan judul berikutnya :

التحذيرُ مِن فِتْنَةِ التجريحِ وَالتبديعِ مِن بَعْضِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي هَذَا العَصْرِ

Peringatan agar waspada terhadap fitnah tajrih [pencelaan] dan tabdi’ [pembid’ahan] dari sebagian Ahlus Sunnah pada zaman ini.

وَقَرِيبٌ مِن بِدْعَةِ امْتِحَانِ النَّاسِ بِالْأَشْخَاصِ، مَا حَصَلَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ اِفْتِتَانِ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ بِتَجْرِيحِ بَعْضِ إِخْوَانِهِم مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَتَبْديعِهِمْ، وَمَا تَرَتَّبَ عَلَى ذَلِكَ مِنْ هَجْرٍ وَتَقَاطُعٍ بَيْنَهُمْ وَقَطْعِ لِطَرِيقِ الِإفَادَةِ مِنْهُمْ، وَذَلِكَ التَّجْرِيحِ وَالتَّبْديعِ مِنْهُ مَا يَكُونُ مَبْنِيًّا عَلَى ظَنِّ مَا لَيْسَ بِبِدْعَةٍ بِدْعَةً، وَمِنْ أَمْثَلِ ذَلِكَ أَنَّ الشَّيْخَيْنِ الجِلِيلَيْنِ عَبْدَ العَزِيزِ بِنْ بازٍ وَابْنُ عُثَيْمِينَ رَحِمَهُمَا اللَّهُ قَدْ أَفْتَيَا جَمَاعَةَ بِدُخُولِهَا فِي أَمْرِ رَأْيَا المَصْلَحَةِ فِي ذلك الدخول، وَمِمَّنْ لَم يُعْجِبُهُمْ ذَلِكَ المُفْتَى بِه تِلْكَ الفِئَّةِ القَلِيلَةِ، فَعَابَتْ تِلْكَ الجِمَاعَةَ بِذَلِكَ، وَلَمْ يَقِفِ الأَمْرُ عِنْدَ هَذَا الحَدِّ، بَلْ انتَقَلَ الْعَيْبُ إِلَى مَنْ يَتَعَاوَنُ مَعَهَا بِإِلْقَاءِ الْمَحَاضِرَاتِ، وَوَصْفِهِ بِأَنَّهُ مُمَيِّعٌ لِمَنْهُجِ السَّلَفِ، مَعَ أَنَّ هَذَيْنِ الشَّيْخَيْنِ الجِلِيلَيْنِ كَانَا يُلْقِيَانِ الْمَحَاضِرَاتِ عَلَى تِلْكَ الجَمَاعَةِ عَنْ طَرِيقِ الهَاتِفِ.

وَمِن ذَلِكَ أَيْضًا حُصُولُ التَّحْذِيرِ مِنْ حُضُورِ دُروسِ شَخْصٍ؛ لأَنَّهُ لَا يَتَكَلَّمُ فِي فُلَانَ الْفُلانِي أَوِ الْجَمَاعَةِ الْفُلَانِيَّةِ. وَقَدْ تَوَلَّى كِبَرُ ذَلِكَ شَخْصٌ مِن تَلَامِيذِي بِكُلِّيَّةِ الشَّرِيعَةِ بِجَامِعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، خَرَجَ مِنْهَا عَامَ (1395-1396 ه)، وَكَانَ تَرْتِيبُهُ الرَّابِعَ بَعْدَ مِائَةٍ مِنْ دُفْعَتِهِ الْبَالِغِ عَدَدُهُمْ 119 خَرِّيجًا، وَهُوَ غَيْرُ مَعْرُوفٌ بِالاشْتِغَالِ بِالْعِلْمِ، وَلَا أَعْرِفُ لَهُ دُرُوسًا عِلْمِيَّةً مُسَجَّلَةً، وَلَا مُؤَلِّفًا في الْعِلْمِ صَغِيٍرًا وَكَبِيرًا، وَجُلُّ بِضَاعَتِهِ التَّجْرِيحُ وَالتَّبْديعُ وَالتَّحْذِيرُ مِنْ كَثِيرِينَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، الَّذِينَ لَا يَبْلُغُ هَذَا الْجَارِحُ كَعْبَ بَعْضِ مَنْ جَرَحَهُمْ لِكَثْرَةِ نَفْعِهِمْ فِي دُروسِهِمْ وَمُحَضَرَاتِهِمْ وَمُؤَلِّفَاتِهِمْ.

“ Yang semisal dengan bid’ah menguji manusia dengan jajak pendapat terhadap sosok-sosok tertentu [1] adalah apa yang terjadi dewasa ini dari sekelompok kecil Ahlus Sunnah yang gemar mentajrih [mencela] saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah dan mentabdi’ mereka, sehingga mengakibatkan timbulnya hajr [pemboikotan], taqaththu’ [pemutusan hubungan] dan memutuskan jalan kemanfaatan dari mereka. Tajrih [pencelaan] dan tabdi’ [pembid’ahan] tersebut dibangun di atas dugaan suatu hal yang bukan bid’ah namun dianggap bid’ah.

Sebagai contohnya adalah dua syaikh kita yang mulia, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dan Syaikh Ibnu Utsaimin, semoga Allah merahmati mereka berdua, telah menfatwakan bolehnya memasuki suatu jama’ah (semacam yayasan khairiyah pent.) dalam beberapa perkara yang mereka pandang dapat mendatangkan kemaslahatan dengan memasukinya.

Dari mereka yang tidak menyukai fatwa ini adalah kelompok kecil tadi dan mereka mencemarkan jama’ah tersebut. Permasalahannya tidak hanya berhenti sebatas ini saja, bahkan mereka menyebarkan aib (menyalahkan) siapa saja yang bekerja sama dengan memberikan ceramah pada jama’ah tersebut dan mereka sifati sebagai mumayi’ terhadap manhaj salaf, walaupun kedua syaikh yang mulia tadi pernah memberikan ceramah pada jama’ah ini via telepon.

Perkara ini juga meluas sampai kepada munculnya tahdzir (peringatan) untuk menghadiri pelajaran (durus) seseorang dikarenakan orang tersebut tidak berbicara tentang fulan dan fulan atau jama’ah fulani. Yang mempelopori hal ini adalah salah seorang muridku [2] di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, yang lulus pada tahun 1395-1396H. Dia meraih peringkat ke-104 dari jumlah lulusan yang mencapai 119 orang.

Dia tidaklah dikenal sebagai orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, dan tidak pula aku mengetahuinya memiliki pelajaran-pelajaran ilmiah yang terekam, tidak pula tulisan-tulisan ilmiah, kecil ataupun besar.

Modal ilmunya yang terbesar adalah tajrih, tabdi’ dan tahdzir terhadap mayoritas Ahlus Sunnah, padahal si Jarih [pencela] ini ini tidaklah dapat menjangkau mata kaki orang-orang yang dicelanya dari sisi banyaknya kemanfaatan pada pelajaran-pelajaran, ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan mereka.

[ Baca : al-Hatstsu ‘alat-tiba`is Sunnah wa tahdziiri minal Bida’i wa Bayaanu Khatharihi]

[1] Bid’ah menguji manusia dengan perseorangan yang dimaksud Syeikh Abdul Muhsin diatas adalah jika ada seseorang yang ditahdzir, maka kita harus turut mentahdzirnya. Jika kita tidak mentahdzirnya maka kita juga ditahdzir.

[2] Yang beliau maksudkan dengan kata “muridku” di sini adalah Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harby –wafaqohullahu-, sebagaimana telah maklum di kalangan Mahasiswa Islam Madinah tatkala Syaikh Abdul Muhsin memberikan ceramah dan menjabarkan isi kutaibnya ini. Hal ini diperkuat dengan munculnya tahdzir dari dua Masyaikh Yordan, yakni Syaikh Muhammad Musa Nashr dan Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly –hafidhahumallahu-, kepada Syaikh Falih bin Nafi’ yang dimuat di dalam situs Muntada al-Albany, www.almenhaj.com, yang menukil ucapan Syaikh di atas.

Lalu Syeikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata :

وَلَا يَنْتَهِي الْعَجَبُ إِذَا سَمِعَ عَاقِلٌ شَرِيطًا لَهُ يَحْوِيَّ تَسْجِيلًا لمكالمة هاتفية طَوِيلَةً بَيْنَ المَدِينَةِ وَالْجَزَائِرِ، أَكَلَ مِنْهَا الْمَسْؤُولَ لُحُومَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ، وَأَضَاعَ فِيهَا السَائِلَ مَالَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَقَدْ زَادَ عَدَدُ الْمَسْؤُولِ عَنْهُمْ فِي هَذَا الشَّرِيطِ عَلَى ثَلَاثِينَ شَخْصًا، فِيهِمُ الْوَزِيرُ وَالْكَبِيْرُ وَالصَّغِيرُ، وَفِيهِمْ فِئَةٌ قَلِيلَةٌ غَيْرُ مَأْسُوفٌ عَلَيْهِمْ.

Dan tidak akan berhenti keheranan ketika seorang yang berakal mendengar kaset yang berisi percakapan telepon panjang antara Madinah dan Aljazair melalui sebuah pita rekaman, di mana orang yang ditanya tersebut memakan daging banyak orang dari kalangan Ahlus Sunnah sementara orang yang bertanya kepadanya telah menghambur-hamburkan harta tanpa hak.

Jumlah orang yang ditanya tersebut terus bertambah dalam rekaman kaset ini hingga mencapai tiga puluh orang, termasuk di antaranya seorang menteri, orang-orang berpangkat tinggi, dan orang-orang berpangkat rendah. Dalam kelompok ini, ada kelompok kecil yang disayangkan nasibnya.

Dan dalam artikel “Rifqon Ahlas Sunnah”, Syeikh Abdul-Muhsin al-Abbad berkata pula :

"لَا يَجُوزُ أَنْ يُمْتَحَنَ أَيُّ طَالِبِ عِلْمٍ غَيْرَهُ بِأَنْ يَكُونَ لَهُ مَوْقِفٌ مِنْ فُلَانِ الْمَرْدُودِ عَلَيْهِ، أَوْ الرَّادِ، فَإِنْ وَافَقَ سَلِمَ، وَإِنْ لَمْ يُوَافِقْ بُدِّعَ وَهُجِّرَ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَنْسُبَ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ مِثْلَ هَذِهِ الْفَوْضَى فِي التَّبْدِيعِ وَالْهَجْرِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَيْضًا أَنْ يَصِفَ مَنْ لَا يَسْلُكُ هَذَا الْمَسْلَكَ الْفَوْضَوِيَّ بِأَنَّهُ مُمَيِّعٌ لِمِنْهَاجِ السَّلَفِ" انتَهَى

“Tidak diperbolehkan bagi seorang penuntut ilmu untuk menguji orang lain yang memiliki pendirian sejalan dengan si fulan yang ditolak, atau dia mau mendebatnya , lalu jika dia setuju dan sependapat dengannya , maka dia selamat [lolos dari hajer dan tahdzir], dan jika dia tidak menyetujuinya atau berbeda pendapat dengannya , maka dia langsung dicap ahli bid'ah dan di hajer .

Tidak ada yang berhak mengaitkan manhaj Ahlus Sunnah dengan kekacau balauan seperti ini yang didalamnya terdapat pem-bid'ah-an dan peng-hajer-an .

Juga, tidak ada yang berhak mensifati mereka yang tidak mengikuti jalan yang kacau ini sebagai orang yang lembek dan lemah [mumayyi'] pendekatannya terhadap manhaj salaf ".

[ Sumber : رفقا أهل السنة بأهل السنة hal. 22]

*****

KEDUA : PERKATAAN SYEIKH ABDURRAHMAN AS-SA’DIY
[GURU SYEIKH AL-UTSAIMIN] :

Syekh Abd al-Rahman bin Nashir bin Sa’di berkata dalam (الرِّياض النَّاضِرة) (hal. 105-106):

((وَمِنْ أَعْظَمِ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَشْنَعِ الْمَفَاسِدِ إِشَاعَةُ عَثَرَاتِهِمْ وَالْقَذْفِ فِيهِمْ فِي غَلْطَاتِهِمْ، وَأَقْبَحَ مِنْ هَذَا وَأَقْبَحَ: إِهْدَارُ مَحَاسِنِهِمْ عِنْدَ وُجُودِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، وَرُبَّمَا يَكُونُ – وَهُوَ الْوَاقِعُ كَثِيرًا – أَنَّ الْغَلْطَاتِ الَّتِي صَدَرَتْ مِنْهُمْ لَهُمْ فِيهَا تَأْوِيلٌ سَائِغٌ، وَلَهُمْ اجْتِهَادُهُمْ فِيهِ، مَعْذُورُونَ وَالْقَادِحُ فِيهِمْ غَيْرُ مَعْذُورٍ.

وَبِهَذَا وَأَشْبَاهَهُ يَظْهَرُ لَكَ الْفَرْقُ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ النَّاصِحِينَ وَالْمُنْتَسِبِينَ لِلْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْحَسَدِ وَالْمُعْتَدِينَ.

فَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ الْحَقِيقِيِّ قَصْدُهُمْ التَّعَاوُنُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَالسَّعْيُّ فِي إِعَانَةِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا فِي كُلِّ مَا عَادَ إِلَى هَذَا الْأَمْرِ، وَسِتْرُ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ وَعَدَمُ إِشَاعَةِ غَلْطَاتِهِمْ وَالْحِرْصُ عَلَى تَنْبِيهِهِمْ بِكُلِّ مَا مُمْكِنٍ مِنَ الْوَسَائِلِ النَّافِعَةِ، وَالذَّبُّ عَنْ أَعْرَاضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ، وَلَا رَيْبَ أَنَّ هَذَا مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ.

ثُمَّ لَوْ فُرِضَ أَنَّ مَا أَخْطَأُوا أَوْ عَثَرُوا لَيْسَ لَهُمْ تَأْوِيلٌ وَلَا عُذْرٌ، لَمْ يَكُنْ مِنْ الْحَقِّ وَالْإِنْصَافِ أَنْ تُهْدَرَ الْمَحَاسِنُ وَتُمْحَى حَقُوقُهُمْ الْوَاجِبَةُ بِهَذَا الشَّيْءِ الْيَسِيرِ، كَمَا هُوَ دَأْبُ أَهْلِ الْبَغْيِ وَالْعُدْوَانِ، فَإِنَّ هَذَا ضَرَرُهُ كَبِيرٌ وَفَسَادُهُ مُسْتَطِيرٌ، أَيُّ عَالِمٍ لَمْ يُخْطِئْ وَأَيُّ حَكِيمٍ لَمْ يَعْثُر؟))

Salah satu hal-hal yang diharamkan terbesar dan mafsadah yang paling keji adalah mempublikasikan kekurangan mereka [para ulama yang berbeda pendapat dengan kelompoknya], kecacatan mereka dan kesalahan mereka . Dan ada yang lebih buruk dari ini dan bahkan lebih busuk : yaitu menyia-nyiakan dan tidak menghargai semua kebajikan mereka ketika terjadi adanya hal yang seperti itu.

Maka dengan ini dan yang semisalnya , akan nampak jelas bagi anda : perbedaan antara orang-orang berilmu yang tulus memberi nasihat dan orang-orang yang ngaku-ngaku dirinya sebagai ahli ilmu padahal mereka itu kaum pemecah belah , pendengki, dan melampaui batas .

Maka sesungguhnya orang-orang berilmu sejati , mereka berniat bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan berjuang untuk saling membantu satu sama lain dalam segala hal yang berhubungan dengan masalah ini, dan untuk menutupi kesalahan kaum muslimin, dan tidak menyebarkan kesalahan mereka, dan bersemangat untuk memperingatkan mereka, dengan segala cara yang bermanfaat , dan membela serta menjaga kehormatan orang-orang yang berilmu dan ahli agama.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah salah satu ibadah yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT .

Kemudian, jika diasumsikan bahwa kesalahan mereka atau kekeliruan mereka tidak memungkinkan ada takwil dan tidak ada udzur untuk itu, maka bukanlah sikap yang benar dan bijak bagi Anda jika menyia-nyiakan dan tidak menghargai kebaikan-kebaikannya dan menghapus hak mereka hanya karena hal yang kecil dan sepele ini - sebagaimana yang kebiasan dilakukan oleh para kaum pemecah belah dan penebar permusuhan - ; dikarenakan ini mudhorotnya besar, dan mafsadahnya akan tersebar luas.

Lalu Ahli Ilmu mana yang tidak pernah membuat kesalahan? Orang bijak mana yang tidak pernah tersandung? [KUTIPAN SELESAI]

[ Lihat pula : Multaqo Ahlil Hadits – al-Maktabah asy-Syaamilah al-Haditsah 4/116].

******

KETIGA : FATWA SYEIKH AL-ALBAANI

BAHWA PENERAPAN HAJER AHLI BID'AH PADA MASA KINI SANGAT TIDAK COCOK:

Seorang Penanya menyebutkan apa yang dikatakan oleh sebagian orang tentang kewajiban menghajer ahli bid'ah, berdasarkan apa yang terdapat dalam riwayat dari beberapa orang salaf.

Maka Syeikh al-Albaani menjawab :

"الَّذِي أَرَاهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ كَلَامَ السَّلَفِ يَرِدُّ فِي الْجَوِّ السَّلَفِيِّ يَعْنِي الْجَوَّ الْعَامِرَ بِالْإِيمَانِ الْقَوِيِّ وَالِاتِّبَاعِ الصَّحِيحِ لِلنَّبِيِّ وَالصَّحَابَةِ، هُوَ تَمَامًا كَالْمُقَاطَعَةِ، مُقَاطَعَةُ الْمُسْلِمِ لِمُسْلِمٍ تَرْبِيَةً وَتَأْدِيبًا لَهُ، هَذِهِ سُنَّةٌ مَعْرُوفَةٌ، لَكِنَّ فِي اعْتِقَادِي وَكَثِيرًا مَا سُئِلْتُ فَأَقُولُ زَمَانُنَا لَا يَصْلُحُ لِلْمُقَاطَعَةِ، زَمَانُنَا إِذًا لَا يَصْلُحُ لِمُقَاطَعَةِ الْمُبْتَدِعَةِ لِأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ أَنْ تَعِيشَ عَلَى رَأْسِ الْجَبَلِ، أَنْ تَنْزَوِي عَنِ النَّاسِ وَأَنْ تَعْتَزِلَهُمْ ذَلِكَ أَنَّكَ حِينَمَا تَقَاطَعُ النَّاسَ إِمَّا لِفِسْقِهِمْ أَوْ لِبِدْعَتِهِمْ لَا يَكُونُ ذَلِكَ الْأَثَرُ الَّذِي كَانَ يَكُونُ لَهُ يَوْمَ كَانَ أُولَئِكَ الَّذِينَ تَكَلَّمُوا بِتِلْكَ الْكَلِمَاتِ وَحَضُّوا النَّاسَ عَلَى مُجَانِبَةِ أَهْلِ الْبِدْعَةِ."

Yang saya berpendapat – wallaahu a'lam- bahwa perkataan para Salaf tentang hajer itu hanya berlaku pada suasana di masa Salaf dulu, artinya suasana pada saat itu suasana yang penuh dengan iman yang kuat dan mengikuti apa yang shahih dari Nabi dan para Sahabat dengan sempurna , contohnya seperti pemboikotan [pemutusan hubungan], yakni ; seorang Muslim memboikot seorang Muslim dalam rangka untuk memberi pelajaran dan mendisiplinkannya. Ini adalah sunnah yang ma'ruf .

Akan tetapi menurut keyakinan [i'tiqod] saya – sebagaimana saya sudah sering ditanya tentang itu -  maka jawaban saya adalah : Pada zaman kita sekarang ini tidak cocok untuk menerapkan pemboikotan [Hajer], artinya : pada zaman kita ini tidak tepat untuk menerapkan pemboikotan ahli Bid'ah.

Karena resikonya anda akan hidup seperti di puncak gunung, mengasingkan diri dari masyarakat dan anda terisolasi dari mereka, yaitu ketika Anda memboikot orang-orang, baik karena kefasiqkannya atau karena kebid'ahannya, maka dengan pemboikotan itu tidak akan memberikan efek seperti efek pada masa salaf dulu ketika mereka mengatakan kata-kata itu dan mendesak orang-orang untuk menjauhi para ahli bid'ah. [Selesai]

FATWA LAIN-NYA :

Ketika syeikh al-Albaani ditanya tentang memuji orang-orang yang terjerumus ke dalam bid'ah, maka beliau berkata:

"الجَوابُ يُخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْمَقَاصِدِ، إذا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَى مُسْلِمٍ نَظُنُّهُ مُبْتَدِعًا وَلَا نَقُولُ إِنَّهُ مُبْتَدِعٌ...

فَإِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ الدِّفَاعُ عَنْهُ اتِّجَاهَ الْكُفَّارِ فَهَذَا وَاجِبٌ، وَأَمَّا إِذَا كَانَ الْمَقْصُودُ بِالثَّنَاءِ عَلَيْهِ هُوَ تَزْيِينُ مَنْهُجِهِ وَدَعْوَةُ النَّاسِ إِلَيْهِ فَفِيهِ تَضْلِيلٌ لَا يَجُوزُ".

“Jawabannya adalah berbeda-beda , disesuaikan dengan maksud dan tujuannya.

Jika yang dimaksud dengan memuji seorang muslim dikarenakan kita mengira dia adalah seorang ahli bid'ah [مُبْتَدِع] , maka kita tidak boleh mengatakan bahwa dia adalah ahli bid'ah [مُبْتَدِع] ...

Jika yang dimaksud dengan memujinya karena untuk membelanya dari orang-orang kafir, maka ini adalah wajib, tetapi jika yang dimaksud dengan memujinya adalah untuk memperindah manhajnya dan mengajak orang-orang kepada bid'ahnya, maka ini adalah menyesatkan dan itu tidak boleh".

[ Sumber : " منهج العلامة الألباني في مسائل التبديع والتعامل مع المخالفي" karya Muhammad Haaj al-Jazaairi dan lihai pula سلسلة الهدى والنور (551) الوجه الثاني ].

******

KEEMPAT : PENJELASAN DARI SYEIKH AL-MUNAJJID

Pernyataan Syekh Muhammad bin Saleh Al-Munajjid artikelnya :

ضُوَابِطُ البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ

"Pedoman Batasan Bid'ah dan Penyimpangan dalam Bab-Bab Bid'ah dan Pembid’ahan."

Syekh Al-Munajjid berkata :

مَظَاهِرُ الْانِحِرَافِ فِي الْتَبْدِيعِ:

وَمِنْ ضِمْنِ أَيْضًا الْانِحِرَافَاتِ فِي الْتَبْدِيعِ امْتِحَانُ النَّاسِ لِمَعْرِفَةِ مَوَاقِفِهِم مِنْ فُلَانٍ أَوْ فُلَانٍ: ثُمَّ بِنَاءُ الْتَّبْدِيعِ عَلَى ذَلِكَ، فَمِنَ الْبِدَعِ الْمَنْكُرَةِ مَا حَدَثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنَ الِامْتِحَانِ بِالْأَشْخَاصِ، سَوَاءٌ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَى الْامْتِحَانِ الْجُفَاءِ فِي شَخْصٍ يُمْتَحَنُ بِهِ، أَوْ كَانَ الْبَاعِثُ عَلَيْهِ الْإِطْرَاءُ لِشَخْصٍ آخَرَ، وَإِذَا كَانَتْ نَتِيجَةُ الْامْتِحَانِ الْمُوَافِقَةُ لِمَنْ أَرَادَهُ الْمُمْتَحِنُ، ظَفِرَ بِالتَّرْحِيبِ، وَالْمَدْحِ، وَالثَّنَاءِ، وَإِذَا سَقَطَ فِي هَذَا الْامْتِحَانِ فَحِظُّهُ التَّجْرِيحُ، وَالتَّبْدِيعُ، وَالْهِجْرُ، وَالتَّحْذِيرُ. وَمِنَ الْمُعَاصِرِينَ الَّذِينَ كَتَبُوا بِمِنْهَجِيَّةٍ جَمِيلَةٍ فِي هَذَا الْبَابِ الشَّيْخَانِ: عَبْدُ الْمُحْسِنِ بْنُ عِبَادِ الْعَبَّادِ الْبَدْرِ، وَالشَّيْخُ بَكْرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَبُو زَيْدٍ، وَغَيْرُهُمْ.

Penyimpangan-penyimpangan yang nampak dalam manhaj pembid'ahan [mencap orang lain sebagai ahli bid'ah]:

Di antara penyimpangan dalam pembid'ahan adalah menguji orang-orang demi untuk mengetahui sikap mereka terhadap si Fulan atau si Fulan lainnya , lalu melekatkan gelar ahli bid'ah di atasnya.

Di antara kesesatan yang harus di ingkari adalah apa yang terjadi pada masa sekarang ini menguji pribadi orang-orang , baik motif pengujiannya itu karena ketidak sukaan terhadap orang yang diujinya. Atau dimotivasi oleh ketertarikan terhadap orang yang diujinya.

Dan jika hasil ujian sesuai dengan yang diinginkan oleh penguji, maka dia akan disambut, dipuji, dan disanjung . Dan jika dia gagal dalam ujian ini, maka dia akan dijarh [dicela], dicap sebagai ahli bid'ah, dihajer, dan ditahdzir .

Di antara para ulama kontemporer yang menulis dengan metodologi yang indah tentang topik ini adalah dua syekh : Abdul Mohsin bin Abbad Al-'Abad Al-Badr, dan Syekh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dan lain-lain.

[ Sumber : ضُوَابِطُ البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ].

Lalu Syeikh al-Munajjid mengutip perkataan Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah:

" فَإِذَا ‌كَانَ ‌الْمُعَلِّمُ ‌أَوْ ‌الْأُسْتَاذُ ‌قَدْ ‌أَمَرَ ‌بِهَجْرِ ‌شَخْصٍ؛ ‌أَوْ ‌بِإِهْدَارِهِ ‌وَإِسْقَاطِهِ وَإِبْعَادِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ: نُظِرَ فِيهِ فَإِنْ كَانَ قَدْ فَعَلَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا عُوقِبَ بِقَدْرِ ذَنْبِهِ بِلَا زِيَادَةٍ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا شَرْعِيًّا لَمْ يَجُزْ أَنْ يُعَاقَبَ بِشَيْءِ لِأَجْلِ غَرَضِ الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ . وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا النَّاسَ وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ ".

"Jadi jika ada seorang guru [syeikh] atau ustadz telah memerintahkan untuk menghajer seseorang, atau untuk merusak nama baiknya dan menjatuhkannya, dan sejenisnya, maka dalam hal ini harus dipertimbangkan sbb :

Jika dia telah melakukan dosa yang syar'i , maka dia akan dihukum sesuai dengan kadar dosanya tanpa tambahan apa pun. Dan jika dia tidak melakukan dosa yang syar'i, maka dia tidak boleh dihukum dengan apapun hanya karena untuk kepentingan membela gurunya [syeikhnya] atau lainnya .

Dan tidak boleh bagi para guru psyeikh] untuk menjadikan orang-orang pecah berkelompok-kelompok dan melakukan apa yang menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka.” [Majmu' al-Fataawa : 28/15-16].

Dan Syeikh al-Munajjid berkata :

هُنَاكَ عَدَاوَاتٌ شَخْصِيَّةٌ، فَهَلْ إِذَا كَانَ بَيْنَ الشَّيْخِ فُلَانٍ وَشَخْصٍ آخَرَ عَدَاوَةٌ شَخْصِيَّةٌ بَدَّعْنَا أَيُّ وَاحِدٌ يَسْأَلُ هَذَا الآخَرَ، أَوْ يَجْلِسُ إِلَيْهِ، أَوْ يَذْهَبُ إِلَيْهِ لِأَجْلِ الْعَدَاوَةِ الشَّخْصِيَّةِ.

Disana kadang ada permusuhan antar pribadi, lalu jika ada permusuhan pribadi antara Syekh Fulan dan syeikh lain, apakah kita dibenarkan hanya karena permusuhan pribadi , kita membid'ahkannya siapa saja orangnya yang bertanya masalah agama pada syeikh lain tersebut, atau duduk bersamanya, atau pergi menemuinya ?.

Lalu Syeikh al-Munajjid mengutip perkataan Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah:

‌وَإِنْ ‌لَمْ ‌يَكُنْ ‌أَذْنَبَ ‌ذَنْبًا ‌شَرْعِيًّا ‌لَمْ ‌يَجُزْ ‌أَنْ ‌يُعَاقَبَ ‌بِشَيْءِ ‌لِأَجْلِ ‌غَرَضِ ‌الْمُعَلِّمِ أَوْ غَيْرِهِ. وَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِينَ أَنْ يحزبوا النَّاسَ وَيَفْعَلُوا مَا يُلْقِي بَيْنَهُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ بَلْ يَكُونُونَ مِثْلَ الْإِخْوَةِ الْمُتَعَاوِنِينَ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى كَمَا قَالَ تَعَالَى: {وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} .

وَلَيْسَ لِأَحَدِ مِنْهُمْ أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ عَهْدًا بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ مَا يُرِيدُهُ؛ وَمُوَالَاةِ مَنْ يُوَالِيهِ؛ وَمُعَادَاةِ مَنْ يُعَادِيهِ بَلْ مَنْ فَعَلَ هَذَا كَانَ مَنْ جِنْسِ جنكيزخان وَأَمْثَالِهِ الَّذِينَ يَجْعَلُونَ مَنْ وَافَقَهُمْ صَدِيقًا مُوَالِيًا وَمَنْ خَالَفَهُمْ عَدُوًّا بَاغِيًا

“Dan jika dia tidak melakukan dosa syar'i , maka tidak boleh dia dihukum dengan apapun hanya karena untuk kepentingan seorang guru atau orang lain, dan para guru tidak diperbolehkan membuat manusia pecah berkelompok-kelompok dan melakukan hal yang menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka . Bahkan sebaliknya, mereka harus menjadi seperti saudara yang bekerja sama dalam kebenaran dan ketakwaan, seperti yang difirmankan Allah Ta'aala :

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (perbuatan) kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. [QS. Al-Maidah :2].

Dan tidak ada seorangpun dari mereka yang berhak memaksa siapa pun untuk mengikuti semua yang dia inginkan , hanya mau bermuwalah [bersahabat setia dan saling menolong] kepada mereka yang bermuwalah kepada gurunya, memusuhi mereka yang memusuhi dia, justru siapa pun yang melakukan ini adalah sejenis ajaran Jenghis Khan dan yang semisalnya, yang menjadikan mereka yang sefahan dengan mereka sebagai teman dekatnya dan yang bermuwaalah [setia] padanya.

Dan siapa saja yang berbeda dengan mereka ; maka dia dianggap sebagai musuh yang menentang". [ Majmu' al-Fataawaa 28/15-16 ].

Kelompok Ahlut Tahdzir wal Hajer ini pada hakikatnya Ahlut Tafriiq [pemecah belah] wal 'Adaawah [ dan penebar pemusuhan] .

Syeikh al-Munajjid ketika menjelaskan perkataan Ibnu Taimiyah di atas , dia berkata :

(وَلَيْسَ لِأَحَدِ مِنْهُمْ) -يَعْنِي: هَؤُلَاءِ الْمُعَلِّمِينَ- (أَنْ يَأْخُذَ عَلَى أَحَدٍ عَهْدًا بِمُوَافَقَتِهِ عَلَى كُلِّ مَا يُرِيدُهُ). إِمَا أَنْ تَتْبَعَنِي فِي كُلِّ مَا أَقُولُ، وَتُسَلِّمَ لِي فِي كُلِّ مَا أَقُولُ، وَإِلَّا الطَّرْدُ، أَوْ يُحَكَّمُ عَلَيْهِ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ، لِمَاذَا مَا وَافَقَ الشَّيْخُ فُلَانٌ فِي كُلِّ مَا يَقُولُهُ، مَنْ الَّذِي جَعَلَ الشَّيْخَ فُلَانًا أَوْ عِلَانًا مَعْصُومًا وَكُلُّ مَا يَقُولُهُ صَحِيحًا؟ لَيْسَ إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

(Dan tidak ada seorangpun dari mereka) – yakni para guru mereka- (yang berhak memaksa siapa pun untuk mengikuti semua yang dia inginkan) , maksudnya adalah :

Anda harus mengikuti saya dalam semua yang saya katakan, dan tunduk kepada saya dalam semua yang saya katakan, jika tidak , maka anda terusir , atau dihukumi sebagai Ahli Bid'ah .

Kenapa harus mengikuti apa saja yang sesuai dengan perkataan Syekh Fulan?

Siapa yang membuat Syekh Anu atau Syeikh Allaan itu ma'shum [tidak mungkin salah] dan semua yang dia katakan itu pasti benar?

Yang ma'shum itu , tiada yang lain kecuali Nabi ". [Selesai]

Lalu Syeikh al-Munajjid berkata :

"يُوجَدُ مَنْ يَجْعَلُ مَعِيارَ قَبُولِ الشَّخْصِ مُوَالَاةَ الشَّيْخِ فُلَانٍ، وَمَعِيارَ تَبْدِيعِ وَمُعَادَاةِ الشَّخْصِ مُخَالَفَةَ الشَّيْخِ فُلَانٍ، أَنْتَ خَالَفْتَ كَلَامَ الشَّيْخِ فُلَانٍ أَنْتَ مُبْتَدِعٌ، أَنْتَ ضَالٌّ، أَهْجُرُوهُ بِدَعْوَةٍ."

Ada orang yang membuat kriteria untuk menerima seseorang [sebagai kelompoknya] adalah dengan bermuwaalah [taat dan setia] kepada Syekh Fulan.

Dan dia membuat kriteria untuk membid'ahkan dan memusuhi orang tersebut adalah dengan menyelisihi Syekh Fulan. Lalu dikatakan padanya : Anda telah menyelisishi perkataan Syeikh Fulan , maka anda adalah Ahli Bid'ah dan anda adalah orang yang dhool [sesat].

Kemudian dia mengatakan pada sahabat-sahabat-nya : " Kalian Hajer-lah [kucilkan] dia , kalian cap-lah dia sebagai ahli Bid'ah "..

Lalu Syeikh al-Munajjid berkata :

هذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ؛ لأَنَّ مَعْنَى ذَلِكَ تَقْدِيسُ الشَّيْخِ فُلَانٍ هَذَا، وَأَنَّ كُلَّ مَا يَقُولُهُ حَقٌّ، وَهُوَ الْمِعْيَارُ، وَمَنْ كَانَ مَعَنَا فَهُوَ صَدِيقُنَا، وَمَنْ خَالَفَنَا فَهُوَ عَدُوُّنَا، هَذَا مَبْدَأُ بَعْضِ الطُّغَاةِ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ طُغَاةِ الْغَرْبِ، هَذَا مَنْطِقُ بَعْضِ الْمُعَاصِرِينَ مِنْ طُغَاةِ الْغَرْبِ، ابْنُ تَيْمِيَّةَ يَقُولُ: "هَذَا مَنْطِقُ جِنْكِيزَ خَانَ؛ لأَنَّهُ فِي عَصْرِهِ كَانَ جِنْكِيزَ خَانَ عِنْدَهُ هَذَا الْمَبْدَأَ، تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ، وَبَعْضُ الْمُنْحَرِفِينَ الْمُعَاصِرِينَ عَنْ مِنْهَجِ السَّلَفِ عِنْدَهُمْ هَذَا الْمَبْدَأَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَنَا فَهُوَ ضِدُّنَا، مَنْ أَنْتُمْ؟ مَنْ هُوَ الشَّخْصُ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ عَدُوٌّ؟ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ، النَّاسُ يَخْطُئُونَ وَيُصِيبُونَ. انْظُرِ الْانِحِرَافَ حُكْرَ الْحَقِّ فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ، لَا يُوجَدُ شَخْصِيَّةٌ مَعِينَةٌ الْحَقُّ مُحْتَكَرٌ فِيهَا إِلَّا مُحَمَّدًا -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. نَعَمْ الْحَقُّ فِي مِنْهَجِ السَّلَفِ مُحْتَكَرٌ بِمَجْمُوعِ الْأَشْخَاصِ، الصَّحَابَةُ التَّابِعُونَ مِنْ تَبَعِهِمْ، وَمَنْ تَبَعَ مَنْ تَبَعَ مَنْ تَبَعَهُمْ، هَذَا الْمِنْهَجُ، أَمَّا فِي شَخْصِيَّةٍ مَعِينَةٍ فَلَا. نَأْتِي فِي الْعَصْرِ الْحَاضِرِ نَقُولُ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ فَهُوَ ضِدَّهُ، وَنَحْنُ أَعْدَاءُ مَنْ لَيْسَ مَعَهُ، وَحُصْرُ الْحَقِّ فِيهِ هَذَا انْحِرَافٌ وَاضِحٌ جِدًّا، وَقَدْ مَشَى عَلَى هَذَا طَائِفَةٌ مِنَ النَّاسِ.

Ini adalah manhaj yang nyata-nyat sesat ; Karena maknanya adalah mensucikan dan mengkultuskan seorang Syekh Fulan, dan bahwa semua yang dikatakannya adalah benar, dan itu adalah patokannya, dan siapa pun yang bersama kita adalah teman kita, dan siapa pun yang berbeda dengan kita adalah musuh kita.

Ini adalah prinsip dasar ajaran dari sebagian tiran kontemporer di Barat, ini adalah logika dari sebagian tiran kontemporer di Barat .

Ibnu Taimiyah berkata : ( Ini adalah doktrin Jengis Khan ) . Karena pada masanya, Genghis Khan memiliki prinsip dasar ajaran ini, hati mereka serupa dan ada kesamaan, dan sebagian ulama [salafi] kontemporer yang menyimpang dari manhaj salaf dahulu memiliki prinsip ini, yaitu mereka mengatakan : " Siapa pun yang tidak bersama kami maka ia adalah lawan kami".

Emangnya anda itu Siapa ? Abu Baka, Umar saja termasuk orang yang kadang salah dan benar. Begitu pula orang-orang selainnya .

Lihat penyimpangan tentang KEBENARAN yang dimonopoli oleh sekelompok pribadi-pribadi tertentu. Tidak ada pribadi tertentu yang berhak memonopoli kebenaran kecuali Nabi Muhammad .

Ya, kebenaran manhaj Salaf itu dimonopoli oleh sekelompok orang, yaitu para sahabat, para Tabiin dan Taabiut Tabi'iin , ini adalah manhaj yang benar , akan tetapi jika kebenaran itu dimonopoli oleh pribadi tertentu, maka itu tidak benar .

Di era sekarang, kami datang disuruh untuk mengatakan bahwa siapa pun yang tidak bersamanya maka ia lawannya, dan kami adalah musuh siapa pun yang tidak bersamanya.

Membatasi kebenaran hanya kepadanya adalah penyimpangan yang sangat jelas, dan telah ada sekelompok orang yang berjalan diatas manhaj ini [dengan mengataskan namakan manhaj salafi. Pen].

[ Sumber : ضُوَابِطُ البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ]

*****

KELIMA : FATWA SYEIKH BIN BAAZ :

"الْمُؤْمِنُ يَنْظُرُ فِي هَذِهِ الْمَقَامَاتِ بِنَظَرِ الْإِيمَانِ وَنَظَرِ الشَّرِعِ وَنَظَرِ التَّجْرِدِ مِنَ الْهَوَى، فَإِذَا كَانَ هَجْرُهُ لِلْمُبْتَدِعِ وَبُعْدُهُ عَنْهُ لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ شَرٌّ أَعْظَمُ فَإِنَّ هَجْرَهُ حَقٌّ وَأَقَلُّ أَحْوَالِهِ أَنْ يَكُونَ سُنَّةً، وَهَكَذَا هَجْرُ مَنْ أَعْلَنَ الْمَعَاصِي وَأَظْهَرَهَا أَقَلُّ أَحْوَالِهِ أَنَّهُ سُنَّةٌ، فَإِنْ كَانَ عَدَمُ الْهَجْرِ أَصْلَحَ؛ لِأَنَّهُ يَرَى أَنَّ دَعْوَةَ هَؤُلَاءِ الْمُبْتَدِعِينَ وَإِرْشَادَهُمْ إِلَى السُّنَّةِ وَتَعْلِيمَهُمْ مَا أَوْجَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَنَّ ذَلِكَ يُؤْثِرُ فِيهِمْ وَأَنَّهُ يُفِيدُهُمْ فَلَا يَعْجَلُ فِي الْهَجْرِ، وَمَعَ ذَلِكَ يَبْغَضُهُمْ فِي اللَّهِ كَمَا يَبْغَضُ الْكَافِرُ فِي اللَّهِ، يَبْغَضُ الْعَاصِينَ فِي اللَّهِ عَلَى قَدْرِ مَعَاصِيهِمْ وَعَلَى قَدْرِ الْبِدْعَةِ.

بَغْضُ الْكَافِرِ أَشَدُّ، وَبَغْضُ الْمُبْتَدِعِ عَلَى قَدْرِ بِدْعَتِهِ إِذَا كَانَتْ غَيْرَ مُكَفِّرَةٍ عَلَى قَدْرِهَا، وَبُغْضُ الْعَاصِي عَلَى قَدْرِ مَعْصِيتِهِ، وَيُحِبُّهُ فِي اللَّهِ عَلَى قَدْرِ إِسْلَامِهِ."

فَالْحَاصِلُ: أَنَّ الْأَرْجَحَ وَالْأَوْلَى النَّظَرُ فِي الْمَصْلَحَةِ، فَالنَّبِيُّ ﷺ هَجَرَ قَوْمًا وَتَرَكَ آخَرِينَ لَمْ يَهْجُرْهُمْ مُرَاعَاةً لِلْمَصْلَحَةِ الشَّرْعِيَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، فَهَجَرَ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ وَصَاحِبَيْهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ لَمَّا تَخَلَّفُوا عَنْ غَزْوَةِ تَبُوكَ بِغَيْرِ عُذْرٍ هَجَرَهُمْ خَمْسِينَ لَيْلَةً حَتَّى تَابُوا فَتَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ، وَلَمْ يُهَجِّرْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي بْنِ سَلُولٍ وَجَمَاعَةً مِنَ الْمُتَّهِمِينَ بِالنِّفَاقِ لِأَسْبَابٍ شَرْعِيَّةٍ اقْتَضَتْ ذَلِكَ.

فَالْمُؤْمِنُ يَنْظُرُ فِي الْأَصْلَحِ وَهَذَا لَا يَنَافِي بُغْضَ الْكَافِرِ فِي اللَّهِ وَبُغْضَ الْمُبْتَدِعِ فِي اللَّهِ وَبُغْضَ الْعَاصِي فِي اللَّهِ، وَمَحَبَّةَ الْمُسْلِمِ فِي اللَّهِ وَمَحَبَّةَ الْعَاصِي عَلَى قَدْرِ إِسْلَامِهِ، وَمَحَبَّةَ الْمُبْتَدِعِ الَّذِي لَمْ يُكَفِّرْ بِبِدْعَتِهِ عَلَى قَدْرِ مَا مَعَهُ مِنَ الْإِسْلَامِ لَا يَنَافِي ذَلِكَ.

أَمَّا هَجْرُهُمْ فَيَنْظُرُ فِي الْمَصْلَحَةِ، فَإِذَا كَانَ هَجْرُهُمْ يُرَجَّى فِيهِ الْخَيْرُ لَهُمْ يُرَجَّى فِيهِ أَنْ يَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ فِيهِ مِنَ الْبِدْعَةِ وَمِنَ الْمَعْصِيَةِ فَإِنَّ السُّنَّةَ الْهَجْرُ، وَقَدْ أَوْجَبَ ذَلِكَ جَمْعٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالُوا: يَجِبُ.

وَإِنْ كَانَ هَجْرُهُمْ وَتَرْكُهُ سَوَاءً لَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ لَا شَرٌّ وَلَا خَيْرٌ، فَهَجْرُهُمْ أَوْلَى أَيْضًا إِظْهَارًا لِلْأَمْرِ الْمَشْرُوعِ وَإِبَانَةً لِمَا يَجِبُ مِنْ إِظْهَارِ إِنْكَارِ الْمُنْكَرِ، فَهَجْرُهُمْ فِي هَذِهِ الْحَالِ أَوْلَى وَأَسْلَمُ، وَحَتَّى يَعْلَمَ النَّاسُ خَطَأَهُمْ وَغَلَطَهُمْ.

وَالْحَالَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ هَجْرُهُمْ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ وَشَرٌّ أَكْبَرُ فَإِنَّهُ لَا يَهْجُرُهُمْ فِي هَذِهِ الْحَالِ، إِذَا كَانَ هَذَا الْمُبْتَدِعُ إِذَا هَجَرَ زَادَ شَرَّهُ عَلَى النَّاسِ وَانْطَلَقَ فِي الدَّعْوَةِ إِلَى الْبِدْعَةِ وَزَادَتْ بِدْعَتُهُ وَشُرُورُهُ، وَاِسْتَغْلَ الْهِجْرَ فِي دَعْوَةِ النَّاسِ إِلَى الْبَاطِلِ فَإِنَّهُ لَا يَهْجُرُ بَلْ يُنَاقِشُ وَيُحَذِّرُ النَّاسَ مِنْهُ، وَلَا يَكُونُ النَّاسُ عَنْهُ بَعِيدِينَ حَتَّى يُرَاقِبُوا عَمَلَهُ، وَحَتَّى يَمَنَعُوهُ مِنْ التَّوْسُعِ فِي بِدْعَتِهِ، وَحَتَّى يُحَذِّرُوا النَّاسَ مِنْهُ، وَحَتَّى يُكَرِّرُوا عَلَيْهِ الدَّعْوَةَ لَعَلَّ اللَّهَ يَهْدِيهِ حَتَّى يَسْلَمَ النَّاسُ مِنْ شَرِّهِ.

وَهَكَذَا الْعَاصِي الْمُعْلِنِ إِذَا كَانَ تَرْكُهُ وَهَجَرُهُ قَدْ يُفْضِي إِلَى انْتِشَارِ شَرِّهِ وَتَوْسُعِ شَرِّهِ وَتَسَلُّطِهِ عَلَى النَّاسِ فَإِنَّهُ لَا يُهْجَرُ بَلْ يُنَاقِشُ دَائِمًا وَيُنْكِرُ عَلَيْهِ دَائِمًا، وَيُحَذِّرُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ دَائِمًا حَتَّى يَسْلَمَ النَّاسُ مِنْ شَرِّهِ وَحَتَّى لَا تَقَعَ الْفِتَنُ بِمَعْصِيَتِهِ، نَسْأَلُ اللَّهَ السَّلَامَةَ. نَعَمْ.

Orang beriman [ketika hendak menghajer] harus melihat-lihat kondisi ini dengan pandangan penuh keimanan, pandangan syar'i, dan pandangan yang bersih dari hawa nafsu .

Jika dengan menghajer ahli bid'ah itu setelahnya tidak menimbulkan keburukan yang lebih besar ; maka ini adalah Hajer yang haq / benar , dan setidaknya itu adalah Sunnah.

Begitu pula dalam menghajer orang yang terang-terangan berbuat maksiat . Dan yang paling nampak hukumnya , minimal adalah Sunnah, namun yang lebih mashlahat adalah jangan menghajernya ; Karena kita melihat bahwa mendakwahi ahli bid'ah, membimbing mereka ke Sunnah, dan mengajari mereka apa yang diperintahkan Allah kepada mereka ; itu bisa mempengaruhi mereka dan itu bermanfaat bagi mereka, maka sebaiknya mereka ini tidak terburu-buru di hajer .

Dan dengan demikin ia tetap membenci mereka karena Allah sebagaimana ia membenci orang-orang kafir karena Allah . Dia membenci orang-orang yang bermaksiat karena Allah di sesuaikan dengan kadar kemaksiatan mereka dan kadar bid'ahnya .

Membenci orang kafir itu lebih keras , adapum membenci ahli bid'ah maka harus disesuaikan dengan kadar bid'ahnya jika bid'ahnya tidak membuatnya menjadi kafir . Membenci pelaku maksiat disesuaikan dengan kadar kemaksiatannya, dan mencintainya karena Allah disesuaikan dengan kadar keislamannya.

Kesimpulannya :

Adalah yang paling rajih dan lebih utama adalah mempertimbangkan kemashlahatan , karena Nabi  melakukan hajer pada suatu kaum dan tidak melakukannya pada kaum yang lain . Beliau tidak menghajernya karena pertimbangan mashlahat yang syar'i .

Beliau menghajer Ka'ab bin Malik dan kedua temannya - semoga Allah meridhoi mereka-, ketika mereka tidak ikut serta dalam perang Tabuk tanpa ada udzur, beliau  menghajer mereka lima puluh malam sampai mereka bertobat, maka Allah mengampuni mereka.

Sementara beliau  tidak melakukan hjer terhadap Abdullah bin Abi bin Salul dan sekelompok orang yang terduga munafik karena adanya sebab-sebab yang syar'i yang mengharuskan demikian .

Jadi bagi orang beriman harus melihat mashlahat yang terbaik, dan ini bukan berarti menafikan rasa benci karena Allah terhadap orang kafir, membenci karena Allah terhadap Ahli Bid'ah, dan membenci karena Allah terhadap orang yang bermaksiat kepada Allah . 

Kecintaan terhadap seorang muslim karena Allah dan kecintaan kepada Ahli Maksiat sesuai kadar keislamannya, dan kecintaan kepada Ahli Bid'ah tidak sampai pada level kafir sesuai derajat keislamannya ; maka itu semua tidak menafikan adanya rasa benci terhadap kemungkaran dan kekufuran .

Adapun menghajer mereka, maka hendaknya mempertimbangkan mashlahat . Jika dengan menghajer mereka bisa diharapkan membawa kebaikan bagi mereka, diharapkan mereka bisa bertaubat kepada Allah di dalamnya dari kesesatan dan kemaksiatan, maka jika seperti ini di sunnahkan menghajernya , bahkan ada sekelompok ulama yang mewajibkannya. Mereka berkata: "Itu wajib".

Dan jika dengan menghajernya dan menjauhinya tetap saja sama dan tidak menghasilkan kebaikan atau kejahatan, maka menghajernya itu juga lebih tepat , demi untuk menunjukkan hal yang disyariatkan dan memperjelas apa yang diwajibkan untuk menunjukkan Nahyi Munkar. Maka menghajer mereka dalam hal ini lebih baik dan lebih selamat , agar orang-orang mengetahui kesalahan dan kekeliruan mereka

Dan kondisi ketiga: Jika dengan menghajer mereka akan menghasilkan kerusakan dan keburukan yang lebih besar, maka dia tidak menghajernya mereka dalam kondisi ini . Jika ahli bid'ah ini, ketika dihajer itu semakin meningkatkan keburukannya pada manusia dan semakin giat menyerukan bid'ah, dan semakin meningkat bid'ah dan keburukannya . Dan dengan hajer membuatnya semakin lebih fokus untuk menyeru orang-orang pada kebatilan ; maka jika demikian adanya jangan dihajer , melainkan diajak berdiskusi dan memperingatkan orang-orang untuk menjauhinya.

Dan orang-orang jangan menjauh darinya agar mereka bisa mengawasi gerek-geriknya, dan agar mereka bisa mencegahnya dalam menyebar luaskan kesesatannya,

Dan agar mereka memperingatkan orang-orang terhadapnya, dan agar mereka terus mengulang-ulang dakwahnya kepadanya, semoga saja Allah akan membimbingnya sehingga orang-orang menjadi aman dari kejahatannya.

Begitu pula terhadap pelaku maksiat yang terang-terngan , jika dengan meninggalkannya dan menghajernya dapat menyebabkan tersebarnya keburukan dan meluasnya keburukan dan mendominasi atas manusia, maka ia jangan di hajer, melainkan senantisasa diajak dibicarakan dan selalu diingatkan akan kemungkaran perbuatannya .

Dan dia selalu memperingatkan orang-orang tentang keburukannya agar orang selamat dari keburukannya dan agar gejolak musibah tidak datang menimpa dengan kemaksiatannya . Na'am.

[Sumber : Nuurun 'Ala ad-Darb / Hukum Hajer Mubtadi' , Jumada Al-Awwal 6, 1443 H]

*****

JANGAN PUKUL RATA DALAM MENGHAJER DAN MENTAHDZIR ! :

Hukum Asal Hajer adalah di haramkan . Sebagaimana dalam hadits Abu Ayyub al-Anshari - radhiyallaahu 'anhu -, bahwa Rasulullah bersabda:

" لا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أنْ يَهْجُرَ أخاهُ فَوْقَ ثَلاثِ لَيالٍ، يَلْتَقِيانِ: فيُعْرِضُ هذا ويُعْرِضُ هذا، وخَيْرُهُما الذي يَبْدَأُ بالسَّلامِ".

Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan (tidak bertegur-sapa) saudaranya melebihi tiga malam, (jika bertemu) yang ini berpaling dan yang itu juga berpaling, dan sebaik-baik dari keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” [HR: Al-Bukhari 6077, Muslim 2560. Mutafaqun ‘Alaih]

Al-Nafraawi Al-Maaliki berkata:

وَالْهُجْرَانُ الْجَائِزُ الْمَأْذُونُ فِيهِ: هُجْرَانُ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ الْمُحَرَّمَةِ كَالْخَوَارِجِ وَسَائِرِ فُرُقِ الضَّلَالِ لِأَنَّ مُخَالَطَتَهُمْ تُؤَدِّي إِلَى الْمُشَارَكَةِ وَلِذَلِكَ لَا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَنْ يُصَاحِبَ إِلَّا أَصْحَابَ الْفَضْلِ؛ وَحَقِيقَةُ الْبِدْعَةِ عُبُارَةٌ عَمَّا لَمْ يُعْهَدْ فِي الصَّدْرِ الْأَوَّلِ؛ وَتَوَقُّفَ بَعْضُ الشُّيُوخِ فِي حَلِّ هِجْرَانِ ذِي الْبِدْعَةِ الْمَكْرُوهَةِ؛ وَيَظْهَرُ لِي عَدَمُ حِلِّ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ الْهِجْرَانَ مُحَرَّمٌ فِي الْأَصْلِ؛ وَلَا يُرْتَكَبُ الْمُحَرَّمُ لِأَجْلِ مَكْرُوهٍ.

Hajer yang diperbolehkan dan diidzinkan adalah menghajer pealku bid'ah yang di haramkan, seperti bid'ah KHAWARIJ dan firqoh sesat lainnya, karena campur baur dengan mereka akan mengantarkan pada ikut berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu, bagi orang yang berakal tidak layak bersahabat kecual dengan orang-orang yang mulia .

Dan hakikat bid'ah adalah apa yang tidak dikenal pada masa generasi pertama.

Sebagian para syeikh tawaqquf [ tidak mau bicara ] tentang halal dan tidaknya menghajer bidat yang makruh ; namun yang nampak dalam pandaangan saya adalah tidak halal [haram] menghajernya ; Karena hukum asal Hajer itu di haramkan. Dan tidak boleh melakukan haram karena sesuatu yang Makruh . [ Baca : الفواكه الدواني 2/297 ]

Dan para ulama madzhab Hanbali berkata:

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَجِبُ هَجْرُ مَنْ كَفَرَ أَوْ فَسَقَ بِبِدْعَةٍ أَوْ دَعَا إِلَى بِدْعَةٍ مُضِلَّةٍ أَوْ مُفْسِقَةٍ وَهُمْ أَهْلُ الْأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ الْمُخَالِفُونَ فِيمَا لَا يَسُوغُ فِيهِ الْخِلَافُ، كَالْقَائِلِينَ بِخَلْقِ الْقُرْآنِ، وَنَفْيِ الْقَدَرِ، وَنَفِيِّ رُؤْيَةِ الْبَارِيِءِ فِي الْجَنَّةِ وَالْمُشَبِّهَةِ وَالْمُجَسِّمَةِ، وَالْمُرْجِئَةِ الَّذِينَ يُعْتَقَدُونَ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ بِلَا عَمَلٍ، وَالْجَهْمِيَّةِ وَالْإِبَاضِيَّةِ وَالْحَرُورِيَّةِ وَالْوَاقِفِيَّةِ، وَاللَّفْظِيَّةِ، وَالرَّافِضَةِ، وَالْخَوَارِجِ، وَأَمْثَالِهِمْ لِأَنَّهُمْ لَا يَخْلُونَ مِنْ كَفْرٍ أَوْ فَسَقٍ. قَالَهُ فِي الْمُسْتَوْعَبِ.

Kesimpulannya adalah wajib menghajer pelaku bid'ah yang menyebabkan kekafiran atau pelaku bid'ah yang menyebabkan pada kefasiqan [maksiat] , atau orang yang menyeru kepada bid'ah yang menyesatkan atau kefasiqan .

Dan mereka itu adalah para pengikut hawa nafsu dan bid'ah-bid'ah yang menyelisihi perkara-perkara yang tidak layak untuk diperselisihkan di dalamnya .

Contohnya orang-orang yang mengatakan : al-Quran itu Makhluk , tidak mengakui adanya Taqdir , tidak mengakui bahwa manusia bisa melihat Allah kelak di syurga , menyerupakan Allah dengan makhluknya , berkeyakinan bahwa Allah berjasad sama dengan jasad makhluknya  , sekte Murji'ah yang berkeyakian bahwa Iman itu cukup dengan ucapan tidak harus dengan amalan , Jahamiyah , Ibadhiyah [sekte khawarij], Haruriyah [sekte khawarij] , Lafdziyah [yang mengatakan bacaan dan lafadz al-Quran itu makhluk], Syi'ah Raafidhah , Khawarij dan yang semisalnya ; karena mereka-mereka ini tidak lepas dari kekufuran dan kefasiqan . Seperti yang di sebutkan dlam kitab al-Mustau'ab.

[ Baca :  غذاء الألباب 1/259 karya as-Safaariini ]

Ibnu Tamim berkata:

وَهُجْرَانُ أَهْلِ الْبِدْعِ كَافِرَهُمْ وَفَاسِقَهُمْ، وَالْمُتَظَاهِرِ بِالْمَعَاصِي، وَتَرْكُ السَّلَامِ عَلَيْهِمْ فَرْضُ كَفَايَةٌ، وَمَكْرُوهٌ لِسَائِرِ النَّاسِ.

Menhajer ahli bid'ah , baik yang kafirnya dan yang fasiknya , dan menghajer pelaku maksiat yang terang-terangan maksiat , serta tidak memberikan Salam pada mereka , itu hukum Fardhu Kifayah , dan dimakruhkan bagi semua orang . [ Baca :  غذاء الألباب 1/259 karya as-Safaariini ]

Ternyata di zaman sekarang ini oleh para pemeluk Madzhab Ahlul Hajer wat Tahdziir ini semuanya sama rata di hajer dan di tahdzir . Mestinya jangan dipukul rata ! .

Syeikh al-Munajjid berkata :

مِنَ الْانْحِرَافَاتِ فِي مَوْضُوعِ التَّبْدِيعِ جَعَلَ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُرْتَبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ: وَأَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ مِنْ جَعَلَ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُكَفِّرَةً، وَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَهَا، فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ، الْحَدِيثُ مَعْرُوفٌ [أَبُو دَاوُدَ: 4609، وَصَحَّحَهُ الْأَلْبَانِيُّ السِّلْسِلَةِ الصَّحِيحَةِ: 2735].

لَكِنْ هَذَا لَا يَعْنِي أَنَّ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُتَسَاوِيَةٌ، فَيُؤْدِي إِلَى النَّارِ الْكُبْرَى وَالْبِدْعَةُ وَالْكُفْرُ، لَكِنَّ شَيْءًا يَخْلِدُ وَشَيْءٌ لَا يَخْلِدُ، وَشَيْءٌ يَطُولُ عَذَابُ صَاحِبِهِ، وَشَيْءٌ لَا يَطُولُ.

فَالْبِدْعُ لَيْسَتْ مُتَسَاوِيَةً فِي الضَّلَالَةِ، وَلَا فِي الْإِفْسَادِ، وَالتَّسَوُّيَةُ بَيْنَ الْبِدَعِ مُخَالِفَةٌ لِمِنْهَاجِ السَّلَفِ. فَهُنَاكَ بِدَعٌ عَمَلِيَّةٌ، وَبِدَعٌ اعْتِقَادِيَّةٌ، وَبِدَعٌ مُكَفِّرَةٌ، وَبِدَعٌ غَيْرُ مُكَفِّرَةٌ، وَيَتَفَاوَتُ أَهْلُ الْبِدَعِ بِتَفَاوُتِ بِدَعِهِمْ، وَمَدَى قُرْبِهِمْ أَوْ بُعْدِهِمْ مِنَ الْحَقِّ.

وَبِالتَّالِي يَنْبَغِي أَنْ تَتَفَاوَتَ الْمَوَاقِفُ مِنْهُمْ، وَأَنْ تَتَفَاوَتَ مُعَامَلَتُهُمْ بِحَسَبِ بِدَعِهِمْ، أَنْتَ تُبَدِّعُ الْبِدَعَ الْمُكَفِّرَةَ مِثْلَ الْبِدَعِ غَيْرِ الْمُكَفِّرَةِ تَعَامَلَهُمْ سَوَاءٌ هَذَا ظُلْمٌ.

" Sebagian penyimpangan kelompok ini dalam hal pembid'ahan orang lain adalah menjadikan semua macam bid'ah satu level dalam dosa. Bahkan yang lebih parah dari itu adalah menjadikan semua bid'ah menjadi kekafiran, dan tidak membeda-bedakan diantara keduanya, maka kami katakan bahwa kami juga berkata sama sebagaimana Nabi bersabda :

" فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ ".

"Karena sesungguhnya setiap amalan yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan adalah di neraka". [ HR. Abu Dawud: 4609, dan dishahihkan oleh Al-Albani, Al-Silsilah Al-Shahihah no. 2735]

Namun ini tidak berarti bahwa semua bid'ah adalah sama, sehingga semua macam bid'ah akan mengantarkan pada api nereka yang besar, bid'ah dan kekafiran, akan tetapi yang benar adalah ada yang kekal dalam neraka dan ada yang tidak kekal , dan ada yang lama masanya dalam neraka dan ada yang tidak.

Jadi bid'ah itu tidak semua sama dalam tingkat kesesatannya , tidak juga dalam mafsadahnya . Dan menyama ratakan antara macam-macam bid'ah adalah bertentangan dengan manhaj salaf dahulu .

Karena di sana ada bid'ah amaliyah , bid'ah i'tiqodiyyah [keyakinan], bid'ah yang membuat seseorang menjadi kafir, dan bid'ah yang tidak membuatnya kafir. Dan para ahli bid'ah itu berbeda-beda disesuaikan dengan perbedaan tingkat bid'ahnya, dan seberapa dekat atau jauhnya dari kebenaran.

Oleh karena itu, seharusnya sikap terhadap mereka harus berbeda-beda, dan perlakuan terhadap mereka harus berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebid'ahan mereka.

Jika Anda menyamakan perlakuan terhadap para pelaku bid'ah yang membuatnya kafir dengan para pelaku bid'ah yang tidak membuatnya kafir , maka ini adalah bentuk kedzaliman dan ketidak adilan ".

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

بَعْضَ هَذِهِ الْبِدْعَةِ أَشَدُّ مِنْ بَعْضٍ وَبَعْضُ الْمُبْتَدِعَةِ يَكُونُ فِيهِ مِنْ الْإِيمَانِ مَا لَيْسَ فِي بَعْضٍ فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يُكَفِّرَ أَحَدًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَإِنْ أَخْطَأَ وَغَلِطَ حَتَّى تُقَامَ عَلَيْهِ الْحُجَّةُ وَتُبَيَّنَ لَهُ الْمَحَجَّةُ. وَمَنْ ثَبَتَ إيمَانُهُ بِيَقِينِ لَمْ يَزُلْ ذَلِكَ عَنْهُ بِالشَّكِّ؛ بَلْ لَا يَزُولُ إلَّا بَعْدَ إقَامَةِ الْحُجَّةِ وَإِزَالَةِ الشُّبْهَةِ. وَهَذَا الْجَوَابُ لَا يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ هَذَا".

Ada sebagian ahli bid’ah yang lebih dahsyat dari pada yang lainnya , dan terkadang ada sebagian ahli bidah yang memiliki tingkat keimanan yang tidak dimiliki oleh sebagian lainnya.

Tidak seorang pun berhak menghukumi seorang muslim sebagai orang kafir, meskipun dia melakukan kesalahan dan kekeliruan sampai dia mendapatkan hujjah lalu dijelaskan padanya bahwa inilah jalan yang lurus dan benar .

Dan siapa yang terbukti keimanannya dengan yakin , maka imanya itu tidak bisa dianggap hilang darinya dengan keraguan; bahkan, imannya itu tidak dianggap hilang kecuali jika hujjah telah ditegakkan dan kesyubhatan telah dihilangkan.

Dan jawaban ini tidak bisa lebih memungkinkan dari ini. [ Majmu al-Fataawaa 12/500-501 dan Majmu'ah ar-Rosaa'il wal Masaa'il :16/3 ].

SYEIKH AL-ALBAANI :

Syeikh al-Albaani berkata dalam Silsilah adh-Dha'iifah 7/116 setelah menyebutkan perkataan Ibnu Taimiyah diatas :

"هَذَا؛ وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ قَوِيَّةٌ عَلَى أَنَّ الْمُوَحِّدَ لَا يَخْلُدُ فِي النَّارِ؛ مَهْمَا كَانَ فِعْلُهُ مُخَالِفًا لِمَا يَسْتَلْزِمُهُ الْإِيمَانُ وَيُوجِبُهُ مِنَ الْأَعْمَالِ؛ كَالصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا مِنَ الْأَرْكَانِ الْعَمَلِيَّةِ، وَإِنَّ مِمَّا يُؤْكِدُ ذَلِكَ مَا تَوَاتَرَ فِي أَحَادِيثِ الشَّفَاعَةِ؛ أَنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ الشَّافِعِينَ بِأَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ ذَرَّةٌ مِنَ الْإِيمَانِ. وَيُؤْكِدُ ذَلِكَ حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُخْرِجُ مِنَ النَّارِ نَاسًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ".

" Ini dan dalam hadits tersebut terdapat indikasi kuat bahwa orang bertauhid tidak selamanya tinggal di Neraka. Apa pun perbuatannya meskipun bertentangan dengan apa yang dituntut dan diwajibkan oleh iman dari amalan-amalan ; seperti shalat dan semisalnya dari rukun-rukun amaliyah lainnya.

Dan termasuk yang menegaskan hal ini adalah apa yang telah mutawatir dalam hadits-hadits syafa'at. Bahwa Allah memerintahkan para pemberi syafaat untuk mengeluarkan dari Neraka siapa pun yang memiliki sedikit iman di dalam hatinya.

Hal ini ditegaskan oleh hadits Abu Sa'id al-Khudri :

أنَّ الله يُخْرِجُ مِنْ النَّارِ قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ

"Bahwa Allah SWT akan mengeluarkan dari Neraka orang-orang yang sama sekali tidak pernah ber-amal kebajikan" . [HR. Muslim no. 301]. (Selesai)

Dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

" ‌وَمِمَّا ‌يَنْبَغِي ‌أَيْضًا ‌أَنْ ‌يُعْرَفَ ‌أَنَّ ‌الطَّوَائِفَ ‌الْمُنْتَسِبَةَ ‌إلَى ‌مَتْبُوعِينَ ‌فِي ‌أُصُولِ ‌الدِّينِ ‌وَالْكَلَامِ: عَلَى دَرَجَاتٍ : مِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ قَدْ خَالَفَ السُّنَّةَ فِي أُصُولٍ عَظِيمَةٍ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إنَّمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فِي أُمُورٍ دَقِيقَةٍ".

" Perlu juga diketahui bahwa sekte-sekte yang berafiliasi pada para penganut ilmu ushuluddin [teologi] dan ilmu kalam [filsafat] memiliki tingkatan [derajat yang berbeda-beda ] :

Sebagian dari mereka ada yang menyelisihi Sunnah dalam pokok-pokok agama yang besar. Dan di antara mereka ada yang menyelisihi Sunnah dalam perkara-perkara yang sangat kecil dan lembut . [Majmu' al-Fataawaa 3/384].

Syeikh al-Munajjid berkata :

وَأَيْضًا الْمُبْتَدِعَةُ أَنْفُسَهُمْ مِنْهُمْ مَنْ لَهُمْ أَعْمَالٌ صَالِحَةٌ جَلِيلَةٌ، وَمِنْهُمْ مَنْ لَيْسَ كَذَلِكَ، يَعْنِي: صَاحِبُ السَّيِّئَاتِ إذَا كَانَ لَهُ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ مَا يَخْتَلِفُ الْمَوْقِفُ مِنْهُ مِنْ صَاحِبِ السَّيِّئَاتِ الَّذِي لَا يَكَادُ يُوْجَدُ لَهُ حَسَنَاتٌ.

انظُرِ الْفُقَهَاءَ مِنَ السَّلَفِ وَمَمَّنْ تَبِعَهُمْ تَفَاوَتَتْ مَوَاقِفُهُمْ، انظُرْ مَوْقَفَ الْإِمَامِ أَحْمَدَ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا فَتَحَ عَمُورِيَّةً، الْمُعْتَصِمُ كَانَ عَلَى مِنْهَجِ الْمُعْتَزِلَةِ اسْتَمَالُوهُ اسْتَحَوَّذُوا عَلَيْهِ، كَمَا اسْتَحَوَّذُوا عَلَى الْمَأْمُونِ قَبْلَهُ.

لَكِنَّ الْإِمَامَ أَحْمَدَ مَوْقِفُهُ مِنَ الْمُعْتَصِمِ لَمَّا فَتَحَ عُمُورِيَّةً بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي قَالَتْ: وَامْعَتَصِمَاهُ، لَيْسَ مِثْلَ الشَّخْصِ الَّذِي مَا لَهُ حَسَنَاتٌ مُغْرَقٌ فِي الْبِدْعَةِ، وَلَا لَهُ مَوَاقِفُ فِي النَّصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.

انظُرْ إلَى مَوْقَفِ آلِ قَدَّامَةَ الْحَنَابِلَةِ كَيْفَ قَاتَلُوا مَعَ صَلَاحِ الدِّينِ وَفِي جَيْشِهِ سَارُوا، وَفِي جَيْشِ صَلَاحِ الدِّينِ مِنَ الْأَشْعَرِيَّةِ وَغَيْرِهِمْ؛ لِأَنَّ فِي عَمَلِيَّةٍ نَبِيلَةٍ جَلِيلَةٍ فَتَحَ بَيْتَ الْمَقْدِسِ، وَلِذَلِكَ التَّسْوِيةُ وَالتَّعْمِيمُ أَنَّ الْمَوْقِفَ وَاحِدٌ كُلُّهُمْ مُبْتَدِعَةٌ، نَعَمْ كُلُّهُمْ مُبْتَدِعَةٌ، لَكِنَّ هُنَاكَ مُبْتَدِعَةٌ لَهُمْ حَسَنَاتٌ جَلِيلَةٌ، بِدْعَتُهُ فِي جَانِبٍ مُعَيَّنٍ فِي الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ، لَكِنَّ فِي جَوَانِبَ أُخْرَى تُلْغِيهَا، تَعْمَمُ عَلَيْهِ كُلَّهُ، وَتَقُولُ: هُمْ سَوَاءٌ، وَالَّذِينَ ابْتَدَعُوا فِي كُلِّ الْمَجَالَاتِ سَوَاءٌ، هَذَا ظُلْمٌ، وَقَدْ جَعَلَ بَعْضُهُمْ الْبِدْعَ كُلَّهَا مُرَتَّبَةً وَاحِدَةً فِي الْإِثْمِ، بَلْ وَبِدْعَ مَنْ لَمْ يَقُلْ بِذَلِكَ.

Juga, para ahli bid'ah itu sendiri , diantara mereka ada yang memiliki amal-amal shalih dan agung . Dan sebagian dari mereka ada yang tidak seperti itu.

Artinya : orang yang melakukan amalan yang buruk jika dia memiliki banyak amalan yang baik ; maka posisinya berbeda dengan orang yang melakukan amalan buruk, yang hampir tidak memiliki amalan yang baik sama sekali.

Lihat para ahli fiqih dari kalangan ulama salaf dan orang-orang yang mengikuti mereka, pendirian mereka berbeda-beda , lihat pendirian Imam Ahmad terhadap Al-Mu'tasim ketika dia menaklukkan Amoriyah, Al-Mu'tasim bermanhaj Mu'tazilah. Pengangkatan dirinya sebagai khalifah sempat ditentang banyak pihak , mereka sempat berusaha menumbangkannya dan menguasainya, sebagaimana mereka sempat berusaha menguasai Al-Ma'mun sebelum dia.

Akan tetapi Imam Ahmad mengambil sikap tersendiri terhadap al-Mu'tasim ketika dia menaklukkan Amoriyah dengan sebab adanya seorang wanita yang berseru :

“Waa Mu’tashimaah!”, yang artinya “Di mana engkau wahai Mu’tashim (Tolonglah aku)”.

Sikap Imam Ahmad terhadapnya tidak seperti menghadapi orang yang tidak memiliki amal saleh yang terbenam dalam kebid'ahan, dan tidak seperti menghadapi orang yang tidak memiliki pendirian dalam berjuang menolong Islam dan umat Islam .

Lihatlah sikap keluarga Qudamah dari Madzhab Hanbali, bagaimana mereka ikut berperang bersama Salahud-Din al-Ayyuubi dan bersama pasukannya mereka berbaris dan berjalan. Dan di pasukan Salahud-Din ini terdapat orang-orang yang ber-aqidah Asy’ari dan lainnya; Karena dalam operasi yang mulia dan agung, yaitu penaklukan Baitul Maqdis.

Dan untuk itu mereka melakukan persamaan dan generalisasi bahwa posisi mereka adalah satu, padahal mereka semua adalah ahli bid'ah. Ya, mereka semua adalah berbagai macam ahli bid'ah, tapi ada ahli bid'ah yang memiliki amal-amal kebajikan yang besar. Bid'ahnya hanya ada pada aspek tertentu , yaitu tentang al-Asmaa wa ash-Shifaat [tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya].

Tetapi dalam aspek lain konsep ini tidak boleh diterapkan , yaitu  menggeneralisasi semua bid'ah, dengan mengatakan : Semua ahli bid'ah sama, termasuk para ahli bid'ah di semua bidang juga sama, maka ini adalah kedzaliman dan ketidakadilan.

Dan ada sebagian dari mereka yang menyama ratakan bahwa semua bid'ah martabatnya sama, bahkan orang yang tidak ikut mengatakannya juga dianggap sebagai ahli bid'ah" .

[ Sumber : ضُوَابِطُ البِدْعَةِ وَالِانْحِرَافَاتِ فِي أَبْوَابِ الْبِدْعَةِ وَالتَّبْدِيعِ ]

*****

BAGAIMANA DENGAN PERKATAAN SESEORANG : SAYA  SALAFI ?

Berikut ini tanya jawab antara si penanya dengan Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Liqoo'aat al-Baab al-Maftuuh :

PERTANYAAN :

نُرِيدُ أَنْ نَعْرِفَ مَا هِيَ السَّلَفِيَّةُ كَمَنْهَجٍ، وَهَلْ لَنَا أَنْ نَنْتَسِبَ إِلَيْهَا؟ وَهَلْ لَنَا أَنْ نَنْكِرَ عَلَى مَنْ لَا يَنْتَسِبُ إِلَيْهَا، أَوْ يَنْكِرَ عَلَى كَلِمَةِ سَلَفِيٍّ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ؟

Kita ingin mengetahui apa itu manhaj (jalan atau metodologi) Salafiyyah, dan bolehkah kita menisbatkan diri kita padanya [mengaku sebagai salafi] ? Bolehkah kita mengingkari orang-orang yang tidak termasuk di dalamnya atau yang keberatan dengan kata Salafi dan yang lainnya yang semisal ?.

JAWABAN Syeikh Ibnu Utsaimin :

الْحَمْدُ لِلَّهِ.

"السَّلَفِيَّة: هِيَ اتِّبَاعٌ مِنْهَجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ؛ لِأَنَّهُمْ هُمَ الَّذِينَ سَلَفُونَا وَتَقَدَّمُوا عَلَيْنَا، فَاتِّبَاعُهُمْ هُوَ السَّلَفِيَّة.

وَأَمَّا اتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ خَاصٍّ يَنْفَرِدُ بِهِ الْإِنْسَانُ وَيُضِلُّ مَنْ خَالَفَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلَوْ كَانُوا عَلَى حَقٍّ، وَاتِّخَاذُ السَّلَفِيَّةِ كَمَنْهَجٍ حِزْبِيٍّ فَلَا شَكَّ أَنَّ هَذَا خِلَافُ السَّلَفِيَّة، فَالسَّلَفُ كُلُّهُمْ يَدْعُونَ إِلَى الِاتِّفَاقِ وَالِالْتِئَامِ حَوْلَ سُنَّةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يُضِلُّونَ مَنْ خَالَفَهُمْ عَنْ تَأْوِيل، اللَّهُمَّ إِلَّا فِي الْعُقَائِدِ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ أَنَّ مَنْ خَالَفَهُمْ فِيهَا فَهُوَ ضَالٌّ، أَمَّا فِي الْمَسَائِلِ الْعَمَلِيَّةِ فَإِنَّهُمْ يُخَفِّفُونَ فِيهَا كَثِيرًا."

"لَكِنَّ بَعْضًا مِنْ انْتَهَجَ السَّلَفِيَّةَ فِي عَصْرِنَا هَذَا صَارَ يُضِلُّ كُلَّ مَنْ خَالَفَهُ وَلَوْ كَانَ الْحَقُّ مَعَهُ، وَاتَّخَذَهَا بَعْضُهُم مَنْهَجًا حِزْبِيًّا كَمِنْهَجِ الْأَحْزَابِ الْأُخْرَى الَّتِي تَنْتَسِبُ إِلَى دِينِ الْإِسْلَامِ، وَهَذَا هُوَ الَّذِي يُنْكَرُ وَلَا يُمْكِنُ إِقْرَارُهُ، وَيُقَال: انْظُرُوا إِلَى مَذْهَبِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مَاذَا كَانُوا يَفْعَلُونَ؟ انْظُرُوا طَرِيقَتَهُمْ وَفِي سَعَةِ صُدُورِهِمْ فِي الْخِلَافِ الَّذِي يُسَوِّغُ فِيهِ الِاجْتِهَادُ، حَتَّى إِنَّهُمْ كَانُوا يَخْتَلِفُونَ فِي مَسَائِلَ كَبِيرَةٍ، وَفِي مَسَائِلَ عَقِدِيَّةٍ، وَعَمَلِيَّةٍ، فَتَجِدُ بَعْضُهُمْ مَثَلًا يُنْكِرُ أَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ: بَلَى. وَتَرَى بَعْضُهُمْ يَقُولُ: إِنَّ الَّتِي تُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هِيَ الْأَعْمَالُ، وَبَعْضُهُمْ يَرَى أَنَّ صَحَائِفَ الْأَعْمَالِ هِيَ الَّتِي تُوْزَنُ، وَتَرَاهُمْ أَيْضًا فِي مَسَائِلِ الْفِقْهِ يَخْتَلِّفُونَ كَثِيرًا، فِي النِّكَاحِ، وَالْفُرُائِضِ، وَالْبُيُوعِ، وَغَيْرِهَا، وَمَعَ ذَلِكَ لَا يُضِلُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا."

"فَالسَّلَفِيَّةُ بِمَعْنَى أَنْ تَكُونَ حِزْبًا خَاصًّا لَهُ مُمَيِّزَاتُهُ وَيُضِلُّ أَفْرَادُهُ مَنْ سِوَاهُمْ فَهَؤُلَاءَ لَيْسُوا مِنَ السَّلَفِيَّةِ فِي شَيْءٍ.

وَأَمَّا السَّلَفِيَّةُ الَّتِي هِيَ اتِبَاعُ مَنْهَجِ السَّلَفِ عَقِيدَةً وَقَوْلًا وَعَمَلًا وَائْتِلافًا وَاخْتِلَافًا وَاتِّفَاقًا وَتَرَاحُمًا وَتُوَادًّا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضُوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَر) فَهَذِهِ هِيَ السَّلَفِيَّةُ الْحَقَّةُ" اِنْتَهَى [فَضِيلَةُ الشَّيْخِ مُحَمَّدِ بْنِ عُثَيْمِينَ رَحِمَهُ اللَّهُ ."لِقَاءَاتِ الْبَابِ الْمَفْتُوحِ" (3/246) .]

Alhamdulillah.

Salafi maknanya adalah mengikuti manhaj Rasulullah dan para sahabatnya, karena merekalah para salaf kita [yang datang sebelum kita ] dan mendahului kita, maka mengikuti mereka adalah Salafiyyah.

Adapun menjadikan Salaf sebagai manhaj exlusive yang dianut oleh sekelompok orang yang suka menganggap sesat umat Islam yang berbeda pendapat dengannya, meskipun mereka mengikuti kebenaran, dan menjadikan Salafiyyah sebagai manhaj yang memihak pada kelompok tertentu [haizbi], maka tidak ada keraguan bahwa manhaj salaf seperti ini bertentangan dengan para Salaf dahulu. Karena seluruh para salaf dahulu atau generasi awal senantiasa menyerukan persatuan , kesatuan dan kerukunan sesama uamt Islam berdasarkan Sunnah Rasulullah . Dan para salaf dahulu tidak pernah menganggap sesat orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka, yang jika perbedaanya itu disebabkan oleh adanya perbedaan  pemahaman dan penafsiran atau takwil.

Kecuali jika menyangkut masalah-masalah aqidah atau keyakinan, karena mereka para salaf menganggap orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka dalam hal aqidah ini adalah orang-orang yang sesat. Namun dalam masalah-masalah amal ibadah , maka mereka banyak bersikap toleransi.

Namun di zaman kita sekarang ini, ada sebagian dari mereka yang mengaku bermanhaj Salaf , akan tetapi manhaj mereka ini selalu menganggap sesat semua orang yang berbeda pendapat dengan mereka, meskipun orang tersebut benar. Dan ada sebagian dari mereka yang menjadikannya sebagai manhaj hizbi [yang fanatik pada kelompok tertentu] , sama seperti yang dilakukan oleh kelompok-kelompok hizbi lainnya yang mengaku-ngaku dari agama Islam. Maka manhaj salafi seperti inilah yang harus dikecam , diingkari dan tidak boleh diakui. Dan harus dikatakan kepada kelompok salafi yang seperti ini hal-hal sbb :

" Lihatlah madzhab as-salaf ash-shaalih yang benar ! apa yang biasa mereka lakukan?

Lihatlah langkah dan methode mereka dan betapa terbukanya hati mereka ? betapa lapangnya dada mereka dalam hal perbedaan yang memungkinkan untuk berijtihaad (diperbolehkan perbedaan pendapat) di dalamnya.  Bahkan mereka berbeda pendapat mengenai masalah-masalah besar, masalah-masalah aqidah dan masalah-masalah amal ibadah.

Anda akan menjumpai sebagian dari mereka, misalnya, mengingkari bahwa Rasulullah melihat Tuhannya [saat Mi'raj], sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa beliau melihat-Nya.

Anda lihat sebagian dari mereka mengatakan bahwa yang ditimbang pada hari kiamat adalah amalan, sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa yang ditimbang adalah kitab amalan.

Anda juga akan melihat mereka berbeda pendapat dalam hal fiqh yang berkaitan dengan perkawinan, pembagian warisan, jual beli, dan masalah lainnya. Namun terlepas dari semua itu, mereka tidak menganggap satu sama lain sesat.

Salafi dalam artian sebagai kelompok khusus yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dan para pengikutnya selalu menganggap orang lain sesat, maka kelompok tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan manhaj Salafi.

Adapun Salafi yang benar ; maka ia adalah yang mengikuti manhaj salaf dahulu dalam hal aqidah, ucapan dan perbuatan. Manhaj para salaf dahulu senantiasa menyerukan persatuan dan kerukunan serta saling kasih sayang dan cinta terhadap sesama kaum muslimin, sebagaimana yang Rasulullah sabdakan :

"Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas demam (turut merasakan sakitnya) '"

Inilah Salafi yang sejati dan yang sebenarnya. (Kutipan Selesai).

[ Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah. Dalam Liqoo'at al-Baab al-Maftuuh” (3/246)]

PANDANGAN PENULIS ARTIKEL INI Tentang ucapan "SAYA SALAFI" atau "SAYA SHOHABI" :

Menurut hemat penulis yang sangat bodoh ini : sebaiknya cukup dengan mengatakan "SAYA MUSLIM", tidak perlu mengatakan "Saya Salafi" [yakni bermanhaj salaf] atau "Saya Shohabi" [yakni bermanhaj sahabat] atau "Saya Tabi'i" [yakni bermanhaj Tabi'i] atau "Saya Nabiyyi" [yakni bermanhaj Nabi ]; karena kata dan ungkapan tersebut diperuntukkan untuk penyebutan orang-orang tertentu yang hidup pada masanya . Lagi pula dikhawatirkan kata-kata tersebut akan melahirkan rasa sombong dan merasa suci pada diri kita atau akan membentuk sebuah kelompok hizbi baru yang berdampak menimbulkan perpecahan sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Syeikh Ibnu Utsaimin diatas.

Paling tidak , jangan menuduh dan mencap "Ahli Bid'ah" & "Ahlul Ahwaa" terhadap orang-orang yang tidak mau menisbatkan dirinya sebagai salafi . 

Penulis kira sudah cukup dengan mengatakan "SAYA MUSLIM" ; karena Allah SWT berfirman :

(هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَ )

"Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini" . [QS. Al-Hajj : 78]

Ayat lengkapnya :

( وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ ).

" Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim sejak dari dulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. [QS. Al-Hajj : 78]

****

MEREKA AHLUL HAJER WAT TAHDZIR 
SIBUK MENCARI DALIL UNTUK MEMECAH BELAH UMAT:

Mereka Ahlul Hajr wat Tahdzir mirip kaum Kahwarij yang gemar mencari-cari dalil yang turun kepada orang kafir atau orang fasiq lalu mereka timpakan kepada orang beriman yang berbeda pendapat.

Berikut ini adalah ucapan Abdullah bin Umar radhiallahu anhu tentang orang-orang khawarij sebagaimana disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq :

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، وَقَالَ : إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ

“Ibnu Umar menilai mereka sebagai seburuk-buruk makhluk Allah. Dia berkata, ‘Mereka mencari-cari ayat-ayat yang turun terhadap orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” (Fathul Bari, 12/282)

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

""وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ فِي مُسْنَدِ عَلِيٍّ مِنْ تَهْذِيبِ الْآثَارِ مِنْ طَرِيقِ بَكِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَشَجِّ أَنَّهُ سَأَلَ نَافِعًا كَيْفَ كَانَ رَأْيُ ابْنِ عُمَرَ فِي الْحَرُورِيَّةِ – وَهُوَ أَحَدُ أَسْمَاءِ الْخَوَارِجِ - ؟ قَالَ: ( كَانَ يَرَاهُمْ شَرَارَ خَلْقِ اللَّهِ ، انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتِ الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا فِي الْمُؤْمِنِينَ ) . قُلْتُ: وَسَنَدُهُ صَحِيحٌ".

Ath-Thabary menyambungkan sanadnya dalam musnad Ali min Tahzib Al-Atsar dari jalur Bakir bin Abdillah bin Al-Asyaj, bahwa dia bertanya kepada Nafi, tentang bagaimana pandangan Ibnu Umar terhadap kelompok Haruriyah (nama lain untuk kelompok Khawarij)? Dia berkata, “Beliau berpendapat bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk Allah, mereka mencari-mencari ayat tentang orang-orang kafir lalu mereka timpakan kepada orang-orang beriman.” Saya katakan, ‘Sanadnya shahih’” (Fathul Bari, 12/286)

Mereka hanya sibuk menyerang dan memecah belah kaum mislimin , tetapi membiarkan orang-orang kafir, sebagaimana yang Rosulullah sabdakan tentang mereka :

" يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ ".

“ Mereka hanya memerangi umat Islam , akan tetapi membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti akan aku bantai mereka sebagaimana kaum 'Aad dibantai". [HR. Bukhari no. 3344 dan Muslim no. 1064]

Salah satu kebusukan manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan hukum, yang haram menjadi wajib, dengan cara membenturkan antar dalil . Lalu mereka akan memilih hukum yang mereka inginkan . Dan ciri khas hukum produk mereka adalah menganggap sesat seluruh kaum muslimin yang menyelisihi produk hukum mereka . Dampak nya pun sudah bisa dipastikan akan menimbulkan permusuhan dan perpecahan .

Mereka mensetarakan diri mereka dengan para Nabi dan Rasul , sementara seluruh kaum muslimin yang menyelisihnya disetarakan dengan orang kafir, bahkan lebih buruk darinya. Terbukti ketika seluruh kaum muslimin menentangnya maka mereka semakin bangga dan congkak, dengan mengatakan : dulu para Nabi dan Rasul juga sama demikian ketika menghadapi perlawanan dari orang-orang kafir dan kaum musyrikin .

DALIL-DALIL UTAMA MANHAJ HAJER DAN TAHDZIR :

Diantara dalil yang melekat pada ahlul hajr wat tah-tahdzir adalah sbb:

DALIL PERTAMA : Dalil yang dianggap mewajibkan bertajassus dan su’udzon :

Diantaranya mereka berdalil dengan dalil-dalil berikut ini :

1] FIRMAN ALLAH SWT : 

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6) }

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka bertabayyunlah [periksalah dengan teliti], agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu. [QS. Al-Hujuroot : 6].

FIQIH AYAT :

Mereka berkata : Dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk bertabayyun dan memeriksa dengan teliti tentang orang-orang yang hendak diambil ilmunya . Jika terbukti bahwa orang tersebut seseorang yang berilmu dan bermanhaj lurus ; maka ambilllah ilmu dari nya dan bermulaazamah dengannya . Namun sebaliknya , jika terbukti bahwa orang tersebut bermanhaj sesat dan menyesatkan maka dilarang berguru kepadanya . Sebagaimana Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.

BANTAHAN :

Sebab turun ayat perintah bertabayyun ini berkenaan dengan kejadian adanya informasi palsu yang hampir saja berujung pada pertumpahan darah .  

Namun bisa saja dijadikan dalil untuk berhati-hati dan memilah-milah dalam mengambil Ilmu agama, akan tetapi tidak harus melakukan tajassus terhadap para ulama yang sama-sama dari kalangan ahlus sunnah wal jamaah .

Ibnu Katsir berkata :

“ Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it ketika dia diutus oleh Rasulullah untuk memungut zakat orang-orang Bani al-Mushtholiq.

Imam Ahmad mengatakan : ... Al-Haris ibnu Abu Dhirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis berikut:

"قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَدَعَانِي إِلَى الْإِسْلَامِ، فَدَخَلْتُ فِيهِ وَأَقْرَرْتُ بِهِ، وَدَعَانِي إِلَى الزَّكَاةِ فَأَقْرَرْتُ بِهَا، وَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرْجِعُ إِلَيْهِمْ فَأَدْعُوهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَدَاءِ الزَّكَاةِ، فَمَنِ اسْتَجَابَ لِي جَمَعْتُ زَكَاتَهُ، ويُرسل إليَّ رَسُولُ اللَّهِ رَسُولًا لإبَّان كَذَا وَكَذَا لِيَأْتِيَكَ بِمَا جمَعتُ مِنَ الزَّكَاةِ. فَلَمَّا جَمَعَ الْحَارِثُ الزَّكَاةَ مِمَّنِ اسْتَجَابَ لَهُ، وَبَلَغَ الْإِبَّانَ الَّذِي أَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إن يَبْعَثَ إِلَيْهِ، احْتُبِسَ عَلَيْهِ الرَّسُولُ فَلَمْ يَأْتِهِ، فَظَنَّ الْحَارِثُ أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ فِيهِ سُخْطة مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَدَعَا بسَرَوات قَوْمِهِ، فَقَالَ لَهُمْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ وَقَّت لِي وَقْتًا يُرْسِلُ إِلَيَّ رَسُولَهُ لِيَقْبِضَ مَا كَانَ عِنْدِي مِنَ الزَّكَاةِ، وَلَيْسَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الخُلْف، وَلَا أَرَى حَبْسَ رَسُولِهِ إِلَّا مِنْ سُخْطَةٍ كَانَتْ، فَانْطَلِقُوا فَنَأْتِي رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ إِلَى الْحَارِثِ لِيَقْبِضَ مَا كَانَ عِنْدَهُ مِمَّا جَمَعَ مِنَ الزَّكَاةِ، فَلَمَّا أَنْ سَارَ الْوَلِيدُ حَتَّى بَلَغَ بَعْضَ الطَّرِيقِ فَرَق -أَيْ: خَافَ-فَرَجَعَ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْحَارِثَ مَنَعَنِي الزَّكَاةَ وَأَرَادَ قَتْلِي. فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْبَعْثَ إِلَى الْحَارِثِ. وَأَقْبَلَ الْحَارِثُ بِأَصْحَابِهِ حَتَّى إِذَا اسْتَقْبَلَ الْبَعْثُ وفَصَل عَنِ الْمَدِينَةِ لَقِيَهُمُ الْحَارِثُ، فَقَالُوا: هَذَا الحارث، فَلَمَّا غَشِيَهُمْ قَالَ لَهُمْ: إِلَى مَنْ بُعثتم؟ قَالُوا: إِلَيْكَ. قَالَ: وَلِمَ؟ قَالُوا: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ بَعَثَ إِلَيْكَ الْوَلِيدَ بْنَ عُقْبَةَ، فَزَعَمَ أَنَّكَ مَنَعْتَهُ الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَهُ. قَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا بِالْحَقِّ مَا رَأَيْتُهُ بَتَّةً وَلَا أَتَانِي. فَلَمَّا دَخَلَ الْحَارِثُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: "مَنَعْتَ الزَّكَاةَ وَأَرَدْتَ قَتْلَ رَسُولِي؟ ". قَالَ: لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا رَأَيْتُهُ وَلَا أَتَانِي، وَمَا أَقْبَلْتُ إِلَّا حِينَ احْتُبِسَ عَلَيَّ رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، خَشِيتُ أَنْ يَكُونَ كَانَتْ سُخْطَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتِ الْحُجُرَاتُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ} إِلَى قَوْلِهِ: {حَكِيمٌ}".

Aku datang menghadap kepada Rasulullah Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau menyeruku untuk membayar zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh keyakinan.

Aku berkata : "Wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya. Dan engkau, ya Rasulullah, silahkan mengirimkan utusan engkau [petugas zakat] kepadaku sesudah datang waktu anu dan anu, agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepada engkau."

Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada Rasulullah telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka :

"Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya [petugas zakatnya] kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah (untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri)."

Bertepatan dengan itu Rasulullah telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya. Namun ketika Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia kembali kepada Rasulullah dan melapor kepadanya :

"Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku."

Mendengar laporan itu Rasulullah marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris.

Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan :

"Itu dia Al-Haris"

Lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya:

"Kepada siapakah kalian dikirim?"

Mereka menjawab : "Kepadamu."

Al-Haris bertanya : "Mengapa?"

Mereka menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan membunuhnya."

Al-Haris menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya dan tidak pernah pula dia datang kepadaku."

Ketika Al-Haris masuk menemui Rasulullah , beliau bertanya, "Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?"

Al-Haris menjawab : "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya."

Al-Haris melanjutkan kisahnya :

“Lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya: lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)

[Penulis katakan : Kedudukan Hadis

Hadis ini memiliki sanad yang jayyid (baik). Al Hafiz As Suyuthi dalam Lubabun Nuqul Fi Asbabun Nuzul surah Al Hujurat ayat 6 berkata :

أَخْرَجَ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ عَنِ الْحَرْثِ بْنِ ضَرَّارٍ الْخُزَامِيِّ

Dikeluarkan oleh Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang jayyid dari Harits bin Dhirar Al Khuza’i.

Kemudian Al Hafiz Suyuthi menyebutkan riwayat tersebut setelah itu ia berkata

رِجَالُ إسْنَادِه ثِقَاتٌ

“Para perawi sanad ini tsiqat”

Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 7/238 hadis no 11352 juga membawakan hadis ini dan mengatakan bahwa para perawi Ahmad tsiqat.

2]- HADITS IBRAHIM AL-‘ADZARI

Dari Ibrahim bin Abdurrahman al-‘Adzary bahwa Rasulullah bersabda:

يَحْمِلُ هَذَا اْلعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ، يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغَالِّيْنَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ.

Artinya:”Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil”.

HR. Al-'Uqayli dalam "Adh-Dhu'afa al-Kabir" (4/256), dan Abu Nu'aim dalam "Ma'rifat Ash-Shahabah" (732), serta Al-Baihaqi (21439) dengan sedikit perbedaan.

Al-Qasthallaani berkata tentang hadis ini:

"رَوَاهُ مِنَ الصَّحَابَةِ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَمْرُو، وَابْنُ مَسْعُودٍ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَجَابِرُ بْنُ سَمُرَةَ وَمُعَاذٌ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ- وَأَوْرَدَهُ ابْنُ عَدِيٍّ مِنْ طُرُقٍ كَثِيرَةٍ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ كَمَا صَرَّحَ بِهِ الدَّارِقُطُنِيُّ وَأَبُو نُعَيْمٍ، وَابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ، لَكِنْ يَمْكُنُ أَنْ يَتَقَوَّى بِتَعَدُّدِ طُرُقِهِ وَيَكُونُ حَسَنًا كَمَا جُزِمَ بِهِ ابْنُ كَيْكَلِدِيِّ الْعَلَائِيُّ."

"Diriwayatkan dari para Sahabat, antara lain Usamah bin Zaid, Ibnu Umar, Ibnu Amr, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Jabir bin Samurah, Ma'adh, dan Abu Hurairah - semoga Allah ridha kepada mereka semua.

Ibnu Adi meriwayatkannya melalui banyak jalur, namun semuanya lemah (dho’if), seperti yang dinyatakan oleh Ad-Daraqutni dan Abu Nuaim, serta Ibnu Abdul Barr.

Namun, mungkin dapat diperkuat dengan banyaknya jalur, dan dapat dianggap hasan sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnn Qayyim Al-Jawziyyah." Lihat: Irsyad As-Sari, 1/4.

Di shahihkan oleh as-Safaariini al-Hanbali dalam al-Qaulul ‘Aliy no. 227 .

JAWABAN :

Hadits ini diperdebatkan akan keshahihannya . Namun jika seandainya benar dan shahih, maka kita pun harus sepakat untuk mengamalkannya. Akan tetapi yang dipermasalahkan diantara kita di sini adalah masalah Tajassus, hajer, tahdzir dan Tabdi’ terhadap sesama kaum muslimin, yang hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah ijtihadiyyah, yang belum tentu pihak yang dihajer itu yang salah . Atau sebaliknya . 

3]- PERKATAAN IBNU SIIRIIN :

Muhammad bin Siirin (wafat : 110 H) berkata :

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

"Sesungguhnya ilmu ini adalah (bagian dari) agama, karena itu hendaklah kalian perhatikan dari siapa kalian mengambil agama kalian".

[Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqoddimah ash-Shahih 1/16 no. 24, ad-Daarimi no. 424 dan al-Khothib al-Baghdaadi dalam al-Jaami’ Li Akhlaaqir Raawi 1/128 no. 138]

BANTAHAN :

Bantahan Pertama :

Perkataan tersebut benar dan shahih , akan tetapi perkataan beliau ini sama sekali bukan dalil khusus yang mewajibkan tajassus dan mengharuskan pengambilan ilmu hanya dari kelompok tertentu, terutama kelompok ahlul hajer wat tahdzir , serta bukan untuk mengharamkan pengambilan ilmu dari para ulama yang berbeda pendapat dengannya dalam masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah .

Bantahan Kedua :

Ungkapan Ibnu Sirin ini berkaitan dengan kewaspadan terhadap para perawi yang meriwayatkan hadits-hadits nabawi .

Sebagaimana yang disebutkan dalam muqaddimah Shahih Muslim, Ibnu Sirin mengatakan :

لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ ، قَالُوا : سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ

“Dahulu mereka tidak pernah menanyakan tentang sanad, namun setelah terjadinya fitnah, mereka mengatakan, ‘Sebutkanlah kepada kami perawi-perawi kalian’, maka dilihatlah riwayat ahlussunnah dan diterimalah hadis mereka, lalu dilihat riwayat ahlu bid’ah dan ditolaklah hadis mereka”.

Perkataan Muhammad bin Siirin ini ada kesamaan makna dengan perkataan saudaranya, yang bernama Anas bin Siiriin (w. 118 H) . Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Hamad bin Zaid, dia berkata:

دَخَلْنَا عَلَى أَنَسِ بْنِ سِيرِينَ فِي مَرَضِهِ، فَقَالَ: «‌اتَّقُوا ‌اللَّهَ ‌يَا ‌مَعْشَرَ ‌الشَّبَابِ، ‌انْظُرُوا ‌مِمَّنْ ‌تَأْخُذُونَ ‌هَذِهِ ‌الْأَحَادِيثَ، فَإِنَّهَا مِنْ دِينِكُمْ»

"Kami masuk menemui Anas bin Siirin [Saudara Muhammad Bin Siirin] saat sedang sakitnya, lalu ia berkata: 'Bertakwalah kalian kepada Allah, wahai para muda. Perhatikanlah dari siapa kalian mengambil hadis-hadis ini, karena sesungguhnya itu bagian dari agama kalian.'"

[Diriwayatkan oleh al-Khothib al-Baghdaadi dalam al-Jaami’ Li Akhlaaqir Raawi 1/129 no. 139].

Begitu pula ada kesamaan dengan perkataan Sa'ad bin Ibrahim (wafat : 127 H):

لَا يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا الثِّقَاتُ

"Tidak boleh meriwayatkan hadits dari Rasulullah kecuali oleh orang-orang yang dipercaya."

[Shahih Muslim no. 25 (Beirut : Dar Ihya’ al Turats al Araby) 1/15]

Dan juga ada kesamaan dengan perkataan Abdullah bin al Mubarak (wafat : 181 H):

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ ، وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Bagiku, sanad adalah bagian dari agama, seandainya tidak ada sanad maka setiap orang akan berbicara semaunya apa yang ia inginkan.” [ Shahih Muslim no. 26]

Dan Sofyan Ats-Tsauri (wafat : 161 H) berkata:

"الَإسْنَادُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ ، فَإِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ سِلَاحٌ ، فَبِأَيِّ شَيْءٍ يُقَاتِلُ ؟".

“Sanad adalah senjatanya orang-orang beriman. Apabila tidak ada senjata tersebut, lalu dengan apa mereka berperang?”

[ Diriwayatkan oleh Abu Tahir As-Salafi dalam bukunya "Syarthul Qiro’ah ‘Alaa asy-Syuyukh (halaman 62-63), dan oleh Ibnu Ad-Da'im dalam “ Tholabul Hadits Fii Tarikh al-Halab (jilid 3/halaman 1041) , Ibnu Hibbaan dalam al-Majruuhin 1/3 dan al-Hakim dalam al-Madkhol Ilaa al-Iklil hal. 29.

Derajatnya shahih.  

Bantahan Ketiga : Ibnu Siirin termasuk ulama yang membolehkan tradisi Ta’riif, amalan kumpul-kumpul setiap hari arafah, ba’da Ashar , di mesjid-mesjid di seluruh pelosok negeri.

Dalam kitab :  “مسائل الإمام أحمد بن حنبل “, riwayat Ishaq bin Ibrahim bin Hani al-Naisaabuuri (1/94) di sebutkan :

(وَسُئِلَ عَنِ التَّعْرِيفِ فِي الْقُرَى؟ فَقَالَ: قَدْ فَعَلَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالْبَصْرَةِ، وَفَعَلَهُ عَمْرُو بْنُ حَرِيثٍ بِالْكُوفَةِ. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: وَلَمْ أَفْعَلْهُ أَنَا قَطُّ، وَهُوَ دُعَاءٌ، دَعَّهُمْ، يُكَثِّرُ النَّاسُ، قِيلَ لَهُ: فَنَرَى أَنْ يُنْهَوْا؟ قَالَ: لَا، دَعَّهُمْ، لَا يُنْهَوْنَ، وَقَالَ مُبَارَكٌ: رَأَيْتُ الْحَسَنَ، وَابْنَ سِيرِينَ، وَنَاسًا يَفْعَلُونَهُ، سَأَلْتُهُ عَنِ التَّعْرِيفِ فِي الْأَمْصَارِ؟ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ)

Artinya : “ Beliau – Imam Ahmad - ditanya tentang at-Ta’riif di desa-desa?

Dia berkata : “Ibn Abbas melakukannya di Basrah, dan Amr bin Huraith melakukannya di Kufah ".

Abu Abdullah – yakni Imam Ahmad - berkata : Saya tidak pernah melakukannya, dan itu adalah berdoa , biarlah mereka memperbanyak orang-orang – untuk melakukannya- .

Dan dikatakan pada nya : “ Lalu apakah kita melarang mereka ?

Dia berkata: Tidak, biarkanlah , mereka jangan di larang “.

Dan Mubarak berkata : Saya melihat al-Hassan, Ibn Siiriin, dan orang-orang melakukannya, saya bertanya kepadanya [Mubarok] tentang at-Ta’riif di daerah-daerah? Dia berkata: “ Tidak ada yang salah dengan itu “. [Selesai]

Oleh karena itu boleh hukumnya meriwayatkan hadits dhoif atau hadits yang belum di ketahui keshahihannya secara ilmu sanad dan jarh wat-ta’diil , sebagaimana yang dilakukan Imam Bukhori dalam kitabnya Tarikh al-Kabiir, al-Awshath, ash-Shoghiir dan al-Adab al-Mufrod , dan juga yang dilakukan para imam lainnya .

Berikut ini dalil yang membolehkannya :

Pertama : Dari Abdullah ibn ‘Amr: Bahwa Nabi bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.

Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka . ( HR. Bukhori no. 3461 ).

Dalam hadits ini Rosullullah mengijinkan umatnya untuk menyampaikan ilmu yang datang dari Bani Israil , selama tidak ada unsur kesengajaan berdusta .  Dan sudah dipastikan riwayat-riwayat Israiliyat sebelum Islam datang itu tidak bersanad , bahkan belum ada ilmu jarh wat ta’diil.

Kedua : jika disyaratkan harus shahih sanadnya , maka ini bisa di pastikan banyak ilmu-ilmu agama Islam yang hilang , baik yang berkaitan dengan hukum maupun sejarah dan lainnya . 

DALIL KEDUA : Dalil hajer dan tahdzir :

PERTAMA : Ada sebagian dari kalangan Ahlul Hajr wat Tahdzir ini yang merujuk pada firman Allah Ta'ala:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ فَإِذَا هُمْ فَرِيقَانِ يَخْتَصِمُونَ

'Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud saudaranya Shaleh, (dengan memerintahkan kepada mereka): 'Sembahlah Allah.' Maka tiba-tiba mereka terpecah menjadi dua golongan yang bermusuhan.'" [Q.S. An-Naml: 45].

Mereka menyimpulkan bahwa Shaleh datang untuk memecah belah dan memisahkan antara kaumnya. Mereka berpendapat bahwa ketika seseorang memisahkan antara seorang muslim dengan muslim lainnya, maka ia telah mengikuti sunnah Nabi Shaleh ‘alaihissalam dalam memisahkan antara kaum mukminin dan kaum kafir.

Laa Haula walaa Quwwata Illa Billah al-‘Aliyyi al-‘Adziim [Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung]."

KEDUA : Mereka juga berdalil dengan ayat al-Qur’an yang melarang duduk-duduk bersama orang kafir dan musyrik . Dan menurut mereka bahwa kaum muslimin selain golongannya sama hukumnya dengan orang kafir dan musyrik ; maka tidak boleh duduk-duduk pula bersama nya . Mereka berdalil dengan firman Allah SWT :

﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), oleh karena itu janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). [QS. al-An'am : 68].

BANTAHAN :

Bantahan terhadap pemahaman khawarij tentang ayat ini adalah sbb :

Pertama : ayat tersebut di tujukan pada orang kafir yang mengolok-olokkan agama dan melecehkannya . Sebagaimana dalam ayat lain Allah SWT berfirman :

{ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ }.

Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri (diingkari) dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)

Dan adapun firman-Nya : " Sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian) tentulah kalian serupa dengan mereka. (An-Nisa: 140)" , maka Muqatil ibnu Hayyan mengatakan :

نَسَخَت هَذِهِ الْآيَةُ الَّتِي فِي الْأَنْعَامِ. يَعْنِي نُسخَ قَوْلُهُ: {إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ} لِقَوْلِهِ {وَمَا عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلَكِنْ ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ} .

" Bahwa ayat surat Al-An'am ini menasakh [meghapus] firman-Nya: {tentulah kalian serupa dengan mereka}. (An-Nisa: 140). Karena ada dalil firman Allah yang mengatakan:

وَما عَلَى الَّذِينَ يَتَّقُونَ مِنْ حِسابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَلكِنْ ذِكْرى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang memelihara dirinya terhadap dosa mereka (yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah); tetapi (kewajibannya ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (Al-An'am: 69) . [Tafsir Ibnu Katsir : 2/435].

Kedua : larangan duduk-duduk bersama dengan orang-orang kafir itu terbatas pada saat pembicaraannya mengolok-olok ayat-ayat Allah dan menistakannya , namun jika mereka telah merubah pembicaraannya ke arah yang lain , maka larangan tersebut tidak berlaku .

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :

قَالَ: ﴿وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا﴾ أَيْ: بِالتَّكْذِيبِ وَالِاسْتِهْزَاءِ ﴿فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ﴾ أَيْ: حَتَّى يَأْخُذُوا فِي كَلَامٍ آخَرَ غَيْرِ مَا كَانُوا فِيهِ مِنَ التَّكْذِيبِ، ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ وَالْمُرَادُ بِهَذَا كُلُّ فَرْدٍ، فَرْدٌ مِنْ آحَادِ الْأُمَّةِ، أَلَّا يَجْلِسَ مَعَ الْمُكَذِّبِينَ الَّذِينَ يُحَرِّفُونَ آيَاتِ اللَّهِ وَيَضَعُونَهَا عَلَى غَيْرِ مَوَاضِعِهَا، فَإِنْ جَلَسَ أَحَدٌ مَعَهُمْ نَاسِيًا ﴿فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى﴾ بَعْدَ التَّذَكُّرِ ﴿مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ﴾

وَلِهَذَا وَرَدَ فِي الْحَدِيثِ: "رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ.

وَقَالَ السُّدِّي، عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْر فِي قَوْلِهِ: ﴿وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ﴾ قَالَ: إِنْ نَسِيتَ فَذَكَرْتَ، فَلَا تَجْلِسْ مَعَهُمْ. وَكَذَا قَالَ مُقَاتِلُ بْنُ حَيَّانَ.

Ibnu Abbas berkata, "Allah berfirman, 'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami...' yaitu dengan mendustakan dan mencemoohnya. 'Maka berpalinglah dari mereka hingga mereka merubah pembicaraanya dan masuk ke dalam pembicaraan selain itu yang ada pendustaan '. { Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)} .

Dan yang dimaksud dengan ini adalah setiap individu, individu dari umat yang tidak duduk bersama para penista yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dan menempatkannya di tempat-tempat yang salah. Jika kamu duduk bersama mereka karena lupa, 'maka setelah teringat janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzalim'."

Dan oleh karena itu telah ada dalam hadis : "Kesalahan tanpa sengaja dan kelupaan dari umatku diampuni dan apa yang mereka lakukan karena dipaksa padanya."

[HR. Ibnu Majah no.(2043) , Al-Tabarani dalam ((al-Mu'jam al-Kabir)) (8273), dan Al-Bayhaqi (11787) dari Abu Dzar al-Ghifari (ra). Di shahihkan al-Albani dalam Sahih al-Jami' no. 1836].

Dan al-Suddi mengatakan, dari Abu Malik dan Sa'id bin Jubair tentang firman Allah : { Dan jika tidak , maka syaitan akan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini)}, dia berkata : "Jika kamu lupa, lalu kamu ingat, maka janganlah duduk bersama mereka." Demikian pula Mukatil bin Hayyan mengatakan. [Tafsir Ibnu Katsir 3/278]

Dalam sebuah hadis di katakan :

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ»

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka janganlah ia duduk-duduk di meja makan di mana minuman keras disajikan [diedarkan]".

[HR. At-Tirmidzi (2801) dan redaksi ini miliknya , Al-Nasa'i (401) dengan singkat, dan Ahmad (14651) dengan sedikit perbedaan] . Di Hasankan Ibnu Katsir dalam Musnad al-Faaruq 1/411 dan dishahihkan al-Albaani dalam Hidayatur Ruwaah no. 4403].

KETIGA : Dengan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah :

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang di atas AGAMA sahabatnya, hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan sahabatnya”.

["HR. Abu Dawud (4833), At-Tirmidzi (2378), dan Ahmad (8398). Di Hasankan oleh al-Albaani].

KEEMPAT : Dengan hadits Abu Sa'id al-Khudri bahwa Nabi bersabda:

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

"Janganlah kalian berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan sampai memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa."

[HR. Abu Dawud (4832), At-Tirmidzi (2395) dengan redaksi keduanya, dan Ahmad (11337) dengan sedikit perbedaan. Di Hasankan oleh al-Albaani]

Pepatah Arab :

" الصَّاحِبُ سَاحِب".

“Sahabat itu akan menyeret [menggeret]”.

Artinya pengaruh kawan itu sangatlah kuat. Jika dua orang bersahabat, akan terjadi penyesuaian atau sinkronisasi di antara keduanya. Jika tidak, persahabatan mereka akan terhenti.

BANTAHAN :

Hadits-hadits diatas itu anjuran untuk tidak bergaul terlalu dekat dengan orang kafir, orang yang tidak beriman, orang fasiq dan orang yang berakhlak busuk, contohnya seperti dengan pemabuk minuman keras. Bukan untuk melarang bergaul dengan sesama muslim atau ulama yang berbeda pendapat dalam masalah-masalah furu’iyyah ijtihadiyyah.

Rasulullah  punya pembantu dan pelayan seorang anak muda Yahudi, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘ahnu :

كانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَمَرِضَ، فأتَاهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقالَ له: أسْلِمْ، فَنَظَرَ إلى أبِيهِ وهو عِنْدَهُ فَقالَ له: أطِعْ أبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأسْلَمَ، فَخَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو يقولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الذي أنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ.

"Ada seorang anak muda Yahudi yang biasa bekerja melayani Nabi  , suatu ketika dia menderita sakit. Maka Nabi  menjenguknya dan Beliau duduk di sisi kepalanya lalu bersabda: "Masuklah Islam".

Anak kecil itu memandang kepada bapaknya yang berada di dekatnya, lalu bapaknya berkata,: "Ta'atilah Abu Al Qasim! ". Maka anak kecil itu masuk Islam.

Kemudian Nabi keluar sambil bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka".

[HR. Bukhori no. 1356 dan Ibnu Hibaan dalam Shahihnya no. 2960].

DALIL KETIGA : Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi  bersabda :

« بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ « الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ».

“Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullah  mengenai ghuroba’, “Mereka memperbaiki manusia ketika rusak.”

(HR. Ahmad 4: 74.

Sanad (rantai perawi) hadits ini sangat lemah dalam konteks ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Bukhari dalam kitab "Al-Tarikh" 5/252."

Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah dianggap matruk (tertinggalkan).

Dan Yusuf bin Sulaiman, biografinya ditulis oleh al-Husaini dalam "Al-Ikmal," dan pleh Bukhari dalam "Al-Tarikh Al-Kabir" 8/381.

Keduanya hanya menyebutkan Ishak sebagai perawi hadits ini darinya . al-Husaini menyatakan bahwa Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah tidak dikenal atau tidak diakui.

Al-Hafizh dalam "At-Ta'jil" 1/800, dalam biografi Abdurrahman bin Sannah, menyebutkan:

"وَفِي سَنَدِهِ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي فَرْوَةَ، وَهُوَ وَاهٍ. قَالَ ابْنُ السِّكْنِ: لَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ، وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدِيثُهُ لَيْسَ بِالْقَائِمِ، وَقَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي "الصَّحَابَةِ": لَهُ رُؤْيَةٌ".

“ Bahwa dalam sanadnya terdapat Ishak bin Abdullah bin Abi Furwah yang dianggap sebagai perawi yang rapuh [وَاهٍ].

Ibnu Al-Sakan berkata: "Tidak dapat diandalkan (lemah), dan Al-Bukhari mengatakan: Hadisnya tidak memiliki kedudukan yang kuat, sedangkan Ibnu Hibban dalam "Al-Sahabah" mengatakan: Ia memiliki riwayat yang dapat dipertimbangkan."

Syu’aib al-Arna’uth berkata :

قلنا: وفي إسناده كذلك إسماعيل بن عياش، وهو مخلط في غير روايته عن أهل بلده، وهذه منها.

Dalam sanad (rantai perawi) hadits tersebut juga terdapat Isma'il bin 'Iyash, yang bercampur aduk dalam riwayatnya dari selain penduduk kotanya sendiri, dan ini termasuk kelemahannya”. [ Takhrij al-Musnad 27/237-238]

Al-Haitsami menyebutkan hadits ini dalam "Majma' Az-Zawaid" 7/278, dan berkata:

رواه عبد الله والطبراني، وفيه إسحاق بن عبد الله بن أبي فروة، وهو متروك.

"Diriwayatkan oleh Abdullah dan At-Tabarani, di dalamnya terdapat Isma'il bin 'Iyash yang dianggap matruk (tertinggalkan)."

Dan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah  bersabda,

« طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ »

“Beruntunglah orang-orang yang asing.” “Lalu siapa orang yang asing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang sholih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya”

(HR. Ahmad 2/177 no. 1604.

Al-Haitsami dalam al-Majma’ 7/278 no. 12191 mendhaifkannya , dengan mengatakan :

رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ، وَقَالَ: " أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ "، وَفِيهِ ابْنُ لَهِيعَةَ وَفِيهِ ضَعْفٌ

"Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tabarani dalam kitab Al-Ausat, dan dia (At-Tabarani) mengatakan: 'Orang-orang yang saleh jumlahnya sedikit.' Dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi'ah, dan dalam riwayat ini terdapat kelemahan."

Namun Hadits ini di nilai hasan lighoirihi, oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij al-Musnad 11/231.

BANTAHAN :

Pertama : keshahihan hadits ini diperdebatkan.

Kedua : jika seandainya shahih , maka hadits ini bukan berarti mewajibkan tajassus , su’udz dzon, hajer dan tahdzir.

Ketiga : hadits ini milik seluruh kaum muslimin, bukan hanya milik madzhab ahlul hajer wat tahdzir, bukan untuk mensucikan kelompok nya dan bukan untuk menganggap sesat selainnya .

DALIL KE EMPAT : Perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu :

"إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ"

"Sesungguhnya mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".

LENGKAPNYA :

Dari Umar bin Maimun al-Audi, dia berkata :

صَحِبْتُ مَعَاذًا بِالْيَمَنِ فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى وَارِيتُهُ بِالتُّرَابِ بِالشَّامِ، ثُمَّ صَحِبْتُ بَعْدَهُ أَفْقَهَ النَّاسِ عَبْدَ اللَّهِ بِنْ مَسْعُودٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ"،

ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ وَهُوَ يَقُولُ: "سَيَلِي عَلَيْكُمْ وُلَاةٌ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِمِيقَاتِهَا، فَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ.

قَالَ: قُلْتُ: يَا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ، مَا أَدْرِي مَا تُحَدِّثُونَ؟ قَالَ: "وَمَا ذَاكَ؟" قُلْتُ: تَأْمُرُنِي بِالْجَمَاعَةِ وَتُحَضِّنِي عَلَيْهَا، ثُمَّ تَقُولُ لِي: "صَلِّ الصَّلَاةَ وَحْدَكَ، وَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَهِيَ نَافِلَةٌ.

قَالَ: "يَا عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، قَدْ كُنتُ أَظُنُّكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ، تَدْرِي مَا الْجَمَاعَةُ؟" قُلْتُ: لَا. قَالَ: "إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ".

"Aku menemani Mu'adz di Yaman dan tidak meninggalkannya hingga aku menguburkannya di Syam.

Kemudian aku menemani orang yang paling faqiih, yaitu Abdullah bin Mas'ud. Lalu Aku mendengar beliau berkata :

'Berpegang teguhlah kalian bersama jamaah, karena tangan Allah bersama-sama jamaah.'

Kemudian, suatu hari aku mendengarnya berkata : "Kelak kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang menunda shalat dari waktunya. Maka kalian shalatlah tepat pada waktunya, karena itu adalah fardhu. Dan shalatlah kamu bersama jamaah, karena shalat berjamaah itu sunnah bagimu ."

Aku bertanya : "Wahai para sahabat Muhammad, apa yang kalian bicarakan?"

Lalu beliau balik bertanya : "Apa itu ?"

Aku berkata : "Anda memerintahkan aku agar selalu bersama jamaah dan menganjurkanku untuk itu. Lalu anda menyuruhku untuk melaksanakan shalat sendiri-sendiri; karena shalat sendiri itu fardhu, lalu anda menyuruhku shalat berjamaah, karena shalat berjemaah itu sunnah."

Dia menjawab : "Wahai Amr bin Maimun, aku pikir kamu termasuk orang yang paling faqih di kota ini. Apakah kamu tahu apa itu jamaah?"

Aku berkata : "Tidak."

Dia berkata :

إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإن كُنْتَ وَحْدَكَ

"Sesungguhnya mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".

Dalam riwayat lain :

فَقَالَ ابْن مَسْعُود وَضَرَبَ عَلَى فَخْذِي وَيْحَكَ أَنْ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى

Ibnu Mas'ud berkata sambil memukul pahaku dan berkata dengan keras, "Wahai Amr bin Maimun, sesungguhnya mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah (kebenaran) dan bahwa jamaah adalah apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta'ala."

[Diriwayatkan oleh Ahmad (5/231 secara ringkas), melalui jalur nya oleh Ibnu Asakir (46/408), Adz-Dzahabi dalam "As-Siyar" (4/158-159), Abu Dawud (432), Ibnu Hibban (1481 dalam al-Ihsan), Al-Baihaqi (3/124-125), Ibnu Asakir (46/408-409), dan Al-Mizzi dalam "Tahdzib Al-Kamal" (14/351). Al-Lalakai dalam "Syarh Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah" (1/122 no.160) dari jalur Al-Auzai dari Hushan bin Atiyyah dari Abdul Rahman bin Sabit dari Amr bin Maimun, dia berkata: Lalu dia menyebutkannya.

Dan para perawinya adalah orang-orang yang thiqah (terpercaya).

Dinyatakan sahih oleh Al-Albani, seperti yang disebutkan dalam “Ta’liiq Mishkat Al-Masabih" (1/61)

BANTAHAN :

Bantahan Pertama : Rasulullah menegaskan bahwa yang dimaksud Jamaah adalah As-Sawadul A’dzam [kelompok umat Islam yang mayoritas]

Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi bersabda :

"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."

"Allah tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh karena itu, ikutilah As-Sawadul A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena sesungguhnya barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka.'"

"Diriwayatkan oleh al-abarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim (391) dengan lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat' (701)."

Di shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no. 70 dan shahih Tirmidzi (2167)”.

Dan dari Anas bin Malik (ra) :

‌إِنَّ ‌أُمَّتِي ‌لا ‌تَجْتَمِعُ ‌عَلَى ‌ضَلالَةٍ، ‌فَإِذَا ‌رَأَيْتُمُ ‌الاخْتِلافَ ‌فَعَلَيْكُمْ ‌بِالسَّوَادِ ‌الأَعْظَمِ

“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as sawaadul a’zham ” .

(HR. Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana dikatakan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)

Bantahan Kedua : Yang dimaksud Mayoritas manusia dalam perkatan Ibnu Mas’ud itu diperkirakan adalah Utsman bin Affan, seluruh para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang menyetujui penulisan Mushaf Utsmani. Namun Ibnu Mas’ud sendiri pada akhirnya rujuk dan menyutujui apa yang dilakukan oleh Utsman dan para sahabat lainnya.

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip dari Abu Bakar al-Anbari yang mengatakan:

وَمَا بَدَا مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ مِنْ نَكِيرِ ذَلِكَ فَشَيْءٌ نَتَجَهُ الْغَضَبُ، وَلَا يُعْمَلُ بِهِ ولا يؤخذ به، ولا يشك في ان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‌قَدْ ‌عَرَفَ ‌بَعْدَ ‌زَوَالِ ‌الْغَضَبِ ‌عَنْهُ ‌حُسْنَ ‌اخْتِيَارِ ‌عُثْمَانَ ‌وَمَنْ ‌مَعَهُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبَقِيَ عَلَى مُوَافَقَتِهِمْ وَتَرَكَ الْخِلَافَ لَهُمْ.

"Adapun tindakan yang ditunjukkan oleh Abdullah bin Mas'ud dalam menolak itu, maka itu sesuatu yang tampaknya sebagai ekspresi kemarahan, tidak boleh diamalkan dan tidak boleh dijadikan pegangan.

Dan tidak ada keraguan bahwa setelah kemarahan hilang dari dirinya , maka belaiu mengakui kebijakan yang baik yang diambil oleh Utsman dan para sahabat Rasulullah dan pada akhirnya beliau setuju dengan mereka serta meninggalkan perselisihan demi untuk mereka." [ Tafsir al-Qurthubi 1/53]

Bantahan Ketiga : Masing-masing firqoh dan golongan tidak berhak mengklaim bahwa golongannya adalah firqoh najiyah sementara yang lainnya adalah ahli neraka .

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

" فَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ يُخْبِرُ عَنْ هَذِهِ الْفِرَقِ بِحُكْمِ الظَّنِ وَالْهَوَى فَيَجْعَلُ طَائِفَتَهُ وَالْمُنْتَسِبَةَ إِلَى مُتَبَوِّعِهِ المُوَالِيَةَ لَهُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَيَجْعَلُ مَنْ خَالَفَهَا أَهْلَ الْبِدَعِ، وَهَذَا ضَلَالٌ مُبِينٌ."

“Banyak orang yang menceritakan tentang golongan-golongan ini mudah memvonis berdasarkan dugaan dan kecenderungan hati , lalu dia menjadikan golongannya dan orang-orang yang berafiliasi pada yang diikutinya dan setia kepadanya sebagai ahli sunnah wal jamaah. Dan dia menjadikan orang-orang yang menyelisihnya sebagai para ahli bid'ah.

Hal seperti ini adalah kesesatan yang jelas dan nyata. [Selesai] [[ Baca : Majmu’ al-Fatawa 3/346]]

*****

WASAPADALAH TERHADAP GHIBAH BERBALUT TAHDZIR DAN NAHYI MUNKAR .
 JUGA HAJER TERHADAP YANG BEDA MANHAJ BERBALUT TASHFIYATUSH SHUFUF

[تَصْفِيَّةُ الصُّفُوْفِ]

Seharusnya sebelum kita melangkah dan melakukan sesuatu, kita pastikan dulu bahwa apa yang akan kita lakukan itu benar adanya bukan balutan atau kesalah kaprahan. Jangan sampai kita terjerumus dalam manhaj Ahlut Tafriiq wal 'Adaawah yang di kemas dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Manhaj Khawarij adalah pelajaran yang sangat penting bagi kita umat Islam. Manhaj Khawarij wajib kita waspadai, jangan sampai merasuki kita semua atau merasuki sebagian dari kita semua . 

Salah satu kebusukan manhaj Khawarij adalah memutarbalikkan hukum, yang haram menjadi wajib, dengan cara membenturkan antar dalil . Lalu mereka akan memilih hukum yang mereka inginkan . Dan ciri khas hukum produk mereka adalah menganggap sesat seluruh kaum muslimin yang menyelisihi produk hukum mereka . Dampak nya pun sudah bisa dipastikan akan menimbulkan permusuhan dan perpecahan . Mereka mensetarakan diri mereka dengan para Nabi dan Rasul , sementara seluruh kaum muslimin yang menyelisihnya disetarakan dengan orang kafir, bahkan lebih buruk darinya . Terbukti ketika seluruh kaum muslimin menentangnya maka mereka semakin bangga dan congkak, dengan mengatakan : dulu para Nabi dan Rasul juga sama demikian ketika menghadapi perlawanan dari orang-orang kafir dan kaum musyrikin . 

Orang yang paling dzalim adalah orang yang berdutsa mengatas namakan Allah , diantaranya adalah mengemas kemungkaran dengan kemasan syar'i . Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ ٱلْأَشْهَٰدُ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلَّذِينَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim [ QS. Hud : 18 ].

Dalam hal ini contoh nya adalah sbb :

1] Minuman keras di kemas dengan nama lain agar nampak baik dan halal.

2] Memecah belah dan menghalalkan darah kaum muslimin dikemas dengan slogan menegakkan khilafah dan hukum Allah, dengan berteriak : " Tidak Ada Hukum kecuali Hukum Allah ". Tanpa melihat-lihat kondisi dan memperhitungkan segalanya .

3] Ghibah [menggunjing] dikemas dengan Tahdzir dan Nahi Munkar .

4] Tajassus [nyari-nyari kesalahan orang lain] dikemas dengan Membersihkan Barisan Kelompoknya Dari Pemahaman Sesat [تَصْفِيَةُ الصُّفُوْف ] .

5] Hajer muslim lain yang tidak semanhaj, Saling memutuskan persaudaraan [تَقَاطَعُوا], saling membelakangi [تَدَابَرُوا] , saling membenci [تَبَاغَضُوا] dan saling mendengki [تَحَاسَدُوا] DIKEMAS dengan Nahyi Munkar, Hajer Ahlul Bid'ah dan Ahlul Ahwaa.

6] Menggelari muslim lain yang tidak menerapkan Manhaj Hajer , Tahdzir dan Tashfiyatush-Shufuuf dengan gelar HIZBI.  Yang benar hakikat manhaj ini adalah manhaj Tafriiq [pemecah belah].

Imam Bukhari telah menyebutkan dalam kitab Shahih-nya dalam Bab :

[ بَابُ : مَا جَاءَ فِيمَنْ يَسْتَحِلُّ الْخَمْرَ، وَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ ]

Bab : Apa-Apa yang Datang Seputar Orang yang Menghalalkan Khamr dan MENGGANTINYA dengan NAMA LAIN.

Kemudian beliau membawakan hadits sebagai berikut dengan sanad nya :

Dari ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary : – demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

"‏ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ، يَأْتِيهِمْ ـ يَعْنِي الْفَقِيرَ ـ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا‏.‏ فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".‏‏

“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif).

Dan sungguh akan ada beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi . Lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan.

Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok !”. 

Maka pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi kera dan babi hingga hari kiamat” . [HR. Al-Bukhari no. 5268 ].

Dan Allah SWT berfirman :

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ

" Orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuradukkan [membalut] iman mereka dengan kedzaliamn, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. [ QS. al-'An'aam : 82]

===

PAHALA BAGI PEMBELA ORANG YANG DIGUNJING MESKI BERKEMAS TAHDZIR:

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani dari ayahnya, dari Nabi yang telah bersabda: 

"مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ يَعِيبُهُ، بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِشَيْءٍ يُرِيدُ شَيْنَهُ، حَبَسَهُ اللَّهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ".

Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.

[ Al-Musnad (3/441) dan Sunan Abi Dawud No. (4883)] . Di nilai HASAN oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Hidayat ar-Ruwaah 4/452 dan juga oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 4883.

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Anshari mengatakan bahwa Rasulullah telah bersabda: 

"ما من امرىء يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنَ امْرِئٍ يَنْصُرُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ، وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ ، إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ يُحِبُّ فِيهَا نُصْرَتَهُ".

"Tidaklah seseorang menghina seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan Allah Swt. akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.

Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.

[ Sunan Abi Dawud No. (4884)] Di nilai dhaif oleh al-Albaani dalam Dha'if at-Targhiib no. 1553 dan 1700 ]

Imam Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid (tunggal)

Ibnu Katsir ketika menafsiri ayat 12 al-Hujurat berkata :

يَقُول تَعَالَى نَاهِيًا عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ عَن كَثِيرٍ مِّنَ الظَّنِّ، وَهُوَ التَّهْمَةُ وَالتَّخَوُّنُ وَالتَّحْذِيرُ لِلْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ وَالنَّاسِ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ؛ لِأَنَّ بَعْضَ ذَلِكَ يَكُونُ إِثْمًا مَحْضًا.

" Allah SWT berfirman, melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak prasangka, yaitu tuduhan , pengkhianatan dan tahdzir terhadap keluarga, kerabat, dan orang-orang dengan cara yang bukan pada tempat . Karena sebagian darinya adalah murni perbuatan dosa".

****

LARANGAN MENGGUNJING [GHIBAH WALAU BERKEMAS TAHDZIR]:

Allah SWT mengharamkan ghibah [menggunjing] ; karena hal ini sangat berkaitan erat dengan harga diri , kehormatan dan nama baik masing-masing individu muslim . Dan juga menggunjing itu termasuk perbuatan yang mengantarkan pada kebencian, permusuhan dan perpecahan serta meretakkan tli persaudaraan antara sesama umat Islam.

Kehormatan itu termasuk salah satu darurat yang harus di jaga oleh setiap muslim . Urutan darurat tersebut adalah sebagai berikut :

1]- Darurat Menjaga Agama [لدين].

2]- Darurat Menjaga Jiwa [النفس].

3]- Darurat Menjaga Akal [العقل].

4]- Darurat Menjaga Keturunan [النسب].

5]- Darurat Menjaga Harta [المال] .

Dan ada sebagian para ulama yang menambahkan : ke [6] – yaitu : Kehormatan [العِرْضُ].

Demi menjaga kehormatan dan nama baik seorang muslim atau muslimah , maka Allah SWT mewajibkan atas orang yang menuduh seseorang berzina untuk menghadirkan 4 saksi yang melihatnya langsung . Jika kurang dari itu , meski kurang satu , maka kesaksiannya tidak akan di terima , dan orang yang menuduhnya terkena hukum cambuk 80 x dan kesaksiannya tidak akan diterima selamanya kecuali jika dia bertobat dan menarik tuduhannya .

Allah swt berfirman :

{ وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ }

" Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik". [ QS. An-Nuur : 04]

Maka waspadalah dengan prasangka buruk berkemas “ waspadalah terhadap faham sesat sebelum mendekat !!!”.

*****

BANYAK SEKALI DALIL YANG MENGHARAMKAN GHIBAH [MENGGUNJING]
DAN BETAPA BESARNYA DOSANYA DAN SANGAT MENGERIKAN

Allah Swt berfirman :

{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}

" Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain ". (Al-Hujurat: 12)

Ini adalah larangan mempergunjingkan orang lain. Hal ini ditafsirkan oleh Nabi melalui sabdanya yang mengatakan bahwa ghibah ialah:

"ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ". قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: "إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ".

Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. 

Lalu ditanyakan, "Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?"

Rasulullah menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya.

[ Sunan Abu Dawud No. (4874) dan Sunan al-Tirmidzi No. (1935)].

Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini sahih.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Al-Ala.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu'awiyah ibnu Qurrah.

Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. yang mengatakan :

قُلْتُ لِلنَّبِيِّ ﷺ : حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا! - قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ : تَعْنِي قَصِيرَةً -.

فَقَالَ : "لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ". قَالَتْ : وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا، فَقَالَ ﷺ : " مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا، وَإِنَّ لِي كَذَا وَكَذَا".

Bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi perihal keburukan Safiyyah. - Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek -.

Maka Nabi bersabda : " Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya". 

Aisyah r.a. menyebutkan : lalu ia menceritakan perihal seseorang kepada Nabi Maka Nabi bersabda: " Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu dan anu (yakni dosa)". [Sunan Abu Dawud No. (4875) dan Sunan al-Tirmidzi No. (2502, 2503)]

Imam Turmuzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama.

Imam Turmuzi mengatakan : " bahwa hadits ini hasan sahih".

Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Hassan ibnul Mukhariq :

" أَنَّ امْرَأَةً دَخَلَتْ عَلَى عَائِشَةَ، فَلَمَّا قَامَتْ لِتَخْرُجَ أَشَارَتْ عائشَةُ بِيَدِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ -أَيْ : إِنَّهَا قَصِيرَةٌ- فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : "اغْتَبْتِيهَا".

" Bahwa pernah seorang wanita menemui Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek.

Maka Nabi bersabda : " Engkau telah menggunjingnya". [Tafsir ath-Thabari (26/87)]

Ghibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta'dil (yakni istilah ilmu mustalahul hadits yang menerangkan tentang predikat para perawi seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat.

Allah Swt. menyerupakan pelaku ghibah sebagaimana memakan daging manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12)

Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir nya 7/380 :

" أيْ كَما تكْرَهُون هذا طبْعا فاكْرَهُوه ذَاكَ شَرْعًا، فَإِنَّ عُقُوبَتَهُ أَشَدُّ مِنْ هَذَا، وَهَذَا مِنَ التَّنْفِيرِ عَنْهَا وَالتَّحْذِيرِ مِنْهَا كَمَا قال صلى الله عليه وسلم فِي الْعَائِدِ فِي هِبَتِهِ: «كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ» وَقَدْ قَالَ: «لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ»

" Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara', karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan.

Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan.

Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya:

"كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ"

"Seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya". [Al-Bukhari (2621) dan Muslim (1622)].

Dan sebelum itu beliau telah bersabda:

"لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ"

" Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk". [ Bukhari No. (2622)]."

[ Baca : Tafsir Ibnu Katsir 7/380].

Abu Daud meriwayatkan dari Al-Miswar bahwa Nabi bersabda: 

"مَنْ أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أُكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا فِي جَهَنَّمَ ، وَمِنْ كُسى ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ مِثْلَهُ فِي جَهَنَّمَ. وَمَنْ قَامَ بِرَجُلٍ مَقَامَ سمعةٍ وَرِيَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُومُ بِهِ مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".

Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (sekali gunjing), maka sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam.

Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat.

[ Abu Dawud (4881) dan lafalnya adalah miliknya, dan Ahmad (18011) Di Shahihkan oleh al-Albaani dalam Hidayat ar-Ruwaah no. 4976 dan Shahih Abi Daud no. 4881].

Abu Daud meriwayatkan hadits ini secara munfarid.

Dari Anas ibnu Malik bahwa Rasulullah bersabda: 

"لَمَّا عُرِج بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ، يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ".

"Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka.

Aku lalu bertanya : "Wahai Jibril, siapa mereka itu?"

Jibril menjawab : "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan [nama baik] mereka."

[ HR. Abu Dawud (4878) dan Ahmad (13340). Di Shahihkan al-Albaani dalam Shahih at-Targhib no. 2839].

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata :

" قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنَا مَا رَأَيْتَ لَيْلَةَ أُسَرِيَ بِكَ؟ قَالَ: ثُمَّ انْطُلِقَ بِي إِلَى خَلْقٍ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ كَثِيرٍ، رِجَالٍ وَنِسَاءٍ مُوكَلٌ بِهِمْ رِجَالٌ يَعْمِدُونَ إِلَى عُرْضِ جَنْبِ أحدهم، فيجذون منه الجذة من مثل النعل ثم يضعونه فِيِّ أَحَدِهِمْ. فَيُقَالُ لَهُ كُلْ كَمَا أَكَلْتَ وَهُوَ يَجِدُ مِنْ أَكْلِهِ الْمَوْتَ يَا مُحَمَّدُ لَوْ يَجِدُ الْمَوْتَ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرَائِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ : هَؤُلَاءِ الْهَمَّازُونَ واللمازون أَصْحَابُ النَّمِيمَةِ، فَيُقَالُ: أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَهُوَ يُكْرَهُ عَلَى أَكْلِ لَحْمِهِ ".

"Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu."

Maka di antara jawaban beliau menyebutkan bahwa: 

" .... kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka.

Lalu dikatakan kepadanya : "Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan," sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai.

Jibril mengatakan : "Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya."

Aku bertanya : "Hai Jabrail, siapakah mereka itu?"

Jibril menjawab : "Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain."

Lalu dikatakan : "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."

Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya). [ Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3305 no. 18618 ]

Abu Daud At-Tayasili meriwayatkan di dalam kitab musnadnya, dari Anas :

" أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَمَرَ النَّاسَ أَنْ يَصُومُوا يَوْمًا وَلَا يَفْطُرَنَّ أحدٌ حَتَّى آذَنَ لَهُ. فَصَامَ النَّاسُ، فَلَمَّا أَمْسَوْا جَعَلَ الرَّجُلُ يَجِيءُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَيَقُولُ: ظَلِلْتُ مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمًا، فَائْذَنْ لِي. فَأُفْطِرُ فَيَأْذَنُ لَهُ، وَيَجِيءُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ ذَلِكَ، فَيَأْذَنُ لَهُ، حَتَّى جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ فَتَاتَيْنِ مِنْ أَهْلِكَ ظَلَّتَا مُنْذُ الْيَوْمِ صَائِمَتَيْنِ، فَائْذَنْ لَهُمَا فَلْيفطرا فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ أَعَادَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "مَا صَامَتَا، وَكَيْفَ صَامَ مَنْ ظَلَّ يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ؟ اذْهَبْ، فَمُرْهُمَا إِنْ كَانَتَا صَائِمَتَيْنِ أَنْ يَسْتَقْيِئَا". فَفَعَلَتَا، فَقَاءَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا عَلَقةً علقَةً فَأَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَوْ مَاتَتَا وَهُمَا فِيهِمَا لَأَكَلَتْهُمَا النَّارُ"

Bahwa Rasulullah pernah memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa.

Ketika petang harinya seseorang datan'g kepada Rasulullah , lalu berkata : " Ya Rasulullah , telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka".

Kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka.

Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan : "Wahai Rasulullah ada dua remaja perempuan dari dari kalangan keluargamu sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka".

Tetapi Rasulullah berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain. Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya muntah.” 

Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah kental. Lelaki itu datang kepada Nabi dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi bersabda: 

Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakar oleh api neraka.

[ Musnad Al-Thayalisi No. (2107)]. Ibnu Katsir berkata : Sanad hadits di dhaif, sedangkan matannya garib. [Tafsir Ibnu Katsir 7/382].

Al-Hafidz Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaid maula Rasulullah Saw:

أَنَّ امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَأَنَّ رَجُلًا أَتَى رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ هَاهُنَا امْرَأَتَيْنِ صَامَتَا، وَإِنَّهُمَا كَادَتَا تَمُوتَانِ مِنَ الْعَطَشِ -أرَاهُ قَالَ: بِالْهَاجِرَةِ-فَأَعْرَضَ عَنْهُ -أَوْ: سَكَتَ عَنْهُ-فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّهُمَا -وَاللَّهِ قَدْ مَاتَتَا أَوْ كَادَتَا تَمُوتَانِ. فَقَالَ: ادْعُهُمَا. فَجَاءَتَا، قال: فجيء بِقَدَحٍ -أَوْ عُسّ-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: " قِيئِي" فَقَاءَتْ مِنْ قَيْحٍ وَدَمٍ وَصَدِيدٍ حَتَّى قَاءَتْ نِصْفَ الْقَدَحِ. ثُمَّ قَالَ لِلْأُخْرَى: قِيئِي فَقَاءَتْ قَيْحًا وَدَمًا وَصَدِيدًا وَلَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَغَيْرَهُ حَتَّى مَلَأَتِ الْقَدَحَ. فَقَالَ: إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، جَلَسَتْ إِحْدَاهُمَا إِلَى الْأُخْرَى فَجَعَلَتَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ.

Bahwa di masa Rasulullah pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah melaporkan :

"Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan," [ Perawi mengatakan : bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari].

Rasulullah berpaling darinya atau diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat."

Maka Rasulullah bersabda, "Panggillah keduanya,"

Lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi berkata kepada salah seorang wanita itu, "Muntahlah!"

Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi berkata kepada wanita lainnya, "Muntahlah!"

Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh.

Kemudian Nabi bersabda: " Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya). [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382].

Di riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431) dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Al-Dunya dalam Silam No. (171) melalui Yazid Bin Harun dari Suleiman Al-Taymi di dalamnya.

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa'ad maula Rasulullah :

أَنَّهُمْ أُمِرُوا بِصِيَامٍ، فَجَاءَ رَجُلٌ فِي نِصْفِ النَّهَارِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُلَانَةُ وَفُلَانَةُ قَدْ بَلَغَتَا الْجَهْدَ. فَأَعْرَضَ عَنْهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: "ادْعُهُمَا". فَجَاءَ بعُس -أَوْ: قَدَح-فَقَالَ لِإِحْدَاهُمَا: "قِيئِي"، فَقَاءَتْ لَحْمًا وَدَمًا عَبِيطًا وَقَيْحًا، وَقَالَ لِلْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ: "إِنَّ هَاتَيْنِ صَامَتَا عَمَّا أَحَلَّ اللَّهُ لَهُمَا، وَأَفْطَرَتَا عَلَى مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا، أَتَتْ إِحْدَاهُمَا لِلْأُخْرَى فَلَمْ تَزَالَا تَأْكُلَانِ لُحُومَ النَّاسِ حَتَّى امْتَلَأَتْ أجوافهما قَيْحًا".

Bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata : "Wahai Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali," tetapi Nabi berpaling darinya. Hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali.

Pada akhirnya Rasulullah bersabda, "Panggilah keduanya." Maka Nabi datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, "Muntahlah."

Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan.

Lalu Nabi berkata kepada wanita yang lainnya, "Muntahlah." Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama.

Kemudian Rasulullah bersabda: " Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh dengan nanah".

[ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/382. Di riwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad (5/431)]

Ibnu Katsir berkata : " Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa'd. Tetapi yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih".

Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dengan sanadnya dari salah seorang anak Abu Hurairah:

أَنَّ مَاعِزًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ -قَالَهَا أَرْبَعًا-فَلَمَّا كَانَ فِي الْخَامِسَةِ قَالَ: "زَنَيْتَ"؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "وَتَدْرِي مَا الزِّنَا؟ " قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُ مِنْهَا حَرَامًا مَا يَأْتِي الرَّجُلُ مِنَ امْرَأَتِهِ حَلَالًا. قَالَ: "مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا الْقَوْلِ؟ " قَالَ: أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَدْخَلْتَ ذَلِكَ مِنْكَ فِي ذَلِكَ مِنْهَا كَمَا يَغِيبُ المِيل فِي الْمُكْحُلَةِ والرِّشاء فِي الْبِئْرِ؟ ". قَالَ: نَعَمْ، يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَأَمَرَ بِرَجْمِهِ فَرُجِمَ، فَسَمِعَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلَيْنِ يَقُولُ أَحَدَهُمَا لِصَاحِبِهِ: أَلَمْ تَرَ إِلَى هَذَا الَّذِي سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَمْ تَدَعْهُ نَفْسُهُ حَتَّى رُجمَ رَجْمَ الْكَلْبِ. ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى مَرّ بِجِيفَةِ حِمَارٍ فَقَالَ: أَيْنَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ؟ انْزِلَا فَكُلَا مِنْ جِيفَةِ هَذَا الْحِمَارِ" قَالَا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا رَسُولَ، اللَّهِ وَهَلْ يُؤكل هَذَا؟ قَالَ: "فَمَا نِلْتُمَا مِنْ أَخِيكُمَا آنفا أشد أكلا من، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّهُ الْآنَ لَفِي أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَنْغَمِسُ فِيهَا".

"Bahwa Ma'iz datang kepada Rasulullah , lalu berkata : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina."

Rasulullah berpaling darinya hingga Ma'iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah balik bertanya, "Kamu benar telah zina?"

Ma'iz menjawab, "Ya."

Rasulullah bertanya, "Tahukah kamu apakah zina itu?" Ma'iz menjawab, "Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal."

Rasulullah bertanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?" 

Ma'iz menjawab : "Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina)."

Maka Rasulullah bertanya : "Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?" 

Ma'iz menjawab : "Ya, wahai Rasulullah."

Maka Rasulullah memerintahkan agar Ma'iz dihukum rajam, lalu Ma'iz dirajam. Kemudian Nabi mendengar dua orang lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya) :

"Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?"

Kemudian Nabi berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau bersabda : "Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini."

Keduanya menjawab, "Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?"

Nabi menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya.

[ Musnad Abi Ya’la (6/524) dan diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dalam Al-Sunan Al-Kubra (8/227) melalui Amr Bin Al-Dahhak dengan itu; Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al-Sunan No. (4429) melalui Ad-Dahhak].

Ibnu Katsir 7/383 berkata : " Sanad hadits sahih".

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan :

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فَارْتَفَعَتْ رِيحُ جِيفَةٍ مُنْتِنَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "أَتَدْرُونَ مَا هَذِهِ الرِّيحُ؟ هَذِهِ رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ"

" Bahwa ketika kami bersama Nabi , lalu terciumlah oleh kami bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah bersabda: Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain."

[ Al-Musnad (3/351) . Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma’ (8/91): Para perawinya dapat dipercaya].

Jalur lain.

Abdu ibnu Humaid meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan :

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ فَهَاجَتْ رِيحُ مُنْتِنَةٌ ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "إِنَّ نَفَرًا مِنَ الْمُنَافِقِينَ اغْتَابُوا نَاسًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَلِذَلِكَ بُعِثَتْ هَذِهِ الرِّيحُ" وَرُبَّمَا قَالَ: "فَلِذَلِكَ هَاجَتْ هَذِهِ الرِّيحُ"

bahwa ketika kami bersama Nabi dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi bersabda: Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini. [ al-Muntakhob No. (1026)]

As-Saddi berkata :

" Sehubungan dengan firman Allah Swt.: 

{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا}

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)

Ia menduga bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya.

Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu :

"Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang."

Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah seraya membawa wadah lauk pauk.

Lalu Salman berkata : "Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya."

Rasulullah bersabda: 

"مَا يَصْنَعُ أَصْحَابُكَ بالأدْم؟ قَدِ ائْتَدَمُوا"

Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? 

Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah , lalu berkata :

" لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا أَصَبْنَا طَعَامًا مُنْذُ نَزَلْنَا ".

"Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat."

Rasulullah bersabda:

"إِنَّكُمَا قَدِ ائْتَدَمْتُمَا بِسَلْمَانَ بِقَوْلِكُمَا"

"Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya)".

Lalu turunlah firman Allah Swt: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12)

Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur. [ Lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/384].

Al-Hafidz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mukhtar-nya dengan sanadnya dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan :

كَانَتِ الْعَرَبُ تَخْدِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فِي الْأَسْفَارِ، وَكَانَ مَعَ أَبِي بكر وعمر ما رَجُلٌ يَخْدِمُهُمَا، فَنَامَا فَاسْتَيْقَظَا وَلَمْ يُهَيِّئْ لَهُمَا طعاما، فقالا إن هذا لنؤوم، فَأَيْقَظَاهُ، فَقَالَا لَهُ: ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يُقْرِئَانِكَ السَّلَامَ، وَيَسْتَأْدِمَانِكَ.

فَقَالَ: "إِنَّهُمَا قَدِ ائْتَدَمَا" فَجَاءَا فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، بِأَيِّ شَيْءٍ ائْتَدَمْنَا؟ فَقَالَ: "بِلَحْمِ أَخِيكُمَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنِّي لَأَرَى لَحْمَهُ بَيْنَ ثَنَايَاكُمَا". فَقَالَا اسْتَغْفِرْ لَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ: "مُرَاه فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمَا"

Bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua.

Lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur.

Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya : "Pergilah kepada Rasulullah dan katakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau."

Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi , maka beliau bersabda, "Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh lauk pauk." 

Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah dan bertanya, "Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang telah kami peroleh?"

Maka Rasulullah menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam lambungmu. 

Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi kami."

Rasulullah bersabda: Perintahkanlah kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu berdua. [ al-Mukhtaarah karya al-Maqdisy No. (1697)].

Al-Hafidz Abu Ya'la meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah ' bersabda: 

"مَنْ أَكَلَ مِنْ لَحْمِ أَخِيهِ فِي الدُّنْيَا، قُرِّب لَهُ لَحْمُهُ فِي الْآخِرَةِ، فَيُقَالُ لَهُ: كُلْهُ مَيْتًا كَمَا أَكَلْتَهُ حَيًّا. قَالَ: فَيَأْكُلُهُ ويَكْلَح وَيَصِيحُ".

Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.”

Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit.

Ibnu Katsir berkata : " Hadits ini garib sekali".

Al-Tabarani meriwayatkan dalam Al-Mu'jam Al-Awsath No. (4961) “Majma' Al-Bahrain” melalui Muhammad Bin Salamah dari Muhammad Bin Ishaq dengannya, dan dia berkata: Tidak ada yang meriwayatkan dari Ibnu Ishaq kecuali Muhammad Bin Salamah.

Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma' (8/92):

"فِيهِ ابْنُ إِسْحَاقَ وَهُوَ مُدَلَّسٌ وَمَنْ لَمْ أَعْرِفْهُ "

“Di dalamnya ada Ibn Ishaq, dan dia seorang mudallis dan seseorang yang tidak saya kenal.”

*****

CARA BERTAUBAT ORANG YANG MENGGHIBAH DAN GHIBAH BERKEMAS TAHDZIR

Firman Allah Swt.:

{وَاتَّقُوا اللَّهَ . إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}

"Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata :

"قالَ الْجُمْهُورُ مِنَ الْعُلَمَاءِ: طَرِيقُ الْمُغْتَابِ لِلنَّاسِ فِي تَوْبَتِهِ أَنْ يُقلع عَنْ ذَلِكَ، وَيَعْزِمَ عَلَى أَلَّا يَعُودَ. وَهَلْ يُشْتَرَطُ النَّدَمُ عَلَى مَا فَاتَ؟ فِيهِ نِزَاعٌ، وَأَنْ يَتَحَلَّلَ مِنَ الَّذِي اغْتَابَهُ. وَقَالَ آخَرُونَ: لَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَتَحَّلَلَهُ فَإِنَّهُ إِذَا أَعْلَمَهُ بِذَلِكَ رُبَّمَا تَأَذَّى أَشَدَّ مِمَّا إِذَا لَمْ يَعْلَمْ بِمَا كَانَ مِنْهُ، فَطَرِيقُهُ إِذًا أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهِ بِمَا فِيهِ فِي الْمَجَالِسِ الَّتِي كَانَ يَذُمُّهُ فِيهَا، وَأَنْ يَرُدَّ عَنْهُ الْغَيْبَةَ بِحَسْبِهِ وَطَاقَتِهِ، فَتَكُونَ تِلْكَ بِتِلْكَ".

" Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali perbuatannya yang telah lalu itu?

Masalahnya masih diperselisihkan.

Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang digunjingnya.

Ulama lainnya mengatakan : bahwa tidak disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu.

Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik memujinya.

Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunjingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya sebelum itu. [Tafsir Ibnu Katsir 7/385]

ROSULULLAH MERAHASIAKAN NAMA-NAMA ORANG MUNAFIQ YANG PERNAH MENCOBA MEMBUNUHNYA :

Rosulullah tidak mentahdzir mereka dengan cara menjelek-jelekkannya sambil menunjuk dan menyebutkan nama-nama mereka . Dan beliau juga tidak menghajernya.

Berikut ini kisah Nabi ketika hendak dilempar dari atas Gunung oleh 12 orang Munafik.

Allah swt berfirman :

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ۝

Artinya : “ Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

Firman Allah Swt.:

وَهَمُّوا بِما لَمْ يَنالُوا

“ dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya. (At-Taubah: 74)”

Di dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ada sejumlah orang munafik yang berniat hendak membunuh Nabi Saw. dalam Perang Tabuk, yaitu di suatu malam ketika Rasulullah Saw. masih berada dalam perjalanan menuju ke arahnya. Mereka terdiri atas belasan orang lelaki. Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka.

Hal ini jelas disebutkan dalam riwayat Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan,

كُنْتُ آخِذًا بِخِطَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقُودُ بِهِ، وَعَمَّارٌ يَسُوقُ النَّاقَةَ -أَوْ أَنَا: أَسُوقُهُ، وَعَمَّارٌ يَقُودُهُ -حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْعَقَبَةِ فَإِذَا أَنَا بِاثْنَيْ عَشَرَ رَاكِبًا قَدِ اعْتَرَضُوهُ فِيهَا، قَالَ: فَأَنْبَهْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [بِهِمْ] فَصَرَخَ بِهِمْ فَوَلَّوْا مُدْبِرِينَ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَلْ عَرَفْتُمُ الْقَوْمَ؟ قُلْنَا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ كَانُوا مُتَلَثِّمِينَ، وَلَكُنَّا قَدْ عَرَفْنَا الرِّكَّابَ. قَالَ: "هَؤُلَاءِ الْمُنَافِقُونَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مَا أَرَادُوا؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ: "أَرَادُوا أَنْ يَزْحَمُوا  رَسُولَ اللَّهِ فِي الْعَقَبَةِ، فَيُلْقُوهُ مِنْهَا". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَ لَا تَبْعَثُ إِلَى عَشَائِرِهِمْ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْكَ كُلُّ قَوْمٍ بِرَأْسِ صَاحِبِهِمْ؟ قَالَ: "لَا أَكْرَهُ أَنْ تَتَحَدَّثَ الْعَرَبُ بَيْنَهَا أَنَّ مُحَمَّدًا قَاتَلَ بِقَوْمٍ حَتَّى [إِذَا] أَظْهَرَهُ اللَّهُ بِهِمْ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ يَقْتُلُهُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "اللَّهُمَّ ارْمِهِمْ بِالدُّبَيْلَةِ". قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدُّبَيْلَةُ؟ قَالَ: "شِهَابٌ مِنْ نَارٍ يَقَعُ عَلَى نِيَاطِ قَلْبِ أَحَدِهِمْ فَيَهْلِكُ"

"Saya memegang tali kendali unta Rasulullah Saw. seraya menuntunnya, sedangkan Ammar menggiring unta itu; atau Ammar yang menuntunnya, sedangkan saya yang menggiringnya.

Ketika kami sampai di' Aqabah, tiba-tiba kami bersua dengan dua belas lelaki penunggang kuda yang datang menghalangi jalan Rasulullah Saw. ke medan Tabuk.

Maka saya mengingatkan Rasul Saw. akan sikap mereka itu, lalu Rasulullah Saw. meneriaki mereka, dan akhirnya mereka lari mundur ke belakang.

Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, 'Tahukah kalian siapakah kaum itu?'

Kami menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, karena mereka memakai cadar. Tetapi kami mengenali mereka dari pelana-pelananya.'

Rasulullah Saw. bersabda, 'Mereka adalah orang-orang munafik sampai hari kiamat. Tahukah kalian apakah yang hendak mereka lakukan?'

Kami menjawab, 'Tidak tahu.'

Rasulullah Saw. menjawab, 'Mereka bermaksud mendesak Rasulullah Saw. di 'Aqabah. Dengan demikian, maka mereka akan menjatuhkannya ke Lembah "Aqabah.'

Kami (para sahabat) berkata. 'Wahai Rasulullah, bolehkah kami mengirimkan orang kepada keluarga mereka sehingga masing-masing kaum mengirimkan kepadamu KEPALA teman mereka itu?'

Rasulullah Saw. Bersabda : 'Jangan, aku tidak suka bila kelak orang-orang Arab mempergunjingkan di antara sesama mereka bahwa Muhammad telah berperang bersama suatu kaum, tetapi setelah Allah memberikan kemenangan kepadanya bersama mereka, lalu ia berbalik memerangi mereka.'

Kemudian Rasulullah Saw. Berdoa : 'Ya Allah, lemparlah mereka dengan Dubailah' Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Dubailah itu?'

Rasul menjawab : 'Bara api yang mengenai bagian dalam hati seseorang di antara mereka, lalu ia binasa. ( SELESAI )

Penulis katakan : Berkenaan dengan hadits ini Akram Dhiyaa al-Umari dalam artikelnya “Daurul Munaafiqiin Fii Ghozwati Tabuuk” mengatakan :

وَبَالرَّغْمِ مِن وُضُوحِ هَذِهِ الْجَرِيمَةِ الْغَادِرَةِ، تَجَلَّى مَوْقِفُ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الْعَظِيمِ تَجَاهَ هَؤُلَاءِ النَّفَرِ، بِالتَّسَامُحِ وَالْعَفْوِ عَنْهُمْ، وَذَلِكَ حِفَاظًا عَلَى سُمْعَةِ الْفِئَةِ الْمُؤْمِنَةِ، وَمَخَافَةً أَنْ يَقُولَ النَّاسُ: إِنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ..

Artinya : “ Meskipun kejahatan pengkhianatan ini sangat jelas , namun demikian telah nampak sikap agung Nabi terhadap orang-orang tsb dalam bentuk tasaamuh dan pemaafan bagi mereka. Yang demikian itu sengaja beliau lalukan untuk menjaga reputasi atau nama baik orang-orang beriman, dan untuk menjaga jangan sampai orang-orang berkata: Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya “ .

Penulis katakan pula :

Bahkan Dalam riwayat Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dari Urwah ibnuz Zubair di sebutkan :

Bahwa Rasulullah Saw. memberitahukan kepada Huzaifah dan Ammar tentang nama-nama mereka serta niat mereka yang jahat itu, yaitu hendak mencelakakan diri Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. memerintah­kan kepada keduanya agar MERAHASIAKAN NAMA-NAMA MEREKA itu .

Ibnu Katsir berkata :

Karena itulah maka Huzaifah dijuluki sebagai pemegang rahasia yang tidak boleh diketahui oleh seorang pun, yakni berkenaan dengan ciri-ciri dan diri orang-orang munafik yang terlibat dalam peristiwa itu. Rasulullah Saw. telah memberitahukan kepadanya mengenai mereka, tidak kepada selainnya “. ( Selesai )

Nabi mengunjungi Abdullah bin Ubay bin Salluul, untuk memikat hatinya, padahal dia adalah seorang pemimpin kaum munafiq, musuh dan pembenci Nabi dan dakwah Islam.

Dalam Surat al-Hujuraat : 9-10 , Allah SWT berfirman :

﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) ﴾

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. [QS. al-Hujuraat : 9-10]

Allah Swt. berfirman memerintahkan kaum mukmin agar mendamaikan di antara dua golongan yang berperang satu sama lainnya:

﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. (Al-Hujurat: 9)

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/374 berkata :

فَسَمَّاهُمْ مُؤْمِنِينَ مَعَ الِاقْتِتَالِ. وَبِهَذَا اسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَخْرُجُ مِنَ الْإِيمَانِ بِالْمَعْصِيَةِ وَإِنْ عَظُمَتْ، لَا كَمَا يَقُولُهُ الْخَوَارِجُ وَمَنْ تَابَعَهُمْ مِنَ الْمُعْتَزِلَةِ وَنَحْوِهِمْ

Allah menyebutkan mereka sebagai orang-orang mukmin, padahal mereka berperang satu sama lainnya.

Berdasarkan ayat ini Imam Bukhari dan lain-lainnya menyimpulkan bahwa maksiat itu tidak mengeluarkan orang yang bersangkutan dari keimanannya, betapapun besarnya maksiat itu. Tidak seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij dan para pengikutnya dari kalangan Mu'tazilah dan lain-lainnya (yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya).

SEBAB TURUNNYA AYAT :

Dari Anas bin Malik (ra) , dia berkata :

" قِيلَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، لَوْ أَتَيْتَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ؟ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ وَرَكِبَ حِمَارًا، وَانْطَلَقَ الْمُسْلِمُونَ يَمْشُونَ، وَهِيَ أَرْضٌ سَبْخَةٌ، فَلَمَّا انْطَلَقَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ قَالَ: "إِلَيْكَ عَنِّي، فَوَاللَّهِ لَقَدْ آذَانِي رِيحُ حِمَارِكَ" فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: وَاللَّهِ لَحِمَارُ رَسُولِ اللَّهِ أَطْيَبُ رِيحًا مِنْكَ. قَالَ: فَغَضِبَ لِعَبْدِ اللَّهِ رِجَالٌ مِنْ قَوْمِهِ، فَغَضِبَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَصْحَابُهُ، قَالَ: فَكَانَ بَيْنَهُمْ ضَرْبٌ بِالْجَرِيدِ وَالْأَيْدِي وَالنِّعَالِ، فَبَلَغَنَا أَنَّهُ أُنْزَلَتْ فِيهِمْ: {وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾".

“Bahwa pernah ada yang berkata kepada Nabi :

"Sebaiknya engkau datang kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Sallul (pemimpin kaum munafik, pent.)."

Maka Rasulullah pun berangkat menuju ke tempatnya dengan mengendarai keledainya, sedangkan orang-orang muslim berjalan kaki mengiringinya. Jalan yang mereka tempuh adalah tanah yang terjal. Setelah Nabi sampai di tempatnya, maka ia (Abdullah ibnu Ubay) berkata :

"Menjauhlah kamu dariku. Demi Allah, bau keledaimu menggangguku."

Maka seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata : "Demi Allah, sesungguhnya bau keledai Rasulullah lebih harum ketimbang baumu."

Maka sebagian kaum Abdullah ibnu Ubay marah, membela pemimpin mereka; masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai pendukungnya. Kemudian tersebutlah di antara mereka terjadi perkelahian dengan memakai pelepah kurma, pukulan tangan, dan terompah.

Maka menurut berita yang sampai kepada kami, diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengan mereka, yaitu firman Allah Swt: 

﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا﴾

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya....”. (Al-Hujurat: 9)

[HR. Bukhori no. 261 dan Muslim no. 1799]

Dalam ayat 9 al-Hujurat diatas, Allah SWT mengatakan “dua golongan dari orang-orang mukmin”, padahal salah satu dari keduanya adalah gerombolan gembong munafik yang jelas-jelas telah melecehkan Nabi , akan tetapi Allah SWT tidak mengatakan : antara orang-orang beriman dan orang-orang munafiq .  Subhanallah !!!

Padahal para sahabat tahu akan kejahatan dan pengkhianatan orang-orang munafik dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Sallul terhadap kaum muslimin pada saat itu , terutama terhadap Nabi dan keluarganya.

*****

WAJIB BERSYUKUR HIDUP DITENGAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN

Allah SWT berfirman :

﴿ وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فِى الْاَرْضِ تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهٖ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ﴾

" Dan ingatlah ketika kalian (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kalian takut orang-orang (Mekah) akan menculik kalian, maka Dia memberi kalian tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kalian kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kalian rezeki yang baik agar kalian bersyukur". (QS. Al-Anfal: 26)


Posting Komentar

0 Komentar