Adakah Latar belakang Ucapan Ibnu Mas’ud “Jama’ah adalah yang hak (apa yang sesuai kebenaran), walau anda seorang diri” ini terkait dengan terjadinya perselisihan antara dirinya dengan Utsman bin Affaan beserta jumhur sahabat dan kaum muslimin dalam hal penyusunan Mushaf Utsmani ?
----------
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhri
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
----------
====
DAFTAR ISI :
- ATSAR IBNU MAS’UD : “JAMAAH ADALAH KEBENARAN”.
- HADITS-HADITS NABI ﷺ TENTANG MAKNA JEMAAH
- PERSELISIHAN ANTARA IBNU MAS’UD DENGAN MAYORITAS KAUM MUSLIMIN DALAM PENYATUAN MUSHAF
- KRONOLOGI TERJADINYA PENYUSUNAN MUSHAF UTSMANI
- KENAPA ZAID BIN TSABIT, BUKAN IBNU MAS’UD SEBAGAI KETUA LAJNAH PENULISAN MUSHAF UTSMANI?
- PERSELISIHAN ANTARA IBNU MAS’UD DENGAN MAYORITAS KAUM MUSLIMIN
- PEMBELAAN ALI BIN ABI THALIB DAN PARA SAHABAT LAINNYA TERHADAP UTSMAN :
- UCAPAN DAN SIKAP IBNU MAS’UD SAAT EMOSI TIDAK BOLEH DI AMALKAN
- MEMBATASI AL-QURAN DENGAN SATU QIRA’AT BUKAN BERARTI MENYIA-NYIAKANNYA:
- RUJUKNYA IBNU MAS’UD DAN PERSETUJUANNYA TERHADAP MUSHAF USTMANI
- KRITIKAN TERHADAP KEABSAHAN MUSHAF UTSMANI DAN JAWABANNYA :
- FAKTOR PENYEBAB PEMBAKARAN MUSHAF-MUSHAF :
- PERBEDAAN ANTARA MUSHAF ABU BAKAR, UMAR DAN USTMAN :
*****
UCAPAN SAHABAT IBNU MASUD BAHWA JEMAAH ADALAH KEBENARAN
DAN
PERSELISIHANNYA DENGAN MAYORITAS KAUM MUSLIMIN SAAT PENYUSUNAN MUSHAF UTSMANI
بسم الله الرحمن الرحيم
ATSAR IBNU MAS’UD : “JAMAAH ADALAH KEBENARAN”.
Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu berkata :
"إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ"
"Sesungguhnya mayoritas manusia telah memisahkan diri dari jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
LAFADZ ATSAR IBNU MAS’UD SECARA LENGKAP :
Dari Umar bin Maimun al-Audi, dia berkata :
صَحِبْتُ مَعَاذًا بِالْيَمَنِ فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى وَارِيتُهُ بِالتُّرَابِ بِالشَّامِ، ثُمَّ صَحِبْتُ بَعْدَهُ أَفْقَهَ النَّاسِ عَبْدَ اللَّهِ بِنْ مَسْعُودٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ"،
ثُمَّ سَمِعْتُهُ يَوْمًا مِنَ الْأَيَّامِ وَهُوَ يَقُولُ: "سَيَلِي عَلَيْكُمْ وُلَاةٌ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَصَلُّوا الصَّلَاةَ لِمِيقَاتِهَا، فَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكَ نَافِلَةٌ.
قَالَ: قُلْتُ: يَا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ، مَا أَدْرِي مَا تَحْدُثُونَ؟ قَالَ: "وَمَا ذَاكَ؟" قُلْتُ: تَأْمُرُنِي بِالْجَمَاعَةِ وَتُحَضِّنِي عَلَيْهَا، ثُمَّ تَقُولُ لِي: "صَلِّ الصَّلَاةَ وَحْدَكَ، وَهِيَ الْفَرِيضَةُ"، وَصَلَّ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَهِيَ نَافِلَةٌ.
قَالَ: "يَا عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، قَدْ كُنتُ أَظُنُّكَ مِنْ أَفْقَهِ أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ، تَدْرِي مَا الْجَمَاعَةُ؟" قُلْتُ: لَا. قَالَ: "إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ".
"Aku menemani Mu'adz di Yaman dan tidak meninggalkannya hingga aku menguburkannya di Syam.
Kemudian aku menemani orang yang paling faqiih, yaitu Abdullah bin Mas'ud. Lalu Aku mendengar beliau berkata :
'Berpegang teguhlah kalian bersama jamaah, karena tangan Allah bersama jamaah.'
Kemudian, suatu hari aku mendengarnya berkata : "Kelak kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang mengakhirkan shalat dari waktunya. Maka kalian shalatlah tepat pada waktunya, karena itu adalah fardhu. Dan shalatlah kamu bersama jamaah, karena shalat berjamaah itu bagimu sunnah ".
Aku bertanya : "Wahai para sahabat Muhammad, apa yang terjadi dengan kalian ?"
Lalu beliau balik bertanya : "Apa itu ?"
Aku berkata : "Anda memerintahkan aku agar selalu bersama jamaah dan menganjurkanku untuk itu. Kemudian anda menyuruhku untuk melaksanakan shalat sendiri-sendiri; karena shalat sendiri itu fardhu, terus anda menyuruhku shalat berjamaah, karena shalat berjemaah itu sunnah."
Dia menjawab : "Wahai Amr bin Maimun, aku pikir kamu itu termasuk orang yang paling faqih di kota ini. Apakah kamu tahu apa itu makna jamaah?"
Aku berkata : "Tidak."
Dia berkata :
إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإن كُنْتَ وَحْدَكَ
"Sesungguhnya mayoritas manusia telah memisahkan diri dari jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
Dalam riwayat lain :
فَقَالَ ابْن مَسْعُود وَضَرَبَ عَلَى فَخْذِي وَيْحَكَ أَنْ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى
Ibnu Mas'ud berkata sambil memukul pahaku dan berkata dengan keras, "Wahai Amr bin Maimun, sesungguhnya mayoritas manusia telah memisahkan diri dari jamaah (kebenaran) dan bahwa jamaah adalah apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta'ala."
Naim bin Hammad berkata :
يَعْنِي إِذا فَسدتْ الْجَمَاعَة فَعَلَيْك بِمَا كَانَت عَلَيْهِ الْجَمَاعَة قبل أَن تفْسد وَأَن كنت وَحدك فَإنَّك أَنْت الْجَمَاعَة حِينَئِذٍ
"Artinya, ketika jamaah telah rusak, maka kewajibanmu adalah mengikuti apa yang diterapkan oleh jamaah sebelum rusak. Dan jika kamu seorang diri (individu) pada saat itu, maka pada saat itu kamu adalah jamaah itu sendiri."
TAKHRIIJ ATSAR :
[Diriwayatkan oleh Ahmad (5/231 secara ringkas), melalui jalur nya oleh Ibnu Asakir (46/408), Adz-Dzahabi dalam "As-Siyar" (4/158-159), Abu Dawud (432), Ibnu Hibban (1481 dalam al-Ihsan), Al-Baihaqi dalam al-Madkhol Ilaa as-Sunan al-Kubraa 1/420 no. 910, Ibnu Asakir (46/408-409), dan Al-Mizzi dalam "Tahdzib Al-Kamal" (14/351). Al-Lalakai dalam "Syarh Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah" (1/122 no.160) dari jalur Al-Auzai dari Hushan bin Atiyyah dari Abdul Rahman bin Sabit dari Amr bin Maimun, dia berkata: Lalu dia menyebutkannya.
Dan para perawinya adalah orang-orang yang thiqah (terpercaya).
Dinyatakan sahih oleh Al-Albani, seperti yang disebutkan dalam “Ta’liiq Mishkat Al-Masabih" (1/61)
HADITS-HADITS NABI ﷺ TENTANG MAKNA JEMAAH
HADITS KE 1 : Dari Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي - أَوْ قَالَ: أُمَّةَ مُحَمَّدٍ ﷺ - عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ."
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku - atau Dia berkata: umat Muhammad ﷺ dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama dengan jama'ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka."
[HR. al-Tirmidzi (2167) dengan lafazh dari beliau, dan al-Hakim (397), serta Abu Nu'aim dalam 'Hilyat al-Awliya' (3/37) dengan sedikit perbedaan."
HADITS KE 2 : Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi ﷺ bersabda :
"لا يَجْمَعُ اللَّهُ هذه الأمةَ على الضَّلالةِ أبدًا، وقال: يَدُ اللَّهِ على الجَمَاعَةِ، فاتَّبِعُوا السَّوَادَ الأعظمَ، فإنهُ مَن شَذَّ شَذَّ في النَّارِ."
"Allah tidak akan pernah mengumpulkan umat ini dalam kesesatan. Beliau bersabda : 'Tangan Allah bersama dengan jama'ah. Oleh karena itu, ikutilah As-Sawadul A’dzam [kelompok yang mayoritas], karena sesungguhnya barangsiapa yang menyimpang, maka dia menyimpang ke dalam neraka.'"
"Diriwayatkan oleh al-Ṭabarani (12/447) (13623), dan al-Ḥākim (391) dengan lafazh dari beliau, serta al-Baihaqi dalam 'Al-Asma' wa al-Sifat' (701)."
Di shahihkan al-Albaani dalam Bidayatus Saul no. 70 dan shahih Tirmidzi (2167) tanpa lafadz “مَن شذَّ”.
HADITS KE 3 : Dari Anas bin Malik (ra) :
إِنَّ أُمَّتِي لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الاخْتِلافَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ يعني الْحَقِّ وأَهْلِهِ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as sawaadul a’zham yaitu al haq dan ahlul haq” .
(HR. Ibnu Majah 3950, hadits hasan dengan banyaknya jalan sebagaimana dikatakan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1331)
HADITS KE 4 : Dari Anas bin Malik Rasulullah ﷺ:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ مِنْ أَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melindungi ummatku dari berkumpul (bersepakat) di atas kesesatan.
[HR. adh-Dhiyaa' dalam 'Al-Ahadits al-Mukhtarrah' (2559), dan oleh Ibnu Majah (3950), serta oleh Abd bin Humaid (1218) secara panjang lebar dengan redaksi yang serupa".
Di hasankan oleh al-Albaani dalam Takhriij Kitab as-Sunnah no. 83.
Dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah (1/41 no. 82), meriwayatkan dari Sahabat Ka’ab bin ‘Ashim al-‘Asy’ari Radhiyallahu anhu.
Hadits ini dinyatakan hasan oleh syeikh al-Albaani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahihah no. 1331 setelah dikumpulkan dan digabungkan semua jalur sanadnya
Dan diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Mas’ud secara mawquuf.
KESIMPULAN DERAJAT HADITS :
Mayoritas para ulama Ahli Hadits dan ulama lainnya sepakat bahwa hadits :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ
Derajatnya adalah HASAN , dikarenakan banyak nya jalur sanad dan juga banyaknya syahid penguat . Sebagaimana yang ditetapkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/384 , al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Talkhish al-Habiir 3/298-299 dan al-Albaani dalam as-Silsilah ash-Shahihah 3/319-320 no. 1331.
Makna As-Sawadul A’dzom :
Dari Ibnu Abbaas (ra) , bahwa Nabi ﷺ bersabda :
عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي، فَقِيلَ لِي: هَذَا مُوسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ، وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ، فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ، فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ
“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua orang. Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut.
Lalu diperlihatkan kepadaku Sawaadun A’dzim [sekelompok hitam yang sangat besar], aku mengira itu adalah umatku. Lalu dikatakan kepadaku, ‘itulah Nabi Musa Shallallhu’alaihi Wasallam dan kaumnya’.
Dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke arah ufuk’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar.
Dikatakan lagi, ‘Lihat juga ke arah ufuk yang lain’. Aku melihat sekelompok hitam yang sangat besar. Dikatakan kepadaku, ‘Inilah umatmu dan diantara mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab’.” (HR. Bukhari 5705, 5752, Muslim, 220)
As-sawad artinya sesuatu yang berwarna hitam, dalam bentuk plural. Al-A’dzam artinya besar, agung, banyak. Sehingga as-sawaadul a’dzom secara bahasa artinya sesuatu yang berwarna hitam dalam jumlah yang sangat banyak. Menggambarkan orang-orang yang sangat banyak karena rambut mereka umumnya hitam.
Dalam terminologi syar’i, kita telah dapati bahwa as sawaadul a’dzom itu semakna dengan Al Jama’ah.
Sebagaimana penjelasan Ath-Thabari di atas :
“…Dan makna Al Jama’ah adalah as sawadul a’zham. Kemudian Ath Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud menjawab: hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan.. ” (Fathul Baari 13/37)
HADITS KE 5 : Dari Ibnu 'Umar (ra) dia berkata;
Suatu ketika Umar (ra) menyampaikan pidato kepada kami di Jabiyyah. [Umar] berkata, "Wahai sekalian manusia, aku berdiri di tengah-tengah kalian sebagaimana posisi Rasulullah ﷺ yang ketika itu juga berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda:
أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلَا يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ الشَّاهِدُ وَلَا يُسْتَشْهَدُ أَلَا لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ
'Aku berwasiat kepada kalian dengan (melalui) para sahabat-sahabatku kemudian orang-orang setelah mereka dan orang-orang yang datang lagi setelah mereka ..... Hendaklah kalian selalu bersama Al Jama'ah. Dan janganlah kalian berpecah belah, karena setan itu selalu bersama dengan orang yang sendirian, sedangkan terhadap dua orang, ia lebih jauh. Barangsiapa yang menginginkan Buhbuhata Al Jannah [ditengah-tengah syurga], maka hendaklah ia komitmen untuk tetap bersama Al Jama'ah. "
[HR. Tirmidzi no. 2165 , Ahmad no. 114, al-Haakim 1/114 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/42 no. 87. Di shahihkan al-Albaani dalam shahih Tirmidzi’ dan as-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim].
Abu Isa berkata;
“Ini adalah hadits hasan shahih gharib bila ditinjau dari jalur ini. Dan hadits ini telah diriwayatkan pula oleh [Ibnul Mubarak] dari [Muhammad bin Suqah]. Dan telah diriwayatkan pula lebih dari satu jalur dari Umar dari Nabi ﷺ”.
HADITS KE 6 : Dari Fadhalah bin Ubaid (ra) , dia menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
ثَلاثةٌ لا تَسألْ عنهُم: رَجُلٌ فارَقَ الجَماعةَ، وعَصى إمامَه، وماتَ عاصيًا، وأمَةٌ أو عَبدٌ أبِقَ فماتَ، وامْرأةٌ غابَ عنها زَوجُها، قد كَفاها مُؤْنةَ الدُّنيا فتَبَرَّجَتْ بَعدَه، فلا تَسألْ عنهُم
وَثَلَاثَةٌ لَا تَسْأَلْ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللهَ رِدَاءَهُ، فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ".
“Ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :
** Orang yang meninggalkan jamaah [kaum muslimin] dan tidak taat pada pemimpinnya dan mati dalam keadaan masih tidak taat [pada pemimpinnya] .
** Budak wanita atau lelaki yang melarikan diri lalu mati.
** Dan wanita yang ditinggal pergi suaminya, dia telah dicukupi kebutuhan duniawinya lalu dia bersolek sepeninggal suaminya.
Maka janganlah kau tanyakan tentang mereka ini ! ."
Dan ada tiga golongan, jangan engkau tanyakan tentang mereka (karena mereka termasuk orang-orang yang binasa dan celaka ) :
*** Orang yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan);
*** Orang yang meragukan perintah Allah.
*** Dan orang yang berputas asa dalam mengharapkan rahmat Allah”.
(HR. Ahmad no. 23943, Al-Bazzar dalam "Musnad"-nya (3749), Ibnu Hibban (4559), At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/788-789), dan Al-Hakim (1/119, 206).
Hakim mengatakan, "Sesuai syarat keduanya (Bukhari-Muslim), dan saya tidak mengetahui adanya cacat”, Adz Dzahabiy membenarkannya).
Di shahihkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 39/368 no. 23943.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad" (590), Ibnu Abi 'Asim dalam "As-Sunnah" (89), (900), dan (1060), serta At-Tabarani dalam "Al-Kabir" (18/790).
Di dalam Al-Adabul Mufrad disebutkan, "Lalu ia berhias dan pergi." Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan, "Lalu ia mengkhianati suaminya (selingkuh)," sebagai ganti, "Lalu ia berhias." (Baca : Al-Arba'un An-Nisaiyyah, hadits ke-6)
Termasuk orang yang mudah berputus asa dalam mengharapkan rahmat Allah adalah seoarang da’i yang dalam berdakwahnya terburu-buru menghajer orang yang didakwahinya ketika berkali-kali menemui kegagalan.
HADITS KE 7 : Dari Abu Hurairah (ra) dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda:
" مَن فارَقَ الجمَاعَةَ وخرَجَ من الطاعَةِ فماتَ فميتُتُهُ جاهليةٌ ".
"Barangsiapa memisahkan diri dari Jama'ah [kaum muslimin] dan keluar dari ketaatan [pada pemerintah] , lalu ia mati, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah”.
[HR. Muslim (1848), An-Nasa'i (4114), Ibnu Majah (3948), dan Ahmad (8061) sementara lafal ini adalah miliknya].
IMAM NASA’I MENULIS BAB DALAM KITAB SUNAN-NYA SBB :
٦ - بَابُ قَتۡلِ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ
6. Bab : hukum bunuh bagi siapa saja yang memecah belah jemaah kaum muslimin
Lalu Nasa’i menyebutkan hadits nomor 4020, 4021, dan 4022 dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i .
Hadits no. 4020. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih Al-Asyja’i. Beliau berkata:
رَأَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ عَلَى الۡمِنۡبَرِ، يَخۡطُبُ النَّاسَ، فَقَالَ: (إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ، فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ – أَوۡ: يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ -؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ فَاقۡتُلُوهُ؛ فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الۡجَمَاعَةِ؛ فَإِنَّ الشَّيۡطَانَ مَعَ مَنۡ فَارَقَ الۡجَمَاعَةَ يَرۡكُضُ)
Aku melihat Nabi ﷺ di mimbar berkhotbah kepada orang-orang. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya akan terjadi sepeninggalku berbagai kerusakan, maka siapa saja yang kalian lihat dia memisahkan diri dari jemaah kaum muslimin - atau dia ingin memecah belah urusan umat Muhammad ﷺ - siapa pun dia, maka bunuhlah dia ( yakni : di bawah komando pemerintah).
Sesungguhnya tangan Allah di atas al-jama’ah (kaum muslimin yang bersatu di atas kebenaran) .
Dan sesungguhnya setan berlari bersama siapa saja yang memisahkan diri dari al-jama’ah.”
[Sahih sanadnya. Diriwayatkan pula oleh Muslim secara ringkas no. 1852 . Dishahihkan oleh as-Suyuuthi dalam al-Jaami’ ash-Shoghiir no. 4656 dan oleh syeikh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 3621 dan dalam Ishlaahus Saajid no. 61]
Hadits no. 4021. Dengan sanadnya dari ‘Arfajah bin Syuraih. Beliau berkata: Nabi ﷺ bersabda :
(إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ، - وَرَفَعَ يَدَيۡهِ -؛ فَمَنۡ رَأَيۡتُمُوهُ يُرِيدُ تَفۡرِيقَ أَمۡرِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ - وَهُمۡ جَمِيعٌ – فَاقۡتُلُوهُ؛ كَائِنًا مَنۡ كَانَ مِنَ النَّاسِ).
“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi kerusakan, kerusakan, dan kerusakan—beliau mengangkat kedua tangannya—maka siapa saja yang kalian melihatnya ingin memecah belah urusan umat Muhammad ﷺ - padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas kebenaran) - maka bunuhlah dia (Yakni : di bawah komando pemerintah. Pen), siapa pun orang itu.
[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
Hadits no. 4022. [Sahih] Dengan sanadnya dari ‘Arfajah. Beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
(سَتَكُونُ بَعۡدِي هَنَاتٌ، وَهَنَاتٌ؛ فَمَنۡ أَرَادَ أَنۡ يُفَرِّقَ أَمۡرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ وَهُمۡ جَمۡعٌ؛ فَاضۡرِبُوهُ بِالسَّيۡفِ).
“Sepeninggalku akan terjadi kerusakan dan kerusakan. Siapa saja yang ingin memecah belah urusan umat Muhammad ﷺ padahal mereka dalam keadaan bersatu (di atas kebenaran), maka tebaslah dia dengan pedang (di bawah komando penguasa).”
[Sahih sanadnya. Lihat Irwaa al-Gholiil no. 2542]
******
PERSELISIHAN ANTARA IBNU MAS’UD DENGAN UTSMAN
DAN MAYORITAS KAUM MUSLIMIN DALAM PENYATUAN MUSHAF
Adakah Latar belakang Ucapan Ibnu Mas’ud “Jama’ah adalah apa yang sesuai kebenaran, walau anda seorang diri” ini terkait dengan terjadinya perselisihan antara dirinya dengan Utsman bin Affaan beserta jumhur sahabat dan kaum muslimin dalam hal penyusunan Mushaf Utsmani ?
******
KRONOLOGI TERJADINYA PENYUSUNAN MUSHAF UTSMANI
Imam Bukhori dalam shahihnya meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ الشَّأْمِ فِي فَتْحِ إِرْمِينِيَةَ وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلَافُهُمْ فِي الْقِرَاءَةِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ لِعُثْمَانَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَدْرِكْ هَذِهِ الْأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ اخْتِلَافَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ الْقُرَشِيِّينَ الثَّلَاثَةِ إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي الْمَصَاحِفِ رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ .
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ سَمِعَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ قَالَ فَقَدْتُ آيَةً مِنْ الْأَحْزَابِ حِينَ نَسَخْنَا الْمُصْحَفَ قَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهَا فَالْتَمَسْنَاهَا فَوَجَدْنَاهَا مَعَ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ { مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ } فَأَلْحَقْنَاهَا فِي سُورَتِهَا فِي الْمُصْحَفِ
bahwasanya; Hudzaifah bin Al Yamani datang kepada Utsman yang saat itu Hudzaifah baru selesai berperang di negara-negara Syam [Eropa] . Dan ketika dia menaklukan Armenia dan Azerbaijan bersama penduduk Irak, tiba-tiba disana Hudzaifah dikejutkan dengan adanya perselisihan mereka dalam Qira`ah baca al-Qur’an.
Maka Hudzaifah pun berkata kepada Utsman bin Affaan :
"Rangkullah ummat ini sebelum mereka berselisih tentang Al Qur`an sebagaimana perselisihan yang telah terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani."
Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah [Ummul Mukminin] yang berisikan :
"Tolong, kirimkanlah lembaran alquran kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada Anda."
Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al Ash dan Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka :
"Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al Qur`an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al Qur`an turun dengan bahasa mereka."
Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirimkan sejumlah Shuhuf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al Qur`an yang terdapat pada selain Shuhuf tersebut.
Ibnu Syihab berkata; [Kharijah bin Zaid] telah mengabarkan kepadaku bahwa ia mendengar [Zaid bin Tsabit] berkata :
"Kami kehilangan satu ayat dari surat Al Ahzab saat kami menyalinnya, yang sungguh aku telah mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau membacanya. Lalu kami pun mencarinya, dan ternyata kami menemukannya pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshari.
Yakni ayat :
{ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلً }
Artinya : Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya), [QS. Al-Ahzaab : 23].
Maka kami pun menggabungkannya di dalam mushhaf. [HR. Bukhori no. 4987]
As-Safaariini dalam "Ghidzaa' al-Albab" mengatakan:
وَذَكَرَ الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ : ... فَلَمَّا كَانَتْ خِلَافَةُ عُثْمَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - اخْتَلَفَتْ النَّاسُ فِي الْقِرَاءَةِ. قَالَ أَنَسٌ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: اجْتَمَعَ الْقُرَّاءُ فِي زَمَنِ عُثْمَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - مِنْ أَذْرَبِيجَانَ وَأَرْمِينِيَةَ وَالشَّامِ وَالْعِرَاقِ وَاخْتَلَفُوا حَتَّى كَادَ أَنْ يَكُونَ بَيْنَهُمْ فِتْنَةٌ، وَسَبَبُ الْخِلَافِ حِفْظُ كُلٍّ مِنْهُمْ مِنْ مَصَاحِفَ انْتَشَرَتْ فِي خِلَالِ ذَلِكَ فِي الْآفَاقِ كُتِبَتْ عَنْ الصَّحَابَةِ، كَمُصْحَفِ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَمُصْحَفِ أُبَيٍّ، وَمُصْحَفِ عَائِشَةَ".
"Al-Bukhari dan At-Tirmidzi menyebutkan: ... Ketika masa khilafah Utsman - semoga Allah meridhainya - terjadi perselisihan di antara orang-orang dalam membaca Al-Qur'an.
Anas - semoga Allah meridhainya - berkata: Para qari berkumpul pada masa Utsman - semoga Allah meridhainya - dari Adzribijan, Armenia, Syam, dan Irak, dan mereka berselisih dalam qira’at hingga hampir terjadi fitnah di antara mereka. Penyebab perbedaan itu adalah karena setiap dari mereka memiliki mushaf yang tersebar luas pada saat itu di berbagai wilayah, yang ditulis oleh para Sahabat seperti mushaf Ibnu Mas'ud, mushaf Ubay bin Ka'b, dan mushaf Aisyah." [ Baca : Ghidzaa' al-Albab 1/412]
Dalam suatu riwayat, disebutkan :
"أَنَّ حُذَيْفَةَ قَدِمَ مِنْ غَزْوَةٍ فَلَمْ يَدْخُلْ بَيْتَهُ حَتَّى أَتَى عُثْمَانَ فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنَينَ أَدْرِكِ النَّاسَ قَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ غَزَوْتُ فَرْجَ أرمينية فإذا أهل الشام يقرؤون بِقِرَاءَةِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ فَيَأْتُونَ بِمَا لَمْ يسمع أهل العراق وإذا أهل العراق يقرؤون بِقِرَاءَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَيَأْتُونَ بِمَا لَمْ يَسْمَعْ أَهْلُ الشَّامِ فَيُكَفِّرُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا".
“Bahwa Hudzaifah kembali dari sebuah peperangan dan dia tidak langsung pulang kerumahnya melainkan dia mendatangi Utsman.
Hudhaifah berkata : "Wahai Amirul Mukminin, selamatkan para manusia !." Utsman bertanya, "Apa itu ?"
Hudzaifah menjelaskan : "Saya telah beperang menaklukan Armenia, dan ternyata di sana para penduduk Syam membaca Al-Quran dengan Qira'ah Ubay bin Ka'ab , maka mereka menghadirikan qira’at yang tidak pernah didengar oleh penduduk Iraq.
Dan ternyata penduduk Iraq membaca dengan Qira'ah Abdullah bin Mas'ud, maka mereka menghadirikan qira’at yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam.
Akibatnya, sebagian mereka saling mengkafirkan sebagian yang lain."
Dalam sebuah riwayat disebutkan :
"أَنَّهُ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ قِرَاءَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودِ وَسَمِعَ آخَرَ يَقُولُ قِرَاءَةُ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ فَغَضِبَ ثُمَّ قَامَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ مَنْ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا واللَّهِ لَأَرْكَبَنَّ إِلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنَينَ".
Bahwa Hudzaifah mendengar seseorang berkata : ‘ Yang benar adalah Qira'ah Abdullah bin Mas'ud’. Dan beliau juga mendengar yang lainnya berkata : ‘Yang benar adalah Qira'ah Abu Musa Al-Asy'ari’.
Mendengar hal itu, maka beliau marah, lalu beliau berdiri, memuji Allah, dan bersyukur kepada-Nya. Kemudian beliau berkata : "Seperti inilah keadaan umat-umat sebelum kalian, mereka saling berselisih. Demi, saya akan berkendara pergi menemui Amirul Mukminin."
[ Baca : Fathul Bari 9/18, Tuhfatul Ahwadzi 8/410, Tafsir ath-Tahabari 1/54 dan Faho’il al-Quran karya al-Mustaghfari 1/351]
--------
KENAPA ZAID BIN TSABIT, BUKAN IBNU MAS’UD SEBAGAI KETUA LAJNAH PENULISAN MUSHAF UTSMANI?
Utsman bin Affaan sengaja menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua lajnah penulisan mushaf ‘Utsmani ; karena beliau ingin mengikuti jejak Abu Bakar dan Umar bin Khaththab saat penyusunan mushaf pertama pada masa khalifah Abu Bakar , ketika usai perang Yamamah, yang mengakibatkan banyaknya para sahabat yang hafidz al-Quran terbunuh . Dan dikhawatirkan al-Quran hilang dari dada-dada umat Islam .
Imam Bukhori meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu As Sabbaq : bahwa [Zaid bin Tsabit Al Anshari radliallahu 'anhu] -salah seorang penulis wahyu- dia berkata;
أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ وَعِنْدَهُ عُمَرُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي فَقَالَ إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ يَوْمَ الْيَمَامَةِ بِالنَّاسِ وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ فِي الْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنْ الْقُرْآنِ إِلَّا أَنْ تَجْمَعُوهُ وَإِنِّي لَأَرَى أَنْ تَجْمَعَ الْقُرْآنَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ لِعُمَرَ كَيْفَ أَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي فِيهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ لِذَلِكَ صَدْرِي وَرَأَيْتُ الَّذِي رَأَى عُمَرُ قَالَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَعُمَرُ عِنْدَهُ جَالِسٌ لَا يَتَكَلَّمُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ وَلَا نَتَّهِمُكَ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفَنِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ قُلْتُ كَيْفَ تَفْعَلَانِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ فَلَمْ أَزَلْ أُرَاجِعُهُ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ اللَّهُ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقُمْتُ فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ مِنْ الرِّقَاعِ وَالْأَكْتَافِ وَالْعُسُبِ وَصُدُورِ الرِّجَالِ حَتَّى وَجَدْتُ مِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ آيَتَيْنِ مَعَ خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيِّ لَمْ أَجِدْهُمَا مَعَ أَحَدٍ غَيْرِهِ { لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ } إِلَى آخِرِهِمَا وَكَانَتْ الصُّحُفُ الَّتِي جُمِعَ فِيهَا الْقُرْآنُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ عِنْدَ عُمَرَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ عِنْدَ حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ
Abu Bakar As shiddiq datang kepadaku pada waktu perang Yamamah, ketika itu Umar disampingnya. Abu Bakr berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan mengatakan;
"Sesungguhnya perang Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan aku khawatir akan menimpa para penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga banyak yang gugur dari mereka kecuali engkau memerintahkan pengumpulan (pendokumentasian) al Qur`an."
Abu Bakar berkata kepada Umar; "Bagaimana aku mengerjakan suatu proyek yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?"
Umar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah sesuatu yang baik." Ia terus mengulangi hal itu sampai Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku sependapat dengannya.
Zaid berkata; Abu Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada Umar sedang duduk, dan dia tidak berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas, kami tidak meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena itu kumpulkanlah al Qur'an (dengan seksama)."
Zaid berkata; "Demi Allah, seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung dari gunung-gunung yang ada, maka hal itu tidak lebih berat bagiku dari pada (pengumpulan atau pendokumentasian al Qur'an). kenapa kalian mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?"
Abu Bakar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah baik." Aku pun terus mengulanginya, sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada keduanya (Abu Bakar dan Umar).
Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada kulit, pelepah kurma, dan batu putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat dari surat Taubah berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat mana pun.
Yaitu ayat:
﴿ لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ. فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيم﴾
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (9: 128-129).
Dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada Umar hingga dia wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri Umar. [HR. Bukhori no. 4679].
JAWABAN SYUBHAT DAN KERAGUAN TERHADAP ZAID BIN TSABIT & TEAMNYA:
Pertama: Pemilihan Zaid bin Tsabit untuk menulis mushaf tidak hanya dilakukan oleh Utsman, tetapi juga dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebelumnya.
Alasan pemilihan ini bukan karena Zaid lebih baik daripada Ibnu Mas'ud, melainkan karena Zaid lebih hafal Al-Qur'an daripada Ibnu Mas'ud. Dan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud yang menyatakan kelebihannya, maka itu akan benar jika alasan pemilihan Zaid sebagai pilihan lebih baik daripada Ibnu Mas'ud.
Abu Bakar al-Anbari berkata :
وَلَمْ يَكُنِ الِاخْتِيَارُ لِزَيْدٍ مِنْ جِهَةِ أَبِي بكر وعمر وعثمان على عبد الله ابن مَسْعُودٍ فِي جَمْعِ الْقُرْآنِ، وَعَبْدُ اللَّهِ أَفْضَلُ مِنْ زَيْدٍ، وَأَقْدَمُ فِي الْإِسْلَامِ، وَأَكْثَرُ سَوَابِقَ، وَأَعْظَمُ فَضَائِلَ، إِلَّا لِأَنَّ زَيْدًا كَانَ أَحْفَظَ لِلْقُرْآنِ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ إِذْ وَعَاهُ كُلَّهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ، وَالَّذِي حَفِظَ مِنْهُ عَبْدُ اللَّهِ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نيف وسبعون سُورَةً، ثُمَّ تَعَلَّمَ الْبَاقِيَ بَعْدَ وَفَاةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَالَّذِي خَتَمَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ اولى بجمع المصاحف وأحق بالإيثار ولاختيار
"Pemilihan terhadap Zaid oleh Abu Bakar, Umar, dan Utsman atas Abdullah bin Mas'ud dalam pengumpulan Al-Qur'an bukan karena Zaid lebih Utama dan lebih baik dari Ibnu Mas'ud.
Yang benar Abdullah bin Mas’ud lebih utama dan lebih senior dalam Islam, dan memiliki lebih banyak pengalaman serta keutamaan, akan tetapi, Zaid lebih hafal Al-Qur'an daripada Abdullah bin Mas'ud. Karena dia menghafalnya secara keseluruhan saat hidup Rasulullah ﷺ, sementara yang dihafal oleh Abdullah bin Ma’sud darinya semasa Rasulullah ﷺ hudup hanya 70 surat lebih , kemudian mempelajari sisanya setelah Rasulullah ﷺ wafat .
Maka orang yang telah mengkhatamkannya dan menghafalnya semasa Rasulullah ﷺ masih hidup itu lebih diprioritaskan untuk pengumpulan mushaf-mushaf, lebih berhak didahulukan dan di pilih “. [Baca : Tafsir al-Qurthubi 1/53]
Kedua : Perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu yang telah disebutkan diatas tidak mendapatkan persetujuan dari para sahabat. Sebagaimana dalam riwayat Tirmidzi dari Az-Zuhri, dia berkata : "Aku mendengar bahwa orang-orang terkemuka dari kalangan para sahabat Nabi ﷺ membenci perkataan Ibnu Mas'ud " [HR. Tirmidzi no. 3104]
Ketiga : Zaid bin Tsabit menyaksikan pembacaan akhir bersama Rasulullah ﷺ, yaitu yang telah menjadi ketetapan bacaan dan hukum Al-Qur'an secara keseluruhan. Proses penulisan ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara eksklusif oleh Zaid, karena ia melibatkan sekelompok dua belas orang dari suku Quraisy dan Ansar, termasuk di antaranya Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dari Katsir bin Aflah, ia berkata:
لَمَّا أَرَادَ عُثْمَانُ أَنْ يَكْتُبَ الْمُصَاحِفَ جَمَعَ لَهُ اثْنَيْ عَشَرَ رَجُلًا مِنْ قُرَيْشٍ وَالْأَنْصَارِ، فِيهِمْ أَبِيُّ بْنُ كَعْبٍ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، قَالَ: فَبَعَثُوا إِلَى الرُّبَعَةِ الَّتِي فِي بَيْتِ عُمَرَ، فَجِئُوا بِهَا، قَالَ: وَكَانَ عُثْمَانُ يَتَعَاهَدُهُمْ، فَكَانُوا إِذَا تَدَارَؤُوا فِي شَيْءٍ أَخَّرُوهُ، قَالَ مُحَمَّدٌ: فَقُلْتُ لِكَثِيرٍ -وَكَانَ فِيهِمْ فِي مَنْ يَكْتُبُ-: هَلْ تَدْرُونَ لِمَ كَانُوا يُؤَخِّرُونَهُ؟ قَالَ: لَا، قَالَ مُحَمَّدٌ: فَظَنَنْتُ ظَنًّا إِنَّمَا كَانُوا يُؤَخِّرُونَهَا لِيَنْظُرُوا أَحَدَثَهُمْ عَهْدًا بِالْعُرْضَةِ الْآخِرَةِ، فَيَكْتُبُونَهَا عَلَى قَوْلِهِ
"Ketika Utsman berniat untuk menulis mushaf, ia mengumpulkan dua belas orang dari kalangan Quraisy dan Ansar, termasuk di antaranya Abu bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit. Mereka mengutus orang ke wilayah Rabiah di rumah Umar, dan ketika mereka datang, Utsman sedang berkumpul bersama mereka. Utsman berusaha untuk menghindari pertentangan di antara mereka, dan jika ada perbedaan pendapat, mereka menundanya. Aku bertanya kepada Katsir, yang merupakan salah satu dari mereka yang menulis, 'Apa sebabnya mereka menundanya?'
Katsir menjawab, 'Aku tidak tahu.'
Aku berkata, 'Aku menduga bahwa mereka menundanya untuk menunggu salah satu dari mereka yang paling terbaru [paling ter-update] menghadiri pembacaan terakhir [di masa akhir hayat Rasulullah ﷺ], sehingga mereka dapat mencatatnya sesuai dengan ucapannya.'" [ Baca : al-Mashaahif oleh Ibnu Abi Daud hal. 104 . Dan Lihat pula Fathul Bari 19/9].
Dalam riwayat Mus'ab bin Sa'ad, disebutkan :
فقال عثمان: "مَنْ أَكْتُبُ النَّاسِ؟" قَالُوا: "كَاتِبُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ"، قَالَ: "فَأَيُّ النَّاسِ أَعْرَبُ -وَفِي رِوَايَةٍ: أَفْصَحُ-؟" قَالُوا: "سَعِيدُ بْنُ الْعَاصِ"، قَالَ عُثْمَانُ: "فَلْيَمِلْ سَعِيدٌ وَلْيَكْتُبْ زَيْدٌ". وَمِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ
Bahwa Utsman bertanya, "Siapakah orang yang paling pandai menulis?" Mereka menjawab, "Juru tulis Rasulullah ﷺ, yaitu Zaid bin Tsabit."
Utsman bertanya lagi, "Siapa di antara mereka yang lebih fasih berbahasa arab atau lebih jelas berbicara?" Mereka menjawab, "Said bin al-'Aas."
Utsman berkata, "Kalau begitu , biarlah Said yang mendikte, dan Zaid yang menulisnya."
Dalam riwayat dari Said bin Abdul Aziz :
أَنَّ عَرَبِيَّةَ الْقُرْآنِ أُقِيمَتْ عَلَى لِسَانِ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ بْنِ أُمَيَّةَ؛ لِأَنَّهُ كَانَ أَشْبَهَهُمْ لُهْجَةً بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم.
Bahwa penulisan Al-Qur'an ditetapkan pada dialek Bahasa Arab yang digunakan oleh Said bin al-'Aas bin Said bin al-'Aas bin Umayyah, karena dia memiliki dialek bahasa yang paling mirip dengan Rasulullah ﷺ.
[ Baca : al-Mashaahif oleh Ibnu Abi Daud hal. 101 . Dan Lihat pula Fathul Bari 19/9].
---------
PERSELISIHAN ANTARA IBNU MAS’UD DENGAN MAYORITAS KAUM MUSLIMIN
Ketika Mushaf Utsmani selesai ditulis, maka Amirul Mukminin Utsman menjadikannya sebagai rujukan bagi seluruh umat Islam dalam mushaf mereka.
Dia memerintahkan untuk melenyapkan mushaf-mushaf selainnya yang telah ditulis oleh selainnya. Namun Ibnu Mas'ud menolak tindakan itu dan dia enggan menyerahkan mushafnya. Dia memberikan fatwa kepada orang-orang untuk menyimpan mushaf-mushaf mereka, seperti yang terdapat dalam riwayat-riwayat tentangnya...
Begitu pula mengenai masalah pembakaran mushaf selain Mushaf Utsmani, maka Ibnu Mas'ud menolak untuk menyerahkan mushafnya dan dia memerintahkan orang-orang untuk menyembunyikan mushaf-mushaf yang mereka salin untuk diri mereka sendiri sebelum mushaf Induk ...
Jadi, pada umumnya seluruh para Sahabat sepakat dengan pandangan Utsman, kecuali Ibnu Mas'ud. Oleh karena itu mereka para sahabat mengkritik tindakan Ibnu Mas'ud dan mencelanya .
Untuk menjawab kritikan dan celaan ini , maka ada indikasi -wallahu a’lam- bahwa Ibnu Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu- membela diri dengan mengatakan :
"إِنَّ جُمْهُورَ النَّاسِ فَارَقُوا الْجَمَاعَةَ، وَأَنَّ الْجَمَاعَةَ مَا وَافَقَ الْحَقَّ، وَإنْ كُنتَ وَحْدَكَ"
"Sesungguhnya mayoritas manusia telah meninggalkan jamaah [kebenaran], dan jamaah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran, meski kamu sendirian".
Dan dalam al-Mashoohif hal. 77 oleh Ibnu Abi Dawud disebutkan:
"Telah mengabarkan kepada kami Abdullah, dia mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin An-Nu'man, dia mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Sulaiman, dia mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami Abu Syihab, dari Al-A'masy, dari Abu Wa'il, dia berkata:
" خَطَبَنَا ابْنُ مَسْعُودٍ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: {وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ} غُلُّوا مَصَاحِفَكُمْ، وَكَيْفَ تَأْمُرُونِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَى قِرَاءَةِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، وَقَدْ قَرَأْتُ مِنْ فِي رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بِضْعًا وَسَبْعِينَ سُورَةً، وَأَنَّ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ لَيَأْتِي مَعَ الْغِلْمَانِ لَهُ ذُؤَابَتَانِ، وَاللَّهِ مَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ إِلَّا وَأَنَا أَعْلَمُ فِي أَيِّ شَيْءٍ نَزَلَ، مَا أَحَدٌ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللَّهِ مِنِّي، وَمَا أَنَا بِخَيْرِكُمْ، وَلَوْ أَعْلَمُ مَكَانًا تَبْلُغُهُ الْإِبِلُ أَعْلَمَ بِكِتَابِ اللَّهِ مِنِّي لَأَتَيْتُهُ. قَالَ أَبُو وَائِلٍ: فَلَمَّا نَزَلَ عَنِ الْمِنْبَرِ جَلَسْتُ فِي الْحِلَقِ فَمَا أَحَدٌ يُنْكِرُ مَا قَالَ".
Ibnu Mas'ud memberikan khutbah di atas mimbar dan berkata: '{Dan barangsiapa yang berbuat curang, niscaya ia membawa kecurangannya itu pada hari kiamat} (Al-Isra: 15). Barbuat curanglah kalian terhadap mushaf-mushaf kalian! Bagaimana mungkin kalian memerintahkan aku untuk membaca sesuai dengan bacaan Zaid bin Tsabit, padahal aku telah membaca Al-Qur'an langsung dari mulut Rasulullah ﷺ sebanyak lebih dari tujuh puluh surah. Dan pada saat itu Zaid bin Thabit masih memiliki dua jambul [jalinan rambut] dikepala, dia datang dengan anak-anak lain yang masih bocah .
Demi Allah, tiada satu ayat pun yang diturunkan dalam Al-Qur'an kecuali aku mengetahui di mana ayat tersebut turun. Tidak ada seorang pun yang lebih tahu tentang Kitabullah daripada saya, dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian.
Jika aku mengetahui ada suatu tempat yang dapat dijangkau oleh unta, yang di sana ada orang yang lebih tahu tentang Kitabullah daripada aku ; maka sungguh aku akan mendatanginya'.
Abu Wa'il berkata: 'Ketika beliau turun dari mimbar, saya duduk di majlis dan tidak ada seorang pun yang menyangkal apa yang beliau katakan.'" [ Lihat : al-Mashoohif hal. 77 oleh Ibnu Abi Dawud].
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :
أَصْلُ هَذَا مُخَرَّجٌ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَعِنْدَهُمَا: وَلَقَدْ عَلِمَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ أَنِّي أَعْلَمُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ. وَقَوْلُ أَبِي وَائِلٍ: "فَمَا أَحَدٌ يُنْكِرُ مَا قَالَ"، يَعْنِي: مِنْ فَضْلِهِ وَعِلْمِهِ وَحِفْظِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Sumber pernyataan ini berasal dari hadits yang diriwayatkan dalam dua kitab hadits sahih (Al-Bukhari no. 5000 dan Muslim no. 2462), dan keduanya menyatakan: "Sesungguhnya para sahabat Muhammad mengetahui bahwa aku adalah yang paling alim di antara mereka tentang Kitabullah." Pernyataan Abu Wa'il, "Tidak ada yang menyangkal apa yang dikatakan," maksudnya adalah mengenai keutamaan, pengetahuan, dan hafalan Ibnu Mas'ud. Wallahu a’lam”. [ Baca Tafsir Ibnu Katsir 1/31]
Dalam riwayat lain :
Ibnu Mas’ud menolak Zaid bin Tsabit dengan mengatakan :
يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ أُعْزَلُ عَنْ نَسْخِ كِتَابَةِ الْمُصْحَفِ وَيَتَوَلَّاهَا رَجُلٌ وَاللَّهِ لَقَدْ أَسْلَمْتُ وَإِنَّهُ لَفِي صُلْبِ رَجُلٍ كَافِرٍ يُرِيدُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَلِذَلِكَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ اكْتُمُوا الْمَصَاحِفَ الَّتِي عِنْدَكُمْ وَغُلُّوهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ { وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } فَالْقُوا اللَّهَ بِالْمَصَاحِفِ قَالَ الزُّهْرِيُّ فَبَلَغَنِي أَنَّ ذَلِكَ كَرِهَهُ مِنْ مَقَالَةِ ابْنِ مَسْعُودٍ رِجَالٌ مِنْ أَفَاضِلِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Wahai segenap kaum muslimin, aku diasingkan (tidak diikut sertakan) dalam menyalin mushaf dan hanya diurus oleh seorang lelaki (Zaid) padahal demi Allah ketika aku masuk Islam, dia masih dalam tulang rusuk orang kafir, maksudnya Zaid bin Tsabit.
Ia (Ibnu Mas'ud) juga mengatakan: Wahai seluruh penduduk Iraq, simpanlah dan sembunyikanlah mushaf-mushaf yang ada pada kalian, sesungguhnya Allah berfirman "Barangsiapa yang berlaku curang maka pada hari kiamat ia akan datang dengan apa yang telah ia curangi" mereka akan bertemu Allah dengan membawa mushaf-mushaf.
Az Zuhri berkata: Para sahabat Nabi yang terkemuka tidak menyukai ucapan Ibnu Mas'ud tersebut.
[HR. Tirmidzi 5/284 no. 3104. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih, kami hanya mengetahuinya dari haditsnya.
Dan Ibnu al-Arabi dalam Ahkamul Qur’an 2/608 berkata :
صَحِيحٌ لَا يُعْرَفُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ.
“ Shahih , tidak dikenal kecuali dari hadits Zuhri”.
Dalam riwayat lain : Dari Sa'id bin Wahb, ia berkata: bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata pula :
«لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ قِبَلِ كُبَرَائِهِمْ ، فَإِذَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ قِبَلِ أَصَاغِرِهِمْ هَلَكُوا»
"Manusia akan terus dalam kebaikan selama ilmu datang kepada mereka dari kalangan orang-orang besar [orang-orang tua] diantara mereka. Namun, jika ilmu datang kepada mereka dari kalangan anak-anak kecil [anak-anak muda] diantara mereka, maka mereka akan binasa."
Diriwayatkan oleh Abu al-Qasim al-Lalakai dan sejumlah lainnya dengan kata-kata yang mirip. [Lihat : Ashul al-I'tiqad karya al-Lalakaa’i(1/94/101), Jami' Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi (1/616/1057), dan Al-Madkhal li al-Baihaqi (1/246/275)]
Dalam Sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud berkata :
لَا يَزَالُ النَّاسُ صَالِحينَ مُتَمَاسِكِينَ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ ﷺ وَمِنْ أَكَابِرِهِمْ. فَإذا أَتَاهُمْ مِنْ أَصَاغِرِهِمْ هَلَكُوا
"Manusia akan terus dalam kebaikan yang teguh selama ilmu datang kepada mereka dari para sahabat Muhammad ﷺ, dan dari mereka yang besar-besar [orang-orang tua] di antara mereka. Namun, jika ilmu datang kepada mereka dari kalangan anak-anak kecil mereka [anak-anak muda], mereka akan binasa."
Al-Haytsami berkata dalam Al-Majma' (2/310, no. 574): "Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausat, dan para perawinya terpercaya."
Ath-Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam Al-Kabir (9/120, 121) dengan nomor (8589, 8591, 8592), dan dalam Al-Ausat - dalam Majma' al-Bahrain (halaman 23) - melalui jalur Sufyan, Syu'bah, Zaid bin Huban, dan Hamzah al-Ziyat, semuanya dari Abu Ishaq, dari Sa'id bin Wahb, dia berkata: Saya mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata...
Husain Asad mengatakan : “Hadis ini Mawquuf pada Ibnu Mas’ud, dan sanadnya sahih”. [Lihat Takhrij al-Majma’ 2/309 no. 574]
Abdul Razzaq juga meriwayatkan hadis ini dalam Musannafnya (11/249, 257) dengan nomor (20446, 20483) - dan dari jalur ini, Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan nomor (8590) - melalui jalur Mu'ammar, dari Abu Ishaq, dengan sanad yang disebutkan sebelumnya. Ibn Abdul Barr juga mengeluarkan dalam "Jami' Bayan al-Ilm" (1/159) dari jalur Al-Mughirah bin Muslim, Qatan bin Khalifah, Malik bin Mughul, Sufyan al-Thawri, Yunus bin Abu Ishaq, Syu'bah, Syarik, Al-Mas'udi, Israel, dan Abu Bakr bin 'Ayyash, semuanya dari Abu Ishaq al-Sabi'i, dengan sanad yang sama. Dan di samping itu, ada jalur-jalur lainnya.
Al-Muttaqi al-Hindi juga merujuknya dalam Al-Kanz (10/273) dengan nomor (29427) kepada Ibn 'Asakir.
Syeikh Abdul Rahman al-Faqih berkata :
الْمَرْفُوْعُ فِي سَنَدِهِ عَبْدُاللَّهِ بْنُ لُهَيْعَةَ، وَالْأَصَحُّ مِنْهُ الْوَقْفُ عَلَى ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ.
Riwayat marfu’ didalam sanadnya terdapat Abdullah bin Luhai'ah [dho’if dalam hadits], namun riwayat yang lebih kuat dan shahih adalah mawquuf pada Ibnu Mas'ud, semoga Allah meridhainya. [ Baca : al-Maktabah asy-Syamilah al-Hadiatsah 34/464]
--------
PEMBELAAN ALI BIN ABI THALIB DAN PARA SAHABAT LAINNYA TERHADAP UTSMAN :
Apa yang dilakukan Utsman bin Affan, semoga Allah meridhainya, adalah tindakan yang jelas, memiliki nilai ilmiah yang tinggi, dan menduduki posisi agama yang tinggi. Ini adalah kenyataan sejarah yang tak terbantahkan dan telah diterima dan diakui oleh hati orang banyak. Karena ini bukanlah tindakan pribadi atau keputusan sendiri, melainkan merupakan tindakan kolektif dengan konsultasi dari para sahabat utama, persetujuan mereka, bahkan dengan bantuan, dukungan, dan apresiasi mereka. Ini mendapatkan penerimaan dan penghargaan dari masyarakat luas yang melihat dan mengakui tindakan tersebut.
Mushaf Utsman radhiyallahu 'anhu telah disepakati secara Ijma’ oleh para Sahabat Rasulullah ﷺ. Mereka setuju dengan isinya karena keunggulan yang dimilikinya. Persetujuan mereka tidak dapat dinyatakan batal dengan perkataan Ibnu Mas'ud atau siapa pun yang lain. Demikian pula, kemutawatiran qira’at hasil ketetapan mereka tidak dapat diingkari oleh riwayat tunggal atau sedikit perawi, dan tidak ada satu pun dari para ulama yang mengungkapkan hal tersebut.
Maka wajarlah jika para sahabat membela Utsman radhiyallahu 'anhu dan mendukungnya, termasuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu .
Berikut ini riwayat-riwayat tentang pembelaan mereka :
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, sebagai contoh, beliau telah memberikan tanggapan tegas terhadap siapa pun yang mencoba mengkritik tindakan Utsman.
Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Suwaid bin Ghaflah, dia berkata: Ali bin Abi Thalib berkata :
"لا تَقُولُوا فِي عُثْمَانَ إِلَّا خَيْرًا، فَوَاللَّهِ مَا فَعَلَ الَّذِي فَعَلَ فِي الْمَصَاحِفِ إِلَّا عَلَى مَلَأٍ مِنَّا، قَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي هَذِهِ الْقِرَاءَةِ؟ فَقَدْ بَلَغَنِي أَنَّ بَعْضَهُمْ يَقُول: إِنَّ قِرَاءَتِي خَيْرٌ مِنْ قِرَاءَتِكَ، وَهَذَا يَكَادُ يَكُونُ كُفْرًا. قُلْنَا: فَمَا تَرَى؟ قَالَ: أَرَى أَنْ يَجْمَعَ النَّاسَ عَلَى مُصْحَفٍ وَاحِدٍ، فَلَا تَكُونُ فِرْقَةٌ وَلَا اخْتِلَافٌ، قُلْنَا: فَنِعْمَ مَا رَأَيْتَ."
"Janganlah kalian berkata kecuali yang baik-baik tentang Utsman. Demi Allah, perbuatan yang dia lakukan terkait mushaf (penyalinan Al-Quran) tidaklah dilakukan kecuali setelah berkonsultasi dengan kita semua."
Lalu Ali berkata : "Apa pendapat kalian tentang qira’at Al-Quran ini?" Sungguh telah sampai kepada ku kabar : bahwa sebagian orang mengatakan : 'Bacaanku lebih baik daripada bacaanmu,' dan ini hampir-hampir menjadi perbuatan kufur."
Kami bertanya, "Lalu, bagaimana menurut anda?"
Ali bin Abi Thalib menjawab : "Saya melihat lebih baik jika manusia berkumpul di bawah satu mushaf, sehingga tidak ada perpecahan atau perbedaan di antara mereka."
Kami berkata, "Itu adalah pendapat yang baik yang anda sampaikan."
[ Baca : Kitab al-Mashahif karya Ibnu Abi Daud hal. 30 dan baca pula al-Itqon karya as-Syuuthi 1/188. Di shahihkan sanadnya oleh Mushthafa Diib al-Bagha dalam al-Waadhih Fii Ulumil Qur’an hal. 95].
Dalam sebuah riwayat dari Suwaid, dia berkata: "Aku mendengar Ali bin Abi Thalib, semoga Allah memuliakan wajahnya, berkata:
يا مَعْشَرَ النَّاسِ اتَّقُوا اللهَ وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي عُثْمَانَ، وَقَوْلُكُمْ حَرَّاقُ مَصَاحِفَ، فَوَاللَّهِ مَا حَرَّقَهَا إِلا عَلَى مَلَأٍ مِنَّا أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
'Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan jauhilah dari berlebih-lebihan dalam memandang rendah kepada Utsman. Ucapan kalian : ‘Dia pembakar mushaf-mushaf’, maka demi Allah, dia tidak membakarnya kecuali dihadapan khalayak ramai, diantaranya dari kami adalah para sahabat Rasulullah ﷺ.'"
[ Baca : Kitab al-Mashahif karya Ibnu Abi Daud hal. 19]
Dari Ali bin Abi Thalib, semoga Allah meridhainya, dia berkata:
" لَوْ كُنتُ الْوَالِي وَقْتَ عُثْمَانَ لَفَعَلْتُ فِي الْمُصَاحِفِ مِثْلَ الَّذِي فَعَلَ عُثْمَانُ. فَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَأَرْضَاهُمْ".
"Jika seandainya aku menjadi penguasa pada masa Utsman, maka aku pun pasti akan berbuat terhadap mushaf seperti yang telah dilakukan oleh Utsman." Semoga Allah meridhai mereka dan membuat mereka ridha”.
[ Baca : Kitab al-Mashahif karya Ibnu Abi Daud hal. 30]
Dalam riwayat lain Ali berkata :
"لَوْ لَمْ يَصْنَعْهُ عُثْمَانُ لَصَنَعْتُهُ"
"Jika Utsman tidak melakukannya, niscaya aku yang akan melakukannya" (Lihat : al-Mashoohif karya Ibnu Abi Daud hal. 13).
Diriwayatkan dari Mus'ab bin Sa'ad , bahwa dia berkata :
"أَدْرَكْتُ النَّاسَ مُتَوَافِرِينَ حِينَ حَرَّقَ عُثْمَانُ الْمُصَاحِفَ، فَأَعْجَبَهُمْ ذَلِكَ، وَقَالَ: لَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ مِنْهُمْ أَحَدٌ"
Aku menjumpai orang-orang berkumpul ketika Utsman membakar mushaf-mushaf, dan mereka merasa kagum dengan tindakan tersebut. Mus'ab berkata, "Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkarinya " (Lihat : al-Mashoohif karya Ibnu Abi Daud hal. 68).
Dalam riwayat Bukhori bahwa Mus'ab bin Sa'ad berkata :
أَدْرَكْتُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ شَقَّقَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الْمُصَاحِفَ؛ فَأَعْجَبَهُمْ ذَلِكَ، أَوْ قَالَ: لَمْ يَنْكَرْ ذَلِكَ مِنْهُمْ أَحَدٌ.
"Aku menyaksikan para sahabat Nabi ﷺ ketika Utsman (RA) merobek mushaf-mushaf (Al-Qur'an). Hal itu membuat mereka kagum, atau ia berkata: Tidak ada satupun dari mereka yang mengingkari tindakan tersebut."
[ Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Kholqu Af’aalil ‘Ibaad hal. 86 dan al-Mustaghfiri dalam Fadloilul Qur’an 1/359 no. 422].
Al-Zuhri berkata :
بَلَغَنِي أَنَّ ذَلِكَ كَرِهَ مِنْ مَقَالَةِ ابْنِ مَسْعُودٍ رِجَالٌ مِنْ أَفَاضِلِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
"Telah sampai kepadaku : bahwa orang-orang terkemuka dari kalangan para sahabat Nabi ﷺ tidak menyukai perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhum."
Sanad atsar ini adalah sahih. Diriwayatkan oleh Abu Ubaid (halaman 283), At-Tirmidzi (nomor: 3103), Ibn Abi Dawud dalam "Al-Mashahif" (halaman 17), dan Ibnu Asakir (33/139) dengan sanad yang sahih dari Az-Zuhri.
Dalam al-Muqoddimaat al-Asaasiyyah karya Abdullah bin Yausuf al-‘Anzi hal. 120 di sebutkan :
وَتَقَدَّمَ أَمْرُ حُذَيْفَةَ لِابْنِ مَسْعُودٍ بِأَنْ يُدْفَعَ مُصْحَفُهُ لِمَنْ كَلَّفَهُ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ بِإِزَالَةِ الْمُصَاحِفِ بِالْكُوفَةِ، وَامْتَنَعَ ابْنُ مَسْعُودٍ.
وَهَذَا أَبُو الدَّرْدَاءِ، وَهُوَ سَيِّدُ أَهْلِ الشَّامِ، وَأَحَدُ مَنْ تَنْتَهِي إِلَيْهِمْ قِرَاءَةُ ابْنِ عَامِرٍ، يُبَلِّغُهُ صُنَيْعُ ابْنِ مَسْعُودٍ، فَلَا يَرْضَاهُ:
Sebelumnya, Hudhaifah meminta kepada Ibnu Mas'ud untuk menyerahkan mushafnya kepada mereka yang ditugaskan oleh Amirul Mukminin untuk melenyapkan mushaf-mushaf di Kufah, akan tetapi Ibnu Mas'ud menolaknya.
Dan ini Abu Darda', yang merupakan pemimpin penduduk Syam dan salah seorang qori yang mengajarkan kepada masyarakatnya dengan qira’ah Ibnu 'Amir, ketika dia mengetahui perbuatan Ibnu Mas'ud, maka dia tidak merestuinya”.
Alqamah bin Yazid al-Nakha'i berkata :
" قَدِمْتُ الشَّامَ، فَلَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ، فَقَالَ: كُنَّا نَعُدُّ عَبْدَ اللَّهِ حَنَّانًا، فَمَا بَالُهُ يُوَاثِبُ الْأَمِرَاءَ؟".
"Aku datang ke Syam dan bertemu dengan Abu Darda'. Dia berkata, 'Kami biasa menganggap Abdullah (Ibn Mas'ud) sebagai pendidik yang lembut, tetapi mengapa dia menentang para penguasa?'"
[ Sanad yang sahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud (halaman 18) dan Ibnu Asakir (33/140) melalui jalur Abdul Salam bin Harb, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah. Dan sanadnya adalah sahih].
Asy-Syathibi mengatakan dalam al-I'tisham 2/614 :
فَلَمْ يُخَالِفْ فِي الْمَسْأَلَةِ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ، فَإِنَّهُ امْتَنَعَ مِنْ طَرْحِ مَا عِنْدَهُ مِنَ الْقِرَاءَةِ الْمُخَالِفَةِ لِمَصَاحِفِ عُثْمَانَ، … فَتَأَمَّلْ كَلَامَهُ، فَإِنَّهُ لَمْ يُخَالِفْ فِي جَمْعِهِ، وَإِنَّمَا خَالَفَ أَمْرًا آخَرَ.
فَلَمْ يُخَالِفْ فِي الْمَسْأَلَةِ إِلَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ فَإِنَّهُ امْتَنَعَ مِنْ طَرْحِ مَا عِنْدَهُ مِنَ الْقِرَاءَةِ الْمُخَالِفَةِ لِمَصَاحِفِ عُثْمَانَ، وَقَالَ: يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ! وَيَا أَهْلَ الْكُوفَةِ: اكْتُمُوا الْمَصَاحِفَ الَّتِي عِنْدَكُمْ وَغُلُّوهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ} [آل عمران: 161] وَأَلْقَوْا إِلَيْهِ بِالْمَصَاحِفِ.
فَتَأَمَّلْ كَلَامَهُ فَإِنَّهُ لَمْ يُخَالِفْ فِي جَمْعِهِ، وَإِنَّمَا خَالَفَ أَمْرًا آخَرَ؛ وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ قَالَ ابْنُ هِشَامٍ: بَلَغَنِي أَنَّهُ كَرِهَ ذَلِكَ مِنْ قَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ رِجَالٌ مِنْ أَفَاضِلِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Tidak ada yang menyelisih [Utsman bin Affaan] dalam masalah ini kecuali Abdullah bin Mas'ud, karena dia menolak untuk membuang apa yang dimilikinya dari qiro’at yang menyelisihi mushaf Utsman. Dia berkata, "Wahai penduduk Irak! Dan wahai penduduk Kufah! Simpanlah mushaf-mushaf yang ada di tangan kalian dan peliharalah. Sesungguhnya Allah berfirman, '{Dan barangsiapa yang curang, niscaya dia akan membawa apa yang dicuranginya pada hari kiamat}' (Ali Imran: 161)”.
Lalu orang-orang melemparkan mushaf-mushaf itu kepadanya .
Maka perhatikanlah perkataannya, sesungguhnya dia [Ibnu Mas’ud] tidak menentang dalam hal pengumpulannya, dan dia hanya berselisih dalam masalah lain.
"Meskipun demikian, Ibnu Hisyam mengatakan: 'Saya mendengar bahwa orang-orang terkemuka dari sahabat Rasulullah ﷺ merasa tidak suka terhadap pernyataan Ibnu Mas'ud tentang hal itu.'" [Baca al-I’tishoom 2/614. Dan baca pula Majallah al-Manaar 17/833]
Ini menunjukan bahwa keberatan Abdullah bin Mas'ud - semoga Allah meridhainya - bukanlah pada hal mengumpulkan orang-orang dalam satu qira’ah tunggal, akan tetapi karena dia tidak termasuk dalam komite [lajnah] penyalinan mushaf-mushaf. Ini terbukti dengan keberatannya terhadap meninggalkan qiro’at-nya diganti dengan qira’at Zaid.
Jika seandainya ada perubahan huruf dan penghilangan dalam hal ini, maka tentunya rasa keberatan terhadap Utsman dalam pengumpulannya dalam satu qira’at tunggal lebih tepat daripada keberatan terhadap pilihannya terhadap Zaid. Karena keberatan parsial ini menunjukkan persetujuan terhadap prinsip keseluruhan dalam pengumpulan dalam satu qira’at tunggal.
Ini adalah dalil kesepakatan (ijma) atas kebenaran tindakan Utsman -semoga Allah meridhainya-. Oleh karena itu, itu adalah sahih. Adapun adanya riwayat bahwa Ibnu Mas’ud telah menentangnya, maka itu tidak mencabut Ijma’ kesepakatan ini. Karena keberatan Ibnu Mas'ud bukan terhadap prinsip dasar perbuatan Utsman, melainkan terhadap pilihan siapa yang harus melaksanakannya dan konsekuensinya. Setelah itu, dia kembali setuju dengan pendapat mayoritas.
---------
UCAPAN DAN SIKAP IBNU MAS’UD SAAT EMOSI TIDAK BOLEH DI AMALKAN
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengutip dari Abu Bakar al-Anbari yang mengatakan:
وَمَا بَدَا مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ مِنْ نَكِيرِ ذَلِكَ فَشَيْءٌ نَتَجَهُ الْغَضَبُ، وَلَا يُعْمَلُ بِهِ ولا يؤخذ به، ولا يشك في ان رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدْ عَرَفَ بَعْدَ زَوَالِ الْغَضَبِ عَنْهُ حُسْنَ اخْتِيَارِ عُثْمَانَ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبَقِيَ عَلَى مُوَافَقَتِهِمْ وَتَرَكَ الْخِلَافَ لَهُمْ.
"Adapun tindakan yang ditunjukkan oleh Abdullah bin Mas'ud dalam menolak itu, maka itu sesuatu yang tampaknya sebagai ekspresi kemarahan, tidak boleh diamalkan dan tidak boleh dijadikan pegangan.
Dan tidak ada keraguan bahwa setelah kemarahan hilang dari dirinya , maka belaiu mengakui kebijakan yang baik yang diambil oleh Utsman dan para sahabat Rasulullah ﷺ dan pada akhirnya beliau setuju dengan mereka serta meninggalkan perselisihan demi untuk mereka." [ Tafsir al-Qurthubi 1/53]
Lalu al-Qurthubi berkata :
فَالشَّائِعُ الذَّائِعُ الْمُتَعَالَمُ عِنْدَ أَهْلِ الرِّوَايَةِ وَالنَّقْلِ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ تَعَلَّمَ بَقِيَّةَ الْقُرْآنِ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَقَدْ قَالَ بَعْضُ الْأَئِمَّةِ: مَاتَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ قَبْلَ أَنْ يَخْتِمَ القران
"Informasi yang umum terbesar dan diterima oleh ahli riwayat dan ilmu hadis adalah bahwa Abdullah bin Mas'ud mempelajari sisa Quran setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Sebagian para imam menyatakan bahwa Abdullah bin Mas'ud meninggal sebelum mengkhatamkan Quran." [ Tafsir al-Qurthubi 1/53]
Ibnu Katsir dalam "Fadhail al-Qur'an" hal. 67 menyatakan:
"عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ... جَمَعَ النَّاسَ عَلَى قِرَاءَةٍ وَاحِدَةٍ؛ لِئَلَّا يَخْتَلِفُوا فِي الْقُرْآنِ، وَوَافَقَهُ عَلَى ذَلِكَ جَمِيعُ الصَّحَابَةِ، وَإِنَّمَا رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ شَيْءٌ مِنَ التَّغَضُّبِ بِسَبَبِ أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ مِمَّنْ كَتَبَ الْمَصَاحِفَ وَأَمَرَ أَصْحَابَهُ بِغَلِّ مصاحفهم لما أمر عثمان بحرقه ماعدا الْمُصْحَفَ الْإِمَامَ، ثُمَّ رَجَعَ ابْنُ مَسْعُودٍ إِلَى الْوِفَاقِ حَتَّى قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: لَوْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُثْمَانُ لَفَعَلْتُهُ أَنَا".
"Utsman bin ‘Affaan - semoga Allah meridhainya - mengumpulkan orang-orang untuk membaca al-Qur’an dalam satu qira’at agar mereka tidak berselisih dalam membaca Al-Qur'an, dan semua sahabat setuju dengannya. Akan tetapi, ada riwayat dari Abdullah bin Mas'ud yang menunjukkan adanya kemarahan darinya dikarenakan dia tidak termasuk orang-orang yang ditugaskan untuk menyalin mushaf. "Dan ia memerintahkan para sahabatnya untuk menggulung dan menyimpan mushaf mereka ketika Utsman memerintahkan untuk membakarnya, kecuali mushaf Induk."
Kemudian, Abdullah bin Mas'ud pada akhir rujuk dan menyutujui , hingga Ali bin Abi Thalib berkata: 'Jika Utsman tidak melakukannya, niscaya aku yang akan melakukannya.' SELESAI." [ Baca pula : Tafsir Ibnu Katsir 1/28 ]
*****
MEMBATASI AL-QURAN DENGAN SATU QIRA’AT BUKAN BERARTI MENYIA-NYIAKANNYA:
Dalam membatasi al-Qur’an dalam satu qira’at bukan berarti menyia-nyiakan Al-Qur'an dan membuang sebagiannya . Karena pada masing-masing qira’at dari tujuh tersebut sudah mencukupi dan sempurna, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah -ﷺ- bersabda :
أتاني جِبرئيلُ و ميكائيلُ، فجلسَ جبرئيلُ عن يَمِينِي، و جلسَ مِيكَائِيلُ عن يَسارِي ، فقال : اقرأَ على حرفٍ، فقال ميكائيلُ : اسْتَزِدْهُ، فقال : اقْرَأِ القرآنَ على حَرْفَيْنِ، قال : اسْتَزِدْهُ حتى بَلَغَ سبعَةَ أَحْرُفٍ ، قال : و كُلٌّ شَافٍ كَافٍ
'Jibril dan Mikail mendatangiku dan Jibril duduk di sebelah kananku, sedangkan Mikail duduk di sebelah kiriku.
Beliau berkata : 'Bacalah Al-Qur'an satu huruf [qira’at]'. Lalu Mikail berkata, 'Tambahilah.'
Rasulullah menjawab, 'Bacalah Al-Qur'an dengan dua huruf.' Mikail berkata, 'Tambahilah.'
Hingga mencapai tujuh huruf.
Rasulullah bersabda: 'Masing-masing huruf [qira’at] itu mencukupi dan sempurna.'
[ Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya (1/33). Di shahihkan oleh al-Albaani dalam ash-Shahihah no. 843 dan dinyatakan bahwa sanadnya sesuai syarat Bukhori dan Muslim].
Dari Ubay bin Ka’ab , dia berkata :
ما حاكَ في صدري منذُ أسلمتُ إلاَّ أنِّي قرأتُ آيةً وقرأَها آخرُ غيرَ قراءتي فقلتُ: أقرأنيها رسولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وقالَ الآخرُ: أقرأنيها رسولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فأتيتُ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم فقلتُ: يا نبيَّ اللَّهِ أقرأتني آيةَ كذا وَكذا قالَ: نعم. وقالَ الآخرُ: ألم تقرئني آيةَ كذا وَكذا. قالَ: نعم إنَّ جبريلَ وميكائيلَ عليْهما السَّلامُ أتياني فقعدَ جبريلُ عن يميني وميكائيلُ عن يساري فقالَ جبريلُ عليْهِ السَّلامُ: اقرأ القرآنَ على حرفٍ. قالَ ميكائيلُ: استزدْهُ استزدْهُ حتَّى بلغَ سبعةَ أحرفٍ فَكلُّ حرفٍ شافٍ كافٍ .
Sejak saya masuk Islam, tidak ada yang mengganggu hatiku kecuali bahwa saya membaca satu ayat dan orang lain membacanya dalam bacaan yang berbeda daripada bacaanku. Saya berkata, "Bacakanlah ayat ini seperti yang dibacakan oleh Rasulullah ﷺ kepadaku."
Dan yang lain berkata, "Bacakanlah ayat ini seperti yang dibacakan oleh Rasulullah ﷺ kepadaku."
Maka saya datang kepada Nabi ﷺ, lalu saya berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah membacakan ayat ini seperti ini dan ini." Beliau bersabda, "Ya."
Dan yang lain berkata, "Bukankah kamu membacakan ayat ini seperti ini dan ini kepada saya?"
Beliau bersabda, "Ya, sesungguhnya Jibril dan Mikail datang kepada saya. Jibril duduk di sebelah kanan saya dan Mikail di sebelah kiri saya. Jibril berkata, 'Bacakanlah Al-Qur'an dengan satu cara.' Mikail berkata, 'Tambahilah, tambahilah,' hingga mencapai tujuh huruf [qira’at/ dialek], dan setiap hurufnya benar dan mencukupi ."
[HR. An-Nasai no. 940 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani]
Dalam riwayat Nasa’i lafadznya :
Dari [Ubay bin Ka'ab] dia berkata;
"Rasulullah ﷺ pernah membacakan suatu surat kepadaku, dan tatkala aku sedang duduk di masjid tiba-tiba aku mendengar seorang lelaki membaca dengan bacaan yang berbeda dengan bacaanku, maka aku bertanya kepadanya, Siapa yang mengajari bacaan surat ini? ' ia menjawab, 'Rasulullah ﷺ".
Aku lalu berkata: 'Jangan pergi dariku hingga kita datang kepada Rasulullah ﷺ".
Lalu aku mendatangi Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah ﷺ, orang ini membaca sebuah surat dengan bacaan yang berbeda dengan bacaan yang engkau ajarkan kepadaku'.
Kemudian beliau ﷺ bersabda: 'Wahai Ubay, bacalah'. Lalu akupun membacanya. Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku, 'Bacaanmu baik.
Kemudian beliau ﷺ bersabda kepada laki-laki tersebut, 'Bacalah'. lapun membacanya dan beliau ﷺ bersabda kepada laki-laki tersebut, 'Bacaanmu baik.
Lalu beliau bersabda; 'Wahai Ubay, Al Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), dan semuanya benar dan mencukupi'. [HR. An-Nasaa’i ]
Ini semua menunjukkan bahwa pada asalnya bacaan Al-Qur'an itu satu qira’at, dan keberagaman dalam cara baca ini hanyalah untuk memudahkan dan memberikan kelonggaran, bukan untuk menetapkan kewajiban atau keharusan yang kaku. Bagaimana mungkin seseorang yang memegang teguh pada asal ini dituduh mengabaikan atau menyia-nyiakan al-Qura’n?
Dalam hadits Umar bin Khththab di sebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda :
إنَّ هذا القُرْآنَ أُنْزِلَ علَى سَبْعَةِ أحْرُفٍ، فاقْرَؤُوا ما تَيَسَّرَ منه
"Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh cara baca, maka bacalah sesuai kemampuan kalian." (HR. Bukhari no. 6936 dan Muslim no. 818)
Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk membaca sesuai dengan kemampuan kita, dan orang yang mengharuskan umat untuk menghafal tujuh cara baca adalah yang harus memberikan bukti atau dalil.
*****
RUJUKNYA IBNU MAS’UD DAN PERSETUJUANNYA TERHADAP MUSHAF USTMANI
Pada awalnya Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkeberatan dengan kebijakan penyatuan mushaf tersebut, karena beliau memiliki mushaf tersendiri yang beliau dapatkan langsung dari Nabi ﷺ.
Namun pada akhir hayatnya beliau bersedia untuk menyepakati jemaah kaum muslimin , meskipun beliau masih tetap mempertahankan bacaan sesuai dengan qiraat yang beliau dapatkan dari Nabi ﷺ. Hal ini karena dia menyadari bahwa perbedaan yang terjadi antara dirinya dan mereka hanya terkait dengan cara baca atau hafalan, dan bukan termasuk perbedaan yang bertentangan dan saling tabrakan.
Telah terbukti bahwa kewaspadaan dan kehati-hatian ini berasal dari Abdullah bin Mas'ud pada awalnya, namun kemudian ia rujuk dan menyutujui pandangan para Sahabat, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dan Adz-Dzahabi. [Lihat: "Al-Bidayah wa An-Nihayah" (11/238) dan "Siyar A'lam An-Nubala" (1/488)].
Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu Abi Dawud, sebagaimana dia membuatkan BAB untuknya [Lihat: "Al-Mushaf" (halaman 82)].
Ibnu Abi Dawud dalam kitabnya “Al-Mashaahif” membuat tiga BAB, pertama tentang :
(اتِّفَاقُ النَّاسِ مَعَ عُثْمَانَ عَلَى جَمْعِ الْمَصَاحِفِ)
"Kesepakatan Umat dengan Utsman dalam Pengumpulan mushaf-mushaf",
Kemudian diikuti dengan BAB :
(كراهِيَةُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ذَلِكَ)
"Tidak Disukainya oleh Abdullah bin Mas'ud terhadap Hal itu",
Dan dilanjutkan dengan BAB :
(رِضَاءُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ لِجَمْعِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الْمَصَاحِفِ)
"Persetujuan Abdullah bin Mas'ud terhadap Pengumpulan Mushaf-Mushaf oleh Utsman -semoga Allah meridhainya-".
Silakan merujuk ke kitab al-Mashahif karya Ibnu Abi Daud hal. 66 dan sesudahnya untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.
Imam Ibnul Arobi dalam kitabnya Al-‘Awaashim min Al-Qowaashim” menjelaskan bahwa awalnya Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menginginkan agar mushafnya diakui, ketika keinginannya tidak tercapai maka dia mengatakan apa yang dikatakannya, lalu Utsman radhiyallahu anhu memintanya untuk memusnahkan mushafnya, agar persatuan umat segera didapatkan.
Prof. DR. Ali Muhammad ash-Shalabi dalam bukunya biografi Utsman bin Affan menukil perkataan Imam adz-Dzahabi yang mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu ridho dan mengikuti Utsman radhiyallahu anhu –Walhamdulillah-.
Abu Wa'il, saudara laki-laki Ibnu Salamah, meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa beliau berkata:
إِنِّي قَدْ سَمِعْتُ الْقُرَّاءَ؛ فَوَجَدْتُهُمْ مُتَقَارِبِينَ، فَاقْرَءُوا كَمَا عَلَّمْتُمْ، وَإِيَّاكُمْ وَالِاخْتِلَافِ وَالتَّنَطُّعِ، فَإِنَّمَا هُوَ كَقَوْلِ أَحَدِكُمْ: هَلُمَّ، وَتَعَالَ"
"Sungguh, aku telah mendengar para pembaca Al-Qur'an, dan aku mendapati mereka hampir seragam dalam bacaan. Maka bacalah sebagaimana yang telah diajarkan kepada kalian, dan hindarilah perselisihan dan memperuncing. Sesungguhnya, hal itu seperti ucapan salah satu kalian: 'Halummaa [Mari-mari] dan Ta’aal [ ayo sini]'.
[ Sanad atsar ini sahih. Diriwayatkan oleh Sa'id bin Mansur dalam "Sunnah" (nomor: 34 - Fadhail al-Qur'an), Abu 'Ubaid dalam "Al-Fadhail" (halaman: 361), dan "Gharib al-Hadith" (3/160), Ibnu Syabbah (3/1007), Ibnu Jarir (1/22), Al-Baihaqi dalam "As-Sunan" (2/385) dan "Ash-Shu'ab" (nomor: 2268), dan Al-Khathib dalam "Tarikh Bagdad" (5/126) melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Wa'il.
Saya katakan: Dan sanadnya sahih].
Dan Ibnu Mas’ud (radhiyallahu 'anhu) sendiri pernah pula meriwayatkan hadits Nabi ﷺ, yaitu Ia berkata:
" سَمِعْتُ رَجُلًا قَرَأَ آيَةً، وَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ خِلَافَهَا، فَجِئْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ، فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ الكَرَاهِيَةَ، وَقَالَ: «كِلَاكُمَا مُحْسِنٌ، وَلَا تَخْتَلِفُوا، فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُوا» ".
“Saya mendengar seseorang membaca suatu ayat, dan saya mendengar Nabi ﷺ membaca ayat itu berbeda dengan bacaannya, maka saya membawa orang itu kepada Nabiﷺ dan memberitahukan kepadanya.
Saya melihat rasa tidak senang di wajah Nabi ﷺ dan beliau bersabda: “Kamu berdua benar (dalam hal bacaan ayat) dan janganlah berselisih, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu selalu berselisih sehingga mereka binasa”. [HR. Bukhori no. 3476]
Dalam riwayat al-Hakim : Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata :
أَقْرَأَنِي رَسُولُ اللَّهِ- صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ- سُورَةَ حم، وَرُحْتُ إِلَى الْمَسْجِدِ عَشِيَّةً، فَجَلَسَ إِلَيَّ رَهْطٌ، فَقُلْتُ لِرَجُلٍ مِنَ الرَّهْطِ: اقْرَأْ عَلَيَّ، فَإِذَا هُوَ يَقْرَأُ حُرُوفًا لَا أَقْرَؤُهَا، فَقُلْتُ لَهُ: مَنْ أَقْرَأَكَهَا؟ قَالَ: أَقْرَأَنِي رَسُولُ اللَّهِ- صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ-، فَانْطَلَقْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ- صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ- وَإِذَا عِنْدَهُ رَجُلٌ فَقُلْتُ لَهُ: اخْتَلَفَا فِي قِرَاءَتِنَا، فَإِذَا وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ- صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ- قَدْ تَغَيَّرَ، وَوَجَدَ فِي نَفْسِهِ، حِينَ ذَكَرْتُ لَهُ الِاخْتِلَافَ، فَقَالَ: " إِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ قَبْلَكُمُ الِاخْتِلَافُ " ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيَّ عَلِيٌّ فَقَالَ عَلِيٌّ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ- صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ- يَأْمُرُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ كَمَا عَلِمَ، فَانْطَلَقْنَا وَكُلُّ رَجُلٍ مِنَّا يَقْرَأُ حُرُوفًا لَا يَقْرَؤُهَا صَاحِبُهُ.
"Rasulullah ﷺ membacakan Surah Ha-Mim kepada saya. Kemudian pada malam itu, saya pergi ke masjid dan ada sekelompok orang duduk. Saya berkata kepada salah satu dari mereka : 'Bacakanlah kepada saya !'. Namun, dia membacakan huruf-huruf yang tidak saya kenal.
Saya bertanya kepadanya : 'Siapa yang mengajarkannya kepadamu?' Dia menjawab : 'Rasulullah ﷺ yang mengajarkannya kepadaku.'
Kemudian kami pergi menemui Rasulullah ﷺ, dan di sampingnya ada seorang laki-laki. Saya berkata kepadanya : 'Kami berbeda dalam membaca.'
Tiba-tiba wajah Rasulullah ﷺ berubah dan ia merasakan hal tersebut dalam dirinya ketika saya menyebutkan perbedaan tersebut.
Ia kemudian berkata : 'Sesungguhnya yang menghancurkan umat-umat sebelum kalian adalah perselisihan.'
Kemudian Ali berbisik kepadaku : 'Rasulullah ﷺ memerintahkan kalian untuk membaca sesuai dengan apa yang telah ia ajarkan kepada kalian.'
Kemudian kami pergi dan setiap orang dari kami membaca huruf-huruf yang tidak bisa dibaca oleh pemiliknya." [HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak 2/243 no. 2885 .
Al-Hakim berkata :
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَخْرُجَاهُ بِهَذِهِ السِّيَاقَةِ.
" Ini adalah hadits yang sanadnya shahih, dan mereka Bukhori dan Muslim tidak meriwayatkannya dalam konteks seperti ini" .
DIANTARA BUKTI RUJUKNYA IBNU MAS’UD radhiyallahu 'anhu :
Diantara yang membuktikan rujuknya beliau kepada mushaf Utsmani adalah qiroah mutawatirah yang diriwayatkan dengan sanad-sanadnya yang bersumber sampai kepada Ibnu Mas’ud, ternyata bacaannya sama seperti Mushaf Utsman bin ‘Affan radhiyallahu anhu, misalnya qiroah Hafsh dari ‘Aashim yang sampai kepada Ibnu Mas’ud, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Hazm.
Berikut contoh sanad riwayat Hafsh :
رُوِيَ عَنْ حَفْصٍ أَنَّهُ قَالَ: قُلْتُ لِعَاصِمٍ أَنَّ بَكْرَ شُعْبَةَ يُخَالِفُنِي فِي الْقِرَاءَةِ. فَقَالَ: أَقْرَأُتُكَ بِمَا أَقْرَأَنِي بِهِ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيُّ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَأَقْرَأُتُ أَبَا بَكْرٍ بِمَا أَقْرَأَنِي بِهِ زُرُّ ابْنُ حُبَيْشٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بِنْ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
“Hafsh berkata, aku berkata kepada ‘Aashim bahwa Abu Bakar Syu’bah berbeda qiroahnya denganku, maka beliau menimpali, aku membacakan kepadamu sebagaimana Abu Abdir Rohman as-Sulamiy membacakannya kepadaku menukil dari Ali radhiyallahu anhu, dan aku membacakan untuk Abu Bakar dengan apa yang telah dibacakan Zurr bin Khubaisy kepadaku dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu” –selesai-.
Dan kata Imam Ibnu Hazm bacaan ‘Aashim telah masyhur di negeri Timur dan Barat, semuanya sama persis dengan Mushaf Utsman bin ‘Affan radhiyallahu anhu.
[ Silahkan baca : Jaami’ al-Bayaan karya Abu ‘Amr Utsman ad-Daani 1/259 no. 538, Ma’rifat al-Qurraa al-Kibaar oleh adz-Dzahabi hal. 53, Siyaar al-A’laam an-Nubala 5/259 dan al-Qiro’aat rawaayataa Warsy wa Hafsh oleh Umar al-Kubaisiy hal. 93]
Kesimpulannya:
Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu anhu rujuk dengan mushaf Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, apalagi
beliau terkenal sebagai sahabat yang kokoh berpegang kepada syariat untuk tidak
menyebabkan perselisihan dikalagan kaum Muslimin sebagaimana perkataan-perkataan
Ibnu Mas’ud yang beliau yang masyhur, diantaranya :
Pertama : Perkataan Ibnu
Mas’ud :
"الخِلاَفُ
شَرٌّ"
“Perpecahan
itu buruk”
Abdurrahman bin Yazid menceritakan
:
"أَنَّ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَلَّى بِمِنًى أَرْبَعًا
فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ - مُنْكِرًا عَلَيْهِ - : صَلَّيْتُ مَعَ
النَّبِيِّ ﷺ رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ عُمَرَ
رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ عُثْمَانَ صَدْرًا مِنْ إِمَارَتِهِ ثُمَّ أَتَمَّهَا ثُمَّ
تَفَرَّقَتْ بِكُمُ الطُّرُقُ فَلَوَدِدْتُ أَنَّ لِي مِنْ أَرْبَعِ رَكْعَاتٍ
رَكْعَتَيْنِ مُتَقَبَّلَتَيْنِ ثُمَّ إِنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ صَلَّى أَرْبَعًا
فَقِيلَ لَهُ : عِبْتَ عَلَى عُثْمَانَ ثُمَّ صَلَّيْتَ أَرْبَعًا قَالَ : الخِلاَفُ
شَرٌّ".
Bahwasanya Khalifah
‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu shalat di Mina empat
rakaat. Maka Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu – mengingkarinya
- seraya berkata:
“Aku dulu shalat bersama
Nabi ﷺ, Abu
Bakr, ‘Umar dan di awal pemerintahan ‘Utsman sebanyak dua rakaat, dan setelah
itu ‘Utsman shalat empat rakaat.
Kemudian terjadilah
perbedaan pendapat diantara kalian, dan sungguh aku berkeinginan dari empat
rakaat shalat itu yang diterima adalah yang dua rakaat darinya.”
Namun ketika di Mina,
Abdullah bin Mas’ud justru juga shalat empat rakaat. Maka ada yang
bertanya kepada beliau:
“Engkau dulu telah
mengingkari ‘Utsman atas shalatnya yang empat rakaat, akan tetapi engkau sendiri
shalat empat rakaat pula?”
Abdullah bin Mas’ud
menjawab: “Perselisihan (perpecahan) itu adalah buruk .”
["Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1960) dengan sedikit perbedaan, dan diriwayatkan
oleh Bukhari (1084), serta Muslim (695) dalam bentuk yang lebih panjang dengan
lafaz yang hampir serupa."
Di shahihkan al-Albaani
dalam Shahih Abu Daud].
Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata :
وَ سَنَدُهُ صَحِيحٌ. وَ رَوَى أَحْمَدُ (٥ / ١٥٥) نَحْوَ هَذَا عَنْ أَبِي
ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ.
“Sanadnya Shahih
. Diriwayatkan pula oleh Al Imam Ahmad [5/155] seperti riwayat di atas dari
shahabat Abu Dzar radhiallahu ‘anhum Ajma’in). [As-Silsilah Ash-Shahihah
1/444].
Kedua : perkataan Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu:
«الْزَمُوا هَذِهِ
الطَّاعَةَ وَالْجَمَاعَةَ فَإِنَّهُ حَبْلُ اللَّهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ، وَأَنَّ
مَا تَكْرَهُونَ فِي الْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّونَ فِي الْفُرْقَةِ
»
Tetaplah kalian konsisten
pada ketaatan dan menjaga persatuan jamaah (kaum muslimin), karena sesungguhnya
itu adalah tali Allah yang Dia perintahkan.
Dan sesungguhnya apa
yang kalian benci dalam kebersatuan jamaah (kaum muslimin) lebih baik daripada
apa yang kalian sukai dalam perpecahan.
[Diriwayatkan oleh
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak nomor 8663, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf
nomor 37337, Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir nomor 8973, dan Al-Lalika’i
dalam Syarh Ushul I’tiqad nomor 158.
Al-Hakim berkata:
“هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخْرِجَاهُ "
“Ini adalah hadits
shahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak
meriwayatkannya,” dan Az-Zahabi menyepakatinya dalam Talkhish Al-Mustadrak.
Ketiga : Perkataan Ibnu
Mas’ud :
“Apa yang
dipandang kaum Muslimin sebagai hal yang (hasan) baik, maka itu (hasan) baik
di sisi Allah”
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata :
إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ فَاخْتَارَ مُحَمَّدًا ﷺ
فَبَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاخْتَارَ لَهُ
أَصْحَابًا فَجَعَلَهُمْ أَنْصَارَ دِينِهِ وَوُزَرَاءَ نَبِيِّهِ، فَمَا رَآهُ
الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدُ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ
قَبِيحًا فَهُوَ عِنْدُ اللَّهِ قَبِيحٌ
"Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya, lalu memilih Muhammad ﷺ dan mengutusnya dengan risalah, kemudian melihat hati hamba-hamba dan memilih bagi beliau para sahabat sebagai para penolong agama-Nya dan para menteri nabi-Nya.
Maka apa yang dipandang kaum Muslimin
sebagai hal yang hasan (baik), maka itu hasan (baik) di sisi Allah, dan apa yang
dipandang kaum Muslimin sebagai hal yang buruk, maka itu buruk di sisi
Allah".
Lafadz Imam Ahmad
:
إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ العِبَادِ؛ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ ﷺ
خَيْرَ قُلُوبِ العِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ، فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ،
ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ العِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ؛ فَوَجَدَ قُلُوبَ
أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ العِبَادِ، فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ،
يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا؛ فَهُوَ عِنْدَ
اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا؛ فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ.
“Sesungguhnya
Allah melihat ke dalam hati para hamba, lalu Dia mendapati hati Muhammad ﷺ adalah hati yang
terbaik di antara hati para hamba, maka Allah memilihnya untuk diri-Nya dan
mengutusnya dengan risalah-Nya.
Kemudian Allah
melihat ke dalam hati para hamba setelah hati Muhammad, lalu Dia mendapati hati
para sahabatnya adalah hati yang terbaik di antara hati para hamba, maka Allah
menjadikan mereka sebagai para pembantu Nabi-Nya, yang berperang untuk membela
agama-Nya.
Maka apa yang
dipandang (hasan) baik oleh kaum muslimin, maka itu hasan (baik) di sisi Allah; dan apa yang mereka pandang buruk, maka itu buruk di sisi Allah”.
TAKHRIJ HADITS :
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ahmad no. 3600, Al-Bazzar (130) (Zawaid), ath-Thabarani no.
9/118 no. 8582 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak.
Al-Hakim berkata:
“Sanadnya sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya”.
Al-Haitsami
mencantumkannya dalam al-Majma’ (1/177-178) dan menisbatkannya kepada riwayat
Ahmad, Al-Bazzar, dan Ath-Thabrani. Lalu ia berkata: “Para perawinya
terpercaya (رِجالُهُ مُوَثَّقونَ)”.
Dinilai hasan
sanadnya oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 6/84 no. 3600.
Al-Arna’uth berkata :
إِسْنَادُهُ حَسَنٌ مِنْ أَجْلِ عَاصِمٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي النَّجُودِ-،
وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ رِجَالُ الشَّيْخَيْنِ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ -وَهُوَ
ابْنُ عَيَّاشٍ-، فَمِنْ رِجَالِ الْبُخَارِيِّ، وَأَخْرَجَ لَهُ مُسْلِمٌ فِي
"الْمُقَدِّمَةِ".
“Sanadnya hasan
karena ada Aashim (yaitu Ibnu Abi an-Najud), sedangkan perawi lainnya adalah
perawi-perawi yang tsiqah dari kalangan perawi dua Syaikh (al-Bukhari dan
Muslim), kecuali Abu Bakar (yaitu Ibnu Ayyasy), ia termasuk perawi al-Bukhari,
dan Muslim meriwayatkan darinya dalam “Muqaddimah”.
Diriwayatkan juga
oleh Al-Baihaqi dalam Kitab al-Madkhal dan Kitab al-I‘tiqad, diriwayatkan pula
oleh Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, Al-Bazzar dalam Musnad-nya, Ath-Thabrani
dalam Al-Mu‘jam al-Kabir, dan Ahmad secara mauquf dari Ibnu Mas‘ud.
[LihatNasbur Royah karya Az-Zaila‘i, 4/133 dan Kasyf al-Khafa karya al-‘Ajluni,
2/188]
Abdur Rozaq
al-Afifi dalam Tahqiq al-Ihkam karya al-Aaamidi 4/156 berkata :
قَالَ الْعَجْلُونِيُّ فِي كَشْفِ الْخَفَاءِ: وَهُوَ مَوْقُوفٌ حَسَنٌ،
ثُمَّ نُقِلَ عَنِ الْحَافِظِ ابْنِ عَبْدِ الْبَرِّ أَنَّهُ رُوِيَ مَرْفُوعًا
عَنْ أَنَسٍ بِإِسْنَادٍ سَاقِطٍ، وَالْأَصَحُّ وَقْفُهُ عَلَى ابْنِ مَسْعُودٍ
“Al-Ajluni berkata
dalam kitab *Kasyf al-Khafa*: “Hadits ini adalah Hadits mauquf yang hasan.”
Kemudian dinukil darinya bahwa al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan Hadits ini
diriwayatkan secara marfu’ dari Anas dengan sanad yang lemah sekali. Namun yang
lebih shahih adalah riwayat mauquf pada Ibnu Mas’ud”.
Ahmad Syakir dalam
Takhrij al-Musnad 3/505 berkata :
إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، وَهُوَ مَوْقُوفٌ عَلَى ابْنِ مَسْعُودٍ.
“Sanadnya sahih,
dan Hadits ini berhenti pada Ibnu Mas‘ud (mauquf)”.
Wallahul A’lam.
*****
KRITIKAN TERHADAP KEABSAHAN MUSHAF UTSMANI DAN JAWABANNYA :
Para penentang (terhadap) Utsman telah menyatakan keberatan dengan alasan bahwa mushafnya tidak disepakati secara Ijma’, karena Ibnu Mas'ud menolak untuk menyerahkan mushafnya untuk dimusnahkan dan masih tetap mempertahankannya dalam dirinya.
Juga Ibnu Mas'ud menentang terhadap nilai dan kwalitas keilmuan Zaid bin Tsabit, orang yang dipilih untuk menulis mushaf. Oleh karena itu Ibnu Mas’ud menolaknya dengan mengatakan :
يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ أُعْزَلُ عَنْ نَسْخِ كِتَابَةِ الْمُصْحَفِ وَيَتَوَلَّاهَا رَجُلٌ وَاللَّهِ لَقَدْ أَسْلَمْتُ وَإِنَّهُ لَفِي صُلْبِ رَجُلٍ كَافِرٍ يُرِيدُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَلِذَلِكَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ اكْتُمُوا الْمَصَاحِفَ الَّتِي عِنْدَكُمْ وَغُلُّوهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ { وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } فَالْقُوا اللَّهَ بِالْمَصَاحِفِ قَالَ الزُّهْرِيُّ فَبَلَغَنِي أَنَّ ذَلِكَ كَرِهَهُ مِنْ مَقَالَةِ ابْنِ مَسْعُودٍ رِجَالٌ مِنْ أَفَاضِلِ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Wahai segenap kaum muslimin, aku diasingkan (tidak diikut sertakan) dalam menyalin mushaf dan hanya diurus oleh seorang lelaki (Zaid) padahal demi Allah ketika aku masuk Islam, dia masih dalam tukang rusuk orang kafir, maksudnya Zaid bin Tsabit.
Ia (Ibnu Mas'ud) juga mengatakan: Wahai seluruh penduduk Iraq, simpanlah dan sembunyikanlah mushaf-mushaf yang ada pada kalian, sesungguhnya Allah berfirman "Barangsiapa yang berlaku curang maka pada hari kiamat ia akan datang dengan apa yang telah ia curangi" mereka akan bertemu Allah dengan membawa mushaf-mushaf.
Az Zuhri berkata: Para sahabat Nabi yang terkemuka tidak menyukai ucapan Ibnu Mas'ud tersebut.
[HR. Tirmidzi 5/284 no. 3104. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih, kami hanya mengetahuinya dari haditsnya.
Dan Ibnu al-Arabi dalam Ahkamul Qur’an 2/608 berkata :
صَحِيحٌ لَا يُعْرَفُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ الزُّهْرِيِّ.
“ Shahih , tidak dikenal kecuali dari hadits Zuhri”.
Mereka mengatakan:
فَدَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ مُصْحَفَ عُثْمَانَ لَمْ يَكُنْ مَحَلَّ إِجْمَاعٍ وَلَا تَوَاتُرٍ، وَأَنَّ مَنِ اخْتَارَهُمْ عُثْمَانَ لَمْ يَكُونُوا أَكْفَاءً، وَقَدْ تَرَكَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُمْ.
Ini menunjukkan bahwa mushaf Utsman tidak menjadi tempat kesepakatan atau kontinuitas tradisi, dan orang-orang yang dipilih oleh Utsman tidaklah kompeten. Sebaliknya, dia meninggalkan orang yang lebih baik daripada mereka.
JAWABANNYA :
Mushaf Utsman memiliki beberapa keistimewaan yang menghilangkan keraguan yang keliru terhadapnya. Keistimewaan-keistimewaan ini meliputi:
1. Mempersempit pilihan hanya pada riwayat mutawatir, tanpa ada riwayat perawi tunggal.
2. Mengabaikan apa yang telah dimansukh [dihapus] dan tidak diakui dalam qira’at terakhir.
3. Penyusunan surah dan ayat-ayat sesuai dengan susunan yang dikenal sekarang, berbeda dengan mushaf Abu Bakar radhiyallahu 'anhu yang susunan ayatnya diatur dengan ayat diurutkan tanpa memperhatikan batasan surah.
4. Penulisannya dilakukan dengan cara yang menggabungkan berbagai variasi qira’at dan huruf yang diturunkan, sesuai dengan apa yang diakui tanpa ada harakat huruf [seperti fathah, dhommah , Kasarah dan sukun], dan distribusi variasi bacaan di antara mushaf-mushaf jika tidak memungkinkan ditulis dalam satu cara penulisan [رسم].
5. Mushaf tersebut dibersihkan dari segala sesuatu yang bukan bagian dari Al-Qur'an, seperti syarah-syarah makna atau keterangan tentang nasikh dan mansukh (ayat yang menghapus dan dihapus), dan sejenisnya.
6. Semua Para Sahabat merespons dengan baik terhadap inisiatif Utsman, mereka pun sepakat membakar mushaf-mushaf pribadi mereka dan sepakat untuk menggunakan mushaf Utsmani sebagai standar. [ Referensi: "Manahil al-'Irfan fi 'Ulum al-Qur'an" (1/261)].
7. Telah terbukti bahwa Abdullah bin Mas'ud pada awalnya menolak, namun kemudian ia rujuk dan menyutujui pandangan para Sahabat, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dan Adz-Dzahabi. [Lihat: "Al-Bidayah wa An-Nihayah" (11/238) dan "Siyar A'lam An-Nubala" (1/488)].
Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnu Abi Dawud, sebagaimana dia membuatkan BAB untuknya [Lihat: "Al-Mushaf" (halaman 82)].
******
FAKTOR PENYEBAB PEMBAKARAN MUSHAF-MUSHAF :
Diantara hal-hal yang memotivasi Pembakaran Mushaf-Mushaf adalah sbb :
Pertama: Sebagian dari mushaf-mushaf yang dibakar itu mengandung kata-kata penjelasan [syarah] yang bukan bagian dari Al-Qur'an. Yaitu para sahabat menuliskannya di atas ayat, di bawahnya, atau di sekitarnya untuk menjelaskan maknanya.
Kedua: Pada beberapa mushaf tersebut terdapat bacaan yang tidak benar, ayat-ayat yang telah dimansukh [dihapuskan] tilawahnya, dan para pemiliknya tidak mengetahuinya.
Ketiga: Mushaf-mushaf tersebut tidak ditulis secara sempurna dan tidak komprehensif yang memungkinkan untuk bisa di baca dengan berbagai macam sisi qira’at Al-Qur'an. Sebagian di antaranya hanya dapat dibaca dengan satu jenis qira’at, yang saat ini tidak diterima lagi dengan adanya mushaf induk yang diakui sebagai standar.
Keempat: Perbedaan dalam ejaan dan gaya tulisan membuat beberapa orang tidak dapat membaca apa yang telah ditulis. Oleh karena itu, Utsman radhiyallahu 'anhu menyatukan penulisan dengan gaya tulisan Said bin al-'Aas.
Kelima: Beberapa mushaf tersebut tidak lengkap karena ditulis oleh beberapa sahabat pada masa Al-Qur'an masih terus diturunkan dan mereka tidak memperoleh wahyu terbaru.
Catatan: Pembakaran mushaf tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk menjaga keutuhan dan kesatuan Al-Qur'an, serta untuk menghindari penambahan dan perubahan yang tidak sahih.
******
PERBEDAAN ANTARA MUSHAF ABU BAKAR, UMAR DAN USTMAN :
Perbedaan antara pengumpulan Utsman, Abu Bakar, dan Umar adalah bahwa tujuan pengumpulan Abu Bakar dan Umar adalah agar tidak ada yang hilang dari Al-Qur'an, dan keduanya berhasil dalam hal itu. Sementara tujuan pengumpulan Utsman adalah agar umat tidak tersesat dalam membaca Al-Qur'an. Oleh karena itu, Utsman mengandalkan apa yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar karena dia yakin bahwa itu telah dihafal dan disepakati oleh hafalan dan tulisan, dan kemudian Utsman menulisnya dengan cara yang memungkinkan dibacanya dengan cara qira’at yang benar.
"Rasm [gaya tulisan] Utsmani memiliki beberapa keunggulan, yang paling penting adalah kemampuannya untuk mengakomodasi beberapa macam qira’at dalam satu huruf. Utsman radhiyallahu 'anhu ketika mengirimkan mushaf, dikirim pula bersamanya seorang qori yang membacakan Al-Qur'an kepada orang-orang . Hal ini dilakukan agar antara kata dan tulisan ada kecocokan dan seragam dalam suatu riwayat.
Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib mengatakan :
وَكَانَ الْمُصْحَفُ إِذْ كَتَبُوهُ لَمْ يُنَقَّطُوهُ، وَلَمْ يُضَبِّطُوا إِعْرَابَهُ، فَيُمْكِنُ لِأَهْلِ كُلِّ مِصْرٍ أَنْ يَقْرَؤُوا الْخَطَّ عَلَى قِرَاءَتِهِمُ التِّي كَانُوا عَلَيْهَا مِمَّا لَا يُخَالِفُ صُورَةَ الْخَطِّ، فَقَرَأَ قَوْمُ مُصْحَفَهُمْ: {مِنْ كُلِّ حَدَبٍ} [الْأَنْبِيَاء: 96] بِالْحَاءِ وَالْبَاءِ عَلَى مَا كَانُوا عَلَيْهِ، وَقَرَأَ الْآخَرُونَ: {مِنْ كُلِّ جَدَثٍ} بِالْجِيمِ وَالثَّاءِ عَلَى مَا كَانُوا عَلَيْهِ، وَقَرَأَ قَوْمُ: {يَقُصُّ الْحَقَّ} [الْأَنْعَام: 57] بِالصَّادِ عَلَى مَا كَانُوا عَلَيْهِ، وَقَرَأَ قَوْمُ: {يَقْضِ الْحَقَّ} بِالضَّادِ عَلَى مَا كَانُوا عَلَيْهِ، وَكَذَلِكَ مَا أَشْبَهَ هَذَا لَمْ يَخْرُجْ أَحَدٌ فِي قِرَاءَتِهِ عَنْ صُورَةِ خَطِّ الْمُصْحَفِ. فَهَذَا سَبَبُ جَمْعِ الْمُصْحَفِ، وَسَبَبُ الِاخْتِلَافِ الْوَاقِعِ فِي خَطِّ الْمُصْحَفِ.
"Dan ketika mereka menulis mushaf, mereka tidak memberikan tanda baca [tanpa titik dan harakat] atau menetapkan tata bahasa [i’rob], sehingga penduduk masing-masing daerah dapat membaca tulisan sesuai dengan qiro’at mereka, tanpa melanggar bentuk tulisan.
Sebagian orang membaca mushaf mereka, '{مِنْ كُلِّ حَدَبٍ}' [Al-Anbiya: 96] dengan huruf ح dan ب sesuai dengan cara mereka membaca sebelumnya.
Yang lain membaca '{مِنْ كُلِّ جَدَثٍ}' dengan huruf ج dan ث sesuai dengan cara mereka membaca sebelumnya.
Beberapa orang membaca '{يَقُصُّ الحَقَّ}' [Al-An'am: 57] dengan huruf ص sesuai dengan cara mereka membaca sebelumnya.
Ada juga yang membaca '{يَقْضِ الْحَقَّ}' dengan huruf ض sesuai dengan cara mereka membaca sebelumnya.
Dan begitulah seterusnya, sehingga tidak ada yang meninggalkan cara membaca mereka sesuai dengan bentuk tulisan mushaf. Inilah alasan pengumpulan mushaf, dan penyebab perbedaan yang terjadi dalam tulisan mushaf." [ Baca : Al-Ibanah ‘An Ma'ani al-Qira'at (halaman: 69)].
0 Komentar