DAFTAR ISI :
DEFINASI TABARRUK ( NGALAP BAROKAH atau NGAMBIL BERKAH )
- HUKUM BERTABARRUK (NGALAP BAROKAH)
- Tiga Syarat Tabarruk Yang Syar’i
- Hati-hati dengan perbuatan syirik yang samar dan tersembunyi :
- Dosa syirik tidak mungkin diampuni.
- Amal ibadah pelaku syirik akan sia-sia
- Waspada terhadap kesyirikan berkemas taqorrub.
- NABI ﷺ MENOLAK DIAGUNGKAN DAN DIKULTUSKAN, NAMUN MENGIZINKAN DIRINYA UNTUK DI-TABARUKI [DI ALAP BERKAH-NYA]
PERTAMA : LARANGAN BERDIRI UNTUK MENGHORMATI DIRI NABI ﷺ :
- KEDUA : LARANGAN UCAPAN GHULUW TERHADAP DIRI NABI ﷺ .
- KETIGA : NABI ﷺ MENGIZINKAN TABARRUK DENGAN FISIK-NYA, KARENA KEBERKAHAN PADA FISIK-NYA. ADALAH MUKJIZAT :
- CONTOH-CONTOH BERTABARUK YANG SYAR'I
- PERTAMA : TABARRUK DENGAN FISIK NABI ﷺ dan apa yang keluar darinya.
- Contoh mukjizat-mukjizat keberkahan Rasulullah ﷺ
- Mukjizat berkah memperbanyak makanan dan minuman
- MACAM-MACAM TABARRUK DENGAN NABI ﷺ DAN TUJUANNYA :
- Pertama : Bertabarruk untuk kesembuhan
- Kedua : Tabarruk dengan pakaian nabi ﷺ untuk dijadikan kain kafan
- Ketiga : tabarruk dengan nabi ﷺ untuk mendapatkan keberkahan secara mutlak.
- HUKUM BERTABARRUK DENGAN JEJAK, TAPAKAN DAN KUBURAN PARA NABI:
- Kisah teladan para sahabat ketika menyembunyikan jasad nabi Daniel
- KEDUA : TABARRUK DENGAN BENDA SELAIN JASAD NABI ﷺ :
- Bertabarruk dengan air zamzam
- Bertabarruk dengan Hajar Aswad
- Cara bertabarruk dengan Hajar Aswad
- Bertabarruk dengan Ka'bah
- Pertama : Mengusap Dua Rukun , Rukun hajar Aswad dan Rukun Yamani :
- Kedua : Masuk ke dalam Ka’bah , Sholat didalamnya , berdzikir , dan menempelkan dada , pipi dan kedua tangan nya ke semua sudut bagian dalam Ka’bah sambail bertakabir , bertahamid , bertahlil dan berdoa
- Ketiga : Sholat Di Hijir Ismail Sama Hukumnya Dengan Sholat Di Dalam Ka’bah :
- Keempat : Menempelkan dada , pipi dan kedua lengan dan kedua telapak tangannya ke MULTAZAM .
- Adakah tempat seperti Multazam di selain antara sudut Hajar Aswad dan Pintu Ka'bah ???
- AL-HATHIIM ( الحَطِيْم )
- Bertabarruk dengan Maqom Ibraahim alaihissalaam
- Ada Beberapa Keistimewaan Dan Keajaiban Maqam Ibrahim:
- Cara bertabarruk dengan Maqom Ibrahim
- Adakah doa khushus di depan Maqom Ibrahim
- Perpindahan Tempat Maqom Ibrahim
- Bertabarruk Dengan Tanah Haram Makkah
- Bertabarruk Dengan Tanah Haram Madinah Nabawiyyah
- · Studi hadits sholat arba'inan di Mesjid Nabawi
- · Studi hadits doa : " Bismillah Turbatu Ardhina ".
- Qaidah Praktek Ibadah Yang Benar
- Hukum nyepi di tempat kramat , pesarean dan kuburan
- Hukum i'tikaf di Masjid
- · Bolehkah i'tikaf di selain mesjid Jami
- · Ibadah nyepi atau i'tikaf dalam agama berhala
- Penutup
- · Kisah teladan para sahabat dalam menyelamatkan umat
- · Contoh-contoh kuburan dan lokasi kramat
- · PULO BATA ( Maqom Syeikh Quro dan Syeikh Gentong )
- Tammat
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
====*****====
DEFINASI TABARRUK ( NGALAP BAROKAH atau NGAMBIL BERKAH )
====
Pengertian Tabarruk Secara Bahasa:
Tabarruk [التَّبَرُّكُ]
secara bahasa berasal dari kata "barakah (البَرَكَةِ)".
Orang yang bertabarruk [المُتَبَرِّكُ] adalah orang yang mencari
ketetapan kebaikan padanya atau untuknya. Sebagaimana dikatakan: "Baraka
al-ba'ir" yang berarti unta tetap di tempatnya. Oleh karena itu, genangan
air [sumur] disebut "al-birkah [البِرْكَةُ]" karena banyak air terkumpul di dalamnya.
Dikatakan juga :
إِنَّ المُتَبَرِّكَ يَطْلُبُ الزِّيَادَةَ وَالنَّمَاءَ، إِذْ البَرَكَةُ زِيَادَةُ
الخَيْرِ.
Sesungguhnya orang yang melakukan
"tabarruk" adalah orang yang berusaha mencari penambahan dan pertumbuhan,
karena makna "barakah" adalah peningkatan kebaikan.
"Hakikat Barakah":
Barakah berada di tangan Allah dan
tidak di tangan siapa pun. Allah memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki
dan menahannya dari siapa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang memiliki kekuasaan
atas barakah selain Allah, bahkan Rasulullah, Jibril, Al-Badawi, maupun Al-Husain
tidak memiliki barakah. Yang memiliki barakah hanyalah Allah Yang Maha Tinggi
dan Maha Agung. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menahannya dari siapa yang Dia kehendaki.
"Adanya Barakah Pada Tempat, Waktu, dan Individu Tertentu":
Allah telah memberkahi tempat-tempat
tertentu, waktu-waktu tertentu, bahkan individu-individu tertentu. Allah telah
memberkahi diri para nabi, sebagaimana dalam firman-Nya tentang Nabi Isa
'alaihis salam:
﴿قَالَ
إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا . وَجَعَلَنِي
مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ ﴾
“Berkata Isa:
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia
menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di
mana saja aku berada". (QS. Maryam: 30-31).
Allah juga berfirman:
﴿وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَىٰ إِسْحَاقَ ۚ
وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ مُبِينٌ﴾
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak
cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya
sendiri dengan nyata.(QS. Ash-Shaffat: 113).
Maka, Allah memberkahi Ibrahim, Ishaq,
dan keturunan mereka.
Barakah dalam Kitab Allah:
Allah juga menjadikan kitab-Nya sebagai
kitab yang penuh berkah. Barakah dalam kitab tersebut tidak bersifat esensial,
melainkan barakah itu terdapat dalam pembacaannya, menghafalnya, memahami
huruf-hurufnya, serta mengamalkan batasan-batasannya.
Namun, jangan katakan bahwa kitab itu
"mubarak / مُبَارَك" (diberkahi), karena kata "mubarak" tidak layak disematkan
kepada Allah. Sebaliknya, gunakan kata "tabarak" untuk Allah, karena
perkataan adalah sifat dari sifat-sifat Allah.
Jika kita mengatakan bahwa kitab ini diberkahi dalam zatnya, maka meletakkannya di dalam mobil seperti jimat, atau menggantungnya di dada, atau menggantungkan ayat-ayat di dinding tidak akan diingkari, karena dianggap mengandung barakah. Namun, hal ini tidaklah benar, karena barakah yang diberikan oleh Allah pada kitab-Nya hanya terletak pada pembacaan, tadabbur (perenungan), pengamalan, serta penjagaan huruf-hurufnya dan batasan-batasannya.
Hanya Allah Pemilik Barakah:
Oleh karena itu, Allah-lah yang
menjadikan barakah dan Allah-lah yang memiliki barakah. Allah Yang Maha Tinggi
disifati dengan "tabarak", yang berarti Yang Maha Agung dan Maha Dimuliakan,
sebagaimana firman Allah:
﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ
عَلَىٰ عَبْدِهِ﴾
" Tabarakallah (Allah Maha Pemilik
Berkah) yang menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya." (QS. Al-Furqan: 1).
﴿تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ
بُرُوجًا ﴾
" Tabarakallah (Allah Maha Pemilik
Berkah) yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang." (QS.
Al-Furqan: 61).
﴿تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ ﴾
" Tabarakallah (Allah Maha Pemilik Berkah) yang di tangan-Nya lah kerajaan." (QS. Al-Mulk: 1).
Allah Yang Maha Tinggi disifati dengan
"tabarak", dan jangan katakan: "Allah Mubarak", karena itu tidak pantas
bagi Allah. Namun, jika kita mengatakan bahwa seorang hamba diberkahi, atau
tempat ini suci dan diberkahi, maka hal tersebut tidak masalah.
"Kesimpulan:"
Kata "mubarak" hanya disematkan untuk
makhluk, sedangkan "tabarak" disematkan untuk Sang Pencipta, yang tidak ada
seorang pun yang bisa menyamai-Nya dalam sifat ini. Sebagaimana kita mengatakan
:
تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ
"tabarakta wa
ta'alaita"
Yang berarti "Engkau Maha Berkah dan Maha Tinggi". Maka ketinggian yang mutlak dan sempurna hanya
milik Allah Yang Maha Tinggi..
====*****====
HUKUM BERTABARRUK (NGALAP BAROKAH)
Syariat Islam tidak menafikan adanya barokah , bahkan ada sebagian tabarruk alias ngalap berkah yang di sunnahkan, contohnya seperti meminum air Zamzam . Dalam Al-Quran dan hadits-hadits nabawi banyak sekali berbicara masalah barokah dan menyebutkan sesuatu yang diberkahi oleh Allah Azza wa Jallaa , namun kalau kita telusuri dan kita kaji secara seksama akan kita temui ada tiga syarat mutlak yang syar’i agar kita boleh bertabarruk kepada sesuatu .
ADA TIGA SYARAT TABARRUK (NGALAP BERKAH) YANG SYAR'I
Tiga Syarat Tabarruk Yang Syar’i Tersebut Adalah Sebagai Berikut :
SYARAT PERTAMA :
Harus ada keterangan dari Allah dan Rosulnya bahwa sesuatu yang hendak di tabarrukinya itu benar dan shahih ada barokahnya .
------
Pengging Dan Watu Genuk Tempat Ziarah Umat Hindu Bali Untuk Ngalap Berkah
--------
SYARAT KEDUA :
Harus ada keterangan bahwa Allah dan Rosul-Nya mengizinkan atau menganjurkan ngalap barokah dari sesuatu yang ditabarruki-nya dengan cara-cara yang di syariatkan pula .
Contohnya Ngalap Berkah Dengan Air Zamzam :
Dalam Hadits Jabir (RA) di sebutkan bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
« مَاءُ زَمْزَمَ لَمَّا شُرِبَ لَهُ » .قَالَ : ثُمَّ أَرْسَلَ النَّبِىُّ ﷺ وَهُوَ بِالْمَدِينَةِ قَبْلَ أَنْ تُفْتَحَ مَكَّةَ إِلَى سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو أَنِ أَهْدِ لَنَا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ وَلاَ يَتِرُكَ قَالَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ بِمَزَادَتَيْنِ.
" Air Zamzam sesuai dengan tujuan meminumnya ". Jabir berkata : Kemudian Nabi ﷺketika beliau di Madinah sebelum penaklukan Makkah mengutus Suhail bin Amr agar membawakan hadiah kepada kami berupa air Zamzam dan berpesan agar jangan sampai ketinggalan, maka ia mengirimnya kepada beliau dua mazadah .
(HR. Baihaqi no. 10280 . Dan di riwayatkan pula oleh Ibnu Majah no. 3062 tanpa adanya kisah tambahan , dan di sahihkan oleh syeikh Al-Albaani . Lihat : Ash-Shohihah no. 883).
Ngalap Berkah Dengan Hajar Aswad :
Imam Muslim dalam Sahihnya no. 1270 meriwayatkan dari Ibnu Umar (RA) bahwa ayahnya Umar bin Khoththob (RA) suatu ketika mencium Hajar Aswad , lalu berkata :
« أَمَ وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّكَ حَجَرٌ – وفي رواية عبد الرزاق (9034) : وأَنَّك لا تَضُرُّ وَلا تَنْفَع - وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ »
" Demi Allah , sungguh aku tahu bahwa kamu adalah batu , dan sesungguhnya kamu tidak bisa menghilangkan madlorot dan tidak bisa mendatangkan manfaat , kalau seandainya aku tidak melihat Rosulullah ﷺ menciummu maka akupun tidak sudi menciummu ".
Jelaslah jika Umar bin Khoththob (RA) mau mencium Hajar Aswad bukan karena beliau ingin bertabarruk dengan fisik / dzat Hajar Aswad , melainkan beliau bertabarruk dengan tujuan mengamalkan sunnah Rosulullah ﷺ. Dengan demikian mencium Hajar Aswad adalah termasuk ibadah jika menciumnya dengan niat mengikuti sunnah Nabi ﷺ dan prakteknya sesuai dengan cara yang syar'i.
Adapun jika tidak ada idzin atau anjuran dari Allah dan Rasul-Nya; maka tidak diperbolehkan ngalap barokah dari sesuatu apapun, meskipun sesuatu itu jelas ada berkahnya berdasarkan dalil yang shahih.
Contohnya Keberkahan Wadi al-Aqiiq.
Sebagaimana dalam hadits shahih dari Umar Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
أتاني الليلةَ آتٍ من ربِّي وأنا بِالعَقِيقِ أنْ صَلِّ في هذا الوَادِي المُبارَكِ
"Malam ini aku didatangi Jibril yang merupakan utusan dari tuhanku sedang aku berada di Wadi al-Aqiiq, ia berkata : hendaknya engkau sholat di lembah yang penuh berkah ini ".
(HR. Bukhori no. 1534 dan Ibnu Majah no. 2976. Dan ini adalah lafadz Ibnu Majah )
Hadits diatas, hanya menunjukkan disyariatkan bertabarruk dengan melakukan shalat di Wadi al-Aqiiq ini, adapun selain itu seperti bertabarruk dengan debu, bebatuan, air atau benda lainnya yang ada di sana untuk tujuan-tujuan tertentu yang tidak ada dalilnya ; maka itu semua tidak diperbolehkan ; karena tidak ada idzin atau anjuran dari Allah dan Rasul-nya untuk selain shalat.
Keberkahan Air Hujan :
Begitu juga halnya bertabarruk dengan air hujan yang penuh berkah . Maka tidak boleh ngalap berkah darinya untuk tujuan-tujuan tertentu dengan cara-cara yang tidak disyariatkan .
Allah SWT berfirman tentang keberkahan air hujan:
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam [QS. Qoof : 9]
SYARAT KETIGA :
Harus berkeyakinan bahwa sesuatu yang di tabarruki tersebut hanyalah sebatas sebab atau wasiilah yang di syariatkan oleh Allah SWT , yang pada hakikatnya sumber keberkahan itu dari Allah SWT dan Dia pulalah yang melimpahkan-nya.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"مَنْ قَصَدَ بُقْعَةً يَرْجُو الْخَيْرَ بِقَصْدِهَا، وَلَمْ تَسْتَحِبَّ الشَّرِيعَةُ ذَلِكَ، فَهُوَ مِنَ الْمُنْكَرَاتِ، وَبَعْضُهُ أَشَدُّ مِنْ بَعْضٍ، سَوَاءٌ كَانَتِ الْبَقْعَةُ شَجَرَةً، أَوْ عَيْنَ مَاءٍ، أَوْ قَنَاةً جَارِيَةً، أَوْ جَبَلاً، أَوْ مَغَارَةً، وَسَوَاءٌ قَصَدَهَا لِيُصَلِّيَ عِنْدَهَا، أَوْ لِيَدْعُوَ عِنْدَهَا، أَوْ لِيَقْرَأَ عِنْدَهَا أَوْ لِيَذْكُرَ اللَّهَ سُبْحَانَهُ عِنْدَهَا، أَوْ لِيَتَنَسَّكَ عِنْدَهَا، بِحَيْثُ يُخْصُّ تِلْكَ الْبَقْعَةَ بِنَوْعٍ مِنَ الْعِبَادَةِ الَّتِي لَمْ يُشْرَعْ تَخْصِيصُ تِلْكَ الْبَقْعَةِ بِهِ لَا عَيْنًا وَلَا نَوْعًا".
"Barangsiapa yang mengunjungi suatu tempat dengan maksud mendapatkan kebaikan [keberkahan] di dalamnya, namun syariat tidak menganjurkan perbuatan tersebut, maka itu termasuk perbuatan mungkar, dan ada sebagian perbuatan lebih buruk dari yang lain, baik tempat tersebut berupa pohon, mata air, aliran sungai, gunung, atau gua, serta baik dia mengunjungi tempat tersebut untuk bersembahyang di sana, berdoa di sana, membaca al-Qur’an di sana, berdzikir kepada Allah di sana, atau melakukan nusuk [ibadah seperti haji dan umroh] di sana, sehingga menjadikan tempat tersebut sebagai tempat khusus untuk jenis ibadah yang tidak pernah disyariatkan pengkhususan bagi lokasi tersebut, baik tempatnya maupun jenisnya." [Sumber: Iqtidhaa' al-Shiraat al-Mustaqiim (2/158)].
DR. Amin bin Abdullah As-Saqoowi berkata :
"الْأَمَاكِنُ الْمُبَارَكَةُ كَمَكَّةَ، الْمَدِينَةِ، الشَّامِ، الْيَمَنِ، وَادِي الْعَقِيقِ، وَادِي طُوَى، الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، الْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ، الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى . فَمَنْ سَكَنَ فِي مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ أَوْ الشَّامِ أَوْ الْيَمَنِ مُلْتَمِسًا لِبَرَكَاتِ اللَّهِ فِي تِلْكَ الْبُقَاعِ، سَوَاءٌ مِنْ زِيَادَةِ أَرْزَاقِهَا، أَوْ دَفْعِ الْفِتَنِ عَنْهَا، فَقَدْ وَفَّقَ إِلَى خَيْرٍ، أَمَّا مَنْ زَادَ عَلَى الْحَدِّ الْمَشْرُوعِ فِي طَلَبِ بَرَكَتِهَا إِلَى وَسَائِلَ لَيْسَتْ مَشْرُوعَةً، فَقَدْ ابْتَدَعَ فِي دِينِ اللَّهِ.
وَمِنْ هَذِهِ الْوَسَائِلِ عَلَى سَبِيلِ الْمِثَالِ أَنْ يَتَمَسَّحَ بِتُرَابِهَا، أَوْ أَحْجَارِهَا، أَوْ أَشْجَارِهَا، أَوْ الصَّلَاةِ وَالدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ عِنْدَ بَعْضِ الْبُقَاعِ وَالْمَوَاضِعِ الَّتِي لَمْ يُشْرَعْ فِيهَا ذَلِكَ، فَإِنَّ هَذَا كُلُّهُ مِنْ مَظَاهِرِ الْبِدْعَةِ، لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَلَمْ يَفْعَلْهُ الصَّحَابَةُ مِنْ بَعْدِهِ".
Tempat-tempat yang diberkahi seperti Mekah, Madinah, Syam, Yaman, Wadi Aqiq, Wadi Thawa, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-Aqsa. Barang siapa yang tinggal di Mekah, Madinah, Syam, atau Yaman dengan maksud mencari berkah Allah di tempat-tempat tersebut, baik untuk peningkatan rezeki atau untuk menjauhkan dari fitnah dengan tinggal di tempat-tempat tersebut, maka dia telah mendapatkan kebaikan. Namun, barang siapa yang melampaui batas dari hal yang disyariatkan dalam mencari berkah di tempat-tempat tersebut dengan cara-cara yang tidak disyari’atkan, maka dia telah mengada-adakan dalam agama Allah.
Salah satu contoh cara yang tidak diizinkan adalah : ngalap berokah dengan mengusap-usap debu tanahnya, atau batunya, atau pepohonannya, atau melakukan shalat, doa, dan dzikir di beberapa tempat yang tidak disyariatkan untuk itu. Semua ini merupakan bentuk bid'ah, yang tidak dilakukan oleh Rasulullah -shalallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabat setelahnya”.
[Baca : الْأَمَاكِنُ الْمُبَارَكَةُ، وَهَلْ تَشْرَعُ زِيَارَتُهَا وَالتَّبَرُّكُ بِهَا؟ ]
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
مِثْلُ مَنْ يَذْهَبُ إِلَى حِرَاءَ لِيُصَلِّيَ فِيهِ، وَيَدْعُو، أَوْ يَذْهَبُ إِلَى الطُّورِ الَّذِي كَلَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ مُوسَى- عَلَيْهِ السَّلَامُ -لِيُصَلِّيَ فِيهِ وَيَدْعُو، أَوْ يُسَافِرُ إِلَى غَيْرِ هَذِهِ الأَمْكِنَةِ مِنَ الجِبَالِ، وَغَيْرِ الجِبَالِ الَّتِي يُقَالُ فِيهَا مَقَامَاتُ الأَنْبِيَاءِ، أَوْ غَيْرِهِمْ، أَوْ مَشْهَدٍ مَبْنِيٍّ عَلَى آثَارِ نَبِيٍّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ، وَمَثَلُ مَا فِي جَبَلِ قَاسِيُونَ، وَجَبَلِ الفَتْحِ، وَجَبَلِ طُورِ زَيْتَا الَّتِي بَبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَنَحْوِ هَذِهِ البُقَاعِ، فَهَذَا مِمَّا يَعْلَمُ كُلُّ مَنْ كَانَ عَالِمًا بِحَالِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَحَالِ أَصْحَابِهِ مِنْ بَعْدِهِ أَنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَقْصُدُونَ شَيْئًا مِنْ هَذِهِ الأَمَكِنَةِ، وَلَمَّا هَاجَرَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - هُوَ وَأَصْحَابُهُ لَمْ يَكُونُوا يَسِيرُونَ إِلَى غَارِ حَرَاءَ وَنَحْوِهِ لِلصَّلَاةِ فِيهِ وَالدُّعَاءِ، وَلَا شَرَّعَ لأُمَّتِهِ زِيَارَةَ مَوْضِعِ بَيْعَةِ العَقَبَةِ الَّذِي خَلْفَ مُنَى، وَمَعْلُومٌ أَنَّهُ لَوْ كَانَ هَذَا مُشْرُوعًا يُثِيبُ اللَّهُ عَلَيْهِ ؛ لَكَانَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَعْلَمَ النَّاسَ بِذَلِكَ ؛ وَلَكَانَ يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ ذَلِكَ
"... Misalnya seperti orang yang pergi ke gua Hira untuk berdoa di sana, atau pergi ke Bukit Tursina tempat Allah berbicara kepada Musa - alaihis salam - untuk berdoa di sana, atau melakukan perjalanan ke tempat-tempat di luar dari pegunungan ini, dan bukan pegunungan yang dikatakan sebagai maqom para nabi, atau tempat lainnya, atau tempat yang dibangun atas tapakan seorang nabi dari para nabi, seperti apa yang ada di Gunung Qoosiyun, Bukit Al-Fath, Gunung Thur Zaita di dekat Baitul Maqdis, dan sejenisnya, maka ini adalah suatu hal yang telah dimaklumi oleh setiap orang yang mengetahui kondisi Rasulullah ﷺ dan kondisi para sahabat setelahnya bahwa mereka tidak pernah mengunjungi tempat-tempat seperti ini.
Ketika Rasulullah ﷺ telah hijrah bersama para sahabatnya ke Madinah, setelah itu mereka tidak pernah pergi ke Gua Hira atau tempat-tempat sejenisnya untuk berdoa di sana atau berdzikir. Tidak ada perintah bagi umatnya untuk mengunjungi tempat di mana Bai'at Aqabah dilakukan, yang berada di belakang Mina.
Dan hal yang maklum adalah bahwa jika ini adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Allah, maka sungguh Nabi ﷺ pasti akan lebih mengetahuinya dan beliau akan memberitahukan kepada para sahabatnya." [Baca : Iqtidhaa' al-Shiraat al-Mustaqiim, hal. 331-335].
-----
HATI-HATI DENGAN PERBUATAN SYIRIK YANG SAMAR DAN TERSEMBUNYI :
Waspadalah terhadap perbuatan syirik yang sangat samar yang membuat kita tanpa sadar terjerumus di dalamnya . Karena syirik itu ada yang jelas mudah terdeteksi dan ada pula yang samar bahkan sangat samar susah dideteksi karena begitu halusnya, seperti yang digambarkan oleh Rasulullahﷺ :
(( الشِّرْكُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلةِ السَّوْدَاءِ عَلى صَفَاةٍ سَوْدَاءِ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ ))
“Syirik yang menjangkiti umat ini lebih tersembunyi daripada seekor semut hitam yang merayap pada bebatuan hitam di tengah kegelapan malam.”
(Riwayat Ahmad dalam Musnad-nya 6/303, al-Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad hal. 242, dan tercantum dalam Majma’ al-Zawa-id 10/ 223 & 224).
------
DOSA SYIRIK TIDAK MUNGKIN DIAMPUNI.
Jika seseorang meninggal dunia masih berkeyakinan syirik atau masih terikat dengan ritual syirik , maka dia pasti masuk nereka kekal selamanya, kecual jika sempat bertaubat sebelum meninggal dunia dan diterima taubatnya . Allah SWT berfirman :
{ إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا}
Artinya ” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang mempersekutukkan Allah, maka sungguh , dia telah berbuat dosa yang besar.” ( Qs. An – Nisa : 48 ).
Allah SWT mengharamkan syurga atas pelaku kesyirikan :
{ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ }
“ Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukkan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang – orang dzolim itu.” ( Qs. Al Maidah : 72 )
-------
AMAL IBADAH PELAKU SYIRIK AKAN SIA-SIA.
Amal Ibadah pelaku kemusyrikan akan hangus dan dia akan kekal dalam api neraka . Karena induk segala dosa adalah dosa syirik , karena dosa ini akan membatalkan semua amal baik pelakunya serta membuatnya kekal selama-lamanya dalam api neraka jika ia mati sebelum bertaubat dan dalam kondisi seperti itu . Allah SWT berfirman :
) وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (
" Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi ". ( QS. Az-Zumar : 65 ).
Meskipun pelaku kesyirikan itu membangun masjid-masjid untuk beribadah kepada Allah, bahkan jika seandainya dia membangun masjidil haram Makkah dan selalu bersedekah dengan memberi makan minum para jemaah haji setiap tahun sekalipun. Maka semuanya akan sia-sia dan dia kelak akan kekal di api nereka .
Allah SWT berfirman :
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu membangun dan memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. [ QS. Taubah : 17 ]
Dan Allah SWT berfirman :
اَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاۤجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ لَا يَسْتَوٗنَ عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۘ
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan memakmurkan (membangun serta mengurus) Masjidil-haram, kalian samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim. [ QS. At-Taubah : 19 ]
Dan Allah SWT berfirman :
حُنَفَاۤءَ لِلّٰهِ غَيْرَ مُشْرِكِيْنَ بِهٖ ۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَكَاَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاۤءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ اَوْ تَهْوِيْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ مَكَانٍ سَحِيْقٍ
Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (QS. Al-Hajj: 31)
------
WASPADA TERHADAP KESYIRIKAN BERKEMAS TAQORRUB DAN TABARRUK:
WASPADALAH : terhadap kesyirikan berkemas taqorrub atau berhujjah sebagai sarana ngalap berkah dan tawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah !.
Seperti yang Allah SWT firmankan :
{ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى }
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya." (QS : Az Zumar : 3)
Ibnul Jauzi menjelaskan makna kalimat sesudah firman-Nya : (Melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya) :
“Yaitu agar mereka (berhala-berhala tersebut) memberikan syafaat kepada kami di hadapan Alloh serta mendekatkan kami kepada Alloh sedekat-dekatnya.” [Zaadul Masiir Ibnul Jauzi 5/25 Maktabah Syamilah]
Dan Ibnu Katsir juga menjelaskan tentang tafsir ayat di atas :
“Kemudian Alloh Ta’ala mengabarkan mengenai penyembah-penyembah berhala dari kalangan orang-orang musyrik, mereka mengatakan ;
("Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya."),
Maksudnya bahwa yang menjadikan mereka beribadah kepada berhala-berhala tersebut adalah mereka pergi ke berhala-berhala itu, yang telah mereka bentuk dengan bentuk serupa malaikat yang mampu mendekatkan kepada Alloh dalam persangkaan mereka, kemudian mereka beribadah kepada berhala-berhala itu dengan maksud mengambil kedudukan ibadahnya malaikat, agar dapat memberikan syafaat kepada mereka di sisi Alloh Ta’ala dalam hal pertolongan kepada mereka, rizki serta apa-apa yang berkaitan dengan perkara keduniawian, adapun di akhirat nanti maka mereka mengingkarinya.” [Tafsiirul Qur’anil ‘Adzim Ibnu Katsir, dengan muhaqqiq Samiy bin Muhammad Salamah, 7/85 Dar Thaybah Lin Nasyr Wa At Tauzi’]
Dan Masyarakat Arab Jahilyah dulu biasa membangun rumah-rumah peribadatan (pesarean / tempat keramat) semisal ka’bah sebagai tandingan Ka’bah Baitullah , mereka mengagungkannya sama seperti pengagungannya terhadap Ka’bah Baitullah , mereka siapkan pula para pelayan , juru kunci dan para penjaga , mereka hadiahkan pula sesaji sama persis dengan sesaji yang dihadiahkan ke Ka’bah , mereka juga thawaf sama dengan thawaf di Ka’bah , mereka juga berkurban sembelihan di sisinya sama dengan berkurban di sisi Ka’bah”. ( Ma’aarijul Qobuul 2/469 )
Dikisahkan melalui hadits bahwa bangsa Arab Jahiliyah telah meletakkan berhala disekitar Kaabah sebanyak 360 berhala.
Dalam Hadis Abdullah bin Mas`ud, ia berkata:
دَخَلَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ مَكَّةَ يَومَ الفَتْحِ، وحَوْلَ البَيْتِ سِتُّونَ وثَلاثُ مِئَةِ نُصُبٍ فَجَعَلَ يَطْعُنُها بعُودٍ في يَدِهِ، ويقولُ: جاءَ الحَقُّ وزَهَقَ الباطِلُ، جاءَ الحَقُّ وما يُبْدِئُ الباطِلُ وما يُعِيدُ.
Ketika nabi ﷺ memasuki Mekkah, di sekitar Ka’bah terdapat NUSHUB sebanyak tiga ratus enam puluh buah. Mulailah nabi ﷺ merobohkannya dengan tongkat kayu ditangannya seraya membaca ayat:
{جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا}
Telah datang kebenaran dan musnahlah kebatilan, karena sesungguhnya kebatilan itu adalah sesuatu yang pasti musnah. ( QS. Al-Israa : 81 )
Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak pula akan mengulangi. Ibnu Abu Umar menambahkan : Peristiwa itu terjadi pada saat penaklukan kota Mekah “. ( HR. Bukhori no. 2478 dan Muslim No. 1781 ).
Makna NUSHUB :
وهي حِجارةٌ كانوا يَنصِبُونها في الجاهليَّةِ ويَتَّخِذونها صَنَمًا يَعبُدونه
Artinya : Ini adalah batu-batu [atau yang semisalnya] yang biasa mereka nushubkan [tancapkan & tegakkan] pada zaman Jahiliyah dan digunakan sebagai berhala yang mereka sembah”.
Bahkan lebih parah lagi , mereka dalam setiap persinggahan ada ketergantungan terhadap pengkramatan batu yang sangat extrem .
Ibnu Ishaq berkata : ( Dulu di zaman jahiliyah ) ada tradisi jika seseorang pergi safar atau dalam perjalanan jauh lalu dia singgah di sebuah persinggahan , maka dia harus mencari 4 batu, lalu dia memilihnya yang paling bagus dan menjadikannya tuhan (rabb), dan 3 batu sisanya sebagai tungku api pancinya (alat masak) . Kemudian ketika dia melanjutkan perjalanan , maka dia tinggalkan . Begitu juga dia lakukan lagi ketika dia singgah di sebuah persinggahan yang lainnya , dst . (Ma’aarijul Qobuul 2/469)
====
====****====
CONTOH-CONTOH BERTABARRUK YANG SYAR'I
=====
PERTAMA : TABARRUK DENGAN JASAD NABI ﷺ DAN APA YANG KELUAR DARI TUBUHNYA :
Hal yang Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad ﷺ pada badannya dan benda yang digunakannya mengandung berkah. Keberkahan ini sama besarnya seperti berkahnya perbuatan Nabi ﷺ. Ini pertanda bahwa Allah memuliakan semua nabi dan rasul-Nya, alaihis shalatu was salaam.
Oleh sebab itu para sahabat Nabi ﷺ bertabarruk (ngalap berkah) dari fisik Nabi ﷺ serta dari benda-benda yang pernah beliau pakai dan beliau gunakan semasa hidupnya. Rasulullah ﷺ pun membolehkan hal tersebut dan tidak melarangnya.
Maka para sahabat pun melakukannya. Begitu pula para tabiin dan tabiit tabiin atau generasi salaf setelah para sahabat , mereka bertabarruk dengan benda-benda yang pernah beliau gunakan. Ini semua menunjukkan bahwa amalan tabarruk yang mereka lakukan sama sekali tidak menodai tauhid uluhiyyah ataupun tauhid rububiyyah.
Apa yang mereka lakukan itu tidak termasuk perbuatan ghuluw yang dicela. Kalau seandainya itu termasuk ghuluw, pasti Rasulullah ﷺ telah melarangnya sebagaimana beliau melarang sebagian sahabat yang mengucapkan kata-kata yang mengandung unsur kesyirikan, dan juga kata-kata yang berunsur ghuluw.
Ini semua merupakan pemuliaan dari Allah SWT, terhadap Nabi ﷺ, pada fisik beliau dan pada benda-benda yang pernah beliau gunakan. Karena Allah Ta’ala telah menetapkan keberkahan dan kebaikan pada semua itu.
====*****====
NABI ﷺ MENOLAK DIAGUNGKAN DAN DIKULTUSKAN, NAMUN MENGIZINKAN DIRINYA UNTUK DI-TABARRUKI [DI ALAP BERKAH-NYA]
Nabi ﷺ melarang para sahabat-nya berlebihan dalam menghormati dirinya, apalagi sampai pada tingkat pengkultusan pada dirinya. Akan tetapi beliau ﷺ mengizinkan dan membiarkan para sahabat-nya bertabarruk atau ngalap berkah dengan fisiknya dan apa yang keluar darinya, saperti air ludah dan keringat ; karena keberkahan yang ada pada dirinya adalah mukjizat dan kesitimewan khusus yang Allah anugerahkan pada Nabi ﷺ .
PERTAMA : LARANGAN BERDIRI UNTUK MENGHORMATI DIRI NABI ﷺ :
Rosulullah ﷺ tidak suka jika ada seseorang berdiri hanya karena untuk menghormatinya , maka beliau ﷺ melarang para sahabat nya berdiri saat beliau ﷺ datang atau lewat kecuali jika untuk menyalaminya.
Imam Bukhory dalam kitab Adabul Mufrod meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu , dia berkata :
" لَمْ يَكُنْ شَخْص أَحَبّ إِلَيْهِمْ رُؤْيَةً مِنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم ، وَكَانُوا إِذَارَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لَهُ ، لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَته لِذَلِكَ "
“ Tidak ada sosok manusia yang lebih di cintai oleh para sahabat untuk dilihatnya selain terhadap Rosulullah , dan mereka para sahabat jika melihat beliau datang , mereka tidak berdiri menyambutnya , karena mereka tahu jika beliau membencinya untuk diperlakukan seperti itu “.
( Sanadnya sahih sesuai syarat Imam Muslim . Dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Turmudzi , dan Abu Isa Turmudzi berkata : Hadits Hasan Sahih Ghorib . Lihat Tahdzib Sunan Abu Daud 2/482 ).
Dari Abu Mijlaz , dia berkata :
Suatu ketika Khalifah Muawiyah keluar , maka Abdullah bin Zubair dan Ibnu Sofwan berdiri ketika melihatnya .
Lalu Mu'awiyah berkata : Kalian berdua duduklah , aku telah mendengar Rosulullah ﷺ bersabda :
« مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَمَثَّل لَهُ الرِّجَال قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأ ْمَقْعَده مِنْ النَّار»
" Barang siapa yang merasa bangga atau senang jika ada orang-orang berdiri untuk menyambutnya maka tempatilah tempat duduknya dari api neraka" .
( HR. Ahmad 4/91 , Bukhori di Adabul Mufrod no. 977 dan Turmudzi no. 2755 , dia berkata : Hadits Hasan ).
Dalam Musnad Imam Ahmad , Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah di riwayatkan dari Abu Umamah al-Baahily t dia berkata :
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ : « لاَ تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا بَعْضًا».
" Telah keluar Rosulullah ﷺ mendatangi kami sambil bersandar pada tongkat , lalu kami pun berdiri menyambutnya , maka beliau berkata : " Janganlah kalian berdiri seperti halnya orang-orang ajam ( non arab ) berdiri , sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain ". Al-Mundziry dalam At-Targhib wat Tarhib berkata : Sanadnya Hasan ". Dan di dlaifkan oleh Syeikh Al-Albany .
Akan tetapi terkadang Nabi ﷺ dan mereka para sahabat berdiri menyambut kedatangan seseorang yang lama tidak bertemu karena memang mereka bermaksud menjumpainya , seperti yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau berdiri menyambut Ikrimah (RA) .
Dan Nabi ﷺ pernah berkata kepada para sahabat Al-Anshar ketika Saad bin Mu'adz datang :
«قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ»
" Berdirilah kalian kepada sayyid kalian ! ".
Saat itu Saad bin Muadz dalam keadaan lemah dan sakit karena terluka dalam perang khandak , dan beliau di undang atas pemintaan Yahudi Bani Quraidhoh untuk menghakimi diri mereka atas pengkhiyanatannya terhadap kaum muslimin dalam perang Ahzb .
( Lihat Sahih Bukhory no. 6262 dan Sahih Muslim no. 1768 . Dan lihat : Al-Iidloh wat- Tabyiin 1/171 karya Hamuud At-Tuwaijry ).
Kemudian dalam Hadits Aisyah yang menceritakan berdirinya Nabi ﷺ terhadap putrinya Fatimah radliyallahu ‘anha ketika dia masuk ke rumah Beliau ﷺ , dan juga berdirinya Fatimah kepada Beliau ﷺ ketika Beliau ﷺ memasuki rumah putrinya .
Dalam Sunan Turmudzi no. 2732 diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata:
قَدِم َزَيْدٌ بْنُ حَارِثَة الْمَدِينَةَ ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم فِي بَيْتِي فَأَتَاهُ ، فَقَرَعَ الْبَابَ , فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم يَجُرُّ ثَوْبَهُ فَاعْتَنَقَهُ وَقَبَّلَهُ
Telah tiba Zaid bin Haritsah di Madinah , saat itu Rosulullah ﷺ di rumahku , maka dia mendatanginya , lalu mengetuk pintu , maka Rosulullah ﷺ berdiri untuk menjumpainya sambil menyeret bajunya , maka beliau memeluknya dan menciumnya " .
( Abu Isa Turmudzi berkata : Hadits ini hasan ghorib " . Namun hadits ini di dlaifkan oleh banyak ulama diantaranya oleh syeikh Al-Albany ).
*****
LARANGAN KHUSUS UNTUK PARA SAHABAT :
DILARANG SHALAT BERDIRI SEBAGAI MAKMUM KETIKA NABI ﷺ MENJADI IMAM SAMBIL SUDUK KARENA SAKIT .
Imam Muslim dalam sahihnya no. 1-(413) meriwaytkan dari Jabir (RA) :
Bahwasannya ketika para sahabat shalat di belakang Nabi ﷺ dalam kondisi berdiri, sementara Rosulullah ﷺ duduk ( karena saat itu beliau sedang sakit keras menjelang wafatnya ), maka beliau memberi isyarat agar mereka juga duduk , maka merekapun duduk , setelah beliau salam beliau bersabda :
« إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّوم ِيَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُم ْقُعُودٌ فَلَا تَفْعَلُوا»
" Sungguh barusan hampir saja kalian melakukan perbuatan orang-orang Persia dan Romawi , mereka berdiri terhadap raja-rajanya sementara para rajanya duduk , maka janganlah kalian lakukan itu " .
Dalam lafadz lain :
اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ وَهُوَ قَاعِدٌ وَأَبُو بَكْرٍ يُسْمِعُ النَّاسَ تَكْبِيرَهُ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا فَرَآنَا قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْنَا فَقَعَدْنَا فَصَلَّيْنَا بِصَلَاتِهِ قُعُودًا .
فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ : إِنْ كِدْتُمْ آنِفًا لَتَفْعَلُونَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّومِ يَقُومُونَ عَلَى مُلُوكِهِمْ وَهُمْ قُعُودٌ فَلَا تَفْعَلُوا . ائْتَمُّوا بِأَئِمَّتِكُمْ إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِنْ صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا !!!
"Rasulullah ﷺ menderita sakit , lalu kami shalat di belakangnya, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada manusia.
Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk.
Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau bersabda :
' kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Rumawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya.
Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk'." [ HR. Muslim no. 413 , 624 ]
BERDIRI UNTUK MANUSIA ITU ADA TIGA KATAGORI :
Pertama : berdiri karena menghormati seseorang , sementara yang di hormatinya duduk manis, seperti berdirinya para prajurit dan ajudan terhadap para raja dan penguasa . Ini adalah yang dilarang , tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama akan kemakruhan atau larangan perbuatan tsb .
Kedua : Berdiri menghormati orang yang masuk rumah atau semisalnya sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan , bukan karena ada maksud hendak menyalaminya atau memeluknya . Yang demikian ini telah ada perbedaan pendapat antar ulama akan kemakruhan dan larangan perbuatan ini , yang sahih adalah di larang .
Ketiga : Berdiri untuk menyambut orang yang baru tiba dengan maksud untuk menyalaminya atau memeluknya atau membantu menurunkannya dari kendaraan atau semisalnya dengan tujuan-tujuan yang di bolehkan dalam syariat , maka hukumnya boleh-boleh saja .
KEDUA : LARANGAN UCAPAN GHULUW TERHADAP DIRI NABI ﷺ .
Rosulullah ﷺ melarang para sahabatnya berlebihan memuji muji diri beliau ﷺ .
Rosulullah ﷺ pribadi yang tidak suka sanjungan dan pujian , bahkan beliau melarang umatnya memuji-memuji dan mengagung-agungkan dirinya .
Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu :
" أنَّ نَاسًا قَالُوْا : يَارَسُولُ اللَّه يَاخَيْرَنَا وَابْن َخَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّه علَيْه وسَلَّم : « ياأيّها النّاسُ قُولُوا بِقولِكُمْ ولا يَسْتَهْوِيَنّكُم ْالشّيْطَانُ ، أنا محمدٌعَبْد الله وَرَسُولُه ، ما أحِبّ أنْ تَرْفَعُوني فَوْقَ مَنْزِلَتِي التي أنزلني الله عَزّ وَجَلّ».
Bahwa orang-orang berkata kepada Nabi ﷺ :
" Ya Rosulullah , wahai pilihan kami dan putra seorang pilihan kami , wahai sayyiduna (tuan kami) dan putra sayyiduna ( putra tuan kami ) !".
Maka Rosulullah ﷺ bersabda :
" Wahai para manusia , jagalah perkataan kalian itu , jangan sampai syeitan menggelincirkan kalian , aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya , aku tidak suka kalian mengangkatku diatas kedudukanku yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan untukku ".
( HR. Ahmad no. 12573 , 13621 , 13596 , Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Laylah no. 248, 249 dan Ibnu Hibban no. 6240 .
Hadits ini di sahihkan oleh Ibnu Hibban , Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 5L179 , Syueib Al-Arnauth dan lain-nya ).
KETIGA : NABI ﷺ MENGIZINKAN TABARRUK DENGAN FISIK-NYA, KARENA KEBERKAHAN PADA FISIK-NYA ADALAH MUKJIZAT :
Keberkahan yang ada pada fisik Nabi ﷺ dan apa yang keluar dari-nya adalah mukjizat kenabian yang Allah anugerhakan kepadanya.
Bagaimana tidak? Al-Qur'an diturunkan kepadanya bersama Jibril 'alaihis-salam, begitu pula wahyu lainnya . Namun Mukjizat keberkahan ini tidak Allah berikan kepada selainnya dari umatnya, termasuk kepada anak-cucu Nabi ﷺ dan para sahabatnya yang mulia. Bahkan kepada tidak pula kepada manusia terbaik setelah Rasulullah ﷺ dari umat ini, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahu 'anhum.
Dan mukjizat keberkahan pada fisik Nabi ﷺ tidak pernah dimanfaatkan oleh beliau ﷺ untuk mengeruk keuntungan materi.
Abdullah bin Masud رضي الله عنه berkata :
كُنَّا نَعُدُّ الآيَاتِ بَرَكَةً وَأَنْتُمْ تَعُدُّونَهَا تَخْوِيفًا، كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي سَفَرٍ فَقَلَّ الْمَاءُ فَقَالَ " اطْلُبُوا فَضْلَةً مِنْ مَاءٍ ". فَجَاءُوا بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ قَلِيلٌ، فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ، ثُمَّ قَالَ " حَىَّ عَلَى الطَّهُورِ الْمُبَارَكِ، وَالْبَرَكَةُ مِنَ اللَّهِ " فَلَقَدْ رَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَلَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهْوَ يُؤْكَلُ
“ Kami dulu menganggap mukjizat-mukjizat itu adalah BAROKAH, tetapi Anda sekalian menganggapnya sebagai peringatan.
Suatu ketika kami bersama Rasulullah ﷺ dalam sebuah perjalanan, dan kami kehabisan air. Beliau ﷺ berkata, "Kalian carilah sisa-sisa air “.
Maka orang-orang membawa bejana yang berisi air yang sedikit . Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya dan berkata :
"Kemarilah kepada kesucian yang diberkahi, dan keberkahan itu hanya dari Allah."
Maka sunggguh Aku melihat air mengalir dari sela-sela JARI-JARI Rasulullah ﷺ, dan sungguh kami mendengar suara makanan bertasbihketika sedang dimakan (olehnya). ( HR. Bukhori No. 3314 )
Oleh sebab itu Syeikh bin Baaz -rahimahullah- berkata :
لَا يَجُوزُ التَّبَرُّكُ بِأَحَدٍ غَيْرِ النَّبِيِّ ﷺ لَا بِوُضُوئِهِ وَلَا بِشَعْرِهِ وَلَا بِعَرَقِهِ وَلَا بِشَيْءٍ مِنْ جَسَدِهِ، بَلْ هَذَا كُلُّهُ خَاصٌّ بِالنَّبِيِّ ﷺ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ وَمَا مَسَّهُ مِنَ الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ.
وَلِهَذَا لَمْ يَتَبَرَّكِ الصَّحَابَةُ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - بِأَحَدٍ مِنْهُمْ، لَا فِي حَيَاتِهِ وَلَا بَعْدَ وَفَاتِهِ ﷺ، لَا مَعَ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ وَلَا مَعَ غَيْرِهِمْ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّهُمْ قَدْ عَرَفُوا أَنَّ ذَلِكَ خَاصٌّ بِالنَّبِيِّ ﷺ دُونَ غَيْرِهِ، وَلِأَنَّ ذَلِكَ وَسِيلَةٌ إِلَى الشِّرْكِ وَعِبَادَةِ غَيْرِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ.
Tidak diperbolehkan bertabarruk (ngalap berkah) dari seseorang selain Nabi ﷺ, baik dari wudhunya, rambutnya, keringatnya, atau dari bagian tubuhnya yang lain. Semua ini khusus untuk Nabi ﷺ karena Allah telah menjadikan dalam tubuhnya dan apa yang disentuhnya terdapat kebaikan dan berkah.
Oleh karena itu, para sahabat tidak mencari berkah dari salah satu di antara mereka, baik semasa hidupnya maupun setelah wafatnya ﷺ, baik dari para khalifah yang rosyid maupun dari yang lainnya.
Ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui bahwa hal itu khusus untuk Nabi ﷺ dan bukan untuk yang lainnya, karena perbuatan tersebut dapat menjadi jalan menuju syirik dan menyembah selain Allah SWT. [Majmu' Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibnu Baz (7/45)].
----
TANYA JAWAB SEPUTAR TENTANG PENINGGALAN NABI ﷺ DAN HUKUM BERTABRRUK DENGAN SELAIN NABI ﷺ.
PERTANYAAN PERTAMA :
Apakah peninggalan-peninggalan Beliau ﷺ , seperti pakaian, rambut atau sisa-sisa peninggalan lainnya masih ada ?
Jawaban nya :
Syekh Al-Albaani رحمه الله berkata:
وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ آثَارَهُ ﷺ مِنْ ثِيَابٍ أَوْ شَعْرٍ أَوْ فَضَلَاتٍ، قَدْ فُقِدَتْ، وَلَيْسَ بِإمْكَانِ أَحَدٍ إثْبَاتُ وُجُودِ شَيْءٍ مِنْهَا عَلَى وَجْهِ الْقَطْعِ وَالْيَقِينِ.
“Kami tahu bahwa peninggalan-peninggalan Beliau ﷺ , seperti pakaian, rambut atau sisa-sisa bekasnya telah hilang , dan tidak ada yang dapat membuktikan keberadaan salah satu dari peninggalan-peninggalan tsb dengan pasti dan meyakinkan.” ( Baca “التوسل أنواعه وأحكامه” hal. 144 )
Sejarawan Ahmad Basya Taimur berkata :
فَمَا صَحَّ مِنْ الشَّعْرَاتِ الَّتِي تَدَاوَلَهَا النَّاسُ بَعْدَ ذَلِكَ، فَإِنَّمَا وَصَلَ إِلَيْهِمْ مِمَّا قُسِّمَ بَيْنَ الْأَصْحَابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، غَيْرَ أَنَّ الصُّعُوبَةَ فِي مَعْرِفَةِ صَحِيحِهَا مِنْ زَائِفِهَا..
Tidak ada yang shahih rambut-rambut Nabi ﷺ yang beredar diantara manusia setelah itu, karena sesungguhnya rambut-rambut yang sampai kepada mereka itu adalah rambut yang pernah dibagikan di antara para sahabat, akan tetapi terdapat kesulitan untuk mengetahui mana yang benar adalah dari yang palsu “. ( Baca “الآثار النبوية” karya Ahmad Basya Taimur hal. 91 )
Syeikh al-Utsaimin rahimahullah :
Beliau pernah di tanya tentang bertabarruk dengan peninggalan-peninggalan Rosulullah ﷺ setelah beliau wafat seperti rambutnya dan yang semisalnya?
Beliau menjawab :
أَنَّهُ لَا يُمْكِنُ إثْبَاتُ أَنَّ هَذَا مِنْ شَعْرِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَبَدًا، وَمَا ذُكِرَ مِنْ أَنَّهُ فِي مِصْرَ فِي مَجْمَعِ الْآثَارِ: هَذَا لَا صَحَّةَ لَهُ، وَلَا يُوجَدُ. وَلَا عُرِفَ أَنَّ الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَهْتَمُّونَ بِهَذَا الْأَمْرِ، إلَّا مَا وُرِدَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَهَا شَعَرَاتٌ مِنْ شَعْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فِي جَلْجَلٍ مِنْ فِضَّةٍ، إذَا مَرِضَ أَحَدٌ أَتَى إلَيْهَا وَصَبَّتْ عَلَيْهِ الْمَاءَ وَرَجَتِ الْمَاءَ ثُمَّ شَرِبَهُ. (من "دُرُوسٌ لِلشَّيْخِ الْعُثَيْمِين" (2/ 64) بِتَرْقِيمِ الشَّامِلَةِ)
Artinya : “ Tidak dapat dibuktikan sama sekali bahwa itu adalah rambut Rasulullah ﷺ . Dan apa yang disebutkan bahwa rambut tsb ada di Mesir di “ Museum peninggalan-peninggalan Nabi ﷺ “ , ini tidak shahih dan tidak diketemukan .
Saya tidak pernah tahu bahwa para Sahabat RA peduli dengan masalah ini. Kecuali apa yang diriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa dia memiliki rambut dari rambut-rambut Nabi ﷺ dalam wadah perak , Jika seseorang ada yang jatuh sakit, dia mendatanginya, menuangkan air padanya, mengocok airnya, dan kemudian meminumnya .
PERTANYAAN KE DUA :
Lalu apakah Para Sahabat Bertabarruk Kepada Selain Rosulullah ﷺ atau Beliau ﷺ pernah memerintahkan ummatnya untuk bertabarruk dengan selain dirinya ?
Jawabannya :
Sepengetahuan penulis : tidak ada satu perkataan pun dari Rasulullah ﷺ yang memerintahkan ummatnya untuk bertabarruk kepada para sahabatnya ataupun orang-orang yang selain sahabat Nabi. Baik bertabarruk dengan jasad maupun dengan bekas-bekas peninggalan mereka.. Begitu pula, tidak ada satupun riwayat yang dinukil dari para sahabat bahwa mereka bertabarruk kepada orang selain Rosulullah ﷺ, baik ketika masa Rasulullah ﷺ masih hidup, maupun ketika beliau telah wafat.
Sama sekali penulis belum menemukan riwayat yang menyatakan bahwa para sahabat bertabarruk terhadap sesama sahabat yang lain , termasuk terhadap sepuluh para sahabat yang di jamin masuk syurga , atau kepada Khulafa Ar-Rasyidin atau As-Sabiquun Al-Awwalun ( para sahabat yang paling terdahulu masuk Islam) , padahal mereka adalah para sahabat Nabi yang paling mulia , atau bertabarruk kepada yang lainnya.
PERNYATAAN AL-IMAM ASY-SYATIBI (Wafat 590 H):
Al-Imam Asy-Syatibi adalah salah satu dari para ulama yang meneliti hal ini. Setelah beliau menyebutkan dalil-dalil yang shahih tentang ber-tabarruk kepada Nabi ﷺ, dalam kitabnya “الاعتصام” (2/8-9), beliau berkata:
الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُم بَعْدَ مَوْتِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لَمْ يَقَعْ مِنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ بَالنِّسْبَةِ إلَى مَنْ خَلَفَهُ، إذْ لَمْ يَتْرُكِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ فِي الْأُمَّةِ أَفْضَلَ مِنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَهُوَ كَانَ خَلِيفَتَهُ، وَلَمْ يَفْعَلْ بِهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ، وَلَا عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَهُوَ كَانَ أَفْضَلَ الْأُمَّةِ بَعْدَهُ، ثُمَّ كَذَلِكَ عُثْمَانُ، ثُمَّ عَلِيٌّ، ثُمَّ سَائِرُ الصَّحَابَةِ الَّذِينَ لَا أَحَدَ أَفْضَلَ مِنْهُمْ فِي الْأُمَّةِ، ثُمَّ لَمْ يَثْبُتْ لِوَاحِدٍ مِنْهُمْ مِنْ طَرِيقِ صَحِيحٍ مَعْرُوفٍ أَنَّ مُتَبَّرًكًا تَبَرُّكَ بِهِ عَلَى أَحَدٍ تِلْكَ الْوُجُوهِ أَوْ نَحْوِهَا ـ يُقْصَدُ التَّبَرُّكُ بِالشَّعْرِ وَالثِّيَابِ وَفَضْلِ الْوُضُوءِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ـ، بَلْ اقْتَصَرُوا فِيهِمْ عَلَى الِاقْتِدَاءِ بِالْأَفْعَالِ وَالْأَقْوَالِ وَالسِّيَرِ الَّتِي اتَّبَعُوا فِيهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَيْهِ وَسَلَّمَ، فَهُوَ إِذَا إِجْمَاعٌ مِنْهُمْ عَلَى تَرْكِ تِلْكَ الْأَشْيَاءِ.
“Para sahabat Radhiallahu’anhum, setelah wafatnya Nabi ﷺ, tidak ada seorang pun diantara mereka yang melakukan perbuatan itu (bertabarruk) kepada orang setelah Nabi ﷺ. Padahal beliau sepeninggal beliau tidak ada manusia yang lebih mulia dari Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu’anhu, karena beliaulah pengganti Nabi ﷺ. Namun para sahabat tidak pernah bertabarruk kepada Abu Bakar. Tidak pernah pula bertabarruk kepada Umar Bin Khattab, padahal Umar bin Khattab adalah manusia yang paling mulia setelah Abu Bakar. Tidak pernah pula bertabarruk kepada Utsman Bin Affan, tidak pernah pula bertabarruk kepada Ali, tidak pernah pula bertabarruk salah seorang dari sahabat Nabi pun. Padahal merekalah orang-orang yang paling mulia dari seluruh ummat.
Dan tidak ketahui adanya satu riwayat pun yang shahih bahwa mereka bertabarruk kepada selain Nabi ﷺ dengan salah satu dari cara yang disebutkan (maksudnya bertabarruk dengan rambut, baju atau sisa air wudhu, atau semacamnya).
Para sahabat Nabi hanya mencukupkan diri mereka dengan meneladani perbuatan, perkataan, jalan hidup yang mereka ambil Nabi ﷺ. Maka ini semua menunjukkan bahwa para sahabat bersepakat (ijma) untuk meninggalkan perbuatan tersebut”.
PERTANYAAN KE TIGA :
Apa Yang Menyebabkan Para Sahabat Meninggalkan Perbuatan Tersebut?
Jawabannya :
Sepengetahuan penulis : tidak ada kabar yang shahih bahwa para sahabat bertabarruk kepada orang shalih selain Nabi ﷺ, padahal mereka adalah generasi terbaik, sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syatibi dan para ulama yang lain.
Diantaranya seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab beliau yang berjudul :
” الحُكْمُ الجَدِيرَةُ بِالإِذَاعَةِ مِنْ قَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ: "بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ".”
di halaman 55.
Adapun Penyebab utamanya – والله أعلم - adalah sbb :
Penyebab pertama :
Mereka para sahabat – wallahu a’lam - meyakini bahwa bertabarruk dengan fisik seseorang adalah kekhususan bagi Nabi ﷺ dan tidak berlaku bagi selain beliau, sebagaimana kekhususan ini juga berlaku kepada para Nabi yang lain.
Allah Tabaaraka Wa Ta’ala memberikan keistimewaan kepada para Nabi dan Rasul, yang tidak diberikan kepada selain mereka. Diantara kekhususan itu adalah keberkahan yang ada di fisik dan bekas-bekas peninggalan mereka, sebagai bentuk pemuliaan terhadap mereka. Namun tentunya jasad mereka dan sifat-sifat mereka berbeda-beda. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
{ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ }
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (QS. Al An’am: 124)
Para Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia terbaik yang telah dipilih dan diseleksi oleh Allah Ta’ala dari seluruh manusia. Allah Ta’ala berfirman:
{ وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ }
“Dan rabbRmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya” (QS. Al Qashash: 68)
Bahkan banyak kekhususan-kekhususan yang Allah SWT berikan kepada Nabi ﷺ tapai tidak Allah SWT berikan kepada Nabi-Nabi yang lain . Diantaranya seperti yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أحَدٌ مِنَ الأنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وجُعِلَتْ لي الأرْضُ مَسْجِدًا وطَهُورًا، وأَيُّما رَجُلٍ مِن أُمَّتي أدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ، وأُحِلَّتْ لي الغَنَائِمُ، وكانَ النبيُّ يُبْعَثُ إلى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وبُعِثْتُ إلى النَّاسِ كَافَّةً، وأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ
"Aku diberikan lima perkara yang mana belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku: (1) Dahulu setiap nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, sedangkan aku diutus kepada setiap bangsa merah dan hitam. (2) Ghanimah dihalalkan untukku, namun tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku. (3) Bumi itu dijadikan untukku dalam keadaan suci dan mensucikan dan (sebagai) masjid juga, maka siapa pun yang mana waktu sholat mendapatinya maka dia bisa sholat di mana pun dia berada. (4) Aku ditolong dengan rasa takut (yang merasuk pada musuh di hadapanku) sejauh jarak perjalanan satu bulan. (5) Aku diberi syafaat." (HR Bukhari Muslim).
Penyebab kedua :
Bertabarruk dengan jasad Nabi ﷺ dan apa yang keluar dari nya adalah bagian dari mukjizat-mukjizat yang Allah swt anugerahkan khusus baginya .
Allah SWT telah menganugerahi banyak mukjizat kepada Rosulullah ﷺ yang menunjukkan bahwa dalam diri Rosulullah terdapat berkah serta mengizinkan umatnya untuk bertabarruk dengan nya .
======
CONTOH-CONTOH MUKJIZAT KEBERKAHAN RASULULLAH ﷺ
Sebagaimana yang telah penulis jelaskan diatas bahwa keberkahana pada fisisk Nabi ﷺ adalah Mukjizat Nubuwwah, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Mas'ud radhiyallah 'anhu. Bagiamana tidak? Al-Quran bersama Jibril alaihis salam turun kepada beliau ﷺ .
Diantara mukjizat-mukjizat Berkah tsb diantaranya adalah : Beliau dengan idzin Allah SWT mampu memperbanyak makanan , air minum , menyembuhkan orang sakit dll .
--------
MUKJIZAT BERKAH MEMPERBANYAK MAKANAN DAN MINUMAN
Berikut ini contoh-contohnya :
Hadits ke 1 : “ Air mengalir dari berkah sela-sela JARI-JARI Rasulullah ﷺ “
Hadits Ibnu Mas'ud diatas .
Hadits ke 2 : Memperbanyak makanan dengan Berkah air ludahnya .
Dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma berkata,
لَمَّا حُفِرَ الْخَنْدَقُ رَأَيْتُ بِالنَّبِيِّ ﷺ خَمَصًا شَدِيدًا فَانْكَفَأْتُ إِلَى امْرَأَتِي ، فَقُلْتُ : هَلْ عِنْدَكِ شَيْءٌ ، فَإِنِّي رَأَيْتُ بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ خَمَصًا شَدِيدًا ".
فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جِرَابًا فِيهِ صَاعٌ مِنْ شَعِيرٍ وَلَنَا بُهَيْمَةٌ دَاجِنٌ فَذَبَحْتُهَا وَطَحَنَتْ الشَّعِيرَ فَفَرَغَتْ إِلَى فَرَاغِي وَقَطَّعْتُهَا فِي بُرْمَتِهَا ثُمَّ وَلَّيْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ .
فَقَالَتْ : " لَا تَفْضَحْنِي بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَبِمَنْ مَعَهُ ".
فَجِئْتُهُ فَسَارَرْتُهُ فَقُلْتُ : " يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَبَحْنَا بُهَيْمَةً لَنَا وَطَحَنَّا صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ كَانَ عِنْدَنَا فَتَعَالَ أَنْتَ وَنَفَرٌ مَعَكَ ".
فَصَاحَ النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ : " يَا أَهْلَ الْخَنْدَقِ إِنَّ جَابِرًا قَدْ صَنَعَ سُورًا فَحَيَّ هَلًا بِهَلّكُمْ ".
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " لَا تُنْزِلُنَّ بُرْمَتَكُمْ وَلَا تَخْبِزُنَّ عَجِينَكُمْ حَتَّى أَجِيءَ ".
فَجِئْتُ وَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْدُمُ النَّاسَ حَتَّى جِئْتُ امْرَأَتِي ، فَقَالَتْ : " بِكَ وَبِكَ".
فَقُلْتُ : " قَدْ فَعَلْتُ الَّذِي قُلْتِ ".
فَأَخْرَجَتْ لَهُ عَجِينًا فَبَصَقَ فِيهِ وَبَارَكَ ثُمَّ عَمَدَ إِلَى بُرْمَتِنَا فَبَصَقَ وَبَارَكَ .
ثُمَّ قَالَ : " ادْعُ خَابِزَةً فَلْتَخْبِزْ مَعِي وَاقْدَحِي مِنْ بُرْمَتِكُمْ وَلَا تُنْزِلُوهَا ".
وَهُمْ أَلْفٌ فَأُقْسِمُ بِاللَّهِ لَقَدْ أَكَلُوا حَتَّى تَرَكُوهُ وَانْحَرَفُوا وَإِنَّ بُرْمَتَنَا لَتَغِطُّ كَمَا هِيَ وَإِنَّ عَجِينَنَا لَيُخْبَزُ كَمَا هُوَ
"Tatkala penggalian parit pertahanan Khandaq sedang dilaksanakan, aku melihat Rasulullah ﷺ dalam keadaan lapar. Karena itu aku kembali kepada isteriku, menanyakan kepadanya, 'Apakah engkau mempunyai makanan? Aku melihat Rasulullah ﷺ sedang lapar.'
Maka dikeluarkannya suatu karung, di dalamnya terdapat satu sha' (segantang) gandum. Di samping itu kami mempunyai seekor anak kambing. Lalu aku sembelih kambing itu, sementara isteriku membuat adonan tepung. Ketika aku selesai mengerjakan pekerjaanku, aku lalu memotong-motong kecil daging kambing tersebut dan aku masukkan ke dalam periuk. Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah ﷺ.
Isteriku berkata kepadaku, 'Janganlah kamu mempermalukanku dihadapan Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau.'
Aku langusng menemui beliau seraya berbisik kepadanya, 'Wahai Rasulullah! Aku menyembelih seekor anak kambing milikku, dan isteriku telah membuat adonan segantang gandum yang kami miliki. Karena itu sudilah kiranya anda datang bersama-sama dengan beberapa orang sahabat.'
Maka Rasulullah ﷺ berteriak: 'Hai para penggali Khandaq! Jabir telah membuat hidangan untuk kalian semua. Marilah kita makan bersama-sama!"
Rasulullah ﷺ lalu berkata kepada Jabir: 'Jangan kamu menurunkan periukmu dan janganlah kamu memasak adonan rotimu sebelum aku datang.'
Lalu aku pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah datang mendahului para sahabat. Ketika aku temui isteriku, dia berkata, 'Bagaimana engkau ini! Bagaimana engkau ini! '
Jawabku, 'Aku telah melakukan apa yang engkau pesankan kepadaku.'
Maka aku mengeluarkan adonan roti kami, kemudian NABI MELUDAHI ADONAN ITU UNTUK MEMBERI KEBERKAHAN . Setelah itu beliau menuju periuk (tempat memasak kambing), maka beliau MELUDAHI dan mendo'akan keberkahan kepadanya, sesudah itu beliau berkata kepada isteriku :
“Panggillah tukang roti untuk membantumu memasak. Nanti isikan gulai ke mangkok langsung dari kuali dan sekali-kali jangan kamu menurunkan periukmu “.
'Kala itu para sahabat semuanya berjumlah seribu orang. Demi Allah, semuanya turut makan dan setelah itu mereka pergi. Tetapi periuk kami masih tetap penuh berisi seperti semula. Sedangkan adonan masih seperti semula."
( HR. Bukhori No. 3793 dan Muslim No. 3800 )
Hadits ke 3 : Memperbanyak makanan dengan berkahnya
Dari Anas bin Malik, dia berkata :
قَالَ أَبُو طَلْحَةَ لأُمِّ سُلَيْمٍ : " لَقَدْ سَمِعْتُ صَوْتَ، رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ضَعِيفًا أَعْرِفُ فِيهِ الْجُوعَ، فَهَلْ عِنْدَكِ مِنْ شَىْءٍ".
فَأَخْرَجَتْ أَقْرَاصًا مِنْ شَعِيرٍ، ثُمَّ أَخْرَجَتْ خِمَارًا لَهَا فَلَفَّتِ الْخُبْزَ بِبَعْضِهِ، ثُمَّ دَسَّتْهُ تَحْتَ ثَوْبِي وَرَدَّتْنِي بِبَعْضِهِ، ثُمَّ أَرْسَلَتْنِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ فَذَهَبْتُ بِهِ فَوَجَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ وَمَعَهُ النَّاسُ، فَقُمْتُ عَلَيْهِمْ .
فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ " أَرْسَلَكَ أَبُو طَلْحَةَ ". فَقُلْتُ نَعَمْ.
قَالَ " بِطَعَامٍ ". قَالَ فَقُلْتُ نَعَمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِمَنْ مَعَهُ " قُومُوا ".
فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقْتُ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ حَتَّى جِئْتُ أَبَا طَلْحَةَ، فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ : " يَا أُمَّ سُلَيْمٍ قَدْ جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِالنَّاسِ، وَلَيْسَ عِنْدَنَا مِنَ الطَّعَامِ مَا نُطْعِمُهُمْ".
فَقَالَتِ : " اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ".
قَالَ فَانْطَلَقَ أَبُو طَلْحَةَ حَتَّى لَقِيَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَأَقْبَلَ أَبُو طَلْحَةَ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَتَّى دَخَلاَ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ " هَلُمِّي يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا عِنْدَكِ ".
فَأَتَتْ بِذَلِكَ الْخُبْزِ فَأَمَرَ بِهِ فَفُتَّ وَعَصَرَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ عُكَّةً لَهَا فَأَدَمَتْهُ،
ثُمَّ قَالَ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ ". ثُمَّ قَالَ " ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ".
فَأَذِنَ لَهُمْ، فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا، ثُمَّ خَرَجُوا،
ثُمَّ قَالَ " ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ". فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا، ثُمَّ خَرَجُوا،
ثُمَّ قَالَ " ائْذَنْ لِعَشَرَةٍ ". فَأَذِنَ لَهُمْ فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا ثُمَّ خَرَجُوا، ثُمَّ أَذِنَ لِعَشَرَةٍ، فَأَكَلَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ وَشَبِعُوا، وَالْقَوْمُ ثَمَانُونَ رَجُلاً
"Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim;
"Aku mendengar suara Rasulullah ﷺ sangat lemah yang aku mengerti bahwa itu tanda bahwa beliau sedang lapar. Apakah kamu memiliki sesuatu?".
Ummu Sulaim berkata; "Ya, ada".
Maka Ummu Sulaim keluarkan beberapa potong roti dari gandum, dan ia keluarkan selembar kerudungnya yang sebagian sisinya digunakannya untuk membungkus roti, kemudian dia letakkan di bawah tanganku ( yakni tangan Anas bin Malik ) dan dilingkarkannya bagian tepi yang lain dari kerudungnya kepadaku, lalu dia mengutusku menemui Rasulullah ﷺ".
(Anas bin Malik) berkata;
"Maka kubawa pergi roti tersebut dan kudapati Rasulullah ﷺ sedang berada di masjid bersama beberapa orang. Aku berdiri di hadapan mereka, dan Rasulullah ﷺ bertanya kepadaku: "Apakah kamu diutus oleh Abu Thalhah?".
Aku jawab; "Ya".
Beliau bertanya lagi: "Maksudnya membawa makanan?".
Aku jawab lagi ; "Ya".
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Siapa yang mau bersamanya, berdirilah".
Beliau berangkat dan aku juga berangkat bersama mereka hingga kami mendatangi Abu Thalhah lalu aku mengabari Abu Thalhah.
Abu Thalhah berkata; "Wahai Ummu Sulaim, Rasulullah ﷺ telah datang dengan rombongan sedangkan kita tidak memiliki apa-apa untuk dapat memberi makan mereka".
Ummu Sulaim berkata; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu".
Maka Abu Thalhah beranjak menemui Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ menyambutnya, lalu Abu Thalhah masuk bersama beliau,
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Bawalah kemari apa yang ada padamu, wahai Ummu Sulaim !".
Maka Ummu Sulaim membawa roti lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan agar menghancurkan roti tersebut.
Ummu Sulaim pun meremas-remas roti tersebut sehingga menjadi potongan-potongan kecil dan membuatnya menjadi lauk makanan.
Kemudian Rasulullah ﷺ mengucapkan sesuatu sebagaimana Allah menghendakinya untuk diucapkan , lalu bersabda:
"Berilah ijin masuk untuk sepuluh orang".
Maka mereka diijinkan masuk lalu makan hingga kenyang lalu keluar.
Kemudian beliau bersabda lagi: "Berilah izin masuk untuk sepuluh orang".
Maka mereka diijinkan masuk lalu mereka santap hingga kenyang dan keluar.
Kemudian beliau bersabda lagi: "Berilah ijin masuk untuk sepuluh orang". Maka rombongan itu makan semuanya hingga kenyang.
Saat itu jumlah rombongan sebanyak tujuh puluh atau delapan puluh orang".
( HR. Bukhori No. 5435 dan Muslim No. 3801)
Hadits ke 4 : Air mengalir dari sela-sela jari Beliau ﷺ .
Dari Jabir radliallahu 'anhu ia berkata;
عَطِشَ النَّاسُ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ فَتَوَضَّأَ مِنْهَا ثُمَّ أَقْبَلَ النَّاسُ نَحْوَهُ .
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " مَا لَكُمْ ؟" .
قَالُوا : " يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَيْسَ عِنْدَنَا مَاءٌ نَتَوَضَّأُ بِهِ وَلَا نَشْرَبُ إِلَّا مَا فِي رَكْوَتِكَ ".
قَالَ : فَوَضَعَ النَّبِيُّ ﷺ يَدَهُ فِي الرَّكْوَةِ فَجَعَلَ الْمَاءُ يَفُورُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ كَأَمْثَالِ الْعُيُونِ .
قَالَ : فَشَرِبْنَا وَتَوَضَّأْنَا .
فَقُلْتُ لِجَابِرٍ : " كَمْ كُنْتُمْ يَوْمَئِذٍ ؟ " . قَالَ : " لَوْ كُنَّا مِائَةَ أَلْفٍ لَكَفَانَا ، كُنَّا خَمْسَ عَشْرَةَ مِائَةً ".
"Para shahabat mengalami kehausan pada peristiwa Hudaibiyyah, sementara Rasulullah ﷺ hanya memiliki kantung air terbuat dari kulit, lalu beliau wudlu' dengan air tersebut.
Setelah itu Rasulullah ﷺ mendatangi para shahabat dan bertanya: "Ada apa dengan kalian?."
Mereka menajwab; "Wahai Rasulullah, kami tidak punya air untuk berwudlu' dan juga tidak ada untuk minum kecuali air yang ada pada kantung air Engkau ."
Jabir berkata; "Maka Nabi ﷺ meletakkan tangan beliau pada kantung air tersebut lalu air mengalir melalui sela-sela jari beliau bagaikan mata air yang mengalir."
Jabir melanjutkan; "Lalu kami minum dan berwudlu'."
Aku bertanya kepada Jabir; "Berapa jumlah kalian saat itu?."
Jabir menjawab; "Seandainya jumlah kami ratusan ribu tentu air itu masih cukup. Jumlah kami saat itu seribu lima ratus orang." ( HR. Bukhori no. 3837 )
Hadits ke 5 : Memperbanyak air sumur dengan berkah air kumur-kumur Beliau ﷺ.
Dari Al Bara' radliallahu 'anhu ia berkata;
تَعُدُّونَ أَنْتُمْ الْفَتْحَ فَتْحَ مَكَّةَ وَقَدْ كَانَ فَتْحُ مَكَّةَ فَتْحًا وَنَحْنُ نَعُدُّ الْفَتْحَ بَيْعَةَ الرِّضْوَانِ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ أَرْبَعَ عَشْرَةَ مِائَةً وَالْحُدَيْبِيَةُ بِئْرٌ فَنَزَحْنَاهَا فَلَمْ نَتْرُكْ فِيهَا قَطْرَةً فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ ﷺ فَأَتَاهَا فَجَلَسَ عَلَى شَفِيرِهَا ثُمَّ دَعَا بِإِنَاءٍ مِنْ مَاءٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ مَضْمَضَ وَدَعَا ثُمَّ صَبَّهُ فِيهَا فَتَرَكْنَاهَا غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ إِنَّهَا أَصْدَرَتْنَا مَا شِئْنَا نَحْنُ وَرِكَابَنَا
"Kalian mengira penaklukan kota Makkah adalah kemenangan dan memang itu suatu kemenangan. Namun kami menganggap kemenganan itu bermula saat Bai'atur Ridlwan pada peristiwa Hudaibiyyah. Saat itu kami bersama Nabi ﷺ berjumlah seribu empat ratus orang.
Hudaybiyah adalah sebuah sumur lalu kami mengambil airnya hingga tak bersisa setetespun.
Setelah kejadian itu terdengar oleh Nabi ﷺ, beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepi sumur tersebut, selanjutnya beliau minta diambilkan bejana, beliau berwudlu' sambil berkumur-kumur, kemudian beliau berdo'a dan menuangkan airnya ke dalam sumur tersebut.
Setelah kami mendiamkan sejenak, akhirnya kami dapat minum sesuka kami hingga puas, begitu juga dengan hewan-hewan tungangan kami." ( HR. Bukhori No. 3835 )
Hadits ke 6 : Memperbanyak air sumur dengan berkah air ludah .
Dari Al Bara' bin 'Azib radliallahu 'anhuma
أَنَّهُمْ كَانُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ أَلْفًا وَأَرْبَعَ مِائَةٍ أَوْ أَكْثَرَ فَنَزَلُوا عَلَى بِئْرٍ فَنَزَحُوهَا فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَأَتَى الْبِئْرَ وَقَعَدَ عَلَى شَفِيرِهَا ثُمَّ قَالَ ائْتُونِي بِدَلْوٍ مِنْ مَائِهَا فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ فَدَعَا ثُمَّ قَالَ دَعُوهَا سَاعَةً فَأَرْوَوْا أَنْفُسَهُمْ وَرِكَابَهُمْ حَتَّى ارْتَحَلُوا
bahwa mereka pernah bersama Rasulullah ﷺ pada peristiwa Hudaibiyyah berjumlah seribu empat ratus orang atau lebih. Kami lalu singgah dan mengambil airnya (hingga tak bersisa setetespun) ".
Setelah orang-orang menemui Rasulullah ﷺ, beliau segera mendatangi sumur itu dan duduk di tepinya, beliau bersabda; "Bawakan aku bejana berisi air."
Setelah bejana diberikan kepada beliau, beliau meludahinya kemudian berdo'a. Selanjutnya beliau bersabda: "Biarkanlah sejenak". Setelah itu mereka dapat memuaskan diri mereka (meminumnya) begitu pula hewan-hewan tungangan mereka hingga mereka berangkat." ( HR. Bukhori No. 3836 )
Hadits ke 7 : Memperbanyak air di bejana dengan berkah jari jemari Beliau ﷺ .
Dari Anas RA , dia berkata :
أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ بِإِنَاءٍ ، وَهُوَ بِالزَّوْرَاءِ ، فَوَضَعَ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ ، فَجَعَلَ المَاءُ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ ، فَتَوَضَّأَ القَوْمُ . قَالَ قَتَادَةُ : قُلْتُ لِأَنَسٍ : كَمْ كُنْتُمْ ؟ قَالَ : ثَلاَثَ مِائَةٍ ، أَوْ زُهَاءَ ثَلاَثِ مِائَةٍ
Talah di datangkan kepada Nabi ﷺ sebuah bejana , saat itu beliau di daerah Zauraa, lalu Beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana, dan airpun mulai mengalir dari sela-sela jarinya, maka orang-orang berwudhu dengannya.
Qatada berkata : Aku bertanya kepada Anas: Berapa banyak kalian ? Dia berkata: tiga ratus, atau sekitar tiga ratus . ( HR. Bukhori No. 3410 ) .
Hadits ke 8 : Memperbanyak air di sumber mati air dengan berkah air bekas basuhan muka dan tangan Beliau ﷺ .
Dari Muadz bin Jabal ia berkata;
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَامَ غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يَجْمَعُ الصَّلَاةَ فَصَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمًا أَخَّرَ الصَّلَاةَ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ثُمَّ دَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ بَعْدَ ذَلِكَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا .
ثُمَّ قَالَ : " إِنَّكُمْ سَتَأْتُونَ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ عَيْنَ تَبُوكَ وَإِنَّكُمْ لَنْ تَأْتُوهَا حَتَّى يُضْحِيَ النَّهَارُ فَمَنْ جَاءَهَا مِنْكُمْ فَلَا يَمَسَّ مِنْ مَائِهَا شَيْئًا حَتَّى آتِيَ ".
فَجِئْنَاهَا وَقَدْ سَبَقَنَا إِلَيْهَا رَجُلَانِ وَالْعَيْنُ مِثْلُ الشِّرَاكِ تَبِضُّ بِشَيْءٍ مِنْ مَاءٍ .
قَالَ : فَسَأَلَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " هَلْ مَسَسْتُمَا مِنْ مَائِهَا شَيْئًا ؟ "
قَالَا : " نَعَمْ ".
فَسَبَّهُمَا النَّبِيُّ ﷺ وَقَالَ لَهُمَا مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ .
قَالَ : ثُمَّ غَرَفُوا بِأَيْدِيهِمْ مِنْ الْعَيْنِ قَلِيلًا قَلِيلًا حَتَّى اجْتَمَعَ فِي شَيْءٍ .
قَالَ : وَغَسَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِيهِ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ ثُمَّ أَعَادَهُ فِيهَا ، فَجَرَتْ الْعَيْنُ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ أَوْ قَالَ غَزِيرٍ شَكَّ أَبُو عَلِيٍّ أَيُّهُمَا . قَالَ : حَتَّى اسْتَقَى النَّاسُ .
ثُمَّ قَالَ : " يُوشِكُ يَا مُعَاذُ إِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ أَنْ تَرَى مَا هَاهُنَا قَدْ مُلِئَ جِنَانًا ".
"Kami pergi bersama Rasulullah ﷺ pada tahun perang Tabuk. Dalam perjalanan itu beliau menjama' shalat Zhuhur dengan 'Ashar dan Maghrib dengan 'Isya, sehingga pada suatu hari beliau menjama' ta'khir. Beliau pergi untuk shalat jama' Zhuhur dengan 'Ashar. Kemudian beliau kembali. Lalu beliau keluar lagi untuk menjama' shalat Maghrib dengan Isya.
Setelah itu beliau bersabda:
"Insya' Allah besok kalian akan sampai ke sebuah mata air di Tabuk. Dan kalian tidak akan sampai ke sana sebelum tengah hari. Maka siapa yang sampai ke sana lebih dahulu, sekali-kali jangan menyentuh airnya sebelum aku tiba di sana “.
Akhirnya kami sampai di mata air tersebut, tetapi sebelumnya telah ada dua orang laki-laki mendahului kami, dan didapatinya mata air itu mengeluarkan air sedikit sekali, kira-kira sebesar tali terompah.
Mu'adz berkata; kemudian Rasulullah ﷺ bertanya kepada kedua orang itu:
"Apakah kalian telah menyentuh air itu?"
jawab mereka; "Ya sudah!"
Rasulullah ﷺ memarahi dan mencela perbuatan mereka serta berkata apa yang seharusnya dikatakan kepada kedua orang itu atas kehendak Allah.
Mu'adz berkata; Kemudian para sahabat menciduk air sedikit demi sedikit dari mata air tersebut dengan tangan mereka, sehingga terkumpul pada suatu bejana. Rasulullah ﷺ membasuh muka dan tangannya dengan air itu, kemudian mengembalikannya ke mata air. Maka terpancarlah di sana mata air yang deras .
Abu Ali ragu-ragu apakah digunakan kata 'Munhamir' atau 'ghazir' untuk (arti deras). sehingga semua orang di sana dapat minum.
Kemudian beliau bersabda: "Hai, Mu'adz! Tidak lama, jika umurmu panjang, nanti kamu akan melihat tempat ini penuh dengan taman-taman / kebun ".
(HR. Muslim No. 4229 )
Hadits ke 9 : Memperbanyak air dikantong air dan bejana .
Dari ‘Imran RA berkata,
كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ وَإِنَّا أَسْرَيْنَا حَتَّى كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْلِ وَقَعْنَا وَقْعَةً وَلَا وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ الْمُسَافِرِ مِنْهَا فَمَا أَيْقَظَنَا إِلَّا حَرُّ الشَّمْسِ
وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ ثُمَّ فُلَانٌ يُسَمِّيهِمْ أَبُو رَجَاءٍ فَنَسِيَ عَوْفٌ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ الرَّابِعُ
وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا نَامَ لَمْ يُوقَظْ حَتَّى يَكُونَ هُوَ يَسْتَيْقِظُ لِأَنَّا لَا نَدْرِي مَا يَحْدُثُ لَهُ فِي نَوْمِهِ
فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ عُمَرُ وَرَأَى مَا أَصَابَ النَّاسَ وَكَانَ رَجُلًا جَلِيدًا فَكَبَّرَ وَرَفَعَ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ فَمَا زَالَ يُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى اسْتَيْقَظَ بِصَوْتِهِ النَّبِيُّ ﷺ
فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَابَهُمْ قَالَ : " لَا ضَيْرَ أَوْ لَا يَضِيرُ ارْتَحِلُوا " .
فَارْتَحَلَ فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَلَ فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى بِالنَّاس فَلَمَّا انْفَتَلَ مِنْ صَلَاتِهِ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ لَمْ يُصَلِّ مَعَ الْقَوْمِ ، قَالَ : " مَا مَنَعَكَ يَا فُلَانُ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ الْقَوْمِ؟ " .
قَالَ : أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ
قَالَ : " عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ "
ثُمَّ سَارَ النَّبِيُّ ﷺ فَاشْتَكَى إِلَيْهِ النَّاسُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَلَ فَدَعَا فُلَانًا كَانَ يُسَمِّيهِ أَبُو رَجَاءٍ - نَسِيَهُ عَوْفٌ - وَدَعَا عَلِيًّا ، فَقَالَ : " اذْهَبَا فَابْتَغِيَا الْمَاءَ ".
فَانْطَلَقَا فَتَلَقَّيَا امْرَأَةً بَيْنَ مَزَادَتَيْنِ أَوْ سَطِيحَتَيْنِ مِنْ مَاءٍ عَلَى بَعِيرٍ لَهَا ، فَقَالَا لَهَا : " أَيْنَ الْمَاءُ ".
قَالَتْ : " عَهْدِي بِالْمَاءِ أَمْسِ هَذِهِ السَّاعَةَ وَنَفَرُنَا خُلُوفًا ".
قَالَا : " لَهَا انْطَلِقِي ".
إِذًا قَالَتْ : " إِلَى أَيْنَ ؟ "
قَالَا : " إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ".
قَالَتْ : " الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ ".
قَالَا : " هُوَ الَّذِي تَعْنِينَ فَانْطَلِقِي ".
فَجَاءَا بِهَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَحَدَّثَاهُ الْحَدِيثَ
قَالَ : " فَاسْتَنْزَلُوهَا عَنْ بَعِيرِهَا ".
وَدَعَا النَّبِيُّ ﷺ بِإِنَاءٍ فَفَرَّغَ فِيهِ مِنْ أَفْوَاهِ الْمَزَادَتَيْنِ أَوْ سَطِيحَتَيْنِ وَأَوْكَأَ أَفْوَاهَهُمَا وَأَطْلَقَ الْعَزَالِيَ .
وَنُودِيَ فِي النَّاسِ : " اسْقُوا وَاسْتَقُوا " .
فَسَقَى مَنْ شَاءَ وَاسْتَقَى مَنْ شَاءَ وَكَانَ آخِرُ ذَاكَ أَنْ أَعْطَى الَّذِي أَصَابَتْهُ الْجَنَابَةُ إِنَاءً مِنْ مَاءٍ
قَالَ : " اذْهَبْ فَأَفْرِغْهُ عَلَيْكَ ".
وَهِيَ قَائِمَةٌ تَنْظُرُ إِلَى مَا يُفْعَلُ بِمَائِهَا وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ أُقْلِعَ عَنْهَا وَإِنَّهُ لَيُخَيَّلُ إِلَيْنَا أَنَّهَا أَشَدُّ مِلْأَةً مِنْهَا حِينَ ابْتَدَأَ فِيهَا
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : " اجْمَعُوا لَهَا ! ".
فَجَمَعُوا لَهَا مِنْ بَيْنِ عَجْوَةٍ وَدَقِيقَةٍ وَسَوِيقَةٍ حَتَّى جَمَعُوا لَهَا طَعَامًا فَجَعَلُوهَا فِي ثَوْبٍ وَحَمَلُوهَا عَلَى بَعِيرِهَا وَوَضَعُوا الثَّوْبَ بَيْنَ يَدَيْهَا .
قَالَ لَهَا : " تَعْلَمِينَ مَا رَزِئْنَا مِنْ مَائِكِ شَيْئًا وَلَكِنَّ اللَّهَ هُوَ الَّذِي أَسْقَانَا ".
فَأَتَتْ أَهْلَهَا وَقَدْ احْتَبَسَتْ عَنْهُمْ ، قَالُوا : " مَا حَبَسَكِ يَا فُلَانَةُ ؟ " .
قَالَتْ : " الْعَجَبُ لَقِيَنِي رَجُلَانِ فَذَهَبَا بِي إِلَى هَذَا الَّذِي يُقَالُ لَهُ الصَّابِئُ فَفَعَلَ كَذَا وَكَذَا فَوَاللَّهِ إِنَّهُ لَأَسْحَرُ النَّاسِ مِنْ بَيْنِ هَذِهِ وَهَذِهِ ".
وَقَالَتْ بِإِصْبَعَيْهَا الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ فَرَفَعَتْهُمَا إِلَى السَّمَاءِ تَعْنِي السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ أَوْ إِنَّهُ لَرَسُولُ اللَّهِ حَقًّا .
فَكَانَ الْمُسْلِمُونَ بَعْدَ ذَلِكَ يُغِيرُونَ عَلَى مَنْ حَوْلَهَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَلَا يُصِيبُونَ الصِّرْمَ الَّذِي هِيَ مِنْهُ .
فَقَالَتْ يَوْمًا لِقَوْمِهَا : " مَا أُرَى أَنَّ هَؤُلَاءِ الْقَوْمَ يَدْعُونَكُمْ عَمْدًا ، فَهَلْ لَكُمْ فِي الْإِسْلَامِ ؟ ".
فَأَطَاعُوهَا فَدَخَلُوا فِي الْإِسْلَامِ .
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ صَبَأَ خَرَجَ مِنْ دِينٍ إِلَى غَيْرِهِ وَقَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ { الصَّابِئِينَ } فِرْقَةٌ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ يَقْرَءُونَ الزَّبُورَ
“Kami pernah dalam suatu perjalanan bersama Nabi ﷺ, kami berjalan di waktu malam hingga ketika sampai di akhir malam kami tidur, dan tidak ada tidur yang paling enak (nyenyak) bagi musafir melebihi yang kami alami.
Hingga tidak ada yang membangunkan kami kecuali panas sinar matahari.
Dan orang yang pertama kali bangun adalah si fulan, lalu si fulan, lalu seseorang yang Abu ‘Auf mengenalnya namun akhirnya lupa.
Dan ‘Umar bin Al Khaththab adalah orang keempat saat bangun. Sedangkan Nabi ﷺ bila tidur tidak ada yang membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak tahu apa yang terjadi pada beliau dalam tidurnya.
Ketika ‘Umar bangun dan melihat apa yang terjadi di tengah banyak orang (yang kesiangan) -dan ‘Umar adalah seorang yang tegar penuh kesabaran-, maka ia bertakbir dengan mengeraskan suaranya dan terus saja bertakbir dengan keras hingga Nabi ﷺ terbangun akibat kerasnya suara takbir ‘Umar.
Tatkala beliau bangun, orang-orang mengadukan peristiwa yang mereka alami.
Maka beliau bersabda:
“Tidak masalah - atau tidak apa - dan lanjutkanlah perjalanan.”
Maka beliau meneruskan perjalanan dan setelah beberapa jarak yang tidak jauh beliau berhenti lalu meminta segayung air untuk wudlu, beliau lalu berwudlu kemudian menyeru untuk shalat .
Maka beliau shalat bersama orang banyak.
Setelah beliau selesai melaksanakan shalatnya, didapatinya ada seorang yang memisahkan diri tidak ikut shalat bersama orang banyak.
Maka Nabi ﷺ bertanya:
“Wahai Fulan, apa yang menghalangimu untuk shalat bersama orang banyak?”
Orang itu menjawab, “Aku lagi junub, sementara air tidak ada.”
Beliau lantas menjelaskan: “Kamu cukup menggunakan debu.”
Kemudian Nabi ﷺ melanjutkan perjalanan hingga akhirnya orang-orang mengadu kepada beliau bahwa mereka kehausan.
Maka Nabi ﷺ meminta seseorang yang bernama Abu Raja’ - namun ‘Auf lupa - dan ‘Ali seraya memerintahkan keduanya:
“Pergilah kalian berdua dan carilah air.”
Maka keduanya berangkat hingga berjumpa dengan seorang wanita yang membawa dua kantung berisi air diatas untanya.
Maka keduanya bertanya kepadanya : “Dimana ada air?”
Wanita itu menjawab : “Terakhir aku lihat air di (daerah) ini , yaitu pada saat-saat sekarang ini . Dan perjalanan kami ini juga dalam rangka mencari air.”
Lalu keduanya berkata : “Kalau begitu pergilah ”.
Wanita itu bertanya : “ Kemana?”
Keduanya menjawab : “Ke Rasulullah ﷺ.”
Wanita itu bertanya : “Kepada orang yang dianggap telah keluar dari agama (Shabi’i)?”
Keduanya menjawab : “Ya dialah yang kamu maksud.”
Kemudian kedua sahabat Nabi itu pergi bersama wanita tersebut menemui Nabi ﷺ.
Keduanya kemudian menceritakan peritiwa yang baru saja dialami. Nabi ﷺ lalu bersabda : “Turunkanlah dia dari untanya.”
Kemudian Nabi ﷺ meminta bejana air, beliau lalu menuangkan dari mulut kantung-kantung air (milik wanita itu), beliau lepas ikatan dua kantung air dan membiarkannya terbuka . Dan diserukan kepada orang banyak :
“Minumlah sesuka kalian dan ambil lah air ( untuk memberi minum hewan tunggangan kalian )!”
Maka orang-orang memberi minum (tunggangan mereka) dan meminum sesuka mereka.
Dan yang terakhir, beliau memberi seember air kepada orang yang tadi terkena janabah ( mandi Junub ) .
Beliau lalu berkata kepadanya: “Pergi dan mandilah.”
Dan wanita tersebut sambil berdiri mengamati apa yang diperbuat terhadap air kepunyaannya.
Demi Allah, kejadian tadi telah membuatnya terperanjat dan kejadian itu sungguh telah membuat kami terbayang-bayang . Kami saksikan airnya bertambah banyak dibanding saat yang pertama.
Nabi ﷺ lalu bersabda : “Kumpulkan (makanan) untuknya ( untuk wanita tadi ) .”
Maka orang-orang pun mengumpulkan makanan berupa kurma, tepung, Sawiiq (campuran antara susu dengan tepung) untuk wanita tersebut.
Makanan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kain, mereka menaikkan wanita tersebut di atas kendaraan dan meletakkan makanan tersebut di depannya.
Kemudian Nabi ﷺ berkata kepada wanita tersebut : “Kamu mengetahui bahwa kami tidak mengurangi sedikitpun air milikmu, tetapi Allah yang telah memberi minum kepada kami.”
Wanita tersebut kemudian pulang menemui keluarganya, mereka lalu bertanya, “Wahai fulanah, apa yang membuat kamu terlambat?”
Wanita tersebut menjawab : “Suatu keajaiban! Aku bertemu dengan dua orang laki-laki yang kemudian membawaku bertemu dengan seorang yang disebut Shabi’i, lalu laki-laki itu berbuat begini begini.
Demi Allah, dialah orang yang paling menakjubkan (membuat kejadian luar biasa) di antara yang ada ini dan ini.”
Wanita tersebut berkata sambil memberi isyarat dengan mengangkat jari tengah dan telunjuknya ke arah langit, atau antara langit dan bumi.
Maksudnya bersaksi bahwa dia adalah Utusan Allah yang haq.
Sejak saat itu Kaum Muslimin selalu melindungi wanita tersebut dari Kaum Musyrikin dan tidaklah Kaum Muslimin merusak rumah atau kediaman wanita tersebut.
Pada suatu hari wanita itu berkata kepada kaumnya : “Aku tidak memandang bahwa kaum tersebut membiarkan kalian dengan sengaja. Apakah kalian mau masuk Islam?”
Maka kaumnya mentaatinya dan masuk ke dalam Islam.”
Abu ‘Abdullah berkata : “Yang dimaksud dengan Shabi’i adalah keluar dari suatu agama kepada agama lain.”
Sedangkan Abu’ ‘Aliyah berkata, “Ash-Shabi’un adalah kelompok dari Ahlul Kitab yang membaca Kitab Zabur.” ( HR. Bukhori No. 331 )
Hadits ke 10 : Memperbanyak air di bejana kecil dengan berkah air bekas wudlu Beliau ﷺ.
Dari Abu Qatadah , beliau berkata;
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ :
إِنَّكُمْ تَسِيرُونَ عَشِيَّتَكُمْ وَلَيْلَتَكُمْ وَتَأْتُونَ الْمَاءَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ غَدًا فَانْطَلَقَ النَّاسُ لَا يَلْوِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ".
قَالَ أَبُو قَتَادَةَ : فَبَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسِيرُ حَتَّى ابْهَارَّ اللَّيْلُ وَأَنَا إِلَى جَنْبِهِ ". قَالَ : " فَنَعَسَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَمَالَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَأَتَيْتُهُ فَدَعَمْتُهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ أُوقِظَهُ حَتَّى اعْتَدَلَ عَلَى رَاحِلَتِهِ ". قَالَ : " ثُمَّ سَارَ حَتَّى تَهَوَّرَ اللَّيْلُ مَالَ عَنْ رَاحِلَتِهِ قَالَ فَدَعَمْتُهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ أُوقِظَهُ حَتَّى اعْتَدَلَ عَلَى رَاحِلَتِهِ " .
قَالَ : " ثُمَّ سَارَ حَتَّى إِذَا كَانَ مِنْ آخِرِ السَّحَرِ مَالَ مَيْلَةً هِيَ أَشَدُّ مِنْ الْمَيْلَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ حَتَّى كَادَ يَنْجَفِلُ فَأَتَيْتُهُ فَدَعَمْتُهُ فَرَفَعَ رَأْسَهُ " .
فَقَالَ : " مَنْ هَذَا ؟ "
قُلْتُ : " أَبُو قَتَادَةَ " .
قَالَ : " مَتَى كَانَ هَذَا مَسِيرَكَ مِنِّي ؟ ".
قُلْتُ : " مَا زَالَ هَذَا مَسِيرِي مُنْذُ اللَّيْلَةِ ".
قَالَ : " حَفِظَكَ اللَّهُ بِمَا حَفِظْتَ بِهِ نَبِيَّهُ ".
ثُمَّ قَالَ : " هَلْ تَرَانَا نَخْفَى عَلَى النَّاسِ ؟ " . ثُمَّ قَالَ : " هَلْ تَرَى مِنْ أَحَدٍ ؟ " .
قُلْتُ : " هَذَا رَاكِبٌ " . ثُمَّ قُلْتُ : " هَذَا رَاكِبٌ آخَرُ حَتَّى اجْتَمَعْنَا فَكُنَّا سَبْعَةَ رَكْبٍ ".
قَالَ : " فَمَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ الطَّرِيقِ فَوَضَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ قَالَ : احْفَظُوا عَلَيْنَا صَلَاتَنَا فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَالشَّمْسُ فِي ظَهْرِهِ ".
قَالَ : " فَقُمْنَا فَزِعِينَ ، ثُمَّ قَالَ : ارْكَبُوا فَرَكِبْنَا ! .
فَسِرْنَا حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ نَزَلَ ثُمَّ دَعَا بِمِيضَأَةٍ كَانَتْ مَعِي فِيهَا شَيْءٌ مَنْ مَاءٍ .
قَالَ : " فَتَوَضَّأَ مِنْهَا وُضُوءًا دُونَ وُضُوءٍ .
قَالَ : وَبَقِيَ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ مَاءٍ ثُمَّ قَالَ لِأَبِي قَتَادَةَ : " احْفَظْ عَلَيْنَا مِيضَأَتَكَ فَسَيَكُونُ لَهَا نَبَأٌ ".
ثُمَّ أَذَّنَ بِلَالٌ بِالصَّلَاةِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى الْغَدَاةَ فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ.
قَالَ : وَرَكِبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَرَكِبْنَا مَعَهُ .
قَالَ : فَجَعَلَ بَعْضُنَا يَهْمِسُ إِلَى بَعْضٍ مَا كَفَّارَةُ مَا صَنَعْنَا بِتَفْرِيطِنَا فِي صَلَاتِنَا
ثُمَّ قَالَ : أَمَا لَكُمْ فِيَّ أُسْوَةٌ
ثُمَّ قَالَ : أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةِ الْأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا فَإِذَا كَانَ الْغَدُ فَلْيُصَلِّهَا عِنْدَ وَقْتِهَا
ثُمَّ قَالَ : مَا تَرَوْنَ النَّاسَ صَنَعُوا
قَالَ ثُمَّ قَالَ : أَصْبَحَ النَّاسُ فَقَدُوا نَبِيَّهُمْ ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ : رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَعْدَكُمْ لَمْ يَكُنْ لِيُخَلِّفَكُمْ .
وَقَالَ النَّاسُ : إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ فَإِنْ يُطِيعُوا أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوا .
قَالَ : فَانْتَهَيْنَا إِلَى النَّاسِ حِينَ امْتَدَّ النَّهَارُ وَحَمِيَ كُلُّ شَيْءٍ وَهُمْ يَقُولُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْنَا عَطِشْنَا .
فَقَالَ : " لَا هُلْكَ عَلَيْكُمْ ". ثُمَّ قَالَ : " أَطْلِقُوا لِي غُمَرِي ".
قَالَ : وَدَعَا بِالْمِيضَأَةِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُبُّ وَأَبُو قَتَادَةَ يَسْقِيهِمْ فَلَمْ يَعْدُ أَنْ رَأَى النَّاسُ مَاءً فِي الْمِيضَأَةِ تَكَابُّوا عَلَيْهَا .
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : " أَحْسِنُوا الْمَلَأَ كُلُّكُمْ سَيَرْوَى " .
قَالَ : فَفَعَلُوا فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُبُّ وَأَسْقِيهِمْ حَتَّى مَا بَقِيَ غَيْرِي وَغَيْرُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ .
قَالَ : ثُمَّ صَبَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ، فَقَالَ لِي : " اشْرَبْ ! " .
فَقُلْتُ : " لَا أَشْرَبُ حَتَّى تَشْرَبَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ".
قَالَ : " إِنَّ سَاقِيَ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا " .
قَالَ : فَشَرِبْتُ وَشَرِبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ .
قَالَ : فَأَتَى النَّاسُ الْمَاءَ جَامِّينَ رِوَاءً .
قَالَ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَبَاحٍ : إِنِّي لَأُحَدِّثُ هَذَا الْحَدِيثَ فِي مَسْجِدِ الْجَامِعِ إِذْ قَالَ عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ : " انْظُرْ أَيُّهَا الْفَتَى كَيْفَ تُحَدِّثُ فَإِنِّي أَحَدُ الرَّكْبِ تِلْكَ اللَّيْلَةَ ".
قَالَ قُلْتُ : فَأَنْتَ أَعْلَمُ بِالْحَدِيثِ ".
فَقَالَ : " مِمَّنْ أَنْتَ ؟
قُلْتُ : " مِنْ الْأَنْصَارِ " .
قَالَ : " حَدِّثْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِحَدِيثِكُمْ ".
قَالَ : فَحَدَّثْتُ الْقَوْمَ . فَقَالَ : عِمْرَانُ لَقَدْ شَهِدْتُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَمَا شَعَرْتُ أَنَّ أَحَدًا حَفِظَهُ كَمَا حَفِظْتُهُ
Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan pidato kepada kami, beliau bersabda :
"Ingatlah, sesungguhnya kalian sekarang berangkat mengarungi waktu sore dan malam kalian, dan kalian akan sampai mata air esok hari, insya Allah."
Lalu para sahabat berangkat dan tak satupun para sahabat yang bersandarkan (berboncengan) dengan temannya.
Abu Qatadah berkata : "Ketika Rasulullah ﷺ berangkat hingga pertengahan malam, -ketika itu aku berada disampingnya- ternyata Rasulullah ﷺ mulai terserang kantuk sehingga badan beliau kelihatan oleng dari hewan kendaraannya. Maka aku mendatangi beliau, aku luruskan badannya dan kutopang dari bawahnya dengan harapan tidak membangunkannya sampai beliau duduk diatas hewan kendaraannya secara normal."
Abu Qatadah melanjutkan ceritanya :
Setelah itu beliau berangkat, ketika sebagian besar malam telah berlalu, badan beliau kembali oleng dari kendaraannya, dan aku kembali meluruskan badan beliau dengan menopang dari bawah, supaya tidak membangunkannya. Beliau terus menyusuri perjalanan, ketika waktu sahur (waktu sebelum terbitnya fajar -pent) tiba, badan beliau oleng jauh lebih dahsyat daripada oleng yang pertama dan kedua, hingga beliau nyaris terjatuh. Lalu aku mendatangi beliau, kubenarkan tidurnya dan kutopang dari bawahnya.
Sesaat kemudian beliau angkat kepalanya dan bertanya : "Siapakah ini?"
Aku menjawab : "Aku Abu Qatadah" .
Beliau bertanya : "Semenjak kapan engkau mengawasiku dalam perjalanan?"
Aku menjawab : "Semenjak tadi malam, "
Beliau bersabda : "Semoga Allah selalu menjagamu karena engkau menjaga nabi-Nya, "
Kemudian beliau bertanya : "Apakah anda mengira kita tidak terlihat oleh orang lain?"
kemudian beliau bertanya lagi : "Apakah engkau melihat yang lain?"
Aku menjawab : "Ini ada seorang pengendara, "
aku berkata lagi : " Ini datang lagi seorang pengendara " , hingga kami berkumpul dan berjumlah tujuh pengendara .
Abu Qatadah berkata : Rupanya Rasulullah ﷺ mencoba untuk menikung dari jalan sambil menyandarkan kepalanya, kemudian beliau berpesan: "Tolong jaga shalat kami!"
Dan yang pertama kali bangun adalah Rasulullah ﷺ, ketika sinar matahari nampak nyata di punggungnya.
Abu Qatadah mengatakan : “ kami lalu bangun sambil terkejut “.
Beliau bersabda: "Naiklah kalian semua."
Kami lalu meneruskan perjalanan sambil menaiki kendaraan kami, ketika matahari agak meninggi, beliau turun dan meminta bejana berisi sedikit air yang aku bawa untuk wudlu', Rasulullah ﷺ pun berwudlu' dengan wudlu' tidak seperti biasanya, namun airnya masih tersisa sedikit.
Setelah itu beliau berpesan kepada Abu Qatadah: "Jagalah bejana wudlu'mu, sebab suatu saat bejanamu akan menjadi legenda!"
Bilal lantas mengumandangkan adzan untuk shalat. Setelah itu Rasulullah ﷺ shalat dua rakaat, dan diteruskan dengan shalat subuh, beliau melakukan hal itu sebagaimana beliau melakukan di setiap harinya."
Abu Qatadah melanjutkan; Rasulullah ﷺ lantas berkendara dan kami pun berkendara bersamanya,
ketika kami satu sama lain saling berbisik : "Apa kaffarat kami karena telah mengakhirkan shalat dari waktunya ?"
Beliau kemudian bersabda : "Bukanlah aku teladan bagi kalian?"
kemudian beliau bersabda: "Tidaklah dikatakan mengakhirkan (meremehkan) shalat karena ketiduran, hanyasanya meremehkan (shalat) itu bagi orang yang tidak menunaikan shalat hingga tiba waktu shalat yang lain. Oleh kerena itu, siapa yang melakukan hal ini, hendaknya ia shalat ketika sadar. Dan hendaknya esok hari sebisa mungkin ia melakukannya tepat pada waktunya."
Kemudian Abdullah bertanya: "Menurutmu, apa yang di lakukan oleh para sahabat?"
Abu Qatadah menjawab ; "Setelah itu para sahabat kehilangan nabi mereka. Abu Bakr dan Umar lalu berseru; 'Rasulullah ﷺ berada di belakang kalian, dan beliau tidak meninggalkan kalian!"
Justeru sebagian sahabat mengatakan; "Tidak, Rasulullah ﷺ ada di depan kalian." Sekiranya mereka menta'ati Abu Bakr dan Umar, mereka tidak akan tersesat.
Abu Qatadah melanjutkan; "Maka kami dapat menyusul semua sahabat ketika terik matahari sangat panas dan segala-galanya menjadi panas, lalu mereka berkeluh; "Wahai Rasulullah, kita binasa ! kita kehausan." Beliau menjawab: "Tidak, kalian tidak akan binasa !"
Beliau lalu bersabda: "Berikan wadah kecilku padaku!"
Kemudian beliau meminta bejana air untuk berwudlu'. Lalu Rasulullah ﷺ mengucurkan air, sementara Abu Qatadah memberi minum para sahabat.
Ketika para sahabat melihat air dikucurkan dari bejana, maka mereka berdesak-desakan,
Rasulullah ﷺ lalu bersabda: "Berbuat baiklah, sebab kalian semua akan minum hingga puas."
Mereka akhirnya melakukan perintah beliau, sementara Rasulullah ﷺ terus mengucurkan air sedang Abu Qatadah membagi minuman kepada para sahabat hingga tidak ada orang yang tersisa ( yang belum minum. Pent ) selain aku dan Rasulullah ﷺ.
Kemudian Rasulullah ﷺ mengucurkannya sambil berujar kepadaku: "Silahkan kamu meminumnya."
Aku menjawab; "Saya tidak akan minum hingga engkau minum wahai Rasulullah!."
Beliau bersabda: "Yang memberi minum seharusnya yang terakhir kali minum."
Abu Qatadah berkata; "Maka aku pun minum dan Rasulullah ﷺ juga minum."
Abu Qatadah melanjutkan; "Kemudian para sahabat mendatangi air dan mereka merasa puas karena kenyang minum."
Kata Abdullah bin Rabah; "Sungguh akan aku sampaikan hadits ini di masjid agung. Tiba-tiba [Imran bin Hushain] berkata;
"Telitilah terlebih dahulu wahai anak muda, bagaimana engkau akan menyampaikannya, sebab aku adalah salah satu dari pengendara di malam itu."
Abdullah bin Rabah berkata; "Aku bertanya; "Kalau begitu, anda lebih tahu tentang hadits ini."
Imran bertanya; "Dari manakah asalmu?"
Aku menjawab; "Dari Anshar."
Imran berkata; "Baiklah, sampaikanlah hadits itu, sebab engkau lebih tahu dengan haditsmu."
Abdullah berkata; "Setelah itu aku menyampaikan hadits itu kepada orang-orang."
Imran berkata: "Aku menyaksikan peristiwa malam itu, dan tidak ada seorangpun yang lebih bisa mengingatnya, sebagaimana aku mengingatnya." ( HR. Muslim No. 1146 & 1049 )
Hadits ke 11 : Memancar air dari berkah sela-sela jari jemari Beliau ﷺ .
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata;
أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ وَلَيْسَ فِي الْعَسْكَرِ مَاءٌ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ فِي الْعَسْكَرِ مَاءٌ قَالَ هَلْ عِنْدَكَ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأْتِنِي بِهِ قَالَ فَأَتَاهُ بِإِنَاءٍ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ مَاءٍ قَلِيلٍ قَالَ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَصَابِعَهُ فِي فَمِ الْإِنَاءِ وَفَتَحَ أَصَابِعَهُ قَالَ فَانْفَجَرَتْ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ عُيُونٌ وَأَمَرَ بِلَالًا فَقَالَ نَادِ فِي النَّاسِ الْوَضُوءَ الْمُبَارَكَ
Pada suatu hari Rasulullah ﷺ bangun sementara pasukan tidak mempunyai air, maka datanglah seorang lelaki kepada beliau dan berkata; "wahai Rasulullah, di pasukan tidak ada air"
Beliau bertanya: "Apakah engkau mempunyai sesuatu."
Dia menjawab; "Ya." Beliau bertanya lagi: "Bawakan kepadaku."
Ibnu Abbas berkata; "Lalu ia membawa bejana dengan sedikit air."
Ia berkata lagi; kemudian Rasulullah ﷺ memasukkan jari-jarinya ke mulut bejana dan membuka jari-jari beliau.
Ia berkata lagi : maka terpancarlah beberapa mata air dari sela-sela jari-jari beliau dan beliau menyuruh Bilal:
"Serukan kepada orang-orang : “ wudlu yang diberkahi ". ( HR. Imam Ahmad No. 2155).
Imam Al-Suyuti menyebutkan arti dari pada “نبع الماء من بين أصابعه” ( mata air dari sela-sela jarinya ) , beliau berkata dalam kitab Syarah Sahih Muslim :
"قِيلَ مَعْنَاهُ أَنَّ الْمَاءَ كَانَ يَخْرُجُ مِنْ نَفْسِ أَصَابِعِهِ وَيَنْبُعُ مِنْ ذَوَاتِهَا، وَقِيلَ مَعْنَاهُ: إِنَّ اللَّهَ كَثَّرَ الْمَاءَ فِي ذَاتِهِ، فَصَارَ يَفُورُ بَيْنَ أَصَابِعِهِ لَا مِنْ ذَاتِهِ، وَالْأَوَّلُ قَوْلُ الْأَكْثَرِينَ".
Dikatakan maknanya adalah : bahwa air itu benar-benar keluar dari jari-jari Beliau ﷺ dan bersumber dari dzat jari-jari itu sendiri . Dan dikatakan pula maknanya adalah : bahwa Allah memperbanyak air itu pada dzat air itu sendiri, sehingga air tsb memancar di antara jari-jari-Nya, bukan dari dzat diri Nabi ﷺ . Pendapat yang pertama adalah pendapat mayoritas para ulama “.
Hadits ke 12 : Air mengucur dari jari jemari Nabi ﷺ :
Dari Anas berkata,
حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَقَامَ مَنْ كَانَ قَرِيبَ الدَّارِ إِلَى أَهْلِهِ وَبَقِيَ قَوْمٌ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِمِخْضَبٍ مِنْ حِجَارَةٍ فِيهِ مَاءٌ فَصَغُرَ الْمِخْضَبُ أَنْ يَبْسُطَ فِيهِ كَفَّهُ فَتَوَضَّأَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ قُلْنَا كَمْ كُنْتُمْ قَالَ ثَمَانِينَ وَزِيَادَةً
Waktu shalat telah masuk, bagi orang-orang yang rumahnya dekat mereka pulang untuk wudlu, sementara yang lain masih di dalam masjid. Lalu diberikan sebuah bejana kecil yang terbuat dari kayu kepada Rasulullah ﷺ. Namun bejana itu tidak cukup untuk dimasuki oleh telapak tangan beliau, hingga orang-orang pun berwudlu (dari jari tangan beliau) semua.
Kami lalu bertanya : “ Berapa jumlah kalian saat itu? “
Anas menjawab : “ Lebih dari delapan puluh orang “. ( HR. Bukhori 188 ) .
*****
MACAM-MACAM TABARRUK DENGAN NABI ﷺ DAN TUJUANNYA :
Berikut ini beberapa riwayat hadits-hadits tentang macam-macam tujuan tabarruk para sahabat dengan jasad Nabi ﷺ dan apa yang keluar dari tubuh beliau , seperti rambut Rasulullah ﷺ, keringat, ludah, dan sisa air wudhu beliau, atau apa yang beliau pakai berupa pakaian, cincin, dan semisalnya.
Tabarruk jenis-jenis tersebut telah dilakukan oleh para sahabat di masa hidup Rasulullah ﷺ dan setelah wafat beliau.
Tabarruk ini dilakukan pula oleh sebagian tabi’in yang masih mendapatkan sisa-sisa dari tubuh Rasulullah ﷺ, seperti rambut beliau ﷺdan lainnya :
PERTAMA : BERTABARRUK UNTUK KESEMBUHAN
Hadits ke satu : Tabarruk utk kesembuhan dengan air bekas wudlu Nabi ﷺ .
Muhammad ibnul Munkadir mengatakan bahwa dia mendengar Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَعُودُنِي، وَأَنَا مَرِيضٌ لاَ أَعْقِلُ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَىَّ مِنْ وَضُوئِهِ، فَعَقِلْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَنِ الْمِيرَاثُ إِنَّمَا يَرِثُنِي كَلاَلَةٌ. فَنَزَلَتْ آيَةُ الْفَرَائِضِ
Rasulullah ﷺ menjengukku saat aku sakit dan hilang akalku. Beliau berwudhu lalu beliau kucurkan padaku dari sisa air wudhu beliau. Aku pun berakal kembali.
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah harta warisan itu (seandainya aku mati) dan aku tidak memiliki orang tua dan anak-anak (kalalah)?”
Turunlah ayat-ayat tentang waris. (HR. al-Bukhari, Kitab al-Wudhu, Bab “Shabbu an-Nabi Wadhu’ahu” no. 187)
Hadits ke dua : Tabarruk utk kesembuhan dengan air liur Nabi ﷺ .
Nabi ﷺ menggunakan air liur beliau untuk mengobati penyakit. Beliau mencampur air liur beliau dengan sedikit tanah dan diiringi doa,
بِسْم اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan nama Allah subhanahu wa ta’ala, tanah dari bumi kita, dengan air liur sebagian dari kita, (dengan sebab itu) akan disembuhkan penyakit kita dengan izin Rabb kita.” (HR. al-Bukhari No. 5745 & 5746 dan Muslim No. 2194 )
[وَمَعْنَى الْحَدِيثِ: أَنَّهُ يَأْخُذُ مِنْ رَيْقِهِ نَفْسَهُ عَلَى أَصَبِعِهِ السَّبَّابَةِ، ثُمَّ يَضَعُهَا عَلَى التُّرَابِ فَيُعَلِّقُ بِهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَيَمْسَحُ بِهَا عَلَى الْمَوْضِعِ الْجَرِيحِ أَوْ الْعَلِيلِ، وَيَقُولُ هَذَا الْكَلَامُ فِي حَالِ الْمَسْحِ. ]
Makna hadits : Beliau mengambil dari air liurnya sendiri di jari telunjuknya, lalu menaruhnya di tanah , maka ada sesuatu yang menempel darinya. Lalu Beliau mengusapnya di bagian yang terluka atau sakit. Dan Beliau mengucapkan doa ini pada saat mengusap .
[Lihat: Syarah Sahih Muslim karya An-Nawawi (14/184, Fathul-Bari10/208, dan Zaad Al-Ma'ad)) karya Ibnu Al- Qayyim (4/186, 187)]
Hadits ke tiga : Tabarruk utk kesembuhan dengan rambut Nabi ﷺ
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari ‘Utsman bin Abdillah bin Mauhab berkata,
أَرْسَلَنِي أَهْلِي إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ - وَقَبَضَ إِسْرَائِيلُ ثَلاَثَ أَصَابِعَ مِنْ قُصَّةٍ - فِيهِ شَعَرٌ مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ ﷺ ، وَكَانَ إِذَا أَصَابَ الإِنْسَانَ عَيْنٌ أَوْ شَيْءٌ بَعَثَ إِلَيْهَا مِخْضَبَهُ، فَاطَّلَعْتُ فِي الجُلْجُلِ ، فَرَأَيْتُ شَعَرَاتٍ حُمْرًا
“Keluargaku mengutusku membawa sewadah air untuk Ummu Salamah, istri Nabi ﷺ.”
- Israil (perawi hadits) menggenggam tiga jarinya (mengisyaratkan) ukuran wadah yang berisi beberapa helai rambut dari rambut-rambut Nabi ﷺ-
Utsman melanjutkan, “Jika seseorang sakit karena ‘ain atau penyakit lainnya, dia akan mengirimkan suatu wadah berisi air ke Ummu Salamah. Aku melihat ke wadah dan aku melihat beberapa helai rambut kemerahan.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (10/353) mengatakan, “Mereka biasa menyebut botol perak tempat menyimpan rambut Nabi ﷺ itu sebagai juljul. Botol itu disimpan di rumah Ummu Salamah radhiallahu ‘anha.”
Al-‘Aini dalam kitabnya ‘Umdatu al-Qari (18/79) berkata, “Ummu Salamah memiliki beberapa helai rambut Nabi ﷺ dalam sebuah botol perak. Jika orang jatuh sakit, mereka akan pergi dan bertabarruk dengan rambut-rambut (Rasulullah ﷺ) tersebut (yakni dengan mengalirkan air kepada rambut Rasulullah ﷺ dan meminumnya –pen.) dan mereka sembuh dengan sebab itu….”
Rambut Rasulullah ﷺ sangat berharga di hadapan para sahabat dan salaf umat ini, karena rambut beliau tidak sama dengan rambut umatnya. Rambut beliau mubarak (diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala) dan disyariatkan bertabarruk dengannya.
Hadits ke empat : Tabarruk dengan Jubah Nabi ﷺ untuk kesembuhan .
Dari 'Abdul Malik bin Abi Sulaiman Maysarah dari 'Abdullah bin Kaysan , maula Asma' binti Abu Bakr dan dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata;
أَرْسَلَتْنِي أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَتْ : " بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلَاثَةً الْعَلَمَ فِي الثَّوْبِ وَمِيثَرَةَ الْأُرْجُوَانِ وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ ".
فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ : " أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ فَكَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الْأَبَدَ . وَأَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ الْعَلَمِ فِي الثَّوْبِ فَإِنِّي سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ : يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ : " إِنَّمَا يَلْبَسُ الْحَرِيرَ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ"، فَخِفْتُ أَنْ يَكُونَ الْعَلَمُ مِنْهُ . وَأَمَّا مِيثَرَةُ الْأُرْجُوَانِ فَهَذِهِ مِيثَرَةُ عَبْدِ اللَّهِ فَإِذَا هِيَ أُرْجُوَانٌ ".
فَرَجَعْتُ إِلَى أَسْمَاءَ فَخَبَّرْتُهَا فَقَالَتْ : " هَذِهِ جُبَّةُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ " .
فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةُ دِيبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوفَيْنِ بِالدِّيبَاجِ .
فَقَالَتْ : " هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا ".
"Asma' binti Abu Bakar pernah menyuruh saya untuk menemui Abdullah bin Umar agar menyampaikan pesannya yang berbunyi,
'Telah sampai kepada saya bahwasanya, engkau telah mengharamkan tiga hal; pakaian yang terbuat dari campuran sutera, pelana sutera yang berwarna merah tua, dan berpuasa di bulan Rajab seluruhnya.'
Abdullah bin 'Umar berkata kepadaku;
'Mengenai berpuasa di bulan Rajab yang telah kamu singgung tadi, maka bagaimana dengan orang yang berpuasa selama-lamanya? '
Adapun mengenai campuran sutera pada pakaian, maka sebenarnya aku pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata; 'Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: 'Sesungguhnya orang yang memakai kain sutera, niscaya ia tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak.' Oleh karena itu, saya khawatir kalau-kalau sutera pada kain itu termasuk bagian darinya. Sedangkan mengenai pelana sutera yang berwarna merah tua, maka ketahuilah bahwasanya itu adalah kasur 'Abdullah yang ternyata berwarna merah tua.'
Lalu sayapun kembali kepada Asma' binti Abu Bakar, untuk memberitahukan kepadanya tentang informasi yang telah saya peroleh.
Tak lama kemudian ia memperlihatkan kepada saya sebuah jubah kekaisaran yang berwarna hijau dan berkerah sutera, sedangkan kedua sisinya dijahit dengan sutera seraya berkata;
'Hai Abdullah, ini adalah jubah Rasulullah.' Setelah itu, ia meneruskan ucapannya; 'Jubah ini dahulu ada pada Aisyah hingga ia meninggal dunia. Setelah ia meninggal dunia, maka aku pun mengambilnya. Dan dahulu Rasulullah ﷺ sering mengenakannya. Lalu kami pun mencuci dan membersihkannya untuk orang sakit agar ia lekas sembuh dengan mengenakannya."
( HR. Bukhori No. 2826 , 5387 , 5617 dan Muslim No. 3855
KEDUA : TABARRUK DENGAN PAKAIAN NABI ﷺ UNTUK DIJADIKAN KAIN KAFAN
Hadits ke 1 : Tabarruk dengan baju mantel Nabi ﷺ
Dari Sahl bin Sa'd dia berkata;
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ بِبُرْدَةٍ .
فَقَالَ سَهْلٌ لِلْقَوْمِ : " أَتَدْرُونَ مَا الْبُرْدَةُ ؟ ". فَقَالَ الْقَوْمُ : هِيَ الشَّمْلَةُ . فَقَالَ سَهْلٌ : هِيَ شَمْلَةٌ مَنْسُوجَةٌ فِيهَا حَاشِيَتُهَا. فَقَالَتْ : " يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَكْسُوكَ هَذِهِ ! "
فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ ﷺ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ، فَلَبِسَهَا ، فَرَآهَا عَلَيْهِ رَجُلٌ مِنْ الصَّحَابَةِ فَقَالَ : " يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَحْسَنَ هَذِهِ فَاكْسُنِيهَا ! ".
فَقَالَ : " نَعَمْ " .
فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ ﷺ لَامَهُ أَصْحَابُهُ ، قَالُوا : " مَا أَحْسَنْتَ حِينَ رَأَيْتَ النَّبِيَّ ﷺ أَخَذَهَا مُحْتَاجًا إِلَيْهَا ثُمَّ سَأَلْتَهُ إِيَّاهَا وَقَدْ عَرَفْتَ أَنَّهُ لَا يُسْأَلُ شَيْئًا فَيَمْنَعَهُ ".
فَقَالَ : " رَجَوْتُ بَرَكَتَهَا حِينَ لَبِسَهَا النَّبِيُّ ﷺ لَعَلِّي أُكَفَّنُ فِيهَا ".
"Seorang wanita datang kepada Nabi ﷺ dengan membawa kain Burdah [Kain bergaris untuk diperselimutkan pada badan ] " .
Sahal bertanya : Apa kalian tahu Burdah apakah itu?
Mereka menjawab; "Ya, ia adalah Syamlah [sejenis jubah toga atau mantel] ."
Sahal berkata ; Ia adalah mantel bersulam yang ada rendanya. Lalu wanita itu berkata;
"Wahai Rasulullah! aku membawanya untuk mengenakannya pada anda."
Lalu Nabi ﷺ mengambilnya karena beliau sangat memerlukannya. Kemudian beliau mengenakan mantel tersebut ternyata salah seorang dari sahabat melihat beliau mengenakan mantel itu lalu berkata;
"Alangkah bagusnya mantel ini, kenakanlah untukku wahai Rasulullah!"
Rasulullah ﷺ bersabda: "Ya."
Ketika Nabi ﷺ beranjak pergi, orang-orang pun mencela sahabat tersebut sambil berkata;
"Demi Allah, betapa kurang ajarnya kamu ini . Kamu tahu, Rasulullah ﷺ diberi mantel itu saat beliau memerlukannya, malahan kau memintanya, padahal kau tahu beliau tidak pernah menolak seorang peminta pun."
Sahabat itu berkata; "Aku hanya mengharap keberkahannya ketika Nabi ﷺ mengenakannya semoga kain itu menjadi kafanku pada saat aku meninggal." ( HR. Bukhori No. 5576 )
Hadits ke 2 : Tabarruk dengan kain sarung Nabi ﷺ untuk kain kafan mayit .
Dari Ummu 'Athiyyah RA , ia berkata;
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ ﷺ وَنَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ فَإِذَا فَرَغْتُنَّ فَآذِنَّنِي فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ فَأَلْقَى إِلَيْنَا حَقْوَهُ فَقَالَ : "أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ".
Rasulullah ﷺ masuk menemui kami yang sedang memandikan putrinya. Kemudian beliau pun bersabda:
"Mandikanlah ia sebanyak tiga atau lima kali, atau pun lebih dari itu. Setelah itu, gunakanlah adukan air dan daun bidara. Sedangkan untuk siraman terakhir, gunakanlah kapur barus, atau sejenis kapur barus. Setelah selesai, beritahukanlah padaku."
Setelah selesai memandikan, kami pun memberitahukan kepada beliau, dan beliau langsung memberikan kain sarungnya pada kami dan bersabda:
"Kenakanlah sebagai lapisan pertama yang menyentuh badannya." (HR. Bukhori No. 1253 dan Muslim No. 1557 ).
Al-Imam Al-Nawawi, berskata :
معنى (أَشْعَرْنَهَا إِيَاهُ): أَجْعَلْنَهُ شِعَارًا لَهَا، وَهُوَ الثَّوْبُ الَّذِي يَلِي الْجَسَدَ، سُمِّيَ شِعَارًا لِأَنَّهُ يَلِي شَعْرَ الْجَسَدِ.
Arti : (( Menjadikannya syiar untuknya )): Jadikanlah itu syiar untuknya, yakni pakaian pertama yang menempel langsung pada tubuh . Disebut شعر (rambut) karena rambut itu langsung menyentuh tubuh “.
Lalu dia berkata :
(والحكمة في إشعارها به تبريكها )
( Dan hikmah dalam mensyi’arkannya dengan kain sarungnya itu agar memberkahinya).
Hadits ke 3 : Tabarruk dengan baju gamisnya untuk kain kafan mayit .
Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar , beliau berkata :
لَمَّا تُوُفِّيَ عبدُ اللَّهِ بنُ أُبَيٍّ، جاءَ ابنُهُ عبدُ اللَّهِ بنُ عبدِ اللَّهِ إلى رَسولِ اللَّهِ ﷺ، فَسَأَلَهُ أنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ يُكَفِّنُ فيه أباهُ، فأعْطاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ أنْ يُصَلِّيَ عليه، فَقامَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ لِيُصَلِّيَ عليه، فَقامَ عُمَرُ فأخَذَ بثَوْبِ رَسولِ اللَّهِ ﷺ، فقالَ:
يا رَسولَ اللَّهِ، تُصَلِّي عليه وقدْ نَهاكَ رَبُّكَ أنْ تُصَلِّيَ عليه؟!
فقالَ رَسولُ اللَّهِ ﷺ: إنَّما خَيَّرَنِي اللَّهُ فقالَ: ]اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ [ [التوبة:80]
قالَ: إنَّه مُنافِقٌ! قالَ: فَصَلَّى عليه رَسولُ اللَّهِ ﷺ، فأنْزَلَ اللَّهُ:
] وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ [ [التوبة: 84].
Artinya : “ Ketika Abdullah bin Ubay bin Sallul wafat. Anak lelaki Abdullah bi Ubay, datang menemui Rasulullah ﷺ, meminta agar beliau memberikan salah satu Qamishnya untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan Rasulullah ﷺ pun memberikannya .
Kemudian dia meminta agar Rosulullah ﷺ menshalatinya , maka Rosulullah ﷺ berdiri mau pergi menshalatinya .
Tiba-tiba Umar langsung berdiri dan memegang baju Rosulullah ﷺ , dan berkata : Wahai Rosulullah , Engkau akan menshalatkannya? Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?
Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku dua pilihan :
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik “. (QS at-Taubah:80) Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali .
Umar berkata: “Sesungguhnya dia itu orang MUNAFIQ”.
Setelah Rasulullah ﷺ menshalatkannya, barulah turun ayat:
{وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَداً وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ}
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)”.
( HR. Bukhori no. 4670 dan Muslim no. 2774 ).
====
KETIGA : TABARRUK DENGAN NABI ﷺ UNTUK MENDAPATKAN KEBERKAHAN SECARA MUTLAK.
Yakni bertabarruk dengan Nabi ﷺ yang bertujuan sebagai ungkapan rasa cinta semata kepada baginda yang mulia Nabi ﷺ.
Hadits Pertama : tabarruk dengan keringat dan rambut .
Dari Anas bin Malik dia berkata;
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ عِنْدَنَا فَعَرِقَ وَجَاءَتْ أُمِّي بِقَارُورَةٍ فَجَعَلَتْ تَسْلِتُ الْعَرَقَ فِيهَا فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ ﷺ فَقَالَ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ قَالَتْ هَذَا عَرَقُكَ نَجْعَلُهُ فِي طِيبِنَا وَهُوَ مِنْ أَطْيَبِ الطِّيبِ
Nabi ﷺ pernah berkunjung ke rumah kami. kemudian beliau tidur siang sebentar (Qailulah) di rumah kami hingga berkeringat. Lalu Ibu saya mengambil sebuah botol dan berupaya memasukkan KERINGAT Rasulullah ﷺ itu ke dalam botol tersebut.
Tiba-tiba Rasulullah terjaga sambil berkata kepada ibu saya;
'Hai Ummu Sulaim, apa yang kamu lakukan terhadap diriku?
Ibu saya menjawab; 'Ini keringat engkau , kami ingin menjadikannya dalam minyak wangi kami.'
Keringat beliau merupakan salah satu wewangian yang paling harum wanginya.
( HR. Muslim No. 4300 & 4302 dan Imam Ahmad No. 11947 )
Dalam sebagian riwayat :
فَقالَ: ما تَصْنَعِينَ؟ يا أُمَّ سُلَيْمٍ فَقالَتْ: يا رَسولَ اللهِ، نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا، قالَ: أَصَبْتِ.
Lalu Rasulullah ﷺ bertanya, “Apa yang sedang engkau perbuat?”
Ummu Sulaim menjawab, “ Wahai Rosulullah , Kami mengharapkan barokah keringat engkau ini untuk anak-anak kami.”
Rasulullah ﷺ pun berkata, “Engkau benar.” ( HR. Muslim No. 2331 ).
Dalam Riwayat Imam Bukhori dari Tsumamah dari Anas :
أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ كَانَتْ تَبْسُطُ لِلنَّبِيِّ ﷺ نِطَعًا فَيَقِيلُ عِنْدَهَا عَلَى ذَلِكَ النِّطَعِ ، فَإِذَا نَامَ النَّبِيُّ ﷺ أَخَذَتْ مِنْ عَرَقِهِ وَشَعَرِهِ فَجَمَعَتْهُ فِي قَارُورَةٍ ثُمَّ جَمَعَتْهُ فِي سُكٍّ . قَالَ [القائل هو ثمامة بن عبد الله بن أنس] : فَلَمَّا حَضَرَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ الْوَفَاةُ أَوْصَى إِلَيَّ أَنْ يُجْعَلَ فِي حَنُوطِهِ مِنْ ذَلِكَ السُّكِّ قَالَ فَجُعِلَ فِي حَنُوطِهِ .
bahwa Ummu Sulaim, bahwa dia biasa membentangkan tikar dari kulit untuk Nabi ﷺ, lalu beliau istirahat siang di atas tikar tersebut,
Anas melanjutkan;
"Apabila Nabi ﷺ telah tidur, maka Ummu Sulaim mengambil KERINGAT dan RAMBUTNYA yang terjatuh dan meletakkannya di wadah kaca, setelah itu ia mengumpulkannya di sukk (ramuan minyak wangi),
Tsumamah berkata;
'Ketika Anas bin Malik hendak meninggal dunia, maka dia berwasiat supaya ramuan tersebut dicampurkan ke dalam hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit), akhirnya ramuan tersebut diletakkan di hanuth (ramuan yang digunakan untuk meminyaki mayyit)." ( HR. Bukhori No. 5809 & 628 )
Hadits kedua : tabarruk dengan dahak Nabi ﷺ dan air bekas wudlunya
Dari Al Miswar bin Makhramah dan Marwan dimana setiap perawi saling membenarkan perkataan perawi lainnya, keduanya menyebutkan kisah yang panjang tentang Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya keluar pada waktu perjanjian Hudaibiyah. Salah seorang perawi berkata :
فَوَاللَّهِ مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ
فَرَجَعَ عُرْوَةُ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ أَيْ قَوْمِ وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوكِ وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ وَكِسْرَى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ مُحَمَّدًا وَاللَّهِ إِنْ تَنَخَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ وَإِنَّهُ قَدْ عَرَضَ عَلَيْكُمْ خُطَّةَ رُشْدٍ فَاقْبَلُوهَا
"Demi Allah, tidaklah Rasulullah ﷺ apabila membuang dahak lalu DAHAK Beliau tepat jatuh di telapak tangan salah seorang dari sahabat melainkan orang itu menggosokkannya pada wajah dan kulitnya.
Dan bila Beliau menyuruh mereka, merekapun segera begegas melaksanakan perintah Beliau.
Dan apabila Beliau hendak BERWUDLU', selalu mereka hampir berkelahi karena berebut untuk menyiapkan air untuk wudhu' Beliau.
Bila Beliau berbicara, mereka merendahkan suara mereka di hadapan Beliau
Dan mereka tidaklah menajamkan pandangan kepada Beliau sebagai pengagungan mereka terhadap Beliau.
Maka 'Urwah ( utusan dari kaum musyrikin Makkah ) pun kembali kepada kaumnya lalu berkata:
"Wahai kaum, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahadap raja-raja, juga Qaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja an-Najasiy.
Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad ﷺ mengagungkan Muhammad.
Sungguh tidaklah dia berdahak lalu mengenai telapak seorang dari mereka kecuali dia akan membasuhkan dahak itu ke wajah dan kulitnya .
Dan jika dia memerintahkan mereka maka mereka segera berebut melaksnakannya
Dan apabila dia berwudhu' hampir-hampir mereka berkelahi karena memperebutkan sisa air wudhu'nya itu
Dan jika dia berbicara maka mereka merendahkan suara mereka (mendengarkan dengan seksama)
Dan tidaklah mereka mengarahkan pandangan kepadanya karena sangat menghormatinya.
Sungguh dia telah menawarkan kepada kalian satu tawaran yang membawa kepada kebaikan, maka terimalah". ( HR. Bukhori No. 2529 )
Hadits ke tiga : Tabarruk dengan air bekas membasuh wajah dan tangan Nabi ﷺ.
Dari Abu Juhaifah RA , berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِالْهَاجِرَةِ فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ فَصَلَّى النَّبِيُّ ﷺ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ وَقَالَ أَبُو مُوسَى دَعَا النَّبِيُّ ﷺ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيهِ وَمَجَّ فِيهِ ثُمَّ قَالَ لَهُمَا اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلَى وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا
"Rasulullah ﷺ pernah keluar mendatangi kami di waktu tengah hari yang panas. Beliau lalu diberi air wudlu hingga beliau pun berwudlu, orang-orang lalu mengambil sisa air wudlu beliau seraya mengusap-ngusapkannya. Kemudian Nabi ﷺ shalat zhuhur dua rakaat dan 'ashar dua rakaat sedang di depannya diletakkan tombak kecil."
Abu Musa berkata,
"Nabi ﷺ meminta bejana berisi air, beliau lalu membasuh kedua tangan dan mukanya di dalamnya, lalu menyentuh air untuk memberkahinya seraya berkata kepada keduanya (Abu Musa dan Bilal):
"Minumlah darinya dan usapkanlah pada wajah dan leher kalian berdua."
( HR. Bukhori 181 ).
Hadits ke empat : bertabarruk dengan bekas air wudlu Nabi ﷺ .
Dari Ibnu Syihab berkata, Mahmud bin Ar Rabi' mengabarkan kepadaku, ia berkata,
وَهُوَ الَّذِي مَجَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي وَجْهِهِ وَهُوَ غُلَامٌ مِنْ بِئْرِهِمْ وَقَالَ عُرْوَةُ عَنْ الْمِسْوَرِ وَغَيْرِهِ يُصَدِّقُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ النَّبِيُّ ﷺ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ
"Dialah orang yang diberkahi oleh Rasulullah ﷺ di wajahnya saat dia masih kecil dari sumur mereka."
Dan 'Urwah menyebutkan dari Al Miswar, dan Selainnya -setiap dari keduanya saling membenarkan satu sama lain-, bahwa ketika Nabi ﷺ berwudlu, hampir saja mereka berkelahi memperebutkan air bekas wudlu beliau." ( HR. Bukhori No. 182 )
Hadits ke lima : Tabarruk dengan meminum air bekas wudlu Nabi ﷺ .
Dari Al Ja'd berkata, aku mendengar As Sa'ib bin Yazid berkata,
ذَهَبَتْ بِي خَالَتِي إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنَ أُخْتِي وَجِعٌ فَمَسَحَ رَأْسِي وَدَعَا لِي بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ تَوَضَّأَ فَشَرِبْتُ مِنْ وَضُوئِهِ ثُمَّ قُمْتُ خَلْفَ ظَهْرِهِ فَنَظَرْتُ إِلَى خَاتَمِ النُّبُوَّةِ بَيْنَ كَتِفَيْهِ مِثْلَ زِرِّ الْحَجَلَةِ
"Bibiku pergi bersamaku menemui Nabi ﷺ, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya putra saudara perempuanku ini sedang sakit."
Maka Nabi ﷺ mengusap kepalaku dan memohonkan keberkahan untukku. Kemudian beliau berwudlu, maka aku pun MINUM dari SISA AIR WUDLUNYA, kemudian aku berdiri di belakangnya hingga aku melihat ada tanda kenabian sebesar telur burung di pundaknya." ( HR. Bukhori No. 183 )
Hadits ke 6 : Keberkahan pada rambut Nabi ﷺ .
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dengan sanadnya hingga Ibnu Sirin, ia berkata :
قُلْتُ لِعَبِيدَةَ «عِنْدَنَا مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ ﷺ أَصَبْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنَسٍ أَوْ مِنْ قِبَلِ أَهْلِ أَنَسٍ» فَقَالَ: لَأَنْ تَكُونَ عِنْدِي شَعَرَةٌ مِنْهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
Aku berkata kepada ‘Abidah, “Aku memiliki beberapa helai rambut Nabi ﷺ yang kami peroleh dari Anas – atau keluarga Anas –".
‘Abidah berkata :
“Sungguh, aku memiliki sehelai dari Rambut Rasulullah ﷺ lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya.” ( HR. Bukhory No. 170 )
Dalam riwayat al-Isma’ili dikatakan,
أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ كُلٍّ صَفْرَاءَ وَبَيْضَاءَ
“Lebih aku cintai dari semua emas dan perak.”
Adapun tentang kuku-kuku Rasulullah ﷺ, al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani meriwayatkan dalam Musnad-nya (4/42) dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Muhammad bin Abdillah bin Zaid, dari ayahnya yang mengisahkan bahwa Nabi ﷺ memotong kukunya dan membagikannya ke orang-orang.
Hadits ke 7 : Tabarruk dengan bekas jari Nabi ﷺ .
Dari Abu Ayyub al-Anshaari :
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَزَلَ عَلَيْهِ فَنَزَلَ النَّبِيُّ ﷺ فِي السُّفْلِ وَأَبُو أَيُّوبَ فِي الْعِلْوِ .
قَالَ : فَانْتَبَهَ أَبُو أَيُّوبَ لَيْلَةً فَقَالَ نَمْشِي فَوْقَ رَأْسِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَتَنَحَّوْا فَبَاتُوا فِي جَانِبٍ ، ثُمَّ قَالَ لِلنَّبِيِّ ﷺ . فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : " السُّفْلُ أَرْفَقُ ".
فَقَالَ : لَا أَعْلُو سَقِيفَةً أَنْتَ تَحْتَهَا ".
فَتَحَوَّلَ النَّبِيُّ ﷺ فِي الْعُلُوِّ وَأَبُو أَيُّوبَ فِي السُّفْلِ .
فَكَانَ يَصْنَعُ لِلنَّبِيِّ ﷺ طَعَامًا فَإِذَا جِيءَ بِهِ إِلَيْهِ سَأَلَ عَنْ مَوْضِعِ أَصَابِعِهِ فَيَتَتَبَّعُ مَوْضِعَ أَصَابِعِهِ . فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا فِيهِ ثُومٌ فَلَمَّا رُدَّ إِلَيْهِ سَأَلَ عَنْ مَوْضِعِ أَصَابِعِ النَّبِيِّ ﷺ ، فَقِيلَ لَهُ : " لَمْ يَأْكُلْ " ، فَفَزِعَ وَصَعِدَ إِلَيْهِ ، فَقَالَ : " أَحَرَامٌ هُوَ ؟ ".
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ : " لَا وَلَكِنِّي أَكْرَهُهُ ".
قَالَ : " فَإِنِّي أَكْرَهُ مَا تَكْرَهُ أَوْ مَا كَرِهْتَ ". قَالَ وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُؤْتَى
bahwa Nabi ﷺ singgah di rumahnya. Lalu Beliau bermalam dan tinggal di bagian bawah sementara Abu Ayyub Al Anshari berada diatas.
Pada suatu malam Abu Ayyub Al Anshari terbangun, ia (Abu Ayyub Al Anshari) berkata;
Kami berjalan diatas kepala Rasulullah ﷺ ? Lalu dia pindah dan tidur bersama keluarganya disebelahnya. Abu Ayyub Al Anshari menyebutkan hal itu kepada Nabi ﷺ .
Lalu Nabi ﷺ bersabda: "Di bawah lebih bermanfaat bagiku."
Abu Ayyub Al Anshari berkata: Aku tidak akan tinggal di atas loteng sementara anda berada dibawahnya."
Lalu Abu Ayyub Al Anshari pindah ke bawah sementara Nabi ﷺ pindah ke atas.
Abu Ayyub Al Anshari juga membuatkan makanan untuk Nabi ﷺ. Bila tempat makanan di kembalikan kepada Abu Ayyub Al Anshari , dia bertanya :
“ dimanakah bekas tempat jari-jarinya ? “ . Lalu ia makan pada bekas jari-jari Nabi ﷺ.
Pernah juga dia membuatkan makanan yang di dalamnya ada bawang putihnya. Tatkala bekas piring beliau di kembalikan, dia bertanya bekas jari-jari Nabi ﷺ, dikatakan padanya ; 'Rasulullah ﷺ tidak makan.'
Abu Ayyub Al Anshari kaget dan segera naik ke atas,
Dia bertanya: 'Apakah makanan itu haram?
Nabi ﷺ bersabda: 'Tidak, aku cuman tidak menyukainya.'
Abu Ayyub Al Anshari berkata; 'Sesungguhnya aku juga membenci yang anda benci. (Dan Nabi ﷺ pada waktu itu sering di datangi malaikat dan wahyu).( HR. Muslim No. 3828 ).
Hadits ke 8 : Tabarruk dengan Bekas cuci tangan dan wajah Nabi ﷺ serta kumur-kumur nya .
Abu Musa رضى الله عنه berkata,
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ وَهْوَ نَازِلٌ بِالْجِعْرَانَةِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ وَمَعَهُ بِلاَلٌ، فَأَتَى النَّبِيَّ ﷺ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ : " أَلاَ تُنْجِزُ لِي مَا وَعَدْتَنِي ".
فَقَالَ لَهُ : " أَبْشِرْ ". فَقَالَ : " قَدْ أَكْثَرْتَ عَلَىَّ مِنْ أَبْشِرْ ".
فَأَقْبَلَ عَلَى أَبِي مُوسَى وَبِلاَلٍ كَهَيْئَةِ الْغَضْبَانِ فَقَالَ " رَدَّ الْبُشْرَى فَاقْبَلاَ أَنْتُمَا ". قَالاَ : " قَبِلْنَا ".
ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيهِ، وَمَجَّ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ : " اشْرَبَا مِنْهُ، وَأَفْرِغَا عَلَى وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا، وَأَبْشِرَا ".
فَأَخَذَا الْقَدَحَ فَفَعَلاَ، فَنَادَتْ أُمُّ سَلَمَةَ مِنْ وَرَاءِ السِّتْرِ أَنْ أَفْضِلاَ لأُمِّكُمَا. فَأَفْضَلاَ لَهَا مِنْهُ طَائِفَةً
Diriwayatkan oleh Abu Burda:
Abu Musa berkata, "Aku bersama Nabi (ﷺ) ketika beliau sinngah berkemah di Al-Jarana (sebuah tempat) antara Mekah dan Madinah dan Bilal bersamanya.
Seorang Badui datang kepada Nabi (ﷺ) dan berkata, "Tidakkah anda memenuhi apa yang telah anda janjikan kepada saya? "
Nabi (ﷺ) berkata : 'Baik , bergemberilah (dengan apa yang akan saya lakukan untuk anda).'
Orang Badui itu berkata, "Kamu sudah terlalu sering mengatakan kepadaku “ baik dan bergembira lah “.
Kemudian Nabi (ﷺ) menoleh menghadap kepadaku (yaitu Abu Musa) dan Bilal dalam keadaan marah dan berkata, 'Orang Badwi itu telah menolak kabar gembira , maka terimalah kabar gembira itu untuk kalian berdua .'
Bilal dan saya berkata : ' Kami menerimanya '.
Kemudian Nabi (ﷺ) meminta mangkuk minuman berisi air dan mencuci tangan dan wajahnya di dalamnya, lalu mengambil seteguk air dan menyemburkannya ke dalamnya sambil berkata (kepada kami) : "Minum (sebahagian) dan tuangkan sebagian ke wajah dan dada kalian dan gembiralah dengan berita gembira.
"Lalu mereka berdua mengambil mangkuk minuman dan melakukan seperti yang diperintahkan. Ummu Salamah memanggil dari balik tenda : "Sisa kan dari air itu untuk ibu kalian . "
Lalu mereka berdua mensisakannya untuknya dan untuk sekelompok lainnya.
( HR. Bukhori No. 4328 dan Muslim No. 2497 )
Hadits ke 9 : Tabarruk dengan Mengecup tangan dan kaki Nabi ﷺ .
Dari Ummu Aban bintil Wazi’ bin Zari’ dari kakeknya Zari’ saat itu ia sedang bersama rombongan utusan Abdu Qais, ia berkata,
لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ ﷺ وَرِجْلَهُ .
قَالَ : وَانْتَظَرَ الْمُنْذِرُ الْأَشَجُّ حَتَّى أَتَى عَيْبَتَهُ فَلَبِسَ ثَوْبَيْهِ ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ : " لَهُ إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ ".
قَالَ : " يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمْ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا ؟ "
قَالَ : " بَلْ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا " .
قَالَ : " الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ ".
“Ketika kami tiba di Madinah, kami saling berlomba memacu kendaraan kami, lalu kami mengecup tangan dan kaki beliau.”
Ia (perawi) berkata:
“Al Mundzir Al Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia kenakan pakaiannya tersebut. Setelah itu ia datang menemui Nabi ﷺ.
Beliau lantas bersabda kepada Al Mundzir: “Sesungguhnya engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya; santun dan sabar.”
Al Mundir bertanya, “Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”
Beliau menjawab: “Allah yang memberikan itu kepadamu.”
Al Mundzir berkata, “Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya.”
( HR. Abu Daud No. 5227 . Di anggap bagus sanadnya oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab “فتح الباري” 11/57 , dan di Hasankan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Sunan Abi Daud , dan beliau berkata : “ Hasan , tanpa menyebutkan dua kaki “.
Hadits ke 10 : Tabarruk dengan Mengecup tangan dan kaki Nabi ﷺ .
Dari Abdullah bin Salamah dari Shafwan bin 'Assal ia berkata;
قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ : " اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ ! " .
فَقَالَ صَاحِبُهُ : " لَا تَقُلْ نَبِيٌّ إِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ كَانَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ ".
فَأَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَسَأَلَاهُ عَنْ تِسْعِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ . فَقَالَ لَهُمْ : " لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَلَا تَسْرِقُوا ، وَلَا تَزْنُوا ، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ ، وَلَا تَسْحَرُوا ، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا ، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً ، وَلَا تُوَلُّوا الْفِرَارَ يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَعَلَيْكُمْ خَاصَّةً الْيَهُودَ أَنْ لَا تَعْتَدُوا فِي السَّبْتِ ".
قَالَ : فَقَبَّلُوا يَدَهُ وَرِجْلَهُ ، فَقَالَا : " نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ ".
قَالَ : " فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَتَّبِعُونِي " . قَالُوا : " إِنَّ دَاوُدَ دَعَا رَبَّهُ أَنْ لَا يَزَالَ فِي ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ وَإِنَّا نَخَافُ إِنْ تَبِعْنَاكَ أَنْ تَقْتُلَنَا الْيَهُودُ ".
وَفِي الْبَاب عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ وَابْنِ عُمَرَ وَكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Seorang Yahudi berkata kepada sahabatnya; "Marilah kita berangkat bersama menemui Nabi ini!"
Sahabatnya menjawab: "Jangan katakan Nabi, sungguh apabila dia mendengar perkataanmu, maka dia akan memiliki empat mata (bahasa kiasan dari senang), "
Lalu keduanya mendatangi Rasulullah ﷺ dan bertanya kepada beliau tentang sembilan ayat bayyinat, beliau ﷺ bersabda kepada mereka:
"Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan benar, jangan menjelek-jelekkan orang yang tidak bersalah kepada penguasa agar penguasa membunuhnya, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba, jangan menuduh (berbuat zina) wanita-wanita suci, jangan berpaling lari dari medan pertempuran, dan kepada kalian khususnya wahai orang-orang Yahudi, janganlah kalian melampaui batas pada hari sabtu."
Shafwan berkata; Mereka langsung mencium kedua tangan dan kaki beliau, lalu keduanya mengatakan; "Kami bersaksi bahwa engkau adalah Nabi."
Beliau bertanya: "Lalu apa yang menghalangi kalian tidak mengikutiku?"
Shafwan berkata; Mereka mengatakan: "Sesungguhnya Nabi Daud berdo'a kepada Rabbnya agar senantiasa ada dari keturunannya seorang nabi, sesungguhnya kami takut jika mengikutimu orang-orang Yahudi akan membunuh kami."
Dan dalam bab ini, ada hadits lain dari Yazid bin Al Aswad, Ibnu Umar dan Ka'ab bin Malik.
( HR. Turmudzi No. 2733 , Nasa’i No. 4078 dan Ibnu Majah No. 3705 . Abu Isa Turmudzi berkata; “ Hadits ini hasan shahih “.
Dan Hadits Ini Di Shahihkan oleh banyak para ulama , diantaranya : al-Hafidz Ibnu Hajar dlm “التلخيص الحبير” 5/240 , Ibnu al-Mulaqqin dlm “البدر المنير” 9/48 dan Imam an-Nawawi dlm “المجموع” 4/640 dan “رياض الصالحين” hadits no. 889 . Namun di Dhaifkan oleh al-Albaani dalam “ضعيف الترمذي “
Dan dalam kitab “جامع السنة وشروحها “ No. 6265 di sebutkan :
وَمِنْ حَدِيثِ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ قُمْنَا إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَسَنَدُهُ قَوِيٌّ
وَمِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ أَنَّ عُمَرَ قَامَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَبَّلَ يَدَهُ
وَمِنْ حَدِيثِ بُرَيْدَةَ فِي قِصَّةِ الْأَعْرَابِيِّ وَالشَّجَرَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي أَنْ أُقَبِّلَ رَأَسَكَ وَرِجْلَيْكَ فَأَذِنَ لَهُ
Artinya :
“ Dan dari hadits Usamah bin Shraik, dia berkata, Kami bangkit menghadap Nabi ﷺ , dan kami mencium tangannya, dan SANADNYA KUAT .
Dan dari Hadits Jabir bahwa Umar berdiri menyambut Nabi ﷺ lalu mencium tangannya .
Dan dari hadits Buraidah dalam Kisah al-A'raabi dan kisah pohon . Dia berkata, 'Ya Rasulullah, beri saya izin untuk mencium kepala engkau dan kedua kaki engkau , lalu beliau mengizinkannya .
Hadits ke 11 : Tabarruk dengan mengusapkan tangan Nabi ﷺ ke wajah .
Dari Abu Juhaifah as-Sawaa'i berkata :
" خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ".
قَالَ شُعْبَةُ: وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ، عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ : كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي، فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ "
“Rasulullah ﷺ keluar pada siang hari yang sangat panas menuju Bathhaa’. Beliau ﷺ berwudlu, lalu shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at.
Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”.
Syu’bah berkata: ‘Aun menambahkan dalam hadits itu : Dari ayahnya Abu Juhaifah, ia berkata:
“Waktu itu, seorang wanita berjalan di belakang ‘anazah itu dan orang-orang berebutan memegang kedua tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka”.
Abu Juhaifah berkata : “Lalu aku pun memegang tangan beliau dan aku letakkan ke wajahku. Ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”
[HR. Al-Bukhori no. 3553 dan Muslim no. 503 ].
Hadits ke 12 : Tabarruk dengan mengusapkan bekas air wudhu Nabi ﷺ ke badan .
Dari Abu Juhaifah as-Sawaa'i berkata :
رَأَيْتُ رَسولَ اللَّهِ ﷺ في قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِن أدَمٍ، ورَأَيْتُ بلَالًا أخَذَ وضُوءَ رَسولِ اللَّهِ ﷺ، ورَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُونَ ذَاكَ الوَضُوءَ، فمَن أصَابَ منه شيئًا تَمَسَّحَ به، ومَن لَمْ يُصِبْ منه شيئًا أخَذَ مِن بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ، ثُمَّ رَأَيْتُ بلَالًا أخَذَ عَنَزَةً، فَرَكَزَهَا وخَرَجَ النبيُّ ﷺ في حُلَّةٍ حَمْرَاءَ، مُشَمِّرًا صَلَّى إلى العَنَزَةِ بالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ، ورَأَيْتُ النَّاسَ والدَّوَابَّ يَمُرُّونَ مِن بَيْنِ يَدَيِ العَنَزَةِ
"Aku melihat Rasulullah ﷺ berada dalam kemah merah yang terbuat dari kulit yang disamak.
Dan aku lihat Bilal mengambilkan air wudlu untuk Rasulullah ﷺ.
Dan aku lihat orang-orang saling berebut air tersebut. Orang yang mendapatkanya ; maka ia langsung mengusapkannya.
Dan bagi yang tidak ; maka ia mengambilnya dari tangan temannya yang basah.
Kemudian aku lihat Bilal mengambil tombak kecil dan menancapkannya di tanah, lalu Nabi ﷺ keluar dengan mengenakan pakaian merah menghadap ke arah tombak kecil dan memimpin orang orang shalat sebanyak dua raka'at.
Dan aku lihat orang-orang dan hewan berlalu lalang melewati depan tombak tersebut."
[HR. Al-Bukhori no. 376 dan Muslim no. 503 ].
Hadits ke 13 : Tabarruk dengan meminum bekas air wudhu Nabi ﷺ .
Abu Juhaifah as-Sawaa'i berkata :
" خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِالْهَاجِرَةِ، فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ، فَصَلَّى النَّبِيُّ ﷺ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ.
وَقَالَ أَبُو مُوسَى: دَعَا النَّبِيُّ ﷺ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيهِ، وَمَجَّ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ لَهُمَا: اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلَى وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا "
“Rasulullah ﷺ keluar menemui kami pada siang hari yang sangat panas. Lalu dibawakan air wudlu kepada beliau, dan beliau pun berwudlu. Setelah selesai, orang-orang mengambil sisa air wudlu beliau dan mengusapkannya ke tubuh mereka.
Lalu Nabi ﷺ shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at. Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”.
Abu Muusaa berkata : “Nabi ﷺ meminta seember kecil air. Kemudian beliau mencuci tangan dan wajahnya di dalamnya, lalu meludahinya.
Lalu beliau ﷺ berkata kepada mereka berdua : “Minumlah kalian darinya, dan tuangkanlah ke wajah dan leher kalian”
[HR. Bukhori no. 188].
Hadits ke 14 : Tabarruk dengan meletakkan tangan Nabi ﷺ ke wajah dan dada.
Dari Yazid bin al-Aswad al-'Aamiri RA berkata:
(حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ حَجَّةَ الْوَدَاعِ، قَالَ : فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ صَلَاةَ الصُّبْحِ) (فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ) (بِمِنًى) (فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ انْحَرَفَ) (جَالِسًا وَاسْتَقْبَلَ النَّاسَ بِوَجْهِهِ، فَإِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ مِنْ وَرَاءِ النَّاسِ لَمْ يُصَلِّيَا مَعَ النَّاسِ .
فَقَالَ: ائْتُونِي بِهَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ" . فَجِيءَ بِهِمَا تُرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا . فَقَالَ: " مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا؟". فَقَالَا : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا كُنَّا قَدْ صَلَّيْنَا فِي رِحَالِنَا.
قَالَ : " فلَا تَفْعَلَا ، إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ ، فَإِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ".
قَالَ : فَقَالَ أحدُهُمَا : " اسْتغْفِر لِي يَا رَسُوْلَ اللهِ " ، فَاسْتَغْفَرَ لَهُ.
قَالَ : وَنَهَضَ النَّاسُ إلَى رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ - وَنَهَضْت مَعَهُمْ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ أَشَبُّ الرِّجَالِ وَأَجْلَدُهُ .
قَالَ: فَمَا زِلْت أَزْحَمُ النَّاسَ حَتَّى وَصَلْت إلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ، فَأَخَذْت بِيَدِهِ فَوَضَعْتهَا إمَّا عَلَى وَجْهِي أَوْ صَدْرِي.
قَالَ : "فَمَا وَجَدْت شَيْئًا أَطْيَبَ وَلَا أَبْرَدَ مِنْ يَدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ ". قَالَ : " وَهُوَ يَوْمَئِذٍ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ".
( Kami pergi haji bersama Nabi saat haji wada’. Kami shalat Subuh bersama Nabi) (di masjid Khif) (di Mina). (Ketika beliau ﷺ selesai sholat , beliau bergeser) (sambil duduk dan menghadapkan wajahnya ke arah para makmum . Tiba-tiba beliau menyaksikan di sisi belakang para jemaah ada dua orang yang tidak ikut shalat berjamaah.
Beliau ﷺ berkata : " Hadirkan kesini kedua orang itu!"
Lalu keduanya dihadapkan kepada beliau dalam kondisi gemetar ketakutan.
Nabi ﷺ bertanya : Apa yang menghalangi kalian berdua untuk shalat bersama kami?
Keduanya menjawab: Wahai Rasulullah, kami sudah shalat di tempat kami.
Nabi ﷺ bersabda : Janganlah kalian lakukan. Jika kalian telah shalat di tempatmu kemudian kalian mendatangi masjid berjamaah, maka shalatlah bersama mereka, maka bagi kalian sholatnya itu adalah naafilah (sunah).
Yazid berkata: Salah satu dari mereka berdua berkata: " Mintakanlah pengampunan dosa untukku, ya Rasulullah ". Maka beliau ﷺ memintakan pengampunan dosa untuknya.
Yazid berkata : Orang-orang pun bangkit berdiri menuju ke Rasulullah ﷺ dan saya pun ikut-ikutan bangkit berdiri bersama mereka . Pada saat itu saya adalah lelaki yang paling muda , paling kuat dan paling bersemangat .
Yazid berkata: Saya pun masih terus mendesak orang-orang hingga saya sampai ke Rasulullah ﷺ , maka saya ambil tangan beliau , lalu saya letakan di wajahku atau di dadaku
Yazid berkata : Setelah saya pegang tangan beliau ﷺ , saya mendapati tidak ada sesuatu yang lebih baik dan lebih dingin dari tangan Rasulullah ﷺ .
Yazid berkata : Dan beliau pada hari itu berada di masjid Al-Khoif [ di Mina ].:
(HR . Ahmad : no. 17474, 17476, 17509 , Tirmidzi no. 219 , Nasai no. 858, 1334 ,).
Di Shahihkan sanad nya oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Talhriij al-Musnad no. 17474 dan 17476
Hadits ke 15 : Tabarruk dengan mengusapkan tangan Nabi ﷺ ke wajah yang bertabarruk.
Dari Yazid bin al-Aswad al-'Aamiri as-Sawaa'i RA :
أنَّه صلَّى مع النَّبيِّ ﷺ الصبْحَ، فذكَرَ الحديثَ، قال: ثُم ثارَ النَّاسُ يأخُذونَ بيَدِه يَمسَحونَ بها وُجوهَهم، قال: فأخَذْتُ بيَدِه فمسَحْتُ بها وَجْهي، فوجَدْتُها أبرَدَ منَ الثلْجِ، وأطيَبَ ريحًا منَ المِسكِ.
" Bahwasannya ia pernah shalat Shubuh bersama Nabi ﷺ. Kemudian ia menyebutkan haditsnya [ hadits diatas ] , dan berkata : “Kemudian orang-orang berhamburan dan berebut memegang tangan beliau ﷺ lalu mengusapkannya ke wajah-wajah masing-masing ”.
Yaziid bin Al-Aswad berkata :
“Dan aku pun memegang tangan beliau, lalu aku mengusapkannya ke wajahku. Ternyata, tangan beliau itu lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”
[Musnad Al-Imaam Ahmad, 4/161 (29/23-23) no. 17478 , Jaami' al-Masaaniid wa as-Sunan 12/418 no. 98525 ].
Di shahihkan sanadnya oleh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhriij al-Musnad no. 17478
Hadits ke 16 : Tabarruk dengan mengusapkan tangan Nabi ﷺ ke wajah.
Abu ‘Abdillah An-Ni’aaliy dalam Al-Fawaaid no. 62 meriwayatkan dari Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu dengan redaksi :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ صَلاةَ الصُّبْحِ، وَالنَّاسُ يَأْخُذُونَ يَدَهُ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، وَإِنَّ يَدَهُ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ
“Aku pernah shalat Shubuh bersama Rasulullah ﷺ. (Setelah selesai) orang-orang memegang tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka. Dan sesungguhnya tangan beliau lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”
[ Sanadnya shahih].
Hadits ke 17 : Tabarruk dengan mencium tangan Nabi ﷺ.
Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah no. 1537 meriwayatkan dari Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu dengan redaksi :
أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَهُوَ غُلامٌ، قَالَ: وَجَعَلَ النَّاسُ يُقَبِّلُونَ يَدَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ. فَجِئْتُ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، فَإِذَا يَدُهُ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ
Bahwasannya ia (Yaziid) pernah shalat bersama Rasulullah ﷺ, yang waktu itu ia masih kecil. Yaziid berkata : “Setelah itu, orang-orang mencium tangan Rasulullah ﷺ. Lalu aku pun datang dan memegang tangan beliau. Ternyata tangan beliau lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” .
[ Sanadnya shahih].
Hadits ke 18 : Tabarruk dengan menyentuh tangan Nabi ﷺ .
Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 2151 meriwayatkan dari Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu dengan redaksi :
أَتَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ بِمِنًى، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ نَاوِّلْنِي يَدَكَ، فَنَاوَلَنِيهَا فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Aku mendatangi Nabi ﷺ di Mina. Aku katakan : ‘Ya Rasulullah, ulurkanlah tanganmu’. Lalu beliau mengulurkan tangannya, dan ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”
[Sanadnya shahih].
Hadits ke 19 : Tabarruk dengan mencium tangan Nabi ﷺ .
Ibnu Qaani’ dalam Mu’jamush-Shahaabah no. 2206 meriwayatkan dari Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu dengan redaksi :
قَبَّلْتُ يَدَ النَّبِيِّ ﷺ فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ "
“Aku mencium tangan Nabi ﷺ, dan ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik”
[Sanadnya shahih].
Hadits ke 20 : Tabarruk dengan mencelupkan tangan Nabi ﷺ ke dalam air dibejana .
Dari Anas bin Malik, ia berkata :
" كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ، جَاءَ خَدَمُ الْمَدِينَةِ بِآنِيَتِهِمْ فِيهَا الْمَاءُ، فَمَا يُؤْتَى بِإِنَاءٍ إِلَّا غَمَسَ يَدَهُ فِيهَا، فَرُبَّمَا جَاءُوهُ فِي الْغَدَاةِ الْبَارِدَةِ، فَيَغْمِسُ يَدَهُ فِيهَا "
“Dulu Rasulullah ﷺ ketika melaksanakan shalat Shubuh, para pembantu di Madiinah berdatangan sambil membawa bejana-bejana mereka yang berisi air.
Tidak ada satu pun dari bejana-bejana tersebut, kecuali beliau ﷺ mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut. Bahkan kadang-kadang mereka mendatangi beliau ﷺ di waktu Shubuh yang dingin, namun beliau tetap mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut”
[HR. Muslim no. 2324].
Hadits ke 21 : bertabarruk dengan tangan beliau ﷺ :
Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa :
" أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا "
“Bahwasannya Rasulullah ﷺ apabila mengeluh sakit, maka beliau membaca al-mu’awwidzaat untuk dirinya sendiri lalu meniupnya (ke tangan beliau).
Namun ketika sakit beliau bertambah parah, aku lah yang membacakan untuk beliau, dan aku mengusap (bekas usapan) tangan beliau untuk mengharapkan barakah dari tangan beliau tersebut”
[HR. Al-Bukhaariy no. 5016].
Hadits ke 22 : Tabarruk dengan Mengecup tangan Sahabat yang pernah membaiat Nabi ﷺ .
Imam Bukhori berkata : telah bercerita kepada kami Aththaf bin Khalid berkata, telah bercerita padaku Abdul Rahman bin Raziin berkata:
مَرَرْنَا بِالرَّبَذَةِ فَقِيلَ لَنَا : " هَا هُنَا سَلَمَةُ بْنُ الأَكْوَعِ "، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ، فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ فَقَالَ : " بَايَعْتُ بِهَاتَيْنِ نَبِيَّ اللهِ ﷺ ". فَأَخْرَجَ كَفًّا لَهُ ضَخْمَةً كَأَنَّهَا كَفُّ بَعِيرٍ ، فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا.
Kami melewati Rabdzah, dan diberitahu kepada kami : “ Di sini lah Salamah ibn al-Akwa “.
Lalu kami mendatanginya dan kami mengucapkan salam padanya . Lalu dia mengulurkan kedua tangannya dan berkata,'
“Dengan kedua tangan ini aku membaiat Rasulullah ﷺ “.
Dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan-akan telapak kaki unta, lalu kami bangkit dan kami menciumnya. " ( HR. Bukhori dlm “الأدب المفرد” dan Dihasankan oleh syeikh al-Albaani dalam “صحيح الأدب المفرد” 747/973 hal. 372).
*****
HUKUM BERTABARRUK DENGAN JEJAK , TAPAKAN DAN KUBURAN PARA NABI :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
قَبْرُ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ: لَمْ يَكُنْ فِي الصَّحَابَةِ وَلَا التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَنْ يَأْتِيهِ لِلصَّلَاةِ عِنْدَهُ، وَلَا الدُّعَاءِ وَلَا كَانُوا يَقْصِدُونَهُ لِلزِّيَارَةِ أَصْلًا.
“Kuburan Ibrahim al-Kholiil : Para sahabat dan para tabi’in ( para pengikut sahabat ) dengan baik , tidak ada yang mendatangi makam Nabi Ibrahim untuk shalat dan berdoa di sisinya, dan sama sekali mereka tidak pula bersengaja untuk mengunjunginya.” (Iqtidha’ Shirathil Mustaqim, 2: 823)
Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz , beliau berkata,
لا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ تَتْبِعُ آثَارَ الْأَنْبِيَاءِ لِيُصَلِّيَ فِيهَا أَوْ لِيَبْنِيَ عَلَيْهَا مَسَاجِدَ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ وَسَائِلِ الشِّرْكِ، وَلِهَذَا كَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَنْهَي النَّاسَ عَنْ ذَلِكَ وَيَقُولُ: (إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِتَتَبُّعِهِمْ آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ)، وَقَطَعَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الشَّجَرَةَ الَّتِي فِي الْحُدَيْبِيَةِ الَّتِي بُوِيعَ النَّبِيُّ ﷺ تَحْتَهَا؛ لَمَّا رَأَى بَعْضُ النَّاسِ يَذْهَبُونَ إِلَيْهَا وَيُصَلُّونَ تَحْتَهَا؛ حَسْمًا لِوَسَائِلِ الشِّرْكِ، وَتَحْذِيرًا لِلْأُمَّةِ مِنَ الْبِدَعِ.
“Tidak boleh atas setiap muslim melakukan napak tilas jejak peninggalan para Nabi dengan tujuan untuk shalat di tempat tersebut atau membangun masjid di atasnya, karena hal itu adalah sarana menuju kemusyrikan. Oleh karena itu, ‘Umar bin Khaththab RA melarang manusia untuk melakukan hal itu dengan mengatakan,
“Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah karena mereka napak tilas peninggalan para Nabi mereka.”
‘Umar juga menebang pohon, yang Nabi ﷺ berbaiat di bawah pohon tersebut, ketika beliau melihat sebagian manusia sengaja pergi ke sana dan shalat di bawahnya. Hal ini adalah dalam rangka memangkas sarana menuju syirik dan memperingatkan umat dari (bahaya) bid’ah.” (Majmu’ Fataawa Ibnu Baaz, 8: 323)
=======
KISAH TELADAN PARA SAHABAT KETIKA MENYEMBUNYIKAN JASAD NABI DANIEL.
Dalam kitab al-Maghoozy karya Muhammad bin Ishaq hal. 6 disebutkan kisah penaklukan Tustaristan pada masa khilafah Umar bin Khoththob (RA) , dengan sanadnya Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Kholid bin Dinar , dia berkata : telah bercerita pada kami Abul 'Aliyah , dia berkata :
" Ketika kami menaklukan kota TUSTARISTAN, kami menemukan didalam Baitul maal Raja Hurmuzan sebuah ranjang tempat tidur diatasnya terdapat mayat laki-laki dan di sisi kepalanya terdapat mushaf , maka kami membawa mushaf itu dan menyerahkannya kepada Umar (RA) , lalu beliau memanggil Kaab (RA) ( sahabat nabi yang mengerti bahasa Ibrani , bahasa Taurat dan Injil , karena dulunya sebelum masuk Islam beliau seorang Yahudi ) , oleh beliau di salin kedalam bahasa Arab , dan aku adalah orang arab yang pertama kali membacanya . Aku membacanya seperti membaca Al-Qur'an .
Kholid bin Dinar berkata : Aku bertanya kepada Abul 'Aliyah : " Berisi apa di dalamnya ?"
Dia menjawab : " Kisah perjalanan hidup kalian , perkara-perkara kalian , kesopan santunan ucapan kalian , dan kejadian yang telah lalu ".
Aku bertanya : " Apa yang kalian lakukan terhadap mayat laki-laki tadi ? ".
Dia menjawab : " Di siang hari kami menggali tiga belas lubang untuk kuburan di tempat yang berbeda-beda dan terpencar . Lalu ketika waktu malam tiba , maka kami menguburnya , dan semua kuburan tadi kami ratakan dengan tanah untuk menghilangkan jejak agar orang-orang tidak bisa mengenalinya dan tidak berusaha untuk menggalinya lagi .
Aku bertanya : " Apa yang mereka harapkan dari mayat itu ?".
Dia menjawab : " Mereka jika ditimpa kekeringan / kemarau panjang mereka mengeluarkan mayat itu beserta ranjangnya , maka konon mereka diberi hujan ".
Lalu aku bertanya : " Yang kalian kira saat itu dia itu siapa ?".
Dia menjawab : " Dia di sebut dengan sebutan Daniel .
Lalu aku bertanya : Semenjak kapan kalian menemukannya telah meninggal dunia ?
Dia menjawab : Semenjak tiga ratus tahun yang lalu .
Aku bertanya : " Apakah ada yang berubah pada mayat itu ?".
Dia menjawab : " Tidak ada , kecuali beberapa helai rambut kepala bagian belakang . Sesungguhnya daging para nabi , bumi tidak membuatnya busuk ".
DERAJAT KESAHIHAN ATSAR :
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wan-Nihayah 2/37 berkata : " Sanadnya Sahih hingga Abul 'Aliyah , akan tetapi jika usia mayat tsb 300 tahun berarti dia bukan nabi , melainkan orang saleh ". Dan diriwayatkan pula oleh Abu Nu'aim bin Hammad dalam Al-Fitan no. 37 secara ringkas . Lihat pula Fadloilisy Syam karya Rubay'i hal. 47 .
PENJELASAN ATSAR :
Kisah ini menunjukkan bahwa mereka para sahabat dan pasukan perang dari umat Islam betul-betul memahami arti da'wah Nabinya dan tujuan mereka berjihad , yaitu untuk meninggikan kalimat tauhid dan menghancurkan kesyirikan dengan mencabut akar-akarnya serta menutup celah-celah yang mengantarkan kepadanya .
Kalau seandainya jasad Daniel ini jatuh ke tangan para ahli khurafat , kira-kira bagaimana jadinya ? Sudah pasti mereka akan mengikuti bisikan Iblis dengan berbagai macam alasan , berkilah dan beristilah , seperti ngalap barokah , tawassulan dsb . Pada intinya mereka akan buru-buru menjadikan mayat tadi sebagai sarana memperjual belikan kedustaan dengan mengatas namakan syariat Islam demi kepentingan fulus dan mata pencaharian yang mulus . Apakah mereka akan mengatakan , bahwa Umar (RA) dan sahabat-sahabat Nabi lainnya tidak memahami syariat ini , sementara para ahli khurafat dan tukang nyepi itulah yang ilmu agamanya sangat mendalam ?
Allah Azza wa Jallaa berfirman :
{وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ (78) فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ (79) }.
" Dan diantara mereka ada yang buta hurup , tidak mengetahui Al-Kitab , kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga .Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri
( maksudnya ngarang sendiri , bukan dari Allah ) , lalu di katakannya : ' Ini dari Allah ', ( dengan maksud ) untuk memperoleh keuntungan ( duniawi ) yang sedikit . Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri , dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka usahakan ". ( QS. Al-Baqarah : 78- 79 ).
Dalam hadits Jabir (RA) , Rosulullah ﷺ bersabda :
« مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْتَقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ »
" Barang siapa yang memberi contoh dalam Islam sebuah amalan yang jelek , maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun ". ( HR. Imam Muslim no. 1017 ).
****
KEDUA : TABARRUK DENGAN BENDA SELAIN JASAD NABI ﷺ :
====
BERTABARRUK DENGAN AIR ZAMZAM :
Air Zamzam adalah air yang di berkahi oleh Allah Azza wa Jallaa , dan Nabi ﷺmenganjurkan umatnya untuk bertabarruk dengannya untuk keperluan apa saja dengan cara meminumnya . Berikut ini hadits-hadits Nabi ﷺ yang menganjurkan bertabarruk dengan air Zamzam :
Hadits ke 1 :
Dalam Hadits Jabir (RA) di sebutkan bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
« مَاءُ زَمْزَمَ لَمَّا شُرِبَ لَهُ » .قَالَ : ثُمَّ أَرْسَلَ النَّبِىُّ ﷺ وَهُوَ بِالْمَدِينَةِ قَبْلَ أَنْ تُفْتَحَ مَكَّةَ إِلَى سُهَيْلِ بْنِ عَمْرٍو أَنِ أَهْدِ لَنَا مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ وَلاَ تَتِرُكْ قَالَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ بِمَزَادَتَيْنِ.
" Air Zamzam sesuai dengan tujuan meminumnya ". Jabir berkata : Kemudian Nabi ﷺketika beliau di Madinah sebelum penaklukan Makkah mengutus Suhail bin Amr agar membawakan hadiah kepada kami berupa air Zamzam , maka ia mengirimnya kepada beliau dua mazadah .
( HR. Baihaqi no. 10280 . Dan di riwayatkan pula oleh Ibnu Majah no. 3062 tanpa adanya kisah tambahan , dan di sahihkan oleh syeikh Al-Albaani ).
Hadits ke 2 :
Nabi ﷺ bersabda,
« خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ فِيهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ وَشِفَاءٌ مِنَ السُّقْمِ »
“Sebaik-baik air di muka bumi adalah air zam-zam. Air tersebut bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan bisa sebagai obat penyakit.” (HR. Abu Daud Ath Thoyalisiy dalam musnadnya no. 459. Dikeluarkan pula oleh Al Haitsamiy dalam Majma’ Az Zawa-id, 3/286 dan Al Hindiy dalam Kanzul ‘Ummal, 12/34769, 3480.
Dihasankan oleh Syeikh al-Albaani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1056 dan Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani, 2/40 No. 1161 . Dan beliau berkata :
"روَاهُ الطَّبْرَانِيُّ فِي الكَبِيرِ رُوَاتُهُ ثِقَاتٌ، وَابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ".
Artinya : Diriwayatkan oleh Thabrani dlm al-Mujam al-Kabiir , para perawinya orang-orang yang dipercaya , dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibbaan dalam kitab “Shahih“ nya “.
Hadits ke 3 :
Diriwayatkan pula dari Abu Dzar , Rosulullah ﷺ bersabda :
زَمْزَمُ طَعَامُ طُعْمٍ ، وَشِفَاءُ سُقْمٍ
“Air zam-zam bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan bisa sebagai obat penyakit“.
(HR. Al-Bazzaar – lihat مختصر البزار 1/470/801 karya al-Hafidz , dan beliau berkata : “sesuai syarat shahih Muslim “ . Dan Syeikh al-Albaani dlam Shahih at-Targhiib 2/40 No. 1162 berkata : “رواه البزار بإسناد صحيح / Di riwayatkan oleh al-Bazzaar dengan sanad yang shahih “)
Hadits ke 4 :
Nabi ﷺ menyebut air zam-zam dengan sabdanya :
« إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ »
“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 4520.)
Hadits ke 5 :
Abu Ddzar RA bercerita :
وَلَقَدْ لَبِثْتُ يَا ابْنَ أَخِي ثَلَاثِينَ، بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ، مَا كَانَ لِي طَعَامٌ إِلَّا مَاءُ زَمْزَمَ، فَسَمِنْتُ حَتَّى تَكَسَّرَتْ عُكَنُ بَطْنِي، وَمَا وَجَدْتُ عَلَى كَبِدِي سُخْفَةَ جُوعٍ
“Wahai saudaraku, aku tinggal di sana (Makkah) tiga puluh hari antara malam dan siang. Aku tidak memiliki makanan kecuali air Zam-zam, sampailah perutku dipenuhi dengan air tanpa ada makanan lain untuk menghilangkan lapar melainkan air Zam-zam…”
… Kemudian beliau bertemu dengan Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya:
مَتَى كُنْتَ هَاهُنَا؟ قَالَ قُلْتُ: قَدْ كُنْتُ هَاهُنَا مُنْذُ ثَلَاثِينَ بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ، قَالَ: فَمَنْ كَانَ يُطْعِمُكَ؟ قَالَ قُلْتُ: مَا كَانَ لِي طَعَامٌ إِلَّا مَاءُ زَمْزَمَ فَسَمِنْتُ حَتَّى تَكَسَّرَتْ عُكَنُ بَطْنِي، وَمَا أَجِدُ عَلَى كَبِدِي سُخْفَةَ جُوعٍ
“Sudah berapa lama engkau di sini?”
Aku (Abu Dzar) jawab : “sekitar tiga puluh hari, antara malam dan siang.”
Beliau ﷺ bertanya lagi : “Jadi, siapa yang memberimu makan?”
Abu Dzar jawab : “Aku tidak memiliki makanan melainkan hanya air Zam-zam. Aku kenyang hingga penuh perutku dan aku tidak menemukan makanan untuk menghilangkan rasa lapar.”
Lalu Rasulullah ﷺ pun bersabda:
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
“Sesungguhnya ia adalah air yang diberkahi. Bahwasanya ia adalah makanan yang mengenyangkan.” (Shahih Muslim, no. 2473)
Hadits ke 6 :
Dari Ibnu ‘abbas RAma, Kami pernah mendengar beliau mengatakan:
كُنَّا نُسَمِّيْهَا شَبَّاعَةً يَعْنِيْ زَمْزَمَ وَكُنَّا نَجِدُهَا نِعْمَ الْعَوْنُ عَلَى الْعِيَالِ
“Kami menyebutkan air Zam-Zam dengan Syuba’ah (yang mengenyangkan). Dan kami juga menemukan bahawa air Zam-Zam adalah nikmat pertolongan atas keluarga.” (Ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir, no. 10637. Mushannaf Abdurrazzaq, no. 9120. Dinilai sahih lighairihi oleh al-Albani)
Hadits ke 7 :
Dalam riwayat Abu Kuraib, terdapat tambahan,
« حَمَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ -ﷺ- فِى الأَدَاوَى وَالْقِرَبِ وَكَانَ يَصُبُّ عَلَى الْمَرْضَى وَيَسْقِيهِمْ »
“Rasulullah ﷺ pernah membawa air zam-zam dalam botol atau tempat air. Ada orang yang tertimpa sakit, kemudian beliau menyembuhkannya dengan air zam-zam.”
Diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dalam Sunanul Kubro 5/202 dan Syu’abul Iman 3/1502. Kholad bin Yazid bersendirian. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 883 mengatakan bahwa hadits ini shahih karena memiliki penguat dari jalur Abu Zubair.
Hadits ke 8 :
Dari Ibnu Abbaas RA , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
«آيَةٌ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَافِقِينَ أَنَّهُمْ لَا يَتَضَلَّعُونَ مِنْ زَمْزَمَ»
"Tanda di antara kita dan orang-orang munafik yaitu bahwa mereka tidak mau memperbanyak minum air Zamzam hingga kenyang “. ( HR. Al-Haakim 1/645 No. 1738 , Daruquthni No. 2710 dan Ibnu Majah No. 3052 ).
Al-Hakim berkata :
(هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخْرِجَاهُ إن كَانَ عُثْمَانُ بْنُ الأَسْوَدِ سَمِعَ مِنْ ابْنِ عَبَّاسَ) اهـ
“Hadits Ini Shahih sesuai standar syarat Bukhori dan Muslim , mereka tidak mengeluarkannya padahal Utsman bin al-Aswad itu mendengar langsung dari Ibnu Abbaas“. ( Selesai ).
Dan Hadits ini di Shahihkan pula oleh Abu Jafar Umar bin Jabbaar az-Zuhairy.
Hadits ke 9 :
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ketika meminum air zam-zam, beliau berdo’a:
« اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً ، وَرِزْقاً وَاسِعاً وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ »
[Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah, dan kesembuhan dari setiap penyakit].
Namun riwayat ini di Dho’if kan oleh syeikh al-Albaani dalam “ضعيف الترغيب” 1/374 no. 750 . Akan tetapi di shahihkan oleh Abu Jafar Umar bin Jabbaar az-Zuhairy. Beliau berkata:
" الأثَرُ صَحِيحٌ، وَقَدْ ضَعَّفَهُ الإِمَامُ الأَلْبَانِيُّ رَحِمَهُ اللهُ لِعَدَمِ وُقُوفِهِ عَلَى بَاقِي طُرُقِهِ"
“Atsar Ini Shahih , adapun al-Imam al-Albaani mendhaifkannya di karenakan beliau tidak maksimal dalam mengumpulkan semua jalur-jalurnya “. Lalu beliau menyebutkan semua jalur-jalurnya , dan bisa anda lihat di catatan kaki dibawah ini.
Dan Muhammad Bin Ishaaq al-Faakihiy dalam kitabnya “أخبار مكة” 2/41- 42 meriwayatkan dari Ibnu Abi Maliikah dengan sanad nya dari Ibnu Abbas . Ibnu Abi Maliikah berkata :
إِنَّهُ رَأَى رَجُلاً يَشْرَبُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ، فَقَالَ: " هَلْ تَدْرِي كَيْفَ تَشْرَبُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ؟".
قَالَ: " وَكَيْفَ أَشْرَبُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ؟"
فَقَالَ: " إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْرَبَ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ فَانْزِعْ دَلْوًا مِنْهَا ثُمَّ اسْتَقْبَلْ الْقِبْلَةَ، وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ، وَتَنَفَّسْ ثَلَاثًا حَتَّى تَضْلَعَ، وقل : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ
Dia ( Ibnu Abbaas ) melihat seseorang meminum air Zamzam, dan dia berkata : “Tahukah Anda cara minum air Zamzam?”
Orang itu bertanya : “ Bagaimana cara saya minum dari air Zamzam wahai Abu Abbas?
Lalu beliau menjawab : “ Jika Anda ingin minum dari air Zamzam, keluarkan ember dari itu, lalu menghadap kiblat, dan katakan : Bismillah, dan bernapas tiga kali sampai Anda kenyang , dan ucapkan lah do’a !
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً ، وَرِزْقاً وَاسِعاً وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ
[Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah, dan kesembuhan dari setiap penyakit].
Pentahqiq kitab ini - Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Duhaisy - berkata : “إسناده حسن / Sanadnya hasan “.
====
TABARRUK DENGAN HAJAR ASWAD :
Hajar Aswad adalah batu yang ada di salah satu sudut Kabah . Ia memiliki banyak keistimewaan , seperti yang dalam hadits-hadits berikut ini :
Hadits ke 1 :
Ibnu Abbas (RA) meriwayatkan bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
« نَزَلَ الحجَرُ الأسودُ من الجَنَّةِ وهو أشَدُّ بَيَاضا من اللَّبَنِ ، وإنما سَوَّدَتْه خَطايا بني آدَمَ » .
" Hajar Aswad itu turun dari Syurga , ia lebih putih dari pada air susu , dan sesungguhnya kesalahan-kesalahan anak cucu Adamlah yang menghitamkannya ".
( HR. Ahmad 1/307 no. 2796 , Turmudzi no. 877 dan Nasai no. 2733 . Abu Isa At-Turmudzi berkata : " Sanadnya Hasan Sahih ". Dan di sahihkan Syeikh Al-Albaani )
Hadits ke 2 :
Dari Ibnu Abbas (RA) dia berkata :
« إِنَّ الرُّكْنَ يَمِينُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ يُصَافِحُ بِهَا عِبَادَهُ مُصَافَحَةَ الرَّجُلِ أَخَاهُ » .
" Sesungguhnya Rukun ( Hajar Aswad ) itu tangan kanan Allah di bumi , yang dengannya Dia menyalami hamba-hamba Nya , seperti seseorang menyalami saudaranya ".
( HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushonnaf 5/39 no. 8919 dan Al-Fakihi dalam kitab Akhbar Makkah 1/89 , melalui Muhammad bin bin 'abbad bin Ja'far . Dan sanadnya di hasankan oleh Al-Fakihi . Dan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Matholibul 'Aliyah 6/432 no. 1223 berkata : " Ini adalah mauquf yang sahih ". Begitu juga Al-Busyeiry dalam kitabnya Ittihaful Khiyarotul Maharoh 3/190 no. 2524 berkata : Atsar ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya bin Abu Umar secara mauquf dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sahih " . Di sahihkan pula sanadnya oleh Ash-Shan'ani dalam Subulussalam 2/206 ) .
Atsar ini di riwayatkan pula dari Jabir (RA) oleh Khoththoby 6/328 dan Ibnu 'Asaakir . ( Lihat : Kanzul 'Ummal 12/215 no. 34729 ). Namun riwayat Jabir (RA) ini di anggap mungkar oleh Syeikh Al-Albaani dalam Silsilah Ahadiits Dloifah 1/390 no. 223 serta di dlaifkan dalam Dloif al-Jami' ash-Shogiir no. 2772 ).
Hadits ke 3 :
Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda terkait dengan hajar Aswad :
وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا، وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ، يَشْهَدُ عَلَى مَنْ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ
“Demi Allah, niscaya Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dengan mempunyai kedua mata yang bisa melihat, dan lisan yang bisa bicara, dengan bersaksi atas orang yang telah mendapatkannya (menciumnya) dengan benar”.
(HR. Tirmidzi No. 961 dan ia berkata: “ini adalah hadits hasan” . Dan telah di shahihkan oleh Syeikh Al-Albaani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/493 )
Hadits ke 4 :
Úbaid bin Úmair berkata
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ يُزَاحِمُ عَلَى الرُّكْنَيْنِ فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّكَ تُزَاحِمُ عَلَى الرُّكْنَيْنِ زِحَامًا مَا رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُزَاحِمُ عَلَيْهِ، قَالَ: إِنْ أَفْعَلْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: «إِنَّ مَسْحَهُمَا كَفَّارَةٌ لِلْخَطَايَا »
“Sesungguhnya Ibnu Umar RA selalu berdesak-desakan di rukun yamani dan rukun hajar aswad.
Maka aku berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya engkau berdesak-desakan di kedua rukun dengan desakan yang aku tidak pernah melihat seorang pun dari para sahabat Rasulullah ﷺ melakukannya”.
Ibnu Umar berkata, “Jika aku melakukannya maka sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya mengusap rukun yamani dan rukun hajar aswad adalah penebus dosa-dosa”.
(HR Al-Hakim no 1799, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no 959 dan dihasankan oleh At-Tirmidzi, dan diriwayatkan juga oleh Ahmad no 4462 dengan sanad yang hasan)
-------
CARA BERTABARRUK DENGAN HAJAR ASWAD :
Meski hajar Aswad ini batu yang memiliki banyak keistimewaan dan penuh berkah serta berada di Ka'bah yang penuh berkah dan di negeri Makkah yang di berkahi namun kita tidak boleh bertabarruk dengannya kecuali jika bertabarruknya sesuai dengan cara yang di syariatkan yaitu menciumnya atau mengusapnya atau melambaikannya dengan niat mengamalkan sunnah Nabi ﷺ, seperti dalam hadits-hadits berikut ini :
Cara pertama :
Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar (RA) bahwa ayahnya Umar bin Khoththob (RA) suatu ketika mencium Hajar Aswad , lalu berkata :
« أَمَ وَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّكَ حَجَرٌ – وفي رواية عبد الرزاق (9034) : وأَنَّك لا تَضُرُّ وَلا تَنْفَع - وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ »
" Demi Allah , sungguh aku tahu bahwa kamu adalah batu , dan sesungguhnya kamu tidak bisa menghilangkan madlorot dan tidak bisa mendatangkan manfaat , kalau seandainya aku tidak melihat Rosulullah ﷺ menciummu maka akupun tidak sudi menciummu ". (HR Al-Bukhari no 1579 dan Muslim no 1270)
Cara ke dua :
Dalam lafadz lain : Umar bin Khoththob RA berkata :
«أَمَا وَاللَّهِ، إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ اسْتَلَمَكَ مَا اسْتَلَمْتُكَ»
“Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar tahu bahwasanya engkau hanyalah batu, engkau tidak memberi mudhorot dan juga manfaat. Dan kalau bukan karena aku melihat Nabi ﷺ mengusapmu maka aku tidak akan mengusapmu”(HR Al-Bukhari no 1605 dan Muslim no 1270)
Cara ke tiga :
Dan dari Nafi’, dia berkata :
رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَبَّلَ يَدَهُ، وَقَالَ : مَا تَرَكْتُهُ مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَفْعَلُهُ
“Aku melihat Ibnu Úmar mengusap Hajar Aswad dengan tangannya lalu ia mencium tangannya dan berkata, “Aku tidak pernah meninggalkannya semenjak aku melihat Rasulullah ﷺ melakukannya” (HR Muslim no 1268)
Cara ke 4 :
Dan dari Abu At-Thufail radhiallahu ánhu , dia berkata :
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ وَيَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بمِحْجَنٍ مَعَهُ وَيُقَبِّلُ الْمِحْجَنَ
“Aku melihat Rasulullah ﷺ thowaf di ka’bah dan beliau menyentuh hajar aswad dengang tongkat (yang ujungnya bengkok), dan beliau mencium tongkat tersebut” (HR Muslim no 1275)
Cara ke 5 :
Dan dari Ibnu Ábbas radhiallahu ánhuma berkata :
طَافَ النَّبِيُّ ﷺ بِالْبَيْتِ عَلَى بَعِيرٍ، كُلَّمَا أَتَى عَلَى الرُّكْنِ أَشَارَ إِلَيْهِ
“Nabi ﷺ thowaf di ka’bah di atas onta, setiap kali beliau melewati hajar aswad maka beliau memberi isyarat kepada hajar aswad dan bertakbir” (HR Al-Bukhari no 1612)
Inilah cara-cara bertabarruk dengan hajar Aswad berdasarkan hadits-hadits yang penulis dapat kumpulkan . Dan tidak menutup kemungkinan ada hadits-hadits lainnya. Wallahu a'alm .
====
BERTABARRUK ( ngalap berkah ) DENGAN KA’BAH :
Siapapun orangnya dari umat Islam tidak akan ada yang meragukan akan keutamaan Ka'bah al-Musyarrofah serta keberkahannya . Disamping sebagai Qiblat kaum muslimin ketika sholat , Ka'bah juga memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan . Diantaranya sbb :
Allah berfirman,
{ إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ }.
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali di dibangun (di bumi) untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang memiliki BERKAH dan petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 96).
Allah SWT menyebutkan Doa Nabi Ibrahim AS ketika menempatakan Hajar dan Ismail di Samping Ka’bah :
{ رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ}
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.( QS. Ibrahim : 37 )
Dan Allah SWT menceritakan Nabi Ibrahim dan Ismail ketika meninggikan bangunan Ka’bah :
{وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". ( QS. Al-Baqarah : 127 )
Dan mari kita perhatikan bagaimana kerinduan Rosulullah ﷺ terhadap Kabah setelah beliau hijrah ke Madinah ??? Sehingga beliau sering menengadahkan mukanya ke langit sambil berharap kepada Allah Azza wa Jallaa agar berkenan memindahkan kiblat shalatnya ke arahnya bukan ke arah Baitul Maqdis , yang pada akhirnya Allah Azza wa Jallaa mengabulkannya . Allah SWT berfirman :
{قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ}
Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. ( QS. Al-Baqarah : 144 )
Dan Allah SWT berfirman :
{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}
Artinya : “ Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.. (QS. Ali Imran : 97)
Ayat-ayat diatas menunjukan akan keutamaan dan keistimewaan Ka’bah al-Musyarrofah . Akan tetapi bagaimanakah Rosulullah ﷺ dan para sahabat memperlakukan Ka'bah selain sebagai Qiblat shalat ?
Berikut ini cara-cara Rosulullah ﷺ memperlakukan Ka’bah selain dari pada sebagai Qiblat Sholat :
Pertama : Mengusap Dua Rukun , Rukun hajar Aswad dan Rukun Yamani :
Berikut ini kisah Ibnu Abbas dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang saat itu menjabat sebagai khalifah .
Telah sahih di riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berthawaf dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang saat itu beliau sebagai Khalifah. Ketika berthawaf Mu'awiyah mengusap ( istilam ) sudut-sudut Ka'bah semuanya termasuk Rukun Syami dan Rukun Iraqi, padahal Nabi ﷺ ketika thawaf hanya menyalami dua sudut yaitu rukun Yamani dan rukun Hajar Aswad , maka Ibnu Abbas menegurnya dengan mengatakan :
« لِمَ تَسْتَلِمُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَلِمُهُمَا فَقَالَ مُعَاوِيَةُ لَيْسَ شَيْءٌ مِنْ الْبَيْتِ مَهْجُورًا؟» . فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } ، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ : «صَدَقْتَ» .
" Kenapa kau mengusap dua sudut ini , sementara Rosulullah ﷺ tidak mengusap dua-duanya ?" Maka Mu'awiyah menjawab : " Tidak ada sesuatu apa pun dari Al-Bait ini yang di sia-siakan " . Lalu Ibnu Abbas membacakan ayat yang artinya : " Sungguh dalam diri Rosulullah ﷺ terdapat teladan yang baik bagi kalian " . Maka Mu'awiyah berkata : " Kamu benar ". ( HR. Bukhory no. 1608 , Muslim no. 1269 , Ahmad no. 1877 dan Turmudzy no. 858 . Lafadz tsb adalah lafadz Imam Ahmad )
Dalam atsar lain Imam Ahmad no. 4672 dan Abu 'Awaanah no. 3691 meriwayatkan dari Jureij atau Ibnu Jureij , bahwa dia bertanya kepada Ibnu Umar :
وَرَأَيْتُكَ تَسْتَلِمُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَيْنِ لَا تَسْتَلِمُ غَيْرَهُمَا ؟ فقال : " َأَمَّا اسْتِلَامُ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ فَإِنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَسْتَلِمُهُمَا لَا يَسْتَلِمُ غَيْرَهُمَا ".
" Aku melihat engkau mengusap dua sudut ini , tapi engkau tidak mengusap selain dua sudut tsb ?" . Maka beliau menjawab : " Adapun mengusap dua sudut ini karena aku melihat Rosulullah ﷺ mengusap keduanya , beliau tidak mengusap selain dua sudut tsb".
Imam Syafii menjawab terhadap orang yang berkata : " Tidak ada sesuatu apa pun dari Al-Bait ini yang di sia-siakan " dengan jawaban berikut ini :
" إِنَّا لَمْ نَدَّعِ اسْتِلَامَهُمَا هَجْرًا لِلْبَيْتِ وَكَيْفَ يَهْجُرُهُ وَهُوَ يَطُوفُ بِهِ وَلَكِنَّا نَتْبَعُ السُّنَّةَ فَعْلًا أَوْ تَرْكًا وَلَوْ كَانَ تَرْكُ اسْتِلَامِهِمَا هَجْرًا لَهُمَا لَكَانَ تَرْكُ اسْتِلَامِ مَا بَيْنَ الْأَرْكَانِ هَجْرًا لَهَا وَلَا قَائِلٌ بِهِ".
" Sesungguhnya dengan adanya kami tidak mengusap dua rukun tsb , bukanlah termasuk tindakan menyia-nyiakan terhadap Al-Bait , dan bagaimana bisa dia di katakan menyia-nyiakannya , sementara dia menthawafinya ? Akan tetapi kita mengikuti Sunnah , baik dalam berbuat maupun meninggalkan perbuatan , dan kalau seandainya dengan tidak mengusap itu dianggap menyia-nyiakannya , maka dengan tidak mengusap dinding Ka'bah diantara dua sudut juga termasuk menyia-nyiakan , dan tidak ada orang yang berkata seperti itu ". ( Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar 3/444 , Tuhfatul Ahwadzi 3/505 dan Syarah Az-Zarqony 2/331 ).
Kedua : Masuk ke dalam Ka’bah , Sholat didalamnya , berdzikir , dan menempelkan dada , pipi dan kedua tangan nya ke semua sudut bagian dalam Ka’bah sambail bertakabir , bertahamid , bertahlil dan berdoa :
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata;
دَخَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الْبَيْتَ فَجَلَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَكَبَّرَ وَهَلَّلَ ثُمَّ مَالَ إِلَى مَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ الْبَيْتِ فَوَضَعَ صَدْرَهُ عَلَيْهِ وَخَدَّهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ كَبَّرَ وَهَلَّلَ وَدَعَا فَعَلَ ذَلِكَ بِالْأَرْكَانِ كُلِّهَا ثُمَّ خَرَجَ فَأَقْبَلَ عَلَى الْقِبْلَةِ وَهُوَ عَلَى الْبَابِ فَقَالَ هَذِهِ الْقِبْلَةُ هَذِهِ الْقِبْلَةُ
“ Saya pernah memasuki Ka’bah bersama Rasulullah ﷺ, kemudian beliau duduk dan memuji Allah, bertakbir serta mengucapkan talbiyah.
Kemudian beliau pergi kesisi Ka’bah di depannya, lalu meletakkan dada, pipi, serta kedua tangannya diatasnya.
Kemudian beliau bertakbir, mengucapkan talbiyah, serta berdoa, beliau melakukan hal tersebut pada seluruh rukun.
Kemudian beliau keluar dan menghadap Kiblat, sedangkan beliau berada di depan pintu. Lalu beliau bersabda:
“Ini adalah Kiblat, ini adalah Kiblat.”
( HR. Nasaa’i 2837 , 2851, 2866 dan Imam Ahmad No. 2915 . Dan Dishahihkan oleh Syu’eb al-Arnauth dlm “تخريج المسند” No. 21823 .
Dari Usamah bin Zaid RA :
أَنَّهُ دَخَلَ هُوَ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْبَيْتَ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَجَافَ الْبَابَ وَالْبَيْتُ إِذْ ذَاكَ عَلَى سِتَّةِ أَعْمِدَةٍ فَمَضَى حَتَّى إِذَا كَانَ بَيْنَ الْأُسْطُوَانَتَيْنِ اللَّتَيْنِ تَلِيَانِ بَابَ الْكَعْبَةِ جَلَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَسَأَلَهُ وَاسْتَغْفَرَهُ ثُمَّ قَامَ حَتَّى أَتَى مَا اسْتَقْبَلَ مِنْ دُبُرِ الْكَعْبَةِ فَوَضَعَ وَجْهَهُ وَخَدَّهُ عَلَيْهِ وَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَسَأَلَهُ وَاسْتَغْفَرَهُ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى كُلِّ رُكْنٍ مِنْ أَرْكَانِ الْكَعْبَةِ فَاسْتَقْبَلَهُ بِالتَّكْبِيرِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ وَالْمَسْأَلَةِ وَالِاسْتِغْفَارِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ وَجْهِ الْكَعْبَةِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَقَالَ هَذِهِ الْقِبْلَةُ هَذِهِ الْقِبْلَةُ
“Bahwa Ia pernah memasuki Ka’bah bersama Rasulullah ﷺ, kemudian beliau memerintahkan Bilal untuk menutup pintu, pada saat itu Ka’bah berada di atas enam tiang.
Kemudian beliau berjalan hingga setelah sampai tempat diantara dua tiang yang terletak setelah pintu Ka’bah beliau duduk kemudian memuji Allah dan memohon serta beristighfar.
Kemudian beliau berdiri hingga setelah sampai bagian belakang Ka’bah dihadapannya beliau meletakkan wajah, serta pipinya di atasnya, dan memuji Allah, memohon kepada-Nya serta beristighfar.
Kemudian beliau menuju setiap rukun Ka’bah, lalu menghadap kepadanya dengan mengucapkan takbir, mengucapkan talbiyah, tasbih, memuji kepada Allah, memohon serta beristighfar .
Kemudian beliau keluar lalu melakukan shalat dua rekaat menghadap ke arah Ka’bah lalu pergi dan mengatakan:
“Ini adalah Kiblat, ini adalah Kiblat.”
( HR. Nasaa’i No. 2865 . Di shahihkan sanadnya oleh syeikh al-Albaani dlm shahih Sunan Nasaa’i No. 2914 )
Nabi ﷺ pernah sholat diantara dua tiang dalam Ka’bah seperti yang diriwayatkan Imam Bukhori (No. 1167) dan Muslim ( No. 1329 ) dalam shahihnya , Dari Abdullah bin Umar, dia berkata :
دخلَ رسولُ اللَّهِ البيتَ هوَ وأسامةُ بنُ زيدٍ وبلالٌ وعثمانُ بنُ طلحةَ فأغلقوا عليهم فلمَّا فتحَها رسولُ اللَّهِ كنتُ أوَّلَ من ولَجَ فلقيتُ بلالًا فسألتُهُ هل صلَّى فيهِ رسولُ اللَّهِ قالَ نعَم. صلَّى بينَ العمودينِ اليمانِيَّينِ
“ Rasulullah ﷺ masuk ke Baitullah beserta Usamah bin Zaid, Bilal dan Utsman bin Thalha , maka mereka menutup pintu atas mereka. Ketika mereka membuka pintu, saya orang pertama yang masuk, dan saya bertemu Bilal dan bertanya kepadanya: Apakah Rasulullah ﷺ sholat ? Dia berkata: Ya, di antara dua pilar Yamani “.
Dalam lafadz lain :
أُتِيَ ابنُ عُمَرَ فقِيلَ له: هذا رَسولُ اللَّهِ ﷺ دَخَلَ الكَعْبَةَ، فَقالَ ابنُ عُمَرَ: فأقْبَلْتُ والنبيُّ ﷺ قدْ خَرَجَ وأَجِدُ بلَالًا قَائِمًا بيْنَ البَابَيْنِ، فَسَأَلْتُ بلَالًا، فَقُلتُ: أصَلَّى النبيُّ ﷺ في الكَعْبَةِ؟ قالَ: نَعَمْ، رَكْعَتَيْنِ، بيْنَ السَّارِيَتَيْنِ اللَّتَيْنِ علَى يَسَارِهِ إذَا دَخَلْتَ، ثُمَّ خَرَجَ، فَصَلَّى في وجْهِ الكَعْبَةِ رَكْعَتَيْنِ
Artinya : “ Di datangkanlah Ibnu Umar RA , lalu dikatakan kepadanya : Ini Rasulullah ﷺ masuk Ka'bah . Lalu Ibn 'Umar berkata : Maka aku menghadapnya , dan saat itu Nabi ﷺ keluar dan aku mendapati Bilal sedang berdiri di antara dua pintu, maka akupun bertanya kepada Bilal , lalu aku berkata: Apakah Nabi ﷺ sholat di dalam Kabah? Dia berkata: Ya, dua rakaat di antara dua pilar di sebelah kirinya jika Anda masuk, lalu dia keluar, dan dia berdoa di depan Ka'bah dua rokaat. ( HR. Bukhori No. 1167 dan Muslim No. 1329 ).
Ketiga : Sholat Di Hijir Ismail Sama Hukumnya Dengan Sholat Di Dalam Ka’bah :
Dari Aisyah RA , ia berkata;
" كُنْتُ أُحِبُّ أَنْ أَدْخُلَ الْبَيْتَ فَأُصَلِّيَ فِيهِ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِيَدِي فَأَدْخَلَنِي فِي الْحِجْرِ فَقَالَ صَلِّي فِي الْحِجْرِ إِذَا أَرَدْتِ دُخُولَ الْبَيْتِ فَإِنَّمَا هُوَ قَطْعَةٌ مِنْ الْبَيْتِ فَإِنَّ قَوْمَكِ اقْتَصَرُوا حِينَ بَنَوْا الْكَعْبَةَ فَأَخْرَجُوهُ مِنْ الْبَيْتِ ".
Artinya : “ Aku suka memasuki Ka'bah dan melakukan shalat di dalamnya. Kemudian Rasulullah ﷺ menggandeng tanganku dan memasukkanku ke dalam Hijr, dan beliau berkata:
"Apabila engkau hendak memasuki Ka'bah, sesungguhnya Hijr tersebut merupakan bagian dari Ka'bah. Sesungguhnya kaummu menguranginya ketika membangun Ka'bah, dan mengeluarkan Hijr dari Ka'bah."
( HR. Abu Daud No. 1733 , Turmudzi No. 876 , Nasai No. 2912 dan Ahmad No. 24616 . Di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Sunan Abu Daud No. 2028 dan Shahih Turmudzi No. 876 )
Keempat : Menempelkan dada , pipi dan kedua lengan dan kedua telapak tangannya ke MULTAZAM :
MULTAZAM adalah bagian dari Ka’bah yang mulia diantara hajar aswad dan pintu ka’bah.
Makna التزامه (merapatkannya) yaitu
وَضَعَ الدَّاعِي صَدْرَهُ وَوَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَكَفَّيْهِ عَلَيْهِ وَدُعَاءَ اللَّهِ تَعَالَى بِمَا تَيَسَّرَ لَهُ مِمَّا يَشَاءُ.
“ Orang yang berdoa meletakkan dada, wajah, lengan dan kedua tangannya di atasnya dan berdoa kepada Allah apa yang mudah baginya dari apa yang dia inginkan”.
Dan disana tidak ada doa khusus yang seorang muslim berdoa di tempat itu. Dan diperbolehkan merapatkannya ketika memasuki ka’bah (kalau mudah untuk masuk ke dalamnya), diperbolehkan melaksanakannya sebelum thawaf wada’, dan pada waktu kapan saja.
Dan sebaiknya seseorang yang berdoa jangan sampai mengganggu orang lain dengan memperlama doanya. Beditu juga tidak dibenarkan berdesak-desakan dan menyakiti orang-orang hanya karena hal tsb. Di saat melihat ada kesempatan dan kelonggaran, berdoalah di tempat itu . Jika tidak ada, cukuplah berdoa ketika thawaf dan (dalam) sujud shalat.
Yang ada dari para shahabat –semoga Allah meredhoi mereka- dalam iltizam di Multazam yang paling shoheh dari Nabi ﷺ (adalah) dari Abdurrahman bin Sofwan berkata:
لَمَّا فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَكَّةَ قُلْتُ لَأَلْبَسَنَّ ثِيَابِي وَكَانَتْ دَارِي عَلَى الطَّرِيقِ فَلَأَنْظُرَنَّ كَيْفَ يَصْنَعُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَانْطَلَقْتُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ قَدْ خَرَجَ مِنْ الْكَعْبَةِ هُوَ وَأَصْحَابُهُ وَقَدْ اسْتَلَمُوا الْبَيْتَ مِنْ الْبَابِ إِلَى الْحَطِيمِ وَقَدْ وَضَعُوا خُدُودَهُمْ عَلَى الْبَيْتِ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَسْطَهُمْ
Tatkala Rasulullah ﷺ menaklukkan Kota Mekkah aku katakan; sungguh aku akan memakai pakaianku -dan rumahku berada di jalan-, kemudian aku akan melihat bagaimana Rasulullah ﷺ berbuat. Kemudian aku pergi dan melihat Nabi ﷺ telah keluar dari Ka'bah bersama para sahabatnya. Dan mereka telah mengusap Ka'bah dari pintu hingga Al Hathim (bagian antara pintu dan rukun). Dan mereka telah meletakkan pipi mereka pada Ka'bah sementara ﷺ berada di tengah mereka.
( HR. Abu Daud No. 1622 , 1898 dan Ahmad No. 15002, 15124 ) . (dalam sanadnya) terdapat Yazid bin Abi Ziyad. Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Abu Zur’ah dan ulama’ lainnya telah mendhaifkannya. Dan hadits ini di Dhaifkan oleh Imam an-Nawawi dlm kitab al-Majmu’ 8/261
Dan dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya berkata:
طُفْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ فَلَمَّا جِئْنَا دُبَرَ الْكَعْبَةِ قُلْتُ أَلاَ تَتَعَوَّذُ . قَالَ نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ النَّارِ . ثُمَّ مَضَى حَتَّى اسْتَلَمَ الْحَجَرَ وَأَقَامَ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ فَوَضَعَ صَدْرَهُ وَوَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَكَفَّيْهِ هَكَذَا وَبَسَطَهُمَا بَسْطًا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَفْعَلُهُ
“Saya (menunaikan) thawaf bersama Abdullah, ketika sampai di belakang ka’bah, saya berkata: “Apakah kita tidak berlindung?”
(Beliau) berkata: “Kita berlingdung dengan (Nama) Allah dari neraka.”
Ketika telah lewat, saya menyentuh hajar (aswad), dan berdiri diantara rukun (hajar aswad) dan pintu (ka’bah). Maka (beliau) menaruh dada, wajah, lengan dan kedua tangannya begini dan membentangkan lebar keduanya.
Kemudian berkata: “Beginilah saya melihat Rasulullah ﷺ melakukannya.
( HR. Abu Dawud, 1899. Ibnu Majah, 2962).
Dan (di dalam sanadnya) ada Mutsanna bin As-Sobah. (beliau) dilemahkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Main, Tirmizi dan Nasa’i serta (ulama’ lainnya). Dan hadits ini di Dhaifkan oleh Imam an-Nawawi dlm kitab al-Majmu’ 8/261 .
Namun kedua hadits ini saling menguatkan satu dengan lainnya. Dan Syekh Al-Albaani telah menshohehkannya di kitab ‘As-Silsilah As-Sohehah, 2138.’
Disebutkan dari Ibnu Abbas RA bahwa beliau berkata:
أَنَّهُ كَانَ يَلْزَم مَا بَيْن الرُّكْن وَالْبَاب . وَكَانَ يَقُول مَا بَيْن الرُّكْن وَالْبَاب يُدْعَى الْمُلْتَزَم لَا يَلْزَم مَا بَيْنهمَا أَحَد يَسْأَل اللَّه شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Al-Multazam adalah antara Rukun (hajar aswad) dan Pintu (ka’bah). Dan Ibnu Abbas menyatakan, ''Antara Rukun Aswad (sudut tempat terdapatnya Hajar Aswad) dan pintu Ka'bah disebut Multazam. Tidak ada orang yang merapatkan dirinya diantara keduanya lalu memohon kepada Allah melainkan Allah mengabulkan permintaan itu." ( HR. Baihaqi . Imam Nawawi dlm kitab al-Majmu’ 8/261 berkata : “ Di riwayatkan oleh Baihaqi secara mauquf kepada Ibnu Abbas dengan sanad yang dhaif “.
Imam Syafi’i berkata :
"وَأَحَبَّ لَهُ إِذَا وَدَّعَ الْبَيْتَ أَنْ يَقُفَّ فِي الْمُلْتَزِمِ وَهُوَ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ فَيَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنَّ الْبَيْتَ بَيْتُكَ وَالْعَبْدُ عَبْدُكَ".
Dan aku suka terhadap seseorang ketika dia hendak meninggalkan Baitullah untuk berdiri di Multazam , yaitu diantara sudut ( Hajar Aswad ) dan pintu ( Kab’ah ) dan berkata: Ya Allah, Sesungguhnya rumah ini adalah rumahmu dan hamba ini adalah hambamu “ ( al-Umm 2/244 ) .
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Kalau dia ingin mendatangi multazam –yaitu antara hajar aswad dan pintu ka’bah- dan dia menaruh dada, wajah, lengan dan kedua tangannya dan berdoa kepada Allah Ta’ala keperluannya, dia (diperbolehkan) melakukan itu. Hal itu boleh dilakukan sebelum thawaf wada’, karena (posisi) penempelan ini tidak ada bedanya waktu wada’ (perpisahan) maupun yang lainnya.
Dan para sahabat juga melakukan hal itu ketika memasuki Mekkah.
Kalau dia mau , bacalah doa yang ada tuntunannya dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma ! , yaitu :
اللَّهُمَّ هَذَا بَيْتُكَ، وَأَنَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ، حَمَلْتَنِي عَلَى مَا سَخَّرْتَ لِي مِنْ خَلْقِكَ، وَسَيَّرْتَنِي فِي بِلادِكَ حَتَّى بَلَّغْتَنِي بِنِعْمَتِكَ، وَأَعَنْتَنِي عَلَى قَضَاءِ نُسُكِي، فَإِنْ كُنْتَ رَضِيتَ عَنِّي، فَازْدَدْ عَنِّي رضاً، وإلا، فمن الآن قبل أن تنأى عَنْ بَيْتِكَ دَارِي هَذَا، أَوَانُ انْصِرَافِي إِنْ أَذِنْتَ لِي غَيْرَ مُسْتَبْدِلٍ بِكَ وَلا بِبَيْتِكَ وَلا رَاغِبٍ عَنْكَ وَلا عَنْ بَيْتِكَ، اللَّهُمَّ فاصحبني الْعَافِيَةَ فِي بَدَنِي، وَالصِّحَّةَ فِي جِسْمِي، وَالْعِصْمَةَ فِي دِينِي، وَأَحْسِنْ مُنْقَلَبِي، وَارْزُقْنِي طَاعَتَكَ مَا أبقيتني، واجمع لي خيري الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ya Allah, Tuhan kami, sesungguhnya saya adalah hambaMu dan anak dari hambaMu, anak budak-Mu. Engkau bawa kami dengan apa yang telah Engkau jalankan kepadaku dari makhlukMu. Dan Engkau jalankan diriku dari negeriMu sehingga Engkau sampaikan dengan nikmatMu ke rumahMu. Dan Engkau bantu kami agar dapat menunaikan manasikku.
Kalau sekiranya Engkau ridlo kepada diriku, maka tambahkanlah kepada diriku keridhoanMu.
Kalau sekiranya (belum), maka dari sekarang (berikanlah) keridhoan kepada diriku sebelum meninggalkan rumahMu (menuju) rumahku.
Ini adalah waktu kepergianku, jikalau Engkau mengizinkan kepadaku tanpa (ada rasa) menggantikan dari diriMu, juga rumahMu, dan (tidak ada perasaan) benci kepadaMu dan pada rumahMu.
Ya Allah, Tuhanku. Sertakanlah kepada diriku kesehatan pada badanku, dan kesehatan di tubuhku serta jangalah agamaku, dan perbaikilah tempat kembaliku, berikanlah rezki (dengan) ketaatan kepadaMu selagi saya (masih) hidup. Dan gabungkanlah untuk diriku kebaikan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Engkau terhadap sesuatu Maha Mampu “.
Kalau sekiranya berdiri di sisi pintu Ka’bah dan berdoa disana tanpa menempelkan di ka’bah, maka hal itu (juga) baik. ( Lihat : Majmu’ Fatawa, karya Ibnu Taimiyah 26/142, 143 )
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata tentang amalan di Multazam :
وَهَذَا مَسْأَلَةٌ اخْتَلَفَ فِيهَا الْعُلَمَاءُ مَعَ أَنَّهَا لَمْ تَرِدْ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ ( يعني لَمْ تَرِدْ فِي حَدِيثٍ صَحِيحٍ ، بِنَاءً عَلَى تَضْعِيفِ الْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي هَذَا ) ، وَإِنَّمَا عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، فَهَلْ الِالْتِزَامُ سُنَّةٌ ؟ وَمَتَى وَقْتُهُ ؟ وَهَلْ هُوَ عِنْدَ الْقُدُومِ ، أَوْ عِنْدَ الْمَغَادِرَةِ ، أَوْ فِي كُلِّ وَقْتٍ ؟ .
وَسَبَبُ الْخِلَافِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ فِي هَذَا : أَنَّهُ لَمْ تَرِدْ فِيهِ سُنَّةٌ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ ، لَكِنَّ الصَّحَابَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – كَانُوا يَفْعَلُونَ ذَلِكَ عِنْدَ الْقُدُومِ .
وَالْفُقَهَاءُ قَالُوا : يَفْعَلُهُ عِنْدَ الْمَغَادِرَةِ فَيَلْتَزِمُ فِي الْمُلْتَزَمِ ، وَهُوَ مَا بَيْنَ الرُّكْنِ الَّذِي فِيهِ الْحَجَرُ وَالْبَابُ ...
وَعَلَى هَذَا : فَالِالتِّزَامُ لَا بَأْسَ بِهِ مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ أَذَى وَضِيقٌ. "
“Permasalahan ini para ulama’ berbeda pendapat, padahal hal ini tidak ada dari Nabi ﷺ (yakni tidak ada hadits shoheh, terkait dengan hadits-hadits yang beliau dhaifkan tentang hal ini) akan tetapi (ada) dari sebagian para shahabat RA .
Apakah menempelkan (iltizam) sunnah?
Dan kapan waktunya?
Apakah ketika pertama kali datang atau ketika meninggalkan (Mekkah) atau pada setiap waktu?.
Penyebab (adanya) perbedaan antar para ulama’ dlm masalah ini adalah dikarenakan tidak adanya sunnah dari Nabi ﷺ. Akan tetapi para shahabat RA mereka melakukan (hal) itu ketika pertama kali datang (di Mekkah).
Para ahli fiqih mengatakan : Melakukan hal itu ketika meninggalkan (Mekkah) maka tempelkanlah (badan) di Multazam ! , yaitu antara rukun yang ada hajar aswad dan pintu (ka’bah). Dari sini, maka iltizam (menempelkan tubuh di ka’bah) tidak mengapa selagi tidak menyakiti dan berdesak-desakan.” ( Baca “الشرح الممتع” 7/402, 403 ).
Ibnu Taymiyyah berkata di Majmu 'al-Fataawa (27/129)
وَالدُّعَاءُ مُسْتَجَابٌ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ وَعِنْدَ التَّحَامِ الْحَرْبِ وَعِنْدَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ وَفِي أَدْبَارِ الصَّلَوَاتِ وَفِي حَالِ السُّجُودِ وَدُعَاءِ الصَّائِمِ وَدُعَاءِ الْمُسَافِرِ وَدُعَاءِ الْمَظْلُومِ وَأَمْثَالِ ذَلِكَ. فَهَذَا كُلُّهُ مِمَّا جَاءَتْ بِهِ الْأَحَادِيثُ الْمَعْرُوفَةُ فِي الصَّحَاحِ وَالسُّنَنِ وَالدُّعَاءُ بِالْمَشَاعِرِ كَعَرَفَةَ وَمُزْدَلِفَةَ وَمِنًى وَالْمُلْتَزَمِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ مَشَاعِرِ مَكَّةَ وَالدُّعَاءُ بِالْمَسَاجِدِ مُطْلَقًا.
Dan doa-doa mustajab itu : saat turun hujan, saat perang berkecamuk, saat adzan, saat Iqama , di penghujung-penghujung sholat, pada saat sujud, doa orang berpuasa , doa orang musafir, doa orang yang terdzalimi , dan yang semisalnya.
Ini semua terdapat dalam hadits-hadits yang ma’ruf dalam kitab hadits Shahih dan kitab Sunan.
Begitu juga doa di masyaa’ir , seperti di Arafah , Muzdalifah, Mina, Al-Multazam dan Masyaa’ir Mekah dan doa di masjid-masjid secara muthlak (Yakni di masjid mana saja)“. ( “مجموع الفتاوى” 27/179 ).
Al-Nawawi berkata dalam al-Majmu 'Syarh al-Muhadzdzab (8/261):
ذَكَرَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ (رحمه الله) فِي رِسَالَتِهِ الْمَشْهُورَةِ إِلَى أَهْلِ مَكَّةَ أَنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسَةِ عَشَرَ مَوْضِعًا: فِي الطَّوَافِ - وَعِنْدَ الْمُلْتَزِمِ - وَتَحْتَ الْمَيْزَابِ - وَفِي الْبَيْتِ - وَعِنْدَ زَمْزَمَ - وَعَلَى الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ - وَفِي الْمَسْعَى - وَخَلْفَ الْمَقَامِ - وَفِي عَرَفَاتَ - وَفِي الْمُزْدَلِفَةِ - وَفِي مِنًى وَعِنْدَ الْجَمَرَاتِ الثَّلَاثِ".
“ Al-Hasan Al-Basri (semoga Tuhan mengasihani dia) menyebutkan dalam Risalah nya yang terkenal kepada orang-orang Makkah :
Bahwa Doa-doa Mustajab itu di lima belas tempat , yaitu : di saat berthawaf - di Multazam - di bawah Talang Kabah - di dalam Ka’bah - di saat minum Zamzam - dan di Safa dan Marwah - dan dalam usaha - dan di belakang tempat suci - dan di Arafah - dan di Muzdalifah - di Mina dan di tiga Jamarat “.
Syeikh Bin Baaz :
Beliau pernah di tanya tentang berdoa di Multazam dan bergelayutan pada Kiswah Ka’bah ?
Beliau menjawab :
دُعَاءُ الْمُلْتَزَمِ لَا بَأْسَ بِهِ، فَعَلَهُ كَثِيرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَرُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ فَعَلَهُ وَلَكِنْ فِي سَنَدِهِ نَظَرٌ، وَلَكِنَّ فَعَلَهُ بَعْضُ الصَّحَابَةِ وَهُوَ مَا بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ إِنْ كَانَ يَقُومُ فِيهِ وَيَدْعُو رَبَّهُ لَا بَأْسَ بِهَذَا، تُرْجَى فِيهِ الْإِجَابَةُ.
أَمَّا التَّشَبُّثُ بِأَسْتَارِ الْكَعْبَةِ فَلَا نَعْلَمُ لَهُ أَصْلًا، وَالَّذِي يَنْبَغِي تَرْكُ ذَلِكَ، إِنَّمَا فَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ فِي دَاخِلِ الْكَعْبَةِ لَمَّا دَخَلَهَا أَلْصَقَ صَدْرَهُ وَيَدَيْهِ فِي جِدَارِهَا وَدَعَا رَبَّهُ وَكَبَّرَ.
كَمَا رُوِيَ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ وَرُوِيَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّهُ دَارَ فِيهَا وَكَبَّرَ وَدَعَا. وَرُوِيَ ابْنُ عُمَرَ أَنَّهُ صَلَّى فِيهَا رَكْعَتَيْنِ عَنْ بِلَالٍ صَلَّى فِيهَا رَكْعَتَيْنِ، هَذَا سُنَّةٌ مِنْ دَاخِلِهَا صَلَّى فِيهَا وَدَعَا وَكَبَّرَ فَعَلَهُ النَّبِيُّ ﷺ.
أَمَّا مَنْ خَارِجًا فَلَا نَعْلَمُ لَهُ أَصْلًا إِلَّا عِنْدَ الْمُلْتَزَمِ، وَإِذَا دَعَا فِي أَيِّ مَنْحَى فَلَا بَأْسَ، أَمَّا كُونُهُ يَتَشَبَّثُ بِالْكِسْوَةِ أَوْ يَتَمَسَّكُ بِالْكِسْوَةِ وَيَظُنُّ أَنَّ هَذَا فِيهِ بَرَكَةً فَهَذَا لَا أَصْلَ لَهُ، لَا نَعْلَمُ لَهُ أَصْلًا.
Artinya : “ Berdoa di Multazam tidaklah mengapa , itu banyak dilakukan oleh para sahabat, dan diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau melakukannya, tetapi ada beberapa pertimbangan dalam sanadnya. Tetapi beberapa Sahabat melakukannya, yaitu di antara sudut Hajar Aswad dan pintu Ka’bah . Jika ada seseorang berdiri di tempat itu untuk berdoa kepada Rabbnya , maka tidaklah mengapa dengannya , dengan harapan diqabulkan .
Adapun bergelayutan pada Kiswah Ka'bah, kami tidak mengetahui sumber nya, dan itu seyogyanya ditinggalkan. Adapun Nabi ﷺ melakukannya di dalam Ka’bah , yaitu ketika beliau masuk ke dalamnya , beliau menempelkan dadanya dan kedua tangannya pada dinding Kabah lalu berdoa kepada Rabbnya dan bertakbir , Seperti Yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid .
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkeliling di dalam Ka’bah sambil bertakbir dan berdoa .
Dan Di Riwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau sholat dua rokaat di dalamnya , begitu juga Bilal .
Ini adalah Sunnah ketika seseorang berada di dalamnya , yaitu sholat , berdoa dan bertakbir seperti yang di lakukan oleh Nabi ﷺ.
Adapun Jika di luar Ka’bah , maka kami tidak tahu sumbernya kecuali di Multazam . Dan Jika sesorang berdoa dari arah manapun maka itu tidaklah mengapa . Adapun bergelayutan pada Kiswah atau berpegangan Kiswah serta berprasangka bahwa dalam amalan tsb terdapat Berkah , maka ini adalah tidak ada sumbernya , kami sama sekali tidak mengetahui dalilnya “.
------
ADAKAH TEMPAT SEPERTI MULTAZAM DI SELAIN ANTARA SUDUT HAJAR ASWAD DAN PINTTU KABAH ?
Terdapat perbedaan amalan para ulama salaf dalam hal berkaitan dengan tempat Multazam di Ka’bah , yaitu sebagai berikut :
Pertama : Yang paling masyhur dan di amalkan oleh mayoritas para ulama , Multazam itu hanyalah tempat antara Rukun Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah .
Kedua : Ada sebagian dari mereka yang menjadikan belakang Kabah “دبر الكعبة “ sebagai Multazam .
Ketiga : Ada juga yang menjadikan di bawah Talang Air sebagai Multazam.
Keempat : Ada juga yang menjadikan seluruh Kabah sebagai Multazam tanpa pengecualian.
===
AL-HATHIIM ( الحَطِيْم )
Ibnu Qoyyim berkata :
وَأَمَّا الْحَطِيمُ : فَقِيلَ فِيهِ أَقْوَالٌ : أَحَدُهَا : أَنَّهُ مَا بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ ، وَهُوَ الْمُلْتَزَمُ ، وَقِيلَ : هُوَ جِدَارُ الْحِجَرِ ؛ لِأَنَّ الْبَيْتَ رُفِعَ وَتُرِكَ هَذَا الْجِدَارُ مَحْطُومًا.
وَالصَّحِيحُ : أَنَّ الْحَطِيمَ الْحِجَرَ نَفْسَهُ ، وَهُوَ الَّذِي ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ فِي " صَحِيحِهِ " وَاحْتَجَّ عَلَيْهِ بِحَدِيثِ الْإِسْرَاءِ ، قَالَ: " بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ فِي الْحَطِيمِ " ، وَرُبَّمَا قَالَ : " فِي الْحِجَرِ " ، قَالَ : وَهُوَ حَطِيمٌ بِمَعْنَى مَحْطُومٍ ، كَقَتِيلٍ بِمَعْنَى مَقْتُولٍ.
Adapun Al-Hathim ( الحطيم ) : Maka dikatakan ada dua pendapat :
Salah satunya adalah di antara sudut hajar aswad dan pintu Ka’bah , dan dia adalah Multazam .
Dan dikatakan pula : Hathim itu adalah dinding al-Hijir , karena Baitullah itu ketika ditinggikan bangunannya menyebabkan tembok itu hancur ( محطوم ).
Dan yang Shahih : al-Hathim itu adalah Al-Hijir . Dan itu sesuai dengan yang diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shahihnya , dan dia berargumentasi atasnya dengan hadits Isra Miraj , Yaitu Sabda Nabi ﷺ : “ Ketika aku tidur di al-Hathiim “. Dan terkadang beliau bersabda : “ Di al-Hijr “.
Seorang ( ahli bahasa ) berkata : “Dan dia hathiim, bermakna mahthuum (yang dihancurkan), seperti qotiil . bermakna maqtuul ( yang dibunuh )”. ( Baca : “شرح تهذيب سنن أبي داود” 5/247 )
====
BERTABARRUK DENGAN MAQOM IBRAHIM :
Maqom Ibrahim adalah bekas pijakan kaki Nabi Ibrahim AS ketika beliau membangun ka’bah bersama putranya Nabi Ismail AS.
Maqam Ibrahim dahulu adalah sebuah batu yang dibawakan oleh Nabi Ismail untuk bapaknya Nabi Ibrahim supaya dijadikan sebagai pijakan dalam membangun dinding Ka'bah yang tinggi.
Kemudian di tengah proses pembangunan itu (atas izin Allah) permukaan batu itu menjadi lunak sehingga telapak kaki Nabi Ibrahim tercetak di atasnya.
Dahulunya sangat nampak bekas kaki dan jari-jari kaki sesuai dengan bentuk kaki yang sempurna, akan tetapi karena terlalu sering diusap ulah tangan manusia, bekas tersebut tidak terlihat jelas lagi.
Al-Baghawi menjelaskan,
الَّذِي قَامَ عَلَيْهِ إِبْرَاهِيمُ ، وَكَانَ أَثَرَ قَدَمَيْهِ فِيهِ فَانْدَرَسَ مِنْ كَثْرَةِ الْمَسْحِ بِالْأَيْدِيِ.
“(Maqam Ibrahim) adalah tempat berdirinya nabi Ibrahim. Dahulunya terdapat bekas kedua telapak kaki beliau (dengan jelas), tetapi terhapus karena terlalu banyak yang mengusapnya.” [Tafsir Al-Baghawi]
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :
وَكَانَتْ آثَارُ قَدَمَيْهِ ظَاهِرَةً فِيهِ وَلَمْ يَزَلْ هَذَا مَعْرُوفًا تَعْرِفُهُ الْعَرَبُ فِي جَاهِلِيتِهَا ، وَقَدْ أَدْرَكَ الْمُسْلِمُونَ ذَلِكَ فِيهِ أَيْضًا ، كَمَا قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ : رَأَيْتُ الْمَقَامَ فِيهِ أَصَابِعَهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَأَخْمَصَ قَدَمَيْهِ . غَيْرَ أَنَّهُ أَذْهَبَهُ مَسَحَ النَّاسُ بِأَيْدِيهِمْ
Bekas telapak kedua kaki beliau sangat nampak. Dan bekas itu tetap ada dan masyarakat jahiliyah sangat mengenalnya. Kaum muslimin juga menjumpai bekas kaki itu, sebagaimana yang dinyatakan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ‘Aku melihat di maqam Ibrahim ada bekas jari-jari kaki beliau ‘alaihis salam dan juga lekukan kaki beliau. Hanya saja, usapan tangan manusia membuat bekas itu bertahap menghilang.’ (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/117 dan lihat pula al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/163).
Syeikh Ibnu Utsaimin menjelaskan :
لا شَكَّ أَنَّ مَقَامَ إِبْرَاهِيمَ ثَابِتٌ وَأَنَّ هَذَا الَّذِي بُنِيَ عَلَيْهِ الزُّجَاجُ هُوَ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ، لَكِنَّ الْحُفْرَ الَّتِي فِيهِ لَا يَظْهَرُ أَنَّهَا أَثَرُ الْقَدَمَيْنِ ، لِأَنَّ الْمَعْرُوفَ مِنَ النَّاحِيَةِ التَّارِيخِيَّةِ أَنَّ أَثَرَ الْقَدَمَيْنِ قَدْ زَالَ مِنْذُ أَزْمَنَةٍ مُتَطَاوِلَةٍ ، وَلَكِنْ حُفْرَتْ هَذِهِ أَوْ وُضِعَتْ لِلْعَلَامَةِ فَقَطْ
Artinya : “ Tidak ada keraguan bahwa maqam Ibrahim adalah sesuatu yang riil. Yang ditutup dengan kaca, itulah maqam Ibrahim. Namun cekungan, nampaknya bukan bekas kedua kaki. Karena info yang makruf dari sisi sejarah bahwa bekas telapak kaki Ibrahim telah hilang sejak masa silam.. namun dipahat ulang atau dibuat tandanya saja“.
Referensi :
(كتاب فتاوى أركان الإسلام -ص547 – سؤال : هل الأثر الذي في مقام إبراهيم هو أثر قدمي إبراهيم عليه الصلاة والسلام أم لا ؟ - المكتبة الشاملة الحديثة)
Dan dahulu batu pijakan Nabi Ibrahim ini letaknya menempel tepat di samping ka'bah. Orang-orang terdahulu sengaja mendiamkannya karena batu ini bersejarah, namun mereka tidak meyakini keutamaan tertentu dari batu ini.
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa dalam maqam Ibrahim terdapat tanda-tanda nyata, Allah Ta’ala berfirman,
{ فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا }
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) maka dia aman. [QS. Ali Imran: 96-97]
---------
BEBERAPA KEISTIMEWAAN DAN KEAJAIBAN MAQAM IBRAHIM:
Pertama : Maqom Ibrahim adalah Batu surga :
Sebagian ulama menyebutkan bahwa maqam ibrahim dan hajar aswad merupakan batu dari surga
Dalam masalah ini terdapat hadits Abdullah bin Amr RA dia berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
«إِنَّ الرُّكْنَ وَالمَقَامَ يَاقُوتَتَانِ مِنْ يَاقُوتِ الجَنَّةِ، طَمَسَ اللَّهُ نُورَهُمَا ، وَلَوْ لَمْ يَطْمِسْ نُورَهُمَا لأَضَاءَتَا مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ «
"Sesungguhnya 'rukun' (Hajar Aswad) dan maqam (Ibrahim) merupakan dua permata dari permata surga. Allah hapus cahaya keduanya. Seandainya cahaya keduanya tidak dihapus, niscaya akan dapat menerangi antara timur dan barat."
Hadits ini diriwayatkan melalui jalur Masafih bin Syaibah Al-Hijaby dari Abdullah bin Amr bin Ash.
Lalu dari Masafih sejumlah perawi meriwayatkan dalam dua macam;
1-Mauquf (terhenti dan tidak bersambung hingga Rasulullah ﷺ) pada ucapan Abdullah bin Amr bin Ash.
Demikianlah Az-Zuhri dan Syu'bah meriwayatkannya sebagaimana disebutkan oleh Abu Hatim dalam kitab Al-Ilal, 1/300 tanpa menyebutkan sanadnya.
2- Marfu (bersambung hingga kepada Rasulullah ﷺ). Riwayat ini diriwayatkan oleh Raja Abu Yahya dari Masafih, sebagaimana terdapat dalam Musnad Ahmad, 2/213, Sunan Tirmizi, no. 878, Shahih Ibnu Khuzaimah, 4/219, Shahih Ibnu Hibban, 9/24 serta Mustadrak Al-Hakim, 1/627)
Rojaa adalah putera dari Shabih Al-Harasyi.
Ibnu Main berkata tentang dia : “ Lemah “.
Abu Hatim berkata : “ Tidak kuat “.
Ibnu Khuzaimah berkata : “ Saya tidak mengetahui tentang Rojaa , apakah adil atau ada cacat dan aku tidak menjadikan dalil dari khabar seperti itu “.
Imam Bukhari dan Ibnu Hibban menganggapnya tsiqah, kesimpulan ini dikuatkan oleh Ahmad Syakir dalam Tahqiq Al-Musnad. ( Lihat Tahzib At-Tahzib, 3/268 ).
Diriwayatkan pula secara marfu oleh Syabib bin Sa'id Al-Habthy dan Ayub bin Suwaid dari Yunus bin Yazid, dari Zuhri dari Masafih.
Yang ke1 : dicantumkan oleh Baihaqi dalam “السنن الكبرى” 5/75 .
Sedangkan yang ke2 : dicantumkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, 4/219 serta Al-Hakim dalam “المستدرك”, 1/626.
Sanad ini shahih, sebab Syabib bin Said adalah tsiqah, dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Madini. ( Lihat bioghrafinya dalam “تاريخ بغداد”, 11/329 dan “تاريخ الإسلام”, 28/381).
Al-Imam an-Nawawi menyatakan shahih dalam “المجموع” 8/36, dia berkata : "Shahih sesuai dengan syarat Muslim, demikian pula halnya Ibnu Taimiah dalam “شرح العمدة”, bab Manasik, 2/434)
Al-Albany berkata dalam “تحقيق صحيح ابن خزيمة” no. 2731 :
"Isnadnya hasan lighairihi. Karena Ayub bin Suwaid buruk hafalannya, tapi diikuti oleh Syabib bin Said Al-Hibhty oleh Baihaqi, dia adalah tsiqah dari riwayat anaknya darinya. Maka sanadnya shahih “.
Syuaib Al-Arna'uth berkata tentang hadits ini dalam “تحقيق ابن حبان” no. 3710 :“ Haditsnya hasan lighairih “.
Al-Albaany juga menyatakannya shahih dalam “صحيح الترمذي”, no. 878.
Syekh Ahmad Syakir rahimahullah menyatakannya shahih dalam “تحقيق المسند”.
Sedangkan para peneliti Musnad memilih pendapat bahwa riwayat ini MAUQUUF pada Abdullah bin Amr bin Ash RA dan bahwa sanadnya yang marfu adalah dha'if. Dan yang nampak dari Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam “فتح الباري” 3/540, beliau lebih condong kepada pendapat ini." Wallaahu a’lam bishshowaab .
Kedua : Maqom Ibrahim Mirip Dengan Jejak Kaki Nabi Muhammad ﷺ .
Dari jejak kaki ini, seorang sahabat yang ahli melihat nasab melalui persamaan kaki menyebutkan bahwa jejak kaki maqam ibrahim sangat mirip dengan kaki Nabi ﷺ.
Ketiga : Maqam Ibrahim terjaga , tidak hilang dan punah .
Maqam Ibrahim terjaga dengan waktu yang sangat lama yaitu ribuan tahun dan tetap terpelihara dengan baik sampai sekarang, sejak dahulu ditaruh begitu saja tanpa pengamanan khusus. Sempat hilang atau dicuri sebentar, akan tetapi segera kembali dengan cepat. Ini bukti penjagaan Allah terhadap maqam Ibrahim yang bentuknya tidak terlalu besar (padahal benda kecil mudah hilang dan tidak terurus)
Keempat : Maqam Ibrahim tidak pernah di jadikan Berhala .
Maqam ibrahim adalah batu, padahal banyak sekali berhala dari batu di sekitar ka’bah, tetapi tidak ada seorang pun yang menyembah maqam Ibrahim sampai sekarang.
[Diringkas dari Sejarah Mekah hal. 105-108]
Nabi Ibrahim AS pernah berdiri di atas Maqom Ibrahim atas perintah Allah SWT dan menyeru Umat Manusia untuk berhaji .
Al-Fakihi dalam “أخبار مكة” No. 922 , Bab “ذِكْرُ قِيَامِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى الْمَقَامِ وَأَذَانِهِ عَلَيْهِ بِالْحَجِّ ، وَفَضَلِ الْمَقَامِ” dari Abu Hurairah RA , bahwa Rosulullah ﷺ bersabda :
لَمَّا فَرَغَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِنْ بِنَاءِ الْبَيْتِ أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُنَادِيَ فِي الْحَجِّ ، فَقَامَ عَلَى الْمَنَارِ ، فَقَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ رَبَّكُمْ قَدْ بَنَى لَكُمْ بَيْتًا فَحُجُّوهُ ، وَأَجِيبُوا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ، قَالَ : فَأَجَابُوهُ فِي أَصْلَابِ الرِّجَالِ وَأَرْحَامِ النِّسَاءِ : أَجَبْنَاكَ أَجَبْنَاكَ ، لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، قَالَ : فَكُلُّ مَنْ حَجَّ الْيَوْمَ فَهُوَ مِمَّنْ أَجَابَ إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَدْرِ مَا لَبَّى
Ketika Ibrahim AS selesai membangun Ka’bah, Allah Azza wajalla memerintahkannya untuk menyeru umat manusia untuk berhaji, Lalu dia bangkit di atas al-Manaar (yakni Maqom Ibrahim) , dan dia berkata: Wahai manusia, Sesungguhnya Tuhan kalian telah membangun rumah untuk kalian , maka ber hajian lah kalian menuju rumah itu , dan jawablah seruan Allah Azza Wajalla “.
Beliau ﷺ berkata : “ Lalu mereka menjawab nya di dalam tulang-tulang rusuk kaum pria dan rahim-rahim kaum wanita dengan mengatakan : Kami telah menjawab seruan Engkau , Kami telah menjawab seruan Engkau . Kami datang memenuhi panggilan Engkau , Ya Allah , Kami datang memenuhi panggilan Engkau “.
Dia berkata: Setiap orang yang menunaikan haji hari ini , maka dia adalah salah satu orang yang menjawab seruan Ibrahim sesuai dengan kadar respons terhadap seruan. (“أخبار مكة” No. 922 )
Sanadnya di Shahihkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar .
Abd bin Humeid dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ikrimah , dia berkata :
لَمّا أُمِرَ إبْراهِيمُ بِالحَجِّ قامَ عَلى المَقامِ فَنادى نِداءً سَمِعَهُ جَمِيعُ أهْلِ الأرْضِ: ألا إنَّ رَبَّكم قَدْ وضَعَ بَيْتًا وأمَرَكم أنْ تَحُجُّوهُ. فَجَعَلَ اللَّهُ في أثَرِ قَدَمَيْهِ آيَةً في الصَّخْرَةِ
Ketika Ibrahim diperintah untuk berhaji , dia berdiri diatas Maqom , lalu dia menyeru dengan seruan yang di dengar oleh seluruh penghuni Bumi :
Ketahuilah bahwa Rabb Kalian telah meletakkan Rumah , dan menyuruh kalian untuk berhaji , Lalu Allah SWT menjadikan bekas kedua telapak kakinya sebagai tanda di atas batu itu “. ( Lihat “تفسير الدر المنثور” karya al-Imam as-Sayuuthi 4/639 )
-------
CARA BERTABARRUK dengan MAQOM IBRAHIM AS :
Pertama : Dengan Menjadikannya sebagai Tempat Shalat
Ketika Rasulullah ﷺ selesai melakukan thawaf, Umar Bin Khattab menyampaikan kepada Rasulullah tentang suatu gagasan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اتَّخَذْنَا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى فَنَزَلَتْ : { وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى }.
'Wahai Rasulullah, seandainya Maqam Ibrahim kita jadikan sebagai tempat shalat? Lalu turunlah ayat: '(Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat) ' (Qs. Al Baqarah: 125). ( HR. Bukhori No. 387 dan Muslim No. 4412 )
Ibnu Kaisaan berkata :
ذَكَرُواْ أنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ مَرَّ بالْمَقَامِ وَمَعَهُ عُمَرُ رضي الله عنه؛ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ؛ ألَيْسَ هَذَا مَقَامُ أبيْنَا إبْرَاهِيْمُ؟ قَالَ: " بَلَى ". قَالَ: أفَلاَ تَتَّخِذُهُ مُصَلَّى؟ قَالَ: " لَمْ أُوْمَرْ بذَلِكَ ". فَلَمْ تَغِب الشَّمْسُ مِنْ يَوْمِهِ حَتَّى نَزَلَ : {وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى }
Mereka menyebutkan bahwa Rosulullah SW melewati Maqom Ibrahim bersama Umar , Lalu dia berkata : Wahai Rosulullah , bukankah ini adalah maqom ayah kita Ibrahim ? Beliau ﷺ menjawab : “ Iya “. Dia berkata : “Tidakkah sebaiknya engkau menjadikannya tempat sholat ? “. Beliau menjawab : “ Aku belum diperintahkan untuk itu “. Maka belum saja matahari terbenam di hari itu sehingga turunlah wahyu :
“Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat) “ (Qs. Al Baqarah: 125) .
( Lihat : at-Tafsir al-Kabiir karya ath-Thabraani ( w. 360 H ) hal. 45 dan Tafsir Mafaatihul ghaib karya al-FakhrurRoozy 4/53 cet. Darul fikr thn 1981 M )
Setelah itu Rasulullah ﷺ selalu melakukan shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim setelah Thawaf , pada rakaat pertama beliau baca surat al-Kaafiruun dan rokaat kedua baca surat al-Ikhlas.
Dalam Hadits Jabir RA , dia berkata :
" لَسْنَا نَنْوِي إلَّا الحَجَّ، لَسْنَا نَعْرِفُ العُمْرَةَ، حتَّى إذَا أَتَيْنَا البَيْتَ معهُ، اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا، ثُمَّ نَفَذَ إلى مَقَامِ إبْرَاهِيمَ عليه السَّلَام، فَقَرَأَ : { وَاتَّخِذُوا مِن مَقَامِ إبْرَاهِيمَ مُصَلًّى } فَجَعَلَ المَقَامَ بيْنَهُ وبيْنَ البَيْتِ. فَكانَ أَبِي يقولُ، وَلَا أَعْلَمُهُ ذَكَرَهُ إلَّا عَنِ النبيِّ ﷺ، : كانَ يَقْرَأُ في الرَّكْعَتَيْنِ : { قُلْ هو اللَّهُ أَحَدٌ [ وَ] قُلْ يا أَيُّهَا الكَافِرُونَ }. ثُمَّ رَجَعَ إلى الرُّكْنِ فَاسْتَلَمَهُ، ثُمَّ خَرَجَ مِنَ البَابِ إلى الصَّفَا ... ".
''Kami berniat hanya untuk mengerjakan haji, tidak untuk umrah.'' Setelah sampai di Baitullah, beliau menyalami sudutnya (Hajar Aswad), kemudian beliau ṭawaf dengan berlari-lari kecil tiga kali putaran dan berjalan biasa empat kali putaran. Selanjutnya beliau menuju ke Maqam Ibrahim AS dan membaca ayat:
{ وَاتَّخِذُوا مِن مَقَامِ إبْرَاهِيمَ مُصَلًّى }
Artinya: ''Jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat solat'' (Surah al-Baqarah [2]:125).
Posisi Maqam Ibrahim berada di antara tempat beliau berdiri dengan Baitullah.
Ayahku (Ali bin Husain) mengatakan : bahawa Nabi ﷺ membaca dalam solat dua Rokaatnya surah al-Kafirun dan surah al-Ikhlaṣ. Kemudian beliau kembali ke sudut Hajar Aswad, lalu menyalaminya dan keluar melalui pintu Șafa menuju bukit Șhafa“. (HR. Muslim No. 1218)
Bagaimana Hukumnya jika setelah thawaf , dia tidak melaksanakan sholat dua rokaat di belakang Maqom Ibrahim ?
Jawabannya :
Ibnul Mundzir berkata :
(وأجمعوا على أنَّ الطَّائِفَ يجزئه أن يصلِّيَ الركعتينِ حيث شاء، وانفرد مالك، فقال: لا يُجْزِئُه أن يصلِّيَهما في الحِجْر)
Dan mereka para ulama dengan suara bulat sepakat ( Ijma’) bahwa bagi orang yang berthawaf diterima shalat dua rakaat dimanapun dia mau, dan hanya Imam Malik sendirian yang berkata: Tidak mencukupi baginya jika sholatnya di Hijir ( Ismail ) . (Baca : al-Ijma’ karya Ibnul Mundzir hal. 56 )
Begitu juga Ibnu Abdil Barr al-Maliki , berkata :
(وأجمعوا أيضًا على أنَّ الطائف يصلِّي الركعتينِ حيث شاء مِنَ المسجد، وحيث أمكَنَه، وأنَّه إن لم يُصَلِّ عند المقامِ أو خَلْفَ المقامِ فلا شيء عليه)
(Dan mereka juga dengan suara bulat bersepakat ( Ijma’) bahwa bagi orang yang selesai thawaf boleh melakukan dua raka'at dimanapun yang ia inginkan dari masjid (al-haram), dan di tempat mana saja yang memungkinkannya . Dan jika dia tidak shalat di maqom Ibrahim atau di belakang maqom, maka tidak ada tuntutan atasnya . (Baca : al-Istidzkaar 4/176 )
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata :
(فالخطأ هنا أنَّ بعض النَّاس يعتقِدُ أنَّه لا بدَّ أن تكون ركعتا الطَّواف خلْف المقامِ وقريبًا منه، والأمرُ ليس كما ظن هؤلاء، فالركعتان تجزئانِ في كلِّ مكانٍ مِنَ المسجد، ويمكِنُ للإنسانِ أن يجعل المقامَ بينه وبين الكعبةِ ولو كان بعيدًا منه، ويحصل بذلك على السُّنَّة من غير إيذاءٍ للطَّائفينَ ولا لغيرهم)
Kesalahan yang terjadi di sini adalah bahwa sebagian orang-orang berkeyakinan bahwa dua rakaat tawaf itu harus di belakang dan dekat dengan Maqom Ibrahim . Yang benar adalah tidak seperti yang mereka kira . Dua raka'at tsb dapat mencukupi di setiap tempat dari masjid al-haram , dan bagi orang tsb dapat menjadikan posisi maqom antara dirinya dan Ka'bah meskipun dia jauh darinya. Dan dengan itu, dia memperoleh Sunnah tanpa harus menyakiti orang-orang yang sedang berthawaf atau lainnya “. (Baca “مجموع فتاوى ورسائل العثيمين” 22/413 )
Kedua : Berdoa di depan Maqom Ibrahim :
Menurut Imam Hasan al-Basri dan ulama-ulama terkenal lainnya, berdoa di depan Maqam Ibrahim akan dikabulkan oleh Allah . (Risalah al-Hasan al-Basri, Dlimna Akhbar Makkah li al-Fakihi, 2/291 )
Dan Terdapat hadis sahih yang diriwayatkan oleh Jabir RA mengenai sifat Haji Nabi ﷺ :
“Bahwa Ketika sampai di Ka'bah bersama Rasulullah ﷺ, ia langsung mencium rukun Hajar Aswad, kemudian berlari-lari kecil tiga putaran, dan (selebihnya) yang empat putaran dengan jalan biasa ( Tawaf ).
Lalu beliau menghadap ke Maqam Ibrahim dan membaca,
{ وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى }.
(Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat)' (Qs. Al Baqarah: 125).
Dan menjadikannya ( Maqom Ibrahim ) berada di antara dirinya dan Ka'bah". (HR. Muslim No. (1218))
----
ADAKAH DOA KHUSUS DI MAQOM IBRAHIM ?
Berikut ini Jawaban Syeikh Ibnu Utsaimiin :
بَعْضُ الْمُعْتَمِرِينَ وَالْحُجَّاجِ يَقِفُ عَنْدَ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ وَيَدْعُو بِدُعَاءٍ لَمْ يَرِدْ عَنْ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَرُبَّمَا يَدْعُو بِدُعَاءٍ بِصَوْتٍ مُرْتَفِعٍ، فَيُشَوِّشُ عَلَى الَّذِينَ يُصَلُّونَ رَكْعَتَيْ الطَّوَافِ خَلْفَ الْمَقَامِ، وَلَيْسَ لِلْمَقَامِ دُعَاءٌ بَلْ السُّنَّةُ تَخْفِيفُ الرَّكْعَتَيْنِ خَلْفَهُ، ثُمَّ يَقُومُ بَعْدَ التَّسْلِيمِ مُبَاشَرَةً لِيَتْرُكَ الْمَكَانَ لِمَنْ هُوَ أَحَقُّ بِهِ مِنْهُ مِنَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ صَلَاةَ رَكْعَتَيْ الطَّوَافِ. اهـ
“Sebagian jamaah umrah dan haji berdiri di depan maqam Ibrahim serta berdoa dengan doa yang tidak ada tuntunan dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Terkadang berdoa dengan suara keras, sehingga menganggu orang yang shalat dua rakaat tawaf di belakang maqam. Di maqam tidak ada doa khusus, justeru yang sesuai sunnah adalah mempercepat shalat dua rakaat di belakangnya. Kemudian langsung bangkit setelah salam dan meninggalkan tempat untuk orang yang lebih berhak darinya, yaitu orang yang ingin shalat dua rakaat tawaf.” . (Fatawa Arkanil Islam, Hal. 547)
Bolehkah mengusap-usap Maqom Ibrahim ?
Syeikh Bin Baaz berkata :
الجَوَابُ: "التَّمَسُّحُ بِالْمَقَامِ أَوْ بِجُدْرَانِ الْكَعْبَةِ أَوْ بِالْكِسْوَةِ كُلُّ هَذَا أَمْرٌ لَا يَجُوزُ وَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرِيعَةِ، وَلَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ﷺ ".
Jawabannya : Tidak Boleh mengusap-usap Maqom atau dinding Ka’bah atau Kiswah , semua ini adalah perkara yang tidak diperbolehkan , tidak ada asal hukum nya dalam Syariah , dan tidak pernah di lakukan oleh Nabi ﷺ .
( Baca : “مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز “ 17/221 & Majallah “التوعية الإسلامية في الحج” Edisi 10 tgl 11/12/1410 H )
----
PERPINDAHAN TEMPAT MAQOM IBRAHIM :
Apakah Maqom Ibrahim pada masa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad ﷺ posisinya pada tempatnya yang sekarang ? Atau dulunya itu menempel di Ka’bah lalu dipindhakan oleh Umar bin al-Khaththab di tempatnya yang sekarang ?
Ada dua pendapat :
Pendapat pertama : Bahwa Maqom Ibrahim itu dulunya nempel dengan Ka’bah , lalu Umar bin Khothob memindahkannya ke tempat yang sekarang .
Ini adalah pendapat Salim Bin Abdullah bin Umar bin Khothob , Sa’id bin Jubair . Pendapat ini pilihan al-Hafidz Ibnu Hajar (1), Ibnu Katsir (2) dan Asy-Syaukaani (3) . Adapun dari ulama sekarang adalah Asy-Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Aali asy-Syeikh (4), Syeikh Abdurrahman al-Mu’allimi(5) dan Syeikh Abdullah Jaasir (6).
( Lihat : (1) Fathul Baari 8/169. (2) Tafsir Ibnu Katsir 1/170. (3) Fathul Qodir 1/178 . (4) Fatawaa wa Rosaail Syeikh Muhammad Aali asy-Syeikh 5/18 , 53 . (5) Haadzihi Mafaahimunaa hal. 82. (6) Muufiidul Anaam Hal. 566 ).
Pendapat kedua : bahwa posisi Maqom Ibrahim sekarang itu ditempat asalnya , dan Umar bin Khathab tidak merubahnya akan tetapi ketika Maqom Ibrahim terkena banjir lalu bergeser hingga nempel di Ka’bah , maka Umar mengembalikannya ke tempatnya semula .
Ini adalah pendapat Urwah bin Zubair bin Awwaam , Imam Malik (1), Abdullah bin Ubaidillah bin Abi Mulaikah (2), Al-Azraaqi (3) , Al-Faasii (4) , Al-Faakihi (5), Muhibbuddin ath-Thobari (6) ( Yang Dzohir dari keduanya berpendapat ini ) dan Imam an-Nawawi (7) . Adapun ulama sekarang , yaitu : Syeikh Sulaiman bin Hamdaan (8) dan Syeikh Muhammad bin Sholeh al-‘Utsaimiin (9).
( Lihat : (1) “المدونة الكبرى” 1/456 . (2) “أخبار مكة” 2/33 . (3) “مثير الغرام” 1/205 . (4) “أخبار مكة” 1/454 . (5) “القرى لقاصد أم القرى” hal. 346 . (6) “تهذيب الأسماء واللغات” 3/155. (7) “نقض المباني من فتوى اليماني” hal. 25. (8) “مجموع فتاوى الشيخ محمد العثيمين” 24/463 .
Catatan : Masing-masing dari dua pendapat memiliki dalil-dalil yang cukup banyak yang hampir sama kuat . Teralu panjang jika di tulis di sini .
-----
AWALNYA MAQOM IBRAHIM ITU TERBUKA
Dulu Maqom Ibrahim itu terbuka tanpa ada penghalang yang melindunginya. Ketika ada tragedi penyerangan Sekte Qoromithah pada hari Tarwiyah 08 Dzulhijjah tahun 317 H , yaitu di bawah pimpinan Abu Thohir al-Qurmuthy mereka menyerang Ka’bah , mereka berhasil mencuri Hajar Aswad . Dan mereka juga hendak mencuri Maqom Ibrahim, namun ada sebagian para penjaga Ka’bah berhasil menyembunyikannya dari mereka.
Setelah tragedi tsb , mereka mulai berpikir untuk melindunginya, lalu dibuatkanlah dua kubah yang bisa digerakkan, salah satunya terbuat dari kayu dan yang lainnya terbuat dari besi, lalu setelah itu di buatkan lah sangkar untuk Maqom agar bisa ditempatkan di dalamnya.
Keadaan pun terus berkembang sehingga dibikinkanlah kamar khusus untuknya, yang bagian belakangnya diakhiri dengan payung yang menempel pada kamar tsb agar orang-orang bisa shalat dua raka'at Tawaf di bawah nya .
Saat ini Maqom Ibrahim sudah ditutupi dengan perak . Atas perintah Khalifah Al-Mahdi dari Bani Abbasiyah, di sekeliling batu maqam Ibrahim itu telah diikat dengan perak dan dibuat sangkar besi berbentuk sangkar burung .
Referensi :
موقع الحج والعمرة - المسرد التاريخي لمقام إبراهيم عليه الصلاة". مؤرشف من الأصل.في 4 مارس 2016. اطلع عليه بتاريخ 19 فبراير 2014
======
BERTABARRUK DENGAN TANAH HARAM MAKKAH :
Dalam Alquran Allah menyebut bahwa Makkah ini negeri yang di berkahi dan Allah telah memilihnya sebagai tempat rumah Allah ( Baitullah / Ka`bah ). Allah berfirman,
{ إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ }.
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali di dibangun (di bumi) untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang memiliki berkah dan petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 96).
Berikut ini dalil-dalil tentang keutamaan Kota Mekah yang penuh berkah :
Ada beberapa hadis yang menyebutkan keutamaan kota Mekah, diantaranya adalah
1. Mekah adalah negeri yang terbaik dan paling dicintai Allah.
Abu Salamah bin 'Abdur-Rahman bin' Awf meriwayatkan bahwa 'Abdullah bin' Adiy bin Hamra 'berkata kepadanya:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ـ ﷺ ـ وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ وَاقِفٌ بِالْحَزْوَرَةِ يَقُولُ " وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلاَ أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ
“Aku melihat Rasulullah (ﷺ), ketika dia berada di atas unta betina, berdiri di Al-Hazwarah ( Nama Pasar di Makkah ) mengatakan: 'Demi Allah, kamu adalah tanah terbaik Allah, dan tanah tersayang Allah bagiku. Demi Allah, seandainya aku tidak diusir darimu, aku tidak akan pernah pergi. '” ( HR. Turmudzy No. 3925 dan Ibnu Abdil Barr dalam kitab “الاستذكار” 2/451 . Di shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm Shahih Sunan at-Turmudzy . Ibnu Abdil Barr berkata :
" حَسَنٌ صَحِيحٌ ثَابِتٌ وَلَمْ يَأْتِ مِنْ وَجْهِ صَحِيحٍ شَيْءٌ يُعَارِضُهُ ".
“ Hasan shahih tsaabit , tidak ada hadits shahih lainnya yang bertentangan dengannya”.
2. Allah melindungi Mekah dari serangan luar
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الفِيلَ، وَسَلَّطَ عَلَيْهِمْ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَالمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya Allah melindungi Mekah dari serangan gajah dan Dia jadikan Rasul-Nya dan orang mukmin menguasainya…” (HR. Bukhari no. 112)
3. Dajjal tidak bisa masuk Mekah
Nabi ﷺ bersabda:
لَيْسَ مِنْ بَلَدٍ إِلَّا سَيَطَؤُهُ الدَّجَّالُ، إِلَّا مَكَّةَ، وَالمَدِينَةَ، لَيْسَ لَهُ مِنْ نِقَابِهَا نَقْبٌ، إِلَّا عَلَيْهِ المَلاَئِكَةُ صَافِّينَ يَحْرُسُونَهَا
“Tidak ada satupun negeri kecuali akan diinjak Dajjal. Kecuali Mekah dan madinah. Tidak satupun lorong menuju kota tersebut, kecuali di sana terdapat para Malaikat yang berbaris, menjaga kota tersebut.” (HR. Bukhari no. 1881).
4. Tanah Haram
Haram [Arab: حرم] artinya mulia. Disebut tanah haram, karena kota Mekah memiliki aturan khusus yang tidak ada pada daerah lain. Di antaranya, tidak boleh memburu binatangnya, mematahkan ranting-ranting pepohonannya dan memotong rerumputannya , sebagaimana disebutkan dalah hadis berikut ini :
Dari Ibnu 'Abbas RA dari Nabi ﷺ :
حَرَّمَ اللَّهُ مَكَّةَ فَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلَا لِأَحَدٍ بَعْدِي أُحِلَّتْ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ لَا يُخْتَلَى خَلَاهَا وَلَا يُعْضَدُ شَجَرُهَا وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهَا وَلَا تُلْتَقَطُ لُقَطَتُهَا إِلَّا لِمُعَرِّفٍ فَقَالَ الْعَبَّاسُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَّا الْإِذْخِرَ لِصَاغَتِنَا وَقُبُورِنَا فَقَالَ إِلَّا الْإِذْخِرَ وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ لِقُبُورِنَا وَبُيُوتِنَا
"Allah telah mengharamkan kota Makkah, maka tidak dihalalkan buat seorangpun sebelum dan sesudahku melakukan pelanggaran disana, yang sebelumnya pernah dihalalkan buatku beberapa saat dalam suatu hari. Di Makkah tidak boleh diambil rumputnya dan tidak boleh ditebang pohonnya dan tidak boleh diburu hewan buruannya dan tidak dibolehkan mengambil barang temuan kecuali untuk bagi orang yang hendak mengumumkannya (agar bisa dikembalikan kepada pemiliknya) ".
Al 'Abbas radliallahu 'anhu berkata : “ kecuali pohon idzkhir (nama jenis rumput) yang berguna untuk ( bahan bakar ) para tukang emas kami dan ( lahad ) kubur-kubur kami.
Maka Beliau bersabda: "Ya kecuali pohon idzkhir".
Dan berkata, Abu Hurairah RA dari Nabi ﷺ : "Untuk kubur-kubur mereka dan rumah-rumah mereka". (HR. Bukhori No. 1262 & 1510)
-----
BERTABARRUK DENGAN TANAH HARAM MAKKAH :
Syeikh bin Baaz berfatwa :
لَيْسَ مِنْ خَصَائِصِ مَكَّةَ أَنْ يَتَبَرَّكَ الْإِنْسَانُ بِأَشْجَارِهَا وَأَحْجَارِهَا، بَلْ مِنْ خَصَائِصِ مَكَّةَ أَلَّا يُعَضَّدَ شَجَرُهَا وَلَا يُحَشَّ حَشِيشُهَا؛ لِنَهْيِ النَّبِيِّ ﷺ عَنْ ذَلِكَ إلَّا الْإِذْخِرَ، فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ اسْتَثْنَاهُ؛ لِأَنَّهُ يَكُونُ لِلْبُيُوتِ، وَقِيونِ الْحَدَّادِينَ، وَكَذَلِكَ اللَّحْدُ فِي الْقَبْرِ فَإِنَّهُ تُسَدُّ بِهِ شَقَوُقُ اللَّبَنَاتِ، وَعَلَى هَذَا فَنَقُولُ: إِنَّ حِجَارَةَ الْحَرَمِ أَوْ مَكَّةَ لَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ يَتَبَرَّكُ بِهِ بِالتَّمَسُّحِ بِهِ أَوْ بِنَقْلِهِ إلَى الْبِلَادِ أَوْ مَا أَشْبَهَ ذَلِكَ.
(مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 28/288 . نشر في جريدة المدينة، العدد 13127 بتاريخ 12 / 12 / 1419 هـ.)
Bukanlah salah satu keistimewaan Makkah itu seseorang bertabarruk dengan pepohonan dan bebatuanya, melainkan salah satu keistimewaan Makkah adalah tidak dibolehkannya mematahkan ranting pepohonannya atau memotong rerumputannya ; di karenakan adanya larangan dari Nabi ﷺ dalam hal itu kecuali Rumput Idzkhir beliau telah mengecualikannya . Karena rumput itu sangat dibutuhkan untuk bangunan rumah, untuk keperluan para tukang pandai besi, serta untuk lahad kuburan . Karena rumput tsb sangat diperlukan untuk menutup celah-celah pemasangan batu bata .
Berdasarkan hal ini, kami katakan : Sesengguhnya bebatuan di tanah haram atau Makkah itu sama sekali tidak ada yang boleh di tabarruki dengan cara mengusap-usap atau memindahkannya ke daerah lain atau yang serupa dengannya.
( Lihat “مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز” 28/288 . Di sebarkan dlm Koran “جريدة المدينة” Edisi 13127 , tgl 12/12/1419 H.
-----
BERTABARRUK DENGAN TANAH HARAM MAKKAH YANG SYAR’I :
Diantara cara-cara bertabarruk dengan tanah haram Makkah adalah sbb :
1. Dengan cara beribadah haji dan Umroh .
2. Bagi orang yang hendak haji, wajib berihram ketika hendak memasuki batas tanah haram (Mekah)
3. Melakukan perjalanan jauh yang dalam rangka berkunjung ke masjidil haram. Nabi ﷺ bersabda:
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: المَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ ﷺ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Tidak boleh mengadakan perjalanan jauh dalam rangka mengunjungi tempat ibadah selain tiga masjid: Masjidil al-Haram, Masjid an-Nabawi, dan Masjid al-Aqsha.” (HR. Bukhari no. 1132)
4. Jangan melakukan perbuatan maksiat di Tanah Haram Makkah . Karena maksiat yang dilakukan di tanah haram, dosanya dilipatkan menjadi lebih besar dari pada maksiat yang dilakukan di luar tanah haram. Allah berfirman,
وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Barangsiapa yang ingin melakukan penyimpangan dengan kedzaliman di Mekah, maka Kami akan siksa dia dengan siksaan yang menyakitkan.” (QS. Al Haj: 25)
5. Shalat di Masjidil Haram pahalanya sama dengan seratus ribu kali shalat. Di selain Masjidil Haram. Nabi ﷺ bersabda:
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا المَسْجِدَ الحَرَامَ
“Shalat di masjid Nabawi lebih utama dari pada 1000 kali shalat di selain masjid Nabawi, kecuali masjidil haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sementara shalat di Masjidil Haram lebih utama dibandingkan 100.000 kali shalat di selain Masjidil Haram
6. Melaksanakan shalat dan thawaf di Masjidil Haram kapan saja, meskipun bertepatan dengan waktu terlarang untuk shalat. Nabi ﷺ berpesan:
“Janganlah kalian melarang seorangpun untuk melakukan thawaf dan shalat di baitullah kapan saja, baik siang maupun malam.” (HR. an-Nasa’i no. 585, Ahmad no. 16782, dan dishahihkan al-Albani)
7. Tidak memburu binatang yang hidup di Mekah. Siapa yang memburu binatang maka dia wajib membayar denda gantinya. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya.” (QS. Al Maidah: 95)
======
BERTABARRUK DENGAN TANAH HARAM MADINAH NABAWIYYAH
Keutamaan Madinah al-Munawwah
Hadist-Hadits yang menunjukkan keutamaan dan keberkahan Tanah Haram Madinah sangat banyak. Diantaranya adalah sbb :
1. Kota Madinah Sebagai Tanah Haram
Diantara keutamaan kota Madinah adalah Allâh Azza wa Jalla telah menjadikannya sebagai kota yang haram dan aman, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla menjadikan kota Mekah sebagai kota haram dan aman.
Nabi ﷺ pernah bersabda:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ
Sesungguhnya Nabi Ibrâhîm menjadikan kota Mekah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga. [HR. Muslim]
Nabi ﷺ bersabda:
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ
Kota Madinah merupakan kota haram, (yaitu) wilayah antara wilayah ‘Air dan wilayah Tsaur [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
Nabi ﷺ juga bersabda:
إِنِّي حَرَّمْتُ مَابَيْنَ لاَبَتَيْ المَدِيْنَةِ لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا، وَلا يُقْتَلُ صَيْدُهَا
Sesungguhnya aku mengharamkan wilayah yang terletak antara dua tanah hitam kota Madinah, tidak boleh dipotong pepohonannya dan tidak boleh dibunuh hewan buruannya [HR. Muslim]
2. Terdapat Mesjid Nabawi .
Rasûlullâh ﷺ bersbada:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Janganlah melakukan perjalanan jauh ( dengan tujuan untuk sholat atau ibadah ) kecuali safar menuju tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha. [HR. Imam al-Bukhâri dan Muslim]
3. Kota Madinah Adalah Thaibah
Diantara keutamaan kota Madinah lainnya di beri nama Thaibah juga Thâbah (yang baik dan mulia) . Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ سَمَّى الْمَدِيْنَةَ طَابَةً
Sesungguhnya Allâh menamai kota Madinah dengan (nama) Thâbah . ( HR. Muslim )
4. Keimanan Akan Kembali Ke Kota Madinah
Diantara keutamaan yang lain dari kota Madinah adalah iman akan kembali ke Madinah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ :
إنَّ الإِيْماَنَ لَيَأْزِرُ إِلَى الْمَدِيْنَةِ كَمَا تأْزِرُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا
Sesungguhnya iman akan kembali ke kota Madinah sebagaimana ular kembali kelubang atau sarangnya. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
5. Kota Madinah Akan Memakan Semua Perkampungan
Diantara keutamaan kota Madinah lainnya adalah Nabi ﷺ menyifati sebagai sebuah kota yang akan melahap daerah-daerah lainnya. Beliau ﷺ bersabda:
أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى، يَقُولُونَ لَهَا يَثْرِبُ، وَهِيَ الْمَدِينَةُ
Aku diperintahkan (berhijrah ke) daerah yang akan melahap daerah-daerah lainnya. Daerah ini mereka sebut Yatsrib, yaitu Madinah [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
6. Kota Madinah Tidak Akan Terserang Penyakit Thâ’ûn (lepra) dan tidak pula di masuki Dajjâl.
Nabi Muhammad ﷺ telah bersada:
عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلاَ الدَّجَّالُ
Artinya : “ Disetiap tembok atau batas Madinah ada malaikat. Kota Madinah tidak akan bisa dimasuki oleh penyakit thâ’ûn (lepra) dan tidak pula Dajjâl “. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
------
CARA BERTABARRUK DENGAN TANAH HARAM MADINAH
Pertama : Tinggal di Madinah dan Bersabar Atas Beratnya Kehidupan Di Madinah
Beliau ﷺ bersabda:
الْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ، لَا يَدَعُهَا أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا، إِلا أَبْدَلَ اللهُ فِيهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ، وَلا يَثْبُتُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا وَجَهْدِهَا، إِلا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا أَوْ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَة
Kota Madinah lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahui. Tidaklah seseorang meninggalkan kota Madinah karena benci kepadanya, kecuali Allâh akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik darinya, dan tidaklah seseorang tetap tegar atas kesusahan dan kesulitan kota Madinah, niscaya aku akan menjadi saksi dan pemberi syafa’at baginya pada hari kiamat. [HR. Imam Muslim]
Dalam lafadz riwayat lain , Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يَصْبِرُ علَى لَأْوَاءِ المَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِن أُمَّتِي، إِلَّا كُنْتُ له شَفِيعًا يَومَ القِيَامَةِ، أَوْ شَهِيدًا
“Tidaklah seseorang dari umatku sabar terhadap cobaan Madinah dan kerasnya (kesusahannya), kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat.” [HR. Muslim]
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah ﷺ bersabda,
لا يَصْبِرُ أَحَدٌ علَى لَأْوَائِهَا، فَيَمُوتَ، إلَّا كُنْتُ له شَفِيعًا، أَوْ شَهِيدًا، يَومَ القِيَامَةِ إذَا كانَ مُسْلِمًا
“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat. Jika dia seorang Muslim.” [HR. Muslim]
Kedua : Berusaha agar bisa Wafat di Madinah
Rasulullah ﷺ. bersabda
مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا
“Barangsiapa yang dapat meninggal di Madinah, hendaknya ia meninggal di Madinah. Karena saya (Rasulullah) akan memberikan syafaat bagi siapa saja yang meninggal di Madinah.”
(HR Ahmad No. 5437 , Turmudzi No. 3917 , Ibnu Majah No. 3112 dan Nasa’i dlm “السنن الكبرى” No. 1971. Di Shahihkan oleh Syeikh al-Albaani dlm “صحيح الترمذي” No. 3917).
Ketiga : Jangan melakukan amalan Bid’ah dan tidak melindungi para pelaku bid’ah .
Rosulullah ﷺ bersabda:
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ، فَمَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا، وَلَا عَدْلًا
"Kota Madinah dijadikan kota Haram (suci) yaitu antara 'Air hingga Tsaur. Barangsiapa yang berbuat perkara baru (kebid’ahan) atau melindungi pelaku kebi’ahan maka dia akan mendapatkan laknat dari Allâh, Malaikat dan seluruh manusia. Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima darinya ash-sharf dan ‘adl [HR. Al- Bukhâri dan Muslim No. 2774]
Para Ulama berbeda pendapat tentang makna ash-sharf dan ‘adl dalam hadits di atas. Jumhur Ulama mengatakan, ash-sharf artinya amalan fardhu, sedangkan ‘adl berarti amalan-amalan sunah.
Keempat : Shalat di Masjid Nabawi lebih baik dari seribu shalat,
Nabi ﷺ bersabda:
صَلاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاةٌ فِي ذَلِك أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ صَلاةٍ فِي هَذَا يَعْنِي فِي مَسْجِد الْمَدِينَة
Shalat dimasjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram. Dan shalat di masjid itu (Masjidil Haram) lebih baik dari seratus shalat di masjid ini (Masjid Nabawi). [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Kelima : Di dalam Masjid Nabawi terdapat tempat yang dikatakan oleh Nabi ﷺ sebagai salah satu taman dari taman-taman yang di surga. Nabi ﷺ bersabda:
ما بَيْنَ بَيْتِيْ ومِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“ Tempat diantara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surge”. [HR. al-Bukhâri dan Muslim].
Keenam : Nabi ﷺ mendoakan keberkahan rizki di kota Madinah .
Diantara do’a Beliau:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا
Ya Allâh! Berilah kepada kami keberkahan pada buah-buahan kami, kota Madinah kami! Limpahkanlah keberkahan untuk kami pada setiap sha’ dan mudd kami dapatkan. [HR. Muslim]
------
CATATAN PENTING :
A. HADITS SHOLAT ARBA'INAN DI MESJID NABAWI .
Telah tersebar di tengah masyarakat kaum Muslimin, bahwa barangsiapa datang ke kota Madinah maka dia harus menunaikan shalat empat puluh kali shalat di Masjid Nabawi, berdasar hadits Anas Radhiyallahu anhu, dari Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا تَفُوتُهُ صَلَاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang shalat di Masjidku selama empat puluh kali shalat, tidak ketinggalan satu shalat sekalipun, akan dituliskan baginya kebebasan dari api neraka dan keselamatan dari azab serta kebebasan dari nifaq (sifat munafiq).”
( Hadits ini diriwayatkan oleh Turmudzi No. 3093 , Ibnu Majah No. 802 , Imam Ahmad No. 11651 , ad-Daarimi No. 1259 , Ibnu Khuzaimah No. 1502 , Ibnu Hibban No. 1721, al-Haakim No. 770 , Abdullah bin Ahmed dalam Ziyadatnya (15/3) , Al-Tabarani didalam al-Mu'jam al-Awsath (5/325 No. 5444) dan al-Baihaqi No. 4988) melalui jalur Al-Hakam bin Musa, telah bercerita kepada kami Abdur Rahman bin Abi Ar-Rijaal, dari Nubaith bin Umar, dari Anas bim Malik , dari Nabi ﷺ .
Ath-Thabarani berkata:
لَمْ يُرَوْ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ أَنَسٍ إلَّا نُبَيْطُ بْنُ عُمَرَ، تَفْرِدَ بِهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرَّجَالِ.
Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Anas kecuali Nubaith bin Umar. Dan Abdur-Rahman bin Abi al-Rijal adalah satu-satunya orang yang meriwayatkan dari nya.
Penulis katakan :
Nubaith bin Umar, hanya Abdur-Rahman yang meriwayatkan darinya. Dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab "الثقات" [kumpulan para perawi yang dipercaya] berdasarkan kaidah kelonggaran dalam mentautsiq .
Dan Abdur Rahman secara sendirian di dalam meriwayatkan dari Nubaith . Dia menyelisihi para perawi lain dari Anas bin Malik , mereka tidak menyebut pengkhushushan di Masjid Nabawi.
HADITS INI DI PERSELISIHKAN AKAN KESHAHIHANNYA :
ULAMA YANG MENSHAHIHKAN :
Hadits Ini di hasankan oleh Imam Turmudzi . Dan di Shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbaan, al-Mundziri dlm kitab “ at-Targhiib “(2/136) dan Ibnu Hajar al-Haitsami dalam kitab “Majma az-Zawaa'id“ (8/4) .
Al-Mundziri berkata dalam "at-Targhiib wat Wattarhiib" (2/139) :
" رجاله رجال الصحيح [para perawinya adalah para perawi hadits Shahih ]".
Al-Haitsami dalam Majma' az-Zawaa'id 8/4 : " رجاله ثقات [ para perawinya di percaya ] .
ULAMA YANG MENDHA'IFKANNYA :
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalaani dlam kitab “التلخيص الحبير” 2/27 menyatakan :
وإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ لِجَهَالَةِ نُبَيْطِ بْنِ عُمَرَ، تَفْرِدَ بِالرِّوَايَةِ عَنْهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الرِّجَالِ، وَلِلْحَدِيثِ طُرُقٌ وَأَلْفَاظٌ أُخْرَى لَا يَصِحُّ مِنْهَا شَيْءٌ.
" Isnadnya lemah karena ketidak tahuan siapa itu Nubaith bin Umar ?. Dan Perawi Yang meriwayatkan darinya juga hanya Abd al-Rahman bin Abi al-Rijal. Hadis ini memang memiliki jalur-jalur sanad dan lafadz-lafadz lainnya , akan tetapi sama sekali tidak ada yang shahih “.
Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab “ضعيف الترغيب” no. 755 dan “السلسلة الصحيحة” 6/318 no. 364 beliau mengatakan : “Munkar”.
Dan Syeikh al-Albaani berkata dalam kitab “السلسة الضعيفة” no. 364 :
" وَهَذَا سَنَدٌ ضَعِيفٌ، نُبَيْطُ هذَا لَا يُعْرَفُ إِلَّا فِي هَذَا الْحَدِيثِ، وَقَدْ ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ (5/483) عَلَى قَاعِدَتِهِ فِي تَوْثِيقِ الْمَجْهُولِينَ، وَهُوَ عُمُدَةُ الْهَيْثَمِيِّ فِي قَوْلِهِ فِي الْمُجْمَعِ (4/8) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، وَأَمَّا قَوْلُ الْمُنْذَرِيِّ فِي التَّرْغِيبِ (2/136) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَ رُوَاتُهُ رُوَاةُ الصَّحِيحِ وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ فَوْهَمٌ وَاضِحٌ لِأَنَّ نُبَيْطًا هَذَا لَيْسَ مِنْ رُوَّاةِ الصَّحِيحِ، بَلْ وَلَا رَوَى لَهُ أَحَدٌ مِنْ بَاقِي السِّتَّةِ. اهـ.
" Dan ini adalah rantai perawi ( Sanad ) yang lemah, ini tidak diketahui kecuali dalam hadits ini, Ibn Hibban menyebutkannya dalam Al-Thiqaat (5/483) atas dasar kaidah dia mentautsiq orang-orang yang tidak diketahui ( توثيق المجهولين ) .
Dan ini adalah dasar pijakan al-Haitsami dalam kitab “مجمع الزوائد” (8/4), dia mengatakan:
“ Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Tabarani di kitab “ al-Awsath ” dan para perawinya dapat dipercaya “ .
Adapun kata-kata al-Mundziri di kitab “ al-Targheeb” (2/136) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya adalah para perawi ash-Shahih dan al-Tabarani di kitab “al-Awsat “, maka itu adalah kekaburan ( وهم ) yang jelas. Karena orang yang bernama Nubaith ( نبيط ) ini bukanlah salah satu perawi Ash-Shahih, dan tidak ada seorang pun dari enam perawi “Kutubus Sittah” lainnya yang meriwayatkan untuknya ". [ Selesai ] .
Dan Al-Albany dalam kitabnya, “حجة النبي ﷺ” hal. 185 berkata :
" أَنَّ مَنْ بِدَعَ زِيَارَةَ الْمَدِينَةِ النَّبَوِيَّةِ "التَّزَامُ زُوَّارِ الْمَدِينَةِ الْإِقَامَةَ فِيهَا أُسْبُوعًا حَتَّى يَتَمَكَّنُوا مِنْ الصَّلَاةِ فِي الْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ أَرْبَعِينَ صَلَاةً، لِتُكْتَبَ لَهُمْ بَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ" اهـ
“Di antara bid’ah dalam berziarah ke Madinah adalah berkomitmen untuk tinggal di Madinah selama sepekan agar mereka dapat melakukan shalat di Masjid Nabawi sebanyak 40 kali shalat agar dicatat bagi mereka kebebasan dari nifaq dan dari api neraka". [ Selesai]
Adapun pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitsamiy dalam “مجمع الزوائد” 2/35 bahwa “para perawi hadits di atas itu tsiqoh (terpercaya) “, itu telah Dibantah oleh Syeikh Al-Albani :
“Beliau telah salah duga ; karena Nubaith bukanlah perawi dari kitab shahih, bahkan dia bukan perawi dari kutubus sittah lainnya.” (Lihat “السلسة الضعيفة” no. 364 )
Dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if (lemah) karena status Nubaith bin ‘Umar yang tidak diketahui. (Liaht : “مسند الإمام أحمد” [Takhrij Syaikh Syu’aib Al Arnauth] no. 12605, 3/155, Muassasah Qurthubah, Al Qohirah ).
Dan Syeikh Bin Baaz dlm “مجموع فتاوى” 26/285 :
" هُوَ حَدِيثٌ لَيْسَ بِصَحِيحٍ، وَإِنْ صَحَّحَهُ بَعْضُهُمْ فَهُوَ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ. ".
" Hadits Ini tidak Shahih , meskipun ada sebagian para ulama yang menshahihkannya, maka yang benar hadits ini adalah dhoif “.
Dan Syeikh Bin Baaz rahimahullah berkata pula :
أَمَّا مَا شَاعَ بَيْنَ النَّاسِ مِنْ أَنَّ الزَّائِرَ يُقِيمُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حَتَّى يُصَلِّيَ أَرْبَعِينَ صَلَاةً فَهَذَا وَإِنْ كَانَ قَدْ رُوِيَ فِي بَعْضِ الْأَحَادِيثِ: ( أَنَّ مَنْ صَلَّى فِيهِ أَرْبَعِينَ صَلَاةً كُتِبَ اللَّهُ لَهُ بُرَاءَةً مِنَ النَّارِ ، وَبُرَاءَةً مِنَ النِّفَاقِ ) إِلَّا أَنَّهُ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ عِنْدَ أَهْلِ التَّحْقِيقِ لَا تَقُومُ بِهِ الْحُجَّةُ وَلَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ . وَالزِّيَارَةُ لَيْسَ لَهَا حَدٌّ مَحْدُودٌ ، وَإِذَا زَارَهَا سَاعَةً أَوْ سَاعَتَيْنِ ، أَوْ يَوْمًا أَوْ يَوْمَيْنِ ، أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَلَا بَأْسَ اهـ باختصار .
“Adapun yang banyak beredar di tengah masyarakat bahwa orang yang berziarah (ke Madinah) dan menetap di sana selama 8 hari agar dapat melakukan shalat arbain (40 waktu), hal ini meskipun ada sejumlah hadits yang diriwayatkan :
"bahwa siapa yang shalat empat puluh waktu, akan akan catat baginya kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifaq",
Hanya saja haditsnya dhaif menurut para ulama peneliti. Tidak dapat dijadikan hujjah dan landasan.
Berziarah ke Masjid Nabawi tidak ada batasannya, apakah berziarah sejam atau dua jam, sehari atau dua hari atau lebih dari itu, tidaklah mengapa.”
(Fataawa Bin Baaz, 17/406)
Hadits tersebut telah diteliti secara khusus dalam dua risalah yang di tulis oleh : Syekh Hammad Al-Ansari dan Syekh Abdul 'Aziz Al-Rubai'an, dan kedua risalah tsb telah dicetak.
[ Dan lihat : الأحاديث الواردة في فضائل المدينة karya ar-Rifaa'ii (hal. 435) ] .
Dan hadits Anas ini , diriwayatkan pula dari Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Abu Kahil, dalam konteks umum di mana Masjid Nabawi tidak dikhushushkan, dan tidak ada satupun yang shahih dari riwayat tsb .
Lihat Musnad Asy-Syihaab (1/285), Al-Masaaniid oleh Al-Khawarizmi (1/428), dan Al-Badrul Munir oleh Ibnu Al-Mulaqqiin (4/397).
-------
B. HADITS DO'A : " BISMILLAH TURBATU ARDHINA".
Ada sebuah hadits Doa Ruqyah Nabi ﷺ yang di di dalamnya terdapat kata “ أرضنا “: yaitu doa :
بِسْم اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا بِرِيقَةِ بَعْضِنَا يُشْفَى سَقِيمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan nama Allah , tanah dari bumi kita, dengan air liur sebagian dari kita, (dengan sebab itu) akan disembuhkan penyakit kita dengan izin Rabb kita.” (HR. al-Bukhari No. 5745 & 5746 dan Muslim No. 2194 ) .
Yang maksud “ Bumi kami “ dalam doa ini adalah umum untuk semua bumi bagi orang yang membacakan doa tsb , di mana pun dia berada, bukan khusus bumi tanah haram Madinah . Wallahu a’lam .
******
QAIDAH PRAKTEK IBADAH YANG BENAR :
Dari Hudzaifah bin al-Yaman RA , dia berkata :
( كُلُّ عِبَادَةٍ لَا يَتَعَبَّدُهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ؛ فَلَا تَعَبَّدُوهَا، فَإِنَّ الْأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلْآخِرِ مَقَالًا ، فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ وَخُذُوا طَرِيقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ) .
" Semua ibadah yang tidak pernah di amalkan oleh para sahabat Rosulullah ﷺ , maka jangan lah kalian mengamalkannya , karena sesungguhnya generasi pertama tidak akan menyisakan satu perkataan pun untuk generasi sesudahnya . Maka dari itu bertaqwalah , wahai para qoori , ambillah jalan orang-orang sebelum kalian ".
( Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya , dan lihat pula Ushulul Iman 1/180 no. 100 ) .
Jika dengan Hajar Aswad , Ka'bah , Tanah Haram Makkah dan Tanah Haram Madinah para sahabat melakukannya demikian , penuh kehati-hatian jangan sampai terpeleset keluar dari Sunnah Rosulullah ﷺ , maka bagaimana kira-kira sikap mereka terhadap selain itu semua?.
Pada hakikatnya kita hanya diperintahkan bertabarruk dengan mengamalkan syariat yang Allah turunkan kepada Nabi-nya . Termasuk bertabarruk dengan minum air Zamzam karena ada dalilnya , begitu juga mencium hajar Aswad dan lainnya yang ada dalil yang mensyariatkannya . Allah Azza wa Jallaa berfirman :
{وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }
" Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa , pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
(mendustakan ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (QS. Al-A'raf : 96 ) .
Dalam firman-Nya yang lain :
{وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ }
" Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan ( hukum ) Taurat , Injil dan ( Al-Qur'an ) yang di turunkan kepada mereka dari Tuhannya , niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka " . ( QS. Al-Maidah : 66 ) .
Maksudnya : Allah akan melimpahkan berkah dan rahmat-Nya dari langit dengan menurunkan hujan dan memunculkan berkah dan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang buahnya melimpah ruah .
Dalam riwayat Imam Bukhory no. 6739 Hudzaifah (RA) pernah berkata pula :
« يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ اسْتَقِيمُوا فَقَدْ سَبَقْتُمْ سَبْقًا بَعِيدًا فَإِنْ أَخَذْتُمْ يَمِينًا وَشِمَالًا لَقَدْ ضَلَلْتُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا ».
" Wahai para Qoori , ikutilah jalan lurus , maka sungguh kalian telah membalap dengan balapan yang jauh . Akan tetapi jika kalian mengambil jalan kanan dan kiri , maka sungguh kalian telah tersesat dengan kesesatan yang jauh ".
*****
HUKUM TABARRUK DENGAN CARA NYEPI DI TEMPAT KRAMAT , POHON KRAMAT DAN KUBURAN KRAMAT:
Pohon Kramat dalam kitab INJIL ( BIBLE ) :
[ Yes ; 1:29 ] “ Sungguh, kamu akan mendapat malu a karena pohon-pohon keramat b yang kamu inginkan; dan kamu akan tersipu-sipu karena taman-taman c dewa yang kamu pilih “.
[ Yes 57:5 ] “ hai orang-orang yang terbakar oleh hawa nafsu dekat pohon-pohon keramat, z di bawah setiap pohon yang rimbun, a hai orang-orang yang menyembelih anak-anak b di lembah-lembah, di dalam celah-celah bukit batu “.
Yang di maksud dengan Nyepi atau I'tikaf di sini adalah berdiam diri di sebuah tempat sebagai bentuk pengabdian dan kepatuhan kepada yang ghaib atau karena mengharapkan sesuatu darinya .
Definisi I'tikaf dalam Madzhab Syafii adalah : berdiam dirinya seorang muslim atau muslimah yang sehat akalnya dalam kondisi suci dari hadats besar di dalam masjid karena Allah Azza wa Jalla ".
Ibadah I'tikaf hukum asal-nya adalah sunnah muakkadah ( Sunnah yang di tekankan ) . Dan terdiri dari empat rukun:
Rukun pertama :
Berdiam diri . Sedikitnya seukuran Thuma'ninah dalam shalat , maka jika seseorang bernadzar I'tikaf maka wajib atasnya berdiam diri di masjid seukuran Thuma'ninah dalam shalat , akan tetapi di sunnahkan beri'tikaf seharian karena Rosulullah ﷺ dan para sahabatnya dalam beritikaf tidak pernah kurang dari sehari .
Dan di anjurkan setiap masuk masjid berniat I'tikaf di dalamnya .
Apakah disyaratkan berpuasa dalam beri'tikaf ?
Madzhab Syafii tidak mensyaratkan harus berpuasa dalam beritikaf , lain halnya dengan madzhab Hanafi yang mensyaratkannya , maka menurutnya minimal waktu I'tikaf di sesuaikan dengan masa waktu puasa .
Maka dalam madzhab Syafii ada dua macam I'tikaf : I'tikaf dengan berpuasa dan I'tikaf tanpa puasa , sementara madzhab Hanafi hanya ada satu macam I'tikaf yaitu I'tikaf harus dengan berpuasa .
Rukun kedua :
Beniat untuk I'tikaf semenjak awal , sama seperti shalat .
Rukun ketiga :
Orang yang beritikaf harus seorang muslim berakal dan dalam kondisi halal , tidak sedang junub , haidl dan nifas .
Rukun keempat :
Tempat I'tikaf . Yaitu di masjid , maka tidak sah di selain masjid , termasuk I'tikaf di musholla yang telah di sediakan di rumah-rumah , karena yang seperti itu tidak bisa di katakan masjid secara hakikat , maka tidak sah I'tikaf di dalam musholla –musholla tsb .
Bolehkah I'tikaf di masjid yang tidak digunakan sholat jum'at ?
Menurut madzhab Syafii semua masjid boleh untuk beri'tikaf , namun yang lebih utama di masjid jami' , kecuali mesjid yang di rumah-rumah maka tidak boleh beri'tikaf di dalamnya .
Berbeda dengan madzhab Imam Az-Zuhry yang berpendapat tidak boleh beri'tikaf di selain masjid jami' . Pendapat ini sesuai dengan yang di isyaratkan oleh Imam Syafii dalam qaul qadimnya .
Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas (RA) bahwa beliau menyatakan :
إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.
" Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah . Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal " .
Selain I'tikaf ada juga ibadah yang mirip denganya yaitu Wuquf dan Mabit . Ibadah Wuquf dan Mabit ini hanya boleh di lakukan oleh orang yang sedang melaksanakan ibadah haji di waktu tertentu dan di tempat tertentu .
Selain yang di sebutkan di atas tidak boleh melakukan ibadah nyepi atau berdiam diri di sebuah tempat di waktu tertentu dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah , apalagi jika di tujukan kepada selain Allah Azza wa Jalla .
Ibadah Nyepi dan iti'kaf dalam agama berhala :
Bentuk ibadah utama yang banyak di lakukan kaum musyrikin dan agama-agama berhala lainnya semenjak dahulu adalah melakukan i'tikaf atau nyepi sebagai ujud kebaktian , kepatuhan dan kesabaran dalam mengharapkan sesuatu dari berhala yang mereka kultuskan.
I'tikaf kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam :
I'tikaf kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam terhadap kuburan orang-orang shaleh . Allah Azza wa Jallaa berfirman tentang mereka :
{ وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا . وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا}.
" Dan mereka berkata : Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian , dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan ( penyembahan ) Wadd , dan jangan pula Suwaa' , Yaghuts , Ya'uq dan Nasr . Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan ( manusia ) dan janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu selain kesesatan " . ( QS. Nuh : 23 ).
Telah ada ketetapan riwayat dalam sahih Bukhori no. 4920 , serta dalam kitab-kitab tafsir , kitab kisah-kisah para nabi dan lainnya dari Ibnu Abbas dan lainnya dari ulama salaf , mereka berkata tentang tafsir ayat di atas :
هَذِهِ أَسْمَاءُ قَوْمٍ صَالِحِينَ كَانُوا فِي قَوْمِ نُوحٍ فَلَمَّا مَاتُوا عَكَفُوا عَلَى قُبُورِهِمْ ثُمَّ صَوَّرُوا تَمَاثِيلَهُم ، ثُمَّ طَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَعَبَدُوهُمْ، وَأَنَّ هَذِهِ الْأَصْنَامَ بِعَيْنِهَا صَارَتْ إِلَى قَبَائِلِ الْعَرَبِ، ذَكَرَهَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَبِيلَةً قَبِيلَةً .
" Nama-nama tsb adalah orang-orang shaleh dari kaum Nuh ‘alaihis salam , ketika orang-orang itu mati , mereka melakukan i'tikaf ( nyepi ) terhadap kuburan-kuburannya , lalu mereka menggambar rupa-rupa mereka , kemudian lama kelamaan mereka menyembahnya . Dan berhala-berhala itu kemudian tersebar ke kabilah-kabilah arab " . Ibnu Abbas dengan terperinci menyebutkan kabilah-kabilah tsb satu persatu ". ( Lihat : Majmu Fatawa karya Syeikh Ibnu Taymiyah 14/363 , Syarah Aqidah Thohawiyah 1/14 dan Juhud Ulama hanafiyah fi Ibtholil 'aqooidil Quburiyah 1/408 ).
I’tikaf [nyepi] Kaum Nabi Ibrahim pada berhala :
Firman Allah SWt tentang kaumnya Nabi Ibrahim yang melakukan ritual itikaf di tempat-tempat berhala mereka :
{ إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ } [ الأنبياء : 52 ].
(Ingatlah), ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beri’tikaf untuknya?” ( QS. Al-Anbiyaa : 52 )
I’tikaf [nyepi] Sebagian Kaum Nabi Musa pada berhala :
Firman Allah Azza wa Jallaa tentang i'tikaf sebagian kaum Nabi Musa ‘alaihis salam terhadap berhala:
{ وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139) }.
" Dan Kami seberangkan Bani Israel ke seberang lautan itu , maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang sedang beri'tikaf kepada berhala-berhala mereka , Bani Israil berkata : " Hai Musa , buatlah untuk kami sebuah tuhan ( berhala ) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan ( berhala ) . Musa menjawab : Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui ( sifat-sifat Tuhan ). Sesungguhnya mereka itu akan di hancurkan kepercayaan yang di anutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan ". ( QS. Al-A'raf : 138-139 ).
I'tikaf [nyepi] kaum musyrikin arab jahiliyah:
I'tikaf kaum musyrikin arab jahiliyah terhadap berhala-berhala mereka sebagai bentuk penghormatan dan ibadah kepadanya , Allah Azza wa Jallaa berfirman :
{ أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى. أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى }.
Artinya : " Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza . dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? " . ( QS. An-Najm : 19-21 ) .
Imam Bukhory no. 4859 , Ibnu Jarir ath-Thobary dalam tafsirnya 22/523 , Ibnu Humeid , Ibnu Mandah , Ibnu Mardawaih dan Ibnu Katsir dalam tafsirnay 7/455 menyebutkan tentang tafsir Al-Laata dari Ibnu 'Abbas RA :
« أَنَّهُ كَانَ رَجُلًا يَلُتُّ لِلْحُجَّاجِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ السَّوِيْقَ، فَلَمَّا مَاتَ عَكَفُوا عَلَى قَبْرِهِ فَعَبَدُوهُ. » .
" Dulunya dia adalah seorang penumbuk Sawiiq ( Tepung ) untuk jemaah haji , maka ketika dia meninggal mereka ber i'tikaf ( nyepi ) di kuburannya , lalu mereka menyembahnya ".
Tafsir ini di riwayatkan pula oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 7/455 dari Robi' bin Anas . Dan begitu juga di riwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 22/523 dengan sanadnya dari Mujahid .
Begitu juga mereka - yakni kaum musyrikin arab Jahiliyah – melakukan ritual nyepi dan beri’tikaf di berhala Uzza , yaitu berhala yang berbentuk 3 pohon kramat.
Al-Azraqi menyebutkan bahwa : “ Orang-orang arab ketika sudah selesai haji dan thawaf mereka tidak langsung bertahalul, sampai mendatangi Uzza. Mereka berthawaf mengelilinginya dan bertahalul di sisinya, serta berdiam diri ( I’TIKAF alias NYEPI ) selama sehari di sampingnya. Orang-orang kabilah Khuza’ah, Quraisy dan Bani Kinanah seluruhnya mengagungkan Uzza bersama kabilah Khuza’ah dan seluruh kabilah Mudhor”. (Al-Azraqi : Akhbaru Makkah : 1/126-127 ).
Dan mereka juga punya kebiasaan i'tikaf ( nyepi ) di pesarean yang terdapat pohon kramat di sekitarnya sebagai bentuk ibadah , pengabdian dan harapan , seperti dalam hadits berikut ini .
Dari Abi waqid al-Laytsy berkata :
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنَ وَنَحْنُ حَدِيثُو عَهْدِ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ كَانَتْ لِكُفَّارِ قُرَيْشٍ وَمَنْ سِوَاهُمْ مِنْ الْعَرَبِ شَجَرَةٌ عَظِيمَةٌ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ يَأْتُونَهَا كُلَّ عَامٍ، فَيُعَلِّقُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ، وَيَرِيحُونَ تَحْتَهَا، وَيَعْكُفُونَ عَلَيْهَا يَوْمًا، فَرَأَيْنَا وَنَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ سِدْرَةً خَضْرَاءَ عَظِيمَةً فَتَنَادَيْنَا مِنْ جَنْبَاتِ الطَّرِيقِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ قُلْتُمْ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى : {اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ} الآيَةُ لَتَرْكَبَنَّ سُنَّنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ»..
Kami telah keluar bersama Rosulullah ﷺ ke Hunain ( untuk berperang ) , sementara kami masih baru lepas dari kejahilayahan ( baru masuk Islam ) . Dan sungguh saat itu orang-orang kafir Qureisy dan arab lainnya memiliki sebuah pohon raksasa , yang di sebut " DZATU ANWATH " .
Mereka selalu mengunjunginya setiap tahun , maka mereka menggantungkan senjata-senjata mereka ke pohon tsb , dan mereka beristirahat di bawahnya sambil BERI’TIKAF ( NYEPI ) kepadanya selama satu hari .
Pada saat kami melintas bersama Rosulullah ﷺ dan kami melihat pohon SIDROH yang hijau dan besar , maka kami pun saling memanggil sesama yang lain dari sisi-sisi jalan , dan kami berkata : Ya Rosulullah , bikinkan lah buat kami DZATU ANWATH , maka beliau terperanjat seraya berkata : " Allahu Akbar !! kalian telah mengatakan nya , demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan Nya , persis seperti yang di katakan kaum Musa : (( Jadikanlah untuk kami sesembahan seperti halnya mereka ( orang-orang kafir ) memiliki sesembahan-sesembahan …. )) kemudian beliau ﷺ bersabda : " Sungguh kalian benar-benar akan menapak tilasi jejak-jejak (sunah-sunah) umat sebelum kalian ". ( HR. Turmudzi no. 2181 dan Thabroni 3/244 no. 3290 . Imam Thurmudzi berkata : " Ini hadits Hasan Sahih )
Kesimpulannya :
Ibadah Nyepi atau I'tikaf , wukuf dan Mabit hanya boleh di amalkan karena Allah Azza wa Jallaa dan harus mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh syariat yang Allah turunkan kepada Rosulullah ﷺ . I'tikaf hanya disyriatkan di masjid-masjid , wukuf hanya di Arafah bagi orang yang berhaji di waktu tertentu , begitu juga mabit di Muzdalifah dan Mina . Selain dari pada itu tidak boleh mengamalkannya , meskipun karena Allah . Dan hukumnya syirik jika ditujukan kepada selain Allah Azza wa Jallaa.
Tidak boleh beri'tikaf di tempat shalat yang di sediakan di rumah-rumah , seperti yang di riwayatkan Imam Baihaqi Asy-Syafii dalam kitabnya Sunan Kubra no. 8836 dengan sanadnya dari Ibnu Abbas (RA) bahwa beliau berkata :
إِنَّ أَبْغَضَ الأُمُورِ إِلَى اللَّهِ الْبِدَعُ ، وَإِنَّ مِنَ الْبِدَعِ الاِعْتِكَافَ فِى الْمَسَاجِدِ الَّتِى فِى الدُّورِ.
" Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah amalan-amalan bid'ah . Dan yang termasuk bid'ah adalah I'tikaf di masjid-masjid yang terdapat di rumah-rumah tempat tinggal " .
Dan kalau kita telusuri dan kita perhatiakan nash-nash tentang ziarah kubur yang di lakukan dan diperintahkan oleh Nabi ﷺ, kemudian diamalkan oleh para sahabatnya , maka akan kita temukan bahwa cara berziarah mereka ke kuburan , mereka melakukannya dengan sangat singkat , simple dan sederhana , cukup dengan memberi salam kemudian memanjatkan doa kepada Allah untuk dirinya dan penghuni kubur dengan doa yang sangat simpel seperti dalam hadits-hadits yang telah di sebutkan di atas . Yang demikian itu sengaja beliau lakukan , begitu juga para sahabatnya agar tidak menyerupai ibadah i'tikaf ( nyepi ) di kuburan , seperti yang biasa dilakukan kaum musyrikin .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
قَبْرُ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ: لَمْ يَكُنْ فِي الصَّحَابَةِ وَلَا التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَنْ يَأْتِيهِ لِلصَّلَاةِ عِنْدَهُ، وَلَا الدُّعَاءِ وَلَا كَانُوا يَقْصُدُونَهُ لِلزِّيَارَةِ أَصْلًا
“Kuburan Ibrahim al-Khalil: Para sahabat dan para tabi’in (para pengikut sahabat) dengan baik, tidak ada yang mendatangi makam Nabi Ibrahim untuk berdoa dan berdoa di sisinya, dan sama sekali mereka tidak jaja punya jun bersen.” (Iqtidha' Shirathil Mustaqim, 2:823)
Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz , beliau berkata,
لا يَجُوزُ لِلْمُسْلِمِ تَتْبِعُ آثَارِ الْأَنْبِيَاءِ لِيُصَلِّيَ فِيهَا أَوْ لِيَبْنِيَ عَلَيْهَا مَسَاجِدَ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ وَسَائِلِ الشِّرْكِ، وَلِهَذَا كَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَنْهَى النَّاسَ عَنْ ذَلِكَ وَيَقُولُ: "إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِتَتْبِعِهِمْ آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ"، وَقَطَعَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الشَّجَرَةَ الَّتِي فِي الْحَدِيبِيَةِ الَّتِي بُوِيعَ النَّبِيُّ ﷺ تَحْتَهَا، لَمَّا رَأَى بَعْضَ النَّاسِ يَذْهَبُونَ إِلَيْهَا وَيُصَلُّونَ تَحْتَهَا؛ حَسْمًا لِوَسَائِلِ الشِّرْكِ، وَتَحْذِيرًا لِلْأُمَّةِ مِنَ الْبِدَعِ.
“Tidak boleh atas setiap muslim melakukan napak tilas jejak peninggalan para Nabi dengan tujuan untuk shalat di tempat tersebut atau membangun masjid di atasnya, karena hal itu adalah sarana menuju kemusyrikan. Oleh karena itu, ‘Umar bin Khaththab RA melarang manusia untuk melakukan hal itu dengan mengatakan,
“Sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah karena mereka napak tilas peninggalan para Nabi mereka.”
‘Umar juga menebang pohon, yang Nabi ﷺ berbaiat di bawah pohon tersebut, ketika beliau melihat sebagian manusia sengaja pergi ke sana dan shalat di bawahnya. Hal ini adalah dalam rangka memangkas sarana menuju syirik dan memperingatkan umat dari (bahaya) bid’ah.” (Majmu’ Fataawa Ibnu Baaz, 8: 323
=====
CONTOH-CONTOH KUBURAN KHURAFAT DAN TEMPAT NGALAP BERKAH :
Contoh ke 1 : Kuburan kepala cucu Nabi ﷺ, yaitu Husein bin Ali (RA) yang di Mesir .
Yang benar adalah kepala itu di ambil dari kuburan salah seorang nashrani / kristen dari daerah Asqalan , seperti yang telah ditetapkan oleh banyak ulama ahli sejarah diantaranya Zubeir bin Bakkar penulis Nassaabh Qureisy ( lihat : at-Tadzkirah karya Qurthuby 2/37 dan Majmu Fatawa karya Ibnu Taymiah 27/459 ). Dari kalangan para ulama lainnya banyak yang mendustakan kebenaran kuburan itu seperti yang dikatakan Qurthuby penulis tafsir Qurthuby , Ibnu Katsir , Dzahaby , Sakhowi , Al-Qory , Zarqony dan lainnya . ( Lihat Fusthath Kurofaat hal. 30 ).
Contoh ke 2 : Kuburan Zainab binti Ali bin Abu Thalib di Mesir.
Yang benar beliau meninggal di Madinah Al-Munawwarah dan dimakamkan di pemakaman Baqi'. ( Lihat Fusthath Kurofaat hal. 30 ).
Contoh ke 3 : Kuburan Sakiinah binti Husein dan Ruqoyyah binti Nabi ﷺ, dan Ummu Kultsum di Syam.
Kuburan-kuburan ini adalah bukan kuburan mereka sesuai kesepakatan para ulama , tapi merubah kepercayaan dan kebiasaan masyarakat sangatlah susah . ( Lihat Fusthath Kurofaat hal. 32 ).
Contoh ke 4 : Di negara Suriah terdapat kuburan kuda milik Wali Maghriby.
Kuburan ini selalu di kunjungi dan diolesi minyak wangi . ( lihat Qobsun minadz Dzulumat hal. 124 ).
Contoh ke 5 : Kuburan Wali di Iskandariyah Mesir.
Pemerintah kota suatu ketika hendak memindahkan kuburan wali tersebut, maka para pengikut aliran sufi melakukan demo dan perlawanan namun gagal , dan setelah di gali ternyata kuburan itu berisi tulang belulang keledai . ( lihat Qobsun minadz Dzulumat hal. 124 ).
Contoh ke 6 : Kuburan Para Wali Di kota Syabra Khiit Mesir .
Di sana terdapat kuburan para tentara prancis yang di yakini orang-orang sebagai kuburan para wali . Namun tetap saja para penggemarnya meyakininya sebagai kuburan para wali . ( Baca : buku Sayyid Badawi karya Abu Royyah hal. 242 , di cuplik dari majalah al-Buliis edisi 53 , keluaran tgl 7 april 1957 M ).
Contoh ke 7 : Desa Ummu Ubaidah di Mesir.
Desa ini tempat bermukim Syeikh Ahmad Ar-Rifai semasa hidupnya , beliau adalah yang disebut-sebut sebagai pendiri tariqat Ar-Rifa'iyah . Desa ini dianggap oleh para pengikut tariqat ini dan masyarakat sekitarnya sebagai tempat yang di sucikan dan tanah haram sama seperti tanah haram Makkah yang setiap manusia di syariatkan beribadah kepada Allah dengan cara menziarahinya . Di sini semua manusia bisa menyampaikan kepada Allah Azza wa Jallaa segala kebutuhan dan kesulitan hidupnya agar Allah Azza wa Jallaa berkenan mengabulkannya . Mereka berkeyakinan kemuliaan desa itu terjadi sesuai dengan janji Ilahi . ( Lihat : Qiladatul Jawahir hal. 87 , 129 dan Al-Fajru Muniir hal. 76 ).
Keutamaan-keutamaan Desa Ummu Ubaidah menurut keyakinan mereka :
- Barang siapa yang masuk desa ini tidak akan tersentuh api neraka .
- Para pengunjungnya ketika datang dan pergi mereka di naungi sayap-sayap para malaikat .
- Para pengunjungnya tidak bisa di makan api dan kebal api . Ini semua adalah janji Syeikh Ahmad Ar-Rifai . ( Lihat : Bawariqul Haqoiq hal. 224 , 229 dan Irsyadul Muslimin hal. 87 ).
- Para pengunjungnya ketika meminta sebuah keperluan harus menghadap desa itu dan melangkah tiga langkah . Ash-Shoyyaady berkata : " Yang paling penting adalah berwudlu , lalu shalat dua rokaat karena Allah , membaca sholawat kepada Nabi ﷺ100 kali , kemudian menghadap ke arah Bashrah tempat pembaringan Al-Ghouts Ahmad Ar-Rifa'i , dan melangkah 3 langkah dst . ( Lihat Ma'ariful Muhammadiyah 40 , 112 , Khozanatul Amdad hal. 34 dan Al-'Uqudul Jauhariyah hal. 46-47 ).
- Mereka berkeyakinan bahwa : Rosul dan Ka'bah menziarahi desa Ummu Ubaidah . ( Lihat : Irsyadul Muslimiin hal. 84 dan Raudlotun Nadziriin karya Al-Watary hal. 59 ).
- Syeikh Ahmad Ar-Rifai ini diyakini ketika masih didalam kandungan ibunya sudah bisa mengucapkan salam pada ibunya dan bisa berdialog . Dan ketika dia lahir posisi tangan kanannya di dada , dan tangan kirinya menutupi auratnya . Setiap kali diangkat tangan kirinya , dia selalu mengembalikannya ketempat semula. Dan saat lahir si bayi itu nampak kedua bibirnya berkomat kamit membacakan : سبحان الذي صوركم فأحسن صوركم . ( Lihat Ar-Roudlun Nadzir hal. 15-17 ). Malaikat telah membelah dadanya seperti yang pernah terjadi pada Rosulullah ﷺ .
Kisah khurafat Ahmad Ar-Rifa'i :
Konon katanya Ahmad Ar-Rifa'i pergi ziarah ke Makkah dan Madinah yang di ikuti rombongan yang sangat besar .Lalu dia berdiri di depan kuburan Nabi ﷺ, dan berkata :
"Assalamu'alaika , wahai kakek ku ".
Maka Nabi ﷺ menjawabnya : “Wa'alaikassalam , hai anakku” .
Maka terbelahlah kuburan Nabi ﷺ dan Nabi pun mengulurkan tangannya kepada Ar-Rifa'i agar dia bisa menciumnya di depan banyak manusia yang menyaksikannya yang jumlahnya lebih dari 90.000 , dan diantara yang hadir terdapat Syeikh Abdul Qodir Jailany , Adey bin Musafir dan Haywah bin Qois Al-Harraany . Dan mereka berkeyakinan bagi yang tidak mempercayai kisah ini maka hukumnya kafir dan keluar dari agama Islam . ( Lihat : Athoriqoturrifaiyah hal. 40 ).
Contoh ke 8 : Kuburan Di Ma’an, Yordania.
Di sana ada kuburan khusus yang dianggap menyembuhkan penyakit wanita!
Contoh ke 9 : Kuburan Di Thontho, Mesir.
Di sana ada kuburan khusus yang dianggap menyembuhkan kemandulan, penyakit anak-anak, dan rematik!
Contoh ke 10 : Pada waktu negeri Syam diserbu bangsa Tartar, para pengagum kuburan kramat keluar meminta tolong kepada kuburan!
Contoh ke 11 : Ketika pasukan Rusia menyerbu kota Bukhara, manusia berhamburan beristighatsah (meminta dihilangkan musibah) di kuburan Syah Naqsabandi!
Contoh ke 12 : Di Fayyum, Mesir, para pemuja wali ar-Rubi mengklaim bahwa yang menyelamatkan kota dari kehancuran selama perang dunia kedua adalah wali Ar-Rubi, berkat pertolongannya arah bom dipindahkan ke laut Yusuf! (Diringkas dari “Kuburan Agung”, hlm: 32-33)
-----
MAQOM SYEIKH QURO DAN SYEIKH BENTONG atau SYEIKH GENTONG
-----
A. MAQOM SYEIKH QURO :
Di Karawang , tepatnya di Pulo Bata terdapat pesarean kramat yang di sebut Maqom Syeikh Quro dan Syeikh Gentong . Maqom Syeikh Quro ini pada versi awalnya di yakini sebagai tapakan alias tempat tinggal Syeikh Quro dan tempat beliau mengajar ngaji . Ada versi lain yang mengatakan bahwa itu adalah kuburan kudanya . Kemudian berkembanglah penemuan baru bahwa kuburan Syeikh Quro juga terdapat di situ juga, yang pada akhirnya menjadi ketetapan sebagai kuburannya .
B. SYEIKH GENTONG atau SYEIKH BENTONG
Adapun Syeikh Gentong atau Syeikh Bentong , maka saya kutip dari RADAR KARAWANG , Mang RAKA , 18 Mei 2019 , dengan judul :
----
C. “ SYEKH BENTONG , MURID SYEKH QURO “.
Kata juru kunci makam Syekh Bentong, Aca Miharja, Syekh Bentong merupakan salah satu murid Syekh Quro yang awalnya dimasukkan ke dalam ruas bambu oleh Syekh Quro lantaran ingin mengetahui dalamnya ilmu agama Islam.
“Cerita dari orangtua, Syekh Bentong ini ingin tahu kedalaman ilmu agama Islam, dan oleh Syekh Quro disuruh melihat melalui ruas bambu, taunya Syekh Bentong malah masuk ke dalam ruas bambu tersebut,” katanya.
Singkatnya, Syekh Bentong meresapi perkataan Syekh Quro saat masih di luar ruas bambu, dan ingin mempelajari ilmu agama Islam lebih dalam dengan benar. Mendengar hal itu, lantas Syekh Quro mengalurkan Syekh Bentong daru ruas bambu dan menerimanya sebagai murid. “Bagaimana caranya, Wallahualam. Setau saya dari cerita orangtua seperti itu,” katanya.
Dia juga menjelaskan, nama asli Syekh Bentong yaitu Darugem. Dikatakan Bentong, karena pada awalnya memukul atau membentong buah. Jadilah disebut Syekh Bentong. Seiring berjalannya waktu, Syekh Darugem pun berhasil memperdalam ilmu keagamaan yang diperoleh dari Syekh Quro.
Setelah meninggal dunia, Syekh Darugem dimakamkan. Karena kedalaman ilmu agamanya, makam tersebut juga dijadikan tempat ziarah. Biasanya, peziarah yang selesai tawasulan di makam Syekh Quro, melakukan ziarah juga di tempat tersebut.
Biasanya, Jumat malam tempat tersebut ramai. Bahkan sebelum tawasulan di makam Syekh Quro, jamaah lebih dulu tawasulan di tempat tersebut. “Pertama tawasul di makam Syekh Bentong, dan dilanjutkan ke makam Syekh Quro.
VERSI LAIN : Konon katanya dulunya adalah sebuah gentong milik syeikh Quro yang berubah menjadi manusia wali , ketika dia mati , maka dia di makamkan di tempat itu .
Ada pula yang mengatakan bahwa syeikh Gentong itu adalah Siluman Ular seperti yang di ceritakan langsung kepada penulis oleh seorang teman mesantren penulis (beliau seorang Ustadz yang fasih berbahasa arab) , karena kata beliau ada kejadian wanita yang nyepi di tempat tersebut mengalami dua kali hamil dan dua kali pula melahirkan anak bersisik seperti ular , sampai sekarang wanita itu masih hidup , kata teman penulis : “ saya tahu persis dimana rumahnya tapi di rahasiakan “ .
Di pesarean Syeikh Quro ini di syariatkan bagi orang yang berkeinginan cita-citanya terkabulkan harus melakukan acara ritual malam Sabtuan sebanyak 41 Sabtu secara berurutan , jika ada yang bolong harus diulang lagi dari awal . Ribuan manusia setiap malam Sabtu membanjiri tempat kramat tsb dengan mengadukan berbagai macam hajat , keinginan , keluhan , ratapan dan doa .
TANGGAPAN :
Penulis tidak mau mengomentari tentang tempat-tempat kramat ini , akan tetapi marilah kita pelajari kembali ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-Hadits Nabi ﷺ !
Waspadalah , jangan sampai jatuh pada perbuatan Syirik tanpa kita sadari !!!
Allah berfirman tentang bahayanya perbuatan syirik yang seharusnya kita berhati – hati agar tidak terjatuh kedalamnya.
{ إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا}
Artinya ” Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang mempersekutukkan Allah, maka sungguh , dia telah berbuat dosa yang besar.” ( Qs. An – Nisa : 48 )
{ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ }
“ Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukkan ( sesuatau dengan ) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang – orang dzolim itu.” ( Qs. Al Maidah : 72 )
====
SYIRIK ITU ADA YANG NAMPAK JELAS DAN ADA YANG SAMAR-SAMAR
Syirik itu ada yang jelas mudah terdeteksi dan ada pula yang samar bahkan sangat samar susah dideteksi karena begitu halusnya, seperti yang digambarkan oleh Rasulullahﷺ,
(( الشِّرْكُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلةِ السَّوْدَاءِ عَلى صَفَاةٍ سَوْدَاءِ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ ))
“Syirik yang menjangkiti umat ini lebih tersembunyi daripada seekor semut hitam yang merayap pada bebatuan hitam di tengah gelap malam.” (Riwayat Ahmad dalam Musnad-nya IV/303, al-Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad hal. 242, dan tercantum dalam Majma’ al-Zawa-id X/ 223 & 224).
Dalam sebuah hadits panjang, disebutkan Rasulullah ﷺ bersabda,
(( ... وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِى بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تُعبَد الأَوْثَان ))
“ .... Kiamat tidak akan terjadi hingga sekelompok kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sampai-sampai berhala pun disembah…”
(Shahih Ibni Hibban 16/209 no. 7237 dan hal. 220 no. 7238 Juz 30/6 no. 7361 Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanad-sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim).
Dari Abu Hurairah (RA), bahwasanya Nabi ﷺbersabda,
(( لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حتَّى يَرْجِعُ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِيْ إِلَى أَوْثَانٍ كَانُوْا يَعْبُدُوْنَهَا مِنْ دُوْنِ اللهِ- عَزَّ وَجَلَّ )).
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga sekelompok kaum dari umatku kembali kepada berhala. Mereka menyembah berhala tersebut di samping Allah Subhanahu wa Ta’ala . (Riwayat Abu Dawud al-Thayalisi dari Musa bin Muthir, lemah. Ithaful Khirah wal Mahrah Bizawaid Juz 8 hal. 34).
Autsan dalam bentuk jamak dari watsan, artinya berhala. Watsan adalah segala sesuatu yang mempunyai bentuk badan yang biasanya dibuat dari unsur tanah, kayu, atau bebatuan seperti bentuk manusia. Benda ini dibentuk, dimuliakan, dan disembah. Kadang juga watsan mencakup sesuatu yang abstrak tidak berbentuk gambar . Shanam adalah gambar tanpa bentuk badan .
Kelak dedengkot berhala kaum musyrikin Quraisy akan kembali diagungkan. Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
« لاَ يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتُ وَالْعُزَّى ».
“Malam dan siang tidak akan lenyap (terjadi kiamat) hingga Lata dan Uzza kembali disembah.” (Shahih Muslim : 6907, Sunan al-Tirmidzi no. 2228, dan Musnad Ahmad no. 8164, Mukadimah Masail Jahiliyah juz I hal. 16).)
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 1/295 menyebutkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas rodhiyallu ‘anhumaa , ia berkata :
... Sirik itu lebih samar dari pada rangkakan semut diatas batu hitam yang licin dalam kegelapan malam . Contoh perbuatan sirik ialah ucapan seseorang , Demi Allah dan demi hidupmu , hai fulan dan demi hidupku . Juga ucapan, sendainya tidak ada anjing niscaya maling akan datang kerumah kami tadi malam , atau Seandainya tidak ada angsa niscaya maling memasuki rumah kami . Demikian pula ucapan seseorang kepada temannya : ini adalah yang dikehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu . Juga ucapan Seandainya tidak ada Allah dan si Fulan “, semuanya itu merupakan perkataan yang menyebabkan kemusyrikan . Di dalam hadits disebutkan bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rosulullah ﷺ , “ ini adalah yang di kehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu “. Maka Beliau ﷺ berkata :
أَجَعَلْتَنِي لِلَّهِ ندَّا
“ Apakah kamu menjadikan diriku sebagai tandingn Allah ? “
Banyak sekali macamnya perkataan dan perbuatan yang termasuk dalam katagori syirik , baik yang jelas-jelas mengandung unsur kesyirikan maupun yang sangat samar dan tidak jelas .
JIKA HATI TELAH DIBUTAKAN
Ada sebagian kaum muslimin melakukan ritual kesyirikan yang sangat jelas bahwa itu adalah perbuatan syirik dan sangat terang benderang lebih terang dari pada matahari di pertengahan siang , orang yang matanya buta pun bisa mengerti , tapi yang buta hatilah yang tetap tidak mau memahami . Hati jika sudah fanatik buta dan berpaling dari kebenaran , maka akan susah untuk menerimanya .
Allah Azza wa Jalla berfirman :
{ أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ }.
" Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada ". ( QS. Al-Hajj : 46 )
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ. وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون }
" Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ". ( QS. Al-A'raf : 179 – 180 ).
{وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاءَ فَزَيَّنُوا لَهُمْ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ }.
" Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang membuat mereka mengira bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi ". ( QS. Fushshilat : 25 ) .
********
SEBAGAI PENUTUP : KISAH SYEIKH QURO
====
TEMPAT KRAMAT SYEIKH QURO
-----
Sebagai penutup penulis sebutkan KISAH SYEKH QURO , namun penulis di sini hanya sebatas menukil tanpa merubah redaksinya , adapun kebenaran detail kisah ini banyak hal yang perlu dipertanyakan .
Sumber : “ Buku Ikhtiar Sejarah Singkat Syeh qurotul'ain” . Di share oleh PELITA KARAWANG ( PEKA ) . Penulis kutip pada tgl 19 Januari, 2021 :
.... Konon kabarnya, Ulama besar yang bergelar Syekh Qurotul’ain dengan nama aslinya Syekh Mursyahadatillah atau Syekh Hasanudin , beliau adalah seorang yang arif dan bijaksana dan termasuk seorang ulam yang hafidz Al-qur’an serta ahli Qiro’at yang sangat merdu suaranya.
Syekh Quro adalah putra ulama besar Mekkah, penyebar agama Islam di negeri Campa (Kamboja) yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih keturunan dari Sayidina Hussen Bin Sayidina Ali RA.dan Siti Fatimah putri Rosulullah ﷺ.
Pada waktu itu tanah Jawa masih dibawah kekuasaan Negeri Pajajaran dan masih menganut agama Hindu, dengan seorang Raja yang bernama Prabu Anggalarang, Kekuasannya pabu tersebut meliputi wilayah Karawang.
Sebelumnya datang ke tanah Karawang sekitar tahun 1409 Masehi, Syekh Quro menyebarkan Agama islam di negeri Campa berawal , lalu ke daerah Malaka dan dilanjutkan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura akhirnya sampai ke Pelabuhan Muara Jati Cirebon.
Disini beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati, yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana dan, oleh masyarakat sekitar , mereka sangat tertarik dengan ajaran yang disampaikan oleh Syekh Quro yang di sebut ajaran agama Islam.
Penyebaran agama Islam yang disampaikan oleh syekh Quro di tanah Jawa, rupanya sangat mencemaskan raja Pajaran Prabu Anggalarang, sehingga pada waktu itu,penyebaran agama Islam agar dihentikan.
Perintah dari Raja Pajajaran tersebut dipatuhi oleh Syeh Quro , namun, kepada utusan dari Raja Pajaran yang mendatangi Syekh Quro, beliau mengingatkan, meskipun ajaran agama Islam dihentikan penyebarannya tapi kelak, dari keturunan Prabu Anggalarang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah.
Beberapa saat kemudian beliau pamit pada Ki Gedeng Tapa untuk kembali ke negeri Campa, di waktu itu pula Ki Gedeng Tapa menitipkan putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang, untuk ikut dan berguru pada Syekh Quro.Tak lama kemudian Syekh Quro datang kembali ke negeri Pajajaran beserta Rombongan para santrinya, dengan menggunakan Perahu dagang.dan serta didalam rombongan adalah, Nyi Mas Subang Larang, Syekh Abdul Rahman , Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdilah Dargom.
Setelah Rombongan Syekh Quro melewati Laut Jawa dan Sunda Kelapa dan masuk Kali Citarum, yang waktu itu di Kali tersebut ramai dipakai Keluar masuk para pedagang ke Pajajaran, akhirnya rombongan beliau singgah di Pelabuhan Karawang.
Menurut buku sejarah masa silam Jawa Barat yang terbitan tahun 1983 disebut, Pura Dalem , mereka masuk Karawang sekitar 1416 M, yang mungkin dimaksud Tangjung Pura, dimana kegiatan Pemerintaahan dibawah kewenangan Jabatan Dalem. Karena rombongan tersebut, sangat menjunjung tinggi peraturan kota Pelabuhan, sehingga aparat setempat sangat menghormati dan, memberikan izin untuk mendirikan Mushola ( 1418 Masehi) sebagai sarana Ibadah sekaligus tempat tinggal mereka.Setelah beberapa waktu berada di pelabuahan Karawang, Syekh Quro menyampaikan Dakwah-dakwahnya di Mushola yang dibangunya ( sekarang Mesjid Agung Karawang ).dari urainnya mudah dipahami dan mudah diamalkan, ia beserta santrinya juga memberikan contoh pengajian Al-Qur’an menjadi daya tarik tersendiri di sekitar karawang.
Ulama besar ini sering mengumandangkan suara Qorinya yang merdu bersama murid-muridnya, Nyi Subang Larang, Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur dan santri lainnya seperti , Syekh Abdiulah Dargom alias Darugem alias Bentong bin Jabir Modafah alias Ayekh Maghribi keturunan dari sahabat nabi (sayidina Usman bin Affan).
Berita kedatangan kembali Syekh Quro, rupanya terdengar oleh Prabu Anggalarang yang pernah melarang penyebaran agama islam di tanah Jawa, sehingga Prabu Anggalarang mengirim utusannya untuk menutup pesantren Syekh Quro.utusan yang datang itu adalah Putra Mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa. sesampainya di pesantren putra mahkota tersebut hatinya tertambat oleh alunan suara yang merdu yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang , ”dalam mengalunkan suara pengajian Al-Qur’an,”
Prabu Pamanah Rasa akhirnya mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Atas kehendak yang Maha Kuasa Prabu Pamanah Rasa, menaruh perhatian khususnya pada Nyi Subang Larang yang cantik dan merdu suaranya. Lalu, akhirnya Prabu Pamanah Rasa melamar dan ingin mempersunting Nyi Subang Larang sebagai permaisurinya. Pinangan tersebut diterima tapi, dengan syarat mas kawinnya yaitu Lintang Kerti Jejer Seratus, yang di maksud itu adalah simbol dari Tasbeh yang merupakan alat untuk berwirid.
Selain itu, Nyi Subang Larang mengajukan syarat lain yaitu, agar kelak anak-anak yang lahir dari mereka harus menjadi Raja.seterusnya menurut cerita, semua permohonan Nyi Subang Larang disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa. Atas petunjuk Syekh Quro, Prabu Pamanah Rasa segera pergi ke Mekkah.
Di tanah suci Mekkah,Prabu Pamanah Rasa disambut oleh seorang kakek penyamaran dari Syekh Maulana Jafar Sidik.Prabu Pamanah Rasa merasa keget,ketika namanya di ketahui oleh seorang kakek.Dan Kekek itu, bersedia membantu untuk mencarikan Lintang Kerti Jejer Seratus dengan syarat harus mengucapkan Dua Kalimah Syahadat.Sang Prabu Pamanah Rasa denga tulus dan ikhlas mengucapkan,Dua Kalimah Syahadat.yang makna pengakuan pada Allah SWT, sabagai satu-satunya Tuhan yang harus disembah dan, Muhammad adalah utusannya.
Semenjak itulah, Prabu Pamanah Rasa masuk agama Islam dan menerima Lintang Kerti Jejer Seratus atau Tasbeh,mulai dari itu, Prabu Pamanah Rasa diberi ajaran tentang agama islam yang sebenarnya.Prabu Pamanah Rasa segera kembali ke Kraton Pajajaran,Untuk melangsungkan pernikahannya denga Nyi Subang Larang waktu ters berjalan maka pada tahun 1422 M,pernikahan di langsungkan di Pesantren Syekh Quro dan dipimpin langsung oleh Syekh Quro.setelah menikah Prabu Pamanahah Rasa dan dinobatkan sebagai Raja Pakuan Pajajaran dengan gelar Prabu Siliwangi.
Hasil dari pernikahan tersebut mereka dikarunai 3anak yaitu:
1.Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi)
2.Nyi Mas Rara Santang ( 1426 Masehi)
3.Raja Sangara ( 1428 Masehi).
Setelah melewati usia remaja, Raden Walangsunsang bersama adiknya Nyi Mas Rara Santang pergi meninggalkan Pakuan Pajajaran dan mendapat bimbingan dari ulama besar Syekh Nur Jati di Perguruan Islam Gunung Jati Cirebon.
Setelah kakak beradik menunaikan ibadah Haji, maka Raden Walang Sungsang menjadi Pangerang Cakra Buana dengan sebutan Mbah Kuwu Sangkan dengan beristerikan Nyi Mas Endang Geulis Putri Pandita Ajar Sakti Danuwarsih.Sedangkan Nyi Mas Rara Santang waktu pergi ke Mekkah diperisteri oleh Sultan Mesir yang bernama Sarif Abdulah (Raja Mesir), sedangkan Raja Sangara menyebarkan agama islam di tatar selatan dengan sebutan Prabu Kian Santang (Sunan Rohmat), wafat dan dimakamkan di Godog Suci Garut. Nyi Mas Rara Santang setalah menikah dengan raja Mesir, Namanya diganti menjadi Syarifah Mudaim, dari hasil pernikahannya dikaruniai dua orang putra masing-masing bernama Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.Setelah ayahnya meninggal dunia, jabatan Sultan Mesir diserahkan kepada Syarif Nurullah, sedangkan Syarif Hidayatullah meneruskan menimba ilmu agama islam dari ulam Mekkah dan Bagdad.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ، والحمد لله رب العالمين .
SELESAI , ALAHAMDULILLAH , SEMOGA BERMANFAAT . AMIIN !
Cilamaya , 19 jan 2021
Video Bertabarruk
0 Komentar