Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM UANG VIRTUAL BITCOIN DAN HUKUM TRANSAKSI DENGAN FOREX ISLAMI

  HUKUM UANG VIRTUAL BITCOIN DAN HUKUM TRANSAKSI DENGAN FOREX ISLAMI

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

------


------

DAFTAR ISI :

  • MATA UANG VIRTUAL
  • DEFINISI MATA UANG VIRTUAL :
  • KLASIFIKASI UANG VIRTUAL BERDASARKAN SISTEM OPERASI
  • Mata uang tersentralisasi :
  • Mata uang terdesentralisasi :
  • SEKILAS TENTANG BITCOIN
  • HUKUM JUAL BELI BITCOIN DAN MATA UANG VIRTUAL LAINYA.
  • IJTIHAD FIQHI TENTANG HUKUM BITCOIN & MATA UANG DIGITAL
  • Pendapat Pertama:
  • Pendapat Kedua:
  • Pendapat Ketiga:
  • PANDANGAN IJTIHADI TENTANG BITCOIN DAN MATA UANG VIRTUAL LAINNYA.
  • PERTAMA : MATA UANG VIRTUAL RESMI
  • KEDUA : MATA UANG VIRTUAL NON-RESMI:
  • ADA 8 ARGUMENTASI DAN SEBAB LARANGAN UANG VIRTUAL NON RESMI:
  • PERNYATAAN PARA AHLI FIQIH' TENTANG WAJIBNYA MENJAGA STABILITAS MATA UANG.
  • KESIMPULAN:
  • PEDOMAN UMUM BERTRANSAKSI DENGAN MATA UANG:
  • PERHATIAN !!!
  • *****
  • FOREX ISLAMI
  • SEKILAS TENTANG FOREX
  • HUKUM TRANSAKSI DENGAN FOREX ISLAMI
  • SEBAB-SEBAB HARAMNYA FOREX, TERMASUK FOREX ISLAMI: :
  • Pertama : Karena mengandung riba yang nyata.
  • Kedua : Membahayakan perekonomian.
  • SARAN DAN NASIHAT :
  • HUKUM BIAYA SWAP DAN MARGIN TRADING DALAM FOREX
  • HARUS SERAH TERIMA DI MAJLIS AKAD

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

MATA UANG VIRTUAL

Mata uang virtual (uang virtual atau virtual currency) adalah mata uang digital yang sebagian besar tidak diatur oleh otoritas tertentu, dapat ditransfer, disimpan, dan diperdagangkan secara elektronik, serta tidak memiliki legalitas hukum (legal tender).

Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), sebuah biro Keuangan AS, mendefinisikan mata uang virtual sebagai "sebuah perwakilan digital dari nilai yang dikeluarkan oleh sebuah bank sentral atau sebuah otoritas publik, maupun kebutuhan yang ditujukan untuk mata uang fiat, tetapi diterima oleh orang-orang hukum atau alami sebagai alat pembayaran dan dapat ditransfer, disetor atau diperdagangkan secara elektronik". Sebaliknya, mata uang digital yang dikeluarkan oleh bank sentral diartikan sebagai "mata uang digital bank sentral".

Mata uang digital diciptakan untuk menjawab kesenjangan nilai tukar mata uang antarnegara saat ini yang dirasa tidak adil. Nilai tukar mata uang sebuah negara bisa sangat rendah di banding dengan negara lain.

Lalu lahirlah cryptocurrency sebagai mata uang tunggal yang dapat digunakan di seluruh dunia. Cryptocurrency diharapkan bisa menjawab tantangan mengenai permasalahan nilai tukar mata uang di masa depan, sehingga dapat memperkecil gap antar nilai mata uang yang ada di dunia.

Terkait masalah keamanan, cryptocurrency lahir dari teknologi blockchain yang sebetulnya sudah mampu meminimalkan celah keamanan dengan menyediakan sistem keamanan yang berlapis .

Sistem itu bisa digambarkan selayaknya seperti fasilitas buku besar untuk pencatatan transaksi, yang menyimpan informasi pengguna secara unik, juga menerapkan sistem penyimpanan terdesentralisasi sehingga tidak ketergantungan lagi terhadap server.

=====

DEFINISI MATA UANG VIRTUAL:

Tidak terdapat kesepakatan diantara para ahli mengenai definisi yang paling tepat tentang mata uang virtual dan definisi dapat berubah sesuai dengan perkembangan dari mata uang virtual. Otoritas Perbankan Eropa atau European Banking Authority (EBA) mendefinisikan mata uang virtual sebagai nilai dalam bentuk digital yang bukan dikeluarkan oleh bank sentral atau lembaga yang berwenang juga tidak harus dilampirkan dengan uang fiat, tetapi digunakan oleh orang atau badan hukum tertentu sebagai alat tukar dan dapat ditransfer, disimpan atau diperdagangkan secara elektronik.

[Referensi : EBA Opinion on ‘virtual currencies’. European Banking Authority. 4 Juli 2014. Hlm. 11. Diakses 24 November 2021].

=====

KLASIFIKASI UANG VIRTUAL BERDASARKAN SISTEM OPERASI

Penggunaan mata uang virtual tergantung pada tiga komponen; pertama, penerbitan dan pertukaran mata uang; kedua, mekanisme penerapan dan peraturan yang digunakan dalam peredaran mata uang; terakhir, proses pembayaran.

Mata uang tersentralisasi :

Mata uang virtual tersentralisasi memiliki satu otoritas administrator yang mengontrol sistem. Administrator bertugas untuk menerbitkan mata uang, membuat peraturan penggunaan, memelihara buku besar pembayaran pusat, dan memiliki otoritas untuk menukar mata uang (menarik mata uang dari peredaran).

Contohnya, Second Life Linden Dollars, WebMoney WM units.

Contoh lain dari mata uang virtual tersentralisasi adalah emas elektronik yang ditemukan pada tahun 1996.

Emas elektronik (e-gold) adalah mata uang yang diperdagangkan secara elektronik yang dapat ditukarkan dengan mata uang nasional dengan sistem penerbitan dan perdagangan yang dikelola oleh perusahaan Gold & Silver Reserve.

Mata uang virtual tersentralisasi diterbitkan dan diawasi oleh administrator yang dapat mengontrol aktivitas dalam jaringan.

Seluruh mata uang virtual non-konversi memiliki sistem yang tersentralisasi, diterbitkan oleh otoritas pusat yang menetapkan aturan untuk tidak dapat dikonversi.

Bisa Untuk Sarana kejahatan :

Mata uang ini dapat digunakan sebagai sarana kejahatan. Kasus yang paling terkenal adalah kasus Liberty Reverse pada tahun 2013. Liberty Reverse adalah sistem pembayaran online yang berbasis di Costa Rica yang diketahui menerbitkan mata uang virtual sendiri dan menggunakannya untuk memfasilitasi pencucian uang diantara para kriminal.

Mata uang terdesentralisasi :

Mata uang virtual terdesentralisasi merupakan mata uang yang terdistribusi, bersumber terbuka (open-source), berbasis matematika, mata uang peer-to-peer yang tidak memiliki otoritas administrasi dan pemantauan atau pengawasan pusat. Mata uang jenis ini sering disebut sebagai mata uang kripto.

Sistem desentralisasi ini memerlukan teknik kriptografi untuk mengidentifikasi dan memverifikasi transaksi. 

Contohnya, Bitcoin, LiteCoin

Daripada mengandalkan keyakinan pada otoritas pusat yang bergantung pada sistem keyakinan terdistribusi. Mata uang virtual tersentralisasi yang memerlukan pihak ketiga untuk mengatur sirkulasi transaksi, Bitcoin tidak memerlukan pihak ketiga, hadir sebagai solusi dari dua masalah lama pada ilmu komputer: masalah pengeluaran ganda dan masalah umum Byzantium.

Inovasi tersebut mengizinkan Bitcoin untuk berfungsi dengan sistem peer-to-peer yang menggunakan buku besar publik (block chain) dipelihara dan diawasi oleh kekuatan pemrosesan kolektif individu dalam jaringan.

[Referensi : Wikipedia (https://id.wikipedia.org › wiki › Mata_uang_digital)].

****

BITCOIN

Bitcoin adalah salah satu mata uang [alat pembayaran] digital terenkripsi yang tidak tunduk pada kendali pemerintah atau biaya transaksi atau transfer, dan diciptakan pada tahun 2009 oleh seseorang yang tidak dikenal, yang mengidentifikasi dirinya sebagai Satoshi Nakamoto, dengan tujuan penggunaannya dalam transaksi pembayaran yang tidak tunduk pada kendali. Ini adalah mata uang [alat pembayaran] yang tidak didukung oleh jenis uang nyata atau emas dan perak.

Bitcoin -dan mata uang digital lainnya- hanyalah angka atau bentuk elektronik yang ditulis, digambar, atau diprogram oleh beberapa orang melalui komputer, dan tidak memiliki sumber yang nyata, serta tidak memiliki biaya selain listrik yang digunakan untuk perangkat dan waktu yang dihabiskan untuk itu.

Salah satu perbedaan utama antara Bitcoin dan mata uang kertas adalah bahwa uang kertas yang diterbitkan oleh bank sentral, berbeda dengan Bitcoin dan mata uang digital non-resmi, serta Bitcoin dan dan mata uang kripto lainnya rentan terhadap fluktuasi besar dibandingkan dengan mata uang kertas.

*****

HUKUM JUAL BELI BITCOIN DAN MATA UANG VIRTUAL LAINYA.

====

IJTIHAD FIQHI TENTANG HUKUM BITCOIN & MATA UANG DIGITAL.

Para ulama fiqih kontemporer berbeda pendapat dalam menetapkan hukum Bitcoin dan mata uang digital terenkripsi dan virtual menjadi tiga pendekatan:

Pendapat pertama:

Ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqih kontemporer yang menyatakan haramnya produksi dan pembelian Bitcoin dan mata uang digital non-resmi.

Alasan hukum menurut mereka adalah bahwa mata uang [alat pembayaran] ini bukanlah uang tunai, bukan juga keranjang atau aset keuangan yang nyata.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) resmi mengharamkan penggunaa kripto sebagai mata uang. Hal ini diresmikan dalam forum Ijtima Ulama. Hal ini dikarenakan kripto mengandung Gharar, Dharar, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.

Fatwa MUI tersebut tidak hanya mengharamkan kripto sebagai mata uang tetapi juga sebagai komoditi atau aset digital.

Salah satu alasannya adalah karena jenis mata uang tersebut tidak memiliki wujud fisik yang bisa diserahkan ke pembeli dan akhirnya menimbulkan ketidakpastian dalam transaksi.

Pendapat kedua:

Ini adalah pendapat yang memperbolehkan bertransaksi dengan Bitcoin dan dan mata uang kripto lainnya. Menurut pendapat ini, Bitcoin dianggap sebagai mata uang karena beberapa negara mengakuinya, dan jika bukan mata uang, maka dianggap sebagai aset keuangan karena tingginya minat dan perdagangannya.

Pendapat ketiga:

Penangguhan pendapat [تَوَقُّف = diam]. Beberapa ulama tidak memiliki pandangan jelas tentang masalah ini. Namun, diketahui bahwa penangguhan pendapat bukanlah hukum syariah yang ditetapkan.

*****

PANDANGAN IJTIHADI TENTANG BITCOIN DAN MATA UANG VIRTUAL LAINNYA.

====

PERTAMA : MATA UANG DIGITAL RESMI:

Islam melihat bahwa mata uang harus memiliki persyaratan tertentu seperti bernilai stabil dan bisa dikaitkan dengan aset lain yang terlihat seperti emas.

Namun diperbolehkan pula bertransaksi dengan mata uang digital resmi jika telah menjadi pengganti bagi mata uang kertas, dan berada di bawah pengawasan bank sentral dengan pengawasan negara, dan dijamin oleh pihak-pihak untuk ditukarkan dengan nilai yang setara dari barang atau produksi lokal apa pun; dan berdasarkan pada bukti ukuran nilai terhadap mata uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral dan yang digunakan oleh masyarakat, baik itu memiliki cadangan emas perak atau dengan dana lainnya, atau tidak memiliki cadangan emas dan perak atau bahkan dana lain seperti yang terjadi pada dolar dan sebagian besar mata uang setelah mata uang terlepas dari nilainya yang sebenarnya, yang menjadi praktik umum di sebagian besar negara saat ini, karena masyarakat telah menerima penggunaannya sebagai alat tukar yang tidak memiliki pengcover (Back up Currency) yang nyata; dengan sifat yang relatif stabil dalam harga pasar.

====

KEDUA : MATA UANG VIRTUAL NON-RESMI:

Hukumnya tidak diperbolehkan bertransaksi dengan Bitcoin - dan mata uang digital terenkripsi lainnya.

*****

DELAPAN SEBAB LARANGAN UANG VIRTUAL NON RESMI:

Alasan tidak diperbolehkannya bertransaksi dengan Bitcoin - dan mata uang digital non resmi lainnya adalah sebagai berikut:

Pertama : Dasar berdirinya adalah proses penciptaan uang:

Jadi mata uang digital non-resmi didasarkan pada proses (penciptaan uang) dari ketiadaan, yang merupakan bentuk riba yang dilarang. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam mensyaratkan dalam transaksi tukar menukar mata uang harus serah terima di majlis , yaitu sebagai langkah untuk mencegah proses penciptaan uang; sebagaiman yang disebutkan dalam hadis shahih:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبَرُّ بِالْبَرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.

"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dalam jumlah yang setara, secara tunai. Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah seperti yang diinginkan, asalkan tunai-tunai tersebut secara langsung."

Riba harus dicegah dengan cara menyamakan jumlah atau nilai antara dua alat transaksi , dan penciptaan uang dicegah dengan cara serah terima dalam akad tukar menukar. Dan di sana ada hubungan erat antara riba dan penciptaan uang, keduanya dilarang dalam syariat berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sama halnya bahwa terjadinya riba dan penciptaan uang itu akan berdampak pada kerusakan-kerusakan, juga keduanya ini akan membahayakan perekonomian sehingga membuat keduanya menjadi haram dalam bidang perekonomian.

Kedua : Ini adalah uang khayalan yang tidak nyata:

Proses penciptaan uang, di antaranya Bitcoin dan mata uang kripto lainnya, menghasilkan uang khayalan yang tidak nyata. Kekayaan berkumpul di tangan sejumlah kecil orang yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan Bitcoin dan mata uang digital terenkripsi, menyebabkan kekayaan berlimpah bagi mereka dan kemiskinan bagi kelompok lain.

Ini sama dengan alasan mengapa riba diharamkan, sebagaimana Allah berfirman:

{كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ}

"{Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu}" (Al-Hasyr: 7).

Ketiga : Penimbunan [monopoli]:

Seperti yang terjadi dalam penciptaan mata uang kripto oleh individu tanpa pengawasan, ini akan menyebabkan penimbunan [monopoli] oleh sejumlah orang tertentu. Seperti yang kita ketahui, dalam hukum syariah, monopoli diharamkan karena dampak negatif yang membayakan perekonomian, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih Muslim dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ

"Tidaklah seseorang melakukan penimbunan [monopoli] kecuali dia orang yang berdosa". [HR. Muslim no. 1605]

Keempat : Perjudian:

Mata uang digital terenkripsi dapat mengalami fluktuasi yang besar dan cepat. Yang menjadikannya jenis perjudian terlarang. Sesuai dengan firman Yang Maha Kuasa:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾

{Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan}. [Al-Ma'idah] : 90]

Alasan pelarangannya dalam kaitannya dengan perjudian adalah karena keuntungannya berdasarkan permainan keberuntungan, jadi ketika seseorang membeli Bitcoin - atau salah satu mata uang kripto lainnya - maka keuntungannya berdasarkan keberuntungan; Harga bisa naik sangat tinggi, atau turun sangat rendah. Sementara landasan standar mata uang yang resmi adalah stabilitas dan disiplin, meskipun relatif.

Bitcoin dan dan mata uang kripto lainnya tidak bisa diadaptasikan dengan uang tunai; Karena - sejauh ini - Bitcoin bukan alat tukar. Dan alat tukar itu adalah fungsi uang yang paling penting, sementara Bitcoin tidak memiliki ciri-ciri mata uang.

Ciri-ciri mata uang yang terpenting adalah sbb :

1 – Mata uang adalah satuan untuk mengukur harga barang dan biaya jasa dengan satuan mata uang.

2 - Mata uang adalah perantara pertukaran, sehingga memudahkan mendapatkan barang dan jasa.

3 - Mata uang dapat disimpan dan merupakan dompet keuangan untuk menjaga nilai keuangannya.

4 - Mata uang adalah alat pembayaran tunai, sehingga stabilitas daya belinya harus kokoh dan terjaga.

Sementara Bitcoin - serta mata uang kripto lainnya yang tidak resmi - tidak memiliki sifat-sifat tersebut diatas untuk tujuan tunai.

Kelima - Bukan barang:

Bitcoin dan mata uang kripto lainnya bukanlah barang, karena tujuannya adalah pertukaran dan bukan bertujuan pada objeknya ; seperti yang terjadi dalam barang.

Keenam - Bukan aset keuangan sesungguhnya:

Bitcoin dan mata uang kripto lainnya bukanlah aset keuangan yang sebenarnya, karena Bitcoin dan Uang cripto lainnya tidak ada wujudnya, bukan aset fisik atau bukan layanan dan sejenisnya.

Ketujuh - Tidak dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang:

Mata uang Bitcoin ini dikeluarkan oleh pihak atau individu yang tidak dikenal, bukan oleh pemerintah.

Maka itu hal yang dilarang , sebagaimana yang disebutkan dalam kitab "Fathul ‘Aziz bi Syarh al-Wajiz" 6/13 oleh al-Rafi'i:

وَيُكْرَهُ لِلرَّعِيَّةِ ضَرْبُ الدَّرَاهِمِ وَإِنْ كَانَتْ خَالِصَةً فَإِنَّهُ مِنْ شَأْنِ الْإِمَامِ.

"Dimakruhkan bagi rakyat menggunakan koin mata uang dirham yang berbeda-beda, meskipun koin itu murni, karena pemberlakuan koin itu merupakan hak prerogatif imam."

Dalam "Al-Ahkam al-Sultaniyah" hal. 281, al-Mawardi berkata :

لا يَصْلُحُ ضَرْبُ الدِّرَاهِمِ، إِلاَّ فِي دَارِ الضَّرْبِ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ؛ لأَنَّ النَّاسَ إِنْ رُخِصَ لَهُمْ رَكَبُوا الْعَظَائِمَ.

"Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari Imam Ahmad yang mengatakan: Tidaklah baik mencetak koin, kecuali di rumah pencetakan uang dengan izin penguasa [sultan]; karena jika mereka diberi kelonggaran, mereka akan melakukan hal-hal yang sangat besar bahayanya terhadap perekonomian.

Dalam Ensiklopedia Fiqih Kuwait (25/105) disebutkan :

"نَصَّ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ لِإِمَامِ الْمُسْلِمِينَ وَلَايَةَ ضَرْبِ الْفُلُوسِ وَالدِّرَاهِمِ وَالدِّنَانِيِرِ لِلنَّاسِ فِي دَارِ الضَّرْبِ وَأَنْ تَكُونَ بِقِيمَةِ الْعَدْلِ فِي مَعَامِلَاتِهِمْ تَسْهِيْلًا عَلَيْهِمْ وَتَيْسِيْرًا لِمَعَاشِهِمْ، وَلَا يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يُضْرَبَ الْمُغْشُوْشَ لِلْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ: مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا (رَوَاهُ مُسْلِمٌ) كَمَا لَا يَجُوْزُ لِغَيْرِ الْإِمَامِ أَنْ يُضْرَبَ لِأَنَّهُ مِنَ الْإِفْتِيَاتِ عَلَيْهِ وَلِأَنَّهُ مَظْنَةٌ لِلْغِشِّ وَالْإِفْسَادِ بِتَغْيِيْرِ قِيَمِ الدِّرَاهِمِ وَالدِّنَانِيِرِ وَمُقَادِيْرِهَا"

"Para fuqaha' sepakat bahwa imam kaum muslimin memiliki kewenangan untuk mencetak mata uang kertas dan mata uang koin perak (dirham) dan koin emas (emas) untuk masyarakatnya di rumah pencetakan dan harus dengan nilai yang adil dan bijak dalam transaksi mereka untuk memudahkan mereka dan meringankan kehidupan mereka.

Dan tidak diperbolehkan baginya untuk mencetak uang palsu, berdasarkan hadits sahih:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

"Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan bagian dari kami" (HR. Muslim).

Begitu juga, tidak diperbolehkan bagi selain imam untuk menciptkan mata uang karena itu dianggap sebagai penghinaan dan korupsi dengan mengubah nilai mata uang perak dan emas serta kadar-nya”.

Kedelapan - Ketidakstabilan harga:

Kehilangan stabilitas relatif dari Bitcoin dan mata uang digital lainnya yang tidak resmi.

Sementara stabilitas ini dalam mata uang bertujuan untuk mencapai keadilan antara penjual dan pembeli. Dan juga untuk menjaga kestabilan nilai transaksi-transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, terutama untuk jangka waktu yang panjang.

Penelitian terbaru yang ingin mengevaluasi kesesuaian cryptocurrency dengan nilai-nilai Islam menunjukkan bahwa masih ada banyak masalah dalam penggunaan cryptocurrency seperti nilainya yang sangat fluktuatif dan berdampak pada transaksi yang spekulatif yang dilarang dalam Islam.

Penelitian yang menggunakan data dari 23 harga cryptocurrency memang menunjukkan penyiratan bahwa umat Islam akan “enggan” menggunakan cryptocurrency sebagai mata uang, atau sebagai alat tukar (transaksi) dan menjadikan penggunaan mata uang digital ini sulit berkembang di negara-negara Islam, seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim.

Meski di sisi lain, negara-negara Barat terus menerus mendorong negara-negara Muslim untuk segera membuat kebijakan umum di sektor keuangan dan aturan-aturan dalam Islam mengenai cryptocurrency yang bisa diterapkan secara global karena disinyalir masih terdapat perbedaan pendapat di berbagai negara-negara Islam.

Beberapa negara Muslim seperti Mesir, Iran, dan Turki melarang dan membatasi penggunaan mata uang digital, sedangkan Uni Emirat Arab sudah melegalkan penggunaannya.

*****

PERNYATAAN PARA AHLI FIQIH' TENTANG WAJIBNYA MENJAGA STABILITAS MATA UANG.

Ibnu Abi al-'Izz al-Hanafi dalam "Tanbih ala Mushkilat al-Hidayah" (4/413) menyatakan:

"أَمَّا الدِّرَاهِمُ وَالدِّنَانِيِرُ فَهِيَ أَثْمَانُ الْمَبِيْعَاتِ وَبِهَا يُعْرَفُ تَقْوِيمُ الْأَمْوَالِ فَيَجِبُ أَنْ تَكُونَ مُحَدَّدَةً لَا تَرْتَفِعُ قِيمَتُهَا وَلَا تَنْقَضُّ، وَقَدْ حُرِّمَ فِيهِمَا رِبًا النِّسَاءِ لِمَا فِيهِ مِنَ الضَّرَرِ بِالْمَحَاوِيجِ، وَهُوَ الْأَصْلُ فِي تَحْرِيمِ الرِّبَا، وَلِذَلِكَ قَالَ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: "إِنَّمَا الرِّبَا فِي النِّسِيئَةِ" رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ".

"Adapun mata uang koin perak (dirham) dan koin emas (dinar), maka ia adalah sebagai standar harga jual-beli, dan dengan keduanyalah penilaian harga kekayaan diukur. Oleh karena itu, kedua-duanya harus tetap stabil, nilai dua-duanya tidak boleh naik atau turun.

Riba di dalam dirham dan dinar diharamkan karena membahayakan dalam banyak kepentingan, yang menjadi dasar hukum riba. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda: 'Riba terletak pada kenaikan dan penurunan'." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa'i).

Ibnu al-Qayyim dalam "I'lam al-Muwaqqi'in 'an Rabb al-'Alamin" (2/105) mengatakan:

فَإِنَّ الدِّرَاهِمَ وَالدِّنَانِيرَ أَثْمَانُ الْمَبِيْعَاتِ، وَالثَّمَنُ هُوَ الْمِعْيَارُ الَّذِي بِهِ يُعْرَفُ تَقْوِيمُ الْأَمْوَالِ، فَيَجِبُ أَنْ يَكُونَ مُحَدَّدًا مُضْبُوطًا لَا يَرْتَفِعُ وَلَا يَنْخَفِضُ؛ إِذَ لَوْ كَانَ الثَّمَنُ يَرْتَفِعُ وَيَنْخَفِضُ كَالسَّلَعِ لَمْ يَكُنْ لَنَا ثَمَنٌ نَعْتَبِرُ بِهِ الْمَبِيْعَاتِ ، بَلْ الْجَمِيعُ سِلَعَ، وَحَاجَةُ النَّاسِ إِلَى ثَمَنٍ يَعْتَبِرُونَ بِهِ الْمُبَيَّعَاتِ حَاجَةٌ ضَرُورِيَّةٌ عَامَّةٌ، وَذَلِكَ لَا يُمْكِنُ إِلَّا بِسِعْرٍ تَعْرِفُ بِهِ الْقِيَمَةُ، وَذَلِكَ لَا يَكُونُ إِلَّا بِثَمَنٍ تَقُومُ بِهِ الْأَشْيَاءُ، وَيَسْتَمِرُ عَلَى حَالَةٍ وَاحِدَةٍ، وَلَا يَقُومُ هُوَ بِغَيْرِهِ؛ إِذْ يَصِيرُ سِلْعَةً يَرْتَفِعُ وَيَنْخَفِضُ، فَتُفْسَدُ مُعَامَلَاتُ النَّاسِ، وَيَقَعُ الْخَلَفُ، وَيَشْتَدُّ الضَّرَرُ، كَمَا رَأَيْتَ مِنْ فَسَادِ مُعَامَلَاتِهِمْ وَالضَّرَرِ اللَّاحِقِ بِهِمْ حِينَ اتَّخَذَتْ الْفُلُوسُ سِلْعَةً تُعَدُّ لِلرِّبْحِ فَعَمَّ الضَّرَرُ وَحَصَلَ الظُّلْمُ، وَلَوْ جَعَلْتَ ثَمَنًا وَاحِدًا لَا يَزِدُّ وَلَا يَنْقُصُّ بَلْ تَقُومُ بِهِ الْأَشْيَاءُ وَلَا تَقُومُ هِيَ بِغَيْرِهَا لَصَلَحَ أَمْرَ النَّاسِ.

"Mata uang koin perak (dirham) dan koin emas (dinar) adalah standar harga jual-beli (alat pembayaran). Dan harga mata uang adalah standar yang digunakan untuk menilai kekayaan. Oleh karena itu, haruslah tetap terkendali, tidak naik atau turun.

Jika harga mata uang (alat pembayaran) berfluktuasi seperti halnya barang dagangan, maka tidak akan ada alat pembayaran yang dapat dianggap sebagai penentu nilai jual-beli. Bahkan semuanya menjadi barang dagangan.

Sementara kebutuhan orang-orang akan alat standar harga yang digunakan sebagai nilai jual-beli merupakan kebutuhan umum yang penting. Hal ini hanya bisa dicapai dengan adanya alat standar harga yang menentukan nilai, yang hanya bisa didapatkan melalui sesuatu yang memiliki standar harga yang tetap untuk barang-barang, dan tidak berubah-ubah.

Jika harga mata uang berfluktuasi, maka transaksi umat manusia akan rusak, kerugian akan terjadi, dan kesulitan akan meningkat.

Sebagaimana yang telah saya melihat kerusakan dalam transaksi mereka dan kerugian yang mereka alami ketika mata uang dijadikan sebagai barang dagangan [bukan sebagai alat standar harga] demi untuk mendapatkan keuntungan, maka kerusakanpun  merajalela, dan ketidakadilan terjadi.

Jika nilai mata uang (alat pembayaran) tetap stabil tidak naik atau turun, dan hanya dipergunakan untuk menentukan harga barang-barang dan bukan sebaliknya, maka urusan manusia akan menjadi baik."

*****

KESIMPULAN:

Jika mata uang digital dikeluarkan oleh negara dan menggantikan uang kertas dengan memiliki kekuatan yang sama , maka hal itu diperbolehkan. Namun, jika mata uang digital tersebut tidak resmi, maka tidak boleh bertransaksi dengannya karena hal itu dapat menimbulkan bahaya dalam perekonomian dan dampak buruk secara hukum syariah  sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

*****

PEDOMAN UMUM BERTRANSAKSI DENGAN MATA UANG:

1. Wajibnya mencapai kesepakatan di majelis saat melakukan pertukaran mata uang digital dengan mata uang lain atau dengan uang tunai.

2. Transaksi harus dibatasi pada apa yang dimiliki seseorang dari mata uang. Tidak diperbolehkan bertransaksi dengan margin atau marjin, bahkan jika hal itu menghilangkan biaya penyelesaian, karena ada risiko lain yaitu penggabungan antara hutang dan perdagangan.

Dan sebaiknya berhati-hati dalam bertransaksi dengan mata uang digital karena banyaknya keraguan yang mengelilinginya.

====

PERHATIAN !!!

Perhatian : Tulisan Tentang Bitcoin Dan Forex ini, Penulis Tidak Mengklaim Bahwa Apa Yang Saya Nyatakan Tentang Hukumnya Adalah Sebuah Kebenaran Yang Pasti .

Kita perlu melakukan kajian yang lebih jauh dan teliti lagi sehingga para pengguna dapat menikmati teknologi secara nyaman dan juga aman.

Bagi yang telah terlanjur menerapkan/ investasinya sama-sama mengkaji lebih lanjut untuk memaksimalkan nilai “manfaatnya” daripada “madharatnya” agar semakin jelas.

Penggunaan mata uang digital sudah melebar ke sektor-sektor lain dalam bentuk pemanfaatan smart contracts yaitu sebuah kontrak yang pelaksanaannya berjalan secara otomatis ketika pihak-pihak yang terlibat memenuhi perjanjian yang sudah ditetapkan di dalam sistem.

Mata uang digital juga sudah mulai diterapkan pada sektor perbankan, industri farmasi, dan real estate, serta jaringan listrik.

Hal tersebut dimungkinkan karena teknologi blockchain. Saat ini teknologi blockchain semakin meluas penggunaannya di berbagai sektor kehidupan oleh berbagai macam pelaku pasar dari yang skala bisnisnya kecil hingga yang besar.

 

====*****====

FOREX ISLAMI

*****

SEKILAS TENTANG FOREX

Foreign exchange atau forex adalah pasar elektronik global untuk perdagangan mata uang internasional dan derivatif mata uang.

Meski tidak punya lokasi pusat secara fisik, pasar forex adalah pasar terbesar dan paling likuid di dunia berdasarkan volume perdagangan yang bisa mencapai triliunan dolar setiap harinya.

Sebagian besar perdagangan dilakukan melalui bank, broker, dan lembaga keuangan. Saking sibuknya, pasar forex bisa buka 24 jam sehari dan lima hari dalam seminggu. Terkadang, pasar forex bisa terus buka di hari libur, kendati volume perdagangan mungkin lebih rendah.

Forex adalah satu di antara usaha untuk mencari keuntungan oleh banyak orang. Meski begitu, tidak jarang pasar valuta asing ini digunakan sebagai sarana non profit.

Itulah mengapa pandangan bahwa forex adalah penipuan salah besar karena forex memang sebuah komoditas yang diperjualbelikan di pasar forex. Hanya, belakangan memang sedang marak penipuan dengan dalih robot trading forex.

*****

HUKUM TRANSAKSI DENGAN FOREX ISLAMI

Pada hukum asalnya diperbolehkan berdagang mata uang jika terealisasikan penerimaan (Qabdh) terhadap mata uang tersebut benar-benar terwujud, transaksinya terbebas dari persyaratan ribawi, seperti persyaratan biaya inap (swap), yaitu keuntungan yang disyaratkan kepada investor kalau dia tidak bertindak dalam transaksi di hari yang sama.

Diperbolehkan menjual euro dengan dolar dengan syarat terjadi saling menerima dalam majlis akad. Sementara kalau mata uangnya sama, seperti menjual satu dolar dengan dua dolar, maka hal ini tidak diperbolehkan karena ia termasuk riba fadl (lebih). Maka harus sama dan saling menerima dalam majlis akad kalau mata uangnya sama.

Namun yang berkaitan dengan masalah HUKUM TRANSAKSI DENGAN FOREX ISLAMI, maka Syeikh Muhammad Sholeh al-Munajjid berkata dalam fatwanya :

المُتَاجِرَةُ بالهَامِشِ، أو بنِظَامِ الفوركس صَدَرَ فيها قَرَارٌ مِن مَجْمَعِ الفِقْهِ الإِسْلامِي بالتَحْرِيمِ وَالمَنْعِ.

Berbisnis dengan margin atau dengan sistem forex telah dinyatakan oleh Lembaga Fikih Islam (Majma Fikih Islami) sebagai perkara haram dan dilarang. [Islamweb. Fatwa no. 125758].

*****

SEBAB-SEBAB HARAMNYA FOREX, TERMASUK FOREX ISALMI :

Sebab-sebab keharamannnya sebagaimana yang telah disebutkan oleh Lembaga Majma’ al-fiqhi sebagai berikut:

Pertama : Karena mengandung riba yang nyata.

Yaitu yang nampak jelas tergambarkan dengan adanya tambahan pada harta hutang, yang dinamakan dengan “biaya menginap” hal itu termasuk riba yang diharamkan.

Sebagian lembaga yang bertransaksi dengan margin menghapus biaya ini tidak serta merta menghalalkan transaksi ini, karena tetap ada beberapa larangan berikut ini:

1] Menggabungkan antara hutang dan barter [imbalan].

2] Tidak adanya serah terima (التَّقَابُضُ) pada transaksi yang disyaratkan adanya serah terima di majlis saat akad .

Telah ada keputusan al-Majma al-Fiqhi al-Islami yang menyatakan :

"ثَانِيًا: أَنَّ اشْتِرَاطَ الْوَسِيطِ عَلَى الْعَمِيلِ أَنْ تَكُونَ تِجَارَتُهُ عَنْ طَرِيقِهِ، يُؤَدِّي إِلَى الْجَمْعِ بَيْنَ سُلْفٍ وَمُعَاوَضَةٍ (السِّمْسَرَةِ)، وَهُوَ فِي مَعْنَى الْجَمْعِ بَيْنَ سُلْفٍ وَبَيْعٍ، الْمَنْهِىّ عَنْهُ شَرْعًا فِي قَوْلِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لا يَحِلُّ سُلْفٌ وَبَيْعٌ...) الْحَدِيثَ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ (3/384) وَالتِّرْمِذِيُّ (3/526) وَقَالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. وَهُوَ بِهَذَا يَكُونُ قَدْ انْتَفَعَ مِنْ قَرْضِهِ، وَقَدْ اِتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ كُلَّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ مِنَ الرِّبَا الْمُحَرَّمِ."

“Kedua: Adanya penetapan syarat dari perantara kepada nasabahnya bahwa transaksi nasabah harus melalui mereka . Dan itu maknanya menggabungkan antara hutang dan barter imbalan (sebagai makelar).  Hal itu semakna dengan menggabungkan antara hutang dan penjualan yang dilarang syariat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ 

“Tidak dihalalkan (menggabungkan) utang dan jual beli”. (HR. Abu Daud: 3/384 dan Tirmidzi, 3/526 dan ia berkata: Hadits hasan shahih)

Dengan cara ini dia mengambil manfaat dari hutang yang dia berikan, sedangkan para ahli fikih telah sepakat bahwa setiap hutang yang mendatangkan manfaat maka dia termasuk riba yang haram”. [Selesai]

Dengan tidak adanya penerimaan tunai pada transaksi - yang disyaratkan adanya  penerimaan terima tunai, seperti jual beli mata uang, emas dan perak-; maka  hal itu termasuk riba nasii’ah.

Lalu Majma’ al-Fiqhi memberikan contoh :

وَمِثَالُ ذَلِكَ طَرِيقَةُ الرَّافِعَةِ الْمَالِيَّةِ بِأَنْ يَدْعُمَ الْوَسِيطُ الْمُتَعَامِلَ بِالْفُورِكْسِ نَظِيرَ كُلِّ 1000 دُولَارٍ عِنْدَهُ فِي الْحِسَابِ رَافِعَةً مَالِيَّةً تَصِلُ لـ 100000 دُولَارٍ، أَيْ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ لِدَعْمِكَ وُجُودُ مُبَلَّغٍ مُسَجَّلٍ فِي حِسَابِ الْعَمِيلِ عِنْدَهُ لِيَكُونَ دَعْمُهُ لِلْعَمِيلِ مُتَنَاسِبًا مَعَ ذَلِكَ الْمَبْلَغِ، وَأَنَّهُ يَأْخُذُ عَلَى كُلِّ عَمَلِيَّةِ بَيْعٍ أَوْ شِرَاءٍ نِسْبَةً مُحَدَّدَةً يَرْبَحُهَا، وَتُسَمَّى التَّعَامُلُ بِالْهَامِشِ (margin trading)، وَمَعْنَاهُ إِقْرَاضُ الْوَسِيطِ لِلْعَمِيلِ أَضْعَافَ الْمَبْلَغِ الَّذِي يَفْتَحُ بِهِ الْحِسَابَ، فَإِنَّ مَا يَأْخُذُهُ الْوَسِيطُ مِنْ الْعَمِيلِ رِبًا وَمَا يَنْتَفِعُ بِهِ الْوَسِيطُ مِنْ عَمَلِيَّاتِ الْعَمِيلِ رِبًا لِأَنَّهُ نَاتِجٌ عَنْ مَنْفَعَةِ قُرُضِهِ.

Contoh dari itu adalah dengan menggunakan leverage di forex, di mana broker mendukung trader dengan rasio leverage hingga 1:1000, yang berarti broker mensyaratkan trader memiliki jumlah tertentu dalam akun mereka untuk mendukung leverage tersebut, dan broker mengambil persentase tertentu dari setiap transaksi jual atau beli sebagai keuntungan, yang disebut trading margin (margin trading).

Ini berarti broker memberikan pinjaman kepada trader dengan jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang mereka gunakan untuk membuka akun, sehingga apa yang diambil oleh broker dari trader adalah riba, dan apa yang broker manfaatkan dari transaksi trader juga adalah riba karena berasal dari manfaat pinjaman mereka”. [Selesai].

Dan Majma’ al-Fiqhi juga berkata:

بَيْعُ وَشِرَاءُ الْعُمُلَاتِ يَتِمُّ غَالِبًا دُونَ قَبْضٍ شَرْعِيٍّ يُجِيزُ التَّصْرُفَ.

“Jual beli mata uang biasanya berlangsung tanpa penerimaan tunai yang syar’i yang membolehkan mereka untuk bertransaksi dengan uang tersebut.”

Kedua : Membahayakan perekonomian.

Majma al-Fiqhi telah memutuskan:

"رَابِعًا: لمَا تَشْتَمِلُ عَلَيْهِ هَذِهِ الْمُعَامَلَةُ مِنْ أَضْرَارٍ اقْتِصَادِيَّةٍ عَلَى الْأَطْرَافِ الْمُتَعَامِلَةِ، وَخَصُوصًا الْعَمِيلَ (الْمُسْتَثْمِرَ)، وَعَلَى اقْتِصَادِ الْمُجْتَمَعِ بِصَفَةٍ عَامَّةٍ. لِأَنَّهَا تَقُومُ عَلَى التَّوَسُّعِ فِي الدُّيُونِ، وَعَلَى الْمُجَازَفَةِ، وَمَا تَشْتَمِلُ عَلَيْهِ غَالِبًا مِنْ خِدَاعٍ وَتَضْلِيلٍ وَشَائِعَاتٍ، وَاحْتِكَارٍ وَنَجْشٍ وَتَقَلُّبَاتٍ قَوِيَّةٍ وَسَرِيعَةٍ لِلْأَسْعَارِ، بِهَدَفِ الثُّرُوَّةِ السُّرِيعَةِ وَالْحُصُولِ عَلَى مَدَخَرَاتِ الْآخَرِينَ بِطُرُقٍ غَيْرِ مُشْرِعَةٍ، مَمَّا يَجْعَلُهَا مِنْ قَبِيلِ أَكْلِ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ، إِضَافَةً إِلَى تَحْوِيلِ الْأَمْوَالِ فِي الْمُجْتَمَعِ مِنَ الْأَنْشِطَةِ الْاقْتِصَادِيَّةِ الْحَقِيقِيَّةِ الْمُثْمِرَةِ إِلَى هَذِهِ الْمُجَازَفَاتِ غَيْرِ الْمُثْمِرَةِ اقْتِصَادِيًّا، وَقَدْ تُؤَدِّي إِلَى هُزَاتِ اقْتِصَادِيَّةٍ عَنِيفَةٍ تُلْحِقُ بِالْمُجْتَمَعِ خُسُوفًا وَأَضْرَارًا فَادِحَةً." انْتَهَى.

“Keempat; Muamalah seperti ini mengandung bahaya bagi perekonomian semua pihak yang bertransaksi, khususnya nasabah/investor dan membahayakan ekonomi masyarakat secara umum, karena bertumpu pada membuka peluang hutang dan spekulasi, juga sering mengandung penipuan, penyesatan, rumor, monopoli, menimbun, fluktuasi yang kuat, perubahan harga yang cepat, dengan tujuan cepat meraih keuntungan dari tabungan orang lain dengan cara tidak legal, yang menjadikannya termasuk kategori memakan harta orang lain dengan cara batil, disamping itu akan merubah perputaran uang masyarakat dari kegiatan ekonomi yang riil dan menghasilkan kepada transaksi spekulatif dan tidak menghasilkan secara ekonomi dan bisa jadi akan menyebabkan goncangan ekonomi yang keras yang akan menimpa masyarakat dengan kerugian dan bahaya yang fatal”.

*****

SARAN DAN NASIHAT :

Apa yang dinamakan dengan forex islami hanya benar dari satu masalah  yaitu; biaya penyimpanan. Akan tetapi ia tidak dari sisi menggabungkan antara hutang dan upah, menunda penerimaan dan dari bahaya-bahaya ekonomi lainnya.

Maka nasehat kami kepada anda sekalian, hendaknya anda sekalian bertakwa kepada Allah Taala dan meninggalkan hal ini sebagai sarana mendapatkan penghasilan.

Hendaknya anda sekalian ketahui bahwa apa yang ada pada sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan taat kepada-Nya dan yang haram itu akan merusak keberkahan dan berakibat buruk, semoga Allah menyelamatkan kita semua.

*****

HUKUM BIAYA SWAP DAN MARGIN TRADING DALAM FOREX

Adapun mengenai biaya Swap dan Margin Trading, telah terbit keputusan Majma’ Fiqh Al-Islami.

Berikut ini teksnya :

“Segala puji hanya Milik Allah semata. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi yang tidak ada nabi setelahnya, yaitu pemimpin dan Nabi kita Muhammad, begitu pula kepada keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du.

Sesungguhnya Majma’ Fiqh Al-Islami Rabithah Al-‘Alam Al-Islami, pada pertemuan kedelapan belas yang diadakan di Mekah Al-Mukarramah tanggal 10-14 Rabi’ul Awwal  1427 H bertepatan dengan tanggal 8-12 April 2006 M telah menelaah tema:

(Margin Trading, yang maksudnya adalah pembeli (konsumen) membayar sedikit nilai dari sesuatu yang ingin dibeli yang dinamakan dengan Margin, perantara/broker (bank atau lainnya) melakukan pembayaran sisanya dengan cara berhutang dengan ketentuan akad yang dibeli tetap berada pada perantara (broker), sebagai jaminan dengan sejumlah dana pinjaman.

Setelah mendegarkan topik yang disodorkan dan terjadi banyak diskusi seputar tema, maka majelis berpendapat bahwa transaksi ini mengandung beberapa hal berikut ini :

  1. Perdagangan (jual beli dengan tujuan keuntungan), perdagangan ini sering terjadi pada mata uang utama, sekuritas (saham dan obligasi), atau beberapa jenis komoditas, dan mungkin mencakup kontrak opsi, kontrak berjangka, dan perdagangan indeks pasar utama.
  2. Hutang yaitu dana yang diberikan oleh broker kepada costumer secara langsung kalau broker itu sebagai bank, atau lewat pihak lain kalau brokernya bukan sebagai bank.
  3. Riba yang terjadi dalam transaksi ini melalui (biaya inap), yaitu bunga yang dikenakan kepada penanam modal jika ia tidak bertindak pada transaksinya pada hari yang sama, yang dapat berupa persentase dari pinjaman atau jumlah tertentu.
  4. Komisi, yaitu jumlah yang diterima oleh broker sebagai hasil perdagangan investor (klien) melalui dirinya, yang merupakan persentase yang disepakati dari nilai jual atau beli.
  5. Hipotik, yaitu komitmen yang ditandatangani oleh klien untuk menjaga kontrak perdagangan dengan broker tetap sesuai dengan jumlah pinjaman, dan memberinya hak untuk menjual kontrak tersebut dan mendapatkan kembali pinjaman jika kerugian klien mencapai persentase tertentu dari jumlah margin. Kecuali klien meningkatkan hipotik sesuai dengan penurunan harga komoditas.

Maka majelis berpendapat bahwa transaksi semacam ini tidak diperbolehkan secara syariat dikarenakan sebab-sebab berikut ini :

Pertama, jelas mengandung riba, yang digambarakan dengan adanya tambahan dalam jumlah hutang, yang dinamakan dengan (biaya inap). Ia termasuk jenis riba yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah : 278-279).

Kedua, bahwa persyaratan broker kepada klien agar perdagangannya harus melalui perantara dirinya menyebabkan terkumpulnya pinjaman dan penggantian (broker) dan itu berarti menggabungkan antara pinjaman dan penjualan, yang telah dilarang syariat berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam :

لا يَحِلُّ سلفٌ وَبَيْعٌ...  

“Tidak halal pinjaman dengan jual-beli.” (Hadts diriwayatkan oleh Abu Daud, 3/384 dan At-Tirmizi, 3/526. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan shahih.”).

Dengan demikian dia telah mengambil manfaat dari pinjaman. Padahal para ulama fikih telah bersepakat bahwa semua hutang yang mengambil manfaat itu termasuk riba yang diharamkan.

Ketiga, perdagangan yang terjadi dalam transaksi seperti ini di pasar global seringkali mencakup banyak kontrak yang diharamkan secara syariat, di antaranya :

  1. Perdagangan obligasi, dan ia termasuk riba yang diharamkan. Hal itu telah ditegaskan dalam keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Jeddah no. 60 pada pertemuan keenam.
  2. Perdagangan saham perusahaan tanpa perbedaan, telah ditegaskan pada keputusan keempat oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Rabithah Al-‘Alam Al-Islami pada pertemuan keempat belas pada tahun 1415 H akan pengharaman perdagangan saham perusahaan yang tujuan utamanya itu diharamkan atau sebagian transaksinya adalah riba.
  3. Seringkali jual beli mata uang terjadi tanpa adanya Qabdh (penerimaan barang) secara syar’i yang memperbolehkan suatu tindakan terhadap barang.
  4. Perdagangan pada kontrak opsi dan kontrak berjangka. Keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Jeddah no. 63 para pertemuan keenam telah menegaskan bahwa kontrak opsi tidak diperbolehkan menurut hukum syariah, karena yang diakadkan bukanlah uang, manfaat, atau hak finansial yang dapat digantikan. Hal yang sama berlaku untuk kontrak berjangka dan kontrak indeks.
  5. Bahwa broker pada sebagian kondisi menjual sesuatu yang tidak dimilikinya. Dan menjual sesuatu yang tidak dimiliki itu terlarang secara syariat Islam.

Keempat, karena transaksi ini mengandung kerugian ekonomi bagi pihak-pihak yang bertransaksi khususnya klien (investor), dan perekonomian masyarakat pada umumnya. Karena didasarkan pada perluasan hutang, pada risiko, dan seringkali mengandung penipuan, penyesatan, rumor, monopoli, keserakahan, dan fluktuasi harga yang kuat dan cepat, dengan tujuan untuk menjadi kaya dengan cepat dan memperoleh tabungan orang lain dengan cara yang tidak syar’i, sehingga sama saja dengan mengonsumsi uang secara batil. Ditambah lagi mengubah uang di suatu masyarakat dari kegiatan ekonomi yang nyata dan berkembang menuju kegiatan ekonomi yang berisiko dan tidak  berkembang. Hal ini dapat mengakibatkan guncangan ekonomi yang hebat, yang menimbulkan kerugian dan kerusakan besar pada masyarakat.

Majma’ Al-Fiqh Al-Islami merekomendasikan agar lembaga keuangan mengikuti metode pembiayaan yang sah (sesuai syariat) yang tidak mengandung riba atau syubhatnya, tidak menimbulkan dampak ekonomi yang merugikan bagi pelanggannya atau perekonomian secara umum, seperti kemitraan yang sah (syar’i) dan sejenisnya. Allahlah sang pemilik taufik.

Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat semuanya. Majallah Al-Majma’ Al-Fiqh Al-Islami, vol. 22 hal. 229.

*****

HARUS SERAH TERIMA DI MAJLIS AKAD

Perdagangan mata uang diperbolehkan dengan syarat terjadinya saling memegang dalam majlis akad.

Diperbolehkan menjual euro dengan dolar dengan syarat terjadi saling menerima dalam majlis akad. Sementara kalau mata uangnya sama, seperti menjual satu dolar dengan dua dolar, maka hal ini tidak diperbolehkan karena ia termasuk riba fadl (lebih). Maka harus sama dan saling menerima dalam majlis akad kalau mata uangnya sama.

Dalil akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shomit radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda;

  الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ .

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelay dengan jelay, kurma dengan kurma, garam dengan garam, maka harus sama (kadar dan nilainya). Secara langsung. Kalau berbeda jenisnya, maka silahkan menjual terserah anda semua kalau dijual secara langsung. HR. Muslim, 1587.

Telah ada dalam ‘Majmu Fatawa Ibnu Baz, (19/171 – 174) :

”Muamalah jual beli dengan mata uang itu diperbolehkan dengan syarat saling memegang secara langsung kalau berbeda mata uangnya. Kalau dia menjual mata uang Libya dengan mata uang Amerika atau Mesir atau selain dari keduanya secara langsung maka hal itu tidak mengapa. Seperti membeli beberapa dolar dengan mata uang libya secara langsung. Maka dia memegangnya dalam satu majlis. Atau dia membeli mata uang mesir atau inggris atau selain dari keduanya dengan mata uang libya secara langsung, maka hal itu tidak mengapa. Sementara kalau ada jeda waktu (diakhirkan), maka hal itu tidak diperbolehkan.

Begitu juga kalau tidak terjadi saling memegang dalam satu majlis, maka hal itu tidak diperbolehkan. Karena kondisi seperti apa yang disebutkan termasuk jenis muamalah ribawi. Maka harus saling memegang dalam satu majlis secara langsung.

Kalau mata uangnya berbeda. Sementara kalau dalam satu jenis, maka harus ada dua syarat, sama nilainya dan saling memegang dalam satu majlis. Berdasarkan sabda nabi sallallahu’alaihi  wa sallam:

 الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ . . . ثم ذكر الحديث

“Emas dengan emas, perak dengan perak …. Sampai akhir hadits.

Mata uang hukumnya seperti apa yang telah disebutkan. Kalau berbeda jenisnya, diperbolehkan ada kelebihannya disertai dengan saling memegang dalam satu majlis. Kalau satu jenis seperti dolar dengan dolar atau dinar dengan dinar, maka harus saling memegang dalam satu majlis dan sama (nilainya).  Wallahu waliyyut taufiq. Selesai


 

Posting Komentar

0 Komentar