KUMPULAN HADITS DAN ATSAR TENTANG MEMELIHARA JENGGOT DAN MENCUKURNYA
Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
-----
-----
DAFTAR ISI :
- HADITS DAN ATSAR TENTANG JENGGOT :
- BAGIAN PERTAMA : HADITS BAHWA JENGGOT ADALAH SALAH SATU FITRAH LELAKI :
- BAGIAN KEDUA : HADITS PERINTAH ALLAH UNTUK MEMELIHARA JENGGOT :
- BAGIAN KETIGA : HADITS PERINTAH MEMELIHARA JENGGOT AGAR BERBEDA DENGAN ORANG KAFIR :
- BAGIAN KEEMPAT : HADITS NABI ﷺ DAN ATSAR SAHABAT SERTA TABI’IIN MENCUKUR JENGGOT :
- PERTAMA : ATSAR SAHABAT DAN TABIIN MEMOTONG JENGGOT YANG MELEBIHI GENGGAMAN TANGAN :
- KEDUA : ATSAR SAHABAT DAN TABIIN MENCUKUR SISI-SISI JENGGOTNYA:
- KETIGA : ATSAR SAHABAT DAN TABI’IN MENCUKUR JENGGOTNYA TANPA BATAS :
- KESIMPULAN SYEIKH AL-ALBAANI raḥimahullāh .
- SALAHUDDIN AL-AYYUBI DAN PASUKANNYA MENCUKUR JENGGOT SAAT MENAKLUKAN BAITUL MAQDIS
- PEMBAHASAN SYEIKH JAAD AL-HAQ
******
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
******
HADITS DAN ATSAR TENTANG JENGGOT :
=====
BAGIAN PERTAMA :
HADITS BAHWA JENGGOT ADALAH SALAH SATU FITRAH LELAKI :
Dari Aisyah (radhiyallahu 'anha) bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
عَشْرٌ مِنَ الفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وإعْفاءُ اللِّحْيَةِ، والسِّواكُ، واسْتِنْشاقُ الماءِ، وقَصُّ الأظْفارِ، وغَسْلُ البَراجِمِ، ونَتْفُ الإبِطِ، وحَلْقُ العانَةِ، وانْتِقاصُ الماءِ. قالَ زَكَرِيّا: قالَ مُصْعَبٌ: ونَسِيتُ العاشِرَةَ إلَّا أنْ تَكُونَ المَضْمَضَةَ. زادَ قُتَيْبَةُ، قالَ وكِيعٌ: انْتِقاصُ الماءِ: يَعْنِي الاسْتِنْجاءَ.
"Ada sepuluh perbuatan fitrah: memotong kumis, membiarkan jenggot tumbuh, bersiwak, beristinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, mencuci persendian jari (Baraajim : yaitu, persendian jari telapak tangan bagian atas)), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan (pubis) dan beristinja (cebok) dengan air.
Mus'ab berkata: "Saya lupa yang kesepuluh, kemungkinan berkumur-kumur."
[HR. Muslim no. 261 ]
KOMENTAR TENTANG SANAD HADITS :
Perlu diingat bahwa terdapat jalur lain hadis tentang fitrah ini yang shahih menurut Imam Bukhari dan yang lainnya, namun tidak menyertakan kata "Jenggot (اللِحْيَة)".
Oleh karena itu, penulis di sini hanya menelusuri sanad hadits yang memuat kata "Jenggot (اللِحْيَة)" saja.
Hadis ini memiliki empat sanad , semuanya sangat lemah.
Sanad pertama : dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, An-Nasa'i, dan lainnya, dari jalur yang berasal dari Zakariya bin Abi Zaidah, dari Mus'ab bin Syibah, dari Talaq bin Habib, dari Abdullah bin Az-Zubair, dari Aisyah, dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda :
"Ada sepuluh perkara yang termasuk fitrah, di antaranya adalah membiarkan jenggot (lihyah) tumbuh."
Membiarkan dalam konteks ini berarti tidak mencukurnya dan membiarkannya tumbuh tanpa dicukur.
Sanad ini dinyatakan munkar dan tertolak dengan dua alasan.
Pertama, adalah kelemahan Mus'ab bin Syaibah yang dinyatakan oleh Abu Hatim, An-Nasa'i, Ad-Daraquthni, dan yang lainnya.
Alasan kedua, yang lebih penting, adalah bahwa Mus'ab bin Syaibah berbeda pendapat dengan dua ulama terpercaya yang meriwayatkan hadis ini dari Talaq bin Habib dari ucapannya sendiri secara terputus (مقطوع) , bukan dari ucapan Nabi secara langsung (مرفوع).
Mereka berdua adalah Sulaiman At-Taimi dan Ja'far bin Ayyas, keduanya meriwayatkan hadis yang sama dari perawi yang sama, yaitu Talaq bin Habib, dia tanpa merujuk ke ucapan Nabi. Ini menegaskan bahwa riwayat Mus'ab bin Syaibah ini cacat tanpa keraguan, dan tidak layak diperkuat dengan berbagai sanad-sanad mutab’ah dan syahid-syahid sebagai bukti tambahan.
Karena itu, Ad-Daraquthni menyoroti Imam Muslim dalam riwayatnya tentang hadis ini. Dia berkata dalam kitabnya At-Tatabbu' (halaman 507) :
(خَالَفَهُ رَجُلَانِ حَافِظَانِ سُلَيْمَانَ وَأَبُو بَشْرٍ رَوَاهُ عَنْ طَلْقٍ مِنْ قَوْلِهِ)
"Dua orang hafidz yang menyalahi riwayat ini, yaitu Sulaiman dan Abu Bashar, mereka berdua meriwayatkannya dari Talaq dari perkataannya, bukan dari ucapan Nabi."
Untuk diketahui, Ibn Hajar telah mencoba untuk memperkuat sanad ini namun tidak berhasil, dan komentarnya menunjukkan jelas bahwa itu adalah hanya upaya untuk berbaik sangka. Lihatlah kitab "Al-Lihyah: Studi Fiqhiyah" oleh al-Judai di halaman 85.
Sanad kedua : dari 'Atho' bin Abi Rabah, adalah sanad yang disampaikan secara mursal (seorang tabi’i meriwayatkan dari Nabi ﷺ).
Diriwayatkan oleh Abu 'Ubaid dalam al-khuthoob wa al-Mawaa’idz. Namun, ada dua kelemahan dalam sanad ini:
Pertama, terdapat Hajjaaj bin Arta’ah yang lemah dalam hafalan serta dia seorang mudallis dan tidak berterus terang bertahdits.
Kedua, hadis ini disampaikan secara mursal, karena 'Atha' adalah tabi'i yang tidak bisa menriwayatkan langsung dari Rasulullah ﷺ . Oleh karena itu, sanad ini sangat lemah dan tidak dapat diperkuat dengan mutaba’ah.
Sanad ketiga : dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Abu Umayyah ath-Tharsuusi dalam "Musnad Abu Hurairah". Di dalamnya, terdapat Muhammad bin 'Abd al-Mu'min yang majhul (tidak dikenal) dan tidak diketemukan biografinya.
Sanad keempat : juga dari Abu Hurairah, diriwayatkan oleh al-Mahamili dalam "Al-Amali", di dalamnya terdapat Abdullah bin Syaib yang dituduh melakukan kebohongan. Oleh karena itu, sanad ini sangat tidak sah dan tidak bisa diperkuat dengan mutaba’ah.
Al-Judai dalam bukunya "Al-Lihyah: Studi Fiqhiyah" setelah menyebutkan riwayat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Abd al-Mu'min, kemudian menemukan bahwa riwayat Muhammad bin 'Abd al-Mu'min terdapat mutaba’ah, akan tetapi itu tidak menggembirakan riwayat tersebut. Yaitu yang diriwayatkan oleh al-Mahamili, di mana Abdullah bin Shayb ini dituduh telah melakukan pencurian hadis.
Hadits lain terkait dengan hadits diatas :
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Beliau mengatakan:
«وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الْإِبِطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً»
“Rasulullah ﷺ memberikan batasan waktu kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari.” (HR. Muslim no. 258).
=====
BAGIAN KEDUA :
HADITS PERINTAH ALLAH UNTUK MEMELIHARA JENGGOT :
Rasulullah ﷺ bersabda :
( لَكِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُحْفِيَ شَارِبِي وَأُعْفِيَ لِحْيَتِي )
"Tetapi Tuhanku telah memerintahkan aku untuk memotong kumisku dan membiarkan jenggotku."
Hadis ini memiliki beberapa sanad, semuanya TIDAK ADA yang SHAHIH.
Berikut ini rinciannya:
SANAD KE 1:
Ibnu Bashran dalam "Amalinya" (128) meriwayatkan:
Telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Ali bin Marwan al-Anshari al-Abzari di Kufah, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah al-Anshari al-Ubaisi, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad al-Anshari, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya, telah menceritakan kepada kami 'Ismah bin Muhammad, dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al-Musayyib, dari Abu Hurairah, dia berkata:
" دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ مَجُوسِيُّ قَدْ حَلَقَ لِحْيَتَهُ وَأَعْفَى شَارِبَهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ( وَيْحَكَ ، مَنْ أَمَرَكَ بِهَذَا ؟ ) ، قَالَ: أَمَرَنِي بِهِ كِسْرَى ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : ( لَكِنِّي أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ أُعْفِيَ لِحْيَتِي، وَأَنْ أُحْفِيَ شَارِبِي ) .
"Datang kepada Rasulullah ﷺ seorang Majusi yang telah mencukur jenggotnya dan membiarkan kumisnya tumbuh , maka Rasulullah ﷺ bersabda: (Kamu celaka! Siapakah yang memerintahkanmu melakukan ini?) Dia menjawab: Aku diperintah oleh Kaisar. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: (Tetapi Tuhanku Yang Maha Mulia telah memerintahkan kepadaku untuk membiarkan jenggotku tumbuh dan mencukur kumisku)."
Dirasah Sanad :
Di dalam sanadnya terdapat Isma'ah bin Muhammad , dia terkena tuduhan, Yahya berkata: Dia adalah pendusta, dia pemalsu hadis. Al-'Uqaili berkata: Dia meriwayatkan dari orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Ad-Daraquthni dan lainnya berkata: Dia adalah perawi yang ditinggalkan. [Baca :"Mizan Al-I'tidal" (3/68)].
SANAD KE 2 :
Al-Harits bin Abi Usamah dalam "Musnadnya" (592) berkata:
Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Aban, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya bin Abi Katsir, dia berkata:
" أَتَى رَجُلٌ مِنَ الْعَجَمِ الْمَسْجِدَ وَقَدْ وَفَّرَ شَارِبَهُ وَجَزِّ لِحْيَتَهُ ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ : (مَا حَمَلَكَ عَلَى هَذَا ؟)، قَالَ : إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَمَرَنَا بِهَذَا . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : (إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أُوَفِّرَ لِحْيَتِي وَأُحْفِيَ شَارِبِي).
"Datang seorang lelaki dari bangsa Ajam (non Arab) ke masjid, telah membiarkan kumisnya tumbuh lebat dan mencukur jenggotnya.
Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya: (Apa yang mendorongmu melakukan ini?) Dia menjawab: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan kami untuk melakukan ini. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: (Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membiarkan jenggotku lebat dan mencukur kumisku)."
Dirosah Sanad :
1] Sanadnya mursal, yakni seorang Tabi’i meriwayatkannya dari Nabi ﷺ . [ Lihat : Zawaa’id al-Haitsami 2/620]
2] Di dalam sanadnya terdapat Abdul Aziz bin Aban, dia tertuduh, Yahya berkata: Pendusta yang busuk, dia senantiasa meriwayatkan hadis palsu.
Dan Ahmad berkata: Hadisnya tidak boleh ditulis, dan Al-Bukhari berkata: Orang-orang meninggalkan riwayat dari dia. [Baca : "Mizan al-I'tidal" (2/622)].
SANAD KE 3 :
Ibnu Saad dalam "Ats-Tabaqat al-Kubra" (1/347) mengatakan:
Telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Mansur, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abdul Majid bin Sahl dari Ubaidillah bin Abdullah, dia berkata:
" جَاءَ مَجُوسِيٌّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَدْ أَعْفَى شَارِبَهُ وَأَحْفَى لِحْيَتَهُ فَقَالَ : ( مَنْ أَمَرَكَ بِهَذَا ؟ ) ، قَالَ: رَبِّي ، قَالَ : ( لَكِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُحْفِيَ شَارِبِي وَأُعْفِيَ لِحْيَتِي ) .
"Seorang Majusi datang kepada Rasulullah ﷺ dengan mencukur kumisnya dan menyimpan jenggotnya. Rasulullah ﷺ bertanya: (Siapakah yang memerintahkanmu melakukan ini?)
Dia menjawab: Tuhanku. Rasulullah ﷺ bersabda: (Tetapi Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk membiarkan kumisku tumbuh dan mencukur jenggotku)."
Dan sanad ini adalah sanad mursal.
SANAD KE 4 :
Al-Tabari dalam "Tarikhnya" (2/654) mengatakan:
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Hamid, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Muhammad bin Ishaq, dari Yazid bin Abi Habib... Kemudian ia meriwayatkan hadis tersebut, di dalamnya terdapat:
" ودخلا على رسول الله ﷺ وَقَدْ حَلَقَا لِحَاهُمَا، وَأَعْفَيَا شَوَارِبَهُمَا، فَكَرِهَ النَّظَرَ إليهما، ثم أَقْبَلَ عَلَيْهِمَا فَقَالَ : ( وَيْلَكُمَا! مَنْ أَمَرَكُمَا بِهَذَا ؟ ) ، قَالا: أَمَرَنَا بِهَذَا رَبُّنَا- يَعْنِيَانِ كِسْرَى- ، فَقَالَ رسول الله : ( لَكِنَّ رَبِّي قَدْ أَمَرَنِي بِإِعْفَاءِ لِحْيَتِي وَقَصِّ شَارِبِي).
"Mereka berdua masuk menemui Rasulullah ﷺ, mereka berdua mencukur jenggot mereka dan memelihara kumis mereka berdua. Maka Rasulullah ﷺ merasa tidak suka melihatnya.
Kemudian beliau menghadap kepada mereka berdua dan berkata: (Aduhai kalian berdua! Siapakah yang memerintahkan kalian berdua untuk melakukan ini?)
Mereka berdua menjawab: Tuhan kami yang memerintahkan kepada kami - mereka bermaksud Kisra -.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: (Namun, Tuhan saya telah memerintahkan saya untuk memelihara jenggot saya dan memendekkan kumis saya)."
Dirosah sanad :
Dan ini juga merupakan sanad yang mursal, namun isnadnya lemah. Perawi yang bernama Ibnu Hamid telah dinyatakan sebagai pendusta oleh Ibnu Kharaash dan Abu Zar'ah al-Razi, dan Al-Nasa'i berkata: Dia tidak dipercaya. ["Mizan al-I'tidal" (3/530)].
Dan Abu Nu'aim meriwayatkan dalam "Dala'il al-Nubuwwah" (halaman 350) dari Ibnu Ishaq, ia berkata: ... Lalu dia meriwayatkan hadis tersebut di atas, di dalamnya:
وَقَدْ دَخَلَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَقَدْ حَلَقَا لِحَاهُمَا وَأَعْفَيَا شَوَارِبَهُمَا ، فَكَرِهَ النَّظَرَ إِلَيْهِمَا ، وَقَالَ: وَيْلَكُمَا مَنْ أَمْرَكُمَا بِهَذَا؟ قَالَا: أَمَرَنَا بِهَذَا رَبُّنَا يَعْنِيَانِ كِسْرَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ( لَكِنَّ رَبِّي قَدْ أَمَرَنِي بِإِعْفَاءِ لِحْيَتِي وَقَصِّ شَارِبِي )
"Keduanya memasuki Rasulullah ﷺ, mereka telah mencukur jenggot mereka dan memendekkan kumis mereka, lalu Rasulullah ﷺ merasa tidak suka melihatnya, dan beliau berkata: "Aduhai kalian berdua! Siapakah yang memerintahkan kalian berdua untuk melakukan ini?" Keduanya menjawab: "Tuhan kami yang memerintahkan kepada kami - mereka bermaksud Kisra."
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: (Namun, Tuhan saya telah memerintahkan saya untuk memelihara jenggot saya dan memendekkan kumis saya).
SANAD KE 5 :
Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Musannaf" (7/346) berkata:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail, dari Hushain, dari Abdullah bin Syaddad, dia berkata:
" كَتَبَ كِسْرَى إِلَى بَاذَامَ : أَنِّي نُبِّئْتُ أَنَّ رَجُلًا يَقُولُ شَيْئًا لَا أَدْرِي مَا هُوَ , فَأَرْسِلْ إِلَيْهِ فَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ ، وَلَا يَكُنْ مِنَ النَّاسِ فِي شَيْءٍ ، وَإِلَّا فَلْيُوَاعِدْنِي مَوْعِدًا أَلْقَاهُ بِهِ , قَالَ: فَأَرْسَلَ بَاذَامُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ رَجُلَيْنِ حَالِقِي لِحَاهُمَا ، مُرْسِلِي شَوَارِبِهِمَا , فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ( مَا يَحْمِلُكُمَا عَلَى هَذَا ؟ ) ، قَالَ: فَقَالَا لَهُ: يَأْمُرُنَا بِهِ الَّذِي يَزْعُمُونَ أَنَّهُ رَبُّهُمْ , قَالَ : فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : ( لَكِنَّا نُخَالِفُ سُنَّتَكُمْ , نَجُزُّ هَذَا وَنُرْسِلُ هَذَا ) .
"Kisra menulis kepada Badzam: Aku diberitahu bahwa ada seorang yang mengucapkan sesuatu yang aku tidak tahu apa itu. Kirimkan utusan pada dia untuk duduk di rumahnya dan tidak ikut campur dengan orang lain.
Jika tidak, maka tentukan waktu pertemuan dan aku akan menemuinya."
Badzam pun mengirimkan kepada Rasulullah ﷺ dua orang yang mencukur jenggotnya dan membiarkan kumisnya panjang.
Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka: (Apa yang mendorong kalian melakukan ini?) Mereka menjawab: Kami diperintahkan oleh Tuhan kami, menurut klaim mereka.
Rasulullah ﷺ berkata: (Namun kami tidak mengikuti sunnah kalian, kami memotong yang satu ini dan membiarkan yang satu ini terurai)."
Dirosah sanad :
Dan ini juga merupakan sanad yang mursal, dan Abdullah bin Syaddad adalah seorang Tabi'in senior.
SANAD KE 6 :
Dalam "Al-Tamhid" karya Ibnu Abdil Barr 20/55, dijelaskan:
Abdullah bin Muhammad mengatakan, dia memberitahu kami Muhammad bin Yahya, dia mengatakan, dia memberitahu kami Muhammad bin Umar bin Ali, dia mengatakan, dia memberitahu kami Ali bin Harb, dia mengatakan, dia memberitahu kami Sufyan dari Abdul Majid bin Suhail bin Abdul Rahman dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah :
أَنَّ مَجُوسِيًّا دَخَلَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَقَدْ أَعْفَى شَارِبَهُ وَأَحْفَى لِحْيَتَهُ فَقَالَ مَنْ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ أَمَرَنِي رَبِّي قَالَ لَكِنْ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُحْفِيَ شَارِبِي وَأُعْفِيَ لِحْيَتِي
“Bahwa seorang Majusi memasuki Nabi ﷺ dan mereka memelihara kumisnya dan memendekkan jenggotnya.
Rasulullah ﷺ bertanya, “Siapa yang memerintahkanmu melakukan ini?” Dia menjawab, “Tuhan saya yang memerintahkan saya.” Rasulullah ﷺ berkata, “Namun Tuhan saya memerintahkan saya untuk memelihara kumis saya dan memendekkan jenggot saya.”
Dirosah Sanad :
Demikianlah kata Ali bin Harb dari Sufyan bin ‘Uyaynah tentang Abdul Majid, dan ini adalah yang benar dalam menyebut nama orang ini, dan juga demikianlah yang disebutkan oleh Bukhari dan Al-‘Uqaili dalam bab tentang Abdul Majid. Siapa pun yang menyebutnya sebagai Abdul Hamid , dia telah keliru. Wallaahu a’lam.
Dan ini juga adalah riwayat yang disebutkan secara mursal.
Kesimpulannya :
Sanad Hadis ini hanya sahih dalam bentuk
mursal. Mursal adalah hadits yang tidak disebutkan perawi dari golongan
sahabat. Ciri hadits mursal adalah sebuah hadits yang disampaikan oleh tabi’in
(baik tabi’in kecil maupun besar) tanpa menyebutkan nama sahabat, dan langsung
menyebut nama Rasulullah ﷺ.
Mayoritas ulama pakar hadits, serta kebanyakan ulama ushul dan fiqh menyatakan : bahwa Hukum hadits mursal adalah hadits mardud (hadits yang tertolak) dikarenakan tidak terpenuhinya salah satu syarat hadits maqbul (yang diterima) yaitu syarat tersambungnya sanad. Akibat terputusnya sanad ini, akhirnya perowi yang terhapus tidak diketahui keadaannya, boleh jadi yang dihapus adalah selain sahabat. Dari sisi ini, maka dikatakan bahwa asal hadits mursal adalah dhoi’f (lemah).
Namun hadits diatas oleh Syeikh Al-Albani dihukumi hasan
dalam "Takhrij Fiqh As-Sirah" (halaman 359), mungkin karena adanya
beberapa jalur yang ada.
Beberapa ulama lainnya juga telah mengutipnya dalam
kitab mereka, seperti Syeikhul-Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, dan lainnya.
====
BAGIAN KETIGA :
HADITS PERINTAH MEMELIHARA JENGGOT AGAR BERBEDA DENGAN ORANG KAFIR :
Rasulullah ﷺ memerintahkan umatnya untuk memelihara jenggot agar mereka membedakan diri dari kaum Yahudi, kaum Nasrani, kaum Majusi, kaum Musyrikin dan orang-orang ‘Ajam.
----
PERTAMA : HADITS ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu :
Hadits ke 1 :
Dari Abu Hurairah (radhiyallahu ‘anhu) bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
اعْفُوا اللِّحَى، وَخُذُوا الشَّوَارِبَ، وَغَيِّرُوا شَيْبَكُمْ، وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى.
“Peliharalah jenggot dan potonglah kumis dan ubahlah warna uban kalian, janganlah menyerupai orang yahudi dan nashrani”.
[HR. Ahmad no. 5670, 8657]
Hadits shahih sebagaimana yang dinyatakan oleh Syu’aib Al-Arnauth dan Ahmad Syakir dalam Takhrij al-Musnad 16/274 . Dan di shahihkan pula oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jami’ no. 1067)
Lafadz lain dalam Shahih al-Jami’ no. 1067 :
أَعْفوا الِّلحَى ، و جُزُّوا الشَّوارِبَ ، و غيِّروا شَيْبَكم ، و لا تَشَبِّهوا باليهودِ و النَّصارى
“Peliharalah jenggot dan potonglah kumis dan ubahlah warna uban kalian! Janganlah menyerupai orang yahudi dan nashrani!”.
Hadits ke 2 :
Dari Abu Hurairah (radhiyallahu ‘anhu) dia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَهْلَ الشِّرْكِ يُعْفُونَ شَوَارِبَهُمْ، وَيُحْفُونَ لِحَاهُمْ، فَخَالِفُوهُمْ، فَأَعْفُوا اللِّحَى، وَحُفُّوا الشَّوَارِبَ» "
”Sesungguhnya orang musyrik itu membiarkan kumis mereka lebat dan mencukur jenggot mereka. Maka selisihilah mereka ! Peliharalah jenggot kalian dan potonglah kumis kalian” [HR. Al-Bazzar no. 8123].
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 5/166 no. 8845 berkata :
رَوَاهُ الْبَزَّارُ بِإِسْنَادَيْنِ فِي أَحَدِهِمَا عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ، وَثَّقَهُ ابْنُ مَعِينٍ وَغَيْرُهُ، وَضَعَّفَهُ شُعْبَةُ وَغَيْرُهُ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ
“Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan dua sanad, salah satunya melalui 'Amr bin Abi Salamah. Ibnu Ma'in dan yang lainnya menilainya tsiqah (tepercaya), sementara Syu'bah dan yang lainnya melemahkannya. Sisa perawinya adalah orang-orang yang dipercaya”.
Hadits ke 3 :
Dari Abu Hurairah (radhiyallahu ‘anhu) dia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
"Kalian cukurlah kumis dan kalian panjangkanlah jenggot !. Berbedalah kalian dengan kaum Majusi!". [HR. Muslim no. 260]
Hadits ke 4 :
Imam Bukhari dalam kitab "Al-Tarikh Al-Kabir" meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«كَانَتِ الْمَجُوسُ تُعْفِي شَوَارِبَهَا وَتُحْفِي لِحَاهَا، فَخَالِفُوهُمْ فَجُزُّوا شَوَارِبَكُمْ وَأَعْفُوا لِحَاكُمْ»
"Orang-orang Majusi biasa membiarkan kumisnya tumbuh dan mencukur jenggotnya. Maka berbedalah kalian dari mereka; maka cukurlah kumis kalian dan biarkanlah jenggot kalian tumbuh ".
[ Lihat : Takhrij al-Ahaadits al-Marfu’ah Min at-Taarikh al-Kabiir hal. 432 no. 115 oleh Muhammad Abdul Karim Ubaid].
Hadits ke 5 :
Dan dari Abu Huraurah (radhiyallahu ‘anhu) bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
"إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبَغُونَ فَخَالِفُوهُمْ"
"Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak mencelup rambut ubannya dengan pewarna, maka hendaklah kalian berbeda dengan mereka" (HR. Al-Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103).
------
KEDUA : HADITS ABDULLAH BIN UMAR radhiyallahu ‘anhuma:
Hadits ke 1 :
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
خَالِفُوا المُشْرِكِينَ؛ وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ. وَكانَ ابنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ علَى لِحْيَتِهِ، فَما فَضَلَ أَخَذَهُ.
"Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, maka panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis kalian."
Sedangkan Ibnu Umar apabila selesai berhaji atau Umrah dia menggenggam jenggotnya lalu memotong yang melebihinya." [HR. Bukhari no. 5892 dan Muslim no. 259].
Hadits ke 2 :
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أحْفُوا الشَّوارِبَ، وأوفُوا اللِّحى
”Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Muslim no. 259].
Makna Awfuu :
أوفوا: مِن الإيفاءِ، وهو الإتمامُ وعدمُ النُّقصانِ، يُقال: أوفَى الشيءُ: أي: تمَّ وكثُر، وأصلُ (وفي) يدلُّ على إكمالٍ وإتمامٍ.
"Awfuu": Dari pengertian "menepati janji", yang berarti menyempurnakan sesuatu tanpa kekurangan. Dapat dikatakan bahwa sesuatu telah "Awfuu": yaitu, telah sempurna dan banayak. Asal kata "وَفِي" menunjukkan kelengkapan dan keutuhan.
Lihat :"Maqooyyis al-Lughah" oleh Ibnu Faris (6/129), "Taaj al-‘Aruus" oleh al-Zabidi (40/219).
Ibnu Hajar berkata:
(أوفوا: أي: اتركوها وافيةً)
"Awfuu": yaitu, biarkan itu apa adanya . Lihat "Fath al-Bari" (10/350).
Hadits ke 3 :
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أنهِكوا الشَّوارِبَ، وأعْفُوا اللِّحى
”Potong sampai habis kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Al-Bukhari no. 5554].
Hadits ke 4 :
Dari Ibnu ’Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi ﷺ :
أَنَّهُ: «أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ، وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ»
”Bahwasannya beliau ﷺ memerintahkan untuk memotong kumis dan memelihara jenggot” [HR. Muslim no. 259].
------
KETIGA : HADITS ANAS BIN MALIK radhiyallahu ‘anhu:
Dari Anas, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
«خَالِفُوا الْمَجُوسَ جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفِرُوا اللِّحَى» "
"Berbedalah kalian dengan orang-orang Majusi, maka kalian potonglah kumis dan lebatkanlah jenggot."
Al-Haitsami dalam al-Majma’ no. 8846 berkata :
رَوَاهُ الْبَزَّارُ، وَفِيهِ الْحَسَنُ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، وَهُوَ ضَعِيفٌ مَتْرُوكٌ.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Dan di dalamnya terdapat Hasan bin Abi Ja'far, yang dianggap lemah dan ditinggalkan.)
-----
KEEMPAT : HADITS UMAMAH radhiyallahu 'anhu
Dari Abu Umamah:
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
Kami (para sahabat) pun bertanya : “Wahai Rosululoh, sungguh kaum ahli kitab itu (biasa) memangkas jenggot mereka dan melebatkan kumis mereka?”.
Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam-menjawab: “Potonglah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian panjang, serta selisilah Kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)!”.
(HR. Ahmad: 21780, dihasankan oleh Albani, dan dishohihkan oleh Muhaqqiq Musnad Ahmad, lihat Musnad Ahmad 36/613)
------
KELIMA : HADITS JABIR radhiyallahu ‘anhu :
Dari Sahabat Jabir bin Abdulloh, dia berkata :
كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نُوَفِّيَ السِّبَالَ وَنَأْخُذَ مِنَ الشُّوَارِبِ.
“Sungguh kami (para sahabat), diperintah untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah: 26016).
Dalam riwayat lain dengan redaksi:
كُنَّا نَعْفِي السِّبَالَ، وَنَأْخُذُ مِنَ الشُّوَارِبِ.
“Kami (para sahabat) membiarkan jenggot kami panjang, dan mencukur kumis” (HR. Abu Dawud: 4201).
Atsar ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/410, dan di shohihkan oleh Syeikh Abdul Wahhab alu Zaid dalam kitabnya Iqomatul Hujjah fi Tarikil Mahajjah, hal: 36 dan 79)
------
KEENAM : ATSAR SEKELOMPOK PARA SAHABAT:
Dari Utsman bin Ubaidillah bin Abi Raafi' :
أَنَّهُ رَأَى أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ، وَجَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو، وَسَلَمَةَ بْنَ الْأَكْوَعِ، وَأَبَا أُسَيْدٍ الْبَدْرِيَّ، وَرَافِعَ بْنَ خَدِيجٍ، وَأَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَأْخُذُونَ مِنَ الشَّوَارِبِ كَأَخْذِ الْحَلْقِ، وَيُعْفُونَ اللِّحَى، وَيَنْتِفُونَ الْآبَاطَ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَيَقُصُّونَ الْأَظْفَارَ.
Bahwa ia melihat Abu Sa'id al-Khudri, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr, Salamah bin al-Akwa', Abu Usaid al-Badri, Raafi' bin Khadij, dan Anas bin Malik, mereka mencukur bagian kumis seperti mencukur kepala, memelihara jenggot, dan mencabut bulu ketiak.
Dalam satu riwayat : mereka juga memotong kuku.
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 5/166 no. 8847 berkata :
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ. وَعُثْمَانُ هَذَا لَمْ أَعْرِفْهُ، وَبَقِيَّةُ أَحَدِ الْإِسْنَادَيْنِ رِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ.
Diriwayatkan oleh al-Tabarani. Mengenai Utsman ini, saya tidak mengetahuinya [majhul], dan sisanya dari salah satu jalur sanad adalah perawi-perawi dari kitab Shahih.
=====
BAGIAN KEEMPAT :
HADITS NABI ﷺ DAN ATSAR SAHABAT DAN TABI’IIN MENCUKUR JENGGOT :
----
HADITS NABI ﷺ:
Hadits Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:
"إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا"
“Sesungguhnya Nabi ﷺ dahulu pernah mengambil jenggotnya dari sisi samping dan dari sisi panjangnya”.
[HR. Tirmidzi no. 2912. Abu Isa Tirmididzi berkata : Hadits Ghoriib].
Hadis ini dalam sanadnya Umar bin Harun, dan ia ditinggalkan sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar dalam al-Taqrib.
Al-Imam An-Nawawi –rohimahulloh-mengatakan:
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ لَا يُحْتَجُّ بِهِ.
Hadits ini telah diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanad yang lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah. (al-Majmu’ 1/290).
Di dho’ifkan pula oleh al-Albaani dalam Taqiiq Misykatul Mashaabiih karya at-Tibriizy 2/1263 no. 4439. Namun dalam Dho’if al-Jami’ ash-Shogir no. 4517, beliau menghukuminya sebagai hadits palsu .
Ath-Thiiby berkata :
"هَذَا لَا يُنَافِي قَوْلُهُ "اعْفُوا اللِّحَى" لِأَنَّ الْمَنْهِيّ عَنْهُ هُوَ قَصَّهَا كَفْعَلِ الْأَعَاجِمِ، وَالْأَخْذُ مِنْ الْأَطْرَافِ قَلِيلًا لَا يَكُونُ مِنْ الْقَصِّ فِي شَيْءٍ"
"Hal ini tidak bertentangan dengan ucapan 'a'fu al-liha' karena larangan yang dimaksud adalah memotongnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang Ajam, dan mengambil sedikit dari ujung-ujungnya tidak dianggap sebagai pemotongan yang signifikan." [ Baca : Quut al-Mughtadzi karya as-Suyuthi 2/697 no. 766].
------
PERTAMA : ATSAR SAHABAT DAN TABI’IN MEMOTONG JENGGOT YANG MELEBIHI GENGGAMAN TANGAN :
-----
ATSAR ABU HURAIRAH radhiyallahu ‘anhu :
Abu Hurairah senantiasa memotong kelebihan panjangnya jenggot dari ukuran genggaman tangan.
Dari Abu Zur'ah bin Jarir, ia berkata:
(كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ قَبْضَتِهِ جَزَّهُ)
"Abu Hurairah biasa menggenggam jenggotnya, lalu apa yang ada di bawah genggamannya dia memotongnya."
Diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam kitab "At-Tarojjul min Kitab al-Jami' li 'Ulum al-Imam Ahmad bin Hanbal" (130).
Al-Albani berkata:
(أَخْرَجَهُ عَنْهُمَا [يَعْنِي عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ] الْخَلَّالُ فِي "التَّرْجُلِ" بِإِسْنَادَيْنِ صَحِيحَيْنِ)
"Al-Khallal meriwayatkannya dari keduanya [yaitu dari Ibnu 'Umar dan Abu Hurairah] dalam 'At-Tarojjul' dengan dua sanad yang sahih." (Silsilah Al-Ahadith Adh-Dha'ifah) (5/379).
Dan dalam riwayat lain :
(يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ، ثُمَّ يَأْخُذُ مَا فَضَلَ عَنْ الْقَبْضَةِ)
"Dia menggenggam jenggotnya, kemudian dia mengambil apa yang melebihi dari genggaman itu."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (25992)). Al-Albani berkata: "Isnadnya sahih sesuai syarat Muslim." (Silsilah al-Ahadits ad-Da'ifah) (13/440).
-----
ATSAR ABDULLAH BIN UMAR radhiyallahu 'anhuma :
Hadits ke 1 :
Dari Abdullah bin Umar (raa) bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
خَالِفُوا المُشْرِكِينَ؛ وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ. وَكانَ ابنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ علَى لِحْيَتِهِ، فَما فَضَلَ أَخَذَهُ.
"Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, maka lebatkanlah jenggot dan cukurlah kumis kalian."
Sedangkan Ibnu Umar apabila selesai berhaji atau Umrah dia menggenggam jenggotnya lalu memotong yang melebihinya." [HR. Bukhari no. 5892 dan Muslim no. 259].
Atsar ke 2 :
Dari Marwan – yaitu Ibnu Saalim Al-Muqaffa’ – ia berkata :
رَأَيْتُ بِنَ عُمَرَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى الكَفِّ
”Aku pernah melihat Ibnu ’Umar menggenggam jenggotnya, lalu ia memotong apa yang melebihi telapak tangannya”
[HR. Abu Dawud no. 2357 (11) dan lafadz ini memilikinya, serta oleh Ibnu Khuzaimah (60) dan Ad-Daraquthni (1/58)].
Di hasankan oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud no. 11 dan al-Irwa’ no. 920.
Atsar ke 3 :
Ibnu Khallal dalam "Al-Tarojjul" (hal. 11 - Al-Mushowwaroh) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Mujāhid, ia berkata:
"رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ يَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ قَالَ لِلْحَاجِمِ: خُذْ مَا تَحْتَ الْقَبْضَةِ."
"Aku melihat Ibnu Umar menahan jenggotnya pada hari Nahr [Idul Adha], kemudian ia berkata kepada tukang cukur: 'Ambilah yang di bawah genggaman ini'."
Dishahihkan sanad nya oleh Syeikh al-Albaani raḥimahullāh dalam Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah (5/375)
Al-Bājī dalam "Syarh al-Muwaththa'" (jilid 3/hal. 32) menjelaskan:
"يُرِيدُ أَنَّهُ كَانَ يَقُصُّ مِنْهَا مَعَ حَلْقِ رَأْسِهِ، وَقَدْ اُسْتَحَبَّ ذَلِكَ مَالِكٌ رَحِمَهُ اللَّهُ، لِأَنَّ الْأَخْذَ مِنْهَا عَلَى وَجْهٍ لَا يُغَيِّرُ الْخِلْقَةَ مِنَ الْجَمَالِ، وَالِاِسْتِئْصَالُ لَهُمَا مُثْلَةٌ".
"Maksudnya adalah bahwa Ibnu Umar biasanya memotong jenggotnya bersamaan dengan mencukur kepala. Hal ini dianjurkan oleh Malik, semoga Allah merahmatinya, karena memotong jenggot pada bagian tertentu tidak mengubah keindahan wajah, adapun mencukur habis keduanya , maka itu adalah sama saja dengan mutslah [memutilasi]."
[ Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah lil-'Allāmah al-Albānī raḥimahullāh: (5/375)]
Atsar ke 4 :
Dari Nafi’ :
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ الْحَجَّ لَمْ يَأْخُذْ مِنْ رَأْسِهِ وَلَا مِنْ لِحْيَتِهِ شَيْئًا حَتَّى يَحُجَّ
Bahwasanya Abdullah bin ’Umar radliyallaahu ’anhuma apabila datang selesai bulan Ramadlan ('Iedul-Fithri), dan ia ingin melakukan ibadah haji, maka ia tidak memotong rambut kepalanya dan jenggotnya sedikitpun hingga ia benar-benar melaksanakan haji”
[HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ Kitaabun-Nikaah 1/396, dan darinya Asy-Syafi’i meriwayatkan dalam Al-Umm 7/253].
Atsar ke 5 :
Dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda :
«خُذُوا مِنْ هَذَا، وَدَعُوا هَذَا " يَعْنِي: يَأْخُذُ مِنْ عُنْفُقَتِهِ، وَيَدَعْ مِنْ لِحْيَتِهِ.
"Ambillah rambut bagian dari ini dan tinggalkanlah ini." Yang dimaksud adalah mengambil rambut ‘Unfuqoh [yang tumbuh dibawah bibir] dan meninggalkan jenggotnya."
Al-Haitsami dalam al-Majma no. 8843 berkata :
قُلْتُ: هُوَ فِي الصَّحِيحِ خَلَا الْأَخْذُ مِنَ الْعُنْفُقَةِ». رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ، وَفِيهِ ثُوَيْرُ بْنُ أَبِي فَاخِتَةَ، وَهُوَ مَتْرُوكٌ
Aku bertanya, "Hadis ini dalam hadis shahih kecuali mengambil dari Unfuqoh?"
Hadis ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani, di dalamnya terdapat Tsuwair bin Abi Fakhitah, dan dia adalah perawi yang ditinggalkan”.
Atsar ke 6 :
Dari
Abu Hanifah, dari Al-Haitsam bin Abul haitsam, dari Ibnu
’Umar radliyallaahu ’anhuma :
أَنَّهُ
كَانَ يَقْبَضُ عَلَى لِحْيَتِهِ ثُمَّ يَقُصُّ مَا تَحْتَ الْقَبْضَةِ.
Bahwasannya
ia (Ibnu ’Umar) menggenggam jenggotnya, kemudian memotong apa-apa yang berada
di bawah genggaman tersebut”. [ Baca : Tabyiin al-Haqooiq oleh az-Zaila’i 1/331
dan Fatahul Qodiir oleh Ibnu al-Hammaam 2/347]
Berkata
Muhammad (bin Al-Hasan) :
وَبِهِ
نَأْخُذُ، وَهُوَ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ.
Kami mengambil pendapat tersebut. Dan itulah perkataan Abu Hanifah” [Al-Aatsaar 900].
-------
ATSAR AL-HASAN AL-BASHRI :
Syeikh al-Albaani dalam Jami’ at-Turoots al-‘Allaamah al-Albaani Fii al-Fiqhi 17/142 berkata :
عَنْ عَائِذُ بِنْ حَبِيْبِ بِإِسْنَادِهِ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: كَانَ يُرْخِصُوْنَ فِيْمَا زَادَ عَلَى الْقَبْضَةِ مِنَ اللِّحْيَةِ أَنْ يُؤْخَذَ مِنْهَا.
“Dari ‘Aidz bin Habib meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Hasan, dia berkata: Mereka memperbolehkan untuk memotong bagian yang melebihi genggaman dari jenggot”.
------
KEDUA : ATSAR SAHABAT DAN TABIIN MENCUKUR SISI-SISI JENGGOTNYA:
Atsar ke 1 :
’Atha’ bin Abi Rabbah telah menghikayatkan dari sekelompok shahabat (dan tabi’in) dimana ia berkata:
«كَانُوا يُحِبُّونَ أَنْ يُعْفُوا اللِّحْيَةَ إِلَّا فِي حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ، وَكَانَ إِبْرَاهِيمُ يَأْخُذُ مِنْ عَارِضِ لِحْيَتِهِ»
”Mereka (para shahabat dan tabi’in) menyukai untuk memelihara jenggot, kecuali saat haji dan ’umrah (dimana mereka memotongnya). Dan Ibrahim [an-Nakho’i] mencukur sebagian rambut dari sisi jenggotnya.
[HR. Ibnu Abi Syaibah 5/25482 . Sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam as-Silsilah adh-Dha’ifah 13/441-442] .
Riawayat ’Atha’ ini telah memutlakkan [tanpa batasan] perbuatan mencukur jenggot dari para shahabat dan tabi’in untuk memotong jenggot ketika haji dan ’umrah.
Sifat kemutlakan lafadh ’Atha’ ini dalam memotong jenggot ini mungkin saja bisa dibatasi dengan perbuatan Ibnu ’Umar dalam haji dan ’umrah bahwa yang dicukur itu adalah selebih dari genggaman tangan. Karena ’Atha’ itu adalah salah satu murid Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma. Maka apa yang diriwayatkan oleh ’Atha’ ini sekaligus menafsiri apa yang diriwayatkan oleh ulama dari kalangan tabi’in lain yaitu Al-Qaasim bin Muhammad.
Atsar ke 2 :
ALI BIN ABI THALIB radhiyallahu ‘anhu :
Dari Ibnu Tawus dari Samak bin Yazid, dia berkata:
«كَانَ عَلِيٌّ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِمَّا يَلِي وَجْهَهُ»
"Ali -radhiyallaahu ‘anhu- biasa mencukur bagian jenggotnya yang terdekat wajahnya." [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf 5/225 no. 25480]
Sanad hadits ini dho’if . Abu Umar ad-Dibyaan berkata :
سَمَاكُ بْنُ يَزِيدَ، ذَكَرَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ، وَسَكَتَ عَلَيْهِ. الْجَرْحُ وَالتَّعْدِيلُ (٤/ ٢٨٠). وَفِيهِ زَمْعَةُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ عَنْهُ الْحَافِظُ فِي التَّقْرِيبِ: ضَعِيفٌ، وَحَدِيثُهُ عِنْدَ مُسْلِمٍ مَقْرُونٌ.
Samak bin Yazid, disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim, dan dia diam tentangnya. (Lihat Al-Jarh wa al-Ta'dil 4/280). Dan dalam riwayat tersebut terdapat Zam'ah bin Saleh, yang dijelaskan oleh al-Hafizh dalam at-Taqrir: bahwa dia lemah, dan hadisnya di sisi Muslim selalu maqrun [didampingi hadits lain sebagai penguat]. [ Baca : Mawsuu’ah Ahkaam ath-Thohaarah 3/375]
Namun Al-Albaani dalam Jaami’ at-Turoots al-‘Allaamah al-Albaani 17/141 berhujjah dengan nya akan wajibnya mencukur jenggot yang melebih genggaman tangan .
------
KETIGA : ATSAR SAHABAT DAN TABI’IN MENCUKUR JENGGOTNYA TANPA BATAS :
Ke 1 : Atsar Ibnu Abbaas radhiyallahu ‘anhuma :
Dari Ibnu Abbas :
أَنَّهُ قَالَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: "ثُمَّ ليَقْضُوا تَفَثَهُمْ": "التَّفَثُ: حَلْقُ الرَّأْسِ، وَأَخْذُ الشَّارِبَيْنِ، وَنَتْفُ الإِبْطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَقَصُّ الأَظْفَارِ، وَالأَخْذُ مِنَ الْعَارِضِينَ، (وَفِي رِوَايَةٍ: اللِّحْيَةُ)، وَرَمْيُ الْجِمَارِ، وَالْمُوَقَّفُ بِعَرَفَةَ وَالْمُزْدَلِفَةَ".
Bahwa dia berkata tentang firman Allah Ta'ala: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka” : "at-Tafats adalah mencukur kepala, mencabut kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mengambil rambut jambang di dua sisi, (dan dalam satu riwayat: jenggot), melempar jumrah, serta wuquf di Arafah dan mabit di Muzdalifah."
Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (4/85) dan Ibnu Jarir dalam "Tafsir" (18/612) .
Dishahihkan sanadnya oleh al-Albaani dalam Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah lil-'Allāmah al-Albānī raḥimahullāh: (5/375)
Ke 2 : Atsar Qosim bin Muhmmad bin Abu Bakar ash-Shiddiq:
Dari Aflah ia berkata :
«كَانَ الْقَاسِمُ إِذَا حَلَقَ رَأْسَهُ أَخَذَ مِنْ لِحْيَتِهِ وَشَارِبِهِ»
”Adalah Al-Qaasim [bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq] jika ia mencukur kepalanya, maka ia pun memotong jenggot dan kumisnya”
[HR. Ibnu Abi Syaibah 5/225 no. 25485].
Di shahihkan sanadnya oleh al-Albani dalam Jami’ at-Turoots al-‘Allaamah al-Albaani Fii al-Fiqhi 17/142 dan di shahihkan pula oleh Abu Umar ad-Dibyaan di footnote Mawsuu’ah Ahkaam ath-Thohaaroh 3/352.
Ada kemungkinan Al-Qaasim mencukur jenggotnya itu selebih dari genggaman tangan sebagaimana dilakukan oleh pembesar shahabat dan tabi’in lainnya.
Ke 3 : Atsar THAWUS :
Dari Ibnu Tawus dari ayahnya Thawus:
أَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ وَلَا يُوجِبُهُ.
“Bahwa dia memotong rambut dari jenggotnya dan tidak menganggapnya wajib”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Musannaf (5/225) nomor 25483.
Abu Umar ad-Dibyaan berkata : “ Dan para perawinya adalah orang-orang yang dipercayai”. [Footnote Mawsuu’ah Ahkaam ath-Thohaaroh 3/352].
Di Shahihkan al-Albaani dalam Jami’ at-Turoots al-‘Allaamah al-Albaani Fii al-Fiqhi 17/142.
Ke 4 : Atsar dari Muhammad bin Ka'ab al-Quradhi :
أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ فِي هَذِهِ الآيَةِ: (ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ) رَمْيُ الْجِمَارِ، وَذَبْحُ الذَّبِيحَةِ، وَأَخْذُ مِنَ الشَّارِبَيْنِ وَاللِّحْيَةِ وَالأَظْفَارِ، وَالطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ.
“Bahwa dia mengatakan tentang ayat ini: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka” : “yaitu : melempar jumrah, menyembelih hewan kurban, memotong kumis, jenggot, dan kuku, serta melakukan tawaf di Ka'bah, Sa’i Safa dan Marwah”.
[Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 18/613].
Al-Albani berkata:
رواه ابنُ جَرِيرٍ أَيْضًا، وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، أَوْ حسَنَ عَلَى الْأَقَلِ.
"Ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan sanadnya sahih, atau setidaknya hasan."
Baca : Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah lil-'Allāmah al-Albānī raḥimahullāh: (5/377)
Ke 5 : Dari Mujahid:
(ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ) قَالَ: حَلْقُ الرَّأْسِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَرَمْيُ الْجِمَارِ، وَقَصُّ اللِّحْيَةِ.
Firman Allah SWT "“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka”," Dia berkata: mencukur kepala, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencukur kumis, melempar jumrah, dan memotong jenggot.
[Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 18/613]
Syeikh al-Albaani berkata :
عَنْ مُجَاهِدٍ مِثْلَهُ بِلَفْظٍ: "وَقَصَّ الشَّارِبَ ... وَقَصَّ اللِّحْيَةَ". رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ أَيْضًا.
Dari Mujahid, yang semisal dengannya dengan perkataan: "Dan potonglah kumis ... dan potonglah jenggot." Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih juga.
[Baca : Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah (5/377)]
Ke 6 : Atsar Ibnu Juraij :
Dari Al-Muharibi, dia berkata:
سَمِعْتُ رَجُلاً يَسْأَلُ ابْنَ جُرَيْجٍ، عَنْ قَوْلِهِ: (ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ)، قَالَ: الْأَخْذُ مِنَ اللِّحْيَةِ، وَمِنَ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الإِبْطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَرَمْيُ الْجِمَارِ.
"Saya mendengar seseorang bertanya kepada Ibnu Juraij tentang perkataannya: (ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ) Dia menjawab: Mengambil rambut dari jenggot, dari kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan melempar jumrah."
[Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 18/613]
Ke 7 : Imam Malik dalam "Al-Muwaththa'", menyebutkan :
أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّ سَالِمَ بِنَ عَبْدِ اللَّهِ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُحْرِمَ، دَعَا بِالْجَمَلَيْنِ، فَقَصَّ شَارِبَهُ وَأَخَذَ مِنْ لِحْيَتِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْكَبَ، وَقَبْلَ أَنْ يَهِلَّ مُحْرِمًا.
“Bahwa Imam Malik menerima kabar : bahwa Salim bin Abdullah bin Umar biasa, ketika dia hendak ber-ihram, maka memanggil dua untanya, lalu mencukur kumisnya dan memotong jenggotnya sebelum naik ke atasnya, dan sebelum berniat ihram.
[Baca : Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah (5/377)]
Ke 8 : Atsar Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin rahimahumallah :
Dari Waki’, dari Abu Hilal ia berkata :
سَأَلْتُ الْحَسَنَ وَابْنَ سِيرِينَ فَقَالَا: لَا بَأْسَ بِهِ أَنْ تَأْخُذَ مِنْ طُولِ لِحْيَتِكَ.
Aku bertanya kepada Al-Hasan (Al-Bashri) dan Ibnu Sirin (tentang hukum memotong jenggot), maka mereka menjawab : “Tidak mengapa untuk mengambil/memotong dari panjang jenggotmu”.
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 5/226].
Atsar ini adalah dla’if karena kebersendirian Abu Hilaal Ar-Raasiby. Ia adalah seorang rawi yang diperbincangkan yang seseorang tidak boleh berhujjah dengannya jika bersendirian dalam meriwayatkan hadits.
Ibnu Hajar berkata : Ia seorang yang shaduq, tapi layyin (lemah haditsnya)” [At-Taqrib no. 5923].
Adz-Dzahabi berkata : ”Abu Dawud mentsiqahkannya; Abu Hatim berkata : Tempatnya kejujuran; tapi tidak kokoh; An-Nasa’i berkata : Tidak kuat (laisa bil-qawiy); Ibnu Ma’in : Shaduq, dituduh sebagai Qadariyyah; Al-Fallaas berkata : Yahya bin Sa’id tidak meriwayatkan hadits dari Abu Hilal, namun Abdurrahman meriwayatkan darinya” [Mizaanul-I’tidaal no. 7646]. Imam Bukhari memasukkannya sebagai perawi dla’if dalam kitab Adl-Dlu’afaa Ash-Shaghiir (no. 324).
Ke 9 : Atsar Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu - :
Dari Abu Halal, dia berkata:
حَدَّثَنَا شَيْخٌ - أَظُنُّهُ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ - قَالَ: رَأَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَحْفَي عَارِضَيْهِ: يَأْخُذُ مِنْهُمَا. قَالَ: وَرَأَيْتُهُ أَصْفَرَ اللِّحْيَةِ.
"Telah menceritakan kepada kami seorang tua - saya perkirakan dia itu dari penduduk Madinah - dia berkata: 'Saya melihat Abu Hurairah memotong pendek dua rambut jambangnya: yakni dia mengambil sebagian darinya.' Dia berkata: 'Dan saya melihatnya jenggotnya dicelup dengan pewarna kuning.'
[Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam "Al-Ṭabaqāt" (4/334).
Syeikh al-Albaani berkata :
وَالشَّيْخُ الْمَدَنِيُّ هَذَا أَرَاهُ عُثْمَانَ بِنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، فَإِنَّ ابْنَ سَعْدٍ رَوَى بَعْدَهُ أَحَادِيثَ بِسَنَدِهِ الصَّحِيحِ عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ عُثْمَانَ بِنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يُصَفِّرُ لِحْيَتَهُ وَنَحْنُ فِي الْكَتَّابِ. وَقَدْ ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي «الثِّقَاتِ» «3/ 177»، فَالسَّنَدُ عِنْدِي حَسَنٌ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
قُلْتُ: وَفِي هَذِهِ الْآثَارِ الصَّحِيحَةِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ قَصَّ اللِّحْيَةِ، أَوِ الْأَخْذَ مِنْهَا كَانَ أَمْرًا مَعْرُوفًا عِنْدَ السَّلَفِ.
Dan Syeikh al-Madani ini saya kira adalah Utsman bin Ubaidillah, karena Ibnu Sa'ad meriwayatkan hadits-hadits setelahnya dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abi Dzi’b dari Utsman bin Ubaidillah, dia berkata: 'Saya melihat Abu Hurairah mengkuningkan jenggotnya ketika kami sedang berada di tempat tukang tulis.' Dan Ibnu Hibban telah menyebutkannya dalam "Ath-Thiqāt" (3/177), maka sanadnya menurut pendapat saya adalah Hasan. Wallaahu a’lam.
Saya katakan: Dan dalam riwayat-riwayat sahih ini terdapat petunjuk bahwa mencukur jenggot, atau mengambil sebagaian darinya, adalah merupakan hal yang biasa dan sudah dikenal di kalangan para Salaf.
[Baca : Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah (5/377)]
Atsar ke 10 : Imam asy-Syafi’i rahimahullah:
Ar-Rabi’ bin Sulaiman bin ’Abdil-Jabbar bin Kamil (salah seorang murid besar dari Imam Asy-Syafi’i) meriwayatkan bahwa Imam Asy-Syafi’i membolehkan memotong jenggot yang panjangnya melebihi satu genggam berdasarkan riwayat Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma. Ar-Rabi’ berkata :
قَالَ الشَّافِعِيُّ: "وَأَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا حَلَقَ فِي حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ أَخَذَ مِنْ لِحْيَتِهِ وَشَارِبِهِ." [قَالَ الرَّبِيعُ]: قُلْتُ: "فَإِنَّا نَقُولُ: لَيْسَ عَلَى أَحَدٍ الْأَخْذُ مِنْ لِحْيَتِهِ وَشَارِبِهِ، إِنَّمَا النُّسُكُ فِي الرَّأْسِ؟" قَالَ الشَّافِعِيُّ: "وَهَذَا مِمَّا تَرَكْتُمْ عَلَيْهِ بِغَيْرِ رِوَايَةٍ عَنْ غَيْرِهِ عِنْدَكُمْ عَلِمْتُهَا."
Asy-Syafi'i berkata: "Dan kami diberitahu oleh Malik dari Nafi 'bahwa Ibnu Umar ketika mencukur di saat haji atau umrah, dia mengambil dari jenggot dan kumisnya."
Aku (yaitu Ar-Rabi’) berkata : ”Sesungguhnya kami berkata : Tidak boleh bagi seorangpun untuk memotong jenggot dan kumisnya. Bukankah dalam ibadah haji hanya disyari’atkan mencukur kepala saja ?”. Maka Asy-Syafi’i berkata : ”Ini termasuk hal yang kalian tinggalkan atasnya tanpa dasar riwayat dari selainnya di sisi kalian yang aku ketahui”
[Baca : Ikhtilaaful-Imam Malik wasy-Syafi’i 7/253].
Dalam kitab al-Umm, Imam Asy-Syafi’i berkata :
وَأَحَبُّ إلَيَّ لَوْ أَخَذَ مِنْ لِحْيَتِهِ وَشَارِبِهِ، حَتَّى يَضَعَ مِنْ شَعْرِهِ شَيْئًا لله، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ، لِأَنَّ النُّسُكَ إنْمَا هُوَ فِي الرَّأْسِ لَا فِي اللِّحْيَةِ.
”Aku menyukai jika ia memotong jenggot dan kumisnya, hingga ia meletakkan dari rambutnya sesuatu karena Allah. Jika ia tidak melakukannya, maka tidak apa-apa baginya, karena dalam ibadah haji yang wajib hanyalah (memotong) rambut kepala, tidak pada jenggot” [Al-Umm 2/2032].
=====
KESIMPULAN SYEIKH AL-ALBAANI raḥimahullāh .
Beliau setelah menyebutkan
banyak atsar sahabat dan tabi’in yang mencukur jenggot berkesimpulan dengan
mengatakan :
وَفِي هَذِهِ الْآثَارِ
الصَّحِيحَةِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ قَصَّ اللِّحْيَةِ، أَوِ الْأَخْذَ مِنْهَا كَانَ
أَمْرًا مَعْرُوفًا عِنْدَ السَّلَفِ.
Dan dalam riwayat-riwayat sahih ini terdapat petunjuk
bahwa mencukur jenggot, atau mengambil sebagaian
darinya,
adalah merupakan hal yang biasa
dan sudah dikenal di kalangan para Salaf.
[Baca : Silsilah al-Ahādīts al-Da'ifah
(5/377)]
Dan Syeikh al-Albaani dalam as-Silsilah adh-Dho’ifah
13/442 berkata :
"فَالْعَجَبُ
كُلَّ الْعَجَبِ مِنَ الشَّيْخِ التُّوَيْجِرِيِّ وَأَمْثَالِهِ مِنَ الْمُتَشَدِّدِينَ
بِغَيْرِ حَقٍّ، كَيْفَ يَتَجَرَّؤُونَ عَلَى مُخَالَفَةِ هَذِهِ الْآثَارِ السَّلَفِيَّةِ؟!
فَيَذْهَبُونَ إِلَى عَدَمِ جَوَازِ تَهْذِيبِ اللِّحْيَةِ مُطْلَقًا؛ وَلَوْ عِنْدَ
التَّحَلُّلِ مِنَ الْإِحْرَامِ، وَلَا حُجَّةَ لَهُمْ تُذْكَرُ سِوَى الْوَقُوفِ عِنْدَ
عُمُومِ حَدِيثٍ: "… وَأَعْفُوا اللُّحَى"، كَأَنَّهُمْ عَرَفُوا شَيْئًا
فَاتَ أُولَئِكَ السَّلَفَ مَعْرِفَتَهُ، وَبِخَاصَّةٍ أَنَّ فِيهِمْ عَبْدَ اللَّهِ
ابْنَ عُمَرَ الرَّاوِي لِهَذَا الْحَدِيثِ؛ كَمَا تَقَدَّمَ، وَهُمْ يَعْلَمُونَ أَنَّ
الرَّاوِي أَدْرَى بِمَرْوِيِّهِ مِنْ غَيْرِهِ، وَلَيْسَ هَذَا مِنْ بَابِ الْعِبْرَةِ
بِرَوَايَتِهِ لَا بِرَأْيِهِ؛ كَمَا تَوْهُمُ الْبَعْضُ.....".
Betapa mengherankannya para ulama seperti al-Tuwayjiri
dan yang semisalnya dari kalangan keras kepala tanpa alasan yang jelas, mereka
berani menentang jejak-jejak Salaf! Mereka menyatakan bahwa tidak boleh
merapikan jenggot sama sekali, bahkan saat tahallul dari ihram. Argumen mereka
hanya sebatas hadis umum: "… dan kalian biarkanlah jenggot."
Seolah-olah mereka mengetahui sesuatu yang luput dari pemahaman Salaf, terutama
ketika di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Umar yang meriwayatkan hadis
tersebut, sebagaimana telah disebutkan. Padahal mereka tahu bahwa perawi lebih
mengetahui tentang apa yang dia riwayatkan daripada orang lain. Ini tidak
termasuk dalam BAB : ‘Yang jadi pegangan adalah apa yang diriwayatkan bukan
pendapat perawi’, sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang.
Dan Syeikh al-Albaani juga berkata :
نَقُولُ أَنَا أَفْهَمُ
هَذَا وَدُونِي مَا فَهِمُوا؟ هَذِهِ مَشْكِلَةُ الْخَلْفِ مَشْ مَشْكِلَةُ السَّلَفِ،
هَذِهِ مَشْكِلَةُ خَلْفٍ نَحْنُ نَفْهَمُ هَكَذَا، ارْمِ فَهْمَكَ هُنَاكَ عِنْدَ
ذَاكَ الْكَوْكَبِ وَسَلِّمْ فَهْمَكَ لِسَلَفِكَ فَهْمًا أَفْهَمَ وَلَا شَكَّ مِنْ
أَمْثَالِنَا نَحْنُ الْمُتَأَخِّرِينَ، أَنَا كُنْتُ يَوْمًا مَا مِثْلَكَ، لَكِنَّ
اللَّهَ هَدَانَا بِالْآثَارِ السَّلَفِيَّةِ هَذِهِ.
Kami katakan : Apakah saya memahami ini sementara
mereka selain diriku tidak memahaminya?
Ini adalah problem generasi kholaf [belakangan], bukan
problem generasi salaf [para pendahulu].
Ini adalah masalah generasi kholaf [belakang], kami
memahami seperti ini. Maka buanglah pemahaman Anda di sana di dekat planet itu
dan ambillah pemahaman Anda dari generasi salaf [terdahulu], yang pemahamannya
lebih baik.
Dan tidak ada keraguan bahwa orang-orang seperti kami
yang mutaakhirin [generasi akhir]. Dulu saya juga seperti Anda, tetapi Allah
telah memberi petunjuk kepada kami melalui atsar-atsar para salaf ini. [Baca :
Jaami’ at-Turoots al-‘Allaamah al-Albaani 17/142].
Bahkan Syeikh al-Albaani raḥimahullāh berfatwa :
يُحَرِّمُ إِسْبَالُ
اللِّحْيَةِ فَوْقَ الْقَبْضَةِ كَمَا يُحَرَّمُ إِحْدَاثُ أَيِّ بِدْعَةٍ فِي الدِّينِ.
Haram memanjangkan jenggot lebih dari genggaman tangan
seperti haramnya mengada-adakan bid’ah dalam agama (Fatawa Al-Albani 35)
Dan dalam Silsilatul Hudaa Wan-Nuur no. Kaset (527) di
sebutkan :
السائل: أَنَّهُ يَحْرُمُ إِسْبَالُ اللِّحْيَةِ
فَوْقَ الْقَبْضَةِ.
الشيخ: أَيُّ نَعَمْ كَمَا يَحْرُمُ إِحْدَاثُ
أَيِّ بِدْعَةٍ فِي الدِّينِ .
Penanya : Apakah melandaikan jenggot melebihi satu genggaman
tangan adalah haram?
Syeikh al-Albaani : Ya haram, sebagaimana halnya diharamkan mengada-adakan bid'ah apa pun dalam agama.
====
SALAHUDDIN AL-AYYUBI DAN PASUKANNYA MENCUKUR JENGGOT SAAT MENAKLUKAN BAITUL MAQDIS
Syaikh Abdul Razaq al-Qaththan - Penetap Fatwa dan Pengawasan Syariah di Kuwait Finance House -berkata :"
وَقَدْ رَوَى ابْنُ كَثِيرٌ فِي تَارِيخِهِ فِي فَتْحِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ أَنَّ صَلاحَ الدِّينَ أَمَرَ جُنُودَهُ أَنْ يَحْلِقُوا لِحَاهُمْ وَيُغَيِّرُوا مِنْ ثِيَابِهِمْ وَهَيْئَتِهِمْ لِخَدَاعِ الْعَدُوِّ وَلِمَصْلَحَةِ الْمُسْلِمِينَ وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ مَعَ الْعِلْمِ بِأَنَّ صَلاحَ الدِّينَ كَانَ عَالِمًا مُحَدِّثًا وَكَانَ فِي عَصْرِهِ مِئَاتُ الْعُلَمَاءِ وَالْأُئِمَّةِ وَلَمْ يُؤْثَرْ عَنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ إِنْكَارُ ذَلِكَ، بَلْ ابْنُ كَثِيرٍ يَسُوقُ هَذَا الْخَبَرَ سِيَاقَ الْمُشَيِّدِ بِحِكْمَةِ صَلاحِ الدِّينِ وَحُسْنِ تَصَرُّفِهِ.
بَلْ قَدِيمًا طَلَبَ النَّبِيُّ مِنْ نُعَيْمِ بْنِ مَسْعُودٍ كَتْمَ خَبَرِ إِسْلَامِهِ لِمَصْلَحَةِ الدَّعْوَةِ، وَفِي الْقُرْآنِ (وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ…) الْآيَةِ.
وَلَا شَكَّ أَنَّ كَتْمَ الْإِسْلَامِ وَالْإِيمَانِ أَشَدُّ مِنْ كَتْمِ مَظْهَرٍ مِنْ مَظَاهِرِهِمَا بَلْ سَمَحَ النَّبِيُّ لِمُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمَةَ وَصَحَبِهِ أَنْ يَذْكُرُوهُ بِبَعْضِ سُوءٍ حِينَ أَمَرَهُمْ بِقَتْلِ كَعْبِ الْأَشْرَافِ الْيَهُودِيِّ، وَذَلِكَ مِنْ أَجْلِ أَنْ يَتَمَكَّنُوا مِنْهُ.
Dan Ibnu Katsir telah meriwayatkan dalam kitab Tarikh-nya tentang penaklukan Baitul Maqdis : Bahwa Salahuddin memerintahkan pasukannya untuk mencukur jenggot mereka dan mengganti pakaian serta penampilan mereka untuk mengelabui musuh demi untuk kepentingan umat Islam. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya, meskipun diketahui bahwa Salahuddin adalah seorang alim yang terpelajar dan di zamannya hidup ratusan ulama dan imam tanpa ada yang menolak tindakannya tersebut. Bahkan Ibnu Katsir menyampaikan berita ini dalam konteks memuji kebijaksanaan dan perilaku baik Salahuddin.
Bahkan dulu, Nabi pernah meminta kepada Nuaim bin Mas'ud untuk menyembunyikan kabar masuk Islamnya untuk kepentingan dakwah, dan dalam Al-Qur'an (dan berkatalah seorang laki-laki yang mukmin dari keluarga Fir'aun yang menyembunyikan keimanan seorang laki-laki dari kaumnya...).
Dan tidak diragukan lagi bahwa menyembunyikan keIslaman dan keimanan jauh lebih berat daripada menyembunyikan aspek-aspek penampilannya, bahkan Nabi mengizinkan Muhammad bin Maslamah dan sahabatnya untuk menyebutkan beberapa keburukan ketika beliau memerintahkan mereka untuk membunuh Ka'ab bin Asyraf, sekaligus untuk kepentingan kaum muslimin”.
====
PEMBAHASAN SYEIKH JAAD AL-HAQ
Syeikh Jaad al-Haqq Ali Jaad al-Haqq, mantan Syeikh Al-Azhar - rahimaullah - mengatakan:
من المسائل الفقهية الفرعيَّة: موضوع اللحية، حيث تَكاثر الخلاف حولها بين الإعْفاء والحلْق، حتى اتَّخذ بعض الناس إعفاء اللحية شعارًا يُعرف به المؤمن من غيره.
والحق أن الفقهاء اتفقوا على أن إعفاء اللحية، وعدم حلْقها مأثور عن النبي ـ ﷺ ـ فقد كانت له لِحيةٌ يُعنَى بتنظيفها وتخليلها، وتمشيطها، وتهذيبها لتكون متناسبة مع تقاسيم الوجه والهيئة العامة.
وقد تابع الصحابة ـ رضوان الله عليهم ـ الرسول ـ ﷺ ـ فيما كان يفعله وما يختاره.
وقد وردت أحاديثُ نبوية شريفة تُرغِّب في الإبقاء على اللحية، والعناية بنظافتها، وعدم حلْقها، كالأحاديث المُرغِّبة في السواك، وقصِّ الأظافر، واستنشاق الماء..
وممَّا اتفق الفقهاء عليه ـ أيضًاـ أن إعْفاء اللحية مَطلوب، لكنهم اختلفوا في تكييف هذا الإعفاء، هل يكون من الواجبات أو مِن المندوبات، وقد اختار فريق منهم الوجوب، وأقوى ما تمسَّكوا به ما رواه البخاري في صحيحه عن ابن عمر عن النبي ـ ﷺ ـ قال: "خالِفُوا المُشركينَ، ووَفِّرُوا اللِّحى، واحْفُوا الشوارب".
وما رواه مسلم في صحيحه عن ابن عمر عن النبي ـ ﷺ ـ قال: "احْفُوا الشوارِبَ واعْفُو اللِّحَى". حيث قالوا: إن توفيرها مأمور به، والأصل في الأمر أن يكون للوجوب إلا لصارفٍ يَصْرِفُهُ عنه، ولا يُوجد هذا الصارف، كما أن مُخالفة المشركين واجبةٌ، والنتيجة أن توفير اللحْية، أيْ: إعفاءها واجبٌ.
قال الإمام النووي في شرحه حديث: "احْفُوا الشوارب واعْفوا اللِّحَى": إنه وردت رواياتٌ خمسٌ في ترْك اللحْية، وكلها على اختلافها في ألفاظها تدلُّ على ترْكها على حالها...
وممَّا رَتَّبُوه على القول بوُجوب إعفاء اللحية: ما نقله ابن قدامة الحنبلي في المُغني: أن الدية تجب في شَعْر اللحية عند أحمد، وأبي حنيفة والثوري، وقال الشافعي ومالك: فيه حكومة عدْلٍ، وهذا يُشير إلى أن الفقهاء قد اعتبروا إتلاف شَعر اللحية حتى لا يَنبت جِنايةٌ من الجنايات التي تَستوجب المُساءلة: إما الدية الكاملة كما قال الأئمة أبو حنيفة وأحمد والثوري، أو دِية يُقدرها الخبراء كما قال الإمامان: مالك والشافعي.
وذهب فريقٌ آخر إلى القول بأن إعفاء اللحية سُنَّة يُثاب فاعلها ولا يُعاقب تاركها، وحلْقها مَكروه، وليس بحرام، ولا يُعَدُّ مِن الكبائر، وقد استندوا في ذلك إلى ما رواه مسلم في صحيحه عن عائشة عن النبي ـ ﷺ ـ قال: "عشْرٌ مِن الفطرة: قصُّ الشارب، وإعفاء اللحْية، والسواك، واستنشاق الماء، وقصُّ الأظفار، وغسْل البراجِم (البراجم: مَفاصل الأصابع من ظهر الكف ". ونَتْفُ الإبِط، وحلْق العانَة، وانتقاص الماء (أي الاستنجاء). قال مصعب: ونسيتُ العاشرة إلا أن تكون المَضمضة.
حيث أفاد الحديث أن إعفاء اللحية من السُنَن والمَندوبات المَرغوب فيها إذ كل ما نصَّ عليه من السُنَن العادية.
وقد عقَّب القائلون بوُجوب إعفاء اللحية ـ على القائلين بأنه مِن سُنَنِ الإسلام ومَندوباته ـ بأن إعفاء اللحية جاء فيه نصٌّ خاصٌّ أخرجها عن الندْب إلى الوُجوب، وهو الحديث المذكور سابقًا "خالِفوا المُشركين..".
وردَّ أصحاب الرأي القائل بالسُنَّة والندْب بأن الأمر بمُخالفة المُشركين لا يتعيَّن أن يكون للوُجوب، فلو كانت كلُّ مُخالفةٍ لهم مُحتَّمة لتحتَّم صبْغ الشعر الذي وَرَدَ فيه حديث الجماعة: "إن اليهود والنصارى لا يَصبغون فخَالِفُوهم". (رواه البخاري ومسلم وأبو داود والترمذي والنسائي) مع إجماع السلف على عدم وُجوب صبْغ الشعر، فقد صبَغ بعض الصحابة، ولم يصبغ البعض الآخر كما قال ابن حجر في فتح الباري، وعزَّزوا رأيهم بما جاء في كتاب نهج البلاغة : سُئل عليٌّ ـ كرَّم الله وجهه ـ عن قول الرسول ـ ﷺ: "غيِّروا الشَّيْبَ ولا تَشَبَّهُوا باليهود". فقال: إنما قال النبي ذلك والدِّينُ قُلٌّ، فأما الآن وقد اتَّسع نطاقه، وضرب بجرانه فامرؤٌ وما يَختار..
مِن أجل هذا قال بعض العلماء: لو قيل في اللحْية ما قيل في الصبْغ مِن عدم الخُروج على عرف أهل البلد لكان أولَى، بل لو تركت هذه المسألة وما أشبهها لظُروف الشخص وتقديره لمَا كان في ذلك بأس.
وقد قيل لأبي يوسف صاحب أبي حنيفة ـ وقد رُؤي لابسًا نَعْلَيْنِ مَخْصُوفيْن بمَسامير ـ إن فلانًا وفلانًا من العلماء كرِهَا ذلك؛ لأن فيه تَشَبُّهًا بالرهبان فقال: كان رسول الله ـ ﷺ ـ يلبسُ النعال التي لها شعْر، وإنها مِن لبس الرهبان...
وقد جرَى على لسان العلماء القول: بأن كثيرًا ممَّا ورَد عن الرسول ـ ﷺ ـ في مثل هذه الخِصال يُفيد أن الأمر كما يكون للوُجوب يكون لمُجرد الإرشاد إلى ما هو الأفضل، وأن مُشابهة المُخالفين في الدِّين إنما تَحرُم فيما يُقصد فيه الشبه بشيء مِن خصائصهم الدينية، أمَّا مُجرَّد المشابهة فيما تجري به العادات والأعراف العامة فإنه لا بأْس بها ولا كَراهة فيها ولا حُرمة.
لمَّا كان ذلك كان القول بأن إعفاء اللحية أمر مَرغوب فيه، وأنه من سُنَن الإسلام التي ينبغي المحافظة عليها مقبولاً، وكان مَن أعفَى لحْيته مُثابًا، ويُؤجَر على ذلك، ومَن حلَقها، فقد فعل مَكروهًا، لا يأثَمُ بفِعله هذا اعتبارًا لأدلة هذا الفريق.
والله أعلم.
Salah satu masalah fikih yang bersifat cabang agama adalah tentang jenggot, di mana terjadi perbedaan pendapat antara membiarkan tumbuh atau mencukur jenggot. Bahkan, sebagian orang mengatakan bahwa membiarkan jenggot itu sebagai tanda pengenal seorang mukmin dari yang lain.
Kenyataannya, para fuqaha sepakat bahwa membiarkan jenggot dan tidak mencukurnya adalah bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ. Beliau memiliki jenggot yang dirawat dengan membersihkannya, melumurinya dengan minyak wangi, menyisirkannya, dan merapikannya agar sesuai dengan struktur wajah dan penampilan secara umum.
Para Sahabat – radhiyallahu ‘anhum - mengikuti Rasulullah ﷺ dalam amalannya dan pilihannya. Telah ada hadis-hadis Nabi yang menyarankan untuk memelihara jenggot, menjaganya tetap bersih, dan tidak mencukurnya, seperti hadis-hadis yang mendorong menggunakan miswak, memotong kuku, dan beristinja’.
Salah satu hal yang disepakati oleh para fuqaha - juga - adalah bahwa membiarkan jenggot tumbuh adalah dianjurkan, namun mereka berbeda pendapat dalam menyesuaikan masalah ini, apakah termasuk dalam kewajiban atau disunahkan?.
Sebagian dari mereka memilih kewajiban, dan dalil yang paling kuat dari yang mereka pegang adalah apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Ibnu Umar dari Nabi ﷺ yang bersabda:
"خالِفُوا المُشركينَ، ووَفِّرُوا اللِّحى، واحْفُوا الشوارب"
"Berbeda lah kalian dari orang-orang musyrik, maka biarkanlah tumbuh jenggot, dan pendekkanlah kumis".
Dan yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari Ibnu Umar dari Nabi ﷺ yang bersabda:
"احْفُوا الشوارِبَ واعْفُو اللِّحَى"
"Pendekkanlah kumis dan biarkanlah tumbuh jenggot."
Mereka mengatakan bahwa membiarkan jenggot tumbuh adalah perintah, dan hukum asal dalam perintah adalah kewajiban kecuali ada hal yang memalingkannya. Hal ini tidak ditemukan dalam konteks ini, sebagaimana berbeda dengan orang-orang musyrik adalah kewajiban, sehingga hasilnya adalah membiarkan jenggot, yaitu membiarkannya tumbuh, adalah kewajiban.
Imam Nawawi dalam penjelasannya terhadap hadis "Pendekkanlah kumis dan biarkanlah tumbuh jenggot" berkata: "Terdapat lima riwayat tentang meninggalkan jenggot, dan semua riwayat tersebut, meskipun berbeda dalam kata-katanya, menunjukkan untuk membiarkannya dalam keadaan alaminya...".
Salah satu yang mendorong untuk menganggap wajib membiarkan jenggot adalah apa yang disampaikan oleh Ibnu Qudamah Al-Hanbali dalam Al-Mughni:
Bahwa bayar diyat (tebusan) wajib dikenakan atas rambut jenggot menurut pendapat Ahmad, Abu Hanifah, dan Ats-Tsawri.
Sementara Imam Asy-Syafi'i dan Malik mengatakan bahwa ada hukum yang adil terkait hal ini.
Hal ini menunjukkan bahwa para fuqaha menganggap memusnahkan rambut jenggot orang lain hingga tidak bisa tumbuh lagi termasuk perbuatan kriminal yang menuntut pertanggung jwaban hukum dengan membayar diat : entah itu diyat penuh seperti yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, Ahmad, dan Ats-Tsawri, atau diyat yang ditentukan oleh pakar hukum peradilan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik dan Asy-Syafi'i.
Ada kelompok lain berpendapat bahwa membiarkan jenggot tumbuh adalah sunnah yang mendapat pahala bagi yang melakukannya dan tidak ada hukuman bagi yang meninggalkannya. Maka menurut kelompok ini bahwa mencukur jenggot adalah makruh, bukan haram, dan tidak dianggap sebagai dosa besar. Mereka merujuk pada apa yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari Aisyah dari Nabi ﷺ yang bersabda:
"عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ (الْبَرَاجِمِ: مَفَاصِلُ الْأَصَابِعِ مِنْ ظَهْرِ الكَفّ ". وَنَتْفُ الإِبْطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ (أَيِ الْاِسْتِنْجَاءِ). قَالَ مُصْعَبٌ: وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمِضَةَ."
"Ada sepuluh perbuatan fitrah: memotong kumis, membiarkan tumbuh jenggot, menggunakan miswak, beristinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku, mencuci persendian jari (Baraajim : yaitu, persendian jari telapak tangan bagian atas)), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan beristinja (cebok) dengan air,."
Mus'ab berkata: "Saya lupa yang kesepuluh kemungkinan berkumur-kumur."
Hadis ini menunjukkan bahwa membiarkan jenggot tumbuh adalah bagian dari sunnah dan amalan yang dianjurkan, karena semua yang disebutkan dalam hadis tersebut merupakan bagian dari sunnah yang menjadi kebiasaan.
Para pendukung pendapat yang menyatakan bahwa membiarkan jenggot adalah wajib, sebagai lawan dari pendapat yang menganggapnya sebagai salah satu sunnah dan anjuran Islam, dengan menyebutkan bahwa membiarkan jenggot memiliki nash khusus yang mengubahnya dari sunnah menjadi kewajiban. Yaitu hadis yang disebutkan sebelumnya "Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik...".
Pendukung pendapat yang menyatakan bahwa membiarkan jenggot adalah sunnah dan hanya anjuran, menanggapi dengan menyatakan bahwa perintah untuk “berbeda dengan orang musyrik” tidak harus berarti kewajiban. Karena jika setiap perintah agar berbeda dengan mereka itu dianggap wajib, maka pewarnaan rambut uban juga harus dianggap wajib, karena hadis tentang hal ini menyatakan :
"إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبَغُونَ فَخَالِفُوهُمْ"
"Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak mencelup rambut ubannya dengan pewarna, maka berbedalah kalian dengan mereka" (HR. Al-Bukhari no. 3462, Muslim no. 2103, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa'i).
Kesepakatan para salaf bahwa pewarnaan rambut uban tidak diwajibkan. Ada sebagian dari para Sahabat mewarnai rambut mereka, sementara yang lain tidak, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Mereka juga menguatkan pendapat mereka dengan apa yang terdapat dalam Kitab Nahjul Balaghah 4/5 :
"سُئِلَ عَلِيٌّ - كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ - عَنْ قَوْلِ الرَّسُولِ - ﷺ: "غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ". فَقَالَ: إِنَّمَا قَالَ النَّبِيُّ ذَلِكَ وَالدِّينُ قُلٌّ، فَأَمَّا الْآنَ وَقَدْ اتَّسَعَ نِطَاقُهُ، وَضَرَبَ بِجَرَانِهِ فَأَمْرٌ؛ وَمَا يَخْتَارُ".
Ali ditanya tentang ucapan Rasulullah ﷺ:
"غَيِّروا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ"
"Rubahlah warna uban kalian dan janganlah menyerupai orang Yahudi".
Ali menjawab: "Nabi menyampaikan hal itu berdasarkan kondisi pada saat itu, sedangkan agama itu fleksibel.
Ketika sekarang telah ada perubahan dan kondisi yang berbeda, maka hal itu menjadi pilihan bagi seseorang."
Oleh karena itu sebagian para ulama mengatakan: Jika dalam masalah jenggot itu sama seperti yang dikatakan dalam pewarnaan rambut uban, yaitu tidak keluar dari tradisi penduduk setempat, maka masalah jenggot lebih utama untuk tidak dihukumi wajib . Bahkan, jika masalah seperti ini dan yang sejenisnya ditinggalkan karena adanya sebab kondisi individu . Dan penilaiannya : maka apa yang ada dalam hal itu tidaklah mengapa.
Telah dikatakan kepada Abu Yusuf, murid Abu Hanifah - yang pernah terlihat mengenakan dua sandal yang disematkan padanya dengan paku-paku - bahwa beberapa ulama mengecam tindakan tersebut karena menyerupai rahib.
Abu Yusuf menjawab: Rasulullah ﷺ pernah mengenakan sandal yang memiliki bulu, padahal itu adalah pakaian para rahib...
Banyak dari apa yang disampaikan tentang Rasulullah ﷺ dalam hal-hal seperti ini menunjukkan bahwa perkara yang diwajibkan adalah sekadar sebagai arahan dan anjuran untuk yang lebih baik.
Dan menyerupai orang yang berlainan agama dalam hal-hal tersebut hanya diharamkan jika dimaksudkan menyerupai mereka dalam karakteristik keagamaan mereka. Sedangkan menyerupai mereka dalam hal-hal yang berlaku dalam adat dan kebiasaan umum tidaklah masalah, tidak ada kemakruhan atau keharaman dalam hal tersebut.
Ketika permasalahannya seperti itu, maka pendapat yang mengatakan bahwa membiarkan jenggot adalah hal yang anjurkan, dan bahwa itu adalah bagian dari sunnah Islam yang layak dijaga, diterima dengan baik. Dan orang yang membiarkan jenggotnya akan mendapat pahala, dan akan mendapatkan ajr karena itu. Sedangkan yang mencukur jenggotnya, maka ia telah melakukan sesuatu yang makruh, meskipun dia tidak berdosa karena perbuatannya tersebut, mengingat dalil-dalil dari kelompok tersebut. Wallahu a’lam. [SELESAI]
0 Komentar