SAHIHKAH HADITS : “ DAGING SAPI ADALAH PENYAKIT”? HATI-HATI DAN TELITI DULU SEBELUM MENYAMPAIKAN!
Di Tulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
*****
DAFTAR ISI :
- PENDAHULUAN
- HADITS-HADITS TENTANG DAGING SAPI ADALAH PENYAKIT
- KESIMPULAN PARA ULAMA TENTANG DERAJAT HADITS “DAGING SAPI ADALAH PENYAKIT”:
- FIQIH HADITS :
- YANG BENAR DAGING SAPI ADALAH MAKANAN SEHAT DAN HALAL
- SHAHIHKAN HADITS BERIKUT INI ? : "Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya, maka minumlah susu sapi, karena ia memakan dari setiap pohon."
-----
====
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
*****
PENDAHULUAN
Kata-kata bijak Ibnul Jawzi:
فَكُلُّ حَدِيثٍ رَأَيْتُهُ يُخَالِفُ الْمَعْقُولَ أَوْ يُنَاقِضُ الْأُصُولَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَوْضُوعٌ فَلَا تَتَكَلَّفْ اعْتِبَارَهُ "
'Setiap hadits yang saya lihat bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar, maka ketahuilah bahwa itu adalah hadits palsu, maka janganlah bersusah payah untuk mempertimbangkan itu.' [ Lihat : al-Mawdhu’aat karya Ibnu al-Jawzy 1/106]
Perintah Allah SWT Agar Kita
Senantiasa Bertabayyun, Sebagai Antisipasi Musibah Pada Umat:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ
فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu”. [QS. Hujurat: 6]
Maka wasapadlah dan
berhati-hatilah dalam menyampaikan hadits yang berkaitan dengan ilmu kesehatan
atau medis! Karena jika salah dan bertentangan dengan realita dan fakta ilmiyah
medis, maka resikonya adalah akan muncul olok-olokkan dari pihak musuh-musuh
Islam terhadap Rasulullahﷺ, risalah yang dibawanya
dan juga terhadap umatnya.
Allah SWT berfirman :
﴿وَاتَّقُوا فِتْنَةً
لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾
“Dan peliharalah diri kalian dari pada siksaan yang
tidak hanya khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. [ٍَQS. Anfal: 25]
Resiko bagi yang mengolok-olok Allah, Rasul-Nya dan
agama-Nya adalah murtad dan kafir:
﴿وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ
لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ
كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ () لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ﴾
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka olok-olokkan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya
kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kalian berolok-olok?"
Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah menjadi kafir sesudah keimanan kalian. [QS. At-Tawbah: 65-66]
Telah menyebar luas di YouTube dan medsos sebuah hadits yang menyatakan bahwa daging sapi adalah penyakit. Dan anehnya yang menyebar luaskan-nya itu justru para dai yang mengaku dirinya bermanhaj as-Sunnah. Diantara mereka ada yang dari tanah air Indonesia, nanun kebanyakan dari mereka adalah para da'i Timur Tengah dan negara - negara Afrika. Mereka menshahihkan hadits tersebut; karena bertaklid kepada pendapat seorang ulama hadits, tanpa merujuk pada mayoritas para ulama hadits.
Dan jika seandainya benar bahwa daging sapi itu penyakit,
maka dengan demikian haram mengkonsumsinya, haram pula memperjual belikannya
dan juga haram berternak sapi.
Dan anehnya yang menshahihkan hadits daging sapi itu
penyakit, mereka mengharamkan rokok; dengan alasan karena rokok itu penyakit dan
merusak kesehatan.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).
Dan Rasulullah ﷺ bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot)
pada orang lain, begitu pula membalasnya.”
(HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al
Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Mereka berkata : rokok itu penyakit, maka dengan merokok dapat
menjerumuskan dalam kebinasaan. Maka dengan alasan ini sangat jelas bahwa rokok
itu terlarang atau haram.
Mari kita bertabayyun dan kita teliti! Benarkah hadits daging sapi itu penyakit?
HADITS-HADITS TENTANG "DAGING SAPI ADALAH PENYAKIT".
====
HADITS PERTAMA :
Al-Hakim dalam "Al-Mustadrak" (4 / 404) meriwayatkan :
عن سَيْف بْن مِسْكِينٍ، حدثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمَسْعُودِيُّ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، قَالَ: (عَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ وَسُمْنَانِهَا، وَإِيَّاكُمْ وَلُحُومَهَا؛ فَإِنَّ أَلْبَانَهَا وَسُمْنَانُهَا دَوَاءٌ وَشِفَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ).
Dari Saif bin Miskin, dari Abdul Rahman bin Abdullah Al-Mas'udi, dari Al-Hasan bin Sa'd, dari Abdul Rahman bin Abdullah bin Mas'ud, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
(Minumlah susu sapi dan lemaknya, dan jauhilah dagingnya; karena susunya dan lemaknya adalah obat dan penyembuh, sedangkan dagingnya adalah penyakit ).
DERAJAT HADITS : PALSU
Sanadnya lemah sekali dan matan-nya PALSU.
Al-Hakim telah melakukan kekeliruan dalam mensahihkan hadits ini, di mana dia berkata:
" هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، وَلَمْ يُخْرِجَاهُ".
"Hadits ini sanadnya SHAHIH, namun tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim".
BANTAHAN PARA ULAMA TERHADAP KEKELIRUAN PENSHAHIHAN AL-HAKIM:
Bantahan pertama : dari adz-Dzahabi:
Adz-Dzahabi dalam kitabnya at-Talkhish 4/404 tidak menyetujui pensahihan al-Hakim ini, bahkan dia berkata:
" سَيْفٌ وَهَّاهُ ابْنُ حِبَّانَ ".
"Perawi yang bernama Saif dianggap lemah sekali oleh Ibnu Hibban".
Dan lebih keras dari itu adz-Dzahabi menyebutkan biografi Saif ini dalam kitabnya Al-Mizan nomor 3640, dan dia mengatakan:
رَوَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عُرُوبَةَ يَأْتِي بِالْمَقْلُوبَاتِ وَالْأَشْيَاءِ الْمَوْضُوعَةِ قَالَهُ ابْنُ حَبَّانَ.
"Dia meriwayatkan dari Sa'id bin Abi Arubah, namun dia biasa membawakan hadits-hadits yang terbalik-balik dan hal-hal yang palsu," demikian yang dikatakan oleh Ibnu Hibban.
Bantahan Kedua : dari an-Nasaa'i
An-Nasaa’i berkata :
قَدْ تَسَاهَّلَ الْحَاكِمُ فِي تَصْحِيحِهِ.
“Sungguh al-Hakim sembarang [gegabah/ asal-asalan] dalam mensahihkannya “. [Di kutip dari Hamisy Jam’ul Jawami’ 5/722 no. 15733, yang ditahqiq oleh Mukhtar Ibrahim al-Haa’ij].
Bantahan Ketiga ; dari Muhmmad Aiman asy-Syabrawi:
Muhmmad Aiman asy-Syabrawi Pentahqiq kitab Siyaar al-A’laam an-Nubalaa karya adz-Dzahabi 7/236 berkata :
"قُلْتُ : إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ جِدًّا، فِيهِ سَيْفُ بْنُ مُسْكِينَ السُّلَمِيُّ، قَالَ: ابْنُ حَبَّانَ فِي "الْمَجْرُوحِينَ" "1/ 343": "يَأْتِي بِالْمُقَلَّبَاتِ وَالْأَشْيَاءِ الْمَوْضُوعَاتِ لَا يَحِلُّ الِاحْتِجَاجُ بِهَا لِمُخَالَفَتِهِ الْأَثْبَاتَ فِي الرِّوَايَاتِ عَلَى قَلَّتِهَا". وَالْعِلَّةُ الثَّانِيَةُ: الْانْقِطَاعُ بَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ مَسْعُودٍ، وَأَبِيهِ فَقَدْ مَاتَ أَبُوهُ وَلَهُ نَحْوُ سِتِّ سِنِينَ. وَقَالَ ابْنُ مَعِينٍ فِي رِوَايَةٍ: لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِيهِ".
“Saya katakan: Isnadnya sangat lemah sekali, di dalamnya terdapat Saif bin Miskin As-Sulami.
Ibnu Hibban dalam "Al-Majruhin" (1/343) berkata: "Saif ini biasa meriwayatkan hal-hal terbalik dan hal-hal yang palsu, yang riwayatnya tidak halal digunakan sebagai hujjah karena bertentangan dengan riwayat dari para perawi yang kokoh dalam hafalannya meskipun jumlah riwayatnya sedikit."
Illat (alasan) kedua: putusnya sanad antara Abdul Rahman bin Abdullah bin Mas'ud dan ayahnya karena ayahnya telah meninggal dunia sekitar enam tahun sebelumnya.
Ibnu Ma'in dalam sebuah riwayat mengatakan: "Dia tidak mendengar dari ayahnya."
Bantahan Keempat: Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
"بَلْ سَنَدٌ ضَعِيفٌ، وَالمَسْعُودِيُّ اخْتَلَطَ " انْتَهَى
"Bahkan sanadnya lemah, dan Al-Mas'udi mengalami ikhtilat (Campur aduk hafalannya)". Selesai dari "Ittihaaf Al-Maharah" (10/312 no. 12828).
Al-Mas’uudiy – namanya adalah: ‘Abdurrahmaan
bin ‘Abdillah bin ‘Utbah bin ‘Abdillah bin Mas’uud Al-Kuufiy Al-Mas’uudiy –
adalah seorang yang shaduuq, namun mengalami ikhtilaath sebelum wafatnya
[Taqriibut-Tahdziib oleh al-Hafidz Ibnu Hajar hal. 586 no. 3944].
Bantahan Kelima : dari Ibnu al-Mulaqqin :
Ibnu al-Mulaqqin dalam Mukhtashor Talkhish adz-Dzahabi 7/3209 no. 1073 berkata :
"قُلْتُ: فِيهِ (سَيْف) بِنِ مُحَمَّدٍ، قَالَ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ: هُوَ كَذَّابٌ".
"Saya katakan: di dalamnya terdapat Saif bin Muhammad. Ahmad dan lainnya berkata: Dia adalah Pendusta".
Bantahan Keenam : dari as-Sakhowi :
Dan as-Sakhowi dalam al-Maqooshid al-Hasanah hal. 528 no. 853 berkata :
"أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ وَتَسَاهَّلَ فِي تَصْحِيحِهِ لَهُ، كَمَا بَسَطْتُهُ مَعَ بَقِيَّةِ طُرُقِهِ فِي بَعْضِ الْأَجْوِبَةِ، وَقَدْ ضَحَّى النَّبِيُّ ﷺ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ، وَكَأَنَّهُ لِبَيَانِ الْجَوَازِ أَوْ لِعَدَمِ تَيْسِرِ غَيْرِهِ، وَإِلَّا فَهُوَ لَا يَتَقَرَّبُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى بِالدَّاءِ".
“Al-Hakim meriwayatkannya, dan dia sembarang dalam menshahihkannya, sebagaimana yang telah saya jelaskannya dengan jalur-jalur riwayat lainnya dalam sebagian jawaban.
Dan sungguh Nabi ﷺ pernah menyembelih sapi untuk istri-istri-nya, seolah-olah untuk menjelaskan akan kebolehannya atau karena tidak memungkinkan yang lain. Jika tidak, beliau tidak mungkin mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan penyakit”.
[Baca pula : Kasyful Khofaa oleh Abul Fidaa al-‘Ajluuni 2/163-164 cet. Al-Maktabah al-‘Ashriyyah].
====
HADITS KEDUA :
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam "Ath-Thibb An-Nabawi" (1 / 383):
عَنْ دِفَاعِ بْنِ دَغْفَلٍ السُّدُوسِيِّ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ صَيْفِي بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ صُهَيْبِ الْخَيْرِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ( عَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ فَإِنَّهَا شِفَاءٌ وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ وَلُحُومُهَا دَاءٌ ).
dari Difaa' bin Daghfal As-Sudusi, dari Abdul Hamid bin Saifi bin Shuhaib, dari ayahnya, dari kakeknya Shuhaib Al-Khair, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ( Minumlah susu sapi karena itu penyembuh dan lemaknya adalah obat, sedangkan dagingnya adalah penyakit )
DERAJAT HADITS : PALSU
Badruddin az-Zarkasyi dalam at-Tadzkirah fil Ahadits al-Musytahirah hal. 148 berkata:
قُلْتُ: بَلْ هُوَ مُنْقَطِعٌ وَفِي صِحَّتِهِ نَظَرٌ، فَإِنَّ فِي الصَّحِيحِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ضَحَّى عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ وَهُوَ لَا يَتَقَرَّبُ بِالدَّاءِ.
Saya katakan, bahkan sanadnya terputus, dan keshahihan-nya harus dipertimbangkan. Namun, dalam hadits yang sahih disebutkan bahwa Nabi ﷺ menyembelih sapi untuk para istrinya, dan beliau tidak mungkin mendekatkan dirinya kepada Allah dengan penyakit.
Ibnu Qoyyim berkata dalam Zaad al-Ma’aad 4/298 :
"وَلَا يَثْبُتُ مَا فِي هَذَا الْإِسْنَادِ".
"Dan tidaklah kuat apa yang terdapat dalam sanad ini".
Di dalam sanadnya terdapat perawi yang
bernama Difaa’ bin Daghfal as-Saduusi .
As-Sakhawi rahimahullah berkata tentang Difaa’ :
"وَدِفَاعٌ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ، وَقَالَ أَبُو حَاتِمٍ: ضَعِيفُ الحَدِيثِ، وَمَنْ دُونَهُ، فِيهِ مَنْ لَمْ أَعْرِفْهُ، لَكِنْ قَالَ ابْنُ القَيِّمِ: إِسْنَادُهُ لَا يَثْبُتُ " انْتَهَى
"Difaa’ dianggap tsiqot oleh Ibnu Hibban, sedangkan Abu Hatim mengatakan: dia lemah dalam hadits, dan di perawi dibawahnya ada yang tidak saya kenal. Namun, Ibnu Qayyim berkata: sanadnya tidak dapat dipercaya" selesai dari "Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah" (1/24).
Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali dalam al-Aadaab asy-Syr’iyyah 2/385 berkata :
دِفَاعٌ ضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَوَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ. وَمُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى هُوَ ابْنُ بُزَيْغٍ الْجَرِيرِيُّ لَمْ أَجِدْ لَهُ تَرْجَمَةً فِي ثِقَاتٍ وَلَا ضُعَفَاءَ وَيَخْطِرُ عَلَى بَالِي أَنَّ الْعُقَيْلِيَّ قَالَ: لَا يُتَابَعُ عَلَى حَدِيثِهِ وَبَاقِي الْإِسْنَادِ حَسَنٌ، وَلَيْسَ هَذَا الْخَبَرُ بِذَاكَ الضَّعِيفِ الْوَاهِي، وَقَدْ ذَكَرَ بَعْضُهُمْ أَنَّ هَذَا الْإِسْنَادَ لَا يَثْبُتُ، كَذَا قَالَ وَفِيهِ نَظَرٌ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
"Difa’ dianggap lemah oleh Abu Hatim dan ditawtsiq oleh Ibnu Hibban. Muhammad bin Musa adalah Ibnu Buzaygh al-Jariri, saya tidak menemukan biografinya dalam kitab ats-Tsiqoot [Kumpulan Perawi dipercaya) atau dalam kitan Dhu’faa (kitab kumpulan perawi lemah). Dalam benakku terlintas bahwa Al-Uqayli pernah mengatakan, 'Haditsnya tidak boleh diikuti', sedangkan sisa para perawi dalam sanad ini adalah baik. Ini bukan khabar dari sumber yang lemah atau tidak dapat diandalkan, dan sebagian dari mereka telah menyatakan bahwa sanad ini tidak kuat.' Demikianlah katanya, dalam hal ini perlu dipertimbangan, wallahu ‘alam."
Dan Al-Albani menyebutkan dalam kitabnya Silsilah Shahihah Al-Albani (4/584) : bahwa Ibnu As-Sunni dan Abu Nu'aim dalam Ath-Thibb (seperti yang terdapat dalam Kanzul Ummal (30/10 No.28211)) meriwayatkannya dari jalur Difa' bin Dagfal As-Sudusi, dari Abdul Hamid bin Saifi bin Sahib, dari ayahnya, dari kakeknya Sahib, kemudian ia berkata :
هَذَا إِسْنَادٌ لَا بَأْسَ بِهِ فِي الشَّوَاهِدِ، وَهُوَ عَلَى شَرْطِ ابْنِ حِبَّانَ، فَإِنَّهُ وَثَّقَ جَمِيعَ رِجَالِهِ، وَفِي بَعْضِهِمْ خِلَافٌ. ا.هـ
"Ini sanad yang tidak mengapa untuk syawahid (penyaksian), dan ini sesuai dengan syarat Ibnu Hibban karena ia telah mentautsiq semua perawinya, namun pada sebagian perawinya terdapat perbedaan pendapat."
------
PERHATIAN :
Standard penilaian TSIQOT versi IBNU
HIBBAN terhadap PERAWI HADITS :
Yang di anggap tsiqot (dipercaya) oleh Ibnu Hibban belum tentu dianggap tsiqot oleh para ulama hadits lainnya.
Adapun kaidah tautsiq (pemberian status terpercaya) versi Ibnu Hibban yang benar, maka
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam
kitabnya "Ats-Tsiqat" dan diriwayatkan hanya oleh satu orang - baik
orang tersebut terpercaya atau tidak - dan tidak disebutkan lafaz yang
menunjukkan penilaian tautsiqnya, serta tidak ada yang menilainya terpercaya
selain Ibnu Hibban, maka ia dianggap sebagai majhul al-'ain (tidak
dikenal identitasnya).
2. Jika disebutkan oleh Ibnu Hibban sendirian
dalam "Ats-Tsiqat" dan diriwayatkan oleh dua orang, maka ia dianggap majhul
al-hal (tidak dikenal statusnya).
3. Jika disebutkan oleh Ibnu Hibban sendirian
dalam "Ats-Tsiqat" dan diriwayatkan oleh tiga orang, maka ia diterima
dalam mutaba'at (penguatan hadits) dan syawahid (saksi hadits).
4. Jika disebutkan oleh Ibnu Hibban sendirian
dalam "Ats-Tsiqat" dan diriwayatkan oleh empat orang atau lebih, maka
ia dianggap sebagai shaduq (jujur) dan haditsnya hasan (baik).
5. Jika Ibnu Hibban menyatakan bahwa
haditsnya mustaqim (lurus) atau menggunakan lafaz lain yang menunjukkan
tautsiq, maka ini berarti Ibnu Hibban telah meneliti haditsnya dan menemukan
bahwa hadits tersebut sahih, lurus, dan sesuai dengan hadits-hadits para
perawi terpercaya lainnya. Maka orang seperti ini diberi tautsiq seperti halnya
tautsiq dari salah satu imam besar lainnya, mengingat posisi tinggi Ibnu Hibban
dalam ilmu al-jarh wa at-ta'dil (kritik dan penilaian perawi).
[Baca : Kitab Buhuts Fil Mustholah
karya Mahir Fahl hal. 288].
Syeikh al-Albaani berkata :
إنَّ ابْنَ حِبَّانَ
رَحِمَهُ اللهُ إِذَا وَثَّقَ رَجُلًا تَفَرَّدَ بِالتَّوْثِيقِ هُوَ دُونَ غَيْرِهِ
مِنْ أَئِمَّةِ الجَرْحِ وَالتَّعْدِيلِ نَقُولُ كَمَا قُلْنَا سَابِقًا إِنَّهُ لَا
يُوثَقُ بِتَوْثِيقِهِ إِلَّا هُنَا الإِسْتِثْنَاءُ إِلَّا إِذَا كَانَ هَذَا الرَّاوِي
الَّذِي وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَحْدَهُ وُجِدَ لَهُ مِنَ الرُّوَاةِ الثِّقَاتِ
المَعْرُوفِينَ كَثْرَةٌ يَغْلِبُ عَلَى قَلْبِ البَاحِثِ أَنَّ هَذِهِ الكَثْرَةَ
مِنَ الرُّوَاةِ حِينَما رَوَوا هَذَا عَنْ هَذَا الرَّاوِي الَّذِي تَفَرَّدَ بِتَوْثِيقِهِ
ابْنُ حِبَّانَ رَحِمَهُ اللهُ كَانَ ابْنُ حِبَّانَ مُصِيبًا فِي التَّوْثِيقِ لِكَثْرَةِ
الرُّوَاةِ عَنْهُ أَمَّا إِذَا تَفَرَّدَ بِتَوْثِيقِ رَاوٍ لَيْسَ لَهُ عَنْهُ إِلَّا
رَاوٍ وَاحِدٌ فَحِينَئِذٍ نُطَبِّقُ القَاعِدَةَ العَامَّةَ أَنَّنَا نَحْشُرُهُ فِي
زُمْرَةِ المَجْهُولِينَ الَّذِينَ وَثَّقَهُمْ ابْنُ حِبَّانَ
Sesungguhnya Ibnu Hibban rahimahullah apabila
beliau menilai tsiqah seorang lelaki dan beliau sendirian dalam menilai tsiqah
tersebut tanpa ada ulama jarh dan ta'dil lainnya yang menilainya, maka kita
katakan seperti yang kita katakan sebelumnya, yaitu : bahwa ia tidak dapat
dipercayai penilaian tsiqah darinya, namun di sini ada pengecualian, yaitu
kecuali :
Jika perawi yang dinilai tsiqah oleh Ibnu
Hibban secara sendirian itu didapati memiliki banyak perawi tsiqah yang dikenal
sehingga membuat peneliti yakin bahwa banyaknya perawi tersebut ketika mereka
meriwayatkan dari perawi yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Hibban rahimahullah,
maka Ibnu Hibban benar dalam penilaian tsiqot-nya ; karena banyaknya perawi
yang meriwayatkan darinya.
Namun, jika Ibnu Hibban sendirian menilai
tsiqah seorang perawi yang hanya memiliki satu perawi darinya, maka saat itu
kita menerapkan kaidah umum bahwa kita memasukkannya dalam golongan orang-orang
yang majhul yang dinilai tsiqah oleh Ibnu Hibban. [Sumber Fatawa
al-Albaani]
====
HADITS KE TIGA :
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ath-Thabarani dalam "Al-Mu'jam Al-Kabir" (25/42), dia berkata :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حدثنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حدثنا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي، عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو الزَّيْدِيَّةِ، مِنْ وَلَدِ زَيْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَتْ: اشْتَكَيْتُ وَجَعًا فِي حَلْقِي، فَأَتَيْتُهَا فَوَضَعَتْ لِي سَمْنَ بَقَرَةٍ، قَالَتْ: ( إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ، قَالَ: أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ ).
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepadaku seorang wanita dari keluargaku, dari Mulaikah binti Amr Az-Zaidiyyah, dari anak Zaidullah bin Sa’d, dia berkata:
“Aku mengeluh sakit di tenggorokanku, lalu aku datang kepadanya dan dia meletakkan lemak sapi untukku, dia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: Susunya adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit”.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam "Al-Maraasil (kumpulan hadits mursal)" no. (450), dia berkata:
حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ، مِنْ أَهْلِي عَنْ مُلَيْكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو، أَنَّهَا وُصِفَتْ لَهَا سَمْنُ بَقَرٍ مِنْ وَجَعٍ كَانَ بِحَلْقِهَا وَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: ( أَلْبَانُهَا شِفَاءٌ، وَسَمْنُهَا دَوَاءٌ، وَلَحْمُهَا دَاءٌ ).
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepadaku seorang wanita dari keluargaku dari Mulaikah binti Amr :
“Bahwa lemak sapi diresepkan untuknya karena sakit di tenggorokannya dan dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: "Susunya adalah penyembuh, lemaknya adalah obat, dan dagingnya adalah penyakit".
DERAJAT HADITS : PALSU
Didalam sanadnya terdapat seorang perawi wanita yang mubham karena tidak disebutkan namanya.
Al-Haitsami dalam al-Majma’ 5/90 berkata :
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ، وَالْمَرْأَةُ لَمْ تُسَمَّ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ ثِقَاتٌ.
"Diriwayatkan oleh Thabrani, dan perawi wanita tersebut tidak disebutkan namanya, dan sisa para perawinya adalah orang-orang yang dipercayai."
As-Sakhawi rahimahullah berkata :
وَلَيْسَ فِي سَنَدِهِ مَنْ يُنْظَرُ فِي حَالِهِ، إِلَّا المَرْأَةَ الَّتِي لَمْ تُسَمَّ، فَيُضَعِّفُ الحَدِيثَ بِسَبَبِهَا، لَا سِيَّمَا وَقَدْ صَحَّ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ضَحَّى عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ وَهُوَ لَا يَتَقَرَّبُ بِالدَّاءِ، ثُمَّ إِنَّ لَعَلَّ أَبَا دَاوُدَ لَمْ يَثْبُتْ عِنْدَهُ صُحْبَةَ مُلَيْكَةَ، حَيْثُ ذَكَرَ حَدِيثَهَا فِي المَرَاسِيلِ، وَصَنِيعُ المِزِّيِّ فِي الأَطْرَافِ يَقْتَضِي ذَلِكَ، فَإِنَّهُ قَالَ: يُقَالُ: لَهَا صُحْبَةٌ، لَكِنْ قَدْ ذَكَرَهَا ابْنُ مَنْدَهْ وَابْنُ عَبْدِ البَرِّ وَجَمَاعَةٌ فِي الصَّحَابَةِ بِلَا تَرَدُّدٍ. وَالعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى " انْتَهَى
"Dan tidak ada dalam sanadnya perawi yang dipertimbangkan keadaannya, kecuali wanita yang tidak disebutkan namanya, sehingga hadits ini menjadi lemah karenanya, terutama karena telah shahih bahwa Nabi ﷺ berkurban untuk istri-istrinya dengan sapi dan beliau tidak mungkin mendekatkan dirinya kepada penyakit.
Kemudian, mungkin Abu Dawud tidak menetapkan sahabat bagi Mulaikah, karena dia menyebut haditsnya dalam kitab “Maraasil (kumpulan hadits mursal)”. Dan tindakan Al-Mizzi dalam 'Al-Athraaf' menunjukkan hal itu, dia mengatakan: 'dikatakan : dia memiliki sahabat', tetapi Ibnu Mandah, Ibnu Abdil Barr, dan sekelompok ulama menyebutnya sebagai sahabat tanpa ada keraguan. Dan ilmu hanya di sisi Allah Ta'ala" . (Selesai dari "Al-Ajwibah Al-Murdhiyyah" (1 / 22-23).
Dan as-Sakhowi dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah hal. 528 no. 853, berkata :
وَكَذَا أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَابْنُ مَنْدَهُ فِي الْمَعْرِفَةِ، وَأَبُو نُعَيْمٍ فِي الطِّبِّ بِنَحْوِهِ، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ، لَكِنَّ الرِّوَايَةَ عَنْ مَلِيكَةَ لَمْ تُسَمِّ، وَقَدْ وَصَفَهَا الرَّاوِي عَنْهَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ أَحَدُ الْحُفَّاظِ بِالصِّدْقِ، وَأَنَّهَا امْرَأَتُهُ، وَذَكَرَ أَبُو دَاوُدَ لَهُ فِي مَرَاسِيلِهِ لِتَوَقُّفِهِ فِي صُحْبَةِ مَلِيكَةَ ظَنًّا، وَقَدْ جَزَمَ بِصِحَّتِهَا جَمَاعَةٌ، وَلَهُ شَوَاهِدُ مِنْهَا عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَفَعَهُ: عَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ وَسَمْنَانِهَا، وَإِيَّاكُمْ وَلُحُومَهَا، فَإِنَّ أَلْبَانَهَا وَسَمْنَانَهَا دَوَاءٌ وَشِفَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ، أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ وَتَسَاهَّلَ فِي تَصْحِيحِهِ لَهُ
Dan demikian pula diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, dan Ibnu Mandah dalam Al-Ma'rifah, serta Abu Nu'aim dalam At-Tibb dengan cara yang serupa. Para perawinya adalah orang-orang yang tepercaya. Namun, riwayat dari Malikah tidak disebutkan namanya. Namun demikian, perawi dari Malikah, yaitu Zuhair bin Mu'awiyah, salah satu dari para hafizh yang terpercaya, menggambarkannya dengan jujur bahwa dia adalah istrinya. Abu Dawud juga menyebutkan dalam kitabnya Al-Marasil bahwa dia menangguhkan (tawaqquf) dalam menetapkan status Malikah sebagai sahabat dengan perkiraan . Ada sekelompok ulama yang meyakinkan akan kebenarannya sebagai sahabat .
Hadits ini memiliki syahid-syahid, diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan: "Hendaklah kalian menggunakan susu dan mentega dari sapi, tetapi hindarilah dagingnya, karena susu dan menteganya adalah obat dan penyembuh, sedangkan dagingnya adalah penyakit." Al-Hakim meriwayatkannya, namun dia sembarang (menggampangkan) dalam menilai kesahihannya”. [SELESAI].
===
HADITS KEEMPAT :
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 7/298: ‘Abdullah bin Muhammad bin Yaasiin: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mu’aawiyyah Al-Anmathiy: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyaad Ath-Thahhaan, dari Maimuun, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
" سَمْنُ الْبَقَرِ وَأَلْبَانُهَا شِفَاءٌ وَلُحُومُهَا دَاءٌ “
“Lemak dan susu sapi adalah penyembuh, sedangkan dagingnya adalah penyakit”.
DERAJAT HADITS : PALSU
Riwayat ini PALSU, karena Muhammad bin Ziyaad Ath-Thahhaan adalah pendusta yang meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Maimuun bin Mihraan dan yang lainnya
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 845 no. 5927 dan Tahdziibut-Tahdziib 9/170-172 no. 253].
****
KESIMPULAN PARA ULAMA TENTANG DERAJAT HADITS
“DAGING SAPI ADALAH PENYAKIT”:
Syeikh Muhammad Shaleh al-Munajjid dalam Islamqa no. 424866, menyimpulkan :
هٰذَا الحَدِيْثُ وَرَدَ بِأَسَانِيْدَ لَا تَصِحُّ.
“Hadits ini diriwayatkan dengan sanad-sanad yang tidak sahih”.
Abu Hudzaifah al-Kuwaity dalam Aniis as-Saari (Takhrij Ahadits Fahul Bary) 3/1853 no. 1318 berkata :
قُلتُ: مِمّا يُقَوِّي ما ذَهَبَ إِلَيهِ أَبُو دَاوُدَ أَنَّ مَلِيكَةَ لَم تَذكُر أَنَّها سَمِعَت هَذَا الحَدِيثَ مِنَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ -، وَمَن ذَكَرَها فِي الصَّحَابَةِ فَلِأَجلِ هَذَا الحَدِيثِ، وَلَيسَ فِيهِ مَا يَدُلُّ عَلَى صُحبَتِهَا، وَبِاللهِ التَّوفِيقُ.
وَأَمّا حَدِيثُ ابنِ عَبَّاسٍ فَأَخرَجَهُ ابنُ عَدِيٍّ (6/ 2141) مِن طَرِيقِ مُحَمَّدِ بنِ زِيَادٍ الطَّحَّانِ عَن مَيمُونِ بنِ مِهرَانَ عَنِ ابنِ عَبَّاسٍ مَرفُوعًا "سَمْنُ البَقَرِ وَأَلبَانُهَا شِفَاءٌ، وَلُحُومُهَا دَاءٌ"
قَالَ السَّخَاوِيُّ: وَالطَّحَّانُ مُتَّهَمٌ بِالكَذِبِ" الأَجوِبَةُ المَرضِيَّةُ 1/ 24
قُلتُ: كَذَّبَهُ أَحمَدُ وَابنُ مَعِينٍ وَالجَوزَجَانِيُّ
Saya berkata: Yang memperkuat pendapat Abu Dawud ( bahwa hadits ini mursal) adalah bahwa Mulaikah tidak menyebutkan bahwa ia mendengar hadits ini dari Nabi ﷺ, dan orang yang menyebutkannya dalam golongan sahabat, maka itu karena hadits ini, namun yang benar di dalamnya tidak ada yang menunjukkan bahwa ia termasuk sahabat, wabillaahi at-tawfiq
Adapun hadits Ibnu Abbas, hadits tersebut dikeluarkan oleh Ibnu 'Adiy (6/2141) melalui jalur Muhammad bin Ziyad ath-Thahhan dari Maimun bin Mihran dari Ibnu Abbas secara marfu' "Lemak dan susu sapi adalah obat, sedangkan dagingnya adalah penyakit."
Maka As-Sakhawi berkata: "Ath-Thahhan tertuduh sebagai pendusta." [Al-Ajwibah al-Mardhiyyah 1/24].
Saya katakan pula : Ahmad, Ibnu Ma'in, dan Al-Jawzaajani menuduhnya pula pendusta. [SELESAI]
Syeikh Sulaiman al-‘Alwan, berkata :
هَذَا الْخَبَرُ جَاءَ بِأَسَانِيدَ مُنْكَرَةٍ عِنْدَ الطَّبَرَانِيِّ فِي الْمُعْجَمِ الْكَبِيرِ، وَالْحَاكِمِ فِي الْمُسْتَدْرَكِ. وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ فِي الْمَرَاسِيلِ مِنْ طَرِيقِ زُهَيْرِ بْنِ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَتْنِي امْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِي عَنْ مَلِيكَةَ بِنْتِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم -، وَهَذَا مُرْسَلٌ ضَعِيفٌ.
وَلَمْ يَثْبُتْ فِي النَّهْيِ عَنْ لَحْمِ الْبَقَرِ شَيْءٌ … فَالَّذِي يَجِبُ الْقَطْعُ بِهِ أَنَّ هَذَا الْأَثَرَ بَاطِلٌ، وَلَيْسَ لِتَصْحِيحِهِ وَجْهٌ مُعْتَبَرٌ، وَقَدْ أَجَادَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ فِي قَوْلِهِ: فَكُلُّ حَدِيثٍ رَأَيْتُهُ يُخَالِفُ الْمَعْقُولَ أَوْ يُنَاقِضُ الْأُصُولَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مَوْضُوعٌ فَلَا تَتَكَلَّفْ اعْتِبَارَهُ " انْتَهَى.
"Khabar ini datang dengan sanad-sanad yang munkar (tidak sahih) pada ath-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak.
Abu Dawud meriwayatkannya dalam al-Maraasil (kumpulan hadits mursal) dari jalur Zuhair bin Mu'awiyah, bahwa seorang wanita dari keluargaku menceritakan kepada saya, dari Mulaikah binti 'Amr, dari Nabi ﷺ. Namun, ini adalah hadits mursal yang lemah.
Tidak ada hadits yang menetapkan larangan terhadap daging sapi... Oleh karena itu, yang harus diputuskan adalah bahwa riwayat ini adalah batil, dan tidak ada alasan yang kuat untuk menguatkan riwayat ini.
Ibnul Jawzi sangat bijak dalam mengatakan: 'Setiap hadits yang saya lihat bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar, maka ketahuilah bahwa itu adalah hadits palsu, maka janganlah bersusah payah untuk mempertimbangkan itu”. [SELESAI]
Syeikh Mushthofa al-‘Adawi dalam Silsilah at-Tafsir 42/25 berkata :
"لَا نَعرِفُ أَنَّ مِنَ العُلَمَاءِ مَن صَحَّحَ حَدِيثَ (لُحُومُهَا دَاءٌ، وَأَلبَانُهَا دَوَاءٌ، وَسَمْنُهَا شِفَاءٌ) فِي البَقَرِ، لَكِن بَعدَ مُرَاجَعَةِ هَذَا الحَدِيثِ، وَالبَحثِ فِي الطُّرُقِ الَّتِي وُرِدَت، وَجَدنَا أَنَّ اللَّفظَ الأَوَّلَ أَقرَبُ إِلَى الوَضعِ وَالكَذِبِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ، لَكِن الثَّابِتَ (أَلبَانُهَا دَوَاءٌ، وَسَمْنُهَا شِفَاءٌ)، أَمَّا (لُحُومُهَا دَاءٌ) فَحَدِيثِيًّا لَيسَت بِثَابِتَةٍ، مِن نَاحِيَةِ العِلَلِ وَالرِّجَالِ لَيسَت بِثَابِتَةٍ بِحَالٍ مِنَ الأَحوَالِ، وَمِن نَاحِيَةِ النَّظَرِ أَيضًا وَعُمُومِ الشَّرِيعَةِ لَا تَثبُتُ، فَإِنَّ اللهَ قَالَ: {وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ} [الزمر:6] فُسِّرَت بِقَولِهِ: {وَمِنَ الإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ البَقَرِ اثْنَيْنِ} [الأنعام:144]، وَالنَّبِيُّ ضَحَّى عَن نِسَائِهِ بِالبَقَرِ، وَإِبرَاهِيمُ رَاغَ إِلَى أَهلِهِ فَجَاءَ بِعِجلٍ حَنِيذٍ، عَلَى رَأْيِ مَن قَالَ: إِنَّ العِجلَ الحَنِيذَ مِنَ البَقَرِ، وَهُوَ رَأْيُ أَكثَرِ العُلَمَاءِ، وَاللهُ أَعلَمُ".
Kami tidak mengetahui akan adanya ulama yang mensahihkan hadits "Dagingnya adalah penyakit, susunya adalah obat, dan lemaknya adalah obat penyembuh" tentang sapi, tetapi setelah kami meninjau hadits ini dan meneliti jalur-jalur yang ada, kami menemukan bahwa lafaz pertama lebih dekat kepada kedustaan dan pemalsuan terhadap Rasulullah ﷺ.
Namun yang sahih adalah "Susunya adalah obat, dan lemaknya adalah penyembuh," adapun lafadz "Dagingnya adalah penyakit" maka itu tidak sahih secara ilmu hadits.
Dari segi ‘ilal (cacat-cacat) dan perawi, hadits tersebut tidak sahih dalam keadaan apapun.
Dari segi penalaran dan keseluruhan syariat juga tidak sahih, karena Allah berfirman:
{Dan Dia menurunkan untuk kamu delapan pasang dari binatang ternak} [Az-Zumar: 6],
Yang dijelaskan dengan firman-Nya:
{Dan dari unta dua, dan dari sapi dua} [Al-An'am: 144].
Nabi ﷺ juga berkurban untuk istri-istrinya dengan sapi. Dan Nabi Ibrahim pergi kepada keluarganya lalu datang dengan membawa hidangan anak sapi yang dipanggang, menurut pendapat yang mengatakan bahwa makna “Ijlin Haniid” adalah dari jenis sapi, dan ini adalah pendapat mayoritas para ulama. Wallahu a'lam”[SELESAI].
SYEIKH AL-ALBAANI :
Hadits ini di nilai shahih oleh al-Albaani dalam Shahih al-Jaami’ no. 1233 dan memasukkannya dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah 4/46 no. 1533.
****
FIQIH HADITS :
Syeikh Muhammad Shalih al-Munajjid Islamqa 4/118 no. 134801 berkata :
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ: فَجَمِيعُ الْعُلَمَاءِ مُتَّفِقُونَ عَلَى حِلِّ أَكْلِ لَحْمِ الْبَقَرِ، وَلَكِنْ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ يُحَذِّرُونَ مِنْ الْمُبَالَغَةِ فِي أَكْلِهِ، خَاصَّةً إِذَا لَمْ يَنْضَجْ عَلَى النَّارِ إِلَى حَدِّ الِاسْتِوَاءِ الْكَافِي، وَهَذَا هُوَ أَيْضًا تَفْسِيرُ الدَّاءِ النَّاجِمِ عَنْهُ، عِنْدَ مَنْ حَسَّنَ الْحَدِيثَ السَّابِقَ مِنَ الْعُلَمَاءِ.
Namun demikian, semua ulama sepakat bahwa memakan daging sapi halal, meskipun beberapa ulama memperingatkan dari mengonsumsinya berlebihan, terutama jika tidak dimasak sampai matang dengan baik. Ini juga merupakan penjelasan dari penyakit yang mungkin timbul, menurut sebagian ulama yang telah menilai hasan hadits sebelumnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
" لَحْمُ الْبَقَرِ عَسِيرُ الْانِهِضَامِ، بَطِيءُ الْانْحِدَارِ، وَيُوْرَثُ إِدْمَانَهُ الْأَمْرَاضَ السُّودَاوِيَّةَ، وَلَحْمُ الْعَجَلِ وَلَا سِيمَا السَّمِينُ مِنْ أَعْدَلِ الْأَغْذِيَةِ، وَأَطْيَبِهَا، وَأَلْذِهَا، وَأَحْمَدِهَا، وَإِذَا انْهَضَمَ غَذَى غَذَاءً قَوِيًّا " انْتَهَى.
'Daging sapi sulit dicerna, lambat dalam pemecahannya, dan bisa menyebabkan penyakit kronis. Sedangkan daging anak sapi, terutama yang gemuk, adalah salah satu makanan yang paling seimbang, paling lezat, dan paling baik. Ketika dicerna, memberi nutrisi yang kuat.'
"Zaadul Ma'aad" (4/374).
Dan Syeikh Al-Albani rahimahullah, ulama yang menilai shahih hadits ini berkata:
" كُلُّ لَحْمِ الْبَقَرِ، وَفِيهِ الْعَافِيَةُ، لِأَنَّ آلَ النَّبِيِّ وَأَهْلَهُ أَكَلُوا لَحْمَ الْبَقَرِ، وَضَحَّى الرَّسُولُ ﷺ عَنْ أَهْلِهِ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِالْبَقَرِ، لَكِنْ أُنْصِحُكَ بِأَنْ لَا تُكْثِرَ مِنْهُ؛ لِأَنَّ هَذَا الْإِكْثَارَ هُوَ مَرَادُ الْحَدِيثِ " انْتَهَى.
'Semua daging sapi itu baik untuk kesehatan, karena keluarga Nabi ﷺ dan sahabatnya telah memakan daging sapi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyembelih hewan sapi untuk keluarganya pad asaat Haji Wada'. Namun, saya menyarankan agar Anda tidak mengonsumsinya secara berlebihan, karena ini adalah tujuan dari hadits tersebut.'
"Silsilah al-Huda wa an-Nur" (Nomor/236 (7:20-8).
*****
YANG BENAR DAGING SAPI ADALAH MAKANAN SEHAT DAN HALAL
Semua jalan riwayat tentang daging sapi itu penyakit ada kelemahan, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Yang lebih penting dari itu, riwayat-riwayat ini bertentangan dengan nash-nash mutawatir tentang halal dan baiknya daging sapi.
====
PERTAMA :
Boleh hukumnya berkurban dengan sapi. Allah ta’ala berfirman:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir” [QS. Al-Hajj: 28].
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [QS. Al-Hajj: 34].
“بَهِيْمَةُ الأَنْعَامِ” (binatang ternak) dalam ayat tersebut maknanya (dalam bahasa ‘Arab) adalah domba, sapi, atau onta. Udlhiyyah tidaklah sah kecuali dengan tiga jenis binatang ini.
Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama [lihat Al-Mughni oleh Ibnu Quddaamah 11/99, Al-Ma’uunah 1/658, dan Mukhtashar Ikhtilafil-‘Ulamaa’ oleh Ath-Thahawiy 3/224].
Bahkan Ibnu Rusyd dalam Bidaayatul-Mujtahid 2/435 dan Ash-Shan’aniy dalam Subulus-Salaam 4/176 menukil adanya ijma’ akan hal tersebut.
Dari Aisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata:
وَضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ نِسَائِهِ بِالْبَقَرِ
“….Dan Rasulullah ﷺ berkurban sapi untuk istri-istrinya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 294 & 5559 dan Muslim no. 1211].
Dari Ibnu ‘Abbaas radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً، وَفِي الْجَزُورِ عَشَرَةً
“Kami pernah bersama Nabi ﷺ dalam satu perjalanan. Tibalah hari ‘Iedul-Adhlaa. Lalu kami berserikat sebanyak tujuh orang untuk seekor sapi dan sepuluh orang untuk seekor onta”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 905 & 1501, Ahmad 1/275, Ibnu Maajah no. 3131, An-Nasaa’iy 7/222, Ibnu Khuzaimah no. 2908, Ibnu Hibbaan no. 4007, dan yang lainnya; shahih].
Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk memakan dan membagikannya kepada kaum muslimin (agar mereka dapat turut memakannya).
Dari Salamah bin Al-Akwa’, ia berkata: Telah bersabda Nabi ﷺ:
" مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ، وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ "، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي، قَالَ: كُلُوا، وَأَطْعِمُوا، وَادَّخِرُوا، فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Barangsiapa di antara kalian yang berkurban, maka janganlah ada sisa daging kurban di rumahnya pada hari ketiga”.
Pada tahun berikutnya para shahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah kami akan lakukan seperti tahun lalu?”.
Beliau menjawab: “Sekarang, makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah. Tahun lalu aku melarangnya karena pada saat itu orang-orang dalam keadaan sulit dan aku ingin membantu mereka dengan daging kurban tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5569].
====
KEDUA :
Daging sapi merupakan hidangan istimewa yang sudah dikenal semenjak dulu. Allah ta’ala berfirman:
إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ * فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ * فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ
“(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaaman", Ibraahiim menjawab: "Salaamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibraahiim berkata: "Silakan kamu makan" [QS. Adz-Dzaariyyaat: 25-27].
Dan firman Allah SWT :
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ “
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Salaman" (Selamat). Ibrahim menjawab: "Salamun" (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang” [QS. Huud: 69].
KETIGA :
Sapi halal untuk dimakan, dan Allah ta’ala hanya menghalalkan sesuatu yang baik bagi manusia.
Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ “
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [QS. Al-A’raaf: 154].
Seandainya daging sapi mengandung penyakit dan memberikan mudlarat bagi siapa saja yang memakannya, niscaya Allah ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ tidak akan menjadikannya sebagai hewan kurban dan melarang manusia untuk memakannya.
Adanya kontradiksi dengan nash-nash di atas sebagai penguat kelemahan hadits daging sapi merupakan penyakit. Oleh karena itu, kami menilai bahwa hadits daging sapi merupakan penyakit adalah Hadits Munkar yang tidak boleh disandarkan kepada Nabi ﷺ.
As-Sakhawiy rahimahullah menyebutkannya dalam Al-Maqaashidul-Hasanah no. 713 & 854.
*****
SHAHIHKAN HADITS BERIKUT INI ? :
(مَا أَنزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ دَوَاءً، فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ، فَإِنَّهَا تَرُمُّ مِنْ كُلِّ الشَّجَرِ).
"Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya, maka minumlah susu sapi, karena ia memakan dari setiap pohon."
[Tanpa menyebutkan bahwa “daging sapi adalah penyakit. Pen]
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam "Shahih"-nya (13/439), Al-Hakim dalam "Al-Mustadrak" (4/196), An-Nasa'i dalam "As-Sunan Al-Kubra" (6/298) dan (7/82), Ibnu Al-Ja'd dalam "Al-Musnad" (2/806), dan lainnya; melalui jalur-jalur yang saling menguatkan satu sama lain.
عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: (مَا أَنزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ دَوَاءً، فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ، فَإِنَّهَا تَرُمُّ مِنْ كُلِّ الشَّجَرِ).
Dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:
Rasulullah ﷺ bersabda: (Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia menurunkan obatnya, maka minumlah susu sapi, karena ia merumput dari setiap pohon).
Al-Hakim berkata:
" هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ "
"Hadits ini sahih menurut syarat Muslim dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim".
Dan Adz-Dzahabi tidak mnegkritiknya dalam hal ini.
Para pentahqiq kitab Shahih Ibnu Hibban berkata:
"إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، رِجَالُهُ ثِقَاتُ رِجَالِ الشَّيْخَيْنِ غَيْرَ حَمِيدِ بْنِ زَنْجَوَيْهِ، وَهُوَ ثِقَةٌ رَوَى لَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ" انتَهَى.
"Sanadnya sahih, perawinya terpercaya, perawi Syaikhain kecuali Hamid bin Zanjaweih, dia terpercaya, Abu Dawud dan An-Nasa'i meriwayatkan darinya" selesai.
As-Sakhawi rahimahullah berkata:
وَأَصْلُ هَذَا الْحَدِيثِ قَدْ أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ، وَالطَّحَاوِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ، وَالْحَاكِمُ، مِنْ رِوَايَةِ طَارِقٍ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا: (مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ فَإِنَّهَا تَرُمُّ مِنْ كُلِّ الشَّجَرِ)، وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ... " انْتَهَىَ.
"Asal hadits ini telah dikeluarkan oleh An-Nasa'i, Ath-Thahawi, dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dari riwayat Thariq dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu':
(Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia menurunkan penyembuhnya, maka minumlah susu sapi karena ia merumput dari setiap pohon), dan para perawinya terpercaya..." selesai. "Al-Ajwibah Al-Murdhiyyah" (1 / 25).
Lihat pula : "Al-Matalib Al-Aliyah" oleh Ibnu Hajar (11/19) dan seterusnya, serta catatan para pentahqiq.
Dan Sheikh Syu’aib al-Arna’uth dalam tahqiqnya terhadap Shahih Ibnu Hibban mengatakan:
"إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ، رِجَالُهُ ثِقَاتُ رِجَالِ الشَّيْخَيْنِ غَيْرَ حَمِيدِ بْنِ زَنْجُويَهْ، وَهُوَ ثِقَةٌ رَوَى لَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ" انتَهَى.
"Sanadnya sahih, para perawinya adalah thiqat (terpercaya), kecuali Hamid bin Zanjawayh, yang merupakan perawi yang dipercayai oleh Abu Dawud dan An-Nasa'i." Selesai.
Dan Al-Syaikh Al-Albani mensahihkannya dalam "Al-Silsilah Al-Sahihah" (2/45).
0 Komentar