Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

HUKUM MENGUMUMKAN BERITA KEMATIAN (AN-NA’YU) MELALUI MEDIA KOMUNIKASI MODERN

HUKUM MENGUMUMKAN BERITA DUKA KEMATIAN (AN-NA’YU) MELALUI MEDIA KOMUNIKASI MODERN

Di Tulis Oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


=====

DAFTAR ISI :

  • PENDAHULUAN :
  • DEFINISI AN-NA’YU (النَّعْيُ):
  • MACAM-MACAM PENGUMUMAN BERITA KEMATIAN (AN-NA’YU) DAN HUKUM-NYA
  • SINGKATNYA:
  • RINCIAN MASING-MASING DARI TIGA MACAM AN-NA’YU :
  • MACAM KESATU : AN-NA’YU YANG MUBAH (BOLEH).
  • DALIL-DALIL AN-NA’YU YANG MUBAH:
  • BOLEH HUKUM AN-NA’YU UNTUK TUJUAN SELAIN SHALAT JENAZAH:
  • BOLEH MEMUJI MAYIT TANPA BERLEBIHAN:
  • MACAM KEDUA : AN-NA’YU YANG MAKRUH :
  • MACAM KETIGA : AN-NA’YU YANG HARAM :
  • DALIL-DALIL AN-NA’YU YANG HARAM:
  • PENGGABUNGAN ANTARA HADITS PERINTAH DAN LARANGAN AN-NA’YU:
  • HUKUM AN-NA’YU MELALUI MEDIA KOMUNIKASI MODERN
  • FATWA SYEIKH AL-ALBANI TENTANG BID’AH MOBIL AMBULANCE JENAZAH:
  • FATWA SYEIKH AL-ALBANI LARANGAN AN-NA'YU MENGGUNAKAN SPEAKER :

*****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

*****

PENDAHULUAN :

Dari Hudzifah radhiyallhu ‘anhu :

‌أَنَّ ‌النَّبِيَّ ﷺ ‌كَانَ ‌يَنْهَى ‌عَنِ ‌النَّعْيِ.

“Bahwa Nabi  melarang pengumuman kematian (an-na'yu)”.

Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

"نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الْحَبَشَةِ يَوْمَ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ، فَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ".

(Rasulullah  mengumumkan (نَعَى) kepada kami kematian Najasyi, pemimpin Habasyah, pada hari wafatnya, lalu beliau bersabda: "Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian").

*****

DEFINISI AN-NA’YU (النَّعْيُ):

An-Na’yu (النَّعْيُ = menyebarluaskan berita kematian ):

Makna an-Na’yu adalah:

"إِشَاعَةُ ذِكْرِ شَيْءٍ".

“Menyebar luaskan berita tentang sesuatu”. (Baca : Mu'jam Maqayis al-Lughah oleh Ibnu Faris 5/447 nayi).

Dan termasuk di dalamnya adalah :

الإِخْبَارُ بِمَوْتِ المَيِّتِ

“Memberitahukan kematian seseorang”. (Baca : al-Qamus al-Muhit oleh al-Firuzabadi hlm. 1726 dan al-Misbah al-Munir oleh al-Fayumi hlm. 235. nayi).

Dikatakan dalam Lisan al-Arab (15/334 na'a):

"النَّعْيُ خَبَرُ الْمَوْتِ.. وَجَاءَ نَعْيُ فُلَانٍ هُوَ خَبَرُ مَوْتِهِ.. يُقَالُ نَعَى الْمَيِّتَ يَنْعَاهُ نَعْيًا إِذَا أَذَاعَ خَبَرَ مَوْتِهِ وَأَخْبَرَ بِهِ.. وَكَانَتِ الْعَرَبُ إِذَا قُتِلَ مِنْهُمْ شَرِيفٌ، أَوْ مَاتَ بَعَثُوا رَاكِبًا إِلَى قَبَائِلِهِمْ يَنْعَاهُ إِلَيْهِمْ فَنَهَى النَّبِيُّ ﷺ عَنْ ذَلِكَ". أ.هـ.

“an-Na’yu adalah berita kematian.. dan datanglah na’yu fulan, yakni kabar berita kematiannya.. dikatakan “na’yu al-mayyit yan'aahu na’yan”, jika dia menyebarkan luaskan berita kematiannya dan mengkabar beritakannya..

Dan kebiasaan orang Arab ketika ada salah satu dari mereka, orang yang terhormat terbunuh, atau mati, maka mereka mengirim seorang penunggang kendaraan pergi keliling ke suku-suku mereka untuk menyebarkan luaskan beritanya sehingga Nabi  melarang hal itu].

Pengumuman berita duka (النَّعْيُ) : Kadang di artikan sebagai berikut :

الإِخْبَارِ بِمَوْتِ المَيِّتِ وَإِذَاعَةِ ذَلِكَ

“ Sebatas pemberitahuan kematian seseorang dan menyebarkan luaskannya”

Dan terkadang pula di artikan :

مَا قَدْ يُصَاحِبُ ذَلِكَ مِنْ تَعْدَادِ مَنَاقِبِ المَيِّتِ

“Pemberitahuan kematian seseorang dan menyebarkan luaskannya , disertai dengan penyebutan satu persatu tentang keutamaan dan manaqib si mayit semasa hidupnya”.

At-Tirmidzi dalam Jami'nya hlm. (239) pertama :

" وَالنَّعْيُ عِنْدَهُمْ أَنْ يُنَادِى في النَّاسِ أَنَّ فُلَاناً مَاتَ لِيَشْهَدُوا جِنَازَتَهُ "

"Pengumuman kematian menurut mereka adalah Nidaa’ (berteriak dengan perkataan yang mangandung makna panggilan dan undangan) pada orang-orang bahwa seseorang telah meninggal agar mereka menghadiri jenazahnya."

Ibnu Atsir berkata dalam An-Nihayah (5/85):

" نَعَى المَيِّتَ إِذَا أَذَاعَ مَوْتَهُ ، وَأَخْبَرَ بِهِ ، وَإِذَا نَدَبَهُ " .

"Mengumumkan kematian seseorang berarti menyebarkan berita kematiannya dan memberitahukannya, serta meratapinya."

Qalyubi mengatakan dalam hasyiyahnya (1/345):

" وَهُوَ النِّدَاءُ بِمَوْتِ الشَّخْصِ ، وَذِكْرُ مَآثِرِهِ وَمَفَاخِرِهِ " .

"(An-Na’yu) adalah an-Nidaa (seruan disertai teriakan, panggilan dan undangan) pada kematian seseorang disertai dengan penyebutan jasa-jasanya dan hal-hal yang membanggakannya."

Makna an-Nidaa (النِّدَاءُ) : berteriak, memanggil dan mengundang .

*****

MACAM-MACAM PENGUMUMAN BERITA KEMATIAN (AN-NA’YU) DAN HUKUM-NYA

An Na’yu ((النَّعْيُ)) pengumuman kematian itu ada tiga macam: mubah, makruh, dan haram:

====

SINGKATNYA adalah sbb :

MACAM KESATU : AN-NA’YU YANG MUBAH (BOLEH).

Yaitu Murni hanya berupa pengumuman biasa atas kematian si mayit tanpa disertai dengan an-Nidaa (teriakan suara yang keras).

MACAM KEDUA : AN-NA’YU YANG MAKRUH :

Yaitu pengumuman kematiannya disertai dengan seruan dengan suara yang keras, namun tanpa menyebutkan mafakhir mayit (hal-hal yang membanggakannya) dan ma’aatsir mayit (jasanya, pengaruhnya, jejaknya dan peninggalannya).

Makna Al Ma’atsir adalah apa saja yang berkaitan dengan sifat si mayit itu sendiri. Sementara makna Al Mafakhir adalah kebanggaan yang berkaitan dengan nasabnya”.

MACAM KETIGA : AN-NA’YU YANG HARAM :

Yaitu Na’yu jahiliyah, contohnya seseorang berdiri berteriak-teriak mengumumkan berita duka di dalam pesta-pesta umum yang disertai dengan penyebutan Mafakhir al-Mayyit (kebanggaan-kebanggaan yang ada pada mayit) dan Ma’atsir al-Mayyit (jasa-jasanya, pengaruh-pengaruhnya dan jejak-jejaknya) yang dibarengi dengan teriakan, tangisan yang menyayat dan shock berat (tidak menerima keadaan).

======

RINCIAN MASING-MASING DARI TIGA MACAM AN-NA’YU :

---------

MACAM KESATU : AN-NA’YU YANG MUBAH (BOLEH).

Adapun an-Na’yu yang mubah, adalah :

الإِعْلَامُ المُجَرَّدُ بِمَوْتِ المَيِّتِ مِنْ غَيْرِ نِدَاءٍ

Murni hanya berupa pengumuman biasa atas kematian si mayit tanpa disertai dengan an-Nidaa (seruan yang disertai dengan teriakan suara yang tinggi).

Adapun pemberitahuan tentang kematian dengan cara yang wajar dan sederhana, maka mayoritas para ulama dari kalangan Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan lainnya membolehkan pemberitahuan tentang kematian tanpa adanya seruan; untuk tujuan menshalatkan jenazah.

Lihat: Fathul Qadir (2/127), Hasyiyah Ad-Dasuqi (1/24), Nihayatul Muhtaj (3/20), Al-Iqna' (1/331), Tuhfatul Ahwadzi (4/61), As-Sail Al-Jarar (1/339).

Bahkan sekelompok para ulama ada yang berpendapat bahwa hal itu disunnahkan.

Lihat: Al-Binayah Syarh Al-Hidayah (3/267), Al-Khurashi 'ala Mukhtashar Khalil (2/139), Al-Adzkar karya An-Nawawi hlm. (226).

Syeikh as-Skraan at-Tamimi berkata :

وَقَدْ رَخَّصَ فِي هَذَا: جَمَاهِيرُ أَهْلِ الْعِلْمِ كَمَا مَرَّ بِكَ، وَمِمَّنْ رَخَّصَ فِيهِ بِحَقِّهِ: أَبُو هُرَيْرَةَ وَابْنُ عُمَرَ وَابْنُ سِيرِينَ وَغَيْرُ مَا وَاحِدٍ مِنَ السَّلَفِ. وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ لِلَّذِي دُفِنَ لَيْلًا: "أَلَا آذَنْتُمُونِي؟"

"Mayoritas ulama telah memberikan keringanan dalam hal ini, seperti yang telah diketahui, dan di antara yang memberikan keringanan dalam hal ini dengan alasan yang benar adalah: Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Sirin, dan beberapa ulama salaf lainnya. Nabi Muhammad  pernah berkata kepada seseorang yang menguburkan pada malam hari: 'Mengapa kalian tidak memberitahuku?'"

Al-Kassaani berkata:

" وَلَا بَأْسَ بِإِعْلَامِ النَّاسِ بِمَوْتِهِ مِنْ أَقْرِبَائِهِ وَأَصْدِقَائِهِ وَجِيرَانِهِ لِيُؤَدُّوا حَقَّهُ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ ، وَالدُّعَاءِ وَالتَّشْيِيعِ ، .. وَلِأَنَّ فِي الْإِعْلَامِ تَحْرِيضًا عَلَى الطَّاعَةِ ، وَحَثًّا عَلَى الِاسْتِعْدَادِ لَهَا ، فَيَكُونُ مِنْ بَابِ الْإِعَانَةِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ، وَالتَّسَبُّبِ إلَى الْخَيْرِ ، وَالدَّلَالَةِ عَلَيْهِ".

“Tidak apa-apa mengumumkan kematiannya kepada semua orang, kerabatnya, teman-temannya, tetangganya, agar mereka menunaikan haknya untuk menshalatinya, mendoakannya, dan mengantarkan jenazahnya; karena dalam pengumuman itu terdapat memotivasi untuk berbuat ketaatan, dan anjuran untuk mempersiapkannya. Maka hal ini masuk dalam ranah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, serta menjadi sebab kebaikan dan mengarahkan kepadanya”. (Badai’ As Shanai’: 3/207)

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab "Fathul Bari" 3/177 berkata :

"النَّعْي لَيْسَ مَمْنُوعًا كُلّه، وَإِنَّمَا نُهِيَ عَمَّا كَانَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة يَصْنَعُونَهُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ مَنْ يُعْلِن بِخَبَرِ مَوْت الْمَيِّت عَلَى أَبْوَاب الدُّور وَالأَسْوَاق .

قَالَ سَعِيد بْن مَنْصُور : أَخْبَرَنَا اِبْن عُلَيَّة عَنْ اِبْن عَوْن قَالَ قُلْت لإِبْرَاهِيم : أَكَانُوا يَكْرَهُونَ النَّعْي ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ اِبْن عَوْن : كَانُوا إِذَا تُوُفِّيَ الرَّجُل رَكِبَ رَجُل دَابَّة ثُمَّ صَاحَ فِي النَّاس : أَنْعِي فُلانًا . وقَالَ اِبْن سِيرِينَ : لا أَعْلَم بَأْسًا أَنْ يُؤْذِن الرَّجُل صَدِيقه وَحَمِيمه .

وَحَاصِله أَنَّ مَحْض الإِعْلام بِذَلِكَ لا يُكْرَه , فَإِنْ زَادَ عَلَى ذَلِكَ فَلا " انتهى".

"Pengumuman kematian (النَّعْي) tidak sepenuhnya dilarang, yang dilarang adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah. Mereka mengutus seseorang untuk mengumumkan berita kematian di pintu-pintu rumah dan di pasar-pasar.

Sa'id bin Manshur berkata: Ibnu Ulayyah memberitahu kami dari Ibnu Aun. Ia berkata : 'Aku bertanya kepada Ibrahim: Apakah mereka membenci pengumuman kematian? Ia menjawab: Ya.

Ibnu Aun berkata: Ketika seseorang meninggal, seseorang menunggangi hewan lalu berteriak kepada orang-orang: Aku mengumumkan kematian si fulan.'

Ibnu Sirin berkata: 'Aku tidak melihat ada masalah jika seseorang memberitahu temannya atau kerabat dekatnya.'

Kesimpulannya : bahwa jika murni hanya sebatas menginformasikan kematian maka itu tidak dimakruhkan. Jika lebih dari itu, maka itu dimakruhkan." [Selesai]

FATWA AL-LAJNAH AD-DAIMAH - KSA :

Disebutkan di dalam Fatawa Lajnah Daimah (8/402):

"يَجُوزُ دُعَاءُ أَقَارِبِ المَيِّتِ وَأَصْحَابِهِ وَجِيرَانِهِ إِذَا تُوُفِّيَ مِنْ أَجْلِ أَنْ يُصَلُّوا عَلَيْهِ، وَيَدْعُوا لَهُ، وَيَتْبَعُوا جَنَازَتَهُ، وَيُسَاعِدُوا عَلَى دَفْنِهِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَخْبَرَ أَصْحَابَهُ لَمَّا تُوُفِّيَ النَّجَاشِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ بِمَوْتِهِ لِيُصَلُّوا عَلَيْهِ" انْتَهَى.

“Dibolehkan untuk mengajak kerabat si mayit, teman-temannya, tetangganya agar mereka ikut menshalatkannya, mendoakannya, mengantarkan jenazahnya, membantu proses penguburannya; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberitahukan kepada para sahabat akan kematian raja Najasyi –rahimahullah- dan mengajak mereka untuk menshalatkannya”.

------

DALIL-DALIL AN-NA’YU YANG MUBAH :

DALIL KE 1 :

Dan mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (1333) dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ، وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ ، وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ .

“Bahwa Rasulullah  mengumumkan kematian (نَعَى) Najasyi pada hari wafatnya, lalu beliau keluar bersama mereka menuju lapangan shalat, menyusun barisan mereka, dan bertakbir sebanyak empat kali atasnya.

Dalam riwayat Bukhari (1328) yang lain :

"نَعَى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ النَّجَاشِيَّ صَاحِبَ الْحَبَشَةِ يَوْمَ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ، فَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ".

(Rasulullah  mengumumkan (نَعَى) kepada kami kematian Najasyi, pemimpin Habasyah, pada hari wafatnya, lalu beliau bersabda: "Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian").

Dikatakan oleh Al-Hafizh:

"وَذَلِكَ أَنَّهُ كَانَ بِالمَدِينَةِ أَقَارِبُ لِلنَّجَاشِيِّ مِمَّنْ قَدِمَ مَعَ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ مِنَ الجَبَشَةِ كَذِي مِخْمَرٍ ابْنِ أَخِي النَّجَاشِيِّ".

Karena di Madinah ada kerabat Najasyi dari mereka yang datang bersama Ja'far bin Abi Thalib dari Habasyah seperti Dzu Mukhamir, keponakan Najasyi (Fath al-Bari [3/141]).

Dan dikatakan oleh Ibnu Daqiq al-'Id:

"قِيلَ: إِنَّهُ مَاتَ بِأَرْضٍ لَمْ يُقَمْ فِيهَا عَلَيْهِ فَرِيضَةُ الصَّلَاةِ فَيَتَعَيَّنُ الإِعْلَامُ بِمَوْتِهِ لِيُقَامَ فَرْضُ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ".

“Dikatakan: Sesungguhnya dia meninggal di suatu tempat di mana kewajiban shalat tidak ditegakkan atasnya, maka perlu diumumkan kematiannya agar kewajiban shalat dapat ditegakkan untuknya”. (Ihkam al-Ahkam [1/364]).

An-Nawawi berkata dalam "Syarah Muslim":

"فِيهِ : اِسْتِحْبَاب الإِعْلام بِالْمَيِّتِ لا عَلَى صُورَة نَعْي الْجَاهِلِيَّة، بَلْ مُجَرَّد إِعْلَام للصَّلَاة عَلَيْهِ وَتَشْيِيعه وَقَضَاء حَقّه فِي ذَلِكَ، وَاَلَّذِي جَاءَ مِنْ النَّهْي عَنْ النَّعْي لَيْسَ الْمُرَاد بِهِ هَذَا، وَإِنَّمَا الْمُرَاد نَعْي الْجَاهِلِيَّة الْمُشْتَمِل عَلَى ذِكْر الْمَفَاخِر وَغَيْرهَا " انتهى

"Di dalamnya terdapat anjuran untuk mengumumkan kematian seseorang, namun bukan dalam bentuk pengumuman kematian ala jahiliyah (نَعْي الْجَاهِلِيَّة), akan tetapi hanya sekadar pemberitahuan untuk menyalatkannya, mengantarkan jenazahnya, dan memenuhi haknya dalam hal itu.

Adapun larangan pengumuman kematian yang datang dalam hadits, maka itu tidak dimaksudkan untuk ini, akan tetapi yang dimaksud adalah pengumuman kematian ala jahiliyah (نَعْي الْجَاهِلِيَّة) yang berisi penyebutan keutamaan-keutamaan dan hal-hal yang membanggakan lainnya." Selesai.

DALIL KE 2 :

Mereka juga berargumen dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari (458) dan Muslim (956) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu :

"أَنَّ رَجُلًا أَسْوَدَ أَوْ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَ يَقُمُّ الْمَسْجِدَ ، فَمَاتَ ، فَسَأَلَ النَّبِيُّ ﷺ عَنْهُ، فَقَالُوا : مَاتَ . قَالَ : أَفَلا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي بِهِ؟! دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ أَوْ قَالَ قَبْرِهَا ، فَأَتَى قَبْرَهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا".

“Bahwa seorang pria hitam atau wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, meninggal dunia, lalu Nabi  menanyakan tentangnya, dan mereka berkata: "Dia telah meninggal." Nabi  berkata: "Mengapa kalian tidak memberitahuku tentang kematiannya? Tunjukkan aku kuburannya," atau beliau berkata, "kuburnya," lalu beliau mendatangi kuburnya dan shalat untuknya.

Lafadz Muslim yang lain no. 71-(956):

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ - أَوْ شَابًّا - فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَسَأَلَ عَنْهَا - أَوْ عَنْهُ - فَقَالُوا: مَاتَ، قَالَ: «أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي» قَالَ: ‌فَكَأَنَّهُمْ ‌صَغَّرُوا ‌أَمْرَهَا - أَوْ أَمْرَهُ - فَقَالَ: «دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ» فَدَلُّوهُ، فَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ»

Dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang wanita berkulit hitam yang biasa membersihkan masjid - atau seorang pemuda - Rasulullah  merindukannya, lalu beliau bertanya tentang wanita tersebut - atau tentang pemuda tersebut - mereka berkata: "Dia telah meninggal." Beliau berkata: "Mengapa kalian tidak memberitahuku?" Seolah-olah mereka menganggap remeh urusan wanita tersebut - atau urusan pemuda tersebut -, maka beliau berkata: "Tunjukkan aku ke kuburnya."

Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun shalat untuknya, kemudian beliau berkata: "Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi penghuninya, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla meneranginya untuk mereka dengan shalatku atas mereka."

Kedua hadits diatas ini nampak jelas bahwapemberitahuan tentang kematian seseorang untuk tujuan shalat dan mendoakannya itu diperbolehkan, bahkan dua hadits tersebut menunjukkan bahwa hal itu dianjurkan [mustahabb], karena itu merupakan cara untuk menunaikan haknya berupa shalat jenazah dan mengiringi jenazahnya.

Dikatakan oleh At-Tirmidzi:

لَا ‌بَأْسَ ‌أَنْ ‌يُعْلِمَ ‌الرَّجُلُ ‌قَرَابَتَهُ ‌وَإِخْوَانَهُ وَعَنْ إبْرَاهِيمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا بَأْسَ أَنْ يُعْلِمَ الرَّجُلُ قَرَابَتَهُ انْتَهَى

“Sebagian ahli ilmu mengatakan tidak apa-apa jika seseorang memberitahu kerabat dan saudara-saudaranya.

Dan diriwayatkan dari Ibrahim bahwa dia berkata : Tidak apa-apa jika seseorang memberitahu kerabatnya”. Selesai. [ Sunan Tirmidzi no. 985 dan Subulus Salam 1/482]

Dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar:

وَقَالَ بن الْمُرَابِطِ ... أَنَّ ‌النَّعْيَ ‌الَّذِي ‌هُوَ ‌إِعْلَامُ ‌النَّاسِ ‌بِمَوْتِ ‌قَرِيبِهِمْ ‌مُبَاحٌ وَإِنْ كَانَ فِيهِ إِدْخَالُ الْكَرْبِ وَالْمَصَائِبِ عَلَى أَهْلِهِ لَكِنْ فِي تِلْكَ الْمَفْسَدَةِ مَصَالِحٌ جَمَّةٌ لِمَا يَتَرَتَّبُ عَلَى مَعْرِفَةِ ذَلِكَ مِنَ الْمُبَادَرَةِ لِشُهُودِ جِنَازَتِهِ وَتَهْيِئَةِ أَمْرِهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيْهِ وَالدُّعَاءِ لَهُ وَالِاسْتِغْفَارِ وَتَنْفِيذِ وَصَايَاهُ

“Ibnu ar-Rabith berkata... an-Na’yu yang merupakan pengumuman kepada orang-orang tentang kematian kerabat mereka, itu diperbolehkan, meskipun di dalamnya terdapat kesedihan dan musibah bagi keluarganya, namun dalam keburukan tersebut terdapat banyak manfaat yang timbul dari mengetahui hal itu, seperti segera hadir di jenazahnya, mengurus urusannya, shalat atasnya, mendoakannya, memohonkan ampun untuknya dan menunainkan wasiat-wasiatnya ...” (Fathul Bari 3/177).

DALIL KE 3 :

Dari Anas bin Malik berkata:

نَعَى رسولُ اللَّهِ -ﷺ- جَعفَرًا وزيدَ بنَ حارِثَةَ وعَبدَ اللَّهِ بنَ رَواحَةَ، نَعاهُم قَبلَ أن يَجِىءَ خَبَرُهُم، نَعاهُم وعَيناه تَذرِفانِ

Rasulullah  mengumumkan (النَّعْيُ) wafatnya Ja'far, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah – radhiyallahu ‘anhum -sebelum berita tentang mereka datang. Beliau  mengabarkan tentang kematian mereka sambil menangis.

(HR. Bukhari (4262), An-Nasa'i (1877), dan Al-Baihaqi 7/494 nomor (7237) melalui jalur Hammad bin Zaid. Dan juga oleh Bukhari (3757) melalui jalur Humayd).

DALIL KE 4 :

Ibnu Baththal dalam Syarah Shahih Bukhory 3/245, Ibnu Abdil Barr dalam al-Istidzkar 3/27, Ibnu Quddamah dalam al-Mughni 3/524 dan Sibeth Ibnu al-Jauzy dalam Mir’aatuz Zaman 4/256 berkata :

"وَرُوِيَ عن ابنِ عمرَ أنَّه لمَّا نُعِيَ إليه رَافِعُ بنُ خَدِيجٍ، قال: كيف تُرِيدُونَ أن تَصْنَعُوا به؟ قالوا : نَحْبِسُه حتى نُرْسِلَ إلى قُبَاء، وإلى قرياتٍ حَوْلَ المدينةِ لِيَشْهَدُوا جِنازَتَه. قال: نِعْمَ ما رَأَيْتُم ".

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika Rafi' bin Khadij wafat diberitahukan kepadanya, ia berkata: "Bagaimana kalian ingin melakukannya?"

Mereka menjawab: "Kami menahannya sampai kami mengirim pemberitahuan ke Quba dan ke desa-desa di sekitar Madinah agar mereka bisa menghadiri jenazahnya."

Ibnu Umar berkata: "Apa yang kalian lihat itu bagus."

Dan diriwayatkan pula yang semisalnya oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 7/508 no. 7260 :

Abu Said bin Abi Amr mengabarkan kepada kami, Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah As-Saffar mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Muhammad Al-Birti Al-Qadhi mengabarkan kepada kami, Muslim yang dimaksud adalah Ibnu Ibrahim mengabarkan kepada kami, Amru bin Marzooq Al-Wasihi mengabarkan kepada kami, Yahya bin Abdul Hamid yang dimaksud adalah Ibnu Rafi', dari neneknya :

أنَ رافِعَ بنَ خَديجٍ ماتَ بَعدَ العَصرِ، فأُتِىَ ابنُ عُمَرَ فأُخبِرَ بمَوتِه فقيلَ له: ما تَرَى أيُخرَجُ بجِنازَتِه السّاعَةَ؟ فقالَ: إنَّ مِثلَ رافِعٍ لا يُخرَجُ به حَتَّى يُؤذَنَ به مَن حَولَنا مِنَ القُرَى. فأَصبَحوا فأَخرَجوا بجِنازَتِهِ

“Bahwa Rafi' bin Khadij meninggal setelah waktu Ashar, lalu seseorang mendatangi Ibnu Umar dan mengabarkan tentang kematiannya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa pendapatmu, apakah jenazahnya dikeluarkan sekarang?" Dia menjawab: "Sesungguhnya orang seperti Rafi' tidak dikeluarkan jenazahnya sampai diberitahukan kepada orang-orang di sekitar kami dari desa-desa." Maka mereka menunggu hingga pagi dan kemudian mengeluarkan jenazahnya”.

[Lihat halaman 223 jilid 7 - Al-Fath Ar-Rabbani (Shalat di atas kubur setelah pemakaman) dan halaman 133 jilid 3 Fath Al-Bari. Dan halaman 25 jilid 7 Nawawi. Dan halaman 45 jilid 9 - Al-Manhal Al-Adzb. Dan halaman 240 jilid 1 Ibnu Majah. Dan halaman 32 jilid 4 al-Baihaqi].

Dikatakan dalam Al-Mughni (3/524):

وَقَالَ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ: لَا بَأْسَ أَنْ يُعْلَمَ بِالرَّجُلِ إِخْوَانُهُ وَمَعَارِفُهُ وَذَوُوْ الْفَضْلِ مِنْ غَيْرِ نِدَاءٍ ... وَلِأَنَّ فِي كَثْرَةِ الْمُصَلِّينَ عَلَيْهِ أَجْرًا لَهُمْ وَنَفْعًا لِلْمَيِّتِ، فَإِنَّهُ يَحْصُلُ لِكُلِّ مُصَلٍّ مِنْهُمْ قِيرَاطٌ مِنَ الْأَجْرِ ، وَجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيُصَلَّى عَلَيْهِ ثَلَاثَةُ صُفُوفٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، إِلَّا أَوْجَبَ... أ.هـ

[Banyak ahli ilmu mengatakan tidak apa-apa jika seseorang memberitahukan kepada saudara-saudaranya, kenalannya, dan orang-orang yang memiliki keutamaan tanpa harus berteriak...

Karena banyaknya orang yang shalat untuknya adalah pahala bagi mereka dan manfaat bagi yang meninggal, karena setiap orang yang shalat untuknya mendapatkan satu qirath pahala (Lihat : Shahih Bukhari 1323; Shahih Muslim 945), dan datang dari Nabi  bahwa beliau bersabda: Tidak ada seorang Muslim yang meninggal kemudian dishalatkan oleh tiga shaf dari orang-orang Muslim, kecuali dia diwajibkan masuk syurga (Sunan At-Tirmidzi 1028; Sunan Abu Dawud 3164; Sunan Ibnu Majah 1490; Musnad Imam Ahmad [4/79]...)]. Selesai.

Ibnu Daqiq al-'Id berkata:

يُحْمَلُ النَّعِيُّ الجَائِزُ عَلَى مَا فِيهِ غَرَضٌ صَحِيحٌ مِثْلَ طَلَبِ كَثْرَةِ الجَمَاعَةِ تَحْصِيلًا لِدُعَائِهِمْ، وَتَتَمِيمًا لِلْعَدَدِ الَّذِي وَعَدَ بِقَبُولِ شَفَاعَتِهِمْ.

“Pengumuman kematian yang diperbolehkan adalah yang memiliki tujuan yang benar seperti berharap banyaknya jamaah untuk mendapatkan doa mereka, dan melengkapi jumlah yang dijanjikan untuk diterima syafaatnya] (Ihkam al-Ahkam [1/364]). Selesai.

Adapun an-Nidaa (teriak-teriak memanggil) adalah bagian dari pengumuman kematian yang tercela dan termasuk perbuatan jahiliyah; At-Tirmidzi berkata:

‌وَالنَّعْيُ ‌عِنْدَهُمْ: ‌أَنْ ‌يُنَادَى ‌فِي ‌النَّاسِ ‌أَنَّ ‌فُلَانًا ‌مَاتَ ‌لِيَشْهَدُوا ‌جَنَازَتَهُ

Yang dimaksud an-Na’yu menurut mereka adalah dengan teriak-teriak memanggil orang-orang bahwa si fulan telah meninggal, dengan tujuan agar mereka menghadiri jenazahnya] (Sunan hal. 239 setelah hadits nomor 985).

Al-Bayhaqi berkata: Telah sampai kepadaku dari Malik bin Anas :

لا أُحِبُّ الصَّيَاحَ لِمَوْتِ الرَّجُلِ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ..

bahwa dia berkata tidak suka teriakan untuk kematian seseorang di pintu-pintu masjid...] (Sunan al-Kubra [5/449]). Selesai.

------

BOLEH HUKUM AN-NA’YU UNTUK TUJUAN SELAIN SHALAT JENAZAH:

Yang menunjukkan kebolehan pemberitahuan tentang kematian seseorang dengan tujuan kemaslahatan selain shalat untuknya, adalah sebagaimana dalam Shahih Bukhari (4262) dari Anas radhiyallahu 'anhu :

"أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَعَى زَيْدًا وَجَعْفَرًا وَابْنَ رَوَاحَةَ لِلنَّاسِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَهُمْ خَبَرُهُمْ ، فَقَالَ : ( أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ ، ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ ، ثُمَّ أَخَذَ ابْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ ، وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ ، حَتَّى أَخَذَ الرَّايَةَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ )".

Bahwa Nabi  mengumumkan kematian Zaid, Ja'far, dan Ibnu Rawahah kepada orang-orang sebelum berita tentang mereka sampai, lalu beliau berkata:

"Zaid mengambil bendera dan terbunuh, kemudian Ja'far mengambilnya dan terbunuh, kemudian Ibnu Rawahah mengambilnya dan terbunuh, dan kedua matanya mengalirkan air mata, sampai bendera diambil oleh salah satu pedang dari pedang-pedang Allah hingga Allah memberi kemenangan kepada mereka."

Dalam hadits ini: Nabi  mengumumkan kematian tiga orang tersebut radhiyallahu 'anhum, dan pengumuman itu bukan untuk shalat jenazah atas mereka, melainkan untuk memberitahu kaum muslimin tentang berita saudara-saudara mereka dan apa yang terjadi pada mereka dalam pertempuran tersebut.

Oleh karena itu, boleh mengumumkan kematian untuk tujuan yang benar seperti doa untuknya, memintakan maaf dari kaum muslimin jika ada kesalahan pada mereka, dan semacamnya. [Lihat: "Nihayat al-Muhtaj" (3/20)].

Dan Ibnu Abdul Barr berkata dalam Al-Istidzkar (3/26):

"وَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَمُرُّ بِالْمَجَالِسِ، فَيَقُولُ: إِنَّ أَخَاكُمْ قَدْ مَاتَ فَاشْهَدُوا جَنَازَتَهُ."

"Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mendatangi majelis-majelis, lalu berkata: 'Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia, maka hadirilah jenazahnya.'"

Dan disebutkan dalam "Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah" (8/402) – Saudi Arabia :

 "يَجُوزُ دُعَاءُ أَقَارِبِ الْمَيِّتِ وَأَصْحَابِهِ وَجِيرَانِهِ إِذَا تُوُفِّيَ مِنْ أَجْلِ أَنْ يُصَلُّوا عَلَيْهِ، وَيَدْعُوا لَهُ وَيَتْبَعُوا جَنَازَتَهُ، وَيُسَاعِدُوا عَلَى دَفْنِهِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَخْبَرَ أَصْحَابَهُ لَمَّا تُوُفِّيَ النَّجَاشِيُّ رَحِمَهُ اللهُ بِمَوْتِهِ لِيُصَلُّوا عَلَيْهِ" انْتَهَى.

"Diperbolehkan memanggil kerabat, sahabat, dan tetangga si mayit ketika dia meninggal agar mereka shalat atasnya, mendoakannya, mengiringi jenazahnya, dan membantu dalam penguburannya; karena Nabi  memberitahu para sahabatnya ketika Kaisar An-Najasyi rahimahullah wafat, agar mereka shalat untuknya."

-------

BOLEH MEMUJI MAYIT TANPA BERLEBIHAN:

Berikut ini hadits-hadits tentang memuji mayit yang baru meninggal

HADITS KE 1 :

Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, ia berkata:

"كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا دُعِيَ لِجَنَازَةٍ سَأَلَ عَنْهَا، فَإِنْ أُثْنِيَ عَلَيْهَا خَيْرٌ قَامَ فَصَلَّى عَلَيْهَا، وَإِنْ أُثْنِيَ عَلَيْهَا غَيْرُ ذَلِكَ، قَالَ لأَهْلِهَا: شَأْنُكُمْ بِهَا، وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهَا".

Rasulullah  apabila diundang untuk menghadiri jenazah, beliau akan bertanya tentangnya. Jika jenazah tersebut dipuji dengan kebaikan, maka beliau akan berdiri dan menshalatkannya, namun jika tidak dipuji dengan kebaikan, maka beliau berkata kepada keluarganya: "Terserah kalian dengan jenazah ini," dan beliau tidak menshalatkannya.

[HR. Ahmad 5/299 (22922) dan 5/300 (22923), al-Hakim 1/364, Ibnu Hibban 3057 dan ‘Abd bin Humaid no. 196 .

Syu’aib al-Arna’uth berkata :

إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ. يَعْقُوبُ: هُوَ ابْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ ابْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَٰنِ بْنِ عَوْفٍ

“Sanadnya sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Ya'qub adalah Ibnu Ibrahim bin Sa'd bin Ibrahim bin Abdurrahman bin 'Auf”. [Takhrij al-Musnad 37/249].

HADITS KE 2 :

Dari Anas radhiyallahu 'anhu berkata:

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، ‌فَقَالَ ‌النَّبِيُّ ﷺ: «وَجَبَتْ» ‌ثُمَّ ‌مَرُّوا ‌بِأُخْرَى ‌فَأَثْنَوْا ‌عَلَيْهَا ‌شَرًّا، فَقَالَ: «وَجَبَتْ» فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: «هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ»

Mereka melewati sebuah jenazah lalu mereka memuji kebaikannya. Nabi  bersabda: "Wajib (baginya surga)."

Kemudian mereka melewati jenazah lain dan mereka memuji keburukannya. Nabi  bersabda: "Wajib (baginya neraka)."

Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu bertanya: "Apa yang wajib?"

Beliau menjawab: "Jenazah ini kalian puji dengan kebaikan maka wajib baginya surga, dan jenazah ini kalian puji dengan keburukan maka wajib baginya neraka. Kalian adalah saksi Allah di bumi."

(Muttafaq 'alaih. Bukhori no. 1367 dan Muslim no. 949 ).

HADITS KE 3 :

Dari Abu Al-Aswad berkata:

قَدِمْتُ المَدِينَةَ وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ، فَجَلَسْتُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، ‌فَمَرَّتْ ‌بِهِمْ ‌جَنَازَةٌ، ‌فَأُثْنِيَ ‌عَلَى ‌صَاحِبِهَا ‌خَيْرًا، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: وَجَبَتْ، ثُمَّ مُرَّ بِأُخْرَى ‌فَأُثْنِيَ ‌عَلَى ‌صَاحِبِهَا ‌خَيْرًا، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: وَجَبَتْ، ثُمَّ مُرَّ بِالثَّالِثَةِ فَأُثْنِيَ عَلَى صَاحِبِهَا شَرًّا، فَقَالَ: وَجَبَتْ، فَقَالَ أَبُو الأَسْوَدِ: فَقُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: قُلْتُ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَيُّمَا مُسْلِمٍ، شَهِدَ لَهُ أَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الجَنَّةَ» فَقُلْنَا: وَثَلَاثَةٌ، قَالَ: «وَثَلَاثَةٌ» فَقُلْنَا: وَاثْنَانِ، قَالَ: «وَاثْنَانِ» ثُمَّ لَمْ نَسْأَلْهُ عَنِ الوَاحِدِ

Aku datang ke Madinah dan duduk di samping Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Sebuah jenazah lewat dan dipuji dengan kebaikan, Umar berkata: "Wajib (baginya surga)."

Kemudian jenazah lain lewat dan dipuji dengan kebaikan, Umar berkata: "Wajib (baginya surga)."

Kemudian jenazah ketiga lewat dan dipuji dengan keburukan, Umar berkata: "Wajib (baginya neraka)."

Abu Al-Aswad bertanya: "Apa yang wajib, wahai Amirul Mukminin?" Umar menjawab: "Aku berkata seperti yang dikatakan oleh Nabi :

'Setiap Muslim yang dipuji oleh empat orang dengan kebaikan, Allah akan memasukkannya ke surga.'

Kami bertanya: 'Bagaimana jika tiga orang?' Beliau menjawab: 'Tiga orang juga.'

Kami bertanya lagi: 'Bagaimana jika dua orang?' Beliau menjawab: 'Dua orang juga.' Kemudian kami tidak menanyakan tentang satu orang." (HR. Bukhari no. 1368).

=====

MACAM KEDUA : AN-NA’YU YANG MAKRUH :

An-Na’yu yang makruh adalah :

هُوَ الإِعْلَامُ بِمَوْتِهِ بِالنِّدَاءِ، وَرَفْعُ صَوْتٍ مِنْ غَيْرِ ذِكْرٍ لِلْمَفَاخِرِ وَالمَآثِرِ.

Pengumuman kematiannya disertai dengan seruan dengan suara yang keras tanpa menyebutkan mafakhir (kebanggaan-kebanggaannya) dan ma’aatsir (jasa-jasa) si mayit.

[https://islamqa.info/ar/231029]

Mayoritas para ulama berpendapat bahwa jika pengumuman kematian dilakukan dengan teriakan suara keras, maka hal itu dimakruhkan .

Namun, ada sekelompok para ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa tidak makruh untuk mengumumkan kematian di gang-gang dan pasar-pasar jika pengumuman tersebut tidak disertai dengan menyebutkan kehebatan-kehebatan dan hal-hal yang membanggakan (mayit).

Contohnya : seperti pemberitahuan shalat mayit dengan pengeras suara di Mesjidil Haram Makkah dan Mesjid Nabawi seusai shalat berjemaah. Dan bisa dipastikan setiap selesai shalat Jenazah, banyak orang yang berebut mengangkat Jenazah, bahkan jika shalat jenazahnya itu di Mesjid Nabawi, maka banyak para jemaah ikut serta mengantarnya ke makam Baqi, hingga pemakaman selesai . Dan itu sudah ma’ruf.   

Mereka yang berpendapt mubah, berargumentasi :

لِأَنَّ فِي ذَلِكَ تَكْثِيرًا لِجَمَاعَةِ الْمُصَلِّينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ لِلْمَيِّتِ، وَلَيْسَ مِثْلَهُ نَعْيُ الْجَاهِلِيَّةِ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَبْعَثُونَ إِلَى الْقَبَائِلِ يَنْعُونَ مَعَ ضَجِيجٍ وَبُكَاءٍ وَعُوَيْلٍ وَتَعْدِيدٍ وَنِيَاحَةٍ.

bahwa hal itu dapat memperbanyak jumlah jamaah yang akan shalat dan memohonkan ampunan untuk mayit, dan tidak sama dengan pengumuman kematian pada masa jahiliyah, di mana mereka mengirim utusan ke kabilah-kabilah sambil menangis, berteriak, dan meratap dengan keras.

Dijawab oleh mayoritas ulama yang memakruhkan-nya dengan mengatakan :

بِأَنَّ مَقْصُودَ تَكْثِيرِ الْجَمَاعَةِ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ لِلْمَيِّتِ يُمْكِنُ حُصُولُهُ دُونَ النِّدَاءِ وَرَفْعِ الصَّوْتِ. ثُمَّ إِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ فِي الإِعْلَامِ بِمَوْتِ الْمَيِّتِ يُشْبِهُ مِنْ حَيْثُ الصُّورَةِ نَعْيَ الْجَاهِلِيَّةِ الَّذِي وَرَدَ النَّهْيُ عَنْهُ.

“Bahwa tujuan memperbanyak jamaah yang akan shalat dan memohonkan ampunan untuk mayit dapat tercapai tanpa harus mengumumkan dengan teriakan suara keras.

Selain itu, mengumumkan kematian dengan suara keras menyerupai secara lahiriah pengumuman kematian pada masa jahiliyah yang dilarang”.

Lihat: "al-'Inayah Syarh al-Hidayah" (3/267), "Fath al-Qadir" (2/128), "al-Kharshi 'ala Mukhtasar Khalil" (2/139), "al-Muhadzdzab" (1/132), "al-Syarh al-Kabir" (6/287), "Fath al-Bari" (3/117).

Ibnu Qudamah berkata dalam "Al-Mughni" 3/524-525:

"ويُكْرَهُ النَّعْيُ، ‌وهو ‌أن ‌يَبْعَثَ ‌مُنادِيًا ‌يُنَادِي ‌في ‌الناسِ: إنَّ فُلانًا قد ماتَ. لِيَشْهَدُوا جِنازَتَهُ ....

وقال كَثِيرٌ من أهْلِ العِلْمِ: لا بَأْسَ أن يُعْلَمَ بالرَّجُلِ إخْوانُه ومَعارِفُهُ وذَوُو الفَضْلِ، من غير نِداءٍ. قال إبراهيمُ النَّخَعِيُّ: لا بَأْسَ إذا ماتَ الرَّجُلُ أن يُؤْذِنَ صَدِيقَهُ وأصْحابَهُ، وإنَّما كانوا يَكْرَهُونَ أن يُطافَ في المجالِسِ: أنْعِي فُلَانًا، كفِعْلِ الجَاهِلِيَّةِ. ومِمَّنْ رَخَّصَ في هذا؛ أبو هُرَيْرَةَ، وابنُ عُمرَ، وابنُ سِيرِينَ. وَرُوِيَ عن ابنِ عمرَ أنَّه لمَّا نُعِيَ إليه رَافِعُ بنُ خَدِيجٍ، قال: كيف تُرِيدُونَ أن تَصْنَعُوا به؟ قالوا : نَحْبِسُه حتى نُرْسِلَ إلى قُبَاء، وإلى قرياتٍ حَوْلَ المدينةِ لِيَشْهَدُوا جِنازَتَه. قال: نِعْمَ ما رَأَيْتُم ".

"Dan dimakruhkan pengumuman, yaitu mengirimkan orang yang berteriak (memanggil dan mengundang) sambil berkeliling di antara orang-orang : ‘Si fulan telah meninggal’. Agar mereka menghadiri jenazahnya...

Namun banyak pula para ulama berpendapat: Tidak apa-apa memberitahukan kepada saudara-saudaranya, teman-temannya, dan orang-orang yang berilmu, tanpa seruan dan teriakan (nidaa).

Ibrahim An-Nakha’i berkata: Tidak apa-apa jika ada orang meninggal, untuk memberitahukan kepada temannya dan sahabat-sahabatnya. Mereka para ulama hanya memakruhkannya jika berkeliling di majelis-majelis dengan mengatakan: Saya mengumumkan kematian si fulan, seperti perbuatan orang jahiliah.

Dan di antara yang memberikan rukhshoh (keringanan) dalam hal ini adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Ibnu Sirin.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika Rafi' bin Khadij wafat diberitahukan kepadanya, ia berkata: "Bagaimana kalian ingin melakukannya?"

Mereka menjawab: "Kami menahannya sampai kami mengirim pemberitahuan ke Quba dan ke desa-desa di sekitar Madinah agar mereka bisa menghadiri jenazahnya."

Ibnu Umar berkata: "Apa yang kalian lihat itu bagus."

(Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitabnya, di bab yang tidak menyukai pengumuman kematian dan pemberitahuan, serta kadar yang tidak dibenci darinya, dalam Kitab al-Jana'iz. Sunan al-Kubra 4/74. PEN). Selesai.

=====

MACAM KETIGA : AN-NA’YU YANG HARAM :

Adapun an Na’yu yang haram, adalah : pengumuman tentang berita dengan seruan, suara keras, menyebutkan satu persatu tentang keutamaan si mayit yang bertujuan membangga-banggakannya dan mengagungkannya. An-Na’yu macam ini, Nabi  telah melarangnya .

Al-Imam Zakariya al-Anshari berkata :

فَالنَّعْيُ المُحَرَّمُ: وَهُوَ الَّذِي يَكُونُ كَنَعْيِ أَهْلِ الجَاهِلِيَّةِ، القَائِمِ عَلَى النِّدَاءِ بِذَلِكَ فِي المَحَافِلِ العَامَّةِ مَعَ ذِكْرِ مَفَاخِرِ المَيِّتِ وَمَآثِرِهِ، أَوْ أَنْ يُصَاحِبَهُ نَحِيبٌ أَوْ عُوَيْلٌ أَوْ جَزَعٌ.

وَالمَآثِرُ: مَا يَتَعَلَّقُ بِصِفَاتِ المَيِّتِ نَفْسِهِ، وَالمَفَاخِرُ: مَا يَتَعَلَّقُ بِنَسَبِهِ.

“An-Na’yu yang haram, yaitu seperti Na’yu orang-orang jahiliyah, seseorang berdiri berteriak mengumumkannya di dalam pesta-perta umum dengan menyebutkan Mafakhir al-Mayyit (kebanggaan-kebanggaan yang ada pada mayit) dan Ma’atsir al-Mayyit (jasa-jasanya, pengaruh-pengaruhnya dan jejak-jejaknya) yang dibarengi dengan teriakan, tangisan yang menyayat dan shock berat (tidak menerima keadaan).

Al Ma’atsir adalah apa saja yang berkaitan dengan sifat si mayit itu sendiri, Al Mafakhir adalah kebanggaan yang berkaitan dengan nasabnya”.

[Baca: Hasyiyatu Al Jumal ‘ala Al Manhaj karya Zakariya Al Anshari: 3/687].

Dalam "Subulus-Salam" (1/482), Al-San'ani menyatakan:

وَفِي النَّهَايَةِ: وَالْمَشْهُورُ فِي الْعَرَبِ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا مَاتَ فِيهِمْ شَرِيفٌ أَوْ قُتِلَ بَعَثُوا رَاكِبًا إِلَى الْقَبَائِلِ يُنَاعِهِ إِلَيْهِمْ، يَقُولُ: نَعَاءَ فُلَانٍ أَوْ يَا نَعَاءَ الْعَرَبِ، هَلَكَ فُلَانٌ أَوْ هَلَكَتِ الْعَرَبُ بِمَوْتِ فُلَانٍ

Pada kitab an-Nihayah disebutkan : yang masyhur dan terkenal di kalangan Arab adalah bahwa ketika ada di antara mereka yang meninggal adalah orang terhormat atau mati dibunuh, maka mereka akan mengirimkan orang yang naik kendaraan ke suku-suku lain untuk memberitahukan berita kematian itu kepada mereka.

Mereka akan mengatakan: "Berduka cita-lah wahai fulan, atau berduka cita-lah wahai kaum Arab, si Fulan telah binasa atau Arab telah binasa dengan kematiannya."

Kemudian Al-San'ani berkata:

وَيَقْرَبُ عِنْدِي أَنَّ هَذَا هُوَ الْمُنْهَى عَنْهُ، وَمِنْهُ: النَّعِيُّ مِنْ أَعْلَى الْمِنَارَاتِ كَمَا يُعْرَفُ فِي هَذِهِ الْأَمْصَارِ فِي مَوْتِ الْعُظَمَاءِ "انتهى"

Menurut saya, ini adalah yang dilarang. Ini termasuk dalam hal dilarangnya pengumuman kematian dari atas menara seperti yang dikenal di daerah-daerah ini dalam kematian para pemimpin besar."

Amir al-Kahlani al-Shan'ani berkata dalam "al-Tanwir Syarh al-Jami' al-Shaghir" (4/339 nomor 2895):

إِنَّمَا النَّهْيُ مُتَوَجِّهٌ إِلَى الصُّورَةِ الَّتِي كَانَتْ تَفْعَلُهَا الْجَاهِلِيَّةُ وَيَعُمُّ صُعُودَ الْمَنَارَاتِ وَالإِعْلَامَ بِمَوْتِ مَنْ مَاتَ هُوَ بَعَيْنِهِ نَعْيُ الْجَاهِلِيَّةِ كَمَا يُفْعَلُ فِي صَنْعَاءَ الْيَمَنِ إِذَا مَاتَ عَظِيمٌ مِنَ الْعُظَمَاءِ.

"Sesungguhnya larangan itu ditujukan pada cara yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, dan mencakup naik ke menara dan mengumumkan kematian seseorang yang meninggal, yang sebenarnya merupakan cara pengumuman kematian ala jahiliyah seperti yang dilakukan di Sana'a, Yaman, ketika ada seorang tokoh besar meninggal."

------

DALIL-DALIL AN-NA’YU YANG HARAM:

HADITS KE 1 :

Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ ‌النَّبِيِّ - ﷺ - ‌كَانَ ‌يَنْهَى ‌عَنِ ‌النَّعْيِ وَيَقُولُ: ((إِيَّاكُمْ وَالنَّعْيَ، فَإِنَّهُ مِنْ عَمَلِ الْجَاهِلِيَّةِ)). قَالَ عَبْدُ اللهِ: مِنَ النَّعْيِ الْأَذَانُ عَلَى الْمَيِّتِ.

bahwa Nabi Muhammad  melarang pengumuman kematian (an-na'yu) dan berkata, "Jauhilah pengumuman kematian, karena itu adalah perbuatan jahiliyah." Abdullah berkata: "Termasuk pengumuman kematian adalah adzan kepada mayit."

Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi (984), yang mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib. Dan Al-Albani menganggapnya dho’if (lemah) dalam "Dha'if at-Targhib" (2070).

HADITS KE 2 :

Dari Hudzifah radhiyallhu ‘anhu :

‌أَنَّ ‌النَّبِيَّ - ﷺ - ‌كَانَ ‌يَنْهَى ‌عَنِ ‌النَّعْيِ.

“Bahwa Nabi  melarang pengumuman kematian (an-na'yu)”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (11317), Ahmad (5/385), Tirmidzi (986), Ibnu Majah (1476), dan Baihaqi (4/74). Tirmidzi berkata: "Hadis ini hasan sahih."

Dr. Maher Yasin Al-Fahl dalam "Takhrij Bulugh al-Maram" hal. 229 no. 557 berkata:

إِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ؛ بِلَالُ بْنُ يَحْيَى الْعَبْسِيُّ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ حُذَيْفَةَ.

“Sanadnya lemah; Bilal bin Yahya al-Absi tidak mendengar langsung dari Hudzifah”.

Al-Husain al-Maghribi dalam "al-Badr al-Tamam" (4/174 no. 423) berkata:

"الحَدِيثُ مَدَارُهُ عَلَى: حَبِيبِ بْنِ سَلِيمٍ العَبْسِيِّ الكُوفِيِّ، مَقْبُولٌ. التَّقْرِيبُ 63. الجَرْحُ وَالتَّعْدِيلُ 3/102. التَّهْذِيبُ 2/185، وَحَسَّنَ الحَدِيثَ ابْنُ حَجَرٍ فِي الفَتْحِ لِأَنَّ لَهُ مُتَابِعًا كَمَا هُوَ تَعْرِيفُ المَقْبُولِ عِنْدَهُ وَهُوَ مَا يَظْهَرُ لِي 3/117".

Sanad hadis ini berporos pada: Habib bin Salim al-Absi al-Kufi, yang dianggap maqbul. ("Taqrib" halaman 63, "al-Jarh wa al-Ta'dil" (3/102), dan "Tahdzib" (2/185)).

Ibnu Hajar dalam "al-Fath" menganggap hadis ini hasan karena ada mutaba'ah, sebagaimana definisi maqbul menurutnya, itulah yang nampak pada saya di "Fath" (3/117)”. [Selesai].

Khalid al-Shalahi dalam "al-Tibyan" (6/116 nomor 555) berkata:

"قُلْتُ: رِجَالُهُ ثِقَاتٌ غَيْرَ أَنَّ حَبِيبَ بْنَ سَلِيمٍ الْعَبْسِيَّ الْكُوفِيَّ لَمْ أَجِدْ فِيهِ جَرْحًا وَلَا تَعْدِيلًا غَيْرَ أَنَّ ابْنَ حِبَّانَ ذَكَرَهُ فِي "الثِّقَاتِ". وَذَكَرَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ فِي "الْجَرْحِ وَالتَّعْدِيلِ" 3/102 وَلَمْ يُوْرِدْ فِيهِ جَرْحًا وَلَا تَعْدِيلًا".

Saya katakan: Perawinya terpercaya kecuali Habib bin Salim al-Absi al-Kufi, yang saya tidak menemukan kritik (Jarh) atau pujian (Ta’diil) terhadapnya, kecuali Ibnu Hibban menyebutnya dalam "ats-Tsiqat." Ibnu Abi Hatim menyebutnya dalam "al-Jarh wa al-Ta'dil" (3/102) tanpa menyebutkan kritik (Jarh) atau pujian (Ta’diil) terhadapnya.

Lihat pula: "al-Ilmam" (541), dan "al-Muharrar" (528).

HADITS KE 3 :

Dari Hudzifah radhiyallahu ‘anhu :

"أَنَّهُ كَانَ إِذَا مَاتَ لَهُ مَيِّتٌ قَالَ: لَا تُؤْذِنُوا بِهِ أَحَدًا، ‌إِنِّي ‌أَخَافُ ‌أَنْ ‌يَكُونَ ‌نَعْيًا، " إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَنْهَى عَنِ النَّعْيِ "

bahwa ketika ada seseorang yang meninggal di keluarganya, dia berkata: "Jangan beritahukan hal ini kepada siapa pun, karena aku khawatir itu akan menjadi pengumuman kematian. Aku mendengar Rasulullah  melarang pengumuman kematian (an-na'yu)."

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad (38/443, nomor 23456), Ibnu Majah (1476), Tirmidzi (986), dan Baihaqi (4/74) melalui berbagai jalur dari Habib bin Salim. Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Al-Hafidz juga menganggapnya hasan dalam "al-Fath" (3/117), dan Al-Albani menganggapnya hasan dalam Shahih Ibnu Majah (2/13).

Namun, Syaikh Syu'aib al-Arna'uth mengatakan: "Sanadnya lemah karena terputus, Bilal al-Absi tidak mendengar langsung dari Hudzifah." [Takhrij Musnad (38/443, nomor 23456)].

Hadis ini juga disebutkan oleh al-Mizzi dalam biografi Habib bin Salim al-Absi di "Tahdzib al-Kamal" (5/376-377) melalui jalur Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya dengan sanad yang sama.

FIQIH HADITS HUDZAIFAH :

Hadits Hudzaifah ini adalah bentuk kehati-hatian sebagian para sahabat dalam hal yang berkaitan dengan an-Na’yu .

As-Sindi berkata dalam "Hasyiyah Ibnu Majah":

"َكَانَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة يُشْهِرُونَ الْمَوْت بِهَيْئَةِ كَرِيهَة ، فَالنَّهْي مَحْمُول عَلَيْهِ ، وَخَافَ حُذَيْفَة أَنْ يَكُون الْمُرَاد إِطْلاق النَّهْي ، فَمَا سمِحَ بِهِ ، فَهُوَ مِنْ بَاب الْوَرَع ، وَإِلا فَخَبَر الْمَوْت سِيَّمَا إِذَا كَانَ لِمَصْلَحَةٍ كَتَكْثِيرِ الْجَمَاعَة جَائِز " انتهى .

"Dulu orang-orang jahiliyah biasa memasyhurkan kematian seseorang dengan cara yang buruk, maka larangan dalam hadits tersebut ditujukan kepada cara tersebut. Dan Hudzaifah khawatir larangan itu bersifat mutlak, maka dia tidak mengizinkan untuk dirinya. Dan ini termasuk bentuk kehati-hatian, namun pengumuman kematian terutama jika ada manfaat seperti memperbanyak jamaah , maka itu diperbolehkan."

Al-Mubarokfuury dalam kitab "Tuhfatul Ahwadzi" 4/51-52 menjelaskan :

"الظَّاهِرُ أَنَّ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَرَادَ بِالنَّعْيِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ مَعْنَاهُ اللُّغَوِيَّ وَحَمَلَ النَّهْيَ عَلَى مُطْلَقِ النَّعْيِ" .انتهى

"Tampaknya bahwa Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- dalam hadits ini bermaksud pada pengumuman kematian dalam arti bahasa, dan melarang pengumuman kematian secara mutlak (secara umum).

*****

PENGGABUNGAN ANTARA HADITS PERINTAH DAN LARANGAN AN-NA’YU:

Al-Mubarokfuury dalam kitab "Tuhfatul Ahwadzi" 4/51-52 menjelaskan :

وَقَالَ غَيْرُهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ إِنَّ الْمُرَادَ بِالنَّعْيِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ النَّعْيُ الْمَعْرُوفُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ . قَالَ الأَصْمَعِيُّ : كَانَتْ الْعَرَبُ إِذَا مَاتَ فِيهَا مَيِّتٌ لَهُ قَدْرٌ رَكِبَ رَاكِبٌ فَرَسًا وَجَعَلَ يَسِيرُ فِي النَّاسِ وَيَقُولُ : نَعَاءِ فُلانٍ أَيْ أَنْعِيهِ وَأُظْهِرُ خَبَرَ وَفَاتِهِ , وَإِنَّمَا قَالُوا هَذَا لأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ ﷺ نَعَى النَّجَاشِيَّ , وَأَيْضًا قَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ ﷺ أَخْبَرَ بِمَوْتِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ وَجَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَةَ حِينَ قُتِلُوا بِمُؤْتَةَ . وَأَيْضًا قَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ ﷺ قَالَ حِينَ أُخْبِرَ بِمَوْتِ السَّوْدَاءِ أَوْ الشَّابِّ الَّذِي كَانَ يَقُمُّ الْمَسْجِدَ : أَلا آذَنْتُمُونِي . فَهَذَا كُلُّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ مُجَرَّدَ الإِعْلامِ بِالْمَوْتِ لا يَكُونُ نَعْيًا مُحَرَّمًا وَإِنْ كَانَ بِاعْتِبَارِ اللُّغَةِ يَصْدُقُ عَلَيْهِ اِسْمُ النَّعْيِ , وَلِذَلِكَ قَالَ أَهْلُ الْعِلْمِ إِنَّ الْمُرَادَ بِالنَّعْيِ فِي قَوْلِهِ : ( يَنْهَى عَنْ النَّعْيِ ) النَّعْيُ الَّذِي كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ جَمْعًا بَيْنَ الأَحَادِيثِ .

قَالَ اِبْنُ الْعَرَبِيِّ : يُؤْخَذُ مِنْ مَجْمُوعِ الأَحَادِيثِ ثَلاثُ حَالاتٍ : الأُولَى إِعْلامُ الأَهْلِ وَالأَصْحَابِ وَأَهْلِ الصَّلاحِ فَهَذَا سُنَّةٌ , الثَّانِيَةُ : دَعْوَةُ الْحَفْلِ لِلْمُفَاخَرَةِ فَهَذِهِ تُكْرَهُ , الثَّالِثَةُ : الإِعْلامُ بِنَوْعٍ آخَرَ كَالنِّيَاحَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَهَذَا يُحَرَّمُ " انتهى

Para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan an-Na’yu (pengumuman kematian) dalam hadits hadits diatas adalah an-Na’yu yang dikenal dan masyhur pada zaman jahiliah.

Al-Ashma'i berkata:

'Orang Arab ketika ada seseorang yang memiliki kedudukan tinggi meninggal, maka seseorang akan menunggang kuda dan berkeliling kepada orang-orang seraya berkata: Aku mengumumkan kematian si fulan.'

Ini karena telah terbukti shahih bahwa Nabi  mengumumkan kematian Raja Najasyi.

Juga terbukti shahih bahwa Nabi  mengabarkan tentang kematian Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah ketika mereka terbunuh di perang Mu'tah.

Juga terbukti shahih bahwa Nabi  berkata ketika diberitahu tentang kematian seorang wanita kulit hitam atau seorang pemuda yang biasa membersihkan masjid: 'Mengapa kalian tidak memberitahuku?'

Ini semua menunjukkan bahwa jika murni hanya menginformasikan kematian, maka itu tidak termasuk pengumuman kematian yang diharamkan, meskipun secara bahasa itu disebut pengumuman kematian. Oleh karena itu, para ulama mengatakan : ‘Bahwa yang dimaksud dengan pengumuman kematian dalam perkataan ('melarang pengumuman kematian) adalah pengumuman kematian yang dilakukan pada zaman jahiliah dengan menggabungkan semua hadits.

Ibnu Al-Arabi berkata: Dari semua riwayat hadits tentang ini, maka dapat diambil tiga kondisi:

Pertama : menginformasikan kepada keluarga, teman, dan orang-orang saleh, ini adalah sunnah.

Kedua : mengadakan pertemuan untuk bermegah-megahan dan berbangga-banggan, maka ini makruh.

Ketiga : menginformasikan dengan cara lain seperti meratap (النِّيَاحَةِ) dan yang semisalnya, maka ini haram." [Selesai dari "Tuhfatul Ahwadzi4/51-52"].

Dan al-Imam Nawawi berkata dalam "Al-Majmu'" (5/216):

(وَالصَّحِيحُ) الَّذِي تَقْتَضِيهِ الْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ الَّتِي ذَكَرْنَاهَا ‌وَغَيْرِهَا ‌أَنَّ ‌الْإِعْلَامَ ‌بِمَوْتِهِ ‌لِمَنْ ‌لَمْ ‌يَعْلَمْ ‌لَيْسَ ‌بِمَكْرُوهٍ بَلْ إِنْ قُصِدَ بِهِ الْإِخْبَارُ لِكَثْرَةِ الْمُصَلِّينَ فَهُوَ مُسْتَحَبٌّ وَإِنَّمَا يُكْرَهُ ذِكْرُ الْمَآثِرِ وَالْمَفَاخِرِ وَالتَّطْوَافُ بَيْنَ النَّاسِ يَذْكُرُهُ بِهَذِهِ الْأَشْيَاءِ وَهَذَا نَعْيُ الْجَاهِلِيَّةِ الْمَنْهِيُّ عَنْهُ فَقَدْ صَحَّتْ الْأَحَادِيثُ بِالْإِعْلَامِ فَلَا يَجُوزُ إِلْغَاؤُهَا وَبِهَذَا الْجَوَابِ أَجَابَ بَعْضُ أَئِمَّةِ الْفِقْهِ وَالْحَدِيثِ الْمُحَقِّقِينَ وَاللهُ أَعْلَمُ

"Dan yang benar sesuai dengan hadits-hadits yang telah kami sebutkan dan lainnya adalah bahwa memberitahukan kematian kepada orang yang belum mengetahui, itu tidaklah makruh, bahkan jika tujuannya untuk mengabarkan agar banyak yang ikut menshalatkan maka itu disunnahkan.

Adapaun yang dimakruhkan hanyalah jika disebutkan di dalamnya keutamaan-keutamaan dan hal-hal kebanggaan sambil berkeliling di antara orang-orang dengan menyebutkannya dengan hal-hal tersebut. Ini adalah cara orang jahiliah yang dilarang, karena telah ada hadits-hadits yang sahih yang menjelaskan diperbolehkannya pemberitahuan kematian, maka tidak boleh mengabaikan hadits-hadits tersebut. Dengan jawaban ini sebagian para ulama fiqih dan para ahli hadits juga menjawab." Selesai.

Adapun pengumuman dengan suara keras dan nyaring tanpa menyebutkan kelebihan-kelebihan si mayit dan hal-hal yang membanggakannya, maka mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah memandangnya makruh menyerukan dalam memberitahukan kematian, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Hudzaifah radhiyallahu 'anhu. Karena pengumuman dengan cara demikian itu, menyerupai cara orang jahiliah yang dilarang, dimana mereka biasa mengirim orang untuk mengumumkan berita kematian di pintu-pintu rumah dan pasar-pasar.

Lihat: "Al-'Inayah Syarh Al-Hidayah" (3/267), "Al-Khurasyi 'ala Mukhtashar Khalil" (2/139), "Al-Muhadzab" (1/132), "Asy-Syarh Al-Kabir" (6/287).

FATWA SYEIKH BIN BAAZ :

"مَا هُوَ النَّعْيُ المَنْهِيُّ عَنْهُ".

"Apa itu an-na’yu yang dilarang?"

Pertanyaan:

كَيْفَ نَجْمَعُ بَيْنَ الأَدِلَّةِ الَّتِي تَأْمُرُ بِذِكْرِ مَحَاسِنِ الْمَوْتَى، وَالأَدِلَّةِ الَّتِي تَنْهَى عَنِ النَّعْيِ؟

Bagaimana kita menggabungkan antara dalil-dalil yang memerintahkan untuk menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang telah meninggal, dan dalil-dalil yang melarang tentang an-Na’yu (pengumuman kematian)?

Jawaban:

النَّعْيُ: رَفْعُ الصَّوْتِ بِالنِّيَاحَةِ، هَذَا النَّعْيُ، النَّعْيُ هُوَ أَنْ يَنْعَى المَيِّتَ إِذَا مَاتَ، يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالنَّعْيِ أَوْ يَطُوفُ بِالقَبَائِلِ يَقُولُ: مَاتَ فُلَانٌ، كَعَادَةِ الجَاهِلِيَّةِ.

أَمَّا البُكَاءُ مِنْ غَيْرِ نَعْيٍ فَهَذَا لَا بَأْسَ بِهِ، مَا يُسَمَّى نِيَاحَةً وَلَا يُسَمَّى "نَعْيًا"، البُكَاءُ العَادِيُّ مِثْلَ مَا بَكَى النَّبِيُّ ﷺ عَلَى بِنْتِهِ، وَبَكَى عَلَى وَلَدِ بِنْتِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ القَلْبِ؛ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا أَوْ يَرْحَمُ، وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ، وَقَالَ ﷺ لَمَّا مَاتَ ابْنُهُ إِبْرَاهِيمُ: العَيْنُ تَدْمَعُ وَالقَلْبُ يَحْزَنُ وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى الرَّبُّ، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ، هَذِهِ مِنْ طَبِيعَةِ النَّاسِ، وَلَمَّا زَارَ بِنْتًا لَهُ وَابْنَهَا فِي الاحْتِضَارِ نَفْسُهُ تَقَعْقَعُ عِنْدَ الخُرُوجِ بَكَى ﷺ، فَقَالَ لَهُ بَعْضُ الحَاضِرِينَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ وَمَنْ مَعَهُ: مَا هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: إِنَّهَا رَحْمَةٌ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ.

المَصْدَرُ: فَتَاوَى الدُّرُوسِ. "مَا هُوَ النَّعْيُ المَنْهِيُّ عَنْهُ".

An-Na’yu (pengumuman kematian) adalah meninggikan suara disertai dengan ratapan, inilah yang disebut an-Na’yu. An-Na’yu adalah ketika ada orang meninggal, lalu seseorang meninggikan suaranya dengan pengumuman kematian atau berkeliling ke kabilah-kabilah sambil mengatakan: "Si Fulan telah meninggal," seperti kebiasaan zaman jahiliyah.

Adapun menangis tanpa an-na’yu, maka ini tidak masalah, tidak disebut ratapan (an-Niyahah) dan jiga tidak disebut an-Na’yu, melainkan menangis biasa, seperti yang dilakukan Nabi  atas wafat putrinya dan juga menangis atas wafat anak putrinya (cucunya), dan beliau  berkata: "Sesungguhnya Allah tidak mengadzab karena air mata mata dan tidak pula karena kesedihan hati; namun Dia mengazab karena ini atau merahmatinya," sambil menunjuk ke lisannya.

Dan ketika putra beliau, Ibrahim, meninggal, beliau  berkata: "Mata menangis, hati bersedih, dan kami tidak mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Tuhan. Sesungguhnya kami sangat sedih dengan perpisahanmu, wahai Ibrahim." Ini adalah sifat manusia.

Dan ketika beliau  mengunjungi seorang putrinya yang anaknya sedang sekarat, nafasnya tersengal-sengal saat keluarnya ruh, beliau  menangis. Lalu sebagian hadirin seperti Sa’ad bin ‘Ubadah dan orang-orang yang bersamanya bertanya: "Apa ini, wahai Rasulullah?" Beliau  menjawab: "Ini adalah rahmat. Sesungguhnya Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang."

[Sumber: Fatawa Al-Durus. "Apa itu an-na’yu yang dilarang?"].

******

HUKUM AN-NA’YU MELALUI MEDIA KOMUNIKASI MODERN

=====

SYEIKH MUHAMMAD SHOLEH AL-MUNAJJID BERKATA :

لَا بَأْسَ بِالإِعْلَانِ وَالإِخْبَارِ عَنْ وَفَاةِ الإِنْسَانِ مِنْ خِلَالِ وَسَائِلِ التَّوَاصُلِ الاجْتِمَاعِيِّ كَالْفَيْسِ بُوكْ وَتُوِيتَرْ وَالوَاتْسْ آبْ وَغَيْرِهَا، أَوْ مِنْ خِلَالِ البَرِيدِ الإِلِكْتْرُونِيِّ وَرَسَائِلِ الجَوَّالِ، إِذَا كَانَ المَقْصُودُ مِنْ ذَلِكَ إِعْلَامَ النَّاسِ لِشُهُودِ صَلَاةِ الجَنَازَةِ، أَوْ الدُّعَاءِ لِلْمَيِّتِ وَالاسْتِغْفَارِ لَهُ، أَوْ لِتَعْزِيَةِ أَهْلِهِ بِهِ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ وَسِيلَةٌ لِتِلْكَ الصَّالِحَاتِ.

Tidak apa-apa memberitahukan dan mengumumkan kematian seseorang dengan menggunakan media sosial, seperti; facebook, twitter, whatsapp, dan yang lainnya atau melalui email dan melalui sms, jika maksud dari hal itu adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat agar mereka datang untuk melakukan shalat jenazah, mendoakan mayit, memintakan ampun bagi si mayit, takziyah kepada keluarganya, maka pengumuman itu menjadi sarana untuk amal sholeh tersebut. [https://islamqa.info/ar/231029]

====

SYEIKH BIN BAAZ :

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya tentang pengumuman kematian melalui media cetak (Koran) ?

Beliau menjawab:

"لَا نَعْلَمُ فِيهِ شَيْئًا، مِنْ بَابِ الخَبَرِ".انْتَهَى

“Kami berpendapat tidak mengapa, karena termasuk dalam bab pemberitaan”. (Masa’il Imam Ibnu Baaz karya Ibnu Mani’: 108)

-----

SYEIKH AL-UTSAIMIN :

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

"وَأَمَّا الإِعْلَانُ عَنْ مَوْتِ المَيِّتِ: فَإِنْ كَانَ لِمَصْلَحَةٍ مِثْلَ أَنْ يَكُونَ المَيِّتُ وَاسِعَ المُعَامَلَةِ مَعَ النَّاسِ بَيْنَ أَخْذٍ وَإِعْطَاءٍ، وَأُعْلِنَ مَوْتُهُ لَعَلَّ أَحَدًا يَكُونُ لَهُ حَقٌّ عَلَيْهِ فَيُقْضَى أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ: فَلَا بَأْسَ" انْتَهَى

“Adapun pengumuman akan kematian si mayit, jika untuk kemaslahatan, seperti jika si mayit tersebut muamalahnya luas (dikenal banyak orang) antara pernah menerima atau memberi, maka diumumkan kematiannya karena bisa jadi ada seseorang yang mempunyai hak kepadanya maka akan ditunaikan atau yang semisalnya, dalam hal ini tidaklah mengapa”. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Al Utsaimin: 17/461)

-------

IBNU JIBRIN :

Syeikh Ibnu Jibrin berkata:

"لَا بَأْسَ بِنَشْرِ الخَبَرِ عَنْ وَفَاةِ بَعْضِ الأَشْخَاصِ المَشْهُورِينَ بِالخَيْرِ وَالصَّلَاحِ، لِيَحْصُلَ التَّرَحُّمُ عَلَيْهِمْ وَالدُّعَاءُ لَهُمْ مِنَ المُسْلِمِينَ، وَلَكِنْ لَا يَجُوزُ مَدْحُهُمْ بِمَا لَيْسَ فِيهِمْ، فَإِنَّ ذَلِكَ كَذِبٌ صَرِيحٌ" انْتَهَى

“Tidak masalah menyebarluaskan berita kematian sebagian orang yang terkenal baik dan keshalihan, agar didoakan semoga mendapatkan rahmat dan umat Islam ikut mendoakannya, akan tetapi tidak boleh memuji mereka dengan apa yang tidak mereka perbuat, karena hal itu merupakan kedustaan yang nyata”. (Fatawa Islamiyah: 2/106)

Dalil-dalil sunnah menunjukkan akan bolehnya bagian yang terakhir dari pembagian An Na’yu, sebagaimana pemberitaan kematian raja Najasyi dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para syuhada’ perang mu’tah dan yang lainnya.

******

FATWA SYEIKH AL-ALBANI TENTANG BID’AH MOBIL AMBULANCE JENAZAH:

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata dalam "Ahkam al-Janazah" halaman 76:

وَأَمَّا حَمْلُ الْجَنَازَةِ عَلَى عَرَبَةٍ أَوْ سَيَّارَةٍ مُخَصَّصَةٍ لِلْجَنَائِزِ، وَتَشِييعُ الْمُشِيعِينَ لَهَا وَهُمْ فِي السَّيَّارَاتِ، فَهَذِهِ الصُّورَةُ لَا تَشْرَعُ الْبِتَّةَ، وَذَلِكَ لِأَمُورٍ:

الْأُولَى: أَنَّهَا مِنْ عَادَاتِ الْكُفَّارِ، وَقَدْ تُقَرِّرُ فِي الشَّرِيعَةِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ تَقْلِيدُهُمْ فِيهَا.

وَفِي ذَلِكَ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ جِدًّا، كُنْتُ أَسْتَوْعِبُهَا وَخَرَجْتُهَا فِي كِتَابِي " حِجَابُ الْمَرْأَةِ الْمُسْلِمَةِ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ "، بَعْضُهَا فِي الْأَمْرِ وَالْحُضُّ عَلَى مُخَالَفَتِهِمْ فِي عِبَادَاتِهِمْ وَأَزْيَائِهِمْ وَعَادَاتِهِمْ، وَبَعْضُهَا مِنْ فَعْلِهِ ﷺ فِي مُخَالَفَتِهِمْ فِي ذَلِكَ، فَمَنْ شَاءَ الْاطِّلَاعَ عَلَيْهَا فَلْيَرْجِعْ إِلَيْهِ.

الثَّانِيَ: أَنَّهَا بِدْعَةٌ فِي عِبَادَةٍ، مَعَ مُعَارِضَتِهَا لِلسُّنَّةِ الْعَمَلِيَّةِ فِي حَمْلِ الْجَنَازَةِ، وَكُلُّ مَا كَانَ كَذَلِكَ مِنَ الْمُحْدَثَاتِ، فَهُوَ ضَلَالَةٌ اتِّفَاقًا.

الثَّالِثُ: أَنَّهَا تُفُوتُ الْغَايَةَ مِنْ حَمْلِهَا وَتَشِييعِهَا، وَهِيَ تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، كَمَا نَصَّ عَلَى ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ فِي أَوَّلِ هَذَا الْفَصْلِ بِلَفْظٍ:

" ... وَاتَّبِعُوا الْجَنَائِزَ تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةُ ".

أَقُولُ: إِنْ تَشِييعَهَا عَلَى تِلْكَ الصُّورَةِ مِمَّا يُفُوتُ عَلَى النَّاسِ هَذِهِ الْغَايَةَ الشَّرِيفَةَ تَفْوِيتًا كَامِلًا أَوْ دُونَ ذَلِكَ، فَإِنَّهُ مَمَّا لَا يَخْفَى عَلَى الْبَصِيرِ أَنَّ حَمْلَ الْمَيِّتِ عَلَى الْأَعْنَاقِ، وَرُؤْيَةَ الْمُشِيعِينَ لَهَا وَهِيَ عَلَى رُؤُوسِهِمْ، أَبْلَغُ فِي تَحْقِيقِ التَّذَكُّرِ وَالْاتِّعَاظِ مِنْ تَشِييعِهَا عَلَى الصُّورَةِ الْمَذْكُورَةِ، وَلَا أَكُونُ مُبَالِغًا إِذَا قُلْتُ: إِنَّ الَّذِي حَمَلَ الْأَوْرَبِيِّينَ عَلَيْهَا إِنَّمَا هُوَ خَوْفُهُم مِنَ الْمَوْتِ وَكُلُّ مَا يُذْكَرُ بِهِ، بِسَبَبِ تَغْلُبِ الْمَادَّةِ عَلَيْهِمْ، وَكُفْرِهِمْ بِالْآخِرَةِ!

الرَّابِع: أَنَّهَا سَبَبٌ قَوِيٌّ لِتَقْلِيلِ الْمُشِيعِينَ لَهَا وَالرَّاغِبِينَ فِي الْحُصُولِ عَلَى الْأَجْرِ الَّذِي سَبَقَ ذِكْرُهُ فِي الْمَسْأَلَةِ (45) مِنْ هَذَا الْفَصْلِ، ذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ كُلُّ أَحَدٍ أَنْ يَسْتَأْجِرَ سَيَّارَةً لِيُشِيعَهَا ".

الْخَامِس: أَنْ هَذِهِ الصُّورَةُ لَا تَتَّفِقُ مِنْ قَرِيبٍ وَلَامِنْ بَعِيدٍ مَعَ مَا عُرِفَ عَنْ الشَّرِيعَةِ الْمُطَهَّرَةِ السَّمْحَةِ مِنَ الْبُعْدِ عَنِ الشَّكْلِيَّاتِ وَالرَّسَمِيَّاتِ، لَا سِيمَا فِي مِثْلِ هَذَا الْأَمْرِ الْخَطِيرِ: الْمَوْتِ! وَالْحَقُّ أَقُولُ: إِنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ فِي هَذِهِ الْبِدْعَةِ إِلَّا هَذِهِ الْمُخَالِفَةُ، لَكَفَى ذَلِكَ فِي رَدِّهَا فَكَيْفَ إِذَا انْضَمَّ إِلَيْهَا مَا سَبَقَ بَيَانُهُ مِنَ الْمُخَالِفَاتِ وَالْمَفَاسِدِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا لَا أُذْكِرُهُ! أَهـ

"Adapun membawa jenazah dengan gerobak atau mobil jenazah (ambulance), dan para pengiring mengikutinya dengan mobil pula, maka cara ini sama sekali tidak disyariatkan, karena beberapa argumentasi :

Pertama: Ini adalah kebiasaan orang kafir, dan dalam syariat telah ditetapkan bahwa tidak boleh menyerupai mereka dalam hal ini.

Ada banyak sekali hadis yang menguatkan hal ini dan saya telah mencantumkannya serta menjelaskannya dalam kitab saya "Hijabul Mar’ah al-Muslimah Fil Kitab Was Sunnah", sebagian dari hadis tersebut memerintahkan dan mendorong untuk berbeda dengan mereka dalam ibadah, pakaian, dan kebiasaan mereka, dan sebagian lagi adalah amalan Nabi  yang menunjukkan perbedaan dengan mereka dalam hal tersebut. Bagi yang ingin melihat lebih jauh dapat merujuk ke kitab tersebut.

Kedua: Ini adalah bid'ah dalam ibadah, yang bertentangan dengan sunnah amaliyah Nabi  dalam membawa jenazah, dan setiap hal yang seperti itu dari inovasi baru, adalah kesesatan secara ijma’.

Ketiga: Ini menghilangkan tujuan dari membawa dan mengiringi jenazah, yaitu mengingat akhirat, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah  dalam hadis yang disebutkan di awal bab ini dengan lafaz:

"... dan kalian iringilah jenazah, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat."

Saya katakan: Mengiringi jenazah dengan cara tersebut menghilangkan tujuan mulia ini secara keseluruhan atau sebagian, karena tidak diragukan lagi bagi orang yang bijaksana bahwa membawa jenazah di atas bahu dan melihat pengiringnya mengangkatnya di atas kepala mereka, lebih efektif dalam mengingatkan dan mengambil pelajaran daripada mengiringi jenazah dengan cara yang disebutkan.

Saya tidak akan berlebihan jika saya katakan: Yang mendorong orang Eropa melakukannya adalah ketakutan mereka terhadap kematian dan segala hal yang mengingatkan mereka pada kematian, karena dominasi materi atas mereka dan kekufuran mereka terhadap akhirat!"

Keempat: Ini merupakan alasan kuat untuk mengurangi jumlah orang yang mengiringi jenazah dan yang ingin mendapatkan pahala sebagaimana yang telah disebutkan dalam masalah (45) dari bab ini, karena tidak semua orang dapat menyewa mobil untuk mengiringinya.

Kelima: Bentuk ini tidak sejalan baik secara dekat maupun jauh dengan apa yang dikenal dalam syariat yang suci dan toleran dari menghindari formalitas, terutama dalam masalah serius seperti ini: yaitu kematian!

Dan sungguh, saya katakan: Jika tidak ada pelanggaran lain kecuali bahwa ini adalah bid'ah, maka itu sudah cukup untuk menolaknya, lalu bagaimana jika ada tambahan-tambahan dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pelanggaran-pelanggaran, kerusakan, dan lain-lain yang tidak saya sebutkan! [SELESAI  KUTIPAN DARI AL-ALBANI]

Yang Penulis bingungkan adalah : Lalu bagaimana dengan membawa (jenazah) dengan mobil karena jarak kuburan yang jauh, cuaca panas yang ekstrem, atau hujan?

=====

FATWA SYEIKH AL-ALBANI LARANGAN AN-NA'YU MENGGUNAKAN SPEAKER :

Dan Sheikh Al-Albani rahimahullah berkata:

فَالصِّيَاحُ بِذَلِكَ (أي : بِمَكَابِرِ الصَّوْتِ) عَلَى رُؤُوسِ الْمَنَائِرِ يَكُونُ نَعِيًّا مِنْ بَابِ أَوْلَى ، وَلِذَلِكَ جَزَمْنَا بِهِ ، وَقَدْ يَقْتَرِنُ بِهِ أُمُورٌ أُخْرَى هِيَ فِي ذَاتِهَا مُحَرَّمَاتٌ أُخْرَى ، مِثْلَ أَخْذِ الْأُجْرَةِ عَلَى هَذَا الصِّيَاحِ ! وَمَدْحُ الْمَيِّتِ بِمَا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ كَذَلِكَ ، كَقَوْلِهِمْ : " الصَّلَاةُ عَلَى فَخَرِ الْأَمَاجِدِ الْمُكْرَمِينَ ، وَبَقِيَّةُ السَّلَفِ الْكِرَامِ الصَّالِحِينَ ! " .

 "Berteriak menggunakan pengeras suara di atas menara-menara , maka itu termasuk an-Na’yu yang lebih parah, dan karena itu kami memutuskannya tanpa keraguan. Bahkan, dalam hal tersebut terdapat hal-hal lain yang diharamkan pada objeknya, seperti mengambil upah untuk berteriak tersebut! Atau memuji orang yang meninggal dengan sesuatu yang kita tahu tidak demikian, seperti mengatakan:

" الصَّلَاةُ عَلَى فَخَرِ الْأَمَاجِدِ الْمُكْرَمِينَ ، وَبَقِيَّةُ السَّلَفِ الْكِرَامِ الصَّالِحِينَ ! "

'Shalatlah untuk yang terbanggakan, sang bangsawan terhormat, dan sisa generasi salafi yang mulia dan saleh!'". ( "Ahkam al-Jana'iz" (halaman 44-46) secara ringkas)


 

Posting Komentar

0 Komentar