HUKUM ORANG YANG MENGKLAIM DIRINYA BISA MELIHAT ALLAH DI DUNIA DALAM KEADAAN TERJAGA DENGAN MATA KEPALA.
Di
Susun Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN
NIDA AL-ISLAM
=====
======
CUPLIKAN DARI ARTIKEL INI:
Musa alaihis salam
telah meminta kepada Allah Ta’la agar dapat melihat-Nya, akan tetapi Allah
tidak mengabulkan hal itu. Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا
وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَانِي
وَلَٰكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي
ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا
ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُؤْمِنِينَ﴾
“Dan tatkala
Musa datang untuk (bermunajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan
dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
Engkau."
Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, maka dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." [QS. Al-A’raf: 143].
Barang siapa yang
mengaku dia bisa melihat Allah di dunia dengan mata kepalanya dalam keadaan terjaga, maka dia telah mengira bahwa dirinya lebih
baik dari Musa alaihis salam.
Darul Ifta Mesir di
bawah kepimpinan Majlis al-Idarah DR. Mahmud Muslim menjelaskan:
أَمَّا مَنِ ادَّعَى رُؤْيَةَ
اللَّهِ تَعَالَى فِي الدُّنْيَا يَقَظَةً فَهُوَ ضَالٌّ، وَذَهَبَ بَعْضُ
الْعُلَمَاءِ إِلَى تَكْفِيرِهِ ...
“Adapun orang yang
mengklaim melihat Allah Ta'ala di dunia dalam keadaan terjaga, maka dia sesat,
dan sebagian ulama berpendapat bahwa dia kafir”.
[Sumber : دَارُ الإِفْتَاءِ: يُمْكِنُ
رُؤْيَةُ اللهِ تَعَالَى فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ (https:
// www.elwatannews.com ›)]
Syeikh al-Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
(مَنْ قَالَ مِنَ النَّاسِ: إِنَّ الأَوْلِيَاءَ
أَوْ غَيْرَهُمْ يَرُونَ اللَّهَ بِعَيْنِهِ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ ضَالٌّ،
مُخَالِفٌ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ سَلَفِ الأُمَّةِ، لَا سِيَّمَا إِذَا
ادَّعَوْا أَنَّهُمْ أَفْضَلُ مِنْ مُوسَى، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ يُسْتَتَابُونَ، فَإِنْ
تَابُوا وَإِلَّا قُتِلُوا)
"Barang siapa yang mengatakan bahwa para
wali atau selain mereka dapat melihat Allah dengan matanya di dunia, maka ia
adalah seorang ahli bid'ah yang sesat, menyelisihi Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma'
(kesepakatan) Salaf umat ini.
Terlebih lagi jika
mereka mengklaim bahwa diri mereka lebih baik dari Musa, maka mereka harus
diminta untuk bertaubat. Jika mereka bertaubat, maka diterima, namun jika
tidak, maka mereka harus dibunuh." [Baca : "Majmū' al-Fatāwā" (7/104)].
==CUPLIKAN SELESAI==
STUDY KOMPREHENSIF TENTANG MELIHAT ALLAH SWT DI DUNIA DAN DI AKHIRAT
====
DAFTAR ISI :
- MELIHAT ALLAH SWT DI DUNIA
- MUNGKINKAH MELIHAT ALLAH DI DUNIA DALAM KEADAAN TERJAGA DENGAN MATA KEPALA?
- DULU IBLIS AHLI IBADAH YANG LUAR BIASA, TAPI DIA TIDAK PERNAH MELIHAT ALLAH
- APAKAH
NABI ﷺ MELIHAT ALLAH SWT SAAT ISRA MI'RAJ?
- MUNGKINKAN MELIHAT ALLAH SWT DALAM MIMPI KETIKA TIDUR ?
- HADITS
MIMPI NABI ﷺ MELIHAT RABB-NYA
- AQIDAH PARA ULAMA SALAF TENTANG MELIHAT ALLAH SWT DI AKHIRAT:
- PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG MELIHAT ALLAH SWT DI AKHIRAT :
- TAFSIR FIRMAN ALLAH SWT : ﴿ لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ﴾
- MELIHAT ALLAH SWT ADALAH KENIKMATAN SYURGA YANG PALING AGUNG
- HADITS ORANG BERIMAN MELIHAT ALLAH DI PADANG MAHSYAR ::
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ . الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَن وَالَاهُ
MELIHAT ALLAH SWT DI DUNIA
*****
MUNGKINKAH MELIHAT ALLAH DI DUNIA DALAM KEADAAN TERJAGA DENGAN MATA KEPALA?
Allah Ta'ala Yang
Maha Kuasa, Dia maha mampu untuk memperlihatkan diri-Nya kepada semua makhluk-Nya,
maka secara logika memungkinkan melihat Allah di dunia dalam keadaan terjaga dengan
kedua mata kepala jika Allah berkehendak, akan tetapi secara hukum syari', itu tidak
akan pernah terjadi. Yakni, melihat Allah di dunia tidak bisa terealisasikan
bagi siapapun. Tidak orang mukmin maupun orang kafir.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
(وَإِنَّمَا لَمْ نَرَهُ فِي الدُّنْيَا
لِعَجْزِ أَبْصَارِنَا، لَا لِامْتِنَاعِ الرُّؤْيَا، فَهَذِهِ الشَّمْسُ إِذَا
حَدَّقَ الرَّائِي الْبَصَرَ فِي شُعَاعِهَا، ضَعُفَ عَنْ رُؤْيَتِهَا لَا
لِامْتِنَاعٍ فِي ذَاتِ الْمَرْئِيِّ، بَلْ لِعَجْزِ الرَّائِي، فَإِذَا كَانَ فِي
الدَّارِ الْآخِرَةِ أَكْمَلَ اللَّهُ قُوَى الْآدَمِيِّينَ حَتَّى أَطَاقَهُمْ
رُؤْيَتَهُ، وَلِهَذَا لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِلْجَبَلِ خَرَّ مُوسَى صَعْقًا؛
قَالَ: سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ، وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ بِأَنَّهُ
لَا يَرَاكَ حَيٌّ إِلَّا مَاتَ، وَلَا يَابِسٌ إِلَّا تَدَهْدَهَ، وَلِهَذَا
كَانَ الْبَشَرُ يَعْجِزُونَ عَنْ رُؤْيَةِ الْمَلَكِ فِي صُورَتِهِ إِلَّا مَنْ
أَيَّدَهُ اللَّهُ كَمَا أَيَّدَ نَبِيَّنَا ﷺ).
"Adapun kenapa
kita tidak bisa melihat-Nya di dunia ? karena kelemahan penglihatan kita, bukan
karena mustahilnya melihat.
Matahari ini, jika
seorang yang melihat menatap sinarnya dengan tajam, maka dia akan kesulitan
untuk melihatnya, bukan karena mustahilnya objek yang dilihat, akan tetapi
karena kelemahan penglihatannya. Maka di akhirat nanti, Allah akan
menyempurnakan kekuatan manusia hingga mereka mampu melihat-Nya. Oleh karena
itu, ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada gunung, maka Musa pun jatuh
pingsan; dan Musa berkata: 'Mahasuci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu, dan aku
adalah orang pertama yang beriman bahwa tidak ada yang melihat-Mu dalam keadaan
hidup kecuali akan mati, dan tidak ada yang keras kecuali akan hancur.'
Oleh karena itu,
manusia tidak akan mampu melihat malaikat dalam bentuk aslinya kecuali orang
yang dikuatkan oleh Allah, sebagaimana Dia menguatkan Nabi kita ﷺ
(melihat Jibril ‘alahis salam)." (Baca : Minhaj as-Sunnah
an-Nabawiyyah" 2/332).
Diriwayatkan oleh
Imam Muslim, dalam shohihnya no. 169 : bahwa Nabi ﷺ dihari ketika memperingatkan orang-orang tentang (keluarnya)
Dajjal, beliau bersabda,
(
تَعَلَّمُوا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى
يَمُوتَ ) .
(Ketahuilah bahwa
tidak ada seorangpun diantara kalian (dapat) melihat Tuhannya Azza Wajalla
sampai meninggal dunia).
NABI MUSA alaihis
salam TIDAK BISA MELIHAT ALLAH SWT DI DUNIA’
Musa alaihis salam
telah meminta kepada Allah Ta’la agar dapat melihat-Nya, akan tetapi Allah
tidak mengabulkan hal itu. Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا
وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَانِي
وَلَٰكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي
ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا
ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُؤْمِنِينَ﴾
“Dan tatkala
Musa datang untuk (bermunajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan
dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa:
"Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
Engkau."
Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, maka dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." [QS. Al-A’raf: 143].
Dalam BIBLE (ALKITAB)
kitab umat Kristen disebutkan :
(Kel. 33:20) :
Tuhan berkata, “Kamu tidak dapat melihat wajah-Ku; karena tidak seorang pun akan melihat Aku, dan
hidup) ”.
(1 Yohanes 4:12) : "Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita".
ALLAH SWT MURKA KEPADA BANI
ISRAIL KARENA MEREKA TIDAK MAU BERIMAN KECUALI JIKA MEREKA DAPAT MELIHAT ALLAH
SWT :
Allah SWT berifrman :
﴿وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَن نُّؤْمِنَ
لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ
تَنظُرُونَ﴾
Dan (ingatlah), ketika kalian
(wahai Bani Israil) berkata: "Hai Musa,
kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,
karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". [QS.
Baqarah: 55]
Barang siapa yang mengaku dia bisa melihat Allah di dunia dengan mata kepalanya dalam keadaan terjaga, maka dia telah mengira bahwa dirinya lebih baik dari Musa alaihis salam..
Darul Ifta Mesir di
bawah kepimpinan Majlis al-Idarah DR. Mahmud Muslim menjelaskan:
أَمَّا مَنِ ادَّعَى رُؤْيَةَ
اللَّهِ تَعَالَى فِي الدُّنْيَا يَقَظَةً فَهُوَ ضَالٌّ، وَذَهَبَ بَعْضُ
الْعُلَمَاءِ إِلَى تَكْفِيرِهِ ...
“Adapun orang yang
mengklaim melihat Allah Ta'ala di dunia dalam keadaan terjaga, maka dia sesat,
dan sebagian ulama berpendapat bahwa dia kafir”.
[Sumber : دَارُ الإِفْتَاءِ: يُمْكِنُ
رُؤْيَةُ اللهِ تَعَالَى فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ (https:
// www.elwatannews.com ›)]
Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
(مَنْ قَالَ مِنَ النَّاسِ: إِنَّ الأَوْلِيَاءَ
أَوْ غَيْرَهُمْ يَرُونَ اللَّهَ بِعَيْنِهِ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ ضَالٌّ،
مُخَالِفٌ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ سَلَفِ الأُمَّةِ، لَا سِيَّمَا إِذَا
ادَّعَوْا أَنَّهُمْ أَفْضَلُ مِنْ مُوسَى، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ يُسْتَتَابُونَ، فَإِنْ
تَابُوا وَإِلَّا قُتِلُوا)
"Barang siapa yang mengatakan bahwa para
wali atau selain mereka dapat melihat Allah dengan matanya di dunia, maka ia
adalah seorang ahli bid'ah yang sesat, menyelisihi Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma'
(kesepakatan) Salaf umat ini.
Terlebih lagi jika
mereka mengklaim bahwa diri mereka lebih baik dari Musa, maka mereka harus
diminta untuk bertaubat. Jika mereka bertaubat, maka diterima, namun jika
tidak, maka mereka harus dibunuh." [Baca : "Majmū' al-Fatāwā" (7/104)].
Dan Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan :
" وَقَدْ ثَبَتَ بِنَصِّ الْقُرْآنِ
أَنَّ مُوسَى قِيلَ لَهُ: (لَنْ تَرَانِي) وَأَنَّ رُؤْيَةَ اللَّهِ أَعْظَمُ مِنْ
إِنْزَالِ كِتَابٍ مِنَ السَّمَاءِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: (يَسْأَلُكَ أَهْلُ
الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا
مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً). فَمَنْ قَالَ
إِنَّ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ يَرَاهُ؛ فَقَدْ زَعَمَ أَنَّهُ أَعْظَمُ مِنْ مُوسَى
بْنِ عِمْرَانَ، وَدَعْوَاهُ أَعْظَمُ مِنْ دَعْوَى مَنِ ادَّعَى أَنَّ اللَّهَ
أَنْزَلَ عَلَيْهِ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ".
“Telah ada
ketetapan dengan nash Qur’an bahwa Musa dikatakan kepadanya (Engkau tidak akan
bisa melihat-Ku) bahwa melihat Allah itu lebih agung dibandingkan dengan
menurunkan kitab dari langit. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ
تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ
مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً
“Ahli Kitab meminta
kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka
sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka
berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata." QS.
An-Nisa’: 153.
Kalau ada salah
seorang manusia melihat-Nya. Maka dia menyangka lebih agung dibanding dengan Musa
bin Imron. Pengakuannya lebih agung dari pada pengakuan orang yang mengaku
Allah telah menurunakn kitab dari langit.” [Selesai dari Majmu’ Fatawa,
(2/336)].
Beliau juga
mengatakan :
"كُلُّ مَنْ ادَّعَى أَنَّهُ رَأَى
رَبَّهُ بِعَيْنَيْهِ قَبْلَ الْمَوْتِ فَدَعْوَاهُ بَاطِلَةٌ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ؛ لِأَنَّهُمْ اتَّفَقُوا جَمِيعُهُمْ عَلَى أَنَّ
أَحَدًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَا يَرَى رَبَّهُ بِعَيْنَيْ رَأْسِهِ حَتَّى
يَمُوتَ".
“Semua orang yang
mengaku melihat Tuhannya dengan kedua matanya sebelum mati, maka pengakuannya
itu batil menurut kesepakatan ahlus sunah wal jamaah. Karena meraka semua
sepakat bahwa tidak seorangpun dari kalangan orang mukmin tidak mungkin
melihat Allah dengan kedua mata kepalanya sampai dia meninggal dunia.” Selesai
dari ‘Majmu fatawa, (3/389).
Dan beliau
menjelaskan bahwa perbedaan pendapat yang ada adalah khusus berkaitan dengan Nabi
ﷺ saja.
Maka beliau berkata :
"اِتَّفَقَ أَئِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ
عَلَى أَنَّ أَحَدًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَا يَرَى اللَّهَ بِعَيْنِهِ فِي
الدُّنْيَا، وَلَمْ يَتَنَازَعُوا إِلَّا فِي النَّبِيِّ ﷺ خَاصَّةً، مَعَ أَنَّ
جَمَاهِيرَ الْأَئِمَّةِ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يَرَهُ بِعَيْنِهِ فِي الدُّنْيَا،
وَعَلَى هَذَا دَلَّتِ الْآثَارُ الصَّحِيحَةُ الثَّابِتَةُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ
وَالصَّحَابَةِ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ".
“Para imam umat
Islam telah sepakat bahwa tidak ada seorangpun dari kalangan umat Islam dapat
melihat Allah dengan kedua matanya di dunia. Mereka semua tidak berselisih
kecuali pada Nabi ﷺ secara khusus. padahal mayoritas (jumhur) para imam tidak ada
yang melihat dengan kedua matanya di dunia. Hal ini yang ditunjukkan atsar
shoheh dan tetap dari Nabi ﷺ, para shahabat dan para imam umat Islam.” [Selesai dari
‘Majmu Fatawa, (2/335)].
Dalam fatwa
Islam.web no. 121588 di sebutkan :
"وَأَمَّا
آدَمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَلَا نَعْلَمُ دَلِيلًا عَلَى رُؤْيَتِهِ لِلَّهِ،
وَلَا يَلْزَمُ مِنْ تَعْلِيمِ اللَّهِ لَهُ الْأَسْمَاءَ وَتَلَقِّي آدَمَ مِنْ
رَبِّهِ لِلْكَلِمَاتِ أَنْ تَكُونَ الرُّؤْيَةُ قَدْ وَقَعَتْ لَهُ
بِالضَّرُورَةِ".
"Adapun Adam
'alaihissalam, kami tidak mengetahui dalil yang menunjukkan bahwa ia melihat
Allah, dan tidak berarti bahwa karena Allah mengajarkannya nama-nama dan Adam
menerima firman-firman dari Tuhannya, lalu harus memastikan bahwa ia telah
melihat-Nya (tidak harus demikian)".
Fatwa Syeikh bin
Baaz rahimahullah :
Berikut ini tanya
jawab Syeikh Bin Baaz :
س: هَلْ يُرَى اللهُ تَعَالى فِي
الدُّنْيَا؟
ج: لَا، مَا يُرَى إِلَّا فِي
الْآخِرَةِ، يَرَاهُ الْمُؤْمِنُونَ فِي الْآخِرَةِ، قَالَ فِي الدُّنْيَا: لَنْ
تَرَانِي [الأَعْرَاف: 143]، وَقَالَ ﷺ : وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ
مِنْكُمْ رَبَّهُ حَتَّى يَمُوتَ، حَتَّى النَّبِيُّ مُحَمَّدٌ ﷺ، وَحَتَّى مُوسَى
لَمَّا أَرَادَ رُؤْيَتَهُ قَالَ لَهُ الرَّبُّ: لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ
إِلَى الْجَبَلِ...، أَمَّا فِي الْآخِرَةِ فَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُونَ فِي
الْمَوْقِفِ وَفِي الْجَنَّةِ.
س: وَقَوْلُ ابْنِ عَبَّاسٍ: رَآهُ
بِفُؤَادِهِ؟
ج: هَذِهِ رُؤْيَا النَّوْمِ...
وَعِلْمُ الْقَلْبِ.
Tanya : Apakah Allah dapat dilihat di dunia?
Jawab : Tidak, Allah hanya dapat dilihat di akhirat. Orang-orang beriman
akan melihat-Nya di akhirat. Allah berfirman tentang dunia: "Kamu tidak
akan dapat melihat-Ku" [Al-A'raf: 143]. Rasulullah ﷺ juga
bersabda: "Ketahuilah bahwa tidak seorang pun di antara kalian akan
melihat Tuhannya sampai ia meninggal." Bahkan Nabi Muhammad ﷺ dan
bahkan Musa ketika ingin melihat Allah, Allah berfirman kepadanya: "Kamu
tidak akan dapat melihat-Ku, tetapi lihatlah gunung itu..." Adapun di
akhirat, orang-orang beriman akan melihat-Nya di padang mahsyar dan di surga.
Tanya : Bagaimana dengan perkataan Ibnu Abbas: 'Dia (Nabi ﷺ)
melihat-Nya dengan hatinya'?
Jawab : Itu adalah penglihatan dalam mimpi... dan pengetahuan hati.
[Sumber : Fatawa
ad-Duruus (هَلْ يُمْكِنُ رُؤْيَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
فِي الدُّنْيَا؟)]
Orang-orang kafir tidak akan pernah melihat
Allah Yang Maha Agung. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ
لَمَحْجُوبُونَ ﴾
Sekali-kali tidak!
Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat)
Tuhannya. (QS. Al-Mutaffifin: 15)
Al-Imam
an-Nawaawi rahimahullah menjelaskan
:
(أَمَّا رُؤْيَةُ اللَّهِ فِي الدُّنْيَا،
فَقَدْ قَدَّمْنَا أَنَّهَا مُمْكِنَةٌ، وَلَكِنَّ الْجُمْهُورَ مِنَ السَّلَفِ
وَالْخَلَفِ مِنَ الْمُتَكَلِّمِينَ وَغَيْرِهِمْ أَنَّهَا لَا تَقَعُ فِي
الدُّنْيَا)
“Adapun melihat
Allah di dunia, kami telah menyebutkan bahwa hal itu mungkin terjadi, namun
mayoritas dari salaf dan khalaf, dari para ahli kalam dan lainnya, berpendapat
bahwa hal itu tidak terjadi di dunia.” [ lihat : ((Sharh Sahih Muslim)) oleh
Nawaawi (1 /320)].
Dalam “Syarh
ath-Thahawiyyah” dikatakan:
(وَهَـٰذَا الْقَوْلُ الَّذِي قَالَهُ
الْقَاضِي عِيَاضٌ رَحِمَهُ اللَّهُ هُوَ الْحَقُّ، فَإِنَّ الرُّؤْيَةَ فِي
الدُّنْيَا مُمْكِنَةٌ؛ إِذْ لَوْ لَمْ تَكُنْ مُمْكِنَةً لَمَا سَأَلَهَا مُوسَى
عَلَيْهِ السَّلَامُ)
“Dan pendapat yang
diungkapkan oleh Qadhi Iyad rahimahullah adalah benar, karena melihat Allah di
dunia itu mungkin terjadi; jika tidak mungkin, maka Musa alaihis salam tidak
akan memintanya.” [Baca : Syarh ath-Thahawiyyah fi al-Aqidah
as-Salafiyyah 1/434].
====
DULU IBLIS AHLI IBADAH YANG LUAR BIASA, TAPI DIA TIDAK PERNAH MELIHAT ALLAH
Ada riwayat yang
mengatakan bahwa Dia menyembah Allah selama 1000 tahun, lalu Allah swt
mengangkatnya ke langit pertama. Di langit pertama, Azazil beribadah
menyembah Allah swt selama 1000 tahun. Kemudian dia diangkat ke langit kedua.
Begitu seterusnya hingga akhirnya dia diangkat menjadi imam dan ketua
malaikat ataupun imam kepada para malaikat. Ibadahnya kepada Allah
paling banyak. Ada riwayat yang menyatakan Azazil beribadah kepada Allah selama
80,000 tahun dan tiada tempat di dunia ini yang tidak dijadikan tempat sujudnya
ke hadrat Allah.
Kaab bin al-Ahbaar
berkata : Nama Azaaziil ini di langit dunia di kenal sebgai al-‘Aabid / ahli
ibadah . Di langit kedua sebagai az-Zaahid / ahli zuhud . Di langit ke tiga
sebagai al-‘Aarif / Ahli ma’rifat . Di langit ke empat sebagai al-Waliy / wali
. Di langit keenam sebagai al-Khoozin . Di langit ke tujuh sebagai Azaazil .
Dan di Lauh Mahfudz sebagai Iblis . Dan kata Iblis sendiri dari bahasa ‘ajam
bukan dari bahasa arab . Dari asal kata al-Iblaas (الإِبْلاَس) yakni (الإبْعَاد) menjauhkan .
Dalam sebuah
riwayat di katakan bahwa proses penciptaan Adam yang pertama kali adalah
penciptaan jasadnya yang terbuat dari tanah liat di hari Jumat . Setelah
terbentuk lalu jasad itu di biarkan selama 40 tahun . Suatu saat para malaikat
melintasinya , mereka terkejut saat pertama kali melihatnya . Dan yang paling
terkejut diantara mereka adalah Azaaziil , dia menghampirinya lalu memukulnya ,
maka keluar suara dentingan dari jasadnya seperti tembikar (tanah yang dibakar
kering ketika diketuk mengeluarkan suara berdenting ) , maka dari itu Allah swt
berfirman dalam al-Quran :
{ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ
كَالْفَخَّارِ }
“ Dia
menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar “( QS. Ar-Rahmaan : 14 )
Kemudian Azaaziil
bertanya pada jasad Adam : Untuk apa kamu di ciptakan ? lalu dia masuk ke
dalamya melalui mulut dan keluar lewat dubur nya.
Dan para malaikat
pun berkata kepada Azaaziil :
“Kamu
gak usah risau dan takut kepadanya, dia bukan Allah. Allah itu ash-Shomad (الصَّمَدُ) yakni tidak kosong dan bolong, sementara jasad ini (أجْوَف) yakni bolong dan kosong. Kalau kamu menguasainya
pasti kamu akan membinasakannya “.
Maka ketika tiba saatnya Allah swt berkehendak meniupkan ruh ke dalamnya , Allah swt berfirman kepada para Malaikat :
{ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ }
Maka apabila Aku
telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. ( QS. Al-Hijr : 30
)
Maka ketika Allah
meniupkan ruh ke jasad Adam , maka ruh itu masuk ke dalam kepalanya, Adam pun
bersin, maka para malaikat berkata :
Katakanlah
al-hamdulillah !.
Maka Allah
menjawabnya :
Yarhamukallooh
(يَرْحَمُكَ
اللهُ).
Ketika ruh masuk
sampai di matanya , maka dia memandangi buah-buahan di syurga , dan ketika ruh
sampai di perutnya, dia merasakan timbulnya selera makan , maka dia melompat
sebelum ruh itu sampai di kedua kakinya dikarenakan terburu-buru ingin
menikmati buah-buahan syurga. Oleh karena itu Allah swt berfirman :
{ خُلِقَ الْإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ ۚسَأُرِيكُمْ آيَاتِي
فَلَا
تَسْتَعْجِلُونِ }
Manusia telah dijadikan bertabi’at tergesa-gesa, kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab) Ku maka janganlah kamu minta kepadaku mendatangkannya dengan segera .( QS. Al-Anbiya : 37) . [Sumber : Konsep Dewa Dewi hal. 29 & 31].
******
APAKAH NABI ﷺ MELIHAT ALLAH SWT SAAT ISRA MI’RAJ?
Allah dalam firman-Nya:
﴿وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَىٰ (9) ثُمَّ
دَنَا فَتَدَلَّىٰ (10) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَىٰ (11) فَأَوْحَىٰ
إِلَىٰ عَبْدِهِ مَا أَوْحَىٰ(11) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ (12) وَلَقَدْ
رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى (١٥) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (١٦) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا
طَغَى (١٧) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (١٨)﴾
“Sedang dia berada
di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka
jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih
dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah
Allah wahyukan. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang
apa yang telah dilihatnya? . Dan sesungguhnya Muhammad
telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
(yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS an-Najm ayat 13–18)
=====
PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA:
Telah terjadi perbedaan pendapat
di kalangan sahabat tentang Nabi ﷺ apakah beliau melihat Rabb-nya saat Miraj?.
Darul Ifta Mesir di
bawah kepimpinan Majlis al-Idarah DR. Mahmud Muslim menjelaskan:
وَأَمَّا يَقَظَةً فَاخْتَلَفَ
الصَّحَابَةُ وَمَنْ بَعْدَهُمْ فِي حُصُولِ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مِنْ عَدَمِهِ، أَمَّا غَيْرُهُ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَصِحُّ دَعْوَاهُ الرُّؤْيَةَ فِي
الْيَقَظَةِ، وَمَنْ زَعَمَهَا كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ».
Adapun melihat
Allah SWT dalam keadaan terjaga, maka para sahabat dan orang-orang setelah
mereka berselisih pendapat tentang apakah hal itu terjadi kepada Rasulullah ﷺ atau
tidak. Adapun selain beliau ﷺ, maka klaim melihat Allah dalam keadaan terjaga tidaklah sahih,
dan siapa saja yang mengaku-ngaku melihat-Nya, maka dia termasuk golongan yang
sesat’.
[ Sumber : دار الإفتاء: يمكن رؤية الله تعالى
في الدنيا والآخرة ( https://www.elwatannews.com
›)]
Adapun yang berkenaan dengan Nabi
ﷺ, maka yang beredar di kalangan
para shahabat terangkum dalam tiga pendapat :
======
PENDAPAT PERTAMA : NABI ﷺ TIDAK MELIHAT ALLAH .
Sebagian besar para Sahabat
berpendapat bahwa Nabi ﷺ tidak
melihat Allah dengan matanya pada malam Isra dan Miraaj.
Menurut Aisyah
radhiyallau ‘anha termasuk kedustaan besar adalah orang yang mengatakan bahwa
Nabi ﷺ bisa
melihat Tuhan-nya saat beliau masih hidup [makrifat].
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata :
مَن حَدَّثَكَ أنَّ مُحَمَّدًا ﷺ
رَأَى رَبَّهُ، فقَدْ كَذَبَ، وهو يقولُ ﴿لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ﴾ [الأنعام: 103]، ومَن حَدَّثَكَ أنَّه يَعْلَمُ الغَيْبَ،
فقَدْ كَذَبَ، وهو يقولُ: لا يَعْلَمُ الغَيْبَ إلَّا اللَّهُ
Barangsiapa
mengatakan kepadamu bahwa Muhammad ﷺ melihat Tuhannya, maka dia telah berdusta, karena Dia berfirman
: { Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata }[Al-An’am: 103]
Dan barang siapa
yang mengatakan kepadamu bahwa dia mengetahui yang ghaib, maka dia telah
berdusta, karena Dia berfirman: Hanya Allah yang mengetahui yang ghaib.
[HR. Bukhori no. 6832 & 7380]
RIWAYAT
LAIN :
Dari Amir, dia
berkata:
أَتَى
مَسْرُوقٌ عَائِشَةَ فَقَالَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ هَلْ رَأَى مُحَمَّدٌ ﷺ
رَبَّهُ .
قَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ لَقَدْ
قَفَّ شَعْرِي لِمَا قُلْتَ أَيْنَ أَنْتَ مِنْ ثَلَاثٍ مَنْ حَدَّثَكَهُنَّ
فَقَدْ كَذَبَ مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ كَذَبَ
ثُمَّ قَرَأَتْ { لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ } {
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ }
وَمَنْ أَخْبَرَكَ بِمَا فِي غَدٍ
فَقَدْ كَذَبَ ثُمَّ قَرَأَتْ { إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ } هَذِهِ الْآيَةَ
وَمَنْ أَخْبَرَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا ﷺ
كَتَمَ فَقَدْ كَذَبَ ثُمَّ قَرَأَتْ { يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ } وَلَكِنَّهُ رَأَى جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ
مَرَّتَيْنِ
Masruq pernah
mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha seraya berkata: “Wahai Ummul Mukminin,
apakah Muhammad ﷺ melihat Tuhannya?
Dia (Aisyah)
menjawab:
‘Subhaanallah,
sungguh merinding bulu kudukku karena apa yang kamu katakan. Bagaimana sikapmu
terhadap ketiga hal itu? Barangsiapa yang memberitahumu ketiga hal itu, maka
sungguh dia telah berdusta.
(Pertama), barangsiapa yang berkata kepadamu bahwa Muhammad ﷺ melihat
Tuhannya maka sungguh ia telah berbohong’. Kemudian ia membaca:
{ لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ }
“Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan.”.
Dan dia membaca :
{ وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ
اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ }
“Tidak mungkin bagi
seorang manusia pun bahwa Allah berbicara dengan dia kecuali dengan perantara
wahyu atau dibelakang tabir”.
(Kedua) Barangsiapa yang mengkhabarkan kepadamu tentang sesuatu yang terjadi
esok maka sungguh ia telah berdusta. Kemudian Aisyah mambaca:
{ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ }
“Sesungguhnya
Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat: dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.”
(Ketiga) dan barangsiapa yang mengabarkan kepadamu bahwa Muhammad ﷺ telah
menyembunyikan wahyu maka sungguh ia telah berdusta. Kemudian ia membaca:
{ يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ }
“Wahai rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu.”
Tapi, beliau pernah
melihat Jibril dalam wujud aslinya dua kali.”
[HR. Bukhori no.
4855 dan Imam Ahmad no. 23094]
LAFADZ
RIWAYAT LAIN :
Dari Masruq dia berkata, “Ketika
aku duduk bersandar di samping Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka beliau berkata:
‘Wahai Abu Aisyah (Masruq)! Ada
tiga perkara, barangsiapa yang memperbincangkan salah satu darinya, berarti dia
telah melakukan kedustaan yang amat besar terhadap Allah.’
Aku bertanya: ‘Apakah tiga
perkara itu? ‘
Aisyah menjawab:
‘Pertama, barangsiapa mengklaim bahwa Muhammad ﷺ melihat Tuhannya maka sungguh dia telah membesarkan
kebohongannya terhadap Allah.’
Aku yang duduk bersandar dari
tadi, maka aku mulai duduk dengan baik, lalu aku berkata:
‘Wahai Ummul Mukminin! Berilah
aku tempo, dan janganlah engkau membuatku terburu-buru, (dengarlah kata-kataku
ini terlebih dahulu), bukankah Allah telah berfirman:
﴿ وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ
الْمُبِينِ ﴾
‘(Dan sesungguhnya Muhammad telah
melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain) ‘ (Qs. Al
Takwir: 23).
Dan Firman Allah lagi:
﴿ وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى ﴾
‘(Dan sungguh Muhammad telah
melihat ‘dia’ dalam bentuk rupanya yang asal sekali lagi) ‘ (Qs. An Najm: 13).
Maka Aisyah menjawab:
"أَنَا أَوَّلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ سَأَلَ
عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ إِنَّمَا هُوَ جِبْرِيلُ لَمْ أَرَهُ عَلَى
صُورَتِهِ الَّتِي خُلِقَ عَلَيْهَا غَيْرَ هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ رَأَيْتُهُ
مُنْهَبِطًا مِنْ السَّمَاءِ سَادًّا عِظَمُ خَلْقِهِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى
الْأَرْضِ ".
‘Aku adalah orang yang pertama
bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai
perkara ini dari kalangan umat ini. Beliau ﷺ telah menjawab dengan bersabda:
“Yang
dimaksud ‘dia’ dalam ayat itu adalah Jibril (bukan Allah), aku tidak pernah
melihat Jibril dalam bentuk asalnya kecuali dua kali saja, yaitu semasa dia
turun dari langit dalam keadaan yang terlalu besar sehingga memenuhi di antara
lagit dan bumi.’
Kemudian Aisyah berkata lagi:
أَوَ لَمْ تَسْمَعْ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ ﴿ لَا
تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ ﴾ أَوَ لَمْ تَسْمَعْ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ ﴿وَمَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ
حَكِيمٌ ﴾
‘Apakah kamu tidak pernah
mendengar bahwa Allah:
‘(Dia
tidak dapat dilihat oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat dan
mengetahui hakikat segala penglihatan mata, dan Dialah Yang Maha Bersifat Lemah
Lembut lagi Maha Mendalam pengetahuannya) ‘ (Qs. Al An’am: 103).
Atau, apakah kamu tidak pernah
mendengar firman Allah:
‘(Dan tidaklah layak bagi seorang
manusia, bahwa Allah mengajaknya berbicara kecuali berupa wahyu (dengan diberi
mimpi) atau dari balik hijab / tabir penghalang (dengan mendengar suara saja)
atau dengan mengutuskan utusan (Malaikat), lalu utusan itu menyampaikan wahyu
kepadanya dengan izin Allah sesuatu yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi, lagi Maha Bijaksana) ‘. (Qs. Asy Syura: 51).….. dst. [HR. Muslim
No. 259].
Perkataan
Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu:
Dari Zirr bin ‘Abdillah bin
Hubaisy, dari ‘Abdullah bin Mas’uud radhiyallahu ‘anhu:
فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ
رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى﴾ [النجم: 13]، قَالَ: "رَأَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
جِبْرِيلَ فِي صُورَتِهِ، لَهُ سِتُّمَائَةِ جَنَاحٍ".
Tentang
firman-Nya ta’ala: ‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihatnya
pada waktu yang lain’ (QS. An-Najm: 53), ia berkata: “Rasulullah ﷺ melihat Jibriil dalam
bentuknya (yang asli) yang mempunyai 600 sayap”. [HR. Bukhori no. 3232 dan
Muslim no. 431].
Perkataan
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu:
Dari ‘Athaa’, dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu
"فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ
رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى﴾ [النجم: 13]، قَالَ: "رَأَى جِبْرِيلَ "
“ Tentang firman-Nya ta’ala:
‘Dan sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihatnya pada waktu yang lain’ (QS.
An-Najm: 53), ia berkata: “Beliau ﷺ melihat Jibriil”. [HR. Muslim no. 434].
ADA
HIJAB (TABIR PENGHALANG), YAITU NUR (CAHAYA).
Ada pernyataan dari Abu Musa radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi ﷺ melihat
hijab (tabir / penghalang). Hijab-Nya adalah NUR (Cahaya):
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu
berkata: “Rasulullah ﷺ berdiri
menerangkan kepada kami lima perkara dengan bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ وَلَا
يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ
عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ
اللَّيْلِ حِجَابُهُ النُّورُ – (وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ : النَّارُ)
– لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ
مِنْ خَلْقِهِ
“Sesungguhnya Allah tidak pernah
tidur dan tidak seharusnya Dia tidur. Dia berkuasa menurunkan timbangan amal
dan mengangkatnya. Kemudian akan diangkat kepada-Nya (maksudnya dilaporkan)
segala amalan pada waktu malam sebelum (dimulai) amalan pada waktu siang, dan
begitu juga amalan pada waktu siang akan diangkat kepadaNya sebelum (dimulai)
amalan pada waktu malam.
Hijab-Nya adalah Cahaya –
(menurut riwayat Abu Bakar: ‘Api’ ) -. Andaikata Dia menyingkapkannya,
pasti keagungan Wajah-Nya akan membakar makhluk sejauh pandangan-Nya.” [HR.
Muslim no. 179].
Diantara dalil yang mendukung
bahwa Nabi ﷺ tidak melihat Tuhan-nya
dengan mata-nya pada malam Isra’, melainkan melihat hijab berupa Nur, adalah hadits
Abu Musa ini.
Dan diriwayatkan dari Abu Dzar
radhiyallahu anhu, bahwa dia berkata:
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ
قَالَ نُورٌ أَنَّى أرَاهُ
“Aku bertanya kepada
Rasulullah ﷺ, ‘Apakah kamu melihat
Tuhanmu?’ Dia berkata, ‘Dia diselubungi oleh Cahaya, bagaimana mungkin aku
bisa melihat-Nya.’” (HR. Muslim, al-Iiman, 261).
======
PENDAPAT
KEDUA: NABI ﷺ MELIHAT ALLAH DENGAN HATI-NYA.
Sebagian para ulama menetapkan ru’yah
dengan qolbu- yakni bahwa Nabi ﷺ melihat Allah SWT, namun men-taqyid-nya dengan penglihatan hati
(ar-ru’yatul-qalbiyyah). Yakni Nabi ﷺ melihat Rabbnya dengan hatinya.
Mereka berdalil dengan perkataan
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam firman Allah Ta’aalaa :
﴿ وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى ﴾
Ibnu Abbaas -radhiyallahu ‘anhu- berkata:
(إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَآى رَبَّهُ بِقَلْبِهِ)
(Sesungguhnya Nabi ﷺ melihat Tuhannya dengan
hatinya). [HR. Muslim (435)].”
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbaas
berkata:
﴿ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأَى﴾ [النجم: 11] ﴿وَلقَدْ
رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى﴾ [النجم: 13]، قالَ: رَآهُ بفُؤادِهِ مَرَّتَيْنِ.
“’Hati (Nabi) tidak mendustakan
apa yang dilihatnya” [an-Najm: 11], dan ia telah melihatnya pada kesempatan
yang lainnya [an-Najm: 11]. Ibnu Abbas berkata: melihat-Nya dengan hatinya
sebanyak dua kali”.” (HR Muslim, al-Iimaan, 258).
=====
PENDAPAT
KETIGA : NABI ﷺ MELIHAT ALLAH SECARA MUTLAK .
Menetapkan ru’yah (melihat
Allah) secara mutlak, bahwa Nabi ﷺ melihat Tuhannya pada malam Isra’:
Ini pendapat Ibnu Abbas, Anas,
serta dipilih oleh ‘Ikrimah, Al-Hasan, Ar-Rabi’ bin Sulaiman, Ibnu Khuzaimah,
Ka’ab Al-Ahbar, Az-Zuhri, Urwah bin Az-Zubair, Ma’mar, Al-Ash’ari. Ini adalah
salah satu dari dua riwayat yang disampaikan oleh Imam Ahmad, dan dianggap
lebih kuat menurut Imam An-Nawawi.
Dari Ibnu
‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata:
أَتَعْجَبُونَ أَنْ تَكُونَ الْخُلَّةَ
لِإِبْرَاهِيمَ وَالْكَلَامَ لِمُوسَى، وَالرُّؤْيَةَ لِمُحَمَّدٍ ﷺ.
“Apakah kalian merasa heran
apabila al-khullah (kekasih) diperuntukkan bagi Ibrahim, al-kalaam bagi Muusaa,
dan ar-ru’yah (melihat) bagi Muhammad ﷺ?”.
[Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (1/192), ‘Abdullah bin Al-Imaam
Ahmad dalam As-Sunnah (1/299), An-Nasaa’iy
dalam Al-Kubraa (Tuhfatul-Asyraf, 5/165), Ibnu Khuzaimah
dalam At-Tauhiid (no. 272); dan Al-Aajurriy
dalam Asy-Syarii’ah (no. 1031 dan no. 627)].
Al-Albaaniy berkata: “Sanadnya
shahih sesuai persyaratan Al-Bukhaariy”. [As-Sunnah Ibnu Abi
‘Aashim (1/192)].
Dari Anas bin Maalik, ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah ﷺ:
«جَبَلَ اللَّهُ الْخُلَّةَ لِإِبْرَاهِيمَ،
وَالْكَلَامَ لِمُوسَى، وَالرُّؤْيَةَ لِمُحَمَّدٍ ﷺ»
“Allah menciptakan Al-Khullah
(kekasih Allah) untuk Ibraahiim, Al-Kalaam (Yang berbicara Allah) untuk Musa,
dan Ar-Ru‘yah (Orang yang melihat Allah) untuk Muhammad ﷺ”.
[HR.Ad-Daaruquthniy
dalam Ar-Ru’yah (hal. 190 no. 66), Al-Haakim
dalam Al-Mustadrak (1/65). Dan al-Hakim menshahihkannya yang kemudian
disepakati oleh Adz-Dzahabiy.
Al-Hafidz Ibnu Hajar) berkata
dalam Al-Fath (8/608): “Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dengan sanad
shahih”.
Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengomentari hal ini dengan berkata:
(لَيْسَ ذَلِكَ بِخِلَافٍ فِي الْحَقِيقَةِ، فَإِنَّ
ابْنَ عَبَّاسٍ لَمْ يَقُلْ رَآهُ بِعَيْنَيِ رَأْسِهِ)
“Itu sebenarnya bukan perbedaan,
karena Ibnu Abbas tidak mengatakan bahwa beliau (Nabi Muhammad) melihat-Nya
dengan mata kepalanya.”
Beliau juga berkata:
(وَأَمَّا الرُّؤْيَةُ، فَالَّذِي ثَبَتَ فِي
الصَّحِيحِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: "رَأَى مُحَمَّدٌ رَبَّهُ بِفُؤَادِهِ
مَرَّتَيْنِ"، وَعَائِشَةُ أَنْكَرَتِ الرُّؤْيَةَ، فَمِنَ النَّاسِ مَنْ جَمَعَ
بَيْنَهُمَا، فَقَالَ: عَائِشَةُ أَنْكَرَتْ رُؤْيَةَ الْعَيْنِ، وَابْنُ عَبَّاسٍ
أَثْبَتَ رُؤْيَةَ الْفُؤَادِ، وَالْأَلْفَاظُ الثَّابِثَةُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ هِيَ
مُطْلَقَةٌ، أَوْ مُقَيَّدَةٌ بِالْفُؤَادِ، تَارَةً يَقُولُ: "رَأَى مُحَمَّدٌ
رَبَّهُ"، وَتَارَةً يَقُولُ: "رَآهُ مُحَمَّدٌ"، وَلَمْ يَثْبُتْ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ لَفْظٌ صَرِيحٌ أَنَّهُ رَآهُ بِعَيْنِهِ... وَلَيْسَ فِي الْأَدِلَّةِ
مَا يَقْتَضِي أَنَّهُ رَآهُ بِعَيْنِهِ، وَلَا ثَبَتَ ذَلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ الصَّحَابَةِ،
وَلَا فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مَا يَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ، بَلِ النُّصُوصُ الصَّحِيحَةُ
عَلَى نَفْيِهِ أَدَلُّ؛ كَمَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ:
"سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ: هَلْ رَأَيْتَ رَبَّكَ؟ فَقَالَ: "نُورٌ أَنَّى
آَرَاهُ").
“Adapun
tentang penglihatan, yang terbukti dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, dia
berkata: ‘Muhammad melihat Tuhannya dengan hatinya dua kali.’ Aisyah
mengingkari penglihatan tersebut. Maka sebagian orang menggabungkan keduanya
dengan berkata: ‘Aisyah mengingkari penglihatan dengan mata, sedangkan Ibnu
Abbas menetapkan penglihatan dengan hati.’
Ungkapan yang shahih dari Ibnu
Abbas bersifat umum atau dibatasi dengan hati. Kadang dia mengatakan:
‘Muhammad
melihat Tuhannya,’ dan kadang dia mengatakan: ‘Muhammad melihat-Nya.’ Tidak ada
ungkapan shahih dari Ibnu Abbas yang jelas menyatakan bahwa beliau melihat-Nya
dengan matanya...
Tidak ada dalil yang menunjukkan
bahwa beliau melihat-Nya dengan matanya, dan tidak ada yang membuktikan hal itu
dari salah seorang sahabat. Tidak pula ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang
menunjukkan hal itu. Bahkan, dalil yang shahih lebih menunjukkan penolakannya;
seperti dalam Shahih Muslim dari Abu Dzar yang berkata:
‘Aku
bertanya kepada Rasulullah ﷺ: Apakah
engkau melihat Tuhanmu? Beliau menjawab: “Cahaya, bagaimana mungkin aku
melihat-Nya?” [Baca : ((Ijtima’ Al-Juyush Al-Islamiyyah)) (48)].
Dan
Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata:
(وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهُ – يَعْنِي ابْنَ عَبَّاسٍ – أَطْلَقَ
الرُّؤْيَةَ، وَهِيَ مَحْمُولَةٌ عَلَى الْمُقَيَّدَةِ بِالْفُؤَادِ، وَمَنْ رَوَى
عَنْهُ بِالْبَصَرِ فَقَدْ أَغْرَبَ، فَإِنَّهُ لَا يَصِحُّ فِي ذَلِكَ شَيْءٌ عَنْ
الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ)
“Dalam
sebuah riwayat darinya – yang dimaksud adalah Ibnu Abbas – disebutkan secara
umum tentang penglihatan tersebut, yang dibawa kepada penglihatan dengan hati.
Dan siapa yang meriwayatkan bahwa beliau melihat dengan mata, maka ia telah
salah, karena tidak ada yang sahih tentang hal itu dari para sahabat
radhiyallahu ‘anhum” [((Tafsir Ibn Kathir)) (7 / 448)].
Ibnu
Qayyim rahimahullah berkata:
(وَقَدْ حَكَى عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدٍ الدَّارِمِيُّ فِي
كِتَابِ الرُّؤْيَةِ لَهُ: إِجْمَاعَ الصَّحَابَةِ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يَرَ رَبَّهُ
لَيْلَةَ الْمِعْرَاجِ، وَبَعْضُهُمْ اسْتَثْنَى ابْنَ عَبَّاسٍ فِيمَنْ قَالَ ذَلِكَ،
وَشَيْخُنَا يَقُولُ: لَيْسَ ذَلِكَ بِخِلَافٍ فِي الْحَقِيقَةِ، فَإِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ
لَمْ يَقُلْ: رَآهُ بِعَيْنَيِ رَأْسِهِ، وَعَلَيْهِ اعْتَمَدَ أَحْمَدُ فِي إِحْدَى
الرِّوَايَتَيْنِ؛ حَيْثُ قَالَ: إِنَّهُ ﷺ رَآهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَلَمْ يَقُلْ: بِعَيْنَيِ
رَأْسِهِ، وَلَفْظُ أَحْمَدَ لَفْظُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، وَيَدُلُّ
عَلَى صِحَّةِ مَا قَالَ شَيْخُنَا فِي مَعْنَى حَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَوْلُهُ ﷺ فِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ: ((حِجَابُهُ النُّورُ))، فَهَذَا النُّورُ
هُوَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ النُّورُ الْمَذْكُورُ فِي حَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: ((رَأَيْتُ نُورًا))
“Utsman
bin Sa’id ad-Darimi dalam kitab ar-Ru’yah ( melihat Allah SWT), dia menyebutkan
ijma’ para sahabat bahwa beliau (Nabi Muhammad) tidak melihat Tuhannya pada
malam mi’raj.
Sebagian dari mereka
mengecualikan Ibnu Abbas di antara yang mengatakan hal itu.
Dan guru kami berkata: ‘Itu
sebenarnya bukan perbedaan pendapat, karena Ibnu Abbas tidak mengatakan bahwa
beliau melihat-Nya dengan mata kepala.’ Dan atas dasar itu Imam Ahmad bersandar
dalam salah satu dari dua riwayatnya; di mana dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ melihat-Nya, namun dia tidak
mengatakan dengan mata kepala. Dan ungkapan Ahmad adalah ungkapan Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, dan ini menunjukkan kebenaran apa yang dikatakan oleh
guru kami dalam makna hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi ﷺ bersabda dalam hadits lain:
‘Hijab-Nya
adalah cahaya.’
Cahaya ini, wallahu a’lam, adalah
cahaya yang disebutkan dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu:
‘Aku
melihat cahaya.’”
[Baca : ((Ijtima’ Al-Juyush
Al-Islamiyyah ‘Ala Ghazw Al-Mu’aththilah wa Al-Jahmiyyah)) (1/3).].
Ibnu Qayyim dalam (Zad Al-Ma’ad)
mengingkari siapa pun yang menyangka bahwa Imam Ahmad mengatakan Rasulullah ﷺ melihat Tuhannya dengan mata
kepalanya, di mana ia rahimahullah berkata:
((وَلَكِنْ لَمْ يَقُلْ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ:
إِنَّهُ رَآهُ بِعَيْنَيِ رَأْسِهِ يَقَظَةً، وَمَنْ حَكَى عَنْهُ ذَلِكَ فَقَدْ وَهَمَ
عَلَيْهِ، وَلَكِنْ قَالَ مَرَّةً: رَآهُ، وَمَرَّةً قَالَ: رَآهُ بِفُؤَادِهِ، فَحُكِيَتْ
عَنْهُ رِوَايَتَانِ، وَحُكِيَتْ عَنْهُ الثَّالِثَةُ مِنْ تَصَرُّفِ بَعْضِ أَصْحَابِهِ
أَنَّهُ رَآهُ بِعَيْنَيِ رَأْسِهِ، وَهَذِهِ نُصُوصُ أَحْمَدَ مَوْجُودَةٌ لَيْسَ
فِيهَا ذَلِكَ)).
“Namun Imam Ahmad rahimahullah
tidak berkata bahwa beliau melihat-Nya dengan mata kepalanya dalam keadaan
terjaga, dan siapa yang meriwayatkan itu dari beliau maka ia telah keliru.
Namun beliau terkadang berkata: ‘Beliau
melihat-Nya,’ dan terkadang berkata: ‘Beliau melihat-Nya dengan
hatinya.’
Maka dua riwayat tersebut
diriwayatkan dari beliau, dan riwayat ketiga berasal dari interpretasi sebagian
sahabatnya bahwa beliau melihat-Nya dengan mata kepalanya. Dan teks-teks Imam
Ahmad yang ada tidak menunjukkan hal itu.” [Lihat : ((Zad Al-Ma’ad)) (Juz
3/hal. 32)].
*****
MUNGKINKAN MELIHAT ALLAH DALAM MIMPI KETIKA TIDUR ?
Para ulama berbeda pendapat tentang
penetapan melihat Allah Azza wa Jalla dalam mimpi saat tidur .
Ada tiga pendapat [Lihat : (Bahts
lil-Duktur Abdullah Al-Zubayr Abdulrahman bi-ikhtisar)]:
======
PENDAPAT PERTAMA : MUNGKIN DAN BISA TERJADI
Mungkin dan bisa terjadi melihat
Allah Ta'ala dalam mimpi, namun apa yang terlihat dalam mimpi bukanlah bentuk
rupa Allah SWT yang sebenarnya ; karena tidak ada yang serupa dengan-Nya.
Ini adalah pendapat mayoritas
Ahlus Sunnah, bahkan beberapa ulama menyebutkan adanya kesepakatan dan ijma’,
serta menolak adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini.
Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah
berkata:
(وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ رُؤْيَةِ
اللَّهِ تَعَالَى فِي الْمَنَامِ وَصِحَّتِهَا، وَإِنْ رَآهُ الْإِنسَانُ عَلَى صِفَةٍ
لَا تَلِيقُ بِحَالِهِ مِنْ صِفَاتِ الْأَجْسَامِ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ الْمَرْءِ غَيْرُ
ذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى؛ إِذْ لَا يُجَوِّزُ عَلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى التَّجَسُّمَ،
وَلِاخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ بِخِلَافِ رُؤْيَةِ النَّبِيِّ ﷺ)
"Para ulama sepakat bahwa
melihat Allah Ta'ala dalam mimpi adalah boleh dan sah, meskipun seseorang
melihat-Nya dengan sifat yang tidak layak bagi-Nya dari sifat-sifat jasmani,
karena yang terlihat tersebut bukanlah Dzat Allah Ta'ala, sebab tidak mungkin bagi-Nya
Subhanahu Wa Ta’aala untuk berbentuk jasmani, serta karena perbedaan
kondisi, berbeda dengan melihat Nabi ﷺ" [Lihat : ((Sharh Sahih Muslim)) li-An-Nawawi
(15/28) dan ((Fath Al-Bari)) (12/382)].
Al-Qadhi Abu Ya'la rahimahullah
menyebutkan adanya ijma' para ulama tentang kemungkinan melihat Allah Ta'ala
dalam mimpi [Baca : ((Tamam Al-Minnah bi-ba'd Ma Ittafaqa 'alayhi Ahlus
Sunnah)) (20)].
Dalam kitab (Siraj Ath-Thalibin
'ala Minhaj Al-'Abidin), disebutkan adanya kesepakatan para sahabat dan tabi'in
tentang kemungkinan hal itu [Baca : ((Tamam Al-Minnah bi-ba'd Ma Ittafaqa
'alayhi Ahlus Sunnah)) (20)].].
Banyak ulama yang membahas
kebolehan hal ini, seperti Al-Baqillani, Al-Qarafi, Ibnu Hajar, An-Nawawi, Ibnu
Taimiyyah, dan lainnya.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata:
(قَدْ يَرَى الْمُؤْمِنُ رَبَّهُ فِي الْمَنَامِ
فِي صُوَرٍ مُتَنَوِّعَةٍ عَلَى قَدْرِ إِيمَانِهِ وَيَقِينِهِ؛ فَإِذَا كَانَ إِيمَانُهُ
صَحِيحًا لَمْ يَرَهُ إِلَّا فِي صُورَةٍ حَسَنَةٍ، وَإِذَا كَانَ فِي إِيمَانِهِ نَقْصٌ
رَآى مَا يُشْبِهُ إِيمَانَهُ، وَرُؤْيَا الْمَنَامِ لَهَا حُكْمٌ غَيْرُ رُؤْيَا الْحَقِيقَةِ
فِي الْيَقَظَةِ، وَلَهَا تَعْبِيرٌ وَتَأْوِيلٌ لِمَا فِيهَا مِنَ الْأَمْثَالِ الْمَضْرُوبَةِ
لِلْحَقَائِقِ)
"Seorang mukmin dapat
melihat Tuhannya dalam mimpi dalam berbagai bentuk sesuai dengan tingkat
keimanan dan keyakinannya; jika keimanannya benar, ia hanya akan melihat-Nya
dalam bentuk yang baik, dan jika keimanannya kurang, ia akan melihat sesuatu
yang sesuai dengan keimanannya. Mimpi memiliki hukum yang berbeda dari melihat
kenyataan dalam keadaan terjaga, dan mimpi tersebut memerlukan penafsiran dan
tafsiran; karena terdapat perumpamaan yang digunakan untuk menggambarkan hakikat-hakikat"
[Baca : ((Majmu' Al-Fatawa)) (3/390)].
Syeikh
Bin Baz – rahimahullah- ditanya:
مَا حُكْمُ مَنْ يَدَّعِي أَنَّهُ قَدْ
رَآى رَبَّ الْعِزَّةِ فِي الْمَنَامِ؟
Apa hukum orang yang mengklaim
bahwa ia telah melihat Tuhan Yang Maha Esa dalam mimpi?
Beliau menjawab:
(ذَكَرَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَةَ
رَحِمَهُ اللَّهُ وَآخَرُونَ أَنَّهُ يُمْكِنُ أَنْ يَرَى الْإِنسَانُ رَبَّهُ فِي
الْمَنَامِ، وَلَكِنْ يَكُونُ مَا رَآهُ لَيْسَ هُوَ الْحَقِيقَةَ؛ لِأَنَّ اللَّهَ
لَا يُشْبِهِهُ شَيْءٌ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؛ قَالَ تَعَالَى: ﴿ لَيْسَ كَمِثْلِهِ
شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ ﴾ [الشورى: 11]، فَلَيْسَ يُشْبِهِهُ شَيْءٌ مِنْ
مَخْلُوقَاتِهِ، لَكِنْ قَدْ يَرَى فِي النَّوْمِ أَنَّهُ يُكَلِّمُهُ رَبُّهُ، وَمَهْمَا
رَآى مِنَ الصُّوَرِ، فَلَيْسَتْ هِيَ اللَّهَ جَلَّ وَعَلَا؛ لِأَنَّ اللَّهَ لَا
يُشْبِهِهُ شَيْءٌ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، فَلَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا كُفُؤَ لَهُ).
"Syekhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah dan lainnya telah menyebutkan bahwa mungkin saja
seseorang melihat Tuhannya dalam mimpi, tetapi apa yang dilihatnya bukanlah
hakikat sebenarnya; karena Allah tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya
Subhanahu wa Ta’aalaa.
Allah SWT berfirman:
﴿ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِيرُ ﴾
Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. [QS. Asy-Syura: 11].
Maka tidak ada yang
menyerupai-Nya di antara makhluk-Nya. Namun, seseorang mungkin melihat dalam
tidurnya bahwa Tuhannya berbicara dengannya, dan apapun bentuk yang dilihatnya,
itu bukanlah Allah Azza wa Jalla; karena Allah tidak ada yang menyerupai-Nya Subhanahu
wa Ta’aalaa, tidak ada yang serupa dan tidak ada yang setara dengan-Nya."
[Lihat : **Majmu' Fatawa wa Maqalat Syaikh Bin Baaz** (6/463)]
HADITS MIMPI NABI ﷺ MELIHAT RABB-NYA .
Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي
أَحْسَنِ صُوْرَةٍ قَالَ: أَحْسَبُهُ، قَالَ: فِي الْمَنَامِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ
هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ
يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ:
فِي نَحْرِي، فَعَلِمْتُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ،
هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ الْمَلأُ اْلأَعْلَى، قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ فِي الْكَفاَّرَاتِ
وَالْكَفَّارَاتُ الْمَكْثُ فِي الْمَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَالْمَشْيُ عَلَى
اْلأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ وَإِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ فِي الْمَكَارِهِ وَمَنْ
فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَمَاتَ بِخَيْرٍ وَكَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمِ
وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.”
‘Malam tadi Rabb-ku datang
kepadaku dalam bentuk yang paling indah - Dia berkata : aku mengira nya bahwa
beliau ﷺ bersabda
- : itu terjadi di dalam mimpi. Kemudian Dia SWT berfirman kepadaku : ‘Wahai
Muhammad, apakah engkau tahu apa yang menjadi bahan pembicaraan para Malaikat
?’
Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’
Lalu Allah meletakkan tangan-Nya
di antara kedua pundakku, sehingga aku merasakan dingin di dada atau di dekat
tenggorokan, maka aku tahu apa yang ada di langit dan bumi.
Dia (Jibril) berkata: 'Wahai
Muhammad, tahukah engkau tentang apa yang sedang diperselisihkan oleh al-mala’
al-a‘la (para malaikat yang tinggi kedudukannya)?' Aku menjawab: 'Ya.'
Dia berkata: 'Tentang kafarat
(penghapus dosa).' Dan kafarat itu adalah: duduk berdiam di masjid setelah shalat,
berjalan kaki menuju shalat berjamaah, dan menyempurnakan wudhu meski dalam
keadaan yang tidak menyenangkan.
Barang siapa melakukan itu, maka ia akan hidup dalam kebaikan, mati dalam kebaikan, dan ia akan terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.'"
[Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi
(3233) dan Ahmad (3484). Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini shahih.”
(Shahiih Sunan at-Tirmidzi 2/ 98 dan Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib 1/194)]
Dalam lafadz riwayat Mu'adz bin
Jabal , Rosulullah ﷺ bersabda :
" إنِّي قمتُ منَ اللَّيلِ فتوضَّأتُ
فصلَّيتُ ما قُدِّرَ لي فنعَستُ في صلاتي فاستثقلتُ، فإذا أَنا بربِّي تبارَكَ وتعالى
في أحسَنِ صورةٍ، فقالَ: يا مُحمَّدُ قلتُ: ربِّ لبَّيكَ، قالَ: فيمَ يختصِمُ الملأُ
الأعلى؟ قلتُ: لا أدري ربِّ، قالَها ثلاثًا قالَ: فرأيتُهُ وضعَ كفَّهُ بينَ كتفيَّ
حتَّى وجدتُ بردَ أَناملِهِ بينَ ثدييَّ، فتجلَّى لي كلُّ شيءٍ وعرَفتُ".
“Sesungguhnya semalam aku bangun
dan melakukan shalat sesuai kemampuanku, lalu aku mengantuk dalam shalatku,
hingga aku merasa semakin berat rasa kantuk ku . Tiba-tiba aku berjumpa Rabb-ku
dalam sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman :
‘Wahai Muhammad, apakah engkau
tahu tentang apa yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’.
Aku menjawab : ‘Aku tidak tahu,
wahai Rabb-ku’ - Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali- Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak
tangan-Nya di antara dua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya
jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu tampaklah bagiku segala sesuatu dan aku
mengenalnya.
Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi
(3235) dan Ahmad (22162). Di shahihkan oleh Ahmad Syakir dalam عمدة التفسير 1/790 dan oleh
al-Albaani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 3235.
Dari [Ibnu Abbas] bahwa nabi Shallallahu
'alaihi wa Salam bersabda:
أَتَانِي رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ
قُلْتُ لَبَّيْكَ رَبِّ وَسَعْدَيْكَ قَالَ فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى
قُلْتُ رَبِّ لَا أَدْرِي فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ
ثَدْيَيَّ فَعَلِمْتُ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"Rabbiku mendatangiku dalam
wujud yang paling indah lalu berfirman: 'Hai Muhammad, ' aku menjawab: Baik,
Rabb. Ia bertanya: 'Tahukah kamu apa yang diperdebatkan malaikat tertinggi? '
Beliau menjawab: Rabb aku tidak tahu.' Lalu Ia meletakkan tanganNya di atas
pundakku hingga aku merasakan dinginnya diantara dadaku lalu aku mengetahui
yang ada ditimur dan dibarat.
[HR. At-Tirmidzi no. 3234 dan
Ahmad 1/368 , Abu Ya’la (4/475), dan Ibnu Khuzaimah dalam ((Al-Tauhid)) (293)
Al-Tirmidzi berkata: Ini adalah
hadits hasan gharib dari jalur ini. Ahmad Syakir berkata dalam ((Musnad Ahmad))
(5/162): "Sanadnya Shahih". Al-Albani berkata dalam ((Sahih Sunan
Al-Tirmidzi)): "Shahih" .
Ini adalah salah satu tanda
kenabian Nabi Muhammad ﷺ . Dan beliau ﷺ adalah orang yang Allah SWT perlihatkan padanya ruang angkasa yang luas,
lalu beliau ﷺ menggambarkan
tentang langit kepada kita dengan akurasi ini.
Tidak aneh lagi bagi kita untuk
mempercayainya dalam hal yang berkaitan dengan informasi tentang bumi. Semua
ini untuk menenteramkan hati akan kebenaran agama dan kebenaran keyakinan,
sesuai dengan firman Allah Yang Maha Esa.
{فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ
الْمُبِينِ}
Sebab itu bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata. [QS. an-Naml :
79]
Maha Suci Allah yang telah
mendukung dan membela Nabi-Nya yang buta huruf dengan kemenangan dan
pengetahuannya, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
====
PENDAPAT KEDUA : TIDAK MUNGKIN
Pendapat yang menolak kemungkinan
melihat Allah Ta'ala dalam mimpi, yang terkenal dari kalangan Maturidiyah dan
dipegang oleh sebagian besar Hanafiyah.
Dalam kitab (Al-Bahr Ar-Ra'iq
Sharh Kanz Ad-Daqa'iq) disebutkan:
(رُؤْيَةُ اللَّهِ تَعَالَى فِي الْآخِرَةِ حَقٌّ
يَرَاهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي الْآخِرَةِ بِلاَ كَيْفِيَّةٍ وَلَا تَشْبِيهٍ وَلَا
مُحَازَاةٍ، أَمَّا رُؤْيَةُ اللَّهِ تَعَالَى فِي الْمَنَامِ، فَأَكْثَرُهُمْ قَالُوا:
لَا تَجُوزُ، وَالسُّكُوتُ فِي هَـٰذَا الْبَابِ أَحْوَطُ)
"Melihat Allah Ta'ala di
akhirat adalah suatu kebenaran yang akan dilihat oleh penghuni surga di akhirat
tanpa bagaimana bentuknya, tanpa persamaan, dan tanpa perbandingan. Adapun
melihat Allah Ta'ala dalam mimpi, maka kebanyakan mereka mengatakan: ‘Tidak
diperbolehkan’, dan diam lebih hati-hati dalam masalah ini" [Baca :
((Al-Bahr Ar-Ra'iq Sharh Kanz Ad-Daqa'iq)) (/205)].
Imam As-Suyuti rahimahullah juga
sependapat dengan mereka, dan berkata:
(مِنْ خَصَائِصِهِ ﷺ أَنَّهُ يُجَوِّزُ لَهُ رُؤْيَةُ
اللَّهِ تَعَالَى فِي الْمَنَامِ، وَلَا يَجُوزُ ذَلِكَ لِغَيْرِهِ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ،
وَهُوَ اخْتِيَارِيٌّ وَعَلَيْهِ أَبُو مَنْصُورٍ الْمَاتُرِيدِيّ).
"Di antara keistimewaan
beliau ﷺ adalah diperbolehkannya
beliau melihat Allah Ta'ala dalam mimpi, sedangkan hal ini tidak diperbolehkan
bagi selain beliau dalam salah satu pendapat, dan ini adalah pendapat yang
dipilih oleh Abu Mansur Al-Maturidi" [Lihat : ((Anmudhaj Al-Labib fi
Khasa'iss Al-Habib)) (s. 37)].
=====
PENDAPAT KETIGA : RAGU
Pendapat orang-orang yang ragu,
termasuk di antaranya Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah, yang mengatakan:
(أَنَا أَتَوَقَّفُ فِي أَنْ الإِنسَانَ يَرَى
رَبَّهُ فِي الْمَنَامِ رُؤْيَةً حَقِيقَةً، أَمَّا إِذَا كَانَ اللَّهُ تَعَالَى يَضْرِبُ
لَهُ مَثَلًا يُبَيِّنُ لَهُ تَمَسُّكَهُ بِدِينِهِ، فَهَـٰذَا شَيْءٌ لَيْسَ بِغَرِيبٍ)
"Saya ragu apakah seseorang
benar-benar melihat Tuhannya dalam mimpi. Namun, jika Allah Ta'ala memberikan
sebuah perumpamaan untuk menunjukkan keteguhannya dalam agamanya, itu adalah
sesuatu yang tidak mengherankan" . [Lihat : ((Liqa' Al-Bab
Al-Maftuh)) (40/13).].
Meskipun dalam kalimat terakhir
ini beliau sependapat dengan mayoritas, karena mayoritas berpendapat bahwa
mimpi tersebut adalah sebuah perumpamaan, bukan bentuk nyata.
===****===
AQIDAH PARA ULAMA SALAF TENTANG MELIHAT ALLAH SWT DI AKHIRAT:
Dalil-dalil bahwa orang-orang
beriman akan melihat Tuhan mereka pada hari kiamat:
****
DALIL DARI AL-QUR’AN :
1) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا
نَاظِرَةٌ ﴾
"Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, *mereka melihat
kepada Tuhan mereka*." (Q.S.
Al-Qiyamah: 22-23)
2) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
﴾
"Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada kebaikan (surga) dan tambahan (melihat Allah)." (Q.S.
Yunus: 26)
3) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ * عَلَى الْأَرَائِكِ
يَنْظُرُونَ ﴾
"Sesungguhnya orang-orang
yang berbakti benar-benar berada dalam kenikmatan (surga), di atas dipan-dipan
mereka memandang." (Q.S. Al-Mutaffifin: 22-23).
4) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ
* لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ ﴾
"Masuklah ke dalamnya dengan
damai; itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya mendapatkan apa yang mereka
kehendaki, dan di sisi Kami ada tambahan." (Q.S. Qaf: 34-35)
Ayat-ayat
tentang pertemuan yang menunjukkan adanya penglihatan (terhadap Allah) :
5) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ
وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ ﴾
"Bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa kalian akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira
kepada orang-orang yang beriman." (Q.S. Al-Baqarah: 223)
6) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ
﴾
"Salam penghormatan kepada
mereka pada hari mereka menemui-Nya adalah 'Salam'." (Q.S. Al-Ahzab: 44)
7) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلًا صَالِحًا ﴾
"Barangsiapa mengharap pertemuan
dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh." (Q.S.
Al-Kahf: 110)
8) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
﴾
"Agar kalian meyakini
pertemuan dengan Tuhan kalian." (Q.S. Ar-Ra'd: 2).
9) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ مَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ اللَّهِ فَإِنَّ
أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ ﴾
"Barangsiapa mengharap
pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti
datang." (Q.S. Al-Ankabut: 5).
10) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ
وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴾
"(Yaitu) orang-orang yang
yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya." (Q.S. Al-Baqarah: 46).
Terhalang
dan terhijab-nya orang-orang kafir dari melihat Allah menunjukkan bahwa
orang-orang beriman akan melihat Tuhan mereka:
11) Allah Ta'ala berfirman:
﴿ كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ
لَمَحْجُوبُونَ ﴾
"Sekali-kali tidak!
Sesungguhnya pada hari itu mereka (orang-orang kafir) benar-benar terhalang
dari (melihat) Tuhan mereka." (Q.S. Al-Mutaffifin: 15).
*****
DALIL DARI AS-SUNNAH :
12) Dari Shuhaib radhiyallahu
‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau
bersabda:
"إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ
قَالَ: يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ
أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ
قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ
إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ وهي الزيادة ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: ﴿ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ ﴾".
"Ketika penghuni surga telah
memasuki surga, Allah Tabaraka wa Ta'ala berkata: 'Apakah kalian menginginkan
sesuatu yang akan Aku tambahkan kepada kalian?' Mereka menjawab, 'Bukankah
Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih berseri, bukankah Engkau telah
memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan kami dari neraka?' Maka Allah
membuka hijab, dan tidak ada sesuatu yang lebih mereka sukai daripada memandang
Tuhan mereka Yang Maha Mulia dan Maha Agung. Itulah tambahan yang
dimaksud." Kemudian beliau membaca ayat ini: **﴿ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ ﴾** (Q.S. Yunus: 26).
(HR. Muslim (181), Tirmidzī
(2552), dan Ibnu Mājah (187).*)
13) Dari Jarir radhiyallahu
‘anhu, dia berkata: "Kami sedang duduk bersama Nabi ﷺ, lalu beliau memandang bulan
pada malam purnama, kemudian bersabda:
"إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ
هَذَا القَمَرَ، لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ".
'Sesungguhnya kalian akan melihat
Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini, kalian tidak akan terhalang
dalam melihat-Nya.'" [HR. al-Bukhārī
(7434) dan Muslim (633)].
14) Dalam riwayat lain dari Jarir
radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
"إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا".
"Sesungguhnya kalian akan
melihat Tuhan kalian dengan nyata." [HR. al-Bukhārī
(7435)]
15) Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya manusia bertanya: "Ya Rasulullah, apakah
kami akan melihat Tuhan kami pada hari kiamat?" Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
"هَلْ تُضَارُّونَ فِي القَمَرِ لَيْلَةَ
البَدْرِ؟".
"Apakah kalian merasa kesulitan melihat bulan pada malam
purnama?"
Mereka menjawab: "Tidak, ya
Rasulullah." Beliau ﷺ bersabda:
"فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي الشَّمْسِ، لَيْسَ
دُونَهَا سَحَابٌ؟".
"Apakah kalian merasa kesulitan melihat matahari yang tidak
tertutup awan?"
Mereka menjawab: "Tidak, ya
Rasulullah." Maka beliau bersabda:
"فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ".
"Maka sesungguhnya kalian
akan melihat-Nya seperti itu." [HR. al-Bukhārī
(7437) dan Muslim (182)]
16) Dari Abu Bakar bin Abdullah
bin Qais, dari ayahnya, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
"جَنَّتَانِ مِنْ فِضَّةٍ آنِيَتُهُمَا،
وَمَا فِيهِمَا، وَجَنَّتَانِ مِنْ ذَهَبٍ آنِيَتُهُمَا، وَمَا فِيهِمَا، وَمَا بَيْنَ
الْقَوْمِ وَبَيْنَ أَنْ يَنْظُرُوا إِلَى رَبِّهِمْ إِلَّا رِدَاءُ الْكِبْرِيَاءِ
عَلَى وَجْهِهِ فِي جَنَّةِ عَدْنٍ".
"Ada dua surga yang
bejana-bejananya dan segala isinya terbuat dari perak, dan dua surga lainnya
yang bejana-bejananya dan segala isinya terbuat dari emas. Dan tidak ada yang menghalangi
orang-orang (penghuni surga) untuk melihat Tuhan mereka kecuali selendang
keagungan di wajah-Nya di surga 'Adn." [HR. al-Bukhārī
(4878), dan Muslim (180)].
17) Dalam hadits syafaat:
" فيأتوني،
فأستأذِنُ على ربِّي، فإذا رأيتُه وقعتُ ساجدًا، فيدعني ما شاء اللهُ، ثمَّ يُقالُ
لي: ارفَعْ رأسَك: سَلْ تُعطَه، وقُلْ يُسمَعْ، واشفَعْ تُشفَّعْ".
"Lalu mereka mendatangiku,
maka aku meminta izin kepada Tuhanku, ketika aku melihat-Nya, aku langsung
bersujud, kemudian Dia membiarkanku selama yang Dia kehendaki. Lalu dikatakan
kepadaku: 'Angkatlah kepalamu, mintalah, maka engkau akan diberi; berbicaralah,
maka engkau akan didengar; berikanlah syafaat, maka engkau akan diberi izin
untuk memberi syafaat.'" (HR. al-Bukhārī
(6565) dan Muslim (193))
18) Dari Adi bin Hatim,
Rasulullah ﷺ bersabda:
"ثُمَّ لَيَقِفَنَّ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيِ
اللَّهِ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ حِجَابٌ وَلاَ تَرْجُمَانٌ يُتَرْجِمُ لَهُ، ثُمَّ
لَيَقُولَنَّ لَهُ".
"Kemudian salah seorang dari
kalian pasti akan berdiri di hadapan Allah, tidak ada penghalang antara dirinya
dan Allah, dan tidak ada penerjemah yang menerjemahkan untuknya. Kemudian Allah
akan berkata kepadanya..." [HR. al-Bukhārī
(1413)]
19) Dalam hadits Nabi ﷺ saat memperingatkan tentang
Dajjal:
"تَعَلَّمُوا أَنَّه لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ
رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَمُوتَ".
"Ketahuilah, tidak seorang
pun dari kalian yang akan melihat Tuhan kalian yang Maha Mulia dan Maha Agung
sampai ia meninggal dunia." [HR. Muslim (7356) dan Tirmidzī
(2235)]
"Dengan
mafhum mukholafah (pemahaman sebaliknya), maka penglihatan (terhadap Allah)
mungkin terjadi setelah kematian, yaitu pada hari kiamat."
*****
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG MELIHAT ALLAH SWT DI AKHIRAT :
Masalah melihat Allah Ta'ala
diperselisihkan oleh tiga kelompok:**
=====
**KELOMPOK PERTAMA**:
Mereka yang menolak adanya
manusia bisa melihat Allah secara mutlak. Yakni : tidak mengakui adanya manusia
bisa melihat Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata:
وَإِنَّمَا يُكَذِّبُ بِهَا أَوْ يُحَرِّفُهَا - أَيْ:
أَحَادِيثُ الرُّؤْيَةِ فِي الْآخِرَةِ - الْجَهْمِيَّةُ، وَمَن تَبِعَهُم مِّنَ الْمُعْتَزِلَةِ
وَالرَّافِضَةِ وَنَحْوِهِم، مِّنَ الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِصِفَاتِ اللهِ تَعَالَى
وَبِرُؤْيَتِهِ، وَغَيْرِ ذَٰلِكَ، وَهُمُ الْمُعَطِّلَةُ شِرَارُ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ
"(Hanya) orang-orang
Jahmiyah dan pengikut mereka dari kalangan Mu'tazilah, Rafidhah, dan yang
semisal mereka yang mendustakan sifat-sifat Allah Ta'ala serta penglihatan
kepada-Nya, dan hal-hal lainnya yang menolak (sifat-sifat-Nya). Mereka adalah
kaum yang meniadakan (sifat Allah), seburuk-buruk makhluk dan ciptaan." (Lihat
: Majmu' al-Fatawa 6/485).
=====
**KELOMPOK KEDUA**:
Mereka yang menetapkan adanya
manusia bisa melihat Allah secara mutlak, mengklaim bahwa Allah dapat dilihat
dengan nyata di dunia sebagaimana Dia dapat dilihat dengan nyata di akhirat.
Pendapat ini dianut oleh sebagian
sufi dari kalangan ittihadiyah (yang meyakini kesatuan dengan Tuhan) dan
hululiyah (yang meyakini Tuhan meresap ke dalam makhluk).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata:
(مَنْ قَالَ مِنَ النَّاسِ: إِنَّ الأَوْلِيَاءَ
أَوْ غَيْرَهُمْ يَرَوْنَ اللهَ بِعَيْنِهِ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ ضَالٌّ،
مُخَالِفٌ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ سَلَفِ الأُمَّةِ، لَا سِيَّمَا إِذَا
ادَّعَوْا أَنَّهُمْ أَفْضَلُ مِنْ مُوسَى، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ يُسْتَتَابُونَ، فَإِنْ
تَابُوا وَإِلَّا قُتِلُوا)
"Barangsiapa dari manusia
yang mengatakan bahwa para wali atau lainnya dapat melihat Allah dengan mata
kepala di dunia, maka dia adalah ahli bid'ah yang sesat, menyelisihi Al-Qur'an,
Sunnah, dan ijma' (konsensus) ulama salaf umat ini. Terlebih lagi jika mereka
mengklaim bahwa mereka lebih mulia dari Nabi Musa. Orang-orang seperti ini
harus diminta untuk bertobat, jika mereka tidak bertobat maka mereka harus
dibunuh." (Lihat : Majmu' al-Fatawa
6/486).
=====
**KELOMPOK KETIGA**:
Mereka yang menolak adanya
manusia bisa melihat Allah dalam keadaan jaga dengan mata kepala di dunia,
tetapi mengakui adanya penglihatan di akhirat, yaitu di padang mahsyar pada
hari kiamat dan di surga.
Inilah pendapat Ahlus Sunnah wal
Jamaah.
Dan telah dinukilkan ijma'
tentang hal ini:
Imam Abdul Ghani al-Maqdisi
rahimahullah berkata:
(وَأَجْمَعَ أَهْلُ الحَقِّ وَاتَّفَقَ أَهْلُ
التَّوْحِيدِ وَالصِّدْقِ - أَنَّ اللهَ تَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَةِ كَمَا جَاءَ
فِي كِتَابِهِ وَصَحَّ عَنْ رَسُولِهِ).
*"Para ahli kebenaran telah
sepakat, dan para ahli tauhid dan kejujuran telah bersepakat bahwa Allah Ta'ala
akan dilihat di akhirat sebagaimana yang disebutkan dalam Kitab-Nya dan telah
sahih dari Rasul-Nya. [Aqidah al-Hafizh Abdul Ghani al-Maqdisi" (58)]
Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi
rahimahullah berkata:
(وَقَدْ قَالَ بِثُبُوتِ الرُّؤْيَةِ الصَّحَابَةُ
وَالتَّابِعُونَ، وَأَئِمَّةُ الإِسْلَامِ المَعْرُوفُونَ بِالإِمَامَةِ فِي الدِّينِ،
وَأَهْلُ الحَدِيثِ، وَسَائِرُ طَوَائِفِ أَهْلِ الكَلاَمِ المَنْسُوبُونَ إِلَى السُّنَّةِ
وَالجَمَاعَةِ).
*"Telah dinyatakan oleh para
sahabat, tabi'in, dan imam-imam Islam yang terkenal dengan kepemimpinan mereka
dalam agama, serta ahli hadis, dan seluruh kelompok ahli kalam yang dinisbatkan
kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahwa penglihatan terhadap Allah adalah sesuatu
yang sahih."* ["Syarh ath-Thahawiyyah"
(153)]_
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
(قَدْ تَظَاهَرَتْ أَدِلَّةُ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
وَإِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ، فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ سَلَفِ الأُمَّةِ - عَلَى إِثْبَاتِ
رُؤْيَةِ اللهِ تَعَالَى فِي الآخِرَةِ لِلْمُؤْمِنِينَ).
*"Dalil-dalil dari
Al-Qur'an, sunnah, dan ijma' para sahabat, serta mereka yang datang setelahnya
dari kalangan salaf umat ini, telah bersepakat atas penetapan bahwa Allah
Ta'ala akan dilihat oleh orang-orang beriman di akhirat." ["Syarh
Shahih Muslim" oleh al-Nawawi (3/15)’
===*****===
TAFSIR
FIRMAN ALLAH SWT :
﴿ لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الْأَبْصَارَ ﴾
“Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan”. [al-An'am: 103]
Ini maksudnya menafikan
al-Idrok (الإدْرَاكُ) dan al-Ihathoh
(الإحَاطَةُ), bukan
penglihatan (الرُّؤيَةُ):
Abu Bakr al-Ajurri
rahimahullah berkata:
(إِن قَالَ قَائِلٌ: فَمَا تَأْوِيلُ قَوْلِهِ
عَزَّ وَجَلَّ: ﴿ لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ ﴾ قِيلَ لَهُ: مَعْنَاهَا عِندَ أَهْلِ
الْعِلْمِ: أَيْ: لَا تُحِيطُ بِهِ الْأَبْصَارُ، وَلَا تُحِيطُهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَهُمْ
يَرَوْنَهُ مِنْ غَيْرِ إِدْرَاكٍ وَلَا يَشُكُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ؛ كَمَا يَقُولُ
الرَّجُلُ: "رَأَيْتُ السَّمَاءَ"، وَهُوَ صَادِقٌ، وَلَمْ يُحِطْ بَصَرُهُ
بِكُلِّ السَّمَاءِ، وَلَمْ يُدْرِكْهَا)
*"Jika ada
yang bertanya: Apa makna firman Allah Ta'ala: 'Tidak ada yang dapat
melihat-Nya,' maka jawabannya menurut para ulama adalah: maksudnya adalah bahwa
penglihatan tidak bisa mencakup atau menguasai-Nya, dan tidak bisa
menganggap-Nya sebagai sesuatu yang terukur.
Mereka melihat-Nya
tanpa ada pengertian atau keraguan dalam melihat-Nya; seperti seseorang
berkata: 'Aku melihat langit,' dan dia benar, padahal penglihatannya tidak
mencakup seluruh langit, dan tidak dapat menguasainya." [Lihat : "Asy-Syari'ah"**
oleh al-Ajurri (2/1048)].
Ibnu Hibban
rahimahullah dalam Shahihnya berkata:
(يُرَى فِي الْقِيَامَةِ وَلَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ
إِذَا رَآهُ؛ لِأَنَّ الإِدْرَاكَ هُوَ الإِحَاطَةُ وَالرُّؤْيَةُ هِيَ النَّظَرُ،
وَاللهُ يُرَى وَلَا يُدْرَكُ كُنْهُهُ)
*"Dia akan
terlihat pada hari kiamat, tetapi penglihatan tidak bisa mencapainya karena
pengertian adalah ketercapaian, sedangkan penglihatan adalah sekedar melihat.
Allah bisa dilihat tetapi tidak bisa dicapai hakikat-Nya." [Baca : Shahih
Ibnu Hibban].
Abu Muhammad
al-Baghawi rahimahullah berkata:
(اعْلَمْ أَنَّ الإِدْرَاكَ غَيْرُ الرُّؤْيَةِ؛
لِأَنَّ الإِدْرَاكَ هُوَ الْوُقُوفُ عَلَى كُنْهِ الشَّيْءِ وَالإِحَاطَةُ بِهِ، وَالرُّؤْيَةُ:
الْمُعَايَنَةُ، وَقَدْ تَكُونُ الرُّؤْيَةُ بِلَا إِدْرَاكٍ؛ قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي قِصَّةِ مُوسَى: ﴿ فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا
لَمُدْرَكُونَ * قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ ﴾ [الشُّعَرَاء: 61،
62]، وَقَالَ: ﴿ لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلَا تَخْشَى ﴾ [طه: 77]، فَنَفَى الإِدْرَاكَ
مَعَ إِثْبَاتِ الرُّؤْيَةِ، فَاللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَجُوزُ أَنْ يُرَى مِنْ غَيْرِ
إِدْرَاكٍ وَإِحَاطَةٍ كَمَا يُعْرَفُ فِي الدُّنْيَا وَلَا يُحَاطُ بِهِ)
"Ketahuilah
bahwa pengertian berbeda dari penglihatan; karena pengertian adalah pemahaman
tentang hakikat suatu benda dan penguasaan atasnya, sementara penglihatan
adalah sekadar melihat.
Penglihatan bisa
terjadi tanpa adanya pengertian; seperti firman Allah Ta'ala dalam kisah Musa:
﴿ فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
* قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ ﴾
Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab:
"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak
Dia akan memberi petunjuk kepadaku". [QS. asy-Syu'ara: 61, 62],
Dan firman-Nya:
﴿ لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلَا تَخْشَى ﴾
“Kamu tak usah
khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam”. [Tha-ha: 77].
Ini menunjukkan
bahwa al-Idrok dinyatakan tidak ada, sementara penglihatan (الرُّؤيَةُ) tetap
ada. Allah Ta'ala bisa dilihat tanpa ada al-Idrok (الإدْرَاكُ) dan al-Ihathoh (الإحَاطَةُ), sebagaimana yang bisa diketahui di dunia, namun tidak bisa
sepenuhnya dikuasai." [Lihat : "Ma'alim at-Tanzil" oleh
al-Baghawi (3/174)]
******
MELIHAT ALLAH SWT ADALAH KENIKMATAN SYURGA YANG PALING AGUNG
Melihat Allah, Yang
Maha Tinggi dan Maha Mulia, adalah nikmat terbesar bagi penduduk surga.
Ibnu al-Qayyim,
semoga Allah merahmatinya, berkata:
(فَأَعْظَمُ نَعِيمِ الْآخِرَةِ وَلَذَّاتِهَا،
هُوَ النَّظَرُ إِلَى وَجْهِ الرَّبِّ جَلَّ جَلَالُهُ، وَسَمَاعُ كَلَامِهِ مِنْهُ،
وَالْقُرْبُ مِنْهُ؛ كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ فِي حَدِيثِ الرُّؤْيَةِ)
“Nikmat dan
kesenangan terbesar di akhirat adalah memandang wajah Tuhan, Yang Maha Mulia,
mendengar kata-kata-Nya langsung, dan dekat dengan-Nya; sebagaimana telah
disebutkan dalam hadits yang shahih mengenai penglihatan tersebut.” [*Ad-Da' wa
Ad-Dawa'* (hal. 283-284)]
Saya berkata:
Sebagaimana dalam hadits Muslim dari Suhaib, semoga Allah meridainya, bahwa
Nabi ﷺ
bersabda:
((إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ،
يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ:
أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟
فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ
إِلَى رَبِّهِمْ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: ﴿لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى
وَزِيَادَةٌ﴾)).
"Ketika
penghuni surga masuk ke surga, Allah Yang Maha Diberkahi dan Maha Tinggi
berkata: 'Apakah kalian menginginkan sesuatu lagi yang harus Aku tambahkan
kepada kalian?' Mereka menjawab: 'Bukankah Engkau telah membuat wajah kami berseri-seri?
Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga dan menyelamatkan kami dari
neraka?' Kemudian hijab dibuka, dan mereka tidak diberi sesuatu yang lebih
mereka cintai daripada memandang Tuhan mereka. Kemudian Nabi membaca ayat ini:
*Bagi orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya (melihat Allah)*." (QS. Yunus: 26) [HR. Muslim no. 181].
Dan beliau (Ibnu
al-Qayyim) juga berkata, semoga Allah merahmatinya:
(فَأَطْيَبُ مَا فِي الدُّنْيَا مَعْرِفَتُهُ
وَمَحَبَّتُهُ، وَأَلَذُّ مَا فِي الْآخِرَةِ رُؤْيَتُهُ وَمُشَاهَدَتُهُ)
“Yang paling
menyenangkan di dunia adalah mengenal dan mencintai-Nya, dan yang paling nikmat
di akhirat adalah melihat dan menyaksikan-Nya.” [*Ad-Da' wa Ad-Dawa'* (hal.
284)]
Mengenai hikmah
ditundanya melihat Allah hingga di akhirat, Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, -rahimahullah-
berkata:
(الرُّؤْيَةُ هِيَ النِّعْمَةُ الْعَظِيمَةُ،
وَالْفَائِدَةُ الْكَبِيرَةُ، وَلَمْ يَجْعَلْهَا اللَّهُ لِأَحَدٍ فِي الدُّنْيَا
حَتَّى تَبْقَى غَيْبًا، وَحَتَّى يَسْتَعِدَّ كُلُّ مُسْلِمٍ لِلظَّفَرِ بِهَا وَالْحُصُولِ
عَلَيْهَا، كَمَا أَنَّ أُمُورَ الْآخِرَةِ قَدْ أَخْفَاهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَنِ النَّاسِ، وَلَمْ يُطْلِعْهُمْ عَلَيْهَا، وَلَا عَلَى مَا فِي الْجَنَّةِ مِنَ
النَّعِيمِ، وَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ ﷺ بِالنَّاسِ صَلَاةَ الْكُسُوفِ، عُرِضَتْ
عَلَيْهِ الْجَنَّةُ وَهُوَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ، وَرَأَى عَنَاقِيدَ الْعِنَبِ مُتَدَلِّيَةً،
فَمَدَّ يَدَهُ لِيَتَنَاوَلَ قِطْفًا مِنْهَا، وَكَانَ الصَّحَابَةُ وَرَاءَهُ يُصَلُّونَ،
فَرَأَوْا يَدَهُ الْكَرِيمَةَ تَمْتَدُّ، وَلَمْ يَرَوْا الَّذِي مُدَّتْ إِلَيْهِ،
ثُمَّ إِنَّهُ عُرِضَتْ عَلَيْهِ النَّارُ، فَرَجَعَ الْقَهْقَرَى وَلَمْ يَعْرِفُوا
لِمَاذَا فَعَلَ ذَلِكَ؟! وَلَمَّا فَرَغَ سَأَلُوهُ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ ﷺ: ((مَدَدْتُ
يَدِي لِآخُذَ عُنْقُودًا مِنَ الْعِنَبِ، ثُمَّ تَرَكْتُهُ، وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ
مِنْهُ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا))، فَقَدْ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَكُونَ
أُمُورُ الْآخِرَةِ غَيْبًا، وَأَلَّا تَكُونَ عَلَانِيَةً؛ لِأَنَّهَا لَوْ كَانَتْ
عَلَانِيَةً لَمْ يَتَمَيَّزْ مَنْ يُؤْمِنُ بِالْغَيْبِ مِمَّنْ لَا يُؤْمِنُ بِالْغَيْبِ)"
“Penglihatan adalah
nikmat besar dan manfaat besar, dan Allah tidak memberikannya kepada siapa pun
di dunia agar tetap menjadi hal gaib, dan agar setiap Muslim bersiap-siap untuk
meraihnya dan mendapatkannya. Sebagaimana perkara-perkara akhirat yang Allah
sembunyikan dari manusia, dan tidak memperlihatkan mereka apa yang ada di surga
dari berbagai nikmat.
Ketika Nabi ﷺ shalat
kusuf bersama orang-orang, surga diperlihatkan kepada beliau saat sedang
shalat, dan beliau melihat tandan-tandan anggur bergelantungan, maka beliau
mengulurkan tangannya untuk mengambil satu tandan, sedangkan para sahabat
berada di belakangnya shalat, mereka melihat tangan beliau yang mulia terulur,
tetapi mereka tidak melihat apa yang dituju oleh tangan tersebut. Kemudian
neraka diperlihatkan kepada beliau, dan beliau mundur ke belakang, dan mereka
tidak tahu mengapa beliau melakukan itu.
Setelah selesai,
mereka bertanya kepada beliau tentang hal itu, maka beliau ﷺ
bersabda:
'Aku mengulurkan
tanganku untuk mengambil satu tandan anggur, lalu aku meninggalkannya, dan
seandainya aku mengambilnya, niscaya kalian akan memakan darinya selama dunia
masih ada.' Maka Allah Yang Maha Mulia telah menghendaki agar perkara-perkara
akhirat tetap menjadi hal gaib, dan tidak tampak jelas; karena jika semuanya
tampak jelas, maka tidak akan ada perbedaan antara orang yang beriman dengan
yang tidak beriman kepada yang gaib." [*Syarah Sunan Abi Dawud*
(1/2)]
*****
HADITS ORANG BERIMAN MELIHAT ALLAH DI PADANG MAHSYAR :
Dari Abu Sa'id
Al-Khudri, dia berkata:
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى
رَبَّنَا يَوْمَ القِيَامَةِ؟ قَالَ: «هَلْ تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالقَمَرِ
إِذَا كَانَتْ صَحْوًا؟»، قُلْنَا: لَا، قَالَ: «فَإِنَّكُمْ لَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَةِ
رَبِّكُمْ يَوْمَئِذٍ، إِلَّا كَمَا تُضَارُونَ فِي رُؤْيَتِهِمَا» ثُمَّ قَالَ:
" يُنَادِي مُنَادٍ: لِيَذْهَبْ كُلُّ قَوْمٍ إِلَى مَا كَانُوا يَعْبُدُونَ،
فَيَذْهَبُ أَصْحَابُ الصَّلِيبِ مَعَ صَلِيبِهِمْ، وَأَصْحَابُ الأَوْثَانِ مَعَ أَوْثَانِهِمْ،
وَأَصْحَابُ كُلِّ آلِهَةٍ مَعَ آلِهَتِهِمْ، حَتَّى يَبْقَى مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ،
مِنْ بَرٍّ أَوْ فَاجِرٍ، وَغُبَّرَاتٌ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ، ثُمَّ يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ
تُعْرَضُ كَأَنَّهَا سَرَابٌ، فَيُقَالُ لِلْيَهُودِ: مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ؟ قَالُوا:
كُنَّا نَعْبُدُ عُزَيْرَ ابْنَ اللَّهِ، فَيُقَالُ: كَذَبْتُمْ ، لَمْ يَكُنْ لِلَّهِ
صَاحِبَةٌ وَلَا وَلَدٌ، فَمَا تُرِيدُونَ؟ قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَسْقِيَنَا، فَيُقَالُ:
اشْرَبُوا، فَيَتَسَاقَطُونَ فِي جَهَنَّمَ، ثُمَّ يُقَالُ لِلنَّصَارَى: مَا كُنْتُمْ
تَعْبُدُونَ؟ فَيَقُولُونَ: كُنَّا نَعْبُدُ المَسِيحَ ابْنَ اللَّهِ، فَيُقَالُ: كَذَبْتُمْ،
لَمْ يَكُنْ لِلَّهِ صَاحِبَةٌ، وَلَا وَلَدٌ، فَمَا تُرِيدُونَ؟ فَيَقُولُونَ: نُرِيدُ
أَنْ تَسْقِيَنَا، فَيُقَالُ: اشْرَبُوا فَيَتَسَاقَطُونَ فِي جَهَنَّمَ، حَتَّى يَبْقَى
مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ مِنْ بَرٍّ أَوْ فَاجِرٍ،
فَيُقَالُ لَهُمْ: مَا يَحْبِسُكُمْ وَقَدْ
ذَهَبَ النَّاسُ؟ فَيَقُولُونَ: فَارَقْنَاهُمْ، وَنَحْنُ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَيْهِ
اليَوْمَ، وَإِنَّا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي: لِيَلْحَقْ كُلُّ قَوْمٍ بِمَا
كَانُوا يَعْبُدُونَ، وَإِنَّمَا نَنْتَظِرُ رَبَّنَا، قَالَ: فَيَأْتِيهِمُ الجَبَّارُ
فِي صُورَةٍ غَيْرِ صُورَتِهِ الَّتِي رَأَوْهُ فِيهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ، فَيَقُولُ:
أَنَا رَبُّكُمْ،
فَيَقُولُونَ: أَنْتَ رَبُّنَا، فَلَا
يُكَلِّمُهُ إِلَّا الأَنْبِيَاءُ، فَيَقُولُ: هَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ آيَةٌ تَعْرِفُونَهُ؟
فَيَقُولُونَ: السَّاقُ، فَيَكْشِفُ عَنْ سَاقِهِ، فَيَسْجُدُ لَهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ،
وَيَبْقَى مَنْ كَانَ يَسْجُدُ لِلَّهِ رِيَاءً وَسُمْعَةً، فَيَذْهَبُ كَيْمَا يَسْجُدَ،
فَيَعُودُ ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا،
ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ
بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ "، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الجَسْرُ؟
قَالَ: " مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ،
عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ، وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ،
تَكُونُ بِنَجْدٍ، يُقَالُ لَهَا: السَّعْدَانُ، المُؤْمِنُ عَلَيْهَا كَالطَّرْفِ
وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ، وَكَأَجَاوِيدِ الخَيْلِ وَالرِّكَابِ، فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ،
وَنَاجٍ مَخْدُوشٌ، وَمَكْدُوسٌ فِي نَارِ جَهَنَّمَ، حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمْ يُسْحَبُ
سَحْبًا، فَمَا أَنْتُمْ بِأَشَدَّ لِي مُنَاشَدَةً فِي الحَقِّ، قَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ
مِنَ المُؤْمِنِ يَوْمَئِذٍ لِلْجَبَّارِ، وَإِذَا رَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ نَجَوْا،
فِي إِخْوَانِهِمْ، يَقُولُونَ: رَبَّنَا إِخْوَانُنَا، كَانُوا يُصَلُّونَ مَعَنَا،
وَيَصُومُونَ مَعَنَا، وَيَعْمَلُونَ مَعَنَا، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: اذْهَبُوا،
فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ، وَيُحَرِّمُ
اللَّهُ صُوَرَهُمْ عَلَى النَّارِ، فَيَأْتُونَهُمْ وَبَعْضُهُمْ قَدْ غَابَ فِي النَّارِ
إِلَى قَدَمِهِ، وَإِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ، فَيُخْرِجُونَ مَنْ عَرَفُوا، ثُمَّ
يَعُودُونَ، فَيَقُولُ: اذْهَبُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ
دِينَارٍ فَأَخْرِجُوهُ، فَيُخْرِجُونَ مَنْ عَرَفُوا، ثُمَّ يَعُودُونَ، فَيَقُولُ:
اذْهَبُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ،
فَيُخْرِجُونَ مَنْ عَرَفُوا " قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَإِنْ لَمْ تُصَدِّقُونِي
فَاقْرَءُوا: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً
يُضَاعِفْهَا} [النساء: 40]، " فَيَشْفَعُ النَّبِيُّونَ وَالمَلَائِكَةُ وَالمُؤْمِنُونَ،
فَيَقُولُ الجَبَّارُ: بَقِيَتْ شَفَاعَتِي، فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنَ النَّارِ، فَيُخْرِجُ
أَقْوَامًا قَدْ امْتُحِشُوا، فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرٍ بِأَفْوَاهِ الجَنَّةِ، يُقَالُ
لَهُ: مَاءُ الحَيَاةِ، فَيَنْبُتُونَ فِي حَافَتَيْهِ كَمَا تَنْبُتُ الحِبَّةُ فِي
حَمِيلِ السَّيْلِ، قَدْ رَأَيْتُمُوهَا إِلَى جَانِبِ الصَّخْرَةِ، وَإِلَى جَانِبِ
الشَّجَرَةِ، فَمَا كَانَ إِلَى الشَّمْسِ مِنْهَا كَانَ أَخْضَرَ، وَمَا كَانَ مِنْهَا
إِلَى الظِّلِّ كَانَ أَبْيَضَ، فَيَخْرُجُونَ كَأَنَّهُمُ اللُّؤْلُؤُ، فَيُجْعَلُ
فِي رِقَابِهِمُ الخَوَاتِيمُ، فَيَدْخُلُونَ الجَنَّةَ، فَيَقُولُ أَهْلُ الجَنَّةِ:
هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ الرَّحْمَنِ، أَدْخَلَهُمُ الجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ،
وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ، فَيُقَالُ لَهُمْ: لَكُمْ مَا رَأَيْتُمْ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
"
"Kami berkata,
'Wahai Rasulullah, apakah kami akan melihat Tuhan kami pada hari kiamat?'
Beliau ﷺ
menjawab: 'Apakah kalian merasa kesulitan dalam melihat matahari dan bulan
ketika cuaca cerah terang benderang?'
Kami menjawab,
'Tidak.' Lalu beliau ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya kalian tidak akan
merasa kesulitan dalam melihat Tuhan kalian pada hari itu, sebagaimana kalian
tidak merasa kesulitan dalam melihat keduanya.'
Kemudian beliau ﷺ bersabda:
"Lantas akan ada
seorang penyeru memanggil-manggil :"Hendaklah setiap kaum pergi kepada apa
yang mereka sembah."
Maka para penyembah
salib akan pergi bersama salib mereka, penyembah berhala pergi bersama berhala
mereka. Dan setiap penyembah berhala akan pergi bersama sesembahan mereka,
hingga yang tersisa adalah orang-orang yang menyembah Allah, baik yang shalih
maupun yang fajir, serta sisa dari Ahli Kitab. Kemudian didatangkan neraka yang
seakan-akan seperti fatamorgana.
Dikatakan kepada
orang Yahudi, "Apa yang kalian sembah?"
Mereka menjawab, "Kami menyembah 'Uzair, anak Allah." Maka dikatakan
kepada mereka, "Kalian berdusta, Allah tidak memiliki istri dan tidak pula
anak. Apa yang kalian inginkan?"
Mereka menjawab,
"Kami ingin Engkau memberi kami minum." Maka dikatakan kepada mereka,
"Minumlah!" Maka mereka pun berjatuhan ke dalam neraka.
Kemudian
dikatakan kepada orang-orang Nasrani, "Apa yang
kalian sembah?" Mereka menjawab, "Kami menyembah Al-Masih, anak
Allah." Maka dikatakan kepada mereka, "Kalian berdusta, Allah tidak
memiliki istri dan tidak pula anak. Apa yang kalian inginkan?" Mereka
menjawab, "Kami ingin Engkau memberi kami minum." Maka dikatakan
kepada mereka, "Minumlah!" Maka mereka pun berjatuhan ke dalam neraka.
Hingga yang
tersisa hanyalah orang-orang yang menyembah Allah, baik yang shalih maupun yang
fajir.
Maka dikatakan
kepada mereka : "Apa yang menahan kalian, padahal orang-orang telah
pergi?". Mereka menjawab : "Kami memisahkan diri dari mereka,
dan sekarang kami lebih memerlukan Allah daripada sebelumnya”.
Kami mendengar
seorang penyeru memanggil, 'Hendaklah setiap kaum pergi kepada apa yang mereka
sembah,' dan kami hanya menunggu Tuhan kami."
Beliau ﷺ berkata: 'Maka al-Jabbaar (Allah yang Maha Perkasa) mendatangi
mereka dalam bentuk yang lain dari bentuk-Nya yang pertama kali mereka lihat,
lalu Dia (al-Jabbaar) berkata, "Akulah Tuhan kalian."
Mereka berkata,
"Engkau adalah Tuhan kami", kalau begitu maka tidak ada yang
berbicara kepada-Nya kecuali para nabi.
Lalu Dia (al-Jabbaar)
berkata : "Adakah tanda di antara kalian yang dapat kalian kenali?"
Mereka berkata, "Ya, ada betis."
Maka Allah pun
menyingkap betis-Nya, lalu setiap mukmin sujud kepada-Nya. Adapun orang-orang
yang dahulu sujud kepada Allah karena riya dan ingin didengar (ingin terkenal),
maka mereka akan berusaha untuk sujud, akan tetapi punggung mereka menjadi satu
lapis, sehingga mereka tidak dapat sujud. Kemudian didatangkan jembatan yang
diletakkan di atas neraka Jahanam.'
Kami berkata, 'Wahai
Rasulullah, apa itu jembatan?'
Beliau menjawab
'Jembatan itu bisa
menggelincirkan, menjatuhkan, ada pengait-pengait besi, ada duri-duri yang
lebar dan tajam, durinya besok yang terbuat dari kayu berduri namanya Sa'dan
(kayu berduri tajam). Orang mukmin yang melewatinya sedemikian cepat, ada yang
bagaikan kedipan mata, ada yang bagaikan kilat, ada yang bagaikan angin, dan
ada yang bagaikan kuda pilihan. Ada yang bagaikan kuda tunggangan, ada yang
selamat dengan betul-betul terselamatkan, namun ada juga yang selamat setelah
tercabik-cabik oleh besi-besi pengait itu, atau terlempar karenanya di neraka
jahannam, hingga manusia terakhir kali melewati dengan diseret seret.
Kalian tidak akan
lebih kuat dalam memohon kepada-Ku untuk kebenaran yang telah jelas bagi kalian
pada hari itu daripada seorang mukmin yang memohon kepada Allah Yang Maha
Perkasa.
Ketika mereka
melihat bahwa mereka telah selamat, mereka berkata, "Tuhan kami,
saudara-saudara kami, mereka dahulu shalat bersama kami, berpuasa bersama kami,
dan beramal bersama kami."
Maka Allah Ta'ala
berkata, "Pergilah, dan siapa saja yang kalian temukan di hatinya ada iman
sebesar dinar, keluarkanlah dia."
Allah mengharamkan
wajah mereka dari neraka. Maka mereka mendatangi orang-orang itu, sementara sebagian
dari mereka telah tenggelam di dalam api hingga ke tumit mereka, dan sebagian
hingga ke pertengahan betis mereka. Mereka mengeluarkan siapa saja yang mereka
kenali, lalu mereka kembali.
Allah berkata,
"Pergilah, dan siapa saja yang kalian temukan di hatinya ada iman sebesar
setengah dinar, keluarkanlah dia."
Mereka mengeluarkan
siapa saja yang mereka kenali, lalu mereka kembali. Allah berkata,
"Pergilah, dan siapa saja yang kalian temukan di hatinya ada iman sebesar
biji sawi, keluarkanlah dia."
Maka mereka
mengeluarkan siapa saja yang mereka kenali.'
Abu Sa'id berkata: 'Jika
kalian tidak mempercayai hadits ini, bacalah ayat ini:
﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا ﴾
(Sesungguhnya Allah
tidak menganiaya seseorang meskipun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan
sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya) (QS. An-Nisa: 40).'
Kemudian para nabi,
malaikat, dan orang-orang beriman memberikan syafaat. Dan Allah Yang Maha
Perkasa berkata: 'Syafaat-Ku masih ada.'
Lantas Allah
menggenggam segenggam dari neraka dan mengentaskan beberapa kaum yang mereka
telah terbakar, lantas mereka dilempar ke sebuah sungai di pintu surga yang
namanya 'Sungai kehidupan' sehingga mereka tumbuh dalam kedua tepinya
sebagaimana biji-bijian tumbuh dalam genangan sungai yang kalian sering
melihatnya di samping batu karang dan samping pohon. Bagian yang menghadap
matahari lebih hijau, sedangkan bagian yang menghadap bayangan lebih putih.
Mereka keluar seperti mutiara.
Lalu mereka muncul
seolah-olah mutiara dan dalam tengkuk mereka terdapat cincin-cincin. Mereka
kemudian masuk surga hingga penghuni surga berkata :
'Mereka adalah
'utaqa' Ar Rahman (orang-orang yang dibebaskan Arrahman), Allah memasukkan
mereka bukan karena amal yang mereka lakukan, dan bukan pula karena kebaikan
yang mereka persembahkan”
Maka dikatakan
kepada mereka :
'Bagi kalian apa
yang kalian lihat, dan semisalnya bersama itu.'"
[HR. Bukhori no. 7439]
LAFADZ RIWAYAT LAIN :
Dari Masruq, dari
Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-, dia berkata:
" يَجْمَعُ اللَّهُ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
قَالَ: فَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَمْ تَرْضَوْا مِنْ رَبِّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ وَرَزَقَكُمْ وَصَوَّرَكُمْ، أَنْ يُوَلِّيَ كُلَّ إِنْسَانٍ مِنْكُمْ
إِلَى مَنْ كَانَ يَتَوَلَّى فِي الدُّنْيَا؟ قَالَ: وَيُمَثَّلُ لِمَنْ كَانَ يَعْبُدُ
عُزَيْرًا شَيْطَانُ عُزَيْرٍ حَتَّى يُمَثِّلَ لَهُمُ الشَّجَرَةَ وَالْعَوْدَ وَالْحَجَرَ،
وَيَبْقَى أَهْلُ الْإِسْلَامِ جُثُومًا، فَيُقَالُ لَهُمْ: مَا لَكُمْ لَا تَنْطَلِقُونَ
كَمَا يَنْطَلِقُ النَّاسُ؟، فَيَقُولُونَ: إِنَّ لَنَا رِبًّا مَا رَأَيْنَاهُ بَعْدُ،
قَالَ: فَيُقَالُ: فَبِمَ تَعْرِفُونَ رَبَّكُمْ إِنْ رَأَيْتُمُوهُ؟ قَالُوا:
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُ عَلَامَةٌ، إِنْ رَأَيْنَاهُ عَرَفْنَاهُ، قِيلَ: وَمَا هِيَ؟،
قَالُوا: يَكْشِفُ عَنْ سَاقٍ، قَالَ: فَيُكْشَفُ عِنْدَ ذَلِكَ عَنْ سَاقٍ قَالَ:
فَيَخِرُّونَ مَنْ كَانَ لِظَهْرِهِ طَبَقًا سَاجِدًا، وَيَبْقَى قَوْمٌ ظُهُورُهُمْ
كَصَيَاصِيِّ الْبَقَرِ يُرِيدُونَ السُّجُودَ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ، ثُمَّ يُؤْمَرُونَ
فَيَرْفَعُونَ رُءُوسَهُمْ فَيُعْطَوْنَ نُورَهُمْ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ قَالَ:
فَمِنْهُمْ مَنْ يُعْطَى نُورَهُ مِثْلَ الْجَبَلِ بَيْنَ يَدَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ
يُعْطَى نُورَهُ فَوْقَ ذَلِكَ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُعْطَى نُورَهُ مِثْلَ النَّخْلَةِ
بِيَمِينِهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُعْطَى دُونَ ذَلِكَ بِيَمِينِهِ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ
ذَلِكَ مَنْ يُعْطَى نُورَهُ عَلَى إِبْهَامِ قَدَمِهِ يُضِيءُ مَرَّةً، وَيُطْفِئُ
مَرَّةً، فَإِذَا أَضَاءَ قَدَمُهُ، وَإِذَا طُفِئَ قَامَ فَيَمُرُّ وَيَمُرُّونَ عَلَى
الصِّرَاطِ وَالصِّرَاطُ كَحَدِّ السَّيْفِ دَحْضُ مَزِلَّةٍ فَيُقَالُ: انْجُوا عَلَى
قَدْرِ نُورِكُمْ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَمُرُّ كَانْقِضَاضِ الْكَوْكَبِ، وَمِنْهُمْ مَنْ
يَمُرُّ كَالطَّرْفِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَمُرُّ كَالرِّيحِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَمُرُّ
كَشَدِّ الرَّجُلِ، وَيَرْمُلُ رَمَلًا، فَيَمُرُّونَ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ حَتَّى
يَمُرَّ الَّذِي نُورُهُ عَلَى إِبْهَامِ قَدَمِهِ قَالَ: يَجُرُّ يَدًا وَيُعَلِّقُ
يَدًا وَيَجُرُّ رِجْلًا وَيُعَلِّقُ رِجْلًا وَتَضْرِبُ جَوَانِبَهُ النَّارُ، قَالَ:
فَيَخْلَصُوا فَإِذَا خَلَصُوا قَالُوا: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنْكِ
بَعْدَ الَّذِي أَرَانَاكِ لَقَدْ أَعْطَانَا اللَّهُ مَا لَمْ يُعْطِ أَحَدًا
" قَالَ مَسْرُوقٌ: فَمَا بَلَغَ عَبْدُ اللَّهِ هَذَا الْمَكَانَ مِنْ هَذَا
الْحَدِيثِ إِلَّا ضَحِكَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَقَدْ
حَدَّثْتَ هَذَا الْحَدِيثَ مِرَارًا كُلَّمَا بَلَغْتَ هَذَا الْمَكَانَ مِنْ هَذَا
الْحَدِيثِ ضَحِكْتَ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُحَدِّثُهُ
مِرَارًا، فَمَا بَلَغَ هَذَا الْمَكَانَ مِنْ هَذَا الْحَدِيثِ إِلَّا ضَحِكَ حَتَّى
تَبْدُوَ لَهَوَاتُهُ وَيَبْدُو آخِرُ ضِرْسٍ مِنْ أَضْرَاسِهِ لِقَوْلِ الْإِنْسَانِ:
أَتَهْزَأُ بِي وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ فَيَقُولُ: لَا، وَلَكِنِّي عَلَى ذَلِكَ
قَادِرٌ فَسَلُونِي
"Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat," katanya. "Lalu seorang penyeru akan memanggil: Wahai manusia, tidakkah kalian ridha kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian, memberi kalian rezeki, dan membentuk kalian, sehingga Dia menyerahkan setiap manusia kepada siapa yang mereka ikuti di dunia?" katanya. "Maka akan dimunculkan kepada orang-orang yang menyembah Uzair, setan Uzair, hingga ditampakkan kepada mereka pohon, kayu, dan batu.
Dan orang-orang Islam akan tetap berdiam diri." Lalu dikatakan
kepada mereka: "Mengapa kalian tidak pergi seperti yang dilakukan oleh
orang-orang?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mempunyai Tuhan
yang belum kami lihat." Katanya: "Lalu bagaimana kalian mengenal Tuhan
kalian jika kalian melihat-Nya?" Mereka menjawab: "Ada tanda antara
kami dan Dia. Jika kami melihat-Nya, kami akan mengenalnya." Ditanyakan:
"Apa itu?" Mereka menjawab: "Dia akan menyingkapkan
betis-Nya." Lalu disingkapkan betis pada saat itu, dan mereka semua yang
sebelumnya berlutut bersujud, kecuali orang-orang yang punggungnya seperti
tanduk sapi, yang berusaha bersujud tetapi tidak bisa. Kemudian mereka
diperintahkan untuk mengangkat kepala mereka dan diberikan cahaya sesuai dengan
amal mereka."
Selanjutnya, dijelaskan bahwa beberapa orang akan diberikan cahaya sebesar gunung di depan mereka, beberapa lebih dari itu, ada yang sebesar pohon kurma di tangan kanan mereka, dan yang lainnya akan mendapatkan cahaya lebih sedikit, hingga yang terakhir diberikan cahaya di ibu jari kakinya, yang akan menyala dan padam.
Ketika cahaya menyala, dia melangkah, dan ketika padam, dia berhenti. Mereka
akan melewati shirath, dan shirath itu lebih tajam dari pedang, licin, dan
licin. Dikatakan: "Selamatkan diri kalian sesuai dengan cahaya
kalian!" Maka, di antara mereka ada yang melintas secepat bintang jatuh,
ada yang melintas secepat kedipan mata, dan ada yang melintas secepat angin,
atau seperti seorang pria yang berlari cepat. Mereka akan melintas sesuai dengan
amal perbuatan mereka, hingga orang yang mendapatkan cahayanya hanya di ibu
jari kakinya akan melewati dengan menyeret dan menggantung tangan serta
kakinya, sementara api menyambar sisi-sisi tubuhnya.
Setelah mereka berhasil melewati shirath, mereka akan berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari kamu setelah Dia memperlihatkanmu kepada kami. Sungguh, Allah telah memberikan kepada kami apa yang tidak Dia berikan kepada siapapun."
Masruq berkata: "Abdullah tidak pernah sampai ke bagian ini dari hadits ini kecuali dia tertawa." Seorang pria bertanya kepadanya: "Wahai Abu Abdurrahman, engkau telah menceritakan hadits ini berkali-kali, tetapi setiap kali engkau sampai ke bagian ini, engkau tertawa."
Abdullah menjawab: "Aku mendengar Rasulullah ﷺ
menceritakannya berkali-kali, dan setiap kali beliau sampai pada bagian ini,
beliau tertawa hingga tampak anak lidahnya dan gigi geraham terakhirnya, karena
perkataan manusia: 'Apakah Engkau mengolok-olokku, padahal Engkau adalah Tuhan
semesta alam?' Dan Dia menjawab: 'Tidak, tetapi Aku mampu melakukan itu, jadi
mintalah kepada-Ku.'"
[HR. Al-Hakim dalam
al-Mutadrak 2/408 no. 3424
Al-Hakim berkata :
«هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ
وَلَمْ يُخْرِجَاهُ بِهَذَا اللَّفْظِ»
“Hadits ini shahih
berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya
dengan lafadz ini”.
Dan di setujui oleh
adz-Dzahabi dalam at-Talkhish no. 3424.
0 Komentar