AL-WALA WAL-BARA (BERLOYALITAS DAN BERLEPAS DIRI KARENA ALLAH) & (CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH)
Di Susun Oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
DAFTAR ISI :
- AL-WALA' WAL-BARA
- MAKNA AL-WALA' WAL-BARA
- BATASAN BER-WALA (LOYALITAS) KEPADA ORANG KAFIR
- PERBEDAAN ANTARA MUWALAH DAN TAWALLI, SERTA PEMBAGIAN MUWALAH
- PERBEDAAN ANTARA MUWALAH DAN TAWALLI DALAM KONSEP SYARIAT
- PEMBAGIAN AL-MUWALAH (BERLOYALITAS)
- PENTINGNYA MANHAJ AL-WALA' WAL-BARA'
- AL-WALA' WAL-BARA' SEBAGAI PENYEMPURNA IMAN
- AL-WALA' WAL-BARA' SEBAGAI IKATAN TERKUAT DALAM IMAN
- KLASIFIKASI MANUSIA DALAM HAL AL-WALA DAN AL-BARA.
- LOYALITAS (WALAA) ANTAR SESAMA ORANG-ORANG BERIMAN
- A. KEWAJIBAN LOYALITAS DI ANTARA ORANG-ORANG BERIMAN:
- B. DIANTARA TANDA-TANDA AL-MUWALAH (BERLOYALITAS) ANTAR SESAMA KAUM MUKMININ:
- BERLOYALITAS KEPADA ORANG KAFIR DAN MUNAFIK
- A. LARANGAN LOYALITAS KEPADA ORANG KAFIR DAN MUNAFIK:
- B : LARANGAN MEMBANTU KAUM KAFIR MELAWAN UMAT ISLAM :
- C. BEBERAPA GAMBARAN DAN MANIFESTASI LOYALITAS KEPADA ORANG-ORANG KAFIR, MUSYRIK, DAN MUNAFIK
- BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK
- A. KEWAJIBAN BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK SERTA MEMBENCI MEREKA:
- B. PERBEDAAN ANTARA MENGEKSRESIKAN BERLEPAS DIRI DARI ORANG KAFIR DAN ORANG MUNAFIK DENGAN ADANYA PERASAAN TERSEBUT DI DALAM HATI
- C. BEBERAPA BENTUK BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK:
- ADA BANYAK BENTUK DAN PENAMPILAN SIKAP BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ)
- KLASIFIKASI LOYALITAS KEPADA NON MUSLIM DALAM KONDISI UDZUR DAN DARURAT :
- HUKUM MEMBANTU ORANG KAFIR MEMERANGI UMAT ISLAM
- HUKUM MENGHADIRI KONFERENSI MEYEBARKAN FAHAM SEMUA AGAMA SAMA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
====*****====
** AL-WALA' WAL-BARA'**
Istilah al-wala wal bara termasuk istilah populer di abad ini. Al-Wala' wal-Bara' adalah merupakan salah satu manhaj dalam menjalankan agama di kalangan umat Islam. Namun ada sebagian
para ulama kontemporer khusunya, mereka menganggapnya sebagai bagian dari akidah Islam dan syarat dari iman.
Al-wala wal bara berati sikap loyalitas terhadap agama Islam dan
melepaskan diri dari faham, ajaran dan keyakinan orang kafir dan berlepas diri
dari setiap faham sesat serta setiap perbuatan buruk.
Allah berfirman:
﴿لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (٢٨)﴾
"Tidaklah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali (ber-wala padanya) selain orang-orang beriman. Barang siapa melakukan yang demikian, maka ia tidak memiliki sesuatu pun dari Allah, kecuali jika kamu takut akan sesuatu dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian tentang diri-Nya, dan kepada Allah lah tempat kembali." (QS. Al-Imran: 28).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأَبِي ذَرٍّ: «أَيُّ عُرَى الإِيمَانِ أَوْثَقُ؟» قَالَ: اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «المُوَالَاة فِي اللَّهِ، وَالمُعَادَاةُ فِي اللَّهِ،
وَالحُبُّ فِي اللَّهِ، وَالبُغْضُ فِي اللَّهِ».
Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Dzar: "Apa ikatan iman yang paling
kuat?" Abu Dzar menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: "al-Muwalah (berloyalitas) karena Allah, permusuhan
karena Allah, cinta karena Allah, dan benci karena Allah."
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«ثَلاثٌ
مَنْ كَانَ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبُّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ
إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِي النَّارِ».
"Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, dia akan merasakan manisnya iman: menjadikan Allah dan Rasul-Nya ﷺ lebih dicintai daripada segala sesuatu, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api." [HR. Al-Bukhārī (16) dan Muslim (43)]
*****
** MAKNA AL-WALA' WAL-BARA'**
**Al-Wala' dalam Bahasa:**
Al-Wala' adalah kata benda dari mashdar kata *walā* (وَلَى)، yang berarti menjalin hubungan, mendukung, atau berkomitmen.
**Al-Bara' dalam Bahasa:**
Al-Bara' adalah kata benda dari masdar kata *barā* (بَرِئَ), yang memiliki beberapa makna, di antaranya adalah terlepas,
menjauh, memberi peringatan, dan mendeklarasikan ketidakberpihakan. Salah satu
contohnya adalah dalam firman Allah:
﴿بَرَاءَةٌ
مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ﴾
(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya
(yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah
mengadakan perjanjian (dengan mereka). [QS. At-Taubah: 1].
Dengan demikian, secara linguistik, *al-wala'* memiliki beberapa
arti, termasuk cinta, dukungan, pengikut, kedekatan dengan sesuatu, dan
mendekat.
Sementara itu, *al-bara'* juga memiliki beberapa arti, seperti
jarak, menjauh, terlepas, dan permusuhan.
**Relevansi dalam Konteks Al-Wala' wal-Bara' dalam Islam:**
Konsep al-wala' wal-bara' ini sangat penting dalam akidah Islam, di mana
seorang Muslim diharapkan untuk mencintai dan mendukung sesama Muslim
(al-wala') karena Allah SWT demi untuk menjaga agama Islam dan menjauh dari
faham dan keyakinan selain Islam atau memisahkan diri dari orang-orang yang
menyekutukan Allah (al-bara') yang membahayakan aqidahnya dan agamanya .
Prinsip ini menggarisbawahi komitmen dan loyalitas dalam beriman serta
menjaga integritas agama dari pengaruh luar yang dapat merusaknya.
Referensi : 1. Maqāyīs al-Lughah (1/236-237).
2. Mufradāt Alfāẓ al-Qur'ān (ṣ 121).
**Makna Al-Wala' wal-Bara' Secara Istilah**
Al-Wala' wal-Bara' dalam istilah syar'i tidak berbeda dengan makna
linguistiknya. Dalam teks-teks syar'i, istilah al-wala' dan al-bara' digunakan
untuk menyebut berbagai arti yang berkaitan dengan "kecintaan, kegaguman, ketaatan,
loyalitas, kecondongan hati, keberpihakan dan dukungan." [Lisān al-‘Arab (1/354-356)].
Makna al-Wala’ dalam istilah syar'i atau terminologi syari’at Islam, berarti
penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa
perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya.
Jadi ciri utama wali Allah adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan
membenci apa yang dibenci Allah, ia condong dan melakukan semua itu dengan
penuh komitmen. Dan mencintai orang yang dicintai Allah, seperti seorang
mukmin, serta membenci orang yang dibenci Allah, seperti orang kafir.
Sementara al-bara’ dalam istilah syar'i : berarti penyesuaian diri
seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah berupa perkataan,
perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang. Jadi, ciri utama al-Bara’
adalah membenci apa yang di-benci Allah secara terus-menerus dan penuh komitmen
Gampang kata, kita mesti paham tentang apa dan siapa yang harus dijauhi
serta apa dan siapa yang harus kita dekati sedekat-dekatnya. Al-wala wal bara
meminta seorang Muslim untuk loyal kepada agamanya serta mempererat persaudaraan
sesama umat Islam di mana pun berada, dan menuntut seorang Muslim untuk
memusuhi, membenci, dan menjauhi ajaran, keyakinan dan perbuatan kekafiran serta
menjauhui orang kafir yang mendakwahkan pada kekafiran-nya .
Al-wala secara harfiah menjadikan orang lain sebagai wali, teman dekat,
panutan, dan mungkin pemimpin. Dalam Islam, beberapa ayat Al-Qur’an melarang
umat Islam untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, saudara dekat,
atau sahabat karib. Beberapa ayat Al-Qur’an hanya memperkenankan persaudaraan karib
sesama Muslim karena Allah.
Adapun al-bara adalah tuntutan pada beberapa ayat Al-Qur’an terhadap
umat Islam untuk berlepas diri dari faham dan perbuatan kekufuran, kesesatan,
dan kemaksiatan, dan juga dari mereka yang melakukannya. Al-bara merupakan
perintah agama terhadap umat Islam untuk memusuhi, membenci, dan menjauhi faham
dan perbuatan kekafiran dan kemusyrikan, serta orang-orang kafir dan orang yang
dikhatirkan menyesatkannya. Juga melarang umat Islam bersahabat terlalu dekat
dengan non-Muslim.
****
BATASAN BER-WALA (LOYALITAS) KEPADA ORANG KAFIR
Dalam Islam, bentuk loyalitas kepada orang kafir (*مُوَالَاة الكُفَّارِ*) berbeda-beda tergantung pada situasi.
Loyalitas ini memiliki tingkatan; ada yang menyebabkan kekufuran dan
murtad, serta ada pula yang berada di bawah tingkatan tersebut. Cinta karena
Allah dan benci karena Allah, begitu juga dengan loyalitas dan permusuhan
karena Allah, adalah salah satu ikatan iman yang paling kuat.
Sebagian ulama membagi loyalitas (*مُوَالَاة*) menjadi dua kategori: *Loyalitas Besar* dan *Loyalitas
Kecil*, atau *Tawalli* dan *Muwalah*, atau *Loyalitas Umum Mutlak* dan
*Loyalitas Khusus*.
Istilah-istilah ini merujuk pada dua kategori; ada sebagian para ulama
yang menyebut dengan istilah yang satu, sementara yang lain menggunakan istilah
yang berbeda, namun maksud mereka adalah membedakan antara loyalitas yang
menjadikan pelakunya kafir, murtad, dan halal darah serta hartanya, dengan
loyalitas yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari Islam.
Sebagian para ulama tidak membagi loyalitas ini secara tegas, melainkan
menganggapnya sebagai tingkatan, yaitu : ada yang menyebabkan seseorang keluar
dari agama, dan ada pula yang merupakan dosa besar yang tidak menyebabkan
kekafiran kecuali jika pelakunya menghalalkan perbuatan tersebut, yakni
meyakini kebolehannya.
Mereka mengatakan bahwa *tawalli* dan *Muwalah* adalah dua istilah yang
bermakna sama, dan ini adalah pendapat mayoritas ahli tafsir.
Syeikh Abdul Latif bin Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul
Wahhab menyatakan:
مُسَمّى
المُوَالَاةِ يَقَعُ عَلَى شُعَبٍ مُتَفَاوِتَةٍ، مِنْهَا مَا يُوجِبُ الرِّدَّةَ وَذَهَابَ
الإِسْلَامِ بِالكُلِّيَّةِ، وَمِنْهَا مَا هُوَ دُونَ ذَلِكَ مِنَ الكَبَائِرِ وَالمُحَرَّمَاتِ
"Istilah loyalitas mencakup berbagai cabang yang berbeda-beda; ada
yang menyebabkan pelakunya murtad dan menghilangkan Islam secara keseluruhan,
dan ada pula yang termasuk dalam dosa besar dan perbuatan haram." (Lihat:
*Ad-Durar As-Saniyyah*, jilid 7, hlm. 159).
====
CONTOH-CONTOH *MUWALAH* BESAR
DAN *MUWALAH* KECIL:
Contoh Ke 1. **Muwalah Kecil**:
Disebut kecil bukan karena ia termasuk dalam dosa kecil, tetapi untuk
membedakannya dari *Muwalah* besar. Namun demikian, *Muwalah* kecil tetap
memiliki dampak yang besar, karena ia adalah jalan yang tidak bisa diremehkan.
Contohnya meliputi: mengutamakan orang-orang kafir dalam majelis,
mengunjungi mereka dengan tujuan menjalin hubungan persahabatan yang erat,
bukan untuk berdakwah, mengucapkan selamat atas kebahagiaan duniawi mereka,
memberi jalan kepada mereka untuk menajalankan ajaran mereka, mengangkat mereka
sebagai pemimpin atas kaum Muslimin, menjadikan mereka pemimpin, dan
meninggikan kedudukan mereka di atas kaum Muslimin, serta hal-hal serupa.
Contoh Ke 2. **Muwalah Besar**:
Ini adalah *Muwalah* yang mengeluarkan seseorang dari agama, dan ia
merupakan kekufuran serta kemurtadan.
Contohnya diantaranya : mencintai mereka karena ajaran agama mereka dan
perilaku mereka, meridhai amal ibadah mereka, menginginkan kemenangan mereka
atas kaum Muslimin, tidak menganggap mereka sebagi orang kafir atau ragu dalam
mengkafirkan mereka, serta meragukan kekufuran mereka, membenarkan ajaran
mereka, menyerupai mereka secara mutlak, bersekutu dengan kaum musyrikin dan
membantu mereka melawan kaum Muslimin. Ini juga disebut sebagai dukungan
(nushrah), yang telah disebutkan oleh penulis dalam pembahasan tentang
pembatalan keimanan ini.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih]
*****
** PERBEDAAN ANTARA MUWALAH DAN TAWALLI, SERTA PEMBAGIAN MUWALAH:**
Perbedaan antara berloyalitas (المُوَالَاة / al-Muwalah) dan ber-loyalitas total (التَّوَلِّي / at-Tawalli), serta Pembagian al-Muwalah:
=====
** PERBEDAAN ANTARA MUWALAH DAN TAWALLI DALAM KONSEP SYARIAT:**
Syeikh Abdullah bin Abdul Lathif berkata:
التَّوَلِّي: كُفْرٌ يَخْرُجُ مِنَ المِلَّةِ، وَهُوَ
كَالذَّبِّ عَنْهُمْ، وَإِعَانَتُهُمْ بِالْمَالِ وَالْبَدَنِ وَالرَّأْيِ. وَالْمُوَالَاة:
كَبِيرَةٌ مِن كَبَائِرِ الذُّنُوبِ، كَـبَلِّ الدَّوَاةِ، أَوْ بَرِيّ الْقَلَمِ،
أَوْ التَّبَشُّشِ لَهُمْ، أَوْ رَفْعِ السُّوطِ لَهُمْ.
"At-Tawalli adalah kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari
agama. Ini seperti membela mereka (orang-orang kafir dalam memerangi Islam),
membantu mereka dengan harta, tubuh, atau pendapat.
Sedangkan Muwalah adalah dosa besar, seperti mengisi tinta pena, meraut
pena, bersikap ramah kepada mereka, atau mengangkat cambuk untuk mereka."
[**Ad-Durar As-Saniyyah fi Al-Ajwibah An-Najdiyyah** (8/422)]
Syeikh Sulaiman bin Sahman menjelaskan secara puitis tentang perbedaan
antara Muwalah dan Tawalli:
وَأَصْلُ بَلَاءِ الْقَوْمِ حَيْثُ تَوَرَّطُوا ***
هُوَ الْجَهْلُ فِي حُكْمِ الْمُوَالَاة عَنْ زَلَلٍ
فَمَا فَرَّقُوا بَيْنَ التَّوَلِّي وَحُكْمِهِ ***
وَبَيْنَ الْمُوَالَاة الَّتِي هِيَ فِي الْعَمَلِ
أَخَفُّ، وَمِنْهَا مَا يُكَفِّرُ فِعْلُهُ ***
وَمِنْهَا يَكُونُ دُونَ ذَلِكَ فِي الْخَلَلِ
"Sumber bencana kaum itu adalah ketika mereka terjebak,
Adalah ketidaktahuan mereka akan hukum Muwalah yang menyebabkan
kesalahan.
Mereka tidak membedakan antara Tawalli dan hukumnya,
Dan Muwalah yang terkait dengan tindakan.
Sebagian dari Muwalah itu menjadikan pelakunya kafir,
Sebagian lagi kurang dari itu dalam hal pelanggaran."
[**'Uqud Al-Jawahir Al-Munadhdhidah Al-Hisaan** (hal. 146)]
======
** PEMBAGIAN AL-MUWALAH (BERLOYALITAS):**
Al-Muwalah (المُوَالَاة) dibagi menjadi dua bagian:
Ke 1. **Muwalah Mutlak dan Umum**:
Ini adalah kekufuran yang jelas. Dalam sifat ini, ia sinonim dengan
makna **Tawalli**. Dalil-dalil yang datang dalam larangan keras tentang
ber-Muwalah kepada orang-orang kafir ditafsirkan dalam konteks ini. Barang
siapa yang ber-Muwalah kepada mereka, maka ia telah kafir.
Ke 2. **Muwalah Khusus**:
Ini adalah Muwalah kepada orang kafir karena tujuan duniawi, dengan
tetap menjaga akidah yang benar dan tanpa menyembunyikan niat kufur atau
murtad.
Contoh kasusnya adalah apa yang terjadi pada Hathib bin Abi Balta'ah
radhiyallahu ‘anhu saat ia membocorkan rahasia Rasulullah ﷺ dalam Rencana Penaklukan Mekkah, sebagaimana disebutkan dalam
sebab turunnya Surah Al-Mumtahanah.
Jadi, **Muwalah Mutlak Umum** adalah sinonim dengan makna **Tawalli**,
yang dalam sifat ini adalah kekufuran dan kemurtadan. Namun, ada
tingkatan-tingkatan di bawahnya, dan setiap dosa memiliki bagian dan porsi dari
ancaman dan celaan, tergantung pada niat pelaku dan tujuannya. [Baca :
**Al-Muwalah wal-Mu'adah** (1/33)]
Dan Syeikh Abdul Latif bin Abdul Rahman bin Hasan Al-Syeikh berkata :
«مَسْمَّى الْمُوَالَاة يَقَعُ
عَلَى شُعَبٍ مُتَفَاوِتَةٍ مِنْهَا مَا يُوجِبُ الرَّدَّةَ لِذَهَابِ
الْإِسْلَامِ بِالْكُلِّيَّةِ، وَمِنْهَا مَا هُوَ دُونَ ذَٰلِكَ مِنَ
الْكَبَائِرِ وَالْمُحَرَّمَاتِ».
"Istilah al-Muwalah mencakup cabang-cabang yang berbeda, di
antaranya ada yang mengakibatkan murtad karena hilangnya Islam secara
keseluruhan, dan ada yang di bawahnya berupa dosa besar dan larangan." [**Ar-Rasa'il
Al-Mufidah** (hal. 43).]
=====
**TIDAK MENGAPA BERKAWAN BIASA DAN BEKERJASAMA DENGAN NON MUSLIM YANG DAMAI, AMAN DAN TIDAK MERUSAK AGAMA-NYA**
Diantara dalilnya adalah sbb :
Pertama : Nabi ﷺ bersekutu dengan Kabilah
Khuza’ah yang masih musyrik sejak sebelum perjanjian Hudaibiyah dan sesudahnya
.
Kedua : Nabi ﷺ bekerjasama dengan Yahudi
Khaibar dalam usaha perkebunan,
Ketiga : Nabi ﷺ mempekerjakan seorang anak
muda Yahudi di rumahnya sebagai pembantu.
Keempat : Nabi ﷺ menggunakan jasa seorang
musyrik yang bernama Abdullah Uraiqith sebagai penunjuk jalan saat berhijrah ke
Madinah.
Kelima : Nabi ﷺ pernah minta
bantuan finansial kepada Yahudi Bani Nadhir untuk membayar diat pembunuhan tak sengaja
yang dilakukan oleh salah seorang sahabatnya .
Keenam : Nabi ﷺ bersama beberapa sahabatnya pergi berkunjung ke kediaman Abdullah bin Ubay bin Sallul, gembong munafiq, meski harus menempuh jalan yang terjal.
===****===
**PENTINGNYA MANHAJ AL-WALA' WAL-BARA' '**
*****
**AL-WALA' WAL-BARA' SEBAGAI PENYEMPURNA IMAN:**
Allah SWT berfirman :
﴿يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ
إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَن تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ
جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ
وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنتُمْ ۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ
فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ﴾ [1]
﴿إِن
يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُم
بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ﴾ [2]
﴿لَن
تَنفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ ۚ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ
ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾ [3]
﴿قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا
لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ
لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ ۖ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا
وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ﴾ [4]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil musuh-Ku dan
musuh kalian menjadi teman-teman setia yang kalian sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka
telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan
(mengusir) kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian. Jika kalian
benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku
(janganlah kalian berbuat demikian). Kalian memberitahukan secara rahasia
(berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih
mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Dan
barangsiapa di antara kalian yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah
tersesat dari jalan yang lurus. [QS. al-Mumtahanah: 1]
Jika mereka menangkap kalian, niscaya mereka bertindak sebagai musuh
bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepada kalian dengan menyakiti (kalian);
dan mereka ingin supaya kalian (kembali) kafir. [QS. al-Mumtahanah: 2]
Karib kerabat dan anak-anak kalian sekali-sekali tiada bermanfaat bagi
kalian pada Hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kalian. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kalian kerjakan. [QS. al-Mumtahanah: 3]
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim
dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kalian dari daripada apa
yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah
nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya
sampai kalian beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada
bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kalian dan aku
tiada dapat menolak sesuatupun dari kalian (siksaan) Allah". (Ibrahim
berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya
kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali".
[QS. al-Mumtahanah: 4]
Berdasarkan ayat-ayat diatas, Syeikh Dr. Abdullah bin Hamuud Al-Furaih
berkesimpulan dengan mengatakan:
وَنَفَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الإِيمَانَ عَمَّنْ
أَحَبَّ الْكُفَّارَ وَلَوْ لَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، فَبِمُجَرَّدِ مَوَدَّتِهِ
وَمَحَبَّتِهِ لَهُمْ سَبَبٌ فِي نَفْيِ الإِيمَانِ عَنْهُ.
"Dan Allah SWT menafikan keimanan dari orang yang mencintai
orang-orang kafir, meskipun ia tidak membantu mereka melawan kaum Muslimin.
Maka, dengan hanya menunjukkan kasih sayang dan kecintaannya kepada mereka, hal
itu menjadi sebab penafian keimanan darinya."
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ].
Dan Allah berfirman :
﴿تَرَىٰ
كَثِيرًا مِّنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ
لَهُمْ أَنفُسُهُمْ أَن سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ
خَالِدُونَ. وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ
مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ﴾
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang
yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk
diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam
siksaan. [Maidah: 80]
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa
yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil
orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari
mereka adalah orang-orang yang fasik. [QS. Al-Maidah: 81]
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan mengatakan :
«فَذَكَرَ جُمْلَةً شَرْطِيَّةً
تَقْتَضِي أَنَّهُ إِذَا وُجِدَ الشَّرْطُ وُجِدَ الْمَشْرُوطُ بِحَرْفِ (لَوْ)
الَّتِي تَقْتَضِي مَعَ الشَّرْطِ انْتِفَاءِ الْمَشْرُوطِ، فَقَالَ: {وَلَوْ
كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مَا
اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاء}، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ الْإِيمَانَ الْمَذْكُورَ يُنَفِي
اتِّخَاذَهُمْ أَوْلِيَاءَ وَيُضَادُّهُ، وَلَا يَجْتَمِعُ الْإِيمَانُ
وَاتِّخَاذُهُمْ أَوْلِيَاءَ فِي الْقَلْبِ، وَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ مَنْ
اتَّخَذَهُمْ أَوْلِيَاءَ، مَا فَعَلَ الْإِيمَانَ الْوَاجِبَ مِنَ الْإِيمَانِ
بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ».
"Dia menyebutkan kalimat bersyarat yang menunjukkan bahwa jika ada
syarat, maka ada yang disyaratkan, dengan kata 'seandainya' yang menunjukkan
bahwa dengan syarat tersebut, yang disyaratkan tidak ada.
Dia berfirman: 'Seandainya mereka beriman kepada Allah dan Nabi serta
apa yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka tidak akan menjadikan mereka
sebagai wali.'
Ini menunjukkan bahwa iman yang disebutkan menafikan menjadikan mereka
sebagai wali dan bertentangan dengan hal itu. Iman dan menjadikan mereka
sebagai wali tidak dapat bersatu dalam hati, dan ini menunjukkan bahwa siapa
pun yang menjadikan mereka sebagai wali tidak melakukan iman yang wajib kepada
Allah dan Nabi serta apa yang diturunkan kepada mereka." [Kitāb al-Īmān (hal 14)]
*****
**AL-WALA' WAL-BARA' SEBAGAI IKATAN TERKUAT DALAM IMAN:**
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأَبِي ذَرٍّ: «أَيُّ عُرَى الإِيمَانِ أَوْثَقُ؟» قَالَ: اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «المُوَالَاة فِي اللَّهِ، وَالمُعَادَاةُ فِي اللَّهِ،
وَالحُبُّ فِي اللَّهِ، وَالبُغْضُ فِي اللَّهِ».
Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Dzar: "Apa ikatan iman yang paling
kuat?" Abu Dzar menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: "al-Muwalah (berloyalitas) karena Allah, permusuhan
karena Allah, cinta karena Allah, dan benci karena Allah."
[HR. Aḥmad (4/286), Ibnu Abī Shaybah dalam al-Īmān (110), al-Ḥākim dalam al-Mustadrak (2/480), al-Ṭabarānī dalam al-Mu‘jam al-Kabīr (11/215), dan al-Baghawī fī Sharḥ al-Sunnah (3468).
Al-Albānī berkata dalam as-Silsilah
as-Ṣaḥīḥah (998, 1728):
"فَالْحَدِيثُ بِمَجْمُوعِ
طُرُقِهِ يَرْتَقِي إِلَى دَرَجَةِ الْحَسَنِ عَلَى الْأَقَلّ، وَاللَّهُ
أَعْلَمُ".
"Hadis ini dengan berbagai jalurnya mencapai derajat Hasan paling
tidak, wallahu a’lam."
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«ثَلاثٌ مَنْ كَانَ فِيهِ
وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ
مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ،
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي
النَّارِ».
"Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, dia akan merasakan
manisnya iman: menjadikan Allah dan Rasul-Nya ﷺ lebih dicintai daripada segala sesuatu, mencintai seseorang
hanya karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana dia
benci untuk dilemparkan ke dalam api." [HR. Al-Bukhārī (16) dan Muslim (43)]
Dan Rasulullah ﷺ juga biasa membaiat para sahabatnya untuk merealisasikan
prinsip besar ini. Dari Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَهُوَ يُبَايِعُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْسُطْ يَدَكَ
حَتَّى أُبَايِعَكَ، وَاشْتَرِطْ عَلَيَّ فَأَنتَ أَعْلَمُ، قَالَ: «أُبَايِعُكَ
عَلَى أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ، وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ،
وَتُنَاصِحَ الْمُسْلِمِينَ، وَتَفَارِقَ الْمُشْرِكِينَ».
"Aku mendatangi Rasulullah ﷺ ketika beliau membaiat. Aku berkata: 'Wahai Rasulullah ﷺ, bentangkan tanganmu agar aku bisa membaiatmu, dan silakan
syaratkan padaku, karena engkau lebih tahu.' Rasulullah ﷺ berkata: 'Aku baiat kamu untuk menyembah Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, memberi nasihat kepada sesama Muslim, dan berpisah
dari orang-orang musyrik.'"
[HR. Aḥmad (4/365) dan an-Nasā'ī dalam al-Bay‘ah (4177). Dishahihkan
oleh al-Albānī dalam Ṣaḥīḥ as-Sunan (3893)].
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ :
أَنَّ
رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ
مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي
هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا غَيْرَ
أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ
بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ
"Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya
di desa lain. Kemudian Allah pun mengutus seorang malaikat untuk menemui orang
tersebut.
Ketika orang itu ditengah perjalanannya ke desa yang dituju, maka
malaikat tersebut bertanya; 'Hendak pergi ke mana kamu? '
Orang itu menjawab; 'Saya akan menjenguk saudara saya yang berada di
desa lain.' Malaikat itu terus bertanya kepadanya; 'Apakah kamu mempunyai satu
perkara yang menguntungkan dengannya? '
Laki-laki itu menjawab; 'Tidak, saya hanya mencintainya karena Allah
Azza wa Jalla.'
Akhirnya malaikat itu berkata; 'Sesungguhnya aku ini adalah malaikat
utusan yang diutus untuk memberitahukan kepadamu bahwasanya Allah akan
senantiasa mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah.' [HR.
Bukhori dalam al-Adab al-Mufrad no. 350 dan Muslim no. 2567].
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
إِنَّ تَحْقِيقَ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
اللَّهُ يَقْتَضِي أَنْ لَا يُحِبَّ إِلَّا لِلَّهِ، وَلَا يَبْغَضُ إِلَّا
لِلَّهِ، وَلَا يُوَالِي إِلَّا لِلَّهِ، وَلَا يُعَادِي إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ
يُحِبَّ مَا أَحَبَّهُ اللَّهُ، وَيَبْغَضَ مَا أَبْغَضَهُ اللَّهُ».
"Untuk merealisasikan syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah,
mengharuskan kita untuk tidak mencintai kecuali karena Allah, tidak membenci
kecuali karena Allah, tidak berwalikan kecuali karena Allah, dan tidak memusuhi
kecuali karena Allah. Dan mencintai apa yang dicintai Allah serta membenci apa
yang dibenci Allah." [Al-Iḥtijāj bil-Qadar (hal. 62)].
Syeikh Sulaiman Aalu asy-Syeikh berkata:
«فَهَلْ يَتِمُّ الدِّينُ أَوْ
يُقَامُ عَلَمُ الْجِهَادِ أَوْ عَلَمُ الأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنْ
الْمُنْكَرِ، إِلَّا بِالْحُبِّ فِي اللَّهِ وَالْبُغْضِ فِي اللَّهِ،
وَالْمِعَادَاةِ فِي اللَّهِ وَالْمُوَالَاة فِي اللَّهِ. وَلَوْ كَانَ النَّاسُ
مُتَّفِقِينَ عَلَى طَرِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَمَحَبَّةٍ مِنْ غَيْرِ عَدَاوَةٍ وَلَا
بُغْضَاءَ لَمْ يَكُنْ فَرْقَانًا بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ، وَلَا بَيْنَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْكَافِرِينَ، وَلَا بَيْنَ أَوْلِيَاءِ الرَّحْمَـٰنِ
وَأَوْلِيَاءِ الشَّيْطَانِ».
"Tidak-lah agama ini akan sempurna atau bendera jihad atau bendera
amar ma'ruf nahi mungkar dapat ditegakkan, kecuali dengan cinta karena Allah,
benci karena Allah, permusuhan karena Allah, dan persahabatan karena Allah.
Jika manusia sepakat pada satu jalan dan saling mencintai tanpa
permusuhan atau kebencian, tidak akan ada perbedaan antara yang hak dan yang
batil, antara orang beriman dan orang kafir, serta antara wali-wali Allah dan
wali-wali setan." [Awtsaq 'Uraa Al-Iman (hlm. 38)]
Syeikh Abdul Razak Al-Afifi berkata tentang al-wala wal-bara:
«[إِنَّهُمَا] مَظْهَرَانِ مِنْ
مَظَاهِرِ إِخْلَاصِ الْمَحَبَّةِ لِلَّهِ، ثُمَّ لِأَنْبِيَائِهِ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ. وَالْبَرَاءَةُ: مَظْهَرٌ مِنْ مَظَاهِرِ كَرَاهِيَةِ
الْبَاطِلِ وَأَهْلِهِ، وَهَذَا أَصْلٌ مِنْ أُصُولِ الْإِيمَانِ».
"[Keduanya] adalah manifestasi dari ketulusan cinta kepada Allah,
kemudian kepada para nabi-Nya dan kepada orang-orang beriman. Dan al-barakah
adalah manifestasi dari kebencian terhadap kebatilan dan pengikutnya, dan ini
adalah salah satu pokok iman."
[Lihat : Al-Wala' wal-Bara' karya Al-Qahthani, dari Muqoddimah Syeikh
untuknya (hlm. 5)].
===*****===
** KLASIFIKASI MANUSIA DALAM HAL AL-WALA DAN AL-BARA**
Klasifikasi manusia dalam hal yang berkaitan dengan berloyalitsa (al-Wala) dan berlepas diri (al-Bara).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
الحَمْدُ وَالذَّمُّ وَالحُبُّ وَالبُغْضُ وَالمُوَالَاة
وَالمُعَادَاةُ فَإِنَّمَا تَكُونُ بِالأَشْيَاءِ الَّتِي أَنْزَلَ اللهُ بِهَا
سُلْطَانَهُ، وَسُلْطَانُهُ كِتَابُهُ.
قال تعالى: ﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ٥٥ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ ٥٦﴾ [المائدة:55–56]،
وقال تعالى: ﴿وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ٧١﴾
[التوبة:71].
وَمَن كَانَ فِيهِ إِيمَانٌ وَفِيهِ فُجُورٌ أُعْطِيَ
مِنَ المُوَالَاة بِحَسَبِ إِيمَانِهِ، وَمِنَ البُغْضِ بِحَسَبِ فُجُورِهِ، وَلَا
يَخْرُجُ مِنَ الإِيمَانِ بِالكُلِّيَّةِ بِمُجَرَّدِ الذُّنُوبِ وَالمَعَاصِي
كَمَا يَقُولُ الخَوَارِجُ وَالمُعْتَزِلَةُ.
وَلَا يُجْعَلُ الأَنْبِيَاءُ وَالصِّدِّيقُونَ
وَالشُّهَدَاءُ وَالصَّالِحُونَ بِمَنْزِلَةِ الفُسَّاقِ فِي الإِيمَانِ
وَالدِّينِ وَالحُبِّ وَالبُغْضِ وَالمُوَالَاة وَالمُعَادَاةِ، قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى:
﴿وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ المُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ المُقْسِطِينَ (٩)
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)﴾ [الحجرات:9-10]،
فَجَعَلَهُم إِخْوَةً مَعَ وُجُودِ الاقْتِتَالِ
وَالبَغْيِ.
"Pujian, celaan, cinta, kebencian, loyalitas, dan permusuhan hanya
terkait dengan hal-hal yang Allah turunkan otoritas-Nya atasnya, dan otoritas
tersebut adalah kitab-Nya."
Allah Ta'ala berfirman:
*"Sesungguhnya wali (penolong) kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya,
dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, serta
mereka ruku' (tunduk kepada Allah). Dan barang siapa yang menjadikan Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai walinya, maka sesungguhnya
golongan Allah-lah yang akan menang."* (Al-Ma'idah: 55-56)
Dan Allah Ta'ala juga berfirman:
*"Dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
adalah wali (penolong) bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang
ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan dirahmati oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."* (At-Taubah: 71)
Seseorang yang di dalam dirinya terdapat keimanan dan kejahatan
(maksiat), maka ia memiliki loyalitas sesuai dengan kadar keimanannya, dan
memiliki kebencian sesuai dengan kadar kemaksiatannya. Ia tidak keluar dari
keimanan secara total hanya karena dosa-dosa dan kemaksiatan, sebagaimana
dikatakan oleh kaum Khawarij dan Mu'tazilah.
Para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh tidak disamakan
dengan para pelaku dosa besar dalam hal keimanan, agama, cinta, kebencian,
loyalitas, dan permusuhan. Allah Ta'ala berfirman:
﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا
عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ
اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (٩) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
(١٠)﴾
*"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satunya berbuat dzalim terhadap yang
lain, maka perangilah kelompok yang berbuat dzalim hingga kelompok itu kembali
kepada perintah Allah. Jika mereka telah kembali, maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kalian
dirahmati."* (Al-Hujurat: 9-10)
Maka Allah menjadikan mereka sebagai saudara, meskipun terdapat
peperangan dan kezhaliman di antara mereka." [Baca : Majmu' Fatawa
(28/228-229)].
Ibnu Taimiyah juga berkata di halaman lain:
«وَلِهَذَا كَانَ السَّلَفُ
مَعَ الاقْتِتَالِ يُوَالِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا مُوَالَاة الدِّينِ، لَا
يُعَادُونَ كَمُعَادَاةِ الْكُفَّارِ، فَيَقْبَلُ بَعْضُهُمْ شَهَادَةَ بَعْضٍ،
وَيَأْخُذُ بَعْضُهُمُ الْعِلْمَ عَنْ بَعْضٍ، وَيَتَوَارَثُونَ وَيَتَنَاكَحُونَ،
وَيَتَعَامَلُونَ بِمُعَامَلَةِ الْمُسْلِمِينَ بَعْضُهُمْ مَعَ بَعْضٍ مَعَ مَا
كَانَ بَيْنَهُمْ مِنَ الْقِتَالِ وَالتَّلَاعُنِ وَغَيْرِ ذَلِكَ...».
"Karena itulah, para salaf, meskipun terjadi peperangan di antara
mereka, mereka tetap saling loyal satu sama lain dalam urusan agama. Mereka
tidak saling bermusuhan sebagaimana bermusuhan dengan orang kafir. Mereka
menerima kesaksian satu sama lain, mengambil ilmu dari satu sama lain, saling
mewarisi, menikah, dan berinteraksi sebagaimana sesama muslim lainnya, meskipun
ada peperangan dan saling melaknat di antara mereka." [Baca : Majmu'
Fatawa (3/285)].
Syeikh Shalih al-Fawzan, dalam menjelaskan pembagian manusia terkait
dengan kewajiban al-wala’ wal-bara’, mengatakan:
"النَّاسُ فِي الوَلَاءِ
وَالبَرَاءِ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْسَامٍ:
**القِسْمُ الأَوَّلُ**: مَنْ
يُحَبُّ مَحَبَّةً خَالِصَةً لَا مُعَادَاةَ مَعَهَا: وَهُمْ المُؤْمِنُونَ
الخُلَّصُ مِنَ الأَنْبِيَاءِ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ،
وَفِي مُقَدِّمَتِهِمْ رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَإِنَّهُ تَجِبُ مَحَبَّتُهُ أَعْظَمَ
مِنْ مَحَبَّةِ النَّفْسِ وَالوَلَدِ وَالوَالِدِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، ثُمَّ
زَوْجَاتُهُ أُمَّهَاتُ المُؤْمِنِينَ، وَأَهْلُ بَيْتِهِ الطَّيِّبِينَ
وَصَحَابَتُهُ الكِرَامُ... ثُمَّ التَّابِعُونَ وَالقُرُونُ المُفَضَّلَةُ
وَسَلَفُ هَذِهِ الأُمَّةِ وَأَئِمَّتُهَا... قَالَ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا
لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾ [الحشر: 10]، وَلَا
يُبْغِضُ الصَّحَابَةَ وَسَلَفَ هَذِهِ الأُمَّةِ مَنْ فِي قَلْبِهِ إِيمَانٌ،
وَإِنَّمَا يُبْغِضُهُم أَهْلُ الزَّيْغِ وَالنِّفَاقِ وَأَعْدَاءُ الإِسْلَامِ
كَالرَّافِضَةِ وَالخَوَارِجِ، نَسْأَلُ اللهَ العَافِيَةَ.
**القِسْمُ الثَّانِي**: مَنْ
يُبْغَضُ وَيُعَادَى بُغْضًا وَمُعَادَاةً خَالِصَيْنِ لَا مَحَبَّةَ وَلَا مُوَالَاة
مَعَهُمَا: وَهُمْ الكُفَّارُ الخُلَّصُ مِنَ الكُفَّارِ وَالمُشْرِكِينَ
وَالمُنَافِقِينَ وَالمُرْتَدِّينَ وَالمُلْحِدِينَ عَلَى اخْتِلَافِ
أَجْنَاسِهِمْ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَٰئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾ [المجادلة: 22]، وَقَالَ تَعَالَى: عَائِبًا عَلَى بَنِي
إِسْرَائِيلَ: ﴿تَرَىٰ كَثِيرًا مِّنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنفُسُهُمْ أَن سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي
الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ
وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرًا
مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ﴾ [المائدة: 80-81].
**القِسْمُ الثَّالِثُ**: مَنْ
يُحَبُّ مِنْ وَجْهٍ وَيُبْغَضُ مِنْ وَجْهٍ، فَيَجْتَمِعُ فِيهِ المَحَبَّةُ
وَالعَدَاوَةُ: وَهُمْ عُصَاةُ المُؤْمِنِينَ، يُحَبُّونَ لِمَا فِيهِمْ مِنَ
الإِيمَانِ، وَيُبْغَضُونَ لِمَا فِيهِمْ مِنَ المَعْصِيَةِ الَّتِي هِيَ دُونَ
الكُفْرِ وَالشِّرْكِ، وَمَحَبَّتُهُمْ تَقْتَضِي مُنَاصَحَتَهُمْ وَالإِنْكَارَ
عَلَيْهِمْ، فَلَا يَجُوزُ السُّكُوتُ عَلَى مَعَاصِيهِمْ بَلْ يُنْكَرُ
عَلَيْهِمْ، وَيُؤْمَرُونَ بِالمَعْرُوفِ، وَيُنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ،
وَتُقَامُ عَلَيْهِمُ الحُدُودُ وَالتَّعْزِيرَاتُ حَتَّى يَكُفُّوا عَنْ
مَعَاصِيهِمْ وَيَتُوبُوا مِنْ سَيِّئَاتِهِمْ، لَكِنْ لَا يُبْغَضُونَ بُغْضًا
خَالِصًا، وَيَتَبَرَّأُ مِنْهُمْ كَمَا تَقُولُهُ الخَوَارِجُ فِي مُرْتَكِبِ
الكَبِيرَةِ الَّتِي هِيَ دُونَ الشِّرْكِ، وَلَا يُحَبُّونَ وَيُوالَوْنَ حُبًّا
وَمُوَالَاة خَالِصَيْنِ كَمَا تَقُولُهُ المُرْجِئَةُ، بَلْ يُعْتَدَلُ فِي
شَأْنِهِمْ عَلَى مَا ذَكَرْنَا كَمَا هُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ
وَالجَمَاعَةِ".
"Manusia dalam hal al-wala’ wal-bara’ terbagi menjadi tiga
kelompok:
**Kelompok pertama:**
Mereka yang dicintai dengan cinta yang murni tanpa ada permusuhan: yaitu
orang-orang beriman yang tulus, seperti para nabi, shiddiqin, syuhada, dan
orang-orang saleh.
Di antara mereka yang paling utama adalah Rasulullah ﷺ, yang wajib dicintai lebih dari diri sendiri, anak, orang tua,
dan seluruh manusia. Kemudian istri-istrinya yang merupakan Ibu kaum Mukminin,
keluarganya yang baik, para sahabatnya yang mulia, para tabi'in,
generasi-generasi yang diutamakan, serta para salaf umat ini dan para imam
mereka.
Allah Ta'ala berfirman: 'Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."'
(QS. Al-Hasyr: 10).
Tidak ada yang membenci para sahabat dan salaf umat ini kecuali orang
yang hatinya kosong dari keimanan. Orang-orang yang membenci mereka adalah para
ahli bid'ah, munafik, dan musuh-musuh Islam seperti kaum Rafidhah (Syi’ah) dan
Khawarij. Kita memohon kepada Allah agar dilindungi dari hal ini.
**Kelompok kedua:**
Mereka yang dibenci dan dimusuhi dengan kebencian serta permusuhan yang
mutlak, tanpa ada cinta dan loyalitas: yaitu orang-orang kafir yang murni, dari
kalangan musyrik, munafik, murtad, dan ateis, terlepas dari suku atau bangsa
mereka.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala: 'Kamu tidak akan mendapati suatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan Allah kuatkan
mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.'
(QS. Al-Mujadilah: 22).
Allah juga mencela Bani Israil, sebagaimana dalam firman-Nya : 'Kamu
melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir.
Sungguh buruk apa yang mereka perbuat untuk diri mereka sendiri, yaitu Allah
murka kepada mereka dan mereka kekal dalam azab. Sekiranya mereka beriman
kepada Allah, nabi, dan apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak
akan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai teman dekat; tetapi kebanyakan
dari mereka adalah orang-orang fasik.' (QS. Al-Ma’idah: 80-81).
**Kelompok ketiga:**
Mereka yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain, sehingga
dalam diri mereka berkumpul cinta dan permusuhan: yaitu orang-orang Mukmin yang
berbuat dosa. Mereka dicintai karena keimanan mereka, tetapi dibenci karena
dosa-dosa yang mereka lakukan yang tidak sampai pada kekufuran dan kesyirikan.
Cinta kepada mereka mengharuskan untuk menasihati mereka dan mengingkari
perbuatan dosa mereka. Tidak boleh diam atas kemaksiatan mereka, tetapi mereka
harus diperintah untuk melakukan kebaikan dan dicegah dari kemungkaran.
Hukuman hudud dan ta'zir ditegakkan atas mereka sampai mereka berhenti
dari maksiat dan bertobat dari kesalahan mereka. Namun, mereka tidak boleh
dibenci dengan kebencian yang total dan tidak boleh dijauhi sebagaimana
dikatakan oleh Khawarij terhadap pelaku dosa besar yang tidak sampai kepada
kesyirikan.
Demikian pula, mereka tidak boleh dicintai dan diberi loyalitas yang
mutlak seperti yang dikatakan oleh Murji’ah. Sikap yang benar adalah bersikap
adil terhadap mereka sebagaimana yang disebutkan oleh Ahlus Sunnah wal
Jama'ah." [Baca : al-Irsyad ila Shahih Al-I'tiqad (hlm. 279)]
===****===
**LOYALITAS (WALAA) ANTAR SESAMA ORANG-ORANG BERIMAN**
******
**A. KEWAJIBAN LOYALITAS DI ANTARA ORANG-ORANG BERIMAN:**
Allah Azza wa Jalla berfirman:
﴿وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾ (التوبة: ٧١)
*"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian
mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang
makruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."* (At-Taubah:
71).
Allah SWT juga berfirman:
﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ
الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (٥٥) وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ (٥٦)﴾
*"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka
rukuk (tunduk kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sesungguhnya golongan Allah
itulah yang pasti menang."* (Al-Ma'idah: 55-56).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
«إنَّ المؤمنين أَوْلِيَاءُ
اللهِ وَبَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ، وَالكُفَّارُ أَعْدَاءُ اللهِ وَأَعْدَاءُ
المُؤْمِنِينَ، وَقَدْ أَوْجَبَ المُوَالَاة بَيْنَ المُؤْمِنِينَ، وَبَيَّنَ
أَنَّ ذَلِكَ مِنْ لَوَازِمِ الإِيْمَانِ، وَنَهَى عَنْ مُوَالَاة الكُفَّارِ،
وَبَيَّنَ أَنَّ ذَلِكَ مُنْتَفٍ فِي حَقِّ المُؤْمِنِينَ».
*"Sesungguhnya orang-orang beriman adalah wali (penolong)
Allah, dan sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Sedangkan
orang-orang kafir adalah musuh Allah dan musuh orang-orang beriman. Allah telah
mewajibkan loyalitas di antara orang-orang beriman, dan menjelaskan bahwa hal
itu adalah salah satu keharusan dari keimanan. Dia juga melarang loyalitas
terhadap orang-orang kafir, dan menjelaskan bahwa loyalitas tersebut tidak
berlaku bagi orang-orang beriman."* [al-Fatawa (28/190).]
Syeikh Shalih Al-Fawzan berkata:
"يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ يَدِينُ بِهَذِهِ
الْعَقِيدَةِ أَنْ يُوَالِيَ أَهْلَهَا وَيُعَادِيَ أَعْدَاءَهَا، فَيُحِبُّ
أَهْلَ التَّوحِيدِ وَالإِخْلَاصِ وَيُوَالِيهِمْ، وَيَبْغَضُ أَهْلَ الإِشْرَاكِ
وَيُعَادِيَهُمْ، وَذَٰلِكَ مِلَّةُ إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ، الَّذِينَ
أُمِرْنَا بِالِاقْتِدَاءِ بِهِمْ. فَالْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فِي الدِّينِ
وَالْعَقِيدَةِ وَإِنْ تَبَاعَدَتْ أَنْسَابُهُمْ وَأَوْطَانُهُمْ
وَأَزْمَانُهُمْ. قَالَ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا
إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ١٠﴾ [الحشر:10]. فَالْمُؤْمِنُونَ مِنْ أَوَّلِ
الْخَلِيقَةِ إِلَى آخِرِهَا مَهْمَا تَبَاعَدَتْ أَوْطَانُهُمْ وَامْتَدَّتْ
أَزْمَانُهُمْ إِخْوَةٌ مُتَحَابِّونَ يَقْتَدِي آخِرُهُمْ بِأَوَّلِهِمْ،
وَيَدْعُو بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ، وَيَسْتَغْفِرُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ".
*"Setiap Muslim yang memegang teguh aqidah ini wajib loyal kepada
pemeluknya dan memusuhi musuh-musuhnya. Dia harus mencintai dan mendukung
orang-orang yang bertauhid dan ikhlas, serta membenci dan memusuhi orang-orang
yang musyrik. Inilah ajaran Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, yang kita
diperintahkan untuk mengikuti mereka. Orang-orang beriman adalah saudara dalam
agama dan aqidah, meskipun nasab, tanah air, dan zaman mereka berjauhan.
Allah SWT berfirman: ‘Dan orang-orang yang datang setelah mereka
(Muhajirin dan Anshar) berkata: Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah
Engkau biarkan kedengkian di hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’*
(Al-Hasyr: 10).
Jadi, orang-orang beriman dari awal penciptaan hingga akhir zaman,
meskipun negeri mereka berjauhan dan zaman mereka berbeda, tetap bersaudara dan
saling mencintai. Yang datang kemudian mencontoh yang terdahulu, mereka saling
mendoakan dan memohonkan ampunan satu sama lain."* [Baca : al-Irsyad
ila Shahih Al-I'tiqad (hlm. 279-280)]
=====
**B. DIANTARA TANDA-TANDA AL-MUWALAH (BERLOYALITAS) ANTAR SESAMA KAUM MUKMININ:**
Tanda Ke 1. Hijrah ke negeri-negeri
kaum Muslim dan meninggalkan negeri-negeri kaum kafir. Allah SWT berfirman:
﴿إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ
الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا
مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً
فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ( ٩٧) إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ
الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا
يَهْتَدُونَ سَبِيلًا (٩٨)﴾
"Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam
keadaan mereka menganiaya diri mereka sendiri, mereka ditanya: 'Dalam keadaan
apa kamu?' Mereka menjawab: 'Kami adalah orang-orang yang lemah di bumi.'
Mereka ditanya: 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di dalamnya?'
Maka, tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah
seburuk-buruknya tempat kembali, kecuali bagi orang-orang yang lemah di antara
lelaki, wanita, dan anak-anak yang tidak mampu berdaya dan tidak mengetahui
jalan." (Q.S. An-Nisa: 97-98).
Ibnu Katsir berkata dalam kitab Tafsir-nya :
"هَذِهِ
الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ أَقَامَ بَيْنَ ظَهْرَانِي
الْمُشْرِكِينَ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى الْهِجْرَةِ وَلَيْسَ مُتَمَكِّنًا مِنْ
إِقَامَةِ الدِّينِ، فَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُرْتَكِبٌ حَرَامًا
بِالْإِجْمَاعِ".
"Ayat yang mulia ini bersifat umum bagi setiap orang yang tinggal
di antara kaum musyrikin dan mampu untuk berhijrah, tetapi tidak mampu untuk
menegakkan agama, maka dia adalah orang yang zalim terhadap dirinya sendiri dan
melakukan sesuatu yang haram menurut ijma’."
Sebelum itu, Ibnu Rusyd dalam “Muqaddimah”-nya (2/612-613) berkata:
"فَإِذَا
وَجَبَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ عَلَى مَنْ أَسْلَمَ
بِبَلَدِ الْحَرْبِ أَنْ يُهَاجِرَ وَيَلْحَقَ بِدَارِ الْمُسْلِمِينَ، وَلَا
يَثْوِي بَيْنَ الْمُشْرِكِينَ، وَيُقِيمَ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ لِئَلَّا تَجْرِي
عَلَيْهِ أَحْكَامُهُمْ، فَكَيْفَ يُبَاحُ لِأَحَدٍ الدُّخُولُ إِلَى بِلَادِهِمْ
حَيْثُ تَجْرِي عَلَيْنَا أَحْكَامُهُمْ فِي تِجَارَةٍ أَوْ غَيْرِهَا، وَقَدْ
كَرِهَ مَالِكٌ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ يَسْكُنَ أَحَدٌ بِبَلَدٍ يُسَبُّ
فِيهِ السَّلَفُ فَكَيْفَ بِبَلَدٍ يُكفِّرُ فِيهِ بِالرَّحْمَـٰنِ، وَتُعْبَدُ
فِيهِ مِنْ دُونِهِ الْأَوْثَانُ، وَلَا تَسْتَقِرُّ نَفْسُ أَحَدٍ عَلَى هَذَا
إِلَّا وَهُوَ مُسْلِمٌ سُوءٌ، مَرِيضُ الْإِيمَانِ".
"Jika berdasarkan Al-Qur'an, sunnah, dan ijma’ umat disyaratkan
bagi orang yang murtad di negara perang untuk berhijrah dan bergabung dengan
kaum Muslimin, serta tidak tinggal di antara mereka agar tidak berlaku hukum
mereka padanya, maka bagaimana mungkin ada seseorang diizinkan untuk memasuki
negeri mereka, di mana hukum mereka berlaku pada kita dalam perdagangan atau
hal lainnya?
Sementara Malik rahimahullah melarang seseorang tinggal di suatu
negeri yang menghina para salaf, bagaimana pula dengan negeri yang mengkafirkan
Tuhan Yang Maha Pengasih dan menyembah berhala selain-Nya? Tidak ada seorang
pun yang dapat menetap di tempat ini kecuali dia adalah seorang Muslim yang
buruk, berpenyakit dalam iman."
Dan Allah berfirman:
﴿وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ
بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ
الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (٤١) الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٤٢)﴾
"Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah setelah
mereka dizalimi, pasti Kami akan menempatkan mereka di dunia dengan baik, dan
sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, jika mereka mengetahui,
yaitu orang-orang yang bersabar dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal."
(Q.S. Al-Ankabut: 41-42).
Rasulullah ﷺ bersabda:
مِن جَامَعَ المُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ
مِثْلُهُ
"Barangsiapa yang bergaul dengan orang-orang musyrik dan
tinggal bersama mereka, maka dia adalah seperti mereka."
[HR. Abu Dawud dalam jihad (3/224) (2787) dan dinyatakan hasan oleh
Al-Albani dalam Shahih Al-Jami (6062)].
Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla (13/138):
"مَن
لَحِقَ بِدَارِ الكُفْرِ وَالحَرْبِ مُخْتَارًا مُحَارِبًا لِمَن يَلِيهِ مِنَ
المُسْلِمِينَ، فَهُوَ بِهَذَا الفِعْلِ مُرْتَدٌّ لَهُ أَحْكَامُ المُرْتَدِّ
كُلُّهَا مِنْ وُجُوبِ القَتْلِ عَلَيْهِ، مَتَى قَدَرَ عَلَيْهِ وَمِنْ إِبَاحَةِ
مَالِهِ، وَانْفِسَاخِ نِكَاحِهِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ يَبْرَأْ مِنْ مُسْلِمٍ، وَأَمَّا مَن فَرَّ إِلَى
أَرْضِ الحَرْبِ لِظُلْمٍ خَافَهُ، وَلَمْ يُحَارِبِ المُسْلِمِينَ، وَلَا
أَعَانَهُمْ، وَلَمْ يَجِدْ فِي المُسْلِمِينَ مَنْ يُجِيرُهُ، فَهَذَا لَا شَيْءَ
عَلَيْهِ لِأَنَّهُ مُضْطَرٌّ مُكْرَهٌ."
"Siapa pun yang pergi ke Dar al-Kufr dan perang dengan
sukarela dan memerangi siapa pun yang dekat dengannya dari kalangan Muslim,
maka dengan perbuatan ini dia adalah seorang murtad yang harus dikenakan semua
hukum murtad, termasuk hukuman bunuh apabila dia dapat ditangkap, dihalalkannya
harta bendanya, batalnya pernikahannya, dan hal-hal lainnya. Karena Rasulullah ﷺ tidak memutuskan hubungan dari seorang Muslim.
Adapun siapa yang melarikan diri ke tanah perang karena kezaliman
yang ditakutinya, tidak memerangi para Muslim, tidak membantu mereka, dan tidak
menemukan seorang Muslim yang dapat memberinya perlindungan, maka orang ini
tidak memiliki kesalahan apa pun karena dia terpaksa dan terpaksa."
Tanda Ke 2. Membantu dan mendukung
kaum Muslimin dengan jiwa, harta, dan lisan dalam segala yang mereka butuhkan
dalam agama dan kehidupan mereka.
Tanda Ke 3. Ikut merasa sakit atas
penderitaan mereka dan merasa senang atas kebahagiaan mereka.
Tanda Ke 4. Senantiasa menasehati
mereka dan menginginkan kebaikan untuk mereka, serta tidak menipu dan
mengkhianati mereka.
Tanda Ke 5. Menghormati dan
menghargai mereka, serta tidak merendahkan dan mencela mereka.
Tanda Ke 6. Senantiasa bersama mereka
dalam keadaan sulit maupun mudah, dalam kesusahan maupun kelapangan.
Tanda Ke 7. Menghormati hak-hak
mereka, tidak menjual di atas penjualan mereka, tidak menawarkan di atas tawar
menawar mereka, tidak melamar di atas lamaran mereka, dan tidak mengganggu apa
yang telah mereka capai dari hal-hal yang diperbolehkan.
Tanda Ke 8. Selalu mendoakan
dan memohonkan ampunan untuk mereka.
[Lihat: al-Fataawa (28/190), al-Irsyad Ilaa Shahih al-I’tiqad
(284-288), wala' dan bara' (259-381), dan al-Muwalah wal Mua'adah (1/241-293)].
===*****===
**BERLOYALITAS KEPADA ORANG KAFIR DAN MUNAFIK**
*****
**A. LARANGAN LOYALITAS KEPADA ORANG KAFIR DAN MUNAFIK:**
Syeikh Abdullah bin Humaid berkata :
"
وَأَمَّا التَّوَلِّي: فَهُوَ إِكْرَامُهُمْ، وَالثَّنَاءُ عَلَيْهِمْ،
وَالنُّصْرَةُ لَهُمْ وَالمُعَاوَنَةُ عَلَى المُسْلِمِينَ، وَالمُعَاشَرَةُ،
وَعَدَمُ البَرَاءَةِ مِنْهُمْ ظَاهِرًا، فَهَذِهِ رِدَّةٌ مِنْ فَاعِلِهِ، يَجِبُ
أَنْ تُجْرَى عَلَيْهِمْ أَحْكَامُ المُرْتَدِّينَ، كَمَا دَلَّ عَلَى ذَلِكَ
الكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَإِجْمَاعُ الأُمَّةِ المُقْتَدَى بِهِمْ"
"Adapun *at-tawalli* (memberikan loyalitas mutlak) adalah memuliakan
mereka (non muslim), memuji serta menyanjung mereka, menolong mereka, membantu mereka melawan
kaum Muslimin, hidup berdampingan dengan mereka, dan tidak menampakkan keberlepasan diri (الْبَرَاءَةُ) dari mereka secara terang-terangan.
Tindakan ini merupakan kemurtadan dari pelakunya, sehingga ia harus
diperlakukan seperti orang yang murtad, sebagaimana telah ditunjukkan oleh
Al-Qur'an, sunnah, dan ijma’ umat yang dijadikan teladan" (Lihat
*Ad-Durar As-Saniyyah*, 15/479).
Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi dalam *Adhwa' Al-Bayan* (2/111)
setelah menyebutkan beberapa ayat yang melarang loyalitas kepada orang kafir
berkata:
"وَيُفْهَمُ
مِنْ ظَوَاهِرِ هَذِهِ الآيَاتِ أَنَّ مَنْ تَوَلَّى الكُفَّارَ عَمْدًا
وَاخْتِيَارًا رَغْبَةً فِيهِمْ أَنَّهُ كَافِرٌ مِثْلُهُمْ".
"Dari lahiriah ayat-ayat tersebut dipahami bahwa barang siapa yang
memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir dengan sengaja dan pilihan, serta
karena rasa suka kepada kekafiran mereka, maka dia kafir seperti mereka."
Syeikh Hamd bin 'Atiq, setelah menyebutkan firman Allah Ta'ala:
﴿إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian berteman dengan orang-orang yang memerangi kalian karena agama-kalian, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Barang siapa berteman dengan mereka, maka mereka itulah orang-orang zalim" (QS. Al-Mumtahanah: 9).
Dia, Syeikh Hamd berkata:
«فِي هَذِهِ الآيَةِ أَعْظَمُ
الدَّلِيلِ وَأَوْضَحُ البُرْهَانِ عَلَى أَنَّ مُوَالاتِهِمْ مُحَرَّمَةٌ
مُنَافِيَةٌ لِلْإِيمَانِ وَذَلِكَ أَنَّهُ قَالَ: {إِنَّمَا يَنْهَٰكُمُ ٱللَّهُ}
فَجَمَعَ بَيْنَ لَفْظَةِ (إِنَّمَا) المُفِيدَةِ لِلْحَصْرِ، وَبَيْنَ النَّهْيِ
الصَّرِيحِ، وَذَكَرَ الخِصَالَ الثَّلَاثَ، وَضَمِيرَ الحَصْرِ وَهُوَ لَفْظَةُ
(هُمْ)، ثُمَّ ذَكَرَ الظُّلْمَ المُعَرَّفَ بِأَدَاةِ التَّعْرِيفِ».
"Ayat ini merupakan dalil paling kuat dan jelas bahwa berloyalitas kepada mereka (yang memerangi kalian kalian karena agama kalian), itu dilarang dan bertentangan dengan keimanan, karena Allah menggunakan kata 'Innama' yang berarti pembatasan, disertai larangan tegas, dan menyebutkan tiga ciri serta kata yang menunjukkan penekanan, yaitu 'mereka'. Kemudian, Allah menyebutkan kedzaliman yang diperjelas dengan alat pengenal". [Sabil An-Najat wal Fikak (hlm 45)]
Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum
berloyalitas (muwalah) kepada orang kafir, dan ia menjawab:
"مُوَالاتُ الْكُفَّارِ
بِالْمُوَادَةِ وَالْمُنَاصَرَةِ وَاتِّخَاذِهِمْ بَطَانَةً حَرَامٌ مَنْهِيٌّ
عَنْهُ بِنَصِّ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ.
قَالَ تَعَالَى: ﴿لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ
بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ٢٢﴾ [الْمُجَادَلَة: ٢٢]،
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا
يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ
أَنَّى يُؤْفَكُونَ ٧٥﴾ [المائدة: ٧٥]،
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ
بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ٥١﴾ [الْمَائِدَة: ٥١]،
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا
عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ
أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ١١٨﴾ [آلِ
عِمْرَان: ١١٨]،
وَأَخْبَرَ أَنَّهُ إِذَا لَمْ يَكُنِ الْمُؤْمِنُونَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءَ بَعْضٍ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءَ
بَعْضٍ، وَيَتَمَيَّزُ هَؤُلَاءِ عَنْ هَؤُلَاءِ، فَإِنَّهَا تَكُونُ فِتْنَةٌ فِي
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ.
وَلَا يَنْبَغِي أَبَدًا أَنْ يَثِقَ الْمُؤْمِنُ
بِغَيْرِ الْمُؤْمِنِ مَهْمَا أَظْهَرَ مِنَ الْمَوَدَّةِ وَأَبْدَى مِنَ
النُّصْحِ؛ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ عَنْهُمْ: ﴿وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ
كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ
حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَخُذُوهُمْ
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ وَلِيًّا وَلَا
نَصِيرًا ٨٩﴾ [النِّسَاءِ: ٨٩]،
وَيَقُولُ سُبْحَانَهُ لِنَبِيِّهِ: ﴿وَلَنْ تَرْضَىٰ
عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ
هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي
جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ ١٢٠﴾
[البَقَرَة: ١٢٠]،
وَالْوَاجِبُ عَلَى الْمُؤْمِنِ أَنْ يَعْتَمِدَ
عَلَى اللَّهِ فِي تَنْفِيذِ شَرْعِهِ، وَأَنْ لَا تَأْخُذَهُ فِيهِ لَوْمَةُ
لَائِمٍ، وَأَنْ لَا يَخَافَ مِنْ أَعْدَائِهِ، فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
﴿إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ
وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ١٧٥﴾ [آلِ عِمْرَان: ١٧٥]،
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَتَرَى الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَىٰ أَنْ تُصِيبَنَا
دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ
فَيُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ ٥٢﴾ [المَائِدَة:
٥٢]،
وَقَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ
مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ٢٨﴾ [التَّوْبَة: ٢٨]
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ".
"Loyalitas kepada orang kafir dengan kecintaan, dukungan, dan
menjadikan mereka sebagai teman dekat adalah haram dan dilarang oleh Al-Qur’an.
Allah Ta'ala berfirman: 'Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir, saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu adalah ayah-ayah
mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, ataupun kerabat mereka' (QS.
Al-Mujadilah: 22) .
Allah juga berfirman: 'Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang rasul;
sungguh, telah berlalu rasul-rasul sebelumnya, dan ibunya adalah seorang yang
sangat jujur. Keduanya biasa memakan makanan. Lihatlah bagaimana Kami
menjelaskan ayat-ayat kepada mereka, kemudian lihatlah bagaimana mereka
dipalingkan (dari kebenaran)' (QS. Al-Ma'idah: 75) .
Dalam ayat lain, Allah Ta'ala berfirman: 'Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman
setia; sebagian mereka adalah teman setia bagi sebagian yang lain. Barang siapa
di antara kamu yang berteman setia dengan mereka, maka sesungguhnya dia
termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang zalim' (QS. Al-Ma'idah: 51) .
Juga firman-Nya: 'Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan orang-orang selain kaummu sebagai teman dekat; mereka tidak
henti-hentinya menimbulkan mudarat bagimu. Mereka mengharapkan kesusahan
bagimu. Kebencian telah nyata dari mulut-mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh, telah Kami jelaskan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya' (QS. Ali Imran: 118) .
Allah menyebutkan bahwa jika kaum mukminin tidak menjadikan satu sama
lain sebagai teman dekat, sementara orang-orang kafir menjadikan satu sama lain
sebagai teman dekat, maka akan terjadi fitnah besar dan kerusakan di muka bumi.
Tidak seharusnya seorang mukmin menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak
beriman, meskipun mereka menunjukkan kasih sayang atau memberikan nasihat,
karena Allah Ta'ala berfirman:
'Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah kafir,
lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu menjadikan mereka
sebagai teman-teman setia, sebelum mereka berhijrah di jalan Allah. Jika mereka
berpaling, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemui
mereka. Janganlah kamu jadikan seorang pun dari mereka sebagai teman setia
ataupun penolong' (QS. An-Nisa: 89) .
Allah juga berfirman kepada Rasul-Nya ﷺ:
'Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar). Dan jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah ilmu
(kebenaran) datang kepadamu, maka tidak akan ada bagimu pelindung atau penolong
dari Allah' (QS. Al-Baqarah: 120) .
Seorang mukmin wajib bersandar kepada Allah dalam melaksanakan
syariat-Nya, dan tidak takut kepada celaan siapapun, serta tidak takut kepada
musuh-musuhnya.
Allah Ta'ala berfirman: 'Sesungguhnya yang demikian itu hanyalah setan
yang menakut-nakuti para pengikutnya. Maka janganlah kamu takut kepada mereka,
tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman' (QS.
Ali Imran: 175) .
Allah juga berfirman: 'Maka kamu akan melihat orang-orang yang hatinya
berpenyakit segera mendekati mereka (orang-orang kafir), seraya berkata, 'Kami
takut akan ditimpa bencana'. Tetapi mudah-mudahan Allah mendatangkan kemenangan
atau keputusan dari sisi-Nya, maka karena itu mereka menjadi menyesal atas apa
yang mereka sembunyikan dalam hatinya' (QS. Al-Maidah: 52) .
Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam
setelah tahun ini. Jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah akan memberimu
kekayaan dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana' (QS. At-Taubah: 28) . Dan Allah lah yang memberi taufik" .
[Baca : **Majmu' Fatawa wa Rasail Ibn Utsaimin** (3/14-15),
dikumpulkan oleh Fahd As-Sulaiman].
Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih :
وَقَدْ
أَجْمَعَ العُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ مَنْ تَكَلَّمَ بِالكُفْرِ هَازِلًا أَنَّهُ
يَكْفُرُ، فَكَيْفَ بِمَنْ أَظْهَرَ الكُفْرَ خَوْفًا وَطَمَعًا فِي الدُّنْيَا؟
Para ulama telah sepakat bahwa siapa pun yang berbicara tentang hal
yang membuatnya menjadi kafir dengan bercanda, maka dia dihukumi kafir. Maka
bagaimana dengan orang yang menampakkan diri bersikap seolah-olah seperti orang
kafir karena takut atau menginginkan kesenangan dunia?"
Sulaiman bin Abdullah Alu asy-Syeikh berkata:
«اِعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّ
الإِنسَانَ إِذَا أَظْهَرَ لِلْمُشْرِكِينَ المُوَافَقَةَ عَلَى دِينِهِمْ خَوْفًا
مِنهُمْ وَمُدَارَاةً لَهُمْ وَمُدَاهَنَةً لِدَفْعِ شَرِّهِمْ فَإِنَّهُ كَافِرٌ
مِثْلَهُمْ وَإِنْ كَانَ يَكْرَهُ دِينَهُمْ وَيَبْغِضُهُمْ وَيُحِبُّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِينَ، هَذَا إِذَا لَمْ يَقَعْ مِنهُ إِلَّا ذَلِكَ، فَكَيْفَ إِذَا
كَانَ فِي دَارِ مَنَعَةٍ وَاستَعْدَى بِهِمْ وَدَخَلَ فِي طَاعَتِهِمْ وَأَظْهَرَ
المُوَافَقَةَ عَلَى دِينِهِمُ البَاطِلِ، وَأَعَانَهُمْ عَلَيْهِ بِالنُّصْرَةِ
وَالمَالِ وَوَالَاهُمْ، وَقَطَعَ المُوَالَاة بَيْنَهُ وَبَيْنَ المُسْلِمِينَ،
وَصَارَ مِنْ جُنُودِ القِبَابِ وَالشِّرْكِ وَأَهْلِهَا، بَعْدَمَا كَانَ مِنْ
جُنُودِ الإِخْلَاصِ وَالتَّوحِيدِ وَأَهْلِهِ، فَإِنَّ هَذَا لَا يَشُكُّ
مُسْلِمٌ أَنَّهُ كَافِرٌ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّهِ تَعَالَى
وَرَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا يُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ
إِلَّا المُكْرَهُ، وَهُوَ الَّذِي يَسْتَوْلِي عَلَيْهِ المُشْرِكُونَ
فَيَقُولُونَ لَهُ: اكْفُرْ أَوِ افْعَلْ كَذَا وَإِلَّا فَعَلْنَا بِكَ
وَقَتَلْنَاكَ، أَوْ يَأْخُذُونَهُ فَيُعَذِّبُونَهُ حَتَّى يُوَافِقَهُمْ،
فَيَجُوزُ لَهُ المُوَافَقَةُ بِاللِّسَانِ مَعَ طُمَأْنِينَةِ القَلْبِ
بِالإِيمَانِ».
"Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa seseorang yang
menunjukkan dirinya setuju (membenarkan) terhadap ajaran agama orang musyrik
karena takut pada mereka, atau untuk menjaga hubungan baik dengan mereka, atau
untuk menghindari keburukan mereka, maka ia dianggap kafir seperti mereka.
Meskipun ia sebenarnya membenci agama mereka dan mencintai Islam serta kaum
muslimin, jika ia hanya melakukan hal itu.
Lalu bagaimana jika ia tinggal di tempat yang aman dan mencari
perlindungan kepada mereka, ikut dalam kepatuhan mereka, menunjukkan
persetujuan terhadap agama mereka yang batil, membantu mereka dengan harta dan
tenaga, serta memutus hubungan dengan kaum muslimin?
Maka ia dianggap sebagai bagian dari tentara kesyirikan, padahal
sebelumnya ia termasuk tentara tauhid dan keikhlasan. Dalam hal ini, tidak ada
seorang muslim pun yang meragukan bahwa ia termasuk kafir yang paling keras
permusuhannya kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Kecuali orang yang dipaksa, yaitu yang dikuasai oleh orang
musyrik dan diperintahkan untuk kufur atau melakukan hal tertentu di bawah
ancaman dibunuh atau disiksa, maka ia diperbolehkan menyetujui mereka secara
lisan asalkan hatinya tetap tenang dengan keimanan" . [Majmu'at
Tauhid (hlm 245)]
*****
**B : LARANGAN MEMBANTU KAUM KAFIR MELAWAN UMAT ISLAM :**
Membantu orang-orang kafir melawan umat Islam, yaitu ketika seorang
Muslim menjadi pendukung, penolong, dan pembantu bagi orang-orang kafir dalam menghadapi
umat Islam. Ia bergabung dengan mereka dan membela mereka dengan harta,
senjata, serta pernyataan. Hal ini merupakan kekafiran besar yang mengeluarkan
seseorang dari agama Islam. Membantu orang-orang musyrik adalah salah satu
bentuk loyalitas kepada mereka, yang merupakan pengkhianatan terhadap Allah,
Rasul-Nya, dan kaum mukminin, sehingga pelakunya berhak mendapatkan kemurkaan
Allah dan azab-Nya yang pedih.
Allah berfirman :
﴿ تَرَى
كَثِيراً مِّنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ
لَهُمْ أَنفُسُهُمْ أَن سَخِطَ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ
خَالِدُونَ * وَلَوْ
كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِالله والنَّبِيِّ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ
أَوْلِيَاء وَلَكِنَّ كَثِيراً مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴾
"Kamu melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang yang
kafir sebagai penolong-penolong mereka. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka
sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan
mereka akan kekal dalam azab. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, Nabi, dan
apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang-orang
kafir itu sebagai penolong-penolong, tetapi kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang fasik." (QS. Al-Ma'idah: 80-81).
Allah juga menyamakan orang yang menjadikan orang musyrik sebagai
sekutu dengan hukum yang sama. Ini didasarkan pada firman Allah :
﴿ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka
adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
(QS. Al-Ma'idah: 51).
Membantu orang-orang musyrik adalah pelanggaran terhadap aqidah
al-wala' wal-bara'. Al-Wala' (loyalitas) diberikan kepada iman dan orang-orang
beriman, sementara bara' (berlepas diri) diberikan dari kesyirikan dan
orang-orang musyrik.
Aqidah al-wala' wal-bara' merupakan salah satu prinsip terbesar dalam
agama kita. Oleh karena itu, banyak terdapat dalil dari Al-Qur'an dan sunnah
terkait hal ini, karena dengannya syariat tegak dan Islam serta pengikutnya
mendapatkan kekuatan, sedangkan kebalikannya akan merusak syariat dan
melemahkan agama.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih]
Syeikh Bin Baaz dalam fatwanya (1/274) berkata :
"وَقَدْ
أَجْمَعَ عُلَمَاءُ الإِسْلَامِ عَلَى أَنَّ مَنْ ظَاهَرَ الكُفَّارَ عَلَى
المُسْلِمِينَ وَسَاعَدَهُمْ عَلَيْهِمْ بِأَيِّ نَوْعٍ مِنَ المُسَاعَدَةِ فَهُوَ
كَافِرٌ مِثْلُهُمْ، كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾
"Ulama Islam telah bersepakat bahwa barang siapa yang membantu
orang-orang kafir melawan kaum Muslimin dengan bentuk bantuan apa pun, maka dia
adalah kafir seperti mereka.
Sebagaimana Allah berfirman : 'Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka
sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim' (Al-Ma'idah: 51)."
**C. BEBERAPA GAMBARAN DAN MANIFESTASI LOYALITAS KEPADA ORANG-ORANG KAFIR, MUSYRIK, DAN MUNAFIK:**
Para ulama telah menyebutkan berbagai manifestasi dan gambaran loyalitas
kepada orang-orang kafir, musyrik, dan munafik, yang dilarang oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan ditekankan dengan tegas, serta diberitahukan bahwa
siapa yang loyal kepada mereka maka ia termasuk golongan mereka. Begitu juga
Nabi ﷺ memperingatkan tentang hal
ini dalam banyak hadis dan memberitahukan bahwa siapa yang mencintai suatu kaum
maka ia akan dikumpulkan bersama mereka.
[Lihat: **Autsaq 'Ura Al-Iman** oleh Syeikh Sulaiman bin Abdullah
bin Muhammad bin Abdul Wahhab (hal. 48), dan **Al-Irsyad ila Shahih
Al-I'tiqad** oleh Syeikh Shalih Al-Fauzan (hal. 280), **Al-Wala' wal-Bara'**
oleh Dr. Muhammad Said Al-Qahtani (hal. 230), **Nawaqidh Al-Iman Al-Qauliyyah
wal-'Amaliyyah** oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Al-Abdullathif (hal. 381),
dan **Subul An-Najah wal-Fikak** oleh Hamd bin Atiq, serta lainnya.]
Berikut ini adalah beberapa poinnya:
**Ke 1. Ridho dan Merelakan kekufuran orang-orang kafir, tidak menganggap
mereka kafir, atau ragu akan kekufuran mereka, atau membenarkan salah satu
mazhab mereka yang kafir**:
Allah Ta'ala berfirman:
﴿قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ
مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ
وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا
وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٤)﴾
“Sungguh, telah ada bagi kalian suri teladan yang baik pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, ‘Sungguh,
kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah.
Kami ingkar kepada kalian, dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan
dan kebencian selamanya sampai kalian beriman kepada Allah yang Maha Esa,
kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya, ‘Aku akan meminta ampun untukmu, tetapi
aku tidak memiliki kekuasaan untuk membelamu di hadapan Allah. Ya Tuhan kami,
kepada-Mu kami bertawakal dan kepada-Mu kami kembali dan kepada-Mu lah tempat
kembali.” (Al-Mumtahanah: 4)
Dan Dia berfirman:
﴿لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ
الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢٥٦)﴾
“Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar dari jalan yang salah. Maka barang siapa ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang kuat,
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah: 256)
Dari Abu Malik, Sa'ad bin Tariq, dari ayahnya, ia berkata: Aku mendengar
Rasulullah ﷺ bersabda:
((مَن قَالَ: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَكَفَرَ
بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ، حَرَّمَ مَالَهُ وَدَمَهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى
اللَّهِ)).
“Siapa yang mengatakan: Tidak ada Tuhan selain Allah, dan
mengingkari apa yang disembah selain Allah, maka hartanya dan darahnya
diharamkan, dan perhitungannya ada di sisi Allah.” [HR. Muslim (23)]
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
«وَصِفَةُ الكُفْرِ
بِالطَّاغُوتِ: أَنْ تَعْتَقِدَ بُطلَانَ عِبادَةِ غَيْرِ اللهِ، وَتَتْرُكَهَا
وَتَبْغَضَهَا، وَتُكَفِّرَ أَهْلَهَا، وَتُعَادِيهِم».
"Sifat kafir kepada taghut adalah meyakini batalnya ibadah kepada
selain Allah, meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan para pelakunya, dan
memusuhi mereka."
Dan dia juga berkata:
"اعْلَمْ أَنَّ نَوَاقِضَ
الإِسْلَامِ عَشَرَةٌ نَوَاقِضَ... وَذَكَرَ مِنْهَا:
الثَّالِثُ: مَنْ لَمْ يُكَفِّرِ الْمُشْرِكِينَ أَوْ
يَشُكَّ فِي كُفْرِهِمْ أَوْ صَحَّحَ مَذْهَبَهُمْ كَفَرَ".
"Ketahuilah bahwa ada sepuluh hal yang membatalkan Islam... “
Lalu dia menyebutkannya, diantaranya adalah:
“Ketiga: Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau
ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan salah satu dari mazhab mereka yang
kafir, maka dia telah kafir." [Baca : **Majmu'ah At-Tauhid** (hal.
32)]
**Ke 2. Ber-tawalli secara umum (التَّوَلِّي الْعَامُ) dan menjadikan mereka sebagai pelindung, sekutu, sahabat karib
dan wali, atau masuk ke dalam agama mereka**:
Allah berfirman:
﴿لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ
الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (٢٨)﴾
"Tidaklah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai
wali selain orang-orang beriman. Barang siapa melakukan yang demikian, maka ia
tidak memiliki sesuatu pun dari Allah, kecuali jika kamu takut akan sesuatu
dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian tentang diri-Nya, dan kepada Allah
lah tempat kembali." (QS. Al-Imran: 28).
Ibnu Jarir berkata:
«وَهَذَا نَهْيٌ مِنَ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ لِلْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَعْوَانًا
وَأَنصَارًا وَظُهُورًا، وَلِذَٰلِكَ كَسَرَ {يَتَّخِذِ} لِأَنَّهُ فِي مَوْضِعِ
جَزْمٍ بِالنَّهْيِ، وَلَكِنَّهُ كَسَرَ الذَّالَ مِنْهُ لِلْسَّاكِنِ الَّذِي
لَقِيَهُ وَهِيَ سَاكِنَةٌ، وَمَعْنَى ذَٰلِكَ: لَا تَتَّخِذُوا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ ظَهْرًا وَأَنصَارًا، تُوَالُونَهُمْ عَلَى
دِينِهِمْ، وَتُظَاهِرُونَهُمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ،
وَتُدَلُّونَهُمْ عَلَى عَوَارَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ
مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، يَعْنِي بِذَٰلِكَ: فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللَّهِ،
وَبَرِئَ اللَّهُ مِنْهُ، بِارْتِدَادِهِ عَنْ دِينِهِ وَدُخُولِهِ فِي الْكُفْرِ،
{إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً}: إِلَّا أَنْ تَكُونُوا فِي
سُلْطَانِهِمْ، فَتَخَافُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَتُظْهِرُوا لَهُمُ الْوِلَايَةَ
بِأَلْسِنَتِكُمْ، وَتُضْمِرُوا لَهُمُ الْعَدَاوَةَ، وَلَا تُشَايِعُوهُمْ عَلَى
مَا هُمْ عَلَيْهِ مِنَ الْكُفْرِ، وَلَا تُعِينُوهُمْ عَلَى مُسْلِمٍ بِفِعْلٍ».
"Ini adalah larangan dari Allah, Yang Maha Tinggi, bagi orang-orang
beriman agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pembantu dan sekutu.
Oleh karena itu, kata 'yattakhidzi' mengalami perubahan karena ia berada dalam
posisi larangan.
Arti dari itu adalah: Janganlah kalian, wahai orang-orang beriman,
menjadikan orang-orang kafir sebagai sekutu dan pembantu untuk menolong mereka
dalam agama mereka dan membantu mereka melawan kaum Muslimin dari kalangan
orang-orang beriman, serta menunjukkan kepada mereka aib-aib yang mereka
miliki.
Sesungguhnya, barang siapa melakukan hal itu maka ia tidak termasuk
golongan Allah, maksudnya: ia telah berlepas diri dari Allah, dan Allah juga
berlepas diri darinya karena murtad dari agamanya dan memasuki kekafiran.
'Kecuali jika kamu takut akan sesuatu dari mereka':
Maksudnya jika kalian berada di bawah kekuasaan mereka dan takut pada
diri kalian, maka tunjukkanlah kepada mereka kesetiaan melalui lisan kalian,
tetapi sembunyikanlah permusuhan kepada mereka, dan janganlah kalian membantu
mereka melawan seorang Muslim dalam tindakan." [Baca : **Jami'
Al-Bayan** (3/228).]
Allah berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ٥١﴾
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali. Sebagian mereka adalah wali bagi
sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian yang menjadikan mereka
sebagai wali, maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya,
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim." (QS. Al-Maidah: 51).
Ibnu Jarir berkata:
«مَنْ يَتَوَلَّى الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى دُونَ الْمُؤْمِنِينَ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ، يَقُولُ: فَإِنَّ مَنْ
تَوَلَّهُمْ وَنَصَرَهُمْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ دِينِهِمْ
وَمِلَّتِهِمْ، فَإِنَّهُ لَا يَتَوَلَّى مُتَوَلٍّ أَحَدًا إِلَّا وَهُوَ بِهِ
وَبِدِينِهِ وَمَا هُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ، وَإِذَا رَضِيَهُ وَرَضِيَ دِينَهُ فَقَدْ
عَادَى مَا خَالَفَهُ وَسَخِطَهُ، وَصَارَ حُكْمُهُ حُكْمَهُ».
"Barang siapa yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani
sebagai wali dan bukan orang-orang beriman, maka ia termasuk golongan mereka.
Dengan kata lain, barang siapa yang menolong mereka dan mendukung mereka atas
kaum beriman, maka ia termasuk golongan agama dan mazhab mereka. Tidaklah
seorang pembantu mengambil pembantu lain kecuali ia rela dan ridha dengan
agamanya dan apa yang mereka anut. Jika ia ridha dengan mereka dan agama
mereka, maka ia telah memusuhi dan membenci apa yang bertentangan dengan itu,
dan hukumnya pun sama dengan hukum mereka." [**Jami' Al-Bayan** (6/277)]
Ibnu Qayyim berkata:
«إنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ قَدْ
حَكَمَ وَلَا أَحْسَنَ مِنْ حُكْمِهِ أَنَّهُ مَنْ تَوَلَّى الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى فَهُوَ مِنْهُمْ: {وَمَن يَتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ}، فَإِذَا كَانَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنْهُمْ بِنَصِّ الْقُرْآنِ كَانَ
لَهُمْ حُكْمُهُمْ، وَهَذَا عَامٌّ خُصَّ مِنْهُ مَنْ يَتَوَلَّاهُمْ وَدَخَلَ فِي
دِينِهِمْ بَعْدَ التِّزامِ الْإِسْلَامِ فَإِنَّهُ لَا يُقَرُّ وَلَا تُقْبَلُ
مِنْهُ الْجَزْيَةُ، بَلْ إِمَّا الْإِسْلَامُ أَوِ السَّيْفُ، فَإِنَّهُ
مُرْتَدٌّ بِالنَّصِّ وَالإِجْمَاعِ، وَلَا يُصَحُّ إِلْحَاقُ مَنْ دَخَلَ فِي
دِينِهِمْ مِنَ الْكَفَّارِ قَبْلَ التِّزامِ الْإِسْلَامِ بِمَنْ دَخَلَ فِيهِ
مِنَ الْمُسْلِمِينَ... وَأَنَّ مَنْ دَانَ بِدِينِهِمْ مِنَ الْكَفَّارِ بَعْدَ
نُزُولِ الْفُرْقَانِ فَقَدْ انتَقَلَ مِنْ دِينِهِ إِلَى دِينٍ خَيْرٍ مِنهُ
وَإِن كَانَا جَمِيعًا بَاطِلَيْنِ، وَأَمَّا الْمُسْلِمُ فَإِنَّهُ قَدْ انتَقَلَ
مِنْ دِينِ الْحَقِّ إِلَى الدِّينِ الْبَاطِلِ بَعْدَ إِقْرَارِهِ بِصِحَّةِ مَا
كَانَ عَلَيْهِ وَبُطْلانِ مَا انتَقَلَ إِلَيْهِ فَلَا يُقَرُّ».
"Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi telah memutuskan dan tidak ada
keputusan yang lebih baik dari keputusan-Nya bahwa barang siapa yang menjadikan
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka:
{وَمَن يَتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ}
'Dan barang siapa di antara kalian yang menjadikan mereka sebagai wali,
maka ia termasuk golongan mereka.'
Jika para wali mereka adalah dari golongan mereka berdasarkan teks
Al-Qur'an, maka mereka memiliki hukum yang sama dengan mereka. Ini berlaku
secara umum kecuali bagi mereka yang menjadikan mereka sebagai wali (teman dan
penolong) dan masuk ke dalam agama mereka setelah berkomitmen terhadap Islam.
Dalam hal ini, ia tidak dapat diterima dan tidak ada jizyah yang diterima
darinya, melainkan ia harus masuk Islam atau mati di pedang. Karena ia telah
murtad berdasarkan teks dan konsensus.
Tidak sah mengaitkan orang yang masuk ke dalam agama mereka dari
kalangan kafir sebelum berkomitmen terhadap Islam dengan orang yang masuk ke
dalam agama mereka dari kalangan Muslim.
Dan barang siapa yang menganut agama mereka dari kalangan kafir setelah turunnya
Al-Furqan, maka ia telah berpindah dari agamanya ke agama yang lebih baik
meskipun keduanya adalah batil.
Sedangkan orang Muslim, ia telah berpindah dari agama yang benar ke
agama yang batil setelah ia mengakui kebenaran apa yang telah dianutnya dan
membatalkan apa yang telah ia pindahkan kepadanya, maka ia tidak dapat
diterima." [ Ahkam Ahli adz-Dzimmah (1/67-68)].
**Ke 3 : Beriman kepada sebagian ajaran kafir atau berhukum kepada
mereka di luar Kitab Allah:**
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"وَمِنْ جِنْسِ مُوَالَاة
الْكُفَّارِ الَّتِي ذَمَّ اللهُ بِهَا أَهْلَ الْكِتَابِ وَالْمُنَافِقِينَ
الإِيمَانُ بِبَعْضِ مَا هُمْ عَلَيْهِ مِنَ الْكُفْرِ، أَوِ التَّحَاكُمُ
إِلَيْهِمْ دُونَ كِتَابِ اللهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ
أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ
وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا
سَبِيلًا﴾[52]... فَمَنْ كَانَ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ مُوَالِيًا لِلْكُفَّارِ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ أَوْ أَهْلِ الْكِتَابِ بِبَعْضِ أَنْوَاعِ الْمُوَالَاة
وَنَحْوِهَا، مِثْلَ إِتْيَانِهِ أَهْلَ الْبَاطِلِ، وَاتِّبَاعِهِمْ فِي شَيْءٍ
مِنْ مَقَالِهِمْ وَفَعَالِهِمُ الْبَاطِلِ، كَانَ لَهُ مِنَ الذَّمِّ
وَالْعِقَابِ وَالنِّفَاقِ بِحَسَبِ ذَلِكَ، وَذَلِكَ مِثْلُ مُتَابَعَتِهِمْ فِي
آرَائِهِمْ وَأَعْمَالِهِمْ، كَنَحْوِ أَقْوَالِ الصَّابِئَةِ وَأَفْعَالِهِمْ
مِنَ الْفَلاَسِفَةِ وَنَحْوِهِمُ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ،
وَنَحْوِ أَقْوَالِ الْمَجُوسِ وَالْمُشْرِكِينَ وَأَفْعَالِهِمُ الْمُخَالِفَةِ
لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ".
"Di antara jenis loyalitas kepada orang kafir yang dicela oleh
Allah terhadap ahli kitab dan orang munafik adalah beriman kepada sebagian
ajaran mereka yang kafir atau berhukum kepada mereka di luar Kitab Allah,
sebagaimana Allah berfirman:
*Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bagian dari
kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada
orang-orang kafir bahwa mereka lebih mendapat petunjuk daripada orang-orang
yang beriman* [Surat An-Nisa: 51]...
Maka barang siapa dari umat ini yang loyal kepada orang kafir dari
kalangan musyrikin atau ahli kitab dengan berbagai bentuk loyalitas, seperti
mendatangi ahli kebatilan, mengikuti sebagian dari perkataan dan perbuatan
mereka yang batil, maka ia akan mendapat celaan, hukuman, dan sifat kemunafikan
sesuai dengan kadar perbuatannya. Ini seperti mengikuti pandangan dan perbuatan
mereka, misalnya pandangan kaum Sabiah dan tindakan mereka dari kalangan filsuf
dan yang serupa, yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah, serta pandangan
kaum Majusi dan musyrikin dan tindakan mereka yang juga bertentangan dengan
Al-Qur'an dan Sunnah." (Majmu' Fatawa, 28/199-201)
**Ke 4 : Memberikan Cinta dan Kasih Sayang Khusus Atas Kekufurannya :**
Allah Ta'ala berfirman:
﴿لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)﴾
*Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak mereka, atau anak-anak
mereka, atau saudara-saudara mereka, atau keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan di dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya. Dan Dia akan memasukkan mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Mereka
itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah
yang beruntung* [QS. Al-Mujadilah: 22].
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
«أَخْبَرَ اللهُ أَنَّكَ لَا
تَجِدُ مُؤْمِنًا يُوَادُّ الْمُحَادِّينَ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ، فَإِنَّ نَفْسَ
الْإِيمَانِ يُنَافِي مُوَادَّتَهُ كَمَا يَنْفِي أَحَدُ الضِّدَّيْنِ الآخَرَ،
فَإِذَا وُجِدَ الْإِيمَانُ انْتَفَى ضِدُّهُ وَهُوَ مُوَالَاة أَعْدَاءِ اللهِ،
فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ يُوَالِي أَعْدَاءَ اللهِ بِقَلْبِهِ كَانَ ذَلِكَ
دَلِيلًا عَلَى أَنَّ قَلْبَهُ لَيْسَ فِيهِ الْإِيمَانُ الْوَاجِبُ».
"Allah memberitahu bahwa kamu tidak akan mendapati seorang mukmin
yang saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya keimanan itu sendiri menafikan adanya kasih sayang
tersebut, sebagaimana sesuatu yang berlawanan saling menafikan. Jika keimanan
ditemukan, maka hilanglah lawannya, yaitu loyalitas kepada musuh-musuh Allah.
Jika seseorang berloyalitas kepada musuh-musuh Allah dengan hatinya, itu
menunjukkan bahwa hatinya tidak memiliki keimanan yang seharusnya." (Kitab
Al-Iman, hal. 13)
Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum mencintai orang kafir
dan lebih menyukai mereka daripada kaum muslimin, ia menjawab :
"لَا شَكَّ أَنَّ الَّذِي
يُوَادُّ الْكُفَّارَ أَكْثَرَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا
عَظِيمًا، فَإِنَّهُ يَجِبُ أَنْ يُحِبَّ الْمُسْلِمِينَ وَأَنْ يُحِبَّ لَهُمْ
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ، أَمَّا أَنْ يُوَادَّ أَعْدَاءَ اللهِ أَكْثَرَ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ فَهَذَا خَطَرٌ عَظِيمٌ وَحَرَامٌ عَلَيْهِ، بَلْ لَا يَجُوزُ أَنْ
يُوَادَّهُمْ وَلَوْ أَقَلَّ مِنَ الْمُسْلِمِينَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {لَاَّ
تَجِدُ قَوْمًا...} الْآيَةُ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ
يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ ١﴾[55]، وَكَذَلِكَ أَيْضًا
مَنْ أَثْنَى عَلَيْهِمْ وَمَدَحَهُمْ وَفَضَّلَهُمْ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فِي
الْعَمَلِ وَغَيْرِهِ، فَإِنَّهُ قَدْ فَعَلَ إِثْمًا وَأَسَاءَ الظَّنَّ
بِإِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَحْسَنَ الظَّنَّ بِمَنْ لَيْسُوا أَهْلًا
لِإِحْسَانِ الظَّنِّ، وَالْوَاجِبُ عَلَى الْمُؤْمِنِ أَنْ يُقَدِّمَ
الْمُسْلِمِينَ عَلَى غَيْرِهِمْ فِي جَمِيعِ الشُّؤُونِ فِي الْأَعْمَالِ وَفِي
غَيْرِهَا، وَإِذَا حَصَلَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ تَقْصِيرٌ فَالْوَاجِبُ عَلَيْهِ
أَنْ يَنْصَحَهُمْ وَأَنْ يُحَذِّرَهُمْ، وَأَنْ يُبَيِّنَ لَهُمْ مَغَبَّةَ
الظُّلْمِ لَعَلَّ اللهَ أَنْ يَهْدِيَهُمْ عَلَى يَدِهِ".
"Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mencintai orang kafir lebih
daripada kaum muslimin telah melakukan dosa besar. Sesungguhnya, dia wajib
mencintai kaum muslimin dan menginginkan kebaikan untuk mereka sebagaimana ia
menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Adapun mencintai musuh-musuh Allah
lebih daripada kaum muslimin, ini merupakan bahaya besar dan haram. Bahkan,
tidak boleh sedikit pun mencintai mereka lebih daripada kaum muslimin,
sebagaimana firman Allah Ta'ala:
*Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman...* (Al-Mujadilah: 22)
Dan Allah Ta'ala juga berfirman:
*Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan
musuhmu sebagai teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka rasa kasih
sayang, padahal mereka telah kafir kepada kebenaran yang datang kepadamu...*
[Surat Al-Mumtahanah: 1].
Demikian pula, orang yang memuji mereka dan mengutamakan mereka atas
kaum muslimin dalam pekerjaan atau lainnya, ia telah berbuat dosa dan
berprasangka buruk terhadap saudara-saudara muslimnya, serta berprasangka baik
kepada mereka yang tidak layak untuk diperlakukan demikian.
Seorang mukmin wajib mendahulukan kaum muslimin atas orang lain dalam
segala urusan, baik dalam pekerjaan maupun selainnya. Jika ada kekurangan dari
kaum muslimin, maka kewajibannya adalah menasihati mereka, memperingatkan
mereka, dan menjelaskan akibat dari kedzaliman, dengan harapan semoga Allah
memberikan petunjuk kepada mereka melalui tangannya." (Majmu' Fatawa
Ibnu Utsaimin (3/14-15) dikumpulkan oleh Fahd As-Sulaiman.)
**Ke 5 : Bersandar, condong dan simpati kepada mereka orang kafir:**
Allah Ta'ala berfirman:
﴿وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ
تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا ٧٤ إِذًا لَأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ
الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا ٧٥﴾
"Dan sekiranya Kami tidak meneguhkan hatimu, niscaya kamu hampir
saja condong sedikit kepada mereka. Jika terjadi demikian, niscaya Kami akan
menimpakan kepadamu rasa (siksaan) dua kali lipat di dunia ini dan dua kali
lipat setelah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun untuk
melawan Kami." (Al-Isra: 74-75).
Allah juga berfirman:
﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ
لَا تُنْصَرُونَ ١١٣﴾
"Dan janganlah kalian cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang
menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tidak mempunyai
pelindung selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan."
(Hud: 113).
Al-Qurtubi berkata:
{وَلاَ تَرْكَنُواْ} الرُّكُونُ
حَقيقَةُ الِاسْتِنادِ وَالاعْتِمادِ وَالسُّكونِ إِلَى الشَّيْءِ وَالرِّضا بِهِ،
قالَ قَتادَةُ: مَعْناهُ: لا تُوَدُّوهُمْ وَلا تُطيعُوهُمْ. اِبْنُ جُرَيْجٍ: لا
تَميلُوا إِلَيْهِمْ. أَبُو الْعالِيَةِ: لا تَرْضَوْا أَعْمالَهُمْ. وَكُلُّهُ
مُتَقارِبٌ. وَقالَ اِبْنُ زَيْدٍ: الرُّكُونُ هُنا الإِدْهانُ، وَذَلِكَ أَلّا
يُنْكِرَ عَلَيْهِمْ كُفْرَهُمْ. وَقَوْلُهُ تَعالى: {إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ}
قِيلَ: أَهْلُ الشِّرْكِ، وَقِيلَ: عامَّةٌ فيهِمْ وَفي الْعُصاةِ... وَهذا هُوَ
الصَّحيحُ في مَعْنى الآيَةِ، وَأَنَّها دالَّةٌ عَلى هِجْرانِ أَهْلِ الْكُفْرِ
وَالْمَعاصِي مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ وَغَيْرِهِمْ، فَإِنَّ صُحْبَتَهُمْ كُفْرٌ
أَوْ مَعْصِيَةٌ، إِذِ الصُّحْبَةُ لا تَكُونُ إِلّا عَنْ مَوَدَّةٍ.
“Firman Allah: ‘Dan janganlah kalian condong (cenderung)’ maksudnya
adalah benar-benar bersandar, bergantung, dan merasa nyaman dengan mereka.
Qatadah berkata: ‘Maknanya, janganlah kalian mencintai mereka dan
menaati mereka.’
Ibnu Juraij berkata: ‘Janganlah kalian condong kepada mereka.’
Abu Al-‘Aliyah berkata: ‘Janganlah kalian ridha dengan amal-amal
mereka.’ Semua ini memiliki makna yang serupa.
Ibnu Zaid berkata: ‘Kecenderungan yang dimaksud adalah kompromi, yaitu
tidak menolak kekufuran mereka.’
Adapun firman Allah: ‘kepada orang-orang yang zalim’ dikatakan bahwa
yang dimaksud adalah orang-orang musyrik, namun bisa juga berarti umum,
mencakup mereka dan pelaku maksiat.
Dan ini adalah pendapat yang benar dalam menafsirkan ayat ini, yang
menunjukkan kewajiban menjauhi orang-orang kafir dan pelaku maksiat, termasuk
ahli bid'ah dan lainnya, karena berteman dengan mereka adalah kekufuran atau
maksiat, sebab pertemanan tidak akan terjadi kecuali karena rasa kasih sayang.”
(Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an (9/108)).
**Ke 6- Menjadikan mereka sebagai teman dekat selain orang-orang
beriman:**
Allah Ta'ala berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا
عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ
أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (١١٨) هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ
تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا
لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ
الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ
الصُّدُورِ (١١٩) إِنْ
تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ
بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (١٢٠)﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil teman dekat
selain dari golongan kalian. Mereka tidak henti-hentinya menimbulkan mudarat
bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian
dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan hati mereka lebih besar lagi.
Sungguh, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada kalian, jika kalian
mengerti.
Beginilah kalian, kalian menyayangi mereka, padahal mereka tidak
menyayangi kalian. Kalian beriman kepada seluruh kitab (Allah). Apabila mereka
bertemu dengan kalian, mereka berkata: ‘Kami beriman,’ dan apabila mereka
menyendiri, mereka menggigit ujung-ujung jari mereka karena marah dan benci
kepada kalian. Katakanlah: ‘Matilah kalian dengan kemarahan kalian itu.’ Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
jika kalian ditimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kalian bersabar
dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan membahayakan kalian sedikit pun.
Sesungguhnya Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali
Imran: 118-120).
Syeikh Shalih al-Fawzan mengatakan:
وَمِنْ مَظَاهِرِ مُوَالَاة الْكُفَّارِ:
الْاِسْتِعَانَةُ بِهِمْ وَالثِّقَةُ بِهِمْ وَتَوْلِيَتُهُمْ الْمَنَاصِبَ
الَّتِي فِيهَا أَسْرَارُ الْمُسْلِمِينَ وَاتِّخَاذُهُمْ بَطَانَةً
وَمُسْتَشَارِينَ... فَهَذِهِ الْآيَاتُ الْكَرِيمَةُ تَشْرَحُ دَاخِلَ
الْكُفَّارِ وَمَا يَكُنُّونَهُ نَحْوَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ بُغْضٍ وَمَا
يُدَبِّرُونَهُ ضِدَّهُمْ مِنْ مَكْرٍ وَخِيَانَةٍ وَمَا يُحِبُّونَهُ مِنْ
مَضَرَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَإِيصَالِ الْأَذَى إِلَيْهِمْ بِكُلِّ وَسِيلَةٍ،
وَأَنَّهُمْ يَسْتَغِلُّونَ ثِقَةَ الْمُسْلِمِينَ بِهِمْ فَيَخْطِّطُونَ لِلْإِضَرَارِ
بِهِمْ وَالنَّيْلِ مِنْهُمْ.
رَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ أَبِي مُوسَى
الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: لِي كَاتِبٌ نَصْرَانِيٌّ، قَالَ: مَا لَكَ قَاتَلَكَ اللَّهُ؟! أَمَا
سَمِعْتَ اللَّهَ يَقُولُ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ ٥١﴾ [المائدة:51][31]؟! أَلَا اتَّخَذْتَ حَنِيفًا؟! قَالَ: قُلْتُ:
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لِي كِتَابَتُهُ وَلَهُ دِينُهُ، قَالَ: لَا
أُكْرِمُهُمْ إِذْ أَهَانَهُمُ اللَّهُ، وَلَا أُعِزُّهُمْ إِذْ أَذَلَّهُمُ
اللَّهُ، وَلَا أُدْنِيَهُمْ وَقَدْ أَقْصَاهُمُ اللَّهُ.
رَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى بَدْرٍ فَتَبِعَهُ
رَجُلٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَلَحِقَهُ عِندَ الْحُرَّةِ، فَقَالَ: إِنِّي
أَرَدْتُ أَنْ أَتْبَعَكَ وَأُصِيبَ مَعَكَ، قَالَ: ((تُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ؟)) قَالَ: لَا، قَالَ: ((ارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ)).
وَمِنْ هَذِهِ النُّصُوصِ يَتَبَيَّنُ لَنَا
تَحْرِيمُ تَوْلِيَةِ الْكُفَّارِ أَعْمَالَ الْمُسْلِمِينَ الَّتِي
يَتَمَكَّنُونَ بِوَاسِطَتِهَا مِنَ الْاطِّلاَعِ عَلَى أَحْوَالِ الْمُسْلِمِينَ
وَأَسْرَارِهِمْ، وَيَكِيدُونَ لَهُمْ بِإِلْحَاقِ الضَّرَرِ بِهِمْ، وَمِنْ هَذَا
مَا وَقَعَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ استِقْدَامِ الْكُفَّارِ إِلَى بِلَادِ
الْمُسْلِمِينَ بِلَادِ الْحَرَمَيْنِ الشَّرِيفَيْنِ وَجَعْلِهِمْ عُمَّالًا
وَسَائِقِينَ وَمُسْتَخْدِمِينَ وَمُرَبِّينَ فِي الْبُيُوتِ وَخَلْطِهِمْ مَعَ
الْعَوَائِلِ أَوْ خَلْطِهِمْ مَعَ الْمُسْلِمِينَ.
“Di antara bentuk-bentuk loyalitas kepada orang kafir adalah meminta
bantuan kepada mereka, percaya kepada mereka, dan mengangkat mereka dalam
jabatan yang terkait dengan rahasia-rahasia kaum Muslimin, serta menjadikan
mereka sebagai orang dalam dan penasihat… Maka ayat-ayat yang mulia ini
menjelaskan isi hati orang-orang kafir, kebencian yang mereka simpan terhadap
kaum Muslimin, makar dan pengkhianatan yang mereka rencanakan melawan kaum
Muslimin, serta keinginan mereka untuk merugikan kaum Muslimin dan menyakiti
mereka dengan segala cara. Mereka memanfaatkan kepercayaan kaum Muslimin kepada
mereka untuk merencanakan kerusakan dan menyerang mereka.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu :
Bahwa ia berkata kepada Umar radhiyallahu 'anhu: ‘Aku punya juru tulis
yang beragama Nasrani.’
Umar berkata: ‘Mengapa engkau melakukannya, semoga Allah membinasakanmu?
Apakah kamu belum mendengar firman Allah: *Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali-wali
(teman-teman setia), sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai wali, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.* (Al-Ma'idah: 51)? Mengapa kamu tidak memilih
seorang yang Hanif (ahli tauhid yang lurus)?’
Aku berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, untuk ku hanya tulisan dan
catatannya, sementara agamanya untuk dirinya sendiri.’
Umar berkata: ‘Aku tidak akan memuliakan mereka sementara Allah telah
menghinakan mereka, dan aku tidak akan meninggikan mereka sementara Allah telah
merendahkan mereka, serta aku tidak akan mendekatkan mereka sementara Allah
telah menjauhkan mereka.’
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan :
‘Bahwa Rasulullah ﷺ keluar menuju Badar, kemudian seorang laki-laki dari kaum
musyrikin mengikutinya di suatu tempat yang disebut al-Harrah.
Laki-laki itu berkata: ‘Aku ingin ikut bersamamu dan meraih apa yang
engkau raih.’
Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?’
Ia menjawab: ‘Tidak.’ Rasulullah ﷺ berkata: ‘Kembalilah, karena aku tidak akan meminta bantuan
kepada seorang musyrik.’
Dari nash-nash ini, dapat kita ketahui bahwa haramnya mengangkat
orang-orang kafir untuk mengurus urusan kaum Muslimin yang membuat mereka bisa
mengetahui keadaan dan rahasia kaum Muslimin, serta membuat mereka bisa
menyusun makar untuk mencelakai kaum Muslimin.
Di zaman ini, kita melihat fenomena mendatangkan orang-orang kafir ke
negeri-negeri Muslim, khususnya negeri Haramain, dan menjadikan mereka pekerja,
supir, pembantu rumah tangga, serta pengasuh anak-anak di rumah. Mereka
bercampur dengan keluarga-keluarga Muslim atau dengan kaum Muslimin secara
umum.” [Baca : Al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad (hlm. 281-282)].
**Ke 7 :
Ridho terhadap Ajaran Dan perbuatan kufur mereka atau ikut serta menyerupai
mereka dan mengenakan pakaian mereka:**
[Baca : Awtsaq 'Uraa
al-Iman (hlm. 51)].
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
**وَالْمُوَالَاة
وَالمُوَادَّةُ وَإِنْ كَانَتْ مُتَعَلِّقَةً بِالْقَلْبِ، لَكِنَّ الْمُخَالَفَةَ
فِي الظَّاهِرِ أَعْوَنُ عَلَى مُقَاطَعَةِ الْكَافِرِينَ وَمُبَايَنَتِهِمْ.
وَمُشَارَكَتُهُمْ
فِي الظَّاهِرِ إِنْ لَمْ تَكُنْ ذَرِيعَةً أَوْ سَبَبًا قَرِيبًا أَوْ بَعِيدًا
إِلَى نَوْعٍ مَا مِنَ الْمُوَالَاة وَالمَوَادَّةِ فَلَيْسَ فِيهَا مَصْلَحَةُ
الْمُقَاطَعَةِ وَالْمُبَايَنَةِ، مَعَ أَنَّهَا تَدْعُو إِلَى نَوْعٍ مَا مِنَ
الْمُوَاصَلَةِ كَمَا تُوجِبُهُ الطَّبِيعَةُ، وَتَدُلُّ عَلَيْهِ الْعَادَةُ،
وَلِهَذَا كَانَ السَّلَفُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَسْتَدِلُّونَ بِهَذِهِ
الْآيَاتِ عَلَى تَرْكِ الِاسْتِعَانَةِ بِهِمْ فِي الْوِلَايَاتِ...
وَلِمَا دَلَّ عَلَيْهِ
مَعْنَى الْكِتَابِ جَاءَتْ سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَسُنَّةُ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ الَّتِي أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ
عَلَيْهَا بِمُخَالَفَتِهِمْ وَتَرْكِ التَّشَبُّهِ بِهِمْ، فَفِي الصَّحِيحَيْنِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ
فَخَالِفُوهُمْ)) ، أَمَرَ بِمُخَالَفَتِهِمْ، وَذَلِكَ يَقْتَضِي أَنْ يَكُونَ
جِنْسُ مُخَالَفَتِهِمْ أَمْرًا مَقْصُودًا لِلشَّارِعِ، لِأَنَّهُ إِنْ كَانَ
الْأَمْرُ بِجِنْسِ الْمُخَالَفَةِ حَصَلَ الْمَقْصُودُ، وَإِنْ كَانَ الْأَمْرُ
بِالْمُخَالَفَةِ فِي تَغْيِيرِ الشَّعْرِ فَقَطْ فَهُوَ لِأَجْلِ مَا فِيهِ مِنَ
الْمُخَالَفَةِ.
فَالْمُخَالَفَةُ
إِمَّا عِلَّةٌ مُفْرَدَةٌ، أَوْ عِلَّةٌ أُخْرَى، أَوْ بَعْضُ عِلَّةٍ، وَعَلَى
التَّقْدِيرَاتِ تَكُونُ مَأْمُورًا بِهَا مَطْلُوبَةً مِنَ الشَّارِعِ... وَلَوْ
لَمْ يَكُنْ لِقَصْدِ مُخَالَفَتِهِمْ تَأْثِيرٌ فِي الْأَمْرِ بِالصِّبْغِ لَمْ
يَكُنْ لِذِكْرِهِمْ فَائِدَةٌ، وَلَا حُسْنَ تَعْقِيبِهِ بِهِ، وَهَذَا وَإِنْ
دَلَّ عَلَى أَنَّ مُخَالَفَتَهُمْ أَمْرٌ مَقْصُودٌ لِلشَّرْعِ، فَذَلِكَ لَا
يَنْفِي أَنْ يَكُونَ فِي نَفْسِ الْفِعْلِ الَّذِي خُولِفُوا فِيهِ مَصْلَحَةٌ
مَقْصُودَةٌ، مَعَ قَطْعِ النَّظَرِ عَنْ مُخَالَفَتِهِمْ، فَإِنَّ هُنَا شَيْئَيْنِ:
أَحَدُهُمَا: أَنَّ
نَفْسَ الْمُخَالَفَةِ لَهُمْ فِي الْهَدْيِ الظَّاهِرِ مَصْلَحَةٌ وَمَنْفَعَةٌ
لِعِبَادِ اللَّهِ الْمُؤْمِنِينَ، لِمَا فِي مُخَالَفَتِهِمْ مِنَ الْمُجَانَبَةِ
وَالْمُبَايَنَةِ الَّتِي تُوجِبُ الْمُبَاعَدَةَ عَنْ أَعْمَالِ أَهْلِ
الْجَحِيمِ، وَإِنَّمَا يَظْهَرُ بَعْضُ الْمَصْلَحَةِ فِي ذَلِكَ لِمَنْ
تَنَوَّرَ قَلْبُهُ، حَتَّى رَأَى مَا اتَّصَفَ بِهِ الْمَغْضُوبُ عَلَيْهِمْ
وَالضَّالُّونَ مِنَ الْمَرَضِ الَّذِي ضَرَرُهُ أَشَدُّ مِنْ ضَرَرِ أَمْرَاضِ
الْأَبْدَانِ.
وَالثَّانِي: أَنَّ
نَفْسَ مَا هُمْ عَلَيْهِ مِنَ الْهَدْيِ وَالْخُلُقِ قَدْ يَكُونُ مُضِرًّا أَوْ
مُنْقِصًا، فَيُنْهَى عَنْهُ وَيُؤْمَرُ بِضِدِّهِ لِمَا فِيهِ مِنَ الْمَنْفَعَةِ
وَالْكَمَالِ، وَلَيْسَ شَيْءٌ مِنْ أُمُورِهِمْ إِلَّا وَهُوَ إِمَّا مُضِرٌّ
أَوْ نَاقِصٌ؛ لِأَنَّ مَا بِأَيْدِيهِمْ مِنَ الْأَعْمَالِ الْمُبْتَدَعَةِ
وَالْمَنْسُوخَةِ وَنَحْوِهَا مُضِرَّةٌ، وَمَا بِأَيْدِيهِمْ مِمَّا لَمْ
يُنْسَخْ أَصْلُهُ فَهُوَ يَقْبَلُ الزِّيَادَةَ وَالنَّقْصَ، فَمُخَالَفَتُهُمْ
فِيهِ بِأَنْ يُشْرَعَ مَا يُحَصِّلُهُ عَلَى وَجْهِ الْكَمَالِ، وَلَا
يَتَصَوَّرُ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ مِنْ أُمُورِهِمْ كَامِلًا قَطُّ، فَإِذًا
الْمُخَالَفَةُ لَهُمْ فِيهَا مَنْفَعَةٌ وَصَلَاحٌ لَنَا فِي كُلِّ أُمُورِهِمْ،
حَتَّى مَا هُمْ عَلَيْهِ مِنْ إِتْقَانِ بَعْضِ أُمُورِ دُنْيَاهُمْ قَدْ يَكُونُ
مُضِرًّا بِأَمْرِ الْآخِرَةِ أَوْ بِمَا هُوَ أَهَمُّ مِنْهُ مِنْ أَمْرِ
الدُّنْيَا
"Al-Muwaalah
(saling ber-wala’) dan al-Muwaaddah (saling berkasih sayang), meskipun
berkaitan dengan hati, namun perbedaan yang tampak secara lahiriah lebih
membantu dalam memutuskan hubungan dengan orang-orang kafir dan menunjukkan
perbedaan yang jelas antara kaum muslimin dan mereka.
Berpartisipasi atau
ikut-ikutan secara lahiriah dengan mereka, jika tidak menjadi sarana atau
alasan, baik yang dekat maupun yang jauh, untuk menciptakan kesetiaan
(al-wala') dan kecintaan (al-muwaddah) dengan mereka, maka tidak ada manfaat
dalam memutuskan hubungan dan menunjukkan perbedaan tersebut.
Bahkan, hal itu
cenderung mengarah pada hubungan yang lebih erat, sebagaimana hal itu dituntut
oleh sifat manusia dan didukung oleh kebiasaan. Karena itulah, para ulama
terdahulu (as-salaf), semoga Allah meridhai mereka, menggunakan ayat-ayat ini
sebagai dalil untuk meninggalkan penggunaan bantuan mereka dalam urusan
pemerintahan dan kekuasaan.
Dan karena makna
kitab (Al-Qur'an) mengarah kepada hal ini, datanglah sunnah Rasulullah ﷺ dan sunnah para khulafaur rasyidin yang
disepakati oleh para ahli fiqih untuk menyelisihi mereka dan meninggalkan
penyerupaan dengan mereka.
Dalam dua kitab
sahih (Shahih Bukhari dan Muslim), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
*‘Sesungguhnya orang
Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka’.*
[HR. Al-Bukhari (3462) dan Muslim (2103)]
Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menyelisihi mereka,
dan hal ini menunjukkan bahwa perintah untuk menyelisihi mereka adalah suatu
maksud syar’i, karena jika perintah untuk menyelisihi dalam hal pewarnaan
rambut saja sudah mencapai tujuan, maka tujuannya telah tercapai. Jika perintah
tersebut hanya sebatas menyelisihi mereka dalam pewarnaan rambut saja, maka itu
karena tujuan menyelisihi mereka.
Perbedaan atau
penyelisihan bisa jadi menjadi sebab tunggal, atau sebagian sebab, atau
kombinasi dari beberapa sebab. Dalam semua keadaan, hal ini tetap diperintahkan
dan diinginkan oleh syari'at. Seandainya maksud penyelisihan terhadap mereka
tidak berpengaruh dalam perintah untuk mewarnai rambut, maka tidak ada gunanya
menyebut mereka, dan tidak ada manfaat menyebut mereka setelahnya.
Ini menunjukkan
bahwa penyelisihan terhadap mereka adalah suatu tujuan syari'at, meskipun di
sisi lain ada maslahat tersendiri dalam perbuatan yang berbeda dari mereka,
tanpa mempertimbangkan penyelisihan terhadap mereka.
**Ada dua
hal yang perlu diperhatikan di sini**:
Pertama : Bahwa penyelisihan terhadap mereka dalam penampilan lahiriah adalah
maslahat dan manfaat bagi hamba-hamba Allah yang beriman, karena dengan
menyelisihi mereka, terdapat perbedaan dan pembeda yang menyebabkan menjauhkan
diri dari perbuatan ahli neraka. Maslahat ini hanya akan tampak bagi orang yang
hatinya tercerahkan, hingga ia dapat melihat sifat yang melekat pada
orang-orang yang dimurkai dan tersesat, yang mana kerusakannya lebih parah
daripada penyakit fisik.
Kedua : Bahwa pada hakikatnya, apa yang mereka lakukan dari sisi petunjuk dan
akhlak mereka bisa jadi berbahaya atau merugikan. Oleh karena itu, dilarang
mengikuti mereka dan diperintahkan untuk melakukan kebalikannya, karena dalam
kebalikannya terdapat manfaat dan kesempurnaan.
Tidak ada satu pun
dari perbuatan mereka yang sempurna, karena perbuatan mereka baik yang bid’ah
maupun yang telah dihapus, semuanya merugikan. Sedangkan apa yang ada pada
mereka yang belum dihapus dasarnya, tetap dapat mengalami penambahan atau
pengurangan. Maka, menyelisihi mereka dengan mensyariatkan hal yang sempurna
adalah tindakan yang diperintahkan.
Tidak ada satu pun
dari perbuatan mereka yang bisa mencapai kesempurnaan secara mutlak. Maka dari
itu, menyelisihi mereka dalam segala urusan mereka adalah maslahat dan kebaikan
bagi kita, bahkan dalam hal-hal duniawi yang mereka lakukan dengan baik, bisa
jadi justru merugikan urusan akhirat atau yang lebih penting dari urusan dunia.
Maka menyelisihi mereka adalah kebaikan dan maslahat bagi kita." [Baca
: Iqtidha' ash-Shirat al-Mustaqim (1/183-186, 197-198)]
Syeikh
Shalih al-Fawzan berkata:
"مِنْ
مَظَاهِرِ مُوَالَاة الْكُفَّارِ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ
وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمَا؛ لِأَنَّ التَّشَبُّهَ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ
وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمَا يَدُلُّ عَلَى مَحَبَّةِ الْمُتَشَبِّهِ
لِلْمُتَشَبَّهِ بِهِ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: ((مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ))، فَيَحْرُمُ التَّشَبُّهُ
بِالْكُفَّارِ فِيمَا هُوَ مِنْ خَصَائِصِهِمْ وَمِنْ عَادَاتِهِمْ
وَعِبَادَاتِهِمْ وَسِمَتِهِمْ وَأَخْلَاقِهِمْ كَحَلْقِ اللِّحَى، وَإِطَالَةِ
الشَّوَارِبِ، وَالرَّطَانَةِ بِلُغَتِهِمْ إِلَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَفِي
هَيْئَةِ اللِّبَاسِ، وَالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ".
"Di antara
bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir adalah meniru mereka dalam hal
pakaian, ucapan, dan hal-hal lainnya; karena meniru mereka dalam pakaian,
ucapan, dan hal-hal lainnya menunjukkan kecintaan orang yang meniru kepada yang
ditiru. Oleh karena itu, Nabi ﷺ bersabda:
*'Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.'*
(HR. Ahmad (2/50,
92) dan Abu Dawud (4031), dan sanadnya dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fath
al-Bari (10/271), serta disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud
(3401)).
Maka, haram hukumnya
menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, kebiasaan
mereka, ibadah mereka, penampilan mereka, dan akhlak mereka, seperti mencukur
jenggot, memanjangkan kumis, berbicara dalam bahasa mereka kecuali dalam keadaan
darurat, serta dalam gaya berpakaian, makan, minum, dan hal-hal lainnya."
[Baca: Al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad (hlm. 280)].
Syeikh Dr.
Abdullah bin Hamud Al-Furaih berkata :
وَالنَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ نَهَى عَنِ
التَّشَبُّهِ بِالْكُفَّارِ لِكَيْ يَعْتَزَّ الْمُسْلِمُ بِدِينِهِ، وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بَعْدَ ظُهُورِ الْإِسْلَامِ
وَقُوَّةِ أَهْلِهِ وَبَعْدَمَا كَانَ لَهُمْ مَنَعَةٌ وَقُوَّةٌ، أَمَّا مَنْ
كَانَ بِدَارِ كُفْرٍ وَخَشِيَ عَلَى نَفْسِهِ الضَّرَرَ إِذَا خَالَفَهُمْ فِي
الزِّيِّ الظَّاهِرِ فَجَوَّزَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مُوَافَقَتَهُمْ
بِزِيِّهِمُ الظَّاهِرِ فَقَطْ إِتِّقَاءً لِشَرِّهِمْ وَضَرَرِهِمْ.
“Nabi ﷺ dalam hadits Ibnu Umar melarang untuk
menyerupai orang-orang kafir agar seorang Muslim merasa bangga dengan agamanya.
Nabi ﷺ mengatakan hal itu setelah Islam muncul
dan umatnya menjadi kuat dan memiliki kekuatan serta perlindungan.
Adapun bagi orang
yang tinggal di negeri kafir dan khawatir akan bahaya terhadap dirinya jika ia
berbeda dalam hal pakaian yang tampak, maka sebagian para ulama membolehkan
untuk menyesuaikan diri dengan pakaian mereka yang tampak hanya sebagai langkah
untuk menghindari keburukan dan bahaya dari mereka”.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud
Al-Furaih]
**Ke 8-
Tinggal di negeri mereka (orang-orang kafir) dan tidak berpindah ke negeri kaum
muslimin, serta bepergian ke negeri mereka untuk tujuan rekreasi dan
kesenangan:**
Ini berlaku ketika kondisi
di negeri tersebut terdapat tekanan terhadap pemeluk Islam dan tidak ada kebebasan
dalam beragama, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Nabi ﷺ dan para sahabat-nya ketika masa fatroh Makkah sebelum hijrah. Kemudian orang
tersebut memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berhijrah ke negeri Islam.
Syeikh Shalih
al-Fawzan berkata:
"وَمِنْ
مَظَاهِرِ مُوَالَاة الْكُفَّارِ الْإِقَامَةُ فِي بِلَادِهِمْ وَعَدَمُ
الْانتِقَالِ مِنْهَا إِلَى بَلَدِ الْمُسْلِمِينَ لِأَجْلِ الْفِرَارِ
بِالدِّينِ، لِأَنَّ الْهِجْرَةَ بِهَذَا الْمَعْنَى وَلِهَذَا الْغَرَضِ
وَاجِبَةٌ عَلَى الْمُسْلِمِ؛ لِأَنَّ إِقَامَتَهُ فِي بِلَادِ الْكُفْرِ تَدُلُّ
عَلَى مُوَالَاة الْكَافِرِينَ، وَمِنْ هُنَا حَرَّمَ اللَّهُ إِقَامَةَ
الْمُسْلِمِ بَيْنَ الْكُفَّارِ إِذَا كَانَ يَقْدِرُ عَلَى الْهِجْرَةِ، قَالَ
تَعَالَى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ
قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا
أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّـهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَـئِكَ
مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ٩٧ إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ
الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا
يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ٩٨ فَأُولَـئِكَ عَسَى اللَّـهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ
وَكَانَ اللَّـهُ عَفُوًّا غَفُورًا ٩٩﴾، فَلَمْ يُعَذِّرِ اللَّهُ فِي
الْإِقَامَةِ فِي بِلَادِ الْكُفَّارِ إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ الَّذِينَ لَا
يَسْتَطِيعُونَ الْهِجْرَةَ، وَكَذَٰلِكَ مَنْ كَانَ فِي إِقَامَتِهِ مَصْلَحَةً
دِينِيَّةً كَالدَّعْوَةِ إِلَى اللَّهِ وَنَشْرِ الْإِسْلَامِ فِي
بِلَادِهِمْ...
وَمِنْ مُوَالَاة
الْكُفَّارِ السَّفَرُ إِلَى بِلَادِهِمْ لِغَرَضِ النُّزْهَةِ وَمَتْعَةِ
النَّفْسِ، وَالسَّفَرُ إِلَى بِلَادِ الْكُفَّارِ مُحَرَّمٌ إِلَّا عِنْدَ
الضَّرُورَةِ، كَالْعِلَاجِ وَالتِّجَارَةِ وَالتَّعْلِيمِ لِلْتَّخَصُّصَاتِ
النَّافِعَةِ الَّتِي لَا يُمْكِنُ الْحُصُولُ عَلَيْهَا إِلَّا بِالسَّفَرِ
إِلَيْهِمْ، فَيَجُوزُ بِقَدْرِ الْحَاجَةِ، وَإِذَا انْتَهَتِ الْحَاجَةُ وَجَبَ
الرُّجُوعُ إِلَى بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.
وَيُشْتَرَطُ
كَذَٰلِكَ لِجَوَازِ هَذَا السَّفَرِ أَنْ يَكُونَ مُظْهِرًا لِدِينِهِ،
مُعْتَزًّا بِإِسْلَامِهِ، مُبْتَعِدًا عَنْ مَوَاطِنِ الشَّرِّ، حَذِرًا مِنْ
دَسَائِسِ الْأَعْدَاءِ وَمَكَائِدِهِمْ، وَكَذَٰلِكَ يُجَوِّزُ السَّفَرَ أَوْ
يَجِبُ إِلَى بِلَادِهِمْ إِذَا كَانَ لِأَجْلِ الدَّعْوَةِ إِلَى اللَّهِ
وَنَشْرِ الْإِسْلَامِ."
“Di antara bentuk
loyalitas kepada orang-orang kafir adalah tinggal di negeri mereka dan tidak
berpindah ke negeri kaum muslimin untuk menyelamatkan agama, karena hijrah
dalam pengertian ini dan dengan tujuan tersebut diwajibkan atas seorang muslim.
Hal ini karena tinggal di negeri orang kafir menunjukkan loyalitas kepada
mereka. Oleh sebab itu, Allah mengharamkan seorang muslim tinggal di
tengah-tengah kaum kafir jika ia mampu berhijrah.
Allah berfirman
dalam surat an-Nisa ayat 97-99:
*‘Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan menzalimi diri mereka
sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan apa kamu ini?”
Mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).”
Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik
laki-laki atau perempuan ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan
tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Maka mereka itu, mudah-mudahan Allah
memaafkannya. Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.’*
Maka, Allah tidak
memberikan keringanan bagi seorang muslim untuk tinggal di negeri orang kafir
kecuali bagi mereka yang tertindas dan tidak mampu berhijrah. Demikian pula
bagi mereka yang memiliki maslahat agama, seperti dakwah kepada Allah dan
penyebaran Islam di negeri kafir tersebut.”
Dan di antara bentuk
loyalitas kepada orang-orang kafir adalah bepergian ke negeri mereka untuk
tujuan rekreasi dan kesenangan. Bepergian ke negeri orang kafir hukumnya haram
kecuali dalam keadaan darurat, seperti untuk pengobatan, perdagangan, atau
pendidikan dalam bidang-bidang spesialisasi yang bermanfaat dan tidak bisa
didapatkan kecuali dengan bepergian ke negeri mereka. Maka hal tersebut
diperbolehkan sebatas keperluan, dan ketika keperluan tersebut selesai, wajib
kembali ke negeri kaum muslimin.
Disyaratkan pula
untuk diperbolehkannya perjalanan ini, seorang muslim harus menampakkan
agamanya, bangga dengan keislamannya, menjauhi tempat-tempat yang penuh dengan
keburukan, serta waspada terhadap tipu daya dan konspirasi musuh.
Demikian juga,
bepergian ke negeri mereka diperbolehkan atau bahkan diwajibkan jika tujuannya
adalah untuk berdakwah kepada Allah dan menyebarkan Islam.”** [Al-Irsyad
ila Shahih al-I'tiqad (hlm. 280-281)].
Berikut
adalah beberapa manifestasi al-muwalah (berloyalitas) terhadap orang-orang
kafir, sebagaimana yaang disebutkan oleh beberapa ulama kontemporer, yaitu :
[1]. Mau berkompromi dalam segala hal dan berakrab-akraban dengan mereka.
[2]. Taat dan patuh kepada mereka dalam apa yang mereka katakan dan apa yang
mereka sarankan.
[3]. Mengutamakan mereka di majelis, dan membiarkan mereka masuk ke dalam
urusan para pemimpin Islam.
[4]. Senantiasa Berkonsultasi dengan mereka dalam berbagai masalah, termasuk
masalah umat.
[5]. Senantiasa berkumpul dan mengunjungi mereka serta memasuki tempat tinggal
mereka.
[6]. Menunjukkan wajah penuh bahagia, berseri dan ramah kepada mereka.
[7]. Sangat hormat kepada mereka secara umum.
[8]. Mempercayakan mereka padahal mereka telah mengkhianati Allah .
[9]. Menyebut mereka dengan sebutan yang mengagungkan, seperti menyebut mereka
'tuan' atau 'bijak'.
[10]. Membantu dan mendukung mereka terhadap umat Islam serta memuji mereka dan
membela mereka; ini termasuk hal-hal yang membatalkan Islam dan penyebab
murtad. Kami berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
[11]. Mengikuti apa yang ada pada kalender mereka, terutama hari dan tanggal
dalam kalender yang mencerminkan ritual dan hari raya mereka, seperti kalender
Masehi.
[12]. Memohon ampunan (istighfar) kepada Allah SWT untuk mereka dan mendoakan
mereka."
[[Untuk penjelasan
lebih lanjut, lihat: *Awtsaq 'Uraa al-Iman* karya Sulaiman bin Abdullah bin
Muhammad bin Abdul Wahhab (hlm. 48-52), *Al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad* karya
Syeikh Shalih al-Fawzan (hlm. 280-284), *Al-Wala' wal-Bara'* karya Dr. Muhammad
Said al-Qahtani (hlm. 230-247), *Al-Muwalah wal-Muwaddah* karya Mahmas
al-Jal'ud (1/301-330), dan *Kitab al-Iman* karya Dr. Muhammad Naim Yasin (hlm.
256-259)]].
===****===
**BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK**
*****
**A. KEWAJIBAN BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK SERTA MEMBENCI MEREKA:**
Syeikh Hamd bin Ali
bin Atiq mengatakan:
«أَمَّا
مُعَادَاةُ الْكُفَّارِ وَالْمُشْرِكِينَ فَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى أَوْجَبَ ذَلِكَ وَأَكَّدَ إِيجَابَهُ، وَحَرَّمَ مُوَالَاتَهُمْ
وَشَدَّدَ فِيهَا، حَتَّى إِنَّهُ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى حُكْمٌ
فِيهِ مِنَ الْأَدِلَّةِ أَكْثَرُ وَلَا أَبْيَنُ مِنْ هَذَا الْحُكْمِ بَعْدَ
وُجُوبِ التَّوْحِيدِ وَتَحْرِيمِ ضِدِّهِ».
"Adapun
memusuhi orang-orang kafir dan musyrik, ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala mewajibkan hal itu dan menegaskan kewajibannya, serta mengharamkan
loyalitas kepada mereka dan sangat menekankan hal tersebut. Bahkan, tidak ada
di dalam Kitab Allah Ta'ala hukum yang memiliki bukti lebih banyak atau lebih
jelas dari hukum ini setelah kewajiban tauhid dan pengharaman lawannya." [Sabil
an-Najat wal-Fikaak (hlm. 31).]
Syeikh Sulaiman bin
Abdullah Aalu asy-Syeikh menyatakan:
«يَجِبُ أَنْ
تَعْلَمَ أَوَّلاً أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ عَدَاوَةَ
الْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِينَ وَجُفَاةَ الْأَعْرَابِ الَّذِينَ يُعْرَفُونَ
بِالْنِّفَاقِ وَلَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِجِهَادِهِمْ وَالْإِغْلَاظِ عَلَيْهِمْ بِالْقَوْلِ وَالْعَمَلِ».
"Anda harus
mengetahui terlebih dahulu bahwa Allah telah mewajibkan kepada orang-orang
beriman untuk memusuhi orang-orang kafir dan munafik serta orang-orang Badui
yang dikenal dengan kemunafikan dan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ, serta memerintahkan untuk berjihad
melawan mereka dan bersikap tegas terhadap mereka dengan ucapan dan
tindakan." [Baca : Awtsaq ‘Uraa al-Iman (hal. 26)].
**B. PERBEDAAN ANTARA MENGEKSRESIKAN BERLEPAS DIRI DARI ORANG KAFIR DAN ORANG MUNAFIK DENGAN ADANYA PERASAAN TERSEBUT DI DALAM HATI:**
Syeikh Ishaq bin
Abdul Rahman Aalu asy-Syeikh berkata:
«أصْلُ
الْبَرَاءةِ الْمُقَاطَعَةُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْبَدَنِ، وَقَلْبُ
الْمُؤْمِنِ لَا يَخْلُو مِنْ عَدَاوَةِ الْكَافِرِ، وَإِنَّمَا النِّزَاعُ فِي
إِظْهَارِ الْعَدَاوَةِ، فَإِنَّهَا قَدْ تَخْفَى لِسَبَبٍ شَرْعِيٍّ، وَهُوَ
الْإِكْرَاهُ مَعَ الِاطْمِئْنَانِ، وَقَدْ تَخْفَى الْعَدَاوَةُ مِنْ
مُسْتَضْعَفٍ مُعَذَّرٍ، عَذَرَهُ الْقُرْآنُ، وَقَدْ تَخْفَى لِغَرَضٍ
دُنْيَوِيٍّ، وَهُوَ الْغَالِبُ عَلَى أَكْثَرِ الْخَالِقِ، هَذَا إِنْ لَمْ
يُظْهَرْ مِنْهُ مُوَافَقَةٌ».
“Dasar pokok
berlepas diri adalah memutuskan hubungan dengan hati, lisan, dan tubuh. Hati
seorang mukmin tidak boleh terlepas dari rasa permusuhan terhadap orang kafir.
Yang diperdebatkan adalah mengekspresikan permusuhan, karena itu bisa
tersembunyi karena alasan syar'i, yaitu keterpaksaan dengan ketenangan hati,
atau permusuhan dari orang yang lemah yang diberi uzur, yang dimaafkan oleh
Al-Qur'an, atau bisa juga tersembunyi karena alasan duniawi, yang sering kali
terjadi pada kebanyakan manusia, asalkan tidak terlihat adanya persetujuan
dari-nya.” [Baca : Ad-Durar As-Sunniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah
(8/305)].
Syeikh Abdul Latif
bin Abdul Rahman bin Hasan Alu asy-Syeikh berkata:
"مَسْأَلَةُ
إِظْهَارِ الْعَدَاوَةِ غَيْرُ مَسْأَلَةِ وُجُودِ الْعَدَاوَةِ.
فَالأوَّلُ: يُعْذَرُ
بِهِ مَعَ الْعَجْزِ وَالْخَوْفِ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {إِلَّا أَن تَتَّقُوا
مِنْهُمْ تُقَاةً}.
وَالثَّانِي: لَا
بُدَّ مِنْهُ، لِأَنَّهُ يَدْخُلُ فِي الْكُفْرِ بِالطَّاغُوتِ، وَبَيْنَهُ
وَبَيْنَ حُبِّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ تَلَازُمٌ كُلِّيٌّ، لَا يَنْفَكُّ عَنْهُ
الْمُؤْمِنُ، فَمَن عَصَى اللَّهَ بِتَرْكِ إِظْهَارِ الْعَدَاوَةِ فَهُوَ عَاصٍ
اللَّهَ".
“Masalah
mengekspresikan permusuhan berbeda dengan masalah adanya permusuhan itu
sendiri.
Yang pertama : bisa
dimaafkan dengan alasan ketidakmampuan dan ketakutan, seperti firman Allah:
﴿
إِلَّا أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ ﴾
“Kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka”. [QS. Al Imran: 28]
Sedangkan yang kedua
: tidak boleh diabaikan; karena itu termasuk dalam kekufuran terhadap taghut,
dan antara itu dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya memiliki keterkaitan
yang tidak dapat dipisahkan, yang tidak dapat lepas dari seorang mukmin.
Siapa pun yang
mendurhakai Allah dengan tidak mengekspresikan permusuhan, maka ia telah
durhaka kepada Allah.” [Ad-Durar As-Sunniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah
(8/359)]
Syeikh Hamd bin Atiq
berkata:
"لَا بُدَّ
مِنْ أَنْ تَكُونَ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ بَادِيَتَيْنِ، أَيْ:
ظَاهِرَتَيْنِ بَيِّنَتَيْنِ.
وَاعْلَمْ أَنَّهُ
وَإِن كَانَتِ الْبَغْضَاءُ مُتَعَلِّقَةً بِالْقَلْبِ فَإِنَّهَا لَا تَنْفَعُ
حَتَّى تَظْهَرَ آثَارُهَا وَتَبِينَ عَلَامَتُهَا، وَلَا تَكُونُ كَذَلِكَ حَتَّى
تَقْتَرِنَ بِالْعَدَاوَةِ وَالْمُقَاطَعَةِ، فَحِينَئِذٍ تَكُونُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ ظَاهِرَتَيْنِ".
“Permusuhan dan
kebencian haruslah tampak dan jelas. Ketahuilah bahwa meskipun kebencian itu
terkait dengan hati, itu tidak berguna sampai terlihat dampak dan
tanda-tandanya, dan tidak bisa demikian hingga disertai dengan permusuhan dan
pemutusan hubungan. Barulah saat itu permusuhan dan kebencian akan tampak.” [Sabil
an-Najat wa al-Fikaak (hal. 44-45)]
******
**C. BEBERAPA BENTUK BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) DARI ORANG KAFIR DAN MUNAFIK:**
Ke 1.
**Menolak Mengikuti Keinginan Mereka Yang Terkait dengan Agama dan Keyakinan:**
[Lihat: Iqtidha’
al-Sirat al-Mustaqim, dan Sabil an-Najat wa al-Fikaak (hal. 46)].
Allah berfirman:
﴿وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى
تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ
اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ
اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ ١٢٠﴾
“Dan orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho kepadamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah yang benar.’
Dan jika kamu
mengikuti keinginan mereka setelah datang kepadamu ilmu, maka Allah tidak akan
memberimu perlindungan dan tidak (pula) seorang penolong.” (QS. Al-Baqarah:
120).
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
«فَانظُرْ
كَيْفَ قَالَ فِي الْخَبَرِ: {مِلَّتَهُمْ} وَقَالَ فِي النَّهْيِ: {أَهْوَاءَهُم}
لِأَنَّ الْقَوْمَ لَا يَرْضَوْنَ إِلَّا بِاتِّبَاعِ الْمِلَّةِ مُطْلَقًا،
وَالزَّجْرُ وَقَعَ عَنْ اتِّبَاعِ أَهْوَائِهِمْ فِي قَلِيلٍ أَوْ كَثِيرٍ».
“Perhatikan
bagaimana Allah menyebut dalam khabar : {Agama mereka} dan dalam larangan:
{Keinginan mereka}, karena mereka tidak akan puas kecuali dengan mengikuti
agama secara mutlak, dan larangan itu berlaku untuk mengikuti keinginan mereka,
baik sedikit maupun banyak.” [Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim (1/99)]
Dan Syeikh Hamd
berkata:
«فَإِذَا كَانَ
اتِّبَاعُ أَهْوَاءِ جَمِيعِ الْكُفَّارِ وَسُلُوكُ مَا يُحِبُّونَهُ مُنْهًى
عَنْهُ وَمَمْنُوعًا مِنْهُ فَهَذَا هُوَ الْمَطْلُوبُ، وَمَا ذَاكَ إِلَّا خَوْفًا
مِنَ اتِّبَاعِهِمْ فِي أَصْلِ دِينِهِمْ الْبَاطِلِ».
“Jika mengikuti
keinginan semua kafir dan melakukan apa yang mereka sukai dilarang dan
diharamkan, maka itu adalah yang diminta, dan itu tidak lain adalah ketakutan
dari mengikuti mereka dalam pokok-pokok agama mereka yang salah.” [Sabil
an-Najat wa al-Fikaak (hal. 47)]
Ke 2.
**Tidak Mentaati Apa Yang Mereka Perintahkan:**
Hamd bin Atiq
berkata:
"إنَّ
اللَّهَ تَعَالَى نَهَى عَنْ طَاعَةِ الْكُفَّارِ وَأَخْبَرَ أَنَّ الْمُسْلِمِينَ
إِنْ أَطَاعُوهُمْ رَدُّوهُمْ عَنْ الْإِيْمَانِ إِلَى الْكُفْرِ وَالْخُسْرَةِ،
فَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ
كَفَرُوا يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ﴾
وَقَالَ تَعَالَى:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ﴾
وَقَالَ تَعَالَى:
﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ
زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ
ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا﴾
وَقَالَ تَعَالَى:
﴿وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ
لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ
لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ﴾
وَقَالَ تَعَالَى:
﴿وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴾
وَقَالَ تَعَالَى:
﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا
لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾
وَفَسَّرَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتِّخَاذَهُمْ أَرْبَابًا بِأَنَّهَا
طَاعَتُهُمْ فِي تَحْرِيمِ الْحَلَالِ وَتَحْلِيلِ الْحَرَامِ، فَإِنْ كَانَ مَنْ
أَطَاعَ الْأَحْبَارَ وَهُمْ الْعُلَمَاءُ وَالرُّهْبَانَ وَهُمْ الْعُبَّادُ فِي
ذَلِكَ، فَقَدِ اتَّخَذَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ، فَمَنْ أَطَاعَ
الْجَهَّالَ وَالْفُسَّاقَ فِي تَحْرِيمِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ أَوْ تَحْلِيلِ مَا
حَرَّمَ اللَّهُ فَقَدِ اتَّخَذَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ، بَلْ ذَلِكَ
أَوْلَى وَأَحْرَى".
“Sesungguhnya Allah
melarang taat kepada orang-orang kafir dan memberitahukan bahwa jika kaum
Muslim taat kepada mereka, maka mereka akan membalikkan mereka dari iman kepada
kekufuran dan kerugian.
Allah berfirman:
‘Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menuruti orang-orang yang kafir,
mereka akan membalikkan kamu ke belakang, dan kamu akan menjadi orang-orang
yang merugi.’ (QS. Ali Imran: 149).
Allah juga
berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menuruti sekelompok orang
dari orang-orang yang diberikan kitab, mereka akan membalikkan kamu setelah
(masuk) iman kamu menjadi kafir.’ (QS. Ali Imran: 100).
Dan Allah berfirman:
‘Dan bersabarlah bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang
hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling
dari mereka dengan menginginkan perhiasan kehidupan dunia. Dan janganlah kamu
taat kepada orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami
dan mengikuti hawa nafsunya, dan keadaannya adalah melampaui batas.’ (QS.
Al-Kahf: 28).
Dan Allah berfirman:
‘Dan janganlah kamu makan dari makanan yang tidak disebut nama Allah padanya.
Sesungguhnya itu adalah suatu kedurhakaan. Dan sesungguhnya setan-setan itu
memberi ilham kepada para pengikutnya untuk berdebat dengan kamu. Jika kamu menaati
mereka, niscaya kamu adalah orang-orang musyrik.’ (QS. Al-An’am: 121).
Dan Allah berfirman:
‘Jika kamu menuruti kebanyakan orang di bumi, mereka akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka, dan mereka tidak lain
hanya berdusta.’ (QS. Al-An’am: 116).
Dan Allah berfirman:
‘Mereka menjadikan para ulama dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah
dan Al-Masih putra Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya
menyembah Allah yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan.’ (QS. At-Taubah: 31).
Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa menjadikan mereka
sebagai tuhan adalah taat kepada mereka dalam mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram. Jika seseorang taat kepada para ulama (ahbar) dan
rahib (ibadah) dalam hal itu, maka dia telah menjadikan mereka sebagai tuhan
selain Allah. Begitu pula, jika seseorang taat kepada orang-orang bodoh dan
fasiq dalam mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang
diharamkan Allah, maka dia telah menjadikan mereka sebagai tuhan selain Allah,
bahkan itu lebih utama.” [Sabiil an-Najat wa al-Fikaak (hlm. 48-49)]
Ke 3-
**Menjauhkan diri dari kecenderungan kepada para orang kafir yang zalim:**
Allah telah melarang
hal ini dengan firman-Nya:
﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ
النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ﴾
"Dan janganlah
kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang akan menyebabkan kamu
disambar api neraka, dan tidak ada bagi kamu dari selain Allah seorang pun yang
dapat menolongmu." (QS. Hud: 113).
Allah SWT melarang
cenderung kepada para dzalim dan Allah SWT mengancam dengan api neraka serta
tidak akan ada pertolongan dari-Nya . Syirik adalah dosa terbesar dari jenis
perbuatan kedzaliman, sebagaimana Allah berfirman:
﴿وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾
"Dan ingatlah
ketika Luqman berkata kepada putranya, sementara ia memberi nasihat: 'Wahai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik adalah
kedzaliman yang besar.'" (QS. Luqman: 13).
Oleh karena itu,
siapa pun yang cenderung kepada para penyembah berhala—artinya, berpihak atau
setuju dengan salah satu dari tindakan mereka—maka ia berhak untuk diadzab oleh
Allah dengan api neraka dan menghinakannya di dunia dan akhirat. [Sabiil
an-Najat wa al-Fikaak (hlm. 50)]
Ke 4-
**Menjauhkan Diri Dari Sikap Berkasih Sayang Dengan Musuh-Musuh Allah:**
Allah berfirman:
: ﴿لَا تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ
بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)﴾
"Kamu tidak akan mendapati
suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling mencintai dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka itu adalah
bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau keluarga
mereka. Mereka itulah yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan
Allah telah menolong mereka dengan ruh dari-Nya.
Dan Allah akan
memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan
Allah itulah yang beruntung." (QS. Al-Mujadilah : 22).
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
«فَأَخْبَرَ
سُبْحَانَهُ أَنَّهُ لَا يُوجَدُ مُؤْمِنٌ يُوَادُّ كَافِرًا، فَمَنْ وَادَّ
الْكُفَّارَ فَلَيْسَ بِمُؤْمِنٍ».
"Allah
memberitahukan bahwa tidak ada seorang mukmin pun yang saling berkasih sayang dengan
orang kafir. Siapa pun yang saling berkasih sayang dengan orang kafir, maka dia
bukanlah seorang mukmin." [Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim (1/551)].
Syeikh Hamd bin
'Atiq berkata:
«فَإِذَا كَانَ
اللَّهُ تَعَالَى قَدْ نَفَى الْإِيمَانَ عَمَّن وَادَّ أَبَاهُ وَأَخَاهُ
وَعَشِيرَتَهُ إِذَا كَانُوا مُحَادِّينَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَمَنْ وَادَّ
الْكُفَّارَ الْأَبْعَدِينَ عَنْهُ فَهُوَ أَوْلَى بِأَنْ لَا يَكُونَ مُؤْمِنًا».
"Jika Allah
telah menafikan keimanan dari orang yang saling berkasih sayang dengan ayahnya,
saudaranya, atau keluarganya, jika mereka itu dalam keadaan memusuhi Allah dan
Rasul-Nya, maka orang yang saling berkasih sayang dengan orang kafir yang jauh
dari-Nya adalah lebih layak untuk tidak dianggap sebagai seorang mukmin."
[Sabiil an-Najat wa al-Fikaak
(hlm. 50-51).]
**Ke 5-
Menjauhkan diri dari menyerupai orang-orang kafir dalam tindakan yang
terlihat:**
Dari Abdullah bin
Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
[HR. Abu Dawud
(4031) dengan lafaz ini, dan oleh Ahmad (5114). Dinyatakan shahih oleh
al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata:
إنَّ اللَّهَ
تَعَالَى جَبَلَ بَنِي آدَمَ بَلْ سَائِرَ الْمَخْلُوقَاتِ عَلَى التَّفَاعُلِ
بَيْنَ الشَّيْئَيْنِ الْمُتَشَابِهَيْنِ، وَكُلَّمَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ
أَكْثَرَ كَانَ التَّفَاعُلُ فِي الْأَخْلَاقِ وَالصِّفَاتِ أَتَمَّ، حَتَّى
يُؤَوِّلَ الْأَمْرُ إِلَى أَنْ لَا يَتَمَيَّزَ أَحَدُهُمَا عَنْ الْآخَرِ إِلَّا
بِالْعَيْنِ فَقَط... فَالْمُشَابَهَةُ وَالْمُشَاكَلَةُ فِي الْأُمُورِ
الظَّاهِرَةِ تُوجِبُ مُشَابَهَةً وَمُشَاكَلَةً فِي الْأُمُورِ الْبَاطِنَةِ
عَلَى وَجْهِ الْمِسَارَقَةِ وَالتَّدْرِيجِ الْخَفِيِّ... وَإِنَّ الْمُشَابَهَةَ
فِي الظَّاهِرِ تَوْرِثُ نَوْعَ مَوَدَّةٍ وَمَحَبَّةٍ وَمُوَالَاة فِي
الْبَاطِنِ، كَمَا أَنَّ الْمَحَبَّةَ فِي الْبَاطِنِ تَوْرِثُ الْمُشَابَهَةَ فِي
الظَّاهِرِ، وَهَذَا أَمْرٌ يَشْهَدُ بِهِ الْحَسُّ وَالتَّجْرِبَةُ حَتَّى إِنَّ
الرَّجُلَيْنِ إِذَا كَانَا مِنْ بَلَدٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اجْتَمَعَا فِي دَارِ
غُرْبَةٍ كَانَ بَيْنَهُمَا مِنَ الْمَوَدَّةِ وَالْائْتِلَافِ أَمْرٌ عَظِيمٌ،
وَإِنْ كَانَا فِي مَصْرِهِمَا لَمْ يَكُونَا مُتَعَارِفَيْنِ، أَوْ كَانَا
مُتَهَاجِرَيْنِ، وَذَاكَ لِأَنَّ الِاشْتِرَاكَ فِي الْبَلَدِ نَوْعٌ وَصَفٌّ اخْتَصَّا
بِهِ عَنْ بَلَدِ الْغُرْبَةِ... وَكَذَلِكَ تَجِدُ أَرْبَابَ الصِّنَاعَاتِ
الدُّنْيَوِيَّةِ يَأْلَفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا مَا لَا يَأْلَفُونَ غَيْرَهُمْ
حَتَّى إِنَّ ذَلِكَ يَكُونُ مَعَ الْمُعَادَاةِ وَالْمُحَارَبَةِ، إِمَّا عَلَى
الْمَلِكِ، وَإِمَّا عَلَى الدِّينِ... وَتَجِدُ الْمُلُوكَ وَنَحْوَهُمْ مِنَ
الرُّؤَسَاءِ وَإِنْ تَبَاعَدَتْ دِيَارُهُمْ وَمَمَالِكُهُمْ بَيْنَهُم
مُنَاسَبَةٌ تَوْرِثُ مُشَابَهَةً وَرِعَايَةً مِنْ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ، وَهَذَا
كُلُّهُ مُوجَبٌ الطِّبَاعِ وَمُقْتَضَاهُ، إِلَّا أَنْ يُمْنَعَ مِنْ ذَلِكَ
دِينٌ أَوْ غَرَضٌ خَاصٌّ. فَإِذَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ فِي أُمُورٍ
دُنْيَوِيَّةٍ تَوْرِثُ الْمَحَبَّةَ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ، فَكَيْفَ
بِالْمُشَابَهَةِ فِي أُمُورٍ دِينِيَّةٍ؟! فَإِنَّ إِفْضَاءَهَا إِلَى نَوْعٍ
مِنَ الْمُوَالَاة أَكْثَرُ وَأَشَدُّ، وَالْمَحَبَّةُ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ
تُنَافِي الْإِيمَانَ.
“Sesungguhnya Allah
SWT menciptakan anak Adam dan semua makhluk lainnya untuk saling berinteraksi
antara dua hal yang mirip. Semakin besar kesamaan antara dua hal tersebut,
semakin sempurna interaksi dalam akhlak dan sifat, sampai akhirnya tidak ada
perbedaan antara keduanya kecuali dengan pandangan saja. Oleh karena itu,
kesamaan dan keserupaan dalam hal-hal yang terlihat menyebabkan kesamaan dan
keserupaan dalam hal-hal yang tersembunyi dengan cara yang halus dan bertahap.
Kesamaan dalam hal
yang terlihat akan melahirkan cinta dan kasih sayang serta dukungan dalam hati,
seperti halnya cinta di dalam hati akan melahirkan kesamaan di luar. Hal ini
dibuktikan oleh pengalaman dan pengamatan; bahkan jika dua orang berasal dari
daerah yang sama dan kemudian bertemu di tempat perantauan, akan ada rasa kasih
sayang dan persatuan yang besar di antara mereka, meskipun sebelumnya di daerah
asal mereka tidak saling mengenal atau bahkan bermusuhan. Ini karena kesamaan
di daerah merupakan jenis sifat yang khusus mereka miliki dibandingkan dengan
daerah perantauan.
Demikian juga, para
pengrajin di dunia ini saling mengenal satu sama lain dengan cara yang tidak
mereka lakukan dengan orang lain, bahkan jika ada permusuhan atau pertikaian,
baik itu terkait kekuasaan maupun agama.
Dan kamu akan
menemukan para raja dan sejenisnya dari para pemimpin, meskipun negeri dan
kerajaan mereka terpisah, tetap ada hubungan yang melahirkan kesamaan dan
perhatian di antara mereka. Semua ini merupakan hasil dari sifat dan kebiasaan,
kecuali jika ada agama atau tujuan khusus yang menghalanginya. Jika kesamaan
dalam hal duniawi saja sudah melahirkan cinta dan dukungan, maka bagaimana
dengan kesamaan dalam hal agama? Karena kesamaan dalam hal agama akan lebih
mengarah pada dukungan dan cinta yang lebih kuat, dan cinta serta dukungan kepada
mereka bertentangan dengan iman.” [Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim
(1/547-550)]
Dan Syeikh Hamd bin
Atiq berkata:
«إِذَا كَانَتْ
مُشَابَهَةُ الْكُفَّارِ فِي الْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ إِنَّمَا نُهِيَ عَنْهَا
لِأَنَّهَا وَسِيلَةٌ وَسَبَبٌ يُفْضِي إِلَى مُوَالَاتِهِمْ وَمَحَبَّتِهِمْ،
فَالنَّهْيُ عَنْ هَذِهِ الْغَايَةِ وَالْمَحْذُورِ أَشَدُّ، وَالْمَنْعُ مِنْهُ
وَتَحْرِيمُهُ أَوْكَدُ، وَهَذَا هُوَ الْمَطْلُوبُ».
“Jika menyerupai
orang-orang kafir dalam tindakan yang terlihat dilarang karena itu adalah cara
dan sebab yang mengarah pada dukungan dan cinta kepada mereka, maka larangan
terhadap tujuan dan hal yang berbahaya itu lebih kuat, dan pengharaman serta
pelarangannya lebih ditekankan, dan inilah yang diinginkan.” [Sabiil
an-Najat wa al-Fikaak (hlm. 52)]
Syeikh Dr. Abdullah
bin Hamud Al-Furaih berkata :
وَالنَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ نَهَى عَنِ
التَّشَبُّهِ بِالْكُفَّارِ لِكَيْ يَعْتَزَّ الْمُسْلِمُ بِدِينِهِ، وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بَعْدَ ظُهُورِ الْإِسْلَامِ
وَقُوَّةِ أَهْلِهِ وَبَعْدَمَا كَانَ لَهُمْ مَنَعَةٌ وَقُوَّةٌ، أَمَّا مَنْ
كَانَ بِدَارِ كُفْرٍ وَخَشِيَ عَلَى نَفْسِهِ الضَّرَرَ إِذَا خَالَفَهُمْ فِي
الزِّيِّ الظَّاهِرِ فَجَوَّزَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مُوَافَقَتَهُمْ
بِزِيِّهِمُ الظَّاهِرِ فَقَطْ إِتِّقَاءً لِشَرِّهِمْ وَضَرَرِهِمْ.
“Nabi ﷺ dalam hadits Ibnu Umar melarang untuk
menyerupai orang-orang kafir agar seorang Muslim merasa bangga dengan agamanya.
Nabi ﷺ mengatakan hal itu setelah Islam muncul
dan umatnya menjadi kuat dan memiliki kekuatan serta perlindungan.
Adapun bagi orang
yang tinggal di negeri kafir dan khawatir akan bahaya terhadap dirinya jika ia
berbeda dalam hal pakaian yang tampak, maka sebagian para ulama membolehkan
untuk menyesuaikan diri dengan pakaian mereka yang tampak hanya sebagai langkah
untuk menghindari keburukan dan bahaya dari mereka”.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ.]
*****
**ADA BANYAK BENTUK DAN PENAMPILAN SIKAP BERLEPAS DIRI (الْبَرَاءَةُ) :**
Di antaranya -secara
singkat- adalah sbb :
[1]. Membenci kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan serta para pengikutnya,
serta mememdam permusuhan terhadap mereka seperti yang dinyatakan oleh Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam ketika Allah memberitakan tentangnya dengan firman-Nya:
﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ
وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (٢٦) إِلَّا الَّذِي
فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (٢٧)﴾
"Dan (ingatlah)
ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya: 'Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu sembah, kecuali dari Dia yang telah menciptakanku.
Karena itu Dia akan memberi petunjuk kepadaku.'" [QS. Az-Zukhruf : 26-27].
﴿قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ
قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ
اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ
إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ
مِن شَيْءٍ ۖ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ
الْمَصِيرُ﴾
Sesungguhnya telah
ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah,
kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.
Kecuali perkataan
Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi
kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah".
(Ibrahim berkata):
"Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali". [QS.
Mumtahanah : 4]
[2]. Menjauhi negeri kafir dan tidak bepergian ke sana kecuali dalam keadaan
darurat, dengan kemampuan untuk menunjukkan syiar agama Islam dan tanpa ada
yang menentang, sebagaimana sabda Nabi (saw):
((أَنَا بَرِيءٌ
مِّن كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ)).
"Aku berlepas
diri dari setiap Muslim yang bertempat tinggal di tengah orang-orang
musyrik."
[Diriwayatkan oleh
Abu Dawud dalam bab Jihad (2645), dan oleh At-Tirmidzi dalam bab Sirah (1604),
serta dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' (1474).]
[3]. Tidak membantu orang-orang kafir, tidak memuji mereka, dan tidak membantu
mereka untuk memerangi kaum Muslim.
[4]. Tidak meminta bantuan kepada mereka, dan tidak menjadikan mereka sebagai
teman dekat yang menjaga rahasianya dan melaksanakan tugas-tugasnya yang
penting, sebagaimana firman Allah:
﴿يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ١١٨﴾
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar
kalanganmu sebagai teman dekat. Mereka tidak akan berhenti berusaha
mendatangkan keburukan kepada kamu. Mereka ingin agar kamu mengalami kesulitan.
Kebencian telah tampak dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka lebih besar lagi. Kami telah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat jika kamu
mau mengerti." [QS. Ali Imran :118].
Al-Imam Al-Qurtubi
mengatakan:
نَهى اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ المُؤمِنينَ بِهذِهِ الآيَةِ أن يَتَّخِذوا مِنَ الكُفّارِ وَاليَهودِ
وَأَهلِ الأهواءِ دُخَلاءَ وَوُلَجاءَ، يُفاوِضونَهُم في الآراءِ، وَيَسْنِدونَ
إِلَيهِم أُمورَهُم.
"Allah melarang
orang-orang beriman dengan ayat ini untuk menjadikan orang-orang kafir, Yahudi,
dan pengikut hawa nafsu sebagai teman dekat yang terlibat dalam urusan
mereka." [Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (4/178-179)].
[5]. Tidak ikut serta dalam hari raya dan perayaan mereka, serta tidak
mengucapkan selamat kepada mereka. Sebagian para ulama ketika menafsirkan
kalimat ;
﴿وَالَّذِينَ
لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ﴾
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu” [QS. Al-Furqon
: 72].
Mereka
menafsirkannya sebagai hari raya orang kafir.
[6]. Tidak memintakan ampunan kepada Allah SWT untuk mereka dan tidak
mendoakan mereka. Allah berfirman:
﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا
أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ١١٣﴾
"Tidak layak
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun bagi orang-orang musyrik,
meskipun mereka itu kerabat dekat, setelah jelas bagi mereka bahwa mereka
adalah penghuni neraka." [QS. At-Taubah : 113].
[7]. Menjauhi majelis mereka dan tidak bergaul dengan mereka.
[8]. Tidak berkompromi dalam masalah-masalh yang prinsip, tidak bersikap baik,
dan tidak mau berdamai dengan mereka atas nama agama.
[9]. Tidak
mengagungkan orang kafir dengan ucapan atau perbuatan.
[10]. Tidak memberikan layalitas mutlak atau dukungan umum kepada mereka.
[11]. Tidak memulai salam kepada mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam
hadis Abu Hurairah bahwa Rasulullah (saw) bersabda:
((لَا
تَبْدَؤُوا اليَهُودَ بِالسَّلَامِ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ، فَإِذَا
لَقِيتُم أَحَدَهُم فِي الطَّرِيقِ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ)).
"Janganlah kamu
memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani. Jika kamu bertemu salah seorang
dari mereka di jalan, doronglah dia ke jalan yang sempit." [HR.
Muslim (2167)]
===*****===
KLASIFIKASI LOYALITAS KEPADA NON MUSLIM DALAM KONDISI UDZUR DAN DARURAT :
Allah SWT berfirman :
﴿لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا
أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ
الْمَصِيرُ﴾
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman
dekat dan penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah,
kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah
kembali(mu). [QS. Al Imran: 28]
Dan Allah SWT berfirman :
﴿مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ
وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ
غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (maka dia akan mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. [QS.
Nahl: 106]
Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih berkata :
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ نَهَى عَنِ التَّشَبُّهِ
بِالْكُفَّارِ لِكَيْ يَعْتَزَّ الْمُسْلِمُ بِدِينِهِ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بَعْدَ ظُهُورِ الْإِسْلَامِ وَقُوَّةِ
أَهْلِهِ وَبَعْدَمَا كَانَ لَهُمْ مَنَعَةٌ وَقُوَّةٌ، أَمَّا مَنْ كَانَ بِدَارِ
كُفْرٍ وَخَشِيَ عَلَى نَفْسِهِ الضَّرَرَ إِذَا خَالَفَهُمْ فِي الزِّيِّ
الظَّاهِرِ فَجَوَّزَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مُوَافَقَتَهُمْ بِزِيِّهِمُ
الظَّاهِرِ فَقَطْ إِتِّقَاءً لِشَرِّهِمْ وَضَرَرِهِمْ.
“Nabi ﷺ dalam hadits Ibnu Umar melarang untuk
menyerupai orang-orang kafir agar seorang Muslim merasa bangga dengan agamanya.
Nabi ﷺ mengatakan hal itu setelah Islam muncul
dan umatnya menjadi kuat dan memiliki kekuatan serta perlindungan.
Adapun bagi orang yang tinggal di negeri kafir dan khawatir akan bahaya
terhadap dirinya jika ia berbeda dalam hal pakaian yang tampak, maka sebagian
para ulama membolehkan untuk menyesuaikan diri dengan pakaian mereka yang
tampak hanya sebagai langkah untuk menghindari keburukan dan bahaya dari
mereka”.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin
Hamud Al-Furaih]
Dan dulu para sahabat Nabi ﷺ pernah hijrah ke Habasyah,
karena darurat, minta suaka kepada Raja Najasyi yang saat itu masih beragama
Nasrani .
Syeikh Hamd bin
Atiq rahimahullah, yang mengutip dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah, menjelaskan tentang masalah yang berkaitan dengan sikap seseorang
dalam menunjukkan kesesuaian dan keridhoan dengan kaum musyrik, serta bagaimana
syariat Islam mengatur hal tersebut dalam konsep *al-wala wal baraa* (loyalitas
dan berlepas diri). Beliau menguraikan tiga kondisi udzur utama dalam hal ini.
Syeikh Hamd berkata
:
وَأَمَّا الْمَسْأَلَةُ الثَّالِثَةُ
وَهِيَ مَا يُعْذَرُ بِهِ الرَّجُلُ عَلَى مُوَافَقَةِ الْمُشْرِكِينَ وَإِظْهَارِ
الطَّاعَةِ لَهُمْ، فَاعْلَمْ أَنَّ إِظْهَارَ الْمُوَافَقَةِ لِلْمُشْرِكِينَ لَهُ
ثَلَاثُ حَالَاتٍ:
**الْحَالَةُ الْأُولَى:** أَنْ يُوَافِقَهُمْ
فِي الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ فَيَنْقَادَ لَهُمْ بِظَاهِرِهِ، وَيَمِيلَ إِلَيْهِمْ
وَيُوَادَّهُمْ بِبَاطِنِهِ، فَهَذَا كَافِرٌ خَارِجٌ مِنَ الْإِسْلَامِ، سَوَاءٌ كَانَ
مُكْرَهًا عَلَى ذَلِكَ أَوْ لَمْ يَكُنْ. وَهُوَ مِمَّنْ قَالَ اللَّهُ فِيهِمْ:
﴿مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ
بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّهِ
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ﴾ [النحل: 106].
**الْحَالَةُ الثَّانِيَةُ:** أَنْ يُوَافِقَهُمْ
وَيَمِيلَ إِلَيْهِمْ فِي الْبَاطِنِ مَعَ مُخَالَفَتِهِ لَهُمْ فِي الظَّاهِرِ، فَهَذَا
كَافِرٌ أَيْضًا، وَلَكِنْ إِذَا عَمِلَ بِالإِسْلَامِ ظَاهِرًا عُصِمَ مَالُهُ وَدَمُهُ،
وَهُوَ الْمُنَافِقُ.
**الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ:** أَنْ يُوَافِقَهُمْ
فِي الظَّاهِرِ مَعَ مُخَالَفَتِهِ لَهُمْ فِي الْبَاطِنِ وَهُوَ عَلَى وَجْهَيْنِ:
- أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ لِكَوْنِهِ فِي سُلْطَانِهِمْ
مَعَ ضَرْبِهِمْ وَتَقْيِيدِهِمْ لَهُ، وَيُهَدِّدُونَهُ بِالْقَتْلِ فَيَقُولُونَ
لَهُ: إِمَّا أَنْ تُوَافِقَنَا وَتُظْهِرَ الانْقِيَادَ لَنَا، وَإِلَّا قَتَلْنَاكَ،
فَإِنَّهُ وَالْحَالَةُ هَذِهِ يَجُوزُ لَهُ مُوَافَقَتُهُمْ فِي الظَّاهِرِ مَعَ كَوْنِ
قَلْبِهِ مُطْمَئِنًّا بِالإِيمَانِ، كَمَا جَرَى لِعَمَّارٍ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ
تَعَالَى: ﴿مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ
مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ﴾ وَكَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿إِلاَّ أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ
تُقَاةً﴾ فَالآيَتَانِ دَلَّتَا عَلَى الْحُكْمِ كَمَا نَبَّهَ عَلَى ذَلِكَ ابْنُ
كَثِيرٍ فِي تَفْسِيرِ آيَةِ آلِ عِمْرَانَ.
- الْوَجْهُ الثَّانِي: أَنْ يُوَافِقَهُمْ فِي
الظَّاهِرِ مَعَ مُخَالَفَتِهِ لَهُمْ فِي الْبَاطِنِ وَهُوَ لَيْسَ فِي سُلْطَانِهِمْ
وَإِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ إِمَّا طَمَعٌ فِي رِيَاسَةٍ أَوْ مَالٍ أَوْ مَشَحَّةٌ
بِوَطَنٍ أَوْ عِيَالٍ، أَوْ خَوْفٌ مِمَّا يُحْدِثُ فِي الْمَآلِ، فَإِنَّهُ فِي هَذِهِ
الْحَالِ يَكُونُ مُرْتَدًّا وَلَا تَنْفَعُهُ كَرَاهِيَتُهُ لَهُمْ فِي الْبَاطِنِ،
وَهُوَ مِمَّنْ قَالَ اللَّهُ فِيهِمْ: "ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّواْ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ."
Dan adapun masalah
ketiga, yaitu tentang apa yang menjadi udzur bagi seseorang dalam menyetujui
kaum musyrik dan menampakkan ketaatan kepada mereka, maka ketahuilah bahwa
menampakkan kesesuaian dengan kaum musyrik memiliki tiga kondisi utama :
**Kondisi
pertama:**
Seseorang yang
menyetujui kaum musyrik secara lahir dan batin, di mana ia tunduk kepada mereka
secara lahir dan bersimpati kepada mereka secara batin dengan memupuk kasih
sayang (*الموادة*)
terhadap mereka. Orang ini dianggap kafir dan keluar dari Islam, baik ia
dipaksa melakukan hal itu ataupun tidak. Ini termasuk dalam firman Allah:
_"Barang siapa
yang kafir kepada Allah setelah ia beriman, kecuali orang yang dipaksa,
sementara hatinya tetap tenang dalam keimanan; tetapi barang siapa yang rela
dengan kekafiran, maka baginya kemurkaan Allah dan baginya azab yang
besar."_ (QS. An-Nahl: 106).
**Kondisi kedua:**
Seseorang yang
menyetujui mereka dalam batinnya namun menampakkan penentangan secara lahir.
Orang ini juga dianggap kafir, namun jika ia tetap menampakkan keislamannya
secara lahir, maka darah dan hartanya dilindungi, meskipun secara hakikat ia
adalah munafik.
**Kondisi ketiga:**
Seseorang yang
menampakkan kesesuaian dengan kaum musyrik secara lahir, tetapi hatinya tetap
menentang mereka. Kondisi ini dibagi menjadi dua sisi:
Ke 1. **Ketika ia
berada di bawah kekuasaan mereka,** mengalami penyiksaan, dibelenggu, dan
diancam akan dibunuh kecuali jika ia menunjukkan kesesuaian. Dalam kondisi ini,
ia diperbolehkan menunjukkan kesesuaian secara lahir, selama hatinya tetap
tenang dalam keimanan, seperti yang terjadi pada Ammar ketika Allah menurunkan
firman-Nya:
_"Barang siapa
yang kafir kepada Allah setelah ia beriman, kecuali orang yang dipaksa,
sementara hatinya tetap tenang dalam keimanan"_ (QS. An-Nahl: 106).
Dan juga firman
Allah: "Kecuali jika kamu benar-benar takut kepada mereka."_ (QS. Ali
'Imran: 28).
Kedua ayat ini
menunjukkan kebolehan tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Kathir
dalam tafsirnya mengenai ayat Ali 'Imran.
Ke 2. **Ketika ia
tidak berada di bawah kekuasaan mereka,** namun ia tetap menunjukkan kesesuaian
dengan mereka karena mengharapkan kedudukan, harta, atau karena kecintaan pada
tanah air, keluarga, atau ketakutan terhadap dampak yang mungkin terjadi. Dalam
kondisi ini, ia dianggap murtad, dan kebencian yang ia rasakan terhadap mereka
dalam batinnya tidak akan bermanfaat. Orang ini termasuk dalam firman Allah:
_"Yang demikian itu karena mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada
akhirat, dan bahwa Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang kafir."_
(QS. An-Nahl: 107).
[Sumber: *Majmu'ah at-Tauhid* - Risalah Syeikh
Hamd bin Atiq, hlm. 295-296].
===*****===
HUKUM MEMBANTU ORANG KAFIR MEMERANGI UMAT ISLAM
Loyalitas kepada
orang kafir (*Muwalah al-kuffar*) datang dalam berbagai bentuk dan jenis, di
antaranya adalah :
**Mendukung
dan menolong mereka dalam melawan kaum Muslimin**:
Jenis *Muwalah* ini
ada sebagian para ulama yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, yaitu *Muwalah
mutlak*. Dan ada pula yang berada di bawah tingkatan tersebut.
Jika seseorang
membantu dan menolong mereka dalam melawan kaum Muslimin serta mencintai
kekufuran mereka, maka tidak diragukan lagi bahwa ia telah keluar dari agama
Islam.
Syeikh Abdurrahman
bin Sa'di dalam tafsirnya terhadap firman Allah Ta'ala: "Dan barangsiapa
yang menjadikan mereka sebagai wali (teman dekat atau penolong), maka mereka
itulah orang-orang yang zalim" (Al-Mumtahanah: 9), berkata:
وَذَلِكَ الظُّلْمُ يَكُونُ بِحَسَبِ
التَّوَلِّي، فَإِنْ كَانَ تَوَلِّيًا تَامًّا، كَانَ ذَلِكَ كُفْرًا مُخْرِجًا عَنْ
دَائِرَةِ الإِسْلَامِ، وَتَحْتَ ذَلِكَ مِنَ الْمَرَاتِبِ مَا هُوَ غَلِيظٌ وَمَا
هُوَ دُونَهُ.
"Kezaliman
tersebut bergantung pada tingkat loyalitas, jika loyalitas tersebut sepenuhnya,
maka itu merupakan kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari lingkaran Islam.
Di bawah itu, ada tingkatan yang lebih berat dan ada yang lebih ringan."
Dan ketika
menafsirkan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa di antara kalian menjadikan
mereka sebagai wali, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka"
(Al-Ma'idah: 51), beliau berkata:
إِنَّ التَّوَلِّيَ التَّامَّ يُوْجِبُ
الْانْتِقَالَ إِلَى دِينِهِمْ، وَالتَّوَلِّي الْقَلِيلُ يَدْعُو إِلَى الْكَثِيرِ،
ثُمَّ يَتَدَرَّجُ شَيْئًا فَشَيْئًا حَتَّى يَكُونَ الْعَبْدُ مِنْهُمْ.
"Loyalitas
yang sempurna mengharuskan seseorang berpindah ke agama mereka, dan loyalitas
yang kecil akan mengundang loyalitas yang lebih besar, hingga sedikit demi
sedikit orang tersebut menjadi bagian dari mereka."
Sebelum itu, Syeikh
Abdul Latif bin Abdurrahman bin Hasan berkata:
فَدَخَلَ حَاطِبٌ فِي الْمُخَاطَبَةِ
بِاسْمِ الْإِيمَانِ وَوَصَفَهُ بِهِ، وَتَنَاوَلَهُ النَّهْيُ بِعُمُومِهِ وَلَهُ
خُصُوصُ السَّبَبِ الدَّالُّ عَلَى إِرَادَتِهِ مَعَ أَنَّ فِي الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ
مَا يُشْعِرُ أَنَّ فِعْلَ حَاطِبٍ نَوْعٌ مُوَالَاةٍ وَأَنَّهُ أَبْلَغَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ، فَإِنَّ فَاعِلَ ذَلِكَ قَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ، لَكِنَّ قَوْلَهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَكُمْ خَلُّوا سَبِيلَهُ" ظَاهِرٌ
فِي أَنَّهُ لَا يُكَفَّرُ بِذَلِكَ إِذَا كَانَ مُؤْمِنًا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ غَيْرَ
شَاكٍّ وَلَا مُرْتَابٍ، وَإِنَّمَا فَعَلَ ذَلِكَ لِغَرَضٍ دُنْيَوِيٍّ وَلَوْ كَفَرَ
لَمَا قِيلَ "خَلُّوا سَبِيلَهُ"، لَا يُقَالُ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِعُمَرَ: "وَمَا يَدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ اَطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ
بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ" هُوَ الْمَانِعُ
مِنْ تَكْفِيرِهِ، لَأَنَّا نَقُولُ لَوْ كَفَرَ لَمَا بَقِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ مَا
يَمْنَعُهُ مِنْ لِحَاقِ الْكُفْرِ وَأَحْكَامِهِ، فَإِنَّ الْكُفْرَ يَهْدِمُ مَا
قَبْلَهُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
﴾ وَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
﴾ وَالْكُفْرُ مُحْبِطٌ لِلْحَسَنَاتِ وَالْإِيمَانُ بِالْإِجْمَاعِ فَلَا يُظَنُّ
هَذَا. وَأَمَّا قَوْلُهُ: ﴿ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ﴾، وَقَوْلُهُ:
﴿ لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ﴾، وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُؤًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِن كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴾، فَقَدْ فَسَّرَتْهُ السُّنَّةُ وَقَيَّدَتْهُ وَخَصَّتْهُ
بِالْمُوَالَاةِ الْمُطْلَقَةِ الْعَامَّةِ، وَأَصْلُ الْمُوَالَاةِ هُوَ الْحُبُّ
وَالنَّصْرَةُ وَالصَّدَاقَةُ وَدُونَ ذَلِكَ مَرَاتِبُ مُتَعَدِّدَةٌ وَلِكُلِّ ذَنْبٍ
حَظُّهُ وَقِسْطُهُ مِنَ الْوَعِيدِ وَالذَّمِّ، وَهَذَا عِندَ السَّلَفِ الرَّاسِخِينَ
فِي الْعِلْمِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ مَعْرُوفٌ فِي هَذَا الْبَابِ وَغَيْرِهِ.
"Hathib masuk
dalam kategori orang yang dipanggil dengan sebutan orang beriman, dan dilarang
dari melakukan hal tersebut secara umum. Ayat tersebut menunjukkan bahwa
tindakan Hathib adalah sejenis *Muwalah*, karena ia menyampaikan informasi
kepada mereka dengan penuh kasih. Orang yang melakukan hal seperti ini telah
sesat dari jalan yang benar. Namun, sabda Rasulullah ﷺ: 'Dia telah berkata jujur kepada kalian, maka bebaskanlah dia'
jelas menunjukkan bahwa dia tidak dianggap kafir karena tindakan tersebut selama
dia tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa keraguan. Dia melakukan hal
tersebut hanya karena tujuan duniawi. Jika dia dianggap kafir, maka tentu
Rasulullah ﷺ tidak
akan mengatakan 'bebaskanlah dia'."
Tidak bisa
dikatakan bahwa sabda Rasulullah ﷺ kepada Umar: "Apa yang kamu ketahui? Barangkali Allah
telah melihat kepada para ahli Badar dan berkata, 'Lakukanlah apa yang kalian
inginkan, karena Aku telah mengampuni kalian'" adalah alasan untuk tidak
mengkafirkan Hathib. Sebab, jika Hathib kafir, maka pahala-pahalanya akan
terhapus, karena kekafiran menghancurkan segala amalan sebelumnya, sebagaimana
firman Allah Ta'ala:
"Barangsiapa
yang kafir setelah beriman, maka amalannya akan terhapus" (Al-Ma'idah: 5).
Dan firman-Nya:
"Jika mereka
mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amal-amal yang telah mereka
kerjakan" (Al-An'am: 88).
Kekafiran,
berdasarkan kesepakatan para ulama, akan menghapuskan seluruh pahala dan
kebaikan, sehingga anggapan tersebut tidak benar.
Adapun firman
Allah: "Barangsiapa di antara kalian yang menjadikan mereka pemimpin, maka
sesungguhnya dia termasuk golongan mereka" (Al-Ma'idah: 51), dan
firman-Nya: "Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhir mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya"
(Al-Mujadilah: 22), serta firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian mengambil orang-orang yang menjadikan agama kalian sebagai
bahan ejekan dan permainan, dari kalangan Ahli Kitab sebelum kalian dan
orang-orang kafir, sebagai pemimpin-pemimpin kalian. Bertakwalah kepada Allah
jika kalian benar-benar orang yang beriman" (Al-Ma'idah: 57), maka semua
ayat ini telah dijelaskan oleh sunnah dan dibatasi oleh *Muwalah* mutlak yang
umum.
Dasar *Muwalah* adalah
cinta, dukungan, dan persahabatan. Di bawah itu, terdapat banyak tingkatan, dan
setiap dosa memiliki bagian dari ancaman dan celaan yang sesuai. Hal ini telah
diketahui oleh para ulama terdahulu dari kalangan sahabat dan tabi'in dalam bab
ini dan lainnya." (Lihat *Ad-Durar As-Saniyyah* 1/474, dan *Ar-Rasa'il wal
Masa'il An-Najdiyyah* 3/9-10).
Syeikh Abdul Aziz
al-Abdul Latif berkata :
"وَأَمَّا مَظَاهَرَةُ الْكُفَّارِ عَلَى
الْمُسْلِمِينَ، فَالْمَقْصُودُ بِهَا أَنْ يَكُونَ أُولَـئِكَ أَنْصَارًا وَظُهُورًا
وَأَعْوَانًا لِلْكُفَّارِ ضِدَّ الْمُسْلِمِينَ، فَيَنْضَمُّونَ إِلَيْهِمْ، وَيَذُبُّونَ
عَنْهُمْ بِالْمَالِ وَالسُّنَّانِ وَالْبَيَانِ، فَهَذَا كُفْرٌ يُنَاقِضُ الْإِيمَانَ.
وَهَذَا مَا يُسَمِّيهِ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِـ(التَّوَلِّي) وَيَجْعَلُونَهُ أَخَصَّ
مِنْ عُمُومِ الْمُوَالَاةِ، كَمَا هُوَ عِندَ بَعْضِ أَئِمَّةِ الدَّعْوَةِ السَّلَفِيَّةِ
فِي نَجْدٍ مَعَ أَنَّ جُمْهُورًا مِّنَ الْمُفَسِّرِينَ يُفَسِّرُونَ التَّوَلِّي
بِالْمُوَالَاةِ، فَعَلَى سَبِيلِ الْمِثَالِ: شَيْخُ الْمُفَسِّرِينَ ابْنُ جَرِيرٍ
رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي عِدَّةِ مَوَاضِعَ مِنْ تَفْسِيرِهِ يُفَسِّرُ مَعْنَى
اتِّخَاذِ الْكُفَّارِ أَوْلِيَاءَ بِمَعْنَى جَعْلِهِمْ أَوْلِيَاءَ وَهُوَ بِمَعْنَى
تَوَلِّيَتِهِمْ، وَإِذَا كَانَ التَّوَلِّي بِمَعْنَى الْمُوَالَاةِ فَكَمَا أَنَّ
مُوَالَاةَ الْكُفَّارِ ذَاتُ شُعَبٍ مُتَفَاوِتَةٍ، مِنْهَا مَا يَخْرُجُ مِنَ الْمِلَّةِ
كَالْمُوَالَاةِ الْمُطْلَقَةِ لَهُمْ، وَمِنْهَا مَا دُونَ ذَٰلِكَ...، فَإِنَّ تَوَلِّيَ
الْكُفَّارِ مِثْلَ مُوَالَاتِهِمْ، فَهُنَاكَ التَّوَلِّي الْمُطْلَقُ التَّامُّ الَّذِي
يُنَاقِضُ الْإِيمَانَ بِالْكُلِّيَّةِ، وَهُنَاكَ مَرَاتِبُ دُونَ مَرَاتِبَ.... وَتَضَمَّنَتْ
[رِسَالَةُ الدَّلَائِلِ فِي حُكْمِ مُوَالَاةِ أَهْلِ الْإِشْرَاكِ لِلشَّيْخِ سُلَيْمَانَ
بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ رَحِمَهُمُ اللَّهُ تَعَالَى]
أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ دَلِيلًا فِي النَّهْيِ عَنْ مُوَالَاةِ الْكُفَّارِ، فَكَانَ
مِمَّا قَالَهُ رَحِمَهُ اللَّهُ: "قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ
نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِم الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ
أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ
قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَادِبُونَ ﴾ [الحشر:
11]، فَإِذَا كَانَ وَعْدُ الْمُشْرِكِينَ فِي السِّرِّ - بِالدُّخُولِ مَعَهُمْ وَنَصْرَتِهِمْ
وَالْخُرُوجِ مَعَهُمْ إِنْ جَلَوْا- نِفَاقًا وَكُفْرًا وَإِنْ كَانَ كَذِبًا، فَكَيْفَ
بِمَنْ أَظْهَرَ لَهُمْ ذَلِكَ صَادِقًا وَدَخَلَ فِي طَاعَتِهِمْ، وَدَعَا إِلَيْهِمْ،
وَنَصَرَهُمْ وَانْقَادَ إِلَيْهِمْ، وَصَارَ مِنْ جُمْلَتِهِمْ، وَأَعَانَهُمْ بِالْمَالِ
وَالرَّأْيِ؟ هَذَا مَعَ أَنَّ الْمُنَافِقِينَ لَمْ يَفْعَلُوا ذَلِكَ إِلَّا خَوْفًا
مِنَ الدَّوَائِرِ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿ فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَرَضٌ
يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ ﴾ [المائدة:
52]."
"Adapun
membantu orang kafir melawan kaum Muslim, yang dimaksud adalah agar mereka
menjadi pendukung dan pembela bagi orang kafir melawan kaum Muslim. Mereka
bergabung dengan mereka, membela mereka dengan harta, senjata, dan ucapan, ini
adalah kekufuran yang bertentangan dengan iman.
Inilah yang disebut
oleh sebagian ulama sebagai (tawalli), dan mereka menganggapnya lebih khusus
dibandingkan dengan umum muwalah, seperti yang dijelaskan oleh sebagian imam
dakwah salafiyah di Najd.
Padahal, mayoritas
mufassir menafsirkan tawalli dengan muwalah. Sebagai contoh, Syeikh mufassir
Ibn Jarir rahimahullah di beberapa tempat dalam tafsirnya menafsirkan makna
menjadikan orang kafir sebagai wali dengan arti menjadikan mereka wali, yang
berarti menawalli mereka.
Jika tawalli
berarti muwalah, maka sebagaimana muwalah orang kafir memiliki cabang yang
berbeda-beda, ada yang keluar dari agama seperti muwalah mutlak kepada mereka,
dan ada yang di bawahnya...
Maka, bertawalli
orang kafir sama seperti bermuwalah dengan mereka, ada tawalli mutlak yang
bertentangan dengan iman secara keseluruhan, dan ada derajat di bawah derajat
tersebut...
Dan dalam ["Risalah
ad-Dalail fi Hukm Muwalah Ahli al-Isyrook" oleh Syeikh Sulayman bin
Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah] terdapat lebih dari dua
puluh dalil tentang larangan muwalah orang kafir. Di antara yang beliau katakan
adalah: "Firman Allah ta’ala:
'Tidakkah kamu
perhatikan orang-orang yang munafik, yang berkata kepada saudara-saudara mereka
yang kafir dari ahli kitab: 'Jika kamu diusir, kami pasti akan keluar
bersamamu, dan kami tidak akan taat kepadamu selamanya. Dan jika kamu
diperangi, kami pasti akan menolongmu.' Allah bersaksi bahwa sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang dusta' (Al-Hashr: 11).
Jika janji orang
musyrik dalam diam - untuk bergabung dan menolong mereka serta keluar bersama
mereka jika mereka diusir - adalah kemunafikan dan kekufuran meskipun itu
adalah kebohongan, lalu bagaimana dengan orang yang menunjukkan hal itu kepada
mereka dengan jujur, masuk dalam ketaatan mereka, menyeru kepada mereka,
menolong mereka, tunduk kepada mereka, dan menjadi bagian dari mereka, serta
membantu mereka dengan harta dan pemikiran? Ini padahal orang-orang munafik
tidak melakukan itu kecuali karena takut terhadap bencana, seperti yang Allah SWT
firmankan:
'Maka kamu lihat
orang-orang dalam hati mereka ada penyakit, mereka bersegera di antara mereka,
mereka berkata: 'Kami khawatir jika bencana menimpa kami' (Al-Maidah:
52)."
[Baca : Nawaqidh
al-Iman al-Qawliyyah wal-Amaliyyah hal. 381, 383]
Dan jenis ini dari
al-muwālah, yaitu dukungan, bantuan dan pertolongan untuk
orang-orang kafir dalam melawan kaum Muslim, adalah maksud Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab dalam pembatal ke-Islam-an ini.
Beliau berargumen
dengan firman Allah:
﴿ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ﴾
"Dan
barangsiapa di antara kamu yang menjalin hubungan hangat dengan mereka, maka
sesungguhnya ia termasuk golongan mereka." [al-Maidah : 51]
Sudah dijelaskan
sebelumnya makna dari pembatal ini dalam masalah pertama, dan bahwa ini adalah
pintu yang besar. Siapa pun yang terjatuh di dalamnya, maka ia telah keluar
dari pintu yang tertinggi dan dari ikatan yang kuat serta berpaling dari jalan
yang lurus. Ini adalah pintu yang mengeluarkan dari agama Islam. Oleh karena
itu, haram untuk menjalin hubungan dengan orang-orang kafir atas kaum Muslim
dengan harta, jiwa, dan pendapat, meskipun di dalam hati tidak ada rasa cinta
dan kasih terhadap mereka.
Ibn Taymiyyah
berkata:
فَمَن قَفَزَ مِنْهُمْ إِلَى التَّتَارِ
كَانَ أَحَقَّ بِالْقِتَالِ مِنْ كَثِيرٍ مِنَ التَّتَارِ، فَإِنَّ التَّتَارَ فِيهِمْ
الْمُكْرَهُ وَغَيْرُ الْمُكْرَهِ، وَقَدِ استَقَرَّتِ السُّنَّةُ أَنَّ عُقُوبَةَ
الْمُرْتَدِّ أَعْظَمُ مِنْ عُقُوبَةِ الْكَافِرِ الْأَصْلِيِّ مِنْ وُجُوهٍ مُتَعَدِّدَةٍ.
"Siapa pun di
antara mereka yang melompat kepada orang-orang Tatar untuk bergabung dengannya,
maka ia lebih berhak untuk diperangi daripada banyak orang Tatar. Karena di
antara orang-orang Tatar terdapat yang dipaksa dan yang tidak dipaksa. Dan
telah ditetapkan bahwa hukuman bagi orang yang murtad lebih berat daripada
hukuman bagi orang kafir asli dari berbagai sudut." [Baca : Majmu'
Al-Fatawa (28/534 dan 28/530, 531) dan Majmu' Al-Fatawa Al-Misriyah hlm. (507,
508)
Ibnu Qayyim dalam
"Ahkam Ahl Al-Dhimmah" (1/67) mengatakan:
قَدْ حَكَمَ - اللهُ - وَلَا أَحْسَنَ
مِنْ حُكْمِهِ أَنَّ مَنْ تَوَلَّى الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى فَهُوَ مِنْهُمْ ﴿ وَمَن
يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ﴾
[المَائِدَة: 51] فَإِذَا كَانَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنْهُمْ بِنَصِّ الْقُرْآنِ
كَانَ لَهُمْ حُكْمُهُمْ.
"Allah telah
menetapkan hukum - dan tidak ada yang lebih baik dari hukum-Nya - bahwa
barangsiapa yang menjalin hubungan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka
dia termasuk golongan mereka.
'Dan barangsiapa
di antara kamu yang menjalin hubungan dengan mereka, maka sesungguhnya ia
termasuk golongan mereka.'
Jika para wali
mereka termasuk golongan mereka menurut teks Al-Qur'an, maka mereka memiliki
hukum yang sama."
Ibnu Hazm dalam
"Al-Muhalla" (11/35) mengatakan:
وَصَحَّ أَنَّ قَوْلَ اللَّهِ تَعَالَى:
﴿ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ﴾ [المَائِدَة: 51] " إِنَّمَا
هُوَ عَلَى ظَاهِرِهِ بِأَنَّهُ كَافِرٌ مِنْ جُمْلَةِ الْكُفَّارِ فَقَطْ، وَهَذَا
حَقٌّ لَا يَخْتَلِفُ فِيهِ اثْنَانِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ".
"Dan telah
shahih bahwa firman Allah: 'Dan barangsiapa di antara kamu yang menjalin
hubungan dengan mereka, maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka' [al-Maidah
:51] adalah sesuai dengan maknanya yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang
kafir dari kalangan orang-orang kafir saja. Ini adalah kebenaran yang tidak ada
perbedaan pendapat di antara dua orang Muslim."
Syeikh Sulaiman bin
Abdullah Alu asy-Syeikh berkata dalam pendahuluan kitab *Ad-Dala’il*:
" اِعْلَمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّ الإِنْسَانَ
إِذَا أَظْهَرَ لِلْمُشْرِكِينَ الْمُوَافَقَةَ عَلَى دِينِهِمْ خَوْفًا مِنْهُمْ،
وَمُدَارَاةً لَهُمْ، وَمُدَاهَنَةً لِدَفْعِ شَرِّهِمْ، فَإِنَّهُ كَافِرٌ مِثْلَهُمْ،
وَإِنْ كَانَ يَكْرَهُ دِينَهُمْ وَيَبْغَضُهُمْ وَيُحِبُّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ،
هَذَا إِذَا لَمْ يَقَعْ مِنْهُ إِلَّا ذَلِكَ، فَكَيْفَ إِذَا كَانَ فِي دَارِ مَنَعَةٍ
وَاسْتَدْعَى بِهِمْ وَدَخَلَ فِي طَاعَتِهِمْ وَأَظْهَرَ الْمُوَافَقَةَ عَلَى دِينِهِمُ
الْبَاطِلِ وَأَعَانَهُمْ عَلَيْهِ بِالنُّصْرَةِ وَالْمَالِ وَوَالَاهُمْ وَقَطَعَ
الْمُوَالَاةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، وَصَارَ مِنْ جُنُودِ الْقِبَابِ
وَالشِّرْكِ وَأَهْلِهَا بَعْدَ مَا كَانَ مِنْ جُنُودِ الإِخْلَاصِ وَالتَّوْحِيدِ
وَأَهْلِهِ فَإِنَّ هَذَا لَا يَشُكُّ مُسْلِمٌ أَنَّهُ كَافِرٌ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ
عَدَاوَةً لِلَّهِ تَعَالَى وَرَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا يُسْتَثْنَى
مِنْ ذَلِكَ إِلَّا الْمُكْرَهُ وَهُوَ: الَّذِي يَسْتَوْلِي عَلَيْهِ الْمُشْرِكُونَ
فَيَقُولُونَ لَهُ: اكْفُرْ أَوْ افْعَلْ كَذَا وَإِلَّا فَعَلْنَا بِكَ وَقَتَلْنَاكَ،
أَوْ يَأْخُذُونَهُ فَيُعَذِّبُونَهُ حَتَّى يُوَافِقَهُمْ فَيَجُوزُ لَهُ الْمُوَافَقَةُ
بِاللِّسَانِ مَعَ طُمَأْنِينَةِ الْقَلْبِ بِالإِيمَانِ."
"Ketahuilah,
semoga Allah merahmatimu, bahwa seseorang yang menampakkan persetujuan kepada
orang-orang musyrik atas agama mereka karena takut kepada mereka, atau karena
bersikap lunak dan pura-pura untuk menghindari keburukan mereka, maka dia kafir
seperti mereka, meskipun dia membenci agama mereka, memusuhi mereka, dan
mencintai Islam serta kaum Muslimin.
Ini berlaku jika
dia hanya melakukan hal tersebut. Bagaimana lagi jika dia berada di negeri yang
aman, memanggil mereka, masuk dalam ketaatan kepada mereka, menampakkan
persetujuan terhadap agama mereka yang batil, membantu mereka dengan dukungan
dan harta, serta menjadikan mereka sebagai sekutu sementara memutuskan
persaudaraan dengan kaum Muslimin?
Jika demikian, dan
dia menjadi bagian dari tentara yang mendukung kubah-kubah dan kemusyrikan
setelah sebelumnya berada di barisan tentara yang mendukung keikhlasan dan
tauhid, maka tidak ada Muslim yang meragukan bahwa dia adalah kafir yang paling
keras permusuhannya terhadap Allah Ta'ala dan Rasul-Nya ﷺ.
Kecuali orang yang
dipaksa, yaitu: orang yang ditawan oleh orang-orang musyrik dan mereka berkata
kepadanya, 'Kufurlah atau lakukan ini, jika tidak kami akan membunuhmu,' atau
mereka menangkapnya dan menyiksanya sampai dia menyetujui mereka. Maka dalam kondisi
seperti ini, diperbolehkan baginya untuk menyetujui mereka secara lisan
sementara hatinya tetap tenang dalam keimanan."
Syekh Abdullah bin
Humaid berkata:
"وَأَمَّا التَّوَلِّي: فَهُوَ إِكْرَامُهُمْ،
وَالثَّنَاءُ عَلَيْهِمْ، وَالنُّصْرَةُ لَهُمْ وَالْمُعَاوَنَةُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ،
وَالْمُعَاشَرَةُ، وَعَدَمُ الْبَرَاءَةِ مِنْهُمْ ظَاهِرًا، فَهَذِهِ رِدَّةٌ مِنْ
فَاعِلِهِ، يَجِبُ أَنْ تَجْرِيَ عَلَيْهِمْ أَحْكَامُ الْمُرْتَدِّينَ، كَمَا دَلَّ
عَلَى ذَلِكَ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَإِجْمَاعُ الأُمَّةِ الْمُقْتَدَى بِهِمْ."
"Adapun
*tawalli* adalah memuliakan mereka (orang-orang kafir), memuji mereka, membantu
mereka, serta bekerja sama melawan kaum Muslimin, bergaul dengan mereka, dan
tidak menunjukkan ketidakterikatan dengan mereka secara terang-terangan. Maka
ini adalah tindakan kemurtadan dari pelakunya, dan harus diberlakukan atas
mereka hukum-hukum bagi orang yang murtad, sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma' umat yang diikuti." [Lihat Ad-Durar
As-Saniyyah 15/479].
Syekh Muhammad
Al-Amin Asy-Syinqithi berkata dalam *Adhwa' Al-Bayan* (2/111) setelah
menyebutkan beberapa ayat yang melarang bertawalli dengan orang-orang kafir:
"وَيُفْهَمُ مِنْ ظَوَاهِرِ هَذِهِ الْآيَاتِ
أَنَّ مَنْ تَوَلَّى الْكُفَّارَ عَمْدًا وَاخْتِيَارًا رَغْبَةً فِيهِمْ أَنَّهُ كَافِرٌ
مِثْلَهُمْ."
"Dari makna
yang jelas dari ayat-ayat ini, dapat dipahami bahwa barang siapa yang
menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan sengaja dan atas pilihannya
sendiri karena kecenderungan terhadap mereka, maka dia adalah kafir seperti
mereka."
Syekh Bin Baaz
berkata dalam Fatawa-nya (1/274):
"وَقَدْ أَجْمَعَ عُلَمَاءُ الإِسْلَامِ
عَلَى أَنَّ مَنْ ظَاهَرَ الْكُفَّارَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَسَاعَدَهُمْ عَلَيْهِمْ
بِأَيِّ نَوْعٍ مِنَ الْمُسَاعَدَةِ فَهُوَ كَافِرٌ مِثْلَهُمْ، كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ
اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾ [المَائِدَة: 51]."
"Para ulama
Islam telah sepakat bahwa barang siapa yang secara terang-terangan berpihak
kepada orang-orang kafir melawan kaum Muslimin dan membantu mereka dengan cara
apapun, maka dia adalah kafir seperti mereka, sebagaimana Allah SWT berfirman:
'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi
dan Nasrani sebagai wali, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.
Barang siapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai wali, maka sesungguhnya
dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.' [QS. Al-Ma'idah: 51]."
===****===
HUKUM
MENGHADIRI KONFERENSI MEYEBARKAN FAHAM SEMUA AGAMA SAMA
Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih :
إِقَامَةُ الْمُنَظَّمَاتِ وَالْمُؤْتَمَرَاتِ
وَالْمُلْتَقَيَاتِ مِنْ أَجْلِ تَكْرِيرِ وَحْدَةِ الْأَدْيَانِ. وَإِزَالَةُ الْفَوَارِقِ
الْعَقَدِيَّةِ وَإِسْقَاطُ الْفَوَارِقِ الْأَسَاسِيَّةِ وَالْخِلَافِ بَيْنَ الْأَدْيَانِ،
مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ مُوَالَاةِ أَهْلِ الْكُفْرِ الَّتِي تُنَاقِضُ الْإِيمَانَ،
فَالدَّعْوَةُ إِلَى وَحْدَةِ الْأَدْيَانِ رِدَّةٌ ظَاهِرَةٌ عَنْ دِينِ الْإِسْلَامِ
وَتَكْذِيبٌ لِنَصِّ الْقُرْآنِ بِأَنَّ دِينَ الْإِسْلَامِ هُوَ الدِّينُ الْكَاْمِلُ
وَالَّذِي أَتَمَّ اللَّهُ لَنَا بِهِ النِّعْمَةَ وَرَضِيَهُ لَنَا دِينًا وَهُوَ
النَّاسِخُ لِمَا سَبَقَهُ مِنَ الْأَدْيَانِ الَّتِي اعْتَرَاهَا التَّبْدِيلُ وَالْتَّحْرِيفُ
كَالْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿ وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الْإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ ﴾ [آل عمران:85]. وَعَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ
أَنْ يُنَادَى بِوَحْدَةِ الْأَدْيَانِ كَدُعَاةِ الْعِلْمَانِيَّةِ وَالْلِّيبرَالِيَّةِ
الَّذِينَ يَهْدِفُونَ إِلَى إِزَالَةِ الْفَوَارِقِ مَعَ مَنْ سَمَّاهُمُ اللَّهُ
أَعْدَاءً لَنَا وَيُرِيدُونَ هَدْمَ دِينِنَا، وَلَا الدُّخُولَ فِي مُؤْتَمَرَاتِهِمْ
وَمَحَافِلِهِمْ بَلْ يَجِبُ نَبْذُهُمْ وَبَيَانُ أَفْكَارِهِمُ الْخَبِيثَةُ نُصْرَةً
لِلْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.
قَالَ الشَّيْخُ بَكْرٌ أَبُو زَيْدٍ
(فِي الْإِبْطَالِ لِنَظَرِيَّةِ الْخَلْطِ بَيْنَ دِينِ الْإِسْلَامِ وَغَيْرِهِ مِنَ
الْأَدْيَانِ ص36]: " وَخَلَاصَتُهُ أَنْ دَعْوَةَ الْمُسْلِمِ إِلَى تَوْحِيدِ
دِينِ الْإِسْلَامِ مَعَ غَيْرِهِ مِنَ الشَّرَائِعِ وَالْأَدْيَانِ الدَّائِرَةِ بَيْنَ
التَّحْرِيفِ وَالنَّسْخِ بِشَرِيعَةِ الْإِسْلَامِ: رِدَّةٌ ظَاهِرَةٌ وَكُفْرٌ صَرِيحٌ،
لِمَا تُعْلِنُهُ مِنْ نَقْضٍ جَرِيءٍ لِلْإِسْلَامِ أَصْلًا وَفَرْعًا، وَاعْتِقَادًا
وَعَمَلًا، وَهَذَا إِجْمَاعٌ لَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَحَلَّ خِلَافٍ بَيْنَ أَهْلِ
الْإِسْلَامِ ".
Pendirian
organisasi, konferensi, dan pertemuan untuk menetapkan persatuan agama serta
menghapus perbedaan akidah dan mengesampingkan perbedaan mendasar serta
perselisihan antara agama adalah salah satu bentuk besar dari Muwalah kepada
orang-orang kafir yang bertentangan dengan iman.
Seruan untuk
persatuan agama merupakan penolakan yang jelas terhadap agama Islam dan
merupakan pembangkangan terhadap ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa agama
Islam adalah agama yang sempurna, di mana Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya
kepada kita dan meridhoi Islam sebagai agama kita. Islam adalah agama yang
membatalkan agama-agama sebelumnya yang telah mengalami perubahan dan
penyimpangan, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, tidak dibenarkan
untuk menyerukan persatuan agama seperti yang dilakukan oleh para pendukung
sekularisme dan liberalisme yang bertujuan menghapus perbedaan dengan
orang-orang yang ingin meruntuhkan agama kita. Kita juga tidak boleh ikut serta
dalam konferensi dan pertemuan mereka, tetapi seharusnya kita menolak mereka
dan menjelaskan pemikiran jahat mereka sebagai bentuk pembelaan untuk Islam dan
umat Islam.
Sheikh Bakr Abu
Zaid berkata: "Intinya adalah bahwa seruan seorang Muslim untuk menyatukan
agama Islam dengan agama-agama lain yang berada di antara perubahan dan
pembatalan dengan syariat Islam adalah penolakan yang jelas dan kekufuran yang
nyata, karena ini merupakan pembangkangan yang berani terhadap Islam baik
secara prinsip maupun praktik. Ini adalah konsensus yang tidak boleh
diperdebatkan di antara umat Islam."
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ:
مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih]
0 Komentar