YANG MANA ? TOLERANSI ANTAR AGAMA ATAU SINKRETISME ?
Ditulis oleh Abu Haitsam Fakhry
KAJIAN NIDA AL-ISLAM
===
DAFTAR ISI :
- MAKNA TOLERANSI SECARA UMUM:
- MAKNA SINKRETISME SECARA UMUM:
- PENGARUH FILSAFAT PLATO YUNANI TERHADAP SINKRETISME
- TOLERANSI ANTAR AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM:
- TOLERANSI
YANG PERNAH DICONTOHKAN OLEH RASULULLAH ﷺ:
- HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIKETAHUI TENTANG TOLERANSI DALAM ISLAM:
- ANCAMAN ADZAB PEDIH ATAS SEORANG MUSLIM YANG MEMBUNUH KAFIR DZIMMI
- TOLERANSI ISLAM MENOLAK SINKRETISME :
- LARANGAN MEMILIKI RASA SIMPATI DAN CONDONG TERHADAP KEYAKINAN AGAMA KAFIR DAN PEMELUKNYA:
- LARANGAN MENYERUPAI ORANG KAFIR.
- PINTU DAN METODE SETAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA YANG PERLU DIWASPADAI.
- LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA.
- DIANTARA BISIKAN DAN PERBUATAN SETAN YANG HARUS DIJAUHI DAN DISELISIHI
- HUKUM ORGANISASI DAN KONFERENSI FAHAM SEMUA AGAMA SAMA
*****
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
====****===
MAKNA TOLERANSI SECARA UMUM:
Toleransi merupakan sikap yang
mengedepankan penghargaan, penghormatan, serta penerimaan terhadap perbedaan
yang ada di antara individu atau kelompok, baik dalam hal keyakinan, pandangan,
maupun kepercayaan.
Secara etimologis, istilah
"toleransi" berasal dari bahasa Latin "tolerare," yang
berarti bersabar dan menahan diri.
Toleransi memiliki banyak manfaat
penting, di antaranya:
1. Mempermudah terciptanya persatuan
di tengah keragaman.
2. Menghindari konflik dan perpecahan
sosial.
3. Mewujudkan kehidupan yang lebih
harmonis, nyaman, dan tenteram dalam keberagaman.
Salah satu bentuk penting dari
toleransi adalah toleransi beragama, yang mengacu pada sikap saling menghormati
dan menghargai antar penganut agama yang berbeda.
Beberapa contoh konkret dari toleransi
beragama meliputi:
- Tidak memaksakan keyakinan agama
kepada orang lain.
- Tidak menghina atau merendahkan
agama lain dalam kondisi apa pun.
Melalui penerapan toleransi,
masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai, meskipun dipenuhi dengan perbedaan
yang mendasar.
*****
MAKNA SINKRETISME SECARA UMUM
Sedangkan secara terminologis,
sinkretisme merupakan percampuran antara budaya dengan budaya yang berbeda,
percampuran antara satu agama dengan agama yang berbeda, dan percampuran antara
agama dengan filsafat yang hasilnya bisa melahirkan kebudayaan baru atau
kepercayaan baru. Pengertian ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Rick Brown
dalam Contextualization Without Syncretism.
Dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia disebutkan : “Paham (aliran) baru yg merupakan
perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian,
keseimbangan.”
Sinkretisme adalah faham atau
kelompok yang memadukan beberapa aliran atau kepercayaan yang saling
bertentangan, dengan tujuan untuk mencari keserasian atau keseimbangan.
Dalam konteks agama, sinkretisme
dapat diartikan sebagai sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan benar
atau salahnya suatu agama. Penganut sinkretisme memandang semua agama
adalah sama, semuanya baik dan benar.
Beberapa contoh bentuk gerakan sinkretisme :
Contoh
ke 1 :
di Eropa dan Amerika Utara, yaitu Gnosticisme (ahli makrifat dan ahli hikmah)
di Eropa yang mencampurkan antara filsafat Yunani, agama Yahudi dan agama
Kristen di Eropa dan Amerika Utara.
Sinkretisme Kristen dengan filsafat
terjadi berkisar pada Abad Pertengahan yang terbagi menjadi dua zaman. Kedua
zaman tersebut adalah :
Pertama, yaitu zaman patristik
yang berlangsung sejak abad 2 M sampai 7 M. Zaman ini ditandai dengan adanya
upaya para Bapak gereja untuk memperkuat dan membela ajaran Kristen dari orang
kafir dan serangan kelompok ahli bid’ah.
Kedua, yaitu zaman skolastik
yang yang dimulai sejak abad ke-9 M. Pada zaman ini ditandai dengan adanya
pemikiran filsafat dan teologis yang tidak hanya ada pada para tokoh Kristen
saja seperti pada zaman patristik, melainkan juga terdapat pada para pelajar
dari lingkungan kerajaan, para pelajar sekolah-katedral, kalangan universitas
dan ordo-ordo biarawan.
Contoh
ke 2 :
Di India, yaitu aliran Buddha Mahayana yang merupakan pencampuran antara ajaran
agama Budha dengan Hindu pemuja Dewa Syiwa.
Contoh
ke 3 : Salah
satu sekte dalam Islam, misalnya Islam Kebatinan, yaitu perpaduan antara ajaran
Islam dan Animisme. Kelompok ini meyakini bahwa roh-roh orang mati bisa
dihadirkan kapan saja, bahkan bisa bertemu dengannya serta melihatnya dengan
mata kepala dalam keadaan terjaga.
Contoh ke 4 : Di Indonesia, misal-nya adalah Islam Abangan, yaitu perpaduan antara
ajaran Islam dan kejawen
Diantara
tokoh sinkretisme adalah Sai Baba dari Shirdi yang juga dikenal
dengan nama Shirdi Baba di daerah Maharashtra India. Dia seorang tokoh mistikus
shufi sekaligus mahayogi yang ajarannya memadukan antara ajaran Islam aliran
Shufi dengan Hindu.
******
**PENGARUH FILSAFAT PLATO YUNANI TERHADAP
SINKRETISME**
Faham SYARIAT, MAKRIFAT, HAKIKAT dan AHLI HIKMAH telah ada dalam
filsafat agama dewa dewi Yunan, sekitar seribu tahun sebelum Nabi Muhammad ﷺ
diutus .
Dan sebenarnya kebanyakan penggunaan konsep-konsep takwil yang dibangun
diatas filsafat, itu berasal dari para pendukung Filsafat Platonisme moderen,
terutama Faylon, rahib dari kalangan Yahudi dan Origanus, pendeta dari kalangan
agama Kristen.
Dan adapun terbentuknya Filsafat Platonisme moderen adalah hasil sinkretisme
(perpaduan) antara filsafat Phitagoras, Plato dan Aristoteles, kemudian di
tambah dengan filsafat hinduisme. (Lihat : Tarikhul Fikril Arobi karya
DR. Umar Farroukh hal. 130).
Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang
filsuf dan matematikawan Yunani, secara spesifik dari Athena. Ia adalah penulis
philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah
tingkat tinggi pertama di dunia barat
Plato adalah salah satu dari para filosofi yang berpegang teguh pada
konsep ajaran rahasia secara sempurna (السِّرِّيَّة التَّامَّة)
dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang hakikat tingkat tinggi.
Dia selalu memaparkan satu pemikiran dengan ungkapan-ungkapan yang
berbeda-beda, dan menjadikan setiap ungkapannya makna-makna yang berbeda atau
makna-makna yang kontradiksi, khususnya jika berkenanaan dengan masalah-masalah
ketuhanan, maka dia menyebutkannya dengan ungkapan yang mustahil bisa di fahami
oleh setiap manusia khususnya oleh orang awam, dengan dalih dan alasan bahwa
cahaya yang mengalir dari HAKIKAT ini telah menyilaukan mata-mata orang-orang
awam, dan tidak mungkin bisa memahaminya kecuali bagi orang-orang pilihan
(KELAS KHUSUS) yang memiliki keistimewaan dalam menghayati dengan seksama, dan
itupun jika orang itu telah sampai pada tingkat kesempurnaan sesuai dengan
syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan jumlahnya.
Nampaknya Plato ini telah melakukan SINKRETISME ajaran para dukun atau tukang tenung
Mesir dan menyerap pengajaran-pengajaran sebagian para pendahulunya dari
kalangan para filosofi, baik pengajaran yang di dapatkan dengan cara rahasia
maupun yang dengan cara terbuka atau terang-terangan.
Untuk kelas yang pertama ini: dia mengajarkan kepada para pengikutnya (yang
berlevel KHUSUS) yang benar-benar telah memeluk madzhabnya,
pengajaran-pengajaran yang di sampaikan dengan cara SYAFAWI tidak tertulis, dia
ajarkan semuanya tanpa ada yang di sembunyikan.
Dan kelas yang kedua: kepada orang-orang umum (yang berlevel AWAM), maka
dia mengajarkan kitabnya yang TERTULIS kepada mereka. (Lihat: Dairotul
Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).
Pada tahun 231 M, AMONIUS telah berhasil mendirikan sekolah "AL-HIKMAH" di
sebuah lokasi yang di sebut Lisiyom, maka dia membagi jadwal waktu
pendidikannya seperti berikut ini:
Pertama: Kelas orang-orang khusus [kelas level
hakikat dan makrifat].
Setelah Dzuhur oleh Amonius digunakan untuk mengajar sahabat-sahabat
karibnya dari kalangan para pelajar dengan methode filsafat yang di rahasiakan.
Dan system pendidikan-pendidikan ini di namakan pendidikan " kelas khusus
".
Kedua: kelas orang-orang awam [Kelas dzohir
atau syariat]
Dan di waktu sore dia gunakan untuk mengajar orang-orang kebanyakan yang
umum, dia uraikan dan dia jelaskan pada mereka pelajaran-pelajaran yang
kandungannya lebih umum, dan pengajaran ini di namakan pendidikan " kelas
umum / awam ".
(Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 3/76,
penulis beragama Kristen).
Mereka para ahli
filsafat Yunani ini sangat mengkultuskan LOGIKA, namun sejatinya dan dalam
realitanya mereka itu para pemuja hawa nafsu dan khurafat kebathinan.
Menurut Plato mengalirnya kemakrifatan terhadap jiwa dari alam atas yang tinggi dengan
sendirinya, tanpa jiwa itu sendiri yang mencari dan menuntutnya. (Baca: Tarikhul Fikril
'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 132 – 134).
Murid-murid Plato dan para pendukung madzhabnya seperti Climent dan
Ariganus, mereka semua memiliki pengaruh yang betul-betul nyata di dalam
menyebarkan dan mengembangkan pemikiran-pemikiran Filsafat Platonisme Moderen
kepada aqidah-aqidah umat-umat lainnya seperti: Shabi'ah, Tsanawisme, Manawisme
dan lainnya.
Mereka-mereka ini di kenal dengan sebutan:
**AHLI MAKRIFAT (أَهْلُ الْعِرْفَانِ)**
Atau
**ORANG-ORANG MAKRIFAT DAN PARA GHONAUSHISME (العِرْفَانِيُّونَ وَالغَنُّوصِيُّونَ)**
Nama ini juga telah menjadi sebutan populer bagi sebuah madzhab yang
telah menyebar pada abad kedua dan abad ketiga Masehi, yaitu sebuah madzhab
yang mengajarkan: ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia agama. Mereka
mengajarkan bahwa seorang yang makrifat tidak akan pernah puas dan menerima
syariat agama yang dhahir dan nampak, melainkan harus menyelami ke dalam
bathinnya agar bisa makrifat (mengetahui) rahasia – rahasia nya. (Baca:
Al-Mu'jamul Falsafi, karya DR. Jamil Shaliiba 2/72).
Madzhab Filsafat ini telah menyertai pertumbuhan agama Kristen, dan
telah sampai pada puncak kejayaannya pada abad ke tiga Masehi. (Baca:
Tarikhul Fikril 'Aroby hal. 132 – 134).
Dan Madzhab Filsafat ini juga memiliki pengaruh sinkretisme yang kongkrit pada
aliran-aliran kepercayaan yang begitu banyak, termasuk pada sekte-sekte dalam
Kristen dan para agamawannya, terutama pada orang-orang yang sengaja berkedok
dengan agama Kristen seperti sekte Marquisme para pengikut Marqus. (Baca:
Al-Fihrist karya Ibnun Nadiim hal. 474).
Meskipun Gereja Kristiani telah berusaha memerangi dan melakukan
konfrontasi terhadap madzhab hasil sinkretisme ini serta membeberkan akan kesesatan
pemikiran-pemikirannya, namun justru agama Kristen ini malah kembali mengambil
dan mengadopsi banyak sekali unsur-unsur ajaran Ghonaushisme (Makrifat), bahkan
para peneliti yang memiliki keinginan kuat untuk memisahkan hubungan antara
Kristen dan Ghonaushisme mereka sendiri tidak mampu mengingkari akan adanya
beberapa sabda-sabda Yesus sendiri, begitu pula dalam riwayat-riwayat yang
terdapat di dalam Injil yang berada di tangan mereka, yang mungkin di terapkan
padanya takwil-takwil Simbolik dan rumusan (Romzi) yang bisa mendekatkan
hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme (Makrifat). Dan hal yang tidak di
ragukan lagi adalah unsur-unsur Ghonaushisme ini nampak banyak sekali di
ketemukan pada perkataan-perkataan Paulus dan lainnya dari kalangan para
pendahulu agamawan Kristen. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby karya DR. Umar
Faroukh hal. 143).
Salah satu bukti yang menunjukkan pengaruh sinkretisme Ghonaushisme (Makrifat) yang sangat kuat terhadap Kristen yaitu adanya suatu system atau konsep Ghonaushisme yang telah menjadi ketetapan, yang mana konsep ini belum pernah ada dalam tabiat ajaran Kristen ketika pertama hadir dan tumbuh di benua Asia, sehingga ajaran Kristen ini menjadi berubah setelah adanya sebagian orang-orang Ghonaushisme (Aliran Makrifat) berkata kepada orang-orang Kristen:
“Pembebasan itu tidak akan bisa sempurna kecuali dengan methode ilmu
Al-Hikmah, dan methode ini terdapat tiga martabat:
Pertama: Martabat para Ahli Makrifat dan pembebasannya dengan ilmu
Al-Hikmah.
Yang kedua: Martabat orang-orang beriman dan pembebasannya dengan
keimanan.
Yang ketiga: martabat orang-orang bodoh, mereka itu adalah orang-orang yang binasa yang bisa dipastikan. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shaliiba 2/76).
WAJIB BERBOHONG :
Menurut pandangan filsafat Platonisme Modern : bahwa ilmu "HAKIKAT"
dan orang yang telah sampai pada tingkatan Hakikat, tidak layak menyampaikannya
kecuali hanya kepada segelintir orang-orang KHUSUS dan TERTENTU, dan itupun
harus extra waspada dan terjaga ketat dan rapih, karena sesungguhnya telinga
orang-orang awam yang bodoh pada sisi ini tidak akan mampu mencerna konsep dan
kandungannya.
Dengan demikian menurut mereka orang yang bijak adalah orang yang tidak
membuka tabir tentang hakikat ini kepada setiap orang, bahkan orang yang bijak
adalah orang yang MAU BERBOHONG untuk merahasikan HAKIKAT ini, dengan alasan
karena rasa taqwa, kasih sayang dan kemanusiaan. (Baca: Al-Araa
Ad-diiniyah wal Falsafiyah karya Faylon al-Iskandari hal. 14).
Penulis Katakan : Ada kesamaan dengan sekelompok aliran faham
Hakikat di tanah Air. Kelompok ini hasil sinkretisme antara Islam dan filsafat kebatinan, yang bermanhaj bahwa seseorang yang sudah sampai
pada tingkatan hakikat, maka dia telah lepas dari kewajiban mengamalkan syariat.
Menurutnya bahwa Syariat hanya berlaku untuk orang awam. Adapun untuk kelas
Hakikat, maka syariat tidak berlaku atasnya, karena dia telah menyatu dengan
Allah SWT, dia bisa mendapatkan ilmu langsung dari-Nya (Ilmu Laduni). Terkadang
mengikrarkan bahwa dirinya adalah Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Arobi, Syeikh Siti Jenar, Fir’aun dan Namrud.
Ketika ahli hakikat ini meninggalkan shalat 5 waktu, maka dia wajib
berbohong kepada orang-orang awam bahwa dirinya shalat di Makkah atau di Baghdad-Iraq.
Dan ternyata faham berasal dari filsafat dewa dewi Yunan, telah ada sejak 1000 tahun sebelum Nabi ﷺ diutus.
===*****===
TOLERANSI ANTAR AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Makna toleransi dalam ajaran Islam
adalah sikap saling menghormati dan menghargai antar umat manusia, baik
Muslim maupun non-Muslim.
Islam tidak melarang umatnya bertoleransi dan berinteraksi dengan para pemeluk agama lainnya dalam bidang muamalah,
yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan , tolong-menolong dan bisnis . Misalnya
bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit,
bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa
musibah, kegiatan masyarakat lainnya dan kerjasama di
bidang usaha yang halal.
Toleransi dalam Islam juga berarti
tidak memaksa, tidak mencela, dan tidak menghina agama lain.
Allah SWT sendiri melarang
Nabi-Nya mencela dan mencaci orang kafir dan sesembahannya . Allah SWT berfirman :
﴿ وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن
دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ﴾
“Dan
janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu” (QS.
Al An’aam (6) : 108).
Ibnu Katsir berkata :
Allah SWT melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki
sembahan-sembahan orang-orang musyrik, padahal dalam makian itu mengandung
maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar
dari itu.
Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh
orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan
melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255) [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 3/314-315]
*****
**TOLERANSI YANG PERNAH DICONTOHKAN OLEH RASULULLAH ﷺ**
Diantaranya adalah sbb :
Pertama : ketika beliau menghormati jenazah
Yahudi yang lewat dihadapannya. Sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdullah
radhiyallahu ‘anhu :
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ
لِجَنَازَةِ يَهُودِيٍّ، حَتَّى تَوَارَتْ
"Nabi ﷺ dan para sahabatnya berdiri untuk jenazah seorang Yahudi hingga
jenazah itu hilang dari pandangan." [ "Diriwayatkan
oleh Muslim (960), An-Nasa'i (1928) dengan lafaz darinya, dan Ahmad
(14147)]."
Kedua : Rasulullah ﷺ
menganjurkan umatnya untuk menjawab salam
dari non muslim. Dalam riwayat yang disepakati Bukhori dan Muslim dari Anas
radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ
bersabda :
«إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ»
'Jika Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, maka jawablah: Wa
'alaikum.' [Shahih Al-Bukhari (6258), dan Shahih Muslim (2163)]."
Allah SWT berfirman :
﴿وَإِذَا
حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا﴾
“Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu”. [QS. An-Nisaa : 86]
Ibnu al-Qayyim berkata:
"وَاخْتَلَفُوا فِي وُجُوبِ
الرَّدِّ عَلَيْهِمْ فَالْجُمْهُورُ عَلَى وُجُوبِهِ وَهُوَ الصَّوَابُ" أ.هـ
"Para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban membalas salam
mereka (Ahli Kitab) dengan ucapan “wa’alaikum salam”. Mayoritas (jumhur) berpendapat
bahwa hal tersebut wajib, dan itulah pendapat yang benar." [Selesai. *Zad
al-Ma'ad* (2/425-426)].
Ibnu al-Qayyim juga berkata:
"فَلَوْ تَحَقَّقَ السَّامِعُ أَنَّ الذِّمِّيَّ قَالَ لَهُ
"سَلَامٌ عَلَيْكُمْ" لَا شَكَّ فِيهِ، فَهَلْ لَهُ أَنْ يَقُولَ وَعَلَيْكُمُ
السَّلَامُ أَوْ يَقْتَصِرَ عَلَى قَوْلِهِ وَعَلَيْكُمْ؟ فَالَّذِي تَقْتَضِيهِ الْأَدِلَّةُ
الشَّرْعِيَّةُ، وَقَوَاعِدُ الشَّرِيعَةِ: أَنْ يُقَالَ لَهُ: "وَعَلَيْكُمُ
السَّلَامُ"؛ فَإِنَّ هَذَا مِنْ بَابِ الْعَدْلِ، وَاللَّهُ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإِحْسَانِ... وَلَا يُنَافِي هَذَا شَيْئًا مِنْ أَحَادِيثِ الْبَابِ بِوَجْهٍ
مَا؛ فَإِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا أَمَرَ بِالِاقْتِصَارِ
عَلَى قَوْلِ الرَّادِّ "وَعَلَيْكُمْ" بِنَاءً عَلَى السَّبَبِ الْمَذْكُورِ
الَّذِي كَانُوا يَعْتَمِدُونَهُ فِي تَحِيَّتِهِمْ وَأَشَارَ إِلَيْهِ فِي حَدِيثِ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَقَالَ: "أَلَا تَرَيْنَنِي قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ
لَمَّا قَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُم
أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ".
قَالَ
تَعَالَى: ﴿وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ
اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا
نَقُولُ﴾.
فَإِذَا
زَالَ هَذَا السَّبَبُ وَقَالَ الْكِتَابِيُّ: "سَلَامٌ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللَّهِ"، فَالْعَدْلُ فِي التَّحِيَّةِ يَقْتَضِي أَنْ يُرَدَّ عَلَيْهِ نَظِيرُ
سَلَامِهِ. أ.هـ
"Jika pendengar yakin bahwa seorang dzimmi (non-Muslim yang
hidup di bawah perlindungan Islam) mengatakan 'Salamun 'alaikum' dengan pasti,
apakah ia boleh membalas dengan mengatakan 'Wa 'alaikum as-salam' atau cukup
dengan 'Wa 'alaikum'?
Berdasarkan dalil-dalil syar'i dan kaidah-kaidah syariah, yang
seharusnya dikatakan adalah 'Wa 'alaikum as-salam'; karena ini termasuk bentuk
keadilan, dan Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik.
Ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits-hadits tentang
masalah ini. Rasulullah hanya memerintahkan untuk membalas dengan 'Wa 'alaikum'
berdasarkan alasan yang dijelaskan terkait cara mereka (Ahli Kitab) mengucapkan
salam, sebagaimana beliau isyaratkan dalam hadits Aisyah:
'Tidakkah
kamu lihat aku mengatakan "Wa 'alaikum" ketika mereka mengatakan
"as-samu 'alaikum" (kematian atasmu).'
Kemudian beliau berkata: 'Jika Ahli Kitab memberi salam kepada
kalian, katakanlah: "Wa 'alaikum".'
Allah SWT berfirman:
﴿وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ
يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا
اللَّهُ بِمَا نَقُولُ﴾
‘Dan apabila mereka mendatangimu, mereka memberi salam dengan cara
yang tidak Allah ajarkan kepadamu dan berkata dalam hati mereka: "Mengapa
Allah tidak menghukum kita atas apa yang kita katakan?"
Maka, ketika sebab tersebut tidak ada, dan seorang Ahli Kitab
mengucapkan 'Salamun 'alaikum wa rahmatullah', keadilan dalam menjawab salam
mengharuskan untuk membalas dengan salam yang setara." [Kutipan Selesai. Baca
: *Ahkam Ahli adz-Dzimmah* (1/425-426)].
Ketiga : begitu juga Rosulullah ﷺ
bekerjasama dengan orang Yahudi Khaibar di bidang perkebunan .
Keempat : Rasulullah ﷺ
menjalin persekutuan dengan kabilah Khuza’ah yang masih musyrik, dan diantara
keduanya saling melindungi dan saling membela.
Kelima : Nabi SAW mengizinkan kaum musyrikin masuk tanah haram Makkah
berhajji dan berumrah serta masuk Mesjidil Haram untuk berthawaf. Hingga menjelang
haji Wada’ Nabi setelah turun ayat 28 al-Quran surat at-Taubah, yang berisi
larangan kaum musyrikin masuk Tanah Haram dan memasuki Mesjidil Haram :
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا
يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun
ini. [QS. At-Tawbah: 28]
Begitu pula Nabi SAW mengizinkan para delegasi Nasrani dari Najran
untuk beribadah di Mesjid Nabawi, hingga turun ayat larangan non muslim masuk
Tanah Haram dan setelah turun firman Allah :
﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا﴾
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kalian menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah. [QS. Jinn: 18]
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam "As-Sirah" (1/574),
melalui jalurnya oleh Ibnu Jarir At-Thabari dalam "Tafsirnya" (2/171),
dan Ats-Tsa'labi dalam tafsirnya "Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6), dari
Muhammad bin Ja'far bin Az-Zubair, ia berkata:
"
لَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الْمَدِينَةَ ، فَدَخَلُوا عَلَيْهِ مَسْجِدَهُ حَيْنَ صَلَّى الْعَصْرَ ،
عَلَيْهِمْ ثِيَابُ الْحِبَرَاتِ ، جُبَبٌ وَأَرْدِيَةٌ ، فِي جَمَالِ رِجَالِ
بَنِي الْحَارِثِ بْنِ كَعْبِ . قَالَ: يَقُولُ بَعْضُ مَنْ رَآهُمْ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمئِذٍ: مَا رَأَيْنَا
وَفْدًا مِثْلَهُمْ ، وَقَدْ حَانَتْ صَلَاتُهُمْ ، فَقَامُوا فِي مَسْجِدِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّونَ ، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوهُمْ ،
فَصَلَّوْا إلَى الْمَشْرِقِ ".
"Ketika mereka tiba di hadapan Rasulullah ﷺ
di Madinah, mereka masuk ke masjidnya setelah shalat Asar. Mereka mengenakan
pakaian berhiaskan kain-kain sutra, jubah, dan selendang, dengan keindahan
penampilan seperti para lelaki dari Bani Al-Harith bin Ka’b.
Dia berkata: Sebagian dari sahabat Nabi ﷺ
yang melihat mereka pada hari itu berkata: Kami belum pernah melihat delegasi
seperti mereka. Dan ketika waktu shalat mereka tiba, mereka berdiri di dalam
masjid Rasulullah ﷺ
untuk shalat. Maka Rasulullah ﷺ
berkata: ‘Biarkan mereka’, dan mereka pun shalat menghadap ke timur.”
**DERAJAT KESHAHIHAN HADITS:**
Semua riwayat hadits ini tidak ada yang shahih .
Pertama : **Riwayat ini terputus dan mu’dhal**, karena Muhammad bin
Ja’far bin Az-Zubair bin Al-Awwam termasuk dalam golongan tabi'ut tabi'in,
sehingga riwayatnya dari Nabi ﷺ
adalah mu’dhal (riwayat yang terputus dari beberapa perawi).
**Jalur kedua:** Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dalam tafsirnya
"Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6) melalui jalur Muhammad bin Marwan
As-Suddi, dari Al-Kalbi.
**Sanadnya rusak**, karena di dalamnya terdapat Muhammad bin Marwan
As-Suddi kecil, yang ditinggalkan (matruk) dan dituduh berdusta.
Imam Al-Bukhari mengatakan tentangnya dalam "Adh-Dhu’afa
As-Saghir" (340): "Para ulama meninggalkannya, dan tidak menulis
haditsnya sama sekali." Demikian juga An-Nasa’i dalam "Adh-Dhu’afa
wal Matrukun" (538): "Haditsnya ditinggalkan." Dan Abu Hatim
dalam "Al-Jarh wa Ta’dil" (8/86) mengatakan: "Haditsnya hilang
(dha’if) dan ditinggalkan, tidak ditulis sama sekali."
Ibnu Hibban dalam "Al-Majruhin" (2/286) mengatakan:
"Dia termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits palsu dari perawi yang
terpercaya, sehingga tidak halal menulis haditsnya kecuali untuk perbandingan,
dan tidak boleh dijadikan hujjah dalam keadaan apapun."
**Jalur ketiga:** Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dalam tafsirnya
"Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6), melalui jalur Abdullah bin Abi Ja’far
Ar-Razi, dari ayahnya, dari Ar-Rabi’ bin Anas.
**Sanad ini juga terputus dan lemah**, karena di dalamnya terdapat
Ar-Rabi' bin Anas, yang dikenal sebagai orang yang terpercaya (shaduq) dari
kalangan tabi'in, namun haditsnya mursal (terputus). Selain itu, riwayat
tersebut diriwayatkan darinya oleh Abu Ja’far Ar-Razi, dan riwayatnya dari
Ar-Rabi’ bin Anas dikenal lemah dan mudhthorib (kacau dan labil).
Ibnu Hibban dalam "Ats-Tsiqat" (4/228) dalam biografi
Ar-Rabi' bin Anas mengatakan: "Orang-orang menghindari haditsnya yang
diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Razi darinya, karena dalam riwayat tersebut
terdapat banyak idhtirab (kekacauan dan kelabilan)."
*****
**HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIKETAHUI TENTANG TOLERANSI DALAM ISLAM:**
Hal Pertama : toleransi dalam kehidupan
beragama (hidup berdampingan dengan agama lain).
Umat Islam dilarang memaksa pemeluk
agama lain untuk memeluk Islam. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah Swt
berfirman :
﴿لَا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾
“Tidak ada paksaan dalam agama
(Islam), (karena) sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah.
Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syetan atau apa saja yang disembah
selain Allah) dan berimana kepada Allah, sungguh dia telah berpegang kepada
buhulan tali yang kokoh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 256).
Dalam penjelasan ayat di atas, Islam
adalah agama hidayah Allah Swt, oleh karena itu tidak dibenarkan adanya paksaan
menganutnya. Apabila sudah menganutnya hendaklah melaksakan ajarannya.
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat
tersebut mejelaskan :
أَيْ:
لَا تُكْرِهُوا أَحَدًا عَلَى الدُّخُولِ فِي دِينِ الْإِسْلَامِ فَإِنَّهُ بَيِّنٌ
وَاضِحٌ جَلِيٌّ دَلَائِلُهُ وَبَرَاهِينُهُ لَا يَحْتَاجُ إِلَى أَنْ يُكْرَهَ أَحَدٌ
عَلَى الدُّخُولِ فِيهِ، بَلْ مَنْ هَدَاهُ اللَّهُ لِلْإِسْلَامِ وَشَرَحَ صَدْرَهُ
وَنَوَّرَ بَصِيرَتَهُ دَخَلَ فِيهِ عَلَى بَيِّنَةٍ، وَمَنْ أَعْمَى اللَّهُ قَلَبَهُ
وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَبَصَرِهِ فَإِنَّهُ لَا يُفِيدُهُ الدُّخُولُ فِي الدِّينِ
مُكْرَهًا مَقْسُورًا. وَقَدْ ذَكَرُوا أَنَّ سَبَبَ نُزُولِ هَذِهِ الْآيَةِ فِي قَوْمٍ
مِنَ الْأَنْصَارِ، وَإِنْ كَانَ حُكْمُهَا عَامًّا
**"Yakni: Janganlah kalian
memaksa seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam, karena agama Islam ini
sangat jelas, terang benderang, dan nyata dalil-dalil serta buktinya. Tidak
perlu ada paksaan bagi seseorang untuk masuk ke dalamnya. Sebaliknya, siapa
yang telah Allah beri petunjuk kepada Islam, Allah lapangkan dadanya, dan Allah
terangi penglihatannya, maka dia akan memasukinya dengan penuh keyakinan.
Sedangkan siapa yang Allah butakan
hatinya dan Allah tutup pendengaran serta penglihatannya, maka tidak ada
gunanya dia masuk agama dengan paksaan. Telah disebutkan bahwa sebab turunnya
ayat ini terkait dengan suatu kaum dari kalangan Anshar, meskipun hukumnya
bersifat umum."** [Tafsir Ibnu Katsir 1/682].
Lalu Ibnu Katsir berkata :
Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Anshar dari kalangan Bani
Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua
orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah
seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi ﷺ :
"Bolehkah aku memaksa keduanya
(untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak
mau kecuali hanya agama Nasrani."
Maka Allah menurunkan ayat ini
berkenaan dengan peristiwa tersebut. [Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir].
As-Saddi meriwayatkan pula hal yang
semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut:
“Keduanya telah masuk agama Nasrani
di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa zabib (anggur
kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu,
maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta
kepada Rasulullah ﷺ. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang kembali.
Maka turunlah ayat ini”.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf,
telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Hilal, dari Asbaq yang
menceritakan :
"Pada mulanya aku memeluk agama
mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia
selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia
membacakan firman-Nya: 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).'
(Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu masuk Islam,
niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi sebagian urusan
kaum muslim'." [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/682-683].
**Hal kedua : toleransi dalam
hubungan antar masyarakat dan bernegara:**
Dalam hal ini terdapat beberapa hal
konsep sikap toleransi yang harus ditunjukan umat Islam yakni diantaranya :
Kaum muslimin wajib tetap berbuat
adil walaupun terdapat nonmuslim dan dilarang mendholimi hak mereka.
Sebagaimana firman Allah swt :
﴿وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن
تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ﴾
“Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidil Haram, menyebabkan kamu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Al-Maidah : 2).
Orang-rang kafir yang tidak
menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin, diperbolehkan kaum
muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
mereka.
﴿لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ
وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ . إِنَّمَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم
مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن
يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾
“Allah tidak melarang kamu terhadap
orang yang tidak memerangi kamu pada agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negeri kamu, bahwa kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orag-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya hanya melarang kamu
terhadap orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengurisr kamu, bahwa kamu menjadikan
mereka teman. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai teman, maka mereka
itulah orang-orang yang dholim. (Qs Al-Mumtahanah : 8-9).
Dari tafsiran ayat tersebut, artinya
umat Islam diperbolehkan berbuat baik pada orang kafir selama mereka tidak
memusuhi umat Islam dan selama tidak melanggar prinsip-prinsip terpenting dalam
Islam. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Rasulullah ﷺ dalam jual beli.
Toleransi dalam Islam berlaku bagi
semua orang, termasuk sesama Muslim dan non-Muslim. Dan toleransi dalam
Islam tidak saling mengganggu ketika umat beragama menunaikan perintah
agamanya. Dan toleransi dalam Islam memiliki batasan, yaitu selama tidak
bertentangan dengan aqidah Islam dan syariat-nya.
ANCAMAN ADZAB PEDIH ATAS SEORANG
MUSLIM YANG MEMBUNUH KAFIR DZIMMI :
Seorang Muslim yang membunuh seorang
dzimmi diancam dengan ancaman yang sangat keras.
Nabi ﷺ bersabda:
«مَنْ
قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ
مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا»
"Barangsiapa yang membunuh orang
(non muslim) yang memiliki perjanjian (dengan kaum Muslimin), maka dia tidak
akan mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak
perjalanan empat puluh tahun." [HR. Bukhori no. 3166].
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam *Fath
al-Bari* 12/259 berkata:
الْمُرَادُ
بِهِ مَنْ لَهُ عَهْدٌ مَعَ الْمُسْلِمِينَ سَوَاءٌ كَانَ بِعَقْدِ جِزْيَةٍ أَوْ
هُدْنَةٍ مِنْ سُلْطَانٍ أَوْ أَمَانٍ مِنْ مُسْلِمٍ
'Yang dimaksud dengan orang yang
memiliki perjanjian di sini adalah siapa saja yang memiliki perjanjian dengan
kaum Muslimin, baik melalui perjanjian jizyah, perjanjian gencatan senjata
dengan penguasa, atau jaminan keamanan dari seorang Muslim.'”**
*****
**TOLERANSI ISLAM MENOLAK SINKRETISME**
Meskipun umat Islam diperintahkan untuk bertolensi dengan
agama-agama lain, namun demikian dalam
bertoleransi umat Islam tidak boleh mencampuradukkannya dalam masalah akidah dan syariat.
Akidah merupakan bagian esensial atau inti
dari suatu agama. Sementara Sinkretisme itu adalah
pencampur adukan beberapa ritual keagamaan yang berbeda.
Konsep terpenting dalam toleransi Islam
adalah menolak sinkretisme, yakni kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain
Islam adalah bathil. Allah swt berfirman :
﴿وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا
فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
“Barangsiapa yang mencari agama
selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya,
dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imron : 85).
Dan kebenaran itu hanya ada di agama
Allah Swt.
﴿الْحَقُّ
مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ﴾
“kebenaran itu datang dari Tuhanmu.
Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang bimbang (QS Albaqoroh :147).
Kaum mukmin derajat kemuliaannya dan
kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang non-muslim dan lebih tinggi
pula daripada orang-orang munafik (ahlul bid’ah). Allah Swt menegaskan yang
dalam firmanNya :
﴿وَلَا
تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ﴾
“Maka janganlah kalian bersikap lemah
dan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Ali-Imran: 139).
Pencampuradukkan
suatu ajaran agama dengan ajaran agama lain adalah perkara yang dilarang oleh
semua agama, terlebih dalam agama Islam karena sama dengan mencampuradukkan
antara kebenaran dengan kebatilan. Alloh ta’ala berfirman :
{ وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ
بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون }
“Janganlah
kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, sementara kalian
mengetahui-nya”. (Qs. Al-Baqoroh : 42)
Bahkan
sinkretisme menunjukkan bahwa orang yang menganutnya tidak lagi percaya dengan
kebenaran, tetapi hidup di antara keraguan. Sinkretisme juga termasuk upaya
mencampuradukkan ritual ibadah yang terlarang, sebagaimana firman Alloh ta’ala
:
{ فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا
أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا
أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ
بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ
يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ }
“Maka
karena itu serulah (manusia) dan beristiqomahlah sebagaimana kamu
diperintahkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan katakanlah :
“Aku
beriman kepada Kitab yang diturunkan oleh Alloh dan aku diperintah untuk
berlaku adil di antara kalian, Alloh adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian juga,
hanya bagi kami amal-amal kami dan hanya bagi kalian amal-amal kalian, tidak
ada lagi perbantahan di antara kami dengan kalian, Alloh Yang akan mengumpulkan
kita, dan hanya ke-pada-Nya tempat kembali.” (Qs. Asy-Syuro : 15)
Upaya
mencampuradukkan agama-agama adalah hal yang berlawanan dengan prinsip ajaran
Tauhid Islam. Oleh sebab itu agar tidak terjadi sinkretisme dalam
bertoleransi antar agama, maka Allah menurunkan Surah al-Kafirun sebagai pedoman
dalam bertoleransi.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
{ قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ . لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ . وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ }
Artinya : Katakanlah:
"Wahai orang-orang kafir . Aku tidak akan menyembah apa yang kalian
sembah. Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidaklah menjadi penyembah apa yang kalian sembah .
Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah .
Bagi kalian agama kalian, dan bagi ku agama ku . " [QS. al-Kafirun : 1 - 6]
Makna dari ayat-ayatnya menunjukan
keluasan ajaran Islam tidak memaksakan Islam kepada orang lain, masing-masing
melaksanakan tuntutan agamanya dan tidak mencampuradukan ajaran agama satu
dengan yang lainnya.
Sebab Turun nya Surat Al-Kafirun :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ
قُرَيْشًا وَعَدُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعْطُوهُ
مَالًا فَيَكُونَ أَغْنَى رَجُلٍ بِمَكَّةَ، وَيُزَوِّجُوهُ مَا أَرَادَ مِنَ النِّسَاءِ،
وَيَطَئُوا عَقِبَهُ، فَقَالُوا لَهُ: هَذَا لَكَ عِنْدَنَا يَا مُحَمَّدُ، وَكَفَّ
عَنْ شَتْمِ آلِهَتِنَا، فَلَا تَذْكُرْهَا بِسُوءٍ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ، فَإِنَّا
نَعْرِضُ عَلَيْكَ خَصْلَةً وَاحِدَةً، فَهِيَ لَكَ وَلَنَا فِيهَا صَلَاحٌ. قَالَ:
"مَا هِيَ؟" قَالُوا: تَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً: اللَّاتَ وَالْعُزَّى،
وَنَعْبُدُ إِلَاهَكَ سَنَةً. قَالَ: "حَتَّى أَنْظُرَ مَا يَأْتِي مِنْ عِنْدِ
رَبِّي". فَجَاءَ الْوَحْيُ مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ: (قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ) السُّورَةَ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ: (قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِي
أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ) ... إِلَى قَوْلِهِ: (فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ).
“Bahwasanya orang - orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah ﷺ
untuk memberikan sejumlah harta kepada beliau, sehingga beliau akan menjadi
orang yang paling kaya di Makkah, menikahkan beliau dengan wanita mana saja
yang beliau inginkan, dan mereka patuhi beliau sebagai pemimpin.
Mereka berkata : "Ini untuk mu disisi kami, wahai Muhammad.
Dan berhentilah engkau dari mencela tuhan-tuhan kami, dan janganlah engkau
menjelek-jelekkan nya. Tapi jika engkau tidak mau, kami tawarkan kepada mu satu
tawaran yaitu tawaran yang mengandung kebaikan bagi mu dan bagi kami."
Beliau ﷺ
bertanya : "Apa itu?" Mereka (orang kafir) itu berkata: "Engkau
menyembah Tuhan - Tuhan kami yakni Lata dan Uzza selama setahun, dan kami pun
akan menyembah Tuhan mu selama setahun pula. Beliau ﷺ bersabda :
(( حَتَّى أَنْظُرَ مَايَأْتِيْ
مِنْ عِنْدَ رَبِّي ))
"Tunggu sampai aku melihat apa yang datang dari sisi Tuhan
ku."
Lalu turunlah wahyu dari Lauh Mahfuzh : (Katakanlah : Wahai orang -
orang kafir" (Surat Al-Kafirun)”.
Dan Allah menurunkan wahyu :
﴿قُلْ
أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ . وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ . بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ
الشَّاكِرِينَ ﴾
Katakanlah: "Maka apakah kamu
menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang jahil (tidak
berpengetahuan)?
Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi.
Karena itu, maka hendaklah Allah saja
kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". [QS.
Az-Zumar : 64-66]
Surah al-Kafirun telah menjawab
kompromi yang diajukan oleh orang-orang kafir. Jawabannya itu adalah : melarang
umat Islam mencampuradukkan akidah dan keimanan Islam dengan ajaran agama lain.
Memang benar Islam menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah
menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal
toleransi.
**Kesimpulan Kandungan Surah
al-Kafirun**:
Pertama : yaitu ikrar kemurnian
tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu,
Allah Azza wa Jalla melarang hamba-Nya mencampur adukkan akidah dan keimanan
yang ia anut dengan keyakinan umat lain.
Kandungan kedua : adalah ikrar
penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah Swt.
yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Dan dalam surat al-An’am Allah
berfirman :
{ الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ }
Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
Al-An'am : 82)
Dalam hadist ‘Abdullah (bin Mas’ud) , beliau
berkata :
" لَمَّا نَزَلَتِ : { الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } ، قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ : أَيُّـنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ : { إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ } ".
Artinya : “ketika turun ayat : [ ‘Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman’
(al-An’aam: 82)], berkata sahabat-sahabat Rosululloh ﷺ : ‘Siapakah gerangan di antara kita yang tidak pernah
menganiaya dirinya?’ lalu Allah menurunkan ayat [‘Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kedzaliman yang
besar.’ (Luqman: 13)] (HR. Imam Al-Bukhory
no. 3245 , 3246 , 4353, 4498, 6520, 6538 )
Shahabat yg mulia bernama Jabir bin
Abdillah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى النَّبِيَّ ﷺ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ
مِنْ بَعْضِ أهل الْكُتُبِ. فَقَرَأَهُ النَّبِيُ ﷺ فَغَضِبَ فَقَالَ: (( أَمُتَهَوِّكُوْنَ
فِيْهَا، يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ
بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ
بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ، وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عليه السلام كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ
يَتَّبِعَنِي )).
“Umar ibnul Khaththab radhiyallahu
‘anhu datang kepada Nabi ﷺ
dengan membawa sebuah kitab yg diperoleh dari sebagian ahlul kitab. Nabi ﷺ
pun membaca lalu beliau marah seraya bersabda:
“Apakah engkau termasuk orang
yg bingung wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya
sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yg putih bersih.
Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahli kitab) maka kemudian
mereka mengabarkan al-haq kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq
tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan
kebatilan tersebut. Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya seandai Musa
‘alaihis salam masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali dengan
mengikuti aku.”
Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad
dlm Musnad- 3/387 dan Ad-Darimi dlm muqaddimah kitab Sunan- no. 436.
Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim
Asy-Syaibani dlm kitab As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul
hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
dalam Dzilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589.
Begitu juga menurut Abdur Rahman
Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan
Al-Harwi dan lainnya).
Dalam riwayat Ad-Darimi hadits di
atas datang dengan lafadz:
أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى رَسُوْلَ اللهَ ﷺ بِنُسْخَةٍ مِنَ
التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذِهِ نُسْخَةٌ مِنَ التَّوْرَاةِ.
فَسَكَتَ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ يَتَغَيَّرُ. فَقَالَ
أَبُوْ بَكْرٍ: ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ ، مَا تَرى مَا بِوَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ
ﷺ. فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
غَضَبِ اللهِ وَغَضَبِ رَسُوْلِهِ ﷺ، رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ
دِيْنًا وَبِحُمَّدٍ نَبِيًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ:
((
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَالَكُم مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ
وَتَرَكْتُمُوْنِي، لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيْلِ، وَلَو كَانَ حَيًّا
وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَتَّبَعَنِيْ )).
‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu
‘anhu datang kepada Rasulullah ﷺ
dengan membawa salinan dari kitab Taurat.
Ia berkata: “Ya Rasulullah ini
salinan dari kitab Taurat.”
Rasulullah ﷺ
diam lalu mulailah ‘Umar membaca dlm keadaan wajah beliau ﷺ
berubah. Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: “Betapa ibumu
kehilangan kamu tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah ﷺ
?”
Umar melihat wajah Rasulullah ﷺ
maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan
Rasul-Nya. Kami ridha Allah sebagai Rabb kami Islam sebagai agama kami dan
Muhammad sebagai Nabi kami.”
Rasulullah ﷺ
berkata: “Demi Dzat yg jiwa Muhammad berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis
salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikuti dan meninggalkan aku sungguh
kalian telah sesat dari jalan yg lurus. Seandai Musa masih hidup dan ia menemui
masa kenabianku niscaya ia akan mengikutiku.”
Dalam Hadits diatas terdapat
pengertian sebagai berikut:
Pertama : Rasulullah ﷺ heran
adanya orang yang mulai mencari petunjuk kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah
sedangkan beliau masih hidup. Termasuk tuntutan iman kepada Al-Quran dan
As-Sunnah adalah meyakini bahwa petunjuk itu adanya hanyalah pada keduanya
(Al-Quran dan As-Sunnah) itu.
Kedua : Rasulullah ﷺ telah
membawa agama yang suci murni, tidak dikaburkan oleh pembuat kekaburan berupa
perubahan, penggantian, atau penyelewengan. Sedang para sahabat menerima agama Islam
itu dengan utuh dan murni. Maka bagaimana mungkin mereka akan berpaling
darinya dan mencari petunjuk kepada hal-hal yang menyerupai penyelewengan,
penggantian, dan penambahan serta pengurangan ?
Ketiga : bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam sendiri yang diturunkan kepadanya
Kitab Taurat seandainya dia masih hidup pasti dia wajib mengikuti Rasul ﷺ,
dan meninggalkan syari’at yang telah dia sampaikan kepada manusia.
Hadits ini adalah pokok mengenai
penjelasan manhaj (pola) Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh seorangpun mencari
petunjuk kepada ajaran yang tidak dibawa oleh Rasulullah ﷺ
apalagi mengamalkannya atau mencampuradukannya walaupun dulunya termasuk
syari’at yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla atas salah satu nabi yang
dahulu
dan tidak ada unsur
kesyirikan di dalamnya .
Bahkan umat Islam tidak boleh
mengamalkan syariat yang pernah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ
tapi sudah di mansukh alias di hapus hukumnya seperti syariat arah qiblat dalam
shalat yang sebelumnya Rosulullah ﷺ
dan kaum Muslimin selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah kiblatnya
ke Baitul Maqdis , setelah itu Allah menghapus dan menggantinya ke arah Ka’bah
Masjidil Haram Makkah .
Dari semua keterangan yang tersebut
di atas , maka semakin yakin akan larangan sinkretisme atau mengamalkan tradisi
, budaya , adat istiadat , ritual kesyirikan agama dewa – dewi hindu budha dan
lainnya . Allah Azza wa Jalla berfirman :
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ .
فَإِنْ
زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ }
“ Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah setan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi
jika kamu menyimpang (dari jalan Allâh) sesudah datang kepadamu bukti-bukti
kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
“. [QS. al-Baqarah : 208-209].
Maksudnya, kata Imam Ibnu Katsir
rahimahullah:
“Kerjakanlah seluruh amal ketaatan
dan hindarilah oleh kalian semua yang dibisikkan setan kepada kalian. Karena,
“Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan
mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui" (al-Baqarah/2:169),
dan “karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya
mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Fâthir :6).
Mutharrif berkata, “Makhluk Allâh
yang paling ampuh tipu muslihatnya terhadap hamba Allâh adalah setan”.
Selanjutnya, pada ayat berikutnya
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
{
فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ }
“ Tetapi jika kamu menyimpang (dari
jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran “.
Seseorang yang tidak taat kepada
Allâh Azza wa Jalla , hakikatnya ia justru terjerumus ke dalam perbuatan yang
buruk, yaitu mempertuhankan dan mendewakan hawa nafsunya, sehingga menyeretnya
kepada kehinaan, kenistaan dan kesengsaraan hakiki. Realitas ini harus disadari
oleh setiap Mukmin yang berharap keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Seseorang yang beriman kepada Allâh
Azza wa Jalla tidak sepantasnya menjadikan hawa nafsunya sebagai
"tuhan" yang ditaati. Maksudnya, jika satu perintah sesuai dengan
keinginannya, maka ia akan menjalankannya. Bila satu aturan tidak sejalan
dengan hawa nafsunya, ia pun menolak menaatinya. Mestinya, hawa nafsunya harus
tunduk patuh kepada aturan agama (Islam), dan mengerjakan amalan kebajikan yang
berada dalam jangkauan kemampuannya. Adapun perintah-perintah yang belum
sanggup untuk menjalankannya, maka hendaklah ia mematuhi dan menanamkan niat
untuk menjalankannya, sehingga ia mendapatkan pahala dengan niatnya itu.
Seorang hamba yang telah mengetahui
al-haq, namun kemudian membencinya, maka orang yang seperti ini pantas
mendapatkan perlakuan dari Allâh Azza wa Jalla untuk semakin dijauhkan dari
kebenaran dan kemudian ditambah kesesatannya. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
{
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ }
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran),
Allâh memalingkan hati mereka. [QS. ash-Shaff :5].
Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di
rahimahullah berkata, “Orang yang membenci al-haqq dan justru berjalan
mengikuti hawa nafsunya, pantaslah Allâh Azza wa Jalla menambahkan kesesatan
untuknya”.
Cermati pula perkataan Abu Bakr
Ash-Shiddîq radhiyallahu ‘anhu berikut ini :
“Aku khawatir akan menjadi orang yang
sesat (menyimpang) bila aku tinggalkan sesuatu dari petunjuk Rasûlullâh ﷺ
“.
Syaikh Hamd bin Ibrâhîm al-‘Utsmân
mengatakan :
“Dengan demikian (melalui ayat ini),
dapat diketahui kesalahan orang-orang yang berada di atas manhaj-manhaj yang
tidak berdiri di atas al-haq. Mereka memperlakukan syariat sesuai dengan
kehendak sendiri, menjalankan sebagian petunjuk syariat dan berpaling dari
petunjuk syariat lainnya yang dianggapnya qusyûr (kulit), atau masalah cabang
yang tidak ada urgensi dan kepentingannya. Demikian dalih mereka".
Allâh Ta’ala mengingatkan:
{
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ }
Apakah kamu beriman kepada sebagian
al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? [QS. al-Baqarah :
85].[16]
Setandar yang benar Keimanan dan keIslamann
kita umat Islam harus merujuk kepada Nabi Muhammad ﷺ
dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum . Allah Azza wa Jalla berfirman :
{
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا
فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ
اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ}
“ Maka jika mereka beriman dengan
keimanan yang sama seperti yang kalian beriman kepadanya , maka sungguh mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam
permusuhan. Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui “. (QS. al-Baqarah : 137)
Dan lebih tegas lagi Allah Azza wa Jalla
berfirman :
{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ }
Artinya : Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: "Taatilah
Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali 'Imran : 31-32 ).
Hanya manhaj Nabi ﷺ yang benar dan wajib diikuti seperti yang Allah Azza wa Jalla
tegaskan dalam firman-Nya :
{ قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ
أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ }
Artinya : Katakanlah:
"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS. Yusuf : 108 ).
Dalam firman-Nya yang lain :
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
Artinya : Dan
bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An'am : 153 ).
Dalam menafsirkan ayat ini Abdullah bin Masud
radhiyallahu ‘anhu berkata :
خَطَّ رَسُولُ اللهِ
خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا سَبِيلُ اللهِ مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ
عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذِهِ السُّبُلُ لَيْسَ مِنْهَا
سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}.
" Rosulullah ﷺ
menggaris sebuah garis dengan tangannya , kemudian beliau bersabda : "Ini
adalah jalan Allah yang lurus ".
Dan beliau ﷺ
memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri , kemudian beliau bersabda : "
Jalan-jalan ini , tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tersebut kecuali disana ada syetan yang
memanggil-manggil untuk melaluinya ".
Kemudian beliau ﷺ
membaca ayat yang artinya : " Dan bahwa (yang
Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya
". ( HR. Ahmad dan Hakim . Hakim berkata : Sanad nya Sahih ) .
*****
**LARANGAN BERSIMPATI DAN CONDONG TERHADAP AJARAN AGAMA KAFIR DAN PEMELUKNYA**
Allah Ta'ala berfirman:
﴿وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ
تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا (٧٤) إِذًا لَأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ
الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا (٧٥)﴾
"Dan sekiranya Kami tidak meneguhkan hatimu, niscaya kamu
hampir saja condong sedikit kepada mereka. Jika terjadi demikian, niscaya Kami
akan menimpakan kepadamu rasa (siksaan) dua kali lipat di dunia ini dan dua
kali lipat setelah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun
untuk melawan Kami." (Al-Isra: 74-75).
Allah juga berfirman:
﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ
لَا تُنْصَرُونَ (١١٣)﴾
"Dan janganlah kalian cenderung
kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan
sekali-kali kalian tidak mempunyai pelindung selain Allah, kemudian kalian
tidak akan diberi pertolongan." (Hud: 113).
Al-Qurtubi berkata:
{وَلاَ تَرْكَنُواْ} الرُّكُونُ
حَقيقَةُ الِاسْتِنادِ وَالاعْتِمادِ وَالسُّكونِ إِلَى الشَّيْءِ وَالرِّضا بِهِ،
قالَ قَتادَةُ: مَعْناهُ: لا تُوَدُّوهُمْ وَلا تُطيعُوهُمْ. اِبْنُ جُرَيْجٍ: لا
تَميلُوا إِلَيْهِمْ. أَبُو الْعالِيَةِ: لا تَرْضَوْا أَعْمالَهُمْ. وَكُلُّهُ
مُتَقارِبٌ. وَقالَ اِبْنُ زَيْدٍ: الرُّكُونُ هُنا الإِدْهانُ، وَذَلِكَ أَلّا
يُنْكِرَ عَلَيْهِمْ كُفْرَهُمْ. وَقَوْلُهُ تَعالى: {إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ}
قِيلَ: أَهْلُ الشِّرْكِ، وَقِيلَ: عامَّةٌ فيهِمْ وَفي الْعُصاةِ... وَهذا هُوَ
الصَّحيحُ في مَعْنى الآيَةِ، وَأَنَّها دالَّةٌ عَلى هِجْرانِ أَهْلِ الْكُفْرِ
وَالْمَعاصِي مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ وَغَيْرِهِمْ، فَإِنَّ صُحْبَتَهُمْ كُفْرٌ
أَوْ مَعْصِيَةٌ، إِذِ الصُّحْبَةُ لا تَكُونُ إِلّا عَنْ مَوَدَّةٍ.
“Firman Allah: ‘Dan janganlah kalian
condong (cenderung)’ maksudnya adalah benar-benar bersandar, bergantung, dan
merasa nyaman dengan mereka.
Qatadah berkata: ‘Maknanya, janganlah
kalian mencintai mereka dan menaati mereka.’
Ibnu Juraij berkata: ‘Janganlah kalian
condong kepada mereka.’
Abu Al-‘Aliyah berkata: ‘Janganlah
kalian ridha dengan amal-amal mereka.’ Semua ini memiliki makna yang serupa.
Ibnu Zaid berkata: ‘Kecenderungan yang
dimaksud adalah kompromi, yaitu tidak menolak kekufuran mereka.’
Adapun firman Allah: ‘kepada orang-orang
yang zalim’ dikatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang musyrik, namun
bisa juga berarti umum, mencakup mereka dan pelaku maksiat.
Dan ini adalah pendapat yang benar dalam
menafsirkan ayat ini, yang menunjukkan kewajiban menjauhi orang-orang kafir dan
pelaku maksiat, termasuk ahli bid'ah dan lainnya, karena berteman dengan mereka
adalah kekufuran atau maksiat, sebab pertemanan tidak akan terjadi kecuali
karena rasa kasih sayang.” (Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an (9/108)).
*****
**LARANGAN MENYERUPAI ORANG KAFIR**
Umat Islam diperintahakn untuk menjauhkan diri dari menyerupai orang-orang
kafir dalam tindakan yang terlihat:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan
mereka.”
[HR. Abu Dawud (4031) dengan lafaz ini, dan oleh Ahmad (5114). Dinyatakan
shahih oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
إنَّ اللَّهَ
تَعَالَى جَبَلَ بَنِي آدَمَ بَلْ سَائِرَ الْمَخْلُوقَاتِ عَلَى التَّفَاعُلِ
بَيْنَ الشَّيْئَيْنِ الْمُتَشَابِهَيْنِ، وَكُلَّمَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ
أَكْثَرَ كَانَ التَّفَاعُلُ فِي الْأَخْلَاقِ وَالصِّفَاتِ أَتَمَّ، حَتَّى
يُؤَوِّلَ الْأَمْرُ إِلَى أَنْ لَا يَتَمَيَّزَ أَحَدُهُمَا عَنْ الْآخَرِ إِلَّا
بِالْعَيْنِ فَقَط... فَالْمُشَابَهَةُ وَالْمُشَاكَلَةُ فِي الْأُمُورِ
الظَّاهِرَةِ تُوجِبُ مُشَابَهَةً وَمُشَاكَلَةً فِي الْأُمُورِ الْبَاطِنَةِ
عَلَى وَجْهِ الْمِسَارَقَةِ وَالتَّدْرِيجِ الْخَفِيِّ... وَإِنَّ الْمُشَابَهَةَ
فِي الظَّاهِرِ تَوْرِثُ نَوْعَ مَوَدَّةٍ وَمَحَبَّةٍ وَمُوَالَاة فِي
الْبَاطِنِ، كَمَا أَنَّ الْمَحَبَّةَ فِي الْبَاطِنِ تَوْرِثُ الْمُشَابَهَةَ فِي
الظَّاهِرِ، وَهَذَا أَمْرٌ يَشْهَدُ بِهِ الْحَسُّ وَالتَّجْرِبَةُ حَتَّى إِنَّ
الرَّجُلَيْنِ إِذَا كَانَا مِنْ بَلَدٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اجْتَمَعَا فِي دَارِ
غُرْبَةٍ كَانَ بَيْنَهُمَا مِنَ الْمَوَدَّةِ وَالْائْتِلَافِ أَمْرٌ عَظِيمٌ،
وَإِنْ كَانَا فِي مَصْرِهِمَا لَمْ يَكُونَا مُتَعَارِفَيْنِ، أَوْ كَانَا
مُتَهَاجِرَيْنِ، وَذَاكَ لِأَنَّ الِاشْتِرَاكَ فِي الْبَلَدِ نَوْعٌ وَصَفٌّ
اخْتَصَّا بِهِ عَنْ بَلَدِ الْغُرْبَةِ... وَكَذَلِكَ تَجِدُ أَرْبَابَ
الصِّنَاعَاتِ الدُّنْيَوِيَّةِ يَأْلَفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا مَا لَا يَأْلَفُونَ
غَيْرَهُمْ حَتَّى إِنَّ ذَلِكَ يَكُونُ مَعَ الْمُعَادَاةِ وَالْمُحَارَبَةِ،
إِمَّا عَلَى الْمَلِكِ، وَإِمَّا عَلَى الدِّينِ... وَتَجِدُ الْمُلُوكَ
وَنَحْوَهُمْ مِنَ الرُّؤَسَاءِ وَإِنْ تَبَاعَدَتْ دِيَارُهُمْ وَمَمَالِكُهُمْ
بَيْنَهُم مُنَاسَبَةٌ تَوْرِثُ مُشَابَهَةً وَرِعَايَةً مِنْ بَعْضِهِمْ
لِبَعْضٍ، وَهَذَا كُلُّهُ مُوجَبٌ الطِّبَاعِ وَمُقْتَضَاهُ، إِلَّا أَنْ
يُمْنَعَ مِنْ ذَلِكَ دِينٌ أَوْ غَرَضٌ خَاصٌّ. فَإِذَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ
فِي أُمُورٍ دُنْيَوِيَّةٍ تَوْرِثُ الْمَحَبَّةَ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ، فَكَيْفَ
بِالْمُشَابَهَةِ فِي أُمُورٍ دِينِيَّةٍ؟! فَإِنَّ إِفْضَاءَهَا إِلَى نَوْعٍ
مِنَ الْمُوَالَاة أَكْثَرُ وَأَشَدُّ، وَالْمَحَبَّةُ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ
تُنَافِي الْإِيمَانَ.
“Sesungguhnya Allah SWT menciptakan anak Adam dan semua makhluk lainnya
untuk saling berinteraksi antara dua hal yang mirip. Semakin besar kesamaan
antara dua hal tersebut, semakin sempurna interaksi dalam akhlak dan sifat,
sampai akhirnya tidak ada perbedaan antara keduanya kecuali dengan pandangan
saja. Oleh karena itu, kesamaan dan keserupaan dalam hal-hal yang terlihat
menyebabkan kesamaan dan keserupaan dalam hal-hal yang tersembunyi dengan cara
yang halus dan bertahap.
Kesamaan dalam hal yang terlihat akan melahirkan cinta dan kasih sayang
serta dukungan dalam hati, seperti halnya cinta di dalam hati akan melahirkan
kesamaan di luar. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman dan pengamatan; bahkan
jika dua orang berasal dari daerah yang sama dan kemudian bertemu di tempat
perantauan, akan ada rasa kasih sayang dan persatuan yang besar di antara
mereka, meskipun sebelumnya di daerah asal mereka tidak saling mengenal atau
bahkan bermusuhan. Ini karena kesamaan di daerah merupakan jenis sifat yang
khusus mereka miliki dibandingkan dengan daerah perantauan.
Demikian juga, para pengrajin di dunia ini saling mengenal satu sama lain
dengan cara yang tidak mereka lakukan dengan orang lain, bahkan jika ada
permusuhan atau pertikaian, baik itu terkait kekuasaan maupun agama.
Dan kamu akan menemukan para raja dan sejenisnya dari para pemimpin,
meskipun negeri dan kerajaan mereka terpisah, tetap ada hubungan yang
melahirkan kesamaan dan perhatian di antara mereka.
Semua ini merupakan hasil dari sifat dan kebiasaan, kecuali jika ada agama
atau tujuan khusus yang menghalanginya. Jika kesamaan dalam hal duniawi saja
sudah melahirkan cinta dan dukungan, maka bagaimana dengan kesamaan dalam hal
agama? Karena kesamaan dalam hal agama akan lebih mengarah pada dukungan dan
cinta yang lebih kuat, dan cinta serta dukungan kepada mereka bertentangan
dengan iman.” [Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim (1/547-550)]
Dan Syeikh Hamd bin Atiq berkata:
«إِذَا كَانَتْ
مُشَابَهَةُ الْكُفَّارِ فِي الْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ إِنَّمَا نُهِيَ عَنْهَا
لِأَنَّهَا وَسِيلَةٌ وَسَبَبٌ يُفْضِي إِلَى مُوَالَاتِهِمْ وَمَحَبَّتِهِمْ،
فَالنَّهْيُ عَنْ هَذِهِ الْغَايَةِ وَالْمَحْذُورِ أَشَدُّ، وَالْمَنْعُ مِنْهُ
وَتَحْرِيمُهُ أَوْكَدُ، وَهَذَا هُوَ الْمَطْلُوبُ».
“Jika menyerupai orang-orang kafir dalam tindakan yang terlihat dilarang
karena itu adalah cara dan sebab yang mengarah pada dukungan dan cinta kepada
mereka, maka larangan terhadap tujuan dan hal yang berbahaya itu lebih kuat,
dan pengharaman serta pelarangannya lebih ditekankan, dan inilah yang
diinginkan.” [Sabiil an-Najat wa al-Fikaak (hlm. 52)]
Syeikh Shalih al-Fawzan berkata:
"مِنْ
مَظَاهِرِ مُوَالَاة الْكُفَّارِ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ
وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمَا؛ لِأَنَّ التَّشَبُّهَ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ وَالْكَلَامِ
وَغَيْرِهِمَا يَدُلُّ عَلَى مَحَبَّةِ الْمُتَشَبِّهِ لِلْمُتَشَبَّهِ بِهِ،
وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ))، فَيَحْرُمُ التَّشَبُّهُ بِالْكُفَّارِ فِيمَا هُوَ
مِنْ خَصَائِصِهِمْ وَمِنْ عَادَاتِهِمْ وَعِبَادَاتِهِمْ وَسِمَتِهِمْ
وَأَخْلَاقِهِمْ كَحَلْقِ اللِّحَى، وَإِطَالَةِ الشَّوَارِبِ، وَالرَّطَانَةِ
بِلُغَتِهِمْ إِلَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَفِي هَيْئَةِ اللِّبَاسِ، وَالْأَكْلِ
وَالشُّرْبِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ".
"Di antara bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir adalah meniru
mereka dalam hal pakaian, ucapan, dan hal-hal lainnya; karena meniru mereka
dalam pakaian, ucapan, dan hal-hal lainnya menunjukkan kecintaan orang yang
meniru kepada yang ditiru. Oleh karena itu, Nabi ﷺ bersabda:
*'Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan
mereka.'*
(HR. Ahmad (2/50, 92) dan Abu Dawud (4031), dan sanadnya dihasankan oleh
Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (10/271), serta disahihkan oleh al-Albani dalam
Shahih Abi Dawud (3401)).
Maka, haram hukumnya menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi
ciri khas mereka, kebiasaan mereka, ibadah mereka, penampilan mereka, dan
akhlak mereka, seperti mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berbicara dalam
bahasa mereka kecuali dalam keadaan darurat, serta dalam gaya berpakaian,
makan, minum, dan hal-hal lainnya." [Baca: Al-Irsyad ila Shahih
al-I'tiqad (hlm. 280)].
Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih berkata :
وَالنَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ نَهَى عَنِ
التَّشَبُّهِ بِالْكُفَّارِ لِكَيْ يَعْتَزَّ الْمُسْلِمُ بِدِينِهِ، وَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بَعْدَ ظُهُورِ الْإِسْلَامِ
وَقُوَّةِ أَهْلِهِ وَبَعْدَمَا كَانَ لَهُمْ مَنَعَةٌ وَقُوَّةٌ، أَمَّا مَنْ
كَانَ بِدَارِ كُفْرٍ وَخَشِيَ عَلَى نَفْسِهِ الضَّرَرَ إِذَا خَالَفَهُمْ فِي
الزِّيِّ الظَّاهِرِ فَجَوَّزَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مُوَافَقَتَهُمْ
بِزِيِّهِمُ الظَّاهِرِ فَقَطْ إِتِّقَاءً لِشَرِّهِمْ وَضَرَرِهِمْ.
“Nabi ﷺ dalam hadits Ibnu Umar melarang untuk menyerupai orang-orang
kafir agar seorang Muslim merasa bangga dengan agamanya. Nabi ﷺ mengatakan hal itu setelah Islam
muncul dan umatnya menjadi kuat dan memiliki kekuatan serta perlindungan.
Adapun bagi orang yang tinggal di negeri kafir dan khawatir akan bahaya
terhadap dirinya jika ia berbeda dalam hal pakaian yang tampak, maka sebagian
para ulama membolehkan untuk menyesuaikan diri dengan pakaian mereka yang
tampak hanya sebagai langkah untuk menghindari keburukan dan bahaya dari
mereka”.
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ
الإِسْلَامِ: مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ]
*****
** PINTU DAN METODE SETAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA YANG PERLU DIWASPADAI**
Diantaranya adalah sbb :
**PERTAMA: PINTU SYUBHAT DAN SYAHWAT**
Syubhat berarti sesuatu yang
meragukan dan samar, sedangkan syahwat adalah dorongan hawa nafsu. Melalui
pintu inilah setan semakin kuat menggoda manusia, dengan membisikkan keraguan
dan godaan. Setan terus membujuk hingga hati merasa tenang dalam melakukan
perbuatan tersebut. Sejak awal permusuhannya dengan Nabi Adam, setan telah
menggunakan syubhat dan syahwat sebagai cara keji untuk menyesatkan keturunan
Adam agar tidak menaati perintah Allah.
Perhatikan bagaimana tipu daya setan
tergambar dalam firman Allah berikut:
فَوَسْوَسَ
لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مِنْ سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا
نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ
أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَا
إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ. فَدَلاَّهُمَا
بِغُرُورٍ.
"Maka setan menggoda mereka
berdua untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu
auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati
pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada
keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat
kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya." [QS.
Al-A'râf :20-22]
Pelajaran dari Ayat diatas tentang
Tipu Daya Setan:
Dari ayat ini, kita dapat menarik
pelajaran penting bahwa setan mengeksploitasi kecenderungan manusia yang
tersembunyi, seperti keinginan untuk hidup kekal dan memiliki harta yang tidak
terbatas. Manusia, meskipun umurnya pendek dan terbatas, memiliki dorongan kuat
untuk memperoleh kehidupan yang abadi dan kepemilikan yang tiada habisnya.
Dalam ayat tersebut, tipu daya setan
terungkap melalui firman Allah:
{
أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ }
**" supaya kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)"** (QS.
Al-A'raf: 20).
Di sini, kata *malakaini* memiliki
dua bacaan yang dapat membantu memahami maknanya.
Ke1. **Bacaan pertama: malikaini** (huruf lam dibaca kasrah), berarti "dua raja," yaitu raja
dan ratu. Bacaan ini didukung oleh ayat lain dalam Surat Thaha:
**"Maukah aku tunjukkan kepada
kalian berdua pohon keabadian dan kerajaan yang tidak akan musnah?"** (QS.
Thaha: 120).
Makna dari bacaan ini menunjukkan
bahwa tipu daya setan terkait dengan janji kekuasaan abadi dan kehidupan kekal,
dua hal yang sangat diinginkan oleh manusia. Hal ini juga mencerminkan syahwat
manusia terhadap kekuasaan dan kehidupan, yang sering kali menyesatkan mereka
dari jalan yang benar.
Ke 2. **Bacaan kedua: malakaini** (huruf lam dibaca fathah), yang berarti "dua malaikat."
Dalam bacaan ini, tipu daya setan adalah janji untuk membebaskan manusia dari
batasan fisik, seperti malaikat yang dianggap kekal. Setan memanipulasi manusia
dengan menawarkan khayalan akan keabadian dan kebebasan dari segala
keterbatasan fisik.
Ketika Iblis mengetahui larangan
Allah terhadap Adam dan Hawa untuk memakan buah dari pohon tersebut, ia
memanfaatkan kelemahan jiwa mereka. Dengan menciptakan ilusi dan harapan
kosong, Iblis menggoyahkan hati mereka, mempermainkan syahwat dan keinginan
mereka, bahkan memperkuat tipu dayanya dengan sumpah palsu bahwa ia adalah
penasihat yang jujur.
**PINTU SETAN YANG KEDUA: AL-HIRSH WAL HASAD (TAMAK DAN DENGKI)**
Menurut Imam Al-Ghazali, dua pintu
besar bagi setan untuk menyesatkan manusia adalah **al-hirsh** (tamak) dan
**hasad** (dengki). Sifat tamak dan hasad ini memungkinkan setan masuk ke dalam
pikiran dan jiwa manusia, menguasai mereka hingga membawa pada kehancuran.
Imam Abu Dawud dalam *Sunan Abu
Dawud* meriwayatkan sebuah kisah tentang Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Ketika beliau
menaiki perahu, dan memasukkan ke dalam perahu itu berbagai makhluk
secara berpasang-pasangan, tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tidak
dikenal. Orang itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh ‘Alaihissalam bertanya,
“Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk
mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh
mereka bersamamu.” Orang tua itu adalah setan.
Lalu, Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata,
“Keluarlah kamu dari sini, hai musuh Allah! Kamu terkutuk!” Iblis itu kemudian
berkata kepada Nabi Nuh, “Ada lima hal yang dengan kelimanya aku membinasakan
manusia. Akan kuberitahukan yang tiga, dan kusembunyikan yang dua.” Allah
mewahyukan kepada Nabi Nuh: “Katakan, aku tidak membutuhkan yang tiga. Aku
membutuhkan yang dua.” Lalu Nuh bertanya, “Apa yang dua itu?” Iblis menjawab,
“Dua hal yang membinasakan manusia adalah ketamakkan dan kedengkian. Karena
kedengkian inilah, aku dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena dorongan
ketamakkan itu pula, Adam dan Hawa tergoda untuk menuruti keinginannya.”
[**Referensi Utama:** - Al-Ghazali,
*Ihya Ulumuddin*, Bab Tentang Pintu-Pintu Setan. - Sunan Abu Dawud, Kitab
tentang Kisah Nabi Nuh. - Tafsir Al-Qur'an terkait QS. Al-A'raf: 20 dan QS.
Thaha: 120].
**PINTU SETAN YANG KETIGA: MEREMEHKAN DOSA-DOSA KECIL :**
Meremehkan dosa-dosa kecil adalah
salah satu pintu yang berbahaya bagi manusia. Ketika seseorang menganggap kecil
suatu dosa, setan akan memanfaatkannya dengan terus mendorong orang tersebut
untuk mengabaikan kesalahannya. Akibatnya, dosa-dosa kecil itu dilakukan secara
berulang hingga menumpuk dan pada akhirnya membawa kebinasaan. Rasulullah ﷺ
telah memperingatkan umatnya tentang bahaya dosa kecil melalui sabdanya:
"إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ،
فَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ."
"Jauhilah dosa-dosa yang
dianggap kecil, karena dosa-dosa kecil itu jika terus dilakukan oleh seseorang,
maka ia akan membinasakannya." (HR. Ahmad, no. 23194)
Dosa-dosa kecil, meskipun tampak
sepele, memiliki dampak kumulatif yang signifikan. Ketika dilakukan berulang
kali tanpa penyesalan, dosa-dosa ini dapat menghitamkan hati dan menjauhkan
seseorang dari rahmat Allah.
===
**LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA**
Di antara langkah-langkah yang dapat
dilakukan agar terhindar dari tipu daya setan dan kawanannya adalah sebagai
berikut:
Langkah pertama : **Menjaga
Keikhlasan dalam Setiap Amal Ibadah dan Perbuatan**
Keikhlasan merupakan benteng yang
sangat penting dalam melindungi amal ibadah dari gangguan setan. Setiap ibadah
atau amal perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba Allah pasti akan
diusahakan oleh setan agar tidak dilakukan dengan ikhlas. Setan berupaya keras
agar amal tersebut menjadi tidak bernilai di sisi Allah, dengan membuatnya
terkontaminasi oleh riya (pamer) atau bahkan syirik. Ini adalah bagian dari
janji setan kepada Allah untuk menyesatkan manusia.
Namun, Allah telah menjamin bahwa
hamba-hamba yang menjaga keikhlasannya akan dijauhkan dari gangguan setan. Hal
ini ditegaskan dalam firman-Nya:
**قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ
لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ**
"Iblis berkata: 'Ya Rabb-ku,
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara
mereka.'" (QS. Al-Hijr: 39-40)
Setan tidak memiliki kuasa atas
hamba-hamba yang ikhlas. Dalam ayat lain, Allah berfirman:
**قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ
أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ**
_"Iblis berkata: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shâd: 82-83)
Selain itu, Allah menegaskan bahwa
setan tidak dapat menguasai orang-orang yang ikhlas:
**إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ
سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ**
"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku
yang ikhlas tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang
yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (QS. Al-Hijr: 42)
Langkah kedua : **Menjaga Kesetabilan
Iman**
Setan selalu berupaya untuk menggoda
dan melemahkan iman seseorang melalui berbagai cara, baik melalui kelalaian
maupun perbuatan maksiat. Kemaksiatan dapat melemahkan iman, sehingga membuat
seseorang lebih rentan terhadap godaan setan dan lebih mudah melakukan
dosa.
Namun, Allah ﷻ
telah menegaskan bahwa seluruh kekuatan dan kekuasaan hanya milik-Nya. Oleh
karena itu, seorang hamba yang menjaga imannya dan konsisten dalam beribadah
akan terlindungi dari tipu daya setan. Mereka yang dilindungi oleh Allah tidak
dapat disesatkan oleh makhluk apa pun. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an:
**إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى
الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ**
_"Sesungguhnya setan itu tidak
memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb
mereka. Kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin
dan yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 99-100)
Dengan menjaga keikhlasan dan iman
yang kuat, seseorang akan mampu melawan godaan dan tipu daya setan yang
berusaha merusak kehidupan spiritualnya.
**Langkah Ketiga: Berlindung
Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala :**
Untuk menghadapi setan dan terhindar
dari godaannya, kita dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allah untuk
senantiasa berlindung kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
"Dan jika kamu digoda
oleh setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui". [QS. Al-A'râf :200].
Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda:
«يَأْتِي
الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا وَكَذَا؟ حَتَّى يَقُولَ لَهُ
مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ؟ فَإِذَا بَلَغَ ذَلِكَ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ».
“Setan datang kepada salah seorang
dari kalian lalu berkata, siapakah yang menciptakan ini dan ini? Sehingga setan
berkata, “siapakah yang menciptakan Tuhanmu, maka apabila jika telah sampai
kepadanya hal tersebut, hendaklah dia berlindung kepada Allah dan hendaklah dia
menghentikan (waswas tersebut)".
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud
(4722) disebutkan:
«فَإِذَا
قَالُوا ذَلِكَ فَقُولُوا: اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. ثُمَّ لِيَتْفِلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ
مِنَ الشَّيْطَانِ».
"Jika mereka mengucapkan hal itu
(kalimat-kalimat was-was), maka ucapkanlah "Allah itu Maha Esa, Allah itu
tempat bergantung, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan," kemudian
meludahlah ke kiri (3x) dan berlindunglah kepada Allah".
**Langkah Keempat :
Memperbanyak membaca Al-Quran dan memperkuat dzikir kepada Allah :**.
Al-Quran dan dzikrullah merupakan
benteng yang kokoh yang dapat melindungi diri dari godaan dan gangguan
setan dan membuatnya lari tunggang langgang, sebagaimana dalam Abu Hurairah,
bahwa Nabi ﷺ bersabda :
لَا
تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ
الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah
kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan surat
Al Baqarah di dalamnya". (HR Muslim, no. 780).
Dalam riwayat Al-Harits Al-Asy’ari,
bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهَا وَيَأْمُرَ
بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يَعْمَلُوا بِهَا... وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ،
فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا، حَتَّى
إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ، كَذَلِكَ الْعَبْدُ
لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan
Yahya bin Zakaria Alaihissallam dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya
dan memerintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkannya (di antaranya):
Aku perintahkan kalian agar kalian
berdzikir mengingat Allah. Sesungguhnya perumpamaan itu seperti perumpamaan
seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga apabila dia
telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan dirinya dari
mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah seorang hamba
tidak akan dapat melindungi dirinya dari setan, kecuali dengan
dzikrullah".
[HR Ahmad no. 17800 dan Tirmidzy no.
2863. Di shahihkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 29/336 no.
17800 dan dishahihkan pula oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij Sunan Tirmidzi 5/148
dan juga oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzy]
**Langkah Kelima: Menyelisihi Bisikan
Dan Perbuatan Setan dari setiap amal perbuatannya**.
Setan adalah musuh manusia, maka
wajib pula untuk menjadikannya sebagai musuh, dan membenci serta meninggalkan
perbuatannya. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا، إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا
مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ.
"Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya
setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni
neraka yang menyala-nyala". (QS. Fathir : 5 ).
=====
**DIANTARA BISIKAN DAN PERBUATAN SETAN YANG HARUS DIJAUHI DAN DISELISIHI:**
Pertama: Perbuatan tabdzir atau pemborosan. Allah berfirman:
وَلَا
تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ
كَفُورًا (27)
“Dan janganlah kamu melakukan
perbuatan mubadzir, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isro
:26-27)
Kedua: Makan dan minum dengan tangan kiri. Rosulullah ﷺ
bersabda:
Dari Abdullah bin Umar, Nabi ﷺ
bersabda:
«لاَ
يَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِشِمَالِهِ وَلاَ يَشْرَبْ بِشِمَالِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ».
“Janganlah salah seorang diantara
kalian makan dan minum dengan tangan kirinya, sesungguhnya setan makan dan
minum dengan tangan kirinya”. (HR. Tirmidzi)
Ketiga: Tergesa-gesa dalam pekerjaan. Rosulullah ﷺ
bersabda:
Dari Sahl bin Said, bahwa Rosulullah ﷺ
bersabda:
«الْعَجَلَةُ
مِنَ الشَّيْطَانِ»
“Tergesa-gesa itu dari perbuatan
setan”. (HR. Tirmidzi no. 2012, Al-Ruyani dalam *Musnad*-nya (1095), ath-Thabrani
dalam *al-Mu'jam al-Kabir* (5702), dan Abu Nu'aim dalam *Ma'rifat ash-Shahabah*
(3303).
At-Tirmidzi berkata : “Hadits Hasan”.
Lihat al-Mughni ‘An Hamlil Asfaar karya al-Iraqi hal. 449)
===*****===
**HUKUM ORGANISASI DAN KONFERENSI FAHAM SEMUA AGAMA SAMA**
Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih :
إِقَامَةُ
الْمُنَظَّمَاتِ وَالْمُؤْتَمَرَاتِ وَالْمُلْتَقَيَاتِ مِنْ أَجْلِ تَكْرِيرِ وَحْدَةِ
الْأَدْيَانِ. وَإِزَالَةُ الْفَوَارِقِ الْعَقَدِيَّةِ وَإِسْقَاطُ الْفَوَارِقِ الْأَسَاسِيَّةِ
وَالْخِلَافِ بَيْنَ الْأَدْيَانِ، مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ مُوَالَاةِ أَهْلِ الْكُفْرِ
الَّتِي تُنَاقِضُ الْإِيمَانَ، فَالدَّعْوَةُ إِلَى وَحْدَةِ الْأَدْيَانِ رِدَّةٌ
ظَاهِرَةٌ عَنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَتَكْذِيبٌ لِنَصِّ الْقُرْآنِ بِأَنَّ دِينَ الْإِسْلَامِ
هُوَ الدِّينُ الْكَاْمِلُ وَالَّذِي أَتَمَّ اللَّهُ لَنَا بِهِ النِّعْمَةَ وَرَضِيَهُ
لَنَا دِينًا وَهُوَ النَّاسِخُ لِمَا سَبَقَهُ مِنَ الْأَدْيَانِ الَّتِي اعْتَرَاهَا
التَّبْدِيلُ وَالْتَّحْرِيفُ كَالْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّةِ، قَالَ تَعَالَى:
﴿ وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ ﴾ [آل عمران:85].
وَعَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُنَادَى بِوَحْدَةِ الْأَدْيَانِ كَدُعَاةِ الْعِلْمَانِيَّةِ
وَالْلِّيبرَالِيَّةِ الَّذِينَ يَهْدِفُونَ إِلَى إِزَالَةِ الْفَوَارِقِ مَعَ مَنْ
سَمَّاهُمُ اللَّهُ أَعْدَاءً لَنَا وَيُرِيدُونَ هَدْمَ دِينِنَا، وَلَا الدُّخُولَ
فِي مُؤْتَمَرَاتِهِمْ وَمَحَافِلِهِمْ بَلْ يَجِبُ نَبْذُهُمْ وَبَيَانُ أَفْكَارِهِمُ
الْخَبِيثَةُ نُصْرَةً لِلْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.
قَالَ
الشَّيْخُ بَكْرٌ أَبُو زَيْدٍ (فِي الْإِبْطَالِ لِنَظَرِيَّةِ الْخَلْطِ بَيْنَ دِينِ
الْإِسْلَامِ وَغَيْرِهِ مِنَ الْأَدْيَانِ ص36]: " وَخَلَاصَتُهُ أَنْ دَعْوَةَ
الْمُسْلِمِ إِلَى تَوْحِيدِ دِينِ الْإِسْلَامِ مَعَ غَيْرِهِ مِنَ الشَّرَائِعِ وَالْأَدْيَانِ
الدَّائِرَةِ بَيْنَ التَّحْرِيفِ وَالنَّسْخِ بِشَرِيعَةِ الْإِسْلَامِ: رِدَّةٌ ظَاهِرَةٌ
وَكُفْرٌ صَرِيحٌ، لِمَا تُعْلِنُهُ مِنْ نَقْضٍ جَرِيءٍ لِلْإِسْلَامِ أَصْلًا وَفَرْعًا،
وَاعْتِقَادًا وَعَمَلًا، وَهَذَا إِجْمَاعٌ لَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَحَلَّ خِلَافٍ
بَيْنَ أَهْلِ الْإِسْلَامِ ".
Pendirian organisasi, konferensi, dan
pertemuan untuk menetapkan persatuan agama serta menghapus perbedaan akidah dan
mengesampingkan perbedaan mendasar serta perselisihan antara agama adalah salah
satu bentuk besar dari Muwalah kepada orang-orang kafir yang bertentangan
dengan iman.
Seruan untuk persatuan agama
merupakan penolakan yang jelas terhadap agama Islam dan merupakan pembangkangan
terhadap ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang
sempurna, di mana Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dan
meridhoi Islam sebagai agama kita. Islam adalah agama yang membatalkan
agama-agama sebelumnya yang telah mengalami perubahan dan penyimpangan, seperti
Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, tidak dibenarkan untuk menyerukan
persatuan agama seperti yang dilakukan oleh para pendukung sekularisme dan
liberalisme yang bertujuan menghapus perbedaan dengan orang-orang yang ingin
meruntuhkan agama kita. Kita juga tidak boleh ikut serta dalam konferensi dan
pertemuan mereka, tetapi seharusnya kita menolak mereka dan menjelaskan
pemikiran jahat mereka sebagai bentuk pembelaan untuk Islam dan umat Islam.
Sheikh Bakr Abu Zaid berkata:
"Intinya adalah bahwa seruan seorang Muslim untuk menyatukan agama Islam
dengan agama-agama lain yang berada di antara perubahan dan pembatalan dengan
syariat Islam adalah penolakan yang jelas dan kekufuran yang nyata, karena ini
merupakan pembangkangan yang berani terhadap Islam baik secara prinsip maupun
praktik. Ini adalah konsensus yang tidak boleh diperdebatkan di antara umat
Islam."
[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ
الإِسْلَامِ: مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ
karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih]
0 Komentar