Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

YANG MANA ? TOLERANSI ANTAR AGAMA ATAU SINKRETISME ?

YANG MANA ? TOLERANSI ANTAR AGAMA ATAU SINKRETISME ? 

Ditulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM

===


====

DAFTAR ISI :

  • MAKNA TOLERANSI SECARA UMUM:
  • MAKNA SINKRETISME SECARA UMUM:
  • PENGARUH FILSAFAT PLATO YUNANI TERHADAP SINKRETISME
  • TOLERANSI ANTAR AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM:
  • TOLERANSI YANG PERNAH DICONTOHKAN OLEH RASULULLAH :
  • HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIKETAHUI TENTANG TOLERANSI DALAM ISLAM:
  • ANCAMAN ADZAB PEDIH ATAS SEORANG MUSLIM YANG MEMBUNUH KAFIR DZIMMI
  • TOLERANSI ISLAM MENOLAK SINKRETISME :
  • LARANGAN MEMILIKI RASA SIMPATI DAN CONDONG TERHADAP KEYAKINAN AGAMA KAFIR DAN PEMELUKNYA:
  • LARANGAN MENYERUPAI ORANG KAFIR.
  • PINTU DAN METODE SETAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA YANG PERLU DIWASPADAI.
  • LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA.
  • DIANTARA BISIKAN DAN PERBUATAN SETAN YANG HARUS DIJAUHI DAN DISELISIHI
  • HUKUM ORGANISASI DAN KONFERENSI FAHAM SEMUA AGAMA SAMA

*****

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

====****===

MAKNA TOLERANSI SECARA UMUM:

Toleransi merupakan sikap yang mengedepankan penghargaan, penghormatan, serta penerimaan terhadap perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok, baik dalam hal keyakinan, pandangan, maupun kepercayaan.

Secara etimologis, istilah "toleransi" berasal dari bahasa Latin "tolerare," yang berarti bersabar dan menahan diri.

Toleransi memiliki banyak manfaat penting, di antaranya:

1. Mempermudah terciptanya persatuan di tengah keragaman.

2. Menghindari konflik dan perpecahan sosial.

3. Mewujudkan kehidupan yang lebih harmonis, nyaman, dan tenteram dalam keberagaman.

Salah satu bentuk penting dari toleransi adalah toleransi beragama, yang mengacu pada sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama yang berbeda.

Beberapa contoh konkret dari toleransi beragama meliputi:

- Tidak memaksakan keyakinan agama kepada orang lain.

- Tidak menghina atau merendahkan agama lain dalam kondisi apa pun.

Melalui penerapan toleransi, masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai, meskipun dipenuhi dengan perbedaan yang mendasar.

*****

MAKNA SINKRETISME SECARA UMUM

 Kata sinkretisme Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu syn dan kretizein yang berarti mempersatukan bersama unsur-unsur yang tidak cocok. 

Sedangkan secara terminologis, sinkretisme merupakan percampuran antara budaya dengan budaya yang berbeda, percampuran antara satu agama dengan agama yang berbeda, dan percampuran antara agama dengan filsafat yang hasilnya bisa melahirkan kebudayaan baru atau kepercayaan baru. Pengertian ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Rick Brown dalam Contextualization Without Syncretism.

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia disebutkan : “Paham (aliran) baru yg merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan.”

Sinkretisme adalah faham atau kelompok yang memadukan beberapa aliran atau kepercayaan yang saling bertentangan, dengan tujuan untuk mencari keserasian atau keseimbangan. 

Dalam konteks agama, sinkretisme dapat diartikan sebagai sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan benar atau salahnya suatu agama. Penganut sinkretisme memandang semua agama adalah sama, semuanya baik dan benar. 

Beberapa contoh bentuk gerakan sinkretisme :

Contoh ke 1 : di Eropa dan Amerika Utara, yaitu Gnosticisme (ahli makrifat dan ahli hikmah) di Eropa yang mencampurkan antara filsafat Yunani, agama Yahudi dan agama Kristen di Eropa dan Amerika Utara.

Sinkretisme Kristen dengan filsafat terjadi berkisar pada Abad Pertengahan yang terbagi menjadi dua zaman. Kedua zaman tersebut adalah :

Pertama, yaitu zaman patristik yang berlangsung sejak abad 2 M sampai 7 M. Zaman ini ditandai dengan adanya upaya para Bapak gereja untuk memperkuat dan membela ajaran Kristen dari orang kafir dan serangan kelompok ahli bid’ah. 

Kedua, yaitu zaman skolastik yang yang dimulai sejak abad ke-9 M. Pada zaman ini ditandai dengan adanya pemikiran filsafat dan teologis yang tidak hanya ada pada para tokoh Kristen saja seperti pada zaman patristik, melainkan juga terdapat pada para pelajar dari lingkungan kerajaan, para pelajar sekolah-katedral, kalangan universitas dan ordo-ordo biarawan.

Contoh ke 2 : Di India, yaitu aliran Buddha Mahayana yang merupakan pencampuran antara ajaran agama Budha dengan Hindu pemuja Dewa Syiwa.

Contoh ke 3 : Salah satu sekte dalam Islam, misalnya Islam Kebatinan, yaitu perpaduan antara ajaran Islam dan Animisme. Kelompok ini meyakini bahwa roh-roh orang mati bisa dihadirkan kapan saja, bahkan bisa bertemu dengannya serta melihatnya dengan mata kepala dalam keadaan terjaga.

Contoh ke 4 : Di Indonesia, misal-nya adalah Islam Abangan, yaitu perpaduan antara ajaran Islam dan kejawen

Diantara tokoh sinkretisme adalah Sai Baba dari Shirdi yang juga dikenal dengan nama Shirdi Baba di daerah Maharashtra India. Dia seorang tokoh mistikus shufi sekaligus mahayogi yang ajarannya memadukan antara ajaran Islam aliran Shufi dengan Hindu.

******

**PENGARUH FILSAFAT PLATO YUNANI TERHADAP SINKRETISME**

Faham SYARIAT, MAKRIFAT, HAKIKAT dan AHLI HIKMAH telah ada dalam filsafat agama dewa dewi Yunan, sekitar seribu tahun sebelum Nabi Muhammad diutus .

Dan sebenarnya kebanyakan penggunaan konsep-konsep takwil yang dibangun diatas filsafat, itu berasal dari para pendukung Filsafat Platonisme moderen, terutama Faylon, rahib dari kalangan Yahudi dan Origanus, pendeta dari kalangan agama Kristen.

Dan adapun terbentuknya Filsafat Platonisme moderen adalah hasil sinkretisme (perpaduan) antara filsafat Phitagoras, Plato dan Aristoteles, kemudian di tambah dengan filsafat hinduisme. (Lihat : Tarikhul Fikril Arobi karya DR. Umar Farroukh hal. 130).

Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, secara spesifik dari Athena. Ia adalah penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat

Plato adalah salah satu dari para filosofi yang berpegang teguh pada konsep ajaran rahasia secara sempurna (السِّرِّيَّة التَّامَّة) dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang hakikat tingkat tinggi.

Dia selalu memaparkan satu pemikiran dengan ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda, dan menjadikan setiap ungkapannya makna-makna yang berbeda atau makna-makna yang kontradiksi, khususnya jika berkenanaan dengan masalah-masalah ketuhanan, maka dia menyebutkannya dengan ungkapan yang mustahil bisa di fahami oleh setiap manusia khususnya oleh orang awam, dengan dalih dan alasan bahwa cahaya yang mengalir dari HAKIKAT ini telah menyilaukan mata-mata orang-orang awam, dan tidak mungkin bisa memahaminya kecuali bagi orang-orang pilihan (KELAS KHUSUS) yang memiliki keistimewaan dalam menghayati dengan seksama, dan itupun jika orang itu telah sampai pada tingkat kesempurnaan sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditentukan jumlahnya.

Nampaknya Plato ini telah melakukan SINKRETISME ajaran para dukun atau tukang tenung Mesir dan menyerap pengajaran-pengajaran sebagian para pendahulunya dari kalangan para filosofi, baik pengajaran yang di dapatkan dengan cara rahasia maupun yang dengan cara terbuka atau terang-terangan.

Untuk kelas yang pertama ini: dia mengajarkan kepada para pengikutnya (yang berlevel KHUSUS) yang benar-benar telah memeluk madzhabnya, pengajaran-pengajaran yang di sampaikan dengan cara SYAFAWI tidak tertulis, dia ajarkan semuanya tanpa ada yang di sembunyikan.

Dan kelas yang kedua: kepada orang-orang umum (yang berlevel AWAM), maka dia mengajarkan kitabnya yang TERTULIS kepada mereka. (Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 4/65-66).

Pada tahun 231 M, AMONIUS telah berhasil mendirikan sekolah "AL-HIKMAH" di sebuah lokasi yang di sebut Lisiyom, maka dia membagi jadwal waktu pendidikannya seperti berikut ini:

Pertama: Kelas orang-orang khusus [kelas level hakikat dan makrifat].

Setelah Dzuhur oleh Amonius digunakan untuk mengajar sahabat-sahabat karibnya dari kalangan para pelajar dengan methode filsafat yang di rahasiakan. Dan system pendidikan-pendidikan ini di namakan pendidikan " kelas khusus ".

Kedua: kelas orang-orang awam [Kelas dzohir atau syariat]

Dan di waktu sore dia gunakan untuk mengajar orang-orang kebanyakan yang umum, dia uraikan dan dia jelaskan pada mereka pelajaran-pelajaran yang kandungannya lebih umum, dan pengajaran ini di namakan pendidikan " kelas umum / awam ".

(Lihat: Dairotul Ma'arif karya Al-Muallim Petrus al-Bustany 3/76, penulis beragama Kristen).

Mereka para ahli filsafat Yunani ini sangat mengkultuskan LOGIKA, namun sejatinya dan dalam realitanya mereka itu para pemuja hawa nafsu dan khurafat kebathinan.

Menurut Plato mengalirnya kemakrifatan terhadap jiwa dari alam atas yang tinggi dengan sendirinya, tanpa jiwa itu sendiri yang mencari dan menuntutnya. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 132 – 134).

Murid-murid Plato dan para pendukung madzhabnya seperti Climent dan Ariganus, mereka semua memiliki pengaruh yang betul-betul nyata di dalam menyebarkan dan mengembangkan pemikiran-pemikiran Filsafat Platonisme Moderen kepada aqidah-aqidah umat-umat lainnya seperti: Shabi'ah, Tsanawisme, Manawisme dan lainnya.

Mereka-mereka ini di kenal dengan sebutan:

**AHLI MAKRIFAT (أَهْلُ الْعِرْفَانِ)**

Atau

**ORANG-ORANG MAKRIFAT DAN PARA GHONAUSHISME (العِرْفَانِيُّونَ وَالغَنُّوصِيُّونَ)**

Nama ini juga telah menjadi sebutan populer bagi sebuah madzhab yang telah menyebar pada abad kedua dan abad ketiga Masehi, yaitu sebuah madzhab yang mengajarkan: ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia agama. Mereka mengajarkan bahwa seorang yang makrifat tidak akan pernah puas dan menerima syariat agama yang dhahir dan nampak, melainkan harus menyelami ke dalam bathinnya agar bisa makrifat (mengetahui) rahasia – rahasia nya. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi, karya DR. Jamil Shaliiba 2/72).

Madzhab Filsafat ini telah menyertai pertumbuhan agama Kristen, dan telah sampai pada puncak kejayaannya pada abad ke tiga Masehi. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby hal. 132 – 134).

Dan Madzhab Filsafat ini juga memiliki pengaruh sinkretisme yang kongkrit pada aliran-aliran kepercayaan yang begitu banyak, termasuk pada sekte-sekte dalam Kristen dan para agamawannya, terutama pada orang-orang yang sengaja berkedok dengan agama Kristen seperti sekte Marquisme para pengikut Marqus. (Baca: Al-Fihrist karya Ibnun Nadiim hal. 474).

Meskipun Gereja Kristiani telah berusaha memerangi dan melakukan konfrontasi terhadap madzhab hasil sinkretisme ini serta membeberkan akan kesesatan pemikiran-pemikirannya, namun justru agama Kristen ini malah kembali mengambil dan mengadopsi banyak sekali unsur-unsur ajaran Ghonaushisme (Makrifat), bahkan para peneliti yang memiliki keinginan kuat untuk memisahkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme mereka sendiri tidak mampu mengingkari akan adanya beberapa sabda-sabda Yesus sendiri, begitu pula dalam riwayat-riwayat yang terdapat di dalam Injil yang berada di tangan mereka, yang mungkin di terapkan padanya takwil-takwil Simbolik dan rumusan (Romzi) yang bisa mendekatkan hubungan antara Kristen dan Ghonaushisme (Makrifat). Dan hal yang tidak di ragukan lagi adalah unsur-unsur Ghonaushisme ini nampak banyak sekali di ketemukan pada perkataan-perkataan Paulus dan lainnya dari kalangan para pendahulu agamawan Kristen. (Baca: Tarikhul Fikril 'Aroby karya DR. Umar Faroukh hal. 143).

Salah satu bukti yang menunjukkan pengaruh sinkretisme Ghonaushisme (Makrifat) yang sangat kuat terhadap Kristen yaitu adanya suatu system atau konsep Ghonaushisme yang telah menjadi ketetapan, yang mana konsep ini belum pernah ada dalam tabiat ajaran Kristen ketika pertama hadir dan tumbuh di benua Asia, sehingga ajaran Kristen ini menjadi berubah setelah adanya sebagian orang-orang Ghonaushisme (Aliran Makrifat) berkata kepada orang-orang Kristen:

“Pembebasan itu tidak akan bisa sempurna kecuali dengan methode ilmu Al-Hikmah, dan methode ini terdapat tiga martabat:

Pertama: Martabat para Ahli Makrifat dan pembebasannya dengan ilmu Al-Hikmah.

Yang kedua: Martabat orang-orang beriman dan pembebasannya dengan keimanan.

Yang ketiga: martabat orang-orang bodoh, mereka itu adalah orang-orang yang binasa yang bisa dipastikan. (Baca: Al-Mu'jamul Falsafi karya DR. Jamil Shaliiba 2/76).

WAJIB BERBOHONG :

Menurut pandangan filsafat Platonisme Modern : bahwa ilmu "HAKIKAT" dan orang yang telah sampai pada tingkatan Hakikat, tidak layak menyampaikannya kecuali hanya kepada segelintir orang-orang KHUSUS dan TERTENTU, dan itupun harus extra waspada dan terjaga ketat dan rapih, karena sesungguhnya telinga orang-orang awam yang bodoh pada sisi ini tidak akan mampu mencerna konsep dan kandungannya.

Dengan demikian menurut mereka orang yang bijak adalah orang yang tidak membuka tabir tentang hakikat ini kepada setiap orang, bahkan orang yang bijak adalah orang yang MAU BERBOHONG untuk merahasikan HAKIKAT ini, dengan alasan karena rasa taqwa, kasih sayang dan kemanusiaan. (Baca: Al-Araa Ad-diiniyah wal Falsafiyah karya Faylon al-Iskandari hal. 14).

Penulis Katakan : Ada kesamaan dengan sekelompok aliran faham Hakikat di tanah Air. Kelompok ini hasil sinkretisme antara Islam dan filsafat kebatinan, yang bermanhaj bahwa seseorang yang sudah sampai pada tingkatan hakikat, maka dia telah lepas dari kewajiban mengamalkan syariat. Menurutnya bahwa Syariat hanya berlaku untuk orang awam. Adapun untuk kelas Hakikat, maka syariat tidak berlaku atasnya, karena dia telah menyatu dengan Allah SWT, dia bisa mendapatkan ilmu langsung dari-Nya (Ilmu Laduni). Terkadang mengikrarkan bahwa dirinya adalah Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Arobi, Syeikh Siti Jenar, Fir’aun dan Namrud.

Ketika ahli hakikat ini meninggalkan shalat 5 waktu, maka dia wajib berbohong kepada orang-orang awam bahwa dirinya shalat di Makkah atau di Baghdad-Iraq.

Dan ternyata faham berasal dari filsafat dewa dewi Yunan, telah ada sejak 1000 tahun sebelum Nabi diutus. 

===*****===

TOLERANSI ANTAR AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM

Makna toleransi dalam ajaran Islam adalah sikap saling menghormati dan menghargai antar umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. 

Islam tidak melarang umatnya bertoleransi dan berinteraksi dengan para pemeluk agama lainnya dalam bidang muamalah, yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan , tolong-menolong dan bisnis . Misalnya bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, kegiatan masyarakat lainnya dan kerjasama di bidang usaha yang halal.

Toleransi dalam Islam juga berarti tidak memaksa, tidak mencela, dan tidak menghina agama lain.

Allah SWT sendiri melarang Nabi-Nya mencela dan mencaci orang kafir dan sesembahannya . Allah SWT berfirman :

﴿ وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ﴾

“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu” (QS. Al An’aam (6) : 108).

Ibnu Katsir berkata :

Allah SWT melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, padahal dalam makian itu mengandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari itu.

Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255) [Baca : Tafsir Ibnu Katsir 3/314-315]

*****

**TOLERANSI YANG PERNAH DICONTOHKAN OLEH RASULULLAH **

Diantaranya adalah sbb :

Pertama : ketika beliau menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu :

قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ لِجَنَازَةِ يَهُودِيٍّ، حَتَّى تَوَارَتْ

"Nabi dan para sahabatnya berdiri untuk jenazah seorang Yahudi hingga jenazah itu hilang dari pandangan." [ "Diriwayatkan oleh Muslim (960), An-Nasa'i (1928) dengan lafaz darinya, dan Ahmad (14147)]."

Kedua : Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menjawab salam dari non muslim. Dalam riwayat yang disepakati Bukhori dan Muslim dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda :

«إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ»

'Jika Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, maka jawablah: Wa 'alaikum.' [Shahih Al-Bukhari (6258), dan Shahih Muslim (2163)]."

Allah SWT berfirman :

﴿وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا﴾

“Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. [QS. An-Nisaa : 86]

Ibnu al-Qayyim berkata:

"وَاخْتَلَفُوا فِي وُجُوبِ الرَّدِّ عَلَيْهِمْ فَالْجُمْهُورُ عَلَى وُجُوبِهِ وَهُوَ الصَّوَابُ" أ.هـ

"Para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban membalas salam mereka (Ahli Kitab) dengan ucapan “wa’alaikum salam”. Mayoritas (jumhur) berpendapat bahwa hal tersebut wajib, dan itulah pendapat yang benar." [Selesai. *Zad al-Ma'ad* (2/425-426)].

Ibnu al-Qayyim juga berkata:

"فَلَوْ تَحَقَّقَ السَّامِعُ أَنَّ الذِّمِّيَّ قَالَ لَهُ "سَلَامٌ عَلَيْكُمْ" لَا شَكَّ فِيهِ، فَهَلْ لَهُ أَنْ يَقُولَ وَعَلَيْكُمُ السَّلَامُ أَوْ يَقْتَصِرَ عَلَى قَوْلِهِ وَعَلَيْكُمْ؟ فَالَّذِي تَقْتَضِيهِ الْأَدِلَّةُ الشَّرْعِيَّةُ، وَقَوَاعِدُ الشَّرِيعَةِ: أَنْ يُقَالَ لَهُ: "وَعَلَيْكُمُ السَّلَامُ"؛ فَإِنَّ هَذَا مِنْ بَابِ الْعَدْلِ، وَاللَّهُ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ... وَلَا يُنَافِي هَذَا شَيْئًا مِنْ أَحَادِيثِ الْبَابِ بِوَجْهٍ مَا؛ فَإِنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا أَمَرَ بِالِاقْتِصَارِ عَلَى قَوْلِ الرَّادِّ "وَعَلَيْكُمْ" بِنَاءً عَلَى السَّبَبِ الْمَذْكُورِ الَّذِي كَانُوا يَعْتَمِدُونَهُ فِي تَحِيَّتِهِمْ وَأَشَارَ إِلَيْهِ فِي حَدِيثِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، فَقَالَ: "أَلَا تَرَيْنَنِي قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ لَمَّا قَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ"، ثُمَّ قَالَ: "إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُم أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ".

قَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ﴾.

فَإِذَا زَالَ هَذَا السَّبَبُ وَقَالَ الْكِتَابِيُّ: "سَلَامٌ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ"، فَالْعَدْلُ فِي التَّحِيَّةِ يَقْتَضِي أَنْ يُرَدَّ عَلَيْهِ نَظِيرُ سَلَامِهِ. أ.هـ

"Jika pendengar yakin bahwa seorang dzimmi (non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan Islam) mengatakan 'Salamun 'alaikum' dengan pasti, apakah ia boleh membalas dengan mengatakan 'Wa 'alaikum as-salam' atau cukup dengan 'Wa 'alaikum'?

Berdasarkan dalil-dalil syar'i dan kaidah-kaidah syariah, yang seharusnya dikatakan adalah 'Wa 'alaikum as-salam'; karena ini termasuk bentuk keadilan, dan Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik.

Ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits-hadits tentang masalah ini. Rasulullah hanya memerintahkan untuk membalas dengan 'Wa 'alaikum' berdasarkan alasan yang dijelaskan terkait cara mereka (Ahli Kitab) mengucapkan salam, sebagaimana beliau isyaratkan dalam hadits Aisyah:

'Tidakkah kamu lihat aku mengatakan "Wa 'alaikum" ketika mereka mengatakan "as-samu 'alaikum" (kematian atasmu).'

Kemudian beliau berkata: 'Jika Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, katakanlah: "Wa 'alaikum".'

Allah SWT berfirman:

﴿وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنفُسِهِمْ لَوْلَا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ﴾

‘Dan apabila mereka mendatangimu, mereka memberi salam dengan cara yang tidak Allah ajarkan kepadamu dan berkata dalam hati mereka: "Mengapa Allah tidak menghukum kita atas apa yang kita katakan?"

Maka, ketika sebab tersebut tidak ada, dan seorang Ahli Kitab mengucapkan 'Salamun 'alaikum wa rahmatullah', keadilan dalam menjawab salam mengharuskan untuk membalas dengan salam yang setara." [Kutipan Selesai. Baca : *Ahkam Ahli adz-Dzimmah* (1/425-426)].

Ketiga : begitu juga Rosulullah bekerjasama dengan orang Yahudi Khaibar di bidang perkebunan .

Keempat : Rasulullah menjalin persekutuan dengan kabilah Khuza’ah yang masih musyrik, dan diantara keduanya saling melindungi dan saling membela.

Kelima : Nabi SAW mengizinkan kaum musyrikin masuk tanah haram Makkah berhajji dan berumrah serta masuk Mesjidil Haram untuk berthawaf. Hingga menjelang haji Wada’ Nabi setelah turun ayat 28 al-Quran surat at-Taubah, yang berisi larangan kaum musyrikin masuk Tanah Haram dan memasuki Mesjidil Haram :

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ ﴾

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. [QS. At-Tawbah: 28]

Begitu pula Nabi SAW mengizinkan para delegasi Nasrani dari Najran untuk beribadah di Mesjid Nabawi, hingga turun ayat larangan non muslim masuk Tanah Haram dan setelah turun firman Allah :

﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا﴾

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. [QS. Jinn: 18]

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam "As-Sirah" (1/574), melalui jalurnya oleh Ibnu Jarir At-Thabari dalam "Tafsirnya" (2/171), dan Ats-Tsa'labi dalam tafsirnya "Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6), dari Muhammad bin Ja'far bin Az-Zubair, ia berkata:

" لَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ ، فَدَخَلُوا عَلَيْهِ مَسْجِدَهُ حَيْنَ صَلَّى الْعَصْرَ ، عَلَيْهِمْ ثِيَابُ الْحِبَرَاتِ ، جُبَبٌ وَأَرْدِيَةٌ ، فِي جَمَالِ رِجَالِ بَنِي الْحَارِثِ بْنِ كَعْبِ . قَالَ: يَقُولُ بَعْضُ مَنْ رَآهُمْ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمئِذٍ: مَا رَأَيْنَا وَفْدًا مِثْلَهُمْ ، وَقَدْ حَانَتْ صَلَاتُهُمْ ، فَقَامُوا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّونَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  دَعُوهُمْ  ، فَصَلَّوْا إلَى الْمَشْرِقِ ".

"Ketika mereka tiba di hadapan Rasulullah di Madinah, mereka masuk ke masjidnya setelah shalat Asar. Mereka mengenakan pakaian berhiaskan kain-kain sutra, jubah, dan selendang, dengan keindahan penampilan seperti para lelaki dari Bani Al-Harith bin Ka’b.

Dia berkata: Sebagian dari sahabat Nabi yang melihat mereka pada hari itu berkata: Kami belum pernah melihat delegasi seperti mereka. Dan ketika waktu shalat mereka tiba, mereka berdiri di dalam masjid Rasulullah untuk shalat. Maka Rasulullah berkata: ‘Biarkan mereka’, dan mereka pun shalat menghadap ke timur.”

**DERAJAT KESHAHIHAN HADITS:**

Semua riwayat hadits ini tidak ada yang shahih .

Pertama : **Riwayat ini terputus dan mu’dhal**, karena Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair bin Al-Awwam termasuk dalam golongan tabi'ut tabi'in, sehingga riwayatnya dari Nabi adalah mu’dhal (riwayat yang terputus dari beberapa perawi).

**Jalur kedua:** Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dalam tafsirnya "Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6) melalui jalur Muhammad bin Marwan As-Suddi, dari Al-Kalbi.

**Sanadnya rusak**, karena di dalamnya terdapat Muhammad bin Marwan As-Suddi kecil, yang ditinggalkan (matruk) dan dituduh berdusta.

Imam Al-Bukhari mengatakan tentangnya dalam "Adh-Dhu’afa As-Saghir" (340): "Para ulama meninggalkannya, dan tidak menulis haditsnya sama sekali." Demikian juga An-Nasa’i dalam "Adh-Dhu’afa wal Matrukun" (538): "Haditsnya ditinggalkan." Dan Abu Hatim dalam "Al-Jarh wa Ta’dil" (8/86) mengatakan: "Haditsnya hilang (dha’if) dan ditinggalkan, tidak ditulis sama sekali."

Ibnu Hibban dalam "Al-Majruhin" (2/286) mengatakan: "Dia termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits palsu dari perawi yang terpercaya, sehingga tidak halal menulis haditsnya kecuali untuk perbandingan, dan tidak boleh dijadikan hujjah dalam keadaan apapun."

**Jalur ketiga:** Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi dalam tafsirnya "Al-Kasyf wa Al-Bayan" (3/6), melalui jalur Abdullah bin Abi Ja’far Ar-Razi, dari ayahnya, dari Ar-Rabi’ bin Anas.

**Sanad ini juga terputus dan lemah**, karena di dalamnya terdapat Ar-Rabi' bin Anas, yang dikenal sebagai orang yang terpercaya (shaduq) dari kalangan tabi'in, namun haditsnya mursal (terputus). Selain itu, riwayat tersebut diriwayatkan darinya oleh Abu Ja’far Ar-Razi, dan riwayatnya dari Ar-Rabi’ bin Anas dikenal lemah dan mudhthorib (kacau dan labil).

Ibnu Hibban dalam "Ats-Tsiqat" (4/228) dalam biografi Ar-Rabi' bin Anas mengatakan: "Orang-orang menghindari haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Ar-Razi darinya, karena dalam riwayat tersebut terdapat banyak idhtirab (kekacauan dan kelabilan)."

*****

**HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIKETAHUI TENTANG TOLERANSI DALAM ISLAM:**

Hal Pertama : toleransi dalam kehidupan beragama (hidup berdampingan dengan agama lain).

Umat Islam dilarang memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk Islam. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah Swt berfirman :

﴿لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾

“Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), (karena) sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syetan atau apa saja yang disembah selain Allah) dan berimana kepada Allah, sungguh dia telah berpegang kepada buhulan tali yang kokoh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 256).

Dalam penjelasan ayat di atas, Islam adalah agama hidayah Allah Swt, oleh karena itu tidak dibenarkan adanya paksaan menganutnya. Apabila sudah menganutnya hendaklah melaksakan ajarannya.

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat tersebut mejelaskan :

أَيْ: لَا تُكْرِهُوا أَحَدًا عَلَى الدُّخُولِ فِي دِينِ الْإِسْلَامِ فَإِنَّهُ بَيِّنٌ وَاضِحٌ جَلِيٌّ دَلَائِلُهُ وَبَرَاهِينُهُ لَا يَحْتَاجُ إِلَى أَنْ يُكْرَهَ أَحَدٌ عَلَى الدُّخُولِ فِيهِ، بَلْ مَنْ هَدَاهُ اللَّهُ لِلْإِسْلَامِ وَشَرَحَ صَدْرَهُ وَنَوَّرَ بَصِيرَتَهُ دَخَلَ فِيهِ عَلَى بَيِّنَةٍ، وَمَنْ أَعْمَى اللَّهُ قَلَبَهُ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَبَصَرِهِ فَإِنَّهُ لَا يُفِيدُهُ الدُّخُولُ فِي الدِّينِ مُكْرَهًا مَقْسُورًا. وَقَدْ ذَكَرُوا أَنَّ سَبَبَ نُزُولِ هَذِهِ الْآيَةِ فِي قَوْمٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، وَإِنْ كَانَ حُكْمُهَا عَامًّا

**"Yakni: Janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam, karena agama Islam ini sangat jelas, terang benderang, dan nyata dalil-dalil serta buktinya. Tidak perlu ada paksaan bagi seseorang untuk masuk ke dalamnya. Sebaliknya, siapa yang telah Allah beri petunjuk kepada Islam, Allah lapangkan dadanya, dan Allah terangi penglihatannya, maka dia akan memasukinya dengan penuh keyakinan.

Sedangkan siapa yang Allah butakan hatinya dan Allah tutup pendengaran serta penglihatannya, maka tidak ada gunanya dia masuk agama dengan paksaan. Telah disebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini terkait dengan suatu kaum dari kalangan Anshar, meskipun hukumnya bersifat umum."** [Tafsir Ibnu Katsir 1/682].

Lalu Ibnu Katsir berkata :

Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Anshar dari kalangan Bani Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi :

"Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani."

Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut. [Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir].

As-Saddi meriwayatkan pula hal yang semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut:

“Keduanya telah masuk agama Nasrani di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa zabib (anggur kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu, maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta kepada Rasulullah . agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang kembali. Maka turunlah ayat ini”.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Hilal, dari Asbaq yang menceritakan :

"Pada mulanya aku memeluk agama mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia membacakan firman-Nya: 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).' (Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu masuk Islam, niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi sebagian urusan kaum muslim'." [Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/682-683].

**Hal kedua : toleransi dalam hubungan antar masyarakat dan bernegara:**

Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleransi yang harus ditunjukan umat Islam yakni diantaranya :

Kaum muslimin wajib tetap berbuat adil walaupun terdapat nonmuslim dan dilarang mendholimi hak mereka. Sebagaimana firman Allah swt :

﴿وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾

“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, menyebabkan kamu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Al-Maidah : 2).

Orang-rang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin, diperbolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan mereka.

﴿لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ . إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾

“Allah tidak melarang kamu terhadap orang yang tidak memerangi kamu pada agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu, bahwa kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orag-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya hanya melarang kamu terhadap orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengurisr kamu, bahwa kamu menjadikan mereka teman. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai teman, maka mereka itulah orang-orang yang dholim. (Qs Al-Mumtahanah : 8-9).

Dari tafsiran ayat tersebut, artinya umat Islam diperbolehkan berbuat baik pada orang kafir selama mereka tidak memusuhi umat Islam dan selama tidak melanggar prinsip-prinsip terpenting dalam Islam. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam jual beli.

Toleransi dalam Islam berlaku bagi semua orang, termasuk sesama Muslim dan non-Muslim. Dan toleransi dalam Islam tidak saling mengganggu ketika umat beragama menunaikan perintah agamanya. Dan toleransi dalam Islam memiliki batasan, yaitu selama tidak bertentangan dengan aqidah Islam dan syariat-nya.

ANCAMAN ADZAB PEDIH ATAS SEORANG MUSLIM YANG MEMBUNUH KAFIR DZIMMI :

Seorang Muslim yang membunuh seorang dzimmi diancam dengan ancaman yang sangat keras.

Nabi bersabda:

«‌مَنْ ‌قَتَلَ ‌مُعَاهَدًا ‌لَمْ ‌يَرِحْ ‌رَائِحَةَ ‌الجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا»

"Barangsiapa yang membunuh orang (non muslim) yang memiliki perjanjian (dengan kaum Muslimin), maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun." [HR. Bukhori no. 3166].

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam *Fath al-Bari* 12/259 berkata:

الْمُرَادُ بِهِ مَنْ لَهُ عَهْدٌ مَعَ الْمُسْلِمِينَ ‌سَوَاءٌ ‌كَانَ ‌بِعَقْدِ ‌جِزْيَةٍ أَوْ هُدْنَةٍ مِنْ سُلْطَانٍ أَوْ أَمَانٍ مِنْ مُسْلِمٍ

'Yang dimaksud dengan orang yang memiliki perjanjian di sini adalah siapa saja yang memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin, baik melalui perjanjian jizyah, perjanjian gencatan senjata dengan penguasa, atau jaminan keamanan dari seorang Muslim.'”**

*****

**TOLERANSI ISLAM MENOLAK SINKRETISME**

Meskipun umat Islam diperintahkan untuk bertolensi dengan agama-agama lain, namun demikian dalam bertoleransi umat Islam tidak boleh mencampuradukkannya dalam masalah akidah dan syariat.

Akidah merupakan bagian esensial atau inti dari suatu agama. Sementara Sinkretisme itu adalah pencampur adukan beberapa ritual keagamaan yang berbeda.

Konsep terpenting dalam toleransi Islam adalah menolak sinkretisme, yakni kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah swt berfirman :

﴿وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾

“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali Imron : 85).

Dan kebenaran itu hanya ada di agama Allah Swt.

﴿الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ﴾

“kebenaran itu datang dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang bimbang (QS Albaqoroh :147).

Kaum mukmin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang non-muslim dan lebih tinggi pula daripada orang-orang munafik (ahlul bid’ah). Allah Swt menegaskan yang dalam firmanNya :

﴿وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ﴾

“Maka janganlah kalian bersikap lemah dan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Ali-Imran: 139).

Pencampuradukkan suatu ajaran agama dengan ajaran agama lain adalah perkara yang dilarang oleh semua agama, terlebih dalam agama Islam karena sama dengan mencampuradukkan antara kebenaran dengan kebatilan. Alloh ta’ala berfirman :

{ وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون }

“Janganlah kalian mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, sementara kalian mengetahui-nya”. (Qs. Al-Baqoroh : 42)

Bahkan sinkretisme menunjukkan bahwa orang yang menganutnya tidak lagi percaya dengan kebenaran, tetapi hidup di antara keraguan. Sinkretisme juga termasuk upaya mencampuradukkan ritual ibadah yang terlarang, sebagaimana firman Alloh ta’ala :

{ فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ }

“Maka karena itu serulah (manusia) dan beristiqomahlah sebagaimana kamu diperintahkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan katakanlah :

“Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan oleh Alloh dan aku diperintah untuk berlaku adil di antara kalian, Alloh adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian juga, hanya bagi kami amal-amal kami dan hanya bagi kalian amal-amal kalian, tidak ada lagi perbantahan di antara kami dengan kalian, Alloh Yang akan mengumpulkan kita, dan hanya ke-pada-Nya tempat kembali.” (Qs. Asy-Syuro : 15)

Upaya mencampuradukkan agama-agama adalah hal yang berlawanan dengan prinsip ajaran Tauhid Islam. Oleh sebab itu agar tidak terjadi sinkretisme dalam bertoleransi antar agama, maka Allah menurunkan Surah al-Kafirun sebagai pedoman dalam bertoleransi. Allah Azza wa Jalla berfirman :

{ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ . وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ . لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ }

Artinya : Katakanlah: "Wahai orang-orang kafir . Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidaklah menjadi penyembah apa yang kalian sembah . Dan kalian bukanlah orang - orang yang menyembah apa yang aku sembah . Bagi kalian agama kalian, dan bagi ku agama ku . " [QS. al-Kafirun : 1 - 6]

Makna dari ayat-ayatnya menunjukan keluasan ajaran Islam tidak memaksakan Islam kepada orang lain, masing-masing melaksanakan tuntutan agamanya dan tidak mencampuradukan ajaran agama satu dengan yang lainnya.

Sebab Turun nya Surat Al-Kafirun :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ قُرَيْشًا وَعَدُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعْطُوهُ مَالًا فَيَكُونَ أَغْنَى رَجُلٍ بِمَكَّةَ، وَيُزَوِّجُوهُ مَا أَرَادَ مِنَ النِّسَاءِ، وَيَطَئُوا عَقِبَهُ، فَقَالُوا لَهُ: هَذَا لَكَ عِنْدَنَا يَا مُحَمَّدُ، وَكَفَّ عَنْ شَتْمِ آلِهَتِنَا، فَلَا تَذْكُرْهَا بِسُوءٍ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ، فَإِنَّا نَعْرِضُ عَلَيْكَ خَصْلَةً وَاحِدَةً، فَهِيَ لَكَ وَلَنَا فِيهَا صَلَاحٌ. قَالَ: "مَا هِيَ؟" قَالُوا: تَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً: اللَّاتَ وَالْعُزَّى، وَنَعْبُدُ إِلَاهَكَ سَنَةً. قَالَ: "حَتَّى أَنْظُرَ مَا يَأْتِي مِنْ عِنْدِ رَبِّي". فَجَاءَ الْوَحْيُ مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ: (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) السُّورَةَ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ: (قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ) ... إِلَى قَوْلِهِ: (فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ).

“Bahwasanya orang - orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah untuk memberikan sejumlah harta kepada beliau, sehingga beliau akan menjadi orang yang paling kaya di Makkah, menikahkan beliau dengan wanita mana saja yang beliau inginkan, dan mereka patuhi beliau sebagai pemimpin.

Mereka berkata : "Ini untuk mu disisi kami, wahai Muhammad. Dan berhentilah engkau dari mencela tuhan-tuhan kami, dan janganlah engkau menjelek-jelekkan nya. Tapi jika engkau tidak mau, kami tawarkan kepada mu satu tawaran yaitu tawaran yang mengandung kebaikan bagi mu dan bagi kami."

Beliau bertanya : "Apa itu?" Mereka (orang kafir) itu berkata: "Engkau menyembah Tuhan - Tuhan kami yakni Lata dan Uzza selama setahun, dan kami pun akan menyembah Tuhan mu selama setahun pula. Beliau bersabda :

(( حَتَّى أَنْظُرَ مَايَأْتِيْ مِنْ عِنْدَ رَبِّي ))

"Tunggu sampai aku melihat apa yang datang dari sisi Tuhan ku."

Lalu turunlah wahyu dari Lauh Mahfuzh : (Katakanlah : Wahai orang - orang kafir" (Surat Al-Kafirun)”.

Dan Allah menurunkan wahyu :

﴿قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ . وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ . بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ ﴾

Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang jahil (tidak berpengetahuan)?

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". [QS. Az-Zumar : 64-66]

Surah al-Kafirun telah menjawab kompromi yang diajukan oleh orang-orang kafir. Jawabannya itu adalah : melarang umat Islam mencampuradukkan akidah dan keimanan Islam dengan ajaran agama lain. Memang benar Islam menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal toleransi.

**Kesimpulan Kandungan Surah al-Kafirun**:

Pertama : yaitu ikrar kemurnian tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla melarang hamba-Nya mencampur adukkan akidah dan keimanan yang ia anut dengan keyakinan umat lain.

Kandungan kedua : adalah ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

Dan dalam surat al-An’am Allah berfirman :

{ الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ }

Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'am : 82)

Dalam hadist ‘Abdullah (bin Mas’ud) , beliau berkata :

" لَمَّا نَزَلَتِ : { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } ، قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ : أَيُّـنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ : { إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ } ".

Artinya : “ketika turun ayat  : [ ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman’ (al-An’aam: 82)], berkata sahabat-sahabat Rosululloh : ‘Siapakah gerangan di antara kita yang tidak pernah menganiaya dirinya?’ lalu Allah menurunkan ayat  [‘Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar.’ (Luqman: 13)] (HR. Imam Al-Bukhory no. 3245 , 3246 , 4353, 4498, 6520, 6538 )

Shahabat yg mulia bernama Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى النَّبِيَّ ﷺ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أهل الْكُتُبِ. فَقَرَأَهُ النَّبِيُ ﷺ فَغَضِبَ فَقَالَ: (( أَمُتَهَوِّكُوْنَ فِيْهَا، يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً، لاَ تَسْأَلُوْهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوْكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوْا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوْا بِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوْسَى عليه السلام  كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِي )).

“Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Nabi dengan membawa sebuah kitab yg diperoleh dari sebagian ahlul kitab. Nabi pun membaca lalu beliau marah seraya bersabda:

“Apakah engkau termasuk orang yg bingung wahai Ibnul Khaththab? Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama yg putih bersih. Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada mereka (ahli kitab) maka kemudian mereka mengabarkan al-haq kepada kalian namun kalian mendustakan al-haq tersebut. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan lalu kalian membenarkan kebatilan tersebut. Demi Dzat yg jiwaku berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali dengan mengikuti aku.”

Hadits ini diriwayatkan Al-Imam Ahmad dlm Musnad- 3/387 dan Ad-Darimi dlm muqaddimah kitab Sunan- no. 436.

Demikian pula Ibnu Abi ‘Ashim Asy-Syaibani dlm kitab As-Sunnah no. 50. Hadits ini dihasankan oleh imam ahlul hadits di jaman ini Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam Dzilalul Jannah fi Takhrij As-Sunnah dan Irwa`ul Ghalil no. 1589.

Begitu juga menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut Al-Lalkai dan Al-Harwi dan lainnya).

Dalam riwayat Ad-Darimi hadits di atas datang dengan lafadz:

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه أَتَى رَسُوْلَ اللهَ ﷺ بِنُسْخَةٍ مِنَ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هذِهِ نُسْخَةٌ مِنَ التَّوْرَاةِ. فَسَكَتَ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ وَوَجْهُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ يَتَغَيَّرُ. فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: ثَكِلَتْكَ الثَّوَاكِلُ ، مَا تَرى مَا بِوَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. فَنَظَرَ عُمَرُ إِلَى وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَقَالَ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ غَضَبِ اللهِ وَغَضَبِ رَسُوْلِهِ ﷺ، رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِحُمَّدٍ نَبِيًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ:

(( وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَالَكُم مُوْسَى فَاتَّبَعْتُمُوْهُ وَتَرَكْتُمُوْنِي، لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيْلِ، وَلَو كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَتَّبَعَنِيْ )).

‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang kepada Rasulullah dengan membawa salinan dari kitab Taurat.

Ia berkata: “Ya Rasulullah ini salinan dari kitab Taurat.”

Rasulullah diam lalu mulailah ‘Umar membaca dlm keadaan wajah beliau berubah. Melihat hal itu Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: “Betapa ibumu kehilangan kamu tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah ?”

Umar melihat wajah Rasulullah maka ia berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaan Allah dan Rasul-Nya. Kami ridha Allah sebagai Rabb kami Islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami.”

Rasulullah berkata: “Demi Dzat yg jiwa Muhammad berada di tangan-Nya seandai Musa ‘alaihis salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikuti dan meninggalkan aku sungguh kalian telah sesat dari jalan yg lurus. Seandai Musa masih hidup dan ia menemui masa kenabianku niscaya ia akan mengikutiku.”

Dalam Hadits diatas terdapat pengertian sebagai berikut:

Pertama : Rasulullah  heran adanya orang yang mulai mencari petunjuk kepada selain Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan beliau masih hidup. Termasuk tuntutan iman kepada Al-Quran dan As-Sunnah adalah meyakini bahwa petunjuk itu adanya hanyalah pada keduanya (Al-Quran dan As-Sunnah) itu.

Kedua : Rasulullah  telah membawa agama yang suci murni, tidak dikaburkan oleh pembuat kekaburan berupa perubahan, penggantian, atau penyelewengan. Sedang para sahabat menerima agama Islam itu dengan utuh dan murni. Maka bagaimana mungkin mereka akan berpaling darinya dan mencari petunjuk kepada hal-hal yang menyerupai penyelewengan, penggantian, dan penambahan serta pengurangan ?

Ketiga : bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam sendiri yang diturunkan kepadanya Kitab Taurat seandainya dia masih hidup pasti dia wajib mengikuti Rasul , dan meninggalkan syari’at yang telah dia sampaikan kepada manusia.

Hadits ini adalah pokok mengenai penjelasan manhaj (pola) Al-Quran dan As-Sunnah. Tidak boleh seorangpun mencari petunjuk kepada ajaran yang tidak dibawa oleh Rasulullah  apalagi mengamalkannya atau mencampuradukannya walaupun dulunya termasuk syari’at yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla atas salah satu nabi yang dahulu  dan tidak ada unsur kesyirikan di dalamnya .

Bahkan umat Islam tidak boleh mengamalkan syariat yang pernah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad tapi sudah di mansukh alias di hapus hukumnya seperti syariat arah qiblat dalam shalat yang sebelumnya Rosulullah dan kaum Muslimin selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah kiblatnya ke Baitul Maqdis , setelah itu Allah menghapus dan menggantinya ke arah Ka’bah Masjidil Haram Makkah .

Dari semua keterangan yang tersebut di atas , maka semakin yakin akan larangan sinkretisme atau mengamalkan tradisi , budaya , adat istiadat , ritual kesyirikan agama dewa – dewi hindu budha dan lainnya . Allah Azza wa Jalla berfirman :

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ }

“ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allâh) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. [QS. al-Baqarah : 208-209]. 

Maksudnya, kata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:

“Kerjakanlah seluruh amal ketaatan dan hindarilah oleh kalian semua yang dibisikkan setan kepada kalian. Karena, “Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui" (al-Baqarah/2:169), dan “karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Fâthir :6).

Mutharrif berkata, “Makhluk Allâh yang paling ampuh tipu muslihatnya terhadap hamba Allâh adalah setan”. 

Selanjutnya, pada ayat berikutnya Allâh Azza wa Jalla berfirman:

{ فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ }

“ Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran “. 

Seseorang yang tidak taat kepada Allâh Azza wa Jalla , hakikatnya ia justru terjerumus ke dalam perbuatan yang buruk, yaitu mempertuhankan dan mendewakan hawa nafsunya, sehingga menyeretnya kepada kehinaan, kenistaan dan kesengsaraan hakiki. Realitas ini harus disadari oleh setiap Mukmin yang berharap keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Seseorang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla tidak sepantasnya menjadikan hawa nafsunya sebagai "tuhan" yang ditaati. Maksudnya, jika satu perintah sesuai dengan keinginannya, maka ia akan menjalankannya. Bila satu aturan tidak sejalan dengan hawa nafsunya, ia pun menolak menaatinya. Mestinya, hawa nafsunya harus tunduk patuh kepada aturan agama (Islam), dan mengerjakan amalan kebajikan yang berada dalam jangkauan kemampuannya. Adapun perintah-perintah yang belum sanggup untuk menjalankannya, maka hendaklah ia mematuhi dan menanamkan niat untuk menjalankannya, sehingga ia mendapatkan pahala dengan niatnya itu.

Seorang hamba yang telah mengetahui al-haq, namun kemudian membencinya, maka orang yang seperti ini pantas mendapatkan perlakuan dari Allâh Azza wa Jalla untuk semakin dijauhkan dari kebenaran dan kemudian ditambah kesesatannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

{ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ }

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka. [QS. ash-Shaff :5].

Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di rahimahullah berkata, “Orang yang membenci al-haqq dan justru berjalan mengikuti hawa nafsunya, pantaslah Allâh Azza wa Jalla menambahkan kesesatan untuknya”.

Cermati pula perkataan Abu Bakr Ash-Shiddîq radhiyallahu ‘anhu berikut ini :

“Aku khawatir akan menjadi orang yang sesat (menyimpang) bila aku tinggalkan sesuatu dari petunjuk Rasûlullâh “. 

Syaikh Hamd bin Ibrâhîm al-‘Utsmân mengatakan :

“Dengan demikian (melalui ayat ini), dapat diketahui kesalahan orang-orang yang berada di atas manhaj-manhaj yang tidak berdiri di atas al-haq. Mereka memperlakukan syariat sesuai dengan kehendak sendiri, menjalankan sebagian petunjuk syariat dan berpaling dari petunjuk syariat lainnya yang dianggapnya qusyûr (kulit), atau masalah cabang yang tidak ada urgensi dan kepentingannya. Demikian dalih mereka".

Allâh Ta’ala mengingatkan: 

{ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ }

Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? [QS. al-Baqarah : 85].[16] 

Setandar yang benar Keimanan dan keIslamann kita umat Islam harus merujuk kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum . Allah Azza wa Jalla berfirman :

{ فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}

“ Maka jika mereka beriman dengan keimanan yang sama seperti yang kalian beriman kepadanya  , maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan. Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “. (QS. al-Baqarah : 137)

Dan lebih tegas lagi Allah Azza wa Jalla berfirman :

{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ }

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali 'Imran : 31-32 ).

Hanya manhaj Nabi yang benar dan wajib diikuti seperti yang Allah Azza wa Jalla tegaskan dalam firman-Nya :

{ قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ }

Artinya : Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". ( QS. Yusuf : 108 ).

Dalam firman-Nya yang lain :

{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}

Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. ( QS. Al-An'am : 153 ).

Dalam menafsirkan ayat ini Abdullah bin Masud radhiyallahu ‘anhu berkata :

خَطَّ رَسُولُ اللهِ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا سَبِيلُ اللهِ مُسْتَقِيمًا". وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذِهِ السُّبُلُ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ". ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}.

" Rosulullah menggaris sebuah garis dengan tangannya , kemudian beliau bersabda : "Ini adalah jalan Allah yang lurus ".

Dan beliau memberinya garis ke arah kanan dan ke kiri , kemudian beliau bersabda : " Jalan-jalan ini , tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan tersebut  kecuali disana ada syetan yang memanggil-manggil untuk melaluinya ".

Kemudian beliau membaca ayat yang artinya : " Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ". ( HR. Ahmad dan Hakim . Hakim berkata : Sanad nya Sahih ) .

*****

**LARANGAN BERSIMPATI DAN CONDONG TERHADAP AJARAN AGAMA KAFIR DAN PEMELUKNYA**

Allah Ta'ala berfirman:

﴿وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا (٧٤) إِذًا لَأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا (٧٥)

"Dan sekiranya Kami tidak meneguhkan hatimu, niscaya kamu hampir saja condong sedikit kepada mereka. Jika terjadi demikian, niscaya Kami akan menimpakan kepadamu rasa (siksaan) dua kali lipat di dunia ini dan dua kali lipat setelah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun untuk melawan Kami." (Al-Isra: 74-75).

Allah juga berfirman:

 ﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (١١٣)

"Dan janganlah kalian cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka, dan sekali-kali kalian tidak mempunyai pelindung selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan." (Hud: 113).

Al-Qurtubi berkata:

{وَلاَ تَرْكَنُواْ} الرُّكُونُ حَقيقَةُ الِاسْتِنادِ وَالاعْتِمادِ وَالسُّكونِ إِلَى الشَّيْءِ وَالرِّضا بِهِ، قالَ قَتادَةُ: مَعْناهُ: لا تُوَدُّوهُمْ وَلا تُطيعُوهُمْ. اِبْنُ جُرَيْجٍ: لا تَميلُوا إِلَيْهِمْ. أَبُو الْعالِيَةِ: لا تَرْضَوْا أَعْمالَهُمْ. وَكُلُّهُ مُتَقارِبٌ. وَقالَ اِبْنُ زَيْدٍ: الرُّكُونُ هُنا الإِدْهانُ، وَذَلِكَ أَلّا يُنْكِرَ عَلَيْهِمْ كُفْرَهُمْ. وَقَوْلُهُ تَعالى: {إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ} قِيلَ: أَهْلُ الشِّرْكِ، وَقِيلَ: عامَّةٌ فيهِمْ وَفي الْعُصاةِ... وَهذا هُوَ الصَّحيحُ في مَعْنى الآيَةِ، وَأَنَّها دالَّةٌ عَلى هِجْرانِ أَهْلِ الْكُفْرِ وَالْمَعاصِي مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ وَغَيْرِهِمْ، فَإِنَّ صُحْبَتَهُمْ كُفْرٌ أَوْ مَعْصِيَةٌ، إِذِ الصُّحْبَةُ لا تَكُونُ إِلّا عَنْ مَوَدَّةٍ.

“Firman Allah: ‘Dan janganlah kalian condong (cenderung)’ maksudnya adalah benar-benar bersandar, bergantung, dan merasa nyaman dengan mereka.

Qatadah berkata: ‘Maknanya, janganlah kalian mencintai mereka dan menaati mereka.’

Ibnu Juraij berkata: ‘Janganlah kalian condong kepada mereka.’

Abu Al-‘Aliyah berkata: ‘Janganlah kalian ridha dengan amal-amal mereka.’ Semua ini memiliki makna yang serupa.

Ibnu Zaid berkata: ‘Kecenderungan yang dimaksud adalah kompromi, yaitu tidak menolak kekufuran mereka.’

Adapun firman Allah: ‘kepada orang-orang yang zalim’ dikatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang musyrik, namun bisa juga berarti umum, mencakup mereka dan pelaku maksiat.

Dan ini adalah pendapat yang benar dalam menafsirkan ayat ini, yang menunjukkan kewajiban menjauhi orang-orang kafir dan pelaku maksiat, termasuk ahli bid'ah dan lainnya, karena berteman dengan mereka adalah kekufuran atau maksiat, sebab pertemanan tidak akan terjadi kecuali karena rasa kasih sayang.” (Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an (9/108)).

*****

**LARANGAN MENYERUPAI ORANG KAFIR**

Umat Islam diperintahakn untuk menjauhkan diri dari menyerupai orang-orang kafir dalam tindakan yang terlihat:

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”

[HR. Abu Dawud (4031) dengan lafaz ini, dan oleh Ahmad (5114). Dinyatakan shahih oleh al-Albaani dalam Shahih Abu Daud].

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

إنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَبَلَ بَنِي آدَمَ بَلْ سَائِرَ الْمَخْلُوقَاتِ عَلَى التَّفَاعُلِ بَيْنَ الشَّيْئَيْنِ الْمُتَشَابِهَيْنِ، وَكُلَّمَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ أَكْثَرَ كَانَ التَّفَاعُلُ فِي الْأَخْلَاقِ وَالصِّفَاتِ أَتَمَّ، حَتَّى يُؤَوِّلَ الْأَمْرُ إِلَى أَنْ لَا يَتَمَيَّزَ أَحَدُهُمَا عَنْ الْآخَرِ إِلَّا بِالْعَيْنِ فَقَط... فَالْمُشَابَهَةُ وَالْمُشَاكَلَةُ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُوجِبُ مُشَابَهَةً وَمُشَاكَلَةً فِي الْأُمُورِ الْبَاطِنَةِ عَلَى وَجْهِ الْمِسَارَقَةِ وَالتَّدْرِيجِ الْخَفِيِّ... وَإِنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الظَّاهِرِ تَوْرِثُ نَوْعَ مَوَدَّةٍ وَمَحَبَّةٍ وَمُوَالَاة فِي الْبَاطِنِ، كَمَا أَنَّ الْمَحَبَّةَ فِي الْبَاطِنِ تَوْرِثُ الْمُشَابَهَةَ فِي الظَّاهِرِ، وَهَذَا أَمْرٌ يَشْهَدُ بِهِ الْحَسُّ وَالتَّجْرِبَةُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَيْنِ إِذَا كَانَا مِنْ بَلَدٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اجْتَمَعَا فِي دَارِ غُرْبَةٍ كَانَ بَيْنَهُمَا مِنَ الْمَوَدَّةِ وَالْائْتِلَافِ أَمْرٌ عَظِيمٌ، وَإِنْ كَانَا فِي مَصْرِهِمَا لَمْ يَكُونَا مُتَعَارِفَيْنِ، أَوْ كَانَا مُتَهَاجِرَيْنِ، وَذَاكَ لِأَنَّ الِاشْتِرَاكَ فِي الْبَلَدِ نَوْعٌ وَصَفٌّ اخْتَصَّا بِهِ عَنْ بَلَدِ الْغُرْبَةِ... وَكَذَلِكَ تَجِدُ أَرْبَابَ الصِّنَاعَاتِ الدُّنْيَوِيَّةِ يَأْلَفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا مَا لَا يَأْلَفُونَ غَيْرَهُمْ حَتَّى إِنَّ ذَلِكَ يَكُونُ مَعَ الْمُعَادَاةِ وَالْمُحَارَبَةِ، إِمَّا عَلَى الْمَلِكِ، وَإِمَّا عَلَى الدِّينِ... وَتَجِدُ الْمُلُوكَ وَنَحْوَهُمْ مِنَ الرُّؤَسَاءِ وَإِنْ تَبَاعَدَتْ دِيَارُهُمْ وَمَمَالِكُهُمْ بَيْنَهُم مُنَاسَبَةٌ تَوْرِثُ مُشَابَهَةً وَرِعَايَةً مِنْ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ، وَهَذَا كُلُّهُ مُوجَبٌ الطِّبَاعِ وَمُقْتَضَاهُ، إِلَّا أَنْ يُمْنَعَ مِنْ ذَلِكَ دِينٌ أَوْ غَرَضٌ خَاصٌّ. فَإِذَا كَانَتِ الْمُشَابَهَةُ فِي أُمُورٍ دُنْيَوِيَّةٍ تَوْرِثُ الْمَحَبَّةَ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ، فَكَيْفَ بِالْمُشَابَهَةِ فِي أُمُورٍ دِينِيَّةٍ؟! فَإِنَّ إِفْضَاءَهَا إِلَى نَوْعٍ مِنَ الْمُوَالَاة أَكْثَرُ وَأَشَدُّ، وَالْمَحَبَّةُ وَالْمُوَالَاة لَهُمْ تُنَافِي الْإِيمَانَ.

“Sesungguhnya Allah SWT menciptakan anak Adam dan semua makhluk lainnya untuk saling berinteraksi antara dua hal yang mirip. Semakin besar kesamaan antara dua hal tersebut, semakin sempurna interaksi dalam akhlak dan sifat, sampai akhirnya tidak ada perbedaan antara keduanya kecuali dengan pandangan saja. Oleh karena itu, kesamaan dan keserupaan dalam hal-hal yang terlihat menyebabkan kesamaan dan keserupaan dalam hal-hal yang tersembunyi dengan cara yang halus dan bertahap.

Kesamaan dalam hal yang terlihat akan melahirkan cinta dan kasih sayang serta dukungan dalam hati, seperti halnya cinta di dalam hati akan melahirkan kesamaan di luar. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman dan pengamatan; bahkan jika dua orang berasal dari daerah yang sama dan kemudian bertemu di tempat perantauan, akan ada rasa kasih sayang dan persatuan yang besar di antara mereka, meskipun sebelumnya di daerah asal mereka tidak saling mengenal atau bahkan bermusuhan. Ini karena kesamaan di daerah merupakan jenis sifat yang khusus mereka miliki dibandingkan dengan daerah perantauan.

Demikian juga, para pengrajin di dunia ini saling mengenal satu sama lain dengan cara yang tidak mereka lakukan dengan orang lain, bahkan jika ada permusuhan atau pertikaian, baik itu terkait kekuasaan maupun agama.

Dan kamu akan menemukan para raja dan sejenisnya dari para pemimpin, meskipun negeri dan kerajaan mereka terpisah, tetap ada hubungan yang melahirkan kesamaan dan perhatian di antara mereka.

Semua ini merupakan hasil dari sifat dan kebiasaan, kecuali jika ada agama atau tujuan khusus yang menghalanginya. Jika kesamaan dalam hal duniawi saja sudah melahirkan cinta dan dukungan, maka bagaimana dengan kesamaan dalam hal agama? Karena kesamaan dalam hal agama akan lebih mengarah pada dukungan dan cinta yang lebih kuat, dan cinta serta dukungan kepada mereka bertentangan dengan iman.” [Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim (1/547-550)]

Dan Syeikh Hamd bin Atiq berkata:

«إِذَا كَانَتْ مُشَابَهَةُ الْكُفَّارِ فِي الْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ إِنَّمَا نُهِيَ عَنْهَا لِأَنَّهَا وَسِيلَةٌ وَسَبَبٌ يُفْضِي إِلَى مُوَالَاتِهِمْ وَمَحَبَّتِهِمْ، فَالنَّهْيُ عَنْ هَذِهِ الْغَايَةِ وَالْمَحْذُورِ أَشَدُّ، وَالْمَنْعُ مِنْهُ وَتَحْرِيمُهُ أَوْكَدُ، وَهَذَا هُوَ الْمَطْلُوبُ».

“Jika menyerupai orang-orang kafir dalam tindakan yang terlihat dilarang karena itu adalah cara dan sebab yang mengarah pada dukungan dan cinta kepada mereka, maka larangan terhadap tujuan dan hal yang berbahaya itu lebih kuat, dan pengharaman serta pelarangannya lebih ditekankan, dan inilah yang diinginkan.” [Sabiil an-Najat wa al-Fikaak  (hlm. 52)]

Syeikh Shalih al-Fawzan berkata:

"مِنْ مَظَاهِرِ مُوَالَاة الْكُفَّارِ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمَا؛ لِأَنَّ التَّشَبُّهَ بِهِمْ فِي الْمَلْبَسِ وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمَا يَدُلُّ عَلَى مَحَبَّةِ الْمُتَشَبِّهِ لِلْمُتَشَبَّهِ بِهِ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ))، فَيَحْرُمُ التَّشَبُّهُ بِالْكُفَّارِ فِيمَا هُوَ مِنْ خَصَائِصِهِمْ وَمِنْ عَادَاتِهِمْ وَعِبَادَاتِهِمْ وَسِمَتِهِمْ وَأَخْلَاقِهِمْ كَحَلْقِ اللِّحَى، وَإِطَالَةِ الشَّوَارِبِ، وَالرَّطَانَةِ بِلُغَتِهِمْ إِلَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَفِي هَيْئَةِ اللِّبَاسِ، وَالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ".

"Di antara bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir adalah meniru mereka dalam hal pakaian, ucapan, dan hal-hal lainnya; karena meniru mereka dalam pakaian, ucapan, dan hal-hal lainnya menunjukkan kecintaan orang yang meniru kepada yang ditiru. Oleh karena itu, Nabi bersabda:

*'Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.'*

(HR. Ahmad (2/50, 92) dan Abu Dawud (4031), dan sanadnya dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (10/271), serta disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud (3401)).

Maka, haram hukumnya menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, kebiasaan mereka, ibadah mereka, penampilan mereka, dan akhlak mereka, seperti mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berbicara dalam bahasa mereka kecuali dalam keadaan darurat, serta dalam gaya berpakaian, makan, minum, dan hal-hal lainnya." [Baca: Al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad (hlm. 280)].

Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih berkata :

وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ نَهَى عَنِ التَّشَبُّهِ بِالْكُفَّارِ لِكَيْ يَعْتَزَّ الْمُسْلِمُ بِدِينِهِ، وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بَعْدَ ظُهُورِ الْإِسْلَامِ وَقُوَّةِ أَهْلِهِ وَبَعْدَمَا كَانَ لَهُمْ مَنَعَةٌ وَقُوَّةٌ، أَمَّا مَنْ كَانَ بِدَارِ كُفْرٍ وَخَشِيَ عَلَى نَفْسِهِ الضَّرَرَ إِذَا خَالَفَهُمْ فِي الزِّيِّ الظَّاهِرِ فَجَوَّزَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مُوَافَقَتَهُمْ بِزِيِّهِمُ الظَّاهِرِ فَقَطْ إِتِّقَاءً لِشَرِّهِمْ وَضَرَرِهِمْ.

“Nabi dalam hadits Ibnu Umar melarang untuk menyerupai orang-orang kafir agar seorang Muslim merasa bangga dengan agamanya. Nabi mengatakan hal itu setelah Islam muncul dan umatnya menjadi kuat dan memiliki kekuatan serta perlindungan.

Adapun bagi orang yang tinggal di negeri kafir dan khawatir akan bahaya terhadap dirinya jika ia berbeda dalam hal pakaian yang tampak, maka sebagian para ulama membolehkan untuk menyesuaikan diri dengan pakaian mereka yang tampak hanya sebagai langkah untuk menghindari keburukan dan bahaya dari mereka”.

[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ: مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ]

*****

** PINTU DAN METODE SETAN DALAM MENYESATKAN MANUSIA YANG PERLU DIWASPADAI**

Diantaranya adalah sbb :

**PERTAMA: PINTU SYUBHAT DAN SYAHWAT**

Syubhat berarti sesuatu yang meragukan dan samar, sedangkan syahwat adalah dorongan hawa nafsu. Melalui pintu inilah setan semakin kuat menggoda manusia, dengan membisikkan keraguan dan godaan. Setan terus membujuk hingga hati merasa tenang dalam melakukan perbuatan tersebut. Sejak awal permusuhannya dengan Nabi Adam, setan telah menggunakan syubhat dan syahwat sebagai cara keji untuk menyesatkan keturunan Adam agar tidak menaati perintah Allah.

Perhatikan bagaimana tipu daya setan tergambar dalam firman Allah berikut:

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مِنْ سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَوَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَفَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ.

"Maka setan menggoda mereka berdua untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya." [QS. Al-A'râf :20-22]

Pelajaran dari Ayat diatas tentang Tipu Daya Setan:

Dari ayat ini, kita dapat menarik pelajaran penting bahwa setan mengeksploitasi kecenderungan manusia yang tersembunyi, seperti keinginan untuk hidup kekal dan memiliki harta yang tidak terbatas. Manusia, meskipun umurnya pendek dan terbatas, memiliki dorongan kuat untuk memperoleh kehidupan yang abadi dan kepemilikan yang tiada habisnya.

Dalam ayat tersebut, tipu daya setan terungkap melalui firman Allah: 

{ أَنْ تَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ }

**" supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)"** (QS. Al-A'raf: 20). 

Di sini, kata *malakaini* memiliki dua bacaan yang dapat membantu memahami maknanya.

Ke1. **Bacaan pertama: malikaini** (huruf lam dibaca kasrah), berarti "dua raja," yaitu raja dan ratu. Bacaan ini didukung oleh ayat lain dalam Surat Thaha: 

**"Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua pohon keabadian dan kerajaan yang tidak akan musnah?"** (QS. Thaha: 120). 

Makna dari bacaan ini menunjukkan bahwa tipu daya setan terkait dengan janji kekuasaan abadi dan kehidupan kekal, dua hal yang sangat diinginkan oleh manusia. Hal ini juga mencerminkan syahwat manusia terhadap kekuasaan dan kehidupan, yang sering kali menyesatkan mereka dari jalan yang benar.

Ke 2. **Bacaan kedua: malakaini** (huruf lam dibaca fathah), yang berarti "dua malaikat." Dalam bacaan ini, tipu daya setan adalah janji untuk membebaskan manusia dari batasan fisik, seperti malaikat yang dianggap kekal. Setan memanipulasi manusia dengan menawarkan khayalan akan keabadian dan kebebasan dari segala keterbatasan fisik.

Ketika Iblis mengetahui larangan Allah terhadap Adam dan Hawa untuk memakan buah dari pohon tersebut, ia memanfaatkan kelemahan jiwa mereka. Dengan menciptakan ilusi dan harapan kosong, Iblis menggoyahkan hati mereka, mempermainkan syahwat dan keinginan mereka, bahkan memperkuat tipu dayanya dengan sumpah palsu bahwa ia adalah penasihat yang jujur.

**PINTU SETAN YANG KEDUA: AL-HIRSH WAL HASAD (TAMAK DAN DENGKI)**

Menurut Imam Al-Ghazali, dua pintu besar bagi setan untuk menyesatkan manusia adalah **al-hirsh** (tamak) dan **hasad** (dengki). Sifat tamak dan hasad ini memungkinkan setan masuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia, menguasai mereka hingga membawa pada kehancuran.

Imam Abu Dawud dalam *Sunan Abu Dawud* meriwayatkan sebuah kisah tentang Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Ketika beliau menaiki perahu, dan memasukkan ke dalam perahu itu berbagai makhluk  secara berpasang-pasangan, tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tidak dikenal. Orang itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh ‘Alaihissalam bertanya, “Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.” Orang tua itu adalah setan.

Lalu, Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata, “Keluarlah kamu dari sini, hai musuh Allah! Kamu terkutuk!” Iblis itu kemudian berkata kepada Nabi Nuh, “Ada lima hal yang dengan kelimanya aku membinasakan manusia. Akan kuberitahukan yang tiga, dan kusembunyikan yang dua.” Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh: “Katakan, aku tidak membutuhkan yang tiga. Aku membutuhkan yang dua.” Lalu Nuh bertanya, “Apa yang dua itu?” Iblis menjawab, “Dua hal yang membinasakan manusia adalah ketamakkan dan kedengkian. Karena kedengkian inilah, aku dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena dorongan ketamakkan itu pula, Adam dan Hawa tergoda untuk menuruti keinginannya.”

[**Referensi Utama:** - Al-Ghazali, *Ihya Ulumuddin*, Bab Tentang Pintu-Pintu Setan. - Sunan Abu Dawud, Kitab tentang Kisah Nabi Nuh. - Tafsir Al-Qur'an terkait QS. Al-A'raf: 20 dan QS. Thaha: 120].

**PINTU SETAN YANG KETIGA: MEREMEHKAN DOSA-DOSA KECIL :**

Meremehkan dosa-dosa kecil adalah salah satu pintu yang berbahaya bagi manusia. Ketika seseorang menganggap kecil suatu dosa, setan akan memanfaatkannya dengan terus mendorong orang tersebut untuk mengabaikan kesalahannya. Akibatnya, dosa-dosa kecil itu dilakukan secara berulang hingga menumpuk dan pada akhirnya membawa kebinasaan. Rasulullah telah memperingatkan umatnya tentang bahaya dosa kecil melalui sabdanya:

"إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ." 

"Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena dosa-dosa kecil itu jika terus dilakukan oleh seseorang, maka ia akan membinasakannya." (HR. Ahmad, no. 23194)

Dosa-dosa kecil, meskipun tampak sepele, memiliki dampak kumulatif yang signifikan. Ketika dilakukan berulang kali tanpa penyesalan, dosa-dosa ini dapat menghitamkan hati dan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.

===

**LANGKAH-LANGKAH MENGHINDARI TIPU DAYA SETAN DAN PENGIKUTNYA**

Di antara langkah-langkah yang dapat dilakukan agar terhindar dari tipu daya setan dan kawanannya adalah sebagai berikut:

Langkah pertama : **Menjaga Keikhlasan dalam Setiap Amal Ibadah dan Perbuatan** 

Keikhlasan merupakan benteng yang sangat penting dalam melindungi amal ibadah dari gangguan setan. Setiap ibadah atau amal perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba Allah pasti akan diusahakan oleh setan agar tidak dilakukan dengan ikhlas. Setan berupaya keras agar amal tersebut menjadi tidak bernilai di sisi Allah, dengan membuatnya terkontaminasi oleh riya (pamer) atau bahkan syirik. Ini adalah bagian dari janji setan kepada Allah untuk menyesatkan manusia. 

Namun, Allah telah menjamin bahwa hamba-hamba yang menjaga keikhlasannya akan dijauhkan dari gangguan setan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

**قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ** 

"Iblis berkata: 'Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.'" (QS. Al-Hijr: 39-40)

Setan tidak memiliki kuasa atas hamba-hamba yang ikhlas. Dalam ayat lain, Allah berfirman:

**قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ** 

_"Iblis berkata: 'Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shâd: 82-83)

Selain itu, Allah menegaskan bahwa setan tidak dapat menguasai orang-orang yang ikhlas:

**إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ** 

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang ikhlas tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (QS. Al-Hijr: 42)

Langkah kedua : **Menjaga Kesetabilan Iman** 

Setan selalu berupaya untuk menggoda dan melemahkan iman seseorang melalui berbagai cara, baik melalui kelalaian maupun perbuatan maksiat. Kemaksiatan dapat melemahkan iman, sehingga membuat seseorang lebih rentan terhadap godaan setan dan lebih mudah melakukan dosa. 

Namun, Allah telah menegaskan bahwa seluruh kekuatan dan kekuasaan hanya milik-Nya. Oleh karena itu, seorang hamba yang menjaga imannya dan konsisten dalam beribadah akan terlindungi dari tipu daya setan. Mereka yang dilindungi oleh Allah tidak dapat disesatkan oleh makhluk apa pun. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an:

**إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ** 

_"Sesungguhnya setan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb mereka. Kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya pemimpin dan yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS. An-Nahl: 99-100)

Dengan menjaga keikhlasan dan iman yang kuat, seseorang akan mampu melawan godaan dan tipu daya setan yang berusaha merusak kehidupan spiritualnya.

**Langkah Ketiga:  Berlindung Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala :**

Untuk menghadapi setan dan terhindar dari godaannya, kita dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa berlindung kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan jika kamu digoda oleh setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [QS. Al-A'râf :200].

Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda:

«يَأْتِي الشَّيْطَانُ أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ مَنْ خَلَقَ كَذَا وَكَذَا؟ حَتَّى يَقُولَ لَهُ مَنْ خَلَقَ رَبَّكَ؟ فَإِذَا بَلَغَ ذَلِكَ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللَّهِ وَلْيَنْتَهِ».

“Setan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, siapakah yang menciptakan ini dan ini? Sehingga setan berkata, “siapakah yang menciptakan Tuhanmu, maka apabila jika telah sampai kepadanya hal tersebut, hendaklah dia berlindung kepada Allah dan hendaklah dia menghentikan (waswas tersebut)".

Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud (4722) disebutkan:

«فَإِذَا قَالُوا ذَلِكَ فَقُولُوا: اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. ثُمَّ لِيَتْفِلْ عَنْ يَسَارِهِ ثَلَاثًا وَلْيَسْتَعِذْ مِنَ الشَّيْطَانِ».

"Jika mereka mengucapkan hal itu (kalimat-kalimat was-was), maka ucapkanlah "Allah itu Maha Esa, Allah itu tempat bergantung, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan," kemudian meludahlah ke kiri (3x) dan berlindunglah kepada Allah".

**Langkah Keempat : Memperbanyak membaca Al-Quran dan memperkuat dzikir kepada Allah :**.

Al-Quran dan dzikrullah merupakan benteng yang kokoh yang dapat melindungi diri dari godaan dan gangguan  setan dan membuatnya lari tunggang langgang, sebagaimana dalam Abu Hurairah, bahwa Nabi   bersabda :

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah di dalamnya". (HR Muslim, no. 780).

Dalam riwayat Al-Harits Al-Asy’ari, bahwa Nabi   bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهَا وَيَأْمُرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْ يَعْمَلُوا بِهَا... وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ، فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا، حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ، كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria Alaihissallam dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkannya (di antaranya): 

Aku perintahkan kalian agar kalian berdzikir mengingat Allah. Sesungguhnya perumpamaan itu seperti perumpamaan seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga apabila dia telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan dirinya dari mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah seorang hamba tidak akan dapat melindungi dirinya dari setan, kecuali dengan dzikrullah".

[HR Ahmad no. 17800 dan Tirmidzy no. 2863. Di shahihkan oleh Syu’aib al-Arna’uth dalam Takhrij al-Musnad 29/336 no. 17800 dan dishahihkan pula oleh Ahmad Syakir dalam Takhrij Sunan Tirmidzi 5/148 dan juga oleh al-Albaani dalam Shahih Tirmidzy]

**Langkah Kelima: Menyelisihi Bisikan Dan Perbuatan Setan dari setiap amal perbuatannya**.

Setan adalah musuh manusia, maka wajib pula untuk menjadikannya sebagai musuh, dan membenci serta meninggalkan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا، إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ.

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. Fathir : 5 ).

=====

**DIANTARA BISIKAN DAN PERBUATAN SETAN YANG HARUS DIJAUHI DAN DISELISIHI:**

Pertama: Perbuatan tabdzir atau pemborosan. Allah berfirman:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

“Dan janganlah kamu melakukan perbuatan mubadzir, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isro :26-27)

Kedua: Makan dan minum dengan tangan kiri. Rosulullah bersabda:

Dari Abdullah bin Umar, Nabi bersabda:

«لاَ يَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِشِمَالِهِ وَلاَ يَشْرَبْ بِشِمَالِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ».

“Janganlah salah seorang diantara kalian makan dan minum dengan tangan kirinya, sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya”. (HR. Tirmidzi)

Ketiga: Tergesa-gesa dalam pekerjaan. Rosulullah bersabda:

Dari Sahl bin Said, bahwa Rosulullah bersabda:

«الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ»

“Tergesa-gesa itu dari perbuatan setan”. (HR. Tirmidzi no. 2012, Al-Ruyani dalam *Musnad*-nya (1095), ath-Thabrani dalam *al-Mu'jam al-Kabir* (5702), dan Abu Nu'aim dalam *Ma'rifat ash-Shahabah* (3303).

At-Tirmidzi berkata : “Hadits Hasan”. Lihat al-Mughni ‘An Hamlil Asfaar karya al-Iraqi hal. 449)

===*****===

**HUKUM ORGANISASI DAN KONFERENSI FAHAM SEMUA AGAMA SAMA**

Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih :

إِقَامَةُ الْمُنَظَّمَاتِ وَالْمُؤْتَمَرَاتِ وَالْمُلْتَقَيَاتِ مِنْ أَجْلِ تَكْرِيرِ وَحْدَةِ الْأَدْيَانِ. وَإِزَالَةُ الْفَوَارِقِ الْعَقَدِيَّةِ وَإِسْقَاطُ الْفَوَارِقِ الْأَسَاسِيَّةِ وَالْخِلَافِ بَيْنَ الْأَدْيَانِ، مِنْ أَعْظَمِ أَنْوَاعِ مُوَالَاةِ أَهْلِ الْكُفْرِ الَّتِي تُنَاقِضُ الْإِيمَانَ، فَالدَّعْوَةُ إِلَى وَحْدَةِ الْأَدْيَانِ رِدَّةٌ ظَاهِرَةٌ عَنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَتَكْذِيبٌ لِنَصِّ الْقُرْآنِ بِأَنَّ دِينَ الْإِسْلَامِ هُوَ الدِّينُ الْكَاْمِلُ وَالَّذِي أَتَمَّ اللَّهُ لَنَا بِهِ النِّعْمَةَ وَرَضِيَهُ لَنَا دِينًا وَهُوَ النَّاسِخُ لِمَا سَبَقَهُ مِنَ الْأَدْيَانِ الَّتِي اعْتَرَاهَا التَّبْدِيلُ وَالْتَّحْرِيفُ كَالْيَهُودِيَّةِ وَالنَّصْرَانِيَّةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿ وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ ﴾ [آل عمران:85]. وَعَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُنَادَى بِوَحْدَةِ الْأَدْيَانِ كَدُعَاةِ الْعِلْمَانِيَّةِ وَالْلِّيبرَالِيَّةِ الَّذِينَ يَهْدِفُونَ إِلَى إِزَالَةِ الْفَوَارِقِ مَعَ مَنْ سَمَّاهُمُ اللَّهُ أَعْدَاءً لَنَا وَيُرِيدُونَ هَدْمَ دِينِنَا، وَلَا الدُّخُولَ فِي مُؤْتَمَرَاتِهِمْ وَمَحَافِلِهِمْ بَلْ يَجِبُ نَبْذُهُمْ وَبَيَانُ أَفْكَارِهِمُ الْخَبِيثَةُ نُصْرَةً لِلْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ.

قَالَ الشَّيْخُ بَكْرٌ أَبُو زَيْدٍ (فِي الْإِبْطَالِ لِنَظَرِيَّةِ الْخَلْطِ بَيْنَ دِينِ الْإِسْلَامِ وَغَيْرِهِ مِنَ الْأَدْيَانِ ص36]: " وَخَلَاصَتُهُ أَنْ دَعْوَةَ الْمُسْلِمِ إِلَى تَوْحِيدِ دِينِ الْإِسْلَامِ مَعَ غَيْرِهِ مِنَ الشَّرَائِعِ وَالْأَدْيَانِ الدَّائِرَةِ بَيْنَ التَّحْرِيفِ وَالنَّسْخِ بِشَرِيعَةِ الْإِسْلَامِ: رِدَّةٌ ظَاهِرَةٌ وَكُفْرٌ صَرِيحٌ، لِمَا تُعْلِنُهُ مِنْ نَقْضٍ جَرِيءٍ لِلْإِسْلَامِ أَصْلًا وَفَرْعًا، وَاعْتِقَادًا وَعَمَلًا، وَهَذَا إِجْمَاعٌ لَا يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَحَلَّ خِلَافٍ بَيْنَ أَهْلِ الْإِسْلَامِ ".

Pendirian organisasi, konferensi, dan pertemuan untuk menetapkan persatuan agama serta menghapus perbedaan akidah dan mengesampingkan perbedaan mendasar serta perselisihan antara agama adalah salah satu bentuk besar dari Muwalah kepada orang-orang kafir yang bertentangan dengan iman.

Seruan untuk persatuan agama merupakan penolakan yang jelas terhadap agama Islam dan merupakan pembangkangan terhadap ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna, di mana Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dan meridhoi Islam sebagai agama kita. Islam adalah agama yang membatalkan agama-agama sebelumnya yang telah mengalami perubahan dan penyimpangan, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, tidak dibenarkan untuk menyerukan persatuan agama seperti yang dilakukan oleh para pendukung sekularisme dan liberalisme yang bertujuan menghapus perbedaan dengan orang-orang yang ingin meruntuhkan agama kita. Kita juga tidak boleh ikut serta dalam konferensi dan pertemuan mereka, tetapi seharusnya kita menolak mereka dan menjelaskan pemikiran jahat mereka sebagai bentuk pembelaan untuk Islam dan umat Islam.

Sheikh Bakr Abu Zaid berkata: "Intinya adalah bahwa seruan seorang Muslim untuk menyatukan agama Islam dengan agama-agama lain yang berada di antara perubahan dan pembatalan dengan syariat Islam adalah penolakan yang jelas dan kekufuran yang nyata, karena ini merupakan pembangkangan yang berani terhadap Islam baik secara prinsip maupun praktik. Ini adalah konsensus yang tidak boleh diperdebatkan di antara umat Islam."

[Sumber : مِنْ نَوَاقِضِ الإِسْلَامِ: مُظَاهَرَةُ المُشْرِكِينَ وَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى المُسْلِمِينَ karya Syeikh Dr. Abdullah bin Hamud Al-Furaih]


 



Posting Komentar

0 Komentar